BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Belajar dan Pembelajaran 1. Belajar Menurut Jamil (2014 : 13) Istilah belajar berasal dari bahasa inggris yaitu “Learning”. Belajar merupakan suatu proses perubahan kegiatan dan reaksi terhadap lingkungan. Menurut Brown (Muhammad & Arif, 2011: 18-19) Belajar adalah menguasai atau memperoleh, mengingatingat informasi atau ketrampilan dan suatu perubahan dlam perilaku. Menurut Woolfolk (Koohang, 2009: 92) mengatakan bahwa: “learning is active mental work, not passive reseption of teaching,”. Artinya belajar adalah proses mental yang aktif, bukan penerimaan pasif dari sebuah pengajaran. Selanjutnya ia juga menambahkan bahwa belajar adalah : “...the students actively proces to contruct their own knowledge: the mind of the student mediates input from the outside world to determine what the student will learn.” Artinya, belajar merupakan sebuah proses dimana siswa secara aktif membangun pengetahuannya sendiri dengan cara memasukkan apa yang ia peroleh dari luar ke dalam pikirannya. Menurut Sudjana (Asep & Abdul, 2008:2) Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang, perubahan sebagia hasil proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti pada perubahan pengetahuan, pemahaman, sikap dan 9 tingkah laku, ketrampilan, kecakapan, kebiasaan serta perubahan yang ada pada individu yang belajar. Chan & Judith (2005: 217) mengatakan bahwa : “learning is reciting. If we recite in then think it over, think it over then recite it, naturally it’ll become meaningful to us. If we recite it but don’t think over, we still won’t appreciate is meaning. If we think it over but don’t recite it, even though we might understand it, our understanding will be precarios”. Artinya, belajar adalah membaca, jika kita membaca kemudian memikirkannya dan melafalkannya secara terus-menerus akan menjadi berarti bagi kita. Jika kita membaca tetapi tidak memikirkan, kita tidak akan memahami maknanya. Jika kita memikirkan hal itu tetapi tidak mengucapkannya, maka kita sulit memahaminya. Dalam The Guidance Of Learning Activities W.H Burton (Eveline & Hartini, 2014: 4) mengemukakan bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku pada diri individu karena adanya interaksi antara individu dengan individu dan individu dengan lingkungannya, Sementara Ernest R. Hilgard dalam Introduction To Psychology mendefinisikan belajar sebagai suatu proses perubahan kegiatan, reaksi terhadap lingkungan. Berdasarkan beberapa pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa Belajar adalah suatu aktivitas mental (psikis) yang berlangsung dalam interaksi dengan lingkungannya yang menghasilkan perubahan yang bersifat relatif konstan seperti pada perubahan pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku, ketrampilan, kecakapan, kebiasaan serta perubahan yang ada pada individu yang belajar. 10 2. Pembelajaran Dalam Undang-Undang RI No. 20 tahun 2003 pasal 1 ayat 20 tentang sistem penidikan nasional disebutkan bahwa “ Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan suatu proses yang terdiri dari kombinasi dua aspek, yaitu belajar tertuju kepada apa yang harus dilakukan oleh siswa, mengajar berorientasi pada apa yang harus di lakukan oleh guru sebagai pemberi pelajaran. Menurut Usman (Asep & Abdul, 2008:11-12) Pembelajaran adalah inti dari proses pendidikan secara keseluruhan dengan guru sebagai pemegang peranan utama. Pembelajaran merupakan sutu proses yang megandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Menurut Endang (2014:29) pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Menurut BSNP (2006: 17) Kegiatan pembelajaran dirancang untuk memberikan kegiatan belajar yang melibatkan proses mental dan fisik melalui interaksi antar peserta didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya dalam rangka pencapaian kompetensi dasar. Menurut Sugiyar (Mohamad, 2015 : 2) penekanannya terletak pada perpaduan antara keduanya, yakni kepada penumbuhan aktivitas subjek didik laki-laki dan perempuan. Konsep tersebut sebagai suatu sistem, 11 sehingga dalam sistem pembelajaran ini terdapat komponen-komponen meliputi: siswa, tujuan, materi untuk dipersiapkan. Dengan kata lain, pembelajaran sebagai suatu sistem yang bertujuan, perlu direncanakan oleh guru berdasarkan kurikulum yang berlaku. Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah usaha untuk mengorganisasikan lingkungan untuk menciptakan kondisi belajar bagi peserta didik, yang kegiatannya dirancang melibatkan proses mental dan fisik melalui interaksi antar peserta didik, peserta didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya dalam rangka pencapaian kompetensi dasar pembelajaran perlu direncanakan, dilaksanakan, dan dievaluasi oleh guru berdasarkan kurikulum yang berlaku. B. Pembelajaran Matematika Secara etimologis matematika berarti ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar (Erman Suherman, ddk. 2003: 16). Dalam hal ini bukan berarti ilmu lain tidak diperoleh melalui penalaran, akan tetapi dalam matematika lebih menekankan aktivitas dalam dunia rasio (penalaran), sedangkan dalam ilmu lain lebih menekankan pada hasil observasi atau eksperimen di samping penalaran. Menurut Erman Suherman, ddk (2003: 103) menyatakan matematika sebagai ilmu yang menelaah bentuk-bentuk atau struktur-struktur yang abstrak dan hubungan antara hal-hal itu. Objek penelaahan matematika tidak sekedar kuantitas, tetapi lebih dititik beratkan kepada hubungan, pola, bentuk dan struktur. 12 Pembelajaran matematika merupakan suatu proses belajar dan mengajar dengan segala interaksi di dalamnya. Dalam Undang-Undang RI No. 20 tahun 2003 pasal 1 ayat 20 tentang sistem pendidikan nasional disebutkan bahwa “ Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar”. Slameto (1995: 2) mengemukakan bahwa belajar ialah proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Miguel & Juan (2007: 1) mengatakan bahwa : “ one goal for the teaching of mathematics is to chanel everyday more technical-sientific thingking at an earlier stage, as a mean for over coming between the mathematics (formal) structure and cognitive progress”. Artinya salah satu tujuan pengajaran matematika adalah membawa pemikiran sehari-hari menuju berpikir ilmiah sebagai sarana untuk menjembatani matematika formal dan kemajuan ilmu pengetahuan. Kompetensi pembelajaran matematika (Hari, 2004: 42) meliputi beberapa hal, yaitu: pemilikan nilai dan sikap, penguasaan konsep, dan kecakapan mengaplikasikannya dalam kehidupan. Kurikulum 2013 merupakan pengembangan langkah lanjutan pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi yang telah dirintis pada tahun 2004 dan KTSP 2006 yang mencakup kompetensi sikap, pengetahuan, dan ketrampilan secara terpadu . Ketiganya sama-sama merupakan seperangkat rencana pendidikan 13 yang berorientasi pada kompetensi dan hasil belajar. Menurut BSNP (2006: 346) tujuan mata pelajaran matematika adalah sebagai berikut : a. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efesien, dan tepat dalam pemecahan masalah. b. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. c. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh. d. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah. e. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingintahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika merupakan suatu proses belajar mengajar terencana dan terprogram yang melibatkan guru matematika dengan menyusun suatu rancangan rencana pembelajaran, melaksanakan rancangan pembelajaran (activity), mengevaluasi pembelajaran dan refleksi pembelajaran, dan melibatkan siswa berdasarkan kurikulum dengan segala interaksi dan proses 14 komunikasi di dalamnya dengan tujuan untuk melatih cara berpikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan, mengembangkan aktivitas kreatif, mengembangkan kemampuan memecahkan masalah serta mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan gagasan. Pada pembelajaran matematika ini peneliti menggunakan kurikulum 2013 yang di fokuskan pada materi Aritmetika Sosial, dengan kompetensi inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD) Sebagai berikut : Tabel 2.1 Kompetensi Inti Dan Kompetensi Dasar Kompetensi Inti Kompetensi Dasar 1. Menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianutnya. 2. Menghargai dan menghayati perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli (toleransi, gotong royong), santun percaya diri, dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam dalam jangkauan pergaulan dan keberadaannya. 3. Memahami pengetahuan (faktual, konseptual, dan procedural) berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya terkait fenomena dan kejadian tampak mata. 3.11 Menganalisis aritmetika sosial (penjualan, pembelian, potongan, keuntungan, keugian, bunga tunggal, persentase, bruto, neto, tara). 4.11 Menyelesaikan masalah berkaitan dengan aritmetika sosial (penjualan, pembelian, potongan, keuntungan, keugian, bunga tunggal, persentase, bruto, neto, tara). C. Kemampuan Komunikasi Matematika Menurut Suherman (Asep & Abdul, 2008:11) Komunikasi diefinisikan sebagai proses dimana para partisipan/ siswa menciptakan dan saling berbagi informasi satu sama lain guna mencapi pengertian timbal balik. Dalam pengertian tersebut proses komunikasi sekurang- 15 kurangnya harus melibatkan dua orang. Proses kumunikasi dalam pembelajaran melibatkan dua pihak yakni pendidik dan peserta didik. Pendidik memegang peran utama sebagai komunikator dan peserta didik memegang peran utama sebagai komunikan. Dalam praktiknya kedua peran itu dilakukan oleh kedua belah pihak pada gilirannya bertukar peran menjadi pemberi dan penrima informasi, itulah yang disebut dengan berbagi informasi dalam komunikasi pembelajaran. Menurut Effendy (2007: 10) komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek. Pendapat ini didasarkan pada pendapat Laswell yang membagi komunikasi dalam lima unsur, yaitu komunikator (pengirim pesan), pesan, media, komunikan (penerima pesan), dan efek. Menurut NCTM (2000: 60) dijelaskan bahwa Komunikasi adalah suatu bagian esensial dari matematika dan pendidikan matematika. Pendapat ini mengisyaratkan pentingnya komunikasi dalam pembelajaran matematika. Melalui komunikasi, siswa dapat menyampaikan ide-idenya kepada guru dan siswa lainnya. Komunikasi merupakan salah satu dari 5 standar proses yang ditekankan dalam NCTM (2000: 29) , yaitu Pemecahan Masalah (problem solving), penalaran dan bukti (reasoning and proof), komunikasi (communication), koneksi (connections), dan representasi (representasion). Komunikasi merupakan bagian yang sangat penting pada matematika dan pendidikan matematika. Komunikasi merupakan cara berbagi ide dan memperjelas pemahaman. Melalui komunikasi ide dapat dicerminkan, 16 diperbaiki, didiskusikan, dan dikembangkan. Proses komunikasi juga membantu membangun makna dan mempermanenkan ide dan proses komunikasi juga dapat mempublikasikan ide. NCTM (2000: 63) menyatakan pentingnya komunikasi dalam pembelajaran matematika, bahwa program pembelajaran matematika sekolah harus memberi kesempatan kepada siswa untuk: a. Menyusun dan mengaitkan mathematical thinking mereka melalui komunikasi. b. Mengkomunikasikan mathematical thinking mereka secara logis dan jelas kepada teman-temannya, guru, dan orang lain. c. Menganalisis dan menilai mathematical thinking dan strategi yang dipakai orang lain. d. Menggunakan bahasa matematika untuk mengekspresikan ide-ide matematika secara benar. Menurut Brenner (1998: 104) peningkatan kemampuan siswa untuk mengkomunikasikan matematika adalah satu dari tujuan utama pergerakan reformasi matematika. Brenner (1998: 107) lebih lanjut menyatakan bahwa penekanan atas komunikasi dalam pergerakan reformasi matematika berasal dari suatu konsensus bahwa hasil pembelajaran sangat efektif didalam suatu konteks sosial. Melalui konteks sosial yang dirancang dalam pembelajaran, siswa dapat mengkomunikasikan berbagai ide yang dimilikinya untuk menyelesaikan masalah matematika. 17 Menurut Lubienski (Hulukati, 2005: 18), kemampuan siswa dalam mengkomunikasikan masalah matematika pada umumnya ditunjang oleh pemahaman mereka terhadap bahasa. Cooke & Buchholz (2005: 265) menyarankan agar guru seharusnya dapat membuat suatu hubungan antara matematika dan bahasa. Hubungan ini akan membantu siswa mampu mengekspresikan suatu masalah matematika kedalam bahasa simbol atau model matematika. Menurut Baroody (Hulukati, 2005:17), ada dua alasan penting mengapa kemampuan berbahasa itu sangat penting dibutuhkan dalam berkomuniaksi, yaitu : a. Mathematics as language; matematika tidak hanya sekedar alat bantu berpikir (a tool to aid thinking), alat untuk menemukan pola, atau menyelesaikan masalah, namun matematika juga adalah alat yang tak terhingga nilainya untuk mengkomunikasikan berbagai ide dengan jelas, tepat, dan ringkas. b. Mathematics learning as social activity , sebagai aktivitas sosial dalam pembelajaran matematika, interaksi antar siswa, misalnya komunikasi antar guru dan siswa yang merupakan bagian penting untuk memelihara dan mengembangkan potensi matematika siswa. Pendapat diatas mengisyaratkan andanya dua jenis komunikasi matematik, tulisan dan lisan (verbal). Ernest (1994: 19) menjelaskan bahwa: a. Komunikasi matematik non-verbal menekankan pada interaksi siswa dalam dunia yang kecil dan penafsiran non-verbal serentak mereka terhadap interaksi lainnya. 18 b. Komunikasi matematik lisan (verbal) menekankan interaksi lisan mereka satu sama lain dan dengan guru keika mereka membangun tujuan dengan mambuat pembagian yang sesuai. Kedua jenis komunikasi matematik ini memainkan peran penting dalam interaksi sosial siswa dikelas matematika. Bantuan guru untuk membiasakan siswa mampu mengkomunikasikan ide melalui bahasa lisan dan tulisan ini dapat membantu meningkatkan kemampuan komunikasi matematika siswa yang diinginkan. Menurut NCTM (2000: 60), disebutkan standar kemampuan komunikasi matematika untuk siswa sekolah menengah adalah siswa dapat: a. Mengorganisasi dan mengkonsolidasi pemikiran matematika mereka melalui komunikasi; b. Mengkomunikasikan pemikiran matematika mereka secara koheren dan jelas kepada pasangan, guru, dan lainnya; c. Menganalisis dan mengevaluasi pemikiran matematika dan strategi orang lain; d. Menggunakan bahasa matematika untuk mengekspresikan ide matematika secara tepat. Untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematika siswa kelas VII-B SMP N 2 Godean, NCTM (2000: 271) menyarankan agar guru mengidentifikasi dan menggunakan berbagai tugas yang berkaitan penting dengan ide matematika, dapat diakses dengan berbagai metode solusi, menyediakan representase multipel dan memberikan siswa kesempatan 19 menginterprestasi, jastifikasi dan konjektur. Dalam melaksanakan tugastugas tersebut, setiap siswa diberikan kesempatan untuk berkontribusi walaupun tidak perlu semua siswa memberikan argumen atau penjelasan secara bersamaan. Dimana dengan metode pembelajaran kooperatif tipe Think Talk Write (TTW) dapat membantu siswa dalam meningkatkan kemapuan komunikasinya. Menurut Sumarmo ( Herawati, 2007: 24-25), komunikasi matematik merupakan kemampuan yang dapat menyertakan dan memuat berbagai kesempatan untuk berkomunikasi dalam bentuk : a. Mereflesikan benda-benda nyata, gambar, dan diagram kedalam ide matematika; b. Membuat model situasi atau persoalan menggunakan metode lisan, tertulis, konkrit, grafik, dan aljabar; c. Menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa dan simbol matematika; d. Mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang matematika; e. Membaca dengan pemahaman suatu persentasi matematik tertulis; f. Membuat konjektur, menyusun argumen, merumuskan definisi, dan generalisasi; g. Menjelaskan dan membuat pertanyaan tentang matematika yang telah dipelajari. Menurut Baroody (Hulukati, 2005: 23-27), Penjelasan diatas memperlihatkan adanya lima aspek komunikasi, yaitu representasi 20 (representasion), mendengar (listening), membaca (reading), diskusi (discussion), dan menulis (writting). Dari lima aspek diatas maka salah satu pembelajaran yang cocok dengan aspek tersebut adalah model pembelajaran kooperatif tipe Think Talk Write (TTW). Karena pada model pembelajaran TTW ini siswa diajak berpikir, berbicara, dan menulis yang dimana termasuk dalam aspek-aspek komunikasi yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematika. Menurut Glynn & Muth (Wood, 2011: 113), bahwa pengetahuan dan matematika digunakan sebagai wahana dalam mengajar bahasa dan kedua adalah dimana bahasa digunakan untuk mengajarkan matematika atau pengetahuan, dari contoh membaca dan menulis untuk mempelajari pengetahuan. Ada dua cara yang dapat dikembangkan kemampuan dalam belajar menurut Wood (2011: 118-119) yaitu : a. Speaking (Berbicara) 1) Presenting seminars, Pada kondisi ini, ide matematika dapat dikombinasikan antara kemampuan mendengar dan berbicara dengan struktur semi formal, kemudian siswa juga mendiskusikan suatu wacana termasuk dengan kemampuan membaca. 2) Talking with colleagues and management, Komunikasi lisan sesama teman sekelompok dalam menyelesaikan suatu wacana. 3) Negotiating and selling ideas, Bekerjasama dan negosiasi dengan kelompok kecil dan mendiskusikan sesuatu masalah yang dianggap sulit, berbicara tentang 21 ide matematika dan bagaimana memberikan ide sehingga menghasilkan pembuktian yang sederhana. b. Writing (menulis) teridiri dari informal writing dan formal writing. Dari beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa, kemampuan komunikasi matematika merupakan kemampuan yang dapat menyertakan dan memuat berbagai kesempatan untuk memberikan alasan rasional terhadap suatu pernyataan, mengubah bentuk uraian ke dalam model matematika, dan mengilustrasikan ide-ide matematika ke dalam bentuk uraian yang relevan secara tertulis. Untuk mengetahui peningkatan kemampuan komunikasi matematika dilakukan observasi pada saat pembelajaran dan pemberian tes kemampuan komunikasi matematika secara tertulis. D. Pemecahan Masalah Matematika Dalam belajar matematika pada dasarnya seseorang tidak terlepas dari masalah karena berhasil atau tidaknya seseorang dalam matematika ditandai adanya kemampuan dalam menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Menurut Bell (1978: 45), mengatakan bahwa : “question is a problem for someone when he realized the success that situation, recognize that the situation requires immediate action and not be mennemukan solution or settlement of the situation”. Artinya, pertanyaan merupakan masalah bagi seseorang bila ia menyadari keberhasilan situasi itu, mengakui bahwa situasi itu memerlukan tindakan dan tidak dengan segera dapat mennemukan pemecahan atau penyelesaian situasi tersebut. 22 Menurut Kennedy et al, (2008: 115), mengatakan bahwa : “ a problem is a situation that has no immediate solution or known solution strategi” Artinya, Masalah adalah situasi yang tidak memiliki solusi segera atau dikenal solusi Pengembangan strategi. Menurut Dahar (1989: 138), pemecahan masalah merupakan suatu kegiatan manusia yang menggambungkan konsep-konsep dan aturan-aturan yang telah diperoleh sebelumnya, dan tidak sebagai suatu ketrampilan generik. Pengertian ini mengandung makna bahwa ketika seseorang telah mampu menyelesaikan suatu masalah, maka seseorang itu telah memiliki suatu kemampuan baru. Kemampuan ini dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah-masalah yang relevan. Menurut Ibrahim & Nur Hidayati (2014: 14). dalam proses pemecahan masalah, siswa dimungkinkan unuk membentuk kelompok dan berbagi tugas antar anggota dalam kelompok. Menurut Adams & Hamm (2010: 59), mengatakan bahwa : “Mathematical problem solving that involves group interaction and interdependence has been shown to be an effective way to engage students in real-world tasks and experiences”. Artinya pemecahan masalah matematika yang melibatkan interaksi kelompok dan saling ketergantungan sesama siswa telah terbukti menjadi cara yang efektif untuk melibatkan siswa dalam tugas-tugas dan pengalaman didunia nyata. Menurut Soedjadi (1994: 36), Kemampuan pemecahan masalah matematis adalah suatu ketrampilan pada siswa agar mampu menggunakan 23 kegiatan matematik untuk memecahkan masalah dalam matematika. Menurut Russenffendi (2006: 341), kemapuan pemecahan masalah amatlah penting dalam matematika, bukan saja bagi mereka yang di kemudian hari akan mendalami matematika, melainkan juga bagi mereka yang akan menerapkannya dalam bidang studi lain dan dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Polya (Herman Hudojo, 2005 : 134-140), langkah-langkah pemecahan masalah yaitu : 1. Pemahaman terhadap suatu masalah Pemahaman dilakukan dengan membaca dan membaca ulang soal, mengientifikasi informasi yang diketahui, mengidentifikasi apa yang hendak dicari. 2. Perencanaan penyelesaian masalah Didalam merencanakan masalah seringkali diperlukan kreativitas. Sejumlah strategi dapat membantu kita merumuskan suatu rencana penyelesaian suatu masalah. Menurut Wheeler (Herman Hudojo, 2005: 137), strategi penyelesaian masalah antara lain sebagai berikut : membuat tabel, membuat gambar, menduga, mengetes, dan memperbaiki, mencari pola, menyetakan kembali permaasalahan, menggunakan penalaran, menggnakan variabel, menggunakan persamaan, mencoba menyederhanakan permasalahan, menghilangkan situasi yang tidak mungkin, bekerja mundur, menyusun model, mengguankan algoritma, menggunakan penalaran yang tidak langsung, menggunakan sifat-sifat bilangan, menggunakan kasus atau membagi 24 menjadi bagian-bagian, memvalidasi semua kemungkinan, menggunakan rumus, menyelesaikan masalah yang equivalen, menggunakan simetri, dan menggunakan informasi yang diketahui untuk mengembangkan informasi baru. 3. Melaksanakan perencanaan penyelesaian masalah Jika rencana penyelesaian masalah telah dibuat, baik sevcara tertulis atau tidak selanjutnya dilakukan penyelesaian masalah sesuai dengan rencana yang dianggap paling tepat. 4. Melakukan pengecekan kembali terhadap semua langkah yang telah dikerjakan Langkah ini untuk melihat apakah penyelesaian yang kita peroleh sudah sesuai dengan ketentuan yang diketahui dan tidak terjadi kontradiksi merupakan langkah terakhir yang penting. Terdapat empat komponen untuk mereview suatu penyelesaian, yaitu : a. Mengecek hasil b. Menginterpertasikan jawaban yang diperoleh c. Mencari adakah cara lain untuk mendapatkan penyelesaian yang sama d. Mencari adakah penyelesaian yang lain Menurut Gagne (Erman Suherman dkk, 2003: 36), dalam pemecahan masalah biasanya ada lima langkah yang harus dilakukan, yaitu : a. Menyajikan masalah dalam bentuk yang jelas b. Menyatakan masalah dalam bentuk yang operasional 25 c. Menyusun hipotesis-hipotesis alternatif dan prosedur kerja yang diperkirakan baik. d. Mengetes hipotesis dan melakukan kerja untuk memperoleh hasilnya e. Mengecek kembali hasil yang diperoleh. Menurut NCTM (2000: 52), kemampuan pemecahan masalah yang harus di kuasai oleh siswa adalah : a. Membangun pengetahuan matematika baru dengan memecahkan masalah b. Memecahkan permasalahan matematika yang muncul dalam konteks lain c. Menerapkan dan menyesuaikan berbagai strategi untuk memecahkan masalah d. Monitor dan mencerminkan proses pemecahan masalah matematika. Dalam belajar di sekolah, siswa dapat dihadapkan pada masalah- masalah yang dapat dipecahkan dengan mengadakan reorganisasi dalam pengamatan. Hal itu akan membantu siswa untuk menemukan pemecahan masalah. Sukirman (2005: 4) menyatakan bahwa masalah matematika dapat diklarifikasikan dalam dua jenis, yaitu: a. Masalah mencari (problem to find), yaitu mencari, menentukan, atau mendapat nilai atau objek tertentu yang tidak diketahui dalam soal dan memenuhi kondisi atau syarat yang sesuai dengan soal. Objek yang ditanyakan atau dicari (unknown), syarat-syarat yang memenuhi soal (condition), dan data atau informasi yang diberikan merupakan bagian 26 penting atau pokok dari sebuah soal mencari dan harus dipahami serta dikenali dengan baik pada saat memecahkan masalah. b. Masalah membuktikan (problem to prove), yaitu untuk menentukan apakah suatu pertanyaan benar atau tidak benar. Soal membuktikan terdiri dari hipotesis dan kesimpulan. Pembuktian dilakukan dengan membuat atau memproses pernyataan yang logis dan hipotesis menuju kesimpulan, sedangkan untuk membuktikan bahwa suatu pernyataan tidak benar, cukup diberikan contoh penyangkalannya sehingga pernyataan tersebut menjadi tidak benar. Pemecahan masalah merupakan bagian dari kurikulum matematika yang sangat penting karena dalam proses pembelajaran maupun penyelesaiannya, siswa dimungkinkan memperoleh pengalaman menggunakan pengetahuan serta keterampilan yang sudah dimiliki untuk diterapkan pada pemecahan masalah yang bersifat tidak rutin (Erman Suherman ddk, (2001: 83). Menurut Erman Suherman ddk, (2003: 89) Melalui kegiatan pemecahan masalah, aspek-aspek kemampuan matematika yang penting seperti penerapan aturan pada masalah tidak rutin, penemuan pola, penggeneralisasian, komunikasi matematika dan lain lain dapat dikembangkan secara lebih baik. Sehubungan dengan kemampuan pemecahan masalah NCTM (1989: 11), merekomendasikan pembelajaran matematika harus dikembangkan dari situasi-situasi masalah. Selama situasi-situasi itu dikenal oleh siswa, 27 konsep-konsep yang diciptakan dari objek, kejadian, dan hubunganhubungan antara operasi dan srategi akan dapat dipahami dengan baik. Menurut Prasetya (2010: 39), Elemen dari pemecahan masalah dapat dideskripsikan sebagai berikut: a. Identifikasi masalah adalah tahap pertama dari pemecahan masalah. Untuk pelajar, tahap ini adalah dimana guru memberikan pekerjaan rumah atau tugas pada siswa. b. Sintesis adalah tahap kreatifitas dimana bagian-bagian terintegrasi secara keseluruhan. Sebagai contoh, siswa menemukan langkah penyelesaian yang lebih mudah dipahami dan lebih efisien waktu. c. Analisis adalah tahap dimana rencana keseluruhan dipecah menjadi bagian bagian. d. Aplikasi adalah proses dimana informasi yang tepat diidentifikasi untuk memecahkan masalah yang ada. e. Komprehensi adalah tahap yang menggunakan teori dan data yang tepat untuk memecahkan masalah yang sebenarnya. Dari beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa, kemampuan pemecahan masalah matematika merupakan suatu ketrampilan pada siswa agar mampu menggunakan kegiatan matematik untuk memecahkan masalah dalam matematika dengan langkah-langkah antara lain: pemahaman terhadap suatu masalah, perencanaan penyelesaian masalah, melaksanakan perencanaan penyelesaian masalah, dan melakukan pengecekan kembali terhadap semua langkah yang telah dikerjakan. 28 E. Model Pembelajaran Kooperatif Menurut Robert (2005: 4) Pembelajaran kooperatif merujuk pada berbagai macam metode pengajaran dimana siswa bekerja dalam kelompokkelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainnya dalam mempelajari materi pelajaran. Dalam kelas kooperatif, diharapkan dapat saling membantu, saling para siswa mendiskusikan dan berargumentasi, untuk mengasah pengetahuan yang mereka kuasai saat itu dan menutup kesenjangan dalam pemahaman masing-masing. Menurut Thomson (Robert, 2008: 12) pembelajaran kooperatif turut menambah unsur-unsur interaksi sosial pada pembelajaran. Saat proses pembelajaran kooperatif berlangsung siswa belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil satu sama lain. Kelas disusun dalam kelompok yang terdidri dari 4 atau 5 siswa, dengan kemampuan yang heterogen. Maksud kelompok heterogen adalah terdiri dari campuran kemampuan siswa, jenis kelamin, dan suku. Menurut Johnson, Johnson, & Holubec (Morgan et al, 2007: 3), berpendapat bahwa : ” Cooperative learning has its roots in the theories of social interdependence, cognitive development, and behavioral learning. Some research provides exceptionally strong evidence that cooperative learning results in greater effort to achieve, more positive relationships, and greater psychological health than competitive or individualistic learning efforts”. Artinya, pembelajaran kooperatif berakar pada teori saling ketergantungan sosial, perkembangan kognitif, dan belajar perilaku. Beberapa penelitian memberikan bukti yang sangat kuat bahwa hasil pembelajaran kooperatif 29 dalam upaya lebih besar untuk mencapai, hubungan yang lebih positif, dan kesehatan psikologis yang lebih besar dari upaya pembelajaran kompetitif atau individualistik. Lebih lanjut menurut Morgan et al (2007: 4) berpendapat bahwa : “Cooperative learning is one strategy that rewards individuals for participation in the group’s effort”. Artinya, Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu strategi yang memberikan penghargaan individu untuk berpartisipasi dalam upaya kelompok. Menurut Sunal & Hans (Isjoni, 2010: 15), Pembelajaran kooperatif merupakan suatu cara pendekatan atau serangkaian strategi yang khusus dirancang untuk memberi dorongan kepada peserta didik agar bekerja sama selama proses pembelajaran. Menurut Orlich et al (2007: 260), mengatakan bahwa : “Cooperatif learning is learning based on a small-group approach to teaching that holds students accountable for both individual and group achievement”. Atrinya, cooperatif learning adalah pembelajaran yang mendasarkan pada pengajaran menggunakan kelompok kecil yang membuat siswa bertanggung jawab baik prestasi individu maupun kelompok. Berdasarkan beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang dilakukan secara kelompok dan bekerja sama dalam membangun interaksi soial dengan kelompok yang berbeda-beda latar belakang untuk mencapai tujuan tertentu. 30 F. Model Pembelajaran Kooperatif tipe Think- Talk- Write (TTW) Model Pembelajaran kooperatif tipe Think Talk Write merupakan model pembelajaran kooperatif yang pada dasarnya merupakan strategi belajar melalui tahapan berpikir (think), berbicara (talk) dan menulis (write). Model pembelajran TTW ini diharapkan dapat meningkatkan kemmapuan komunikasi dan pemecahan masalah matematika siswa. Strategi ini pertama kali oleh Huinker & Laughlin (1996: 82) mengatakan bahwa: “The think-talk-write strategy builds in time for thought and reflection and for the organization of ideas and the testing of those ideas before students are expected ro write. The flow of communication progresses from student enganging in thought or reflective dialogue with themselves, to talking and sharing ideas with one another, to writing”. Artinya, Strategi think-talk-write membangun dalam waktu untuk berpikir dan refleksi dan untuk organisasi ide dan pengujian ide-ide sebelum siswa diharapkan untuk tulis. Arus komunikasi berlangsung dari Mengikutsertakan siswa dalam pikiran atau dialog reflektif dengan diri mereka sendiri, untuk berbicara dan berbagi ide dengan satu sama lain, untuk menulis. Strategi Think-Talk-Write (TTW) membangun pemikiran, merefleksi, dan mengorganisasi ide, kemudian munguji ide tersebut sebelum siswa diharapkan untuk menulis. aktivitas berpikir dapat dilihat dari proses membaca suatu teks matematika atau berisi cerita matematika kemudian membuat catatan tentang apa yang telah dibaca. Dalam membuat atau menulis catatan siswa membedakan dan mempersatukan ide yang disajikan dalam teks bacaan, kemudian menerjemahkan kedalam bahasa mereka 31 sendiri. Dengan dimulai dari keterlibatan siswa dalam berpikir atau berdialog reflektif dengan dirinya sendiri, selanjutnya berbicara dan berbagi ide dengan temannya, dan diakhiri dengan mempersentasikan hasilnya dan bersama guru menarik sebuah kesimpulan maka akan tercita suasana belajar yang hidup dan menyenangkan (Lusia, 2014: 24-25). Belajar tidak didominasi oleh guru, tampak bahwa kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah secara tertulis dan lisan dalam pembelajaran matematika akan didapat pada pembelajaran dengan strategi TTW ini. Alur strategi pembelajaran TTW dimulai dari keterlibatan peserta didik dalam berpikir atau berdialog reflektif dengan dirinya sendiri, selanjutnya berbicara dan berbagi ide dengan temannya, sebelum peserta didik menulis. Strategi pembelajaran Think-Talk-Write (TTW) melibatkan 3 tahap penting yang harus dikembangkan dan dilakukan dalam pembelajaran matematika, yaitu sebagai berikut : a. Think (Berpikir) Menurut Huinker & Laughlim (1996: 81), mengatakan bahwa: “Thinking and talking are important steps in the process of bringing meaning into studen’t writting”. Maksudnya adalah berpikir dan berbicara/berdiskusi merupakan langkah penting dalam proses membawa pemahaman kedalam tulisan peserta didik. Tahap pertama kegiatan siswa yang belajar dengan strategi ThinkTalk- Write adalah think, yaitu tahap berfikir dimana siswa membaca 32 teks berupa soal (kalau memungkinkan dimulai dengan soal yang berhubungan dengan permasalahan sehari-hari siswa atau kontekstual). Dalam tahap ini siswa secara individu memikirkan kemungkinan jawaban (strategi penyelesaian), membuat catatan kecil tentang ide-ide yang terdapat pada bacaan, dan hal-hal yang tidak dipahaminya sesuai dengan bahasanya sendiri secara individual, untuk dibawa ke forum diskusi. Jawaban atau ide-ide yang siswa tuliskan tidak perlu benar, yang terpenting adalah siswa mampu mengemukakan alasan yang mendukung setiap pendapatnya tersebut. Selama aktivitas think berlangsung, guru tidak perlu turut campur dalam hal isi catatan kecil siswa. Pada tahap ini guru hanya sebatas mengawasi untuk memastikan bahwa setiap siswa sudah melakukan aktivitasnya dengan baik. Jika masih ada siswa yang belum juga bisa menuliskan catatan kecilnya, maka guru berusaha untuk memotivasi dan memberi sedikit arahan tentang maksud dari setiap permasalahan yang disajiakan, supaya siswa mendapat sedikit gambaran. b. Talk (Berbicara atau diskusi) Tahap kedua adalah talk (berbicara atau diskusi) memberikan kesempatan kepada siswa untuk membicarakan tentang penyelidikannya pada tahap pertama. Pada tahap ini siswa merefleksikan, menyusun, serta menguji (negosiasi, sharing) ide-ide dalam kegiatan diskusi kelompok. Kemajuan komunikasi siswa akan terlihat pada dialognya dalam berdiskusi baik dalam bertukar ide 33 dengan orang lain ataupun refleksi mereka sendiri yang diungkapkannya kepada orang lain. Menurut Szetela (1993: 88) tahap talk penting dalam matematika karena: (1) apakah itu tulisan, gambaran, isyarat, atau percakapan merupakan perantara ungkapan matematika sebagai bahasa manusia. Matematika adalah bahasa yang spesial dibentuk untuk mengkomunikasikan bahasa sehari-hari, (2) pemahaman matematik dibangun melalui interaksi dan konversasi (percakapan) antara sesama individual yang merupakan aktivitas sosial yang bermakna, (3) cara utama partisipasi komunikasi dalam matematika adalah dengan talk, (4) pembentukan ide (forming ideas) melalui proses talking, (5) internalisasi ide (internalizing ideas), (6) meningkatkan dan menilai kualitas berpikir. Pada tahap talk, tugas guru adalah sebagai fasilitator dan motivator. Sebagai fasilitator guru senantiasa harus memberi arahan dan bimbingan kepada kelompok yang mengalami kesulitan, terutama dalam hal materi, baik itu diminta maupun tidak diminta. Bimbingan dan arahan yang dilakukan oleh guru lebih bersifat menuntun siswa pada suatu jawaban yang tepat. Sebagai motivator, guru senantiasa memberi dorongan kepada siswa yang merasa kurang percaya diri terhadap hasil pekerjaannya atau kelompok siswa yang mendapatkan jalan buntu untuk menemukan suatu jawaban. Guru harus meyakinkan siswa dan atau kelompok siswa bahwa apa yang ia yakini sebagai 34 jawaban merupakan hasil pemikiran yang hebat dan patut dibanggakan. Guru juga harus bisa memotivasi siswa yang dalam kegiatan diskusi kurang aktif atau malah sangat pasif. Guru harus memberikan semangat dan menyadarkan siswa yang bersangkutan bahwa kegiatan diskusi yang berlangsung adalah penting untuk dijalani, supaya mereka memahami sendiri. c. Write (Menulis) Menurut Masingila et al (1996: 95) berpendapat bahwa : “writing can help students make their tacit knowledge and thoughts more explicit so that they can look at, and reflect on, their knowledge and thoughts”. Artinya, menulis dapat membantu siswa mengekspresikan pengetahuan dan gagasan yang dimiliki serta merefleksikan pengetahuan dan gagasan mereka. Tahap ketiga adalah Write, siswa menuliskan ide-ide yang diperolehnya dari kegiatan tahap pertama dan kedua. Tulisan ini terdiri atas landasan konsep yang digunakan, keterkaitan dengan materi sebelumnya, strategi penyelesaian, dan solusi yang diperolehnya dalam Lembar Aktivitas Siswa (LAS) yang dibagikan oleh guru. Aktivitas menulis akan membantu siswa dalam membuat hubungan dan juga memungkinkan guru dapat melihat pengembangan konsep siswa. Menurut Silver & Smith (1996: 21), peranan dan tugas guru dalam usaha mengefektifkan penggunaan strategi Think-Talk-Write adalah mengajukan dan menyediakan tugas yang memungkinkan siswa terlibat 35 secara aktif berpikir, mendorong dan menyimak dengan hati-hati ideide yang dikemukakan siswa secara lisan dan tertulis, mempertimbangkan dan memberi informasi terhadap apa yang digali siswa dalam diskusi, serta memonitor, menilai, dan mendorong siswa untuk berpartisipasi secara aktif. Untuk mewujudkan pembelajaran yang sesuai dengan harapan di atas, dirancang pembelajaran yang mengikuti langkah-langkah berikut: a. Siswa membaca teks dan membuat catatan dari hasil bacaan secara individual (think), untuk dibawa ke forum diskusi. b. Siswa berinteraksi dan berkolaborasi dengan teman satu grup untuk membahas isi catatan (talk). Dalam kegiatan ini mereka menggunakan bahasa dan kata-kata yang mereka sendiri untuk menyampaikan ide-ide matematika dalam diskusi. Pemahaman dibangun melalu interaksinya dalam diskusi. Diskusi diharapkan dapat menghasilkan solusi atas soal yang diberikan. c. Siswa mengkonstruksi sendiri pengetahuan yang rnemuat pemaharnan dan komunikasi matematika dalam bentuk tulisan (write). d. Kegiatan akhir pembelajaran adalah membuat refleksi dan kesimpulan atas materi yang dipelajari. Sebelum itu dipilih satu atau beberapa orang siswa sebagai perwakilan keompok untuk menyajikan jawabannya, sedangkan kelompok lain diminta memberikan tanggapan. 36 Menurut Halmaheri (2004: 21-22), langkah-langkah pembelajaran dengan strategi TTW: Tabel 2.2 Langkah-Langkah Pembelajaran dengan Strategi TTW Langkah-langkah pembelajaran dengan strategi TTW a. Pendahuluan b. Kegiatan inti c. Penutup Kegiatan pembelajaran dengan strategi TTW 1) Menginformasikan materi yang akan dipelajari dan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. 2) Mengingatkan kembali teknik pembelajaran dengan strategi TTW serta tugas-tugas dan aktivitas siswa. 3) Melakukan apersepsi. 4) Memberikan motivasi agar siswa berperan aktif dalam pembelajaran. 5) Membagi siswa dalam kelompok kecil (35 siswa). 1) Guru membagi Lembar Aktivitas Siswa (LAS) kepada siswa. 2) Siswa secara individu diminta untuk menangkan ide-idenya mengenai kemungkinan jawaban dan atau langkah penyelesaian atas permasalahan yang diberikan serta hal-hal apa saja yang diketahui dan atau belum diketahui yang ditulis dalam bentuk catatan kecil yang akan menjadi bahan untuk melakukan diskusi kelompok (think). 3) Siswa mendiskusikan hasil catatannya (saling menukar ide) agar diperoleh kespakatan-kesepakatan kelompok (talk). Dalam tahap ini guru berkeliling kelas untuk memonitor jalannya diskusi dan jika sangat diperlukan guru dapat membantu seperlunya. 4) Secara individu, siswa menuliskan semua jawaban atas permasalahan yang diberikan secara lengkap, jelas dan mudah dibaca (write). 5) Beberapa perwakilan kelompok dipilih secara acak untuk mempresentasikan hasil diskusinya di depan kelas, sedangkan kelompok yang tidak terpilih memberikan tanggapan atau pendapatnya. Dalam hal ini guru berperan sebagai moderator dan fasilitator. Guru bersama siswa membuat kesimpulan dari materi yang telah dipelajari. 37 Desain pembelajaran yang menggunakan strategi TTW menurut Martinis & Bansu (2008: 89) : Guru Belajar Bermakna Melalui Strategi Dampak Situasi Masalah Open-Ended THINK Membaca Teks & Membuat Catatan Secara Individual TALK Interaksi dalam Grup Untuk Membahas Isi Catatan WRITE Komunikasi Pengetahuan Hasil dari Think & Talk Secara Individual Siswa Siswa Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematika Gambar 2.1 Desain Pembelajaran TTW Dari penjelasan diatas maka dapat di simpulkan pembelajaran kooperatif tipe think-talk-write (TTW) merupakan model pembelajaran kooperatif yang pada dasarnya merupakan strategi belajar melalui tahapan berpikir (think), berbicara (talk) dan menulis (write). Strategi Think-Talk- 38 Write (TTW) membangun pemikiran, merefleksi, dan mengorganisasi ide, kemudian munguji ide tersebut sebelum siswa diharapkan untuk menulis. G. Kerangka Berpikir Pembelajaran kooperatif tipe Think-Talk-Write (TTW) adalah pembelajaran yang memberi siswa waktu untuk berfikir secara mandiri, mendiskusikan hasil jawabannya dan saling membantu satu sama lain kemudian menuliskannya pada Lembar Aktivitas Siswa (LAS). Pembelajaran dilaksanakan melalui tiga tahapan yaitu Think (berfikir), Talk (berbicara), Write (menulis). Pada tahapan think, siswa dituntut untuk dapat berfikir cepat dalam menyelesaikan soal, mempunyai pendapat sendiri dalam menyelesaikan soal, mempunyai rasa ingin tahu terhadap penyelesaian suatu masalah. Pendapat yang berbeda-beda sangatlah penting, karena perbedaan pendapat dari masing-masing siswa akan mereka sampaikan pada tahapan talk. Pada tahapan ini pembelajaran dilakukan secara berkelompok dan siswa dituntut untuk mengungkapkan jawabannya, mempertahankan pendapatnya, dapat menerima kritik dari teman satu kelompok atau kelompok lain atas pendapatnya itu, mendengarkan teman kelompoknya atau kelompok lain sedang mengungkapkan pendapat, bertanya kepada teman atau guru jika ada materi yang kurang dipahami atau tidak jelas, serta memberikan tanggapan atas pendapat yang disampaikan oleh teman kelompoknya atau kelompok lain. Siswa harus bisa berkolaborasi dan mengkomunikasikan dan mengembangkan ide matematika mereka dalam menyelesaikan tugas yang 39 diberikan oleh guru dengan cara yang berbeda-beda dan dapat memilih cara yang dianggap paling mudah. Ketika siswa diberi kesempatan untuk berkomunikasi secara matematika, sekaligus mereka berpikir bagaimana cara mereka melengkapkannya dalam tulisan yang akan dilakukan pada tahapan write. Karena pada tahapan ini mereka menuliskan hasil diskusi atau dialog pada lembar kerja yang disediakan (lembar aktivitas siswa), dan dengan aktivitas menulis, mereka dituntut untuk mengkonstruksi ide setelah berdiskusi atau berdialog dengan teman serta mengungkapkannya melalui tulisan. Kemampuan komunikasi matematika siswa merupakan kemampuan yang ditunjukkan siswa dalam mencari jawaban terhadap suatu masalah. Kurangnya kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematika pada siswa Observasi awal dikelas VII-B SMP N 2 Godean Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think-Talk-Write (TTW) TINDAKAN KONDISI AKHIR Kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematika pada siswa meningkat Gambar 2.2 Bagan Kerangka Berpikir Penelitian 40 H. Hipotesis Tindakan Hipotesis tindakan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: 1. Penerapan pembelajaran matematika dengan model pembelajaran Think-Talk-Write (TTW) yang terdiri dari: Thinking (berfikir), Talk (berbicara), write (menulis) dapat meningkatkan kemampuan komunikasi siswa di kelas VII-B SMP Negeri 2 Godean. 2. Pembelajaran matematika dengan menggunakan penerapan model pembelajaran Think-Talk-Write (TTW) dapat meningkatkan kemampuan komunikasi siswa dikelas VII-B SMP N 2 Godean. 3. Penerapan pembelajaran matematika dengan model pembelajaran Think-Talk-Write (TTW) yang terdiri dari: Thinking (berfikir), Talk (berbicara), write (menulis) dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa di kelas VII-B SMP Negeri 2 Godean. 4. Pembelajaran matematika dengan menggunakan penerapan model pembelajaran Think-Talk-Write (TTW) dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dikelas VII-B SMP N 2 Godean. 41