TINJAUAN PUSTAKA Komunikasi Pembangunan Pertanian Komunikasi dan Pembangunan Komunikasi berasal dari bahasa latin communis atau common dalam bahasa Inggris yang berarti sama atau berusaha untuk mencapai kesamaan makna (commonness) dan komunikasi dianggap sebagai suatu proses berbagi informasi untuk mencapai saling pengertian atau kebersamaan. Komunikasi pada hakekatnya adalah suatu proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber kepada satu atau lebih penerima dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka (Rogers, 1976). Menurut Muhammad (2007) komunikasi adalah pertukaran pesan verbal maupun nonverbal antara si pengirim dengan si penerima pesan untuk mengubah tingkah laku. Si pengirim atau si penerima pesan dapat berupa seorang individu, kelompok atau organisasi melalui suatu proses yang timbal balik yang saling mempengaruhi satu sama lain. Berlo (1960) mengemukakan teori S-M-C-R (Source, Message, Channel, Receiver) dalam pengembangan komunikasi. Source (sumber) adalah orang atau badan yang mengandung pesan, message (pesan) artinya semua informasi yang akan disampaikan oleh sumber kepada penerima, channel (saluran) adalah media yang digunakan oleh penerima (receiver) yakni orang atau pihak yang menerima pesan. Menurut Lasswell (1976) komunikasi pada dasarnya merupakan suatu proses dua arah yang menjelaskan siapa? mengatakan apa? dengan saluran apa? kepada siapa? dengan akibat atau hasil apa?, atau terdiri dari lima unsur yakni: S– M–C–R–E (Source-Message-Cannel-Receiver-Effect). Effect (dampak) terjadi pada komunikan setelah menerima pesan dari sumber, seperti perubahan sikap, bertambahnya pengetahuan, dan lain-lain. Bagan komunikasi dua arah dapat dilihat pada Gambar 1 berikut. Pesan Sumber Saluran Penerima Umpan balik Gambar 1. Bagan komunikasi dua arah 11 Sendjaja et al., (1994) berpendapat bahwa komunikasi sebagai sebuah tindakan untuk berbagai informasi, gagasan ataupun pendapat dari setiap partisipan komunikasi yang terlibat di dalamnya guna mencapai kesamaan makna dapat dilakukan dalam beragam konteks. Hal ini didukung pendapat dari Middleton (1980) yang menyatakan bahwa komunikasi adalah merupakan proses di mana informasi terbagi melalui jaring-jaring masyarakat, baik individu maupun kelompok dan lebih mengacu kepada proses sosial yang menyangkut peredaran pengetahuan dan gagasan-gagasan, pengembangan dan internalisasi pikiran. Effendy (2001) menekankan bahwa proses komunikasi pada hakekatnya adalah proses penyampaian pikiran atau perasaan oleh seseorang (komunikator) kepada orang lain (komunikan). Pikiran bisa merupakan gagasan, informasi, opini dan lain-lain yang muncul dari benaknya. Sedangkan perasaan bisa merupakan keyakinan, kepastian, keragu-raguan, kekhawatiran, kemarahan, keberanian, kegairahan dan sebagainya yang timbul dari lubuk hati. Proses komunikasi sebagai ekspresi dinamis individu dalam merespon setiap simbol yang diterimanya melalui mekanisme psikologis untuk memberi makna dan terjadilah pesan yang bisa diterima dan digunakan untuk merumuskan pesan baru sehingga melahirkan situasi komunikasi dua arah. Menurut Kincaid dan Schramm (1987) proses komunikasi antara lain terdiri dari model komunikasi linear dan relational, di mana model linear informasi yang berasal dari sumber disebut pesan dan yang berasal dari penerima disebut umpan balik. Model relational setiap partisipan komunikasi dapat saling meneruskan atau memberi pesan baru karena setiap pesan dapat dipakai sebagai perangsang untuk mendapatkan umpan balik dari pesan-pesan sebelumnya. Proses komunikasi dalam model linear biasanya terjadi secara vertikal dan model relational tidak terhenti sesudah terdapat umpan balik, melainkan kembali ke peserta pertama kemudian peserta tersebut menyusun pesan baru. Dengan demikian model relational merupakan proses komunikasi yang berlangsung bolak-balik yang dikenal sebagai two-way traffic communication atau komunikasi dua arah (Seiler, 1988). Rogers (1976) mengartikan pembangunan sebagai proses-proses yang terjadi pada tingkat sistem sosial dan modernisasi yang terjadi pada tingkat 12 individu termasuk proses difusi inovasi, adopsi inovasi, akulturasi, belajar atau sosialisasi. Dissayanake (1981) menggambarkan bahwa pembangunan ialah proses perubahan yang bertujuan meningkatkan kualitas hidup dari seluruh masyarakat tanpa merusak lingkungan alam dan kultural tempat mereka berada dan berusaha, serta melibatkan sebanyak mungkin anggota masyarakat dan menjadikan mereka penentu dari tujuan mereka sendiri. Peran komunikasi dalam pembangunan seiring dengan perkembangan teknologi informasi dan meningkatnya dinamika interaksi komunikasi dalam masyarakat dunia telah mempercepat pengaruhnya terhadap modernisasi pembangunan. Nasution (1996) mengatakan bahwa komunikasi pembangunan diartikan sebagai komitmen untuk meliput secara sistematik, problematika yang dihadapi dalam pembangunan suatu bangsa. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Grunig (1981) pada para petani Kolombia menyimpulkan bahwa komunikasi merupakan faktor penunjang modernisasi pembangunan dan untuk meningkatkan perannya perlu lebih dahulu dilakukan perubahan struktural untuk mengawali proses pembangunan. Effendy (2001) menyatakan bahwa konsep komunikasi pembangunan Indonesia dapat didefinisikan yakni; “komunikasi pembangunan adalah proses penyebaran pesan oleh seseorang atau sekelompok orang kepada khalayak guna mengubah sikap, pendapat dan perilakunya dalam rangka meningkatkan kemajuan lahiriah dan kepuasan batiniah yang dalam keselarasannya dirasakan secara merata oleh seluruh rakyat.” Menurut Rogers (1976) komunikasi pembangunan merupakan suatu inovasi yang berhubungan dengan teknologi yang didasari jaringan komunikasi yang menimbulkan iklim yang cocok untuk kegiatan pembangunan termasuk pembangunan pertanian. Rogers dan Shoemaker (1995) lebih lanjut menyebutkan bahwa semua analisis perubahan sosial harus memusatkan perhatiannya pada proses komunikasi. Terkait dengan upaya pelaksanaan pembangunan dalam rangka mencapai visi dan misi pembangunan nasional jangka panjang diharapkan dapat memperbaiki pengelolaan untuk menjaga keseimbangan antara pemanfaatan, keberlanjutan, keberadaan dan kegunaan sumber daya alam dan lingkungan hidup. Pemanfaatan sumber daya alam harus selalu menjaga fungsi, daya dukung dan 13 kenyamanan dalam kehidupan yang serasi antara penggunaan untuk pemukiman, kegiatan sosial ekonomi dan upaya konservasi. Pembangunan pertanian ke depan harus mampu meningkatkan pemanfaatan ekonomi sumber daya alam dan lingkungan yang berkesinambungan, memperbaiki pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup untuk mendukung kualitas kehidupan, memberi keindahan dan kenyamanan kehidupan, serta meningkatkan pemeliharaan dan pemanfaatan keanekaragaman hayati sebagai modal dasar pembangunan pertanian (Umar, 2007). Menurut Soekartawi (2005) komunikasi pembangunan pertanian yang umum dilakukan selama ini adalah melalui metode penyuluhan (agricultural extension), perlu dikembangkan lebih luas sehingga bukan saja dimaksudkan untuk mempengaruhi sikap dan tingkah laku komunikan melalui model komunikasi linier akan tetapi dimaksudkan untuk memperoleh kesamaan makna antara komunikator dan komunikan melalui model komunikasi konvergen atau dua arah. Sumardjo dan Saharudin (2004) menyatakan bahwa dalam praktiknya banyak program penyuluhan kurang memberdayakan dan memandirikan masyarakat sasaran karena menyimpang dari falsafah penyuluhan itu sendiri. Di samping itu kebijakan pembangunan selama ini cenderung bersifat top-down, penyeragaman, non demokratik dan mengabaikan aspirasi serta kebutuhan masyarakat bawah. Proses komunikasi cenderung bekembang satu arah (linear), sementara itu sedang berkembang suatu komunikasi modern yang dapat menciptakan banyak sumber informasi yang berpeluang untuk dapat diakses oleh petani dengan cepat. Tamba (2007) mengemukakan beberapa indikator paradigma baru penyuluhan yang menekankan proses perubahan perilaku melalui pendidikan yang memberdayakan petani antara lain: (1) ukuran keberhasilan adalah manusia yang mandiri dengan model pemberdayaan yang mengutamakan kemandirian, (2) menggunakan komunikasi banyak arah bersifat bottom up, (3) petani banyak terlibat sebagai sumber informasi, penyuluh sebagai sumber informasi bersifat demokratis dan egaliter, (4) adanya proses penemuan ilmu tidak hanya sebatas proses pemberian ilmu pada petani. Lebih lanjut dikemukakan bahwa model komunikasi konvergen atau interaktif dinilai layak untuk dikembangkan dalam 14 komunikasi pembangunan karena menghasilkan keseimbangan dalam perspektif teori pertukaran melalui jalur kelembagaan yang telah mapan dan didukung komunikasi yang konvergen (interaktif), baik vertikal maupun horizontal dalam sistem sosial pertanian. Tamba (2007) lebih lajut mengemukakan bahwa keberhasilan akses petani ke sumber informasi secara tepat dan akurat merupakan hal yang sangat krusial bagi keberhasilan pembangunan pertanian karena belum lengkap informasi yang tersedia dan belum mantapnya sistem informasi pembangunan pertanian. Tersedianya informasi pertanian dari berbagai sumber dikaitkan dengan kebutuhan petani sangat tergantung kepada: (1) relevansi informasi, (2) akurasi informasi, (3) kelengkapan informasi, (4) ketajaman informasi, (5) ketepatan waktu informasi dan (6) keterwakilan informasi. Keenam indikator tersebut merupakan variabel yang dapat diukur melalui sejumlah parameter. Dengan memperhatikan pengertian di atas dapat dinyatakan bahwa komunikasi pertanian adalah merupakan proses interaksi komunikasi dalam pengembangan berbagai informasi yang diperlukan oleh masyarakat melalui berbagai saluran atau media dalam suatu model komunikasi guna mengubah sikap dan perilakunya terkait dengan pengembangan sistem usahatani modern (agribisnis) untuk menyukseskan pembangunan pertanian. Peran Komunikasi dalam Modernisasi Pertanian Revolusi hijau yang sarat dengan teknologi kimia dan teknolgi mekanik telah berdampak terhadap kerusakan lingkungan hidup, oleh karena itu pembangunan pertanian modern ke depan melakukan pendekatan teknologi tepat guna dan ramah lingkungan. Pengembangan mekanisasi pertanian telah mulai dikembangkan dengan pendekatan selektif dan teknolgi tepat guna berdasarkan kesesuaian karakteristik daerah dan sosial budaya lokal. Prinsip pengelolaan pertanian berkelanjutan dikembangkan dalam lingkup multikultur, menghargai keanekaragaman hayati, menghargai kearifan lokal, memanfaatkan bahan-bahan lokal, tidak bergantung bahan luar, tidak mengekploitasi alam serta sesuai budaya dan pilihan serta kemampuan petani. Prinsip-prinsip tersebut telah menumbuhkan beragam model pertanian berkelanjutan di berbagai belahan dunia (Adjid, 2001) 15 Menurut Adjid (2001) perubahan lingkungan strategis global pada awal abad 21 atau awal milenium ketiga yang merubah tata hubungan perdagangan dunia, telah memaksa negara-negara sedang berkembang merubah konsep dan pendekatan pembangunan pertaniannya menjadi pembangunan modern yang dapat menciptakan sektor pertanian yang semakin efisien. Corak pertanian modern menuntut efisiensi yang tinggi, berorientasi pasar dan mampu bersaing di bidang mutu (quality), jumlah (quantity), kontinuitas (continuity), ketepatan waktu (delivery on time) dan harga (price) memasuki pasar domestik dan global dengan memanfaatkan sumber daya manusia yang berkualitas, menerapkan teknologi tepat guna dan kelembagaan agribisnis yang kokoh. Elemen pemberdayaan sumber daya manusia petani menempati posisi sangat strategis yaitu berperan sebagai pelaku utama dan subyek pembangunan (prime mover to development), di mana petani memerlukan informasi pertanian yang dibutuhkan dan memberikan kemudahan untuk memperoleh informasi. Adapun jenis-jenis informasi yang dibutuhkan petani antara lain adalah: (1) informasi tentang hasil penelitian untuk pengelolaan usahatani dan teknologi produksi, (2) informasi mengenai pengalaman petani, (3) informasi pasar input dan output sesuai perkembangan terakhir dan (4) informasi kebijakan-kebijakan pemerintah (Mardikanto, 1991). Lionberger dan Gwin (1982) mengemukakan bahwa ada dua peubah penting yang mempengaruhi kesadaran seseorang terhadap kebutuhannya yaitu karakteristik pribadi dan kemampuan mengakses informasi dari sumber informasi yang memberinya informasi sesuai dengan yang dibutuhkannya. Perkembangan Mekanisasi Pertanian Menurut Soekartawi (2005) pembangunan pertanian modern ke depan sangat dipengaruhi proses komunikasi pertanian di lingkungan petani dalam mengambil keputusan adopsi inovasi sebagai suatu proses transfer atau alih teknologi melalui pendekatan berdasarkan kelembagaan dan pendekatan berdasarkan proses. Mosher (1985) merumuskan paradigma baru pembangunan pertanian yang bertolak dari teori adanya sepuluh faktor esensial yang menjadi komponen utama dari sistem pembangunan pertanian. Lima faktor dikategorikan sebagai faktor esensial yang menjadi syarat mutlak yang selalu ada agar petani 16 dapat mengadopsi inovasi yakni: (1) teknologi baru, (2) pemasaran, (3) suplai sarana produksi pertanian (saprotan), (4) sistem transportasi, dan (5) adanya rangsangan berproduksi. Sedangkan lima faktor lainnya temasuk faktor pelancar adalah: (1) penyuluhan pertanian, (2) kredit produksi, (3) pengembangan lahan, (4) perencanaan program dan (5) tahapan pembangunan pertanian. Perubahan corak pembangunan pertanian dari pola subsisten atau tradisional menjadi pertanian modern merupakan paradigma baru, di mana salah satu aspek esensial adalah penerapan teknologi tepat guna untuk pemanfaatan alat dan mesin pertanian (alsintan) dalam rangka pengembangan mekanisasi pertanian. Menurut Soedodo et al., (1986) pada dasarnya mekanisasi pertanian yang dikembangkan di Indonesia mempunyai pengertian agricultural engineering mencakup kegiatan dan penerapan atau penggunaan bahan dan tegaga alam untuk mengembangkan daya karya manusia di dalam bidang pertanian demi kesejahteraan umat manusia (khususnya petani). Pengertian ini seiring dengan pendapat Moens (1978) yang memberi definisi mekanisasi pertanian “Mechanization of agricultural is the introduction and the utilization of any mechanical aid to perform agricultural operations and can olso be described as the whole of the application of engineering science to develop, to organize and to control operation in agricultural production. To operation mechanical aid belong all kind of tool and equipment that are powered by men, animal, combustion engines, electric motor, wind water or others energy sources.” Adjid (2001) mengemukakan bahwa sejak dekade 1970, peranan penelitian alsintan semakin besar artinya dalam menunjang pengembangan mekanisasi pertanian untuk program intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian, pengembangan agroindustri, peningkatan kualitas produksi dan perluasan lapangan kerja pada kegiatan pascapanen dan jasa. Menurut Kasryno (1997) penggunaan alsintan sudah banyak dilakukan dalam kegiatan produksi pangan dan cenderung meningkat sebagai dampak dari pengembangan mekanisasi pertanian dan merupakan bagian dari proses modernisasi pertanian untuk meningkatkan efisiensi proses produksi. Seiring dengan perkembangan mekanisasi pertanian telah menimbulkan peningkatan pemanfaatan alsintan yang berorientasi pada 17 peningkatkan produktivitas, efisiensi, nilai tambah melalui pengolahan hasil dan perbaikan mutu. Kemajuan pertanian sesungguhnya adalah manifestasi keserasian rangkaian kegiatan produksi yang berbasis pada sumberdaya hayati, baik primer, sekunder maupun tersier yang menjelma sebagai sistem agribisnis yang terdiri dari empat subsistem yakni: (1) subsistem hulu (upstream industry), (2) susbsistem usahatani (onfarm agribusiness), (3) subsistem agribisnis hilir (down stream industry) dan (4) subsistem jasa penunjang (agro supporting institution) (Saragih, 1993). Dengan memiliki dan menampilkan citra modern yang terpencar dari konsep pertanian sebagai sistem agribisnis berbasis iptek, modal serta organisasi dan manajemen modern, maka pertanian modern akan ditentukan oleh perkembangan mekanisasi pertanian, kelembagaan dan efektifitas komunikasi organisasi di dalam organisasi pertanian yang terkait langsung dengan kepentingannya sebagai anggota dan petani (Adjid, 2001). Dukungan mekanisasi pertanian sebagai penerapan dari pengembangan ilmu teknologi pertanian (agricultural engineering) dalam upaya meningkatkan dan mengontrol produksi sangat penting untuk mencapai tiga pilar utama pembangunan pertanian yaitu ketahanan pangan, pengembangan agribisnis dan kesejahteraan rakyat. Mekanisasi pertanian sebagai supporting systems telah berkembang dalam berbagai pemanfaatan alsintan pada usahatani khususnya komoditas padi seperti program pompanisasi, program traktorisasi, optimasi pengolahan padi dan sebagainya. Deptan (2007a) sektor pertanian telah memberi dukungan yang signifikan dalam pertumbuhan perekonomian nasional yakni sekitar 6,3 persen pada tahun 2007 yang ditopang oleh kemantapan produksi pangan domestik dengan tercapainya produksi padi sebesar 57 juta ton Gabah Kering Giling (GKG) dengan pertumbuhan 4,76 persen. Data penyebaran alsintan memberikan kecenderungan kuat bahwa mekanisasi pertanian semakin diperlukan terutama pada kegiatan usahatani pengolahan tanah, panen dan pasca panen dengan indikasi kebutuhan alsintan pada ketiga kegiatan usahatani tersebut (terutama tanaman pangan) cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Menurut BPS (2002) beberapa alsintan yang telah berkembang di Indonesia antara lain: traktor roda sebanyak 284.664 unit, 18 pompa air irigasi 215.774 unit, sprayer 1.562.217 unit, perontok gabah 340.654 unit, dan RMU (Rice Milling Unit) mencapai 46.123 unit. Namun bila dikaitkan dengan alsintan yang dibutuhkan oleh petani terlihat bahwa jumlah alsintan yang digunakan saat ini masih rendah, baik teknologi prapanen dan pascapenan dalam usahatani padi sehingga produktivitas, kualitas produksi dan kesejahteraan petani belum optimal. Deptan (2007b) merumuskan paradigma pembangunan pertanian modern dengan memberikan prioritas dalam pembangunan ketahanan pangan dan kesejahteraan masyarakat yang akan diimplementasikan melalui tiga program jangka menengah 2005-2009 yaitu: (1) Program Peningkatan Ketahanan Pangan, (2) Program Peningkatan Nilai Tambah dan Daya Saing Produk Pertanian dan (3) Program Peningkatan Kesejahteraan Petani. Menurut Arintadisastra (2006) konsep pembangunan pertanian yang dikembangkan saat ini adalah pembangunan pertanian berkelanjutan antara lain menciptakan: (1) pertanian yang maju, modern dan tangguh berbudaya agribisnis dan mandiri, (2) pertanian yang berupaya untuk memberdayakan masyarakat dan keberpihakan pada masyarakat tani, (4) pertanian yang memanfaatkan ilmu dan teknologi, (5) pertanian yang ramah lingkungan dan (6) masyarakat yang berdaya dan memiliki daya tawar melalui koperasi. Lebih lanjut Arintadisastra (2006) mengemukakan bahwa grand strategy pembangunan pertanian jangka panjang untuk mewujudkan pertanian yang maju dan modern antara lain adalah keberpihakan pada petani, pengentasan kemiskinan serta membangun kelembagaan masyarakat dan kelembagaan ekonomi pedesaan melalui asosiasi petani dan koperasi pertanian (KUD). Pengembangan teknologi baru, baik dalam aspek prapanen maupun pascapanen dapat dilakukan melalui proses adopsi inovasi teknologi yang layak diterapkan oleh petani dan telah teruji adaptasinya dengan kondisi setempat melalui kerjasama dengan perguruan tinggi, badan litbang (penelitian dan pengembangan) dan berbagai informasi teknologi dari luar negeri. Peran Koperasi Unit Desa (KUD) Prinsip-prinsip Perkoperasian Koperasi adalah satu bentuk organisasi yang muncul sebagai reaksi terhadap kekuatan ekonomi dengan modal besar saat revolusi industri berkembang 19 di Eropa di mana terjadi perubahan sosial dan teknologi yang sangat cepat (Munker, 1989). Prinsip-prinsip dasar koperasi berawal dari para pionir pendiri koperasi pada 16 Agustus 1844 di kota Rochdale Inggris yang dikenal dengan “ The Rochdale Society of Equitable Pioneers “. Prinsip-prinsp dasar koperasi tersebut mengalami perubahan dan penyempurnaan pada kongres ICA (International Cooperative Alliance) di Paris tahun 1937, di Wina tahun 1966. dan terakhir disempurnakan dalam ICA di Manchester, Inggris tahun 1995 (Sudarsono, 1996). Hendrojogi (2004) mengemukakan bahwa asas-asas Rochadle telah mengilhami cara kerja dari gerakan-gerakan koperasi sedunia. Asas-asas Rochdale tersebut diuraikan lebih rinci dalam beberapa aspek meliputi: (1) Pengendalian secara demokratis (democratic control). (2) Keanggotaan yang terbuka (open membership). (3) Bunga terbatas atas modal (limited interest on capital). (4) Pembagian sisa hasil usaha (SHU) kepada anggota proporsioal dengan pembeliannya (the distribution of surplus in deviden to the members in proportion to their purshases). (5) Pembayaran secara tunai atas transaksi perdagangan (trading stictly on a cash basis). (6) Tidak boleh menjual barang-barang palsu dan harus murni (selling only pure and unadelterated goods). (7) Mengadakan pendidikan bagi anggotanya tentang asas-asas koperasi dan perdagangan yang saling membantu (providing for the education of the members in co-operative principles as well as for mutual trading). (8) Netral dalam aliran agama dan politik (politic and religious neutrality). Secara singkat sejarah perkembangan perkoperasian di Indonesia dimulai dengan didirikannya bank bantuan dan tabungan pegawai bangsa Indonesia (Spaark bank voor Inlandsche bestuurs ambtenaren) oleh R. Bei Aria Wiria Atmadja sebagai patih di Purwokerto pada tahun 1895 untuk membantu pegawai negeri bumi putra, petani dan tukang. Kemudian terbentuk beberapa lembaga keuangan seperti Bank Rakyat, Rumah Gadai, Bank Desa dan Lumbung Desa. Niti Sumantri bersama tokoh koperasi lainnya seperti R.M. Margono 20 Djojohadikoesoemo dan Prof. Ir. Teko Sumodiwirjo menyelenggarakan Kongres Koperasi ke-1 pada bulan Juli 1947 di Tasikmalaya dan melahirkan beberapa keputusan penting bagi perkembangan koperasi di Indonesia antara lain: (1) ditetapkannya tanggal 12 Juli sebagai Hari Koperasi Indonesia, (2) ditetapkannya asas gotong-royong sebagai asas koperasi dan (3) mengusahakan terbentuknya koperasi desa di seluruh Indonesia (Soetrisno, 2003). Keberhasilan koperasi dalam bisnis dengan lingkungan yang dinamis tergantung pada: (1) daya saing dari pasar yang tercermin dari kepuasan pelanggan, kualitas produksi maupun pelayanan dan tingkat harga, (2) efisiensi bisnis dalam hal pemanfaatan teknik produksi, metoda kepemimpinan dan situasi pasar, dan (3) perkembangan operasi bisnis sesuai dengan kebutuhan pasar dan pengembangan dari tujuan (Tambunan, 2008). Menurut Steers (1985) ukuran untuk menentukan keberhasilan satu organisasi terdapat 19 peubah (variabel) yang digunakan secara luas, namun yang paling menonjol adalah: (1) prestasi, (2) produktivitas, (3) kepuasan kerja pegawai, (4) laba atau tingkat penghasilan dan (5) keluarnya karyawan. Menurut Kementerian Koperasi dan UKM (2009) untuk meningkatkan kualitas kelembagaan koperasi pemerintah akan menerapkan kebijakan berupa program kelembagaan koperasi yang bertujuan agar koperasi dapat menjalankan aktivitasnya dengan menerapkan prinsip-prinsip dan nilai dasar koperasi. Koperasi dimaksudkan dapat tumbuh dan berkembang di lingkungan pasar yang kompetitif, serta diarahkan pada tercapainya kondisi koperasi sebagai berikut: (1) Koperasi sebagai organisasi ekonomi yang bersifat distinct (memiliki ciri yang khas), dengan demikian corporate philosophy, corporate culture dan praktik bisnis koperasi harus mampu untuk menjadikan koperasi tumbuh dan berkembang dalam lingkungan pasar yang kompetitif. (2) Nilai-nilai yang melekat pada organisasi dan manajemen koperasi yakni kemampuan menolong diri sendiri, pengelolaan secara demokratis, berkeadilan, dan solidaritas yang mengisyaratkan koperasi memiliki tujuan yang jelas dan manajemen kebersamaan (joint management) yang profesional. 21 (3) Sebagai organisasi ekonomi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk para anggotanya, maka organisasi koperasi harus dengan tepat mampu merepresentasikan aktivitas ekonomi kepentingan para anggotanya. (4) Prinsip pengorganisasian koperasi disesuaikan dengan sektor kegiatan ekonomi yang ditangani oleh para anggota koperasi berlandaskan atas keperluan untuk memperkuat posisi tawar pada masing-masing tingkatan. (5) Mengoptimalkan pelayanan kepada anggotanya, yang diantaranya membangun jaringan koperasi, baik secara vertikal maupun horizontal serta diagonal. Perkembangan KUD di Indonesia Dengan keluarnya Inpres (Instruksi Presiden) No. 4 tahun 1973 tentang KUD, semua koperasi pertanian dan koperasi desa lainnya digabungkan menjadi Badan Usaha Unit Desa (BUUD) yang merupakan cikal bakal berdirinya KUD. Dalam pembentukan KUD lebih banyak diinisiasi oleh pemerintah (top-down) dan dalam aktivitas usahanya banyak menjadi alat perpanjangan tangan pemerintah dalam pelaksanaan program pengembangan ekonomi pedesaan (Krisnamurthi 1998). Menurut Nasution (1990) dengan melihat faktor-faktor penciri keberhasilan KUD yang dikaitkan dengan pembangunan wilayah, menyimpulkan bahwa: (1) secara kuantitas jumlah anggota, modal, volume usaha dan SHU dari KUD mengalami peningkatan, (2) KUD telah berhasil sebagai instrumen pemerintah dalam membangun pedesaan dan memasyarakatkan koperasi di pedesaan dan (3) KUD belum dapat menyatakan jatidirinya sebagai koperasi yang profesional. Hasil analisa kinerja Kementerian Koperasi dan UKM tahun 2009 menunjukkan bahwa terjadi pertumbuhan koperasi yang signifikan yakni bila pada tahun 2004 jumlah koperasi di Indonesia hanya 130.730 unit dan pada 2006 meningkat menjadi 138.411 unit atau tumbuh sekitar 5,9 persen dan jumlah anggota sekitar 30.000.000 orang. Volume permodalan koperasipun meningkat hingga 19,7 persen selama dua tahun sehingga pada tahun 2006 meningkat menjadi Rp 34,6 triliun. Perkembangan keragaan koperasi periode 2002-2006 mencapai 19,12 persen dengan tingkat keaktipan 6,93 persen, anggota 11,07 persen, pelaksanaan Rapat Anggota Tahunan 2,73 persen, volume usaha 120,72 22 persen dan SHU sebesar 225,42 persen. Namun jika dirinci lebih lanjut menunjukkan bahwa yang terjadi adalah percepatan peningkatan jumlah koperasi nonKUD sebagai akibat dari kemudahan proses pembentukan koperasi. Perkembangan KUD relatif stagnan bahkan kondisinya semakin menurun akibat dari adanya kebijakan pemerintah mencabut berbagai kemudahan kegiatan perdagangan seperti penyaluran pupuk dan perdagangan beras (Kementerian Koperasi dan UKM, 2009). Perkembangan KUD di Indonesia sangat erat kaitannya dengan pembangunan usahatani pangan khususnya padi menuju pola usahatani modern yang didukung oleh penerapan iptek dan penanganan pasar. Produktivitas dan kualitas produksi padi dalam mendukung ketahanan pangan telah meningkat tajam setelah teknologi rekayasa genetika, teknologi kimia dan teknologi mekanis diterapkan para petani. Peran KUD sangat besar dalam transformasi teknologi baru terutama pengembangan bibit unggul, pupuk kimia, obat pemberantas hama (pestisida), alsintan (prapanen dan pascapanen) sehingga terjadi lonjakan produksi yang ditandai dengan tercapainya swasembada pangan nasional pada tahun 1984. Transformasi iptek telah terjadi sangat cepat melalui sistem penyuluhan yang dikembangkan oleh pemerintah saat itu (Adjid, 2001). Kebijakan pembangunan koperasi di Indonesia yang bersifat top down telah mendorong tumbuhnya KUD tidak memiliki landasan yang kokoh. KUD pada umumnya berperan karena besarnya intervensi pemerintah dalam pembinaan koperasi sehingga KUD tidak mampu mengakomodasi perubahan-perubahan yang terjadi. KUD pada akhirnya lebih dijadikan sebagai obyek dari pada subyek bahkan lebih berperan sebagai instrumen dalam mekanisme penyaluran kredit, pemerataan dan pelaksanaan kebijakan lainnya, sehingga koperasi kurang tumbuh sebagai organisasi ekonomi sesuai kebutuhan masyarakat sebagai anggota. Untuk meningkatkan peran KUD perlu dilakukan pendekatan agribisnis dengan dukungan penyuluhan yang lebih dinamis (Saragih, 1993) Setelah arah pembangunan mulai bersifat bottom up, telah terjadi perubahan kebijakan-kebijakan tentang pangan yang berdampak terhadap peran KUD yang menurun drastis. Kebijakan baru tersebut telah menyebabkan kelangkaan pupuk pada petani, harga pupuk lebih tinggi di atas Harga Eceran 23 Tertinggi (HET) dan terjadi monopoli penyaluran pupuk oleh swasta yang bermodal kuat. Peran KUD dalam pengadaan pangan juga menurun drastis akibat fasilitas-fasilitas penunjang seperti gudang, lantai jemur, RMU dan lain-lain tidak lagi beroperasi maksimal bahkan banyak yang sudah bangkrut. Perlu kebijakan pemerintah agar KUD dapat berperan optimal secara mandiri dan berdaya saing (Tambunan, 2006). Komunikasi Organisasi KUD Prinsip-Prinsip Dasar Organisasi Untuk memahami komunikasi organisasi di samping memahami prinsipprinsip komunikasi perlu mengetahui prinsip-prinsip dasar organisasi, karena pada dasarnya komunikasi organisasi adalah suatu proses komunikasi dalam organisasi. Setiap organisasi memerlukan koordinasi melalui proses komunikasi agar masingmasing elemen dapat berperan dengan efektif dan efisien dalam mewujudkan tujuannya. Menurut Muhammad (2007) komunikasi yang terjadi dalam lingkungan tertentu dari suatu organisasi mempunyai struktur, karakteristik dan fungsi tertentu yang mempengaruhi proses komunikasi. Lebih lanjut Schein (1982) mengatakan bahwa organisasi adalah suatu koordinasi rasional kegiatan sejumlah orang untuk mencapai tujuan melalui pembagian pekerjaan dan fungsi melalui hierarki otoritas dan tanggungjawab dalam suatu sistem yang saling tergantung antara satu elemen dengan elemen yang lain. Dalam internal suatu organisasi terdiri dari berbagai elemen yang saling terkait di antaranya struktur sosial, teknologi, tujuan dan partisipan (anggota) berkaitan langsung dengan faktor lingkungan eksternal organisasi. Struktur sosial adalah pola atau aspek aturan hubungan yang dapat dibedakan menjadi dua komponen yakni struktur normatif dan struktur tingkah laku. Struktur normatif adalah mencakup nilai, norma dan peranan yang diharapkan, sedangkan struktur tingkah laku adalah karakteristik sosial dari anggota ysng akan mempengaruhi tingkat partisipasinya dalam suatu organisasi. Partisipasi para anggota sangat bervariasi tergantung pada karakteristik masing-masing terutama terkait dengan ketrampilan (pendidikan formal dan nonformal) (Scott, 1981). Di samping setiap organisasi memiliki elemen, juga mempunyai karakteristik yang bersifat dinamis dan memerlukan informasi. Untuk 24 mendapatkan informasi tersebut, baik dari dalam organisasi maupun dari luar organisasi memerlukan dukungan kualitas informasi, iklim komunikasi dan intensitas komunikasi organisasi melalui suatu proses komunikasi organisasi. Menurut Muhammad (2007) setiap organisasi dalam mencapai tujuannya mempunyai struktur yang mengatur hubungan hierarki antar berbagai elemen yang diatur berdasarkan kesepakatan tiap organisasi yang digambarkan dalam struktur organisasi. Struktur organisasi membakukan prosedur kerja dan membagi tugas dan fungsinya berdasarkan ruang lingkup dan tujuan organisasi. Dalam kaitan antara komunikasi dan organisasi terlihat bahwa proses komunikasi dalam organisasi merupakan jaringan informasi secara vertikal dan horizontal dalam berbagai tingkatan atau subsistem dari proses komunikasi yang terjadi dalam sistem yang lebih besar (sistem dan suprasistem). Muhammad (2007) lebih spesifik menyatakan bahwa semua organisasi memerlukan informasi untuk hidup dan untuk mendapatkan informasi adalah melalui proses komunikasi efektif. Komunikasi organisasi adalah pengiriman dan penerimaan berbagai pesan organisasi, baik di dalam organisasi (internal) maupun komunikasi antar institusi atau organisasi (eksternal). Komunikasi internal adalah komunikasi yang disetujui oleh organisasi itu sendiri dan sifatnya berorientasi kepentingan organisasi, sedangkan komunikasi eksternal adalah komunikasi organisasi dengan pihak luar untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan oleh organisasi. Menurut Mardikanto (1991) sistem informasi dalam proses komunikasi pembangunan pertanian seharusnya dapat berperan, baik dalam proses perencanaan, pelaksanaan maupun evaluasi program termasuk dalam pemecahan masalah yang dihadapi petani yang berciri partisipatif. Dari pemahaman di atas dapat diartikan bahwa model komunikasi organisasi adalah suatu bentuk komunikasi dalam organisasi, baik di dalam (internal) maupun dengan pihak luar (eksternal) yang meliputi berbagai elemen dengan fungsi-fungsinya untuk meningkatkan kinerja dan kapasitas organisasi mencapai tujuan organisasi. Dalam UU No. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian mendefinisikan bahwa koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsipprinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas 25 asas kekeluargaan. UU tersebut menyebutkan bahwa prinsip koperasi adalah: (1) keanggotaan bersifat terbuka dan sukarela, (2) pengelolaan dilakukan secara demokratis, (3) pembagian SHU dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota, (4) pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal, (5) kemandirian, (6) pendidikan perkoperasian dan (7) kerja sama antar koperasi. Di samping itu ditegaskan bahwa koperasi berfungsi membangun dan mengembangkan potensi ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya (Depkop dan PPK, 1992). Melalui pemahaman tentang koperasi berdasarkan UU No. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian dapat diartikan bahwa koperasi adalah sebuah organisasi ekonomi masyarakat yang berbadan hukum dan sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas asas kekeluargaan. Koperasi pada dasarnya merupakan wadah ekonomi rakyat yang didasarkan pada kesamaan kegiatan dan kepentingan ekonomi anggotanya. KUD merupakan salah satu bentuk koperasi petani di pedesaan yang mempunyai perangkat atau elemen organisasi yang terdiri dari (1) rapat anggota, (2) pengurus dan (3) pengawas. Rapat anggota merupakan pemegang kekuasaan tertinggi dalam koperasi dan mempunyai kewenangan antara lain menetapkan anggaran dasar, kebijakan umum di bidang organisasi, manajemen dan usaha, personil pengawas, rencana kerja termasuk rencana anggaran dan pembagian sisa hasil usaha. Pengurus koperasi bertugas mengelola usaha, melaksanakan rapat anggota dan dapat mengangkat pngelola usaha atau manajer sesuai dengan kebutuhan, sedangkan pengawas bertugas melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebujakan dan pengelolaan koperasi. Konsep Dasar Komunikasi Organisasi Menurut Golhaber (1986) definisi komunikasi organisasi adalah proses menciptakan dan saling menukar pesan dalam suatu jaringan hubungan yang saling tergantung satu dengan lainnya untuk mengatasi lingkungan yang tidak pasti atau yang selalu berubah. Setiap organisasi merupakan suatu sistem dan mengkoordinasikan aktivitas dari berbagai elemen organisasi untuk mencapai tujuan oerganisasi. Komunikasi yang efektif sangat menentukan bagi suatu 26 organisasi, oleh karena itu para pemimpin organisasi dan para komunikator dalam organisasi perlu memahami dan menyempurnakan kemampuan komunikasi mereka. Menurut Seiler (1988) suatu pesan yang diciptakan akan berbeda dari pesan-pesan yang lain walaupun pesan itu diciptakan sama dari waktu ke waktu, tetapi akan berbeda karena pesan tidak dapat diulangi atau diterima dalam cara yang persis sama karena ada pengaruh lingkungan. Koehler et al., (1981) menyatakan bahwa komunikasi organisasi efektif adalah penting bagi semua organisasi oleh karena itu para pemimpin organisasi dan para komunikator dalam organisasi perlu memahami dan menyempurnakan kemampuan komunikasinya melalui pemahaman konsep-konsep dasar komunikasi dan organisasi. Pada hakekatnya komunikasi organisasi didasari oleh pengertian komunikasi dan organisasi, dan keduanya menjadi panduan dan referensi bagi semua orang dalam memberi pengertian komunikasi organisasi. Lebih lanjut dijelaskan bahwa komunikasi organisasi sebagai sebuah perkembangan budaya yang tidak terlepas dari proses komunikasi dalam memperoleh informasi dan penciptaan hubungan dalam lingkungan yang direkayasa untuk dapat dikelola dan berkerjasama untuk mencapai tujuan. DeVito (1997) mengemukakan bahwa komunikasi organisasi merupakan pengiriman dan penerimaan berbagai pesan di dalam organisasi, baik di dalam kelompok formal maupun informal. Komunikasi formal merupakan komunikasi yang disetujui oleh organisasi sedangkan komunikasi informal adalah komunikasi yang disetujui secara sosial. Lebih lanjut Mulyana dan Rakhmat (2001) mengatakan bahwa komunikasi organisasi terjadi dalam suatu jaringan yang lebih besar dari pada komunikasi kelompok. Komunikasi organisasi serikali melibatkan juga komunikasi diadik, komunikasi antarpribadi dan dapat juga terkait komunikasi publik. Komunikasi formal adalah komunikasi menurut struktur organisasi, yakni komunikasi ke bawah, komunikasi ke atas dan komunikasi horizontal. Menurut Koehler et al., (1981) komunikasi organisasi diberi batasan sebagai arus pesan dalam suatu jaringan yang sifat hubungannya saling bergabung satu sama lain (the flow of messages within a network of interdependent relationships). Dari pembatasan tersebut dapat diartikan lebih spesifik yakni 27 mengandung tujuh konsep kunci yaitu; proses, pesan, jaringan, saling tergantung, hubungan, lingkungan dan ketidakpastian. Ketujuh konsep kunci ini dapat dijadikan sebagai suatu pola untuk membangun suatu model komunikasi organisasi pada kondisi dan lingkungan tertentu. Pengertian tiap konsep kunci model komunikasi organisasi tersebut dapat diuraikan sebagai berikut: (1) proses; karena gejala menciptakan dan menukar informasi berjalan terus menerus dan tidak ada henti-hentinya maka dikatakan suatu proses komunikasi sebagai respons terhadap kebutuhan lingkungannya. (2) pesan; pesan sebagai simbol yang penuh arti tentang orang, obyek, kejadian yang dihasilkan oleh interaksi dengan orang, akan efektif jika pesan yang dikirim itu diartikan sama dengan apa yang dimaksudkan oleh si pengirim. (3) jaringan; suatu jaringan komunikasi organisasi dalam pertukaran pesan dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain: hubungan peran, arah dan arus pesan, hakikat seri dari arus pesan dan isi dari pesan. (4) saling tergantung; sebagai sifat terbuka dari organisasi, setiap proses komunikasi akan saling tergantung pada seluruh sistem organisasi. (5) hubungan; hubungan manusia dalam organisasi yang memfokuskan kepada tingkah laku komunikasi dari orang yang terlibat, (6) lingkungan; aspek lingkungan mencakup fisik dan sosial yang mempengaruhi proses pembuatan keputusan dalam sistem lingkungan, (7) ketidakpastian; sering terjadi perbedaan informasi yang tersedia dengan informasi yang diharapkan. Untuk mendalami komunikasi organisasi perlu memahami beberapa persepsi dikaitkan dengan definisi dan konsep kunci mengenai komunikasi organisasi. Menurut Muhammad (2007) terdapat berbagai macam persepsi yang berbeda dari para ahli komunikasi organisasi antara lain : (1) Persepsi Redding dan Sanborn, menyatakan bahwa komunikasi organisasi adalah pengiriman dan penerimaan informasi dalam organisasi yang meliputi: a) komunikasi internal, b) hubungan manusia, c) hubungan persatuan pengelola, d) komunikasi downward (dari atas ke bawah), e) komunikasi upward (dari bawah ke atas), f) komunikasi horizontal g) keterampilan berkomunikasi dan berbicara, mendengarkan, menulis dan evaluasi program. 28 (2) Persepsi Katz dan Kahn, berpendapat bahwa komunikasi organisasi merupakan arus informasi, pertukaran informasi dan pemindahan arti di dalam organisasi. (3) Persepsi Zelko dan Dance, menyatakan bahwa komunikasi organisasi adalah suatu sistem yang saling tergantung yang mencakup komunikasi internal dan komunikasi eksternal. (4) Persepsi Thayer, memperkenalkan tiga sistem komunikasi dalam organisasi yaitu: a) berkenaan dengan kerja organisasi b) berkenaan dengan pengaturan organisasi, c) berkenaan dengan pemeliharaan dan pengembangan organisasi. (5) Persepsi Greenbaunm menjelaskan bahwa komunikasi organisasi termasuk arus komunikasi formal dan informal dalam organisasi, memandang peranan komunikasi terutama sebagai koordinasi pribadi, tujuan organisasi dan masalah menggiatkan aktivitas. Dalam proses komunikasi organisasi tidak hanya ada sumber atau penerima saja tetapi juga penerima di mana sumber berada dalam kedudukan yang sama dan tingkat yang sederajat. Oleh karena itu kegiatan komunikasi bukan kegiatan memberi dan menerima melainkan berbagi atau berdialog. Isi komunikasi bukan lagi pesan yang dirancang oleh sumber dari atas melainkan merupakan fakta, kejadian, masalah, kebutuhan yang dikodifikasikan menjadi tema. Tema inilah yang disoroti, dibicarakan dan dianalisa serta semua informasi didengar dan diperhatikan untuk dijadikan pertimbangan dalam pengambilan keputusan sebagai bentuk partisipasi yang satu dengan yang lain (Wibowo et al.,1994). Pace dan Faules (1989) menjelaskan bahwa komunikasi organisasi ke bawah merupakan informasi yang berpindah secara formal dari seseorang yang otoritasnya lebih tinggi kepada orang lain yang otoritasnya lebih rendah. Komunikasi ke atas adalah informasi yang bergerak dari suatu jabatan yang otoritasnya lebih rendah kepada orang yang otoritasnya lebih tinggi. Adler dan Rodman (1988) juga berpendapat bahwa ditinjau dari arus komunikasi dalam suatu organisasi dapat dibedakan menjadi tiga bentuk yakni: (1) Downward communication, yaitu komunikasi yang berlangsung ketika orang-orang yang berada pada tataran manajemen mengirimkan pesan kepada bawahannya, (2) 29 Upward communication, yaitu komunikasi yang terjadi ketika bawahan (subordinate) mengirim pesan kepada atasannya dan (3) Horizontal communication, yaitu tindak komunikasi ini berlangsung di antara para karyawan atau bagian yang memiliki kedudukan yang setara. Salah satu tantangan besar dalam komunikasi organisasi KUD adalah bagaimana sistem komunikasi dikembangkan agar dapat meningkatkan kinerja, kapasitas dan kualitas pelayanan KUD dalam rangka mewujudkan peran dan fungsinya sebagai wadah ekonomi anggota. Berdasarkan hasil penelitian Departemen Pertanian bekerjasama dengan Bank Dunia tahun 1994 dalam laporannya yang berjudul “Improving the transfer and Use of Agricultural Information” mengemukakan bahwa terhambatnya pembangunan pedesaan disebabkan oleh beberapa faktor yaitu: (1) kesadaran masyarakat pedesaan masih rendah akan perlunya informasi, (2) masih sulit mendapat informasi yang tepat waktu, (3) sebagian besar informasi dalam bentuk tertulis dan sulit dimengerti petani, (4) masih sulit memanfaatkan informasi secara bersama-sama, (5) petugas lapang mempunyai akses yang terbatas terhadap informasi hasil penelitian dan (6) kurangnya penguasaan terhadap pelayanan komunikasi yang baik ke daerah pedesaan (Suryana, 2005). Model Komunikasi Organisasi Menurut Seiler (1988) pada hakekatnya model komunikasi mempunyai empat prinsip dasar yang perlu dipahami yakni komunikasi sebagai suatu proses, bersifat sistemik, merupakan interaksi dan transaksi. Di samping menekankan pentingnya balikan dalam proses komunikasi sebagaimana teori dari Laswell, juga perlu menekankan pentingnya faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi hakikat dan kualitas komunikasi. Lebih lanjut Effendy (1987) mengemukakan bahwa komunikasi kelompok atau organisasi pada prinsipnya adalah dalam setiap melakukan komunikasi menekankan faktor-faktor yang terkait dengan kepentingan kelompok atau organisasi untuk mencapai tujuan bersama. Model komunikasi organisasi pada dasarnya identik dengan model komunikasi pembangunan yang meliputi berbagai elemen dengan fungsinya masing-masing dalam membangun interaksi komunikasi untuk mencapai tujuan organisasi. Dalam era kemunculan paradigma baru komunikasi pembangunan 30 yang partisipatif-horisontal tersebut dimunculkanlah kembali (revitalisasi) konsep komunikasi antarpribadi (interpersonal communication), media rakyat (folk media), komunikasi kelompok (group communication) dan model komunikasi dua tahap (two-step flow communication). Dalam paradigma komunikasi partisipatifhorisontal tersebut, masyarakat diundang untuk lebih berpartisipasi dalam proses komunikasi hingga proses pengambilan keputusan. Komunikasi pendukung pembangunan dilaksanakan dalam model komunikasi horisontal dan interaksi komunikasi dilakukan secara lebih demokratis. Muhammad (2007) berpendapat bahwa setiap proses komunikasi memperlihatkan kaitan antara satu komponen komunikasi dengan komponen lainnya yang ditunjukkan dalam suatu model komunikasi antara si pengirim pesan dapat berupa seorang individu, kelompok atau organisasi. Lebih lanjut Muhammad (2007) mengemukakan bahwa ada enam model komunikasi yang dapat dikembangkan yakni: (1) Model Lasswell, (2) Model Shannon, (3) Model Schraumn, (4) Model Berlo, (5) Model Seiler dan 6) Model Arni Muhammad. Dari berbagai model komunikasi tersebut Muhammad (2007) cenderung menggambarkan komunikasi itu merupakan proses yang dua arah sesuai dengan prinsip-prinsp dasar yang termuat dalam definisi komunikasi. Komponen utama dari komunikasi yakni: pengirim pesan, penerima pesan, pesan, saluran dan balikan (Gambar 2). Lingkungan Latar Belakang Gangguan Pengirim Latar Belakang Pesan Penyandian Penerima Saluran Penginderaan Balikan Gambar 2. Model komunikasi dua arah (Muhammad, 2007) Dalam model komunikasi dua arah proses komunikasi memperlihatkan kaitan antara satu komponen komunikasi dengan kamponen lainnya yang di mana 31 pengirim dan penerima dipengaruhi oleh latar belakang masing-masing dan dipengaruhi oleh fakro lingkungan eksternal. Di samping itu proses komunikasi dalam suatu organisasi terjadi gangguan dari berbagai faktor seperti suara yang brisik (noise) dan juga terjadi umpan balik (balikan) dari penerima ke pengirim. Hal yang mendasar dalam proses komunikasi organisasi adalah adanya orangorang yang berinteraksi mencapai tujuan dalam struktur dan dalam sistem komunikasi yang berlangsung dalam setiap organisasi. Dalam hal ini menurut Ginting (1999) dan Slamet (1978) mengemukakan bahwa ada lima kenyataan yang selalu terdapat dalam setiap organisasi yaitu: (1) organisasi selalu terdiri dari orang-orang, (2) orang-orang tersebut berinteraksi satu sama lain, (3) interaksi tersebut selalu dapat diukur atau diterangkan, (4) setiap orang dalam organisasi mempunyai tujuan-tujuan pribadi dan berharap organisasi akan dapat menolongnya dan (5) interaksi tersebut diharapkan dapat mencapai tujuan-tujuan bersama. Bagan konsep dasar komunikasi organisasi dapat dilihat pada Gambar 3 berikut. Pengertian Komunikasi Kebutuhan Informasi Organisasi Persepsi Komunikasi Organisasi Proses Komunikasi Organisasi Pengertian Organisasi Faktor Lingkungan Organisasi Kepentingan Bersama Gambar 3. Konsep dasar komunikasi dalam organisasi Sumardjo (1999) menyatakan bahwa model komunikasi interaktif sejalan dan memperhatikan prinsip-prinsip yang berlaku dalam model komunkasi tipe relational maupun tipe konvergen. Konsep utama dari komunikasi konvergen atau interaktif mencakup: (1) informasi, (2) adanya ketidakpastian, (3) konvergensi kepentingan, (4) saling pengertian, (5) persamaan tujuan, (6) tindakan bersama dan (7) jaringan hubungan atau relasi sosial. Model konvergensi atau interaktif 32 bersifat dua arah yaitu partisipatif, baik vertikal maupun horizontal di mana setiap keputusan di tingkat perencanaan program pembangunan sangat memperhatikan kebutuhan dan kepentingan di tingkat bawah atau masyarakat berorientasi pada peningkatan kesejahteraan rakyat. Pace dan Faules (1989) menyatakan bahwa informasi mengalir melalui suatu proses menyangkut aliran informasi dalam struktur dalam organisasi. Dalam kehidupan organisasi terdiri dari berbagai unsur yang mempunyai maksud dan tujuan agar organisasi yang dimilikinya tetap dipertahankan dan diarahkan demi untuk perkembangan yang lebih dinamis. Informasi sangat penting dalam membangun kinerja dan kapasitas organisasi, namun tumpukan informasi tidak akan bermanfaat jika tidak diorganisir dengan baik. Informasi pertanian dapat diakses oleh petani dari sumber-sumber informasi yang telah dirancang untuk memperbaiki budidaya produksi, manajemen usahatani, pemasaran dan pengolahan hasil (processing) yang diberikan kepada petani, baik melalui media elektronik maupun non elektronik. Dari pemahaman pengertian dan definisi komunikasi organisasi tersebut di atas menunjukkan bahwa dari konsepsi dasar komunikasi yang terdiri dari sumber, pesan, saluran, penerima dan dampaknya dapat dikembangkan suatu pola komunikasi organisasi yang mencakup enam kunci komunikasi organisasi. Secara sederhana konsep dasar komunikasi dikaitkan dengan konsep dasar organisasi KUD sebagai organisasi ekonomi masyarakat dapat digambarkan sebagai suatu pola komunikasi organisasi untuk dikembangkan sebagai model komunikasi organisasi efektif. Pola komunikasi organisasi tersebut mencakup beberapa komponen yakni: (1) sumber informasi (ekternal), (2) penerima tahap pertama informasi dan menjadi pengirim informasi tahap dua (manajemen organisasi), (3) penerima informasi tahap dua (anggota organisasi), (4) iklim komunikasi organisasi, (5) komunikasi publik organisasi dan (6) manfaat atau dampak informasi bagi anggota organisasi. Organisasi sebagai penerima dan sekaligus sebagai pengirim informasi memerlukan kemampuan kinerja organisasi dalam pengembangan kapasitas organisasi. Bagan pola komunikasi organisasi dapat dilihat pada Gambar 4. 33 Iklim Komunikasi Organisasi Pengirim Informasi (Pemerintah Swasta, Perti, dll /komunikator) Penerima Informasi/ Pengirim Informasi (Kinerja dan kapasitas urganisasi) Penerima Informasi (Anggota Organisasi/ komunikan) Manfaat/ Dampak Bagi Anggota Komunikasi Publik Organisasi Gambar 4. Pola komunikasi organisasi Kinerja Organisasi Kinerja (performans) organisasi sebagai suatu pencapaian hasil kerja manajemen yang berarti bahwa kinerja suatu organisasi itu dapat dilihat dari tingkatan sejauh mana organisasi dapat mencapai tujuannya berdasarkan latar belakang pembentukannya. Informasi tentang kinerja organisasi dapat digunakan untuk mengevaluasi apakah proses kerja yang dilakukan organisasi sudah sejalan dengan tujuan yang diharapkan (Bryson, 1995). Dalam rangka peningkatan kinerja koperasi melalui pencapaian sasaran dan tujuan, baik untuk meningkatkan pelayanan kepada anggota maupun meningkatkan kemampuan koperasi untuk memperoleh sisa hasil usaha, maka koperasi perlu meningkatkan sistem manajemen agar dalam menjalankan usahanya yang selalu berpedoman pada efisiensi dan efektivitas usaha. Untuk meningkatakan kinerja suatu organisasi memerlukan kepemimpinan yang efektif yakni kemampuan seorang pemimpin untuk mempengaruhi atau memotivasi bawahan (karyawan dan anggota) untuk melaksanakan kegiatan suatu organisasi. Menurut Wilson et al., (1986) kepemimpinan adalah kemampuan memperoleh konsensus dan keikatan pada sasaran bersama melalui syarat-syarat organisasi. Pada dasarmya kepemimpinan adalah kegiatan untuk mempengaruhi perilaku orang lain, baik perorangan maupun kelompok. Kossen (1993) menyebutkan bahwa ada beberapa sifat yang mempengaruhi keefektifan seorang 34 pemimpin diantaranya: kesanggupan untuk memecahkan persoalan secara kreatif, kesanggupan berkomunikasi dan mendengarkan, hasrat kuat untuk mencapai sesuatu, bersikap positif dan tulus, kepercayaan diri, disiplin dan sebagainya. Keberhasilan seseorang pemimpin banyak tergantung dari keberhasilannya dalam kegiatan komunikasi. Komunikasi yang harus dijalankan pemimpin haruslah efektif, dan kondisi ini dapat dicapai bila memperhatikan hal-hal berikut: (1) pesan yang disampaikan dapat menarik perhatian sasaran yang dituju, (2) pesan harus mempergunakan tanda-tanda yang disadari pada pengertian atau pengalaman yang sama antara komunikator dengan komunikan, (3) pesan harus membangkitkan kebutuhan pribadi, dan menyarankan cara untuk memenuhi kebutuhan tersebut, dan (4) pesan harus mengarahkan suatu jalan untuk memperoleh kebutuhan yang layak bagi situasi dan kelompoknya (Gibson dan Hodgetts, 1991). Menurut Dwiyanto (1995) untuk mengukur kinerja organisasi publik dapat dilakukan dengan indikator produktivitas, kualitas pelayanan, responsivitas, rensponsibilitas dan akuntabilitas. Produktivitas dimaksudkan untuk mengukur tingkat efisiensi dan efektivitas pelayanan. Kualitas layanan terkait dengan kepuasan anggota atau masyarakat dalam menilai kinerja organisasi publik. Responsivitas adalah kemampuan organisasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat menyusun agenda dan prioritas pelayanan dan mengembangkan program-program pelayanan sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Responsibilitas menjelaskan apakah pelaksanaan kegiatan organisasi publik itu dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi yang benar atau sesuai dengan kebijakan organisasi. Akuntabilitas menunjukkan seberapa besar kebijakan dan kegiatan organisasi publik tunduk pada para pejabat politik (pemerintah) sesuai dengan peran setiap organisasi. Semetara itu Kumorotomo et al., (1998) menggunakan beberapa kriteria untuk dijadikan pedoman dalam menilai kinerja organisasi pelayanan publik antar lain: efisiensi, efektivitas, keadilan dan daya tanggap. Efisiensi menyangkut pertimbangan tentang keberhasilan organisasi pelayanan publik mendapatkan laba berdasarkan pertimbangan ekonomis. Efektivitas organisasi erat kaitannya dengan rasionalitas teknis, nilai, misi, tujuan organisasi dan fungsinya sebagai agen 35 pembangunan. Keadilan terkait dengan distribusi dan alokasi layanan yang diselenggarakan oleh organisasi pelayanan publik. Daya tanggap merupakan bagian dari daya tanggap negara atau pemerintah akan kebutuhan vital masyarakat yang harus dapat dipertanggungjawabkan secara transparan. Mengacu pada UU No 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian (Depkop RI dan PPK, 1992) beberapa fungsi manajemen koperasi yang sangat berpengaruh untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas usaha antara lain: (1) kepemimpinan atau pengorganisaian, (2) perencanaan atau penyusunan program, (3) pelaksanaan program dan (4) pengendalian melalui rapat anggota. Kepemimpinan organisasi koperasi ditentukan oleh pengurus yang dipilih dari dan oleh anggota koperasi dalam rapat anggota untuk mengelola koperasi. Kualitas pemimpin koperasi sangat menentukan terhadap keberhasilannya dalam mengelola usaha, mengajukan rancangan rencana kerja serta rancangan rencana anggaran pendapatan dan belanja koperasi, menyelenggarakan rapat anggota, mengajukan laporan keuangan dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas. Pengembangan koperasi dalam dimensi pembangunan nasional berdasarkan sistem ekonomi kerakyatan tidak hanya ditujukan untuk mengurangi masalah kesenjangan pendapatan antar golongan dan antar pelaku ataupum penyerapan tenaga kerja, tetapi juga diharapkan mampu memperluas basis ekonomi dan dapat memberikan kontribusi dalam mempercepat meningkatnya perekonomian daerah dan ketahanan ekonomi nasional. Untuk mencapai tujuan tersebut koperasi memiliki perangkat organisasi yang meliputi rapat anggota, pengurus dan pengawas yang sangat menentukan kinerja dari setiap organisasi koperasi. Mengingat bahwa di dalam organisasi koperasi anggota adalah sebagai pemilik dan pengguna jasa koperasi maka kemampuan anggota untuk melaksanakan pengendalian melalui rapat anggota sangat menentukan kinerja organisasi koperasi. Dengan meningkatnya kemampuan anggota untuk melakukan pengendalian di dalam rapat anggota, maka fungsi anggota untuk melakukan pengawasan terutama untuk memperjuangkan hak dan kewajibannya semakin baik. Sesuai dengan ruang lingkup fungsi, peran dan prinsip koperasi maka kinerja organisasi koperasi dapat dilakukan identifikasi dan pengukuran 36 berdasarkan masing-masing perangkat organisasi (anggota, pengurus dan pengawas) dalam suatu sinergi untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Pengukuran kinerja organisasi KUD terkait dengan perangkat tersebut dalam penelitian ini akan dilakukan untuk mengetahui hubungannya dengan komunikasi organisasi KUD dalam upaya pengembangan kapasitasnya terutama dalam pemanfaatan tumbuhnya mekanisasi pertanian sawah khususnya pemanfaatan penggilingan padi. Pengukuran kinerja organisasi KUD dimaksudkan untuk meningkatkan peran perangkat organisasi KUD serta efisiensi dan efektivitas usaha yang mencakup: kepemimpinan pengurus, peran pengawas, pelaksanaan program, pelayanan anggota dan pelaksanaan RAT. Dari pemahaman berbagai penjelasan terdahulu dapat diartikan bahwa kinerja KUD adalah tingkat kemampuan KUD menggunakan potensi organisasi untuk melaksanakan program kerja yang berkaitan dengan kebutuhan anggota dalam meningkatkan produktivitas KUD. Tingkat kinerja KUD sangat dipengaruhi oleh pesan informasi, iklim komunikasi organisasi dan intensitas komunikasi publik organisasi di lingkungan KUD untuk pengembangan kapasitasnya sebagai organisasi ekonomi petani. Iklim Komunikasi Organisasi Konsep mengenai iklim komunikasi organisasi (organization communication climate) telah mendapat perhatian secara luas dengan berbagai definisi, karena faktor tersebut sangat mempengaruhi tingkah laku warga suatu organisasi. Kegiatan dari suatu organisasi ditentukan oleh adanya komunikasi antaranggota atau antarkelompok dan masyarakat melalui interaksi, baik secara verbal, nonverbal, lisan maupun tulisan. Aktivitas komunikasi yang terjadi dalam suatu organisasi secara perlahan-lahan akan membentuk suatu iklim komunikasi organisasi. Menurut Pace dan Faules (1989) iklim komunikasi organisasi merupakan persepsi-persepsi mengenai pesan dan peristiwa yang berhubungan dengan pesan yang terjadi dalam organisasi. Keberadaan iklim komunikasi organisasi dapat mempengaruhi cara hidup anggotanya, kepada siapa berbicara, siapa yang disukai, bagaimana kegiatan kerjan dan perkembangannya, apa yang ingin dicapai dan bagaimana cara beradaptasi. 37 Tagiuri et al., (1968) mengemukakan bahwa iklim organisasi adalah kualitas yang relatif dari lingkungan internal organisasi yang dialami oleh anggota-anggotanya, mempengaruhi tingkah laku mereka serta dapat diuraikan dalam istilah nilai-nilai suatu karakteristik tertentu dari lingkungan. Iklim organisasi sebagai konsep yang merefleksikan isi dan kekuatan dari nilai-nilai umum, norma, sikap, tingkah laku dan perasaan anggota terhadap suatu sistem sosial. Lingkungan organisasi adalah semua totalitas secara fisik dan faktor sosial yang diperhitungkan dalam pembuatan keputusan mengenai individu dalam suatu sistem organisasi. Lingkungan organisasi dapat dibedakan atas lingkungan internal dan lingkungan eksternal. Lingkungan internal organisasi adalah personalia (karyawan), staf, golongan fungsional dari organisasi dan komponen organisasi lainnya seperti tujuan, produk dan sebagainya. Sedangkan lingkungan eksternal organisasi meliputi anrata lain pelanggan, leveransir, saingan dan teknologi. Dari pengertian iklim komunikasi organisasi menunjukkan bahwa ada beberapa kesepakatan umum antara lain ada konsensus bahwa iklim komunikasi organisasi lebih bersifat deskriptif daripada afektif atau evaluatif. Iklim komunikasi organisasi timbul dari praktik organisasi yang terbatas pada aktivitas yang sistematis serta mempengaruhi tingkah laku anggota. Jablin (1987) mengemukakan bahwa telah dilakukan suatu penelitian tentang pengukuran iklim komunikasi organisasi terkait dengan berbagai aspek antara lain: kebenaran, pengaruh, mobilitas, keinginan berinteraksi, pengarahan dari atasan, rasa puas, dan sebagainya. Salah satu faktor penting dalam proses komunikasi organisasi adalah tingkat kepuasan anggota dalam memperoleh informasi untuk memenuhi kebutuhannya dalam mengembangkan kegiatannya dalam upaya mencapai tujuan bersama. Menurut Tompkins dan Mc Phee (1985) bahwa organisasi mungkin mempunyai banyak iklim yang berbeda seperti, iklim keselamatan, iklim pelayanan langganan dan sebagainya. Jika berbagai kegiatan organisasi menghasilkan iklim komunikasi organisasi maka akan dijumpai iklim tertentu yang berbeda dalam setiap organisasi. Berbagai hasil penelitian mengenai iklim organisasi cenderung mendukung kesimpulan bahwa lebih positif iklim organisasi 38 lebih produktif suatu organisasi. Iklim yang positif ini tidak hanya menguntungkan organisasi tetapi juga penting bagi kehidupan individu dalam organisasi. Dimensi iklim organisasi meliputi: rasa tanggungjawab, standar atau harapan kualitas pekerjaan, ganjaran (reward), rasa persaudaraan dan semangat tim. Davis (1976) dan Muhammad (2007) mengemukakan bahwa iklim komunikasi sebagai kualitas pengalaman yang bersifat obyektif mengenai lingkungan internal organisasi yang mencakup persepsi anggota organisasi terhadap pesan dan hubungan pesan dengan kejadian yang terjadi di dalam organisasi. Pokok persoalan utama dari iklim komunikasi organisasi adalah persepsi mengenai sumber komunikasi dan hubungannya dalam organisasi, dan persepsi mengenai tersedianya informasi bagi anggota organisasi. Karena ada hubungan iklim organisasi dengan iklim komunikasi maka peran dari faktor-faktor yang ada di dalam suatu organisasi sangat mempengaruhi proses komunikasi dalam suatu organisasi. Penelitian yang dilakukan oleh Redding (Goldhaber, 1986) menunjukkan bahwa iklim komunikasi lebih luas daripada persepsi karyawan terhadap kualitas hubungan dan komunikasi dalam organisasi serta tingkat pengaruh dan keterlibatan terdapat lima dimensi penting yakni: (1) supportiveness (dukungan), (2) partisipasi membuat keputusan, (3) kepercayaan, (4) keterbukaan, dan (5) tujuan penampilan (kinerja) yang tinggi. Pokok persoalan utama dari iklim komunikasi adalah menyangkut persepsi mengenai sumber komunikasi dan hubungannya dalam organisasi, persepsi mengenai tersedianya informasi bagi anggota organisasi dan persepsi mengenai organisasi itu sendiri. Iklim komunikasi organisasi memiliki pengaruh yang cukup penting bagi motivasi kerja dan masa kerja pegawai dalam organisasi. Iklim komunikasi yang positif cenderung meningkatkan dan mendukung komitmen pada organisasi dan iklim komunikasi yang kuat seringkali menghasilkan praktik-praktik pengelolaan dan pedoman organisasi yang lebih mendukung (Pace dan Faules, 1989). Iklim komunikasi organisasi KUD terkait dengan lingkungan organisasi mencakup persepsi anggota organisasi terhadap pesan dan hubungan pesan dengan kejadian yang terjadi di dalam organisasi. Dari pemahaman berbagai uraian di atas dapat 39 diartikan bahwa iklim komunikasi organissi KUD adalah kualitas lingkungan internal dan eksternal yang mempengaruhi proses komunikasi yang dapat mempengaruhi tingkah laku partisipan terhadap proses komunikasi dalam peningkatan kinerja KUD untuk mencapai produktivitas kerja yang optimal. Tingkat iklim komunikasi organisasi KUD sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni dukungan anggota, keterbukaan, kebersamaan, kepercayaan dan rasa keadilan. Komunikasi Publik Organisasi Menurut Rogers (1976) organisasi sebagai suatu kelompok persekutuan antara dua orang atau lebih yang bekerjasama untuk sesuatu tjuan, tidak terlepas dari publik organisasinya yakni lingkungan yang terdiri dari antara lain: stakeholders, masyarakat disekitarnya, pemerintah, konsumen, spesial publik dan sebagainya. Menurut Grunig (1992) publik dalam arti komunikasi merupakan konsep interaktif usaha bersama untuk mempengaruhi opini melalui karakter yang baik dan kinerja yang bertanggungjawab berdasarkan pada komunikasi dua arah yang saling memuaskan. Pengertian ini telah cukup berpengaruh dalam manajemen komunikasi antara organisasi dengan publiknya. Memberikan informasi kepada publik bertujuan untuk mengubah sikap publik terhadap informasi yang diberikan agar kepercayaan orang atau kesan baik orang akan hasil produksi atau jasa organisasi pada stakeholders. Kualitas yang membedakan komunikasi publik organisasi dengan komunikasi interpersonal dan komunikasi kelompok kecil adalah: (1) komunikasi publik berorientasi pada pembicara atau sumber, (2) komunikasi publik melibatkan sejumlah besar penerima, (3) komunikasi publik kurang terdapat interaksi antara si pembicara dengan si pendengar dan (4) bahasa yang digunakan dalam komunikasi publik lebih umum Wilson et al., 1986) menyatakan bahwa publik organisasi dapat dilihat dalam empat hubungan yaitu: (1) hubungan yang mungkin (enabling lingkage), (2) hubungan yang fungsional (funktional linkage), (3) hubungan yang normatif (normative linkage) dan (4) hubungan yang menyebar (diffused linkage). Dalam hubungan yang mungkin publik diberi kekuasaan, pengawasan dan pengaturan agar organisai berfungsi, misalnya pada badan legislatif, agen pembangunan, 40 dewan direksi dan pemegang saham. Hubungan fungsional diartikan bahwa organisasi mempunyai hubungan dengan publik yang memiliki input (karyawan, serikat pekerja, persediaan bahan baku) dan yang memiliki output (pelayanan jasa, pembeli produk, industri pengguna). Hubungan yang normatif sangat diperlukan bagi suatu organisasi yang mempunyai kesamaan terhadap kepentingan dan nilai organisasi. Hubungan yang menyebar merupakan hubungan yang menyebar ke berbagai kelompok-kelompok yang secara formal bukan suatu organisasi sebagai konsekwensi dari adanya organisasi. Teori Grunig (1992) mendefinisikan publik secara efektif dan dapat memperkirakan perilaku komunikasi. Teori situasional dari Grunig mengemukakan bahwa ada tiga variabel untuk membedakan publik yaitu: (1) pengenalan terhadap masalah (problem recognition), 2) pengenalannya terhadap kendala (constraint recognation) dan 3) tingkat keruwetan (level of involvement). Dari ketiga variabel tersebut, Grunig membedakan publik menjadi tiga macan yakni: (1) publik laten (latent public) yang memberikan ciri bahwa suatu kelompok tidak mengenal situasi tertentu sebagai suatu masalah, (2) publik sadar (aware public) yang merupakan suatu kelompok yang mengetahui bahwa suatu siruasi tertentu sebagai suatu masalah tetapi tidak berbuat sesuatu dan (3) publik aktif (active public) yang merupakan suatu kelompok yang mengetahui adanya masalah dan mereka bertindak untuk menyelesaiakn masalah tersebut. Kualitas yang membedakan komunikasi organisasi publik dengan komunikasi interpersonal dan komunikasi kelompok kecil antara lain: (1) komunikasi publik berorientasi kepada si pembicara atau sumber, sedangkan pada komunikasi interpersonal dan kelompok kecil tedapat hubungan timbal bail di antara si pembicara dengan si penerima yang terlibat, (2) pada komunikasi publik melibatkan sejumlah besar penerima tetapi pada komunikasi interpersonal biasanya hanya dua orang dan kelompok kecil sekitar 5-7 orang penerima, (3) pada komunikasi publik kurang terdapat interaksi si pembicara dengan si pendengar dan bahasa yang digunakan lebih umum. Tujuan komunikasi publik terutama sekali adalah untuk memberikan informasi kepada pihak terkait mengenai kegiatan dan produksi organisasi. (Muhammad, 2007). 41 Muhammad (2007) di dalam organisasi sering ditemui adanya komunikasi dalam kelompok-kelompok kecil, seperti dalam rapat-rapat, konferensi, seminar, dan komunikasi dalam kelompok kerja. Berdasakan hasil penelitian dinyatakan bahwa kebanyakan organisasi menggunakan kelompok-kelompok dalam pekerjaannya sehari-hari. Rata-rata anggota pimpinan tingkat menengah dan atas menghabiskan seperempat atau sepertiga dari waktu kerja mereka sehari-hari untuk berdiskusi, tidak termasuk aktivitas sosial dan aktivitas lainnya dalam masyarakat. Efek komunikasi publik organisasi dapat diukur untuk mengetahui sejauh mana dampak dari intensitasnya terhadap tingkat keberhasilan suatu pelaksanaan dari rencana organisasi yang telah ditetapkan. Intensitas komunikasi publik organisasi KUD diduga sangat dipengaruhi oleh tingkat intensitas komunikasi dengan pemerintah, swasta, pelanggan, tokoh masyarakat dan internal organisasi. Pengembangan Kapasitas Organisasi Pengertian Kapasitas Organisasi Dalam beberapa literatur pembangunan, konsep capacity building masih ada perbedaan definisi dari para ahli. Sebagian ilmuwan memaknai capacity building sebagai capacity development atau capacity strengthening dan mengisyaratkan suatu prakarsa pada pengembangan kemampuan yang sudah ada (existing capacity). Sementara ilmuan yang lain lebih merujuk pada constructing capacity sebagai proses kreatif membangun kapasitas yang belum nampak (not yet exist). Grindle (1997) menyatakan bahwa capacity building merupakan upaya untuk mengembangkan suatu ragam strategi meningkatkan efficiency, effectiveness, responssiveness kinerja organisasi (pemerintah), yakni efisien dalam hal waktu dan sumber daya yang dibutuhkan guna mencapai suatu outcome, efektif dalam kepantasan usaha yang dilakukan dan responsif dalam mensinkronkan antara kebutuhan dan kemampuan. Brown et al., (2001) memberi definisi capacity building ke arah pengembangan kapasitas organisasi yakni sebagai suatu proses yang dapat meningkatkan kemampuan seseorang dalam suatu organisasi atau suatu sistem untuk mencapai tujuan-tujuan yang dicita-citakan. Morrison (2001) melihat capacity building sebagai suatu proses untuk melakukan sesuatu atau serangkaian 42 gerakan, perubahan multi level di dalam individu, kelompok-kelompok, organisasi-organisasi dan sistem-sistem dalam rangka untuk memperkuat kemampuan penyesuaian individu dan organisasi sehingga dapat tanggap terhadap perubahan lingkungan yang ada. Sedangkan Milen (2001) melihat capacity building sebagai tugas khusus karena tugas khusus tersebut berhubungan dengan faktor-faktor dalam suatu organisasi atau sistem tertentu pada suatu waktu tertentu. Program pengembangan kapasitas seringkali dirancang untuk memperkuat kemampuan dalam mengevaluasi pilihan-pilihan kebijakan menjalankan keputusan-keputusan organisasi secara efektif. Pengembangan kapasitas bisa meliputi pendidikan dan pelatihan, reformasi peraturan dan kelembagaan dan juga asistensi finansial, teknologi dan keilmuwan. Setiap organisasi berada di lingkungan tertentu yang menyediakan kondisi yang beragam yang akan mempengaruhi organisasi tersebut. Intinya adalah mempelajari dampak berbagai lingkungan tersebut terhadap misi (mission), kinerja dan kapasitas organisasi (capacity of the organization). Kondisi lingkungan teknologi dan ekologi (technological and ecological environments) akan mempengaruhi jalannya organisasi (Ikhsan, 2002). Untuk meningkatkan peran koperasi dalam perdagangan global, menurut Tambunan (2008) paling tidak diperlukan tujuh faktor penting yakni: (1) keahlian atau tingkat pendidikan pekerja, (2) keahlian pengusaha, (3) ketersediaan modal, (4) sistem organisasi dan manajemen yang baik (sesuai kebutuhan bisnis), (5) ketersediaan teknologi, (6) ketersediaan informasi dan (7) ketersediaan input-input lainnya seperti energi, bahan baku dan sebagainya. Pendorong utama daya saing perusahaan adalah kualitas sumber daya manusia dan prasyarat utama untuk meningkatan daya saing perusahaan adalah pendidikan, modal, teknologi, informasi dan input krusial lainnya. Lebih lanjut Tambunan (2008) menyatakan bahwa bantuan yang diberikan pemerintah selama ini harus berubah orientasinya dan sepenuhnya tertuju pada upaya peningkatan kemampuan teknologi produksi, manajemen dan pemasaran. Faktor penting untuk mewujudkannya sangat ditentukan oleh capacity building dengan inovasi sebagai motor penggerak utama. Pendekatan strategi yang digunakan untuk mendukung kebijakan tersebut adalah 43 clustering yang memiliki jaringan kerja sama yang kuat dengan semua stakeholders. Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi penyelenggaraan maupun kesuksesan program pengembangan kapasitas organisasi namun dalam konteks organisasi masyarakat terdapat 5 (lima) hal pokok yang mempengaruhi yaitu: (1) komitmen bersama, (2) kepemimpinan, (3) reformasi peraturan, (4) reformasi kelembagaan dan (5) pengakuan tentang kekuatan dan kelemahan yang dimiliki. Terkait dengan kontekstualitas politik dan budaya lokal di Indonesia yang selalu dipengaruhi faktor legal-formal-prosedural dalam kesuksesan program pembangunan kapasitas, maka reformasi merupakan salah satu cara yang perlu dilakukan untuk pengembangan kapasitas organisasi. Reformasi kelembagaan pada intinya menunjuk kepada pengembangan iklim dan budaya yang kondusif bagi penyelenggaraan program kapasitas personal dan kelembagaan menuju pada realisasi tujuan yang ingin dicapai, baik reformasi struktural maupun kultural (Yuwono, 2003). Dalam era berkembangnya masyarakat informasi seiring dengan perkembangan teknologi komunikasi, peran komunikasi organisasi dalam mengembangkan kapasitasnya semakin penting artinya bagi anggota dan masyarakat sekitar KUD. Terkait dengan kapasitas koperasi masalah pokok yang masih dihadapi adalah rendahnya kualitas kelembagaan dan organisasi koperasi, tertinggalnya kinerja koperasi dan kurang baiknya citra koperasi. Dari pengertian kapasitas organisasi dikaitkan dengan kapasitas KUD sebagai organisasi petani adalah sebagai suatu kemampuan KUD untuk melaksanakan program kerja dalam mencapai tujuan terutama melaksanakan peran dan fungsinya melayani kebutuhan pelanggan atau anggota. Upaya pengembangan kapasitas KUD dapat meningkatkan pelayanan anggota dalam memanfaatkan penggilingan padi sangat ditentukan oleh: (1) permodalan, (2) pemasaran, (3) jasa, (4) input sarana produksi (saprotan) dan (5) SHU. Karakteristik Personil Menurut Rakhmat (2005) karakteristik personil merupakan sifat-sifat atau ciri-ciri yang dimiliki seseorang yang berhubungan dengan semua aspek kehidupan dan lingkungannya. Karakteristik tersebut terbentuk oleh faktor 44 biologis yang mencakup genetik, sistem syaraf serta sistem hormonal dan faktor sosiopsikologis berupa komponen-komponen konatif yang berhubungan dengan kebiasaan dan afektif. Karakteristk individu menurut Newcomb et al., (1978) meliputi umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status sosial ekonomi, bangsa, agama dan lain-lain. Lionberger dan Gwin (1982) mengungkapkan bahwa peubah yang penting dalam mengkaji masyarakat lokal di antaranya adalah peubah karakteristik individu yang meliputi; usia, tingkat pendidikan dan ciri psikologis. Rogers (2003) dan Soekartawi (2005) mengemukakan lebih rinci mengenai perbedaan individu yang mempengaruhi cepat lambatnya proses adopsi inovasi yaitu; (1) umur, (2) pendidikan, (3) status sosial ekonomi, (4) pola hubungan (lokalit atau kosmopolit), (5) keberanian mengambil resiko, (6) sikap terhadap perubahan sosial, (7) motivasi kerja, (8) aspirasi, (9) fatalisme (tidak adanya kemampuan mengontrol masa depan sendiri) dan (10) dogmatisme (sistem kepercayaan yang tertutup). Dilihat dari aktivitas komunikasi, Muhammad (2007) menyatakan bahwa komunikasi akan lebih mudah dilakukan antara orang-orang yang mempunyai hubungan yang bersifat homofili yaitu hubungan karena adanya persamaan karakteristik personal seperti usia, ras, pendidikan, pekerjaan, jenis kelamin dan sebagainya. Menurut Rogers (2003) proses pengambilan keputusan petani apakah menerima atau menolak suatu inovasi tergantung pada sikap mental (sikap terhadap perubahan), situasi internal dan situasi eksternal. Azwar (1977) menyebutkan bahwa karakteristik individu yang menentukan perilakunya meliputi berbagai peubah seperti motif, nilai, sifat kepribadian dan sikap yang saling berinteraksi satu sama lain. Adapun Lionberger dan Gwin (1982) menyebutkan ada tujuh unsur karakteristik individu yaitu; pendidikan, tempat tinggal, pekerjaan orangtua, kecakapan dalam manajemen, umur dan perilaku. Havelock et al., (1971) menyatakan bahwa peubah-peubah individu yang mempengaruhi penerapan informasi antara lain adalah; kompetensi dan penghargaan, kepribadian, nilai-nilai kebutuhan, pengalaman masa lalu, ancaman dan pengaruh, pemenuhan harapan, distorsi informasi baru, proses perubahan sikap, pola perilaku perolehan informasi dan efek komunikasi. Sementara itu menurut Rogers dan Shoemaker (1995) mengemukakan bahwa dalam penyebaran ide baru atau difusi inovasi pada suatu sistem sosial, pelakunya 45 sedikitnya memiliki tiga karakteristik personil yaitu; (1) status sosial ekonomi meliputi umur, pendidikan, status sosial dan skala usaha, (2) perilaku komunikasi meliputi partisipasi sosial, kontak dengan penyuluh, kekosmopolitan dan keterdedahan media massa dan (3) kepribadian meliputi diantaranya empati, senang mengambil risiko dan lain sebagainya. Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa pendapat mengenai ciriciri individual yang mencerminkan karakteristik personil dapat berbeda-beda, tergantung pada penekanan masing-masing keperluannya. Dengan kata lain pilihan karakteristik personil tertentu tergantung pada tujuan penelitian yang hendak dilakukan. Misalnya, sejauhmana karakteristik personil yang dipilih tersebut dapat menjelaskan hubungan antara keterkaitannya dengan pengembangan kapasitas suatu organisasi dan keterlibatannya dalam pemanfaatan penggilingan padi. Karakteristik personil yang dimaksud dalam penelitian ini meliputi umur, pendidikan (formal atau nonformal), pemilikan luas lahan sawah, dan keaktifan dalam suatu organisasi koperasi. Dalam penelitian ini karakteristik personil dijadikan sebagai peubah bebas terhadap pengembangan kapasitas KUD dalam komunikasi organisasi KUD. Proses Komunikasi Organisasi Organisasi terbentuk karena adanya kesamaan misi dan visi yang ingin dicapai dan setiap individu atau unsur yang terdapat di dalam organisasi tersebut secara langsung maupun tidak langsung melakukan komunikasi organisasi. Organisasi sebagai suatu koordinasi rasional kegiatan sejumlah orang untuk mencapai tujuan umum melalui pembagian pekerjaan dan fungsi lewat hirarki otoritas dan tanggungjawab. Karakterisitik organisasi menurut Schein (1985) meliputi: memiliki struktur, tujuan dan saling berhubungan satu bagian dengan bagian yang lain untuk mengkoordinasikan aktivitas didalamnya. Organisasi adalah sistem hubungan yang terstruktur yang mengkoordinasikan usaha suatu kelompok orang untuk mencapai tujuan tertentu (Koehler et al., 1981). Organisasi koperasi adalah suatu bentuk sistem terbuka dari aktivitas yang dikoordinasi oleh pengurus untuk mencapai tujuan bersama. Organisasi koperasi menyangkut tiga aspek penting yakni: (1) organisasi sebagai suatu sistem, (2) terdapat koordinasi aktivitas dan (3) mencapai tujuan bersama. Organisasi 46 koperasi dalam mencapai tujuannya berkaitan dengan kondisi dinamis internal dan eksternal yang terus berubah, baik dalam aspek perubahan ekonomi, perubahan pasar, perubahan kondisi sosial maupun perubahan teknologi sehingga memerlukan informasi melalui proses komunikasi organisasi. Menurut Sendjaja et al., (1994) komunikasi dalam organisasi berfungsi sebagai pembentuk iklim organisasi yakni yang menggambarkan suasana kerja organisasi atau sejumlah keseluruhan perasaan dan sikap orang-orang yang bekerja di dalam organisasi dan untuk membangun budaya organisasi yakni nilai dan kepercayaan yang menjadi titik sentral organisasi. Tujuan komunikasi dalam organisasi adalah mutual understanding dalam arti mencoba mencari saling sepemahaman antara anggotaanggota dalam organisasi tersebut. Komunikasi organisasi yang terjadi dalam suatu organisasi bersifat formal dan informal dan berlangsung dalam suatu jaringan melalui proses pengiriman dan penerimaan informasi dalam organisasi yang kompleks. Proses komunikasi yang termasuk di dalam jaringan tersebut adalah: komunikasi internal, komunikasi dari atasan ke bawahan atau sebaliknya dari bawahan kepada atasan, komunikasi horisontal, ketrampilan berkomunikasi dan komunikasi evaluasi program organisasi. Di dalam suatu kelompok atau organisasi selalu terdapat bentuk kepemimpinan yang merupakan masalah penting untuk kelangsungan hidup kelompok yang terdiri dari pemimpin dan bawahan atau karyawan. Komunikasi dapat digolongkan ke dalam tiga kategori yakni: (1) komunikasi antarpribadi, (2) komunikasi kelompok dan (3) komunikasi massa (Effendy, 2001). Menurut definisi dari Goldhaber (1986) komunikasi organisasi diberi batasan sebagai arus pesan dalam suatu jaringan yang sifat hubungannya saling bergabung satu sama lain di mana arus komunikasi dalam organisasi meliputi komunikasi vertikal dan komunikasi horisontal. Dalam suatu organisasi baik yang berorientasi komersial maupun sosial komunikasi dalam organisasi atau lembaga tersebut akan melibatkan empat fungsi yaitu: (1) fungsi informatif, (2) regulatif, (3) persuasif dan (4) integratif. Fungsi informatif bertujuan agar seluruh anggota dalam suatu organisasi dapat memperoleh informasi yang memungkinkan setiap anggota organisasi dapat melaksanakan pekerjaannya secara lebih efektif. Fungsi regulatif berkaitan dengan peraturan-peraturan yang berlaku dalam suatu 47 organisasi yang memiliki kewenangan untuk mengendalikan semua informasi yang disampaikan. Fungsi persuasif mengatur suatu organisasi untuk mempersuasi anggotanya sesuai dengan kekuasaan dan kewenangan pimpinan suatu organisasi. Fungsi integratif berusaha menyediakan saluran yang memungkinkan anggota atau karyawan organisasi dapat melaksananan tugas dan pekerjaan dengan baik melalui saluran komunikasi formal dan saluran komunikasi informal. Berkaitan dengan teori proses komunikasi organisasi dengan organisasi KUD sebagai kelembagaan ekonomi masyarakat yang bersifat terbuka pada dasarnya proses komunikasi organisasi KUD bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelaksanaan program organisasi KUD. Proses komunikasi dalam organisasi KUD berperan penting dalam memanfaatkan setiap informasi sesuai dengan fungsinya yang bersifat informatif, regulatif, persuasif dan integratif. Dari berbagai teori yang diuraikan di atas ada beberapa indikator yang perlu diperhatikan dalam proses komunikasi organisasi KUD antara lain: (1) arus komunikasi antara pengurus dengan anggota, (2) tingkat umpan balik dari anggota sebagai komunikan, (3) kualitas saluran proses komunikasi, (4) efektivitas proses komunikasi dalam mencapai tujuan KUD dan (5) tingkat pemanfaatan informasi dari berbagai sumber. Kualitas Pelayanan KUD Salah satu fungsi utama KUD adalah memberi pelayanan kepada anggota untuk memenuhi kebutuhannya dalam mengelola usahatani agar lebih berhasil guna. Penggilingan padi merupakan salah satu rantai proses pengolahan pascapanen gabah untuk mendapatkan beras yang berkualitas. Penggilingan padi memiliki peran yang sangat penting dalam sistem agribisnis padi atau perberasan, hal ini tercermin dari besarnya jumlah penggilingan padi dan sebarannya yang hampir merata di seluruh daerah sentra produksi padi di Indonesia. Berdasarkan data statistik (BPS, 2002) jumlah penggilingan padi di Indonesia sebanyak 108.512 unit yang terdiri dari 5.133 unit penggilingan padi besar (PPB), 39.425 unit pengilingan padi kecil (PPK), 35.093 unit rice milling unit (RMU), 14.153 unit mesin huller 1.630 unit penggilingan padi engelberg, dan 13.178 unit mesin penyosoh beras (Tabel 1). 48 Tabel 1. Jumlah penggilingan padi di Indonesia *) Alat dan mesin pertanian Penggilingan Padi Besar (PPB) Penggilingan Padi Kecil (PPK) Rice Milling Unit (RMU) Huller Engelberg Mesin penyosoh Jumlah (unit) Jumlah (Unit) 5.133 39.425 35.093 14.153 1.630 13.178 108.512 *) BPS (2002) Menurut BPS (2002) berdasarkan kapasitas giling, penggilingan padi dikelompokkan menjadi tiga, yaitu penggilingan padi skala besar (PPB), penggilingan padi skala sedang/menengah (PPS), dan penggilingan padi skala kecil (PPK). Penggilingan padi skala besar adalah penggilingan padi yang menggunakan tenaga penggerak lebih dari 60 hp (horse power) dengan kapasitas produksi lebih dari 1000 kg per jam, penggilingan padi skala sedang menggunakan tenaga penggerak 40-60 hp dengan kapasitas produksi 700-1000 kg per jam, dan penggilingan padi skala kecil adalah penggilingan padi yang menggunakan tenaga penggerak 20-40 hp dengan kapasitas produksi 300-700 kg per jam. Penggilingan padi manual yang terdiri dari dua unit mesin pemecah kulit dan dua unit mesin penyosoh ini sering disebut RMU dengan menggunakan tenaga penggerak kurang dari 20 hp dan kapasitasnya kurang dari 300 kg per jam. Huller terdiri dari satu unit mesin pemecah kulit dan satu unit penyosoh dengan mutu beras yang dihasilkan kurang baik dan umumnya untuk dikonsumsi sendiri di pedesaan. Hasil produksi penggilingan padi berupa beras memerlukan standar dan mutu berkualitas seperti: beras giling harus bebas dari penyakit yang membahayakan, bahan kimia, dedak, dan bau yang tidak normal dengan maksimum standar bagi kadar air adalah 14 persen dengan 90 persen derajat sosoh minimal, menir 35 persen, gabah 2 persen, impurities (benda asing) 0,05 persen dan sebagainya (Sutrisno, 2004). Program peningkatan efisiensi industri penggilingan gabah dapat menekan kehilangan pasca panen yang selanjutnya dapat berdampak pada peningkatan efisiensi sistem agribisnis padi dan peningkatan harga jual gabah yang diterima petani padi. 49 Menurut Tjahjohutomo et al., (2004) ditinjau dari rendemen beras giling secara nasional dari tahun ke tahun menunjukkan penurunan kuantitatif dari 70 persen pada dekade 70-an, 65 persen pada dekade 80-an, 63,3 persen pada akhir dekade 90-an dan pada tahun 2000 menjadi 62 persen dan bahkan di tingkat lapangan dapat mencapai di bawah 60 persen. Penurunan 1 persen per tahun akan menyebabkan kehilangan setara kuntitatif setara $ 117,5 juta US dengan asumsi produksi padi 50 juta ton dengan harga $ 235 US per ton. Susunan komponen mesin penggilingan padi (konfigurasi) berpengaruh sangat nyata terhadap rendemen beras giling dan berpengaruh pula pada kualitas beras giling. Hal ini didukung oleh pendapat Berdasarkan hasil survei (BPS, 2008) atas kerjasama BPS dan Deptan tentang susut panen dan pasca panen gabah beras menunjukkan terjadi penurunan susut yang sangat signifikan yakni dari 20,51 persen menjadi 10,82 persen. Penurunan susut tersebut diduga karena adanya perbedaan metode pengukuran yang digunakan dan adanya perbaikan penanganan pascapanen seperti pembinaan dan pengembangan kelembagaan pascapanen, penerapan sarana dan teknologi alat mesin pascapanen tepat guna, peningkatan kemampuan dan ketrampilan petani, pendampingan, supervisi, serta pengawalan dibidang teknis dan manajemen usaha pascapanen. Ternyata susut panen akibat dari penggilingan padi justru mengalami peningkatan sebesar 1,06 persen, hal ini disebabkan karena masih banyak mesin penggilingan padi yang relatif sudah tua yaitu berumur lebih dari 10 tahun sekitar 32 persen dan masih banyak menggunakan penggilingan padi kecil yakni sekitar 65 persen dari seluruh penggilingan padi yang digunakan masyarakat. Hasil penelitian Warman (1984) diacu dalam Sutrisno (2004), menyimpulkan bahwa penggilingan dengan PPB, meskipun dapat menekan kehilangan hasil tetapi kurang memberikan insentif ekonomi bagi petani. Dalam hal ini terdapat trade-off antara penggunaan PPB yang dapat menekan kehilangan hasil namun diikuti oleh kenaikan biaya penggilingan. Keberadaan KUD terkait dengan kebutuhan anggota dalam mengembangkan usahatani padi khususnya kepentingan ekonomi anggota dan usaha koperasi, sangat ditentukan oleh seberapa besar manfaat penggilingan padi 50 yang diperoleh anggota KUD. Meskipun pada dasarnya koperasi dapat berusaha secara luas dan luwes baik ke hulu maupun ke hilir serta berbagai jenis usaha terkait lainnya sesuai dengan tujuan koperasi, namun agar usaha koperasi senantiasa terkait dengan kepentingan ekonomi anggota, maka usaha koperasi harus mampu menyediakan pelayanan ekonomi yang dibutuhkan anggota. Dalam penelitian ini dibatasi tingkat kepuasan pelayanan KUD dalam menggiling gabah anggota ditinjau dari segi manfaat teknis, ekonomi dan sosial. Beberapa faktor yang dapat disarikan dari uraian tentang penggilingan padi yang dikelola oleh KUD adalah: (1) manfaat dari segi teknis (rendemen), (2) manfaat dari segi ekonomi (kualitas hasil olahan gabah menjadi beras), dan (3) manfaat dari sosial (menyenangkan). Beberapa Studi tentang Komunikasi dan Organisasi KUD Menurut Panuju (2001) masalah komunikasi selalu muncul dalam proses organisasi untuk menghubungkan dan membangkitkan kinerja antar bagian dalam membangun iklim organisasi secara sinergi. Perbedaan dan kurangnya pemahaman tentang organisasi harus dapat diperkecil untuk menghindari terjadinya berbagai konflik dan menjamin eksistensinya mencapai tujuan organisasi. Atas dasar peran komunikasi dalam setiap organisasi, maka komunikasi perlu mendapat perhatian agar komunikasi organisasi dapat efektif untuk menjamin tercapainya tujuan-tujuan organisasi. Berbagai masalah terkait dengan komunikasi organisasi seperti saluran dan media komunikasi dalam organisasi, aliran dan arus komunikasi organisasi, iklim organisasi, fungsi organisasi, usaha-usaha untuk mengurangi hambatan komunikasi dalam organisasi dan etika komunikasi telah menjadi pembahasan dan penelitian dari para pakar komunikasi untuk meningkatkan efektifitas komunikasi organisasi. Suryana (2005) mengemukakan bahwa untuk pembangunan pertanian yang lebih maju dengan pendekatan sistem agribisnis diperlukan kebijakan pengembangan sistem informasi dan jaringan kerja agribisnis. Pengembangan Sistem Informasi Agribisnis (SIA) memerlukan dukungan data yang akurat, sistem informasi, serta layanan data dan informasi agribisnis yang efektif. Dengan sistem informasi yang efektif akan dapat dilakukan pemantauan dan penyebarluasan informasi agribisnis secara cepat, akurat dan murah. Sasaran yang 51 ingin dicapai adalah: (1) tersedianya data dan informasi agribisnis yang akurat, (2) terbangunnya sistem informasi agribisnis yang cepat dan akurat, (3) terbangunnya jaringan kerja setiap pelaku agribisnis, dan (4) terbangunnya sistem koordinasi dan sikronisasi dalam pembangunan agribisnis baik internal pemerintah mapun dengan pihak lain yang terkait. Hal ini senada dengan pendapat Roling (1989) dan Abadi dan Pannell (1999) yang mengusulkan dikembangkannya AKIS (The Agricultural Knowledge and Information System) berdasarkan hasil kerja di berbagai negara. Beberapa hasil kajian terdahulu tentang koperasi di Indonesia menunjukkan bahwa keberhasilan koperasi dalam memperjuangkan kepentingan usaha anggotanya masih belum berhasil optimal karena kapasitasnya sebagai organisasi ekonomi petani masih lemah dan masih banyak kegiatan koperasi yang kurang memenuhi kepentingan usaha anggota. Menurut hasil penelitian oleh Ketut, (2000) tentang Pengaruh Partisipasi Anggota, Kualitas Pengelola, Kualitas Pengurus, dan Peranan Pemerintah terhadap Keberhasilan Usaha KUD (Kasus KUD di Kabupaten Buleleng. Provinsi Bali) menyimpulkan bahwa: (1) faktor partisipasi anggota dengan keberhasilan usaha KUD memiliki korelasi yang tinggi, baik langsung maupun tidak langsung, (2) faktor kualitas pengelola dengan keberhasilan usaha KUD, baik secara langsung maupun tidak langsung memiliki korelasi yang tinggi, dan (3) faktor kualitas pengurus dengan keberhasilan usaha KUD memiliki korelasi yang tinggi, baik langsung maupun tidak langsung. Melalui path analysis terbukti bahwa peranan pemerintah memiliki pengaruh terhadap keberhasilan usaha KUD meskipun tidak terlalu besar. Implikasi dari hasil penelitian tersebut terhadap kebijakan adalah: (1) pengurus perlu memonitor dan mengevaluasi kebutuhan dan keinginan anggota secara kontinyu, agar pelayanan yang diberikan KUD selalu sesuai dengan yang diharapkan anggota, (2) perlu diadakan pendidikan dan latihan kerja yang lebih intensif agar para pengelola dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya dalam mengelola, baik usaha maupun manajemen organisasi KUD secara efektif, dan (3) KUD hendaknya diberi hak untuk menolak (memutuskan sendiri) apabila program pemerintah dianggap mengganggu keseimbangan usahanya. 52 Suatu kajian yang dilakukan oleh Kementerian Koperasi dan UKM tentang kajian ulang peran koperasi dalam menunjang ketahanan pangan (Sinaga et al., 2008) menyatakan bahwa peran koperasi dalam menunjang ketahahan pangan dapat dilihat dari dua sisi yaitu kemampuan menyediakan pupuk bagi petani dan pengadaan pangan/beras. Setelah dilakukan perubahan kebijakan tentang penyaluran pupuk dan pengadaan beras maka jumlah penyaluran pupuk oleh KUD menurun hingga sekitar 30 persen, sedangkan pihak swasta menjadi dominan dan semakin mendesak kesempatan koperasi untuk menyalurkan pupuk. Demikian halnya dengan pengadaan pangan/beras, peran KUD menurun dan semakin tidak berdaya untuk menghadapi persaingan yang semakin kompetitif. Koperasi mengalami kendala dalam permodalan yang semakin terbatas, penurunan kapasitas prasarana dan sarana produksi beras sperti RMU, gudang dan lantai jemur dan peralatan penunjang lainnya bahkan banyak yang sudah tidak beroperasi secara optimal. Untuk mengatasi berbagai masalah yang dihadapi oleh KUD tersebut di atas dalam melakukan kegiatannya saat ini, tim peneliti Kementerian Koperasi dan UKM (Sinaga et al., 2008) mengusulkan agar pemerintah memberi prioritas terhadap dua alternatif kebijakan yakni: (1) kebijakan memerankan swasta dan koperasi secara seimbang dalam penyaluran pupuk disertai kenaikan penggunaan pupuk para petani sebesar 25 persen, dikombinasikan dengan kebijakan memerankan kembali KUD dalam pembelian gabah dan beras yakni peningkatan pembelian gabah koperasi sebesar 25 persen, dan (2) kebijakan memerankan koperasi secara penuh, baik pada penyaluran pupuk maupun pada pengadaan pangan/beras. Hasil simulasi alternatif untuk memerankan kembali KUD memerlukan beberapa kebijakan alternatif tambahan yakni: (1) harga gabah dapat dinaikkan sebesar sepuluh persen dan harga pupuk sebesar lima persen, (2) untuk menunjang pengadaan pangan/beras, koperasi dan pengembangan sistem bank melalui model yang lebih efisien dan efektif (Kementerian Koperasi dan UKM, 2008). Penelitian dinamika organisasi koperasi dilaksanakan yang oleh Ginting (1999) untuk menggambarkan dan menjelaskan mengenai koperasi terkait dengan keragaan dan perkembangan koperasi dan perkembangan koperasi di daerah 53 penelitian dan deskripsi dari berbagai peubah penelitian, perbedaan antara KUD dengan CU (Credit Union) dan perbedaan antara anggota dengan pengurus KUD dan CU, hubungan antara karakteristik responden dan faktor-faktor dinamika koperasi dengan keberhasilan KUD dan CU, serta pengaruh faktor-faktor dinamika organisasi koperasi terhadap keberhasilan KUD dan CU. Kesimpulan dan saran yang diperoleh antara lain bahwa; terdapat perbedaan yang nyata karakteristik anggota terhadap dimanika koperasi sebagai lembaga ekonomi para petani. Agar koperasi dapat lebih dinamis disarankan perlu dikembangkan strategi pembinaan dalam pemberdayaan dan pengembangan koperasi dilakukan melalui peningkatan pendidikan, kaderisasi pengurus koperasi dan menabung di koperasi. Penelitian yang dilakukan oleh Panggabean (2006) peneliti Kementerian Koperasi dan UKM tentang Kompetensi KUD dan Koperasi dalam Agribisnis Susu dan Tantangannya menyimpulkan antara lain bahwa kekuatan KUD melaksanakan agribisnis susu terdapat pada anggota, modal, SHU dan pelayanan sedangkan kelemahan dan tantangan yang dihadapi adalah masih lemahnya kemampuan teknis karyawan, tingkat kompetensi melaksanakan agribisnis susu masih rendah, partisipasi anggota termasuk rendah dan tingkat pendapatan anggota rendah. Secara umum, faktor-faktor kekuatan KUD dan koperasi melaksanakan agribisnis susu adalah: (1) karakteristik anggota meliputi umur dan pengalaman anggota, (2) sosial ekonomi anggota meliputi lama keanggotaan, skala usaha dan luas lahan, (3) tingkat kompetensi subsistem pengolahan dan (4) tingkat kompetensi pada subsistem sarana penunjang rata-rata baik. Hasil penelitian menyarankan agar memperjelas lembaga yang bertanggung jawab terhadap penyuluhan agribisnis susu dan mempertahankan dan mengembangkan usaha pabrik makanan ternak dari yang ada sekarang kepada usaha yang mampu memenuhi jumlah dan kualitas makanan ternak, melalui kerjasama antara KUD dan koperasi atau antara KUD dengan Gabungan Koperasi Susu Seluruh Indonesia (GKSI). Penelitian tentang kebutuhan informasi pertanian dan aksesnya untuk pengembangan model penyediaan informasi pertanian dalam pemberdayaan petani sayuran di Jawa Barat dilakukan oleh Tamba (2007) dengan tujuan untuk menemukan model penyediaan informasi pertanian bagi petani dalam 54 mengembangkan usahatani sayuran. Kesimpulan dan saran dari penelitian ini antara lain mengemukakan bahwa tingkat keberdayaan petani sayuran dipengaruhi oleh karakteristik petani sayuran, tuntutan kebutuhan dan memperoleh informasi pertanian, kekondusifan faktor lingkungan, kualitas sumber informasi pertanian, kemudahan mendapatkan informasi dan penyediaan informasi. Model penyediaan informasi pertanian dirumuskan dengan beberapa upaya antara lain: membangun komitmen antarlembaga terkait untuk bekerjasama dan berkoordinasi dalam penyediaan informasi pertanian dan merancang mekanisme aliran informasi bagi petani sayuran. Penelitian penggunaan media massa dan peran komunikasi anggota kelompok peternakan dalam jaringan komunikasi penyuluhan yang dilaksanakan oleh Saleh (2006) dengan tujuan untuk menelusuri dan menganalisis perubahan proses komunikasi penyampaian informasi penyuluhan pembangunan kepada masyarakat berupa program pengembangan sapi potong. Kesimpulan dan saran penelitian ini antara lain: ada perbedaan sangat nyata pada perilaku komunikasi di kalangan peternak sapi potong kelompok maju dengan kelompok kurang maju yang mengindikasikan telah terjadi pergeseran pola komunikasi peternak anggota kelompok jaringan komunikasi sapi potong dari mengutamakan hubungan komunikasi interpersonal dalam menerima dan menyebarkan informasi ke perilaku komunikasi bermedia, terutama pada perilaku keterdedahan siaran televisi dan suratkabar. Artinya ada peningkatan peran sumber informasi dari luar lingkungan kelompoknya. Disarankan agar dalam penyusunan komunikasi penyuluhan sapi potong didasarkan pada beberapa faktor yakni ciri individual peternak, distorsi pesan dan ketiadaan informasi, keterlibatan birokrasi, pelibatan pemuka pendapat dan sumber informasi relevan dengan cara pengembangan siaran interaktif dua arah, penguatan kelembagaan peternak dan memantapkan partisipasi dengan pendekatan sosial budaya lokal. Menurut Rohi et al., (2009) menyatakan bahwa efektivitas komunikasi pemuka pendapat kelompok tani dalam menggunakan teknologi usahatani padi sebagai hasil dari studi kasus di Kecamatan Kupang Tengah, Kabupaten Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur, antara lain menyimpulkan bahwa secara umum karakteristik pemuka kelompok tani padi memahami, bersikap positif dan mau 55 menerapkan teknologi usahatani, karakteristik individu partisipasi sosial petani berhubungan nyata positif dengan efektivitas komunikasi. Sedangkan status sosial berhubungan sangat nyata negatif dengan efektivitas komunikasi khususnya aspek pemahaman dan berhubungan nyata negatif dengan sikap, pekerjaan berhubungan dengan efektivitas komunikasi pada aspek pemahaman dan tindakan. Intensitas pendampingan dan komunikasi yang berkesinambungan antara instansi terkait yang berhubungan dengan kelompok tani padi dengan dukungan pemuka pendapat kelompok tani masih perlu ditingkatkan, sehingga mampu meningkatkan pemahaman, sikap dan tindakan untuk mengembangkan inovasi teknologi usahatani padi dalam kegiatan usahatani dalam kelompok tani. Menurut Cahyanto et al., (2008) dari hasil penelitian tentang Efektivitas Komunikasi Partisipatif dalam Pelaksanaan Prima Tani di Kecamatan Sungai Kakap, Kabupaten Pontianak, Kalimantan Barat, menyimpulkan antara lain bahwa: (1) sumber informasi yang dominan diakses oleh nelayan adalah sumber informasi melalui media interpersonal terutama melalui komunikasi sesama nelayan dan kelompok serta elektronik terutama radio dan televisi, (2) tidak semua komponen karakteristik nelayan responden berhubungan dengan akses sumber informasi melalui interpersonal, pendidikan nonformal nelayan berhubungan sangat nyata dengan akses sumber informasi melalui komunikasi sesama nelayan, (3) tidak semua komponen karakteristik nelayan berhubungan dengan akses sumber informasi melalui media cetak, pendidikan nonformal berhubungan nyata dengan pemanfaatan media surat kabar, (4) tidak semua komponen karakteristik nelayan berhubungan dengan akses sumber informasi melalui media elektronik dan (5) status nelayan berhubungan nyata dengan pemanfaatan media radio dan pendidikan nonformal berhubungan sangat nyata dengan pemanfaatan media televisi. Melalui penelitian tentang hubungan pemanfaatan media komunikasi Prima Tani, aksesibilitas kelembagaan dengan persepsi petani tentang teknologi agribisnis industrial pedesaan (Sapari et al., 2009) menyimpulkan bahwa gelar teknologi, media komunikasi dan klinik agribisnis berhubungan nyata dengan persepsi petani kooperator di Jawa Barat dan Sulawesi Selatan tentang teknologi AIP (Agribisnis Industrial Pedesaan) pada aspek biofisik, sosial dan ekonomi. 56 Karakteristik petani kooperator dan nonkooperator di Jawa Barat dan Sulawesi Selatan mempunyai drajat hubungan nyata dengan persepsi mereka mengenai teknologi AIP. Persepsi petani nonkoperator Jawa Barat berhubungan nyata dengan pemanfaatan media komunikasi Prima Tani terutama gelar teknologi dan klinik agribisnis. Untuk meningkatkan persepsi positif petani di Jawa Barat dan Sulawesi Selatan terhadap teknologi AIP maka peran media komunikasi, gelar teknologi dan klinik agribisnis perlu ditingkatkan kuantitas dan kualitasnya serta berorientasi kepada kebutuhan petani yang lokal spesifik. Salah satu saran dari peneliti adalah perlu ditinjau kembali profesi dan proporsi para penyuluh, instruktur dan pembina yang terlibat langsung dengan kegiatan Prima Tani terutama dalam hal teknologi AIP di lokasi Prima Tani. Menurut Sinaga et al., (2008) peranan Usaha Kecil menengah dan Koperasi dalam meningkatkan ekonomi kerakyatan dalam menggerakkan sektor riil adalah merupakan realitas dalam kegiatan ekonomi nasional yang sangat penting dan strategis. Mengamati keberhasilan program OTOP (One Tambon One Product) di Thailand yang pada dasarnya merupakan suatu konsep untuk menghasilkan satu jenis komoditas atau produk unggulan yang berada dalam suatu kawasan tertentu sangat memungkinkan di terapkan di Indonesia. Dari hasil kajian yang telah dilakukan oleh Kementerian UKM dan Koperasi menunjukkan bahwa terdapat enam faktor yang perlu diperhatikan yakni: (1) kesesuaian potensi sumber daya alam, (2) potensi sumber daya manusia, (3) peluang pasar, (4) dukungn modal yang memadai, (5) pemanfaatan sumber daya teknologi informasi dan (6) dukungan koordinasi diantara institusi pemerintah. Basis dari OTOP tersebut haruslah UKM dan Koperasi dengan tiga prinsip yakni: (1) berbasis sumber daya lokal, (2) usaha mandiri dan (3) pengembangan sumber daya manusia. Salah satu rekomendasi hasil kajian tersebut untuk mengembangkan OTOP di Indonesia adalah melakukan identifikasi produksi dan pasar sesuai dengan luasan kawasan tertentu sebagai Satu Kawasan Satu Produk (SAKASPRO). Dari berbagai pendapat dan hasil studi terkait dengan aspek komunikasi dan koperasi pertanian, peneliti berkesimpulan bahwa KUD masih mempunyai potensi dan posisi strategis dalam membangun usahatani padi yang lebih maju dan 57 modern. Peran mekanisasi pertanian khususnya dalam pemanfaatan alsintan secara selektif, sangat besar dalam meningkatkan efisiensi dan efektivitas produksi, baik dalam kegiatan prapanen maupun dalam kegiatan pascapanen. Peran komunikasi organisasi KUD dalam mengembangkan kapasitasnya sebagai organisasi ekonomi petani kecil menjadi sangat penting agar mampu mandiri dan mempunyai daya saing dalam memasuki era yang semakin kompetitif dalam perdagangan global. Paradigma pembangunan pertanian modern di lingkungan pedesaan dengan pendekatan agribisnis dan berbasis koperasi pertanian yang handal dengan memanfaatkan informasi pertanian melalui model komunikasi organisasi koperasi (KUD) yang efektif menjadi pilihan alternatif di masa depan. Dalam kaitan itu peneliti mencoba meneliti komunikasi organisasi dalam pengembangan kapasitas KUD sebagai suatu kasus dalam pemanfaatan penggilingan padi di Kabupaten Karawang dan Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat.