Pertanahan Nasional Pengembangan Kebijakan

advertisement
Land
Bulletin LMPDP
ISSN 1978-7626
9 771978
762634
Media Pengembangan Kebijakan Pertanahan
Edisi 02, Feb - Apr 07
Konsep Dasar
Pengembangan Kebijakan
Pertanahan Nasional
Kerangka Kebijakan
Pertanahan Nasional
(KKPN)
Ekonomi
Sumber Daya Tanah
Land
Bulletin LMPDP
Konsep Dasar
Pengembangan
KEBIJAKAN 3
PERTANAHAN DARI REDAKSI
NASIONAL
Banyak pendapat kritis yang
dilontarkan menyatakan
kebijakan pertanahan
cenderung tidak
komprehensif, dikembangkan
secara terpisah-pisah
(incremental) dan tanpa ada
kerangka (framework) yang
jelas.
8
KKPN, Proses Penyusunan
dan Meteri Pokoknya
Pemerintah menyadari bahwa masalah
pertanahan yang dari hari ke hari semakin
mencuat dalam kehidupan masyarakat perlu
segera diatasi. Diidentifikasi beberapa kondisi
dalam masyarakat yang menggambarkan
masalah utama bidang pertanahan dewasa ini.
18
Ekonomi SUMBERDAYA TANAH
Sumberdaya tanah merupakan sumberdaya
alam yang sangat penting untuk kelangsungan
hidup manusia karena sumberdaya tanah
merupakan masukan yang diperlukan untuk
setiap bentuk aktivitas manusia. Penguasaan
tanah menunjukkkan status sosial, ekonomi
atau politik seseorang.
Keterangan Sampul
Land
Bulletin LMPDP
Media Pengembangan Kebijakan Pertanahan
Edisi 02, Feb - Apr 07
Konsep Dasar
Pengembangan Kebijakan
Pertanahan Nasional
Kerangka Kebijakan
Pertanahan Nasional
(KKPN)
Ekonomi
Sumber Daya Tanah
Foto : LMPDP/MA
Lokasi : Kawasan M.H. Thamrin, Jakarta
4
10
Penyederhananan Perangkat
Penguasaan Tanah
serta Pendefinisian Tanah Negara
dan Pengelolaannya
Dalam hal penguasaan tanah, ada tiga dimensi
yang perlu diperhatikan. Pertama, dimensi
sejarah, Kedua dimensi Hukum, dan Ketiga
dimensi Manajemen Pertanahan
16
Opini tentang Pengembangan
KEBIJAKAN PERTANAHAN
di Indonesia
Sesudah manusia, sumber daya alam khususnya
tanah adalah sumberdaya yang paling berharga di
suatu negara. Peran negara adalah untuk
memastikan bahwa tanah digunakan semaksimal
mungkin untuk kepentingan rakyatnya.
13
KEBIJAKAN PERTANAHAN
dan
PENGENTASAN KEMISKINAN
Dalam kurun waktu 1993-2001 prosentase
penduduk miskin di perdesaan selalu lebih
besar dibandingkan dengan persentase
penduduk miskin di perkotaan, bahkan di
perdesaan terdapat kecenderungan adanya
gejala peningkatan penduduk miskin.
Dari Redaksi
Undang-undang dasar Negara RI mengamanatkan bahwa "Bumi dan
air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh
Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat". Operasionalisasi amanat ini memerlukan penetapan
kebijakan yang wujud formalnya dapat berbentuk peraturan
perundang-undangan baik Undang-undang, peraturan Pemerintah,
Peraturan Daerah maupun peraturan-peraturan lainnya. Sepanjang
berkaitan tanah, amanat tersebut ditegaskan oleh Undang-undang
Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok
Agraria atau yang lebih dikenal sebagai UUPA. Kebijakan pertanahan
pada waktu ini pada dasarnya harus berlandaskan ketentuanketentuan dan prinsip-prinsip di dalam UUPA sebagai Hukum Tanah
Nasional Indonesia.
Masalah tanah sendiri merupakan masalah yang sangat kompleks.
Segala macam aspek kehidupan manusia ada sangkutnya dengan
masalah tanah. Tanah merupakan tempat beradanya manusia, tanah
memberi makan kepada manusia, bahkan pada saat manusia sudah
tidak mempunyai kehidupan karena meninggal, tanah masih
memberi tempat kepadanya sebagai tempat peristirahatan yang
terakhir. Oleh karena itu penentuan kebijakan pertanahan tidak
boleh hanya didekati dari salah satu aspek saja. Penentuan kebijakan
pertanahan memerlukan proses yang rumit dan melibatkan semua
yang bersangkutan. Edisi Land ke-2 ini mengambil tema utama
Pembentukan Kebijakan Pertanahan, dengan menyajikan artikel
utama berjudul "Konsep Dasar Pengembangan Kebijakan Pertanahan
Nasional". Artikel ini berusaha mengidentifikasi unsur-unsur dalam
pengembangan kebijakan pertanahan nasional dan meletakkannya
dalam hubungan yang mudah dipahami, sehingga diharapkan akan
dapat membantu pengembangan unsur-unsur kebijakan tersebut
menuju suatu pembentukan kebijakan pertanahan yang
komprehensif dan mampu mewujudkan amanat Undang-Undang
dasar R.I. seperti disebut di atas.
Sehubungan dengan tema tersebut dalam edisi ini juga disajikan
artikel yang menggambarkan sebagian dari proses pembentukan
kebijakan pertanahan yang tengah dilakukan melalui kajian dalam
rangka LMPDP, yaitu mengenai Penyederhanaan Perangkat
Penguasaan Tanah dan mengenai Pengelolaan Tanah Negara. Kajian
ini belum selesai karena itu rumusan kebijakan juga belum ada,
namun arah kebijakan yang akan diusulkan kiranya sudah terlihat.
Artikel lain yang menguraikan salah satu sudut pandang atau unsur
pertimbangan dalam perumusan kebijakan juga disajikan, yaitu yang
menyangkut sudut pandang ekonomi, dengan judul Ekonomi
Sumberdaya Tanah. Selanjutnya, penulisan yang melengkapi edisi ini
adalah Kebijakan Pertanahan yang Mendukung Pengentasan
Kemiskinan di Perdesaan, dan hasil wawancara dengan Andreas
Groetschel, Advisory Consultant Komponen-1 LMPDP.
Redaksi
3 FEBRUARI - APRIL 2007
LAND 02
Land
Edisi 02, Feb 07 - Apr 07
ISSN 1978-7626
diterbitkan oleh Komponen-1 LMPDP,
untuk kalangan terbatas
Pelindung
Deputi Bidang Pengembangan Pembangunan
dan Otonomi Daerah Bappenas
Penanggungjawab
Direktur Perkotaan, Tata Ruang
dan Pertanahan
Pemimpin Redaksi
Ir. Rinella Tambunan, MPA
Dewan Redaksi
J Sudarjanto Wirjodarsono, SH. MA
Ing. Andreas Groetschel, Dipl. Agr., MSc
Dr. Jur. Any Andjarwati
Ir. Nana Apriyana, MT
Ir . Salusra Widya, MA
Sudira, S.Sos
Editor
B. Guntarto
Khairul Rizal
Redaksi
Zainal Arifin
Diah Lengogeni
Andi Dyna Riana
Desain & Layout
M. Arief
Distribusi & Administrasi
Dica H
Nunik P
(Sekretariat Komponen-1 LMPDP)
Alamat Redaksi
Jl. Latuharhary No. 9
Jakarta 10310
Phone (021) 310 1885-87
Fax (021) 390 2983
www.landpolicy.or.id
E-mail : [email protected]
Tulisan/artikel dalam bulletin ini tidak
mencerminkan opini pengelola program
LMPDP (PIU-Bappenas)
Bappenas
Konsep Dasar
Pengembangan Kebijakan
Pertanahan Nasional
Oleh: Khairul Rizal *)
Seperti apa konsep dasar kebijakan pertanahan di Indonesia
seringkali dipertanyakan oleh banyak orang di negeri ini. Banyak
pendapat kritis yang dilontarkan menyatakan kebijakan pertanahan
cenderung tidak komprehensif, dikembangkan secara terpisah-pisah
(incremental) dan tanpa ada kerangka (framework) yang jelas.
Bahkan ada pendapat yang masih mempertanyakan kemana
sesungguhnya arah kebijakan pertanahan yang dikembangkan,
walaupun sudah jelas tertuang dalam konstitusi negara bahwa
pengelolaan sumberdaya alam, termasuk tanah, digunakan untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
U
Akan lebih memudahkan untuk
"membaca" peta komponen
kebijakan pertanahan dari atas
ke bawah. Setiap batang (bar)
merepresentasikan wilayah atau
domain dari sebuah komponen
Informasi pertanahan
ntuk menjawab pertanyaan "besar" seperti apa
kebijakan pertanahan. Batang yang berwarna
konsep dasar kebijakan pertanahan nasional, ada
merupakan komponen utama dari kebijakan
baiknya jika kita menurunkan pertanyaan tersebut pertanahan, yang terdiri dari sistem penguasaan
menjadi beberapa pertanyaan yang lebih "kecil".
(tenurial system), administrasi pertanahan (land
Dengan demikian, rangkuman atas jawaban
administration) dan perencanaan penggunaan tanah
pertanyaan-pertanyaan turunan tadi pada akhirnya (spatial planning). Adapun batang yang tidak
akan menjadi jawaban atas pertanyaan utama yang berwarna merupakan sub komponen dari
disampaikan pada awal tulisan ini. Dalam konteks
komponen utama atau batang berwarna di atasnya.
tersebut, maka pertanyaan yang cukup
representatif untuk diajukan
adalah, apa saja komponen yang
LANDASAN: UNDANG UNDANG DASAR 1945
menjadi concern dalam kebijakan
KEBIJAKAN SDA LAINNYA
pertanahan nasional dan
KEBIJAKAN PERTANAHAN
bagaimana keterkaitan antarSistem Penguasaan Tanah
komponen dalam kebijakan
Tanah
Negara
pertanahan tersebut. Kita dapat
memulai menemukan jawaban
Distribusi Tanah
terhadap dua pertanyan tersebut
Hak atas Tanah Ind/Komunal
dengan memetakan terlebih
Administrasi Pertanahan
dahulu berbagai aktivitas dalam
Pendaftaran Tanah
pengelolaan pertanahan
Pemilikan Tanah
sebagaimana pada gambar 1.
Transaksi Tanah
Pajak dan Biaya Tanah
Penataan Ruang
Penatagunaan Tanah
LAND 02
FEBRUARI - APRIL 2007
4
Konsep dari peta ini tidak akan menjelaskan
bagaimana bentuk kelembagaan pertanahan, atau
bagaimana mengadministrasikan sebidang tanah,
atau bagaimana merencanakan penggunaan tanah,
atau kenapa terjadi konflik dan sengketa
pertanahan. Konsep ini murni bermaksud
menjelaskan komponen-komponen dalam sebuah
kebijakan pertanahan dan menunjukkan hubungan
antar komponen tersebut.
Komponen kebijakan penguasaan tanah
merumuskan bagaimana tanah dikategorikan
berdasarkan siapa yang berhak menguasai tanah
tersebut. Kategori umum yang sering dipergunakan
adalah tanah negara dan bukan tanah negara (tanah
individu/komunal). Berdasarkan kategorisasi
penguasaan tanah tersebut kemudian ditentukan
jenis hak atas tanah atas penguasaan tersebut.
Seberapa luas tanah yang dapat dikuasai dan
bagaimana distribusi penguasaan tanah menjadi
Posisi Kebijakan Pertanahan dalam Konstitusi domain dari kebijakan penguasaan tanah.
Para pendiri bangsa ini telah menetapkan landasan
yang kuat bagi semua jenis pengelolaan sumberdaya
alam, termasuk tanah, sebagaimana tertuang dalam
Undang Undang Dasar pasal 33, yaitu dipergunakan
untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Landasan ini tidak bisa tidak menjadi titik
keberangkatan untuk semua kebijakan yang terkait
dengan pengelolaan sumberdaya alam. Pada
gambar, hal ini direpresentasikan dengan batang
bertuliskan "Landasan" yang memenuhi seluruh
domain dan memanjang dari ujung kiri sampai
kanan. Dengan demikian sudah menjadi suatu
kepastian bahwa seperti apapun kebijakan
pertanahan yang akan dikembangkan harus
memberi kontibusi nyata terhadap sebesarbesarnya kemakmuran rakyat. Landasan ini tidak
hanya berlaku bagi kebijakan pertanahan, tetapi
juga bagi kebijakan sumberdaya alam lainnya seperti
kehutanan, pertambangan, kelautan dan lain
sebagainya.
Satu hal yang perlu dipahami di sini adalah
sumberdaya alam merupakan suatu sistem besar
yang saling terkait satu dengan lainnya. Oleh karena
itu, semua kebijakan yang berhubungan dengan
pengelolaan sumberdaya alam harus sinkron satu
dengan yang lain karena masing-masing kebijakan
akan saling mempengaruhi. Pada gambar hal ini
disimbolkan dengan batang yang berlabelkan
kebijakan pertanahan dan kebijakan sumberdaya
lainnya yang beririsan (overlap) satu dengan yang
lain. Kebijakan yang tidak sinkron atau tidak
beririsan akan menimbulkan konflik dalam
pengelolaan sumberdaya alam. Contoh yang
konkret mengenai hal ini adalah keluarnya izin
konsesi pertambangan di kawasan hutan lindung.
Komponen kebijakan administrasi pertanahan akan
merumuskan bagaimana penguasaan tanah dicatat
berdasarkan jenis hak atau status kepemilikan tanah
tersebut (misal hak milik atau hak pakai, dsb).
Pencatatan ini dimaksudkan untuk memberikan
kepastian hukum hak atas kepemilikan sebidang
tanah yang akan dijamin dan dilindungi oleh negara.
Dengan adanya pencatatan ini maka akan tersedia
informasi mengenai kepemilikan atas sebidang
tanah, seperti siapa yang memiliki tanah, dimana
lokasinya, digunakan untuk apa, dan berapa nilai
tanah tersebut. Pencatatan juga dilakukan terhadap
perpindahan status kepemilikan, baik yang bersifat
permanen atau sementara, yang diakibatkan dari
suatu transaksi. Sebagai konsekuensi atas jaminan
dan perlindungan tersebut dan ongkos untuk
pencatatan, negara berhak memungut pajak dan
biaya atas pencatatan tersebut yang masih menjadi
domain dari kebijakan administrasi pertanahan.
Pencatatan ini pada akhirnya akan menghasilkan
suatu sistem informasi mengenai bidang-bidang
tanah atau yang dikenal dengan sistem informasi
pertanahan. Komponen kebijakan pertanahan yang
terakhir adalah kebijakan penggunaan tanah yang
mengatur untuk apa sebidang tanah dipergunakan
dan dimanfaatkan. Di Indonesia kebijakan ini
dikenal dengan penataan ruang.
Jika diperhatikan dari gambar di atas, terlihat bahwa
komponen kebijakan administrasi pertanahan
berada di tengah-tengah komponen kebijakan
penguasaan tanah dan kebijakan penataan ruang.
Dengan kata lain, kebijakan administrasi pertanahan
akan memediasi kebijakan sistem penguasaan tanah
dan penggunaan tanah. Di satu sisi, sebidang tanah
yang telah dikuasai oleh seseorang maka orang
tersebut harus menggunakan tanahnya sesuai
Komponen Kebijakan Pertanahan
dengan peruntukkan yang ditetapkan dalan rencana
Kebijakan pertanahan, di manapun itu, diharapkan tata ruang. Di sisi lain, penggunaan sebidang tanah
bisa memberi menjawab mengenai siapa yang akan untuk suatu peruntukkan tertentu harus
memperhatikan penguasaan atas tanah tersebut.
menguasai tanah dan seberapa besar, bagaimana
Kebijakan administrasi pertanahan akan memediasi
tanah diadministrasikan dan, yang tidak kalah
penting adalah, untuk tujuan apa. Oleh karenanya, dua kepentingan tersebut melalui mekanisme
perijinan penggunaan dan pemanfaatan ruang.
dapat diyakini ada tiga komponen yang harus
Kebijakan Penguasaan Tanah: Tanah negara, hak
dianalisis dalam pengembangan kebijakan
atas tanah individu/komunal, distribusi tanah
pertanahan sebagaimana telah disebutkan di atas,
Sebagaimana telah dijelaskan di atas, kategorisasi
yaitu komponen penguasaan tanah, komponen
penguasaan tanah di Indonesia dibedakan menjadi
administrasi pertanahan dan komponen
dua jenis penguasaan, yaitu tanah negara dan selain
penggunaan tanah.
5 FEBRUARI - APRIL 2007
LAND 02
tanah negara. Kebijakan mengenai penguasaan
tanah harus memberikan definisi dan kriteria yang
jelas atas pembagian tersebut. Tanah mana yang
didefinisikan sebagai tanah negara dan tanah mana
yang bukan tanah negara. Di Indonesia, definisi dan
kriteria tanah negara masih menjadi perdebatan
terutama dikaitkan dengan sistem penguasaan
masyarakat adat. Di satu sisi, negara mengakui
sistem penguasaan tanah masyarakat adat
sementara di sisi lain pengakuan tersebut seringkali
dimarginalkan dengan alasan kepentingan
pembangunan atau kepentingan nasional yang lebih
luas.
tersebut, mekanisme distribusi tanah dan
pembatasan atas penguasaan tanah yang berlebih
juga merupakan domain dari kebijakan penguasaan
tanah.
Administrasi Pertanahan: Pendaftaran tanah,
kepemilikan tanah, transaksi tanah, pajak dan
biaya pertanahan, sistem informasi
pertanahan
Mengapa penguasaan tanah harus dicatat atau
didaftar? Pada masa dahulu ketika jumlah penduduk
tidak sebanyak sekarang, setiap anggota masyarakat
mengetahui status kepemilikan setiap bidang tanah
yang ada di wilayah mereka. Seiring dengan
Oleh karena itu, diperlukan pendefinisian ulang
berjalannya waktu dan bertambahnya jumlah
tanah negara yang tegas sehingga tidak
penduduk, perubahan status kepemilikan baik
menimbulkan klaim tanah negara yang sepihak di
lapangan. Secara simultan, pendefinisian ulang tanah melalui transaksi ataupun waris menyebabkan
status kepemilikan tanah semakin rumit sehingga
negara ini juga harus diikuti dengan penegasan
diperlukan pencatatan khusus. Perbedaannya,
mengenai defenisi tanah adat (komunal), dengan
ketika
dulu kepemilikan tanah dilindungi oleh
catatan tidak menghidupkan kembali tanah adat
sistem
sosial yang berlaku di masyarakat (tanah si A
yang pada kenyataannya sudah tidak ada.
Satu hal yang penting untuk dirumuskan
dalam kebijakan penguasaan tanah
adalah kategorisasi terhadap jenis hak
yang akan diberikan atas penguasaan
sebidang tanah, baik itu penguasaan
oleh perorangan/badan hukum maupun
penguasaan bersama (komunal). Hak
atas tanah yang diberikan memberikan
hak dan kewajiban bagi pemilik tanah
untuk menggunakan tanahnya sesuai
dengan jenis haknya. Kategorisasi jenis
hak atas tanah sebaiknya
mempertimbangkan jangka waktu
penguasaan tanah (permanen atau
sementara) serta peruntukkan
penggunaan atas tanah tersebut. Hak
atas tanah ini yang kemudian dicatat
dalam sistem administrasi pertanahan.
Di Indonesia, kategorisasi hak atas tanah diatur
dalam UUPA yang jumlahnya ada 14 jenis hak atas
tanah. Namun pada kenyataannya, praktek
pendaftaran tanah saat ini hanya mencatat dan
mendaftarkan 5 jenis hak atas tanah ke dalam
sistem administrasi pertanahan, yaitu Hak Milik,
Hak Guna Bangunan (HGB), Hak Guna Usaha
(HGU), Hak Pakai (HP) dan Hak Pengelolaan (HPl).
Hal ini menunjukkan adanya kesenjangan (gap)
antara sistem penguasaan tanah dengan
administrasi pertanahan yang ada.
Oleh karena itu, kebijakan penguasaan tanah
diarahkan pada penyederhanaan instrumen
penguasaan tanah yang saat ini dirasakan terlalu
beragam sehingga tidak semuanya dapat
diadministrasikan dengan baik. Kebijakan
penguasaan tanah juga harus bisa memastikan
distribusi penguasaan tanah yang adil dan merata
bagi seluruh rakyat Indonesia. Untuk tujuan
tidak mungkin diklaim oleh si B karena semua
orang mengetahui tanah itu milik si A) maka ketika
sistem sosial berkembang dan menjadi semakin
rumit (karena jumlah penduduk terus bertambah
tadi) perlindungan tersebut diambil alih oleh negara
melalui mekanisme pendaftaran tanah. Dalam hal
ini, sertifikat tanah yang dikeluarkan oleh lembaga
negara menjadi bukti kepemilikan yang kuat atas
tanah yang dijamin dan dilindungi oleh negara.
Dengan status kepemilikan atas tanah yang jelas,
ada beberapa keuntungan tambahan bagi si pemilik
tanah. Pertama, tentunya bagi si pemilik tanah
akan lebih mudah menjual tanah yang dimilikinya
jika suatu saat dia memerlukannya. Dari sisi
pembeli, kejelasan status kepemilikan tanah akan
menimbulkan rasa aman ketika melakukan
pembelian tanah. Kedua, si pemilik tanah akan
memperoleh akses ke permodalan karena sertifikat
tanah bisa menjadi agunan ke bank/lembaga
keuangan.
LAND 02
FEBRUARI - APRIL 2007
6
Untuk melakukan pencatatan atas status
kepemilikan tanah atau atas perubahan status
kepemilikan tanah akibat transaksi tanah, negara
dapat melakukan pungutan sebagai biaya
pencatatan dan pajak sebagai "ongkos"
perlindungan hukum yang disediakan oleh negara
terhadap tanah tersebut. Pungutan ini, baik dalam
bentuk pajak ataupun biaya lainnya, termasuk
lingkup dari kebijakan administrasi pertanahan.
Besaran pajak dan biaya pertanahan secara langsung
akan mempengaruhi pelaksanaan pencatatan tanah.
Pajak dan biaya yang tinggi tentu akan berakibat
pada keengganan masyarakat untuk mencatatkan
tanahnya. Untuk jenis-jenis tanah tertentu, seperti
tanah yang dikuasai oleh masyarakat miskin atau
tanah yang berfungsi sosial, dibebaskan dari
pungutan pajak dan biaya pertanahan. Pada gambar
hal ini direpresentasikan oleh area administrasi
pertanahan yang tidak dicover oleh batang berlabel
"Pajak dan Biaya Pertanahan" (batang "Pajak dan
Biaya Pertanahan" lebih pendek dari batang
"Administrasi Pertanahan"). Dalam
perkembangannya, pajak dan biaya pertanahan
dapat berperan sebagai instrumen pengendalian
terhadap penggunaan tanah melalui skema insentif
dan disinsentif.
Bagaimana praktek administrasi pertanahan di
Indonesia saat ini? Berdasarkan data terakhir yang
ada, bidang tanah yang terdaftar baru 37,5 juta
bidang dari perkiraan jumlah bidang tanah yang
mencapai 85 juta bidang. Hal ini menunjukkan
masih banyak status kepemilikan tanah yang tidak
jelas dan secara formal belum terlindungi oleh
negara. Di samping itu, kualitas pencatatan juga
masih belum baik dimana masih sering ditemukan
tumpang tindih pencatatan atas bidang tanah yang
sama atau pencatatan dilakukan di atas tanah yang
masih dalam sengketa penguasaan.
Lambatnya pencatatan atau pendaftaran tanah
merupakan akibat dari sistem pendaftaran yang
rumit dan biaya pendaftaran yang mahal sehingga
tidak terjangkau oleh masyarakat luas. Sistem
pendaftaran yang rumit bisa jadi akibat dari sistem
penguasaan tanah yang rumit sehingga sulit untuk
diadministrasikan (ada 14 jenis hak yang harus
didaftarkan dengan perlakuan yang berbeda).
Sistem pendaftaran tanah yang ada juga belum
menjangkau penguasaan tanah oleh masyarakat
adat sehingga penguasaan tanah oleh masyarakat
adat dapat dikatakan hampir belum ada yang dicatat
secara formal.
Oleh karena itu, pengembangan kebijakan
administrasi pertanahan ke depan diarahkan pada:
pertama, penyederhanaan sistem pencatatan tanah
yang bisa mempercepat proses pendaftaran tanah,
termasuk pendaftaran terhadap tanah adat.
Penyederhanaan sistem pencatatan ini juga
mencakup pencatatan atas berbagai jenis transaksi
tanah (perpindahan status kepemilikan baik itu
7 FEBRUARI - APRIL 2007
LAND 02
karena jual beli, waris, sewa ataupun transaksi
lainnya) yang ke depan diperkirakan akan semakin
intensif; kedua, penataan terhadap struktur pajak
dan biaya pertanahan yang terjangkau oleh
masyarakat luas namun tetap dapat menopang
keberlanjutan dari sistem pencatatan tersebut.
Pajak dan biaya pertanahan diarahkan juga sebagai
instrumen pengendalian terhadap penggunaan
tanah serta sebagai instrumen pengendali bagi
transaksi tanah yang merugikan masyarakat dan
untuk mencegah terjadinya ketimpangan atau
penumpukan penguasaan tanah pada sebagian kecil
kelompok masyarakat.
Penataan ruang dan penatagunaan tanah
Untuk apa dan bagaiman sebidang tanah
dipergunakan cenderung menjadi bagian atau
domain dari penataan ruang. Namun penggunaan
sebidang tanah tidak bisa lepas dari status
penguasaan dan pemilikan atas sebidang tanah
tersebut. Oleh karena itu, kebijakan penatagunaan
tanah menjadi mediasi atau interface dari sistem
penguasaan tanah dan sistem penataan ruang.
Penggunaan tanah untuk fungsi sosial lebih
diutamakan dari penguasaan dan pemilikan tanah.
Kebijakan penatagunaan tanah juga mencakup
sistem pencatatan atas status penggunaan tanah
yang dilakukan melalui mekanisme perijinan (ijin
lokasi, IMB, dsb). Bagaimanapun inti dari semua
kebijakan penatagunaan tanah tersebut adalah
bagaimana memastikan penggunaan tanah sesuai
dengan rencana tata ruang yang ada.
Satu hal yang penting dipahami adalah bahwa semua
komponen kebijakan pertanahan yang diuraikan di
atas saling terkait dan saling mempengaruhi.
Kebijakan mengenai administrasi pertanahan,
misalnya bagaimana mempercepat pendaftaran
tanah, akan sulit diimplementasikan jika sistem
penguasaan tanah masih terlalu rumit dan belum
jelas (seperti penguasaan tanah adat). Begitu pun
dengan sistem penataan ruang. Rencana tata ruang
akan sulit untuk diimplementasikan jika sistem
penguasaan tanah (seperti hak atas tanah dan
bawah tanah) dan administrasi pertanahan (misal
perijinan) belum mendukung pemanfaatan ruang.
Khairul Rizal, ST
Perencana pada Direktorat Perkotaan,
Tata Ruang dan Pertanahan Bappenas
Kerangka Kebijakan
Pertanahan Nasional
(KKPN)
Proses Penyusunan dan Materi Pokoknya
Oleh: Tim Redaksi
serta institusi pertanahan dan desentralisasi.
Kajian ini dilakukan oleh Kelompok-kelompok
Kerja yang beranggotakan wakil-wakil dari semua
Pemerintah menyadari bahwa masalah
instansi yang berkaitan dengan pengelolaan
pertanahan yang dari hari ke hari semakin
pertanahan, dengan diarahkan oleh Tim
mencuat dalam kehidupan masyarakat perlu
Koordinasi dan Tim Teknis Program
segera diatasi. Diidentifikasi beberapa kondisi
dalam masyarakat yang menggambarkan masalah Pengembangan Kebijakan dan Manajemen
Pertanahan.
utama bidang pertanahan dewasa ini,
diantaranya: semakin maraknya konflik dan
Selanjutnya, suatu Naskah Rancangan KKPN
sengketa tanah; semakin terkonsentrasinya
disusun dengan bahan dasar rekomendasi yang
pemilikan dan penguasaan tanah pada
dihasilkan oleh Kelompok-kelompok Kerja di
sekelompok kecil masyarakat, dan lemahnya
atas. Naskah Rancangan tersebut selesai disusun
jaminan kepastian hukum atas pemilikan,
dalam bulan Januari 2004. Untuk menampung
penguasaan dan penggunaan tanah.
aspirasi publik, Naskah Rancangan KKPN
dikonsultasikan dengan berbagai kalangan dengan
Dalam upaya mengatasi masalah tersebut
melaksanakan diskusi-diskusi terbatas dan
Pemerintah memandang perlu untuk
lokakarya daerah dan nasional.
membangun suatu kerangka kebijakan
pertanahan nasional untuk dipergunakan sebagai
Konsultasi publik tahap pertama dilakukan dalam
pedoman oleh semua pihak, baik pemerintah,
bulan Juni 2004, yaitu untuk Wilayah I Jawa dan
masyarakat maupun sektor swasta, dalam
Wilayah II Bali, NTB dan NTT. Untuk konsultasi
menangani masalah-masalah pertanahan sesuai
dengan bidang tugas dan kepentingannya masing- tahap kedua dilaksanakan Februari dan Maret
2005 untuk Wilayah III Kalimantan Timur,
masing. Tujuan akhir dari kebijakan pertanahan
Sulawesi dan Maluku dan Wilayah IV Sumatera
nasional ini adalah terwujudnya kondisi
dan Kalimantan. Sedangkan Konsultasi Tahap
kemakmuran rakyat sebagaimana diamanatkan
Kedua ditindak lanjuti dengan Focus Group
oleh Pasal 33 ayat (3) UUDRI, UUPA dan TAP
Discussion (FGD) mengenai 3 isu yang menonjol
MPR IX/2001 sebagai akibat pengelolaan
pertanahan dan sumberdaya alam lainnya secara dalam Lokakarya Daerah, yaitu tentang
Landreform, Hak ulayat, dan Jaminan hukum
berkeadilan, transparan, partisipatif dan
penguasaan tanah.
akuntabel.
Latar Belakang
Penyempurnaan demi penyempurnaan dilakukan
atas Naskah Rancangan KKPN oleh staf Bappenas
dengan selalu berkonsultasi dengan Tim
Penyusunan Kerangka Kebijakan Nasional
Penyusun semula. Konsultasi publik yang terakhir
Pertanahan (KKPN) dimulai pada tahun 2002
dilakukan dengan melaksanakan Lokakarya
dalam rangka pelaksanaan Program
Nasional KKPN pada tanggal 6 November 2006.
Pengembangan Kebijakan dan Manajemen
Pertanahan. Program tersebut dilakukan melalui Hasil rumusan terakhir ini akan
kajian-kajian yang difokuskan pada 4 aspek, yaitu diimplementasikan dalam 2 bentuk:
a. Sebagian dimasukkan ke dalam Rencana
hukum dan konflik pertanahan; administrasi
Pembangunan Nasional Jangka Menengah;
pertanahan; penguasaan dan penggunaan tanah;
Proses Penyusunan
LAND 02
FEBRUARI - APRIL 2007
8
b. Sebagian di elaborasi sebagai rencana kerja
yang lebih implementatif.
Bab ketiga memuat uraian tentang prinsip dasar
kebijakan pertanahan yang menguraikan dasar
hukum dan kebijakan bagi penentuan kebijakan
pertanahan. Selain itu, tujuan umum KKPN, yaitu
Materi Pokok KKPN
terwujudnya suatu kondisi kemakmuran rakyat
Materi pokok Naskah Rancangan KKPN terbagi sebagaimana diamanatkan oleh pasal 33 ayat 3
dalam 4 bab yang terdiri atas bab Pendahuluan; UUD 45, TAP MPR IX/2001 dan UUPA 1960
melalui pengelolaan pertanahan secara
Masalah Pertanahan Dewasa Ini; Kerangka
berkeadilan, transparan, partisipatif dan
Umum Kebijakan Pertanahan; dan bagian
akuntabel serta berkesinambungan. Bagian
Penutup. Di Bab Pendahulu, dimuat latar
belakang diperlukannya KKPN dan rumusan yang terakhir memuat tentang tujuan khusus KKPN,
yang berhubungan langsung dengan
lebih jelas mengenai kondisi yang dikehendaki
permasalahan pertanahan yang diharapkan
untuk diwujudkan dengan adanya KKPN, yaitu
terselesaikan dengan pelaksanaan kebijakan
bahwa dalam pengelolaan pertanahan setiap
pertanahan dalam KKPN, misalnya
kebijakan, program, dan proses pengelolaan
terselesaikannya konflik dan sengketa
pertanahan di seluruh tanah air harus dapat
pertanahan, terbangunnya sistem informasi
menginternalisasikan jiwa dan semangat 4
(empat) prinsip utama. Keempat prinsip utama pertanahan yang akurat, transparan mudah
diakses dan komprehensif, dsb.
itu adalah: (1) pertanahan harus berkontribusi
secara nyata untuk meningkatkan kesejahteraan
Bab keempat memuat arah kebijakan beserta
rakyat dan melahirkan sumber-sumber
rencana tindak yang dianggap perlu dilaksanakan
kemakmuran baru; (2) pertanahan harus
berkontribusi secara nyata untuk meningkatkan untuk menyelesaikan masalah pertanahan seperti
diuraikan di atas. Identifikasi rencana tindak
tatanan kehidupan bersama yang lebih
merupakan rekomendasi dari pihak-pihak yang
berkeadilan dalam kaitannya dengan
langsung berkaitan dengan upaya penyelesaian
pemanfaatan, penggunaan, penguasaan dan
permasalahan pertanahan yang dihadapi. Arah
pemilikan tanah; (3) pertanahan harus
kebijakan dan rencana tindak disusun sbb.:
berkontribusi secara nyata dalam menjamin
Pertama: Reformasi Peraturan Perundangkeberlanjutan sistem kemasyarakatan,
undangan
kebangsaan, dan kenegaraan Indonesia dengan
memberikan akses seluas-luasnya pada generasi Kedua: Peningkatan Akses Masyarakat terhadap
Pemilikan dan Penguasaan Tanah Secara Adil
akan datang pada sumber-sumber ekonomi
Ketiga: Pengembangan Kelembagaan Pertanahan
masyarakat - tanah; dan (4) pertanahan harus
Keempat: Peningkatan Pendaftaran Tanah Kelima:
berkontribusi secara nyata dalam menciptakan
Pengembangan Penatagunaan Tanah Keenam:
tatanan kehidupan bersama secara harmonis
dengan mengatasi berbagai sengketa dan konflik Pengembangan Sistem Informasi Berbasis Tanah
Ketujuh: Penyelesaian Konflik dan Sengketa
pertanahan di seluruh tanah air dan menata
Tanah
sistem pengelolaan yang tidak lagi melahirkan
Kedelapan: Pengembangan Sistem Perpajakan
sengketa dan konflik di kemudian hari.
Tanah
Kesembilan: Perlindungan Hak-hak Masyarakat
Pada Bab kedua mengenai masalah pertanahan
dewasa ini, dimuat gambaran masalah pertanahan Atas Tanah
yang perlu diatasi dengan pembentukan KKPN,
antara lain: maraknya konflik, terkonsentrasinya Dua bab terakhir merupakan bab penutup dan
bab 'Daftar istilah dan Singkatan'.
pemilikan, dan lemahnya jaminan kepastian
hukum. Ada 9 (sembilan) faktor penyebab
terjadinya masalah tersebut, yaitu: peraturan
perundang-undangan yang tidak kondusif;
terbatasnya akses masyarakat terhadap pemilikan
dan penguasaan tanah secara adil; belum
terwujudnya kelembagaan pertanahan yang
efektif dan efisien; pelaksanaan pendaftaran tanah
belum optimal; belum optimalnya penatagunaan
tanah; lemahnya sistem informasi berbasis tanah;
pemecahan konflik dan sengketa pertanahan
belum memadai; lemahnya sistem perpajakan
tanah; serta belum memadainya perlindungan
hak-hak masyarakat atas tanah.
9 FEBRUARI - APRIL 2007
LAND 02
Penyederhananan Perangkat
Penguasaan Tanah
serta Pendefinisian Tanah Negara
dan
Pengelolaannya
Temuan Hasil Kajian
Dr. Barijadi, dkk *)
didefinisikan dari statusnya, dari fungsi dan dari
terjadinya/terbentuknya. Berdasarkan statusnya,
alam hal penguasaan tanah, ada tiga dimensi yang definisi tanah negara adalah bidang-bidang tanah
yang belum ada hak atas tanah atau bekas hak
perlu diperhatikan. Pertama, dimensi sejarah.
yang habis masa berlakunya. Berdasarkan
Dimensi sejarah mencakup riwayat perolehan
fungsinya, tanah negara adalah bidang tanah yang
tanah yang cukup beragam baik dari waktu
berfungsi untuk kepentingan publik atau
perolehan tanahnya, maupun cara
memperolehnya. Kenyataan di masyarakat kedua perlindungan. Sedangkan berdasarkan
hal tersebut manjadi kendala dalam memperoleh terbentuknya, tanah negara dapat terbentuk
karena proses alam maupun buatan manusia
akses hak atas tanah secara formal.
(contoh: reklamasi, penimbunan).
Dimensi yang kedua adalah dimensi hukum.
Dimensi hukum adalah jenis hak atas tanah dan
Pada kenyataannya, bidang-bidang tanah tersebut
jangka waktu berlakunya hak. Berdasarkan
telah ada penggarapan/penghunian dengan
jangka waktu hak / perizinan terdapat 3
berbagai jenis penggunaan dan pemanfaatan
kelompok jenis hak yakni turun menurun atau
tanah, baik untuk usaha non-komersial dan
selamanya (contoh: Hak Milik berdasar UUPA
komersial maupun yang berfungi perlindungan
maupun Adat); jangka waktu tertentu, seperti
HGB, HGU, HP berdasar UUPA; dan sementara dan yang bersifat kepentingan publik (public
(Bagi Hasil, Sewa, Gadai). Keberagaman jenis dan goods). Subyek hak yang memanfaatkan baik
perorangan, instansi/pemerintah, badan hukum
jangka waktu hak yang ada di masyarakat
maupun lembaga masyarakat adat/ulayat.
menjadi kendala bagi upaya registrasi untuk
Lembaga yang mempunyai fungsi dan tugas
memberikan kepastian hukum dan perlidungan
hukum oleh Pemerintah, baik dalam penentuan mengelola tanah negara sampai saat ini belum
jenis hak, prosedur, proses, dan pensyaratannya. jelas. Kondisi demikian berakibat menjadi
Dimensi yang ketiga adalah dimensi manajemen sumber permasalahan di lapangan, antara lain
dalam bentuk penggarapan tanah tanpa izin,
pertanahan, berupa belum adanya / belum
efektifnya pengarahan peruntukan, penggunaan penyerobotan tanah, sengketa / konflik tanah,
dan pemanfaatan berdasarkan RTRW dan pola penggusuran dan sebagainya.
pengelolaan tata guna tanah merupakan kendala
Studi juga menggali permasalahan tentang
utama bagi pengalokasian lahan untuk usaha
investasi, pemberian hak atas tanah, perpajakan pendaftaran tanah. Efektifitas pendaftaran tanah
atau pensertifikatan tanah yang diharapkan
serta pengedalian alih fungsi tanah. Mengenai
sebagai penopang utama pengelolaan pertanahan
tanah negara, dari studi yang dilakukan dapat
dan pembangunan yang berkelanjutan, masih
disimpulkan bahwa tanah negara dapat
Temuan Studi
D
LAND 02
FEBRUARI - APRIL 2007
10
jauh dari harapan. Hal ini antara lain disebabkan
karena prosedurnya yang panjang,
ketidakkejelasan proses, dan pensyaratan yang
rumit serta biaya yang tidak terjangkau
masyarakat umumnya. Itu semua merupakan
permasalahan klasik yang selalu muncul dalam
setiap diskusi maupun pendataan di tingkat
pemegang hak. Dari analisa data di BPN dengan
asumsi bahwa pertumbuhan bidang tanah
mencapai sekitar 2,0% per-tahun maka
diperkirakan pada tahun 2005 jumlah bidang
tanah yang perlu disertifikatkan sekitar 80 juta
bidang tanah (di luar hutan). Sedangkan
kemampuan BPN dalam lima tahun terakhir
adalah sekitar 1,5 juta bidang/tahun. Apabila
kemampuan ditingkatkan sebesar 2 juta
bidang/tahun maka diperlukan waktu lebih 20
tahun untuk menyelesaikannya. Waktu selama itu
akan semakin berpotensi untuk timbulnya
berbagai masalah pertanahan akibat
perkembangan penduduk, perkembangan politik,
sosial ekonomi dan sosial budaya serta adanya
pengaruh global.
Rekomendasi Studi
Dalam menyusun rekomendasi studi, maka
digunakan landasan konspetual bahwa
penyederhanaan perangkat penguasaan tanah
dan pengelolaan tanah negara, merupakan
bagian tidak terpisahkan dengan pembangunan
dan pengembangan siatem administrasi
pertanahan nasional, daerah maupun lokal.
Sistem administrasi tanah di masa depan
diharapkan mampu sebagai sarana mengatur dan
menentukan hubungan hukum antara manusia
dengan tanah, sarana pelayanan kepada
masyarakat dan pembangunan berkelanjutan
serta sebagai sarana pengendalian hak
penguasaan tanah. Pengelolaan pertanahan (land
management) pada hakekatnya mengatur
hubungan antara subyek dan obyek hak dalam
kaitannya penguasaan dan penggunaan tanah.
Selain kepastian hak penguasaan tanah diperlukan
kepatian peruntukan pengunaan dan
pemanfaatan untuk memberikan rasa aman bagi
pemegang hak /penggarap/pengguna. Sedangkan
kegiatan registrasi tanah (kadasteral) adalah
upaya membangun sistem informasi dasar (SDIs)
pertanahan, dan merupakan awal pembangunan
infrastruktur sistem administrasi tanah.
Landasan kebijakan yang dianut adalah
pemahaman bahwa tanah dalam wilayah negara
RI merupakan aset Bangsa, dan hubungan antara
bangsa Indonesia dengan tanah bersifat abadi.
penggunaaan, persediaan dan pemeliharaan
bumi, air dan ruang angkasa. Negara juga diberi
kewenangan untuk menentukan dan mengatur
hubungan-hubungan hukum antara orang-orang,
bumi, air dan ruang angkasa. Selain itu negara
juga diberi kewenangan untuk menentukan dan
mengatur hubungan-hubungan hukum antara
orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum
yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.
Semua itu dalam batas-batas agar bumi, air, ruang
angkasa, serta kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya dapat dimanfaatkan bagi sebesar-besar
kemakmuran seluruh rakyat. Hal yang juga perlu
mendapatkan perhatian kita semua adalah bahwa
penyederhanaan perangkat penguasaan tanah
serta pendefinisian dan pengelolaan tanah negara,
merupakan sebagian upaya operasionalisasi
amanat pasal 33 ayat 3 UUD 1945 dan Tap MPR
/ IX / 2001 yaitu pembaharuan pengelolaan
pertanahan dan sumberdaya agraria lainnya
secara berkeadilan, transparan, partisipatif dan
akuntabel.
Atas dasar pemikiran di atas, studi ini
merekomendasikan 3 hal: tentang
penyederhanaan perangkat penguasaan; tentang
tanah negara dan pengelolaannya; dan tentang
pendaftaran tanah.
Rekomendasi pertama: penyederhanaan
perangkat penguasaan
1. Penyederhanaan penguasaan tanah meliputi
perumusan dan penyederhanaan dokumen
(alas hak) bagi semua kategori penguasaan
tanah, dan penyederhanaan jenis hak berdasar
jangka waktu.
2. Dokumen tanah (alas hak) pada dasarnya
adalah fakta penguasaan dan penggunaan /
pemanfaatan bidang tanah di lapang, menjadi
acuan (benchmark) bagi pengesahan alas hak
secara formal.
3. Walaupun keperluan penyederhanaan jenis hak
atas tanah secara eksklusif tidak muncul di
tingkat pemegang hak, namun dalam kaitan
peningkatan fungsi administrasi dalam rangka
menanggapi kebutuhan pembanguan
berkelanjutan dan dinamika tuntutan global,
diajukan konsep penyederhanaan hak
penguasaan tanah yang dikaitkan dengan jangka
waktu berlakunya dan jenis penggunaan dan
pemanfaatan tanahnya, dengan
mengelompokkan menjadi tiga hal. Pertama,
berdasarkan jangka waktu berlakunya yaitu
hak tanpa batas jangka waktu, hak dengan
pembatasan janangka waktu tertentu dan hak
bersifat sementara. Kedua, berdasarkan
Negara sebagai organisasi kekuasaan tertinggi
pengunaan dan pemanfaataanya yaitu bukan
seluruh rakyat, diberi wewenang untuk mengatur
untuk usaha (contoh tempat tinggal); untuk
dan menyelenggarakan peruntukan,
tempat usaha (komersial); untuk kepentingan
11 FEBRUARI - APRIL 2007
LAND 02
publik (fasum dan fasos, termasuk tempat
hak atas tanah.
peribadatan); dan untuk kepentingan
2. Registrasi tanah meliputi semua bidang tanah
dalam wilayah Republik Indonesia, baik yang
perlindungan/konservasi. Ketiga, kombinasi
telah ada hak maupun yang belum ada haknya.
antara huruf yang pertama dan kedua tersebut
Percepatan registrasi tanah dibutuhkan untuk
menentukan jenis hak penguasaan tanah, hak
membangun Sistem Data Informasi Spasial
tanpa batas waktu meluputi untuk perumahan/
(SDIs) sebagai pilar utama Infrastruktur
tempat tinggal, perlindungan dan konservasi,
Administrasi Pertanahan.
pertahanan dan keamanan serta untuk
3. Percepatan registrasi tanah harus mengikut
kepentingan publik; dengan jangka waktu
sertakan masyarakat secara aktif , dengan
tertentu misalnya untuk kepentingan
penyelenggaraan sensus pertanahan secara
komersial/usaha; dan hak yang bersifat
nasional. Untuk ini pendataan lapang oleh
sementara meliputi penggunaan dan
Pemerintah merupakan upaya mutlak
pemanfaatan yang bersifat sementara (sewa,
dilakukan dalam jangka waktu tidak lebih dari
bagi hasil pertanian, garapan dan sebagainya).
8 tahun, seluruh bidang tanah, baik yang telah
ada hak maupun belum, telah didaftar. Hasil
Rekomendasi kedua: Tanah Negara dan
sensus berupa daftar memuat informasi setiap
pengelolaannya
bidang / blok tanah yang berisi data yang
1. Tanah Negara didefinisikan sebagai bidangterkait semua aspek yang terkait dengan
bidang tanah yang belum ada hak atas tanah
pertanahan.
atau bekas hak yang habis masa berlakunya,
yang langsung dikuasai Negara dan berfungsi
Ketiga rekomendasi di atas dalam
untuk kepentingan publik atau perlindungan
pelaksanaannya merupakan proses jangka
termasuk tanah-tanah bentukan baru (tanah
oloran, tanah endapan baru di pantai maupun menengah maupun panjang dengan tanpa
perubahan sistem pengelolaan pertanahan yang
sungai atau tanah timbul dan sebagainya).
2. Negara sebagai organisasi kekuasaan tertinggi sudah ada secara radikal. Sedangkan hal-hal yang
untuk mengelola tanah dan sumber daya alam perlu dilakukan guna mendukung rekomendasi
tersebut adalah berupa penerapan secara
lainnya sebagai aset bangsa mendapat
bertahap jenis hak berdasarkan jangka waktu dan
pemahaman yang sama oleh semua pihak
pemanfaatan tanah perlu dilakukan. Dalam hal ini
masyarakat, instansi dan badan hukum serta
pakar, baik untuk tanah maupun sumberdaya. masih perlu disepakati nama jenis hak. Kemudian
perubahan persepsi bahwa hak atas tanah tidak
Permasalahannya adalah sejauhmana
hanya memberikan kepastian hubungan hukum
pemisahan tugas dan fungsi lembaga sebagai
pengelola tanah negara, yang pada hakekatnya juga memberikan kepastian peruntukan,
penggunaan dan pemanfaatan tanah. Sebagai
menjadi personifikasi dari negara, dengan
konsekuensi jenis penggunaan/ pemanfaatan
lembaga pemerintah yang bertugas dan
berfungsi sebagai pengguna/ pemanfaat tanah tanah dan peralihaannya harus tercatat dalam
daftar tanah (buku tanah). Dan terakhir
sebagai pemegang hak.
pemahaman bahwa tanah negara sebagai tanah
3. Untuk pengelolaan tanah negara diajukan
yang dikuasai langsung oleh negara, harus
rekomendasi sebagai berikut:
a. Tanah negara dalam lingkup nasional, antar dikelola oleh lembaga / Departemen tersendiri
yang terpisah dari lembaga/Departemen yang
sektor dan antar masyarakat adat dikelola
dalam menjalankan tugas dan fungsinya
oleh lembaga / instansi pemerintah yang
memerlukan hak penguasaan pemilikan atas
bukan sebagai pemegang hak atas tanah
tanah.
atau pengguna tanah.
b. Tanah negara yang pemanfaatannya untuk
tujuan / komoditi tertentu dan atau dalam
lingkup wilayah tertentu dalam wilayah
negara dapat diberikan pengelolaannya
kepada Departemen/ Pemda / Lembaga
Adat / Masyarakat adat tertentu
Rekomendasi ketiga: Tentang Pendaftaran
Tanah
1. Pemisahan tahapan registrasi tanah
(kadasteral) dari kesatuan sistem proses
pendaftaran tanah, merupakan kebijakan yang
tepat untuk percepatan pemberian kepastian
Tim Peneliti Kajian Komponen-1 LMPDP
LAND 02
FEBRUARI - APRIL 2007
12
Kebijakan Pertanahan
yang Mendukung
Pengentasan Kemiskinan
di Perdesaan
Rangkuman Hasil Lokakarya "Kebijakan Pertanahan yang Mendukung Pengentasan Kemiskinan di Perdesaan" (2003)
Direktorat Perkotaan, Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas)
Dalam kurun waktu 1993-2001 prosentase penduduk miskin di perdesaan
selalu lebih besar dibandingkan dengan persentase penduduk miskin di
perkotaan, bahkan di perdesaan terdapat kecenderungan adanya gejala
peningkatan penduduk miskin. Hal ini menggambarkan bahwa selama kurun
waktu 1993-2001 telah terjadi penurunan produktivitas perekonomian di
perdesaan, yang mengakibatkan daya dukung wilayah perdesaan mengalami
penurunan.
T
erdapat banyak harapan, bahwa perdesaan harus
mampu tumbuh menjadi wilayah yang kuat dalam
menyangga perkotaan. Selain karena jumlah
penduduk yang tinggal di perdesaan lebih
banyak, masih banyak juga aset-aset atau sumber
daya alam yang diharapkan mampu
menggerakkan perekonomian di perdesaan.
Maju dan bangkitnya perekonomian di perdesaan
diharapkan dapat berakibat terhadap
menurunnya angka kemiskinan di perkotaan. Hal
ini bisa terjadi, mengingat kemiskinan di
perkotaan sebagian besar diakibatkan oleh
13 FEBRUARI - APRIL 2007
LAND 02
gagalnya urbanisasi dalam menyerap tenaga kerja
dari perdesaan ke perkotaan, sehingga sebagian
besar mereka masuk ke sektor informal/jasa dan
buruh perusahaan yang sangat rentan terhadap
PHK.
Salah satu strategi dalam membangun perdesaan
adalah dengan cara meningkatkan produktivitas
sektor pertanian. Pengalaman negara maju saat
ini, adalah bahwa mereka bisa kuat karena sektor
pertaniannya yang juga kuat dan mampu
menopang sektor industri, sehingga terjadi
tanah.
Kebijakan pertanahan
yang dapat mengurangi
kemiskinan di perdesaan,
adalah
(1) Meningkatkan
kepemilikan tanah,
(2) Meningkatkan
penguasaan tanah yang
diikuti oleh penggunaan
dan pemanfaatan tanah
seoptimal mungkin,
(3) Kebijakan pencegahan
konsolidasi lahan yang
berlebihan dan
pencegahan fragmentasi,
(4) mengendalikan laju
konversi tanah pertanian
ke non pertanian, dan (5)
kebijakan pertanahan
yang dapat meningkatkan
keterkaitan yang erat antara sektor pertanian
daya guna dan produktivitas lahan.
dengan sektor industri, yang mengakibatkan
Efektivitas kebijakan pertanahan yang dapat
industri menjadi semakin kuat dan mampu
meningkatkan kepemilikan dan penggunaan
menyerap kelebihan tenaga kerja akibat efisiensi
tanah bagi petani miskin dalam upaya
di sektor pertanian, sehingga proses transformasi
menurunkan kemiskinan di perdesaan secara
struktural tidak timpang.
agregat akan dipengaruhi oleh besarnya lahan
yang dapat dijadikan sebagai objek dari kebijakan
Pada tahun 1999 jumlah petani tunakisma
tersebut. Menurut Simatupang (2002) total luas
berjumlah sekitar 30,606 juta orang, dan jumlah
tanah pertanian saat ini kurang dari 40 juta
petani yang memiliki tanah kurang dari 0,5 ha
hektar, jika luas tanah ini dibagi rata kepada
(petani gurem) sekitar 40,009 juta orang, dan
sekitar 30 juta petani tunakisma dan 40 juta
bisa dipastikan bahwa mereka sebagian besar
petani gurem di Indonesia, maka hasilnya tetap
termasuk dalam golongan miskin. Dengan
saja mereka dalam posisi sebagai petani gurem.
demikian, dari sudut pandang kesejahteraan,
Dalam pelaksanaannya logika dengan membagi
upaya untuk mensejahterakan petani tunakisma
rata semua tanah pertanian, tidak mungkin
dan petani gurem merupakan langkah strategis
terjadi. Dalam satuan wilayah tertentu upaya
dalam menciptakan perekonomian yang kuat di
untuk meningkatkan kepemilikan atau
perdesaaan. Melalui pola pikir inilah kebijakan
penguasaan tanah dapat dilakukan sepanjang
pertanahan diupayakan dapat menyumbang pada
tersedianya tanah-tanah untuk didistribusikan.
usaha untuk mengatasi kemiskinan atau
meningkatkan kesejahteraan mereka yang paling
Dengan demikian, kebijakan untuk mengatasi
kurang beruntung di pedesaan.
kemiskinan di perdesaan, tidak hanya bisa
diselesaikan dengan cara meningkatkan
Kebijakan Pertanahan Yang Dapat
kepemilikan atau penguasaan tanah akan tetapi,
Mengurangi Kemiskinan di Perdesaan
dipengaruhi juga oleh upaya yang dapat
mengurangi jumlah petani gurem dan tunakisma
Melihat kenyataan begitu banyaknya petani
di perdesaan. Kebijakan peningkatan
gurem dan petani tunakisma di Indonesia, maka
kepemilikan tanah di Indonesia dimulai melalui
upaya untuk mengurangi kemiskinan di
program landreform dengan payung hukum
perdesaan dapat dilakukan dengan cara ;
UUPA. Program landreform sebagai strategi
Pertama, mengurangi jumlah petani tunakisma
untuk mencapai keadilan dalam perolehan dan
dan petani gurem melalui pengembangan agro
pemanfaatan tanah pertanian telah diawali
industri di perdesaan yang berbasis lingkungan
dengan penerbitan UU No 56 Prp tahun 1960
dan pembukaan kesempatan kerja dari sektor
berikut pelbagai peraturan pelaksanaanya. Salah
industri, pengolahan dan jasa. Kedua, adalah
satu strategi yang dipilih adalah redistribusi tanah
dengan cara meningkatkan kepemilikan dan
pertanian yang berasal dari tanah-tanah kelebihan
penguasaan tanah serta upaya lainnya yang
batas maksimum, tanah guntai (absentee), tanah
menghambat alih fungsi tanah, dan fragmentasi
swapraja, tanah partikelir, dan Tanah Negara dan
LAND 02
FEBRUARI - APRIL 2007
14
tanah objek landreform. Secara operasional,
program ini tidak berjalan lancar karena kendala
yang bersifat politis, teknis administratif , dan
legal.
kepada para petani dapat dilaksanakan jika
mekanisme distribusi tanah sudah diatur
sedemikian rupa sehingga memenuhi aspek legal
dan berkeadilan.Namun demikian, dalam
pelaksanaannya penerapan kebijakan pertanahan
Menurut Maria (2002), sampai dengan Juni 1998 , yang dapat mengurangi kemiskinan di perdesaan
dari 1.397.167 hektar tanah objek landreform,
harus didukung oleh sistem administrasi
yang baru didistribusikan 787.931 hektar (56,4
pertanahan yang cukup baik, yang
persen), dengan jumlah penerima sebanyak
memungkinkan setiap pengambil keputusan
1.267.961 keluarga petani. Berdasarkan data
memperoleh informasi yang akurat dan up to
tersebut, terlihat bahwa setelah hampir 40
date, menyangkut kepemilikan, penguasaan,
tahun, ternyata baru separuh dari tanah objek
penggunaan tanah dan sebagainya.
landreform itu yang bisa dibagikan. Selain itu
dengan melihat jumlah petani tunakisma dan
Kebijakan pertanahan seperti dijelaskan di atas
petani gurem, serta perbandingan antara luas
dapat menjadi masukan sebagai suatu sub sistem
tanah pertanian dengan tanah objek landreform, kebijakan yang dapat mengurangi kemiskinan di
maka petani yang menjadi sasaran dari program perdesaan. Oleh karenanya, perlu adanya
landreform adalah sangat kecil. Pelaksanaan
dukungan kebijakan lain yang lebih komprehensif
program landreform, tidak hanya berhenti pada dalam membangun perdesaan menjadi suatu
pembagian tanah saja, melainkan diperlukan
kawasan ekonomi yang dapat mensejahterakan
adanya tindak lanjut berupa pelayanan
penduduk sekitarnya.
kemudahan dalam memperoleh kredit, bantuan
pemasaran hasil produksi, bantuan permodalan,
dan dukungan infrastruktur seperti irigasi, jalan
dan transportasi yang menunjang terhadap
berkembangnya usaha pertanian di perdesaan.
Tanpa itu semua landreform yang telah dilakukan,
akan mengalami kegagalan, dan tanah yang telah
dimiliki petani ada kemungkinan akan dijual
kembali, mengingat mereka semua akan tetap
mengalami kesulitan dalam mempertahankan
hidupnya. Dengan demikian upaya pencegahan
transaksi pada tanah hasil redistribusi perlu
diefektifkan. Saat ini upaya untuk melakukan
distribusi tanah mengalami hambatan-hambatan
diantaranya adalah; semakin terbatasnya tanah
yang tersedia; tidak tersedianya data akurat
untuk mendeteksi tanah-tanah potensial sebagai
objek landreform ; adanya keterbatasan dana
pemerintah, dan tidak berfungsinya redistribusi
swadaya karena krisis ekonomi, maka upaya
lainnya yang dapat mengurangi kemiskinan di
perdesaan adalah dengan cara memberikan akses
kepada petani atau masyarakat untuk
memanfaatkan tanah-tanah yang dibiarkan tidak
produktif.
Pelaksanaan kebijakan redistribusi tanah
memerlukan pembenahan sistem administrasi
dan pendaftaran tanah yang baik sehingga
dihasilkan informasi mengenai berapa banyak
tanah yang akan didistribusikan. Selama masih
terdapat tanah yang dapat di distribusikan, maka
program peningkatakan kepemilikan tanah bagi
masyarakat miskin di perdesaan masih dapat
dilaksanakan. Setelah diperoleh informasi
mengenai banyaknya tanah yang akan
didistribusikan maka, kebijakan distribusi tanah
15 FEBRUARI - APRIL 2007
LAND 02
Disarikan oleh:
Diah Lenggogeni, staf Direktorat PTRP,
Bappenas
Opini tentang Pengembangan
KEBIJAKAN PERTANAHAN
di Indonesia
Wawancara dengan Andreas Groetschel *)
Kerangka kebijakan di bidang pertanahan merupakan platform yang diperlukan oleh suatu Negara
dalam mengembangkan lebih jauh kebijakan pertanahan nasional secara umum, membentuk kerangka
untuk kebijakan sektoral dan membantu menghindari kebijakan sektoral yang tidak saling terkait yang
akan mengarahkan pada hukum dan peraturan yang saling bertentangan. Terkait dengan hal itu
Redaksi Land mewawancarai Pakar Ekonomi Pertanian dari Jerman, Andreas Groetschel, di Jakarta
belum lama ini. Kepada Land, alumnus Technical University of Berlin ini menyampaikan pandangannya
tentang Pengembangan kebijakan pertanahan di Indonesia serta pengalamannya di negara lain.
Apakah arti penting pengembangan kebijakan
pertanahan bagi sebuah negara? Seberapa
penting hal tersebut untuk Indonesia?
Sesudah manusia, sumber daya alam khususnya
tanah adalah sumberdaya yang paling berharga di
suatu negara. Peran negara adalah untuk
memastikan bahwa tanah digunakan semaksimal
mungkin untuk kepentingan rakyatnya. Kebijakan
pertanahan harus memasukkan dan
menyeimbangkan tujuan-tujuan sosial, ekonomi,
dan lingkungan dari berbagai pemangku
kepentingan yang berbeda-beda. Merupakan
sebuah proses panjang untuk mengupayakan agar
kepentingan masyarakat terwakili dalam kebijakan
pertanahan dan kepentingan ini berubah dari waktu
ke waktu seiring dengan perkembangan yang ada.
Indonesia sedang menentukan tujuan-tujuan yang
hendak dicapai dari berbagai sektor yang terkait
dengan tanah seperti pertanian, kehutanan,
perumahan, pertambangan, dan investasi asing.
Yang perlu dikembangkan lebih lanjut adalah suatu
kebijakan pertanahan umum yang memberikan
kerangka untuk kebijakan sektoral dan mencegah
kebijakan sektoral yang tidak saling terkait yang
dapat mengarah pada terbentuknya hukum dan
peraturan yang saling bertentangan.
Contohnya adalah perbedaan kepentingan dan
tujuan-tujuan di balik usulan Program Pembaruan
Agraria dan upaya untuk mempromosikan budidaya
tanaman bio-energy. Pada saat yang bersamaan,
rencana undang-undang mengenai 'Pertanian yang
berkelanjutan' sedang dibahas. Semua inisiatif ini
penting bagi Indonesia dan berdampak pada
keputusan-keputusan yang penting mengenai
pemanfaatan tanah, namun dalam situasi tidak
adanya kebijakan pertanahan yang koordinatif dan
saling terkait ada kemungkinan timbul masalah yang
tidak seharusnya muncul.
Apakah ada perbedaan dalam hal konsep dasar
kebijakan pertanahan antara negera sedang
berkembang dan negara maju seperti Eropa
dan lebih khusus lagi Jerman?
Menurut saya konsep dasarnya adalah sangat mirip.
Secara umum, tujuan kebijakan pertanahan adalah
untuk memberikan kerangka bagi 'pertumbuhan
yang berkeadilan'. Untuk itu arti penting
keterbukaan dan konsep yang operasional diakui di
mana-mana. Di Indonesia dan berbagai negara lain
di kawasan Asia Tenggara, aspek keadilan dalam
akses terhadap tanah masih menempati ranking
yang sangat tinggi. Di Jerman, ada beberapa tujuan
lain, perencanaan pertumbuhan ekonomi dan
perhatian terhadap lingkungan yang memainkan
peran yang lebih dominan dalam pembuatan
kebijakan pertanahan. Menyeimbangkan kebutuhan
yang berbeda dari setiap pemangku kepentingan
memerlukan suatu proses yang terbuka dan
dikelola dengan baik. Tujuan dan peran dari
berbagai pemangku kepentingan, khususnya
negara, akan berubah dalam proses pembangunan.
Di Indonesia, negara menganggap dirinya berperan
sebagai 'pengemban', yang dapat dilaksanakan
dengan baik apabila dia 'memiliki' dan melaksanakan
sendiri pengelolaan tanah. Fungsi-fungsi ini di
negara-negara maju biasanya dilakukan oleh sektor
swasta, sedangkan negara hanya menetapkan
pangaturannya. Perbedaan lain yang utama antara
negara sedang berkembang dan negara maju adalah
lebih pada mekanisme operasionalnya, yakni
institusi yang dimiliki pemerintah untuk
melaksanakan kebijakan pertanahan .
LAND 02
FEBRUARI - APRIL 2007
16
Apa masalah utama berkaitan dengan kebijakan
pertanahan yang dihadapi oleh negara
berkembang seperti Indonesia?
Perubahan sedang terjadi dengan sangat cepat di
Indonesia dan di negara-negara lain yang
memutuskan untuk menganut aliran pembangunan
yang didorong oleh kekuatan pasar. Masalahnya
adalah selagi perkembangan kebijakan memerlukan
proses keterbukaan dan koordinasi, ada tekanan
yang sangat besar untuk segera memiliki ketentuan
dan peraturan yang akan mengarahkan
pembangunan dan meyakinkan masyarakat lokal
dan investor asing bahwa perubahan dilakukan
dalam kerangka hukum yang operasional dan dapat
dilaksanakan. Lingkungan institusi yang akan
memastikan koordinasi pengembangan kebijakan
seperti itu di Indonesia masih berkembang. Negara
memiliki proses pengembangan dan transparansi
perumusan kebijakan yang memadai. Namun
apabila suatu upaya yang multi disiplin seperti
pengembangan kebijakan pertanahan harus
dilakukan, maka sangat dibutuhkan koordinasi
antara berbagai sektor kementrian. Beberapa
negara lain membentuk komite koordinasi, yang
meliputi perwakilan tingkat tinggi untuk
memastikan bahwa pengembangan kebijakan
dilakukan dengan harmonis, ditambah dengan
koordinasi teknis untuk memastikan bahwa
peraturan-peraturan pelaksanaannya saling sejalan.
Apa yang harus dilakukan dalam upaya
membuat Kerangka Kebijakan Pertanahan
Nasional (KKPN) menjadi referensi utama bagi
para pembuat kebijakan pertanahan di masingmasing sektor dan daerah?
Indonesia sudah memiliki draft KKPN (Kerangka
Kebijakan Pertanahan Nasional). Bappenas harus
terus menerus melakukan peran koordinasi dalam
melakukan finalisasi dokumen itu. Saya pikir proses
tersebut sejauh ini sangat terbuka dan memberi
kesempatan kepada semua pemangku kepentingan
untuk didengar suaranya. Tugas Bappenas saat ini
adalah merumuskan dokumen yang memberi ruang
bagi semua sektor dan wilayah untuk diwakili
kepentingannya dan dapat menyumbangkan idenya.
Dalam tahap ini saya kira ada dua pilihan bagi
Bappenas untuk memastikan bahwa KKPN akan
menjadi dokumen pemandu dalam melaksanakan
kebijakan-kebijakan pertanahan. Dokumen itu
sendiri dapat diberi status hukum resmi atau isinya
akan tercermin dalam dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah di mana
persiapannya akan dilakukan tahun depan. Ini tentu
saja tidak saling terpisah dan saya pikir apa yang
diharapkan orang adalah melihat bagaimana KKPN
diselesaikan, dapat dioperasionalkan dan
dilaksanakan oleh berbagai sektor. Bappenas
memiliki peran yang penting dalam memastikan
bahwa proses ini tetap transparan dan
terkoordinasi.
Bagaimana hubungan antara LMPDP dan
KKPN dan bagaimana LMPDP mendukung
proses ini?
Land Management and Policy Development Project
(LMPDP) mendukung upaya pemerintah dalam
pengembangan kebijakan dan pengembangan
kapasitas yang terkait. Proyek ini memberikan
saran-saran teknis dan prosedural yang memastikan
bahwa isi dan proses perumusan KKPN
mencerminkan seluas mungkin pengetahuan dan
kepentingan dari semua pemangku kepentingan.
Proyek ini melaksanakan kajian-kajian teknis,
menerbitkan publikasi seperti buletin ini,
menyelenggarakan website, dan melaksanakan
talkshow melalui radio dan televisi mengenai isu-isu
dalam KKPN. Tujuannya adalah untuk memberi
pemerintah lebih banyak pilihan dalam
mengusahakan tercapainya tujuan-tujuan umum
kebijakan pertanahan melalui perangkat peraturan,
dan juga melalui mekanisme pajak dan fiskal yang
dapat mundukung manajemen dan perencanaan
pertanahan. Langkah-langkah seperti itu
dilaksanakan secara luas di berbagai negara dalam
upaya mengarahkan pemanfaatan dan penggunaan
tanah.
Apa saran anda berkaitan dengan
pengembangan kebijakan pertanahan?
Secara umum saya kira Indonesia telah memiliki
prosedur perumusan kebijakan yang dirumuskan
dengan baik. Sejauh ini KKPN telah melalui
serangkaian konsultasi publik dan draft KKPN
sendiri dan dokumentasi yang menyertainya
memuat informasi yang sangat banyak dan relevan
untuk semua pemangku kepentingan. Dokumendokumen tersebut perlu di konsolidasi dan
selanjutnya dipastikan bahwa berdasarkan KKPN
semua sektor dan kementrian mengadopsi
kebijakan pertanahan sektoral yang saling terkait
dan merumuskan serta melaksanakan peraturan
pelaksanaan yang harmonis dan tidak saling
bertentangan. Dalam hubungan ini barangkali suatu
"Komite Koordinasi Kebijakan Pertanahan" dapat
memainkan peran yang penting . Proses itu tentu
saja tidak akan berhenti pada diadopsinya KKPN
dan peraturan serta ketentuan yang menyertainya.
Pemerintah tetap harus mendukung upaya untuk
menumbuhkan kesadaran masyarakat mengenai
kebijakan pertanahan, dan peraturan yang terkait ,
dan memecahkan isu-isu kelembagaan dan
pemerintahan dalam pelaksanaan kebijakan dan
peraturan tersebut. Saya kira kita akan bisa melihat
banyak aktivitas yang dilakukan oleh pemerintah
tahun depan dalam menyesuaikan dan mengadopsi
KKPN.
*) Team Leader Advisory Consultant,
Komponen 1-LMPDP
Diterjemahkan oleh Redaksi
17 FEBRUARI - APRIL 2007
LAND 02
Ekonomi
SUMBERDAYA TANAH
Oleh: Muhammad Ridwansyah
Sumberdaya tanah merupakan sumberdaya alam yang sangat penting untuk
kelangsungan hidup manusia karena sumberdaya tanah merupakan masukan
yang diperlukan untuk setiap bentuk aktivitas manusia. Penguasaan tanah
menunjukkkan status sosial, ekonomi atau politik seseorang. Tanah juga dapat
berfungsi sebagai faktor produksi (input faktor) pada berbagai aktivitas
ekonomi seperti pertanian (dalam arti luas), permukiman, kegiatan industri,
eksplorasi mineral, sebagai barang komersil yang dapat diperjual-belikan atau
sebagai jaminan (borg) dan lain-lain.
O
leh karena itu tanah memiliki nilai pasar dan nilai
ekonomi yang berbeda-beda. Tanah diperkotaan
yang digunakan untuk kegiatan industri dan
perdagangan biasanya memiliki nilai pasar yang
tertinggi karena di situ terletak tempat tinggal
dan sumber penghidupan manusia yang
memberikan nilai produksi yang tertinggi.
Namun nilai pasar belumlah mencerminkan nilai
ekonomi tanah karena belum memperhitungkan
tanah sebagai suatu aset alam (natural capital).
Prinsip dalam menghitung nilai ekonomi tanah
adalah tanah tidak semata dinilai dengan nilai
pasar, tetapi juga termasuk nilai yang tak dapat
diraba (intangible) ataupun nilai-nilai sosial yang
inheren. Penilaian ekonomi terhadap tanah
merupakan analisis yang cukup kompleks karena
beberapa alasan, antara lain: (1) adanya sifat
heterogenitas dari sifat fisik (kesuburan) yang
cukup besar; (2) adanya sifat heterogenitas dari
segi aksesibilitas, hal tersebut erat kaitannya
terhadap lokasi tanah; dan (3) adanya variasi dari
sistim penguasaan tanah (property right), yang
menyebabkan keperluan kebijaksanaan yang akan
berbeda-beda.
penilaian ekonomi atas tanah, dengan maksud
tidak terjadi underpricing terhadap tanah.
Sewa Tanah
Sewa Tanah (Land Rent) didefinisikan sebagai
kelebihan nilai penerimaan dari hasil pemanfaatan
tanah yang bersangkutan dengan biaya yang
dikeluarkan selain tanah, misalnya tenaga kerja,
kapital, bahan baku dan energi, yang dapat
dipakai untuk mengubah sumberdaya alam
menjadi barang (goods) . Sewa tanah sebagai
surplus ekonomi dapat terjadi karena kesuburan
dan lokasinya. Pada dasarnya sewa tanah tersebut
merupakan balas jasa untuk pemanfaatan tanah
yang dipakai dalam suatu aktivitas. Sewa tanah
merupakan konsep penting dalam ekonomi
sumberdaya tanah. Istilah sewa tanah dapat
mempunyai arti : (1) Contract Rent, sebagai
pembayaran dari penyewa kepada pemilik tanah,
(2) Economic Rent atau Land Rent, yang
merupakan surplus pendapatan di atas biaya
produksi dimana tanah merupakan input dalam
faktor produksi. Ditinjau dari aspek ekonomi,
pemanfaatan tanah dikatakan semakin efisien
Tulisan ini mencoba mengetengahkan beberapa kalau tanah tersebut menghasilkan rent yang
pendekatan dan metode yang berkenaan dengan semakin tinggi.
LAND 02
FEBRUARI - APRIL 2007
18
Konsep rent dapat didekati dengan pendekatan
average value (per hektar, per m2) yang
merupakan selisih antara harga produk yang
dihasilkan dari pemanfaatan tanah tersebut
dengan biaya rata-rata (tidak termasuk biaya
untuk tanah) yang dikeluarkan untuk membeli
input yang digunakan dalam menghasilkan
produk tersebut. Selain itu, konsep rent dapat
didekati dengan pendekatan marginal value, yang
merupakan selisih antara harga produk terakhir
dan biaya per unit input (tidak termasuk tanah)
terakhir yang dipakai menghasilkan tambahan
produk terakhir tersebut. Dalam kasus-kasus
dimana kita menganggap harga-harga produk
konstan dan input tersedia dengan penawaran
yang elastis sempurna, pendekatan average value
akan menjadi sama dengan pendekatan marginal
value.
pada common property masalah pasar tidak
tumbuh, terjadi inefisiensi dan tidak mencapai
efisien dalam alokasi sumberdaya tanpa campur
tangan pemerintah. Apabila tanah bersifat open
access, maka akan tercapai keadaan jumlah
tenaga kerja tercapai pada kondisi Average
product = W, yang berarti pada penguasaan
sistim ini tidak terdapat rent. Sebaliknya pada
private property si pemilik tanah dapat mengatur
jumlah tenaga kerja agar tercapai kondisi
marginal product = W, yang pada kondisi
tersebut rent akan mencapai maksimum.
Metode Hedonic: Nilai Properti
Metode hedonic pricing (nilai properti)
merupakan pendekatan untuk mendapatkan
harga barang-barang properti yang dipengaruhi
oleh tingkat kualitas lingkungannya. Metode ini
Besarnya Economic Rent/Land Rent bergantung
pada awalnya digunakan untuk menilai harga
pada: (1) jenis penggunaan lahan tersebut (hotel, lahan dengan semakin berkurangnya tingkat
kebun jagung, dll); (2) dalam hal-hal tertentu
polusi danau yang ada di sekitar lahan tersebut.
(pertanian) tergantung kepada kesuburan tanah Semakin kecil tingkat polusi yang bisa dicapai
tersebut; (3) Teknologi yang dipakai dalam
maka akan berpengaruh positif terhadap harga
pemanfaatan tanah tersebut; dan (4)
lahan.
aksesibilitasnya (terkait dengan jarak tanah
tersebut ke pasar).
Rent dan Hak Penguasaan Tanah
Hak penguasaan (Property Right) atas tanah dapat
dikelompokkan menjadi 2 jenis, yaitu: (1) private
property right, (2) common property right (open
access). Pada private property masalah pasar akan
timbul yang memungkinkan untuk mencapai
efisien dalam alokasi penggunaan sumberdaya
tanpa campur tangan pemerintah. Sedangkan
Dr. Muhammad Ridwansyah
Tenaga Ahli Ekonomi Pertanahan
KEBIJAKAN PERTANAHAN
bagi
KESEJAHTERAAN RAKYAT
Download