BAB I PENDAHULUAN 1. 1 LATAR BELAKANG MASALAH Saat ini ekspansi bisnis Internasional terus meningkat maka jumlah tenaga kerja Internasional yang bekerja di luar negeri pun juga semakin bertambah. Pasar untuk sebagian besar barang dan jasa kini juga bersifat global, banyak produk yang dijual didunia melewati batas nasional dengan bebas dan ribuan perusahaan multinasional yang beroperasi dinegara lainpun relatif bebas tampa batas nasional. Untuk mengembangkan cabang perusahan di luar negeri maka perusahaan akan mempersiapkan dan mengirim menempati tenaga kerja posisi-posisi meningkatkan internasional penting produktivitas guna agar dapat perusahaan. Tenaga kerja Internasional ini disebut sebagai ekspatriat. Torbion (1982) menyatakan bahwa adaptasi terhadap ekspatriat adalah sojourner perusahan keluar negeri mengendalikan operasi yang dengan dikirim tujuan perusahaan oleh untuk serta memberikan pelayanan teknik administrasi. Selain itu Hill (2002) juga mengungkapkan bahwa ekspatriat adalah warga negara dari sebuah negara dimana 1 perusahaan berasal yang sedang bekerja pada satu cabang perusahaan di luar negeri. Selanjutnya Noe et al (2006) juga menyebutkan bahwa ekspatriat adalah seorang karyawan yang dikirim oleh perusahaan untuk bekerja di negara lain. Jadi ekspatriat adalah seseorang yang sedang tinggal dan bekerja pada salah satu perusahaan diluar negeri yang tidak terdaftar sebagai warga negara. Penggunaan ekspatriat di cabang perusahaan luar negeri masih dianggap sangat krusial sebab kemampuan, keahlian dan ketrampilan sumber daya manusia domestik masih sangat jauh lebih rendah bila dibandingkan sumber daya manusia Internasional (ekspariat). Kelemahan tenaga kerja domestik yang dimaksudkan adalah kurang pengetahuannya mengenai kemajuan teknis bisnis dan kebijakan-kebijakan perusahaan serta prosedurprosedur tentang keuangan, pemasaran dan produksi. Alasan lain penggunaan ekspatriat adalah untuk menjamin efektifitas operasi perusahaan sejalan dengan kebijakan kantor pusat. Seperti yang diungkapkan oleh Edstrom (1977) bahwa khususnya di negara-negara sedang berkembang (developing countries) para ekspatriat dikirim biasanya karena keahlian tenaga lokal yang diperlukan perusahaan tidak tersedia sehingga ekspatriat digunakan untuk 2 mengisi posisi atau sebagai sarana pengembangan manajemen, pengendalian, koordinasi sekaligus untuk mempertahankan struktur organisasi dan pengambilan keputusan. Timor Leste juga mengalami hal yang sama bahwa penggunaan sumber daya manusia di didominasi perusahaan oleh tenaga multinasional kerja ekspatriat masih karena kurangnya kemampuan, keahlian dan ketrampilan sumber daya manusia domestik. Saat ini banyak perusahaan Internasional yang berekspansi di Timor Leste, mempekerjakan karyawan expatriat yang berasal dari berbagai negara yang memiliki keragaman kultur, skill serta pendidikan. Penggunaan ekspatriat oleh perusahaan multinasional di Timor Leste benar-benar tidak bisa dihindari seperti yang dikatakan oleh Edstrom bahwa para ekspatriat dikirim ke luar negeri biasanya karena keahlian yang diperlukan perusahaan tidak tersedia secara lokal atau karena perusahaan ingin memiliki pengendalian pada perusahaan dan ingin untuk memiliki seseorang yang diketahui dan dipercayai dapat mengelola operasi perusahaan diluar negeri. Hal ini terjadi karena kurangnya pengetahuan sumber daya manusia domestik sejak pembentukan pemerintahan transisi oleh perserikatan bangsabangsa (PBB) hingga saat ini sumber daya manusia 3 domestik masih sangat lemah, sehingga mayoritas perusahaan multinasional di Timor Leste masih menggunakan tenaga kerja Internasional (ekspatriat). Realitas menunjukkan bahwa ekspatriat yang bekerja di perusahaan multinasional semakin meningkat dari tahun ke tahun, Total ekspatriat yang bekerja di Timor Leste (memiliki visa kerja) mulai tahun 2009 sampai 2011 mencapai 5.972 orang (Sular Affairs Annual Statistic dan MTCI, 2011). Para ekspatriat ini bekerja di berbagai sektor usaha yaitu jasa, industri dan perdagangan. Pekerjaan di sektor jasa seperti hotel dan bar, toko, travel, konstruksi, pendidikan swasta dan perdagangan seperti ekspor dan impor. Menurut data Sular Affairs Annual Statistik dan MTCI (2011), dari total ekspatriat yang berada di Timor Leste dapat di kelompokan Indonesia menjadi urutan pertama dengan total 2.725, urutan kedua China 1288 ekspatriat, urutan ketiga Philipina : 675 ekspatriat, urutan ke empat Australia dengan 223 ekspatriat, urutan ke lima Brasil 148 ekspatriat, urutan ke enam Portugal dengan 103 ekspatriat, urutan ke tujuh Malaysia 97 ekspatriat, urutan ke delapan Singapore 84 ekspatriat, urutan ke sembilan India 75 ekspatriat dan urutan ke sepuluh adalah Korea Selatan 67 ekspatriat. Namun para ekspariat yang berasal dari Indonesia tidak dapat diteliti dalam 4 penelitian ini karena kondisi lingkungan makro tidak berbeda jauh dengan Timor Leste. Selain itu ekspatriat yang berasal dari China, Korea Selatan, Brasil dan Portugal juga tidak dapat diteliti dalam penelitian ini karena para ekspatriat tidak bersedia untuk diwawancarai oleh peneliti. Oleh sebab itu, para ekspatriat yang diteliti dalam penelitian ini terdiri dari 27 ekspatriat yang berasal dari 11 Negara yaitu Australia, Amerika Serikat, Japan, Singapore, Malaysia, Filipina, India, Vietnam, Thailand, Bangladesh dan Pakistan. Keragaman (diversitas) karyawan ini bila dikelola dengan baik akan menjadi suatu kekuatan (resource-based) dalam perusahaan yang akan memberikan pengaruh positif atau value-added bagi perusahaan. Namun salah satu hal yang perlu juga diperhatikan adalah adaptasi budaya, sebab adaptasi budaya adalah suatu proses kognitif sosial yang mana mengurangi ketidakpastian dan suatu proses afektif yang mengurangi kecemasan hasil adaptasi budaya termasuk kesejahteraan psikologi dan kepuasaan serta kompetensi sosial (Gao and Gudy Kunst,1990; ward and Kennedy,1992) Kemampuan adaptasi budaya mengandung pengertian pada kecakapan (skills) yang dimiliki seseorang yang membuatnya mampu melakukan 5 berbagai cara untuk menyesuaikan diri dengan budaya tuan rumah. Dalam riset ini menunjukkan bahwa para bisnis ekspatriat di Timor Leste melakukan adaptasi budaya secara individual yang didukung oleh self efficacy, relation skills dan perception skills. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Mendenhall keberhasilan dan Oddou, pelaksanaan (1985) tugas bahwa ekspatriat tergantung pada pemilikan kecakapan (skill) tertentu, yaitu: kecakapan pribadi, kecakapan bergaul dan kecakapan persepsi. Kecakapan pribadi yang dimiliki individu menyangkut emosional kematangan seseorang. Seseorang mental yang dan memiliki kemampuan individu akan lebih mudah beradaptasi dan berinteraksi secara efektif dengan orang lain, khususnya dengan orang asing (Harris dan Moran 1979). Adapun asumsi lain yang juga mengatakan bahwa banyak penugasan ekspatriat yang Internasional ketidakmampuan ketidakmampuan kompetensi (inability) gagal bukan teknik dalam karena namun menyesuaikan diri dengan lingkungan baru. Seperti survey dan studi yang dilakukan oleh Black & Gregersen (1999) menyatakan bahwa 20 persen dari seluruh manajer Amerika Serikat yang dikirim keluar negeri kembali 6 lebih awal (return early) dikarenakan ketidakpusaan terhadap pekerjaan dan kesulitan penyesuaian diri terhadap lingkungan baru. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Hodgan & Goodson (1999) bahwa 40 persen manejer Amerika Serikat gagal dalam penugasan luar negeri karena ketidakmampuan adaptasi. Maka faktor terpenting kembalinya para ekspatriat sebelum waktunya (premature return) dalam penugasan terletak pada ketidakmampuan mereka sendiri untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan baru (Black dan Gregersen dalam Sirait dan Raharjo 2009). Kegagalan penugasan Internasional akan menimbulkan banyak konsekuensi bagi perusahaan karena selama masa penugasan (international assignment) mengeluarkan biaya yang akomodasi lainnya. perusahaan cukup pajak tunjangan-tunjangan, internasional tinggi dan telah seperti dukungan Kerugian biaya perusahaan kepada seorang manajer ekspatriat Amerika Serikat yang telah di interview mengatakan bahwa ia di bayar oleh perusahaan dengan gaji $10,000 perbulan dan $1,000 untuk tunjangan lain termasuk penyewaan apartmen. (www, mikebeitler.com/Expatriate training and support). Riset lain juga memperkirakan biaya kegagalan penugasan eksptriat mencapai $50,000 7 sampai $150,000 (Copeland dan Griggs, 1985; Harris and Moran, 1979; Misa dan Fabricatore, 1979). Kegagalan adaptasi ini terjadi karena setiap negara mempunyai kondisi lingkungan makro yang berbeda satu dengan yang lain, terutama negara maju (developed country) dan negara sedang berkembang (developing country) mempunyai kondisi yang berbeda. Maka para ekspatriat bekerja di negara maju (developed country) dan sedang berkembang (developing country) juga mengalami hal yang berbeda pula. Namun ada beberapa penelitian tentang adaptasi budaya yang telah dilakukan di negara maju (developed country) dan sedang berkembang (developing country) menemukan hasil adaptasi yang sama, bahwa saat kedatangan para ekspatriat akan melakukan adaptasi penyesuaian yang disebut terhadap in-country tiga dimensi adjustment diantaranya work adjustment, general adjustment dan interaction adjustment (Hill, 2001; Black et al, 1991, 1999; Vance and Paik, 2006; Aican et al, 1997; Selmer, 2005; T. Emyliana 2009). Selanjutnya, penelitian ini mengatakan bahwa ketika ekspatriat melakukan penyesuaian terhadap ke tiga dimensi diatas maka individu akan mengalami 4 tahapan dalam adaptasi yaitu: tahap haneymoon, culture shock, recovery dan adjustment yang disebut “the U 8 curve theory of adjustment” (Oberg., 1960; black et al, 1991; Hofstede, 1960, 1991; Lysguard, 1955; Black & Mendenhall, 1990; Unsunier, 1998; Selmer, 1999; Kaye & Taylor, 1997; Bhaskar-Shrinivas et al, 2004; Emyliana, 2009). Lihat table 2.3.2 Walaupun demikian dilakukan oleh Marx kuesioner pada 73 penelitian (1999), manajer lain dengan di yang membagi seluruh dunia menyatakan hasil yang berbeda bahwa, tahapan adaptasi dimulai dari tahap hanoymoon, culture shock, recovery, culture shock dan breaking through. Disamping itu, Marx juga menegaskan bahwa tidak semua individo melakukan tahapan adaptasi sesuai dengan model atau teori kurva Oberg dkk. (Lihat table 2.3.3) Dari kedua model tahapan adaptasi yang diungkapkan diatas dapat diasumsikan bahwa masih ada kontradiktif dalam hasil penelitian tentang tahapan adaptasi (phases of adaptation). Selain itu negara Timor Leste merupakan sebuah negara baru yang mempunyai keunikan faktor lingkungan mikro yang berbeda dengan negara-negara yang telah diteliti dalam penelitian terdahulu, maka pemilihan adaptasi budaya para ekspatriat di Timor Leste menarik untuk diteliti. 9 menjadi obyek yang 1. 2 PERSOALAN PENELITIAN Berdasarkan permasalahan yang telah di paparkan diatas, maka dapat dirumuskan persoalan penelitian sebagai berikut : 1. Faktor-faktor apa yang mendukung para ekspatriat melakukan adaptasi terhadap general adjustment, work adjustment dan social interaction adjustment ? 2. Bagaimana upaya para ekspatriat melakukan adaptasi budaya di lihat dari general adjustment, work adjustment, social interaction adjustment dan tahap-tahapan apa saja yang dialami oleh ekspatriat dalam melakukan adaptasi? 1. 3 TUJUAN PENELITIAN Adapun tujuan dari penelitian yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui faktor-faktor apa yang mendukung para ekspatriat melakukan adaptasi terhadap general adjustment, work adjustment dan social interaction adjustment ? 2. Untuk mengetahui bagaimana upaya para ekspatriat melakukan adaptasi budaya di lihat dari general adjustment, work adjustment, social interaction adjustment dan tahap-tahapan apa saja 10 yang dialami oleh ekspatriat dalam melakukan adaptasi ? 1. 4 1. MANFAAT PENELITIAN Manfaat Teoritis Penelitian ini dapat bermanfaat bagi akademis agar dapat menambah literatur yang sudah ada sebelumnya. Selain itu, dapat meningkatkan kemampuan berpikir peneliti melalui karya ilimiah dan sekaligus sebagai penerapan ilmu yang diperoleh dalam proses adaptasi yang dilakukan oleh ekspatriat. 2. Manfaat Praktisi Diharapkan agar penelitian ini dapat menjadi informasi bagi pihak yang berkepentingan seperti perusahaan multinasional dalam merekrut dan mempersiapkan ekspatriat, khususnya dalam hal membantu ekspatriat melakukan adaptasi sehingga ekspatriat tidak mengalami tahap culture shock dan mental isolation yang berkepanjangan saat menjalankan tugas di cabang perusahaan luar negeri atau pulang lebih awal (return early). 11