SOTERIOLOGI ABU-ABU - Pdt. Stevri Indra Lumintang

advertisement
Pluralisme: Soteriologi Abu-abu - Stevri Indra Lumintang
TEOLOGI ABU-ABU (Pluralisme Iman)
Oleh: Pdt. Stevri Indra Lumintang, M.Th.
Prakata: Prof. Joseph Tong, Ph.D.
Prakata: Evendy Tobing, M.Div.
Diterbitkan oleh: Departemen Literatur YPPII,
Malang.
Cetakan pertama, 2002.
BAB VII
SOTERILOGI ABU-ABU
(PLURALISME DALAM DOKTRIN
KESELAMATAN)
Sebagaimana yang telah kita ketahui bersama bahwa
soteriologi merupakan doktrin yang mengajarkan mengenai aplikasi
karya penebusan Tuhan Yesus oleh Roh Kudus kepada orang berdosa yang
dipilih Allah untuk menjadi penerima karunia keselamatan secara cumaPage 1 Pluralisme: Soteriologi Abu-abu - Stevri Indra Lumintang
curna. Namun tidak semua ahli memahami sama mengenai soteriologi.
Charles Hodge mendefinisikan demikian luasnya pengertian soteriologi
termasuk rencana keselamatan (predestinasi dan perjanjian.), pribadi dan
karya Yesus dan aplikasi karya tersebut oleh Roh Kudus. William G.T.
Shedd mendefinisikannya lebih sempit, yaitu hanya berkenaan dengan
karya Kristus dan aplikasi keselamatan oleh Roh Kudus.Kaum
oikumenikal mendefinisikan keselamatan dalam pengertian seperti
rumusan Sidang di Bangkok tahun 1973 mengenai Salvation Today, yang
menekankan mengenai keselamatan manusia dari kemiskinan, penindasan
akibat dosa orang lain. Pluralis Indonesia, Sumartana menegaskan hal
yang sama bahwa soteriologi memberi horizon yang lebih konkrit. Ia
merupakan sambungan antara doktrin doktrin dan praksis. Setidaktidakriya, ia merupakan gabungan antara kerangka teoritis yang bisa
mempertemukan doktrin dan etika serta bisa memberikan titik pijak yang
memberi tekanan pada soal etika menjadi penting. Jadi keselamatan
menurut kaum pluralis adalah keselamata manusia dari dehumanisasi.
Karena itu mereka menerjemahkan. Injil dalam kebutuhan sosial (Social
Gospel).
Kaum plulralis telah mengganti inti Injil yang menekankan mengenai
keselamatan spiritual dan kekal kepada konsep keselamatan lahiriah dan
bersifat kekinian semata. Penggantian inti Injil dimulai dari usaha mereka
rnempersoalkan atau menafsirkan ulang mengenai Finalitas keselamatan
Yesus. Secara khusus mereka mereka mempersoalkan mengenai jangkauan
keselamatan tersebut. Sedangkan pembicaraan mengenai jangkauan
penebusan atau keselamatan Yesus itu bertumpu pada pengakuan atau
penyangkalan mengenai universalitas dan partikularitas Yesus.
Pertama-tama, adalah baik untuk memulainya dengan latar belakang
persoalan finalitas Yesus dalam konteks masyarakat majemuk seperti
Indonesia. Tiap-tiap agama memiliki klaim keabsolutan dan kefinalitasan
agamanya masing-masing, demikian juga dengan agama Kristen.
Kefinalitasan Agama Kristen adalah didasarkan pada finalitas Kristus.
Dengan kata lain, finalitas kristus menegaskan finalitas agama Kristen.
Karena - itu, orang kristen mengklaim Yesus Kristus sebagai Tuhan,
penyelamat satu-satunya, bersifat mutlak, unik, eksklusif. Klaim ini
berimplikasi pada pernyataan berikut bahwa tidak ada kebenaran,
Page 2 Pluralisme: Soteriologi Abu-abu - Stevri Indra Lumintang
keselamatan di luar Yesus. Dengan kata lain, orang-orang yang tidak
percaya Yesus atau tidak menjadi Kristen, adalah orang-orang yang tidak
memiliki kebenaran mutlak dan pasti binasa. Klaim inilah yang membuat
telinga orang-orang beragama lain menjadi panas. Klaim ini pula yang
membuat orang beragama lain bersikap sinis dan menutup diri terhadap
kekristenan. Sikap mereka sedemikian negatif, sebenarnya bukan karena
klaim kekristenan tersebut, melainkan karena mereka pun memiliki klaim
tentang finalitas kebenaran agama mereka.
Klaim finalitas keselamatan didalam dan melalui Yesus
memang mendatangkan persoalan dengan agama lain yang harus diatasi.
Namun selain mengatasi persoalan eksteren tersebut, ternyata
dikalangan Kristen sendiri klaim mengenai finalitas keselamatan di dalam
dan melalui Yesus menjadi pokok perdebatan yang sengit. Secara
khusus, persoalan ini diangkat oleh para pemikir Kristen yang dipengaruhi
oleh fakta adanya pluralisme agama dan tuntutan kerukunan
hidup beragama.
Terhadap
kenyataan
ini,
kekristenan
berusaha menghindarkan diri dari antara dua tuduhan yakni subyektivisme
dan sinkritisme. Namun, berkenaan dengan kedua tuduhan ini,
Joseph Tong berkomentar bahwa: "Any positive answer to the questions
above will certainly be accused of being over subjective, and any
negative answer will bring us to a syncritistic spirit without biblical
base."1 - Jawaban positif apa pun di atas, pasti akan dianggap terlalu
subyektif, dan jawaban negatif apa pun akan membawa kita kepada suatu
semangat sinkntis tanpa dasar alkitabiah- Dengan kata lain, bahwa pada
hakekatnya, kekristenan tidak bisa tidak untuk menghindarkan diri dari
dua tuduhan tersebut. Tuduhan subyektivisme dalam hal ini, adalah
biasanya dikemukakan oleh kaum pluralis yang mencap kelompok
Injili sebagai fundamentalis/militan yang menyebabkan konfrontasi
dan konflik dengan agama-agama lain. Di sisi lain. Kaum Injili
yang umumnya menganut pandangan eksklusif menuduh kaum
pluralis sebagai kaum kompromis yang menyebabkan sinkritisme
bahkan penyangkalan
intisari
kekristenan.
Isu
sentral
yang
menyebabkan perbedaan diantara kelompok kristen di atas, ialah bertumpu
pada persoalan mengenai finalitas Yesus. Allen Race Seorang pluralis
dari Inggris mengemukakan tiga bentuk utama sikap kristen
terhadap finalitas Yesus, ialah Kelompok eksklusivisme, Inklusivisme
Page 3 Pluralisme: Soteriologi Abu-abu - Stevri Indra Lumintang
dan Pluralisme.2 Ketiga sikap ini, tidak hanya mengetengahkan
sikap orang Kristen terhadap orang-orang berkeyakinan lain, namun
yang mendasar ialah menyatakan posisi soteriologi yang dianut.
Menurut penulis, bahwa ketiga sikap sekaligus posisi soteriologis di atas
ini, telah mengalami perkembangan yang sangat drastis sehingga muncul
sikap yang terkini yang disebut pluralisme baru, karena sikap ini
menywarkan sikap penyangkalan terhadap agama sendiri, sembari
mengupayakan menciptakan agama baru dengan membangun teologi
agama-agama, teologi global yang menjadi milik bersama semua umat
manusia yang akan bermuara pada pengalaman dialogis dan peleburan
semua agama. Sasaran ini jelas sudah bertentangan dengan pengertian
istilah pluralisme, karena sudah meniadakan kemajemukan dan
menekankan kesatuan.
A. Kelompok Eksklusivisme3 atau Restriktivisme
Pada bagian ini, secara singkat akan disajikan mengenai pandangan
kaum eksklusif mengenai finalitas keselamatan di dalam dan melalui
Tuhan Yesus, dan sejarah singkat pandangan ini, disertai
dengan memperkenalkan beberapa penganut dan ciri khasnya.
1. Pandangan dan sejarah
Posisi eksklusivisme adalah bertolak dari keyakinan bahwa
Yesus Kristus merupakan penyataan final Allah kepada manusia, sebagai
satu-satunya kebenaran dan keselamatan mutlak bagi semua manusia
di dunia tanpa mengenal latar belakang apa pun. Inilah yang
disebut dengan pengertian universalitas Kristus. Biasanya ada dua ayat
Alkitab yang diangkat untuk dijadikan dasar berpijak, yakni pertama
ialah Yohanes 14:6 : " Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada
seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku;"
kedua ialah Kisah Para Rasul 4:12 : "Dan keselamatan tidak ada di
Page 4 Pluralisme: Soteriologi Abu-abu - Stevri Indra Lumintang
dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini
tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita
dapat diselamatkan." Selain itu, karya keselamatan yang dikerjakan
dengan sempurna oleh Kristus, hanya efektif bagi umat pilihan saja. Inilah
yang disebut dengan pengertian partikularitas Kristus. Penulis mengakui
baik universalitas Kristus maupun dan partikularitas Kristus, bahwa
Kristus adalah kebenaran Allah yang final dan sebagai satu-satunya
penyelamat manusia. Karya keselamatan adalah cukup untuk semua orang,
namun keselamatan tersebut hanya efektif bagi umat pilihan saja. Tentu,
pandangan ini adalah pandangan yang paling ticlak disukai oleh kaum
pluralis dan yang tidak disenangi oleh kaum armenianis (umumnya
mengaku diri sebagai kelompok Injili) dan universalis (umumnya sebagai
teolog liberal).
Universalitas dan Partikularitas Kristus yang dipegang kuat
oleh penganut ekskiusivisme, pada umumnya dianut oleh kelompok
Injili yang mengkleim bahwa Tuhan Yesus adalah satu-satunya
jalan keselamatan. Implikasinya ialah mengakui bahwa tidak
ada keselamatan di luar Tuhan Yesus, serta menolak jalan
keselamatan apapun selain jalan keselamatan yang dikerjakan oleh Yesus
saja. Bagi
sebagian
kelompok
Injili,
melandaskan
keeksklusivannya dengan berpijak pada premise Aristoteles yang
mengklaim bahwa kebenaran itu hanya satu, bukan banyak atau plural.
Karena itu, kefinalitasan Yesus Kristus sebagai penyataan clan kebenaran
Allah, juga berimplikasi pada kekristenan, dimana akhirnya muncul
kleim yang menyatakan kebenaran kekristenan sebagai agama yang
final. Lebih jauh lagi, eksklusivisme mempertajam perbedaan
antara penyataan
umum
maupun
penyataan
khusus,
dimana
penyataan umum tidak sama balk arti dan maknanya dengan penyataan
khusus. Penyataan
umum
atau
teologi
natural
tidak
bisa
menghasilkan pengenalan Allah yang menyelamatkan, sedangkan
penyataan khusus merupakan penyataan Allah di dalam dan melalui Tuhan
Yesus Kristus untuk menyelamatkan manusia berdosa. Sehingga
secara tidak langsung menyatakan mengenai kealpahan keselamatan di
luar kekristenan. Hal ini sangat kontras dengan kaum pluralis.
Mereka melihat baik penyataan umum maupun penyataan khusus
Page 5 Pluralisme: Soteriologi Abu-abu - Stevri Indra Lumintang
adalah identik dalam segala arti dan makna. Dengan demikian.
memberi peluang kepada keyakinan mengenai kehadiran Allah di
luar kekristenan.
Pandangan ini telah berakar dalam kekristenan sejak gereja mulamula hingga kini. Untuk itu, sangatlah tepat untuk mengemukakan sekilas
mengenai sejarah pandangan ini :
•
•
•
•
Pada dasarnya, teologi tradisional yang dianut oleh gereja mulamula sampai masa bapak-bapak gereja adalah memegang
posisi eksklusif. Perjanjian Baru clitafsirkan dalam terang
panggilan untuk menerima Yesus Kristus sebagai penyataan Allah
yang tertinggi dan final dalam sejarah. Karena itu, gereja
memberitakan keselamatan dalam Yesus dan menolak kebenaran di
luar kekristenan.
Eksklusivisme abad pertengahan dimotori oleh Roma katolik,
yang berpendapat bahwa " di luar gereja tidak ada keselamatan ".
Namun jauh sebelum itu, sesungguhnya Clement telah
menganut pandangan,
yang
menempatkan
gereja
sebagai
ukuran (eklesiocentrisme), berpendapat bahwa : " Salvation is
obtained in relation to the church, and through baptism one is made a
member of the church."4 - keselamatan diperoleh dalam
hubungannya dengan gereja, melalui baphsan, seseorang menjadi
salah satu anggota gereja.
Eksklusivisme gerakan misi abad 19 yang dipelopori oleh
kaum protestan seperti William Carey yang menekankan bahwa tidak
ada keselamatan di luar Yesus. Maka dengan dijiwai
semangat eksklusivisme dan ditopang oleh Amanat Agung (
Mat.28:18-20), Carey menjadi seorang misionaris di India, dan
akhirnya menjadi pelopor gerakan misi modern sehingga dijuluki
sebagai bapak misi moderen.
Eksklusivisme yang dianut oleh kaum Injili merupakan sikap
yang lahir karena teologi liberal telah merajalela dengan kritik
Alkitabnya yang melahirkan sikap sewenang-wenang terhadap
Alkitab dan yang telah membuahkan pandangan-pandangan yang
bertentangan dengan rumusan ortodoksi yang dianut oleh gereja
mula-mula, dan yang dianut oleh kelompok Injili. Semangat kaum
Page 6 Pluralisme: Soteriologi Abu-abu - Stevri Indra Lumintang
eksklusif dalam menjunjung tinggi pandangannya mengenai finalitas
Yesus sebagai antisipasi sekaligus- tanggapan kepada teologi liberal
adalah mengema sampai pada akhir abad 20. Namun gema itu mulai
hilang seiring dengan lunturnya semangat teologi liberal. Pada akhir
abad ke-20 yang lalu, para penganut eksklusivisme dikejutkan
dengan bangkitnya semangat para penganut inklusivisme dan
pluralisme baru yang tanpa malu-malu dan takut, menyangkal
keunikan dan keabsolutan Kristus. Hal ini tentu mendatangkan keria
keras lagi bagi para teolog yang menganut eksklusivisme.
2. Penganut
Kelompok yang menganut eksklusivisme ini ialah kelompok
Injili konservatif yang percaya bahwa keselamatan hanya ada di dalam dan
melalui Tuhan Yesus saja dan hanya dialami oleh umat pilihan atau yang
beriman saja. Kelompok Injili ini diwakili oleh tokoh-tokoh yang menjadi
penganut sekaligus pelopor pandangan ini, baik para reformator maupun
teolog Injili modern, diantaranya: John Calvin, Jonathan Edwards,
Cornelius van Til, H. Kraemer, J.H. Bavinck, Louis Berkhof, Edward J.
Carnell, Anthony A Hoekema. Donald Guthrie, J.D. Douglas, R.H.
Harrison, Carl F.H. Hendry, Harold J. Ockenga, Bernard L, Ramm, F.F.
Bruce, A.F. Glasser, J.I. Packer, Francis A. Schaeffer, John R.W. Stot,
Billy Graham, Thedore Williams, Bong Rin Ro, Philip Teng, Thomas
Wang, dll.5 Sekalipun belum ada kejelasan dan ketetapan (konsistensi)
mengenai posisi dan warna teologi yang dianut. Hal ini dikarenakan,
gerakan Injil mengalami banyak perubahan baik nama maupun posisi
teologi. Seperti : istilah Injili mulai digunakan pada tahun 1950-an, sebagai
warisan dari fundament Christian. Istilah Injili, kemudian dipopulerkan
oleh Carl F.H. Henry dan Billy Graham melalui majalah " Christianity
Today."6 Istilah Injili terus diperdebatkan oleh pelopor dan penganutnya.
Karena dalam kubu injili terbilang sejumlah aliran teologi yang satu
dengan yang lainnya pun adalah sangat berseberangan dalam beberapa hal,
khususnya kristologi dan soteriologinya. Paling tidak ada dua aliran yang
sangat bertolak belakang dalam tubuh injili yakni reformed dan
Page 7 Pluralisme: Soteriologi Abu-abu - Stevri Indra Lumintang
armenianisme. Kedua kubu ini, diwakili oleh tokoh-tokohnya yang sudah
dikemukakan di atas.
Sebenarnya dari sudut pandang penulis, istilah Injili itu sendiri telah
mengalami pengaburan arti dan makna. Karena seperti yang sudah
disinggung di atas, apakah semua yang bergabung atau yang mendaftarkan
dirinya dalam organisasi Injili atau paling tidak mereka yang menyebutnyebut diri Injili adalah pantas disebut atau diakui sebagai Injili secara
hakiki? Untuk itu, sesungguhnya istilah Injili harus diformulasi ulang.
Formulasi istilah Injili tentu harus bertolak dari posisi kristologis dan
soteriolos yang dipegang. Misalnya kaum Armenian yang mengakui
keselamatan universal, apakah masih disebut Injili? Padahal, pada
umumnya penganut Arminianisme tidak mengakui sikap eksklusif. Seperti
Clark H. Pinnock yang mulanya seorang Reformed menjadi penganut
Armenianisme, yang karena tersandung sendiri dengan ketidaktegaannya
memegang pandangan predestinasi ganda yang menurutnya adalah tidak
sesuai lagi dengan sikap masa kini kepada orang beragama lain, adalah
menolak sikap eksklusif dan merendahkan mereka yang menganut
pandangan keselamatan yang pesimistis (Calvinis). Sekalipun ia mengakui
bahwa keselamatan hanya ada dalam Kristus, dan Kristus
menyelamatkan semua orang. Pinnock sesungguhnya adalah penganut
inklusivisme dengan konsepnya yang inklusif yakni pandangan yang
optimis mengenai keselamatan semua orang dengan bertolak dari kasih
Allah untuk semua orang, tanpa pilih kasih. Dalam pertemuan
tahunan kubuh Injili yang diadakan di San Diego tahun 1989,
Pinnock menyatakan bahwa is percaya I Petrus 3:19-20 mengajarkan
bahwa mereka yang tidak sempat mendengar Injil di sepanjang
kehidupan mereka, akan mendapat satu kesempatan lagi setelah
kematiannya dan akan diselamatkan. Karena itu ia mencela kelompok
Injili yang masih memegang pendekatan tradisional yang sempit terhadap
orang beragama lain.7 Bagian ini akan dibahas lebih jauh dalam
pokok pembahasan inklusivisme.
Karl Barth juga mengaku sebagai penganut eksklusivisme
dengan konsep Neo-Orthodoxnya, apakah masih disebut atau diakui
sebagai anggota Injili tulen ? Memang sebagai tanggapannya terhadap para
ahli liberal, Barth menekankan keabsolutan dari penyataan Allah yang
Page 8 Pluralisme: Soteriologi Abu-abu - Stevri Indra Lumintang
final di dalam dan melalui Tuhan Yesus saja, namun apakah ia
kemudian disebut Injili, dan apakah pandangannya adalah mewakili
kelompok eksklusivisme ? Tentu saja tidak ! Sebab apabila ia menolak
adanya penyataan umumnya, itu sama saja dengan ia menyangkal Kristus
yang mengakui adanya penyataan umum. Maka sekali lagi, Karl
Barth bukanlah salah satu dari kelompok eksklusivisme. Begitu juga
dengan Hendrik Kramer, seorang misionari Belanda di Indonesia, yang
terkenal dengan biblical realism-nya, yang menolak ide teologi natural
atau penyataan umum, sebaliknya menekankan hanya penyataan ilahi
yakni penyataan Allah dalam Alkitab. Sepintas kilas, pandangan
Kramer adalah berbeda dengan Barth, namun sesungguhnya adalah sama
saja yakni
menolak
penyataan
Allah
secara
umum
yang
diakui keberadaannya oleh Alkitab, yang memang penyataan tersebut
tidak mendatangkan
penyelamatan,
melainkan
menjadi
wadah
penyataan khusus, yang menyelamatkan.
3. Ciri Khas
Yang menjadi ciri khas orang kristen Injili ialah menerima
Alkitab yang diilhamkan sebagai penggarisan ilahi untuk iman dan
kehidupan.8 Alkitab, tidak bersalah dan tidak mungkin gagal. Boeker
mengungkapkan beberapa pokok dasar iman kristen yang dipegang oleh
kaum Injili ialah :
1). Tidak ada Allah lain, kecuali Allah Tritunggal, 2). Seluruh Alkitab
dan hanya itu adalah kebenaran yang mutlak, 3). Yesus Kristus adalah
Juru Selamat dunia satu-satunya, 4). Setiap manusia di dunia adalah
berdosa, terpisah dari Allah dan menuju kebinasaan, 5). Keselamatan
merupakan pemberian anugerah Allah dan tidak dapat dikerjakan sendiri,
6). Keselamatan hanya diterima oleh pribadi yang bertobat dan
percaya kepada Tuhan Yesus Kristus, 7). Orang Kristen harus hidup
dalam kekudusan, 8). Barangsiapa yang tidak percaya kepada Tuhan
Yesus Kristus akan dihakimi pada kedatanganNya yang kedua dan
Page 9 Pluralisme: Soteriologi Abu-abu - Stevri Indra Lumintang
akan menderita kebinasaan kekal, 9). Tugas utama dalam dunia untuk
gereja ialah memanggil orang agar bertobat, percaya dan menjadi murid
Tuhan Yesus Kristus.9
Dari beberapa pokok dasar iman kristen yang dipegang
oleh kelompok Injili di atas, maka nampaklah bahwa mereka
menekankan Finalitas Yesus. Bahwa Yesus adalah satu-satunya
mediator keselamatan(I Tim.2:5), Yesus adalah Anak Tunggal Allah (Yoh.
1:14), Tidak ada nama lain yang olehnya manusia dapat diselamatkan
(Kisah. 2:12). Jadi tidak ada keselamatan di luar Yesus, Alkitab
adalah kebenaran mutlak, di luar Kekristenan tidak ada kebenaran mutlak
dan tidak ada keselamatan. Pernyataan terakhir ini disoroti oleh
Aritonang, dan berkata Bahwa "ada kalangan Injili mengidentikkan Yesus
Kristus dengan kekristenan, sehingga berpendapat Bahwa di luar
agama kristen/gereja tidak ada keselamatan".10 Namun pendapat Aritonang
ini dapat dijawab dengan mudah melalui tinjauan filosofis-teologis yang
dikemukakan oleh Joseph Tong bahwa :
Kekristenan mengklaim Bahwa Kekristenan adalah hasil dari
pada pekerjaan Allah di dalam penyataanNya melalaui Anak-Nya
Yesus Kristus. Jadi asal usul Kekristenan adalah dikaitkan dengan
penyataan diri Allah. Pengakuan iman kita kepada Kristus adalah hasil
Kekristenan. Bukan anal-usul Kekristenan... Kekristenan tidak berasal dari
yang lain selain penyataan Allah. Itu bukan semata-mata penyataan umum,
seperti yang terlihat dalam anugerah umum-Nya, melainkan penyataan
khusus yang nampak dalam kedatangan Anak-Nya Yesus Kristus kepada
kita. Inilah alasannya mengapa Kekristenan adalah bukan suatu agama
yang berkembang... model terkini namun dengan penuh kebenaran
menegaskan iman kita kepada satu-satunya Penyelamat, yang telah
memanggil kita untuk menjadi suatu komunitas orang Kristen yang
berbeda. Kita dengan berani harus mengaku iman kita adalah disebut
Kekristenan. ...11
Jadi, finalitas kristus adalah identik dengan finalitas kekristenan, karena
tidak ada kekristenan tanpa Kristus yang adalah penyataan final Allah.
Karena itu, tidaklah disalahkan bahwa kekristenan adalah agama yang
mutlak, dan sebagai agen misi keselamatan Allah yang mutlak di dunia.
Page 10 Pluralisme: Soteriologi Abu-abu - Stevri Indra Lumintang
Sikap ini merupakan respons yang tegas terhadap konsep yang sekarang
dipegang oleh DGD mengenai misi Allah yang tidak hanya melulu
mengakui gereja sebagai agen misi Allah untuk dunia (God-Church-World
sequence), melainkan Allah secara langsung dan mengakui bahwa dunia
sebagai agen misi Allah untuk gereja (God-World-Church sequence).
Kaum pluralis, pada umumnya tidak mengakui apabila gereja dijadikan
agen tunggal misi Allah. Karena bagi mereka Allah bekerja tanpa batasbatas apapuh. Kerajaan Allah artinya Allah memerintah dunia secara
langsung tanpa perantaraan gereja.
B. Kelompok Inklusivisme
Berkenaan
dengan
istilah
"Inklusivisme",
Pinnoch
mengatakan bahwa: "I refer to the view upholding Christ as the Savior of
humanity but also affirming God's saving presence in the wider world and
in other religions." 12 - Saya menunjuk kepada pandangan
yang membenarkan atau menegakkan Kristus sebagai penyelamat
manusia juga menegaskan kehadiran keselamatan Allah dalam dunia yang
lebih luas dan. di dalam agama-agama lain. Posisi Inklusivisme
merupakan perkembangan dari posisi universalisme. Sejak tahun 1960-an
Universalisme berkembang luas dan mengalami banyak perubahan yang
disesuaikan dengan konteks budaya clan trend-trend teologis yang muncul
pada masa kini. Salah satu trand teologis yakni berkenaan dengan sikap
agama kristen terhadap agama-agama lain dalam konteks masyarakat
majemuk ialah inklusivisme. Seiring dengan perialanan sejarah gereja,
maka inklusivisme sudah berakar dan mengalami perkembangan, sehingga
menjadi banyak variasi. Namun penulis mengidentifikasikan inklusivisme
ini dalam beberapa aliran, yaitu :
•
Universalisme Liberal ialah percaya bahwa Yesus mati untuk
semua prang, Yesus menyelamatkan semua orang tanpa
kecuali. Pandangan ini clikenal sebagai pandangan universalisme
Page 11 Pluralisme: Soteriologi Abu-abu - Stevri Indra Lumintang
•
•
klasik. Pandangan ini telah berkembang sangat luas clan semakin
jauh dari Alkitab. Universalisme Liberal ini sama dengan
universalisme Kristus yang dianut oleh pada umumnya teolog liberal.
Inklusivisme yang Kristo-centric ialah semua manusia
diselamatkan oleh Allah melalui Kristus, dan Kristus ada di semua
agama dan budaya. Sekalipun orang yang bukan kristen tidak
menyadari bahwa ia telah mempercayai Kristus di dalam agamanya,
atau sekalipun mereka tetap memeluk agama mereka, tanpa
harus menjadi kristen. Pandangan ini.menegaskan bahwa Yesus
Kristus sebagai pusat keselamatan, pusat sejarah keselamatan,
sekalipun Kristus yang demikian tidak harus dijumpai di Alkitab.
Pandangan ini sama dengan universalisme Kristus, sebagai
perkembangan
dari Universalisme liberal (klasik). Pandangan ini biasanya
dianut oleh kaum pluralis katolik.
Inklusivisme
yang
universalis
:
Keselamatan
adalah
ditawarkan kepada semua orang. Karena Allah mengasihi semua
orang tanpa kecuali. Semua orang pasti menerima keselamatan
melalui iman kepada Allah, bahkan orang yang belum diinjili dan
telah meninggal
bisa
memperoleh
kesempatan
untuk
diselamatkan. Pandangan ini biasanya dianut oleh kelompok Injili
yang beraliran teologi arminianisme, seperti Clark H. Pinnock.
Namun, sesungguhnya, baik universalisme liberal dan inklusivisme
yang kristo-centric, maupun inklusivisme yang partikularis, semuanya
pada hakekatnya adalah sangat dekat dengan pluralisme. Karena memiliki
sikap menerima semua bentuk dan hasil penafsiran tentang iman dalam
gereja dan semua kebenaran Allah yang ada di luar kekristenan selain itu.
Carson menulis bahwa inklusivisme inklusivisme adalah tidak lebih
dari pluralisme, karena keduanya memegang satu paket posisi yang
tidak dapat dipisahkan.(Carson, 1996:279) Perbedaan keduanya, baik
pluralisme dan inklusivisme adalah tidak berarti, kecuali hanya berkenaan
dengan sikap
yang
lembut
dan
keras
terhadap
penganut
eksklusivisme. Pluralisme dikenal dengan posisi yang keras menentang
Page 12 Pluralisme: Soteriologi Abu-abu - Stevri Indra Lumintang
posisi eksklusivisme, sedangkan inklusivisme dikenal dengan posisinya
yang masih lembut. Posisi yang lembut inilah yang mulai
mempengaruhi teolog-teolog Injil untuk menyusun ulang posisinya
menjadi inklusivisme dengan dalil modifikasi, seperti Clark Pinnock.
Berikut ini, penulis ingin menyajikan lebih jauh mengenai masingmasing pandangan yang terbilang dalam kubu inklusivisme,
diawali dengan pandangan liberal dengan posisi universalismenya.
1. Universalisme yang Liberal
Universalisme dibangun di atas dua dasar teologia Kristen,
yaitu pertama, pemikiran biblikal baik Perjanjian Lama maupun
Perjanjian Baru, bahwa maksud Allah tidak dibatasi hanya pada satu
bangsa atau suku bangsa saja, tetapi seluruh dunia;13 kedua, keyakinan
bahwa semua manusia, tanpa kecuali, akan diselamatkan. Keyakinan
ini dipengaruhi oleh beberapa tokoh gereja. Tokoh pertama
sebagai pencetus universalisme ialah Clement dari Aleksandria
yang mengajarkan
bahwa
pada
akhirnya
semua
manusia
14
Tokoh kedua yaitu Origenes sebagai murid
akan diselamatkan.
Clement, berkata : "God would eventually restore the entire created
order, including satan himself ".15 Tokoh ketiga, yaitu Agustinus
yang mengajarkan bahwa semua manusia diselamatkan oleh kasih Allah
yang berdaulat. Pandangan Agustinus ini, memang banyak dikutip
secara keliru. Karena bertolak dari ajarannya tentang predestinasi,
maka sesungguhnya, Agustinus tidak mengajarkan konsep keselamatan
yang bersifat universal. Pinnock-lah salah satu teolog Armemanis yang
salah menilai pikiran Agustinus.16 Namun untuk tokoh yang keempat ini,
yaitu F. Schleiermacher (1768-1834) sebagai bapak teolog liberal modern,
adalah benar-benar penganut dan pencetus ajaran keselamatan yang
bersifat universal (Universalisme), bahwa semua orang pasti selamat. Hal
ini terbukti dengan pendapatnya yang berbunyi bahwa : "God's Mercy and
love will not send anyone into eternal hell."17 - Kemurahan dari kasih
Allah tidak akan mengirim seorang pun masuk ke neraka yang kekal.
Lebih jauh ia menjelaskan bahwa : " i. That the sovereign love of God is
bound to save all eventually, and ii. That heaven would be spoilt if its
inhabitants were forced to witness the eternal sufferings of the demned."18
Page 13 Pluralisme: Soteriologi Abu-abu - Stevri Indra Lumintang
- i.Sesungguhnya kasih Allah yang berdaulat adalah lompatan untuk
menyelamatkan semua orang, dari Surga akan dirusak apabila
penghuninya didorong untuk menyaksikan mengenai penderitaan kekal
dari orang-orang yang dihukum. Jadi pada intinya, kasih Allah
memungkinkan kematian Yesus adalah untuk menyelamatkan semua
orang tanpa kecuali dan secara otomatis semua orang telah diselamatkan,
Allah yang maha kasih tidak akan menyediakan hukuman kekal kepada
manusia. Pandangan ini berimplikasi dalam bidang misi, dimana orang
akan bersikap pasif karena misi kristen tidak lagi berkaitan dengan misi
Yesus yang menyelamatkan.
2. Inklusivisme yang Kristo-centric
Memang, seperti yang telah dikemukakan sebelumnya,
bahwa Universalisme liberal adalah sama dengan Universalisme
Kristus. Kendatipun pandangan ini tidak menyebut dirinya pluralisme
namun sesungguhnya pandangan ini sangat dekat dengan pluralisme, atau
paling tidak, pandangan ini adalah menjadi pendukung atau
penyebab bangkitnya Pluralisme.19 Selain Universalisme liberal, masih ada
satu bentuk Universalisme Kristus, yakni Inklusivisme yang kristo-centric.
Kristo-centris didefinisikan oleh Coward sebagai "pendekatan terhadap
agama-agama lain berdasarkan Kristologi yang menganggap bahwa Yesus
Kristus adalah penjelmaan Allah yang unik. Yesus Kristus adalah wahyu
yang universal untuk seluruh umat manusia".20 Kristus dipercayai sebagai
pusat dari semua agama. Kristus bisa ada di semua agama, dan atau kristus
yang ada di semua agama berpusat pada Kristus dalam agama kristen.
Kelompok ini biasanya dianut oleh para teolog gereja Katolik.
Padahal sebelumnya, katolik adalah bersikap eksklusif dengan
pandangannya yang menyatakan bahwa di luar gereja tidak ada
keselamatan. Namun Gereja Katolik berubah posisi menjadi inklusif sejak
konsili Vatikan II - 1963-1965, dan memutuskan bahwa: Kebenaran bukan
hanya milik orang kristen melainkan juga milik semua orang, semua
agama apa pun. Sejak saat itu, mereka menganut pluralisme. Kelompok ini
diprakarsai oleh Karl Rahner, Hans Kung, kemudian ditumbuhPage 14 Pluralisme: Soteriologi Abu-abu - Stevri Indra Lumintang
kembangkan oleh M.M. Thomas, Raymundo Panikkar, dan Stanley
Samartha dari India; D.T. Niles dan anaknya Norman Niles dari Sri Lanka,
serta Kosuke Koyama dari Jepang. Karl Rahner merusak tradisi Katolik
yang eksklusif dengan mengusulkan konsep " anonymous Christians "
(orang kristen tanpa nama), yaitu orang-orang beragama lain, yang tidak
memakai nama Kristus, namun memiliki keselamatan di dalam Allah.21
Kemungkinan keselamatan universal secara ontologis berdasarkan
tindakan kreatif Allah dan secara historis dihadirkan dalam peristiwa
Yesus".22 Karena itu, ia berpendapat : "orang kristen harus dihidupkan
oleh suatu Heilsoptimismus, yaitu berpikir secara optimis mengenai
kemungkinan keselamatan di luar kekristenan ".23 Dalam agamaagama lainpun Kristus hadir, hanya jalan yang lebih baik adalah
melalui "gereja." Pandangan Rahner ini diulas oleh Viktor Tanja
untuk menegaskan mengenai sikap inklusif dengan pendekatan
kristocentris, bahwa : Pekabaran Injil haruslah menjadi usaha untuk
menyadarkan orang-orang beragama lain tentang hadirnya Kristus di
tengah mereka, bukan mempertobatkan mereka.24 Hans Kung adalah
teolog Katolik, yang diangkat oleh Paus Yohanes tahun 1962 sebagai
penasehat teologi resmi dari konsili Vatikan II. Karena itu, ia dikenal
sebaga pemimpin teolog dalam konsili Vatikan II. Dialah teolog Katolik
yang menghargai
agama-agama
lain.
Menurut
dia
bahwa
keselamatan adalah melalui agama-agama dunia dan keselamatan melalui
gereja. Namun Kristus adalah pemenuhan bagi semua agama-agama nonkristen walaupun dengan cara terselubung.25 Raymundo Panikkar ( Teolog
Asia dari Gereja Katolik ) : Kristus adalah satu-satunya pengantara, tetapi
bukan monopoli orang kristen saja. Karena ia hadir dan bekeria dalam
setiap agama secara terselubung (The Unknown Christ - Kristus yang tidak
dikenal). 26 Semua agama memiliki penyataan yang berasal dari sumber
yang sama, yaitu Kristus. Namun yang dia maksudkan ialah kristus yang
dikenal sebagai Rama, Krisna, Isvara, Purnsha, Fathagata.27 D.T.
Niles:"Orang yang menolak Yesus akan diselamatkan pada akhirnya,
karena itu baginya pertanyaan yang berbunyi "Will all men be saved?"28
apakah semua orang akan diselamatkan? adalah tidak patut untuk
dijawab.
Mereka mengakui bahwa keselamatan hanya dapat diperoleh melalui
Yesus Kristus. Namun, yang mereka maksudkan dengan istilah Kristus
Page 15 Pluralisme: Soteriologi Abu-abu - Stevri Indra Lumintang
ialah Kristus yang hadir di dalam semua agama di luar kekristenan.29
Begitu juga dengan pemahamah mereka mengenai Pneumatologi, bahwa
Roh Kudus bekerja di seluruh dunia, dan Roh Kudus ada di dalam sernua
agama yang ada di dunia ini.30 Pandangan mereka adalah lebih tajam
dibandingkan dengan pandangan Universalisme Liberal.
3. Inklusivisme yang Universalistis
Sebagian kelompok Injili bereaksi terhadap celaan kelompok pluralis
yang mengatakan bahwa kelompok Injili berkenaan dengan sikapnya
kepada agama-agama lain adalah sempit dan tertutup. Bahkan mereka
menambahkan bahwa dengan berpegang pada teologi tradisional atau
orthodoks, kaum Injili bersikap angku dan memandang rendah orang yang
beragama lain. Salah seorang yang mengakui diri sebagai bagian dari
kelompok Injili, yang bereaksi terhadap komentar kaum pluralis di atas
ialah Clark Pinnock. la merubah posisi teologi reformednya menjadi antireformed dengan memeluk erat pandangan armenianisme, bahkan lebih
ekstrim dari J. Armenius dan pengikutnya. Ia mencetuskan mengenai
konsep keselarnatan yang inklusif yaitu keselamatan adalah untuk semua
orang, dimana setiap orang pasti diselamatkan oleh Allah karena kasihNya. Dalam hal ini, Pinnock sangat yakin bahwa semua orang pasti
diselamatkan (optimistic particularism), bahkan dengan orang-orang yang
tidak diinjili dan bayi-bayi yang telah meninggal sekalipun. Pandangannya
ini sama dengan padangan Heilsoptimismus-nya Rahner bahwa orang
kristen harus
berpikir
secara
optimis
mengenai
adanya
kemungkinan keselamatan di luar kekristenan. Pandanganya yang
demikian disajikannya dalam pertemuan tahunan kelompok Injili di San
Diego tahun 1989. Pada kesempatan itu, Pinnock meminjam
celaan kelompok pluralis yang mencela sikap kelompok Injili terhadap
orang yang berlainan iman. Baginya; sikap kelompok Injili adalah
sempit, karena masih memegang pendekatan tradisional atau
orthodoks. Karena itu beliau menyarankan untuk mengubah sikap
seperti sikapnya yang terbuka bahwa keselamatan dengan pasti
Page 16 Pluralisme: Soteriologi Abu-abu - Stevri Indra Lumintang
ditawarkan untuk semua orang dan semua orang pasti akan menerima
keselamatan tersebut. Namun keselamatan tersebut adalah harus diterima
dengan iman kepada Yesus Kristus dan atau kepada Allah Bapa.31 Dalam
hal ini, penulis tidak bisa mengidentifikasin dengan pasti posisi
Pinnock. Kemungkinan besar Pinnock memegang dua posisi sekaligus
yakni inklusivisme
yang
partikularis
dan
atau
inklusivisme
yang universalis. Ada kemungkinan juga, Pinnock mengabungkan
dua pendekatan yakni pendekatan theo-centric maupun Kristo-centric.
Dalam bukunya A Wideness in God's Mercy, Kita akan
bertemu dengan pandangannya yang sudah sempat dikemukakan sedikit
di atas. Untuk lebih mengenal posisi Pinnock, maka terlebih dahulu, kita
menemukan dasar-dasar filosofis dan teologis posisi Pinnock. Pada bagian
akhir bukunya, beliau menegaskan ulang posisinya dengan menulis bahwa
Posisi saya ialah mengakui Allah bekerja diantara semua bangsa clan
agama. Agar supaya posisinya ini berjalan mulus, maka ia menolak
doktrin-doktrin yang mendasar seperti doktrin Allah Tritunggal,
Kristologi. Baginya doktrin-doktrin ini harus ditanggalkan supaya
mengakui bahwa Allah bekerja diantara orang-orang yang berkeyakinan
lain. Dalam hal ini, ia menyetujui para pluralis mengenai keharusan
berhadapan dengan klaim agama yang berbedabecla clan ikut serta dalam
perjumpaan untuk mencari kebenaran dengan orang-orang yang
berkeyakinan lain.32 Posisinya ini tentu tidak bertentangan dengan posisi
Injili yang mengakui bahwa Allah bekeria tanpa batasan apa pun.
Karena semua ciptaan-Nya berada dalam arena kerajaan-Nya. Posisinya
ini benar apabila disoroti secara misiologis, bahwa misi Allah
adalah bersifat inklusif, yaitu untuk menjangkau semua orang pilihan
tanpa mengenal latar belakang agama sekalipun. Hanya kesalahannya
ialah menyetujui pendekatan kaum pluralis dalam hal mencari kebenaran
melalui perjumpaan dalam konteks dialog dengan orang-orang yang ticlak
seiman. Itu berarti Pinnock bersama dengan kaum pluralis mengakui
adanya kebenaran mutlak selain kebenaran Alkitab. Itu berarti juga,
mereka mengakui adanya keselamatan di luar Kristus. Hal ini semakin
jelas, pada waktu ia harus membuang doktrin Allah Tritunggal
dan Kristologi khususnya supaya tidak menghambat keyakinan
dan ajarannya mengenai karya Allah diantara orang-orang non
kristen. Dalam hal ini, Pinnock membuang jati diri Kekristenan
Page 17 Pluralisme: Soteriologi Abu-abu - Stevri Indra Lumintang
yang bertumpu pada doktrin Kristologi. Itu berarti, Pinnock
melihat kekristenan sebagai agama tanpa keunikan, keyakinan kekristenan
tanpa harapan, ajaran kristen tanpa masa depan. Mengapa Pinnock sampai
hati menolak keunikan Kekristenan yang bersumber pada Kristus ?
Ternyata, Pinnock mengakui bahwa Injil yang ada Firman Allah tersebut
telah pergi keluar ke seluruh clunia dalam bentuk penyataan umum.
Namun ditambahkannya lagi bahwa Firman Allah tersebut tidak sama kuat
dengan terang yang bersinar dari Injil Yesus Kristus. Dan orang yang
dalam kondisi rohani apapun tidak akan mencegah ia untuk masuk ke
dalam terang tersebut. Dalam hal ini, Pinnock mengidentikkan Injil yang
ditulis dalam kitab Injil sebagai Firman Allah dengan penyataan umum.33
Di sinilah ketidak-sesuaian atau ketidak-samaan Pinnock dengan Alkitab,
karena beliau menolak Alkitab yang mengajarkan perbedaan penyataan
umum (Nature Theology) yang tidak menyelamatkan clan penyataan
khusus (Alkitab) yang menuntun orang kepada keselamatan dalam Yesus
yang diajarkan oleh Alkitab sendiri.
Posisi Pinnock nampaknya seperti posisi kaum universalis,
namun Pinnock
menolak
universalisme
yang
mengusulkan
mengenai keselamatan yang bersifat universal. Bagi Pinnock,
Universalisme merupakan persoalan yang besar, karena dua alasan
teologis dan filosofisnya, yaitu Pertama, bahwa dalam Alkitab terdapat
banyak peringatan terhadap penghakiman ilahi yang dijatuhkan kepada
orang-orang yang masa bodoh. Peringatan itu adalah sangat mungkin
untuk ditolak. Contohnya ialah, Yesus berbicara mengenai dosa yang
tidak dapat diampuni, mengindikasikan bahwa orang tersebut berada di
luar kerajaan Allah (Markus 3:28-30); Tetapi jikalau kamu semua
tidak bertobat, kamu semua akan binasa atas cara demikian (Lukas
13:5). Kedua, alasan filosofisnya, bahwa secara alamiah seseorang
dapat dengan bebas untuk menerima atau menolak Allah. Hubungan
manusia dengan Allah adalah dipilih oleh manusia itu sendiri. Allah
tidak bermaksud untuk menghukum seorang pun, tetapi seseorang
dapat memilih untuk menolak Allah.34 Alasan pertama, tentu adalah
sesuai dengan ajaran Alkitab. Namun alasan kedua, tentu
sangat berseberangan dengan Alkitab, kecuali dengan Arminianisme.
Alasan kedua, merupakan alasan yang tidak ditemukan dalam Alkitab.
Karena Allah Alkitab tidak pernah diperlakukan sebagai barang pilihan
Page 18 Pluralisme: Soteriologi Abu-abu - Stevri Indra Lumintang
manusia. Dalam hal ini, Pinnoch bersama dengan teman temannya
armenianis menempatkan Allah sebagai yang ticlak berdaulat, tidak
berdaya dalam menyelamatkan manusia. Karena ternyata keselamatan itu
adalah hasil pilihan manusia, bukan anugerah atau pemberian Allah
semata. Dan kalau keselamatan itu merupakan hasil pilihan manusia, maka
sudah pasti keselamatan itu bisa dibatalkan (murtad) oleh manusia itu
sendiri. Itu berarti kematian Yesus di atas kayu salib adalah tidak efektif,
tidak berarti. Karena, kematian Yesus di salib menjadi berarti hanya
apabila seseorang percaya kepadaNya, itu pun masih belum pasti sebab
bisa saja is meninggalkanNya. Ajaran ini jelas-jelas merupakan ajaran
agama rakyat (Folk Religion) yang tidak mengenal penyataan khusus dan
anugerah khusus Allah di dalam dan melalui Tuhan Yesus yang ditulis
dalam Alkitab.
Alasan pertama dan kedua Pinnock rnenolak universalisme ini,
juga menjadi alasannya untuk menolak ajaran Calvin mengenai penebusan
terbatas atau predestinasi ganda. (limited atonemen) dan ketekunan orang
kudus (perseverance of the true believers).35 Pinnock menolak ajaran
Calvin tersebut dengan argumentasi mengenai keselamatan yang pasti
untuk semua orang (the optmism of salvation) yang katanya berdasarkan
pada Lukas 13:29, Matius 12:41-42, 25:31-46, yang jelas-jelas disalahtafsirkan oleh Pinnock. Sesungguhnya argumentasi optmism of salvationnya Pinnock adalah menghancurkan argumentasinya sendiri tentang
keberatannya terhadap universalisme. Karena kepastian keselamatan
semua orang adalah berbenturan dengan fakta adanya peringatan Tuhan
mengenai kebinasaan yang pasti juga dialami oleh mereka yang menolak
keselamatan Allah.
Pandangan Pinnock yang demikian berbeda dengan pandangan
teman-temannya yang Injili, pasti mendapat tanggapan yang hangat,
khususnya berkenaan dengan beberapa pertanyaan. Untuk itu, ia
kemudian mengantisipasinya
dengan
memberikan
argumentasiargumentasi sebagai jawabannya atas pertanyaan-pertanyaan yang pasti
muncul sebagai implikasi pandangannya.
Apabila semua orang pasti memiliki kesempatan untuk memperoleh
jalan masuk kepada keselamatan, maka apakah orang-orang yang telah
mati pun masih mendapat. kesempatan itu ? Pinnock menjawab bahwa
Page 19 Pluralisme: Soteriologi Abu-abu - Stevri Indra Lumintang
orang yang sudah meninggal namun belum percaya karena belum
mendengar Injil, masih tersedia kesempatan untuk menerima Yesus.
Jawaban ini didasarkan pada kemurahan Allah yang luas jangkauannya.
Untuk itu, orang-orang yang dalam kondisi demikian mendapat
kesempatan untuk diselamatkan pada waktu penghakiman akhir nanti.
Pinnock menggunakan dua referensi untuk memperkuat jawabannya ini.
Pertama mengutip pendapat Thomas Aquinas yang berpendapat bahwa
seseorang bisa bertobat pada waktu ia menghadapi penghakiman akhir,
maka pengampunan adalah berlaku atasnya. Kedua, ia mengaskan bahwa
Allah tidak menghendaki kebinasaan orang-orang jahat, melainkan
keselamatan.
Apakah orang yang tidak diinjili beroleh keselamatan ?
Jawaban Pinnock ialah ya, melalui penyataan umum. Jawaban ini,
tentu tidak asing lagi, karena sudah sempat disinggung di
bagian sebelumnya, dimana Pinnock mengakui bahwa penyataan
umum adalah sumber keselamatan juga, sekalipun terang dari
penyataan umum
tidak
seterang
penyataan
khusus.
Namun
kendatipun demikian, penyataan umum sangat menjanjikan sebagai jalan
masuk manusia kepada keselamatan Allah. Dalam hal ini, Pinnock
juga adalah penganut Natural Theologi yang digandrungi oleh
pada umumnya para scholastik dan teolog liberal. Ada enam
alasan Pinnock mengenai keselamatan bagi orang-orang yang tidak
diinjili.36
•
Pertama ialah Bertolak dari Ibrani 11:6, bahwa " tanpa iman, tidaklah
mungkin seseorang berkenan kepada Allah. Karena seseorang yang
datang kepada-Nya harus percaya bahwa Ia ada dan bahwa la
membalas mereka yang bersungguh-sungguh mencari Dia". Menurut
Pinnock bahwa penulis kitab Ibrani menjelaskan mengenai orang
yang diselamatkan oleh iman, bukan oleh pengetahuan terlebih
clahulu. Contohnya ialah Abraham dan Pagan Believer seperti Ayub
memiliki iman sekalipun pengetahuan mereka tentang Allah adalah
sangat terbatas. Bagi Pinnock, apa yang dicari Allah pada
Abraham ialah iman. Argumentasi Pinnock ini jelas-jelas
adalah keselamatan
bersyarat
yang
digandrungi
oleh
Page 20 Pluralisme: Soteriologi Abu-abu - Stevri Indra Lumintang
penganut Arminianisme yang percaya bahwa Allah mencari orang
yang mencari Allah (Allah memilih orang yang bakal memilih
Dia). Selain itu, Pinnock lupa bahwa Abraham telah mengenal
Allah lebih dahulu melalui penyataan Allah dalam konteks
panggilan Abraham (Kej. 12:1-3), kemudian melahirkan iman
yang dibuktikan dengan ketaatannya pada panggilan Allah (ayat
4). Itu pun seirama dengan ajaran PB, bahwa - iman timbul
dari pendengaran akan Injil (Rm. 10:17). Hal ini tentunya dilihat dari
sisi manusia.
•
Kedua, Orang-orang Kafir yang hidup kudus (Holy Pagans) seperti
Habel, Nuh, Henok, Ayub clan Yitro, bahkan ratu negeri Sheba clan
Kornelius dalam Perjanjian Baru sekalipun adalah diselamatkan oleh
karena iman. Nama-nama yang didaftarkan oleh Pinnock sebagai
orang-orang kafir yang hidup kudus, masih harus dibuktikan, bahwa
apakah mereka benar-benar kafir. Karena kenyataannya Alkitab
melaporkan bahwa mereka percaya kepada Allah. Selain itu, namanama tersebut tidak bisa disejajarkan dengan nama-nama orang
kudus masa kini yang tidak percaya kepada Yesus Kristus, yaitu
orang-orang saleh yang menganut agama lain, yang jelas-jelas tidak
percaya kepada Tuhan Yesus. Hal ini bertentangan dengan Efesus
2:8-10, bahwa perbuatan baik bukanlah dasar keselamatan,
melainkan iman. Perbuatan baik adalah buah dari keselamatan. Jadi
perbuatan baik, kesalehan orang-orang non-kristen di mata Alkitab
adalah tidak menyelamatkan dan bagaikan kain kotor.
•
Ketiga,
Orang-orang
yang
tanpa
mengaku
Kristus
sebagai penyelamat seperti orang-orang Yahudi sebelum kelahiran
Yesus (Pre-Messianis) adalah diselamatkan. Keselamatan orangorang Yahudi yang ada sebelum Pribadi ketua Allah
Tritunggal berinkarnasi, tidak bisa dijadikan dasar -untuk
membangun konsep keselamatan bagi orang-orang setelah Inkarnasi.
Page 21 Pluralisme: Soteriologi Abu-abu - Stevri Indra Lumintang
•
Keempat, perumpamaan Yesus mengenai orang-orang yang
tidak diinjili namun melakukan perbuatan yang baik, merekalah
yang diselamatkan pada saat penghakiman nanti (Matius
25:40). Penghakiman akhir nanti tidaklah merubah kesaksian
Alkitab. Karena orang yang tidak percaya kepada Kristus dihakimi
untuk menegaskan hukuman yang diterimanya, sedangkan
orang percaya, tidak akan mengalami lagi penghakiman, karena
Kristus sudah menjadi pembelanya tatkala ia percaya, dimana
karya Kristus di kayu salib diaplikasikan oleh Roh Kudus kepadanya.
•
Kelima, Kornelius sebagai the Pagan saint adalah telah
menjadi percaya kepada Allah sebelum ia menjadi seorang
Kristen. Terhadap
argumen
Pinnock
yang
kelima
ini,
sesungguhnya Pinnock meniru kecenderungan hermeneutika kaum
pluralis yang sengaja menegankan teks-teks Alkitab yang
mendukung posisi mereka dan sengaja menyembunyikan teks-teks
Alkitab yang bertentangan dengan posisi mereka. Seperti Kornelius
yang adalah the Pagan saint, Lukas memaksudkan bahwa
Petrus menyadari bahwa keselamatan yang dikerjakan oleh Yesus
di kayu salib, bukan hanya monopoli orang Yahudi, melainkan
juga untuk
orang-orang
di
luar
Yahudi.
Kisah
Para
Rasul memberitakan konsep keselamatan yang baru sifatnya,
yaitu keselamatan yang melampaui batas-batas budaya, etnik, ras
dan bangsa. Selain itu, keselamatan Kornelius adalah terjadi
setelah ia percaya kepada Yesus yang diberitakan oleh Petrus
dan dibaptis (lihat Kisah 10:34-48), bukan pada waktu is hidup
saleh dan bukan pada waktu Tuhan mendengar doa (ayt.l-8). Karena
itulah Tuhan menyuruh untuk menjemput Petrus dengan
maksud memberitakan Firman Yesus.
•
Keenam, yaitu bayi-bayi yang meninggal, yang
mempunyai kemampuan untuk meresponi Injil adalah
tidak
besar
Page 22 Pluralisme: Soteriologi Abu-abu - Stevri Indra Lumintang
kemungkinan seperti pendapat umum ialah mereka diselamatkan.
Pertanyaan berikut ialah apakah orang yang sudah diinjili
namun menolak Injil adalah pasti binasa ? Menurut Pinnock adalah
tidak. Sebab kemungkinan besar cara pengkomunikasian Injil adalah
tidak cukup sehingga mereka memahami Yesus dalam pengertian
yang lain, seperti orang Islam menangkap Yesus yang diberitakan
adalah dikaitkan dengan gerakan Zionisme. Sehingga, apabila
mereka tidak percaya, maka itu bukanlah kesalahan mereka. Karena
itu, keselamatan mereka diidentikan dengan keselamatan yang
dialami oleh orang-orang percaya kepada Allah sebelum kedatangan
Kristus. Mereka adalah orang-orang yang tidak mampu melihat
Yesus sebagai pengenapan yang layak dari penyataan yang mereka
telah ketahui. Mungkin banyak orang yang memiliki iman yang
benar yang tidak sampai menemukan Yesus yang mereka cari. Itu
pun kemungkinan karena kekurangan atau kesalahan dalam
pemberitaan Injil.37 Karena itu, mendengar Injil dan percaya kepada
Yesus supaya beroleh selamat adalah tidak mutlak.38 Selain itu,
orang-orang yang tidak diinjili akan disejajarkan dengan orang-orang
kudus sebelum Yesus, yang disebut orang-orang kudus cari agama
kafir dan orang-orang kafir yang kudus Pagan saints atau holy
pagans, seperti Ayub, Melkisedek, Abraham yang tidak mengenal
Yesus. Pinnoch terlalu banyak berkemungkinan dalam berteologi.
Karena ia tidak membangun teologinya di atas ajaran Alkitab yang
jelas dan pasti. Pandangan Pinnock tersebut pun adalah demikian
sesatnya, karena posisi teologi yang armenianis, yang menekankan
usaha manusia dalam penyelamatan diri sendiri. Allah digeser dan
disuruh diam menyaksikan usaha manusia untuk datang kepadaNya.
Allah disuruh diam untuk menyaksikan aksi manusia
yang merendahkan Allah. Memang, Pinnock menggunakan
beberapa referensi Alkitab, namun Alkitab dikebiri sedemikian rupa
hanya untuk memenuhi kepuasan Pinnock. Karena seperti konsepnya
mengenai Pagan Saints atau the Holy Pagan adalah memahaminya
cari Alkitab sambil membuang Perjanjian Baru.39 Pinnock lupa
dengan ajaran Paulus dalam kitab Roma mengenai keselamatan
orang-orang yang hidup di masa Perjanjian Lama, yang tentu
diselamatkan oleh Anugerah Allah yang berinisiatif aktif
mengikatkan Diri-Nya dalam perjanjian keselamatan dengan umatPage 23 Pluralisme: Soteriologi Abu-abu - Stevri Indra Lumintang
Nya. Perjanjian ini diikat dengan ketaatan kepada Taurat. Puncak
perjanjian ini digenapi di dalam dan melalui pribadi dan karya Tuhan
Yesus Kristus. Sedangkan Pagan Saints atau the Holy Pagan adalah
tidak termasuk umat perjanjian, artinya umat yang kepadanya Allah
menganugerahkan keselamatan melalui Perjanjian Allah yang diikat
dengan Taurat Tuhan sendiri.
C. Pluralisme - Theo-centric
Pinnock mengartikan istilah Pluralisme ialah " the position that denies
the finality of Jesus Christ and maintains that other religions are equally
salvific paths to God."40 -Posisi yang menyangkal Kefinalitas YYeesus
Kristus dan yang menegakkan bahwa agama-agama lain adalah jalan
keselamatan yang sama kepada Allah. Itu berarti, jati diri kekristerian
yang paling utama harus dibuang atau dikorbankan. Sikap rela
mengorbankan jatidiri kekristenan ini adalah harus ditempuh demi
membangun suatu pemahaman guna memperlaricar dialog antar iman.
Karena itu pendekatan dialogis sebagai solusinya, yaitu pendekatan yang
tidak merubahsusutkan agama lain, menghargai, balikan saling menukar
pemikiran. Sikap ini bukan dilahirkan oleh, melainkan melahirkan teologi
atau pandangan yang mengarakan bahwa semua agama adalah jalan
kepada sang Realitas Agung, masing-masing memiliki jalan dan caranya
sendiri sendiri. Semua orang dari semua agama diharapkan mengakui
kebenaran agananya sebagai yang mutlak bagi dirinya sendiri, namun
relatif bagi agama lain. Begitu juga, kebenaran dan keselamatan agama
lain adalah mutlak bagi pemeluknya, namun relatif bagi agama kita.
Seperti Kristus adalah penyataan Allah yang final, jalan keselamatan yang
mutlak hanya bagi orang kristen; Buddha adalah kebenaran dan jalan yang
mutlak bagi orang-orang Buddhis; dan Krisna atau Rarna adalah
kebenaran final bagi orang-orang Hindu. Namun semua agama ini
memiliki satu Pencipta dan sumber keselamatan yang sama yakni Allah.
Page 24 Pluralisme: Soteriologi Abu-abu - Stevri Indra Lumintang
Pluralisme mengakui bahwa semua manusia diselamatkan
oleh Anugerah Allah. Anugerah Allah tidak mungkin menyediakan
neraka bagi manusia. Anugerah Allah adalah syarat mutlak. Karena itu,
Semua agama telah memiliki jalan keselamatan masing-masing.
Semua agama adalah jalan menuju kepada Realitas Tertinggi, dengan
caranya masing-masing. Pandangan ini adalah berdasarkan pada Theocentric bahwa Allah adalah pusat sejarah dunia, pusat keselamatan
semua manusia di dunia ini. Kebenaran dari tiap-tiap agama adalah
mutlak bagi agama itu sendiri, tapi relatif bagi agama lain. Pandangan
ini memandang sangat negatif terhadap pandangan eksklusivisme
dalam sikapnya
terhadap
agama-agama
lain.
Terhadap
pandangan inklusivisme, menurut penganut pluralisme adalah masih
memandang dengan sebelah mata agama-agama lain. Dengan kata
lain, inklusivisme di mata pluralisme masih merendahkan agamaagama lain.
Pada abad XX ini, Universalisme telah berkembang lebih jauh, dan
sebagian penganutnya telah mengendorkan otoritas Alkitab.
Mereka menggugat keunikan dan finalitas Yesus. Mereka dikenal sebagai
kaum Inclusive Universalism atau Universalisme Mutlak yang sehakekat
dengan Pluralisme. Gugatan mereka didasarkan pada pemahaman mereka
tentang Alkitab yang berbicara mengenai " diselamatkan oleh Anugerah
Allah ". Anugerah Allah adalah syarat mutlak, bukan Yesus Kristus.
Jadi berdasarkan pengertian ini, maka pada dasarnya kaum pluralis
menggugat baik pandangan universalitas Kristus maupun partikularitas
Kristus. Dengan kata lain, mere ka menolak pandangan yang menyatakan
Yesus sebagai penyelamat semua manusia seperti yang dianut oleh
umumnya universalisme-liberal dan Armenianisme, juga tentunya
menolak pandangan kaum Reformed mengenai ajaran tentang keselamatan
bagi sebagian orang saja (Calvinisme). Karena menurut mereka bahwa
semua agama memiliki jalan keselamatan yang sama kepada Allah. Bagi
mereka, jika Allah benar-benar menganugerahkan keselamatan kepada
semua orang, maka Ia tidak tergantung pada sikap manusia. Keselamatan
telah secara otomatis dialami oleh semua manusia.
Page 25 Pluralisme: Soteriologi Abu-abu - Stevri Indra Lumintang
Ada pun tokoh Pluralisme (Theocentric Pluralism), diantaranya ialah
John Hick, John. A.T. Robinson, Jemes Pike, Paul F. Knitter, Nels F.
Ferre, Paul Tillich, Wilfred Cantwell Smith.41 Tillich menganggap bahwa :
"Hell as a symbol which had lost its character of eternal damnation".42 Neraka sebagai suatu symbol saja yang telah kehilangan sifat hukuman
kekalnya. Dibalik pernyataan Tillich ini, maka tidak ada hukuman,
melainkan yang ada ialah keselamatan semua orang. John Hick teolog
Inggris yang dikenal sebagai teolog radikal kelompok Pluralisme
mengemukakan bahwa: "hanya universalismelah yang memberikan
pengertian mengenai penderitaan dunia yang luas, setelah meninggalkan
sikap merasa unggul terhadap orang yang berlainan iman." Lebih jauh dia
mempertanyakan kemungkinan untuk menemukan kesamaan antara gereja,
Sinagoge, Mesjid dan kuil. Karena itu, is mengemukakan tiga
kemungkinan, namun hanya menerima satu kemungkinan, yaitu
kemungknan yang ketiga, bahwa hanya sate Allah yang disembah oleh
semua agama. Hal ini didasarkan pada persamaan fenomena semua
agama.43 Secara radikal, ia mencetuskan teori Revolusi Kopernikus
merupakan istilah yang dipakai oleh Flick untuk menjelaskan transformasi
radikal dari posisi Kristosentris kepada Teosentri.s.44 "Teori Copernicus"
menempatkan bahwa matahari menjadi pusat alam semesta, demikian juga
Allah adalah pusat semua agama. Pandangan Hick ini dilawan oleh N.T.
Wright, I.H. Marshall, R.N. Longenecker, J.D.G. Dunn dan Richard B.
Hayes.45 Begitu juga dengan salah satu tokoh sekularisme radikal, yakni
John A.T. Robinson, dalam bukunya "Honest to God " menyangkal
keberadaan neraka kareria baginya Allah adalah maha kasih tidak mungkin
membuat neraka bagi umat manusia ". 46 Hal yang sama diungkapkan oleh
Nels F. Fere bahwa "Surga hanya menjadi surga bila neraka telah
dikosongkan."47 Pada dasarnya kaum inklusif menolak pandairgan kaum
eksklusif dan menolak finalitas Yesus Kristus. Mereka mendasarkan
pandangan mereka pada II Korintus 5:19, bahwa Allah di dalam Kristus
telah mendamaikan dunia dengan diriNya. Maka semua manusia secara
otornatis telah didamaikan/diselamatkan oleh AnugerahNya. Wilfred
Cantwell Smith, berpandangan bahwa. : " Kristus hanyalah satu bentuk
penyataan Allah dalam sejarah. Jadi semua agama memiliki penyataan
Allah yang sama. Karena itu, Smith menganjurkan para teolog kristen
untuk mengembangkan teologinya dengan teologi agama-agama lain
dengan maksud untuk memperkaya teologi Kristen.48
Page 26 Pluralisme: Soteriologi Abu-abu - Stevri Indra Lumintang
Kelompok inklusif ini semakin mengigit melalui tulisantulisan mereka berkenaan dengan sikap orang Kristen terhadap
orang beragama lain. Para penerus pandangan ini seperti Choan Seng
Song, teolog Taiwan yang berusaha membuang konsep "Sentrisme"
dalam Alkitab dengan membangun konsep Theosentrisme, dimana
Allah sebagai pusat segala sesuatu dan Allah menyatakan diri dalam
semua agama, budaya. Begitu juga, is berpendapat bahwa Yesus
hanyalah salah satu inkarnasi Allah dari sekian banyak inkarnasi Allah di
dalam agama lain dan budaya.49 Stanley Samartha mendorong orang
Kristen untuk: " be more faithful to the original message of Jesus himself :
" although the witness of the New Testament writers is
christocentric, Jesus Christ himself is theocentris." Dalam hal ini,
Samartha mendiskontinukan antara peristiwa Yesus dengan penulisan. Ia
pun menentang "Christomonism", dan berkata bahwa doktrin Kristen
yang terlalu
memutlakkan
Kristus
adalah
suatu
bentuk
50
penyembahan berhala." Eka Darmaputera, pendeta GKI, ia mendukung
orang untuk mempertanyakan mengenai inkarnasi Yesus sebagai salah
satu unsur yang paling khas dalam iman kristen. Dengan kata lain,
ia mendukung upaya untuk meniadakan keunikan Yesus. Dia tidak setuju
superioritas agama kristen yang dipengaruhi oleh superioritas Barat.
Karena dengan bertolak pada perkataan Yesus bahwa para penyembah
akan menyembah Bapa dalam roh dan kebenaran, ia berpendapat bahwa
Yesus memperkenalkan bukan Allahnya suatu agama yang partikular dan
benar, tetapi penyembah yang benar. Ia menolak kleim absolut dan
eksklusif suatu agama, karena "All people are having the same access to
God. Berkenaan dengan "Amanat Agung", ia berkomentar bahwa "go out
off our exclusive particularism.... baptism cannot be possibly understood
as primarily to bring all people into our exclusive community...,
Evangelization is not proselytization.... Our task is not to bring people into
our religion, but to bring Christ to the people. Our task is not to
convert people, but to convert ourself, to make us suitable for doing God's
mission to the people."51 Konsepnya kelihatan, kedengaran adalah Injili
dan reformed. Namun dengan memahami presuposisinya, maka
sesungguhnya ialah pluralis. Olaf Schumman : Yang terutama bagi
manusia ialah menunjukkan sikap imannya kepada Allah. Contohnya
Abraham, tidak seorang pun yang dapat mengenal agama yang dipeluk
oleh Abraham. Semua orang dapat berhubungan langsung dengan Allah
Page 27 Pluralisme: Soteriologi Abu-abu - Stevri Indra Lumintang
tanpa harus percaya kepada Yesus, karena Allahlah yang menjadi pusat
semua agama. 52 Ioanes Rahmat, pendeta GKI, teolog pluralis Indonesia
yang menyelesaikan studi Master Teologi di STT Jakarta dengan Tesis
yang membuktikan bahwa Yesus bukan Allah. Sekarang beliau
sedang menyelesaikan program doktoralnya di Belanda. Tulisannya
:"Kristologi Anak Manusia di dalam Injil Yohanes dan Monoteisme
Yahudi". ia membuktikan bahwa Yesus bukanlah Allah dengan konsep "
Kristologi sub-ordinasionisme "nya.53 Dalam tulisannya yang dimuat
dalam GKI [email protected] , ia mencela pandangan Kristen
yang menjadikan Yesus sebagi satu-satunya juru selamat. Menurutnya,
semua agama pada hakikatnya adalah Trinitarian, percaya kepada
pewahyuan, penjelmaan dan pencerahan dalam dan melalui seorang
manusia tertentu yang kemudian diberi gelar bervariasi oleh umat
para pengikutnya (gereja memanggilnya: Anak). Karena itu ia
menyimpulkan bahwa tidak perlu membuat kekristenan paling unggul dan
paling benar. Sebaliknya orang Kristen seharusnya mengecap kehadiran
sang Firman dalam wajana-wacana lain ... yang terus dikembangkan
dan diaktualisasikan sejalan dengan perkembangan zaman dan
perubahan konteks. Untuk itu, ia mensejajarkan Yesus dengan tokoh-tokoh
dunia dan nasional seperti Kresna Buddha, Muhammad, Fransiscus Asisi,
M. Gandhi, ibu Teresa, Kagawa, Panglima Sudirman, dll.54
D. Pluralisme Baru: Dialog-centric
Berkenaan dengan perjumpaan antar agama, isu yang
terkini dikemukakan oleh para tokoh agama ialah menyerukan untuk
masing-masing
agama
harus
menanggalkan
jati
dirinya
masingmasing. Pernyataan terakhir inilah yang menerangkan bangkitnya
semangat pluralisme baru. Michael Amaladoss mengomentari ketiga sikap
di alas. Baginya ketiga paradigma, baik eksklusivisme, inklusivisme
maupun pluralisme, semuanya adalah tidak memuaskan. Baginya. sikap
inklusif adalah masih bersifat eklesiosenris (gereja sebagai pusat
keselamatan), dan bersifat Kristosentris ( kristus sebagai pusat
keselamatan), hal ini tentunya adalah sikap yang masih menjadi superior
Page 28 Pluralisme: Soteriologi Abu-abu - Stevri Indra Lumintang
diantara agama-agama lain, sambil memandang rendah agama lain.
Apalagi sikap eksklusif adalah sikap yang sangat negatif terhadap semua
agama lain dan mengabaikan luasnya tradisi kristen yang telah
menerima kemungkinan orang-orang di luar gereja diselamatkan.
Sedangkan bagi penganut pluralisme, menurut Amaladoss terlalu
mengabaikan kepelbagaian agama, perbedaan-perbedaan diperkecil,
sambil mencari dasar kesatuan semua agama yang menjadi pokok
keyakinan bersama melalui mempertemukan semua tradisi atau teologi
semua agama. Selain itu, Amaladoss, salah satu dari mereka yang
pluralis mengemukakan kel.emahan pluralisme yaitu bertentangan
dengan namanya, karena cita-citanya justru berubah menjadi suatu
bentuk nominalisme
yang
mengubahsusutkan
ungkapan-unkapan
keberagaman agama-agama, menjadi satu pemahaman dan pengalaman
bersama. Dengan kata lain pluralisme seharusnya tidak tepat lagi dengan
visi-misi kaum pluralis. Lebih tepat apabila mereka mengubahnya dengan
istilah singularisme.
Karena ketidakpuasan terhadap kenyataan pluralisme, maka sebagian
kaum pluralisme melangka lebih jauh lagi dalam perumusan ulang teologi
kristen. Amaladoss sendiri menindaklajuti kekurangan dari sikap para
penganut pluralisme dengan mengusulkan dialog dengan pendekatan di
dalam iman. Karena bagi dia, dialog yang telah dimulai oleh kaum pluralis
yang menganut pendekatan Theo-centric adalah masih bertentangan
dengan cita-cita pluralisme, yakni mengakui kepelbagaian. Dialog yang
selama ini dibangun menekankan kesatuan agama-agama sambil
menegaskan penyangkalan diri (hakekat) masing-masing agama. Dialog
pendekatan dalam iman yang dimaksudkan ialah poeses mendengar orangorang dari kepercayaan-kepercayaan yang lain, dan keterbukaan untuk
ditantang oleh iman dan hidup mereka. Bahkan kalaupun kita tidak betulbetul berdialog dengan mereka, kita harus hadir bagi mereka di dalam
pikiran dan bayangan-bayangan kita pada waktu kita, untuk iman
kita, merenungi keadaan keagamaan yang majemuk ini. Dalam konteks ini,
kaum pluralis mengusulkan untuk menemukan jati diri kristen. Pendekatan
dialogis ini, tidak untuk mencapai memperjungkan suatu kesatuan agama,
melainkan untuk menempatkan orang-orang yang bergama lain di dalam
pandangan iman kristen sendiri, dengan menghargai jati diri mereka yang
beragama lain tanpa merubah dan mengurangi sedikit pun agama tersebut,
Page 29 Pluralisme: Soteriologi Abu-abu - Stevri Indra Lumintang
bahkan tanpa menafsirkan agama tersebut dengan kepercayaannya dari
sudut pandangn kekristenan. Searah dengan cita-cita tersebut, Amaladoss
menegaskan bahwa " Kita mencari suatu tempat bagi orang lain di dalam
konteks iman kita sendiri, dan membiarkan dari kegiatan dialog muncul
rumusan-rumusan atau pemikiran-pemikiran konkret mengenai hubungan
timbal balik antara penganut-penganut agama-agama." 55 Pendekatan
dialogis ini, tidak mempersoalkan agama lain, melainkan mempersoalkan
agama sendiri melalui mempelajari agama lain dari sudut pandang agama
yang dipelajari itu. Persoalan berdialog dengan agama lain sesungguhnya
merupakan panggilan gereja juga untuk mewujudkan misi Allah yaitu misi
berkomunikasi dengan manusia. Demikian juga dengan misi gereja, dalam
konteks dialog antar agama, merupakan misi komunikasi. Persoalannya,
ialah apakah isi dialog atau komunikasi dua arah itu. Tidak
mungkin masing-masing agama akan menanggalkan keyakinannya
terhadap finalitasnya masing-masing. Apakah masing-masing -agama
akan terbuka
dan
dengan
jujur
menerima
sikap
untuk
mempelajari kebenaran agama lain. Ini merupakan mimpi kaum pluralis di
siang bolong. Kalau hanya mempelajari dengan basa-basi, tentu tidak
baik, kalau hanya menyentuh pikiran kognitif, pasti tidaklah
disebut mempelajari; karena mempelajari sesuatu idealnya ialah sampai
pada tingkat ;ineyakini (afektifl, bahkan tingkat melakukan apa yang
dipercayai (psikomotoris).
Pendekatan
dialogis
ini
terus
berkembang
karena
ketidakpuasan terhadap konsep clan praktek dialog yang ada. Ini
membuktikan bahwa pendekatan ini masih mencari bentuk, maka itu
masih menjadi bahan uji coba seperti kelinci percobaan. Karena itu,
pendekatan masih terus menjadi perdebatan di kalangan mereka ' sendiri,
yakni kaum pluralis. Salah seorang teolog yang tidak menyetujui semua
pendekatan yang menekankan sentrisme Allah atau Kristus atau apapun
ialah B.J. Banawi.ratma, seorang teolog Katolik Indonesia yang produktif,
mengusulkan model lain, yakni model pendekatan dialog kritis kontekstual
dengan memperkembangkan integrasi yang inklusif, dimana iman kristen
dilihat sebagai keutuhan yang dijalin oleh integrasi pelbagai pendekatan
yang sudah dikenal selama ini, yaitu integrasi iman kristen bagaimanapun
juga mendapat ciri kristologis, sekaligus mempunyai cita-cita Kerajaan
Page 30 Pluralisme: Soteriologi Abu-abu - Stevri Indra Lumintang
Allah (basileiologis), dengan kepedualian antropologis dan kosmologis,
dengan memberi tempat wajar pada hidup beriemaat (eklesiologis) dan
umat beriman lain (pluralis).56 Dia berharap pandangannya ini sejalan
dengan pandangan para pemikir pluralisme yang terkemuka yakni Hans
Kung, C.S. Song, S.J. Samartha clan A Pieris. Sekalipun beliau menolak
semua pendekatan terdahulu, namun sesungguhnya pedekatan beliau
masih berbau Christo-centric sebagaimana para pluralis Katolik yang
terkenal dengan pendekatan inklusivisme yang Christo-centric seperti Karl
Rahner, S.J. Samartha. Karena beliau masih mendasarkan pendekatan ini
pada relasi yang khusus dengan Yesus Kristus.57 Pendekatan Banawiratma
ini merupakan pendekatan yang lazim bagi teolog Katolik yang
inklusif, seperti para pemuka teolog Katolik, yakni Karl Rahner.
Untuk memperdalam bahasan ini, maka ada beberapa
pertanyaan yang diajukan kepada para penganut universalisme,
inklusivisme yang theo-centric, clan inklusif yang kristo-centric.
Pertanyaan-pertanyaan ini meminta pertanggungan-jawab doktrin dan
iman mereka, yakni :
•
•
•
•
•
Kalau keselamatan secara otomatis diberikan dan dialarni oleh semua
orang tanpa kecuali, apakah orang-orang yang telah mati namun
tidak percaya Kristus, sudah selamat ?
Apakah yang sudah meninggal dalam imannya sebagai orang
yang bukan kristen, adalah pasti telah selamat ?
Berikanlah bukti bahwa Yesus bukanlah Allah, dan
bukanlah penyelamat.
Apakah Kristus mati untuk semua orang ? Apakah semua orang pasti
percaya Yesus ? Kalau Kristus mati untuk semua orang, apakah
orang beragama lain, yang benar-benar tidak percaya Kristus dan
yang sudah meninggal, adalah telah mengalami keselamatan?
Berikan argumentasinya.
Untuk penganut Inklusivisme yang Kristo-centric, Apakah
tidak kelihatan takabur, apabila mengatakan bahwa orang
diselamatkan oleh Kristus yang hadir dalam agamanya, tanpa harus
menjadi anggota gereja, sementara orang itu sendiri dengan terangterangan
menolak
Kristus.
Kristus
yang
manakah
Page 31 Pluralisme: Soteriologi Abu-abu - Stevri Indra Lumintang
yang menyelamatkan mereka ? Soalnya baik Kristus Alkitab
maupun Kristus dalam agamanya pun ditolak.
1
Joseph Tong, The Triumph of Sovereign Grace, A Collection of
Treatises,
(Los
Angeles:
ITS
1996
),
p.18.
2
Alan Race, Christian and Religious Pluralism, (New York: Orbis
Books, 1982
),
p.
24.
3
Istilah " Eksklusivisme " yang dimaksudkan dan yang dipegang
oleh penulis, ialah eksklusivisme yang terbatas dalam pengertian
kristologis dan soteriologis, bahwa Yesus adalah penyataan Allah yang
final, kebenaran Allah yang absolute, Yesus sebagai perantara
sekaligus pelaksana satu satunya keselamatan manusia, melalui karya
kematian-Nya di salib dan kebangkitan-Nya dari antara orang mati.
Karya penebusan melalui cara demikian, adalah sempurna dan cukup
untuk semua orang, namun efektif hanya untuk pilihan saja. Siapapun dan
di mana pun umat pilihan itu berada, tanpa mengenal latar
belakang agama, suku, bangsa dan budaya apapun dia. Berbeda dengan
pandangan eksklusivisme kaum Armenianis. Keselamatan tersebut
adalah diaplikasikan oleh Roh Kudus kepada umat pilihan, sehingga
mereka dilahirbarukan untuk beriman. Sikap eksklusif ini bukan dari
pihak manusia, sehingga tidak memberikan peluang arrogance atau
sikap superior terhadap orang lain yang berbeda iman (seperti tuduhan
kaum pluralis), melainkan melalui keyakinan yang ditimbulkan oleh
Anugerah Allah terhadap Penyataan KhususNya yang tertulis, yaitu
Alkitab. Pandangan ini, tertutup dan terbatas secara kristologis dan
soteriologis, namun secara misiologis, pandangan ini bersifat terbuka
terhadap semua orang tanpa mengenal latar belakang apapun dan kondisi
sosial, iman, budaya, moral apapun.
4
T.G. Donner, " Clement of Alexandria ", New Dictionary of
Theology, Edited by Sinclair B. Ferguson, Leicester : InterVarsity Press,
1988 ). P.149.
Page 32 Pluralisme: Soteriologi Abu-abu - Stevri Indra Lumintang
5
James Barr, Fundamentalisme, (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 1994), p.
405-407. Donald Tinder, " Evangelicalism ", The New
International Dictionary of the Christian Church, edited by J.D. Douglas,
(Grand Rapids: Zondervan Publishing House, 1978), p. 361
6
Bruce L. Shelley, " Fundamentalism ", The New International Dictionary
of
the
Christian
,...
p.397.
7
Clark H. Pinnock, A Wideness in God's Mercy, ( Grand
Rapids: Zondervan Publishing House, 1992 ), p.13; Bong Rin Ro,
Salvation In Asian Contexts... p. 22.
8
Carl. F.H. Hendry, " Evangelical ", ibid. p.358.
9
T.G.R. Boeker, "Teologi Modern Dan Teologi Injili", h. 115-116.
10
Jan S. Aritonang, "Kaum Injili di Mata Gereja-Gereja Arus Utama Di
Indonesia,
Ibid...
h.92.
11
Joseph Tong, Triumph of Souereign Grace,... p.18-19.
12
Clark H. Pinnock, A Wideness In God's Mercy, The Finality of
Jesus Christ in a World of Religions, (Grand Rapids : Zondervan
Publishing House,
1992),
p.
15.
13
Ide ini berkenaan dengan janji Allah terhadap Abraham, yaitu
janji untuk menjadi berkat bagi seluruh dunia.(Kej.12:1-3). Orang kafir
akan datang menyembah Allah Israel di Bukit Sion, (Yes.2:1-5),
Keselamatan akan menjangkau keluar dari Israel masuk ke dunia kafir
(Mal. 1:11), Begitu juga dengan Perjanjian Baru mengenai penjangkaun
misi pada dunia kafir (Roma 3:27-30, 10:12-13); N.T. Wright, "
Universalism ", New Dictionary of Theology, Edited by Sinclair B.
ferguson...p.702
14
F.L. Cross & E.A. Livingstone (Ed.), The Oxford Dictionary of
Christian Church, (New York: Oxford University Press, 1974), p. 303.
15
N.T. Wright, " Universalism ", ...p. 702.
16
Clark H. Pinnock, A Wideness In God's Mercy, ... p. 155
17
Bong Rin Ro, "Salvation In Asian Contexts", Edited by Ken Gnanakan,
Salvation, Some Asian Perspectives, (Bangalore: ATA, 1992 ),p.18
18
N.T. Wright, " Universalism ", ... p.702.
19
Harus dibedakan dengan Model Pendekatan Kristologi yang eksklusif,
dianut oleh para teolog Injili dan didasarkan pada otoritas Alkitab dan
formula Chalcedon serta pernyataan Petrus bahwa semua orang akan
bertekuk lutut dan mengakui bahwa dialah Tuhan (Kisah. 10:36). Selain
ini pendekatan kristosentris eksklusif ini didasarkan pada rumusan
Page 33 Pluralisme: Soteriologi Abu-abu - Stevri Indra Lumintang
Lausanne tahun 1774, dan Lima Belas Pengukuhan yang dirangkum dari
konperensi International bagi penginjil di Amsterdam-Belanda, Juli 1983.
Sekalipun para teolog evangelis sangat menekankan finalitas Yesus,
namun bukan berarti mereka memandang rendah dan tidak mau berdialog
dengan agama-agama lain. Memang teolog Injili tidak berminat untuk
mempelajari agama lain, kecuali untuk kepentingan studi perbandingan.
Hal ini didasarkan pada kewaspadaan mereka terhadap bahaya sinkritisme
dan inklusivisme. Kecuali teolog Injili yaitu Francis Schaeffer yang
lebih terbuka dan inenuntut agama kristen untuk membiasakan diri
dengan dunia agama lain. Pendekatan Kristosentrisnya Schaeffer
dapat ditemukan melalui pendapatnya yang melihat Kristus baik sebagai
Tuhan atas seluruh dunia, maupun Tuhan atas orang beriman. Jadi kaum
injili menekankan keunikan wahyu khusus, yaitu Yesus Kristus.
Pendekatan ini adalah pendekatan yang sangat ketat tertutup dalam
sikapnya terhadap agama lain.
20
Ibid. h. 68.
21
Paul F. Knitter, No Other Name ?, ... p.120. Bong Rin Ro, "Salvation
In Asian Contexts", ...p.23
22
Ibid.
23
Heilsoptimismus; they should " think optimistically" about
the possibilities
of
salvation
outside
Christianity...
To
think "pessimistically of men" is to underestimate God's love and grace.
Paul F. Knitter, No Other, ... p.125
24
Viktor Tanja, " Gereja dan Umat beragama lain " Fundamentalisme
dalam Agama-Agama, diedit oleh Soetarman (Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 1992), h. 48.
25
Klass, Runia, The Gospel and religious... p. 346,
26
Raimundo Panikkar, Dialog Intra Religius, (Yokyakarta :
Kanisius, 1994), h. 76
27
John Hick, No other Name... p.76.
28
Bong Rin Ro, "Salvation In Asian Contexts", Edited by Ken Gnanakan,
Salvation
...p.24.
29
Harold
Coward,
Pluralisme
Tantangan
Bagi
AgamaAgama, (Yogyakarta:
Kanisius,1994),
h.
74
30
Ibid.h. 55
31
Clark H. Pinnock, A Wideness in God's Mercy, ( Grand
Rapids: Zondervan Publishing House, 1992 ), p.13; Bong Rin Ro,
Page 34 Pluralisme: Soteriologi Abu-abu - Stevri Indra Lumintang
Salvation
In Asian
Contexts..
.
p.
22.
32
Clark H. Pinnock, A Wideness In God's Mercy, ... p. 181
33
Ibid. p. 179
34
Ibid. p. 156
35
Ibid. p. 154-155
36
Ibid. p. 159-167.
37
Ibid. p. 174
38
Ibid. p. 177-178.
39
Ibid. p. 174, 161
40
Ibid p. 155
41
Bong Rin Ro, "Salvation In Asian Contexts", Edited by Ken Gnanakan,
Salvation
...p.20
42
N.T. Wright, " Universalism "... p. 702.
43
John Hick, Paul F, Knitter, The Myth of Christian Uniqueness, (London
SCM Press, 1988), p. 66
44
Hick proposes his " Copernican revolution in theology" It
parallels Copernicus model of the universe: It involves an equally
radical transformation in our conception pf the universe of faith and the
place of our own religion within it ... (It demands) a paradigm shift from
a Christianity centered or Jesus Centered to God-centered model of
the universe of faiths. Paul F. Knitter, No Other Name ?, ... p.147.
45
Clark H. Pinnock, " The Metaphor of God Incarnate: Christology in
a Pluralist Age by John Hick", Calvin Theological journal, Vol. 29,
(Grand Rapids: Calvin Theological Seminary, 1994), p. 580.
46
R.B. Kuiper, For Whom Did Christ Die? (Grand Rapids : Baker Book
House, 1982), p. 13.
47
Ibid. h. 14
48
Klass Runia, "The Gospel and Religius Pluralism", Evangelical Review
of Theology, vol. 14, IV.
49
Choan Seng Song, The Compassionate God, Maryknoll,NY :
Orbis Book, 1982), p.
50
Paul F. Knitter, No Other Name ?, ... p.158
51
Eka Darmaputera, " Inter-Relation Among Religious Groups in
Indonesia: Peaceful Co-Existence or Creative Pro-Existence?" in Masikah
Benih Tersimpan? Suleeman(ed.), Jakarta: BPK G.M. 1990), h. 32-34.
52
Olaf Schumann, Pemikiran Agama dalam tantangan,(Jakarta Gramedia,
1980),
h.57-58
Page 35 Pluralisme: Soteriologi Abu-abu - Stevri Indra Lumintang
53
Rahmat mengakui bahwa teologi Yohanes adalah dipengaruhi oleh
pandangan Philo (Hellenistic Jewish Thought ). Dengan referensi bahwa
Yesus adalah berasal dari Bapa, diutus Bapa, mengerjakan tugas yang
diberikan Bapa, berbicara atas nama Bapa, kembali kepada Bapa, semua
ini membuktikan bahwa ia sesungguhnya bukanlah Allah selama di bumi,
kecuali sebelum dan setelah ia berada di bumi. Ioanes Rahmat, Kristologi
" Anak Manusia " di dalam Injil Yohanes dan Monoteisme Yahudi ",
Dalam Kemurahan Allah, Kumpulan Karangan Dalam Rangkah Dies
Natalis STT Jakarta ke-60, 1994, h. 60-72.
54
I. Rakhmat, "Serba-serbi Doktrin : Yesus satu-satunya Jalan ", Forum
Elektronika Cyber GKI: Seperti air sejuk bagi jiwa yang dagaha ! [email protected]
55
Michael Amaladoss, "Pluralisme Agama-Agama dan Makna Kristus",
dalam Wajah Yesus di Asia, diedit oleh R.S. Sugirtharajah, (Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 1996), h. 142.
56
B.J. Banawiratma, "Mengembangkan Teologi Agama-Agama", dalam
Meretas Jalan Teologi Agama-Agama, (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2000), h. 43.
57
Ibid.
Pengutipan dari artikel ini harus mencantumkan:
Dikutip dari
http://www.geocities.com/thisisreformed/artikel/pluralisme06.html
Page 36 
Download