Israel dan Politik Eliminasi

advertisement
MASIHKAH ADA PALESTINA ?
Politik Eliminasi Israel Atas Palestina
Surwandono1
Persoalan keberadaan Palestina semakin menyeruak ketika secara sistematis “Sang” Ariel
Sharon melakukan politik ”eliminasi” yang sangat sistematis kepada Palestina. Dari
serangan berdarah Sharon ketika masuk ke Yerusallem tahun 2001, menyandera dan
mengepung Arafat di 2003, dan terakhir membunuhi tokoh Hamas, serta mengajukan
Referendum terhadap penguasaan Palestina. Penulis kembali terhenyak dengan pola
politik “eliminasi” Israel yang berbasis 10 tahunan. (Lebih jauh lihat tabel politik
Eliminasi) yang pernah penulis baca dalam sebuah buku yang diedit oleh Abu Ridho
menanggapi perjanjian rahasia Israel dengan Yasser Arafat di Oslo. Ada sebuah
kekhawatiran dari penulis: apakah akan terjadi 3 tahun yang akan datang sudah
tidak ada lagi nama wilayah Palestina dalam peta bumi dunia ?. Prediksi ini penulis
bangun dari politik eliminasi yang selama ini dijalankan oleh Israel -- akan menemukan
momentum di tahun 2007—yang mengarah kepada proses penghilangan wilayah
Palestina. Tulisan ini akan mencoba menggurai bagaimana politik eliminasi yang
dijalankan Israel, dan bagaimana implikasinya bagi keberlangsungan nasib Palestina ?.
Israel dan Politik Eliminasi
Sebagaimana mana difahami banyak fihak, bangsa Yahudi merupakan bangsa yang
hampir sekitar 10 abad terdiaspora sehingga hampir tidak memiliki tempat untuk
bernaung . Hampir di setiap wilayah yang disinggahi bangsa Yahudi, mereka
diperlakukan dengan baik dan nyaman, perlakuan seperti ini dilandasi oleh kekhawatiran
bahwa bangsa Yahudi sebagai bangsa yang “membuat masalah”. Mereka terusir dari
belahan benua Asia, Eropa secara massive sehingga pada akhirnya mereka menemukan
ruang yang agak kondusif di Amerika Serikat. Dari sinilah panggung social, ekonomi dan
politik mendapatkan momentum yang di kemudian hari menjadikan komunitas Yahudi
sebagai komunitas yang sangat berpengaruh di Amerika Serikat.
Abad 20 merupakan abad yang sangat dramatis bagi komunitas Yahudi, dari komunitas
yang terpinggirkan menjadi komunitas yang sangat menentukan. Kesemuanya tidak bisa
1
Pemerhati dan Pengajar Mata Kuliah Masalah Dunia Islam di Jur. Ilmu Hubungan Internasional, Fisipol
UMY
dipisahkan dari cara komunitas Yahudi untuk membangun komunitas yang solid dan
kemudian mengkomunikasikan ide-ide besar tersebut kepada komunitas internasional.
Hal yang sangat mencolok, tatkala secara de-facto tidak dapat ditemukan komunitas
Yahudi dalam konteks negara tetapi secara konseptual hampir dipastikan semua
intelektual disiplin ilmu sosial dan politik didominasi oleh orang Yahudi. Nama-nama
besar seperti Auguste Comte, Emilie Durkheim, Mark Weber, Karl Marx, Hans J
Morgenthau merupakan intelektual Yahudi abad 20. Karya pemikir ini sekarang ini
menjadi kajian yang sangat berpengaruh dalam perkembangan displin ilmu sosial dan
politik.
Dalam konteks jaringan organisasi sosial, komunitas Yahudi abad 20 juga telah
memberikan model pembentukan international non-governmental organization yang
sangat berpengaruh dalam bidang sosial dan politik, yakni organisasi Zionist. Sebuah
organisasi besar yang mampu melakukan bargaining yang sangat kuat kepada regim
adikuasa abad 19 dan abad 20 abad, Turki Utsmani. Sekarang ini organisasi Zionist
dengan AIPAC juga dapat mendikte perilaku negara adikuasa Amerika Serikat terutama
dalam intrumen politik luar negeri.
Sehingga dalam konteks persoalan di Palestina, kekuatan intelektual, ekonomi, dan
diplomasi yang dimiliki Yahudi dipergunakan secara massif sehingga dalam kurun waktu
secara periodic terdapat pola yang khas untuk mengeliminasi Palestina dari komunitas
Arab dan dunia. Politik eliminasi ini dilakukan secara sistematis, sehingga kebanyakan
pengamat tidak mampu mendikte program besar yang berada di belakang mind-set elit
Israel.
Strategi dan Media Eliminasi
Sebagai sebuah organisasi yang teramat solid proses eliminasi Yahudi atas bangsa
Palestina dilakukan melalui beberapa hal:
1. Eliminasi Secara Tidak Langsung
Proses eliminasi komunitas Palestina sebelum tahun 1948, dilakukan secara tidak
langsung oleh kekuatan organisasi Zionist yang mengejawantah dalam organisasi
yang beragam. Langkah pertama kali yang dilakukan adalah dengan mencoba
mendekati Sultan Hamid II di Turki agar melakukan “imbal beli” terhadap tanah
Palestina dengan konsesi bantuan ekonomi kepada Turki yang sedang mengalami
kebangkrutan. Langkah ini ternyata menemui kegagalan, maka kemudian komunitas
Yahudi mencari media lain yakni dengan mendekati LBB (Liga Bangsa-Bangsa)
untuk memberikan ruang politik bagi keberadaan masyarakat Yahudi yang semakin
termarginalkan pasca revolusi Bolshevik 1917. Langkah ini kemudian mendapatkan
momentum dengan diterimanya usulan komunitas Yahudi tersebut yang kemudian
tercermin dalam sebuah piagam Balfour (Balfour Declaration) yang memberikan
akses bagi komunitas Yahudi yang terdiaspora untuk bermukim di Palestina.
Strategi komunitas Yahudi ini semakin memberikan peluang bagi proses
pertumbuhan komunitas Yahudi di Palestina secara legal karena didukung oleh opini
internasional, tetapi di sisi lain menyebabkan proses eliminasi bagi komunitas Arab di
Palestina. Sehingga tidak berlebihan kiranya seorang mantan komunis berkebangsaan
Yahudi menyebut kebijakan eliminasi Yahudi ini dengan istilah kolonialisme
demografis dan kemudian menjadi kolonialisme klasik. Kebijakan ini pada akhirnya
menyebabkan jumlah populasi masyarakat Yahudi di Palestina semakin berkembang
bahkan mengalahkan jumlah populasi masyarakat Arab. Ledakan populasi ini
menjadi teramat cepat karena komunitas Yahudi melakukan proses imigrasi besarbesaran ke Palestina setelah di beberapa negara Eropa Barat dan Timur komunitas
Yahudi
diusir dan dibunuhi. Implikasi dari semakin banyak komunitas Yahudi
kemudian menimbulkan persoalan area tempat tinggal. Sehingga lahirlah kebijakan
pendudukan atas tanah Palestina oleh orang Israel. Dari sinilah kemudian
berkembang menjadi proses eliminasi terhadap tanah Palestina.
Tahap eliminasi tidak langsung berikutnya berlangsung setelah terjadi beberapa
perang besar antara Arab-Israel tentang issue pendudukan tanah Palestina oleh Israel.
Selam kurun waktu 20 tahun pertama setelah kemerdekaan, hampir dipastikan seluruh
negara Arab memiliki perhatian yang sangat serius, dan kemudian mengucilkan Israel
dari pergaulan regional bahkan menyatakan perang terhadapnya. Perang 1956 dan
1967 merupakan perang besar yang dilakukan negara-negara Arab untuk
membebaskan bangsa Palestina dan merebut beberapa wilayah yang diduduki Israel.
Namun setelah perang 1967 usia, eksponen perang terhadap Israel yakni Mesir
melakukan kontrak politik dalam Camp David untuk mensepakati Israel sebagai
negara yang berdaulat serta tidak memusuhi secara diametral dalam problem di
Palestina.
2. Eliminasi Langsung
TABEL POLITIK ELIMINASI ISRAEL ATAS PALESTINA
Tahun
1897
Kebijakan
Konferensi I Zionis di Basel
1907
1917
Meminta kpd Turki tanah Palestina dg
imbalan Zionis akan memberikan bantuan
Finansial pada Turki yang mengalami
kemunduran
Balfour Declaration
1927
Proses Pembangunan Pemukiman Yahudi
1937
Proses Pendudukan Wilayah
1947/1948 Resolusi PBB tentang pembagian wilayah
1956
Perang Arab-Israel I
1967
Perang Arab-Israel II
1977
Camp David
1988
Kebijakan Represif Kepada masyarakat
Palestina
Klaim atas kota Yerusalem sebagai ibukota
Israel
Peta Palestina Sudah Tak Ada
1997
2007
Implikasi Bagi Palestina
Persiapan penguasaan
Palestina
Palestina sebagai tanah
potensial bagi Yahudi
Palestina Tanah legal bagi
Yahudi
Tanah milik masyarakat
Palestina dijarah
Jumlah Penduduk Yahudi
lebih banyak dari Arab
Israel berdiri
Sinai dan Gaza Jatuh ke
Israel
Semua tanah Palestina jatuh
ke Israel
Palestina terkurangi
dukungannya dari Mesir
Pembantaian di Sabra
Satilla
Palestina tak punya otoritas
atas Yerusalem
Prediksi Penulis
Sumber: Diolah dari berbagai sumber, terutama dari Abu Ridho (ed.), Palestina Nasibmu
Kini, Jakarta, Yayasan Sidik, 1994
Download