Clavibacter michiganensis subsp. sepedonicus

advertisement
SEBARAN PENYAKIT BUSUK CINCIN BAKTERI
(Clavibacter michiganensis subsp. sepedonicus) DI SULAWESI SELATAN
DESPREAD OF BACTERIAL RING ROT DISEASE
(Clavibacter michiganensis subsp. Sepedonicus) IN SOUTH SULAWESI
Astuty Paborrong1, Baharuddin2, Tutik Kuswinanti2
1
Mahasiswa Jurusan Ilmu hama dan Penyakit Tumbuhan, Universitas Hasanuddin, Makassar
2
Dosen Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan, Universitas Hasanuddin, Makassar
Alamat Korespondensi :
Astuty Paborrong
Program Pasca Sarjana Unhas
Makassar-Sulawesi Selatan
HP.085242929165
Email;[email protected]
ABSTRAK
Penyakit busuk cincin bakteri merupakan penyakit penting pada tanaman kentang , Penyakit ini sangat berbahaya
bagi pertanaman kentang, dan termasuk Organisme Pengganggu Tanaman Karantina A1 yang dicegah
penyebarannya di wilayah Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk pemetaan keberadaan penyakit busuk cincin
bakteri pada tanaman kentang yang disebabkan patogen Clavibacter michiganensis subsp. sepedonicus yang telah
masuk di empat kabupaten di Sulawesi selatan yang merupakan sentra penghasil kentang. Metode pelaksaan terdiri
dari ; pengambilan sampel di empat kabupaten, Menghitung intensitas serangan di lahan pertanaman, mengisolasi
dan indentifikasi. serta uji patogenitas pada terong. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa intensitas serangan
tertinggi dilahan pertanaman adalah dikabupaten Gowa yaitu sebesar 37,66 %, dan diikuti kabupaten enrekang
sebesar 26 %, Bantaeng sebesar 24,33 % dan intensitas penyakit terendah terlihat pada kabupaten jeneponto sebesar
19%. Dari isolasi bakteri diperoleh 14 isolat yang merupakam bakteri Clavibacter michiganensis subsp sepedonicus.
Dan dari hasil uji patogenitas memperlihatkan gejala akibat serangan bakteri busuk cincin. Kesimpulan penelitian
ini adalah Intensitas serangan penyakit di lahan pertanaman kentang secara keseluruhan di empat kabupaten yang
merupakan sentra penghasil kentang menunjukkan intensitas serangan dibawah 50%.
Kata Kunci: penyakit busuk cincin bakteri, Clavibacter michiganensis pv. sepedonicus, PCR, kentang.
ABSTRACT
Bacterial ring rot is an important disease of potato, this disease is very dangerous for planting potatoes, and
including the Quarantine Plant Pest Organisms A1 is prevented from spreading in Indonesia. This study aimed at
mapping the presence of bacterial ring rot of potato pathogen Clavibacter michiganensis caused subsp. sepedonicus
that has been entered in four districts in South Sulawesi which is the center of the potato producer. The method
consists of implementation; sampling in four districts, Calculating the intensity of attacks in cropping land, isolating
and identification. and pathogenicity tests on eggplant. The results of this study showed that the highest intensity of
cropping is the land . Gowa is equal to 37.66%, followed by 26% of Enrekang, Bantaeng is 24.33% and the lowest
disease intensity seen in Jeneponto is 19%. From the isolation of bacteria obtained 14 isolates of bacteria
Clavibacter michiganensis subsp merupakam sepedonicus. And the results of pathogenicity test showing symptoms
to bacterial attack ring rot. The conclusion of this study is the intensity of the disease in the whole land of potatoes in
four districts as the center of the potato producers showed the intensity of attack below 50%.
Keywords: bacterial ring rot, Clavibacter michiganensis pv. sepedonicus, PCR test, potatoes.
PENDAHULUAN
Penyakit busuk cincin merupakan salah satu penyakit yang disebabkan oleh bakteri yang
menyerang tanaman kentang (Clavibacter michiganesis subsp. sepedonicus). (Schaad, 2001).
gejala awal yaitu layu pada pinggiran daun, terutama pada daun bagian bawah dan warna daun
menjadi hijau pucat , dan pangkal batang daun jika dipotong dan diperas akan mengeluarkan
eksudat seperti susu.. Gejala pada umbi yang terinfeksi cms terlihat jelas ketika umbi dibelah
pada bagian vascular berbentuk cincin dengan warna kuning pucat sampai coklat muda (Motica,
2013).
Penyakit busuk cincin yang menyerang pertanaman kentang sangat mengkhawatirkan
karena dampak yang ditimbulkannya serta penyebarannya yang sangat mudah dan cepat.
Sehingga
berbahaya bagi pertanaman kentang dan mempengaruhi hasil produksi kentang.
Diberbagai Negara penghasil kentang, penyakit busuk cincin sudah menjadi salah satu penyakit
penting yang sangat merugikan. Penyakit ini pertama kali tersebar di Amerika Utara. Kemudian
menyebar di berbagai benua Eropa, Asia, Afrika dan karabia Amerika selatan dan Australia
(EPPO, 2006).
Di Indonesia, penyakit busuk cincin (Clavibacter michiganensis subsp sepedonicus)
belum pernah dilaporkan secara resmi keberadaannya.
Oleh karena itu tidaklah heran jika
penyakit busuk cincin bakteri Clavibacter michiganensis subsp sepedonicus, berdasarkan surat
Keputusan Menteri pertanian No. 38/kpts/HK.0601/I/2006 dikategorikan sebagai organisme
penganggu tumbuhan karantina OPTK A1 yang harus dicegah keberadaannya (Suganda dkk.,
2009).
Benih adalah kunci suksesnya budidaya kentang. Permasalahan penyediaan benih yang
berkualitas dapat diatasi dengan mempertimbangkan ketersediaan sumberdaya alam, ketersediaan
sumber daya manusia, ketersediaan teknologi, panen pasca panen dan kebutuhan pasar. Serta
menggunakan benih yang bersertifikat atau menggunakan benih asal kultur jaringan. Benih
kentang yang berkualitas dicirikan oleh umbi tua, ukuran dan bentuk umbi seragam, kulit mulus
tidak cacat, tunas sudah mulai terbentuk dan mampu meningkatkan produksi. (Prahardini, dkk.,,
2009).
Di Indonesia pertama kali di temukan di jawa barat pada tahun 2009. Berdasarkan hasil
yang diperoleh dengan metode ELISA Di duga pada pertanaman kentang terinfeksi oleh patogen
Clavibacter michiganensis subsp. sepedonicus (Cms). Menurut (Suganda dan setiawan, 2009)
bahwa bakteri C. michiganensis subsp. sepedonicus sudah terdeteksi keberadaannya di wilayah
Indonesia, khususnya di kebun kentang petani Pangalengan Kabupaten Bandung dengan
penyebaran yang masih terbatas. Walaupun bakteri C. michiganensis subsp. sepedonicus
sebelumnya belum dilaporkan keberadaannya di Indonesia , namun mengingat bahwa bakteri C.
michiganensis subsp. sepedonicus dapat ditularkan melalui perdagangan benih dan Indonesia
sering melakukan impor benih kentang dari mancanegara dan perdagangan benih kentang antar
pulau. (Suganda dalam Sulastrini, 2012). Salah satu penyebaran penyakit busuk cincin yang
paling utama adalah melalui benih. Penggunaan benih yang tidak sehat dan tidak bersertifikat,
sangat beresiko untuk terinfeksi penyakit ini.
Selain menyebar melalui benih, dapat juga
menyebar melalui air, tanah, dan peralatan pertanian (Motica, 2013).
Metode PCR mempunyai sensitifitas tinggi dan dapat dilakukan dalam waktu cepat.
Metode ini digunakan untuk mendeteksi bakteri yang dapat terbawa oleh media pembawa
(misalnya benih, stek, umbi dan lain – lain) maupun isolate biakan bakteri pada media agar.
Beberapa spesies bakteri yang menginfeksi tanaman yang dapat dideteksi dengan menggunakan
metode ini antara lain : Acidovorax avenae subsp. avenae,
Clavibacter michiganensis subsp. sepedonicus,
Burkholderia andropogonis,
Erwinia tracheiphila, Phytoplasma lethal
yellowing. Selain Metode PCR, adapula metode serologi lainnya yang umum digunakan , yaitu
metode Elisa. Metode ini paling banyak digunakan karena metodenya sederhana dan praktis, dan
hasilnya dapat ditunjukkan dengan angka. Akan tetapi metode Elisa ini kelemahannya yaitu
hasil yang didaapatkan bisa tidak akurat dikarenakan kemungkinan terjadi reaksi silang antibody
dengan sisa tanaman. (lee, dkk., 2001).
Penelitian ini bertujuan untuk pemetaan keberadaan penyakit busuk cincin bakteri pada
tanaman kentang yang disebabkan patogen Clavibacter michiganensis subsp. sepedonicus yang
telah masuk di empat kabupaten di Sulawesi selatan yang merupakan sentra penghasil kentang.
BAHAN DAN METODE
Tempat dan waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Pertanian, Pusat Penelitian dan
Pengembangan (PUSLITBANG) Bioteknologi, Gedung Pusat Kegiatan Penelitian (PKP), dan
Laboratorium terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar dan berlangsung
dari bulan November sampai selesai.
Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel dilaksanakan di 4 kabupaten. Masing – masing 2 kecamatan di
setiap kabupatan. (kecamatan Masalle
dan baroko, di kab
Enrekang) , (kecamatan tinggi
moncong dan tombolo pao, di Kabupaten Gowa ), (kecamatan rumbia dan di kabupaten
Jeneponto) dan (kecamatan Ulu ere dan sinoa,di kab Bantaeng). Pengambilan sampel dilakukan
dengan mengambil umbi pada pertanaman kentang Secara acak yang menunjukkan gejala cms
pada lahan petani. Disetiap titik pengambilan sampel diambil umbi kentang sebanyak 5 buah
sehingga di peroleh jumlah sampel umbi kentang sebanyak 25 buah untuk 1 lahan pertanaman
kentang
Menghitung Intensitas serangan di Lahan pertanaman
Intensitas serangan dihitung dengan mengamati tanaman di lahan pertanaman secara
diagonal. Setiap titik diambil 20 tanaman secara acak . jadi jumlah seluruh tanaman yang diamati
100 tanaman untuk 1 lahan pertanaman.
Isolasi dan indentifikasi Bakteri patogen
Mengambil bagian tanaman bergajala, kemudian disterilisasi permukaan dengan cara
dibasuh dengan mengunakan alkcohol 70%.
Dengan mengunakan scapel , kemudian umbi
kentang yang bergejala dibelah dua , bagian yang mengeluarkan cairan pada bergejala di ambil
dengan jarum ose diambil lalu di gores pada media NA, setelah itu diikubasikan selama 2 – 4
hari. Lalu di reisolasi untuk keperluan uji indentifikasi. Selanjutnya bakteri di tumbuhkan pada
media selektif. Media NBY atau media NCP 88. Hal ini sejalan dengan pendapat dari (Suwanda,
, 2009) yang mengemukakan bahwa Media NBY dan NCP 88 sangat baik untuk pertumbuhan
bakteri. Beberapa pengujian sederhana untuk mengindentifikasi bakteri., antara lain ; Reaksi
gram tahapannya yaitu ; Koloni bakteri dari biakan murni diambil dengan jarum ose dan
dioleskan pada gelas objek yang telah di tetesi dengan KOH. Koloni yang Nampak berlendir
berarti reaksi positif (gram negative), sedangkan yang tidak berlendir berarti reaksinya negative
(gram positif). Uji Oksidase tahapannya yaitu Kultur bakteri diambil dengan jarum ose kemudian
dioleskan pada kertas saring yang telah ditetesi dengan tetrametil paraphenildiamine 1 persen dan
diaduk melingkar. Jika dalam waktu 10 detik terjadi perubahan warna menjadi ungu maka
reaksinya positif. Uji pertumbuhan oksidatif/fermentative (Anaerob/Aerob) tahapannya yaitu;
Pengujian OF dilakukan untuk mengindentifikasi isolat bakteri aerob atau anaerob. Perubahan
warna pada media OF akan menentukan kategori bakteri tersebut. Apabila terjadi perubahan
warna dari biru menjadi kuning pada tabung mengindikasikan positif untuk pertumbuhan anerob
(terjadi fermentasi), begitu pula sebaliknya. Uji pertumbuhan pada suhu 37o C atau 40oC ,
tahapannya yaitu ; Inokulasi 5 – 10 ml media cair NBY, Inkubasi satu malam pada suhu 25oC –
27oC menggunakan shaker pada kecepatan 100 rpm. Ambil 50 ul biakan menggunakan
mikropipet, masukkan pada tabung reaksi yang berisi NBY cair dan inokulasikan pada suhu 41 oC
dengan shaker pada kecepatan 100 rpm. Apabila terjadi perubahan media menjadi keruh berarti
bakteri tumbuh baik maka ini bisa menjadi indikasi bagi genus Acidovorax. Akan tetapi jika
media tetap jernih maka ini bisa menunjukkan bahwa tidak ada pertumbuhan bakteri genus
Clavibacter. Uji YDC (Warna koloni pada YDC/NBY) , tahapannya yaitu ; pengujian dengan
media NBY dapat menjadi indikasi bagi Clavibacter dengan adanya perubahan warna putih.
Karena untuk beberapa genus warna yang ditunjukkan berupa warna kuning. Uji patogenitas
tahapannya yaitu ; melakukan pengujian patogenitas dengan menggunakan tanaman terong. Hal
ini dilakukan dengan cara ; mnyediakan tanaman terong sebanyak 24 tanaman. Kemudian koloni
bakteri tunggal yang didapatkan dari hasil isolasi bakteri pada media biakan dibuat suspense
pekatnya dengan menambahkan MgSO47H2O, lalu disuntikkan ke tanaman terong, pada bagian
batang. Lalu pengamatan dilakukan.
Analisis data
Data intensitas serangan dianalisis dengan menggunakan persamaaan ;
a
I =
x 100%
B
I adalah Intensitas Serangan Penyakit, a adalah Jumlah Umbi yang terserang b
adalah Jumlah
Umbi yang diamati.
HASIL
Pada tabel 1 menunjukkan bahwa Intensitas serangan penyakit di lahan pertanaman
kentang yang tertinggi terlihat pada kabupaten malino yaitu sebesar 37,66 %, dan
diikuti
kabupaten enrekang sebesar 26 %, Bantaeng sebesar 24,33 % dan intensitas penyakit terendah
terlihat pada kabupaten jeneponto sebesar 19%.
Pada Gambar 1 terlihat bahwa Dari hasil isolasi bakteri yang diambil dipertanaman
diperoleh beberapa isolate bakteri. Warna koloni putih dan terlihat seperti putih cream susu dan
bentuk koloni tidak beraturan, tidak berlendir.
Pada gambar 2 terlihat bahwa uji patogenitas pada terong memrperlihatkan gejala akibat
serangan penyakit busuk cincin bakteri .
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil yang diperoleh , diketahui bahwa intensitas serangan penyakit yang
diduga terdeteksi penyakit busuk cincin (Clavibacter michiganensis sepedonicus ) di lahan
pertanaman kentang di beberapa kabupaten, yakni
kabupaten malino, 37,66%, kabupaten
enrekang 26 %, Kabupaten Bantaeng 24,33%, kabupaten jeneponto 19%. Pada tabel hasil
menunjukkan, bahwa insiden penyakit tertinggi terdapat di kabupaten malino sebesar 37,66%.
Hal ini dapat disebabkan karena patogen yang disebabkan oleh bakteri
Clavibacter
michiganensis subsp. sepedonicus merupakan penyakit yang terbawa benih, sehingga penyebaran
dari penyakit ini dapat begitu cepat tersebar. Hal ini sesuai dengan pendapat (Motica, 2013),
yang menyatakan bahwa salah satu penyebaran penyakit busuk cincin yang paling utama adalah
melalui benih. Selain itu, cepatnya penyebaran penyakit ini di dukung oleh adanya perdagangan
benih kentang antar pulau yang terjadi ditingkat petani, dikarenakan karena kebutuhan benih
kentang yang banyak sedangkan kadang ketersediaan benih kentang terbatas di suatu daerah
sehingga membeli benih kentang di daerah lain, hal ini terkadang membuat petani kurang
memperhatikan benih yang digunakan, benih yang kurang sehat dan tidak bersertifikat, sehinnga
cukup beresiko terinfeksi penyakit. Hal ini sejalan dengan pendapat (Sulastrini, 2012) yang
menyatakan bahwa Penyebaran patogen bakteri Claibacter minchiganensis subsp. sepedonicus
dapat ditularkan melalui perdagangan benih dan Indonesia termasuk negara yang sering
melakukan impor benih kentang dari mancanegara dan perdagangan benih kentang antar pulau.
Dibandingkan dengan intensitas serangan di ketiga daerah lainnya yaitu enrekang, bantaeng dan
jeneponto,intensitas serangan lebih rendah jika dibandingkan dengan daerah malino, hal ini
karena ketiga daerah ini
lebih sering menggunakan benih kentang local atau benih hasil
pembibitan sendiri, dan jarang membeli dari daerah lain, sehingga penyebaran penyakit yang
lebih luas dapat diminimalkan. Selain itu ketiga daerah ini cenderung lebih menanam sayuran
lain, seperti kol, daun bawang, wortel, jagung dibandingkan kentang. Sedangkan, malino
merupakan daerah paling sentra penghasil kentang. Hal ini sejalan dengan pendapat (motica,
2013) yang menyatakan bahwa selain penyebaran melalui benih, penyakit busuk cincin dapat
juga menyebar memalui air, tanah, dan peralatan pertanian. Serangan Penyakit busuk cincin pada
tanaman akan memperlihatkan gejala awal yaitu layu pada pinggiran daun, terutama pada daun
bagian bawah dan warna daun menjadi hijau pucat , dan pangkal batang daun jika dipotong dan
diperas akan mengeluarkan eksudat seperti susu.. Gejala pada umbi yang terinfeksi cms terlihat
jelas ketika umbi dibelah pada bagian vascular berbentuk cincin dengan warna kuning pucat
sampai coklat muda.
Hal ini sesuai dengan pendapat (Drennan et,al., 1993) yang menyatakan
bahwa. Gejala awal yang ditunjukkan oleh cms berupa gejala layu pada daun yang dimulai dari
pinggiran daun , utamanya daun bagian bawah dan ditunjukkan dengan warna hijau pucat, dan
akhirnya jaringan daun dan batang menjadi kuning. Gejala pada umbi terlihat ketika dibelah
Nampak
pada jaringan vascular menyerupai cincin, dan umbi akan mengeluarkan eksudat
berwarna cream susu.
Dari hasil isolasi kentang yang diambil dari lahan pertanaman di beberapa kabupaten
yakni malino, enrekang, bantaeng, dan jeneponto. Diperoleh 14 isolat yang tergolong dalam
bakteri bergram positif.
Dengan warna koloni putih cream dikatakan demikian karena
menyerupai cream susu.dengan koloni yang bentuknya tidak beraturan , terkadang bulat lonjong
kadang berbentuk batang. Hal ini sejalan dengan pendapat (Depertemen agriculture, 2011) yang
menyatakan bahwa Koloni cms pada media NCP-88 atau pun NBY setelah 5 hari , berbentuk
bulat dan tidak teratur berwarna putih krim dan setelah dinkubasi 10 – 12 hari , koloni menjadi
kuning pucat.
Pengujian patogentias menggunakan tanaman terong dikarenakan tanaman terong masih
satu family dengan tanaman kentang, dan dalam persiapan pembibitan tanaman terong untuk
aplikasi tidak membutuhkan waktu lama. Setelah aplikasi bakteri cms , maka tanaman terong
akan menunjukkan gejala layu, yang dimulai pada pinggiran daun, dan lama kelamaan akan
menyebabkan nekrosis,
tanaman terong yang lebih muda rentan jauh lebih sensitive
dibandingkan yang tua. Tanaman yang terinfeksi tidak langsung mati, semakin lama periode
timbul gejala semakin besar kesempatan bertahan hidup. Hal ini sejalan dengan pendapat
(Depertemen agriculture, 2011) yang mengemukakan bahwa pengujian pada tanaman terong
digunakan untuk mendeteksi adanya Cms dalam supernatant dari jaringan kentang yang
terinfeksi. Tanaman terong akan memperlihatkan jaringan daun layu berwarna hijau pucat, dan
pada waktu yang cukup lama akan menjadi nekrotik. Terong muda rentan jauh sensitive terhadap
terong yang tua, dan adanya infeksi laten sehingga tanaman tidak langsung mati.
KESIMPULAN DAN SARAN
Intensitas serangan penyakit di lahan pertanaman kentang secara keseluruhan di empat
kabupaten yang merupakan sentra penghasil kentang menunjukkan intensitas serangan dibawah
50%.
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap patogen busuk cincin tanaman solanaceae
yang lain, dan analisis sekuensing untuk melihat hubungan kekerabatannya,
dan pencarian
metode pengendalian yang efektif. Pengawasan terhadap penyebaran penyakit yang lebih ketat,
terutama melalui media benih, mengingat patogen bersifat tular benih.
DAFTAR PUSTAKA
Drennan, J.L.,et.al., (1993). "Comparison of a DNA Hybridization Probe and ELISA for the
Detection of Clavibacter michiganensis subsp. sepedonicus in Field-Grown Potatoes".
Faculty Publications, UNL Libraries. Paper 248.
http://digitalcommons.unl.edu/libraryscience.
Departemen agriculture, (2011). National Diagnostic Protocol for Potato Ring Rot, caused by
Clavibacter michiganensis subsp. sepedonicus. Australian government.
EPPO. (2006).. Pythosanitary procedure Clavibacter michiganensis subsp, sepedonicus
inspection and test methods. http://www.eppo.org. Diakses tanggal 2 November 2013.
Lee, I.-M., Lukaesko, L. A., and Maroon, C. J. M. (2001). Comparison of dig-labeled PCR,
nested PCR, and ELISA for the detection of Clavibacter michiganensis subsp.
sepedonicus in fieldgrown potatoes. Vol. 85. 261-266 pp.
Motica R., (2013). General aspects of the prevention and control of the potato ring rot disease
(Clavibacter Michiganensis Subsp. Sepedonicus).Vol. 17(1). 122- 124 pp.
Prahardini, Pratomo, Harwanto dan Wahyunindyawati, (2009). Pengkajian Perbenihan Kentang
di Kabupaten Lumajang, Jawa Timur. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura,
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian.
Suganda, T dan W. Setiawan. (2009). Epidemiologi dan pengendalian hayati penyakit busuk
cincin bakteri (Clavibacter michiganensis subsp Sepedonicus) pada tanaman kentang.
Ringkasan Eksekutif Hasil – hasil penelitian . www.litbang .deptan.go.id/ks/one/172/File
Epidemiologi dan pengendalian.pdf. Diakses pada tanggal 14 November 2013.
Schaad N.W., J.B. Jones and W. Chun. (2001). Laboratory Guide for Indntification of Plant
Pathogenic Bacteria Third edition, The American Phytopathologycal society, USA. 373 p
Sulastrini, I. (2012). Evaluasi sebaran penyakit busuk cincin (Clavibacter michiganensis subsp
Sepedonicus) di sentra produksi kentang di Sulawesi Selatan. Badan litbang Pertanian.
Pkpp.ristek.go.id/assets/upload/docs/661.doc.6.pdf. www.google.com. Diakses pada
tanggal 04 Oktober 2013.
Suwanda, (2009). Pedoman Dignosis Bakteri. Kepala Pusat Karantina Tumbuhan, Jakarta.
Rata -rata intensitas
serangan penyakit
Di lahan pertanaman (%)
LAMPIRAN
37.66%
40.00%
30.00%
20.00%
10.00%
0.00%
26%
24,33
19%
Gowa
Enrekang
Bantaeng
Jeneponto
Kabupaten
Tabel 1. Rata – rata Intensitas serangan penyakit di lahan pertanaman kentang di empat
Kabupaten di SULAWESI SELATAN
Gambar 1. Beberapa Isolat Bakteri Clavibacter michiganensis subsp sepedonicus yang
berasal dari empat kabupaten di Sulawesi selatan
Gambar 2. Uji Patogenitas pada tanaman terong
Download