Caring, Vol.1, No.2, Maret 2015 RELATIONS OF ADOLESCENT PREDISPOSE FACTOR ABOUT PARENTING PARENTS WITH SENIOR HIGH SCHOOL TEENAGER SEXUAL BEHAVIOR IN BANJARMASIN 2014 Yuniarti1, Rusmilawaty2 ABSTRACT Background: Sexual activity puts adolescents at risk challenges to reproductive health issues. Teens often obtain information or values such opposite gender and sexuality. In addition to this, parents are often reluctant to engage in discussion about sexual issues with adolescents because of cultural norms, their own ignorance or discomfort (UNESCO, 2009). Based on data from Banjarmasin City Health Department in 2010 acquired 237 teens have had sex before marriage, 50 cases teenage pregnancy and 169 cases of teenage labor. Objective: To determine factors predispose adolescents on parenting style with adolescent sexual behavior so as to reduce the incidence of risky sexual behavior of adolescent reproductive health. Methods: The study was observational analytic study with cross sectional design. The subjects were grade IX high school students. The sampling technique used purposive sampling and simple random sampling. The sample totaled 192 respondents. The relationship between variables was analyzed using the chi square test with a significance of 0.05 and 95 % CI. Result: 108 adolescents (56.3 %) with mild sexual behavior, 102 adolescents (53.1 %) felt the pattern of authoritative parenting, 165 adolescents (85.9%) did not use certain substances and 129 adolescents (65.6%) participated in extracurricular activities. There was a significant association between adolescent perceptions of parenting style with adolescent sexual behavior (p= 0.008). There is no relationship between the use of certain substances with adolescent sexual behavior (p=0.333) and there is a relationship between the relationship between adolescent participation in extracurricular activities with adolescent sexual behavior (p= 0.032). Key Words: adolescent sexual behavior, parenting parents, extracurricular activities Hubungan Faktor Predisposisi Remaja Tentang Pengasuhan Orang Tua dengan Perilaku Seksual Remaja SMU di Kota Banjarmasin Tahun 2012 138 Caring, Vol.1, No.2, Maret 2015 HUBUNGAN FAKTOR PREDISPOSISI REMAJA TENTANG PENGASUHAN ORANG TUA DENGAN PERILAKU SEKSUAL REMAJA SMU 1 DI KOTA BANJARMASIN TAHUN 2012 Yuniarti1, Rusmilawaty2 INTISARI Latar Belakang: Kegiatan seksual menempatkan remaja pada tantangan risiko terhadap berbagai masalah kesehatan reproduksi. Remaja sering mendapatkan informasi atau nilainilai yang berlawanan misalnya gender dan seksualitas. Selain hal itu, orang tua sering enggan untuk terlibat dalam diskusi tentang masalah seksual dengan remaja karena normanorma budaya, ketidaktahuan mereka sendiri atau ketidaknyamanan (UNESCO, 2009). Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Banjarmasin Tahun 2010 diperoleh 237 remaja pernah melakukan hubungan seks pranikah, 50 kasus kehamilan remaja dan 169 kasus persalinan remaja. Tujuan: Mengetahui faktor predisposisi remaja tentang gaya pengasuhan orang tua dengan perilaku seksual remaja sehingga dapat menurunkan kejadian perilaku seksual yang berisiko bagi kesehatan reproduksi remaja. Metode: Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional analitik dengan rancangan cross sectional. Subjek penelitian ini adalah siswa SMU kelas IX. Teknik sampling menggunakan purposive sampling dan simple random sampling. Sampel berjumlah 192 responden. Hubungan antara variabel penelitian dianalisis dengan menggunakan uji chi square dengan kemaknaan 0,05 dan 95%CI. Hasil: 108 remaja (56,3%) dengan perilaku seksual ringan, 102 remaja (53,1%) merasa pola pengasuhan orang tua otoritatif, 165 remaja (85,9%) tidak menggunakan zat tertentu dan 129 remaja (65,6%) ikut serta dalam kegiatan ekstrakurikuler. Ada hubungan yang bermakna antara persepsi remaja tentang gaya pengasuhan orang tua dengan perilaku seksual remaja ( p=0,008). Tidak ada hubungan antara penggunaan zat tertentu dengan perilaku seksual remaja ( p=0,333) dan ada hubungan antara hubungan antara keikutsertaan remaja dalam kegiatan ekstrakurikuler dengan perilaku seksual remaja (p=0,032). Kata Kunci: Perilaku seksual remaja, pengasuhan orang tua, kegiatan ekstrakurikuler 1 2 Politeknik Kesehatan Banjarbaru Politeknik Kesehatan Banjarbaru Hubungan Faktor Predisposisi Remaja Tentang Pengasuhan Orang Tua dengan Perilaku Seksual Remaja SMU di Kota Banjarmasin Tahun 2012 139 Caring, Vol.1, No.2, Maret 2015 PENDAHULUAN Masa remaja merupakan masa peralihan antara masa kanak-kanak menuju masa dewasa, dimulai saat terjadinya kematangan seksual yaitu antara usia 11 atau 12 tahun sampai dengan 20 tahun, yaitu menjelang masa dewasa muda. Remaja tidak mempunyai tempat yang jelas, yaitu bahwa mereka tidak termasuk golongan anak-anak tetapi tidak juga termasuk golongan orang dewasa (Adijanti, 2004). Istilah remaja atau adolescence berasal dari kata latin yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa, karena itu masa remaja disebut juga sebagai masa peralihan dari anak-anak ke dewasa. Penduduk Indonesia berjumlah 213 juta dan 30% di antaranya (62 juta) adalah remaja. Menurut BKKBN (2005), sekitar 22% adalah kelompok umur 10-19 tahun yang terdiri dari 50,9% remaja lakilaki dan 49,1% remaja perempuan. Kelompok inilah yang rentan secara fisik dan psikis akan pelayanan publik dan ketidakterjangkauan informasi dalam masalah kesehatan reproduksi. Di negara berkembang kasus kehamilan yang tidak dikehendaki terjadi sebesar 60% (WHO, 2004). Menurut Wellings et al. (2006) hampir setiap negara aktivitas seksual laki-laki dan perempuan dimulai umur 15-19 tahun. Penelitian yang dilakukan di Amerika, sebesar 53% remaja perempuan dan 60% laki-laki dilaporkan telah melakukan seksual intercourse dan 11% dari remaja wanita tersebut berumur 14 tahun (Sieving et al., 2002). Perkembangan seksual merupakan sebuah proses perkembangan menuju kematangan yang terdiri dari perkembangan fisik, psikologis, emosional, sosial dan dimensi budaya. Menurut penelitian Meschke et al. (2002) perilaku seksual remaja dapat pula berkaitan dengan sejumlah faktor dari orang tua. Kegiatan seksual menempatkan remaja pada tantangan risiko terhadap berbagai masalah kesehatan reproduksi. Sekitar 1 miliar manusia hampir 1 di antara 6 manusia dibumi ini adalah remaja, 85% diantaranya hidup di negara berkembang. Setiap tahun kira-kira 15 juta remaja berusia 15-19 tahun melahirkan, 4 juta melakukan aborsi, dan hampir 60% kehamilan pada wanita di bawah usia 20 tahun adalah kehamilan yang tidak diinginkan (UNESCO, 2003). Kesehatan reproduksi dan seksualitas remaja dewasa ini sudah memperoleh peningkatan perhatian dari para peneliti dan pembuat kebijakan. Remaja sering dihadapkan pada beberapa sumber informasi dan nilai-nilai (misalnya dari orang tua, guru, media dan temanteman sebaya) didalam lingkungan masyarakat. Mereka sering mendapatkan informasi atau nilai-nilai yang berlawanan misalnya gender dan seksualitas. Selain hal itu, orang tua sering enggan untuk terlibat dalam diskusi tentang masalah seksual dengan remaja karena norma-norma budaya, ketidaktahuan mereka sendiri atau ketidaknyamanan (UNESCO, 2009). Survei Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia (SKRRI) 2007 menyebutkan 15% wanita dan 29% remaja laki-laki tidak pernah membahas kesehatan reproduksi dengan seseorang. Di antara responden yang mendiskusikan tentang isu kesehatan reproduksi, sebagian besar mendiskusikan dengan kelompoknya. Terdapat 1% wanita dan 6% remaja pria berusia 15 – 24 tahun pernah melakukan hubungan seksual. Hasil dari penelitian yang dilakukan BPS dan Internasional pada bulan Desember 2008 diperoleh 22% wanita dan 45% pria setuju/menerima hubungan seksual pranikah ternyata telah secara aktif pernah melakukan hubungan seksual (BPS & International, 2008). Hubungan Faktor Predisposisi Remaja Tentang Pengasuhan Orang Tua dengan Perilaku Seksual Remaja SMU di Kota Banjarmasin Tahun 2012 140 Caring, Vol.1, No.2, Maret 2015 Persepsi adalah bagaimana seseorang menafsirkan informasi secara seksama, sehingga perilakunya sesuai dengan yang diinginkan. Orang akan mempersepsikan informasi sesuai dengan predisposisi psikologisnya, yaitu akan memilih atau membuang informasi yang tidak dikehendaki karena menimbulkan kecemasan atau mekanisme pertahanan (Emilia, 2008). Persepsi remaja terhadap kehangatan dan dukungan orang tua sangat penting. Hal ini berkaitan dengan kualitas ikatan kasih sayang orang tua dan remaja termasuk fisik, verbal dan perilaku simbolik yang digunakan mengungkapkan perasaan ini (WHO, 2007). Sedangkan gaya pengasuhan orang tua didefinisikan oleh Darling dan Steinberg (1993) sebagai sekumpulan sikap yang dikomunikasikan kepada remaja dan bersama menciptakan suasana emosional dimana perilaku orang tua diekspresikan. Gaya pengasuhan tidak hanya terdiri atas peraturan, pembatasan, dan tuntutan tetapi juga aspek yang sangat penting yaitu komunikasi dan kehangatan orang tua. kehamilan remaja dan 169 kasus persalinan remaja. Hasil penelitian Wong et al. (2009) di Singapore tentang faktor yang berpengaruh terhadap remaja dengan perilaku seksual aktif menunjukkan bahwa pengasuhan orang tua otoritatif signifikan dalam menurunkan aktivitas remaja dengan seksual aktif dibandingkan dengan yang tidak aktif secara seksual. Kemampuan remaja untuk menolak aktivitas seksual berhubungan dengan kedekatan orang tua yang protektif dan bimbingan keagamaan pada remaja usia kurang enam belas (Taris & Semin, 1998; Blum et al., 2003). Penelitian yang dilakukan oleh Eastman et al. (2006) di California Selatan menyarankan perlunya keterlibatan orang tua dengan pendekatan keterampilan dalam berkomunikasi sebagai alat untuk mempromosikan perkembangan seksual remaja yang sehat dan mengurangi perilaku seksual berisiko. Berdasarkan latar belakang diatas timbul pertanyaan Faktor-faktor predisposisi remaja yang bagaimanakah yang berhubungan dengan perilaku seksual remaja di kota Banjarmasin Tahun 2012? METODE PENELITIAN Terbatasnya pengetahuan tentang kesehatan reproduksi telah meningkatkan risisko kehamilan yang tidak diinginkan (unwanted pregnancy) yang dapat mengarah pada tindakan aborsi. Walaupun aborsi dianggap sebagai tindakan tidak aman di Indonesia, namun angka kejadian aborsi 40%-50% yang sebagian besar adalah aborsi yang tidak aman yang dilakukan oleh remaja perempuan (UNFPA, 2001). Perilaku seksual remaja di Kota Banjarmasin dalam beberapa tahun ini semakin berisiko dan perlu mendapatkan perhatian. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Banjarmasin Tahun 2010 diperoleh 237 remaja pernah melakukan hubungan seks pranikah, 50 kasus Penelitian ini termasuk jenis penelitian analitik observasional dengan pendekatan cross sectional melalui pendekatan kuantitatif yaitu melakukan pengukuran variabel bebas dan variabel terikat pada waktu bersamaan. Variabel dalam penelitian ini adalah Perilaku seksual remaja adalah Segala tindakan/aktivitas remaja yang didorong hasrat seksual dan dan dapat menimbulkan gairah seksual terhadap lawan jenis yang dilakukan remaja sebelum menikah. pengukuran mengacu pada penelitian L’Engel et al (2006) yaitu perilaku seksual ringan bila melakukan aktivitas seksual berpegangan tangan, berciuman singkat (pipi, kening, bibir), berpelukan, Hubungan Faktor Predisposisi Remaja Tentang Pengasuhan Orang Tua dengan Perilaku Seksual Remaja SMU di Kota Banjarmasin Tahun 2012 141 Caring, Vol.1, No.2, Maret 2015 masturbasi/ onani dan perilaku seksual berat bila melakukan aktivitas seksual, berciuman sampai melibatkan lidah, saling menggesekkan atau menempelkan alat kelamin, oro-genital seks dan berhubungan seks. Persepsi remaja tentang gaya pengasuhan ayah/ ibu adalah Pemahaman remaja tentang konstruksi yang digunakan ayah/ ibu dalam menerapkan metode disiplin untuk mengontrol dan mensosialisasikan remaja untuk berperan serta dalam pengambilan keputusan di rumah. Gaya pengasuhan mengacu pada penelitian Huebner dan Howell (2003) yang membagi menjadi gaya pengasuhan otoritatif (demokrasi) dan non otoritatif. Penilaian melalui cut of point. Penggunaan zat tertentu oleh remaja adalah Penggunaan zat tertentu oleh remaja adalah Bahan atau produk tertentu yang digunakan remaja seperti merokok, alcohol dan pemakaian obat-obat terlarang . dikategorikan ya, jika remaja menggunakan salah satu atau semua produk tertentu. Keikutsertaan dalam kegiatan ekstrakurikuler adalah Keterlibatan remaja dalam kegiatan tambahan diluar jam sekolah seperti kegiatan organisasi, klub olah raga,kursus. Dikatakan ya bila remaja mengikuti salah satu atau keseluruhan kegiatan ekstrakurikuler. pilihan responden yaitu untuk jawaban responden sangat sering diberikan skor 4, sering diberi skor 3, jarang diberi skor 2 dan tidak pernah diberi skor 1. Perilaku seksual remaja diukur dengan menggunakan kuesioner dimana jumlah seluruh pertanyaan terdiri dari 10 butir soal. Pertanyaan yang digunakan adalah pertanyaan dengan pilihan “ya” dan “tidak”. Penggunaan zat tertentu oleh remaja diukur dengan menggunakan kuesioner yang terdiri atas 1 butir pertanyaan yang mengacu pada zat-zat tertentu yang digunakan remaja seperti merokok, minum minuman beralkohol dan obat-obatan. Penilaian untuk jawaban responden yang menggunakan diberi skor “1” dan yang tidak menggunakan diberi skor “0”. Untuk kegiatan ekstrakurikuler diukur dengan menggunakan kuesioner yang terdiri 1 butir soal. Pertanyaan yang diajukan adalah mengenai kegiatan diluar jam sekolah yang diikuti remaja. Penilaian untuk jawaban responden dengan kategori “tidak” diberi skor 1 dan kategori “ya” diberi skor 0. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner yang mengacu pada kuesioner Survei Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia dan Parental Authority questionnaire menurut Buri (1991). Kuesioner kemudian dimodifikasi dan dikembangkan oleh peneliti. Populasi penelitian adalah remaja yang sedang menempuh pendidikan di SMU Negeri 5, 6 dan 13 Banjarmasin. Sampel dalam penelitian ini adalah siswa SMU Negeri 5, 6 dan 13 Banjarmasin kelas IX. Kriteria inklusi: Siswa kelas IX, mempunyai Pacar/ pernah berpacaran, Pacar tinggal satu kota dengan responden, Tinggal bersama orang tua/ serumah, Bertempat tinggal di kota Banjarmasin. Kriteria eksklusi: Remaja yang tidak memiliki orang tua lengkap, Remaja yang tidak berpacaran. Kuesioner untuk Pengukuran persepsi remaja tentang gaya pengasuhan orang tua menggunakan peryataan yang sama yang terdiri dari 10 butir pertanyaan. Pengukuran yang digunakan adalah metode pengukuran skala Likert (skala sumatif). Penilaian jawaban berdasarkan Teknik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling dan teknik simple random sampling. Berdasarkan rumus Lameshow didapatkan jumlah sampel sebesar 192 orang. Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer. Pengambilan data Hubungan Faktor Predisposisi Remaja Tentang Pengasuhan Orang Tua dengan Perilaku Seksual Remaja SMU di Kota Banjarmasin Tahun 2012 142 Caring, Vol.1, No.2, Maret 2015 menggunakan kuesioner yang berisi pernyataan dan pertanyaan mengenai perilaku seksual remaja, persepsi remaja tentang gaya pengasuhan orang tua, penggunaan zat tertentu oleh remaja dan keikutsertaan dalam kegiatan ekstrakurikuler. Analisis data dilakukan untuk menganalisis univariat, bivariat dan multivariat. Analisis bivariat menggunakan uji statistik Chi Square dengan tingkat kemaknaan p<0,05 dan CI 95%. HASIL Hasil penelitian yang didapatkan dari karakteristik responden sebagai berikut. Tabel 1. Karakteristik Responden berdasarkan jenis kelamin dan umur Variabel Jenis Kelamin Laki- laki Perempuan Umur (tahun) 15 16 17 18 > 18 Frekuensi (%) 88 104 45,8 54,2 46 66 53 22 5 23,9 34,4 27,6 11,4 2,7 Analisis antara variabel bebas (persepsi remaja tentang gaya pengasuhan orang tua, penggunaan zat tertentu oleh remaja dan keikutsertaan dengan kegiatan ekstrakurikuler) dengan perilaku seksual remaja menggunakan uji statistik dengan cara tabel silang, uji hipotesis (nilai pvalue), CI 95%. Tabel 3. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Hubungan Persepsi Remaja Tentang Gaya Pengasuhan Orang Tua Dengan Perilaku seksual Remaja SMU Kota Banjarmasin Berdasarkan Tabel 1 menunjukkan bahwa sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan, 104 responden (54,2%) dan berusia 16 tahun, 66 Responden (34,4%). Tabel 2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Perilaku Seksual Remaja siswa SMU Kota Banjarmasin Variabel Perilaku Seksual Remaja Perilaku Seksual Ringan Perilaku Seksual Berat Persepsi Remaja Tentang Gaya Pengasuhan Orang Tua Otoritatif Non Otoritatif Penggunaan Zat Tertentu Tidak Menggunakan Menggunakan Keikutsertaan Dalam Kegiatan Ekstrakurikuler Ya Tidak Berdasarkan tabel 2 menunjukkan sebagian besar responden berperilaku seksual ringan dengan jumlah 108 responden (56,3%), sebagian besar mempunyai persepsi gaya pengasuhan orang tua mereka otoritatif, 102 responden (53,1%). 165 Responden (85,9%) tidak menggunakan zat tertentu dan 129 Responden (65,6%) ikut serta dalam kegiatan ekstrakurikuler. Frekuensi (%) 108 84 56,3 43,8 102 90 53,1 46,9 165 27 85,9 14,1 129 63 65,6 34,4 Persepsi Remaja Ttg Gaya Pengasuhan Orang Tua Otoritatif Non Otoritatif Total Perilaku Seksual Remaja Ringan Berat % % 67 67,5 41 45,6 108 56,3 35 34,3 49 54,4 84 43,8 Jumlah % 102 100 90 100 192 100 Uji Chi Square α 0,05 p 0,008 Pada tabel 3 menunjukan bahwa Sebagian besar 67 responden (65,7%) yang merasa pengasuhan yang diterapkan orang tua adalah otoritatif berperilaku seksual ringan. Dan 41 responden (45,6%) remaja yang merasa pengasuhan yang diterapkan orang tua adalah non otoritatif berperilaku seksual ringan. Hasil uji statistik chisquare menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara remaja yang merasa pengasuhan orang tua otoritatif dengan perilaku seksual p = 0,008. p-value <0,05. Hubungan Faktor Predisposisi Remaja Tentang Pengasuhan Orang Tua dengan Perilaku Seksual Remaja SMU di Kota Banjarmasin Tahun 2012 143 Caring, Vol.1, No.2, Maret 2015 Tabel 4. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Hubungan Penggunaan Zat Tertentu Dengan Perilaku Seksual Remaja SMU Kota Banjarmasin Penggunaan Zat Tertentu Tidak Menggunakan Total Perilaku Seksual Remaja Ringan Berat % % 90 75 54,5 45,5 18 66,7 9 33,3 108 56,3 84 43,8 Jumlah % 165 100 27 100 192 100 Uji Chi Square α 0,05 p 0,333 Tabel 4 menunjukan dari 165 responden yang tidak menggunakan zat tertentu terdapat 90 remaja (54,5%) yang berperilaku seksual ringan dan dari 27 remaja yang menggunakan zat tertentu terdapat 18 remaja (66,7%) yang berperilaku seksual ringan. Hasil uji statistik chi-square menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara remaja yang menggunakan zat tertentu dengan perilaku seksual p = 0,333. pvalue <0,05 Tabel 5. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Hubungan Keikutsertaan Dalam Kegiatan Ekstrakurikuler Dengan Perilaku Seksual Remaja SMU Kota Banjarmasin Keikutsertaan dalam kegiatan ekstrakurikuler Ya Tidak Total Perilaku Seksual Remaja Ringan Berat % % 80 62,0 28 44,4 108 56,3 49 38,0 35 55,6 84 43,8 Jumlah % 129 100 63 100 192 100 Uji Chi Square α 0,05 p 0,032 Pada Tabel 5 menunjukkan 129 responden yang ikut serta dalam kegiatan ekstrakurikuler terdapat 80 responden (62,0%) yang berperilaku seksual ringan dan dari 63 remaja yang tidak ikut serta dalam kegiatan ekstrakurikuler terdapat 28 remaja (44,4%) yang berperilaku seksual ringan. Hasil uji statistik chi-square menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara remaja yang ikut serta dalam kegiatan ekstrakurikuler dengan perilaku seksual p = 0,333. p-value <0,05. PEMBAHASAN a. Hubungan Persepsi Remaja Tentang Gaya Pengasuhan Orang Tua Dengan Perilaku Seksual Remaja SMU di Kota Banjarmasin Terdapat hubungan yang bermakna antara remaja yang merasa pengasuhan orang tua otoritatif dengan perilaku seksual p = 0,008. p-value <0,05. Dari penelitian ini diperoleh mayoritas perilaku seksual remaja kota Banjarmasin berada kategori perilaku seksual ringan. Prevalensi perilaku seksual ringan pada remaja di Kota Banjarmasin sebesar 56,3% (Tabel 4.3). Umumnya perilaku seksual yang dilakukan adalah berpegangan tangan, ciuman singkat, deep kissing dan masturbasi/ onani. Hal ini senada dengan data SKRRI yang menunjukkan bahwa aktivitas seksual yang sering dilakukan remaja saat pacaran adalah berpegangan tangan dan berciuman. Pada penelitian ini juga masih ditemukan kejadian perilaku seksual berat pada remaja. Perilaku seksual tidak hanya disebabkan oleh persepsi remaja tentang gaya pengasuhan orang tua saja tetapi menurut Sieving et al.(2002) dan Omoteso (2006) juga mungkin karena latar belakang keluarga seperti nilai religiusitas, terpaparan media massa, pendapatan keluarga dan status perkawinan serta demografi Hubungan Faktor Predisposisi Remaja Tentang Pengasuhan Orang Tua dengan Perilaku Seksual Remaja SMU di Kota Banjarmasin Tahun 2012 144 Caring, Vol.1, No.2, Maret 2015 mempengaruhi perilaku seksual remaja. Namun faktor-faktor tersebut tidak diteliti dalam penelitian ini sehingga tidak dapat dibuktikan konstribusinya pada kejadian perilaku seksual berat remaja. Remaja cenderung berpacaran dibelakang orang tua, keadaan ini mungkin terjadi karena dalam menerapkan proses pengasuhan sebahagian besar orang tua tidak memberikan dukungan remaja untuk pacaran, akibatnya mereka pacaran diluar pengawasan orang tua. Khususnya dalam penyampaian informasi kedua orang tua cenderung menutupi dan tidak memberikan bimbingan dengan jelas sehingga mereka lebih banyak mendapatkan informasi dari teman sebayanya. Hasil penelitian pada Tabel 2 menunjukkan 53,1% persentase remaja merasa gaya pengasuhan orangtua adalah otoritatif. Hal ini menurut Santrock (2003) akan meningkatkan kemampuan otonomi berkaitan dengan kecakapan sosial dan mengakibatkan keterikatan hubungan orang tua dan remaja. Keterikatan antara remaja dan orang tua akan menghasilkan hubungan dengan lingkungan sosial dan teman sebaya yang positif. Menurut Huebner dan Howell (2003) gaya pengasuhan orang tua otoritatif akan mengakibatkan kecenderungan remaja untuk terbuka dan bebas tetapi tetap memberi batasan dan mengendalikan tindakan-tindakan mereka. Gaya pengasuhan ini memberi kesempatan remaja untuk memiliki otoritas akan perilakunya. Komunikasi verbal timbal-balik dapat berlangsung dengan bebas, orang tua bersikap hangat dan membesarkan hati remaja. Penelitian ini menemukan pengasuhan non otoritatif gaya yang diterapkan orang tua berhubungan dengan perilaku seksual berat (54,4%). Hal ini memperlihatkan kecenderungan orang tua dengan pengasuhan non otoritatif dihubungkan dengan kejadian perilaku seksual berat, dikarenakan kurangnya kolaborasi antara komunikasi, pengawasan dan disiplin diantara orang tua dan remaja. Masalah perilaku seksual remaja Indonesia mengalami situasi konflik. Pengetahuan remaja sangat terbatas sebab pendidikan seks tidak diberikan secara formal dan komunikasi antara orang tua dengan remaja tentang seksualitas jarang dikarenakan faktor kultur, psikologis, serta permasalahan dalam komunikasi, juga karena orang tua tidak mempunyai pengalaman menerima informasi itu dari orang tua mereka (Utomo, 2003). Remaja yang merasa gaya pengasuhan orang tua non otoritatif mempunyai kemungkinan lebih besar untuk terjadi perilaku seksual berat dan hal ini menunjukkan kebermaknaan secara statistik dan praktis, Artinya remaja yang merasa pengasuhan orangtua non otoritatif mempunyai kecenderungan untuk terjadinya perilaku seksual berat lebih besar daripada pengasuhan otoritatif. Kenyataan menunjukkan bahwa gaya pengasuhan yang bermakna untuk menurunkan perilaku seksual berisiko adalah ketika orang tua memberikan kualitas interaksi mereka di rumah dan ketika orang tua terlibat dalam pengasuhan otoritatif. b. Hubungan Penggunaan Zat Tertentu Dengan Perilaku Seksual Remaja SMU di Kota Banjarmasin Penelitian ini juga menemukan tidak ada hubungan antara remaja yang menggunakan zat tertentu dengan Hubungan Faktor Predisposisi Remaja Tentang Pengasuhan Orang Tua dengan Perilaku Seksual Remaja SMU di Kota Banjarmasin Tahun 2012 145 Caring, Vol.1, No.2, Maret 2015 perilaku seksual. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Blum et al (2003) bahwa remaja yang mengunakan zat tertentu mempunyai kecenderungan untuk berperilaku seksual yang berisiko bagi kesehatan. Tidak ada hubungan antara penggunaan zat tertentu dengan perilaku seksual remaja kemungkinan dikarenakan gaya pengasuhan orang tua sebagian besar adalah otoritatif sehingga remaja menjadi orang yang mudah berinteraksi dan mempunyai proteksi terhadap dirinya. Menurut Santrock (2003) gaya pengasuhan non otoritatif pada orang tua akan mengakibatkan kecenderungan remaja untuk tidak memiliki keterikatan dan kecakapan sosial ketika berinteraksi dengan orang tua sehingga mereka akan cenderung tertutup. Keadaan ini akan mengakibatkan remaja tumbuh dan berkembang dalam lingkungan keluarga yang kurang sensitif terhadap masalah mereka. Selain itu, lingkungan keluarga yang negatif, akan membentuk remaja yang tidak punya proteksi terhadap perilaku orang-orang di sekelilingnya, sehingga tanpa bimbingan dari orang tua mereka akan terpengaruh. Selanjutnya hal ini akan cenderung mengantarkan remaja kepada perilaku berisiko seperti konsumsi minuman beralkohol, narkoba, dan perilaku seksual pranikah. Penelitian Damayanti (2007) menemukan perilaku seks pranikah erat kaitannya dengan penggunaan narkoba di kalangan para remaja Berpacaran sebagai proses perkembangan kepribadian seorang remaja karena ketertarikan antarlawan jenis. Namun, dalam perkembangan budaya justru cenderung permisif terhadap gaya pacaran remaja. Akibatnya, para remaja cenderung melakukan hubungan seks pranikah. Berdasarkan penelitiannya pula, perilaku remaja laki-laki dan perempuan hingga cium bibir masih sama. Akan tetapi, perilaku laki-laki menjadi lebih agresif dibandingkan remaja perempuan mulai dari tingkatan meraba dada. Seks pranikah yang dilakukan remaja laki-laki pun dua kali lebih banyak dibandingkan remaja perempuan. Merokok merupakan suatu pemandangan yang sangat tidak asing. Kebiasaan merokok dianggap dapat memberikan kenikmatan bagi si perokok, namun dilain pihak dapat menimbulkan dampak buruk bagi si perokok sendiri maupun orang – orang disekitarnya. Berbagai kandungan zat yang terdapat di dalam rokok memberikan dampak negatif bagi tubuh penghisapnya. Orang mencoba untuk merokok karena alasan ingin tahu atau ingin melepaskan diri dari rasa sakit fisik atau jiwa, membebaskan diri dari kebosanan. Namun satu sifat kepribadian yang bersifat prediktif pada pengguna obatobatan (termasuk rokok) ialah konformitas sosial. Orang yang memiliki skor tinggi pada berbagai tes konformitas sosial lebih mudah menjadi pengguna dibandingkan dengan mereka yang memiliki skor yang rendah (Nujumiah,2012). c. Hubungan Keikutsertaan Dalam Kegiatan Ekstrakurikuler Dengan Perilaku Seksual Remaja SMU di Kota Banjarmasin Dalam penelitian ini membuktikan bahwa keikutsertaan dalam kegiatan ekstrakurikuler berhubungan dengan perilaku seksual remaja. Hasil dari analisis bivariabel menunjukkan bahwa remaja yang ikut serta dengan kegiatan ekstrakurikuler memiliki perilaku seksual ringan yang lebih besar Hubungan Faktor Predisposisi Remaja Tentang Pengasuhan Orang Tua dengan Perilaku Seksual Remaja SMU di Kota Banjarmasin Tahun 2012 146 Caring, Vol.1, No.2, Maret 2015 dibandingkan remaja yang tidak ikut kegiatan ekstrakurikuler. Masa remaja merupakan masa belajar di sekolah. Selama menghabiskan waktu di sekolah, remaja sedang mengisi waktu dengan kegiatan positif. Namun pada kenyataannya, waktu luang di luar jam sekolah justru lebih banyak dibandingkan dengan jam sekolah. Hal tersebut memberi peluang kepada remaja salah bergaul dan melakukan kegiatan–kegiatan negatif sehingga terjebak pada kenakalan remaja (Damayanti, 2007). Kegiatan di masa remaja sering hanya berkisar pada kegiatan sekolah dan seputar usaha menyelesaikan urusan di rumah, selain urusan tersebut remaja memiliki banyak waktu luang. Waktu luang tanpa kegiatan terlalu banyak akan menimbulkan gagasan untuk mengisi waktu luang dengan berbagai bentuk kegiatan. Apabila remaja melakukan kegiatan yang positif tentu tidak akan menimbulkan masalah. Namun, jika waktu luang tersebut digunakan untuk melakukan kegiatan yang negatif maka lingkungan dapat terganggu (Nujumiah, 2012). Sekolah sebagai instansi yang selama ini dipercaya untuk mendidik anak– anak dan remaja dapat mengambil peran membantu remaja mengisi waktu luangnya dengan kegiatan positif. Sekolah dapat memfasilitasi dengan mengaktifkan kegiatan ekstrakurikuler di sekolah sehingga setelah jam sekolah usai siswa terhindar dari melakukan aktivitas yang mengarah pada kenakalan. Sekolah perlu memberikan kesempatan melaksanakan kegiatan– kegiatan nonakademik melalui perkumpulan penggemar olahraga sejenis, kesenian, dan lainnya untuk membantu remaja menyelesaikan tugas perkembangannya (Hapsari,2012). Kegiatan ekstrakurikuler dapat mencegah siswa melakukan tindakan yang menjurus kepada hal-hal yang negatif. Setelah pulang sekolah atau waktu liburan, remaja menghabiskan waktu di sekolah bersama dengan kelompok teman sebaya yang dibimbing oleh guru pembina ekstrakurikuler. Melalui kegiatan ekstrakurikuler, siswa diajarkan keterampilan teknis, disiplin, kerjasama, kepemimpinan dan nilai– nilai lain yang bermanfaat bagi perkembangan remaja. Aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler dapat memperkecil peluang siswa untuk bergabung dengan teman–teman sebaya yang melakukan aktivitas negatif (Damayanti, 2007). Kegiatan ekstrakurikuler dapat meningkatkan keterampilan interpersonal remaja. Melalui kegiatan ekstrakurikuler remaja menjalin hubungan interpersonal dengan teman sebaya anggota ekstrakurikuler yang diikuti, senior dan pembina ekstrakurikuler. Bagi remaja yang memiliki kompetensi interpersonal rendah, afiliasi dengan peer dalam kegiatan ekstrakurikuler dapat meningkatkan penerimaan sosial dan popularitas, menurunkan alienasi sosial, mengembangkan identitas sosial dan menurunkan perilaku antisosial (Mahoney, 2003 dalam Nujumiah, 2012). Remaja tidak tumbuh dan berkembang sendiri, tetapi perlu berinteraksi dengan orang tua, anggota keluarga dan teman. Remaja perlu diberikan perhatian dan pengawasan dari orang terdekatnya, terutama orang tua. Pengawasan orang tua adalah menetapkan batasan dan pedoman pada anak dalam berperilaku. Orang tua harus tahu apa yang terjadi di seputar dunia sosial anak, atau secara Hubungan Faktor Predisposisi Remaja Tentang Pengasuhan Orang Tua dengan Perilaku Seksual Remaja SMU di Kota Banjarmasin Tahun 2012 147 Caring, Vol.1, No.2, Maret 2015 sederhana orang tua tahu dimana dan dengan siapa dan apa yang dilakukan anak. Dengan mengetahui di mana keberadaan mereka dan dengan siapa anak remaja berada secara tidak langsung merupakan salah satu kepedulian orang tua terhadap remaja. Pengawasan orang tua bukan berarti menuntut kepatuhan atau ketaatan, mengontrol pilihan anak dan perilakunya, atau memaksakan keinginan orang tua terhadap anak. Dengan pengawasan dan perhatian orang tua yang baik akan memberikan pesan dalam peningkatan hak-hak mereka dan membuat remaja lebih bertanggung jawab terhadap perilaku mereka. Pengawasan perlu dilakukan sejak dini, karena bila dilakukan mulai pada masa remaja, maka remaja akan merasa orang tua terlalu berlebihan di dalam mengontrol aktifitas mereka. KESIMPULAN Dari hasil temuan pada penelitian dan analisis serta pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: a. Perilaku seksual remaja SMU di Kota Banjarmasin sebagian besar berperilaku seksual ringan. Perilaku seksual ringan yang sering remaja lakukan berupa berpegangan tangan dan berpelukan. Untuk perilaku seksual berat, aktivitas perilaku seksual yang sering dilakukan adalah deep kissing. b. Perilaku seksual berat lebih besar ditemukan pada remaja yang merasa gaya pengasuhan orang tua non otoritatif dibandingkan gaya pengasuhan orang tua otoritatif. c. Penggunaan zat tertentu oleh remaja tidak berhubungan dengan perilaku seksual remaja. d. Keikutsertaan remaja dalam kegiatan ekstrakurikuler berhubungan dengan perilaku seksual remaja. DAFTAR RUJUKAN Ajzen, I. (2006) Theory of planned behavior. Available from: <http://people.umass.edu/aizen/tpb. html> [Accessed 8 Oktober 2009]. BPS, BKKBN, Depkes, Macro International (2008) Survei kesehatan reproduksi remaja Indonesia 2007. Calverton, Maryland, USA: BPS Macro International. Blum, R.W., Halcon, L., Beuhring, T., Pate, E., Campell-Forrester, S., Venema, A. (2003) Adolescent health in the Caribbean: risk and protective factors. Am J Public Health, 93(3):456-460. Damayanti, Rita (2007), Kegiatan Ekstrakurikuler dan Perilaku Remaja, Gemari edisi 73/ tahun VIII. Darling, N., Steinberg, L. (1993) Parenting style as context: an integrative model. Psychol Bull, 11(3): 487496. Devore, E.R., Ginsburg, K.R. (2005) The protective effects of good parenting on adolescents. Curr Opin Pediatr, 17(4):460-5. Eastman, K.L., Corona, R., Schuster, M.A. (2006) Talking parents, healthy teens: a worksite-based program for parents to promote adolescent sexual health. Prev Chronic Dis, 3(4):A126. Emilia,O. (2008) Promosi kesehatan dalam lingkup kesehatan reproduksi. Yogyakata: Pustaka Cendikia Press, pp. 28-32. Hubungan Faktor Predisposisi Remaja Tentang Pengasuhan Orang Tua dengan Perilaku Seksual Remaja SMU di Kota Banjarmasin Tahun 2012 148 Caring, Vol.1, No.2, Maret 2015 Etzkin, R. (2004) How parenting style and religiosity affect the timing of jewish adolescents sexual debut. Thesis. Florida: University of Florida. Hapsari, Retno Utami, 2010. Hubungan antara Minat Mengikuti Kegiatan Ekstrakurikuler dengan Intensi Delikuensi Remaja Pada Siswa SMK Semarang, Jurnal. Fakultas Psikologi Undip, Semarang Huebner, A. J., Howell, L. W. (2003) Examining the relationship between adolescent sexual risk-taking and perceptions of monitoring, communication, and parenting styles. J Adolesc Health, 33(2), 7178. L’Engle, K.L., Brown, J.D., Kenneavy, K. (2006) The mass media are an important contex for adolescents sexual behaviour. J Adolesc Health, 38(3):186-192. Meschke, L.L., Bartholomae, S., Zental, S.R. (2002) Adolescent sexuality and parent adolescent process: promoting healthy teen choices. J Adolesc Health, 31(6):264-279. Nujumiah, 2012. Makalah Remaja dan Permasalahannya; Bahaya Merokok, Penyimpangan Seks Pada Remaja dan Bahaya Penyalahgunaan Minuman Keras dan Narkoba, Jakarta Omoteso, B. A. (2006) A study of the sexual behaviour of University undergraduate students in Southwestern Nigeria. J. Soc. Sci, 12(2): 129-133. Pangkahila, A. (2007) Perilaku seksual remaja. In Soetjiningsih (Ed.), Tumbuh kembang remaja dan permasalahannya. Jakarta: Sagung Seto. Santrock, J. W. (2003). Adolescence perkembangan remaja. 6th ed. W. C. Sarwono, S.W. (2006) Psikologi remaja (Ed.rev.) Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Sieving, R.E., Oliphant, J.A., Blum, R.W. (2002) Adolescent sexual behavior and sexual health. Pediatr Rev, 23(12):407. Soetjiningsih (2007) Tumbuh kembang remaja dan permasalahannya. Jakarta: Sagung Seto. UNESCO (2009) International Guidelines on Sexuality Education: an evidence informed approach to effective sex, relationships and HIV/STI education. New York: UNESCO. UNFPA (2001) Project Agreement between the Republic of Indonesia and The United Nations Populations Fund. Available www.unfpa. org/monitoring/pdf/nissue27.pdf.[Diakses 10 Desember 2009] Utomo, I.D. (2003) Adolescent and youth reproductive health in indonesia status, issue, policies and program. Indonesia: The Johns Hopkins Center for Communication Programs-STARH Program Wellings, K., Collumbein, M., Slaymaker, E., Singh, S., Hodgers, Z., Patel, D., Hubungan Faktor Predisposisi Remaja Tentang Pengasuhan Orang Tua dengan Perilaku Seksual Remaja SMU di Kota Banjarmasin Tahun 2012 149 Caring, Vol.1, No.2, Maret 2015 Bajos, N. (2006) Sexual behaviour in context: a global perspective. Lancet, 368(9548):1706-28. WHO (2004) Adolescents friendly health services in the South-East Asia Region. Report of a Regional Consultation, Bali, Indonesia. New Delhi: WHO Regional Office for South-East Asia. WHO, UNICEF, UNFPA (1999) Program for adolescent health and development: Report of a WHO/UNICEF/UNFPA study group on programming for adolescent health. Geneva: WHO.886. WHO (2007) Helping parents in developing countries improve adolescents health. Geneva: WHO. Wong, M.L., Chan, W.R.K., Koh, D., Tan, H.H., Lim, S.F., Emmanuel, S., Bishop, G. (2009) Premarital sexual intercourse among adolescents in an Asian Country: Multilevel ecological factors. Pediatrics, 124(1):e44-e52. Hubungan Faktor Predisposisi Remaja Tentang Pengasuhan Orang Tua dengan Perilaku Seksual Remaja SMU di Kota Banjarmasin Tahun 2012 150