Tugas Kelompok Manajemen Kompensasi (MK) Tanggal Penyerahan : 16 Mei 2012 Dosen : Prof. Dr. Ir. Sjafri Mangkuprawira Batas Penyerahan : 17 Mei 2012 Forces Affecting Compensation Oleh Kelompok : Juliana Maisyara P056101451.46 Rizkiria Ratmarisa Nur P056101571.46 PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER MANAJEMEN DAN BISNIS INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 PEMBAHASAN Pengaruh Kekuatan Pasar pada Strategi Kompensasi Organisasi beroperasi dalam lingkungan pasar yang dinamis. Ada saat-saat profit meningkat (peak time) dan ada masa paceklik. Hal tersebut disebabkan adanya tekanan (turbulensi) pasar. Tekanan pasar yang memengaruhi strategi kompensasi misalnya karena inflasi. Inflasi merupakan kenaikan harga-harga secara umum yang membuat daya beli masyarakat menurun. Indikator tingkat inflasi di Indonesia belum stabil dari waktu ke waktu. Jadi, masalah inflasi ini bagi perusahaan secara umum memicu semacam tekanan bayar (pay compression). Metode paling efektif sehubungan dengan inflasi yang patut diterapkan adalah merit pay system atau sistem kenaikan gaji berdasarkan prestasi. Hal ini dimaksudkan untuk memotivasi karyawan agar bekerja lebih giat lagi. Banyak hal yang mempengaruhi tingkat kompensasi diantaranya adalah upah yang kompetitif dengan perusahaan lain, tingkat inflasi, dan sebagainya. Sehingga dalam penentuan tingkat kompensasi harus menggunakan strategi manajemen yang baik agar dalam melakukan peningkatan kompensasi dapat diimbangi dengan peningkatan produktifitas. Hal ini menarik perhatian kita terutama saat terjadi efek dari kemerosotan ekonomi. Banyak para pemimpin perusahaan mengajukan pertanyaan penting bagaimana organisasi mereka bisa terus ada. Salah satu faktornya adalah sumber daya manusianya. Tanpa sumber daya manusia atau karyawan, maka perusahaan tersebut tidak dapat berjalan meskipun perusahaan tersebut memiliki modal finansial yang cukup besar dan teknologi yang tinggi Satu pertanyaan yang mereka tidak bisa dihindari yaitu kompensasi. Menurut Dessler (1997), kompensasi merupakan segala bentuk penggajian atau imbalan yang mengalir kepada karyawan. Sedangkan kompensasi menurut Mangkuprawira (2004) mengandung arti tidak sekedar hanya dalam bentuk finansial saja, seperti yang langsung berupa upah, gaji, komisi, dan bonus, serta tidak langsung berupa asuransi, bantuan sosial, uang cuti, uang pensiun, pendidikan, dan sebagainya, tetapi juga bentuk bukan finansial. Bentuk ini berupa pekerjaan dan lingkungan pekerjaan. Bentuk pekerjaan berupa tanggung jawab, perhatian, kesempatan, dan perhargaan, sementarabentuk lingkungan pekerjaan berupa kondisi kerja, pembagian kerja, status, dan kebijakan. Jadi dapat disimpulkan bahwa kompensasi adalah segala sesuatu yang diterima dapat berupa finansial maupun bukan finansial yang diterima secara langsung 1 maupun tidak langsung oleh karyawan sebagai imbalan atas jasa mereka yang diberikan kepada organisasi. Masalah kompensasi selalu mendapat perhatian besar dari setiap karyawan. Hal ini disebabkan karena kompensasi merupakan sumber pendapatan, merupakan penerimaan yang diperoleh karena pendidikan dan keterampilan yang dimilikinya, menunjukkan kontribusi kerja mereka, dan merupakan salah satu elemen kepuasan kerja. Kepuasan terhadap kompensasi yang diterima dari seorang karyawan merupakan elemen utama terciptanya kepuasan kerja karyawan tersebut. Artinya, semakin puas seorang karyawan terhadap kompensasi yang diterimanya, maka akan semakin puas karyawan tersebut terhadap pekerjaannya, begitu pula sebaliknya. Sedangkan elemen utama yang akan mempengaruhi kepuasan karyawan terhadap kompensasi yang diterimanya adalah keadilan yang dirasakannya terhadap kompensasi yang diterimanya tersebut. Jika ingin organisasi tetap berjalan dan melanjutkan kegiatan, dengan mengurangi jumlah pegawai maka dengan cepat akan mengurangi biaya overhead perusahaan. Perusahaan membutuhkan orang untuk bertahan hidup. Namun, mempertahankan jumlah karyawan dapat menyebabkan kebangkrutan. Jadi apa yang perusahaan lakukan? Saat ini perusahaan lebih mengutamakan key talent (karyawan kunci) dalam sistem kompensasi. Hal ini karena krisis ekonomi tidak hanya berdampak pada penurunan bisnis (slow down in business), tetapi juga mengakibatkan peningkatan biaya operasional dan tenaga kerja. Untuk itu diperlukan strategi dalam sistem kompensasi yang dapat mengatasi ketidakcukupan talent (insufficient supply of talent) di pasar yang bisa menyebabkan penurunan kinerja perusahaan. Oleh karena itu, kami menyarankan agar perusahaan dan karyawan sama-sama siap dalam menyikapi tren kompensasi yang berbasis kinerja. Dengan demikian, perusahaan harus siap dengan sistem manajemen berbasis kinerja yang berhubungan langsung dengan skema reward atau kompensasi. Demikian pula karyawan harus siap menghadapi perubahan budaya berdasarkan kinerja, sehingga diharapkan keduanya dapat meningkatkan kinerja perusahaan. Komunikasi yang teratur dan terbuka antara perusahaan dan karyawan mengenai sistem kompensasi dan benefit juga diperlukan untuk menghindari terjadinya demotivasi. Dalam paper disebutkan bahwa tim manajemen perlu memastikan bahwa organisasinya tidak kehilangan karyawan yang bertalenta untuk membantu perusahaan selama masa sulit. Selain itu mempertahankan karyawan juga perlu diperhatikan 2 sehingga mereka tetap berkomitmen dan fokus. Alasan suatu organisasi menarik dan mempertahankan karyawannya hanya dengan satu tujuan yaitu mencapai tujuan organisasi melalui prestasi kerja para karyawan tersebut. Oleh karena itu sistem kompensasi harus didisain untuk menghargai perilaku karyawan yang memberi kontribusi terhadap pencapaian tujuan organisasi. Akan tetapi hal ini sulit dilakukan karena tujuan mereka bukan semata-mata mendapatkan kompensasi yang didasarkan pada prestasi kerja saja. Para karyawan mengharapkan lebih dari sekedar itu yaitu adanya keadilan dan keterbukaan dari metode dan proses implementasi dari sistem kompensasi tersebut. Oleh karena itu, tidaklah berlebihan apabila terdapat pendapat bahwa keadilan merupakan jantungnya sistem kompensasi. Untuk mewujudkan keadilan ini maka program kompensasi harus didisain dengan mempertimbangkan baik kontribusi karyawan maupun kebutuhan karyawan. Hal ini bukan berarti bahwa kompensasi yang diberikan oleh suatu perusahaan harus berjumlah banyak (secara nominal). Perusahaan yang memberikan kompensasi secara berlebihan kepada karyawan akan dapat mencelakai diri perusahaan maupun karyawannya. Kompensasi yang berlebihan tersebut akan mengakibatkan menurunnya daya saing perusahaan, kecemburuan antar karyawan maupun ketidaknyamanan dalam diri karyawan itu sendiri. Saling bersaing memberikan kompensasi juga bukanlah hal yang dilarang. Hal tersebut diperbolehkan asal dengan cara yang benar dan tanpa ada satu pihak yang dicurangi. Kompensasi tentunya juga diberikan pada tenaga kerja yang mempunyai keahlian sehingga membuat perusahaan merasa bangga dan sayang untuk melepasnya. Oleh karena itu banyak perusahaan yang menginginkan tenaga kerja seperti itu. Berdasarkan teori keadilan, seorang karyawan akan menentukan keadilan dari kompensasi yang diterimanya dengan membandingkan kompensasi yang diterimanya dengan input yang dimilikinya, dimana rasio kompensasi dengan input ini sifatnya relatif untuk setiap karyawan. Jika rasio tersebut dari seorang karyawan dengan karyawan lainnya adalah sama (setara) maka karyawan tersebut merasa mendapat keadilan. Sedangkan jika seorang karyawan merasa bahwa rasio antara kompensasi yang diterimanya dengan input yang dimilikinya tidak sama (setara) dengan rasio antara kompensasi yang diterima dengan input yang dimiliki dari karyawan lainnya, maka karyawan tersebut akan merasakan adanya ketidakadilan.Jadi persaingan yang harus dilakukan tentunya haruslah persaingan yang sehat. Kompensasi itu juga sebaiknya dipikirkan mengenai keadilannya pada karyawan-karyawan yang bekerja. 3 Tantangan dalam menetapkan kompensasi muncul ketika metode yang digunakan untuk menetapkan kompensasi sudah dilakukan dengan benar. Implikasi dari kebutuhan untuk menjawab tantangan ini dapat menyebabkan para analis untuk melakukan penyesuaian lebih lanjut terhadap kompensasi. Sehingga dapat diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi prinsip keadilan dalam penetapan kompensasi. a. Sasaran Strategis Manajemen kompensasi manajemen tidak terbatas pada keadilan internal dan eksternal. Manajemen kompensasi dapat digunakan sebagai strategi bagi pemberi kerja. Contohnya pendekatan ”pay-for-skill” dan ”pay-for-knowledge” yang digunakan oleh GE, Polaroid, Steelcase dan lain-lain. Artinya, semakin banyak ketrampilan dan pengetahuan yang dimiliki, maka semakin tinggi gaji yang akan diterima. b. Tingkat Upah yang Berlaku Kekuatan pasar dapat menyebabkan beberapa pekerjaan harus dibayar lebih dari pergeseran relatif berharga. Perubahan demografis dan hubungan penawaran dan permintaan yang relatif mempengaruhi kompensasi. Contoh pada awal 1990-an, pasokan tenaga perawat sangat kurang hampir di semua lingkungan komunitas. Sejak permintaan melampaui penawaran, kekuatan pasar menyebabkan tingkat upah bagi perawat untuk naik di atas nilai relatif mereka dibandingkan dengan pekerjaan lain dalam organisasi kesehatan. c. Kekuatan Serikat Pekerja (Union Power) Ketika serikat pekerja mewakili sebagian dari tenaga kerja, mereka mampu memperoleh tingkat upah yang tidak sebanding dengan nilai relatif dari pekerjaan. Upah yang lebih tinggi dapat menyebabkan lebih banyak otomatisasi, manfaat lebih sedikit, atau hilangnya posisi perusahaan kompetitif. Serikat pekerja juga dapat membatasi fleksibilitas manajemen dalam mengelola kenaikan jasa, karena serikat pekerja sering berdebat untuk memunculkan yang didasarkan pada senioritas dan diterapkan sampai dengan dewan direksi secara adil. d. Batasan-batasan oleh Pemerintah Fair Labor Standards Act (FLSA) tahun 1938 merupakan hukum yang paling komprehensif yang mempengaruhi manajemen kompensasi. Ini menetapkan upah minimum, upah lembur, upah yang sama, pekerja anak, dan pencatatan persyaratan. Upah-minimum dan ketentuan lembur mewajibkan majikan untuk membayar setidaknya tingkat per jam minimal terlepas dari nilai pekerjaan. Ketika upah 4 minimum ditingkatkan oleh hukum, upah mereka yang sudah memperoleh di atas minimum dapat disesuaikan. Jika mereka tepat di atas upah minimum tidak mendapatkan kenaikan gaji, perbedaan upah, diperas bersama-sama, menyebabkan kompresi upah. Upah kompresi juga terjadi di kalangan insinyur, profesor, dan lain-lain ketika gaji pekerja yang baru mulai dipekerjakan naik lebih cepat daripada kewajiban karyawan. e. Comparable Worth dan Equal Pay Comparable worth adalah membayar setara untuk pekerjaan yang sebanding. Comparable worth mensyaratkan pemberi kerja untuk membayar upah sama untuk pekerjaan yang memiliki value comparable (nilai sebanding). Comparable worth layak digunakan untuk menghilangkan kesenjangan sejarah antara pendapatan laki-laki dan perempuan. f. Strategi Kompensasi dan Penyesuaian Kebanyakan organisasi memiliki strategi kompensasi dan kebijakan yang menyebabkan upah dan gaji yang akan disesuaikan. Beberapa perusahaan, yang terutama-besar, membayar “premium” diatas upah yang berlaku untuk menarik dan mempertahankan karyawan terbaik. g. Tantangan Kompensasi lnternasional Globalisasi bisnis mempengaruhi manajemen kompensasi. Analis kompensasi harus fokus tidak hanya pada kepantasan/keadilan namun juga terhadap daya saing. Perusahaan yang bersaing secara global mungkin menemukan bahwa menggunakan survei gaji (survei gaji) area lokal di negara asal dapat menjamin keadilan/kepantasan (equity) di pasar tenaga kerja di negara asal. Pekerjaan mungkin harus direstrukturisasi untuk menggunakan tenaga kerja lebih murah atau akan dipindahkan ke negara-negara yang memiliki tenaga kerja berbiaya rendah bagi perusahaan untuk bertahan. Enam permasalahan utama yang dihadapi oleh Manajer SDM di Global Perusahaan. Dalam survei yang dilakukan oleh Institute for International Human Resources, beberapa hal berikut telah diidentifikasi dalam urutan prioritas: 1. Mengelola harapan ekspatriat 2. Menambahkan nilai yang pantas untuk paket kompensasi ekspatriat 3. Melokalisasikan kompensasi tenaga kerja asing 4. Biaya penahanan (containment) 5. Skema pensiun secara global 6. Integrasi perencanaan SDM dengan kompensasi ekspatriat 5 h. Produktivitas dan Biaya Perusahaan harus menghasilkan profit untuk kelangsungan organisasi. Selain itu, profit dapat menarik investor untuk tetap berkompetisi. Oleh karena itu, perusahaan akan menggaji karyawannya sesuai dengan yang bisa diberikan karyawan kepada perusahaan melalui produktivitas kerjanya. Untuk itu, perusahaan perlu mendesain kembali jenis pekerjaan, melatih tenaga baru untuk memenuhi kebutuhan organisasi, melakukan otomatisasi, dan inovasi. Bagi karyawan kompensasi merupakan sarana untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka secara wajar dan layak (Siagian, 1997), sedangkan bagi organisasi kompensasi memiliki berbagai macam tujuan dan pada gilirannya kinerja organisasi semakin meningkat. Oleh sebab itu dalam penentuan kompensasi pihak manajemen organisasi sebaiknya dapat mengintegrasikan atau memadukan antara kepentingan karyawan dan kepentingan organisasi. Adapun tujuan organisasi memberikan kompensasi pada karyawannya, yaitu (Handoko, 1987): 1. Mendapatkan karyawan yang berkualitas, untuk memenuhi standar yang diminta organisasi. Dalam upaya menarik calon karyawan masuk, organisasi harus merangsang calon-calon pelamar dengan tingkat kompensasi yang cukup kompetitif dengan tingkat kompensasi organisasi lain. 2. Mempertahankan karyawan yang sudah ada, dengan adanya kompensasi yang kompetitif, organisasi dapat mempertahankan karyawan yang potensial dan berkualitas untuk tetap bekerja. Hal ini untuk mencegah tingkat perputaran kerja karyawan yang tinggi dan kasus pembajakan karyawan oleh organisasi lain. 3. Menjamin keadilan, adanya administrasi kompensasi menjamin terpenuhinya rasa keadilan pada hubungan antara manajemen dan karyawan. Dengan pengikat pekerjaan, sebagai balas jasa organisasi atas apa yang sudah diabdikan karyawan pada organisasi, maka keadilan dalam pemberian kompensasi mutlak dipertimbangkan. 4. Perubahan sikap dan perilaku, adanya kompensasi yang layak dan adil bagi karyawan hendaknya dapat memperbaiki sikap dan perilaku yang tidak menguntungkan serta memengaruhi produktivitas kerja. Prestasi kerja yang baik, pengalaman, kesetiaan, tanggung jawab baru dan perilaku-perilaku lain dapat dihargai melalui rencana kompensasi yang efektif. 5. Efisiensi biaya, program kompensasi yang rasional membantu organisasi untuk mendapatkan dan mempertahankan sumber daya manusia pada tingkat biaya yang 6 layak. Dengan upah yang kompetitif, organisasi dapat memperoleh keseimbangan dari etos kerja karyawan yang meningkat. Tanpa struktur pengupahan dan penggajian sistematik organisasi dapat membayar kurang (underpay) atau lebih (overpay) kepada para karyawannya. 6. Administrasi legalitas, dalam administrasi kompensasi juga terdapat batasan legalitas karena diatur oleh pemerintah dalam sebuah undang-undang. Tujuannya agar organisasi tidak sewenang-wenang memperlakukan karyawan sebagai asetperusahaan. Dalam strategi kompensasi yang perlu diperhatikan antara lain: 1. Bedakan antara karyawan yang memiliki kinerja yang tinggi, tidak berkinerja, dan rata-rata. Dan menghargai mereka sesuai dengan kinerjanya. 2. Berikan penghargaan kepada karyawan yang memiliki kinerja paling bagus saja. Hal ini dapat memotivasi karyawan yang kinerjanya biasa-biasa saja supaya dapat memberikan kontribusi lebih. 3. Periksa pasar apakah sistem kompensasi pada perusahaan tersebut sudah kompetitif. 4. Penyampaian yang jelas kepada karyawan apa paket kompensasi yang mereka nilai. Kemudian bernegosiasi pada pengurangan bagi pihak tertentu seperti kompensasi non tunai. Jangan mengatakan hal-hal yang dapat menurunkan motivasi seperti "Anda beruntung Anda masih memiliki pekerjaan." 5. Buatlah rencana paling tidak dalam jangka pendek agar karyawan terus termotivasi. 6. Memecat pegawai yang tidak berkinerja baik di sektor-sektor yang tidak lagi menguntungkan karena penurunan. Dari paper tersebut dibahas pula bahwa beberapa orang tidak terlalu senang bahwa organisasi terus membayar insentif kepada para eksekutif selama masa kemunduran/paceklik. Hal ini menjadi bahan pembicaraan banyak kalangan karena jumlah eksekutif terbilang sedikit dan kompensasi mereka hanya berandil kecil terhadap total biaya tenaga kerja perusahaan. Di sisi lain, eksekutif memiliki kemampuan yang disproporsional untuk memengaruhi kinerja organisasi sehingga keputusan mengenai kompensasi mereka adalah hal yang kritis. Eksekutif juga membantu terciptanya warna atau budaya organisasi. Jika gaji eksekutif yang tinggi tampak tidak terkait dengan kinerja organisasi dan tetap digaji tinggi walaupun dalam kondisi bisnis yang sedang buruk, maka karyawan bisa jadi bertanya-tanya mengapa sebagian gaji mereka harus terancam dan bergantung pada bagaimana kinerja (kondisi) organisasi. Menurut Noe, dkk (2011) fakta bahwa kesenjangan antara gaji eksekutif 7 atas dengan pekerja manufaktur sedemikian tingginya telah dikatakan sebagai penyebab timbulnya “kesenjangan kepercayaan” yaitu dalam pikiran karyawan “Mereka tidak memercayai maksud manajemen senior, meragukan kompetisinya, dan marah dengan gaji mereka yang tinggi”. Isu ini semakin mengemuka ketika perusahaan yang digaji eksekutifnya tinggi secara simultan melakukan PHK atau pengurangan karyawan dalam bentuk lainnya. Karyawan mungkin bertanya “Jika perusahaan memang harus memangkas biaya, mengapa tidak gaji eksekutif saja yang dipotong dan bukannya gaji kami?” Isu inilah yang menjadi salah satu penentu rasa keadilan. Bahkan sebuah penelitian mengungkap bahwa unit bisnis yang perbedaan gaji antara eksekutif dengan karyawannya tinggi akan memiliki tingkat kepuasan pelanggan yang rendah, dan diduga diakibatkan oleh persepsi karyawan akan ketidakadilan yang muncul dalam hubungan pelanggan. Beberapa menyarankan bahwa pemotongan biaya bukan jawaban tapi pelaksanaan strategi kompensasi. Kita perlu ingat bahwa apapun situasi ekonomi atau kinerja organisasi keuangan Anda, merumuskan dan mengimplementasikan strategi kompensasi akan selalu memastikan kesiapan organisasi Anda. Setelah di tempat, perlu untuk meninjau kembali strategi setidaknya setiap tahun dan setiap kali ada kebutuhan untuk melakukannya. Kompensasi Legislasi dan Kepatuhan Hal ini diperlukan untuk orang-orang di SDM dan orang-orang dalam posisi manajerial untuk mengetahui dan memahami bahwa hukum mempengaruhi kompensasi dan sistem manfaat. Di sektor publik, praktis setiap aspek kompensasi karyawan diatur oleh undang-undang. Dalam kebanyakan kasus, tidak ada banyak ruang untuk ide-ide inovatif dalam merumuskan strategi kompensasi. Salah satu yang baik tentang hal ini adalah bahwa seringkali hasilnya dapat diprediksi. Tapi itu bisa menyebabkan banyak ketidakpuasan. Legislasi menentukan nilai pekerjaan, kisaran gaji, kenaikan gaji, promosi, tunjangan, insentif dan sebagainya. Bila ada kebutuhan perubahan aturan yang terkait dengan kompensasi, maka peraturan tentang kompensasi dapat diubah oleh pihak yang berwenang dengan kesepakatan kedua belah pihak (karyawan dan perusahaan). Sebelum insentif atau tunjangan baru (yang telah disepakati) diberikan atau dibayar, peraturan yang baru tersebut harus selesai dibuat. Jika tidak, tidak ada yang akan atau berani mengambil risiko untuk melawan aturan yang ditetapkan. 8 Peran Legislasi di Kompensasi Sektor Swasta Organisasi di sektor swasta adalah "bebas" untuk menentukan tingkat dan komponen dari paket kompensasi mereka. Mereka adalah "bebas" untuk menentukan kompensasi mereka sendiri tunduk strategi untuk legislasi. Swasta tidak bebas untuk mengikuti keinginan mereka dan berkhayal dalam masalah kompensasi. Pemerintah pusat dapat membuat undang-undang yang memaksa organisasi swasta untuk mengubah praktek sistem kompensasi mereka. Contoh di mana undang-undang yang dapat menentukan kebijakan swasta mengenai kompensasi adalah ketika upah minimum (UMR) dikenakan. Menurut Ruky (2011), ada tiga tujuan atau alasan pemerintah untuk menetapkan UMR dan UMSR. Pertama, adalah sebagai “Jaring Pengaman Sosial” agar upah tidak merosot jatuh terus-menerus di bawah daya beli pekerja. Kedua, untuk mengurangi kesenjangan antara upah terendah dan tertinggi yang dibayarkan oleh perusahaan. Ketiga, UMR dan UMSR juga diharapkan akan meningkatkan penghasilan pekerja pada jabatan yang terendah dalam organisasi tersebut. Keempat, dari aspek makro, UMR diharapkan akan membantu mendorong peningkatan daya beli pekerja dan akhirnya juga meningkatkan ekonomi rakyat. Kemudian kenaikan UMR diharapkan akan memperbaiki rasio upah terhadap struktur biaya produksi dan pada gilirannya akan membantu mendorong peningkatan produktivitas nasional, selain diharapkan pula akan memperbaiki etos dan disiplin kerja. Dalam penetapan upah minimum oleh Pemerintah, pihak organisasi "terpaksa setuju". Hal ini dapat mempengaruhi strategi kompensasi perusahaan. Ini adalah masalah yang kontroversial. Karyawan pada tingkat terendah dan serikat pekerja berharap untuk itu. Sebaliknya Asosiasi atau Gabungan Pengusaha merasa khawatir akan hal itu. Hambatan utama bagi Pemerintah untuk menaikkan UMR secara nyata adalah kekhawatiran bahwa sebagian besar dari perusahaan yang cenderung menjadi pemberi kerja yang besar karena bersifat padat karya akan tidak mampu membayar UMR tersebut. Karena itu, ada beberapa usulan bahwa sebaiknya UMR dihapuskan saja dan membiarkan tingkat upah diputuskan oleh pasaran yang artinya oleh negosiasi antara pekerja/ organisasi pekerja dan pengusaha/ organisasi pengusaha. Barangkali ada baiknya pemikiran ini dikaji lebih mendalam dan bila perlu dilakukan angket di antara pekerja dan pengusaha (Ruky, 2001). 9 Kemungkinan lain nyata di mana pemerintah dapat melakukan intervensi adalah ketika karyawan, serikat pekerja, tokoh masyarakat, komentator dan yang lain percaya bahwa peningkatan biaya hidup (COLA) semakin tinggi dan mereka menarik untuk campur tangan pemerintah. Praktik kenaikan imbalan kerja yang umumnya adalah penggunaan keanikan standar atau penyesuaian biaya hidup (cost-of-living adjustment-COLA).Memberikan kenaikan presentase standar untuk semua karyawan memungkinkan mereka untuk mempertahankan upah riil yang sama dalam satu periode inflasi ekonomi. Perusahaan mungkin ingin menawarkan kenaikan gaji untuk membantu orang mengatasi masalah selama masa sulit. Dengan cara ini, COLA menjadi salah satu faktor dalam menentukan jumlah kompensasi. Oleh karena itu, penting bagi perusahaan untuk merumuskan skala upah sebagai parameter dalam pendistribusian gaji kepada karyawan sesuai level atau tingkatannya. Skala upah juga bisa digunakan sebagai pedoman untuk menentukan besarnya gaji pada saat merekrut karyawan baru, promosi, maupun kenaikan gaji berdasarkan penilaian kinerja (performance based increases). Setidaknya ada dua faktor yang biasanya menjadi pertimbangan perusahaan dalam menentukan skala upah, yaitu faktor internal (level/tingkat atau grading dari posisi-posisi yang ada di perusahaan) dan faktor eksternal (data pasar untuk menentukan gaji yang kompetitif). Pada umumnya, skala upah disesuaikan atau di-review tiap dua atau tiga tahun sekali berdasarkan pergerakan biaya hidup (Cost of Living) dan pergerakan upah di pasar. Seperti saat ini yang sering terjadi pada perusahaan multinasional dimana mereka tidak hanya menyediakan bonus tetapi juga menyediakan tambahan-tambahan pemasukan lain bagi karyawan/buruh seperti diberikan paket sembako secara cuma-cuma kepada karyawan tingkat bawah (non staf) maupun karyawan lain termasuk staf, kegiatan outbond bersama yang dilakukan bersama keluarga yang diselenggarakan oleh perusahaan,pemberian saham kepada karyawan, sehingga karyawan pun memiliki rasa kepudulian yang tinggi terhadap kinerja perusahaan tersebut karena mereka juga merasa memiliki perusahaan tersebut. Lebih lanjut, hukum anti-diskriminasi memiliki dampak pada kompensasi. Hal ini diatur dalam Undang-undang no 25 tahun 1997 pasal 113 ayat 2 yang menyatakan bahwa “pengusaha dilarang untuk melakukan diskriminasi dalam upah untuk pekerjaan yang nilainya sama”. Penjelasan untuk pasal 113 ayat 2 ini berbunyi sebagai berikut: “Yang dimaksud dengan pekerjaan yang sama nilainya adalah pekerjaan yang dilakukan dengan uraian jabatan yang sama pada perusahaan yang bersangkutan”. 10 Tentu saja semangat dari ayat 2 pasal 113 ini adalah Konvensi ILO no. 100 tentang “Equal Remuneration for Works of Equal Value” (Ruky, 2001).Saat ini undangundang tersebut telah disempurnakan dengan Undang-undang No. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. Kita tahu bahwa kekuatan pasar memaksakan "aturan tidak tertulis" pada sistem kompensasi demikian pula dengan strategi kompensasi. Norma seperti dalam sistem penggajian memengaruhi keputusan dalam perusahaan. Terlepas dari hukum yang berlaku, "hukum umum" dapat membentuk keputusan kompensasi. Ketika ada kasus yang diproses ke pengadilan hukum, hakim akan menafsirkan hukum dan mengacu pada kasus dalam memutuskan apakah kompensasi dibayar atau tidak. Dan jika tergolong hutang (kompensasi yang belum dibayar), pengadilan akan memutuskan agar pemberi kerja untuk membayar kompensasi yang belum diberikan kepada karyawan. Banyak kasus pemecatan terhadap pekerja secara tidak adil (atasan yang memecat bawahan secara sepihak) atau pemecatan konstruktif (pengunduran diri karyawan). Dalam banyak kasus "kompensasi" secara khusus mengacu pada pemberian pesangon kepada karyawan yang telah dikeluarkan (dipecat). Jika karyawan mampu mengubah sikapnya menjadi lebih baik (introspeksi diri) ataupun karyawan tidak melakukan kesalahan namun pada perusahaan tersebut terjadi kesalahpahaman sehingga pengadilan memutuskan karyawan tidak bersalah yang akhirnya perusahaan tersebut merekrut kembali karyawan itu untuk melanjutkan tugas yang ditempatkan pada posisi yang sama dengan gaji yang sama. Hal ini dapat menimbulkan masalah dengan pemberi kerja dan karyawan lainnya karena adanya kesenjangan kepercayaan antara karyawan dengan atasan. Strategi Kompensasi dan HRM Seorang eksekutif SDM perlu memahami bagaimana program kompensasi harus diselaraskan dengan desain organisasi dan strategi perusahaan. Yang perlu untuk diingat bahwa kompensasi dan strategi kompensasi adalah bagian penting dari rencana pengelolaan sumber daya strategis manusia. Human Resource Management adalah pendayagunaan, pengembangan, penilaian, pemberian balas jasa dan pengelolaan individu anggota organisasi atau kelompok pekerja. HRM termasuk desain dan implementasi sistem perencanaan, penyusunan karyawan, pengembangan karyawan, pengelolaan karier, evaluasi kerja, kompensasi karyawan dan hubungan karyawan. 11 Strategi kompensasi sangat perlu diselaraskan dengan visi, misi, strategi bisnis, dan human resources strategy perusahaan. Perlu disadari bahwa strategi kompensasi bukanlah tanggung jawab dari bagian sumber daya manusia tetapi juga merupakan tanggung jawab dari manajemen perusahaan terutama di level CEO dan Direktur. Perhatikan juga aspek kesetaraan internal dan daya saing eksternal. Tujuan dasar dari pemberian kompensasi adalah untuk memberikan imbal jasa dari suatu pekerjaan/jasa yang dilakukan oleh pekerja kepada pemberi kerja (perusahaan). Untuk itu faktor kesetaraan internal (internal equity) dan faktor daya saing perusahaan (external competitiveness) menjadi sangat penting untuk senantiasa dijaga. Sebagai perusahaan yang baik sebaiknya berpartisipasi dalam salary survey yang sesuai, sehingga perusahaan memberikan salary sesuai dengan aturan perundangundangan yaitu dengan memberikan kompensasi yang layak setidaknya sesuai dengan standar upah minimum. Banyak lembaga salary survey yang ada di Indonesia tetapi pilihlah lembaga yang tepat sesuai dengan jenis industri dan juga perusahaan peserta yang akan berpartisipasi di dalam survey. Perlu dipertimbangkan reputasi lembaga survey tersebut dengan melihat track record, independensi, peserta survey yang sesuai dengan memperhatikan hal-hal berkaitan data jumlah aset, besaran operasionalnya (biaya dan jumlah cakupan cabang), jumlah pegawainya, dan yang paling penting apakah benchmark pekerjaan yang dijadikan sample sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Kompensasi adalah suatu senjata yang ampuh untuk mencapai sasaran-sasaran bisnis. Tentukanlah dengan jelas filosofi strategi kompensasi perusahaan dengan memperhatikan dan menyelaraskan terhadap kebutuhan bisnis yang digeluti oleh perusahaan. Bicarakan filosofi ini dengan seluruh jajaran manajemen perusahaanseperti hal-hal apa yang ingin ditumbuhkembangkan di perusahaan, apakah perusahaan ingin menghargai perilaku tertentu (service excellence, cost efficiency, innovation, risk awareness, integrity, sales egressiveness, dan lain-lain), atau ingin menumbuhkan suatu kompetensi tertentu misalnya kedalaman pengetahuan mengenai layanan dan produk-produk tertentu, atau ingin melakukan retensi terhadap top talent? Kejelasan filosofi sangat penting untuk dapat mencapai tujuan-tujuan bisnis perusahaan. Kegiatan-kegiatan menajemen kompensasi adalah merupakan rantai aktifitas yang sangat berkaitan erat dengan kegiatan human resources lainnya seperti kegiatan penilaian kinerja. Harus disadari bahwa kualitas manajemen kompensasi yang baik 12 tidak akan dapat tercapai tanpa suatu manajemen penilaian kinerja yang berkualitas. Untuk itu perusahaan perlu melakukan penilaian kinerja dengan sungguh-sungguh dan terkontrol dengan baik. Rencanakanlah kompensasi yang diberikan perusahaan dengan sebaik-baiknya. Perencanaan kompensasi yang baik perlu memperhatikan faktor-faktor cash dan non-cash serta memperhatikan kemampuan anggaran perusahaan dengan perhitungan yang terinci dengan baik. Aspek-aspek perpajakan, prediksi biaya-biaya yang terkait (lembur, Jamsostek, pajak, dan dana pensiun) akan sangat berpengaruh terhadap keseluruhan total biaya dialokasikan bagi kegiatan sumber daya manusia. Lakukanlah komunikasi mengenai manajemen kompensasi dengan baik dan transparan. Pada akhirnya suatu sistem manajemen kompensasi yang baik haruslah disertai suatu proses komunikasi yang baik yang dapat dipahami oleh seluruh karyawan di perusahaan. Oleh sebab itu, sangat penting untuk selalu melakukan komunikasi yang konsisten dan transparan kepada seluruh karyawan mengenai maksud-maksud penyelenggaraan program kompensasi. Pemberian gambaran yang menyeluruh mengenai gambaran total kompensasi yang diterima oleh karyawan baik cash maupun non cash sangatlah penting untuk dimengerti oleh karyawan. Dalam cakupan yang lebih maju penyediaan fasilitas hot-line dan employee service center sangatlah dianjurkan untuk dapat menjawab setiap pertanyaan karyawan. 13 KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan Kompensasi adalah segala sesuatu yang diterima karyawan sebagai balas jasa atas kerja mereka di suatu organisasi. Kompensasi biasanya terdiri dari kompensasi langsung dan tidak langsung. Kompensasi langsung meliputi gaji pokok atau upah/wages dan gaji variabel/insentif, sedangkan kompensasi tidak langsung berupa tunjangan-tunjangan/benefits yang diberikan oleh organisasi kepada karyawannya. Tujuan pemberian kompensasi antara lain untuk menarik orang-orang yang berkualitas agar bergabung ke dalam organisasi, untuk memotivasi anggota organisasi agar lebih produktif, dan untuk mempertahankan karyawan agar tetap bekerja di dalam organisasi, meningkatkan prestasi kerja, serta efisiensi dan efektivitas produksi. Oleh karena itu, bila kompensasi diberikan secara benar, para karyawan akan lebih terpuaskan dan termotivasi untuk mencapai sasaran-sasaran organisasi. Banyak hal yang mempengaruhi tingkat kompensasi diantaranya adalah tekanan (turbulensi) pasar seperti upah yang kompetitif dengan perusahaan lain, tingkat inflasi, dan sebagainya. Sehingga dalam penentuan tingkat kompensasi harus menggunakan strategi manajemen yang baik agar dalam melakukan peningkatan kompensasi dapat diimbangi dengan peningkatan produktifitas. Pemerintah memiliki peran dalam penetapan strategi kompensasi yang diterapkan oleh perusahaan yakni dengan penetapan UMR. Permasalahan yang sering terjadi terkait kompensasi adalah adanya ketidakadilan upah antara karyawan eksekutif dan karyawan biasa. 2. Saran Saran untuk penelitian: 1) Untuk penelitian selanjutnya diharapkan adanya pengkajian lebih dalam mengapa gaji antara pegawai eksekutif memiliki range yang jauh dengan dibandingkan dengan gaji karyawan biasa. Perlu diteliti juga apakah ada hubungan yang signifikan antara gaji eksekutif dengan kinerja perusahaan. 2) Selain itu, hal yang menarik diteliti adalah apakah UMR perlu diterapkan dan masih adakah karyawan yang bekerja dengan gaji dibawah UMR. Kalau masih ada, kenapa karyawan mau bekerja pada perusahaan yang jelas-jelas menggaji dibawah UMR. Apakah perusahaan yang mempekerjakan karyawan dibawah UMR dikenakan sanksi hukum. 14 DAFTAR PUSTAKA Dessler, Gary. 1997. Manajemen Personalia. Edisi Ketiga. Jakarta: Erlangga. Handoko, T. Hani. 1987. Manajemen Personalia dan Sumberdaya Manusia Edisi 2. Yogyakarta: BPFE. Mangkuprawira, Sjafri. 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia Strategik (Edisi 2). Jakarta: Ghalia Indonesia. Noe, Raymond A., dkk. 2011. Manajemen Sumber Daya Manusia Mencapai Keunggulan Bersaing, Edisi 6, Buku 2. Jakarta: Penerbit Salemba Empat. Ruky, Achmad S. 2001. Manajemen Penggajian dan Pengupahan untuk Karyawan Perusahaan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Siagian, Sondang P. 1997. Manajemen Sumberdaya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara. 15