1 HUBUNGAN BERAT BADAN LAHIR DENGAN DERAJAT

advertisement
HUBUNGAN BERAT BADAN LAHIR DENGAN DERAJAT
RUPTUR PERINEUM PADA PERSALINAN NORMAL
DI RSIA KUMALA SIWI PECANGAAN JEPARA
Oleh :
Ita Rahmawati, S. SIT, M..Kes
(Dosen AKBID ISLAM AL HIKMAH JEPARA)
ABSTRAK
Perdarahan postpartum menjadi penyebab utama 40% kematian ibu di
Indonesia. Ruptur perineum penyebab kedua pada persalinan pervaginam.
Faktor penyebab ruptur perineum antara lain posisi persalinan, cara meneran,
pimpinan persalinan, berat badan bayi baru lahir dan keadaan perineum.
Semakin besar berat badan bayi yang dilahirkan akan meningkatkan resiko
terjadinya ruptur perineum. Dari 8 orang ibu multipara pada bulan Maret 2011
didapatkan sebagian besar ibu mengalami Laserasi derajat I sebanyak 4 orang
dengan berat badan lahir normal (2500-4000 gr). Tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui hubungan berat badan lahir dengan derajat ruptur perineum
pada persalinan normal di RSIA Kumala Siwi Pecangaan Jepara Tahun 2011.
Jenis penelitian ini adalah analitik observasional dengan pendekatan cross
sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu multipara dengan
persalinan normal di RSIA Kumala Siwi Pecangaan Jepara pada bulan April
2010–Maret 2011 yaitu sebanyak 104 orang. Sampel dalam penelitian ini
dihitung dengan rumus slovin sebanyak 82 orang dengan teknik Simple Random
Sampling melalui lotre. Data dikumpulkan melalui rekam medik kemudian data
diolah dengan editing coding dan tabulating dan dianalisa secara univariat dan
bivariat menggunakan uji statistik Rank Spearman. Hasil penelitian menunjukkan
mayoritas ibu bersalin melahirkan bayi dengan berat badan lahir cukup (antara
2500-4000 gram) sebanyak 75 orang (91,5 %) dan mayoritas ibu bersalin
mengalami laserasi derajat I sebanyak 44 orang (53,7 %). Sedangkan uji statistik
Rank Spearman dengan nilai ρ value sebesar 0,016 menunjukkan bahwa Ho
ditolak dan Ha diterima, yang berarti ada hubungan secara bermakna antara
berat badan lahir dengan derajat ruptur perineum pada persalinan normal.
Mayoritas ibu bersalin mengalami laserasi derajat I dengan berat badan lahir
bayi cukup (antara 2500-4000 gram) sebanyak 40 orang (48,8 %), sedangkan
paling sedikit ibu bersalin mengalami laserasi derajat IV dengan berat badan lahir
bayi lebih (lebih dari 4000 gram) sebanyak 1 orang (1,2 %). Untuk itu petugas
kesehatan diharapkan melakukan deteksi dini dan pemantauan tumbuh kembang
janin serta memberikan KIE kepada ibu hamil mengenai kaitan berat badan bayi
baru lahir dengan laserasi jalan lahir.
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia sampai saat ini masih cukup
tinggi, menurut Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI). Tahun
2007 sebesar 228/100.000 kelahiran hidup, sedangkan sasaran kematian
maternal 2010 adalah 125/100.000 kelahiran hidup. Upaya yang dilakukan
untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian maternal, serta neonatal
dengan Making Pregnancy Safer (MPS) yang mengemukakan visi bahwa
kehamilan dan persalinan di Indonesia barlangsung aman, serta yang dilahirkan
hidup dan sehat. (Saiffudin, 2002 ; h. v).
Perdarahan postpartum menjadi penyebab utama 40% kematian ibu di
Indonesia. Penyebab perdarahan utama adalah atonia uteri sedangkan ruptur
perineum merupakan penyebab kedua yang hampir terjadi pada setiap
persalinan pervaginam. Lapisan mukosa dan kulit perineum pada seorang ibu
primipara dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya mudah terjadi
ruptur yang bisa menimbulkan perdarahan pervaginam. (Surjaningrat, 2006 ; h.
26 dan Sumarah, 2009 ; h. 158).
Ruptur perineum merupakan robekan yang terjadi sewaktu persalinan dan
disebabkan oleh beberapa faktor antara lain posisi persalinan, cara meneran,
pimpinan persalinan, berat badan bayi baru lahir dan keadaan perineum.
(Enggar, 2010).
Selain itu bayi baru lahir yang terlalu besar atau berat badan lahir
lebih dari 4000 gram akan meningkatkan resiko proses persalinan yaitu
kemungkinan terjadi bahu bayi tersangkut, bayi akan lahir dengan gangguan
nafas dan kadang bayi lahir dengan trauma leher, bahu dan syarafnya. Hal ini
terjadi karena berat bayi yang besar sehingga sulit melewati panggul dan
menyebabkan terjadinya ruptur perineum pada ibu bersalin. (Enggar, 2010).
Persalinan dengan ruptur perineum apabila tidak ditangani secara
efektif menyebabkan perdarahan dan infeksi menjadi lebih berat, serta pada
jangka waktu panjang dapat mengganggu ketidaknyamanan ibu dalam hal
hubungan seksual. (Mochtar, 2007 ; h. 111).
Berdasarkan hasil penelitian Yuwida Enggar P di RB Harapan Bunda
Surakarta pada tahun 2010 tentang Hubungan antara Berat Badan Bayi Baru
Lahir dengan Kejadian Ruptur Perineum Pada Persalinan Normal di RB
Harapan Bunda Surakarta, menunjukkan bahwa adanya Hubungan antara
Berat Badan Bayi Baru Lahir dengan Kejadian Ruptur Perineum Pada
Persalinan Normal. Mayoritas dengan berat badan bayi lahir 3000-3500 gr
(46,3%), dan mayoritas yang mengalami ruptur perineum yaitu ibu primipara
sebanyak 52 orang (77,6%).
Berdasarkan studi pendahuluan tanggal 16 April 2011 di RSIA
Kumala Siwi Pecangaan Jepara dari persalinan normal pada multipara Bulan
April Tahun 2010 – Bulan Maret Tahun 2011 sebanyak 147 orang dengan
perincian persalinan normal dengan episiotomi sebanyak 43 orang dan
persalinan normal tanpa episiotomi sebanyak 104 orang. Pada bulan Januari –
ii
Maret 2011 di RSIA Kumala Siwi Pecangaan Jepara ditemukan data
multipara sebanyak 26 orang (56,52%). Pada bulan Maret 2011 terdapat 8
persalinan multipara :
Laserasi Derajat I sebanyak 4 orang, dengan berat badan lahir normal
(2500 – 4000 gram)
Laserasi Derajat II sebanyak 4 orang, dengan berat badan lahir
normal (2500 – 4000 gram).
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan masalah dalam
penelitian ini yaitu adakah hubungan berat badan lahir dengan derajat
ruptur perineum pada persalinan normal di RSIA Kumala Siwi Pecangaan
Jepara?.
C. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui “hubungan berat badan lahir dengan derajat
ruptur perineum pada persalinan normal di RSIA Kumala Siwi Pecangaan
Jepara”.
D. Manfaat Penelitian
Sebagai masukan dalam meningkatkan pelayanan kesehatan
termasuk memberikan penyuluhan tentang pentingnya ANC dan
keteraturan dalam pemeriksaan ANC sebagai upaya deteksi dini tumbuh
kembang janin serta memberikan pendidikan kesehatan pada ibu hamil
tentang cara meneran / posisi persalinan.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Persalinan Normal
1.Pengertian
Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup
dari dalam uterus melalui vagina ke dunia luar. (Wiknjosastro, 2006 ; h.
180).
2.Faktor penting yang berperan pada persalinan adalah :
a. Kekuatan yang ada pada ibu
b. Keadaan jalan lahir
c. Keadaan janin
d. Psikis ibu
e. Penolong persalinan
f. (Sumarah, 2009 ; h. 23).
B. Perineum
1. Pengertian Perineum
Perineum adalah merupakan bagian permukaan pintu bawah panggul,
yang terletak antara vulva dan anus. Panjangnya rata-rata 4 cm.
2. Tingkat robekan perineum dapat dibagi atas 4 tingkatan:
iii
Gambar 1. Derajat Ruptur
Sumber: Saifudin (2008 ; h.462)
A. Kerangka Teori
Faktor yang
mempengaruhi ruptur
perineum :
1. Keadaan perineum
2. Pimpinan
persalinan
3. Cara meneran
4. Berat badan bayi
baru lahir
5. Posisi persalinan
Berat badan bayi
baru lahir :
1. Berat lahir rendah
: kurang dari 2500
gram
2. Berat lahir
normal/ cukup :
antara 2500 –
4000 gram
Derajat ruptur
perineum :
1. Derajat I
2. Derajat II
3. Derajat III
4. Derajat IV
3. Berat lahir lebih :
lebih dari 4000
gram
Modifikasi sumber
Gambar 2. Kerangka Teori
: Enggar (2010), Saifudin (2008), Waspodo (2008)
dan Wiknjosastro (2006).
B. Kerangka Konsep
Berat badan bayi baru
lahir
Derajat ruptur
perineum
Gambar 3.1 Kerangka Konsep
iv
C. Hipotesa
Hipotesis dalam penelitian ini, yaitu Ada hubungan berat badan lahir dengan
derajat ruptur perineum pada persalinan normal.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini termasuk kompetensi bidan kesembilan. Penelitian ini
dilakukan untuk mengetahui hubungan berat badan lahir dengan derajat ruptur
perineum pada persalinan normal di RSIA Kumala Siwi Pecangaan Jepara.
B. Rancangan dan Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini termasuk jenis penelitian Analitik, dengan pendekatan
cross sectional.
C. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu multipara dengan
persalinan normal tanpa episiotomi di RSIA Kumala Siwi Pecangaan
Jepara pada Bulan April Tahun 2010 – Bulan Maret Tahun 2011 yaitu
sebanyak 104 orang.
2. Sampel Penelitian
Sampel dalam penelitian ini adalah ibu multipara dengan persalinan
normal tanpa episiotomi di RSIA Kumala Siwi Pecangaan Jepara pada
Bulan April Tahun 2010 – Bulan Maret Tahun 2011. Dengan besar sampel
sebanyak 82 orang diambil dari 104 orang secara acak dengan teknik lotre
berdasarkan rumus Slovin, l sebagai berikut :
n
=
N
1 + N (d)²
n
=
104
1 + 104 (0,05)²
=
82
Keterangan :
n
: jumlah sampel
N
: besar populasi
d
: tingkat kepercayaan / ketetapan yang diinginkan
(Notoatmodjo, 2005 ; h. 92)
Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
dengan menggunakan teknik random sampling dan cara yang digunakan
adalah simple random sampling, yaitu pengambilan anggota sampel dari
populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada
dalam populasi itu. (Sugiyono, 2007 ; h. 64).
v
D. Definisi Operasional, Variabel Pengukuran dan Skala Pengukuran
Tabel 3.1 Definisi Operasional
No
1.
2.
Variabel
Definisi
Parameter dan Kategori
Operasional
Berat
Adalah berat 1. Berat
lahir
rendah
Badan
badan bayi
(kurang dari 2500 gram)
Bayi Baru yang
=1
Lahir.
ditimbang
2. Berat lahir cukup (2500
pada waktu
– 4000 gram) = 2
24
jam 3. Berat lahir lebih (lebih
pertama
dari 4000 gram) = 3
kelahiran.
Derajat I (robekan terjadi
hanya pada selaput mukosa
Derajat
Adalah
vagina dengan atau tanpa
ruptur
robekan
mengenai kulit perineum) =
perineum. perineum
1
karena
1. Derajat
II
(robekan
persalinan.
mengenai selaput lender
vagina dan otot perinei
transversalis, tetapi otot
sfingter ani)
=2
2. Derajat III (robekan
mengenai perineum sampai
dengan otot sfingter ani)
=3
3. Derajat IV (robekan
mengenai perineum sampai
dengan otot sfingter ani
dan mukosa rektum) = 4
Alat ukur
Lembar
Cheklist
Lembar
Cheklist
Skala
Pengukuran
Ordinal
Ordinal
E. Alat Penelitian dan Cara Pengumpulan Data
Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan
lembar cheklist pengumpulan data dari rekam medis pasien yaitu dari rekam
medis ibu multipara dengan persalinan normal tanpa episiotomi pada Bulan
April Tahun 2010 - Bulan Maret Tahun 2011 di RSIA Kumala Siwi
Pecangaan Jepara.
Cara pengumpulan data dalam penelitian dengan observasi yaitu dengan
mengobservasi data rekam medis pasien secara langsung meliputi derajat
ruptur perineum dan berat badan bayi baru lahir.
vi
F. Teknik Pengolahan Data dan Analisa Data
Pengolahan Data, dilakukan secara Editing, coding, Skoring, dan Tabulating.
Dalam penelitian ini dilakukan analisa data secara bivarian dengan uji korelasi
Rank Spearman untuk hubungan berat badan lahir dengan derajat ruptur
perineum pada persalinan normal melalui pengolahan Program SPSS for
windows 12. Jika uji Chi Square tidak memenuhi syarat ( nilai harapan < 5
dan tidak boleh ≥ 20% ) maka harus menggunakan uji Exact Fisher.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Berat Badan Lahir
Tabel 4.1
Distribusi frekuensi berat badan lahir pada persalinan normal di RSIA
Kumala Siwi Pecangaan Jepara pada bulan April tahun 2010 – Maret tahun
2011.
BBL
Kurang
Cukup
Lebih
Total
Frekuensi
5
75
2
82
Persentase
6.1
91.5
2.4
100.0
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa mayoritas ibu bersalin
melahirkan bayi dengan berat badan lahir cukup (antara 2500-4000 gram)
sebanyak 75 orang (91,5 %), sedangkan paling sedikit ibu bersalin
melahirkan bayi dengan berat badan lahir lebih (lebih dari 4000 gram)
sebanyak 2 orang (2,4 %).
2. Derajat Ruptur Perineum
Tabel 4.2
Distribusi frekuensi derajat ruptur perineum pada persalinan normal di
RSIA Kumala Siwi Pecangaan Jepara pada bulan April tahun 2010 – Maret
tahun 2011.
Derajat
Perineum
Derajat I
Derajat II
Derajat III
Derajat IV
Total
Ruptur
Frekuensi
44
30
7
1
82
vii
Persentase
53.7
36.6
8.5
1.2
100.0
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa mayoritas ibu bersalin
melahirkan mengalami laserasi derajat I sebanyak 44 orang (53,7 %),
sedangkan paling sedikit ibu bersalin mengalami laserasi derajat IV
sebanyak 1 orang (1,2 %).
3. Analisa hubungan berat badan lahir dengan derajat ruptur perineum pada
persalinan normal di RSIA Kumala Siwi Pecangaan Jepara pada bulan
April tahun 2010 – Maret tahun 2011.
Tabel 4.3
Distribusi frekuensi hubungan berat badan lahir dengan derajat ruptur
perineum pada persalinan normal di RSIA Kumala Siwi Pecangaan Jepara
pada bulan April tahun 2010 – Maret tahun 2011.
Kategori
BBL
Derajat I
Kurang
4
Cukup
40
Lebih
0
Total
44
(4.9%)
(48.8%)
(0%)
(53.7%)
Derajat II
1
(1.2%)
29
(35.4%)
0
(0%)
30
(36.6%)
Derajat III
0
(0%)
6
(7.3%)
1
(1.2%)
7
(8.5%)
Derajat IV
0
(0%)
0
(0%)
1
(1.2%)
1
(1.2%)
Total
5
(6.1%)
75
(91.5%)
2
(2.4%)
82
(100.0%)
ρ value = 0,016
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa mayoritas ibu bersalin
mengalami laserasi derajat I dengan berat badan lahir bayi cukup (antara
2500-4000 gram) sebanyak 40 orang (48,8 %). Hasil Uji Rank Spearman
diperoleh nilai Sig. (2-tailed) sebesar 0,016 dengan taraf kesalahan 5 %
(0,05). Sehingga ρ value < 0,05, sehingga Ho ditolak dan Ha diterima.
Yang berarti ada hubungan secara bermakna antara berat badan lahir
dengan derajat ruptur perineum pada persalinan normal. Dengan nilai
contingency coefficient sebesar 0,190 yang menunjukkan keeratan
hubungan sangat rendah.
B. PEMBAHASAN
1. Berat badan lahir
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas ibu bersalin melahirkan
bayi dengan berat badan lahir cukup (antara 2500-4000 gram) sebanyak 75
viii
orang (91,5 %), sedangkan paling sedikit ibu bersalin melahirkan bayi
dengan berat badan lahir lebih (lebih dari 4000 gram) sebanyak 2 orang
(2,4 %).
Menurut Cunningham (2006 ; h.251 ) BBL pada bayi laki-laki sekitar 100
gram lebih cepat naik dari pada bayi perempuan kadang terjadi berat badan
diatas 5000 gram dikarenakan adanya kasus makrosomnia. Tetapi bayi
dengan berat badan kurang seringkali punya berat badan lahir < 2.500 gram
dan kadang kala sampai 2.250 gram / bahkan kurang. Ini biasanya disebut
bayi prematur, akan tetapi berat badan lahir rendah bukan akibat dari
kelahiran kurang bulan tetapi terkadang disebabkan karena retardasi
pertumbuhan selama perkembangan intrauterin.
Berdasarkan teori yang ada, bayi baru lahir yang terlalu besar atau berat
badan lahir lebih dari 4000 gram akan meningkatkan resiko proses
persalinan yaitu kemungkinan terjadi bahu bayi tersangkut, bayi akan lahir
dengan gangguan nafas dan kadang bayi lahir dengan trauma leher, bahu
dan syarafnya. Hal ini terjadi karena berat bayi yang besar sehingga sulit
melewati panggul dan menyebabkan terjadinya ruptur perineum pada ibu
bersalin. (Enggar, 2010).
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Yuwida Enggar P (2010),
menunjukkan bahwa mayoritas dengan berat badan bayi lahir 3000-3500
gram sebanyak 46,3%.
2. Derajat ruptur perineum
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas ibu bersalin melahirkan
mengalami laserasi derajat I sebanyak 44 orang (53,7 %), sedangkan paling
sedikit ibu bersalin mengalami laserasi derajat IV sebanyak 1 orang (1,2
%).
Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak
jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan ini dapat dihindarkan atau
dikurangi dengan menjaga jangan sampai dasar panggul dilalui oleh kepala
janin dengan cepat. Sebaliknya kepala janin yang akan lahir jangan di tahan
terlampau kuat dan lama, karena akan menyebabkan asfiksia dan
perdarahan dalam tengkorak janin, dan melemahkan otot-otot dan fasia
pada dasar panggul karena direnggangkan terlalu lama. (Surjaningrat, 2006
: h.26).
Berdasarkan teori yang ada, robekan perineum terjadi pada kelahiran
dengan berat badan bayi yang besar. Hal ini terjadi karena semakin besar
berat badan bayi yang dilahirkan akan meningkatkan resiko terjadinya
ruptur perineum karena perineum tidak cukup kuat menahan regangan
kepala bayi dengan berat badan bayi yang besar, sehingga pada proses
kelahiran bayi dengan berat badan bayi lahir yang besar sering terjadi
ruptur perineum. (Varney, 2008 ; h. 764).
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Ulfah Sofiyati (2009), yang
menunjukkan bahwa mayoritas ibu bersalin mengalami robekan perineum
dengan derajat I sebanyak 55 %.
ix
3. Hubungan berat badan lahir dengan derajat ruptur perienem pada persalinan
normal.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas ibu bersalin mengalami
laserasi derajat I dengan berat badan lahir bayi cukup (antara 2500-4000
gram) sebanyak 40 orang (48,8 %), sedangkan paling sedikit ibu bersalin
mengalami laserasi derajat IV dengan berat badan lahir bayi lebih (lebih
dari 4000 gram) sebanyak 1 orang (1,2 %).
Selanjutnya untuk mengetahui Hubungan Berat Badan Lahir dengan
Derajat Ruptur Perineum pada Persalinan Normal, digunakan Analisis Uji
Rank Spearman diperoleh nilai Sig. (2-tailed) sebesar 0,016 dengan taraf
kesalahan 5 % (0,05). Sehingga ρ value < 0,05, sehingga Ho ditolak dan Ha
diterima. Yang berarti ada hubungan secara bermakna antara berat badan
lahir dengan derajat ruptur perineum pada persalinan normal.
Berat badan janin dapat mengakibatkan terjadinya ruptur perineum yaitu
pada berat badan janin diatas 3500 gram, karena risiko trauma partus
melalui vagina seperti distosia bahu dan kerusakan jaringan lunak pada ibu.
Perkiraan berat janin tergantung pada pemeriksaan klinik atau
ultrasonografi dokter atau bidan. Pada masa kehamilan, hendaknya terlebih
dahulu mengukur tafsiran beran badan janin. (Nasution, 2011).
Penelitian ini menunjukkan ibu melahirkan bayi dengan berat badan bayi
lahir besar atau berat bayi lebih dari 4000 gram, semuanya dengan robekan
perineum derajat IV. Hasil penelitian ini menunjukkan keterkaitan antara
derajat ruptur perineum dengan berat badan bayi baru lahir. Ibu dengan
berat badan bayi lahir lebih dari 4000 gram akan mengalami ruptur
perineum dengan derajat yang lebih tinggi dibandingkan dengan ibu yang
melahirkan bayi dengan berat badan bayi lahir kurang dari 4000 gram. Hal
ini sesuai dengan pendapat Varney (2008 ; h.764 ) yang menyatakan bahwa
ruptur perineum disebabkan oleh berat badan bayi baru lahir yang terlalu
besar atau berat badan bayi baru lahir lebih 4000 gram.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Yuwida Enggar P (2010), yang
menunjukkan ada hubungan antara berat badan bayi baru lahir dengan
kejadian ruptur perineum pada persalinan normal. Hasil penelitian ini juga
sesuai dengan penelitian Ulfah Sofiyati (2009), yang menunjukkan ada
hubungan antara posisi persalinan terhadap kejadian robekan perineum.
Menurut Varney (2008 ; h.764 ), semakin besar berat badan bayi yang
dilahirkan akan meningkatkan resiko terjadinya ruptur perineum, karena
perineum tidak cukup kuat menahan regangan kepala bayi dengan berat
badan bayi yang besar, sehingga pada proses kelahiran bayi dengan berat
badan bayi lahir yang besar sering terjadi ruptur perineum.
Berat badan bayi merupakan faktor penyebab terjadinya ruptur perineum
karena nilai contingency coefficient sebesar 0,190 yang menunjukkan
adanya keeratan hubungan yang sangat rendah antara berat badan lahir
dengan derajat ruptur perineum. Namun demikian, ada faktor lain yang juga
mempengaruhi terjadinya ruptur perineum antara lain posisi persalinan,
cara meneran, pimpinan persalinan, dan keadaan perineum. (Enggar, 2010).
x
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Mayoritas ibu bersalin melahirkan bayi dengan berat badan lahir cukup
(antara 2500-4000 gram) sebanyak 91,5 %.
2. Mayoritas ibu bersalin melahirkan mengalami laserasi derajat I sebanyak
53,7 %.
3. Mayoritas ibu bersalin mengalami laserasi derajat I dengan berat badan lahir
bayi cukup (antara 2500-4000 gram) sebanyak 48,8 %. Hasil uji statistik
Rank Spearman menunjukkan bahwa ada hubungan secara bermakna antara
berat badan lahir dengan derajat ruptur perineum pada persalinan normal (ρ
value = 0,016)
B. Saran
1.Bagi tenaga kesehatan, diharapkan dapat lebih meningkatkan kewaspadaan
dalam melakukan pertolongan persalinan sehingga tidak terjadi ruptur
perineum, dan diharapkan mampu melakukan deteksi dini dan pemantauan
tumbuh kembang janin serta memberikan KIE kepada ibu hamil mengenai
kaitan berat badan bayi baru lahir dengan laserasi jalan lahir.
2.Bagi Institusi Pendidikan, diharapkan dapat digunakan sebagai bahan
masukan untuk meningkatkan pengetahuan dan wawasan tentang ruptur
perineum.
3.Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan
kemampuan dalam melakukan penelitian selanjutnya mengenai Faktor –
faktor yang mempengaruhi derajat ruptur perineum pada persalinan normal,
sehingga penelitian berikutnya akan lebih baik.
4.Bagi ibu, khususnya ibu bersalin diharapkan agar selalu memantau
penambahan berat badan selama hamil melalui pemeriksaan ANC secara
rutin sesuai program pemerintah dan juga agar tumbuh kesadaran untuk
melakukan senam hamil selama kehamilan secara teratur agar dapat melatih
otot perineum saat persalinan yang dimulai pada usia kehamilan 35 minggu.
DAFTAR PUSTAKA
1. Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta
: Rineka Cipta. h. 71.
2. Budiarto, E. 2002. Biostatistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan
Masyarakat. Jakarta : EGC. h. 29-30.
3. Cunningham , F.G. 2006. Obstetri Williams 1. Jakarta : EGC. h. 251.
4. Enggar P, Y. Hubungan berat badan lahir dengan kejadian ruptur
perineum pada persalinan normal di RB Harapan Bunda di Surakarta.
Surakarta : Jurnal kesehatan. 2010.
5. Mochtar, R. 2007. Sinopsis Obstetri. Jakarta : EGC. h. 111.
xi
6. Nasution, N. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan terjadinya Ruptur
Perineum pada Ibu Bersalin Di RSU Dr.Pirngadi Medan periode JanuariDesember 2007 : Jurnal kesehatan, 2011.
7. Notoatmodjo, S. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : PT.
Rineka Cipta. h. 92.
8. Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : PT.
Rineka Cipta. h. 37-8 ;115 ; 182-3.
9. Nursalam. 2008. Konsep Dasar dan Metodelogi Penelitian dan Ilmu
Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika. h. 240.
10. Pusdiknakes, WHO. 2003. Panduan Pengajaran Asuhan Kebidanan
Fisiologis Bagi Dosen Diploma III Kebidanan. Jakarta : JHPIEGO. h. 7.
11. Sumarah, dkk. 2009. Perawatan Ibu Bersalin (Asuhan Kebidanan Pada
Ibu Bersalin). Yogyakarta : Fitramaya. h. 23 ; 158.
12. Saifudin A.B, 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Maternal dan
Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo. h. v.
13. Saifudin A.B,2008. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal
dan Neonatal. Jakarta :Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. h.
462-4.
14. Sugiyono. 2007. Statistika untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta. h. 4 ; 64 ;
231.
15. Varney, H. 2008. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Volume 2. Jakarta : EGC.
h. 764 ; 955.
16. Wahyunia,
U.
2010.
Ruptur
Perineum.
Dikutip
dari
:
http://www.Midwiferyeducator.com
17. Waspodo A.R, dan Danuatmaja, B. 2008. Asuhan Persalinan Normal.
Jakarta : EGC. h. 82-3 ; 138.
18. Wiknjosastro H., 2006. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Prawirohardjo. h. 26 ; 33 ; 180 ; 789 ; 882.
xii
Download