Bab 1 - Widyatama Repository

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Penelitian
Seperti yang kita telah ketahui bahwa sekarang ini banyak perusahaan atau
lembaga yang dituntut untuk memberikan dampak positif keuntungan perusahaannya
bagi masyarakat. Semakin besar keuntungan perusahaan, semakin besar pula
tanggung jawab sosial kepada masyarakat. Perusahaan atau lembaga-lembaga
diharapkan dapat mengatasi dampak sosial yang akan diperoleh masyarakat yang
ditimbulkan oleh karena aktivitas operasi yang telah dilakukan.
Perusahaan manufaktur adalah perusahaan yang paling rentan terhadap resiko
lingkungan. Industri manufaktur adalah industri yang memiliki kaitan yang sangat
erat dengan lingkungan hidup. Suara-suara yang dihasilkan dari mesin-mesin
produksi dapat berpotensi menghasilkan pencemaran suara. Alat-alat transportasi
yang digunakannya dapat berpotensi menghasilkan pencemaran getaran & debu.
Pemakaian air tanah yang berlebihan, air buangan yang belum memenuhi baku mutu,
rembesan minyak/oli, kebocoran bahan bakar berpotensi menghasilkan pencemaran
air. Lalu gas-gas yang dihasilkan dapat berakibat pada pencemaran udara bila tidak
diperhatikan. Isu lingkungan pada perusahaan manufaktur juga lebih terlihat jelas
dampaknya dibanding industri-industri yang lainnya yang terkesan tersembunyi
seperti industri hotel.
Di Indonesia sendiri sering sekali terjadi pencemaran lingkungan yang
merupakan salah satu dampak sosial dari aktivitas produksi perusahaan. Adanya
undang-undang terbaru yaitu Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, serta penerapannya di dalam
industri dengan Peraturan Pemerintah RI Nomor 74 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan
Bahan Berbahaya dan Beracun menjadi bukti bahwa pemerintah peduli terhadap
pengelolaan lingkungan. Namun undang-undang dan peraturan tersebut perlu
dievaluasi efektivitasnya di lapangan terkait dengan pengelolaan lingkungan agar
dalam prakteknya hal tersebut tidak hanya menjadi sebuah regulasi semata.
Sejak tahun 2002, pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup (KLH)
telah membentuk dan mengadakan sebuah program yang disebut PROPER (Program
Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup) di
bidang pengendalian dampak lingkungan untuk meningkatkan peran perusahaan
dalam program pelestarian lingkungan hidup. Dan juga dengan dikeluarnya Peraturan
Menteri Lingkungan Hidup No. 05 tahun 2011 tentang Program Penilaian Peringkat
Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Melalui
PROPER,
kinerja
lingkungan
perusahaan
diukur
dengan
menggunakan warna, mulai dari yang terbaik emas, hijau, biru, merah, hingga yang
terburuk hitam untuk kemudian diumumkan secara rutin kepada masyarakat agar
masyarakat dapat mengetahui tingkat penataan pengelolaan lingkungan pada
perusahaan dengan hanya melihat warna yang ada. Respon baik atas program
PROPER sebagai penilaian kinerja lingkungan perusahaan terus meningkat. Hal
tersebut ditunjukkan dengan adanya jumlah kenaikan peserta dari 85 peserta di awal
tahun didirikannya PROPER yaitu tahun 2002/2003 dan sekarang menjadi 995
peserta di tahun 2010/2011 (Laporan penilaian hasil PROPER 2011).
Tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility)
merupakan salah satu dari beberapa tanggung jawab perusahaan kepada para
pemangku
kepentingan
(stakeholders)
(Solihin,
2009).
Corporate
Social
Responsibility adalah transparansi pengungkapan sosial atas kegiatan atau aktivitas
sosial yang dilakukan oleh perusahaan, perusahaan diharapkan mengungkapkan
informasi mengenai dampak sosial dan lingkungan hidup yang diakibatkan oleh
aktivitas perusahaan (Rakhiemah, 2009).
Perusahaan selayaknya bersedia untuk menyajikan suatu laporan yang dapat
mengungkapkan bagaimana kontribusi mereka terhadap berbagai permasalahan sosial
yang terjadi di sekitarnya. Sebagai bagian dari tatanan sosial, perusahaan seharusnya
melaporkan pengelolaan lingkungan perusahaannya dalam annual report. Hal ini
karena terkait tiga aspek persoalan kepentingan yakni keberlanjutan aspek ekonomi,
lingkungan, dan kinerja sosial. Diharapkan setiap perusahaan tidak terkesan menutupnutupi tanggung jawab sosialnya di dalam laporan tahunan, meskipun perusahaan
tersebut mendapat peringkat buruk dalam isu lingkungan, terjerat kasus hukum,
tetapi tetap disarankan untuk bersedia mengungkapkannya di dalam laporan tahunan
perusahaan.
Laporan keuangan merupakan media potensial bagi perusahaan untuk
mengakomodasikan kepada stakeholder informasi yang dihasilkan dari transaksi yang
dilakukan perusahaan. Ruang lingkup informasi yang diungkapkan dalam laporan
keuangan perusahaan semakin diperluas, tidak hanya memberikan informasi
keuangan konvensional yang sempit yang terbatas pada angka-angka akuntansi tetapi
laporan keuangan harus mengakomodasi kepentingan para pengambil keputusan
dengan cara menampilkan pertanggungjawaban sosialnya, yang nantinya mampu
menampilkan performance perusahaan secara lengkap. Perusahaan pun berusaha
untuk menampilkan laporan keuangannya secara maksimal. Akan tetapi hal tersebut
malah menimbulkan banyak manipulasi yang terjadi di dalam dunia usaha. Kasuskasus kecurangan besar melibatkan pihak-pihak yang terkait dalam perusahaan
tersebut.
Setiap perusahaan akan melakukan kegiatan usaha tertentu untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan tersebut umumnya merupakan insentif keuangan
berupa profit karena hal tersebut adalah hal yang terpenting. Sebagaimana telah
diketahui perusahaan manufaktur merupakan industri yang dalam kegiatannya
mengandalkan modal dari investor, oleh karena itulah perusahaan manufaktur harus
dapat menjaga kesehatan keuangan atau likuiditasnya. Mengingat besarnya pengaruh
yang timbul bila terjadi kesulitan keuangan pada industri manufaktur, maka perlu
dilakukan analisis sedemikian rupa, sehingga kesulitan keuangan dan kemungkinan
kebangkrutan dapat dideteksi lebih awal untuk selanjutnya menentukan arah
kebijaksanaan.
Di indonesia terdapat berbagai macam sektor industri yang dapat menyangga
perekonomian Indonesia. Menurut Kadin (Kamar Dagang dan Industri Indonesia)
sektor industri di Indonesia terbagi menjadi dua yaitu, sektor industri tradeable
(manufaktur, pertanian, pertambangan dan penggalian) dan sektor industri nontradeable (telekomunikasi, transportasi, perbankan, dll). Menurut catatan Kadin pada
tahun 2006 dan 2007, telah terjadi kesenjangan pola pertumbuhan sektorial industri
tradeable dan industri non-tradeable. Sektor tradeable selalu tumbuh jauh di bawah
PDB (Product Domestic Bruto) sedangkan sektor non-tradeable selalu tumbuh jauh
diatas PDB. Menurut data dari Badan Pusat Statistik, rata-rata PDB Indonesia dari
tahun 2003 sampai 2008 sebesar 6,678 persen. Penurunan sektor industri tradeable
ditunjukkan oleh kurang berkembangnya industri manufaktur. Kepala Biro Stabilitas
Sistem Keuangan Bank Indonesia mengingatkan, kurang bergairahnya industri
manufaktur bisa menjadi salah satu risiko yang berpotensi mengganggu stabilitas
sistem keuangan. Kajian Stabilitas Keuangan Bank Indonesia pada tahun 2006,
melihat lemahnya kinerja industri manufaktur dari rendahnya kinerja keuangan
berbagai perusahaan terbuka. Indikasinya perbandingan tingkat Return On Assets
(ROA) dari tahun 2005 sebesar 7,67 persen yang mengalami penurunan di tahun
2006 sebesar 5,65 persen. Menurut Laporan Badan Pusat Statistik Indonesia, industri
manufaktur nasional pada kuartal IV 2008 tumbuh 2,06% jika dibandingkan dengan
kuartal yang sama pada tahun 2007. Namun jika dibandingkan dengan kuartal III
2008, industri manufaktur nasional justru tumbuh minus 2,76%. Berbagai cara telah
dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan industri manufaktur,
diantaranya adalah dengan diterbitkannya Instruksi Presiden (Inpres) No.2 tahun
2009 tentang Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN), namun tidak
berdampak signifikan terhadap industri ini. Oleh sebab itu, pertumbuhan industri
manufaktur diperkirakan hanya akan tumbuh 2% pada masa-masa yang akan datang.
Menurunnya pertumbuhan sektor industri manufaktur disebabkan oleh penurunan
laba operasi yang dihasilkan perusahaan. Krisis keuangan global, mengganggu
kinerja industri manufaktur yang berimbas pada pertumbuhannya.
Isu lingkungan juga memang beberapa waktu terakhir ini menjadi sorotan
masyarakat. Banyak perusahaan yang menimbulkan masalah-masalah lingkungan dan
berdampak buruk terhadap masyarakat. Sejumlah perusahaan yang bisnisnya
bersinggungan langsung dengan aspek lingkungan mulai membuat suatu gerakan
menjaga kelestarian alam. Perusahaan-perusahaan tersebut mengemasnya melalui
kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR). Ini jika perusahaan-perusahaan
tersebut menyadari persoalan sosial dan lingkungan merupakan bagian tanggung
jawab kelangsungan perusahaan di masa depan yang nantinya akan berdampak pada
nilai-nilai perusahaan serta citra perusahaan di mata para stakeholders.
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis tertarik untuk meneliti judul
penelitian yang akan dituangkan pada skripsi dengan judul :
“Pengaruh Kinerja Lingkungan terhadap Corporate Social Responsibility
(CSR) Disclosure dan Implikasinya terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan
Manufaktur Peserta PROPER yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia”.
1.2
Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diungkapkan sebelumnya,
maka permasalahan pada penelitian ini adalah:
1.
Bagaimana pengaruh kinerja lingkungan terhadap CSR disclosure
perusahaan manufaktur peserta PROPER yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia periode tahun 2009/2010.
2.
Bagaimana pengaruh kinerja lingkungan terhadap kinerja keuangan
dengan indikator earning per share (EPS) perusahaan manufaktur
peserta PROPER yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode tahun
2009/2010.
3.
Bagaimana pengaruh CSR disclosure terhadap kinerja keuangan
dengan indikator earning per share (EPS) perusahaan manufaktur
peserta PROPER yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode tahun
2009/2010.
1.3
Maksud dan Tujuan Penelitian
Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana pengaruh
kinerja lingkungan terhadap CSR disclosure dan kinerja keuangan perusahaan, dan
untuk menarik kesimpulan dari hasil analisis yang telah didapat. Dan juga untuk
memenuhi salah satu syarat menempuh ujian Program Strata I Fakultas Ekonomi
Jurusan Akuntansi Unversitas Widyatama Bandung.
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1.
Untuk memperoleh bukti empiris mengenai pengaruh kinerja
lingkungan terhadap CSR disclosure perusahaan manufaktur peserta
PROPER yang terdaftar di BEI periode tahun 2009/2010.
2.
Untuk memperoleh bukti empiris mengenai pengaruh kinerja
lingkungan terhadap kinerja keuangan yang diukur menggunakan
Earning Per Share (EPS) pada perusahaan manufaktur peserta
PROPER yang terdaftar di BEI periode tahun 2009/2010.
3.
Untuk memperoleh bukti empiris mengenai pengaruh CSR disclosure
terhadap kinerja keuangan yang diukur menggunakan Earning Per
Share (EPS) pada perusahaan manufaktur peserta PROPER yang
terdaftar di BEI periode tahun 2009/2010.
1.4
Kegunaan Penelitian
Dengan dilakukannya penelitian ini, penulis berharap dapat memberikan
manfaat-manfaat sebagai berikut :
1. Bagi Penulis
Dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan di bidang Akuntansi
khusunya mengenai kinerja lingkungan perusahaan, CSR disclosure dan
kinerja keuangan perusahaan. Penelitian ini juga merupakan salah satu
syarat untuk menempuh gelar Sarjana pada Fakultas Ekonomi Jurusan
Akuntansi Universitas Widyatama, Bandung.
2. Bagi Investor
Hasil penelitian ini dapat dijadikan alat bantu bagi para investor untuk
keputusan investasinya.
3. Bagi Perusahaan
Informasi ini akan sangat berguna bagi perusahaan-perusahaan untuk
memberikan informasi sekaligus tolak ukur bagi perusahaan ke depannya
untuk memperhatikan faktor-faktor lingkungan dan dampak yang akan
dihasilkannya, juga memperhatikan pentingnya pengelolaan lingkungan
dalam aktivitas industrinya.
1.5
Kerangka Pemikiran dan Hipotesis
1.5.1
Penilaian Kinerja Lingkungan melalui PROPER
Biaya lingkungan adalah biaya-biaya yang terjadi karena adanya kualitas
lingkungan yang buruk atau karena kualitas lingkungan yang buruk mungkin terjadi.
Maka, biaya lingkungan berhubungan dengan kreasi, deteksi, perbaikan, dan
pencegahan degradasi lingkungan. Pelaporan biaya lingkungan adalah penting jika
sebuah
organisasi
serius
untuk
memperbaiki
kinerja
lingkungannya
dan
mengendalikan biaya lingkungannya (Hansen dan Mowen, 2005).
Menurut Suratno (2006), kinerja lingkungan adalah kinerja perusahaan dalam
menciptakan lingkungan yang baik (green). Sedangkan menurut Purwanto (2003),
kinerja lingkungan merupakan ukuran hasil dan sumbangan yang dapat diberikan
sistem manajemen lingkungan pada perusahaan secara riil dan kongkrit.
Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan yang dikenal dengan nama PROPER
adalah salah satu program unggulan Kementerian Lingkungan Hidup dalam
melakukan pengawasan terhadap kegiatan pengelolaan lingkungan yang dilakukan
oleh pelaku usaha. PROPER bertujuan mendorong perusahaan untuk terus
meningkatkan kinerjanya dalam pengelolaan lingkungan (continuous improvement).
PROPER dikembangkan pada tahun 1995 yang pada saat itu dikenal dengan nama
PROPER PROKASIH karena penilaian yang dilakukan adalah hanya aspek
pengendalian pencemaran air. Kemudian pada tahun 2002, PROPER dikembangkan
lagi menjadi multimedia yang meliputi penilaian terhadap aspek pengendalian
pencemaran air, pengendalian pencemaran udara, pengelolaan limbah B3 dan
penerapan AMDAL sampai dengan saat ini. (Siaran Pers : Hasil PROPER
2009/2010)
Alternatif instrumen penaatan ini dilakukan melalui penyebaran informasi
tingkat kinerja penaatan masing-masing perusahaan kepada stakeholder pada skala
nasional. Diharapkan para stakeholder dapat menyikapi secara aktif informasi tingkat
penaatan ini, dan mendorong perusahaan untuk lebih meningkatkan kinerja
pengelolaan lingkungannya. Dengan demikian, dampak lingkungan dari kegiatan
perusahaan dapat diminimalisasi.
Kinerja Lingkungan melalui PROPER dapat diukur dengan penentuan warna.
Terdapat 5 warna yang telah ditentukan untuk mengukur kinerja lingkungan suatu
perusahaan. Dari mulai yang terbaik EMAS, HIJAU, BIRU, MERAH, hingga yang
terburuk HITAM.
1.5.2
Hubungan Kinerja Lingkungan dengan CSR Disclosure
Konsep tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility)
berkembang pada awal perode tahun 1950-an. Di Indonesia, pelaksanaan CSR dapat
dilihat dari dua prespektif yang berbeda, yang pertama pelaksanaan CSR memang
merupakan praktik bisnis secara sukarela, dan yang kedua pelaksanaan CSR bukan
lagi merupakan praktik bisnis secara sukarela, melainkan pelaksanaannya sudah
diatur dalam undang-undang (bersifat mandatory) (Solihin, 2009).
Kinerja
lingkungan
akan
sangat
berpengaruh
terhadap
besarnya
pengungkapan sosial perusahaan. Perusahaan yang memiliki kinerja lingkungan yang
baik dan berusaha meningkatkan kinerja lingkungannya, maka akan menjadi good
news bagi pelaku perusahaan itu sendiri. Di Indonesia praktek pengungkapan
tanggung jawab sosial di atur oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), dalam
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.1 tentang Penyajian
Laporan Keuangan paragraf 12, yang menyatakan bahwa:
“Entitas dapat pula menyajikan, terpisah dari laporan keuangan, laporan
mengenai lingkungan hidup dan laporan nilai tambah (value added statement),
khususnya bagi industri dimana faktor lingkungan hidup memegang peranan
penting dan bagi industri yang menganggap karyawan sebagai kelompok
pengguna laporan yang memegang peranan penting. Laporan tambahan
tersebut di luar ruang lingkup Standar Akuntansi Keuangan.”
Selain itu, pengungkapan tanggung jawab sosial ini juga terdapat dalam
keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) No. kep- 38/PM/1996
peraturan No. VIII.G.2 tentang Laporan Tahunan. Peraturan ini berisi mengenai
kebebasan bagi perusahaan untuk memberikan penjelasan umum mengenai
perusahaan, selama hal tersebut tidak menyesatkan dan bertentangan dengan
informasi yang disajikan dalam bagian lainnya. Penjelasan umum tersebut dapat
berisi uraian mengenai keterlibatan perusahaan dalam kegiatan pelayanan
masyarakat, program kemasyarakatan, amal, atau bakti sosial lainnya serta uraian
mengenai program perusahaan dalam rangka pengembangan SDM.
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk menguji hubungan antara kinerja
lingkungan dan environmental disclosure perusahaan. Penelitian dari Al-Tuwaijri,
(2003) yang menemukan hubungan positif signifikan antara kinerja lingkungan
dengan environmental disclosure pada 198 perusahaan yang terdaftar pada IRRC
Environmental Profiles Directory yang menerbitkan laporan keuangan secara lengkap
di Compustat. Lalu penelitian yang dilakukan oleh Suratno, (2006) yang juga
menemukan hubungan positif signifikan secara statistik antara kinerja lingkungan
dengan environmental disclosure dengan objek penelitian pada 19 perusahaan
manufaktur yang tercatat di BEI pada periode tahun 2001/2004 dan juga terdaftar
sebagai peserta PROPER periode tahun 2001/2005.
Penelitian Rakhiemah, (2009) juga menghasilkan kesimpulan yang sama
yaitu adanya hubungan positif signifikan antara kinerja lingkungan dengan CSR
disclosure dengan objek penelitian pada 16 perusahaan manufaktur yang terdaftar di
BEI periode tahun 2004/2006 dan juga peserta PROPER sejak tahun 2004. Dengan
demikian, hipotesis pertama dari penelitian ini adalah:
H1
: kinerja lingkungan memiliki pengaruh signifikan terhadap CSR
disclosure.
1.5.3
Hubungan Kinerja Lingkungan dengan Kinerja Keuangan
Menurut Fahmi (2011), kinerja keuangan adalah suatu analisis yang
dilakukan untuk melihat sejauh mana suatu perusahaan telah melaksanakan dengan
menggunakan aturan-aturan pelaksanaaan keuangan secara baik dan benar. Kinerja
keuangan perusahaan digunakan sebagai media pengukuran subjektif yang
menggambarkan efektifitas penggunaan aset sebuah perusahaan dalam menjalankan
bisnis utamanya dan meningkatkan pendapatan (Setiowati, 2009). Kinerja keuangan
suatu perusahaan dapat dianalisis atau diukur dengan rasio keuangan. Analisis rasio
keuangan dapat dijadikan sebagai bahan penilaian bagi pihak stakeholder organisasi.
Menurut Al- Tuwaijri (2003), terdapat dua cara untuk mengukur kinerja keuangan,
yaitu market based measure dan accounting based measure.
Beberapa penelitian menunjukan bahwa kinerja lingkungan perusahaan akan
berpengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan. Penelitian Al-Tuwaijri, (2003)
menyimpulkan bahwa terdapat hubungan positif signifikan antara kinerja lingkungan
dengan kinerja keuangan perusahaan yang ditelitinya. Penelitian Suratno, (2006)
juga menghasilkan kesimpulan yang sama yaitu adanya pengaruh positif signifikan
antara kinerja lingkungan dan kinerja keuangan perusahaan.
Hasil berbeda juga ditunjukkan oleh beberapa peneliti lainnya. Penelitian
Almilia, (2007) menemukan bahwa tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara
kinerja lingkungan terhadap kinerja keuangan dengan objek yang diteliti adalah
perusahaan pertambangan umum dan pemegang HPH/HPHTI yang terdaftar di BEI
periode tahun 2002/2005 dan terdaftar sebagai peserta PROPER periode tahun
2003/2006. Penelitian Rakhiemah, (2009) juga menunjukkan tidak adanya pengaruh
signifikan antara kinerja lingkungan dengan kinerja keuangan perusahaan.
Penelitian lain dari Earnhart dan Lizal (2011) di Republik Ceko. Mereka
menyimpulkan bahwa:
“Whether better environmental performance affects profits, and if true,
through which channel: revenues, costs, or both. Based on our analysis of
Czech firms in the years 1996 to 1998, we conclude that good environmental
performance, in the form of lower air pollutant emissions, appears to improve
profitability by strongly lowering costs yet perhaps weakly decreasing
revenues.
This conclusion is highly robust to many alternative
specifications.”
Earnhart dan Lizal (2011) memutuskan melakukan penelitian ini karena
merasa tertarik terhadap transisi ekonomi di negara tersebut pada periode tahun
1996/1998. Mereka menyimpulkan bahwa kinerja lingkungan yang baik yaitu yang
ditunjukkan
dengan
rendahnya
polusi
udara,
menyebabkan
meningkatnya
profitabilitas suatu perusahaan. Dengan demikian hipotesis kedua dapat dirumuskan
sebagai berikut:
H2
: kinerja lingkungan memiliki pengaruh signifikan terhadap kinerja
keuangan
1.5.4
Hubungan CSR Disclosure dengan Kinerja Keuangan
Dengan menerapkan CSR, diharapkan perusahaan akan memperoleh
legitimasi sosial dan memaksimalkan kekuatan keuangannya dalam jangka panjang.
Hal ini mengindikasikan bahwa perusahaan yang menerapkan CSR mengharapkan
akan direspon positif oleh para pelaku pasar. Diharapkan bahwa investor
mempertimbangkan informasi CSR yang diungkapkan dalam laporan tahunan
perusahaan, sehingga dalam pengambilan keputusan investor tidak semata-mata
mendasarkan pada informasi laba saja. Laporan tahunan adalah salah satu media yang
digunakan oleh perusahaan untuk berkomunikasi langsung dengan para investor.
Pengungkapan informasi CSR diharapkan memberikan informasi tambahan kepada
para investor selain dari yang sudah tercakup dalam laba akuntansi (Rakhiemah,
2009).
Beberapa penelitian juga dilakukan untuk menguji hubungan ini. AlTuwaijri, (2003); Suratno, (2006) dan Almilia, (2007) sama-sama menemukan
hubungan positif signifikan antara environmental disclosure dengan kinerja keuangan
perusahaan. Sedangkan hasil yang berbeda ditunjukkan oleh penelitian Rakhiemah,
(2009) yang justru menemukan hubungan tidak signifikan antara CSR disclosure
dengan kinerja keuangan perusahaan. Dengan demikian, dari hasil beberapa
penelitian diatas, dapat dirumuskan hipotesis ketiga yaitu:
H3
: CSR disclosure memiliki pengaruh signifikan terhadap kinerja
keuangan
KINERJA
LINGKUNGAN
(X)
H1
CSR
DISCLOSURE
(Y1)
H3
H2
Gambar 1.1
Skema Kerangka Pemikiran
KINERJA
KEUANGAN
(Y2)
1.6
Waktu dan Tempat Penelitian
Data yang diperlukan dalam penelitian diperoleh dengan cara mengumpulkan
data keuangan perusahaan manufaktur tersebut secara online melalui Annual Report
perusahaan, data yang dipublikasikan oleh bursa efek dan laporan hasil penilaian
PROPER Kementrian Lingkungan Hidup Republik Indonesia. Penelitian ini akan
dilakukan pada bulan Februari 2012 sampai dengan selesai.
Download