pengaruh kunjungan ariel sharon ke masjid al

advertisement
1
“PENGARUH KUNJUNGAN ARIEL SHARON KE MASJID ALAQSHA TERHADAP KEBANGKITAN INTIFADAH KEDUA DI
PALESTINA”
SKRIPSI
Diajukan untuk menempuh Ujian Sarjana
Pada Program Studi Ilmu Hubungan Internasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Komputer Indonesia
Nurul Hasanah
44304067
UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL
BANDUNG
2009
2
Bandung, Februari 2009
Perihal
: Plagiat Tugas Akhir
SURAT PERNYATAAN
Saya yang bertandatangan di bawah ini :
Nama
: Nurul Hasanah
NIM
: 44304067
Judul Skripsi
: PENGARUH KUNJUNGAN ARIEL SHARON KE MASJID ALAQSHA TERHADAP KEBANGKITAN INTIFADAH KEDUA DI
PALESTINA
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil penelitian saya sendiri.
Adapun referensi atau kutipan (baik kutipan langsung maupun kutipan tidak langsung)
dari hasil karya ilmiah orang lain telah saya cantumkan sumbernya sesuai dengan etika
ilmiah. Apabila di kemudian hari skripsi ini terbukti meniru (plagiat) dan terbukti karya
ilmiah orang lain tanpa menyebutkan sumbernya, saya bersedia menerima sanksi
penangguhan gelar kesarjanaan dan sanksi dari lembaga yang berwenang.
Bandung, Februari 2009
Nurul Hasanah
NIM. 44304067
3
LEMBAR PENGESAHAN
Judul
: Pengaruh Kunjungan Ariel Sharon ke Masjid Al Aqsha
terhadap kebangkitan Intifadah Kedua di Palestina
Nama
: Nurul Hasanah
Nim
: 44304067
Program Studi
: Ilmu Hubungan Internasional
Disahkan :
Bandung, Februari 2009
Menyetujui
Pembimbing
Andrias Darmayadi, S.IP., M.Si.,
NIP. 4127.35.32002
Mengetahui
Dekan FISIP Unikom
Prof. Dr. J.M. Papasi
NIP. 4127 70 00 011
Ketua Program Studi
Ilmu Hubungan Internasional
Andrias Darmayadi, S.IP., M.Si.,
NIP. 4127.35.32002
4
Q2
KUPERSEMBAHKAN
Kepada Roh Para Pejuang Palestina yang Rela Mati Syahid
Demi Bumi Palestina
Dan Kepada Mereka yang Sedang dan Masih Berjuang Sampai
Hari ini
Para Mujahidin, Wanita dan Anak-anak yang menjadi Korban
Semoga Perjuangan Kalian di Ridhoi Allah SWT
Save fo Palestine
5
ABSTRAK
Nurul Hasanah 44304067. Pengaruh Kunjungan Ariel Sharon ke Masjid Al
Aqsha terhadap kebangkitan Intifadah Kedua di Palestina. Program Studi Ilmu
Hubungan Internasional. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas
Komputer Indonesia (UNIKOM). Bandung. 2009.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh Kunjungan
Ariel Sharon ke Masjid Al Aqsha terhadap kebangkitan intifadah kedua di Palestina sejak
tahun 2000 sampai pada semakin besarnya Jihad Islam di Palestina selama adanya
Intifadah Kedua.
Israel dan Palestina merupakan kajian utama dari penelitian ini, dengan
menggunakan Metode Penelitian Deskriptif Analisis dan teknik pengumpulan data
penelitian melalui studi kepustakaan. Sehingga dari metode penelitian tersebut dapat
ditarik suatu hipotesis “Kunjungan Ariel Sharon ke Masjid Al Aqsha sangat berpengaruh
terhadap bangkitnya perjuangan orang-orang Palestina dalam melawan orang-orang
ataupun pemerintahan Israel untuk mempertahankan keberadaan Masjid Al Aqsha.
Kebangkitan perjuangan intifadah ini disebabkan oleh tindakan Ariel Sharon yang
melakukan kunjungan politis ke Masjid Al Aqsha dengan membawa Polisi Israel
memasuki Masjid Al Aqsha yang kemudian ini dianggap sebagai sebuah provokasi yang
memicu kemarahan Umat Islam, karena mengingat Ariel Sharon dan Partai Likudnya
memiliki kebijakan ketat untuk tidak mau menarik diri dari Daerah Pendudukan,
memperluas pemukiman Yahudi dan menolak melakukan perundingan tentang
kedudukan Yerusalem dimana terdapat Masjid Al Aqsha di dalamnya.”
Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa Kunjungan yang dilakukan Ariel
Sharon ke Masjid Al Aqsha memicu kemarahan seluruh umat Islam khususnya umat
Islam yang ada di Palestina karena Masjid Al Aqsha yang oleh seluruh umat Muslim
dianggap sebagai tempat yang suci dan harus dijaga kesuciannya kemudian dikunjungi
oleh Ariel Sharon yang memiliki tujuan politis dan dengan membawa ribuan polisi Israel
masuk ke dalam Masjid Al Aqsha sehingga menimbulkan bangkitnya intifadah kedua.
Kata Kunci : Kunjungan Ariel Sharon, Masjid Al Aqsha, Intifadah Kedua
6
ABSTRACT
Nurul Hasanah 44304067. The influence of Ariel Sharon s Visited to Masjid Al
Aqsha on Resurgence of the Second Intifadah in Palestine. International Relations
Programme Study. University of Komputer Indonesia. Bandung. 2009.
This research had a purpose to know as big the influence of Ariel Sharon s
Visited to Masjid Al Aqsha on Resurgence of the Second Intifadah in Palestine since 2000
to increasingly the Islam Jihad size in Palestine for the existence Second of Intifadah.
Israel and Palestine is a study of this research, using the Descriptive Research
Method Analysis of data gathering techniques and research through the study of
literature. So that the method of study can be a hypothetical "Ariel Sharon Visit to Masjid
Al Aqsha very influential resurgence struggle against the people in the Palestinian people
or the government of Israel to defend the existence of the Masjid Al Aqsha. Resurrection
intifadah struggle is caused by the actions of Ariel Sharon to do a political visit to Masjid
Al Aqsha with the Israel Police entered the Masjid Al Aqsha and this is seen as a
provocation that trigger anger Muslims, because Ariel Sharon and remember the party
Likudnya has strict policy not to would withdraw from the region, expanding Jewish
settlements and to reject negotiations on the position of Jerusalem where the Masjid Al
Aqsha in it. "
The conclusion of this research is that the visit of Ariel Sharon made to Masjid Al
Aqsha made trigerred furiosity of all Muslims, especially Muslims in the Palestinian AlMasjid Aqsha as a Muslim by the whole nation regarded as a holy place and purity must
be maintained and visited by Ariel Sharon who have political goals, and with thousands
of police to bring Israel into the Masjid Al Aqsha so that the second cause Resurgence
intifadah.
Keywords: Ariel Sharon visits, Masjid Al Aqsha, The second of intifadah
7
Kata Pengantar
Dengan mengucapkan syukur Alhamdulillah ke hadirat Allah SWT dan shalawat
serta salam kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, atas berkat rahmat dan
hidayahNyalah akhirnya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul
“Pengaruh Kunjungan Ariel Sharon ke Masjid Al Aqsha terhadap kebangkitan
Intifadah Kedua di Palestina.”
Dengan segala hormat, cinta kasih dan ucapan terima kasih yang tidak terbatas
penulis sampaikan kepada kedua orang tua atas segala support, perjuangan, pengorbanan,
kasih sayang serta doa yang tidak pernah berhenti mengalir sampai detik ini. Terima
kasih juga untuk Kakak, Nenek dan Kakek yang telah dengan segenap hati memberikan
dukungan baik dari segi materi maupun spiritual selama ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini.
Oleh karena itu, dengan penuh kerendahan hati penulis menerima segala saran dan kritik
yang bersifat membangun. Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak dibantu oleh
berbagai pihak dan oleh karena itu dengan segala hormat penulis ingin menyampaikan
terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. DR. J.M. Papasi, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu
Politik, Universitas Komputer Indonesia
2. Bapak Andrias Darmayadi, S.IP., M.Si., selaku Ketua Program Studi Ilmu
Hubungan Internasional dan Pembimbing Utama. Terima kasih atas saran, kritik
dan masukannya yang sangat bermanfaat sekali bagi penulis selama penyusunan
8
skripsi ini. Terima kasih banyak atas bantuan dan dukungan serta motivasi yang
telah Bapak berikan, pokoknya Bapak yang terbaik.
3. Ibu Dr. Hj. Aelina Surya, Ibu Yesi Marince, S.IP., M.Si., Ibu Dewi Triwahyuni,
S.IP., M.Si., dan Ibu Silvia Octa Putri, S.IP. selaku Staf pengajar Jurusan
Hubungan Internasional, yang telah memberikan Ilmu dan Pengetahuan selama
penulis menempuh pendidikan di Universitas Komputer Indonesia.
4. Bapak Budi Mulyana, S.IP., selaku Penelaah dan Penguji, Terima kasih banyak
atas masukan, saran dan kritik yang membangun sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik sesuai dengan standard skripsi-skripsi
pada umumnya.
5. Dwi Endah Susanti, S.E, selaku Sekretariat Program Studi Ilmu Hubungan
Internasional, yang telah membantu dalam hal administrasi perkuliahan.
6. Widy, My Lovely Friend, teman seperjuangan dan tempat mengeluh, Thank you
for share, support and friendship selama empat tahun ini. I know that we can do
it, ah! Finally.. lulus juga kan kita.
7. Rita, teman seperjuangan dan tempat berbagi, Manusia hanya bisa berusaha
sebaik mungkin seterusnya biar Allah SWT yang memutuskan mana yang
terbaik buat kita, dibalik semua ini pasti ada rencana lain yang terbaik yang
Allah SWT sedang persiapkan, percaya deh sama kekuatan Doa, Chayo ta
Chayo!!
8. Icha, teman seperjuangan dan tempat berbagi, yang selalu bilang segala sesuatu
yang bikin Down or Stressfull itu adalah Seni Skripsi dan yang selalu bilang
jangan lupa sholat Tahajud dan Duha, pasti Allah SWT kasih yang terbaik buat
9
kita. Terima kasih sudah mau berbagi mendengarkan segala keluh kesah selama
proses dalam pembuatan skripsi ini.
9.
Astuti dan Yanti, Terima kasih banyak ukhti atas doa dan masukannya selama
ini, May Allah SWT always together with You both.
10. Vj. Janu, Saori, Anggi dan Vita Thanks buat semua support, motivasi, masukan,
doa juga buat persahabatan dari awal kuliah sampai sekarang, biarpun sudah
punya jalan masing-masing tapi kita tetap Keep in touch and finally bisa juga
nyusul kalian.
11. Adi, Terima kasih banyak atas masukan, saran dan kritik juga semua informasi
tentang Palestina, Yeah, Save Our Palestine!
12. Senya, Lulu and Alia, Thanks a lot for Friendship, for support, for laugh, for
joking and for everything that we ve done together. m gonna miss you.
13. Nando, Nina, Lukman, Fitri, Budi, Eyga, Cumi, Muhi dan Deni teman-teman
seperjuangan skripsi semester ganjil, ternyata skripsi ga gampang ya.. banyak
air mata yang keluar, penuh pengorbanan dan perjuangan, udah gitu nyita
waktu, nyita tenaga, nyita uang juga tapi akhirnya kita bisa lewatin semuanya.
14. Agil, Terima kasih My Bro sudah mau jadi tempat share yang baik, Ochim,
Terima kasih buat inspirasi musiknya, Kang Jalal, Terima kasih buat semua
bantuan teknisnya di warnet dan Mieriel, Terima kasih banyak karena selalu
mengingatkan ke Allah SWT dan buat semua masukan, saran juga informasinya
tentang Palestina, We Love Palestine Forever.
15. Hestu, Terima Kasih banyak sudah mau membantu mencari teori serangan
sampai mengorbankan pulsa hehe.
10
16. Teh Evi dan semua teman-teman kostan yang selalu memberikan semangat
ketika nurul sedang down, terima kasih.
17. And for Nacho, Me Amigo, Muchas Gracias por tu el tiempo
for share and for
all moment. Thanks to teached me anything who made me understand about
many things, thank you so much, You are the best one! Goodluck for your study.
18. Terima kasih buat semua pihak yang telah banyak membantu penulis dalam
penyelesaian skripsi ini.
Akhir kata, semoga skripsi ini dapat berguna bagi siapapun yang membacanya,
skripsi ini tidak luput dari kelemahan dan kekurangan oleh karena itu segala masukan,
kritik dan saran dari pembaca sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan dan
kegunaan di masa mendatang.
Bandung, Februari 2009
Penulis
11
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN...............................................................................
i
ABSTRAK ...........................................................................................................
ii
ABSTRACT.........................................................................................................
iii
KATA PENGANTAR........................................................................................
iv
DAFTAR ISI .......................................................................................................
vii
BAB I
PENDAHULUAN............................................................................
1
1.1
Latar Belakang Masalah ..........................................................
1
1.2
Identifikasi Masalah .................................................................
10
1.2.1 Identifikasi Masalah ....................................................
10
1.2.2 Pembatasan Masalah....................................................
11
1.2.3 Perumusan Masalah.....................................................
11
Tujuan dan Keguanaan Penelitian...........................................
12
1.3.1 Tujuan Penelitian .........................................................
12
1.3.2 Kegunaan Penelitian ....................................................
12
Kerangka Pemikiran, Hipotesis dan Definisi Operasional ...
12
1.4.1 Kerangka Pemikiran ....................................................
12
1.4.2 Hipotesis ......................................................................
20
1.4.3 Definisi Operasional ...................................................
20
1.3
1.4
12
1.5
Metode Penelitian ....................................................................
21
1.5.1 Teknik Pengumpulan Data ..........................................
22
Waktu dan Tempat Penelitian .................................................
22
1.6.1 Waktu Penelitian..........................................................
22
1.6.2 Lokasi Penelitian..........................................................
22
Sistematika Penulisan .............................................................
24
TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................
25
2.1
Hubungan Internasional...........................................................
25
2.2
Politik Internasional ................................................................
26
2.2.1
Definisi Politik Internasional ......................................
26
2.2.2
Bentuk-bentuk Interaksi .............................................
28
2.3
Kepentingan Nasional .............................................................
30
2.4
Pengaruh ..................................................................................
30
2.5
Konflik .....................................................................................
33
OBJEK PENELITIAN ...................................................................
36
3.1
Sejarah Bangsa Palestina dan Yahudi.....................................
36
3.1.1
Sejarah Berdirinya Negara Israel ...............................
40
3.1.2
Pembentukan Negara Palestina ..................................
44
3.1.3
Sejarah Konflik antara Palestina dan Israel ...............
46
1.6
1.7
BAB II
BAB III
3.2
Kronologis Kunjungan Ariel Sharon ke Masjid Al Aqsha Tahun
2000...........................................................................................
47
13
3.3
Palestina ....................................................................................
58
3.3.1
Intifadah Pertama.........................................................
58
3.3.2 Kebangkitan Intifadah Kedua di Palestina .................
59
Sejarah Majid Al Aqsha...........................................................
62
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN............................
67
4.1
Kunjungan Politik Ariel Sharon ke Masjid Al Aqsha............
67
4.2
Kepentingan Israel dan Palestina terhadap Masjid Al Aqsha di
3.5
BAB IV
Sejarah Intifadah Pertama dan Kebangkitan Intifadah Kedua di
Yerusalem .................................................................................
4.3
70
Hubungan Palestina dan Israel Pasca Kebangkitan Intifadah Kedua
...................................................................................................
76
Prospek Hubungan Palestina dan Israel Kedepan ..................
81
KESIMPULAN DAN SARAN.......................................................
86
5.1
Kesimpulan...............................................................................
86
5.2
Saran .........................................................................................
88
5.2.1
Saran Substansial .........................................................
88
5.2.2
Saran Metodologis......................................................
90
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................
91
4.4
BAB V
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Konflik di Timur-Tengah merupakan kelanjutan dari permasalahan bangsa
Palestina yang masih memperjuangkan dan mempertahankan hak atas tanah airnya dari
penjajahan dan pendudukan yang berlangsung hampir seumur hidupnya, mulai dari
perang Arab-Israel sampai pada perang Palestina-Israel. Palestina tidak pernah dapat
mencapai menjadi sebuah negara yang merdeka yang dicita-citakan oleh bangsanya juga
negara-negara Arab. Kekuatan yang tidak seimbang dalam sumberdaya manusia, pasukan
militer, alat-alat perang, bantuan dana, antara Israel dan Palestina menjadi kekalahan
yang terus menerus dialami oleh bangsa Palestina. Konflik panjang antar keduanya hanya
membuahkan kesepakatan damai yang tidak pernah terealisasi (Rais, 1993: 22).
Konflik yang terjadi antara Israel dan Palestina termasuk konflik yang paling rumit
di Timur-Tengah. Setelah bangsa Israel berdiri sebagai sebuah negara di tanah Palestina
pada tanggal 14 Mei 1948, sejak itu timbul ketegangan di kawasan Timur Tengah.
Berawal dari Israel yang memperlihatkan sikap konfrontasinya dalam memperebutkan
wilayah Palestina untuk dijadikan wilayah kedaulatan negaranya. Israel dan Palestina
sama-sama mengklaim bahwa mereka memiliki hak atas wilayah yang mereka tempati
(Basyar,1993: 49).
Berdirinya negara Israel tidak lepas dari pengaruh Doctrin (Theodore Herzl, 1896)
tentang Zionisme yang mengatakan bahwa:
“Kami adalah masyarakat. Kami mencoba untuk tetap hidup dan berbaur
dengan masyarakat lain. Kami tidak di hargai. Begitu banyak penyerangan
1
2
pada orang-orang Yahudi di berbagai negara, Rusia, Rumania, Jerman,
Perancis. Saya tidak percaya adanya kedamaian lagi. Jadi ijinkan kami untuk
memerintah sebuah area di dunia ini. Di mana kami dapat mendirikan negara
kami sendiri. Ada dua wilayah yang sesuai, Palestina dan Argentina. Pada
kedua wilayah ini, banyak orang Yahudi tinggal. Kami akan mencapai
kesepakatan dengan penduduk yang telah ada dan menawarkan untuk
membangun jalan-jalan yang baru, misalnya. Pendirian negara kami yang
baru melalui berbagai cara”(Jun, 2008: 16-17).
Zionisme sendiri adalah kerinduan yang sahih dari suatu bangsa yang tertindas
untuk memiliki tanah air. Saat itu kaum Yahudi mempercayai bahwa tanah Palestina
adalah tanah leluhur mereka, dimana terdapat sebuah bukit suci bernama bukit Zion.
Kaum
Yahudi
berkeinginan
untuk
membentuk
The
Jewish
State.
Untuk
merealisasikannya mereka ingin mewujudkan koloni Yahudi di Palestina, mendapat
pengakuan dunia dalam menduduki Palestina dan membentuk organisasi dalam
penyatuan kaum Yahudi. Pada saat itu Palestina merupakan wilayah mandat
pemerintahan Inggris. Dengan melihat keinginan Israel, Menteri Luar Negeri Inggris
Arthur James Balfour menjanjikan tanah Palestina untuk dijadikan hak milik Israel.
Balfour mengirimkan pernyataan kepada Lord Rothschild, Presiden Federasi Zionis
Inggris untuk dapat mewujudkannya. Isi dari Deklarasi Balfour :
"saya begitu senang menyampaikan pada Anda, atas nama pemerintahan Yang
Mulia mendukung pembentukan di dalam Palestina sebagai kampung halaman
nasional bagi orang-orang Yahudi, dan akan mengusahakan segala sesuatu
untuk mencapai tujuan ini. Hal ini dapat dimengerti bahwa tidak ada yang
dapat dilakukan untuk mempengaruhi pihak sipil dan hak-hak keagamaan
komunitas non-Yahudi di Palestina (Jun, 2008: 19-20).
Sejak deklarasi Balfour, Inggris mulai memberikan izin bagi kaum Yahudi untuk
masuk ke Palestina di bawah kekuasaan Inggris. Kaum Yahudi mulai memiliki otoritas
penuh untuk membentuk identitas spiritual, religius dan nasionalnya di wilayah Palestina
(Jun, 2008: 22). Dan menurut United Nation Year Book setelah berdiri sebagai sebuah
3
negara di Israel terjadi pengusiran terhadap penduduk Palestina dan pelarangan kembali
penduduk Palestina dari negara Israel yang baru di bentuk tersebut.
Sementara itu terdorong oleh keinginan untuk memperoleh kediamannya kembali,
sejak tahun 1987, bangsa Palestina melakukan Intifadah terhadap pemerintahan Israel
dalam berbagai bentuk mulai dari melempar bom, boikot atas berbagai produk Israel,
tidak membayar pajak maupun cukai, pemogokan dan pengunduran diri secara massal
para pegawai Arab yang ditunjuk oleh pemerintah Israel (Jun, 2008: 47-48).
Intifadah pertama dimulai pada desember 1987 dengan pemuda Palestina yang
membalas pembunuhan enam anak-anak Palestina oleh tentara-tentara Israel. Orangorang Palestina dari semua kalangan baik yang paling muda maupun yang paling tua
menentang kekerasan yang dilakukan oleh militer Israel dengan melakukan perlawanan
dengan sambitan batu dan apa pun yang dapat mereka temukan. Serangan tersebut
kemudian dibalas oleh tentara Israel kepada Warga Palestina yang hidup di daerah-daerah
pendudukan seperti Jalur Gaza dan Tepi barat. Terjadinya peristiwa Intifadah pertama ini
merupakan puncak dari amarah rakyat Palestina (Yahya, 2005: 1).
Peristiwa ini menggerakan seluruh rakyat Palestina untuk bangkit melawan Israel
yang dianggap sebagai penjajah. Peristiwa yang melibatkan seluruh elemen masyarakat
Palestina ini kemudian menjadi peristiwa yang teroganisir di tingkat lokal dan regional.
Intifadah pertama ini mendapat tanggapan yang sangat keras dari Israel sampai akhirnya
terjadi kesepakatan Oslo tahun 1993 dimana Israel dan PLO duduk bersama di meja
perundingan yang untuk pertama kalinya Israel mengakui Yasser Arafat sebagai
perwakilan resmi rakyat Palestina (http://www.hdip.org).
4
Intifadah kedua terjadi pada tahun 2000 ketika Ariel Sharon bersama 1200 polisi
Israel melakukan kunjungan ke Masjid Al Aqsha yang dianggap sebagai tindakan
pelecehan terhadap tempat suci umat Islam karena tujuan utamanya adalah ingin
menghancurkan Masjid Al Aqsha secara perlahan-lahan dan kemudian membangun
Haikal Sulaiman. Kejadian ini yang menyebabkan bangkitnya Intifadah kedua. Selama
berlangsungnya Intifadah kedua di Palestina, 70% penduduk yang terdiri atas kalangan
muda dan anak-anak mengalami perpindahan, pengusiran, penahanan, pemenjaraan dan
pembantaian sejak pendudukan tahun 1948 (The Palestine Chronicle, wartawan-penulis
Ruth Anderson dalam www.dci-pal.org).
Sejak hari pertama intifadah kedua, tentara Israel menanggapi lemparan batu orangorang Palestina dengan serangan helikopter, tank dan senjata modern. Sejauh ini, lebih
dari warga sipil kehilangan jiwanya dan hampir 20.000 terluka. Rumah-rumah dan
taman-taman Palestina dihancurkan bulldozer-bulldozer Israel, perekonomian Palestina
menderita kerugian besar dan sejumlah 50% lebih rakyatnya miskin. Menurut laporan
Organisasi Kesehatan Palestina sekitar 1000 orang yang terbunuh selama intifadah kedua
bahkan belum berusia 18 tahun dan bahwa 84% dari mereka yang tewas tidak pernah ikut
dalam bentrokan maupun demonstrasi.
Dan menurut angka-angka yang diperoleh dari data berbagai organisasi seperti
palang merah, PBB sejumlah total 4000 bangunan mengalami kerusakan parah,
sementara 6584 rumah rusak sebagian. Dari rumah-rumah ini, 580 di musnahkan
sepenuhnya. Bangunan yang rusak meliputi 30 Masjid, 12 gereja dan 134 unit
penyimpanan. Kemudian sekolah, 66 buah sepenuhnya tak dapat digunakan dan 275
lainnya rusak berat. Tujuh dari sekolah yang rusak telah menjadi gudang-gudang militer
5
Israel. Disamping itu, 30 sekolah lainnya dibakar oleh tentara Israel yang menyebabkan
kerusakan senilai $400.000 (Yahya, 2005: 25-28).
Saat ini, tiap hari ada laporan yang menyebutkan anak-anak dan remaja meninggal
di wilayah-wilayah Palestina. Menurut Organisasi Kesehatan Palestina, dari September
2000 sampai Desember 2001 sebanyak 936 orang Palestina meninggal. Selama terjadinya
konflik, para tentara Israel menjadikan warga sipil, termasuk anak-anak yang pulang
sekolah menjadi sasaran pengeboman dengan helikopter. paling tidak lima anak terbunuh
tiap hari dan 10 orang terluka (www.palestinechronicle.com).
Pada awal tahun 2002 kehidupan rakyat Palestina menjadi semakin keras terutama
ketika Intifadah kedua memanas. Reaksi terbesar di daerah Pendudukan selama 20 tahun
terakhir ialah tentara Israel mengirimkan sekitar 20.000 tentara. Menurut angka-angka
yang diterbitkan PBB, selama operasi Israel dijalankan, 1620 rumah terus mengalami
kerusakan berat, beserta 14 bangunan umum, termasuk beberapa sekolah. Di Jenin, dari
2500 bangunan yang ditempati 14.000 orang Palestina disana, 550 rusak. Enam rusak
ringan, 541 dengan aneka kerusakan, dan tiga rusak total.
Di Balata, dari 3700 bangunan yang ditempati 20.000 orang, 670 mengalami
kerusakan. Dari jumlah ini, 10 rusak total dan 14 rusak parah. Di Nur Al-Shams, 100 dari
1500 rumah tempat 8000 orang tinggal, rusak. Di Tulkarem, 300 dari 2900 bangunan
yang didiami 16.000 orang rusak, enam di antaranya rusak total dan 30 rusak parah.
Kerugian
ekonomi
keseluruhan
ditaksir
sekitar
3,5
juta
dolar
(www.tragedipalestina.com).
Tindakan yang dilakukan Israel tersebut mendapat kritik dari PBB dan Uni Eropa,
yang berakhir dengan langkah pertama Amerika Serikat mengirimkan juru runding untuk
6
menangani krisis ini. Tank-tank Israel mulai ditarik dari wilayah Palestina dan kedua
pihak memasuki perundingan keamanan. Selama penarikan, salah satu upaya penting
dilakukan untuk memastikan adanya perdamaian adalah dalam bentuk sebuah rencana
damai yang disampaikan oleh Pangeran Saudi Arabia, Abdullah di The New York Times.
Menurut rencana sebagai ganti mundurnya Israel dari batas pra-1967 (menurut resolusi
PBB), negara-negara Arab akan mendinginkan kembali hubungannya dengan Israel.
Usulan ini diterima positif oleh sebagian besar masyarakat Palestina.Akan tetapi,
radikalisme di kedua belah pihak menghambat pelaksanannya. Dalam beberapa hari,
pendudukan baru dan lebih luas dimulai dan sasarannya adalah Tepi Barat khususnya
Ramallah, tempat markas besar Arafat sehingga menempatkan markas Arafat dalam
kepungan, sementara itu bahaya besar dihadapi oleh penduduk sipil Palestina
(www.tragedipalestina.com-harunyahya.htm).
Pengaruh besar dari Zionisme sebagai doktrin yang telah disusun oleh Theodore
Herzl (1860-1904) terhadap pembentukan negara Israel sangat kuat. Zionisme
memainkan peranan yang sangat besar dalam mewujudkan negara Israel yang diberi
bentuk sistematis oleh Herzl (1896) dalam bukunya, negara Yahudi (Der Judenstaat) dan
secara kongkret menerapkannya pada kongres Zionis sedunia yang pertama di Basel pada
tahun 1987. Herzl bersama Zionis juga terbukti melakukan kerjasama dengan anti-semit
untuk mendorong orang-orang Yahudi berimigrasi ke Palestina (Zainuddin, 1993: 9).
Gelombang anti-semit dan peristiwa holocaust memberi keuntungan bagi Herzl
dalam menyimpulkan keadaan orang-orang Yahudi untuk mendapatkan dukungan dari
negara-negara Barat khususnya Inggris dan Amerika Serikat untuk menciptakan negara
bagi bangsa Yahudi. Kesimpulan Herzl, pertama, orang Yahudi dimanapun mereka
berada, di negara manapun mereka bertempat tinggal, akan tetap merupakan sebuah
7
bangsa yang tunggal, konsekuensi dari kesimpulannya adalah warga yahudi yang sudah
menjadi warga negara AS atau inggris, misalnya, dituntut untuk setia pada Israel,
sehingga menimbulkan problema loyalitas ganda. Kedua, ia berpendapat, orang Yahudi
selamanya dan dimana saja selalu menjadi korban pengejaran. Ketiga, mereka sama
sekali tidak dapat diasimilasikan oleh negara-negara dimana mereka telah bertempat
tinggal sekian lamanya, asumsi terakhir ini sebenarnya sama dengan asumsi kaum antiYahudi dan rasis (Alhadar, 2004: 17-18).
Untuk mencapai tujuannya orang-orang Yahudi radikal percaya bahwa ada tiga
kejadian penting yang harus terjadi. Pertama, sebuah negara Israel merdeka harus
didirikan di Tanah Suci dan penduduk Yahudinya harus meningkat. Pindahnya orang
Yahudi ke Tanah Suci telah diwujudkan oleh para pemimpin Zionis pada awal abad
kedua puluh. Di samping itu, Israel menjadi sebuah bangsa dengan negara merdeka di
tahun 1948. Kedua, Yerusalem diambil pada tahun 1967 dalam Perang Enam Hari dan
pada 1980 diumumkan sebagai ibu kota abadi Israel. Ketiga dan satu-satunya syarat yang
masih harus dipenuhi adalah pembangunan kembali Kuil Sulaiman yang dimusnahkan 19
abad yang lalu.Akan tetapi, sekarang ada dua tempat ibadah Islam di atas tempat ini yaitu
Masjid al-Aqsa dan Qubbah as-Sakhrah.
Agar orang Yahudi dapat membangun kembali Kuil Sulaiman, kedua tempat ibadah
ini harus dihancurkan. Dan halangan terbesar melakukannya adalah umat Islam dunia
khususnya Palestina. Selama mereka masih ada orang-orang Israel tidak dapat
menghancurkan kedua tempat ini. Karena alasan tersebut para Zionis bertempur demi
Yerusalem yang murni dan berusaha memurnikannya dari unsur Kristen dan Muslim
(www.tragedipalestina.com ).
Sejak tahun 1967 banyak kelompok dari pihak Israel yang berusaha ingin
menghancurkan dan telah menyerang Masjid Al Aqsha lebih dari 100 kali. Serangan
8
pertama dilakukan oleh Rabbi Shlomo Goren, pendeta pada Angkatan Bersenjata Israel,
pada Agustus 1967. Goren memasuki tempat suci Islam dengan 50 pria bersenjata
dibawah pengawasannya. Pada 21 Agustus 1969, Zionis melancarkan tembakan langsung
ke Masjid Al Aqsha yang merusak sebuah mimbar. Pada 3 Maret 1971, pengikut
pemimpin radikal Gershon Solomon juga menjadikan Haram asy-Syarif sebagai sasaran.
Kemudian pada tahun 1980, sekitar 300 anggota kelompok teroris radikal Gush
Emunim menggunakan senjata berat dan menyerang Masjid. Dua tahun berikutnya,
seorang Israel yang membawa paspor Amerika bergerak ke Masjid dengan senapan serbu
M-16 dan menembakkannya pada orang Islam yang sedang sholat, dimana dua orang
Palestina tewas dan banyak lainnya terluka. Pada 10 Maret 1983, anggota Gush Emunim
memanjat dinding Haram asy-Syarif dan mencoba menaruh bahan peledak dan setelah
beberapa bulan kemudian dibebaskan.
Setelah serangan tersebut, sekelompok Yahudi radikal yang dipersenjatai dengan
banyak alat-alat peledak termasuk lusinan granat, dinamit, dan 12 rudal mortar mencoba
meledakkan Masjid Al Aqsha. Dan pada tahun 1996 para Zionis berusaha
menghancurkan Masjid dari bawah dan mulai menggali terowongan besar di bawahnya
dengan
alasan
melakukan
penelitian
sejarah
(www.tragedipalestina.com-
harunyahya.htm).
Intifadah Al Aqsha menempatkan Hamas sebagai kekuatan politik besar di
Palestina. Hamas berhasil memenangkan pemilihan umum di Palestina dan dari awal
terbentuk, pemerintahan Hamas menghadapi embargo dari Barat namun kelompok ini
tetap pada prinsipnya yang menolak mengakui eksistensi Israel. Dibawah kepemimpinan
Hamas, Para pejuang Palestina semakin yakin untuk melanjutkan intifadah. Hamas
9
menjadikan
bom
bunuh
diri
sebagai
senjata
untuk
melawan
Israel
(www.palestinefacts.org).
Dari pemaparan di atas menjelaskan bahwa intifadah Al Alqsha sebagai balasan
perlawanan Palestina terhadap sikap-sikap yang ditunjukan Israel terhadap orang-orang
Palestina terutama untuk mencapai tujuannya yaitu menguasai wilayah palestina. Dan
yang memprihatinkan yang menjadi korban adalah warga sipil terutama anak-anak dan
wanita, selain itu kini adalah masalah perebutan Masjid Al Aqsha antara Palestina dengan
Israel.
Pertanyaan yang timbul kemudian adalah mengapa Israel kini menjadi sebuah
negara yang berkuasa penuh atas hampir seluruh wilayah Palestina, padahal sebelumnya
Inggris sendiri telah mengatakan akan membagi dua tanah tersebut untuk Palestina dan
Israel, mengapa sekarang negara-negara Arab yang secara ideolologis memiliki kesamaan
Nasionalisme dengan Palestina kurang memperhatikan masalah Palestina sehingga
masalah Palestina berlarut-larut hingga kini dan ada apa dengan dunia internasional yang
memberi solusi-solusi tapi tetap tidak bisa mengakhiri konflik antara bangsa Palestina
dengan Israel. Kemudian adanya pihak luar yang intervensi seperti Amerika Serikat yang
memberikan sokongan senjata kepada Israel, ini juga yang membuat masalah antara
Israel-Palestina tidak pernah berakhir hingga saat ini meskipun banyak kesepakatan atau
perjanjian perdamaian yang telah di buat.
Hal inilah yang melatarbelakangi penulis untuk mengambil judul penelitian;
“Pengaruh Kunjungan Ariel Sharon ke Masjid Al Aqsha terhadap kebangkitan
Intifadah Kedua di Palestina”
10
Penelitian ini dibuat berdasarkan beberapa Core Subject pada program studi Ilmu
Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Komputer
Indonesia. Yaitu:
1. Politik Internasional, core subject ini menjelaskan dalam hubungan
internasional politik internasional mengkaji segala bentuk perjuangan dalam
memperjuangan kepentingan (interest) atau kekuasaan (power). Dalam hal ini
perlawanan Intifadah
merupakan salah satu bentuk perjuangan rakyat
Palestina dalam memperjuangkan kepentingan nasionalnya.
2. Hukum Internasional, mata kuliah ini menjelaskan dengan adanya aneksasi
wilayah Palestina oleh Israel sejak tahun 1948, berarti juga menyangkut
konflik dan perang sehingga pasti berkaitan dengan hukum internasional.
1.2 Identifikasi Pembatasan dan perumusan Masalah
1.2.1 Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah merupakan tahap permulaan dari penguasaan masalah di mana
suatu objek tertentu dapat dikenali sebagai suatu masalah. Identifikasi masalah bertujuan
agar kita mendapatkan sejumlah masalah yang relevan dengan judul penelitian
(Suriasumantri, 1996: 309).
Melihat pada latar belakang masalah yang telah di kemukakan di atas maka penulis
mengidentifikasikan masalah sebagai berikut:
1. Mengapa Masjid Al Aqsha memiliki derajat kepentingan yang tinggi
bagi Palestina dan Israel ?
2. Mengapa Kunjungan Ariel Sharon ke Masjid Al Aqsha dianggap
11
Penegasan terhadap kedudukan Yerusalem sebagai wilayah kedaulatan
Israel ?
3. Bagaimana Intifadah Kedua bisa terjadi dan Bagaimana Intifadah kedua
menyebabkan konflik antara bangsa Palestina dan Israel ?
4. Bagaimana Prospek Hubungan Palestina dan Israel Pasca Kebangkitan
Intifadah Kedua ?
1.2.2 Pembatasan Masalah
Pembatasan
masalah
merupakan
upaya
untuk
menetapkan
batas-batas
permasalahan dengan jelas, yang memungkinkan kita untuk mengindentifikasikan faktor
mana saja yang termasuk ke dalam lingkup permasalahan dan faktor mana yang tidak
(Suriasumatri, 2001: 311).
Luasnya ruang lingkup dari permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini
diperlukan pembatasan masalah untuk memudahkan dalam memahami pembatasan yang
akan dikemukaan agar maksud dari tujuan skripsi tersampaikan, maka penulis membatasi
pembahasan pada semakin besarnya Jihad Islam di Palestina selama adanya Intifadah Al
Aqsha. Terjadinya intifadah kedua tahun 2000 yang merupakan puncak yang membawa
HAMAS sebagai kekuatan politik terbesar di Palestina.
1.2.3 Perumusan Masalah
Perumusan masalah merupakan upaya untuk menyatakan secara tersurat
pertanyaan-pertayaan apa saja yang ingin kita carikan jawabannya (Suriasumantri, 2001:
312).
Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah yang di uraikan di atas, maka
masalah penelitian ini dapat di rumuskan sebagai berikut : Sejauhmana Kunjungan
Ariel Sharon ke Masjid Al Aqsha dapat menimbulkan bangkitnya Intifadah kedua?
12
1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui bagaimana Intifadah Kedua bisa terjadi dan Bagaimana
Intifadah kedua menyebabkan konflik antara bangsa Palestina dan Israel.
2. Untuk mengetahui mengapa Masjid Al Aqsha memiliki derajat
kepentingan yang tinggi bagi Palestina dan Israel.
3. Untuk mengetahui mengapa Kunjungan Ariel Sharon ke Masjid Al Aqsha
dianggap sebuah Penegasan terhadap kedudukan Yerusalem sebagai
wilayah kedaulatan Israel.
4. Untuk mengetahui Bagaimana Prospek Hubungan Palestina dan Israel
Pasca Kebangkitan Intifadah Kedua.
1.3.2 Kegunaan Penelitian
Penelitian ini di harapkan dapat berguna bagi setiap orang yang tertarik dengan
masalah konflik di Timur Tengah, khususnya masalah Palestina-Israel yang kompleks
dan masih belum ada solusi yang tepat untuk mengatasi konflik tersebut hingga kini.
Selain itu penelitian ini di harapkan dapat menjadi acuan untuk para peneliti lainnya
dalam menganalisa lebih jauh mengenai fenomena konflik ini dan di harapkan dapat
memicu para penstudi hubungan internasional untuk meneliti lebih dalam mengenai
masalah yang di uraikan dalam penelitian ini yang masih belum di ungkapkan.
1.4
Kerangka Pemikiran, Hipotesis dan Definisi Operasional
1.4.1 Kerangka Pemikiran
Untuk mendapatkan pemahaman yang komprehensif, penulis mengutip teori dan
pendapat para ahli serta pernyataan yang diungkapkan oleh tokoh yang berpengaruh yang
memiliki keterhubungan dengan obyek yang di teliti untuk mengungkapkan
13
kebenarannya. Dalam penyusunan skripsi ini, akan digunakan kerangka pemikiran dan
konsep ilmiah untuk menghindari kekeliruan persepsi dan interpretasi. Dengan kata lain,
teori akan memberikan suatu kerangka pemikiran bagi upaya penelitian. Upaya ini
termasuk juga yang menjadi landasan suatu penelitian dalam disiplin ilmu hubungan
internasional.
Hubungan Internasional sebelum perang dunia 1, mata kuliah ini masih terbatas
pada sejarah diplomasi, hukum internasional dan ekonomi internasional saja. Setelah
perang dunia 1 mata kuliah ini kemudian menjadi kajian tersendiri sebagai mata kuliah
hubungan internasional, ditambah dengan organisasi internasional. Pada perkembangan
selanjutnya perkembangan studi hubungan internasional makin kompleks dengan
masuknya aktor IGOs dan INGOs serta makin kuatnya peran negara-negara di luar
Amerika serikat dan Uni Soviet dalam kancah Hubungan Internasional.
Pada dekade 1980-an studi Hubungan Internasional adalah tentang interaksi yang
terjadi antar negara-negara yang berdaulat di dunia, juga merupakan studi tentang aktor
bukan negara yang perilakunya mempunyai pengaruh terhadap kehidupan negara bangsa.
Yang akhirnya hubungan internasional mengacu pada segala aspek bentuk interaksi.
”Hubungan Internasional di definisikan sebagai studi tentang interaksi antar
beberapa aktor yang berpartisipasi dalam politik internasional, yang meliputi
negara-negara, organisasi internasional, organisasi non pemerintah, kesatuan
sub-nasional seperti birokrasi dan pemerintah domestic serta individuindividu” (Perwita dan Yani, 2005: 4).
Perjuangan orang-orang Palestina dalam melawan Israel terutama peristiwa
Intifadah ini banyak melibatkan aktor-aktor hubungan internasional baik negara terutama
negara-negara besar maupun aktor non negara seperti organisasi internasional baik
intergovermental (IGO) maupun INGO. Hubungan politik di bangun dengan adanya
14
konflik sehingga menyebabkan adanya hubungan yang tidak harmonis di antara negaranegara yang terlibat dalam konflik antara Palestina dan Israel.
”Negara adalah aktor utama dalam hubungan internasional yang bersifat
rasional dan monolith, jadi bisa memperhitungkan cost and benefit dari setiap
tindakannya demi kepentingan keamanan nasional sehingga fokus dari
penganut realism adalah struggle for power atau real politik”.
Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti memiliki pemahaman bahwa sebuah
paradigma bisa di gunakan sebagai pendekatan. Oleh karena itu peneliti menggunakan
paradigma realis sebagai pendekatan.
Asumsi-asumsi dalam paradigma Realisme di antaranya adalah :
1. Negara adalah aktor utama.
2. Keamanan nasional adalah fokus analitis : negara-negara sebagai aktoraktor rasional yang bersatu.
3. Keamanan negara dan teritori adalah perhatian utamanya.
4. Diplomasi dilakukan terutama oleh negara yang juga aktor utama dalam
organisasi internasional dan persekutuan.
5. Penggunaan kekuatan militer dianggap perlu dan tampaknya merupakan
instrument kebijakan negara yang tidak dapat dielakan.
6. Keamanan internasional adalah balance of power, persekutuan dan
keamanan kolektif akan menghasikan keteraturan (Perwita dan Yani, 2005:
25).
Aktor utama yang terlibat dalam konflik ini khususnya melibatkan dua negara yaitu
Israel dan Palestina. Dari teori di atas, tersirat bahwa ketika suatu negara merasa atau
berfikir tengah menghadapi suatu situasi yang kiranya dapat mengancam kedaulatan
nasionalnya, maka negara tersebut akan berusaha untuk merancang dan melakukan
tindakan-tindakan yang dapat mengurangi tingkat kerentanannya dalam menghadapi
ancaman tersebut dan meminimalisir, bahkan melenyapkan sumber ancaman tersebut.
Konsep kepentingan nasional sangat penting untuk menjelaskan dan memahami
perilaku internasional. Konsep kepentingan nasional merupakan dasar untuk menjelaskan
perilaku luar negeri suatu negara.
Para penganut realis mendefinisikan kepentingan nasional sebagai berikut:
15
“Kepentingan nasional sebagai upaya suatu negara untuk mengejar power,
dimana power adalah segala sesuatu yang dapat mengembangkan dan
memelihara kontrol suatu negara terhadap negara lain. hubungan kekuasaan
atau pengendalian ini dapat melalui teknik pemaksaan atau kerjasama. Karena
itu kekuasaan dan kepentingan nasional dianggap sebagai sarana dan sekaligus
tujuan dari tindakan suatu negara untuk bertahan hidup (survival) dalam politik
internasional”(Perwita dan Yani, 2005: 35).
Kepentingan nasional juga dapat dijelaskan sebagai tujuan fundamental dan faktor
penentu akhir yang mengarahkan para pembuat keputusan dari suatu negara dalam
merumuskan kebijakan luar negrinya. Kepentingan nasional suatu negara secara khas
merupakan unsur-unsur yang membentuk kebutuhan negara yang paling vital, saperti
pertahanan, keamanan, militer dan kesejahteraan ekonomi.
Seperti halnya arti penting Palestina bagi Israel, Kepentingan Israel terhadap tanah
Palestina digambarkan sebagai kepentingan vital bagi seluruh Yahudi di seluruh dunia,
karena itu Israel dapat menggunakan berbagai cara dalam mencapai kepentingannya di
Palestina terutama bagi arti strategis Masjid Al Aqsha kini. Di sisi lain, bangsa palestina
sendiri merasa kepentingannya telah diganggu oleh Israel sejak negara Israel berdiri dan
sekarang khususnya pada masalah penghancuran Masjid Al Aqsha oleh sebab itu orangorang Palestina melakukan perlawanan, berupa Intifadah kedua.
Pendudukan yang berdampak pada perluasan wilayah Israel dan dengan tujuan ini
Israel kemudian Israel menerapkan kebijakan ekspansionisme untuk menganeksasi
seluruh wilayah Palestina. Dan sebagai tindakan nyata bangsa Palestina dalam
mempertahankan wilayahnya dan melawan serangan Israel serta tindakan pelecehan
terhadap Masjid Al Aqsha adalah dengan melakukan intifadah kedua.
Kunjungan yang dilakukan Ariel Sharon terhadap Masjid Al Aqsha menyulut
kembali konflik yang telah reda karena kunjungan Ariel Sharon tersebut sebagai
penegasan terhadap kedudukan Yerusalem pasca diumumkannya kemungkinan
16
Yerusalem dibagi dua untuk Palestina dan Israel oleh Ehud Barak. Setelah adanya jeda
perdamaian dari tahun 1993 sampai tahun 2000 yang melibatkan seluruh elemen
masyarakat baik pemerintahan maupun warga sipil Palestina dan Israel dengan adanya
kunjungan tersebut menyebabkan bangkitnya intifadah kedua. Pemahaman mengenai
konflik terdapat dalam buku yang berjudul Contemporary Conflict Resolution: The
Prevention, Management, and Transformation of Deadly Conflicts, Hugh Miall, Oliver
Ramsbotham dan Tom Woodhouse merumuskan konflik sebagai berikut:
“Konflik merupakan hubungan antara dua pihak atau lebih yang saling
bertentangan dan memiliki tujuan yang tidak sejalan, terutama yang
menyangkut aspek-aspek perubahan sosial. Yang menjadi akar permasalahan
kemudian adalah bagaimana seseorang atau sekelompok mengelola konflik
dengan mengidentifikasi sebab-sebab konflik dan berusaha membangun
hubungan baru yang mampu bertahan lama di dalam kelompok-kelompok yang
bertikai. Resolusi konflik merupakan salah satu pilihan yang selalu menjadi
rekomendasi dalam setiap penyelesaian konflik” (Miall, Ramsbotham, dan
Woodhouse, 1999: 58- 61).
Konflik antara Palestina dan Israel merupakan konflik lama yang berkepanjangan
dimana didalamnya melibatkan banyak negara diantaranya negara-negara Arab dan
Amerika serikat termasuk organisasi internasional seperti PBB. Setelah mendapatkan
Resolusi PBB no.181 tahun 1947, Israel akan berdiri di tanah Palestina dengan luas 56%
dari keseluruhan wilayah Palestina dan setelah memerdekakan dirinya pada tahun 1948,
Israel melakukan pendudukan terhadap wilayah Palestina tanpa memperdulikan Resolusi
yang telah dikeluarkan yang mengakibatkan hampir seluruh wilayah Palestina jatuh ke
tangan Israel dan berakibat pada peperangan Arab-Israel tahun 1948-1949. Israel yang
sejak lama memimpikan tanah Palestina bekerjasama dengan AS sehingga mendapat
sokongan dana maupun peralatan militer untuk merealisasikan impiannya tersebut.
Sementara itu untuk mempertahankan tanahnya bangsa Palestina sendiri mendapat
dukungan dari negara-negara Arab.
17
Dalam hukum internasional peristiwa perebutan wilayah atau tanah Palestina
tersebut masuk ke dalam sengketa internasional. Istilah sengketa-sengketa internasional
mencakup bukan saja sengketa-sengketa antar negara-negara, melainkan juga kasus-kasus
yang lain yang berada dalam lingkup pengaturan internasional. Yakni beberapa kategori
sengketa tertentu antar negara di satu pihak dan individu-individu, badan-badan korporasi
serta badan-badan bukan negara di pihak lain.
Pada umumnya, metode-metode penyelesaian sengketa digolongkan dalam dua
kategori:
1. Cara-cara penyesaian damai, yaitu apabila para pihak telah dapat menyepakati
untuk menemukan suatu solusi yang bersahabat.
2. Cara-cara penyelesaian secara paksa atau dengan kekerasan, yaitu, apabila solusi
yang dipakai atau dikenakan adalah melalui kekerasan.
Metode-metode penyelesaian sengketa-sengketa internasional secara damai atau
bersahabat dapat di bagi dalam klasifikasi sebagai berikut:
1. Arbitrasi (arbitration) adalah suatu institusi yang sudah cukup tua yaitu dengan
menyerahkan sengketa kepada orang-orang tertentu yang dinamakan para
arbitrator, yang dipilih secara bebas oleh para pihak, mereka yang memutuskan
tanpa terlalu terikat pada pertimbangan-pertimbangan hukum.
2. Penyelesaian yudisial (judicial settlement) berarti penyelesaian dihasilkan melalui
suatu pengadilan yudisial internasional yang dibentuk sebagaimana mestinya,
dengan memberlakukan kaidah-kaidah hukum.
3. Negosiasi, jasa-jasa baik (good offices) mediasi, konsiliasi adalah metode-metode
yang kurang begitu formal dibandingkan dengan penyelesaian Yudisial atau
18
arbitrasi.
4. Penyelidikan (inqury)
5. Penyelesaian dibawah naungan Organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Apabila negara-negara tidak mencapai kesepakatan untuk menyeleseikan sengketasengketa mereka secara persahabatan maka cara pemecahan yang mungkin adalah
dengan melalui cara-cara kekerasan:
1. Perang dan tindakan bersenjata non perang.
2. Retorsi (retorsion) adalah istilah teknis untuk pembalasan dendam oleh suatu negara
terhadap tindakan-tindakan tidak pantas atau tidak patut dari negara lain misalnya
merenggangnya hubungan diplomatik, penarikan diri dari dari konsesi-konsesi fiscal
dan bea.
3. Tindakan-tindakan pembalasan (repraisals) merupakan metode-metode yang
digunakan oleh negara-negara untuk mengupayakan diperolehnya ganti rugi dengan
melakukan tindakan yang sifatnya pembalasan.
4. Blokade secara damai (pacific Blockade) adalah tindakan blokade pada waktu
damai.
5.
Intervensi (intervention) (Starke, 2004: 646-679)
Keseluruhan tujuan dari perang adalah untuk menaklukan negara lawan dan untuk
membebankan syarat-syarat penyelesaian dimana negara yang ditaklukan itu tidak
memiliki alternatif lain selain mematuhinya. Tindakan bersenjata, yang tidak dapat
disebut perang, juga banyak diupayakan. Solusi sengketa tanah antara bangsa Palestina
dengan Israel harusnya bisa diselesaikan melalui cara-cara damai atau bersahabat namun
yang terjadi justru sebaliknya, selama sejak berdirinya negara Israel di tanah Palestina,
19
perang maupun konflik bersenjata non-perang lebih banyak digunakan sebagai cara
dalam mencari solusi atau justru oleh Israel digunakan untuk menaklukan tanah
Palestina.
Konflik antara keduanya belum dapat diselesaikan hingga sekarang meskipun telah
banyak perjanjian-perjanjian atau kesepakatan perdamaian seperti Perjanjian Camp
David dan Perjanjian Oslo yang pernah dibuat, namun sifatnya hanya sementara, selang
beberapa waktu konflik baru dan sifatnya lebih besar kembali terjadi.
Dalam buku Pengantar Hukum Internasional Hall mengemukakan definisi tentang
perang yang secara hukum diterima dalam perkara Driefontein Consolidated Gold Mines
v Janson:
“Apabila perselisihan antara negara-negara mencapai suatu titik dimana kedua
belah pihak berusaha untuk memaksa, atau salah satu dari mereka melakukan
tindakan kekerasan, yang dipandang oleh pihak lain sebagai suatu pelanggaran
perdamaian, maka terjadi hubungan perang, dimana pihak-pihak yang
bertempur satu sama lain dapat menggunakan kekerasan sesuai dengan
peraturan, sampai salah satu dari mereka menerima syarat-syarat sebagimana
yang dikehendaki oleh musuhnya” (Starke, 2004: 699).
Pecahnya perang telah membawa pengaruh luas terhadap hubungan-hubungan
antara negara-negara yang terlibat perang. Kasus Palestina-Israel yang melibatkan
banyak negara ketika terjadi perang Arab-Israel yang dampaknya sangat mempengaruhi
hubungan antara negara-negara yang terlibat perang seperti hubungan antara negaranegara Arab dengan Amerika serikat karena negara-negara Arab dan Palestina
menganggap Israel telah melanggar kesepakatan karena telah mengambil hampir seluruh
wilayah Palestina secara paksa apalagi sekarang sudah mencapai pada perebutan wilayah
Yerusalem dimana terdapat Masjid Al Aqsha.
Dan selama berlangsungnya perang, penduduk sipil selalu menjadi sasaran karena
itu suatu upaya telah dilakukan dalam Konvensi Jenewa 1949 untuk perlindungan orang-
20
orang sipil pada waktu perang (Geneva Convention for the Protection of Civilian Persons
in Time of War) untuk melindungi beberapa golongan penduduk sipil dari bahaya-bahaya
serta kerugian-kerugian yang menimpa prajurit dan non-prajurit pada waktu perang atau
konflik bersenjata. Namun, dalam masalah Palestina khususnya pada terjadinya intifadah
kedua kenyataan yang terjadi adalah warga sipil selalu menjadi sasaran utama serangan
Israel bahwa tidak ada yang menghentikan pembantaian yang terus menerus dilakukan
oleh tentara Israel terhadap penduduk sipil Palestina termasuk Konvensi Jenewa 1949 ini
dan aturan-aturan dalam hukum internasional bahkan PBB sendiri belum mampu
mengatasi koflik antar keduanya hingga kini.
1.4.2 Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara atau dugaan terhadap pertanyaan yang
diajukan dimana materinya merupakan kesimpulan dari kerangka berfikir yang
dikembangkan (Suriasumantri, 2001 : 12).
Berdasarkan Asumsi-asumsi di atas maka hipotesis yang dapat diambil dalam
penelitian ini adalah : “Kunjungan Ariel Sharon Ke Masjid Al Aqsha menyebabkan
bangkitnya Intifadah Kedua di Palestina karena dianggap Sebagai Tindakan Yang
Memiliki Tujuan Politis Yaitu Penegasan terhadap kedudukan Yerusalem sebagai
wilayah kedaulatan Israel”.
1.4.3 Definisi Operasional
Definisi operasional adalah serangkaian prosedur yang mendeskripsikan kegiatan
yang harus dilakukan kalau kita hendak mengetahui eksistensi empiris atau derajat
eksistensi empiris suatu konsep. Melalui defenisi seperti itu maka suatu konsep
dijabarkan. Dengan demikian, maka defenisi operasional berarti juga menjabarkan
21
prosedur pengujian yang memberikan kriteria bagi penerapan konsep itu secara empiris
(Mas’oed,1990:100).
1. Kunjungan Ariel Sharon ke Masjid Al Aqsha merupakan kedatangan seorang tokoh
yang sangat berpengaruh yaitu sebagai salah satu tokoh politik dan pemimpin partai
likud Israel yang dikenal memiliki kebijakan keras dan selalu menentang berbagai
kompromi dengan bangsa Palestina khususnya tentang status Yerusalem.
2. Tujuan Politis yaitu tidak mau menarik diri dari daerah pendudukan, memperluas
pemukiman penduduk Israel dan menolak melakukan perundingan tentang kedudukan
tetap Yerusalem.
3. Intifadah Al Aqsha ialah gelombang kerusuhan yang terjadi pada September 2000
antara orang Arab Palestina dan Israel disebut Intifadah Kedua atau dengan kata lain
perang pembebasan nasional bangsa Palestina terhadap pendudukan asing (Yahya,
2005: 8).
1.5
Metode Penelitian
Metode penelitian yang di gunakan dalam penulisan ini adalah kualitatif, yaitu
penelitian yang di lakukan dengan cara menggali suatu fenomena dan masalah yang
ditimbulkan dari fenomena tersebut. Penulis mencari dan mengidentifikasi objek
penelitian seluas mungkin.
Metode Penelitian Historis, digunakan untuk mengungkap peristiwa di masa lalu
yang masih ada kaitannya dan mempunyai hubungan yang berkesinambungan dan terus
berlangsung hingga saat ini terhadap konteks permasalahan yang sedang dihadapi,
berdasarkan sumber data sekunder.
22
Metode penelitian Deskriptif Analitis, berusaha mengumpulkan, menyusun,
menginterpretasikan data yang kemudian diajukan dengan menganalisa data atau
fenomena tersebut pada masa sekarang.
1.5.1 Teknik Pengumpulan Data
Tenik pengumpulan data di gunakan melalui studi dokumen/studi kepustakaan yang
meliputi tulisan-tulisan, situs internet, analisis, artikel, jurnal, surat kabar, dan buku teks
yang relevan dengan penulisan.
1.6
Waktu dan Tempat Penelitian
1.6.1 Waktu Penelitian
No
Kegiatan
Tahun
Waktu Penelitian
Sept
1
Pengajuan judul
2008
2
Bimbingan skripsi
2008
3
Rencana UP
2008
4
Rencana Sidang
2009
Okt
Nop
Des
Jan
Feb
1.6.2 Lokasi Penelitian
Peneliti mengadakan Penelitian sekaligus mendapatkan informasi dari sumbersumber yang di butuhkan di tempat-tempat :
1. Perpustakan Universitas Komputer Indonesia
Jl. Dipati Ukur No. 112-116 Bandung – Jawa Barat. Indonesia.
2. Perpustakaan Universitas Parahyangan, Jl Ciumbuleuit No. 94 Bandung – Jawa Barat.
Indonesia.
3. Perpustakaan Universitas Pasundan, Jl Lengkong Besar No. 68 Bandung – Jawa
23
Barat. Indonesia.
4. Perpustakaan Center For Strategic and International Studies (CSIS), Jl. Tanah Abang
III/23-27 Jakarta Pusat. Indonesia
5. Kedutaan Besar Palestina, Jl. Diponegoro No. 59 Menteng, 10310 Jakarta Indonesia.
1.7
Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
BAB 1 : Pendahuluan, yang terdiri dari Latar Belakang Masalah, Identifikasi Masalah,
Tujuan dan kegunaan Penelitian, Kerangka Pemikiran dan Hipotesis serta
Definisi Operasional, Metode Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data, serta
Lokasi dan Lama Penelitian.
BAB II : Tinjauan Pustaka, berisi uraian dan penjelasan teori-teori Hubungan
Internasional, Politik Internasional, Hukum Internasional, Politik Luar Negri,
Kepentingan Nasional, Pengaruh serta konsep-konsep dalam studi Hubungan
Internasional yang relevan dengan penelitian serta mendasari penelitian ini.
BAB III: Objek Penelitian, berisi obyek-obyek yang akan dikaji dalam penelitian, yaitu
tentang Kunjungan Ariel Sharon ke Masjid Al Aqsha serta Kebangkitan
Intifadah Kedua di Palestina.
BAB IV : Analisa dan Pembahasan, merupakan kajian yang menganalisis dan membahas
objek penelitian akan dibahas disini yang didasarkan pada tinjauan pustaka
pada Bab II, dalam upaya pengujian hipotesis yang telah diajukan sebelumnya
pada Bab I. Bab ini juga merupakan bagian inti dari peneitian.
24
BAB V : Kesimpulan dan Saran. Kesimpulan adalah hasil dari penelitian yang telah di
laksanakan. Sedangkan Saran berisi Pendapat dan kritik agar skripsi dapat
lebih objektif.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hubungan Internasional
Hubungan Internasional merupakan hubungan yang melintasi batas wilayah suatu
negara. Dimana dalam kehidupan internasional, setiap negara melakukan kerjasama,
diplomasi dan lain-lain dengan negara lain. Menurut Perwita dan Yani, menjelaskan
Hubungan Internasional sebagai berikut:
”Hubungan Internasional merupakan bentuk interaksi antara aktor atau
anggota masyarakat yang satu dengan aktor atau anggota masyarakat lain
yang melintasi batas-batas negara. Terjadinya hubungan internasional
merupakan suatu keharusan sebagai akibat adanya saling ketergantungan dan
bertambah kompleksnya kehidupan manusia dalam masyarakat internasional
sehingga interdependensi tidak memungkinkan adanya suatu negara yang
menutup diri terhadap dunia luar” (2005: 3-4).
Hubungan internasional adalah hubungan yang melintasi batas negara yang dengan
adanya hubungan internasional dapat menghilangkan sekat-sekat yang ada yang menjadi
penghalang para aktor hubungan internasional dalam menjalin hubungan. Hubungan yang
melintasi batas negara tersebut mencakup hubungan antara satu negara dengan negara
lain, hubungan yang dibangun baik itu berupa hubungan kerjasama maupun hubungan
yang bersifat konflik seperti hubungan yang dibangun oleh Palestina dan Israel.
Hubungan internasional juga mencakup kelompok-kelompok bangsa dalam masyarakat.
Dalam buku Pengantar Ilmu Hubungan Internasional, Anak Agung Banyu Perwita
& Yanyan Mochamad Yani menyatakan:
“Studi tentang Hubungan Internasional banyak diartikan sebagai suatu studi
tentang interaksi antar aktor yang melewati batas-batas negara. Terjadinya
Hubungan Internasional merupakan suatu keharusan sebagai akibat adanya
25
26
saling ketergantungan dan bertambah kompleksnya kehidupan manusia dalam
masyarakat internasional sehingga interdependensi tidak memungkinkan
adanya suatu negara yang menutup diri terhadap dunia luar”(2005: 3-4).
Hubungan internasional adalah suatu upaya yang harus dilakukan oleh negaranegara karena makin banyaknya kompleksitas yang dihadapi masyarakat dunia
internasional ini menciptakan ketergantungan antara satu negara dengan negara lain.
semakin banyaknya interdependensi menyebabkan tidak adanya satu negara didunia ini
yang dapat menutup diri dari dunia luar, karena kebutuhan setiap negara makin
kompleks.
Sistem internasional menjadi semakin kompleks pasca berakhirnya perang dingin,
dimana selama perang dingin sistem internasional lebih fokus pada isu-isu high politics
seperti perang, politik, keamanaan dan militer bergeser ke low politics seperti masalah
lingkungan hidup, hak asasi manusia, ekonomi dan terorisme.
Karena hal-hal tersebut Anak Agung Banyu Perwita & Yanyan Mochamad Yani
dalam bukunya Pengantar Ilmu Hubungan Internasional menyatakan bahwa:
“Dengan berakhirnya Perang Dingin dunia berada dalam masa transisi. Hal itu
berdampak pada studi Hubungan Internasional yang mengalami
perkembangan yang pesat. Hubungan internasional kontemporer tidak hanya
memperhatikan politik antar negara saja, tetapi juga subjek lain meliputi
terorisme, ekonomi, lingkungan hidup, dan lain sebagainya. Selain itu
Hubungan Internasional juga semakin kompleks. Interaksi tidak hanya
dilakukan negara saja, melainkan juga aktor-aktor lain, yaitu aktor non-negara
juga memiliki peranan yang penting dalam Hubungan Internasional” (2005: 78).
2.2 Politik Internasional
2.2.1 Definisi Politik Internasional
Salah satu kajian pokok (Core Subject) dalam Hubungan Internasional adalah
Politik Internasional yang mengkaji segala bentuk perjuangan dalam memperjuangkan
27
kepentingan (interest) dan kekuasaan (power). Apabila politik adalah studi tentang who
gets what, when, and how, maka politik internasional adalah studi mengenai who gets
what, when, and how dalam arena internasional.
Dalam buku Pengantar Ilmu Hubungan Internasional, Holsti menyatakan definisi
dari studi politik internasional:
“Studi politik internasional adalah studi mengenai pola tindakan negara
terhadap lingkungan eksternal sebagai reaksi atas respon negara lain. selain
mencakup unsur power, kepentingan dan tindakan, politik internasional juga
mencakup perhatian terhadap sistem internasional, detterence, dan perilaku
para pembuat keputusan dalam situasi konflik. Jadi politik internasional
menggambarkan hubungan dua arah, menggambarkan reaksi dan respon
bukan aksi. ”(2005: 40)
Secara umum, objek yang menjadi kajian politik internasional juga merupakan
kajian politik luar negri, dimana keduanya menitikberatkan pada penjelasan mengenai
kepentingan, tindakan serta unsur power. Suatu analisis mengenai tindakan terhadap
lingkungan eksternal serta berbagai kondisi domestikyang menopang formulasi tindakan
merupakan kajian politik internasional apabila tindakan tersebut dipandang sebagai salah
satu pola tindakan suatu negara serta reaksi atau respon oleh negara lain. Seperti tindakan
bangsa Palestina yang melakukan gerakan intifadah sebagai respon atas tindakan Israel.
Dalam interaksi antarnegara terdapat hubungan pengaruh dan respons. Pengaruh
dapat langsung ditujukan pada sasaran tetapi dapat juga merupakan limpahan dari suatu
tindakan tertentu. Apapun alasannya, negara yang menjadi sasaran pengaruh yang
langsung maupuntidak langsung, harus menentukan sikap melalui respons, manifestasi
dalam hubungan dengan negara lain untuk mempengaruhi atau memaksa pemerintah
negara lain agar menerima keinginan politiknya.
Kemudian dalam interaksi antarnegara, interaksi dilakukan didasarkan pada
kepentingan nasional masing-masing negara, baik kepentingan yang inputnya berasal dari
28
dalam ataupun dari luar negara yang bersangkutan. Untuk memperjuangkan tujuan dan
kepentingan nasional, negara tidak dapat melepaskan diri dari kebijakannya baik yang
ditujukan ke luar negara tersebut (politik luar negri) maupun ke dalam negara (politik
dalam negri). Kepentingan nasional adalah tujuan utama dan merupakan awal sekaligus
akhir perjuangan suatu bangsa. Kepentingan nasional dasar dibagi empat jenis, yaitu:
ideologi, ekonomi, keamanan dan prestise (Perwita dan Yani, 2005: 40-41)
2.2.2 Bentuk-bentuk Interaksi
Bentuk-bentuk interaksi dapat dibedakan berdasarkan banyaknya pihak yang
melakukan interaksi, intensitas interaksi serta pola interaksi yang terbentuk. Dalam
hubungan internasional, interaksi yang terjadi antaraktor dapat dikenali karena intensitas
keberulangannya (recurent) sehingga membentuk suatu pola tertentu. Secara umum
bentuk reaksi dari suatu negara terhadap negara lain dapat berupa akomodasi
(accomodate), mengabaikan (ignore), berpura-pura seolah-olah informasi/pesan dari
negara lain belum diterima (pretend), mengulur-ulur waktu (procastinate), menawar
(bargain), dan menolak (resist) aksi dari negara lain.
Bentuk-bentuk interaksi berdasarkan banyaknya pihak yang melakukan hubungan,
antara
lain
dibedakan
menjadi
hubungan
bilateral,
trilateral,
regional
dan
multilateral/internasional. Adapun yang dimaksud dengan hubungan bilateral adalah
keadaan yang menggambarkan adanya hubungan yang saling mempengaruhi atau
terjadinya hubungan yang timbal balik antara kedua pihak. Pola-pola yang terbentuk dari
dari proses interaksi, dilihat dari kecendrungan sikap dan tujuan pihak-pihak yang
29
melakukan hubungan timbal balik tersebut, dibedakan menjadi pola kerjasama,
persaingan dan konflik.
Rangkaian pola hubungan aksi-reaksi ini meliputi proses sebagai berikut:
1. Rangsangan atau kebijakan aktual dari negara yang memprakarsai.
2. Persepsi dari rangsangan tersebut oleh pembuat keputusan di negara penerima.
3. Respon atau aksi balik dari negara penerima.
4. Persepsi atau respon oleh pembuat keputusan dari negara pemrakarsa.
Formulasi dari pola aksi-reaksi ini memberi kesan bahwa rangkaian aksi dan reaksi
selalu tertutup atau berbentuk simetris. Misalnya negara A mengeluarkan aksi terhadap
negara B, maka aksi tersebut akan dipersepsikan oleh para pembuat keputusan di negara
B dan selanjutnya berdasarkan hasil mempersepsikan tersebut, negara B akan
memberikan respon atau reaksi atas aksi dari negara A tadi. Kemudian reaksi negara B ini
kembali direspon oleh negara A berupa aksi susulan. Di dalam proses ini terdapat suatu
hubungan timbal balik (resiprokal) (Perwita dan Yani, 2005: 42-43)
Perwita dan Yani dalam bukunya mendefinisikan politik internasional sebagai
berikut:
Istilah politik internasional pada dasarnya merupakan istilah tradisional yang
sangat menekankan interaksi para aktor negara-bangsa. Dalam hal ini, kendati
Perang Dingin kerap menentukan pola interaksi aktor negara-bangsa, pada era
pasca perang dingin ini para penempuh studi politik internasional perlu
melepaskan diri dari “Cold War Mentality”. Sementara itu, pola-pola interaksi
politik dalam Hubungan Internasional kini sudah melibatkan interaksi antara
aktor negara dan aktor non-negara bangsa seperti perusahaan multinasional,
organisasi non-pemerintah dan bahkan kelompok-kelompok non negara
lainnya seperti organisasi, teroris yang kerap disebut sebagai aktor
transnasional (2005: 44)
30
2.3 Kepentingan Nasional
Konsep kepentingan nasional sangat penting untuk menjelaskan dan memahami
perilaku internasional. Konsep kepentingan nasional merupakan dasar untuk menjelaskan
perilaku luar negri suatu negara.
Dalam buku Perwita dan Yani para penganut realis mendefinisikan kepentingan
nasional sebagai berikut:
Kepentingan nasional sebagai upaya negara untuk mengejar power, dimana
power adalah segala sesuatu yang dapat mengembangkan dan memelihara
kontrol suatu negara terhadap negara lain. Hubungan kekuasaan atau
pengendalian ini dapat melalui teknik pemaksaan atau kerjasama. Karena itu
kekuasaan dan kepentingan nasional dianggap sebagai sarana dan sekaligus
tujuan dari tindakan suatu negara untuk bertahan hidup (survival) dalam
politik internasional.
Kepentingan nasional juga dapat dijelaskan sebagai tujuan fundamental dan faktor
penentu akhir yang mengarahkan para pembuat keputusan dari suatu negara dalam
merumuskan kebijakan luar negrinya. Kepentingan nasional suatu negara secara khas
merupakan unsur-unsur yang membentuk kebutuhan negara yang paling vital, seperti
pertahanan, keamanan, militer dan kesejahteraan ekonomi (Perwita dan Yani, 2005: 35)
2.4 Pengaruh
Konsep pengaruh didefinisikan sebagai kemampuan pelaku politik untuk
mempengaruhi tingkah laku orang dalam cara yang dikehendaki oleh pelaku
tersebut. Konsep pengaruh merupakan salah satu apek kekuasaan yang pafa
dasarnya merupakan suatu alat untuk mencapai tujuan. Pengaruh dinyatakan
secara tidak langsung oleh kemampuan untuk mempengaruhi pembuat
keputusan yang menentukan out comes.
Menurut Rubienstein asumsi-asumsi dasar konsep pengaruh yaitu:
1. Secara operasional konsep pengaruh digunakan secara terbatas dan spesifik mungkin
dalam konteks transaksi diplomatik.
2. Sebagai konsep multidimensi, konsep pengaruh lebih dapat diidentifikasikan daripada
di ukur oleh beberapa kebenaran (proposisi). Sejumlah konsep pengaruh dapat
31
diidentifikasikan
hanya
sedikit, dikarenakan
tingkah
laku
B
yang dapat
mempengaruhi A terbatas.
3. Jika pengaruh A terhadap B besar, akan mengancam sistem politik domestik B,
termasuk sikap, perilaku domestik dan institusi B.
4. pengetahuan dalam mengenai politik domestik B sangat penting untuk mempelajari
hubungan kebijakan luar negri antara A dan B dikarenakan pengaruh tersebut akan
dimanifestasikan secara konkret dalam konteks isu area tertentu dari B.
5. Pada saat seluruh pengaruh dari suatu negara dari suatu negara dikompromikan
dengan kedaulatan negara lain secara menyeluruh dan kadang-kadang dapat
memperkuat atau memperlemah kekuatan pemerintah dari negara yang dipengaruhi,
terdapat batasan dimana pengaruh tersebut tidak berpengaruh terhadap suatu negara
atau pemimpin negara tersebut. Pemerintah B tidak akan memberikan konsesi-konsesi
terhadap A yang dapat melemahkan kekuatan politik domestik kecuali bila A
menggunakan kekuatan militer terhadap B.
6. Negara donor berpengaruh terhadap negara lain melalui bantuan-bantuan yang
diberikannya, tidak hanya karena adanya timbal balik dari B kepada A, akan tetapi
juga reaksi dari C,D,E,F,… yang dapat berpengaruh terhadap hubungan A dan B.
7. Data-data yang relevan untuk mengevaluasi pengaruh terdiri dari lima kategori:
a. Ukuran perubahan konsepsi dan tingkah laku
b. Ukuran interaksi yang dilakukan secara langsung (kuantitas dan kumpulan data)
c. Ukuran dari pengaruh yang ditujukan
d. Studi kasus dan
e. Faktor perilaku idiosinkretik
8. Sistem yang biasa digunakan untuk menentukan pengaruh adalah dengan
menggunakan variabel yang ada diantara negara-negara. Yang paling baik adalah
32
model yang dapat digunakan untuk tipe masyarakat dengan area geografis dan budaya
yang sama.
Pengaruh dapat dijalankan melalui enam cara, yaitu:
a. Persuasi
b. Tawaran imbalan
c. Pemberian imbalan
d. Ancaman hukuman
e. Tindakan hukuman tanpa kekerasan
f. Kekerasan
Terdapat
tipologi
kasar
mengenai
Hubungan
Internasional
sebagaimana
diidentifikasikan oleh teknik umum yang digunakan dalam tindakan pengaruh:
a. Hubungan konsensus
b. Hubungan manipulasi terbuka
c. Hubungan paksaan
d. Hubungan kekerasan
Kegiatan saling mempengaruhi, misalnya, dapat terjadi dalam aspek kehidupan
manusia di antaranya aspek ekonomi dan aspek politik. Faktor-faktor ekonomi dapat
mempengaruhi hasil politik begitu juga sebaliknya, sehingga dapat dikatakan bahwa
dinamika Hubungan Internasional umumnya merupakan fungsi interaksi timbal balik
antara aspek-aspek ekonomi dan aspek-aspek politik (Perwita dan Yani, 2005: 31-33)
33
2.5 Konflik
Christ Mitchell mengartikan konflik sebagai hubungan antara dua pihak atau lebih,
yang memiliki atau merasa memiliki sasaran-sasaran yang tidak sejalan. Sementara
Kenneth Boulding mendefinisikan konflik sebagai sebuah situasi berkompetensi atas
potensial dimasa depan karena bertentangan dengan keinginan kelompok lainnya (1981:
41)
Baik Mitchell maupun Boulding nampaknya hanya berbicara berkaitan dengan
potensi konflik yang bisa terjadi dimasa depan, dalam pengertian belum terjadi konflik
terbuka, tetapi benih-benih konflik sudah ada dan itu bisa dipahami sebagai konflik.
Jika pengertian konflik menurut Mitchell dan Boulding lebih bersifat antisipatif,
Burton justru melihat konflik sebagai situasi yang sudah bergerak jauh melampaui
kompetisi dan sudah terjadi perilaku kekerasan yang bersifat merusak (Boulding, 1996:
17)
Perilaku kekerasan bisa dilakukan oleh individu, kelompok maupun bangsa sebagai
akibat adanya ketidaksesuaian antara apa yang dikehendaki dengan kenyataan yang
dihadapi dalam kehidupan social dan dalam hubungan perekonomian sehari-hari.
Perilaku ini merupakan ekspresi potensi manusia yang bersifat destruktif. Dengan
demikian, dari segi keterlibatan aktor-aktornya, konflik dapat bermula dari individu,
rumah tangga, kelompok dan bahkan antar negara.
Sementara Charles Watkins, salah seorang teoritis konflik, mengatakan:
“konflik dapat terjadi karena adanya kondisi atau prasyarat sebagai berikut :
pertama, ada dua pihak yang secara potensial dan praktis operasional dapat
saling menghambat. Secara potensial, artinya mereka memiliki kemampuan
untuk menghambat. Praktis operasional, artinya kemampuan tadi bisa
diwujudkan dan ada didalam keadaan yang memungkinkan perwujudannya
secara mudah. Ini berarti kedua belah pihak tidak dapat menghambat atau
34
tidak melihat pihak lain sebagai hambatan, maka konflik tidak terjadi. Kedua
konflik dapat trjadi bila ada suatu sasaran yang sama-sama dikejar kedua
belah pihak namun hanya salah satu yang mungkin akan mencapainya”(1992:
19-21).
Dilihat dari tahapan, konflik dapat dibagi dalam lima tahapan yaitu:
1. Peaceful stable situations, adalah suatu situasi dimana masing-masing
actor dapat menjaga situasi dengan menyembunyikan berbagai perbedaan
yang ada.
2. Political tentions situations, adalah suatu keadaan dimana masing-masing
actor saling bersitegang walaupun keduanya tidak sampai meggunakan
kekerasan.
3. Violent political conflict, situasi dimana ketegangan semakin memuncak,
maka masing-masing pihak cenderung saling menggunakan kekerasan
untuk saling mencederai bahkan saling membunuh.
4. low intensity conflict, adalah situasi dimana penggunaan kekerasan dari
masing-masing pihak secara terbuka namun dengan intensitas terbatas.
5. High intensity conflict, konflik yang sudah mengacu kepada perang
terbuka antara kelompok/Negara dengan intesitas tinggi yang mengarah
pada kehancuran missal (Watkins, 1992: 19-21)
Hubungan antara dua pihak atau lebih yang tidak memiliki arah yang tidak
sejalan menyebabkan konflik tersebut terjadi karena sasaran sasaran yang ingin
dicapai oleh kedua belah pihak bertentangan atau tidak sejalan. Dimana contoh
nyatanya dapat kita lihat pada konflik yang terjadi antara Palestina dengan Israel,
dimana keduabelah pihak belum mendapatkan solusi untuk menyelesaikan masalah
yang ada, karena sasaran yang ingin dicapai beda dan tidak sejalan sehingga muncul
konflik antar keduanya.
Dalam realitasnya, konflik dapat berwujud dalam berbagai bentuk, mulai dari
yang bersifat lunak hingga bentuk yang terbuka dan memuat kekerasan yaitu:
ketidaksukaan,
ketidaksepakatan,
ketidaksetujuan,
perseturuan,
permusuhan, oposisi, kontak fisik dan bahkan perang terbuka.
persaingan
35
Dalam buku T May Rudy, Holsti mengungkapkan bagaimana cara
menyelesaikan konflik:
1. Melakukan penarikan tuntutan.
Penyelesaiannya adalah salah satu atau kedua belah pihak menahan
diri untuk tidak tindakan fisik atau mendesak perundingan
memenuhi tuntutan, atau menghentikan tindakan yang pada dasarnya
akan menyebabkan tindakan balasan yang bermusuhan. Intinya
bahwa salah satu pihak mengakhiri klaim atau tuntutan dan pihak
lain menerima.
2. Penaklukan.
Akhir penaklukan dengan kekerasan tetap mencakup berbagai
persetujuan dan perundingan diantara negara yang bermusuhan.
3. Tunduk atau membentuk Deterence (penangkalan)
Kriteria yang dipakai untuk membedaan kepatuhan atau penangkalan
dari penaklukan ialah ada atau tidak adanya implementasi ancaman
untuk memakai kekerasan. Meskipun tidak terjadi kekerasan, perlu
diketahui bahwa sikap tunduk merupakan akibat dari penerapan
ancaman militer sebagai bentuk penyelesaian konflik cara tidak
damai. Pihak yang melakukan penangkalan atau penundukan akan
menunjukan kepada pihak lain bahwa kemungkinan resiko untuk
melanjutkan tindakan atau mempertahankan tuntutan akan lebih
besar disbanding melakukan kembali tuntutannya dan menghentikan
sama sekali tindakannya.
4. Kompromi.
Kompromi adalah penyelesaian konflik atau krisis internasional yang
menuntut pengorbanan dari posisi yang telah diraih oleh pihak yang
bersengketa. Masalah utama dalam mencapai kompromi adalah
bagaimana meyakinkan pihak yang bersengketa untuk menyadari
bahwa resiko untuk tetap mempertahankan atau melanjutkan konflik
diantara mereka jauh lebih besar disbanding resiko untuk melakukan
penurunan tuntutan atau menarik mundur posisi militer dan
diplomatik.
5. Penyelesaian melalui pihak ketiga.
Akibat yang agak rumit dari penyelesaian konflik atau krisis
internasional berdasarkan kompromi ialah penyelesaian melalui
pihak ketiga. Bentuk penyelesaian seperti ini mencakup penyerahan
persetujuan dan itikad untuk menyelesaikan masalah berdasarkan
berbagai criteria keadilan.
6. Penyelesaian secara damai
Penyelesaian melalui cara-cara damai (perundingan, konsiliasi, dan
lain-lain) sehingga masing-masing pihak yang bersengketa secara
perlahan dapat menerima keadaan posisi yang baru (2005: 77-78).
36
Konflik adalah aspek yang tidak mungkin dihindarkan dalam perubahan sosial.
Konflik adalah sebuah ekspresi heterogenitas kepentingan, nilai, dan keyakinan yang
muncul sebagai informasi baru yang ditimbulkan oleh perubahan sosial yang muncul
bertentangan dengan hambatan yang diwariskan. Namun cara kita menangani konflik
adalah persoalan kebiasaan dan pilihan. Adalah mungkin mengubah respon kebiasaan dan
melakukan penentuan pilihan-pilihan tepat.
BAB III
OBYEK PENELITIAN
3.1 Sejarah Bangsa Palestina dan Yahudi
Palestina merdeka dari pemerintahan Ottoman setelah Perang Dunia Pertama
dengan bantuan serangan tentara Inggris, namun tidak pernah mampu mencapai sebuah
negara yang damai dan aman yang pernah diadakan dalam pemeritah Ottoman. Dalam
rentang waktu hampir satu abad, ribuan orang yang tak berdosa telah terbunuh oleh teror,
pembantaian, dan penyiksaan bangsa Israel. Jutaan orang Palestina yang tak bersalah
dipaksa keluar dari rumah dan tanah air mereka dan terpaksa hidup dalam kemiskinan,
terancam kelaparan, dalam kamp-kamp pengungsian. Semua upaya untuk menyelesaikan
penindasan dan kekejaman, yang disaksikan oleh dunia, dan untuk membangun sebuah
perdamaian wilayah yang berkesinambungan telah gagal. Pembicaraan-pembicaraan
perdamaian palsu yang dilakukan di bawah sokongan pemerintahan Barat terbukti tak ada
gunanya, selain memberi kesempatan Israel melaksanakan taktik baru untuk
membersihkan wilayah yang ditempatinya dari penduduk Palestina.
Peristiwa-peristiwa yang terjadi di Palestina lebih dari sekedar perang antara Arab
dengan Israel. Sebuah perjuangan untuk hidup tengah dilakukan oleh bangsa Palestina,
yang tanah dan hak-haknya dirampas paksa oleh kekuatan pendudukan Israel. Lebih-lebih
lagi, tanah ini berisi tempat-tempat yang suci bagi umat Islam. Palestina itu sangat
penting bagi umat Islam karena Yerusalem adalah kiblat pertama umat Islam, dan tempat
mikraj (perjalanan malam) Nabi Muhammad SAW. Di samping itu, Palestina itu tidak
hanya suci bagi umat Yahudi dan Islam, melainkan juga bagi umat Nasrani. Oleh karena
itu Palestina harus menjadi tanah di mana orang-orang Yahudi, Nasrani, dan Muslim
37
38
hidup bersama dalam kedamaian dan menjalankan kewajiban agama mereka seperti yang
mereka inginkan. Pertempuran tanpa mengenal belas kasihan terus berlanjut hari ini
antara dua penduduk yang hidup di tanah Palestina. Di satu sisi, tentara Israel yang
bersenjata lengkap melakukan kebijakan pemusnahan sama sekali. Di pihak lain,
kelompok radikal Palestina melakukan bom bunuh diri yang ditujukan kepada warga
Israel yang tak berdaya.
Semenjak awal sejarah Islam, Palestina, dan kota Yerusalem khususnya, telah
menjadi tempat suci bagi umat Islam. Sebaliknya bagi Yahudi dan Nasrani, umat Islam
telah menjadikan kesucian Palestina sebagai sebuah kesempatan untuk membawa
kedamaian kepada daerah ini. Isa ialah salah satu nabi yang diutus kepada umat Yahudi,
menandai titik balik penting lainnya dalam sejarah Yahudi. Orang-orang Yahudi
menolaknya,
dan
kemudian
diusir
dari
Palestina
serta
mengalami
banyak
ketidakberuntungan. Pengikutnya kemudian dikenal sebagai umat Nasrani.
Yerusalem sebagai tempat suci bagi umat Islam karena dua alasan yaitu kota ini
adalah kiblat pertama yang dihadapi oleh umat Islam selama ibadah sholatnya, dan
merupakan tempat yang dianggap sebagai salah satu mukjizat terbesar yang dilakukan
oleh Nabi Muhammad yaitu Mikraj, perjalanan malam dari Masjid Haram di Mekkah
menuju Masjid Al Aqsha di Yerusalem, kenaikannya ke langit, dan kembali lagi ke
Masjid Haram. Palestina secara keseluruhan penting artinya bagi umat Islam karena
begitu banyak Nabi yang hidup, mengorbankan hidup mereka, atau meninggal dan
dikuburkan di sana. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan dalam 2000 tahun terakhir,
umat Islam telah menjadi satu-satunya kekuatan yang membawa kedamaian kepada
Yerusalem dan Palestina.
39
Menurut studi sejarah yang didasarkan atas penggalian arkeologi dan lembaranlembaran kitab suci, Nabi Ibrahim, putranya, dan sejumlah kecil manusia yang
mengikutinya pertama kali pindah ke Palestina, yang dikenal kemudian sebagai Kanaan,
pada abad kesembilan belas sebelum Masehi. Daerah ini, yang digambarkan sebagai
“tanah yang telah Kami berkati.”
Menurut sumber-sumber sejarah, beliau mendirikan rumah untuk istrinya Hajar dan
putranya Isma’il di Mekah dan sekitarnya, sementara istrinya yang lain Sarah, dan putra
keduanya Ishaq tetap di Kanaan. Akan tetapi, putra Ishaq Ya’kub pindah ke Mesir selama
putranya Yusuf diberi tugas kenegaraan. (Putra-putra Ya’kub juga dikenang sebagai
“Bani Israil.”) Setelah dibebaskannya Yusuf dari penjara dan penunjukan dirinya sebagai
kepala bendahara Mesir, Bani Israel hidup dengan damai dan aman di Mesir.
Suatu kali, keadaan mereka berubah setelah berlalunya waktu dan Firaun
memperlakukan mereka dengan kekejaman yang dahsyat. Allah menjadikan Musa NabiNya selama masa itu dan memerintahkannya untuk membawa mereka keluar dari Mesir.
Ia pergi ke Firaun, memintanya untuk meninggalkan keyakinan kafirnya dan
menyerahkan diri kepada Allah dan membebaskan Bani Israil yang disebut juga orangorang Israel. Namun Firaun seorang tiran yang kejam dan bengis. Ia memperbudak Bani
Israil, mempekerjakan mereka hingga hampir mati dan kemudian memerintahkan
dibunuhnya anak-anak lelaki. Meneruskan kekejamannya, ia memberi tanggapan penuh
kebencian kepada Musa.
Untuk mencegah pengikut-pengikutnya, yang sebenarnya adalah tukang-tukang
sihirnya dari mempercayai Musa, ia mengancam memenggal tangan dan kakinya secara
bersilangan. Meskipun Firaun menolak permintaannya, Musa AS dan kaumnya
meninggalkan Mesir, dengan pertolongan mukjizat Allah, sekitar tahun 1250 SM. Mereka
40
tinggal di Semenanjung Sinai dan timur Kanaan. Setelah Musa AS, bangsa Israel tetap
berdiam di Kanaan (Palestina).
Menurut ahli sejarah, Daud menjadi raja Israel dan membangun sebuah kerajaan
berpengaruh. Selama pemerintahan putranya Sulaiman, batas-batas Israel diperluas dari
Sungai Nil di selatan hingga sungai Eufrat di negara Siria sekarang di utara. Ini adalah
sebuah masa gemilang bagi kerajaan Israel dalam banyak bidang, terutama arsitektur. Di
Yerusalem, Sulaiman membangun sebuah istana dan biara yang luar biasa. Setelah
wafatnya, Allah mengutus banyak lagi nabi kepada Bani Israil meskipun dalam banyak
hal mereka tidak mendengarkan mereka dan mengkhianati Allah.
Karena kemerosotan akhlaknya, kerajaan Israel mulai memudar dan ditempati oleh
berbagai orang-orang penyembah berhala, dan bangsa Israel, yang juga dikenal sebagai
Yahudi pada saat itu, diperbudak kembali. Ketika Palestina dikuasai oleh Kerajaaan
Romawi, Nabi Isa datang dan sekali lagi mengajak Bani Israel untuk meninggalkan
kesombongannya dan pengkhianatannya dan hidup menurut agama Allah. Sangat sedikit
orang Yahudi yang meyakininya; sebagian besar Bani Israel mengingkarinya.
Tujuan penjelasan ini adalah untuk menunjukkan bahwa pendapat dasar Zionis
bahwa “Palestina adalah tanah Allah yang dijanjikan untuk orang-orang Yahudi” tidaklah
benar. Zionisme menerjemahkan pandangan tentang “orang-orang terpilih” dan “tanah
terjanji” dari sudut pandang kebangsaannya. Menurut pernyataan ini, setiap orang yang
berasal dari Yahudi itu “terpilih” dan memiliki “tanah terjanji.” (www.harunyahya.com)
3.1.1 Sejarah Berdirinya Negara Israel
Saat perang dunia pecah di tahun 1914, Inggris mencoba untuk mendapat dukungan
dari Arab melawan Turki, yang di dukung oleh Jerman. Pada tanggal 24 Oktober 1915,
41
Sir Heny McMohan, pejabat komisioner tertinggi Inggris, mengirimkan sebuah surat
pada Emir Hussein, Sherif Mekkah. Ini kemudian dikenal dengan sebutan surat
McMohan. Dalam tahun yang sama (1915) sebuah persetujuan dibuat oleh Sir Mark
Sykes seorang Inggris dan Charles Picot seorang Perancis, tapi hal ini di rahasiakan
hingga tahun 1917. ini merupakan sebuah konsep tentang bagaimana Palestina akan
dibagi setelah pertempuran usai. Perjanjian ini dikenal sebagai Perjanjian Sykes-Picot.
Kedua belah pihak yang bersepakat (McMohan dan Spykes-Picot) didukung oleh negara
Arab di Palestina. Tapi sayangnya, peraturan pemerintah Inggris mengambil arah yang
lain. pada tanggal 2 November 1917, “British Foreign Office” mengirim surat pada Lord
Rothchild, pemimpin Zionis Inggris. Dan kemudian ini dikenal sebagai deklarasi Balfour.
Pada akhir Perang Dunia 1, Inggris menerima mandat Palestina dari League of
Nations. Artinya bahwa pemerintah Inggris mempunyai tanggung jawab untuk
mempersiapkan Palestina membentuk pemerintah sendiri. Pada Agustus 1919,
pemerintah Inggris mengawasi Deklarasi Balfour dengan pernyataan yang lain, yaitu
Memorandum Balfour:
Di Palestina, kami tidak menganjurkan untuk meneruskan proses konsultasi
dengan penduduk setempat. Keempat Kekuatan Besar berkomitmen pada
Zionisme, tidak peduli benar atau salah. Zionisme adalah lebih penting
daripada 700 ribu orang Arab yang saat ini menduduki Palestina (Jun, 2008:
21)
Dengan kata lain bahwa pemerintah inggris sekarang mendukung Zionisme. Dan
setelah perang, jerman dikalahkan. Timur tengah kemudian terbagi atas Inggris dan
Perancis. Palestina di perintah oleh Inggris dan keputusan mereka pada 1919 untuk
mengakui klaim Yahudi atas tanah air sebagai kebijakan resmi yang akhirnya
mempengaruhi tanah suci saat itu. Mandat Inggris dirancang secara khusus untuk
menghasilkan pembentukan rumah nasional bagi orang Yahudi. Itu berarti sebuah negara
42
tanpa komitmen untuk memerintah sendiri, merdeka, atau status negara bagi penduduk
asli dengan kata lain orang-orang Arab Palestina. Didorong sikap Inggris, 35.000 orang
Yahudi berimigrasi ke Palestina selama empat tahun berikutnya. Merasa tidak tenang
dengan adanya gelombang masuk orang Yahudi yang begitu besar, Palestina akhirnya
memberontak terhadap orang Yahudi dan Inggris, yang memuncak dalam revolusi Arab
selama tiga tahun pada tahun 1936. Orang-orang Palestina dihancurkan Inggris dan
kepemimpinan mereka dibinasakan. Orang-orang Yahudi terus saja berdatangan ke
Palestina, meskipun Inggris mulai membatasi jumlahnya. Pada akhir Perang Dunia II
tentang pertanyaan soal tanah air yang diakui kini menjadi prioritas. Enam juta orang
Yahudi dibasmi di dalam Kamp kematian NAZI selama Holocaust (Basyar, 1999: 52)
Sedangkan yang selamat bertekad bahwa peristiwa itu takkan pernah terjadi lagi.
Tanpa tempat perlindungan di Eropa, karena negara-negara menolak mereka, maka orang
Yahudi pun mengincar tanah Palestina. Tanah yang disebutkan di dalam kitab Taurat,
kitab orang Yahudi, Israel. Tapi orang Arab Palestina tidak ingin orang Yahudi
berimigrasi lagi. Untuk menjaga perdamaian, Inggris membatasi lagi gelombang masuk
orang-orang Yahudi dengan menyuruh kapal berbalik arah. Takut terhadap sikap Inggris
dan takut kehilangan klaim mereka atas tanah air mereka, sebagian Zionisme beralih ke
terorisme. Tapi kemudian Inggris pun menjadi lebih tegas. Awalnya orang Yahudi
percaya Inggris akan membersihkan tanah Palestina itu untuk orang Yahudi. Tapi
ternyata lama-kelamaan, Inggris mulai menarik diri dari mandat. Maka orang Yahudi pun
memutuskan bahwa satu-satunya cara adalah mereka harus berjuang sendiri untuk
membebaskan negara Yahudi. Tapi orang Arab pun tidak begitu saja menyerahkan
negara mereka dan mereka pun mulai berjuang mempertahankannya. Selama 20 tahun ke
depan, ada sebuah perjanjian besar di Palestina. Orang-orang Yahudi dan Arab sering
43
berselisih mempersoalkan kuasa kontrol atas wilayah. Tahun 1937, Royal Comission
melaporkan adanya masalah. Ia mengerti adanya permasalahan, tapi tidak menghasilkan
apa-apa (Basyar, 1999: 54)
Pada bulan Mei 1939, pemerintah Inggris memberitahukan bagaimana cara
mengatasi masalah. Deklarasi pemerintah Inggris mengenai pemerintahan masa depan
Palestina:
1. Tujuan dari pemerintah Inggris adalah pendirian dalam 10 tahun negara Palestina
merdeka.
2. Negara merdeka seharusnya menjadi satu dimana Arab dan Yahudi saling berbagi
pemerintahan melalui sebuah cara untuk memastikan bahwa minat terpenting dari
setiap komunitas adalah keamanan.
3. Imigrasi orang-orang Yahudi selama 5 tahun ke depan akan mencapai titik puncak
yang akan membawa polpulasi orang Yahudi hingga kira-kira 1/3 total populasi
negara. Ini akan mengijinkan 75 ribu imigran lebih dari lima tahun.
Dengan kata lain pemerintah Inggris memutuskan untuk membentuk sebuah negara
supaya antara Arab dan Yahudi sama. Tapi sebelum rencana Inggris dilaksanakan, Perang
Dunia II meletus. Selama perang, 6 juta orang Yahudi meninggal saat Holocaust. Zionis
mulai meminta untuk mendirikan negara Yahudi bagi para pengungsi dari Nazi Jerman.
Pernyataan ini dikeluarkan oleh konferensi Zionis yang diadakan di New York pada
bulan 1942:
1. Konferensi diadakan demi pemenuhan tujuan asli dari deklarasi Balfour dan Mandat
2. Konferensi mensahkan penolakan yang tidak dapat diubah dari White Paper pada
bulan Mei 1939 dan menolak keabsahan moral ataupun legal. White Paper mencari
batasan dari hak-hak orang Yahudi dan penyelesaian di Palestina. Peraturan dari
44
White Paper adalah kejam dan tidak dapat dipertahankan dalam penyangkalan dari
tempat perlindungan orang Yahudi yang lari dari pembunuhan Nazi.
4. Konferensi memaksa bahwa pagar Palestina dibuka. Lalu hak-hak orang Yahudi
akan diberikan (Jun, 2008: 22-25)
3.1.2 Pembentukan Negara Palestina
Setelah 20 puluh tahun kelahiran negara Israel, seorang pemimpin baru Arab
bertakad memimpin perjuangan. Yaseer Arafat menjadi ketua Palestine Liberation
Organization (PLO). Tujuan di deklarasikannya adalah “bebaskan Palestina dengan
kekuatan”. Persoalan pokok berkisar pada pembentukan negara Palestina di wilayah
Palestina yang diduduki Israel. Pihak Arab terutama PLO, memandangnya sebagai suatu
tuntutan yang tidak boleh di tawar-tawar. Dan PBB telah mengukuhkan hak rakyat
Palestina untuk bernegara dan meminta organisasi-organisasi internasional untuk
membantu realisasinya. Akan tetapi sikap Israel tidak kurang kurang tegasnya, Israel
bersedia mengembalikan sebagian besar Tepi Barat dan Jalur Gaza kepada pihak Arab
tetapi tidak kepada PLO.
Persoalan lain yang sulit ialah sektor Arab Jerusalem, terutama karena Raja Faisal
dari Saudi Arabia memperjuangkannya dengan prioritas. Pihak Arab menuntutnya
kembali lebih dari wilayah Arab lainnya, tapi Israel sesudah perang 1967 menganeksir
dan menyatukannya dengan sektor Yahudi telah bertekad bulat tidak akan
mengembalikan kepada pihak Arab dan juga menolak gagasan internasionalisasi yang
mungkin dapat di terima negara-negara Arab opsi kedua.
Mengenai rencana pendirian negara Palestina akan terjadi suatu perdebatan yang
sengit dalam konferensi perdamaian, akan tetapi lewat tawar menawar kiranya akan dapat
45
dicapai suatu kompromi. Sebagai bagian suatu persetujuan perdamaian yang menyeluruh,
Israel kiranya dapat dibujuk untuk memberikan kesempatan kepada rakyat Palestina
untuk mendirikan suatu negara didaerah Tepi Barat dan Jalur Gaza, sedangkan PLO
diyakinkan agar puas dengan wilayah itu, mengakui hak hidup Israel dan menyetuhui
diadakan jaminan-jaminan internasional, termasuk pembentukan daerah bebas militer
antara Israel dan negara-negara tetangganya yang untuk sementara waktu diawasi
pasukan-pasukan perdamaian PBB.
Akan tetapi, Israel tetap mempertahankan pendiriannya bahwa penarikan pasukan
dari daerah pendudukan tidak bisa dijadikan prasyarat pembicaraan perdamaian dan
delegasi Palestina harus tetap bergabung dengan Yordania. Memang masalah substansial
yang diinginkan delegasi Palestina itu sebenarnya tidak ingin dibicarakan oleh Israel.
Artinya Israel tidak mau berdialog dengan jika perundingan mengarah ke pembentukan
Negara Palestina Merdeka dengan wilayah Tepi Barat, Sungai Yordan dan Jalur Gaza.
Walaupun demikian mereka masih menginginkan adanya perundingan menuju
perdamaian abadi di Timur Tengah. Ini di perlihatkan dengan adanya perundingan
Washington, kemudian ada agenda perundingan di Moskow. Ide Land For Peace,
sebagaimana tersirat dalam Resolusi DK-PBB No. 242 (1967) dan di perkuat Resolusi
No. 338 (1973), telah disepakati oleh sebagian besar negara. Ide ini sebenarnya cukup
adil, Israel mendapat pengakuan negara Arab dan Palestina mendapatkan wilayah untuk
mendirikan negara.
Berbagai usaha telah dilakukan oleh Palestina untuk merealisasikan ide tersebut.
Misalnya, Yasser Arafat, pemimpin PLO, dalam Kongres Dewan Nasional Palestina
(Parlemen Palestina) di Aljir, Aljazair, 15 November 1988, telah memproklamirkan
kemerdekaan Negara Palestina. Wilayah yang diklaim sebagai negara Palestina adalah
Tepi Barat Sungai Yordan dan Jalur Gaza, dengan ibukota Yerusalem. Menanggapi
46
proklamasi ini, Israel tetap tidak bergeming untuk meninggalkan daerah pendudukan
(Dipoyudo, 1977: 99-101)
3.1.3 Sejarah Konflik antara Palestina dan Israel
Selama berabad-abad, tanah yang kini dikenal sebagai Israel yang telah menjadi
rumah, baik bagi orang Palestina dan Yahudi. Tapi selama lebih dari 50 tahun, negara
kecil ini telah memancing perang berdarah, pengungsian dan terorisme. Kedua bangsa
mengklaim tanah ini beralih pada kekerasan saat diplomasi gagal. Israel atau Palestina ini
adalah tempat kelahiran Kristen, Yahudi dan juga suci bagi orang Muslim.
Tempat-tempat sucinya merupakan tempat ziarah bagi jutaan orang. Orang Yahudi
melacak sejarahnya disini hingga dimana Alkitab mengisahkan tentang tanah yang
dijanjikan oleh Tuhan kepada Abraham. Tapi orang Palestina juga merupakan keturunan
dari orang-orang jaman Alkitab dan dari penakluk asal Arab pada abad ke-7. tapi bagi
orang Yahudi dikeluarkan dari tanah ini selama berabad-abad oleh penyerbu, tidak
membuat mereka melepaskan warisan spiritualnya.
Tanah Israel menempati bagian yang terpenting dalam peribadatan dan dalam ajaran
Yahudi dan itu telah berlangsung sejak lama sekali. Sehingga ada koneksi yang sangat
nyata dan intim antara Yahudi dan tanah Israel, lepas dari kehadiran fisik orang Yahudi di
Tanah Suci sejak lama sekali. Orang Yahudi disiksa beabad-abad di Eropa. ”Pogrom”
(Pembantaian) pada akhir abad ke 19 membuat mereka percaya bahwa mereka hanya
akan merasa aman kalau mereka berada dinegara mereka sendiri. Paham ini menjadi
pergerakan politik yang disebut dengan Zionisme. Zionis yang mengatakan bahwa tidak
mungkin kami akan mengatasi semua rintangan, halangan dan kesulitan jika bukan satusatunya tempat dimana sumber-sumber mental atau emosional akan diaktifkan. Dan itu
47
akan terjadi jika mereka berada ditanah Israel yang dulunya adalah Palestina. Lebih dari
100 tahun lalu orang Yahudi mulai kembali ke Palestina.
Pada Agustus 1919, pemerintah Inggris mengawasi Deklarasi Balfour yang
menyatakan bahwa Palestina akan dibagi menjadi dua pemerintahan yaitu Yahudi dan
bangsa Palestina. Keputusan mereka pada 1919 untuk mengakui klaim Yahudi atas tanah
air sebagai kebijakan resmi yang akhirnya mempengaruhi tanah suci sejak saat itu.
Mandat inggris dirancang secara khusus untuk menghasilkan pembentukan rumah
nasional bagi orang Yahudi. Di dorong sikap inggris, 35. 000 orang Yahudi berimigrasi
ke Palestina. Merasa tidak tenang dengan adanya gelombang masuk orang Yahudi yang
begitu besar, Palestina akhirnya memberontak terhadap orang Yahudi dan Inggris (Jun,
2008: 15-22)
3.2 Kronologis Kunjungan Ariel Sharon ke Masjid Al Aqsha Tahun 2000
Untuk memahami kekerasan yang terus berlanjut di luar kendali pada bulan April
2001 dan membawa Israel dan Palestina mandi darah, kita harus ingat bagaimana
Intifadah terakhir dimulai. Orang yang ada di pusat kejadian ini adalah Ariel Sharon,
yang kemudian menjadi perdana menteri. Sharon dikenal oleh orang-orang Islam sebagai
seorang politisi yang gemar menggunakan kekerasan. Seluruh dunia mengenalnya karena
pembantaian yang telah ia lakukan atas orang-orang Palestina, perilakunya yang suka
menghasut, dan kata-kata kasarnya. Yang terbesar dari pembantaian-pembantaian itu
terjadi 20 tahun yang lalu di kamp pengungsian Sabra dan Shatilla, menyusul serangan
Israel pada Juni 1982 ke Libanon.
48
Dunia Islam tidak pernah melupakan pembantaian ini atau pembantaian lain yang
dilakukan oleh militer Israel selama 50 tahun terakhir. Karena alasan ini, kunjungan
menghebohkan Sharon ke Mesjid Al Aqsha jauh lebih penting dibanding yang dilakukan
oleh politisi Israel lainnya. Sharon dan Partai Likud-nya meneruskan kebijakan ketat
tidak mau menarik diri dari Daerah Pendudukan, memperluas pemukimannya, dan
menolak melakukan perundingan tentang kedudukan tetap Yerusalem. Saat ini, dunia
sepakat akan satu kenyataan: Sharon melakukan kekerasan dan tidak membuang-buang
kesempatan untuk menyokong atau pun melakukannya sendiri.
Berlanjutnya kekerasan terakhir dimulai ketika Sharon, di bawah kawalan 1200
orang polisi, memasuki Masjid Al Aqsha, suatu tempat yang suci bagi Muslimin. Setiap
orang, termasuk para pemimpin Israel dan rakyat Israel sepakat bahwa masuknya Sharon
ke tempat suci ini, suatu perbuatan yang biasanya terlarang bagi non-Muslim, adalah
sebuah provokasi yang dirancang untuk mempertegang keadaan yang sudah memanas
dan memperbesar pertentangan. Ia jelas-jelas berhasil. Penentuan waktunya sama
pentingnya dengan tempat itu, karena pada hari sebelumnya Ehud Barak telah
mengumumkan bahwa Yerusalem mungkin dibagi dua dan dimungkinkan perundingan
dengan orang-orang Palestina. Bagi Sharon, yang dengan keras mengkritik setiap jalan
damai dan menolak berdebat untuk persoalan Yerusalem, semua ini adalah alasan yang
dibutuhkannnya untuk membuat kunjungan menentukan.
Kepercayaan Yahudi yang telah dipolitisasi menilai bahwa masa yang dimulai
dengan Zionisme akan berlanjut hingga datangnya Messiah. Namun, untuk mencapai
tujuan ini, orang Yahudi radikal percaya bahwa tiga kejadian penting harus terjadi.
Pertama, sebuah negara Israel merdeka harus didirikan di Tanah Suci dan penduduk
49
Yahudinya harus mrningkat. Berpindahnya orang Yahudi ke Tanah Suci secara terencana
telah diwujudkan oleh para pemimpin Zionis sejak awal abad kedua puluh. Disamping
itu, Israel menjadi sebuah bangsa dengan negara merdeka pada tahun 1948. Kedua,
Yerusalem dianeksasi pada tahun 1967 dalam Perang Enam Hari dan pada 1980,
diumumkan sebagai “ibu kota abadi” Israel. Yang ketiga dan satu-satunya syarat yang
masih harus dipenuhi, adalah pembangunan kembali Kuil (Haikal) Sulaiman yang
dimusnahkan 19 abad yang lalu. Yang masih tersisa darinya adalah dinding yang menjadi
Tembok Ratapan.
Akan tetapi, hari ini ada dua tempat ibadah Islam di atas tempat ini yaitu Majid Al
Aqsha dan Qubbah as-Sakhrah. Agar orang Yahudi dapat membangun kembali kuil
tersebut, kedua tempat ibadah ini harus dihancurkan. Halangan terbesar melakukannya
adalah umat Islam dunia, khususnya Palestina. Sepanjang mereka masih ada, orang-orang
Israel tidak dapat menghancurkan kedua tempat ini. Oleh karena itu, alasan sebenarnya
bentrokan yang akhir-akhir ini menjadikan jalanan kembali berdarah bisa ditemukan
dalam impian Zionis (www.tragedipalestina.com)
Yerusalem merupakan tempat yang sangat penting bagi umat Muslim maupun
Kristiani. Karena alasan ini, kota ini, yang suci bagi Yahudi, Kristen maupun Islam tidak
dapat diberikan sepenuhnya ke tangan Zionis. Sejak Israel didirikan pada tahun 1948,
berbagai pemecahan telah diusulkan untuk Yerusalem: menyatakan kota Yerusalem yang
netral dan bebas, kedaulatan bersama Israel dan Yordania, sebuah pemerintahan yang
terdiri atas perwakilan semua agama, memberikan hak tanah pada warga Palestina dan
udara serta hasil bumi untuk Israel dan masih banyak usulan seperti itu. Namun Israel
menolak itu semua dan akhirnya merebut Yerusalem dengan kekuatan dan
mengumumkannya sebagai “ibukota abadi” Israel. Sepanjang Israel menolak menghapus
50
kebijakan kekerasannya yang telah berkepanjangan, menarik dirinya dari daerah
pendudukan atau berunding dengan rakyat Palestina, kedudukan Israel dimasa depan dan
semua masalah terkait lainnya tidak dapat dipecahkan.
Seperti yang telah di jelaskan diatas bahwa Masjid Al Aqsha mempunyai derajat
kepentingan khusus bagi semua Yahudi, terlebih bagi Zionis. Karena alasan ini para
Zionis bertempur demi Yerusalem yang murni dan berusaha “memurnikannya” dari unsur
Kristen dan Muslim. Menurut banyak Yahudi fanatic, Masjid Al Aqsha harusnya
dihancurkan sama sekali. Meski kelihatannya semua Zionis sepakat dengan pandangan
ini, beberapa di antaranya menyandarkan diri pada alasan politis dan lainnya
menggunakan alasan keagamaan. Apapun alasannya, ada satu kenyataan yang tak
terhindarkan yaitu bahwa Zionis menganggap keberadaan Masjid Al Aqsha adalah
hambatan besar bagi visi masa depan mereka. Dimulai dengan tahun 2000, ketika Ariel
Sharon melakukan penghinaan dengan memasuki Masjid Al Aqsha dan sekarang Israel
kembali melakukan aksi penggalian di komplek Masjid Al Aqsha. Tujuan Israel ingin
menghancurkan Masjid Al Aqsha secara perlahan-lahan dan ingin membangun Haikal
Sulaiman.
Dari hari pertama intifadah kedua ini, pemerintahan Israel menanggapi dengan
keras demonstrasi jalanan warga Palestina. Namun, sementara itu bentrokan di wilayah
ini menjadi jauh lebih keras. Untuk membalas bom bunuh diri yang dilakukan oleh
beberapa kelompok Palestina, Israel telah melangkah lebih jauh lagi dalam menekan
daerah pendudukan. Operasi Israel yang dilakukan di darat, laut dan udara ditujukan
terutama terhadap warga sipil Palestina. Hari-hari terkeras selama intifadah kedua telah
meledak begitu tahun 2002 dimulai.
Dalam operasi terakhir ini, yang digambarkan oleh pihak berwenang sebagai yang
terbesar di daerah pendudukan dalam 20 tahun terakhir, tentara Israel mengirimkan
51
sekitar 20.000 tentara. Dengan pengerahan ini, yang dianggap sebagai sebuah pertanda
akan adanya awal pembantaian besar-besaran, tentara Israel mulai mencaplok wilayahwilayah yang ditempati rakyat Palestina satu demi satu. Operasi ini sebenarnya telah
diramalkan berbulan-bulan sebelumnya.
Seperti telah kita bahas di bagian sebelumnya “Ariel Sharon Bersiap untuk Perang,”
sumber-sumber media asing telah meramalkan pendudukan itu. Berita yang bocor dari
pemerintahan Israel ini juga menunjukkan bahwa Israel tengah mempersiapkan perang
besar.
Begitu pendudukan dimulai, pemandangan yang mengingatkan pada penyerangan
Libanon 1982 mulai tampak. Hal yang sama terjadi di setiap kamp pengungsi yang
dicaplok dan daerah berdekatan. Pertama-tama, suara tank dari kejauhan dan letupan
senjata
terdengar,
lalu
generator
yang
menyuplai
arus
listrik
dihancurkan,
menjerumuskan daerah ini ke dalam kegelapan dan mengasingkannya dari dunia luar.
Sebelum bergerak jauh, pesawat-pesawat F-16 datang untuk membantu tank-tank. Semua
ini hanyalah langkah pertama pengepungan yang lebih besar lagi.
Tank-tank Israel memasuki kota-kota dalam pemerintahan Palestina seperti Gaza,
Ramallah, Nablus, dan Tulkarem, menghancurkan segalanya di sepanjang jalannya,
Pesawat-pesawat F-16 menghujankan bom di atas orang-orang yang tinggal di kampkamp pengungsian. Pemimpin PLO Yasser Arafat tidak dapat meninggalkan tempat
kediaman resminya, dengan kata lain, ia telah dipaksa menjalani tahanan rumah. Hanya
dalam satu hari serangan itu, 40 orang terbunuh. Tentara Israel menembaki rumah-rumah
sakit, ambulan, dan sekolah-sekolah, termasuk sekolah untuk tuna netra yang didirikan
oleh PBB. Para wartawan asing di tempat kejadian melaporkan bahwa orang-orang yang
52
terluka selama serangan ini tidak dapat dibawa ke rumah sakit karena tank-tank Israel
mengepung rumah sakit dan mencegah setiap ambulan untuk keluar masuk.
Di samping itu, ribuan orang diperiksa tanpa alasan yang jelas, dan lusinan mereka
dikirim ke penjara. Di beberapa kamp pengungsian, seluruh lelaki berusia antara 14 dan
60 dibawa pergi untuk disidik. Beberapa di ntara mereka, setelah ditahan selama 2 hari
dengan tangan terikat dan mata ditutup, kemudian ditahan dalam penjara. Di kamp
Dheisheh, misalnya, 600 laki-laki dipaksa untuk disidik; 70 dari mereka ditahan tanpa
tuduhan resmi. Gambar-gambar orang-orang sipil dengan mata tertutup yang menunggu
penyidikan yang diperlihatkan pada pers hanya memperlihatkan salah satu perbuatan tak
masuk akal yang dilakukan oleh tentara Israel (Yahya, 2005: 6-25)
Adam Shapiro, seorang pendukung hak asasi manusia Amerika yang tinggal di
Ramallah, menggambarkan pemikirannya tentang tentara Israel dalam memperlakukan
Daerah Pendudukan yaitu Pendudukan ini bersandar pada pemusnahan manusia. Inilah
sebabnya para tentara tega melakukan apa yang mereka mau, mereka diharapkan dan
didorong untuk tidak melihat orang-orang Palestina sebagai manusia.
Saya tidak yakin bahwa tentara Israel sudah kejam dari sananya, tapi saya percaya
bahwa ketika mereka bertugas, mereka meninggalkan rasa kemanusiaannya di belakang.
Ketika Israel akhirnya memahami bahwa pendudukan ini adalah akar dari pertikaian di
sini, dan dengan begitu meninggalkannya dan membiarkan orang-orang Palestina untuk
hidup dalam kemerdekaan, kata-kata yang perlu digunakan untuk menerangkan dan
memahami dunia kita sekali lagi akan bermakna. Kalau belum sampai di sana,
“kemanusiaan” akan tetap menjadi kata dengan makna tapi tanpa pengamalan.
Kebijakan kekerasan Israel meningkat lebih jauh dari sekedar kekerasan. Beberapa
kelompok radikal Palestina meningkatkan bom bunuh diri mereka yang ditujukan pada
53
warga sipil Israel. Ketika berhadapan dengan perkembangan ini, Ariel Sharon dan
pemerintah Israel memutuskan untuk tidak melanjutkan kebijakan yang terukur dan
berkepala dingin, tapi menganggap perlu meningkatkan lagi tingkat penindasan dan
kekerasan.
Dalam sebuah pernyataan persnya, Sharon berkata "Kita harus menyebabkan
mereka mengalami kerugian, luka-luka, sehingga mereka tahu mereka tidak akan dapat
apa-apa, Kita harus memukul mereka, pukul, pukul lagi, sampai mereka mengerti.”
Bagaimana dengan menawarkan sebuah pemecahan politik, sang perdana menteri
ditanya. Sekarang, jawabnya, bukanlah waktu untuk prospek politik, ini cuma untuk
prospek militer.
Anggota Partai Likud Meir Sheetrit, dalam pernyataannya kepada parlemen,
mengatakan bahwa ia mendukung kekerasan yang dilakukan oleh tentara Israel di Daerah
Pendudukan, dengan menekankan bahwa ia akan mendukung setiap tindakan militer
"yang dirancang agar orang-orang Palestina berteriak meminta gencatan senjata." Teknik
ini tidak menyelesaikan apa-apa, selain mendorong ke dalam lingkaran setan kekerasan.
Seperti telah kita bahas di atas, peristiwa di Palestina sekali lagi membuktikan bahwa
masalah
ini
tidak
pernah
dapat
dipecahkan
dengan
kekerasan
(www.palestinechronicle.org)
Menurut angka-angka yang diterbitkan PBB, selama operasi Israel dijalankan, 1620
rumah terus mengalami kerusakan berat, beserta 14 bangunan umum, termasuk beberapa
sekolah. Di Jenin, dari 2500 bangunan yang ditempati 14.000 orang Palestina di sana, 550
rusak. Enam rusak ringan, 541 dengan aneka kerusakan, dan tiga rusak total. Di Balata,
dari 3700 bangunan yang ditempati 20.000 orang, 670 mengalami kerusakan. Dari jumlah
ini, 10 rusak total dan 14 rusak parah. Di Nur Al-Shams, 100 dari 1500 rumah tempat
54
8000 orang tinggal, rusak, tiga di antaranya tengah dihancurkan. Di Tulkarem, 300 dari
2900 bangunan yang didiami 16.000 orang rusak; enam di antaranya rusak total dan 30
rusak parah. Kerugian ekonomi keseluruhan ditaksir sekitar 3,5 juta dolar
(www.hdip.org)
Masa ini, yang menyebabkan Israel dikritik tajam oleh PBB dan Uni Eropa,
berakhir dengan langkah penting pertama Amerika Serikat mengirimkan juru runding
untuk menangani krisis ini. Tank-tank Israel mulai menarik diri dari wilayah Palestina,
meninggalkan daerah yang hancur berat, dan kedua pihak memasuki perundingan
keamanan. penarikan tank-tank hanya memberi waktu senggang untuk tentara Israel.
Dalam beberapa hari, pendudukan baru dan lebih menyeluruh dimulai. Kali ini,
sasarannya adalah Tepi Barat, dan khususnya Ramallah, tempat markas besar Arafat.
Hasil operasi ini menempatkan markas Arafat dalam kepungan, hampir memaksanya
tinggal di satu ruangan saja, sementara bahaya besar dihadapi oleh penduduk sipil
Palestina. Militer Israel tidak menghentikan langkahnya menduduki Ramallah saja,
melainkan merampas seluruh kota-kota Tepi Barat satu demi satu. Arus listrik
diputuskan, dan pemadaman itu menyebabkan tak teraturnya aliran air. Tempat ini
dikenakan jam malam ketat, dan penduduk mulai mengalami kelaparan karena aliran
makanan anjlok.
Ketika orang-orang yang sakit dan orang lanjut usia serta anak-anak berusaha
mempertahankan hidupnya dalam keadaan brutal ini, hampir seluruh lelaki berusia antara
14 dan 50 tahun ditangkap oleh tentara Israel. Ketika tentara Israel mengambil alih
bangunan yang dimiliki oleh dinas keamanan Palestina, meskipun para petugasnya telah
menyerahkan diri, mereka ditembak di kepala dan dibunuh. Untuk mengasingkan orang-
55
orang Palestina dari dunia internasional, Israel segera mengumumkan daerah pendudukan
sebagai “daerah tertutup” sehingga dunia tidak akan mendengar kekejaman yang
dilakukan atas orang-orang Palestina.
Meskipun telah mengupayakan hal seperti itu, stasiun-stasiun televisi dunia tetap
menampilkan gambar-gambar kekejian di Palestina. Di antara gambar bersejarah adalah
gambar orang-orang Palestina yang ditembak dari dekat di kepala, tahanan yang diikat
dan ditutup matanya diseret ke daerah yang belum diketahui, seorang pemimpin dunia
yang berpidato ke seluruh dunia dengan nyala lilin, jalanan Palestina yang gelap dan
kosong, rumah sakit yang mengundang kemarahan tentara Israel, biarawati dan biarawan
yang ditembak tank-tank Israel, dan anggota LSM yang mencoba untuk membentuk
“pagar betis” bagi orang-orang Palestina tak bersalah. Ketika kamar mayat di rumah sakit
Ramallah penuh, mereka mulai menaruh dua mayat dalam ruang yang muat untuk satu
orang.
Lalu muncul berita tentang kuburan massal yang digali untuk orang-orang yang
dibunuh. Tempat-tempat seperti Tulkarem, Bethlehem, dan Qalqilya telah menjadi
tempat mandi darah di depan mata dunia. Di Bethlehem, yang dipercaya sebagai kota
tempat Yesus dilahirkan, banyak orang-orang Palestina yang dengan putus asa mencari
tempat berteduh di gereja-gereja, tapi tak ada hasilnya. Bukan halangan bagi tentara
Israel, seperti yang segera dilaporkan berita mengenai meletusnya tembakan di gerejagereja dan bahkan anggota pendeta Kristen terbunuh.
Petunjuk lain tentang pendudukan tak berperikemanusiaan ini adalah bagaimana
wartawan dan anggota aktivis LSM di daerah ini diperlakukan. Sewaktu pemerintah
Israel dengan paksa memindahkan beberapa wartawan yang mencoba melaporkan
56
kejadian ini, yang lain seolah tetap menjadi sandera di dalam, dan beberapa orang yang
tetap berada di sana bahkan kehilangan nyawanya. Kebijakan yang bahkan lebih keras
lagi diterapkan pada pekerja LSM: Beberapa dari mereka ditahan karena “melanggar”
hukum Israel, sedangkan lainnya diserang dengan gas air mata. Organisasi bantuan
kemanusiaan tidak diizinkan melakukan apa pun. Satu contoh saja, pejabat PBB yang
mencoba membawa makanan dan obat-obatan ke dalam tempat ini tidak hanya tak diberi
jalan, bahkan diserang dengan gas air mata (Yahya, 2005: 81-88 )
Dalam artikel harian turki Star menyebutkan salah satu bukti yang memicu kritik
dunia internasional selama pendudukan terakhir tentara Israel adalah dijadikannya
tempat-tempat suci Kristen sebagai sasaran. Israel membela diri bahwa teroris Palestina
telah menduduki gereja dan menyandra pendeta-pendeta. Tapi informasi yang diperoleh
dari tempat kejadian, termasuk komunikasi dengan para pendeta di gereja-gereja itu,
menunjukkan bahwa alasan ini tidak benar.
Sebuah laporan BBC berjudul “Bethlehem Siege Sparks Church Fury (Pengepungan
Bethlehem Mengobarkan Kemarahan Gereja)” melaporkan informasi ini. Menurut
laporan tersebut, juru bicara Gereja Katolik Roma, Romo David Jaeger, seorang warga
Israel, dengan keras mengkritik serangan Israel dan menilai bahwa “Israel telah
melanggar kewajiban internasionalnya.” Romo Jaeger mengatakan bahwa terbukti gereja
dan tempat-tempat suci dijadikan sasaran oleh peluru-peluru Israel. Romo Amjad Sabbara
dari Gereja Church of Nativity Bethelehem, sementara itu mengatakan bahwa orang-orang
yang mencari tempat pengungsian di sana tak bersenjata dan terutama terdiri dari wanita,
anak-anak, dan orang lanjut usia yang mencoba melarikan diri dari tank-tank Israel.
Sebuah berita dari website Islamonline melaporkan bahwa beberapa orang Palestina
57
terluka parah oleh tembakan di gereja, tapi tidak dirawat karena tentara Israel tidak
mengizinkan ambulan memasuki wilayah itu.
Selama serangan terakhir Israel, sekolah-sekolah yang yang didirikan oleh PBB
untuk anak-anak Palestina rusak berat. Pusat Rehabilitasi Tuna Netra al-Nur, yang
didirikan dan dijalankan oleh PBB dan satu-satunya sekolah untuk anak tuna netra di
Gaza, dibom pada 5 Maret 2002. Laporan berita di atas mengutip para saksi mata
peristiwa itu. Pernyataan Menteri Pendidikan Palestina mengungkap bahwa 435 anakanak tertembak mati antara September 2000 dan Maret 2002, 150 di antaranya anak-anak
usia sekolah, dan 2402 anak-anak terluka.
Seperti ditegaskan berita yang dilaporkan dari wilayah ini, Operasi Perisai
Pertahanan (Defensive Shield), yang dilakukan atas nama pembasmian teror,
mengakibatkan pembantaian lainnya atas warga sipil Palestina. Operasi ini dilakukan
tidak hanya untuk tujuan mempertahankan diri, seperti disebutkan oleh namanya,
melainkan untuk tujuan merusak. Operasi keseluruhan dicirikan oleh kebrutalan di
seluruh Ramallah, Nablus, dan Bethlehem, karena tentara Israel menjadikan warga sipil
sebagai sasaran, bukan kelompok bersenjata, dan membunuh wanita dan anak-anak yang
bukan penyerang. Seorang tentara Israel yang terlibat dalam operasi ini mengatakan pada
BBC:
Kejadian kasar yang terjadi selama hari terakhir Maret 2002 tercatat dalam sejarah
sebagai puncak pengepungan dan pembantaian brutal. Apa yang disebut media Barat
sebagai “Pembantaian Sabra dan Shatilla jilid dua” merupakan serbuan yang diorganisir
melawan kamp pengungsi Jenin. Kamp pengungsi ini telah didirikan untuk orang-orang
Palestina yang terusir dari tanahnya di tahun 1948. Selama operasi terakhir ini, tentara
58
Israel mengepung kamp ini, yang menjadi rumah bagi 15.000 orang, seperti yang telah
dilakukannya pada kota-kota dan kamp-kamp Palestina lainnya. Namun apa yang terjadi
selanjutnya berbeda dalam satu hal penting: Jenin tidak sekedar dikepung, tapi malah
mengalami salah satu pembantaian paling menyeluruh di tahun-tahun terakhir
(www.latimes.com)
3.3 Sejarah Intifadah Pertama dan Intifadah Kedua
3.3.1 Intifadah Pertama
Intifadah, yang berarti “pemberontakan” dalam Bahasa Arab, adalah nama untuk
perjuangan yang dilakukan oleh sekelompok orang Palestina, yang bersenjatakan batubatu, melawan salah satu musuh terbesar dunia, yaitu orang yang menjawab lemparan
batu itu dengan peluru, roket, dan rudal. Memang, mereka jarang sekali ragu-ragu
menjadikan orang yang tidak pernah melempar batu sebagai sasaran mereka, bahkan
mampu membunuh lusinan anak-anak dengan cara tak berperikemanusiaan. Intifadah
pertama memasuki panggung politik pada 1987, dimulai dengan pemuda Palestina yang
membalas pembunuhan enam anak-anak Palestina oleh tentara-tentara Israel.
Berlanjut hingga 1993, Intifadah menghadapi tanggapan yang sangat keras dari
Israel, berdasar prinsip bahwa “kekerasan melahirkan kekerasan,” Timur Tengah kembali
terjatuh ke dalam kekacauan. Sepanjang masa ini, perhatian dunia tertuju pada kasus
anak-anak yang tempurung kepalanya pecah dan tangan-tangan mereka dipatahkan oleh
para tentara Israel. Orang-orang Palestina, dari yang paling muda hingga yang paling tua,
menentang kekerasan militer Israel dan penindasan dengan sambitan batu apa pun yang
dapat mereka temukan. Sebagai balasannya, tentara Israel secara besar-besaran
memberondongkan senjatanya kepada orang-orang Palestina. Pada tahun 1989, sebanyak
13.000 anak-anak Palestina ditahan di penjara-penjara Israel.
59
Selama tahun-tahun Intifadah, sebuah peristiwa terjadi di desa Kristen Beit Sahour
di dekat Bethlehem. Kejadian ini, yang disaksikan oleh penduduknya Norman
Finkelstein, hanyalah satu dari banyak contoh yang tidak mendukung bahwa campur
tangan militer didorong oleh keinginan membela diri. Suatu kali di kamp pengungsian
Jalazoun, anak-anak membakar ban ketika sebuah mobil menepi. "Pintu dibiarkan
terbuka, dan empat pria (pemukim Israel maupun tentara berpakaian preman) melompat
keluar, menembak membabi buta ke segala penjuru. Anak-anak di samping saya
tertembak di punggungnya. Hari berikutnya Jerussalem Post melaporkan bahwa tentara
itu menembak untuk membela diri."
Intifadah rakyat Palestina, yang dilakukan dengan sambitan batu dan pentungan
untuk melawan tentara paling modern di dunia, berhasil menarik perhatian internasional
pada wilayah ini. pembunuhan tentara Israel atas anak-anak berusia sekolah sekali lagi
menunjukkan kebijakan teror pemerintah pendudukan. Masa ini berlanjut hingga
Kesepakatan Oslo tahun 1993, ketika Israel dan PLO duduk bersama di meja
perundingan. Pada pertemuan ini, Israel mengakui Yasser Arafat untuk pertama kalinya
sebagai perwakilan resmi rakyat Palestina.
3.3.2 Kebangkitan Intifadah Kedua di Palestina
Setelah Intifadah pertama mencapai puncaknya dalam kesepakatan damai, rakyat
menunggu dengan sabar perdamaian dan keamanan kembali ke wilayah Palestina.
Penantian ini berlanjut hingga Sepetember 2000, ketika Ariel Sharon, yang dikenal
sebagai “Penjagal dari Libanon,” melakukan kunjungan yang menghebohkan ke Masjid
Al Aqsha bersama puluhan polisi Israel. Kejadian ini memicu bangkitnya Intifadah alAqsa (www.harunyahya.com).
60
Bangkitnya intifadah kedua atau intifadah Al Aqsha di picu oleh aksi penodaan
terhadap Masjid Al Aqsha, kiblat pertama umat Islam, yang dilakukan Ariel Sharon
tepatnya pada 28 September 2000. Untuk memahami kekerasan yang terus berlanjut di
luar kendali pada bulan April 2001 dan membawa Israel dan Palestina mandi darah, kita
harus ingat bagaimana Intifadah terakhir dimulai. Orang yang ada di pusat kejadian ini
adalah Ariel Sharon, yang pada saat itu masih menjadi perdana menteri.
Sharon dikenal oleh orang-orang Islam sebagai seorang politisi yang gemar
menggunakan kekerasan. Seluruh dunia mengenalnya karena pembantaian yang telah ia
lakukan atas orang-orang Palestina, perilakunya yang suka menghasut, dan kata-kata
kasarnya. Yang terbesar dari pembantaian-pembantaian itu terjadi 20 tahun yang lalu di
kamp pengungsian Sabra dan Shatilla, menyusul serangan Israel pada Juni 1982 ke
Libanon. Dalam pembantaian ini, sekitar 2000 orang tak berdaya dibunuh dan
pembantaian-pembantaian yang dilakukan oleh Israel itu tak terungkap. Nama kedua
yang akan kita temui pada masa ini juga adalah Ehud Barak, yang saat itu komandan
tentara Israel dan sekarang sudah menjadi perdana menteri.
Dunia Islam sendiri tidak akan pernah melupakan pembantaian ini atau
pembantaian lain yang dilakoni oleh militer Israel selama 50 tahun terakhir. Karena
alasan ini, kunjungan menghebohkan Sharon ke Masjid Al Aqsha jauh lebih penting
dibanding yang dilakukan oleh politisi Israel lainnya. Sharon dan Partai Likud-nya
meneruskan kebijakan ketat tidak mau menarik diri dari Daerah Pendudukan,
memperluas pemukimannya, dan menolak melakukan perundingan tentang kedudukan
tetap Yerusalem. Saat ini, dunia sepakat akan satu kenyataan bahwa Sharon melakukan
61
kekerasan dan tidak membuang-buang kesempatan untuk menyokong atau pun
melakukannya sendiri.
Berlanjutnya kekerasan terakhir dimulai ketika Sharon, di bawah kawalan 1200
orang polisi, memasuki Masjid Al Aqsha yaitu suatu tempat yang suci bagi Muslimin.
Setiap orang, termasuk para pemimpin Israel dan rakyat Israel sepakat bahwa masuknya
Sharon ke tempat suci ini, suatu perbuatan yang biasanya terlarang bagi non-Muslim,
adalah sebuah provokasi yang dirancang untuk mempertegang keadaan yang sudah
memanas dan memperbesar pertentangan.
Penentuan waktunya sama pentingnya dengan tempat itu, karena pada hari
sebelumnya Ehud Barak telah mengumumkan bahwa Yerusalem mungkin dibagi dua dan
dimungkinkan perundingan dengan orang-orang Palestina. Bagi Sharon, yang dengan
keras mengkritik setiap jalan damai dan menolak berdebat untuk persoalan Yerusalem,
semua ini adalah alasan yang dibutuhkannnya untuk membuat kunjungan menentukan.
Sebab utama masa intifadah kedua adalah kunjungan provokatif Ariel Sharon,
pimpinan partai Likud Israel, ke Masjid Al Aqsha pada 28 September 2000. Kunjungan
itu didukung Perdana Mentri Israel saat itu, Ehud Barak, yang telah menyiapkan 600
tentara untuk mengiringinya, ditambah 3000 tentara dan polisi lainnya yang
mengamankan jalanan di Al Quds. Kesepakatan genjatan senjata Israel-Palestina yang
berakhir dead lock semakin memperparah keadaan. Zionis kembali memiliki dalih untuk
menguasai Al Quds dan Masjid Al Aqsha serta memperluas derah jajahannya. Sehingga
dicetuskan Intifadah kedua dengan nama "Intifadah Masjid Al Aqsha".
Menurut tabulasi data PLO, sejak 29 September 2000 sampai 3 januari 2004 rakyat
sipil yang syahid pada intifadah kedua mencapai angka 2906 jiwa. Di antara mereka ada
172 wanita, 539 anak-anak di bawah umur, dan 8 wartawan. 9 orang asing turut menjadi
62
korban keganasan Israel. Kondisi korban juga sangat mengenaskan. 35% orang syahid
akibat peluru di daerah kepala, di daerah badan 23%, dan 42% lainnya meninggal karena
tidak sempat dibawa ke rumah sakit akibat terhalang tentara Israel.
Untuk memadamkan api intifadah kedua, Israel menggunakan alat-alat perang
tercanggih seperti rudal-rudal, pesawat F-16, helikopter Apache, dll. Beberapa senjata
terlarang juga dipakai, seperti peluru "Dumdum". Konsentrasi Israel lebih terpusat untuk
membunuh para pemimpin gerakan Islam pengusung gerakan Intifadah kedua. Di
antaranya, Syekh Shalah Syahadah, Ismail Abu Syenab dan terakhir Syekh Ahmad Ismail
Yassin.
Berbeda dengan masa Intifadah pertama, Intifadah Kedua merupakan gabungan
kekuatan dari seluruh elemen masyarakat Palestina. Mereka serentak melancarkan
perlawanan. Bahkan, seruan jihad Intifadah ini tidak hanya meliputi Palestina, tapi
seluruh dunia Islam pun ikut menyambut. Aksi pemboikotan produk-produk Israel dan
Amerika semakin gencar di beberapa negara Islam. Sumbangan doa dan harta, bahkan
nyawa terus mengalir. Hingga sekarang, intifadah ini masih berjalan. Dan akan terus
berjalan sampai kemenangan itu datang (www.harunyahya.com)
3.5 Sejarah Majid Al Aqsha
Masjid Al Aqsha merupakan sebuah tempat yang sangat di sucikan oleh seluruh
umat Islam karena itu keberadaannya sangat dijaga dan dipelihara agar tetap suci dan
bebas dari serangan-serangan yang digencarkan pihak Israel juga dari rencana Israel
untuk menghancurkan Masjid Al Aqsha ini. Sebenarnya Masjid Al Aqsha dapat
dikategorikan sebagai tempat yang paling tertindas di dunia. Bangunan ini mempunyai
nilai yang luar biasa di mata berbagai agama samawi, yang kini tengah terancam
63
dihancurkan oleh Rezim Zionis. Setiap saat, Rezim Zionis terus mencari berbagai alasan
untuk menghancurkan Masjid Al Aqsha.
Upaya terakhir Rezim Zionis dalam rangka menghancurkan Masjid ini ialah
langkahnya merobohkan pintu gerbang bagian barat Masjid Al Aqsha. Sampai saat ini,
Rezim Zionis telah menghancurkan dua ruangan besar yang berlokasi di bawah tembok
pintu gerbang tersebut, dengan alasan akan membangun sebuah jembatan yang akan
memudahkan warga Zionis Baitul Maqdis menjangkau Masjid Al Aqsha. Dengan kata
lain, perusakan ini dilakukan dengan alasan mempermudah lalu lintas warga Zionis ke
Masjid Al Aqsha.
Dari dulu hingga kini, rezim Zionis telah melakukan berbagai usaha untuk
menghancurkan Masjid Al Aqsha. Upaya mereka yang paling penting mereka lakukan
pada tahun 1969, yaitu ketika mereka berusaha membakar Masjid ini. Sejak itu hingga
kini, Rezim Zionis berkali-kali selalu berusaha menghancurkan bangunan bersejarah ini
baik secara langsung maupun tidak langsung. Usaha-usaha penghancuran ini sengaja
dilakukan karena menurut klaim Zionis Israel, ada Kuil Sulaiman di bawah Masjid
tersebut. Menurut keyakinan Zionis Israel, masa kemunculan juru selamat telah tiba,
sedangkan untuk menyegerakan kemunculannya, Masjid Al Aqsha harus dihancurkan
dan Kuil Sulaiman harus dibangun kembali.
Kuil Sulaiman dibangun oleh Nabi Sulaiman as sekitar tiga ribu tahun lalu. Namun
empat abad kemudian, Kuil Sulaiman dihancurkan oleh kaum Babilonia. Kuil Sulaiman
kembali dibangun oleh emperium Roma, 70 tahun setelah kelahiran Nabi Isa as.
Sementara itu, sejumlah pakar sejarah dan arkeolog terkemuka meragukan sejarah
penghancuran Kuil Sulaiman di bawah Masjid Al Aqsha. Setelah melakukan riset
panjang dan berkali-kali meninjau Masjid ini, Maier Boun Douf, seorang arkeolog
64
terkenal di tahun 2004 menyatakan, "Kuil Sulaiman tidak berada di bawah Masjid Al
Aqsha; dan dapat dipastikan bahwa hal ini termasuk di antara mitos-mitos yang dibuat
oleh Rezim Zionis untuk membubuhkan nuansa religius pada eksistensi Zionis Israel
yang illegal."
Pandangan semacam ini juga dikuatkan oleh sejumlah pakar independen setelah
melakukan riset penjang. Meski demikian, Rezim Zionis masih terus melakukan
penggalian di bawah Masjid Al-Aqsha, dan hingga kini penggalian masih terus berlanjut
karena mereka masih belum berhasil menemukan sedikitpun tanda yang menunjukkan
keberadaan Kuil Sulaiman. Dikatakan pula, ada 25 kelompok ekstrim Rezim Zionis di
Palestina pendudukan dan Tepi Barat Sungai Jordan yang aktif menuntut penghancuran
Masjid Al Aqsha. Kelompok-kelompok inilah yang telah melakukan langkah-langkah
konkret untuk penghancuran Masjid ini, seperti membuat terowongan di bawah Masjid
Baitul Maqdis guna menghancurkan pondasi-pondasi bangunan Masjid tersebut, menutup
saluran air dan menghancurkan bagian-bagian Masjid tersebut.
Yerusalem, dimana terdapat Masjid Al Aqsha adalah kota yang amat dihormati oleh
penganut tiga agama samawi, Islam, Kristen, dan Yahudi. Bagi umat Islam sendiri Masjid
Al Aqsha adalah kiblat pertama dan tempat Nabi Muhammad SAW melakukan
perjalanan Mikraj ke langit. Di Jerusalem juga, sejumlah nabi dimakamkan. Al Quran
dalam ayat pertama surat Al Isra menyatakan bahwa Allah telah memberkati sekitar
Masjid ini. Mikraj Nabi atau perjalanan beliau ke langit yang dimulai dari Masjid Al
Aqsha merupakan peristiwa yang paling bersejarah bagi umat Islam.
Itulah mengapa Masjid Al Aqsha mempunyai arti yang sangat penting bagi umat
Islam. Menurut Mujiruddin Al Hanbaly dalam bukunya yang berjudul Al Uns al Jalil
65
Masjid ini meliputi seluruh wilayah yang berada di dalam pekarangan Al Aqsha.
Termasuk di dalamnya adalah tembok di sebelah barat, tembok Buraq (Tembok Ratap),
dan Ribat al Kurd. Seluruh pintu gerbang di sisi barat tembok seperti gerbang Maghareba
dan seluruh bangunan yang berada di tembok barat seperti Sekolah Tankziye juga
menjadi bagian Masjid Al Aqsha. Demikian pula dengan pekarangan berpasir, Kubah
Batu (Qubbah ash Shahra), Masjid di bagian depan, bangunan di bawah Al Aqsha yang
disebut dengan "Aqsha Tua" dan Masjid Marwani di bagian arah timur. Semua itu bagian
dari Masjid Al Aqsha (www.suaramerdeka.com)
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Kunjungan Politik Ariel Sharon ke Masjid Al Aqsha
Kunjungan Ariel Sharon ke Masjid Al Aqsha telah memprovokasi terjadinya
kembali konflik antara Palestina dan Israel. Kunjungan tersebut merupakan penyebab
intifadah kedua, karena mengingat Ariel Sharon dan Partai Likudnya memiliki kebijakan
ketat untuk tidak mau menarik diri dari Daerah Pendudukan, memperluas pemukiman
Yahudi dan menolak melakukan perundingan tentang kedudukan Yerusalem.
Karena alasan ini kunjungan Sharon ke Masjid Al Aqsha jauh lebih penting
dibandingkan yang dilakukan oleh politisi Israel lainnya. Hampir sama dengan kebijakan
Yaseer Arafat yang mengijinkan bom bunuh diri bagi rakyat Palestina, Ariel Sharon juga
dikenal memiliki kebijakan radikal pada masa pemerintahannya tidak pernah menyetujui
Yerusalem dimana menurut Umat Yahudi terdapat Haikal Sulaiman dibagi dua dengan
rakyat Palestina, sengaja melakukan kunjungan politik ke Masjid Al Aqsha setelah Ehud
Barak sebelumnya telah mengumumkan bahwa Yerusalem mungkin dibagi dua dan
dimungkinkan perundingan dengan orang-orang Palestina. Dan dari kunjungan politis
Ariel Sharon itu seperti telah menegaskan bahwa Yerusalem akan tetap menjadi wilayah
kedaulatan Israel dan tidak dapat dibagi dua oleh Palestina.
Di sisi lain Masjid Al Aqsha sendiri merupakan kiblat pertama dan sebagai tempat
yang disakralkan oleh seluruh umat Islam. Masjid ini juga memiliki nilai sejarah yang
tinggi khususnya bagi umat Islam karena di Masjid ini juga Nabi Muhammad melakukan
Isra Mikraj. Dengan berharganya Masjid Al Aqsha bagi umat Islam dimana seluruh umat
Islam sangat menjaga kesuciannya, tiba-tiba Ariel Sharon yang bukan seorang Muslim
67
68
masuk kedalamnya bersama ribuan polisi Israel yang kemudian akhirnya menyebabkan
bangkitnya kembali intifadah kedua.
Sementara itu serangan terhadap Masjid Al Aqsha pada dasarnya sudah terjadi sejak
dulu. Kelompok-kelompok ekstrimis Yahudi dari dulu memang mengincar Masjid Al
Aqsha dan selalu berusaha untuk menghancurkan. Seperti yang dilakukan organisasi garis
keras Yahudi yang menamakan dirinya Revava, kelompok ini selalu menjadi ancaman
yang serius bagi kompleks Masjid Al Aqsha. Kelompok ekstrimis Revava ini
menggunakan sentimen keagamaan untuk tujuan politis, Revava lebih bersifat politis
daripada keagamaan murni. Revava adalah salah satu dari banyak organisasi radikal
Yahudi yang selalu menginginkan untuk menguasai kompleks Masjid Al Aqsha dan
menginginkan segera mendirikan Haikal Sulaiman.
Usaha kelompok ekstrimis Revava yang selalu berusaha untuk menghancurkan
kompleks Masjid Al Aqsha disebabkan adanya lembaga pemukiman Yahudi yang disebut
dengan Yesha yang tidak menginginkan adanya pemukiman Yahudi diambil atau
diserahkan ke Palestina apalagi kota Yerusalem yang dianggap sebagai tanah suci orangorang Yahudi. Isu tentang kompleks Masjid Al Aqsha memang selalu dinilai sebagai isu
paling rumit dan sensitif bagi umat Islam, Kristen dan Yahudi yang sama-sama
menganggap kota Yerusalem sebagai kota suci.
Di bagian barat kompleks kota lama di Yerusalem Timur, terdapat Tembok Ratapan
atau tempat ibadah umat Yahudi. Di sebelah timur Tembok Ratapan yang hanya
dipisahkan tembok terdapat Masjid Al Aqsha yang merupakan kiblat pertama umat Islam
sebelum dialihkan ke Masjidil Haram di Mekkah Arab Saudi. Di dalam kompleks kota
lama juga terdapat Gereja Al Qiyamah yang memiliki sejarah khusus di mata umat
Kristen.
69
Bagi Yesha, memilih sasaran Masjid Al Aqsha bisa mencapai beberapa tujuan.
Pertama, mengangkat isu Masjid Al Aqsha yang bagi rakyat Yahudi dikenal dengan nama
Temple Mount akan membangkitkan emosi dan solidaritas rakyat Yahudi. Impian rakyat
Yahudi yang terpendam selama 3.000 tahun-sejak kejayaan Raja Daud dianggap telah
terwujud jika Temple Mount jatuh ke tangan Yahudi. Temple Mount dianggap tempat
paling suci oleh warga Yahudi karena diyakini di bawahnya terdapat reruntuhan fondasi
kejayaan Dinasti Nabi Sulaiman.
Kedua, Masjid Al Aqsha juga bisa memancing emosi rakyat Palestina dan umat
Islam. Ketiga, menciptakan suasana tegang di kompleks Masjid Al Aqsha akan
menyulitkan pemerintah Ariel Sharon karena mereka memang ingin menjatuhkan
pemerintahan Ariel Sharon. Tujuan Yesha itu kini telah menjadi kenyataan. Rencana
Yesha ini memang telah berhasil karena akhirnya Dunia Arab dan rakyat Palestina
terpancing emosinya oleh rencana Yesha tersebut. Negara-negara Arab meminta
pemerintah Israel sebagai negara yang sedang menduduki untuk bertanggung jawab
menjaga Masjid Al Aqsha dari serangan-serangan kelompok ekstrim Yahudi.
Tindakan negara-negara Arab yang meminta penjagaan atas Masjid Al Aqsha bukan
hanya disebabkan provokasi dari Yesha tapi juga karena memang upaya-upaya
perobohan, perusakan dan penghancuran Masjid Al Aqsha oleh kelompok-kelompok
ekstrimis Yahudi telah lama terjadi dan upaya penghancuran yang tidak pernah berhenti
sampai sekarang membuat seluruh umat Muslim merasa khawatir terhadap eksistensi
Masjid Al Aqsha sebagai simbol nasionalis dan keagamaan bangsa Palestina.
Sementara itu kelanjutan Judaisasi atau Yahudisasi Al Quds masih terus berjalan
sampai sekarang dan usaha orang-orang Yahudi maupun kelompok ekstrim Yahudi untuk
70
mencari Haikal Sulaiman semakin gencar. Kali ini orang-orang Israel mengklaim bahwa
dibawah Masjid Al Aqsha terdapat reruntuhan Haikal Sulaiman sehingga untuk mencari
Haikal yang terkubur di bawah Masjid Al Aqsha maka dilakukan penggalian terowongan
di bawah Masjid Al Aqsha.
Untuk masalah kuil sulaiman, Biarpun sampai sekarang ilmuan Israel masih belum
dapat membuktikan secara ilmiah keberadaan kuil sulaiman yang mereka akui sebagai
identitas orang-orang Yahudi diseluruh dunia dan justru yang mereka temukan adalah
keberadaan milik bangsa Kan’an yang merupakan nenek moyang bangsa Arab, tapi
mereka tetap meyakini bahwa di bawah Masjid Al Aqsha itu ada reruntuhan Haikal
Sulaiman.
Klaim-klaim orang-orang Yahudi belum dapat dibuktikan kebenarannya karena
sampai kini semua sumber dokumen sejarah Israel belum menunjukan bahwa adanya
Haikal Sulaiman di bawah Masjid Al Aqsha sebagaimana yang orang-orang Yahudi
klaim selama ini. Kubah as-Sakhra yang sekarang bukan hanya sebagai simbol bagi
setiap Masjid yang ada tapi juga mengandung nilai sejarah dan peradaban Islam dan
Masjid Al Aqsha, termasuk pelataran, pintu gerbangnya merupakan simbol-simbol
peradaban bangsa Arab dan Islam di kota tersebut kemudian diubah oleh Israel dengan
cara
mengelilinginya
dengan
permukiman-pemukiman
Israel
(http://www.palestineinfo.com/ms).
4.2 Kepentingan Israel dan Palestina terhadap Masjid Al Aqsha di Yerusalem
Masjid Al aqsha merupakan sebuah tempat yang sangat di sucikan oleh seluruh
umat Islam karena itu keberadaannya sangat dijaga dan dipelihara agar tetap suci dan
71
bebas dari serangan-serangan yang digencarkan Israel juga dari rencana Israel untuk
menghancurkan Masjid Al Aqsha ini. Berbagai alasan untuk menghancurkan Masjid Al
Aqsha ini dilakukan oleh Zionis. Usaha terakhir Zionis dalam rangka menghancurkan
Masjid ini adalah dengan merobohkan pintu gerbang bagian barat Masjid Al Aqsha.
Zionis juga telah menghancurkan dua ruangan besar yang ada di bawah tembok
pintu gerbang tersebut, dengan alasan akan membangun sebuah jembatan yang akan
memudahkan warga Zionis Baitul Maqdis menjangkau Masjid Al Aqsha. Dengan kata
lain, perusakan ini dilakukan dengan alasan mempermudah lalu lintas warga Zionis ke
Masjid Al Aqsha. Sebenarnya usaha penghancuran Masjid Al Aqsha ini sudah terjadi
sejak dulu. Upaya mereka yang paling penting mereka lakukan pada tahun 1969, yaitu
ketika mereka berusaha membakar Masjid ini.
Sejak itu sampai sekarang, Zionis berkali-kali selalu berusaha menghancurkan
bangunan bersejarah ini baik secara langsung maupun tidak langsung. Usaha-usaha
penghancuran ini sengaja dilakukan karena menurut klaim Zionis Israel, ada Kuil
Sulaiman di bawah Masjid tersebut. Menurut keyakinan Zionis Israel, masa kemunculan
juru selamat telah tiba, sedangkan untuk menyegerakan kemunculannya, Masjid Al
Aqsha harus dihancurkan dahulu dan Kuil Sulaiman harus dibangun kembali
(www.sinarharapan.com)
Karena itu Banyak kelompok-kelompok ekstrim Israel yang selalu menuntut
penghancuran atas Masjid Al Aqsha, seperti 25 kelompok ekstrim Zionis di tanah
pendudukan Palestina dan Tepi Barat Sungai Jordan. Kelompok-kelompok ini yang telah
melakukan langkah-langkah konkret untuk penghancuran Masjid Al Aqsha, seperti
membuat terowongan di bawah Masjid Baitul Maqdis untuk menghancurkan pondasi-
72
pondasi bangunan Masjid tersebut, menutup saluran air dan menghancurkan bagianbagian Masjid tersebut.
Kuil Sulaiman dibangun oleh Nabi Sulaiman as sekitar tiga ribu tahun lalu. Namun
empat abad kemudian, Kuil Sulaiman dihancurkan oleh kaum Babilonia. Kuil Sulaiman
kembali dibangun oleh emperium Roma, 70 tahun setelah kelahiran Nabi Isa as. Namun
banyak pihak dari arkeolog meragukan sejarah penghancuran Kuil Sulaiman di bawah
Masjid Al Aqsha. Setelah melakukan riset panjang dan berkali-kali meninjau Masjid ini,
Maier Boun Douf, seorang arkeolog terkenal di tahun 2004 menyatakan bahwa Kuil
Sulaiman tidak berada di bawah Masjid Al Aqsha.
Tahun 1980 terjadi berbagai serangan terhadap Masjid Al Aqsha yang saat itu
mendapat perlawanan bangsa Palestina dan menyebabkan banyak orang Palestina
meninggal. Pada tahun 1990 penggalian terhadap Masjid ini dilakukan berkali-kali, yang
diantaranya adalah pembuatan terowongan yang diresmikan oleh Perdana Menteri saat itu
yaitu Benyamin Netanyahu, pada tahun 1996. Peresmian terowongan itu juga
menimbulkan pertentangan antara Israel dan Palestina.
Usaha orang-orang Israel untuk meratakan Masjid Al Aqsha mendapat dukungan
dari Amerika Serikat. Sehingga yang menentang bukan hanya bangsa Palestina saja tapi
juga dari seluruh dunia islam, Kristen dan sejumlah lembaga dunia. Karena hal tersebut
selain dinilai sebagai bentuk tindakan tidak menghargai perasaan jutaan pemeluk agamaagama samawi, juga dapat disebut sebagai perusakan terhadap tempat bersejarah sakral
(www.palestinefacts.org)
Seperti halnya reaksi UNESCO terhadap langkah yang diambil Zionis untuk
menghancurkan pintu gerbang barat Masjid Al Aqsha, yang mengeluarkan pernyataan
73
bahwa tempat sakral tersebut milik tiga agama samawi, Islam, Kristen dan Yahudi. Dan
dalam konvensi PBB sendiri dinyatakan berkenaan dengan masalah pelestarian budaya
dan peninggalan sejarah serta pemeliharaan cagar alam di seluruh dunia, maka bangunanbangunan lama di kota Baitul Maqdis harus dijaga.
Perlawanan bangsa Palestina terhadap perusakan Masjid Al Aqsha dan protesprotes umat Islam di seluruh penjuru dunia dalam mereaksi tindakan perusakan yang
dilakukan Zionis harusnya membuat tanggung jawab negara-negara Islam menjadi lebih
besar. Usaha negara-negara Islam ini yaitu menggelar seminar dan mengeluarkan
pernyataan yang ditujukan kepada Zionis Israel sebagai reaksi atas perusakan Masjid Al
Aqsha oleh Israel.
Yerusalem, dimana terdapat Masjid Al Aqsha adalah kota yang amat dihormati oleh
penganut tiga agama samawi, Islam, Kristen, dan Yahudi. Bagi umat Islam sendiri Masjid
Al Aqsha adalah kiblat pertama dan tempat Nabi Muhammad SAW melakukan
perjalanan Mikraj ke langit. Di Yerusalem juga, sejumlah nabi dimakamkan. Al Quran
dalam ayat pertama surat Al Isra menyatakan bahwa Allah SWT telah memberkati sekitar
Masjid ini. Mikraj Nabi atau perjalanan beliau ke langit yang dimulai dari Masjid Al
Aqsha merupakan peristiwa yang paling bersejarah bagi umat Islam. Itulah mengapa
Masjid Al Aqsha mempunyai arti yang sangat penting bagi umat Islam.
Sementara itu bagi kaum Yahudi yang mempunyai pandangan sendiri tentang
Masjid Al Aqsha yang mengklaim bahwa di salah satu dinding pada Masjid Al Aqsha
dibuat dari tempat ibadahnya atau haikal Sulaiman. Inilah mengapa orang-orang Yahudi
selalu berusaha untuk menghapus keberadaan Masjid Al Aqsha. Kuil Sulaiman diyakini
sebagai tempat ibadah Bani Israil yang dibangun tahun 960 SM oleh Nabi Sulaiman.
Akan tetapi, 370 tahun setelah itu tempat ibadah ini dihancurkan oleh bangsa Babilonia
74
yang melakukan ekspansi ke sana. Kemudian kekalahan bangsa Babilonia dari tentara
Persia yang dipimpin oleh Cyrus, Kuil Sulaiman kembali dibangun.
Dan pada tahun 70 Masehi, tentara Romawi menyerang kota Yerussalem dan
meratakan tempat ibadah umat Yahudi tersebut dengan tanah. Dan ketika paham
Zionisme mulai muncul, para pendukung Zionisme mengklaim Masjid Al Aqsha
dibangun di atas Kuil Sulaiman. Setelah terbentuknya negara Israel tahun 1948 yang
disusul dengan pendudukan atas kota Yerussalem tahun 1967, kaum Zionis semakin
gencar melakukan usaha perusakan dan penghancuran Masjid Al Aqsha untuk
mendirikan Kuil Sulaiman di atas Majid itu.
Pada 7 Juni 1967, pemerintah Israel, setelah menguasai bagian timur kota Al Quds
kemudian mengambil kunci-kunci pintu barat Masjid Al Aqsha dan sampai sekarang
belum dikembalikan. Pada 21 Agustus 1969 seorang teroris Yahudi bernama Danis
Rohan masuk ke halaman Masjid Al Aqsha dan berhasil mencapai mihrab atau tempat
imam shalat lalu membakarnya.
Pada 11 Oktober 1979, polisi Israel menyerang dengan tembakan dan gas air mata
ke arah jamaah yang sedang shalat sehingga menyebabkan puluhan jamaah terluka. Dan
pada 14 Agustus 1979, Kelompok radikal Yahudi yang disebut dengan Ghorshon
Salamon berusaha menghancurkan Masjid Al Aqsha namun gagal. Kemudian seorang
Yahudi radikal bernama Mair Kahana bersama kelompoknya kembali berusaha
menghancurkan Masjid yang didukung oleh polisi Israel yang jumlahnya besar
(www.kompas.com)
Pada 19 April 1980 para pendeta Yahudi mengadakan kongres di Al Quds dan
merencanakan untuk menguasai Masjid Al Aqsha. Selanjutnya pada tanggal 28 Agustus
1981 pemerintah Israel menggali terowongan di bawah halaman Masjid Al Aqsha. Dan
75
pada 20 Maret 1982 kelompok-kelompok radikal Yahudi menggunakan kesempatan
keputusan konferensi para pendeta Yahudi pertama dengan mengirimkan surat kepada
para pejabat kementrian Waqaf Islam yang meminta Waqaf Islam untuk meninggalkan
Masjid Al Aqsha.
Pada 20 Mei 1982, pejabat di Waqaf Islam menerima surat melalui pos dari
kelompok-kelompok radikal Yahudi yang memintanya agar mengizinkan orang-orang
Yahudi menunaikan ibadah di Masjid Al Aqsha. Tanggal 11 April 1982 seorang teroris
bernama Goldman dan salah satu anggota militer Israel masuk ke halaman Masjid lewat
pintu Al Ghawanemah. Lalu menembaki jamaah yang sedang melakukan shalat yang
mengakibatkan banyak penduduk Palestina meninggal. Setelah itu, Goldman masuk ke
Masjid Kubah as-Shakrah dan mengancam mau merobohkan Kubah tersebut. Tapi usaha
itu gagal karena dihalangi oleh penduduk Palestina.
Pada 20 Januari 1983, organisasi-organisasi Yahudi Amerika menggalang dana
untuk pendirian haikal di atas reruntuhan Al Aqsha dengan membuat dompet-dompet
peduli. Tanggal 26 Mei 1983 pintu utama bangunan Kementrian Waqaf Islam roboh
akibat dari Israel yang menggali terowongan sepanjang 3 meter. Pada 21 Agustus 1985
kepolisian Israel merencanakan akan mengizinkan orang-orang Yahudi radikal untuk
melaksanakan kegiatan agamanya di Masjid Al Aqsha jika ada 10 orang yang
memintanya (www.tragedipalestina.com)
Selanjutnya pada 4 Agustus 1986, sejumlah pendeta Yahudi menyelengarakan
konferensi khusus yang kemudian memutuskan untuk mengizinkan kepada orang-orang
Yahudi untuk melaksanakan kegiatan agamanya di Masjid Al Aqsha. Mereka juga
memutuskan untuk membangun sinagog Yahudi di halaman Masjid Al Aqsha. Dan pada
tanggal 2 Juli 1988 Departemen Agama Israel menggali terowongan di dekat pintu Al
76
Ghawanemah. Pada tanggal yang sama juga Mahkamah Agung Israel memutuskan untuk
mengizinkan kepada para kelompok radikal Yahudi memasuki Masjid Al Aqsha dan
melakukan kegiatan agamanya di halaman Masjid Al Aqsha.
Pada 27 Juli 1996, kelompok Yahudi yang menamakan dirinya dengan sebutan
Penjaga Haikal masuk ke halaman Masjid Al Aqsha dengan kawalan dari militer Israel.
Pada 25 September 1996 terowongan digali di bawah Masjid. Selanjutnya pada 13 Mei
1998 beberapa pemukim Yahudi membakar salah satu pintu utamanya yang bagianbagian pintunya memang sudah hancur.
Dan tanggal 10 Agustus 1999 pemerintah Israel melakukan penutupan terhadap
jendela dinding Masjid Al Aqsha di bagian selatan yang menyebabkan penerangan
Masjid Al Aqsha menjadi gelap. Pernah juga orang-orang Yahudi mengalirkan air di
sepanjang galian di bawah Masjid untuk menggoyahkan pondasinya. Akibatnya, dindingdinding Masjid retak dan dengan gempa yang relatif kecil pun kemungkinan Masjid Al
Aqsha yang memiliki nilai kesucian dan sejarah tinggi ini akan roboh (http://sabili.co.id).
Usaha Israel untuk membangun kuil sulaiman dilakukan dengan berbagai cara,
seperti melarang warga Palestina memasuki Masjid Al Aqsha, Judaisasi kota Yerussalem,
pemurnian kota Yerusalem dari unsur asing yang bukan Yahudi, pembangunan dinding
pemisah dan pelarangan untuk merenovasi Masjid Al Aqsha (www.suaramerdeka.com).
4.3 Hubungan Palestina dan Israel Pasca Kebangkitan Intifadah Kedua
Intifadah kedua terjadi sebenarnya disebabkan oleh beberapa hal yaitu sikap
permusuhan Israel kepada bangsa Palestina dalam mengambil tanah Palestina. Dan
puncak kemarahan umat Islam Palestina sehingga terjadinya intifadah kedua itu adalah
ketika Ariel Sharon menginjakan kakinya di Masjid Al Aqsha. Seperti yang kita ketahui
77
bahwa umat Islam sangat menganggap Masjid Al Aqsha tempat suci yang memiliki
derajat tinggi yaitu sebagai kiblat pertama umat Muslim di seluruh dunia juga sebagai
tempat Mikraj Nabi Muhammad SAW..
Kunjungan Sharon tersebut merupakan sebuah provokasi yang sengaja dilakukan
untuk memancing kemarahan umat Islam di Palestina, karena Masjid Al Aqsha sendiri
adalah simbol nasionalisme dan keagamaan Islam Palestina, selain itu juga karena ketika
kunjungan terjadi Sharon memasuki Masjid Al Aqsha dengan pasukan polisinya dan alas
kakinya pun tidak dibuka. Kunjungan yang oleh Sharon tersebut disebut sebagai
kunjungan bersejarah yang tujuannya untuk melihat reruntuhan kuil sulaiman telah
memberikan ancaman bagi keberlangsungan Masjid Al Aqsha. Tindakan Sharon terhadap
Masjid Al Aqsha ini dilakukan untuk memberikan ancaman terhadap keinginan bangsa
Palestina dalam menjadikan Yerusalem sebagai ibu kota Palestina. (Yahya, 2005: 6)
Dan intifadah itu sendiri adalah kelanjutan dari perlawanan terhadap pendudukan
yang selama ini dilakukakan oleh Israel terhadap Tepi Barat, Yerusalem dan Jalur Gaza.
Dan Intifadah Al Aqsha ialah gelombang kerusuhan yang terjadi pada September 2000
antara orang Arab Palestina dan Israel disebut Intifadah Kedua atau dengan kata lain
perang pembebasan nasional bangsa Palestina terhadap pendudukan asing. Kemudian
pada tahun 2000 juga terjadi negosiasi antara Palestina dan Israel dengan adanya
perjanjian Camp David kedua antara PLO dan Israel yang awalnya perjanjian tersebut
akan dapat mengakhiri okupasi yang dilakukan oleh Israel dan Palestina dapat diakui
keberadaannya sebagai negara berdaulat, namun ternyata Israel tetap tidak mau
mengakuinya dan tidak mau menarik diri dari daerah yang didudukinya. Karena hal-hal
tersebut warga Palestina akhirnya bangkit melakukan perlawanan dan meletuslah apa
78
yang disebut dengan Intifadah Kedua atau disebut dengan Intifadah Al Aqsha
(www.ensiklopedia.com)
Berbeda dengan intifadah pertama yang terjadi di tahun 1987, kebangkitan intifadah
kedua terjadi dalam skala yang lebih luas dan besar. Setelah sebelumnya intifadah yang
dilakukan oleh orang-orang Palestina tidak menggunakan kekerasan atau perlawanannya
hanya dilakukan secara damai seperti demonstrasi, namun setelah terjadi pembantaian
yang dilakukan Israel terhadap warga Palestina menyebabkan semua kalangan termasuk
kelompok-kelompok Islam bersatu untuk melawan sikap konfrontasi Israel yang selama
ini di tunjukan Israel terhadap Palestina khususnya tindakan Sharon yang memasuki
Masjid Al Aqsha. Seperti HAMAS dan Kelompok Jihad Islam yang melakukan
perlawanan radikal dengan menggunakan bom bunuh diri di wilayah penduduk sipil
Israel dan Al Fatah fokus dalam menyerang tentara Israel.
Survey membuktikan bahwa operasi mati syahid yang dilakukan para pejuang
Palestina terjadi di kota-kota besar telah menimbulkan kepanikan dan rasa tidak aman
bagi warga Israel. Akibatnya, banyak yang memilih meninggalkan Israel dan kembali ke
negara mereka daripada harus hidup dengan ketidakamanan dan kekhawatiran. Sejak
adanya intifadah kedua baik dari segi perekonomian dan berbagai sektor industri
termasuk pariwisata menjadi terganggu sehingga membuat warga sipil Israel merasa tidak
bisa tinggal lagi di Israel.
Sebagai hasil dari adanya intifadah akhirnya, pada tanggal 17 Agustus tahun 2005,
Ariel Sharon mengumumkan penutupan pemukiman Zionis di Jalur Gaza dan penarikan
mundur tentara dari sana. Perlawanan yang dilancarkan para pejuang Palestina di Jalur
Gaza, memaksa Sharon untuk mengambil keputusan yang tidak di sukai oleh kaum
79
Zionis. Namun, Israel tidak sepenuhnya melepaskan Jalur Gaza dan untuk menunjukkan
bahwa Jalur Gaza tidak sepenuhnya lepas dari Israel kemudian Israel memblokade Jalur
Gaza dan mengendalikan dari jauh saja.
Namun, sejak adanya intifadah kedua, Jalur Gaza dan Tepi Barat menjadi tempat
yang tidak lagi aman bagi warga sipil baik Palestina maupun Israel. Bom bukan hanya
datang dari pihak Kelompok-kelompok fundamental Palestina tapi juga dari Israel yang
dampaknya menghancurkan tempat tinggal warga Palestina dan Israel. Yang sangat
disesalkan adalah korban terbanyak ini datangnya dari warga sipil. Lebih dari 3,5 juta
penduduk Palestina hidup di bawah garis kemiskinan.
Tapi di sisi lain intifadah kedua juga membuat Israel mengalami keterpurukan baik
dari sisi politik, keamanan, sosial, maupun ekonomi. Kurang lebih sebanyak 500 orang
dan 240 tentara Israel meninggal dikarenakan intifadah kedua. Bahkan Israel menerima
tekanan dan terpaksa menerima Peta Jalan Damai. Dan sejak adanya intifadah kedua
tahun 2000, dalam 3 tahun setelah meletusnya intifadah mungkin adalah masa-masa
terberat Israel dalam menghadapi perlawanan bangsa Palestina tersebut. Karena itu
respon Israel juga luar biasa terhadap intifadah. Dan yang paling disayangkan dari respon
keras Israel itu mengakibatkan ribuan orang Palestina, termasuk ratusan anak-anak dan
perempuan meninggal dalam masa tiga tahun ini. Intifadah kedua ini merupakan hal
termahal yang harus dibayar baik oleh pihak Israel maupun oleh pihak Palestina sendiri.
Konflik antara Palestina dengan Israel yang berkepanjangan ini juga disebabkan
karena adanya keterlibatan pihak lain dalam masalah Palestina-Israel ini dimana Amerika
serikat memegang peranan yang sangat penting khususnya bagi Israel yang notabene
merupakan sekutu terkuatnya di Timur Tengah dimana Amerika serikat sebagai
80
penyokong dari segi materil maupun immaterial baik support, dana dan senjata militer
sehingga kadang konflik antara Palestina dengan Israel semakin bertambah rumit dengan
kehadiran Amerika Serikat. Yang terjadi kemudian adanya segala ketimpangan antara
Palestina dan Israel dari segi teknologi, dana dan peralatan militer.
Meskipun Amerika Serikat kadang dapat menjadi sebuah mediator perdamaian
antara Palestina dan Israel seperti di hari-hari terakhir masa kepresidenannya Bill Clinton
yang berusaha mendamaikan Timur Tengah dengan mengundang Israel dan Palestina ke
perjanjian Camp David kedua pada Bulan Juli Tahun 2000. Ehud Barak ingin sekali
perdamaian dapat segera terealisasi, namun, disisi lain pihak Palestina merasa justru
dengan adanya perdamaian itu di tekan dan di rugikan. Karena dalam perjanjian
perdamaian yang diselenggarakan oleh Amerika tersebut tidak menyalurkan keinginan
Palestina untuk mendapatkan tanah airnya kembali.
Contohnya saja seperti dalam perjanjian, Palestina setuju dengan adanya pembagian
wilayah, tapi dengan syarat Israel mendapatkan 22 persennya saja dari total seluruh tanah
historis Palestina, kemudian Palestina juga menginginkan bisa mendirikan negara dan
diakui kedaulatannya oleh Israel. Namun, Israel masih belum memberikan peluang itu
bagi Palestina. Pada akhirnya pembicaraan perdamaian gagal lagi dan dengan gagalnya
kesepakatan perdamaian kedua belah pihak, biasanya ketegangan kembali terjadi dan
justru konfliknya menjadi lebih besar.
Seperti pasca gagalnya perjanjian perdamaian Camp David, Ariel Sharon memilih
momen ini untuk mengunjungi tempat suci umat Muslim di Yerusalem. Sharon datang
dengan sekelompok pasukan bersenjata dan memasuki tempat suci umat Muslim yang di
kenal sebagai Haram as-Sharif atau yang disebut Gunung Kuil bagi umat Yahudi.
81
Kemudian terjadilah kekerasan lagi dan menyebabkan intifadah kedua. Usaha orangorang Palestina dalam melakukan bom bunuh diri juga semakin meningkat.
Sebenarnya gagal atau tidaknya perjanjian Camp David kedua tidak berpengaruh
banyak terhadap keadaan kedua belah pihak yang memang dari awal sudah bertikai,
karena bagi penduduk Palestina sendiri pokok permasalahan dari seluruh perjanjianperjanjian yang telah dilakukan termasuk sekarang perjanjian Camp David kedua apakah
dapat menyuarakan aspirasinya untuk mengembalikan tanahnya atau tidak. Sementara itu,
bagi Israel sejak adanya perlawanan bangsa Palestina, yang jadi pokok permasalahannya
adalah masalah teror.
Apalagi sejak Arafat memerintahkan bom bunuh diri sebagai sebuah alasan
diplomatik baru yang telah disahkan oleh pemerintahannya. Dengan adanya perintah bom
bunuh diri Palestina, kemudian ini dijadikan alasan pembenaran Israel untuk menyerang
warga Palestina. Sharon juga mengambil langkah melancarkan Operasi Perisai Defensif
pada 2002 dengan menyerang kota-kota yang ada dibawah penguasaan Palestina
(www.themicroeffect.com).
4.4 Prospek Hubungan Palestina dan Israel Kedepan
Setelah Yaseer Arafat meninggal pada 2004, banyak pihak yang menginginkan
perdamaian merasa bahwa perdamaian akan dapat segera terlaksana. Terutama Amerika
Serikat, Mesir, Uni Eropa dan Israel, menganggap peluang berdamai semakin terbuka dan
telah menemukan tokoh Palestina yang properdamaian yaitu Mahmoud Abbas.
Sebenarnya Palestina dan Israel sudah lama menginginkan adanya perdamaian namun
karena keradikalan antara kedua belah pihak menghambat perdamaian tersebut
82
Ariel Sharon adalah jenderal pejuang yang pernah memimpin Operation Peace of
Gallilee untuk mengusir Palestina dan Arafat dari Beirut Barat. Sharon adalah tokoh dari
partai Likud yang sangat bertentangan dengan Arafat dan para gerilyawan Palestina.
Sementara itu Hamas dan Jihad Islam adalah pelopor kekerasan sebagai respons atas
serangan rudal dan bom serta pembunuhan atas tokoh-tokoh Hamas dan Jihad Islami juga
penduduk sipil Palestina.
Sedangkan Hizbullah merupakan gerakan bawah tanah yang pro Iran yang tugasnya
adalah menghadapi tentara Israel di Lebanon Selatan. Dan harapan di Palestina terletak
pada posisi dan kebijakan para senior Fatah, sayap perjuangan Organisasi Pembebasan
Palestina (PLO) di masa-masa perlawanan bawah tanah. Fatah identik dengan Abu
Ammar, nama perjuangan Arafat. Fatah identik dengan simbol nasionalisme yang tetap
dipertahankan
oleh
Perdana
Mentri
Ahmad
Qurei dan
mereka
yang
terus
mempertahankan tanah Palestina (www.palestinefacts.org)
Israel merasa lega setelah munculnya tokoh moderat Abbas, Mohammad Dahlan,
Saeb Erekat, Ahmad Qurei, Jibril Rajoub dan lainnya. Padahal sebenarnya Palestina
sendiri menganggap jalan perdamaian ada di tangan Israel. Dulu jalan perdamaian itu
dipegang Yitzhak Rabin dan Shimon Peres dan sekarang penggantinya Ehud Barak yang
justru dianggap sebagai tokoh buruh yang kurang berpengalaman dalam berpolitik.
Tuntutan Palestina sederhana yaitu tinggalkan Jalur Gaza, kosongkan wilayah
pendudukan Tepi Barat sesuai wilayah sebelum Perang 1967. Setujui pengembalian 3,5
juta pengungsi Palestina di pengasingan, dan bebaskan semua sekitar 7.000 tahanan
Palestina di penjara-penjara Israel. Selain itu Israel harus membongkar pagar pembatas
setinggi 7 meter dan sepanjang 750 km.
83
Pagar tersebut juga harus rela menghentikan pengambilan air pegunungan yang
kapasitasnya dari kebutuhan air Israel karena Israel sendiri punya sumber air besar dari
Galilea, Tiberias dan Dataran Tinggi Golan. Tuntutan kepada Israel agar menghentikan
serangan kaum militan, perlucutan senjata pasukan keamanan sampai level paling rendah,
tuntutan terhadap masalah negara Palestina yang berdaulat yang beribukota di Yerusalem.
Namun, di Partai Likud belum ada kesamaan pendapat tentang pembentukan negara
Palestina ini. Bahkan sebagian besar anggota Likud menolak untuk menarik tentara Israel
dan memindahkan 124 permukiman Yahudi dari Gaza dan Tepi Barat.
Memang tidak mudah untuk Israel mengambil keputusan mengingat banyak dari
pihak Israel yang akan merasa dirugikan juga tidak dapat menerima jika Palestina berdiri
menjadi sebuah negara, contohnya saja seperti rencana Israel yang akan mundur dari
Jalur Gaza, tapi ribuan pemukim Israel sudah berdemonstrasi dan menuntut pembatalan.
Bahkan Ariel Sharon diancam akan dibunuh atau disingkirkan dari kursi Perdana Mentri
kalau melaksanakan program disengagement plan atau mundur dari Jalur Gaza. Para
penentang Sharon datang dari kaum ekstremis Yahudi baik perorangan maupun
kelompok-kelompok fanatik.
Para ekstrimis Yahudi tidak rela menyerahkan Tanah yang menurut mereka adalah
tanah Perjanjian Samaria dan Yudea yang disebutkan dalam Kitab Taurat. Ada dua
persepsi kaum militan yang tidak pernah bisa diterima Israel. Militan Palestina
menganggap Tepi Barat dan Jalur Gaza sebagai tanah air serta Yerusalem adalah Ibu
Kotanya. Sebaliknya kaum garis keras Yahudi menganggap Tanah Perjanjian di utara
Tepi Barat sampai ke selatan Berseheba adalah milik atau warisan sejarah yang harus
dipertahankan. Sementara itu militan Hamas, Jihad Islami dan Brigade Al Aqsha tetap
menolak perdamaian dan bahkan menurut ketiga militan itu negara Israel harus
84
dihapuskan. Sikap para pejuang inilah yang kemudian membuat Israel semakin keras
dalam menghadapi orang-orang Palestina dan melawan setiap tokoh militan Palestina
yang menyerang dengan bom bunuh diri.
Pada intifadah kedua selama 4 tahun dari 2000 sampai 2004 korban sekitar 2.300
orang yaitu 750 warga dan tentara Israel dan sekitar 1.500 warga Palestina meninggal
termasuk tokoh-tokoh besar Hamas seperti Ahmad Yasin dan Abdul Azis Rantisi.
Namun, seberapa banyaknya Israel membunuh tokoh-tokoh dan aktivis militan, Palestina
tidak kehilangan orang-orang besarnya seperti Abbas, Qurei dan Dahlan yang ingin Israel
menurunkan agresinya agar pembalasan dengan kekerasan bisa berkurang atau bahkan
berhenti.
Tapi kelompok-kelompok radikal Israel membuat semakin sulit jalan untuk
mencapai perdamaian. Perdana Mentri Israel dan tokoh-tokoh Israel sendiri diancam
kaum militan seperti jenderal dan Perdana Mentri Yitzhak Rabin yang dibunuh oleh
pemuda ekstrem Yahudi yang antiperdamaian sehingga usulan perdamaian menjadi
semakin sulit terealisasi. Sharon juga terancam karena memiliki rencana untuk
memindahkan 24 permukiman Yahudi dari Gaza dan Tepi Barat.
Dari sini muncul lagi masalah sampai pada terjadinya Perjanjian Madrid tahun 1991
yang melahirkan Perjanjian Oslo I dan II yaitu tahun 1993 dan 1994, Camp David
tahun1994 dan tahun 2000, Kesepakatan Taba sebagai kelanjutan dari Camp David,
Amman dan Sharm el-Sheikh atau Peta Jalan Damai pada bulan April 2003 dan
Perjanjian Jenewa pada akhir tahun 2003. Dari semua perjanjian tersebut yang terbaik
adalah Perjanjian Oslo I dan II yang hampir pernah berhasil, kalau saja kaum militan
Yahudi tidak memprovokasi pertentangan setelah menembak mati Perdana Mentri
Yitzhak Rabin.
85
Meskipun setelah peristiwa penembakan mati Perdana Mentri Yitzhak Rabin
tersebut Amerika Serikat dan Uni Eropa berusaha mendorong Palestina dan Israel untuk
melakukan perundingan kembali tetap saja tidak membuat situasi kondusif.
Ketidakberhasilan berbagai perjanjian dikarenakan keradikalan diantara kedua belah
pihak. Dan jalan terbaik sebenarnya adalah dengan melumpuhkan pertahanan kaum
militan baik Palestina dan Israel, menghentikan kekerasan dan provokasi kedua pihak dan
mengambil nilai-nilai hasil kesepakatan atau perjanjian Oslo, Camp David, Taba, Sharm
el-Sheikh, Peta Jalan Damai.
Yerusalem yang selalu menjadi tempat yang diperebutkan dibiarkan menjadi netral
sebagai pusat tiga agama besar dan membentuk otoritas bersama untuk mengawasinya.
Dengan catatan Palestina sesuai dengan ketentuan wakaf Kerajaan Yordania tetap
menguasai Yerusalem Timur dan kawasan suci Al Aqsha. Sementara Israel yang sudah
membangun Yerusalem Barat, tetap berada pada kawasannya.
PBB dan dunia juga harus memahami bahwa para pemimpin Israel dan Palestina
merupakan dua hal yang tidak akan pernah bisa disatukan sejak pasca Israel berdiri
menjadi sebuah negara pada tahun 1948. Bahwa Palestina dan Israel adalah dua karakter
yang sangat berbeda secara ideologi dan politik sehingga pertentangan diantara bangsa
Palestina dan Israel tidak mungkin tidak terjadi (http://eramuslim.com)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut :
1. Bahwa kunjungan Ariel Sharon ke Masjid Al Aqsha sangat berpengaruh terhadap
bangkitnya perjuangan orang-orang Palestina dalam melawan orang-orang ataupun
pemerintahan Israel untuk mempertahankan keberadaan Masjid Al Aqsha. Selain itu
juga kunjungan Ariel Sharon ke Masjid Al Aqsha tersebut merupakan kunjungan
yang memiliki tujuan politis yaitu sebagai penegasan terhadap kedudukan Yerusalem
pasca diumumkannya Yerusalem akan dibagi dua untuk Palestina dan Israel oleh
Ehud Barak. Kunjungan tersebut menegaskan bahwa Yerusalem akan tetap berada
dibawah kedaulatan Israel.
2. Peristiwa intifadah sendiri mulai dari intifadah pertama hingga intifadah kedua
merupakan reaksi bangsa Palestina terhadap sikap-sikap Israel yang lebih suka
menggunakan cara-cara kekerasan untuk mendapatkan tanah Palestina baik Tepi
Barat, Jalur Gaza maupun khususnya Yerusalem dimana terdapat Masjid Al Aqsha
Umat Islam dan Haikal Sulaiman Umat Yahudi .
3. Puncak kemarahan bangsa Palestina adalah ketika Ariel Sharon yang sengaja
melakukan kunjungan ke Masjid Al Aqsha bersama dengan ribuan polisi Israel, yang
kemudian tindakan Sharon tersebut oleh seluruh umat Islam disebut sebagai dianggap
Sebuah Penegasan terhadap kedudukan Yerusalem sebagai wilayah kedaulatan Israel.
86
87
Hal ini yang melatarbelakangi kemarahan umat Islam Palestina dan dunia, yang
akhirnya kemudian timbul gerakan perlawanan yaitu intifadah kedua atau intifadah Al
Aqsha.
4. Bagi bangsa Palestina dan Israel, Masjid Al Aqsha memiliki derajat kepentingan yang
sangat tinggi. Bagi umat Muslim khususnya Palestina dimana Masjid Al Aqsha bukan
hanya sekedar sebagai tempat yang di sakralkan yaitu sebagai kiblat pertama dan
tempat nabi Muhammad SAW melakukan Isra Mikraj tapi juga sebagai simbol
nasionalisme yang menyatukan seluruh bangsa Palestina. Sementara itu bagi Israel
Masjid Al Aqsha dikatakan memiliki derajat kepentingan yang sangat tinggi karena
orang-orang Israel mengklaim bahwa di bawah Masjid Al Aqsha terdapat reruntuhan
Haikal Sulaiman yang menurut mitos seluruh umat Yahudi haikal sulaiman tersebut
harus dibangun kembali karena sang Messiah atau juru selamat akan segera tiba.
5. Dan untuk mencari dan mendirikan Haikal Sulaiman yang terkubur di bawah Masjid
Al Aqsha maka Israel harus menghancurkan Masjid Al Aqsha terlebih dahulu. Karena
itu penggalian terowongan dibawah Masjid Aqsha dilakukan dengan alasan historis
dan juga keagamaan yaitu untuk mencari haikal sulaiman yang terkubur di.bawah
Masjid Al Aqsha. Karena itu usaha Israel dalam melakukan Yahudisasi atas seluruh
wilayah Palestina dan upaya penghancuran atas Masjid Al Aqsha terus dilakukan
sampai hari ini, meskipun sampai saat ini Israel belum mampu membuktikan
keberadaan Haikal Sulaiman tersebut.
6. Dan kalau diperhatikan lagi dari segala sesuatu yang dilakukan oleh Israel, dari mulai
sikap permusuhan yang ditunjukan kepada orang-orang Palestina, percobaan
penghancuran atas Masjid Al Aqsha sampai klaim bahwa dibawah Masjid Al Aqsha
terdapat Haikal sulaiman, terlihat tujuan sebenarnya ialah Israel menginginkan
88
seluruh wilayah Palestina untuk dijadikan wilayah kedaulatannya dan tidak rela
berbagi tanah dengan bangsa Palestina ataupun agama lain dan unsur asing yang
bukan bangsa Yahudi.
7. Berdasarkan hasil penelitian maka kesimpulan yang diambil berdasarkan uji hipotesis
adalah terbukti benar
5.2 Saran
Berdasarkan penelitian dan kesimpulan yang diambil oleh peneliti, maka peneliti
memiliki saran sebagai berikut:
5.2.1 Saran Substansial
1. Negara-negara Arab sebagai negara tetangga yang memiliki kesamaan
nasionalisme maupun agama harusnya memiliki solidaritas yang tinggi dan bisa
bersatu karena memiliki tanggung jawab besar untuk membela, membantu
sekaligus mewujudkan impian bangsa Palestina untuk mendapatkan tanah
airnya kembali dan mempertahankan keberadaan Masjid Al Aqsha dan
Yerusalem.
2. Kemudian PBB juga sebagai lambang perdamaian dunia harusnya bisa
memberikan solusi yang lebih real dalam menangani kasus antara Palestina
dengan Israel yang sudah sejak lama berlangsung dan tidak membiarkan krisis
kemanusiaan berlarut-larut terjadi di tanah Palestina, yang menyebabkan banyak
penduduk sipil khususnya wanita dan anak-anak menjadi korban.
3. Kelompok-kelompok garis keras yang selama ini bertikai baik dari pihak
Palestina maupun dari Israel harusnya lebih sering diajak berunding, duduk
89
bersama untuk menyatakan keinginannya satu sama lain namun dengan syarat
tanpa adanya salah satu pihak yang merasa diberatkan dan dirugikan.
4. Pengembalian tanah Palestina yang telah dicaplok oleh Israel dan hak-hak
bangsa Palestina untuk kembali ke wilayah dan tanah airnya, penghentian
penggalian terowongan dibawah Masjid Al Aqsha, Yerusalem diizinkan
menjadi ibukota Palestina juga merupakan bagian terpenting dari realisasi
perdamaian.
5. Israel harus bisa menghentikan sikap permusuhannya yang selama ini
ditunjukan kepada bangsa Palestina. Israel juga harus mau mengembalikan
sebagian besar wilayah Palestina yang telah diambilnya dan tunduk pada setiap
perjanjian perdamaian dan resolusi PBB yang telah dibuat.
6. Ketidakberhasilan berbagai perjanjian dikarenakan keradikalan keduabelah
pihak oleh karena itu jalan terbaik sebenarnya adalah dengan melumpuhkan
pertahanan kaum militan baik Palestina dan Israel, menghentikan kekerasan dan
provokasi kedua pihak dan mengambil nilai-nilai hasil kesepakatan atau
perjanjian Oslo, Camp David, Taba, Sharm el-Sheikh, Peta Jalan Damai.
7. Yerusalem yang selalu menjadi tempat yang diperebutkan dibiarkan menjadi
netral sebagai pusat tiga agama besar dan membentuk otoritas bersama untuk
mengawasinya. Dengan catatan Palestina sesuai dengan ketentuan wakaf
Kerajaan Yordania tetap menguasai Yerusalem Timur dan kawasan suci Al
Aqsha. Sementara Israel yang sudah membangun Yerusalem Barat, tetap berada
pada kawasannya.PBB dan.Dunia juga harus memahami bahwa para pemimpin
Israel dan Palestina merupakan dua hal yang tidak akan pernah bisa disatukan
sejak pasca Israel berdiri menjadi sebuah negara pada tahun 1948. Bahwa
90
Palestina dan Israel adalah dua karakter yang sangat berbeda secara ideologi dan
politik sehingga pertentangan diantara keduanya tidak mungkin tidak terjadi.
5.2.2 Saran Metodologis
Untuk penelitian selanjutnya, peneliti ingin menyampaikan saran sebagai berikut:
Sebaiknya penelitian tentang intifadah dilakukan secara lebih mendalam dengan
menggunakan pendekatan kualitatif. Karena banyaknya kendala yang dialami dalam
penelitian ini seperti banyaknya data yang membuat kesimpangsiuran dan keragu-raguan
apakah data tersebut valid atau tidak. Maka peneliti-peneliti yang lain jika ingin mengkaji
tentang Palestina dan Israel harus memilah data-data terlebih dahulu. Terutama
pengumpulan datanya yang di ambil dari situs internet, karena banyaknya situs-situs tidak
resmi yang tidak bisa dijadikan sumber untuk masuk ke dalam sebuah penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Jun, Wang Xiang, 2008. Rencana Besar Yahudi 2012 & 2030. Yogyakarta : Pustaka
Radja
Perwita, Anak Agung Banyu dan Yani yanyan mochamad. 2005. Pengantar ilmu
Hubungan Internasional. Bandung : Rosdakarya.
Yahya, Harun, 2005. Palestina Intifadah dan Muslihat Israel. Bandung : Dzikra
Sihbudi, Riza dan Alhadar, Smith 2004. Palestina Dalam Pandangan Imam Khomeini.
Jakarta : Pustaka Zahra
Starke, .J.G, 2004. Pengantar Hukum Internasional : Edisi Kesepuluh. Jakarta: Sinar
Grafik
Suriasumantri, Jujun S, 2001. Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer. Jakarta : Pustaka
sinar Harapan
Miall, Hugh, Ramsbatham, Oliver dan Woodhouse, Tom 1999. Resolusi Damai Konflik
Kontemporer. Jakarta : Raja Grafindo Persada
Rais, Amien 1993. Arah Perkembangan Timur Tengah : Jurnal Ilmu Politik. Jakarta :
Gramedia Pustaka Utama
Zainuddin, Rahman 1993. Benturan Pemikiran di Timur Tengah dan Implikasinya
Terhadap Tata Dunia Mendatang : Jurnal Ilmu Politik. Jakarta : Gramedia
Pustaka Utama
Basyar, M. Hamdan 1993. Politik Israel Terhadap Palestina : Jurnal Ilmu Politik. Jakarta
: Gramedia Pustaka Utama
Mas’oed, Mohtar. 1990. Ilmu Hubungan Internasional: Disiplin dan Metodologi. Jakarta:
LP3ES.
Mitchel Christ. 1981. The Structure of International Conflict. London: Mac Millian
Kenneth Boulding, 1996. Conflict and Defence: A General Theory: New York
Watkins Charles, 1992. Konflik Dalam Kehidupan Sehari-Hari. Jakarta : Raja Grafindo
Persada
Rudy, T May. 2005. Administrasi dan Organisasi Internasional. Bandung : Refika
Aditama
91
92
Dipoyudo, Kirdi. 1977. Timur Tengah Dalam Pergolakan : CSIS
Sumber lain :
http://www.tragedipalestina.com/sejarah.htmldiaksestanggal24maret2008
http://www.tragedipalestina.com-harunyahya.htmdiaksestanggal26maret2008
http://www.hdip.orgdiaksestanggal26maret2008
http://www.dci-pal.orgdiaksestanggal26maret2008
http://www.palestinechronicle.com
http://palestinefacts.org/pf_1991to_now_intifada_nature.phpdiaksestanggal1dese
mber2008
http://www.palestineinfo.com/msdiaksestanggal11desember2008
http://sabili.co.iddiaksestanggal5januari2009
http://eramuslim.comdiaksestanggal24maret2008
www.ensiklopedia.comdiaksestanggal20januari2009
www.themicroeffect.comdiaksestanggal16januari2009
www.sinarharapan.comdiaksestanggal16januari2009
www.kompas.comdiaksestanggal25januari2009
www.suaramerdeka.comdiaksestanggal25januari2009
www.latimes.comdiaksestanggal12november2008
Download