BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG Salah satu masalah kesehatan yang menjadi perhatian utama di negara-negara yang memiliki iklim tropis adalah penyakit infeksi. Salah satu mikroorganisme yang tumbuh subur di negara tropis ini adalah bakteri mycobacterium. Saat ini telah ditemukan lebih dari 100 spesies mycobacterium, dan dapat menimbulkan berbagai manifestasi klinik yang berbeda (Daniel, et al., 2011) Menurut terakhir penelitian, ini dalam prevalensi kurun waktu penyakit 30 paru tahun karena Mycobacterium non tuberculosis meningkat. Penelitian di Shanghai, RRC menunjukkan bahwa prevalensi Mycobacterium non tuberculosis menjadi 6,38% Penelitian di meningkat pada tahun Amerika dari 4,26% 2008 Serikat (Jing, juga pada tahun et al., menunjukkan 2005 2012). bahwa prevalensi bakteri ini meningkat terutama pada kalangan orang dewasa (Adjemian, et al., 2012) Mycobacterium non tuberculosis dapat tumbuh optimum pada suhu 25 °C - 50 °C. Bakteri ini mudah ditemukan di 1 2 tanah, air, udara, serta beberapa ekosistem buatan seperti pipa air, selang, dan tanaman transgenik (Murray, et al., 2009) Mycobacterium biasanya masuk ke tubuh manusia melalui proses inhalasi, sehingga paru-paru menjadi organ yang paling sering terinfeksi. Gejala yang ditimbulkan oleh Mycobacterium non tuberculosis adalah batuk kronis, bersputum, mudah lelah, demam, penurunan berat badan, dan insufisiensi respirasi. Mycobacterium non Secara tuberculosis klinik, sulit dibedakan infeksi dengan infeksi Mycobacterium tuberculosis (Tortolli, 2009). Hal ini menyulitkan dalam hal penegakkan diagnosis. Program Directly Observed Treatment Strategy (DOTS) yang diberlakukan tuberkulosis, di tidak seluruh dunia dapat untuk pengendalian membedakan infeksi Mycobacterium tuberculosis dengan infeksi Mycobacterium non tuberculosis (WHO, 2011). Untuk terapinya sendiri, infeksi Mycobacterium tuberculosis dan infeksi Mycobacterium non tuberculosis menggunakan obat yang berbeda. Terapi untuk tuberculosis menggunakan 4 regimen obat, yaitu isoniazid, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol (WHO, 2011). Sedangkan terapi 3 untuk infeksi Mycobacterium non tuberculosis menggunakan antibiotik golongan aminoglikosida, seperti amikasin dan gentamisin (American Thoracic Society, 1997). Dalam praktik puskesmas mengobati klinik, pasien kebanyakan dengan klinisi tanda dan di gejala seperti yang tertera di atas dengan amoksisilin (Muhlis, 2011). Hal ini mungkin dikarenakan karena kurangnya sarana dan prasana untuk menegakkan diagnosisnya sehingga langsung diberikan antibiotik dengan spektrum luas. Berdasarkan informasi dari berbagai sumber mengenai insidensi infeksi Mycobacterium non tuberculosis yang meningkat setiap tahun serta kesalahan dalam mendiagnosis dan mengobati infeksi Mycobacterium non tuberculosis, penelitian ini bertujuan untuk membuktikan sensitivitas Mycobacterium growing, satu non terhadap antibiotik gentamisin tuberculosis, antibiotik golongan sebagai salah khususnya amoksisilin penisilin satu β tipe rapidly sebagai lactam antibiotik salah dan golongan aminoglikosida. Penelitian ini melihat efek potensi kedua antibiotik tersebut dalam menghambat pertumbuhan Mycobacterium non tuberculosis tipe rapidly growing. 4 I.2 Angka RUMUSAN MASALAH terjadinya tuberculosis dari infeksi tahun ke karena tahun Mycobacterium semakin non meningkat. Penyebaran infeksi Mycobacterium non tuberculosis terjadi melalui mudah. proses inhalasi Gejala Mycobacterium ditimbulkan yang non oleh sehingga dapat ditimbulkan tuberculosis Mycobacterium menular akibat serupa dengan infeksi dengan tuberculosis yang sehingga sering terjadi kesalahan dalam pemberian obat. Perumusaan masalah pada penelitian potensi antibiotik ini adalah amoksisilin dan untuk mengetahui gentamisin terhadap pertumbuhan Mycobacterium non tuberculosis tipe rapidly growing dengan metode macrobroth dilution. I.3 TUJUAN PENELITIAN Tujuan penelitian ini adalah : 1. Mengetahui potensi antibiotik amoksisilin dan gentamisin terhadap Mycobacterium non tuberculosis. 2. Membandingkan efektivitas antibiotik amoksisilin dan gentamisin terhadap Mycobacterium non tuberculosis. 5 I.4 Beberapa KEASLIAN PENELITIAN penelitian mengenai uji sensitivitas Mycobacterium non tuberculosis terhadap antibiotik telah dilakukan spesies di berbagai negara Mycobacterium non dengan berbagai tuberculosis variasi dan variasi antibiotik. Berikut ini merupakan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya: Roblas, et.al., 2008 di Spanyol, dengan judul ‘In Vitro Activities of Tigecycline Antimicrobials against Nonpigmented Mycobacterium’ telah melakukan and 10 Other Rapidly penelitian Growing dengan 15 koleksi strain dan 165 isolat klinik. Hasil penelitian menunjukkan dalam Tigesiklin menekan memiliki pertumbuhan aktivitas nonpigmented paling rapidly poten growing mycobacterium. Wang Hong-Siu, et.al., 2010 di Shanghai, Cina, dengan judul ‘Nontuberculous mycobacteria: susceptibility pattern 2008’ and telah prevalence melakukan rate in Shanghai penghitungan from prevalensi 2005 to dan uji sensitivitas terhadap berbagai spesies Mycobacterium non tuberculosis. Hasil penelitian tersebut menunjukkan peningkatan prevalensi Mycobacterium non tuberculosis. M. 6 chelonae, M. fortuitum, intercellulare complex, M.kansasii, dan M. terra M. avium- merupakan lima spesies Mycobacterium non tuberculosis yang paling banyak ditemukan. Kelima spesies tersebut menunjukkan resistensi terhadap obat M.fortuitum anti tuberculosis. menunjukkan resistensi M.chelonae terhadap dan beberapa antibiotik. Gayathri, et al. 2010 di Chennai, India dengan judul ‘Antibiotic susceptibility mycobacteria’ telah sensitivitas tobramisin, sefaperason, melakukan antibiotik seftazidim, seftriakson, norfloksasin, Penelitian non Hasilnya isolat isolat sensitif sensitif terhadap norfloksasin. vitro sefuroksim, siprofloksasin dan , tipe 148 isolat rapidly growing. terhadap amikasin, gatifloksasin, 76% ofloksasin, moksifloksasin. terhadap moksifloksasin, Mayoritas in sefotaksim, sensitif terhadap siprofloksasin secara growing azitromisin, tuberculosis terhadap rapidly amikasin, dilakukan Mycobacterium of uji gatifloksasin, ini 98% pattern 87% isolat 91% isolat sensitif dan 74% isolat sensitif terhadap Mycobacterium non tuberculosis 7 resisten terhadap seftazidim, cefotaksim, dan sefaperason. Perbedaan lokasi, dan digunakan pasien antibiotik merupakan yang penelitian penelitian dilakukan Kedokteran dilakukan pada Penelitian ini yang isolat berdomisili Fakultas ini di yaitu digunakan. klinik Oktober menggunakan yang diperoleh dari Yogyakarta. amoksisilin Lokasi Mikrobiologi Gadjah hingga waktu, Isolat Laboratorium Universitas bulan yang sekitar di isolat, Mada yang Desember 2014. dan gentamisin dapat memberikan sebagai antibiotik yang diuji. I.5 Hasil MANFAAT PENELITIAN penelitian ini diharapkan manfaat: a. Memberikan bukti amoksisilin dan pertumbuhan bakteri ilmiah mengenai antibiotik dalam menghambat non tuberculosis gentamisin Mycobacterium secara in vitro. b. Memberikan informasi tambahan mengenai terapi infeksi bakteri Mycobacterium non tuberculosis di Indonesia. 8 I.6 PERTANYAAN PENELITIAN 1. Apakah amoksisilin dapat menghambat pertumbuhan Mycobacterium non tuberculosis? 2. Apakah gentamisin dapat menghambat pertumbuhan Mycobacterium non tuberculosis? 3. Apakah gentamisin lebih efektif dibanding amoksisilin dalam menghambat tuberculosis? pertumbuhan Mycobacterium non