BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki peranan penting dalam menciptakan manusia yang berkualitas. Pendidikan dipandang sebagai sarana untuk melahirkan insan-insan yang cerdas, terampil, kreatif, bertanggung jawab, produktif, dan berbudi pekerti luhur. Hal ini sebagaimana pengertian pendidikan yang ada di dalam Undang Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 1 ayat 1: Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, bermasyarakat, bangsa, dan negara. Hal tersebut selaras dengan pengertian pendidikan yang disampaikan oleh Dictionary of Psychology (Faturrahman, dkk, 2012: 3), ialah suatu tahapan kegiatan yang bersifat kelembagaan (seperti sekolah dan madrasah) yang dipergunakan untuk menyempurnakan perkembangan individu dalam menguasai pengetahuan, kebiasaan, sikap, dan sebagainya. Mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945 (Winarno, 2013: 18). PKn Sebagaimana mata pelajaran lain, memiliki tujuan yang harus dicapai dalam setiap pelaksanaan pembelajarannya. Tujuan pembelajaran Pendidikan kewarganegaraan yang terdapat pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Pendidikan Dasar dan Menengah, agar peserta didik memiliki kemampuan: 1 2 1. Berpikir kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan. 2. Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta antikorupsi. 3. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya. 4. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. Menurut Branson (Winarno, 2013: 19) Pendidikan Kewarganegaraan yang baik harus memiliki tiga komponen yaitu pengetahuan warga negara (civic knowledge), keterampilan kewarganegaraan (civic skills) dan karakter kewarganegaraan (civic desposition). Warga negara yang memiliki pengetahuan yang baik akan menjadi warga negara yang cerdas dan warga negara yang memiliki keterampilan kewarganegaraan akan menjadi warga negara yang partisipatif melalui kajian individual dan kelompok, diakhiri dengan penilaian belajar yang berlandaskan pada penugasan keseluruhan kompetensi kewargaan yang proporsional. Belajar merupakan suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil dari proses belajar dapat diindikasikan dalam berbagai bentuk seperti pengetahuan, pemahaman, pengalaman, sikap dan tingkah laku, kecakapan keterampilan, serta aspek-aspek yang lain yang ada pada individu yang belajar (Trianto, 2009: 9). Aktifitas guru dan murid di kelas merupakan salah satu proses perwujudan menciptakan manusia-manusia yang cerdas. Pembelajaran merupakan suatu upaya untuk menciptakan kondisi bagi terciptanya suatu kegiatan belajar yang memungkinkan siswa memperoleh pengalaman belajar yang memadai (Rusmono, 2014: 6). Siswa dalam mencapai pengalaman belajar yang bermakna bagi kehidupannya tentu dilakukan dengan langkah-langkah yang tepat. Sebuah proses perancangan pembelajaran yang ideal, seseorang pertama-tama mempertimbangkan tujuan, karakteristik murid, konteks belajar dan kinerja, berbagai objektif, dan berbagai persyaratan penilaian, dan kemudian pekerjaan lewat berbagai pertimbangan dan keputusan berikutnya untuk mendatangkan pada pemilihan sistem penanganan yang terbaik. (Rusmono, 2014: 25) 3 Pembelajaran demokratis sangat penting diimplementasikan dalam pembelajaran di kelas. Berikut ini terdapat tiga alasan pentingnya implementasi pembelajaran yang demokratis; 1. Kenyataan bahwa guru bukan satu-satunya sumber belajar. Pembelajaran yang demokratis memungkinkan terjadinya proses dialog yang berujung pada pencapaian instruksional yang ditetapkan. Tanpa pembelajaran demokratis guru hanya akan menjadi penguasa tunggal di kelas yang tidak dapat diganggu gugat. 2. Kompleksnya kehidupan yang bakal dihadapi siswa setelah lulus. Prinsip belajar yang relevan adalah prinsip belajar learning how to learn. Artinya target pembelajaran di kelas tidak hanya sekedar penguasaan materi, melainkan siswa harus belajar hal-hal lain seperti; berpikir mandiri, berani berpendapat, dan berani bereksperimen. 3. Siswa hendaknya dibiasakan bersikap demokratis, bebas berpendapat tetapi tetap dalam rule of the game. (Mulyoto, 2013: 2-3) Berdasarkan uraian tersebut di atas maka belajar aktif (active learning) sangat penting dilakukan. Menurut Hisyam Zaini, dkk (2008: xiv) Belajar aktif adalah suatu pembelajaran yang mengajak peserta didik untuk belajar secara aktif. Belajar aktif sangat penting dilakukan oleh peserta didik untuk mendapatkan hasil yang maksimum. Ketika peserta didik pasif, atau hanya menerima begitu saja apa yang disampaikan oleh pengajar, maka peserta didik lebih cenderung untuk cepat melupakan apa yang disampaikan. Melalui belajar aktif ini peserta didik diajak untuk turut serta dalam proses pembelajaran. Hal ini perlu dilakukan, supaya peserta didik mampu memiliki jiwa kemandirian belajar dan daya kreatifitas belajar. Hal yang sama disampaikan oleh Niemi dan Salvin dalam jurnal Sulastri Muhammad Syah, dkk (2011: 80) active learning strategies emphasize the significance of the learner’s involve independent inquiry, collaborative learning, self awareness of the individual’s own learning process, and purposeful 4 adaptation of new knowledge to the leaner’s prior experience, current intersts and future goals. Intinya bahwa pembelajaran aktif itu penting dilakukan karena pembelajaran ini menekankan pada aktivitas siswa dalam pembelajaran dan siswa mampu menyesuaikan diri terhadap tujuan untuk mendapatkan pengalaman baru yang akan penting dimasa sekarang dan yang akan datang. Maka dari itu dibutuhkan kreativitas dan inovasi dalam penyelenggaraan mata pelajaran PKn dengan menggunakan berbagai strategi pembelajaran yang menarik dan bermakna. Pembelajaran Bermakna menurut David Ausubel menyatakan bahwa bahan pelajaran yang dipelajari harus “bermakna’ (meaningfull). Belajar bermakna menurut Ausubel merupakan proses mengaitkan informasi atau materi baru dengan konsep-konsep yang telah ada dalam struktur kognitif( http://www.academia.edu/6123264/peran_guru_dalam_mewujudkan_pe mb_efektif_dan_bermakna di akses tanggal 23 Juni 2016 Pukul 15.32 WIB). Bukan strategi pembelajaran yang hanya menekankan pada kemampuan siswa menghafal pelajaran dan pasrah dengan ilmu yang disampaikan oleh guru. Akan tetapi pembelajaran yang mampu mendorong siswa percaya diri menyampaikan gagasannya sendiri berdasarkan pemahaman yang diterima sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai serta guru memberikan respon berupa apresiasi secara positif. Melalui penghargaan dan apresiasi secara positif terhadap siswa, diharapkan siswa akan terbiasa aktif berpikir dan berani mengemukakan pendapat di kelas. Pada akhirnya pembelajaran dapat berjalan baik dengan interaksi dua arah. Guru memberikan bahan pelajaran dan siswa aktif untuk memberikan reaksi terhadap pelajaran yang disampaikan oleh guru. Berdasarkan observasi di SMA Negeri Gondangrejo Karanganyar, diketahui pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan belum sepenuhnya menjalankan tiga komponen pembelajaran Pkn, yaitu civic Knowledge, civic skill dan civic Desposition. Pembelajaran PKn terlalu memfokuskan pada kompetensi civic Knowledge yang berkutat tentang teori dan konsep belaka tanpa adanya variasi pembelajaran. Dampaknya siswa jenuh, dan bosan dengan mata pelajaran PKn. 5 Kejenuhan dan kebosanan siswa dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaran dikarenakan beberapa faktor diantaranya: materi pembelajaran yang terlalu banyak teorinya, tidak terbangun interaksi yang menyenangkan saat proses pembelajaran, pemilihan srategi pembelajaran yang belum sesuai dengan kompetensi dasar yang ingin dicapai oleh guru, serta guru yang belum mengintegrasikan sepenuhnya komponen utama atau dimensi pendidikan kewarganegaraan dalam pembelajaran kewarganegaraan. Berdasarkan pengamatan yang peneliti lakukan pada penguasaan sikap kewarganegaraan (civic skill) dalam kegiatan pembelajaran. Keaktifan siswa kelas X SMA Negeri Gondangrejo Karanganyar pada pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di kelas adalah siswa lebih banyak yang pasif dan kurang aktif berpartisipasi di dalam pembelajaran. Hal ini peneliti temui saat kegiatan pembelajaran di kelas yang diselanggarakan melalui metode diskusi kelompok yang dilaksanakan dengan strategi pembelajaran konvensional. Hanya sebagian siswa saja yang berperan aktif di dalam pelaksanaan diskusi. Siswa – siswa yang aktif berpartisipasi di dalam diskusi hanya siswa yang tertentu saja, sedangkan yang lain banyak diam dan pasif. Kemampuan keaktifan siswa dalam berdiskusi dapat dilihat pada kemampuan siswa dalam mengemukakan pendapat secara lisan maupun tulisan. Siswa yang pandai menyampaikan gagasannya secara lisan ternyata kurang pandai dalam mengungkapkan gagasannya secara tulisan. Sebaliknya, siswa yang terlihat diam atau kurang bisa mengungkapkan gagasannya secara lisan ternyata kemampuan menulisnya jauh lebih bagus dibandingkan siswa yang aktif secara lisan. Hal ini nampak pada aktivitas kegiatan belajar yang terkonsep dalam pembelajaran diskusi kelompok. Kondisi pembelajaran tersebut jika dibiarkan saja tanpa adanya perbaikan, maka akan menurunkan kualitas pembelajaran siswa khususnya pada penguasaan kompetensi pendidikan kewarganegaraan. Kemampuan menyampaikan pikiran secara lisan maupun tulisan itu sangat penting untuk dimiliki oleh setiap siswa sebagai wahana pembentukan karakter warga negara yang aktif partisipatif. Hal ini sesuai dengan tujuan ditetapkannya Undang 6 Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, Pasal 4 yaitu mampu membentuk karakter warga negara yang dapat mewujudkan iklim yang kodusif bagi berkembangnya partisipasi dan kreativitas setiap warga negara sebagai perwujudan hak dan tanggung jawab dalam kehidupan berdemokrasi serta menempatkan tanggung jawab sosial dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara tanpa mengabaikan kepentingan perorangan atau kelompok. Pembelajaran Pkn merupakan proses pendidikan secara utuh dan menyeluruh pada pembentukan warga negara yang berkarakter kuat, cerdas, dan aktif partisipatif. Untuk mencapai pembelajaran PKn yang optimal, diperlukan suatu strategi pembelajaran yang akan memudahkan proses tercapainya tujuan pembelajaran PKn. Salah satu strategi yang bisa diterapkan adalah strategi pembelajaran Think Talk Write (TTW). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Jan Lelawati yang berjudul Penerapan Strategi Pembelajaran Think Talk Write (TTW) Untuk Meningkatkan Aktivitas Belajar Dan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas XI IPS Pada Materi Peluang (Penelitian dilakukan di SMA Negeri 6 Surakarta Tahun Ajaran 2013/2014). Hasil dari penelitian ini adalah penerapan strategi pembelajaran Think Talk Write (TTW) dapat meningkatkan aktivitas belajar dan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas XI IPS 4 SMA Negeri 6 Surakarta tahun ajaran 2013/2014. Strategi pembelajaran TTW adalah strategi pembelajaran yang berfokus pada siswa atau student center. Hal ini sebagaimana yang disampaikan oleh Hunkeir dan Laughin (Martinis Yamin dan Bansu I Ansari, 2009: 84) dimana strategi pembelajaran TTW merupakan strategi pembelajaran yang dibangun melalui tahap berpikir, berbicara, dan menulis. Proses tersebut melibatkan siswa dalam berpikir atau berdialog dengan dirinya sendiri setelah proses membaca, selanjutnya berbicara dengan membagi ide (sharing) dengan temannya sebelum menulis. Menurut Fergusson (Yamin, M. & Anshori, B.I, 2009: 70) Diskusi membangun kemampuan siswa untuk menganalisis isi pelajaran, mengungkapkan 7 ide secara lisan, dan berpikir ke depan. Pembelajaran yang terkonsep diskusi menuntut siswa untuk selalu aktif berpartisipasi. Kegiatan pembelajaran TTW akan lebih efektif jika dilakukan dalam kelompok heterogen dengan 3-5 siswa atau dengan kata lain dengan diskusi. Kelompok diskusi ini siswa diminta membaca, membuat catatan kecil, menjelaskan, mendengar dan membagi ide bersama teman kemudian mengungkapkannya lewat tulisan. Hal ini sesuai dengan makna belajar Konstruktivisme yang disampaikan oleh Shymansky (Agus N. Cahyo, 2013: 35-36) yaitu belajar adalah aktivitas aktif, dimana peserta didik membina sendiri pengetahuannya, mencari arti dari apa yang mereka pelajari, dan merupakan proses menyelesaikan konsep ide-ide baru dengan kerangka berpikir yang telah ada dan dimilikinya. Sikap aktif berpartisipasi pada saat diskusi sangat penting bagi pembentukan karakter warga negara yang aktif. Karakter warga negara yang aktif sangat diperlukan bagi berlangsungnya sistem negara demokrasi. Menurut Hans Kelsen (Mochtar Mas’oed, 1999: 6) di dalam negara yang menganut sistem demokrasi, memerlukan rakyat sebagai pengggerak motor keberjalanannya. Demokrasi yang kuat bersumber pada kehendak rakyat dan bertujuan untuk mencapai kebaikan atau kemaslahatan bersama. Berdasarkan penjelasan teori dan hasil penelitian tersebut diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Pelaksanaan Strategi Pembelajaran Think Talk Write (TTW) Terhadap Keaktifan Siswa berdiskusi Pada Materi Persamaan Kedudukan Warga Negara (Studi Di Kelas X4 dan X5 Sekolah Menengah Atas Negeri Gondangrejo Tahun Ajaran 2015/2016)” B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat di identifikasikan masalah sebagai berikut: 1. Rendahnya keaktifan siswa ketika kegiatan pembelajaran terutama pada saat pembelajaran kelompok atau diskusi. 8 2. Strategi pembelajaran yang terlalu terpusat kepada guru, mengakibatkan siswa kurang mendapatkan kesempatan mengemukakan pendapatnya terkait materi yang sedang di pelajari. 3. Pelaksanaan proses Pembelajaran pendidikan Kewarganegaraan yang terjadi di kelas terkesan membosankan. C. Pembatasan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah dan identifikasi masalah diatas, agar permasalahan yang dikaji terarah dan mendalam maka masalahmasalah tersebut peneliti batasi sebagai berikut: 1. Kegiatan pembelajaran PKn dikelas dilaksanakan untuk meningkatkan keaktifan siswa berdiskusi pada materi persamaan kedudukan warga negara. 2. Strategi pembelajaran yang diterapkan dalam proses pembelajaran adalah strategi pembelajaran Think Talk Write (TTW). 3. Subjek Penelitian adalah siswa kelas X SMA Negeri Gondangrejo tahun ajaran 2015/2016 D. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan tersebut, maka dapat ditemukan rumusan masalah sebagai berikut: Apakah ada pengaruh pelaksanaan strategi pembelajaran Think Talk Write (TTW) terhadap keaktifan siswa berdiskusi pada materi persamaan kedudukan warga negara bagi siswa? E. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk membuktikan ada tidaknya pengaruh pelaksanaan strategi pembelajaran Think Talk Write (TTW) terhadap keaktifan siswa berdiskusi pada materi persamaan kedudukan warga negara. 9 F. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik secara teoritis maupun secara praktis, berikut uraiannya: 1. Manfaat Teoritis a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi masyarakat mengenai pengaruh strategi pembelajaran Think Talk Write (TTW) terhadap keaktifan siswa berdiskusi. b. Hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan referensi bagi perkembangan strategi pembelajaran pendidikan Kewarganegaraan. c. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pembanding, pertimbangan, dan pengembangan bagi penelitian berikutnya yang relevan. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Sekolah Memberikan masukan kepada sekolah mengenai pemilihan strategi pembelajaran Think Talk Write (TTW) dalam membentuk keaktifan siswa saat berdiskusi. b. Bagi Guru Sebagai masukan yang bermanfaat bagi guru dalam memilih menciptakan dan menerapkan strategi pembelajaran yang kreatif. Memberikan masukan bagi guru PKn bahwa strategi pembelajaran Think Talk Write (TTW) dapat digunakan dalam pembelajaran PKn untuk mengaktifkan siswa dalam berdiskusi kelompok. c. Bagi Siswa Memberikan motivasi dan dorongan bagi siswa agar mampu berpikir kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi berbagai isu kewarganegaraan serta mampu berpartisipasi secara aktif dan bertanggungjawab dalam kehidupan bermasyarakat, bernegara. berbangsa dan