Pluralisme: Soteriologi Abu-abu - Stevri Indra Lumintang TEOLOGI ABU-ABU (Pluralisme Iman) Oleh: Pdt. Stevri Indra Lumintang, M.Th. Prakata: Prof. Joseph Tong, Ph.D. Prakata: Evendy Tobing, M.Div. Diterbitkan oleh: Departemen Literatur YPPII, Malang. Cetakan pertama, 2002. BAB VII SOTERILOGI ABU-ABU (PLURALISME DALAM DOKTRIN KESELAMATAN) Sebagaimana yang telah kita ketahui bersama bahwa soteriologi merupakan doktrin yang mengajarkan mengenai aplikasi karya penebusan Tuhan Yesus oleh Roh Kudus kepada orang berdosa yang dipilih Allah untuk menjadi penerima karunia keselamatan secara cumaPage 1 Pluralisme: Soteriologi Abu-abu - Stevri Indra Lumintang curna. Namun tidak semua ahli memahami sama mengenai soteriologi. Charles Hodge mendefinisikan demikian luasnya pengertian soteriologi termasuk rencana keselamatan (predestinasi dan perjanjian.), pribadi dan karya Yesus dan aplikasi karya tersebut oleh Roh Kudus. William G.T. Shedd mendefinisikannya lebih sempit, yaitu hanya berkenaan dengan karya Kristus dan aplikasi keselamatan oleh Roh Kudus.Kaum oikumenikal mendefinisikan keselamatan dalam pengertian seperti rumusan Sidang di Bangkok tahun 1973 mengenai Salvation Today, yang menekankan mengenai keselamatan manusia dari kemiskinan, penindasan akibat dosa orang lain. Pluralis Indonesia, Sumartana menegaskan hal yang sama bahwa soteriologi memberi horizon yang lebih konkrit. Ia merupakan sambungan antara doktrin doktrin dan praksis. Setidaktidakriya, ia merupakan gabungan antara kerangka teoritis yang bisa mempertemukan doktrin dan etika serta bisa memberikan titik pijak yang memberi tekanan pada soal etika menjadi penting. Jadi keselamatan menurut kaum pluralis adalah keselamata manusia dari dehumanisasi. Karena itu mereka menerjemahkan. Injil dalam kebutuhan sosial (Social Gospel). Kaum plulralis telah mengganti inti Injil yang menekankan mengenai keselamatan spiritual dan kekal kepada konsep keselamatan lahiriah dan bersifat kekinian semata. Penggantian inti Injil dimulai dari usaha mereka rnempersoalkan atau menafsirkan ulang mengenai Finalitas keselamatan Yesus. Secara khusus mereka mereka mempersoalkan mengenai jangkauan keselamatan tersebut. Sedangkan pembicaraan mengenai jangkauan penebusan atau keselamatan Yesus itu bertumpu pada pengakuan atau penyangkalan mengenai universalitas dan partikularitas Yesus. Pertama-tama, adalah baik untuk memulainya dengan latar belakang persoalan finalitas Yesus dalam konteks masyarakat majemuk seperti Indonesia. Tiap-tiap agama memiliki klaim keabsolutan dan kefinalitasan agamanya masing-masing, demikian juga dengan agama Kristen. Kefinalitasan Agama Kristen adalah didasarkan pada finalitas Kristus. Dengan kata lain, finalitas kristus menegaskan finalitas agama Kristen. Karena - itu, orang kristen mengklaim Yesus Kristus sebagai Tuhan, penyelamat satu-satunya, bersifat mutlak, unik, eksklusif. Klaim ini berimplikasi pada pernyataan berikut bahwa tidak ada kebenaran, Page 2 Pluralisme: Soteriologi Abu-abu - Stevri Indra Lumintang keselamatan di luar Yesus. Dengan kata lain, orang-orang yang tidak percaya Yesus atau tidak menjadi Kristen, adalah orang-orang yang tidak memiliki kebenaran mutlak dan pasti binasa. Klaim inilah yang membuat telinga orang-orang beragama lain menjadi panas. Klaim ini pula yang membuat orang beragama lain bersikap sinis dan menutup diri terhadap kekristenan. Sikap mereka sedemikian negatif, sebenarnya bukan karena klaim kekristenan tersebut, melainkan karena mereka pun memiliki klaim tentang finalitas kebenaran agama mereka. Klaim finalitas keselamatan didalam dan melalui Yesus memang mendatangkan persoalan dengan agama lain yang harus diatasi. Namun selain mengatasi persoalan eksteren tersebut, ternyata dikalangan Kristen sendiri klaim mengenai finalitas keselamatan di dalam dan melalui Yesus menjadi pokok perdebatan yang sengit. Secara khusus, persoalan ini diangkat oleh para pemikir Kristen yang dipengaruhi oleh fakta adanya pluralisme agama dan tuntutan kerukunan hidup beragama. Terhadap kenyataan ini, kekristenan berusaha menghindarkan diri dari antara dua tuduhan yakni subyektivisme dan sinkritisme. Namun, berkenaan dengan kedua tuduhan ini, Joseph Tong berkomentar bahwa: "Any positive answer to the questions above will certainly be accused of being over subjective, and any negative answer will bring us to a syncritistic spirit without biblical base."1 - Jawaban positif apa pun di atas, pasti akan dianggap terlalu subyektif, dan jawaban negatif apa pun akan membawa kita kepada suatu semangat sinkntis tanpa dasar alkitabiah- Dengan kata lain, bahwa pada hakekatnya, kekristenan tidak bisa tidak untuk menghindarkan diri dari dua tuduhan tersebut. Tuduhan subyektivisme dalam hal ini, adalah biasanya dikemukakan oleh kaum pluralis yang mencap kelompok Injili sebagai fundamentalis/militan yang menyebabkan konfrontasi dan konflik dengan agama-agama lain. Di sisi lain. Kaum Injili yang umumnya menganut pandangan eksklusif menuduh kaum pluralis sebagai kaum kompromis yang menyebabkan sinkritisme bahkan penyangkalan intisari kekristenan. Isu sentral yang menyebabkan perbedaan diantara kelompok kristen di atas, ialah bertumpu pada persoalan mengenai finalitas Yesus. Allen Race Seorang pluralis dari Inggris mengemukakan tiga bentuk utama sikap kristen terhadap finalitas Yesus, ialah Kelompok eksklusivisme, Inklusivisme Page 3 Pluralisme: Soteriologi Abu-abu - Stevri Indra Lumintang dan Pluralisme.2 Ketiga sikap ini, tidak hanya mengetengahkan sikap orang Kristen terhadap orang-orang berkeyakinan lain, namun yang mendasar ialah menyatakan posisi soteriologi yang dianut. Menurut penulis, bahwa ketiga sikap sekaligus posisi soteriologis di atas ini, telah mengalami perkembangan yang sangat drastis sehingga muncul sikap yang terkini yang disebut pluralisme baru, karena sikap ini menywarkan sikap penyangkalan terhadap agama sendiri, sembari mengupayakan menciptakan agama baru dengan membangun teologi agama-agama, teologi global yang menjadi milik bersama semua umat manusia yang akan bermuara pada pengalaman dialogis dan peleburan semua agama. Sasaran ini jelas sudah bertentangan dengan pengertian istilah pluralisme, karena sudah meniadakan kemajemukan dan menekankan kesatuan. A. Kelompok Eksklusivisme3 atau Restriktivisme Pada bagian ini, secara singkat akan disajikan mengenai pandangan kaum eksklusif mengenai finalitas keselamatan di dalam dan melalui Tuhan Yesus, dan sejarah singkat pandangan ini, disertai dengan memperkenalkan beberapa penganut dan ciri khasnya. 1. Pandangan dan sejarah Posisi eksklusivisme adalah bertolak dari keyakinan bahwa Yesus Kristus merupakan penyataan final Allah kepada manusia, sebagai satu-satunya kebenaran dan keselamatan mutlak bagi semua manusia di dunia tanpa mengenal latar belakang apa pun. Inilah yang disebut dengan pengertian universalitas Kristus. Biasanya ada dua ayat Alkitab yang diangkat untuk dijadikan dasar berpijak, yakni pertama ialah Yohanes 14:6 : " Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku;" kedua ialah Kisah Para Rasul 4:12 : "Dan keselamatan tidak ada di Page 4 Pluralisme: Soteriologi Abu-abu - Stevri Indra Lumintang dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan." Selain itu, karya keselamatan yang dikerjakan dengan sempurna oleh Kristus, hanya efektif bagi umat pilihan saja. Inilah yang disebut dengan pengertian partikularitas Kristus. Penulis mengakui baik universalitas Kristus maupun dan partikularitas Kristus, bahwa Kristus adalah kebenaran Allah yang final dan sebagai satu-satunya penyelamat manusia. Karya keselamatan adalah cukup untuk semua orang, namun keselamatan tersebut hanya efektif bagi umat pilihan saja. Tentu, pandangan ini adalah pandangan yang paling ticlak disukai oleh kaum pluralis dan yang tidak disenangi oleh kaum armenianis (umumnya mengaku diri sebagai kelompok Injili) dan universalis (umumnya sebagai teolog liberal). Universalitas dan Partikularitas Kristus yang dipegang kuat oleh penganut ekskiusivisme, pada umumnya dianut oleh kelompok Injili yang mengkleim bahwa Tuhan Yesus adalah satu-satunya jalan keselamatan. Implikasinya ialah mengakui bahwa tidak ada keselamatan di luar Tuhan Yesus, serta menolak jalan keselamatan apapun selain jalan keselamatan yang dikerjakan oleh Yesus saja. Bagi sebagian kelompok Injili, melandaskan keeksklusivannya dengan berpijak pada premise Aristoteles yang mengklaim bahwa kebenaran itu hanya satu, bukan banyak atau plural. Karena itu, kefinalitasan Yesus Kristus sebagai penyataan clan kebenaran Allah, juga berimplikasi pada kekristenan, dimana akhirnya muncul kleim yang menyatakan kebenaran kekristenan sebagai agama yang final. Lebih jauh lagi, eksklusivisme mempertajam perbedaan antara penyataan umum maupun penyataan khusus, dimana penyataan umum tidak sama balk arti dan maknanya dengan penyataan khusus. Penyataan umum atau teologi natural tidak bisa menghasilkan pengenalan Allah yang menyelamatkan, sedangkan penyataan khusus merupakan penyataan Allah di dalam dan melalui Tuhan Yesus Kristus untuk menyelamatkan manusia berdosa. Sehingga secara tidak langsung menyatakan mengenai kealpahan keselamatan di luar kekristenan. Hal ini sangat kontras dengan kaum pluralis. Mereka melihat baik penyataan umum maupun penyataan khusus Page 5 Pluralisme: Soteriologi Abu-abu - Stevri Indra Lumintang adalah identik dalam segala arti dan makna. Dengan demikian. memberi peluang kepada keyakinan mengenai kehadiran Allah di luar kekristenan. Pandangan ini telah berakar dalam kekristenan sejak gereja mulamula hingga kini. Untuk itu, sangatlah tepat untuk mengemukakan sekilas mengenai sejarah pandangan ini : • • • • Pada dasarnya, teologi tradisional yang dianut oleh gereja mulamula sampai masa bapak-bapak gereja adalah memegang posisi eksklusif. Perjanjian Baru clitafsirkan dalam terang panggilan untuk menerima Yesus Kristus sebagai penyataan Allah yang tertinggi dan final dalam sejarah. Karena itu, gereja memberitakan keselamatan dalam Yesus dan menolak kebenaran di luar kekristenan. Eksklusivisme abad pertengahan dimotori oleh Roma katolik, yang berpendapat bahwa " di luar gereja tidak ada keselamatan ". Namun jauh sebelum itu, sesungguhnya Clement telah menganut pandangan, yang menempatkan gereja sebagai ukuran (eklesiocentrisme), berpendapat bahwa : " Salvation is obtained in relation to the church, and through baptism one is made a member of the church."4 - keselamatan diperoleh dalam hubungannya dengan gereja, melalui baphsan, seseorang menjadi salah satu anggota gereja. Eksklusivisme gerakan misi abad 19 yang dipelopori oleh kaum protestan seperti William Carey yang menekankan bahwa tidak ada keselamatan di luar Yesus. Maka dengan dijiwai semangat eksklusivisme dan ditopang oleh Amanat Agung ( Mat.28:18-20), Carey menjadi seorang misionaris di India, dan akhirnya menjadi pelopor gerakan misi modern sehingga dijuluki sebagai bapak misi moderen. Eksklusivisme yang dianut oleh kaum Injili merupakan sikap yang lahir karena teologi liberal telah merajalela dengan kritik Alkitabnya yang melahirkan sikap sewenang-wenang terhadap Alkitab dan yang telah membuahkan pandangan-pandangan yang bertentangan dengan rumusan ortodoksi yang dianut oleh gereja mula-mula, dan yang dianut oleh kelompok Injili. Semangat kaum Page 6 Pluralisme: Soteriologi Abu-abu - Stevri Indra Lumintang eksklusif dalam menjunjung tinggi pandangannya mengenai finalitas Yesus sebagai antisipasi sekaligus- tanggapan kepada teologi liberal adalah mengema sampai pada akhir abad 20. Namun gema itu mulai hilang seiring dengan lunturnya semangat teologi liberal. Pada akhir abad ke-20 yang lalu, para penganut eksklusivisme dikejutkan dengan bangkitnya semangat para penganut inklusivisme dan pluralisme baru yang tanpa malu-malu dan takut, menyangkal keunikan dan keabsolutan Kristus. Hal ini tentu mendatangkan keria keras lagi bagi para teolog yang menganut eksklusivisme. 2. Penganut Kelompok yang menganut eksklusivisme ini ialah kelompok Injili konservatif yang percaya bahwa keselamatan hanya ada di dalam dan melalui Tuhan Yesus saja dan hanya dialami oleh umat pilihan atau yang beriman saja. Kelompok Injili ini diwakili oleh tokoh-tokoh yang menjadi penganut sekaligus pelopor pandangan ini, baik para reformator maupun teolog Injili modern, diantaranya: John Calvin, Jonathan Edwards, Cornelius van Til, H. Kraemer, J.H. Bavinck, Louis Berkhof, Edward J. Carnell, Anthony A Hoekema. Donald Guthrie, J.D. Douglas, R.H. Harrison, Carl F.H. Hendry, Harold J. Ockenga, Bernard L, Ramm, F.F. Bruce, A.F. Glasser, J.I. Packer, Francis A. Schaeffer, John R.W. Stot, Billy Graham, Thedore Williams, Bong Rin Ro, Philip Teng, Thomas Wang, dll.5 Sekalipun belum ada kejelasan dan ketetapan (konsistensi) mengenai posisi dan warna teologi yang dianut. Hal ini dikarenakan, gerakan Injil mengalami banyak perubahan baik nama maupun posisi teologi. Seperti : istilah Injili mulai digunakan pada tahun 1950-an, sebagai warisan dari fundament Christian. Istilah Injili, kemudian dipopulerkan oleh Carl F.H. Henry dan Billy Graham melalui majalah " Christianity Today."6 Istilah Injili terus diperdebatkan oleh pelopor dan penganutnya. Karena dalam kubu injili terbilang sejumlah aliran teologi yang satu dengan yang lainnya pun adalah sangat berseberangan dalam beberapa hal, khususnya kristologi dan soteriologinya. Paling tidak ada dua aliran yang sangat bertolak belakang dalam tubuh injili yakni reformed dan Page 7 Pluralisme: Soteriologi Abu-abu - Stevri Indra Lumintang armenianisme. Kedua kubu ini, diwakili oleh tokoh-tokohnya yang sudah dikemukakan di atas. Sebenarnya dari sudut pandang penulis, istilah Injili itu sendiri telah mengalami pengaburan arti dan makna. Karena seperti yang sudah disinggung di atas, apakah semua yang bergabung atau yang mendaftarkan dirinya dalam organisasi Injili atau paling tidak mereka yang menyebutnyebut diri Injili adalah pantas disebut atau diakui sebagai Injili secara hakiki? Untuk itu, sesungguhnya istilah Injili harus diformulasi ulang. Formulasi istilah Injili tentu harus bertolak dari posisi kristologis dan soteriolos yang dipegang. Misalnya kaum Armenian yang mengakui keselamatan universal, apakah masih disebut Injili? Padahal, pada umumnya penganut Arminianisme tidak mengakui sikap eksklusif. Seperti Clark H. Pinnock yang mulanya seorang Reformed menjadi penganut Armenianisme, yang karena tersandung sendiri dengan ketidaktegaannya memegang pandangan predestinasi ganda yang menurutnya adalah tidak sesuai lagi dengan sikap masa kini kepada orang beragama lain, adalah menolak sikap eksklusif dan merendahkan mereka yang menganut pandangan keselamatan yang pesimistis (Calvinis). Sekalipun ia mengakui bahwa keselamatan hanya ada dalam Kristus, dan Kristus menyelamatkan semua orang. Pinnock sesungguhnya adalah penganut inklusivisme dengan konsepnya yang inklusif yakni pandangan yang optimis mengenai keselamatan semua orang dengan bertolak dari kasih Allah untuk semua orang, tanpa pilih kasih. Dalam pertemuan tahunan kubuh Injili yang diadakan di San Diego tahun 1989, Pinnock menyatakan bahwa is percaya I Petrus 3:19-20 mengajarkan bahwa mereka yang tidak sempat mendengar Injil di sepanjang kehidupan mereka, akan mendapat satu kesempatan lagi setelah kematiannya dan akan diselamatkan. Karena itu ia mencela kelompok Injili yang masih memegang pendekatan tradisional yang sempit terhadap orang beragama lain.7 Bagian ini akan dibahas lebih jauh dalam pokok pembahasan inklusivisme. Karl Barth juga mengaku sebagai penganut eksklusivisme dengan konsep Neo-Orthodoxnya, apakah masih disebut atau diakui sebagai anggota Injili tulen ? Memang sebagai tanggapannya terhadap para ahli liberal, Barth menekankan keabsolutan dari penyataan Allah yang Page 8 Pluralisme: Soteriologi Abu-abu - Stevri Indra Lumintang final di dalam dan melalui Tuhan Yesus saja, namun apakah ia kemudian disebut Injili, dan apakah pandangannya adalah mewakili kelompok eksklusivisme ? Tentu saja tidak ! Sebab apabila ia menolak adanya penyataan umumnya, itu sama saja dengan ia menyangkal Kristus yang mengakui adanya penyataan umum. Maka sekali lagi, Karl Barth bukanlah salah satu dari kelompok eksklusivisme. Begitu juga dengan Hendrik Kramer, seorang misionari Belanda di Indonesia, yang terkenal dengan biblical realism-nya, yang menolak ide teologi natural atau penyataan umum, sebaliknya menekankan hanya penyataan ilahi yakni penyataan Allah dalam Alkitab. Sepintas kilas, pandangan Kramer adalah berbeda dengan Barth, namun sesungguhnya adalah sama saja yakni menolak penyataan Allah secara umum yang diakui keberadaannya oleh Alkitab, yang memang penyataan tersebut tidak mendatangkan penyelamatan, melainkan menjadi wadah penyataan khusus, yang menyelamatkan. 3. Ciri Khas Yang menjadi ciri khas orang kristen Injili ialah menerima Alkitab yang diilhamkan sebagai penggarisan ilahi untuk iman dan kehidupan.8 Alkitab, tidak bersalah dan tidak mungkin gagal. Boeker mengungkapkan beberapa pokok dasar iman kristen yang dipegang oleh kaum Injili ialah : 1). Tidak ada Allah lain, kecuali Allah Tritunggal, 2). Seluruh Alkitab dan hanya itu adalah kebenaran yang mutlak, 3). Yesus Kristus adalah Juru Selamat dunia satu-satunya, 4). Setiap manusia di dunia adalah berdosa, terpisah dari Allah dan menuju kebinasaan, 5). Keselamatan merupakan pemberian anugerah Allah dan tidak dapat dikerjakan sendiri, 6). Keselamatan hanya diterima oleh pribadi yang bertobat dan percaya kepada Tuhan Yesus Kristus, 7). Orang Kristen harus hidup dalam kekudusan, 8). Barangsiapa yang tidak percaya kepada Tuhan Yesus Kristus akan dihakimi pada kedatanganNya yang kedua dan Page 9 Pluralisme: Soteriologi Abu-abu - Stevri Indra Lumintang akan menderita kebinasaan kekal, 9). Tugas utama dalam dunia untuk gereja ialah memanggil orang agar bertobat, percaya dan menjadi murid Tuhan Yesus Kristus.9 Dari beberapa pokok dasar iman kristen yang dipegang oleh kelompok Injili di atas, maka nampaklah bahwa mereka menekankan Finalitas Yesus. Bahwa Yesus adalah satu-satunya mediator keselamatan(I Tim.2:5), Yesus adalah Anak Tunggal Allah (Yoh. 1:14), Tidak ada nama lain yang olehnya manusia dapat diselamatkan (Kisah. 2:12). Jadi tidak ada keselamatan di luar Yesus, Alkitab adalah kebenaran mutlak, di luar Kekristenan tidak ada kebenaran mutlak dan tidak ada keselamatan. Pernyataan terakhir ini disoroti oleh Aritonang, dan berkata Bahwa "ada kalangan Injili mengidentikkan Yesus Kristus dengan kekristenan, sehingga berpendapat Bahwa di luar agama kristen/gereja tidak ada keselamatan".10 Namun pendapat Aritonang ini dapat dijawab dengan mudah melalui tinjauan filosofis-teologis yang dikemukakan oleh Joseph Tong bahwa : Kekristenan mengklaim Bahwa Kekristenan adalah hasil dari pada pekerjaan Allah di dalam penyataanNya melalaui Anak-Nya Yesus Kristus. Jadi asal usul Kekristenan adalah dikaitkan dengan penyataan diri Allah. Pengakuan iman kita kepada Kristus adalah hasil Kekristenan. Bukan anal-usul Kekristenan... Kekristenan tidak berasal dari yang lain selain penyataan Allah. Itu bukan semata-mata penyataan umum, seperti yang terlihat dalam anugerah umum-Nya, melainkan penyataan khusus yang nampak dalam kedatangan Anak-Nya Yesus Kristus kepada kita. Inilah alasannya mengapa Kekristenan adalah bukan suatu agama yang berkembang... model terkini namun dengan penuh kebenaran menegaskan iman kita kepada satu-satunya Penyelamat, yang telah memanggil kita untuk menjadi suatu komunitas orang Kristen yang berbeda. Kita dengan berani harus mengaku iman kita adalah disebut Kekristenan. ...11 Jadi, finalitas kristus adalah identik dengan finalitas kekristenan, karena tidak ada kekristenan tanpa Kristus yang adalah penyataan final Allah. Karena itu, tidaklah disalahkan bahwa kekristenan adalah agama yang mutlak, dan sebagai agen misi keselamatan Allah yang mutlak di dunia. Page 10 Pluralisme: Soteriologi Abu-abu - Stevri Indra Lumintang Sikap ini merupakan respons yang tegas terhadap konsep yang sekarang dipegang oleh DGD mengenai misi Allah yang tidak hanya melulu mengakui gereja sebagai agen misi Allah untuk dunia (God-Church-World sequence), melainkan Allah secara langsung dan mengakui bahwa dunia sebagai agen misi Allah untuk gereja (God-World-Church sequence). Kaum pluralis, pada umumnya tidak mengakui apabila gereja dijadikan agen tunggal misi Allah. Karena bagi mereka Allah bekerja tanpa batasbatas apapuh. Kerajaan Allah artinya Allah memerintah dunia secara langsung tanpa perantaraan gereja. B. Kelompok Inklusivisme Berkenaan dengan istilah "Inklusivisme", Pinnoch mengatakan bahwa: "I refer to the view upholding Christ as the Savior of humanity but also affirming God's saving presence in the wider world and in other religions." 12 - Saya menunjuk kepada pandangan yang membenarkan atau menegakkan Kristus sebagai penyelamat manusia juga menegaskan kehadiran keselamatan Allah dalam dunia yang lebih luas dan. di dalam agama-agama lain. Posisi Inklusivisme merupakan perkembangan dari posisi universalisme. Sejak tahun 1960-an Universalisme berkembang luas dan mengalami banyak perubahan yang disesuaikan dengan konteks budaya clan trend-trend teologis yang muncul pada masa kini. Salah satu trand teologis yakni berkenaan dengan sikap agama kristen terhadap agama-agama lain dalam konteks masyarakat majemuk ialah inklusivisme. Seiring dengan perialanan sejarah gereja, maka inklusivisme sudah berakar dan mengalami perkembangan, sehingga menjadi banyak variasi. Namun penulis mengidentifikasikan inklusivisme ini dalam beberapa aliran, yaitu : • Universalisme Liberal ialah percaya bahwa Yesus mati untuk semua prang, Yesus menyelamatkan semua orang tanpa kecuali. Pandangan ini clikenal sebagai pandangan universalisme Page 11 Pluralisme: Soteriologi Abu-abu - Stevri Indra Lumintang • • klasik. Pandangan ini telah berkembang sangat luas clan semakin jauh dari Alkitab. Universalisme Liberal ini sama dengan universalisme Kristus yang dianut oleh pada umumnya teolog liberal. Inklusivisme yang Kristo-centric ialah semua manusia diselamatkan oleh Allah melalui Kristus, dan Kristus ada di semua agama dan budaya. Sekalipun orang yang bukan kristen tidak menyadari bahwa ia telah mempercayai Kristus di dalam agamanya, atau sekalipun mereka tetap memeluk agama mereka, tanpa harus menjadi kristen. Pandangan ini.menegaskan bahwa Yesus Kristus sebagai pusat keselamatan, pusat sejarah keselamatan, sekalipun Kristus yang demikian tidak harus dijumpai di Alkitab. Pandangan ini sama dengan universalisme Kristus, sebagai perkembangan dari Universalisme liberal (klasik). Pandangan ini biasanya dianut oleh kaum pluralis katolik. Inklusivisme yang universalis : Keselamatan adalah ditawarkan kepada semua orang. Karena Allah mengasihi semua orang tanpa kecuali. Semua orang pasti menerima keselamatan melalui iman kepada Allah, bahkan orang yang belum diinjili dan telah meninggal bisa memperoleh kesempatan untuk diselamatkan. Pandangan ini biasanya dianut oleh kelompok Injili yang beraliran teologi arminianisme, seperti Clark H. Pinnock. Namun, sesungguhnya, baik universalisme liberal dan inklusivisme yang kristo-centric, maupun inklusivisme yang partikularis, semuanya pada hakekatnya adalah sangat dekat dengan pluralisme. Karena memiliki sikap menerima semua bentuk dan hasil penafsiran tentang iman dalam gereja dan semua kebenaran Allah yang ada di luar kekristenan selain itu. Carson menulis bahwa inklusivisme inklusivisme adalah tidak lebih dari pluralisme, karena keduanya memegang satu paket posisi yang tidak dapat dipisahkan.(Carson, 1996:279) Perbedaan keduanya, baik pluralisme dan inklusivisme adalah tidak berarti, kecuali hanya berkenaan dengan sikap yang lembut dan keras terhadap penganut eksklusivisme. Pluralisme dikenal dengan posisi yang keras menentang Page 12 Pluralisme: Soteriologi Abu-abu - Stevri Indra Lumintang posisi eksklusivisme, sedangkan inklusivisme dikenal dengan posisinya yang masih lembut. Posisi yang lembut inilah yang mulai mempengaruhi teolog-teolog Injil untuk menyusun ulang posisinya menjadi inklusivisme dengan dalil modifikasi, seperti Clark Pinnock. Berikut ini, penulis ingin menyajikan lebih jauh mengenai masingmasing pandangan yang terbilang dalam kubu inklusivisme, diawali dengan pandangan liberal dengan posisi universalismenya. 1. Universalisme yang Liberal Universalisme dibangun di atas dua dasar teologia Kristen, yaitu pertama, pemikiran biblikal baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru, bahwa maksud Allah tidak dibatasi hanya pada satu bangsa atau suku bangsa saja, tetapi seluruh dunia;13 kedua, keyakinan bahwa semua manusia, tanpa kecuali, akan diselamatkan. Keyakinan ini dipengaruhi oleh beberapa tokoh gereja. Tokoh pertama sebagai pencetus universalisme ialah Clement dari Aleksandria yang mengajarkan bahwa pada akhirnya semua manusia 14 Tokoh kedua yaitu Origenes sebagai murid akan diselamatkan. Clement, berkata : "God would eventually restore the entire created order, including satan himself ".15 Tokoh ketiga, yaitu Agustinus yang mengajarkan bahwa semua manusia diselamatkan oleh kasih Allah yang berdaulat. Pandangan Agustinus ini, memang banyak dikutip secara keliru. Karena bertolak dari ajarannya tentang predestinasi, maka sesungguhnya, Agustinus tidak mengajarkan konsep keselamatan yang bersifat universal. Pinnock-lah salah satu teolog Armemanis yang salah menilai pikiran Agustinus.16 Namun untuk tokoh yang keempat ini, yaitu F. Schleiermacher (1768-1834) sebagai bapak teolog liberal modern, adalah benar-benar penganut dan pencetus ajaran keselamatan yang bersifat universal (Universalisme), bahwa semua orang pasti selamat. Hal ini terbukti dengan pendapatnya yang berbunyi bahwa : "God's Mercy and love will not send anyone into eternal hell."17 - Kemurahan dari kasih Allah tidak akan mengirim seorang pun masuk ke neraka yang kekal. Lebih jauh ia menjelaskan bahwa : " i. That the sovereign love of God is bound to save all eventually, and ii. That heaven would be spoilt if its inhabitants were forced to witness the eternal sufferings of the demned."18 Page 13 Pluralisme: Soteriologi Abu-abu - Stevri Indra Lumintang - i.Sesungguhnya kasih Allah yang berdaulat adalah lompatan untuk menyelamatkan semua orang, dari Surga akan dirusak apabila penghuninya didorong untuk menyaksikan mengenai penderitaan kekal dari orang-orang yang dihukum. Jadi pada intinya, kasih Allah memungkinkan kematian Yesus adalah untuk menyelamatkan semua orang tanpa kecuali dan secara otomatis semua orang telah diselamatkan, Allah yang maha kasih tidak akan menyediakan hukuman kekal kepada manusia. Pandangan ini berimplikasi dalam bidang misi, dimana orang akan bersikap pasif karena misi kristen tidak lagi berkaitan dengan misi Yesus yang menyelamatkan. 2. Inklusivisme yang Kristo-centric Memang, seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, bahwa Universalisme liberal adalah sama dengan Universalisme Kristus. Kendatipun pandangan ini tidak menyebut dirinya pluralisme namun sesungguhnya pandangan ini sangat dekat dengan pluralisme, atau paling tidak, pandangan ini adalah menjadi pendukung atau penyebab bangkitnya Pluralisme.19 Selain Universalisme liberal, masih ada satu bentuk Universalisme Kristus, yakni Inklusivisme yang kristo-centric. Kristo-centris didefinisikan oleh Coward sebagai "pendekatan terhadap agama-agama lain berdasarkan Kristologi yang menganggap bahwa Yesus Kristus adalah penjelmaan Allah yang unik. Yesus Kristus adalah wahyu yang universal untuk seluruh umat manusia".20 Kristus dipercayai sebagai pusat dari semua agama. Kristus bisa ada di semua agama, dan atau kristus yang ada di semua agama berpusat pada Kristus dalam agama kristen. Kelompok ini biasanya dianut oleh para teolog gereja Katolik. Padahal sebelumnya, katolik adalah bersikap eksklusif dengan pandangannya yang menyatakan bahwa di luar gereja tidak ada keselamatan. Namun Gereja Katolik berubah posisi menjadi inklusif sejak konsili Vatikan II - 1963-1965, dan memutuskan bahwa: Kebenaran bukan hanya milik orang kristen melainkan juga milik semua orang, semua agama apa pun. Sejak saat itu, mereka menganut pluralisme. Kelompok ini diprakarsai oleh Karl Rahner, Hans Kung, kemudian ditumbuhPage 14 Pluralisme: Soteriologi Abu-abu - Stevri Indra Lumintang kembangkan oleh M.M. Thomas, Raymundo Panikkar, dan Stanley Samartha dari India; D.T. Niles dan anaknya Norman Niles dari Sri Lanka, serta Kosuke Koyama dari Jepang. Karl Rahner merusak tradisi Katolik yang eksklusif dengan mengusulkan konsep " anonymous Christians " (orang kristen tanpa nama), yaitu orang-orang beragama lain, yang tidak memakai nama Kristus, namun memiliki keselamatan di dalam Allah.21 Kemungkinan keselamatan universal secara ontologis berdasarkan tindakan kreatif Allah dan secara historis dihadirkan dalam peristiwa Yesus".22 Karena itu, ia berpendapat : "orang kristen harus dihidupkan oleh suatu Heilsoptimismus, yaitu berpikir secara optimis mengenai kemungkinan keselamatan di luar kekristenan ".23 Dalam agamaagama lainpun Kristus hadir, hanya jalan yang lebih baik adalah melalui "gereja." Pandangan Rahner ini diulas oleh Viktor Tanja untuk menegaskan mengenai sikap inklusif dengan pendekatan kristocentris, bahwa : Pekabaran Injil haruslah menjadi usaha untuk menyadarkan orang-orang beragama lain tentang hadirnya Kristus di tengah mereka, bukan mempertobatkan mereka.24 Hans Kung adalah teolog Katolik, yang diangkat oleh Paus Yohanes tahun 1962 sebagai penasehat teologi resmi dari konsili Vatikan II. Karena itu, ia dikenal sebaga pemimpin teolog dalam konsili Vatikan II. Dialah teolog Katolik yang menghargai agama-agama lain. Menurut dia bahwa keselamatan adalah melalui agama-agama dunia dan keselamatan melalui gereja. Namun Kristus adalah pemenuhan bagi semua agama-agama nonkristen walaupun dengan cara terselubung.25 Raymundo Panikkar ( Teolog Asia dari Gereja Katolik ) : Kristus adalah satu-satunya pengantara, tetapi bukan monopoli orang kristen saja. Karena ia hadir dan bekeria dalam setiap agama secara terselubung (The Unknown Christ - Kristus yang tidak dikenal). 26 Semua agama memiliki penyataan yang berasal dari sumber yang sama, yaitu Kristus. Namun yang dia maksudkan ialah kristus yang dikenal sebagai Rama, Krisna, Isvara, Purnsha, Fathagata.27 D.T. Niles:"Orang yang menolak Yesus akan diselamatkan pada akhirnya, karena itu baginya pertanyaan yang berbunyi "Will all men be saved?"28 apakah semua orang akan diselamatkan? adalah tidak patut untuk dijawab. Mereka mengakui bahwa keselamatan hanya dapat diperoleh melalui Yesus Kristus. Namun, yang mereka maksudkan dengan istilah Kristus Page 15 Pluralisme: Soteriologi Abu-abu - Stevri Indra Lumintang ialah Kristus yang hadir di dalam semua agama di luar kekristenan.29 Begitu juga dengan pemahamah mereka mengenai Pneumatologi, bahwa Roh Kudus bekerja di seluruh dunia, dan Roh Kudus ada di dalam sernua agama yang ada di dunia ini.30 Pandangan mereka adalah lebih tajam dibandingkan dengan pandangan Universalisme Liberal. 3. Inklusivisme yang Universalistis Sebagian kelompok Injili bereaksi terhadap celaan kelompok pluralis yang mengatakan bahwa kelompok Injili berkenaan dengan sikapnya kepada agama-agama lain adalah sempit dan tertutup. Bahkan mereka menambahkan bahwa dengan berpegang pada teologi tradisional atau orthodoks, kaum Injili bersikap angku dan memandang rendah orang yang beragama lain. Salah seorang yang mengakui diri sebagai bagian dari kelompok Injili, yang bereaksi terhadap komentar kaum pluralis di atas ialah Clark Pinnock. la merubah posisi teologi reformednya menjadi antireformed dengan memeluk erat pandangan armenianisme, bahkan lebih ekstrim dari J. Armenius dan pengikutnya. Ia mencetuskan mengenai konsep keselarnatan yang inklusif yaitu keselamatan adalah untuk semua orang, dimana setiap orang pasti diselamatkan oleh Allah karena kasihNya. Dalam hal ini, Pinnock sangat yakin bahwa semua orang pasti diselamatkan (optimistic particularism), bahkan dengan orang-orang yang tidak diinjili dan bayi-bayi yang telah meninggal sekalipun. Pandangannya ini sama dengan padangan Heilsoptimismus-nya Rahner bahwa orang kristen harus berpikir secara optimis mengenai adanya kemungkinan keselamatan di luar kekristenan. Pandanganya yang demikian disajikannya dalam pertemuan tahunan kelompok Injili di San Diego tahun 1989. Pada kesempatan itu, Pinnock meminjam celaan kelompok pluralis yang mencela sikap kelompok Injili terhadap orang yang berlainan iman. Baginya; sikap kelompok Injili adalah sempit, karena masih memegang pendekatan tradisional atau orthodoks. Karena itu beliau menyarankan untuk mengubah sikap seperti sikapnya yang terbuka bahwa keselamatan dengan pasti Page 16 Pluralisme: Soteriologi Abu-abu - Stevri Indra Lumintang ditawarkan untuk semua orang dan semua orang pasti akan menerima keselamatan tersebut. Namun keselamatan tersebut adalah harus diterima dengan iman kepada Yesus Kristus dan atau kepada Allah Bapa.31 Dalam hal ini, penulis tidak bisa mengidentifikasin dengan pasti posisi Pinnock. Kemungkinan besar Pinnock memegang dua posisi sekaligus yakni inklusivisme yang partikularis dan atau inklusivisme yang universalis. Ada kemungkinan juga, Pinnock mengabungkan dua pendekatan yakni pendekatan theo-centric maupun Kristo-centric. Dalam bukunya A Wideness in God's Mercy, Kita akan bertemu dengan pandangannya yang sudah sempat dikemukakan sedikit di atas. Untuk lebih mengenal posisi Pinnock, maka terlebih dahulu, kita menemukan dasar-dasar filosofis dan teologis posisi Pinnock. Pada bagian akhir bukunya, beliau menegaskan ulang posisinya dengan menulis bahwa Posisi saya ialah mengakui Allah bekerja diantara semua bangsa clan agama. Agar supaya posisinya ini berjalan mulus, maka ia menolak doktrin-doktrin yang mendasar seperti doktrin Allah Tritunggal, Kristologi. Baginya doktrin-doktrin ini harus ditanggalkan supaya mengakui bahwa Allah bekerja diantara orang-orang yang berkeyakinan lain. Dalam hal ini, ia menyetujui para pluralis mengenai keharusan berhadapan dengan klaim agama yang berbedabecla clan ikut serta dalam perjumpaan untuk mencari kebenaran dengan orang-orang yang berkeyakinan lain.32 Posisinya ini tentu tidak bertentangan dengan posisi Injili yang mengakui bahwa Allah bekeria tanpa batasan apa pun. Karena semua ciptaan-Nya berada dalam arena kerajaan-Nya. Posisinya ini benar apabila disoroti secara misiologis, bahwa misi Allah adalah bersifat inklusif, yaitu untuk menjangkau semua orang pilihan tanpa mengenal latar belakang agama sekalipun. Hanya kesalahannya ialah menyetujui pendekatan kaum pluralis dalam hal mencari kebenaran melalui perjumpaan dalam konteks dialog dengan orang-orang yang ticlak seiman. Itu berarti Pinnock bersama dengan kaum pluralis mengakui adanya kebenaran mutlak selain kebenaran Alkitab. Itu berarti juga, mereka mengakui adanya keselamatan di luar Kristus. Hal ini semakin jelas, pada waktu ia harus membuang doktrin Allah Tritunggal dan Kristologi khususnya supaya tidak menghambat keyakinan dan ajarannya mengenai karya Allah diantara orang-orang non kristen. Dalam hal ini, Pinnock membuang jati diri Kekristenan Page 17 Pluralisme: Soteriologi Abu-abu - Stevri Indra Lumintang yang bertumpu pada doktrin Kristologi. Itu berarti, Pinnock melihat kekristenan sebagai agama tanpa keunikan, keyakinan kekristenan tanpa harapan, ajaran kristen tanpa masa depan. Mengapa Pinnock sampai hati menolak keunikan Kekristenan yang bersumber pada Kristus ? Ternyata, Pinnock mengakui bahwa Injil yang ada Firman Allah tersebut telah pergi keluar ke seluruh clunia dalam bentuk penyataan umum. Namun ditambahkannya lagi bahwa Firman Allah tersebut tidak sama kuat dengan terang yang bersinar dari Injil Yesus Kristus. Dan orang yang dalam kondisi rohani apapun tidak akan mencegah ia untuk masuk ke dalam terang tersebut. Dalam hal ini, Pinnock mengidentikkan Injil yang ditulis dalam kitab Injil sebagai Firman Allah dengan penyataan umum.33 Di sinilah ketidak-sesuaian atau ketidak-samaan Pinnock dengan Alkitab, karena beliau menolak Alkitab yang mengajarkan perbedaan penyataan umum (Nature Theology) yang tidak menyelamatkan clan penyataan khusus (Alkitab) yang menuntun orang kepada keselamatan dalam Yesus yang diajarkan oleh Alkitab sendiri. Posisi Pinnock nampaknya seperti posisi kaum universalis, namun Pinnock menolak universalisme yang mengusulkan mengenai keselamatan yang bersifat universal. Bagi Pinnock, Universalisme merupakan persoalan yang besar, karena dua alasan teologis dan filosofisnya, yaitu Pertama, bahwa dalam Alkitab terdapat banyak peringatan terhadap penghakiman ilahi yang dijatuhkan kepada orang-orang yang masa bodoh. Peringatan itu adalah sangat mungkin untuk ditolak. Contohnya ialah, Yesus berbicara mengenai dosa yang tidak dapat diampuni, mengindikasikan bahwa orang tersebut berada di luar kerajaan Allah (Markus 3:28-30); Tetapi jikalau kamu semua tidak bertobat, kamu semua akan binasa atas cara demikian (Lukas 13:5). Kedua, alasan filosofisnya, bahwa secara alamiah seseorang dapat dengan bebas untuk menerima atau menolak Allah. Hubungan manusia dengan Allah adalah dipilih oleh manusia itu sendiri. Allah tidak bermaksud untuk menghukum seorang pun, tetapi seseorang dapat memilih untuk menolak Allah.34 Alasan pertama, tentu adalah sesuai dengan ajaran Alkitab. Namun alasan kedua, tentu sangat berseberangan dengan Alkitab, kecuali dengan Arminianisme. Alasan kedua, merupakan alasan yang tidak ditemukan dalam Alkitab. Karena Allah Alkitab tidak pernah diperlakukan sebagai barang pilihan Page 18 Pluralisme: Soteriologi Abu-abu - Stevri Indra Lumintang manusia. Dalam hal ini, Pinnoch bersama dengan teman temannya armenianis menempatkan Allah sebagai yang ticlak berdaulat, tidak berdaya dalam menyelamatkan manusia. Karena ternyata keselamatan itu adalah hasil pilihan manusia, bukan anugerah atau pemberian Allah semata. Dan kalau keselamatan itu merupakan hasil pilihan manusia, maka sudah pasti keselamatan itu bisa dibatalkan (murtad) oleh manusia itu sendiri. Itu berarti kematian Yesus di atas kayu salib adalah tidak efektif, tidak berarti. Karena, kematian Yesus di salib menjadi berarti hanya apabila seseorang percaya kepadaNya, itu pun masih belum pasti sebab bisa saja is meninggalkanNya. Ajaran ini jelas-jelas merupakan ajaran agama rakyat (Folk Religion) yang tidak mengenal penyataan khusus dan anugerah khusus Allah di dalam dan melalui Tuhan Yesus yang ditulis dalam Alkitab. Alasan pertama dan kedua Pinnock rnenolak universalisme ini, juga menjadi alasannya untuk menolak ajaran Calvin mengenai penebusan terbatas atau predestinasi ganda. (limited atonemen) dan ketekunan orang kudus (perseverance of the true believers).35 Pinnock menolak ajaran Calvin tersebut dengan argumentasi mengenai keselamatan yang pasti untuk semua orang (the optmism of salvation) yang katanya berdasarkan pada Lukas 13:29, Matius 12:41-42, 25:31-46, yang jelas-jelas disalahtafsirkan oleh Pinnock. Sesungguhnya argumentasi optmism of salvationnya Pinnock adalah menghancurkan argumentasinya sendiri tentang keberatannya terhadap universalisme. Karena kepastian keselamatan semua orang adalah berbenturan dengan fakta adanya peringatan Tuhan mengenai kebinasaan yang pasti juga dialami oleh mereka yang menolak keselamatan Allah. Pandangan Pinnock yang demikian berbeda dengan pandangan teman-temannya yang Injili, pasti mendapat tanggapan yang hangat, khususnya berkenaan dengan beberapa pertanyaan. Untuk itu, ia kemudian mengantisipasinya dengan memberikan argumentasiargumentasi sebagai jawabannya atas pertanyaan-pertanyaan yang pasti muncul sebagai implikasi pandangannya. Apabila semua orang pasti memiliki kesempatan untuk memperoleh jalan masuk kepada keselamatan, maka apakah orang-orang yang telah mati pun masih mendapat. kesempatan itu ? Pinnock menjawab bahwa Page 19 Pluralisme: Soteriologi Abu-abu - Stevri Indra Lumintang orang yang sudah meninggal namun belum percaya karena belum mendengar Injil, masih tersedia kesempatan untuk menerima Yesus. Jawaban ini didasarkan pada kemurahan Allah yang luas jangkauannya. Untuk itu, orang-orang yang dalam kondisi demikian mendapat kesempatan untuk diselamatkan pada waktu penghakiman akhir nanti. Pinnock menggunakan dua referensi untuk memperkuat jawabannya ini. Pertama mengutip pendapat Thomas Aquinas yang berpendapat bahwa seseorang bisa bertobat pada waktu ia menghadapi penghakiman akhir, maka pengampunan adalah berlaku atasnya. Kedua, ia mengaskan bahwa Allah tidak menghendaki kebinasaan orang-orang jahat, melainkan keselamatan. Apakah orang yang tidak diinjili beroleh keselamatan ? Jawaban Pinnock ialah ya, melalui penyataan umum. Jawaban ini, tentu tidak asing lagi, karena sudah sempat disinggung di bagian sebelumnya, dimana Pinnock mengakui bahwa penyataan umum adalah sumber keselamatan juga, sekalipun terang dari penyataan umum tidak seterang penyataan khusus. Namun kendatipun demikian, penyataan umum sangat menjanjikan sebagai jalan masuk manusia kepada keselamatan Allah. Dalam hal ini, Pinnock juga adalah penganut Natural Theologi yang digandrungi oleh pada umumnya para scholastik dan teolog liberal. Ada enam alasan Pinnock mengenai keselamatan bagi orang-orang yang tidak diinjili.36 • Pertama ialah Bertolak dari Ibrani 11:6, bahwa " tanpa iman, tidaklah mungkin seseorang berkenan kepada Allah. Karena seseorang yang datang kepada-Nya harus percaya bahwa Ia ada dan bahwa la membalas mereka yang bersungguh-sungguh mencari Dia". Menurut Pinnock bahwa penulis kitab Ibrani menjelaskan mengenai orang yang diselamatkan oleh iman, bukan oleh pengetahuan terlebih clahulu. Contohnya ialah Abraham dan Pagan Believer seperti Ayub memiliki iman sekalipun pengetahuan mereka tentang Allah adalah sangat terbatas. Bagi Pinnock, apa yang dicari Allah pada Abraham ialah iman. Argumentasi Pinnock ini jelas-jelas adalah keselamatan bersyarat yang digandrungi oleh Page 20 Pluralisme: Soteriologi Abu-abu - Stevri Indra Lumintang penganut Arminianisme yang percaya bahwa Allah mencari orang yang mencari Allah (Allah memilih orang yang bakal memilih Dia). Selain itu, Pinnock lupa bahwa Abraham telah mengenal Allah lebih dahulu melalui penyataan Allah dalam konteks panggilan Abraham (Kej. 12:1-3), kemudian melahirkan iman yang dibuktikan dengan ketaatannya pada panggilan Allah (ayat 4). Itu pun seirama dengan ajaran PB, bahwa - iman timbul dari pendengaran akan Injil (Rm. 10:17). Hal ini tentunya dilihat dari sisi manusia. • Kedua, Orang-orang Kafir yang hidup kudus (Holy Pagans) seperti Habel, Nuh, Henok, Ayub clan Yitro, bahkan ratu negeri Sheba clan Kornelius dalam Perjanjian Baru sekalipun adalah diselamatkan oleh karena iman. Nama-nama yang didaftarkan oleh Pinnock sebagai orang-orang kafir yang hidup kudus, masih harus dibuktikan, bahwa apakah mereka benar-benar kafir. Karena kenyataannya Alkitab melaporkan bahwa mereka percaya kepada Allah. Selain itu, namanama tersebut tidak bisa disejajarkan dengan nama-nama orang kudus masa kini yang tidak percaya kepada Yesus Kristus, yaitu orang-orang saleh yang menganut agama lain, yang jelas-jelas tidak percaya kepada Tuhan Yesus. Hal ini bertentangan dengan Efesus 2:8-10, bahwa perbuatan baik bukanlah dasar keselamatan, melainkan iman. Perbuatan baik adalah buah dari keselamatan. Jadi perbuatan baik, kesalehan orang-orang non-kristen di mata Alkitab adalah tidak menyelamatkan dan bagaikan kain kotor. • Ketiga, Orang-orang yang tanpa mengaku Kristus sebagai penyelamat seperti orang-orang Yahudi sebelum kelahiran Yesus (Pre-Messianis) adalah diselamatkan. Keselamatan orangorang Yahudi yang ada sebelum Pribadi ketua Allah Tritunggal berinkarnasi, tidak bisa dijadikan dasar -untuk membangun konsep keselamatan bagi orang-orang setelah Inkarnasi. Page 21 Pluralisme: Soteriologi Abu-abu - Stevri Indra Lumintang • Keempat, perumpamaan Yesus mengenai orang-orang yang tidak diinjili namun melakukan perbuatan yang baik, merekalah yang diselamatkan pada saat penghakiman nanti (Matius 25:40). Penghakiman akhir nanti tidaklah merubah kesaksian Alkitab. Karena orang yang tidak percaya kepada Kristus dihakimi untuk menegaskan hukuman yang diterimanya, sedangkan orang percaya, tidak akan mengalami lagi penghakiman, karena Kristus sudah menjadi pembelanya tatkala ia percaya, dimana karya Kristus di kayu salib diaplikasikan oleh Roh Kudus kepadanya. • Kelima, Kornelius sebagai the Pagan saint adalah telah menjadi percaya kepada Allah sebelum ia menjadi seorang Kristen. Terhadap argumen Pinnock yang kelima ini, sesungguhnya Pinnock meniru kecenderungan hermeneutika kaum pluralis yang sengaja menegankan teks-teks Alkitab yang mendukung posisi mereka dan sengaja menyembunyikan teks-teks Alkitab yang bertentangan dengan posisi mereka. Seperti Kornelius yang adalah the Pagan saint, Lukas memaksudkan bahwa Petrus menyadari bahwa keselamatan yang dikerjakan oleh Yesus di kayu salib, bukan hanya monopoli orang Yahudi, melainkan juga untuk orang-orang di luar Yahudi. Kisah Para Rasul memberitakan konsep keselamatan yang baru sifatnya, yaitu keselamatan yang melampaui batas-batas budaya, etnik, ras dan bangsa. Selain itu, keselamatan Kornelius adalah terjadi setelah ia percaya kepada Yesus yang diberitakan oleh Petrus dan dibaptis (lihat Kisah 10:34-48), bukan pada waktu is hidup saleh dan bukan pada waktu Tuhan mendengar doa (ayt.l-8). Karena itulah Tuhan menyuruh untuk menjemput Petrus dengan maksud memberitakan Firman Yesus. • Keenam, yaitu bayi-bayi yang meninggal, yang mempunyai kemampuan untuk meresponi Injil adalah tidak besar Page 22 Pluralisme: Soteriologi Abu-abu - Stevri Indra Lumintang kemungkinan seperti pendapat umum ialah mereka diselamatkan. Pertanyaan berikut ialah apakah orang yang sudah diinjili namun menolak Injil adalah pasti binasa ? Menurut Pinnock adalah tidak. Sebab kemungkinan besar cara pengkomunikasian Injil adalah tidak cukup sehingga mereka memahami Yesus dalam pengertian yang lain, seperti orang Islam menangkap Yesus yang diberitakan adalah dikaitkan dengan gerakan Zionisme. Sehingga, apabila mereka tidak percaya, maka itu bukanlah kesalahan mereka. Karena itu, keselamatan mereka diidentikan dengan keselamatan yang dialami oleh orang-orang percaya kepada Allah sebelum kedatangan Kristus. Mereka adalah orang-orang yang tidak mampu melihat Yesus sebagai pengenapan yang layak dari penyataan yang mereka telah ketahui. Mungkin banyak orang yang memiliki iman yang benar yang tidak sampai menemukan Yesus yang mereka cari. Itu pun kemungkinan karena kekurangan atau kesalahan dalam pemberitaan Injil.37 Karena itu, mendengar Injil dan percaya kepada Yesus supaya beroleh selamat adalah tidak mutlak.38 Selain itu, orang-orang yang tidak diinjili akan disejajarkan dengan orang-orang kudus sebelum Yesus, yang disebut orang-orang kudus cari agama kafir dan orang-orang kafir yang kudus Pagan saints atau holy pagans, seperti Ayub, Melkisedek, Abraham yang tidak mengenal Yesus. Pinnoch terlalu banyak berkemungkinan dalam berteologi. Karena ia tidak membangun teologinya di atas ajaran Alkitab yang jelas dan pasti. Pandangan Pinnock tersebut pun adalah demikian sesatnya, karena posisi teologi yang armenianis, yang menekankan usaha manusia dalam penyelamatan diri sendiri. Allah digeser dan disuruh diam menyaksikan usaha manusia untuk datang kepadaNya. Allah disuruh diam untuk menyaksikan aksi manusia yang merendahkan Allah. Memang, Pinnock menggunakan beberapa referensi Alkitab, namun Alkitab dikebiri sedemikian rupa hanya untuk memenuhi kepuasan Pinnock. Karena seperti konsepnya mengenai Pagan Saints atau the Holy Pagan adalah memahaminya cari Alkitab sambil membuang Perjanjian Baru.39 Pinnock lupa dengan ajaran Paulus dalam kitab Roma mengenai keselamatan orang-orang yang hidup di masa Perjanjian Lama, yang tentu diselamatkan oleh Anugerah Allah yang berinisiatif aktif mengikatkan Diri-Nya dalam perjanjian keselamatan dengan umatPage 23 Pluralisme: Soteriologi Abu-abu - Stevri Indra Lumintang Nya. Perjanjian ini diikat dengan ketaatan kepada Taurat. Puncak perjanjian ini digenapi di dalam dan melalui pribadi dan karya Tuhan Yesus Kristus. Sedangkan Pagan Saints atau the Holy Pagan adalah tidak termasuk umat perjanjian, artinya umat yang kepadanya Allah menganugerahkan keselamatan melalui Perjanjian Allah yang diikat dengan Taurat Tuhan sendiri. C. Pluralisme - Theo-centric Pinnock mengartikan istilah Pluralisme ialah " the position that denies the finality of Jesus Christ and maintains that other religions are equally salvific paths to God."40 -Posisi yang menyangkal Kefinalitas YYeesus Kristus dan yang menegakkan bahwa agama-agama lain adalah jalan keselamatan yang sama kepada Allah. Itu berarti, jati diri kekristerian yang paling utama harus dibuang atau dikorbankan. Sikap rela mengorbankan jatidiri kekristenan ini adalah harus ditempuh demi membangun suatu pemahaman guna memperlaricar dialog antar iman. Karena itu pendekatan dialogis sebagai solusinya, yaitu pendekatan yang tidak merubahsusutkan agama lain, menghargai, balikan saling menukar pemikiran. Sikap ini bukan dilahirkan oleh, melainkan melahirkan teologi atau pandangan yang mengarakan bahwa semua agama adalah jalan kepada sang Realitas Agung, masing-masing memiliki jalan dan caranya sendiri sendiri. Semua orang dari semua agama diharapkan mengakui kebenaran agananya sebagai yang mutlak bagi dirinya sendiri, namun relatif bagi agama lain. Begitu juga, kebenaran dan keselamatan agama lain adalah mutlak bagi pemeluknya, namun relatif bagi agama kita. Seperti Kristus adalah penyataan Allah yang final, jalan keselamatan yang mutlak hanya bagi orang kristen; Buddha adalah kebenaran dan jalan yang mutlak bagi orang-orang Buddhis; dan Krisna atau Rarna adalah kebenaran final bagi orang-orang Hindu. Namun semua agama ini memiliki satu Pencipta dan sumber keselamatan yang sama yakni Allah. Page 24 Pluralisme: Soteriologi Abu-abu - Stevri Indra Lumintang Pluralisme mengakui bahwa semua manusia diselamatkan oleh Anugerah Allah. Anugerah Allah tidak mungkin menyediakan neraka bagi manusia. Anugerah Allah adalah syarat mutlak. Karena itu, Semua agama telah memiliki jalan keselamatan masing-masing. Semua agama adalah jalan menuju kepada Realitas Tertinggi, dengan caranya masing-masing. Pandangan ini adalah berdasarkan pada Theocentric bahwa Allah adalah pusat sejarah dunia, pusat keselamatan semua manusia di dunia ini. Kebenaran dari tiap-tiap agama adalah mutlak bagi agama itu sendiri, tapi relatif bagi agama lain. Pandangan ini memandang sangat negatif terhadap pandangan eksklusivisme dalam sikapnya terhadap agama-agama lain. Terhadap pandangan inklusivisme, menurut penganut pluralisme adalah masih memandang dengan sebelah mata agama-agama lain. Dengan kata lain, inklusivisme di mata pluralisme masih merendahkan agamaagama lain. Pada abad XX ini, Universalisme telah berkembang lebih jauh, dan sebagian penganutnya telah mengendorkan otoritas Alkitab. Mereka menggugat keunikan dan finalitas Yesus. Mereka dikenal sebagai kaum Inclusive Universalism atau Universalisme Mutlak yang sehakekat dengan Pluralisme. Gugatan mereka didasarkan pada pemahaman mereka tentang Alkitab yang berbicara mengenai " diselamatkan oleh Anugerah Allah ". Anugerah Allah adalah syarat mutlak, bukan Yesus Kristus. Jadi berdasarkan pengertian ini, maka pada dasarnya kaum pluralis menggugat baik pandangan universalitas Kristus maupun partikularitas Kristus. Dengan kata lain, mere ka menolak pandangan yang menyatakan Yesus sebagai penyelamat semua manusia seperti yang dianut oleh umumnya universalisme-liberal dan Armenianisme, juga tentunya menolak pandangan kaum Reformed mengenai ajaran tentang keselamatan bagi sebagian orang saja (Calvinisme). Karena menurut mereka bahwa semua agama memiliki jalan keselamatan yang sama kepada Allah. Bagi mereka, jika Allah benar-benar menganugerahkan keselamatan kepada semua orang, maka Ia tidak tergantung pada sikap manusia. Keselamatan telah secara otomatis dialami oleh semua manusia. Page 25 Pluralisme: Soteriologi Abu-abu - Stevri Indra Lumintang Ada pun tokoh Pluralisme (Theocentric Pluralism), diantaranya ialah John Hick, John. A.T. Robinson, Jemes Pike, Paul F. Knitter, Nels F. Ferre, Paul Tillich, Wilfred Cantwell Smith.41 Tillich menganggap bahwa : "Hell as a symbol which had lost its character of eternal damnation".42 Neraka sebagai suatu symbol saja yang telah kehilangan sifat hukuman kekalnya. Dibalik pernyataan Tillich ini, maka tidak ada hukuman, melainkan yang ada ialah keselamatan semua orang. John Hick teolog Inggris yang dikenal sebagai teolog radikal kelompok Pluralisme mengemukakan bahwa: "hanya universalismelah yang memberikan pengertian mengenai penderitaan dunia yang luas, setelah meninggalkan sikap merasa unggul terhadap orang yang berlainan iman." Lebih jauh dia mempertanyakan kemungkinan untuk menemukan kesamaan antara gereja, Sinagoge, Mesjid dan kuil. Karena itu, is mengemukakan tiga kemungkinan, namun hanya menerima satu kemungkinan, yaitu kemungknan yang ketiga, bahwa hanya sate Allah yang disembah oleh semua agama. Hal ini didasarkan pada persamaan fenomena semua agama.43 Secara radikal, ia mencetuskan teori Revolusi Kopernikus merupakan istilah yang dipakai oleh Flick untuk menjelaskan transformasi radikal dari posisi Kristosentris kepada Teosentri.s.44 "Teori Copernicus" menempatkan bahwa matahari menjadi pusat alam semesta, demikian juga Allah adalah pusat semua agama. Pandangan Hick ini dilawan oleh N.T. Wright, I.H. Marshall, R.N. Longenecker, J.D.G. Dunn dan Richard B. Hayes.45 Begitu juga dengan salah satu tokoh sekularisme radikal, yakni John A.T. Robinson, dalam bukunya "Honest to God " menyangkal keberadaan neraka kareria baginya Allah adalah maha kasih tidak mungkin membuat neraka bagi umat manusia ". 46 Hal yang sama diungkapkan oleh Nels F. Fere bahwa "Surga hanya menjadi surga bila neraka telah dikosongkan."47 Pada dasarnya kaum inklusif menolak pandairgan kaum eksklusif dan menolak finalitas Yesus Kristus. Mereka mendasarkan pandangan mereka pada II Korintus 5:19, bahwa Allah di dalam Kristus telah mendamaikan dunia dengan diriNya. Maka semua manusia secara otornatis telah didamaikan/diselamatkan oleh AnugerahNya. Wilfred Cantwell Smith, berpandangan bahwa. : " Kristus hanyalah satu bentuk penyataan Allah dalam sejarah. Jadi semua agama memiliki penyataan Allah yang sama. Karena itu, Smith menganjurkan para teolog kristen untuk mengembangkan teologinya dengan teologi agama-agama lain dengan maksud untuk memperkaya teologi Kristen.48 Page 26 Pluralisme: Soteriologi Abu-abu - Stevri Indra Lumintang Kelompok inklusif ini semakin mengigit melalui tulisantulisan mereka berkenaan dengan sikap orang Kristen terhadap orang beragama lain. Para penerus pandangan ini seperti Choan Seng Song, teolog Taiwan yang berusaha membuang konsep "Sentrisme" dalam Alkitab dengan membangun konsep Theosentrisme, dimana Allah sebagai pusat segala sesuatu dan Allah menyatakan diri dalam semua agama, budaya. Begitu juga, is berpendapat bahwa Yesus hanyalah salah satu inkarnasi Allah dari sekian banyak inkarnasi Allah di dalam agama lain dan budaya.49 Stanley Samartha mendorong orang Kristen untuk: " be more faithful to the original message of Jesus himself : " although the witness of the New Testament writers is christocentric, Jesus Christ himself is theocentris." Dalam hal ini, Samartha mendiskontinukan antara peristiwa Yesus dengan penulisan. Ia pun menentang "Christomonism", dan berkata bahwa doktrin Kristen yang terlalu memutlakkan Kristus adalah suatu bentuk 50 penyembahan berhala." Eka Darmaputera, pendeta GKI, ia mendukung orang untuk mempertanyakan mengenai inkarnasi Yesus sebagai salah satu unsur yang paling khas dalam iman kristen. Dengan kata lain, ia mendukung upaya untuk meniadakan keunikan Yesus. Dia tidak setuju superioritas agama kristen yang dipengaruhi oleh superioritas Barat. Karena dengan bertolak pada perkataan Yesus bahwa para penyembah akan menyembah Bapa dalam roh dan kebenaran, ia berpendapat bahwa Yesus memperkenalkan bukan Allahnya suatu agama yang partikular dan benar, tetapi penyembah yang benar. Ia menolak kleim absolut dan eksklusif suatu agama, karena "All people are having the same access to God. Berkenaan dengan "Amanat Agung", ia berkomentar bahwa "go out off our exclusive particularism.... baptism cannot be possibly understood as primarily to bring all people into our exclusive community..., Evangelization is not proselytization.... Our task is not to bring people into our religion, but to bring Christ to the people. Our task is not to convert people, but to convert ourself, to make us suitable for doing God's mission to the people."51 Konsepnya kelihatan, kedengaran adalah Injili dan reformed. Namun dengan memahami presuposisinya, maka sesungguhnya ialah pluralis. Olaf Schumman : Yang terutama bagi manusia ialah menunjukkan sikap imannya kepada Allah. Contohnya Abraham, tidak seorang pun yang dapat mengenal agama yang dipeluk oleh Abraham. Semua orang dapat berhubungan langsung dengan Allah Page 27 Pluralisme: Soteriologi Abu-abu - Stevri Indra Lumintang tanpa harus percaya kepada Yesus, karena Allahlah yang menjadi pusat semua agama. 52 Ioanes Rahmat, pendeta GKI, teolog pluralis Indonesia yang menyelesaikan studi Master Teologi di STT Jakarta dengan Tesis yang membuktikan bahwa Yesus bukan Allah. Sekarang beliau sedang menyelesaikan program doktoralnya di Belanda. Tulisannya :"Kristologi Anak Manusia di dalam Injil Yohanes dan Monoteisme Yahudi". ia membuktikan bahwa Yesus bukanlah Allah dengan konsep " Kristologi sub-ordinasionisme "nya.53 Dalam tulisannya yang dimuat dalam GKI [email protected] , ia mencela pandangan Kristen yang menjadikan Yesus sebagi satu-satunya juru selamat. Menurutnya, semua agama pada hakikatnya adalah Trinitarian, percaya kepada pewahyuan, penjelmaan dan pencerahan dalam dan melalui seorang manusia tertentu yang kemudian diberi gelar bervariasi oleh umat para pengikutnya (gereja memanggilnya: Anak). Karena itu ia menyimpulkan bahwa tidak perlu membuat kekristenan paling unggul dan paling benar. Sebaliknya orang Kristen seharusnya mengecap kehadiran sang Firman dalam wajana-wacana lain ... yang terus dikembangkan dan diaktualisasikan sejalan dengan perkembangan zaman dan perubahan konteks. Untuk itu, ia mensejajarkan Yesus dengan tokoh-tokoh dunia dan nasional seperti Kresna Buddha, Muhammad, Fransiscus Asisi, M. Gandhi, ibu Teresa, Kagawa, Panglima Sudirman, dll.54 D. Pluralisme Baru: Dialog-centric Berkenaan dengan perjumpaan antar agama, isu yang terkini dikemukakan oleh para tokoh agama ialah menyerukan untuk masing-masing agama harus menanggalkan jati dirinya masingmasing. Pernyataan terakhir inilah yang menerangkan bangkitnya semangat pluralisme baru. Michael Amaladoss mengomentari ketiga sikap di alas. Baginya ketiga paradigma, baik eksklusivisme, inklusivisme maupun pluralisme, semuanya adalah tidak memuaskan. Baginya. sikap inklusif adalah masih bersifat eklesiosenris (gereja sebagai pusat keselamatan), dan bersifat Kristosentris ( kristus sebagai pusat keselamatan), hal ini tentunya adalah sikap yang masih menjadi superior Page 28 Pluralisme: Soteriologi Abu-abu - Stevri Indra Lumintang diantara agama-agama lain, sambil memandang rendah agama lain. Apalagi sikap eksklusif adalah sikap yang sangat negatif terhadap semua agama lain dan mengabaikan luasnya tradisi kristen yang telah menerima kemungkinan orang-orang di luar gereja diselamatkan. Sedangkan bagi penganut pluralisme, menurut Amaladoss terlalu mengabaikan kepelbagaian agama, perbedaan-perbedaan diperkecil, sambil mencari dasar kesatuan semua agama yang menjadi pokok keyakinan bersama melalui mempertemukan semua tradisi atau teologi semua agama. Selain itu, Amaladoss, salah satu dari mereka yang pluralis mengemukakan kel.emahan pluralisme yaitu bertentangan dengan namanya, karena cita-citanya justru berubah menjadi suatu bentuk nominalisme yang mengubahsusutkan ungkapan-unkapan keberagaman agama-agama, menjadi satu pemahaman dan pengalaman bersama. Dengan kata lain pluralisme seharusnya tidak tepat lagi dengan visi-misi kaum pluralis. Lebih tepat apabila mereka mengubahnya dengan istilah singularisme. Karena ketidakpuasan terhadap kenyataan pluralisme, maka sebagian kaum pluralisme melangka lebih jauh lagi dalam perumusan ulang teologi kristen. Amaladoss sendiri menindaklajuti kekurangan dari sikap para penganut pluralisme dengan mengusulkan dialog dengan pendekatan di dalam iman. Karena bagi dia, dialog yang telah dimulai oleh kaum pluralis yang menganut pendekatan Theo-centric adalah masih bertentangan dengan cita-cita pluralisme, yakni mengakui kepelbagaian. Dialog yang selama ini dibangun menekankan kesatuan agama-agama sambil menegaskan penyangkalan diri (hakekat) masing-masing agama. Dialog pendekatan dalam iman yang dimaksudkan ialah poeses mendengar orangorang dari kepercayaan-kepercayaan yang lain, dan keterbukaan untuk ditantang oleh iman dan hidup mereka. Bahkan kalaupun kita tidak betulbetul berdialog dengan mereka, kita harus hadir bagi mereka di dalam pikiran dan bayangan-bayangan kita pada waktu kita, untuk iman kita, merenungi keadaan keagamaan yang majemuk ini. Dalam konteks ini, kaum pluralis mengusulkan untuk menemukan jati diri kristen. Pendekatan dialogis ini, tidak untuk mencapai memperjungkan suatu kesatuan agama, melainkan untuk menempatkan orang-orang yang bergama lain di dalam pandangan iman kristen sendiri, dengan menghargai jati diri mereka yang beragama lain tanpa merubah dan mengurangi sedikit pun agama tersebut, Page 29 Pluralisme: Soteriologi Abu-abu - Stevri Indra Lumintang bahkan tanpa menafsirkan agama tersebut dengan kepercayaannya dari sudut pandangn kekristenan. Searah dengan cita-cita tersebut, Amaladoss menegaskan bahwa " Kita mencari suatu tempat bagi orang lain di dalam konteks iman kita sendiri, dan membiarkan dari kegiatan dialog muncul rumusan-rumusan atau pemikiran-pemikiran konkret mengenai hubungan timbal balik antara penganut-penganut agama-agama." 55 Pendekatan dialogis ini, tidak mempersoalkan agama lain, melainkan mempersoalkan agama sendiri melalui mempelajari agama lain dari sudut pandang agama yang dipelajari itu. Persoalan berdialog dengan agama lain sesungguhnya merupakan panggilan gereja juga untuk mewujudkan misi Allah yaitu misi berkomunikasi dengan manusia. Demikian juga dengan misi gereja, dalam konteks dialog antar agama, merupakan misi komunikasi. Persoalannya, ialah apakah isi dialog atau komunikasi dua arah itu. Tidak mungkin masing-masing agama akan menanggalkan keyakinannya terhadap finalitasnya masing-masing. Apakah masing-masing -agama akan terbuka dan dengan jujur menerima sikap untuk mempelajari kebenaran agama lain. Ini merupakan mimpi kaum pluralis di siang bolong. Kalau hanya mempelajari dengan basa-basi, tentu tidak baik, kalau hanya menyentuh pikiran kognitif, pasti tidaklah disebut mempelajari; karena mempelajari sesuatu idealnya ialah sampai pada tingkat ;ineyakini (afektifl, bahkan tingkat melakukan apa yang dipercayai (psikomotoris). Pendekatan dialogis ini terus berkembang karena ketidakpuasan terhadap konsep clan praktek dialog yang ada. Ini membuktikan bahwa pendekatan ini masih mencari bentuk, maka itu masih menjadi bahan uji coba seperti kelinci percobaan. Karena itu, pendekatan masih terus menjadi perdebatan di kalangan mereka ' sendiri, yakni kaum pluralis. Salah seorang teolog yang tidak menyetujui semua pendekatan yang menekankan sentrisme Allah atau Kristus atau apapun ialah B.J. Banawi.ratma, seorang teolog Katolik Indonesia yang produktif, mengusulkan model lain, yakni model pendekatan dialog kritis kontekstual dengan memperkembangkan integrasi yang inklusif, dimana iman kristen dilihat sebagai keutuhan yang dijalin oleh integrasi pelbagai pendekatan yang sudah dikenal selama ini, yaitu integrasi iman kristen bagaimanapun juga mendapat ciri kristologis, sekaligus mempunyai cita-cita Kerajaan Page 30 Pluralisme: Soteriologi Abu-abu - Stevri Indra Lumintang Allah (basileiologis), dengan kepedualian antropologis dan kosmologis, dengan memberi tempat wajar pada hidup beriemaat (eklesiologis) dan umat beriman lain (pluralis).56 Dia berharap pandangannya ini sejalan dengan pandangan para pemikir pluralisme yang terkemuka yakni Hans Kung, C.S. Song, S.J. Samartha clan A Pieris. Sekalipun beliau menolak semua pendekatan terdahulu, namun sesungguhnya pedekatan beliau masih berbau Christo-centric sebagaimana para pluralis Katolik yang terkenal dengan pendekatan inklusivisme yang Christo-centric seperti Karl Rahner, S.J. Samartha. Karena beliau masih mendasarkan pendekatan ini pada relasi yang khusus dengan Yesus Kristus.57 Pendekatan Banawiratma ini merupakan pendekatan yang lazim bagi teolog Katolik yang inklusif, seperti para pemuka teolog Katolik, yakni Karl Rahner. Untuk memperdalam bahasan ini, maka ada beberapa pertanyaan yang diajukan kepada para penganut universalisme, inklusivisme yang theo-centric, clan inklusif yang kristo-centric. Pertanyaan-pertanyaan ini meminta pertanggungan-jawab doktrin dan iman mereka, yakni : • • • • • Kalau keselamatan secara otomatis diberikan dan dialarni oleh semua orang tanpa kecuali, apakah orang-orang yang telah mati namun tidak percaya Kristus, sudah selamat ? Apakah yang sudah meninggal dalam imannya sebagai orang yang bukan kristen, adalah pasti telah selamat ? Berikanlah bukti bahwa Yesus bukanlah Allah, dan bukanlah penyelamat. Apakah Kristus mati untuk semua orang ? Apakah semua orang pasti percaya Yesus ? Kalau Kristus mati untuk semua orang, apakah orang beragama lain, yang benar-benar tidak percaya Kristus dan yang sudah meninggal, adalah telah mengalami keselamatan? Berikan argumentasinya. Untuk penganut Inklusivisme yang Kristo-centric, Apakah tidak kelihatan takabur, apabila mengatakan bahwa orang diselamatkan oleh Kristus yang hadir dalam agamanya, tanpa harus menjadi anggota gereja, sementara orang itu sendiri dengan terangterangan menolak Kristus. Kristus yang manakah Page 31 Pluralisme: Soteriologi Abu-abu - Stevri Indra Lumintang yang menyelamatkan mereka ? Soalnya baik Kristus Alkitab maupun Kristus dalam agamanya pun ditolak. 1 Joseph Tong, The Triumph of Sovereign Grace, A Collection of Treatises, (Los Angeles: ITS 1996 ), p.18. 2 Alan Race, Christian and Religious Pluralism, (New York: Orbis Books, 1982 ), p. 24. 3 Istilah " Eksklusivisme " yang dimaksudkan dan yang dipegang oleh penulis, ialah eksklusivisme yang terbatas dalam pengertian kristologis dan soteriologis, bahwa Yesus adalah penyataan Allah yang final, kebenaran Allah yang absolute, Yesus sebagai perantara sekaligus pelaksana satu satunya keselamatan manusia, melalui karya kematian-Nya di salib dan kebangkitan-Nya dari antara orang mati. Karya penebusan melalui cara demikian, adalah sempurna dan cukup untuk semua orang, namun efektif hanya untuk pilihan saja. Siapapun dan di mana pun umat pilihan itu berada, tanpa mengenal latar belakang agama, suku, bangsa dan budaya apapun dia. Berbeda dengan pandangan eksklusivisme kaum Armenianis. Keselamatan tersebut adalah diaplikasikan oleh Roh Kudus kepada umat pilihan, sehingga mereka dilahirbarukan untuk beriman. Sikap eksklusif ini bukan dari pihak manusia, sehingga tidak memberikan peluang arrogance atau sikap superior terhadap orang lain yang berbeda iman (seperti tuduhan kaum pluralis), melainkan melalui keyakinan yang ditimbulkan oleh Anugerah Allah terhadap Penyataan KhususNya yang tertulis, yaitu Alkitab. Pandangan ini, tertutup dan terbatas secara kristologis dan soteriologis, namun secara misiologis, pandangan ini bersifat terbuka terhadap semua orang tanpa mengenal latar belakang apapun dan kondisi sosial, iman, budaya, moral apapun. 4 T.G. Donner, " Clement of Alexandria ", New Dictionary of Theology, Edited by Sinclair B. Ferguson, Leicester : InterVarsity Press, 1988 ). P.149. Page 32 Pluralisme: Soteriologi Abu-abu - Stevri Indra Lumintang 5 James Barr, Fundamentalisme, (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 1994), p. 405-407. Donald Tinder, " Evangelicalism ", The New International Dictionary of the Christian Church, edited by J.D. Douglas, (Grand Rapids: Zondervan Publishing House, 1978), p. 361 6 Bruce L. Shelley, " Fundamentalism ", The New International Dictionary of the Christian ,... p.397. 7 Clark H. Pinnock, A Wideness in God's Mercy, ( Grand Rapids: Zondervan Publishing House, 1992 ), p.13; Bong Rin Ro, Salvation In Asian Contexts... p. 22. 8 Carl. F.H. Hendry, " Evangelical ", ibid. p.358. 9 T.G.R. Boeker, "Teologi Modern Dan Teologi Injili", h. 115-116. 10 Jan S. Aritonang, "Kaum Injili di Mata Gereja-Gereja Arus Utama Di Indonesia, Ibid... h.92. 11 Joseph Tong, Triumph of Souereign Grace,... p.18-19. 12 Clark H. Pinnock, A Wideness In God's Mercy, The Finality of Jesus Christ in a World of Religions, (Grand Rapids : Zondervan Publishing House, 1992), p. 15. 13 Ide ini berkenaan dengan janji Allah terhadap Abraham, yaitu janji untuk menjadi berkat bagi seluruh dunia.(Kej.12:1-3). Orang kafir akan datang menyembah Allah Israel di Bukit Sion, (Yes.2:1-5), Keselamatan akan menjangkau keluar dari Israel masuk ke dunia kafir (Mal. 1:11), Begitu juga dengan Perjanjian Baru mengenai penjangkaun misi pada dunia kafir (Roma 3:27-30, 10:12-13); N.T. Wright, " Universalism ", New Dictionary of Theology, Edited by Sinclair B. ferguson...p.702 14 F.L. Cross & E.A. Livingstone (Ed.), The Oxford Dictionary of Christian Church, (New York: Oxford University Press, 1974), p. 303. 15 N.T. Wright, " Universalism ", ...p. 702. 16 Clark H. Pinnock, A Wideness In God's Mercy, ... p. 155 17 Bong Rin Ro, "Salvation In Asian Contexts", Edited by Ken Gnanakan, Salvation, Some Asian Perspectives, (Bangalore: ATA, 1992 ),p.18 18 N.T. Wright, " Universalism ", ... p.702. 19 Harus dibedakan dengan Model Pendekatan Kristologi yang eksklusif, dianut oleh para teolog Injili dan didasarkan pada otoritas Alkitab dan formula Chalcedon serta pernyataan Petrus bahwa semua orang akan bertekuk lutut dan mengakui bahwa dialah Tuhan (Kisah. 10:36). Selain ini pendekatan kristosentris eksklusif ini didasarkan pada rumusan Page 33 Pluralisme: Soteriologi Abu-abu - Stevri Indra Lumintang Lausanne tahun 1774, dan Lima Belas Pengukuhan yang dirangkum dari konperensi International bagi penginjil di Amsterdam-Belanda, Juli 1983. Sekalipun para teolog evangelis sangat menekankan finalitas Yesus, namun bukan berarti mereka memandang rendah dan tidak mau berdialog dengan agama-agama lain. Memang teolog Injili tidak berminat untuk mempelajari agama lain, kecuali untuk kepentingan studi perbandingan. Hal ini didasarkan pada kewaspadaan mereka terhadap bahaya sinkritisme dan inklusivisme. Kecuali teolog Injili yaitu Francis Schaeffer yang lebih terbuka dan inenuntut agama kristen untuk membiasakan diri dengan dunia agama lain. Pendekatan Kristosentrisnya Schaeffer dapat ditemukan melalui pendapatnya yang melihat Kristus baik sebagai Tuhan atas seluruh dunia, maupun Tuhan atas orang beriman. Jadi kaum injili menekankan keunikan wahyu khusus, yaitu Yesus Kristus. Pendekatan ini adalah pendekatan yang sangat ketat tertutup dalam sikapnya terhadap agama lain. 20 Ibid. h. 68. 21 Paul F. Knitter, No Other Name ?, ... p.120. Bong Rin Ro, "Salvation In Asian Contexts", ...p.23 22 Ibid. 23 Heilsoptimismus; they should " think optimistically" about the possibilities of salvation outside Christianity... To think "pessimistically of men" is to underestimate God's love and grace. Paul F. Knitter, No Other, ... p.125 24 Viktor Tanja, " Gereja dan Umat beragama lain " Fundamentalisme dalam Agama-Agama, diedit oleh Soetarman (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1992), h. 48. 25 Klass, Runia, The Gospel and religious... p. 346, 26 Raimundo Panikkar, Dialog Intra Religius, (Yokyakarta : Kanisius, 1994), h. 76 27 John Hick, No other Name... p.76. 28 Bong Rin Ro, "Salvation In Asian Contexts", Edited by Ken Gnanakan, Salvation ...p.24. 29 Harold Coward, Pluralisme Tantangan Bagi AgamaAgama, (Yogyakarta: Kanisius,1994), h. 74 30 Ibid.h. 55 31 Clark H. Pinnock, A Wideness in God's Mercy, ( Grand Rapids: Zondervan Publishing House, 1992 ), p.13; Bong Rin Ro, Page 34 Pluralisme: Soteriologi Abu-abu - Stevri Indra Lumintang Salvation In Asian Contexts.. . p. 22. 32 Clark H. Pinnock, A Wideness In God's Mercy, ... p. 181 33 Ibid. p. 179 34 Ibid. p. 156 35 Ibid. p. 154-155 36 Ibid. p. 159-167. 37 Ibid. p. 174 38 Ibid. p. 177-178. 39 Ibid. p. 174, 161 40 Ibid p. 155 41 Bong Rin Ro, "Salvation In Asian Contexts", Edited by Ken Gnanakan, Salvation ...p.20 42 N.T. Wright, " Universalism "... p. 702. 43 John Hick, Paul F, Knitter, The Myth of Christian Uniqueness, (London SCM Press, 1988), p. 66 44 Hick proposes his " Copernican revolution in theology" It parallels Copernicus model of the universe: It involves an equally radical transformation in our conception pf the universe of faith and the place of our own religion within it ... (It demands) a paradigm shift from a Christianity centered or Jesus Centered to God-centered model of the universe of faiths. Paul F. Knitter, No Other Name ?, ... p.147. 45 Clark H. Pinnock, " The Metaphor of God Incarnate: Christology in a Pluralist Age by John Hick", Calvin Theological journal, Vol. 29, (Grand Rapids: Calvin Theological Seminary, 1994), p. 580. 46 R.B. Kuiper, For Whom Did Christ Die? (Grand Rapids : Baker Book House, 1982), p. 13. 47 Ibid. h. 14 48 Klass Runia, "The Gospel and Religius Pluralism", Evangelical Review of Theology, vol. 14, IV. 49 Choan Seng Song, The Compassionate God, Maryknoll,NY : Orbis Book, 1982), p. 50 Paul F. Knitter, No Other Name ?, ... p.158 51 Eka Darmaputera, " Inter-Relation Among Religious Groups in Indonesia: Peaceful Co-Existence or Creative Pro-Existence?" in Masikah Benih Tersimpan? Suleeman(ed.), Jakarta: BPK G.M. 1990), h. 32-34. 52 Olaf Schumann, Pemikiran Agama dalam tantangan,(Jakarta Gramedia, 1980), h.57-58 Page 35 Pluralisme: Soteriologi Abu-abu - Stevri Indra Lumintang 53 Rahmat mengakui bahwa teologi Yohanes adalah dipengaruhi oleh pandangan Philo (Hellenistic Jewish Thought ). Dengan referensi bahwa Yesus adalah berasal dari Bapa, diutus Bapa, mengerjakan tugas yang diberikan Bapa, berbicara atas nama Bapa, kembali kepada Bapa, semua ini membuktikan bahwa ia sesungguhnya bukanlah Allah selama di bumi, kecuali sebelum dan setelah ia berada di bumi. Ioanes Rahmat, Kristologi " Anak Manusia " di dalam Injil Yohanes dan Monoteisme Yahudi ", Dalam Kemurahan Allah, Kumpulan Karangan Dalam Rangkah Dies Natalis STT Jakarta ke-60, 1994, h. 60-72. 54 I. Rakhmat, "Serba-serbi Doktrin : Yesus satu-satunya Jalan ", Forum Elektronika Cyber GKI: Seperti air sejuk bagi jiwa yang dagaha ! [email protected] 55 Michael Amaladoss, "Pluralisme Agama-Agama dan Makna Kristus", dalam Wajah Yesus di Asia, diedit oleh R.S. Sugirtharajah, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996), h. 142. 56 B.J. Banawiratma, "Mengembangkan Teologi Agama-Agama", dalam Meretas Jalan Teologi Agama-Agama, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000), h. 43. 57 Ibid. Pengutipan dari artikel ini harus mencantumkan: Dikutip dari http://www.geocities.com/thisisreformed/artikel/pluralisme06.html Page 36