MENGURANGI PERSEPSI NEGATIF SISWA TENTANG KONSELOR

advertisement
MENGURANGI PERSEPSI NEGATIF SISWA TENTANG KONSELOR
SEKOLAH DENGAN STRATEGI PENGUBAHAN POLA PIKIR
(COGNITIVE RESTRUCTURING)
Ika Kusuma Wardani1 dan Retno Tri Hariastuti2
Penelitianyang dilakukan bertujuan menguji keefektifan strategi
pengubahan pola pikir (cognitive restructuring) untuk mengurangi persepsi
negatif siswa terhadap konselor sekolah. Data tentang tingkat persepsi
negatif siswa terhadap konselor sekolah diperoleh melalui angket yang
disusun sendiri. Penelitian pre-eksperiment ini dirancang menggunakan
pretest post-test one group design. Subjek penelitian terdiri dari 5 siswa
yang mempunyai persepsi negatif terhadap konselor sekolah kategori
tinggi. Data yang terkumpul dianalisis dengan uji tanda (sign test). Hasil
analisis data diperoleh jumlah tanda positif = 0 dan jumlah tanda negatif =
5. Dari tabel binomial untuk N = 5 dan X = 0 diperoleh ρ = 0, 031. Dengan
taraf signifikasi 5%, ternyata harga ρ ( 0, 031) lebih kecil dari α (0,05).
Maka dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh pemberian strategi
pengubahan pola pikir dalam mengurangi persepsi negatif siswa terhadap
konselor sekolah.
Kata kunci: strategi pengubahan pola pikir, persepsi negarif
Latar Belakang Masalah
Dunia persepsi adalah suatu dunia yang penuh dengan arti.
Mempersepsi tidaklah sama dengan memandang benda dan
kejadian
tanpa makna. Yang dipersepsi seseorang selalu merupakan ekspresiekspresi, benda-benda dengan fungsinya, tanda-tanda, serta kejadiankejadian. Seperti kata Leavitt, “persepsi merupakan pandangan atau
bagaimana seseorang memandang atau mengartikan sesuatu” (Sobur,
2003:445). Semua yang dipersepsi itu mempunyai arti tersendiri dalam
pikiran. Misalnya saja, siswa yang datang terlambat ke sekolah atau
melanggar tata tertib sekolah, kemudian dipanggil ke ruang bimbingan
1)
Alumni prodi BK FIP Unesa
) Staf Pengajar prodi BK FIP Unesa
2
dan konseling (BK) untuk menghadap guru BK atau konselor, maka siswasiswa tersebut akan memiliki pandangan atau anggapan bahwa guru BK
(konselor sekolah) adalah sosok orang yang galak, yang bisanya hanya
menghukum dan mengatur para siswanya.
Yang mempersepsi tidak hanya salah satu indera saja, melainkan
seluruh indera yang dimiliki oleh individu. Oleh karena itu, apa yang kita
persepsi sangat erat kaitannya dengan pengetahuan serta pengalaman,
perasaan, keinginan, dan juga dugaan-dugaan kita. Dalam mempersepsi
seseorang boleh jadi sesuai dan juga tidak sesuai dengan bagaimana
orang memandang atau mengamati penampilan dan perilaku orang lain.
Seseorang mengambil kesimpulan tentang orang lain berdasarkan dari
stimuli yang diteruma, meskipun informasi yang diperoleh tidak begitu
lengkap.
Persepsi individu tentang seseorang terjadi karena individu tersebut
memperhatikan karakteristik, perilaku, dan juga mimik wajah orang lain itu.
Menurut Walgito (1985:51) “perhatian merupakan langkah awal sebagai
persiapan untuk mengadakan persepsi tentang obyek tertentu.” Dari
perhatian tersebut dapat ditarik kesimpulan atas orang yang sudah
diamati. Seperti halnya dalam dunia pendidikan, setiap siswa mempunyai
persepsi yang berbeda terhadap konselor sekolahnya. Persepsi siswa
terhadap konselor terjadi karena siswa tersebut memperhatikan sesuatu
yang nampak pada diri konselor, yang meliputi penampilan fisik, perilaku,
dan juga ruang lingkup kerja (tugas) konselor. Jika penampilan fisik,
perilaku dan ruang lingkup kerja konselor seperti apa yang diharapkan
oleh siswa, maka persepsi siswa tentang konselor akan baik (positif).
Begitu pula sebaliknya, jika penampilan fisik, perilaku dan ruang lingkup
kerja konselor tidak seperti apa yang diharapkan oleh siswa, maka siswa
akan berpersepsi kurang baik (negatif) terhadap konselor.
Informasi yang diperoleh menunjukkan bahwa masih ditemukan
siswa yang menganggap konselor adalah seorang guru yang galak, tidak
bisa diajak bercanda, bahkan konselor disebut polisi sekolah yang bisanya
hanya memarahi dan menghukum siswa-siswa yang melanggar tata tertib
sekolah. Sehingga apabila ada siswa yang datang menghadap konselor,
maka siswa tersebut diyakini mempunyai masalah pelanggaran atau telah
berbuat suatu kesalahan.
Dari hasil angket terbuka yang diberikan kepada siswa diperoleh
hasil bahwa +60% siswa mempunyai pandangan bahwa konselor sekolah
merupakan guru yang galak, suka memarahi dan menghukum siswa yang
melanggar tata tertib sekolah, serta terkadang kurang tegas dalam
menghadapi siswa. Data juga menunjukkan bahwa polisi sekolah
merupakan image yang sering disandang oleh seorang konselor sekolah.
Persepsi tersebut tampaknya telah membentuk pikiran-pikiran negatif
siswa sehingga mempengaruhi pemahaman siswa tentang hakikat
keberadaan konselor sekolah.
Tugas konselor tidak semata-mata mencari-cari kesalahan siswa
lalu menceramahi habis-habisan, kemudian berharap siswa tersebut
mengakui kesalahan dan berjanji tidak akan mengulangi kesalahannya.
Akan tetapi ada peran yang lebih penting yang dilakukan oleh konselor
sekolah yaitu membentuk karakter siswa agar nantinya siswa dapat
berkembang secara optimal.
Oleh karena itu, untuk membantu siswa dalam mengurangi
persepsi negatif siswa terhadap konselor sekolah, maka diperlukan cara
yang tepat untuk menanganinya. Salah satu cara yang dapat dilakukan
oleh konselor yakni mengupayakan konseling dengan menggunakan
strategi pengubahan pola pikir. Strategi tersebut memusatkan perhatian
pada
upaya
mengidentifikasi
dan
mengubah
pikiran-pikiran
atau
pernyataan diri negatif dan keyakinan-keyakinan konseli yang tidak
rasional
Tujuan dari strategi pengubahan pola pikiri tidak hanya membantu
konseli belajar mengenal dan menghentikan pikiran-pikiran negatif atau
yang merusak diri, tetapi juga mengganti pikiran-pikiran tersebut dengan
pikiran-pikiran yang positif (Cormier, 1985)
Pembahasan
Persepsi negatif siswa terhadap konselor sekolah merupakan
pandangan atau pendapat siswa yang negatif terhadap konselor sekolah.
Jalaludin (2003) mengemukakan bahwa faktor yang mempengaruhi
persepsi antara lain; a) faktor fungsional, yang berasal dari kebutuhan,
pengalaman masa lalu, sifat-sifat individual dan hal-hal lain yang termasuk
apa yang kita sebut sebagai faktor-faktor personal. Yang menentukan
persepsi bukan jenis atau bentuk stimuli, tetapi karakteristik orang yang
memberikan stimuli itu. Krech dan Crutchfield merumuskan dalil persepsi
yaitu persepsi bersifat selektif secara fungsional. Dalil ini berarti bahwa
objek-objek yang mendapat tekanan dalam persepsi kita biasanya objekobjek yang memenuhi tujuan individu yang melakukan persepsi. b) Faktor
struktural, berasal semata-mata dari sifat stimuli fisik dan efek-efek syaraf
yang ditimbulkannya. Pada faktor ini, Krech dan Crutchfield
(1985)
menyebutkan
selalu
diorganisasikan
bahwa
dan
medan
diberi
persepsual
arti.
Ini
dan
berarti
kognitif
bahwa
seseorang
mengorganisasikan stimuli dengan melihat konteksnya. Walaupun stimuli
yang diterima itu tidak lengkap, orang akan mengisinya dengan
interpretasi yang konsisten dengan rangkaian stimuli yang dipersepsi.
Persepsi terjadi karena adanya rangsangan (stimulus) yang diterima oleh
panca indera individu. Dari persepsi akan dinalar dan kemudian akan
muncul suatu tanggapan (respon) dari individu tersebut terhadap objek
yang diamati. Persepsi positif timbul karena adanya stimulus positif yang
diterima oleh panca indera individu. Misalnya, seseorang yang murah
senyum dan ramah, akan dipersepsi sebagai orang yang baik. Sedangkan
persepsi negatif terjadi karena adanya stimulus yang negatif (kurang baik)
yang diterima atau ditangkap oleh panca indera individu. Misalnya,
seseorang yang cemberut dan berbicara dengan nada suara yang agak
tinggi, maka orang itu akan dipersepsikan sebagai orang yang galak.
Mempersepsi orang lain memang tidak mudah, akan tetapi akhirnya
seseorang jugadapat memahami orang lain. Orang akan menduga
karakteristik orang lain dari petunjuk-petunjuk eksternal yang dapat dilihat.
Petunjuk tersebut antara lain; wajah, artifaktual, paralinguistik, dan
kebiasaan dari individu yang kita persepsi.
Persepsi siswa terhadap konselor terjadi karena siswa tersebut
memperhatikan sesuatu yang nampak pada diri konselor, yang dimaksud
adalah; 1) penampilan fisik (meliputi; a) mimik wajah; seorang konselor
hendaknya bisa menunjukkan ekspresi wajah yang tersenyum, bibir tidak
cemberut, dan tatapan mata dengan sorot lembut (tidak melotot), ramah,
dan lain-lain, b) artifaktual; Seorang guru maupun konselor harus bisa
menjadi
teladan
bagi
siswa-siswanya.
Salah
satunya
dalam
hal
penampilan. Konselor hendaknya memakai pakaian yang sopan, tidak
bermake-up terlalu tebal dan juga tidak memakai aksesories yang banyak
atau terlalu berlebihan). 2) perilaku (walaupun belum ada pola yang tegas
tentang perilaku konselor yang efektif, tetapi sekurang-kurangnya konselor
hendaklah memiliki sikap yang ramah, sabar, bisa mengontrol emosi,
komunikatif, dan lain-lain), 3) ruang lingkup kerja konselor (memberikan
bimbingan kepada siswa, melaksanakan layanan bimbingan konseling,
memahami siswa)
Untuk membantu mengurangi persepsi negatif siswa terhadap
konseor sekolah, maka diberikan perlakuan strategi pengubahan pola
pikir. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Cormier (1985) bahwa
strategi pengubahan pola pikir tidak hanya bertujuan untuk membantu
konseli belajar mengenal dan menghentikan pikiran-pikiran negatif atau
yang merusak diri, tetapi juga mengganti pikiran-pikiran tersebut dengan
pikiran yang positif. Masih menurut Cormier (1985:103), strategi
pengubahan pola pikir berfokus pada pengidentifikasian dan perubahan
kepercayaan konseli yang tidak rasional dan pikiran atau statemen negatif
yang ada pada diri konseli.
Adapun tahapan dari strategi pengubahan pola pikir yaitu
pemberian rasionel, yakni menyampaikan
tujuan dan tinjauan singkat
prosedur; identifikasi pikiran konseli dalam situasi problem yakni
mendeskripsikan
pikiran-pikiran
konseli
dalam
situasi
problem,
memodelkan hubungan antara peristiwa dan emosi, pemodelan pikiran
oleh konseli; pengenalan dan latihan coping thought (ct) yakni penjelasan
dan pemberian contoh-contoh ct, pembuatan contoh oleh konseli, konseli
mempraktekkan ct; pindah dari pikiran-pikiran negatif ke coping thoughts
yakni pemberian contoh peralihan pikiran oleh konselor, latihan peralihan
pikiran oleh konseli; pengenalan dan latihan penguat positif, pemberian
tugas rumah dan tindak lanjut.
Setelah subyek penelitian diberikan perlakuan berupa konseling
dengan strategi pengubahan pola pikir, kemudian diukur kembali
persepsinya terhadap konselor sekolah. Berdsarkan analisis data pretes
dan postes, ternyata terdapat perbedaan skor persepsi negarif yang
signifikan antara sebelum dengan sesudah perlakuan. Dari 5 subyek
penelitian, semua mengalami penurunan skor tentang persepsi negative
terhadap
konselor
setelah
diberikan
konseling
dengan
strategi
pengubahan pola pikir. Data yang terkumpul dianalisis dengan uji tanda
(sign test). Hasil analisis data diperoleh jumlah tanda positif = 0 dan
jumlah tanda negatif = 5. Dari tabel binomial untuk N = 5 dan X = 0
diperoleh ρ = 0, 031. Dengan taraf signifikasi 5%, ternyata harga ρ ( 0,
031) lebih kecil dari α
(0,05). Maka dapat disimpulkan bahwa ada
pengaruh pemberian strategi pengubahan pola pikir dalam mengurangi
persepsi negatif siswa terhadap konselor sekolah. Hasil penelitian
menunjuukan
bahwa
pemberian
konseling
menggunakan
strategi
pengubahan pola pikir berhasil mengurangi atau mengubah persepsi
negatif siswa tentang seorang konselor. Yang semula siswa beranggapan
atau berpersepsi kalau konselor adalah seorang guru yang galak, jahat
dan konselor juga dianggap sebagai polisi sekolah ternyata bisa berubah
anggapan bahwa konselor adalah orang yang bisa memberikan bantuan
atau bimbingan. Persepsi lain yang muncul yaitu bahwa konselor
merupakan sosok guru yang tegas, yang dapat memberi perhatian,
motivasi atau arahan kepada para siswa.
Dalam pelaksanaan konseling dengan menggunakan strategui
pengubahan pola pikir ini tidak ditemui kendala-kendala yang berarti yang
dirasakan oleh siswa selama kegiatan ini berlangsung. Hanya saja ada
sebagian siswa yang pada awalnya masih bingung untuk menemukan
pikiran-pikiran positif mereka dan waktu yang dirasakan kurang memadai
yakni kurang lebih 45 menit dan terkadang disesuaikan dengan waktu
yang ada.
Dari segi prosedur perlakuan hasilnya cukup optimal, mengingat
jumlah subjek penelitian yang sangat kecil sehingga mudah dikontrol.
Adapun hasil dari penelitian ini yaitu siswa bisa mengubah persepsi atau
cara pandang mereka tentang konselor sekolah, yang semula persepsi
mereka negatif menjadi positif.
Penutup
Berdasarkan hasil analisis data dengan menggunakan statistik non
parametrik, yaitu dengan menggunakan uji tanda, dapat diketahui bahwa
X=0 dan N= 5, dimana N adalah jumlah subjek penelitian dan X adalah
jumlah tanda yang paling sedikit. Hal ini dapat dilihat pada tabel binomial
dari nilai ρ = 0, 031 lebih kecil dari α = 0,05. Harga ρ yang lebih kecil dari
harga α menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan terhadap
tingkat persepsi negatif siswa terhadap konselor antara sebelum dan
sesudah diterapkan strategi pengubahan pola pikir.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa strategi pengubahan
pola pikir efektif dalam membantu mengurangi dan mengubah persepsi
negatif siswa tentang konselor sekolah.
Daftar Rujukan
Bariyyah, Khairul. 2008. Teknik Penataan Ulang Skema Pikiran.
(http://Lintaskonseling.blogspot.com/2008/11/teknik-penataanulang-skema-pikiran.html, Diakses tanggal 16 November 2008)
Cormier, W.H & Cormier, L.S. 1985. Interviewing Strategies for Helpers,
Monterey California: Brooks/ Cole Co.
Djarwanto. 2003. Statistik Nonparametrik Edisi 2003/2004. Yogyakarta:
BPFE-YOGYAKARTA.
Nursalim M, dkk. 2005. Strategi Konseling. Surabaya:UNESA University
Press.
Rakhmat, Jalaludin. 2003. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Sobur, Alex. 2003. Psikologi Umum. Bandung: Pustaka Setia.
Subiyanto, Adi. 2008. Konselor Sekolah Bukan Polisi Sekolah.
(http://adisubiyanto.multiply.com/journal/item/65, diakses tanggal 05
Februari 2009)
Wiyarsih. 2008. Membangun Persepsi Positif Masyarakat Terhadap
Perpustakaan. (http.//wiyarsih.staff.ugm.ac.id/wp/?p-22, diakses
tanggal 05 Februari 2009)
Download