HUBUNGAN PENINGKATAN KADAR LEUKOSIT DENGAN KEJADIAN PERSALINAN PREMATUR DI RSUD DR. MOEWARDI NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana Kedokteran Diajukan Oleh: FARIDA MAHARANI J500090031 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2012 HUBUNGAN PENINGKATAN KADAR LEUKOSIT DENGAN KEJADIAN PERSALINAN PREMATUR DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. MOEWARDI Farida Maharani, Soffin Arfian, D. Dewi Nirlawati Fakultas Kedokteran, Universitas Muhammadiyah Surakarta ABSTRAK Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara peningkatan kadar leukosit dengan kejadian persalinan prematur. Metode : Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan pendekatan cross sectional yang dilaksanakan bulan Agustus 2012 di bagian Obstetri dan Ginekologi RSUD Dr. Moewardi. Data yang didapat sebanyak 80 sampel, diperoleh dari data pasien yang menjalani persalinan prematur dan persalinan aterm dengan teknik purposive sampling. Data kemudian dianalisis menggunakan uji Chi Square dengan bantuan SPSS 19.0 for windows. Hasil : Data hubungan peningkatan kadar leukosit dengan kejadian persalinan prematur menyebutkan bahwa ibu hamil yang menjalani persalinan prematur yang disertai leukositosis adalah sebesar 23 kasus (23,75%) dan yang tidak disertai leukositosis sebesar 17 kasus (21,25%). Sedangkan ibu hamil yang menjalani persalinan aterm dengan disertai leukositosis adalah sebesar 8 kasus (10%) dan yang tidak disertai dengan leukositosis adalah sebesar 32 kasus (40%). Berdasarkan hasil uji beda Chi Square dari data kadar leukosit dengan nilai X² hitung lebih besar dari X² tabel (11,850 > 7,00) dengan P value (0,001 < 0,05) sehingga menunjukkan Rasio Prevalensi (RP) = 2,13. Dengan demikian maka H0 ditolak dan H1 diterima. Kesimpulan : Terdapat hubungan antara peningkatan kadar leukosit dengan kejadian persalinan prematur. Kata kunci : Leukositosis, persalinan prematur 1 THE RELATION BETWEEN ELEVATED LEVELS OF LEUKOCYTES WITH THE INCIDENCE OF PRETERM LABOR IN DR. MOEWARDI HOSPITAL Farida Maharani, Soffin Arfian, D. Dewi Nirlawati Medical Faculty, Muhammadiyah University of Surakarta ABSTRACT Objective: This study aimed to determine the relation between elevated levels of leukocytes with the incidence of preterm labor. Methods: The study design in observational analytic used a cross sectional approach which was held in August 2012 in the Obstetri and Gynecology Dr. Moewardi Hospital. Data were obtained as many as 80 samples, the data obtained from patients undergoing preterm labor and delivery aterm with purposive sampling technique. Data were analyzed using Chi Square test with SPSS 19.0 for windows. Results: The elevated levels of leukocytes with incidence of preterm labor showed that pregnant prematur’s labor woman is accompanied by leukocytosis of 23 cases (23.75%) and was not accompanied by leukocytosis of 17 cases (21.25%). In other hand, pregnant women in aterm labor with leukocytosis was accompanied by 8 cases (10%) and was not accompanied by leukocytosis is of 32 cases (40%). Based on the results of the Chi Square different test show a value of X² leukocyte count higher than X² table (11.850> 7.00) with P value (0.001 <0.05), indicating Prevalence Ratio = 2.13. Thus, H0 is rejected and H1 accepted. Conclusion: There is a relations between elevated levels of leukocytes with the incidence of preterm labor. Keywords : Leukocytosis, preterm labor 2 3 PENDAHULUAN Kejadian persalinan prematur masih tinggi, baik di negara maju maupun di negara berkembang, dan merupakan penyumbang tertinggi terhadap angka kematian bayi baru lahir (Ross, 2011). Menurut data, persalinan prematur mencapai 75-80% dari seluruh penyebab bayi yang meninggal pada neonatal (usia kurang dari 28 hari) (Prawirohardjo, 2008). Kurang lebih 7-10% pasien hamil di Amerika Serikat melahirkan bayi prematur. Bayi-bayi prematur ini mengambil porsi 75% dari kematian perinatal. Terdapat 20-50% risiko berulang pada mereka yang pernah melahirkan prematur sebelumnya (Cunningham, 2008). Angka kejadian persalinan prematur di negara berkembang lebih tinggi daripada di negara maju. Di Indonesia angka kejadian persalinan prematur berkisar antara 1020% dari semua kelahiran hidup (Departemen Kesehatan (Depkes), 2008). Persalinan prematur merupakan hal yang berbahaya karena mempunyai dampak yang potensial dalam meningkatkan kematian perinatal. Makin rendah masa gestasi dan makin kecil bayi yang dilahirkan maka makin tinggi risiko morbiditas dan mortalitasnya (Prawirohardjo, 2008). Adapun kelainan jangka panjang yang sering terjadi berupa kelainan neurologik seperti Cerebral Palsy, Retinopati, Retardasi Mental, juga dapat terjadi disfungsi neurobehavior dan prestasi sekolah yang kurang baik (Cunningham, 2008). Ibu hamil sangat peka terhadap terjadinya infeksi dari berbagai mikroorganisme, karena secara fisiologis sistem imun pada ibu hamil menurun (Drust et al., 2002). Hal ini mungkin sebagai akibat dari toleransi sistem imun ibu terhadap janin yang merupakan jaringan semialogenik (Prawirohardjo, 2008). Infeksi pada ibu hamil harus dapat di deteksi sejak dini, agar mencegah terjadinya persalinan prematur atau gangguan-gangguan lain pada janin. Salah satu pemeriksaan yang dapat menunjukkan adanya infeksi adalah dengan pemeriksaan darah rutin, dengan menghitung jumlah sel darah putih (leukosit). Pada umumnya, leukosit adalah indikator adanya infeksi di dalam tubuh, sehingga peningkatan kadar leukosit di dalam darah dapat dijadikan gambaran adanya infeksi yang sedang aktif di dalam tubuh (Gomes et al., 2010). Berdasarkan beberapa teori dan hipotesis yang telah dikemukakan oleh para ahli tersebut, persalinan prematur dapat terjadi salah satunya karena adanya infeksi yang ditandai dengan adanya peningkatan kadar leukosit. Dengan melihat fenomena tersebut peneliti tertarik untuk meneliti adakah hubungan antara peningkatan kadar leukosit dengan kejadian persalinan prematur. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan peningkatan kadar leukosit dengan kejadian persalinan prematur. TINJAUAN PUSTAKA Persalinan Prematur Definisi prematuritas adalah kelahiran bayi dengan masa kehamilan kurang dari 37 minggu (259 hari) (Cunningham, 2008; Mochtar, 1998). Menurut Krisnadi (2009) pembagian prematuritas berdasarkan usia kehamilannya dibedakan menjadi beberapa, yaitu: 4 1. Usia kehamilan 32-36 minggu disebut persalinan prematur (preterm) 2. Usia kehamilan 28-32 minggu disebut persalinan sangat prematur (very preterm) 3. Usia kehamilan 20-27 minggu disebut persalinan ekstrim preterm (extremely preterm) Persalinan prematur merupakan kelainan proses yang multifaktorial. Penyebab persalinan prematur antara lain faktor ibu (infeksi, perdarahan antepartum, usia, kehamilan multipel) dan faktor janin (hidramnion, kelainan plasenta) (Latief, 2007). Persalinan prematur lebih menunjukkan sindrom daripada diagnosis yang spesifik (Krisnadi, 2006). Kelahiran bayi prematur yang terjadi sebagai akibat dari infeksi, dimediasi secara tidak langsung oleh perpindahan produk bakteri seperti endotoksin (lipopolisakarida atau LPS) dan aktivasi dari mediator inflamasi pada kehamilan. Antigen menghasilkan fosfolipid A2 dan fosfolipid C yang dapat meningkatkan konsentrasi secara lokal asam arakidonat. Peningkatan kadar asam arakidonat memicu terjadinya pelepasan mediator-mediator inflamasi seperti histamin, sitokin, leukotrien, dan prostaglandin. Mediator-mediator inflamasi yang dilepaskan menyebabkan terjadinya reaksi peradangan dengan perantara sel darah putih diantaranya makrofag, netrofil, dan limfosit untuk melakukan proses fagositosis pada bakteri. Molekul aktif seperti prostaglandin E2 (PGE2) dan prostaglandin F2 (PGF2) terlibat dalam proses kelahiran normal. Sitokin tertentu seperti interleukin-1 (IL-1), interleukin 6 (IL-6), tumor necrosis factor alpha (TNF-α) menstimulasi sintesa PGE2 dari plasenta dan korioamnion. Pada kehamilan normal, mediator pada intraamnion meningkat secara fisiologis sampai batas ambang tercapai pada titik kelahiran, menyebabkan dilatasi serviks dan persalinan. Produksi abnormal dari mediator pada infeksi meningkat pada saat yang tidak tepat sewaktu kehamilan menyebabkan kontraksi uterus sehingga memicu terjadinya persalinan prematur (Cunningham, 2008; Manuaba, 2007). Leukositosis Leukositosis adalah peningkatan jumlah sel darah putih (leukosit) melebihi kadar normal di dalam darah yaitu 11.000/mm³ (Gandasoebrata, 2007). Leukositosis pada wanita hamil adalah peningkatan jumlah leukosit yang melebihi kadar normal di dalam darah pada masa kehamilan. Ross (2011) mengatakan bahwa jumlah sel darah putih yang lebih dari 15.000/mm³ merupakan indikasi adanya infeksi pada wanita hamil. Pada wanita hamil, sebagai kompensasi mengandung janin terjadi peningkatan fisiologis dari leukosit. Efek ini terjadi akibat toleransi ibu terhadap antigen jaringan asing dari janin yang bersifat semialogenik (Cunnningham, 2008). Penyebab leukositosis pada wanita hamil antara lain infeksi virus, infeksi bakteri, dan infeksi protozoa. 5 Hubungan Leukositosis Dengan Kejadian Persalinan Prematur Peningkatan kadar leukosit pada wanita hamil sering terjadi akibat adanya infeksi selama kehamilan sebagai respon terhadap agen infeksius (Sutedjo, 2008). Proses inflamasi akibat agen infeksius ini akan mencetuskan mediator-mediator inflamasi seperti histamin, sitokin, leukotrien, dan prostaglandin. Hal ini menyebabkan terjadinya reaksi peradangan dengan perantara sel darah putih untuk melakukan proses fagositosis pada bakteri. Molekul aktif seperti prostalglandin E2 (PGE2) dan prostaglandin F2 (PGF2) terlibat dalam proses kelahiran normal. Dengan adanya proses infeksi, level sitokin dan PGE2 menjadi meningkat yang dapat menstimulasi terjadinya kelahiran prematur (Cunningham, 2008). METODE PENELITIAN Penelitian yang dilakukan termasuk jenis penelitian observasional analitik, dengan pendekatan cross sectional. Penelitian dilakukan di bagian Obstetri dan Ginekologi RSUD Dr. Moewardi. Penelitian dilaksanakan pada bulan JuliAgustus 2012. Populasi penelitian adalah semua pasien yang mengalami persalinan prematur berdasarkan data di bagian Obstetri dan Ginekologi RSUD Dr. Moewardi. Pengambilan sampel diambil secara non random sampling, menggunakan metode purposive sampling, yaitu memilih subyek penelitian berdasarkan kriteria yang dibuat oleh peneliti sendiri (Notoatmojo, 2010). Sampel adalah pasien dengan status persalinan prematur di bagian Obstetri dan Ginekologi RSUD Dr. Moewardi. Total jumlah sampel minimal 71. Kriteria restriksi pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Kriteria Inklusinya adalah ibu hamil dengan persalinan prematur (kurang dari 37 minggu) 2. Kriteria Eksklusinya adalah ada riwayat penyakit metabolik dan penyakit non metabolik yang dapat menyebabkan persalinan prematur, ada riwayat perdarahan, ada riwayat merokok dan konsumsi alkohol, dan kehamilan multipel. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah leukositosis sebagai variabel bebas dan persalinan prematur sebagai variabel terikat. Persalinan prematur yang dimaksud dalam penelitian ini adalah proses persalinan yang terjadi pada kehamilan kurang dari 37 minggu lengkap (kurang dari 259 hari), diketahui dari rekam medis. Skala pengukurannya nominal dikotomik. Leukositosis pada kehamilan adalah peningkatan jumlah leukosit yang melebihi kadar normal di dalam darah pada masa kehamilan. Indikasi infeksi pada kehamilan adalah apabila kadar leukosit lebih dari 15.000 mm³ (Ross, 2011). Pengukuran dilakukan dengan tes laboratorium pemeriksaan darah rutin, yang didapatkan dari hasil data rekam medik. 6 HASIL PENELITIAN Setelah dilaksanakan penelitian pada bulan Juli- Agustus telah diambil data pasien yang menjalani persalinan selama tahun 2009-2011 sebanyak 80 sampel. sampel dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu pasien dengan persalinan prematur dan pasien dengan persalinan aterm. Berikut ini distribusi data dari hasil penelitian: Tabel 1. Distribusi Subjek Menurut Usia Ibu Usia ibu ( Tahun ) Jumlah Subjek (Orang ) % < 20 0 0 20 – 35 70 87,5 >35 10 12,5 Jumlah 80 100% Dari tabel 1 dapat diketahui bahwa distribusi subjek berdasarkan usia ibu hamil yang paling tinggi adalah pada usia reproduksi sehat, dengan jumlah 70 ibu hamil atau sebesar 87,5 %. Tabel 2. Distribusi Subjek Menurut Usia Ibu Dengan Persalinan Prematur dan Aterm Usia Preterm Aterm < 20 tahun 0 0 20- 35 thun 33 37 > 35 tahun 7 3 Jumlah 40 40 Dari tabel 2 dapat diketahui bahwa persalinan prematur terbanyak didapatkan pada kelompok usia kehamilan reproduktif sehat sebanyak 33 orang atau sebesar 82,5 %. Tabel 3. Distribusi Subjek Menurut Paritas Paritas Prematur Aterm Primigravida 21 20 Multigravida 19 20 Jumlah 40 40 Dari tabel 3 diketahui bahwa distribusi berdasarkan paritas didapatkan hasil yang mengalami persalinan prematur pada primigravida lebih besar daripada multigravida yaitu sebesar 21 pasien. 7 Tabel 4. Distribusi Subjek menurut Kadar Hemoglobin dengan Persalinan Prematur dan Aterm Kadar Hemoglobin Prematur Aterm < 11 g/dl 8 13 ≥ 11 g/dl 32 27 Jumlah 40 40 Dari tabel 4 dapat diketahui bahwa pasien dengan kadar hemoglobin kurang dari 11 g/dl pada pasien dengan persalinan prematur adalah sebanyak 8 orang. Tabel 5. Crosstab Hubungan Kadar Leukosit Dengan Kejadian Persalinan Prematur Status Kadar Leukosit Total Preterm Aterm ≥ 15 (x10³) 23 8 31 < 15 (x10³) 17 32 49 Jumlah 40 40 80 Dari tabel 5 menunjukkan bahwa di RSUD Dr. Moewardi, ibu hamil yang menjalani persalinan prematur dengan disertai leukositosis adalah sebesar 23 kasus (28,75 %) dan ibu hamil yang menjalani persalinan prematur tanpa disertai leukositosis adalah sebesar 17 kasus (21,25%). Sedangkan ibu hamil yang menjalani persalinan aterm dengan disertai leukositosis adalah sebesar 8 kasus (10%) dan ibu hamil yang menjalani persalinan aterm tanpa disertai dengan leukositosis adalah sebesar 32 kasus (40%). Untuk mengetahui apakah ada hubungan leukositosis dengan kejadian persalinan prematur, dari data yang memenuhi kriteria analisis penelitian ini dilakukan uji statistik dengan tes Chi Square menggunakan program SPSS 19.0 for Windows, sehingga didapatkan hasil X2= 11,850. X2 pada tabel = 7,00 (berdasarkan pada derajat kebebasan (db) = 1, dan α =0,05). Karena X2 hitung > X2 tabel (11,850 > 7,00), maka H0 ditolak dan H1 diterima. Dengan demikian pada penelitian ini terdapat hubungan antara peningkatan kadar leukosit dengan kejadian persalinan prematur. Penelitian ini menggunakan desain penelitian cross sectional. Dalam penelitian cross sectional, untuk mengetahui faktor risiko dari masing-masing variabel bebas yang diteliti terhadap variabel terikat digunakan Rasio Prevalensi (RP) berdasarkan tabel 2x2 seperti tercantum pada tabel 5. Rasio prevalensi dapat dihitung dengan rumus RP= a/(a+b) : c/(c+d) dan hasilnya adalah 2,13. Hasil tersebut menunjukkan bahwa RP > 1 yang artinya adalah variabel tersebut merupakan faktor risiko terjadinya penyakit. Dalam kasus ini pasien dengan 8 leukositosis pada masa kehamilan mempunyai risiko 2,13 kali mengalami persalinan prematur. DISKUSI Pada tabel 1 dapat dilihat persebaran menurut usia ibu hamil paling tinggi pada usia reproduksi sehat yaitu sebanyak 70 sampel atau sebesar 87,5 %. Hal ini berarti bahwa secara umum persebaran berdasarkan usia ibu hamil adalah sama antara persalinan prematur dan persalinan aterm. Penggolongan lebih khusus lagi terlihat pada tabel 2, ibu hamil yang mengalami persalinan prematur pada usia reproduksi sehat sebanyak 33 sampel dan usia lebih dari 35 tahun sebanyak 7. Sedangkan untuk ibu hamil dengan persalinan aterm pada usia reproduksi sehat adalah sebanyak 37 dan pada usia lebih dari 35 tahun sebanyak 3 sampel. Dari sebaran data usia ibu didapatkan perbedaan yang kurang signifikan antara usia ibu hamil pada persalinan prematur dan persalinan aterm. Dari tabel 3 pada distribusi berdasarkan paritas ibu didapatkan hasil yang mengalami persalinan prematur pada primigravida tidak jauh lebih besar daripada multigravida yaitu sebesar 21 pasien. Hal tersebut memiliki kesamaan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kusnawara (2001) dimana primigravida menjadi salah satu faktor risiko persalinan prematur. Hal ini mungkin dikarenakan baik pada primigravida muda maupun multigravida yang telah melahirkan lebih dari tiga kali termasuk dalam kehamilan berisiko tinggi dimana keduanya berperan dalam meningkatkan insidensi persalinan prematur. Pada primigravida dengan usia ibu yang muda, immaturitas secara biologis diduga berpengaruh terhadap proses kehamilan, sedangkan pada multigravida yang telah melahirkan lebih dari tiga kali cenderung mulai mengalami penurunan fungsi organ reproduksi sehingga berisiko terjadinya komplikasi dalam kehamilan, yang salah satunya adalah persalinan prematur. Pada tabel 4 didapatkan data persebaran pasien dengan kadar hemoglobin kurang dari 11g/dl dengan persalinan prematur adalah sebanyak 8 orang dan pada pasien yang mengalami persalinan aterm adalah sebesar 13 orang. Didapatkan perbedaan yang tidak terlalu jauh antara jumlah pasien yang mengalami anemia pada pasien dengan persalinan prematur dan aterm. Hal ini mungkin disebabkan karena saat kehamilan volume darah ibu mengalami peningkatan dengan kondisi jumlah sel darah merah dan plasma darah yang meningkat, namun peningkatan jumlah sel darah merah tidak seimbang dengan peningkatan jumlah plasma darah sehingga terjadi semacam pengenceran darah (hemodelusi). Dengan demikian ibu hamil akan mengalami anemia ringan secara fisiologis. Pada tabel 5 menunjukkan bahwa ibu hamil yang mengalami persalinan prematur dengan disertai leukositosis adalah sebesar 23 kasus dan tanpa disertai leukositosis sebesar 17 kasus. Sedangkan ibu hamil yang menjalani persalinan aterm dengan disertai leukositosis adalah sebesar 8 kasus dan ibu hamil yang menjalani persalinan aterm tanpa disertai dengan leukositosis adalah sebesar 32 kasus. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Krisnadi pada tahun 2006 yang menyebutkan bahwa infeksi yang ditandai dengan leukositosis secara tidak langsung menjadi penyebab persalinan prematur. Pada penelitian ini didapatkan perbedaan yang cukup signifikan pada kadar leukosit antara pasien dengan persalinan prematur dan aterm, dimana jumlah pasien yang mengalami persalinan 9 prematur dengan leukositosis lebih tinggi daripada pasien dengan persalinan aterm. Penjelasan yang diberikan dari temuan ini adalah bahwa salah satu penyebab terjadinya persalinan prematur adalah infeksi pada ibu hamil, yang pada umumnya ditandai dengan peningkatan kadar leukosit didalam darah. Adanya infeksi didalam tubuh menyebabkan peningkatan mediator-mediator inflamasi seperti PGE2 dan PGF2 yang menyebabkan angka leukosit di dalam darah meningkat, dan secara tidak langsung juga menstimulasi kontraksi miometrium yang berakibat persalinan lebih dini. Infeksi yang ditandai dengan adanya leukositosis tersebut menjadi penyebab tidak langsung terhadap kejadian persalinan prematur. Dalam penelitian ini memiliki beberapa kekurangan, dimana menggunakan data sekunder dan hanya mengacu pada hasil pendataan bagian Rekam Medis, dengan disertai pembatasan pada pengambilan sampel. Keterbatasan waktu menyebabkan metode penelitian yang digunakan adalah cross sectional sehingga hanya dapat melakukan penelitian dalam satu waktu. Dari penelitian ini juga belum bisa menyingkirkan penyebab persalinan prematur selain infeksi secara 100%, serta tidak mempertimbangkan infeksi pada ibu hamil sudah pernah mendapatkan pengobatan sebelumnya atau tidak. KESIMPULAN DAN SARAN Penelitian tentang hubungan peningkatan kadar leukosit dengan kejadian persalinan prematur didapatkan ada hubungan antara peningkatan kadar leukosit dengan kejadian persalinan prematur. Hubungan tersebut bermakna bahwa leukositosis yang terjadi pada ibu hamil akibat infeksi mempunyai risiko 2,13 kali mengalami persalinan prematur. Pada ibu hamil perlu meningkatkan kesadaran akan pentingnya antenatal care agar dapat melakukan pencegahan terjadinya persalinan prematur dengan memperhatikan kesehatan kehamilan. Bagi tenaga kesehatan diharapkan dapat memberikan pendidikan dini kepada ibu hamil mengenai faktor risiko terjadinya persalinan prematur, serta meningkatkan mutu pelayanan asuhan bagi ibu hamil terutama pada kehamilan yang berisiko mengalami persalinan prematur. 10 DAFTAR PUSTAKA Albertsen, K., Andersen, N. A. M., Olsen, J. 2004. Alcohol Consumption During Pregnancy and The Risk of Preterm Delivery. American Journal of Epidemiology. 159: 155-61 Arief, M. 2008. Pengantar Metodologi Penelitian untuk Ilmu Kesehatan. Cetakan 1. Surakarta: LPP UNS dan UNS press Binarso, A. M. 2008. Persalinan Preterm. Ilmu Kebidanan Prawiroharjo. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo Sarwono Candra, S., Dirga, K. K. 1998. Hubungan Korioamnionitis dengan persalinan Preterm, Bagian Obstetri dan Ginekologi FK USU. Cardenas, I., Means, R. E., Aldo, P., Koga, K., Lang, S.M., Booth, C., Manzur, A., Oyarzun, E. Romero, R., Mor, G. 2010. Viral Infection of The Plasenta Leads to Fetal Inflammation and Sensitization to Bacterial Products Predisposing to Preterm Labor. The Journal of Immunology. Vol 185: 124857 Challis, J. R., Lockwood, C. J., Myatt, L., Norman, J. E., Strausss III, J. F., Petraglia, F. 2009. Inflammation and Pregnancy. Reproduction Scient. 16, 205-16 Christiaens, I., Zaragoza, D. B., Guilbert, I., Robertson, S. A., Mitchell, B. F., Olson, D. M. 2008. Inflammatory processes in preterm and term parturition. JRI. 79, 50-57 Cunningham, F. G., Gant, N. F., Leveno, K. J., Gilstrap, L. C., Hauth, J. C., Wenstrom, K. D. 2005. Obstetri William. Edisi 21. Jakarta: EGC Dahlan, S. M. 2010. Seri Evidence Based Medicine: Langkah-langkah Membuat Proposal Penelitian di Bidang Kedokteran dan Kesehatan. Edisi 2. Jakarta: Sagung Seto Departeman Kesehatan RI. 2008. Kedaruratan Kebidanan Buku Ajar Untuk Program Pendidikan Bidan. Jakarta: Departemen Kesehatan. Drust, O.A. 2002. Preterm delivery. Risk versus benevit of intervention. Women’s Health Report. Vol 2: 59-64 Effendi, Z. 2003. Peranan Leukosit Sebagai Anti Inflamasi Alergik Dalam Tubuh. www.repository.usu.id diunduh pada tanggal 16 Maret 2012 Fishman, S. G., Chasen, S. T., Maheshwari, B. 2011. Risk Factors for Preterm Delivery with Placenta Previa. Journal of Perinatal Medicine. Vol 39:693-6 Gandasoebrata, R. 2007. Penuntun Laboratorium Klinik. Jakarta: Dian Rakyat Gomez, N., Guilbert, L. J., Olson, D. M. 2010. Invasion of the leukocytes into the fetal-maternal interface during pregnancy. JLB. Vol 10: 122-31 11 Juliani, D., Rastini, A. 2007. Fetal Fibronectin Sebagai Prediktor Partus Prematurus. Cermin Dunia Kedokteran. Vol 34: 158-245 Kambafwile, J. M., Cousens, S., Hansen, T., Lawn, J. E. 2010. Antenatal steroids in preterm labour for the prevention of neonatal deaths due to complication of preterms birth. The International Journal of Epidemiology. Vol 34: 12233 Krammer, M. S., McLean, F. H., Eason, E. L. 1992. Maternal Nutrition and Spontaneous Preterm Birth. American Journal of Epidemiology.136: 574-83 Krasovec, K. Background issues, In : Karasovec, K, Anderson, MA, eds. Maternal nutrition and Pregnancy Outcome. Pan Ammerican Health Organization, Scient. Public. 2001; No.529: 119-31 Krisnadi, S. R. 2006. Dampak Infeksi Genital Terhadap Persalinan Kurang Bulan. Cermin Dunia Kedokteran No. 151 Krisnadi, S. R, Effendi, S. J., & Pribadi, A. 2009. Prematuritas. Bandung: Refika Aditama. Kusnawara, Yanto. 2001. Hubungan Infeksi Saluran Kemih Dengan Partus Prematurus. Semarang, Bagian/ SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Thesis. Latief, A., Napitupulu. P. M., Pudjiadi, A. 2007. Ilmu Kesehatan Anak Jilid 3. Jakarta: Infomedika. Malinowski, W. 2011. Premature Rupture of Membranes One Fetus From a Multiple Pregnancy. Ginekologia Polska. Vol 82: 775-80 Mansjoer, A. 2002. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3, cetakan 1. Jakarta: Media Aesculapius. Mc.Donald, H. M., Spellacy, W. N., 1992. Prenatal microbiological risk factor associated with preterm birth. Journal Obstetric and Gynecology. 99: 190-6 Mc.Gregor, J. A., French J. I. 2000. Bacterial Vaginosis in Pregnancy. Obstetric and Gynecology Survey. 55: 81-90 Mochtar, R. 1998. Sinopsis Obstetri Jilid I. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC Murti, B. 2006. Desain dan Ukuran Sample Untuk Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif di Bidang Kesehatan. Yogyakarta : Gajah Mada University Press Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan Edisi Revisi. Jakarta: Rineka Cipta Nuada, I. N., Made, K. K., Ketut, S. 2004. Risiko Partus Prematurus Iminen pada Kehamilan dengan Infeksi Saluran Kemih. Cermin Dunia Kedokteran. 145: 26-30 Prawirohardjo, S. 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo 12 Romero, R., Mazor, M. 1998. Infection and preterm labor. Clinical Obstetri and Gynecology. 31, 553-584 Rompas, J. 2004. Pengelolaan Persalinan Preterm. Cermin Dunia Kedokteran No. 145 Ross, M. G., Edden, R. D. 2011. Preterm Labor. www.emedicine.com diunduh pada tanggal 2 Maret 2012 Siegel, I., Gleicher, N. 1981. Peripheral white blood cell alterations in early labor. Diag Gynecology Obstetry. 3: 123-26 Shehadeh A. Elderly primigravida and pregnancy outcome. Journal Res Medical sci. 2002; 9(2): 8-11. Suardana, K., Jaya, K. A. A. N., Suwiyoga, K., Susraini, A. A. A. N. 2004. Korioamnionitis Histopatologik sebagai Risiko Persalinan Preterm di RS Sanglah Denpasar. Cermin Dunia Kedokteran. 145. 17-20 Sutedjo, A. Y. 2008. Buku Saku Mengenal Penyakit Melalui Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Yogyakarta: Amara Books Varney, H. 2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Jakarta: EGC Wirawan, P. A. A. N., Kusuma, J. A. A. N., Sukrama, D. M., Dharmadi, M. 2004. Risiko Ancaman Persalinan Preterm pada Infeksi Clamydia Trachomatis. Cermin Dunia Kedokteran. 145: 21-4 Yuan, M., Jordan, F., McInnes, I. B., Harnett, M. M., Norman, J. E. 2009. Leukocytes are primed in peripheral blood for activation during term and preterm labour. Molecular Human Reproduction. Vol.15: 713-24 13