PERAN SOSIAL HABIB DALAM KOMUNITAS SOSIAL (STUDI

advertisement
PERAN SOSIAL HABIB DALAM KOMUNITAS SOSIAL
(STUDI KASUS DI MAJELIS ILMU & DZIKIR AR-RAUDHAH SURAKARTA)
M. Albar Robbani Barot Isrofil, Siany Indria Liestyasari dan Nurhadi
Pendidikan Sosiologi Antropologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret Surakarta
[email protected]
ABSTRACT
THE SOCIAL ROLE OF HABIB IN SOCIAL COMMUNITY (CASE STUDY AT
MAJELIS ILMU & DZIKIR AR-RAUDHAH SURAKARTA). This research aims to explain
(1) how is the social role of habib in social community (Majelis Ilmu dan Dzikir Ar-Raudhah
Surakarta); (2) how is the habib strategy to building and guarantee the loyalty of pilgrims for
always attend recitation at (Majelis Ilmu dan Dzikir Ar-Raudhah Surakarta). This research is
a qualitative using case study approach. The technique of data collection is obtained with
interview, observation and video documentation. The technique of retrieving informants used
purposive sampling. While the technique of data validity test is obtained with triangulation of
sources and perseverance (constancy) of observation. Analysis data technique with qualitative
analysis, that is: data collection, data reduction, data display, and verification (taking
conlucion). Based on the research conducted, obtained the following results: (1) the social role
of habib figures in the social community is categorized into three roles, namely: social role as
cultural broker,social role of da'wah (transfer of religious knowledge) and social role as
counselor; (2) the strategy of the habib in building and ensuring the loyalty of the pilgrims to
always attend the study in the Majelis Ilmu dan Dzikir Ar-Raudhah Surakarta namely: (a)
through indoctrination; (b) use the title (status) of habib; (c) pack an interesting and
applicative of lecture; (d) giving various treats and doorprizes to the pilgrims; (e) as well as
through the establishment of a system of keulamaan and kinship among the habaib.
Key Words: habib, role, strategy, social community
ABSTRAK
PERAN SOSIAL HABIB DALAM KOMUNITAS SOSIAL (STUDI KASUS DI
MAJELIS ILMU & DZIKIR AR-RAUDHAH SURAKARTA). Penelitian ini bertujuan
untuk menjelaskan (1) bagaimana peran sosial tokoh habib dalam komunitas sosial (Majelis
Ilmu dan Dzikir Ar-Raudhah Surakarta); (2) bagaimana strategi habib dalam membangun dan
menjamin loyalitas jamaah untuk senantiasa menghadiri pengajian di Majelis Ilmu dan Dzikir
Ar-Raudhah Surakarta. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan
pendekatan studi kasus (case study). Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara,
observasi dan dokumentasi video. Teknik pengambilan subjek penelitian (informan)
dilakukan dengan purposive sampling. Sedangkan teknik uji validitas data dilakukan dengan
triangulasi sumber dan ketekunan (keajegan) pengamatan. Analisis data dilakukan dengan
teknik analisis data kualitatif, yaitu: pengumpulan data, proses reduksi data (data reduction),
penyajian data (data display) dan verifikasi (penarikan kesimpulan). Berdasarkan penelitian
yang dilakukan, diperoleh hasil sebagai berikut: (1) peran sosial yang dilakukan tokoh habib
dalam komunitas sosial dikaterogikan menjadi tiga peran, yaitu: peran sosial sebagai makelar
budaya (cultural broker), peran sosial dakwah (transfer ilmu keagamaan) dan peran sosial
sebagai konselor; (1) peran sosial yang dilakukan tokoh habib dalam komunitas sosial
dikaterogikan menjadi tiga peran, yaitu: peran sosial sebagai makelar budaya (cultural
broker), peran sosial dakwah (transfer ilmu keagamaan) dan peran sosial sebagai konselor; (2)
strategi yang dilakukan tokoh habib dalam membangun dan menjamin loyalitas para jamaah
untuk senantiasa menghadiri pengajian di Majelis Ilmu dan Dzikir Ar-Raudhah Surakarta
yaitu: (a) melalui indoktrinasi; (b) melalui penggunaan gelar (status) habib; (c) mengemas
kajian ceramah yang menarik dan aplikatif; (d) pemberian berbagai suguhan dan doorprize
kepada para jamaah; (e) serta melalui pembentukan sistem (jaringan) keulamaan dan
kekerabatan diantara para habaib.
Kata Kunci: Habib, peran, strategi, komunitas sosial
Kedudukan kyai sebagai seorang tokoh
PENDAHULUAN
Agama merupakan salah satu unsur
sentral dan elit juga didukung oleh peran
kebudayaan dalam masyarakat. Agama di
pentingnya
dalamnya
Secara umum, peranan kyai dalam masyarakat
memuat
suatu
kepercayaan
dalam
adalah
berbagai ritual atau upacara serta adanya
pengendali sosial dan penggerak perjuangan.
seorang
agama.
Pertama, peran utama yang diemban kyai
Keberlangsungan praktek-praktek keagamaan
adalah sebagai „ulama (tokoh ahli yang paham
di masyarakat tidak bisa dilepaskan dari
akan ilmu Agama Islam). Sebagai „ulama, kyai
peranan dan tugas yang diemban oleh para
berperan dalam hal mengajarkan ilmu-ilmu
tokoh agama. Dalam ajaran agama Islam,
agama serta membimbing para santri melalui
kyai (ustadz) dan habib merupakan sosok
lingkungan pendidikan pesantren. “Para kyai
yang dipandang masyarakat sebagai tokoh-
menganggap bahwa mengajar para santri
tokoh agama. Mereka baik kyai maupun
merupakan kewajiban paling utama dalam
habib juga sering disebut sebagai seorang
kehidupan mereka di dunia ini” (Dhofier,
„ulama (orang yang paham akan ilmu agama
2011: 114). Kedua, para kyai juga berperan
Islam).
sebagai pengendali sosial. Sebagai pengendali
(pemimpin)
seorang
masyarakat.
(ajaran), para jamaah (ummat), kitab-kitab,
tokoh
sebagai
kehidupan
„ulama,
sebagai
Kyai merupakan satu tokoh (elit) agama
sosial, kyai berperan dalam memberikan solusi
yang dikenal luas oleh masyarakat. Takdir
atas berbagai permasalahan sosial yang terjadi
(2014: 146) menyebutkan bahwa di kalangan
di masyarakat. Berkaitan dengan hal ini
umat Islam, gelar kyai memang identik
Dhofier (2011: 208) menyatakan bahwa
dengan gelar bagi ulama yang mengajarkan
banyak orang yang kemudian datang kepada
agama Islam kepada khalayak ramai. Selain
kyai untuk meminta petunjuk atas berbagai
itu, kyai merupakan seorang tokoh agama
permasalahan,
yang identik dengan lingkungan pesantren.
berharap agar didoakan oleh kyai semoga cita-
“Bahkan ia seringkali merupakan pendirinya”
cita dan harapan mereka dapat berhasil.
(Dhofier, 2011: 93). Sehingga wajar kalau di
Ketiga, para kyai (ustadz) juga berperan di
lingkungan pesantren, kyai mendapatkan
dalam
kedudukan
Indonesia. “Disamping memimpin pondok
terhormat.
(posisi)
yang
tinggi
dan
mengharap
menggerakan
pesantren,
perumusan
mereka
barokah,
perjuangan
juga
terlibat
undang-undang
dan
bangsa
dalam
maupun
pengorganisasian
massa
dalam
rangka
bentuk
penghormatan
kepada
Rasulullah
mengusir penjajah” (Takdir, 2014: 142).
SAW, dunia Islam juga memberikan sebutan
Dengan demikian, peran yang dijalankan para
dan gelar khusus kepada anak cucu baginda
kyai sangat kompleks dan penting di tengah
Muhammad SAW. Para habaib ini biasanya
kehidupan masyarakat.
memiliki suatu wadah pengajian berupa
Selain ketiga peran kyai diatas, Geertz
majelis
dzikir
dan
sholawat.
Dalam
menyebutkan bahwa para kyai Jawa memiliki
perkembangannya, berbagai majelis dzikir dan
peran
budaya
sholawat yang dipimpin oleh para habaib ini
(cultural broker). Para kyai Jawa ini, sebagai
dihadiri oleh ribuan jamaah muslim. Acara-
makelar budaya yaitu orang yang berperan
acara
dalam
dua
Sholawat” bersama para habaib ini juga sering
besar
digelar di berbagai wilayah. Antusiasme
dengan tradisi-tradisi lokal di Indonesia
masyarakat dalam menghadiri pengajian ini
(Geertz, 1960: 229-230). Dalam hal ini,
juga hampir merata di wilayah Indonesia.
penting sebagai
menengahi
kebudayaan
makelar
(menjembatani)
antara
tradisi-tradisi
peranan seorang kyai sebagai makelar budaya
sangat
penting
karena
kyai
pengajian
bertajuk
“Dzikir
dan
Kemunculan sosok habib sebagai satu
mampu
tokoh agama Islam di Indonesia dalam satu
menyaring pengaruh-pengaruh buruk yang
sisi mampu membawa perubahan dalam
dapat
masyarakat.
menyebabkan disorganisasi
dalam
masyarakat.
disisi
lain,
dengan
munculnya sosok habib menjadikan eksistensi
Di era modern saat ini, disamping tokoh
agama
Tetapi
Islam
ustadz,
mulai meluntur. Ditambah lagi saat ini, di
masyarakat Indonesia juga mengenal satu
berbagai wilayah banyak kyai yang malah
tokoh agama yang sering disebut sebagai
terjun ke dunia politik, sehingga hal ini
habib. Seperti halnya kyai, para habib ini juga
mempengaruhi
memegang peranan penting dalam aspek
terhadap sosok dan peran kyai. Keterlibatan
keagamaan. Istilah habib sendiri adalah sebuah
para kyai di dunia politik ini dapat dilihat pada
gelar
untuk
beberapa kasus. Misalnya para kyai di Madura
yang
yang terlibat dalam politik praktis untuk
Nabi
sekedar menyebut nama, misalnya: Kyai
Muhammad SAW. Sebagaimana Novel (2006:
Ramdlan Siradj sebagai Bupati Sumenep, Kyai
19) menyampaikan bahwa sebagai salah satu
Abuya Busyro Karim dan Kyai Warits yang
yang
seperti
diberikan
menyebut
orang
merupakan
keturunan
kyai
atau
dan peran para kyai di tengah masyarakat
masyarakat
(tokoh)
agama
(cucu)
dari
pandangan
masyarakat
berperan sebagai ketua dan wakil DPRD
pengasuh dari majelis ini adalah seorang tokoh
Sumenep (1999-2004 dan 2009). Sementara
habib. Majelis Ilmu dan Dzikir Ar-Raudhah
Pamekasan,
Surakarta juga mengadakan pengajian rutin
kota
yang
dikenal
dengan
”Gerakan Pembangunan Masyarakat Islami”
yang dihadiri oleh ratusan jamaah.
(Gerbang Salam) itu, ada Kyai Kholilurrahman
KAJIAN PUSTAKA
yang berada dipucuk kepemimpinan (Bupati
Pamekasan) saat ini (Abdurrahman, 2009: 30-
A. Konsep Peran
31).
Konsep tentang peran erat kaitannya
Akibat banyaknya kyai yang mulai
dengan perilaku atau tindakan individu di
terjun ke dunia politik menjadikan peran
dalam suatu kelompok sosial. Peran sosial
pentingnya menjadi menurun dan dalam
merupakan peran-peran yang dijalankan
perkembangannya peran sosial keagamaan
individu dalam konteks atau sistem sosial
dalam
yang melingkupinya. Artinya, peran sosial
masyarakat
kemudian
mulai
digantikan oleh sosok lain yaitu para habaib.
ini
Masyarakat mulai memandang bahwa para
menjadi
habaib sebagai tokoh (elit) dan memiliki
Soekanto menyatakan “Peranan (role)
peran
merupakan
penting
terutama
dalam
aspek
diharapkan
oleh
wadah
aspek
kelompok
interaksi
dinamis
yang
individu.
kedudukan
keagamaan. Hal ini dapat dilihat dari
(status), apabila seseorang melaksanakan
banyaknya antusiasme masyarakat di dalam
hak dan kewajibannya sesuai dengan
mengikuti pengajian atau majelis ta‟lim yang
kedudukannya, maka ia menjalankan suatu
diadakan oleh para habaib.
peranan” (2005: 243). Lalu Horton & Hunt
Penelitian ini akan menjelaskan tentang
juga menyatakan bahwa “Status adalah
(1) bagaimana peran sosial habib dalam
seperangkat hak dan kewajiban; peran
komunitas sosial (Majelis Ilmu dan Dzikir Ar-
adalah
Raudhah Surakarta); (2) bagaimana strategi
kewajiban dan hak tersebut” (1999: 119).
habib dalam membangun dan menjamin
Dengan
loyalitas jamaah untuk senantiasa menghadiri
menduduki suatu posisi (status) dalam
pengajian di Majelis Ilmu dan Dzikir Ar-
mayarakat
Raudhah Surakarta. Peneliti mengambil lokasi
peranan.
pemeranan
demikian,
akan
dari
perangkat
individu
menjalankan
yang
suatu
penelitian di Majelis Ilmu dan Dzikir Ar-
Dalam membicarakan konsep peran
Raudhah Surakarta karena pemimpin dan
pasti tidak bisa dilepaskan dengan satu
aspek yang disebut sebagai status (posisi).
(Jakarta), Habib Taufiq bin Abdulqodir
Antara peran dan status merupakan dua
Assegaf (Pasuruan), Habib Muhammad
aspek yang saling berkaitan satu sama lain.
Luthfi bin Yahya (Pekalongan), dan lain-
Keduanya tak dapat dipisah-pisahkan,
lain. Mereka adalah beberapa contoh tokoh
karena aspek yang satu bergantung pada
habib yang dikenal sebagai „ulama dan
aspek yang lain dan begitupun sebaliknya.
aktif di bidang keagamaan.
Tidak ada peran tanpa kedudukan atau
Kemunculan
istilah
habib
di
kedudukan tanpa peran. Status (posisi)
Indonesia sendiri, diperkirakan sekitar
menunjukkan tempat atau peringkat yang
awal abad ke-19 Masehi. Istilah habib
diduduki oleh individu di dalam suatu
merupakan
kelompok sosial. Adanya posisi tersebut
dengarkan untuk menyebut orang-orang
berkaitan dengan hak dan kewajiban yang
yang memiliki nasab (silsilah keturunan)
dimiliki oleh individu. Seperangkat hak
langsung dengan Nabi Muhammad SAW.
dan kewajiban tersebut harus dijalankan
“Golongan
sehingga
golongan
yang
hubungan
kekeluargaan
membentuk
suatu
perilaku
(peran).
ini,
persoalan
dan
fenomena tentang habib tengah ramai
diperbincangan oleh masyarakat. Para
habaib dikenal sebagai sosok yang „alim
(paham akan ilmu-ilmu Agama Islam),
santun dalam berdakwah dan memimpin
majelis-majelis dzikir dan sholawat. Saat
ini, kita mengenal banyak tokoh habib
yang ada di Indonesia, seperti misalnya
Habib Syekh bin Abdulqodir Assegaf
(Surakarta), Habib Muhammad bin Husein
Al-Habsyi (Surakarta), Habib Munzir bin
Fuad
Al-Musawa
(Jakarta),
habib
yang
sering
merupakan
dikatakan
kita
sebuah
mempunyai
dengan
Nabi
SAW” (Adilah & Mohd, 2016: 15).
B. Fenomena Habib Di Indonesia
Akhir-akhir
istilah
Habib
Muhammad Rizieq bin Husein Syihab
Masyarakat Indonesia memberikan gelar
atau sebutan habib (yang tercinta) karena
ingin
menghormati
mereka
sebagai
dan
menghargai
keturunan
Nabi
Muhammad SAW. Sebagaimana yang
disampaikan Novel (2006: 19) bahwa
sebagai salah satu bentuk penghormatan
kepada Rasulullah SAW, dunia Islam juga
memberikan sebutan dan gelar khusus
kepada anak cucu baginda Muhammad
shalllahu‟alaihi wa alihi wa shahbihi wa
sallam.
Dengan demikian, sebutan habib
sebenarnya merupakan suatu panggilan atau
gelar yang diberikan oleh masyarakat
sebuah
kepada para „ulama atau orang-orang yang
mendata dan mencatat nasab „Alawiyyin.
masih memiliki nasab (keturunan) dengan
sebuah gelar yang diberikan masyarakat
kepada seseorang yang memiliki ilmu di
bidang agama Islam (Fadhilah, 2011: 110).
Untuk membedakan ulama-ulama yang
masih memiliki keturunan dengan Nabi
Muhammad SAW dengan yang bukan,
maka masyarakat memberikan gelar habib
dengan
gelar
kyai
(ustadz).
Mereka
memberikan gelar atau sebutan habib
tersebut
selain
untuk
menghormati
keturunan Nabi Muhammad SAW juga
karena mereka dipandang terhormat dalam
struktur sosial masyarakat. Sama hanya
dengan masyarakat Jawa yang memberikan
gelar kebangsawanan kepada orang-orang
yang masih memiliki darah keturunan
Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya,
Bendara dan lain-lain. Untuk mencatat dan
mendata nasab (keturunan) para habib ini,
terdapat badan (organisasi) khusus yang
dinamakan Maktab Daimi. Sebagaimana
yang disampaikan Novel (2006: 40) bahwa
di Jakarta terdapat Al-Maktab Ad-Daimi,
bertugas
khusus
Dalam kehidupan masyarakat kita
sering
mendengar
Komunitas
istilah
komunitas.
menunjukkan
suatu
perkumpulan atau kelompok kecil yang
didasarkan pada kepentingan yang sama,
kesukaan, pola pikir, ideologi, normanorma dan keinginan yang sama. Banyak
contoh dari komunitas yang ada di
masyarakat, misalnya Komunitas Pecinta
Alam,
Komunitas
Musik
Angklung,
komunitas Fotografi, Komunitas Sepeda
Onthel, Komunitas Pecinta Sholawat dan
“Sebuah
lain-lain.
komunitas
dapat
didefinisikan baik sebagai suatu kelompok
kesatuan manusia (kota kecil, kota, desa)
maupun sebagai seperangkat perasaan
(rasa keikatan, kesetiaan)” (Gottschalk,
1975: 18).
kerajaan, mereka akan dipanggil atau
disebut dengan Raden Mas, Raden Ajeng,
yang
C. Konsep Komunitas Sosial
Nabi Muhammad SAW. Julukan kyai atau
ajengan pada hakekatnya juga merupakan
badan
Dalam kehidupan sosial, kita banyak
menemukan
bentuk-bentuk
komunitas
sosial. Salah satu bentuk komunitas yang
sedang
berkembang
komunitas
dalam
saat
bidang
ini
adalah
keagamaan.
Komunitas dalam bidang keagamaan ini
dapat
berbentuk
majelis
ta‟lim
atau
pengajian, majelis tahlilan atau yasinan,
majelis ilmu dan sholawatan, perkumpulan
dzikir, dan sebagainya. Majelis berarti
tempat berkumpul dan ta‟lim berarti
dengan pembeli (konsumen) dalam suatu
pembelajaran. “Majelis ta‟lim lebih kita
transaksi tertentu. Sehingga istilah cultural
kenal dengan istilah pengajian atau sering
broker (makelar budaya) mengacu pada
pula berbentuk halaqoh. Umumnya berisi
seorang atau kelompok yang menjadi
ceramah-ceramah atau khotbah-khotbah
perantara
keagamaan Islam” (Ungguh, 2015: 303).
kebudayaan tertentu.
Dengan demikian majelis taklim
atau
pengajian
merupakan
terhadap
kebudayaan-
Clifford Geertz menggunakan istilah
suatu
cultural broker untuk melihat peran para
komunitas muslim yang memiliki wadah
kyai Jawa sekitar tahun 1950-an di
tertentu,
lingkungan masyarakat (Mojokuto, Jawa
dilaksanakan
secara
teratur
(berkala), isinya berupa pengajaran ilmu-
Timur).
ilmu Islam, disampaikan oleh seorang
sebagai
ustadz atau kyai dan diikuti oleh banyak
(menengahi) antara dua tradisi-tradisi besar
jamaah.
dengan tradisi-tradisi kecil di kebudayaan
D. Teori
Makelar
Budaya
(Cultural
Broker) Clifford Geertz
Istilah cultural broker sendiri berasal
dari 2 konsep yang berbeda yaitu cultural
dan broker. Konsep cultural atau culture
lebih merujuk pada arti kebudayaan.
Geertz mengemukakan bahwa kebudayaan
merupakan suatu pola makna-makna yang
terwujud
dalam
simbol-simbol,
yang
dalam bentuk-bentuk simbolis tersebut
manusia
melestarikan
dapat
berkomunikasi,
dan
mengembangkan
pengetahuan mereka tentang sikap-sikap
terhadap kehidupan (1992: 3). Sedangkan
konsep broker mengacu pada istilah di
bidang ekonomi yang merupakan perantara
yang mempertemukan penjual (produsen)
Para
kyai
pihak
tersebut
yang
berperan
menjembatani
Jawa. Sebagaimana Geertz (1960: 229230) menyatakan bahwa “But one of the
most important candidates for such a
broker role in the Javanese culture area,
and thus for effective regional leadership,
is the same man who mediated one of
Indonesia's two classical great traditions:
the local Moslem teacher, or kijaji”. (Tapi
salah satu calon penting sebagai peran
makelar (broker) di kebudayaan Jawa, dan
bagi pemimpin daerah yang efektif, adalah
orang
yang
sama
yang
menengahi
(menjembatani) salah satu dari dua tradisi
besar klasik di Indonesia yaitu: guru
Muslim lokal, atau kyai). Dalam hal ini,
para kyai berusaha untuk menghubungkan
tradisi-tradisi
lokal
kebudayaan
Jawa
dengan suatu sistem yang lebih besar yaitu
membendung informasi
kebudayaan
dianggap buruk. Selain itu, para kyai juga
Islam
yang
berpusat
di
(budaya)
Makkah. Para kyai menghubungkan tradisi
berusaha
lokal
pesantren yang bersifat religius
berbagai informasi (budaya) yang sedang
dengan tradisi luar yang bersifat sekuler
terjadi agar dapat diterima dan diserap
(keduniawian).
dengan baik oleh masyarakat.
Lebih
lanjut,
sebagai
seorang
makelar budaya (cultural broker), para
kyai juga berperan di dalam menyaring
ke
dalam
lingkungan
santri
(pesantren), kemudian para kiai tersebut
menularkan informasi yang dianggap
berguna dan membuang informasi yang
dianggap merusak para santri (Auliya,
2015: 55). Para kyai berusaha menularkan
arus informasi (budaya) yang dianggap
baik kepada para santri dan berusaha
membuang (membendung) arus informasi
(budaya) yang dianggap buruk.
Menjamin Dan Menjaga Loyalitas Para
Bawahannya
sebagai makelar budaya (cultural broker)
yang disebutkan oleh Geertz ini merupakan
suatu peran yang tidak hanya sebagai
penghubung (penjembatan) dari dua sistem
tradisi besar dengan tradisi lokal, tetapi para
kyai juga berperan di dalam menyaring
(memfilter) bagi berbagai arus informasi
yang
masuk
di
Istilah atau konsep strategi biasanya
mengacu pada suatu taktik, rencana atau
langkah dalam mencapai tujuan tertentu.
Konsep strategi dalam hal ini mengacu
pada langkah atau upaya yang dilakukan
raja-raja Jawa di dalam menjamin loyalitas
(kesetiaan) para bawahannya. Menurut
Sapto
(2015:
157-158)
menyebutkan
bahwa di dalam menjaga dan menjamin
loyalitas
para
penguasa
daerah
dan
bawahannya, para raja Jawa memiliki satu
Dengan demikian, peran para kyai
(budaya)
(menafsirkan)
E. Konsep Strategi Raja-Jawa Jawa Dalam
(memfilter) berbagai arus informasi yang
masuk
menerjemahkan
yang
lingkungan
masyarakat. Para kyai akan menularkan
informasi (budaya) yang dianggap baik, dan
strategi
(langkah)
mengadakan
sebuah
yaitu
dengan
pertemuan
rutin.
Pertemuan rutin ini wajib dihadiri oleh
penguasa daerah dan para bawahannya.
Pertemuan rutin ini sering disebut dengan
sebha atau pisowanan. “Sebha yang berarti
menghadap atau menampakkan diri kepada
Raja,
juga
dikenal
dengan
sebutan
pisowanan yang berasal dari kata sowan
(berkunjung)” (Hadisiswaya, 2011: 31).
“Dalam
hubungannya
kesetiaan
yang
dituntut
oleh
raja,
maka
kewajiban
dan lain-lain. Dengan demikian, raja-raja
bawahan yang penting adalah sebha”
Jawa memiliki
(Sapto, 2015: 157). Para abdi dalem,
menjaga dan menjamin loyalitas (kesetiaan)
bangsawan, bupati diwajibkan hadir dalam
para bangsawan, pejabat dan bawahannya,
acara sebha atau pisowanan ini.
yaitu dengan mengadakan suatu pertemuan
Menurut Sapto (2015: 158) bahwa
sebuah strategi
dalam
(event) besar dalam waktu-waktu tertentu.
acara sebha atau pisowanan ini memiliki
fungsi-fungsi
tertentu.
Acara
METODE PENELITIAN
sebha
menandakan kesediaan dari para pejabat
Penetian ini merupakan jenis penelitian
(bangsawan) untuk melayani raja. Secara
kualitatif dengan menggunakan pendekatan
politis, acara sebha merupakan bentuk
studi kasus (case study). Lokasi penelitian
kepatuhan masyarakat kepada kekuasaan
dilakukan di Majelis Ilmu dan Dzikir Ar-
dan perintah dari seseorang yang tinggi
Raudhah Surakarta. Pendekatan studi kasus
kedudukannya (Sapto, 2015: 158). Lalu,
karena fenomena tentang peran sosial habib
acara
yang berada di Majelis Ilmu dan Dzikir Ar-
sebha
ini
juga
menunjukkan
kebesaran raja serta loyalitas (kesetiaan)
Raudhah
dari para bawahannya. “Pada upacara-
dijalankan habib mungkin berbeda dari setiap
upacara khusus, seperti Garebeg, semua
wilayah tertentu. Teknik pengumpulan data
pejabat dari seluruh bagian negara harus
dilakukan dengan wawancara, observasi dan
datang” (Sapto, 2015: 158). Kedatangan
dokumentasi video. Sumber data penelitian
para bawahan ini merupakan suatu bentuk
diperoleh dari informan dan peristiwa selama
kesetiaan kepada raja dan kehadiran mereka
penelitian
dalam upacara sebha tersebut merupakan
diambil dalam penelitian ini adalah asisten
suatu kehormatan. Selain wajib hadir dalam
pribadi dari pimpinan dan pengasuh dari
upacara sebha (pisowanan), para bawahan
Majelis
dan rakyat juga diharuskan menghadiri
Surakarta yang merupakan seorang tokoh
pertemuan-pertemuan
habib di Surakarta. Beliau adalah Habib Novel
tertentu
yang
Surakarta.
Peran
dilangsungkan.
Ilmu
Informan
Dzikir
yang
Ar-Raudhah
wilayah
keraton.
bin
tersebut
misalnya
upacara
informan dalam penelitian ini juga diambil
penobatan raja, kelahiran putera mahkota,
dari beberapa asisten (relawan) dari habib dan
perkawinan raja, pemakaman jenazah raja,
beberapa jamaah yang hadir dalam kajian rutin
Pertemuan
Al-Aydrus.
yang
di
diselenggarakan
Muhammad
dan
sosial
Selain
itu,
Majelis
Ilmu
dan
Dzikir
Ar-Raudhah
perkumpulan pengajian (majelis) dari sekian
Surakarta. Relawan dalam hal ini diambil
banyak majelis di Kota Surakarta. Seperti
dengan kriteria sudah mengikuti majelis
kebanyakan perkumpulan pengajian di Kota
(pengajian) minimal 1 tahun. Sedangkan
Surakarta, Majelis Ilmu dan Dzikir Ar-
informan jamaah diambil dengan kriteria telah
Raudhah ini berjalan dan berlandaskan pada
mengikuti pengajian rutin kurang lebih 1
aqidah Ahlussunnah Wal Jamaah. Majelis ini
tahun. Hal ini dilakukan agar data yang
didirikan dan dipimpin oleh salah satu
diperoleh valid dan sesuai dengan pertanyaan
keturunan Nabi Muhammad SAW bernama
penelitian.
Habib Novel bin Muhammad Al-Aydrus.
Teknik pengambilan subjek penelitian
(informan)
dilakukan
dengan
Majelis Ilmu dan Dzikir Ar-Raudhah
purposive
Surakarta juga menyelenggarakan berbagai
sampling. Sedangkan teknik uji validitas data
acara rutin. Setiap satu minggu sekali terdapat
dilakukan dengan triangulasi sumber dan
tiga pengajian rutin yaitu pada Senin, Rabu
ketekunan (keajegan) pengamatan. Analisis
dan Jumat malam. Pada kajian Senin malam,
data dilakukan dengan teknik analisis data
isi kajian berupa fiqih tasawwuf. Kajian Rabu
kualitatif, yaitu: pengumpulan data, proses
malam diisi kajian Kitab Riyadhus Sholihin
reduksi data (data reduction), penyajian data
(Imam Nawawi) oleh Habib Novel bin
(data display) dan verifikasi (penarikan
Muhammad Al-Aydrus. Sedangkan kajian
kesimpulan).
Jumat malam diisi dengan kajian kitab AlHikam (Ibnu At-Thaillah As-Sakandari).
HASIL PENELITIAN
Selain acara pengajian rutin, di Majelis
Penelitian dengan judul “Peran Sosial
Ilmu dan Dzikir Ar-Raudhah Surakarta juga
Habib dalam Komunitas Sosial (Studi Kasus
diadakan berbagai acara (event) tertentu. Acara
Di Majelis Ilmu dan Dzikir Ar-Raudhah
(event) tersebut dilakukan secara harian,
Surakarta)”
Besar
mingguan dan tahunan. Untuk acara harian
(Mabes) Majelis Ilmu dan Dzikir Ar-Raudhah
misalnya pembacaan Al-Qur‟an dan wirid
Surakarta. Lokasi Majelis Ilmu dan Dzikir Ar-
(ratib) Al-Haddad selepas sholat Maghrib,
Raudhah Surakarta yaitu di Jalan Dewutan No.
pembacaan Wirdul Lathif selepas sholat
112 RT.01 RW.16 Semanggi, Pasar Kliwon,
Shubuh. Sedangkan acara mingguan berupa
Surakarta. Majelis Ilmu dan Dzikir Ar-
pembacaan surat Yasin, sholawat, dan tahlil
Raudhah
bersama para jamaah sebelum kajian rutin
dilakukan
sendiri
di
Markas
merupakan
salah
satu
Jumat malam dimulai. Setiap kajian Jumat
Legi dan Kliwon, terdapat acara jamuan
makan bersama para jamaah. Acara jamuan
makan ini digelar selepas pengajian rutin.
Acara
bulanan
berupa
pembacaan
kitab
Maulid Shimtuddurar karya Habib Ali bin
Muhammad
Al-Habsyi
disertai
qosidah
rebana. Acara tahunan di Majelis Ilmu dan
Dzikir Ar-Raudhah Surakarta berupa acara
haul Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi,
peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW,
peringatan Tahun Baru Islam (1 Hijriah), doa
bersama pada malam Nishfu Sya‟ban, acara
Tahlil Akbar untuk mengenang ayahanda
Habib Novel bin Muhammad Al-Aydrus, serta
berbagai acara dalam menyambut bulan suci
Ramadhan.
Berikut ini adalah beberapa kegiatan rutin yang dilaksanakan Majelis Ilmu dan Dzikir
Ar-Raudhah Surakarta:
NO.
1.
HARI
WAKTU
ACARA
TEMPAT
SETIAP
04.00-
Sholat Subuh Berjamaah dan
Majelis
HARI
06.30 WIB
Pembacaan
Raudhah,
Wirdul
Lathif
Bersama Habib Husein bin
ArPasar
Kliwon, Surakarta
Anis Al-Habsyi
2.
SENIN
19.0020.30 WIB
Kajian Kitab Fiqih Tasawuf
Majelis
(Untuk Umum)
Raudhah,
ArPasar
Kliwon, Surakarta
3.
RABU
16.0017.30 WIB
Semaan Al-Qur‟an (Khusus
Majelis
Jamaah Putri)
Raudhah,
ArPasar
Kliwon, Surakarta
4.
RABU
16.00-
KLIWON
17.30 WIB
Maulid
Simthudduror
(Khusus Jamaah Putri)
Majelis
Raudhah,
ArPasar
Kliwon, Surakarta
5.
RABU
19.0020.30 WIB
Kajian Thoriqoh Alawiyah
Majelis
(Untuk Umum)
Raudhah,
ArPasar
Kliwon, Surakarta
6.
KAMIS
20.30-
WAGE
21.30 WIB
Sholat Tasbih dan Yassin
Majelis
Fadhilah (Untuk Umum)
Raudhah,
ArPasar
Kliwon, Surakarta
7.
JUM‟AT
20.0022.00 WIB
Kajian
Kitab
(Untuk Umum)
Al-Hikam
Majelis
Raudhah,
ArPasar
Kliwon, Surakarta
8.
JUM‟AT
20.00-
KLIWON
22.00 WIB
Maulid Simthudduror (Untuk
Majelis
Ar-
Umum)
Raudhah,
Pasar
Kliwon, Surakarta
broker).
PEMBAHASAN
Sebagai
makelar
budaya,
kyai
Peran Sosial Habib Dalam Komunitas
berperan di dalam menyaring (memfilter)
Sosial
berbagai arus informasi (budaya) yang masuk
Dalam bahasan ini diperoleh data bahwa
ke
dalam
lingkungan
santri
(pesantren),
tokoh habib menjalankan beberapa peran
kemudian para kiai tersebut menularkan
sosial di dalam komunitas sosial (wadah)
(mentransfer)
berupa majelis. Tokoh habib yang dimaksud
berguna
yaitu Habib Novel bin Muhammad Al-
informasi yang dianggap merusak kehidupan
Aydrus, sedangkan komunitas sosial berupa
para
Majelis
Ar-Raudhah
menyatakan bahwa peran makelar budaya ini
Surakarta. Peran sosial yang dijalankan oleh
berkaitan dengan peran para kyai dalam
tokoh habib ini diantaranya yaitu peran sosial
menjembatani (menengahi) antara dua sistem
makelar budaya (cultural broker), peran
tradisi-tradisi besar dengan tradisi-tradisi kecil
sosial dakwah (transfer ilmu keagamaan)
di kebudayaan Jawa.
Ilmu
dan
Dzikir
informasi
dan
santri.
membuang
Geertz
yang
dianggap
(membendung)
(1960:
230)
juga
kepada para jamaah, serta peran sosial
Bertolak dari analisis Geertz mengenai
sebagai konselor, yaitu peran tokoh habib
peran makelar budaya dari para kyai, peneliti
dalam melayani, menjawab, memecahkan
melihat bahwa peran tokoh habib dalam
dan memberikan solusi atas permasalahan
komunitas sosial (majelis) juga hampir mirip
yang dialami oleh para jamaah. Ketiga peran
dengan peran para kyai. Sebagaimana para
sosial dari tokoh habib ini hampir mirip
kyai yang memiliki wadah berupa pesantren,
(serupa) dengan peran sosial yang dijalankan
tokoh habib dalam hal ini memiliki wadah
oleh para kyai Jawa pada penelitian Geertz di
berupa majelis (pengajian) rutin, seperti yang
Mojokuto.
dilakukan Habib Novel melalui Majelis Ilmu
Yang pertama, para kyai sebagai seorang
dan Dzikir Ar-Raudhah Surakarta. Melalui
tokoh agama memiliki peran sosial yang oleh
wadah
majelis
tersebut,
peran
makelar
Geertz disebut “makelar budaya” (cultural
(perantara) budaya dijalankan tokoh habib
kepada para jamaah. Perlu digarisbawahi
pekerjaan, bisnis, keluarga, pendidikan, dan-
bahwa peran makelar budaya yang dijalankan
lain-lain. Dengan kata lain, dimensi material
tokoh habib dalam komunitas sosial (majelis)
berkaitan dengan sesuatu yang bersifat profan
ini tidak dilakukan secara mutlak (total).
(keduniawaian).
Artinya, tokoh habib hanya melakukan peran
meterial
makelar budaya (cultural broker) pada konten
berkaitan dengan aspek keagamaan (religius)
atau
yang
para jamaah. Kegiatan ini dapat berupa dzikir,
dianggap penting dan mengganggu tatanan
sholawatan, tahlil, atau kajian ilmu yang rutin
sosial jamaah di lingkungan majelis. Konten
dilaksanakan setiap minggunya.
informasi
(budaya)
tertentu
atau informasi (budaya) yang dimaksud berupa
konsep
amalan
bid‟ah
dan
pemberitaan
tentang aksi demo bela Islam.
Yang
(transfer
Sedangkan
berupa
kedua,
ilmu
dimensi
non-
perilaku-perilaku
peran
sosial
keagamaan),
yang
dakwah
Dirdjosanjoto
(1999: 110) juga menyebutkan bahwa para
Proses menjembatani informasi (budaya)
kyai sibuk dalam mengajarkan Al-Qur‟an atau
dilakukan Habib Novel melalui ceramah-
berbagai keilmuan agama kepada santri di
ceramah pada beberapa pengajian rutinnya.
pesantren,
Melalui ceramah pengajian, Habib Novel
kuning”. Serupa dengan peran kyai tersebut,
mengkomunikasikan
(budaya)
peran sosial dakwah juga dilakukan tokoh
berupa konsep amalan bid‟ah dan aksi demo
habib di dalam komunitas sosial. Peran sosial
bela Islam kepada para jamaah. Lebih dari itu,
dakwah
Habib Novel juga memberikan pemahaman
dilakukan tokoh habib kepada para jamaah
(penularan ilmu) terkait 2 informasi (budaya)
melalui pengajian rutin setiap minggunya.
tersebut sehingga tatanan sosial di majelis
Habib Novel memberikan pengajaran ilmu
menjadi stabil. Selain itu Habib Novel bin
keagamaan yang bersumber dari beberapa
Muhammad Al-Aydrus juga menjembatani
kitab ulama tempo dulu (salaf). Kitab ulama
(menengahi) antara dimensi material dengan
yang dimaksud yaitu Riyadhus Sholihin dan
dimensi non-material para jamaah di Majelis
Al-Hikam.
informasi
Ilmu dan Dzikir Ar-Raudhah
khususnya
(transfer
berdasarkan
ilmu
“kitab
keagamaan)
ini
Surakarta.
Yang ketiga, peran sosial habib sebagai
Dimensi material dalam hal ini berupa
konselor. Peran konselor dalam hal ini yaitu
berbagai perilaku kehidupan (budaya) yang
peran tokoh habib dalam melayani, menjawab,
dijalani para jamaah di luar lingkungan
memecahkan serta memberikan solusi atas
Majelis Ilmu dan Dzikir Ar-Raudhah, seperti
permasalahan yang dialami oleh para jamaah.
Peran sosial sebagai konselor ini serupa
taktik, rencana atau langkah yang dilakukan
dengan peran para kyai Jawa pada penelitian
dalam mencapai tujuan tertentu. Hardini dan
Geertz, yaitu dalam hal memberikan nasehat
Puspitasari (2012: 11) menyatakan bahwa
spiritual bagi para santri. “To his former
strategi memiliki pengertian sebagai suatu
students and their families he was spiritual
garis-garis besar haluan untuk melakukan
advisor, magical curer and social superior”
sesuatu (bertindak) di dalam mencapai sasaran
(Geertz, 1960: 234). Kondisi ini juga dijumpai
atau tujuan yang telah ditentukan. Tokoh
di Majelis Ilmu dan Dzikir Ar-Raudhah
habib sebagai pemimpin majelis (pengajian)
Surakarta. Para jamaah di Majelis Ilmu dan
memiliki
Dzikir Ar-Raudhah Surakarta dalam beberapa
berkaitan dengan loyalitas dari para jamaah.
kesempatan
ke
Berdasarkan data yang diperoleh, terdapat 5
kediaman Habib Novel guna menanyakan
strategi yang dilakukan tokoh habib dalam
berbagai permasalahan hidupnya. Banyak
membangun (menjaga) dan menjamin loyalitas
jamaah yang bertanya dan meminta solusi
para jamaah agar senantiasa hadir di pengajian
seputar masalah agama, keluarga, bisnis
rutin. Strategi-strategi tersebut diantaranya:
(pekerjaan) dan lain-lain. Salah satu informan
melalui indoktrinasi, melalui penggunaan gelar
AS juga pernah berkonsultasi seputar masalah
(status) habib, mengemas kajian ceramah yang
keluarga kepada Habib Novel. Lebih dari itu,
menarik dan aplikatif, pemberian berbagai
peneliti juga mengamati bahwa selepas kajian
suguhan dan doorprize kepada para jamaah,
rutin terdapat beberapa jamaah yang meminta
serta melalui pembentukan sistem (jaringan)
doa kesembuhan kepada Habib Novel bin
keulamaan dan kekerabatan diantara para
Muhammad Al-Aydrus.
habaib.
juga
bertamu
(sowan)
langkah-langkah
Terdapat
analisis
(strategi)
konsep
yang
mengenai
Strategi Habib Dalam Membangun Dan
strategi tokoh habib dalam menjaga (loyalitas)
Menjamin Loyalitas (Rutinnya) Jamaah
dan menjamin rutinnya para jamaah untuk
Untuk Mengikuti Pengajian
mengikuti pengajian di Majelis Ilmu dan
Loyalitas dalam hal ini merupakan bentuk
Dzikir Ar-Raudhah setiap minggunya. Konsep
kesetiaan yang ditunjukkan oleh para jamaah
ini sebagaimana para raja Jawa dahulu yang
di dalam menghadiri pengajian rutin di Majelis
menjaga
Ilmu dan Dzikir Ar-Raudhah Surakarta. Istilah
bangsawan
atau konsep strategi mengacu pada suatu
mengadakan pertemuan rutin setiap tahunnya.
dan
menjamin
serta
loyalitas
rakyatnya
para
dengan
Pertemuan
(event)
biasanya
menjamin dan menjaga loyalitas (rutinnya)
diselenggarakan di wilayah (area) kerajaan.
para jamaah tersebut, maka tokoh habib
Menurut Sapto (2015: 157-158) menyebutkan
mengadakan suatu pertemuan (event) tertentu
bahwa di dalam menjaga dan menjamin
baik dalam skala besar maupun kecil di
loyalitas
Majelis
para
rutin
penguasa
ini
daerah
dan
Ilmu
dan
Dzikir
Ar-Raudhah
bawahannya, para raja Jawa memiliki satu
Surakarta. Para jamaah dari berbagai kalangan
strategi (langkah) yaitu dengan mengadakan
dihimbau dan diharapkan hadir dalam acara-
sebuah pertemuan rutin. Salah satu acara
acara
pertemuan rutin tersebut berupa acara sebha.
upacara sebha (pisowanan), dimana para
Sejak jaman Mataram Islam (Sultan Agung),
jamaah berusaha menghadap (menghadiri)
para raja Jawa mengadakan sebuah pertemuan
sebuah pertemuan yang diselenggarakan oleh
rutin (pisowanan) kepada para bawahan dan
tokoh habib. Acara (pertemuan) rutin di
rakyat yang disebut dengan acara sebha. Para
Majelis
abdi dalem, bangsawan, bupati diwajibkan
Surakarta dilaksanakan baik secara mingguan,
hadir dalam acara pisowanan (sebha) ini.
bulanan maupun tahunan. Acara minggunan
“Sebha
atau
berupa kegiatan pengajian rutin setiap Rabu
menampakkan diri kepada Raja, juga dikenal
dan Jumat malam. Acara bulanan (setiap
dengan sebutan pisowanan yang berasal dari
Jumat Kliwon) berupa pembacaan Kitab
kata sowan (berkunjung)” (Hadisiswaya, 2011:
Maulid Shimthuddurar dan sholawatan. Selain
31).
itu, setiap kajian rutin Jumat Legi dan Kliwon,
yang
berarti
menghadap
tersebut.
Ilmu
Acara
dan
tersebut
Dzikir
layaknya
Ar-Raudhah
Sebagaimana raja-raja Jawa dahulu, tokoh
tokoh habib menyelenggarakan acara jamuan
habib dalam hal ini juga memiliki strategi
makan bersama dengan para jamaah. Jamuan
(langkah) di dalam menjaga dan menjamin
makan bersama ini disajikan dalam sebuah
loyalitas
wadah (beri) berupa nasi sayur dan lauk pauk.
(rutinnya)
para
jamaah
agar
senantiasa menghadiri pengajian di Majelis
Sedangkan
pertemuan
(event)
secara
Ilmu dan Dzikir Ar-Raudhah Surakarta. Habib
tahunan misalnya acara haul Habib Ali bin
merupakan tokoh elit di bidang keagamaan,
Muhammad Al-Habsyi, peringatan Maulid
memiliki wadah berupa (majelis) pengajian
Nabi Muhammad SAW, peringatan Tahun
yang
dan
Baru Islam (1 Hijriah), doa bersama pada
kekuasaannya. Majelis tersebut juga dihadiri
malam Nishfu Sya‟ban, acara Tahlil Akbar
para jamaah dari berbagi kalangan. Untuk
untuk mengenang ayahanda Habib Novel bin
langsung
dibawah
kendali
Muhammad Al-Aydrus, serta berbagai acara
menciptakan suatu ikatan (hubungan) antara
dalam menyambut bulan suci Ramadhan.
tokoh habib dengan para jamaah. Para jamaah
Berbagai acara (event) yang diadakan oleh
akan menunjukkan loyalitas mereka kepada
Habib Novel di Majelis Ilmu dan Dzikir Ar-
tokoh habib ini dengan selalu menghadiri
Raudhah Surakarta biasanya dihadiri oleh
acara-acara
ratusan jamaah. Terlebih dalam acara-acara
Majelis
besar, jamaah yang hadir biasanya lebih
Surakarta.
(event)
Ilmu
yang
dan
diselenggarakan
Dzikir
Ar-Raudhah
banyak. Pada acara doa bersama di malam
SIMPULAN
Nishfu Sya‟ban beberapa waktu lalu, peneliti
mengamati bahwa jamaah yang hadir di
Majelis
Ilmu
Ar-Raudhah
pembahasan tentang peran sosial habib dalam
Surakarta mencapai 200 jamaah. Selain itu,
komunitas sosial, maka dapat disimpulkan
pada
beberapa hal sebagai berikut:
acara
dan
Dzikir
Berdasarkan pada hasil penelitian dan
peringatan
Maulid
Nabi
Muhammad SAW lalu, para jamaah yang
1. Peran sosial tokoh habib dalam komunitas
datang juga memenuhi kompleks Majelis Ilmu
sosial dapat dikategorikan menjadi 3 yaitu:
dan Dzikir Ar-Raudhah Surakarta. Kedatangan
peran sosial makelar budaya (cultural
para jamaah tersebut menunjukkan loyalitas
broker), peran sosial dakwah (transfer ilmu
mereka terhadap berbagai acara (event) yang
keagamaan) kepada para jamaah, serta
diadakan oleh Habib Novel. Biasanya Habib
peran sosial sebagai konselor, yaitu peran
Novel mengundang para jamaah bahwa di
tokoh habib dalam melayani, menjawab,
Majelis
Ar-Raudhah
memecahkan dan memberikan solusi atas
Surakarta akan dilaksanakan acara (event)
permasalahan yang dialami oleh para
tertentu. Dalam hal ini, Habib Novel tidak
jamaah.
Ilmu
dan
Dzikir
mewajibkan para jamaah untuk menghadiri
2. Strategi habib dalam membangun dan
acara tersebut, tetapi beliau menghimbau dan
menjamin
mengharapkan
dapat
senantiasa rutin menghadiri pengajian di
berpartisipasi. Melalui berbagai acara (event)
Majelis Ilmu dan Dzikir Ar-Raudhah
keagamaan tersebut, tokoh habib mampu
Surakarta dapat dibagi menjadi 5 yaitu:
menjamin dan menjaga loyalitas para jamaah
melalui indoktrinasi, melalui penggunaan
untuk
gelar (status) habib, mengemas kajian
agar
menghadiri
mereka
pengajian-pengajiannya.
Adanya berbagai pertemuan rutin (event)
ceramah
loyalitas
yang
para
menarik
jamaah
dan
agar
aplikatif,
pemberian berbagai suguhan dan doorprize
kepada
para
jamaah,
serta
melalui
pembentukan sistem (jaringan) keulamaan
dan kekerabatan diantara para habaib.
Selain itu, tokoh habib dalam hal ini juga
mengadakan acara (event) rutin
yang
diselenggarakan di Majelis Ilmu dan Dzikir
Ar-Raudhah Surakarta.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman. (2009). Fenomena Kiai Dalam
Dinamika Politik: Antara Gerakan
Moral dan Politik. Karsa,15 (1), 30-31.
Adilah, N & Mohd, F. O. (2016). Status
Golongan Habib Sebagai Keturunan
Nabi SAW. Jurnal Al-Thurat, 1 (2), 1524.
Auliya, S. (2015). Kiai dan Pembangunan
Institusi Sosial. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Dhofier, Z. (2011). Tradisi Pesantren: Studi
Pandangan Hidup Kyai dan Visinya
Mengenai Masa Depan Indonesia
(Edisi Revisi). Jakarta: LP3S.
Fadhilah, A. (2011). Struktur dan Pola
Kepemimpinan Kyai Dalam Pesantren
di Jawa. Hunafa: Jurnal Studia
Islamika, 8 (1), 101-120.
Geertz, C. (1960). The Javanese Kijaji: The
Changing Role of a Cultural Broker
dalam Comparative Studies in Society
and History. 15 (1), 228-249.
________. (1992). Kebudayaan & Agama.
Yogyakarta: Kanisius.
Gottschalk, L. (1975). Mengerti Sejarah
(Terjemahan Nugroho Notosusanto).
Jakarta: UI Press.
Hadisiswaya, A. M. (2011). Pergolakan
Raja
Mataram.
Yogyakarta:
Interprebook.
Hardini, I & Puspitasari, D. (2012). Strategi
Pembelajaran Terpadu (Teori, Konsep &
Implementasi). Yogyakarta: Familia.
Horton, P. B & Hunt, Chester L. (1999a).
Sosiologi Jilid I Edisi Keenam
(Terjemahan Aminudin Rahman & Tito
Sobari). Jakarta: Erlangga.
Novel. (2006). Jalan Nan Lurus Sekilas
Pandang Tarekat Bani „Alawi. Surakarta:
Taman Ilmu.
Sapto, Ari. (2015). Pelestarian Kekuasaan
Pada Masa Mataram Islam: Sebha
Jaminan Loyalitas Daerah Terhadap
Pusat. Sejarah dan Budaya, 9 (2), 153161.
Takdir, M. I. (2014). Kiai: Figure Elite
Pesantren. Ibda‟: Jurnal Kebudayaan
Islam. 12 (12) 146.
Ungguh, J. M. (2015). Ilmu Pendidikan Islam:
Studi Kasus Terhadap Struktur Ilmu,
Kurikulum,
Metodologi,
dan
Kelembagaan Pendidikan Islam.
Download