makalah a - Harrison Papande Siregar

advertisement
UNIVERSITAS INDONESIA
COMPARATIVE PUBLIC ADMINISTRATION
ADMINISTRASI KEAGRARIAAN (PERTANAHAN)
antara
NEGARA INDONESIA DAN NEGARA MALAYSIA
HARRISON PAPANDE SIREGAR
INDAH PUTRI HARTANTI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
JAKARTA
MEI 2010
BAB I
PENDAHULUAN
Salah satu kegiatan pemerintah yang fundamental bagi semua negara adalah
pembangunan dan pemeliharaan prasarana administrasi keagrariaan. Adanya administrasi
keagrariaan yang baik (good governance in land administration) diharapkan dapat memberikan
kontribusi sumber daya lahan bagi negara maupun masyarakat. Selain itu, dengan adanya
administrasi keagrariaan yang baik, pemerintah dapat menjadikannya sebagai alas dasar dalam
pelaksanaan kebijakan yang berhubungan dengan tanah dan strategi pengelolaan tanah yang
nantinya membantu dan memastikan kesetaraan sosial, pertumbuhan ekonomi, dan perlindungan
lingkungan.
Administrasi Keagrariaan merupakan suatu proses dimana tanah dan informasi tentang
tanah dapat dikelola secara efektif, dikelola oleh pemerintah dengan baik, serta didukung oleh
kerangka atau pengaturan hukum yang kuat. Terminologi ‘keagrariaan’ sebenarnya memiliki
pengertiaan yang beraneka ragam. Dalam bahasa Latin, Ager atau Agrarius berarti tanah atau
sebidang tanah sedangkan dalam bahasa Belanda, Akker berarti tanah pertanian, persawahan, dan
perladangan.
Di Indonesia, penyebutan agraria di lingkungan Administrasi Pemerintahan (Administrasi
Negara) dipakai dalam arti tanah, baik tanah pertanian maupun non pertanian (Harsono, Hukum
Agraria Indonesia, 2003). Tetapi, Agrarisch Recht atau Hukum Agraria dalam lingkungan
Administrasi Pemerintahan dibatasi pada seperangkat peraturan perundang-undangan yang
memberikan landasan hukum bagi Penguasa dalam melaksanakan kebijakannya di bidang
pertanahan. Dan perangkat hukum tersebut merupakan bagian dari kajian Hukum Admnistrasi
Negara/Hukum Tata Pemerintahan (Bisri, Sistem Hukum Indonesia, 2004).
Di Negara Indonesia, administrasi pertanahan diatur dalam Undang-Undang Pokok
Agraria (disingkat menjadi UUPA) atau Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria No. 5
tahun 1960. Dengan diundangkannya UUPA dalam lembaran negara pada tanggal 24
September 1960, maka sejak itu tercatat sebagai salah satu tanggal dan merupakan salah
satu tonggak yang sangat penting dalam perkembangan pengaturan administrasi
keagrariaan/pertanahan di Indonesia. UUPA tersebut telah menghapuskan pluralisme
hukum tanah yang lama (sebelum UUPA/ sebelum tahun 1960/ administrasi tanah lama)
dan yang paling penting adalah menciptakan unifikasi hak-hak atas tanah dan hak-hak
jaminan atas tanah melalui ketentuan-ketentuan konversi (Diktum ke-2 UUPA).
Dikatakan pluralistis dikarenakan sebelum berlakuknya UUPA No. 5 Tahun 1960,
pengaturan administrasi tanah pada waktu itu tidak diatur dalam suatu kerangka hukum
yang utuh. Hal inilah yang menyebabkan tidak adanya kepastian status hak atas tanah di
masa itu. Administrasi Tanah Lama tsb. (sebelum UUPA berlaku) meliputi Administrasi
Tanah Adat, Administrasi Tanah Barat, Administrasi Tanah Antar Golongan, Tanah
Administrasi, dan Administrasi Tanah Swapraja (Arie Hutagalung et al., Asas-Asas
Hukum Agraria, 2005).
Penataan administrasi pertanahan pada negara Indonesia merupakan kajian atau bidang
daripada Badan Pertanahan Nasional (BPN). BPN merupakan Lembaga Pemerintah Non
Departemen yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden dan dipimpin oleh
seorang Kepala (Sesuai dengan Perpres No. 10 Tahun 2006). Badan Pertanahan Nasional
mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pertanahan secara nasional,
regional dan sektoral. Tugas-tugas tersebut mencakup Survei, Pengukuran, dan Pemetaan Tanah,
Pendaftaran Tanah dan Hak atas Tanah, Pengaturan dan Penataan Pertanahan, Pengendalian
Pertanahan dan Pemberdayaan Masyarakat, Pengkajian dan Penanganan Sengketa dan Konflik
Pertanahan, dan sebagainya ( Attamimi, Ilmu Perundang-Undangan, 2007)
Sedangkan di Negara Malaysia, administrasi pertanahannya dibagi menjadi dua bagian
yaitu, administrasi tanah wilayah barat (dikenal dengan semenanjung Malaysia) dan administrasi
tanah wilayah timur (hanya terdiri dari dua negara bagian saja yaitu Sabah dan Sarawak).
Administrasi pertanahan wilayah barat diatur dalam Kanun Tanah Negara (KTN). KTN
merupakan undang-undang tertinggi di Semenanjung Malaysia mengenai urusan tanah
yang terbit dengan No. 56 tahun 1965 dan ada beberapa pasal yang sudah diamandemen
sampai tahun 1992. Undang-undang ini tidak terpakai di wilayah Sabah dan Sarawak.
Sarawak menggunakan Land Code 1958 dan Sabah menggunakan Land Ordinance 1962.
Berbeda dengan negara Indonesia, penataan ataupun pengaturan administrasi pertanahan
negara Malaysia lebih kompleks yaitu dengan melibatkan tiga kementrian yaitu, Kementrian
Sumber Daya Alam dan Lingkungan (Ministry of Natural Resources and Environment),
Kementrian Perumahan dan Pemerintahan Daerah (Ministry of Housing and Local Government),
dan Kementrian Keuangan (Ministry of Finance). Berikut adalah penjelasan mengenai
kementrian yang terkait.
Land Administration
Elements
Land Ownership
Land Use
Malaysia Government
Ministry:
• Ministry of Natural Resources and Environment
Agencies:
• Department of Director General of Land and Mines
(JKPTG)
• State and District Land and Mines Office (PTG &
PTD)
Several activities:
• Involve on land registration, land disposal, consent,
land revenue,
land enforcement, land alienation, land development and
land
acquisition.
• Involve on several legalisation such as National Land
Code (Act 56
of 1965), State Land Rules, Strata Titles Act 1985 (Act
318),
Federal Land Commissioner Act 1957 (Act 349) and
Land
Acquisition (Compensation)
Ministry:
• Ministry of Housing and Local Government
Agencies:
• Department of Federal Town and Country Planning
(JPBD)
Several activities:
• Involve on strengthen the physical, social, and
economic
development system in urban and rural areas especially
to upgrade
the standard of living.
• Organise, regulate and coordinate land development,
usage and
conservation.
• Draft and implement planning methodologies, policies,
plans and
guidelines.
• Involve on several legalisation such as Town and
Country Planning
Act 1976 (Act 172),
Ministry:
• Ministry of Finance
Agencies:
Land Value
• Department of Valuation and Property Services (JPPH)
Several activities:
• Provide accurate, comprehensive and timely
information regarding
the demand and supply of property for government
agencies,
property developers and all parties involved in the
property industry.
• Provide comprehensive, quality and up-to-date
property data
especially property demand and supply data from
various parties.
• Produce timely and relevant products to meet the
requirements of
the property industry.
• Portray the actual situation pertaining to the demand
and supply of
property.
• Develop and maintain a national property stock
warehouse.
• Advice the government on property development.
Sumber : Halim Hamzah et al., SPATIAL DATA INFRASTRUCTURE FOR MALAYSIA LAND
ADMINISTRATION, 2010
BAB II
PERBANDINGAN SISTEM POLITIK
Perbandingan Sistem Politik
No.
Difference
Indonesia (Unitary State)
Malaysia (Federal State)
1
Government type
Republic
Constitutional Monarchy
2
Capital
Jakarta
Kuala Lumpur
chief of state: King - Sultan MIZAN Zainal
Abidin (since 13 December 2006); (the
position of the king is primarily
Chief of State: President Susilo Bambang
Yudhoyono (since 20 October 2004); Vice
3
Executive Branch
President Boediono (since 20 October 2009); note
- the president is both the chief of state and head
of government
4
Legislative Branch
ceremonial)
head of government: Prime Minister
Mohamed NAJIB bin Abdul Razak (since 3
April 2009); Deputy Prime Minister
MUHYIDDIN bin Mohamed Yassin (since
9 April 2009)
People's Consultative Assembly (Majelis
bicameral Parliament or Parlimen consists
Permusyawaratan Rakyat or MPR) is the upper
of Senate or Dewan Negara (70 seats; 44
house, consists of members of DPR and DPD, has members appointed by the king, 26 elected
role in inaugurating and impeaching the president by 13 state legislatures to serve three-year
and in amending the constitution, does not
terms with a two term limit) and House of
formulate national policy; House of
Representatives or Dewan Rakyat (222
Representatives or Dewan Perwakilan Rakyat
seats; members elected by popular vote to
(DPR) (560 seats, members elected to serve five- serve up to five-year terms)
year terms), formulates and passes legislation at
the national level; House of Regional
Representatives (Dewan Perwakilan Daerah or
DPD), constitutionally mandated role includes
providing legislative input to DPR on issues
affecting regions
Supreme Court or Mahkamah Agung is the final civil courts include Federal Court, Court of
court of appeal but does not have the power of
Appeal, High Court of Malaya on
judicial review (justices are appointed by the
peninsula Malaysia, and High Court of
president from a list of candidates selected by the Sabah and Sarawak in states of Borneo
5
Judicial Branch
legislature); in March 2004 the Supreme Court
(judges are appointed by the king on the
assumed administrative and financial
advice of the prime minister); sharia courts
responsibility for the lower court system from the include Sharia Appeal Court, Sharia High
Ministry of Justice and Human Rights;
Court, and Sharia Subordinate Courts at
Constitutional Court or Mahkamah Konstitusi
state-level and deal with religious and
(invested by the president on 16 August 2003) has family matters such as custody, divorce,
the power of judicial review, jurisdiction over the and inheritance only for Muslims;
results of a general election, and reviews actions decisions of sharia courts cannot be
to dismiss a president from office
Sumber : cia.gov
appealed to civil courts.
BAB III
PERMASALAHAN DAN PEMBAHASAN
RUMUSAN PERMASALAHAN
1. Perbandingan administrasi pertanahan di Negara Malaysia dan Negara Indonesia
khususnya dibidang pemerolehan hak milik atas tanah pada masing-masing negara
tersebut.
2. Perbandingan hak pakai atas tanah (property apartemen) pada masing-masing negara oleh
warga negara asing dan perlunya pertambahan jangka waktu hak pakai properti di negara
Indonesia oleh warga negara asing dengan mencontoh negara Malaysia (merujuk pada
perspektif administrasi pembangunan).
3. Pengidentifikasian administrasi pertanahan Indonesia mengacu pada sengketa lahan mbah
priok.
PEMBAHASAN
1.
Perbandingan administrasi pertanahan di Negara Malaysia dan Negara Indonesia
khususnya dibidang pemerolehan hak milik atas tanah pada masing-masing negara tersebut.
INDONESIA
Hak milik adalah hak atas tanah yang turun temurun, terkuat dan terpenuh. Kata ‘terkuat’
dan ‘terpenuhi’ tidak berarti bahwa hak milik itu merupakan hak yang mutlak, tidak dapat
diganggu gugat dan tidak terbatas seperti hak eigendom, akan tetapi kata terkuat dan terpenuh itu
dimaksudkan untuk membedakan dengan hak-hak lainnya, yaitu untuk menunjukkan bahwa
diantara hak-hak atas tanah maka hak milik yang terkuat dan terpenuh.
1. merupakan hak yang terkuat, artinya hak milik tidak mudah hapus dan musnah serta
mudah dipertahankan, terhadap hak pihak lain.
2. terpenuh, ini menandakan kewenangan pemegang hak milik itu paling penuh dengan
dibatasi pada fungsi sosial tanah.
3. turun temurun, berarti jangka waktunya tidak terbatas, dapat beralih karena perbuatan
hukum dan peristiwa hukum.
*sumber : Arie Hutagalung et al., Asas-Asas Hukum Agraria, 2005
Subyek hak milik atas tanah dalam UUPA adalah Warga Negara Indonesia Tunggal dan
Badan Hukum Pemerintah seperti Bank Pemerintah, Badan Koperasi Pertanian, Badan Sosial,
dan lain sebagainya.
Undang Undang Pokok Agraria memandang bahwa seseorang yang mempunyai dua
kewarganegaraan (dwikewarganegaraan/bipatride) sebagai orang asing (Pasal 21 ayat 4 UUPA).
Peristiwa hukum yang menyebabkan beralihnya hak Milik kepada pihak-pihak tidak berwenang
sebagai pemegang Hak Milik seperti warga negara asing, masih diakui/diperbolehkan oleh
UUPA dengan syarat orang asing tersebut tidak boleh memegang Hak Milik itu lebih dari satu
tahun dan harus mengalihkannya kepada pihak yang memenuhi syarat.
MALAYSIA
Definisi Hak Milik atas tanah di negara Malaysia (Sesuai dengan Kanun Tanah Negara
No. 56 tahun 1965, Land Code 1958 dan Land Ordinance 1962) tidak beda jauh dengan
Indonesia yaitu, dimana Hak Atas Tanah dalam kerangka Hak Milik adalah kuat dan tidak ada
batasan waktu.
Perbedaannya terletak pada warga negara asing yang dapat membeli atau memiliki tanah
di negara Malaysia dengan syarat membeli tanah yang sebelumnya sudah pernah ditempati oleh
pribumi. Hal ini sudah diterapkan sejak dua puluh tahun lalu.
Orang asing diizinkan untuk membeli unit perumahan sebanyak yang mereka inginkan
dengan syarat-syarat tertentu. Adapun syarat-syarat yang harus meraka penuhi adalah :
1. Nilai dari properti, tanah milik harus lebih dari RM250, 000 (72,000 USD) - di Sarawak
dan Sabah RM 350, 000. dengan seluruh beban pajak sebesar 35 %.
2. Warga negara asing tidak diperkenankan untuk membeli tanah atau properti di atas tanah
yang telah ditetapkan dalam kerangka "Malay Reserve Land". Tanah tersebut dicadangkan
ataupun digunakan nantinya untuk fungsi social tanah/keperluan negara.
3. Warga negara asing tidak diperkenankan membeli tanah yang digunakan sebagai lahan
pertanian kecuali lebih dari lima hektar dan digunakan untuk tujuan komersial. Jadi penggunaan
lahan di bawah lima hektar oleh warga negara asing hanya diperkenankan dengan status hak
pakai.
*Sebagai tambahan, hak atas tanah di Indonesia sangatlah rumit yaitu meliputi Hak Milik, Hak
Guna Bangunan, Hak Guna Usaha, Hak Pakai, Hak Pengelolaan, Hak Sewa, dan Hak
Menumpang. Berbeda dengan negara Malaysia yang hanya terdiri dari Hak Milik
(ownership/freehold) dan Hak Pakai (Use only/leasehold)
Sumber : Hukumonline.com dan Malaysia My Second Home
2. Perbandingan hak pakai atas tanah (termasuk property apartemen) pada masing-masing
negara oleh warga negara asing dan perlunya pertambahan jangka waktu hak pakai
properti di negara Indonesia oleh warga negara asing dengan mencontoh negara Malaysia
(merujuk pada perspektif administrasi pembangunan).
INDONESIA
Hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 1985 tentang rumah susun (UURS) dan
UUPA. Dalam UUPA Hak Pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari
tanah yang langsung dikuasai oleh negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang
dan kewajiban yang ditentukan dalam surat keputusan pemberian haknya (tanah negara) atau
dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya yang bukan perjanjian sewa menyewa atau perjanjian
pengolahan (tanah milik orang lain).
Dari rumusan di atas dapat disimpulkan bahwa Hak Pakai adalah hak atas tanah
bangunan dan pertanian.
-
kata ‘menggunakan’, menunjukkan bahwa tanah itu dapat digunakan untuk bangunan
-
kata ‘memungut hasil’ menunjukkan bahwa tanah dapat digunakan untuk usaha
pertanian (sebagai faktor produksi)
Jangka waktu hak pakai atas tanah negara adalah 25 tahun, dapat diperpanjang 20 tahun
dan dapat diperbaharui sedangkan atas tanah Hak Milik 25 tahun dan tidak dapat diperpanjang.
Hak Pakai dapat diberikan selama dipergunakan untuk keperluan khusus, yaitu seperti
perwakilan negara asing dan badan organisasi internasional.
MALAYSIA
Pada Negara Malaysia pengaturan Hak Pakai atas property diatur dalam Strata Title Act
1985. Dan tidak ada perbedaan yang signifikan dari definisi Hak Pakai antara negara Malaysia
dan Indonesia. Namun perbedaan yang perlu diperhatikan adalah jangka waktu hak pakai yang
diberikan oleh pemerintah Malaysia adalah 60 tahun sampai maksimal 90 tahun dan dapat
diperpanjang.
PERLUNYA PENAMBAHAN TAHUN HAK PAKAI PROPERTI ( DI INDONESIA) OLEH
WARGA NEGARA ASING
Pasar properti di Malaysia memiliki daya tarik yang lebih bagi para investor asing. Hal
tersebut didorong karena adanya kebijakan status hak pakai properti dengan rentan waktu yang
lama. Jika melihat perbandingan masa pemilikan properti Indonesia dengan negara tetangga
memang jauh perbedaanya. Jika di Indonesia status pemilikan properti oleh orang asing hanya
sebatas 25 tahun namun di negara tetangga Malaysia dapat mencapai 90 tahun. Hal tersebutlah
yang menjadi pemicu daya tarik kalangan warga negara asing membeli properti di Malaysia.
Melihat perkembangan properti negara tetangga seperti Malaysia untuk kedepannya akan
mengalami titik cerah dalam peningkatan pasar properti khususnya untuk produk residential.
Salah satu strategi mereka dalam menarik investor properti adalah dengan mempermudah
kebijakan dalam hal kepemilikan tanah serta rentang jangka waktu hak pakai yang panjang.
Banyak keuntungan yang dapat ditimbulkan ataupun diraih jika kebijakan dalam hal pemilikan
properti tersebut diberlakukan antara lain dapat memberikan pemasukan bagi negara misalnya
adalah efek dari belanja para warga negara asing yang tinggal di negara tersebut.
Hal ini diyakini akan meningkatkan iklim investasi oleh pengusaha asing dan memperlancar arus
investasi.
3.
Pengidentifikasian administrasi pertanahan Indonesia mengacu pada sengketa lahan mbah
priok.
Seperti kita ketahui, sengketa lahan mbah priok merupakan permasalahan yang cukup
mengkhawatirkan. Selanjutnya pemerintah dituduh tidak becus dalam mengurus administrasi
pertanahan.
Surat hak atas tanah yang dimiliki oleh ahli waris mbah priok adalah eigendom
verponding (hak milik tanah zaman Belanda) yang digunakan untuk mengklaim tanah seluas 5,4
ha, namun ternyata tidak pernah tercatat secara resmi. BPN (Badan Pertanahan Nasional)
mengatakan
bahwa
surat
itu
tidak
terdaftar
di
BPN
pusat
maupun
daerah.
Namun, ahli waris tetap mengklaim kepemilikan tanah di area Mbah Priok dengan mendasarkan
pada Eigendom Verponding No 4341 dan No 1780 di lahan seluas 5, 4 ha.
Pada paparan paragraph sebelumnya sudah dijelaskan bahwa dengan diundangundangkannya UUPA maka hanya ada satu macam hukum tanah yang berlaku serentak di
seluruh wilayah Indonesia. Sejak saat itulah terdapat unifikasi status atas tanah atau dengan kata
lain tidak berlaku lagi lembaga-lembaga atau hak-hak atas tanah yang diatur oleh hukum tanah
barat maupun hukum tanah adat (konversi tanah barat dan tanah adat).
Adapun konversi yang harus dipenuhi adalah syarat konstitutif. Supaya dapat dokonversi
menjadi hak tertentu, misalnya hak eigendom verponding supaya dapat dikonversi menjadi Hak
Milik, pemiliknya harus membuktikan bahwa ia telah berkewarganegaraan Indonesia pada
tanggal 24 Sepetember 1960 yang dibuktikannya dengan surat kewarganegaraannya. Untuk
keperluan ini harus datang di Kantor Pendaftaran Tanah selambat-selambatnya dalam jangka
waktu enam bulan sejak berlakunya UUPA, yaitu samapai 24 maret 1960. Jika tidak memenuhi
syarat itu maka akan dikonversi menjadi Hak Guna Bangunan atas tanah negara dengan Jangka
waktu 20 tahun (Arie Hutagalung et al., Asas-Asas Hukum Agraria, 2005)
Oleh karenanya dapat disimpulkan bahwa sengketa lahan tersebut bukanlah salah
pemerintah. Surat tanah yang digunakan oleh ahli waris adalah surat tanah hak milik (eigendom
verponding) zaman belanda (tanah barat) yang sudah tidak terpakai dalam UUPA sehingga tidak
terdaftar di BPN. Akan berbeda ceritanya jika tanah tersebut dikonversi menjadi hak milik sesuai
syarat konstitutif yang telah dipaparkan pada paragraph di atas.
Sengketa lahan tersebut semakin memiliki kekuatan hukum tetap dimana Pengadilan
Negeri Tata Usaha Negara Jakarta Utara pada tanggal 5 Juni 2002 telah menimbang dan
memutuskan bahwa tanah tersebut secara sah adalah milik PT Pelindo II (BUMN). Hal ini sesuai
dengan hak pengelolaan lahan (HPL) Nomor 01/Koja dengan luas 145,2 ha.
BAB IV
KESIMPULAN
Untuk permasalahan unifikasi status tanah, dapat ditarik garis bahwa Indonesia lebih
maju dari pada Malaysia. Sejak diberlakukannya UUPA maka tidak ada lagi dualism ataupun
plurasisme status tanah. Berbeda dengan Malaysia yang masih plural dengan mengacu pada
KTN, Land Code, dan Land Ordinance.
Untuk pengaturan Hak atas tanah di negara Indonesia, kami melihat perlu adanya revisi.
Hak-hak atas tanah di negara Indonesia terdiri dari Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Hak Guna
Usaha, Hak Pakai, Hak Pengelolaan, Hak Sewa, dan Hak Menumpang. Berbeda dengan negara
Malaysia yang hanya terdiri dari Hak Milik (ownership/freehold) dan Hak Pakai (Use
only/leasehold). Administrasi seperti ini tidak hanya membingungkan investor asing tetapi juga
warga pribumi. Sehingga administrasi tanah dalam bentuk hak milik dan hak pakai seperti di
negara Malaysia perlu dicontoh.
Dari segi administrasi pembangunan, pemerintah Indonesia hendaknya menambah jangka waktu
hak pakai atas property baik tanah maupun condominium oleh warga asing guna menarik investor asing.
Dengan berputarnya uang asing di Indonesia, secara teoretis dapat meningkatkan perekonomian baik
dalam kesehatan iklim perdagangan maupun penambahan arus investasi. Melihat perkembangan
properti negara tetangga seperti Malaysia untuk kedepannya akan mengalami titik cerah dalam
peningkatan pasar properti khususnya untuk produk residential. Banyak keuntungan yang dapat
ditimbulkan ataupun diraih jika kebijakan dalam hal pemilikan properti tersebut diberlakukan
antara lain dapat memberikan pemasukan bagi negara misalnya adalah efek dari belanja para
warga negara asing yang tinggal di negara tersebut. Oleh karena itu ada baiknya Indonesia
mencontoh Malaysia.
Untuk permasalahan sengketa lahan mbah priok, pemerintah tidaklah salah. Hal ini
dikarenakan surat tanah ahli waris tersebut sudah kadaluarsa atau tidak sesuai dengan UUPA
yang sekarang berlaku. Pemerintah memang sering melakukan kesalahan, namun tidak berarti
pemerintah selalu berlaku salah.
DAFTAR PUSTAKA
•
Arie Hutagalung, Suparjo Suradi, Rahayu Nurwidari, Marliesa Qadarini, 2005, asas-asas
hukum agrarian, Depok, Universitas Indonesia
•
Ilhami Bisri, 2004, Sistem Hukum Indonesia, Jatinangor, PT Raja Grafindo
•
Boedi Harsono, 2003, Hukum Agraria Indonesia, Jakarta, Penerbit Djambatan
•
www.cia.gov
•
www.hukumonline.com
•
SPATIAL DATA INFRASTRUCTURE FOR MALAYSIA LAND ADMINISTRATION
Abd Halim Hamzah, Abdul Rashid Mohamed Shariff, Ahmad Rodzi Mahmud
Download