Healthy, Vol.1, No.1, Juni 2012

advertisement
Caring, Vol.1, No.2, Maret 2015
RELATIONS OF ADOLESCENT PREDISPOSE FACTOR ABOUT PARENTING
PARENTS WITH SENIOR HIGH SCHOOL TEENAGER SEXUAL BEHAVIOR IN
BANJARMASIN 2014
Yuniarti1, Rusmilawaty2
ABSTRACT
Background: Sexual activity puts adolescents at risk challenges to reproductive health
issues. Teens often obtain information or values such opposite gender and sexuality. In
addition to this, parents are often reluctant to engage in discussion about sexual issues with
adolescents because of cultural norms, their own ignorance or discomfort (UNESCO, 2009).
Based on data from Banjarmasin City Health Department in 2010 acquired 237 teens have
had sex before marriage, 50 cases teenage pregnancy and 169 cases of teenage labor.
Objective: To determine factors predispose adolescents on parenting style with adolescent
sexual behavior so as to reduce the incidence of risky sexual behavior of adolescent
reproductive health.
Methods: The study was observational analytic study with cross sectional design. The
subjects were grade IX high school students. The sampling technique used purposive
sampling and simple random sampling. The sample totaled 192 respondents. The relationship
between variables was analyzed using the chi square test with a significance of 0.05 and 95 %
CI.
Result: 108 adolescents (56.3 %) with mild sexual behavior, 102 adolescents (53.1 %) felt
the pattern of authoritative parenting, 165 adolescents (85.9%) did not use certain substances
and 129 adolescents (65.6%) participated in extracurricular activities. There was a significant
association between adolescent perceptions of parenting style with adolescent sexual behavior
(p= 0.008). There is no relationship between the use of certain substances with adolescent
sexual behavior (p=0.333) and there is a relationship between the relationship between
adolescent participation in extracurricular activities with adolescent sexual behavior (p=
0.032).
Key Words: adolescent sexual behavior, parenting parents, extracurricular activities
Hubungan Faktor Predisposisi Remaja Tentang Pengasuhan Orang Tua dengan Perilaku Seksual Remaja
SMU di Kota Banjarmasin Tahun 2012
138
Caring, Vol.1, No.2, Maret 2015
HUBUNGAN FAKTOR PREDISPOSISI REMAJA TENTANG
PENGASUHAN ORANG TUA DENGAN
PERILAKU SEKSUAL REMAJA SMU
1
DI KOTA BANJARMASIN TAHUN 2012
Yuniarti1, Rusmilawaty2
INTISARI
Latar Belakang: Kegiatan seksual menempatkan remaja pada tantangan risiko terhadap
berbagai masalah kesehatan reproduksi. Remaja sering mendapatkan informasi atau nilainilai yang berlawanan misalnya gender dan seksualitas. Selain hal itu, orang tua sering
enggan untuk terlibat dalam diskusi tentang masalah seksual dengan remaja karena normanorma budaya, ketidaktahuan mereka sendiri atau ketidaknyamanan (UNESCO, 2009).
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Banjarmasin Tahun 2010 diperoleh 237 remaja
pernah melakukan hubungan seks pranikah, 50 kasus kehamilan remaja dan 169 kasus
persalinan remaja.
Tujuan: Mengetahui faktor predisposisi remaja tentang gaya pengasuhan orang tua dengan
perilaku seksual remaja sehingga dapat menurunkan kejadian perilaku seksual yang berisiko
bagi kesehatan reproduksi remaja.
Metode: Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional analitik dengan rancangan cross
sectional. Subjek penelitian ini adalah siswa SMU kelas IX. Teknik sampling menggunakan
purposive sampling dan simple random sampling. Sampel berjumlah 192 responden.
Hubungan antara variabel penelitian dianalisis dengan menggunakan uji chi square dengan
kemaknaan 0,05 dan 95%CI.
Hasil: 108 remaja (56,3%) dengan perilaku seksual ringan, 102 remaja (53,1%) merasa pola
pengasuhan orang tua otoritatif, 165 remaja (85,9%) tidak menggunakan zat tertentu dan 129
remaja (65,6%) ikut serta dalam kegiatan ekstrakurikuler. Ada hubungan yang bermakna
antara persepsi remaja tentang gaya pengasuhan orang tua dengan perilaku seksual remaja (
p=0,008). Tidak ada hubungan antara penggunaan zat tertentu dengan perilaku seksual
remaja ( p=0,333) dan ada hubungan antara hubungan antara keikutsertaan remaja dalam
kegiatan ekstrakurikuler dengan perilaku seksual remaja (p=0,032).
Kata Kunci: Perilaku seksual remaja, pengasuhan orang tua, kegiatan ekstrakurikuler
1
2
Politeknik Kesehatan Banjarbaru
Politeknik Kesehatan Banjarbaru
Hubungan Faktor Predisposisi Remaja Tentang Pengasuhan Orang Tua dengan Perilaku Seksual Remaja
SMU di Kota Banjarmasin Tahun 2012
139
Caring, Vol.1, No.2, Maret 2015
PENDAHULUAN
Masa remaja merupakan masa peralihan
antara masa kanak-kanak menuju masa
dewasa,
dimulai
saat
terjadinya
kematangan seksual yaitu antara usia 11
atau 12 tahun sampai dengan 20 tahun,
yaitu menjelang masa dewasa muda.
Remaja tidak mempunyai tempat yang
jelas, yaitu bahwa mereka tidak termasuk
golongan anak-anak tetapi tidak juga
termasuk
golongan
orang
dewasa
(Adijanti, 2004). Istilah remaja atau
adolescence berasal dari kata latin yang
berarti tumbuh atau tumbuh menjadi
dewasa, karena itu masa remaja disebut
juga sebagai masa peralihan dari anak-anak
ke dewasa. Penduduk Indonesia berjumlah
213 juta dan 30% di antaranya (62 juta)
adalah remaja. Menurut BKKBN (2005),
sekitar 22% adalah kelompok umur 10-19
tahun yang terdiri dari 50,9% remaja lakilaki dan 49,1% remaja perempuan.
Kelompok inilah yang rentan secara fisik
dan psikis akan pelayanan publik dan
ketidakterjangkauan
informasi
dalam
masalah kesehatan reproduksi.
Di negara berkembang kasus kehamilan
yang tidak dikehendaki terjadi sebesar 60%
(WHO, 2004). Menurut Wellings et al.
(2006) hampir setiap negara aktivitas
seksual laki-laki dan perempuan dimulai
umur 15-19 tahun. Penelitian yang
dilakukan di Amerika, sebesar 53% remaja
perempuan dan 60% laki-laki dilaporkan
telah melakukan seksual intercourse dan
11% dari remaja wanita tersebut berumur
14 tahun (Sieving et al., 2002).
Perkembangan seksual merupakan sebuah
proses perkembangan menuju kematangan
yang terdiri dari perkembangan fisik,
psikologis, emosional, sosial dan dimensi
budaya. Menurut penelitian Meschke et al.
(2002) perilaku seksual remaja dapat pula
berkaitan dengan sejumlah faktor dari
orang tua. Kegiatan seksual menempatkan
remaja pada tantangan risiko terhadap
berbagai masalah kesehatan reproduksi.
Sekitar 1 miliar manusia hampir 1 di antara
6 manusia dibumi ini adalah remaja, 85%
diantaranya hidup di negara berkembang.
Setiap tahun kira-kira 15 juta remaja
berusia 15-19 tahun melahirkan, 4 juta
melakukan aborsi, dan hampir 60%
kehamilan pada wanita di bawah usia 20
tahun adalah kehamilan yang tidak
diinginkan (UNESCO, 2003). Kesehatan
reproduksi dan seksualitas remaja dewasa
ini sudah memperoleh peningkatan
perhatian dari para peneliti dan pembuat
kebijakan.
Remaja sering dihadapkan pada beberapa
sumber informasi dan nilai-nilai (misalnya
dari orang tua, guru, media dan temanteman sebaya) didalam lingkungan
masyarakat. Mereka sering mendapatkan
informasi atau nilai-nilai yang berlawanan
misalnya gender dan seksualitas. Selain hal
itu, orang tua sering enggan untuk terlibat
dalam diskusi tentang masalah seksual
dengan remaja karena norma-norma
budaya, ketidaktahuan mereka sendiri atau
ketidaknyamanan (UNESCO, 2009).
Survei Kesehatan Reproduksi Remaja
Indonesia (SKRRI) 2007 menyebutkan
15% wanita dan 29% remaja laki-laki tidak
pernah membahas kesehatan reproduksi
dengan seseorang. Di antara responden
yang mendiskusikan tentang isu kesehatan
reproduksi, sebagian besar mendiskusikan
dengan kelompoknya. Terdapat 1% wanita
dan 6% remaja pria berusia 15 – 24 tahun
pernah melakukan hubungan seksual. Hasil
dari penelitian yang dilakukan BPS dan
Internasional pada bulan Desember 2008
diperoleh 22% wanita dan 45% pria
setuju/menerima
hubungan
seksual
pranikah ternyata telah secara aktif pernah
melakukan hubungan seksual (BPS &
International, 2008).
Hubungan Faktor Predisposisi Remaja Tentang Pengasuhan Orang Tua dengan Perilaku Seksual Remaja
SMU di Kota Banjarmasin Tahun 2012
140
Caring, Vol.1, No.2, Maret 2015
Persepsi adalah bagaimana seseorang
menafsirkan informasi secara seksama,
sehingga perilakunya sesuai dengan yang
diinginkan. Orang akan mempersepsikan
informasi sesuai dengan predisposisi
psikologisnya, yaitu akan memilih atau
membuang
informasi
yang
tidak
dikehendaki
karena
menimbulkan
kecemasan atau mekanisme pertahanan
(Emilia, 2008).
Persepsi remaja terhadap kehangatan dan
dukungan orang tua sangat penting. Hal ini
berkaitan dengan kualitas ikatan kasih
sayang orang tua dan remaja termasuk
fisik, verbal dan perilaku simbolik yang
digunakan mengungkapkan perasaan ini
(WHO,
2007).
Sedangkan
gaya
pengasuhan orang tua didefinisikan oleh
Darling dan Steinberg (1993) sebagai
sekumpulan sikap yang dikomunikasikan
kepada remaja dan bersama menciptakan
suasana emosional dimana perilaku orang
tua diekspresikan. Gaya pengasuhan tidak
hanya terdiri atas peraturan, pembatasan,
dan tuntutan tetapi juga aspek yang sangat
penting yaitu komunikasi dan kehangatan
orang tua.
kehamilan remaja dan 169 kasus persalinan
remaja. Hasil penelitian Wong et al. (2009)
di Singapore tentang faktor yang
berpengaruh terhadap remaja dengan
perilaku seksual aktif menunjukkan bahwa
pengasuhan orang tua otoritatif signifikan
dalam menurunkan aktivitas remaja
dengan seksual aktif dibandingkan dengan
yang tidak aktif secara seksual.
Kemampuan remaja untuk menolak
aktivitas seksual berhubungan dengan
kedekatan orang tua yang protektif dan
bimbingan keagamaan pada remaja usia
kurang enam belas (Taris & Semin, 1998;
Blum et al., 2003). Penelitian yang
dilakukan oleh Eastman et al. (2006) di
California Selatan menyarankan perlunya
keterlibatan orang tua dengan pendekatan
keterampilan dalam berkomunikasi sebagai
alat untuk mempromosikan perkembangan
seksual remaja yang sehat dan mengurangi
perilaku seksual berisiko. Berdasarkan
latar belakang diatas timbul pertanyaan
Faktor-faktor predisposisi remaja yang
bagaimanakah yang berhubungan dengan
perilaku seksual remaja
di
kota
Banjarmasin Tahun 2012?
METODE PENELITIAN
Terbatasnya
pengetahuan
tentang
kesehatan reproduksi telah meningkatkan
risisko kehamilan yang tidak diinginkan
(unwanted
pregnancy)
yang
dapat
mengarah pada tindakan aborsi. Walaupun
aborsi dianggap sebagai tindakan tidak
aman di Indonesia, namun angka kejadian
aborsi 40%-50% yang sebagian besar
adalah aborsi yang tidak aman yang
dilakukan
oleh
remaja
perempuan
(UNFPA, 2001).
Perilaku seksual remaja di Kota
Banjarmasin dalam beberapa tahun ini
semakin berisiko dan perlu mendapatkan
perhatian. Berdasarkan data Dinas
Kesehatan Kota Banjarmasin Tahun 2010
diperoleh 237 remaja pernah melakukan
hubungan seks pranikah, 50 kasus
Penelitian ini termasuk jenis penelitian
analitik observasional dengan pendekatan
cross sectional melalui pendekatan
kuantitatif yaitu melakukan pengukuran
variabel bebas dan variabel terikat pada
waktu bersamaan.
Variabel dalam penelitian ini adalah
Perilaku seksual remaja adalah Segala
tindakan/aktivitas remaja yang didorong
hasrat seksual dan dan dapat menimbulkan
gairah seksual terhadap lawan jenis yang
dilakukan remaja sebelum menikah.
pengukuran mengacu pada penelitian
L’Engel et al (2006) yaitu perilaku seksual
ringan bila melakukan aktivitas seksual
berpegangan tangan, berciuman singkat
(pipi,
kening,
bibir),
berpelukan,
Hubungan Faktor Predisposisi Remaja Tentang Pengasuhan Orang Tua dengan Perilaku Seksual Remaja
SMU di Kota Banjarmasin Tahun 2012
141
Caring, Vol.1, No.2, Maret 2015
masturbasi/ onani dan perilaku seksual
berat bila melakukan aktivitas seksual,
berciuman sampai melibatkan lidah, saling
menggesekkan atau menempelkan alat
kelamin, oro-genital seks dan berhubungan
seks. Persepsi remaja tentang gaya
pengasuhan ayah/ ibu adalah Pemahaman
remaja tentang konstruksi yang digunakan
ayah/ ibu dalam menerapkan metode
disiplin
untuk
mengontrol
dan
mensosialisasikan remaja untuk berperan
serta dalam pengambilan keputusan di
rumah. Gaya pengasuhan mengacu pada
penelitian Huebner dan Howell (2003)
yang membagi menjadi gaya pengasuhan
otoritatif (demokrasi) dan non otoritatif.
Penilaian melalui cut of point. Penggunaan
zat tertentu oleh remaja adalah Penggunaan
zat tertentu oleh remaja adalah Bahan atau
produk tertentu yang digunakan remaja
seperti merokok, alcohol dan pemakaian
obat-obat terlarang . dikategorikan ya, jika
remaja menggunakan salah satu atau
semua produk tertentu. Keikutsertaan
dalam kegiatan ekstrakurikuler adalah
Keterlibatan remaja dalam kegiatan
tambahan diluar jam sekolah seperti
kegiatan organisasi, klub olah raga,kursus.
Dikatakan ya bila remaja mengikuti salah
satu
atau
keseluruhan
kegiatan
ekstrakurikuler.
pilihan responden yaitu untuk jawaban
responden sangat sering diberikan skor 4,
sering diberi skor 3, jarang diberi skor 2
dan tidak pernah diberi skor 1. Perilaku
seksual
remaja
diukur
dengan
menggunakan kuesioner dimana jumlah
seluruh pertanyaan terdiri dari 10 butir
soal. Pertanyaan yang digunakan adalah
pertanyaan dengan pilihan “ya” dan
“tidak”. Penggunaan zat tertentu oleh
remaja diukur dengan menggunakan
kuesioner yang terdiri atas 1 butir
pertanyaan yang mengacu pada zat-zat
tertentu yang digunakan remaja seperti
merokok, minum minuman beralkohol dan
obat-obatan. Penilaian untuk jawaban
responden yang menggunakan diberi skor
“1” dan yang tidak menggunakan diberi
skor “0”. Untuk kegiatan ekstrakurikuler
diukur dengan menggunakan kuesioner
yang terdiri 1 butir soal. Pertanyaan yang
diajukan adalah mengenai kegiatan diluar
jam sekolah yang diikuti remaja. Penilaian
untuk jawaban responden dengan kategori
“tidak” diberi skor 1 dan kategori “ya”
diberi skor 0.
Instrumen
yang
digunakan
dalam
penelitian ini adalah kuesioner yang
mengacu pada kuesioner Survei Kesehatan
Reproduksi Remaja Indonesia dan
Parental Authority questionnaire menurut
Buri
(1991).
Kuesioner
kemudian
dimodifikasi dan dikembangkan oleh
peneliti.
Populasi penelitian adalah remaja yang
sedang menempuh pendidikan di SMU
Negeri 5, 6 dan 13 Banjarmasin. Sampel
dalam penelitian ini adalah siswa SMU
Negeri 5, 6 dan 13 Banjarmasin kelas IX.
Kriteria inklusi:
Siswa kelas IX,
mempunyai Pacar/ pernah berpacaran,
Pacar tinggal satu kota dengan responden,
Tinggal bersama orang tua/ serumah,
Bertempat tinggal di kota Banjarmasin.
Kriteria eksklusi: Remaja yang tidak
memiliki orang tua lengkap, Remaja yang
tidak berpacaran.
Kuesioner untuk Pengukuran persepsi
remaja tentang gaya pengasuhan orang tua
menggunakan peryataan yang sama yang
terdiri dari 10 butir pertanyaan.
Pengukuran yang digunakan adalah
metode pengukuran skala Likert (skala
sumatif). Penilaian jawaban berdasarkan
Teknik pengambilan sampel menggunakan
purposive sampling dan teknik simple
random sampling. Berdasarkan rumus
Lameshow didapatkan jumlah sampel
sebesar 192 orang.
Data yang digunakan pada penelitian ini
adalah data primer. Pengambilan data
Hubungan Faktor Predisposisi Remaja Tentang Pengasuhan Orang Tua dengan Perilaku Seksual Remaja
SMU di Kota Banjarmasin Tahun 2012
142
Caring, Vol.1, No.2, Maret 2015
menggunakan kuesioner yang berisi
pernyataan dan pertanyaan mengenai
perilaku seksual remaja, persepsi remaja
tentang gaya pengasuhan orang tua,
penggunaan zat tertentu oleh remaja dan
keikutsertaan
dalam
kegiatan
ekstrakurikuler. Analisis data dilakukan
untuk menganalisis univariat, bivariat dan
multivariat. Analisis bivariat menggunakan
uji statistik Chi Square dengan tingkat
kemaknaan p<0,05 dan CI 95%.
HASIL
Hasil penelitian yang didapatkan dari
karakteristik responden sebagai berikut.
Tabel 1. Karakteristik Responden
berdasarkan jenis kelamin dan umur
Variabel
Jenis Kelamin
Laki- laki
Perempuan
Umur (tahun)
15
16
17
18
> 18
Frekuensi
(%)
88
104
45,8
54,2
46
66
53
22
5
23,9
34,4
27,6
11,4
2,7
Analisis antara variabel bebas (persepsi
remaja tentang gaya pengasuhan orang tua,
penggunaan zat tertentu oleh remaja dan
keikutsertaan
dengan
kegiatan
ekstrakurikuler) dengan perilaku seksual
remaja menggunakan uji statistik dengan
cara tabel silang, uji hipotesis (nilai
pvalue), CI 95%.
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Responden
Berdasarkan Hubungan Persepsi Remaja
Tentang Gaya Pengasuhan Orang Tua
Dengan Perilaku seksual Remaja SMU
Kota Banjarmasin
Berdasarkan Tabel 1 menunjukkan bahwa
sebagian besar responden berjenis kelamin
perempuan, 104 responden (54,2%) dan
berusia 16 tahun, 66 Responden (34,4%).
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Responden
Berdasarkan Perilaku Seksual Remaja
siswa SMU Kota Banjarmasin
Variabel
Perilaku Seksual Remaja
Perilaku Seksual Ringan
Perilaku Seksual Berat
Persepsi Remaja Tentang
Gaya Pengasuhan Orang Tua
Otoritatif
Non Otoritatif
Penggunaan Zat Tertentu
Tidak Menggunakan
Menggunakan
Keikutsertaan Dalam
Kegiatan Ekstrakurikuler
Ya
Tidak
Berdasarkan tabel 2 menunjukkan sebagian
besar responden berperilaku seksual ringan
dengan jumlah 108 responden (56,3%),
sebagian besar mempunyai persepsi gaya
pengasuhan orang tua mereka otoritatif,
102 responden (53,1%). 165 Responden
(85,9%) tidak menggunakan zat tertentu
dan 129 Responden (65,6%) ikut serta
dalam kegiatan ekstrakurikuler.
Frekuensi
(%)
108
84
56,3
43,8
102
90
53,1
46,9
165
27
85,9
14,1
129
63
65,6
34,4
Persepsi Remaja
Ttg Gaya
Pengasuhan
Orang Tua
Otoritatif
Non Otoritatif
Total
Perilaku
Seksual Remaja
Ringan Berat
%
%
67
67,5
41
45,6
108
56,3
35
34,3
49
54,4
84
43,8
Jumlah
%
102
100
90
100
192
100
Uji Chi Square α 0,05 p 0,008
Pada tabel 3 menunjukan bahwa Sebagian
besar 67 responden (65,7%) yang merasa
pengasuhan yang diterapkan orang tua
adalah otoritatif berperilaku seksual ringan.
Dan 41 responden (45,6%) remaja yang
merasa pengasuhan yang diterapkan orang
tua adalah non otoritatif berperilaku
seksual ringan. Hasil uji statistik chisquare menunjukkan ada hubungan yang
bermakna antara remaja yang merasa
pengasuhan orang tua otoritatif dengan
perilaku seksual p = 0,008. p-value <0,05.
Hubungan Faktor Predisposisi Remaja Tentang Pengasuhan Orang Tua dengan Perilaku Seksual Remaja
SMU di Kota Banjarmasin Tahun 2012
143
Caring, Vol.1, No.2, Maret 2015
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Responden
Berdasarkan Hubungan Penggunaan Zat
Tertentu Dengan Perilaku Seksual Remaja
SMU Kota Banjarmasin
Penggunaan
Zat Tertentu
Tidak
Menggunakan
Total
Perilaku Seksual
Remaja
Ringan
Berat
%
%
90
75
54,5
45,5
18
66,7
9
33,3
108
56,3
84
43,8
Jumlah
%
165
100
27
100
192
100
Uji Chi Square α 0,05 p 0,333
Tabel 4 menunjukan dari 165 responden
yang tidak menggunakan zat tertentu
terdapat 90 remaja (54,5%) yang
berperilaku seksual ringan dan dari 27
remaja yang menggunakan zat tertentu
terdapat 18 remaja (66,7%) yang
berperilaku seksual ringan. Hasil uji
statistik chi-square menunjukkan tidak
ada hubungan
yang bermakna antara
remaja yang menggunakan zat tertentu
dengan perilaku seksual p = 0,333. pvalue <0,05
Tabel 5. Distribusi Frekuensi Responden
Berdasarkan Hubungan Keikutsertaan
Dalam Kegiatan Ekstrakurikuler Dengan
Perilaku Seksual Remaja SMU
Kota Banjarmasin
Keikutsertaan
dalam kegiatan
ekstrakurikuler
Ya
Tidak
Total
Perilaku
Seksual Remaja
Ringan Berat
%
%
80
62,0
28
44,4
108
56,3
49
38,0
35
55,6
84
43,8
Jumlah
%
129
100
63
100
192
100
Uji Chi Square α 0,05 p 0,032
Pada Tabel 5 menunjukkan 129 responden
yang
ikut
serta
dalam
kegiatan
ekstrakurikuler terdapat 80 responden
(62,0%) yang berperilaku seksual ringan
dan dari 63 remaja yang tidak ikut serta
dalam kegiatan ekstrakurikuler terdapat 28
remaja (44,4%) yang berperilaku seksual
ringan. Hasil uji statistik
chi-square
menunjukkan ada hubungan
yang
bermakna antara remaja yang ikut serta
dalam kegiatan ekstrakurikuler dengan
perilaku seksual p = 0,333. p-value <0,05.
PEMBAHASAN
a. Hubungan Persepsi Remaja Tentang
Gaya Pengasuhan Orang Tua Dengan
Perilaku Seksual Remaja SMU di Kota
Banjarmasin
Terdapat hubungan yang bermakna
antara remaja yang merasa pengasuhan
orang tua otoritatif dengan perilaku
seksual p = 0,008. p-value <0,05. Dari
penelitian ini diperoleh mayoritas
perilaku
seksual
remaja
kota
Banjarmasin berada kategori perilaku
seksual ringan. Prevalensi perilaku
seksual ringan pada remaja di Kota
Banjarmasin
sebesar 56,3% (Tabel
4.3). Umumnya perilaku seksual yang
dilakukan adalah berpegangan tangan,
ciuman singkat, deep kissing dan
masturbasi/ onani. Hal ini senada
dengan data SKRRI yang menunjukkan
bahwa aktivitas seksual yang sering
dilakukan remaja saat pacaran adalah
berpegangan tangan dan berciuman.
Pada penelitian ini juga masih
ditemukan kejadian perilaku seksual
berat pada remaja. Perilaku seksual
tidak hanya disebabkan oleh persepsi
remaja tentang gaya pengasuhan orang
tua saja tetapi menurut Sieving et
al.(2002) dan Omoteso (2006) juga
mungkin karena latar belakang keluarga
seperti nilai religiusitas, terpaparan
media massa, pendapatan keluarga dan
status perkawinan serta demografi
Hubungan Faktor Predisposisi Remaja Tentang Pengasuhan Orang Tua dengan Perilaku Seksual Remaja
SMU di Kota Banjarmasin Tahun 2012
144
Caring, Vol.1, No.2, Maret 2015
mempengaruhi perilaku seksual remaja.
Namun faktor-faktor tersebut tidak
diteliti dalam penelitian ini sehingga
tidak dapat dibuktikan konstribusinya
pada kejadian perilaku seksual berat
remaja.
Remaja
cenderung
berpacaran
dibelakang orang tua, keadaan ini
mungkin
terjadi
karena
dalam
menerapkan
proses
pengasuhan
sebahagian besar orang tua tidak
memberikan dukungan remaja untuk
pacaran, akibatnya mereka pacaran
diluar
pengawasan
orang
tua.
Khususnya
dalam
penyampaian
informasi kedua orang tua cenderung
menutupi dan tidak memberikan
bimbingan dengan jelas sehingga
mereka lebih banyak mendapatkan
informasi dari teman sebayanya.
Hasil penelitian pada Tabel 2
menunjukkan 53,1% persentase remaja
merasa gaya pengasuhan orangtua
adalah otoritatif. Hal ini menurut
Santrock (2003) akan meningkatkan
kemampuan otonomi berkaitan dengan
kecakapan sosial dan mengakibatkan
keterikatan hubungan orang tua dan
remaja. Keterikatan antara remaja dan
orang tua akan menghasilkan hubungan
dengan lingkungan sosial dan teman
sebaya yang positif. Menurut Huebner
dan Howell (2003) gaya pengasuhan
orang tua otoritatif akan mengakibatkan
kecenderungan remaja untuk terbuka
dan bebas tetapi tetap memberi batasan
dan mengendalikan tindakan-tindakan
mereka. Gaya pengasuhan ini memberi
kesempatan remaja untuk memiliki
otoritas akan perilakunya. Komunikasi
verbal timbal-balik dapat berlangsung
dengan bebas, orang tua bersikap hangat
dan membesarkan hati remaja.
Penelitian ini menemukan
pengasuhan
non
otoritatif
gaya
yang
diterapkan orang tua berhubungan
dengan perilaku seksual berat (54,4%).
Hal ini memperlihatkan kecenderungan
orang tua dengan pengasuhan non
otoritatif dihubungkan dengan kejadian
perilaku seksual berat, dikarenakan
kurangnya
kolaborasi
antara
komunikasi, pengawasan dan disiplin
diantara orang tua dan remaja.
Masalah perilaku seksual remaja
Indonesia mengalami situasi konflik.
Pengetahuan remaja sangat terbatas
sebab pendidikan seks tidak diberikan
secara formal dan komunikasi antara
orang tua dengan remaja tentang
seksualitas jarang dikarenakan faktor
kultur, psikologis, serta permasalahan
dalam komunikasi, juga karena orang
tua tidak mempunyai pengalaman
menerima informasi itu dari orang tua
mereka (Utomo, 2003).
Remaja yang merasa gaya pengasuhan
orang tua non otoritatif mempunyai
kemungkinan lebih besar untuk terjadi
perilaku seksual berat dan hal ini
menunjukkan kebermaknaan secara
statistik dan praktis, Artinya remaja
yang merasa pengasuhan orangtua non
otoritatif mempunyai kecenderungan
untuk terjadinya perilaku seksual berat
lebih besar daripada pengasuhan
otoritatif. Kenyataan menunjukkan
bahwa gaya pengasuhan yang bermakna
untuk menurunkan perilaku seksual
berisiko adalah ketika orang tua
memberikan kualitas interaksi mereka
di rumah dan ketika orang tua terlibat
dalam pengasuhan otoritatif.
b. Hubungan Penggunaan Zat Tertentu
Dengan Perilaku Seksual Remaja SMU
di Kota Banjarmasin
Penelitian ini juga menemukan tidak
ada hubungan antara remaja yang
menggunakan zat tertentu dengan
Hubungan Faktor Predisposisi Remaja Tentang Pengasuhan Orang Tua dengan Perilaku Seksual Remaja
SMU di Kota Banjarmasin Tahun 2012
145
Caring, Vol.1, No.2, Maret 2015
perilaku seksual. Hal ini tidak sesuai
dengan pendapat Blum et al (2003)
bahwa remaja yang mengunakan zat
tertentu mempunyai kecenderungan
untuk berperilaku seksual yang berisiko
bagi kesehatan.
Tidak ada hubungan antara penggunaan
zat tertentu dengan perilaku seksual
remaja kemungkinan dikarenakan gaya
pengasuhan orang tua sebagian besar
adalah otoritatif sehingga remaja
menjadi orang yang mudah berinteraksi
dan mempunyai proteksi terhadap
dirinya. Menurut Santrock (2003) gaya
pengasuhan non otoritatif pada orang
tua akan mengakibatkan kecenderungan
remaja untuk tidak memiliki keterikatan
dan kecakapan sosial ketika berinteraksi
dengan orang tua sehingga mereka akan
cenderung tertutup. Keadaan ini akan
mengakibatkan remaja tumbuh dan
berkembang dalam lingkungan keluarga
yang kurang sensitif terhadap masalah
mereka. Selain itu, lingkungan keluarga
yang negatif, akan membentuk remaja
yang tidak punya proteksi terhadap
perilaku orang-orang di sekelilingnya,
sehingga tanpa bimbingan dari orang
tua
mereka
akan
terpengaruh.
Selanjutnya hal ini akan cenderung
mengantarkan remaja kepada perilaku
berisiko seperti konsumsi minuman
beralkohol, narkoba, dan perilaku
seksual pranikah.
Penelitian
Damayanti
(2007)
menemukan perilaku seks pranikah erat
kaitannya dengan penggunaan narkoba
di kalangan para remaja Berpacaran
sebagai
proses
perkembangan
kepribadian seorang remaja karena
ketertarikan antarlawan jenis. Namun,
dalam perkembangan budaya justru
cenderung permisif terhadap gaya
pacaran remaja. Akibatnya, para remaja
cenderung melakukan hubungan seks
pranikah. Berdasarkan penelitiannya
pula, perilaku remaja laki-laki dan
perempuan hingga cium bibir masih
sama. Akan tetapi, perilaku laki-laki
menjadi lebih agresif dibandingkan
remaja perempuan mulai dari tingkatan
meraba dada. Seks pranikah yang
dilakukan remaja laki-laki pun dua kali
lebih banyak dibandingkan remaja
perempuan.
Merokok
merupakan
suatu
pemandangan yang sangat tidak asing.
Kebiasaan merokok dianggap dapat
memberikan kenikmatan bagi si
perokok, namun dilain pihak dapat
menimbulkan dampak buruk bagi si
perokok sendiri maupun orang – orang
disekitarnya. Berbagai kandungan zat
yang terdapat di dalam rokok
memberikan dampak negatif bagi tubuh
penghisapnya.
Orang mencoba untuk merokok karena
alasan ingin tahu atau ingin melepaskan
diri dari rasa sakit fisik atau jiwa,
membebaskan diri dari kebosanan.
Namun satu sifat kepribadian yang
bersifat prediktif pada pengguna obatobatan
(termasuk
rokok)
ialah
konformitas sosial. Orang yang
memiliki skor tinggi pada berbagai tes
konformitas sosial lebih mudah menjadi
pengguna dibandingkan dengan mereka
yang memiliki skor yang rendah
(Nujumiah,2012).
c. Hubungan
Keikutsertaan
Dalam
Kegiatan
Ekstrakurikuler
Dengan
Perilaku Seksual Remaja SMU di Kota
Banjarmasin
Dalam penelitian ini membuktikan
bahwa keikutsertaan dalam kegiatan
ekstrakurikuler berhubungan dengan
perilaku seksual remaja. Hasil dari
analisis bivariabel menunjukkan bahwa
remaja yang ikut serta dengan kegiatan
ekstrakurikuler
memiliki
perilaku
seksual ringan
yang lebih besar
Hubungan Faktor Predisposisi Remaja Tentang Pengasuhan Orang Tua dengan Perilaku Seksual Remaja
SMU di Kota Banjarmasin Tahun 2012
146
Caring, Vol.1, No.2, Maret 2015
dibandingkan remaja yang tidak ikut
kegiatan ekstrakurikuler.
Masa remaja merupakan masa belajar di
sekolah. Selama menghabiskan waktu
di sekolah, remaja sedang mengisi
waktu dengan kegiatan positif. Namun
pada kenyataannya, waktu luang di luar
jam sekolah justru lebih banyak
dibandingkan dengan jam sekolah. Hal
tersebut memberi peluang kepada
remaja salah bergaul dan melakukan
kegiatan–kegiatan negatif sehingga
terjebak pada kenakalan remaja
(Damayanti, 2007). Kegiatan di masa
remaja sering hanya berkisar pada
kegiatan sekolah dan seputar usaha
menyelesaikan urusan di rumah, selain
urusan tersebut remaja memiliki banyak
waktu luang. Waktu luang tanpa
kegiatan
terlalu
banyak
akan
menimbulkan gagasan untuk mengisi
waktu luang dengan berbagai bentuk
kegiatan. Apabila remaja melakukan
kegiatan yang positif tentu tidak akan
menimbulkan masalah. Namun, jika
waktu luang tersebut digunakan untuk
melakukan kegiatan yang negatif maka
lingkungan dapat terganggu (Nujumiah,
2012).
Sekolah sebagai instansi yang selama
ini dipercaya untuk mendidik anak–
anak dan remaja dapat mengambil peran
membantu remaja mengisi waktu
luangnya dengan kegiatan positif.
Sekolah dapat memfasilitasi dengan
mengaktifkan kegiatan ekstrakurikuler
di sekolah sehingga setelah jam sekolah
usai siswa terhindar dari melakukan
aktivitas
yang
mengarah
pada
kenakalan. Sekolah perlu memberikan
kesempatan melaksanakan kegiatan–
kegiatan
nonakademik
melalui
perkumpulan
penggemar
olahraga
sejenis, kesenian, dan lainnya untuk
membantu remaja menyelesaikan tugas
perkembangannya (Hapsari,2012).
Kegiatan
ekstrakurikuler
dapat
mencegah siswa melakukan tindakan
yang menjurus kepada hal-hal yang
negatif. Setelah pulang sekolah atau
waktu liburan, remaja menghabiskan
waktu di sekolah bersama dengan
kelompok teman sebaya yang dibimbing
oleh guru pembina ekstrakurikuler.
Melalui kegiatan ekstrakurikuler, siswa
diajarkan keterampilan teknis, disiplin,
kerjasama, kepemimpinan dan nilai–
nilai lain yang bermanfaat bagi
perkembangan remaja. Aktif dalam
kegiatan
ekstrakurikuler
dapat
memperkecil peluang siswa untuk
bergabung dengan teman–teman sebaya
yang melakukan aktivitas negatif
(Damayanti, 2007).
Kegiatan
ekstrakurikuler
dapat
meningkatkan
keterampilan
interpersonal remaja. Melalui kegiatan
ekstrakurikuler
remaja
menjalin
hubungan interpersonal dengan teman
sebaya anggota ekstrakurikuler yang
diikuti,
senior
dan
pembina
ekstrakurikuler. Bagi remaja yang
memiliki kompetensi interpersonal
rendah, afiliasi dengan peer dalam
kegiatan
ekstrakurikuler
dapat
meningkatkan penerimaan sosial dan
popularitas, menurunkan alienasi sosial,
mengembangkan identitas sosial dan
menurunkan
perilaku
antisosial
(Mahoney, 2003 dalam Nujumiah,
2012).
Remaja tidak tumbuh dan berkembang
sendiri, tetapi perlu berinteraksi dengan
orang tua, anggota keluarga dan teman.
Remaja perlu diberikan perhatian dan
pengawasan dari orang terdekatnya,
terutama orang tua. Pengawasan orang
tua adalah menetapkan batasan dan
pedoman pada anak dalam berperilaku.
Orang tua harus tahu apa yang terjadi di
seputar dunia sosial anak, atau secara
Hubungan Faktor Predisposisi Remaja Tentang Pengasuhan Orang Tua dengan Perilaku Seksual Remaja
SMU di Kota Banjarmasin Tahun 2012
147
Caring, Vol.1, No.2, Maret 2015
sederhana orang tua tahu dimana dan
dengan siapa dan apa yang dilakukan
anak. Dengan mengetahui di mana
keberadaan mereka dan dengan siapa
anak remaja berada secara tidak
langsung
merupakan
salah
satu
kepedulian orang tua terhadap remaja.
Pengawasan orang tua bukan berarti
menuntut kepatuhan atau ketaatan,
mengontrol
pilihan
anak
dan
perilakunya,
atau
memaksakan
keinginan orang tua terhadap anak.
Dengan pengawasan dan perhatian
orang tua yang baik akan memberikan
pesan dalam peningkatan hak-hak
mereka dan membuat remaja lebih
bertanggung jawab terhadap perilaku
mereka. Pengawasan perlu dilakukan
sejak dini, karena bila dilakukan mulai
pada masa remaja, maka remaja akan
merasa orang tua terlalu berlebihan di
dalam mengontrol aktifitas mereka.
KESIMPULAN
Dari hasil temuan pada penelitian dan
analisis serta pembahasan, maka dapat
ditarik kesimpulan sebagai berikut:
a. Perilaku seksual remaja SMU di Kota
Banjarmasin
sebagian
besar
berperilaku seksual ringan. Perilaku
seksual ringan yang sering remaja
lakukan berupa berpegangan tangan
dan berpelukan. Untuk perilaku seksual
berat, aktivitas perilaku seksual yang
sering dilakukan adalah deep kissing.
b. Perilaku seksual berat lebih besar
ditemukan pada remaja yang merasa
gaya pengasuhan orang tua non
otoritatif
dibandingkan
gaya
pengasuhan orang tua otoritatif.
c. Penggunaan zat tertentu oleh remaja
tidak berhubungan dengan perilaku
seksual remaja.
d. Keikutsertaan remaja dalam kegiatan
ekstrakurikuler berhubungan dengan
perilaku seksual remaja.
DAFTAR RUJUKAN
Ajzen, I. (2006) Theory of planned
behavior.
Available
from:
<http://people.umass.edu/aizen/tpb.
html> [Accessed 8 Oktober 2009].
BPS,
BKKBN,
Depkes,
Macro
International
(2008)
Survei
kesehatan
reproduksi
remaja
Indonesia
2007.
Calverton,
Maryland, USA:
BPS Macro
International.
Blum, R.W., Halcon, L., Beuhring, T.,
Pate, E., Campell-Forrester, S.,
Venema, A. (2003) Adolescent
health in the Caribbean: risk and
protective factors. Am J Public
Health, 93(3):456-460.
Damayanti,
Rita
(2007),
Kegiatan
Ekstrakurikuler
dan
Perilaku
Remaja, Gemari edisi 73/ tahun
VIII.
Darling, N., Steinberg, L. (1993) Parenting
style as context: an integrative
model. Psychol Bull, 11(3): 487496.
Devore, E.R., Ginsburg, K.R. (2005) The
protective effects of good parenting
on adolescents. Curr Opin Pediatr,
17(4):460-5.
Eastman, K.L., Corona, R., Schuster, M.A.
(2006) Talking parents, healthy
teens: a worksite-based program for
parents to promote adolescent
sexual health. Prev Chronic Dis,
3(4):A126.
Emilia,O. (2008) Promosi kesehatan
dalam
lingkup
kesehatan
reproduksi. Yogyakata: Pustaka
Cendikia Press, pp. 28-32.
Hubungan Faktor Predisposisi Remaja Tentang Pengasuhan Orang Tua dengan Perilaku Seksual Remaja
SMU di Kota Banjarmasin Tahun 2012
148
Caring, Vol.1, No.2, Maret 2015
Etzkin, R. (2004) How parenting style and
religiosity affect the timing of
jewish adolescents sexual debut.
Thesis. Florida: University of
Florida.
Hapsari, Retno Utami, 2010. Hubungan
antara Minat Mengikuti Kegiatan
Ekstrakurikuler dengan Intensi
Delikuensi Remaja Pada Siswa
SMK Semarang, Jurnal. Fakultas
Psikologi Undip, Semarang
Huebner, A. J., Howell, L. W. (2003)
Examining the relationship between
adolescent sexual risk-taking and
perceptions
of
monitoring,
communication, and parenting
styles. J Adolesc Health, 33(2), 7178.
L’Engle, K.L., Brown, J.D., Kenneavy, K.
(2006) The mass media are an
important contex for adolescents
sexual behaviour. J Adolesc Health,
38(3):186-192.
Meschke, L.L., Bartholomae, S., Zental,
S.R. (2002) Adolescent sexuality
and parent adolescent process:
promoting healthy teen choices. J
Adolesc Health, 31(6):264-279.
Nujumiah, 2012. Makalah Remaja dan
Permasalahannya;
Bahaya
Merokok, Penyimpangan Seks Pada
Remaja
dan
Bahaya
Penyalahgunaan Minuman Keras
dan Narkoba, Jakarta
Omoteso, B. A. (2006) A study of the
sexual behaviour of University
undergraduate
students
in
Southwestern Nigeria. J. Soc. Sci,
12(2): 129-133.
Pangkahila, A. (2007) Perilaku seksual
remaja. In Soetjiningsih (Ed.),
Tumbuh kembang remaja dan
permasalahannya. Jakarta: Sagung
Seto.
Santrock, J. W. (2003). Adolescence
perkembangan remaja. 6th ed. W.
C.
Sarwono, S.W. (2006) Psikologi remaja
(Ed.rev.)
Jakarta:
PT.
Raja
Grafindo Persada.
Sieving, R.E., Oliphant, J.A., Blum, R.W.
(2002) Adolescent sexual behavior
and sexual health. Pediatr Rev,
23(12):407.
Soetjiningsih (2007) Tumbuh kembang
remaja dan permasalahannya.
Jakarta: Sagung Seto.
UNESCO (2009) International Guidelines
on Sexuality Education: an
evidence informed approach to
effective sex, relationships and
HIV/STI education. New York:
UNESCO.
UNFPA (2001) Project Agreement
between the Republic of Indonesia
and
The
United
Nations
Populations
Fund.
Available
www.unfpa. org/monitoring/pdf/nissue27.pdf.[Diakses 10 Desember
2009]
Utomo, I.D. (2003) Adolescent and youth
reproductive health in indonesia
status, issue, policies and program.
Indonesia: The Johns Hopkins
Center
for
Communication
Programs-STARH Program
Wellings, K., Collumbein, M., Slaymaker,
E., Singh, S., Hodgers, Z., Patel, D.,
Hubungan Faktor Predisposisi Remaja Tentang Pengasuhan Orang Tua dengan Perilaku Seksual Remaja
SMU di Kota Banjarmasin Tahun 2012
149
Caring, Vol.1, No.2, Maret 2015
Bajos, N. (2006) Sexual behaviour
in context: a global perspective.
Lancet, 368(9548):1706-28.
WHO (2004) Adolescents friendly health
services in the South-East Asia
Region. Report of a Regional
Consultation, Bali, Indonesia. New
Delhi: WHO Regional Office for
South-East Asia.
WHO, UNICEF, UNFPA (1999) Program
for
adolescent
health
and
development:
Report
of
a
WHO/UNICEF/UNFPA
study
group on programming for
adolescent
health.
Geneva:
WHO.886.
WHO (2007) Helping parents in
developing countries improve
adolescents health. Geneva: WHO.
Wong, M.L., Chan, W.R.K., Koh, D., Tan,
H.H., Lim, S.F., Emmanuel, S.,
Bishop, G. (2009) Premarital sexual
intercourse among adolescents in
an Asian Country: Multilevel
ecological
factors.
Pediatrics,
124(1):e44-e52.
Hubungan Faktor Predisposisi Remaja Tentang Pengasuhan Orang Tua dengan Perilaku Seksual Remaja
SMU di Kota Banjarmasin Tahun 2012
150
Download