analisis kelayakan pembangunan pelabuhan fery - E

advertisement
ANALISIS KELAYAKAN PEMBANGUNAN PELABUHAN FERY
GARONGKONG DI KABUPATEN BARRU SULAWESI SELATAN
A.GUSTANG
P17 002 08 001
PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAN KEUANGAN
PASCASARJANA
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2010
i
HALAMAN PENGESAHAN
PROPOSAL
ANALISIS KELAYAKAN PEMBANGUNAN PELABUHAN FERI
GARONGKONG DI KABUPATEN BARRU SULAWESI SELATAN
A. GUSTANG
P17002080001
Komisi Penasehat
Prof. Dr. H. Syamsu Alam, SE., M.Si
Dr. M. Yunus Amar, MT
Ketua
Anggota
Mengetahui
Ketua Program Studi
Prof. Dr. Hj. Siti Haerani, SE., M.Si
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
i
HALAMAN PENGESAHAAN
ii
DAFTAR ISI
iii
DAFTAR TABEL
iv
DAFTAR GAMBAR DAN GRAFIK
v
BAB I PENDAHULUAN
1
A. Latar Belakang
1
B. Rumusan Masalah
15
C. Tujuan Penelitian
16
D. Batasan Penelitian
16
E. Manfaat Penelitian
17
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
19
A. Hasil Penelitian Terdahulu
19
B. Landasan Teori
27
C. Kerangka Konseptual
57
D. Hipotesis
60
BAB III METODE PENELITIAN
61
A. Tempat dan Waktu Penelitian
61
B. Metode Pengumpulan Data
62
C. Jenis dan Sumber Data
62
D. Metode Analisis
64
E. Definisi Operasional
68
DAFTAR PUSTAKA
71
iii
DAFTAR TABEL
Tabel 1; Arus Penumpang Pelabuhan yang Dikelola PT (Persero)
Indonesia I – IV
6
Tabel 2 ; Produksi Jasa Labuh Pelabuhan Yang Dikelola PT. (Persero)
Pelabuhan Indonesia I – IV
Tabel 3 ; Daftar Hasil Penelitian Sebelumnya
8
26
Tabel 4 : Bagan Umum untuk Mendapatkan Nilai Arus Kas Bersih
sesudah pajak Tahunan.
45
iv
DAFTAR GANBAR DAN GRAFIK
Grafik 1 ; Arus Penumpang Pelabuhan yang Dikelola PT (Persero) Indonesia
I – IV
7
Grafik 2 ; Produksi Jasa Labuh Pelabuhan Yang Dikelola PT. (Persero)
Pelabuhan Indonesia I – IV
8
v
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kebijakan otonomi daerah yang dicanangkan oleh pemerintah dengan
dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah,
memberikan keleluasaan (discretionary power) kepada daerah untuk
mengurus dan mengatur rumah tangga daerahnya sendiri (Koswara, 2000 :
36). Masih menjadi tanda tanya apakah otonomi yang diberikan terlalu luas
yang akan menimbulkan disintegrasi dan pengkotakkan atau hanya lips
service yang memberikan angin surga kepada daerah, terutama daerah kaya
yang pada saat reformasi mengajukan tuntutan untuk memisahkan diri
(separation). Tindakan ini sebagai akumulasi kekecewaan akibat adanya
ketidak seimbangan antara eksploitasi yang dilakukan pemerintah pusat
terhadap sumber daya alam
(SDA) daerah dengan kontribusi yang
dikembalikan (redistribution) kepada daerah. Pemerintah daerah melihat di
dalam otonomi daerah terdapat : sharing of power, distribution of income, dan
empowering regional administration (Warsito, 1999 : 4). Terlepas apakah
vi
masih ada ganjalan atau tidak,
jeda waktu masa transisi pelaksanaan
otonomi daerah selama 2 tahun untuk sosialisasi dan otonomi daerah
diberlakukan secara efektif pada januari 2001.
Otonomi daerah yang luas dan bertanggung jawab memberikan
keleluasaan kepada daerah kabupaten/kota dalam mengurus kepentingan
masyarakat
sesuai
dengan
kondisi,
potensi
dan
keanekaragaman
wilayahnya. Otonomi luas bukanlah berarti kebebasan absolut bagi suatu
daerah untuk menjalankan hak dan fungsi otonomi menurut kehendak daerah
sendiri tanpa mempertimbangkan kepentingan daerah lain atau nasional.
Batasan bagi keleluasaan otonomi daerah adalah keleluasaan daerah agar
mampu berfungsi sebagai daerah otonom yang mandiri, berdasarkan asas
demokrasi dan kedaulatan rakyat tanpa mengganggu stabilitas nasional dan
keutuhan wilayah NKRI. Pemikiran meletakkan otonomi daerah pada tingkat
wilayah yang paling dekat dengan rakyat (kabupaten/kota) memberikan
makna untuk mendewasakan politik rakyat (democratization process) dan
meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Implikasi dari otonomi daerah adalah kemampuan keuangan daerah
dalam penyelenggaraan urusan daerah. Artinya daerah harus memiliki
kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumber keuangan sendiri,
mengelola dan menggunakannya
dalam membiayai penyelenggaraan
pemerintahan daerah. Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan sumber
keuangan utama yang didukung oleh kebijakan perimbangan keuangan pusat
vii
dan daerah sebagai konsekuensi logis tanggung jawab negara terhadap
wilayahnya. Untuk mendukung otonomi daerah dikeluarkan UU No.25 Tahun
1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah sebagai tanggung
jawab pemerintah terhadap daerah. Di samping PAD daerah juga mendapat
dana perimbangan berupa dana alokasi umum (DAU) yang bersifat block
grant, dana alokasi khusus (DAK) yang bersifat specific grant dan pinjaman
daerah (Warsito, 1999). Dengan peraturan ini diharapkan daerah akan
mampu memacu pembangunan daerah, sehingga kesenjangan pertumbuhan
antar daerah secara perlahan dapat dikurangi. Nantinya pemerintah daerah
tidak lagi akan bergantung kepada pemerintah pusat, melainkan secara
mandiri dapat memprogramkan pembangunan daerahnya sesuai dengan
kemampuan.
Sumber penerimaan daerah menurut pasal 55 UU No. 5 tahun 1974
tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah terdiri dari : PAD, bagi hasil
pajak dan bukan pajak, subsidi daerah otonom dan bantuan pembangunan.
Sumber penerimaan PAD adalah: 1) hasil pajak daerah, 2) hasil retribusi
daerah, 3) hasil BUMD, dan 4) penerimaan lain-lain. Daerah harus jeli dalam
melihat potensi sumber daya alam sebagai sumber PAD, bagaimana
menggali potensi yang ada dan meningkatkan pendapatan. Peranan dana
sangat menentukan keberhasilan pembangunan daerah disamping itu yang
tidak kalah pentingnya adalah kesiapan SDM dalam mengelolanya (Widjaja,
1998 : 153). Pemerintah kabupaten/ kota melakukan berbagai upaya dan
viii
terobosan dalam meningkatkan perolehan PAD, sebab faktor dana sangat
berperan untuk kelancaran roda pemerintahan daerah dalam memberikan
pelayanan, pembangunan dan pemberdayaan masyarakat.
Angkutan
laut
memegang
peranan
penting
dalam
kelancaran
perdagangan karena memiliki nilai ekonomis yang tinggi antara lain daya
angkut banyak, jarak tempuh luas dan biaya relatif murah. Guna menunjang
perdagangan dan lalu-lintas muatan, pelabuhan diciptakan sebagai titik
simpul perpindahan muatan barang dimana kapal kapal dapat berlabuh,
bersandar, melakukan bongkar muat barang dan penerusan ke daerah
lainnya (Soedjono Kramadibrata, 1985).
Pelabuhan Garonggkong merupakan pilihan tepat sebagai pelabuhan
penyangga dari keberadaan pelabuhan Sukarno, Makassar dan pelabuhan
Ujungnge Pare-pare yang saat ini mengalami kejenuhan akibat peningkatan
arus barang/penumpang yang pesat, karena lokasinya relative dekat dengan
kedua pelabuhan tersebut, mempunyai akses langsung ke jalan Propinsi
Makassar - Pare-pare, mempunyai garis pantai dengan interface yang ideal
ke arah alur laut.
Disatu sisi dengan dalih untuk kesejahteraan rakyat dan usaha
menggali sumber daya daerah untuk menaikkan PAD beberapa proyek
invesatsi pemerintah baik itu sipatnya lokal maupun nasional berhasil di
setujui untuk dibiayai, namun setelah proyek investasi tersebut dilaksanakan
hanya jadi sarang binatang dan hiasan di lokasi proyek. Dana Negara sudah
ix
dikeluarkan begitu banyak yang sumbernya dari pajak yang di pungut dari
masyarakat jadi kuran efektif dan hampir tidak memberikan imbal balik yang
sepadang dengan biaya yang dikeluarkan. Hal tersebut diakibatkan masih
adanya proyek investasi yang kesannya dipaksakan untuk mengeluarkan
uang gari kas Negara atau Daerah. Sehinggah dibuatlah proposal usulan
anggaran dan studi kelayakan yang sangat layak untuk dibangun dengan
analisa yang dibuat dengan kesan sangat mendalam dan akurat.
Sudah jadi tradisi buruk di pemerintahan yang selalu berusaha
menggolkan
suatu
proyek
dan
kemudian
membagi-baginya
tampa
memperhatikan pemilik utama dari proyek tersebut yaitu warga masyarakat.
Alih-alih proyek memberikan mamfaat buat masyarakat dan Negara malah
hasil dari investasi
hanya menghasilkan banguanan tua yang hanya
terkadang dimampaatkan penggemabala yang kebetulan lewat disaat terik
atau hujan.
Namun disisi lain proyek invesatsi bagi pemerintah khususnya yang
berkaitan dengan penyediaan sarana dan prasarana pembangunan dan
penyediaan pasilitas umum bagi warga nasyarakat guna mempercepat
pencapaian kesejahteraan bagi seluruh rakyat maka investasi tersebut tidak
dapat ditunda pelaksanaannya. Investasi tersebut terkadang hanya melihat
kelayakan investasi fisik dan ketersediaan anggaran untuk melaksanakannya
jadi patokan tampa melihat prospek ekonomi dan keuangannya. Akhirnya
terkadang ada proyek investasi pemerintah yang sipatnya badan usaha tapi
x
tidak bisa menghidupi dirinya sendiri. Sautu dilema bagi pemerintah
membangun suatu proyek dengan biaya yang begitu besar dan setelah jadi
dan beroperasi hanya jadi parasit yang menggrogoti kas Negara atau daerah
setiap tahunnya dengan alasan merugi. Beberapa BUMN yang dengan
sangat terpaksa setelah susah payah nenbangunnya direlakan untuk dikelola
oleh swasta dan asing yang tadinya dibangun untuk meningkatkan
kesejahteraan rakyat namun berbalik jadi sebuah korporasi yang membuat
rakyat semakin sengsara dan irih hati.
Menurut Suad Husnan dan Suwarsono (1994), ditinjau dari aspek
keuangan suatu investasi dikatakan layak apabila nilai sekarang penerimaanpenerimaan kas bersih di masa yang akan datang lebih besar dari pada nilai
sekarang investasi.
Bupati Barru H.A.Muhammad Rum ketika menerima kunjungan kerja
kepala Kejaksaan Tinggi Sulselbar di Barru antara lain mengungkapkan,
banyak fihak yang beranggapan bahwa daerah yang diapit oleh dua kota
seperti Kabupaten Barru sulit berkembang. Oleh karena itu untuk menepis
anggapan itu beberapa langkah harus dilakukan termasuk mempelajari
bagaimana posisi Sulawesi Selatan, posisi Kota Parepare, Kota Makassar,
serta beberapa daerah lainnya, agar Kabupaten Barru harus bisa keluar dari
persoalan posisi itu.
Beberapa kajian bahwa yang ideal suatu kota ke kota itu adalah 80
kilometer jaraknya, sementara kota Barru dengan Kota Makassar berjarak
xi
100 Km.” Dari jarak seperti itu apakah Kabupaten Barru bisa dikembangkan
maka jawabnya bisa.” Tegas Bupati.
Setelah mempelajari potensi kabupaten Barru yang berhadapan
dengan selat Makassar kemudian juga potensi kedalaman laut yang dimiliki
sangat memungkinkan Kabupaten Barru bisa berkembang.
Dengan potensi laut yang dimiliki itu sehingga Departemen
perhubungan bersedia membantu untuk membangun pelabuhan Kapal Fery
bahkan pada tahun 2004 lalu, Bapak Gubernur menyetujui bahwa apabila
nanti pelabuhan fery Garongkong sudah dapat berfungsi dengan baik maka
diharapkan khusus fery tidak ada lagi di Parepare dan Makassar.
Pelabuhan fery saat
ini pembangunannya sudah memasuki tahap
perampungan dan pada kawasan yang sama juga pembangunan pelabuhan
samudera sementara berjalan “Insya Allah, kedepan dengan dibukanya
potensi laut melalui dua pelabuhan itu diharapkan akan lebih menggeliatkan
perekonomian masyarakat.”
Kabupaten Barru merupakan salah satu Kabupaten di Sulawesi
Selatan
yang
mempunyai
wilayah
yang
terbentang
dipesisir
selat
Makassar,membujur dari arah selatan ke utara sepanjang kurang lebih 78
Km. Kabupaten Barru secara geografis terletak pada Koordinat 4’0,5’49”
sampai
4’47’35” Lintang selatan dan 119’35’0” sampai 119’49’16” Bujur
Timur yang mempunyai luas wilayah kl. 1.174,72 km2 ( 117.427 Ha ), dengan
batas wilayah sebagai berikut :
xii
- Sebelah selatan dengan Kabupaten Pangkep
- Sebelah barat berbatasan dengan Selat Makassar
- Sebelah utara berbatasan dengan Kota Pare-Pare, dan
- Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Soppeng.
Secara Topografis Kabupaten Barru mempunyai wilayah yang cukup
bervariasi ,terdiri dari daerah laut , dataran rendah dan daerah pegunungan
dengan ketinggian antara 100 sampai 500 m diatas permukaan laut(mdpl)
Wilayan tersebut berada disepanjang timur Kabuapaten sedangkan bagian
barat, toppgrafi wilayah dengan ketinggian 0 – 20 m dpl berhadapan dengan
selat makassar.
Iklim di wilayah kabupaten Barru termasuk tropis, dalam waktu satu
tahun terjadi 2 kali pergantian musim, yaitu musim hujan terjadi pada pada
bulan Oktober hingga Maret, angin bertiup dari arah barat, dan usim
kemarau terjadi pada bulan April hingga September, angin bertiup dari arah
timur. Berdasarkan tipe iklin dengan metode zone agroklimatologi yang
berdasarkan pada bulan basah ( curah hujan lebih dari 200 mm/bulan) dan
bulan kering ( curah hujan kurang dari 100 mm/bulan ), di Kabupaten Barru
terdapat seluas 71,79 % wilayah (84.340 Ha) dengan tipe iklim C yakni
mempunyai bulan basah berturut – turut kurang dari 2 bulan ( April sampai
dengan September). Total hujan selama setahun sebanyak 113 hari dengan
jumlah curah hujan sebesar 5.252 mm. Curah hujan berdasarkan hari hujan
xiii
terbanyak pada pada bulan Desember – Januari dengan jumlah curah hujan
masing – masing 104 mm dan 17 mm.
Jenis tanah di Kabupaten Barru didominasi oleh jenis regosol seluas
41.254 Ha ( 38,20) ; Mediteran seluas 32.516 Ha (27,68 %) ; Lisotol selauas
29.043 Ha (24,72%) ; Alluvial seluas 4.659 ha
(12,48 %).
Berdasarkan karakteristik sumber daya alam yang ada, kabupaten
Barru mempunyai 4 wilayah, yaitu :
 Wilayah pegunungan yang berada disebelah timur, pada umumnya
berada di kecamatan Pujananting dan kecamatan Tanete Riaja.
Wilayah ini merupakan daerah pertanian, pertambangan dan daerah
kawasan peternakan.
 Wilayah selatan adalah Kecamatan Tanete Rilau yang merupakan
pintu gerbang dari Kabupaten Pangkep dengan Potensi Perikanan
yang cukup luas seperti tambak dan perikanan laut.
 Wilayah tengah sebagai Ibu Kota Kabupaten Barru yang merupakan
Pusat Agropolitan yang terletak di Kecamatan Barru.
 Wilayah utara yang terdiri dari Kecamatan Balusu, Soppeng Riaja dan
Kecamatan Mallusetasi yang merupakan pintu keluar ke Kota Parepare, wilayah ini disamping sebagai Daerah Pertanian dan Perikanan,
juga adalah Daerah Wisata khususnya Wisata laut yang terletak di
Kecamatan Mallusetasi.Kondisi topografi Kabupaten Barru yang
xiv
cukup bervariasi ini terdiri dari laut,dataran rendah, dan daerah
pegunungan.
Berdasarkan uraian diatas maka penulis mencoba melakukan
penelitian untuk menilai kembali apakah pembangunan pelabuhan fery
Garongkong Kabupaten Barru layak dari segi Financial?.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas maka dapat diidentifikasikan masalahmasalah dalam penelitian ini dalam bentuk pertanyaan penelitian (research
question) sebagai berikut:
1. Apakah proyek investasi pembangunan pelabuhan Fery Garongkong layak
dari segi financial?
2. Apakah setelah pelabuhan beroperasi dapat membiayai dirinya sendiri?
3. Apakah dana yang di investasikan dapat kembali setelah umur ekonomis
pelabuhan tersebut habis?
4. Apakah
dengan
adanya
pelabuhan
tersebut
dapat
memberikan
sumbangan terhadap PAD Kabupaten Barru?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah menganalisis data;
xv
1. Untuk menguji kelayakan pembangunan pelabuhan Fery Garongkong
Kabupaten Barru dari segi Financial.
2. Menguji apakah pelabuhan tersebut setelah beroperasi dapat membiayai
sendiri operasinya.
3. Menilai
apakah
investasi
tersebut
dapat
kembali
setelah
umur
tersebut
dapat
ekonominya habis.
4. Menganalisis
apakah
dengan
adanya
pelabuhan
memberikan sumbangsi bagi PAD Kabupaten Barru?
D. Batasan Penelitian
Dalam penelitian ini kami hanya membatasi pada beberapa hal;
1. Untuk penilaian kelayakan kami hanya menilai dari segi financial saja.
2. Data yang digunakan adalah data yang ada di dinas perhubungan
Kabupaten Barru.
3. Untuk umur ekonomis kami gunakan 25 tahun sesuai dengan umur
ekonomis yang telah ditetapkan pemerintah untuk pelabuhan.
E. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari proses sampai hasil penelitian ini, adalah;
1. Sebagai sarana bagi peneliti untuk mengembangkan dan menerapkan
ilmu yang didapat di bangku kuliah
xvi
2. Sebagai bahan referensi bagi peneliti selanjutnya yang ingin meneliti
bidang yang sama.
3. Sebagai bahan refrensi bagi pemerintah Daerah Kabupaten Barru dalam
merumuskan kebijakan yang terkait dengan pelabuhan Fery Garongkong.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Hasil Penelitian Terdahulu
MASFAR ARIEF, 2001. Analisis Kelayakan Finansial Pembangunan
Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit Di Riau (Kemitraan Antara PT. Kurnia
Pratama, KUD dan BUMD). Di bawah Bimbingan DJONI TANOPRUWITO
DAN HARIANTO. Berdasarkan analisis sensitivitas yang dilakukan ternyata
perubahan kenaikan harga jual CPO dan Kernel baik domestik maupun luar
negeri menjadi hanya 10% setiap tahunnya menyebabkan proyek menjadi
tidak layak secara finansial. Sementara itu perubahan kapasitas pabrik
menjadi 21 ton TBS/jam masih memungkinkan proyek layak untuk
dilaksanakan. Pembangunan pabrik pengolahan kelapa sawit ini memberikan
manfaat bagi petani (hasil panen petani ataupun TBS yang tidak tertampung
sudah bisa dikurangi, tambahan income, lapangan kerja baru), PT. Kurnia
Pratama (keuntungan finansial, peluang kerjasama lebih lanjut, secara tidak
langsung menjalankan tanggung jawab sosialnya) dan Pemda Riau/BUMD
xvii
(keuntungan finansial, mengatasi masalah TBS yang terbuang, mengurangi
pengangguran, peluang kerja sama lebih lanjut).
Ir. M.Zainul Arifin, MT dan Enik Muhemin, ST, 2009, “Analisis Ekonomi
Pembangunan Pelabuhan Tanjung Awar-awar Kabupaten Tubang Jawa
Timur”. Menemukan Proyek pembangunan pelabuhan Tuban dapat dikatakan
layak dengan meninjau hasil analisa ekonomi yang dilakukan pada bab
sebelumnya dengan menggunakan parameter-parameter Net Present Value
(NPV), Benefit Cost Ratio (BCR) dan Internal Rate of Return (IRR) dengan
asumsi discount rate pinjaman Bank Dunia besarnya adalah 12 %. Pada
discount rate 5% sampai 15% nilai NPV>0 dan nilai BCR>1, sedangkan
pada discount rate 20% sampai 25% nilai NPV<0 dan nilai BCR<1. Hal ini
menunjukkan bahwa nilai IRR berada pada kisaran discount rate 10% dan
15% Nilai IRR yang didapatkan 13,76%.
Analisa ekonomi dilakukan dengan proyeksi
25 tahun kedepan
dimulai dari tahun 2007, dengan menggunakan tingkat suku bungan 5%,
10%, 15%, 20% dan 25%, diperoleh nilainilai NPV, BCR dan IRR sebagai
berikut:
tingkat suku bunga 5%, nilai NPV = 594,383,230,862, nilai BCR =
2,417
tingkat suku bunga 10%, nilai NPV = 127,482,398,296, nilai BCR =
1,365
xviii
tingkat suku bunga 15%, nilai NPV = -42,039,270,762, nilai BCR =
0,860
tingkat suku bunga 20%, nilai NPV = -106,540,280,349, nilai BCR =
0,593
tingkat suku bunga 25%,nilai NPV = -129,903,133,801, nilai BCR =
0,437
Dan nilai IRR yang didapatkan ialah sebesar 13,76%, yang mana nilai
ini dapat diterima (layak) bila meninjau tingkat suku bunga pinjaman Bank
Dunia yang besarnya ada pada kisaran 12%.
Analisa sensitivitas pada variasi meningkatnya modal investasi mulai
dari 5% hingga 25%, yang ditinjau dengan menggunakan tingkat suku bunga
5%, 10%, 15%, 20% dan 25% menunjukkan nilai-nilai NPV, BCR dan IRR
yang masih dapat diterima (layak) bila ditinjau terhadap tingkat suku bunga
pinjaman Bank Dunia yang besarnya sekitar 12%. Setelah dilalukan analisa
sensivitas maka di dapatan kesimpulan bahwa jika ada kemungkinan
perubahan modal dasar-dasar investasi mulai dari 5%,10%,15%,20% dan 25
% di dapatkan investasi masih layak karena asumsi standar pinjaman Bank
Dunia sebesar 12 % masih diatas nilai IRR sensitivitas.
Agunan P. Samosir, 2005, “Analisis Kelayakan Penggabungan
Usaha PT Pelindo I (Persero) dan PT Pelindo II (Persero). Menemukan
bahwa;
xix
1. Analisis
keuangan
dengan
menggunakan
metode
DEA
untuk
mengukur tingkat efisiensi keuangan relatif dimana input di-proxy dari
total aset, biaya usaha, modal usaha, dan total kewajiban yang
meliputi hutang jangka pendek dan jangka penjang dan output diproxy dari laba kotor (earning before tax) serta total pendapatan;
menunjukkan
bahwa
di
lingkungan
PT
(Persero)
Pelabuhan
Indonesia II yang memiliki tingkat efisiensi keuangan relatif
didominasi
oleh
cabang-cabang
kelas
I
seperti
pelabuhan
Palembang, Teluk Bayur dan Pontianak. Sedangkan pelabuhan
cabang kelas II hanya di pelabuhan Banten. Di antara pelabuhan
Utama yang memiliki tingkat efisiensi keuangan relatif hanya di
pelabuhan Panjang.
2. Dari 16 sampel cabang pelabuhan di Wilayah Pelindo I yang di
analisis, ternyata terdapat 9 pelabuhan yang memiliki tingkat efisiensi
keuangan relatif rendah (≤ 75%) yaitu pelabuhan Malahayati, Kuala
Langsa, Selat Panjang, Rengat, Gunung Sitoli, Bengkalis, Dumai,
Tanjung Asahan, dan Sibolga. Sedangkan 7 pelabuhan cabang
lainnya, memiliki tingkat efisiensi keuangan relatif tinggi yaitu
pelabuhan Lhokseumawe, UTPK Belawan, Tanjung Balai Karimun,
Belawan, Tembilahan, Tanjung Pinang, dan Pekan Baru.
3. Kenaikan pendapatan yang diperoleh kedua BUMN ini pada tahun
1998 sampai dengan tahun 2002 lebih dipicu oleh pendapatan yang
xx
sifatnya non operating (win fall profit), kenaikan tarif terutama pada
tahun 2000, privatisasi JICT, kenaikan tarif petikemas tahun 2002.
Sementara pengaruh pendapatan yang diperoleh dari kenaikan
produksi relatif sedikit seiring dengan tingkat produksi yang ada pada
kurun waktu tersebut. Di pihak lain, nilai piutang usaha (bed debt) di
tahun 2001 di Pelindo II telah mencapai Rp 90,6 milyar atau sekitar
28,09% dari perolehan laba usaha di tahun yang sama.
4. Tahun 2000 terdapat 6 pelabuhan cabang/UPT yang masih merugi di
lingkungan PT (Persero) Pelabuhan Indonesia II dan jumlah menurun
menjadi 5 cabang/UPT yang masih merugi pada tahun 2001.
Sedangkan di lingkungan PT (Persero) Pelabuhan Indonesia I,
jumlah pelabuhan cabang yang merugi di tahun 2000 adalah 7
cabang dan jumlahnya naik menjadi 9 cabang di tahun 2001. Dari
segi hasil usaha, terutama operating ratio dan working ratio kedua
BUMN ini sangat kondusif dan sangat signifikan. Namun dalam hal
ROI, usaha di sektor pelayanan jasa kepelabuhanan kurang memiliki
nilai kompetitif.
5. Analisis operasional didasarkan atas penilaian terhadap kinerja
pelayanan yang dihasilkan oleh masing-masing 4 pelabuhan sampel
yakni Belawan, Dumai, Pekanbaru, dan Lhokseumawe untuk Pelindo
I dan pelabuhan Tanjung Priok, Panjang, Palembang serta pelabuhan
Pontianak di Pelindo II. Secara umum masing-masing pelabuhan
xxi
cabang sampel tersebut kinerjanya berada pada tingkat di bawah
kewajaran, meskipun sangat fluktuatif.
6. Analisis nilai manajerial terhadap merger didasarkan atas konsideran
nilai weakness, nilai timbang, dan nilai kinerja terhadap 3 aspek yang
menjadi obyek penelitian yakni aspek keuangan, kepengusahaan,
dan operasional pelabuhan. Hasil akhir nilai kinerja secara totalitas
menunjukkan angka negatif. Kondisi demikian mengindikasikan
sebagian dari ketujuh aspek di atas masih perlu dilakukan
pembenahan secara manajerial agar dapat memperbaiki nilai
weakness dan menaikkan nilai timbang.
B. Landasan Teori
1. Konsep Nilai Waktu Uang
Guna menilai kelayakan suatu proyek menggunakan beberapa
parameter yakni konsep nilai waktu uang (time value of money). Dalam
konsep ini perlu dipahami adanya compounding dan discounting factor
yang merupakan faktor-faktor yang digunakan dalam mengevaluasi
kelayakan proyek.
2. Nilai Yang Akan Datang (Compounding Factor, Cf)
Compounding factor merupakan faktor bilangan yang menyatakan
hubungan antara nilai yang akan datang (future value / F) terhadap nilai
sekarang (present value / PV). Untuk bunga sederhana dirumuskan
xxii
sebagai berikut:
Fn = PV(1+i)n............................... . (1)
Keterangan :
Fn
= nilai uang yang akan datang pada tahun n
PV
= nilai uang saat ini
i
= bunga (interest) dinyatakan dalam persen (%)
n
= tahun ke n, n = 0,1,2,3,4,...
(1+i)n
= Compounding factor (Cf).
3. Nilai Sekarang
Pemakaian nilai sekarang adalah kebalikan Compounding
factor (Cf). Jika dalam Cf, yang ditanyakan adalah berapa nilai saat ini
di kemudian hari, maka dalam nilai sekarang hal yang ditanyakan
adalah berapa nilai uang di kemudian hari (F) berdasarkan nilainya
saat ini (PV). Hal ini berarti mendiskontokan nilai uang di kemudian
hari dengan tingkat suku bunga (i) yang berlaku saat ini yang
dirumuskan sebagai berikut :
3.1 Investasi
Menurut Napa J. Awat (1999) Invesatsi adalah suatu tindakan
melepaskan dana saat sekarang dengan harapan dapat menghasilkan arus
xxiii
dana masa datang yang jumlahnya lebih besar dari dana yang dilepaskan
pada saat investasi awal (initial investment.”1))
Dan menurut James C. Van Home (1981) Investasi adalah kegiatan
yang dilangsungkan yang memanfaatkan pengeluaran kas pada waktu
sekarang ini untuk menghasilkan laba yang diharapkan dimasa mendatang. 2)
Sedangkan menurut Firtz Gerald (1987) menyatakan bahwa Investasi
adalah aktivitas yang berkaitan dengan usaha penarikan sumber-sumber
untuk dipakai mengadakan barang modal pada saat sekarang ini dan dengan
barang modal tersebut akan dihasilkan aliran produk di masa yang akan
datang. 3)
Jadi penurut penulis bahwa Investasi itu adalah suatu tindakan atau
aktivitas pengeluaran modal
atau barang modal pada saat sekarang ini
dengan tujuan untuk mendapatkan arus dana/modal atau suatu produk yang
mempunyai nilai yang lebih besar dimasa yang akan datang atau pada
jangka waktu tertentu. Jadi pada perinsipnya orang melakukan investasi
dengan harapan agar dana atau modal yang mereka korbankan pada saat ini
dapat kembali pada kurun waktu tertentu dimasa mendatang dengan nilai
yang lebih besar.
1) ) Napa J. Awat, Manajemen Keuangan Pendekatan Matematis., (PT. Gramedia Pustaka
Utama., Jakarta, 1999), hal. 29.
2) James C. Van Horne., Financial Management and Policy, (5th ed., New Delhi: Prentice –
Hall of India, 1981), hal. 106.
3) E.V.K. Firtz Gerald, Public Sector Investment Planning for Developing Countries, (1st ed.
London: The MacMillan Press Ltd., 1987), hal. 6.
xxiv
Karena investasi sangat erat kaitannya dengan penganggaran
pengeluaran modal (capital budget), maka penulis mencoba mengutif
beberapa pandapat dari para ahli tentang pengertian dari capital budgeting
tersebut.
Salim Basalama dkk (1994) dalam bukunya Penilaian Kelayakan
Rencana Penanaman Modal memberikan pengertian tentang capital budget
dan capital budgeting. Menurutnya capital budget adalah capital expenditure
budget. Angaran pengeluaran modal ini tidak lain dari taksiran pengeluaran
dana yang diperlukan untuk membelanjai suatu usaha proyek, atau sebuah
program investasi. Sedang capital budgeting menurutnya
adalah proses
penilaian terhadap usulan rencana penganggaran modal berjangka panjang,
dua tahun atau lebih guna menetukan apakah rencana tersebut layak
dilaksnakan atau tidak. 4)
Sementara
John
J.
Clark
et.al
(1987)
menyatakan
bahwa
penganggaran pengeluaran modal (capital budgeting) merupakan salah satu
bentuk keputusan dalam manajemen pembelanjaan yang mempertajam
sasaran dan kriteria proyek penanaman sumber-sumber berjangka panjang
(dua tahun fiscal atau lebih), proyek penanaman modal pada umumnya
4)
S
alim Basalamah; Murdifing Haming; dan Syafri Syam, Penilaian Kelayakan
Rencana Penanaman Moda, (Yogyakarta., Gadjah Mada University Press., 1994), hal. 9.
xxv
mencakup pengadaan tanah, bangunan, fasilitas, peralatan, kendaraan dan
sebagainya. 5)
Dan menurut Bambang Riyanto (1989) Capital Budgeting adalah
keseluruhan proses perencanaan dan pengambilan keputusan mengenai
pengeluaran dana dimana jangka waktu kembalinya dana tersebut melebihi
waktu satu tahun. 6)
Sementara Abbas Kartadinata (1983) menyatakan Capital Budgeting
mencakup proses perencanaan pengeluaran uang yang mamfaatnya
diperkirakan meliputi masa lebih dari satu tahun. 7)
Jadi capital budget adalah suatu rencana tentang penggunaan dana
untuk pengadaan barang modal. Dan capital budgeting adalah proses
penilaian guna untuk mengambil keputusan mengenai layak tidaknya suatu
rencana pengeluaran dana untuk jangka waktu lebih dari satu tahun.
Dengan melihat dari beberapa pengertian yang telah dikemukakan di
depan, maka akan kita dapat gambaran bahwa investasi itu bermacammacam jenisnya. Menurut Napa J. Awat (1999) investasi itu dapat
dikelompokan kedalam dua bagian. Pertama, dilihat dari ruang lingkup
usahanya investasi dapat dibagi menjadi dua, yaitu; (1) investasi pada aktiva
nyata (real assets atau real investment), misalnya untuk pendirian pabrik5)
J
ohn J. Clark, ewt.al., Capital Budgeting Planning and Control of Capital
Expenditure, (14th ed, Englewood Cliffs Nj, Prentice – Hall, Inc, 1979), hal. 3.
6)
Bambang Riyanto, Dasar-dasar Pembelanjaan Perusahaan, (Yogyakarta: Yayasan
Badan Penerbit Gadjah Mada., 1989), hal. 110.
7)
Kartadinata, Abbas. Drs., Pembelanjaan Pengantar Manajemen Keuangan, (cetakan
kedua; PT. Bina Aksara: Jakarta, 1989), hal. 219.
xxvi
pabrik, pendirian hotel/restoran, perkebunan, dan lain-lain. Dan (2) investasi
pada aktiva keuangan (financial assets atau finance investment), seperti
pembelian surat-surat berharga, baik berupa saham maupun obligasi.
Kedua, ditinjau dari segi kepastian memperoleh keuntungan, investasi dapat
dibagi menjadi investasi yang bebas resiko (free risk investment) dan
investasi yang beresiko (risk investment). 8)
Pada waktu kita mulai memikirkan untuk melakukan investasi, terdapat
tiga kemungkinan kondisi dimana tergantung dari jenis investasi apa yang
sedang dipikirkan. Kondisi pertama, ialah apabila kita sedang memikirkan
kemungkinan melakukan investasi nyata (real investment). Pada waktu kita
mengambil keputusan investasi semacam ini, kita tidak perlu terlebih dahulu
merisaukan masalah apakah tersedia dan bagi pembiayaan invesatasi itu
atau tidak. Yang penting ialah apakah alternatif invesatasi yang dipilih itu
menguntungkan atau tidak, terutama bagi pendirian proyek-proyek baru.
Misalnya,
alternatif
investasi
itu
berupa
proyek-proyek
perkebunan,
perikanan, pertambangan, real estat, pabrik-pabrik pengolahan dan lain
sebagainya.
Keputusan untuk memilih alternative proyek yang menguntungkan ini
diatur melalui keputusan investasi. Pengertian keputusan investasi semacam
ini menyangkut penggunaan dana (use of funds) untuk pembelian berbagai
8 )
Napa J.Awat, Manajemen Keuangan Pendekatan Matematis., PT. Gramedia Pusaka Utama,
Jakarta, 1999), hal. 29.
xxvii
aktiva nyata (real assets) bagi pendirian proyek-proyek bersifat fisik, dimana
pada waktu kita melakukan penilaian terhadap usulan proyek kita tidak
perlu/harus mempertimbangkan apakah kita memiliki daya atau tidak. Kondisi
yang kedua, ialah apabila alternatif penggunaan dana itu bukan untuk
membeli aktiva nyata tetapi untuk membeli aktiva keuangan (financial assets)
seperti saham, ataupun obligasi, maka pada waktu kita melakukan penilaian
kita pasti sudah memiliki dana, sebab adalah sangat riskan apabila kita
meminjam dana dari luar untuk sekedar melakukan investasi dibidang
pembelian suarat-surat berharga. Investasi demikian sering disebut sebagai
investasi keuangan (financial investment). Kondisi ketiga, ialah apabila kita
sedang memikirkan tentang bagaimana sebaiknya struktur aktiva, sehinggah
keputusan investasi itu akan menyangkut beberapa aktiva dana (allocation of
funds) bagi pembelian aktiva nyata, dan berapa untuk pembelian aktiva
keuangan.
3.2 Perhitungan Arus Kas
Dalam Studi Kelayakan Proyek atau penilaian suatu investasi, arus
kas ini meduduki tempat yang sangat penting sebab pengeluaran dan
penerimaan proyek dimasa mendatang selalu dinyatakan dalam bentuk arus
kas. Penilaian kelayakan juga didasarkan atas perbandingan arus kas masuk
dan arus kas keluar.
xxviii
Masalah proyek juga dinyatakan dalam bentuk arus kas, dan
bukannya dalam wujud laba menurut pandangan akuntansi. Sebuah
perusahaan atau seorang investor yang memakai dana kasnya untuk
membelanjai pembangunan dan atau pengadaan suatu proyek pada masa
sekarang ini selalu berharap agar penerimaan kas dimasa yang akan datang
selama usia ekonomis proyek adalah lebih besar dari pada dana kas dimasa
datang kas yang telah dikeluarkan pada saat sekarang ini oleh karena itu
tugas kritis, atau tugas yang sangat penting bagi seorang evaluatir proyek
ialah kemapuan untuk melakukan pendugaan arus kas proyek dimasa
mendatang tersebut dengan cermat dan tepat. Jika taksiran arus kas akan
datang tersebut akurat, maka simpulan yang ditarik berdasarkan data arus
kas yang dinyatakan juga akan menjadi akurat pula. Ddemikian pula
sebaliknya, jika arus kas yang diestimasikan tidak cermat maka keputusan
yang diambil berdasarkan
data arus kas yang dinyatakan itu juga turut
menjadi tidak akurat pula dan pada gilirannya akan mempengaruhi
perjalanan dan pertumbuhan perusahaan dimasa depan.
Untuk memperjelas tentang arus kas, maka penulis akan mencoba
memberikan pengertian tentang arus kas dari beberapa ahli. Pertama
menurut Lerner (1971) menyatakan bahwa arus kas adalah pertambahan,
atau peningkatan jumlah kas yang dihasilkan melalui kegiatan operasi
xxix
selama waktu tertentu, terdiri atas laba sesudah pajak ditambah dengan
jumlah penyusutan, sedang rekening utang dan harta tetap tidak berubah.9)
Kedua menurut Grahan Mott (1985) menyatakan istilah arus kas biasa
digunakan untuk menjelaskan laporan keuangan, yaitu laba operasi setelah
dikurangi dengan pajak dan pembayaran dividen, dengan menambahkan
kembali beban penyusutan untuk tahun yang bersangkutan.10)
Dan menurut J. Fred Weston dan Eugene F. Brighan (1997) arus kas
adalah kas bersih actual yang “keluar-masuk” dari dan ke dalam suatu
perusahaan. Arus kas berbeda dari laba akuntansi.11)
Jadi pada dasarnya arus kas (cash flow) adalah suatu bentuk laporan
keuangan yang menggambarkan kondisi kas bersih yang diperoleh dari
penerimaan kas setelah dikurangi dengan kas keluar dan ditambahkan
kembali dengan beban penyusutan pada tahun bersangkutan.
Untuk mendapatkan nilai arus kas seperti yang dimaksud oleh definisi
tersebut di atas dicari dengan mempergunakan bagan umum seperti yang
nampak pada tabel 1.
9)
Basalama, Salim., Haming, Murdifing., dan Syam, Syafri, Penilaian Kelayakan Rencana
Penanaman Modal: (sebuah Studi Bermotif Laba, Yoyakarta: Gadjah Mada University Press, 1994),
hal. 42, mengutif dari: Eugene M. Lerner, Managerial Finance: A System Approach, (1st ed., New
York: Harcourt Brarace Jovanivich inc., 1971), hal.
10)
Grahan Mott., Menilai dan Merencanakan Penanaman Modal: buku Pedoman
Merencnakan Laba bagi Manajer, (alih bahasa oleh Kishrandoko: PT. Pustaka Binama Presindo:
Jakarta, 1985), hal. 31.
11)
Weston J. Fred; dan Brighan. Eugene F., Managerial Finance, alih bahasa oleh
Kirbrandoko., Wana A. Jaka., dan Dipokusumo, Supranoto., Dasar-dasar Manajemen Keuangan, (edisi
sembilan, jilid 2: Erlangga, Jakarta., 1997), hal.46.
xxx
Dalam laporan arus kas, beban penyusutan di tambahkan kembali
kepada laba sesudah pajak sebab pada kenyataannya penyusutan itu bukan
beban pengeluaran kas (sekedar sebagai book-cost, dan bukan sebagai outof-pocket-cost) dan oleh karena itu penyusutan bukan bagian dari arus kas.
Sebaliknya, beban bunga pinjaman eksploitasi dan tau utang dagang
diperhitungkan sebagai biaya dan dimasukkan ke dalam baiya umum
organisasi.
Selanjutnya, dalam arus kas dimaksud di atas beban biaya bunga
investasi tidak diperhitungkan sebagai biaya, melainkan sebagai beban biaya
yang akan menjadi alat pengukur terhadap kemampuan arus kas bersih
sesudah pajak, yaitu apakah arus kas bersih dimaksud dapat menutup beban
biaya bunga investasi yang terutang, serta sekaligus memberikan balikan
atau laba bagi investor.
Tabel 1. Bagan Umum untuk Mendapatkan Nilai Arus Kas Bersih sesudah
pajak Tahunan.
A. Penerimaan Kas:
Taksiran Hasil Penjualan =
Taksiran Volume Penjualan X Harga Jual
Penjualan Aktiva Tetap (jika ada)*
Jumlah Penerimaan Kas
B. Pengeluaran Kas:
1. Biaya Produksi:
Biaya Bahan Baku
Rp. …………….
Biaya Upah Lansung Rp. …………….
Biaya Umum Pabrik
Rp. …………..
Rp. …………..
Rp. …………..
xxxi
(Selain Penyusutan) Rp. ……………. +
Jumlah Biaya Poduksi
Rp.……………
2. Biaya Penjualan
Rp. ……………
3. Biaya Umum Organisasi
Rp. ……………
(selain penyusutan)
4. Penyusutan Aktiva Tetap
Rp. …………… +
Jumlah Beban Biaya
Rp.…………. Laba Sebelum Pajak
Rp.………….
Beban Pajak
Rp.…………. –
Laba Sesudah Pajak
Rp.………….
Penyusutan Aktiva Tetap
Rp.………. +
ARUS KASH BERSIH SESUDAH PAJAK
Rp..………..
*) Penjualan Aktiva tetap bukan penghasilan. Dia bukan revenue, melainkan disinvestasi, karena itu tidak terkena pajak. Kecuali untuk hasil penjualan. Di atas
nilai buku aktiva yang bersangkutan. Penjualan aktiva memang menambah
arus kas masuk, tetapi tidak menambah penghasilan
Memperhatikan bagan diatas, arus kas terdiri atas dua unsur utama,
yaitu; (a) laba sesuadah Fajak, dan (b) penyusutan.
Secara ideal, akumulasi penyusutan yang ada dalam arus kas
difungsikan sebagai dana pembayaran cicilan pinjaman investasi. Laba
sesudah pajak dipakai sebagai akumulasi dana untuk; (a) membayar beban
bunga investasi, dan (b) alat pembentuk laba kepada investor.
Akumulasi cicilan pinjaman investasi akan sebesar dengan jumlah
modal yang diinvestasikan (investasi inisial) dan di lain pihak akumulasi
penyusutan ditambah nilai sisa juga akan sama dengan nilai inisial investasi
tersebut.
xxxii
Karena itu pulalah sehingga dikatakan, akumulasi penyusutan menurut
adanya, sebaiknya diakumulasikan untuk menjadi alat untuk melunasi beban
investasi inisial. Sedang arus kas bersih sesudah pajak setelah dikurangi
dengan penyusutan berfungsi sebagai alat pembentuk laba dan alat
pembayar bunga investasi.
Derajat kemampuan arus kas memenuhi fungsi tersebut secara
langsung dinilai pada aplikasi metode nilai sekarang (present value) dimana
beban bunga investasi dijadikan sebagai factor pengurang (discount factor)
dan nilai sekarang total dibandingkan dengan nilai sekarang investasi inisial.
Jika NPV (nilai sekarang bersih) proyek bertanda positif , berarti proyek
memiliki arus kas yang lebih besar daripada investasi dan oleh karena itu,
arus kas yang diestimasi memiliki surplus untuk investor.
Jika nilai sekarang bersih itu bertanda negative, berarti arus kas yang
diperhitungkan tidak mampu menutup bunga investasi ditambah beban biaya
investasi inisial. Untuk memudahkan pemahaman, serta sekaligus untuk
menghindarkan kesalahan pemakaian berikut ini dikemukakan contoh
sederhana.
Misalkan sebuah proyek memerlukan dana investasi sebesar Rp. 500 juta,
50% ditutup dengan pinjaman dengan bunga @ 18% per tahun. Proyek
memiliki usia ekonomis 10 tahun dengan tampa nilai sisa dan disusutkan
menurut metode garis lurus. Penerimaan hasil penjualan pertahun Rp. 200
juta. Beban biaya tunai perkas (out-of-pocket-cost) untuk produksi, penjualan
xxxiii
serta organisasi umum perusahaan sebeasr Rp. 90 juta dan tingkat pajak
diperkirakan 30%. Maka arus kas bersih sesudah pajak untuk proyek tersebut
di atas adalah sebagai berikut ;
(a) Perhitungan dengan memakai model tersebut pada table 1;
Tabel 2. Contoh Laporan Laba Rugi
Penerimaan Hasil Penjualan
Biaya :
Biaya Tunai Per Kas
Penyusutan
Jumlah Beban Biaya
Laba Sebelum Pajak
Pajak 30 %
Laba Sesudah Pajak
Penyusutan
Arus Kas Bersih Sesudah Pajak
Rp. 200 juta
Rp. 90 juta
Rp. 50 juta +
Rp. 140 juta Rp. 60 juta
Rp. 18 juta Rp. 42 juta
Rp. 50 juta +
Rp. 92 juta
(b) Sedang apabila laba bersih sesudah pajak (EAT) dihitung menurut
perinsip akuntansi, diperoleh:
Tabel 3. Contoh Laporan Laba Rugi
Penerimaan Hasil Penjualan
Rp. 200 juta
Biaya :
Biaya Tunai Per Kas
Rp. 90 juta
Penyusutan
Rp. 50 juta +
Jumlah Beban Biaya
Rp. 140 juta Laba Sebelum Bunga dan Pajak (EBIT)
Rp. 60 juta
Bunga 18%X50%X500 juta
Rp. 45 juta Laba Sebelum Pajak (EBT)
Rp. 15 juta
Pajak 30 % X 15 juta
Rp. 4,5 juta Laba Sesudah Pajak
Rp. 10,5 juta
Jika dipakai secara langsung formula yang dikemukakan diatas, yaitu:
xxxiv
NICF = EAT + Depreciation
Diperoleh ;
NICF = RP. 10,5 juta + Rp. 50 juta = Rp. 60,5 juta
Tentu saja hasil yang diperoleh ini tidak selaras dengan makna hakiki
NICF, sebab EAT untuk mendapatkan NICF harus tidak memperhitungkan
bunga
investasi
dan
bukannya
EAT
menurut
akuntansi
yang
memperhitungkan bunga sebagai biaya yang harus dikurangkan dari
penerimaan hasil penjualan.
Apabila EAT dipahamkan menurut artian akuntansi dan bukannya
menurut artian Evaluasi Proyek Perusahaan, maka untuk mendapatkan nilai
arus kas sesudah pajak (NICK) yang benar harus dipakai formula:
NICF
Dimana
; = EAT + Depreciation + (1-t) . Interest
NICF = Nilai arus kas sesudah pajak
EAT = Labah bersih sesudah pajak
D
= Penyusutan
t
= tingkat pajak
l
= beban bunga
sehinggah untuk contoh di atas melalui pendekatan akuntansi
diperoleh:
NICF = Rp. 10.5 juta + Rp. 50 juta + (1-0.30) . Rp. 45 juta
= Rp. 92 juta
xxxv
Arus kas proyek dapat diklasifikasikan ke dalam berbagai macam
golongan
menurut
dari
sudut
mana
arus
kas
tersebut
diamati.
Pengelompokan arus kas dapat dilihat dari sudut jenis transaksi kas, sifat
arus kas, dan saat terjadinya arus kas tersebut.
3.2.1 Klasifikasi Menurut Jenis Transaksi
Dilihat dari sudut pandangan ini, arus kas dibedakan ke dalam arus
kas (cash in-flow) dan arus kas keluar (cash out-flow).
1) Arus Kas Masuk
Arus kas masuk ialah arus kas yang terjadi dari kegiatan transaksi yang
melahirkan keuntungan kas (penerimaan kas).
Arus kas masuk ini dapat dibedakan dalam:
1. penerimaan hasil hasil penualan keluaran (revenue)
2. penerimaan hasil penjualan aktiva tetap yang disisihkan dari
penggunaan, dan
3. nilai sisa proyek, yaitu nilai aktiva tetap yang diterima kembali pada
akhir usia ekonomis.
Unsur arus kas masuk yang paling utama ialah penerimaan hasil
penjualan.
2) Arus Kas Keluar
Arus kas keluar ialah arus kas yang terjadi dari kegiatan transaksi yang
mengakibatkan beban pengeluaran kas.
xxxvi
Arus kas keluar ini dibedakan ke dalam:
1. pengeluaran
investasi,
yaitu
beban
pengeluaran
kas
untuk
membelanjai kegiatan pembangunan proyek,
2. pppengeluaran investasi baru, yaitu beban pengeluaran kas yang
bertujuan untuk membiayai keperluan investasi baru, seperti
keperluan peningkatan efisiensi proses produksi, dan lain-lain,
3. pengeluaran operasi, yaitu pengeluaran kas untuk membelanjai
kegiatan operasi proyek perusahaan agar dapat menjalankan fungsi
komersialnya, asasinya seperti belanja produksi dan pemasaran.,
4. pengeluaran non-operasi, yaitu pengeluaran kas untuk kegiatan nonoperasi, seperti biaya manajemen, biaya riset, biaya pajak, biaya
cicilan pinjaman, beban bunga, dan sebagainya.
3.2.2 Klasifikasi Arus Kas Menurut Sifatnya
Dari sudut penggolongan ini, dikenal:
1. arus kas bruto, adalah arus penerimaan kas total sebelum
diperhitungkan beban pengeluaran kas (ross benefit),
2. Arus kas bersih, adalah arus kas bruto setelah dikurangi beban
arus kas keluar (net benefit),
3. Arus kas bersih setelah pajak (net income cash flow) adalah arus
kas bersih sesudah diperhitungkan pajak kemudian ditambah
dengan penyusutan aktiva tetap.
xxxvii
Jenis arus kas yang pertama dipakai jika analisis dilakukan dengan
mempergunakan Gross Benefit Cos Ratio, sedang jenis yang kedua
untuk Net Benefit Cost Ratio, dan yang ketiga jika dipergunakan
Present Value Methode, dan lain-lain.
3.2.3 Klasifikasi Menurut Saat Terjadinya
Dari sudut pandang ini, dikenal:
1. Arus kas inisial (initial cash flow), ialah arus kas yang terjadi pada
awal pelaksanaan proyek (biasanya diidentifikasi sebagai periode
0) dengan tujuan membiayai pembangunan/pengadaan proyek.
Arus ini lazim disebut ”Initial Cash Flow”.
2. Arus kas proyek berjalan (intermediate cash flow), adalah arus kas
yang terjadi selama proyek berjalan, yaitu sejak memasuki pase
operasi komersial hinggah akhir masa operasi proyek. Dalam arus
ini terjadi arus kas keluar dan arus kas masuk,
3. Arus kas terminal (terminal cash flow), ialah arus kas yang terjadi
pada akhir masa operasi proyek dan terdiri atas arus penerimaan
nilai sisa, serta pemulihan modal kerja.
Dalam analisa kelayakan investasi, arus kas yang selalu dijumpai
ialah:
1. arus kas inisial (initial cash out flow),
2. arus kas bersih sesudah pajak, dan
xxxviii
3. arus kas terminal (terminal cash flow).
3.3 Studi Kelayakan Proyek
Studi kelayakan proyek merupakan pengkajian secara menyeluruh
dan teliti terhadap rencana pengeluaran modal guna menilai apakah rencana
investasi tersebut memenuhi syarat untuk dilaksanakan atau tidak, penilaian
mana didasarkan atas hasil perbandingan antara biaya investasi yang
bersangkutan dengan maslahatnya.
Setiap usulan proyek yang diajukan semestinya dilakukan penilaian
terhadap segala aspek kelayakannya, agar dikemudian hari resiko dari
usulan proyek tersebut bias ditekan seminim mungkin. Suatu proyek berhasil
dilaksanakan tentunya didahului oleh studi kelayakan yang cermat dan tepat.
Mengenai hal itu Suad Husnan dan Suwarsono (1984) menyatakan
bahwa studi kelayakan proyek adalah penelitian tentang dapat tidaknya suatu
proyek (biasanya
merupakan
proyek invesasi) dilaksanakan
dengan
berhasil.12)
Bagi proyek perusahaan maslahnya adalah arus kas bersih sesudah
pajak (net income cash flow), dan proyek tersebut dikategorikan layak jika
arus kas bersih pasca pajak itu lebih besar daripada biaya investasinya.
Sedang bagi proyek pemerintah maslahatnya tersebut dapat berwujud
penghematan devisa, penigkatan penerimaan devisa, perluasan kesempatan
kerja, dan kegunaan sosial lainnya.
xxxix
3.3.1 Kegunaan Studi KelayakanProyek
Pada umumnya proyek itu memanfaatkan dana yang tidak kecil
jumlahnya, dilakukan pada saat sekarang ini dan kemanfaatannya baru akan
diterima setelah proyek dioperasikan di masa mendatang, sedang waktu
yang akan datang itu penuh dengan ketidak pastian. Kenyataan ini
berhadapan dengan berbagai pilihan cara pemanfaatan dana, termasuk
tempat penggunaan dengan resiko yang relative kecil seperti menanam dana
modal dalam bentuk deposito berjangka.
Adalah rasional jika setiap pemilik dan selalu membandingkan
keuntungan yang akan diperolehnya jika dana tersebut didepositokan dengan
apabila dana itu diinvestasikan keproyek-proyek komersial. Kiranya wajar jika
dari hasil perbandingan itu memiliki dana memutuskan untuk tidak menanam
dnananya pada proyek komersialdan mendepositokan uangnya itu jika hasil
penelitiannya menyajikan data bahwa laba deposito lebih besar daripada laba
yang diharapkan dari penanaman modal (investasi).
Dengan memperhatikan sari-pati yang tersirat dalam uraian yang
diketengahkan di atas maka studi kelayakan investasi ini memilikike
manfaatan:
1. Memandu
pemilik
dana
atau
investor
untuk
mengoptimalkan
penggunaan dana yang dimilikinya itu.
2. memperkecil resiko keputusan investasi, sekaligus memperbesar
peluang keberhasilannya.
xl
3. Mengungkapkan alternative investasi yang didukung oleh hasil analisis
kuantitatip yang teruji kecermatannya, sehinggah manajer puncak
mudah mengambil keputusan yang akurat.
4. mengungkapkan keseluruhan aspek proyek seutuhnya sehinggah
keputusan menerima atau menolak sebuah usulan proyek tidak hanya
dilandaskan atas kelayakan financial saja, melainkan atas seluruh
aspek yang berpengaruh.
Melalui studi kelayakan investasi tersebut, dana diharapkan tersalur ke
sector:
1. yang paling menguntungkan investor akan memperoleh balikan
yang memadai,
2. yang
keluarannya
diperlukan
oleh
masyarakat
konsumen
sehinggah di satu sisi keluaran itu akan memiliki permintaan efektif
yang memadai, sedang di sisi lainnya masyarakat memperoleh
kemudahan untuk mendapatkan komoditi yang diperlukannya,
3. yang akan menghemat devisa (menghasilkan keluaran substitusi
impor), atau menaikkan penerimaan devisa (menghasilkan komoditi
ekspor), atau sektor yang memperluas kesempatan kerja.
3.3.2 Aspek Studi Kelayakan Investasi
Aspek yang harus dikaji di dalam mengerjakan sebuah studi kelayakan
investasi (proyek) ialah:
xli
3.3.2.1 Aspek Pasar dan Pemasaran
Studi tentang pasar dan pemasaran harus mampu menjawab
pertanyaan yang menyangkut:
1. taksiran volume permintaan, baik permintaan industri maupun
permintaan terhadap keluaran perusahaan yang diteliti. Taksiran
volume permintaan ini setidak-tidaknya mencakup usia ekonomis
proyek yang diestimasikan,
2. taksiran volume penjualan yang mapu dicapai, serta estimasi
mengenai andil pemasaran (market share),
3. program pemasaran, mencakup marketing mix strategy, serta
taksiran
siklus
usia
produk
lengkap
dengan
kerangka
kebijaksanaan yang direncanakan ditempuh pada setiap tahapan
pada siklus tersebut,
4. kebijaksanaan harga jual dan nalisis hubungan kausalnya dengan
harga produk saingan, baik yang dihasilkan di dalam negeri
maupun yang diimpor.
3.3.2.2 Aspek Teknik dan Produksi
Studi mengenai aspek ini harus mampu menjawab;
1. keterangan mengenai mesin yang diputuskan dibeli,
2. patut diingat, bahwa di satu sisi mesin yang dibeli
pada saat
sekarnag ini sekaligus mencerminkan jumlah sediaan kapasitas
xlii
serta mutu teknologi sasaran produksi yang akan didayagunakan
pada masa mendatang, sedang di sisi lainnya rekayasa dan riset
akan melahirkan teknologi baru. Da;am studi harus dijelaskan
gambaran umum mengenai keberadaan efisiensi alat yang
diadakan terutama dalam hubungannya dengan dugaan mengenai
mutu teknik alat yang kemungkinan akan memasuki pasar barang
modal dalam waktu dekat ini. Studi harus meyakinkan bahwa
teknologi paling baru pada kurun masa sekarang.
3. pembekal dan kapasitas pembekal,
4. dalam studi mengenai aspek teknis dan produksi harus dijelas kan
pihak siapa yang akan membekali proyek, berapa kapasitasnya,
mutu
bekalan
yang
ditawarkan,
faktor
harga
dan
kesinambungannya. Jika perlu bahan baku atau bahan penolong
impor, maka dalam studi harus pula dijelaskan persoalan yang
menyangkut
kelancaran
pembekalan
dan
tinjauan
atas
kebijaksanaan pemerintah mengenai impor bahan itu,
5. pemilihan lokasi pabrik,
6. disain proses produksi dan karakteristik proses yang dipilih,
7. dalam disain proses harus dijelaskan tata urutan pengerjaan, tata
letak alat dan bangunan, sedang mengenai sifat proses harus
dijelaskan apakah sistem merupakan integrated processing atau
non-integrated processing,
xliii
8. persoalan limbah dan resiko pencemaran, termasuk ancangancang penanganannya,
9. apakah tenaga kerja terdidik cukup tersedia sehingga kemampuan
tenaga kerja tersebut selaras dengan jenis teknologi mesin yang
tersedia,
10. persoalan suku cadang dan reparasi alat/mesin.
3.3.2.3 Aspek Keuangan
Studi mengenai aspek keuangan harus menjawab dan menjelaskan
masalah yang menyangkut;
1. jumlah dana yang diperlukan, baik untuk keperluan investasi awal
maupun untuk kebutuhan modal kerja,
2. sumber dana, biaya modal dan ancangan struktur modal yang
layak,
3. proyeksi anggaran kas yang merinci perkiraan arus kas masuk dan
arus kas keluar. Proyeksi arus kas ini berguna untuk melaksanakan
analisis
kelayakan
finansial
dengan
menggunakan
payback
methode, NPV, IRR, Profitability Index (PI), Average Rate of Return
(ARR), Benefit Cost Analysis (BCA), dan sebagainya,
4. pembuatan laporan keuangan proforma, analisis sumber dan
penggunaan dana, serta analisis titk impas (BEP).
xliv
3.3.2.4 Aspek Ekonomi dan Sosial
Aspek ini harus merinci:
1. pengaruh proyek terhadap peningkatan penghasilan negara (pajak
pendapatan, PPn, pajak impor, pajak ekspor, dan pajak lainnya).
2. pengaruh proyek kepada penerimaan dan penghematan devisa,
3. sumbangan proyek terhadap perluasan kesempatan kerja, serta
proses alih-teknologi,
4. kegunaan umum yang disumbangkan kepada masyarakat, seperti
jalanan, penerangan listrik, fasilitas kesejahteraan lainnya (sarana
olah raga, sekolah, pusat pelayanan kesehatan), dan lain-lain,
5. hubungan proyek dengan proyek lainnya, khususnya hubungan
input-output, apakah proyek menjadi pembekal proyek lainnya
(industri hulu), atau pasar dari proyek lainnya (industri hilir).
3.3.2.5 Aspek Organisasi dan Manajemen
Studi mengenai aspek ini harus mampu mengungkapkan:
1. selama
pase
pembangunan
proyek,
siapa
pelaksana
pembangunan proyek, pihak siapa yang melaksanakan studi dan
penelitian, organisasinya dan manajemennya apakah disatukan
dengan organisasi dan manajemen perusahaan, atau tersendiri,
serta masalah jaringan kerja proyek,
xlv
2. setelah proyek memasuki pase operasi komersial, bagaimana
organisasinya, deskripsi jabatan, personil (jumlah formasi, jenjang
jabatan
dan
syarat-syarat
penerimaan
dan
promosi),
dan
sebagainya.
3.3.2.6 Aspek Hukum
Studi tentang aspek hukum proyek harus menjelaskan :
1. Bentuk
hukum
dari
organisasi
perusahaan
kelak
sesudah
memasuki pase operasi komersial.
2. hubungan
perburuhan,
serta
aturan
menagani
pemutusan
hubungan kerja (PHK)
3. Akte pendirian, dan izin-izin yang harus dimiliki baik pada waktu
melaksanakan persiapan, pelaksanaan pembangunan, maupun
pada waktu memasuki pase operasi komersial.
3.4 Metode Penilaian Investasi
Setiap usul investasi perlu mendapat penilaian terlebih dahulu, baik
ditinjau dari aspek ekonomi, teknis, pemasaran maupun dari aspek
keuangannya. Dari aspek keuangan, suatu usul investasi akan dinilai apakan
menguntungkan atau tidak dengan menggunakana berbagai metode. Namun
pada dasarnya dari berbagai literatur yang ada rata-rata hanya menggunakan
lima metode, yaitu :
xlvi
1. Payback periode,
2. Accounting rate return (ARR),
3. Net present value (NPV)
4. Internal rate return (IRR),
5. Pofitability Index (PI).
Namun dalam tulisan ini penulis hanya menggunakan tiga metode,
karena metode tersebut langsung digunakan dan lebih efektif. Namun pada
bagian ini penulis akan menjelaskan kelima metode tersebut diatas.
3.4.1 Payback Periode
Matode payback ini menunjukkan jangka waktu yang diperlukan untuk
mengembalikan seluruh modal yang digunakan pada investasi awal (initial
investment). Apabila payback itu lebih pendek dari umur proyek, maka usul
investasi tersebut dapat diterima, akan tetapi apabila payback itu lebih
panjang dari umur proyek maka usul investasi tersebut terpaksa ditolak.
Payback ini dapat dihitung dengan cara membagi initial invesment dengan
proceeds tahunan sebagai berikut :
Initial Investment
Payback Periods = Annual Pr oceeds X 1tahun
xlvii
Misalnya suatu investasi senilai Rp. 18 Milyar yang mampu
memperoleh sebesar Rp. 3 Milyar setahun, selama 10 tahun. Payback
peeriode dapat dihitung sebagai berikut :
Rp.18 milyar
Payback periode = Rp. 3 milyar X 1tahun  6 tahun
Artinya, jumlah proceeds yang diperoleh selama 6 tahun persis sama
dengan jumlah initial invesment cost, sehingga setelah 6 tahun proyek
tersebut dapat mengembalikan seluruh modalnya melalui pengumpulan cash
flow/proceeds. Karena umur proyek itu 10 tahun sedangkan payback hanya 6
tahun maka usul proyek tersebut dapat diterima.
3.4.2 Accounting Rate of Return
Metode Accounting Rate of Return (ARR) ini mengukur profitabilitas
suatu investasi dari segi akuntansi konvensional. Caranya ialah dengan
membagi EAT (laba setelah dikurangi pajak) dengan initial investment, baik
total investment maupun average investment. Artinya :
EAT
ARR = Initial Investment X 100%
Sebagai contoh, misalnya terdapat informasi mengenai suatu usulan
proyek sebagai berikut :
Initial investment
: Rp. 6,5 milyar
xlviii
Umur ekonomis
: Rp. 20 tahun
After tax cash inflow : Rp. 1 milyar
Penyusutan tahunan : Rp. 0,325 milyar
Earning After tax
: Rp. 1 milyar – Rp. 0,325 milyar
: Rp. 0,675 milyar
Perhitungan Average Rate of Return (ARR) proyek tersebut dapat
dilakukan dengan cara membagi Earning After Tax Initial invesment sebagai
berikut ;
ARR =
Rp. 0,675 milyar
X 100%  10,4 %
Rp. 6,5 milyar
Apabila yang digunakan bukan rate of return terhadap initial invesment
melainkan average invesment, maka ARR dihitung sebagai berikut :
EAT
ARR = Average Investment X 100%
Artinya ARR dihitung atas dasar average investment adalah sebagai
berikut :
ARR =
Rp. 0,675 milyar
X 100%  20,8 %
(1 / 2)( Rp. 6,5 milyar )
Kelemahan metode ARR ini tidak memperlihatkan nilai waktu uang,
dan cenderung menggunakan data akuntansi dari data cas flow. Sedangkan
kebaikannya terletak pada kemudahan untuk dihitung, untuk dimengerti, dan
hasilnya merupakan tingkat frofitabilitas.
xlix
3.4.3 Net Present Value
Net Present Value (NPV) suatu proyek adalah selisih dari present
value (PV) of proceeds dengan PV of intial investment (I) selama umur
ekonomisya, pada discount rate tertentu. Discount rate yang digunakan untuk
menghitung NPV ini adalah cost of capital (minimum required rate of return).
Karena NPV ini adalah selisih antara PV of
proseeds dan PV of initial
investment, maka NPV bisa positif dan bisa pula negatif. Dengan demikian,
apabila NPV itu negatif, maka usulan proyek tersebut ditolak, akan tetapi
apabila positif, baru usul proyek tersebut diterima. Berarti, usul proyek akan
diterima apabila NPV = 0. untuk mendapatkan nilai dari NPV digunakan
Rumus sebagai berikut :
NPV
=
-Ao + PV
NPV
=
Net Present Value
Ao
=
Nilai sekarang initial investment
PV
=
Nilai sekarang Arus Kas Total (Present Value)
Berikut ini akan diberikan contoh untuk perhitungan NPV, yaitu Contoh 1 :
Informasi mengenai usul suatu investasi sebagai berikut :

Initial investment : Rp. 12,95 juta

Umur ekonomis

Proceeds tahunan :
: 10 tahun
Rp. 3 juta
l

Tingkat keuntungan yang disyaratkan

Tanpa nilai residu

NPV usul proyek tersebut adalah sebagai berikut :
NPV = - Rp. 12,95 juta +
= 12%
 1  (1  0,12) 
 0,12 / Rp. 3 juta 


= - Rp. 12,95 juta + Rp. 16,9506 juta
= Rp. 4,0006 juta
Karena NPV positif, maka usul proyek tersebut layak (feasibel) untuk
diterima.
Contoh 2 : Suatu usul instansi sebesar Rp. 500 juta yang digunakan
untuk :
 Initial investment
= Rp. 300 juta
 Modal kerja
= Rp. 200 juta
 Umur ekonomis
= 5 tahun
 Nilai residu
= Rp. 25 juta
 Proceeds (after tax cash inflow)
= Rp. 150 juta per tahun
 Tingkat keuntungan yang disyaratkan
= 15 %
Karena modal kerja termasuk dalam investasi dan tidak akan
dikembalikan sebelum proyek selesai, maka modal kerja harus di-PV-kan
pada akhir tahun ke-5. Demikian juga total investment, akan terdiri dari initial
li
investment dan working capital investment. Perhitungan NPV adalah sebagai
berikut ;
 1  (1  0,15 5   200 juta  25 juta 
NPV = -500 juta + 
+ 

(1  0,15) 5

 0,15 / 150 juta  
= -500 juta + 502,8233 juta + 111,8648 juta
= - Rp. 114,6881 juta
Di mana :
 Rp. 500 juta adalah PV dari investasi (initial investment dan modal
kerja)
 Rp. 502,8233 adalah PV of operational cash flow (Proceeds
tahunan)
 Rp. 111,6881 adalah PV of terminal cash flow (modal kerja dan nilai
residu).
Cara lain untuk menghitung NPV diatas adalah sebagai berikut :
150 juta
150 juta
150 juta
150 juta
NPV = -500 juta + (1  0,15)  (1  0,15) 2  (1  0,15) 3  (1  0,15) 4
150 juta
200 juta  25 juta
+ (1  0,15) 5 
(1  0,15) 5
Ternyata hasilnya sama dengan cara yang terdahulu. Cara lain lagi
dalam menghitung NPV ialah dengan menggunakan PVIF 15 % yang telah
tersedia dalam tabel sebagai berikut :
Tabel 4:
lii
Tahu
n
0
Cashflow
PVIF 15 %
-500 juta
1,0000
-500,000 juta
1
150 juta
0,8696
130,440 juta
2
150 juta
0,7561
113,415 juta
3
150 juta
0,6575
98,625 juta
4
150 juta
0,5718
85,770 juta
5
150 juta
0,4972
74,580 juta
5
200 juta
0,4972
99,440 juta
5
25 juta
0,4972
12,430 juta
Net Present Valuae
PV of cashflow
114,700 Juta
Jadi, karena NPV >0 maka usul proyek itu diterima, sebab dalam
metode ini, usul suatu proyek itu akan diterima apabila NPV = 0.
3.4.4 Internal Rate of Return
Pada waktu kita menghitung NPV, discount rate yang digunakan
adalah minimum required rate of return, atau sebesar cost of capital. Dalam
metode Internal Rate of Return (IRR), yang dihitung adalah tingkat bunga
(interest rate) yang dapat menyamakan PV of cash flow dengan PV
investment, baik initial investment, baik initial investment maupun working
capital investment. Jika tingkat bunga atau IRR itu melebihi required rate of
return, maka usul proyek tersebut dapat diterima, karena akan menghasilkan
NPV> 0. Dikatakan demikian, karena apabila NPV>0 berarti PV of inflow >
liii
PV of cash outflow, yang artinya proyek itu menguntungkan ditinjau dari
aspek finansial. IRR itu menghitung tingkat bunga yang dapat menghasilkan :
PV of cash inflow
= PV of investment
Atau :
PV of Investment - PV of cash inflow = 0
Berikut ini kita akan mencoba menghitung IRR usul proyek dalam
contoh nomor 2 di atas. Persamaannya adalah sebagai berikut :
150 juta 150 juta 150 juta 150 juta
500 juta = (1  r )  (1  r ) 2  (1  r ) 3  (1  r ) 4
150 juta 200 juta  25 juta
+ (1  r ) 5 
(1  r ) 5
Dalam IRR, yang dihitung malah nilai r, di mana dalam menghitung
NPV, nilai r ini ditentukan lebih dulu. Untuk menghitung r ini hanya dapat
dilakukan dengan prinsip trial and error, yakni dengan mencari dua tingkat
bunga yang masing-masing dapat menghasilkan PV of cash inflow sedikit di
atas dan di bawah nilai investasi.
Perhitungannya adalah sebagai berikut :
Pada r = 23% maka PV of cash inflow
=
=
Rp. 500,44122 juta
Rp. 500 juta
Pada r = 24% maka PV of cash inflow
=
Rp. 488,55690 juta
Rp. 500,44122 juta  Rp.500 juta
IRR = 23% + Rp. 500,44122 juta Rp. 488,5569 juta X (24%  23%)
= 23,04 %
liv
Artinya, apabila kita menghitung NPV proyek tersebut dengan
menggunakan discount factor 23,04%, maka yang akan kita peroleh adalah
NPV = 0. Atau dengan kata lain, apabila kita menghitung PV of cash inflow
proyek tersebut dengan investasi Rp. 500 juta. Karena itu, tawaran pinjaman
bagi pembiayaan proyek tersebut dengan menggunakan tingkat bunga >
23,04% harus ditolak. Dengan kata lain apabila tingkat bunga umum atau
required rate of return adalah < 23,045, baru proyek tersebut dapat diterima.
3.4.5 Profitability Index
Profitability Index (PI) adalah rasio antara PV of cash inflowda PV of
investment. Jika PI > 1 berarti PV of cash flow > PV of investment, sehingga
NPV>0, dan usul proyek itu layak untuk diterima. Dengan demikian, PI dapat
dihitung sebagai berikut :
PV of Cash Inflow
Profitability Index = PV of Investment
Dengan mengambil contoh pada Tabel 4, PI dapat dihitung sebagai
berikut :
Rp. 405,345 juta
Profitability Index = Rp. 275,61 juta  1,47
Artinya, dengan menggunakan discount rate 15%, usul proyek
tersebut dapat diterima, karena PV of cash inflow > PV of Investment.
lv
Sebenarnya masih banyak metode analisa untuk investasi namun
yang banyak dipergunakan hanya yang tersebut diatas, dan yang lain itu
masih mirip dengan yang sudah dijelaskan.
4. Kerangka Konseptual
Mulai
Studi Literatur
Pengumpulan Data
lvi
Proyeksi Data Menggunakan Regresi Linear
Logaritmik dan Eksponensial:
 Data Arus Kunjungan Kapal
 Data Arus Barang
Analisa Ekonomi Menggunakan Parameter Umum:
 Net Present Value (NPV)
 Benefit Cost Ratio (BCR)
 Interest Rate of Return (IRR)
 Pay Back Period

Hasil dan Pembahasan
Kesimpulan
Selesai
5. Hipotesis
BAB III METODE PENELITIAN
F. Waktu dan Tempat Penelitian
G. Metode Pengumpulan Data
H. Metode analisis
I. Definisi Operasional
DAFTAR PUSTAKA
Menurut Rizky Supriadi Studi Kelayakan Bisnis (aspek keuangan)
bertujuan untuk mengetahui perkiraan pendanaan dan aliran kas proyek/
lvii
bisnis, sehingga dapat diketahui layak atau tidaknya rencana bisnis yang
dimaksud.
Identifikasi Masalah
Analisa ekonomi dengan menggunakan parameter-parameter yang umum
dilakukan yaitu Net Present Value (NPV), Benefit Cost Ratio (BCR), Internal
Rate of Return (IRR) dan Pay Back Period.
Perumusan Masalah
Permasalahan yang ada dapat dirumuskan adalah Apakah pembangunan
Pelabuhan Garongkong di Kabupaten Barru Sulawesi Selatan layak, bila
ditinjau dari aspek ekonomi dan keuangan?
Tujuan Studi
Studi ini bertujuan untuk mengetahui kelayakan secara ekonomi proyek
pembangunan pelabuhan Feri Garongkong Kabupaten Barru Sulawesi
Selatan.
Batasan Studi
a. Objek Studi kelayakan adalah proyek pembanguan Pelabuhan Feri
Garongkong Kabupaten Barru Sulawesi Selatan
lviii
b. Studi ini meliputi analisa ekonomi pembangunan Kabupaten Barru, Sulawesi
Selatan.
c. Analisa biaya-manfaat yang digunakan adalah yang bersifat dapat diukur
dengan uang
d. Data yang digunakan dalam studi kelayakan ini merupakan data sekunder
yang diperoleh dari data dinas perhubungan Kabupaten Barru, BAPPEDA,
dan instansi terkait di Kabupaten Barru.
e. Diasumsikan Pelabuhan Feri Garongkong mulai di operasikan tahun 2010.
f. Umur ekonomis proyek ditentukan selama 25 tahun.
g. Tidak membahas aspek teknis,lingkungan, dan sosial politik.
h. Pembatasan pada analisa barang dan jasa.
i.
Analisis kenaikan biaya dan penurunan keuntungan diasumsikan dengan
variasi kondisi dasar,biaya naik 5%, 10%, 15%, 20% dan 25%
j.
Analisa
sensitivitas
dengan
asumsi
fluktuasi
pasar
sebesar
5%,10%,15%,20%, 25% dan 30%
Terciptanya kawasan strategis Kabupaten Barru yang ditandai dengan
lix
Download