ANALISIS PEWARISAN GEN CsNitr1

advertisement
ANALISIS PEWARISAN GEN CsNitr1-L
PADA TANAMAN PADI CIHERANG TRANSGENIK
GENERASI F4 DARI SILANG BALIK KETIGA
NAZARUDIN
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Pewarisan Gen
CsNitr1-L pada Tanaman Padi Ciherang Transgenik Generasi F4 dari Silang Balik
Ketiga adalah benar karya saya bersama komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2013
Nazarudin
NRP P051090061
RINGKASAN
NAZARUDIN. Analisis Pewarisan Gen CsNitr1-L pada Tanaman Padi Ciherang
Transgenik Generasi F4 dari Silang Balik Ketiga. Dibimbing oleh SUHARSONO
dan SUSTIPRIJATNO.
Upaya peningkatan produksi padi saat ini memiliki berbagai kendala, seperti
konversi lahan sawah, perubahan iklim dan penurunan kualitas lahan yang
berdampak terhadap penurunan produktivitas. Petani memberikan tambahan
pupuk kimiawi untuk meningkatkan produktivitas padi terutama pupuk nitrogen.
Kondisi sawah dengan penggenangan untuk menanam padi dapat mengakibatkan
hilangnya unsur hara nitrogen karena terlarut, menguap dan mengalami
denitrifikasi, sehingga sebagian besar dari jumlah pupuk nitrogen yang
diaplikasikan di lahan sawah tidak dapat diserap tanaman secara optimal.
Gen Nitr1-L adalah gen yang menyandikan nitrit transporter yang
termasuk dalam kelompok proton-dependen oligopeptide transporter (POT),
sehingga penyerapan nitrit oleh tanaman yang mengandung transporter ini
menjadi efisien. Gen yang menyandikan protein ini (CsNitr1-L) di bawah kontrol
promoter 35S CaMV telah diintroduksikan ke tanaman padi (Oriza sativa L.)
subspesies japonica cv. Nipponbare. Untuk mentransfer gen ini, padi transgenik
japonica cv. Nipponbare telah disilangkan dengan padi subspesies indica varietas
Ciherang, diikuti dengan silang balik dan menyerbuk sendiri sampai generasi
BC3F4. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis introgresi gen CsNitr1-L
di tanaman padi transgenik generasi BC3F4.
Tanaman padi transgenik generasi BC3F4 yang dipilih berdasarkan
ketahanan terhadap higromisin. Lebih dari 90% dari populasi BC3F4 adalah
tanaman padi transgenik putatif. Tanaman transgenik dikonfirmasi dengan analisis
PCR menggunakan primer yang sesuai dengan gen hpt. Produktivitas biji galur
transgenik lebih tinggi daripada non-transgenik. Berdasarkan produktivitas
tertinggi dari setiap galur transgenik, G3, G7, G8, G11, empat tanaman transgenik
dianalisis dengan PCR. Analisis PCR menunjukkan bahwa keempat tanaman
transgenik mengandung CsNitr1-L di bawah kendali promoter 35S CaMV. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa transgen CsNitr1-L telah diwariskan kepada
generasi BC3F4.
Keywords : gen Nitr1-L, padi transgenik, pewarisan, nitrit transporter, nitrogen
SUMMARY
NAZARUDIN. Inheritance CsNitr1-L Gene in Transgenic Rice Plants Ciherang
Generation of BC3F4. Under Direction of SUHARSONO and SUSTIPRIJATNO
Efforts to increase rice production today meet some constraints, such as
lans use conversion, climate change and degradation of quality of land affecting
the productivity. Farmers provide additional chemical fertilizer to increase rice
productivity especially nitrogen fertilizer. Field conditions with submarging
system for rice plant can result in the loss of nitrogen fertilizer due to dissolve,
evaporate and undergo denitrification, so most of the amount of nitrogen fertilizer
applied in rice fields can not be optimally absorbed by plants.
Nitr1-L gene is a gene that encode nitrites transporter which is included in
the group of proton oligopeptide transporter (POT), so the absorption of nitrites
by the plants containing this transporter becomes efficient. The gene encoding this
protein (CsNitr1-L) under the control of 35S CaMV promoter had been introduced
into rice plants (Oriza sativa L.) subspecies Japonica cv. Nipponbare. To transfer
this gene, the japonica transgenic rice had been crossed with Indica rice cv.
Ciherang, followed by back-cross and self pollination until BC3F4 generation.
The aim of this study was to analyse introgression of CsNitr1-L gene in the
transgenic rice BC3F4 generation.
The transgenic rice plants in BC3F4 generation were selected based on the
resistance to hygromicin. More than 90% population of BC3F4 are putatively
transgenic rice plants. These transgenic plants were confirmed by PCR analysis by
using primers corresponding to hpt gene. The seed productivity of transgenic lines
was higher than that of nontransgenic ones. Based on the highest productivity of
every transgenic line of G3, G7, G8, G11, four transgenic plants were analysed by
PCR. PCR analysis showed that these four transgenic plants contained CsNitr1-L
under the control of 35S CaMV promoter. The result indicated that the transgene
of CsNitr1-L was introgressed into BC3F4 generation.
Keywords : Nitr1-L gene, transgenic rice, inheritance, nitrite transporter,
nitrogen
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
ANALISIS PEWARISAN GEN CsNitr1-L
PADA TANAMAN PADI CIHERANG TRANSGENIK
GENERASI F4 DARI SILANG BALIK KETIGA
NAZARUDIN
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Bioteknologi
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Penguji Luar Komisi Pembimbing: Dr. Ir. Miftahudin, MSi.
Judul Tesis : Analisis Pewarisan Gen CsNitr1-L pada Tanaman Padi Ciherang
Transgenik Generasi F4 dari Silang Balik Ketiga
Nama
NRP
: Nazarudin
: P051090061
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Suharsono, DEA
Ketua
Dr. Sustiprijatno, MSc
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Bioteknologi
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Suharsono, DEA
Dr. Ir. Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 25 juni 2013
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan keseluruhan rangkaian
studi untuk mendapatkan gelar magister. Terima kasih disampaikan kepada kedua
pembimbing, yaitu: Bapak Prof Dr Ir Suharsono, DEA dan Bapak Dr Sustiprijatno,
MSc. yang telah memberikan kesempatan, kepercayaan dan bimbingannya. Tidak
lupa juga ungkapan terimakasih sebesar-besarnya ditujukan kepada rekan-rekan PS.
Bioteknologi dan teman-teman yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
Teruntuk Ibu yang doanya selalu mengiringi perjalan ananda, penulis
mengucapkan terimakasih atas waktu, pikiran, materi dan semangat yang telah
diberikan. Akhir kata, semoga tesis ini bermanfaat bagi kemajuan pertanian dan
bioteknologi di Indonesia.
Bogor, Juli 2013
Nazarudin, SP
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
xiii
DAFTAR GAMBAR
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
vx
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
1
1
3
2 TINJAUAN PUSTAKA
Padi (Oriyza sativa)
Asimilasi Nitrat
Peranan Gen CsNitr1-L
4
4
6
7
3 METODOLOGI
Waktu dan Tempat
Bahan
Metode Penelitian
Seleksi Kecambah Transgenik dengan Higromisin
Perlakuan Pupuk
Analisis Fenotipe
Rancangan Percobaan
Isolasi DNA Tanaman
Analisis Gen hpt dan CsNitr1-L dengan PCR
9
9
9
10
10
10
10
11
11
12
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Seleksi Resistensi Kecambah Padi Ciherang transgenik Terhadap
higromisin
Analisis Fenotipe
Tinggi Tanaman
Jumlah Anakan
Berat Kering Tanaman
Umur Berbunga
Panjang Malai
Bobot Seratus Biji
Jumlah Biji Tiap Malai
Berat Biji Tiap Rumpun
Analisi Integrasi gen CsNitr1-L pada Tanaman Transgenik
13
13
14
14
15
15
16
17
17
18
19
19
5 SIMPULAN
21
DAFTAR PUSTAKA
22
LAMPIRAN
25
RIWAYAT HIDUP
xvi
DAFTAR TABEL
1 Seleksi ketahanan kecambah terhadap higromisin pada tanaman
padi Ciherang
2 Pengaruh genotipe terhadap tinggi (cm) tanaman pada setiap dosis
pemupukan urea
3 Pengaruh genotipe terhadap jumlah anakan tiap rumpun pada
setiap dosis pemupukan urea
4 Pengaruh genotipe terhadap berat kering tanaman tiap rumpun
pada setiap dosis pemupukan urea
5 Pengaruh genotipe terhadap umur berbunga (hari) pada setiap
dosis pemupukan urea
6 Pengaruh genotipe terhadap panjang malai tanaman tiap rumpun
pada setiap dosis pemupukan urea
7 Pengaruh genotipe terhadap bobot seratus biji tanaman tiap
rumpun pada setiap dosis pemupukan urea
8 Pengaruh genotipe terhadap jumlah biji tiap malai pada setiap
dosis pemupukan urea
9 Pengaruh genotipe terhadap berat biji tiap rumpun pada setiap
dosis pemupukan urea
13
15
15
16
16
17
18
18
19
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
Morfologi tanaman padi
Proses asimilasi nitrat di akar dan daun tanaman
Perubahan nitrat menjadi amonium yang terjadi di dalam sel
Peta daerah T-DNA plasmid pIG121HM
Perkecambahan padi di media selektif MS0 yang mengandung 50
mg/l higromisin dan di media non selektif MS0 yang tidak
mengandung higromisin umur 18 hari.
6 Hasil PCR dengan kombinasi primer HPT-F dan primer HPT-R
untuk amplifikasi gen hpt
7 Hasil PCR dengan kombinasi primer 35S-F Ca CaMV dan
CsNitr1-L-R
8 Hasil PCR terhadap DNA tanaman padi menggunakan primer aktin
5
6
7
9
13
14
20
20
DAFTAR LAMPIRAN
1 Morfologi padi Ciherang
25
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Padi (Oryza sativa L.) merupakan komoditas serealia yang diproduksi
terbesar kedua setelah gandum. Asia merupakan sentra produksi dan konsumen
terbesar dunia, namun padi juga merupakan tanaman penting dibeberapa wilayah
Utara dan Selatan Amerika, Afrika, Australia dan Eropa (Wailes et al. 1998).
Sekitar 114 negara di seluruh dunia menanam padi dengan luas panen sekitar 153
juta hektar dan menghasilkan lebih dari 600 juta ton per tahun (FAO 2012).
Wilayah Asia memproduksi padi sekitar 90% dari total produksi dunia, dua
negara diantaranya yaitu Cina dan India yang menanam padi lebih dari setengah
total produksi dunia (IRRI 2012). Produksi padi di Indonesia pada tahun 2012
mencapai 69 juta ton dengan produktivitas 51.36 kuintal per hektar (BPS 2012).
Di Indonesia upaya peningkatan produksi padi saat ini terganjal oleh berbagai
kendala, seperti konversi lahan sawah yang masih terus berjalan, perubahan iklim,
dan kualitas sumberdaya lahan yang semakin menurun, sehingga berdampak
terhadap penurunan produktivitas (Pramono et al. 2005; Wangiyana et al. 2008;
Azwir dan Ridwan 2009).
Usaha mengatasi penurunan kualitas sumber daya lahan melalui
intensifikasi masih memungkinkan yaitu melalui perakitan varietas unggul
tanaman padi. Salah satu cara dalam perakitan varieatas unggul adalah rekayasa
genetika tanaman yang efisien dalam penggunaan pupuk, khususnya pupuk
nitrogen. Efisiensi pupuk nitrogen dapat dilakukan dengan memodifikasi jalur
nitrat yaitu memanfaatkan gen-gen transporter yang berkerja pada jalur asimilasi
nitrat, seperti tansporter nitrat (NTR), transporter nitrit (Nitr1), transporter
ammonium (MRT), transporter amida (GOGAT). Sugiura et al. (2007) telah
berhasil mengidentifikasi transporter nitrit (CsNitr1-L) yang berfungsi dalam
mempercepat transportasi nitrit menuju kloroplas. Menurut Sustiprijatno et al.
(2006) gen CsNitr1-L termasuk kedalam kelompok gen proton-dependen
oligopeptide tranporter (POT).
Tanah sawah adalah tanah yang digunakan untuk menanam padi sawah,
baik secara terus menerus sepanjang tahun maupun bergiliran dengan tanaman
palawija.Tanah sawah di Indonesia saat ini umumnya ditemukan pada tanah yang
cukup baik di daerah datar maupun perbukitan yang diteraskan. Umumnya tanah
sawah terdapat di Jawa, Bali, Lombok, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Aceh,
dan Sulawesi Selatan. Biasanya tanah sawah yang digunakan untuk menanam
padi adalah dalam keadaan tergenang. Penggenangan tanah mengakibatkan
perubahan-perubahan sifat kimia tanah yang mempengaruhi pertumbuhan
tanaman padi. Pengaruh negatif dari penggenangan ini adalah mudah hilangnya
unsur hara seperti nitrogen karena mudah terlarut, menguap dan mengalami
denitrifikasi. Optimasi produktivitas padi lahan sawah merupakan salah satu
peluang untuk peningkatan produksi padi. Di Indonesia rata-rata produktivitas
padi adalah 4,7 ton/ha, sedangkan potensinya dapat mencapai 6-7 ton/ha
(Makarim et al. 2000).
Pupuk nitrogen merupakan dasar untuk produksi padi. Penggunaan pupuk
nitrogen meningkat selama 50 tahun terakhir yang menyebabkan peningkatan
1
2
besar dalam produksi padi di seluruh dunia (Lea dan Miflin 2011). Hasil produksi
padi tergantung pada jumlah nitrogen yang diberikan. Namun, hampir setengah
bagian dari jumlah nitrogen yang diaplikasikan di lapangan terutama lahan sawah
banyak mengalami kehilangan karena penguapan, denitrifikasi, dan pencucian
(Hardjowigeno 2010). Akibat dari tidak efisiennya penggunaan pupuk nitrogen
tersebut menyebabkan biaya produksi tinggi, sehingga dapat merugikan dan
menurunkan pendapatan petani (Ikhwani 2012).
Nitrogen adalah bagian penting dari kehidupan. Tanaman, hewan dan
bakteri menggunakan nitrogen untuk mensintesis asam amino, dan asam-asam
amino ini bersatu membentuk protein. Tanaman mengambil nitrogen dalam
bentuk ion amonium (NH4+) dan ion nitrat (NO3-). Alur asimilasi nitrat dimulai
oleh reduksi nitrat menjadi nitrit oleh enzim nitrat reduktase di dalam sitoplasma,
kemudian nitrit direduksi menjadi amonium oleh enzim nitrit reduktase di dalam
kloroplas. Amonium yang dihasilkan merupakan bahan dasar untuk metabolisme
protein (Hopkins dan Hiiner 2008). Nitrit adalah produk antara yang sangat
penting karena dapat meracuni tanaman, sehingga keberadaannya di sitoplasma
harus sekecil mungkin atau tidak ada sama sekali. Nitrit di sitoplasma dapat
dipindah dengan cepat oleh transporter nitrit menuju kloroplas sehingga
penyerapan nitrat oleh tanaman menjadi semakin besar. Apabila akumulasi nitrit
di sitoplasma besar, dapat mengganggu pertumbuhan tanaman. Pada dasarnya
tanaman padi memiliki transporter nitrit namun tidak aktif (Sustiprijatno et al.
2006). Asimilasi nitrat pada tanaman terjadi di akar dan daun. Nitrat akan di
simpan di vakuola akar atau akan di transfer ke mesofil daun namun sebelumnya
nitrat akan direduksi terlebih dahulu menjadi nitrit di sitosol kemudian direduksi
lagi menjadi NH4+ di dalam kloroplas (Sugiura et al. 2007).
Sustiprijatno et al. (2006) telah berhasil memodifikasi proses transfer nitrit
dari sitosol ke kloroplas pada tanaman padi Oryza sativa L. subspesies japonica
cv. Nipponbare dengan memasukkan gen CsNitr1-L yang berasal dari tanaman
mentimun. Nitrit di sitoplasma dapat dipindah dengan cepat oleh transporter nitrit
menuju kloroplas, sehingga penyerapan nitrat oleh tanaman padi menjadi semakin
besar. Padi kultivar Nipponbare transgenik yang mengandung gen CsNitr1-L di
bawah kendali promoter 35S (35S CaMV) telah disilangkan dengan padi lokal
kultivar Ciherang untuk memindahkan gen CsNitr1-L di bawah kendali promoter
35S CaMV ke dalam genom kultivar Ciherang. Turunan F1 dari hasil persilangan
ini kemudian dilakukan persilangan balik dengan kultivar Ciherang sehingga
didapat tanaman BC1F1.
Tanaman BC1F1 disilang balik kembali dengan kultivar Ciherang. Silang
balik dilakukan beberapa kali dengan kultivar Ciherang sebagai recurrent
parental (Komawati 2010). Silang balik beberapa kali dengan kultivar Ciherang
tersebut dimaksudkan untuk mengurangi genom kultivar Nipponbare dan
meningkatkan genom kultivar Ciherang. Metode silang balik digunakan untuk
memperbaiki varietas yang sudah mempunyai karakter agronomi dan adaptasi
yang baik tapi kurang baik pada satu atau beberapa karakter saja. Hasil silang
balik ketiga telah dibiarkan melakukan penyerbukan sendiri beberapa generasi
untuk menghasilkan populasi BC3F4.
3
Tujuan penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pewarisan gen CsNitr1-L di
bawah kendali promoter 35S CaMV pada populasi BC3F4 dari tanaman padi
Ciherang transgenik.
4
2 TINJAUAN PUSTAKA
Padi (Oryza sativa L.)
Padi (Oryza sativa L.) merupakan komoditas serealia yang diproduksi
terbesar kedua setelah gandum. Asia merupakan sentra produksi dan konsumen
terbesar dunia. Selain Asia, padi juga merupakan tanaman penting di beberapa
wilayah Utara dan Selatan Amerika, Afrika, Australia dan Eropa (Wailes et al.
1998). Padi yang dibudidayakan saat ini ada dua jenis yaitu Oryza sativa L.
(padi Asia) dan Oryza glaberrima (padi Afrika), namun hanya Oryza sativa L.
yang dibudidayakan secara luas terutama di Asia (Datta 1981). Terdapat
25 spesies padi (AAK 1990), yang tersebar mulai dari Afrika, Asia,
Amerika hingga Australia (Chang 2003). Padi termasuk dalam Divisi
Angiospermae, Kelas Monocotyledonae, Ordo Poales, Famili Poaceae atau
Gramineae, Genus Oryza sativa. Oryza sativa berdasarkan ekogeografi terdiri
dari subspesies indica, javanica dan japonica yang terpisah secara genetik
(Siregar 1981).
Padi indica merupakan indigenus Asia dengan iklim tropis dan
subtropis. Padi japonica (sinica) terbatas pada wilayah subtropik (Chang 2003).
Subspesies padi javanica merupakan yang paling banyak ditanam di Indonesia.
Menurut Datta (1981), budidaya tanaman padi diklasifikasikan menjadi tiga
yaitu: (1) lahan kering, tanpa air yang tergenang atau tanpa pengairan, (2) lahan
basah, dan (3) tergenang.
Padi japonica memiliki ciri daun sempit berwarna hijau tua bulir bulat
berambut panjang. Contoh padi japonica adalah kultivar Nipponbare. Sedangkan
padi indica memiliki ciri berdaun sempit berwarna hijau terang, bulir ramping
umumnya tidak berbulu, contohnya padi Ciherang. Secara umum famili
Gramineae memiliki ciri akar serabut, daun berbentuk lanset, urat daun sejajar,
memiliki pelepah daun, bunga tersusun seperti bunga majemuk, dengan satuan
bunga berupa floret yang tersusun dalam spikelet. Secara umum, morfologi
tanaman padi disajikan pada Gambar 1.
Ciherang merupakan padi sawah varietas unggul hasil beberapa kali
persilangan, yaitu IR18349-53-1-3-1-3/IR19661-131-3-1//IR119661-131-31///IR64////IR64 Cere. Umur tanamannya cukup singkat yaitu 116 hingga 125
hari, bentuk tanaman tegak, dengan tinggi mencapai 107 hingga 115 sentimeter,
menghasilkan anakan produktif 14 hingga 17 batang (Suprihatno et al. 2007).
Pada penelitian ini gen CsNitr1-L dipindahkan dari padi japonica varietas
Nipponbare ke padi indica varietas Ciherang menggunakan metode persilangan
terarah atau lebih dikenal dengan metode site-directed crossing atau markerassisted backcrossing (Mackill et al. 2007). Tanaman padi japonica cv.
Nipponbare transgenik yang mengandung gen CsNitr1-L di bawah kendali
promoter 35S CaMV telah disilangkan dengan padi Indica yaitu Ciherang.
Menurut Reyes (2000), untuk mendapatkan tanaman dengan sifat yang diinginkan
perlu beberapa kali silang balik, paling tidak diperlukan 5 kali silang balik untuk
meminimalisir fragmen yang tidak diinginkan (Chahal dan Gosal 2002).
5
Gambar 1. Morfologi tanaman padi. A= Struktur biji padi, B= Bagian dari
anakan/batang primer dan sekunder, C= Komponen malai, D=
Bagian-bagian dari bunga padi (spikelet), dan E= Perkecambahan
biji padi (Datta 1981).
6
Asimilasi Nitrat
Tumbuhan menggunakan nitrat sebagai substrat awal untuk sintesis
senyawa yang mengandung nitrogen seperti asam amino (Marschner 1995).
Asimilisasi nitrat pada tanaman terjadi di akar dan daun. Nitrat diambil secara
simport dari dalam tanah melalui kerja H+-P-ATPase. Kemudian nitrat tersebut
disimpan di vakuola sel akar atau diasimilasi di sel epidermis akar dan korteks.
Nitrat yang berlebih akan ditranspor melalui pembuluh xilem menuju sel mesofil
daun. Nitrat direduksi menjadi NH4+ di dalam kloroplas (Gambar 2).
Gambar 2. Proses asimilasi nitrat di akar dan daun tanaman (Heldt 2005).
Nitrat tidak dapat diasimilasikan langsung tetapi harus terlebih dahulu
direduksi menjadi NH4+ agar dapat diubah menjadi senyawa organik. Tahap
penting untuk merubah nitrat menjadi asam amino melibatkan enzim nitrat
reduktase (NR) dan nitrit reduktase (NiR). Tahap pertama adalah mereduksi NO3menjadi NO2- oleh enzim nitrat reduktase (NR) yang terjadi di sitosol. Kemudian
nitrit (N02-) ditransfer menuju plastida (dalam akar) atau kloroplas (daun) dan
7
oleh enzim nitrit reduktase (NiR), N02- diubah menjadi NH4+ (Hopkin dan Hiiner
2008). Reaksi perubahan nitrat menjadi amonium disajikan pada Gambar 3. Nitrit
jarang ditemukan pada konsentrasi tinggi karena dapat meracuni tanaman (Oji dan
Okamoto 1981, Takahasi et al. 1998 Sugiura et al. 2007), sehingga perlu untuk
diminimalisir keberadaanya (Sustiprijatno et al. 2006).
Aktifitas enzim nitrat reduktase di akar banyak dipengaruhi oleh
fotosintesis. Hal ini dapat dilihat dari aktifitas enzim NR yang menjadi aktif
setelah terjadinya fotosintesis (Sawhney et al. 1972, Hopkin dan Hiiner 2008).
Enzim nitrat reduktase (NR)
2H+ + NO3- + →NO2- + H2O
Enzim nitrit reduktase (NiR)
8H+ + NO2- +6e- → NH4+ + 2H2O
Gambar 3. Perubahan nitrat menjadi amonium yang terjadi di dalam sel.
Peranan Gen Nitr1-L
Gen Nitr1-L merupakan gen yang menyandikan transporter nitrit. Pada
tanaman tingkat tinggi terdapat dua gen yang serupa yaitu Nitr1-L dan Nitr1-S
(Sugiura et al. 2007). Transporter nitrit yang berfungsi pada membran kloroplas
ini dapat mengangkut nitrit dari sitosol ke dalam stroma di kloroplas. Gen
CsNitr1-L yang berasal dari tanaman mentimun telah diisolasi oleh Takahashi dan
Sugiura [Tanpa tahun]. Gen CsNitr1-S Merupakan isoform dari gen CsNitr1-L
dengan 484 urutan asam amino yang identik, namun tidak memiliki asam amino
ke 120 N-terminal (Sugiura et al. 2007).
Nitr1-L merupakan kelompok gen POT (Oligopeptide Transporter). Salah
satu kelompok gen ini ditemukan pertama kali di Candida albicans. Gen ini
kemudian banyak ditemukan pada tanaman tingkat tinggi (Tsay et al. 2007).
Reduksi nitrit menjadi amonia memerlukan penyerapan enam elektron yang
dikatalis oleh enzim nitrit reduktase yang terletak di plastida. Reduktase nitrit
berisi cluster 4Fe 4S kovalen terikat satu molekul FAD, dan satu siroheme
siklik tetrapyrrole dengan satu atom Fe di tengah. Strukturnya berbeda
dari heme karena mengandung residu asetil dan propionil tambahan yang
berasal dari sintesis pirol Cluster 4Fe-4S, FAD, dan siroheme membentuk rantai
transpor electron dimana elektron ditransfer dari ferredoxin menjadi nitrit . Nitrit
reduktase memiliki afinitas yang sangat tinggi untuk nitrit. Kapasitas untuk
pengurangan nitrit dalam kloroplas jauh lebih besar dari pada untuk pengurangan
nitrat di sitosol. Oleh karena itu semua nitrit yang dibentuk oleh reduktase nitrat
dapat sepenuhnya dikonversi menjadi amonia. Hal ini penting karena nitrit
merupakan racun bagi sel (Siddiqi et al. 1992).
8
Shingles et al. (1996) menjelaskan transportasi NO2- diseluruh amplop
kloroplas terjadi oleh pengangkutan terprotonasi bentuk NO2- dan HNO atau
dengan penyerapan ion nitrit. Fungsi dari H+ -ATPase pada bagian dalam amplop
kloroplas mungkin untuk menghasilkan gradien untuk kegiatan transportasi
proton. Transport diseluruh amplop kloroplas vesikel membran dapat terjadi
dengan salah satu dari tiga mekanisme penting atau kombinasi ketiganya yaitu
melalui difusi, melintasi membran atau disosiasi dengan vesikel.
Takahasi dan Sugiura (tanpa tahun) pertama kali mengisolasi gen Nitr1
pada tanaman mentimun. Selain pada mentimun, gen nitrit transporter juga telah
diisolasi dari tanaman bayam (Ida dan Mikami 1986; Takahashi et al. 2001), padi
(Ida et al.1989), pea (Bowsher 1988), dan tembakau (Vaucheret et al. 1997; Kato
et al. 2004). Selain itu, nitrit transporter juga banyak diteliti pada mikroorganisme
seperti pada Aspergillus nidulans (Unkles et al. 2011).
9
3 METODOLOGI
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan mulai April 2012 sampai dengan Agustus 2012 di
Laboratorium Biologi Molekuler, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian, Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian.
Bahan
Bahan tanaman yang digunakan adalah populasi BC3F4 dari persilangan
antara padi japonica cv. Nipponbare transgenik dan padi indica kultivar Ciherang.
Ciri-ciri padi Ciherang disajikan pada Lampiran 1. Primer HPT-F (5’
GATGCCTCCGCTCGAAGTAGCG
3’)
dan
primer
HPT-R
(5’
GCATCTCCCGCCGTGCAC3’) digunakan untuk mengidentifikasi adanya gen
hpt. Primer 35S - F (5’ GAGAGAAAGCTTCATGGAGTCAAAGATTCAAA 3’)
dan primer CsNitr1-L-R (5’ ATAGATGATGGAGGCGATGG 3’) digunakan
untuk mengetahui gen CsNitr1-L yang difusikan dengan promoter 35S CaMV
menggunakan polymerase chain reaction (PCR). Primer Aktin-F (5’
TCCATCTTGGCATCTCTCA
3’)
dan
Primer
Aktin-R
(5’
GTACCCGCATCAGGCATC 3’) digunakan untuk mengamplifikasi aktin
sebagai kontrol internal tanaman padi untuk mengetahui keberadaan DNA genom.
Posisi primer HPT, 35S dan CsNitr1 disajikan pada gambar 4.
Gambar 4. Peta daerah T-DNA plasmid pIG121HM. RB = right border;
PNOS= promoter nopaline sythase; NPTII = neomycin
phosphotransferase II; TNos = terminator nopaline sythase untuk
gen target; CsNitr1-L = nitrit reduktase; P35S = promoter 35S
CaMV; hpt = hygromisin phosphotransferase; LB = left border;
10
Metode Penelitian
Seleksi kecambah transgenik dengan higromisin
Biji padi dikeringkan di dalam inkubator pada suhu 45 °C selama 2 hari.
Biji-biji tersebut kemudian disterilisasi dengan perendaman dengan etanol 70%
selama 1 menit dan pada larutan pemutih/bleach 30% (konsentrasi akhir sodium
hypochlorite NaOCl 2%) + tween selama 1 jam. Biji kemudian dibilas dengan
akuades steril sebanyak lima kali. Biji yang telah disterilkan kemudian
ditumbuhkan di media MS0 yang mengandung 50 mg/l antibiotik higromisin
selama tiga minggu untuk mendapatkan tanaman yang tahan higromisin. Sebagai
kontrol terhadap efektifitas media seleksi, padi non transgenik ditanam di media
selektif yang sama dengan media untuk tanaman transgenik.
Bibit yang tumbuh dipindahkan ke cawan petri baru dengan media air
selama 1 minggu kemudian bibit dipindah ke media tanam berupa bak kecil yang
berisi tanah selama 2 minggu. Selanjutnya bibit ini dipindah ke media ember yang
berisi tanah, yang telah dianalisis terlebih dahulu untuk mengetahui kandungan Ntotal. Tanah yang digunakan sebagai media tumbuh adalah 10 kg/ember. Setiap
ember ditanami satu bibit.
Perlakuan pupuk
Tanaman transgenik dan non transgenik yang telah dipindah ke ember
diberi pupuk dasar 100 kg TSP dan 100 kg/ha KCl tiap hektar, pada saat tanam.
Pupuk urea diberikan sebagai perlakuan dengan empat taraf yaitu 0, 50, 100 dan
150 kg/ha. Urea di berikan 3 kali yaitu 25% pada saat tanam, 25% berumur 4
MST dan 50% memasuki primordia akhir. Percobaan setiap genotipe pada setiap
dosis pemupukan terdiri dari dua bibit.
Analisis fenotipe
Fenotipe yang diamati meliputi tinggi tanaman, jumlah tanaman tiap
rumpun, berat kering tanaman, hari mulai berbunga, panjang malai, berat 100 biji,
jumlah biji per malai dan berat biji tiap rumpun. Data yang diperoleh kemudian
dianalisis dengan uji beda nyata. Tinggi tanaman diukur mulai dari titik tumbuh
hingga leher malai, yang dilakukan di akhir penelitian (panen) terhadap satu
tanaman yang paling tinggi dalam satu rumpun. Jumlah anakan tiap rumpun
dihitung ketika tanaman memasuki masa reproduktif ditandai dengan keluarnya
malai dengan menghitung semua tanaman dalam satu rumpun dikurangi dengan
tanaman induk. Umur berbunga dihitung dari saat tanam sampai dengan tanaman
menghasilkan malai.
Panjang malai diukur dari pangkal malai sampai dengan ujung malai
dengan mengambil 3 malai tiap rumpun kemudian di rata-ratakan. Berat seratus
biji dihitung berdasarkan rata-rata dari tiga kali penimbangan dari 100 biji yang
diambil secara acak untuk tiap rumpun. Berat biji tiap rumpun diukur dengan
menimbang seluruh biji yang dihasilkan tanaman dalam satu rumpun. Jumlah biji
per malai dihitung berdasarkan rata-rata dari 3 malai tiap rumpun yang diambil
secara acak.
11
Rancanan percobaan
Percobaan ini terdiri dari 4 macam dosis pemupukan yaitu 0, 50, 100 dan
150 kg/ha. Masing-masing percobaan pemupukan menggunakan rancangan acak
kelompok dengan satu perlakuan dan dua ulangan. Perlakuan terdiri dari lima
genotipe. Masing-masing perlakuan terdiri dari dua tanaman. Adapun rumus
matematikanya adalah sebagai berikut:
Yij = µ + τi + Bj + єij
Dimana :
Yij : Pengamatan Faktor genotipe taraf ke-i, faktor pemupukan taraf kej dan
kelompok ke-k
µ : Rataan Umum
τi : Pengaruh Faktor genotipe pada taraf ke-i
Bj : Pengaruh Kelompok pada taraf ke-j
єij : Pengaruh galat pada faktor genotipe taraf ke-i dan kelompok ke-j
Pengolahan data dilakukan terhadap pengaruh genotipe untuk masingmasing dosis pemupukan dan tidak dilakukan pengolahan antar dosis pemupukan.
Isolasi DNA tanaman
Isolasi DNA tanaman padi menggunakan prosedur CTAB (Doyle & Doyle
1990) yang dimodifikasi. DNA diisolasi dari tanaman padi setelah dipindah ke
bak kecil. Sebanyak 0,5 g daun padi digerus dengan nitrogen cair hingga
membentuk serbuk kemudian ditambahi 600 µl larutan buffer CTAB (CTAB,
PVP, ß-merkaptoetanol) dan 1/10 volume Na asetat di dalam tabung mikro.
Selanjutnya tabung mikro yang berisi suspensi sel dan DNA diinkubasi pada suhu
65°C selama 30 menit dan diinkubasi di dalam es selama 5 menit. Setelah itu, 1x
vol chloroform-isoamil alkohol (24:1) ditambahkan kedalam suspensi tersebut,
kemudian dibolak-balik agar tercampur dan dilanjutkan dengan sentrifugasi
11.000 g selama 15 menit. Cairan yang terdapat di atas dipindahkan ke tabung
mikro baru kemudian ditambahi dengan 1/10 volume Na asetat, 2/3 volume
isopropanol dingin dan 2 x volume etanol absolute (98%) lalu di bolak-balik
sebentar agar tercampur, kemudian diinkubasi di es selama 15 menit. Tabung
disentrgifugasi lagi dengan kecepatan 11.000 g. Cairan dibuang dan endapan yang
terbentuk ditambahi dengan etanol 70% kemudian disentrifugasi kembali dengan
kecepatan 11.000 g selama 5 menit. Endapan yang ada dikeringkan dengan vakum
5 menit, lalu dilarutkan dengan 50 µl buffer TE (10 mM Tris-HCl; 1 mM EDTA)
dan diberi perlakuan 1µl RNAse (100 µg/µl). Suspensi DNA kemudian diinkubasi
37 °C selama 30 menit. Kualitas dan kuantitas DNA yang diisolasi selanjutnya
diukur dengan nanodrop.
12
Analisis gen hpt dan CsNitr1-L dengan PCR
DNA yang telah diisolasi selanjutnya dianalisis dengan PCR
menggunakan metode Sambrook dan Russel (1989). Reaksi PCR terdiri dari 100
ɳg DNA, 7,5 µl Readymix PCR kit 2G, 0,75 DMSO, 0,75 µl primer forward (10
µM), 0,75 µl primer reverse (10 µM), dan 4,25 µl ddH2O steril dengan total
volume 15 µl. Kondisi PCR yang digunakan untuk analisis gen hpt adalah pra
PCR 94°C selama 5 menit, denaturasi 94°C selama 30 detik, annealing 65°C
selama 30 detik, extention pada suhu 72°C selama 30 detik. Seluruh rangkaian
dilakukan selama 35 siklus dan diakhiri dengan pasca PCR pada suhu 72°C
selama 5 menit. Kondisi PCR yang digunakan untuk analisis gen CsNitr1-L
adalah pra PCR 95°C selama 4 menit, denaturasi pada suhu 94°C selama 1 menit,
annealing pada suhu 55°C selama 45 detik, extention pada suhu 72°C selama 1
menit. Seluruh rangkaian dilakukan sebanyak 30 siklus, diakhiri dengan pasca
PCR pada suhu 72°C selama 5 menit. Hasil PCR dielektroforesis pada gel agarose
1 % pada voltase 75 volt selama 45 menit. Selanjutnya gel direndam dengan
larutan etidium bromida (0,5 mg/l) selama 10 menit dan di air selama 7 menit.
Visualisasi pita DNA di gel dilakukan di bawah UV transiluminator dengan Gel
Doc.
13
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Seleksi Resistensi Kecambah Padi Ciherang Transgenik terhadap
Higromisin
Seleksi terhadap kecambah yang resisten terhadap higromisin
menunjukkan bahwa rata-rata kecambah yang resisten adalah diatas 90%. Pada
media selektif yang sama tidak satupun kecambah dari tanaman padi varietas
Ciherang non transgenik yang tumbuh (Tabel 1). Di media non selektif yang
merupakan media MS0 tanpa higromisin, semua kecambah non transgenik dapat
tumbuh normal (Gambar 5). Hal ini menunjukkan bahwa media selektif yang
mengandung 50 mg/l higromisin mampu membedakan tanaman transgenik dari
tanaman non transgenik.
Tabel 1. Seleksi ketahanan kecambah terhadap higromisin pada tanaman padi
Ciherang
Kecambah Resisten
Jumlah Biji
Persentase Kecambah
terhadap higromisin
Genotipe
awal
resisten higromisin
Resisten
Sensitif
G3
100
96
4
96%
G7
100
93
7
93%
G8
100
91
9
91%
G11
100
98
2
98%
Ciherang
100
0
100
0%
Gambar 5. Perkecambahan padi di media selektif MS0 yang mengandung 50
mg/l higromisin dan di media non selektif MS0 yang tidak
mengandung higromisin umur 18 hari. A. Kecambah padi non
transgenik di media selektif, B. Kecambah padi transgenik di
media selektif, C. Kecambah padi non transgenik di medai non
selektif.
14
Tanaman yang hidup di media selektif ini diduga mengandung transgen
yaitu gen hpt dan CsNitr-L. Untuk mengkonfirmasi bahwa tanaman yang resisten
higromisin adalah transgenik yang mengandung gen hpt, dari tiap galur, 4
tanaman transgenik putatif diambil secara acak untuk dianalisis secara molekuler
dengan PCR. PCR dengan primer HPT-F dan HPT-R menghasilkan amplifikasi
sebesar 516 pasang basa (pb) yang sesuai dengan daerah hpt yang diapit oleh
kedua primer tersebut. PCR terhadap tanaman padi Ciherang non transgenik
dengan primer yang sama dan kondisi yang sama tidak menghasilkan amplifikasi
DNA (Gambar 6). Hasil ini mengkonfirmasi bahwa tanaman yang resisten
higromisin mengandung gen hpt sehingga seluruh tanaman resisten higromisin
adalah transgenik. Tanaman transgenik yang mengandung hpt yang sudah
dikonfirmasi secara molekuler untuk selanjutnya ditanam di ember untuk
mengetahui fenotipenya.
Gambar 6. Hasil PCR dengan kombinasi primer HPT-F dan primer HPT-R
untuk amplifikasi gen hpt. M= marka DNA 1 Kb ladder P=
Plasmid yang mengandung gen hpt, NT= padi Ciherang non
transgenik, 1-16= padi transgenik BC3F4. 1-4=galur G3, 5-8=
galur G7, 9-12=galur G8, 13-16= galur G11
Analisis Fenotipe Pertumbuhan
Tinggi tanaman padi
Pertumbuhan tanaman padi tidak lepas dari peran unsur hara terutama
unsur Nitrogen (N). Masa vegetatif awal tanaman padi membutuhkan unsur N
yang tinggi untuk pertambahan biomasa dan pembentukan tajuk tanaman serta
pengisian biji (Dobermann dan Fairhurst 2000; Tegeder dan Rentsch 2010).
Pada tingkat pemupukan urea yang sama tanaman transgenik mempunyai
tinggi yang tidak berbeda nyata dengan tanaman non transgenik (Tabel 2). Hal ini
menunjukkan bahwa gen CsNitr1-L tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi
tanaman. Hal ini dikarenakan nitrat yang merupakan sumber hara selain amonium
oleh tanaman transgenik lebih di arahkan ke pengisian sink bukan ke pengisian
source sehingga tinggi tanaman padi transgenik tidak berbeda dengan tanaman
non transgenik. Dijelaskan oleh Gardner et al. (1991) bahwa tanaman yang
memiliki karakter genotipe yang kuat tidak dapat dimodifikasi oleh pengaruh luar.
15
Tabel 2. Pengaruh genotipe terhadap tinggi (cm) tanaman pada setiap dosis
pemupukan urea.
Pupuk Urea (kg/ha)
Genotipe
Rata0
50
100
150
rata
G3
99.00a
101.00a
106.00a
110.00a
104.00a
G7
94.50a
97.00a
98.50ab
113.50a
101.00a
G8
93.00a
92.50a
92.50b
106.50a
96.00a
G11
94.00a
94.50a
100.50a
109.00a
99.50a
Ciherang
100.00a
100.50a
102.50a
105.50a
102.12a
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama
adalah tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%.
Jumlah anakan tiap rumpun
Tanaman transgenik dan non transgenik pada dosis 0 dan 100 kg/ha,
menghasilkan jumlah anakan tiap rumpun yang tidak berbeda, sedangkan pada
dosis 50 dan 150 kg/ha G3 dan G11 menghasilkan rumpun yang paling banyak
(Tabel 3). Tingginya rumpun pada G3 dan G11 kemungkinan adanya protein
transporter nitrit yang berperan dalam meningkatkan proses asimilasi nitrat lebih
baik dari galur transgenik lainnya. Penelitian yang dilakukan oleh Ning et a.l
(2009) jumlah anakan lebih banyak dipengaruhi oleh lingkungan seperti kerapatan
populasi dan jarak tanam serta nutrisi yang tersedia. Yao-Hong et al. (2009)
menjelaskan bahwa kebanyakan tanaman menyerap asimilat lebih tinggi pada saat
inisiasi malai. Asimilat lebih digunakan untuk pembentukan malai dan pengisisan
gabah (Makarim et al. 2000; Suhartatik et al. 2007).
Tabel 3. Pengaruh genotipe terhadap jumlah anakan tiap rumpun pada setiap dosis
pemupukan urea.
Pupuk Urea (kg/ha)
Genotipe
Rata-rata
0
50
100
150
G3
5.50a
19.00a
12.00a
24.00a
15.12ab
G7
4.00a
13.00b
13.00a
12.00b
10.50c
G8
7.50a
7.50c
15.50a
18.00b
09.62c
G11
11.50a
16.00ab
18.50a
27.50a
15.87a
Ciherang
10.00a
11.00bc
12.00a
13.50b
11.62bc
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak
berbeda nyata pada uji DMRT 5%.
Berat kering tanaman tiap rumpun
Tanaman transgenik dan non-transgenik pada pemupukan 0 dan 50 kg/ha
urea cenderung memiliki bobot kering yang tidak berbeda. Pada dosis urea diatas
100 kg/ha, tanaman nontransgenik menunjukkan berat kering yang lebih tinggi
(Tabel 4). Tingginya bobot kering tanaman non-transgenik sebagai akibat
16
akumulasi asimilat yang tertahan di sumber (source) tanaman yaitu bagian
vegetatif yang tidak sepenuhnya dipindahkan dengan baik oleh tanaman untuk
pembentukan sink. Hal ini di jelaskan oleh Makarim dan Suhartatik (2009) bahwa
sejak inisiasi malai, terjadi penumpukan asimilat namun setelah antesis bobot
jerami berkurang hingga 90%. Pada tanaman transgenik bobot brangkasan kering
lebih ringan dibanding tanaman nontransgenik sebagai akibat aktifitas transgen
yang cukup tinggi untuk pembentukan hasil (Zhao et al. 2010).
Tabel 4. Pengaruh genotipe terhadap berat kering tanaman tiap rumpun pada
setiap dosis pemupukan urea.
Pupuk Urea (kg/ha)
Genotipe
Rata-rata
0
50
100
150
G3
0.11a
0.12a
0.14b
0.16a
0.13b
G7
0.10a
0.11a
0.12b
0.13b
0.11bc
G8
0.09a
0.10a
0.11b
0.13b
0.10c
G11
0.11a
0.11a
0.14b
0.16a
0.13bc
Ciherang
0.11a
0.16a
0.17a
0.18a
0.15a
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama
tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%.
Umur berbunga
Umur berbunga tanaman transgenik pada setiap dosis pemupukan yang
sama mulai dari pemupukan 0 kg/ha urea hingga 150 kg/ha urea, berbeda nyata
dengan tanaman non-transgenik. Tanaman transgenik cenderung memasuki masa
reproduktif lebih cepat dibandingkan dengan tanaman non-transgenik (Tabel 5).
Hal ini diduga bahwa transgen mengangkut asimilat dengan cepat sehingga
memacu tanaman untuk memasuki masa reproduktif lebih cepat. Gardner et al.
(1991) menjelaskan bahwa tanaman akan memasuki masa reproduktif lebih cepat
ketika nutrisi yang diterima sudah mencukupi untuk itu. Yao-Hong (2009)
menunjukkan nutrisi akan diserap tanaman lebih tinggi pada saat memasuki masa
reproduktif.
Tabel 5. Pengaruh genotipe terhadap umur berbunga (hari) pada setiap dosis
pemupukan urea.
Pupuk Urea (kg/ha)
Genotipe
Rata-rata
0
50
100
150
G3
62c
70bc
62c
63c
64c
G7
71ab
73ab
72ab
72ab
72b
G8
69abc
74ab
67bc
67bc
69b
G11
63bc
64c
64c
65bc
64c
Ciherang
77a
78a
78a
76a
77a
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama
tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%.
17
Panjang malai
Malai tanaman padi menopang gabah yang merupakan sink yang perlu
dipenuhi dengan fotosintat dari berbagai sumber (source) dalam tanaman
(Makarim dan Suhartatik 2009). Secara umum tanaman non trangenik memiliki
rata-rata panjang malai yang lebih panjang daripada tanaman transgenik kecuali
G8 (Tabel 6). Hal ini kemungkinan karena umur berbunga tanaman nontransgenik
lebih panjang daripada tanaman transgenik. Menurut Pringadi et al. (2008) bahwa
panjang malai menentukan hasil akhir namun tidak selamanya demikian
dikarenakan ada faktor lain seperti kerapatan biji dan persentase kehampaan.
Tabel 6. Pengaruh genotipe terhadap panjang malai pada setiap dosis
pemupukan urea.
Pupuk Urea (kg/ha)
Genotipe
Rata-rata
0
50
100
150
G3
22ab
23a
22c
24a
23b
G7
21ab
22a
24b
25a
23b
G8
23ab
25a
26a
26a
25a
G11
21b
24a
23c
24a
23b
Ciherang
24a
25a
26a
24a
25a
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama
tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%.
Bobot seratus biji
Pada kondisi yang sama tanpa perlakuan 0 kg/ha urea, tanaman transgenik
mempunyai biji yang berukuran tidak berbeda nyata dengan tanaman non
transgenik. Namun dengan adanya perlakuan pemupukan tanaman transgenik
menghasilkan biji dengan ukuran yang cukup bervariasi. Galur 11 mempunyai
ukuran biji yang berbeda nyata dengan tanaman transgenik lainnya dan
nontransgenik (Tabel 7).
18
Tabel 7. Pengaruh genotipe terhadap bobot seratus biji tanaman tiap rumpun
pada setiap dosis pemupukan urea.
Genotipe
G3
G7
G8
G11
Ciherang
Keterangan:
Pupuk Urea (kg/ha)
Rata-rata
0
50
100
150
2.19a
2.19b
2.16c
2.10b
2.16c
2.19a
2.28b
2.45a
2.40a
2.33b
2.23a
2.30b
2.18c
2.27a
2.24b
2.27a
2.48a
2.46a
2.42a
2.41a
2.27a
2.30b
2.31b
2.26ab
2.28b
Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama
tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%.
Jumlah biji tiap malai
Pada dosis urea yang rendah tanaman transgenik menghasilkan jumlah biji
tiap malai yang lebih tinggi dari pada tanaman transgenik, sedangkan pada dosis
yang lebih tinggi tanaman transgenik tidak selalu mempunyai jumlah biji tiap
malai yang lebih tinggi dari pada tanaman non transgenik. Semua galur transgenik
mempunyai rata-rata jumlah biji tiap malai yang lebih tinggi dari pada tanaman
non transgenik (Tabel 8). Pada dosis urea yang rendah kemungkinan tanaman
transgenik dapat mentransfer nitrit dari sitosol ke kloroplas dengan cepat
kemudian diarahkan ke pembentukan malai dan biji sedangkan yang tanaman
nontransgenik tidak dapat memindahkan nitrit dengan optimal. Hal ini dijelaskan
oleh Suhartatik et al. (2007) dalam penelitiannya bahwa asimilat yang dihasilkan
lebih banyak dialokasikan untuk pembentukan gabah.
Tabel 8. Pengaruh genotipe terhadap jumlah biji tiap malai pada setiap
dosis pemupukan urea.
Pupuk Urea (kg/ha)
Genotipe
Rata-rata
0
50
100
150
G3
G7
G8
G11
Ciherang
Keterangan :
97.83b
83.83ab
91.33a
102.50a
112.16b
105.50ab
71.83ab
91.00a
127.84a
131.84a
109.21ab
84.00ab
85.67a
133.50a
133.67a
115.92a
96.33a
109.65a
122.33a
135.33a
83.70c
61.16b
66.50a
101.67a
105.50b
Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama
adalah tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%.
19
Berat biji tiap rumpun
Rata-rata produksi biji tiap rumpun tanaman transgenik lebih tinggi dari
pada tanaman non transgenik. Di antara tanaman transgenik, G3 dan G11
mempunyai produksi biji yang lebih tinggi dari pada galur transgenik lainnya
(Tabel 9). Tingginya produksi biji tanaman transgenik kemungkinan disebabkan
oleh transporter nitrit yang disandi oleh gen CsNitr1-L yang berada pada tanaman
transgenik yang mengalokasikan sebagian besar asimilat yang terbentuk (source)
maupun yang tersimpan (sink) untuk pengisian biji. Hasil penelitian Ning et al.
(2009) menunjukkan bahwa hasil fotosintat lebih banyak didistribusikan ke
pembentukan malai dan pengisian biji. Asimilat yang dikumpulkan dengan cepat
oleh tanaman transgenik dengan adanya protein transporter nitrit yang disandi
oleh gen CsNitr1-L digunakan untuk pembentukan biji sehingga berat biji ratarata tanaman transgenik lebih tinggi dari pada tanaman non transgenik. Hasil
penelitian Pertiwi (2010), menunjukkan bahwa tanaman transgenik yang
membawa gen CsNitr1-L mengekspresikan enzim transporter nitrit lebih tinggi
dibanding tanaman non transgenik.
Tabel 9. Pengaruh genotipe terhadap berat biji tiap rumpun pada setiap
dosis pemupukan urea.
Pupuk Urea (kg/ha)
Genotipe
rata0
50
100
150
rata
36.56a
G3
17.30a
39.53a
41.29ab
57.83a
29.29b
G7
18.75a
22.42a
34.75abc
41.27ab
26.95bc
G8
15.50a
18.24a
24.64bc
49.41ab
39.42a
G11
17.25a
33.78a
47.93a
58.74a
19.68c
Ciherang
09.25a
17.00a
17.00c
34.75b
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama
untuk setiap faktor yang sama tidak berbeda nyata pada uji
DMRT 5%.
Analisis Integrasi Gen CsNitr1-L pada Tanaman Trangenik
Untuk mengetahui adanya gen CsNitr1-L pada generasi BC3F4 empat
tanam transgenik yang masing-masing berasal dari empat galur yang berbeda
yang mempunyai produksi yang paling tinggi diambil untuk dianalisis dengan
PCR.
Analisis PCR dengan pasangan primer 35S-F dan primer Cs-R terhadap 4
tanaman transgenik putatif menunjukkan bahwa keempat tanaman tersebut
mengandung fragmen berukuran 901 pasang basa (pb). Dengan kondisi PCR yang
sama, DNA dari tanaman non transgenik tidak menghasilkan amplifikasi sebesar
901 pb (Gambar 7). Dengan primer yang dapat mengamplifikasi gen aktin,
seluruh tanaman baik tanaman transgenik maupun non transgenik dapat
menghasilkan fragmen sebesar 400 pb (Gambar 8). Hal ini menunjukkan bahwa
seluruh DNA dari tanaman yang dianalisis adalah baik dan amplikon yang
20
berukuran sekitar 901 pb adalah fragmen yang terdiri dari promoter 35S CaMV
dan gen CsNitr1-L. Hasil ini menunjukkan bahwa transgen CsNitr1-L di bawah
kendali promoter 35S CaMV diwariskan kegenerasi BC3F4 yang merupakan
keturunan dari persilangan antara padi varietas Nipponbare transgenik 4.1 dan
Ciherang yang diikuti dengan silang balik dan penyerbukan sendiri.
Gambar 7. Hasil PCR dengan kombinasi primer 35S-F dan CsNitr1-L-R. M=
marka DNA 1 Kb ladder plus (invitrogen), Ka= tidak ada DNA
sebagai cetakan K+= nipponbare trangenik 4.1, NT= varietas
Ciherang non transgenik, 1-6= tanaman trangenik padi G3, G7, G8,
G11.
Gambar 8. Hasil PCR terhadap DNA tanaman padi menggunakan primer aktin.
M= marker 1 kb ladder, NT= tanaman non transgenik, 1-4= tanaman
transgenik G3, G7, G8, G11.
21
5 SIMPULAN
Seleksi resistensi padi populasi BC3F4 terhadap higromisin dengan
konsentrasi 50 mg/ml pada media MS0 menunjukkan bahwa lebih dari 90%
adalah resisten higromisisn. Analisis molekuler dengan PCR menunjukkan bahwa
tanaman yang resisten higromisin mengandung gen hpt. Analisis PCR terhadap
tanaman transgenik galur G3, G7, G8, dan G11 yang mempunyai produksi biji
tiap rumpun tertinggi untuk setiap galur menunjukkan bahwa seluruh galur
mengandung trangen CsNitr1-L di bawah kendali promoter 35S CaMV. Hasil ini
menunjukkan bahwa CsNitr1-L di bawah kendali promoter 35S CaMV diwariskan
ke generasi BC3F4.
22
DAFTAR PUSTAKA
AAK. Budidaya Tanaman Padi. 1990. Yogyakarta (ID). Kanisius.
Azwir, Ridwan. 2009. Peningkatan produktivitas padi sawah dengan perbaikan
teknologi budidaya. Akta Agrosia. 12:212-218.
Bowsher CG, Emes MJ, Cammack R, Hucklesby DP. 1988. Purification and
properties of nitrite reduktase from roots of pea (Pisum sativum cv.
Meteor). Planta. 175:334-340
[BPS] Badan Pusat Statistik 2012. Statistik Indonesia 2012. Jakarta.
http://www.bps.go.id [10 Maret 2012].
Cahal GS, Gosal SS. 2002. Principles and Procedures of Plant Breeding
Biotechnologycal and Conventional Approaches. Harrow (UK). Alpha
Science International.
Chang TT. 2003. Origin, domestication, and diversification. Di dalam: Smith CW,
Dilday RH, eds. Rice: Origin, History, Technology, and Production. Chap
1.1. The United States of America (US): J Wiley 3-25.
De Datta SK. 1981. Principles and Practices of Rice Production. Singapore (SG):
A Wiley Interscience.
Dobermann A, Fairhurst 2000. Rice Nutrient Disorders and Nutrien Management.
International Rice Research Institute, Los Banos (PH). 192 p.
Doyle JJ, Doyle JL. 1990. A rapid total DNA preparation procedure for fresh
plant tissue. Focus. 12:13-15.
[FAO] Food Agriculture Organization. 2012. FAO Statistical Yearbook 2012.
Rome. Italy. http://www.fao.org [5 Maret 2012].
Gardner FP, Pearce RB, Mitchell RL. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Jakarta
(ID): UI Press.
Hardjowigeno S. 2010. Ilmu Tanah. Jakarta (ID): Akademika Pressindo.
Heldt HW. 2005. Plant Biochemistry. German (DE). Elsevier Academic Pr.
Hopkins WG, Hiiner NPA. 2008. Introduction to Plant Physiology. 4th edition.
New York (US): J. Wiley.
Ida S, Mikami B. 1986. Spinach ferredoxin-nitrite reductase: a purification
procedure and characterization of chemical properties. Biochim
Biophysica Acta. 871:167-178.
Ida S, Iwagami K, Minobe S. 1989. Purification and characterization of moleculer
and immunological properties of rice ferredoxin nitrite reductase. Biol
Chem. 53:2777-2784.
Ikhwani. 2012. The effect of submergence and N fertilizer application on plant
growth and production of submerged tolerant rice variety. J Lahan
Suboptimal. 1:12-21
[IRRI] International Rice Research Institute. 2012. Rice Production and
Processing.
http://irri.org/about-rice/rice-facts/rice-production
and
processing.html. [1 Maret 2012].
Khomawatie I. 2010. Ekspresi Fenotipe Padi Transgenik Pembawa Gen CsNitr1-L
terhadap Variasi Dosis Pemupukan Nitrogen. [Skripsi]. Institut Pertanian
Bogor. Bogor (ID).
Lea PJ, Miflin BJ. 2011. Nitrogen assimilation and its relevance to crop
improvement. Ann Plant. 42: 1-40
23
Limbongan YL, Purwoko BS, Trikosoemaningtyas, Aswidinoor H. 2009. Respon
padi sawah terhadap pemupukan nitrogen di dataran tinggi. J Agron
Indonesia. 37:175-182.
Mackill DJ, Septiningsih E, Pamplona AM, Sanchez D, Iftekhar K,
Masudussaman AS, Collard B, Neeraja C, Vergara G, MaghirangRodriguez R, Heuer S, Ismail AM. 2007. Marker assisted selection for
submergence tolerance in rice. J Mol Plant Breed. 5:207-208.
Makarim AK, Nugraha US, dan Kartasasmita UG. 2000. Teknologi Produksi Padi
Sawah. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor (ID).
Marschner. H 1995. Mineral Nutrition of Higher Plants Ed ke-2. London (UK).
Academic Pr.
Matsuo T, Hoshikawa. 1993. Science of The Rice Plant. Morphology. Nosan
Gyoson Bunka kyokai (Nobunkyo). Tokyo (JP).
Mokhele B, Zhan X, Yang G, dan Zhang X. 2011. Nitrogen assimilation in crop
plants and its affecting factors. Can J Plant. 92: 1-7
Nasholom T, Kielland K, dan Ganeteg U. 2009. Uptake of organic nitrogen by
plants. Phytol. 182: 31-48
Ning H, Liu Z, Wang Q, Lin Z, Chen S, Li G, Wang S, Ding Y. 2009. Effect of
nitrogen fertilizer application on grain phytic acid and protein
concentrations in japonica and its variations with genotypes. J Cereal. 50:
49-55.
Ntanos DA, Koutroubas SD. 2002. Dry matter and N accumulation and
translocation for indica and japonica rice under mediterranean conditions.
Field Cereal. 74: 93-101.
Oji Y, Okamoto S. 1981. Nitrite utilization in barley plans as compared with
nitrate and ammonium utilization. Sci Rep. 14: 349-353.
Pramono J, Basuki S, Widarto. 2005. Increasing effort of irrigated rice
productivity through of integrated crop and resources approach. Agrosains.
7: 1-6.
Pringadi K, Toha HM, Nuryanto B. Pengaruh Pemupukan Terhadap Pertumbuhan
dan Hasil Padi Gogo Dataran Rendah. Balai Besar Penelitian Tanaman
Padi (ID). pp 325-338
Pertiwi N. (2010). Ekspresi gen CsNitr1-L pada padi transgenik dan pengaruhnya
terhadap variasi pemupukan nitrogen.[skripsi]. Institut Pertanian Bogor
(ID).
Reyes-valdes MH. 2000. A model for marker-based selection in gene
introgression breeding program. Crop Sci. 40:91-98.
Sambrook J, Russel DW. 1989. Molecular cloning : A Laboratory Manual. 3rd
edition. New York (US): Laboratory Pr.
Sawhney SK, Prakash V, Naik MS. 1972. Nitrate and nitrite reductase activities in
induced chlorophyll mutannts of barley. FEBS. 22:2.
Shingles R, Michael H, Roh, Richard EM. 1996. Nitrite transport in chloroplast
inner envelope vesikle. Plant Physiol. 112: 1375-1381.
Siddiqi MY, Bryan JK, Anthony DMG. 1992. Effects of nitrite, chlorate and
chlorite on nitrate uptake and nitrate reductase activity. Plant Physiol. 100:
644-450.
24
Sing BK, Modgal SC. 1978. Dry-matter production, phosphorus and potassium
uptake as influenced by levels and methods of nitrogen application in
rainfed upland rice. Plant Soil. 50:691-701.
Siregar H. 1981. Budidaya Tanaman Padi di Indonesia. Jakarta (ID): Rineka.
Sugiura M, Georgescu MN, Takahashi M. 2007. A nitrite transporter associated
with nitrite uptake by higher plant chloroplasts. Plant Cell Physiol.
48(7):1022-1035.
Suhartatik E, Makarim AK, Abdullah B. 2007. Respons galur padi tipe baru
terhadap waktu dan jumlah pemberian pupuk nitrogen. Balai Besar
Penelitian Tanaman Padi Indonesia (ID). pp 649-661.
Suprihatno B, Aan A, Daradjat, Satoto, Baehaki N, Widiarta, Agus Setyono S,
Dewi I, Ooy S, Lesmana, Sembiring H. 2007. Deskripsi Varietas Padi. Balai
Besar Penelitian Tanaman Padi. Subang. Jawa Barat (ID).
Sustiprijatno, Sugiura M, Ogawa K, Takahashi M. 2006. Improvement of nitrateand nitrite-dependent growth of rice by the introduction of a constitutively
expressing chloroplastic nitrite transporter. Plant Biotechnol. 23:47-54.
Takahashi M, Haruki H, Sugiura M. 1998. In Photosynthesis: Mechanism
and Effects. pp. 3621–3624. Kluwar Academic publishers, Dordrecht. The
Netherlands.
Takahashi M, Sasaki Y, Ida S, Morikawa H. 2001. Nitrite reductase gene
enrichment improves assimilation of NO2 in arabidopsis. Plant Physiol.
126:731-741.
Takahashi M, Sugiura M. [tanpa tahun]. Localization of a New Class of
Transporter for Nitrogenous Compound in Chloroplast Envelopes. pp 5998532.
Tegeder M, Rentsch D. 2010. Uptake and partitioning of amino acids and
peptides. Molecular Plant. 3(6):997-1011.
Tsay YF, Chiu CC, Tsai CB, Ho CH, Hsu PK. 2007. Nitrat transporters and
peptide transporter. Minireview. Institute of Molecular Biology, Academia
Sinica, Taipei, Taiwan. FEBS. 581:2290–2300.
Unkles SE, Symington VF, Kotur Z, Wang Y, Siddiqi MY, Kinghorn JR, Glass
ADM. 2011. Physiological and biochemical characterization of AnNitA, the
Aspergillus nidulans high-affinity nitrite transporter. Eukaryotic Cell 10:
1724-1732.
Vaucheret H, Jean-Christophe P, Philippe M, Taline E. 1997. Nitrate reductase
and nitrite reductase as targets to study gene silencing phenomena in
transgenic plants. Euphytica 00:195-200.
Wailes EJ, Gail L, Cramer, Eddie CC, James MH. 1998. Arkansas Global Rice
Model: International Baseline Projections for 1998-2010. Arkansas: The
Arkansas Agricultural Experiment Station (US), University of Arkansas.
Wangiyana W, Pramurti RD, Wiresyamsi A. 2008. Pertumbuhan dan hasil padi
cv. Ciherang antara teknik konvensional dan sri dengan pemberian stres air
ringan dan pemupukan lewat daun padi fase reproduktif. Agroteksos 18:1-3.
Yao-Hong Z, Jian-Bo F, Ya-Li Z, Dong-Sheng W, Qi-Wei H, Qi-Rong S. 2007. N
Accumulation and translocation in four japonica rice cultivars at different N
rates. Pedosphere 17(6):792-800.
25
Lampiran
Lampiran 1. Ciri-ciri morfologi padi Ciherang.
Nama Varietas
Kelompok
Nomor Seleksi
Asal Persilangan
Golongan
Umur Tanaman
Bentuk Tanaman
Tinggi Tanaman
Anakan Produktif
Warna Kaki
Warna Batang
Warna Daun Telinga
Warna Daun
Muka Daun
Posisi Daun
Daun Bendera
Bentuk Gabah
Warna Gabah
Kerontokan
Kerebahan
Tekstur Nasi
Kadar Amilosa
Bobot 1000 Butir
Rata-rata Produksi
Potensi Hasil
Ketahanan Terhadap Hama
Ketahanan Terhadap Penyakit
Anjuran
Dilepas Tahun
: Ciherang
: Padi sawah
: S3383-1d-Pn-41—3-1
: IR18349-53-1-3-1-3/IR19661-131-31//IR19661131-3-1///IR64////IR64
: Cere
: 116-125
: Tegak
: 107-115 cm
: 14-17 batang
: Hijau
: Hijau
: Putih
: Hijau
: Kasar pada sebelah bawah
: Tegak
: Tegak
: Panjang ramping
: Kuning bersih
: Sedang
: Sedang
: Pulen
: 23%
: 27-28 kg
: 6,0 ton/Ha
: 5-8,5 ton/Ha
: Tahan terhadap wereng coklat biotipe 2 dan
3
: Tahan terhadap bakteri hawar daun (HDB)
strain III dan IV
: Cocok ditanam pada musim hujan dan
kemarau dengan ketinggian di bawah 500
mdpl
: 2000
26
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sambas, Kalimantan Barat pada tanggal 20 April
1982, dari Bapak H Mustafa H.Djunit dan Ibu Sulastri, Penulis merupakan Putra
kedelapan dari sembilan bersaudara.
Tahun 1999 penulis lulus dari SMU Muhammadiyah 1 Pontianak dan pada
tahun 2000, penulis melanjutkan pendidikan di Jurusan Agronomi, Fakultas
Pertanian Universitas Panca Bhakti Pontianak dan selesai pada tahun 2006 dengan
gelar Sarjana Pertanian.
Selama mengikuti perkuliahan di Universitas Panca Bhakti penulis pernah
aktif di berbagai organisasi intern kampus seperti HIMAGRON. Tahun 2009
penulis melanjutkan pendidikan Strata dua (S2) di Institut Pertanian Bogor dengan
biaya Mandiri pada Program studi Bioteknologi (PS. BTK). Selain kuliah penulis
juga berkerja di beberapa perusahaan jasa dan sebagai penyuluh lapang. Hingga
sekarang masih menjabat sebagai direksi di CV. Ranjaya. Pada tahun 2013
penulis dipercaya menjadi salah satu staf pengajar di Universitas Kapuas pada
program studi Pendidikan Biologi.
Download