HUBUNGAN BERAT BADAN LAHIR DENGAN DERAJAT RUPTUR PERINEUM PADA PERSALINAN NORMAL DI RSIA KUMALA SIWI PECANGAAN JEPARA Oleh : Ita Rahmawati, S. SIT, M..Kes (Dosen AKBID ISLAM AL HIKMAH JEPARA) ABSTRAK Perdarahan postpartum menjadi penyebab utama 40% kematian ibu di Indonesia. Ruptur perineum penyebab kedua pada persalinan pervaginam. Faktor penyebab ruptur perineum antara lain posisi persalinan, cara meneran, pimpinan persalinan, berat badan bayi baru lahir dan keadaan perineum. Semakin besar berat badan bayi yang dilahirkan akan meningkatkan resiko terjadinya ruptur perineum. Dari 8 orang ibu multipara pada bulan Maret 2011 didapatkan sebagian besar ibu mengalami Laserasi derajat I sebanyak 4 orang dengan berat badan lahir normal (2500-4000 gr). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan berat badan lahir dengan derajat ruptur perineum pada persalinan normal di RSIA Kumala Siwi Pecangaan Jepara Tahun 2011. Jenis penelitian ini adalah analitik observasional dengan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu multipara dengan persalinan normal di RSIA Kumala Siwi Pecangaan Jepara pada bulan April 2010–Maret 2011 yaitu sebanyak 104 orang. Sampel dalam penelitian ini dihitung dengan rumus slovin sebanyak 82 orang dengan teknik Simple Random Sampling melalui lotre. Data dikumpulkan melalui rekam medik kemudian data diolah dengan editing coding dan tabulating dan dianalisa secara univariat dan bivariat menggunakan uji statistik Rank Spearman. Hasil penelitian menunjukkan mayoritas ibu bersalin melahirkan bayi dengan berat badan lahir cukup (antara 2500-4000 gram) sebanyak 75 orang (91,5 %) dan mayoritas ibu bersalin mengalami laserasi derajat I sebanyak 44 orang (53,7 %). Sedangkan uji statistik Rank Spearman dengan nilai ρ value sebesar 0,016 menunjukkan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima, yang berarti ada hubungan secara bermakna antara berat badan lahir dengan derajat ruptur perineum pada persalinan normal. Mayoritas ibu bersalin mengalami laserasi derajat I dengan berat badan lahir bayi cukup (antara 2500-4000 gram) sebanyak 40 orang (48,8 %), sedangkan paling sedikit ibu bersalin mengalami laserasi derajat IV dengan berat badan lahir bayi lebih (lebih dari 4000 gram) sebanyak 1 orang (1,2 %). Untuk itu petugas kesehatan diharapkan melakukan deteksi dini dan pemantauan tumbuh kembang janin serta memberikan KIE kepada ibu hamil mengenai kaitan berat badan bayi baru lahir dengan laserasi jalan lahir. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia sampai saat ini masih cukup tinggi, menurut Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI). Tahun 2007 sebesar 228/100.000 kelahiran hidup, sedangkan sasaran kematian maternal 2010 adalah 125/100.000 kelahiran hidup. Upaya yang dilakukan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian maternal, serta neonatal dengan Making Pregnancy Safer (MPS) yang mengemukakan visi bahwa kehamilan dan persalinan di Indonesia barlangsung aman, serta yang dilahirkan hidup dan sehat. (Saiffudin, 2002 ; h. v). Perdarahan postpartum menjadi penyebab utama 40% kematian ibu di Indonesia. Penyebab perdarahan utama adalah atonia uteri sedangkan ruptur perineum merupakan penyebab kedua yang hampir terjadi pada setiap persalinan pervaginam. Lapisan mukosa dan kulit perineum pada seorang ibu primipara dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya mudah terjadi ruptur yang bisa menimbulkan perdarahan pervaginam. (Surjaningrat, 2006 ; h. 26 dan Sumarah, 2009 ; h. 158). Ruptur perineum merupakan robekan yang terjadi sewaktu persalinan dan disebabkan oleh beberapa faktor antara lain posisi persalinan, cara meneran, pimpinan persalinan, berat badan bayi baru lahir dan keadaan perineum. (Enggar, 2010). Selain itu bayi baru lahir yang terlalu besar atau berat badan lahir lebih dari 4000 gram akan meningkatkan resiko proses persalinan yaitu kemungkinan terjadi bahu bayi tersangkut, bayi akan lahir dengan gangguan nafas dan kadang bayi lahir dengan trauma leher, bahu dan syarafnya. Hal ini terjadi karena berat bayi yang besar sehingga sulit melewati panggul dan menyebabkan terjadinya ruptur perineum pada ibu bersalin. (Enggar, 2010). Persalinan dengan ruptur perineum apabila tidak ditangani secara efektif menyebabkan perdarahan dan infeksi menjadi lebih berat, serta pada jangka waktu panjang dapat mengganggu ketidaknyamanan ibu dalam hal hubungan seksual. (Mochtar, 2007 ; h. 111). Berdasarkan hasil penelitian Yuwida Enggar P di RB Harapan Bunda Surakarta pada tahun 2010 tentang Hubungan antara Berat Badan Bayi Baru Lahir dengan Kejadian Ruptur Perineum Pada Persalinan Normal di RB Harapan Bunda Surakarta, menunjukkan bahwa adanya Hubungan antara Berat Badan Bayi Baru Lahir dengan Kejadian Ruptur Perineum Pada Persalinan Normal. Mayoritas dengan berat badan bayi lahir 3000-3500 gr (46,3%), dan mayoritas yang mengalami ruptur perineum yaitu ibu primipara sebanyak 52 orang (77,6%). Berdasarkan studi pendahuluan tanggal 16 April 2011 di RSIA Kumala Siwi Pecangaan Jepara dari persalinan normal pada multipara Bulan April Tahun 2010 – Bulan Maret Tahun 2011 sebanyak 147 orang dengan perincian persalinan normal dengan episiotomi sebanyak 43 orang dan persalinan normal tanpa episiotomi sebanyak 104 orang. Pada bulan Januari – ii Maret 2011 di RSIA Kumala Siwi Pecangaan Jepara ditemukan data multipara sebanyak 26 orang (56,52%). Pada bulan Maret 2011 terdapat 8 persalinan multipara : Laserasi Derajat I sebanyak 4 orang, dengan berat badan lahir normal (2500 – 4000 gram) Laserasi Derajat II sebanyak 4 orang, dengan berat badan lahir normal (2500 – 4000 gram). B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini yaitu adakah hubungan berat badan lahir dengan derajat ruptur perineum pada persalinan normal di RSIA Kumala Siwi Pecangaan Jepara?. C. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui “hubungan berat badan lahir dengan derajat ruptur perineum pada persalinan normal di RSIA Kumala Siwi Pecangaan Jepara”. D. Manfaat Penelitian Sebagai masukan dalam meningkatkan pelayanan kesehatan termasuk memberikan penyuluhan tentang pentingnya ANC dan keteraturan dalam pemeriksaan ANC sebagai upaya deteksi dini tumbuh kembang janin serta memberikan pendidikan kesehatan pada ibu hamil tentang cara meneran / posisi persalinan. BAB II TINJAUAN TEORI A. Persalinan Normal 1.Pengertian Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari dalam uterus melalui vagina ke dunia luar. (Wiknjosastro, 2006 ; h. 180). 2.Faktor penting yang berperan pada persalinan adalah : a. Kekuatan yang ada pada ibu b. Keadaan jalan lahir c. Keadaan janin d. Psikis ibu e. Penolong persalinan f. (Sumarah, 2009 ; h. 23). B. Perineum 1. Pengertian Perineum Perineum adalah merupakan bagian permukaan pintu bawah panggul, yang terletak antara vulva dan anus. Panjangnya rata-rata 4 cm. 2. Tingkat robekan perineum dapat dibagi atas 4 tingkatan: iii Gambar 1. Derajat Ruptur Sumber: Saifudin (2008 ; h.462) A. Kerangka Teori Faktor yang mempengaruhi ruptur perineum : 1. Keadaan perineum 2. Pimpinan persalinan 3. Cara meneran 4. Berat badan bayi baru lahir 5. Posisi persalinan Berat badan bayi baru lahir : 1. Berat lahir rendah : kurang dari 2500 gram 2. Berat lahir normal/ cukup : antara 2500 – 4000 gram Derajat ruptur perineum : 1. Derajat I 2. Derajat II 3. Derajat III 4. Derajat IV 3. Berat lahir lebih : lebih dari 4000 gram Modifikasi sumber Gambar 2. Kerangka Teori : Enggar (2010), Saifudin (2008), Waspodo (2008) dan Wiknjosastro (2006). B. Kerangka Konsep Berat badan bayi baru lahir Derajat ruptur perineum Gambar 3.1 Kerangka Konsep iv C. Hipotesa Hipotesis dalam penelitian ini, yaitu Ada hubungan berat badan lahir dengan derajat ruptur perineum pada persalinan normal. BAB III METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini termasuk kompetensi bidan kesembilan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan berat badan lahir dengan derajat ruptur perineum pada persalinan normal di RSIA Kumala Siwi Pecangaan Jepara. B. Rancangan dan Jenis Penelitian Jenis penelitian ini termasuk jenis penelitian Analitik, dengan pendekatan cross sectional. C. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu multipara dengan persalinan normal tanpa episiotomi di RSIA Kumala Siwi Pecangaan Jepara pada Bulan April Tahun 2010 – Bulan Maret Tahun 2011 yaitu sebanyak 104 orang. 2. Sampel Penelitian Sampel dalam penelitian ini adalah ibu multipara dengan persalinan normal tanpa episiotomi di RSIA Kumala Siwi Pecangaan Jepara pada Bulan April Tahun 2010 – Bulan Maret Tahun 2011. Dengan besar sampel sebanyak 82 orang diambil dari 104 orang secara acak dengan teknik lotre berdasarkan rumus Slovin, l sebagai berikut : n = N 1 + N (d)² n = 104 1 + 104 (0,05)² = 82 Keterangan : n : jumlah sampel N : besar populasi d : tingkat kepercayaan / ketetapan yang diinginkan (Notoatmodjo, 2005 ; h. 92) Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik random sampling dan cara yang digunakan adalah simple random sampling, yaitu pengambilan anggota sampel dari populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu. (Sugiyono, 2007 ; h. 64). v D. Definisi Operasional, Variabel Pengukuran dan Skala Pengukuran Tabel 3.1 Definisi Operasional No 1. 2. Variabel Definisi Parameter dan Kategori Operasional Berat Adalah berat 1. Berat lahir rendah Badan badan bayi (kurang dari 2500 gram) Bayi Baru yang =1 Lahir. ditimbang 2. Berat lahir cukup (2500 pada waktu – 4000 gram) = 2 24 jam 3. Berat lahir lebih (lebih pertama dari 4000 gram) = 3 kelahiran. Derajat I (robekan terjadi hanya pada selaput mukosa Derajat Adalah vagina dengan atau tanpa ruptur robekan mengenai kulit perineum) = perineum. perineum 1 karena 1. Derajat II (robekan persalinan. mengenai selaput lender vagina dan otot perinei transversalis, tetapi otot sfingter ani) =2 2. Derajat III (robekan mengenai perineum sampai dengan otot sfingter ani) =3 3. Derajat IV (robekan mengenai perineum sampai dengan otot sfingter ani dan mukosa rektum) = 4 Alat ukur Lembar Cheklist Lembar Cheklist Skala Pengukuran Ordinal Ordinal E. Alat Penelitian dan Cara Pengumpulan Data Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan lembar cheklist pengumpulan data dari rekam medis pasien yaitu dari rekam medis ibu multipara dengan persalinan normal tanpa episiotomi pada Bulan April Tahun 2010 - Bulan Maret Tahun 2011 di RSIA Kumala Siwi Pecangaan Jepara. Cara pengumpulan data dalam penelitian dengan observasi yaitu dengan mengobservasi data rekam medis pasien secara langsung meliputi derajat ruptur perineum dan berat badan bayi baru lahir. vi F. Teknik Pengolahan Data dan Analisa Data Pengolahan Data, dilakukan secara Editing, coding, Skoring, dan Tabulating. Dalam penelitian ini dilakukan analisa data secara bivarian dengan uji korelasi Rank Spearman untuk hubungan berat badan lahir dengan derajat ruptur perineum pada persalinan normal melalui pengolahan Program SPSS for windows 12. Jika uji Chi Square tidak memenuhi syarat ( nilai harapan < 5 dan tidak boleh ≥ 20% ) maka harus menggunakan uji Exact Fisher. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Berat Badan Lahir Tabel 4.1 Distribusi frekuensi berat badan lahir pada persalinan normal di RSIA Kumala Siwi Pecangaan Jepara pada bulan April tahun 2010 – Maret tahun 2011. BBL Kurang Cukup Lebih Total Frekuensi 5 75 2 82 Persentase 6.1 91.5 2.4 100.0 Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa mayoritas ibu bersalin melahirkan bayi dengan berat badan lahir cukup (antara 2500-4000 gram) sebanyak 75 orang (91,5 %), sedangkan paling sedikit ibu bersalin melahirkan bayi dengan berat badan lahir lebih (lebih dari 4000 gram) sebanyak 2 orang (2,4 %). 2. Derajat Ruptur Perineum Tabel 4.2 Distribusi frekuensi derajat ruptur perineum pada persalinan normal di RSIA Kumala Siwi Pecangaan Jepara pada bulan April tahun 2010 – Maret tahun 2011. Derajat Perineum Derajat I Derajat II Derajat III Derajat IV Total Ruptur Frekuensi 44 30 7 1 82 vii Persentase 53.7 36.6 8.5 1.2 100.0 Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa mayoritas ibu bersalin melahirkan mengalami laserasi derajat I sebanyak 44 orang (53,7 %), sedangkan paling sedikit ibu bersalin mengalami laserasi derajat IV sebanyak 1 orang (1,2 %). 3. Analisa hubungan berat badan lahir dengan derajat ruptur perineum pada persalinan normal di RSIA Kumala Siwi Pecangaan Jepara pada bulan April tahun 2010 – Maret tahun 2011. Tabel 4.3 Distribusi frekuensi hubungan berat badan lahir dengan derajat ruptur perineum pada persalinan normal di RSIA Kumala Siwi Pecangaan Jepara pada bulan April tahun 2010 – Maret tahun 2011. Kategori BBL Derajat I Kurang 4 Cukup 40 Lebih 0 Total 44 (4.9%) (48.8%) (0%) (53.7%) Derajat II 1 (1.2%) 29 (35.4%) 0 (0%) 30 (36.6%) Derajat III 0 (0%) 6 (7.3%) 1 (1.2%) 7 (8.5%) Derajat IV 0 (0%) 0 (0%) 1 (1.2%) 1 (1.2%) Total 5 (6.1%) 75 (91.5%) 2 (2.4%) 82 (100.0%) ρ value = 0,016 Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa mayoritas ibu bersalin mengalami laserasi derajat I dengan berat badan lahir bayi cukup (antara 2500-4000 gram) sebanyak 40 orang (48,8 %). Hasil Uji Rank Spearman diperoleh nilai Sig. (2-tailed) sebesar 0,016 dengan taraf kesalahan 5 % (0,05). Sehingga ρ value < 0,05, sehingga Ho ditolak dan Ha diterima. Yang berarti ada hubungan secara bermakna antara berat badan lahir dengan derajat ruptur perineum pada persalinan normal. Dengan nilai contingency coefficient sebesar 0,190 yang menunjukkan keeratan hubungan sangat rendah. B. PEMBAHASAN 1. Berat badan lahir Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas ibu bersalin melahirkan bayi dengan berat badan lahir cukup (antara 2500-4000 gram) sebanyak 75 viii orang (91,5 %), sedangkan paling sedikit ibu bersalin melahirkan bayi dengan berat badan lahir lebih (lebih dari 4000 gram) sebanyak 2 orang (2,4 %). Menurut Cunningham (2006 ; h.251 ) BBL pada bayi laki-laki sekitar 100 gram lebih cepat naik dari pada bayi perempuan kadang terjadi berat badan diatas 5000 gram dikarenakan adanya kasus makrosomnia. Tetapi bayi dengan berat badan kurang seringkali punya berat badan lahir < 2.500 gram dan kadang kala sampai 2.250 gram / bahkan kurang. Ini biasanya disebut bayi prematur, akan tetapi berat badan lahir rendah bukan akibat dari kelahiran kurang bulan tetapi terkadang disebabkan karena retardasi pertumbuhan selama perkembangan intrauterin. Berdasarkan teori yang ada, bayi baru lahir yang terlalu besar atau berat badan lahir lebih dari 4000 gram akan meningkatkan resiko proses persalinan yaitu kemungkinan terjadi bahu bayi tersangkut, bayi akan lahir dengan gangguan nafas dan kadang bayi lahir dengan trauma leher, bahu dan syarafnya. Hal ini terjadi karena berat bayi yang besar sehingga sulit melewati panggul dan menyebabkan terjadinya ruptur perineum pada ibu bersalin. (Enggar, 2010). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Yuwida Enggar P (2010), menunjukkan bahwa mayoritas dengan berat badan bayi lahir 3000-3500 gram sebanyak 46,3%. 2. Derajat ruptur perineum Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas ibu bersalin melahirkan mengalami laserasi derajat I sebanyak 44 orang (53,7 %), sedangkan paling sedikit ibu bersalin mengalami laserasi derajat IV sebanyak 1 orang (1,2 %). Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan ini dapat dihindarkan atau dikurangi dengan menjaga jangan sampai dasar panggul dilalui oleh kepala janin dengan cepat. Sebaliknya kepala janin yang akan lahir jangan di tahan terlampau kuat dan lama, karena akan menyebabkan asfiksia dan perdarahan dalam tengkorak janin, dan melemahkan otot-otot dan fasia pada dasar panggul karena direnggangkan terlalu lama. (Surjaningrat, 2006 : h.26). Berdasarkan teori yang ada, robekan perineum terjadi pada kelahiran dengan berat badan bayi yang besar. Hal ini terjadi karena semakin besar berat badan bayi yang dilahirkan akan meningkatkan resiko terjadinya ruptur perineum karena perineum tidak cukup kuat menahan regangan kepala bayi dengan berat badan bayi yang besar, sehingga pada proses kelahiran bayi dengan berat badan bayi lahir yang besar sering terjadi ruptur perineum. (Varney, 2008 ; h. 764). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Ulfah Sofiyati (2009), yang menunjukkan bahwa mayoritas ibu bersalin mengalami robekan perineum dengan derajat I sebanyak 55 %. ix 3. Hubungan berat badan lahir dengan derajat ruptur perienem pada persalinan normal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas ibu bersalin mengalami laserasi derajat I dengan berat badan lahir bayi cukup (antara 2500-4000 gram) sebanyak 40 orang (48,8 %), sedangkan paling sedikit ibu bersalin mengalami laserasi derajat IV dengan berat badan lahir bayi lebih (lebih dari 4000 gram) sebanyak 1 orang (1,2 %). Selanjutnya untuk mengetahui Hubungan Berat Badan Lahir dengan Derajat Ruptur Perineum pada Persalinan Normal, digunakan Analisis Uji Rank Spearman diperoleh nilai Sig. (2-tailed) sebesar 0,016 dengan taraf kesalahan 5 % (0,05). Sehingga ρ value < 0,05, sehingga Ho ditolak dan Ha diterima. Yang berarti ada hubungan secara bermakna antara berat badan lahir dengan derajat ruptur perineum pada persalinan normal. Berat badan janin dapat mengakibatkan terjadinya ruptur perineum yaitu pada berat badan janin diatas 3500 gram, karena risiko trauma partus melalui vagina seperti distosia bahu dan kerusakan jaringan lunak pada ibu. Perkiraan berat janin tergantung pada pemeriksaan klinik atau ultrasonografi dokter atau bidan. Pada masa kehamilan, hendaknya terlebih dahulu mengukur tafsiran beran badan janin. (Nasution, 2011). Penelitian ini menunjukkan ibu melahirkan bayi dengan berat badan bayi lahir besar atau berat bayi lebih dari 4000 gram, semuanya dengan robekan perineum derajat IV. Hasil penelitian ini menunjukkan keterkaitan antara derajat ruptur perineum dengan berat badan bayi baru lahir. Ibu dengan berat badan bayi lahir lebih dari 4000 gram akan mengalami ruptur perineum dengan derajat yang lebih tinggi dibandingkan dengan ibu yang melahirkan bayi dengan berat badan bayi lahir kurang dari 4000 gram. Hal ini sesuai dengan pendapat Varney (2008 ; h.764 ) yang menyatakan bahwa ruptur perineum disebabkan oleh berat badan bayi baru lahir yang terlalu besar atau berat badan bayi baru lahir lebih 4000 gram. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Yuwida Enggar P (2010), yang menunjukkan ada hubungan antara berat badan bayi baru lahir dengan kejadian ruptur perineum pada persalinan normal. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian Ulfah Sofiyati (2009), yang menunjukkan ada hubungan antara posisi persalinan terhadap kejadian robekan perineum. Menurut Varney (2008 ; h.764 ), semakin besar berat badan bayi yang dilahirkan akan meningkatkan resiko terjadinya ruptur perineum, karena perineum tidak cukup kuat menahan regangan kepala bayi dengan berat badan bayi yang besar, sehingga pada proses kelahiran bayi dengan berat badan bayi lahir yang besar sering terjadi ruptur perineum. Berat badan bayi merupakan faktor penyebab terjadinya ruptur perineum karena nilai contingency coefficient sebesar 0,190 yang menunjukkan adanya keeratan hubungan yang sangat rendah antara berat badan lahir dengan derajat ruptur perineum. Namun demikian, ada faktor lain yang juga mempengaruhi terjadinya ruptur perineum antara lain posisi persalinan, cara meneran, pimpinan persalinan, dan keadaan perineum. (Enggar, 2010). x BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Mayoritas ibu bersalin melahirkan bayi dengan berat badan lahir cukup (antara 2500-4000 gram) sebanyak 91,5 %. 2. Mayoritas ibu bersalin melahirkan mengalami laserasi derajat I sebanyak 53,7 %. 3. Mayoritas ibu bersalin mengalami laserasi derajat I dengan berat badan lahir bayi cukup (antara 2500-4000 gram) sebanyak 48,8 %. Hasil uji statistik Rank Spearman menunjukkan bahwa ada hubungan secara bermakna antara berat badan lahir dengan derajat ruptur perineum pada persalinan normal (ρ value = 0,016) B. Saran 1.Bagi tenaga kesehatan, diharapkan dapat lebih meningkatkan kewaspadaan dalam melakukan pertolongan persalinan sehingga tidak terjadi ruptur perineum, dan diharapkan mampu melakukan deteksi dini dan pemantauan tumbuh kembang janin serta memberikan KIE kepada ibu hamil mengenai kaitan berat badan bayi baru lahir dengan laserasi jalan lahir. 2.Bagi Institusi Pendidikan, diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan untuk meningkatkan pengetahuan dan wawasan tentang ruptur perineum. 3.Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan kemampuan dalam melakukan penelitian selanjutnya mengenai Faktor – faktor yang mempengaruhi derajat ruptur perineum pada persalinan normal, sehingga penelitian berikutnya akan lebih baik. 4.Bagi ibu, khususnya ibu bersalin diharapkan agar selalu memantau penambahan berat badan selama hamil melalui pemeriksaan ANC secara rutin sesuai program pemerintah dan juga agar tumbuh kesadaran untuk melakukan senam hamil selama kehamilan secara teratur agar dapat melatih otot perineum saat persalinan yang dimulai pada usia kehamilan 35 minggu. DAFTAR PUSTAKA 1. Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta. h. 71. 2. Budiarto, E. 2002. Biostatistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta : EGC. h. 29-30. 3. Cunningham , F.G. 2006. Obstetri Williams 1. Jakarta : EGC. h. 251. 4. Enggar P, Y. Hubungan berat badan lahir dengan kejadian ruptur perineum pada persalinan normal di RB Harapan Bunda di Surakarta. Surakarta : Jurnal kesehatan. 2010. 5. Mochtar, R. 2007. Sinopsis Obstetri. Jakarta : EGC. h. 111. xi 6. Nasution, N. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan terjadinya Ruptur Perineum pada Ibu Bersalin Di RSU Dr.Pirngadi Medan periode JanuariDesember 2007 : Jurnal kesehatan, 2011. 7. Notoatmodjo, S. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : PT. Rineka Cipta. h. 92. 8. Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : PT. Rineka Cipta. h. 37-8 ;115 ; 182-3. 9. Nursalam. 2008. Konsep Dasar dan Metodelogi Penelitian dan Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika. h. 240. 10. Pusdiknakes, WHO. 2003. Panduan Pengajaran Asuhan Kebidanan Fisiologis Bagi Dosen Diploma III Kebidanan. Jakarta : JHPIEGO. h. 7. 11. Sumarah, dkk. 2009. Perawatan Ibu Bersalin (Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin). Yogyakarta : Fitramaya. h. 23 ; 158. 12. Saifudin A.B, 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Maternal dan Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo. h. v. 13. Saifudin A.B,2008. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta :Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. h. 462-4. 14. Sugiyono. 2007. Statistika untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta. h. 4 ; 64 ; 231. 15. Varney, H. 2008. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Volume 2. Jakarta : EGC. h. 764 ; 955. 16. Wahyunia, U. 2010. Ruptur Perineum. Dikutip dari : http://www.Midwiferyeducator.com 17. Waspodo A.R, dan Danuatmaja, B. 2008. Asuhan Persalinan Normal. Jakarta : EGC. h. 82-3 ; 138. 18. Wiknjosastro H., 2006. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Prawirohardjo. h. 26 ; 33 ; 180 ; 789 ; 882. xii