BAB III LATAR BELAKANG SURAT ROMA 1:18-32 & GAMBARAN KEHIDUPAN MASYARAKAT ROMAWI DALAM BERBAGAI ASPEK 3.1. Pendahuluan Setelah merekonstruksi perspektif dari pengalaman diskriminasi terhadap orang dengan orientasi homoseksual di Kota Kupang, maka untuk memahami teks Roma 1:18-32 perlu juga diketahui konteks yang melatarbelakangi teks tersebut. Konteks yang dimaksud mencakup latar belakang surat Roma yakni berkaitan dengan siapa penulis, tempat dan waktu penulisan, serta pola pemerintahan pada masa surat Roma ditulis dan dikirim. Selanjutnya, tentang gambaran kehidupan masyarakat Romawi dilihat dari konteks sosio politik, budaya, hukum, ekonomi, keagamaan, filsafat, seksualitas dan kehidupan orang Kristen di Roma. 3.2. Latar Belakang Penulisan Surat Roma Para ahli sepakat bahwa jemaat Roma tidak didirikan oleh Paulus bahkan Paulus belum pernah mengunjungi jemaat itu sewaktu ia menulis surat Roma. Duyverman menduga bahwa keberadaan jemaat Roma dimulai oleh orang Yahudi diaspora yang berziarah ke Yerusalem atau orang Yahudi yang telah menetap di Roma (Kisah Para Rasul 2:10; 6:9). Guthrie memperkuat dugaan ini dengan mengatakan bahwa orang Yahudi yang datang dari Roma juga hadir pada hari raya pentakosta dan bisa jadi mereka termasuk salah satu yang bertobat pada hari itu. Para petobat itu telah memiliki dasar Perjanjian Lama yang baik dan tidak mustahil mereka dapat berkarya tanpa campur tangan para rasul. Di samping itu, Duyverman juga meyakini pendapat Hort yang mengatakan bahwa pengetahuan para petobat itu tentang hidup dan pengajaran Yesus 60 akan semakin meningkat sewaktu orang Kristen yang sedang dalam perjalanan singgah dengan membawa catatan pengajaran dan khotbah rasuli. Melalui cara ini jemaat Roma pasti telah mendengar cukup banyak tentang karya dan pelayanan Paulus sebelum ia menulis surat kepada mereka, dan cukup adil untuk menganggap mereka telah mendengar tradisi Kristen mula-mula dari sumber lain.1 Mengenai identitas penulis Surat Roma, kiranya tidak perlu diperdebatkan lagi karena para ahli meyakini bahwa surat ini ditulis oleh Rasul Paulus (Roma 1:1).2 Paulus menulis surat ini tidak lama sebelum ia berangkat ke Yerusalem untuk menyampaikan pemberian atau pengumpulan dana dari jemaat Makedonia dan Akhaya (Roma 15:25). Dari surat 2 Korintus dapat diperoleh keterangan bahwa pemberian itu dikumpulkan dan diserahkan kepada Paulus pada perjalanannya yang ketiga (2 Korintus 9:1-5; 13:1). Duyverman menyatakan bahwa surat ini dikirim dari Kengkrea namun telah didiktekan lebih dahulu dalam jangka waktu tiga bulan ketika Paulus berada di Yunani tepatnya di Kota Korintus dan ditulis pada bulan pertama tahun 57 ZB (Kisah Para Rasul 20:2-3).3 Marxsen, van den End, Utley, Drane dan Guthrie juga sepakat bahwa Paulus menulis surat ini ketika ia berada di Yunani tepatnya di Kota Korintus.4 Selanjutnya, Guthrie menyebutkan bahwa surat ini ditulis sekitar tahun 57-58 ZB5 dan Bruce 1 Donald Guthrie, Pengantar Perjanjian Baru Vol. 2 (Surabaya: Momentum, 2009), 2. Banyak hal yang dikatakan penulis surat ini cocok dengan apa yang dikatakan mengenai Rasul Paulus di dalam kitab Kisah Para Rasul dan surat-surat lainnya. Bandingkanlah Roma 15:25-27 dengan Kisah Para Rasul 19:21; 20:1-5; 21:15-19; 1 Korintus 16:1-5; 2 Korintus 8:1-12 & 9:1-5 mengenai perjalanan Rasul Paulus ke Yerusalem dengan membawa persembahan dari Makedonia. Menurut Roma 11:1 & Filipi 3:5 ia berasal dari suku Benyamin. Menurut Roma 16:3 & Kisah Para Rasul 18:1-3, 18-19 ia mengenal Priskila dan Akwila. Menurut Roma 1:10-15; 15:22-32 & Kisah Para Rasul 19:21 rasul Paulus rindu mengunjungi orang-orang percaya di Roma. Kesamaan-kesamaan ini menjadi bukti yang kuat terhadap apa yang dinyatakan oleh Roma 1:1 yakni rasul Paulus adalah pengarang dari surat ini. Dave Hagelberg, Tafsiran Roma dari Bahasa Yunani (Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 2004), 4. 3 M. E. Duyverman, Pembimbing ke dalam Perjanjian Baru (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003), 99. 4 Willi Marxsen, Pengantar Perjanjian Baru (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003), 106. Th.van den End, Tafsiran Alkitab Surat Roma (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008), 3. Bob Utley, Surat Paulus Kepada Jemaat di Roma (Texas: Bible Lessons International, 2010), 2. John Drane, Memahami Perjanjian Baru (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1998), 368. Guthrie, Pengantar, 5. 5 Guthrie, Pengantar, 5. 2 61 berpendapat surat ini ditulis pada musim dingin tahun 56-57 ZB6. Groenen memperkirakan surat ini ditulis pada tahun 55/56 ZB, berdasarkan perhitungan yang dimulai pada masa jabatan Gallio gubernur Akhanya pada tahun 51 sampai dengan pertengahan 52 atau 52-53 ZB. Menurut Kisah Para rasul 18:12, Paulus berada di Kota Korintus pada saat Gallio menjabat sebagai gubernur. Menurut Kisah Para Rasul 18:11 Paulus tinggal di Kota Korintus selama satu setengah tahun. Jika berita ini tepat maka selama tahun 51-53 Paulus tinggal di Korintus, kemudian pada kesempatan lainnya yakni selama tiga bulan ia kembali tinggal di Yunani (Kisah Para Rasul 20:3). Selang beberapa waktu kemudian, Paulus pergi ke Yerusalem (Roma 15:25) dan di sana ia ditahan kurang lebih dua tahun di Kaisarea, lalu ia berlayar ke Roma dan ditahan di Roma selama dua tahun. Pelayaran ke Roma sendiri membutuhkan waktu satu tahun. Jika semuanya ini tepat, maka kerangka waktu pelayanan Paulus yang dibuat oleh Groenen adalah sebagai berikut: tahun 49-51 ZB Paulus tinggal di kota Efesus, tahun 51-53 ia tinggal di Kota Korintus, tahun 54-56 sekali lagi ia tinggal di Yunani dan berencana ke Yerusalem untuk membawakan bantuan, pada tahun 57-62 ia berada di Yerusalem, Kaisarea dan dalam tahanan Roma.7 Sebenarnya tidak ada satu pun penentuan yang mutlak tentang tahun penulisan surat Roma, namun jika kita melihat data yang ada, nampaknya kerangka waktu yang ditetapkan oleh Groenen cukup kuat mengingat patokannya yang merujuk pada masa pemerintahan Gallio, dan juga pemenjaraan Paulus tahun 62 cocok dengan pendapat para ahli yang menyatakan bahwa tahun 62 ZB adalah masa di mana Paulus diadili dan dipenjarakan di Roma. Anggota jemaat Roma terdiri dari orang Yahudi dan non Yahudi sebagai kelompok 6 7 F. F. Bruce, Dokumen-dokumen Perjanjian Baru (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1995), 93. C. Groenen OFM, Pengantar ke dalam Perjanjian Baru (Yogyakarta: Kanisius, 2006), 214-222. 62 mayoritas. Di dalam suratnya, kadang-kadang Paulus berbicara khusus kepada kelompok Yahudi misalnya dengan menyebut Abraham sebagai “bapa leluhur kita” (4:1). Pada bagian lainnya Paulus berbicara kepada orang non Yahudi (1:5 dst; 11:13; 11:28-31).8 Selain itu, pada pasal 15:16, Paulus secara khusus menulis bahwa ia adalah pelayan bagi bangsa non Yahudi. Jika surat ini hanya ditujukan bagi jemaat Yahudi tentu Paulus tidak perlu berkata demikian. Jauh sebelum Paulus menulis surat kepada jemaat di Roma, pada tahun 49 ZB Kaisar Klaudius mengeluarkan maklumat untuk mengusir orang-orang Yahudi dari Roma (Kisah Para Rasul 18:2) karena mereka dianggap sebagai sumber kekacauan atau huru-hara atas hasutan seorang yang bernama Chrestos. Marxsen menduga bahwa kemungkinan yang dimaksudkan dengan Chrestos ialah Kristus. Hal ini mungkin mau mengatakan bahwa pengetahuan tentang Kristus telah menimbulkan keresahan diantara orang-orang Yahudi di Roma.9 Menurut Riecke,10 Klaudius (41-54 ZB) pernah melarang orang Yahudi di Alexandria untuk menarik lebih banyak rekan-rekan sebangsa mereka ke kota tersebut dan ia juga menentang orang Yahudi yang memegang setiap pertemuan massa. Setelah kematian Agrippa I, ia menempatkan seluruh Palestina langsung di bawah kontrol Roma, yang menyebabkan kebangkitan gerakan fanatik Yahudi (kaum Zelot). Pada tahun 49 ZB, barangkali dalam hubungannya dengan reaksi nasionalistik ini, ada kerusuhan di antara orang Yahudi di Roma dan ada pula percekcokan tentang Mesias atau Kristus. Pada tahun 50 ZB sengketa ini menyebabkan Klaudius memerintahkan pembuangan sementara orang Yahudi dari Roma. Selanjutnya pada tahun 52 ZB, ia mengambil peran orang-orang Yahudi di Alexandria dan Palestina. Stambaugh dan Balch menjelaskan bahwa kerusuhan yang dimaksud ialah gencarnya serangan teror kaum Zelot disertai ancaman hukuman mati bagi setiap orang Yahudi yang 8 Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid II (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2008), 324. Marxsen, Pengantar, 114. 10 BO Riecke, The New Testament Era (Philadelphia: Fortress Press, 1989), 239. 9 63 bekerja sama dengan penguasa Roma. Sebuah serangan dilancarkan dari padang gurun dan hampir merebut Yerusalem, serangan ini dipimpin seorang Zelot yang digelari “orang Mesir” yang masih menjadi keprihatinan pemerintah pada saat Paulus ditangkap (Kisah Para Rasul 21:38). Para pemimpin agama dan politik, Sanhedrin memanfaatkan gejolak-gejolak ini untuk tujuan mereka sendiri, menjegal lawan-lawannya pada setiap kesempatan dan menghukum para pembangkang seperti orang-orang Kristen. Para pemimpin kharismatik pun muncul di berbagai bagian provinsi dan harapan akan pembebasan segera dari dominasi Romawi disampaikan melalui khotbah-khotbah kenabian dan sastra apokaliptik yang meramalkan bahwa orang-orang Yahudi akan menang di bawah seorang Mesias yang akan segera datang. 11 Segera setelah Klaudius digantikan oleh Kaisar Nero (54-68 ZB) orang-orang Yahudi Kristen berangsur-angsur kembali ke Roma. Inilah latar belakang keadaan jemaat waktu Paulus mengirim suratnya.12 Mengingat penulisan dan pengiriman surat ini dilakukan pada masa pemerintahan Kaisar Nero, maka tentunya kepemimpinan bahkan citra diri Nero juga telah memberikan dampak tersendiri dalam kehidupan sosial, ekonomi maupun politik di seluruh wilayah kekuasaannya. Oleh karena itu, tidak berlebihan apabila saya memaparkan sedikit keterangan atau informasi tentang kehidupan pribadi dan gambaran kepemimpinan Nero. Nero diadopsi oleh Klaudius saat berumur 11 tahun dan dibimbing oleh Seneca. 13 Sejak menempati posisi Kaisar di usianya yang masih muda yakni 16 tahun, hingga separuh masa pemerintahannya yang mengikuti pola pemerintahan Agustus, Nero dibantu oleh Burrus dan Seneca. Pada masa itu, Nero memperlihatkan kerjasama yang baik dengan senat dan membuat 11 Stambaugh & Balch, Dunia Sosial Kekristenan Mula-mula (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008), 19-20. Duyverman, Pembimbing, 96. 13 Seneca-lah yang meyakinkan Nero bahwa ia ditakdirkan menjadi suatu wahyu hidup dari Agustus dan Apollo. Dalam catatan kemenangan perang Persia, senat tahun 55 ZB mempersiapkan patung Nero dengan derajat ilahi dalam kuil Mars di mimbar Augusti, dengan demikian memperkenalkan kultus kaisar ke Kota Roma. Lukisan di atas koin memperlihatkan Nero sebagai Apollo yang memainkan alat musik lira. Nero pun berjuang dengan serius untuk memainkan peran Agustus dan Apollo secara politis. Riecke, The New Testament Era, 240-241. 12 64 beberapa konsensus yang menarik perhatian anggota-anggota senat. Suetonius mencatat bahwa Nero juga bersikap murah hati dan penuh belas kasihan, di mana ia mengurangi sejumlah pajak yang membebankan.14 Dalam bidang kemasyarakatan, ketika mengadili sebuah kasus, Nero lebih suka menunda keputusan hingga keesokan hari lalu memberikannya secara tertulis. Ia juga mengatur agar kasus harus dipresentasikan secara keseluruhan, pertama oleh satu pihak kemudian oleh pihak lainnya dan setiap hal yang memiliki hubungan harus didebat secara terpisah. Dalam mempelajari masalah hukum, ia tidak pernah berkonsultasi secara terbuka dengan para penasihat hukumnya, tetapi menyuruh mereka menulis opini, bergumul dengan semua dokumen secara pribadi, mengambil kesimpulan sendiri dan menentukan opini terbanyak.15 Dalam bidang seni, ia suka membuat puisi dan membacakannya di rumah maupun di teater. Ia juga menyukai beragam hiburan dan mencintai musik. Selama masa pemerintahannya, Nero membuat beberapa perubahan kebijakan yang positif. Terdapat banyak pelanggaran masyarakat yang ditekan dengan pemberian hukuman. Salah satu peraturan yang terkenal ialah hukum yang membatasi pengeluaran pribadi, penggantian disribusi uang tunai untuk perjamuan makan umum, dekrit yang membatasi makanan yang dijual di toko anggur, dan mencabut izin para pengendara kereta yang suka merampok atau mencuri dari para penduduk.16 Kebaikan dan kebijakan positif yang dibuat Nero segera berakhir dalam paruh ke dua masa pemerintahannya (62-68 ZB), di mana Nero mulai bertindak berdasarkan keinginannya sendiri tanpa memperhatikan pendapat senat, dan tidak segan membunuh orang yang tidak 14 Gaius Suetonius Tranquillus, Dua Belas Kaisar, trans. Robert Graves & Prisca Delima (Jakarta: Gramedia, 2012), 317-321. 15 Tranquillus, Dua Belas Kaisar, 325. 16 Tranquillus, 326. 65 sepaham dengannya. Salah satu contohnya ialah pemberian hukuman mati bagi orang Kristen sebagai sekte baru. Hukuman ini berkaitan dengan kebakaran yang terjadi pada tahun 64, di mana Nero menggunakan orang-orang Kristen sebagai kambing hitam atas peristiwa besar itu, padahal ia sendiri yang merencanakan semuanya itu.17 Suetonius mencatat beberapa sikap negatif Nero lainnya yakni ia suka keluar pada tengah malam dan menyerang orang yang ia temui. Ia juga merampok toko dan membuka pasar kecil di rumahnya dengan barang-barang curian atau melelangnya, lalu berfoya-foya dengan hasil penjualan itu. Kejahatan Nero pun semakin menjadi, di mana ia sering mengadakan pesta dan mengundang para pelacur serta gadis penari dari seluruh penjuru kota yang menjadi pelayan. Kemudian, ia mengizinkan mendirikan beberapa rumah bordil di sepanjang pantai melintasi Baiae.18 Dalam ekses seksual, Nero tidak saja menikahi sejumlah wanita, namun ia juga merayu laki-laki yang berusia muda, memperkosa Rubria seorang perawan Vesta dan mengubah seorang anak laki-laki bernama Sporus menjadi perempuan dengan cara disunat. Ia melakukan upacara pernikahan dengan Sporus yang dihadiri oleh seluruh istana. Kemudian ia membawa Sporus ke rumah dan memperlakukannya seperti istri. Hasratnya yang kuat terhadap Sporus disamakan seperti hasratnya kepada Agripina ibunya. Selain Sporus, ia juga mengawini Doryphorus, mantan budaknya.19 Nero termasuk Kaisar yang sangat boros dan hal ini terlihat dalam semua proyek 17 Pada tanggal 19 Juli tahun 64 ZB, secara tiba-tiba api berkobar di dekat Circus Maximus di Roma. Kebakaran terjadi selama enam hari dan berkobar kembali selama tiga hari, menghancurkan pusat kota. Daerah sekitar Circus Maximus dan Palatine hampir semuanya hancur, begitu juga di Subura, tempat di mana terdapat sinagoge orang Yahudi. Saat itu pemerintah mengkambinghitamkan orang kristen Romawi dan menghibur rakyat dengan cara mengeksekusi orang kristen. Kebakaran itu memberi isyarat akan kehancuran kekuasaan Nero, meskipun telah ada pengaturan untuk mempertahankan kemegahannya misalnya dengan mendirikan rumah emas dan jalan megah di Roma, dan hal ini memperkuat krisis finansial di Itali dan provinsi-provinsi. Riecke, The New Testament Era, 242-243. 18 Tranquillus, 335-336. 19 Tranquillus, 336-338. 66 arsitekturnya. Ia membangun rumah yang terentang dari Palatine sampai Esquiline yang disebutnya “jalan untuk lewat”, dan saat tempat itu terbakar pada tahun 64 ZB ia membangun kembali rumah itu dengan nama “rumah emas”. Proyek lainnya ialah menghubungkan danau Avernus dengan Ostia, dengan kanal kapal sepanjang 257 km dan selebar dua kapal quinquereme. Para tawanan dari seluruh penjuru kekaisaran digunakan dalam tugas ini, bahkan mereka yang telah dihukum berat sekalipun. Pemborosan Nero dalam proyek arsitektur membuatnya mengalami kesulitan keuangan. Demi menanggulangi masalah tersebut, ia memberlakukan sebuah peraturan yakni mengambil tanah masyarakat, mengambil hadiah yang pernah diberikan kepada kota-kota di Yunani berkenaan dengan kemenangannya dalam kontes musik atau atletik, dan ia juga merngambil barang-barang berharga, misalnya patung para dewa yang terbuat dari emas dan perak pada sejumlah kuil. Tindakan-tindakan Nero yang merugikan ini, serta berbagai kejahatan lain yang dilakukan membuatnya dibenci oleh orang-orang terdekatnya, masyarakat dan senat.20 3.3. Konteks Sosio Politik, Budaya, Hukum, Keagamaan & Filsafat Romawi Menurut tradisi, kota Roma didirikan pada tahun 752 SZB. Melalui perang maupun persekutuan terjadilah perluasan wilayah yang mencakup seluruh Italia, Afrika Utara, Spanyol, Sisilia, Sardina dan Korsika (bagian Barat Laut tengah). Di bagian Timur, Roma berhasil memperluas kekuasaannya dengan menakhlukan Yunani dan Asia Depan, kemudian menjangkau Prancis, Jerman dan Inggris di sebelah Barat dan kawasan Timur Tengah yang masih bebas. Selanjutnya, Kaisar Augustus memasukkan Mesir ke dalam negara Roma pada tahun 31 SZB. Dalam mempertahankan stabilitas negara raksasa itu, Kaisar sebagai penguasa tertinggi 20 Tranquillus, 340-356. 67 di Roma membutuhkan 6000 orang tentara inti dan bala bantuan dengan jumlah yang sama pada tiap-tiap legiun/resimen yang berjumlah dua puluhan. Pada pusat negara terdapat jaringan pemerintah rangkap dua. Di daerah perbatasan misalnya, Palestina langsung di bawah kontrol Kaisar yang diwakili oleh seorang procurator atau wali negeri. Daerah-daerah lain yang letaknya agak ke dalam langsung di bawah kontrol senat yang diwakili oleh seorang proconsul atau gubernur. Tingkat pemerintahan yang lain adalah kota. Dengan mengambil alih tata masyarakat Yunani dahulu, negara Roma khususnya di bagian Timur bertumpu pada kota-kota yang bergaya Yunani sebagai tempat kebudayaan, industri dan perdagangan. Pemerintahan kota Yunani terdiri atas beberapa tingkat, puncaknya ialah dewan, kemudian rakyat (laki-laki pribumi dewasa warga kota). Orang asing dan budak tidak mempunyai hak apapun di bidang kenegaraan. Tentu saja di kota-kota selalu ada seorang wakil Kaisar dengan para pegawainya. Seberapa jauh kedaulatan pemerintahan kota sangat tergantung pada sikap dan kemauan Kaisar. Pemerintah pusat dapat juga mencabut seluruh otonomi.21 Negara Roma tidak hanya dipersatukan oleh tata negara dan hukumnya tetapi juga kebudayaan Yunani yang tersebar diberbagai tempat khususnya di seluruh bagian Timur negeri itu. Pengaruh kebudayaan Yunani sangatlah besar sehingga di zaman Perjanjian Baru, bahasa Latin di Roma terdesak oleh bahasa Yunani sebagai bahasa orang yang berpendidikan. Saat itu kedudukan bahasa Latin menjadi sedikit rendah dan dijadikan sebagai bahasa rakyat jelata, bahasa administrasi dan bahasa segelintir sastrawan. Bahasa Yunani juga menjadi saluran pandangan hidup dan pemikiran khas Yunani karena melalui bahasa Yunani berbagai aliran dalam filsafat dan agama disebarkan ke berbagai tempat. Agama Kristen pun disebarkan dengan memakai bahasa Yunani. Daya tarik kebudayaan Yunani berkaitan dengan pendidikan, menjadi 21 C. Groenen OFM, Pengantar, 53-55. 68 suatu pra syarat untuk maju dalam bidang sosial, politik dan ekonomi. Namun, ada pula penduduk di pedesaan yang hampir tidak tersentuh oleh kebudayaan Yunani dan mereka lebih suka meneruskan kebudayaan pribumi.22 Masyarakat Yunani-Romawi terdiri atas beberapa kelas. Lapisan teratas ialah sejumlah kecil pejabat yang berkuasa, tuan-tuan tanah serta pedagang atau pengusaha besar. Merekalah yang memiliki kekayaan dan kekuasaan. Lapisan kedua ialah orang merdeka yang adalah warga kota penuh. Mereka berprofesi sebagai pegawai kecil, tukang, usahawan kecil, buruh dan sebagian kecil petani. Lapisan ini semakin lama menjadi semakin kecil karena tekanan ekonomi dan pengangguran, oleh karena itu banyak diantara mereka yang akhirnya menjadi budak atau mengikatkan diri pada orang kaya dan sangat tergantung pada majikannya. Selain itu, tidak sedikit dari mereka yang jatuh miskin lalu menjadi penjahat dan perampok. Lapisan berikutnya ialah sejumlah besar bekas budak yang telah diberi kemerdekaan oleh majikannya atau membelinya. Mereka yang benar-benar merdeka dapat menjadi warga kota dan warga negara Roma, namun kerap kali mereka merasa tetap terikat pada bekas majikan serta keluarga, oleh karena itu mereka tetap merelakan jasa dan sumbangannya. Biasanya bekas majikan serta keluarganya pun masih merasa wajib melindungi dan mendukung bekas budaknya. Lapisan yang menurut tata hukum berada paling di bawah ialah budak yang tidak mempunyai hak apapun dan dianggap sebagai barang milik majikannya. Hanya ada sedikit undang-undang yang melindungi budak terhadap kesewenangan majikannya. Budak-budak secara resmi diperdagangkan di pasar. Ada berbagai cara orang dapat menyandang status sebagai budak. Semua tawanan perang menjadi budak yang dipekerjakan dalam perusahaan negara atau dijual di pasar. Orang yang memiliki hutang dan tidak dapat melunasinya dapat menjual dirinya sebagai budak atau 22 C. Groenen OFM, 55-56. 69 dijadikan budak. Orang yang dilahirkan dari seorang ibu yang berstatus budak dengan sendirinya juga menjadi budak, meskipun ia lahir dari hubungan antara ibu dan majikan ibunya. Menurut Groenen, jumlah budak di dunia Yunani-Romawi sangat besar dan diperkirakan jumlah mereka adalah sepertiga atau seperlima dari jumlah seluruh penduduk negeri. Suatu keluarga kelas menengah saja dapat memiliki sekitar delapan budak. Groenen menyebutkan bahwa keluarga Kaisar di Roma pernah memiliki 20.000 budak.23 Dalam konteks Hukum, ketika kekaisaran semakin berkembang, salah satu cara untuk menarik kesetiaan dari bangsa-bangsa yang dikuasai oleh Romawi ialah dengan menghadiahkan kewarganegaraan Romawi yang mencakup tanggung jawab mengabdi di legiun-legiun tentara. Mereka yang telah menjadi warga negara Roma memiliki hak istimewa untuk memberikan suara dalam dewan-dewan rakyat Romawi, mendapat perlindungan penuh hukum Romawi, serta pengecualian dari pembayaran sebagian besar pajak. Kewarganegaraan Romawi dapat diperoleh dengan beberapa cara. Cara yang paling sederhana ialah dilahirkan sebagai anak dari seorang ayah Romawi. Cara lainnya ialah menjadi warga suatu kota asing yang telah mendapatkan secara massal kewarganegaraan Romawi. Kadang-kadang kewarganegaraan diberikan kepada kelas bangsawan yang berkuasa dari suatu kota provinsi tertentu, atau seseorang juga dapat memperolehnya dari Kaisar, senat maupun seorang jenderal di lapangan sebagai hadiah atau pemberian untuk pengabdian yang setia. Status warga negara tersebut sudah pasti akan diwarisi oleh anak-anak. Para pasukan yang bukan warga negara tetapi mengabdi lebih lama, bila mereka diberhentikan dengan hormat setelah mengabdi selama 25 tahun, maka mereka akan memperoleh kewarganegaraan kekaisaran Romawi yang dapat diteruskan kepada anak-anaknya. Budak-budak yang dibebaskan oleh tuan mereka yang sudah memiliki kewarganegaraan akan mendapatkan hak-hak kewarganegaraan yang terbatas. 23 C. Groenen OFM, 59-60. 70 Masih dalam kekaisaran Romawi, orang-orang pribumi yang telah memperoleh kewarganegaraan Romawi dapat menikmati status yang sama seperti warga negara Romawi lainnya, tetapi mereka harus terus memberikan sumbangan untuk kesejahteraan dan pemeliharaan kota mereka sebagaimana ditetapkan dalam dekrit Agustus. Baik warga negara Romawi maupun warga negara kota-kota merdeka, dapat memilih apakah mereka akan diadili oleh pengadilan setempat atau oleh pengadilan Romawi, antara pengadilan gubernur atau pengadilan Kaisar. Penduduk di bagian Timur Yunani yang bukan warga negara Romawi biasanya tunduk pada hukum-hukum setempat di mana pun mereka berada. Di Roma sendiri, orang-orang Romawi tunduk pada undang-undang republik yang lama, serta peradilan dan hukuman yang tercantum di dalamnya. Berbagai kasus yang melibatkan orang-orang Romawi dan orang asing akan diperhadapkan dengan hakim khusus. Warga negara Romawi selalu mempunyai hak untuk naik banding atas keputusan hukuman mati.24 Dalam hal mengadili berbagai tindakan kriminal, dibentuklah pengadilan-pengadilan juri yang terpisah untuk mendengarkan proses-proses peradilan dalam berbagai kategori spesifik misalnya zinah, pemalsuan, pembunuhan, suap dan pengkhianatan. Dalam menghadapi kasus hukum, hakim mempunyai kekuasaan untuk menentukan manakah perilaku yang legal dan tidak legal, serta hukuman apakah yang tepat sesuai dengan nasihat dewan. Di kota Roma, hakim yang tepat ialah pemimpin kota yang pada pengangkatannya mengeluarkan sebuah surat keputusan berisi prinsip-prinsip yang dapat digunakan olehnya dan juga dewan untuk menentukan kasus-kasus luar biasa. Di propinsi, hakim yang tepat adalah gubernur.25 Oleh karena tidak adanya hukum formal yang menetapkan tuduhan-tuduhan yang 24 Stambaugh & Balch, Dunia Sosial, 23-24. Seorang gubernur hanya terlibat dalam masalah yang serius khususnya menyangkut ketertiban umum. Masalah-masalah hukum yang lebih kecil diserahkan kepada para pejabat setempat dengan tetap menaati sistemsistem lama dari masing-masing kota atau kerajaan. 25 71 didengar pada pengadilan semacam itu dan yang menentukan hukumannya, maka hakim yang mendengar cognition extraordinaria (jalannya perkara) mempunyai kebebasan dalam menghadapi masalahnya. Hakimlah yang harus memutuskan apakah ia akan menerima atau menolak tuduhan dan mempertimbangkan apakah perilaku yang dituduhkan pada seseorang merupakan kejahatan atau bukan.26 Hukuman yang dikenakan setelah seseorang dinyatakan bersalah sangatlah beragam sesuai dengan penilaian hakim dan penasihatnya, juga berdasarkan sifat kejahatan. Hukuman yang termasuk ringan ialah denda. Ketika seseorang harus masuk ke dalam penjara, itu tidak termasuk dalam kategori hukuman, melainkan penahanan sebelum proses peradilan atau pelaksanaan hukuman berlangsung. Hukuman penjara yang lama sebanding dengan pembuangan ke sebuah pulau atau kota yang jauh untuk masa yang tidak terbatas, bahkan seumur hidup. Dalam kasus-kasus yang lebih serius, apabila terdakwa berasal dari kelas bawah, kemungkinan ia akan kehilangan kemerdekaannya dan dijual sebagai budak atau dijatuhi kerja paksa seumur hidup di tambang-tambang atau di arena gladiator. Sebelum dikirim, ia akan dipukul dengan cambuk yang tajam. Pukulan dengan cambuk yang tajam (flagellum) juga berlaku bagi terpidana mati. Hukuman mati dikenakan secara spesifik untuk kejahatan-kejahatan tertentu, misalnya seorang yang membunuh orang tuanya akan dimasukan dalam sebuah karung yang dijahit dan dilemparkan ke dalam sungai. Seorang perawan “vestal” yang telah bersumpah kesucian dan melanggar sumpahnya akan dikubur hidup-hidup. Mereka yang bersalah karena kejahatankejahatan lain tertentu akan dilemparkan dari batu karang Tarpeius. Orang-orang Romawi terkemuka dan para tahanan perang secara efisien dicekik di dalam penjara atau diperintahkan untuk bunuh diri oleh Kaisar. Selain itu ada pula penyaliban yang dikhususkan bagi para budak 26 Stambaugh & Balch, 25. 72 dan para tahanan perang yang kejam, meskipun hukuman ini juga dikenakan pada warga negara. Membakar seseorang pada salib pada mulanya adalah hukuman pembalasan Romawi kuno untuk pelaku pembakaran, dan Nero telah melakukan hal itu kepada orang Kristen yang dituduh membakar Kota Roma pada tahun 64 ZB.27 Menilik konteks ekonomi, relasi yang terjalin pada zaman Yunani kuno dalam konteks sosio ekonomi ditandai dengan pemberian yang saling menguntungkan. Artinya, pertolongan yang diberikan kaum bangsawan baik kepada sesama golongan bangsawan, maupun sanak keluarga dan tetangga yang miskin selalu dilakukan demi mendapatkan imbalan. Kepada sesama kaum bangsawan, mereka mengharapkan relasi yang baik, hadiah dan hubungan yang lebih erat. Namun bagi sanak saudara dan tetangga yang miskin, mereka mengharapkan dukungan politik, bantuan sewaktu panen dan dukungan dalam persaingan dengan kaum bangsawan lainnya. Kalau semua itu terpenuhi maka perlindungan fisik, pinjaman dan pemberian dalam waktu kesusahan akan diberikan kaum bangsawan kepada mereka. Dalam tradisi Romawi, kaum bangsawan pun mengembangkan hubungan persahabatan timbal balik. Bagi sesama bangsawan, mereka saling mengharapkan perlakuan yang ramah dan pinjaman ketika mereka membutuhkan, atau dukungan politik apabila mereka sedang mengincar suatu jabatan. Mereka yang berstatus sosial tinggi biasanya memberikan makanan atau uang kepada bawahan. Para pelindung kota memberikan gedung-gedung dan dana untuk kota-kota. Para pangeran menyumbangkan saluran-saluran air dan kuil-kuil untuk kerajaan-kerajaan klien mereka. Segala pemberian dilakukan dengan harapan akan balasan kesetiaan, kehormatan, dukungan militer dan bukan balasan berupa uang.28 Kekayaan materi di dunia Yunani-Romawi dibagikan dengan sangat tidak merata. 27 28 Stambaugh & Balch, 28-29. Stambaugh & Balch, 66-67. 73 Mereka yang memiliki status sosial tinggi biasanya berjumlah sedikit, namun merekalah yang menguasai sebagian besar tanah dan sumber-sumbernya, sedangkan golongan rendah harus puas dengan sarana yang minim dan hidup hemat. Kaum bangsawan menghabiskan banyak uang dalam kampanye-kampanye pemilihan umum dan juga pada masa jabatan mereka. Kelas atas hidup dengan konsumsi yang berlebihan dan kekayaan mereka dijadikan bukti status sosial dan politik. Orang miskin yang bekerja susah payah dengan tangannya sendiri dan menyewakan diri di bawah perintah orang lain dinilai dengan rasa muak daripada belas kasihan.29 Kehidupan perekonomian masyarakat sangat ditentukan oleh pertanian dan peternakan, terutama oleh pertanian di mana tanah adalah sesuatu yang sangat substansial, sumber kekayaan dan penyokong keberlangsungan sosial.30 Tanah dapat digunakan untuk menanam padi dan berbagai jenis sayuran maupun biji-bijian sebagai bahan makanan yang akan dijual maupun untuk dikonsumsi sendiri. Umumnya tanah pertanian diolah dengan tiga cara yakni pertama, tanah pertanian pribadi yang berukuran kecil biasanya diolah oleh pemiliknya sendiri, para anggota keluarga atau bisa juga beberapa budak. Kedua, seorang tuan tanah kaya yang mempunyai lahan berukuran besar akan membagi tanah tersebut menjadi lahan-lahan kecil untuk disewakan kepada para petani penggarap berdasarkan suatu pengaturan sewa. Ketiga, tanah yang berukuran luas akan diolah secara langsung oleh sekumpulan budak di bawah pengawasan satu atau lebih penatalayan yang sebenarnya juga adalah budak namun kesetiaan dan kecakapan organisasinya terbukti baik. Dari segi peternakan, domba, kambing dan sapi memberikan susu, wol, daging dan kulit yang melimpah.31 Selanjutnya dalam konteks keagamaan, Roma tidak hanya mempersatukan berbagai bangsa dan kebudayaan tetapi juga berbagai macam agama dan aliran kepercayaan. Negara 29 Stambaugh & Balch, 68-69. C. Harold King, A History of Civilization (New York: Charles Scribner’s Son), 200. 31 Stambaugh & Balch, 72-73. 30 74 Roma sangat toleran terhadap segala sesuatu asal tidak mengancam kesatuan politis negara. Keterbukaan Roma terhadap berbagai macam agama dan aliran kepercayaan menyebabkan sinkretisme di mana orang cenderung menganggap dewa-dewi bangsa lain sama atau identik dengan apa yang sudah mereka kenal di negerinya sendiri. Orang Yunani menganggap Osiris dewa Mesir identik dengan Dionisus dewa mereka sendiri. Sinkretisme juga adalah kecenderungan seseorang untuk mengakumulasikan berbagai atribut dewa lain, sehingga Isis kemudian dianggap memiliki sifat-sifat ilahi Aprodite, Demeter, Atena, dan sebagainya yang menampakan seorang dewi yang mencakup semuanya. Di Mesir, para teolog selama beribu-ribu tahun cenderung menafsirkan dewa-dewa yang berbeda itu sebagai penampakan dari satu dewata. Para teolog Yunani-Romawi pun demikian, dengan mengandalkan sumber-sumber dari dunia Timur, mereka mengidentifikasikan berbagai dewa dalam diri satu dewata yang diungkapkan dalam seruan-seruan populer misalnya “Zeus Hades dionisus adalah esa” atau “Zeus Sarapis adalah esa”. Terkait keberadaan berbagai macam agama di Romawi, Groenen melaporkan bahwa umumnya agama-agama itu berciri amoral. Cerita-cerita di sekitar dewa-dewi serta perilaku mereka bukanlah cerita yang membina moral yang sehat. Kemerosotan moral memang tidak bisa digeneralisasikan pada semua masyarakat Roma, namun hal itu terjadi di mana-mana dan dilakukan oleh kalangan atas maupun masyarakat umum. Selain penyembahan terhadap para dewa-dewi,32 ada juga penyembahan terhadap Kaisar. Pemujaan Kaisar sendiri sebenarnya bukan tradisi asli Romawi tetapi diserap dari kawasan 32 Secara tradisional orang-orang Romawi menyembah banyak dewa-dewi, diantaranya Mars sebagai dewa perang atau Venus sebagai dewi cinta. Dewa-dewi itu diperintah oleh dewa tertinggi yang bermana Jupiter. Walau pun demikian, orang-orang Romawi lebih banyak memberikan perhatian kepada kekuatan militer dan sistem-sistem peradilannya daripada penyebaran agama. Mereka membolehkan bangsa-bangsa yang telah ditakhlukan untuk tetap memeluk agama dan meneruskan tradisinya masing-masing. Hal itu dilakukan agar dapat mencegah bangsa-bangsa itu memberontak atau menolak adat-istiadat masyarakat Romawi. David F. Hinson, Sejarah Israel Pada Zaman Alkitab (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010), 263. 75 Timur di mana para raja dianggap dan dipuja sebagai dewa atau penjelmaan dewa atau keturunan dewa. Ketika Roma menyerap tradisi ini, maka setelah mangkat, para Kaisar secara resmi dinyatakan oleh senat sebagai dewa dan patut dipuja. Pemujaan Kaisar sebenarnya ditujukan terutama atas dasar pertimbangan politis yakni untuk mempersatukan dan memantapkan negara, serta menjadi tanda bukti kesetiaan kepada negara. Menolak menyembah Kaisar artinya menghkianati negara atau menjadi musuh negara.33 Dalam hal filsafat, Roma juga dipengaruhi oleh pemikiran filsafat Yunani. Aliran filsafat yang sangat mempengaruhi pandangan orang Romawi ialah aliran Stoa. Aliran ini telah ada jauh sebelum Rasul Paulus menulis surat kepada jemaat di Roma yakni sekitar tahun 300 SZB. Aliran ini berisi ajaran bahwa dunia yang kita tempati adalah dunia yang materiil, ilahi dan sekaligus rasional. Alam semesta dikuasai oleh logos (akal budi ilahi). Logos adalah hukum alam universal yang mendasari atau yang menentukan segala sesuatu secara pasti. Oleh karena logos adalah hukum alam, maka manusia harus hidup sesuai dengan hukum alam atau takdirnya.34 Penyesuaian diri dengan hukum alam inilah yang menjadi prinsip dasar etika Stoa. Dalam proses penyesuaian itu, manusia menjadikan alam semesta sebagai miliknya, pertama-tama sebagai tubuhnya sendiri, kemudian lingkungan dekatnya dan pada akhirnya mencakup seluruh realitas. Ketika manusia telah menyatu dengan seluruh realitas yang ada, di situlah ia menemukan identitas yang sebenarnya. Menurut Stoa, koordinat dasar bagi hidup manusia terdiri dari dua hal yakni apabila manusia berbuat baik, maka itu berarti ia dapat menyesuaikan diri dengan alam, sekaligus menunjukan bahwa ia tidak dapat dilepaskan dari takdir semesta. Sebaliknya, jika manusia berbuat buruk, artinya ia menolak atau tidak mau menyesuaikan diri dengan alam. Kebebasan 33 C. Groenen OFM, 62. Franz Magnis Suseno, Pustaka Filsafat: 13 Tokoh Etika Sejak Zaman Yunani Sampai Abad ke-19 (Yogyakarta: Kanisius, 1997), 55-56. 34 76 manusia tercapai apabila secara sadar ia mau dan rela menyesuaikan diri dengan hukum alam. Di sini, etika Stoa menuntut mental yang kuat. Ciri lain etika Stoa ialah yang menekankan pada peran kehendak. Stoa tidak mencari perasaan nikmat dan perasaan bahagia. Kebahagiaan manusia terletak di dalam keutamaan moral. Tindakan yang baik dalam arti moral adalah tindakan yang bukan saja sesuai dengan hukum alam, namun tindakan yang dilakukan demi hukum alam. Keutamaan manusia adalah kesadaran akan kewajiban, di mana manusia dituntut untuk menyangkal diri, melepaskan diri dari segala ketergantungan pada benda-benda duniawi yang tidak memiliki arti apa-apa. Manusia harus bersikap keras pada dirinya sendiri, menaklukan hawa nafsu dan kecenderungan lain yang rendah. Di samping kebijaksanaan moral, Stoa juga mengutamakan keadilan, keberanian, penguasaan diri dan kemanusiaan.35 Selain Stoa, aliran filsafat lain yang juga berpengaruh dalam dunia Yunani-Romawi ialah aliran Epikurus. Berbeda dengan orang Yunani yang mendebatkan apa yang terjadi sesudah kematian, pengikut aliran Epikurus justru tidak mempersoalkan hal itu. Menurut mereka, kematian adalah akhir.36 Satu-satunya cara untuk menemukan makna hidup adalah sedapat mungkin menjauhkan diri dari kematian. Aliran ini menjunjung tinggi kesenangan yang didapat melalui jalinan persahabatan dan perasaan yang tenang.37 3.4. Seksualitas dalam Konteks Budaya Romawi Orang Romawi memahami homoseksualitas sebagai bagian dari ars erotica (seksualitas yang bersifat bebas, mengekspresikan dirinya tanpa kesukaran, dikembangkan dengan efektif 35 Magnis Suseno, Pustaka Filsafat, 57-60 Kematian juga bukanlah sesuatu yang menyakitkan sebab selama manusia hidup, kematian tidak bersama manusia. Ketika kematian datang, itu pun tidak berarti apa-apa karena manusia sudah tidak ada lagi. Jostein Gaarder, Dunia Sophie: Sebuah Novel Filsafat (Bandung: Mizan Pustaka, 2006), 155. 37 John Drane, Memahami Perjanjian Baru (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1998), 25. 36 77 dan selalu dicurahkan pada diskursus seni erotis).38 Dalam ars erotica, kebenaran tentang seksualitas diperoleh dari kenikmatan itu sendiri dan dianggap sebagai praktik yang dapat dipetik sebagai pengalaman. Kenikmatan diperhitungkan bukan dalam kaitannya dengan hukum (yang dibolehkan dan yang dilarang), juga bukan mengacu pada kriteria kegunaan, melainkan mengacu pada dirinya sendiri. Kenikmatan dikenali sebagai kenikmatan, sesuai dengan intensitasnya, kualitasnya, julatnya, pantulannya dalam badan dan jiwa. Pengetahuan seksualitas semacam itu harus dituangkan kembali sesuai dengan ukuran yang tepat di dalam kegiatan seksual itu sendiri. Dengan demikian, terbentuk suatu pengetahuan yang tetap merupakan rahasia, karena menurut tradisi, pengetahuan itu akan kehilangan efektivitas dan kebajikkannya jika dibeberkan.39 Meskipun seks diarahkan untuk kesenangan, namun harus diperhatikan kuantitasnya yaitu tidak boleh kalau berlebihan.40 Bagi orang Romawi, kejantanan adalah sesuatu yang sangat berharga terkait dengan kekuatan dan dominasi serta konsep sebagai penakluk. Pemuda Romawi biasanya dididik untuk menguasai dunianya. Pertama-tama ia harus menguasai senjata, hukum dan otoritas serta bahasa. Sejak masa kanak-kanak ia harus mulai belajar memaksakan kehendaknya terhadap orang-orang yang berada di bawahnya yakni kepada budak di rumah maupun orang lain dengan kelas sosial yang rendah. Sama sekali tidak diragukan ia juga diajarkan bahwa dominasinya itu harus melebar hingga ke nafsu seksual.41 Sejak awal masyarakat Romawi menerima sepenuhnya bahwa anak laki-laki secara seksual memang menarik. Orang-orang Romawi mempunyai hak untuk bercinta dengan budaknya. Cicero melakukan hal itu dengan Tullius Tiro budaknya, bahkan sesudah budak itu 38 Michel Foucault, “Seksualitas & Kekuasaan” dalam Jeremy R. Carrette (ed.), Agama, Seksualitas & Kebudayaan: Esai, Kuliah & Wawancara Terpilih Foucault (Yogyakarta: Jalasutra, 2011), 170. 39 Michel Foucault, The History of Sexuality (New York: Pantheon Books, 1978), 57. 40 Moh Yasir Alimi, Dekonstruksi Seksualitas Poskolonial: Dari Wacana Bangsa HIngga Wacana Agama (Yogyakarta: LKiS, 2004), 47. 41 Colin Spencer, Sejarah Homoseksualitas (Yogyakarta: Kreasi Wacana 2011), 70-71. 78 dimerdekakannya. Selain itu, budak-budak tertentu juga secara khusus dibeli karena kualitas seksual dan keelokannya.42 Beberapa lakon dari Plaute sering menyindir praktik seksual semacam itu dengan adegan ejekan berulang-ulang terhadap seorang budak, yang mengingatkan bahwa majikan sedang menunggu dirinya oleh karena itu ia harus segera mengambil posisi untuk berhubungan seksual dengan kedua tangan menyentuh tanah sebagaimana kedua kakinya (posisi yang mirip dengan binatang berkaki empat). Namun, sama sekali tidak dapat dipastikan bahwa orang-orang Romawi hanya mengejar para budak. Polybe seorang sejarawan Yunani ketika berkunjung ke Roma pada abad ke II mensinyalir bahwa sebagian besar anak-anak muda lakilaki di sana mempunyai kekasih laki-laki. Juvenal, seorang sejarawan Romawi mencatat bahwa menjelang abad 1 ZB Roma sudah sedemikian kehilangan rasa malu sehingga orang tidak perlu lagi membayar orang lain agar mau “berada di bawahnya”, malahan mereka bersedia membayar agar orang mau “menungganginya”. Saat itu masyarakat juga melakukan praktik perkawinan antara dua orang laki-laki dan praktik ini kelihatannya di dukung karena ada contoh yang berasal dari kalangan atas yaitu kaisar Nero yang mengawini anak laki-laki bernama Sporus, mencium dan memeluknya di muka umum, juga mengawini Doryphorus, mantan budaknya. Menjelang abad ke II ZB, cinta terhadap anak laki-laki mulai menjadi mode. Jika seorang laki-laki dewasa mencari kasih sayang yang lebih pasti, kehormatan dan kesetiaan, maka ia akan memilih seorang wanita. Namun, jika ia ingin mencari kepuasan seksual yang dianggap menyenangkan maka ia akan memilih anak laki-laki muda. Inilah praktik yang menjadi mode dan bisa diterima secara sosial, serta di puji-puji dalam literatur.43 42 Persoalan orientasi seksual bukanlah hal yang penting bagi bangsa Romawi sehingga hubungan seksual sesama jenis, khususnya antara majikan dengan budak adalah hal yang umum. Pranoto Iskandar, Pengantar HAM Internasional: Sebuah Pengantar Kontekstual (Cianjur: IMR Press, 2010), 98. 43 Spencer, 75. 79 Kesenangan menurut orang-orang Romawi adalah kejantanan atau yang berperan sebagai subjek – aktif, namun si penerima kesenangan itu atau yang berperan sebagai objek – pasif dianggap pelayan. Dengan demikian, seorang tuan yang berhubungan seks dengan budaknya akan berperan sebagai subjek. Jika peran itu terbalik (seorang budak menempati posisi sebagai subjek), maka hal itu dianggap sebagai suatu yang memalukan atau tercela.44 Hal itu juga berlaku bagi laki-laki dewasa dan anak laki-laki yang masih muda. Meskipun pemahaman tersebut diketahui oleh masyarakat, namun menurut Juvenal, sikap masyarakat Roma terhadap persoalan seksualitas sebenarnya tidak terlalu jelas pada saat itu. Sebagai contoh, Julius Caesar pernah mengambil posisi sebagai objek pasif – yang seharusnya diperuntukan bagi para budak dan anak laki-laki muda – ketika ia menjalin hubungan dengan seorang raja dari Bithynia bernama Nicomedes. Bersamaan dengan itu, Caesar juga memiliki reputasi sebagai penakluk wanita sekaligus para prajurit laki-laki sehingga orang sering menyebutnya sebagai omnium virorum mulier, omnium mulierum vir (wanita untuk semua lakilaki dan laki-laki untuk semua wanita). Contoh lainnya ialah kaisar Gaius Caligula (37-41 ZB) yang dikatakan memiliki hubungan seksual yang aktif maupun pasif dengan Marcus Lepidus, Mnester seorang penari pantomim dan sejumlah orang asing. Seorang pemuda dari keluarga konsul bernama Valerius Catullus pernah mengumumkan di depan umum kalau Gaius telah menjadi mitra seksual pasifnya. Selain itu, Gaius juga melakukan inses dengan saudari-saudarinya dan memiliki hubungan asmara dengan seorang wanita tuna susila bernama Pyrallis.45 Selain Julius Caesar dan Caligula, kebebasan menikmati cinta birahi juga dilakukan oleh dua kaisar lain yang memerintah sebelum Nero. Kaisar Agustus (27 SZB - 14 ZB) pernah 44 45 Spencer, 76. Tranquillus, 248. 80 berhubungan seks dengan Julius Caesar, Aulus Hirtius Gubernur Spanyol, dan bersetubuh dengan istri musuh-musuhnya.46 Kaisar Tiberius (14-37 ZB) gemar berhubungan seks dengan anak laki-laki maupun perempuan di suatu tempat bernama Capreae, ia juga memperkosa seorang pelayannya dan adik si pelayan.47 Mengenai pelacuran, kalender Romawi memperingatkan tentang sebuah pesta yang tidak hanya ditujukan untuk para pelacur perempuan, tetapi juga untuk kolega laki-laki mereka. Kaisar Agustus membebani mereka dengan pajak penghasilan, dan memberikan mereka masa cuti secara legal. Ada keraguan bahwa pelacur laki-laki lebih besar penghasilannya dibandingkan dengan rekan perempuan mereka.48 Keberadaan pelacuran ini juga menunjukan bahwa di dalam masyarakat Yunani-Romawi, perkawinan kurang dilihat sebagai penyalur dan pengatur seksualitas. Di dalam perkawinan, seksualitas harus melayani kepentingan sosio-ekonomis dan bukan keperluan pribadi. Lembaga perkawinan harus menjamin keberlangsungan keluarga, kekayaan ekonomisnya dan memperkuat status sosial. Di luar perkawinan, seksualitas, khususnya seksualitas laki-laki, dapat dilayani dengan berbagai cara salah satunya dengan pelacuran yang tersebar luas, khususnya di kota-kota besar. Eros atau cinta berahi diluhurkan dan dijunjung tinggi, tetapi dilepaskan dari perkawinan.49 Menyangkut biseksual, keberadaannya merupakan sesuatu yang dapat diterima begitu saja sebagai bagian dari seksualitas maskulin. Sekalipun demikian, para lelaki ternyata tidak dapat menerima perilaku homoseksual istrinya karena lesbianisme dianggap menghina laki-laki Romawi, dan merampas hak laki-laki untuk mendapatkan kesenangan. Hal ini dikatakan sebagai usaha perempuan untuk merampas peran laki-laki. Jika seorang perempuan dapat menyalurkan 46 Tranquillus, 126. Tranquillus, 190-191. 48 Spencer, Sejarah Homoseksualitas, 72. 49 C. Groenen, OFM, Perkawinan Sakramental: Anthropologi dan Sejarah Teologi, Sistematik, Spitirualitas, Pastoral (Yogyakarta: Kanisius, 1993), 88. 47 81 sendiri nafsu seksnya, maka tentu saja ia akan mengambil tempat pertama dalam sidang-sidang dan dalam medan pertempuran. Sebagaimana diketahui, predikat kejantanan melekat pada laki-laki Roma, mencakup kekuatan dan dominasinya dalam segala aspek kehidupan termasuk seksualitas. Apabila perempuan (istri) dapat menyalurkan hasrat seksualnya tanpa intervensi laki-laki (suami) maka itu berarti perempuan sebenarnya mampu hidup tanpa kekuatan dan dominasi laki-laki atas dirinya. Kejantanan laki-laki terkebiri oleh kemampuan perempuan untuk memperoleh kesenangan dengan caranya sendiri. Dengan kata lain, agaknya ada kekhawatiran para suami terhadap kemungkinan semakin menguatnya posisi istri-istri mereka baik dalam rumah tangga maupun ranah publik. Dalam struktur dasar keluarga Romawi, suami memiliki kekuasaan atas banyak harta dan kesempatan untuk menjalankan kekuasaan.50 Apabila kesempatan berkuasa diambil alih sepenuhnya oleh istri karena ia tidak lagi membutuhkan intervensi suami, maka ia juga dapat menjadi pemimpin bagi dirinya sendiri maupun anak-anak. Bukan tidak mungkin hal ini dapat terjadi karena meskipun rumah tangga Romawi didasarkan pada sistem patriarkhal, ternyata para istri, khususnya dari golongan atas, sudah memiliki peran yang penting dalam rumah tangga yakni mengurus rumah tangga, mengawasi para pelayan dan budak laki-laki serta mendidik putra-putrinya.51 Kesempatan untuk memiliki peran yang lebih besar terbuka lebar baginya apabila dominasi suami melemah. Bilamana dominasi suami mulai melemah, sebagai contoh dapat dilihat pada abad ke 2 SZB terkait perubahan aturan dalam perkawinan. Perempuan yang sejak semula tidak berhak atas harta dan kebebasan dalam menentukan pilihan apakah ia harus bercerai dengan suaminya 50 Deborah F. Sawyer, Women and Religion in The First Christian Centuries (New York: Routledge, 1996), 51 Deborah F. Sawyer, Women, 17. 18. 82 atau tidak, kini mendapatkan hak dan kebebasannya melalui pemberlakuan hukum free marriage.52 Tidak hanya itu, hukum tersebut juga mengantarkan perempuan untuk mendapatkan tempat yang lebih baik dalam ranah publik, di mana mereka memiliki kesempatan besar dalam dunia pendidikan, mempelajari seni, mendalami berbagai literatur, dan sebagainya.53 Kesempatan perempuan yang sedemikian besar ini dapat saja menghantarkannya pada tempat pertama atau posisi penting yang sebelumnya didominasi oleh laki-laki. Maka, sangat wajar bila para suami merasa khawatir akan tersaingi oleh istri-istri mereka baik dalam urusan rumah tangga maupun urusan publik. Terlepas dari analisa ini, keberadaan para lesbian memang nyata ada dalam dunia Romawi. 3.5. Orang Kristen di Roma Pada mulanya, masyarakat Roma menganggap agama Kristen hanya sebagai bagian dari agama Yahudi. Sebagaimana agama Yahudi dibiarkan hidup oleh Roma dan penganutnya diperbolehkan melakukan ibadat tanpa gangguan, agama Kristen pun dibiarkan berkembang. Dalam waktu yang singkat ajaran-ajaran Kristus mulai menyebar ke seluruh kekaisaran Romawi. Tanpa disadari penyebaran tersebut dibantu oleh cara-cara dalam kekaisaran Romawi, misalnya bahasa Yunani dan Latin, bahasa yang umum digunakan di dunia Yunani-Romawi dipakai dalam pelaksanaan misi. Jaringan kota dan jalan-jalan Romawi yang memang dirancang untuk memperlancar pemerintahan dan perdagangan, juga mempermudah tugas penyebaran Injil Kristen. Tidak seperti orang Yahudi yang membenci orang non Yahudi di Roma dan menjauhkan 52 Sebelum hukum free marriage dibuat, yang berlaku adalah hukum 12 Tabel (451-450 SZB), di mana hukum ini menetapkan bahwa seumur hidup perempuan harus berada di bawah kekuasaan laki-laki. Anak perempuan harus hidup di bawah penguasaan ayahnya dan ketika menikah maka ia berada di bawah kekuasaan suaminya. Sawyer, Women, 19. 53 Sawyer, Women, 25. 83 diri dari mereka, orang Kristen justru memasuki dunia mereka.54 Kota-kota besar adalah tempat yang pertama-tama menerima pemberitaan Injil. Kota-kota tersebut adalah pusat komunikasi dalam propinsi-propinsi yang berbeda dan menjadi markas besar dari pekerja misi yang dikirim ke seluruh penjuru Roma. Injil juga diberitakan dengan sangat cepat kepada masyarakat desa namun kemajuan dirasa lambat karena umumnya masyarakat desa kurang dapat menerima para pemberita Injil dan sangat terikat pada penyembahan berhala.55 Pemberitaan Injil ke kota-kota di kekaisaran Romawi dilakukan oleh orang-orang Yahudi yang hadir pada peristiwa Pentakosta, para rasul yang mencakup murid-murid Yesus yang pertama, Paulus, juga kaum perempuan yang berkeliling untuk berkhotbah dan mendirikan selsel Kristen dengan pengakuan bahwa mereka memiliki kewibawaan kharismatis langsung dari Allah (Roma 16:7, I Korintus 15:5-9, Galatia 1:1, 17, 19). Ketika seorang rasul tiba di sebuah kota yang baru, ia akan membuat kontak pertama dengan Sinagoge atau di tempat tinggal orang Yahudi, juga di antara para tukang yang keahliannya sudah dikenal seperti Akwila dan Priskila di Korintus (Kisah Para Rasul 18:24). Orang-orang Kristen yang baru atau jemaat mula-mula biasanya mendengar berita Injil pada tingkat kontak pribadi, teman-teman dan kenalan.56 Kebanyakan pertemuan jemaat mula-mula berlangsung di rumah-rumah tangga Yunani-Romawi.57 Jemaat rumah ini adalah basis bagi 54 Philip Sherrad, Abad Besar Manusia: Sejarah Kebudayaan Dunia – Bizantium (Jakarta: Tira Pustaka, 1983), 16. 55 Henry C. Sheldon, History of the Christian Church (New York: Hendrickson Publishers, 1988), 180. Stambaugh & Balch, 54-55. 57 Dari Efesus, Paulus mengirimkan salam dari Akwila dan Priskila serta jemaat di rumah mereka kepada jemaat di Korintus (I Korintus 16:19). Tiga ayat lainnya yakni Roma 16:5, Filemon 1:2 dan Kolose 4:15 memakai rumusan yang sama. Paulus juga mencatat bahwa ia telah membaptiskan keluarga Stefanus ketika ia berada di Korintus (I Korintus 1:16), demikian pula orang-orang Kristen yang disebutkan dalam Roma 16:14-15 kemungkinan adalah anggota tiga jemaat rumah tangga. Lukas juga menempatkan rumah tangga sebagai lokasi yang penting dalam kisahnya tentang kekristenan mula-mula. Khotbah-khotbah misi dan apologetis di sampaikan di tempattempat umum, namun kehidupan jemaat terjadi di rumah-rumah. Setelah Yesus naik ke Sorga, kesebelas murid, para wanita, dan ibu serta saudara-saudara Yesus berkumpul di sebuah “ruang atas” (Kisah Para Rasul 1:13), di rumah 56 84 Gereja yang bertumbuh pada saat ketika ketegangan-ketegangan sosial yang penting menyelubungi rumah tangga masyarakat Romawi.58 Selain rumah tangga, keberadaan sinagogesinagoge Yahudi di kota Yunani-Romawi sangat penting bagi keberhasilan misi Kristen mulamula. Orang Kristen mengambil banyak hal positif dari sinagoge diantaranya mengikuti pembacaan dan penafsiran Kitab Suci, berdoa dan makan bersama. Baik sinagoge maupun Gereja memberikan bantuan bagi orang miskin, para janda dan anak-anak yatim piatu di antara para anggotanya, dan keduanya mempunyai rasa keterikatan pada suatu perhimpunan internasional yang luas, yakni umat Allah. Orang Kristen jarang melupakan asal-usul mereka sebagai bagian dari agama Yahudi sehingga meskipun mereka telah memiliki identitasnya sendiri, masih ada di antara mereka yang menjalani kebiasaan tradisional Yahudi misalnya menaati hukum tentang makanan yang halal.59 Sebagaimana diketahui bahwa Roma sangat terbuka terhadap berbagai agama, maka orang Kristen di Roma selalu berhati-hati dalam membedakan diri mereka dengan berbagai pranata keagamaan standar di lingkungan sekitarnya dan tidak menggunakan kosa kata yang akan memberi kesan kultus-kultus misteri kafir. Mereka menegaskan kehadiran mereka sebagai agama yang absolut dan tidak mau berkompromi dengan dawa-dewi kafir yang disembah dalam agama negara.60 yang sama Matias dipilih (1:26) dan Pentakosta (2:1) terjadi. Menurut Lukas, rumah ini adalah rumah Maria, ibunda Yohanes Markus, sebuah tempat berkumpul jemaat dan ke situlah Petrus kembali setelah ia dibebaskan dari penjara (12:12), sebuah rumah dengan pintu gerbangnya sendiri (12:14). Stambaugh & Balch, 168-170. 58 Rumah tangga adalah dasar bangunan utama negara. Oleh karena sebuah kota terdiri dari banyak rumah tangga maka konstitusi negara harus mengatur hubungan-hubungan dalam satuan-satuan yang lebih kecil ini. Ketegangan sosial dalam rumah tangga menyangkut wibawa dan subordinasi antara tiga pasangan yakni suami dan istri, ayah dan anak-anak, majikan dan budak. Terdapat aturan dalam rumah tangga Romawi bahwa suami harus memerintah dan istri harus menaatinya, sang bapak mempunyai kekuasaan yang luar biasa atas diri anak-anaknya dan sang tuan mempunyai kekuasaan atas para budak. Stambaugh & Balch, 148-149. 59 Stambaugh & Balch, 172-173. 60 Dalam agama negara, terdapat sejumlah dewa-dewi khusus yang dipuja oleh negara misalnya Yupiter, Mars, Neptunus, Mercurius, Yuno, Vespa dan sebagainya. Pemujaan terhadap dewa-dewi nampak dalam ibadat atau 85 Sifat orang Kristen yang paling mengundang perhatian ialah perbuatan amal mereka dan kemurahan hati pada orang-orang miskin. Selain itu mereka juga mempraktikan cara hidup yang pantas, menjaga kemurnian kehidupan seksual dalam pengertian menekankan pada kecemaran kedagingan sebagai ciri dunia luar, menjalankan urusan kehidupan dengan damai dan tenang agar mencerminkan kesatuan mereka di dalam Kristus dan untuk memberikan kesan baik pada dunia luar. Semuanya ini diharapkan akan menolong orang-orang percaya mengenal dirinya sebagai komunitas Kristen dan memperkuat kesetiaan pada Allah.61 Penganiayaan orang Kristen pertama kali terjadi pada masa pemerintahan kaisar Nero. Tertullian mengatakan bahwa “Nero adalah kaisar pertama yang melakukan penyerangan dengan memakai pedang kekaisaran terhadap sekte Kristen”. Pada bulan Juli, tahun 64 ZB, terjadi kebakaran di Kota Roma selama kurang lebih sembilan hari. Malapetaka tersebut adalah dimensi yang cukup menggemparkan saat itu. Nero dicurigai sebagai dalang dari peristiwa tersebut, namun ia malah menuduh orang Kristen sebagai penyebab kebakaran itu sehingga pada waktu itu umat Kristen melihat Nero sebagai perwujudan dari spirit Antikris.62 Penganiayaan pada masa pemerintahan Nero sekaligus menjadi indikasi pertama yang menunjukan kesuksesan orang Yahudi dalam meyakinkan penguasa Roma bahwa orang Kristen adalah kelompok yang jelas berbeda dari agama Yahudi. Sebelumnya, dalam Teks Kisah Para Rasul 18:12-17 orang Yahudi gagal meyakinkan Galio – gubernur Akhanya, bahwa kelompok Kristen berbeda dari kelompok Yahudi. Ketika orang Yahudi mengeluhkan ajaran Paulus yang dinilai bertentangan dengan Hukum Taurat dan meminta Galio untuk mengadilinya, sang upacara korban yang diselenggarakan dan dibiayai secara teratur oleh negara. Dalam melaksanakan upacara tersebut, kaisar berperan sebagai Pontifex Maximus atau imam agung tinggi yang dibantu oleh imam besar lainnya dan sejumlah imam biasa atau para petugas. Dalam Perjanjian Baru, agama negara ini menjadi semakin penting dan dilaksanakan dalam bentuk pemujaan terhadap kaisar dan Ibu Kota Roma. Sesungguhnya hal ini bukan tradisi asli Romawi tetapi pengaruh dari kawasan Timur yang diserap oleh Roma. C. Groenen OFM, Pengantar, 61. 61 Stambaugh & Balch, 57-59. 62 Henry C. Sheldon, History, 138-141. 86 gubernur menolak dan menyuruh masalah itu diselesaikan secara internal karena ia menganggap agama Kristen adalah bagian integral dari agama Yahudi.63 Keluhan orang Yahudi terhadap pengajaran Paulus juga menjelaskan bahwa dalam perkembangan selanjutnya terjadilah gejolak dalam hubungan orang Yahudi dan Kristen. Keyakinan bahwa Yesus adalah Mesias dan pertikaian tentang tempat Taurat dalam praktik Kristen memunculkan konflik dengan para penguasa Yahudi yang mapan. Ketika orang Kristen tersebar semakin luas dalam kekaisaran Romawi, pertikaian itu muncul kembali di setiap kota sehingga yang tadinya para misionaris pertama-tama mengunjungi Sinagoge, maka kini mereka berpaling kepada khalayak yang lebih luas yakni orang-orang bukan Yahudi.64 Kebencian terhadap orang Kristen masih terjadi pada tahun-tahun berikutnya, sebagai contoh agama Kristen dicap oleh negara sebagai kejahatan (110-210 ZB), adanya hukuman pembuangan dan hukuman mati bagi para imam (235-238 ZB), pembasmian orang Kristen secara besar-besaran atas perintah kaisar Decius (249-251 ZB), dan kampanye besar anti umat Kristen yang ditandai dengan pembakaran Gereja (303-311 ZB), namun pada akhirnya di tahun 311 ZB maklumat Galerius memberikan hak kepada orang Kristen untuk menjalankan kehidupan beragama mereka serta membangun kembali Gereja tanpa adanya gangguan.65 Pada tahun yang sama yakni 311 ZB, tampil pula kaisar Constantinus dengan keputusan pentingnya, di mana ia menjamin status sah agama Kristen di dalam kekaisaran Romawi. Para imam dibebaskan dari pajak sama seperti imam dari agama lain dan perayaan hari-hari suci agama Kristen boleh dilaksanakan. Constantin juga mendirikan banyak Gereja dan mendorong 63 Everett Ferguson, Backgrounds of Early Christianity (USA: William B. Eerdmans Publishing Company, 1993), 565. 64 Stambaugh & Balch, 62-63. 65 Philip Sherrad, Abad Besar, 17. 87 para uskup serta warga negara yang kaya untuk berbuat demikian.66 Selain penganiayaan dan kebencian, orang Kristen pada dua abad pertama juga harus berhadapan dengan berbagai ajaran yang bertentangan. Salah satu ajaran yang terkenal pada waktu itu ialah dari aliran Gnostik. Istilah Gnostik berasal dari bahasa Yunani Gnosis yang berarti “pengetahuan”. Sebutan ini dikenakan pada berbagai macam kepercayaan yang hidup dengan subur pada abad ke 2. Pada umumnya, berbagai kepercayaan itu mempunyai dasar pandangan yang sama yaitu keselamatan dicapai dengan jalan pengetahuan rahasia. Ajarannya bersifat dualistik dan sinkretistik, juga merupakan percampuran antara unsur-unsur pemikiran filsafat Yunani dan agama-agama Timur, bahkan dengan unsur agama Kristen. Ajaran Gnostik berbeda dengan ajaran-ajaran Kristen terutama tentang pokok penebusan, manusia dan dunia. Menurut Gnostik, dunia diciptakan oleh Allah yang lebih rendah, yang disebut Demiurgos. Dalam diri manusia terdapat terang ilahi karena pada mulanya manusia berasal dari dunia ilahi. Manusia tidak dapat meyelamatkan dirinya sendiri. Manusia hanya dapat diselamatkan dengan pengetahuan rahasia yang hanya dimiliki oleh kaum Gnostik (diterima langsung dari dunia sorgawi). Pengetahuan rahasia tersebut menyebabkan manusia mengetahui tentang dirinya sendiri dan dari mana asal manusia sesungguhnya. Gnostik Kristen mengajarkan bahwa Kristus merupakan suatu eon yang turun dalam manusia Yesus agar ia dapat mengajarkan jalan keselamatan kepada manusia. Gnostik Kristen ditemukan dalam ajaran Marcion, Valentinus, dan Basilides. Gereja yang dipimpin oleh bapabapa anti Gnostik seperti Irenaeus mengadakan perlawanan yang gigih terhadap ajaran Gnostik, dan berupaya menetapkan tiga benteng pertahanan Gereja yaitu Kanon, Pengakuan Iman Rasuli, dan Succesio Apostolica (pewarisan jabatan rasuli).67 66 67 Philip Sherrad, 18. Frederiek Djara Wellem, Kamus Sejarah Gereja (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006), 153. 88 3.6. Kesimpulan Surat Roma ditulis oleh Rasul Paulus ketika ia berada di Korintus. Surat ini ditulis dan dikirim pada masa pemerintahan Kaisar Nero. Masa awal pemerintahan Nero adalah masa di mana orang Yahudi berangsur-angsur kembali ke Roma, yang mana sebelumnya mereka diusir oleh Kaisar Klaudius karena dianggap sebagai sumber kekacauan karena seorang yang bernama Chrestos, dan juga pemberontakan yang dilakukan kaum Zelot sebagai reaksi penolakan terhadap kontrol Roma atas Palestina. Paruh pertama pemerintahan Nero berjalan dengan baik, namun pada paruh kedua orang Kristen mengalami penganiayaan karena kekristenan dianggap sebagai sekte Yahudi yang meresahkan. Menyimak konteks sosio politik, sosio budaya, hukum, sosio ekonomi, keagamaan, filsafat dan seksualitas Romawi, dapat dilihat bahwa kehidupan masyarakat Romawi dikelilingi oleh berbagai persoalan. Dari segi sosio politik, pemerintahan Nero penuh dengan ketidakstabilan. Paruh pertama pemerintahannya berjalan dengan baik, namun setelah itu Nero lebih memilih untuk bertindak atas kemauannya sendiri dan mengabaikan pendapat senat. Dari segi sosio budaya, terdapat pembagian strata sosial yang tidak saja menentukan kebebasan seseorang tetapi juga menentukan harkat dan martabatnya. Dari segi hukum, terdapat keistimewaan kewarganegaraan, di mana mereka yang tercatat sebagai warga negara Roma selalu memiliki hak untuk naik banding atas keputusan hukuman mati. Selain itu terdapat pula hukuman penyaliban dan bentuk hukuman lain yang mengerikan. Dari segi sosio ekonomi, tindakan memberi atau tolong-menolong dilakukan berdasarkan harapan terhadap imbalan yang setimpal. Selain itu, kekayaan materi tidak tersalur secara merata sehingga terdapat jurang pemisah antara yang kaya dan miskin. Dari segi keagamaan, Roma sangat toleran terhadap berbagai macam agama dan aliran kepercayaan. Berbagai praktik 89 penyembahan terhadap dewa-dewi bebas dilakukan, termasuk penyembahan terhadap kaisar. Dari segi filsafat, terdapat berbagai pandangan yang mengatur kehidupan praktis manusia dan dari segi seksualitas, terdapat kebebasan seksual yang tidak terkendali dan terlepas dari lembaga perkawinan. Dalam konteks yang demikian, jemaat Kristen mencoba untuk terus bertumbuh. Kehidupan mereka dalam kekaisaran Romawi dijalani dengan penuh tantangan baik dari kelompok Yahudi maupun pemerintah Romawi dan ajaran Gnostik yang berbeda dari ajaran Kristen. Perbedaan antara ajaran Kristen dan Yahudi menimbulkan konflik di antara mereka, sedangkan para penguasa Romawi sendiri terus-menerus mencurigai keberadaan orang Kristen yang dianggap meresahkan. Berhadapan dengan ajaran Gnostik, Gereja akhirnya menetapkan tiga benteng pertahanan yaitu Kanon, Pengakuan Iman Rasuli, dan Succesio Apostolica (pewarisan jabatan rasuli). Meskipun mengalami banyak tekanan, orang Kristen tetap dapat mempertahankan cara hidup yang berbeda dari lingkungan sekitar misalnya beramal, bersikap murah hati, menjaga kemurnian kehidupan seksual, hidup dengan damai dan tenang, juga yang terpenting ialah tidak mau berkompromi dengan dawa-dewi kafir yang disembah dalam agama negara. Ketahanan dan kesetiaan mereka dalam memberitakan Injil pada akhirnya terbayar pada saat Constantinus menjadi kaisar dan menjamin status sah agama Kristen di dalam kekaisaran. Dari semua data yang tersedia, khususnya kehidupan seksualitas Romawi, dapat dilihat bahwa homoseksualitas diterima secara sosial, diperbolehkan dan tidak diklasifikasikan sebagai sesuatu yang najis, keji dan memalukan. Biseksual juga merupakan sesuatu yang dapat diterima sebagai bagian dari seksualitas maskulin. Perilaku homoseksual laki-laki yang sudah menikah pun dianggap sebagai hal yang biasa. Lesbianisme perempuan yang telah menikah tidak dapat 90 diterima, namun bukan karena penilaian moral, melainkan karena laki-laki atau suami mereka tidak ingin tersaingi terkait dominasi atau kekuasaan di dalam rumah tangga maupun untuk urusan publik. Meskipun homoseksualitas laki-laki dapat diterima secara sosial, namun harus diperhatikan kuantitasnya yaitu tidak boleh kalau berlebihan. 91