BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Seperti yang kita telah ketahui bahwa sekarang ini banyak perusahaan atau lembaga yang dituntut untuk memberikan dampak positif keuntungan perusahaannya bagi masyarakat. Semakin besar keuntungan perusahaan, semakin besar pula tanggung jawab sosial kepada masyarakat. Perusahaan atau lembaga-lembaga diharapkan dapat mengatasi dampak sosial yang akan diperoleh masyarakat yang ditimbulkan oleh karena aktivitas operasi yang telah dilakukan. Perusahaan manufaktur adalah perusahaan yang paling rentan terhadap resiko lingkungan. Industri manufaktur adalah industri yang memiliki kaitan yang sangat erat dengan lingkungan hidup. Suara-suara yang dihasilkan dari mesin-mesin produksi dapat berpotensi menghasilkan pencemaran suara. Alat-alat transportasi yang digunakannya dapat berpotensi menghasilkan pencemaran getaran & debu. Pemakaian air tanah yang berlebihan, air buangan yang belum memenuhi baku mutu, rembesan minyak/oli, kebocoran bahan bakar berpotensi menghasilkan pencemaran air. Lalu gas-gas yang dihasilkan dapat berakibat pada pencemaran udara bila tidak diperhatikan. Isu lingkungan pada perusahaan manufaktur juga lebih terlihat jelas dampaknya dibanding industri-industri yang lainnya yang terkesan tersembunyi seperti industri hotel. Di Indonesia sendiri sering sekali terjadi pencemaran lingkungan yang merupakan salah satu dampak sosial dari aktivitas produksi perusahaan. Adanya undang-undang terbaru yaitu Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, serta penerapannya di dalam industri dengan Peraturan Pemerintah RI Nomor 74 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun menjadi bukti bahwa pemerintah peduli terhadap pengelolaan lingkungan. Namun undang-undang dan peraturan tersebut perlu dievaluasi efektivitasnya di lapangan terkait dengan pengelolaan lingkungan agar dalam prakteknya hal tersebut tidak hanya menjadi sebuah regulasi semata. Sejak tahun 2002, pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) telah membentuk dan mengadakan sebuah program yang disebut PROPER (Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup) di bidang pengendalian dampak lingkungan untuk meningkatkan peran perusahaan dalam program pelestarian lingkungan hidup. Dan juga dengan dikeluarnya Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 05 tahun 2011 tentang Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup. Melalui PROPER, kinerja lingkungan perusahaan diukur dengan menggunakan warna, mulai dari yang terbaik emas, hijau, biru, merah, hingga yang terburuk hitam untuk kemudian diumumkan secara rutin kepada masyarakat agar masyarakat dapat mengetahui tingkat penataan pengelolaan lingkungan pada perusahaan dengan hanya melihat warna yang ada. Respon baik atas program PROPER sebagai penilaian kinerja lingkungan perusahaan terus meningkat. Hal tersebut ditunjukkan dengan adanya jumlah kenaikan peserta dari 85 peserta di awal tahun didirikannya PROPER yaitu tahun 2002/2003 dan sekarang menjadi 995 peserta di tahun 2010/2011 (Laporan penilaian hasil PROPER 2011). Tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility) merupakan salah satu dari beberapa tanggung jawab perusahaan kepada para pemangku kepentingan (stakeholders) (Solihin, 2009). Corporate Social Responsibility adalah transparansi pengungkapan sosial atas kegiatan atau aktivitas sosial yang dilakukan oleh perusahaan, perusahaan diharapkan mengungkapkan informasi mengenai dampak sosial dan lingkungan hidup yang diakibatkan oleh aktivitas perusahaan (Rakhiemah, 2009). Perusahaan selayaknya bersedia untuk menyajikan suatu laporan yang dapat mengungkapkan bagaimana kontribusi mereka terhadap berbagai permasalahan sosial yang terjadi di sekitarnya. Sebagai bagian dari tatanan sosial, perusahaan seharusnya melaporkan pengelolaan lingkungan perusahaannya dalam annual report. Hal ini karena terkait tiga aspek persoalan kepentingan yakni keberlanjutan aspek ekonomi, lingkungan, dan kinerja sosial. Diharapkan setiap perusahaan tidak terkesan menutupnutupi tanggung jawab sosialnya di dalam laporan tahunan, meskipun perusahaan tersebut mendapat peringkat buruk dalam isu lingkungan, terjerat kasus hukum, tetapi tetap disarankan untuk bersedia mengungkapkannya di dalam laporan tahunan perusahaan. Laporan keuangan merupakan media potensial bagi perusahaan untuk mengakomodasikan kepada stakeholder informasi yang dihasilkan dari transaksi yang dilakukan perusahaan. Ruang lingkup informasi yang diungkapkan dalam laporan keuangan perusahaan semakin diperluas, tidak hanya memberikan informasi keuangan konvensional yang sempit yang terbatas pada angka-angka akuntansi tetapi laporan keuangan harus mengakomodasi kepentingan para pengambil keputusan dengan cara menampilkan pertanggungjawaban sosialnya, yang nantinya mampu menampilkan performance perusahaan secara lengkap. Perusahaan pun berusaha untuk menampilkan laporan keuangannya secara maksimal. Akan tetapi hal tersebut malah menimbulkan banyak manipulasi yang terjadi di dalam dunia usaha. Kasuskasus kecurangan besar melibatkan pihak-pihak yang terkait dalam perusahaan tersebut. Setiap perusahaan akan melakukan kegiatan usaha tertentu untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan tersebut umumnya merupakan insentif keuangan berupa profit karena hal tersebut adalah hal yang terpenting. Sebagaimana telah diketahui perusahaan manufaktur merupakan industri yang dalam kegiatannya mengandalkan modal dari investor, oleh karena itulah perusahaan manufaktur harus dapat menjaga kesehatan keuangan atau likuiditasnya. Mengingat besarnya pengaruh yang timbul bila terjadi kesulitan keuangan pada industri manufaktur, maka perlu dilakukan analisis sedemikian rupa, sehingga kesulitan keuangan dan kemungkinan kebangkrutan dapat dideteksi lebih awal untuk selanjutnya menentukan arah kebijaksanaan. Di indonesia terdapat berbagai macam sektor industri yang dapat menyangga perekonomian Indonesia. Menurut Kadin (Kamar Dagang dan Industri Indonesia) sektor industri di Indonesia terbagi menjadi dua yaitu, sektor industri tradeable (manufaktur, pertanian, pertambangan dan penggalian) dan sektor industri nontradeable (telekomunikasi, transportasi, perbankan, dll). Menurut catatan Kadin pada tahun 2006 dan 2007, telah terjadi kesenjangan pola pertumbuhan sektorial industri tradeable dan industri non-tradeable. Sektor tradeable selalu tumbuh jauh di bawah PDB (Product Domestic Bruto) sedangkan sektor non-tradeable selalu tumbuh jauh diatas PDB. Menurut data dari Badan Pusat Statistik, rata-rata PDB Indonesia dari tahun 2003 sampai 2008 sebesar 6,678 persen. Penurunan sektor industri tradeable ditunjukkan oleh kurang berkembangnya industri manufaktur. Kepala Biro Stabilitas Sistem Keuangan Bank Indonesia mengingatkan, kurang bergairahnya industri manufaktur bisa menjadi salah satu risiko yang berpotensi mengganggu stabilitas sistem keuangan. Kajian Stabilitas Keuangan Bank Indonesia pada tahun 2006, melihat lemahnya kinerja industri manufaktur dari rendahnya kinerja keuangan berbagai perusahaan terbuka. Indikasinya perbandingan tingkat Return On Assets (ROA) dari tahun 2005 sebesar 7,67 persen yang mengalami penurunan di tahun 2006 sebesar 5,65 persen. Menurut Laporan Badan Pusat Statistik Indonesia, industri manufaktur nasional pada kuartal IV 2008 tumbuh 2,06% jika dibandingkan dengan kuartal yang sama pada tahun 2007. Namun jika dibandingkan dengan kuartal III 2008, industri manufaktur nasional justru tumbuh minus 2,76%. Berbagai cara telah dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan industri manufaktur, diantaranya adalah dengan diterbitkannya Instruksi Presiden (Inpres) No.2 tahun 2009 tentang Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN), namun tidak berdampak signifikan terhadap industri ini. Oleh sebab itu, pertumbuhan industri manufaktur diperkirakan hanya akan tumbuh 2% pada masa-masa yang akan datang. Menurunnya pertumbuhan sektor industri manufaktur disebabkan oleh penurunan laba operasi yang dihasilkan perusahaan. Krisis keuangan global, mengganggu kinerja industri manufaktur yang berimbas pada pertumbuhannya. Isu lingkungan juga memang beberapa waktu terakhir ini menjadi sorotan masyarakat. Banyak perusahaan yang menimbulkan masalah-masalah lingkungan dan berdampak buruk terhadap masyarakat. Sejumlah perusahaan yang bisnisnya bersinggungan langsung dengan aspek lingkungan mulai membuat suatu gerakan menjaga kelestarian alam. Perusahaan-perusahaan tersebut mengemasnya melalui kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR). Ini jika perusahaan-perusahaan tersebut menyadari persoalan sosial dan lingkungan merupakan bagian tanggung jawab kelangsungan perusahaan di masa depan yang nantinya akan berdampak pada nilai-nilai perusahaan serta citra perusahaan di mata para stakeholders. Berdasarkan latar belakang diatas, penulis tertarik untuk meneliti judul penelitian yang akan dituangkan pada skripsi dengan judul : “Pengaruh Kinerja Lingkungan terhadap Corporate Social Responsibility (CSR) Disclosure dan Implikasinya terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan Manufaktur Peserta PROPER yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia”. 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diungkapkan sebelumnya, maka permasalahan pada penelitian ini adalah: 1. Bagaimana pengaruh kinerja lingkungan terhadap CSR disclosure perusahaan manufaktur peserta PROPER yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode tahun 2009/2010. 2. Bagaimana pengaruh kinerja lingkungan terhadap kinerja keuangan dengan indikator earning per share (EPS) perusahaan manufaktur peserta PROPER yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode tahun 2009/2010. 3. Bagaimana pengaruh CSR disclosure terhadap kinerja keuangan dengan indikator earning per share (EPS) perusahaan manufaktur peserta PROPER yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode tahun 2009/2010. 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana pengaruh kinerja lingkungan terhadap CSR disclosure dan kinerja keuangan perusahaan, dan untuk menarik kesimpulan dari hasil analisis yang telah didapat. Dan juga untuk memenuhi salah satu syarat menempuh ujian Program Strata I Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi Unversitas Widyatama Bandung. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk memperoleh bukti empiris mengenai pengaruh kinerja lingkungan terhadap CSR disclosure perusahaan manufaktur peserta PROPER yang terdaftar di BEI periode tahun 2009/2010. 2. Untuk memperoleh bukti empiris mengenai pengaruh kinerja lingkungan terhadap kinerja keuangan yang diukur menggunakan Earning Per Share (EPS) pada perusahaan manufaktur peserta PROPER yang terdaftar di BEI periode tahun 2009/2010. 3. Untuk memperoleh bukti empiris mengenai pengaruh CSR disclosure terhadap kinerja keuangan yang diukur menggunakan Earning Per Share (EPS) pada perusahaan manufaktur peserta PROPER yang terdaftar di BEI periode tahun 2009/2010. 1.4 Kegunaan Penelitian Dengan dilakukannya penelitian ini, penulis berharap dapat memberikan manfaat-manfaat sebagai berikut : 1. Bagi Penulis Dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan di bidang Akuntansi khusunya mengenai kinerja lingkungan perusahaan, CSR disclosure dan kinerja keuangan perusahaan. Penelitian ini juga merupakan salah satu syarat untuk menempuh gelar Sarjana pada Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi Universitas Widyatama, Bandung. 2. Bagi Investor Hasil penelitian ini dapat dijadikan alat bantu bagi para investor untuk keputusan investasinya. 3. Bagi Perusahaan Informasi ini akan sangat berguna bagi perusahaan-perusahaan untuk memberikan informasi sekaligus tolak ukur bagi perusahaan ke depannya untuk memperhatikan faktor-faktor lingkungan dan dampak yang akan dihasilkannya, juga memperhatikan pentingnya pengelolaan lingkungan dalam aktivitas industrinya. 1.5 Kerangka Pemikiran dan Hipotesis 1.5.1 Penilaian Kinerja Lingkungan melalui PROPER Biaya lingkungan adalah biaya-biaya yang terjadi karena adanya kualitas lingkungan yang buruk atau karena kualitas lingkungan yang buruk mungkin terjadi. Maka, biaya lingkungan berhubungan dengan kreasi, deteksi, perbaikan, dan pencegahan degradasi lingkungan. Pelaporan biaya lingkungan adalah penting jika sebuah organisasi serius untuk memperbaiki kinerja lingkungannya dan mengendalikan biaya lingkungannya (Hansen dan Mowen, 2005). Menurut Suratno (2006), kinerja lingkungan adalah kinerja perusahaan dalam menciptakan lingkungan yang baik (green). Sedangkan menurut Purwanto (2003), kinerja lingkungan merupakan ukuran hasil dan sumbangan yang dapat diberikan sistem manajemen lingkungan pada perusahaan secara riil dan kongkrit. Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan yang dikenal dengan nama PROPER adalah salah satu program unggulan Kementerian Lingkungan Hidup dalam melakukan pengawasan terhadap kegiatan pengelolaan lingkungan yang dilakukan oleh pelaku usaha. PROPER bertujuan mendorong perusahaan untuk terus meningkatkan kinerjanya dalam pengelolaan lingkungan (continuous improvement). PROPER dikembangkan pada tahun 1995 yang pada saat itu dikenal dengan nama PROPER PROKASIH karena penilaian yang dilakukan adalah hanya aspek pengendalian pencemaran air. Kemudian pada tahun 2002, PROPER dikembangkan lagi menjadi multimedia yang meliputi penilaian terhadap aspek pengendalian pencemaran air, pengendalian pencemaran udara, pengelolaan limbah B3 dan penerapan AMDAL sampai dengan saat ini. (Siaran Pers : Hasil PROPER 2009/2010) Alternatif instrumen penaatan ini dilakukan melalui penyebaran informasi tingkat kinerja penaatan masing-masing perusahaan kepada stakeholder pada skala nasional. Diharapkan para stakeholder dapat menyikapi secara aktif informasi tingkat penaatan ini, dan mendorong perusahaan untuk lebih meningkatkan kinerja pengelolaan lingkungannya. Dengan demikian, dampak lingkungan dari kegiatan perusahaan dapat diminimalisasi. Kinerja Lingkungan melalui PROPER dapat diukur dengan penentuan warna. Terdapat 5 warna yang telah ditentukan untuk mengukur kinerja lingkungan suatu perusahaan. Dari mulai yang terbaik EMAS, HIJAU, BIRU, MERAH, hingga yang terburuk HITAM. 1.5.2 Hubungan Kinerja Lingkungan dengan CSR Disclosure Konsep tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility) berkembang pada awal perode tahun 1950-an. Di Indonesia, pelaksanaan CSR dapat dilihat dari dua prespektif yang berbeda, yang pertama pelaksanaan CSR memang merupakan praktik bisnis secara sukarela, dan yang kedua pelaksanaan CSR bukan lagi merupakan praktik bisnis secara sukarela, melainkan pelaksanaannya sudah diatur dalam undang-undang (bersifat mandatory) (Solihin, 2009). Kinerja lingkungan akan sangat berpengaruh terhadap besarnya pengungkapan sosial perusahaan. Perusahaan yang memiliki kinerja lingkungan yang baik dan berusaha meningkatkan kinerja lingkungannya, maka akan menjadi good news bagi pelaku perusahaan itu sendiri. Di Indonesia praktek pengungkapan tanggung jawab sosial di atur oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.1 tentang Penyajian Laporan Keuangan paragraf 12, yang menyatakan bahwa: “Entitas dapat pula menyajikan, terpisah dari laporan keuangan, laporan mengenai lingkungan hidup dan laporan nilai tambah (value added statement), khususnya bagi industri dimana faktor lingkungan hidup memegang peranan penting dan bagi industri yang menganggap karyawan sebagai kelompok pengguna laporan yang memegang peranan penting. Laporan tambahan tersebut di luar ruang lingkup Standar Akuntansi Keuangan.” Selain itu, pengungkapan tanggung jawab sosial ini juga terdapat dalam keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) No. kep- 38/PM/1996 peraturan No. VIII.G.2 tentang Laporan Tahunan. Peraturan ini berisi mengenai kebebasan bagi perusahaan untuk memberikan penjelasan umum mengenai perusahaan, selama hal tersebut tidak menyesatkan dan bertentangan dengan informasi yang disajikan dalam bagian lainnya. Penjelasan umum tersebut dapat berisi uraian mengenai keterlibatan perusahaan dalam kegiatan pelayanan masyarakat, program kemasyarakatan, amal, atau bakti sosial lainnya serta uraian mengenai program perusahaan dalam rangka pengembangan SDM. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk menguji hubungan antara kinerja lingkungan dan environmental disclosure perusahaan. Penelitian dari Al-Tuwaijri, (2003) yang menemukan hubungan positif signifikan antara kinerja lingkungan dengan environmental disclosure pada 198 perusahaan yang terdaftar pada IRRC Environmental Profiles Directory yang menerbitkan laporan keuangan secara lengkap di Compustat. Lalu penelitian yang dilakukan oleh Suratno, (2006) yang juga menemukan hubungan positif signifikan secara statistik antara kinerja lingkungan dengan environmental disclosure dengan objek penelitian pada 19 perusahaan manufaktur yang tercatat di BEI pada periode tahun 2001/2004 dan juga terdaftar sebagai peserta PROPER periode tahun 2001/2005. Penelitian Rakhiemah, (2009) juga menghasilkan kesimpulan yang sama yaitu adanya hubungan positif signifikan antara kinerja lingkungan dengan CSR disclosure dengan objek penelitian pada 16 perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI periode tahun 2004/2006 dan juga peserta PROPER sejak tahun 2004. Dengan demikian, hipotesis pertama dari penelitian ini adalah: H1 : kinerja lingkungan memiliki pengaruh signifikan terhadap CSR disclosure. 1.5.3 Hubungan Kinerja Lingkungan dengan Kinerja Keuangan Menurut Fahmi (2011), kinerja keuangan adalah suatu analisis yang dilakukan untuk melihat sejauh mana suatu perusahaan telah melaksanakan dengan menggunakan aturan-aturan pelaksanaaan keuangan secara baik dan benar. Kinerja keuangan perusahaan digunakan sebagai media pengukuran subjektif yang menggambarkan efektifitas penggunaan aset sebuah perusahaan dalam menjalankan bisnis utamanya dan meningkatkan pendapatan (Setiowati, 2009). Kinerja keuangan suatu perusahaan dapat dianalisis atau diukur dengan rasio keuangan. Analisis rasio keuangan dapat dijadikan sebagai bahan penilaian bagi pihak stakeholder organisasi. Menurut Al- Tuwaijri (2003), terdapat dua cara untuk mengukur kinerja keuangan, yaitu market based measure dan accounting based measure. Beberapa penelitian menunjukan bahwa kinerja lingkungan perusahaan akan berpengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan. Penelitian Al-Tuwaijri, (2003) menyimpulkan bahwa terdapat hubungan positif signifikan antara kinerja lingkungan dengan kinerja keuangan perusahaan yang ditelitinya. Penelitian Suratno, (2006) juga menghasilkan kesimpulan yang sama yaitu adanya pengaruh positif signifikan antara kinerja lingkungan dan kinerja keuangan perusahaan. Hasil berbeda juga ditunjukkan oleh beberapa peneliti lainnya. Penelitian Almilia, (2007) menemukan bahwa tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara kinerja lingkungan terhadap kinerja keuangan dengan objek yang diteliti adalah perusahaan pertambangan umum dan pemegang HPH/HPHTI yang terdaftar di BEI periode tahun 2002/2005 dan terdaftar sebagai peserta PROPER periode tahun 2003/2006. Penelitian Rakhiemah, (2009) juga menunjukkan tidak adanya pengaruh signifikan antara kinerja lingkungan dengan kinerja keuangan perusahaan. Penelitian lain dari Earnhart dan Lizal (2011) di Republik Ceko. Mereka menyimpulkan bahwa: “Whether better environmental performance affects profits, and if true, through which channel: revenues, costs, or both. Based on our analysis of Czech firms in the years 1996 to 1998, we conclude that good environmental performance, in the form of lower air pollutant emissions, appears to improve profitability by strongly lowering costs yet perhaps weakly decreasing revenues. This conclusion is highly robust to many alternative specifications.” Earnhart dan Lizal (2011) memutuskan melakukan penelitian ini karena merasa tertarik terhadap transisi ekonomi di negara tersebut pada periode tahun 1996/1998. Mereka menyimpulkan bahwa kinerja lingkungan yang baik yaitu yang ditunjukkan dengan rendahnya polusi udara, menyebabkan meningkatnya profitabilitas suatu perusahaan. Dengan demikian hipotesis kedua dapat dirumuskan sebagai berikut: H2 : kinerja lingkungan memiliki pengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan 1.5.4 Hubungan CSR Disclosure dengan Kinerja Keuangan Dengan menerapkan CSR, diharapkan perusahaan akan memperoleh legitimasi sosial dan memaksimalkan kekuatan keuangannya dalam jangka panjang. Hal ini mengindikasikan bahwa perusahaan yang menerapkan CSR mengharapkan akan direspon positif oleh para pelaku pasar. Diharapkan bahwa investor mempertimbangkan informasi CSR yang diungkapkan dalam laporan tahunan perusahaan, sehingga dalam pengambilan keputusan investor tidak semata-mata mendasarkan pada informasi laba saja. Laporan tahunan adalah salah satu media yang digunakan oleh perusahaan untuk berkomunikasi langsung dengan para investor. Pengungkapan informasi CSR diharapkan memberikan informasi tambahan kepada para investor selain dari yang sudah tercakup dalam laba akuntansi (Rakhiemah, 2009). Beberapa penelitian juga dilakukan untuk menguji hubungan ini. AlTuwaijri, (2003); Suratno, (2006) dan Almilia, (2007) sama-sama menemukan hubungan positif signifikan antara environmental disclosure dengan kinerja keuangan perusahaan. Sedangkan hasil yang berbeda ditunjukkan oleh penelitian Rakhiemah, (2009) yang justru menemukan hubungan tidak signifikan antara CSR disclosure dengan kinerja keuangan perusahaan. Dengan demikian, dari hasil beberapa penelitian diatas, dapat dirumuskan hipotesis ketiga yaitu: H3 : CSR disclosure memiliki pengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan KINERJA LINGKUNGAN (X) H1 CSR DISCLOSURE (Y1) H3 H2 Gambar 1.1 Skema Kerangka Pemikiran KINERJA KEUANGAN (Y2) 1.6 Waktu dan Tempat Penelitian Data yang diperlukan dalam penelitian diperoleh dengan cara mengumpulkan data keuangan perusahaan manufaktur tersebut secara online melalui Annual Report perusahaan, data yang dipublikasikan oleh bursa efek dan laporan hasil penilaian PROPER Kementrian Lingkungan Hidup Republik Indonesia. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Februari 2012 sampai dengan selesai.