nota keuangan republik indonesia

advertisement
NOTA KEUANGAN
DAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 14 TAHUN 2006
TENTANG
PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2005
TENTANG
ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA
TAHUN ANGGARAN 2006
REPUBLIK INDONESIA
Daftar Isi
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ..................................................................................................
i
DAFTAR TABEL ......................................................................................
iii
DAFTAR GRAFIK ....................................................................................
iv
BAB I
BAB II
PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR APBN TAHUN
ANGGARAN 2006 .......................................................................
1
Pendahuluan ..............................................................................
1
Gambaran Umum Ekonomi Indonesia Tahun 2005..............................
2
Perkembangan Indikator Ekonomi Makro 2004-2005.........................
5
Pertumbuhan Ekonomi ...........................................................
5
Inflasi .................................................................................
10
Nilai Tukar Rupiah ................................................................
12
Suku Bunga SBI 3 Bulan .........................................................
14
Harga Minyak Internasional ......................................................
16
Neraca Pembayaran ...............................................................
17
ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA ...
21
Pendahuluan .............................................................................
21
Perkiraan Pendapatan Negara dan Hibah .....................................
25
Penerimaan Dalam Negeri
...................................................
26
Penerimaan Perpajakan ....................................................
26
Penerimaan PPh ........................................................
27
Penerimaan PPN dan PPnBM ...................................
29
Penerimaan PBB dan BPHTB ...................................
30
Penerimaan Cukai dan Pajak Lainnya .........................
31
Penerimaan Pajak Perdagangan Internasional ..............
32
Penerimaan Negara Bukan Pajak .......................................
33
Hibah .................................................................................
36
Perkiraan Belanja Negara ...........................................................
37
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat .......................................
38
i
Daftar Isi
Halaman
Belanja Pemerintah Pusat menurut Jenis .................................
39
Belanja Pemerintah Pusat Menurut Organisasi ........................
46
Belanja Pemerintah Pusat Menurut Fungsi ..............................
50
Anggaran Belanja Ke Daerah ...........................................
51
Dana Perimbangan ...........................................................
52
Dana Bagi Hasil .........................................................
52
Dana Alokasi Umum ....................................................
54
Dana Alokasi Khusus ...................................................
55
Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian ............................
55
Dana Otonomi Khusus .................................................
55
Dana Penyesuaian .......................................................
56
Defisit Anggaran .......................................................................
57
Pembiayaan Anggaran .................................................................
58
LAMPIRAN
:
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 tahun 2006 tentang
Perubahan atas Undang-undang Nomor 13 Tahun 2005 tentang
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran
2006 ...........................................................................................
ii
63
Daftar Tabel
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel I.1
Perkembangan Asumsi Ekonomi Makro, 2005 – 2006 ....................
5
Tabel I.2
Laju Pertumbuhan PDB Atas Dasar Harga Konstan 2000 (y-0-y),
2004-2006 ...................................................................................
9
Tabel I.3
Perkembangan Suku Bunga SBI dan Perbankan, 2001-2006 .............
15
Tabel I.4
Neraca Pembayaran Indonesia, 2005 – 2006 ...............................
20
Tabel II.1
Perkiraan Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Tahun
2006...........................................................................................
25
Tabel II.2
Perkiraan Realisasi Pendapatan Negara dan Hibah, Tahun 2006..........
37
Tabel II.3
Perkiraan Realisasi Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Menurut
Jenis, Tahun 2006.............................................................................
45
Perkiraan Realisasi Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Menurut
Organisasi, Tahun 2006 ...............................................................
49
Perkiraan Realisasi Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Menurut
Fungsi, Tahun 2006.........................................................................
51
Tabel II.6
Perkiraan Realisasi Anggaran Belanja Untuk Daerah, Tahun 2006.......
57
Tabel II.7
Perkiraan Realisasi Pembiayaan Anggaran, Tahun 2006 ................
62
Tabel II.4
Tabel II.5
iii
Daftar Grafik
DAFTAR GRAFIK
Halaman
Grafik I.1
Perkembangan Inflasi, 2005 - 2006 ...............................................
11
Grafik I.2
Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar AS dan REER,
2004 - 2006 .....................................................................................
13
Perkembangan Harga Rata-rata Minyak Mentah di Pasar
Internasional, Desember 2004 - Mei 2006......................................
17
Grafik I.3
iv
Bab I
Perkembangan Asumsi Dasar APBN Tahun Anggaran 2006
BAB I
PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR
APBN TAHUN ANGGARAN 2006
PENDAHULUAN
Kebijakan ekonomi makro 2006 merupakan satu bagian integral dari
kebijakan ekonomi jangka menengah tahun 2004 - 2009 yang mengarah
kepada tiga strategi dasar untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat
Indonesia, yaitu pro-growth, pro-employment, dan pro-poor. Kinerja
ekonomi Indonesia tahun 2006 sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor
internal, yang meliputi kinerja perekonomian dan kebijakan-kebijakan
yang diambil dalam tahun-tahun sebelumnya. Sebagai negara dengan
perekonomian terbuka, kinerja ekonomi Indonesia tahun 2006 ini juga
tidak terlepas dari pengaruh-pengaruh eksternal, antara lain terjadinya
global imbalances seperti kenaikan harga minyak mentah dunia dan
kinerja ekonomi negara-negara mitra dagang utama Indonesia.
Kebijakan ekonomi
makro 2006 merupakan
bagian integral dari
kebijakan ekonomi
jangka menengah tahun
2004 – 2009.
Kebijakan fiskal memiliki peran penting dalam mengelola perekonomian
yang dapat dilihat dari kemampuan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) untuk menjalankan fungsi alokasi, distribusi, stabilisasi
dan stimulasi dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi dan
peningkatan kesejahteraan rakyat. Namun peran kebijakan fiskal sendiri
tidak akan mencukupi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Peran
yang lebih besar dari sektor swasta sebagai penggerak utama pertumbuhan
ekonomi yang berkelanjutan menjadi suatu keharusan. Ada dua prakondisi yang diperlukan untuk menggerakkan sektor swasta yaitu stabilitas
ekonomi yang terjaga dan iklim investasi yang kondusif, yang antara lain
telah diupayakan oleh Pemerintah dengan regulasi kebijakan sektor riil
melalui Inpres No. 3 Tahun 2006. Iklim investasi yang kondusif dapat
diciptakan melalui koordinasi yang baik dan harmonis dari kebijakan fiskal,
kebijakan moneter dan perbankan, serta kebijakan di sektor riil. Pemerintah
terus berusaha melakukan perbaikan dalam rancangan, pelaksanaan, dan
koordinasi kebijakan-kebijakan di berbagai bidang tersebut agar
momentum pertumbuhan ekonomi dapat terjaga dan terus terbangun.
Kebijakan fiskal memiliki peran untuk
mendorong pertumbuhan ekonomi dan
peningkatan kesejahteraan rakyat.
Undang-undang Nomor 13 tahun 2005 tentang APBN Tahun 2006
menetapkan bahwa penyusunan APBN 2006 didasarkan pada asumsiasumsi pertumbuhan ekonomi 6,2 persen, tingkat inflasi 8,0 persen (y-oy), rata-rata nilai tukar rupiah Rp9.900 per dolar Amerika Serikat, ratarata suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) 3 bulan 9,5 persen, rata-
Sejak ditetapkannya
UU No. 13 Tahun 2005
tentang APBN 2006
telah terjadi berbagai
perubahan dan perkembangan.
1
Bab I
Perkembangan Asumsi Dasar APBN Tahun Anggaran 2006
rata harga minyak mentah US$57 per barel, dan rata-rata volume lifting
minyak mentah 1,05 juta barel per hari. Namun demikian, sejak
ditetapkannya undang-undang tersebut telah terjadi berbagai perubahan
dan perkembangan yang cukup berarti, baik yang bersumber dari
perubahan faktor-faktor eksternal maupun internal yang mempengaruhi
pokok-pokok kebijakan fiskal dan pelaksanaan APBN 2006.
Berdasarkan perubahan dan perkembangan yang terjadi tersebut,
Pemerintah mengajukan perubahan atas Undang-undang APBN 2006
dengan tujuan agar keberlangsungan kebijakan fiskal dapat terjaga dan
sasaran pembangunan ekonomi 2006 dapat tercapai.
Dengan memperhatikan kondisi terkini, asumsi dasar ekonomi makro yang
terdapat dalam APBN 2006 perlu disesuaikan dalam APBN Perubahan
(APBN-P) tahun 2006 sehingga menjadi sebagai berikut : pertumbuhan
ekonomi 5,8 persen, inflasi 8,0 persen, rata-rata nilai tukar rupiah Rp9.300
per dolar Amerika Serikat, rata-rata suku bunga SBI 3 bulan 12,0 persen,
rata-rata harga minyak mentah Indonesia (ICP) US$64 per barel, dan
rata-rata lifting minyak 1,0 juta barel per hari. Perubahan asumsi dasar
ekonomi makro, khususnya asumsi harga minyak mentah akan membawa
perubahan APBN secara signifikan, terutama terhadap besaran penerimaan
minyak dan gas (migas), dana bagi hasil untuk daerah, dan subsidi bahan
bakar minyak (BBM). Demikian pula dengan perubahan asumsi nilai tukar
rupiah dan suku bunga yang akan berpengaruh terhadap besaran
pengeluaran negara terutama pembayaran bunga surat utang negara.
Perubahan atas APBN
2006 juga dimaksud
untuk mengakomodasikan tambahan kebutuhan dana.
Perubahan atas APBN 2006 juga dimaksudkan untuk mengakomodasikan
pertambahan kebutuhan dana yang diperlukan untuk anggaran pendidikan,
subsidi terhadap PT Perusahaan Listrik Negara akibat tidak dinaikkannya
tarif dasar listrik (TDL), rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh dan Nias, serta
penanganan bencana alam Yogyakarta dan Jawa Tengah serta beberapa
daerah lainnya.
GAMBARAN UMUM EKONOMI
INDONESIA TAHUN 2006
Memasuki tahun 2006
kinerja ekonomi Indonesia cukup menggembirakan.
2
Memasuki tahun 2006, kinerja perekonomian Indonesia diwarnai oleh
dinamika berbagai perubahan baik yang menggembirakan maupun yang
kurang menggembirakan. Salah satu aspek kinerja ekonomi yang cukup
menggembirakan adalah cukup terkendalinya stabilitas ekonomi yang
merupakan salah satu kondisi penting dalam upaya pemulihan kepercayaan
Bab I
Perkembangan Asumsi Dasar APBN Tahun Anggaran 2006
para pelaku pasar dan investor di Indonesia. Secara kumulatif, dalam
periode Januari – Oktober 2006, inflasi terkendali di tingkat 4,96 persen,
lebih rendah dibandingkan inflasi kumulatif pada periode yang sama tahun
2005 (15,65 persen). Selain itu, pada periode Januari – Oktober 2006
rata-rata nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika mencapai Rp9.177
per US$, relatif lebih kuat dibandingkan dengan nilai tukar rupiah periode
yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp9.705 per US$. Dalam kurun
waktu tersebut, nilai tukar rupiah bahkan pernah mencapai level terkuat
sebesar Rp8.775/US$ pada akhir April 2006. Demikian pula dengan suku
bunga SBI 3 bulan yang menunjukkan kecenderungan menurun sejak awal
tahun 2006.
Sementara itu, indeks harga saham gabungan (IHSG) di Bursa Efek
Jakarta juga menunjukkan kenaikan yang cukup menggembirakan, dimana
pada penutupan perdagangan pada akhir Oktober 2006 mencapai 1.583,
lebih baik dibandingkan akhir tahun 2005 yang mencapai 1.162,63. Di
pihak lain, data dari sisi penanaman modal riil, memperlihatkan bahwa
persetujuan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dalam periode
Januari – Oktober 2006 mencapai nilai investasi sekitar Rp143,7 triliun,
lebih besar dari persetujuan PMDN dalam periode yang sama tahun
sebelumnya yang besarnya sekitar Rp44,6 triliun, atau meningkat sekitar
222,2 persen.
IHSG dan persetujuan
PMDN meningkat.
Terkendalinya stabilitas ekonomi makro ini diiringi pula dengan
meningkatnya posisi cadangan devisa dibandingkan dengan posisi tahun
sebelumnya. Bila dalam tahun 2005 cadangan devisa mencapai US$34,7
miliar, maka pada tahun 2006 cadangan devisa diperkirakan naik sebesar
US$4,8 miliar menjadi US$39,5 miliar, yang antara lain disebabkan oleh
meningkatnya surplus neraca transaksi berjalan (current accounts) dalam
tahun 2006 dibandingkan dengan perkiraan neraca transaksi berjalan
dalam APBN 2006 yang mengalami defisit sebesar US$1,66 miliar.
Walaupun dari aspek stabilitas perekonomian Indonesia tahun 2006
memperlihatkan kinerja yang cukup menggembirakan, namun dari sisi
pertumbuhan ekonomi dan upaya peningkatan kesejahteraan rakyat,
kinerja perekonomian Indonesia dihadapkan pada kendala dan tantangan
yang cukup berat. Pertumbuhan ekonomi dalam semester I tahun 2006
tercatat hanya mencapai 5,0 persen, lebih rendah dari angka pertumbuhan
semester I tahun 2005 sebesar 6,0 persen. Angka pertumbuhan yang
relatif rendah ini diiringi dengan jumlah pengangguran dan jumlah penduduk
miskin yang relatif masih cukup tinggi. Sampai akhir tahun 2006, jumlah
pengangguran terbuka diperkirakan mencapai 11,4 juta orang (10,6 persen
Dari sisi pertumbuhan
ekonomi dan upaya peningkatan kesejahteraan rakyat, ekonomi
Indonesia dihadapkan
pada kendala dan
tantangan yang cukup
besar.
3
Bab I
Perkembangan Asumsi Dasar APBN Tahun Anggaran 2006
dari total angkatan kerja) lebih tinggi dari jumlah pengangguran tahun 2005
yang sebesar 10,9 juta (10,3 persen dari total angkatan kerja).
Peningkatan jumlah pengangguran ini diperkirakan akan menambah jumlah
penduduk miskin yang tercatat sebesar 35,1 juta jiwa pada akhir tahun
2005.
Rendahnya angka pertumbuhan dipengaruhi
faktor internal dan
eksternal.
Relatif rendahnya angka pertumbuhan ini tidak terlepas dari pengaruh
faktor-faktor internal maupun eksternal yang berkembang dalam tahun ini
maupun dalam tahun-tahun sebelumnya. Dari sisi internal, hal tersebut
terutama disebabkan oleh terbatasnya Pembentukan Modal Tetap Bruto
(PMTB) akibat belum terciptanya iklim investasi dan usaha yang kondusif,
menurunnya aktivitas konsumsi masyarakat, serta terbatasnya ketersediaan
infrastruktur yang memadai. Rendahnya pertumbuhan ekonomi dan
menurunnya tingkat kesejahteraan masyarakat ini juga disebabkan oleh
berbagai musibah dan bencana alam, seperti merebaknya penyakit flu
burung, gempa bumi dan banjir yang terjadi di berbagai daerah di
Indonesia. Di lain pihak, faktor-faktor eksternal, seperti naiknya harga
minyak mentah dunia dan kenaikan Fed Rate telah memberikan tambahan
pengaruh yang kurang menguntungkan bagi perekonomian domestik,
antara lain meningkatkan tekanan inflasi sehingga mengurangi daya beli
dan konsumsi rumah tangga, dan sekaligus meningkatkan ongkos produksi
sektor usaha di dalam negeri.
Masih ada peluang
untuk mendorong pertumbuhan ekonomi
baik dari sisi eksternal
maupun internal.
Di tengah beratnya kendala dan tantangan yang dihadapi perekonomian
Indonesia saat ini, masih ada peluang yang dapat dimanfaatkan untuk
mendorong pertumbuhan ekonomi. Dari sisi eksternal, pertumbuhan
ekonomi dan perdagangan dunia yang diperkirakan masih cukup kuat di
tahun 2006, khususnya di negara-negara mitra dagang utama Indonesia,
diharapkan mampu menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi dari sisi
ekspor. Dari sisi internal, kebijakan pengendalian inflasi yang cukup efektif
dalam enam bulan pertama tahun 2006 dapat diharapkan memberikan
sedikit ruang kepada otoritas moneter untuk menurunkan suku bunga
secara bertahap, di tengah tekanan meningkatnya Fed Rate. Hal ini
sekaligus diharapkan dapat menjadi langkah awal pemulihan kepercayaan
pasar bagi dunia usaha dan mendorong kembali daya beli masyarakat
untuk meningkatkan konsumsi.
Perlu diwujudkan pemulihan kepercayaan
pelaku dunia usaha.
Dalam kondisi dan situasi seperti yang digambarkan di atas, pemulihan
kepercayaan pelaku dunia usaha untuk kembali melakukan dan
mengembangkan investasi di dalam negeri merupakan suatu keharusan
yang perlu diwujudkan. Salah satu langkah penting dalam upaya tersebut
adalah mempercepat penyelesaian, penyempurnaan dan pelaksanaan
paket-paket kebijakan reformasi sektor riil seperti di bidang investasi,
4
Bab I
Perkembangan Asumsi Dasar APBN Tahun Anggaran 2006
perpajakan, bea cukai, perburuhan, dan perbaikan kinerja birokrasi,
disamping pembangunan infrastruktur yang perlu segera direalisasikan.
Untuk itu diperlukan suatu langkah kebersamaan dan koordinasi yang
erat dan konsisten di kalangan otoritas fiskal dan moneter, pemerintah
daerah, kalangan dunia usaha, politisi, dan masyarakat pada umumnya.
PERKEMBANGAN INDIKATOR EKONOMI
MAKRO 2005-2006
Beberapa variabel ekonomi makro tahun 2006 yang digunakan sebagai
asumsi dasar penyusunan APBN 2006 adalah tingkat pertumbuhan
ekonomi, inflasi, rata-rata nilai tukar rupiah, rata-rata suku bunga SBI 3
bulan, rata-rata harga dan volume lifting minyak mentah. Perkembangan
indikator-indikator ekonomi makro tersebut dapat dilihat dalam Tabel I.1.
Tabel I.1
Perkembangan Asumsi Dasar Ekonomi Makro, 2005 - 2006
Indikator
2005
Realisasi
1
2
3
4
5
6
Pertumbuhan ekonomi (%)
Tingkat inflasi (%)
Rata-rata Nilai Tukar Rupiah (Rp/US$)
Suku bunga SBI-3 bulan (%)
Harga Minyak ICP (US$/Barel)
Lifting Minyak (Juta Barel/Hari)
5,6
17,11
9.705
9,09
51,81
0,999
2006
APBN
6,2
8,0
9.900
9,5
57,0
1,050
APBN-P
5,8
8,0
9.300
12,0
64
1,000
Pertumbuhan Ekonomi
Dalam tahun 2005, laju pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai
sebesar 5,6 persen, lebih tinggi dibandingkan dengan perkiraan banyak
kalangan dan lembaga-lembaga internasional sebelumnya. Meskipun
demikian, angka pertumbuhan tersebut masih berada di bawah sasaran
asumsi pertumbuhan ekonomi dalam APBN-P 2005 sebesar 6,0 persen.
Lebih rendahnya angka realisasi laju pertumbuhan ekonomi dalam tahun
2005 tersebut, terutama disebabkan oleh tekanan tingginya biaya produksi
terkait dengan tingginya harga minyak dunia, naiknya ongkos angkut
(freight), naiknya harga barang modal, serta bahan baku dan penolong
yang sebagian harus diimpor. Selain itu, tingginya harga minyak dunia juga
menyebabkan Pemerintah memandang perlu untuk menaikkan harga BBM
domestik guna mengurangi beban pengeluaran APBN 2005 pada bulan
Laju pertumbuhan
ekonomi Indonesia
mencapai 5,6 persen
dalam tahun 2005.
5
Bab I
Perkembangan Asumsi Dasar APBN Tahun Anggaran 2006
Maret dan Oktober 2005. Hal ini, telah menyebabkan meningkatnya
tekanan inflasi secara keseluruhan.
Meningkatnya inflasi tersebut selain telah menyebabkan penurunan daya
beli masyarakat juga mendorong kenaikan upah buruh yang harus
ditanggung sektor produksi. Pada sisi lain, depresiasi rupiah yang mulai
terjadi sejak akhir triwulan III hingga akhir tahun 2005 menjadi faktor lain
yang mendorong meningkatnya inflasi. Sebagai reaksi naiknya tekanan
inflasi dan depresiasi rupiah tersebut, Bank Indonesia telah melakukan
kebijakan menaikkan suku bunga (BI Rate).
Tekanan pada stabilitas
ekonomi makro di
penghujung tahun 2005
tercermin pada terjadinya perlambatan di
hampir semua komponen permintaan agregat.
Dari sisi penggunaan, tekanan terhadap ekonomi makro di penghujung
tahun 2005 tercermin pada terjadinya perlambatan di hampir semua
komponen permintaan agregat. Konsumsi rumah tangga melambat dari
5,0 persen pada tahun 2004 menjadi 4,0 persen dalam tahun 2005 terkait
dengan melemahnya daya beli masyarakat. Sementara itu, investasi yang
telah menunjukkan pemulihan yang cukup berarti dalam tahun 2004 yang
tumbuh sebesar 14,1 persen, mengalami perlambatan menjadi 9,9 persen
dalam tahun 2005.
Pertumbuhan ekonomi
Indonesia dalam tahun
2005 ditandai dengan
pertumbuhan positif
pada hampir semua
lapangan usaha.
Dari sisi sektoral, kinerja pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam tahun
2005 ditandai dengan pertumbuhan positif pada hampir semua lapangan
usaha. Pertumbuhan tinggi masih ditunjukkan oleh sektor-sektor nontradable seperti pengangkutan dan komunikasi (13 persen), bangunan
(7,4 persen), keuangan, real estat dan jasa perusahaan (6,8 persen), serta
listrik, gas, dan air bersih (6,3 persen). Sementara itu, kinerja sektor industri
manufaktur mengalami perlambatan dari 6,4 persen menjadi 4,6 persen
disebabkan oleh menurunnya kegiatan subsektor industri migas yang
tumbuh negatif sebesar 5,9 persen. Pada saat yang sama juga terjadi
perlambatan pada subsektor industri non-migas dari 7,5 persen pada tahun
2004 menjadi 5,9 persen disebabkan oleh meningkatnya ongkos produksi
akibat penyesuaian harga BBM domestik serta tekanan stabilitas ekonomi
makro pada paroh kedua tahun 2005.
Laju pertumbuhan ekonomi pada semesterI
2006 mencapai 5,0
persen.
Memasuki paroh pertama tahun 2006, laju pertumbuhan ekonomi
mencapai 5,0 persen, lebih rendah dibanding laju pertumbuhan ekonomi
periode yang sama tahun 2005. Dari sisi permintaan agregat, pengeluaran
konsumsi yang masih memberikan kontribusi tertinggi dalam pembentukan
PDB menunjukkan kecenderungan menurun khususnya dalam tiga triwulan
terakhir. Penurunan ini disebabkan oleh besarnya tekanan inflasi yang
menyebabkan turunnya daya beli masyarakat sebagai dampak dari
penyesuaian harga BBM dalam negeri pada bulan Oktober 2005 serta
tingginya tingkat suku bunga domestik. Terkait dengan tingginya suku bunga
6
Bab I
Perkembangan Asumsi Dasar APBN Tahun Anggaran 2006
domestik, laju pertumbuhan kredit konsumsi dalam bulan Agustus 2006
hanya mencapai sebesar 11,8 persen (y-o-y), lebih rendah dibanding
periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 46,5 persen (y-o-y).
Menurunnya tingkat konsumsi masyarakat tercermin pada menurunnya
penjualan mobil dan motor dalam tujuh bulan pertama tahun 2006 masingmasing sebesar 50,2 persen dan 25,5 persen dibanding periode yang
sama tahun 2005. Di lain pihak, konsumsi pemerintah meningkat yang
disebabkan karena pembenahan pada sistem penganggaran baru yang
mulai berlaku sejak tahun 2005 yang berdampak positif pada kelancaran
proses pencairan anggaran pemerintah. Dalam semester I tahun 2006,
konsumsi pemerintah tumbuh sebesar 20,4 persen, lebih tinggi dari periode
yang sama tahun sebelumnya yakni tumbuh negatif sebesar 8,1 persen.
Namun, tingginya konsumsi Pemerintah ini belum dapat meningkatkan
pertumbuhan ekonomi seperti yang diharapkan.
Sementara itu, pertumbuhan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)
mengalami penurunan yang cukup berarti dari semula 15,8 persen dalam
semester I tahun 2005 menjadi 1,1 persen dalam semester I tahun 2006.
Perlambatan kinerja investasi (PMTB) tersebut juga tercermin pada
perlambatan yang terjadi pada pertumbuhan kredit investasi. Kredit
investasi dalam bulan Oktober 2006 hanya tumbuh sebesar 6,3 persen,
jauh lebih rendah dibanding periode yang sama tahun 2005 sebesar 17,9
persen. Menurunnya tingkat PMTB disebabkan oleh belum terealisasinya
program percepatan pembangunan infrastruktur, meningkatnya suku bunga,
dan tertundanya upaya perbaikan iklim investasi, meskipun kemajuan telah
dicapai dalam bentuk peluncuran paket kebijakan reformasi di bidang
investasi dan pembangunan infrastruktur. Pembenahan di sektor riil terutama
yang berkaitan dengan perubahan kebijakan, regulasi seperti di bidang
investasi, pajak, bea cukai, perburuhan, dan perbaikan kinerja birokrasi
membutuhkan waktu cukup lama untuk menghasilkan dampak langsung
dan segera. Upaya perbaikan tata pengelolaan publik (good public
governance) serta pemberantasan korupsi telah menyebabkan beberapa
ekses perlambatan pelaksanaan kebijakan di sektor publik. Dengan
meningkatnya prinsip kehati-hatian dan munculnya kekhawatiran yang tinggi
terhadap tindakan law enforcement, telah menyebabkan berbagai
kelambatan dalam pembuatan keputusan dan pelaksanaan anggaran.
Kondisi ini menjadi salah satu penyebab menurunnya kegiatan investasi
swasta baik dari dalam maupun dari luar negeri.
PMTB pada semester I
tahun 2006 mengalami
penurunan yang cukup
berarti.
Kinerja ekspor barang dan jasa dalam semester I tahun 2006 masih cukup
menjanjikan di tengah gejolak eksternal terkait dengan tingginya harga
minyak dunia. Laju pertumbuhan ekspor barang dan jasa dalam semester
Kinerja ekspor barang
dan
jasa
dalam
semester I tahun 2006
masih cukup menjanjikan.
7
Bab I
Perkembangan Asumsi Dasar APBN Tahun Anggaran 2006
I tahun 2006 mencapai sebesar 11,4 persen. Meskipun mengalami
perlambatan bila dibandingkan laju pertumbuhan periode yang sama tahun
sebelumnya, ekspor barang dan jasa mencatat angka tertinggi dalam tiga
triwulan terakhir. Pada sisi lain, seiring dengan perlambatan pada konsumsi
dan investasi riil, kinerja impor barang dan jasa juga mengalami
perlambatan. Laju pertumbuhan impor barang dan jasa dalam semester I
tahun 2006 hanya sebesar 5,2 persen, lebih rendah dibandingkan laju
pertumbuhan impor barang dan jasa periode yang sama tahun 2005
sebesar 22,8 persen. Sementara itu, kecenderungan penguatan kinerja
ekspor barang dan jasa dalam semester I tahun 2006 diperkirakan terus
berlanjut dalam semester berikutnya guna menopang kinerja pertumbuhan
ekonomi secara keseluruhan dalam tahun 2006. Laju pertumbuhan ekspor
barang dan jasa dalam tahun 2006 diperkirakan mencapai sebesar 9,4
persen, lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 8,6 persen.
Seiring menurunnya investasi, impor barang dan jasa diperkirakan akan
menurun dari sekitar 12,3 persen dalam tahun 2005 menjadi 8,4 persen
dalam tahun 2006.
Dalam tahun 2006
seluruh sektor usaha
diperkirakan mengalami
pertumbuhan positif,
kecuali subsektor industri
pengolahan migas.
Dari sisi penawaran, dalam tahun 2006, seluruh sektor usaha diperkirakan
mengalami pertumbuhan positif, kecuali subsektor industri pengolahan
minyak dan gas yang dalam dua tahun terakhir mengalami pertumbuhan
negatif terkait dengan menurunnya investasi untuk kegiatan eksplorasi
migas. Walaupun hampir semua sektor mengalami pertumbuhan, namun
hanya beberapa sektor yang diperkirakan akan mengalami peningkatan
pertumbuhan dibandingkan tahun sebelumnya. Pertumbuhan yang
melambat ini terkait dengan kecenderungan menurunnya kinerja subsektor
pengangkutan akibat kebijakan penyesuaian harga BBM pada bulan
Maret dan Oktober tahun 2005 yang lalu terutama pengangkutan laut
dan udara serta jenis-jenis usaha terkait lainnya. Pada sisi lain, subsektor
komunikasi masih mencatat laju pertumbuhan yang cukup tinggi dalam
beberapa triwulan terakhir dengan rata-rata sekitar 24 persen, dan sektor
bangunan diperkirakan akan tumbuh sebesar 7,4 persen.
Laju pertumbuhan sektor
pertanian diperkirakan
lebih tinggi dari tahun
sebelumnya.
Laju pertumbuhan sektor pertanian diperkirakan mencapai sekitar 2,6
persen, sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan laju pertumbuhan tahun
sebelumnya sebesar 2,5 persen. Dengan iklim berusaha yang relatif
kondusif serta harga produk pertanian yang cukup fleksibel diharapkan
dapat mendorong kinerja sektor pertanian dalam tahun 2006. Sampai
dengan semester I tahun 2006, laju pertumbuhan sektor pertanian mencapai
sebesar 3,9 persen, lebih tinggi dibandingkan dengan laju pertumbuhan
periode yang sama tahun sebelumnya, sebesar 0,9 persen.
8
Bab I
Perkembangan Asumsi Dasar APBN Tahun Anggaran 2006
Sementara itu, dalam tahun 2006, laju pertumbuhan sektor industri
pengolahan khususnya non migas diperkirakan dapat tumbuh sebesar 5,0
persen, lebih tinggi dibandingkan dengan laju pertumbuhan tahun
sebelumnya. Faktor pendorong meningkatnya sektor manufaktur ini
diperkirakan bersumber dari meningkatnya pasar domestik bagi produk
lokal yang disebabkan oleh mulai meningkatnya daya beli masyarakat
akibat menurunnya tekanan inflasi dan tingkat suku bunga pada paroh
kedua tahun 2006. Di sisi lain, meningkatnya permintaan untuk ekspor
pada semester I tahun 2006 diharapkan dapat berlanjut dalam periodeperiode berikutnya sehingga dapat memacu kinerja sektor industri
pengolahan. Realisasi dan proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun 2004 2006 dapat dilihat dalam Tabel I.2.
Sektor industri pengolahan nonmigas diperkirakan tumbuh 6,2 persen.
Tabel I.2
Laju Pertumbuhan PDB Atas Dasar Harga Konstan 2000 (y-o-y), 2004 - 2006
(persen)
Uraian
Produk Domestik Bruto
2004
2005
2006
4,9
5,6
5,8
Menurut Penggunaan
Pengeluaran Konsumsi
Masyarakat
Pemerintah
Pembentukan Modal Tetap Bruto
Ekspor Barang dan Jasa
Impor Barang dan Jasa
4,9
5,0
4,0
14,1
11,1
25,6
4,4
4,0
8,1
9,9
8,6
12,3
4,7
3,5
13,4
7,7
9,4
8,4
Menurut Lapangan Usaha
Pertanian
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Migas
Non migas
Listrik, gas, air bersih
Bangunan
Perdagangan, hotel, dan restoran
Pengangkutan dan komunikasi
Keuangan, persewaan, jasa perush.
Jasa-jasa
2,1
-4,9
6,4
-1,9
7,5
4,2
6,9
5,8
14,0
7,9
5,4
2,5
1,6
4,6
-5,3
5,9
6,5
7,3
8,6
13,0
7,1
5,2
2,6
2,0
5,0
-3,1
6,0
6,3
7,6
8,3
12,9
6,3
5,6
Sumber: BPS, diolah
Prospek ekonomi Indonesia dalam paroh kedua 2006 diperkirakan akan
membaik sejalan dengan berkurangnya tekanan inflasi yang juga
diharapkan akan diikuti dengan menurunnya suku bunga secara bertahap.
9
Bab I
Sasaran pertumbuhan
ekonomi tahun 2006
sekitar 5,8 persen.
Perkembangan Asumsi Dasar APBN Tahun Anggaran 2006
Selain itu stabilitas nilai tukar rupiah yang terkendali, kemajuan realisasi
percepatan pembangunan infrastruktur dan pembenahan sektor riil, serta
tambahan stimulasi yang berasal dari dana luncuran anggaran tahun 2005,
juga diharapkan akan mendorong pertumbuhan ekonomi tahun 2006. Dari
sisi eksternal, kinerja perekonomian global yang masih relatif cukup kuat
diharapkan akan memberikan peluang bagi perekonomian Indonesia.
Dengan demikian, sasaran pertumbuhan ekonomi dalam tahun 2006
diperkirakan mencapai sekitar 5,8 persen, sedikit lebih rendah dibandingkan
sasaran yang ditetapkan dalam APBN 2006 sebesar 6,2 persen.
Inflasi
Inflasi pada tahun 2006
diperkirakan menurun
dibandingkan tahun
sebelumnya.
Inflasi pada tahun 2006 diperkirakan cenderung menurun, setelah
mengalami peningkatan pada tahun 2005 yang mencapai 17,11 persen
(y-o-y). Tingginya inflasi pada tahun 2005 tersebut disebabkan oleh
penyesuaian harga BBM dalam negeri pada bulan Maret dan Oktober
2005. Pada bulan-bulan tersebut inflasi masing-masing mencapai 1,91
persen pada bulan Maret dan 8,70 persen pada bulan Oktober 2005.
Memasuki tahun 2006 harga beras mengalami peningkatan yang
disebabkan antara lain oleh meningkatnya harga pembelian beras (HPB)
sebesar 28 persen. Hal tersebut juga diperkuat dengan meningkatnya harga
bumbu-bumbuan, tarif telepon, dan air minum, yang telah menyebabkan
inflasi pada bulan Januari 2006 mencapai 1,36 persen, atau inflasi y-o-y
sebesar 17,03 persen.
Laju inflasi pada bulan
Februari, Maret, dan
April relatif rendah.
Namun, seiring dengan datangnya musim panen di beberapa daerah pada
bulan Februari, Maret, dan April 2006, harga bahan makanan seperti
beras, bumbu-bumbuan, sayur-sayuran, daging dan telor ayam ras, serta
lainnya mengalami penurunan dibanding bulan sebelumnya. Penurunan
harga tersebut menyebabkan laju inflasi pada bulan Februari, Maret, April
relatif rendah, masing-masing menjadi sebesar 0,58 persen, 0,03 persen,
dan 0,05 persen, atau inflasi y-o-y masing-masing sebesar 17,92 persen,
15,74 persen, dan 15,40 persen. Sementara itu, inflasi inti (core inflation)
pada bulan Februari, Maret, dan April masing-masing mencapai 0,63
persen, 0,26 persen, dan 0,32 persen.
Inflasi pada bulan Juni
2006 mencapai 0,45
persen atau inflasi y-o-y
sekitar 15,53 persen.
Setelah tercatat mengalami peningkatan indeks harga yang cukup rendah
di bulan-bulan tersebut di atas, pada bulan Juni 2006, hampir semua indeks
harga kelompok pengeluaran kecuali kelompok sandang, mengalami
sedikit peningkatan sehingga inflasi pada bulan tersebut mencapai 0,45
persen, atau inflasi y-o-y sebesar 15,53 persen. Beberapa kelompok
barang menunjukkan peningkatan indeks harga antara 0,1 persen sampai
dengan 1,12 persen. Peningkatan tertinggi terjadi pada kelompok bahan
10
Bab I
Perkembangan Asumsi Dasar APBN Tahun Anggaran 2006
makanan, dan terendah terjadi pada kelompok transport dan komunikasi.
Beberapa komoditas yang mengalami kenaikan cukup tajam antara lain
adalah beras, daging ayam ras, cabe rawit, dan tarif kontrak rumah.
Peningkatan indek harga, terutama untuk kelompok bahan makanan
kembali terjadi pada bulan Oktober 2006 hingga mencapai 2,17 persen.
Perkembangan inflasi tahun 2005-2006 dapat dilihat pada Grafik I.1
m-t-m, %
Grafik I.1
Perkembangan Inflasi Umum, Bahan Makanan dan Inflasi Inti,
2005 - 2006
y-o-y, %
10
20
8
15
6
4
10
2
5
0
-2
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agst
Sep
Okt
Nop
Des
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agst
Sep
Okt
0
Sumber: Badan Pusat Statistik
2005
Umum (y-o-y)
2006
Umum (m-t-m)
Bahan Makanan
Dengan perkembangan tersebut, inflasi kumulatif selama Januari – Oktober
2006 sebesar 4,96 persen, lebih rendah dibandingkan inflasi kumulatif
pada periode yang sama tahun 2005 (15,65 persen). Berdasarkan
kelompok pengeluaran, inflasi kumulatif selama Januari-Oktober 2006
bersumber dari peningkatan indeks harga kelompok bahan makanan (8,81
persen), pendidikan, rekreasi dan olah raga (8,02 persen), sandang (5,96
persen), makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau (4,70 persen),
kesehatan (4,33 persen), perumahan (3,76 persen), serta transpor,
komunikasi dan jasa keuangan (1,12 persen). Dilihat dari komponennya,
selama sepuluh bulan pertama tahun 2006 inflasi inti sebesar 5,02 persen,
inflasi volatile foods sebesar 10,08 persen, dan inflasi administered prices
sebesar 1,42 persen. Selama Januari - Oktober 2006, laju inflasi tertinggi
terjadi pada bulan Januari sebesar 1,36 persen dan laju inflasi terendah
terjadi pada bulan Maret sebesar 0,03 persen. Sementara itu dilihat
menurut daerah, inflasi tertinggi terjadi di kota Banjarmasin dan inflasi
terendah terjadi di Sibolga. Penundaan rencana penyesuaian tarif dasar
listrik (TDL) diperkirakan akan mengurangi tekanan inflasi pada tahun
2006. Meskipun demikian, terdapat beberapa faktor yang perlu
diwaspadai yang diperkirakan berpotensi memberi tekanan inflasi pada
dua bulan mendatang, seperti masih tingginya harga minyak dunia dan
adanya tekanan musiman akibat meningkatnya permintaan barang
kebutuhan pokok masyarakat terkait dengan Natal dan Tahun Baru.
Inflasi kumulatif selama
Januari – Oktober 2006
sekitar 4,96 persen.
11
Bab I
Asumsi laju inflasi
sebesar 8,0 persen
dalam APBN 2006
diperkirakan dapat
dicapai.
Perkembangan Asumsi Dasar APBN Tahun Anggaran 2006
Dalam rangka pengendalian laju inflasi, Pemerintah dan Bank Indonesia
senantiasa meningkatkan koordinasi dalam melakukan pemantauan dan
pengendalian inflasi, yang ditempuh melalui berbagai kebijakan, antara lain
menjaga kestabilan nilai tukar rupiah, menjaga kecukupan pasokan dan
kelancaran distribusi kebutuhan bahan pokok, menurunkan ekspektasi
masyarakat terhadap inflasi, dan meminimalkan gejolak harga yang berasal
dari kebijakan administered prices. Dengan mempertimbangkan realisasi
laju inflasi sampai dengan bulan Oktober 2006, berbagai kebijakan yang
dilakukan, dan perkiraan inflasi pada dua bulan ke depan, maka asumsi
laju inflasi dalam APBN-P diperkirakan sama dengan APBN 2006 yaitu
sebesar 8 persen.
Nilai Tukar Rupiah
Selama tahun 2005 ratarata nilai tukar rupiah
mencapai Rp9.705/US$.
Nilai tukar rupiah yang pada awal tahun 2005 rata-rata sebesar Rp9.195/
US$ cenderung melemah hingga bulan November 2005, bahkan pernah
mencapai Rp10.345/US$ pada awal September 2005. Namun, seiring
dengan meningkatnya aliran masuk investasi portofolio, rupiah kembali
menguat dari bulan sebelumnya, hingga mencapai rata-rata Rp9.841/US$
pada bulan Desember 2005. Dengan perkembangan tersebut, selama
tahun 2005 rata-rata nilai tukar rupiah mencapai Rp9.705/US$.
Selama Januari –
Oktober 2006 rata-rata
nilai tukar rupiah
mencapai Rp9.177/
US$.
Memasuki tahun 2006, penguatan nilai tukar rupiah tersebut terus berlanjut
dengan volatilitas yang menurun. Sampai dengan akhir Oktober 2006,
rupiah menguat cukup signifikan, yaitu dari sekitar Rp9.841/US$ pada
Desember tahun 2005, menjadi sekitar Rp9.170/US$ atau mengalami
apresiasi sekitar 6,8 persen. Dengan perkembangan tersebut selama
Januari – Oktober 2006, rata-rata nilai tukar rupiah mencapai sebesar
Rp9.177 per US$, menguat dibandingkan dengan periode yang sama
tahun sebelumnya sebesar Rp9.705 per US$. Secara fundamental,
penguatan rupiah tersebut didukung oleh membaiknya pasokan valas terkait
dengan surplus neraca pembayaran. Surplus neraca pembayaran didukung
oleh terjadinya surplus, baik pada kinerja neraca transaksi berjalan maupun
neraca modal. Surplus neraca berjalan terutama disebabkan oleh
rendahnya impor, dan surplus pada neraca modal terutama terkait dengan
meningkatnya pemasukan modal langsung dan investasi portofolio di pasar
saham, Sertifikat Bank Indonesia (SBI), serta Surat Utang Negara (SUN).
Meskipun nilai tukar rupiah mengalami penguatan dibandingkan dengan
periode yang sama tahun sebelumnya, namun masih terdapat beberapa
faktor negatif yang perlu diwaspadai. Hal ini disebabkan karena sebagian
besar investasi yang masuk didominasi oleh investasi portofolio jangka
pendek yang mempunyai potensi risiko terjadinya pembalikan (capital
12
Bab I
Perkembangan Asumsi Dasar APBN Tahun Anggaran 2006
reversal). Selain itu, meningkatnya harga minyak mentah dunia juga
berpotensi meningkatnya kebutuhan valas. Dua hal di atas pada gilirannya
dapat menekan nilai tukar rupiah.
Untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, Bank Indonesia terus
melanjutkan kebijakan moneter yang tight bias, yang tercermin pada
masih tingginya suku bunga Bank Indonesia. Kebijakan lainnya adalah
melakukan sterilisasi valas, pengelolaan risiko bank, pembatasan transaksi
rupiah dan pemberian kredit dalam valas oleh bank, serta memperkuat
sistem monitoring transaksi devisa yang terintegrasi serta meningkatkan
koordinasi antara Pemerintah dan Otoritas Moneter khususnya untuk
memperkuat pasokan valas dan mengelola permintaan valas. Melalui
kebijakan-kebijakan tersebut diharapkan transaksi valas yang bersifat fluktuatif
akan berkurang dan sekaligus dapat memperkuat struktur valas domestik
Kebijakan
dalam
rangka
menjaga
stabilitas nilai tukar
rupiah.
Indeks nilai tukar rupiah secara riil (real effective exchange rate, REER)
dengan tahun dasar tahun 2003 menunjukkan peningkatan, yaitu dari
105,38 pada Desember 2005 menjadi 117,30 pada Oktober 2006.
Demikian pula indeks nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika (bilateral
regional exchange rate, BRER) juga menunjukkan peningkatan dari 70,21
pada Desember 2005 menjadi 78,57 pada Oktober 2006. Peningkatan
BRER terhadap dolar Amerika juga terjadi pada mata uang bath Thailand,
ringgit Malaysia, dolar Singapura, dan won Korea. Diantara negara-negara
tersebut, indeks nilai tukar riil won Korea terhadap dolar Amerika
merupakan yang tertinggi, disusul kemudian oleh nilai tukar rupiah. Hal ini
mengindikasikan bahwa daya saing Indonesia cenderung menurun dan
sedikit lebih rendah dibandingkan negara-negara kawasan regional kecuali
Korea. Perkembangan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat
dapat dilihat pada Grafik I.2
Daya saing Indonesia
cenderung menurun dan
sedikit lebih rendah
dibandingkan negaranegara sekawasan,
kecuali Korea.
Grafik I.2
Pe rke mbangan Nilai Tukar Rupiah Te rhadap Dolar AS dan
REER, 2004-2006
10.500
125
115
10.000
105
9.500
95
9.000
85
75
8.500
65
8.000
55
Jan
04
Apr
Sum ber : Bank Indonesia
Jul
Okt
Jan Apr Jul
05
Nominal
Okt
Jan Apr
06
REER
Jul
Okt
13
Bab I
Perkembangan Asumsi Dasar APBN Tahun Anggaran 2006
Dengan memperhatikan realisasi Januari – Oktober 2006, dan perkiraan
dua bulan ke depan, maka dalam APBN-P tahun 2006 rata-rata nilai
tukar rupiah diperkirakan mencapai sekitar Rp9.300/US$, lebih rendah
dari perkiraan APBN sebesar Rp9.900/US$.
Suku Bunga SBI 3 Bulan
Dalam tahun 2005 ratarata suku bunga SBI 3
bulan mencapai 9,09
persen.
Dalam tahun 2005, rata-rata suku bunga SBI 3 bulan mencapai 9,09
persen, lebih tinggi dari rata-rata tahun 2004 sebesar 7,39 persen. Hal ini
disebabkan karena Bank Indonesia menempuh kebijakan moneter yang
cenderung ketat terkait dengan masih tingginya ekses likuiditas di sektor
perbankan, tingginya laju inflasi, melemahnya nilai tukar rupiah, dan
meningkatnya suku bunga internasional. Kebijakan tersebut dilakukan
melalui peningkatan suku bunga Bank Indonesia (BI rate) dari 8,25 persen
pada bulan Juni menjadi 12,75 persen pada akhir tahun 2005. Seiring
dengan meningkatnya suku bunga Bank Indonesia, suku bunga SBI 3
bulan juga meningkat dari 8,05 persen pada bulan Juni menjadi 12,83
persen pada Desember 2005.
Rata-rata suku bunga
SBI 3 bulan JanuariOktober 2006 mencapai
12,18 persen.
Memasuki tahun 2006 (Januari dan Februari), suku bunga SBI 3 bulan
masih cukup tinggi yaitu 12,92 persen. Seiring dengan menurunnya inflasi
dan menguatnya nilai tukar rupiah maka sejak Mei 2006, Bank Indonesia
secara hati-hati dan terukur mulai menurunkan suku bunga BI Rate
(cautious easing), sehingga pada bulan Oktober 2006 BI Rate mencapai
10,75 persen, atau lebih rendah 200 basis points dibanding posisi pada
akhir tahun 2005 sekitar 12,75 persen. Penurunan ini diikuti oleh
menurunnya suku bunga SBI 3 bulan secara bertahap, yaitu dari 12,83
persen pada akhir tahun 2005 menjadi 11,36 persen pada bulan Oktober
2006. Dengan perkembangan tersebut, rata-rata suku bunga SBI 3 bulan
selama Januari - Oktober 2006 mencapai 12,18 persen. Meskipun suku
bunga SBI 3 bulan cenderung menurun dalam periode Januari - Oktober
2006, namun masih lebih tinggi 382 basis points (bps) dibandingkan
periode yang sama tahun 2005 sebesar 8,36 persen. Pada bulan-bulan
mendatang, suku bunga SBI 3 bulan diperkirakan akan menurun seiring
dengan menurunnya BI Rate dan laju inflasi (y-o-y), sehingga perkiraan
suku bunga rata-rata SBI 3 bulan sebesar 12,0 persen dalam APBN-P
tahun 2006 optimis dapat dicapai atau bahkan bisa lebih rendah dari 12
persen.
Sama halnya dengan SBI 3 bulan, suku bunga SBI 1 bulan juga mengalami
penurunan, walaupun masih berada pada level yang cukup tinggi, yaitu dari
12,75 persen pada akhir Januari 2006 menjadi 10,75 persen pada akhir
Oktober 2006. Penurunan suku bunga SBI ini juga direspon oleh turunnya
14
Bab I
Perkembangan Asumsi Dasar APBN Tahun Anggaran 2006
suku bunga deposito pada semua tenor. Suku bunga deposito yang cenderung
meningkat sejak Juli 2005 hingga mencapai 12,01 persen pada Januari 2006,
sejak bulan Februari 2006 mulai menunjukkan penurunan menjadi 11,85
persen dan terus berlanjut hingga menjadi 10,01 persen pada Oktober 2006.
Namun demikian, penurunan BI Rate dan suku bunga SBI tersebut masih
ditransmisikan secara terbatas ke suku bunga kredit dalam arti penurunan
suku bunga kredit berlangsung lebih lambat daripada penurunan BI Rate
dan SBI. Hal ini terlihat pada penurunan suku bunga kredit modal kerja
(KMK) dari 16,32 persen pada Januari 2006 menjadi 15,62 persen pada
Oktober 2006. Demikian pula dengan suku bungan kredit investasi (KI),
dalam periode yang sama juga mengalami penurunan dari 15,81 persen
pada Januari 2006 menjadi 15,54 persen pada Oktober 2006. Sedangkan
suku bunga kredit konsumsi (KK) dalam periode yang sama justru
menunjukkan peningkatan, yaitu dari 17,08 persen menjadi 17,85 persen.
Perkembangan suku bunga SBI dan perbankan dapat dilihat pada Tabel
I.3
Tabel I.3
Perkembangan Suku Bunga SBI dan Perbankan
2001-2006
Periode
2001
2002
2003
2004
2005
Desember
Desember
Desember
Desember
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
Nopember
Desember
2006 Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
SBI
PUAB
1 Bln
3 Bln
17,62
17,60
15,66
12,99
13,12
8,89
8,31
10,16
4,65
7,43
7,29
3,76
7,42
7,30
5,21
7,43
7,27
5,20
7,44
7,31
5,95
7,70
7,51
6,21
7,95
7,81
6,07
8,25
8,05
6,95
8,49
8,45
5,29
8,75
8,54
8,55
10,00
9,25
6,92
11,00
12,09
7,79
12,25 12,6892
7,73
12,75
12,83
9,44
12,75
12,74
12,73
12,74
12,50
12,50
12,25
11,75
11,75
10,75
12,91
12,92
12,73
12,65
12,15
12,15
12,15
11,36
11,36
11,36
9,32
10,09
10,28
10,59
10,35
10,23
10,95
11,00
8,90
6,75
KMK
19,19
18,25
15,07
13,41
13,40
13,37
13,31
13,31
13,20
13,36
13,42
13,40
14,51
15,18
15,92
16,23
Kredit
KI
17,90
17,82
15,68
14,05
13,98
13,87
13,78
13,74
13,68
13,65
13,65
13,62
14,47
14,92
15,43
15,66
KK
19,85
20,21
18,69
16,57
16,32
16,23
16,33
16,23
16,17
16,04
16,02
15,96
16,27
16,33
16,6
16,83
Deposito
1 Bulan
16,07
12,81
6,62
6,43
6,46
6,46
6,50
6,58
6,76
6,98
7,22
7,55
9,16
10,43
11,46
11,98
,
16,32
16,34
16,35
16,29
16,25
16,15
16,14
16,05
15,82
15,62
15,81
15,87
15,90
15,90
15,89
15,94
15,91
15,85
15,66
15,54
17,08
17,28
17,52
17,65
17,77
17,82
17,87
17,83
17,88
17,85
12,01
11,85
11,61
11,51
11,45
11,34
11,09
10,80
10,47
10,01
Sumber: Bank Indonesia
15
Bab I
Perkembangan Asumsi Dasar APBN Tahun Anggaran 2006
Dengan memperhatikan realisasi SBI 3 bulan dalam sepuluh bulan pertama
tahun 2006 dan perkiraan dalam dua bulan kedepan, maka selama tahun
2006 rata-rata suku bunga SBI 3 bulan diperkirakan sekitar 12 persen,
lebih tinggi dari perkiraan semula dalam APBN sebesar 9,5 persen.
Harga Minyak Internasional
Dalam tahun 2006
harga minyak mentah
internasional diperkirakan masih tinggi.
Dalam tahun 2006, harga minyak mentah internasional diperkirakan masih
akan berada pada level yang cukup tinggi. Beberapa faktor yang
mempengaruhi kenaikan harga minyak adalah kondisi geopolitik yang
masih belum menentu di Irak, Nigeria, dan sengketa pengembangan
teknologi nuklir oleh Iran. Konflik politik yang terjadi sampai saat ini di
Irak telah menimbulkan gangguan terhadap pasokan minyak mentah dari
negara tersebut. Pasokan minyak dari Nigeria juga mengalami gangguan
sebagai akibat serangan yang dilakukan oleh kelompok militan terhadap
fasilitas minyak di negara tersebut. Penolakan Iran atas permintaan dari
negara-negara barat khususnya Amerika Serikat untuk menghentikan
program nuklirnya menimbulkan ketegangan politik internasional yang
berujung kepada meningkatnya harga minyak mentah internasional. Di
samping faktor ketidakstabilan geopolitik di atas, tingginya harga minyak
mentah internasional juga didorong oleh tetap kuatnya kinerja
perekonomian Cina dan India yang menyebabkan tingginya permintaan
minyak dari negara-negara tersebut. Meningkatnya harga minyak dunia
juga disebabkan oleh kecemasan pasar atas menurunnya spare capacity
produksi minyak dunia, dan kekhawatiran akan terbatasnya pasokan
minyak mentah internasional di masa depan. Dalam tahun 2006 permintaan
minyak dunia diperkirakan meningkat sebesar 1,9 persen, lebih tinggi dari
peningkatan permintaan yang terjadi selama tahun 2005 sebesar 1,7
persen. Sementara itu dari sisi pasokan, dalam tahun 2006 diperkirakan
meningkat sebesar 800 ribu barel per hari (0,95 persen) dibandingkan
tahun 2005, dari 84,4 juta barel per hari menjadi 85,2 juta barel per hari,
yang terutama bersumber dari produksi minyak di negara-negara bekas
Uni Soviet.
Harga rata-rata minyak mentah jenis Dated Brent di pasar internasional
pada periode Desember 2005 - Oktober 2006 mencapai US$63,33 per
barel atau meningkat US$12,89 per barel (24,58 persen) dibanding harga
pada periode Desember 2004 – Oktober 2005 yang mencapai US$52,44
per barel. Harga rata-rata minyak mentah basket OPEC pada periode
Desember 2005 - Oktober 2006 juga mengalami kenaikan dibanding
periode Desember 2004 – Oktober 2005, yaitu dari US$49,43 per barel
menjadi US$61,02 per barel (naik 23,44 persen).
16
Bab I
Perkembangan Asumsi Dasar APBN Tahun Anggaran 2006
Sejalan dengan meningkatnya harga minyak mentah internasional tersebut,
harga rata-rata minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude Oil Price/
ICP) dalam periode Desember 2005 - Oktober 2006 juga menunjukkan
kecenderungan peningkatan yang relatif tinggi. Realisasi harga rata-rata
minyak mentah ICP dalam periode tersebut sebesar US$64,52 per barel
atau meningkat US$12,79 per barel (24,73 persen) dibandingkan periode
Desember 2004 – Oktober 2005. Dengan memperhatikan perkembangan
harga minyak yang terjadi di pasar internasional dalam periode Desember
2005 - Oktober 2006, maka realisasi harga minyak mentah ICP dalam
tahun 2006 diperkirakan mencapai US$64 per barel. Perkembangan harga
rata-rata minyak mentah di pasar internasional dapat dilihat pada Grafik
I.3.
Harga minyak mentah
Indonesia(ICP) cenderung meningkat.
Grafik I.3
Perkembangan Harga Minyak Indonesia ICP,
Desember 2004 - Oktober 2006
80
US
$/barel
70
60
50
OPEC
O
kt
S
ep
Jul
Agst
Jun
Apr
M
ei
M
rt
P
eb
Des
Dated Brent
Jan'06
O
kt
Nov
S
ep
Jul
Ags
Jun
Apr
M
ei
M
rt
P
eb
Jan'05
30
Des'04
40
ICP
Sumber: ESDM, Bloomberg
Volume lifting minyak mentah Indonesia dalam APBN-P 2006
diperkirakan mencapai 1,0 juta barel per hari atau sama dengan realisasi
tahun 2005, namun lebih rendah dibanding asumsi lifting dalam APBN
2006 sebesar 1,05 juta barel per hari. Belum berkembangnya lifting
minyak tersebut terkait dengan cukup tingginya natural declining rate
sumur-sumur minyak di Indonesia yang sudah tua yang mencapai sekitar
10 persen per tahun, sementara minyak dari sumur-sumur baru seperti
Blok Cepu dan Lapangan Jeruk masih belum dapat berproduksi secara
optimal.
Dalam tahun 2006
volume lifting ICP diperkirakan sebesar1,0
juta barel per hari.
Neraca Pembayaran
Perkiraan membaiknya perekonomian dunia tahun 2006 dan terjaganya
stabilitas ekonomi makro Indonesia berdampak terhadap kinerja neraca
pembayaran. Hal ini terlihat pada posisi cadangan devisa yang
diperkirakan meningkat dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Bila
Pada tahun 2006
cadangan devisa diperkirakan meningkat.
17
Bab I
Perkembangan Asumsi Dasar APBN Tahun Anggaran 2006
dalam tahun 2005 cadangan devisa mencapai US$34.724 juta, maka
dalam APBN-P 2006 cadangan devisa diperkirakan naik sebesar
US$4.780 juta menjadi US$39.504 juta. Meningkatnya posisi cadangan
devisa tersebut antara lain disebabkan oleh meningkatnya ekspor terkait
dengan menguatnya permintaan dunia dan meningkatnya arus masuk modal
asing.
Dalam tahun 2006,
realisasi surplus neraca
transaksi berjalan
(current
accounts)
diperkirakan lebih
tinggi.
Dalam APBN-P 2006, realisasi surplus neraca transaksi berjalan (current
accounts) diperkirakan sebesar US$4.864 juta, yang berarti lebih tinggi
dibandingkan dengan perkiraan neraca transaksi berjalan di dalam APBN
2006 yang mengalami defisit sebesar US$1.661 juta. Meningkatnya
surplus transaksi berjalan tersebut terutama bersumber dari meningkatnya
surplus neraca perdagangan yang lebih tinggi dibandingkan dengan
meningkatnya defisit neraca jasa-jasa.
Realisasi surplus neraca
perdagangan dalam
tahun 2006 diperkirakan meningkat.
Realisasi surplus neraca perdagangan dalam APBN-P 2006 diperkirakan
mencapai US$28.360 juta atau meningkat dari perkiraan dalam APBN
2006 sebesar US$16.421 juta. Kenaikan tersebut terkait dengan
peningkatan ekspor di satu sisi dan di sisi lain impor mengalami penurunan.
Realisasi nilai ekspor diperkirakan mencapai US$96.134 juta, atau 9,98
persen lebih tinggi bila dibandingkan dengan APBN 2006. Meningkatnya
ekspor tersebut antara lain bersumber dari ekspor nonmigas dan migas
sebagai akibat dari perkiraan lebih tingginya harga beberapa komoditas
dan harga minyak di pasar internasional. Sementara itu, realisasi nilai impor
diperkirakan mencapai US$67.774 juta atau lebih rendah 4,53 persen
dari perkiraan pada APBN 2006 sebesar US$70.987 juta. Nilai impor
yang lebih rendah tersebut terutama didorong oleh menurunnya impor
migas sebagai dampak dari kenaikan harga BBM yang dapat menahan
laju kebutuhan konsumsi BBM dalam negeri. Sedangkan penurunan impor
nonmigas diperkirakan karena adanya penurunan domestic demand.
Realisasi neraca jasajasa dalam tahun 2006
diperkirakan defisit.
Dari sisi neraca jasa-jasa, dampak Bom Bali II masih dirasakan di daerah
tujuan wisata utama yang menyebabkan penerimaan devisa dari sektor
pariwisata mengalami penurunan yang cukup signifikan. Di samping itu,
cukup besarnya transfer ke luar negeri atas pendapatan investasi asing
yang berasal dari PMA berdampak pada semakin besarnya defisit neraca
jasa-jasa secara keseluruhan. Realisasi neraca jasa-jasa dalam APBN-P
2006 diperkirakan defisit sebesar US$23.496 juta atau lebih besar
daripada defisit pada tahun 2005 yang mencapai sebesar US$21.982
juta.
Dalam APBN-P 2006, realisasi neraca modal secara keseluruhan
diperkirakan surplus sebesar US$3.255 juta dibandingkan dengan APBN
18
Bab I
Perkembangan Asumsi Dasar APBN Tahun Anggaran 2006
tahun 2006 yang mengalami defisit sekitar US$68 juta. Surplus tersebut
juga lebih baik dibandingkan dengan realisasi neraca modal tahun
sebelumnya yang mengalami defisit sebesar US$3.064 juta. Membaiknya
posisi neraca modal tersebut terkait dengan membaiknya perkiraan realisasi
neraca modal sektor publik yang mengalami surplus sebesar US$836
juta dibandingkan dengan APBN 2006 yang mengalami defisit sebesar
US$2.493 juta. Surplus neraca modal sektor publik tersebut disebabkan
karena penerbitan obligasi pemerintah dalam valuta asing (global bond)
pada bulan Maret 2006 dan tingginya pembelian surat utang negara (SUN)
oleh investor luar negeri.
Dalam tahun 2006,
realisasi neraca modal
secara keseluruhan
diperkirakan surplus.
Realisasi neraca modal sektor swasta dalam APBN-P 2006 diperkirakan
mencatat surplus sebesar US$2.419 juta, lebih tinggi dari realisasi tahun
2005 yang mencatat defisit sebesar US$7.069 juta, namun lebih rendah
apabila dibandingkan dengan perkiraan dalam APBN tahun 2006 sebesar
US$2.425 juta. Aliran masuk penanaman modal asing (PMA) diperkirakan
lebih rendah dibandingkan dengan APBN 2006 antara lain karena belum
kondusifnya iklim investasi di Indonesia. Dengan demikian, PMA dalam
APBN-P 2006 diperkirakan mengalami penurunan surplus menjadi
US$121 juta dibandingkan dengan APBN 2006 sebesar US$2.874 juta.
Investasi jangka pendek (portfolio investment) diperkirakan masih
surplus sebesar US$1.110 juta, lebih baik dibandingkan dengan posisi
tahun 2005, meskipun tidak sebesar APBN 2006 yang mencapai
US$2.449 juta. Sementara itu, investasi lainnya (neto) dalam APBN-P
2006 diperkirakan mengalami surplus sebesar US$1.188 juta, lebih baik
dibandingkan dengan APBN 2006 yang mengalami defisit sebesar
US$2.898 juta. Hal tersebut terutama disebabkan oleh berkurangnya
kewajiban pembayaran luar negeri yang telah jatuh tempo. Ringkasan
neraca pembayaran Indonesia tahun 2005, APBN dan APBN-P tahun
2006 dapat dicermati pada Tabel I.4.
19
Bab I
Perkembangan Asumsi Dasar APBN Tahun Anggaran 2006
Tabel I.4
NERACA PEMBAYARAN INDONESIA, 2005- 2006
(US$ juta)
ITEM
A. TRANSAKSI BERJALAN
2005
Real.
2006
APBN
APBN-P
340
-1.661
4.864
Neraca Perdagangan
22.322
16.421
28.360
a. Ekspor, fob
86.178
87.408
96.134
b. Impor, fob
-63.856
-70.987
-67.774
Neraca Jasa-jasa, neto
-21.982
-18.082
-23.496
3.255
B. NERACA MODAL
-3.064
-68
Sektor Publik, neto
4.005
-2.493
836
7.451
5.051
7.968
-
-
Penerimaan pinjaman dan bantuan
a.
Bantuan program dan lainnya
6.103
2.000
5.466
b.
Bantuan proyek dan lainnya
1.348
3.051
2.502
-3.446
-7.544
-7.132
-7.069
2.425
2.419
3.041
2.874
121
-588
2.449
1.110
Pelunasan pinjaman
Sektor Swasta, neto
-
Penanaman modal langsung, neto
-
Investasi portfolio
-
Lainnya, neto
-9.522
-2.898
1.188
C. TOTAL (A + B)
-2.724
-1.729
8.119
3.169
-368
1.534
445
-2.907
9.653
-445
2.907
-9.653
D. SELISIH YANG BELUM DIPERHITUNGKAN
E. KESEIMBANGAN UMUM
F. PEMBIAYAAN
*)
Perubahan cadangan devisa
Cadangan devisa
Transaksi berjalan/PDB (%)
1.596
7.617
-4.780
34.724
27.107
39.504
0,1
-0,5
1,4
*) Tanda negatif berarti penambahan devisa dan tanda positif berarti pengurangan devisa
Sumber : Bank Indonesia, Depkeu (diolah)
20
Bab II
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
BAB II
ANGGARAN PENDAPATAN DAN
BELANJA NEGARA
PENDAHULUAN
Pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 2006 menghadapi tekanan yang
cukup berat, oleh karena sejak ditetapkan dengan Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2005 tentang APBN Tahun Anggaran 2006, telah terjadi
berbagai perubahan dan perkembangan yang cukup banyak pada faktorfaktor eksternal maupun internal yang berdampak signifikan pada berbagai
indikator ekonomi makro, dan berbagai sasaran pendapatan negara dan
hibah, belanja negara, defisit anggaran, serta kebutuhan dan sumbersumber pembiayaan anggaran.
Pelaksanaan APBN
Tahun Anggaran 2006
menghadapi tekanan
yang cukup berat.
Dari sisi eksternal, faktor harga minyak dunia yang tinggi dan fluktuasinya
masih akan menimbulkan ketidakpastian pada pelaksanaan APBN tahun
2006, oleh karena berpengaruh cukup signifikan pada penerimaan migas,
perubahan subsidi BBM maupun subsidi listrik. Sementara itu,
ketidakseimbangan global (global imbalances) diperkirakan akan
menurunkan aliran modal ke negara-negara berkembang dan emerging,
sehingga kecenderungan larinya modal ke negara yang dianggap memiliki
risiko lebih kecil (flight to quality) akan menyebabkan terjadinya arus
keluar modal jangka pendek dari negara-negara berkembang, termasuk
Indonesia. Faktor-faktor tersebut pada gilirannya dapat mempengaruhi
stabilitas moneter serta struktur dan ketahanan fiskal.
Dari sisi eksternal,
faktor harga minyak
dunia yang tinggi dan
fluktuasinya masih
akan menimbulkan
ketidakpastian pada
pelaksanaan APBN
tahun 2006.
Dari sisi internal, perkembangan ekonomi Indonesia selama triwulan I
dan triwulan II tahun 2006 menunjukkan perubahan yang cukup besar
pada berbagai variabel ekonomi makro dibandingkan dengan perkiraan
awal pada saat penyusunan asumsi APBN 2006. Perekonomian Indonesia
dalam semester I tahun 2006 masih mengalami perlambatan akibat
kenaikan harga BBM tahun 2005 dan berbagai faktor eksternal, namun
diperkirakan secara bertahap akan kembali membaik pada semester II
tahun 2006. Perbaikan tersebut didukung oleh membaiknya kegiatan
investasi, ekspor, dan pulihnya daya beli masyarakat. Kestabilan ekonomi
makro terus dijaga baik, yang tercermin pada menurunnya volatilitas nilai
tukar rupiah dan indeks harga saham gabungan (IHSG), serta menurunnya
laju inflasi.
Dari sisi internal,
perkembangan ekonomi
Indonesia
selama
triwulan I dan triwulan
II tahun 2006 menunjukkan perubahan yang
cukup besar pada berbagai variabel ekonomi
makro.
21
Bab II
Pertumbuhan ekonomi
tahun 2006 diperkirakan lebih tinggi dari
pertumbuhan ekonomi
tahun 2005.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
Pertumbuhan ekonomi tahun 2006 diperkirakan mencapai 5,9 persen.
Meskipun perkiraan tersebut lebih rendah dari proyeksi awal pada saat
penyusunan APBN 2006 sebesar 6,2 persen, namun masih lebih tinggi
dari laju pertumbuhan ekonomi tahun 2005 yang mencapai 5,6 persen.
Laju pertumbuhan ekonomi tahun 2006 tersebut akan dicapai dengan
upaya perbaikan investasi, peningkatan kinerja ekspor dan menguatnya
daya beli masyarakat. Namun, pencapaian sasaran pertumbuhan ekonomi
tahun 2006 tersebut memerlukan kerja keras, mengingat masih terdapat
faktor-faktor risiko yang perlu diwaspadai.
Laju inflasi kumulatif yang selama periode Januari – Mei 2006 stabil dan
terkendali pada tingkat 2,41 persen, lebih rendah dari laju inflasi kumulatif
pada periode yang sama tahun 2005 sebesar 3,76 persen.
Di sisi lain, nilai tukar rupiah meskipun mengalami penguatan, terutama
pada kuartal pertama akibat arus modal masuk yang cukup deras, namun
volatilitasnya masih cukup tinggi meskipun mulai mencapai suatu titik
kestabilan baru pada semester II tahun 2006. Sejalan dengan
meningkatnya kegiatan ekonomi, kebutuhan valuta asing untuk impor,
khususnya impor bahan baku dan barang modal dalam semester II tahun
2006 diperkirakan akan meningkat, sementara kegiatan ekspor masih
diperkirakan stabil atau bahkan menguat. Dengan perkembangan tersebut,
dalam tahun 2006 rata-rata nilai tukar rupiah diperkirakan mencapai sekitar
Rp9.300/US$ atau lebih kuat bila dibanding dengan asumsi nilai tukar
pada APBN 2006 sebesar rata-rata Rp9.900/US$. Seiring dengan
menguatnya nilai tukar rupiah, laju inflasi akan dapat distabilkan pada
tingkat yang relatif rendah dibandingkan tahun sebelumnya, sehingga
sasaran inflasi sebesar 8,0 persen dalam tahun 2006 diperkirakan akan
tetap dapat dicapai.
Suku bunga SBI 3 bulan
diperkirakan
akan
menurun,
seiring
dengan menguatnya nilai
tukar rupiah dan
menurunnya laju inflasi.
Selanjutnya, dengan menguatnya nilai tukar rupiah dan menurunnya laju
inflasi tersebut, maka suku bunga SBI 3 bulan diperkirakan akan cenderung
menurun hingga mencapai sekitar 10,75 persen pada akhir 2006. Dengan
perkembangan tersebut, selama tahun 2006, rata-rata suku bunga SBI 3
bulan diperkirakan mencapai sekitar 12,0 persen, lebih tinggi dari perkiraan
semula dalam asumsi APBN 2006 sebesar 9,5 persen.
Perubahan pada berbagai indikator ekonomi makro dalam tahun 2006
tersebut di atas, akan sangat mempengaruhi besaran APBN secara
keseluruhan. Di samping itu, dalam tahun 2006 juga terjadi perubahan
kebijakan dalam menghadapi tantangan-tantangan yang harus diantisipasi
oleh Pemerintah dalam waktu singkat. Oleh karena itu, dalam rangka
mengamankan pelaksanaan APBN 2006 perlu dilakukan penyesuaian
22
Bab II
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
atas sasaran-sasaran pendapatan negara dan hibah, belanja negara, defisit
anggaran, serta kebutuhan dan sumber-sumber pembiayaan anggaran,
agar menjadi lebih realistis dan mampu mendukung pencapaian sasaransasaran pembangunan ekonomi tahun 2006.
Anggaran pendapatan negara dan hibah dalam tahun 2006 diperkirakan
lebih tinggi dari sasaran yang ditetapkan dalam APBN. Sementara itu,
pada saat yang sama, volume anggaran belanja negara diperkirakan juga
akan membengkak, terutama sebagai akibat dari meningkatnya belanja
pemerintah pusat. Berbagai perkembangan tersebut akan memberikan
implikasi pada meningkatnya defisit anggaran yang diperkirakan menjadi
sekitar 1,3 persen terhadap PDB.
Anggaran pendapatan
negara dan hibah
dalam tahun 2006
diperkirakan lebih
tinggi dari sasaran
yang ditetapkan dalam
APBN.
Untuk mengendalikan defisit, dan memenuhi kebutuhan pembiayaan yang
lebih besar tersebut, maka dalam tahun 2006 telah dan akan diambil
langkah-langkah kebijakan penyesuaian di sisi pendapatan, belanja, dan
pembiayaan. Di bidang pendapatan negara, akan dilakukan langkahlangkah penyempurnaan administrasi perpajakan, yang meliputi antara lain
intensifikasi dan ekstenfikasi pajak, disertai dengan kegiatan penagihan
aktif dan penegakan hukum, serta pemberantasan penyelundupan, pita
cukai palsu dan rokok tanpa pita cukai. Selain dari langkah-langkah
administrasi perpajakan tersebut, dalam tahun 2006 juga telah dan akan
diambil langkah-langkah kebijakan perpajakan, yang meliputi antara lain
kebijakan peningkatan penghasilan tidak kena pajak (PTKP) sebesar 10
persen, kebijakan penyesuaian harga jual eceran (HJE) rokok sebesar
10 persen pada bulan April 2006, serta kebijakan pemberian berbagai
fasilitas perpajakan.
Langkah-langkah
kebijakan penyesuaian
di sisi pendapatan,
belanja, dan pembiayaan untuk mengendalikan defisit anggaran.
Dengan langkah-langkah administratif dan kebijakan perpajakan
sebagaimana diuraikan di atas, maka sasaran penerimaan pajak dalam
negeri dalam APBN tahun 2006 secara nominal diperkirakan dapat dicapai
atau bahkan dapat ditingkatkan. Oleh karena itu, rasio penerimaan pajak
dalam negeri terhadap PDB (tax ratio) akan diupayakan sesuai dengan
sasaran semula dalam APBN 2006 (sebesar 13,1 persen dari PDB).
Namun, akibat terjadinya kenaikan angka nominal PDB, maka tax ratio
menjadi lebih rendah. Untuk mempertahankan tax ratio yang tetap berarti
diperlukan peningkatan penerimaan pajak secara nominal. Sementara itu,
penerimaan pajak perdagangan internasional (bea masuk), diperkirakan
akan menurun sebagai akibat adanya penurunan tarif dan nilai impor kena
bea masuk (dutiable import) dalam rangka pelaksanaan perjanjian
perdagangan antarnegara. Di bidang penerimaan negara bukan pajak
(PNBP), penerimaan migas diperkirakan akan lebih tinggi, selain
disebabkan oleh meningkatnya rata-rata harga minyak Indonesia dari
Kebijakan di bidang
pendapatan negara.
23
Bab II
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
asumsi semula US$57,0 per barel menjadi US$64,0 per barel, juga karena
PT Pertamina akan memenuhi seluruh sisa kewajiban penyetoran
penerimaan migas tahun 2005.
Kebijakan di bidang
belanja negara.
Pada sisi lain, anggaran belanja pemerintah pusat diperkirakan akan
meningkat, berkaitan dengan meningkatnya beban pembayaran bunga
utang dalam negeri akibat naiknya suku bunga SBI 3 bulan dari perkiraan
semula 9,5 persen menjadi 12,0 persen, dan bertambahnya beban subsidi
akibat lebih tingginya harga minyak mentah. Di lain pihak, menguatnya
nilai tukar rupiah akan berpengaruh pada lebih rendahnya beban
pembayaran bunga utang luar negeri, serta belanja yang bersumber dari
pinjaman proyek. Di samping itu, perubahan anggaran belanja pemerintah
pusat dalam tahun 2006 juga dipengaruhi oleh pelaksanaan dan perubahan
kebijakan, baik yang ditempuh dalam rangka pengelolaan APBN maupun
karena faktor-faktor di luar APBN. Kebijakan-kebijakan tersebut antara
lain meliputi: (i) penambahan anggaran pendidikan, sebagai tindak lanjut
atas putusan Mahkamah Konstitusi; (ii) pembatalan rencana kenaikan
tarif dasar listrik; (iii) ditampungnya tambahan belanja dari luncuran DIPA
2005; (iv) penyediaan alokasi anggaran untuk rehabilitasi dan rekonstruksi
DIY dan Jawa Tengah pasca bencana gempa bumi; (v) tambahan anggaran
subsidi langsung tunai akibat meningkatnya jumlah penduduk miskin; (vi)
tambahan bunga utang sebagai dampak dari kebijakan pengelolaan surat
utang negara, dan penyelesaian SU-002 dan SU-004 antara Pemerintah
dan Bank Indonesia; serta (vii) tambahan belanja dari revisi DIPA pinjaman
dan hibah luar negeri. Sementara itu, pada alokasi belanja untuk daerah,
perubahan terjadi pada alokasi dana bagi hasil (DBH), sejalan dengan
perubahan target penerimaan yang dibagihasilkan, serta adanya usulan
tambahan dana otonomi khusus untuk pembangunan infrastruktur bagi
Provinsi Papua.
Kebijakan di bidang
pembiayaan anggaran.
Peningkatan defisit anggaran menjadi sekitar 1,3 persen terhadap PDB
tersebut akan diupayakan pembiayaannya dari sumber-sumber dalam
negeri antara lain berupa: (i) penggunaan sebagian dana dari saldo rekening
pemerintah; (ii) penambahan penerbitan SUN neto; serta (iii) pemanfaatan
sumber pembiayaan luar negeri, baik dari pinjaman program (program
loan) maupun pinjaman proyek (project loan) secara selektif. Dengan
langkah-langkah kebijakan yang terpadu di berbagai lini tersebut, maka
Pemerintah berkeyakinan pengelolaan APBN 2006 dan keuangan negara
pada umumnya akan tetap dapat dilakukan secara aman dan terkendali
sesuai dengan arah kebijakan fiskal yang ditetapkan dalam APBN 2006.
Secara lebih rinci, besaran perkiraan realisasi dari masing-masing
komponen APBN 2006 sebagaimana tercantum dalam Undang-undang
24
Bab II
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
Nomor 13 Tahun 2005 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
Tahun Anggaran 2006 akan mengalami perubahan menjadi sebagaimana
disusun dan dituangkan dalam Undang-undang Nomor 14 tahun 2006
tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 13 Tahun 2005 tentang
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2006.
Gambaran selengkapnya tentang perkiraan realisasi APBN 2006 dapat
diikuti dalam Tabel II.1.
Tabel II.1
ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA, TAHUN 20061)
(miliar rupiah)
Uraian
A. Pendapatan Negara dan Hibah
I.
Penerimaan Dalam Negeri
1. Penerimaan Perpajakan
a. Pajak Dalam Negeri
b. Pajak Perdagangan Internasional
2. Penerimaan Negara Bukan Pajak
a. Penerimaan SDA
b. Bagian Laba BUMN
c. PNBP Lainnya
II. Hibah
B. Belanja Negara
I.
Belanja Pemerintah Pusat
1. Belanja Pegawai
2. Belanja Barang
3. Belanja Modal
4. Pembayaran Bunga Utang
5. Subsidi
6. Belanja Hibah
7. Bantuan Sosial
8. Belanja Lainnya
II. Belanja Ke Daerah
1. Dana Perimbangan
2. Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian
C. Keseimbangan Primer
D. Surplus/Defisit Anggaran (A - B)
E. Pembiayaan (I + II)
I.
Pembiayaan Dalam Negeri
1. Perbankan dalam negeri
2. Non-perbankan dalam negeri
II. Pembiayaan Luar negeri (neto)
1. Penarikan Pinjaman LN (bruto)
2. Pembayaran Cicilan Pokok Utang LN
APBN
% thd
PDB
APBN-P
% thd
APBN
% thd
PDB
625.237,0
621.605,4
416.313,2
399.321,7
16.991,5
205.292,3
151.641,6
23.278,0
30.372,7
3.631,6
647.667,8
427.598,3
79.896,1
55.180,9
62.952,2
76.629,0
79.510,4
36.930,5
36.499,1
20,6
20,4
13,7
13,1
0,6
6,8
5,0
0,8
1,0
0,1
21,3
14,1
2,6
1,8
2,1
2,5
2,6
1,2
1,2
659.115,2
654.882,3
425.053,1
410.226,4
14.826,7
229.829,3
165.694,9
22.322,5
41.811,9
4.232,9
699.099,1
478.249,3
79.075,3
55.991,8
69.779,7
82.494,7
107.627,6
41.018,2
42.262,1
105,4
105,4
102,1
102,7
87,3
112,0
109,3
95,9
137,7
116,6
107,9
111,8
99,0
101,5
110,8
107,7
135,4
111,1
115,8
21,1
21,0
13,6
13,2
0,5
7,4
5,3
0,7
1,3
0,1
22,4
15,3
2,5
1,8
2,2
2,6
3,5
1,3
1,4
220.069,5
216.592,4
3.477,1
54.198,2
(22.430,8)
22.430,8
50.913,0
23.026,7
27.886,3
(28.482,2)
35.112,4
(63.594,6)
7,2
7,1
0,1
1,8
(0,7)
0,7
1,7
0,8
0,9
(0,9)
1,2
(2,1)
220.849,8
216.797,7
4.052,1
42.510,7
(39.983,9)
39.983,9
55.257,7
17.906,5
37.351,2
(15.273,8)
37.550,4
(52.824,2)
100,4
100,1
116,5
78,4
178,3
178,3
108,5
77,8
133,9
53,6
106,9
83,1
7,1
7,0
0,1
1,4
(1,3)
1,3
1,8
0,6
1,2
(0,5)
1,2
(1,7)
1) Perbedaan satu angka di belakang koma terhadap angka penjumlahan adalah karena pembulatan.
PERKIRAAN PENDAPATAN NEGARA
DAN HIBAH
Perubahan kondisi ekonomi makro seperti pertumbuhan ekonomi yang
melambat, nilai tukar rupiah yang cenderung menguat, suku bunga SBI 3
bulan yang meningkat, harga minyak mentah Indonesia yang lebih tinggi,
dan lifting minyak yang menurun, serta langkah-langkah kebijakan dan
25
Bab II
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
administrasi yang ditempuh dalam tahun 2006, memberikan dampak yang
cukup signifikan terhadap sasaran pendapatan negara dan hibah tahun 2006.
Pendapatan negara dan
hibah diperkirakan
melampaui sasaran
yang ditetapkan dalam
APBN 2006.
Realisasi anggaran pendapatan negara dan hibah hingga akhir tahun 2006
diperkirakan mencapai Rp659.115,2 miliar (21,1 persen terhadap PDB),
yang berarti naik sebesar Rp33.878,2 miliar atau 5,4 persen dari sasaran
yang semula ditetapkan dalam APBN sebesar Rp625.237,0 miliar (20,6
persen terhadap PDB). Perkiraan realisasi pendapatan negara dan hibah
tahun 2006 tersebut, apabila dibandingkan dengan realisasinya dalam tahun
2005 sebesar Rp495.224,4 miliar (18,1 persen terhadap PDB), berarti
mengalami peningkatan sebesar Rp163.890,8 miliar atau 33,1 persen.
Lebih tingginya perkiraan realisasi pendapatan negara dan hibah tahun
2006 tersebut terutama bersumber dari meningkatnya perkiraan realisasi
penerimaan dalam negeri dibandingkan dengan sasaran yang ditetapkan
dalam APBN 2006.
PENERIMAAN DALAM NEGERI
Penerimaan
dalam
negeri diperkirakan
lebih tinggi dari sasaran
yang ditetapkan dalam
APBN 2006.
Realisasi penerimaan dalam negeri tahun 2006 diperkirakan mencapai
Rp654.882,3 miliar atau 21,0 persen terhadap PDB. Jumlah ini berarti
mengalami peningkatan Rp33.276,9 miliar atau 5,4 persen dari sasaran
penerimaan dalam negeri yang ditetapkan dalam APBN 2006 sebesar
Rp621.605,4 miliar (20,4 persen terhadap PDB). Apabila dibandingkan
dengan realisasinya dalam tahun 2005 sebesar Rp493.919,6 miliar (18,1
persen terhadap PDB), maka perkiraan realisasi penerimaan dalam negeri
tahun 2006 tersebut menunjukkan peningkatan sebesar Rp160.962,8 miliar
atau 31,1 persen. Lebih tingginya perkiraan realisasi penerimaan dalam
negeri tahun 2006 tersebut disebabkan oleh lebih tingginya perkiraan
realisasi penerimaan perpajakan, terutama yang bersumber dari
penerimaan Pajak Penghasilan nonmigas, Pajak Pertambahan Nilai dan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah , Pajak Bumi dan Bangunan, cukai,
serta pajak/pungutan ekspor, dan lebih tingginya perkiraan realisasi
penerimaan negara bukan pajak (PNBP) SDA migas dan PNBP lainnya.
PENERIMAAN PERPAJAKAN
Penerimaan perpajakan
merupakan penyumbang terbesar penerimaan dalam negeri.
26
Perkiraan realisasi penerimaan perpajakan mempunyai peranan yang
sangat penting dalam memperkuat kapasitas fiskal dalam pembiayaan
anggaran negara. Hal ini terutama karena (i) penerimaan perpajakan
merupakan penyumbang terbesar penerimaan dalam negeri, yaitu 64,5
persen, sedangkan sisanya sebesar 35,5 persen disumbang oleh PNBP,
dan (ii) penerimaan perpajakan relatif lebih stabil dibandingkan dengan
Bab II
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
PNBP yang cenderung berfluktuasi tergantung kepada faktor-faktor
eksternal, seperti harga minyak mentah dan nilai tukar.
Realisasi penerimaan perpajakan dalam tahun 2006 diperkirakan mencapai
Rp425.053,1 miliar atau 13,6 persen terhadap PDB. Jumlah ini, secara
nominal lebih tinggi Rp8.739,9 miliar atau 2,1 persen bila dibandingkan
dengan sasaran penerimaan perpajakan yang ditetapkan dalam APBN
2006 sebesar Rp416.313,2 miliar (13,7 persen terhadap PDB). Namun,
apabila dilihat rasionya terhadap PDB, perkiraan realisasi penerimaan
perpajakan tersebut justru menunjukkan penurunan. Hal ini terutama karena
perkiraan PDB nominal dalam perkiraan realisasi tahun 2006 jauh lebih
tinggi dibandingkan dengan perkiraan awal PDB nominal yang diasumsikan
dalam APBN 2006, meskipun tingkat pertumbuhan ekonomi riil tahun
2006 diperkirakan justru lebih rendah (dari 6,2 persen menjadi 5,8
persen). Apabila dibandingkan dengan realisasi penerimaan perpajakan
tahun 2005 sebesar Rp347.031,2 miliar (12,7 persen terhadap PDB),
maka perkiraan realisasi penerimaan perpajakan tahun 2006 tersebut
menunjukkan peningkatan sebesar Rp78.021,9 miliar atau 22,5 persen.
Penerimaan perpajakan
diperkirakan lebih tinggi
dari sasaran yang
ditetapkan dalam APBN
2006.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perkiraan realisasi penerimaan
perpajakan dalam tahun 2006 tersebut diantaranya adalah: (i)
perkembangan berbagai variabel ekonomi makro; (ii) berbagai kebijakan
perpajakan yang telah dilakukan, seperti kenaikan PTKP, kenaikan HJE
rokok, dan pemberian fasilitas perpajakan; serta (iii) langkah-langkah
administrasi perpajakan yang telah dan akan dilakukan, seperti intensifikasi
dan ekstensifikasi, modernisasi organisasi, serta penagihan aktif.
Faktor-faktor yang
mempengaruhi perkiraan realisasi penerimaan perpajakan
tahun 2006.
Perkiraan penerimaan perpajakan tersebut terdiri dari pajak dalam negeri
Rp410.226,4 miliar atau 13,2 persen terhadap PDB, dan pajak
perdagangan internasional Rp14.826,7 miliar atau 0,5 persen dari PDB.
Penerimaan pajak dalam negeri tersebut terdiri dari PPh, PPN dan
PPnBM, PBB, BPHTB, cukai, dan pajak lainnya, sedangkan pajak
perdagangan internasional terdiri dari bea masuk dan pajak ekspor.
Penerimaan PPh
Pajak Penghasilan (PPh) hingga saat ini merupakan penyumbang terbesar
bagi penerimaan perpajakan. Dalam tahun 2006, realisasi penerimaan
PPh diperkirakan mencapai Rp213.698,0 miliar atau 6,9 persen terhadap
PDB. Jumlah ini, secara nominal mengalami peningkatan sebesar
Rp2.984,4 miliar atau 1,4 persen bila dibandingkan dengan sasaran
penerimaan PPh yang ditetapkan dalam APBN 2006 sebesar
Rp210.713,6 miliar (6,9 persen terhadap PDB). Apabila dibandingkan
Penerimaan
Pajak
Penghasilan diperkirakan lebih tinggi dari
sasaran yang ditetapkan
dalam APBN 2006.
27
Bab II
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
dengan realisasi penerimaan PPh tahun 2005 yang mencapai Rp175.541,2
miliar (6,4 persen terhadap PDB), maka perkiraan penerimaan PPh tahun
2006 tersebut menunjukkan peningkatan Rp38.156,8 miliar atau 21,7 persen.
Penerimaan
PPh
nonmigas lebih tinggi
dari sasaran yang
ditetapkan dalam APBN
2006.
Lebih tingginya perkiraan realisasi penerimaan PPh dalam tahun 2006
tersebut terutama disebabkan oleh lebih tingginya realisasi penerimaan
PPh nonmigas yang diperkirakan mencapai Rp175.012,0 miliar atau 5,6
persen terhadap PDB. Jumlah ini, berarti meningkat sebesar Rp1.814,5
miliar atau 1,0 persen bila dibandingkan dengan sasaran penerimaan PPh
nonmigas yang ditetapkan dalam APBN 2006 sebesar Rp173.197,5 miliar
(5,7 persen terhadap PDB). Apabila dibandingkan dengan realisasinya
dalam tahun 2005 sebesar Rp140.398,0 miliar (5,1 persen terhadap PDB),
maka perkiraan realisasi penerimaan PPh nonmigas tahun 2006 tersebut
lebih tinggi Rp34.614,0 miliar atau 24,7 persen.
Kebijakan-kebijakan di
bidang PPh non migas.
Lebih tingginya perkiraan realisasi penerimaan PPh nonmigas tahun 2006
tersebut terutama dipengaruhi oleh langkah-langkah administrasi
perpajakan yang telah diambil selama tahun 2006, antara lain berupa: (i)
langkah-langkah ekstensifikasi perpajakan; (ii) langkah-langkah
intensifikasi pemungutan pajak; (iii) penyempurnaan sistem teknologi
informasi; (iv) penyempurnaan manajemen pemeriksaan pajak; (v)
peningkatan penyidikan dan penagihan; serta (vi) penyempurnaan
efektivitas dan efisiensi organisasi. Faktor lain yang juga mempengaruhi
realisasi penerimaan PPh tahun 2006 tersebut adalah penundaan
pelaksanaan amandemen UU PPh dalam tahun 2006, yang meniadakan
potensi kehilangan (potential loss) akibat penurunan tarif dan
penyederhanaan lapisan tarif PPh yang semula telah diperhitungkan pada
saat penyusunan APBN 2006. Di sisi lain, kebijakan di bidang PPh non
migas lebih diarahkan untuk memberikan stimulus fiskal sehingga berpotensi
mengurangi penerimaan PPh nonmigas seperti kenaikan PTKP sebesar
10 persen per 1 Januari 2006.
Penerimaan PPh migas
hampir sama dari
sasaran yang ditetapkan
dalam APBN 2006.
Sementara itu, realisasi penerimaan PPh migas diperkirakan mencapai
Rp38.686,0 miliar atau 1,2 persen dari PDB. Jumlah ini, berarti hampir
sama dengan sasaran penerimaan PPh migas yang ditetapkan dalam APBN
2006 sebesar Rp37.516,1 miliar (1,2 persen terhadap PDB). Namun,
apabila dibandingkan dengan realisasi penerimaan PPh migas tahun 2005
sebesar Rp35.143,2 miliar atau 1,3 persen terhadap PDB, maka perkiraan
penerimaan PPh migas tersebut lebih tinggi Rp3.542,8 miliar atau 10,1
persen. Perkiraan realisasi penerimaan PPh migas tersebut sangat
dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal, diantaranya: (i) lebih rendahnya
perkiraan lifting minyak mentah Indonesia dibandingkan dengan asumsi
yang ditetapkan dalam APBN 2006, yaitu dari 1,050 MBCD menjadi
28
Bab II
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
1,000 MBCD; (ii) perkiraan menguatnya nilai tukar rupiah dibandingkan
dengan asumsi yang ditetapkan dalam APBN 2006, yaitu dari Rp9.900/
US$ menjadi Rp9.300/US$; dan (iii) lebih tingginya perkiraan harga
minyak mentah Indonesia (ICP) dibandingkan dengan asumsinya, yaitu
dari US$ 57,0 per barel menjadi US$ 64,0 per barel.
Penerimaan PPN dan PPnBM
Dalam tahun 2006, realisasi penerimaan PPN dan PPnBM diperkirakan
mencapai Rp132.876,1 miliar atau 4,3 persen terhadap PDB. Jumlah ini,
berarti secara nominal meningkat sebesar Rp4.568,5 miliar atau 3,6
persen bila dibandingkan dengan sasaran penerimaan PPN dan PPnBM
yang ditetapkan dalam APBN 2006 sebesar Rp128.307,6 miliar (4,2
persen terhadap PDB). Apabila dibandingkan dengan realisasi penerimaan
PPN dan PPnBM tahun 2005 yang mencapai Rp101.295,8 miliar (3,7
persen terhadap PDB), maka perkiraan realisasi penerimaan PPN dan
PPnBM tahun 2006 tersebut berarti lebih tinggi Rp31.580,3 miliar atau
31,2 persen.
Penerimaan PPN dan
PPnBM diperkirakan
lebih tinggi dari sasaran
yang ditetapkan dalam
APBN 2006.
Lebih tingginya perkiraan realisasi penerimaan PPN dan PPnBM tahun
2006 tersebut, terutama didukung oleh langkah-langkah penyempurnaan
administrasi perpajakan, seperti antara lain: (i) penyidikan dan penagihan
PPN yang tertunda; (ii) penghitungan kembali atas pajak masukan yang
tidak dapat dikreditkan; serta (iii) peningkatan pelayanan kepada wajib
pajak. Langkah-langkah administratif perpajakan tersebut dapat
mengkompensasi timbulnya potensi kehilangan (potential loss) penerimaan
PPN dan PPnBM, akibat dari berbagai kebijakan stimulus fiskal yang
dikeluarkan oleh Pemerintah sepanjang tahun 2006 seperti: (i) tidak
dikenakannya PPN atas barang-barang hasil pertanian, perkebunan,
kehutanan, peternakan, penangkapan dan hasil budidaya perikanan; (ii)
tidak dikenakannya PPN atas jasa angkutan umum di darat dan di air;
(iii) pemberian fasilitas PPN dibebaskan atas barang kena pajak (BKP)
tertentu yang bersifat strategis, yang diperlukan untuk penanganan bencana
alam nasional; serta (iv) PPN dan PPnBM yang dipungut dapat dimintakan
kembali (restitusi) dalam rangka proyek pembangunan pulau Bintan dan
pulau Karimun. Di samping itu, perkiraan realisasi PPN dan PPnBM juga
dipengaruhi oleh penundaan pelaksanaan amandemen UU PPN dan
PPnBM dalam tahun 2006, yang meniadakan potensi kehilangan (potential
loss) akibat pemberian fasilitas dan penegasan obyek PPN dan PPnBM
yang semula telah diperhitungkan pada saat penyusunan APBN 2006.
Langkah kebijakan dan
administrasi di bidang
PPN dan PPnBM.
29
Bab II
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
Penerimaan PBB dan BPHTB
Penerimaan PBB dan
BPHTB diperkirakan
lebih tinggi dari sasaran
yang ditetapkan dalam
APBN 2006.
Realisasi penerimaan PBB dan bea perolehan atas tanah dan bangunan
(BPHTB) dalam tahun 2006 diperkirakan mencapai Rp22.540,0 miliar
(0,7 persen terhadap PDB). Jumlah ini, berarti Rp1.532,0 miliar atau 7,3
persen lebih tinggi dari sasaran penerimaan PBB dan BPHTB yang
ditetapkan dalam APBN 2006 sebesar Rp21.008,0 miliar (0,7 persen
terhadap PDB). Apabila dibandingkan dengan realisasi penerimaan PBB
dan BPHTB dalam tahun 2005 sebesar Rp19.648,6 miliar (0,7 persen
terhadap PDB), maka jumlah tersebut mengalami kenaikan Rp2.891,3
miliar atau 14,7 persen.
Penerimaan
PBB
diperkirakan lebih tinggi
dari sasaran yang
ditetapkan dalam APBN
2006.
Dari jumlah tersebut, realisasi penerimaan PBB dalam tahun 2006
diperkirakan mencapai Rp18.153,8 miliar (0,6 persen terhadap PDB),
yang berarti naik Rp2.425,9 miliar atau 15,4 persen dari sasaran
penerimaan PBB yang ditetapkan dalam APBN 2006 sebesar Rp15.727,9
miliar (0,5 persen terhadap PDB). Perkiraan realisasi penerimaan PBB
tahun 2006 tersebut, apabila dibandingkan dengan realisasinya dalam tahun
2005 sebesar Rp16.216,7 miliar (0,6 persen terhadap PDB), berarti
mengalami peningkatan Rp1.937,1 miliar atau 11,9 persen. Kenaikan
tersebut terutama bersumber dari peningkatan penerimaan PBB sektor
pertambangan yang merupakan penyumbang terbesar penerimaan PBB.
Di samping itu, perkiraan realisasi penerimaan PBB tersebut juga
dipengaruhi oleh langkah-langkah penyempurnaan terhadap sistem dan
administrasi PBB, seperti program canvasing secara berkesinambungan
dan sistematis yang didukung oleh bank data dan smart mapping data
PBB, peningkatan efektivitas dan efisiensi pemungutan PBB, serta
peningkatan kualitas pelayanan kepada WP melalui peningkatan kinerja
pelayanan satu tempat.
Penerimaan BPHTB
diperkirakan lebih
rendah dari sasaran
yang ditetapkan dalam
APBN 2006.
Sementara itu, realisasi penerimaan BPHTB dalam tahun 2006
diperkirakan mencapai Rp4.386,2 miliar (0,1 persen terhadap PDB).
Jumlah tersebut, berarti Rp893,9 miliar atau 16,9 persen lebih rendah
dari sasaran penerimaan BPHTB yang ditetapkan dalam APBN 2006
sebesar Rp5.280,1 miliar (0,2 persen terhadap PDB). Namun, apabila
dibandingkan dengan realisasi penerimaan BPHTB tahun 2005 sebesar
Rp3.431,9 miliar (0,1 persen terhadap PDB), maka perkiraan realisasi
penerimaan BPHTB tahun 2006 tersebut menunjukkan peningkatan
sebesar Rp954,3 miliar atau 27,8 persen. Faktor utama yang
mempengaruhi perkiraan realisasi penerimaan BPHTB tahun 2006
tersebut, diantaranya adalah perkembangan jumlah transaksi jual beli tanah
dan bangunan yang dalam tahun 2006 diperkirakan lebih rendah bila
30
Bab II
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
dibandingkan dengan transaksi yang sama dalam tahun sebelumnya.
Perkiraan realisasi penerimaan BPHTB tahun 2006 tersebut akan
diupayakan dicapai melalui langkah-langkah peningkatan efektivitas dan
efisiensi pemungutan BPHTB, antara lain dengan memperbaiki koordinasi
antarinstansi yang menangani penerimaan BPHTB, seperti Badan
Pertanahan Nasional (BPN), PPAT/Notaris, dan pemerintah kabupaten/kota.
Penerimaan Cukai dan Pajak Lainnya
Dalam tahun 2006 penerimaan cukai diperkirakan mencapai Rp38.522,6
miliar atau 1,2 persen terhadap PDB. Jumlah ini, berarti lebih tinggi
Rp2.002,9 miliar atau 5,5 persen bila dibandingkan dengan sasaran
penerimaan cukai yang ditetapkan dalam APBN 2006 sebesar Rp36.519,7
miliar (1,2 persen terhadap PDB). Apabila dibandingkan dengan
realisasinya dalam tahun 2005 sebesar Rp33.256,2 miliar (1,2 persen
terhadap PDB), maka perkiraan realisasi penerimaan cukai tahun 2006
tersebut mengalami peningkatan sebesar Rp5.266,4 miliar atau 15,8 persen.
Lebih tingginya perkiraan realisasi penerimaan cukai dalam tahun 2006
tersebut antara lain dipengaruhi oleh kebijakan kenaikan harga jual eceran
(HJE) produk tembakau sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri
Keuangan (PMK) Nomor 16/PMK.04/2006 tentang Kenaikan Harga
Jual Dasar Hasil Tembakau yang diberlakukan pada bulan April 2006. Di
samping itu, peningkatan penerimaan cukai tersebut juga didukung oleh
berbagai langkah administratif yang telah dilaksanakan sejak tahun
sebelumnya, yang dilakukan antara lain melalui: (i) peningkatan operasi
intelijen; (ii) pelaksanaan operasi pasar; (iii) peningkatan audit di bidang
cukai; (iv) personalisasi pita cukai; serta (v) pembaruan dan
penyempurnaan design dan security pita cukai.
Penerimaan cukai
diperkirakan lebih
tinggi dari sasaran yang
ditetapkan dalam APBN
2006.
Selanjutnya, realisasi penerimaan pajak lainnya, yang sebagian besar
berasal dari bea meterai, dalam tahun 2006 diperkirakan mencapai
Rp2.589,7 miliar, atau 0,1 persen terhadap PDB. Jumlah ini berarti
Rp183,1 miliar atau 6,6 persen lebih rendah dari sasaran penerimaan
pajak lainnya yang ditetapkan dalam APBN 2006 sebesar Rp2.772,8
miliar (0,1 persen terhadap PDB). Namun demikian, apabila dibandingkan
dengan realisasinya dalam tahun 2005 sebesar Rp2.050,3 miliar (0,1
persen terhadap PDB), maka perkiraan realisasi penerimaan pajak lainnya
tahun 2006 tersebut berarti mengalami peningkatan sebesar Rp539,4
miliar atau 26,3 persen. Perkiraan realisasi penerimaan pajak lainnya tahun
2006 tersebut selain dipengaruhi oleh jumlah transaksi yang menggunakan
bea meterai juga dipengaruhi oleh upaya pengawasan yang terus-menerus
dilakukan terhadap peredaran meterai palsu.
Penerimaan
pajak
lainnya diperkirakan
lebih rendah dari
sasaran yang ditetapkan
dalam APBN 2006.
31
Bab II
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
Penerimaan Pajak Perdagangan Internasional
Penerimaan
pajak
perdaganan
internasional diperkirakan
lebih rendah dari
sasaran yang ditetapkan
dalam APBN 2006.
Pajak perdagangan internasional terdiri dari bea masuk dan pajak/pungutan
ekspor. Bea masuk merupakan pungutan negara yang dikenakan atas
barang-barang yang masuk ke wilayah pabean Indonesia, sedangkan
pajak/pungutan ekspor merupakan pungutan negara yang dikenakan atas
barang-barang tertentu yang diekspor. Karakteristik pajak perdagangan
internasional hampir sama dengan cukai, yang lebih dititikberatkan pada
fungsi regulasi daripada pengumpulan pendapatan (revenue collection).
Khusus untuk pajak perdagangan internasional lebih ditekankan pada
upaya untuk memfasilitasi perdagangan antarnegara dan perlindungan
konsumen dalam negeri. Dalam tahun 2006, realisasi penerimaan pajak
perdagangan internasional diperkirakan mencapai Rp14.826,7 miliar atau
0,5 persen terhadap PDB. Jumlah ini berarti lebih rendah Rp2.164,8 miliar
atau 12,7 persen dari sasaran penerimaan pajak perdagangan internasional
yang ditetapkan dalam APBN 2006 sebesar Rp16.991,5 miliar (0,6
persen terhadap PDB). Apabila dibandingkan dengan realisasinya dalam
tahun 2005 sebesar Rp15.230,1 miliar, maka perkiraan realisasi pajak
perdagangan internasional dalam tahun 2006 tersebut menunjukkan
penurunan sebesar Rp412,4 miliar atau 2,7 persen. Lebih rendahnya
perkiraan realisasi penerimaan pajak perdagangan internasional dalam
tahun 2006 tersebut, terutama disebabkan oleh tidak tercapainya sasaran
penerimaan bea masuk, sedangkan penerimaan pajak/pungutan ekspor
justru melampaui sasaran yang ditetapkan dalam APBN.
Penerimaan bea masuk
diperkirakan lebih
rendah dari sasaran
yang ditetapkan dalam
APBN 2006.
Dalam tahun 2006, realisasi penerimaan bea masuk diperkirakan mencapai
Rp13.583,0 miliar (0,4 persen terhadap PDB), lebih rendah Rp2.989,6
miliar atau 18,0 persen dari sasaran penerimaan bea masuk yang ditetapkan
dalam APBN 2006 sebesar Rp16.572,6 miliar. Apabila dibandingkan
dengan realisasi penerimaan bea masuk tahun sebelumnya sebesar
Rp14.920,9 miliar (0,5 persen terhadap PDB), maka perkiraan realisasi
penerimaan bea masuk tahun 2006 tersebut menunjukkan penurunan
sebesar Rp1.337,9 miliar, atau 9,0 persen. Lebih rendahnya perkiraan
realisasi penerimaan bea masuk tahun 2006 tersebut, terutama disebabkan
oleh adanya penurunan nilai impor kena bea masuk sebagai akibat
terjadinya berbagai kesepakatan perdagangan antarnegara dan pemberian
berbagai fasilitas kepabeanan.
Penerimaan pajak/
pungutan ekspor diperkirakan lebih tinggi dari
sasaran yang ditetapkan dalam APBN 2006.
Sementara itu, realisasi penerimaan pajak/pungutan ekspor dalam tahun
2006 diperkirakan mencapai Rp1.243,7 miliar, yang berarti lebih tinggi
sebesar Rp824,8 miliar atau 196,9 persen dari sasaran penerimaan pajak/
pungutan ekspor yang ditetapkan dalam APBN 2006 sebesar Rp418,9
32
Bab II
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
miliar. Apabila dibandingkan dengan realisasi penerimaan pajak/pungutan
ekspor tahun sebelumnya sebesar Rp318,2 miliar, maka perkiraan realisasi
penerimaan pajak/pungutan ekspor tahun 2006 tersebut mengalami
peningkatan sebesar Rp925,5 miliar atau 290,9 persen. Lebih tingginya
perkiraan realisasi penerimaan pajak/pungutan ekspor tahun 2006 tersebut
terutama disebabkan oleh adanya penambahan komoditi yang kena pajak/
pungutan ekspor, yaitu komoditi pertambangan batubara sejak awal tahun
2006, yang semula belum diperhitungkan dalam penyusunan APBN 2006.
PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK
Realisasi penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dalam tahun 2006
diperkirakan mencapai Rp229.829,3 miliar atau 7,4 persen terhadap PDB.
Jumlah tersebut, apabila dibandingkan dengan sasaran PNBP yang
ditetapkan dalam APBN 2006 sebesar Rp205.292,3 miliar, berarti lebih
tinggi sebesar Rp24.537,0 miliar atau 12,0 persen. Demikian pula, apabila
dibandingkan dengan realisasinya dalam tahun 2005 sebesar Rp146.888,4
miliar, maka perkiraan realisasi PNBP tahun 2006 tersebut berarti
mengalami peningkatan sebesar Rp82.940,9 miliar atau 56,5 persen.
Lebih tingginya perkiraan realisasi PNBP tahun 2006 tersebut, terutama
disebabkan oleh lebih tingginya perkiraan realisasi PNBP yang berasal
dari sumber daya alam (SDA) baik minyak bumi dan gas alam (migas)
maupun nonmigas, dan PNBP lainnya, sedangkan penerimaan dari bagian
pemerintah atas laba BUMN diperkirakan lebih rendah dari sasaran yang
ditetapkan dalam APBN 2006.
Realisasi PNBP tahun
2006 diperkirakan lebih
tinggi dari sasaran
APBN.
Realisasi penerimaan SDA dalam tahun 2006 diperkirakan mencapai
Rp165.694,9 miliar atau 5,3 persen terhadap PDB. Jumlah tersebut, berarti
meningkat sebesar Rp14.053,3 miliar atau 9,3 persen dari sasaran
penerimaan SDA yang ditetapkan dalam APBN 2006 sebesar
Rp151.641,6 miliar. Demikian pula, apabila dibandingkan dengan
realisasinya dalam tahun 2005 sebesar Rp110.467,3 miliar, maka
perkiraan realisasi penerimaan SDA tahun 2006 meningkat sebesar
Rp55.227,6 miliar atau 50,0 persen. Lebih tingginya perkiraan realisasi
penerimaan SDA tahun 2006 tersebut, terutama disebabkan oleh lebih tingginya
perkiraan penerimaan SDA minyak bumi, dan penerimaan SDA kehutanan.
Realisasi penerimaan
SDA tahun 2006
diperkirakan lebih tinggi
dari sasaran APBN.
Penerimaan SDA minyak bumi dan gas alam (migas) hingga akhir tahun
2006 diperkirakan mencapai Rp159.788,5 miliar atau 5,1 persen terhadap
PDB. Jumlah ini berarti mengalami kenaikan Rp13.554,2 miliar atau 9,3
persen bila dibandingkan dengan sasaran penerimaan SDA migas yang
ditetapkan APBN 2006 sebesar Rp146.234,3 miliar.
Realisasi penerimaan
SDA migas tahun 2006
diperkirakan lebih tinggi
dari sasaran APBN.
33
Bab II
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
Realisasi penerimaan
SDA minyak bumi tahun
2006 diperkirakan lebih
tinggi dari sasaran
APBN.
Dari jumlah tersebut, penerimaan SDA minyak bumi dalam tahun 2006
diperkirakan mencapai Rp122.963,8 miliar atau 3,9 persen dari PDB.
Jumlah ini, secara nominal mengalami peningkatan Rp12.826,0 miliar atau
11,6 persen dari sasaran penerimaan SDA minyak bumi yang ditetapkan
dalam APBN 2006 sebesar Rp110.137,7 miliar. Apabila dibandingkan
dengan realisasinya dalam tahun sebelumnya sebesar Rp72.822,3 miliar,
maka perkiraan realisasi penerimaan SDA minyak bumi tahun 2006
tersebut, berarti meningkat Rp50.141,5 miliar atau 68,9 persen. Lebih
tingginya perkiraan penerimaan SDA minyak bumi tahun 2006 tersebut,
selain berkaitan dengan tingginya harga minyak mentah di pasar
internasional, juga diharapkan berasal dari pembayaran tunggakan PT
Pertamina (Persero) kepada Pemerintah atas kewajiban penyetoran
penerimaan migas dalam tahun 2005 yang tertunda sebesar Rp13.623,9
miliar.
Realisasi penerimaan
SDA gas alam tahun
2006 diperkirakan lebih
rendah dari sasaran
APBN.
Dalam periode yang sama, realisasi penerimaan SDA gas alam diperkirakan
mencapai Rp36.824,7 miliar atau 1,2 persen terhadap PDB. Jumlah ini,
secara nominal mengalami kenaikan Rp728,2 miliar atau 2,0 persen dari
sasaran yang ditetapkan dalam APBN 2006 sebesar Rp36.096,6 miliar.
Lebih tingginya perkiraan realisasi penerimaan SDA gas alam dalam tahun
2006 tersebut, antara lain dipengaruhi oleh kenaikan harga minyak di pasar
internasional yaitu dari US$57 per barel dalam APBN 2006 menjadi
US$64 per barel dalam perkiraan realisasi tahun 2006. Namun demikian,
apabila dibandingkan dengan realisasinya dalam periode yang sama tahun
sebelumnya sebesar Rp30.939,8 miliar, maka perkiraan realisasi penerimaan
SDA gas alam tahun 2006 tersebut mengalami kenaikan Rp5.885,0 miliar
atau 19,0 persen.
Realisasi penerimaan
SDA pertambangan
umum tahun 2006
diperkirakan sama
dengan sasaran APBN.
Sementara itu, realisasi penerimaan SDA pertambangan umum dalam tahun
2006 diperkirakan mencapai Rp3.482,2 miliar, lebih tinggi sebesar
Rp489,1 miliar bila dibandingkan dengan sasaran yang ditetapkan dalam
APBN 2006 sebesar Rp2.993,2 miliar. Perkiraan realisasi penerimaan
SDA pertambangan umum ini, meliputi penerimaan iuran tetap (landrent)
Rp62,8 miliar, dan iuran eksploitasi (royalty) Rp3.419,5 miliar. Apabila
dibandingkan dengan realisasinya dalam tahun 2005 sebesar Rp3.190,5
miliar, maka perkiraan realisasi penerimaan SDA pertambangan umum
tahun 2006 tersebut mengalami peningkatan sebesar Rp291,8 miliar atau
9,1 persen. Lebih tingginya perkiraan realisasi penerimaan SDA
pertambangan umum tahun 2006 ini terutama berkaitan dengan langkah
kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan permudahan perijinan dan
meningkatnya produksi batu bara.
34
Bab II
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
Di sisi lain, realisasi penerimaan SDA kehutanan hingga akhir tahun 2006
diperkirakan mencapai Rp2.010,0 miliar atau 0,1 persen terhadap PDB.
Jumlah ini, secara nominal mengalami peningkatan Rp10,0 miliar atau 0,5
persen dari sasaran yang ditetapkan dalam APBN 2006 sebesar
Rp2.000,0 miliar. Lebih tingginya perkiraan realisasi penerimaan SDA
kehutanan tahun 2006 tersebut, antara lain berkaitan dengan adanya
pembayaran tunggakan (carry over) tahun 2005 sebesar Rp133,3 miliar,
terdiri dari penerimaan provisi sumber daya hutan (PSDH) Rp33,8 miliar,
dan dana reboisasi (DR) Rp99,5 miliar, sebagai akibat dari upaya
pemerintah dalam melaksanakan kebijakan intensifikasi penagihan kepada
pihak ketiga. Sementara itu, lebih tingginya perkiraan realisasi penerimaan
iuran hak pengusahaan hutan (IHPH) berkaitan dengan setoran pungutan
dari penerbitan izin pemanfaatan kayu (IPK) oleh Pemerintah Daerah.
Namun demikian, apabila dibandingkan dengan realisasinya dalam periode
yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp3.249,4 miliar, maka perkiraan
realisasi SDA kehutanan tahun 2006 tersebut mengalami penurunan
Rp1.239,4 miliar atau 38,1 persen. Lebih rendahnya perkiraan realisasi
penerimaan SDA kehutanan tahun 2006 tersebut, terutama berkaitan
dengan kebijakan soft landing jangka pendek yang berdampak pada
penurunan kuota produksi kayu.
Realisasi penerimaan
SDA kehutanan tahun
2006 diperkirakan lebih
tinggi dari sasaran
APBN.
Adapun penerimaan SDA perikanan sampai akhir tahun 2006 diperkirakan
mencapai Rp414,1 miliar, yang berarti sama dengan sasaran SDA
perikanan yang ditetapkan APBN 2006. Namun, apabila dibandingkan
dengan realisasinya dalam tahun sebelumnya sebesar Rp265,4 miliar, maka
perkiraan realisasi penerimaan SDA perikanan tahun 2006 tersebut mengalami
kenaikan Rp148,8 miliar atau 56,1 persen.
Realisasi penerimaan
SDA perikanan tahun
2006 diperkirakan lebih
rendah dari sasaran
APBN.
Sementara itu, realisasi penerimaan bagian pemerintah atas laba Badan
Usaha Milik Negara (BUMN) dalam tahun 2006 diperkirakan mencapai
Rp22.322,5 miliar atau 0,7 persen terhadap PDB. Perkiraan realisasi
penerimaan bagian pemerintah atas laba BUMN tahun 2006 tersebut berarti
lebih rendah sebesar Rp955,5 miliar atau 4,1 persen bila dibandingkan
dengan sasaran penerimaan bagian pemerintah atas laba BUMN yang
ditetapkan dalam APBN 2006 sebesar Rp23.278,0 miliar.
Realisasi penerimaan
bagian Pemerintah atas
laba BUMN tahun 2006
diperkirakan lebih
rendah dari sasaran
APBN.
Lebih rendahnya perkiraan realisasi penerimaan bagian pemerintah atas
laba BUMN tahun 2006 tersebut dipengaruhi terutama oleh lebih
rendahnya perkiraan penarikan dividen PT Pertamina. Dalam APBN
2006, PT Pertamina semula diharapkan memberikan kontribusi terhadap
PNBP berupa dividen sebesar Rp15.530,8 miliar, terdiri dari dividen murni
atas laba tahun 2005 sebesar Rp3.252,8 miliar, dan dividen interim dari
kegiatan public service obligation (PSO) penyediaan dan distribusi BBM
35
Bab II
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
bersubsidi tahun buku 2006 sebesar Rp12.278,0 miliar. Dengan berbagai
pertimbangan, PT Pertamina diperkirakan memberikan sumbangan kepada
PNBP berupa dividen sebesar Rp11.951,0 miliar, yang terdiri dari dividen
murni atas laba tahun 2005 sebesar Rp8.228,0 miliar, dan sisa dividen
atas laba tahun 2004 sebesar Rp3.723,0 miliar. Perkiraan penarikan dividen
dari PT Pertamina sebesar Rp11.951,0 miliar tersebut berarti Rp3.579,8
miliar lebih rendah dari sasaran dividen PT Pertamina yang ditetapkan
dalam APBN 2006 sebesar Rp15.530,8 miliar. Sementara itu, dividen
interim PT Pertamina tahun buku 2006 yang semula ditetapkan sebesar
Rp12.278,0 miliar tidak lagi diperhitungkan dalam perkiraan realisasi tahun
2006. Di sisi lain, penerimaan dividen di luar PT Pertamina hingga akhir
tahun 2006 diperkirakan Rp1.101,8 miliar lebih tinggi dari sasaran yang
ditetapkan dalam APBN 2006 sebesar Rp7.747,2 miliar. Selain itu, perkiraan
realisasi penerimaan dividen dalam tahun 2006 juga menampung kelebihan
surplus Bank Indonesia setelah dikurangi 10 persen sebagai cadangan umum
untuk memenuhi rasio modal terhadap total kewajiban moneter BI sebesar
Rp1.522,5 miliar.
Realisasi PNBP lainnya
tahun 2006 diperkirakan lebih tinggi
dari sasaran APBN
2006.
Penerimaan negara bukan pajak (PNBP) lainnya, yang sebagian besar
berasal dari PNBP kementerian/lembaga hingga akhir tahun 2006
diperkirakan mencapai Rp41.811,9 miliar atau 1,3 persen terhadap PDB.
Perkiraan realisasi PNBP lainnya tahun 2006 tersebut berarti menunjukkan
peningkatan Rp11.439,2 miliar atau 37,7 persen bila dibandingkan dengan
sasaran PNBP lainnya yang ditetapkan dalam APBN 2006 sebesar
Rp30.372,7 miliar. Peningkatan ini terutama berkaitan dengan adanya
beberapa tambahan penerimaan negara bukan pajak yang dalam APBN
2006 belum dianggarkan, yaitu antara lain: (i) penerimaan keuntungan
dari kegiatan usaha minyak bumi akibat selisih nilai Domestic Market
Obligation (DMO) atau perhitungan prorata BBM Rp7.573,8 miliar;
(ii) penerimaan hasil lelang penggunaan pita frekuensi radio 2.1 GHz
(generasi ketiga) Rp1.007,2 miliar yang dikelola oleh Direktorat Jenderal
Pos dan Telekomunikasi; (iii) penerimaan lelang aset bank dalam likuidasi
(BDL) Rp450,9 miliar; dan (iv) pagu penggunaan kembali PNBP
kementerian/lembaga tahun anggaran 2005 yang belum dilaksanakan dan
diluncurkan ke tahun anggaran 2006 Rp1.741,9 miliar.
HIBAH
Sementara itu, realisasi penerimaan hibah hingga akhir tahun 2006
diperkirakan mencapai Rp4.232,9 miliar atau mengalami peningkatan
sebesar Rp601,3 miliar bila dibandingkan dengan sasaran penerimaan
hibah yang dianggarkan dalam APBN 2006 sebesar Rp3.631,6 miliar.
36
Bab II
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
Lebih besarnya perkiraan realisasi penerimaan hibah tahun 2006 tersebut
terutama disebabkan oleh adanya luncuran beberapa proyek yang dibiayai
dari hibah luar negeri yang belum sempat dilaksanakan pada tahun anggaran
2005. Selain itu, peningkatan penerimaan hibah tahun 2006 tersebut juga
disebabkan oleh adanya beberapa revisi DIPA kementerian/lembaga,
terkait dengan rencana penerimaan hibah yang akan dicairkan pada tahun
2006. Perkiraan realisasi pendapatan negara dan hibah tahun 2006 dapat
diikuti dalam Tabel II.2.
Realisasi hibah tahun
2006 diperkirakan lebih
tinggi dari sasaran
APBN.
Tabel II.2
PENDAPATAN NEGARA DAN HIBAH, TAHUN 20061)
(miliar rupiah)
Uraian
I.
Penerimaan Dalam Negeri
1. Penerimaan Perpajakan
a. Pajak Dalam Negeri
i. Pajak penghasilan
1. Migas
2. Non Migas
ii. Pajak pertambahan nilai
iii. Pajak bumi dan bangunan
iv. BPHTB
v. Cukai
vi. Pajak lainnya
b. Pajak Perdagangan Internasional
i. Bea masuk
ii. Pajak/pungutan ekspor
2. Penerimaan Negara Bukan Pajak
a. Penerimaan SDA
i. Migas
- Minyak bumi
- Gas alam
ii. Non Migas
- Pertambangan umum
- Kehutanan
- Perikanan
b. Bagian Laba BUMN
c. PNBP Lainnya
II. Hibah
Jumlah
APBN
% thd
PDB
APBN-P
% thd
APBN
% thd
PDB
621.605,4
416.313,2
399.321,7
210.713,6
37.516,1
173.197,5
128.307,6
15.727,9
5.280,1
36.519,7
2.772,8
16.991,5
16.572,6
418,9
205.292,3
151.641,6
20,4
13,7
13,1
6,9
1,2
5,7
4,2
0,5
0,2
1,2
0,1
0,6
0,5
0,0
6,8
5,0
654.882,3
425.053,1
410.226,4
213.698,0
38.686,0
175.012,0
132.876,1
18.153,8
4.386,2
38.522,6
2.589,7
14.826,7
13.583,0
1.243,7
229.829,3
165.694,9
105,4
102,1
102,7
101,4
103,1
101,0
103,6
115,4
83,1
105,5
93,4
87,3
82,0
296,9
112,0
109,3
21,0
13,6
13,2
6,9
1,2
5,6
4,3
0,6
0,1
1,2
0,1
0,5
0,4
0,0
7,4
5,3
146.234,3
110.137,7
36.096,6
5.407,3
2.993,2
2.000,0
414,1
23.278,0
30.372,7
3.631,6
4,8
3,6
1,2
0,2
0,1
0,1
0,0
0,8
1,0
0,1
159.788,5
122.963,8
36.824,7
5.906,4
3.482,2
2.010,0
414,1
22.322,5
41.811,9
4.232,9
109,3
111,6
102,0
109,2
116,3
100,5
100,0
95,9
137,7
116,6
5,1
3,9
1,2
0,2
0,1
0,1
0,0
0,7
1,3
0,1
625.237,0
20,6
659.115,2
105,4
21,1
1) Perbedaan satu angka di belakang koma terhadap angka penjumlahan adalah karena pembulatan.
PERKIRAAN BELANJA NEGARA
Di bidang belanja negara, pelaksanaan APBN 2006 juga memerlukan
penyesuaian yang cukup signifikan, terutama karena diperlukannya
berbagai tambahan anggaran yang semula belum tertampung dalam
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2005 tentang APBN Tahun Anggaran
2006. Peningkatan anggaran belanja negara tahun 2006 tersebut, selain
disebabkan oleh dampak perubahan berbagai indikator ekonomi makro
dari yang semula diasumsikan dalam APBN 2006, juga disebabkan oleh
adanya langkah-langkah kebijakan penyesuaian yang diambil pemerintah.
Pelaksanaan APBN
2006 memerlukan penyesuaian yang cukup
signifikan terkait perubahan indikator ekonomi makro dan langkahlangkah kebijakan.
37
Bab II
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
Penyesuaian kebijakan tersebut dilakukan dalam rangka mengendalikan
stabilitas perekonomian, memberikan stimulus fiskal, serta memenuhi
amanat Undang-Undang Dasar 1945. Kondisi tersebut pada akhirnya
berimbas kepada peningkatan anggaran belanja pemerintah pusat dan
belanja ke daerah.
Langkah-langkah kebijakan yang telah dan akan dilaksanakan dalam tahun
2006, yang mengakibatkan diperlukannya tambahan anggaran belanja
pemerintah pusat dari yang direncanakan dalam APBN tersebut,
disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut. Pertama, pembatalan rencana
kenaikan tarif dasar listrik (TDL) yang berpengaruh pada kenaikan
anggaran subsidi listrik dalam tahun 2006. Kedua, komitmen pemerintah
dan DPR pada tahun 2005 untuk meluncurkan anggaran dan kegiatan
kementerian/lembaga yang tidak terserap pada tahun 2005 ke tahun 2006.
Ketiga, komitmen pemerintah untuk menambah anggaran pendidikan
untuk memenuhi amanat Undang-Undang Dasar 1945. Keempat, upaya
Pemerintah untuk membantu menanggulangi dampak bencana alam yang
terjadi di beberapa daerah. Kelima, diperlukannya tambahan alokasi dana
subsidi langsung tunai (SLT), berkaitan dengan bertambahnya jumlah
penduduk miskin yang harus diberikan SLT sesuai hasil inventarisasi
(survei) Badan Pusat Statistik. Keenam, kebijakan pengelolaan utang
seperti debt switching, debt buy back, dan penyelesaian SU-002 dan
SU-004 sesuai kesepakatan antara Bank Indonesia dan Pemerintah.
Dengan memperhitungkan berbagai perubahan tersebut di atas, baik pada
belanja pemerintah pusat maupun belanja untuk daerah, maka dalam tahun
2006 jumlah anggaran belanja negara ditetapkan sebesar Rp699.099,1
miliar, yang berarti mengalami peningkatan sebesar Rp51,431,3 miliar
atau 7,9 persen dari pagu anggaran belanja negara yang semula ditetapkan
dalam APBN 2006 sebesar Rp647.667,8 miliar. Peningkatan anggaran
belanja negara tersebut, berasal dari peningkatan anggaran belanja pemerintah
pusat Rp 50.651,0 miliar (111,8 persen), dan belanja ke daerah sebesar
Rp780,3 miliar (0,4 persen).
ANGGARAN BELANJA PEMERINTAH PUSAT
Anggaran belanja pemerintah pusat dalam
tahun 2006 diperkirakan lebih tinggi 11,8
persen dari pagu anggarannya dalam APBN
2006.
38
Berdasarkan perkiraan realisasi belanja pemerintah pusat pada semester
I tahun 2006 dan memperhitungkan perkembangan berbagai aspek yang
dapat mempengaruhi pelaksanaan anggaran belanja pemerintah pusat
dalam semester II tahun 2006, maka dalam keseluruhan tahun 2006
anggaran belanja pemerintah pusat ditetapkan sebesar Rp478.249,3 miliar
atau meningkat Rp50.651,0 miliar (11,8 persen) dari pagu belanja
pemerintah pusat yang ditetapkan dalam APBN 2006. Lebih tingginya
Bab II
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
perkiraan realisasi anggaran belanja pemerintah pusat tahun 2006 tersebut
dipengaruhi oleh dua faktor utama. Pertama, faktor-faktor yang berkaitan
dengan langkah-langkah kebijakan yang diambil pemerintah seperti
luncuran anggaran untuk kegiatan kementerian/lembaga tahun 2005,
tambahan anggaran pendidikan untuk mengakomodasi keputusan
Mahkamah Konstitusi, tambahan anggaran subsidi akibat kebijakan
pembatalan penyesuaian tarif dasar listrik (TDL), pembayaran bunga
utang, serta bantuan pendanaan untuk daerah yang terkena bencana.
Namun demikian, di sisi lain anggaran kementerian/lembaga yang tertuang
dalam DIPA 2006 diperkirakan secara alamiah belum dapat terserap
sepenuhnya. Kedua, faktor perubahan perkiraan realisasi beberapa asumsi
ekonomi makro dalam tahun 2006, seperti harga minyak mentah
Indonesia, nilai tukar rupiah, dan suku bunga SBI-3 bulan.
Apabila dibandingkan dengan realisasi anggaran belanja pemerintah pusat
tahun 2005 sebesar Rp361.155,2 miliar, maka perkiraan realisasi anggaran
belanja pemerintah pusat tahun 2006 tersebut mengalami peningkatan
Rp117.094,1 miliar atau 32,4 persen. Peningkatan ini terutama berkaitan
dengan peningkatan anggaran pada pos-pos belanja kementerian/lembaga,
pembayaran bunga utang, dan pendanaan untuk daerah yang terkena
bencana.
Sesuai dengan format dalam APBN tahun 2006, alokasi anggaran belanja
pemerintah pusat dirinci dalam 3 (tiga) klasifikasi, yaitu alokasi menurut
jenis belanja, organisasi, dan fungsi.
BELANJA PEMERINTAH PUSAT MENURUT JENIS
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2005 tentang APBN
Tahun Anggaran 2006, anggaran belanja pemerintah pusat menurut
jenisnya terdiri dari belanja pegawai Rp79.896,1 miliar, belanja barang
Rp55.180,9 miliar, belanja modal Rp62.952,2 miliar, pembayaran bunga
utang Rp76.629,0 miliar, subsidi Rp79.510,4 miliar, bantuan sosial
Rp36.930,5 miliar, dan belanja lainnya Rp36.499,1 miliar. Sementara
itu, belanja hibah tidak dianggarkan dalam APBN 2006.
Perkiraan realisasi belanja pegawai dalam tahun 2006 ditetapkan
Rp79.075,3 miliar, yang berarti Rp820,8 miliar atau 1,0 persen lebih
rendah dari pagu anggaran belanja pegawai yang dianggarkan dalam
APBN 2006. Lebih rendahnya perkiraan realisasi belanja pegawai tahun
2006 tersebut terutama berkaitan dengan lebih rendahnya perkiraan
realisasi belanja honorarium, vakasi, dan lain-lain. Sementara itu, realisasi
anggaran gaji dan tunjangan diperkirakan mengalami sedikit peningkatan,
Perkiraan realisasi
belanja pegawai dalam
tahun 2006 naik 45,7
persen dari realisasi
anggaran tahun 2005
dalam rangka meningkatkan kesejahteraan
pegawai dalam tahun
2006.
39
Bab II
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
sedangkan realisasi kontribusi sosial diperkirakan sama dengan pagu
anggaran yang ditetapkan dalam APBN 2006. Peningkatan perkiraan
realisasi gaji dan tunjangan terutama terkait dengan kebijakan untuk
memberikan tambahan tunjangan umum bagi pegawai negeri sipil yang
penghasilannya belum mencapai minimal Rp1,0 juta/bulan. Namun
demikian, apabila dibandingkan dengan realisasi belanja pegawai tahun
2005 sebesar Rp54.254,2 miliar, maka belanja pegawai tahun 2006
tersebut menunjukkan peningkatan Rp24.821,1 miliar atau 45,7 persen.
Peningkatan anggaran belanja pegawai tahun 2006 tersebut terutama
disebabkan oleh adanya berbagai kebijakan baru untuk memperbaiki
penghasilan dan kesejahteraan pegawai negeri sipil, anggota TNI/Polri,
dan para pensiunan yang dilakukan dalam tahun 2006. Upaya peningkatan
penghasilan dan kesejahteraan pegawai dalam tahun 2006 tersebut antara
lain diberikan dalam bentuk kenaikan gaji pokok dan pensiun pokok
sebesar 15,0 persen, pemberian tunjangan umum bagi para pegawai yang
tidak menjabat sehingga penghasilan pegawai golongan terendah menjadi
minimal Rp1,0 juta/bulan, kenaikan tunjangan fungsional bagi pegawai
yang memegang jabatan fungsional, kenaikan tunjangan struktural bagi
para pejabat eselon III, IV, dan V, serta kenaikan uang makan/lauk pauk
bagi anggota TNI dan Polri.
Perkiraan realisasi
belanja barang dalam
tahun 2006 diperkirakan lebih rendah 1,5
persen dari pagu
anggarannya dalam
APBN 2006.
40
Sementara itu, perkiraan realisasi belanja barang dalam tahun 2006
ditetapkan Rp55.991,8 miliar, yang berarti Rp810,9 miliar atau 1,5 persen
lebih tinggi dari pagu anggaran yang ditetapkan dalam APBN 2006. Lebih
tingginya belanja barang dalam tahun 2006 tersebut terutama karena
lebih tingginya perkiraan realisasi belanja jasa dalam DIPA 2006. Dari
jumlah belanja barang tahun 2006 tersebut, realisasi belanja barang untuk
kegiatan operasional ditetapkan sebesar Rp31.569,3 miliar, yang berarti
1,1 persen lebih rendah dari pagu anggaran yang ditetapkan dalam APBN
2006. Sementara itu, realisasi belanja jasa ditetapkan sebesar Rp18.370,3
miliar, atau Rp829,5 miliar (4,7 persen) lebih tinggi dari pagu anggaran
yang ditetapkan dalam APBN 2006. Lebih tingginya perkiraan realisasi
belanja jasa tahun 2006 tersebut terutama berkaitan dengan luncuran
anggaran belanja jasa dari DIPA 2005. Sementara itu, perkiraan realisasi
belanja pemeliharaan dan belanja perjalanan masing-masing ditetapkan
Rp2.801,2 miliar dan Rp1.692,6 miliar, yang berarti tidak mengalami
perubahan dari pagu anggaran yang ditetapkan dalam APBN 2006. Apabila
dibandingkan dengan realisasi belanja barang dalam tahun 2005 sebesar
Rp29.171,7 miliar, maka perkiraan realisasi belanja barang dalam tahun
2006 tersebut secara keseluruhan mengalami peningkatan Rp26.820,1
miliar atau 91,9 persen. Peningkatan anggaran belanja barang tahun 2006
ini tidak terlepas dari perkembangan jumlah dan jenis kegiatan yang
Bab II
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
membutuhkan dukungan pembiayaan operasional dan pemeliharaan,
seperti adanya reorganisasi dan pemekaran satuan kerja baru, lebih
baiknya kemampuan daya serap anggaran kementerian/lembaga dalam
tahun 2006 dibandingkan dengan kemampuannya dalam tahun 2005, serta
pengaruh inflasi dalam pembelian barang dan jasa.
Di lain pihak, perkiraan realisasi anggaran belanja modal dalam tahun
2006 ditetapkan sebesar Rp69.779,7 miliar, yang berarti Rp6.827,5 miliar
atau 10,8 persen lebih tinggi dari pagu anggaran yang ditetapkan dalam
APBN 2006. Peningkatan alokasi anggaran belanja modal dalam tahun
2006 tersebut terutama disebabkan oleh adanya luncuran anggaran dari
DIPA tahun 2005, serta adanya tambahan anggaran pendidikan untuk
mendukung peningkatkan akses dan kualitas pendidikan, guna
mengakomodasikan putusan Mahkamah Konstitusi sesuai dengan amanah
Undang-Undang Dasar 1945. Di sisi lain, anggaran belanja modal yang
bersumber dari Pinjaman dan Hibah Luar Negeri (PHLN) diperkirakan
menurun, terutama terkait dengan menguatnya nilai tukar rupiah terhadap
dolar Amerika Serikat, dan kemampuan penyerapannya secara alamiah.
Perkiraan realisasi
belanja modal dalam
tahun 2006 diperkirakan
lebih tinggi 10,8 persen
dari pagu anggarannya
dalam APBN 2006
terutama disebabkan
adanya
luncuran
anggaran dari DIPA
2005 dan tambahan
anggaran pendidikan.
Selanjutnya, apabila dibandingkan dengan realisasi belanja modal tahun
2005 yang mencapai Rp32.888,8 miliar, maka realisasi anggaran belanja
modal tahun 2006 tersebut diperkirakan mengalami peningkatan
Rp36.890,9 miliar atau 112,2 persen. Peningkatan alokasi anggaran
belanja modal dalam tahun 2006 tersebut, terutama berkaitan dengan
perkiraan lebih baiknya daya serap anggaran kementerian/lembaga dalam
tahun 2006, serta adanya anggaran dan kegiatan dalam DIPA 2005 yang
diluncurkan ke tahun 2006. Peningkatan alokasi anggaran belanja modal
tahun 2006 tersebut diharapkan dapat mendukung percepatan
pembangunan dan pertumbuhan ekonomi nasional.
Perkiraan realisasi pembayaran bunga utang, hingga akhir tahun 2006
ditetapkan sebesar Rp82.494,7 miliar, yang berarti Rp5.865,7 miliar atau
7,7 persen lebih tinggi dari pagu anggaran bunga utang yang ditetapkan
dalam APBN 2006. Peningkatan beban pembayaran bunga utang tahun
2006 tersebut terutama bersumber dari pembayaran bunga utang dalam
negeri, walaupun pada saat yang sama beban bunga utang luar negeri
diperkirakan justru mengalami penurunan. Sementara itu, apabila
dibandingkan dengan realisasinya dalam tahun 2005 sebesar Rp65.199,6
miliar, perkiraan realisasi pembayaran bunga utang dalam tahun 2006
tersebut mengalami peningkatan sebesar Rp17.295,1 miliar atau 26,5
persen. Peningkatan ini terutama bersumber dari lebih tingginya perkiraan
realisasi pembayaran bunga utang dalam negeri, antara lain karena naiknya
Perkiraan realisasi
pembayaran bunga
utang dalam APBN 2006
diperkira-kan naik 7,7
persen dari pagu
anggarannya dalam
APBN 2006.
41
Bab II
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
suku bunga SBI-3 bulan, adanya kebijakan pengelolaan utang, dan
penyelesaian SU-002 dan SU-004.
Perkiraan realisasi pembayaran bunga utang dalam negeri dalam tahun
2006 ditetapkan sebesar Rp58.154,8 miliar, yang berarti menunjukkan
peningkatan sebesar Rp9.544,2 miliar atau 19,6 persen bila dibandingkan
dengan pagu anggaran yang ditetapkan dalam APBN 2006 sebesar
Rp48.610,6 miliar. Sementara itu, apabila dibandingkan dengan realisasinya
dalam tahun 2005, maka perkiraan realisasi pembayaran bunga utang dalam
negeri tahun 2006 tersebut menunjukkan peningkatan Rp15.154,8 miliar atau
sekitar 35,2 persen. Hal ini selain disebabkan oleh lebih tingginya perkiraan
suku bunga SBI-3 bulan (dari 9,5 persen menjadi 12,0 persen), juga
diakibatkan oleh adanya program debt switching yang dilakukan dalam
tahun 2006, tambahan penerbitan SUN, serta konsekuensi penyelesaian
SU-002 dan SU-004 antara Pemerintah dengan Bank Indonesia.
Sementara itu, beban pembayaran bunga utang luar negeri dalam tahun
2006 diperkirakan sebesar Rp24.339,9 miliar atau 13,1 persen lebih
rendah dari pagu anggaran bunga utang luar negeri yang ditetapkan dalam
APBN 2006. Lebih rendahnya perkiraan beban pembayaran bunga utang
luar negeri tahun 2006 tersebut terutama disebabkan oleh menguatnya
nilai tukar rupiah. Sebaliknya, apabila perkiraan realisasi pembayaran
bunga utang luar negeri tahun 2006 tersebut dibandingkan dengan
realisasinya dalam tahun 2005 sebesar Rp22.199,6 miliar, berarti
menunjukkan peningkatan Rp2.140,3 miliar atau sekitar 9,6 persen. Hal
ini terjadi karena perhitungan bunga pada tahun 2005 memperhitungkan
adanya moratorium utang.
Realisasi pembayaran
subsidi dalam tahun
2006 diperkirakan naik
35,4 persen dari pagu
anggarannya dalam
tahun 2006 disebabkan
oleh kenaikan beban
subsidi BBM dan
subsidi listrik.
Dalam tahun 2006, beban anggaran subsidi ditetapkan sebesar
Rp107.627,6 miliar, yang berarti mengalami peningkatan sebesar
Rp28.117,2 miliar, atau 35,4 persen bila dibandingkan dengan pagu
anggaran subsidi yang ditetapkan dalam APBN 2006. Peningkatan beban
anggaran subsidi dalam tahun 2006 tersebut terutama disebabkan oleh
naiknya beban subsidi listrik sebagai konsekuensi dari kebijakan
pembatalan rencana kenaikan tarif dasar listrik (TDL), serta meningkatnya
beban subsidi BBM antara lain berkaitan dengan lebih tingginya perkiraan
harga minyak mentah Indonesia. Sementara itu, apabila dibandingkan
dengan realisasi pengeluaran subsidi dalam tahun 2005 sebesar
Rp120.765,3 miliar, maka perkiraan beban anggaran subsidi tahun 2006
tersebut mengalami penurunan sebesar Rp13.137,8 miliar atau 10,9
persen, yang disebabkan terutama oleh lebih rendahnya beban subsidi BBM.
Dari keseluruhan beban anggaran subsidi tahun 2006 tersebut, beban
subsidi BBM (yang disalurkan melalui PT Pertamina) hingga akhir tahun
42
Bab II
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
2006 ditetapkan sebesar Rp64.212,1 miliar, atau mengalami peningkatan
sebesar Rp9.936,0 miliar atau 18,3 persen dari pagu anggaran subsidi
BBM yang ditetapkan dalam APBN 2006. Peningkatan beban subsidi
BBM tahun 2006 tersebut selain berkaitan dengan meningkatnya perkiraan
harga minyak mentah Indonesia dari US$57 per barel pada saat
penyusunan APBN 2006 menjadi US$64 per barel pada perkiraan realisasi
tahun 2006, juga berkenaan dengan perubahan pola perhitungan subsidi
BBM, dari sistem neto, yaitu dengan memperhitungkan penerimaan yang
berasal dari selisih minyak mentah prorata (prorata adjustment) sebagai
faktor pengurang subsidi BBM pada saat penetapan APBN 2006, menjadi
sistem bruto, yaitu dengan tidak memperhitungkan penerimaan dari selisih
minyak mentah prorata (yang diperhitungkan pada PNBP lainnya) dalam
perhitungan perkiraan realisasi tahun 2006. Apabila dibandingkan dengan
realisasi subsidi BBM tahun 2005 sebesar Rp104.777,0 miliar, maka
perkiraan beban anggaran subsidi BBM tahun 2006 tersebut lebih rendah
sebesar Rp40.564,9 miliar atau sekitar 38,7 persen. Hal ini selain dipengaruhi
oleh perkiraan menguatnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika
Serikat, juga berkaitan dengan perkiraan menurunnya volume konsumsi
BBM yang disubsidi, sehubungan dengan berkurangnya jenis BBM yang
disubsidi.
Sementara itu, subsidi listrik yang disalurkan melalui PT. PLN dalam APBNP 2006 diperkirakan sebesar Rp31.246,0 miliar, yang berarti mengalami
peningkatan sebesar Rp16.246,0 miliar atau 108,3 persen bila dibandingkan
dengan pagu alokasi subsidi listrik yang dianggarkan dalam APBN 2006
sebesar Rp17.000,0 miliar (termasuk Rp2.000,0 miliar yang ditampung pada
pos cadangan umum). Peningkatan tersebut terutama disebabkan
dibatalkannya rencana kenaikan TDL yang diasumsikan dalam APBN 2006.
Sementara itu, anggaran subsidi pangan (yang disalurkan melalui Perum
Bulog) dalam rangka membiayai program beras untuk rakyat miskin (Raskin)
dan anggaran biaya perawatan beras dalam APBN-P tahun 2006
direncanakan sebesar Rp5.965,2 miliar atau mengalami kenaikan sebesar
Rp395,0 miliar (7,1 persen) bila dibandingkan dengan pagu alokasi subsidi
pangan yang dianggarkan dalam APBN 2006 sebesar Rp5.570,2 miliar.
Selanjutnya, beban anggaran subsidi pupuk (yang disalurkan melalui beberapa
BUMN produsen pupuk) dalam APBN-P tahun 2006 ditetapkan sebesar
Rp4.182,0 miliar, yang berarti mengalami peningkatan sebesar Rp1.177,6
miliar. Peningkatan alokasi anggaran tersebut digunakan untuk pengadaan
cadangan beras pemerintah (CBP), sekitar 92,4 ribu ton untuk menggantikan
CBP yang telah digunakan atau 39,2 persen bila dibandingkan dengan subsidi
pupuk yang dibebankan dalam APBN 2006 yang berjumlah Rp3.004,4 miliar.
Lebih tingginya beban anggaran subsidi pupuk dari pagunya dalam APBN
2006 tersebut, terutama berkaitan dengan perubahan skim subsidi khususnya
43
Bab II
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
urea, dari subsidi harga gas sebagai bahan baku pupuk menjadi subsidi harga
output.
Sementara itu, beban anggaran subsidi benih (yang disalurkan melalui PT
Sang Hyang Seri, PT Pertani dan UPT Departemen Kelautan dan
Perikanan) dalam tahun 2006 ditetapkan mengalami perubahan dari yang
dianggarkan dalam APBN 2006, yaitu sebesar Rp185,0 miliar, menjadi
Rp255,0 miliar dalam APBN-P 2006, atau mengalami kenaikan sebesar
Rp70,0 miliar (60,9 persen).
Sedangkan beban anggaran subsidi/bantuan untuk beberapa BUMN yang
mendapat penugasan pelayanan publik (public service obligation/PSO)
dalam APBN-P 2006, mengalami kenaikan sebesar Rp380,0 Miliar (43,9
persen) dari yang ditetapkan dalam APBN 2006. Peningkatan tersebut
terutama disebabkan oleh (i) rencana peningkatan volume layanan, terutama
untuk PT KAI dan PT PELNI, dan (ii) adanya alokasi untuk beberapa
BUMN yang dalam APBN 2006 tidak dialokasikan PSO. Anggaran bantuan
PSO dalam APBN-P tahun 2006 tersebut dialokasikan masing-masing untuk
PT Kereta Api sebesar Rp450,0 Miliar, PT Posindo sebesar Rp115,0 miliar,
PT Pelni sebesar Rp650,0, PT ASDP sebesar Rp7,5 Miliar, Perum Damri
sebesar Rp1,5 Miliar, Perum Perumnas sebesar Rp10,0 Miliar, Perum Jasa
Tirta I sebesar Rp4,0 Miliar, dan Perum Jasa Tirta II sebesar Rp7,0 Miliar.
Di sisi lain, sebagai akibat dari lebih tingginya suku bunga SBI-3 bulan,
sesuai dari yang diasumsikan dalam APBN 2006 sebesar rata-rata 9,5 persen
menjadi rata-rata 12,0 persen, maka beban anggaran subsidi bunga kredit
program (yang disalurkan melalui lembaga keuangan milik negara dan
swasta) dalam APBN-P 2006 ditetapkan sebesar Rp522,2 Miliar. Jumlah
ini, berarti mengalami penurunan sebesar Rp87,4 miliar, atau 16,3 persen
dari pagu anggaran subsidi kredit program yang ditetapkan dalam APBN
2006 sebesar Rp609,7 miliar.
Realisasi anggaran
bantuan sosial diperkirakan lebih tinggi dari
pagu anggarannya dalam APBN 2006 terkait
rencana Pemerintah
untuk
menambah
anggaran penanggulangan bencana alam.
44
Selanjutnya, alokasi anggaran bantuan sosial dalam tahun 2006 ditetapkan
sebesar Rp41.018,2 miliar, yang berarti mengalami peningkatan sebesar
Rp4.087,7 miliar atau 11,1 persen dari pagu anggaran bantuan sosial yang
ditetapkan dalam APBN 2006 sebesar Rp36.930,5 miliar. Peningkatan
alokasi anggaran bantuan sosial tahun 2006 tersebut terutama berkaitan
dengan adanya rencana tambahan anggaran untuk penanggulangan bencana
alam sebesar Rp2.400,0 miliar. Sementara itu, alokasi anggaran belanja
untuk bantuan sosial yang disalurkan melalui kementerian/lembaga dalam
keseluruhan tahun 2006 diperkirakan mengalami peningkatan sebesar
Rp17.336,7 miliar (83,4 persen) dari pagu alokasinya dalam APBN 2006
sebesar Rp36.930,5 miliar menjadi Rp38.118,2 miliar, terutama berkaitan
dengan adanya luncuran dari DIPA 2005. Apabila dibandingkan dengan
realisasi bantuan sosial tahun 2005 yang mencapai Rp24.903,5 miliar,
maka perkiraan anggaran bantuan sosial tahun 2006 tersebut berarti lebih
Bab II
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
tinggi sebesar Rp16.114,7 miliar atau 64,7 persen. Peningkatan anggaran
bantuan sosial tahun 2006 yang cukup tinggi ini, selain disebabkan oleh
lebih tingginya alokasi untuk bantuan sosial bidang kesehatan dan
pendidikan, juga berkaitan dengan lebih baiknya daya serap belanja
kementerian/lembaga dalam tahun 2006.
Akhirnya, alokasi anggaran belanja lain-lain dalam tahun 2006 mencapai
Rp42.262,1 miliar, yang berarti meningkat Rp5.763,0 miliar atau 15,8
persen dari pagu anggaran belanja lain-lain yang ditetapkan dalam APBN
2006 sebesar Rp36.499,1 miliar. Alokasi anggaran belanja lain-lain dalam
tahun 2006 tersebut, berarti mengalami peningkatan sebesar Rp8.290,0
miliar atau 24,4 persen dari realisasinya dalam tahun 2005 sebesar
Rp33.972,1 miliar. Peningkatan alokasi anggaran belanja lain-lain dalam
tahun 2006 tersebut diantaranya diperlukan guna menampung tambahan
anggaran untuk: (i) revisi DIPA yang bersumber dari Pinjaman dan Hibah
Luar Negeri; (ii) subsidi langsung tunai; (iii) rehabilitasi dan rekonstruksi
DIY dan Jawa Tengah; serta (iv) kekurangan pembayaran subsidi listrik
dan subsidi pupuk tahun 2005. Namun demikian, pada sisi lain alokasi
dana cadangan umum untuk mengantisipasi ketidaksesuaian asumsi
ekonomi makro dan pelaksanaan dari langkah-langkah kebijakan dengan
perencanaannya (policy measures) dalam APBN 2006 diperkirakan
mengalami penurunan, dalam rangka mengendalikan defisit anggaran dalam
tahun 2006. Selanjutnya dalam Tabel II.3 dapat dilihat perkiraan realisasi
anggaran belanja pemerintah pusat menurut jenis dalam tahun 2006.
Realisasi belanja lainlain dalam tahun 2006
diperkirakan lebih
tinggi dari pagu
anggarannya dalam
tahun 2006.
Tabel II.3
ANGGARAN BELANJA PEMERINTAH PUSAT MENURUT JENIS, TAHUN 20061)
(miliar rupiah)
Uraian
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
APBN
% thd
PDB
APBN-P
% thd
APBN
% thd
PDB
Belanja Pegawai
Belanja Barang
Belanja Modal
Pembayaran Bunga Utang
i. Utang Dalam Negeri
ii. Utang Luar Negeri
Subsidi
i. Perusahaan Negara
a. Lembaga Keuangan
b. Lembaga Non Keuangan
ii. Perusahaan Swasta
Belanja Hibah
Bantuan Sosial
i. Penanggulangan Bencana
ii. Bantuan yang diberikan oleh K/L
Belanja Lainnya
79.896,1
55.180,9
62.952,2
76.629,0
48.610,6
28.018,4
79.510,4
79.435,7
535,0
78.900,7
74,7
36.930,5
500,0
36.430,5
36.499,1
2,6
1,8
2,1
2,5
1,6
0,9
2,6
2,6
0,0
2,6
0,0
1,2
0,0
1,2
1,2
79.075,3
55.991,8
69.779,7
82.494,7
58.154,8
24.339,9
107.627,6
107.552,9
447,6
107.105,3
74,7
41.018,2
2.900,0
38.118,2
42.262,1
99,0
101,5
110,8
107,7
119,6
86,9
135,4
135,4
83,7
135,7
100,0
111,1
580,0
104,6
115,8
2,5
1,8
2,2
2,6
1,9
0,8
3,5
3,4
0,0
3,4
0,0
1,3
0,1
1,2
1,4
Jumlah
427.598,3
14,1
478.249,3
111,8
15,3
1) Perbedaan satu angka di belakang koma terhadap angka penjumlahan adalah karena pembulatan.
45
Bab II
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
BELANJA PEMERINTAH PUSAT
MENURUT ORGANISASI
Berdasarkan pengelola bagian anggarannya (BA), alokasi anggaran belanja
pemerintah pusat terdiri dari: (i) alokasi anggaran pada bagian anggaran
kementerian/lembaga (K/L) sebesar Rp204.236,7 miliar, dan (ii) alokasi
anggaran pada bagian anggaran pembiayaan dan perhitungan (APP)
Rp223.361,6 miliar. Dalam APBN-P tahun 2006 realisasinya masingmasing alokasi anggaran tersebut ditetapkan sebesar Rp214.377,6 miliar
dan Rp263.871,7 miliar.
Realisasi
bagian
Anggaran K/L yang
diperkirakan relatif
cukup tinggi.
Dari total alokasi anggaran pada bagian anggaran K/L tahun 2006 tersebut,
terdapat 4 (empat) bagian angaran K/L yang perkiraan realisasi
anggarannya secara persentase terhadap alokasinya dalam APBN 2006
relatif cukup tinggi. Keempat bagian anggaran K/L tersebut adalah Badan
Standarisasi Nasional, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI),
Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi NAD dan Nias (BRR NAD-Nias),
dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang masing-masing
realisasinya diperkirakan mencapai 164,8 persen, 150,0 persen, 127,5
persen, dan 128,0 persen dari pagunya dalam APBN 2006. Lebih
tingginya perkiraan realisasi bagian anggaran K/L dalam tahun 2006
tersebut antara lain disebabkan oleh adanya (i) realisasi anggaran dan
kegiatan dalam DIPA 2005 yang diluncurkan ke tahun 2006; (ii) revisi
DIPA PHLN tahun 2006; (iii) tambahan pagu penggunaan PNBP sesuai
target penerimaannya; dan (iv) penambahan alokasi anggaran pendidikan.
Realisasi anggaran
Departemen
Pendidikan
Nasional
dalam tahun 2006
diperkirakan naik dari
pagu anggarannya
dalam APBN 2006
diantaranya disebabkan oleh tambahan
anggaran pendidikan.
Dari beberapa kementerian/lembaga yang pagu anggarannya secara
nominal relatif besar dapat dijelaskan sebagai berikut. Anggaran belanja
Departemen Pendidikan Nasional dalam tahun 2006 ditetapkan sebesar
Rp40.125,2 miliar, yang berarti meningkat Rp3.369,4 miliar atau 9,2 persen
dari pagu anggaran yang ditetapkan dalam APBN 2006. Perubahan
anggaran tersebut berkaitan dengan : (i) perkiraan tidak terserapnya secara
alamiah dalam DIPA 2006, (ii) adanya tambahan anggaran untuk
pendidikan sekitar Rp3.500,0 miliar, di luar tambahan anggaran pendidikan
melalui Departemen Agama sekitar Rp1.000,0 miliar guna memenuhi
amanat Undang-Undang Dasar 1945, dan (iii) adanya realisasi DIPA
luncuran tahun 2005.
Dalam tahun 2006, anggaran Departemen Pertahanan ditetapkan sebesar
Rp27.484,1 miliar, atau turun Rp745,1 miliar (2,6 persen) dari pagu
alokasi anggaran yang ditetapkan dalam dalam APBN 2006. Penurunan
ini terutama disebabkan oleh perkiraan tidak maksimalnya penyerapan
46
Bab II
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
anggaran Departemen Pertahanan yang tertuang dalam DIPA 2006,
termasuk karena menguatnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika
Serikat.
Selanjutnya, alokasi anggaran belanja Departemen Pekerjaan Umum dalam
tahun 2006 ditetapkan sebesar Rp21.299,7 miliar, yang berarti mengalami
peningkatan sebesar Rp3.285,9 miliar atau 18,2 persen dari pagu anggaran
yang ditetapkan dalam APBN 2006. Perubahan alokasi anggaran ini
bersumber dari: (i) perkiraan tidak terserapnya secara alamiah (termasuk
oleh menguatnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat)
keseluruhan anggaran Departemen Pekerjaan Umum dalam DIPA 2006;
(ii) adanya realisasi DIPA luncuran tahun 2005; (iii) revisi DIPA PHLN
2006; dan (iv) tambahan alokasi untuk kegiatan yang mendesak.
Sementara itu, alokasi anggaran belanja untuk Kepolisian Negara Republik
Indonesia dalam APBN-P tahun 2006 ditetapkan sebesar Rp16.618,3
miliar, yang berarti menurun sebesar Rp160,0 miliar atau 1,0 persen dari
pagu anggaran yang ditetapkan dalam APBN 2006. Perubahan anggaran
ini terutama disebabkan dari perkiraan kemampuan penyerapan secara
alamiah (termasuk oleh menguatnya nilai tukar Rupiah terhadap dolar
Amerika Serikat) keseluruhan anggaran Kepolisian Negara Republik
Indonesia dalam DIPA 2006.
Dalam perkiraan realisasi tahun 2006, alokasi anggaran untuk Departemen
Kesehatan ditetapkan sebesar Rp14.291,4 miliar, yang berarti naik
Rp767,8 miliar atau 5,7 persen dari pagu alokasi anggaran yang ditetapkan
dalam APBN 2006. Perubahan alokasi anggaran tersebut terutama
disebabkan antara lain oleh: (i) kemampuan penyerapan alamiah anggaran
Departemen Kesehatan dalam DIPA 2006, (ii) adanya realisasi DIPA
luncuran 2005, dan (iii) adanya tambahan anggaran untuk kegiatan yang
bersifat mendesak
Sementara itu, alokasi anggaran Departemen Agama dalam pelaksanaan
tahun 2006 mengalami perubahan menjadi Rp10.901,7 miliar, yang berarti
naik sebesar Rp1.180,7 miliar atau 12,1 persen dari pagu alokasi anggaran
yang ditetapkan dalam APBN 2006. Perubahan alokasi anggaran ini antara
lain bersumber dari: (i) tambahan anggaran pendidikan Rp1.000,0 miliar
(di luar yang dialokasikan untuk tambahan di Departemen Pendidikan
Nasional sebesar Rp3.500,0 miliar); (ii) perkiraan tidak terserapnya secara
alamiah keseluruhan anggaran Departemen Agama dalam DIPA 2006;
(iii) adanya realisasi DIPA luncuran tahun 2005, dan (iv) ditampungnya
indirect cost Badan Penyelenggara Ibadah Haji (BPIH).
Realisasi anggaran
Departemen Agama
dalam tahun 2006
diperkirakan naik dari
pagu ang-garannya
dalam APBN 2006
disebabkan antara lain
adanya tambahan
anggaran pendidikan.
47
Bab II
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
Selain perubahan alokasi anggaran pada beberapa kementerian/lembaga
tersebut di atas, dalam perkiraan realisasi tahun 2006 alokasi anggaran
pada kementerian/lembaga lainnya juga mengalami perubahan. Perubahan
perkiraan alokasi anggaran pada kementerian/lembaga tersebut selain
berkaitan dengan adanya realisasi DIPA luncuran tahun 2005, pada
umumnya juga dipengaruhi oleh perkiraan tidak terserapnya secara alamiah
anggaran kementerian/lembaga dalam DIPA 2006, serta adanya revisi
DIPA PHLN 2006.
Realisasi
Bagian
Anggaran Pembiayaan
dan
Perhitungan
diperkirakan lebih tinggi
dari pagu anggarannya
dalam APBN 2006.
Sementara itu, alokasi anggaran pada bagian anggaran pembiayaan dan
perhitungan dalam tahun 2006 sebesar Rp263.871,7 miliar, terdiri dari
(i) BA 61 - cicilan dan bunga utang sebesar Rp82.555,2 miliar atau 107,5
persen dari pagu alokasi anggaran yang ditetapkan dalam APBN 2006;
(ii) BA 62 - subsidi dan transfer lainnya sebesar Rp138.809,4 miliar atau
121,1 persen dari pagu alokasi anggaran yang ditetapkan dalam APBN
2006; dan (iii) BA 69 - belanja lain-lain sebesar Rp42.507,1 miliar atau
133,2 persen dari pagu alokasi anggaran yang ditetapkan dalam APBN
2006.
Lebih tingginya perkiraan realisasi BA 61 dari pagu alokasi anggaran yang
ditetapkan dalam APBN 2006 tersebut, antara lain berasal dari peningkatan
beban anggaran pembayaran bunga utang dalam negeri, khususnya terkait
dengan perkiraan lebih tingginya tingkat suku bunga SBI 3 bulan, dan
tambahan beban bunga akibat tambahan penerbitan SUN. Sedangkan
lebih tingginya perkiraan realisasi BA 62 dari pagu alokasi anggaran yang
ditetapkan dalam APBN 2006 tersebut, terutama berasal dari kenaikan
beban anggaran subsidi listrik dan subsidi BBM. Selanjutnya, lebih
tingginya perkiraan realisasi BA 69 dari pagu alokasi anggaran yang
ditetapkan dalam APBN 2006 tersebut, antara lain bersumber dari adanya
tambahan anggaran untuk: (i) program Subsidi Langsung Tunai (SLT);
sebagai akibat bertambahnya jumlah keluarga miskin yang menerima
bantuan; (ii) pendanaan rehabilitasi dan rekonstruksi DIY dan Jateng akibat
bencana gempa bumi yang terjadi pada akhir Mei 2006; serta (iii)
kekurangan pembayaran subsidi listrik dan pupuk tahun 2005. Selanjutnya
dalam Tabel II.4 dapat dilihat perkiraan realisasi anggaran belanja
pemerintah pusat menurut klasifikasi organisasi dalam tahun 2006.
48
Bab II
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
Tabel II.4
BELANJA PEMERINTAH PUSAT MENURUT ORGANISASI, TAHUN 2006 1)
(miliar rupiah)
KODE
1
KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT
2
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
4
BADAN PEMERIKSA KEUANGAN
5
MAHKAMAH AGUNG
6
APBN 2006
(UU No.13/2005)
APBN-P
(UU No. 14/2006
% thd
APBN
% thd
PDB
146,6
161,4
110,1
1.183,0
1.184,5
100,1
614,8
658,7
107,2
0,0
0,0
2.182,2
2.047,3
93,8
0,1
0,0
KEJAKSAAN AGUNG
1.506,4
1.512,4
100,4
0,0
7
KEPRESIDENAN / SEKRETARIAT NEGARA
1.370,2
761,2
55,6
0,0
8
WAKIL PRESIDEN
217,9
222,9
102,3
0,0
1.446,5
123,1
0,0
11
DEPARTEMEN LUAR NEGERI
4.747,1
4.096,3
86,3
0,1
12
10
DEPARTEMEN PERTAHANAN
28.229,2
27.484,1
97,4
0,9
13
DEPARTEMEN DALAM NEGERI
1.174,6
DEPARTEMEN HUKUM DAN HAM
3.376,9
3.511,5
104,0
15
DEPARTEMEN KEUANGAN
6.617,9
6.301,8
95,2
0,2
18
DEPARTEMEN PERTANIAN
6.285,1
5.916,2
94,1
0,2
19
0,1
DEPARTEMEN PERINDUSTRIAN
1.044,7
1.247,0
119,4
20
DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
5.382,4
5.394,8
100,2
0,2
22
DEPARTEMEN PERHUBUNGAN
8.452,3
8.881,0
105,1
0,3
23
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL
36.755,9
40.125,3
109,2
1,3
24
DEPARTEMEN KESEHATAN
13.523,6
14.291,4
105,7
0,5
25
DEPARTEMEN AGAMA
9.720,9
10.901,7
112,1
0,3
26
DEPARTEMEN TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI
2.163,7
2.253,6
104,2
0,1
27
DEPARTEMEN SOSIAL
2.255,6
2.344,3
0,0
103,9
0,1
29
DEPARTEMEN KEHUTANAN
1.797,9
1.829,3
101,7
0,1
32
DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN
2.646,6
2.836,7
107,2
0,1
33
DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM
18.013,8
21.299,7
118,2
0,7
88,7
88,6
99,9
0,0
104,7
96,3
91,9
0,0
34
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG POLITIK, HUKUM DAN KEAMANAN
35
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN
36
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT
76,5
117,7
153,8
40
DEPARTEMEN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA
626,7
656,5
104,7
0,0
41
KEMENTERIAN BADAN USAHA MILIK NEGARA
204,5
198,8
97,2
0,0
42
KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI
276,5
432,3
156,3
0,0
43
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP
401,0
363,5
90,6
0,0
44
KEMENTERIAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH
938,6
1.006,7
107,3
0,0
47
KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN
132,3
135,6
102,5
0,0
0,0
48
KEMENTERIAN PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA
209,9
195,9
93,3
0,0
50
BADAN INTELIJEN NEGARA
899,0
978,5
108,8
0,0
51
LEMBAGA SANDI NEGARA
638,5
698,5
109,4
0,0
25,8
30,8
119,4
0,0
950,8
969,8
102,0
0,0
52
DEWAN KETAHANAN NASIONAL
54
55
BADAN PUSAT STATISTIK
KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/BAPPENAS
56
BADAN PERTANAHAN NASIONAL
57
PERPUSTAKAAN NASIONAL
242,9
99,7
0,0
1.592,9
99,3
0,1
133,8
59
KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMASI / DEPARTEMEN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA
60
KEPOLISIAN NEGARA
63
243,5
1.603,9
108,0
0,0
1.447,0
70,2
0,0
16.618,3
99,0
0,5
327,0
97,0
0,0
64
LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL
59,1
79,1
133,9
0,0
65
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
282,4
282,4
100,0
66
67
BADAN NARKOTIKA NASIONAL
246,7
244,5
99,1
0,0
KEMENTERIAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL
564,6
491,2
87,0
0,0
BADAN KOORDINASI KELUARGA BERENCANA NASIONAL
689,3
667,8
68
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
144,5
2.061,5
16.778,2
337,2
0,0
96,9
0,0
74
KOMISI NASIONAL HAK AZASI MANUSIA
49,3
43,8
88,8
0,0
75
BADAN METEOROLOGI DAN GEOFISIKA
536,5
533,9
99,5
0,0
76
KOMISI PEMILIHAN UMUM
692,3
669,7
96,7
0,0
77
MAHKAMAH KONSTITUSI
218,1
232,8
106,7
0,0
78
PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN
78,0
74,0
94,9
0,0
79
LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA
454,1
681,0
150,0
0,0
80
BADAN TENAGA NUKLIR
252,5
253,4
100,3
0,0
81
BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI
367,5
397,4
108,2
0,0
82
LEMBAGA PENERBANGAN DAN ANTARIKSA NASIONAL
166,3
172,8
104,0
0,0
83
BADAN KOORDINASI SURVEY DAN PEMETAAN NASIONAL
158,5
162,9
102,8
0,0
84
BADAN STANDARISASI NASIONAL
40,1
66,1
164,8
0,0
85
BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NASIONAL
53,5
252,5
472,0
0,0
86
LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA
87
ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA
88
BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA
89
148,3
BADAN PENGAWAS KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN
100,4
0,0
86,7
81,4
93,9
0,0
236,7
237,3
148,9
100,3
0,0
476,4
475,1
99,7
90
DEPARTEMEN PERDAGANGAN
1.259,5
1.386,9
110,1
0,0
91
KEMENTERIAN NEGARA PERUMAHAN RAKYAT
413,8
407,1
98,4
0,0
92
KEMENTERIAN NEGARA PEMUDA DAN OLAH RAGA
486,0
502,1
103,3
0,0
93
KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI
222,2
284,4
128,0
0,0
9.617,6
12.264,3
127,5
0,4
192,8
186,2
96,6
0,0
47,0
47,0
100,0
94
BADAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI NAD DAN NIAS
95
DEWAN PERWAKILAN DAERAH (DPD)
100
KOMISI YUDISIAL RI
103
BADAN KOORDINASI NASIONAL PENANGANAN BENCANA
JUMLAH KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA
204.236,7
214.377,6
105,0
0,0
0,0
6,9
BAGIAN PEMBIAYAAN DAN PERHITUNGAN
61
CICILAN DAN BUNGA UTANG
62
SUBSIDI DAN TRANSFER LAINNYA
69
BELANJA LAIN-LAIN
76.779,0
82.555,2
107,5
00
2,6
114.659,3
138.809,4
121,1
4,5
31.923,4
42.507,1
133,2
JUMLAH BAGIAN PEMBIAYAAN DAN PERHITUNGAN
223.361,6
263.871,7
JUMLAH
427.598,3
478.249,3
118,1
#DIV/0!
111,8
1,4
00
8,5
15,3
1) Perbedaan satu angka di belakang koma terhadap angka penjumlahan adalah karena pembulatan.
49
Bab II
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
BELANJA PEMERINTAH
PUSAT MENURUT FUNGSI
Alokasi anggaran belanja pemerintah pusat menurut fungsi merupakan
kompilasi dari program-program yang dilaksanakan kementerian/lembaga
serta Menteri Keuangan sebagai Bendahara Umum Negara.
Realisasi anggaran
pada fungsi pelayanan
umum diperkirakan
mengalami peningkatan dari alokasi
anggaran pada fungsi
yang sama dalam
APBN 2006
Dari keseluruhan anggaran belanja pemerintah pusat menurut fungsi dalam
tahun 2006, alokasi anggaran belanja dalam fungsi pelayanan umum
diperkirakan mencapai Rp303.674,4 miliar atau 63,5 persen dari
keseluruhan alokasi anggaran belanja pemerintah pusat dalam APBN 2006.
Alokasi anggaran belanja dalam fungsi pelayanan umum dalam tahun 2006
tersebut berarti menunjukkan peningkatan sebesar Rp40.253,4 miliar atau
sekitar 15,3 persen dari pagu alokasi anggaran pada fungsi yang sama
dalam APBN 2006. Perkiraan lebih tingginya alokasi anggaran belanja
pada fungsi tersebut dalam perkiraan realisasi APBN 2006 terutama
berkaitan dengan peningkatan alokasi anggaran beberapa program dalam
fungsi pelayanan umum yang merupakan tugas Menteri Keuangan sebagai
Bendahara Umum Negara. Program-program tersebut antara lain meliputi
program pembayaran bunga utang, serta program subsidi dan transfer
lainnya, yang dalam perkiraan realisasi tahun 2006 mengalami peningkatan
dari pagunya dalam APBN-nya, sebagai akibat dari perubahan asumsi
ekonomi makro, serta perubahan kebijakan dalam pelaksanan APBN
2006.
Selain dari fungsi pelayanan umum yang alokasi anggarannya mengalami
peningkatan, di lain pihak, juga terdapat fungsi-fungsi lain yang
dilaksanakan oleh kementerian/lembaga dalam rangka menjalankan
program-program pemerintah, yang mengalami perubahan alokasi
anggaran cukup signifikan pada perkiraan realisasi tahun 2006. Fungsifungsi tersebut, antara lain meliputi fungsi pertahanan yang alokasi
anggarannya dalam tahun 2006 berubah menjadi Rp28.855,8 miliar, yang
berarti naik sebesar Rp578,2 miliar atau 2,0 persen dari alokasi
anggarannya yang ditetapkan dalam APBN 2006. Perubahan alokasi
anggaran tersebut terutama berkaitan dengan perkiraan turunnya alokasi
anggaran pada program-program yang dilaksanakan di Departemen
Pertahanan.
Sementara itu, alokasi anggaran pada fungsi ekonomi dalam tahun 2006
menjadi Rp44.741,6 miliar, yang berarti mengalami kenaikan sebesar
Rp5.097,8 miliar dari pagu anggaran yang dialokasikan dalam APBN
2006 sebesar Rp39.643,8 miliar.
50
Bab II
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
Di sisi lain, alokasi anggaran belanja pada fungsi pendidikan dalam tahun
2006 ditetapkan sebesar Rp48.954,7 miliar, atau naik sebesar Rp5.667,3
miliar (13,1 persen) dari alokasi anggarannya yang ditetapkan dalam
APBN 2006. Perubahan alokasi anggaran tersebut terutama berkaitan
dengan adanya tambahan anggaran pendidikan untuk Departemen
Pendidikan Nasional dan Departemen Agama sebesar Rp4.500,0 miliar,
dalam upaya meningkatkan akses dan kualitas penyelenggaraan pendidikan
dalam tahun 2006 seperti diamanatkan oleh UUD 1945. Untuk melihat
perkiraan realisasi alokasi anggaran belanja pemerintah pusat menurut
fungsi dalam tahun 2006 dapat dilihat pada Tabel II.5.
Realisasi
alokasi
anggaran belanja pada
fungsi pendidikan tahun
2006 diperkirakan akan
meningkat dari pagu
anggarannya dalam
APBN 2006.
Tabel II.5
ANGGARAN BELANJA PEMERINTAH PUSAT MENURUT FUNGSI, TAHUN 2006 1)
(miliar rupiah)
KODE
01
02
FUNGSI
Pelayanan Umum
Pertahanan
APBN
% thd PDB
APBN-P
263.421,0
28.277,6
8,66
0,93
303.674,4
28.855,8
%thd
APBN
%thd
PDB
115,3
102,0
9,74
0,93
0,81
03
Ketertiban dan Keamanan
25.294,2
0,83
25.191,0
99,6
04
Ekonomi
39.643,8
1,30
44.741,6
112,9
1,43
05
Lingkungan Hidup
4.477,2
0,15
3.148,5
70,3
0,10
06
Perumahan dan Fasilitas Umum
0,17
07
Kesehatan
08
Pariwisata dan Budaya
09
Agama
10
Pendidikan
11
Perlindungan Sosial Lainnya
JUMLAH
6.049,3
0,20
5.425,6
89,7
12.730,3
0,42
13.578,3
106,7
0,44
1.025,0
0,03
941,0
91,8
0,03
1.104,0
0,04
1.365,5
123,7
0,04
43.287,4
1,42
48.954,7
113,1
1,57
2.288,7
0,08
2.372,9
103,7
0,08
427.598,3
14,06
478.249,3
111,8
15,3
1) Perbedaan satu angka di belakang koma dalam angka penjumlahan karena pembulatan
ANGGARAN BELANJA KE DAERAH
Dalam tahun 2006, realisasi anggaran belanja ke daerah diperkirakan
mencapai Rp220.849,8 miliar (7,1 persen terhadap PDB), lebih tinggi
Rp780,3 miliar atau 0,4 persen dari pagu alokasi yang ditetapkan dalam
APBN 2006 sebesar Rp220.069,5 miliar (7,2 persen terhadap PDB).
Lebih tingginya perkiraan realisasi anggaran belanja ke daerah tersebut
terutama berkaitan dengan lebih tingginya perkiraan realisasi dana
perimbangan, khususnya dana bagi hasil perpajakan. Demikian pula
apabila dibandingkan dengan realisasinya dalam tahun 2005 sebesar
Rp150.463,9 miliar (5,5 persen terhadap PDB), maka perkiraan realisasi
anggaran belanja ke daerah tersebut lebih tinggi Rp70.385,9 miliar atau
46,8 persen. Perkiraan realisasi anggaran belanja ke daerah tersebut terdiri
dari perkiraan realisasi dana perimbangan 98,2 persen, serta dana otonomi
khusus dan penyesuaian 1,8 persen.
Realisasi Belanja ke
Daerah dalam tahun
2006 diperkirakan lebih
tinggi daripada realisasinya dalam tahun
2005 dan pagunya
dalam APBN 2006.
51
Bab II
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
DANA PERIMBANGAN
Realisasi Dana Perimbangan diperkira-kan
akan lebih tinggi dari
sasarannya dalam APBN
2006.
Realisasi dana perimbangan, yang terdiri dari dana bagi hasil (DBH), dana
alokasi umum (DAU), dan dana alokasi khusus (DAK) dalam tahun 2006
diperkirakan mencapai Rp216.797,7 miliar (7,0 persen terhadap PDB).
Jumlah ini lebih tinggi Rp205,3 miliar atau 0,1 persen dari pagu alokasi
dana perimbangan yang ditetapkan dalam APBN 2006 sebesar
Rp216.592,4 miliar (7,1 persen terhadap PDB). Lebih tingginya perkiraan
realisasi dana perimbangan tahun 2006 tersebut terutama disebabkan oleh
lebih tingginya perkiraan realisasi DBH. Demikian pula, apabila
dibandingkan dengan realisasinya dalam tahun 2005 sebesar Rp143.221,3
miliar (5,2 persen terhadap PDB), maka perkiraan realisasi dana
perimbangan dalam tahun 2006 tersebut lebih tinggi sebesar Rp73.576,4
miliar atau 51,4 persen. Perkiraan realisasi dana perimbangan tersebut
terdiri dari perkiraan realisasi DBH 27,5 persen, DAU 67,2 persen, dan
DAK 5,3 persen.
DANA BAGI HASIL
Realisasi DBH
diperkirakan lebih tinggi
dari sasarannya dalam
APBN 2006.
Dalam tahun 2006, realisasi DBH diperkirakan mencapai Rp59.563,7
miliar (1,9 persen terhadap PDB). Jumlah tersebut lebih tinggi Rp205,3
miliar atau 0,3 persen dari alokasi DBH yang ditetapkan dalam APBN
2006 sebesar Rp59.358,4 miliar (2,0 persen terhadap PDB). Lebih
tingginya perkiraan realisasi DBH tahun 2006 tersebut terutama disebabkan
oleh lebih tingginya perkiraan realisasi DBH perpajakan, khususnya
perkiraan realisasi DBH PBB. Demikian pula, bila dibandingkan dengan
realisasi DBH (tidak termasuk DAK-DR) dalam tahun 2005 yang
mencapai Rp49.692,3 miliar (1,8 persen terhadap PDB), perkiraan realisasi
DBH tahun 2006 tersebut lebih tinggi Rp9.871,4 miliar atau 19,9 persen.
Perkiraan realisasi DBH tersebut terdiri dari DBH perpajakan 46,5 persen,
dan DBH SDA 53,5 persen.
Realisasi DBH perpajakan dalam tahun 2006
diperkirakan lebih tinggi
dari pagunya dalam
APBN.
Realisasi DBH perpajakan dalam tahun 2006 diperkirakan mencapai
Rp27.676,4 miliar, atau secara nominal naik Rp1.438,2 miliar (5,5 persen)
dari pagu DBH perpajakan yang ditetapkan dalam APBN 2006 sebesar
Rp26.238,3 miliar. Apabila dibandingkan dengan realisasinya dalam tahun
2005 sebesar Rp23.709,6 miliar, maka perkiraan realisasi DBH
perpajakan tahun 2006 tersebut meningkat Rp3.966,8 miliar atau 16,7
persen, yang disebabkan terutama oleh lebih tingginya perkiraan realisasi
penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
Dari perkiraan realisasi DBH perpajakan tahun 2006 tersebut, realisasi
DBH pajak penghasilan (PPh) dalam tahun 2006 diperkirakan mencapai
52
Bab II
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
Rp6.065,9 miliar, atau naik Rp64,9 miliar (1,1 persen) dari alokasi DBH
PPh yang ditetapkan dalam APBN 2006 sebesar Rp6.001,0 miliar. Jumlah
tersebut, berarti lebih tinggi Rp626,3 miliar atau 11,5 persen apabila
dibandingkan dengan realisasinya dalam tahun 2005 sebesar Rp5.439,6
miliar. Sementara itu, realisasi DBH PBB dalam tahun 2006 diperkirakan
mencapai Rp17.224,3 miliar, yang berarti naik Rp2.267,1 miliar atau 15,2
persen dari alokasi DBH PBB yang ditetapkan dalam APBN 2006 sebesar
Rp14.957,2 miliar. Perkiraan realisasi DBH PBB tahun 2006 tersebut
berarti meningkat Rp2.288,6 miliar atau 15,3 persen apabila dibandingkan
dengan realisasinya dalam tahun 2005 sebesar Rp14.935,7 miliar.
Sementara itu, realisasi DBH BPHTB dalam tahun 2006 diperkirakan
mencapai Rp4.386,2 miliar, yang berarti turun Rp893,9 miliar atau 16,9
persen dari pagu alokasi DBH BPHTB yang ditetapkan dalam APBN
2006 sebesar Rp5.280,1 miliar. Namun demikian, apabila dibandingkan
dengan realisasinya dalam tahun 2005 sebesar Rp3.334,2 miliar, maka
perkiraan realisasi DBH BPHTB tahun 2006 tersebut lebih tinggi
Rp1.052,0 miliar atau 31,6 persen. Perkiraan realisasi masing-masing DBH
perpajakan tersebut pada dasarnya sangat dipengaruhi oleh kinerja
penerimaan yang berasal dari masing-masing komponen perpajakan yang
dibagihasilkan ke daerah.
Sementara itu, realisasi DBH SDA dalam tahun 2006, diperkirakan
mencapai Rp31.887,3 miliar, atau turun sebesar Rp1.232,9 miliar (3,7
persen) dari alokasi DBH SDA yang ditetapkan dalam APBN 2006
sebesar Rp33.120,1 miliar. Lebih rendahnya perkiraan realisasi DBH
SDA tahun 2006 tersebut terutama disebabkan oleh turunnya perkiraan
realisasi penerimaan yang bersumber dari minyak bumi dan gas alam.
Namun demikian, apabila dibandingkan dengan realisasi DBH SDA (tidak
termasuk DAK-DR) dalam tahun 2005 sebesar Rp25.982,7 miliar, maka
perkiraan realisasi DBH SDA dalam tahun 2006 tersebut lebih tinggi
sebesar Rp5.904,6 miliar atau 22,7 persen.
Realisasi DBH SDA
diperkirakan akan lebih
rendah dari sasarannya
dalam APBN 2006.
Dari jumlah tersebut, realisasi DBH minyak bumi diperkirakan mencapai
Rp15.941,6 miliar, yang berarti turun Rp794,2 miliar (4,8 persen) dari
pagu alokasi DBH minyak bumi yang ditetapkan dalam APBN 2006
sebesar Rp16.735,8 miliar. Namun demikian, apabila dibandingkan
dengan realisasinya dalam tahun 2005 sebesar Rp12.551,7 miliar, maka
perkiraan realisasi DBH minyak bumi tahun 2006 tersebut lebih tinggi
Rp3.389,8 miliar atau 27,0 persen. Demikian pula, realisasi DBH gas
bumi dalam tahun 2006 diperkirakan mencapai Rp11.825,8 miliar, atau
turun Rp674,4 miliar (5,4 persen) dari pagu alokasi DBH gas bumi yang
ditetapkan dalam APBN 2006 sebesar Rp12.500,2 miliar. Namun
Realisasi DBH SDA
minyak dan gas bumi
diperkirakan akan lebih
rendah dari sasarannya
dalam APBN 2006.
53
Bab II
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
demikian, apabila dibandingkan dengan realisasinya dalam tahun 2005
sebesar Rp10.081,5 miliar, maka perkiraan realisasi DBH gas bumi
tersebut lebih tinggi sebesar Rp1.744,2 miliar atau 17,3 persen.
Perkiraan realisasi
DBH pertambangan
umum, kehutanan, dan
perikanan dalam tahun
2006.
Selanjutnya, realisasi DBH pertambangan umum dalam tahun 2006
diperkirakan mencapai Rp2.785,8 miliar atau lebih tinggi Rp391,3 miliar
(16,3 persen) dari pagunya dalam APBN 2006 sebesar Rp2.394,5 miliar.
Demikian pula, apabila dibandingkan dengan realisasinya dalam tahun
2005 sebesar Rp2.584,2 miliar, maka perkiraan realisasi DBH
pertambangan umum tahun 2006 tersebut lebih tinggi Rp201,6 miliar atau
7,8 persen. Sementara itu, realisasi DBH kehutanan, termasuk DBH dana
reboisasi yang semula merupakan komponen DAK, dalam tahun 2006
diperkirakan mencapai Rp1.002,9 miliar, atau turun sebesar Rp155,4
miliar atau 13,4 persen dari pagu alokasi DBH kehutanan yang ditetapkan
dalam APBN 2006 sebesar Rp1.158,3 miliar. Jumlah tersebut, apabila
dibandingkan dengan realisasi DBH kehutanan (tidak termasuk DAKDR) dalam tahun 2005 sebesar Rp547,1 miliar, berarti lebih tinggi sebesar
Rp455,8 miliar atau 83,3 persen. Sementara itu, realisasi DBH perikanan
dalam tahun 2006 diperkirakan mencapai Rp331,3 miliar, yang berarti
sama dengan pagunya yang ditetapkan dalam APBN 2006. Namun
demikian, apabila dibandingkan dengan realisasinya dalam tahun 2005
sebesar Rp218,1 miliar, maka perkiraan realisasi DBH perikanan tahun
2006 tersebut lebih tinggi Rp113,1 miliar atau 51,9 persen dari realisasi
DBH perikanan dalam tahun 2005 sebesar Rp218,1 miliar. Perkembangan
realisasi masing-masing DBH SDA tersebut sangat dipengaruhi oleh kinerja
penerimaan yang berasal dari masing-masing komponen SDA yang
dibagihasilkan ke daerah.
DANA ALOKASI UMUM
Realisasi DAU diperkirakan sama dengan sasarannya dalam APBN
2006.
54
Pengalokasian dana alokasi umum (DAU) tahun 2006 didasarkan pada
Peraturan Presiden Nomor 74 Tahun 2005 tentang Dana Alokasi Umum
Daerah Provinsi Kabupaten/Kota Tahun 2006. Mengacu kepada
ketentuan tersebut, realisasi DAU dalam tahun 2006 diperkirakan tidak
mengalami perubahan atau sama dengan pagu yang ditetapkan dalam
APBN 2006 diperkirakan sebesar Rp145.664,2 miliar (4,7 persen
terhadap PDB). Apabila dibandingkan dengan realisasinya dalam tahun
2005 sebesar Rp88.765,4 miliar (3,3 persen terhadap PDB), alokasi
DAU dalam tahun 2006 tersebut lebih tinggi Rp56.898,6 miliar atau 64,1
persen. Penyaluran DAU tersebut, sebagaimana diatur dalam Surat Edaran
(SE) Direktur Jenderal Anggaran Nomor 9 Tahun 2002, dilakukan setiap
bulan sebesar seperduabelas.
Bab II
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
DANA ALOKASI KHUSUS
Realisasi dana alokasi khusus (DAK) dalam tahun 2006 diperkirakan
tidak mengalami perubahan atau sama dengan pagu alokasi DAK yang
ditetapkan dalam APBN 2006 sebesar Rp11.569,8 miliar (0,4 persen
terhadap PDB). Namun demikian, apabila dibandingkan dengan realisasi
DAK dalam tahun 2005 sebesar Rp4.763,6 miliar, maka perkiraan realisasi
DAK tahun 2006 tersebut mengalami peningkatan sebesar Rp6.806,2
miliar atau 142,9 persen. Dana tersebut dialokasikan masing-masing untuk:
(i) bidang pendidikan Rp2.919,5 miliar (25,2 persen); (ii) bidang kesehatan
Rp2.406,8 miliar (20,8 persen); (iii) bidang infrastruktur Rp3.811,4 miliar
(32,9 persen), (iv) bidang prasarana pemerintahan daerah Rp448,7 miliar
(3,9 persen), (v) bidang kelautan dan perikanan sebesar Rp775,7 miliar
(6,7 persen), (vi) bidang pertanian sebesar Rp1.094,9 miliar (9,5 persen),
serta (vii) bidang lingkungan hidup sebesar Rp112,9 miliar (1,0 persen).
Realisasi DAK dalam
tahun 2006 diperkirakan
sama dengan APBN.
DANA OTONOMI KHUSUS DAN PENYESUAIAN
Dalam tahun 2006, realisasi dana otonomi khusus dan penyesuaian
diperkirakan mencapai Rp4.052,1 miliar (0,1 persen terhadap PDB), atau
meningkat Rp575,0 miliar (16,5 persen) dari pagu alokasi dana otonomi
khusus dan penyesuaian yang ditetapkan dalam APBN 2006 sebesar
Rp3.477,1 miliar (0,1 persen terhadap PDB). Lebih tingginya perkiraan
realisasi dana otonomi khusus dan penyesuaian tahun 2006 tersebut
terutama disebabkan oleh lebih tingginya perkiraan realisasi dana otonomi
khusus, sedangkan realisasi dana penyesuaian diperkirakan tidak
mengalami perubahan dari pagu anggaran yang ditetapkan dalam APBN
2006. Apabila dibandingkan dengan realisasi dana otonomi khusus dan
penyesuaian dalam tahun 2005 sebesar Rp7.242,6 miliar (0,3 persen
terhadap PDB), perkiraan realisasi dana otonomi khusus dan penyesuaian
dalam tahun 2006 tersebut lebih rendah Rp3.190,5 miliar atau 44,1 persen.
Realisasi Dana Otsus
dan Penyesuaian dalam
tahun 2006 diperkirakan
lebih tinggi.
DANA OTONOMI KHUSUS
Realisasi dana otonomi khusus dalam tahun 2006 diperkirakan mencapai
Rp3.488,3 miliar, atau naik Rp575,0 miliar (19,7 persen) dari pagu alokasi
dana otonomi khusus yang ditetapkan dalam APBN sebesar Rp2.913,3
miliar. Apabila dibandingkan dengan realisasinya dalam tahun 2005 sebesar
Rp1.775,3 miliar, perkiraan realisasi dana otonomi khusus tahun 2006
tersebut berarti mengalami peningkatan sebesar Rp1.713,0 miliar atau
96,5 persen. Lebih tingginya perkiraan realisasi dana otonomi khusus tahun
2006 tersebut antara lain karena adanya tambahan dana otonomi khusus
55
Bab II
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
bagi pembangunan infrastruktur Provinsi Papua. Dengan demikian, dalam
tahun 2006 perkiraan realisasi dana otonomi khusus terdiri dari perkiraan
realisasi dana otonomi khusus murni dan dana tambahan otonomi khusus
untuk pembangunan infrastruktur bagi Provinsi Papua.
Realisasi dana otsus
murni dalam tahun 2006
diperkirakan sama
dengan pagunya dalam
APBN.
Dalam tahun 2006, realisasi dana otonomi khusus murni diperkirakan
mencapai Rp2.913,3 miliar, yang berarti sama dengan pagu alokasi dana
otonomi khusus yang ditetapkan dalam APBN atau setara dengan 2 persen
dari alokasi DAU 2006. Mengacu pada UU Nomor 21 Tahun 2001
tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua, penggunaan dana otonomi
khusus tersebut terutama ditujukan untuk pembiayaan pendidikan, dan
kesehatan. Mekanisme penyaluran dana otonomi khusus tersebut diatur
dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 47 Tahun 2002, yang
menetapkan penyaluran dana otonomi khusus dilakukan setiap triwulan.
Perkiraan realisasi dana otonomi khusus murni tahun 2006 tersebut lebih
tinggi Rp1.138,0 miliar atau 64,1 persen bila dibandingkan dengan realisasi
dana otonomi khusus dalam tahun 2005 sebesar Rp1.775,3 miliar.
Selanjutnya, sebagaimana diamanatkan Pasal 34 ayat (3) huruf f UU
Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua,
Pemerintah dalam tahun 2006, berdasarkan usulan Pemerintah Provinsi
Papua, mengusulkan pengalokasian dana tambahan otonomi khusus untuk
pembangunan infrastruktur sebesar Rp575,0 miliar, yang direncanakan
penggunaannya untuk pembangunan prasarana jalan dan perhubungan.
DANA PENYESUAIAN
Realisasi dana penyesuaian dalam tahun
2006 diperkirakan sama
dengan pagunya dalam
APBN.
Realisasi dana penyesuaian dalam tahun 2006 diperkirakan sama dengan
pagu alokasi dana penyesuaian yang ditetapkan dalam APBN sebesar
Rp563,8 miliar. Namun demikian, apabila dibandingkan dengan realisasinya
dalam tahun 2005 sebesar Rp5.467,3 miliar, maka perkiraan realisasi dana
penyesuaian tahun 2006 tersebut berarti lebih rendah sebesar Rp4.903,5
miliar atau 89,7 persen. Jumlah ini terdiri dari dana penyesuaian murni
Rp300,7 miliar, dan dana penyesuaian kebijakan (ad-hoc) Rp263,2 miliar.
Dalam tahun 2006, dana penyesuaian murni disediakan untuk menutup
kekurangan DAU yang diterima oleh beberapa daerah agar dana yang
diterimanya (DAU ditambah dana penyesuaian murni) minimal sama
dengan DAU plus dana penyesuaian murni tahun sebelumnya (hold
harmless). Sementara itu, dana penyesuaian kebijakan (ad-hoc) diberikan
untuk membantu keuangan daerah tertentu dalam rangka mempercepat
proses penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah.
56
Bab II
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
Perubahan anggaran belanja ke daerah tahun 2006 dapat diikuti dalam
Tabel II.6
Tabel II. 6
PERKIRAAN REALISASI ANGGARAN BELANJA KE DAERAH, TAHUN 2006
1)
(miliar rupiah)
Uraian
I. Dana Perimbangan
a. Dana Bagi Hasil
1. Pajak
i. Pajak Penghasilan
ii. Pajak Bumi dan Bangunan
iii. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
2. Sumber Daya Alam
i. Minyak Bumi
ii. Gas Alam
iii. Pertambangan Umum
iv. Kehutanan
v. Perikanan
APBN
% thd
PDB
APBN-P
% thd
APBN
% thd
PDB
216.592,4
59.358,4
26.238,3
6.001,0
14.957,2
5.280,1
33.120,1
16.735,79
12.500,17
2.394,5
1.158,3
331,3
7,1
2,0
0,9
0,2
0,5
0,2
1,1
0,55
0,41
0,1
0,0
0,0
216.797,7
59.563,7
27.676,4
6.065,9
17.224,3
4.386,2
31.887,3
15.941,55
11.825,77
2.785,8
1.002,9
331,3
100,1
100,3
105,5
101,1
115,2
83,1
96,3
95,3
94,6
116,3
86,6
100,0
7,0
1,9
0,9
0,2
0,6
0,1
1,0
0,5
0,4
0,1
0,0
0,0
b. Dana Alokasi Umum
145.664,2
4,8
145.664,2
100,0
4,7
c. Dana Alokasi Khusus
11.569,8
0,4
11.569,8
100,0
0,4
3.477,1
2.913,3
563,8
0,1
0,1
0,0
4.052,1
3.488,3
563,8
116,5
119,7
100,0
0,1
0,1
0,0
220.069,5
7,2
220.849,8
100,4
7,1
II. Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian
a. Dana Otonomi Khusus
b. Dana Penyesuaian
Jumlah
1) Perbedaan satu angka di belakang koma adalah karena penjumlahan.
DEFISIT ANGGARAN
Berdasarkan pada perkiraan realisasi pendapatan negara dan hibah sebesar
Rp659.115,2 miliar, dan perkiraan realisasi belanja negara sebesar
Rp699.099,1 miliar, maka dalam tahun 2006 defisit anggaran diperkirakan
mencapai Rp39.983,9 miliar (1,3 persen terhadap PDB), berarti naik
sebesar Rp17.553,1 miliar atau 78,3 persen dari sasaran defisit anggaran
yang ditetapkan semula dalam APBN 2006 sebesar Rp22.430,8 miliar
(0,7 persen terhadap PDB). Peningkatan defisit anggaran dalam tahun
2006 tersebut terjadi terutama karena bertambahnya beban belanja negara,
antara lain sebagai akibat adanya luncuran DIPA tahun 2005, naiknya
beban subsidi BBM berkenaan dengan perubahan asumsi harga minyak
dan subsidi listrik akibat pembatalan kenaikan TDL, serta diperlukannya
tambahan dana untuk rehabilitasi dan rekonstruksi DIY dan Jawa Tengah
pasca bencana gempa bumi, serta bantuan langsung tunai (BLT).
Selanjutnya, apabila dibandingkan dengan realisasi defisit anggaran tahun
2005 sebesar Rp14.408,1 miliar (0,5 persen terhadap PDB), maka
perkiraan realisasi defisit anggaran tahun 2006 tersebut mengalami
peningkatan Rp25.575,8 miliar atau 177,5 persen.
Realisasi defisit anggaran diperkirakan lebih
tinggi dari APBN 2006.
57
Bab II
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
PEMBIAYAAN ANGGARAN
Realisasi pembiayaan
anggaran diperkirakan
lebih tinggi dari sasaran
yang ditetapkan dalam
APBN 2006.
Untuk memenuhi kebutuhan defisit anggaran yang meningkat sebagaimana
diuraikan di atas, dalam tahun 2006 pembiayaan anggaran diperkirakan
mencapai Rp39.983,9 miliar (1,3 persen terhadap PDB), atau meningkat
Rp17.553,1 miliar (78,3 persen) apabila dibandingkan dengan sasaran
pembiayaan anggaran yang ditetapkan dalam APBN 2006 sebesar
Rp22.430,8 miliar (0,7 persen terhadap PDB). Sementara itu, apabila
dibandingkan dengan realisasi pembiayaan anggaran dalam tahun 2005
yang mencapai Rp11.121,1 miliar (0,4 persen terhadap PDB), maka
perkiraan realisasi pembiayaan anggaran tahun 2006 tersebut mengalami
peningkatan sebesar Rp28.862,8 miliar atau 259,5 persen. Perkiraan
realisasi pembiayaan anggaran tahun 2006 tersebut terdiri dari pembiayaan
dalam negeri sebesar Rp55.257,7 miliar (1,8 persen terhadap PDB), dan
pembiayaan luar negeri (neto) sebesar negatif Rp15.273,8 miliar (0,5
persen terhadap PDB).
Realisasi pembiayaan
dalam negeri diperkirakan lebih tinggi dari
sasaran yang ditetapkan
dalam APBN 2006.
Perkiraan realisasi pembiayaan dalam negeri tahun 2006 tersebut berarti
mengalami peningkatan sebesar Rp4.344,7 miliar atau 8,5 persen apabila
dibandingkan dengan sasaran pembiayaan dalam negeri yang ditetapkan
dalam APBN 2006 sebesar Rp50.913,0 miliar (1,7 persen terhadap
PDB). Pembiayaan dalam negeri tahun 2006 tersebut berasal dari sumber
pembiayaan perbankan dalam negeri 32,4 persen, dan sumber pembiayaan
nonperbankan dalam negeri 67,6 persen. Apabila dibandingkan dengan
perkiraan realisasi pembiayaan dalam negeri tahun 2005 yang mencapai
Rp21.393,2 miliar (0,8 persen terhadap PDB), maka perkiraan realisasi
pembiayaan dalam negeri tahun 2006 berarti 158,3 persen lebih tinggi.
Realisasi pembiayaan
perbankan
dalam
negeri diperkirakan
lebih rendah dari
sasaran yang ditetapkan
dalam APBN 2006.
Dalam tahun 2006, realisasi pembiayaan perbankan dalam negeri
diperkirakan mencapai Rp17.906,5 miliar (0,6 persen terhadap PDB),
atau turun 22,2 persen dari sasaran pembiayaan perbankan dalam negeri
yang ditetapkan dalam APBN 2006 sebesar Rp23.026,7 miliar (0,8
persen terhadap PDB). Perkiraan realisasi pembiayaan perbankan dalam
negeri tahun 2006 tersebut berasal dari penggunaan sebagian saldo
rekening pemerintah di sektor perbankan, seperti rekening dana investasi,
rekening penjaminan, dana cadangan anggaran pembangunan (CAP), serta
penggunaan sebagian dana eks moratorium pokok utang luar negeri tahun
2005 khusus untuk melanjutkan rehabilitasi dan rekonstruksi NAD dan
Nias. Apabila dibandingkan dengan realisasi pembiayaan perbankan dalam
negeri tahun 2005 yang mencapai negatif Rp2.550,0 miliar (0,1 persen
terhadap PDB), maka perkiraan realisasi pembiayaan perbankan dalam
negeri dalam tahun 2006 mengalami peningkatan sebesar Rp20.456,5
miliar.
58
Bab II
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
Sementara itu, realisasi pembiayaan nonperbankan dalam negeri tahun 2006
diperkirakan mencapai Rp37.351,2 miliar atau (1,2 persen terhadap PDB)
yang berarti mengalami peningkatan sebesar Rp9.464,9 miliar atau 33,9
persen dari sasaran pembiayaan nonperbankan dalam negeri yang
dianggarkan dalam APBN 2006 sebesar Rp27.886,3 miliar (0,9 persen
terhadap PDB). Apabila dibandingkan dengan realisasi pembiayaan
nonperbankan dalam negeri tahun 2005 yang mencapai Rp23.943,2 miliar
(0,9 persen terhadap PDB), maka perkiraan realisasi pembiayaan
nonperbankan dalam negeri dalam tahun 2006 berarti mengalami
peningkatan sebesar Rp13.408,0 miliar atau 56,0 persen.
Realisasi pembiayaan
nonperbankan dalam
negeri diperkirakan
lebih tinggi dari sasaran
yang ditetapkan dalam
APBN 2006.
Pembiayaan nonperbankan dalam negeri tersebut bersumber dari
penerimaan privatisasi, penjualan aset program restrukturisasi perbankan,
penerbitan surat utang negara (neto), dan penyertaan modal negara.
Penerimaan dari hasil privatisasi BUMN dalam tahun 2006 diperkirakan
mencapai Rp1.000,0 miliar atau sama dengan yang ditetapkan dalam
APBN 2006 sebesar Rp1.000,0 miliar. Apabila dibandingkan dengan
realisasi penerimaan privatisasi tahun 2005 yang nihil, maka perkiraan
realisasi penerimaan privatisasi tahun 2006 tersebut diperkirakan naik
Rp1.000,0 miliar.
Realisasi privatisasi
BUMN diperkirakan
sama dengan yang
ditetapkan dalam APBN
2006.
Dalam periode yang sama, realisasi penerimaan yang berasal dari hasil
penjualan aset program restrukturisasi perbankan diperkirakan mencapai
Rp2.579,5 miliar (0,1 persen terhadap PDB), atau Rp229,5 miliar lebih
tinggi dari sasaran yang ditetapkan dalam APBN 2006 sebesar Rp2.350,0
miliar (0,1 persen terhadap PDB). Jumlah tersebut berasal dari hasil
pengelolaan aset oleh PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA), yang
dilakukan secara optimal untuk memperoleh hasil dan harga yang terbaik
sesuai dengan kondisi pasar. Apabila dibandingkan dengan realisasi
penerimaan dari hasil penjualan aset program restrukturisasi perbankan
tahun sebelumnya sebesar Rp6.563,5 miliar (0,2 persen terhadap PDB),
maka perkiraan realisasi penerimaan dari hasil penjualan aset program
restrukturisasi perbankan tahun 2006 tersebut mengalami penurunan
sebesar Rp3.984,0 miliar atau 60,7 persen. Lebih rendahnya perkiraan
realisasi penerimaan dari hasil penjualan aset program restrukturisasi
perbankan antara lain disebabkan oleh semakin berkurangnya jumlah dan
nilai aset yang dikelola oleh PT PPA.
Realisasi penjualan aset
program restrukturisasi
perbankan diperkirakan lebih tinggi dari
sasaran yang ditetapkan
dalam APBN 2006.
Sementara itu, pembiayaan yang bersumber dari surat utang negara (SUN)
neto dalam tahun 2006 diperkirakan mencapai Rp35.771,7 miliar (1,1
persen terhadap PDB), yang berarti mengalami peningkatan sebesar
Rp10.885,4 miliar atau 43,7 persen dari sasaran pembiayaan SUN neto
yang dianggarkan dalam APBN 2006 sebesar Rp24.886,3 miliar (0,8
Realisasi penerbitan
SUN neto diperkirakan
lebih tinggi dari sasaran
yang ditetapkan dalam
APBN 2006.
59
Bab II
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
persen terhadap PDB). Apabila dibandingkan dengan realisasi SUN neto
dalam tahun 2005 sebesar Rp22.574,7 miliar (0,8 persen terhadap PDB),
maka perkiraan realisasi SUN neto tahun 2006 mengalami peningkatan
sebesar Rp13.197,0 miliar atau 58,5 persen.
Untuk memenuhi sasaran penerbitan SUN neto tahun 2006 yang lebih
besar tersebut, Pemerintah akan berusaha untuk tetap mengurangi risiko
fiskal dan keuangan, diantaranya dengan tetap mengutamakan kebijakan
penerbitan obligasi dalam negeri dengan tenor jatuh tempo yang lebih
panjang, serta tetap melanjutkan program debt switching yang bertujuan
untuk memperpanjang profil jatuh tempo, mengurangi risiko tingkat bunga,
meningkatkan likuiditas SUN di pasar sekunder, serta meningkatkan
kepercayaan pasar dan daya tarik SUN. Selain itu, pada saat ini
Pemerintah juga sedang mempersiapkan penerbitan SUN ritel yang
bertujuan untuk memperluas basis investor domestik. SUN ritel ini
memberikan kupon yang lebih rendah dibandingkan dengan SUN
reguler, sehingga dapat meringankan beban bunga utang dalam negeri.
Kebijakan lain yang sangat penting adalah penciptaan pasar sekunder SUN
yang aktif dan likuid, yang akan dilakukan melalui perluasan basis investor
dengan mengembangkan produk dan memperluas pasar, menciptakan
proses penetapan harga SUN yang wajar, membuat kalender penerbitan
SUN secara teratur agar lebih memberikan kepastian bagi pelaku pasar,
menerbitkan obligasi standar (benchmark bonds) untuk mendukung
benchmark yield curve-nya, meningkatkan efisiensi dan kepercayaan
dari clearing and settlement system, serta mendorong terciptanya pasar
pendukung seperti REPO market, swap market dan future market.
Realisasi Penyertaan
Modal Negara (PMN)
diperkirakan lebih tinggi
dari sasaran yang
ditetapkan dalam APBN
2006.
60
Komponen lain dari pembiayaan nonperbankan dalam negeri adalah
Penyertaan Modal Negara (PMN). Dalam tahun 2006, penyertaan modal
negara diperkirakan mencapai Rp2.000,0 miliar (0,1 persen terhadap
PDB), atau Rp1.650,0 miliar lebih tinggi dari alokasi PMN yang
dianggarkan dalam APBN 2006 sebesar Rp350,0 miliar. Lebih tingginya
perkiraan realisasi PMN ini berkaitan dengan adanya kebijakan untuk
menyelamatkan BUMN bermasalah, serta pemberian dukungan bagi
percepatan pembangunan infrastruktur dalam rangka public private
partnership (PPP). Apabila dibandingkan dengan realisasi penyertaan
modal negara dalam tahun 2005 sebesar Rp5.195,0 miliar (0,2 persen
terhadap PDB), maka realisasi penyertaan modal negara dalam tahun 2006
tersebut diperkirakan mengalami penurunan sebesar Rp3.195,0 miliar atau
61,5 persen.
Bab II
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
Selanjutnya, mengingat sumber pembiayaan dalam negeri belum dapat
sepenuhnya memenuhi kebutuhan pembiayaan bagi APBN, maka sumbersumber pembiayaan yang berasal dari luar negeri juga masih tetap
dibutuhkan. Dalam tahun 2006, realisasi pembiayaan luar negeri neto
diperkirakan mencapai negatif Rp15.273,8 miliar (0,5 persen terhadap PDB).
Jumlah tersebut berarti mengalami peningkatan sebesar Rp13.208,4 miliar
atau 46,4 persen dari sasaran pembiayaan luar negeri neto yang dianggarkan
dalam APBN 2006 sebesar negatif Rp28.482,2 miliar (0,9 persen terhadap
PDB). Lebih tingginya perkiraan realisasi pembiayaan luar negeri neto tahun
2006 tersebut selain diakibatkan oleh lebih tingginya perkiraan realisasi
penarikan pinjaman luar negeri, juga disebabkan oleh lebih rendahnya perkiraan
realisasi pembayaran cicilan pokok utang luar negeri. Apabila dibandingkan
dengan realisasi pembiayaan luar negeri neto tahun 2005 sebesar negatif
Rp10.272,0 miliar (0,4 persen terhadap PDB), maka perkiraan realisasi
pembiayaan luar negeri neto tahun 2006 tersebut diperkirakan mengalami
penurunan sebesar Rp5.001,8 miliar atau 48,7 persen.
Realisasi pembiayaan
luar negeri neto diperkirakan lebih tinggi dari
sasaran yang ditetapkan
dalam APBN 2006.
Dalam tahun 2006, penarikan pinjaman luar negeri diperkirakan mencapai
Rp37.550,4 miliar (1,2 persen terhadap PDB), yang berarti Rp2.438,0
miliar atau 6,9 persen lebih tinggi dari sasaran penarikan pinjaman luar
negeri yang dianggarkan dalam APBN 2006 sebesar Rp35.112,4 miliar
(1,2 persen terhadap PDB). Apabila dibandingkan dengan realisasi
penarikan pinjaman luar negeri tahun 2005 yang mencapai Rp26.840,4
miliar (1,0 persen terhadap PDB), maka perkiraan realisasi penarikan
pinjaman luar negeri tahun 2006 tersebut mengalami peningkatan
Rp10.709,9 miliar atau 39,9 persen.
Realisasi penarikan
pinjaman luar negeri
diperkirakan lebih tinggi
dari sasaran yang
ditetapkan dalam APBN
2006.
Lebih tingginya perkiraan realisasi penarikan pinjaman luar negeri tahun
2006 tersebut terutama disebabkan oleh lebih tingginya perkiraan realisasi
pinjaman program, yaitu dari US$1.000,0 juta dalam APBN 2006 menjadi
US$1.300,0 juta. Perkiraan realisasi pinjaman program tersebut berasal
dari ADB sebesar US$600,0 juta, Bank Dunia US$600,0 juta, dan
cofinancing dari Jepang US$100,0 juta. Apabila dibandingkan dengan
realisasi penarikan pinjaman program dalam tahun 2005 yang mencapai
Rp12.264,7 miliar (0,4 persen terhadap PDB), maka perkiraan realisasi
penarikan pinjaman program tahun 2006 tersebut diperkirakan relatif sama
dengan tahun sebelumnya. Di samping itu, perkiraan realisasi penarikan
pinjaman luar negeri tahun 2006 tersebut juga disebabkan oleh lebih
tingginya perkiraan realisasi penarikan pinjaman proyek diperkirakan
mengalami peningkatan dari Rp25.212,4 miliar (0,8 persen terhadap PDB)
dalam APBN 2006, menjadi Rp25.475,3 miliar (0,8 persen terhadap
PDB). Apabila dibandingkan dengan realisasi penarikan pinjaman proyek
Realisasi pinjaman
program dan pinjaman
proyek diperkirakan
lebih tinggi dari sasaran
yang ditetapkan dalam
APBN 2006.
61
Bab II
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
dalam tahun 2005 yang mencapai Rp14.575,6 miliar (0,5 persen terhadap
PDB), maka perkiraan realisasi penarikan pinjaman proyek dalam tahun
2006 tersebut mengalami peningkatan sebesar Rp10.899,7 miliar atau
74,8 persen. Lebih tingginya perkiraan realisasi pencairan pinjaman proyek
tersebut, selain diakibatkan oleh adanya luncuran pinjaman luar negeri
tahun 2005 ke tahun 2006, juga disebabkan oleh adanya revisi DIPA
pinjaman luar negeri 2006 yang semula belum ditampung dalam APBN
2006.
Di lain pihak, realisasi pembayaran cicilan pokok utang luar negeri dalam
tahun 2006 diperkirakan mencapai Rp52.824,2 miliar (1,7 persen
terhadap PDB) lebih rendah Rp10.770,4 miliar atau 16,9 persen dari
pagu alokasi cicilan pokok utang luar negeri yang dianggarkan dalam
APBN 2006 sebesar Rp63.594,6 miliar (2,1 persen terhadap PDB).
Lebih rendahnya perkiraan realisasi beban pembayaran cicilan pokok
utang luar negeri tahun 2006 tersebut terutama disebabkan oleh adanya
penyesuaian asumsi nilai tukar antarmata uang asing yang dijadikan dasar
perhitungan untuk melakukan konversi pembayaran cicilan pokok utang
luar negeri. Namun demikian, apabila dibandingkan dengan realisasi
pembayaran cicilan pokok utang luar negeri tahun 2005 sebesar
Rp37.112,4 miliar (1,4 persen terhadap PDB), maka perkiraan realisasi
pembayaran cicilan pokok utang luar negeri dalam tahun 2006 tersebut
berarti mengalami peningkatan Rp15.711,8 miliar atau sekitar 42,3 persen.
Hal ini antara lain disebabkan oleh sudah diperhitungkannya pembayaran
kembali atas penundaan pembayaraan pokok dan bunga sebagai akibat
dari diterimanya debt moratorium dari negara-negara anggota Paris Club
awal tahun 2005 yang lalu. Perkiraan realisasi pembiayaan anggaran tahun
2006 dapat diikuti dalam Tabel II.7.
Tabel II.7
PERKIRAAN REALISASI PEMBIAYAAN ANGGARAN, TAHUN 2006 1)
(miliar rupiah)
URAIAN
A. PEMBIAYAAN DALAM NEGERI
APBN
APBN-P
% thd
APBN
% thd
PDB
1,8
50.913,0
1,7
55.257,7
108,5
I. Perbankan Dalam Negeri
23.026,7
0,8
17.906,5
77,8
0,6
II. Non-Perbankan Dalam Negeri
1. Privatisasi (neto)
2. Penj.Aset Prog.Restr.Perbankan
3. Surat Utang Negara (Neto)
4. Penyertaan Modal Negara
27.886,3
1.000,0
2.350,0
24.886,3
-350,0
0,9
0,0
0,1
0,8
0,0
37.351,2
1.000,0
2.579,5
35.771,7
-2.000,0
133,9
100,0
109,8
143,7
571,4
1,2
0,0
0,1
1,1
-0,1
-28.482,2
35.112,4
9.900,0
25.212,4
-0,9
1,2
0,3
0,8
-15.273,8
37.550,4
12.075,1
25.475,3
53,6
106,9
122,0
101,0
-0,5
1,2
0,4
0,8
II. Pembayaran Cicilan Pokok Utang LN
-63.594,6
-2,1
-52.824,2
83,1
-1,7
Jumlah
22.430,8
0,7
39.983,9
178,3
1,3
B. PEMBIAYAAN LUAR NEGERI, (Bersih)
I. Pinjaman Luar Negeri (Bruto)
1. Pinjaman Program
2. Pinjaman Proyek
1) Perbedaan satu angka di belakang koma adalah karena pembulatan.
62
% thd
PDB
ffie
\Srt']Po
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA
LINDANG.UNDANGREPUBLIK INDONESIA
NOMOR 14TAHI.IN2006
TENTANG
:.
PERUBAHANATASIJNDANG.UNDANGNOMOR 13TAHUN2OO5
TENTANGANGGARANPENDAPATANDAN BELANJA NEGARA
TAHI.INANGGARAN2006
JAKARTA, OKTOBER2OO6
PRESIOEN
REPI.IBLIKINDONISIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 14 TAHUN 2006
TENTANG
PERUBAHANATAS UNDANG-UNDANGNOMOR 13 TAHUN 2OO5
TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA
TAHUN ANGGARAN2006
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang: a. bahwa Anggaran Pendapatan dan l3elanja Negara disusun
dalam rangka mewujudkan perekunomian nasional yang
berdasarkan atas demokrasi ekonomi dengan prinsip
kebersaman,
berkelanjutan,
wawasan
berkeadilan,
lingkungan, dan kemandirian, gurta mencapai Indonesia
yang aman dan damai, adil tlan demokratis, serta
meningkatkan kesejahteraan ralryat;
b . bahwa sejak ditetapkannya Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2005 tentang Anggaran Pcndapatan dan Belanja
Negara Tahun Anggaran 2006, telah terjadi berbagai
perkembangan dan perubahan
keadaan yang sangat
pada berbagai
mendasar yang berdampak sigrifikan
indikator ekonomi yang berpengaruh pada Pokok-pokok
Kebijakan Fiskal dan Pelaksanaari APBN 2006 sehingga
diperlukan adanya perubahan perkiraan atas APBN 2O06;
c.
bahwa dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN
2006, perlu segera dilakukan Periyesuaian atas berbagai
sasaran pendapatan
negara; belanja negara, defisit
anggaran, serta kebutuhan dan sumber-sumber pembiayaan
anggaran, agar menjadi lebih realistis dan mampu
mendukung
pencapaian sasaran'-sasaran pembangunan
ekonomi tahun 2006 dan jangka rnenengah, baik dalam
mauPun
rangka
penyediaan
baru
kerja
lapangan
pengurangan jumlah penduduk miskin secara bertahap
sesuai dengan program pembangunan nasional;
d.
bahwa pembahasan Rancangan Undang-Undang APBN
Perubahan dilakukan Dewan Penrakilan Ralryat bersama
Pemerintah dengan memperhatikan pertimbangan Dewan
Perwakilan Daerah sesuai dengan Surat Keputusan DPD
Nomor 27|DPDl2OO6 tanggal 13 Juli 2O06;
\.
e. bahwa
PRESIDEN
R E P T . I B L I KI N D O N T S I A
e . bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
pada huruf a, b, c, dan d, perlu menetapkan UndangUndang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2005 tentang Anggaran Pendapatan dari Belanja
Negara Tahun Anggaran 2006;
Mengingat : 1. Pasal 1 ayat (3), Pasal 5 ayat (1), Pasal 2Q ayat (2) dan ayat
(4), Pasal23, Pasal31 ayat (4), dan Pasal34 Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2 . Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2002 :entang Surat Utang
Negara (Lembaran Negara Republik Inconesia Tahun 2002
Nomor 110, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor a2361;
3 . Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003
Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4286);
a
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan
Usaha Milik Negara (Lembaran Negara Repubiik Indonesia
Tahun 2003 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor a2971;
5 . Undang-Undang Nomor 2Q Tahun 2UO3 tentang Sistem
Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4301);
2OO4 tentang
Tahun
1
Nomor
6 . Undang-Undang
Negara (Lembaran Negara Republik
Perbendaharaan
Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lernbaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4355).
2OA4 tentang
Tahun
10
7 . Undang-Undang
Nomor
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2OO4 Nomor 53,
Tambahan Lernbaran Negara Republik Indonesia Nomor
a389);
8 . Undang-Undang Nomor'15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4400);
9 Undan6-Unde'n6
.P R E S I D E N
REPT.'BLIK INDONSSiA
-39 . Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2Oe4 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor lO4, TambJhan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 442L);
1 0 . lJndang:Undang
Nomor
32
Tahun
2OO4 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesra
Tahun 2OO4 Nomor L25, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor a$Tl
11
I r.
Undang-Undang
Nomor
39
Tahun
2OO4 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemenntah pusat dan
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara }lepublik Indonesia
Tahun 2OA4 Nomor 126, Tambahan .embaran Nesara
Republik Indonesia Nomor aa38);
1 2 , Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2005 tentang Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara Tahun angg-aran*-ZOOO
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor
133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
457].).
DenganPersetujuanBersama
DEWANPERWAKILAN
RAKYATREPUBLIKINDONESIA
DAN
PRESIDENREPUBLIKINDONESIA
.
MEMUTUSI{AN:
Menetapkan: UNDANG-UNDANGTENTANG PERUBAHANATAS UNDANGUNDANG NOMOR 13 TAHUN 2OO5 TENTANGANGGAMN
PENDAPATANDAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN
2006.
l.
Pasal I
Mengubah beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor
13 Tahun 2005 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara Tahun Anggaran 20A6 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 457 L| sebagai berikut:
l. Ketenruan
PRESIDEN
REPI.IBLIKINOON:5IA
.4-
1 . Ketentuan Pasal 2 ayat (2) sampai dengan ayat (5) diubah,
sehingga keseluruhan Pasal2 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 2
(1) Anggaran Pendapatan Negara dan Hibah Tahun Anggaran
2006 diperoleh dari sumber-sumber:
a. Penerimaan perpajakan;
b. Penerimaan negara bukan pajak; dan
c. Penerimaan hibah.
(2) Penerimaan
perpajakan
sebagarmana dimaksud
pada
sebesar
(1) huruf
diperkirakan
ayat
a
Rp425.053.080.000.000,00{empat ratus dua puluh lima
triliun Iima puluh tigg. miliar delapan puluh juta rupiah).
(3) Penerimaan negara bukan pajak sebagaimana dimaksud
pada
sebesar
(1)
diperkirakan
ayat
hurufb
Rp229,829.268.281.000,00 (dua ratus dua puluh
sembilan triliun delapan ratus dua puluh sembilan miliar
dua ratus ena:n puluh delapan juta dua ratus delapan
puluh satu ribu rupiah).
(4) Penerimaan hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c diperkirakan sebesar Rp4,232.907.854.000,00
(empat triliun dua ratus tiga puluh dua miliar sembilan
ratus tujuh juta delapan ratus lima puluh empat ribu
rupiah),
{5) Jumlah Anggaran Pendapatan Negara dan Hibah Tahun
Anggaran 2006 sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
sebesar
diperkirakan
sampai
dengan
ayat (4)
Rp659.115,256.135.000,00 (enam ratus lima puiuh
sembilan triliun seratus lima belas miliar dua ratus lima
puluh enam juta seratus tiga puluh lima ribu rupiah).
2 . Ketentuan Pasal 3 ayat (1) sampai dengan ayat (4) diubah,
sehingga keseluruhan Pasal 3 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 3
(1) Penerimaan perpajakan sebagaimara dimaksud dalam
Pasal 2 ayat'(1) huruf a terdiri dari:
a. Pajak dalam negeri; dan
b. Pajak perdagangan internasional,
( 2 )P e n e r i m a a n . . .
PRESID;N
R E P I . . I B L I KI N D O N E S I A
-5-
(2) Penerimaan pajak dalam negeri sebag'aimana dimaksud
diperkirakan . .seb.gsar
a
huruf
pada
"yuflrl
(empat ratfs sepuluh triliun
irpa 10.226.SfiO.OOO.O00,o0
dua ratus dua puluh enam miliar Ega ratus delapan
puluh juta rupiah).
internasional
perdagangan
pajak
(3) Penerimaan
huruf b
(1)
ayat
pada
aimat suOsebagaimana
,(empat
dipeiicirakan sebesar Rp14-826'700'000'000'00
tujuh
miliar
:nam
puluh
dua
belas triliun delapan ratus
juta
ruPiah).
ratus
(4) Rincian penerimaan perpajakan Tahun Anggaran 2006
(3)
sebagaimatla dimaksud pada ayat (2) dan ayat
ini'
ayat
tercantum dalam penjelasan
(5J diubah'
3. Ketentuan Pasal 4 ayat(1) sampai dengan a{?t
berikut:
sebagai
berbunyi
4
Pasal
sehingga keseluruhan
Pasal 4
(1) Penerimaan negara bukan P?jtk sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat {1) huruf b terdiri dari:
a. Penerimaan sumber daYa alam;
laba badan usaha milik
b. Bagian p"*"ti"i"ft
"i*t
negara; dan
c. Penerimaarl negara bukan Pajak lainnya'
dimaksud
(2) Penerimaan sumber daya alam sebagaimana
sebesar
diperi<irakan
a
huruf
ayat (iI
pada
puluh lima
enam
(seratus
irp165'694.4ig'ooo.ooo,oo
miliar delapan
triliun enam t"t"" sembilan puluh emPat
juta
rupiat')'
ratus tujuh puluh sembilan
milik negara
(3) Bagian pemerintah atas laba badan u'saha
b
(-11^
pada
dimaksud
^truruf
sebagaimana
"y1!
(dua
Rp22322'500'000'000'00
diperkirakan
lima
""uiu"t
$g" t"t"" dua puluh dua miliar
puluh dua trililn
iatus juta ruPiah).
P{ak lainn-V3 sebagaimana
(4) Penerimaan negara bukal
(1)
huruf c diperkirakan sebesar
ayat
dimaksud p;i;
triliun
Rp41.8i f 'Aeg.iei'O00,OO (empat piiluh . lttut
delapan'"*..'.u"i"._*iti*.a"6panre'tusdelapanpuluh
ribu rupiah)'
-"*Uif"" jut" arr. ratus delapan puluh satu
( 5 )R i n c i a n . . '
PRESIDEN
REPT.JBLIK INDONESIA
-6-
(5)
llncian penerimaannegara bukan pajak Tahun Anggaran
2006 sebagaimana dimaksud pada ayat(21 sampai
dengan ayat (4) tercantum dalam peqjelasanayat ini.
4 . Ketentuan Pasal 5 ayat (1) sampai dengan ayat (4) diubah,
sehinggakeseluruhan Pasal5 berbunyi sebagaiberikut:
pasal S
(i) Anggaran Belanja Negara Tahun Anggaran 2006 terdiri
dari:
a. Anggaranbelanja Bemerintahpusat; dan
b. Anggaranbelanja ke daerah.
(2) Anggaran belanja pemerintah pusat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a dilrcrkirakan sebesar
Rp478.249,290.655.000,00(empat rrtus tujuh puluh
delapan triliun dua ratus empat puh:h sembilan miliar
dua ratus sembilan puluh juta enam ratus lima puluh
lima ribu rupiah).
(3) Anggaranbelanja ke daerah sebagaimanadimaksud pada
ayat (1)
huruf b
diperkirakan
sebesar
Rp220.849.845.400.000,00 (dua ratus dua puluh triliun
delapan ratus empat puluh sembilan miliar delapan ratus
empat puluh lima juta empat ratus ribu rupiah).
(4) Jumlah Anggaran Belanja Negara Tahun Anggaran 2006
sebagaimana dimaksud pada ayat (21 dan ayat (3)
diperkirakan sebesar Rp699.099. 136.055.000,00 (enam
ratus sembilan puluh sembilan triliun sembilan puluh
sembilan miliar seratus tiga puluh enasr juta lima puluh
lima ribu rupiah).
5 , Ketentuan Pas'al 6 ayat (1) sampai dengan ayat (4) diubah,
sehingga keseluruhan Pasal 6 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 6
(1) Anggaran
p rsat sebagaimana
belanja pemerintah
dimaksud dalam Pasai 5 ayat (1) hur-rf a dikelompokkan
atas:
a. Belania
RE''JLTFSIf,SU*r'o
-7 a. Belanja pemerintah pusat menurut organisasiTbagran
anggaran;
b. Belanja pemerintah pusat menurut fungsi; dan
c. Belanja pemerintah pusat menurut jenis belanja.
(2) Belanja pemerintah pusat menurut organisasi/bagran
anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
diperkirakan sebesarRp478.249.290.655.000,00
{empat
ratus tujuh puluh delapan triliun dua iatus empat puluh
sembilan miliar dua ratus sembilan puluh juta enam
ratus lima puluh lima ribu rupiah).
{3) Belanja pemerintah pusat menu!..It fungsi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b dip:rkirakan sebesar
Rp478.249.290.655.000,00(empat rarus rujuh puluh
delapan triliun dua ratus empat pulun sembilan miliar
dua ratus sembilan puluh juta enam ratus lima puluh
lima ribu rupiah).
(a) Belar{a pemerintairpusat menurut jenis telanja sebagaimana
dimakzud pada ayat (l) huruf c d'cerkirakan sebesar
Rp478.249,290.655.000,00(empat rstus tujuh puluh
delapan triliun dua ratus empat puluh sembilan miliar
dua ratus sembilan puluh juta enam ratus lima puluh
lima ribu rupiah).
6. Ketentuan Pasal 9 ayat l2l dan ayat (3) diubah, sehingga
keseluruhan Pasal9 berbunyi sebagaibeririut:
Pasal 9
[,.
{1) Anggaran belanja ke daerah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal5 ayat (1) huruf b terdiri dari:
a, Dana perimbangan;dan
b, Dana otonomi khusus dan penyesuaan.
{2) Dana perimbangan sebagaimanadime;sud pada ayat (1}
huruf d diperkirakan sebesarRp216.7)T.725.400.000,00
{dua ratus enam belas triliun tujuh ratss sembilanpuluh
tujuh miliar tujuh ratus dua puluh lima juta empat ratus
ribu rupiah).
(3) Dana otonomi khusus dan penyesuaian sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b diperkirakan sebesar
Rp4.052.120.000.000,00(empat trili'i: lima puluh dua
miliar seratus dua puluh juta rupiah).
T.Ketentuan.,.
PNESiDEN
REPL'BLIK INDONESII\
.8-
7 . Ketentuan Pasal 10 ayat (2) sampai dengan ayat {4} diubah,
sehinggakeselun*ran Pasal 10 berbunyi scbagaiberikut:
Pasal 10
(1) Dana perimbangansebagaimanadimaksud dalam Pasal9
ayat (1) huruf a terdiri dari:
a. Dana.bagihasil;
b. Dana alokasi umum; dan
c. Dana alokasi khusus.
(2) Dana bagi hasil sebagaimanadimaksud pada ayat (1)
huruf a diperkirakan sebesarRp59 563.725.400,000,00
(lima puiuh sembilan triiiun iima ratus enam puluh tiga
miliar hrjuh ratus dga puluh lima jufir empat ratus ribu
rupiah).
(3) Dana
alokasi
umum
sebagairnana. dimaksud
pada ayat (l)
huruf b diperkirakan sebesar
Rp145.664.200,000,00O,00
(seratus empat puluh lima
triliun enam ratus enam puluh empat miiiar dua ratus
juta rupiah).
(4) Dana alokasi ktrusus sebagaimanadimaksud pada ayat
(1)
sebesar
huruf
c
diperkirakan
(sebelas triliun lima ratus
Rp11.569.800.000.000,00
enarnpuluh sembilanmiliar delapan rtrtus juta rupiah).
(5) Pembagian lebih lanjut dana perirr,bangan dilakukan
sesuai dengan ketentuan dalam Unciang-UndangNomor
33 Tatrun 2004 tentqng Perimbangan Keuangan antara
PemerintahPusat dan PemerintahanDaerah.
Ketentuan Pasal 11 ayat (1) dan ayat (2) diubah, se[ingga
keseluruhan Pasal 11 berbunyi sebagaiberikut:
Pasal11
(1) Dana otonomi khusus dan penyesuaian sebagaimana
dimaksud'ddl'€imPasalg ayat (U hurut'b terdiri dari:
a, Dana otonomi khusus; dan
b. Dana penyesuaian.
(2) Dana otonoini khusus sebagaimana cimaksud pada ayat
(1)
sebesar
direncar.akan
huruf
a
Rp3.488.2841.
000.OOO,
OO(tiga triliun. empat ratus delapan
puluh delapbn miliar dua rahrs delapan puluh empat juta
rupiah).
(3)Dana . . .
REpuJLTFSIFSS*rt,o
-9 -
(3) Dana-penyesuaiansebagaimanadimaksud pada ayat (l)
huruf b direncanakan sebesar RpS63.$b.OOO,OOO,OO
(lima ratus gnam pgluh tiga miliar delapan ratus tiga
puluh enam juta rupiah).
9. Ketentuan Pasal 12 ayat {1} dan ayat (2) diubah, sehingga
keseluruhan Pasal 12 berbunyi sebagaibirit
"t,
Pasal12
(1) Jumlah Anggaran pendapatan Negara dan Hibah Tahun
Anggaran 2006 sebesar Rp6S9.115.256.135.000,00
(enam rafus lima puluh sembilan tnliun serafus lima
belas miliar dua ratus lima puluh enam juta seratus tiga
puiuh lima ribu rupiah) sebagaimana dimaksud dalam
lasal 2 ayat (5), lebih kecil dari jumlah AnggaranBelanja
Negara
Tahun
Anggaran
2006
sebesar
Rp699.099.136.055.000,00{enam ratus sembilan puluh
sembilan triliun sembilan puluh sembrlan miliar siratus
tiga puluh enarn juta lima puluh lima ribu rupiah)
sebagaimanadimaksud dalam pasal5 ayat (4), sehingga
dalarn Tahun Anggaran 2006 dipekirakin
terdapat
O"l"-tt Anggaran sebesarRp39.983.829.920.000,00
(iiga
puluh sembilan triliun sembilan raflrs delapan puluh tiga
miliar delapan ratus tujuh puluh sembilarjuta sembilan
ratus dua puluh ribu rupiah), yang akan dibiayai dari
PembiayaanDefisit AnggaranTahun Anggaran2006.
(2) Pembiayaan Defisit Anggaran Tahun Anggaran 2006
sebagaimana dimaksud pada ayqt il) diperoleh dari
sumber-sumber:
a. Pembiayaan
dalam
negeri
sebesar
Rp55.257.682.348,000,0O
(lima puluh lima triliun dua
ratus lima puluh tujuh miliar enxm ratus delapan
puluh dua juta tiga rahrs empat puluh delapan ribu
rupiah); dan
b. Pembiayaan luar negeri (neto) sebesar negatif
Rp15.273.8O2.425.OOO,00
(lima belas triliun dua ratus
tujuh pulqh tiga miliar delapan rarus dua juta empat
ratus dua puluh delapan ribu rupiah).
(3) Rincian Pembiayaan Defisit Anggaran Tahun Anggaran
2006 sebagaimana dimaksud pada eyat (2) tercantum
dalam penjelasanayat ini.
Pasal II ...
.FRESIDEN
REFTJBLIK INDONISIA
-10-
Pasal II
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar
setiap
orang
mengetahuinya,
memerintahkan
pengundangan Undang-Undang ini c.engan penempatannya
dalam Lembaran Negara Republik Indor esia.
Disahkan di Jakarra
pada tanggal 9 Oktober 2006
PRESIDENREPUBLII."INDONESIA,
ttd
DR. H. SUSILOBAMBANGYUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 9 Oktober 2006
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
t
,rd
HAMID AWALUDIN
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHI,N 2006 NOMOR 84
Salinan sesuai denganaslinya
DEPUTIMENTERISEKRETARIS
NEiABA
BIDANGPERUNDAI{G-UNDANGAI{,
PRESIOEN
REPI.IBLIK INDONSSIA
PENJEI,ASAN
ATAS
UNDANG-UNDANGREPUBLIKINDONESII,
NOMOR 14 TAHUN 2006
TENTANG
PERUBAHAN ATAS UNDANG.UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2OO5
TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJF NEGARA
TAHUN ANGGARAN2006
UMUM
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahr'.n Anggaran 2006
sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2005,
mengacu pada ketentuan-ketentuan yang terdapat dalatn Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, ::erpedoman pada
Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2006, Kerangk,t Ekonomi Makro,
serta Pokok-pokok Kebijakan Fiskal tahun 2006. Se.ak ditetapkannya
Undang-Undang Nomor i3 tatun 2005 tentang Anggaran'Pendapatan dan
Belanji Negari Tahun Anggaran 2006, telah terjad perubahan dan
perkembangan yang cukup banyak pada faktor-faktor internal dan
eksternal yang berdampak signifikan pada berbagai 'ndikator ekonomi
makro, yang berpengaruh pada pelaksanaan APBN tahur, 2006' Karena itu,
pelaksanaan APBN tahun 2006, perlu
*"t gu*ankan
dalam t."gL"
dilakukan penyesuaian atas sasaran-sasaran pendalatan negara dan
hibah, belanja-negara, defisit anggaran, serta kebutuhan dan sumberanggaran, agar menjadi lebih realistis dan mampu
sumber pe*tiayaan
mendukung pencapaian sasaran-sasaran pembangunan ekonomi tahun
2006,
Dari sisi eksternal, faktor harga minyak dunia yang tinggi dan fluktuasinya
pada pelaksanaan APBN tahun
masih akan menimbulkan teliaaryisdan
cu-kup signilikan pada oenerimaan migas,
2006, oleh karena berpengaruh
'gnl;
sementara itu,
suusidi listrik.
maupun
perubahan
subsidi
akan
diperkirakan
imbalance$
global
Leddakseimbqnga$
lglibat
emerg4,
dan
rng
berkemb
menurunkan ailran rnoa* ke negara-negara
sehingga kecenderungan larinya moa* ke negara yang-dianggap memiiiki
resikJiebih keci| (ftigtt b Etalitg)akan meny!b*b.k* tegadinya arus keluar
modal jangka p"niel dari negaia-negara berkembang, iermasuk Indonesia'
Faktor-fal;tor tersebut padJ. gilirarinya {apat memp.rngaruhi stabilitas
moneter serta struktur dan ketahanan fiskal.
Dari
PRESIDEN
RgPI.IBLIK INDONtrSIA
-2-
Dari sisi internal, perkembangan ekonomi Indonesia selama triwulan I dan
triwulan II tahun 2006 menunjukkan perubahan yang cukup besar pada
pada
perkiraan
awal
berbagai vaiiabel ekonomi makro dibandingkan dengan
saat penyusunan asumsi APBN 2006. Perekonomiar. Indonesia dalam
semester I tahun 2006 masih mengaiami perlambatar akibat kenaikan '
harga BBM tahun 2005 dan berbagai faktor eksternal, namun diperkirakan
bertatrap akan kembali membaik pada semesner II tahun 2006.
"""*.
Perbaikan tersebut didukung oleh membaiknya kegiatan investasi, ekspor,
dan pulihnya daya beli masyarakat. Kestabilan ekonomi makro terus dijaga
baik, yang'terceimin pada menurunnya volatilitas nila tukar rupiah dan
indeki harga saham gabungan (IHSG), serta menurunny6t laju inflasi.
Pertumbuhan ekonomi tahun 2006 diperkirakan mencepai 5,8 (lima koma
detapan) persen. Meskipun perkiraan'tersebut lebih rendah dari proyeksi
awal pada saat penyuiunan APBN 2006 sebesat 6,2 (enam koma dua)
persen, namun masih lebih tinggi dari laju pertumbuhan ekonomi tahun
ZOOS yung mencapai 5,6 (lima koma enam) persen. Laju perturn-bu.fan
ekonomi lahun ZbOO tersebut akan dicapai dengarr upaya perbaikan
investasi, peningkatan kinerja ekspor dan menguatnya daya beli
masyarakat. Namun, pencapaian sasaran pertumbuhan ekonomi tahun
2006 tersebut memerlukan kerja keras, mengingat ma.;ih terdapat faktorfaktor risiko yang perlu diwaspadai.
Laju inflasi kumulatif yang selama periode Januari - "I'lni 2006 stabil dan
teikendali pada tingkitZ,AZ (dua koma delapan puluh rujuh) persen, lebih
rendah aaii ta.lu iiflasi kumulatif pada periode yang sama tahun 2005
sebesar 4,28 (empat koma dua puluh delapan) persen,
Di sisi lain, nilai tukar rupiah meskipun mengalami penguatan, terutama
pada kuartal pertama akiUat arus modal masuk yang c:kup deras, natll
masih cukup tinggi meskipun mulai m:ncapai suatu titik
volatilitasnya
-baru
pada uem"it"t tfiatrun 2006. Sejaian dcngan meningkatnya
kestabilan
kegiatan ekonomi, kebutuhan valuta asing untuk im1'" r,^khususnya impor
bahan baku dan barang modal datam sembster II tahun 2006 diperkirakan
akan meningkat, seme;tara kegiatan ekspor masih dipe rkirakan stabil atau
bahkan mengUat. Dengan perkembangan tersebut, dalam tahun 2006 ratarata nitai tukar rupiai diierkirakan inencapai sekitar Rp9.300/Ul$ ::1Y
lebih kuat bila dibanding dengan asumsi nilai tuka: pada APBN 2006
sebesar rata-rata Rpg.gOOlUS$. Seiring dengan. m.en$ratnya -nilai tuIT
rupiah, Iaju inflasi akan dapat distabilkan pada tingka.'.yang relatif rendah
dibandingian tahun sebelurnnya, sehingga sasaran inflasi sebesar 8,0
(delapan Lo*" nol) persen dalam tahun 2006 diperkira!..an akan tetap dapat
dicapai.
SelanjutnYa . '
REP'Sifrsl35U*tt'o
-3le]anjutnya, dengan menguatnya nilai tukar rupiah dan menurunnya laju
inflasi tersebut, maka suku bunga sBI 3 (tiga) bulan diperkirakan akan
cenderung menurun hingga mencapai sekitar 10,75 (sepuluh koma tujuh
puluh lima) persen pada akhir 2006. Dengan perkembangan tersebut,
selama tahun 2006, rata-rata suku bunga SBI 3 (tiga) bulan diperkirakan
mencapai sekitar 12,0 (dua belas koma nol) persen, lebih tinggi dari
perkiraan semula dalam asumsi APBN 2006 sebesar 9,5 (sembilan koma
lima) persen.
Perkembangan berbagai indikator
ekonomi makro tersebut telah
memberikan pengaruh yang sangat signilikan terhadap pelaksanaan APBN
Tahun Anggaran 2006. Sehubungan dengan itu, maka terhadap Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2006 perlu dilakukan
berbagai penyesuaian, agar lebih realistis dan sejalan dengan perubahan
dan perkembangan yang terjadi,
Anggaran Pendapatan Negara dan Hibah Tahun Anggaran 2006
diperkirakan berubah menjadi sebesar Rp659.115.256.135,000,00(enam
ratus lima puluh sembilan triliun seratus lima belas miliar dua ratus lima
puluh enarn juta seratus tiga puluh lima ribu rupiah). Perkiraan
pendapatan negara dan hibah tersebut didasarkan oleh adanya
perkembangan beberapa variabel asr.lmsi dasar ekonorn' makro, terutama
harga minyak mentah dan nilai tukar yang ditetapkan dalam APBN Tahun
Anggaran 2006, Pendapatan dalam negeri yang bersumbe:' dari penerimaan
perpajakan diperkirakan akan mencapai Rp425.053.080. 000.000,00 (empat
ratus dua puluh lima triliun lima puluh tiga miliar delapan puluh juta
rupiah). Penerimaan negara bukan pajak diperkirakan akan mencapai
Rp229.829.268.28i.000,00 (dua ratus dua puluh sembila.n triliun delapan
ratus dua puluh sembilan miliar dua ratus enam puluh delapan juta dua
ratus delapan puluh satu ribu rupiah). Faktor-faktor yaug mempengaruhi
perkiraan penerimaan perpajakan dalam tahun 2OO6antra lain mencakup:
(t/ perkembangan beberapa indikator ekonomi makro yarg berubah cukup
signifikan dari perkiraan semula terutama nilai tukar rupiah terhadap dolar
kebijakan
Amerika Serikat dan harga minyak; (i4 langkah-largkah
perpajakan yang diambil dalam rangka menciptakan suatu sistem
perpajakan yang sehat dan kompetitif dengan tujuan me,rdorong investasi;
dan (iii/ langkah-langkah administrasi yang terus menerus dilakukan dalam
upaya perbaikan sistem dan prosedur perpajakan, cukai, dan kepabeanan.
Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi penerimarn negara bukan
pajak antara lain berkaitan dengan lebih tingginya perkiraan harga ratarata minyak mentah Indone.sia (lCP) dalam tahun 2Ct06 dibandingkan
dengan asumsi yang digunakan dalam perhitungan APBN Tahun Anggaran
2006. Sementara itu, penerimaan yang bersumber dari l-ibah diperkirakan
mencapai Rp4.232.907.854.000,00(empat triliun dua ratus tiga puluh dua
miliar sembilan ratus tujuh juta delapan ratus lima iruluh empat ribu
rupiah).
Sebagairnana
,PRESIDEN
REPI.}BLIK INDONESIA
-4-
Sebagaimana halnya dengan pendapatan negara dan hibah, anggaran
belanja negara diperkirakan berubah menjadi Rp699.01t9.136.055.000,00
(enam ratus sembilan puluh sembilan triliun sembilan puluh sembilan
miliar seratus tiga puluh enam juta lima puluh lima ribu rupiah). Alokasi
anggaran belanja pemerintah
pusat diperkirakan
akan mencapai
Rp478.249.290.655.000,00 {empat ratus tujuh puluh delapan triliun dua
ratus empat puluh sembilan miliar dua ratus sembilan puluh juta enam
ratus lima puluh lima ribu rupiah). Alokasi belanja ke de,erah diperkirakan
akan mencapai Rp220.849.845.400.000,00 (dua ratus dua puluh triliun
delapan ratus empat puluh sembilan miliar delapan ratus empat puluh lima
juta empat ratus ribu rupiah). Lebih tingginya perkiraan belanja pemerintah
pusat terutama berkaitan dengan kenaikan pembayaran bunga utang dalam
negeri akibat lebih tingginya perkiraan suku bunga SBI yang digunakan
dalam perhitungan APBN Tahun Anggaran 2006, dan lebrh tingginya beban
subsidi bahan bakar minyak sebagai akibat lebih tingginl'a perkiraan harga
minyak mentah internasionai, Sementara itu, lebih ti:gginya perkiraan
anggaran belanja ke daerah, berkaitan dengan lebih tingginya perkiraan
realisasi dana bagi hasil, khususnya dana bagi hasil perpajakan yang
mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya target penerimaan
perpajakan yang dibagihasilkan, serta dialokasikannya dana tambahan
otonomi khusus pembangunan infrastruktur bagi provinsi Papua.
Dalam kaitan dengan anggaran pendidikan dalam tahun 20A6, Mahkamah
Konstitusi telah menetapkan dalam keputusan MK No.026/PUU-III/2005,
tanggal 22 Maret 2A06, bahwa Undang-Undang APBN 2006 sepanjang
mengenai anggaran pendidikan dalam APBN 2006 sebesar 9,1 persen
sebagai batas tertinggi adalah bertentangan dengan Undang-Undang Dasar
1945. Hal ini berarti, bahwa Undang-Undang APBN 2006 tetap mengikat
secara hukum dan dapat dilaksanakan sebagai dasar hukum pelaksanaan
APBN berdasarkan Undang-Undang, dengan kewajiban bagi Pemerintah dan
DPR untuk mengalokasikan kelebihan dana yang akan diperoleh dari hasil
penghematan belanja negara dan atau hasil peningkatan pendapatan pada
anggaran pendidikan dalam APBN Perubahan 2006. Menindaklanjuti
Keputusan Mahkamah Konstitusi tersebut, dalam APBI*I Perubahan 2046,
Pemerintah dan DPR berupaya secara maksimal untuk melaksanakan
keputusan Mahkamah Konstitusi tersebut, Dari hasil perubahan besaran
'sisi
APBN tahun 2006, baik di
pendapatan, belanj€" negara, maupun
pembiayaan anggaran, malta secara keseluruhan anggaran belanja
pemerintah pusat mengalami kenaikan Rp50.650.99i).655,000,00 (lima
puluh triliun enarn ratus lima puluh miliar sembilan ralus sembilan puluh
juta
yakni
dari
enarn ratus
puluh
ribu
rupiah),
lima
lima
Rp427.598.300.000.000,00 (empat ratus dua puluh tujuh triliun lima ratus
sembilan puluh delapan miliar tiga ratus juta rupiah dalam APBN 2006
menjadi
REPT.IBLIK INDON!SIA
-5-
menjadi Rp478,249.290.655.000,00(empat ratus tqjuh puluh delapan
triliun dua ratus empat puluh sembilan miliar dua ratus sembilan puluh
juta enam ratus lima puluh lima ribu rupiah) dalam APBN Perubahan 2006.
Kenaikan belanja pemerintah pusat tersebut dialokasikan, antara lain
untuk: fJ/ subsidi sebesarRp28.117,150,900.000,00
(dua puluh delapan
triliun seratus tduh belas miliar seratus lima puluh juta sembilan ratus
ribu rupiah), terutama agar tidak terjadi kenaikan harga BBM dan tarif
dasar listrik yang dapat menimbulkan gejolak di perekonomian dan
rnasyarakat, (2) bunga utang sebesarRp5.865,653.165.0C0,00(lima triliun
delapan ratus enam puluh lima miliar enarn ratus lima puluh tiga juta
seratus enam puluh lima ribu rupiah), guna memenuhi }:ewajibankepada
pihak ketiga yang menjadi tanggung jawab pemerintah, 3/ bencana alam
Rp2.400.000.000.000,00(dua triliun empat ratus milia.: rupiah), untuk
membantu daerah dan masyarakat yagrgterkena musibah bencana dalam
tahun 2006, (4/ subsidi langsung tunai Rp1.819.800.000,000,00(satu
triliun delapan ratus sembilan belas miliar delapan rarus juta rupiah),
untuk membantu masyarakat miskin yang terkena dampak kenaikan harga
BBM, f,5i dana rehabilitasi dan rekonstruksi Daerah Istiinewa Yoryakarta
dan provinsi Jawa Tengah sebesar Rp2.700.000.000.00),00(dua triliun
tujuh rafus miliar rupiah), darr (6).tambahan pendanaan untuk Badan
Rehabilitasi , dan
Nias
sebesar
dan
NAD
Rekonstruksi
Rp1.053.043.655.000,00{satu r,riliun lima pr-rl:h tiga miliar empat ptrluh
tiga juta enarn ratus lima puluh lima ribu rupiah).
Di.luar alokasi tambahan belanja yang bersifat mendesakdan tidak dapat
dialihkan tersebut,terdapat dana sekitar Rp8.695.342.935.000,00
{deiapan
triliun enam ratus sembilan puluh lima miliar tiga ratus empat puluh dua
juta
rupiah), yang
lima ribu
sembilan ratus
tiga puluh
Rp4.500,000.000.000,00
(empattriliun lima ratus miliar rupiah) (sekitar52
persen) diantaranya diprioritaskan untuk menambah angiSaranpendidikan.
Tambahan anggaran pendidikan tersebut untuk meningkatkan akses dan
kualitas penditsikan sesuai dengan amanah Undang-UndangDasar Tahun
1945. Namun, mengingat kemampuan keuangan negara Jtangterbatas dan
tanggung jawab negara untuk memenuhi kewajiban-kevrajibanmendesak
]tang tidak dapat a*rindarkan sebagaimana diuraikan di atas, maka pada
tatrun 2006 peningkatan anggaran pendidikan belum capat sepenuhnya
memenuhi amanat Undang-UndangDasar Tahun 1945.
Bahwa Undang-UndangDasar Tahun 1945 dalam Pasal 31 ayat (4) secara
tegas menyatakan tentang kewajiban negafa mcmprioritaskan anggaran
pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari APBN dan APBD
untuk mernenuhi kebutuhan penyelenggaraanpendidikrur nasional. Oleh
karena pendidikan merupakan hal yang sangat serius drur strategis sebab
nasib mada depan bangsa Indonesia tergantung pala sumber daya
manusia, maka dipandang pqrlu dalam Undang-Undang APBN Perubahan
2fO6 diberikan
ffi"-ru
E$;xg$r
PRESiDEN
REPIJBLIK INDONgStA
-6-
2006 diberikan kriteria anggaran pendidikan nasional tersebut. Kriteria
anggaran pendidikan tersebut antara lain meliputi anggaran unruk
peningkatan mutu pendidikan nasional, menjamin akses warga miskin
untuk mempenclehpendidikan sehingga tidak ada alasan lagi warga negara
serta masyarakat miskin dan terlantar tidak menoapat pendidikan,
rehabilitasi gedung sekolah/diniyah/madrasah, tsanawiyah/aliyah yang
rusak dan hancur, biaya program wajib belajar sembilan tahun, pendidikan
keahlian, pendidikan khusus dan kejuruan, mengangkat guru bantu dan
honorer, guna mencapai tujuan pendidikan dalam rangka meningkatkan
keimanan dan ketaqwaa$ serta rnensejahterakan para pendidik. selain itu,
anggaran pendidikan tersebut tidak termasuk anggaran untuk gaji guru
dan dosen, pendidikan kedinasan, sebab anggaran pendidikan melalui
belanja ke daerah (DAU dan DAK). Pelaksanaan anggaran pendidikan
tersebut melalui DepartemenPendidikan Nasional dan DepartemenAgama
dengan dilakukan secara transparan, akuntabel, efektif dan efisien, &gtr
setiap warga negaraIndonesiadapat memaptau pelaksanaannya.
Meskipun te{adi perubahan pada hampir semua asurasi dasar ekonomi
'besaran-besaran
makro, yang pada gilirannya berpengaruh pula pada
APBN, namun upaya-upaya untuk menyehatkar APBN melalui
pengendalian defisit anggaran terus dilakukan. Berdasarkan pada perkiiaan
Anggaran Pendapatan Negara dan Hibah, dan perkiraar Anggaran Belanja
Negara, maka Defisit Anggaran dalam Tahun Anggaran 2006 diperkirakan
akan berubah menjadi sebesar Rp39.983.879.920.0t)0,00(tiga puluh
sembilan triliun sembilan ratus delapan puluh tiga miliar delapan ratus
tujuh puluh sembilan juta sembilan ratus dua puluh nbu rupiah). Defisit
Anggaran tersebut akan dibiayai melalui sumber-sumber pembiayaandalam
negeri sebesarRp55,257.682.348,000,00
(Iima puluh lima triliun dua ratus
lima puluh tt4iuh miliar enam ratus delapan puluh dua juta tiga ratus
empat puluh delapan ribu rupiah), dan pembiayaanluar negerineto sebesar
negatif Rp15.273,802.428.000,00
(lima belas triliun dus ratus tujuh puluh
tiga miliar delapan ratus dua juta empat ratus dua puluh delapan ribu
rupiah).
Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal2T Undang-UndarrgNomor 17 Tahun
2003 tentang Keuangan Negarajuncto Pasal 16 Undang-UndangNomor 13
Tahun 2005 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun
Anggaran 2006, maka perubalran atas Anggaran pendapatan dan Belanja
NegaraTahun Anggaran2006 perlu diatur dengan Undrar:g-Undang.
II. PASf.L DEMI PASAL . , .
,PRESIDEN
REPUSLIK INDONISIA
-7 I. PASALDEMI PASAL
Pasal I
Angka !.
Pasal 2
Ayat {1)
Cukup jelas.
AYat {2)
Penerimaan perpajakan semula ditetapkan sebesar
Rp416,313.160.000.000,00
{empat ratus enam belas
triliun tiga ratus tiga belas miliar seratus enam puluh
juta rupiah).
Ayat (3)
Penerimaan negara bukan pajak semula ditetapkan
sebesar Rp205.292.276.L62.OO0,00
idua ratus lima
triliun dua ratus sembilan puluh dua miliar dua ratus
tujuh puluh enam juta seratus enarr. puluh dua ribu
rupiah).
Ayat {4}
Penerimaan hibah
semula dite"npkan sebesar
Rp3.631.590.000.000,00(tiga triliun enarn ratus tiga
puluh satu miliar lima ratus sembilan puluh juta
rupiah).
Ayat (5)
Jumlah Anggaran Pendapatan Negara dan Hibah Tahun
sebesar
ditetapkan
Anggaran
semula
2006
puluh
lima
dua
(enam
ratr.s
Rp625.237.026.162.000,00
puluh
dua
puluh
.niliar
hljuh
triliun dua ratus tiga
enamjuta serattrsenam puiuh dua ribu rupiah)'
Angka 2
Pasai3
Ayat {1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Penerimaan pajak dalam negeri st:mul& ditetapkan
sebesarRp399.32I .660.000.000,00(tiga ratus sembilan
puluh sem.bilan triliun tiga ratus dua puluh satu miliar
enam ratus enam puluh juta rupiah).
Ayat (3) . .
.,..'4.8>\',,
r
irrn
' . 1.t'lf,l
\4t
I
xl?
Nft-'\i4
\\'q;^.l[ .$rl
t{r( :AW
"DiY{gs
PRESTDEN
R E P T . I B L I KI N D O N E S I A
-8nJaL
tu,
P-enerimaanpajak perdagangan internasienal semula
ditetapkan sebesar nptO.Sdt.S0O.r00.000,00
belas triliun sembilan ritus sembilan puluh rut" G;;
[i]i",
lima rafr,rsjuta rupiahi.
Ayat (a)
Penerimaan
perpajakan
semirla
ditetapkan
Rp416.313.160,000.000,00
(empat ratus enam belas
triliun tiga ratus tiga belas mililr se:atus enarn puluh
i:9^ _ rupiah)
berubah
n enjadi
,"b".",
Rp425.053.080.000.000,00
(empat,atus dua puluh
lima triliun lima puluh tiga'miliar d:lapan p"Uf, juta
rupiah).
Rincian PenerimaanperpajakanTahun Anggaran2006 adalah
sebagaiberikut:
.Iealr pcaodnaaa
&
Senuls
qFfdabDrrge8f
{dalam rupiahf
MeaJarll
399IElr.6€Oqnm lo 41O"ZZ63EO.mo,o0o,00
[email protected]
00 2i 3.6t.980.000.000.00
aUlQjakpenghastm@r)
411l i FftminyEktrumidan gasatayu
g2.S16,090.000.00C
O0
411111PHrmh)akhud
13.78r.730.000.00.
00
4llf12pFhgsalan
af lf2 FFhnorqigFs
4lU2l pFhFasal2t
38.685.980.000.000,00
13.3:t4..650,000.000,00
[email protected] 25.351.330,000.000.@
[email protected]
00 175.012.000.m0.000.00
?.706.400.000.0ric
00
4uu2FFhfrsalz2urimps
28.00r.900.000.000,00
4.U8,7OO.m0.0OC0O4.362.900.000.000,00
4lll23PFhFasal22iryq
16.416.600.m0.00c.m 15.405J00.000.000,00
4lll24FSttksal2g
l&91ffm.000.00c.00
19.48r.300.000.000,00
4lll25 Fft esal25/29oarglnbadi 2.29&SOO$O.0OC
0O
mfir0o.0m.mo,00
41lf26Ffthsel2s/29bede
6grOg.U/O.mO.00('O0
68.6s8.200.000.000,00
4Ul?Ehhsat26
4l I 128Fthfoaldefdiat
r0.38&900.000.0d,ml 1.0s5,400,000,000,00
ba FeF 2S,t€[email protected]: OO
25.6!2.900.000.000,00
alPnajakpa@nbdrannlddrlp{alcpagualm
esbrargm.,'*ahFa{dari:ftE[t0'
[email protected],,00132.87arc0.000.0@,00
4ll3&iakbusidElt-'€'lna1c€ts)
l5.22,[email protected] re.lsg.8OO.OOO.OO0,O0
4lf4Beapc!debmhak&stflah.lg'lbd,gr,al
FGIIIq
afl5kd4@rorlei
4u6hd4dauqiatctdx{E
Afi&perOryugrahecrrtual
a12lkd4@rbcanaslc
4122Rodsp@ p{aklFurgu6 drycr
[email protected]@o0c,00 4.386300.m0.000,00
36519,700.000.09.,00 38.522600.000.000,00
2?n Em.m.mr,0o
16.99lsmomlxD,po
[email protected],00
14.S25.?OO,Om.O@,oo
l6.s/2.m).000.00c,00 l3.583.OOO.OOO.OOO,m
41E.900.000,09.30 r.243.700.000.000,00
Angka3 ..,
rnL5IUCl\
R E P T J B L I KI N D O N E S I A
Angka 3
Pasal 4
Ayat (1)
Cuicupjelas,
Ayat (2)
Penerimaan sumber daya alam se,nula ditetapkan
sebesarRp151.641.605.700.000,00(seratuslima puluh
satu triliun enam ratus empat puluh .ratu miliar enam
ratus lima juta tujuh ratus ribu rupiah).
Ayat (3)
Penerimaan bagran pemerintah atas li;ba badan usaha
milik
negara , semula
ditetapkan
sebesar
Rp23.278.000,000.000,00(dua puluh tiga triliun dua
ratus tujuh putuh delapan miliar rupia r).
Ayat (4)
Penerimaan negara bukan pajak lainnya semula
ditetapkan sebesar Rp30.372.670.462.000,00(tiga
puluh triliun tiga ratus tduh puiuh dua miliar enam
ratus tujuh puluh juta empat ratus :nam puluh dua
ribu rupiah).
Ayat (5)
Penerimaan negara bukan pajak semula ditetapkan
sebesar Rp205.292,276.162.AA0,00idua ratus lima
triliun dua ratus sembilan puluh dua miliar dua ratus
hijuh puluh enam juta seratus enar puluh dua ribu
rupiah)
menjaJi
sebesar
berubah
Rp229.829,268.281.000,00 (dua raius dua puluh
sembilan triliun delapan ratus dua puluh sembilan
miliar dua ratus enam puluh delapan juta dua ratus
delapan puluh satu ribu rupiah).
Rincian Penerimaan Negara Bukan Pajak Tahun Anggarart
2006 adalah seblgai berikut:
(dalam ntPiah)
rleab Peaerirnaar
a Pcuerimaan sumber daya alan
421 I Pendapatan minya}( buni
421 IX I Pcndapatan minyak bumi
4212 Pendepatsn gas alam
4212f 1 Pendaghtan gas alam
SeauLa
MeaJadi
151.641.605.700,
)00 r65.694.879.000.000
)00 122.963.750.000.000
110,137.?10.000.
)oo 122.963.750.000.000
I 10.r37.710.000.
36.824.740,000.000
36.096.5E0,000.)00
000 36.824,740,000.000
36.096,580,000
..
42lS PrnrlaD€tan
PRESIDEN
REPLIBLIK INDONISIA
l04213Pcndepataaprrtambanganumun
2.999.169.?00.0003.482.243.000.000
421311Pcodapataniurantctap
52,3!S.g0(r.000 62.774.000.000
421312 Pendaparanroyaltibatubara 2.9gS.gSg.90C.0O03,419.469.000.000
42lr$ Pcndapetankebutanaa
2.O0O.OOO.OOO.00O
2.010.000.000.000
42141 Pendapatandaaareboisasi
42142 Peodspatsnplovisi sumbet
1.104.241.000.000 1.512.841.000.000
daya hutan
pendapatan iuran bak
pengusahaer b[tan
8E9.189.700,000 462.426,000.000
42143
6.569.300.000
42 15 Pc[dapatan perilcanen
34.733.000.000
4 t4.146.00,r.000 414.146.000.000
42151 I Peudapatan perihanan
414.146.000.000 4r4.146.000.000
b. Begian pcncrintah atas laba BUMN
23,278.000.00r.000
22.322.500.000.000
422f Bagian pcmsrintab &tas laba BUMN
c. Penerimaan negara bukan pqiak laipya
423 I I Petrdapatas peajualan basil
produksi/sitaan
30.372.670,462.00041.811,889.28
t.000
23,278.000.000.00022.322,500.000.000
3.937,977.248.OOO4.59r.729.239.OOO
423lll
Pcndapatan penjualsn hasil
pcrtardan, kehutanan, dan
pcrkeburan
423 I 12 Pendapatar penjualsn hasil
peteruatran dan perikanan
2,285.056.000
7.054.69i.000
7.587.523.000
423 I 13 Pendapatan penjualan ttasil
tal]lbang
r.905.234.65J.0002.106.642.037.000
r+23114 Pendapatanpenjualanhasil
sitaanlra.Epasandan lrarta
penioggalan
2.002.556.614.000 2.458.550.2
I 3.000
4231 15 Pendapatanpenjualan obatobatan dan hasil farmasi
Iainnya
423 I 16 Pendapatan penjualan iaformasi, penerbitan, fil'n, survey,
peEretaan, dan hasil cstakan
lainnya
4231 17 Penjualan dokumen-dokuqen
pelelangan
tl29l19
Pendapatatpcrrjualanlainnya
42312 Pccdspat&penjualanas€t
423 121 Pendapatsn pcojualan ruaah,
gcdung, banguna$, dan tanatt
423 122 Pcndapatan pcnjualan kcndaraan
beruotor
42313
l.E32.50.+.000
1s5.000.000
t4.742.7n.AOO
400.2p0.000
1.OO0,7F.B,OO0
2?,7il,?e4.OOO
450.li 7.000
1.065.9r6.000
i55.000.000
t4.746.424.OAO
429.339.000
1.333.647.000
27.592.498.000
460.9?r.000
1.087.05r.000
423123 Pcndapatan pcnjualan scwa beli
rt23 129 Penda:pata[ pcnjualsn aEet lainnya yang berlcbib/rusekl
dihapuskan
25.037.6i4,offi
t. r98,0(7.000
r.011.994.000
Pcndapataa eewa
31.749.2r
9.000
27.845.332.000
423 l3 I P€odepeten scwa rumah dinae/
rumab ncgcri
423 132 Pendaiatan Bslve gcdung,
baagunan, daa gudang
25.032.482.000
9,46r.805.000
9,500.5r9.000
18.890.953.000
t6.004.288.000
f23199 PandaDatari.. .
REPTjBLIK
INDONESIA
- 1l .
'
423 133 Pendapatalt sewa benda-beuda
bergerak
423139 Pendapatansewabenda-benda
tak bergerak lainnya
42314 Pendapatanjasal
1.705.881.000
1.324.698.000
1.690.630.000
1.015.827.000
7.398.246.715.000 7 .929.967.65LOA0
423141 Pendapatanrumah sakit dan
iJrstensikesehatan lainnya
145.888.935.000
423 142 Peqdapatan teEpat hjburen/
dan Puogutsr
taaan/BuseuE
usaha pariwisata alallt (PUPA)
243.086.r 10.000
r8.207.150.000
17'195.555O00
423143 Pendapatan surat keterangan,
visa, paspor, SIM, STNK, dan
BPKB
3.281.050.395.000 2.298.453.837.000
423144 Pendapatanhak dan perijinan
2.226.A70.742.000
423 145 Pendapatan sensor/karantitrs,
pengawasan/penetiksaan
423146 Pendapatan jasa ter;aga,
pekerjaan, informasi, pelatihan,
teknologi, pendapatan BPN,
pendapatar DJBC (iasa pekcrjaan dari cukai)
3.429.932.998.000
50.274.533.000
4 1.9I5.915.t00
1.396'398.730.000
423147 Pendapatanjasa l(antor
Urusan Agarua
r.518,624.81s.000
65.809.680.000
63.690.000' )00
423 I48 Pendapatanjasa bandar udara,
kepelabuhanan, dan kenavigasran 226.036'443. J00
305.201.594.000
376.934.000
423149 Pendapatanjasa I lainnya
42315 Pendapatanjasa iI
423151 Pendapatanjasa leEbaga
keuangan fasa giro)
423 152 Pendapatanjasa penyeleoggaraan telekomunikasi
423153 Pendapatan iuran lelang untuk
fahir miskin
423I55 Pendapatan biaya pena€ihar
p aj al<-pajak negsta dengan
surat paksa
423157 Pcndapatan bca lelang
423 158 Pendapatan biaya pengurusap
piutang dan l,elaog negsrs
423159 Pendapatenjasa U lainnya
423 16 Pcndapatan bukan pajak dari luar neteri
423161 Peadapatandati peaberian
surat pcrjelasan Rcpublik
Indonesia
42321
L291.539.534.J00
1.469.646.474.040
72.642.562.')OO
72.693.782.QOo
550.000.0c3.J00
6 2 8 . 4r 8 . 0 0 0 . 0 0 0
5.469.068.000
5.469.068.000
2.750.5s6.J00
000
19.609.840
2.750.ss5.000
25.934.510.000
82.080.0r0.000
88.478.000.000
000
552.589.508
652.300.549.000
000
166.199.438
349.326.436.000
000
28.324.438
56.648.876.000
423 162 Pendapatan dari jasa p€ng$rusan
000
r37.875.OO0
dokumen konsuler
292.677.564.000
Pendapahn kejalrsaan dan peradilan
24.374.2t3000
24.374.293.000
42321 I Pendagratanle€alisasi t Bda
tangan
000
1.026.947
423212 Pendapatar pcngesahan surat di
bawah tangan
240.349000
423213
1.026.947.000
240 349.000
Pcndapato
REPT.IBLIK INDONISIA
-124232 I 3 Pendapatan uang B{a (teges)
dan upah pada panitera badan
pengadilan (peradiian)
4232 14 Pcndapatan hasfl denda/tilang
dan scbagainya
423215 Pecdapatan ongkos perkara
423219 Pendapatankdaksaan dan
peradilan lainnya
42331 Pendapatanpcndidikan
4233 I I Pendapaan uang peDdidikan
4233 12 Pendapatanuant ujian Easuk,
kenaikan tingkat, dan akhir
pendidikan
42342
15.199.850.000
6.20s.120,000
6.205.120.000
l.199.479.000
t. r99.479.000
4.031.276.645.000 4.592,803.339.000
3,332.697.109.000
24.363,316.000
4.032.80L.000
4233 I 9 Pendapatan pendidikan lainnya
670.183.421,000
4.496.756.844.O0A
2 r . I 5 4 .17 5 . 0 0 0
r 3.800.000
74.878.520.000
13.463.545.55s.000 22.798.604.0t9.000
Pcndapatan dari pcnerimaan kembali
belanja tahun anggaran berjalan
2.094.295.000
423411 Penerinaan keabali belanja
pegawaipusat
2.052.84s,000
423412 Penef,iEaankeobali belaaia
pcnsrun
20.000.000
4234 l3 PeneriEraankembali belanja
lainnya rupiati mumi
2r.450.000
Pendapatan dari pcnerimaan kcmbali
belanja tahun anggaran yang latu
423421 Peneriaaan kernbali beianja
pegav/ai pusat
2.000.981.025.000 3.744,354,975,000
648.366.000
423422 Perl'eng;aan kembali belania
pan$un
423423 Penerimaan kemba.Ubelsrla
lainnya rupiah murni
2,000.r50.859,000 3 . 7 4 3 . 5 9 5 . 2 4 1 . 0 0 0
31.E00.000
423425 Peneri:naan kembali bclanja
lain hibalr
150.000.000
423441 PendapataspelunEsan
piutqng non-bendabara
423442 Pendapatan pelunasan
ganti rugi atas kerugan
yang didcrita ol?h negara
(masuk TP/TGR) bendabara
Pendapatan lain-lain
740.534,000
5.400.000
423424 PsneriEaan keabali belarga
lain pinjaman luar negeri
4232[4 Pendapatanpelunaeanpiutang
42347
s02.548.000
15.199.850.000
4233 I 3 Uang ujian untuk meqialankan
pralrtik
Pendapatan lain-lain
42341
502.548.000
l 1.800.000
2.000.000
7.389.414.628.0007.389.539.968.000
7.377.990.000.0007.377.980.000.000
.000
I 1.559.968.000
I 1.424.62t
.+.073.149.90:
.000 1r . 6 6 2 . 6r 4 . 7 8 1 . 0 0 0
rt234? I Penerimaan kcmbali pcrsckot/
uant muka gaji
2.213.85(.000
2.222.850.000
423472 Pcnerirraan denda ketef,.laabEtsn penyelesaien pekorjaan
. peEerinteh
1.t}59,38S.O00
r . 5 7 6 . 4 2r . 0 0 0
4234?5
Pendapatm
PRESIDEN
REPT,IBLIK INDONTSIA
-13423475 Pendapatan denda pelanggatan
di bidang pasar modal
423477 Pendapatan regristrasi dokter
6.000.000'000
9.000.000.000
r5.000.000,000
{23479 Pendapatananggararlain-lain 4.063.476.667.000 l1-634.815'510.000
Angka 4
Pasal 5
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat 12)
Anggaran belanja pemerintah pusat semula ditetapkan
sebesar Rp427.598.300.000.000,00 {empat ratus dua
puluh tujuh triliun.lima ratus sembilan puluh delapan
miliar tiga ratus juta rupiah).
Ayat (3)
Anggaran belanja ke daerah semula ditetapkan sebesar
Rp220.069,516.140.000,00(dua ratus dua puluh triliun
enarn puluh sembilan miliar lima ratus enam belas juta
seratus empat pr'rluh ribu rupiah)'
Ayat (4)
Jumlah anggaran belanja negara scmuia ditetapkan
sebesar Rp647.667,816.140.000,0O(enam ratus empat
putuh t j;h triliun enam ratus enam puluh tduh miliar
delapan iatus enam belas juta seratus empat puluh ribu
rupiah).
Angka 5
Pasal 6
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Belanja pemerintah pusat menurut organisasi/bagian
sebesar
ditetapkan
semula
anggaran puluh
dua
np112.5s4..300.000.000,00(empat'atus
tujuhtriliunlimaratussembilanpuluhdelapanmiliar
tiga rafus juta rupiah).
Ayat (3)
Belanja pemerintah pusat fir€nurtrt fungsi semula
ditetapkan sebesar Rp427'598.300'( 0O'0O0,OO(empat
ratus.duapuluhtujuh-triliunlimaratussembilanpuluh
delapan miliar tiga rahrs juta rupiah)'
Ayat (4)
*r",,Jif;'l$5f
*==,o
-t4AYat (4)
Belanja pemerintah pusat menurut jenis belanja semula
ditetapkan sebesar Rp427,598.300.000.000,00 {empat
ratus dua puluh tujuh triliun lima ratus sembilan puluh
deiapan miliar tiga ratus juta rupiah).
Angka 6
Pasal 9
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Dana perimbangan semuia ditetapkan sebesar
(dua ratus enam belas
Rp216.592.396.140.000,00
triliun lima ratus sembilan puluh dua miliar tiga ratus
sembilan puluh enarn juta seratus empat puluh ribu
rupiah).
Ayat (3)
Dana otonomi khusus dan perryesuaian semula
(tigatriliun
ditetapkansebesarRp3.477.120.000,000,00
empat ratus tujuh puluh tujuh miliar seratus dua puluh
juta rupiah).
Angka 7
Pasal 1 o
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Dana bagi hasil semula ditetapkan sebesar
Rp59.358.396,
140.000,00{lima puh.rh sembilan triliun
tiga ratus lima puluh delapan miliar tiga ratus sEmbilan
puluh enamjuta seratus empat puluir ribu rupiah)'
Ayat (3)
Dana alokasi umum semula ditetapkan sebesar
(seratus empat puluh lima
Rp145.664"200.000.000,00
triiiun enarn ratus enam puluh empat miliar dua ratus
juta rupiah).
Ayat (4)
Dana alokasi khusus semula aitetapkan sebesar
Rp1i,569.800.000.000,00(sebelas triliun lima ratus
enam puluh sembilan miliar delapan ratus juta rupiah).
AYat (5)
.PRESIDEN
REPT.IBLIK INDON!5IA
Ayat (5)
Cukup jelas.
Angka 8
Pasal I 1
Ayat (1)
'
Cukup jelas.
Ayat (2)
Dana otonomi khusus sebesar Rp3.a88.284.000,000,00
{tiga triliun empat ratus delapan puluh delapan miliar
dua ratus delapan puluh empat juta. rupiah) terdiri atas:
I.
'
"
Alokasi dana' otonomi khusus sesuai dengan
ketentuan yang digariskan dalam Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus
pembiayaan
bagi
Papua,
Provinsi
untuk
peningkatan
pendidikan dan kesehatan, yang
' jumiahnya setara dengan 2 (dua) persen dari pagu
berlaku selama 20 (dua puluh) tahun sejak tahun
2002.
Penyaluran
dilakukan
oleh
Menteri
Keuangan
f,ffiT,iisJ'lllll;
t",ffi
J#t,'?HH
.:,l'ffI?il
40 persen, dan triwulan IV sebesar 15 persen,
Mekanisme
penyaluran
ke
kabupaten/kota
oleh tim teknis yang dibentuk Pemerintah,
bagi provinsi Papua, yang terutama ditujukan
untuk pembiayaan pembangunan infrastruktur,
:
Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi
f sebesar
Papua Pasal 34 ayat (3) huruf
Rp575,000.000.000,00(lima ratus tujuh puluh lima
miliar rupiah).
Ayqt (3)
;
Dana penyesuaian dialokasikan kepa'ia daerah tertentu
yang menerima DAU lebih kecil dari tahun anggaran
dengan
sebelumnya, yang besarnya dis:suaikan
kemampuan dan perekonomian negara.
Angka 9
PRESIDEN
REPI,'BLIK INDONESIA
t6Angka 9
Pasal 12
Ayat (1)
Jumlah Anggaran Pendapatan Negara.dan Hibah Tahun
Anggaran
sebesar
2A06
ditetapkan
semula
Rp625.237.026.162.000,00{enarnratus dua puluh iima
triliun dua ratus tiga puluh tujui. miliar dua puluh
j:#:*
ixH"lff
;"f,H:'ila#'}L1li:':l,:fi?#'
Rp647.667.816.140.000,00
(enam nrtus empat puluh
tujuh triliun enam ratus enam p'rluh tujuh miliar
delapan ratus enam belasjuta seratuJ empat puluh ribu
rupiah), dan Delisit Anggaran Tahun Anggaran 2006
semula ditetapkan sebesar Rp22.43Q.789.978.000,00
(dua puluh dua triliun empat ratus tiga puluh miliar
tujuh ratus delapan puluh sembilanj uta sembilanratus
tujuh puluh delapanribu rupiah).
'
*-ffrili,iiiTi
3"'iill
;#$$trffi,'i3i^'"fi
triliun empat ratus tiga puluh rriliar tujuh ratus
delapan puluh sembilan juta sembilan ratus tujuh
puluh
sebesar
menjadi
delapan
ribu
rupiah)
Rp39.983.879.920.A0O.00 (tiga puluh sembilan triliun
sembilan ratus delapan puluh tiga rriliar delapan ratus
tujuh puluh sembilan juta sembilarr ratus dua puluh
ribu rupiah).
Rincian Defisit
sebagai berikut:
Anggaran Tahun
Uralan
$emula
Fendapaffi Negaradan tlfuah
Belanja Negara
Dclisit Anggaran
Anggaran
2006
adalah
{dalam ruplahf
Meqladi
.026.162.000,00 659.I 15.256.135.000,00
625.237
647.667
.8t6.t40.000,00 699.099.r 36.055.000,00
- 22.430,7
000,00 -39.983,879,920.000,00
89.97E.
Ayat (2)
a. Pembiayaan dalam negeri semula ditetapkan sebesar
puluh
triliun
(lime
Rp50.912.989.978.000,00
sembilan ratus dua belas mili u sembilan ratus
delapan puluh sembilan juta sernbilan ratus tujuh
puluh delapan ribu rupiah);
b. Pembiayaan
..
PRESIDEN
REPI.IBLIK INDONTSIA
-t7b. Pembiayaan luar negeri bersih semula ditetapkan
sebesar negatif Rp28. 482.200.000. 000,00 (dua puluh
delapan triliun empat ratus delapan puluh dua miliar
dua ratus juta rupiah).
Ayat (3)
Pembiayaan Defisit Anggaran semula ditetapkan sebesar
Rp22.43O.789,978.0OA,00(dua puluir dua triliun empat
ratus tiga puluh miliar tujuh ratus delapan puluh
sembilan juta sembilan ratus tduh culuh delapan ribu
sebesar
rupiah)
berubah
menSadi
Rp39.983.879.92O.OOO,00
(tiga puluh sembilan triliun
sembilan ratus delapan puluh tiga miliar delapan ratus
tujuh puluh sembilan juta sembilan ratus dua puluh
ribu rupiah)
Rincian Pembiayaan Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara Tahun Anggaran 2006 adalah sebagai berikut:
{dalam rupiahf
Jenls
Pemblayaan
l. Fernbrqraan Dalam N%ert
a Fe*anlcndahmnegeri
b. Non perbanl<andalam negeri
i kivatisasineto
- Fenerinuan prlatlsasi
- Fenyertaan rnodai negara (PMN)
ii knjualan asetprogram
restru]@risasi perbanliart
iii Surat utarg negara (neto)
iv. D:kungan infastnrktur/PMN
.PMNBUMN
- hkungan hnEstulaur
2. Fernbiayaan Luar N€eri (neto)
a Rnarikan pinjaman luar negeri
(bruto)
- Pinjarrnn program
- Pinjarnanprqek
b. Funbala:an cicilan pol<ol'<
utangluarnryEri
Semula
Menjadl
50.912.989.978.000,00 55.257,682.348.000,00
17.906.500.000,000,00
23.926.6F,9.y78.W,ffi
27.886.320.000.000,00 37.351.i82.348.000,00
i.000.000,000.000,00
r.000.000.000.000,0c
r.000.000.000.000,00
.1i33:ffiffiffi:ffi
2.350.000.000.000,00 2.579.500.000.000,00
24.885.320.000.000,00 35.771.682.348.000,00
-2.000.000.000.000,00
[email protected]@,00
-350.000.000.0@,00
-2.000.000.000.000,00
-28.482.200.000.000,00 -l 5.273.802,428.000,00
35.r12.430.000.000,00 37.550.387.572.000,00
9.900.000,000.000,00 12.075.100.000.000,00
25.212.430,000.000,00 25.475.2W.572.W,00
- 63.594.630,000.000,00
-s2.824.
I 90.000.000,00
Untuk pembiayaan perbankan dalam negeri sebagaimana
dimaksud angka t huruf a berasal dari r,:kening Pemerintah
di Bank Indonesia, seperti rekening da:a investasi (RDI),
rekening penjaminan, dan rekening pemerintah lainnya.
Dalarn
PRESIDEN
REPT.IBLIK INDONTSIA
- 1 8.
Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun
Anggaran 2006 target privatisasi masih menggunakan konsep
gross. Penyertaan modal negara dalam Anggaran PendaPatan
dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2006 dibiayai dari hasil
privatisasi.
Pasal II
Cukup jelas.
TAMBAHANLEMBARANNEGARAREPUBLIKINDONESIANOMOR4653
Download