TB - ETD UGM

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Situasi tuberkulosis (TB) di dunia semakin memburuk, jumlah kasus TB
paru meningkat dan banyak yang tidak dapat disembuhkan (Aditama, 2000). TB
paru sebenarnya bukan kasus baru melainkan suatu reemerging disease akan
tetapi di negara Indonesia TB paru bukan merupakan reemerging disease karena
kasus yang tidak kunjung menurun Penyakit TB paru sampai saat ini masih
merupakan masalah kesehatan yang penting di Indonesia dengan prevalesi BTA
(basil tahan asam) (+) sebesar 189 per 100.000 penduduk atau sekitar 430.000
kasus (Kemenkes RI. 2011).
Indonesia Termasuk dalam 22 negara yang dikatergorikan sebagai High
Burden Countries terhadap tuberkulosis paru. Berdasarkan Global Tuberculosis
Control (2011) peringkat Indonesia tahun 2010 menduduki peringkat ke-5 dan
meningkat peringkat ke-4 pada tahun 2011 dari 5 negara yang termasuk dalam
country with TB paru burden yaitu negara India, Cina, Afrika Selatan, Indonesia
dan Pakistan (WHO, 2011b).
Di Indonesia sebagian besar kasus TB paru terjadi pada usia produktif hal
ini berkaitan dengan teori re-aktivasi dimana kuman TB paru telah menginfeksi
manusia pada usia anak-anak, namun karena daya tahan tubuh anak yang masih
tinggi menyebabkan kuman tersebut menjadi dorman atau sifat infeksiusnya
menjadi latent. Dan jika pada usia dewasa banyak faktor – faktor yang dapat
menurunkan daya tahan tubuh maka kuman tersebut akan menjadi aktif kembali
dan menyebabkan sakit (Salam,dkk, 2010).
Kuman tuberkulosis (Mycobacterium tuberculosis) basil gram positif,
berbentuk batang, dinding selnya mengandung komplek lipida-glikolipida serta
lilin (wax) yang sulit ditembus zat kimia serta hidup dalam parasit intrasel. Dari
beberapa penelitian menyebutkan bahwa usaha mempercepat kesembuhan atau
konversi dapat dilakukan beberapa metode, diantaranya adalah meningkatkan
1
2
daya tahan tubuh dan mengurangi produksi mucus di paru-paru dengan
memberikan suplemen vitamin A pada penderita TB paru selama pengobatan
(Karyadi, dkk, 2000)
Vitamin
A
memiliki
beberapa
peran
di
antaranya
sebagai
immunoprotective melawan basil TB paru. Fungsi limfosit T sangat penting dalam
hal ini, dimana dalam keadaan bahaya memiliki sifat fagostik. Namun
kemampuan untuk membunuh kuman intrasel baru akan timbul jika dirangsang
lebih lanjut oleh limfokin. Vitamin A memiliki peran di dalamnya yaitu sebagai
immunocompetence yaitu mempertahankan limfosit yang menstimulasi imunitas
nonspesifik
seperti
aktivasi
makrofag.
Vitamin
A
adalah
salah
satu
immunomodulator yang dapat merupakan salah satu alternatif yang dapat
ditambahkan dengan obat-obatan standar anti Tuberkulosis (Karyadi, dkk, 2000).
Penderita TB paru memiliki daya tahan tubuh rendah salah satunya
disebabkan oleh faktor gizi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh karyadi
di Indonesia diketahui bahwa rendah asupan vitamin A dalam tubuh
menyebabkan rendahnya konsentrasi plasma retinol, sehingga mengakibatkan
penurunan respon kekebalan tubuh yang dapat berakibat memperparah TB paru.
Retinol yang rendah mungkin akibat dari peradangan dan asupan rendah (Pakasi
et al.,2009). Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Malawi defisiensi vitamin
A dengan kadar retinol <0.70 μmol/L pada penderita TB paru tanpa HIV adalah
58.6% dan 53,7% pada penderita TB paru dengan HIV, dalam studi ini defisiensi
vitamin A diduga dipengaruhi oleh reaksi peradangan. Adanya defisiensi kadar
vitamin A dalam tubuh juga berkaitan erat dengan BMI kurang dari 18,5. (Van
Lettow et al., 2004).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Selvaraj et al., (2003) dalam
(Setiabudiawan, 2010) menyatakan bahwa genotipe ff dari polimorfisme FokI gen
RVD dan defisiensi vitamin D memperlihatkan hubungan yang erat dengan TB
paru dewasa pada populasi India Gujarati yang tinggal di London. Pada masa
dewasa, angka kejadian TB paru secara konsisten lebih tinggi pada laki-laki
dibanding perempuan. Salah satu dugaan mekanisme terjadinya perbedaan
tersebut adalah adanya perbedaan secara biologis. Lebih lanjut dikatakan selain
3
hormon steroid adrenal dan gonad, vitamin D juga merupakan suatu superfamili
dari steroid. Reseptor hormon steroid secara subtansial homolog, sehingga
hormon seks dan steroid lainnya dapat mempengaruhi ekspresi VDR. Gen VDR
dapat memodulasi respons fisiologis terhadap asupan vitamin D dan kalsium,
yang berperan dalam kerentanan dan resistensi terhadap TB paru. Reseptor
vitamin D (RVD) adalah ligand-activated transcription factor yang terdapat pada
sel monosit, limfosit T, dan limfosit B (Crowle & May, 2009).
Vitamin D memiliki peranan penting dalam aktivasi dari 1 α-hidroksilase
untuk mengkonversi 25 (OH) D menjadi bentuk aktifnya [1, 25 (OH) 2D] yang
mengarah
ke
ekspresi
cathelicidin,
suatu
peptida
mikrobisida
untuk
Mycobacterium tuberculosis. Vitamin D memiliki fungsi sama seperti vitamin A
dalam sistem imunitas yaitu kemampuan mengaktivasi makrofag. Kombinasi
antara vitamin A dan D dalam jumlah dosis normal sampai dengan rendah dapat
meningkatkan efektifitas sistem imun (Martineau, 2010b).
Vitamin D di dalam tubuh sangat dipengaruhi oleh paparan sinar
matahari dan asupan makanan yang mengandung vitamin D. Paparan sinar
matahari yang berlangsung di pagi hari adalah 80 persen sumber alami vitamin D.
Kondisi defisiensi vitamin D dalam tubuh menjadi erat kaitanya dengan
penyinaran matahari.
Berdasarkan hasil penelitian oleh Nasikhudin (2010)
semakin lama penyinaran matahari di suatu wilayah menyebabkan suhu udara
meningkat dan turunnya kelembaban udara dengan nilai p sebesar 0,035.
Sehingga dapat di ketahui bahwa semakin tinggi kelembaban udara dikarenakan
penyinaran matahari yang sedikit berpotensial terjadinya defisiensi vitamin D
pada wilayah tersebut.
Kabupaten wonosobo mempunyai kelembaban yang cukup tinggi 7590%, yang berarti penyinaran matahari ke wilayah wonosobo sangat sedikit,
disertai suhu udara yang rendah. Hal ini menunjukkan potensial daerah untuk
tumbuh kembang bakteri terutama Mycobacterium tuberculosis. Berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Pratiwi (2011) menunjukkan hubungan signifikan
antara kelembaban udara yang tinggi dengan kejadian tuberkulosis paru dengan
OR 3,8 di Kabupaten Wonosobo.
4
Menurut Mora, et al (2010) vitamin A dan D dapat mempengaruhi
respon kekebalan tubuh dengan cara yang sangat spesifik yaitu menurunkan sel T
dan B proliferase serta apoptosis. Vitamin A dan D merupakan metabolit bioaktif,
asam retinoat dan 1,25-dihydroxyvitamin D3 (1,25 (OH) 2VD3), memiliki sifat
seperti hormon. Kedua metabolit yang disintesis dari prekursor vitamin tersebut
pada jaringan dan sel-sel dalam tubuh yang berbeda dan mengerahkan efek pada
sel target jarak jauh dengan mengikat reseptor hormon.
Angka penemuan kasus BTA + di Provinsi Jawa Tengah tahun 2010
adalah sebesar 54,2% masih jauh di bawah standar target penemuan yaitu 75%. Di
Kabupaten Wonosobo angka kesakitan karena TB paru pada tahun 2010 mencapai
37,6% yaitu sebanyak 316 penemuan kasus baru. Pada tahun 2011 mengalami
peningkatan menjadi 42,8% dari perkiraan kasus BTA (+) sebanyak 811
didapatkan penemuan kasus baru sebanyak 347 kasus BTA (+). Angka kejadian
TB paru semakin meningkat dari tahun ke tahun.
Pada tahun 2010 Angka
konversi sebesar 86,6% dan mengalami penurunan pada tahun 2011 menjadi
83,8%. Meskipun demikian angka konversi tersebut sudah mencapai standar
target nasional. Angka kejadian TB paru masih cukup tinggi hal ini dipengaruhi
oleh banyak hal, salah satunya adalah adanya proses penularan. Potensi masa
penularan masih dapat terjadi hingga akhir pengobatan intensif (2 bulan).
Semakin cepat konversi maka diharapkan penularan dapat dicegah
(Depkes, 2007). Dalam hal ini vitamin A dan D memiliki kesamaan fungsi yaitu
sebagai immunoprotective dapat digunakan sebagai salah satu suplemen yang
dapat mempercepat terjadinya konversi (Salam, dkk, 2010 & Chan, 2000). Oleh
karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan menggabungkan
suplementasi vitamin A dan vitamin D pada penderita TB paru, diharapkan
dengan kombinasi vitamin A dan D menggunakan dosis standar
dapat
mempercepat tahap konversi pada fase intensif sehingga dapat mengendalikan
penularan TB paru.
5
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas maka permasalahan penelitian dapat
dirumuskan, apakah ada pengaruh suplementasi vitamin A dan D terhadap
percepatan konversi pada fase intensif pada penderita TB paru di Kabupaten
Wonosobo?
C. TUJUAN PENELITIAN
1. Tujuan umum
Mengetahui Pengaruh Suplementasi vitamin A dan D pada penderita TB paru
BTA+ dalam mempercepat konversi dahak pada fase intensif.
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui karakteristik responden berdasarkan umur, jenis kelamin,
status pendidikan, status ekonomi, indeks masa tubuh
b. Mengetahui perbedaan kejadian konversi setiap 2 minggu selama 2 bulan
(tahap intensif) pada penderita TB paru yang tidak diberi suplemen
vitamin A dan D dengan penderita yang diberi suplemen vitamin A dan D.
D. MANFAAT PENELITIAN
Manfaat yang dapat diperoleh dengan di lakukannya penelitian ini antara lain
1. Bagi Institusi Pendidikan
Menambah penguatan penelitian mengenai manfaat suplementasi vitamin A
dan D dalam proses pengobatan TB paru khususnya dalam konversi dahak.
2. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Wonosobo
Dengan adanya pengaruh suplementasi vitamin A dan D terhadap percepatan
angka konversi pada fase intensif, sehingga dapat diterapkan dalam proses
pengobatan guna mendukung strategi DOTS di waktu selanjutnya.
3. Bagi Masyarakat
Dengan adanya pengaruh suplementasi vitamin A dan D terhadap percepatan
angka konversi dahak pada fase intensif, sehingga potensi penularan dari
penderita kepada keluarga atau masyarakat dapat dicegah.
6
4. Bagi Penelitian Lain
Memberikan gambaran informasi pengaruh suplementasi vitamin A dan D
terhadap percepatan konversi dahak pada fase intensif di Kabupaten
Wonosobo.
5. Bagi Peneliti
Menambah wawasan
mengenai desain penelitian
eksperimental dan
pengetahuan tentang manfaat suplementasi vitamin A dan D terhadap
percepatan konversi dahak pada fase intensif di Kabupaten Wonosobo.
7
E. KEASLIAN PENELITIAN
Penelitian ini sudah pernah di lakukan oleh peneliti lain, informasi
melalui perpustakaan dan internet. Meskipun demikian penelitian ini memiliki
perbedaan dan persamaan dengan penelitian terdahulu, adapun beberapa
penelitian yang serupa diantaranya adalah sebagai berikut:
No
Tahun
Nama
Judul
Hasil Penelitian
1
2010
Salam, dkk
Peranan suplemen vitamin A
pada pengobatan TB paru.
2
2000
Karyadi, et al
A Double-blind, Placebocontrolled Study of Vitamin
A and Zinc Supplementation
in Person with Tuberculosis
in Indonesia,
3
2003
Rosianti, dkk
Pengaruh suplemen vitamin
A dan Seng pada pengobatan
tahap
intensif
terhadap
konversi dahak penderita
tuberkulosis paru di BP4
Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta
4
2010a
Martineau, et al
High-dose
vitamin
D3
during
intensive-phase
antimicrobial treatment of
pulmonary tuberculosis: a
double blind randomized
controlled trial.
5
2010
Mora, et al
Vitamin effects on the
immune system: vitamins
A and D take center stage
Vitamin A adalah salah satu immunomodulator yang dapat
merupakan salah satu alternatif yang dapat ditambahkan
dengan obat-obatan standar anti tuberkulosis
Persamaan : dengan penelitian ini adalah penelitan ini
melanjutkan penelitian sebelumnya dengan sasaran
masyarakat secara langsung
Perbedaan : dengan penelitian ini adalah desain studi yang
digunakan dalam penelitian ini menggunakan kuasi
eksperimen sedangkan penelitian sebelumnya menggunakan
eksperimental murni dengan sasaran hewan coba.
Hasil penelitian diketahui bahwa suplemen vitamin A dan
zinc dapat membantu meningkatkan efek obat TB paru dalam
2 bulan dan mempercepat konversi
Persamaan : dalam penelitian ini variabel terikat yang di
gunakan adalah penderita TB paru
Perbedaan : penelitian ini variabel bebas dalam penelitian ini
adalah menggunakan hanya suplemen vitamin A dan D.
Hasil penelitian diketahui bahwa suplemen vitamin A dan
seng dapat meningkatkan angka konversi dahak penderita TB
paru selama pengobatan tahap intensif
Persamaan : dalam penelitian ini variabel terikat yang di
gunakan adalah penderita TB paru
Perbedaan : penelitian ini variabel bebas dalam penelitian ini
adalah menggunakan vitamin A dan D, selain itu lokasi
penelitian juga dilakukan di tempat yang berbeda.
Hasil penelitian diketahui bahwa pemberian suplemen
vitamin A tidak meningkatkan angka konversi dahak pada
penderita yang tidak memiliki reseptor vitamin D dalam
tubuh dan sebaliknya.
Persamaan : dalam penelitian ini variabel terikat yang
digunakan adalah TB paru
Perbedaan : penelitian ini variabel bebas dalam penelitian ini
adalah menggunakan vitamin D ditambah dengan vitamin A
dengan dosis normal,
Hasil penelitian membuktikan bahwa suplemen vitamin A
dan D dapat meningkatkan sistem imun tubuh.
Persamaan : penelitian ini menggunakan kombinasi vitamin
A dan D sebagai variabel bebas.
Perbedaan : penelitian dilakukan di laboratorium dengan
hewan coba sedangkan penelitian ini dilakukan di
masyarakat.
Download