CITARASA KERIPIK PISANG PADA BEBERAPA PERLAKUAN ANTIOKSIDAN Dewi Novalinda dan Nur Asni Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jambi Jl. Samarinda Paal V Kota Baru Jambi 36128 ABSTRACT Banana creepe is one of the food deversification. In the process the colour changing often happened. Its callod browning enzimatis. To avoid this problem, Na-bisulfit and Vitamin C can be used as antiocsidant. The research used Random Block Design with Trhee relications. Chemichal analysis thad used in this experiment ic: water, carbohidrate and ash content, while the organoleptic analysis ic: colour, taste, textur, aroma. Result showed that the ases of antyocsidant influence to the banana creepe taste, and the use of Vitamin C antyocidant having the hignest preferable. Keywords: Na-bisulfit, Vitamin C, Banana PENDAHULUAN Buah pisang merupakan buah yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia, yang bisa dikonsumsi kapan saja dan pada segala tingkatan usia. Didaerah sentra buah pisang, ketersediaan buah pisang seringkali dalam jumlah banyak dan keragaman varietas luas sehingga dapat membantu kerawanan pangan. Pisang dapat digunakan sebagai alternatif pangan pokok karena mengandung karbohidrat yang tinggi, sehingga dapat menggantikan sebagian konsumsi beras dan terigu. Disisi lain, pisang mempunyai sifat mudah rusak, maka perlu dilakukan upaya untuk mengatasinya. Hal ini dapat dilakukan melalui penanganan pascapanen dan pengolahan hasil pisang, sehingga disamping dapat menanggulangi kelebihan produk segar juga untuk meningkatkan nilai tambah bagi petani terutama didaerah sentra produksi, dan sekaligus dapat menunjang agroindustri pisang dipedesaan. Melalui upaya pengolahan hasil, menjadi berbagai macam produk olahan pisang, merupakan alternatif yang bertujuan untuk menanggulangi kelebihan produksi, mempertahankan kualitas bahkan dapat meningkatkan nilai tambah komoditas pisang, disamping dapat disimpan lebih lama, memudahkan pengemasan, pengangkutan dan penggunaannya, dan lebih bernilai ekonomi (Deptan, 2009). 1 Pengolahan pisang memberikan keuntungan diantaranya memperkecil tingkat kerusakan, meminimalkan biaya distribusi, meningkatkan daya simpan dan daya guna terutama dalam penyediaan bahan baku industri. Disamping itu buah pisang yang bentuknya kurang baik, ukurannya kecil, kulit buahnya cacat dan tidak mungkin disajikan sebagai buah segar, dapat diolah menjadi berbagai macam olahan. Untuk buah pisang yang sudah matang dapat diolah menjadi anggur, selai, jam, dodol, nectar, pure dan saos, sedangkan buah pisang yang masih mentah dapat diolah menjadi gaplek, tepung dan keripik pisang (Apandi, 1994). Keripik pisang merupakan salah satu produk olahan dari pisang yang dibuat dari irisan buah pisang, digoreng dengan atau tanpa bahan tambahan pangan yang diizinkan. Buah pisang yang akan dibuat menjadi keripik dipilih yang masih mentah. Hampir semua jenis pisang dapat diolah menjadi keripik, namun ada beberapa jenis yang menghasilkan keripik dengan rasa yang enak. Jenis pisang yang enak diolah menjadi keripik antara lain jenis pisang Kepok, pisang Tanduk, pisang Nangka, dan pisang Kapas. Jenis pisang olahan harganya lebih murah dibanding pisang meja (Prabawati dkk, 2008). Membuat keripik dari pisang mentah, digunakan buah pisang dengan tingkat ketuaan 80 %. Untuk membuat irisan daging buah yang tipis, digunakan pisau atau alat perajang keripik (slicer) berbahan stainless steel agar irisan buah tidak berwarna coklat kehitaman (Prabawati dkk, 2008). Pada proses pengolahannya, sering kali terjadinya perubahan warna menjadi kecoklatan, yang disebut dengan istilah browning enzimatis. Untuk mencegah terjadinya reaksi browning enzimatis pada pengolahan keripik pisang dapat digunakan Natrium bisulfit dan vitamin C yang fungsinya sebagai antioksidan. Disamping itu Natrium bisulfit dan vitamin C juga dapat mencegah terjadinya browning enzimatis yaitu dengan penurunan pH bahan. Karena enzim fenolase yang berfungsi sebagai pemicu terjadinya browning akan aktif pada pH optimal 6 sampai 7 ( Tranggono dkk, 1990). Pemakaian natrium bisulfit menyebabkan warna keripik menjadi kuning pucat, karena natrium bisulfit disamping sebagai anti oksidan juga berfungi sebagai pemutih, disamping itu dapat mempertahankan cita rasa dalam bahan (Norman, 1988). 2 Syarat mutu keripik pisang memiliki bau normal, rasa khas pisang, warna normal, tekstur renyah, keutuhan minimum 70%, kadar air maksimum 6%, lemak maksimum 30%, tidak ada cemaran logam dan mikroba (SNI 01-4135-1996). Pengkajian ini bertujuan 1). untuk mendapatkan teknologi pengolahan kripik pisang berkualitas dengan warna cerah, rasa renyah dan aman untuk dikonsumsi. 2). Untuk mengetahui cita rasa keripik pisang dengan penggunaan berbagai bahan antioksidan, dan 3). Teknologi yang dihasilkan tidak terlalu sulit, dapat diaplikasikan ditingkat petani (industri rumah tangga) maupun industri menengah, dan diharapkan mampu meningkatkan pendapatan rumah tangga tani dan penyediaan lapangan kerja bagi keluarga. BAHAN DAN METODE Pengkajian dilaksanakan di Laboratorium Mekanisasi dan Teknologi Hasil Pertanian (MTHP) BPTP Jambi, dari bulan Maret 2010 sampai bulan Juni 2010. Bahan yang digunakan adalah pisang nangka yang masih mentah dengan tingkat ketuaan 80%, Vitamin C, Natrium bisulfit dan minyak penggoreng. Sedangkan alat yang digunakan adalah : Pisau Satainless steel, alat pengiris ketebalan keripik, baskom, wajan Pengkajian dirancang dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap yang diulang sebanyak tiga kali. Faktor yang dijadikan perlakuan adalah bahan anti oksidan yaitu : 1. Air (kontrol) 2. Natrium bisulfit 0.1% 3. Vitamin C 0.1% Untuk memperoleh kesimpulan dari data yang diperoleh dapat di kaji dengan pendekatan Statistik menggunakan analisis keragaman, sedangkan untuk data hasil organoleptik dianalisis statistik nonparametrik menggunakan uji Friedman. Pengamatan yang dilakukan meliputi analisis kimia dan uji organoleptik, analisis kimia yang diamati meliputi: Kadar air, kadar karbohidrat dan kadar abu. Sedangkan uji organoleptik dilakukan untuk mengetahui tingkat kesukaan terhadap warna, rasa, aroma dan kerenyahan. 3 Adapun tahapan proses pengolahan keripik pisang adalah sebagai berikut : Pisang Nangka yang digunakan adalah pisang dengan tingkat ketuaan 80%, dipilih yang sehat dan bagus, kemudian dikupas dan diiris dengan ketebalan 1.5 mm. Irisan pisang direndam selama 30 menit dalam masing-masing larutan sesuai dengan perlakuan (air sebagai kontrol, larutan natrium bisulfit, dan larutan vitamin C) dan ditiriskan, kemudian dicuci dan ditiriskan. Tahap selanjutnya adalah penggorengan. Untuk lebih jelasnya tahapan proses pengolahan keripik pisang dapat dilihat pada gambar 1. Pisang Pengupasan Pengirisan ( tebal 1,5 mm) Perendaman dalam larutan natrium bisulfit, larutan vitamin C 0,1 % (30 menit) Penirisan Pencucian Penirisan Penggorengan Keripik Pisang Gambar 1. Proses pengolahan keripik pisang 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Mutu Kimia Analisa kimia dilakukan terhadap kadar air, kadar karbohidrat dan kadar abu keripik pisang yang dihasilkan dengan menggunakan larutan Na-bisulfit dan vitamin C sebagai anti oksidan. Bahan anti oksidan yang digunakan ternayata mempengaruhi secara nyata kadar air, kadar karbohidrat dan kadar abu keripik pisang yang dihasilkan (Tabel 1). Tabel 1. Pengaruh bahan antioksidan terhadap kadar air, kadar karbohidrat, dan kadar abu keripik pisang. No Bahan Antioksidan Kadar Air (%) 4,433 c Karbohidrat (%) 76,54 a Kadar Abu (%) 1,17 a 1 Air (kontrol) 2 Natrium Bisulfit 0.1% 3,260 a 78,46 c 1,74 c 3 Vitamin C 0.1% 3,574 b 77,70 b 1,52 b Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama adalah tidak berbeda nyata pada taraf 5% DNMRT Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa perlakuan dengan menggunakan air (kontrol) mempunyai kadar air paling tinggi dibandingkan dengan penggunaan bahan antioksidan lainnya, hal ini disebabkan air akan berdifusi kedalam bahan melalui membran fermiabel. Selanjutnya air tersebut akan membentuk ikatan hidrogen baik dengan molekul air yang ada didalam maupun dengan substansi lainnya seperti glukosa, protein maupun pati (Winarno, 1993). Keadaan ini meningkatkan air yang terakumulasi pada bahan sehingga kadar air produk yang dihasilkan juga meningkat. Keripik pisang dengan penggunaan Na-bisulfit mempunyai kadar air paling rendah, dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Hal ini disebabkan karena Nabisulfit akan bereaksi dengan glukosa dan fruktosa. Gugus hidroksil dari glukosa dan fruktosa akan digantikan kedudukannya oleh Na-bisulfit membentuk senyawa hidroksisulfonat. Terbentuknya senyawa tersebut berarti gugus hidroksil yang akan membentuk ikatan hidrogen dengan molekul air menjadi berkurang, hal ini menyebabkan menurunnya molekul air yang berikatan dengan glukosa dan fruktosa, sehingga kadar air produk rendah (Winarno,1993). 5 Perlakuan dengan menggunakan larutan Na-bisulfit mempunyai kadar karbohidrat tertinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya, hal ini karena Na bisulfit yang dilarutkan dalam air akan membentuk NaOH dan H 2SO3 yang akan berdifusi kedalam bahan melalui membran sel, H 2 SO3 dalam bahan dapat memecah ikatan disulfida yang terdapat pada enzimnya. Keadaan ini menyebabkan enzim pada bahan mengalami denaturasi (termasuk enzim yang mengkatalisis karbohidrat) dan kehilangan sifat biologisnya. Dengan demikian karbohidrat yang dikatalisis dalam reaksi oksidatif akan menurun (Winarno, 1993), berarti kadar karbohidrat produk akan meningkat dibanding perlakuan lainnya. Selain itu, analisis awal tehadap pisang nangka mempunyai kadar karbohidrat yang tinggi, dengan demikian hal ini juga dapat mempengaruhi hasil akhirnya yaitu meningkatnya kadar karbohidrat. Keripik pisang dengan penggunaan Natrium bisulfit mempunyai kadar abu tertinggi dibandingkan perlakuan lainnya. Hal ini dikarenakan Na-bisulfit merupakan pengawet kimia dan Vitamin C merupakan pengawet organik yang keduanya berfungsi sebagai anti oksidan. Selain sebagai antioksidan, Na-bisulfit dapat meningkatkan kadar abu suatu produk, karena belerang dioksida dan sulfit merupakan contoh bahan kimia yang berfungsi sebagai pengawet (Winarno, 1993). Perlakuan dengan air sebagai kontrol mempunyai kadar abu terendah pada produk, hal ini dikarenakan air yang berdifusi kedalam bahan akan membentuk ikatan hidrogen dengan substansi lain termasuk mineral yang ada pada bahan. Terikatnya mineral tersebut dengan air akan menurunkan kadar mineral bebas pada bahan, sehingga kadar abu pada produk akan menurun (Apandi, 1994) Berkurangnya kadar air bebas dapat meningkatkan kadar abu produk. Karena bahan anorganik yang berupa mineral yang terakumulasi dalam air akan berkurang dan menjadi mineral bebas dengan berkurangnya kadar air, begitu juga sebaliknya. Mutu Fisik Hasil uji organoleptik dilakukan untuk mengetahui tingkat kesukaan konsumen terhadap warna, rasa, kerenyahan dan aroma (mutu fisik) keripik pisang. Hasil uji organoleptik terhadap warna, rasa, kerenyahan dan aroma dapat dilihat pada Tabel 2. 6 Tabel 2. Tingkat (nilai) kesukaan panelis terhadap Mutu Fisik (warna, rasa, kerenyahan dan aroma) Keripik pisang. No Bahan Antioksidan Warna Rasa Kerenyahan Aroma 1 Air (kontrol) 3,82 a 3,53 a 3,73 a 3,79 b 2 Natrium Bisulfit 0.1% 3,50 b 3,62 b 3,73 a 3,65 a 3 Vitamin C 0.1% 4,42 c 4,48 c 4,57 b 4,50 c Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama adalah tidak berbeda nyata pada taraf 5% DNMRT Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa hasil uji organoleptik terhadap mutu fisik keripik pisang (warna, rasa, aroma dan kerenyahan) menunjukkan bahwa warna keripik pisang dengan penggunaan antioksidan vitamin C mempunyai nilai tertingi yaitu 4,42 dengan kriteria disukai para panelis. Perlakuan dengan vitamin C akan meningkatkan nilai kesukaan panelis terhadap warna produk karena, asam askorbat yang dilarutkan dalam air akan melepas ion H+. Kemudian ion tersebut akan berdifusi kedalam bahan dan menyebabkan menurunnya pH bahan. Hal tersebut akan menurunkan intensitas timbulnya warna coklat pada produk, sehingga dapat meningkatkan nilai kesukaan panelis terhadap warna produk. Pengamatan secara visual pisang nangka mempunyai warna kuning yang tidak terlalu menyolok sehingga hal ini dapat mempengaruhi warna produk selama proses pengolahan berlangsung. Dengan demikian keripik pisang dengan menggunakan pisang nangka mempunyai warna yang disukai para panelis. Menurut Apandi (1994) vitamin C juga dapat mencegah terjadinya browning enzimatis, yaitu dengan penurunan pH bahan, karena enzim fenolase akan aktif pada pH optimal 6 sampai 7 sebagai pemicu terjadinya browning. Hasil uji organoleptik terhadap rasa dari keripik pisang menunjukkan bahwa bahan antioksidan memberikan pengaruh yang nyata terhadap rasa keripik pisang, terutama pada perlakuan penggunaan Vitamin C dengan nilai tertinggi 4,48 dengan kriteria disukai para panelis. Hal ini disebabkan karena vitamin C mempunyai kemampuan untuk berikatan dengan besi (Fe) yang berfungsi sebagai ko-enzim pada reaksi oksidatif. Akibatnya karbohidrat yang dikatalisis untuk reaksi tersebut akan menurun, sehingga karbohidratnya meningkat. Ini juga dipengaruhi oleh kadar 7 karbohidrat pada pisang nangka yang tinggi yaitu 77, 56% yang berarti kadar patinya juga tinggi yang dapat membentuk rasa yang khas pada keripik pisang. Menurut winarno (1993) karbohidrat (sebagian besar adalah pati) tersebut akan terlarut selama pengolahan bahan menjadi produk dan dapat memberikan rasa yang khas yang akan meningkatkan kesukaan panelis terhadap rasa produk. Kerenyahan pada keripik pisang juga mempunyai nilai tertinggi dengan penggunaan antioksidan Vitamin C yaitu 4,57 dan diperoleh pengaruh yang nyata pada keripik pisang. Meningkatnya kadar karbohidrat pada bahan dapat meningkatkan kerenyahan produk, apa lagi dengan penggunaan pisang nangka yang mempunyai kadar karbohoidrat yang tinggi, hal ini dikarenakan karbohidrat yang tinggi mengandung kadar amilopektin (pati) yang tinggi juga yang akan membentuk gel yang tidak kaku (Winarno, 1993), sehingga kerenyahan produk meningkat, dengan demikian berarti kesukaan panelis terhadap kerenyahan produk lebih tinggi dari perlakuan lainnya. Aroma adalah perpaduan antara bau dan rasa, dari hasil organoleptik nilai aroma yang tertinggi ada pada penggunaan antioksidan vitamin C dan diperoleh pengaruh yang nyata pada keripik pisang. Asam askorbat akan bereaksi dengan alkohol yang ada pada bahan dan membentuk senyawa ester asam organik yang bersifat menguap (volatil) (Winarno,1993), akibatnya pada perlakuan ini produk mempunyai aroma yang khas. Selain itu juga aroma yang terdapat pada bahan itu sendiri juga dapat mempengaruhi aroma produk. Dengan demikian tingkat kesukaan panelis terhadap aroma semakin meningkat. KESIMPULAN 1. Bahan anti oksidan yang digunakan pada pengolahan keripik pisang sangat berpengaruh terhadap kadar air, kadar akrbohidrat dan kadar abu keripik pisang. 2. Keripik pisang yang paling disukai panelis adalah keripik dengan penggunaan bahan antioksidan Vitamin C karena memiliki rasa dan aroma yang khas dan enak, tekstur renyah, dan warna kuning cerah. 3. Keripik pisang dengan penggunaan bahan antioksidan baik vitamin C maupun natrium bisulfit memenuhi persyaratan mutu fisik dan kimia SNI 01-4135-1996 8 yaitu mengandung kadar air yang rendah 3,26-3.57%, kadar abu yang cukup tinggi yaitu 1.52-1.74% dan tidak ada cemaran logam dan mikroba. DAFTAR PUSTAKA Apandi, M. 1994. Teknologi Buah dan Sayuran. Alumni, Bandung. Norman W. Desrosier. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Terjemahan oleh Muchji Muljoharjo. Penerbit Universitas Indonesia. Prabawati, S., Suyanti dan Setyabudi, D.A. 2008. Teknologi Pascapanen dan Pengolahan Buah Pisang. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanian. ISBN : 978-979-1116-16-9. Satuhu, S. 1994. Penanganan Dan Pengolahan Buah. Penerbit P.T. Penebar Swadaya. Jakarta. Satuhu, S dan A,Supriyadi. 1994. Budidaya Pengolahan Hasil dan Prospek Pasar. Penerbit P.T. Penebar Swadaya. Jakarta. Tranggono, Sutardi, Haryadi, Suparno, Agnes Murdiati, Slamet Sudarmajdi, Kapti Rahayu, Sri Naruki, Mari Astuti. 1990. Bahan Tambahan Makanan. Proyek Pengembangan Pusat Fasilitas Bersama Antar Universitas PAU Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Winarno, F.G. 1993. Kimia Pangan Teknologi dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. 9