BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Imbalan Kerja 2.1.1 Definisi Imbalan

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Imbalan Kerja
2.1.1
Definisi Imbalan Kerja
Imbalan kerja adalah seluruh bentuk imbalan yang diberikan
suatu entitas dalam pertukaran atas jasa yang diberikan oleh pekerja
atau untuk pemutusan kontrak kerja (PSAK 24, 2015:8).
Definisi imbalan dalam PSAK 24 merujuk pada definisi Employee
Benefit dalam IAS 19 (2014), yaitu:
“All forms of consideration to employees in exchange for service
rendered.”
Selain di PSAK 24, imbalan kerja juga diatur dalam UU No. 13 Tahun
2003 tentang ketenagakerjaan. Dalam UU tentang ketenagakerjaan ini,
imbalan kerja didefinisikan sebagai berikut:
1. Upah, yang merupakan hak pekerja/buruh yang diterima dan
dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha
atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan
dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau
8
9
peraturan
perundang-undangan,
termasuk
tunjangan
bagi
pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dana tahu jasa
yang telah atau akan dilakukan dan
2. Kesejahteraan pekerja/buruh, yang merupakan suatu pemenuhan
kebutuhan dan/ keperluan yang bersifat jasmaniah dan rohaniah,
baik di dalam maupun di luar hubungan kerja, secara langsung atau
tidak langsung dapat mempertinggi produktifitas kerja dalam
lingkungan kerja yang aman dan sehat. Imbalan kerja meliputi
imbalan yang diberikan kepada pekerja atau tanggungannya atau
penerima manfaat dan dapat diselesaikan dengan pembayaran (atau
dengan penyediaan barang atau jasa), baik secara langsung kepada
pekerja, suami/istri mereka, anak-anak atau tanggungan lain, atau
kepada pihak lain, seperti perusahaan asuransi (PSAK 24, 2015:
06).
2.1.2
Tujuan PSAK 24 Tentang Imbalan Kerja
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 24: Imbalan Kerja
terdiri dari paragraf 01-173. Seluruh PSAK ini memiliki kekuatan
yang sama. Pernyataan ini bertujuan mengatur dan pengungkapan
imbalan kerja. Pernyataan ini mensyaratkan entitas untuk mengakui:
10
(a) Liabilitas jika pekerja telah memberikan jasanya dan berhak
memperoleh imbalan kerja yang akan dibayarkan di masa depan;
dan
(b) Beban jika entitas menikmati manfaat ekonomi yang dihasilkan
dari jasa yang diberikan oleh pekerja yang berhak memperoleh
imbalan kerja.
2.1.3
Jenis – Jenis Imbalan Kerja
Berdasarkan PSAK 24, imbalan kerja mencakup (PSAK 24, 2015: 05):
(a) Imbalan kerja jangka pendek, seperti berikut ini, jika diharapkan
akan diselesaikan seluruhnya sebelum dua belas bulan setelah akhir
periode pelaporan tahunan di mana pekerja memberikan jasa
terkait:
(i) Upah, gaji, dan iuran jaminan sosial
(ii) Cuti tahunan berbayar dan cuti sakit berbayar
(iii) Bagi laba dan bonus; dan
(iv) Imbalan nonmoneter (seperti fasilitas pelayanan kesehatan,
rumah, mobil, dan barang atau jasa yang diberikan secara
cuma-cuma atau melalui subsidi) untuk pekerja yang ada saat
ini;
(b) Imbalan pascakerja, seperti berikut ini:
11
(i) Imbalan purnakarya (contohnya pensiun dan pembayaran
sekaligus pada purnakarya); dan
(ii) Imbalan pascakerja lain, seperti asuransi jiwa pascakerja, dan
fasilitas pelayanan kesehatan pascakerja;
(c) Imbalan kerja jangka panjang lain, seperti berikut ini:
(i) Cuti berbayar jangka panjang seperti cuti besar atau cuti
sabatikal;
(ii) Penghargaan masa kerja (jubilee) atau imbalan jasa jangka
panjang lain; dan
(iii) Imbalan cacat permanen
(d) Pesangon.
2.2 Akuntansi Imbalan Kerja
2.2.2
Imbalan Jangka Pendek
Imbalan kerja jangka pendek adalah imbalan kerja (selain dari
pesangon) yang diharapkan akan diselesaikan seluruhnya sebelum dua
belas bulan setelah akhir periode pelaporan tahunan saat pekerja
memberikan jasa terkait (PSAK 24, 2015: 08). Imbalan kerja jangka
pendek mencakup hal-hal seperti berikut:
1. Upah, gaji dan iuran jaminan sosial
Perusahaan wajib memberikan upah, gaji, dan iuran jaminan
sosial kepada tenaga kerja. Upah, gaji dan iuran jaminan sosial
12
merupakan bagian dari imbalan kerja jangka pendek yang diberikan
kepada tenaga kerja yang sudah bekerja dalam perusahaan. Imbalan
ini pada umumnya diberikan dalam interval waktu yang konstan
seperti setiap minggu atau setiap bulan. Dalam memberikan
imbalan ini, perusahaan dilarang membayar dibawah Upah
Minimum Regional (UMR) (UU 13, 2003). Upah Minimum
Regional (UMR) meliputi gaji pokok ditambah tunjangan tetap
dikurangi iuran jaminan sosial. Iuran jaminan sosial dibayarkan
perusahaan dan tenaga kerja sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Iuran jaminan sosial yang dibayar oleh tenaga kerja melalui
perusahaan sifatnya memotong gaji/upah pokok tenaga kerja
tersebut.
Tabel 2.1
Upah Minimum Regional/Provinsi (UMR/UMP) Per Bulan
Tahun 2016
Provinsi
Upah Minimum Per Bulan
Aceh
Rp2.118.500,00
Sumatera Utara
Rp1.811.875,00
Sumatera Barat
Rp1.800.725,00
Riau
Rp2.095.000,00
Jambi
Rp1.906.650,00
13
Provinsi
Upah Minimum Per Bulan
Sumatera Selatan
Rp2.206.000,00
Bengkulu
Rp1.605.000,00
Lampung
Rp1.763.000,00
Kep. Bangka Belitung
Rp2.341.500,00
Kep. Riau
Rp2.178.710,00
DKI Jakarta
Rp3.100.000,00
Jawa Barat
Rp1.312.355,00
Jawa Tengah
Rp1.265.000,00
DI Yogyakarta
Rp1.237.700,00
Jawa Timur
Rp1.273.490,00
Banten
Rp1.784.000,00
Bali
Rp1.807.600,00
Nusa Tenggara Barat
Rp1.482.950,00
Nusa Tenggara Timur
Rp1.425.000,00
Kalimatan Barat
Rp1.739.400,00
Kalimantan Tengah
Rp2.057.528,00
Kalimatan Selatan
Rp2.085.050,00
Kalimantan Timur
Rp2.161.253,00
Kalimantan Utara
Rp2.175.340,00
Sulawesi Utara
Rp2.400.000,00
14
Provinsi
Upah Minimum Per Bulan
Sulawesi Tengah
Rp1.670.000,00
Sulawesi Selatan
Rp2.250.000,00
Sulawesi Tenggara
Rp1.850.000,00
Gorontalo
Rp1.875.000,00
Sulawesi Barat
Rp1.864.000,00
Maluku
Rp1.775.000,00
Maluku Utara
Rp1.681.266,00
Papua Barat
Rp2.237.000,00
Papua
Rp2.435.000,00
Sumber: (Liputan6.com, 2016) diolah
2. Cuti tahunan berbayar dan cuti sakit berbayar
Pada umumnya, perusahaan memberikan cuti sebagai hak
dari tenaga kerja. Perusahaan memberikan cuti bagi tenaga kerja
selama 12 hari kerja atau ketentuan perusahaan tersebut, dan hanya
diberikan bagi tenaga kerja yang sudah bekerja selama lebih dari
12 bulan dalam suatu perusahaan yang sama. Perusahaan memiliki
wewenang untuk menolak permohonan cuti tahunan dari tenaga
kerja yang belum genap 12 bulan bekerja di satu perusahaan yang
sama (UU 13, 2003).
15
3. Bagi laba dan bonus
Pada umumnya, perusahaan akan memberikan bonus
kepada tenaga kerja. Menurut Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja
RI No. SE-07/MEN/1990 tentang pengelompokan komponen upah
dan pendapatan non upah. Bonus bukan merupakan bagian dari
upah, melainkan pembayaran yang diterima tenaga kerja dari hasil
keuntungan perusahaan atau karena tenaga kerja menghasilkan
hasil kerja yang lebih besar dari target produksi yang normal atau
karena peningkatan produktifitas. Besarnya pembagian bonus
diatur berdasarkan kesepakatan antara perusahaan dengan tenaga
kerja.
Entitas mungkin tidak mempunyai kewajiban hukum untuk
membayar bonus. Walaupun demikian, dalam beberapa kasus,
entitas memiliki kebiasaan memberikan bonus. Dalam kasus ini,
entitas mempunyai kewajiban konstruktif karena tidak mempunyai
alternatif realistis lain kecuali membayar bonus.
Pengukuran kewajiban konstruktif tersebut mencerminkan
kemungkinan adanya pekerja yang berhenti tanpa menerima bonus.
(PSAK 24, 2015: 21).
Apabila perusahaan telah menjanjikan
bonus, maka janji tersebut mengikat bagi perusahaan (UU 13,
2003). Kewajiban yang timbul dalam program bagi laba dan bonus
merupakan akibat dari jasa pekerja dan bukan transaksi dengan
16
pemilik entitas. Oleh karena itu, entitas mengakui bagi laba dan
bonus ini sebagai beban dan bukan sebagai distribusi laba (PSAK
24, 2015: 23). Jika pembayaran bagi laba dan bonus tidak
diharapkan akan diselesaikan seluruhnya sebelum dua belas bulan
setelah akhir periode tahunan saat pekerja memberikan jasa terkait,
maka pembayaran tersebut merupakan imbalan kerja jangka
panjang lain (PSAK 24, 2015: 24).
4. Imbalan nonmoneter
Pada
umumnya,
perusahaan
memberikan
imbalan
nonmoneter kepada tenaga kerja. Imbalan nonmoneter adalah
imbalan selain uang yang diberikan perusahaan kepada tenaga kerja
selama bekerja dalam perusahaan tersebut. Contoh imbalan
nonmoneter, yaitu: pelayanan kesehatan, mobil, dan barang atau
jasa yang diberikan secara subsidi.
2.2.2.1 Pengakuan dan Pengukuran Imbalan Kerja Jangka
Pendek
Ketika pekerja telah memberikan jasanya kepada entitas
dalam suatu periode akuntansi, entitas mengakui jumlah tidak
terdiskonto dari imbalan kerja jangka pendek yang diharapkan
akan dibayar sebagai imbalan atas jasa tersebut (PSAK 24,
2015:11):
17
(a) Sebagai liabilitas (beban akrual), setelah dikurangi jumlah
yang telah dibayarkan. Jika jumlah yang telah dibayar
melebihi jumlah yang tidak didiskonto dari imbalan
tersebut, maka entitas mengakui kelebihan tersebut
sebagai aset (beban dibayar di muka) selama pembayaran
tersebut akan menimbulkan, sebagai contoh, pengurangan
pembayaran di masa depan atau pengembalian kas; dan
(b) Sebagai beban, kecuali jika SAK lain mensyaratkan atau
mengizinkan imbalan tersebut termasuk dalam biaya
perolehan aset
(lihat, sebagai
contoh, PSAK 14:
Persediaan dan PSAK 16: Aset Tetap).
Penerapan PSAK 24, 2015:11) untuk imbalan kerja jangka
pendek dalam bentuk cuti berbayar, program bagi laba, dan
program bonus adalah sebagai berikut:
1.
Cuti berbayar jangka pendek
Entitas mengakui biaya ekspektasian imbalan kerja jangka
pendek dalam bentuk cuti berbayar seperti yang diatur di
paragraf 11 sebagai berikut (PSAK 24, 2015: 13:
(a) Dalam hal cuti berbayar dapat diakumulasi, pada saat
pekerja menerima jasa yang menambah hak atas cuti
berbayar di masa depan.
18
(b) Dalam hal cuti berbayar tidak dapat diakumulasi, pada
saat cuti terjadi.
Entitas mengukur biaya ekspektasian dari cuti berbayar
yang dapat diakumulasi sebagai jumlah tambahan yang
diharapkan akan dibayar oleh entitas akibat hak yang
belum digunakan dan telah terakumulasi pada akhir
periode pelaporan (PSAK 24, 2015: 16).
2.
Program bagi laba dan bonus
Entitas mengakui biaya ekspektasian atas pembayaran
bagi laba dan bonus yang diatur di paragraf 11 jika, dan
hanya jika (PSAK 24, 2015:19) :
(a) Entitas mempunyai kewajiban hukum kini atau
kewajiban konstruktif kini atas pembayaran beban
tersebut sebagai akibat dari peristiwa masa lalu; dan
(b) Kewajiban tersebut dapat diestimasi secara andal.
Kewajiban kini timbul jika, dan hanya jika, entitas tidak
mempunyai alternatif realistis lain kecuali melakukan
pembayaran. Entitas dapat mengestimasi secara andal
jumlah kewajiban hukum atau kewajiban konstruktif
dalam program bagi laba atau bonus jika, dan hanya jika
(PSAK 24, 2015:22):
19
(a) Ketentuan formal program tersebut memuat suatu
formula untuk menentukan jumlah imbalan;
(b) Entitas menentukan jumlah yang harus dibayar
sebelum laporan keuangan diotorisasi untuk terbit;
atau
(c) Praktik masa lalu memberikan bukti jelas mengenai
jumlah kewajiban konstruktif entitas.
2.2.3
Imbalan Pascakerja
Imbalan pascakerja adalah imbalan kerja (selain pesangon dan
imbalan kerja jangka pendek) yang terutang setelah pekerja
menyelesaikan kontrak kerja. Imbalan pascakerja mencakup pos-pos
berikut (PSAK 24, 2015: 26)
(a) Imbalan purnakarya (yaitu pensiun dan pembayaran sekaligus atas
purnakarya);dan
(b) Imbalan pascakerja lain, seperti asuransi jiwa pascakerja dan
fasilitas pelayanan kesehatan pascakerja.
Pengaturan dimana enitas memberikan imbalan pascakerja merupakan
program imbalan pascakerja. Entitas menerapkan pernyataan ini untuk
semua jenis program, dengan atau tanpa melibatkan pendirian sebuah
entitas terpisah untuk menerima iuran dan membayar imbalan.
Program imbalan pascakerja diklasifikasikan sebagai program iuran
20
pasti atau program imbalan pasti, bergantung pasa substansi ekonomi
dari syarat dan ketentuan pokok dari program tersebut. Dalam iuran
pasti (PSAK 24, 2015: 27).
Terdapat dua program imbalan pascakerja dalam PSAK 24 Revisi
2015:
1.
Program Iuran Pasti
Dalam program iuran pasti, kewajiban hukum atau kewajiban
konstruktif entitas terbatas pada jumlah yang disepakati sebagai
iuran kepada dana. Jadi, jumlah imbalan pascakerja yang diterima
pekerja ditentukan berdasarkan jumlah iuran yang dibayarkan
entitas (dan mungkin juga oleh pekerja) kepada program imbalan
pascakerja atau perusahaan asuransi, ditambah dengan hasil
investasi dari iuran tersebut. Akibatnya, risiko aktuaria (imbalan
lebih kecil dari yang diharapkan) dan risiko investasi (aset yang
diinvestasikan tidak cukup untuk memenuhi imbalan yang
diharapkan) secara substansi ditanggung pekerja (PSAK 24, 2015:
28)
2.
Program Imbalan Pasti
Program imbalan pasti adalah program imbalan pascakerja yang
bukan merupakan program iuran pasti (PSAK 24, 2015: 08).
Dalam program imbalan pasti (PSAK 24, 2015: 30):
21
(a) Kewajiban entitas adalah menyediakan imbalan yang
dijanjikan kepada pekerja yang ada saat ini maupun mantan
pekerja; dan
(b) Risiko aktuaria (biaya untuk imbalan lebih besar dari yang
diharapkan) dan risiko investasi secara substansi ditanggung
entitas. Jika pengalaman aktuaria atau investasi lebih buruk
dari yang diharapkan, maka kewajiban entitas meningkat.
Program multipemberi kerja adalah program iuran pasti atau
program imbalan pasti (selain program jaminan sosial). Entitas
mengklasifikasikan program kerja sebagai program iuran pasti
atau program imbalan pasti sesuai dengan ketentuan program
tersebut (termasuk berbagai kewajiban konstruktif di luar
ketentuan formal) (PSAK 24, 2015: 32). Jika entitas berpartisipasi
dalam pelaporan imbalan pasti multipemberi kerja, kecuali
paragraf 34 diterapkan, maka entitas (PSAK 24, 2015: 33):
(a) Melaporkan bagian proporsionalnya atas kewajiban imbalan
pasti, aset program, dan biaya terkait dengan program
tersebut dengan cara yang sama dengan program imbalan
pasti lain; dan
(b) Mengungkapkan informasi yang disyaratkan oleh paragraf
135-148 (kecuali paragraf 148 (d)).
22
Tabel 2.2
Perbedaan Program Iuran Pasti dengan Program Imbalan Kerja
Aspek
Manfaat Pensiun
Iuran
Program Iuran Pasti
Program Imbalan Pasti
Berdasarkan manfaat
Ada kepastian besarnya
pensiun tergantung oleh
imbalan berdasarkan
besarnya akumulasi iuran
rumus yang ditetapkan
dan pengembangannya,
Peraturan Dana Pensiun
ada risiko besar manfaat
dan tidak ada risiko besar
bagi peserta pensiun.
imbalan bagi peserta.
Iuran pemberi kerja dan
Besar iuran pemberi kerja
iuran peserta sudah pasti
berdasarkan aktuaris dan
dan ditetapkan dalam
besar iuran peserta
Peraturan Dana Pensiun.
berdasarkan Peraturan
Dana Pensiun.
Kewajiban Masa
Tidak ada kewajiban masa
Diakui oleh pemberi kerja
Kerja Lalu
kerja lalu.
dan sepenuhnya menjadi
tanggung jawab pemberi
kerja.
23
Aspek
Program Iuran Pasti
Tanggung jawab
Tanggung jawab
ditetapkan oleh
ditetapkan oleh pendiri
pendiri dan dewan
dan dewan pengawas.
Program Imbalan Pasti
Ditetapkan oleh pendiri.
pengawas
Risiko Investasi
Tanggung jawab peserta
Tanggung jawab pemberi
pensiun.
kerja.
Administrasi
Iuran pemberi kerja
Kelompok dan berkaitan
Dana
maupun iuran peserta,
dengan aspek aktuaria.
hasil pengembangannya
dibukukan untuk dan atas
nama masing-masing
peserta.
Kebijakan
Tanggung jawab
Inverstasi
ditetapkan oleh pendiri
dan dewan pengawas.
Ditetapkan oleh pendiri.
24
Aspek
Laporan Aktuaria
Program Iuran Pasti
Program Imbalan Pasti
Tidak diperlukan laporan Laporan Aktuaris untuk
aktuaris dan tidak ada
diperlukan sejak awal
biaya aktuaris.
pembentukan dana
pensiun dan dilakukan
secara periodik. Laporan
aktuaris digunakan untuk
menghitung besar iuran
dan posisi pendanaan
dan terdapat biaya untuk
aktuaris.
25
Aspek
Program Iuran Pasti
Program Imbalan Pasti
Pembayaran Manfaat
Harus dialihkan ke
Dilaksanakan oleh dana
Bulanan
anuitas dari perusahaan
pensiun atau dialihkan
asuransi jiwa yang
ke anuitas dari
sesuai pilihan peserta
perusahaan asuransi jiwa
akan dikenakan pajak
dan pengalihan
progesif.
kelompok peserta akan
dikenakan pajak
progresif yang
merupakan tanggung
jawab pemberi kerja.
Hubungan Pemberi
Terputus.
Kerja dengan
Pensiunan
Sumber: (UU 11, 1992) diolah
Masih tetap terjalin.
26
2.2.2.1 Pengakuan dan Pengukuran Imbalan Pascakerja hhhhhh
Program Iuran Pasti
Pengukuran imbalan pascakerja yaitu, jika pekerja telah
memberikan jasa kepada entitas selama suatu periode, maka
entitas mengakui iuran terutang kepada program iuran pasti
atas jasa pekerja (PSAK 24, 2015: 51):
(a) Sebagai liabilitas (beban terakru), setelah dikurangi
dengan iuran yang telah dibayar. Jika iuran tersebut
melebihi iuran terutang jasa sebelum akhir periode
pelaporan, maka entitas mengakui kelebihan tersebut
sebagai aset (beban dibayar dimuka) sepanjang kelebihan
tersebut akan mengurangi pembayaran iuran masa depan
atau dikembalikan.
(b) Sebagai beban, kecuali jika SAK lain mensyaratkan atau
mengizinkan iuran tersebut termasuk dalam biaya
perolehan aset (misalnya, lihat PSAK 14: Persediaan dan
PSAK 16: Aset Tetap).
Jika iuran dalam program iuran pasti tidak diharapkan akan
diselesaikan seluruhnya sebelum dua belas bulan setelah
akhir periode pelaporan tahunan saat pekerja memberikan
jasanya,
maka
iuran
tersebut
didiskonto
dengan
27
menggunakan tingkat diskonto yang diatur dalam paragraf 83
(PSAK 24, 2015:52).
Entitas mengungkapkan jumlah yang diakui sebagai beban
untuk program iuran pasti (PSAK 24, 2015: 53).
2.2.2.2 Pengakuan dan Pengukuran Imbalan Pascakerja
Program Imbalan Pasti
Program imbalan pasti mungkin saja tidak didanai, atau
mungkin seluruhnya atau sebagian didanai oleh iuran entitas
dan pekerja, ke dalam suatu entitas (dana) yang terpisah
secara hukum dari entitas pelapor dan dari pihak yang
menerima imbalan kerja. Pada saat jatuh tempo, pembayaran
atas imbalan yang didanai tidak hanya bergantung pada posisi
keuangan dan kinerja investasi dana namun juga pada
kemampuan
entitas,
dan
kemauan
untuk
menutupi
kekurangan pada aset dana tersebut. Jadi, entitas pada
hakikatnya menanggung risiko investasi dan aktuaria yang
terkait dengan program. Sebagai akibatnya, beban yang
diakui untuk program imbalan pasti tidak harus sebesar iuran
untuk suatu periode (PSAK 24, 2015: 56).
Akuntansi oleh entitas untuk program imbalan pasti
meliputi tahap berikut (PSAK 24, 2015: 57):
28
(a) Menentukan defisit atau surplus. Ini termasuk:
(i)
Menggunakan teknik aktuaria, metode Projected
Unit Credit, untuk membuat estimasi andal atas
biaya akhir entitas dari imbalan yang menjadi hak
pekerja sebagai pengganti jasa mereka pada
periode kini dan lalu (lihat paragraf 67–69). Hal ini
mensyaratkan entitas untuk menentukan besarnya
imbalan yang diberikan pada periode kini dan
periode lalu (lihat paragraf 70–74), dan membuat
estimasi
(asumsi
aktuaria)
tentang
variabel
demografik (seperti tingkat perputaran pekerja dan
tingkat mortalitas) dan variabel keuangan (seperti
tingkat kenaikan gaji dan biaya kesehatan) yang
akan memengaruhi biaya atas imbalan tersebut
(lihat paragraf 75–98);
(ii) Mendiskontokan imbalan untuk menentukan nilai
kini dari kewajiban imbalan pasti dan biaya jasa
kini (lihat paragraf 67–69 dan 83–86).
(iii) Mengurangi nilai wajar aset program (lihat
paragraf 113– 115) dari nilai kini kewajiban
imbalan pasti.
29
(b) Menentukan jumlah liabilitas (aset) imbalan pasti neto
sebagai jumlah defisit atau surplus yang ditentukan
dalam huruf (a), disesuaikan untuk setiap dampak dari
pembatasan aset imbalan pasti neto dari batas atas aset
(lihat paragraf 64).
(c) Menentukan jumlah yang harus diakui dalam laba rugi:
(i)
Biaya jasa kini (lihat paragraf 70–74)
(ii)
Setiap biaya jasa lalu dan keuntungan atau
kerugian atas penyelesaian (lihat paragraf 99–112).
(iii) Bunga neto atas liabilitas (aset) imbalan pasti neto
(lihat paragraf 123–126).
(d) Menentukan pengukuran kembali atas liabilitas (aset)
imbalan pasti neto, yang akan diakui sebagai penghasilan
komprehensif lain, yang terdiri atas:
(i)
Keuntungan dan kerugian aktuarial (lihat paragraf
128 dan 129);
(ii)
Imbal hasil atas aset program, tidak termasuk
jumlah yang dimasukkan dalam bunga neto atas
liabilitas (aset) imbalan pasti neto (lihat paragraf
130); dan
(iii) Perubahan apapun karena dampak batas atas aset
(lihat paragraf 64), tidak termasuk jumlah yang
30
dimasukkan dalam bunga neto atas liabilitas (aset)
imbalan pasti neto.
Jika entitas mempunyai lebih dari satu program imbalan
pasti, maka entitas menerapkan prosedur ini secara
terpisah untuk setiap program yang material.
2.2.2.3
Menentukan Defisit atau Surplus: Pengatribusian
Imbalan
Dalam menentukan nilai kini kewajiban imbalan pasti
dan biaya jasa kini terkait dan biaya jasa lalu (jika dapat
diterapkan), entitas mengatribusikan imbalan pada periode
jasa berdasarkan formula imbalan yang dimiliki program.
Namun, jika jasa pekerja di tahun-tahun akhir meningkat
secara material dibandingkan dengan tahun-tahun awal,
maka entitas
mengatribusikan imbalan tersebut dengan
dasar garis lurus, sejak (PSAK 24, 2015: 70):
(a) saat jasa pekerja pertama kali menghasilkan imbalan
dalam program (baik imbalan tersebut bergantung pada
jasa selanjutnya atau tidak).
(b) saat jasa pekerja selanjutnya tidak menghasilkan
imbalan yang material dalam program, selain dari
kenaikan gaji berikutnya.
31
Metode Projected Unit Credit mensyaratkan entitas
untuk mengatribusikan imbalan pada periode kini (untuk
menentukan biaya jasa kini) dan periode kini dan periode
lalu (untuk menentukan nilai kini kewajiban imbalan pasti).
Entitas mengatribusikan imbalan pada periode-periode
dimana kewajiban untuk memberikan imbalan pascakerja
timbul.
Kewajiban
tersebut
muncul
ketika
pekerja
memberikan jasa yang memberikan imbal hasil untuk
pascakerja yang diharapkan akan dibayar oleh entitas pada
periode
pelaporan
masa
depan.
Teknik
aktuaria
memungkinkan entitas untuk mengukur kewajiban tersebut
dengan tingkat keandalan memadai sehingga liabilitas dapat
diakui (PSAK 24, 2015: 71).
Ketika jumlah imbalan adalah proporsi konstan dari
gaji terakhir untuk setiap tahun jasa, kenaikan gaji di masa
depan akan mempengaruhi jumlah yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan suatu kewajiban yang timbul atas jasa
sebelum akhir periode pelaporan, tetapi tidak menciptakan
kewajiban tambahan. Oleh karena itu (PSAK 24, 2015:74):
(a) untuk tujuan di paragraf 70(b), peningkatan gaji tidak
meningkatkan imbalan lebih lanjut, meskipun jumlah
imbalan bergantung pada gaji terakhir; dan
32
(b) jumlah imbalan yang diatribusikan pada setiap periode
adalah suatu proporsi konstan dari gaji yang terkait
dengan imbalan.
2.2.2.4
Menentukan Defisit atau Surplus: Asumsi Aktuaria
Asumsi aktuaria adalah estimasi terbaik entitas mengenai
variabel yang akan menentukan total biaya penyediaan
imbalan pascakerja. Asumsi aktuaria terdiri dari:
(a) Asumsi demografik mengenai karakteristik masa depan
dari pekerja saat ini dan mantan pekerja (dan
tanggungan mereka) yang berhak atas imbalan. Asumsi
demografik berhubungan dengan masalah seperti:
(i)
Mortalitas (lihat paragraf 81 dan 82);
(ii)
Tingkat perputaran pekerja, cacat, dan pensiun
dini; proporsi dari peserta program dengan
tanggungannya yang akan berhak atas imbalan.
dan
(iii)
Proporsi dari peserta program yang akan
memilih setiap bentuk opsi pembayaran yang
tersedia berdasarkan persyaratan program, dan
(iv)
Tingkat klaim dalam program kesehatan.
33
(b) Asumsi keuangan, berhubungan dengan masalah
seperti:
(i)
tingkat diskonto (lihat paragraf 83–86);
(ii)
tingkat imbalan, tidak termasuk setiap biaya atas
imbalan yang harus dipenuhi pekerja, dan gaji
masa depan (lihat paragraf 87–95);
(iii) dalam hal imbalan kesehatan, biaya kesehatan
masa depan, termasuk biaya penanganan klaim
(yaitu biaya yang akan dikeluarkan dalam
memproses dan menyelesaikan klaim, termasuk
biaya hukum dan penaksir tuntutan kerugian
asuransi) (lihat paragraf 96–98); dan
(iv) pajak terutang oleh program atas kontribusi/iuran
yang terkait dengan jasa sebelum tanggal
pelaporan atau atas imbalan yang dihasilkan dari
jasa tersebut.
2.2.2.5
Menentukan Defisit atau Surplus: Aset Program
Nilai wajar aset program dikurangkan dari nilai kini
kewajiban imbalan pasti untuk menentukan jumlah defisit
atau surplus (PSAK 24, 2105: 113). Aset program tidak
34
mencakup iuran yang masih harus dibayar oleh entitas
pelapor kepada dana, dan instrumen keuangan yang
diterbitkan oleh entitas yang tidak dapat dialihkan yang
dikuasai oleh dana. Aset program dikurangi dengan setiap
liabilitas dari dana yang tidak terkait dengan imbalan kerja,
misalnya, utang dagang dan utang lain dan liabilitas yang
berasal dari instrumen keuangan derivatif (PSAK 24, 2015:
114). Jika aset program mencakup polis asuransi yang
memenuhi syarat yang sesuai jumlah dan jadwalnya dengan
beberapa atau seluruh imbalan terutang berdasarkan
program tersebut, maka nilai wajar polis asuransi tersebut
diukur dalam jumlah yang sama dengan kewajiban yang
terkait (sesuai dengan persyaratan pengurangan jika jumlah
yang dapat diterima dari polis asuransi tidak dapat diperoleh
kembali secara penuh) (PSAK 24, 2015: 115).
2.2.2.6
Menentukan Jumlah Kewajiban (Aset) Imbalan Pasti
Neto
Perusahaan mengakui kewajiban (aset) imbalan pasti
neto dalam laporan posisi keuangan. Ketika perusahaan
surplus dalam program imbalan pasti, maka perusahaan
35
mengukur aset imbalan pasti pada jumlah yang lebih rendah
antara surplus program imbalan pasti dan batas atas aset,
yang ditentukan dengan menggunakan tingkat diskonto.
2.2.2.7
Menentukan Pengakuan dalam Laba Rugi: Biaya Jasa
Lalu
Biaya jasa lalu adalah perubahan nilai kini kewajiban
imbalan pasti sebagai akibat dari amandemen atau
kurtailmen program (PSAK 24, 2015: 102). Entitas
mengakui biaya jasa lalu sebagai beban pada tanggal yang
lebih awal antara (PSAK 24, 2015: 103):
(a) ketika amandemen atau kurtailemen program
terjadi, dan
(b) ketika entitas mengakui biaya restrukturisasi terkait
(lihat PSAK 57: Provisi, Liabilitas Kontinjensi dan
Aset Kontinjensi) atau pesangon (lihat paragraf
165).
Biaya jasa lalu dapat bernilai positif (ketika imbalan
dimulai atau diubah sehingga nilai kini kewajiban
imbalan pasti meningkat) atau negatif (ketika imbalan
yang ada ditarik atau diubah sehingga nilai kini
36
kewajiban imbalan pasti menurun) (PSAK 24, 2015:
106).
2.2.2.8
Menentukan Pengakuan dalam Laba Rugi:
Penyelesaian
Keuntungan atau kerugian atas penyelesaian adalah
perbedaan antara (PSAK 24, 2015: 109):
(a) nilai kini kewajiban imbalan pasti yang sedang
diselesaikan, sebagaimana ditentukan pada tanggal
penyelesaian; dan
(b) harga penyelesaian, termasuk setiap aset program yang
dialihkan dan setiap pembayaran yang dilakukan secara
langsung oleh entitas sehubungan dengan penyelesaian
tersebut.
Entitas harus mengakui keuntungan atau kerugian atas
penyelesaian program imbalan pasti pada saat penyelesaian
terjadi (PSAK 24, 2015: 110). Penyelesaian program terjadi
ketika entitas melakukan transaksi yang menghapuskan
semua kewajiban hukum atau konstruktif atas sebagian atau
seluruh imbalan dalam program imbalan pasti (selain
pembayaran imbalan kepada, atau atas nama, pekerja sesuai
dengan ketentuan program dan termasuk dalam asumsi
37
aktuaria), misalnya, pengalihan one-off kewajiban pemberi
kerja
yang
signifikan
berdasarkan
program
kepada
perusahaan asuransi melalui pembelian polis asuransi
adalah
penyelesaian;
pembayaran
kas
sekaligus,
berdasarkan ketentuan dalam program, kepada peserta
program sebagai ganti atas hak peserta untuk menerima
imbalan pascakerja yang telah ditentukan adalah bukan
penyelesaian (PSAK 24, 2015: 111).
2.2.2.9
Menentukan Pengakuan dalam Laba Rugi: Bunga Neto
Bunga neto atas liabilitas (aset) imbalan pasti neto
ditentukan berdasarkan mengalikan liabilitas (aset) imbalan
pasti neto dengan tingkat diskonto yang ditentukan dalam
paragraf 83, keduanya ditentukan pada awal periode
pelaporan tahunan, memperhitungkan setiap perubahan
dalam liabilitas (aset) imbalan pasti neto selama periode
sebagai akibat dari iuran dan pembayaran imbalan (PSAK
24, 2015: 123). Bunga neto atas liabilitas (aset) imbalan
pasti neto dapat dipandang sebagai komponen yang terdiri
dari pendapatan bunga dari aset program, biaya bunga atas
kewajiban imbalan pasti, dan bunga atas dampak batas atas
38
dari aset yang dinyatakan dalam paragraf 64 (PSAK 24,
2015: 124).
Pendapatan
bunga
atas
aset
program
adalah
komponen dari imbal hasil atas aset program, dan
ditentukan dengan
mengalikan nilai wajar aset program
dengan tingkat diskonto yang ditentukan dalam paragraf 83,
keduanya ditentukan pada awal periode pelaporan tahunan,
dengan memperhitungkan setiap perubahan aset program
yang terjadi selama periode sebagai akibat dari iuran dan
pembayaran imbalan. Perbedaan antara pendapatan bunga
dari aset program dan tingkat imbal hasil atas aset program
dimasukkan dalam pengukuran kembali liabilitas (aset)
imbalan pasti neto (PSAK 24, 2015: 125).
2.2.2.10 Mengukuran Kembali Atas Kewajban (Aset) Imbalan
Pasti Neto
Pengukuran kembali liabilitas (aset) imbalan pasti
neto terdiri atas (PSAK 24, 2015: 127):
(a) Keuntungan dan kerugian aktuarial (lihat paragraf 128
dan 129);
(b) Imbal hasil atas aset program (lihat paragraf 130), tidak
termasuk jumlah yang dimasukan dalam bunga neto atas
39
liabilitas (aset) imbalan pasti neto (lihat paragraf 125);
dan
(c) Setiap perubahan dampak batas atas aset, tidak termasuk
jumlah yang dimasukan dalam bunga neto atas liabilitas
(aset)
imbalan
pasti
neto
(lihat
paragraf
126).
Keuntungan dan kerugian aktuarial tidak mencakup
perubahan nilai kini kewajiban imbalan pasti karena
pemberlakuan awal, amandemen, kurtailmen, atau
penyelesaian program imbalan pasti, atau perubahan
imbalan terutang berdasarkan program imbalan pasti.
Perubahan tersebut mengakibatkan biaya jasa lalu atau
keuntungan atau kerugian atas penyelesaian (PSAK 24,
2015: 129).
2.2.3
Imbalan Kerja Jangka Panjang Lain
Imbalan jangka panjang lain adalah imbalan kerja selain
imbalan kerja jangka pendek, imbalan pascakerja, dan pesangon
(PSAK 24, 2015:08). Imbalan kerja jangka panjang lain mencakup
item berikut, jika tidak diharapkan akan diselesaikan seluruhnya
sebelum dua belas bulan setelah akhir periode pelaporan tahunan saat
pekerja memberikan jasa terkait (PSAK 24, 2015: 153):
40
(a) Ketidakhadiran jangka panjang yang dibayarkan seperti cuti besar
atau cuti sabatikal;
Cuti besar disebut juga istirahat panjang. Istirahat panjang ini
diperuntukkan bagi tenaga kerja yang loyal bekerja selama
bertahun-tahun di perusahaan yang sama. Tetapi tidak semua
perusahaan memberikan cuti besar kepada tenaga kerjanya. Cuti
besar ini hanya dilaksanakan pada perusahaan tertentu. Tenaga
kerja berhak mendapatkan cuti besar atau istirahat panjang
apabila sudah memiliki masa kerja selama 6 tahun. Tenaga kerja
dapat mengajukan istirahat panjang pada tahun ke 7 dan ke 8
masing-masing selama satu bulan. Hak cuti besar dinyatakan
gugur apabila tenaga kerja tidak mengajukan cuti 6 bulan setelah
hak istirahat panjang itu timbul. Cuti besar atau istirahat panjang
ini diatur dalam UU 13 Tahun 2003 pasal 79 ayat 1, 2, 2 (d) dan
ayat 4 yang berbunyi:
(1)
Pengusaha wajib memberi waktu istirahat dan cuti kepada
pekerja/buruh
(2)
Waktu istirahat dan cuti sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1), meliputi:
d.
Istirahat panjang sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan dan
dilaksanakan pada tahun ketujuh dan kedelapan
masing-masing 1 (satu) bulan bagi pekerja/buruh yang
41
telah bekerja selama 6 (enam) tahun secara terusmenerus pada perusahaan yang sama dengan ketentuan
pekerja/buruh tersebut tidak berhak lagi atas istirahat
tahunannya dalam 2 (dua) tahun berjalan dan
selanjutnya berlaku untuk setiap kelipatan masa kerja 6
(enam) tahun.
(4)
Hak istirahat panjang sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
huruf d hanya berlaku bagi pekerja/buruh yang bekerja pada
perusahaan tertentu. Selama menjalankan istirahat panjang,
pekerja/buruh diberi uang kompensasi hak istirahat tahunan
tahun kedelapan sebesar ½ (setengah) bulan gaji dan bagi
perusahaan yang telah memberlakukan istirahat panjang
yang lebih baik dari ketentuan undang-undang ini, maka
tidak boleh mengurangi dari ketentuan yang sudah ada.
Sedangkan cuti sabatikal diberikan oleh pegawai yang
mempunyai jabatan fungsional tertentu dan yang telah bekerja
sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun secara terus-menerus, dapat
diberi cuti sabatikal untuk jangka waktu 6 (enam) bulan agar
pegawai tersebut dapat menyelesaikan penelitiannya, atau untuk
pengembangan akademik, yang usulannya telah mendapat
persetujuan dari atasannya. Untuk mendapatkan cuti sabatikal,
pegawai yang bersangkutan harus mengajukan permohonan
42
tertulis kepada Pimpinan Unit Karya melalui hirarki, dengan
melampirkan usulan proyeknya.
(b) Penghargaan masa kerja (jubilee) atau imbalan jasa jangka
panjang lain;
Perusahaan memberikan penghargaan masa kerja kepada tenaga
kerja dalam perusahaan pada waktu yang sama selama beberapa
tahun. Penghargaan ini diberikan pada saat tenaga kerja
melakukan pemutusan hubungan kerja dengan perusahaan.
Tabel 2.3
Uang Penghargaan Masa Kerja
Masa Kerja
3 tahun atau lebih, tetapi
Penghargaan Masa Kerja
2 bulan upah/gaji
kurang dari 6 tahun
6 tahun atau lebih, tetapi
3 bulan upah/gaji
kurang dari 9 tahun
9 tahun atau lebih, tetapi
kurang dari 12 tahun
4 bulan upah/gaji
43
Masa Kerja
Penghargaan Masa Kerja
12 tahun atau lebih, tetapi
5 bulan upah/gaji
kurang dari 15 tahun
15 tahun atau lebih, tetapi
6 bulan upah/gaji
kurang dari 18 tahun
18 tahun atau lebih, tetapi
7 bulan upah/gaji
kurang dari 21 tahun
21 tahun atau lebih, tetapi
8 bulan upah/gaji
kurang dari 24 tahun
24 tahun atau lebih
10 bulan upah/gaji
Sumber: (UU 13, 2003) diolah
(c) Imbalan cacat permanen
Salah satu bentuk dari imbalan kerja jangka panjang lain
adalah imbalan cacat permanen. Jika besar imbalan bergantung
pada masa kerja, maka kewajiban timbul ketika jasa telah
diberikan.
Pengukuran
kewajiban
tersebut
mencerminkan
kemungkinan pembayaran yang akan dilakukan dan jangka waktu
pembayaran diharapkan akan dilakukan. Jika besar imbalan sama
bagi setiap cacat tanpa memperhatikan masa kerja, maka biaya
ekspektasi atas imbalan tersebut diakui ketika terjadi peristiwa
44
yang menyebabkan cacat permanen (PSAK 24, 2015: 157).
Perusahaan dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja
dengan alasan pekerja atau buruh dalam keadaan cacat tetap, sakit
akibat kecelakaan kerja, atau sakit karena hubungan kerja yang
menurut
surat
keterangan
dokter
yang
jangka
waktu
penyembuhannya belum dapat dipastikan (UU No. 13 Tahun
2003 Pasal 153: 1j). Pemutusan hubungan kerja yang dilakukan
dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) batal demi
hukum
dan
pengusaha
wajib
mempekerjakan
kembali
pekerja/buruh yang bersangkutan (UU No. 13 Tahun 2003 Pasal
153: 2).
(d) Bagi laba dan bonus; dan
Entitas mungkin tidak mempunyai kewajiban hukum untuk
membayar bonus. Walaupun demikian, dalam beberapa kasus,
entitas memiliki kebiasaan memberikan bonus. Dalam kasus ini,
entitas
mempunyai
kewajiban
konstruktif
karena
tidak
mempunyai alternatif realistis lain kecuali membayar bonus.
Pengukuran
kewajiban
konstruktif
tersebut
mencerminkan
kemungkinan adanya pekerja yang berhenti tanpa menerima
bonus. (PSAK 24, 2015: 21).
Apabila perusahaan telah
menjanjikan bonus, maka janji tersebut mengikat bagi perusahaan
(UU 13, 2003). Kewajiban yang timbul dalam program bagi laba
45
dan bonus merupakan akibat dari jasa pekerja dan bukan transaksi
dengan pemilik entitas. Oleh karena itu, entitas mengakui bagi
laba dan bonus ini sebagai beban dan bukan sebagai distribusi
laba (PSAK 24, 2015: 23).
(e) Remunerasi tangguhan
Renumerasi tangguhan adalah total kompensasi yang
diterima oleh pegawai sebagai imbalan jasa yang telah
dikerjakannya. Biasanya bentuk renumerasi diasosiasikan dengan
penghargaan dalam bentuk uang (monetary rewards), atau dapat
diartikan sebagai upah atau gaji. Renumerasi merupakan imbalan
kerja jangka pendek, tetapi jika imbalan ini tertangguh hingga
lebih dari dua belas bulan setelah akhir periode pelaporan, maka
imbalan ini menjadi imbalan jangka panjang. Perusahaan
memberikan renumerasi tangguhan kepada tenaga kerja yang
masih tertangguh.
2.2.3.1 Pengakuan dan Pengukuran Imbalan Kerja Jangka
Panjang Lain
Dalam pengakuan dan pengukuran surplus atau defisit
dalam program imbalan kerja jangka panjang lainnya, entitas
harus menerapkan paragraf 56–98 dan 113–115. Entitas harus
menerapkan
paragraf
116–119
dalam
mengakui
dan
46
mengukur penggantian hak (PSAK 24, 2015: 155). Untuk
imbalan kerja jangka panjang lainnya, entitas mengakui total
nilai neto dari jumlah berikut ini didalam laba rugi kecuali
jika terdapat SAK lain yang mensyaratkan atau mengizinkan
jumlah tersebut termasuk dalam biaya perolehan aset (PSAK
24, 2015: 156):
(a) Biaya jasa lihat paragraf 66-112);
(b) Biaya bunga neto atas liabilitas (aset) imbalan pasti neto
(lihat paragraf 123–126); dan
(c) Pengukuran kembali dari liabilitas (aset) imbalan pasti
neto (lihat paragraf 127–130).
2.2.4
Imbalan Pemutusan (Pesangon)
Pernyataan ini membahas pesangon secara terpisah dari
imbalan kerja lain karena kejadian yang menimbulkan kewajiban ini
adalah terminasi kontrak kerja dan bukan jasa yang diberikan pekerja.
Pesangon dihasilkan baik dari keputusan suatu entitas untuk
memutuskan hubungan kerja atau keputusan untuk menerima tawaran
imbalan dari entitas atas pemutusan kontrak kerja (PSAK 24, 2015:
159)
Pesangon tidak termasuk imbalan kerja yang dihasilkan dari
terminasi kontrak kerja atas permintaan pekerja tanpa tawaran entitas,
47
atau sebagai akibat dari persyaratan purnakarya wajib, karena
merupakan imbalan pascakerja. Beberapa entitas memberikan tingkat
yang lebih rendah dari imbalan bagi pemutusan kontrak kerja atas
permintaan pekerja (secara substansi, imbalan pascakerja) daripada
untuk pemutusan kontrak kerja atas permintaan entitas. Perbedaan
antara imbalan yang disediakan untuk pemutusan kontrak kerja atas
permintaan entitas adalah imbalan pemutusan. Dalam hal terjadi
pemutusan hubungan kerja atau PHK, perusahaan wajib membayar
uang pesangon dan/atau untuk uang penghargaan masa kerja dan uang
penggantian hak yang seharusnya diterima (UU No. 13 Tahun 2003
Pasal 156 ayat 1). Perhitungan uang pesangon adalah sebagai berikut:
Tabel 2.4
Perhitungan Uang Pesangon
Masa Kerja
Pesangon
Kurang dari 1 tahun
1 bulan upah/gaji
1 tahun atau lebih, tetapi kurang dari 2 tahun
2 bulan upah/gaji
2 tahun atau lebih, tetapi kurang dari 3 tahun
3 bulan upah/gaji
3 tahun atau lebih, tetapi kurang dari 4 tahun
4 bulan upah/gaji
4 tahun atau lebih, tetapi kurang dari 5 tahun
5 bulan upah/gaji
48
Masa Kerja
Pesangon
5 tahun atau lebih, tetapi kurang dari 6 tahun
6 bulan upah/gaji
6 tahun atau lebih, tetapi kurang dari 7 tahun
7 bulan upah/gaji
7 tahun atau lebih, tetapi kurang dari 8 tahun
8 bulan upah/gaji
8 bulan atau lebih
9 bulan upah/gaji
Sumber: (UU 13, 2003:156) diolah
2.2.4.1 Pengakuan
dan
Pengukuran
Imbalan
Pemutusan
(Pesangon)
Entitas mengakui pesangon sebagai liabilitas dan beban
pada tanggal yang lebih awal di antara (PSAK 24, 2015:
165):
(a) Tanggal ketika entitas tidak dapat lagi menarik tawaran
imbalan tersebut, dan
(b) Tanggal
ketika
entitas
mengakui
biaya
untuk
restrukturisasi yang berada dalam ruang lingkup PSAK
57: Provisi, Liabilitas Kontinjensi dan Aset Kontinjensi
dan melibatkan pembayaran pesangon.
49
2.2.5
PSAK 24 Revisi 2015
Pada tahun 2015, PSAK 24 melakukan revisi pada paragraf 93
dan 94. Sebelum direvisi, bunyi PSAK 24 paragraf 93 adalah sebagai
berikut:
Iuran dari pekerja atau pihak ketiga yang ditetapkan dalam
persyaratan formal program baik mengurangi biaya jasa (jika mereka
terkait dengan jasa), atau mengurangi pengukuran kembali liabilitas
(aset) imbalan pasti neto (contohnya jika iuran disyaratkan untuk
mengurangi defisit yang timbul dari kerugian aset program atau
kerugian aktuaria). Iuran dari pekerja atau pihak ketiga sehubungan
dengan jasa yang diatribusikan pada periode jasa sebagai imbalan
negatif sesuai dengan paragraf 70 (yaitu imbalan neto tersebut
diatribusikan sesuai dengan paragraf tersebut) (PSAK 24: 93).
Perubahan iuran pekerja atau pihak ketiga sehubungan dengan
jasa mengakibatkan:
(a) biaya jasa kini dan biaya jasa lalu (jika perubahan iuran pekerja
tidak diatur dalam ketentuan formal program dan tidak timbul
dari kewajiban konstruktif); atau
(b) keuntungan dan kerugian aktuarial (jika perubahan iuran pekerja
diatur dalam ketentuan formal program atau timbul dari
kewajiban konstruktif).
50
Sedangkan bunyi paragraf 93 dan 94 setelah dilakukan revisi pada
tahun 2015, yaitu:
Iuran dari pekerja atau pihak ketiga yang ditetapkan dalam
persyaratan formal program mengurangi baik biaya jasa (jika iuran
tersebut terkait dengan jasa), atau mengurangi mempengaruhi
pengukuran kembali liabilitas (aset) imbalan pasti neto (jika iuran
tersebut tidak terkait dengan jasa). Contoh iuran yang tidak terkait
dengan jasa adalah ketika (contohnya jika iuran disyaratkan untuk
mengurangi defisit yang timbul dari kerugian aset program atau dari
kerugian aktuarial). Jika iuran dari pekerja atau pihak ketiga terkait
sehubungan dengan jasa, maka iuran tersebut mengurangi biaya jasa
sebagai berikut: diatribusikan pada periode jasa sebagai imbalan
negatif sesuai dengan paragraf 70 (yaitu imbalan neto diatribusikan
sesuai dengan paragraf tersebut) (PSAK 24, 2015:93)
(a)
jika jumlah iuran bergantung pada jumlah tahun jasa, maka
entitas mengatribusikan iuran pada periode jasa menggunakan
metode atribusi yang sama yang disyaratkan oleh paragraf 70
untuk imbalan bruto (yaitu menggunakan rumus iuran program
atau berdasarkan garis lurus); atau
(b)
jika jumlah iuran tidak bergantung pada jumlah tahun jasa, maka
entitas diperkenankan untuk mengakui iuran tersebut sebagai
pengurang biaya jasa dalam periode ketika jasa terkait diberikan.
51
Contoh iuran yang tidak bergantung pada jumlah tahun jasa
termasuk iuran yang merupakan persentase tetap dari gaji
pekerja, jumlah tetap selama periode jasa atau bergantung pada
umur pekerja.
Paragraf A01 memberikan pedoman penerapan paragraf 92–93.
Untuk iuran dari pekerja atau pihak ketiga yang diatribusikan pada
periode jasa sesuai dengan paragraf 93(a), perubahan iuran pekerja
atau iuran pihak ketiga sehubungan dengan jasa mengakibatkan:
(a)
biaya jasa kini dan biaya jasa lalu (jika perubahan tersebut iuran
pekerja tidak diatur dalam persyaratan formal program dan tidak
timbul dari kewajiban konstruktif); atau
(b) keuntungan dan kerugian aktuarial (jika perubahan tersebut
iuran pekerja diatur dalam persyaratan formal program atau
timbul dari kewajiban konstruktif).
2.2.6 Tinjauan / Kajian Pustaka
PSAK 24 tentang imbalan kerja ini sebelumnya sudah pernah
dibuat sebagai bahan penelitian oleh peneliti terdahulu tetapi waktu,
tempat dan data perusahaan yang dijadikan obyek penelitian berbedabeda. PSAK 24 tentang imbalan kerja yang pernah dibuat adalah
sebagai berikut:
52
1. Bernadetha Gezia Arine
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Bernadetha
Gezia Arine (2016) dengan judul “Analisis Penerapan Akuntansi
Imbalan Kerja: Kesesuainnya dengan PSAK 24 Revisi 2013
tentang Imbalan Kerja (Studi Kasus PT. X)”. Hasil hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa PT. X tidak mengakui adanya
cuti berbayar sehingga tidak ada perlakuan akuntansi mengenai hal
tersebut. Bonus dalam akuntansi imbalan kerja jangka pendek
dimasukan ke dalam rekening biaya gaji yang menyebabkan biaya
gaji pada bulan pemberian bonus meningkat secara tidak
signifikan. Penghargaan masa kerja dalam akuntansi imbalan kerja
jangka panjang lainnya diklarifikasikan ke dalam akuntansi
pesangon. Hal ini menyebabkan rekening biaya pesangon menjadi
overvalue karena penghargaan masa kerja bukan imbalan atas
terminasi kontrak kerja.
2. Muhammad Hafiz Ramadhan
Muhammad Hafiz Ramadhan (2013) melakukan penelitian
dengan judul “Evaluasi Penerapan PSAK 24 Mengenai Imbalan
Kerja: Imbalan Pasca Kerja dan Perlakuan Akuntasi Serta Dampak
Terhadap Risiko Perusahaan (Studi Kasus PT. ABC Ventura”.
Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa PT. ABC Ventura mulai
53
menerapkan PSAK 24 (Revisi 2010) sejak tahun 2011 dan telah
menggunakan perhitungan berdasarkan PSAK 24 dan UU No 13
Tahun 2003 mulai tahun 2012 sesuai dengan aturan yang berlaku
mengenai tanggal efektif berlakunya aturan tersebut. Perhitungan
PSAK 24 (Revisi 2010) mengenai imbalan kerja khususnya
imballan pascakerja telah diterapkan perusahaan sesuai dengan
UU No 13 Tahun 2013 mengenai Ketenagakerjaan. Perlakuan
akuntansi imbalan pascakerja yang dilakukan oleh perusahaan
telah sesuai dengan aturan PSAK 24 (Revisi 2010) dan UU
Ketenagakerjaan. Perusahaan mencadangkan beban imbalan
pascakerja denggan cara tidak melakukan pendanaan melalui
lembaga dana pensiun ataupun asuransi. Dalam menerapkan
PSAK 24 (Revisi 2010), ada beberapa risiko yang dapat
mengakibatkan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan oleh
perusahaan. Beberapa resiko tersebut diantaranya: (i) terjadi
penurunan laba yang cukup signifikan/material karena perusahaan
harus mencadangkan imbalan pascakerja, (ii) nilai ekuitas yang
berkurang karena pencadangan dana yang dibentuk perusahaan,
(iii) nilai saham per lembar perusahaan berkurang berdasarkan
book value, (iv) resiko
terhadap terganggunya likuiditas
perusahaan karena perusahaan melakukan pembayaran langsung
dengan uang tunai pada saat dilakukan pemutusan hubungan kerja.
54
3. Mercy Natalia Watung, Grace B. Nangoi dan Rudy J. Pusung
Mercy Natalia Watung, Grace B. Nangoi dan Rudy J.
Pusung (2016) telah melakukan penelitian dengan judul “Analisis
Penerapan PSAK 24 Mengenai Imbalan Kerja Pada PT. Bank
Maybank Indonesia Tbk KCP Kotamobagu”. Hasil penelitian
menunjukan bahwa PT. Bank Maybank Indonesia Tbk Kcp
Kotamobagu telah memberikan seluruh imbalan kerja menurut
PSAK 24, yaitu: imbalan kerja jangka pendek, imbalan pascakerja,
imbalan jangka panjang lain dan pesangon. Perusahaan tersebut
telah menerapkan pengukuran dan pengukuran imbalan kerja
sesuai ruang lingkup PSAk 24 (Revisi 2015) walaupun untuk
beberapa perhitungan imbalan kerja bank menerapkan UU No 13
Tahun 2003 tetang Ketenagakerjaan.Pengakuan dan pengukuran
imbalan kerja jangka pendek, imbalan kerja jangka panjang dan
pesangon dicatat pada beban yang diukur pada saat beban tersebut
terjadi atau terutang pada karyawan. Sedangkan untuk imbalan
pascakerja diakui sebagi beban dan diukur berdasarkan jumlah
iuran yang harus dibayarkan sesuai dengan program pensiun yang
diikuti perusahaan. Dalam hal pengungkapan, PT. Bank Maybank
Indonesia
Tbk
Kcp
Kotamobagu
mengungkapkan
jumlah
keseluruhan imbalan kerja pada laporan laba rugi dalam akun
55
beban tenaga kerja. Perusahaan juga mengungkapkan informasiinformasi terkait imbalan kerja dalam Catatan Atas Laporan
Keuangan.
4. Longdong Inggrit Lisa
Longdong Inggrit Lisa (2015) telah melakukan penelitian
yang
berjudul
“Analisis
Pengakuan,
Pengukuran
dan
Pengungkapan Imbalan Kerja Berdasarkan PSAK No. 24 Tentang
Imbalan Kerja Pada PT. Hasjrat Abadi Manado”. Hasil
penelitiannya menunjukan bahwa PT. Hasjrat Abadi dalam
pengakuan, pengukuran dan pengungkapan imbalan kerja telah
sesuai dengan PSAK 24. Pengakuan dan pengukuran imbalan
kerja jangka pendek dicatat pada beban yang diukur pada saat
beban tersebut terjadi atau terutang pada karyawan. Sedangkan
untuk imbalan pascakerja diakui sebagai beban dan diukur
berdasarkan jumlah iuran yang harus dibayarkan pada saat iuran
tersebut dibayarkan oleh perusahaan kepada program pensiun
yang diikuti oleh perusahaan. PT. Hasjrat Abadi mengungkapkan
jumlah keseluruhan imbalan kerja pada Laporan Realisasi Biaya
dalam bagian Biaya Gaji dan Tunjangan yang kemudian akan
dimasukkan sebagai bagian dari Laporan Actual profit and Loss
perusahaan. Perusahaan juga mengungkapkan informasi-informasi
56
terkait imbalan kerja jangka pendek dan imbalan pascakerja dalam
Catatan Atas Laporan Keuangan.
5. Mario Kudus Lamohamad dan Jantje J. Tinangon
Mario Kudus Lamohamad dan Jantje J. Tinangon (2015)
telah melakukan penelitian yang berjudul “Analisis Penerapan
PSAK 24 Tentang Imbalan Kerja Pada Hotel Sahid Kawanua
Manado”. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa Imabalan kerja
jangka pendek yang diberikan oleh Hotel Sahid Kawanua telah
sesuai dengan persyaratan yang diberikan oleh PSAK 24 yang
mana pihak hotel mengakui biaya akrual setelah pekerja
memberikan jasanya selama satu periode dan menyelesaikan
kewajiban dalam 12 bulan. Imbalan pascakerja yang diberikan
oleh Hotel Sahid Kawanua dalam pencatatan akuntansinya dinilai
telah sesuai dengan persyaratan yang disyaratkan oleh PSAK 24.
Imbalan jangka panjang lain yang diberikan oleh Hotel Sahid
Kawanua Manado berupa cuti panjang dan cacat permanen.
Pesangon yang diberikan atas terjadinya PHK di Hotel Sahid
Kawanua seluruhnya diakui sebagai imbalan kerja jangka pendek,
hal tersebut masih sesuai dengan persyaratan PSAK 24.an
perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan
Download