PERTUMBUHAN DAN HASIL TIGA VARIETAS SAWI (Brassica juncea L.) YANG DITANAM PADA TANAH ENDAPAN LUMPUR KOLAM IKAN DAN TANAH TEGALAN Sandi Wiguna1) Program Studi Agrotekhnologi Fakultas pertanian Universitas Siliwangi [email protected] Dedi Natawijaya2) Fakultas pertanian Universitas Siliwangi [email protected] Yanto Yulianto3) Fakultas pertanian Universitas Siliwangi [email protected] Jln. Siliwangi No. 24 Kotak Pos 164 Tasikmalaya 46115 Tlp: (0265) 330634 Fax: (0265) 325812 Website: www.unsil.ac.id E-mail: [email protected] ABSTRACT The experiment conducted in Cideres, Sukamenak , Sukaresik, Tasikmalaya , with altitude 500 meters above sea level and precipitation type C (rather wet) by Schmidt - Ferguson (1951) in Ance Gunarsih (1988). The experiment carried out starting on August 16, 2012 until October 14, 2012. The Objective was to determine whether the soil sediment pond fish can be used for mustard cultivation. Experimental design used was Randomized Block Design (RBD) patterned factorial, consisting of two factors and repeated four times. The first factor is the land (T), which consists of two levels, namely t1 (soil sediment ponds fish), and t2 (moor land). The second factor is the variety (V), which consists of three levels, namely v1 (Shinta), v2 (Tosakan), and v3 (Christina). The results showed that soil sediment pond fish provide a better effect to the growth and yield of three varieties of mustard were tested compared to moor land. Soil sediment pond fish have good effect on all the parameters observed (age plant height 21 days after planting, the number of leaves per plant ages 14 and 21 days after planting, gross weight per plant, net weight per plant and harvest index). Shinta and Christina varieties produce gross weight and net weight per plant better than the varieties Tosakan. Keywords: mustard, sediment, ponds, moor land ABSTRAK Percobaan dilaksanakan di Kampung Cideres, Desa Sukamenak, Kecamatan Sukaresik, Kabupaten Tasikmalaya, dengan ketinggian tempat 500 meter di atas permukaan laut dan tipe curah hujan C (agak basah) menurut Schmidt – Ferguson (1951) dalam Ance Gunarsih (1988). Percobaan dilaksanakan mulai tanggal 16 Agustus 2012 sampai 14 Oktober 2012. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah tanah endapan lumpur kolam ikan dapat dimanfaatkan untuk budidaya sawi. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) berpola faktorial, terdiri dari dua faktor dan diulang empat kali. Faktor pertama adalah tanah (T), yang terdiri atas dua taraf yaitu t1 (tanah endapan lumpur kolam ikan), dan t2 (tanah tegalan). Faktor kedua adalah varietas (V), yang terdiri atas tiga taraf yaitu v1 (Shinta), v2 (Tosakan), dan v3 (Christina). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanah endapan lumpur kolam ikan memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap pertumbuhan dan hasil tiga varietas sawi yang dicoba dibandingkan dengan tanah tegalan. Tanah endapan lumpur kolam ikan berpengaruh baik terhadap semua parameter yang diamati (tinggi tanaman umur 21 hari setelah tanam, jumlah daun per tanaman umur 14 dan 21 hari setelah tanam, bobot kotor per tanaman, bobot bersih per tanaman, dan indeks panen tanaman). Varietas Shinta dan Christina menghasilkan bobot kotor dan bobot bersih per tanaman yang lebih baik dibandingkan dengan Varietas Tosakan. Kata kunci : Sawi, endapan lumpur, kolam, tanah tegalan 1 PENDAHULUAN Sawi merupakan tanaman sayuran daun dari keluarga Cruciferae yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Daerah asal tanaman sawi diduga dari Tiongkok (China) dan Asia Timur. Konon di daerah China tanaman ini telah dibudidayakan sejak 2500 tahun yang lalu, kemudian menyebar luas ke Filipina dan Taiwan. Masuknya sawi ke Indonesia diduga pada abad XI bersamaan dengan lintas perdagangan jenis sayuran sub-tropis lainnya. Daerah pusat penyebarannya antara lain di Cipanas (Bogor), Lembang dan Pangalengan (Rahmat Rukmana, 2007). Sawi sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang cukup lengkap sehingga apabila dikonsumsi sangat baik untuk mempertahankan kesehatan tubuh. Menurut data yang tertera dalam daftar komposisi makanan yang diterbitkan oleh Direktorat Gizi Departemen Kesehatan, komposisi zat-zat makanan yang terkandung dalam sawi dapat dilihat pada Tabel berikut: Tabel 1. Kandungan Gizi Tanaman Sawi (mg/100 g) Kandungan Gizi Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Besi (mg) Vitamin A (SI) Vitamin B1 (mg) Vitamin B2 (mg) Vitamin B3 (mg) Vitamin C (mg) Sumber : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1979) Jumlah 2,30 0,30 4,00 220,50 38,40 2,90 969,00 0,09 0,10 0,70 102,00 Selain memiliki kandungan vitamin dan zat gizi yang penting bagi kesehatan, sawi dipercaya dapat menghilangkan rasa gatal di tenggorokan pada penderita batuk. Sawi yang dikonsumsi berfungsi pula sebagai penyembuh sakit kepala dan juga dapat membersihkan darah (Eko Haryanto, dkk, 2003). Tanaman sawi biasa ditanam pada tanah tegalan, tetapi jika luas tegalan yang ada masih kurang petani juga bisa memanfaatkan lahan-lahan lain salah satunya adalah lahan endapan lumpurkolam ikan yang sudah kering. Penggunaan lahan ini juga dilakukan sebagai alternatif pemanfaatan lahan kolam ikan yang dibiarkan kering karena ketersediaan air untuk kebutuhan pemeliharaan ikan yang tidak menentu. Menurut Rahman Sutanto (2002) kolam pemeliharaan ikan kaya akan humus dan sisa pakan yang mengandung hara (N, P dan K). Di Kecamatan Sukaresik terutama Desa Sukamenak terdapat kolam-kolam pemeliharaan ikan yang mulai mengering akibat kurangnya air irigasi dan juga cuaca yang tidak menentu sehingga para pemilik kolam lebih memilih untuk mengosongkan kolamnya. Lahan endapan lumpurkolam itu bisa langsung ditanami sayuran atau diambil tanahnya untuk media tanam sayuran dalam polybag. Berdasarkan uraian di atas, penulis merasa tertarik untuk memanfaatkan tanah dari lahan endapan lumpurkolam pemeliharaan ikan yang ada untuk digunakan sebagai media tanam dalam budidaya tanaman sawi. Untuk skala penelitian penulis bermaksud untuk membandingkan pertumbuhan dan hasil dari tanaman sawi dalam polybag yang ditanam pada tanah tegalan dan tanah endapan lumpur kolam ikan dengan tiga varietas yang berbeda. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah tanah endapan lumpur kolam ikan dapat dimanfaatkan untuk budidaya sawi. 2 BAHAN DAN METODE Percobaan dilaksanakan Kampung Cideres Desa Sukamenak Kecamatan Sukaresik Kabupaten Tasikmalaya.Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan 16 Agustus 2012 sampai dengan 14 Oktober 2012. Bahan dan Alat Percobaan Bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah benih sawi Varietas Shinta, Tosakan dan Christina, tanah yang berasal dari tegalan dan endapan lumpur kolam ikan, pupuk kandang domba, air (untuk penyiraman). Alat yang digunakan pada percobaan ini adalah polybag ukuran 10 cm x 15 cm (untuk persemaian) dan 20 cm x 30 cm (untuk penanaman), sprayer, ember, tali rafia, meteran, timbangan, penggaris, alat tulis, papan label. Metode Percobaan Percobaan ini menggunakan metode eksperimen dengan Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang berpola faktorial terdiri dari dua faktor perlakuan dan diulang 4 kali. Faktor pertama adalah tanah (T) yang terdiri dari dua taraf, yaitu : t1 = Tanah berasal dari endapan lumpur kolam ikan t2 = Tanah berasal dari tegalan Faktor kedua adalah varietas (V) yang terdiri dari tiga taraf, yaitu : v1 = Shinta v2 = Tosakan v3 = Christina Dari kedua faktor perlakuan diperoleh 6 kombinasi perlakuan, masing-masing kombinasi diulang 4 kali, tiap kombinasi perlakuan terdiri atas 12 polybag yang diambil 6 polybag sebagai sampel. 1 polybag terdiri atas 1 tanaman. Dengan demikian dalam percobaan terdapat (6 x 4 x 12) = 288 tanaman. Adapun kombinasi perlakuan dari kedua faktor tersebut adalah sebagai berikut: Tabel 2. Kombinasi Perlakuan Tanah dan Varietas Tanah dari asal berbeda (T) t1 t2 v1 t1v1 t2v1 Varietas (V) v2 t1v2 t2v2 v3 t1v3 t2v3 Keterangan : t1v1 : Varietas Shinta pada tanah endapan lumpur kolam ikan t1v2 : Varietas Tosakan pada tanah endapan lumpur kolam ikan t1v3 : Varietas Christina pada tanah endapan lumpur kolam ikan t2v1 : Varietas Shinta pada tanah tegalan t2v2 : Varietas Tosakan pada tanah tegalan t2v3 : Varietas Christina pada tanah tegalan HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Pengamatan Penunjang Tanaman utama dalam percobaan terganggu oleh adanya tanaman penggangu (gulma). Gulma tersebut paling banyak tumbuh pada polybag persemaian yang berasal dari tanah endapan lumpur kolam ikan. Sedangkan pada tanah tegalan gulma yang tumbuh tidak terlalu banyak.. Jenis gulma yang banyak tumbuh pada tanah endapan lumpur kolam ikan tersebut yaitu gulma kremah (Alternanthera sessilis L.) atau dalam bahasa sunda sering disebut tolod. Sedangkan jenis gulma 3 lainnya yaitu gulma teki (Cyperus rotundus L.), kakawatan (Cynodon dactylon L.) dan babadotan (Ageratum conyzoides L.). Setelah tanaman muda dipindahkan dan tumbuh di polybag penanaman, gulma yang sebelumnya telah dibersihkan kembali tumbuh. Kemudian sama seperti ketika dalam persemaian gulma lebih banyak tumbuh pada tanah endapan lumpur kolam ikan. Jenis gulma tersebut lebih banyak tumbuh pada tanah endapan lumpur kolam ikan karena sebelumnya gulma-gulma tersebut memang banyak tumbuh pada lahan kolam dan ketika tanah endapan lumpurnya dijadikan sebagai media tanam di dalamnya masih terdapat benih-benih gulma tersebut sehingga saat tanah tersebut mendapatkan peyiraman, benih-benih gulma tadi ikut tumbuh bersama benih tanaman utama (tanaman sawi). Tanaman gulma yang tumbuh pada polybag penanaman tidak menimbulkan gangguan yang berarti terhadap tanaman utama karena adanya perawatan yang intensif sehingga tumbuhnya gulma tidak sampai besar. Pengendalian gulma dilakukan dengan cara manual yaitu dengan cara mencabut dan membuangnya. Selain terganggu oleh adanya gulma, tanaman utama juga terganggu oleh adanya serangan hama. Hama yang menyerang hanya ada dua jenis yaitu belalang (Sexava sp.) dan ulat plutella (Plutella xylostella L.). Akan tetapi, walaupun yang menyerang hanya belalang dan ulat plutella, serangan yang terjadi cukup parah karena sekitar 25% dari seluruh populasi tanaman dalam percobaan terkena serangan dua jenis hama tersebut. Hal ini diduga terjadi karena lokasi percobaan yaitu lahan kolam sangat dekat dengan persawahan yang merupakan lingkungan tempat hidup belalang dan juga karena faktor cuaca yang kurang mendukung seperti adanya gerimis di pagi hari yang mengundang datangnya hama ulat. Parahnya serangan hama ulat terjadi karena hama ulat sebagian ada yang menyerang bagian pucuk tanaman sawi sehingga sulit untuk dikendalikan. Pengendalian hama dilakukan dengan cara manual karena populasi tanaman tidak terlalu banyak dan serangan hama ulat ataupun belalang masih bisa dikendalikan dengan cara menangkap dan memusnahkan hama yang ada dan hal ini bisa dilakukan berbarengan dengan menyiram tanaman sehingga cara inilah yang paling efektif untuk dilakukan. Pengamatan Utama Tinggi Tanaman Hasil analisis statistik terhadap rata-rata tinggi tanaman pada umur 7, 14 dan 21 hari setelah tanam dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Tinggi tiga varietas sawi pada umur 7, 14 dan 21 hari setelah tanam (hst) yang ditanam pada tanah endapan lumpur kolam ikan dan tanah tegalan. Varietas Rata-rata Umur Tanah Shinta (v1) Tosakan (v2) Christina (v3) --------------------------------- cm/tanaman -------------------------------9,40 10,04 9,11 9,52 a t1 7 Hst 9,81 10,38 9,94 10,04 a t2 9,60 10,21 9,52 9,78 Rata-rata A A A 15,96 16,00 14,77 15,58 a t1 14 Hst 15,19 15,25 14,50 14,98 a t2 15,57 15,62 14,64 15,28 Rata-rata A A B 24,79 25,71 22,96 24,49 a t1 21 Hst 22,67 22,21 20,79 21,89 b t2 23,73 23,96 21,88 23,19 Rata-rata A A B Keterangan : Angka yang diikuti huruf kecil yang sama arah vertikal dan huruf besar yang sama arah horizontal tidak berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf nyata 5 persen. Pada Tabel 3 terlihat bahwa rata-rata tinggi tanaman pada umur 7 dan 14 hari setelah tanam tiga varietas sawi menunjukkan respon yang tidak berbeda terhadap dua jenis tanah yang dicoba. Akan tetapi, pada umur 21 hari setelah tanam terjadi perbedaan respon yaitu tiga varietas sawi yang ditanam pada tanah endapan lumpur kolam ikan menunjukkan rata-rata tinggi tanaman lebih tinggi dibandingkan dengan yang ditanam pada tanah tegalan. Hal ini diduga karena tanah endapan lumpur 4 kolam ikan memiliki tekstur halus yang didominasi oleh tanah liat dengan tekstur yang lembut dan licin serta memiliki permukaan yang lebih halus dibandingkan dengan tanah tegalan dengan tekstur kasar yang biasanya lebih didominasi oleh tanah pasir. Sehingga tanah endapan lumpur kolam ikan memiliki kapasitas dalam proses penyerapan unsur-unsur hara yang lebih besar dibandingkan dengan tanah tegalan. Namun, tanah endapan lumpur kolam ikan umumnya lebih subur dibandingkan dengan tanah tegalan karena banyak mengandung unsur hara dan bahan organik yang berasal dari sisa-sisa pakan dan kotoran ikan yang dibutuhkan oleh tanaman. Selain itu, tanah tersebut juga mudah dalam menyerap unsur hara. Oleh karena itu, tanaman sawi yang ditanam pada tanah endapan lumpur kolam ikan menunjukkan hasil (tinggi tanaman) yang lebih baik dibandingkan dengan tanaman sawi yang ditanam pada tanah tegalan. Pada umur 14 dan 21 hari setelah tanam, sawi Varietas Shinta dan Tosakan menunjukkan rata-rata tinggi tanaman lebih tinggi di dua jenis tanah yang dicoba dibandingkan dengan Varietas Christina. Hal ini diduga terjadi karena adanya pengaruh faktor genetik yaitu adanya perbedaan fase pertumbuhan yang menyebabkan perbedaan usia panen yang berbeda untuk setiap varietas. Varietas Shinta dan Tosakan sudah mulai bisa dipanen saat umur tanaman mencapai 20-25 hari setelah tanam sedangkan untuk Varietas Christina baru mulai bisa dipanen saat umur tanaman mencapai 30 hari setelah tanam. Menurut Trustinah (1993) dalam Agus Sulaeman (2006) wujud luar atau fenotipe suatu individu (dalam hal ini tinggi tanaman) merupakan hasil kerjasama antara faktor genetik dengan lingkungan. Jumlah Daun per Tanaman Hasil analisis statistik terhadap rata-rata jumlah daun per tanaman pada umur 7, 14 dan 21 hari setelah tanam dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Jumlah daun tiga varietas sawi pada umur 7, 14 dan 21 hari setelah tanam (hst) yang ditanam pada tanah endapan lumpur kolam ikan dan tanah tegalan. Varietas Umur Tanah Rata-rata Shinta (v1) Tosakan (v2) Christina (v3) 4,67 4,83 4,63 4,71 a t1 7 Hst 4,63 4,79 4,54 4,65 a t2 4,65 4,81 4,58 4,68 Rata-rata A A A 7,25 7,63 7,17 7,35 a t1 14 Hst 6,63 6,71 6,42 6,58 b t2 6,94 7,17 6,79 6,97 Rata-rata A A A 9,67 9,79 9,46 9,64 a t1 21 Hst 9,04 8,96 8,79 8,93 b t2 9,36 9,37 9,13 9,29 Rata-rata A A A Keterangan : Angka yang diikuti huruf kecil yang sama arah vertikal dan huruf besar yang sama arah horizontal tidak berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf nyata 5 persen. Pada Tabel 4 terlihat bahwa pada umur 14 dan 21 hari setelah tanam rata-rata jumlah daun tiga varietas sawi yang ditanam pada tanah endapan lumpur kolam ikan lebih banyak dibandingkan dengan yang ditanam pada tanah tegalan. Hal ini diduga karena air beserta hara yang terlarut di dalamnya lebih banyak tertahan oleh tanah dengan pori-pori yang lebih kecil (tanah endapan lumpur kolam ikan) dibandingkan oleh tanah dengan pori-pori yang lebih besar (tanah tegalan) sehingga akar tanaman pada tanah endapan lumpur kolam ikan akan lebih maksimal dalam menyerap unsur hara daripada akar tanaman pada tanah tegalan. Menurut Rinsema (1993) dalam Dede Wahyudin (2004) bahwa unsur hara terutama nitrogen sangat berperan dalam pertumbuhan vegetatif tanaman, kadar nitrogen yang diserap akar tanaman sebagian besar akan naik ke daun bergabung dengan karbohidrat membentuk protein untuk pembentukan daun. Besarnya unsur hara yang diserap oleh akar akan mempengaruhi jumlah bahan organik dan jumlah mineral yang akan ditranslokasikan, diantaranya untuk pembentukan daun yang akhirnya akan meningkatkan jumlah daun. Pada Tabel 4 terlihat juga bahwa rata-rata jumlah daun per tanaman tiga varietas sawi menunjukkan respon yang tidak berbeda pada dua jenis tanah yang dicoba. Hal ini diduga karena baik 5 varietas Shinta, Tosakan ataupun Christina ketiganya memiliki kemampuan yang hampir sama dalam memenuhi kebutuhan hara untuk pertumbuhan dan perkembangannya karena itulah dalam uji statistik tidak terjadi perbedaan respon dalam banyaknya jumlah daun yang tumbuh. Bobot Kotor per Tanaman Hasil analisis statistik terhadap bobot kotor per tanaman tiga varietas sawi yang ditanam pada tanah endapan lumpur kolam ikan dan tanah tegalan dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Bobot kotor tiga varietas sawi yang ditanam pada tanah endapan lumpur kolam ikan dan tanah tegalan. Varietas Rata-rata Tanah Shinta (v1) Tosakan (v2) Christina (v3) ------------------------------------- gram ------------------------------------104,25 92,46 110,13 102,28 a t1 66,96 64,46 84,17 71,86 b t2 85,60 78,46 97,15 87,07 Rata-rata A B A Keterangan : Angka yang diikuti huruf kecil yang sama arah vertikal dan huruf besar yang sama arah horizontal tidak berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf nyata 5 persen. Pada Tabel 8 terlihat bahwa respon tiga varietas sawi yang dicoba menunjukkan hasil yang lebih baik pada tanah endapan lumpur kolam ikan dibandingkan dengan tanah tegalan. Menurut Rahman Sutanto (2002) kandungan bahan organik yang terdapat dalam endapan lumpur sungai sangat tinggi (Tabel 3). Bahan organik dalam tanah dapat memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah, meningatkan KTK, serapan hara dan menekan aktivitas Al 3+ dan Fe 3+ yang mengikat fosfor. Bahan organik dalam tanah diuraikan jasad mikro menjadi senyawa sederhana dan bahan baru. Pelapukan bahan organik cenderung meningkatkan pH tanah, menyediakan hara tanaman, meningkatkan agregasi tanah dan memperbaiki sifat fisik tanah tersebut. Pelapukan bahan organik pada gilirannya akan menyediakan unsur-unsur hara yang dibutuhkan tanaman, sebab itu bahan organik disebut sebagai gudang hara. Unsur-unsur hara tersebut tersedia setelah melalui proses pelapukan fisik dan kimia yang memerlukan waktu cukup lama. Maka pelepasan hara yang terjadi akan berlangsung perlahan ("slow release") selama pertumbuhan tanaman semusim. Pelepasan hara yang berlangsung "slow release" tersebut menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman semusim, karena ketersediaan hara yang sinambung selama pertumbuhan. Oleh karena itu, tiga varietas sawi yang dicoba akan menunjukkan respon yang lebih baik terhadap tanah dengan kandungan bahan organik yang lebih tinggi yaitu tanah endapan lumpur kolam ikan. Selain itu, tanah endapan lumpur kolam ikan dengan pori-pori tanah yang lebih kecil dibandingkan dengan tanah tegalan dapat menahan air dan hara terlarut sehingga memungkinkan akar tanaman sawi untuk menyerapnya. Hal tersebut berbeda dengan yang terjadi pada tanah tegalan dengan pori-pori yang lebih besar, air dan hara terlarut akan lebih cepat meresap ke bawah sehingga tanaman sawi dengan perakaran yang dangkal akan kesulitan untuk menyerap air dan hara tersebut. Berdasarkan penjelasan-penjelasan tersebut maka dapat diperkirakan tanaman sawi yang ditanam pada tanah endapan lumpur kolam ikan akan menunjukkan bobot kotor yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang ditanam pada tanah tegalan. Selanjutnya untuk varietas, Varietas Shinta dan Christina memiliki bobot kotor yang lebih besar dibandingkan dengan Varietas Tosakan. Hal ini diduga terjadi karena berdasarkan deskripsi tanaman (Lampiran 2) sawi Varietas Shinta memiliki potensi hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan Varietas Tosakan. Sedangkan untuk Varietas Christina memiliki tingkat adaptasi terhadap lingkungan yang sangat bagus sehingga nantinya dapat diperkirakan pertumbuhan sawi Varietas Shinta dan Christina akan lebih baik dibandingkan dengan sawi Varietas Tosakan. Bobot Bersih per Tanaman Hasil analisis statistik terhadap bobot bersih per tanaman tiga varietas sawi yang ditanam pada tanah endapan lumpur kolam ikan dan tanah tegalan dapat dilihat pada Tabel 6. 6 Tabel 6. Bobot bersih tiga varietas sawi yang ditanam pada tanah endapan lumpur kolam ikan dan tanah tegalan. Varietas Rata-rata Tanah Shinta (v1) Tosakan (v2) Christina (v3) ------------------------------------- gram ------------------------------------97,13 86,17 103,58 95,63 a t1 60,42 58,29 78,13 65,61 b t2 78,77 72,23 90,85 80,62 Rata-rata A B A Keterangan : Angka yang diikuti huruf kecil yang sama arah vertikal dan huruf besar yang sama arah horizontal tidak berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf nyata 5 persen. Bobot bersih per tanaman merupakan bobot kotor tanaman dikurangi bobot akar tanaman tersebut. Akar pada tanaman sawi berfungsi sebagai penyerap hara tanaman dan juga untuk mentranslokasikan hara tersebut dari akar menuju ke batang dan daun. Jumlah hara yang akan diserap oleh tanaman sebanding dengan banyaknya akar dan bulu akar yang tumbuh pada tanaman tersebut dan hal ini akan berpengaruh terhadap bobot dari akar tanaman itu sendiri. Pada Tabel 6 terlihat adanya perbedaan respon yang ditunjukkan oleh tiga varietas sawi terhadap dua jenis tanah yang dicoba yaitu tiga varietas sawi yang ditanam pada tanah endapan lumpur kolam ikan menunjukkan rata-rata bobot bersih lebih tinggi dibandingkan dengan yang ditanam pada tanah tegalan. Hal tersebut diduga terjadi karena pada tanah bertekstur halus (tanah endapan lumpur kolam ikan) lebih didominasi oleh tanah liat dengan tekstur yang lembut dan licin yang memiliki permukaan yang lebih halus dibandingkan dengan tanah bertekstur kasar (tanah tegalan). Sehingga tanah endapan lumpur kolam ikan memiliki kapasitas dalam proses penyerapan unsur-unsur hara yang lebih besar dibandingkan dengan tanah tegalan yang bertekstur kasar. Hal itu berpengaruh terhadap bobot kotor tanaman yang tinggi karena terpenuhinya kebutuhan hara yang diperlukan dan secara tidak langsung bobot kotor ini akan berpengaruh pula terhadap bobot bersih tanaman. Sedangkan untuk varietas, tanaman sawi Varietas Shinta dan Christina memiliki bobot bersih lebih tinggi dibandingkan dengan sawi Varietas Tosakan. Tanaman sawi Varietas Shinta dan Christina dengan bobot kotor yang lebih tinggi akan memiliki bobot bersih yang lebih tinggi pula karena bobot bersih merupakan bobot kotor tanaman yang telah dikurangi bobot akarnya. Indeks Panen Tanaman Hasil analisis statistik terhadap indeks panen tanaman tiga varietas sawi yang ditanam pada tanah endapan lumpur kolam ikan dan tanah tegalan dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Indeks panen tiga varietas sawi yang ditanam pada tanah endapan lumpur kolam ikan dan tanah tegalan. Varietas Rata-rata Tanah Shinta (v1) Tosakan (v2) Christina (v3) ------------------------------------- gram ------------------------------------0,9323 0,9324 0,9384 0,9344 a t1 0,9017 0,8992 0,9282 0,9097 b t2 0,9170 0,9158 0,9333 0,9220 Rata-rata A A A Keterangan : Angka yang diikuti huruf kecil yang sama arah vertikal dan huruf besar yang sama arah horizontal tidak berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf nyata 5 persen. Berdasarkan hasil uji statistik yang telah dilakukan, dua jenis tanah yang dicoba menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda terhadap tiga varietas sawi yang dicoba. Pertumbuhan dan perkembangan akar tanaman akan berpengaruh terhadap penyerapan unsur hara dari dalam tanah. Akar tanaman yang pendek akan mengakibatkan penyerapan unsur hara kurang maksimal, secara tidak langsung hal tersebut diduga akan berpengaruh terhadap indeks panen tanaman yang merupakan perbandingan antara bobot bersih dan bobot kotor. Kemudian untuk varietas, respon yang ditunjukkan masih sama seperti sebelumnya dimana tiga varietas sawi yang ditanam pada tanah endapan lumpur kolam ikan menunjukkan indeks panen 7 tanaman lebih tinggi dibandingkan dengan yang ditanam pada tanah tegalan. Hal ini diduga terjadi karena air dan hara terlarut pada tanah endapan lumpur kolam ikan lebih banyak tersedia untuk tanaman karena pori-pori tanah endapan lumpur kolam ikan lebih kecil sehingga dapat mengurangi laju infiltrasi (kecepatan air meresap ke dalam tanah). Hal tersebut akan memudahkan akar tanaman sawi untuk menyerapnya. Akan tetapi, pada tanah tanah tegalan justru terjadi kebalikannya. Dengan demikian dalam hal ini sudah jelas bahwa tiga varietas sawi yang ditanam pada tanah endapan lumpur kolam ikan akan memberikan nilai indeks panen yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang ditanam pada tanah tegalan. KESIMPULAN Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1) Pertumbuhan dan hasil sawi yang ditanam pada tanah endapan lumpur kolam ikan lebih baik dibandingkan dengan sawi yang ditanam pada tanah tegalan. 2) Sawi Varietas Shinta dan Christina menghasilkan bobot kotor dan bobot bersih per tanaman yang lebih banyak dibandingkan dengan Varietas Tosakan. DAFTAR PUSTAKA Agus Sulaeman. 2006. Pengaruh takaran pupuk kandang ayam dan kombinasi pupuk SP-36 dan KCl terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman pakchoy (Brassica campestris L.). Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi. Tasikmalaya. Skripsi. Tidak dipublikasikan. Ance Gunarsih. 1988. Klimatologi Pengaruh Iklim terhadap Tanah dan Tanaman. Penerbit Bina Aksara. Jakarta. Dede Wahyudin. 2004. Pengaruh takaran urea dan dosis pupuk daun multitonik terhadap pertumbuhan dan hasil caisin (Brassica juncea L.) Kultivar Green Pakchoy. Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas siliwangi. Tasikmalaya. Skripsi. Tidak dipublikasikan. Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI. 1979. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Jakarta : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI. Eko Haryanto, dkk. 2003. Sawi & Selada Edisi Revisi. Penebar Swadaya. Jakarta. Rahman Sutanto. 2002. Penerapan Pertanian Organik (Pemasyarakatan dan Pengembangannya). Kanisius. Yogyakarta. Rahmat Rukmana. 2007. Bertanam Petsai dan Sawi. Kanisius. Yogyakarta. 8