Laporan Peneli PARTISIPASI POL Laporan Penelitian

advertisement
Laporan Penelitian
PARTISIPASI POLITIK:
KESUKARELAAN WARGA DALAM POLITIK
PADA PEMILU PRESIDEN
PRESIDEN DAN WAKIL
PRESIDEN TAHUN 2014
DI KOTA BANJARMASIN
Kerjasama :
Komisi Pemilihan
milihan Umum (KPU) Kota Banjarmasin
dengan
Center for Election and Political Party
Universitas Lambung Mangkurat
2015
LAPORAN PENELITIAN
PARTISIPASI POLITIK:
KESUKARELAAN WARGA DALAM POLITIK PADA
PEMILU PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN
TAHUN 2014 DI KOTA BANJARMASIN
Kerjasama Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Banjarmasin
dengan
Center for Election and Political Party (CEPP)
Universitas Lambung Mangkurat
2015
PARTISIPASI POLITIK:
KESUKARELAAN WARGA DALAM POLITIK PADA
PEMILU PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN
TAHUN 2014 DI KOTA BANJARMASIN
TIM PENELITI
Kerjasama
Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Banjarmasin
dengan
Center for Election and Political Party (CEPP)
Universitas Lambung Mangkurat
2015
PARTISIPASI POLITIK:
KESUKARELAAN WARGA DALAM POLITIK PADA
PEMILU PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN
TAHUN 2014 DI KOTA BANJARMASIN
TIM PENELITI
Pengarah
:
Drs. H. BambangBudiyanto, M.Si
(Ketua KPUD Kota Banjarmasin)
Penanggungjawab
:
H. Kairunnizan,S.Sos (Komisioner)
Siti Hamidah, S.Sos.,M.Si (Komisioner)
Ketua
:
Drs. Mahmudi, MS.i (KepalaSekretaris)
Sekretaris
:
Abdul Rahim Syaibani (Staff Teknis)
Anggota
:
Fauzan Rahman, S.Sos (Staf f Teknis)
Novita Febrianty, SH (Staff Hukum)
Zulfian Rizaldy, A.Md (Staff KUL)
Rahmadi (Staff Proda)
Peneliti
:
Andi Tenri Sompa, SIP., M.Si
(Direktur CEPP UNLAM)
Kerjasama
Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Banjarmasin
dengan
Center for Election and Political Party (CEPP)
Universitas Lambung Mangkurat
2015
Kesukarelaan Warga Dalam Politik di Kota Banjarmasin 2015
Susunan Tim Peneliti KPU Kota Banjarmasin
Judul
:
Kesukarelaan Warga Dalam Politik di Kota
Banjarmasin
Pengarah
:
Drs. H. BambangBudiyanto, M.Si (Ketua KPU)
Penanggungjawab
:
H. Kairunnizan,S.Sos (Komisioner)
Siti Hamidah, S.Sos.,M.Si (Komisioner)
Ketua
:
Drs. Mahmudi, MS.i (Sekretaris KPU)
Sekretaris
:
Abdul Rahim Syaibani (Staff Teknis)
Anggota
:
Fauzan Rahman, S.Sos (Staf f Teknis)
Novita Febrianty, SH. (Staff Hukum)
Zulfian Rizaldy, A.Md (Staff KUL)
Rahmadi (Staff Proda)
Peneliti
:
Andi Tenri Sompa, SIP., M.Si
KPU Kota Banjarmasin – CEPP UNLAM
ii
Kesukarelaan Warga Dalam Politik di Kota Banjarmasin 2015
KATA PENGANTAR
Saya mengucapkan terima kasih yang paling tulus kepada Allah SWT yang telah
memberi kehidupan dan kemampuan kepada saya untuk berpikir dan menganalisa berbagai
persoalan di masyarakat. Semoga hasil penelitian ini memiliki kontribusi bagi masyarakat
khususnya dalam hal kepemiluan.
Terima kasih pula yang sebesar-besarnya kepada Komisi Pemilihan Umum kota
Banjarmasin yang telah mempercayakan penelitian ini kepada saya, terlebih kepada bapak
Drs. Bambang Budiyanto, M.Si selaku ketua KPU kota Banjarmasin, juga kepada jarjaran
komisioner dan sekretariatnya.
Penelitian berjudul Partisipasi Politik: Kesukarelaan Warga dalam Politik pada
Pemilu Presiden dan Wakil Presiden tahun 2014 di Kota Banjarmasin ini adalah penelitian
yang berusaha memahami bagaimana kesukarelaan warga kota Banjarmasin dalam ruang
politik yang disebut dengan demokrasi, dalam hal ini pemilihan Presiden dan Wakil Presiden.
Partisipasi warga atau masyarakat tidak dapat dipungkiri menjadi salah satu elemen penting
dalam berbagai indikator suksesnya Pemilihan Umum.
Penyelenggara Pemilu dalam hal ini Komisi Pemilihan Umum (KPU) perlu
memahami dan belajar dari Pilpres yang telah terselenggara, dimana warga kota Banjarmasin
yang merupakan entitas dari sebuah ibukota Propinsi yang bersifat heterogen tidak bisa
dipahami secara general, tetapi pemahaman atas subjektifitas mereka dalam kesukarelaan
berpartisipasi adalah hal yang bersifat kontruktif. Identitas sebagai masyarakat kota yang
majemuk, sibuk, mobilitas tinggi, berteknologi tinggi, tidak dapat dipungkiri menjadi faktor
yang patut diperhitungkan dalam menganalisa kesukarelaan mereka dalam berpartisipasi.
Perlu juga saya sampaikan bahwa penelitian ini merupakan kerjasama antara KPU
kota Banjarmasin dengan Center for Election and Political Party (CEPP) Universitas
Lambung Mangkurat. Oleh karena itu saya juga mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada KPU Kota Banjarmasin yang telah memberikan kepercayaan kepada saya
untuk melaksanakan penelitian ini.
Sekalipun masih terdapat kekurangan dalam penelitian ini dikarenakan keterbatasan
waktu, namun pada akhirnya saya berharap hasil penelitian ini dapat memberikan
sumbangsih bagi kelangsungan demokrasi di Indonesia, dan khususnya kota Banjarmasin.
Banjarbaru, Agustus 2015
Andi Tenri Sompa, S.IP, M.Si
KPU Kota Banjarmasin – CEPP UNLAM
iii
Partisipasi Politik: Kesukarelaan Warga Dalam Politik Kota Banjarmasin
DAFTAR ISI
Halaman Judul
i
Susunan Tim Peneliti
ii
Kata Pengantar
iii
Daftar Isi
iv
Daftar Tabel & Gambar
v
BAB I
PENDAHULUAN
1
a. Latar Belakang Masalah
1
b. Pokok Masalah
7
c. Pertanyaan Penelitian
10
d. Tujuan dan Signifikansi Penelitian
10
e. Tinjauan Kepustakaan
11
f. Kerangka Teori
16
g. Alur Berpikir
26
h. Metode Penelitian
27
i. Sistematika Penulisan
31
DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
33
1. Letak Wilayah
33
2. Luas Wilayah
33
3. Pemerintahan Daerah
34
4. Penduduk
34
5. Pemilu dan DPRD
35
BAB II
BAB III
FAKTOR PENDUKUNG DAN PENGHAMBAT MUNCULNYA
KESUKARELAAN WARGA DALAM POLITIK
37
a. Faktor Pendukung Munculnya Kesukarelaan Warga dalam Politik
43
1. Faktor Rasional Nilai
43
2. Faktor Emosional Efektif
46
3. Faktor Tradisional
48
4. Faktor Rasional Instrumental
49
b. Faktor Penghambat Munculnya Kesukarelaan Warga Dalam politik
51
1. Merasa sebagai Ancaman Terhadap aspek Kebudayaan
51
2. Merasa sebagai pekerjaan yang sia-sia
52
3. Memacu Diri untuk tidak Terlibat Politik (Aphaty)
53
KPU Kota Banjarmasin – CEPP UNLAM
iv
Partisipasi Politik: Kesukarelaan Warga Dalam Politik Kota Banjarmasin
BAB IV
BENTUK KEBIJAKAN MEMPERKOKOH KESUKARELAAN
WARGA DALAM POLITIK
55
a. Kebijakan tentang Sosialisasi Politik
58
b. Kebijakan yang memperkuat Khasanah Kearifan Lokal
60
c. Kebijakan Memberikan Apresiasi Pada Tokoh/Pelopor
Kesukarelaan Warga
BAB V
62
d. Kebijakan Membentuk Ragam Kelompok Relawan
63
PENUTUP
66
a. Kesimpulan
66
b. Rekomendasi
68
Daftar Pustaka
KPU Kota Banjarmasin – CEPP UNLAM
vi
v
Partisipasi Politik: Kesukarelaan Warga Dalam Politik Kota Banjarmasin
DAFTAR TABEL & GAMBAR
Tabel
1. Tingkat Partisipasi Warga Negara Indonesia pada Pemilu Legislatif
dan Pemilu Eksekutif Tahun 1955-2014
4
2. Jumlah Suara Sah dan Tidak Sah pada setiap Pilpres di Kota Banjarmasin
6
3. Jadwal Pelaksanaan Penelitian
30
4. Jumlah anggota DPRD Kota Banjarmasin menurut partai Politik Tahun 2013
36
5. Perbandingan Jumlah Pemilih dari Tiga Pelaksanaan Pilpres
(2004, 2009 dan 2014)
39
6. Perbandingan Jumlah Pemilih Kota Banjarmasin dari Tiga Pelaksanaan
Pilpres (2004, 2009 dan 2014)
39
7. Pada Pemilu Legislatif (DPRD Kota Banjarmasin dan Pemilu Presiden
Tahun 2014)
41
8. Rekapitulasi Tingkat Partisipasi Masyarakat Pada Pemilihan Umum
Anggota DPR,DPD dan DPRD Tahun 2014 Kota Banjarmasin
56
9. Rekapitulasi Tingkat Partisipasi Masyarakatpada Pemilihan Umum
Presiden Dan Wakil Presiden Tahun 2014 Kota Banjarmasin
57
Gambar
1. Alur Pemikiran Penelitian
26
2. Model Analisis Interaktif dari Miles dan Huberman
29
KPU Kota Banjarmasin – CEPP UNLAM
vii
Partisipasi Politik: Kesukarelaan Warga Dalam Politik Kota Banjarmasin
Bab I
Pendahuluan
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia memiliki pengalaman cukup panjang dalam pemilihan umum. Ia
sudah dilaksanakan sejak 1955, ketika usia Republik ini masih sangat belia.
Setelah
puluhan
tahun
berselang
tak
ada
pemilu,
Indonesia
kembali
melaksanakannya pada 1971, di era Orde Baru. Selanjutnya pemilu digelar rutin
oleh rezim otoritarian ini hingga 1997, dan tak lama kemudian rezim yang
didominasi militer ini pun runtuh.
Di era reformasi, pemilu pertama dilaksanakan pada 1999 disusul dengan
pemilu pada 2004, 2009, dan 2014. Hal ini menandakan bahwa Indonesia telah
menjadikan pemilu sebagai lembaga penting dalam kehidupan politiknya,
sekaligus
mengindikasikan
adanya
kepercayaan
terhadap
demokrasi.
Menariknya, pemilu-pemilu di masa reformasi, terutama sejak 2004, tidak saja
digelar untuk memilih anggota Parlemen/Legislatif (Dewan Perwakilan Rakyat)
dan anggota “senat” (Dewan Perwakilan Daerah), juga untuk memilih Presiden
dan Wakil Presiden secara langsung. Selain itu, sejak 2005 pemilu di tingkat
lokal digelar untuk memilih Kepala Daerah (Gubernur/Wupati/walikota) secara
langsung pula. Hal ini sungguh merupakan perkembangan politik dan demokrasi
yang menarik yang dicapai Indonesia dalam rentang waktu relatif singkat.
Pada 2014, selain ada pemilu untuk anggota Parlemen (DPR/DPRD) dan
DPD, juga ada pemilu untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden. Berbeda
dengan dua pilpres sebelumnya (2004 dan 2009), Pilpres 2014 hanya diikuti oleh
dua pasangan kandidat yakni pasangan Prabowo Subianto–Hatta Rajasa dan
KPU Kota Banjarmasin – CEPP UNLAM
1
Partisipasi Politik: Kesukarelaan Warga Dalam Politik Kota Banjarmasin
pasangan Joko Widodo–Jusuf Kalla.
Kedua pasangan kandidat saling
berhadapan dan memunculkan banyak hal menarik untuk dicermati, baik dari sisi
pasangan kandidat, perilaku pendukung, dan gaya kampanye, maupun dari
teknis dan kualitas penyelenggaraan.1
Pemilu langsung Presiden dan Wakil Presiden yang telah dilaksanakan
untuk ketiga kalinya, menempatkan partisipasi warganegara dalam pesta
demokrasi tersebutberlangsung dengan damai dan tidak meyisahkan persoalan
sosial yang berarti sebagaimana dilansir banyak pihak bahwa akan terjadi huruhara jika salahsatu pasangan calon kalah. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia
menjadi salahsatu negara yang berkomitmen melaksanakan dan menegakkan
demokrasi.
Sejalan dengan hal tersebut, negara demokrasi berpegang bahwa sebuah
jabatan publik harus melalui sebuah pemilihan dengan pelibatan aktif
warganegara. Partisipasi warganegara merupakan elemen penting demokrasi
perwakilan. Persoalannya adalah partisipasi pemilih yang masih diwarnai
berbagai macam permasalahan, misalnya tingkat partisipasi yang fluktuatif dari
pemilu ke pemilu dan terjadinya trend yang berbeda antara pemilu legislatif dan
pemilu eksekutif, tingginya jumlah suara yang tidak sah, fenomena politik uang
yang mewarnai setiap event pemilu, dan kesukarelaan politik warga masyarakat
yang masih terbilang langka dan kecenderungan mulai memudar.
1
Lihat, Andi Tenri Sompa, 2015. Makalah “Membaca dan Memaknai Pilpres 2014: sebuah refleksi kritis”, yang
disampaikan pada Internasional seminar “Democracy and Election: Solution for Establishing Good Governance”,
diselenggarakan oleh Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin. Kampus Tamalanrea, Unhas,
Makassar: 17-18 Maret 2015.
KPU Kota Banjarmasin – CEPP UNLAM
2
Partisipasi Politik: Kesukarelaan Warga Dalam Politik Kota Banjarmasin
Lebih jauh, apakah pemilu-pemilu yang digelar selama ini, khususnya
Pilpres 2014, menunjukkan terjadinya peningkatan kualitas demokrasi di negeri
ini? Apakah pemilu tersebut juga menjadikan kesukarelaan warga dalam memilih
kandidat calon Presiden dan Wakil Presiden yang kemudian menghasilkan
pemimpin-pemimpin politik yang mampu membawa demokrasi ke tingkat yang
substansial? Bagaimana kebijakan pemerintah dan penyelenggara pemilu
memberi ruang pada terbangunnya partisipasi politik masyarakat dalam bentuk
kesukarelaan warga negara dalam politik (Political voluntarism)pada pilpres
tahun 2014.
Dalam konteks ini, Indonesia dengan beragam suku, bangsa, agama, adat
istiadat, bahasa daerah dan heterogenitas budaya yang melingkupi tiap daerah
memiliki kearifan lokal tersendiri dalam upaya menumbuhkan kesukarelaan
warga dalam politik utamanya pada event pemilu baik legislatif maupun pemilu
presiden. Dalam ragam yang berbeda, perlakuan dan stimulus dalam upaya
membangun kesadaran partisipasi dalam bentuk kesukarelaan warga memiliki
dimensi dan bentuk yang dapat digeneralkan.
Berikut data Tingkat partisipasi masyarakat Indonesia disetiap pemilu, baik
pemilu legislatif maupun pemilu Presiden dan Wakil Presiden.
KPU Kota Banjarmasin – CEPP UNLAM
3
Partisipasi Politik: Kesukarelaan Warga Dalam Politik Kota Banjarmasin
Tabel 1: Tingkat Partisipasi Warga Negara Indonesia pada Pemilu
Legislatif dan Pemilu Eksekutif Tahun 1955-2014
NO.
Pelaksanaan Pemilu
Pemilu
Legislatif
(%)
Pemilu Eksekutif
(Presiden dan Wakil
Presiden (%))
1.
Tahun 1955
91,40
-
2.
Tahun 1971
96,60
-
3.
Tahun 1977
96,50
-
4.
Tahun 1982
96,50
-
5.
Tahun 1987
96,40
-
6.
Tahun 1992
95,10
-
7.
Tahun 1997
93,60
-
8.
Tahun 1999
92,60
-
9.
Tahun 2004
84,10
76,60
10.
Tahun 2009
70,90
71,70
11
Tahun 2014
75,11
72,00
Sumber: Hasil Olahan, 2015
Tabel 1 di atas menunjukkan bahwa sejak reformasi (Pemilu tahun 2004)
dan diadakannya pemilu langsung oleh masyarakat baik pemilu legislatif maupun
pemilu eksekutif untuk pemilihan langsung presiden dan Wakil Presiden tingkat
partisipasi masyarakat mengalami kecenderungan yang berbeda antara pemilu
legislatif dan pemilu presiden disetiap pemilu. Termasuk tingkat partisipasi
masyarakat pasca reformasi untuk pemilu legislatif nampak kecenderungan
KPU Kota Banjarmasin – CEPP UNLAM
4
Partisipasi Politik: Kesukarelaan Warga Dalam Politik Kota Banjarmasin
menurun. Berbeda dengan pemilu langsung Presiden dan Wakil Presiden, dari 3
(tiga) kali pemilu kecenderungan yang muncul hampir sama berada pada posisi
76,60 persen di tahun 2004, pemilu berikutnya tahun 2009 terjadi penurunan
yang lumayan besar hampir 5 persen yaitu menjadi 71,70 persen dan naik sedikit
sekitar 0,30 persen pada pemilu
tahun 2014 yaitu menjadi 72,00 persen.
Padahal dari pemilu ke pemilu upaya perbaikan penyelenggaraan, regulasi dan
biaya pelaksanaan meningkat pesat. Baik pemerintah, penyelenggara termasuk
stakeholder melakukan advokasi dan upaya-upaya maksimal peningkatan
partisipasi masyarakat. Tetapi pada kenyataannya, harapan tingginya partisipasi
masyarakat tidak signifikan dengan hasil capaian dari pemilu ke pemilu.
Menarik untuk mengamati fenomena yang terjadi di ranah lokal Kota
Banjarmasin Propinsi Kalimantan Selatan, terdapat keunikan antara
pemilu
legislatif dan pemilu eksekutif dalam hal partisipasi pemilih. Hal ini dapat dilihat
dari perbandingan persentase partisipasi pemilih perkelurahan pada pemilu
legislatif dan pemilu Presiden Tahun 2014. Kelurahan Pekapuran Laut
Kecamatan Banjarmasin Tengah, pada saat Pemilu Legislatif tingkat partisipasi
75,16%2 dan pada saat Pemilu Presiden tingkat partisipasi hanya 57,443. Dan
beberapa kelurahan lain yang pada saat Pemilu Legislatif tingkat partisipasi
masyarakat terbilang tinggi, tetapi pada saat pilpres menurun.4
2hal ini menunjukkan tingkat partisipasi tinggi untuk skala: 0-49,9 : sangat rendah, 50-59,9 : rendah, 60-69,9 : sedang,
70-79,9 : tinggi dan 80-100 : sangat tinggi. Lihat juga lampiran I :Perbandingan peresentase Pemilih per Kelurahan
pada Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden Tahun 2014.
3Ibid, 50-59,9 : rendah
4lihat, Ibid
KPU Kota Banjarmasin – CEPP UNLAM
5
Partisipasi Politik: Kesukarelaan Warga Dalam Politik Kota Banjarmasin
Selain tingkat partisipasi yang menurun, juga menarik diamati adalah surat
suara tidak sah, disetiap Pilpres juga mengalami fluktuatif tingkat partisipasi
warga Negara, meskipun besarannya dalam persentase tidak nampak signifikan.
Akan tetapi, Jika pemilu adalah elemen demokrasi yang utama dan prinsip one
vote one value, maka satu suara masyarakat menjadi penting untuk diperhatikan.
Hal ini tergambar dalam tabel berikut:
Tabel 2: Jumlah Suara Sah dan Tidak Sah pada setiap Pilpres
di Kota Banjarmasin
Tahun Pemilu
Suara Sah
Suara Tidak Sah
Perentase (%)
2004 Tahap I
270.799
9.064
3,35
2004 Tahap 2
296.404
4.756
1,61
2009
302.165
11.414
3,78
2014
310.884
5.719
1,84
Sumber: KPUD Kota Banjarmasin, hasil olahan 2015
Tabel ini menunjukkan bahwa prinsip one vote one value menjadi tidak
bermakna, di tahun 2004 awal pemilu langsung presiden terdapat suara tidak
sah 9.064 lembar suara, artinya sama dengan jumlah orang yang terabaikan
suaranya, lebih parah lagi pada tahun 2009 terdapat 11. 414 lembar suara atau
orang yang terabaikan hak pilihannya. Dan pemilu Presidan dan Wakil Presiden
yang baru saja berlangsung, ternyata masih menyisahkan 5.719 lembar surat
suara yang tidak sah.
KPU Kota Banjarmasin – CEPP UNLAM
6
Partisipasi Politik: Kesukarelaan Warga Dalam Politik Kota Banjarmasin
B. Pokok Masalah
Meningkatnya partisipasi Warga dalam mengawal jalannya Pemilu
presiden dan Wakil Presiden mengindikasikan pentingnya pelaksanaan Pilpres
bagi mereka. Sebagaimana dikatakan oleh Sigit Pamungkas Komisioner KPU RI:
“Kesukarelaan warga negara untuk terlibat dalam proses ini,
mengawal pemukhtahiran data, pelaporan pelanggaran dan
mengawal hasil pemilu mengalami peningkatan dengan relawan
yang sifatnya tidak berafiliasi dengan kekuatan politik manapun,
maupun yang berafiliasi. Ini justrumenjadi babak baru pematangan
demokrasi di Indonesia karena mutu demokrasi itu akan semakin
teguh ketika mutu partisipasi semakin meningkat.”5
Keinginan besar masyarakat dalam meningkatnya partisipasi masyarakat
dalam mengawal jalannya Pilpres mengindikasikan pentingnya pelaksanaan
Pilpres bagi mereka. Bisa jadi karena mereka melihat bahwa dua kontestan
dalam Pilpres kali memiliki kemampuan memberikan perubahan yang bermakna.
Mungkin pula karena kedua pasangan Presiden-Wakil Presiden yang bersaing
bukanlah representasi satu esensi dalam dua figur, melainkan dua sosok yang
secara fundamental berbeda dalam banyak aspek. Tidak saja mewakili dua latar
belakang
yang
berbeda,
baik
Prabowo-Hatta
dan
Jokowi-JK
mewakili
seperangkat visi, agenda dan strategi yang juga berbeda. Keberbedaan dalam
banyak aspek tersebut diyakini pada akhirnya akan menentukan karakter
5http://news.detik.com/read/2014/07/23/180617/2646389/1562/partisipasi
-pemilih-di-pilpres
menurun-ini-penjelasan-kpu?nd771104b
KPU Kota Banjarmasin – CEPP UNLAM
7
Partisipasi Politik: Kesukarelaan Warga Dalam Politik Kota Banjarmasin
pemerintahan yang akan dibangun. 6
Tingginya harapan dan animo masyarakat mengenai pemerintahan yang
akan dibangun itulah, sehingga banyak kalangan yang melihat bahwa mengawal
pelaksanaan Pilpres adalah sebuah keharusan. Permasalahannya adalah ketika
sejumlah faktor penentu hadirnya ruang-ruang partisipasi warga yang tidak
terakomodir
dan
ataupun
ketidakpahaman
masyarakat
dalam
konteks
menyalurkan bentuk kesukarelaan mereka juga menjadi masalah yang penting
untuk diamati dan dikaji lebih dalam.
Harapan akan mutu partisipasi yang meningkat sejalan dengan perlunya
penyadaran
akan
absennya
kesukarelaan
warga
yang
menjadi
cikal
bakalpudarnya sendi-sendi demokrasi. Biaya politik yang tinggi, korupsi yang
seolah menjadi hal yang biasa-biasa saja menggerogoti elemen kehidupan
berakibat pada memudarnya kepercayaan warga Negara akan tatanan
pemerintahan yang dibangun melalui sebuah pemilihan yang berlabel pemilu.
Sejumlah
faktor
yang
mempengaruhi
dan
mengakomodir
ruang
meningkatnya partisipasi warga dalam bentuk kesukarelaan warga yang
tercermin dalam pemilu Presiden dan Wakil Presiden partisipasi politik warga.
Hadirnya para relawan yang berasal dari banyak kalangan, baik yang direkrut
oleh penyelenggara pemilu dalam hal ini adalah Komisi Pemilihan Umum
(Relawan Demokrasi)
dan bentukan Bawaslu (Sejuta Relawan), maupun
relawan yang hadir karena sebuah idealisme besar dari Perguruan Tinggi seperti
6Lihat,
Firman Noor, dkk. 2015. Laporan Penelitian: Evaluasi Pemilihan Presiden/Wakil Presiden
2014. Jakarta: Electoral Research Institute dan LIPI, hal. 68.
KPU Kota Banjarmasin – CEPP UNLAM
8
Partisipasi Politik: Kesukarelaan Warga Dalam Politik Kota Banjarmasin
Center for Election and Political Party (CEPP) yang melibatkan elemen
mahasiswa di 45 Universitas besar di Indonesia ataupun bentuk relawan lain
sebagai akibat dari afiliasi terhadap partai atau kelompok tertentu misalnya
Gerakan Pemuda Asli Kalimantan (GEPAK) dan berbagai ormas lain yang turut
mengadvokasi agar pemilu Presiden dan Wakil Presiden berjalan lancar dan
partisipasi warga ke TPS meningkat.
Fenomena relawan ini tentunya tidak datang dengan sendirinya,
melainkan hasil kerja keras berbagai pihak untuk mempromosikan para kandidat
kepada khalayak, baik pada tingkat nasional hingga ke pelosok tanah air. Terkait
dengan itu, Pilpres 2014 menjadi ajang pembuktian keberadaan mereka yang
kerap dikategorikan sebagai “relawan” (kependekan dari sukarelawan), baik yang
secara formal menjadi bagian dari tim sukses yang dibentuk langsung oleh
partaiatau tidak.7
Dalam konteks yang sama, untuk
fenomena kasus Kota Banjarmasin
terdapat penurunan jumlah partisipasi warga dalam meggunakan hak pilih
mereka,
jika dibandingkan dengan Pemilu Legislatif pada tahun yang sama.
Padahal upaya-upaya penting terkait peningkatan partisipasi sudah demikian
gencar dilakukan oleh penyelenggara pemilu dalam hal ini Komisi Pemilihan
Umum Kota Banjarmasin. Pertanyaannya adalah faktor apa yang menghambat
lajunya tingkat partisipasi warga dalam menyalurkan hak pilih mereka?
Komisi Pemilihan Umum Kota Banjarmasin telah mengantisipasi banyak hal
terkait minimnya dana bentuk sosialisasi untuk pemilu Presiden dan Wakil
7
Ibid, hal 31-32
KPU Kota Banjarmasin – CEPP UNLAM
9
Partisipasi Politik: Kesukarelaan Warga Dalam Politik Kota Banjarmasin
Presiden dengan melakukan beberapa kerjasama dengan stakeholder dan
pemangku kepentingan. Hal ini semakin menegaskan perlunya kebijakan yang
ditempuh baik penyelenggara maupun pemerintah sebagai upaya menumbuh
suburkan dan memperkuat kesukarelaan warga dalam politik khususnya untuk
pemilu Presiden dan Wakil Presiden. Walaupun pada kenyataannya saat ini
penurunan tingkat partisipasi pemilih pada pemilu Presiden dan wakil Presiden
terjadi, permasalahannya adalah diperlukannya beberapa kebijakan yang ikut
mensupport harapan tersebut.
C. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan penjelasan pada pokok masalah di atas, maka ada 2
(dua)pertanyaan pokok yang ingin dijawab dari penelitian ini, yaitu:
1. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi dan menghambat munculnya
kesukarelaan politik warga pada pemilu Presiden dan Wakil Presiden tahun
2014 di Kota Banjarmasin?
2. Kebijakan seperti apa yang dapat ditempuh untuk menumbuhkan dan
memperkuat kesukarelaan warga dalam politik pada pemilu berikutnya?
D. Tujuan Penelitian dan Signifikansi Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pokok masalah dan rumusan pertanyaan tersebut penelitian
ini bertujuan untuk:
KPU Kota Banjarmasin – CEPP UNLAM
10
Partisipasi Politik: Kesukarelaan Warga Dalam Politik Kota Banjarmasin
1. Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi dan menghambat
munculnya kesukarelaan politik warga pada pemilu Presiden dan Wakil
Presiden tahun 2014 di kota Banjarmasin.
2. Menggambarkan dan menjelaskan
Kebijakan yang dapat ditempuh
untuk menumbuhkan dan memperkuat kesukarelaan warga dalam
politik pada pemilu berikutnya.
2. Signifikansi Penelitian
Adapun
signifikansi
dari
penelitian
ini
adalah
diharapkan
mampu
memberikan kontribusi pemikiran bagi perkembangan partisipasi politikdalam
pemilu di Indonesia, khususnya dapat memberikan
pemetaan terhadap
persoalan-persoalan yang terkait kesukarelaan warga dalam politik pada pemilu
Presiden dan Wakil Presiden yang telah berlangsung di tahun 2014 dengan
basis empiris di arena politik lokal. Selain itu, diharapkan lahirnya rekomendasi
kebijakan-kebijakan yang dapat ditempuh untukmenumbuhkan dan memperkuat
kesukarelaan warga dalam politik pada pemilu berikutnya.
E. Tinjauan Kepustakaan
Sejumlah studi tentang partisipasi politik dalam pemilu dilakukan oleh para
ahli Ilmu Politik dalam berbagai persfektif. Studi-studi tersebut membahas
beragam aspek terhadap fenomena partisipasi politik dalam pemilu. Berikut ini
ditemukan beberapa studi baru mengenai fenomena partisipasi politik dalam
pemilu di Indonesia.
KPU Kota Banjarmasin – CEPP UNLAM
11
Partisipasi Politik: Kesukarelaan Warga Dalam Politik Kota Banjarmasin
Penelitian terbaru dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) bekerja
sama dengan Electoral Research Institute (ERI) Tahun 2015,8 tentang evaluasi
pemilu legislatifTahun 2014 yang dilakukan secara serentak di Jawa Tengah,
Jawa Timur, DIY, Nusa Tenggara Timur, Aceh, Papua, Kalimantan Selatan, DKI
Jakarta, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara. Penelitian ini secara spesifik
melihat
pada tiga komponen utama yaitu Electoral Low, Electoral Process,
Pengawasan
pemilu
dan
Pasca
Pemilu.
Dari
sejumlah
persoalan
penyelenggaran pemilu di atas, evaluasi atas problem-problem yang terjadi,
serta rekam jejak managerial penyelenggaraan pemilu yang baik patut dilakukan.
Hal ini berkaitan dengan pentingnya catatan sejarah pelaksanaan pemilu agar
praktik-praktik yang sudah baik dapat direkam dan dicatat sebagai pelajaran
penyelenggaran pemilu di masa mendatang. Sebaliknya, apa yang kurang dari
penyelenggaran Pemilu Legislatif 2014 yang lalu dapat menjadi catatan yang
perlu digaris bawahi agar tidak terulang dan dapat dicarikan solusinya.
Perekaman penyelenggaraan pemilu seperti ini amat diperlukan agar pada
saatnya nanti, para komisioner yang baru (baru dibentuk setelah perubahan UU
Pemilu) yang menggantikan komisioner yang lama tidak berangkat dari hal yang
baru sama sekali, dan dapat menjadikan hasil riset ini sebagai salah satu
referensi dalam menyelenggarakan pemilu selanjutnya. Evaluasi terhadap
penyelenggaraan Pemilu Legislatif 2014 selain dapat menjadi referensi
penyelenggaraan di masa selanjutnya, evaluasi ini juga diperlukan karena pemilu
memiliki arti yang strategis, hasilnya akan menentukan politik Indonesia lima
8
Lihat, Syamsuddin Haris, dkk. 2015. Evaluasi Pemilu Legislatif 2014. Jakarta: Electoral
Research Institute dan LIPI.
KPU Kota Banjarmasin – CEPP UNLAM
12
Partisipasi Politik: Kesukarelaan Warga Dalam Politik Kota Banjarmasin
tahun mendatang. Selain itu, Pemilu Legislatif 2014 di Indonesia dapat disebut
sebagai pemilu kolosal. Pemilu dimaksudkan untuk memilih 560 anggota DPR,
136 anggota DPD, 2.137 anggota DPRD Provinsi dan 17.560 anggota DPRD
Kabupaten/Kota. Dibutuhkan kurang lebih 5 juta orang sebagai penyelenggara
mulai dari KPU Pusat, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, Panitia Pemilihan
Kecamatan (PPK), Panitia Pemunguatan Suara (PPS), dan Kelompok Panitia
Pemungutan Suara (KPPS). Ini merupakan penyelenggaraan pemilu kolosal
dengan wilayah yang sangat luas, dengan jumlah pemilih kurang lebih sebanyak
185 juta orang.
Penelitian lain yang senada dan juga menjadi penelitian yang dilakukan
oleh LIPI dan ERI tentang evaluasi pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun
2014. Dalam penelitian ini membahas mulai dari kerangka hukum Pilpres sampai
pada hasil akhir yang ditetapkan oleh KPU dan Pasca Pemilu Prediden yang
menyangkut Sengketa hasil, Peta politik pasca pilpres dan dampak Pilpres dalam
konstelasi elite dan massa.
Secara normatif, model pemilihan presiden yang dijalankan di Indonesia
saat inidiharapkan dapat mampu menghasilkan sebuah pemerintahan yang
memiliki legitimasi besaruntuk memerintah, sehingga mampu menjalankan
pemerintahan secara efektif dalam nuansasaling kontrol dana mengimbangi
dengan parlemen. Di masa yang akan datang, pemilihanpresiden diharapkan
juga akan lebih banyak diwarnai oleh kepentingan ideologis, yangdiyakini banyak
kalangan akan lebih mengantarkan sebuah pemerintahan yang bekerja
KPU Kota Banjarmasin – CEPP UNLAM
13
Partisipasi Politik: Kesukarelaan Warga Dalam Politik Kota Banjarmasin
untukkepentingan rakyat banyak dan bukan kepentingan transaksional yang
oligarkis.9
Selain itu penelitian lain terkait partisipasi warga juga dilakukan oleh Very
Junaidi dengan judul Pelibatan dan Partisipasi Masyarakat dalam Pengawasan
Pemilu. 10 Penelitian ini mengkaji bagaimana konsep dan gagasan dalam
pelibatan dan partisipasi masyarakat sipil dalam melakukan pengawasan pemilu.
Ide pelibatan masyarakat dalam melakukan pengawasan pemilu sudah masuk
dalam agenda dan rencana program jangka panjang dari institusi negara yang
berwenang. Dalam tulisan ini juga terdapat usulan rancangan sistem dalam
pelibatan masyarakat dalam melakukakan pengawasan pemilu.
Tiga penelitian tersebut di atas merupakan gagasan yang memperkaya isi
dari penelitian ini. Perbedaan mendasar dari penelitian ini adalah bahwa
penelitian ini mengangkat ranah lokal Kota Banjarmasin dan lebih spesifik ingin
mengetahui faktor-faktor yang mendorong dan menghambat munculnya
kesukarelaan warga negara pada pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun
2014. Dalam penelitian ini juga Membahas kebijakan apa saja yang ditempuh
untuk menumbuhkan dan memperkuat kesukarelaan warga dalam politik pada
pemilu
Presiden
dan
Wakil
Presiden
2014.
Hal
ini
menarik
untuk
menjadikannyarole model pada pemilu Presiden dan Wakil Presiden berikutnya
ataupun pemilu Legislatif dan pemilu Kepala Daerah.
9Lihat,
Firman Noor, dkk. 2015. Laporan Penelitian: Evaluasi Pemilihan Presiden/Wakil Presiden
2014. Jakarta: Electoral Research Institute dan LIPI.
10
Lihat, Very Junaidi, 2013. Pelibatan dan Partisipasi Masyarakat dalam Pengawasan Pemilu.
Jakarta: Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (PERLUDEM) bekerjasama dengan The Asia
Fondation (TAF).
KPU Kota Banjarmasin – CEPP UNLAM
14
Partisipasi Politik: Kesukarelaan Warga Dalam Politik Kota Banjarmasin
Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden 2014 yang lalu diikuti oleh dua
pasang kandidat Presiden dan Wakil Presiden, sebagai puncak dari proses
kesepakatan yang terjadi di antarapartai-partai yang berhak memiliki kursi di
parlemen, yang bernaung dalam dua koalisi besar.Sebagai konsekuensi dari
tidak adanya satu partai pun yang mayoritas dan keharusan untukmemenuhi
batas pencalonan minimal, pembentukan koalisi itu menjadi tidak terhindari.
Situasi ini sejatinya telah banyak diprediksikan oleh banyak kalangan, yang
terutamadisebabkan oleh penerapan multi partai sistem, yang biasanya. secara
normatif, model pemilihan presiden yang dijalankan di Indonesia saat
inidiharapkan dapat mampu menghasilkan sebuah pemerintahan yang memiliki
legitimasi besaruntuk memerintah, sehingga mampu menjalankan pemerintahan
secara efektif dalam nuansa saling kontrol dana mengimbangi dengan parlemen.
Di masa yang akan datang, pemilihan presiden diharapkan juga akan lebih
banyak diwarnai oleh kepentingan ideologis, yang diyakini banyak kalangan akan
lebih mengantarkan sebuah pemerintahan yang bekerja untuk kepentingan
rakyat banyak dan bukan kepentingan transaksional yang oligarkis.
Dalam penelitian ini, mencoba mengambil dimensi yang berbeda dari
penelitian yang sudah ada. Penelitian ini mencoba menggali fenomena yang
lebih spesifik dari ranah lokal Kota Banjarmasin. Lebih jauh mengkaji faktor apa
saja yang mendorong dan menghambat lajunya keikutsertaan warga pada
pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2014 yang lalu. Di lain pihak juga
membahas dan mengkaji, kebijakan pemerintah dan penyelenggara pemilu
dalam konteks menumbuh kembangkan kesukarelaan politik warga dalam pemilu
Presiden dan Wakil Presiden tahun 2014 yang lalu.
KPU Kota Banjarmasin – CEPP UNLAM
15
Partisipasi Politik: Kesukarelaan Warga Dalam Politik Kota Banjarmasin
F. Kerangka Teori
Teori utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori partisipasi
politik, sebagai grand Theory yang merupakan induk dari Konsep Political
Voluntarism (Kesukarelaan Warga dalam Politik) dari Samuel Huntington dan
Joan Nelson dan Schlozman. Selain itu, teori pilihan publik (khususnya teori
pilihan publik positif) dari Anthony Downs dan konsep Kebijakan Publik terkait
kepemiluan. Teori-teori tersebut sebagai kerangka berpikir dalam menjelaskan
serta memberi makna terhadap pertanyaan-pertanyaan penelitian.
1. Teori Partisipasi politik dan Konsep Political Voluntarism (Kesukarelaan
warga dalam Politik)
Partisipasi merupakan salah satu aspek penting demokrasi. Partisipasi
merupakan taraf partisipasi politik warga masyarakat dalam kegiatan-kegiatan
politik baik yang bersifat aktif maupun pasif dan bersifat langsung maupun yang
bersifat tidak langsung guna mempengaruhi kebijakan pemerintah. Hakekat
partisipasi politik merupakan integritas mental dan fisik individu-individu dalam
lingkup sistem politik suatu negara. Partisipasi politik sebagai tingkat kesadaran
optimal
yang
berlandaskan
pada
konstruksi
pikiran
yang
memotivasi
berlangsungnya suatu aktivitas dan entitas politik.
Pada prinsipnya partisipasi politik merupakan refleksi dari perilaku politik
individu
sebagai
warga
negara
yang
merasa
bertanggungjawab
atas
kelangsungan hidup negaranya. Sehubungan dengan itu, partisipasi politik
sebagaimana diungkapkan oleh Herbert McClosky:
Partisipasi politik adalah kegiatan-kegiatan sukarela dari warga
masyarakat melalui mana mereka mengambil bagian dalam
KPU Kota Banjarmasin – CEPP UNLAM
16
Partisipasi Politik: Kesukarelaan Warga Dalam Politik Kota Banjarmasin
proses pemilihan penguasa dan secara langsung atau secara
tidak langsung, ikut daam proses pengambilan kebijaksanaan
umum.”11
Sedangkan Ramlan Surbakti mendefinisikan, partisipasi politik sebagai
berikut:
“Partisipasi politik adalah kegiatan warga negara biasa dalam
mempengaruhi pembuatan dan pelaksanaan kebijakan umum
dan dalam ikut menentukan pemimpin pemerintah.”12
Sementara itu Meriam Budiardjo, mengatakan bahwa:
Partisipasi Politik adalah kegiatan seseorang atau sekelompok
orang untuk ikut serta secara aktif kedalam kehidupan politik, yaitu
dengan jalan memilih pimpinan negara dan secara langsung atau
tidak langsung mempengaruhi kebijakan pemerintah”13
Pengertian Hutington dan Nelson mengenai partisipasi politik dibatasi
beberapa hal, yaitu : pertama, Hutington dan Nelson mengartikan partisipasi
politik hanyalah mencakup kegiatan-kegiatan dan bukan sikap-sikap. Dalam hal
ini,
mereka
tidak
memasukkan
komponen-komponen
subjektif
seperti
pengetahuan tentang politik, keefektifan politik, tetapi yang lebih ditekankan
adalah agaimana berbagai sikap dan perasaan tersebut berkaitan dengan bentuk
tindakan politik. Kedua, yang dimaksud dengan partisipasi politik adalah warga
negara biasa, bukan pejabat-pejabatpemerintah. Hal ini didasarkan pada
pejabat-pejabat yang mempunyai pekerjaan professional di bidang itu, padahal
11
Lihat, Herbert McClosky, dalam Ceppy Harcahyono, Ilmu Politik dan Persfektifnya, Tiara
Wacana, Jakarta, 1986. Hal 199.
12
Lihat, A. Ramlan Surbakti, Dasar-Dasar Ilmu Politik,Airlangga University Press, Surabaya,
1984.Hal.2
13
Lihat, Samuel P. Huntington & Joan Nelson J, Partisipasi Politik di Negara Berkembang, Alih
Bahasa Sahat Simamora, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 1990. Hal.4
KPU Kota Banjarmasin – CEPP UNLAM
17
Partisipasi Politik: Kesukarelaan Warga Dalam Politik Kota Banjarmasin
justru kajian ini pada warga negar biasa. Ketiga, kegiatan politik adalah kegiatan
yang dimaksud untuk mempengaruhi keputusan pemerintah. Kegiatan yang
dimaksudkan misalnya membujuk atau menekan pejabat pemerintah untuk
bertindak dengan cara-cara tertentu untuk menggagalkan keputusan, bahkan
dengan cara mengubah aspek-aspek sistem politik. Dengan itu protes-protes,
demonstrasi,
kekerasan
bahkan
bentuk
kekerasan
pembrontak
untuk
mempengaruhi kebijakan pemerintah dapat disebut sebagai partisipasi politik.
Keempat, partisipasi juga mencakup semua kegiatan yang mempengaruhi
pemerintah, terlepas tindakan itu efektif atau tidak, berhasil atau gagal. Kelima,
partisipasi politik dilakukan langsung atau tidak langsung, artinya langsung oleh
pelakunya sendiri tanpa menggunakan perantara, tetapi ada pula yang
tidak langsung melalui orang-orang yang dianggap dapat menyalurkan ke
pemerintah. Perilaku politik seseorang dapat dilihat dari bentuk partisipasi politik
yang dilakukannya.
Bentuk partisipasi politik dilihat dari segi kegiatan dibagi menjadi dua,
yaitu:Partisipasi aktif, bentuk partisipasi ini berorientasi kepada segi masukan
dan keluaran suatu sistem politik. Misalnya, kegiatan warga negara mengajukan
usul mengenai suatu kebijakan umum, mengajukan alternatif kebijakan umum
yang berbeda dengan kebijakan pemerintah, mengajukan kritik dan saran
perbaikan untuk meluruskan kebijaksanaan, membayar pajak, dan ikut srta
dalam kegiatan pemilihan pimpinan pemerintahan. Partisipasi pasif, bentuk
partisipasi ini berorientasi kepada segi keluaran suatu sistem politik. Misalnya,
kegiatan mentaati peraturan/perintah, menerima, dan melaksanakan begitu saja
setiap keputusan pemerintah.
KPU Kota Banjarmasin – CEPP UNLAM
18
Partisipasi Politik: Kesukarelaan Warga Dalam Politik Kota Banjarmasin
Selain hal tersebut penelitian ini juga mengaju pada beberapa alasan
seseorang berpartisipasi sebagaimana diungkapkan Max Weber,yaitu: Pertama,
alasan rasional nilai, yaitu alasan yang digunakan atau didasarkan atas
penerimaan secara rasional
akan nilai-niai suatu kelompok. Kedua, Alasan
emosional afektif, alasan yang didasarkan atas kebencian atau suka cita
terhadap suatu ide, organisasi, partai atau individu. Alasan ini biasanya tidak
rasional. Ketiga, alasan tradisional, alasan yang didasarkan atas penerimaan
norma tingkah laku individu atau tradisi tertentu dari suatu kelompok masyarakat
atau kelompok sosial. Keempat, alasan rasional instrumental, yaitu alasan yang
didasarkan atas kalkulasi untung rugi secara ekonomi.
Selain kedua bentuk partisipasi diatas tetapi ada sekelompok orang yang
menganggap masyarakat dan sistem politik yang ada dinilai telah menyinggung
dari apa yang dicita-citakan sehingga tidak ikut serta dalam politik. Orang-orang
yang tidak ikut dalam politik mendapat beberapa julukan, seperti apatis, sinisme,
alienasi, dan anomie.
1. Apatis (masa bodoh) dapat diartikan sebagai tidak punya minat atau tidak
punya perhatian terhadap orang lain, situasi, atau gejala-gejala.
2. Sinisme menurut Agger diartikan sebagai kecurigaan yang busuk dari
manusia, dalam hal ini dia melihat bahwa politik adalah urusan yang kotor,
tidak dapat dipercaya, dan menganggap partisipasi politik dalam bentuk
apa pun sia-sia dan tidak ada hasilnya.
3. Alienasi menurut Lane sebagai perasaan keterasingan seseorang dari
politik
dan
pemerintahan
masyarakat
KPU Kota Banjarmasin – CEPP UNLAM
dan
kecenderungan
berpikir
19
Partisipasi Politik: Kesukarelaan Warga Dalam Politik Kota Banjarmasin
mengenai pemerintahan dan politik bangsa yang dilakukan oleh orang lain
untuk orang lain tidak adil.
4. Anomie, yang oleh Lane diungkapkan sebagai suatu perasaan kehidupan
nilai dan ketiadaan awal dengan kondisi seorang individu mengalami
perasaan ketidakefektifan dan bahwa para penguasa bersikap tidak peduli
yang mengakibatkan devaluasi dari tujuan-tujuan dan hilangnya urgensi
untuk bertindak.
Dalam pandangan lain, Rosenberg mengemukakan ada 3 (tiga) alasan
mengapa orang enggan sekali berpartisipasi politik:
Pertama, bahwa individu memandang aktivitas politik merupakan ancaman
terhadap beberapa aspek kehidupannya. Ia beranggapan bahwa mengikuti
kegiatan politik dapat merusak hubungan sosial, dengan lawannya dan dengan
pekerjaannya
karena
kedekatannya
dengan
partai-partai
politik
tertentu. Kedua, bahwa konsekuensi yang ditanggung dari suatu aktivitas politik
mereka sebagai pekerjaan sia-sia. Mungkin disini individu merasa adanya jurang
pemisah antara cita-citanya dengan realitas politik. Karena jurang pemisah
begitu besarnya sehingga dianggap tiada lagi aktifitas politik yang kiranya dapat
menjembatani. Ketiga, beranggapan bahwa memacu diri untuk tidak terlibat
atau sebagai perangsang politik adalah sebagai faktor yang sangat penting untuk
mendorong aktifitas politik.
Maka dengan tidak adanya perangsang politik yang sedemikian, hal itu
membuat atau mendorong kearah perasaan yang semakin besar bagi dorongan
apati. Disini individu merasa bahwa kegiatan bidang politik diterima sebagai
KPU Kota Banjarmasin – CEPP UNLAM
20
Partisipasi Politik: Kesukarelaan Warga Dalam Politik Kota Banjarmasin
yang bersifat pribadi sekali daripada sifat politiknya. Dan dalam hubungan ini,
individu merasa bahwa kegiatan-kegiatan politik tidak dirasakan secara langsung
menyajikan kepuasan yang relative kecil. Dengan demikian partisipasi politik
diterima sebagai suatu hal yang sama sekali tidak dapat dianggap sebagai suatu
yang dapat memenuhi kebutuhan pribadi dan kebutuhan material individu itu.
Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya partisipasi politik:
1. Tipe Budaya Politik
Keterlibatan anggota masyarakat dalam sistem politik, sangat dipengaruhi
oleh budaya politik masyarakat. Dan segala perilaku masyarakat adalah
merupakan bentuk dari budayanya, karena budaya
masyarakatitu identik
dengan sistem kehidupan masyarakat tersebut.
Dalam kajian kebudayaan politik mayarakat seperti dikemukakan oleh
Gabriel A.Almond14, yaitu sebagai berikut:
1. Bentuk budaya politik partisipan, yaitu orang-orang atau
masyarakat yang senantiasa melibatkan diri dalam kegiatan
politik, paling tidak kegiatan pemberian suara atau voting
dan memperoleh informasi cukup banyak tentang kehidupan
politik.
2. Bentuk Kebudayaan politik subjek, yaitu kelompok
masyarakat yang hanya patuh pada pemimpin mereka baik
yang formal maupun pemimpin yang nonformal, tetapi tidak
melibatkan diri dalam kegiatan politik ataupun memberikan
sarana dalam pemilihan.
3. Bentuk kebudayaan politik parokhial, adalah orang-orang
yang sama sekali tidak menyadari atau mengabaikan
adanya pemerintahan dan politik. Mereka ini mungkin buta
huruf, tinggal di desa yang terpencil, atau mungkin nenek14
Lihat,Gabriel A.Almond, dalam Mochtar Masoed dan Colin Mac Andrews, Perbandingan
Sistem Politik,Gajah Mada University Press. Yogyakarta, 1984. Hal 42
KPU Kota Banjarmasin – CEPP UNLAM
21
Partisipasi Politik: Kesukarelaan Warga Dalam Politik Kota Banjarmasin
nenek tua yang tidak tanggap terhadap hak pilih dan
mendukung diri dalam kesibukan keluarga.
2. Adanya wadah untuk menyalurkan aspirasi politik masyarakat
Menurut Arbit Sanit15, dengan melihat perkembangan partisipasi politik di
Indonesia mulai dari masa demokrasi liberal, demokrasi terpimpin, hingga masa
berlakunya kembali demokrasi pancasila, mengangkat beberapa faktor yang
memungkinkan suburnya partisipasi politik, yaitu:
1. Suburnya partisipasi politik apabila adanya kebebesan
berkompetisi di segala bidang kehidupan termasuk politik.
Kelompok-kelompok masyarakat secara spontan teransang
untuk saling menyetujui atau menolak ide kegiatan politik
mereka.
2. Kebebasan berpolitik yang luas dan terbuka. Kreatifitas
berpolitik diharapkantumbuh dan berkembang tanpa perlu
berhadapan dengan kebijaksanaan yang menghambatnya.
3. Adanya kekuasaan untuk mengorganisir diri sehingga
masyarakat dan partai dapat tumbuh dengan subur.
4. Penyebaran sumber daya politik secara relatif di kalangan
masyarakat yang diperlihatkan oleh belum meningkatnya
pemusatan kekayaan pada sektor tertentu pada masyarakat.
5. Terdapatnya distribusi kekuasaan secara relatif di kalangan
masyarakat sehingga tercipta suatu perimbangan kekuatan, hal
yang sama terjadi pula pada lembaga-lembaga pemerintahan.
3. Adanya gerakan secara sengaja dalam proses politik
Di dalam buku, Sosialisasi, Kebudayaan dan Partisipasi Politik Myron
Weyner dan Gabriel A. Almond 16 , mengemukakan bahwa dari 5 (lima) faktor
utama yang mendorong timbul partisipasi politik masyarakat, yaitu: 1.
Modernisasi, komersialisasi pertanian,industrialisasi, urbanisasi yang meningkat,
15Lihat,
Arbi Sanit, Swadaya Politik Masyarakat, Rajawali, Jakarta, 1995. Hal. 96-97
16Myron
Wyner dalam Mocthar Masoed dan Colin Mac Andrew, Perbandingan Sistem Politik,
Gajah Mada University, Yogyakarta, 1984. Hal. 45-46
KPU Kota Banjarmasin – CEPP UNLAM
22
Partisipasi Politik: Kesukarelaan Warga Dalam Politik Kota Banjarmasin
penyebaran kepandaian bala tulis, perbaikan pendidikan dan pengembangan
media komunikasi massa; 2. Perubahan-perubahan struktur sosial; 3. Pengaruh
intelektual dan komunikasi massa modern; 4. Konflik diantara kelompokkelompok pemimpin politik; 5. Keterlibatan pemerintah yang luas dalam urusan
sosial, ekonomi, dan kebudayaan.
Konsep Kesukarelaan Warga
Perkataan “sukarela”, menurut Kamus Dewan, bermakna “dengan
kehendak sendiri, tidak dipaksa-paksa, tidak dikerah dan dengan rela hati”.
Manakala perkataan “kesukarelaan” pula membawa makna “sikap sukarela”.
Selanjutnya, mereka yang melakukan sesuatu dengan sukarela dipanggil
“sukarelawan” bagi lelaki dan “sukarelawati” bagi perempuan. Berasaskan
makna tersebut, kesukarelaan dapat dimaksudkan sebagai melakukan sesuatu
dengan kehendak sendiri, tidak dipaksa atau dikerah, dengan niat yang ikhlas
atau setulus kudus dan dengan tidak mengharapkan apa-apa pulangan kepada
diri sendiri.
Dalam bahasa lain, misalnya bahasa Inggeris, terdapat
perkataan “voluntarism” yang menurut The Reader’s DigestOxford Wordfinder, membawa erti “the principle of relying on
voluntary action rather than compulsion; the doctrine that the will
is a fundamental or dominant factor in the individual or the
universe; the doctrine that the Church or schools should be
independent of the state and supported by voluntary
contributions”. Manakala perkataan “voluntary” pula bermaksud
“done, acting or able to act of one’s free will; unpaid work; built,
brought about, produced, maintained, etc., by voluntary action or
contribution”. Perkataan “volunteer” pula merujuk “a person who
KPU Kota Banjarmasin – CEPP UNLAM
23
Partisipasi Politik: Kesukarelaan Warga Dalam Politik Kota Banjarmasin
voluntarily undertakes a task or enters a military or other service,
undertakes or offer one’s services, be a volunteer”. 17
2. Teori Pilihan Publik dan Konsep Kebijakan Publik
Teori pilihan publik (public choice) atau disebut pula teori pilihan rasional
(rational choice) merupakan teori yang menerapkan metode-metode ekonomi
terhadap politik, yang memandang ada hubungan erat antara pilihan publik dan
barang publik (public goods). Fokus dari teori pilihan publik adalah pada individu
yang membuat pilihan, baik yang bertindak sebagai anggota partai politik,
birokrasi, kelompok kepentingan, dan warga biasa. Individu-individu itu juga
dapat bertindak dalam kapasitas sebagai pejabat negara atau pemimpin badan
usaha. Hasil atau dampak dari pilihan/keputusan individu itu bersifat publik,
kolektif, dan tidak dapat dibagi-bagi. Sementara publik itu sendiri bukanlah
pelaku yang dapat memilih.18
Seperti dikemukakan oleh Ekelund dan Tollison:
The fundamental premise of public choice is the political
decision-makers (voters, politicians, bureaucrats) and and private
decision-makers (consumers, brokers, producers) behave in a
similar way: the all follow the dictates of rational self-interest. In
fact, political and economic decision-makers are often one and
the same individual who votes in an election. (Premis dasar dari
pilihan publik adalah bahwa para pembuat keputusan politik
(pemberi suara, politisi, birokrat) dan para pembuat keputusan
pribadi (konsumen, perantara/makelar, produsen) akan
berperilaku dengan pola yang serupa satu sama lain: mereka
akan menganut prinsip pemenuhan kepentingan pribadi secara
rasional. Dalam kenyataan, para pembuat kebijakan ekonomi
dan politik seringkali merupakan orang-orang yang sama, yaitu
17
Lihat, Saifuddin Abdullah, Gerakan Kesukarekaan, Majlis Belia Malaysia, Yayasan Salam,
2001, Malaysia
18
Lihat, James A. Caporaso dan David P. Levine. (1997). Theories of Political Economy.
Cambridge: Cambridge University Press, hal. 133-134.
KPU Kota Banjarmasin – CEPP UNLAM
24
Partisipasi Politik: Kesukarelaan Warga Dalam Politik Kota Banjarmasin
warga masyarakat sebagai konsumen dan masyarakat pemilih.
Individu yang membeli barang kebutuhan sehari-hari juga akan
memberikan suaranya dalam pemilihan umum).
Konsep Kebijakan Publik
Kebijakan Publik terkait kepemiluan dalam hal ini adalah penyelenggara
pemilu dalam upaya membuat regulasi yang berkenaan dengan kepentingan
warga masyarakat dalam menyalurkan aspirasinya. Kesukarelaan Warga dalam
politik perlu pula ditunjang dengan bentuk kebijakan baik dari pemerintah
maupun berasal dari penyelenggara pemilu baik Komisi Pemilihan Umum (KPU)
maupun Badan Pengawas Pemilu (BAWASLU).
Dalam konteks ini, setiap ahli mendefenisikan dalam persfektif masingmasing berdasarkan hasil kajiam dan analisis akademik yang dilakukannya.
Salahsatunya adalah Thomas R.Dye, kebijakan publik adalah “whatever
governments choose to do or not to do”, yang kemudian di tafsirkan secara
kontekstual sebagai berikut:
Segala sesuatu yang dikerjakan dan yang tidak dikerjakan oleh pemerintah,
mengapa suatu kebjakan harus dilakukan dan apakah manfaat bagi kehidupan
bersama harus menjadi pertimbangan yang holistik agar kebijakan tersebut
mengandung manfaat yang besar bagi warganya dan berdampak kecil dan
sebaiknya tidak menimbulkan persoalan yang merugikan, walaupun demikian
pasti ada yang diuntungkan dan dirugikan. Di sinilah letaknya pemerintah harus
bijaksana dalam menetapkan suatu kebijakan. 19
Titik
fokus
kebijakan
haruslah
seberapah
jauh
seluruh
kebijakan
diimplementasikan berdasarkan perencanaan awal. Dalam banyak fakta,
pelaksanaan dan implementasiitu tidak akan mudah karena sanagat terkait
dengan banyak aspek, baik internal maupun eksternal termasuk dinamika politik
yang melingkupinya. Dalam persfektif tersebut, Riant Nugroho menyebutkan
19
Lihat, Thamas, Dye, Understanding Public Policy, Limited Edition, 1992, Hal 2-4
KPU Kota Banjarmasin – CEPP UNLAM
25
Partisipasi Politik: Kesukarelaan Warga Dalam Politik Kota Banjarmasin
kebijakan publik mudah dibuat, mudah dilaksanakan dan mudah di kendalikan
karena kebijakan publik menyangkut politik.20
Keseluruhan variabel tersebut diintegrasikan untuk mewujudkan tujuan
implementasi kebijakan yang sangat bebas dalam era liberal, namun pasar tidak
dapat diharapkan. Begitu juga kesukarelaan warga, jenis kebijakan akan
memberi konrtibusi bagai partisipasi aktif warga masyarakat.
G. Alur Berpikir
Gambar 01
Alur Pemikiran Penelitian
WARGA NEGARA
Faktor Penunjang /
Penghambat Political
Voluntarism
Kesukarelaan Warga
Dalam Politik
(Political Voluntarism)
Partisipasi Politik :
- Mobilisasi
- Otonom
Kebijakan Yang
Ditempuh
Penyelenggara Pemilu /
Pemerintah
20
Lihat Riant Nugroho, Analisis Kebijakan, PT. Elex MediaKomputindo, Kelompok Gramedia,
2007, hal.4
KPU Kota Banjarmasin – CEPP UNLAM
26
Partisipasi Politik: Kesukarelaan Warga Dalam Politik Kota Banjarmasin
H. Metode Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Pendekatan kualitatif merupakan pendekatan yang dipandang relevan
digunakan dalam penelitian ini, terutama dilihat dari tipe permasalahan dan
tujuan penelitian. Menurut Creswell, pendekatan kualitatif merupakan metode
untuk mengeksplorasi dan memahami makna yang – oleh sejumlah individu atau
sekelompok orang – dianggap berasal dari masalah sosial atau kemanusiaan.21
Senada dengan Creswell, bagi Sherman dan Webb pendekatan kualitatif
menunjuk pada perhatian langsung terhadap pengalaman karena pengalaman ini
“hidup”, “dirasakan”, serta “dialami”.22 Penjelasan yang dikemukakan pada latar
belakang penelitian serta pokok dan rumusan permasalahan juga tujuan
penelitian sejalan dengan apa yang dikatakan Creswell serta Sherman dan
Webb. Untuk itu, pendekatan kualitatif dapat membantu penelitian ini mencapai
tujuannya.
2. Sumber Data Penelitian
Untuk mendapatkan data yang dibutuhkan dalam menjawab permasalahan
atau pertanyaan penelitian, maka yang menjadi sumber data adalah sejumlah
individu dari berbagai kalangan Mayarakat, Tokoh Masyarakat, Penggiat Pemilu
Penyelenggara Pemilu, Pengamat Politik dan atau akademisi, yang berada di
Kota Banjarmasin.
21
John Creswell. (2012). Research Design: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, hal. 4.
22
Lihat, Loraine Blaxter dkk. (2006). How to Research. Jakarta: Indeks, hal. 93.
KPU Kota Banjarmasin – CEPP UNLAM
27
Partisipasi Politik: Kesukarelaan Warga Dalam Politik Kota Banjarmasin
3. Teknik Pengumpulan Data dan Analisa Data
Pengumpulan data akan berlangsung bersamaan dengan analisis data.
Untuk pengumpulan data, empat teknik yang digunakan yakni observasi,
wawancara mendalam (indepth interview), penelusuran dokumen-dokumen, dan
jika
diperlukan akan dilakukan focused
Observasi
group
dilakukan untuk mengamati kondisi riil
berlangsung . Kegiatan
discussion
ketika
proses
(FGD).
pilpres
ini dilakukan untuk memperkaya perspektif empirik
dan konteks penelitian. Kemudian, wawancara mendalam
dilakukan
untuk
mendapatkan penjelasan langsung dari para informan (yang sudah disebutkan di
atas) mengenai berbagai persoalan yang berkaitan dengan aspek kesukarelaan
politik warga pada pilpres 2014 di Kota Banjarmasin. Sedangkan penelusuran
dokumen-dokumen, mengumpulkan dan memanfaatkan dokumen-dokumen
yang relevan dengan permasalahan penelitian baik yang ditemukan di Kota
Banjarmasin maupun yang bisa diakses di tempat lain. Lalu, FGD jika dilakukan,
maka ada sejumlah orang secara terbatas akan diundang di Banjarmasin
sebagai upaya melengkapi data yang dibutuhkan.
Untuk mengoperasikan teknik pengumpulan data yang berlangsung
bersamaan dengan analisis data, penelitian ini menggunakan model “analisis
interaktif” dari Miles dan Huberman. Model Miles dan Huberman ini mengajukan
empat komponen penting dalam pengumpulan dan analisis data di mana satu
sama lain saling berhubungan dan bersifat simultan, yakni pengumpulan data
(data collection), reduksi data (data reduction), displai data (data display), dan
KPU Kota Banjarmasin – CEPP UNLAM
28
Partisipasi Politik: Kesukarelaan Warga Dalam Politik Kota Banjarmasin
penarikan kesimpulan (conclution), seperti divisualisasikan pada gambar
berikut.23
Gambar 02
Model Analisis Interaktif dari Miles dan Huberman
Pengumpulan
Data
Displai Data
Reduksi
Data
Kesimpulan
Menurut Miles dan Huberman, keempat komponen yang interaktif tersebut
merupakan sebuah proses yang saling menjalin baik ketika sebelum, selama,
maupun sesudah pengumpulan data dalam bentuk yang sejajar, untuk
membangun wawasan umum yang disebut “analisis”. Dalam kerangka demikian,
23
Mattew B. Miles dan Michael Huberman. (1992).Analisis Data Kualitatif. Jakarta: UI-Press, hal. 20.
KPU Kota Banjarmasin – CEPP UNLAM
29
Partisipasi Politik: Kesukarelaan Warga Dalam Politik Kota Banjarmasin
peneliti dituntut untuk selalu bergerak di antara empat “sumbu” kumparan itu
selama kegiatan pengumpulan data, selanjutnya bergerak bolak-balik di antara
kegiatan reduksi, penyajian, dan penarikan kesimpulan selama penelitian.24
4. Jadwal Pelaksanaan Penelitian
Tabel 3: Jadwal Pelaksanaan Penelitian
JUNI 2015
JULI 2015
AGUS 2015
SEPT 2015
JENIS KEGIATAN
1
2
3
4
1
2
3
4 1
2
3
4
1
2
3
Penyusunan Proposal
Presentasi Rancangan
Operasional Penelitian
Penelitian Lapangan
Penyusunan Draft
Laporan Akhir
Presentasi Hasil
Penelitian
Penyusunan Laporan
Akhir Penelitian
Penyerahan Hasil
Penelitian
24
Ibid, hal. 19.
KPU Kota Banjarmasin – CEPP UNLAM
30
4
Partisipasi Politik: Kesukarelaan Warga Dalam Politik Kota Banjarmasin
I. Sistematika Penulisan
Penulisan laporan penelitian ini direncanakan menjadi 5 (lima) bab dengan
sistematika sebagai berikut: Bab 1. Pendahuluan. Bab ini menyajikan latar
belakang fenomena penelitian diikuti dengan pemasalahan yang menjadi fokus
penelitian, kerangka konseptual yang digunakan, serta metode penelitian. Bab ini
juga sebagai pengantar sekaligus pemberi arah bagi bab-bab berikutnya.
Bab 2. Bab ini menggambarkan profile Propinsi Kalimantan Selatan Kota
Banjarmasin terkait jumlah Kecamatan, pertumbuhan ekonomi, administrasi
penduduk, jumlah penduduk, dan gambaran terkait tingkat partisipasi masyarakat
pada pemilihan umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD Tahun 2014 di Kota
Banjarmasin. Dalam bab ini, juga akan di paparkan tingkat partisipasi
masyarakat dalam pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014 di
Kota Banjarmasin. Secara sederhana juga digambarkan bagaimana dinamika
politik lokal, peta politik dan budaya politik mayarakat yang berkembang di Kota
Banjarmasin.
Bab 3. Membahas tentang permasalahan yang muncul terkait faktor-faktor
yang mempengaruhi dan menghambat munculnya keikutsertaan warga dalam
politik pada pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014. Di dalamnya akan
dibahas problematik apa saja yang terdapat dalam masyarakat
pada
penyelenggaraan pilpres 2014 di Kota Banjarmasin. Sejauh mana partisipasi
politik
masyarakat
ikut
serta
menjadi
relawan
dalam
rangka
upaya
mensukseskan Pilpres 2014 di Kota Banjarmasin. Terlaksananya Pilpres sebagai
pengejawantahan demokrasi secara prosedural dan subtantif juga turut dibahas
KPU Kota Banjarmasin – CEPP UNLAM
31
Partisipasi Politik: Kesukarelaan Warga Dalam Politik Kota Banjarmasin
secara bersama-sama dalam memahami permasalahan terkait keikutsertan
politik warga atau political voluntarismdi Kota Banjarmasin.
Bab 4. Membahas tentang implementasi kebijakan yang telah dibuat oleh
pemerintah dan penyelenggara pemilu dalam menumbuhkan dan memperkuat
kesukarelaan warga dalam politik pada pemilu Presiden dan Wakil Presiden
tahun 2014 di kota Banjarmasin. Kebijakan seperti apa yang dapat ditempuh
untuk menumbuhkan dan memperkuat kesukarelaan warga dalam politik pada
pemilu berikutnya juga akan digali dalam bab ini.
Bab 5. Penutup, bab ini menyajikan dua hal penting dari laporan penelitian
yakni kesimpulan dan rekomendasi.
KPU Kota Banjarmasin – CEPP UNLAM
32
Partisipasi Politik: Kesukarelaan Warga Dalam Politik Kota Banjarmasin
Bab II
Deskripsi Lokasi Penelitian
1. LETAK WILAYAH
Kota Banjarmasin secara geografis terletak antara 3⁰16’46” sampai
dengan 3⁰22’54” lintang selatan dan 114⁰31’40 sampai dengan 114⁰39’55’’
bujur timur. Berada pada ketinggian rata-rata 0,16 m dibawah permukaan
laut dengan kondisi daerah berpaya-paya dan relative datar. Pada air
pasang hamper seluruh wilayah digenangi air.
Kota Banjarmasin berada disebelah provinsi Kalimantan selatan,
berbatasan dengan:

Disebelah utara dengan kabupaten barito kuala

Disebelah timur dengan kabupaten banjar

Disebalah barat dengan kabupaten baritp kuala

Disebelah selatan dengan kabupaten banjar
2. LUAS WILAYAH
Luas wilayah kota Banjarmasin 98,46 km persegi atau 0,26 persen dari
luas wilayah provinsi Kalimantan selatan, terdiri dari 5 kecamatan 52
kelurahan. Kota Banjarmasin yang terdiri dari 5 (lima) kecamatan, yaitu
kecamatan Banjarmasin Tengah dengan luas Area 6,66 KM2, Banjarmasin
Barat dengan luas area 13,13 KM2, Banjarmasin Utara dengan luas area
16,54 KM2, Banjarmasin Timur
denagn luas area 23,86 KM2 dan
Banjarmasin Selatan dengan luas area sebesar 38,27 KM2.
KPU Kota Banjarmasin – CEPP UNLAM
33
Partisipasi Politik: Kesukarelaan Warga Dalam Politik Kota Banjarmasin
3. PEMERINTAHAN DAERAH
Kota Banjarmasin terbentuk berdasarkan undang-undang nomor 27 tahun
1959 tentang penetapan undang-undang darurat nomor 3 tahun 1953 tentang
pembentukan daerah tingkat 2 di kalimantan sebagai undang-undang.
Keputusan walikota Banjarmasin nomor 93 tahun 2000 tentang penataan daerah
kota Banjarmasin dan pembentukan kecamatan Banjarmasin tengah, kemudian
dikuatkan dengan perasturan daerah kota Banjarmasin nomor 2 tahun 2001
tentang penataan daerah kota Banjarmasin, kota Banjarmasin terdiri atas 5
kecamatan, yaitu Banjarmasin selatan, Banjarmasin timur, Banjarmasin barat,
banajarmasin tengah, Banjarmasin utara. Jumlah keluarahan dikota Banjarmasin
sebanyak 5 kelurahan yang terbagi menjadi 118 rukun warga dan 1.552 rukun
tetangga pada tahun 2011.
4. PENDUDUK
Pada tahun 2013 penduduk kota Banjarmasin berjumlah 656.7782, terdiri
dari penduduk laki-laki 328. 367 jiwa dan 328.411 jiwa perempuan. Berdasarkan
wilayah kecamatan maka hampir sekitar 45.79% penduduk kota Banjarmasin
berdiam dikecamatan Banjarmasin Selatan dan Banjamasin Barat dengan tingkat
kepadatan penduduk terbesar pada kecamatan Banjarmasin tengah yang
mencapai 14.063,06 jiwa/km persegi.
Laju pertumbuhan penduduk secara alami dipengaruhi oleh jumlah
penduduk lahir, mati dan migrasi. Berdasarkan hasil sensus laju pertumbuhan
penduduk di wilayah kota Banjarmasin mengalami penurunan sejak 2 dasawarsa
KPU Kota Banjarmasin – CEPP UNLAM
34
Partisipasi Politik: Kesukarelaan Warga Dalam Politik Kota Banjarmasin
ini. Tercatat laju pertumbuhan penduduk tahun 1980-1990 sebesar 2.36% dan
turun menjadi 1.02% pada periode tahun 1990-2000.
5. PEMILU DAN DPRD
Sebagai konsekwensi dari reformasi yang menginginkan pemerintahan
yang bersih dan berwibawa serta mendapat legitimasi dari rakyat pada tahun
pada tahun 2009 yang lalu telah dilangsungkan pesta rakyat yang dikenal
dengan istilah pemilu. Pemilu ini tidak seperti pada pemilu sebelumnya. Pemilu
langsung dari rakyat dan diikuti oleh banyak partai politik.
Pemilu Tahun 2014 telah menempatkan sebanyak 50 orang anggota
DPRD Kota Banjarmasin sesuai dengan persebaran jumlah penduduk. Jumlah
anggota ini terdiri dari 9 partai politik.
KPU Kota Banjarmasin – CEPP UNLAM
35
Partisipasi Politik: Kesukarelaan Warga Dalam Politik Kota Banjarmasin
Tabel 4 : Jumlah anggota DPRD
Kota Banjarmasin menurut partai Politik Tahun 2013
PARTAI POLITIK
LAKI-LAKI
PEREMPUAN
JUMLAH
PARTAI GOLKAR
3
2
5
PPP
3
1
4
PDIP
2
2
4
PAN
4
1
5
PARTAI
DEMOKRAT
7
4
11
PKS
5
-
5
PBB
1
-
1
PKB
-
1
1
Sumber: Kota Banjarmasin dalam Angka, BPS Banjarmasin, 2014
KPU Kota Banjarmasin – CEPP UNLAM
36
Partisipasi Politik: Kesukarelaan Warga Dalam Politik Kota Banjarmasin
Bab III
Faktor Pendukung Dan Penghambat
Kesukarelaan Warga Dalam Politik
Pemilihan Presiden dan wakil presiden (Pilpres 2014) yang diikuti oleh dua
pasang kandidat merupakan pemilihan umum yang terbilang ramai yang pernah
diselenggarakan di Indonesia. Hadirnya sejumlah pemilih yang tergolong tinggi
hingga 134.953.967 orang atau setara dengan 53,21 persen dari total
keseluruhan
penduduk
Indonesia
yang
mencapai
253.609.643
Jiwa
menempatkan Indonesia sebagai negara yang peserta pemilunya terbilang tinggi
dibanding negara lain seperti Jepang dan Australia.
Ada fenomena ambivalen pada pemilu Preseden dan Wakil Presiden yang
telah digelar pada 2014 lalu. Di satu sisi, penyelenggaraan Pilpres dipuji
berbagai pihak karena cukup bagus dan sukses. William Liddle, misalnya,
mengutip International Foundation for Electoral Systems (IFES), yang sejak awal
reformasi memantau dari dekat pelaksanaan pemilu-pemilu di Indonesia,
menyimpulkan bahwa Pilpres 2014 adalah yang terbaik dari segi pendaftaran
pemilih dan pengorganisasian hari pemilu sendiri. Juga terpuji: keputusan KPU
membuat proses rekapitulasi transparan dari awal supaya bisa diikuti semua
orang. Liddle melihat dua aktor informal yang turut memainkan peran dalam
Pilpres 2014, yakni masyarakat madani dan tokoh politik. Sumbangan keduaduanya patut diberi penghargaan paling tinggi. Mereka bertindak atas sebuah visi
yang cemerlang sekaligus realistis. Lagi pula, mereka menyampaikan visi itu
secara polos dan rasional. Liddle juga mengatakan bahwa: “apa yang saya lihat
KPU Kota Banjarmasin – CEPP UNLAM
37
Partisipasi Politik: Kesukarelaan Warga Dalam Politik Kota Banjarmasin
di Indonesia seusai Pilpres 2014: sebuah masyarakat tempat anggotanya
bersama-sama menggalang kekuatan untuk menyelamatkan demokrasi. Hampir
tanpa kekecualian.”25
Namun demikian, dalam hal persentase pemilih dari mereka yang berhak
memilih, jumlahnya mengalami penurunan. Pada Pilpres 2004 mereka yang turut
berpartisipasi pada putaran ke-2 mencapai 77,44% dari mereka yang berhak
memilih. Adapun pada Pilpres 2009 pemilih mencapai 72,7% dari jumlah total
mereka yang berhak memilih. Sedangkan pada tahun 2014 jumlahnya hanya
70,91% dari total 190.307.134 orang yang berhak memilih.26 Dengan kata lain
pula jumlah golput meningkat dari waktu ke waktu. Dari yang hanya sekitar 23%
pada Pilpres 2004 menjadi sekitar 29% sepuluh tahun kemudian. Sehingga
dapat dikatakan bahwa dalam jangka waktu sepuluh tahun peningkatan jumlah
Golput mencapai kira-kira 6%.
Sementara itu KPU juga mencatat dalam konteks persentasi, jumlah
partisipan pada Pilpres 2014 masih lebih kecil dibandingkan dengan jumlah
partisipan dalam Pileg 2014 yang mencapai 75,11%. Penurunan itu jelas bukan
sebuah kabar yang menggembirakan. Dalam hal ini target KPU yang mematok
jumlah pemilih seputar 75% jelas tidak terpenuhi. Meski demikian, jumlah
70,99% tersebut masih di atas perkiraan beberapa lembaga survei yang mengira
25
Lihat, William Liddle. 2014. “Ketakutan dan Demokrasi”, dalam Harian Kompas, edisi 25 Agustus.
26
Lihat SK KPU No.477/Kpts/KPU/Tahun 2014. Dari total suara sebesar 190.307.134 jumlah
pemilih laki-laki adalah 95.220.799 orang, sedangkan pemilih perempuan berjumlah 95.086.335
orang. Pelaksanaan pemungutan suara akan dilangsungkan di 478.685 buah TPS. Lihat
www.kpu.go.id/index.php/post/read/2014/kpu-tetapkan -DPT-Pilpres-2014
KPU Kota Banjarmasin – CEPP UNLAM
38
Partisipasi Politik: Kesukarelaan Warga Dalam Politik Kota Banjarmasin
bahwa pemilih bisa mencapai hanya sekitar 60-65 %, bahkan ada yang
memprediksikan hanya berkisar sekitar 50%saja.
Tabel 5 :
Perbandingan Jumlah Pemilih
dari Tiga Pelaksanaan Pilpres (2004, 2009 dan 2014)
2004
2009
2014
Jumlah Pemilih
150.644.402
171.068.667
190.307.134
Jumlah Pemilih
yang
Menggunakan
Haknya
116.662.705
127.983.655
134.953.967
Jumlah Golput
33.981.497
43.085.012
55.353.167
Persentase
Pemilih yang
Memilih
77,44%
72,70%
70,99%
Persentase Golput
22,56%
27,20%
29,01%
Tabel 6 : Perbandingan Jumlah Pemilih Kota Banjarmasin
dari Tiga Pelaksanaan Pilpres (2004, 2009 dan 2014)
KOTA BANJARMASIN
JUMLAH PEMILIH
2004
TAHAP I :279.863
2009
2014
313.579
491.020
302.165
320.234
TAHAP II: 301.160
PENGGUNA HAK PILIH
TAHAP I : 296.404
TAHAP II: 270.799
Sumber: KPU Kota Banjarmasin, 2015
KPU Kota Banjarmasin – CEPP UNLAM
39
Partisipasi Politik: Kesukarelaan Warga Dalam Politik Kota Banjarmasin
Secara nasional terjadi penurunan dari sisi jumlah pemilih dan ini tidak
membuat beberapa kalangan berkecil hati. Mendagri Gamawan Fauzi, misalnya,
masih memandang positif hasil tersebut dengan mengatakan bahwa dalam
situasi yang penuh apatisme politik saat ini kemampuan untuk mengajak pemilih
berpartisipasi hingga angka 70,99% adalah sebuah prestasi. Apalagi jika
dikaitkan dengan trend penurunan partisipasi masyarakat di ajang pilkada
menjelang dilaksanakannya Pilpres 2014, jumlah 70,99% tersebut masih masuk
kategori lumayan. Beberapa kalangan berpendapat bahwa persoalan yang
terkait dengan DPT menjadi salah satu penyebab menurunnya jumlah pemilu.
Selain tentu saja adalah apatisme akibat ketidakpercayaan masyarakat atas
proses dan hasil yang akan dapat mereka rasakan dari pelaksanaan pilpres.
KPU Kota Banjarmasin – CEPP UNLAM
40
Partisipasi Politik: Kesukarelaan Warga Dalam Politik Kota Banjarmasin
Tabel 7: PADA PEMILU LEGISLATIF (DPRD KOTA BANJARMASIN
DAN PEMILU PRESIDEN TAHUN 2014
TINGKAT PARTISIPASI PEMILIH
NO.
1
1
3
KECAMATAN
BANJARMASIN
TENGAH
BANJARMASIN
BARAT
BANJARMASIN
UTARA
KELURAHAN
PEMILU
LEGISLATIF (%)
PEMILU
PRESIDEN
(%)
KETERANGAN
1
KERTAK BARU
ILIR
60,23
61,30
2
KERTAK BARU
ULU
53,94
60,10
3
MAWAR
69,16
69,71
Sedang
4
TELUK DALAM
66,71
66,00
Sedang
5
ANTASAN BESAR
63,15
58,54
Sedang / Rendah
6
PASAR LAMA
66,74
65,19
Sedang
7
SEBERANG MESJID
69,96
68,72
Sedang
8
GADANG
50,20
48,83
Rendah/Sgt.Rendah
9
MELAYU
69,62
62,64
Sedang
10
SUNGAI BARU
58,05
55,06
Rendah
11
PEKAPURAN LAUT
75,16
57,44
Tinggi / Rendah
12
KELAYAN LUAR
77,21
66,74
Tinggi / Sedang
1
BELITUNG UTARA
68,08
66,15
Sedang
2
BELITUNG
SELATAN
56,33
52,21
3
PELAMBUAN
57,06
54,80
Rendah
4
TELAGA BIRU
60,68
60,88
Sedang
5
TELAWANG
59,95
55,52
Rendah
6
TELUK TIRAM
70,43
64,23
Tinggi / Sedang
7
KUIN SELATAN
63,16
62,44
Sedang
8
KUIN CERUCUK
67,12
62,96
Sedang
9
BASIRIH
66,31
63,30
Sedang
1
ALALAK TENGAH
75,69
72,13
Tinggi
2
ALALAK UTARA
65,54
66,23
Sedang
3
ALALAK SELATAN
72,03
68,90
Tinggi / Sedang
4
SUNGAI JINGAH
72,55
69,66
Tinggi / Sedang
5
SUNGAI MIAI
66,64
71,87
Sedang / Tinggo
6
SURGI MUFTI
57,92
62,79
Rendah / Sedang
7
PANGERAN
72,25
71,44
Tinggi
8
ANTASAN KECIL
TIMUR
67,83
65,21
KPU Kota Banjarmasin – CEPP UNLAM
Sedang
Rendah / Sedang
Rendah
Sedang
41
Partisipasi Politik: Kesukarelaan Warga Dalam Politik Kota Banjarmasin
4
5
BANJARMASIN
TIMUR
BANJARMASIN
SELATAN
9
KUIN UTARA
69,58
68,91
Sedang
10
SUNGAI ANDAI
68,43
68,44
Sedang
1
KURIPAN
64,03
59,40
Sedang / Rendah
2
KEBUN BUNGA
63,87
63,90
Sedang
3
KARANG MEKAR
71,50
68,51
Tinggi / Sedang
4
SUNGAI BILU
73,08
69,90
Tinggi / Sedang
5
SUNGAI LULUT
64,30
62,36
Sedang
6
BANUA ANYAR
70,62
66,73
Tinggi / Sedang
7
PENGAMBANGAN
70,85
67,84
Tinggi / Sedang
8
PEKAPURAN RAYA
56,05
54,87
Rendah
9
PEMURUS LUAR
65,32
67,99
Sedang
1
MANTUIL
70,92
68,15
Tinggi / Sedang
2
KELAYAN
SELATAN
73,05
64,18
3
PEKAUMAN
59,95
58,42
Rendah
4
KELAYAN BARAT
66,55
65,80
Sedang
5
KELAYAN TENGAH
70,34
70,05
Tinggi
6
KELAYAN DALAM
52,51
50,72
Rendah
7
MURUNG RAYA
64,28
58,53
Sedang / Rendah
8
KELAYAN TIMUR
71,04
69,13
Tinggi / Sedang
9
TANJUNG PAGAR
68,03
60,65
Sedang
10
PEMURUS DALAM
64,21
69,26
Sedang
11
PEMURUS BARU
68,28
65,84
Sedang
12
BASIRIH SELATAN
63,94
63,53
Sedang
65,97
63,73
Sedang
Total Partisipasi se Kota Banjarmasin
Tinggi / Sedang
catatan:
80 --->
Sangat Tinggi
70 -79,9
Tinggi
60 - 69,9
Sedang
50 - 59,9
Rendah
<--- 49,9
Sangat Rendah
Kesukarelaan warga Kota Banjarmasin dalam politik menemukan pola yang
terbentuk dari sejumlah jawaban yang telah diberikan oleh beragam narasumber
mengarahkan suatu sintesa yang merujuk pada teori yang dikemukakan oleh
KPU Kota Banjarmasin – CEPP UNLAM
42
Partisipasi Politik: Kesukarelaan Warga Dalam Politik Kota Banjarmasin
Max Weber 27 tentang alasan seseorang berpartisipasi merujukpada tipologi
tindakan sosial. Dikemukakan ada 4 (empat) alasan mendasar seseorang
melakukan aktivitas politik dalam hal ini kesukarelaan warga Kota Banjarmasin
dalam politik pada saat Pilpres 2014. Pola yang terbentuk mengindikasikan
bahwa faktor pendukung munculnya dan menghambat munculnya kesukarelaan
warga mengacu pada teori tersebut dengan penjelasan.
A. Faktor Pendukung Munculnya Kesukarelaan Warga dalam Politik
1. Faktor Rasional Nilai
Faktor yang didasarkan atas penerimaan secara rasional akan nilai-nilai
suatu kelompok. Nilai rasional dari orang perorang, dukungan politik bukan
karena terpaksa melainkan adanya alasan rasional memilih kandidat dengan
alasan yang rasional pula. Pilihan terhadap salah satu calon Presiden dan Wakil
Presiden tanpa unsur paksaan mengindikasikan adanya kesukarelaan warga
dalam menentukan sikap. Hal ini juga tidak sertamerta terjadi pada setiap orang
khususnya di Kota Banjarmasin, melainkan tampak dari latarbelakang pendidikan
dan keluarga. Beberapa narasumber mengngkapkan hal yang hampir senada.
Dalam
wawancara
yang
dilakukan
dengan
seorang
narasumber,
mengatakan bahwa:
......Ketika Pilpres kemarin saya memilih..... (menyebut salah
satu nama calon Presiden), karena sejak dulu saya tahu
kepemimpinannya, wibawanya dan kharismanya. Saya tidak
perlu disuruh untuk memilih atau dipaksa untuk memilih, karena
kesadaran saya sendiri. Saya suka ada pemilu langsung, artinya
27Lihat,
Max Weber dalam Efriza, Political Explorer DSebuah Kajian Ilmu Politik, CV. Alfabeta,
Bandung, 2012. Hal 190-192
KPU Kota Banjarmasin – CEPP UNLAM
43
Partisipasi Politik: Kesukarelaan Warga Dalam Politik Kota Banjarmasin
saya memberi kontribusi bagi bangsa ini untuk lebih baik. Satu
suara saya pasti berarti jika dikumpulkan dengan yang lain yang
sama pilihannya. Kalau kampanye terbuka saya tidak pernah ikut,
saya hanya sering ikut berkomentar di media sosial dan ikut
mendukung pilihan saya. Saya dan suami sama pilihannya,
kadang-kadang kami ikut mempengaruhi keluarga atau temanteman agar ikut memilih calon yang kami unggulkan....28
Narasumber lain mengatakan:
.....Saya ingin suatu perubahan, dengan saya ikut Pilpres paling
tidak saya ikut menentukan presiden Indonesia. Pilihan saya
pasti, saya tidak perlu dipengaruhi oleh siapapun. Banyak
orang mengatakan bahwa, ada money politic, tapi sepanjang
saya ikut pemilu langsung ini belum pernah ada yang menawari
saya uang atau apapun itu. Kecuali pemilu legislatif 2009 ada
yang ngasih souvenir gelas yang ada foto calon legislatifnya,
gelas itu juga gelas murah saya tidak menganggap itu juga
tidak menganggap itu sebagai money politic. Saya tidak pernah
ikut kampanye, saya pegawai negeri tidak ter[pikir untuk ikutikutan berpolitik. Tapi saya akan mengunakan hak saya untuk
memilih. Selain itu, pemilu ini pesta demokrasi sebagaimana
layaknya pesta harus dirayakan dengan senang hati....tidak
perlu dipaksa-paksa, atau dirayu-rayu....Saya ikhlas memilih...
(menyebut salah satu calon presiden), mudahan beliau mampu
menjadikan Indonesia negara yang makmur....29
Kedua Narasumber di atas mewakili yang lain, mengindikasikan bahwa
adanya kesukarelaan warga dalam menyalurkan aspirasinya tanpa ada imbalan
apalagi paksaan. Hal ini menjadi penanda bahwa kesukarelaan warga benarbenar dipicu oleh kesadaran pribadi individu.
......jadi memilih tu ya karena kita ni kan warga negara, mau
kada mau ya berpartisipasi ai ngarannya ada Pemilu, apalagi
ini Pemilu Presiden, memilih kepala negara kalo.. masa kita
kada memilih, apa handak kada bisi Presiden? Lalu mengenai
pilihan, kenapa aku memilih Presiden si A misalnya, ya karena
28Hasil
wawancara dengan ibu Rusmiyati setelah diolah, 46 Tahun, Ibu Rumah Tangga, S1
ekonomi, 4 Agustus 2015
29Hasil
wawancara dengan Bpk Yudi, Sajana, PNS, setelah diolah, 43 tahun, S1 Tarbiah, 2
Agustus 2015
KPU Kota Banjarmasin – CEPP UNLAM
44
Partisipasi Politik: Kesukarelaan Warga Dalam Politik Kota Banjarmasin
saya yakin dia itu bagus. Apalagi misalnya melihat
pengalamannya, prestasinya, sidin pernah jadi apa aja, dari situ
kita bisa liat kalo calon si A ini bagaimana.”
(alasan memilih karena kita ini sebagai warga negara, mau atau
tidak mau namanya ada Pemilu ya harus berpartisipasi, apalagi
ini Pemilu Presiden, memilih kepala negara kan? Masak kita
tidak memilih, apa mau tidak punya Presiden? Lalu mengenai
pilihan, kenapa saya memilih Presiden A misalnya, karena saya
yakin dia itu bagus. Apalagi melihat pengalamannya,
prestasinya, beliau pernah jadi apa saja, dari situ kita bisa
melihat bahwa calon A ini bagaimana)
Narasumber yang lain berpendapat bahwa:
......ngarannya Pemilu ni sebujurnya aku ketuju, rami... raminya
kayapa? Kita ni ngarannya rakyat umpat heboh jua, kada cuma
pemerintah aja. Artinya ini pang yang ngarannya pesta
demokrasi tadih.. segala macam ai.. sampai ada yang jadi
panitia di TPS, ada yang jadi tim sukses, ada yang jadi juru
kampanye. Aku memang kada umpat jadi apa-apa pang, tapi
melihatnya ya rami aja. Jaka ada yang menawari aku jadi
relawan aku hakun ai, selain rami ya itu pang kita umpat
bepartisipasi. Ada jua tu nah kita ni umpatnya, kada sekedar
memilih aja.”
(namanya Pemilu ini sebenarnya saya suka, seru... serunya
seperti apa? Kita ini namanya rakyat ikut heboh juga, tidak
Cuma pemerintah saja. Artinya inilah yang namanya pesta
demokrasi, segala macam... sampai ada yang jadi panitia di
TPS, ada yang jadi tim sukses, ada yang jadi juru kampanye.
Saya memang tidak ikut jadi apa-apa, tapi melihatnya ya seru
saja. Seandainya ada yang menawari saya jadi relawan saya
mau saja, selain seru ya itu lah kita ikut berpartisipasi. Ada juga
lah kita ikut, tidak sekedar memilih saja)
“Alhamdulillah kadada pang yang menawari aku duit, kecuali
sticker ada ai. Bila ada yang menawari duit gin aku kada hakun,
kada wani aku mun masalah kaya itu. Ujar dangar-dangar
dilarang kalo kita ni bejual-jual suara”
(Alhamdulillah tidak ada yang menawari saya uang, kalau
sticker ada. Jika ada yang menawari uang pun saya tidak mau,
kalau maslaah seperti itu saya tidak berani. Dengar-dengar kan
kita dilarang menjual suara).
KPU Kota Banjarmasin – CEPP UNLAM
45
Partisipasi Politik: Kesukarelaan Warga Dalam Politik Kota Banjarmasin
Dari uraian wawancara terakhir di atas, nampak kesukarelaan masih
terbatas pada rasa takut bukan karena kesadaran akan pentingnya sebuah
partisipasi yang sukarela tetapi sebahagian masih tergantung pada aturan yang
berlaku. Harapan penyelenggara pemilu, bahwa masyarakat berpartisipasi
karena kesadaran politiknya, sadar atas setiap pilihannya mengindikasikan
demkrasi Kota Banjarmasin, yang dihuni beragam karakteristik dan terkenal
dengan kota dagang dimana uang menjadi berarti ketimbang sehari tidak
menjual. Hal ini bukanlah hal mudah bagi penyelenggara pemilu untuk
mengubah pola pikir penduduk asli Banjarmasin.
2. Faktor Emosional Efektif
Faktor didasarkan atas suka cita terhadap satu ide, organisasi, partai atau
individu.
Faktor
seperti
ini
cenderng
non
rasional.
Ketika
mengikutipemiluPresiden dan wakil Presiden, tidak jarang orang ikut karena
alasan emosional efektif. Oleh karena itu manager kamanye atau tim sukses
pasangan calon atau individupeserta Pilres mencoba menciptakan momen,
situasi atau citra dimana pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden
dipandang sebagai p ihak yang teraniayaatau terzolimi. Konstruksi teraniaya atau
terzolimi dalam masyarakat Indonesia khususnya dalam dunia politik merupakan
momen,
situasi
atau
citra
menguntungkan
bagi
yang
mengalaminya.
Sebagaimana ungkapan nasasumber berikut:
Saya memilih...(menyebut salahsatu kandidat calon Presiden
dan Wakil Presiden) karena kasihan melihat beliau dihina,
dihujat dan disepelekan. Banyak yang mengatakan Dia tidak
layak jadi Presiden, tapi saya memilihnya. Pilpres kemarin tidak
ada saya melihat ada bagi-bagi uang,kalau ada yang memberi
KPU Kota Banjarmasin – CEPP UNLAM
46
Partisipasi Politik: Kesukarelaan Warga Dalam Politik Kota Banjarmasin
uang pasti uangnya saya ambil dan tetap memilih Presiden
Idola saya. Siapa yang mau menolak uang Mbak.....
...Nah...kenapa ulun memilih, sebabnya rami banar pang
Pilpres semalam tu. Maginnya di facebook pian, bah...rami tu
pang. Banyak yang beleloco, banyak jua yang besesambatan.
Fitnah tu maginnya, sampai kada tahu lagi mana bujur mana
kada. Tapi itu pang, rami banar, lalu umpat ai jua memilih.
Kalonya alasan memilih si anu misalnya, jujur ja ulun memilih
Jokowi pang semalam. Apa kasian banar sidin, rancak dibully tu
nah. Disambati.. Sidin kan kada bungas kaya Prabowo kalo,
imbah tu macam-macam ai, yang jar keturunan Cina, apalagi yu
lah..kasian tu pang. Biasanya orang yang rancak dihina tu lalu
derajatnya diangkat oleh Allah, nah..itu pang.”
(kenapa saya memilih, sebab Pilpres kemarin seru sekali.
Apalagi di facebook, sangat seru. Banyak yang membuat
lelucon, banyak juga yang saling ejek. Fitnah apalagi, sampai
tidak tahu mana yang benar mana yang tidak. Tapi ya itu, seru
sekali, lalu saya ikut memilih. Kalau alasan memilih si Anu
misalnya, jujur saja saya memilih Jokowi kemarin. Kasihan
sekali beliau, sering di-bully. Diejek, beliau kan tidak ganteng
seperti Prabowo, lalu macam-macam lah, yang keturunan Cina,
apalagi ya? Pokoknya ya kasian. Biasanya orang yang sering
dihina itu derajatnya diangkat oleh Allah, ya itu..)
Dalam banyak ulasan secara nasional, kedua kubu baik Jokowi dan
Prabowo memiliki massa dukungan yang relatif berimbang dalam sosok pemilih
dengan alasan emosional afektif ini. Ada dua karakter yang berbeda, kedua kubu
memandang pencitraan dan dukungan secara emosional relatif bermanfaat. Jika
pasangan Jokowi-JK termanivestasi dengan dukungan yang kasihan karena
nampak sederhana dan seolah teraniaya muncul dengan massanya sendiri.
Sementara Prabowo-Hatta, memanfaatkan dukungan tradisional dengan gaya
yang modern, seolah elegan dan kuat. Capres Prabowa-Hatta memanfaatkan
pencitraan kebalikan yang dilakukan oleh Jokowi-JK. Hal tersebut juga nampak
dalam uraian wawancara berikut:
KPU Kota Banjarmasin – CEPP UNLAM
47
Partisipasi Politik: Kesukarelaan Warga Dalam Politik Kota Banjarmasin
.....(menyebut nama salahsatu kandidat), Saya memilih yang
berwibawa, berkharisma...yang tegas, yang bisa bahasa
Inggeris. Indonesia ini negara besar Presidennya harus
berkharisma, agar negara luar segan atau takut. Saya sudah
sampaikan kepada keluarga agar memilih (sebut nama)...kita
bebas memilih siapa yang layak jadi Presiden, tapi saya juga
punya hak untuk membantu calon favorit saya agar terpilih,
makanya saya ikut-ikut kampanyekan gratis, ikhlas, kalau saya
punya uang banyak kukasih uang agar (sebut nama) terpilih.
3. Faktor Tradisional
Faktor ini mengacupada penerimaan norma tingkahlaku atau tradisi tertentu
dari satu kelompok sosial. Kelompok semacam ini lebih kepada tradisi dijunjung
tinggi dari kelompok masyarakat lokal, kesetiaan pada tradisi dan norma adat
istiadat. Kasus Kota Banjarmasin, meski merupakan Kota administratif dan kota
dagang, akan tetapi nilai-nilai tradisional masih dijunjung tinggi. Karakteristik
sebagai kota dagang, penduduk yang padat dan kesetiaan pada pemimpin yang
memiliki latar sejarah dan yang ditokohkan masih terus terjaga. Berikut petikan
wawancara dengan beberapa narasumber:
......oh kalo saya ikut memilih pasti, namanya Pemillu ya jelas
itu rutin ya... kita punya hak pilih pasti lah kita memilih. Kalo
orang yang golput itu saya tidak paham, maunya apa. Kan tidak
mungkin kita tidak punya Presiden. Ya kita pilihlah, kita sebagai
warga negara wajib memilih, kita berpartisipasi lah sebutannya.
Aku memilih yang kada memberi supan tuh pang...lawan Nini’
ada ae bekisah gasan umpat wan memilih orang yang berjasa,
umpati pilihan abah aja jar....(memilih orang yang tidak
membuat malu... Nenek ada yang bercerita tentang orang yang
pantas untuk dipilih jadi presiden, sebaiknya ikuti apa yang
dipilih oleh Bapak)
Narasumber lain mengatakan:
“Kalau saya, jujur saja saya ini kan turun temurun kita keluarga
lebih condong ke Golkar. Dari abah, kai, semuanya pendukung
KPU Kota Banjarmasin – CEPP UNLAM
48
Partisipasi Politik: Kesukarelaan Warga Dalam Politik Kota Banjarmasin
Golkar. Apalagi semalam tu arwah haji Leman masih hidup, apa
jar sidin tu pang.. Jadi masalah memilih ya kita condong
dengan Partai kita, artinya calon Presiden yang didukung partai
kita.”
(Kalau saya, jujur saja saya ini kan turun temurun keluarga
saya lebih condong ke Golkar. Dari bapak, kakek, semuanya
pendukung Golkar. Apalagi kemarin itu Haji Leman masih hidup,
semuanya menurut apa kata beliau. Jadi amsalah memilih ya
kita condong dengan partai kita, artinya calon Presiden yang
didukung oleh partai kita)
“Masalah duit, atau yang disebut orang money politik kadada
pang. Lagipula percuma handak bebagi duit, karena saya
sudah punya pilihan. Handak dibari berapa kah, pilihan saya ya
kada akan beganti.”
(Masalah uang, atau yang disebut orang money politic tidak
ada. Lagipula percuma mau bagi duit, karena saya sudah
punya piliha. Mau diberi berapa saja, pilihan saya ya tidak akan
berganti)
4. Faktor Rasional Instrumental
Faktor inimengkalkulasi untung rugi secara ekonomi. Pandangan ini
bersumber dari pemikiran utilitarian yaitu yang mengasumsikan bahwa individu
adalah mahluk yang rasional yang senantiasa berhitung yang membuat pilihan
yang dapat memperbesar kesenangan pribadi atau keuntungan pribadi atau
mengurangi penderitaan atau menekan biaya. Pandangan ini berasumsi bahwa
kesejahteraan masyarakat umumnya dalam jangka panjang akan sangat terjamin
apabila individu itu membiarkan atau malah didorong untuk kesenangan pribadi
atau keuntungan pribadi. 30
Kenyataan bahwa Kota Banjarmasin adalah kota perdagangan, makin
melegitimasi pandangan Max Weber tersebut. Bahwa dalam kacamata dagang,
30Lihat,
Erwinza, Hal. 192
KPU Kota Banjarmasin – CEPP UNLAM
49
Partisipasi Politik: Kesukarelaan Warga Dalam Politik Kota Banjarmasin
waktu adalah uang, ketika
seseorang bekerja adalah hal yang lumrah jika
mendapat imbalan. Sepanjang imbalan itu wajar dan tidak melanggar hukum,
maka asumsinya wajar saja. Berikut petikan wawancara dengan narasumber:
Pilpres semalam jelas ai aku memilih di TPSku, sebabnya aku
ni tim sukses pang. Mau lah aku kada memilih? Yang kupilih ya
jelas calon presiden yang aku ni tim suksesnya. Sebab kan aku
dibayar, jadi tim sukses, mau lah aku memilih yang lain. Bila
kaya itu lain tim sukses ngarannya. Lalu kenapa aku hakun jadi
tim sukses, ngarannya aku becari duit, ya itu pang. Aku ni harihari meojek, pas ada urang menawari jadi tim sukses jar,
dibayar, hancap ai.”
(Pilpres kemarin jelas saya memilih di TPS saya, sebab saya ini
tim sukses. Masak saya tidak memilih? Yang saya pilih jelas
calon presiden yang saya ini tim suksesnya. Sebab kan saya
dibayar, jadi tim sukses, masak saya memilih yang lain. Jika
seperti itu bukan tim sukses namanya. Lalu kenapa saya mau
jadi tim sukses, namanya saya cari uang.. Saya ini tiap hari jadi
tukang ojek, kebetulan ada yang menawari jadi tim sukses,
dibayar, langsung saya terima).
Dalam
wawancara
berbeda,
seorang
narasumber
juga
berpendapat:
.....Bila ikam betakun masalah figur, aku ni jujur ja kada tapi
peduli, kada tapi paham. Siapakah presidennya, ya kaya ini-ini
jua. Kadada perubahan...umpamanya si Anu jadi Presiden lalu
aku nang tadinya peojekan lalu jadi PNS misalnya, ya kada jua.
Tetap ja ding ai, tapi itu tadi...pas kebujuran aku ni ditawari jadi
tim sukses, begaji pula. Hakun banar...
(Kalau kamu menanyakan masalah figur, jujur saja saya tidak
peduli, tidak terlalu paham. Siapapun yang jadi Presiden, ya
seperti ini-ini saja. Tidak ada perubahan... umpamanya si Anu
jadi Presiden, lalu saya yang tadinya tukang ojek bisa jadi PNS,
tapi tidak juga. Tetap aja dik, tapi ya itu tadi, kebetulan saya ini
ditawari jadi tim sukses, dapat gaji pula, mau banget..)
KPU Kota Banjarmasin – CEPP UNLAM
50
Partisipasi Politik: Kesukarelaan Warga Dalam Politik Kota Banjarmasin
B. Faktor Penghambat Munculnya Kesukarelaan Warga dalam Politik
1. Merasa sebagai Ancaman Terhadap aspek Kebudayaan
Selain faktor pendukung munculnya kesukarelaan warga, terdapat pula
faktor yang dapat menghambat kesukarelaan warga dalam menjalankan aktivitas
politiknya. Hambatan yang sebenarnya merupakan perhitungan yang mendalam
dan resika yang akan ditanggungnya ketika seseorang tersebut mengambil
keputusan melakukan aktivitas politik. Pemikiran bahwa setiap setiap keputusan
akan ada biaya atau resiko yang mengikut pada keputusan itu.
Kada memilih semalam tu karna koler mba ai. Kolernya kenapa
nah... memauki ja, apa pilpres-pilpres, ujar pang Pemilu damai,
tapi orang jadi bekelahian gara-gara Pilpres ja. Besesambatan
lah apa segala.. Yang asalnya bekawan gara-gara beda capres
yang didukung lalu jadi bekelahi. Masing-masingnya, yang
salam dua jari lah, yang apa tuh ngarannya di profil facebook tu
yang I stand-I stand tu nah... lalu jadi hual.. Mauk aku mba ai,
baik kada memilih sakakali. Imbah, kawan yang seikung
promosi banar lawan Prabowo, kawan yang seikung promosi
banar lawan Jokowi. Daripada abut, kada kupilih keduanya.
Ranai am..”
(Tidak memilih kemarin itu karna malas mba. Malasnya kenapa,
bikin mumet aja, apa pilpres-pilpres, katanya Pemilu damai, tapi
orang jadi berkelahi gara-gara Pilpres. Saling ejek, apa lah..
Yang tadinya berteman, gara-gara beda capres yang didukung
lalu jadi berkelahi. Masing-masing, ada yang salam dua jari,
apa itu namanya di profil facebook itu yang ‘I stand-Istand’ itu,
lalu jadi masalah.. Mumet aku mba, lebih baik tidak memilih
sama sekali. Soalnya, teman yang satu promosi banget dengan
Prabowo, teman yang satu promosi banget dengan Jokowi.
Daripada ribut, tidak kupilih dua-duanya. Tenang semua).
Narasumber lain juga beralasan yang sama ketika ditanya perihal
ketidakikutsertaannya pada Pilpres kemarin. Mereka beranggapan bahwa
keputusan mengikuti perdebatan kaum elite tidak menarik dan lucu. Dalam
konteks ini, jelas rasionalitas juga menjadi bagian dominan ketika mengambil
KPU Kota Banjarmasin – CEPP UNLAM
51
Partisipasi Politik: Kesukarelaan Warga Dalam Politik Kota Banjarmasin
keputusan. Fenomena politik nasional menjadi amatan banyak pihak termasuk
dalam skala lokal Kota Banjarmasin. Hiruk pikuk dan camuhnya perdebatan tim
sukses dan relawan mengakibatkan afiliasi orang tertentu dan pilihan untuk
tidak memilih juga menjadi satu pilihan sebahagian kecil warga Kota
Banjarmasin pada pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014 ini.
2. Merasa sebagai pekerjaan yang sia-sia
Pandangan lain tentang faktor yang melemahkan tingkat kesukarelaan
warga adalah sebahagian kecil warga
beranggapan bahwa
realitas politik
merupakan hal yang sia-sia dilakukan. Interpretasi individu dalam hal ini
narasumber penelitian beranggapan bahwa realitas politik sebagai suatu
dipandang sebagai suatu kerja yang tidak bermanfaat, hanya sia-sia. Anggapan
ini tentu saja mengubah paradigmanya bahwa penentuan kebijakan publik di
tanah air sesungguhnya ditentukan aleh mereka melalui proses pemilu. Asumsi
tersebut, tertuang dalam dialog berikut:
......Ulun kada memilih semalam tu sebabnya ulun kada
percaya lawan yang ngarannya politik, termasuk Pemilu. Coba
pikir mba, kita yang rakyat kecil ni giliran pas Pemilu ja dicaricari orang, suara kita penting jar. Kena imbah Presiden terpilih,
belum tentu nasib kita ni berubah. Belum tentu jua ekonomi ni
membaik. Masing-masing pasti cari keuntungan gasan diri
sorang, kita yang rakyat ni kada lagi diingat. Percuma ja...
Sebujurnya handak pang kita ni jadi negara maju, rakyat ni
sejahtera, tapi pengalaman yang lalu-lalu biar kayapa kah
Presidennya, apalagi partai, maginnya dah.. kadada
perubahan.....
(saya tidak memilih kemarin karena saya tidak percaya dengan
yang namanya politik, termasuk Pemilu. Coba pikir mba, kita
yang rakyat kecil ini ketika Pemilu saja dicari-cari orang,
katanya suara kita penting. Nanti setelah Presiden terpilih,
belum tentu nasib kita berubah. Belum tentu juga ekonomi ini
KPU Kota Banjarmasin – CEPP UNLAM
52
Partisipasi Politik: Kesukarelaan Warga Dalam Politik Kota Banjarmasin
membaik. Masing-masing pasti mencari keuntungan untuk diri
sendiri, kita yang rakyat ini tidak lagi diingat. Percuma saja...
Sebenarnya mau saja kita ini jadi negara maju, rakyatnya
sejahtera, tapi pengalaman yang lalu-lalu biar bagaimanapun
Presidennya, apalagi partai, tambahnya lagi... tidak ada
perubahan)
Dalam skala kecil Kota Banjarmasin, pandangan demikian
sebahagian orang dapat abai, akan tetapi ketika paradigma demokrasi
melegitimasi bahwa “one vote one value”, maka asumsi ini perlu
menghambat laju partisipasi politik dalam hal kesukarelaan warga
dalam politik.
3. Memacu Diri untuk tidak Terlibat Politik (Aphaty)
Faktor lain yang muncul dalam diskusi-diskusi dengan narasumber,
menunjukkan bahwa sebahagian kecil masyarakat juga cenderung lebih aphaty
terhadap politik karena ransangan ekonomi. Penyandang Kota dagang, ternyata
juga berimbas terhadap pilihan-pilihan politik warganya. Tidak dapt dipungkiri
bahwa rasionalitas dagang berpengaruh pada pilihan individu dalam mengamati
kebutuhan material dan immaterial mereka. Ketika kebutuhan dan kalkukasi
demikian tidak diperolehnya, maka keengganan dalam melakukan aktivitas politik
menjadi pilihan. Aktivitas politik dilakukan apabila ada faktor pemicu atau faktor
pendorong sebahagian warga dalam melakukan aktivitas politik.
Hasil wawancara berikut menggambarkan fenomena di atas:
Karena kesibukan saya bekerja, saya tidak sempat membaca perkembangan
terkini tentang politik. Ada sih dengar perbincangan orang-orang soal calon
presiden kemarin, tapi saya tidak terlalu konsent memikirkan politik. Siapaun
KPU Kota Banjarmasin – CEPP UNLAM
53
Partisipasi Politik: Kesukarelaan Warga Dalam Politik Kota Banjarmasin
yang terpilih ya saya dukung saja. Kemarin saya tidak memilih, pas saya ada
tamu dari luar yang harus saya jamu. Satu suara saya juga tidak berarti apa-apa,
Tapi sudahlah, seperti andalah yang idealnya memilikirkan siapa yang sebaiknya
jadi presiden. Kalau saya yang penting aman, bisa bekerja dengan tenang. Dan
yang utama pekerjaan saya hitungan jam, ketika saya harus meninggalkan untuk
beberapa jam, dan kehilangan beberapa rupiah, padahal yang saya tahu pemilu
yang saya ikuti tidak memberi efek apa-apa, maka saya lebih memilih untuk
bekerja....
Fakta ini, membuka tabir mengapa orientasi ekonomi menjadi lebih menarik
ketimbang ikut serta dalam melakukan aktivitas politik. Dalam dimensi yang
berbeda, orientasi ekonomi pulalah yang pada akhirnya melemahkan munculnya
kesukarelaan warga dalam politik. Tanpa menyadari bahwa esensi dari
keikutsertaannya dalam politik akan memperkuat orientasi ekonomi mereka.
KPU Kota Banjarmasin – CEPP UNLAM
54
Partisipasi Politik: Kesukarelaan Warga Dalam Politik Kota Banjarmasin
Bab IV
Kebijakan Memperkokoh Kesukarelaan
Warga Dalam Politik
Momentum Pilpres di Indonesia dan terkhusus di Kota Banjarmasin,
merupakan pesta demokrasi yang ditunggu-tunggu, euforia itu sangat jelas
nampak di obrolan kedai kopi, di kantor-kantor, di pasar, di kampus, di restoran,
bahkan di jalan. Media juga tak kalah gencarnya membangun opini tentang siapa
bakal calon Presiden dan Wakil Presiden selanjutnya. Ketika itu, hampir disemua
tempat nyaris ditemui perbincangan tentang siapa yang bakal menjadi Presiden
dan Wakil Presiden Republik Indonesia. Belum lagi para calon pemilih yang ingin
mencoblos pada pemilu Presiden dan Wakil Presiden dengan antusias datang
ke kantor Komisi Pemilihan Umum Kota Banjarmasin untuk mendaftarkan diri.
Mereka yang datang menganggap bahwa dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP),
memungkinkan mereka untuk ikut pesta demokrasi ini yang digelar setiap 5
(lima) tahun sekali.
Berikut petikan wawancara dengan ketua KPU Kota Banjarmasin Drs. H.
Bambang Budiyanto,M.Si:
Pada saat pemilihan umum legislatif 2014 permintaan Formulir
A5 bisa dilakukan di kelurahan (PPS) sesuai alamat pemilih,
sementara di KPU Kota Banjarmasin permintaan Formulir A5
hanya berjumlah 20 buah saja ketika itu. Pada saat Pemilihan
Presiden dan Wakil Presiden 2014 permintaan Formulir A5
yang langsung meminta di KPU Kota Banjarmasin berjumlah
sebanyak 739 buah formulir, ini menunjukkan antusias warga
untuk berpartisipasi begitu tinggi....
KPU Kota Banjarmasin – CEPP UNLAM
55
Partisipasi Politik: Kesukarelaan Warga Dalam Politik Kota Banjarmasin
Dengan euforia tersebut, asumsinya KPU Kota Banjarmasin berkeyakinan
bahwa tingkat partsipasi masyarakat akan tinggi melampaui pemilu Legislatif
sebelumnya. Di luar dugaan ternyata hasil Pilpres Tahun 2014 menunjukkan
data bahwa terjadi penurunan tingkat partisipasi warga. Berdasarkan data yang
diperoleh, bahwa tingkat partisipasi warga pada pemilu legislatif, dari 5 (lima)
Kecamatan, terdapat 491.020 jumlah pemilih dan 320.234 yang telah
menggunakan hak pilihnya. Artinya, tingkat partisipasi warga pada Pileg kemarin
sebesar 65%. Lihat Tabel 8 berikut ini:
Tabel 8: REKAPITULASI TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT PADA
PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DPR,DPD DAN DPRD TAHUN
2014 KOTA BANJARMASIN
NO
KECAMATAN
DAFTAR PEMILIH
PENGGUNA
HAK SUARA
%
1
Banjarmasin Tengah
74.252
48.466
65
2
Banjarmasin Barat
117.194
72.596
62
3
Banjarmasin Utara
97.713
66.343
68
4
Banjarmasin Timur
88.486
58.074
66
5
Banjarmasin Selatan
113.375
74.755
66
491.020
320.234
65
Jumlah
Sumber: KPU Kota Banjarmasin, Setelah diolah Tahun 2015
KPU Kota Banjarmasin – CEPP UNLAM
56
Partisipasi Politik: Kesukarelaan Warga Dalam Politik Kota Banjarmasin
Dilain pihak, pemilu Presiden dan Wakil Presiden di tahun yang sama
terjadi penurunan tingkat partisipasi Warga yang menggunakan hak pilihnya. Dari
500.059 warga yang mempunyai terdaftar dalam daftar pemilih, hanya 316.603
yang betul-betul sampai ke TPS. Padahal, jika melihat jumlah daftar pemilih
bertambah dari 491.020 orang menjadi 500.059 orang. Artinya, jika pemilu
legislatif tingkat partisipasi sebesar 65%, maka pada pemilu Presiden dan Wakil
Presiden terjadi penurunan menjadi 63%. Dalam tabel berikut tergambarkan
persebaran tiap kecamatan jumlah pemilih dan pengguna hak pilih pada Pileg
Tahun 2014 yang lalu.
Tabel 9: REKAPITULASI TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT PADA
PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN
TAHUN 2014 KOTA BANJARMASIN
NO
KECAMATAN
DAFTAR PEMILIH
PENGGUNA
HAK SUARA
%
1
Banjarmasin Tengah
77.352
48.001
62
2
Banjarmasin Barat
118.961
70.296
59
3
Banjarmasin Utara
99.908
68.065
68
4
Banjarmasin Timur
89.310
56.917
64
5
Banjarmasin Selatan
114.528
73.324
64
Jumlah
500.059
316.603
63
Sumber: KPU Kota Banjarmasin, Setelah diolah Tahun 2015
KPU Kota Banjarmasin – CEPP UNLAM
57
Partisipasi Politik: Kesukarelaan Warga Dalam Politik Kota Banjarmasin
Upaya maksimal telah dilakukan oleh Penyelenggara Pemilu dalam hal ini
KPU Kota Banjarmasin dalam konteks mengantisipasi terjadinya penurunan
tingkat partisipasi, mengingat pemilu Presiden dan Wakil Presiden berbeda
dengan pemilu Legislatif yang terdiri dari banyak calon dan mereka calon
anggota legislatif melakukan interaksi langsung dengan bakal calon pemilih.
Selain itu pada umumnya mereka adalah orang-orang lokal yang memiliki basis
massa, minimal keluarga. Sementara itu, Pemilu Presiden dan wakil Presiden
head to head antar Prabowa-Hatta dan Jokowi-JK, meskipun mereka memiliki
massa tertentu di daerah akan tetapi akan sangat sulit mengontrol keberadaan
mereka jika dibandingkan dengan massa-massa pendukung calon anggota
Legislatif.
Dalam penelitian ini, mencoba menjawab pertanyaan penelitian Kebijakan
apa saja yang dapat ditempuh untuk menumbuhkan dan memperkuat
kesukarelaan warga dalam politik pada Pilpres 2014 di Kota Banjarmasin?
Berikut ini bentuk-bentuk kebijakan yang menjadi hasil penelitian ini:
a. Kebijakan tentang Sosialisasi Politik
Meriam Budiardjo31 mengatakan bahwa sosialisasi politik diartikan sebagai
suatu proses yang melaluinya seseorang memperoleh sikap dan orientasi
terhadap fenomena politik, yang umumnya berlaku dalam masyarakat dimana ia
berada. Ia adalah bagian dari proses yang menentukan sikap politik seseorang,
31Lihat,
Meriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, PT. Gramedia Pustaka Urtama, Jakarta,
2008. Hal 407
KPU Kota Banjarmasin – CEPP UNLAM
58
Partisipasi Politik: Kesukarelaan Warga Dalam Politik Kota Banjarmasin
misalnya mengenai nasionalisme, kelas sosial, suku bangsa ideologi, hak dan
kewajiban. Menyoal sosialisasi, KPU Kota Banjarmasin telah melakukan upaya
agar partisipasi terus meningkat dari Pileg ke Pilpres. Minimnya anggaran yang
disiapkan untuk kegiatan sosialisasi Pilpres, maka sejumlah kebijakan dilakukan
oleh KPU Kota Banjarmasin. Berikut petikan wawancara dengan Ketua KPU
Kota Banjarmasin Drs. Bambang Budiyanto, M.Si di dampingi 2 (dua) Komisioner
lainnya, yaitu: Siti Hamidah, S.Sos., M.Si dan H. Khairinnizan, S.Sos, M.Si:
Karena keterbatasan dana, maka bentuk sosialisasi yang telah
dilakukan oleh KPU Kota Banjarmasin melalui beberapa
kebijakan kesepahaman dengan beberapa Stakeholders,
antara lain:
1. MoU KPU Kota Banjarmasin dengan Center for Election and
Political Party Universitas Lambung Mangkurat (CEPPUNLAM) dalam melakukan sosialisasi terhadap pemilih
muda Indonesia
2. Melanjutkan MoU yang telah dilakukan pada masa pilleg
dengan beberapa ormas seperti: MUI, Muhammadiyah,
NU,PPDI (persatuan penyandang disabilitas Indonesia),
PKK Kota Banjarmasin, Pepbsi (persatuan pelajar banua
peduli Indonesia), karang taruna, (ada juga forum Ustadzustadzah Indonesia tapi aku lupa nama ormasnya).
3. Persatuan Pelajar Banua Peduli Indonesia (PEPBSI)
melakukan sosialisasi aktif di twitter @pebpsi.
4. MUI membuat spanduk tentang larangan money politic, juga
mengajak seluruh ulama untuk menyampaikan pentingnya
partisipasi dan menolak money politic pada saat khutbah
jum’at.
5. Kerjasama dengan Pemko untuk melakukan sosialisasi
misalnya: 1. melalui kesbangpol melakukan sosialisasi
pendidikan politik bagi masyarakat yang dilakukan di seluruh
kecamatan se Kota Banjarmasin; 2. melalui badan Linmas
dan Satpol-pp dalam rangka menjaga keamanan dan
ketertiban menghadapi pilpres juga melakukan hal yang
sama di beberapa kelurahan se kota Banjarmasin. 3.Humas
Pemko membuat bbrp baliho dan spanduk himbauan/ajakan
untuk berpartisipasi dalam pilpres yang dipasang diseluruh
kantor/instansi milik pemko Banjarmasin.
KPU Kota Banjarmasin – CEPP UNLAM
59
Partisipasi Politik: Kesukarelaan Warga Dalam Politik Kota Banjarmasin
6. Kerjasama dengan Manajemen Duta Mall untuk
menanyangkan iklan sosialisasi di layar videotron yang ada
di Duta Mall Banjarmasin (pilleg dan pilpres).
7. Kerjasama dengan manajemen XXI hanya pada saat Pileg
sebelum pemutaran film ditayangkan iklan sosialisasi pemilu,
tetapi pada Pilpres karena terjadi perubahan pimpinan pihak
XXI minta berbayar shg di XXI tidak dilakukan.
8. Iklan sosialisasi di radio b.post dan di Koran b.post dan
radar banjar.
9. Talk show live interaktif di TVRI, Kompastv, Banjartv, dan
Radio B.post. Radio Jorong.
10. Membuat poster dan leaflet.
Itulah beberapa bentuk upaya yang kami lakukan dalam
mengantisipasi menurunnya tingkat partisipasi warga pada
Pilpres yang lalu.
Dengan cara demikian harapan komisioner KPU Kota Banjarmasin,
kesukarelaan warga untuk berpartisipasi aktif dapat terealisasi. Pengetahuan
yang diperoleh dari berbagai bentuk sosialisasi hendaknya terpatri dalam jiwa
dan semangat warga dalam berpartisipasi aktif, bukan saja untuk Pilpres tetapi
juga pada saat Pilpres dan Pemilu-Pemilu berikutnya.
b. Kebijakan yang memperkuat Khasanah Kearifan Lokal
Untuk menumbuhkembangkan munculnya kesukarelaan warga, selain
kebijakan dalam bentuk sosialisasi juga diperlukan kebijakan baik dari
Pemerintah maupun Penyelenggara Pemilu untuk peka terhadap pola-pola
budaya lokal. Hal ini nampak dalam ungkapan seorang narasumber, berikut
petikan wawancaranya:
KPU Kota Banjarmasin – CEPP UNLAM
60
Partisipasi Politik: Kesukarelaan Warga Dalam Politik Kota Banjarmasin
.....Menurutku lah, bila handak masyarakat ni kada anti politik,
kada anti lawan Pemilu, harus ada sosialisasi yang melibatakan
masyarakat luas, yang sesuai selera masyarakat. Misalnya kita
ulah acara kesenian, musik panting kah, tapi yang temanya politik
atau pemilu. Jadi ngarannya politik atawa Pemilu itu masyarakat
lebih tahu. Atau lomba besahutan pantun politik misalnya, lomba
cipta lagu banjar tapi yang benuansa pemilu misalnya. Kan rami
jua, adakan untuk masyarakat luas. Supaya lebih merata, adakan
lomba per-kecamatan, jadi banyak jua juaranya, tiap kecamatan
ada. Kena hanyar diadu antar kecamatan......
(menurut saya, jika ingin masyarakat tidak anti politik, tidak anti
pemilu, harus ada sosialisasi yang melibatkan masyarakat luas,
yang sesuai selera masyarakat. Misalnya kita buat acara
kesenian, musik panting misalnya, tapi yang bertema politik atau
Pemilu. Jadi yang namanya politik atau Pemilu itu masyarakat
lebih tahu. Atau lomba bersahutan pantun politik misalnya, lomba
cipta lagu Banjar tetapi yang bernuansa Pemilu misalnya. Jadi
seru, diadakan untuk masyarakat luas. Supaya lebih merata,
adakan lomba per-kecamatan, jadi juaranya ada banyak, tiap
kecamatan ada. Nanti baru diadu antar kecamatan)
Sepaham
32
dengan
hal
tersebut,
sebagaimana
Herber
McClosky
menyatakan bahwa kegiatan-kegiatan sukarela dari warga masyarakat
melalui mana mereka mengambil bagian dalam proses pemilihan pengusa,
secara langsung atau tidak langsung dalam proses pembentukan kebijakan
umum. Kesukarelaan muncul berawal dari diberikannya ruang yang memadai
untuk berpartisipasi.
Salahsatu hal yang menarik dalam konteks tersebut
adalah hadirnya variasi keunikan lokal sebagai wujud keanekaragaman dalam
upaya meningkatkan partisipasi warga secara sukarela tanpa ada iming-iming
Money Politic.
32
Lihar, Efriza, Political Explorer, CV. Alv bet, Bandung, 2012.Hal 154
KPU Kota Banjarmasin – CEPP UNLAM
61
Partisipasi Politik: Kesukarelaan Warga Dalam Politik Kota Banjarmasin
c. Kebijakan Memberikan Apresiasi
Pada Tokoh/Pelopor Kesukarelaan Warga
Banyak upaya yang ingin dilakukan agar partisipasi warga tidak saja
meningkat tapi lebih spesifik partisipasi itu sifatnya sukarela, sehingga
masyarakat tidak lagi terpengaruh dengan adanya mobilisasi atau money politic
dari mereka yang tidak yakin terpilih tanpa melakukan kecurangan. Acapkali
masyarakat yang sadar akan haknya dalam pemilu akan cenderung
menjatuhkan pilihannya setelah melakukan seleksi terhadap calon tertentu.
Oleh karena itu, upaya awal yang sebaiknya dilakukan oleh pemerintah dan
penyelenggara
pemilu
dalam
konteks
membangun
kepercayaan
dan
memotivasi munculnya kesadaran akan pentingnya kesukarelaan dalam
menentukan pilihan, sebagaimana hasil wawancara berikut:
......kadang-kadang pemerintah kita ini kurang menghargai
dengan orang kecil. Sebujurnya kada ngalih handak
mensosialisasiakan atau mengajak masyarakat aktif di Pemilu
ni, beri ja penghargaan lawan kami-kami yang masyarakat
bawah ni. Selama ini kada pernah kalo ada penghargaan untuk
masyarakat kecil khususnya bidang Pemilu? Paling mun pas
Pemilu tu kita disuruh jangan golput, tapi apa penghargaannya?
Bukannya kita ni minta duit, kada... tapi orang kampung,
supaya kada golput, tapi ya sudah ai imbahnya, kada ingat lagi.
Coba lihati, penghargaan-penghargaan di Banjar ni lebih
banyak untuk bidang ekonomi kalo? Itu gin yang dapat orangorang yang memang sugih, masyarakat atas. Kalo kita yang
bemodal pander ja ni mensosialisasiakan Pemilu, ya kada
dianggap, kada dapat apa-apa. Memang kita ikhlas, tapi
setidaknya ada lah kita ni diberi penghargaan jua. Apalagi
umpamanya di kampung kita golputnya nol persen, itu kan
berkat siapa? Kada mungkin KPU wara, pasti ada jua karna
peran kita di kampung. Itu pang harusnya jua diperhatiakan
pemerintah.
KPU Kota Banjarmasin – CEPP UNLAM
62
Partisipasi Politik: Kesukarelaan Warga Dalam Politik Kota Banjarmasin
(kadang-kadang pemerintah kita ini kurang menghargai dengan
orang kecil. Sebenarnya tidak sulit mensosialisasikan atau
mengajak masyarakat aktif di Pemilu ini, beri saja penghargaan
kepada kami-kami yang masyarakat bawah ini. Selama ini tidak
pernah bukan ada penghargaan untuk masyarakat kecil
khususnya di bidang Pemilu? Bukannya kita minta uang,
bukan... tetapi penghargaan lah, kita capek-capek mengajak
teman-teman, orang kampung, supaya tidak golput, tetapi
setelahnya tidak diingat lagi, tidak ada apa-apa. Coba lihat,
penghargaan-penghargaan di Banjar ini lebih banyak utuk
bidang ekonomi bukan? Itu pun yang mendapatkannya adalah
orang-orang yang memang kaya, masyarakat atas. Kalau kita
yang modal bicara saja dalam mensosialisasikan Pemilu, ya
tidak dianggap, tidak dapat apa-apa. Memang kita ikhlas, tetapi
setidaknya ada lah kita ini diberi penghargaan juga. Apalagi
misalnya di kampung kita golputnya nol persen, itu berkat
siapa? Tidak mungkin KPU saja, pasti ada juga berkat peran
kita di kampung. Itu lah yang seharusnya juga diperhatikan
pemerintah.)
Kesukarelaan warga idealnya tanpa embel-embel apa-apa, akan tetapi
sebagai langkah awal untuk memotivasi dan memberikan stimulus bagi peluang
dilakukannya partisipasi dengan sukarela, kebijakan memberikan apresiasi
kepada pelopor atau tokoh yang membantu mensukseskan model ini hendaknya
diberikan penghargaan sebagai apresiasi dan dedikasinya dalam mewujudkan
pemilu yang memiliki tingkat partisipasi yang tinggi dengan pola kesukarelaan
warga menjadi acuan utamanya
d. Kebijakan Membentuk Ragam Kelompok Relawan
Secara nasional tingkat partisipasi mengalami penurunan drastis baik
pemilu
legislatif
maupun
pemilu
Presiden,
berkurangnya
warga
yang
menggunakan hak pilihnya memberikan indikasi legitimasi demokrasi juga
menurun. Perilaku memilih mempunyai makna demokratis, konstelasi demokratis
KPU Kota Banjarmasin – CEPP UNLAM
63
Partisipasi Politik: Kesukarelaan Warga Dalam Politik Kota Banjarmasin
hanya punya makna apabila mayoritas masyarakat menilai bahwa demokrasi
adalah sebuah rezim yang baik atau lebih baik dibandingkan bentuk rezim lain
bagi suatu negara.
Pilpres kali ini memberi nuansa berbeda dengan Pilpres sebelumnya,
euforia menjamurnya relawan baik yang dibuat oleh Komisi Pemilihan Umum
dan Bawaslu mengindikasikan adanya evolusi partisipasi politik mengarah pada
bentuk Kesukarelaan warga yang diharapkan mampu menjadi motor penggerak
terwujudnya legitimasi demokrasi. Kota Banjarmasin dengan karakteristik
masyarakat yang heterogen, pada Pilpres kemarin juga melibatkan banyak
relawan dari berbagai stakeholder. Salahsatu lembaga yang ikut berperan aktif
dalam upaya mensosialisasikan pentingnya hadir di TPS dan memastikan
ketepatan cara mencoblos yaitu Center for Election and Political Party
Univercity link Universitas Lambung Mangkurat (CEPP-UNLAM). Relawan yang
berasal
dari
mahasiswa
tersebut
signifikan
memberikan
kontribusi
mengkampanyekan pentingnya ikut pemilu dan memberikan pengawasan
terhadap proses pelaksanaan Pilpres di Kota Banjarmasin.
Relawan
sebagai
pengejawantahan
bentuk
kesukarelaan
warga
memerlukan sebuah legitimasi kebijakan dari pemerintah dan penyelenggara
Pemilu. Harapan agar relawan memiliki jejaring secara berkesinambungan,
terungkap dalam wawancara berikut:
Menurut ulun lah kalo mensosialisasikan Pemilu atau Politik
misalnya, jangan bekajutan.. ni sudah menjelang Pemilu hanyar
abut sosialisasi, apalagi misalnya relawan-relawan itu nah...
sejuta relawan, atau relawan demokrasi, sudah parak harinya
hanyar dibentuk. Harusnya jauh-jauh hari, setahun sebelumnya
kah, jadi kan kalo sudah terbentuk ni bisa membantu sosialisasi.
KPU Kota Banjarmasin – CEPP UNLAM
64
Partisipasi Politik: Kesukarelaan Warga Dalam Politik Kota Banjarmasin
Dan jangan dibubarkan setelah Pemilu, biarakan ja ada, dibina
terus-menerus, jadi kada terputus. Kaya ulun ni nah,
mahasiswa tu banyak ja menganggurnya, sebujurannya kawa
diberdayaakan, tapi itu tadi dibina terus, jangan handak Pemilu
dibentuk, imbah Pemilu bubar kada tahu kemana. Hilang jua
ilmunya. Apalagi misalnya mahasiswa eksak, mana tahu soal
politik, ini yang perlu dibina terus-terusan, apa tu jar urang,
bersinambungan... kaya itu harusnya. Jadi kan paham soal
Pemilu, perkembangannya kaya apa, peraturannya kaya apa,
politik itu kaya apa, partai itu kaya apa. Ini pas handak Pemilu
hanyar heboh.. tuntung Pemilu hilang lalu.”
(menurut saya kalau mensosialisasikan Pemilu atau Politik
misalnya, jangan mendadak... sudah menjelang Pemilu baru
ribut sosialisasi, apalagi misalnya relawan-relawan itu... sejuta
relawan, atau relawan demokrasi, sudah dekat harinya baru
dibentuk. Harusnya jauh-jauh hari, setahun sebelumnya
misalnya, jadi jika sudah terbentuk bisa membantu sosialisasi.
Dan jangan dibubarkan setelah Pemilu, biarkan saja ada, dibina
ters-menerus, jadi tidak terputus. Seperti saya ini, mahasiswa
kan banyak menganggurnya, sebenarnya bisa diberdayakan,
tapi itu tadi, dibina terus, jangan mau Pemilu dibentuk, setelah
Pemilu bubar tidak tahu kemana. Hilang juga ilmunya. Apalagi
misalnya mahasiswa eksak, mana tahu soal politik, ini yang
perlu
dibina
ters-terusan,
apa
itu
kata
orang,
berkesinambungan... seperti itu seharusnya. Jadi kan paham
soal Pemilu, perkembangannya seperti apa, peraturannya
seperti apa, politik itu seperti apa, partai itu seperti apa. Ini
begitu mau Pemilu baru heboh, selesai Pemilu hilang sama
sekali....
Menyikapi kondisi real tersebut, kebijakan sosialisasi akan pentingnya
partisipasi politik dalam bentuk kesukarelaan warga dalam politik menjadi hal
yang mutlak dilakukan baik oleh pemerintah setempat dan secara nasional,
terutama para pemangku kepentingan seperti Komisi Pemilihan Umum dan
Bawaslu, juga seluruh stakeholer bangsa ini.
KPU Kota Banjarmasin – CEPP UNLAM
65
Partisipasi Politik: Kesukarelaan Warga Dalam Politik Kota Banjarmasin
Bab V
Penutup
A. KESIMPULAN
Pelaksanaan pemilu Presiden dan Wakil Presiden di Kota Banjarmasin
Tahun 2014 yang telah lewat terbilang sukses, meskipun tingkat partisipasi
warga dalam menggunakan hak pilihnya turun sekitar 2% dibanding pemilu
legislatif di tahun yang sama, akan tetapi pelaksanaan Pilpres yang kondusif,
dan tingginya minat masyarakat menggunakan KTP melampaui ekspektasi
penyelenggara pemilu merupakan hal lain yang memberi indikasi keberhasilan
sosialisasi penggunaan hak pilih secara maksimal. Sulit terbantahkan jika
capaian 63%
pemilu Presiden dan Wakil Presiden Di Kota Banjarmasin
merupakan kesuksesan penyelengara dalam hal ini Komisi Pemilihan Umum
Kota Banjarmasin yang diketuai oleh Bapak Drs. H. Bambang Budiyanto,M.Si.
Hal ini mengingat kota Banjarmasin merupakan salah satu Kota di Kalimantan
Selatan yang sangat padat dengan karakteristik masyarakatyang heterogen
menjadikan pemilu di Kota Banjarmasin tidak saja menjadi lumbung suara bagi
kandidat tertentu, akan tetapi juga menjadi basis keberhasilan pelaksanaan
pemilu di Kalimantan Selatan.
Untuk menyelenggarakan pemilu Presiden dan Wakil Presiden, dibutuhkan
manajemen kepemiluan yang memiliki tingkat keakuratan dan kecermatan yang
tinggi, agar proses pemilu dapat berlangsung sesuai dengan prinsip-prinsip
demokrasi. Sebagai instrumen demokrasi yang mendasar, pemilu memiliki fungsi
KPU Kota Banjarmasin – CEPP UNLAM
66
Partisipasi Politik: Kesukarelaan Warga Dalam Politik Kota Banjarmasin
vital dalam kelangsungan sistem demokrasi setiap lima tahun sekali. Pemilu juga
menjadi landasan bagi berlangsungnya pergantian elite politik setiap lima tahun
sekali. Dengan fungsinya yang amat strategis tersebut, proses penyelenggaraan
pemilu perlu memperoleh prioritas untuk diteliti agar ada referensi yang objektif
atas managemen penyelenggaraan pemilu sebagai proses pembelajaran
bersama.
Keikutsertaan warga dalam pemilu di kota Banjarmasin merupakan elemen
dasar dari sebuah rezim demokrasi. Dukungan warga dalam pemilu merupakan
sejatinya demokrasi. Tanpa adanya partisipasi masyarakat dalam pemilu, maka
tidak akan ada demokrasi apalagi pemerintahan yang demokratis. Pemilu
merupakan bentuk partisipasi dalam pemilu yang paling elementar. Meski
demikian, indikator tinggi rendahnya partisipasi politik ditentukan oleh seberapa
banyak warga masyarakat ke TPS.
Kesukarelaan warga dalam berpartisipasi secara rasional masih mengalami
deadlock , karena masih dominannya Money politic, berikut ini:
a. Faktor Pendukung dan Penghambat Munculnya Kesukarelaan Warga
dalam Politik
1. Faktor Pendukung Munculnya Kesukarelaan Warga dalam politik
a. Faktor Rasional Nilai
b. Faktor Emosional Efektif
c. Faktor tradisional
d. Faktor Rasional Instrumen
KPU Kota Banjarmasin – CEPP UNLAM
67
Partisipasi Politik: Kesukarelaan Warga Dalam Politik Kota Banjarmasin
2. Faktor Penghambat Munculnya Kesukarelaan Warga dalam politik
a. Merasa sebagai Ancaman Terhadap aspek Kebudayaan
b. Merasa sebagai pekerjaan yang sia-sia
c. Kebijakan yang memperkuat Khasanah Kearifan Lokal
d. Kebijakan membentuk ragam kelompok Relawan
b. Bentuk Kebijakan Memperkokoh Kesukarelaan Warga dalam Politik
1. Kebijakan tentang Sosialisasi Politik
2. Kebijakan yang memperkuat Khasanah Kearifan Lokal
3. Kebijakan Memberikan Apresiasi Pada Tokoh/Pelopor Kesukarelaan
Warga
4. Kebijakan membentuk ragam kelompok Relawan
B. REKOMENDASI
1.
Kekhawatiran akan pudarnya kesukarelaan warga dalam politik sebagai
sendi-sendi demokrasi, pada akhirnya memaksa banyak pihak untuk
mengantisipasi kondisi ini. Salahsatu upaya yang harus dilakukan adalah
melibatkan komponen budaya lokal sebagai bentuk penghargaan dan
memudahkan
tersentuhnya
hubungan
emosional,
sehingga
dalam
pembuatan kebijakan yang berhubungan dengan ranah lokal menyesuaikan
dengan kondisi real masyarakat yang mungkin saja berbeda di setiap
daerah.
KPU Kota Banjarmasin – CEPP UNLAM
68
Partisipasi Politik: Kesukarelaan Warga Dalam Politik Kota Banjarmasin
2.
Perlunya kontinyuitas dalam melakukan sosialisasi terhadap masyarakat
terkait kesukarelaan warga dalam politik. Sosialisasi politik merupakan
pembentukan nilai, arah dan karakter masyarakat yang harus dilaksanakan
secara terus menerus, tidak saja pada even adanya pemilu.
3.
Diperlukan sebuah payung hukum yang mampu memberikan kepastian
perlindungan hukum yang nyata bagi para relawan yang membantu dalam
proses menegakkan azas pemilu yang langsung, jujur, bebas dan rahasia.
4.
Kewajiban secara real untuk melaksanakan Kebijakan melaksanakan
sosialisasi politik hendaknya juga ditegaskan kepada partai politik yang
memiliki fungsi sosialisasi politik. Sosialisasi politik yang dilakukan oleh
Parpol hendaknya tidak saja menjelang event pemilu, akan tetapi secara
berkesinambungan memberi pemahaman akan makna dan keberartian
peran serta masyarakat dalam berpartisipasi utamanya kesukarelaan warga
dalam politik
KPU Kota Banjarmasin – CEPP UNLAM
69
Kesukarelaan Warga Dalam Politik di Kota Banjarmasin 2015
DAFTAR PUSTAKA
Arivia, Gadis, 2006, Feminisme: Sebuah Kata Hati., Jakarta: Penerbit
Kompas.
Fakih, Mansour, 1996, Analisis Gender danTransformasiSosial, Yogyakarta:
PustakaPelajar,
Lincoln and Denzin, Norman ed, (2002) HandbookOfQualitatif Research,
second edition, London: SagePublication.
Miles,
M and Huberman, M, 1992, Analisis Data
Bukusumbertentangmetode-metodebaru, Jakarta UI Press
Kualitatif,
Patton dalam Maxy J. MoleongMetodePenelitianKualitatif. Tahun 2001.
Pitkin, Hanna Finkel, (2007), The Conceptof Representation, Berkeley, Calif;
University of California Press, 2007.
Soetjipto,
Ani,
2005,
Politik
PerempuanBukanGerhana.
Jakarta
JurnalIlmuPolitik edisi 12
Sastriyani, SitiHaritatim, 2009, Gender and Politics, Yogyakarta,
diterbitkanataskerjasamaPusatStudiWanitaUniversitasGadjahMadadengan
Penerbit Tiara Wacana.
Strauss & Corbin., 1990, Basics of Qualitative Research : Graouded Theory
Procedures and Techniques , Newbury Park : Sage publication
KPU Kota Banjarmasin – CEPP UNLAM
vi
Download