Land Bulletin LMPDP ISSN 1978-7626 9 771978 762634 Media Pengembangan Kebijakan Pertanahan Edisi 02, Feb - Apr 07 Konsep Dasar Pengembangan Kebijakan Pertanahan Nasional Kerangka Kebijakan Pertanahan Nasional (KKPN) Ekonomi Sumber Daya Tanah Land Bulletin LMPDP Konsep Dasar Pengembangan KEBIJAKAN 3 PERTANAHAN DARI REDAKSI NASIONAL Banyak pendapat kritis yang dilontarkan menyatakan kebijakan pertanahan cenderung tidak komprehensif, dikembangkan secara terpisah-pisah (incremental) dan tanpa ada kerangka (framework) yang jelas. 8 KKPN, Proses Penyusunan dan Meteri Pokoknya Pemerintah menyadari bahwa masalah pertanahan yang dari hari ke hari semakin mencuat dalam kehidupan masyarakat perlu segera diatasi. Diidentifikasi beberapa kondisi dalam masyarakat yang menggambarkan masalah utama bidang pertanahan dewasa ini. 18 Ekonomi SUMBERDAYA TANAH Sumberdaya tanah merupakan sumberdaya alam yang sangat penting untuk kelangsungan hidup manusia karena sumberdaya tanah merupakan masukan yang diperlukan untuk setiap bentuk aktivitas manusia. Penguasaan tanah menunjukkkan status sosial, ekonomi atau politik seseorang. Keterangan Sampul Land Bulletin LMPDP Media Pengembangan Kebijakan Pertanahan Edisi 02, Feb - Apr 07 Konsep Dasar Pengembangan Kebijakan Pertanahan Nasional Kerangka Kebijakan Pertanahan Nasional (KKPN) Ekonomi Sumber Daya Tanah Foto : LMPDP/MA Lokasi : Kawasan M.H. Thamrin, Jakarta 4 10 Penyederhananan Perangkat Penguasaan Tanah serta Pendefinisian Tanah Negara dan Pengelolaannya Dalam hal penguasaan tanah, ada tiga dimensi yang perlu diperhatikan. Pertama, dimensi sejarah, Kedua dimensi Hukum, dan Ketiga dimensi Manajemen Pertanahan 16 Opini tentang Pengembangan KEBIJAKAN PERTANAHAN di Indonesia Sesudah manusia, sumber daya alam khususnya tanah adalah sumberdaya yang paling berharga di suatu negara. Peran negara adalah untuk memastikan bahwa tanah digunakan semaksimal mungkin untuk kepentingan rakyatnya. 13 KEBIJAKAN PERTANAHAN dan PENGENTASAN KEMISKINAN Dalam kurun waktu 1993-2001 prosentase penduduk miskin di perdesaan selalu lebih besar dibandingkan dengan persentase penduduk miskin di perkotaan, bahkan di perdesaan terdapat kecenderungan adanya gejala peningkatan penduduk miskin. Dari Redaksi Undang-undang dasar Negara RI mengamanatkan bahwa "Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat". Operasionalisasi amanat ini memerlukan penetapan kebijakan yang wujud formalnya dapat berbentuk peraturan perundang-undangan baik Undang-undang, peraturan Pemerintah, Peraturan Daerah maupun peraturan-peraturan lainnya. Sepanjang berkaitan tanah, amanat tersebut ditegaskan oleh Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria atau yang lebih dikenal sebagai UUPA. Kebijakan pertanahan pada waktu ini pada dasarnya harus berlandaskan ketentuanketentuan dan prinsip-prinsip di dalam UUPA sebagai Hukum Tanah Nasional Indonesia. Masalah tanah sendiri merupakan masalah yang sangat kompleks. Segala macam aspek kehidupan manusia ada sangkutnya dengan masalah tanah. Tanah merupakan tempat beradanya manusia, tanah memberi makan kepada manusia, bahkan pada saat manusia sudah tidak mempunyai kehidupan karena meninggal, tanah masih memberi tempat kepadanya sebagai tempat peristirahatan yang terakhir. Oleh karena itu penentuan kebijakan pertanahan tidak boleh hanya didekati dari salah satu aspek saja. Penentuan kebijakan pertanahan memerlukan proses yang rumit dan melibatkan semua yang bersangkutan. Edisi Land ke-2 ini mengambil tema utama Pembentukan Kebijakan Pertanahan, dengan menyajikan artikel utama berjudul "Konsep Dasar Pengembangan Kebijakan Pertanahan Nasional". Artikel ini berusaha mengidentifikasi unsur-unsur dalam pengembangan kebijakan pertanahan nasional dan meletakkannya dalam hubungan yang mudah dipahami, sehingga diharapkan akan dapat membantu pengembangan unsur-unsur kebijakan tersebut menuju suatu pembentukan kebijakan pertanahan yang komprehensif dan mampu mewujudkan amanat Undang-Undang dasar R.I. seperti disebut di atas. Sehubungan dengan tema tersebut dalam edisi ini juga disajikan artikel yang menggambarkan sebagian dari proses pembentukan kebijakan pertanahan yang tengah dilakukan melalui kajian dalam rangka LMPDP, yaitu mengenai Penyederhanaan Perangkat Penguasaan Tanah dan mengenai Pengelolaan Tanah Negara. Kajian ini belum selesai karena itu rumusan kebijakan juga belum ada, namun arah kebijakan yang akan diusulkan kiranya sudah terlihat. Artikel lain yang menguraikan salah satu sudut pandang atau unsur pertimbangan dalam perumusan kebijakan juga disajikan, yaitu yang menyangkut sudut pandang ekonomi, dengan judul Ekonomi Sumberdaya Tanah. Selanjutnya, penulisan yang melengkapi edisi ini adalah Kebijakan Pertanahan yang Mendukung Pengentasan Kemiskinan di Perdesaan, dan hasil wawancara dengan Andreas Groetschel, Advisory Consultant Komponen-1 LMPDP. Redaksi 3 FEBRUARI - APRIL 2007 LAND 02 Land Edisi 02, Feb 07 - Apr 07 ISSN 1978-7626 diterbitkan oleh Komponen-1 LMPDP, untuk kalangan terbatas Pelindung Deputi Bidang Pengembangan Pembangunan dan Otonomi Daerah Bappenas Penanggungjawab Direktur Perkotaan, Tata Ruang dan Pertanahan Pemimpin Redaksi Ir. Rinella Tambunan, MPA Dewan Redaksi J Sudarjanto Wirjodarsono, SH. MA Ing. Andreas Groetschel, Dipl. Agr., MSc Dr. Jur. Any Andjarwati Ir. Nana Apriyana, MT Ir . Salusra Widya, MA Sudira, S.Sos Editor B. Guntarto Khairul Rizal Redaksi Zainal Arifin Diah Lengogeni Andi Dyna Riana Desain & Layout M. Arief Distribusi & Administrasi Dica H Nunik P (Sekretariat Komponen-1 LMPDP) Alamat Redaksi Jl. Latuharhary No. 9 Jakarta 10310 Phone (021) 310 1885-87 Fax (021) 390 2983 www.landpolicy.or.id E-mail : [email protected] Tulisan/artikel dalam bulletin ini tidak mencerminkan opini pengelola program LMPDP (PIU-Bappenas) Bappenas Konsep Dasar Pengembangan Kebijakan Pertanahan Nasional Oleh: Khairul Rizal *) Seperti apa konsep dasar kebijakan pertanahan di Indonesia seringkali dipertanyakan oleh banyak orang di negeri ini. Banyak pendapat kritis yang dilontarkan menyatakan kebijakan pertanahan cenderung tidak komprehensif, dikembangkan secara terpisah-pisah (incremental) dan tanpa ada kerangka (framework) yang jelas. Bahkan ada pendapat yang masih mempertanyakan kemana sesungguhnya arah kebijakan pertanahan yang dikembangkan, walaupun sudah jelas tertuang dalam konstitusi negara bahwa pengelolaan sumberdaya alam, termasuk tanah, digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. U Akan lebih memudahkan untuk "membaca" peta komponen kebijakan pertanahan dari atas ke bawah. Setiap batang (bar) merepresentasikan wilayah atau domain dari sebuah komponen Informasi pertanahan ntuk menjawab pertanyaan "besar" seperti apa kebijakan pertanahan. Batang yang berwarna konsep dasar kebijakan pertanahan nasional, ada merupakan komponen utama dari kebijakan baiknya jika kita menurunkan pertanyaan tersebut pertanahan, yang terdiri dari sistem penguasaan menjadi beberapa pertanyaan yang lebih "kecil". (tenurial system), administrasi pertanahan (land Dengan demikian, rangkuman atas jawaban administration) dan perencanaan penggunaan tanah pertanyaan-pertanyaan turunan tadi pada akhirnya (spatial planning). Adapun batang yang tidak akan menjadi jawaban atas pertanyaan utama yang berwarna merupakan sub komponen dari disampaikan pada awal tulisan ini. Dalam konteks komponen utama atau batang berwarna di atasnya. tersebut, maka pertanyaan yang cukup representatif untuk diajukan adalah, apa saja komponen yang LANDASAN: UNDANG UNDANG DASAR 1945 menjadi concern dalam kebijakan KEBIJAKAN SDA LAINNYA pertanahan nasional dan KEBIJAKAN PERTANAHAN bagaimana keterkaitan antarSistem Penguasaan Tanah komponen dalam kebijakan Tanah Negara pertanahan tersebut. Kita dapat memulai menemukan jawaban Distribusi Tanah terhadap dua pertanyan tersebut Hak atas Tanah Ind/Komunal dengan memetakan terlebih Administrasi Pertanahan dahulu berbagai aktivitas dalam Pendaftaran Tanah pengelolaan pertanahan Pemilikan Tanah sebagaimana pada gambar 1. Transaksi Tanah Pajak dan Biaya Tanah Penataan Ruang Penatagunaan Tanah LAND 02 FEBRUARI - APRIL 2007 4 Konsep dari peta ini tidak akan menjelaskan bagaimana bentuk kelembagaan pertanahan, atau bagaimana mengadministrasikan sebidang tanah, atau bagaimana merencanakan penggunaan tanah, atau kenapa terjadi konflik dan sengketa pertanahan. Konsep ini murni bermaksud menjelaskan komponen-komponen dalam sebuah kebijakan pertanahan dan menunjukkan hubungan antar komponen tersebut. Komponen kebijakan penguasaan tanah merumuskan bagaimana tanah dikategorikan berdasarkan siapa yang berhak menguasai tanah tersebut. Kategori umum yang sering dipergunakan adalah tanah negara dan bukan tanah negara (tanah individu/komunal). Berdasarkan kategorisasi penguasaan tanah tersebut kemudian ditentukan jenis hak atas tanah atas penguasaan tersebut. Seberapa luas tanah yang dapat dikuasai dan bagaimana distribusi penguasaan tanah menjadi Posisi Kebijakan Pertanahan dalam Konstitusi domain dari kebijakan penguasaan tanah. Para pendiri bangsa ini telah menetapkan landasan yang kuat bagi semua jenis pengelolaan sumberdaya alam, termasuk tanah, sebagaimana tertuang dalam Undang Undang Dasar pasal 33, yaitu dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Landasan ini tidak bisa tidak menjadi titik keberangkatan untuk semua kebijakan yang terkait dengan pengelolaan sumberdaya alam. Pada gambar, hal ini direpresentasikan dengan batang bertuliskan "Landasan" yang memenuhi seluruh domain dan memanjang dari ujung kiri sampai kanan. Dengan demikian sudah menjadi suatu kepastian bahwa seperti apapun kebijakan pertanahan yang akan dikembangkan harus memberi kontibusi nyata terhadap sebesarbesarnya kemakmuran rakyat. Landasan ini tidak hanya berlaku bagi kebijakan pertanahan, tetapi juga bagi kebijakan sumberdaya alam lainnya seperti kehutanan, pertambangan, kelautan dan lain sebagainya. Satu hal yang perlu dipahami di sini adalah sumberdaya alam merupakan suatu sistem besar yang saling terkait satu dengan lainnya. Oleh karena itu, semua kebijakan yang berhubungan dengan pengelolaan sumberdaya alam harus sinkron satu dengan yang lain karena masing-masing kebijakan akan saling mempengaruhi. Pada gambar hal ini disimbolkan dengan batang yang berlabelkan kebijakan pertanahan dan kebijakan sumberdaya lainnya yang beririsan (overlap) satu dengan yang lain. Kebijakan yang tidak sinkron atau tidak beririsan akan menimbulkan konflik dalam pengelolaan sumberdaya alam. Contoh yang konkret mengenai hal ini adalah keluarnya izin konsesi pertambangan di kawasan hutan lindung. Komponen kebijakan administrasi pertanahan akan merumuskan bagaimana penguasaan tanah dicatat berdasarkan jenis hak atau status kepemilikan tanah tersebut (misal hak milik atau hak pakai, dsb). Pencatatan ini dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum hak atas kepemilikan sebidang tanah yang akan dijamin dan dilindungi oleh negara. Dengan adanya pencatatan ini maka akan tersedia informasi mengenai kepemilikan atas sebidang tanah, seperti siapa yang memiliki tanah, dimana lokasinya, digunakan untuk apa, dan berapa nilai tanah tersebut. Pencatatan juga dilakukan terhadap perpindahan status kepemilikan, baik yang bersifat permanen atau sementara, yang diakibatkan dari suatu transaksi. Sebagai konsekuensi atas jaminan dan perlindungan tersebut dan ongkos untuk pencatatan, negara berhak memungut pajak dan biaya atas pencatatan tersebut yang masih menjadi domain dari kebijakan administrasi pertanahan. Pencatatan ini pada akhirnya akan menghasilkan suatu sistem informasi mengenai bidang-bidang tanah atau yang dikenal dengan sistem informasi pertanahan. Komponen kebijakan pertanahan yang terakhir adalah kebijakan penggunaan tanah yang mengatur untuk apa sebidang tanah dipergunakan dan dimanfaatkan. Di Indonesia kebijakan ini dikenal dengan penataan ruang. Jika diperhatikan dari gambar di atas, terlihat bahwa komponen kebijakan administrasi pertanahan berada di tengah-tengah komponen kebijakan penguasaan tanah dan kebijakan penataan ruang. Dengan kata lain, kebijakan administrasi pertanahan akan memediasi kebijakan sistem penguasaan tanah dan penggunaan tanah. Di satu sisi, sebidang tanah yang telah dikuasai oleh seseorang maka orang tersebut harus menggunakan tanahnya sesuai Komponen Kebijakan Pertanahan dengan peruntukkan yang ditetapkan dalan rencana Kebijakan pertanahan, di manapun itu, diharapkan tata ruang. Di sisi lain, penggunaan sebidang tanah bisa memberi menjawab mengenai siapa yang akan untuk suatu peruntukkan tertentu harus memperhatikan penguasaan atas tanah tersebut. menguasai tanah dan seberapa besar, bagaimana Kebijakan administrasi pertanahan akan memediasi tanah diadministrasikan dan, yang tidak kalah penting adalah, untuk tujuan apa. Oleh karenanya, dua kepentingan tersebut melalui mekanisme perijinan penggunaan dan pemanfaatan ruang. dapat diyakini ada tiga komponen yang harus Kebijakan Penguasaan Tanah: Tanah negara, hak dianalisis dalam pengembangan kebijakan atas tanah individu/komunal, distribusi tanah pertanahan sebagaimana telah disebutkan di atas, Sebagaimana telah dijelaskan di atas, kategorisasi yaitu komponen penguasaan tanah, komponen penguasaan tanah di Indonesia dibedakan menjadi administrasi pertanahan dan komponen dua jenis penguasaan, yaitu tanah negara dan selain penggunaan tanah. 5 FEBRUARI - APRIL 2007 LAND 02 tanah negara. Kebijakan mengenai penguasaan tanah harus memberikan definisi dan kriteria yang jelas atas pembagian tersebut. Tanah mana yang didefinisikan sebagai tanah negara dan tanah mana yang bukan tanah negara. Di Indonesia, definisi dan kriteria tanah negara masih menjadi perdebatan terutama dikaitkan dengan sistem penguasaan masyarakat adat. Di satu sisi, negara mengakui sistem penguasaan tanah masyarakat adat sementara di sisi lain pengakuan tersebut seringkali dimarginalkan dengan alasan kepentingan pembangunan atau kepentingan nasional yang lebih luas. tersebut, mekanisme distribusi tanah dan pembatasan atas penguasaan tanah yang berlebih juga merupakan domain dari kebijakan penguasaan tanah. Administrasi Pertanahan: Pendaftaran tanah, kepemilikan tanah, transaksi tanah, pajak dan biaya pertanahan, sistem informasi pertanahan Mengapa penguasaan tanah harus dicatat atau didaftar? Pada masa dahulu ketika jumlah penduduk tidak sebanyak sekarang, setiap anggota masyarakat mengetahui status kepemilikan setiap bidang tanah yang ada di wilayah mereka. Seiring dengan Oleh karena itu, diperlukan pendefinisian ulang berjalannya waktu dan bertambahnya jumlah tanah negara yang tegas sehingga tidak penduduk, perubahan status kepemilikan baik menimbulkan klaim tanah negara yang sepihak di lapangan. Secara simultan, pendefinisian ulang tanah melalui transaksi ataupun waris menyebabkan status kepemilikan tanah semakin rumit sehingga negara ini juga harus diikuti dengan penegasan diperlukan pencatatan khusus. Perbedaannya, mengenai defenisi tanah adat (komunal), dengan ketika dulu kepemilikan tanah dilindungi oleh catatan tidak menghidupkan kembali tanah adat sistem sosial yang berlaku di masyarakat (tanah si A yang pada kenyataannya sudah tidak ada. Satu hal yang penting untuk dirumuskan dalam kebijakan penguasaan tanah adalah kategorisasi terhadap jenis hak yang akan diberikan atas penguasaan sebidang tanah, baik itu penguasaan oleh perorangan/badan hukum maupun penguasaan bersama (komunal). Hak atas tanah yang diberikan memberikan hak dan kewajiban bagi pemilik tanah untuk menggunakan tanahnya sesuai dengan jenis haknya. Kategorisasi jenis hak atas tanah sebaiknya mempertimbangkan jangka waktu penguasaan tanah (permanen atau sementara) serta peruntukkan penggunaan atas tanah tersebut. Hak atas tanah ini yang kemudian dicatat dalam sistem administrasi pertanahan. Di Indonesia, kategorisasi hak atas tanah diatur dalam UUPA yang jumlahnya ada 14 jenis hak atas tanah. Namun pada kenyataannya, praktek pendaftaran tanah saat ini hanya mencatat dan mendaftarkan 5 jenis hak atas tanah ke dalam sistem administrasi pertanahan, yaitu Hak Milik, Hak Guna Bangunan (HGB), Hak Guna Usaha (HGU), Hak Pakai (HP) dan Hak Pengelolaan (HPl). Hal ini menunjukkan adanya kesenjangan (gap) antara sistem penguasaan tanah dengan administrasi pertanahan yang ada. Oleh karena itu, kebijakan penguasaan tanah diarahkan pada penyederhanaan instrumen penguasaan tanah yang saat ini dirasakan terlalu beragam sehingga tidak semuanya dapat diadministrasikan dengan baik. Kebijakan penguasaan tanah juga harus bisa memastikan distribusi penguasaan tanah yang adil dan merata bagi seluruh rakyat Indonesia. Untuk tujuan tidak mungkin diklaim oleh si B karena semua orang mengetahui tanah itu milik si A) maka ketika sistem sosial berkembang dan menjadi semakin rumit (karena jumlah penduduk terus bertambah tadi) perlindungan tersebut diambil alih oleh negara melalui mekanisme pendaftaran tanah. Dalam hal ini, sertifikat tanah yang dikeluarkan oleh lembaga negara menjadi bukti kepemilikan yang kuat atas tanah yang dijamin dan dilindungi oleh negara. Dengan status kepemilikan atas tanah yang jelas, ada beberapa keuntungan tambahan bagi si pemilik tanah. Pertama, tentunya bagi si pemilik tanah akan lebih mudah menjual tanah yang dimilikinya jika suatu saat dia memerlukannya. Dari sisi pembeli, kejelasan status kepemilikan tanah akan menimbulkan rasa aman ketika melakukan pembelian tanah. Kedua, si pemilik tanah akan memperoleh akses ke permodalan karena sertifikat tanah bisa menjadi agunan ke bank/lembaga keuangan. LAND 02 FEBRUARI - APRIL 2007 6 Untuk melakukan pencatatan atas status kepemilikan tanah atau atas perubahan status kepemilikan tanah akibat transaksi tanah, negara dapat melakukan pungutan sebagai biaya pencatatan dan pajak sebagai "ongkos" perlindungan hukum yang disediakan oleh negara terhadap tanah tersebut. Pungutan ini, baik dalam bentuk pajak ataupun biaya lainnya, termasuk lingkup dari kebijakan administrasi pertanahan. Besaran pajak dan biaya pertanahan secara langsung akan mempengaruhi pelaksanaan pencatatan tanah. Pajak dan biaya yang tinggi tentu akan berakibat pada keengganan masyarakat untuk mencatatkan tanahnya. Untuk jenis-jenis tanah tertentu, seperti tanah yang dikuasai oleh masyarakat miskin atau tanah yang berfungsi sosial, dibebaskan dari pungutan pajak dan biaya pertanahan. Pada gambar hal ini direpresentasikan oleh area administrasi pertanahan yang tidak dicover oleh batang berlabel "Pajak dan Biaya Pertanahan" (batang "Pajak dan Biaya Pertanahan" lebih pendek dari batang "Administrasi Pertanahan"). Dalam perkembangannya, pajak dan biaya pertanahan dapat berperan sebagai instrumen pengendalian terhadap penggunaan tanah melalui skema insentif dan disinsentif. Bagaimana praktek administrasi pertanahan di Indonesia saat ini? Berdasarkan data terakhir yang ada, bidang tanah yang terdaftar baru 37,5 juta bidang dari perkiraan jumlah bidang tanah yang mencapai 85 juta bidang. Hal ini menunjukkan masih banyak status kepemilikan tanah yang tidak jelas dan secara formal belum terlindungi oleh negara. Di samping itu, kualitas pencatatan juga masih belum baik dimana masih sering ditemukan tumpang tindih pencatatan atas bidang tanah yang sama atau pencatatan dilakukan di atas tanah yang masih dalam sengketa penguasaan. Lambatnya pencatatan atau pendaftaran tanah merupakan akibat dari sistem pendaftaran yang rumit dan biaya pendaftaran yang mahal sehingga tidak terjangkau oleh masyarakat luas. Sistem pendaftaran yang rumit bisa jadi akibat dari sistem penguasaan tanah yang rumit sehingga sulit untuk diadministrasikan (ada 14 jenis hak yang harus didaftarkan dengan perlakuan yang berbeda). Sistem pendaftaran tanah yang ada juga belum menjangkau penguasaan tanah oleh masyarakat adat sehingga penguasaan tanah oleh masyarakat adat dapat dikatakan hampir belum ada yang dicatat secara formal. Oleh karena itu, pengembangan kebijakan administrasi pertanahan ke depan diarahkan pada: pertama, penyederhanaan sistem pencatatan tanah yang bisa mempercepat proses pendaftaran tanah, termasuk pendaftaran terhadap tanah adat. Penyederhanaan sistem pencatatan ini juga mencakup pencatatan atas berbagai jenis transaksi tanah (perpindahan status kepemilikan baik itu 7 FEBRUARI - APRIL 2007 LAND 02 karena jual beli, waris, sewa ataupun transaksi lainnya) yang ke depan diperkirakan akan semakin intensif; kedua, penataan terhadap struktur pajak dan biaya pertanahan yang terjangkau oleh masyarakat luas namun tetap dapat menopang keberlanjutan dari sistem pencatatan tersebut. Pajak dan biaya pertanahan diarahkan juga sebagai instrumen pengendalian terhadap penggunaan tanah serta sebagai instrumen pengendali bagi transaksi tanah yang merugikan masyarakat dan untuk mencegah terjadinya ketimpangan atau penumpukan penguasaan tanah pada sebagian kecil kelompok masyarakat. Penataan ruang dan penatagunaan tanah Untuk apa dan bagaiman sebidang tanah dipergunakan cenderung menjadi bagian atau domain dari penataan ruang. Namun penggunaan sebidang tanah tidak bisa lepas dari status penguasaan dan pemilikan atas sebidang tanah tersebut. Oleh karena itu, kebijakan penatagunaan tanah menjadi mediasi atau interface dari sistem penguasaan tanah dan sistem penataan ruang. Penggunaan tanah untuk fungsi sosial lebih diutamakan dari penguasaan dan pemilikan tanah. Kebijakan penatagunaan tanah juga mencakup sistem pencatatan atas status penggunaan tanah yang dilakukan melalui mekanisme perijinan (ijin lokasi, IMB, dsb). Bagaimanapun inti dari semua kebijakan penatagunaan tanah tersebut adalah bagaimana memastikan penggunaan tanah sesuai dengan rencana tata ruang yang ada. Satu hal yang penting dipahami adalah bahwa semua komponen kebijakan pertanahan yang diuraikan di atas saling terkait dan saling mempengaruhi. Kebijakan mengenai administrasi pertanahan, misalnya bagaimana mempercepat pendaftaran tanah, akan sulit diimplementasikan jika sistem penguasaan tanah masih terlalu rumit dan belum jelas (seperti penguasaan tanah adat). Begitu pun dengan sistem penataan ruang. Rencana tata ruang akan sulit untuk diimplementasikan jika sistem penguasaan tanah (seperti hak atas tanah dan bawah tanah) dan administrasi pertanahan (misal perijinan) belum mendukung pemanfaatan ruang. Khairul Rizal, ST Perencana pada Direktorat Perkotaan, Tata Ruang dan Pertanahan Bappenas Kerangka Kebijakan Pertanahan Nasional (KKPN) Proses Penyusunan dan Materi Pokoknya Oleh: Tim Redaksi serta institusi pertanahan dan desentralisasi. Kajian ini dilakukan oleh Kelompok-kelompok Kerja yang beranggotakan wakil-wakil dari semua Pemerintah menyadari bahwa masalah instansi yang berkaitan dengan pengelolaan pertanahan yang dari hari ke hari semakin pertanahan, dengan diarahkan oleh Tim mencuat dalam kehidupan masyarakat perlu Koordinasi dan Tim Teknis Program segera diatasi. Diidentifikasi beberapa kondisi dalam masyarakat yang menggambarkan masalah Pengembangan Kebijakan dan Manajemen Pertanahan. utama bidang pertanahan dewasa ini, diantaranya: semakin maraknya konflik dan Selanjutnya, suatu Naskah Rancangan KKPN sengketa tanah; semakin terkonsentrasinya disusun dengan bahan dasar rekomendasi yang pemilikan dan penguasaan tanah pada dihasilkan oleh Kelompok-kelompok Kerja di sekelompok kecil masyarakat, dan lemahnya atas. Naskah Rancangan tersebut selesai disusun jaminan kepastian hukum atas pemilikan, dalam bulan Januari 2004. Untuk menampung penguasaan dan penggunaan tanah. aspirasi publik, Naskah Rancangan KKPN dikonsultasikan dengan berbagai kalangan dengan Dalam upaya mengatasi masalah tersebut melaksanakan diskusi-diskusi terbatas dan Pemerintah memandang perlu untuk lokakarya daerah dan nasional. membangun suatu kerangka kebijakan pertanahan nasional untuk dipergunakan sebagai Konsultasi publik tahap pertama dilakukan dalam pedoman oleh semua pihak, baik pemerintah, bulan Juni 2004, yaitu untuk Wilayah I Jawa dan masyarakat maupun sektor swasta, dalam Wilayah II Bali, NTB dan NTT. Untuk konsultasi menangani masalah-masalah pertanahan sesuai dengan bidang tugas dan kepentingannya masing- tahap kedua dilaksanakan Februari dan Maret 2005 untuk Wilayah III Kalimantan Timur, masing. Tujuan akhir dari kebijakan pertanahan Sulawesi dan Maluku dan Wilayah IV Sumatera nasional ini adalah terwujudnya kondisi dan Kalimantan. Sedangkan Konsultasi Tahap kemakmuran rakyat sebagaimana diamanatkan Kedua ditindak lanjuti dengan Focus Group oleh Pasal 33 ayat (3) UUDRI, UUPA dan TAP Discussion (FGD) mengenai 3 isu yang menonjol MPR IX/2001 sebagai akibat pengelolaan pertanahan dan sumberdaya alam lainnya secara dalam Lokakarya Daerah, yaitu tentang Landreform, Hak ulayat, dan Jaminan hukum berkeadilan, transparan, partisipatif dan penguasaan tanah. akuntabel. Latar Belakang Penyempurnaan demi penyempurnaan dilakukan atas Naskah Rancangan KKPN oleh staf Bappenas dengan selalu berkonsultasi dengan Tim Penyusunan Kerangka Kebijakan Nasional Penyusun semula. Konsultasi publik yang terakhir Pertanahan (KKPN) dimulai pada tahun 2002 dilakukan dengan melaksanakan Lokakarya dalam rangka pelaksanaan Program Nasional KKPN pada tanggal 6 November 2006. Pengembangan Kebijakan dan Manajemen Pertanahan. Program tersebut dilakukan melalui Hasil rumusan terakhir ini akan kajian-kajian yang difokuskan pada 4 aspek, yaitu diimplementasikan dalam 2 bentuk: a. Sebagian dimasukkan ke dalam Rencana hukum dan konflik pertanahan; administrasi Pembangunan Nasional Jangka Menengah; pertanahan; penguasaan dan penggunaan tanah; Proses Penyusunan LAND 02 FEBRUARI - APRIL 2007 8 b. Sebagian di elaborasi sebagai rencana kerja yang lebih implementatif. Bab ketiga memuat uraian tentang prinsip dasar kebijakan pertanahan yang menguraikan dasar hukum dan kebijakan bagi penentuan kebijakan pertanahan. Selain itu, tujuan umum KKPN, yaitu Materi Pokok KKPN terwujudnya suatu kondisi kemakmuran rakyat Materi pokok Naskah Rancangan KKPN terbagi sebagaimana diamanatkan oleh pasal 33 ayat 3 dalam 4 bab yang terdiri atas bab Pendahuluan; UUD 45, TAP MPR IX/2001 dan UUPA 1960 melalui pengelolaan pertanahan secara Masalah Pertanahan Dewasa Ini; Kerangka berkeadilan, transparan, partisipatif dan Umum Kebijakan Pertanahan; dan bagian akuntabel serta berkesinambungan. Bagian Penutup. Di Bab Pendahulu, dimuat latar belakang diperlukannya KKPN dan rumusan yang terakhir memuat tentang tujuan khusus KKPN, yang berhubungan langsung dengan lebih jelas mengenai kondisi yang dikehendaki permasalahan pertanahan yang diharapkan untuk diwujudkan dengan adanya KKPN, yaitu terselesaikan dengan pelaksanaan kebijakan bahwa dalam pengelolaan pertanahan setiap pertanahan dalam KKPN, misalnya kebijakan, program, dan proses pengelolaan terselesaikannya konflik dan sengketa pertanahan di seluruh tanah air harus dapat pertanahan, terbangunnya sistem informasi menginternalisasikan jiwa dan semangat 4 (empat) prinsip utama. Keempat prinsip utama pertanahan yang akurat, transparan mudah diakses dan komprehensif, dsb. itu adalah: (1) pertanahan harus berkontribusi secara nyata untuk meningkatkan kesejahteraan Bab keempat memuat arah kebijakan beserta rakyat dan melahirkan sumber-sumber rencana tindak yang dianggap perlu dilaksanakan kemakmuran baru; (2) pertanahan harus berkontribusi secara nyata untuk meningkatkan untuk menyelesaikan masalah pertanahan seperti diuraikan di atas. Identifikasi rencana tindak tatanan kehidupan bersama yang lebih merupakan rekomendasi dari pihak-pihak yang berkeadilan dalam kaitannya dengan langsung berkaitan dengan upaya penyelesaian pemanfaatan, penggunaan, penguasaan dan permasalahan pertanahan yang dihadapi. Arah pemilikan tanah; (3) pertanahan harus kebijakan dan rencana tindak disusun sbb.: berkontribusi secara nyata dalam menjamin Pertama: Reformasi Peraturan Perundangkeberlanjutan sistem kemasyarakatan, undangan kebangsaan, dan kenegaraan Indonesia dengan memberikan akses seluas-luasnya pada generasi Kedua: Peningkatan Akses Masyarakat terhadap Pemilikan dan Penguasaan Tanah Secara Adil akan datang pada sumber-sumber ekonomi Ketiga: Pengembangan Kelembagaan Pertanahan masyarakat - tanah; dan (4) pertanahan harus Keempat: Peningkatan Pendaftaran Tanah Kelima: berkontribusi secara nyata dalam menciptakan Pengembangan Penatagunaan Tanah Keenam: tatanan kehidupan bersama secara harmonis dengan mengatasi berbagai sengketa dan konflik Pengembangan Sistem Informasi Berbasis Tanah Ketujuh: Penyelesaian Konflik dan Sengketa pertanahan di seluruh tanah air dan menata Tanah sistem pengelolaan yang tidak lagi melahirkan Kedelapan: Pengembangan Sistem Perpajakan sengketa dan konflik di kemudian hari. Tanah Kesembilan: Perlindungan Hak-hak Masyarakat Pada Bab kedua mengenai masalah pertanahan dewasa ini, dimuat gambaran masalah pertanahan Atas Tanah yang perlu diatasi dengan pembentukan KKPN, antara lain: maraknya konflik, terkonsentrasinya Dua bab terakhir merupakan bab penutup dan bab 'Daftar istilah dan Singkatan'. pemilikan, dan lemahnya jaminan kepastian hukum. Ada 9 (sembilan) faktor penyebab terjadinya masalah tersebut, yaitu: peraturan perundang-undangan yang tidak kondusif; terbatasnya akses masyarakat terhadap pemilikan dan penguasaan tanah secara adil; belum terwujudnya kelembagaan pertanahan yang efektif dan efisien; pelaksanaan pendaftaran tanah belum optimal; belum optimalnya penatagunaan tanah; lemahnya sistem informasi berbasis tanah; pemecahan konflik dan sengketa pertanahan belum memadai; lemahnya sistem perpajakan tanah; serta belum memadainya perlindungan hak-hak masyarakat atas tanah. 9 FEBRUARI - APRIL 2007 LAND 02 Penyederhananan Perangkat Penguasaan Tanah serta Pendefinisian Tanah Negara dan Pengelolaannya Temuan Hasil Kajian Dr. Barijadi, dkk *) didefinisikan dari statusnya, dari fungsi dan dari terjadinya/terbentuknya. Berdasarkan statusnya, alam hal penguasaan tanah, ada tiga dimensi yang definisi tanah negara adalah bidang-bidang tanah yang belum ada hak atas tanah atau bekas hak perlu diperhatikan. Pertama, dimensi sejarah. yang habis masa berlakunya. Berdasarkan Dimensi sejarah mencakup riwayat perolehan fungsinya, tanah negara adalah bidang tanah yang tanah yang cukup beragam baik dari waktu berfungsi untuk kepentingan publik atau perolehan tanahnya, maupun cara memperolehnya. Kenyataan di masyarakat kedua perlindungan. Sedangkan berdasarkan hal tersebut manjadi kendala dalam memperoleh terbentuknya, tanah negara dapat terbentuk karena proses alam maupun buatan manusia akses hak atas tanah secara formal. (contoh: reklamasi, penimbunan). Dimensi yang kedua adalah dimensi hukum. Dimensi hukum adalah jenis hak atas tanah dan Pada kenyataannya, bidang-bidang tanah tersebut jangka waktu berlakunya hak. Berdasarkan telah ada penggarapan/penghunian dengan jangka waktu hak / perizinan terdapat 3 berbagai jenis penggunaan dan pemanfaatan kelompok jenis hak yakni turun menurun atau tanah, baik untuk usaha non-komersial dan selamanya (contoh: Hak Milik berdasar UUPA komersial maupun yang berfungi perlindungan maupun Adat); jangka waktu tertentu, seperti HGB, HGU, HP berdasar UUPA; dan sementara dan yang bersifat kepentingan publik (public (Bagi Hasil, Sewa, Gadai). Keberagaman jenis dan goods). Subyek hak yang memanfaatkan baik perorangan, instansi/pemerintah, badan hukum jangka waktu hak yang ada di masyarakat maupun lembaga masyarakat adat/ulayat. menjadi kendala bagi upaya registrasi untuk Lembaga yang mempunyai fungsi dan tugas memberikan kepastian hukum dan perlidungan hukum oleh Pemerintah, baik dalam penentuan mengelola tanah negara sampai saat ini belum jenis hak, prosedur, proses, dan pensyaratannya. jelas. Kondisi demikian berakibat menjadi Dimensi yang ketiga adalah dimensi manajemen sumber permasalahan di lapangan, antara lain dalam bentuk penggarapan tanah tanpa izin, pertanahan, berupa belum adanya / belum efektifnya pengarahan peruntukan, penggunaan penyerobotan tanah, sengketa / konflik tanah, dan pemanfaatan berdasarkan RTRW dan pola penggusuran dan sebagainya. pengelolaan tata guna tanah merupakan kendala Studi juga menggali permasalahan tentang utama bagi pengalokasian lahan untuk usaha investasi, pemberian hak atas tanah, perpajakan pendaftaran tanah. Efektifitas pendaftaran tanah atau pensertifikatan tanah yang diharapkan serta pengedalian alih fungsi tanah. Mengenai sebagai penopang utama pengelolaan pertanahan tanah negara, dari studi yang dilakukan dapat dan pembangunan yang berkelanjutan, masih disimpulkan bahwa tanah negara dapat Temuan Studi D LAND 02 FEBRUARI - APRIL 2007 10 jauh dari harapan. Hal ini antara lain disebabkan karena prosedurnya yang panjang, ketidakkejelasan proses, dan pensyaratan yang rumit serta biaya yang tidak terjangkau masyarakat umumnya. Itu semua merupakan permasalahan klasik yang selalu muncul dalam setiap diskusi maupun pendataan di tingkat pemegang hak. Dari analisa data di BPN dengan asumsi bahwa pertumbuhan bidang tanah mencapai sekitar 2,0% per-tahun maka diperkirakan pada tahun 2005 jumlah bidang tanah yang perlu disertifikatkan sekitar 80 juta bidang tanah (di luar hutan). Sedangkan kemampuan BPN dalam lima tahun terakhir adalah sekitar 1,5 juta bidang/tahun. Apabila kemampuan ditingkatkan sebesar 2 juta bidang/tahun maka diperlukan waktu lebih 20 tahun untuk menyelesaikannya. Waktu selama itu akan semakin berpotensi untuk timbulnya berbagai masalah pertanahan akibat perkembangan penduduk, perkembangan politik, sosial ekonomi dan sosial budaya serta adanya pengaruh global. Rekomendasi Studi Dalam menyusun rekomendasi studi, maka digunakan landasan konspetual bahwa penyederhanaan perangkat penguasaan tanah dan pengelolaan tanah negara, merupakan bagian tidak terpisahkan dengan pembangunan dan pengembangan siatem administrasi pertanahan nasional, daerah maupun lokal. Sistem administrasi tanah di masa depan diharapkan mampu sebagai sarana mengatur dan menentukan hubungan hukum antara manusia dengan tanah, sarana pelayanan kepada masyarakat dan pembangunan berkelanjutan serta sebagai sarana pengendalian hak penguasaan tanah. Pengelolaan pertanahan (land management) pada hakekatnya mengatur hubungan antara subyek dan obyek hak dalam kaitannya penguasaan dan penggunaan tanah. Selain kepastian hak penguasaan tanah diperlukan kepatian peruntukan pengunaan dan pemanfaatan untuk memberikan rasa aman bagi pemegang hak /penggarap/pengguna. Sedangkan kegiatan registrasi tanah (kadasteral) adalah upaya membangun sistem informasi dasar (SDIs) pertanahan, dan merupakan awal pembangunan infrastruktur sistem administrasi tanah. Landasan kebijakan yang dianut adalah pemahaman bahwa tanah dalam wilayah negara RI merupakan aset Bangsa, dan hubungan antara bangsa Indonesia dengan tanah bersifat abadi. penggunaaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa. Negara juga diberi kewenangan untuk menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang, bumi, air dan ruang angkasa. Selain itu negara juga diberi kewenangan untuk menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa. Semua itu dalam batas-batas agar bumi, air, ruang angkasa, serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dapat dimanfaatkan bagi sebesar-besar kemakmuran seluruh rakyat. Hal yang juga perlu mendapatkan perhatian kita semua adalah bahwa penyederhanaan perangkat penguasaan tanah serta pendefinisian dan pengelolaan tanah negara, merupakan sebagian upaya operasionalisasi amanat pasal 33 ayat 3 UUD 1945 dan Tap MPR / IX / 2001 yaitu pembaharuan pengelolaan pertanahan dan sumberdaya agraria lainnya secara berkeadilan, transparan, partisipatif dan akuntabel. Atas dasar pemikiran di atas, studi ini merekomendasikan 3 hal: tentang penyederhanaan perangkat penguasaan; tentang tanah negara dan pengelolaannya; dan tentang pendaftaran tanah. Rekomendasi pertama: penyederhanaan perangkat penguasaan 1. Penyederhanaan penguasaan tanah meliputi perumusan dan penyederhanaan dokumen (alas hak) bagi semua kategori penguasaan tanah, dan penyederhanaan jenis hak berdasar jangka waktu. 2. Dokumen tanah (alas hak) pada dasarnya adalah fakta penguasaan dan penggunaan / pemanfaatan bidang tanah di lapang, menjadi acuan (benchmark) bagi pengesahan alas hak secara formal. 3. Walaupun keperluan penyederhanaan jenis hak atas tanah secara eksklusif tidak muncul di tingkat pemegang hak, namun dalam kaitan peningkatan fungsi administrasi dalam rangka menanggapi kebutuhan pembanguan berkelanjutan dan dinamika tuntutan global, diajukan konsep penyederhanaan hak penguasaan tanah yang dikaitkan dengan jangka waktu berlakunya dan jenis penggunaan dan pemanfaatan tanahnya, dengan mengelompokkan menjadi tiga hal. Pertama, berdasarkan jangka waktu berlakunya yaitu hak tanpa batas jangka waktu, hak dengan pembatasan janangka waktu tertentu dan hak bersifat sementara. Kedua, berdasarkan Negara sebagai organisasi kekuasaan tertinggi pengunaan dan pemanfaataanya yaitu bukan seluruh rakyat, diberi wewenang untuk mengatur untuk usaha (contoh tempat tinggal); untuk dan menyelenggarakan peruntukan, tempat usaha (komersial); untuk kepentingan 11 FEBRUARI - APRIL 2007 LAND 02 publik (fasum dan fasos, termasuk tempat hak atas tanah. peribadatan); dan untuk kepentingan 2. Registrasi tanah meliputi semua bidang tanah dalam wilayah Republik Indonesia, baik yang perlindungan/konservasi. Ketiga, kombinasi telah ada hak maupun yang belum ada haknya. antara huruf yang pertama dan kedua tersebut Percepatan registrasi tanah dibutuhkan untuk menentukan jenis hak penguasaan tanah, hak membangun Sistem Data Informasi Spasial tanpa batas waktu meluputi untuk perumahan/ (SDIs) sebagai pilar utama Infrastruktur tempat tinggal, perlindungan dan konservasi, Administrasi Pertanahan. pertahanan dan keamanan serta untuk 3. Percepatan registrasi tanah harus mengikut kepentingan publik; dengan jangka waktu sertakan masyarakat secara aktif , dengan tertentu misalnya untuk kepentingan penyelenggaraan sensus pertanahan secara komersial/usaha; dan hak yang bersifat nasional. Untuk ini pendataan lapang oleh sementara meliputi penggunaan dan Pemerintah merupakan upaya mutlak pemanfaatan yang bersifat sementara (sewa, dilakukan dalam jangka waktu tidak lebih dari bagi hasil pertanian, garapan dan sebagainya). 8 tahun, seluruh bidang tanah, baik yang telah ada hak maupun belum, telah didaftar. Hasil Rekomendasi kedua: Tanah Negara dan sensus berupa daftar memuat informasi setiap pengelolaannya bidang / blok tanah yang berisi data yang 1. Tanah Negara didefinisikan sebagai bidangterkait semua aspek yang terkait dengan bidang tanah yang belum ada hak atas tanah pertanahan. atau bekas hak yang habis masa berlakunya, yang langsung dikuasai Negara dan berfungsi Ketiga rekomendasi di atas dalam untuk kepentingan publik atau perlindungan pelaksanaannya merupakan proses jangka termasuk tanah-tanah bentukan baru (tanah oloran, tanah endapan baru di pantai maupun menengah maupun panjang dengan tanpa perubahan sistem pengelolaan pertanahan yang sungai atau tanah timbul dan sebagainya). 2. Negara sebagai organisasi kekuasaan tertinggi sudah ada secara radikal. Sedangkan hal-hal yang untuk mengelola tanah dan sumber daya alam perlu dilakukan guna mendukung rekomendasi tersebut adalah berupa penerapan secara lainnya sebagai aset bangsa mendapat bertahap jenis hak berdasarkan jangka waktu dan pemahaman yang sama oleh semua pihak pemanfaatan tanah perlu dilakukan. Dalam hal ini masyarakat, instansi dan badan hukum serta pakar, baik untuk tanah maupun sumberdaya. masih perlu disepakati nama jenis hak. Kemudian perubahan persepsi bahwa hak atas tanah tidak Permasalahannya adalah sejauhmana hanya memberikan kepastian hubungan hukum pemisahan tugas dan fungsi lembaga sebagai pengelola tanah negara, yang pada hakekatnya juga memberikan kepastian peruntukan, penggunaan dan pemanfaatan tanah. Sebagai menjadi personifikasi dari negara, dengan konsekuensi jenis penggunaan/ pemanfaatan lembaga pemerintah yang bertugas dan berfungsi sebagai pengguna/ pemanfaat tanah tanah dan peralihaannya harus tercatat dalam daftar tanah (buku tanah). Dan terakhir sebagai pemegang hak. pemahaman bahwa tanah negara sebagai tanah 3. Untuk pengelolaan tanah negara diajukan yang dikuasai langsung oleh negara, harus rekomendasi sebagai berikut: a. Tanah negara dalam lingkup nasional, antar dikelola oleh lembaga / Departemen tersendiri yang terpisah dari lembaga/Departemen yang sektor dan antar masyarakat adat dikelola dalam menjalankan tugas dan fungsinya oleh lembaga / instansi pemerintah yang memerlukan hak penguasaan pemilikan atas bukan sebagai pemegang hak atas tanah tanah. atau pengguna tanah. b. Tanah negara yang pemanfaatannya untuk tujuan / komoditi tertentu dan atau dalam lingkup wilayah tertentu dalam wilayah negara dapat diberikan pengelolaannya kepada Departemen/ Pemda / Lembaga Adat / Masyarakat adat tertentu Rekomendasi ketiga: Tentang Pendaftaran Tanah 1. Pemisahan tahapan registrasi tanah (kadasteral) dari kesatuan sistem proses pendaftaran tanah, merupakan kebijakan yang tepat untuk percepatan pemberian kepastian Tim Peneliti Kajian Komponen-1 LMPDP LAND 02 FEBRUARI - APRIL 2007 12 Kebijakan Pertanahan yang Mendukung Pengentasan Kemiskinan di Perdesaan Rangkuman Hasil Lokakarya "Kebijakan Pertanahan yang Mendukung Pengentasan Kemiskinan di Perdesaan" (2003) Direktorat Perkotaan, Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas) Dalam kurun waktu 1993-2001 prosentase penduduk miskin di perdesaan selalu lebih besar dibandingkan dengan persentase penduduk miskin di perkotaan, bahkan di perdesaan terdapat kecenderungan adanya gejala peningkatan penduduk miskin. Hal ini menggambarkan bahwa selama kurun waktu 1993-2001 telah terjadi penurunan produktivitas perekonomian di perdesaan, yang mengakibatkan daya dukung wilayah perdesaan mengalami penurunan. T erdapat banyak harapan, bahwa perdesaan harus mampu tumbuh menjadi wilayah yang kuat dalam menyangga perkotaan. Selain karena jumlah penduduk yang tinggal di perdesaan lebih banyak, masih banyak juga aset-aset atau sumber daya alam yang diharapkan mampu menggerakkan perekonomian di perdesaan. Maju dan bangkitnya perekonomian di perdesaan diharapkan dapat berakibat terhadap menurunnya angka kemiskinan di perkotaan. Hal ini bisa terjadi, mengingat kemiskinan di perkotaan sebagian besar diakibatkan oleh 13 FEBRUARI - APRIL 2007 LAND 02 gagalnya urbanisasi dalam menyerap tenaga kerja dari perdesaan ke perkotaan, sehingga sebagian besar mereka masuk ke sektor informal/jasa dan buruh perusahaan yang sangat rentan terhadap PHK. Salah satu strategi dalam membangun perdesaan adalah dengan cara meningkatkan produktivitas sektor pertanian. Pengalaman negara maju saat ini, adalah bahwa mereka bisa kuat karena sektor pertaniannya yang juga kuat dan mampu menopang sektor industri, sehingga terjadi tanah. Kebijakan pertanahan yang dapat mengurangi kemiskinan di perdesaan, adalah (1) Meningkatkan kepemilikan tanah, (2) Meningkatkan penguasaan tanah yang diikuti oleh penggunaan dan pemanfaatan tanah seoptimal mungkin, (3) Kebijakan pencegahan konsolidasi lahan yang berlebihan dan pencegahan fragmentasi, (4) mengendalikan laju konversi tanah pertanian ke non pertanian, dan (5) kebijakan pertanahan yang dapat meningkatkan keterkaitan yang erat antara sektor pertanian daya guna dan produktivitas lahan. dengan sektor industri, yang mengakibatkan Efektivitas kebijakan pertanahan yang dapat industri menjadi semakin kuat dan mampu meningkatkan kepemilikan dan penggunaan menyerap kelebihan tenaga kerja akibat efisiensi tanah bagi petani miskin dalam upaya di sektor pertanian, sehingga proses transformasi menurunkan kemiskinan di perdesaan secara struktural tidak timpang. agregat akan dipengaruhi oleh besarnya lahan yang dapat dijadikan sebagai objek dari kebijakan Pada tahun 1999 jumlah petani tunakisma tersebut. Menurut Simatupang (2002) total luas berjumlah sekitar 30,606 juta orang, dan jumlah tanah pertanian saat ini kurang dari 40 juta petani yang memiliki tanah kurang dari 0,5 ha hektar, jika luas tanah ini dibagi rata kepada (petani gurem) sekitar 40,009 juta orang, dan sekitar 30 juta petani tunakisma dan 40 juta bisa dipastikan bahwa mereka sebagian besar petani gurem di Indonesia, maka hasilnya tetap termasuk dalam golongan miskin. Dengan saja mereka dalam posisi sebagai petani gurem. demikian, dari sudut pandang kesejahteraan, Dalam pelaksanaannya logika dengan membagi upaya untuk mensejahterakan petani tunakisma rata semua tanah pertanian, tidak mungkin dan petani gurem merupakan langkah strategis terjadi. Dalam satuan wilayah tertentu upaya dalam menciptakan perekonomian yang kuat di untuk meningkatkan kepemilikan atau perdesaaan. Melalui pola pikir inilah kebijakan penguasaan tanah dapat dilakukan sepanjang pertanahan diupayakan dapat menyumbang pada tersedianya tanah-tanah untuk didistribusikan. usaha untuk mengatasi kemiskinan atau meningkatkan kesejahteraan mereka yang paling Dengan demikian, kebijakan untuk mengatasi kurang beruntung di pedesaan. kemiskinan di perdesaan, tidak hanya bisa diselesaikan dengan cara meningkatkan Kebijakan Pertanahan Yang Dapat kepemilikan atau penguasaan tanah akan tetapi, Mengurangi Kemiskinan di Perdesaan dipengaruhi juga oleh upaya yang dapat mengurangi jumlah petani gurem dan tunakisma Melihat kenyataan begitu banyaknya petani di perdesaan. Kebijakan peningkatan gurem dan petani tunakisma di Indonesia, maka kepemilikan tanah di Indonesia dimulai melalui upaya untuk mengurangi kemiskinan di program landreform dengan payung hukum perdesaan dapat dilakukan dengan cara ; UUPA. Program landreform sebagai strategi Pertama, mengurangi jumlah petani tunakisma untuk mencapai keadilan dalam perolehan dan dan petani gurem melalui pengembangan agro pemanfaatan tanah pertanian telah diawali industri di perdesaan yang berbasis lingkungan dengan penerbitan UU No 56 Prp tahun 1960 dan pembukaan kesempatan kerja dari sektor berikut pelbagai peraturan pelaksanaanya. Salah industri, pengolahan dan jasa. Kedua, adalah satu strategi yang dipilih adalah redistribusi tanah dengan cara meningkatkan kepemilikan dan pertanian yang berasal dari tanah-tanah kelebihan penguasaan tanah serta upaya lainnya yang batas maksimum, tanah guntai (absentee), tanah menghambat alih fungsi tanah, dan fragmentasi swapraja, tanah partikelir, dan Tanah Negara dan LAND 02 FEBRUARI - APRIL 2007 14 tanah objek landreform. Secara operasional, program ini tidak berjalan lancar karena kendala yang bersifat politis, teknis administratif , dan legal. kepada para petani dapat dilaksanakan jika mekanisme distribusi tanah sudah diatur sedemikian rupa sehingga memenuhi aspek legal dan berkeadilan.Namun demikian, dalam pelaksanaannya penerapan kebijakan pertanahan Menurut Maria (2002), sampai dengan Juni 1998 , yang dapat mengurangi kemiskinan di perdesaan dari 1.397.167 hektar tanah objek landreform, harus didukung oleh sistem administrasi yang baru didistribusikan 787.931 hektar (56,4 pertanahan yang cukup baik, yang persen), dengan jumlah penerima sebanyak memungkinkan setiap pengambil keputusan 1.267.961 keluarga petani. Berdasarkan data memperoleh informasi yang akurat dan up to tersebut, terlihat bahwa setelah hampir 40 date, menyangkut kepemilikan, penguasaan, tahun, ternyata baru separuh dari tanah objek penggunaan tanah dan sebagainya. landreform itu yang bisa dibagikan. Selain itu dengan melihat jumlah petani tunakisma dan Kebijakan pertanahan seperti dijelaskan di atas petani gurem, serta perbandingan antara luas dapat menjadi masukan sebagai suatu sub sistem tanah pertanian dengan tanah objek landreform, kebijakan yang dapat mengurangi kemiskinan di maka petani yang menjadi sasaran dari program perdesaan. Oleh karenanya, perlu adanya landreform adalah sangat kecil. Pelaksanaan dukungan kebijakan lain yang lebih komprehensif program landreform, tidak hanya berhenti pada dalam membangun perdesaan menjadi suatu pembagian tanah saja, melainkan diperlukan kawasan ekonomi yang dapat mensejahterakan adanya tindak lanjut berupa pelayanan penduduk sekitarnya. kemudahan dalam memperoleh kredit, bantuan pemasaran hasil produksi, bantuan permodalan, dan dukungan infrastruktur seperti irigasi, jalan dan transportasi yang menunjang terhadap berkembangnya usaha pertanian di perdesaan. Tanpa itu semua landreform yang telah dilakukan, akan mengalami kegagalan, dan tanah yang telah dimiliki petani ada kemungkinan akan dijual kembali, mengingat mereka semua akan tetap mengalami kesulitan dalam mempertahankan hidupnya. Dengan demikian upaya pencegahan transaksi pada tanah hasil redistribusi perlu diefektifkan. Saat ini upaya untuk melakukan distribusi tanah mengalami hambatan-hambatan diantaranya adalah; semakin terbatasnya tanah yang tersedia; tidak tersedianya data akurat untuk mendeteksi tanah-tanah potensial sebagai objek landreform ; adanya keterbatasan dana pemerintah, dan tidak berfungsinya redistribusi swadaya karena krisis ekonomi, maka upaya lainnya yang dapat mengurangi kemiskinan di perdesaan adalah dengan cara memberikan akses kepada petani atau masyarakat untuk memanfaatkan tanah-tanah yang dibiarkan tidak produktif. Pelaksanaan kebijakan redistribusi tanah memerlukan pembenahan sistem administrasi dan pendaftaran tanah yang baik sehingga dihasilkan informasi mengenai berapa banyak tanah yang akan didistribusikan. Selama masih terdapat tanah yang dapat di distribusikan, maka program peningkatakan kepemilikan tanah bagi masyarakat miskin di perdesaan masih dapat dilaksanakan. Setelah diperoleh informasi mengenai banyaknya tanah yang akan didistribusikan maka, kebijakan distribusi tanah 15 FEBRUARI - APRIL 2007 LAND 02 Disarikan oleh: Diah Lenggogeni, staf Direktorat PTRP, Bappenas Opini tentang Pengembangan KEBIJAKAN PERTANAHAN di Indonesia Wawancara dengan Andreas Groetschel *) Kerangka kebijakan di bidang pertanahan merupakan platform yang diperlukan oleh suatu Negara dalam mengembangkan lebih jauh kebijakan pertanahan nasional secara umum, membentuk kerangka untuk kebijakan sektoral dan membantu menghindari kebijakan sektoral yang tidak saling terkait yang akan mengarahkan pada hukum dan peraturan yang saling bertentangan. Terkait dengan hal itu Redaksi Land mewawancarai Pakar Ekonomi Pertanian dari Jerman, Andreas Groetschel, di Jakarta belum lama ini. Kepada Land, alumnus Technical University of Berlin ini menyampaikan pandangannya tentang Pengembangan kebijakan pertanahan di Indonesia serta pengalamannya di negara lain. Apakah arti penting pengembangan kebijakan pertanahan bagi sebuah negara? Seberapa penting hal tersebut untuk Indonesia? Sesudah manusia, sumber daya alam khususnya tanah adalah sumberdaya yang paling berharga di suatu negara. Peran negara adalah untuk memastikan bahwa tanah digunakan semaksimal mungkin untuk kepentingan rakyatnya. Kebijakan pertanahan harus memasukkan dan menyeimbangkan tujuan-tujuan sosial, ekonomi, dan lingkungan dari berbagai pemangku kepentingan yang berbeda-beda. Merupakan sebuah proses panjang untuk mengupayakan agar kepentingan masyarakat terwakili dalam kebijakan pertanahan dan kepentingan ini berubah dari waktu ke waktu seiring dengan perkembangan yang ada. Indonesia sedang menentukan tujuan-tujuan yang hendak dicapai dari berbagai sektor yang terkait dengan tanah seperti pertanian, kehutanan, perumahan, pertambangan, dan investasi asing. Yang perlu dikembangkan lebih lanjut adalah suatu kebijakan pertanahan umum yang memberikan kerangka untuk kebijakan sektoral dan mencegah kebijakan sektoral yang tidak saling terkait yang dapat mengarah pada terbentuknya hukum dan peraturan yang saling bertentangan. Contohnya adalah perbedaan kepentingan dan tujuan-tujuan di balik usulan Program Pembaruan Agraria dan upaya untuk mempromosikan budidaya tanaman bio-energy. Pada saat yang bersamaan, rencana undang-undang mengenai 'Pertanian yang berkelanjutan' sedang dibahas. Semua inisiatif ini penting bagi Indonesia dan berdampak pada keputusan-keputusan yang penting mengenai pemanfaatan tanah, namun dalam situasi tidak adanya kebijakan pertanahan yang koordinatif dan saling terkait ada kemungkinan timbul masalah yang tidak seharusnya muncul. Apakah ada perbedaan dalam hal konsep dasar kebijakan pertanahan antara negera sedang berkembang dan negara maju seperti Eropa dan lebih khusus lagi Jerman? Menurut saya konsep dasarnya adalah sangat mirip. Secara umum, tujuan kebijakan pertanahan adalah untuk memberikan kerangka bagi 'pertumbuhan yang berkeadilan'. Untuk itu arti penting keterbukaan dan konsep yang operasional diakui di mana-mana. Di Indonesia dan berbagai negara lain di kawasan Asia Tenggara, aspek keadilan dalam akses terhadap tanah masih menempati ranking yang sangat tinggi. Di Jerman, ada beberapa tujuan lain, perencanaan pertumbuhan ekonomi dan perhatian terhadap lingkungan yang memainkan peran yang lebih dominan dalam pembuatan kebijakan pertanahan. Menyeimbangkan kebutuhan yang berbeda dari setiap pemangku kepentingan memerlukan suatu proses yang terbuka dan dikelola dengan baik. Tujuan dan peran dari berbagai pemangku kepentingan, khususnya negara, akan berubah dalam proses pembangunan. Di Indonesia, negara menganggap dirinya berperan sebagai 'pengemban', yang dapat dilaksanakan dengan baik apabila dia 'memiliki' dan melaksanakan sendiri pengelolaan tanah. Fungsi-fungsi ini di negara-negara maju biasanya dilakukan oleh sektor swasta, sedangkan negara hanya menetapkan pangaturannya. Perbedaan lain yang utama antara negara sedang berkembang dan negara maju adalah lebih pada mekanisme operasionalnya, yakni institusi yang dimiliki pemerintah untuk melaksanakan kebijakan pertanahan . LAND 02 FEBRUARI - APRIL 2007 16 Apa masalah utama berkaitan dengan kebijakan pertanahan yang dihadapi oleh negara berkembang seperti Indonesia? Perubahan sedang terjadi dengan sangat cepat di Indonesia dan di negara-negara lain yang memutuskan untuk menganut aliran pembangunan yang didorong oleh kekuatan pasar. Masalahnya adalah selagi perkembangan kebijakan memerlukan proses keterbukaan dan koordinasi, ada tekanan yang sangat besar untuk segera memiliki ketentuan dan peraturan yang akan mengarahkan pembangunan dan meyakinkan masyarakat lokal dan investor asing bahwa perubahan dilakukan dalam kerangka hukum yang operasional dan dapat dilaksanakan. Lingkungan institusi yang akan memastikan koordinasi pengembangan kebijakan seperti itu di Indonesia masih berkembang. Negara memiliki proses pengembangan dan transparansi perumusan kebijakan yang memadai. Namun apabila suatu upaya yang multi disiplin seperti pengembangan kebijakan pertanahan harus dilakukan, maka sangat dibutuhkan koordinasi antara berbagai sektor kementrian. Beberapa negara lain membentuk komite koordinasi, yang meliputi perwakilan tingkat tinggi untuk memastikan bahwa pengembangan kebijakan dilakukan dengan harmonis, ditambah dengan koordinasi teknis untuk memastikan bahwa peraturan-peraturan pelaksanaannya saling sejalan. Apa yang harus dilakukan dalam upaya membuat Kerangka Kebijakan Pertanahan Nasional (KKPN) menjadi referensi utama bagi para pembuat kebijakan pertanahan di masingmasing sektor dan daerah? Indonesia sudah memiliki draft KKPN (Kerangka Kebijakan Pertanahan Nasional). Bappenas harus terus menerus melakukan peran koordinasi dalam melakukan finalisasi dokumen itu. Saya pikir proses tersebut sejauh ini sangat terbuka dan memberi kesempatan kepada semua pemangku kepentingan untuk didengar suaranya. Tugas Bappenas saat ini adalah merumuskan dokumen yang memberi ruang bagi semua sektor dan wilayah untuk diwakili kepentingannya dan dapat menyumbangkan idenya. Dalam tahap ini saya kira ada dua pilihan bagi Bappenas untuk memastikan bahwa KKPN akan menjadi dokumen pemandu dalam melaksanakan kebijakan-kebijakan pertanahan. Dokumen itu sendiri dapat diberi status hukum resmi atau isinya akan tercermin dalam dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah di mana persiapannya akan dilakukan tahun depan. Ini tentu saja tidak saling terpisah dan saya pikir apa yang diharapkan orang adalah melihat bagaimana KKPN diselesaikan, dapat dioperasionalkan dan dilaksanakan oleh berbagai sektor. Bappenas memiliki peran yang penting dalam memastikan bahwa proses ini tetap transparan dan terkoordinasi. Bagaimana hubungan antara LMPDP dan KKPN dan bagaimana LMPDP mendukung proses ini? Land Management and Policy Development Project (LMPDP) mendukung upaya pemerintah dalam pengembangan kebijakan dan pengembangan kapasitas yang terkait. Proyek ini memberikan saran-saran teknis dan prosedural yang memastikan bahwa isi dan proses perumusan KKPN mencerminkan seluas mungkin pengetahuan dan kepentingan dari semua pemangku kepentingan. Proyek ini melaksanakan kajian-kajian teknis, menerbitkan publikasi seperti buletin ini, menyelenggarakan website, dan melaksanakan talkshow melalui radio dan televisi mengenai isu-isu dalam KKPN. Tujuannya adalah untuk memberi pemerintah lebih banyak pilihan dalam mengusahakan tercapainya tujuan-tujuan umum kebijakan pertanahan melalui perangkat peraturan, dan juga melalui mekanisme pajak dan fiskal yang dapat mundukung manajemen dan perencanaan pertanahan. Langkah-langkah seperti itu dilaksanakan secara luas di berbagai negara dalam upaya mengarahkan pemanfaatan dan penggunaan tanah. Apa saran anda berkaitan dengan pengembangan kebijakan pertanahan? Secara umum saya kira Indonesia telah memiliki prosedur perumusan kebijakan yang dirumuskan dengan baik. Sejauh ini KKPN telah melalui serangkaian konsultasi publik dan draft KKPN sendiri dan dokumentasi yang menyertainya memuat informasi yang sangat banyak dan relevan untuk semua pemangku kepentingan. Dokumendokumen tersebut perlu di konsolidasi dan selanjutnya dipastikan bahwa berdasarkan KKPN semua sektor dan kementrian mengadopsi kebijakan pertanahan sektoral yang saling terkait dan merumuskan serta melaksanakan peraturan pelaksanaan yang harmonis dan tidak saling bertentangan. Dalam hubungan ini barangkali suatu "Komite Koordinasi Kebijakan Pertanahan" dapat memainkan peran yang penting . Proses itu tentu saja tidak akan berhenti pada diadopsinya KKPN dan peraturan serta ketentuan yang menyertainya. Pemerintah tetap harus mendukung upaya untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat mengenai kebijakan pertanahan, dan peraturan yang terkait , dan memecahkan isu-isu kelembagaan dan pemerintahan dalam pelaksanaan kebijakan dan peraturan tersebut. Saya kira kita akan bisa melihat banyak aktivitas yang dilakukan oleh pemerintah tahun depan dalam menyesuaikan dan mengadopsi KKPN. *) Team Leader Advisory Consultant, Komponen 1-LMPDP Diterjemahkan oleh Redaksi 17 FEBRUARI - APRIL 2007 LAND 02 Ekonomi SUMBERDAYA TANAH Oleh: Muhammad Ridwansyah Sumberdaya tanah merupakan sumberdaya alam yang sangat penting untuk kelangsungan hidup manusia karena sumberdaya tanah merupakan masukan yang diperlukan untuk setiap bentuk aktivitas manusia. Penguasaan tanah menunjukkkan status sosial, ekonomi atau politik seseorang. Tanah juga dapat berfungsi sebagai faktor produksi (input faktor) pada berbagai aktivitas ekonomi seperti pertanian (dalam arti luas), permukiman, kegiatan industri, eksplorasi mineral, sebagai barang komersil yang dapat diperjual-belikan atau sebagai jaminan (borg) dan lain-lain. O leh karena itu tanah memiliki nilai pasar dan nilai ekonomi yang berbeda-beda. Tanah diperkotaan yang digunakan untuk kegiatan industri dan perdagangan biasanya memiliki nilai pasar yang tertinggi karena di situ terletak tempat tinggal dan sumber penghidupan manusia yang memberikan nilai produksi yang tertinggi. Namun nilai pasar belumlah mencerminkan nilai ekonomi tanah karena belum memperhitungkan tanah sebagai suatu aset alam (natural capital). Prinsip dalam menghitung nilai ekonomi tanah adalah tanah tidak semata dinilai dengan nilai pasar, tetapi juga termasuk nilai yang tak dapat diraba (intangible) ataupun nilai-nilai sosial yang inheren. Penilaian ekonomi terhadap tanah merupakan analisis yang cukup kompleks karena beberapa alasan, antara lain: (1) adanya sifat heterogenitas dari sifat fisik (kesuburan) yang cukup besar; (2) adanya sifat heterogenitas dari segi aksesibilitas, hal tersebut erat kaitannya terhadap lokasi tanah; dan (3) adanya variasi dari sistim penguasaan tanah (property right), yang menyebabkan keperluan kebijaksanaan yang akan berbeda-beda. penilaian ekonomi atas tanah, dengan maksud tidak terjadi underpricing terhadap tanah. Sewa Tanah Sewa Tanah (Land Rent) didefinisikan sebagai kelebihan nilai penerimaan dari hasil pemanfaatan tanah yang bersangkutan dengan biaya yang dikeluarkan selain tanah, misalnya tenaga kerja, kapital, bahan baku dan energi, yang dapat dipakai untuk mengubah sumberdaya alam menjadi barang (goods) . Sewa tanah sebagai surplus ekonomi dapat terjadi karena kesuburan dan lokasinya. Pada dasarnya sewa tanah tersebut merupakan balas jasa untuk pemanfaatan tanah yang dipakai dalam suatu aktivitas. Sewa tanah merupakan konsep penting dalam ekonomi sumberdaya tanah. Istilah sewa tanah dapat mempunyai arti : (1) Contract Rent, sebagai pembayaran dari penyewa kepada pemilik tanah, (2) Economic Rent atau Land Rent, yang merupakan surplus pendapatan di atas biaya produksi dimana tanah merupakan input dalam faktor produksi. Ditinjau dari aspek ekonomi, pemanfaatan tanah dikatakan semakin efisien Tulisan ini mencoba mengetengahkan beberapa kalau tanah tersebut menghasilkan rent yang pendekatan dan metode yang berkenaan dengan semakin tinggi. LAND 02 FEBRUARI - APRIL 2007 18 Konsep rent dapat didekati dengan pendekatan average value (per hektar, per m2) yang merupakan selisih antara harga produk yang dihasilkan dari pemanfaatan tanah tersebut dengan biaya rata-rata (tidak termasuk biaya untuk tanah) yang dikeluarkan untuk membeli input yang digunakan dalam menghasilkan produk tersebut. Selain itu, konsep rent dapat didekati dengan pendekatan marginal value, yang merupakan selisih antara harga produk terakhir dan biaya per unit input (tidak termasuk tanah) terakhir yang dipakai menghasilkan tambahan produk terakhir tersebut. Dalam kasus-kasus dimana kita menganggap harga-harga produk konstan dan input tersedia dengan penawaran yang elastis sempurna, pendekatan average value akan menjadi sama dengan pendekatan marginal value. pada common property masalah pasar tidak tumbuh, terjadi inefisiensi dan tidak mencapai efisien dalam alokasi sumberdaya tanpa campur tangan pemerintah. Apabila tanah bersifat open access, maka akan tercapai keadaan jumlah tenaga kerja tercapai pada kondisi Average product = W, yang berarti pada penguasaan sistim ini tidak terdapat rent. Sebaliknya pada private property si pemilik tanah dapat mengatur jumlah tenaga kerja agar tercapai kondisi marginal product = W, yang pada kondisi tersebut rent akan mencapai maksimum. Metode Hedonic: Nilai Properti Metode hedonic pricing (nilai properti) merupakan pendekatan untuk mendapatkan harga barang-barang properti yang dipengaruhi oleh tingkat kualitas lingkungannya. Metode ini Besarnya Economic Rent/Land Rent bergantung pada awalnya digunakan untuk menilai harga pada: (1) jenis penggunaan lahan tersebut (hotel, lahan dengan semakin berkurangnya tingkat kebun jagung, dll); (2) dalam hal-hal tertentu polusi danau yang ada di sekitar lahan tersebut. (pertanian) tergantung kepada kesuburan tanah Semakin kecil tingkat polusi yang bisa dicapai tersebut; (3) Teknologi yang dipakai dalam maka akan berpengaruh positif terhadap harga pemanfaatan tanah tersebut; dan (4) lahan. aksesibilitasnya (terkait dengan jarak tanah tersebut ke pasar). Rent dan Hak Penguasaan Tanah Hak penguasaan (Property Right) atas tanah dapat dikelompokkan menjadi 2 jenis, yaitu: (1) private property right, (2) common property right (open access). Pada private property masalah pasar akan timbul yang memungkinkan untuk mencapai efisien dalam alokasi penggunaan sumberdaya tanpa campur tangan pemerintah. Sedangkan Dr. Muhammad Ridwansyah Tenaga Ahli Ekonomi Pertanahan KEBIJAKAN PERTANAHAN bagi KESEJAHTERAAN RAKYAT