1 “PENGARUH KUNJUNGAN ARIEL SHARON KE MASJID ALAQSHA TERHADAP KEBANGKITAN INTIFADAH KEDUA DI PALESTINA” SKRIPSI Diajukan untuk menempuh Ujian Sarjana Pada Program Studi Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Komputer Indonesia Nurul Hasanah 44304067 UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL BANDUNG 2009 2 Bandung, Februari 2009 Perihal : Plagiat Tugas Akhir SURAT PERNYATAAN Saya yang bertandatangan di bawah ini : Nama : Nurul Hasanah NIM : 44304067 Judul Skripsi : PENGARUH KUNJUNGAN ARIEL SHARON KE MASJID ALAQSHA TERHADAP KEBANGKITAN INTIFADAH KEDUA DI PALESTINA Dengan ini menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil penelitian saya sendiri. Adapun referensi atau kutipan (baik kutipan langsung maupun kutipan tidak langsung) dari hasil karya ilmiah orang lain telah saya cantumkan sumbernya sesuai dengan etika ilmiah. Apabila di kemudian hari skripsi ini terbukti meniru (plagiat) dan terbukti karya ilmiah orang lain tanpa menyebutkan sumbernya, saya bersedia menerima sanksi penangguhan gelar kesarjanaan dan sanksi dari lembaga yang berwenang. Bandung, Februari 2009 Nurul Hasanah NIM. 44304067 3 LEMBAR PENGESAHAN Judul : Pengaruh Kunjungan Ariel Sharon ke Masjid Al Aqsha terhadap kebangkitan Intifadah Kedua di Palestina Nama : Nurul Hasanah Nim : 44304067 Program Studi : Ilmu Hubungan Internasional Disahkan : Bandung, Februari 2009 Menyetujui Pembimbing Andrias Darmayadi, S.IP., M.Si., NIP. 4127.35.32002 Mengetahui Dekan FISIP Unikom Prof. Dr. J.M. Papasi NIP. 4127 70 00 011 Ketua Program Studi Ilmu Hubungan Internasional Andrias Darmayadi, S.IP., M.Si., NIP. 4127.35.32002 4 Q2 KUPERSEMBAHKAN Kepada Roh Para Pejuang Palestina yang Rela Mati Syahid Demi Bumi Palestina Dan Kepada Mereka yang Sedang dan Masih Berjuang Sampai Hari ini Para Mujahidin, Wanita dan Anak-anak yang menjadi Korban Semoga Perjuangan Kalian di Ridhoi Allah SWT Save fo Palestine 5 ABSTRAK Nurul Hasanah 44304067. Pengaruh Kunjungan Ariel Sharon ke Masjid Al Aqsha terhadap kebangkitan Intifadah Kedua di Palestina. Program Studi Ilmu Hubungan Internasional. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Komputer Indonesia (UNIKOM). Bandung. 2009. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh Kunjungan Ariel Sharon ke Masjid Al Aqsha terhadap kebangkitan intifadah kedua di Palestina sejak tahun 2000 sampai pada semakin besarnya Jihad Islam di Palestina selama adanya Intifadah Kedua. Israel dan Palestina merupakan kajian utama dari penelitian ini, dengan menggunakan Metode Penelitian Deskriptif Analisis dan teknik pengumpulan data penelitian melalui studi kepustakaan. Sehingga dari metode penelitian tersebut dapat ditarik suatu hipotesis “Kunjungan Ariel Sharon ke Masjid Al Aqsha sangat berpengaruh terhadap bangkitnya perjuangan orang-orang Palestina dalam melawan orang-orang ataupun pemerintahan Israel untuk mempertahankan keberadaan Masjid Al Aqsha. Kebangkitan perjuangan intifadah ini disebabkan oleh tindakan Ariel Sharon yang melakukan kunjungan politis ke Masjid Al Aqsha dengan membawa Polisi Israel memasuki Masjid Al Aqsha yang kemudian ini dianggap sebagai sebuah provokasi yang memicu kemarahan Umat Islam, karena mengingat Ariel Sharon dan Partai Likudnya memiliki kebijakan ketat untuk tidak mau menarik diri dari Daerah Pendudukan, memperluas pemukiman Yahudi dan menolak melakukan perundingan tentang kedudukan Yerusalem dimana terdapat Masjid Al Aqsha di dalamnya.” Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa Kunjungan yang dilakukan Ariel Sharon ke Masjid Al Aqsha memicu kemarahan seluruh umat Islam khususnya umat Islam yang ada di Palestina karena Masjid Al Aqsha yang oleh seluruh umat Muslim dianggap sebagai tempat yang suci dan harus dijaga kesuciannya kemudian dikunjungi oleh Ariel Sharon yang memiliki tujuan politis dan dengan membawa ribuan polisi Israel masuk ke dalam Masjid Al Aqsha sehingga menimbulkan bangkitnya intifadah kedua. Kata Kunci : Kunjungan Ariel Sharon, Masjid Al Aqsha, Intifadah Kedua 6 ABSTRACT Nurul Hasanah 44304067. The influence of Ariel Sharon s Visited to Masjid Al Aqsha on Resurgence of the Second Intifadah in Palestine. International Relations Programme Study. University of Komputer Indonesia. Bandung. 2009. This research had a purpose to know as big the influence of Ariel Sharon s Visited to Masjid Al Aqsha on Resurgence of the Second Intifadah in Palestine since 2000 to increasingly the Islam Jihad size in Palestine for the existence Second of Intifadah. Israel and Palestine is a study of this research, using the Descriptive Research Method Analysis of data gathering techniques and research through the study of literature. So that the method of study can be a hypothetical "Ariel Sharon Visit to Masjid Al Aqsha very influential resurgence struggle against the people in the Palestinian people or the government of Israel to defend the existence of the Masjid Al Aqsha. Resurrection intifadah struggle is caused by the actions of Ariel Sharon to do a political visit to Masjid Al Aqsha with the Israel Police entered the Masjid Al Aqsha and this is seen as a provocation that trigger anger Muslims, because Ariel Sharon and remember the party Likudnya has strict policy not to would withdraw from the region, expanding Jewish settlements and to reject negotiations on the position of Jerusalem where the Masjid Al Aqsha in it. " The conclusion of this research is that the visit of Ariel Sharon made to Masjid Al Aqsha made trigerred furiosity of all Muslims, especially Muslims in the Palestinian AlMasjid Aqsha as a Muslim by the whole nation regarded as a holy place and purity must be maintained and visited by Ariel Sharon who have political goals, and with thousands of police to bring Israel into the Masjid Al Aqsha so that the second cause Resurgence intifadah. Keywords: Ariel Sharon visits, Masjid Al Aqsha, The second of intifadah 7 Kata Pengantar Dengan mengucapkan syukur Alhamdulillah ke hadirat Allah SWT dan shalawat serta salam kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, atas berkat rahmat dan hidayahNyalah akhirnya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “Pengaruh Kunjungan Ariel Sharon ke Masjid Al Aqsha terhadap kebangkitan Intifadah Kedua di Palestina.” Dengan segala hormat, cinta kasih dan ucapan terima kasih yang tidak terbatas penulis sampaikan kepada kedua orang tua atas segala support, perjuangan, pengorbanan, kasih sayang serta doa yang tidak pernah berhenti mengalir sampai detik ini. Terima kasih juga untuk Kakak, Nenek dan Kakek yang telah dengan segenap hati memberikan dukungan baik dari segi materi maupun spiritual selama ini. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, dengan penuh kerendahan hati penulis menerima segala saran dan kritik yang bersifat membangun. Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak dibantu oleh berbagai pihak dan oleh karena itu dengan segala hormat penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada : 1. Bapak Prof. DR. J.M. Papasi, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik, Universitas Komputer Indonesia 2. Bapak Andrias Darmayadi, S.IP., M.Si., selaku Ketua Program Studi Ilmu Hubungan Internasional dan Pembimbing Utama. Terima kasih atas saran, kritik dan masukannya yang sangat bermanfaat sekali bagi penulis selama penyusunan 8 skripsi ini. Terima kasih banyak atas bantuan dan dukungan serta motivasi yang telah Bapak berikan, pokoknya Bapak yang terbaik. 3. Ibu Dr. Hj. Aelina Surya, Ibu Yesi Marince, S.IP., M.Si., Ibu Dewi Triwahyuni, S.IP., M.Si., dan Ibu Silvia Octa Putri, S.IP. selaku Staf pengajar Jurusan Hubungan Internasional, yang telah memberikan Ilmu dan Pengetahuan selama penulis menempuh pendidikan di Universitas Komputer Indonesia. 4. Bapak Budi Mulyana, S.IP., selaku Penelaah dan Penguji, Terima kasih banyak atas masukan, saran dan kritik yang membangun sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik sesuai dengan standard skripsi-skripsi pada umumnya. 5. Dwi Endah Susanti, S.E, selaku Sekretariat Program Studi Ilmu Hubungan Internasional, yang telah membantu dalam hal administrasi perkuliahan. 6. Widy, My Lovely Friend, teman seperjuangan dan tempat mengeluh, Thank you for share, support and friendship selama empat tahun ini. I know that we can do it, ah! Finally.. lulus juga kan kita. 7. Rita, teman seperjuangan dan tempat berbagi, Manusia hanya bisa berusaha sebaik mungkin seterusnya biar Allah SWT yang memutuskan mana yang terbaik buat kita, dibalik semua ini pasti ada rencana lain yang terbaik yang Allah SWT sedang persiapkan, percaya deh sama kekuatan Doa, Chayo ta Chayo!! 8. Icha, teman seperjuangan dan tempat berbagi, yang selalu bilang segala sesuatu yang bikin Down or Stressfull itu adalah Seni Skripsi dan yang selalu bilang jangan lupa sholat Tahajud dan Duha, pasti Allah SWT kasih yang terbaik buat 9 kita. Terima kasih sudah mau berbagi mendengarkan segala keluh kesah selama proses dalam pembuatan skripsi ini. 9. Astuti dan Yanti, Terima kasih banyak ukhti atas doa dan masukannya selama ini, May Allah SWT always together with You both. 10. Vj. Janu, Saori, Anggi dan Vita Thanks buat semua support, motivasi, masukan, doa juga buat persahabatan dari awal kuliah sampai sekarang, biarpun sudah punya jalan masing-masing tapi kita tetap Keep in touch and finally bisa juga nyusul kalian. 11. Adi, Terima kasih banyak atas masukan, saran dan kritik juga semua informasi tentang Palestina, Yeah, Save Our Palestine! 12. Senya, Lulu and Alia, Thanks a lot for Friendship, for support, for laugh, for joking and for everything that we ve done together. m gonna miss you. 13. Nando, Nina, Lukman, Fitri, Budi, Eyga, Cumi, Muhi dan Deni teman-teman seperjuangan skripsi semester ganjil, ternyata skripsi ga gampang ya.. banyak air mata yang keluar, penuh pengorbanan dan perjuangan, udah gitu nyita waktu, nyita tenaga, nyita uang juga tapi akhirnya kita bisa lewatin semuanya. 14. Agil, Terima kasih My Bro sudah mau jadi tempat share yang baik, Ochim, Terima kasih buat inspirasi musiknya, Kang Jalal, Terima kasih buat semua bantuan teknisnya di warnet dan Mieriel, Terima kasih banyak karena selalu mengingatkan ke Allah SWT dan buat semua masukan, saran juga informasinya tentang Palestina, We Love Palestine Forever. 15. Hestu, Terima Kasih banyak sudah mau membantu mencari teori serangan sampai mengorbankan pulsa hehe. 10 16. Teh Evi dan semua teman-teman kostan yang selalu memberikan semangat ketika nurul sedang down, terima kasih. 17. And for Nacho, Me Amigo, Muchas Gracias por tu el tiempo for share and for all moment. Thanks to teached me anything who made me understand about many things, thank you so much, You are the best one! Goodluck for your study. 18. Terima kasih buat semua pihak yang telah banyak membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat berguna bagi siapapun yang membacanya, skripsi ini tidak luput dari kelemahan dan kekurangan oleh karena itu segala masukan, kritik dan saran dari pembaca sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan dan kegunaan di masa mendatang. Bandung, Februari 2009 Penulis 11 DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN............................................................................... i ABSTRAK ........................................................................................................... ii ABSTRACT......................................................................................................... iii KATA PENGANTAR........................................................................................ iv DAFTAR ISI ....................................................................................................... vii BAB I PENDAHULUAN............................................................................ 1 1.1 Latar Belakang Masalah .......................................................... 1 1.2 Identifikasi Masalah ................................................................. 10 1.2.1 Identifikasi Masalah .................................................... 10 1.2.2 Pembatasan Masalah.................................................... 11 1.2.3 Perumusan Masalah..................................................... 11 Tujuan dan Keguanaan Penelitian........................................... 12 1.3.1 Tujuan Penelitian ......................................................... 12 1.3.2 Kegunaan Penelitian .................................................... 12 Kerangka Pemikiran, Hipotesis dan Definisi Operasional ... 12 1.4.1 Kerangka Pemikiran .................................................... 12 1.4.2 Hipotesis ...................................................................... 20 1.4.3 Definisi Operasional ................................................... 20 1.3 1.4 12 1.5 Metode Penelitian .................................................................... 21 1.5.1 Teknik Pengumpulan Data .......................................... 22 Waktu dan Tempat Penelitian ................................................. 22 1.6.1 Waktu Penelitian.......................................................... 22 1.6.2 Lokasi Penelitian.......................................................... 22 Sistematika Penulisan ............................................................. 24 TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 25 2.1 Hubungan Internasional........................................................... 25 2.2 Politik Internasional ................................................................ 26 2.2.1 Definisi Politik Internasional ...................................... 26 2.2.2 Bentuk-bentuk Interaksi ............................................. 28 2.3 Kepentingan Nasional ............................................................. 30 2.4 Pengaruh .................................................................................. 30 2.5 Konflik ..................................................................................... 33 OBJEK PENELITIAN ................................................................... 36 3.1 Sejarah Bangsa Palestina dan Yahudi..................................... 36 3.1.1 Sejarah Berdirinya Negara Israel ............................... 40 3.1.2 Pembentukan Negara Palestina .................................. 44 3.1.3 Sejarah Konflik antara Palestina dan Israel ............... 46 1.6 1.7 BAB II BAB III 3.2 Kronologis Kunjungan Ariel Sharon ke Masjid Al Aqsha Tahun 2000........................................................................................... 47 13 3.3 Palestina .................................................................................... 58 3.3.1 Intifadah Pertama......................................................... 58 3.3.2 Kebangkitan Intifadah Kedua di Palestina ................. 59 Sejarah Majid Al Aqsha........................................................... 62 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN............................ 67 4.1 Kunjungan Politik Ariel Sharon ke Masjid Al Aqsha............ 67 4.2 Kepentingan Israel dan Palestina terhadap Masjid Al Aqsha di 3.5 BAB IV Sejarah Intifadah Pertama dan Kebangkitan Intifadah Kedua di Yerusalem ................................................................................. 4.3 70 Hubungan Palestina dan Israel Pasca Kebangkitan Intifadah Kedua ................................................................................................... 76 Prospek Hubungan Palestina dan Israel Kedepan .................. 81 KESIMPULAN DAN SARAN....................................................... 86 5.1 Kesimpulan............................................................................... 86 5.2 Saran ......................................................................................... 88 5.2.1 Saran Substansial ......................................................... 88 5.2.2 Saran Metodologis...................................................... 90 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 91 4.4 BAB V BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Konflik di Timur-Tengah merupakan kelanjutan dari permasalahan bangsa Palestina yang masih memperjuangkan dan mempertahankan hak atas tanah airnya dari penjajahan dan pendudukan yang berlangsung hampir seumur hidupnya, mulai dari perang Arab-Israel sampai pada perang Palestina-Israel. Palestina tidak pernah dapat mencapai menjadi sebuah negara yang merdeka yang dicita-citakan oleh bangsanya juga negara-negara Arab. Kekuatan yang tidak seimbang dalam sumberdaya manusia, pasukan militer, alat-alat perang, bantuan dana, antara Israel dan Palestina menjadi kekalahan yang terus menerus dialami oleh bangsa Palestina. Konflik panjang antar keduanya hanya membuahkan kesepakatan damai yang tidak pernah terealisasi (Rais, 1993: 22). Konflik yang terjadi antara Israel dan Palestina termasuk konflik yang paling rumit di Timur-Tengah. Setelah bangsa Israel berdiri sebagai sebuah negara di tanah Palestina pada tanggal 14 Mei 1948, sejak itu timbul ketegangan di kawasan Timur Tengah. Berawal dari Israel yang memperlihatkan sikap konfrontasinya dalam memperebutkan wilayah Palestina untuk dijadikan wilayah kedaulatan negaranya. Israel dan Palestina sama-sama mengklaim bahwa mereka memiliki hak atas wilayah yang mereka tempati (Basyar,1993: 49). Berdirinya negara Israel tidak lepas dari pengaruh Doctrin (Theodore Herzl, 1896) tentang Zionisme yang mengatakan bahwa: “Kami adalah masyarakat. Kami mencoba untuk tetap hidup dan berbaur dengan masyarakat lain. Kami tidak di hargai. Begitu banyak penyerangan 1 2 pada orang-orang Yahudi di berbagai negara, Rusia, Rumania, Jerman, Perancis. Saya tidak percaya adanya kedamaian lagi. Jadi ijinkan kami untuk memerintah sebuah area di dunia ini. Di mana kami dapat mendirikan negara kami sendiri. Ada dua wilayah yang sesuai, Palestina dan Argentina. Pada kedua wilayah ini, banyak orang Yahudi tinggal. Kami akan mencapai kesepakatan dengan penduduk yang telah ada dan menawarkan untuk membangun jalan-jalan yang baru, misalnya. Pendirian negara kami yang baru melalui berbagai cara”(Jun, 2008: 16-17). Zionisme sendiri adalah kerinduan yang sahih dari suatu bangsa yang tertindas untuk memiliki tanah air. Saat itu kaum Yahudi mempercayai bahwa tanah Palestina adalah tanah leluhur mereka, dimana terdapat sebuah bukit suci bernama bukit Zion. Kaum Yahudi berkeinginan untuk membentuk The Jewish State. Untuk merealisasikannya mereka ingin mewujudkan koloni Yahudi di Palestina, mendapat pengakuan dunia dalam menduduki Palestina dan membentuk organisasi dalam penyatuan kaum Yahudi. Pada saat itu Palestina merupakan wilayah mandat pemerintahan Inggris. Dengan melihat keinginan Israel, Menteri Luar Negeri Inggris Arthur James Balfour menjanjikan tanah Palestina untuk dijadikan hak milik Israel. Balfour mengirimkan pernyataan kepada Lord Rothschild, Presiden Federasi Zionis Inggris untuk dapat mewujudkannya. Isi dari Deklarasi Balfour : "saya begitu senang menyampaikan pada Anda, atas nama pemerintahan Yang Mulia mendukung pembentukan di dalam Palestina sebagai kampung halaman nasional bagi orang-orang Yahudi, dan akan mengusahakan segala sesuatu untuk mencapai tujuan ini. Hal ini dapat dimengerti bahwa tidak ada yang dapat dilakukan untuk mempengaruhi pihak sipil dan hak-hak keagamaan komunitas non-Yahudi di Palestina (Jun, 2008: 19-20). Sejak deklarasi Balfour, Inggris mulai memberikan izin bagi kaum Yahudi untuk masuk ke Palestina di bawah kekuasaan Inggris. Kaum Yahudi mulai memiliki otoritas penuh untuk membentuk identitas spiritual, religius dan nasionalnya di wilayah Palestina (Jun, 2008: 22). Dan menurut United Nation Year Book setelah berdiri sebagai sebuah 3 negara di Israel terjadi pengusiran terhadap penduduk Palestina dan pelarangan kembali penduduk Palestina dari negara Israel yang baru di bentuk tersebut. Sementara itu terdorong oleh keinginan untuk memperoleh kediamannya kembali, sejak tahun 1987, bangsa Palestina melakukan Intifadah terhadap pemerintahan Israel dalam berbagai bentuk mulai dari melempar bom, boikot atas berbagai produk Israel, tidak membayar pajak maupun cukai, pemogokan dan pengunduran diri secara massal para pegawai Arab yang ditunjuk oleh pemerintah Israel (Jun, 2008: 47-48). Intifadah pertama dimulai pada desember 1987 dengan pemuda Palestina yang membalas pembunuhan enam anak-anak Palestina oleh tentara-tentara Israel. Orangorang Palestina dari semua kalangan baik yang paling muda maupun yang paling tua menentang kekerasan yang dilakukan oleh militer Israel dengan melakukan perlawanan dengan sambitan batu dan apa pun yang dapat mereka temukan. Serangan tersebut kemudian dibalas oleh tentara Israel kepada Warga Palestina yang hidup di daerah-daerah pendudukan seperti Jalur Gaza dan Tepi barat. Terjadinya peristiwa Intifadah pertama ini merupakan puncak dari amarah rakyat Palestina (Yahya, 2005: 1). Peristiwa ini menggerakan seluruh rakyat Palestina untuk bangkit melawan Israel yang dianggap sebagai penjajah. Peristiwa yang melibatkan seluruh elemen masyarakat Palestina ini kemudian menjadi peristiwa yang teroganisir di tingkat lokal dan regional. Intifadah pertama ini mendapat tanggapan yang sangat keras dari Israel sampai akhirnya terjadi kesepakatan Oslo tahun 1993 dimana Israel dan PLO duduk bersama di meja perundingan yang untuk pertama kalinya Israel mengakui Yasser Arafat sebagai perwakilan resmi rakyat Palestina (http://www.hdip.org). 4 Intifadah kedua terjadi pada tahun 2000 ketika Ariel Sharon bersama 1200 polisi Israel melakukan kunjungan ke Masjid Al Aqsha yang dianggap sebagai tindakan pelecehan terhadap tempat suci umat Islam karena tujuan utamanya adalah ingin menghancurkan Masjid Al Aqsha secara perlahan-lahan dan kemudian membangun Haikal Sulaiman. Kejadian ini yang menyebabkan bangkitnya Intifadah kedua. Selama berlangsungnya Intifadah kedua di Palestina, 70% penduduk yang terdiri atas kalangan muda dan anak-anak mengalami perpindahan, pengusiran, penahanan, pemenjaraan dan pembantaian sejak pendudukan tahun 1948 (The Palestine Chronicle, wartawan-penulis Ruth Anderson dalam www.dci-pal.org). Sejak hari pertama intifadah kedua, tentara Israel menanggapi lemparan batu orangorang Palestina dengan serangan helikopter, tank dan senjata modern. Sejauh ini, lebih dari warga sipil kehilangan jiwanya dan hampir 20.000 terluka. Rumah-rumah dan taman-taman Palestina dihancurkan bulldozer-bulldozer Israel, perekonomian Palestina menderita kerugian besar dan sejumlah 50% lebih rakyatnya miskin. Menurut laporan Organisasi Kesehatan Palestina sekitar 1000 orang yang terbunuh selama intifadah kedua bahkan belum berusia 18 tahun dan bahwa 84% dari mereka yang tewas tidak pernah ikut dalam bentrokan maupun demonstrasi. Dan menurut angka-angka yang diperoleh dari data berbagai organisasi seperti palang merah, PBB sejumlah total 4000 bangunan mengalami kerusakan parah, sementara 6584 rumah rusak sebagian. Dari rumah-rumah ini, 580 di musnahkan sepenuhnya. Bangunan yang rusak meliputi 30 Masjid, 12 gereja dan 134 unit penyimpanan. Kemudian sekolah, 66 buah sepenuhnya tak dapat digunakan dan 275 lainnya rusak berat. Tujuh dari sekolah yang rusak telah menjadi gudang-gudang militer 5 Israel. Disamping itu, 30 sekolah lainnya dibakar oleh tentara Israel yang menyebabkan kerusakan senilai $400.000 (Yahya, 2005: 25-28). Saat ini, tiap hari ada laporan yang menyebutkan anak-anak dan remaja meninggal di wilayah-wilayah Palestina. Menurut Organisasi Kesehatan Palestina, dari September 2000 sampai Desember 2001 sebanyak 936 orang Palestina meninggal. Selama terjadinya konflik, para tentara Israel menjadikan warga sipil, termasuk anak-anak yang pulang sekolah menjadi sasaran pengeboman dengan helikopter. paling tidak lima anak terbunuh tiap hari dan 10 orang terluka (www.palestinechronicle.com). Pada awal tahun 2002 kehidupan rakyat Palestina menjadi semakin keras terutama ketika Intifadah kedua memanas. Reaksi terbesar di daerah Pendudukan selama 20 tahun terakhir ialah tentara Israel mengirimkan sekitar 20.000 tentara. Menurut angka-angka yang diterbitkan PBB, selama operasi Israel dijalankan, 1620 rumah terus mengalami kerusakan berat, beserta 14 bangunan umum, termasuk beberapa sekolah. Di Jenin, dari 2500 bangunan yang ditempati 14.000 orang Palestina disana, 550 rusak. Enam rusak ringan, 541 dengan aneka kerusakan, dan tiga rusak total. Di Balata, dari 3700 bangunan yang ditempati 20.000 orang, 670 mengalami kerusakan. Dari jumlah ini, 10 rusak total dan 14 rusak parah. Di Nur Al-Shams, 100 dari 1500 rumah tempat 8000 orang tinggal, rusak. Di Tulkarem, 300 dari 2900 bangunan yang didiami 16.000 orang rusak, enam di antaranya rusak total dan 30 rusak parah. Kerugian ekonomi keseluruhan ditaksir sekitar 3,5 juta dolar (www.tragedipalestina.com). Tindakan yang dilakukan Israel tersebut mendapat kritik dari PBB dan Uni Eropa, yang berakhir dengan langkah pertama Amerika Serikat mengirimkan juru runding untuk 6 menangani krisis ini. Tank-tank Israel mulai ditarik dari wilayah Palestina dan kedua pihak memasuki perundingan keamanan. Selama penarikan, salah satu upaya penting dilakukan untuk memastikan adanya perdamaian adalah dalam bentuk sebuah rencana damai yang disampaikan oleh Pangeran Saudi Arabia, Abdullah di The New York Times. Menurut rencana sebagai ganti mundurnya Israel dari batas pra-1967 (menurut resolusi PBB), negara-negara Arab akan mendinginkan kembali hubungannya dengan Israel. Usulan ini diterima positif oleh sebagian besar masyarakat Palestina.Akan tetapi, radikalisme di kedua belah pihak menghambat pelaksanannya. Dalam beberapa hari, pendudukan baru dan lebih luas dimulai dan sasarannya adalah Tepi Barat khususnya Ramallah, tempat markas besar Arafat sehingga menempatkan markas Arafat dalam kepungan, sementara itu bahaya besar dihadapi oleh penduduk sipil Palestina (www.tragedipalestina.com-harunyahya.htm). Pengaruh besar dari Zionisme sebagai doktrin yang telah disusun oleh Theodore Herzl (1860-1904) terhadap pembentukan negara Israel sangat kuat. Zionisme memainkan peranan yang sangat besar dalam mewujudkan negara Israel yang diberi bentuk sistematis oleh Herzl (1896) dalam bukunya, negara Yahudi (Der Judenstaat) dan secara kongkret menerapkannya pada kongres Zionis sedunia yang pertama di Basel pada tahun 1987. Herzl bersama Zionis juga terbukti melakukan kerjasama dengan anti-semit untuk mendorong orang-orang Yahudi berimigrasi ke Palestina (Zainuddin, 1993: 9). Gelombang anti-semit dan peristiwa holocaust memberi keuntungan bagi Herzl dalam menyimpulkan keadaan orang-orang Yahudi untuk mendapatkan dukungan dari negara-negara Barat khususnya Inggris dan Amerika Serikat untuk menciptakan negara bagi bangsa Yahudi. Kesimpulan Herzl, pertama, orang Yahudi dimanapun mereka berada, di negara manapun mereka bertempat tinggal, akan tetap merupakan sebuah 7 bangsa yang tunggal, konsekuensi dari kesimpulannya adalah warga yahudi yang sudah menjadi warga negara AS atau inggris, misalnya, dituntut untuk setia pada Israel, sehingga menimbulkan problema loyalitas ganda. Kedua, ia berpendapat, orang Yahudi selamanya dan dimana saja selalu menjadi korban pengejaran. Ketiga, mereka sama sekali tidak dapat diasimilasikan oleh negara-negara dimana mereka telah bertempat tinggal sekian lamanya, asumsi terakhir ini sebenarnya sama dengan asumsi kaum antiYahudi dan rasis (Alhadar, 2004: 17-18). Untuk mencapai tujuannya orang-orang Yahudi radikal percaya bahwa ada tiga kejadian penting yang harus terjadi. Pertama, sebuah negara Israel merdeka harus didirikan di Tanah Suci dan penduduk Yahudinya harus meningkat. Pindahnya orang Yahudi ke Tanah Suci telah diwujudkan oleh para pemimpin Zionis pada awal abad kedua puluh. Di samping itu, Israel menjadi sebuah bangsa dengan negara merdeka di tahun 1948. Kedua, Yerusalem diambil pada tahun 1967 dalam Perang Enam Hari dan pada 1980 diumumkan sebagai ibu kota abadi Israel. Ketiga dan satu-satunya syarat yang masih harus dipenuhi adalah pembangunan kembali Kuil Sulaiman yang dimusnahkan 19 abad yang lalu.Akan tetapi, sekarang ada dua tempat ibadah Islam di atas tempat ini yaitu Masjid al-Aqsa dan Qubbah as-Sakhrah. Agar orang Yahudi dapat membangun kembali Kuil Sulaiman, kedua tempat ibadah ini harus dihancurkan. Dan halangan terbesar melakukannya adalah umat Islam dunia khususnya Palestina. Selama mereka masih ada orang-orang Israel tidak dapat menghancurkan kedua tempat ini. Karena alasan tersebut para Zionis bertempur demi Yerusalem yang murni dan berusaha memurnikannya dari unsur Kristen dan Muslim (www.tragedipalestina.com ). Sejak tahun 1967 banyak kelompok dari pihak Israel yang berusaha ingin menghancurkan dan telah menyerang Masjid Al Aqsha lebih dari 100 kali. Serangan 8 pertama dilakukan oleh Rabbi Shlomo Goren, pendeta pada Angkatan Bersenjata Israel, pada Agustus 1967. Goren memasuki tempat suci Islam dengan 50 pria bersenjata dibawah pengawasannya. Pada 21 Agustus 1969, Zionis melancarkan tembakan langsung ke Masjid Al Aqsha yang merusak sebuah mimbar. Pada 3 Maret 1971, pengikut pemimpin radikal Gershon Solomon juga menjadikan Haram asy-Syarif sebagai sasaran. Kemudian pada tahun 1980, sekitar 300 anggota kelompok teroris radikal Gush Emunim menggunakan senjata berat dan menyerang Masjid. Dua tahun berikutnya, seorang Israel yang membawa paspor Amerika bergerak ke Masjid dengan senapan serbu M-16 dan menembakkannya pada orang Islam yang sedang sholat, dimana dua orang Palestina tewas dan banyak lainnya terluka. Pada 10 Maret 1983, anggota Gush Emunim memanjat dinding Haram asy-Syarif dan mencoba menaruh bahan peledak dan setelah beberapa bulan kemudian dibebaskan. Setelah serangan tersebut, sekelompok Yahudi radikal yang dipersenjatai dengan banyak alat-alat peledak termasuk lusinan granat, dinamit, dan 12 rudal mortar mencoba meledakkan Masjid Al Aqsha. Dan pada tahun 1996 para Zionis berusaha menghancurkan Masjid dari bawah dan mulai menggali terowongan besar di bawahnya dengan alasan melakukan penelitian sejarah (www.tragedipalestina.com- harunyahya.htm). Intifadah Al Aqsha menempatkan Hamas sebagai kekuatan politik besar di Palestina. Hamas berhasil memenangkan pemilihan umum di Palestina dan dari awal terbentuk, pemerintahan Hamas menghadapi embargo dari Barat namun kelompok ini tetap pada prinsipnya yang menolak mengakui eksistensi Israel. Dibawah kepemimpinan Hamas, Para pejuang Palestina semakin yakin untuk melanjutkan intifadah. Hamas 9 menjadikan bom bunuh diri sebagai senjata untuk melawan Israel (www.palestinefacts.org). Dari pemaparan di atas menjelaskan bahwa intifadah Al Alqsha sebagai balasan perlawanan Palestina terhadap sikap-sikap yang ditunjukan Israel terhadap orang-orang Palestina terutama untuk mencapai tujuannya yaitu menguasai wilayah palestina. Dan yang memprihatinkan yang menjadi korban adalah warga sipil terutama anak-anak dan wanita, selain itu kini adalah masalah perebutan Masjid Al Aqsha antara Palestina dengan Israel. Pertanyaan yang timbul kemudian adalah mengapa Israel kini menjadi sebuah negara yang berkuasa penuh atas hampir seluruh wilayah Palestina, padahal sebelumnya Inggris sendiri telah mengatakan akan membagi dua tanah tersebut untuk Palestina dan Israel, mengapa sekarang negara-negara Arab yang secara ideolologis memiliki kesamaan Nasionalisme dengan Palestina kurang memperhatikan masalah Palestina sehingga masalah Palestina berlarut-larut hingga kini dan ada apa dengan dunia internasional yang memberi solusi-solusi tapi tetap tidak bisa mengakhiri konflik antara bangsa Palestina dengan Israel. Kemudian adanya pihak luar yang intervensi seperti Amerika Serikat yang memberikan sokongan senjata kepada Israel, ini juga yang membuat masalah antara Israel-Palestina tidak pernah berakhir hingga saat ini meskipun banyak kesepakatan atau perjanjian perdamaian yang telah di buat. Hal inilah yang melatarbelakangi penulis untuk mengambil judul penelitian; “Pengaruh Kunjungan Ariel Sharon ke Masjid Al Aqsha terhadap kebangkitan Intifadah Kedua di Palestina” 10 Penelitian ini dibuat berdasarkan beberapa Core Subject pada program studi Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Komputer Indonesia. Yaitu: 1. Politik Internasional, core subject ini menjelaskan dalam hubungan internasional politik internasional mengkaji segala bentuk perjuangan dalam memperjuangan kepentingan (interest) atau kekuasaan (power). Dalam hal ini perlawanan Intifadah merupakan salah satu bentuk perjuangan rakyat Palestina dalam memperjuangkan kepentingan nasionalnya. 2. Hukum Internasional, mata kuliah ini menjelaskan dengan adanya aneksasi wilayah Palestina oleh Israel sejak tahun 1948, berarti juga menyangkut konflik dan perang sehingga pasti berkaitan dengan hukum internasional. 1.2 Identifikasi Pembatasan dan perumusan Masalah 1.2.1 Identifikasi Masalah Identifikasi masalah merupakan tahap permulaan dari penguasaan masalah di mana suatu objek tertentu dapat dikenali sebagai suatu masalah. Identifikasi masalah bertujuan agar kita mendapatkan sejumlah masalah yang relevan dengan judul penelitian (Suriasumantri, 1996: 309). Melihat pada latar belakang masalah yang telah di kemukakan di atas maka penulis mengidentifikasikan masalah sebagai berikut: 1. Mengapa Masjid Al Aqsha memiliki derajat kepentingan yang tinggi bagi Palestina dan Israel ? 2. Mengapa Kunjungan Ariel Sharon ke Masjid Al Aqsha dianggap 11 Penegasan terhadap kedudukan Yerusalem sebagai wilayah kedaulatan Israel ? 3. Bagaimana Intifadah Kedua bisa terjadi dan Bagaimana Intifadah kedua menyebabkan konflik antara bangsa Palestina dan Israel ? 4. Bagaimana Prospek Hubungan Palestina dan Israel Pasca Kebangkitan Intifadah Kedua ? 1.2.2 Pembatasan Masalah Pembatasan masalah merupakan upaya untuk menetapkan batas-batas permasalahan dengan jelas, yang memungkinkan kita untuk mengindentifikasikan faktor mana saja yang termasuk ke dalam lingkup permasalahan dan faktor mana yang tidak (Suriasumatri, 2001: 311). Luasnya ruang lingkup dari permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini diperlukan pembatasan masalah untuk memudahkan dalam memahami pembatasan yang akan dikemukaan agar maksud dari tujuan skripsi tersampaikan, maka penulis membatasi pembahasan pada semakin besarnya Jihad Islam di Palestina selama adanya Intifadah Al Aqsha. Terjadinya intifadah kedua tahun 2000 yang merupakan puncak yang membawa HAMAS sebagai kekuatan politik terbesar di Palestina. 1.2.3 Perumusan Masalah Perumusan masalah merupakan upaya untuk menyatakan secara tersurat pertanyaan-pertayaan apa saja yang ingin kita carikan jawabannya (Suriasumantri, 2001: 312). Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah yang di uraikan di atas, maka masalah penelitian ini dapat di rumuskan sebagai berikut : Sejauhmana Kunjungan Ariel Sharon ke Masjid Al Aqsha dapat menimbulkan bangkitnya Intifadah kedua? 12 1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui bagaimana Intifadah Kedua bisa terjadi dan Bagaimana Intifadah kedua menyebabkan konflik antara bangsa Palestina dan Israel. 2. Untuk mengetahui mengapa Masjid Al Aqsha memiliki derajat kepentingan yang tinggi bagi Palestina dan Israel. 3. Untuk mengetahui mengapa Kunjungan Ariel Sharon ke Masjid Al Aqsha dianggap sebuah Penegasan terhadap kedudukan Yerusalem sebagai wilayah kedaulatan Israel. 4. Untuk mengetahui Bagaimana Prospek Hubungan Palestina dan Israel Pasca Kebangkitan Intifadah Kedua. 1.3.2 Kegunaan Penelitian Penelitian ini di harapkan dapat berguna bagi setiap orang yang tertarik dengan masalah konflik di Timur Tengah, khususnya masalah Palestina-Israel yang kompleks dan masih belum ada solusi yang tepat untuk mengatasi konflik tersebut hingga kini. Selain itu penelitian ini di harapkan dapat menjadi acuan untuk para peneliti lainnya dalam menganalisa lebih jauh mengenai fenomena konflik ini dan di harapkan dapat memicu para penstudi hubungan internasional untuk meneliti lebih dalam mengenai masalah yang di uraikan dalam penelitian ini yang masih belum di ungkapkan. 1.4 Kerangka Pemikiran, Hipotesis dan Definisi Operasional 1.4.1 Kerangka Pemikiran Untuk mendapatkan pemahaman yang komprehensif, penulis mengutip teori dan pendapat para ahli serta pernyataan yang diungkapkan oleh tokoh yang berpengaruh yang memiliki keterhubungan dengan obyek yang di teliti untuk mengungkapkan 13 kebenarannya. Dalam penyusunan skripsi ini, akan digunakan kerangka pemikiran dan konsep ilmiah untuk menghindari kekeliruan persepsi dan interpretasi. Dengan kata lain, teori akan memberikan suatu kerangka pemikiran bagi upaya penelitian. Upaya ini termasuk juga yang menjadi landasan suatu penelitian dalam disiplin ilmu hubungan internasional. Hubungan Internasional sebelum perang dunia 1, mata kuliah ini masih terbatas pada sejarah diplomasi, hukum internasional dan ekonomi internasional saja. Setelah perang dunia 1 mata kuliah ini kemudian menjadi kajian tersendiri sebagai mata kuliah hubungan internasional, ditambah dengan organisasi internasional. Pada perkembangan selanjutnya perkembangan studi hubungan internasional makin kompleks dengan masuknya aktor IGOs dan INGOs serta makin kuatnya peran negara-negara di luar Amerika serikat dan Uni Soviet dalam kancah Hubungan Internasional. Pada dekade 1980-an studi Hubungan Internasional adalah tentang interaksi yang terjadi antar negara-negara yang berdaulat di dunia, juga merupakan studi tentang aktor bukan negara yang perilakunya mempunyai pengaruh terhadap kehidupan negara bangsa. Yang akhirnya hubungan internasional mengacu pada segala aspek bentuk interaksi. ”Hubungan Internasional di definisikan sebagai studi tentang interaksi antar beberapa aktor yang berpartisipasi dalam politik internasional, yang meliputi negara-negara, organisasi internasional, organisasi non pemerintah, kesatuan sub-nasional seperti birokrasi dan pemerintah domestic serta individuindividu” (Perwita dan Yani, 2005: 4). Perjuangan orang-orang Palestina dalam melawan Israel terutama peristiwa Intifadah ini banyak melibatkan aktor-aktor hubungan internasional baik negara terutama negara-negara besar maupun aktor non negara seperti organisasi internasional baik intergovermental (IGO) maupun INGO. Hubungan politik di bangun dengan adanya 14 konflik sehingga menyebabkan adanya hubungan yang tidak harmonis di antara negaranegara yang terlibat dalam konflik antara Palestina dan Israel. ”Negara adalah aktor utama dalam hubungan internasional yang bersifat rasional dan monolith, jadi bisa memperhitungkan cost and benefit dari setiap tindakannya demi kepentingan keamanan nasional sehingga fokus dari penganut realism adalah struggle for power atau real politik”. Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti memiliki pemahaman bahwa sebuah paradigma bisa di gunakan sebagai pendekatan. Oleh karena itu peneliti menggunakan paradigma realis sebagai pendekatan. Asumsi-asumsi dalam paradigma Realisme di antaranya adalah : 1. Negara adalah aktor utama. 2. Keamanan nasional adalah fokus analitis : negara-negara sebagai aktoraktor rasional yang bersatu. 3. Keamanan negara dan teritori adalah perhatian utamanya. 4. Diplomasi dilakukan terutama oleh negara yang juga aktor utama dalam organisasi internasional dan persekutuan. 5. Penggunaan kekuatan militer dianggap perlu dan tampaknya merupakan instrument kebijakan negara yang tidak dapat dielakan. 6. Keamanan internasional adalah balance of power, persekutuan dan keamanan kolektif akan menghasikan keteraturan (Perwita dan Yani, 2005: 25). Aktor utama yang terlibat dalam konflik ini khususnya melibatkan dua negara yaitu Israel dan Palestina. Dari teori di atas, tersirat bahwa ketika suatu negara merasa atau berfikir tengah menghadapi suatu situasi yang kiranya dapat mengancam kedaulatan nasionalnya, maka negara tersebut akan berusaha untuk merancang dan melakukan tindakan-tindakan yang dapat mengurangi tingkat kerentanannya dalam menghadapi ancaman tersebut dan meminimalisir, bahkan melenyapkan sumber ancaman tersebut. Konsep kepentingan nasional sangat penting untuk menjelaskan dan memahami perilaku internasional. Konsep kepentingan nasional merupakan dasar untuk menjelaskan perilaku luar negeri suatu negara. Para penganut realis mendefinisikan kepentingan nasional sebagai berikut: 15 “Kepentingan nasional sebagai upaya suatu negara untuk mengejar power, dimana power adalah segala sesuatu yang dapat mengembangkan dan memelihara kontrol suatu negara terhadap negara lain. hubungan kekuasaan atau pengendalian ini dapat melalui teknik pemaksaan atau kerjasama. Karena itu kekuasaan dan kepentingan nasional dianggap sebagai sarana dan sekaligus tujuan dari tindakan suatu negara untuk bertahan hidup (survival) dalam politik internasional”(Perwita dan Yani, 2005: 35). Kepentingan nasional juga dapat dijelaskan sebagai tujuan fundamental dan faktor penentu akhir yang mengarahkan para pembuat keputusan dari suatu negara dalam merumuskan kebijakan luar negrinya. Kepentingan nasional suatu negara secara khas merupakan unsur-unsur yang membentuk kebutuhan negara yang paling vital, saperti pertahanan, keamanan, militer dan kesejahteraan ekonomi. Seperti halnya arti penting Palestina bagi Israel, Kepentingan Israel terhadap tanah Palestina digambarkan sebagai kepentingan vital bagi seluruh Yahudi di seluruh dunia, karena itu Israel dapat menggunakan berbagai cara dalam mencapai kepentingannya di Palestina terutama bagi arti strategis Masjid Al Aqsha kini. Di sisi lain, bangsa palestina sendiri merasa kepentingannya telah diganggu oleh Israel sejak negara Israel berdiri dan sekarang khususnya pada masalah penghancuran Masjid Al Aqsha oleh sebab itu orangorang Palestina melakukan perlawanan, berupa Intifadah kedua. Pendudukan yang berdampak pada perluasan wilayah Israel dan dengan tujuan ini Israel kemudian Israel menerapkan kebijakan ekspansionisme untuk menganeksasi seluruh wilayah Palestina. Dan sebagai tindakan nyata bangsa Palestina dalam mempertahankan wilayahnya dan melawan serangan Israel serta tindakan pelecehan terhadap Masjid Al Aqsha adalah dengan melakukan intifadah kedua. Kunjungan yang dilakukan Ariel Sharon terhadap Masjid Al Aqsha menyulut kembali konflik yang telah reda karena kunjungan Ariel Sharon tersebut sebagai penegasan terhadap kedudukan Yerusalem pasca diumumkannya kemungkinan 16 Yerusalem dibagi dua untuk Palestina dan Israel oleh Ehud Barak. Setelah adanya jeda perdamaian dari tahun 1993 sampai tahun 2000 yang melibatkan seluruh elemen masyarakat baik pemerintahan maupun warga sipil Palestina dan Israel dengan adanya kunjungan tersebut menyebabkan bangkitnya intifadah kedua. Pemahaman mengenai konflik terdapat dalam buku yang berjudul Contemporary Conflict Resolution: The Prevention, Management, and Transformation of Deadly Conflicts, Hugh Miall, Oliver Ramsbotham dan Tom Woodhouse merumuskan konflik sebagai berikut: “Konflik merupakan hubungan antara dua pihak atau lebih yang saling bertentangan dan memiliki tujuan yang tidak sejalan, terutama yang menyangkut aspek-aspek perubahan sosial. Yang menjadi akar permasalahan kemudian adalah bagaimana seseorang atau sekelompok mengelola konflik dengan mengidentifikasi sebab-sebab konflik dan berusaha membangun hubungan baru yang mampu bertahan lama di dalam kelompok-kelompok yang bertikai. Resolusi konflik merupakan salah satu pilihan yang selalu menjadi rekomendasi dalam setiap penyelesaian konflik” (Miall, Ramsbotham, dan Woodhouse, 1999: 58- 61). Konflik antara Palestina dan Israel merupakan konflik lama yang berkepanjangan dimana didalamnya melibatkan banyak negara diantaranya negara-negara Arab dan Amerika serikat termasuk organisasi internasional seperti PBB. Setelah mendapatkan Resolusi PBB no.181 tahun 1947, Israel akan berdiri di tanah Palestina dengan luas 56% dari keseluruhan wilayah Palestina dan setelah memerdekakan dirinya pada tahun 1948, Israel melakukan pendudukan terhadap wilayah Palestina tanpa memperdulikan Resolusi yang telah dikeluarkan yang mengakibatkan hampir seluruh wilayah Palestina jatuh ke tangan Israel dan berakibat pada peperangan Arab-Israel tahun 1948-1949. Israel yang sejak lama memimpikan tanah Palestina bekerjasama dengan AS sehingga mendapat sokongan dana maupun peralatan militer untuk merealisasikan impiannya tersebut. Sementara itu untuk mempertahankan tanahnya bangsa Palestina sendiri mendapat dukungan dari negara-negara Arab. 17 Dalam hukum internasional peristiwa perebutan wilayah atau tanah Palestina tersebut masuk ke dalam sengketa internasional. Istilah sengketa-sengketa internasional mencakup bukan saja sengketa-sengketa antar negara-negara, melainkan juga kasus-kasus yang lain yang berada dalam lingkup pengaturan internasional. Yakni beberapa kategori sengketa tertentu antar negara di satu pihak dan individu-individu, badan-badan korporasi serta badan-badan bukan negara di pihak lain. Pada umumnya, metode-metode penyelesaian sengketa digolongkan dalam dua kategori: 1. Cara-cara penyesaian damai, yaitu apabila para pihak telah dapat menyepakati untuk menemukan suatu solusi yang bersahabat. 2. Cara-cara penyelesaian secara paksa atau dengan kekerasan, yaitu, apabila solusi yang dipakai atau dikenakan adalah melalui kekerasan. Metode-metode penyelesaian sengketa-sengketa internasional secara damai atau bersahabat dapat di bagi dalam klasifikasi sebagai berikut: 1. Arbitrasi (arbitration) adalah suatu institusi yang sudah cukup tua yaitu dengan menyerahkan sengketa kepada orang-orang tertentu yang dinamakan para arbitrator, yang dipilih secara bebas oleh para pihak, mereka yang memutuskan tanpa terlalu terikat pada pertimbangan-pertimbangan hukum. 2. Penyelesaian yudisial (judicial settlement) berarti penyelesaian dihasilkan melalui suatu pengadilan yudisial internasional yang dibentuk sebagaimana mestinya, dengan memberlakukan kaidah-kaidah hukum. 3. Negosiasi, jasa-jasa baik (good offices) mediasi, konsiliasi adalah metode-metode yang kurang begitu formal dibandingkan dengan penyelesaian Yudisial atau 18 arbitrasi. 4. Penyelidikan (inqury) 5. Penyelesaian dibawah naungan Organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa. Apabila negara-negara tidak mencapai kesepakatan untuk menyeleseikan sengketasengketa mereka secara persahabatan maka cara pemecahan yang mungkin adalah dengan melalui cara-cara kekerasan: 1. Perang dan tindakan bersenjata non perang. 2. Retorsi (retorsion) adalah istilah teknis untuk pembalasan dendam oleh suatu negara terhadap tindakan-tindakan tidak pantas atau tidak patut dari negara lain misalnya merenggangnya hubungan diplomatik, penarikan diri dari dari konsesi-konsesi fiscal dan bea. 3. Tindakan-tindakan pembalasan (repraisals) merupakan metode-metode yang digunakan oleh negara-negara untuk mengupayakan diperolehnya ganti rugi dengan melakukan tindakan yang sifatnya pembalasan. 4. Blokade secara damai (pacific Blockade) adalah tindakan blokade pada waktu damai. 5. Intervensi (intervention) (Starke, 2004: 646-679) Keseluruhan tujuan dari perang adalah untuk menaklukan negara lawan dan untuk membebankan syarat-syarat penyelesaian dimana negara yang ditaklukan itu tidak memiliki alternatif lain selain mematuhinya. Tindakan bersenjata, yang tidak dapat disebut perang, juga banyak diupayakan. Solusi sengketa tanah antara bangsa Palestina dengan Israel harusnya bisa diselesaikan melalui cara-cara damai atau bersahabat namun yang terjadi justru sebaliknya, selama sejak berdirinya negara Israel di tanah Palestina, 19 perang maupun konflik bersenjata non-perang lebih banyak digunakan sebagai cara dalam mencari solusi atau justru oleh Israel digunakan untuk menaklukan tanah Palestina. Konflik antara keduanya belum dapat diselesaikan hingga sekarang meskipun telah banyak perjanjian-perjanjian atau kesepakatan perdamaian seperti Perjanjian Camp David dan Perjanjian Oslo yang pernah dibuat, namun sifatnya hanya sementara, selang beberapa waktu konflik baru dan sifatnya lebih besar kembali terjadi. Dalam buku Pengantar Hukum Internasional Hall mengemukakan definisi tentang perang yang secara hukum diterima dalam perkara Driefontein Consolidated Gold Mines v Janson: “Apabila perselisihan antara negara-negara mencapai suatu titik dimana kedua belah pihak berusaha untuk memaksa, atau salah satu dari mereka melakukan tindakan kekerasan, yang dipandang oleh pihak lain sebagai suatu pelanggaran perdamaian, maka terjadi hubungan perang, dimana pihak-pihak yang bertempur satu sama lain dapat menggunakan kekerasan sesuai dengan peraturan, sampai salah satu dari mereka menerima syarat-syarat sebagimana yang dikehendaki oleh musuhnya” (Starke, 2004: 699). Pecahnya perang telah membawa pengaruh luas terhadap hubungan-hubungan antara negara-negara yang terlibat perang. Kasus Palestina-Israel yang melibatkan banyak negara ketika terjadi perang Arab-Israel yang dampaknya sangat mempengaruhi hubungan antara negara-negara yang terlibat perang seperti hubungan antara negaranegara Arab dengan Amerika serikat karena negara-negara Arab dan Palestina menganggap Israel telah melanggar kesepakatan karena telah mengambil hampir seluruh wilayah Palestina secara paksa apalagi sekarang sudah mencapai pada perebutan wilayah Yerusalem dimana terdapat Masjid Al Aqsha. Dan selama berlangsungnya perang, penduduk sipil selalu menjadi sasaran karena itu suatu upaya telah dilakukan dalam Konvensi Jenewa 1949 untuk perlindungan orang- 20 orang sipil pada waktu perang (Geneva Convention for the Protection of Civilian Persons in Time of War) untuk melindungi beberapa golongan penduduk sipil dari bahaya-bahaya serta kerugian-kerugian yang menimpa prajurit dan non-prajurit pada waktu perang atau konflik bersenjata. Namun, dalam masalah Palestina khususnya pada terjadinya intifadah kedua kenyataan yang terjadi adalah warga sipil selalu menjadi sasaran utama serangan Israel bahwa tidak ada yang menghentikan pembantaian yang terus menerus dilakukan oleh tentara Israel terhadap penduduk sipil Palestina termasuk Konvensi Jenewa 1949 ini dan aturan-aturan dalam hukum internasional bahkan PBB sendiri belum mampu mengatasi koflik antar keduanya hingga kini. 1.4.2 Hipotesis Hipotesis merupakan jawaban sementara atau dugaan terhadap pertanyaan yang diajukan dimana materinya merupakan kesimpulan dari kerangka berfikir yang dikembangkan (Suriasumantri, 2001 : 12). Berdasarkan Asumsi-asumsi di atas maka hipotesis yang dapat diambil dalam penelitian ini adalah : “Kunjungan Ariel Sharon Ke Masjid Al Aqsha menyebabkan bangkitnya Intifadah Kedua di Palestina karena dianggap Sebagai Tindakan Yang Memiliki Tujuan Politis Yaitu Penegasan terhadap kedudukan Yerusalem sebagai wilayah kedaulatan Israel”. 1.4.3 Definisi Operasional Definisi operasional adalah serangkaian prosedur yang mendeskripsikan kegiatan yang harus dilakukan kalau kita hendak mengetahui eksistensi empiris atau derajat eksistensi empiris suatu konsep. Melalui defenisi seperti itu maka suatu konsep dijabarkan. Dengan demikian, maka defenisi operasional berarti juga menjabarkan 21 prosedur pengujian yang memberikan kriteria bagi penerapan konsep itu secara empiris (Mas’oed,1990:100). 1. Kunjungan Ariel Sharon ke Masjid Al Aqsha merupakan kedatangan seorang tokoh yang sangat berpengaruh yaitu sebagai salah satu tokoh politik dan pemimpin partai likud Israel yang dikenal memiliki kebijakan keras dan selalu menentang berbagai kompromi dengan bangsa Palestina khususnya tentang status Yerusalem. 2. Tujuan Politis yaitu tidak mau menarik diri dari daerah pendudukan, memperluas pemukiman penduduk Israel dan menolak melakukan perundingan tentang kedudukan tetap Yerusalem. 3. Intifadah Al Aqsha ialah gelombang kerusuhan yang terjadi pada September 2000 antara orang Arab Palestina dan Israel disebut Intifadah Kedua atau dengan kata lain perang pembebasan nasional bangsa Palestina terhadap pendudukan asing (Yahya, 2005: 8). 1.5 Metode Penelitian Metode penelitian yang di gunakan dalam penulisan ini adalah kualitatif, yaitu penelitian yang di lakukan dengan cara menggali suatu fenomena dan masalah yang ditimbulkan dari fenomena tersebut. Penulis mencari dan mengidentifikasi objek penelitian seluas mungkin. Metode Penelitian Historis, digunakan untuk mengungkap peristiwa di masa lalu yang masih ada kaitannya dan mempunyai hubungan yang berkesinambungan dan terus berlangsung hingga saat ini terhadap konteks permasalahan yang sedang dihadapi, berdasarkan sumber data sekunder. 22 Metode penelitian Deskriptif Analitis, berusaha mengumpulkan, menyusun, menginterpretasikan data yang kemudian diajukan dengan menganalisa data atau fenomena tersebut pada masa sekarang. 1.5.1 Teknik Pengumpulan Data Tenik pengumpulan data di gunakan melalui studi dokumen/studi kepustakaan yang meliputi tulisan-tulisan, situs internet, analisis, artikel, jurnal, surat kabar, dan buku teks yang relevan dengan penulisan. 1.6 Waktu dan Tempat Penelitian 1.6.1 Waktu Penelitian No Kegiatan Tahun Waktu Penelitian Sept 1 Pengajuan judul 2008 2 Bimbingan skripsi 2008 3 Rencana UP 2008 4 Rencana Sidang 2009 Okt Nop Des Jan Feb 1.6.2 Lokasi Penelitian Peneliti mengadakan Penelitian sekaligus mendapatkan informasi dari sumbersumber yang di butuhkan di tempat-tempat : 1. Perpustakan Universitas Komputer Indonesia Jl. Dipati Ukur No. 112-116 Bandung – Jawa Barat. Indonesia. 2. Perpustakaan Universitas Parahyangan, Jl Ciumbuleuit No. 94 Bandung – Jawa Barat. Indonesia. 3. Perpustakaan Universitas Pasundan, Jl Lengkong Besar No. 68 Bandung – Jawa 23 Barat. Indonesia. 4. Perpustakaan Center For Strategic and International Studies (CSIS), Jl. Tanah Abang III/23-27 Jakarta Pusat. Indonesia 5. Kedutaan Besar Palestina, Jl. Diponegoro No. 59 Menteng, 10310 Jakarta Indonesia. 1.7 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan pada penelitian ini adalah sebagai berikut : BAB 1 : Pendahuluan, yang terdiri dari Latar Belakang Masalah, Identifikasi Masalah, Tujuan dan kegunaan Penelitian, Kerangka Pemikiran dan Hipotesis serta Definisi Operasional, Metode Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data, serta Lokasi dan Lama Penelitian. BAB II : Tinjauan Pustaka, berisi uraian dan penjelasan teori-teori Hubungan Internasional, Politik Internasional, Hukum Internasional, Politik Luar Negri, Kepentingan Nasional, Pengaruh serta konsep-konsep dalam studi Hubungan Internasional yang relevan dengan penelitian serta mendasari penelitian ini. BAB III: Objek Penelitian, berisi obyek-obyek yang akan dikaji dalam penelitian, yaitu tentang Kunjungan Ariel Sharon ke Masjid Al Aqsha serta Kebangkitan Intifadah Kedua di Palestina. BAB IV : Analisa dan Pembahasan, merupakan kajian yang menganalisis dan membahas objek penelitian akan dibahas disini yang didasarkan pada tinjauan pustaka pada Bab II, dalam upaya pengujian hipotesis yang telah diajukan sebelumnya pada Bab I. Bab ini juga merupakan bagian inti dari peneitian. 24 BAB V : Kesimpulan dan Saran. Kesimpulan adalah hasil dari penelitian yang telah di laksanakan. Sedangkan Saran berisi Pendapat dan kritik agar skripsi dapat lebih objektif. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hubungan Internasional Hubungan Internasional merupakan hubungan yang melintasi batas wilayah suatu negara. Dimana dalam kehidupan internasional, setiap negara melakukan kerjasama, diplomasi dan lain-lain dengan negara lain. Menurut Perwita dan Yani, menjelaskan Hubungan Internasional sebagai berikut: ”Hubungan Internasional merupakan bentuk interaksi antara aktor atau anggota masyarakat yang satu dengan aktor atau anggota masyarakat lain yang melintasi batas-batas negara. Terjadinya hubungan internasional merupakan suatu keharusan sebagai akibat adanya saling ketergantungan dan bertambah kompleksnya kehidupan manusia dalam masyarakat internasional sehingga interdependensi tidak memungkinkan adanya suatu negara yang menutup diri terhadap dunia luar” (2005: 3-4). Hubungan internasional adalah hubungan yang melintasi batas negara yang dengan adanya hubungan internasional dapat menghilangkan sekat-sekat yang ada yang menjadi penghalang para aktor hubungan internasional dalam menjalin hubungan. Hubungan yang melintasi batas negara tersebut mencakup hubungan antara satu negara dengan negara lain, hubungan yang dibangun baik itu berupa hubungan kerjasama maupun hubungan yang bersifat konflik seperti hubungan yang dibangun oleh Palestina dan Israel. Hubungan internasional juga mencakup kelompok-kelompok bangsa dalam masyarakat. Dalam buku Pengantar Ilmu Hubungan Internasional, Anak Agung Banyu Perwita & Yanyan Mochamad Yani menyatakan: “Studi tentang Hubungan Internasional banyak diartikan sebagai suatu studi tentang interaksi antar aktor yang melewati batas-batas negara. Terjadinya Hubungan Internasional merupakan suatu keharusan sebagai akibat adanya 25 26 saling ketergantungan dan bertambah kompleksnya kehidupan manusia dalam masyarakat internasional sehingga interdependensi tidak memungkinkan adanya suatu negara yang menutup diri terhadap dunia luar”(2005: 3-4). Hubungan internasional adalah suatu upaya yang harus dilakukan oleh negaranegara karena makin banyaknya kompleksitas yang dihadapi masyarakat dunia internasional ini menciptakan ketergantungan antara satu negara dengan negara lain. semakin banyaknya interdependensi menyebabkan tidak adanya satu negara didunia ini yang dapat menutup diri dari dunia luar, karena kebutuhan setiap negara makin kompleks. Sistem internasional menjadi semakin kompleks pasca berakhirnya perang dingin, dimana selama perang dingin sistem internasional lebih fokus pada isu-isu high politics seperti perang, politik, keamanaan dan militer bergeser ke low politics seperti masalah lingkungan hidup, hak asasi manusia, ekonomi dan terorisme. Karena hal-hal tersebut Anak Agung Banyu Perwita & Yanyan Mochamad Yani dalam bukunya Pengantar Ilmu Hubungan Internasional menyatakan bahwa: “Dengan berakhirnya Perang Dingin dunia berada dalam masa transisi. Hal itu berdampak pada studi Hubungan Internasional yang mengalami perkembangan yang pesat. Hubungan internasional kontemporer tidak hanya memperhatikan politik antar negara saja, tetapi juga subjek lain meliputi terorisme, ekonomi, lingkungan hidup, dan lain sebagainya. Selain itu Hubungan Internasional juga semakin kompleks. Interaksi tidak hanya dilakukan negara saja, melainkan juga aktor-aktor lain, yaitu aktor non-negara juga memiliki peranan yang penting dalam Hubungan Internasional” (2005: 78). 2.2 Politik Internasional 2.2.1 Definisi Politik Internasional Salah satu kajian pokok (Core Subject) dalam Hubungan Internasional adalah Politik Internasional yang mengkaji segala bentuk perjuangan dalam memperjuangkan 27 kepentingan (interest) dan kekuasaan (power). Apabila politik adalah studi tentang who gets what, when, and how, maka politik internasional adalah studi mengenai who gets what, when, and how dalam arena internasional. Dalam buku Pengantar Ilmu Hubungan Internasional, Holsti menyatakan definisi dari studi politik internasional: “Studi politik internasional adalah studi mengenai pola tindakan negara terhadap lingkungan eksternal sebagai reaksi atas respon negara lain. selain mencakup unsur power, kepentingan dan tindakan, politik internasional juga mencakup perhatian terhadap sistem internasional, detterence, dan perilaku para pembuat keputusan dalam situasi konflik. Jadi politik internasional menggambarkan hubungan dua arah, menggambarkan reaksi dan respon bukan aksi. ”(2005: 40) Secara umum, objek yang menjadi kajian politik internasional juga merupakan kajian politik luar negri, dimana keduanya menitikberatkan pada penjelasan mengenai kepentingan, tindakan serta unsur power. Suatu analisis mengenai tindakan terhadap lingkungan eksternal serta berbagai kondisi domestikyang menopang formulasi tindakan merupakan kajian politik internasional apabila tindakan tersebut dipandang sebagai salah satu pola tindakan suatu negara serta reaksi atau respon oleh negara lain. Seperti tindakan bangsa Palestina yang melakukan gerakan intifadah sebagai respon atas tindakan Israel. Dalam interaksi antarnegara terdapat hubungan pengaruh dan respons. Pengaruh dapat langsung ditujukan pada sasaran tetapi dapat juga merupakan limpahan dari suatu tindakan tertentu. Apapun alasannya, negara yang menjadi sasaran pengaruh yang langsung maupuntidak langsung, harus menentukan sikap melalui respons, manifestasi dalam hubungan dengan negara lain untuk mempengaruhi atau memaksa pemerintah negara lain agar menerima keinginan politiknya. Kemudian dalam interaksi antarnegara, interaksi dilakukan didasarkan pada kepentingan nasional masing-masing negara, baik kepentingan yang inputnya berasal dari 28 dalam ataupun dari luar negara yang bersangkutan. Untuk memperjuangkan tujuan dan kepentingan nasional, negara tidak dapat melepaskan diri dari kebijakannya baik yang ditujukan ke luar negara tersebut (politik luar negri) maupun ke dalam negara (politik dalam negri). Kepentingan nasional adalah tujuan utama dan merupakan awal sekaligus akhir perjuangan suatu bangsa. Kepentingan nasional dasar dibagi empat jenis, yaitu: ideologi, ekonomi, keamanan dan prestise (Perwita dan Yani, 2005: 40-41) 2.2.2 Bentuk-bentuk Interaksi Bentuk-bentuk interaksi dapat dibedakan berdasarkan banyaknya pihak yang melakukan interaksi, intensitas interaksi serta pola interaksi yang terbentuk. Dalam hubungan internasional, interaksi yang terjadi antaraktor dapat dikenali karena intensitas keberulangannya (recurent) sehingga membentuk suatu pola tertentu. Secara umum bentuk reaksi dari suatu negara terhadap negara lain dapat berupa akomodasi (accomodate), mengabaikan (ignore), berpura-pura seolah-olah informasi/pesan dari negara lain belum diterima (pretend), mengulur-ulur waktu (procastinate), menawar (bargain), dan menolak (resist) aksi dari negara lain. Bentuk-bentuk interaksi berdasarkan banyaknya pihak yang melakukan hubungan, antara lain dibedakan menjadi hubungan bilateral, trilateral, regional dan multilateral/internasional. Adapun yang dimaksud dengan hubungan bilateral adalah keadaan yang menggambarkan adanya hubungan yang saling mempengaruhi atau terjadinya hubungan yang timbal balik antara kedua pihak. Pola-pola yang terbentuk dari dari proses interaksi, dilihat dari kecendrungan sikap dan tujuan pihak-pihak yang 29 melakukan hubungan timbal balik tersebut, dibedakan menjadi pola kerjasama, persaingan dan konflik. Rangkaian pola hubungan aksi-reaksi ini meliputi proses sebagai berikut: 1. Rangsangan atau kebijakan aktual dari negara yang memprakarsai. 2. Persepsi dari rangsangan tersebut oleh pembuat keputusan di negara penerima. 3. Respon atau aksi balik dari negara penerima. 4. Persepsi atau respon oleh pembuat keputusan dari negara pemrakarsa. Formulasi dari pola aksi-reaksi ini memberi kesan bahwa rangkaian aksi dan reaksi selalu tertutup atau berbentuk simetris. Misalnya negara A mengeluarkan aksi terhadap negara B, maka aksi tersebut akan dipersepsikan oleh para pembuat keputusan di negara B dan selanjutnya berdasarkan hasil mempersepsikan tersebut, negara B akan memberikan respon atau reaksi atas aksi dari negara A tadi. Kemudian reaksi negara B ini kembali direspon oleh negara A berupa aksi susulan. Di dalam proses ini terdapat suatu hubungan timbal balik (resiprokal) (Perwita dan Yani, 2005: 42-43) Perwita dan Yani dalam bukunya mendefinisikan politik internasional sebagai berikut: Istilah politik internasional pada dasarnya merupakan istilah tradisional yang sangat menekankan interaksi para aktor negara-bangsa. Dalam hal ini, kendati Perang Dingin kerap menentukan pola interaksi aktor negara-bangsa, pada era pasca perang dingin ini para penempuh studi politik internasional perlu melepaskan diri dari “Cold War Mentality”. Sementara itu, pola-pola interaksi politik dalam Hubungan Internasional kini sudah melibatkan interaksi antara aktor negara dan aktor non-negara bangsa seperti perusahaan multinasional, organisasi non-pemerintah dan bahkan kelompok-kelompok non negara lainnya seperti organisasi, teroris yang kerap disebut sebagai aktor transnasional (2005: 44) 30 2.3 Kepentingan Nasional Konsep kepentingan nasional sangat penting untuk menjelaskan dan memahami perilaku internasional. Konsep kepentingan nasional merupakan dasar untuk menjelaskan perilaku luar negri suatu negara. Dalam buku Perwita dan Yani para penganut realis mendefinisikan kepentingan nasional sebagai berikut: Kepentingan nasional sebagai upaya negara untuk mengejar power, dimana power adalah segala sesuatu yang dapat mengembangkan dan memelihara kontrol suatu negara terhadap negara lain. Hubungan kekuasaan atau pengendalian ini dapat melalui teknik pemaksaan atau kerjasama. Karena itu kekuasaan dan kepentingan nasional dianggap sebagai sarana dan sekaligus tujuan dari tindakan suatu negara untuk bertahan hidup (survival) dalam politik internasional. Kepentingan nasional juga dapat dijelaskan sebagai tujuan fundamental dan faktor penentu akhir yang mengarahkan para pembuat keputusan dari suatu negara dalam merumuskan kebijakan luar negrinya. Kepentingan nasional suatu negara secara khas merupakan unsur-unsur yang membentuk kebutuhan negara yang paling vital, seperti pertahanan, keamanan, militer dan kesejahteraan ekonomi (Perwita dan Yani, 2005: 35) 2.4 Pengaruh Konsep pengaruh didefinisikan sebagai kemampuan pelaku politik untuk mempengaruhi tingkah laku orang dalam cara yang dikehendaki oleh pelaku tersebut. Konsep pengaruh merupakan salah satu apek kekuasaan yang pafa dasarnya merupakan suatu alat untuk mencapai tujuan. Pengaruh dinyatakan secara tidak langsung oleh kemampuan untuk mempengaruhi pembuat keputusan yang menentukan out comes. Menurut Rubienstein asumsi-asumsi dasar konsep pengaruh yaitu: 1. Secara operasional konsep pengaruh digunakan secara terbatas dan spesifik mungkin dalam konteks transaksi diplomatik. 2. Sebagai konsep multidimensi, konsep pengaruh lebih dapat diidentifikasikan daripada di ukur oleh beberapa kebenaran (proposisi). Sejumlah konsep pengaruh dapat 31 diidentifikasikan hanya sedikit, dikarenakan tingkah laku B yang dapat mempengaruhi A terbatas. 3. Jika pengaruh A terhadap B besar, akan mengancam sistem politik domestik B, termasuk sikap, perilaku domestik dan institusi B. 4. pengetahuan dalam mengenai politik domestik B sangat penting untuk mempelajari hubungan kebijakan luar negri antara A dan B dikarenakan pengaruh tersebut akan dimanifestasikan secara konkret dalam konteks isu area tertentu dari B. 5. Pada saat seluruh pengaruh dari suatu negara dari suatu negara dikompromikan dengan kedaulatan negara lain secara menyeluruh dan kadang-kadang dapat memperkuat atau memperlemah kekuatan pemerintah dari negara yang dipengaruhi, terdapat batasan dimana pengaruh tersebut tidak berpengaruh terhadap suatu negara atau pemimpin negara tersebut. Pemerintah B tidak akan memberikan konsesi-konsesi terhadap A yang dapat melemahkan kekuatan politik domestik kecuali bila A menggunakan kekuatan militer terhadap B. 6. Negara donor berpengaruh terhadap negara lain melalui bantuan-bantuan yang diberikannya, tidak hanya karena adanya timbal balik dari B kepada A, akan tetapi juga reaksi dari C,D,E,F,… yang dapat berpengaruh terhadap hubungan A dan B. 7. Data-data yang relevan untuk mengevaluasi pengaruh terdiri dari lima kategori: a. Ukuran perubahan konsepsi dan tingkah laku b. Ukuran interaksi yang dilakukan secara langsung (kuantitas dan kumpulan data) c. Ukuran dari pengaruh yang ditujukan d. Studi kasus dan e. Faktor perilaku idiosinkretik 8. Sistem yang biasa digunakan untuk menentukan pengaruh adalah dengan menggunakan variabel yang ada diantara negara-negara. Yang paling baik adalah 32 model yang dapat digunakan untuk tipe masyarakat dengan area geografis dan budaya yang sama. Pengaruh dapat dijalankan melalui enam cara, yaitu: a. Persuasi b. Tawaran imbalan c. Pemberian imbalan d. Ancaman hukuman e. Tindakan hukuman tanpa kekerasan f. Kekerasan Terdapat tipologi kasar mengenai Hubungan Internasional sebagaimana diidentifikasikan oleh teknik umum yang digunakan dalam tindakan pengaruh: a. Hubungan konsensus b. Hubungan manipulasi terbuka c. Hubungan paksaan d. Hubungan kekerasan Kegiatan saling mempengaruhi, misalnya, dapat terjadi dalam aspek kehidupan manusia di antaranya aspek ekonomi dan aspek politik. Faktor-faktor ekonomi dapat mempengaruhi hasil politik begitu juga sebaliknya, sehingga dapat dikatakan bahwa dinamika Hubungan Internasional umumnya merupakan fungsi interaksi timbal balik antara aspek-aspek ekonomi dan aspek-aspek politik (Perwita dan Yani, 2005: 31-33) 33 2.5 Konflik Christ Mitchell mengartikan konflik sebagai hubungan antara dua pihak atau lebih, yang memiliki atau merasa memiliki sasaran-sasaran yang tidak sejalan. Sementara Kenneth Boulding mendefinisikan konflik sebagai sebuah situasi berkompetensi atas potensial dimasa depan karena bertentangan dengan keinginan kelompok lainnya (1981: 41) Baik Mitchell maupun Boulding nampaknya hanya berbicara berkaitan dengan potensi konflik yang bisa terjadi dimasa depan, dalam pengertian belum terjadi konflik terbuka, tetapi benih-benih konflik sudah ada dan itu bisa dipahami sebagai konflik. Jika pengertian konflik menurut Mitchell dan Boulding lebih bersifat antisipatif, Burton justru melihat konflik sebagai situasi yang sudah bergerak jauh melampaui kompetisi dan sudah terjadi perilaku kekerasan yang bersifat merusak (Boulding, 1996: 17) Perilaku kekerasan bisa dilakukan oleh individu, kelompok maupun bangsa sebagai akibat adanya ketidaksesuaian antara apa yang dikehendaki dengan kenyataan yang dihadapi dalam kehidupan social dan dalam hubungan perekonomian sehari-hari. Perilaku ini merupakan ekspresi potensi manusia yang bersifat destruktif. Dengan demikian, dari segi keterlibatan aktor-aktornya, konflik dapat bermula dari individu, rumah tangga, kelompok dan bahkan antar negara. Sementara Charles Watkins, salah seorang teoritis konflik, mengatakan: “konflik dapat terjadi karena adanya kondisi atau prasyarat sebagai berikut : pertama, ada dua pihak yang secara potensial dan praktis operasional dapat saling menghambat. Secara potensial, artinya mereka memiliki kemampuan untuk menghambat. Praktis operasional, artinya kemampuan tadi bisa diwujudkan dan ada didalam keadaan yang memungkinkan perwujudannya secara mudah. Ini berarti kedua belah pihak tidak dapat menghambat atau 34 tidak melihat pihak lain sebagai hambatan, maka konflik tidak terjadi. Kedua konflik dapat trjadi bila ada suatu sasaran yang sama-sama dikejar kedua belah pihak namun hanya salah satu yang mungkin akan mencapainya”(1992: 19-21). Dilihat dari tahapan, konflik dapat dibagi dalam lima tahapan yaitu: 1. Peaceful stable situations, adalah suatu situasi dimana masing-masing actor dapat menjaga situasi dengan menyembunyikan berbagai perbedaan yang ada. 2. Political tentions situations, adalah suatu keadaan dimana masing-masing actor saling bersitegang walaupun keduanya tidak sampai meggunakan kekerasan. 3. Violent political conflict, situasi dimana ketegangan semakin memuncak, maka masing-masing pihak cenderung saling menggunakan kekerasan untuk saling mencederai bahkan saling membunuh. 4. low intensity conflict, adalah situasi dimana penggunaan kekerasan dari masing-masing pihak secara terbuka namun dengan intensitas terbatas. 5. High intensity conflict, konflik yang sudah mengacu kepada perang terbuka antara kelompok/Negara dengan intesitas tinggi yang mengarah pada kehancuran missal (Watkins, 1992: 19-21) Hubungan antara dua pihak atau lebih yang tidak memiliki arah yang tidak sejalan menyebabkan konflik tersebut terjadi karena sasaran sasaran yang ingin dicapai oleh kedua belah pihak bertentangan atau tidak sejalan. Dimana contoh nyatanya dapat kita lihat pada konflik yang terjadi antara Palestina dengan Israel, dimana keduabelah pihak belum mendapatkan solusi untuk menyelesaikan masalah yang ada, karena sasaran yang ingin dicapai beda dan tidak sejalan sehingga muncul konflik antar keduanya. Dalam realitasnya, konflik dapat berwujud dalam berbagai bentuk, mulai dari yang bersifat lunak hingga bentuk yang terbuka dan memuat kekerasan yaitu: ketidaksukaan, ketidaksepakatan, ketidaksetujuan, perseturuan, permusuhan, oposisi, kontak fisik dan bahkan perang terbuka. persaingan 35 Dalam buku T May Rudy, Holsti mengungkapkan bagaimana cara menyelesaikan konflik: 1. Melakukan penarikan tuntutan. Penyelesaiannya adalah salah satu atau kedua belah pihak menahan diri untuk tidak tindakan fisik atau mendesak perundingan memenuhi tuntutan, atau menghentikan tindakan yang pada dasarnya akan menyebabkan tindakan balasan yang bermusuhan. Intinya bahwa salah satu pihak mengakhiri klaim atau tuntutan dan pihak lain menerima. 2. Penaklukan. Akhir penaklukan dengan kekerasan tetap mencakup berbagai persetujuan dan perundingan diantara negara yang bermusuhan. 3. Tunduk atau membentuk Deterence (penangkalan) Kriteria yang dipakai untuk membedaan kepatuhan atau penangkalan dari penaklukan ialah ada atau tidak adanya implementasi ancaman untuk memakai kekerasan. Meskipun tidak terjadi kekerasan, perlu diketahui bahwa sikap tunduk merupakan akibat dari penerapan ancaman militer sebagai bentuk penyelesaian konflik cara tidak damai. Pihak yang melakukan penangkalan atau penundukan akan menunjukan kepada pihak lain bahwa kemungkinan resiko untuk melanjutkan tindakan atau mempertahankan tuntutan akan lebih besar disbanding melakukan kembali tuntutannya dan menghentikan sama sekali tindakannya. 4. Kompromi. Kompromi adalah penyelesaian konflik atau krisis internasional yang menuntut pengorbanan dari posisi yang telah diraih oleh pihak yang bersengketa. Masalah utama dalam mencapai kompromi adalah bagaimana meyakinkan pihak yang bersengketa untuk menyadari bahwa resiko untuk tetap mempertahankan atau melanjutkan konflik diantara mereka jauh lebih besar disbanding resiko untuk melakukan penurunan tuntutan atau menarik mundur posisi militer dan diplomatik. 5. Penyelesaian melalui pihak ketiga. Akibat yang agak rumit dari penyelesaian konflik atau krisis internasional berdasarkan kompromi ialah penyelesaian melalui pihak ketiga. Bentuk penyelesaian seperti ini mencakup penyerahan persetujuan dan itikad untuk menyelesaikan masalah berdasarkan berbagai criteria keadilan. 6. Penyelesaian secara damai Penyelesaian melalui cara-cara damai (perundingan, konsiliasi, dan lain-lain) sehingga masing-masing pihak yang bersengketa secara perlahan dapat menerima keadaan posisi yang baru (2005: 77-78). 36 Konflik adalah aspek yang tidak mungkin dihindarkan dalam perubahan sosial. Konflik adalah sebuah ekspresi heterogenitas kepentingan, nilai, dan keyakinan yang muncul sebagai informasi baru yang ditimbulkan oleh perubahan sosial yang muncul bertentangan dengan hambatan yang diwariskan. Namun cara kita menangani konflik adalah persoalan kebiasaan dan pilihan. Adalah mungkin mengubah respon kebiasaan dan melakukan penentuan pilihan-pilihan tepat. BAB III OBYEK PENELITIAN 3.1 Sejarah Bangsa Palestina dan Yahudi Palestina merdeka dari pemerintahan Ottoman setelah Perang Dunia Pertama dengan bantuan serangan tentara Inggris, namun tidak pernah mampu mencapai sebuah negara yang damai dan aman yang pernah diadakan dalam pemeritah Ottoman. Dalam rentang waktu hampir satu abad, ribuan orang yang tak berdosa telah terbunuh oleh teror, pembantaian, dan penyiksaan bangsa Israel. Jutaan orang Palestina yang tak bersalah dipaksa keluar dari rumah dan tanah air mereka dan terpaksa hidup dalam kemiskinan, terancam kelaparan, dalam kamp-kamp pengungsian. Semua upaya untuk menyelesaikan penindasan dan kekejaman, yang disaksikan oleh dunia, dan untuk membangun sebuah perdamaian wilayah yang berkesinambungan telah gagal. Pembicaraan-pembicaraan perdamaian palsu yang dilakukan di bawah sokongan pemerintahan Barat terbukti tak ada gunanya, selain memberi kesempatan Israel melaksanakan taktik baru untuk membersihkan wilayah yang ditempatinya dari penduduk Palestina. Peristiwa-peristiwa yang terjadi di Palestina lebih dari sekedar perang antara Arab dengan Israel. Sebuah perjuangan untuk hidup tengah dilakukan oleh bangsa Palestina, yang tanah dan hak-haknya dirampas paksa oleh kekuatan pendudukan Israel. Lebih-lebih lagi, tanah ini berisi tempat-tempat yang suci bagi umat Islam. Palestina itu sangat penting bagi umat Islam karena Yerusalem adalah kiblat pertama umat Islam, dan tempat mikraj (perjalanan malam) Nabi Muhammad SAW. Di samping itu, Palestina itu tidak hanya suci bagi umat Yahudi dan Islam, melainkan juga bagi umat Nasrani. Oleh karena itu Palestina harus menjadi tanah di mana orang-orang Yahudi, Nasrani, dan Muslim 37 38 hidup bersama dalam kedamaian dan menjalankan kewajiban agama mereka seperti yang mereka inginkan. Pertempuran tanpa mengenal belas kasihan terus berlanjut hari ini antara dua penduduk yang hidup di tanah Palestina. Di satu sisi, tentara Israel yang bersenjata lengkap melakukan kebijakan pemusnahan sama sekali. Di pihak lain, kelompok radikal Palestina melakukan bom bunuh diri yang ditujukan kepada warga Israel yang tak berdaya. Semenjak awal sejarah Islam, Palestina, dan kota Yerusalem khususnya, telah menjadi tempat suci bagi umat Islam. Sebaliknya bagi Yahudi dan Nasrani, umat Islam telah menjadikan kesucian Palestina sebagai sebuah kesempatan untuk membawa kedamaian kepada daerah ini. Isa ialah salah satu nabi yang diutus kepada umat Yahudi, menandai titik balik penting lainnya dalam sejarah Yahudi. Orang-orang Yahudi menolaknya, dan kemudian diusir dari Palestina serta mengalami banyak ketidakberuntungan. Pengikutnya kemudian dikenal sebagai umat Nasrani. Yerusalem sebagai tempat suci bagi umat Islam karena dua alasan yaitu kota ini adalah kiblat pertama yang dihadapi oleh umat Islam selama ibadah sholatnya, dan merupakan tempat yang dianggap sebagai salah satu mukjizat terbesar yang dilakukan oleh Nabi Muhammad yaitu Mikraj, perjalanan malam dari Masjid Haram di Mekkah menuju Masjid Al Aqsha di Yerusalem, kenaikannya ke langit, dan kembali lagi ke Masjid Haram. Palestina secara keseluruhan penting artinya bagi umat Islam karena begitu banyak Nabi yang hidup, mengorbankan hidup mereka, atau meninggal dan dikuburkan di sana. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan dalam 2000 tahun terakhir, umat Islam telah menjadi satu-satunya kekuatan yang membawa kedamaian kepada Yerusalem dan Palestina. 39 Menurut studi sejarah yang didasarkan atas penggalian arkeologi dan lembaranlembaran kitab suci, Nabi Ibrahim, putranya, dan sejumlah kecil manusia yang mengikutinya pertama kali pindah ke Palestina, yang dikenal kemudian sebagai Kanaan, pada abad kesembilan belas sebelum Masehi. Daerah ini, yang digambarkan sebagai “tanah yang telah Kami berkati.” Menurut sumber-sumber sejarah, beliau mendirikan rumah untuk istrinya Hajar dan putranya Isma’il di Mekah dan sekitarnya, sementara istrinya yang lain Sarah, dan putra keduanya Ishaq tetap di Kanaan. Akan tetapi, putra Ishaq Ya’kub pindah ke Mesir selama putranya Yusuf diberi tugas kenegaraan. (Putra-putra Ya’kub juga dikenang sebagai “Bani Israil.”) Setelah dibebaskannya Yusuf dari penjara dan penunjukan dirinya sebagai kepala bendahara Mesir, Bani Israel hidup dengan damai dan aman di Mesir. Suatu kali, keadaan mereka berubah setelah berlalunya waktu dan Firaun memperlakukan mereka dengan kekejaman yang dahsyat. Allah menjadikan Musa NabiNya selama masa itu dan memerintahkannya untuk membawa mereka keluar dari Mesir. Ia pergi ke Firaun, memintanya untuk meninggalkan keyakinan kafirnya dan menyerahkan diri kepada Allah dan membebaskan Bani Israil yang disebut juga orangorang Israel. Namun Firaun seorang tiran yang kejam dan bengis. Ia memperbudak Bani Israil, mempekerjakan mereka hingga hampir mati dan kemudian memerintahkan dibunuhnya anak-anak lelaki. Meneruskan kekejamannya, ia memberi tanggapan penuh kebencian kepada Musa. Untuk mencegah pengikut-pengikutnya, yang sebenarnya adalah tukang-tukang sihirnya dari mempercayai Musa, ia mengancam memenggal tangan dan kakinya secara bersilangan. Meskipun Firaun menolak permintaannya, Musa AS dan kaumnya meninggalkan Mesir, dengan pertolongan mukjizat Allah, sekitar tahun 1250 SM. Mereka 40 tinggal di Semenanjung Sinai dan timur Kanaan. Setelah Musa AS, bangsa Israel tetap berdiam di Kanaan (Palestina). Menurut ahli sejarah, Daud menjadi raja Israel dan membangun sebuah kerajaan berpengaruh. Selama pemerintahan putranya Sulaiman, batas-batas Israel diperluas dari Sungai Nil di selatan hingga sungai Eufrat di negara Siria sekarang di utara. Ini adalah sebuah masa gemilang bagi kerajaan Israel dalam banyak bidang, terutama arsitektur. Di Yerusalem, Sulaiman membangun sebuah istana dan biara yang luar biasa. Setelah wafatnya, Allah mengutus banyak lagi nabi kepada Bani Israil meskipun dalam banyak hal mereka tidak mendengarkan mereka dan mengkhianati Allah. Karena kemerosotan akhlaknya, kerajaan Israel mulai memudar dan ditempati oleh berbagai orang-orang penyembah berhala, dan bangsa Israel, yang juga dikenal sebagai Yahudi pada saat itu, diperbudak kembali. Ketika Palestina dikuasai oleh Kerajaaan Romawi, Nabi Isa datang dan sekali lagi mengajak Bani Israel untuk meninggalkan kesombongannya dan pengkhianatannya dan hidup menurut agama Allah. Sangat sedikit orang Yahudi yang meyakininya; sebagian besar Bani Israel mengingkarinya. Tujuan penjelasan ini adalah untuk menunjukkan bahwa pendapat dasar Zionis bahwa “Palestina adalah tanah Allah yang dijanjikan untuk orang-orang Yahudi” tidaklah benar. Zionisme menerjemahkan pandangan tentang “orang-orang terpilih” dan “tanah terjanji” dari sudut pandang kebangsaannya. Menurut pernyataan ini, setiap orang yang berasal dari Yahudi itu “terpilih” dan memiliki “tanah terjanji.” (www.harunyahya.com) 3.1.1 Sejarah Berdirinya Negara Israel Saat perang dunia pecah di tahun 1914, Inggris mencoba untuk mendapat dukungan dari Arab melawan Turki, yang di dukung oleh Jerman. Pada tanggal 24 Oktober 1915, 41 Sir Heny McMohan, pejabat komisioner tertinggi Inggris, mengirimkan sebuah surat pada Emir Hussein, Sherif Mekkah. Ini kemudian dikenal dengan sebutan surat McMohan. Dalam tahun yang sama (1915) sebuah persetujuan dibuat oleh Sir Mark Sykes seorang Inggris dan Charles Picot seorang Perancis, tapi hal ini di rahasiakan hingga tahun 1917. ini merupakan sebuah konsep tentang bagaimana Palestina akan dibagi setelah pertempuran usai. Perjanjian ini dikenal sebagai Perjanjian Sykes-Picot. Kedua belah pihak yang bersepakat (McMohan dan Spykes-Picot) didukung oleh negara Arab di Palestina. Tapi sayangnya, peraturan pemerintah Inggris mengambil arah yang lain. pada tanggal 2 November 1917, “British Foreign Office” mengirim surat pada Lord Rothchild, pemimpin Zionis Inggris. Dan kemudian ini dikenal sebagai deklarasi Balfour. Pada akhir Perang Dunia 1, Inggris menerima mandat Palestina dari League of Nations. Artinya bahwa pemerintah Inggris mempunyai tanggung jawab untuk mempersiapkan Palestina membentuk pemerintah sendiri. Pada Agustus 1919, pemerintah Inggris mengawasi Deklarasi Balfour dengan pernyataan yang lain, yaitu Memorandum Balfour: Di Palestina, kami tidak menganjurkan untuk meneruskan proses konsultasi dengan penduduk setempat. Keempat Kekuatan Besar berkomitmen pada Zionisme, tidak peduli benar atau salah. Zionisme adalah lebih penting daripada 700 ribu orang Arab yang saat ini menduduki Palestina (Jun, 2008: 21) Dengan kata lain bahwa pemerintah inggris sekarang mendukung Zionisme. Dan setelah perang, jerman dikalahkan. Timur tengah kemudian terbagi atas Inggris dan Perancis. Palestina di perintah oleh Inggris dan keputusan mereka pada 1919 untuk mengakui klaim Yahudi atas tanah air sebagai kebijakan resmi yang akhirnya mempengaruhi tanah suci saat itu. Mandat Inggris dirancang secara khusus untuk menghasilkan pembentukan rumah nasional bagi orang Yahudi. Itu berarti sebuah negara 42 tanpa komitmen untuk memerintah sendiri, merdeka, atau status negara bagi penduduk asli dengan kata lain orang-orang Arab Palestina. Didorong sikap Inggris, 35.000 orang Yahudi berimigrasi ke Palestina selama empat tahun berikutnya. Merasa tidak tenang dengan adanya gelombang masuk orang Yahudi yang begitu besar, Palestina akhirnya memberontak terhadap orang Yahudi dan Inggris, yang memuncak dalam revolusi Arab selama tiga tahun pada tahun 1936. Orang-orang Palestina dihancurkan Inggris dan kepemimpinan mereka dibinasakan. Orang-orang Yahudi terus saja berdatangan ke Palestina, meskipun Inggris mulai membatasi jumlahnya. Pada akhir Perang Dunia II tentang pertanyaan soal tanah air yang diakui kini menjadi prioritas. Enam juta orang Yahudi dibasmi di dalam Kamp kematian NAZI selama Holocaust (Basyar, 1999: 52) Sedangkan yang selamat bertekad bahwa peristiwa itu takkan pernah terjadi lagi. Tanpa tempat perlindungan di Eropa, karena negara-negara menolak mereka, maka orang Yahudi pun mengincar tanah Palestina. Tanah yang disebutkan di dalam kitab Taurat, kitab orang Yahudi, Israel. Tapi orang Arab Palestina tidak ingin orang Yahudi berimigrasi lagi. Untuk menjaga perdamaian, Inggris membatasi lagi gelombang masuk orang-orang Yahudi dengan menyuruh kapal berbalik arah. Takut terhadap sikap Inggris dan takut kehilangan klaim mereka atas tanah air mereka, sebagian Zionisme beralih ke terorisme. Tapi kemudian Inggris pun menjadi lebih tegas. Awalnya orang Yahudi percaya Inggris akan membersihkan tanah Palestina itu untuk orang Yahudi. Tapi ternyata lama-kelamaan, Inggris mulai menarik diri dari mandat. Maka orang Yahudi pun memutuskan bahwa satu-satunya cara adalah mereka harus berjuang sendiri untuk membebaskan negara Yahudi. Tapi orang Arab pun tidak begitu saja menyerahkan negara mereka dan mereka pun mulai berjuang mempertahankannya. Selama 20 tahun ke depan, ada sebuah perjanjian besar di Palestina. Orang-orang Yahudi dan Arab sering 43 berselisih mempersoalkan kuasa kontrol atas wilayah. Tahun 1937, Royal Comission melaporkan adanya masalah. Ia mengerti adanya permasalahan, tapi tidak menghasilkan apa-apa (Basyar, 1999: 54) Pada bulan Mei 1939, pemerintah Inggris memberitahukan bagaimana cara mengatasi masalah. Deklarasi pemerintah Inggris mengenai pemerintahan masa depan Palestina: 1. Tujuan dari pemerintah Inggris adalah pendirian dalam 10 tahun negara Palestina merdeka. 2. Negara merdeka seharusnya menjadi satu dimana Arab dan Yahudi saling berbagi pemerintahan melalui sebuah cara untuk memastikan bahwa minat terpenting dari setiap komunitas adalah keamanan. 3. Imigrasi orang-orang Yahudi selama 5 tahun ke depan akan mencapai titik puncak yang akan membawa polpulasi orang Yahudi hingga kira-kira 1/3 total populasi negara. Ini akan mengijinkan 75 ribu imigran lebih dari lima tahun. Dengan kata lain pemerintah Inggris memutuskan untuk membentuk sebuah negara supaya antara Arab dan Yahudi sama. Tapi sebelum rencana Inggris dilaksanakan, Perang Dunia II meletus. Selama perang, 6 juta orang Yahudi meninggal saat Holocaust. Zionis mulai meminta untuk mendirikan negara Yahudi bagi para pengungsi dari Nazi Jerman. Pernyataan ini dikeluarkan oleh konferensi Zionis yang diadakan di New York pada bulan 1942: 1. Konferensi diadakan demi pemenuhan tujuan asli dari deklarasi Balfour dan Mandat 2. Konferensi mensahkan penolakan yang tidak dapat diubah dari White Paper pada bulan Mei 1939 dan menolak keabsahan moral ataupun legal. White Paper mencari batasan dari hak-hak orang Yahudi dan penyelesaian di Palestina. Peraturan dari 44 White Paper adalah kejam dan tidak dapat dipertahankan dalam penyangkalan dari tempat perlindungan orang Yahudi yang lari dari pembunuhan Nazi. 4. Konferensi memaksa bahwa pagar Palestina dibuka. Lalu hak-hak orang Yahudi akan diberikan (Jun, 2008: 22-25) 3.1.2 Pembentukan Negara Palestina Setelah 20 puluh tahun kelahiran negara Israel, seorang pemimpin baru Arab bertakad memimpin perjuangan. Yaseer Arafat menjadi ketua Palestine Liberation Organization (PLO). Tujuan di deklarasikannya adalah “bebaskan Palestina dengan kekuatan”. Persoalan pokok berkisar pada pembentukan negara Palestina di wilayah Palestina yang diduduki Israel. Pihak Arab terutama PLO, memandangnya sebagai suatu tuntutan yang tidak boleh di tawar-tawar. Dan PBB telah mengukuhkan hak rakyat Palestina untuk bernegara dan meminta organisasi-organisasi internasional untuk membantu realisasinya. Akan tetapi sikap Israel tidak kurang kurang tegasnya, Israel bersedia mengembalikan sebagian besar Tepi Barat dan Jalur Gaza kepada pihak Arab tetapi tidak kepada PLO. Persoalan lain yang sulit ialah sektor Arab Jerusalem, terutama karena Raja Faisal dari Saudi Arabia memperjuangkannya dengan prioritas. Pihak Arab menuntutnya kembali lebih dari wilayah Arab lainnya, tapi Israel sesudah perang 1967 menganeksir dan menyatukannya dengan sektor Yahudi telah bertekad bulat tidak akan mengembalikan kepada pihak Arab dan juga menolak gagasan internasionalisasi yang mungkin dapat di terima negara-negara Arab opsi kedua. Mengenai rencana pendirian negara Palestina akan terjadi suatu perdebatan yang sengit dalam konferensi perdamaian, akan tetapi lewat tawar menawar kiranya akan dapat 45 dicapai suatu kompromi. Sebagai bagian suatu persetujuan perdamaian yang menyeluruh, Israel kiranya dapat dibujuk untuk memberikan kesempatan kepada rakyat Palestina untuk mendirikan suatu negara didaerah Tepi Barat dan Jalur Gaza, sedangkan PLO diyakinkan agar puas dengan wilayah itu, mengakui hak hidup Israel dan menyetuhui diadakan jaminan-jaminan internasional, termasuk pembentukan daerah bebas militer antara Israel dan negara-negara tetangganya yang untuk sementara waktu diawasi pasukan-pasukan perdamaian PBB. Akan tetapi, Israel tetap mempertahankan pendiriannya bahwa penarikan pasukan dari daerah pendudukan tidak bisa dijadikan prasyarat pembicaraan perdamaian dan delegasi Palestina harus tetap bergabung dengan Yordania. Memang masalah substansial yang diinginkan delegasi Palestina itu sebenarnya tidak ingin dibicarakan oleh Israel. Artinya Israel tidak mau berdialog dengan jika perundingan mengarah ke pembentukan Negara Palestina Merdeka dengan wilayah Tepi Barat, Sungai Yordan dan Jalur Gaza. Walaupun demikian mereka masih menginginkan adanya perundingan menuju perdamaian abadi di Timur Tengah. Ini di perlihatkan dengan adanya perundingan Washington, kemudian ada agenda perundingan di Moskow. Ide Land For Peace, sebagaimana tersirat dalam Resolusi DK-PBB No. 242 (1967) dan di perkuat Resolusi No. 338 (1973), telah disepakati oleh sebagian besar negara. Ide ini sebenarnya cukup adil, Israel mendapat pengakuan negara Arab dan Palestina mendapatkan wilayah untuk mendirikan negara. Berbagai usaha telah dilakukan oleh Palestina untuk merealisasikan ide tersebut. Misalnya, Yasser Arafat, pemimpin PLO, dalam Kongres Dewan Nasional Palestina (Parlemen Palestina) di Aljir, Aljazair, 15 November 1988, telah memproklamirkan kemerdekaan Negara Palestina. Wilayah yang diklaim sebagai negara Palestina adalah Tepi Barat Sungai Yordan dan Jalur Gaza, dengan ibukota Yerusalem. Menanggapi 46 proklamasi ini, Israel tetap tidak bergeming untuk meninggalkan daerah pendudukan (Dipoyudo, 1977: 99-101) 3.1.3 Sejarah Konflik antara Palestina dan Israel Selama berabad-abad, tanah yang kini dikenal sebagai Israel yang telah menjadi rumah, baik bagi orang Palestina dan Yahudi. Tapi selama lebih dari 50 tahun, negara kecil ini telah memancing perang berdarah, pengungsian dan terorisme. Kedua bangsa mengklaim tanah ini beralih pada kekerasan saat diplomasi gagal. Israel atau Palestina ini adalah tempat kelahiran Kristen, Yahudi dan juga suci bagi orang Muslim. Tempat-tempat sucinya merupakan tempat ziarah bagi jutaan orang. Orang Yahudi melacak sejarahnya disini hingga dimana Alkitab mengisahkan tentang tanah yang dijanjikan oleh Tuhan kepada Abraham. Tapi orang Palestina juga merupakan keturunan dari orang-orang jaman Alkitab dan dari penakluk asal Arab pada abad ke-7. tapi bagi orang Yahudi dikeluarkan dari tanah ini selama berabad-abad oleh penyerbu, tidak membuat mereka melepaskan warisan spiritualnya. Tanah Israel menempati bagian yang terpenting dalam peribadatan dan dalam ajaran Yahudi dan itu telah berlangsung sejak lama sekali. Sehingga ada koneksi yang sangat nyata dan intim antara Yahudi dan tanah Israel, lepas dari kehadiran fisik orang Yahudi di Tanah Suci sejak lama sekali. Orang Yahudi disiksa beabad-abad di Eropa. ”Pogrom” (Pembantaian) pada akhir abad ke 19 membuat mereka percaya bahwa mereka hanya akan merasa aman kalau mereka berada dinegara mereka sendiri. Paham ini menjadi pergerakan politik yang disebut dengan Zionisme. Zionis yang mengatakan bahwa tidak mungkin kami akan mengatasi semua rintangan, halangan dan kesulitan jika bukan satusatunya tempat dimana sumber-sumber mental atau emosional akan diaktifkan. Dan itu 47 akan terjadi jika mereka berada ditanah Israel yang dulunya adalah Palestina. Lebih dari 100 tahun lalu orang Yahudi mulai kembali ke Palestina. Pada Agustus 1919, pemerintah Inggris mengawasi Deklarasi Balfour yang menyatakan bahwa Palestina akan dibagi menjadi dua pemerintahan yaitu Yahudi dan bangsa Palestina. Keputusan mereka pada 1919 untuk mengakui klaim Yahudi atas tanah air sebagai kebijakan resmi yang akhirnya mempengaruhi tanah suci sejak saat itu. Mandat inggris dirancang secara khusus untuk menghasilkan pembentukan rumah nasional bagi orang Yahudi. Di dorong sikap inggris, 35. 000 orang Yahudi berimigrasi ke Palestina. Merasa tidak tenang dengan adanya gelombang masuk orang Yahudi yang begitu besar, Palestina akhirnya memberontak terhadap orang Yahudi dan Inggris (Jun, 2008: 15-22) 3.2 Kronologis Kunjungan Ariel Sharon ke Masjid Al Aqsha Tahun 2000 Untuk memahami kekerasan yang terus berlanjut di luar kendali pada bulan April 2001 dan membawa Israel dan Palestina mandi darah, kita harus ingat bagaimana Intifadah terakhir dimulai. Orang yang ada di pusat kejadian ini adalah Ariel Sharon, yang kemudian menjadi perdana menteri. Sharon dikenal oleh orang-orang Islam sebagai seorang politisi yang gemar menggunakan kekerasan. Seluruh dunia mengenalnya karena pembantaian yang telah ia lakukan atas orang-orang Palestina, perilakunya yang suka menghasut, dan kata-kata kasarnya. Yang terbesar dari pembantaian-pembantaian itu terjadi 20 tahun yang lalu di kamp pengungsian Sabra dan Shatilla, menyusul serangan Israel pada Juni 1982 ke Libanon. 48 Dunia Islam tidak pernah melupakan pembantaian ini atau pembantaian lain yang dilakukan oleh militer Israel selama 50 tahun terakhir. Karena alasan ini, kunjungan menghebohkan Sharon ke Mesjid Al Aqsha jauh lebih penting dibanding yang dilakukan oleh politisi Israel lainnya. Sharon dan Partai Likud-nya meneruskan kebijakan ketat tidak mau menarik diri dari Daerah Pendudukan, memperluas pemukimannya, dan menolak melakukan perundingan tentang kedudukan tetap Yerusalem. Saat ini, dunia sepakat akan satu kenyataan: Sharon melakukan kekerasan dan tidak membuang-buang kesempatan untuk menyokong atau pun melakukannya sendiri. Berlanjutnya kekerasan terakhir dimulai ketika Sharon, di bawah kawalan 1200 orang polisi, memasuki Masjid Al Aqsha, suatu tempat yang suci bagi Muslimin. Setiap orang, termasuk para pemimpin Israel dan rakyat Israel sepakat bahwa masuknya Sharon ke tempat suci ini, suatu perbuatan yang biasanya terlarang bagi non-Muslim, adalah sebuah provokasi yang dirancang untuk mempertegang keadaan yang sudah memanas dan memperbesar pertentangan. Ia jelas-jelas berhasil. Penentuan waktunya sama pentingnya dengan tempat itu, karena pada hari sebelumnya Ehud Barak telah mengumumkan bahwa Yerusalem mungkin dibagi dua dan dimungkinkan perundingan dengan orang-orang Palestina. Bagi Sharon, yang dengan keras mengkritik setiap jalan damai dan menolak berdebat untuk persoalan Yerusalem, semua ini adalah alasan yang dibutuhkannnya untuk membuat kunjungan menentukan. Kepercayaan Yahudi yang telah dipolitisasi menilai bahwa masa yang dimulai dengan Zionisme akan berlanjut hingga datangnya Messiah. Namun, untuk mencapai tujuan ini, orang Yahudi radikal percaya bahwa tiga kejadian penting harus terjadi. Pertama, sebuah negara Israel merdeka harus didirikan di Tanah Suci dan penduduk 49 Yahudinya harus mrningkat. Berpindahnya orang Yahudi ke Tanah Suci secara terencana telah diwujudkan oleh para pemimpin Zionis sejak awal abad kedua puluh. Disamping itu, Israel menjadi sebuah bangsa dengan negara merdeka pada tahun 1948. Kedua, Yerusalem dianeksasi pada tahun 1967 dalam Perang Enam Hari dan pada 1980, diumumkan sebagai “ibu kota abadi” Israel. Yang ketiga dan satu-satunya syarat yang masih harus dipenuhi, adalah pembangunan kembali Kuil (Haikal) Sulaiman yang dimusnahkan 19 abad yang lalu. Yang masih tersisa darinya adalah dinding yang menjadi Tembok Ratapan. Akan tetapi, hari ini ada dua tempat ibadah Islam di atas tempat ini yaitu Majid Al Aqsha dan Qubbah as-Sakhrah. Agar orang Yahudi dapat membangun kembali kuil tersebut, kedua tempat ibadah ini harus dihancurkan. Halangan terbesar melakukannya adalah umat Islam dunia, khususnya Palestina. Sepanjang mereka masih ada, orang-orang Israel tidak dapat menghancurkan kedua tempat ini. Oleh karena itu, alasan sebenarnya bentrokan yang akhir-akhir ini menjadikan jalanan kembali berdarah bisa ditemukan dalam impian Zionis (www.tragedipalestina.com) Yerusalem merupakan tempat yang sangat penting bagi umat Muslim maupun Kristiani. Karena alasan ini, kota ini, yang suci bagi Yahudi, Kristen maupun Islam tidak dapat diberikan sepenuhnya ke tangan Zionis. Sejak Israel didirikan pada tahun 1948, berbagai pemecahan telah diusulkan untuk Yerusalem: menyatakan kota Yerusalem yang netral dan bebas, kedaulatan bersama Israel dan Yordania, sebuah pemerintahan yang terdiri atas perwakilan semua agama, memberikan hak tanah pada warga Palestina dan udara serta hasil bumi untuk Israel dan masih banyak usulan seperti itu. Namun Israel menolak itu semua dan akhirnya merebut Yerusalem dengan kekuatan dan mengumumkannya sebagai “ibukota abadi” Israel. Sepanjang Israel menolak menghapus 50 kebijakan kekerasannya yang telah berkepanjangan, menarik dirinya dari daerah pendudukan atau berunding dengan rakyat Palestina, kedudukan Israel dimasa depan dan semua masalah terkait lainnya tidak dapat dipecahkan. Seperti yang telah di jelaskan diatas bahwa Masjid Al Aqsha mempunyai derajat kepentingan khusus bagi semua Yahudi, terlebih bagi Zionis. Karena alasan ini para Zionis bertempur demi Yerusalem yang murni dan berusaha “memurnikannya” dari unsur Kristen dan Muslim. Menurut banyak Yahudi fanatic, Masjid Al Aqsha harusnya dihancurkan sama sekali. Meski kelihatannya semua Zionis sepakat dengan pandangan ini, beberapa di antaranya menyandarkan diri pada alasan politis dan lainnya menggunakan alasan keagamaan. Apapun alasannya, ada satu kenyataan yang tak terhindarkan yaitu bahwa Zionis menganggap keberadaan Masjid Al Aqsha adalah hambatan besar bagi visi masa depan mereka. Dimulai dengan tahun 2000, ketika Ariel Sharon melakukan penghinaan dengan memasuki Masjid Al Aqsha dan sekarang Israel kembali melakukan aksi penggalian di komplek Masjid Al Aqsha. Tujuan Israel ingin menghancurkan Masjid Al Aqsha secara perlahan-lahan dan ingin membangun Haikal Sulaiman. Dari hari pertama intifadah kedua ini, pemerintahan Israel menanggapi dengan keras demonstrasi jalanan warga Palestina. Namun, sementara itu bentrokan di wilayah ini menjadi jauh lebih keras. Untuk membalas bom bunuh diri yang dilakukan oleh beberapa kelompok Palestina, Israel telah melangkah lebih jauh lagi dalam menekan daerah pendudukan. Operasi Israel yang dilakukan di darat, laut dan udara ditujukan terutama terhadap warga sipil Palestina. Hari-hari terkeras selama intifadah kedua telah meledak begitu tahun 2002 dimulai. Dalam operasi terakhir ini, yang digambarkan oleh pihak berwenang sebagai yang terbesar di daerah pendudukan dalam 20 tahun terakhir, tentara Israel mengirimkan 51 sekitar 20.000 tentara. Dengan pengerahan ini, yang dianggap sebagai sebuah pertanda akan adanya awal pembantaian besar-besaran, tentara Israel mulai mencaplok wilayahwilayah yang ditempati rakyat Palestina satu demi satu. Operasi ini sebenarnya telah diramalkan berbulan-bulan sebelumnya. Seperti telah kita bahas di bagian sebelumnya “Ariel Sharon Bersiap untuk Perang,” sumber-sumber media asing telah meramalkan pendudukan itu. Berita yang bocor dari pemerintahan Israel ini juga menunjukkan bahwa Israel tengah mempersiapkan perang besar. Begitu pendudukan dimulai, pemandangan yang mengingatkan pada penyerangan Libanon 1982 mulai tampak. Hal yang sama terjadi di setiap kamp pengungsi yang dicaplok dan daerah berdekatan. Pertama-tama, suara tank dari kejauhan dan letupan senjata terdengar, lalu generator yang menyuplai arus listrik dihancurkan, menjerumuskan daerah ini ke dalam kegelapan dan mengasingkannya dari dunia luar. Sebelum bergerak jauh, pesawat-pesawat F-16 datang untuk membantu tank-tank. Semua ini hanyalah langkah pertama pengepungan yang lebih besar lagi. Tank-tank Israel memasuki kota-kota dalam pemerintahan Palestina seperti Gaza, Ramallah, Nablus, dan Tulkarem, menghancurkan segalanya di sepanjang jalannya, Pesawat-pesawat F-16 menghujankan bom di atas orang-orang yang tinggal di kampkamp pengungsian. Pemimpin PLO Yasser Arafat tidak dapat meninggalkan tempat kediaman resminya, dengan kata lain, ia telah dipaksa menjalani tahanan rumah. Hanya dalam satu hari serangan itu, 40 orang terbunuh. Tentara Israel menembaki rumah-rumah sakit, ambulan, dan sekolah-sekolah, termasuk sekolah untuk tuna netra yang didirikan oleh PBB. Para wartawan asing di tempat kejadian melaporkan bahwa orang-orang yang 52 terluka selama serangan ini tidak dapat dibawa ke rumah sakit karena tank-tank Israel mengepung rumah sakit dan mencegah setiap ambulan untuk keluar masuk. Di samping itu, ribuan orang diperiksa tanpa alasan yang jelas, dan lusinan mereka dikirim ke penjara. Di beberapa kamp pengungsian, seluruh lelaki berusia antara 14 dan 60 dibawa pergi untuk disidik. Beberapa di ntara mereka, setelah ditahan selama 2 hari dengan tangan terikat dan mata ditutup, kemudian ditahan dalam penjara. Di kamp Dheisheh, misalnya, 600 laki-laki dipaksa untuk disidik; 70 dari mereka ditahan tanpa tuduhan resmi. Gambar-gambar orang-orang sipil dengan mata tertutup yang menunggu penyidikan yang diperlihatkan pada pers hanya memperlihatkan salah satu perbuatan tak masuk akal yang dilakukan oleh tentara Israel (Yahya, 2005: 6-25) Adam Shapiro, seorang pendukung hak asasi manusia Amerika yang tinggal di Ramallah, menggambarkan pemikirannya tentang tentara Israel dalam memperlakukan Daerah Pendudukan yaitu Pendudukan ini bersandar pada pemusnahan manusia. Inilah sebabnya para tentara tega melakukan apa yang mereka mau, mereka diharapkan dan didorong untuk tidak melihat orang-orang Palestina sebagai manusia. Saya tidak yakin bahwa tentara Israel sudah kejam dari sananya, tapi saya percaya bahwa ketika mereka bertugas, mereka meninggalkan rasa kemanusiaannya di belakang. Ketika Israel akhirnya memahami bahwa pendudukan ini adalah akar dari pertikaian di sini, dan dengan begitu meninggalkannya dan membiarkan orang-orang Palestina untuk hidup dalam kemerdekaan, kata-kata yang perlu digunakan untuk menerangkan dan memahami dunia kita sekali lagi akan bermakna. Kalau belum sampai di sana, “kemanusiaan” akan tetap menjadi kata dengan makna tapi tanpa pengamalan. Kebijakan kekerasan Israel meningkat lebih jauh dari sekedar kekerasan. Beberapa kelompok radikal Palestina meningkatkan bom bunuh diri mereka yang ditujukan pada 53 warga sipil Israel. Ketika berhadapan dengan perkembangan ini, Ariel Sharon dan pemerintah Israel memutuskan untuk tidak melanjutkan kebijakan yang terukur dan berkepala dingin, tapi menganggap perlu meningkatkan lagi tingkat penindasan dan kekerasan. Dalam sebuah pernyataan persnya, Sharon berkata "Kita harus menyebabkan mereka mengalami kerugian, luka-luka, sehingga mereka tahu mereka tidak akan dapat apa-apa, Kita harus memukul mereka, pukul, pukul lagi, sampai mereka mengerti.” Bagaimana dengan menawarkan sebuah pemecahan politik, sang perdana menteri ditanya. Sekarang, jawabnya, bukanlah waktu untuk prospek politik, ini cuma untuk prospek militer. Anggota Partai Likud Meir Sheetrit, dalam pernyataannya kepada parlemen, mengatakan bahwa ia mendukung kekerasan yang dilakukan oleh tentara Israel di Daerah Pendudukan, dengan menekankan bahwa ia akan mendukung setiap tindakan militer "yang dirancang agar orang-orang Palestina berteriak meminta gencatan senjata." Teknik ini tidak menyelesaikan apa-apa, selain mendorong ke dalam lingkaran setan kekerasan. Seperti telah kita bahas di atas, peristiwa di Palestina sekali lagi membuktikan bahwa masalah ini tidak pernah dapat dipecahkan dengan kekerasan (www.palestinechronicle.org) Menurut angka-angka yang diterbitkan PBB, selama operasi Israel dijalankan, 1620 rumah terus mengalami kerusakan berat, beserta 14 bangunan umum, termasuk beberapa sekolah. Di Jenin, dari 2500 bangunan yang ditempati 14.000 orang Palestina di sana, 550 rusak. Enam rusak ringan, 541 dengan aneka kerusakan, dan tiga rusak total. Di Balata, dari 3700 bangunan yang ditempati 20.000 orang, 670 mengalami kerusakan. Dari jumlah ini, 10 rusak total dan 14 rusak parah. Di Nur Al-Shams, 100 dari 1500 rumah tempat 54 8000 orang tinggal, rusak, tiga di antaranya tengah dihancurkan. Di Tulkarem, 300 dari 2900 bangunan yang didiami 16.000 orang rusak; enam di antaranya rusak total dan 30 rusak parah. Kerugian ekonomi keseluruhan ditaksir sekitar 3,5 juta dolar (www.hdip.org) Masa ini, yang menyebabkan Israel dikritik tajam oleh PBB dan Uni Eropa, berakhir dengan langkah penting pertama Amerika Serikat mengirimkan juru runding untuk menangani krisis ini. Tank-tank Israel mulai menarik diri dari wilayah Palestina, meninggalkan daerah yang hancur berat, dan kedua pihak memasuki perundingan keamanan. penarikan tank-tank hanya memberi waktu senggang untuk tentara Israel. Dalam beberapa hari, pendudukan baru dan lebih menyeluruh dimulai. Kali ini, sasarannya adalah Tepi Barat, dan khususnya Ramallah, tempat markas besar Arafat. Hasil operasi ini menempatkan markas Arafat dalam kepungan, hampir memaksanya tinggal di satu ruangan saja, sementara bahaya besar dihadapi oleh penduduk sipil Palestina. Militer Israel tidak menghentikan langkahnya menduduki Ramallah saja, melainkan merampas seluruh kota-kota Tepi Barat satu demi satu. Arus listrik diputuskan, dan pemadaman itu menyebabkan tak teraturnya aliran air. Tempat ini dikenakan jam malam ketat, dan penduduk mulai mengalami kelaparan karena aliran makanan anjlok. Ketika orang-orang yang sakit dan orang lanjut usia serta anak-anak berusaha mempertahankan hidupnya dalam keadaan brutal ini, hampir seluruh lelaki berusia antara 14 dan 50 tahun ditangkap oleh tentara Israel. Ketika tentara Israel mengambil alih bangunan yang dimiliki oleh dinas keamanan Palestina, meskipun para petugasnya telah menyerahkan diri, mereka ditembak di kepala dan dibunuh. Untuk mengasingkan orang- 55 orang Palestina dari dunia internasional, Israel segera mengumumkan daerah pendudukan sebagai “daerah tertutup” sehingga dunia tidak akan mendengar kekejaman yang dilakukan atas orang-orang Palestina. Meskipun telah mengupayakan hal seperti itu, stasiun-stasiun televisi dunia tetap menampilkan gambar-gambar kekejian di Palestina. Di antara gambar bersejarah adalah gambar orang-orang Palestina yang ditembak dari dekat di kepala, tahanan yang diikat dan ditutup matanya diseret ke daerah yang belum diketahui, seorang pemimpin dunia yang berpidato ke seluruh dunia dengan nyala lilin, jalanan Palestina yang gelap dan kosong, rumah sakit yang mengundang kemarahan tentara Israel, biarawati dan biarawan yang ditembak tank-tank Israel, dan anggota LSM yang mencoba untuk membentuk “pagar betis” bagi orang-orang Palestina tak bersalah. Ketika kamar mayat di rumah sakit Ramallah penuh, mereka mulai menaruh dua mayat dalam ruang yang muat untuk satu orang. Lalu muncul berita tentang kuburan massal yang digali untuk orang-orang yang dibunuh. Tempat-tempat seperti Tulkarem, Bethlehem, dan Qalqilya telah menjadi tempat mandi darah di depan mata dunia. Di Bethlehem, yang dipercaya sebagai kota tempat Yesus dilahirkan, banyak orang-orang Palestina yang dengan putus asa mencari tempat berteduh di gereja-gereja, tapi tak ada hasilnya. Bukan halangan bagi tentara Israel, seperti yang segera dilaporkan berita mengenai meletusnya tembakan di gerejagereja dan bahkan anggota pendeta Kristen terbunuh. Petunjuk lain tentang pendudukan tak berperikemanusiaan ini adalah bagaimana wartawan dan anggota aktivis LSM di daerah ini diperlakukan. Sewaktu pemerintah Israel dengan paksa memindahkan beberapa wartawan yang mencoba melaporkan 56 kejadian ini, yang lain seolah tetap menjadi sandera di dalam, dan beberapa orang yang tetap berada di sana bahkan kehilangan nyawanya. Kebijakan yang bahkan lebih keras lagi diterapkan pada pekerja LSM: Beberapa dari mereka ditahan karena “melanggar” hukum Israel, sedangkan lainnya diserang dengan gas air mata. Organisasi bantuan kemanusiaan tidak diizinkan melakukan apa pun. Satu contoh saja, pejabat PBB yang mencoba membawa makanan dan obat-obatan ke dalam tempat ini tidak hanya tak diberi jalan, bahkan diserang dengan gas air mata (Yahya, 2005: 81-88 ) Dalam artikel harian turki Star menyebutkan salah satu bukti yang memicu kritik dunia internasional selama pendudukan terakhir tentara Israel adalah dijadikannya tempat-tempat suci Kristen sebagai sasaran. Israel membela diri bahwa teroris Palestina telah menduduki gereja dan menyandra pendeta-pendeta. Tapi informasi yang diperoleh dari tempat kejadian, termasuk komunikasi dengan para pendeta di gereja-gereja itu, menunjukkan bahwa alasan ini tidak benar. Sebuah laporan BBC berjudul “Bethlehem Siege Sparks Church Fury (Pengepungan Bethlehem Mengobarkan Kemarahan Gereja)” melaporkan informasi ini. Menurut laporan tersebut, juru bicara Gereja Katolik Roma, Romo David Jaeger, seorang warga Israel, dengan keras mengkritik serangan Israel dan menilai bahwa “Israel telah melanggar kewajiban internasionalnya.” Romo Jaeger mengatakan bahwa terbukti gereja dan tempat-tempat suci dijadikan sasaran oleh peluru-peluru Israel. Romo Amjad Sabbara dari Gereja Church of Nativity Bethelehem, sementara itu mengatakan bahwa orang-orang yang mencari tempat pengungsian di sana tak bersenjata dan terutama terdiri dari wanita, anak-anak, dan orang lanjut usia yang mencoba melarikan diri dari tank-tank Israel. Sebuah berita dari website Islamonline melaporkan bahwa beberapa orang Palestina 57 terluka parah oleh tembakan di gereja, tapi tidak dirawat karena tentara Israel tidak mengizinkan ambulan memasuki wilayah itu. Selama serangan terakhir Israel, sekolah-sekolah yang yang didirikan oleh PBB untuk anak-anak Palestina rusak berat. Pusat Rehabilitasi Tuna Netra al-Nur, yang didirikan dan dijalankan oleh PBB dan satu-satunya sekolah untuk anak tuna netra di Gaza, dibom pada 5 Maret 2002. Laporan berita di atas mengutip para saksi mata peristiwa itu. Pernyataan Menteri Pendidikan Palestina mengungkap bahwa 435 anakanak tertembak mati antara September 2000 dan Maret 2002, 150 di antaranya anak-anak usia sekolah, dan 2402 anak-anak terluka. Seperti ditegaskan berita yang dilaporkan dari wilayah ini, Operasi Perisai Pertahanan (Defensive Shield), yang dilakukan atas nama pembasmian teror, mengakibatkan pembantaian lainnya atas warga sipil Palestina. Operasi ini dilakukan tidak hanya untuk tujuan mempertahankan diri, seperti disebutkan oleh namanya, melainkan untuk tujuan merusak. Operasi keseluruhan dicirikan oleh kebrutalan di seluruh Ramallah, Nablus, dan Bethlehem, karena tentara Israel menjadikan warga sipil sebagai sasaran, bukan kelompok bersenjata, dan membunuh wanita dan anak-anak yang bukan penyerang. Seorang tentara Israel yang terlibat dalam operasi ini mengatakan pada BBC: Kejadian kasar yang terjadi selama hari terakhir Maret 2002 tercatat dalam sejarah sebagai puncak pengepungan dan pembantaian brutal. Apa yang disebut media Barat sebagai “Pembantaian Sabra dan Shatilla jilid dua” merupakan serbuan yang diorganisir melawan kamp pengungsi Jenin. Kamp pengungsi ini telah didirikan untuk orang-orang Palestina yang terusir dari tanahnya di tahun 1948. Selama operasi terakhir ini, tentara 58 Israel mengepung kamp ini, yang menjadi rumah bagi 15.000 orang, seperti yang telah dilakukannya pada kota-kota dan kamp-kamp Palestina lainnya. Namun apa yang terjadi selanjutnya berbeda dalam satu hal penting: Jenin tidak sekedar dikepung, tapi malah mengalami salah satu pembantaian paling menyeluruh di tahun-tahun terakhir (www.latimes.com) 3.3 Sejarah Intifadah Pertama dan Intifadah Kedua 3.3.1 Intifadah Pertama Intifadah, yang berarti “pemberontakan” dalam Bahasa Arab, adalah nama untuk perjuangan yang dilakukan oleh sekelompok orang Palestina, yang bersenjatakan batubatu, melawan salah satu musuh terbesar dunia, yaitu orang yang menjawab lemparan batu itu dengan peluru, roket, dan rudal. Memang, mereka jarang sekali ragu-ragu menjadikan orang yang tidak pernah melempar batu sebagai sasaran mereka, bahkan mampu membunuh lusinan anak-anak dengan cara tak berperikemanusiaan. Intifadah pertama memasuki panggung politik pada 1987, dimulai dengan pemuda Palestina yang membalas pembunuhan enam anak-anak Palestina oleh tentara-tentara Israel. Berlanjut hingga 1993, Intifadah menghadapi tanggapan yang sangat keras dari Israel, berdasar prinsip bahwa “kekerasan melahirkan kekerasan,” Timur Tengah kembali terjatuh ke dalam kekacauan. Sepanjang masa ini, perhatian dunia tertuju pada kasus anak-anak yang tempurung kepalanya pecah dan tangan-tangan mereka dipatahkan oleh para tentara Israel. Orang-orang Palestina, dari yang paling muda hingga yang paling tua, menentang kekerasan militer Israel dan penindasan dengan sambitan batu apa pun yang dapat mereka temukan. Sebagai balasannya, tentara Israel secara besar-besaran memberondongkan senjatanya kepada orang-orang Palestina. Pada tahun 1989, sebanyak 13.000 anak-anak Palestina ditahan di penjara-penjara Israel. 59 Selama tahun-tahun Intifadah, sebuah peristiwa terjadi di desa Kristen Beit Sahour di dekat Bethlehem. Kejadian ini, yang disaksikan oleh penduduknya Norman Finkelstein, hanyalah satu dari banyak contoh yang tidak mendukung bahwa campur tangan militer didorong oleh keinginan membela diri. Suatu kali di kamp pengungsian Jalazoun, anak-anak membakar ban ketika sebuah mobil menepi. "Pintu dibiarkan terbuka, dan empat pria (pemukim Israel maupun tentara berpakaian preman) melompat keluar, menembak membabi buta ke segala penjuru. Anak-anak di samping saya tertembak di punggungnya. Hari berikutnya Jerussalem Post melaporkan bahwa tentara itu menembak untuk membela diri." Intifadah rakyat Palestina, yang dilakukan dengan sambitan batu dan pentungan untuk melawan tentara paling modern di dunia, berhasil menarik perhatian internasional pada wilayah ini. pembunuhan tentara Israel atas anak-anak berusia sekolah sekali lagi menunjukkan kebijakan teror pemerintah pendudukan. Masa ini berlanjut hingga Kesepakatan Oslo tahun 1993, ketika Israel dan PLO duduk bersama di meja perundingan. Pada pertemuan ini, Israel mengakui Yasser Arafat untuk pertama kalinya sebagai perwakilan resmi rakyat Palestina. 3.3.2 Kebangkitan Intifadah Kedua di Palestina Setelah Intifadah pertama mencapai puncaknya dalam kesepakatan damai, rakyat menunggu dengan sabar perdamaian dan keamanan kembali ke wilayah Palestina. Penantian ini berlanjut hingga Sepetember 2000, ketika Ariel Sharon, yang dikenal sebagai “Penjagal dari Libanon,” melakukan kunjungan yang menghebohkan ke Masjid Al Aqsha bersama puluhan polisi Israel. Kejadian ini memicu bangkitnya Intifadah alAqsa (www.harunyahya.com). 60 Bangkitnya intifadah kedua atau intifadah Al Aqsha di picu oleh aksi penodaan terhadap Masjid Al Aqsha, kiblat pertama umat Islam, yang dilakukan Ariel Sharon tepatnya pada 28 September 2000. Untuk memahami kekerasan yang terus berlanjut di luar kendali pada bulan April 2001 dan membawa Israel dan Palestina mandi darah, kita harus ingat bagaimana Intifadah terakhir dimulai. Orang yang ada di pusat kejadian ini adalah Ariel Sharon, yang pada saat itu masih menjadi perdana menteri. Sharon dikenal oleh orang-orang Islam sebagai seorang politisi yang gemar menggunakan kekerasan. Seluruh dunia mengenalnya karena pembantaian yang telah ia lakukan atas orang-orang Palestina, perilakunya yang suka menghasut, dan kata-kata kasarnya. Yang terbesar dari pembantaian-pembantaian itu terjadi 20 tahun yang lalu di kamp pengungsian Sabra dan Shatilla, menyusul serangan Israel pada Juni 1982 ke Libanon. Dalam pembantaian ini, sekitar 2000 orang tak berdaya dibunuh dan pembantaian-pembantaian yang dilakukan oleh Israel itu tak terungkap. Nama kedua yang akan kita temui pada masa ini juga adalah Ehud Barak, yang saat itu komandan tentara Israel dan sekarang sudah menjadi perdana menteri. Dunia Islam sendiri tidak akan pernah melupakan pembantaian ini atau pembantaian lain yang dilakoni oleh militer Israel selama 50 tahun terakhir. Karena alasan ini, kunjungan menghebohkan Sharon ke Masjid Al Aqsha jauh lebih penting dibanding yang dilakukan oleh politisi Israel lainnya. Sharon dan Partai Likud-nya meneruskan kebijakan ketat tidak mau menarik diri dari Daerah Pendudukan, memperluas pemukimannya, dan menolak melakukan perundingan tentang kedudukan tetap Yerusalem. Saat ini, dunia sepakat akan satu kenyataan bahwa Sharon melakukan 61 kekerasan dan tidak membuang-buang kesempatan untuk menyokong atau pun melakukannya sendiri. Berlanjutnya kekerasan terakhir dimulai ketika Sharon, di bawah kawalan 1200 orang polisi, memasuki Masjid Al Aqsha yaitu suatu tempat yang suci bagi Muslimin. Setiap orang, termasuk para pemimpin Israel dan rakyat Israel sepakat bahwa masuknya Sharon ke tempat suci ini, suatu perbuatan yang biasanya terlarang bagi non-Muslim, adalah sebuah provokasi yang dirancang untuk mempertegang keadaan yang sudah memanas dan memperbesar pertentangan. Penentuan waktunya sama pentingnya dengan tempat itu, karena pada hari sebelumnya Ehud Barak telah mengumumkan bahwa Yerusalem mungkin dibagi dua dan dimungkinkan perundingan dengan orang-orang Palestina. Bagi Sharon, yang dengan keras mengkritik setiap jalan damai dan menolak berdebat untuk persoalan Yerusalem, semua ini adalah alasan yang dibutuhkannnya untuk membuat kunjungan menentukan. Sebab utama masa intifadah kedua adalah kunjungan provokatif Ariel Sharon, pimpinan partai Likud Israel, ke Masjid Al Aqsha pada 28 September 2000. Kunjungan itu didukung Perdana Mentri Israel saat itu, Ehud Barak, yang telah menyiapkan 600 tentara untuk mengiringinya, ditambah 3000 tentara dan polisi lainnya yang mengamankan jalanan di Al Quds. Kesepakatan genjatan senjata Israel-Palestina yang berakhir dead lock semakin memperparah keadaan. Zionis kembali memiliki dalih untuk menguasai Al Quds dan Masjid Al Aqsha serta memperluas derah jajahannya. Sehingga dicetuskan Intifadah kedua dengan nama "Intifadah Masjid Al Aqsha". Menurut tabulasi data PLO, sejak 29 September 2000 sampai 3 januari 2004 rakyat sipil yang syahid pada intifadah kedua mencapai angka 2906 jiwa. Di antara mereka ada 172 wanita, 539 anak-anak di bawah umur, dan 8 wartawan. 9 orang asing turut menjadi 62 korban keganasan Israel. Kondisi korban juga sangat mengenaskan. 35% orang syahid akibat peluru di daerah kepala, di daerah badan 23%, dan 42% lainnya meninggal karena tidak sempat dibawa ke rumah sakit akibat terhalang tentara Israel. Untuk memadamkan api intifadah kedua, Israel menggunakan alat-alat perang tercanggih seperti rudal-rudal, pesawat F-16, helikopter Apache, dll. Beberapa senjata terlarang juga dipakai, seperti peluru "Dumdum". Konsentrasi Israel lebih terpusat untuk membunuh para pemimpin gerakan Islam pengusung gerakan Intifadah kedua. Di antaranya, Syekh Shalah Syahadah, Ismail Abu Syenab dan terakhir Syekh Ahmad Ismail Yassin. Berbeda dengan masa Intifadah pertama, Intifadah Kedua merupakan gabungan kekuatan dari seluruh elemen masyarakat Palestina. Mereka serentak melancarkan perlawanan. Bahkan, seruan jihad Intifadah ini tidak hanya meliputi Palestina, tapi seluruh dunia Islam pun ikut menyambut. Aksi pemboikotan produk-produk Israel dan Amerika semakin gencar di beberapa negara Islam. Sumbangan doa dan harta, bahkan nyawa terus mengalir. Hingga sekarang, intifadah ini masih berjalan. Dan akan terus berjalan sampai kemenangan itu datang (www.harunyahya.com) 3.5 Sejarah Majid Al Aqsha Masjid Al Aqsha merupakan sebuah tempat yang sangat di sucikan oleh seluruh umat Islam karena itu keberadaannya sangat dijaga dan dipelihara agar tetap suci dan bebas dari serangan-serangan yang digencarkan pihak Israel juga dari rencana Israel untuk menghancurkan Masjid Al Aqsha ini. Sebenarnya Masjid Al Aqsha dapat dikategorikan sebagai tempat yang paling tertindas di dunia. Bangunan ini mempunyai nilai yang luar biasa di mata berbagai agama samawi, yang kini tengah terancam 63 dihancurkan oleh Rezim Zionis. Setiap saat, Rezim Zionis terus mencari berbagai alasan untuk menghancurkan Masjid Al Aqsha. Upaya terakhir Rezim Zionis dalam rangka menghancurkan Masjid ini ialah langkahnya merobohkan pintu gerbang bagian barat Masjid Al Aqsha. Sampai saat ini, Rezim Zionis telah menghancurkan dua ruangan besar yang berlokasi di bawah tembok pintu gerbang tersebut, dengan alasan akan membangun sebuah jembatan yang akan memudahkan warga Zionis Baitul Maqdis menjangkau Masjid Al Aqsha. Dengan kata lain, perusakan ini dilakukan dengan alasan mempermudah lalu lintas warga Zionis ke Masjid Al Aqsha. Dari dulu hingga kini, rezim Zionis telah melakukan berbagai usaha untuk menghancurkan Masjid Al Aqsha. Upaya mereka yang paling penting mereka lakukan pada tahun 1969, yaitu ketika mereka berusaha membakar Masjid ini. Sejak itu hingga kini, Rezim Zionis berkali-kali selalu berusaha menghancurkan bangunan bersejarah ini baik secara langsung maupun tidak langsung. Usaha-usaha penghancuran ini sengaja dilakukan karena menurut klaim Zionis Israel, ada Kuil Sulaiman di bawah Masjid tersebut. Menurut keyakinan Zionis Israel, masa kemunculan juru selamat telah tiba, sedangkan untuk menyegerakan kemunculannya, Masjid Al Aqsha harus dihancurkan dan Kuil Sulaiman harus dibangun kembali. Kuil Sulaiman dibangun oleh Nabi Sulaiman as sekitar tiga ribu tahun lalu. Namun empat abad kemudian, Kuil Sulaiman dihancurkan oleh kaum Babilonia. Kuil Sulaiman kembali dibangun oleh emperium Roma, 70 tahun setelah kelahiran Nabi Isa as. Sementara itu, sejumlah pakar sejarah dan arkeolog terkemuka meragukan sejarah penghancuran Kuil Sulaiman di bawah Masjid Al Aqsha. Setelah melakukan riset panjang dan berkali-kali meninjau Masjid ini, Maier Boun Douf, seorang arkeolog 64 terkenal di tahun 2004 menyatakan, "Kuil Sulaiman tidak berada di bawah Masjid Al Aqsha; dan dapat dipastikan bahwa hal ini termasuk di antara mitos-mitos yang dibuat oleh Rezim Zionis untuk membubuhkan nuansa religius pada eksistensi Zionis Israel yang illegal." Pandangan semacam ini juga dikuatkan oleh sejumlah pakar independen setelah melakukan riset penjang. Meski demikian, Rezim Zionis masih terus melakukan penggalian di bawah Masjid Al-Aqsha, dan hingga kini penggalian masih terus berlanjut karena mereka masih belum berhasil menemukan sedikitpun tanda yang menunjukkan keberadaan Kuil Sulaiman. Dikatakan pula, ada 25 kelompok ekstrim Rezim Zionis di Palestina pendudukan dan Tepi Barat Sungai Jordan yang aktif menuntut penghancuran Masjid Al Aqsha. Kelompok-kelompok inilah yang telah melakukan langkah-langkah konkret untuk penghancuran Masjid ini, seperti membuat terowongan di bawah Masjid Baitul Maqdis guna menghancurkan pondasi-pondasi bangunan Masjid tersebut, menutup saluran air dan menghancurkan bagian-bagian Masjid tersebut. Yerusalem, dimana terdapat Masjid Al Aqsha adalah kota yang amat dihormati oleh penganut tiga agama samawi, Islam, Kristen, dan Yahudi. Bagi umat Islam sendiri Masjid Al Aqsha adalah kiblat pertama dan tempat Nabi Muhammad SAW melakukan perjalanan Mikraj ke langit. Di Jerusalem juga, sejumlah nabi dimakamkan. Al Quran dalam ayat pertama surat Al Isra menyatakan bahwa Allah telah memberkati sekitar Masjid ini. Mikraj Nabi atau perjalanan beliau ke langit yang dimulai dari Masjid Al Aqsha merupakan peristiwa yang paling bersejarah bagi umat Islam. Itulah mengapa Masjid Al Aqsha mempunyai arti yang sangat penting bagi umat Islam. Menurut Mujiruddin Al Hanbaly dalam bukunya yang berjudul Al Uns al Jalil 65 Masjid ini meliputi seluruh wilayah yang berada di dalam pekarangan Al Aqsha. Termasuk di dalamnya adalah tembok di sebelah barat, tembok Buraq (Tembok Ratap), dan Ribat al Kurd. Seluruh pintu gerbang di sisi barat tembok seperti gerbang Maghareba dan seluruh bangunan yang berada di tembok barat seperti Sekolah Tankziye juga menjadi bagian Masjid Al Aqsha. Demikian pula dengan pekarangan berpasir, Kubah Batu (Qubbah ash Shahra), Masjid di bagian depan, bangunan di bawah Al Aqsha yang disebut dengan "Aqsha Tua" dan Masjid Marwani di bagian arah timur. Semua itu bagian dari Masjid Al Aqsha (www.suaramerdeka.com) BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Kunjungan Politik Ariel Sharon ke Masjid Al Aqsha Kunjungan Ariel Sharon ke Masjid Al Aqsha telah memprovokasi terjadinya kembali konflik antara Palestina dan Israel. Kunjungan tersebut merupakan penyebab intifadah kedua, karena mengingat Ariel Sharon dan Partai Likudnya memiliki kebijakan ketat untuk tidak mau menarik diri dari Daerah Pendudukan, memperluas pemukiman Yahudi dan menolak melakukan perundingan tentang kedudukan Yerusalem. Karena alasan ini kunjungan Sharon ke Masjid Al Aqsha jauh lebih penting dibandingkan yang dilakukan oleh politisi Israel lainnya. Hampir sama dengan kebijakan Yaseer Arafat yang mengijinkan bom bunuh diri bagi rakyat Palestina, Ariel Sharon juga dikenal memiliki kebijakan radikal pada masa pemerintahannya tidak pernah menyetujui Yerusalem dimana menurut Umat Yahudi terdapat Haikal Sulaiman dibagi dua dengan rakyat Palestina, sengaja melakukan kunjungan politik ke Masjid Al Aqsha setelah Ehud Barak sebelumnya telah mengumumkan bahwa Yerusalem mungkin dibagi dua dan dimungkinkan perundingan dengan orang-orang Palestina. Dan dari kunjungan politis Ariel Sharon itu seperti telah menegaskan bahwa Yerusalem akan tetap menjadi wilayah kedaulatan Israel dan tidak dapat dibagi dua oleh Palestina. Di sisi lain Masjid Al Aqsha sendiri merupakan kiblat pertama dan sebagai tempat yang disakralkan oleh seluruh umat Islam. Masjid ini juga memiliki nilai sejarah yang tinggi khususnya bagi umat Islam karena di Masjid ini juga Nabi Muhammad melakukan Isra Mikraj. Dengan berharganya Masjid Al Aqsha bagi umat Islam dimana seluruh umat Islam sangat menjaga kesuciannya, tiba-tiba Ariel Sharon yang bukan seorang Muslim 67 68 masuk kedalamnya bersama ribuan polisi Israel yang kemudian akhirnya menyebabkan bangkitnya kembali intifadah kedua. Sementara itu serangan terhadap Masjid Al Aqsha pada dasarnya sudah terjadi sejak dulu. Kelompok-kelompok ekstrimis Yahudi dari dulu memang mengincar Masjid Al Aqsha dan selalu berusaha untuk menghancurkan. Seperti yang dilakukan organisasi garis keras Yahudi yang menamakan dirinya Revava, kelompok ini selalu menjadi ancaman yang serius bagi kompleks Masjid Al Aqsha. Kelompok ekstrimis Revava ini menggunakan sentimen keagamaan untuk tujuan politis, Revava lebih bersifat politis daripada keagamaan murni. Revava adalah salah satu dari banyak organisasi radikal Yahudi yang selalu menginginkan untuk menguasai kompleks Masjid Al Aqsha dan menginginkan segera mendirikan Haikal Sulaiman. Usaha kelompok ekstrimis Revava yang selalu berusaha untuk menghancurkan kompleks Masjid Al Aqsha disebabkan adanya lembaga pemukiman Yahudi yang disebut dengan Yesha yang tidak menginginkan adanya pemukiman Yahudi diambil atau diserahkan ke Palestina apalagi kota Yerusalem yang dianggap sebagai tanah suci orangorang Yahudi. Isu tentang kompleks Masjid Al Aqsha memang selalu dinilai sebagai isu paling rumit dan sensitif bagi umat Islam, Kristen dan Yahudi yang sama-sama menganggap kota Yerusalem sebagai kota suci. Di bagian barat kompleks kota lama di Yerusalem Timur, terdapat Tembok Ratapan atau tempat ibadah umat Yahudi. Di sebelah timur Tembok Ratapan yang hanya dipisahkan tembok terdapat Masjid Al Aqsha yang merupakan kiblat pertama umat Islam sebelum dialihkan ke Masjidil Haram di Mekkah Arab Saudi. Di dalam kompleks kota lama juga terdapat Gereja Al Qiyamah yang memiliki sejarah khusus di mata umat Kristen. 69 Bagi Yesha, memilih sasaran Masjid Al Aqsha bisa mencapai beberapa tujuan. Pertama, mengangkat isu Masjid Al Aqsha yang bagi rakyat Yahudi dikenal dengan nama Temple Mount akan membangkitkan emosi dan solidaritas rakyat Yahudi. Impian rakyat Yahudi yang terpendam selama 3.000 tahun-sejak kejayaan Raja Daud dianggap telah terwujud jika Temple Mount jatuh ke tangan Yahudi. Temple Mount dianggap tempat paling suci oleh warga Yahudi karena diyakini di bawahnya terdapat reruntuhan fondasi kejayaan Dinasti Nabi Sulaiman. Kedua, Masjid Al Aqsha juga bisa memancing emosi rakyat Palestina dan umat Islam. Ketiga, menciptakan suasana tegang di kompleks Masjid Al Aqsha akan menyulitkan pemerintah Ariel Sharon karena mereka memang ingin menjatuhkan pemerintahan Ariel Sharon. Tujuan Yesha itu kini telah menjadi kenyataan. Rencana Yesha ini memang telah berhasil karena akhirnya Dunia Arab dan rakyat Palestina terpancing emosinya oleh rencana Yesha tersebut. Negara-negara Arab meminta pemerintah Israel sebagai negara yang sedang menduduki untuk bertanggung jawab menjaga Masjid Al Aqsha dari serangan-serangan kelompok ekstrim Yahudi. Tindakan negara-negara Arab yang meminta penjagaan atas Masjid Al Aqsha bukan hanya disebabkan provokasi dari Yesha tapi juga karena memang upaya-upaya perobohan, perusakan dan penghancuran Masjid Al Aqsha oleh kelompok-kelompok ekstrimis Yahudi telah lama terjadi dan upaya penghancuran yang tidak pernah berhenti sampai sekarang membuat seluruh umat Muslim merasa khawatir terhadap eksistensi Masjid Al Aqsha sebagai simbol nasionalis dan keagamaan bangsa Palestina. Sementara itu kelanjutan Judaisasi atau Yahudisasi Al Quds masih terus berjalan sampai sekarang dan usaha orang-orang Yahudi maupun kelompok ekstrim Yahudi untuk 70 mencari Haikal Sulaiman semakin gencar. Kali ini orang-orang Israel mengklaim bahwa dibawah Masjid Al Aqsha terdapat reruntuhan Haikal Sulaiman sehingga untuk mencari Haikal yang terkubur di bawah Masjid Al Aqsha maka dilakukan penggalian terowongan di bawah Masjid Al Aqsha. Untuk masalah kuil sulaiman, Biarpun sampai sekarang ilmuan Israel masih belum dapat membuktikan secara ilmiah keberadaan kuil sulaiman yang mereka akui sebagai identitas orang-orang Yahudi diseluruh dunia dan justru yang mereka temukan adalah keberadaan milik bangsa Kan’an yang merupakan nenek moyang bangsa Arab, tapi mereka tetap meyakini bahwa di bawah Masjid Al Aqsha itu ada reruntuhan Haikal Sulaiman. Klaim-klaim orang-orang Yahudi belum dapat dibuktikan kebenarannya karena sampai kini semua sumber dokumen sejarah Israel belum menunjukan bahwa adanya Haikal Sulaiman di bawah Masjid Al Aqsha sebagaimana yang orang-orang Yahudi klaim selama ini. Kubah as-Sakhra yang sekarang bukan hanya sebagai simbol bagi setiap Masjid yang ada tapi juga mengandung nilai sejarah dan peradaban Islam dan Masjid Al Aqsha, termasuk pelataran, pintu gerbangnya merupakan simbol-simbol peradaban bangsa Arab dan Islam di kota tersebut kemudian diubah oleh Israel dengan cara mengelilinginya dengan permukiman-pemukiman Israel (http://www.palestineinfo.com/ms). 4.2 Kepentingan Israel dan Palestina terhadap Masjid Al Aqsha di Yerusalem Masjid Al aqsha merupakan sebuah tempat yang sangat di sucikan oleh seluruh umat Islam karena itu keberadaannya sangat dijaga dan dipelihara agar tetap suci dan 71 bebas dari serangan-serangan yang digencarkan Israel juga dari rencana Israel untuk menghancurkan Masjid Al Aqsha ini. Berbagai alasan untuk menghancurkan Masjid Al Aqsha ini dilakukan oleh Zionis. Usaha terakhir Zionis dalam rangka menghancurkan Masjid ini adalah dengan merobohkan pintu gerbang bagian barat Masjid Al Aqsha. Zionis juga telah menghancurkan dua ruangan besar yang ada di bawah tembok pintu gerbang tersebut, dengan alasan akan membangun sebuah jembatan yang akan memudahkan warga Zionis Baitul Maqdis menjangkau Masjid Al Aqsha. Dengan kata lain, perusakan ini dilakukan dengan alasan mempermudah lalu lintas warga Zionis ke Masjid Al Aqsha. Sebenarnya usaha penghancuran Masjid Al Aqsha ini sudah terjadi sejak dulu. Upaya mereka yang paling penting mereka lakukan pada tahun 1969, yaitu ketika mereka berusaha membakar Masjid ini. Sejak itu sampai sekarang, Zionis berkali-kali selalu berusaha menghancurkan bangunan bersejarah ini baik secara langsung maupun tidak langsung. Usaha-usaha penghancuran ini sengaja dilakukan karena menurut klaim Zionis Israel, ada Kuil Sulaiman di bawah Masjid tersebut. Menurut keyakinan Zionis Israel, masa kemunculan juru selamat telah tiba, sedangkan untuk menyegerakan kemunculannya, Masjid Al Aqsha harus dihancurkan dahulu dan Kuil Sulaiman harus dibangun kembali (www.sinarharapan.com) Karena itu Banyak kelompok-kelompok ekstrim Israel yang selalu menuntut penghancuran atas Masjid Al Aqsha, seperti 25 kelompok ekstrim Zionis di tanah pendudukan Palestina dan Tepi Barat Sungai Jordan. Kelompok-kelompok ini yang telah melakukan langkah-langkah konkret untuk penghancuran Masjid Al Aqsha, seperti membuat terowongan di bawah Masjid Baitul Maqdis untuk menghancurkan pondasi- 72 pondasi bangunan Masjid tersebut, menutup saluran air dan menghancurkan bagianbagian Masjid tersebut. Kuil Sulaiman dibangun oleh Nabi Sulaiman as sekitar tiga ribu tahun lalu. Namun empat abad kemudian, Kuil Sulaiman dihancurkan oleh kaum Babilonia. Kuil Sulaiman kembali dibangun oleh emperium Roma, 70 tahun setelah kelahiran Nabi Isa as. Namun banyak pihak dari arkeolog meragukan sejarah penghancuran Kuil Sulaiman di bawah Masjid Al Aqsha. Setelah melakukan riset panjang dan berkali-kali meninjau Masjid ini, Maier Boun Douf, seorang arkeolog terkenal di tahun 2004 menyatakan bahwa Kuil Sulaiman tidak berada di bawah Masjid Al Aqsha. Tahun 1980 terjadi berbagai serangan terhadap Masjid Al Aqsha yang saat itu mendapat perlawanan bangsa Palestina dan menyebabkan banyak orang Palestina meninggal. Pada tahun 1990 penggalian terhadap Masjid ini dilakukan berkali-kali, yang diantaranya adalah pembuatan terowongan yang diresmikan oleh Perdana Menteri saat itu yaitu Benyamin Netanyahu, pada tahun 1996. Peresmian terowongan itu juga menimbulkan pertentangan antara Israel dan Palestina. Usaha orang-orang Israel untuk meratakan Masjid Al Aqsha mendapat dukungan dari Amerika Serikat. Sehingga yang menentang bukan hanya bangsa Palestina saja tapi juga dari seluruh dunia islam, Kristen dan sejumlah lembaga dunia. Karena hal tersebut selain dinilai sebagai bentuk tindakan tidak menghargai perasaan jutaan pemeluk agamaagama samawi, juga dapat disebut sebagai perusakan terhadap tempat bersejarah sakral (www.palestinefacts.org) Seperti halnya reaksi UNESCO terhadap langkah yang diambil Zionis untuk menghancurkan pintu gerbang barat Masjid Al Aqsha, yang mengeluarkan pernyataan 73 bahwa tempat sakral tersebut milik tiga agama samawi, Islam, Kristen dan Yahudi. Dan dalam konvensi PBB sendiri dinyatakan berkenaan dengan masalah pelestarian budaya dan peninggalan sejarah serta pemeliharaan cagar alam di seluruh dunia, maka bangunanbangunan lama di kota Baitul Maqdis harus dijaga. Perlawanan bangsa Palestina terhadap perusakan Masjid Al Aqsha dan protesprotes umat Islam di seluruh penjuru dunia dalam mereaksi tindakan perusakan yang dilakukan Zionis harusnya membuat tanggung jawab negara-negara Islam menjadi lebih besar. Usaha negara-negara Islam ini yaitu menggelar seminar dan mengeluarkan pernyataan yang ditujukan kepada Zionis Israel sebagai reaksi atas perusakan Masjid Al Aqsha oleh Israel. Yerusalem, dimana terdapat Masjid Al Aqsha adalah kota yang amat dihormati oleh penganut tiga agama samawi, Islam, Kristen, dan Yahudi. Bagi umat Islam sendiri Masjid Al Aqsha adalah kiblat pertama dan tempat Nabi Muhammad SAW melakukan perjalanan Mikraj ke langit. Di Yerusalem juga, sejumlah nabi dimakamkan. Al Quran dalam ayat pertama surat Al Isra menyatakan bahwa Allah SWT telah memberkati sekitar Masjid ini. Mikraj Nabi atau perjalanan beliau ke langit yang dimulai dari Masjid Al Aqsha merupakan peristiwa yang paling bersejarah bagi umat Islam. Itulah mengapa Masjid Al Aqsha mempunyai arti yang sangat penting bagi umat Islam. Sementara itu bagi kaum Yahudi yang mempunyai pandangan sendiri tentang Masjid Al Aqsha yang mengklaim bahwa di salah satu dinding pada Masjid Al Aqsha dibuat dari tempat ibadahnya atau haikal Sulaiman. Inilah mengapa orang-orang Yahudi selalu berusaha untuk menghapus keberadaan Masjid Al Aqsha. Kuil Sulaiman diyakini sebagai tempat ibadah Bani Israil yang dibangun tahun 960 SM oleh Nabi Sulaiman. Akan tetapi, 370 tahun setelah itu tempat ibadah ini dihancurkan oleh bangsa Babilonia 74 yang melakukan ekspansi ke sana. Kemudian kekalahan bangsa Babilonia dari tentara Persia yang dipimpin oleh Cyrus, Kuil Sulaiman kembali dibangun. Dan pada tahun 70 Masehi, tentara Romawi menyerang kota Yerussalem dan meratakan tempat ibadah umat Yahudi tersebut dengan tanah. Dan ketika paham Zionisme mulai muncul, para pendukung Zionisme mengklaim Masjid Al Aqsha dibangun di atas Kuil Sulaiman. Setelah terbentuknya negara Israel tahun 1948 yang disusul dengan pendudukan atas kota Yerussalem tahun 1967, kaum Zionis semakin gencar melakukan usaha perusakan dan penghancuran Masjid Al Aqsha untuk mendirikan Kuil Sulaiman di atas Majid itu. Pada 7 Juni 1967, pemerintah Israel, setelah menguasai bagian timur kota Al Quds kemudian mengambil kunci-kunci pintu barat Masjid Al Aqsha dan sampai sekarang belum dikembalikan. Pada 21 Agustus 1969 seorang teroris Yahudi bernama Danis Rohan masuk ke halaman Masjid Al Aqsha dan berhasil mencapai mihrab atau tempat imam shalat lalu membakarnya. Pada 11 Oktober 1979, polisi Israel menyerang dengan tembakan dan gas air mata ke arah jamaah yang sedang shalat sehingga menyebabkan puluhan jamaah terluka. Dan pada 14 Agustus 1979, Kelompok radikal Yahudi yang disebut dengan Ghorshon Salamon berusaha menghancurkan Masjid Al Aqsha namun gagal. Kemudian seorang Yahudi radikal bernama Mair Kahana bersama kelompoknya kembali berusaha menghancurkan Masjid yang didukung oleh polisi Israel yang jumlahnya besar (www.kompas.com) Pada 19 April 1980 para pendeta Yahudi mengadakan kongres di Al Quds dan merencanakan untuk menguasai Masjid Al Aqsha. Selanjutnya pada tanggal 28 Agustus 1981 pemerintah Israel menggali terowongan di bawah halaman Masjid Al Aqsha. Dan 75 pada 20 Maret 1982 kelompok-kelompok radikal Yahudi menggunakan kesempatan keputusan konferensi para pendeta Yahudi pertama dengan mengirimkan surat kepada para pejabat kementrian Waqaf Islam yang meminta Waqaf Islam untuk meninggalkan Masjid Al Aqsha. Pada 20 Mei 1982, pejabat di Waqaf Islam menerima surat melalui pos dari kelompok-kelompok radikal Yahudi yang memintanya agar mengizinkan orang-orang Yahudi menunaikan ibadah di Masjid Al Aqsha. Tanggal 11 April 1982 seorang teroris bernama Goldman dan salah satu anggota militer Israel masuk ke halaman Masjid lewat pintu Al Ghawanemah. Lalu menembaki jamaah yang sedang melakukan shalat yang mengakibatkan banyak penduduk Palestina meninggal. Setelah itu, Goldman masuk ke Masjid Kubah as-Shakrah dan mengancam mau merobohkan Kubah tersebut. Tapi usaha itu gagal karena dihalangi oleh penduduk Palestina. Pada 20 Januari 1983, organisasi-organisasi Yahudi Amerika menggalang dana untuk pendirian haikal di atas reruntuhan Al Aqsha dengan membuat dompet-dompet peduli. Tanggal 26 Mei 1983 pintu utama bangunan Kementrian Waqaf Islam roboh akibat dari Israel yang menggali terowongan sepanjang 3 meter. Pada 21 Agustus 1985 kepolisian Israel merencanakan akan mengizinkan orang-orang Yahudi radikal untuk melaksanakan kegiatan agamanya di Masjid Al Aqsha jika ada 10 orang yang memintanya (www.tragedipalestina.com) Selanjutnya pada 4 Agustus 1986, sejumlah pendeta Yahudi menyelengarakan konferensi khusus yang kemudian memutuskan untuk mengizinkan kepada orang-orang Yahudi untuk melaksanakan kegiatan agamanya di Masjid Al Aqsha. Mereka juga memutuskan untuk membangun sinagog Yahudi di halaman Masjid Al Aqsha. Dan pada tanggal 2 Juli 1988 Departemen Agama Israel menggali terowongan di dekat pintu Al 76 Ghawanemah. Pada tanggal yang sama juga Mahkamah Agung Israel memutuskan untuk mengizinkan kepada para kelompok radikal Yahudi memasuki Masjid Al Aqsha dan melakukan kegiatan agamanya di halaman Masjid Al Aqsha. Pada 27 Juli 1996, kelompok Yahudi yang menamakan dirinya dengan sebutan Penjaga Haikal masuk ke halaman Masjid Al Aqsha dengan kawalan dari militer Israel. Pada 25 September 1996 terowongan digali di bawah Masjid. Selanjutnya pada 13 Mei 1998 beberapa pemukim Yahudi membakar salah satu pintu utamanya yang bagianbagian pintunya memang sudah hancur. Dan tanggal 10 Agustus 1999 pemerintah Israel melakukan penutupan terhadap jendela dinding Masjid Al Aqsha di bagian selatan yang menyebabkan penerangan Masjid Al Aqsha menjadi gelap. Pernah juga orang-orang Yahudi mengalirkan air di sepanjang galian di bawah Masjid untuk menggoyahkan pondasinya. Akibatnya, dindingdinding Masjid retak dan dengan gempa yang relatif kecil pun kemungkinan Masjid Al Aqsha yang memiliki nilai kesucian dan sejarah tinggi ini akan roboh (http://sabili.co.id). Usaha Israel untuk membangun kuil sulaiman dilakukan dengan berbagai cara, seperti melarang warga Palestina memasuki Masjid Al Aqsha, Judaisasi kota Yerussalem, pemurnian kota Yerusalem dari unsur asing yang bukan Yahudi, pembangunan dinding pemisah dan pelarangan untuk merenovasi Masjid Al Aqsha (www.suaramerdeka.com). 4.3 Hubungan Palestina dan Israel Pasca Kebangkitan Intifadah Kedua Intifadah kedua terjadi sebenarnya disebabkan oleh beberapa hal yaitu sikap permusuhan Israel kepada bangsa Palestina dalam mengambil tanah Palestina. Dan puncak kemarahan umat Islam Palestina sehingga terjadinya intifadah kedua itu adalah ketika Ariel Sharon menginjakan kakinya di Masjid Al Aqsha. Seperti yang kita ketahui 77 bahwa umat Islam sangat menganggap Masjid Al Aqsha tempat suci yang memiliki derajat tinggi yaitu sebagai kiblat pertama umat Muslim di seluruh dunia juga sebagai tempat Mikraj Nabi Muhammad SAW.. Kunjungan Sharon tersebut merupakan sebuah provokasi yang sengaja dilakukan untuk memancing kemarahan umat Islam di Palestina, karena Masjid Al Aqsha sendiri adalah simbol nasionalisme dan keagamaan Islam Palestina, selain itu juga karena ketika kunjungan terjadi Sharon memasuki Masjid Al Aqsha dengan pasukan polisinya dan alas kakinya pun tidak dibuka. Kunjungan yang oleh Sharon tersebut disebut sebagai kunjungan bersejarah yang tujuannya untuk melihat reruntuhan kuil sulaiman telah memberikan ancaman bagi keberlangsungan Masjid Al Aqsha. Tindakan Sharon terhadap Masjid Al Aqsha ini dilakukan untuk memberikan ancaman terhadap keinginan bangsa Palestina dalam menjadikan Yerusalem sebagai ibu kota Palestina. (Yahya, 2005: 6) Dan intifadah itu sendiri adalah kelanjutan dari perlawanan terhadap pendudukan yang selama ini dilakukakan oleh Israel terhadap Tepi Barat, Yerusalem dan Jalur Gaza. Dan Intifadah Al Aqsha ialah gelombang kerusuhan yang terjadi pada September 2000 antara orang Arab Palestina dan Israel disebut Intifadah Kedua atau dengan kata lain perang pembebasan nasional bangsa Palestina terhadap pendudukan asing. Kemudian pada tahun 2000 juga terjadi negosiasi antara Palestina dan Israel dengan adanya perjanjian Camp David kedua antara PLO dan Israel yang awalnya perjanjian tersebut akan dapat mengakhiri okupasi yang dilakukan oleh Israel dan Palestina dapat diakui keberadaannya sebagai negara berdaulat, namun ternyata Israel tetap tidak mau mengakuinya dan tidak mau menarik diri dari daerah yang didudukinya. Karena hal-hal tersebut warga Palestina akhirnya bangkit melakukan perlawanan dan meletuslah apa 78 yang disebut dengan Intifadah Kedua atau disebut dengan Intifadah Al Aqsha (www.ensiklopedia.com) Berbeda dengan intifadah pertama yang terjadi di tahun 1987, kebangkitan intifadah kedua terjadi dalam skala yang lebih luas dan besar. Setelah sebelumnya intifadah yang dilakukan oleh orang-orang Palestina tidak menggunakan kekerasan atau perlawanannya hanya dilakukan secara damai seperti demonstrasi, namun setelah terjadi pembantaian yang dilakukan Israel terhadap warga Palestina menyebabkan semua kalangan termasuk kelompok-kelompok Islam bersatu untuk melawan sikap konfrontasi Israel yang selama ini di tunjukan Israel terhadap Palestina khususnya tindakan Sharon yang memasuki Masjid Al Aqsha. Seperti HAMAS dan Kelompok Jihad Islam yang melakukan perlawanan radikal dengan menggunakan bom bunuh diri di wilayah penduduk sipil Israel dan Al Fatah fokus dalam menyerang tentara Israel. Survey membuktikan bahwa operasi mati syahid yang dilakukan para pejuang Palestina terjadi di kota-kota besar telah menimbulkan kepanikan dan rasa tidak aman bagi warga Israel. Akibatnya, banyak yang memilih meninggalkan Israel dan kembali ke negara mereka daripada harus hidup dengan ketidakamanan dan kekhawatiran. Sejak adanya intifadah kedua baik dari segi perekonomian dan berbagai sektor industri termasuk pariwisata menjadi terganggu sehingga membuat warga sipil Israel merasa tidak bisa tinggal lagi di Israel. Sebagai hasil dari adanya intifadah akhirnya, pada tanggal 17 Agustus tahun 2005, Ariel Sharon mengumumkan penutupan pemukiman Zionis di Jalur Gaza dan penarikan mundur tentara dari sana. Perlawanan yang dilancarkan para pejuang Palestina di Jalur Gaza, memaksa Sharon untuk mengambil keputusan yang tidak di sukai oleh kaum 79 Zionis. Namun, Israel tidak sepenuhnya melepaskan Jalur Gaza dan untuk menunjukkan bahwa Jalur Gaza tidak sepenuhnya lepas dari Israel kemudian Israel memblokade Jalur Gaza dan mengendalikan dari jauh saja. Namun, sejak adanya intifadah kedua, Jalur Gaza dan Tepi Barat menjadi tempat yang tidak lagi aman bagi warga sipil baik Palestina maupun Israel. Bom bukan hanya datang dari pihak Kelompok-kelompok fundamental Palestina tapi juga dari Israel yang dampaknya menghancurkan tempat tinggal warga Palestina dan Israel. Yang sangat disesalkan adalah korban terbanyak ini datangnya dari warga sipil. Lebih dari 3,5 juta penduduk Palestina hidup di bawah garis kemiskinan. Tapi di sisi lain intifadah kedua juga membuat Israel mengalami keterpurukan baik dari sisi politik, keamanan, sosial, maupun ekonomi. Kurang lebih sebanyak 500 orang dan 240 tentara Israel meninggal dikarenakan intifadah kedua. Bahkan Israel menerima tekanan dan terpaksa menerima Peta Jalan Damai. Dan sejak adanya intifadah kedua tahun 2000, dalam 3 tahun setelah meletusnya intifadah mungkin adalah masa-masa terberat Israel dalam menghadapi perlawanan bangsa Palestina tersebut. Karena itu respon Israel juga luar biasa terhadap intifadah. Dan yang paling disayangkan dari respon keras Israel itu mengakibatkan ribuan orang Palestina, termasuk ratusan anak-anak dan perempuan meninggal dalam masa tiga tahun ini. Intifadah kedua ini merupakan hal termahal yang harus dibayar baik oleh pihak Israel maupun oleh pihak Palestina sendiri. Konflik antara Palestina dengan Israel yang berkepanjangan ini juga disebabkan karena adanya keterlibatan pihak lain dalam masalah Palestina-Israel ini dimana Amerika serikat memegang peranan yang sangat penting khususnya bagi Israel yang notabene merupakan sekutu terkuatnya di Timur Tengah dimana Amerika serikat sebagai 80 penyokong dari segi materil maupun immaterial baik support, dana dan senjata militer sehingga kadang konflik antara Palestina dengan Israel semakin bertambah rumit dengan kehadiran Amerika Serikat. Yang terjadi kemudian adanya segala ketimpangan antara Palestina dan Israel dari segi teknologi, dana dan peralatan militer. Meskipun Amerika Serikat kadang dapat menjadi sebuah mediator perdamaian antara Palestina dan Israel seperti di hari-hari terakhir masa kepresidenannya Bill Clinton yang berusaha mendamaikan Timur Tengah dengan mengundang Israel dan Palestina ke perjanjian Camp David kedua pada Bulan Juli Tahun 2000. Ehud Barak ingin sekali perdamaian dapat segera terealisasi, namun, disisi lain pihak Palestina merasa justru dengan adanya perdamaian itu di tekan dan di rugikan. Karena dalam perjanjian perdamaian yang diselenggarakan oleh Amerika tersebut tidak menyalurkan keinginan Palestina untuk mendapatkan tanah airnya kembali. Contohnya saja seperti dalam perjanjian, Palestina setuju dengan adanya pembagian wilayah, tapi dengan syarat Israel mendapatkan 22 persennya saja dari total seluruh tanah historis Palestina, kemudian Palestina juga menginginkan bisa mendirikan negara dan diakui kedaulatannya oleh Israel. Namun, Israel masih belum memberikan peluang itu bagi Palestina. Pada akhirnya pembicaraan perdamaian gagal lagi dan dengan gagalnya kesepakatan perdamaian kedua belah pihak, biasanya ketegangan kembali terjadi dan justru konfliknya menjadi lebih besar. Seperti pasca gagalnya perjanjian perdamaian Camp David, Ariel Sharon memilih momen ini untuk mengunjungi tempat suci umat Muslim di Yerusalem. Sharon datang dengan sekelompok pasukan bersenjata dan memasuki tempat suci umat Muslim yang di kenal sebagai Haram as-Sharif atau yang disebut Gunung Kuil bagi umat Yahudi. 81 Kemudian terjadilah kekerasan lagi dan menyebabkan intifadah kedua. Usaha orangorang Palestina dalam melakukan bom bunuh diri juga semakin meningkat. Sebenarnya gagal atau tidaknya perjanjian Camp David kedua tidak berpengaruh banyak terhadap keadaan kedua belah pihak yang memang dari awal sudah bertikai, karena bagi penduduk Palestina sendiri pokok permasalahan dari seluruh perjanjianperjanjian yang telah dilakukan termasuk sekarang perjanjian Camp David kedua apakah dapat menyuarakan aspirasinya untuk mengembalikan tanahnya atau tidak. Sementara itu, bagi Israel sejak adanya perlawanan bangsa Palestina, yang jadi pokok permasalahannya adalah masalah teror. Apalagi sejak Arafat memerintahkan bom bunuh diri sebagai sebuah alasan diplomatik baru yang telah disahkan oleh pemerintahannya. Dengan adanya perintah bom bunuh diri Palestina, kemudian ini dijadikan alasan pembenaran Israel untuk menyerang warga Palestina. Sharon juga mengambil langkah melancarkan Operasi Perisai Defensif pada 2002 dengan menyerang kota-kota yang ada dibawah penguasaan Palestina (www.themicroeffect.com). 4.4 Prospek Hubungan Palestina dan Israel Kedepan Setelah Yaseer Arafat meninggal pada 2004, banyak pihak yang menginginkan perdamaian merasa bahwa perdamaian akan dapat segera terlaksana. Terutama Amerika Serikat, Mesir, Uni Eropa dan Israel, menganggap peluang berdamai semakin terbuka dan telah menemukan tokoh Palestina yang properdamaian yaitu Mahmoud Abbas. Sebenarnya Palestina dan Israel sudah lama menginginkan adanya perdamaian namun karena keradikalan antara kedua belah pihak menghambat perdamaian tersebut 82 Ariel Sharon adalah jenderal pejuang yang pernah memimpin Operation Peace of Gallilee untuk mengusir Palestina dan Arafat dari Beirut Barat. Sharon adalah tokoh dari partai Likud yang sangat bertentangan dengan Arafat dan para gerilyawan Palestina. Sementara itu Hamas dan Jihad Islam adalah pelopor kekerasan sebagai respons atas serangan rudal dan bom serta pembunuhan atas tokoh-tokoh Hamas dan Jihad Islami juga penduduk sipil Palestina. Sedangkan Hizbullah merupakan gerakan bawah tanah yang pro Iran yang tugasnya adalah menghadapi tentara Israel di Lebanon Selatan. Dan harapan di Palestina terletak pada posisi dan kebijakan para senior Fatah, sayap perjuangan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) di masa-masa perlawanan bawah tanah. Fatah identik dengan Abu Ammar, nama perjuangan Arafat. Fatah identik dengan simbol nasionalisme yang tetap dipertahankan oleh Perdana Mentri Ahmad Qurei dan mereka yang terus mempertahankan tanah Palestina (www.palestinefacts.org) Israel merasa lega setelah munculnya tokoh moderat Abbas, Mohammad Dahlan, Saeb Erekat, Ahmad Qurei, Jibril Rajoub dan lainnya. Padahal sebenarnya Palestina sendiri menganggap jalan perdamaian ada di tangan Israel. Dulu jalan perdamaian itu dipegang Yitzhak Rabin dan Shimon Peres dan sekarang penggantinya Ehud Barak yang justru dianggap sebagai tokoh buruh yang kurang berpengalaman dalam berpolitik. Tuntutan Palestina sederhana yaitu tinggalkan Jalur Gaza, kosongkan wilayah pendudukan Tepi Barat sesuai wilayah sebelum Perang 1967. Setujui pengembalian 3,5 juta pengungsi Palestina di pengasingan, dan bebaskan semua sekitar 7.000 tahanan Palestina di penjara-penjara Israel. Selain itu Israel harus membongkar pagar pembatas setinggi 7 meter dan sepanjang 750 km. 83 Pagar tersebut juga harus rela menghentikan pengambilan air pegunungan yang kapasitasnya dari kebutuhan air Israel karena Israel sendiri punya sumber air besar dari Galilea, Tiberias dan Dataran Tinggi Golan. Tuntutan kepada Israel agar menghentikan serangan kaum militan, perlucutan senjata pasukan keamanan sampai level paling rendah, tuntutan terhadap masalah negara Palestina yang berdaulat yang beribukota di Yerusalem. Namun, di Partai Likud belum ada kesamaan pendapat tentang pembentukan negara Palestina ini. Bahkan sebagian besar anggota Likud menolak untuk menarik tentara Israel dan memindahkan 124 permukiman Yahudi dari Gaza dan Tepi Barat. Memang tidak mudah untuk Israel mengambil keputusan mengingat banyak dari pihak Israel yang akan merasa dirugikan juga tidak dapat menerima jika Palestina berdiri menjadi sebuah negara, contohnya saja seperti rencana Israel yang akan mundur dari Jalur Gaza, tapi ribuan pemukim Israel sudah berdemonstrasi dan menuntut pembatalan. Bahkan Ariel Sharon diancam akan dibunuh atau disingkirkan dari kursi Perdana Mentri kalau melaksanakan program disengagement plan atau mundur dari Jalur Gaza. Para penentang Sharon datang dari kaum ekstremis Yahudi baik perorangan maupun kelompok-kelompok fanatik. Para ekstrimis Yahudi tidak rela menyerahkan Tanah yang menurut mereka adalah tanah Perjanjian Samaria dan Yudea yang disebutkan dalam Kitab Taurat. Ada dua persepsi kaum militan yang tidak pernah bisa diterima Israel. Militan Palestina menganggap Tepi Barat dan Jalur Gaza sebagai tanah air serta Yerusalem adalah Ibu Kotanya. Sebaliknya kaum garis keras Yahudi menganggap Tanah Perjanjian di utara Tepi Barat sampai ke selatan Berseheba adalah milik atau warisan sejarah yang harus dipertahankan. Sementara itu militan Hamas, Jihad Islami dan Brigade Al Aqsha tetap menolak perdamaian dan bahkan menurut ketiga militan itu negara Israel harus 84 dihapuskan. Sikap para pejuang inilah yang kemudian membuat Israel semakin keras dalam menghadapi orang-orang Palestina dan melawan setiap tokoh militan Palestina yang menyerang dengan bom bunuh diri. Pada intifadah kedua selama 4 tahun dari 2000 sampai 2004 korban sekitar 2.300 orang yaitu 750 warga dan tentara Israel dan sekitar 1.500 warga Palestina meninggal termasuk tokoh-tokoh besar Hamas seperti Ahmad Yasin dan Abdul Azis Rantisi. Namun, seberapa banyaknya Israel membunuh tokoh-tokoh dan aktivis militan, Palestina tidak kehilangan orang-orang besarnya seperti Abbas, Qurei dan Dahlan yang ingin Israel menurunkan agresinya agar pembalasan dengan kekerasan bisa berkurang atau bahkan berhenti. Tapi kelompok-kelompok radikal Israel membuat semakin sulit jalan untuk mencapai perdamaian. Perdana Mentri Israel dan tokoh-tokoh Israel sendiri diancam kaum militan seperti jenderal dan Perdana Mentri Yitzhak Rabin yang dibunuh oleh pemuda ekstrem Yahudi yang antiperdamaian sehingga usulan perdamaian menjadi semakin sulit terealisasi. Sharon juga terancam karena memiliki rencana untuk memindahkan 24 permukiman Yahudi dari Gaza dan Tepi Barat. Dari sini muncul lagi masalah sampai pada terjadinya Perjanjian Madrid tahun 1991 yang melahirkan Perjanjian Oslo I dan II yaitu tahun 1993 dan 1994, Camp David tahun1994 dan tahun 2000, Kesepakatan Taba sebagai kelanjutan dari Camp David, Amman dan Sharm el-Sheikh atau Peta Jalan Damai pada bulan April 2003 dan Perjanjian Jenewa pada akhir tahun 2003. Dari semua perjanjian tersebut yang terbaik adalah Perjanjian Oslo I dan II yang hampir pernah berhasil, kalau saja kaum militan Yahudi tidak memprovokasi pertentangan setelah menembak mati Perdana Mentri Yitzhak Rabin. 85 Meskipun setelah peristiwa penembakan mati Perdana Mentri Yitzhak Rabin tersebut Amerika Serikat dan Uni Eropa berusaha mendorong Palestina dan Israel untuk melakukan perundingan kembali tetap saja tidak membuat situasi kondusif. Ketidakberhasilan berbagai perjanjian dikarenakan keradikalan diantara kedua belah pihak. Dan jalan terbaik sebenarnya adalah dengan melumpuhkan pertahanan kaum militan baik Palestina dan Israel, menghentikan kekerasan dan provokasi kedua pihak dan mengambil nilai-nilai hasil kesepakatan atau perjanjian Oslo, Camp David, Taba, Sharm el-Sheikh, Peta Jalan Damai. Yerusalem yang selalu menjadi tempat yang diperebutkan dibiarkan menjadi netral sebagai pusat tiga agama besar dan membentuk otoritas bersama untuk mengawasinya. Dengan catatan Palestina sesuai dengan ketentuan wakaf Kerajaan Yordania tetap menguasai Yerusalem Timur dan kawasan suci Al Aqsha. Sementara Israel yang sudah membangun Yerusalem Barat, tetap berada pada kawasannya. PBB dan dunia juga harus memahami bahwa para pemimpin Israel dan Palestina merupakan dua hal yang tidak akan pernah bisa disatukan sejak pasca Israel berdiri menjadi sebuah negara pada tahun 1948. Bahwa Palestina dan Israel adalah dua karakter yang sangat berbeda secara ideologi dan politik sehingga pertentangan diantara bangsa Palestina dan Israel tidak mungkin tidak terjadi (http://eramuslim.com) BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan penjelasan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Bahwa kunjungan Ariel Sharon ke Masjid Al Aqsha sangat berpengaruh terhadap bangkitnya perjuangan orang-orang Palestina dalam melawan orang-orang ataupun pemerintahan Israel untuk mempertahankan keberadaan Masjid Al Aqsha. Selain itu juga kunjungan Ariel Sharon ke Masjid Al Aqsha tersebut merupakan kunjungan yang memiliki tujuan politis yaitu sebagai penegasan terhadap kedudukan Yerusalem pasca diumumkannya Yerusalem akan dibagi dua untuk Palestina dan Israel oleh Ehud Barak. Kunjungan tersebut menegaskan bahwa Yerusalem akan tetap berada dibawah kedaulatan Israel. 2. Peristiwa intifadah sendiri mulai dari intifadah pertama hingga intifadah kedua merupakan reaksi bangsa Palestina terhadap sikap-sikap Israel yang lebih suka menggunakan cara-cara kekerasan untuk mendapatkan tanah Palestina baik Tepi Barat, Jalur Gaza maupun khususnya Yerusalem dimana terdapat Masjid Al Aqsha Umat Islam dan Haikal Sulaiman Umat Yahudi . 3. Puncak kemarahan bangsa Palestina adalah ketika Ariel Sharon yang sengaja melakukan kunjungan ke Masjid Al Aqsha bersama dengan ribuan polisi Israel, yang kemudian tindakan Sharon tersebut oleh seluruh umat Islam disebut sebagai dianggap Sebuah Penegasan terhadap kedudukan Yerusalem sebagai wilayah kedaulatan Israel. 86 87 Hal ini yang melatarbelakangi kemarahan umat Islam Palestina dan dunia, yang akhirnya kemudian timbul gerakan perlawanan yaitu intifadah kedua atau intifadah Al Aqsha. 4. Bagi bangsa Palestina dan Israel, Masjid Al Aqsha memiliki derajat kepentingan yang sangat tinggi. Bagi umat Muslim khususnya Palestina dimana Masjid Al Aqsha bukan hanya sekedar sebagai tempat yang di sakralkan yaitu sebagai kiblat pertama dan tempat nabi Muhammad SAW melakukan Isra Mikraj tapi juga sebagai simbol nasionalisme yang menyatukan seluruh bangsa Palestina. Sementara itu bagi Israel Masjid Al Aqsha dikatakan memiliki derajat kepentingan yang sangat tinggi karena orang-orang Israel mengklaim bahwa di bawah Masjid Al Aqsha terdapat reruntuhan Haikal Sulaiman yang menurut mitos seluruh umat Yahudi haikal sulaiman tersebut harus dibangun kembali karena sang Messiah atau juru selamat akan segera tiba. 5. Dan untuk mencari dan mendirikan Haikal Sulaiman yang terkubur di bawah Masjid Al Aqsha maka Israel harus menghancurkan Masjid Al Aqsha terlebih dahulu. Karena itu penggalian terowongan dibawah Masjid Aqsha dilakukan dengan alasan historis dan juga keagamaan yaitu untuk mencari haikal sulaiman yang terkubur di.bawah Masjid Al Aqsha. Karena itu usaha Israel dalam melakukan Yahudisasi atas seluruh wilayah Palestina dan upaya penghancuran atas Masjid Al Aqsha terus dilakukan sampai hari ini, meskipun sampai saat ini Israel belum mampu membuktikan keberadaan Haikal Sulaiman tersebut. 6. Dan kalau diperhatikan lagi dari segala sesuatu yang dilakukan oleh Israel, dari mulai sikap permusuhan yang ditunjukan kepada orang-orang Palestina, percobaan penghancuran atas Masjid Al Aqsha sampai klaim bahwa dibawah Masjid Al Aqsha terdapat Haikal sulaiman, terlihat tujuan sebenarnya ialah Israel menginginkan 88 seluruh wilayah Palestina untuk dijadikan wilayah kedaulatannya dan tidak rela berbagi tanah dengan bangsa Palestina ataupun agama lain dan unsur asing yang bukan bangsa Yahudi. 7. Berdasarkan hasil penelitian maka kesimpulan yang diambil berdasarkan uji hipotesis adalah terbukti benar 5.2 Saran Berdasarkan penelitian dan kesimpulan yang diambil oleh peneliti, maka peneliti memiliki saran sebagai berikut: 5.2.1 Saran Substansial 1. Negara-negara Arab sebagai negara tetangga yang memiliki kesamaan nasionalisme maupun agama harusnya memiliki solidaritas yang tinggi dan bisa bersatu karena memiliki tanggung jawab besar untuk membela, membantu sekaligus mewujudkan impian bangsa Palestina untuk mendapatkan tanah airnya kembali dan mempertahankan keberadaan Masjid Al Aqsha dan Yerusalem. 2. Kemudian PBB juga sebagai lambang perdamaian dunia harusnya bisa memberikan solusi yang lebih real dalam menangani kasus antara Palestina dengan Israel yang sudah sejak lama berlangsung dan tidak membiarkan krisis kemanusiaan berlarut-larut terjadi di tanah Palestina, yang menyebabkan banyak penduduk sipil khususnya wanita dan anak-anak menjadi korban. 3. Kelompok-kelompok garis keras yang selama ini bertikai baik dari pihak Palestina maupun dari Israel harusnya lebih sering diajak berunding, duduk 89 bersama untuk menyatakan keinginannya satu sama lain namun dengan syarat tanpa adanya salah satu pihak yang merasa diberatkan dan dirugikan. 4. Pengembalian tanah Palestina yang telah dicaplok oleh Israel dan hak-hak bangsa Palestina untuk kembali ke wilayah dan tanah airnya, penghentian penggalian terowongan dibawah Masjid Al Aqsha, Yerusalem diizinkan menjadi ibukota Palestina juga merupakan bagian terpenting dari realisasi perdamaian. 5. Israel harus bisa menghentikan sikap permusuhannya yang selama ini ditunjukan kepada bangsa Palestina. Israel juga harus mau mengembalikan sebagian besar wilayah Palestina yang telah diambilnya dan tunduk pada setiap perjanjian perdamaian dan resolusi PBB yang telah dibuat. 6. Ketidakberhasilan berbagai perjanjian dikarenakan keradikalan keduabelah pihak oleh karena itu jalan terbaik sebenarnya adalah dengan melumpuhkan pertahanan kaum militan baik Palestina dan Israel, menghentikan kekerasan dan provokasi kedua pihak dan mengambil nilai-nilai hasil kesepakatan atau perjanjian Oslo, Camp David, Taba, Sharm el-Sheikh, Peta Jalan Damai. 7. Yerusalem yang selalu menjadi tempat yang diperebutkan dibiarkan menjadi netral sebagai pusat tiga agama besar dan membentuk otoritas bersama untuk mengawasinya. Dengan catatan Palestina sesuai dengan ketentuan wakaf Kerajaan Yordania tetap menguasai Yerusalem Timur dan kawasan suci Al Aqsha. Sementara Israel yang sudah membangun Yerusalem Barat, tetap berada pada kawasannya.PBB dan.Dunia juga harus memahami bahwa para pemimpin Israel dan Palestina merupakan dua hal yang tidak akan pernah bisa disatukan sejak pasca Israel berdiri menjadi sebuah negara pada tahun 1948. Bahwa 90 Palestina dan Israel adalah dua karakter yang sangat berbeda secara ideologi dan politik sehingga pertentangan diantara keduanya tidak mungkin tidak terjadi. 5.2.2 Saran Metodologis Untuk penelitian selanjutnya, peneliti ingin menyampaikan saran sebagai berikut: Sebaiknya penelitian tentang intifadah dilakukan secara lebih mendalam dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Karena banyaknya kendala yang dialami dalam penelitian ini seperti banyaknya data yang membuat kesimpangsiuran dan keragu-raguan apakah data tersebut valid atau tidak. Maka peneliti-peneliti yang lain jika ingin mengkaji tentang Palestina dan Israel harus memilah data-data terlebih dahulu. Terutama pengumpulan datanya yang di ambil dari situs internet, karena banyaknya situs-situs tidak resmi yang tidak bisa dijadikan sumber untuk masuk ke dalam sebuah penelitian. DAFTAR PUSTAKA Jun, Wang Xiang, 2008. Rencana Besar Yahudi 2012 & 2030. Yogyakarta : Pustaka Radja Perwita, Anak Agung Banyu dan Yani yanyan mochamad. 2005. Pengantar ilmu Hubungan Internasional. Bandung : Rosdakarya. Yahya, Harun, 2005. Palestina Intifadah dan Muslihat Israel. Bandung : Dzikra Sihbudi, Riza dan Alhadar, Smith 2004. Palestina Dalam Pandangan Imam Khomeini. Jakarta : Pustaka Zahra Starke, .J.G, 2004. Pengantar Hukum Internasional : Edisi Kesepuluh. Jakarta: Sinar Grafik Suriasumantri, Jujun S, 2001. Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer. Jakarta : Pustaka sinar Harapan Miall, Hugh, Ramsbatham, Oliver dan Woodhouse, Tom 1999. Resolusi Damai Konflik Kontemporer. Jakarta : Raja Grafindo Persada Rais, Amien 1993. Arah Perkembangan Timur Tengah : Jurnal Ilmu Politik. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama Zainuddin, Rahman 1993. Benturan Pemikiran di Timur Tengah dan Implikasinya Terhadap Tata Dunia Mendatang : Jurnal Ilmu Politik. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama Basyar, M. Hamdan 1993. Politik Israel Terhadap Palestina : Jurnal Ilmu Politik. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama Mas’oed, Mohtar. 1990. Ilmu Hubungan Internasional: Disiplin dan Metodologi. Jakarta: LP3ES. Mitchel Christ. 1981. The Structure of International Conflict. London: Mac Millian Kenneth Boulding, 1996. Conflict and Defence: A General Theory: New York Watkins Charles, 1992. Konflik Dalam Kehidupan Sehari-Hari. Jakarta : Raja Grafindo Persada Rudy, T May. 2005. Administrasi dan Organisasi Internasional. Bandung : Refika Aditama 91 92 Dipoyudo, Kirdi. 1977. Timur Tengah Dalam Pergolakan : CSIS Sumber lain : http://www.tragedipalestina.com/sejarah.htmldiaksestanggal24maret2008 http://www.tragedipalestina.com-harunyahya.htmdiaksestanggal26maret2008 http://www.hdip.orgdiaksestanggal26maret2008 http://www.dci-pal.orgdiaksestanggal26maret2008 http://www.palestinechronicle.com http://palestinefacts.org/pf_1991to_now_intifada_nature.phpdiaksestanggal1dese mber2008 http://www.palestineinfo.com/msdiaksestanggal11desember2008 http://sabili.co.iddiaksestanggal5januari2009 http://eramuslim.comdiaksestanggal24maret2008 www.ensiklopedia.comdiaksestanggal20januari2009 www.themicroeffect.comdiaksestanggal16januari2009 www.sinarharapan.comdiaksestanggal16januari2009 www.kompas.comdiaksestanggal25januari2009 www.suaramerdeka.comdiaksestanggal25januari2009 www.latimes.comdiaksestanggal12november2008