Biro Arsitek AIA ( Algemeen Ingenieur Architectenbureau ) dan

advertisement
SEMINAR HERITAGE IPLBI 2017 | DISKURSUS
Biro Arsitek AIA ( Algemeen Ingenieur Architectenbureau )
dan Karyanya di Batavia
Alvin Fauzi
[email protected]
Kelompok Keilmuan Manusia dan Ruang Interior, Desain Interior, Fakultas Seni Rupa dan Desain, Institut Teknologi Bandung.
Abstrak
Dalam masa penjajahan Belanda di Hindia Belanda, cukup banyak bangunan yang didirikan oleh
arsitek Belanda yang dapat dipelajari. Mulai dari arsitek yang berdiri sendiri sampai arsitek yang
mendirikan sebuah biro arsitek dalam merancang sebuah bangunan. Salah satu biro arsitek yang
dibahas dipenelitian ini adalah Biro Arsitek AIA ( Algemeen Ingenieur Architectenbureau ). Dalam hal
ini, kenapa memilih biro arsitek AIA, karena biro arsitek ini karyanya cukup banyak di Indonesia
khususnya di Batavia. Kenapa hanya di Batavia saja, karena karya-karya yang paling
merepresentasikan ciri khas arsitekturnya banyak ditemukan di Batavia. Selain itu bangunan yang
dirancang oleh AIA ini memiliki nilai yang tinggi. Penilaian tingginya nilai arsitektural tersebut dapat
dilihat dari keberadannya dan ketahanannya hingga sekarang terhadap alam, arus urbanisasi dimana
bangunan berada.
Kata-kunci : arsitektur, biro, budaya, kolonial, sejarah
Pendahuluan
Sebagai bagian proses pemahaman tentang karya-karya arsitek keturunan Belanda di Indonesia
pada awal abad 20, tulisan singkat ini akan membahas elemen arsitektur pada karya-karya
Algemeen lngenieurs En Architecten Bureau (AIA) yang dirancang dan dibangun pada dekade awal
abad 20 di Indonesia. Namun penulis disini hanya fokus untuk membahas karya- karya penting biro
arsitek AIA dan sang arsiteknya yaitu F.J.L. Ghijsels di Batavia.
Karya – Karya AIA di Indonesia
Pada jurnal ini, penulis fokus mendokumentasikan dan membahas beberapa karya AIA yang terkenal
di Batavia. Ada banyak bangunan komersial, toko-toko rumah tinggal pribadi Jakarta yang
direncanakan oleh biro konsultan dan kontraktor AIA yang terkenal pada zamannya ini. Tetapi
penulis hanya meninjau dan membahas karya karya AIA yang penting sehingga dapat mewakili
karakeristik bangunan yang dirancang biro konsultan AIA ini. Sebelum membahas karya-karya dari
AIA ini, penulis memperkenalkan terlebih dahulu arsitek utamanya yaitu F.J.L. Ghijsels.
Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017 | C 061
Biro Arsitek AIA ( Algemeen Ingenieur Architectenbureau ) dan karyanya di Batavia
Pembahasan
a.
Arsitek F.J.L. Ghijsels
Gambar 1. Sang Arsitek F.J.L. Ghijsels
Frans Johan Louwrens Ghijsels lahir di Tulungagung pada tanggal 8 September 1882. Ghijsels
menempuh pendidikan di Technische Hogeschool Delft, Belanda, Ghijsels kembali ke Hindia Belanda
pada tahun 1910 karena dipengaruhi oleh latar belakang riwayat kelahirannya di Tulung Agung.
Arsitek ini dikenal, dikarenakan setiap mendesain bangunan, ia selalu memasukan gaya khas
arsitekturnya, yaitu gaya kontruksi pilar-pilar yang membuat decak kagum. Dengan bekal ilmu yang
telah dipelajari di negara asalnya, Ghijsels mampu menciptakan sebuah gaya khas yang tetap masih
bisa dilihat dan dimanfaatkan sampai saat ini. Salah satu Karya peningglan Johan, dengan gaya
pilar-pilar khas nya adalah Stasiun Beos yang saat ini di kenal dengan Stasiun Kereta api Jakarta.
Semboyan Ghijsels adalah “Simplicity is the shortest path to beauty” menunjukkan bahwa Ghijsels
adalah seorang arsitek modern yang berpandangan rasional.
Pada tahun 1916, ia mendirikan Algemeen Ingenieur Architectenbureau (AIA) di Batavia yang
terkenal sampai tahun 1935. Sejak th. 1916 sampai th. 1929 selama kurang lebih 13 tahun secara
terus menerus Ghijsels menangani berbagai pekerjaan perancangan bangunan di berbagai tempat.
Proyeknya menyebar di berbagai kota di seluruh Indonesia. Tapi yang terbanyak terletak di Jawa,
terutama di kota-kota besar seperti Batavia, Bandung, Yogyakarta, Semarang dan Surabaya. Jenis
proyeknyapun sangat bervariasi mulai dari perancangan sampai pelaksanaan bangunan dan
perencanaan perluasan kota. Semuanya ini membuat AIA menjadi salah satu biro pembangunan
yang terekemuka di Hindia Belanda pada waktu itu.
b.
Biro Arsitek AIA ( Algemeen Ingenieur Architectenbureau )
Algemeen Ingenieur Architectenbureau atau Algemeen Ingenieur Architecten (AIA) adalah sebuah
biro umum sipil dan arsitektur belanda yang didirikan pada tahun 1916. Biro ini didirikan oleh tiga
insinyur bangunan yaitu Frans Johan Louwrens Ghijsels, Hein von Essen dan F. Stlitz. Sebelum biro
ini berdiri, dua orang, Frans Ghijsels dan H. Essen bekerja sebagai penasehat teknis pada
pemerintah dan F. Stlitz sebagai pengusaha bangunan. Diantara 3 arsitek AIA tersebut, Frans Johan
Louwrens Ghijsels adalah arsitek utama yang memimpin berbagai proyek bangunan di Hindia
Belanda.
C 062 | Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017
Alvin Fauzi
Selama mendirikan biro konsultan arsitek, AIA dipimpin oleh Ghijsels sebagai arsitek utama. AIA
tidak hanya merancang bangunannya tetapi juga bertindak sebagai kontraktor. Hal tersebut karena
permintaan dari para pemakai jasa AIA yang mengharapkan pekerjaan konstruksi dilaksanakan oleh
perancangnya. IAI mulai bergerak sebagai biro konsultan dan kontraktor di Indonesia pada tahun
1930-an. Di Batavia, AIA banyak merencanakan dan menangani proyek gedung-gedung komersial
dan rumah tinggal yang secara arsitektural bernilai da bercitarasa tinggi. Berikut pembahasannya
Tabel 1. Karya-karya arsitektural rancangan AIA di Batavia
No
Nama
Bangunan
Tahun
Berdiri
Lokasi
Fungsi Bangunan
Karakteristik
1
Stasiun BEOS
1927
Kawasan Kota
Tua,
Pusat transportasi kereta api
yang menghubungkan Kota
Batavia dengan kota lain.
Berlanggam Art Deco,
bentuk atap setengah
lingkaran, dan simetris
2.
Gedung Kantor
KPM
(Koninklijke
Paketvaart
Maatschappij)
1917
Kantor
perusahaan
pelayaran Batavia
Berlanggam Art Deco,
bentuk atap terlihat datar
/ dak beton, dan simetris
3.
Rumah
Sakit
Royal
Packet
KPM
Kantor
Geo
Wehry & Co
1915
Jl. Medan
Merdeka
Timur, dekat
Stasiun Kereta
Gambir
Jl Aipda KS
Tubun, Slipi
1926
Leuwinnegrach
t (Jl. Kunir)
Tempat istirahat pegawai
perusahaan KPM dan buruh
kapal
Kantor perdagangan
5.
Gereja Krisen
Menteng
Jakarta
1936
Kawasan
Menteng Jln.
Imam Bonjol
Tempat ibadah Umat Kristen
6.
Gereja Katholik
Meester
Cornelis
1928
Jl. Matraman
Raya
Tempat
Khatolik
7.
Kantor
John
Peet & Co.
1920
Jl. Kali Besar
Barat,
Tambora
Kantor perusahaan
Peet & Co.
8
Hotel
Indes
1930
Molenvliet
West, kini
bernama Jl
Gajah Mada,
Jakarta Pusat.
Sebelum
menjadi
hotel,
fungsi pertama kali sebagai
bangunan asrama pelajar
putri Belanda
Bergaya New Indies
Style, bentuk atap perisai
dan landai, simetris
Berlanggam arsitekur neo
klasik (art deco
ornamental), bentuk atap
perisai, dan simetris
dengan pintu utama
ditengah
Berlanggam Art Deco,
bentuk atap seperti
pyramid, sudut
kemiringan tajam,
memiliki menara dengan
atap yang runcing, dan
tidak simetris
Banyak terdapat elemen
vertikal yang menjulang,
bentuk atap yang tajam,
dan simteris
Berlanggam Art Deco dan
Amsterdam School,
terdapat pola garis-garis
vertikal, simeteris
Berlanggam art deco
dengan
campuran
karakter bangunan tropis
di Indonesia yaitu pada
atap miring dan terdapat
teritis.
4.
Des
ibadah
Umat
John
Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017 | C 063
Biro Arsitek AIA ( Algemeen Ingenieur Architectenbureau ) dan karyanya di Batavia
karya karya arsitektur AIA di Batavia.
Gambar 2. Stasiun Kota Jakarta 1941. Foto fasad bangunan dan interior bangunan Stasiun Kota Jakarta
1. Stasiun BEOS
Stasiun Kota Jakarta terletak di Kota Lama sebagaii jantung atau pusat kota. Stasiun Jakarta Kota
dikenal pula dengan sebutan Stasiun Beos. Stasiun ini berfungsi stasiun sebagai pusat transportasi
kereta api yang menghubungkan Kota Batavia dengan kota lain. Stasin ini dirancang oleh Ghijsels
pada 1927-1928.
Ciri khas arsitektur Ghijsels sesuai dengan ungkapannya “Het Indische Bouwen” yakni perpaduan
antara struktur dan teknik modern barat dipadu dengan bentuk-bentuk tradisional setempat. Konsep
Ardeco yang sangat terlihat di Stasiun ini adalah penggunaan bentuk atap setengah lingkaran
sebagai konstruksi utama. Jika di lihat lebih detil struktur bangunan stasiun ini maka akan melihat
konstruksi bangunan berbentuk huruf “T”. Rangka atau atap berbentuk kupu-kupu dengan
penyangga kolom baja. Selain secara massa bangunan, stasiun ini berbentuk simteris yang lazim
digunakan beberapa bangunan kolonial lainnya.
Gambar 3. Sebelah kiri adalah Stasiun BEOS, foto udara di depannya adalah Nederlanddesche Handel
Maatshappij dan Javache Bank. Sebelah kanan adalah proses pengaspalan dan konstruksi Stasiun BEOS
C 064 | Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017
Alvin Fauzi
Gambar 4. Gedung KPM Jakarta, foto udara dan fasar bangunan tahun 1941
2. Gedung Koninklijk Paketvaart Maatshappij (KPM) Jakarta
Gedung KPM ini menjadi salah satu realisasi terpenting dari AIA. Gedung ini dahulu merupakan
sebuah perusahaan pelayaran terbesar pada zaman belanda. Gedungnya i Koningsplein Oost
( medan merdeka timur ). Ciri khas arsitektur yang terlihat pada bengunan ini adalah atap yg relatif
datar yang dimanfaatkan untuk teras dan terdapat menara kembar yang memperkuat bentuk
simteris. Seperti pada arsitektur simetris pada umumnya, pintu masuk utama terletak di tengah.
Gambar 5. Rumah Sakit Royal Packet KPM, foto fasad bangunan dan pintu gerbang tahun 1941
3.
Rumah Sakit Royal Packet KPM
Pada awal tahun 1914, Ir. F.J.L. Ghijsels diberi tugas untuk merancang komplek rumah sakit lengkap
dengan perumahan bagi karyawan medis. Bangunan utama rumah sakit terdiri dari dua lantai
dengan koridor pada kedua sisinya dan atap pelana dengan teritisan pada lantai dua. Bergaya
New Indies Style, karena pada masa ini desain yang dibuat oleh arsitek-arsitek Belanda telah
beradaptasi dengan iklim tropis sehingga terdapat teras dan koridor terbuka.
Gambar 6. Kantor Pusat Geo Wehry & Co. Jln. Kurir Jakarta lama
4.
Kantor Geo Wehry & Co
Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017 | C 065
Biro Arsitek AIA ( Algemeen Ingenieur Architectenbureau ) dan karyanya di Batavia
Dibangun pada tahun 1926 oleh Geo Wehry atas dasar rancangan dari AIA Bureau. Selain sebagai
perusahaan import besar, Geo Wehry & Co sebagai sebuah perusahaan terkenal, juga memiliki
beberapa kantor-kantor lainnya untuk mengurusi keuangan, perdagangan, distribusi dan administrasi
perusahaan.
Secara keseluruhan gaya yang diterapkan pada bangunan ini adalah Art Deco. Terlihat dari fasad
yang sederhana tanpa ornament dekorasi yang banyak dan tampak yang simetris. Bentuk massa
bangunan ini adalah persegi panjang dengan dua bagian yang menonjol pada bagian kiri dan kanan.
Pintu masuk utama terletak ditengah-tengah bangunan. Tampak muka bangunan memberikan kesan
tegas dengan garis-garis vertikal yang menghubungkan jendela-jendela pada lantai dasar dan lantai
satu. Atap utama bangunan adalah perisai bertumpuk dengan jurai pada kedua sisinya.
Gambar 7. Gereja Kristen Menteng Jakarta, pada masa kolonial dan masa sekarang.
5. Gereja Krisen Menteng Jakarta ( Nassaukerk )
Gereja Krisen Menteng Jakarta ini terletak di kawasan Menteng Jln. Imam Bonjol. Gereja ini dahulu
disebut Nassaukerk, atau sekarang disebut Gereja Protestan Indonesia Barat.
Konsep dan ciri khas Gereja Paulus ini adalah menaranya yang terlihat “langsing” dengan atap
piramida runcing. Bagian fungsional seperti jendala, bouvenlicht, serta teritisan dari plat beton,
merupakan komposisi tampak bangunan yang konsisten dan profil estetika yang dekoratif pada
kolom dan pilaster sangat kuat yang menunjukkan pengaruh arsitektur Art Deco yang elegan. Denah
Gereja Paulus ini, sangat kuat sebagai simpol ke-Kristen-an, yaitu berbentuk Salib, yang keempat
sisinya adalah sama panjang. Masing-masing sayap bangunan ini beratapkan pelana dengan
kemiringan yang tajam, seperti rumah-rumah jaman Belanda di Menteng.
C 066 | Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017
Alvin Fauzi
6. Gereja Katholik Meester Cornelis (Jatinegara) Jakarta
Gereja Katholik Meester Cornelis ini dahulu menjadi bagian dari sebuah kompleks katholik yang
terdiri dari sekolah, kantor dan unit unit untuk biara. Terdapat ciri khas yang paling kuat dari
bangunan religius ini yaitu kemiringan atap yang tajam dan simetri pada bangunan. Berbeda dengan
gereja sebelumnya yang tidak simetris.
Gambar 9. Foto Kantor John Peet & Co pada tahun 1920 dan fasas kantor pada tahun 2012
7. Kantor John Peet & Co
Ghijsels merancang bangunan ini untuk John Peet & Co. Office Premises pada tahun 1919 dan
kemudian pada tahun 1920 pembangunan diterapkan.
Berlanggam Art Deco dengan ciri khasnya elemen dekoratif geometris pada dinding eksteriornya.
Dapat dilihat pada fasade Kantor PT. Toshiba yang dulunya merupakan John Peet & Co. Office
Premises, pola garis-garis yang merupakan salah satu ciri Arsitektur Art Deco di Indonesia.
Bangunan dari aliran Amsterdam School biasanya memakai bahan dasar yang berasal dari alam yaitu
batu dan kayu. Serta dapat dilihat dari detail-detail elemen fasadenya.
8. Hotel Des Indes
Gambar 10. Hotel Des Indes, foto udara dan fasad bangunan tahun 1973
Gambar 8. Bangunan Gereja Katholik Meester Cornelis (Jatinegara) Jakarta
Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017 | C 067
Biro Arsitek AIA ( Algemeen Ingenieur Architectenbureau ) dan karyanya di Batavia
Karya AIA selanjutnya yaitu renovasi sebuah hotel di Jakarta bernama Des Indhes yang pada zaman
hinida belanda, hotel ini sangat terkenal. Sebelumnya hotel ini memiliki gaya arsitektur klasik.
Perombakan dan perluasan tersebut, dirancang dan dibangun oleh AIA. Hotel dijadikan berlantai dua
dan sebagian berlantai tiga. Secara keseluruhan hotel ini berciri dalam arsitektur modern, tidak
mempunyai elemen dekorasi khusus. Ciri ini dipadukan dengan karakter bangunan tropis di
Indonesia.
Kesimpulan
Secara keseluruhan bangunan – bangunan yang direncanakan dan dibangun oleh AIA di Batavia
lebih banyak mengikuti aliran modernisme-fungsionalisme. Hanya sedikit bangunannya memasukkan
unsur klasik seperti misalnya Gereja Katholik Meester Cornelis dan kantor lama KPM. Meskipun
desainnya punya adaptasi yang tinggi terhadap lingkungan Hindia Belanda, tapi prinsip-prinsip
arsitektur modern selalu dipegangnya teguh. “Simplicity is the shortest path to beauty” merupakan
semboyan arsitektur modern yang selalu dipegangnya.
Jika diperhatikan lebih dalam, terdapat ciri khas pendekatan AIA yang membedakan dengan arsitek
belanda lainnya dalam mendesain sebuah bangunan yaitu pada atap. Pada prinsipnya, bangunan
religius yang dirancang AIA, atapnya lebih miring dari pada bangunan komersial lainnya. Ciri-ciri
tersebut juga memberi bukti akan adanya pengaruh alirain arsitektur Modern yang mulai masuk ke
Indonesia dibawa oleh arsitek keturunan belanda saat itu.
Acknowledgment
Penulis berterima kasih kepada Bambang Setia Budi, ST., MT., Ph. D., selaku dosen pengajar mata
kuliah Arsitektur Kolonial di Institut Teknologi Bandung untuk segala bimbingan, komentar dan saran
selama menulis jurnal ini. Penulis juga berterima kasih kepada Perpustakaan ITB yang telah
menyediakan berbagai literalur untuk data dan dokumentasi pada jurnal ini. Terakhir, terima kasih
kepada yang selama ini telah mendukung saya dari awal sampai jurnal ini selesai.
Daftar Pustaka
Sumalyo, Y. (1995). Arsitektur Kolonial Belanda di Indonesia. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Kunto, H. (1984). Wajah Bandung tempo dulu . Bandung : PT Ganesha
Djauhari, S. (1978). Kompedium Sejarah Arsitektur. Bandung : L.P.M.B
http://collectie.tropenmuseum.nl/default.aspx?ccid=508808&lang=
http://koleksitempodoeloe.blogspot.co.id/2012/10/foto-tua-asli-gedung-kantor-pusat-kpm.html
http://www.skyscrapercity.com/showthread.php?t=852734&page=28
http://kidalnarsis.blogspot.co.id/2017/01/gedung-geo-wehry-co-tercantik-dan-megah.html
https://hurahura.wordpress.com/2012/08/03/hilangnya-bangunan-hotel-des-indes/
https://noodledoodleasia.wordpress.com/2014/03/10/bakmi-lung-kee-jakarta-indonesia/
http://museumlistrik.blogspot.co.id/2015/08/sejarah-ketenagalistrikan-indonesia.html
http://www.kompasiana.com/christiesuharto/gereja-paulus-nassau-kerk-arsitektur-gaya-art-deco-yang-elegan
C 068 | Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017
Download