bab i pendahuluan

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Pasar modal yang efisien adalah pasar modal yang mencerminkan semua
informasi yang tersedia (Fama, 1970). Dalam pasar modal yang efisien, jika
sebuah informasi yang beredar dianggap memiliki muatan informasi oleh pelaku
pasar, maka informasi tersebut mampu mengubah kepercayaan pelaku pasar dan
secara langsung tercermin pada harga saham saat terjadinya pengumuman.
Dalam hipotesis pasar yang efisien, semua pelaku pasar dianggap memiliki
akses yang sama terhadap informasi sehingga saat sebuah informasi
dipublikasikan, semua pelaku pasar akan menerimanya dan bereaksi secara
bersamaan, sehingga harga saham di pasar modal akan langsung merefleksikan
informasi tersebut dan pada akhirnya tidak ada seorangpun yang akan
diuntungkan karena informasi tersebut. Para penganut hipotesis pasar efisien
percaya bahwa satu-satunya cara untuk mendapatkan return yang lebih tinggi
adalah dengan mengambil keputusan investasi yang lebih beresiko.
Ada dua jenis Informasi yang digunakan oleh para pelaku pasar sebagai
pertimbangan keputusan investasinya, yaitu informasi makro dan mikro,
Informasi makro yang dimaksud meliputi kebijakan politik dan ekonomi seperti
pergantian presiden, pergantian menteri, penetapan suku bunga dan cadangan kas
minimum bank. Pelaku pasar meyakini bahwa kebijakan politik dan ekonomi
1
tersebut akan mempengaruhi kondisi investasi negara sehingga mereka
mempresepsikan informasi tersebut sedemikian rupa dan kemudian bereaksi. Di
sisi lain, informasi mikro juga menjadi bahan pertimbangan pelaku pasar dalam
membuat keputusan, informasi mikro lebih berkaitan pada aksi-aksi korporasi
yang dilakukan perusahaan.
Aksi korporasi atau corporate action adalah sebuah keputusan yang dibuat
oleh perusahaan yang telah menjual kepemilikannya kepada publik dan nantinya
mempengaruhi para pemangku kepentingan termasuk pemegang saham. Aksi ini
dilakukan oleh perusahaan dengan berbagai tujuan, diantaranya membagikan
keuntungan perusahaan kepada pemegang saham, mengubah harga saham yang
beredar, ataupun melakukan restrukturisasi pada perusahaan untuk menghasilkan
keuntungan yang lebih besar. Tindakan yang tergolong dalam corporate action
antara lain stock splits, dividends, mergers, acquisitions dan spinoffs.
Stock split merupakan salah satu dari beberapa aksi korporasi yang dapat
dilakukan oleh perusahaan. Stock split dilakukan dengan cara memecah-mecah
jumlah saham yang telah beredar kedalam jumlah yang lebih banyak sehingga
menambah jumlah saham yang dimiliki oleh pemegang saham. Misalnya saja
stock split 2:1 akan menambah saham yang dimiliki oleh pemegang saham
menjadi dua kali lipat. Karena stock split menambah jumlah saham yang beredar
tanpa menambah nilai keseluruhan saham, maka harga saham setelah stock split
juga akan turun sesuai dengan split factornya.
Dalam teorinya, stock split tidak lebih dari arithmatic excercise, yaitu
stock split mengurangi par value saham dan menambah jumlah saham beredar
2
secara proporsional sesuai dengan split factor, tetapi dalam prakteknya manajer
mungkin mempunyai pandangan dan alasan lain dalam melakukan stock split
(Baker & Gallagher, 1980). Menurut Ross, Westerfield, & Jordan (2008), stock
split pada dasarnya sama saja dengan stock divident, kedua aksi diatas menaikkan
jumlah lembar saham yang beredar dan mengurangi nilai per lembar saham, yang
membedakan adalah stock split dihitung menggunakan rasio, sedangkan stock
divident dihitung dalam bentuk persen.
Dalam penelitian Baker dan Gallagher (1980), peneliti melakukan survey
dengan responden Chef Financial Officer dari perusahaan perusahaan yang listing
dalam New York Stock Exchange. Peneliti membagi responden menjadi 2
subsampel, yaitu CFO dari 100 perusahaan yang melakukan stock split dan CFO
dari 100 perusahaan yang tidak melakukan stock split pada tahun 1978. Hasil
penelitian dengan dua subsampel menunjukkan hasil yang mirip, yaitu bahwa
keputusan melakukan stock split lebih ditujukan untuk memberi benefit kepada
investor kecil daripada investor institutional, sebagian besar responden
menyatakan bahwa keputusan perusahaan melakukan stock split adalah agar
investor kecil dapat dengan mudah membeli saham perusahaan, selain itu stock
split menjadikan harga saham masuk ke trading range yang optimal dan
menambah jumlah pemegang saham.
Motivasi perusahaan dalam melakukan stock split dapat dikemukakan oleh
dua hipotesis yaitu signalling hyphotesis dan market range hypothesis. (Fama,
1970). Dalam signalling hyphotesis, manajer mengumumkan stock split untuk
menyampaikan informasi positif mengenai perusahaan. Saat perusahaan
3
mengumumkan stock split, perusahaan tersebut yakin bahwa dalam waktu ke
depan nilai perusahaan akan terus meningkat karena keahlian manajer dalam
membuat keputusan investasi dan operasi (Ikenberry, Rankine, & Stice, 1996).
Sedangkan menurut Market range hyphotesis, perusahaan melakukan aksi
koorporasi berupa stock split karena harga saham sekarang dirasa sudah
mengalami kenaikan yang sangat tinggi dan menyebabkan saham menjadi tidak
likuid lagi sehingga nantinya volume perdagangan saham menjadi rendah dan
kurang menarik bagi investor. Oleh sebab itu stock split akan dilakukan untuk
menyesuaikan kembali harga saham ke dalam kisaran yang lebih disukai oleh
investor (Mcnichols & Dravid, 1990). Hipotesis ini didukung oleh penelitian
Ikenberry (1996). Dalam penelitian ini, peneliti menemukan bahwa empat dari
lima perusahaan yang melakukan stock split memiliki harga saham di kisaran 80
presentil jika dibandingkan dengan perusahaan serupa. Setelah dilakukannya stock
split, harga saham perusahaan turun secara signifikan. Perusahaan yang tadinya
memiliki harga di atas rata-rata turun menjadi di bawah median perusahaan yang
sejenis, hasil ini mendukung trading range hyphotesis sebagai motif dari
perusahaan dalam melakukan stock split.
Banyak ahli yang mengemukakan bahwa stock split hanyalah sebuah
kosmetik saja karena stock split merupakan tindakan yang tidak menambah nilai
perusahaan atau tidak memiliki nilai ekonomis (Hartono, 1998). Stock split sering
dianggap sebagai fenomena perusahaan yang membingungkan. Walaupun
peristiwa stock split seringkali hanya dianggap sebagai kosmetik yang membuat
4
saham perusahaan menjadi lebih menarik, pasar modal cenderung bereaksi positif
terhadap peristiwa tersebut. (Ikenberry, Rankine, & Stice, 1996).
Penelitian penelitian terhahulu menyajikan kesimpulan yang beragam
mengenai pengaruh dari stock split, misalnya saja penelitian oleh Desai,
Nirmalendran, & Venkataraman (1998) yang meneliti hubungan antara trading
activity dan bid-ask spread dari perusahaan yang melakukan stock split, Desai
membagi perusahaan ke dalam dua subsampel, yaitu perusahaan dengan split
factor kecil (3:2 dan lebih kecil) dan perusahaan dengan split factor besar (2:1 dan
lebih besar), Penelitian ini menunjukkan hasil yang berkebalikan dengan market
range hypothesis, dimana peneliti menemukan bahwa setelah dilakukan stock
split, rata rata bid-ask spread perusahaan meningkat sebesar 32%. Hasil yang
sama juga ditunjukkan oleh penelitian Copeland (1979) yang juga menuntukkan
bahwa bid-ask spread meningkat setelah dilakukannya stock split, padahal
semakin tinggi bid-ask spread maka saham akan menjadi semakin tidak likuid
karena investor harus menurunkan harga sesuai dengan bid price tertinggi agar
mampu menjual saham miliknya secara langsung. Berbeda dengan dua hasil
penelitian di atas, hasil penelitian Huang, Liano, & Pan, (2013) menyimpulkan
bahwa likuiditas saham mengalami peningkatan yang signifikan pada periode
pengumuman jika dibandingkan dengan periode sebelumnya. Dengan bertambah
banyaknya peristiwa stock split di pasar modal Indonesia dan beragamnya hasil
penelitian mengenai dampaknya bagi pasar modal, maka peneliti berkeinginan
untuk menguji pengaruh stock split terhadap return dan likuiditas saham di pasar
modal Indonesia.
5
1.2 RUMUSAN MASALAH
Penelitian ini menguji pengaruh dari stock split terhadap return saham dan
likuiditas saham, oleh sebab itu rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Apakah stock split berpengaruh terhadap return saham ?
2. Apakah stock split berpengaruh terhadap likuiditas saham ?
1.3 TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk menguji pengaruh stock split terhadap return saham.
2. Untuk menguji pengaruh stock split terhadap likuiditas saham.
1.4 MANFAAT PENELITIAN
Manfaat yang diharapkan dengan dilakukannya penelitian ini adalah :
1. Bagi emiten
Memberi pengetahuan kepada emiten apakah stock split merupakan cara
yang tepat untuk menambah likuiditas saham.
2. Bagi investor
Memberikan pengetahuan kepada investor mengenai ada tidaknya perubahan
likuiditas dan return saham yang disebabkan oleh peristiwa stock split
sehingga dapat memberi bahan pertimbangan kepada investor untuk
berinvestasi.
6
1.5 SISTEMATIKA PENULISAN
BAB I :
Pendahuluan yang berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II :
Tinjauan pustaka yang berisi landasan teori, kajian penelitian
terdahulu dan pengembangan hipotesis.
BAB III :
Metode penelitian yang mencakup data dan sampel, definisi
operasional, dan metode analisis data.
BAB IV :
Hasil dan pembahasan yang berisis statistik deskriptif, uji asumsi
dan uji hipotesis.
BAB V :
Kesimpulan dan saran yang berisi kesimpulan, keterbatasan saran
dan implikasi.
7
Download