BAB IV PEMBAHASAN Dalam bab ini, audit operasional atas fungsi produksi pada PT Dunia Daging Food Industries yang akan dibahas antara lain adalah: a) Tahapan audit yang dilakukan (survei pendahuluan dan evaluasi sistem pengendalian manajemen) produksi. b) Kelemahan-kelemahan sistem pengendalian manajemen produksi yang ditemukan selama proses audit (penelitian). c) Merumuskan rekomendasi untuk mengatasi kelemahan-kelemahan tersebut. d) Menyusun prosedur audit untuk tahap pengembangan temuan pada pengujian rinci (detailed examination). IV.1 Survei Pendahuluan Pada perusahaan yang bergerak di bidang industri pengolahan daging ini, memerlukan persiapan yang matang untuk melakukan proses produksinya. Tujuannya adalah untuk memenuhi kebutuhan permintaan pelanggan akan produk-produk yang diminati, demi keberlangsungan usaha perusahaan. Tujuan dari tahap survei pendahuluan yang dilakukan di PT Dunia Daging Food Industries ini adalah untuk memperoleh pemahaman atas latar belakang perusahaan, mengumpulkan informasi yang bersifat umum mengenai semua hal yang berhubungan dengan perusahaan, memperoleh pemahaman prosedur dan kebijakan yang diterapkan pada produksinya, mengumpulkan berbagai informasi 54 yang diperlukan dalam kegiatan audit operasional yang akan dilakukan, serta mengetahui secara jelas mengenai gambaran dari aktivitas produksi. Proses pemeriksaan pada tahap survei pendahuluan ini dilakukan untuk memperoleh gambaran aktivitas produksi adalah sebagai berikut: a. Melakukan wawancara dengan berbagai pihak yang berkaitan dengan produksi, diantaranya plant manager dan supervisor produksi. Berdasarkan hasil wawancara diketahui informasi yang berkaitan dengan proses produksi secara keseluruhan dan gambaran umum mengenai pengendalian intern dalam fungsi produksi perusahaan. b. Melakukan pengamatan atas kegiatan produksi. Pemeriksaan dilakukan dengan melakukan pengamatan secara langsung pada lokasi pabriknya di Ciracas, dengan cara mengikuti kegiatan operasional produksi perusahaan selama beberapa hari. Tujuannya adalah untuk mengetahui secara fisik proses produksi dan kondisi pabrik yang sebenarnya. Berdasarkan pengamatan fisik yang dilakukan pada perusahaan, maka dapat disimpulkan bahwa PT Dunia Daging Food Industries telah memiliki beberapa fasilitas yang cukup memadai antara lain adalah sebagai berikut : 1. Letak tempat proses produksi dan gudang (cold dan dry) bersebelahan sehingga alur produksi menjadi efektif dan efisien. 2. Ukuran dan kondisi tempat yang digunakan untuk proses produksi cukup memadai sehingga proses dapat berjalan lancar. 3. Kantor operasional produksi terletak di depan pabrik sehingga dapat mengawasi secara langsung kegiatan produksi. 55 c. Memperoleh dan menelusuri tahap-tahap proses produksi. Pemeriksaan dilakukan dengan memperoleh dan menelusuri tahap-tahap prosedur yang ada di dalam perusahaan terutama berkaitan dengan proses produksi. Prosedur-prosedur yang dipelajari dan dipahami antara lain adalah prosedur perencanaan produksi, prosedur pelaksanaan produksi dan kebijakan pengendalian produksi. d. Memberikan kuesioner kepada pihak-pihak yang terkait dengan proses produksi untuk mengetahui internal control perusahaan khususnya pengendalian terhadap proses produksi. e. Mengumpulkan data dan dokumen yang diperlukan. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk memastikan bahwa perusahaan telah menerapkan praktek manajemen dan mengetahui prosedur apakah telah berjalan sesuai dengan yang ditetapkan. Dokumen-dokumen yang diperlukan antara lain adalah: 1. Struktur organisasi PT Dunia Daging Food Industries, 2. Job description tertulis terutama yang terkait dengan bagian produksi 3. Bukti-bukti berupa formulir ataupun dokumen yang berkaitan dengan prosedur produksi. f. Mengevaluasi hasil wawancara, pengamatan dan pembagian kuesioner yang telah dilakukan. g. Membuat ikhtisar mengenai indikator permasalahan (red flags) yang ditemui. Pada tahap ini, akan dibuat ikhtisar dari permasalahan yang ditemui selama melakukan penelitian dengan cara memeriksa, melakukan wawancara untuk 56 memperkuat temuan tersebut dan mengamati hasil dari temuan tersebut apakah ada tindak lanjut dari manajemen atau tidak. IV.2 Evaluasi atas Sistem Pengendalian Internal Fungsi Produksi Fungsi produksi merupakan fungsi utama perusahaan sehingga sangat penting bagi keberlangsungan usaha PT Dunia Daging Food Industries. Oleh karena itu, pengendalian internal atas fungsi ini harus dilakukan secara ketat. Pengendalian internal yang kuat dalam fungsi produksi akan mendukung kegiatan produksi perusahaan berjalan dengan baik dan mencapai efektifitas, efisiensi dan ekonomis perusahaan. Pada tahap ini akan dilakukan evaluasi sistem pengendalian internal atas fungsi produksi guna mendapatkan bukti-bukti dari temuan (red flags) yang ada sehingga dapat ditetapkan apakah temuan (red flags) tersebut menjadi kelemahan dengan adanya bukti-bukti pendukung yang memperkuat temuan (red flags) itu. Data yang berkaitan dengan pengendalian internal atas fungsi produksi didapatkan juga dengan pembagian kuesioner berupa Internal Control Questioners untuk lebih mempermudah dan memperjelas pemahaman atas datadata yang terkait. Jawaban yang diperoleh dari kuesioner tersebut dapat menunjukkan adanya indikasi kemungkinan lemah atau tidaknya pengendalian atas proses produksi sehingga kelemahan yang ditemukan akan dievaluasi dan diberi saransaran perbaikan. Perusahaan juga mempunyai kekuatan didalamnya tidak hanya kelemahannya saja. Adapun kekuatan dan kelemahan yang ditemukan dalam 57 proses produksi di perusahaan berdasarkan hasil dari kuesioner yang dibagikan ke beberapa bagian adalah sebagai berikut: Kekuatan : 1. PT Dunia Daging Food Industries memiliki prosedur dan kebijakan secara jelas dan tertulis untuk menjalankan kegiatan operasional produksi perusahaan. Hal ini dapat meningkatkan efektivitas perusahaan untuk mencapai tujuan perusahaan. 2. Perusahaan memiliki perencanaan produksi yang terintegrasi dengan jadwal-jadwal yang terkait dengan produksi. 3. Perusahaan berusaha agar realisasi produksi tercapai sesuai dengan rencana produksi yang ditetapkan. 4. Perusahaan memberikan seminar pelatihan internal dan eksternal kepada Bagian QC untuk meningkatkan kualitas produk. 5. Setiap bahan baku yang diterima Quality Control harus dilakukan pengecekan terlebih dahulu dengan menguji sampel, dimulai dari mengecek kondisinya, masa kadaluarsa sampai dengan kuantitas yang dipesan. 6. Perusahaan telah memberikan kode pada setiap bahan baku yang datang sehingga mudah ditelusuri distribusi dan proses produksinya. 7. Perusahaan memiliki dokumen wajib untuk per produk yang memuat spesifikasinya, work instruction dan flow proses pembuatannya. 58 Kelemahan : 1. Perusahaan tidak mempertimbangkan ketersediaan bahan baku pengaman sebelum proses produksi. 2. Pemantauan terhadap kondisi produk retail terkadang masih belum efektif. 3. Bagian Produksi terkadang tidak mengikuti prosedur yang seharusnya. 4. Pengecekan kondisi fasilitas produksi tidak dilakukan rutin sebelum proses dimulai, tapi berdasarkan jam kerja mesin yang disamakan. IV.3 Laporan atas Temuan Permasalahan dan Rekomendasi Perbaikan Beberapa temuan yang dapat dibuktikan dari hasil evaluasi atas sistem pengendalian internal fungsi produksi pada PT Dunia Daging Food Industries adalah sebagai berikut: 1. Terjadi kekurangan bahan baku yang dibutuhkan pada saat proses produksi. Kondisi: Dari hasil sampling, ditemukan adanya kekurangan bahan baku yang dibutuhkan pada saat proses produksi akan dilakukan seperti tampak pada tabel di bawah ini: Tgl 18/3/09 Jenis Produk Cheesy Produksi 6 batch Jenis Bahan Baku Keju Kebutuhan Bahan Baku 20 Kg Kekurangan Bahan Baku 8 Kg Keju 30 Kg 10 Kg Chicken PD 24/4/09 Cheesy Beef 10 batch Premium 59 Keterangan : 1 batch = 30 Kg atau 40 Kg Kriteria: Seharusnya, bahan baku untuk keperluan produksi selalu tersedia dengan cukup sehingga tidak terjadi kekurangan saat dibutuhkan. Sebab: Kekurangan bahan baku ini terjadi karena adanya tambahan kuantitas pesanan dari pelanggan pada saat proses berlangsung. Sedangkan perusahaan memiliki keterbatasan tempat penyimpanan sehingga hanya tersedia persediaan untuk produksi per minggu ditambah dengan buffer stock (persediaan pengaman berisi bahan baku daging untuk produksi minggu itu) yang ditetapkan berdasarkan pesanan tanpa adanya estimasi permintaan tambahan kuantitas sebelumnya. Untuk perencanaan produksi, Bagian PPIC menetapkan jumlah yang akan diproduksi untuk satu bulan berikutnya berdasarkan pesanan pelanggan dan kemudian Bagian Purchasing membeli bahan baku untuk produksi per minggu. Sehingga bila terjadi tambahan produksi secara mendadak akan terjadi kekurangan di salah satu bahan bakunya. Akibat: Akibatnya Bagian Produksi harus menunggu bahan baku yang dibutuhkan tersebut sampai Bagian Purchasing membelinya. Selain itu, biasanya bahan baku yang dibutuhkan tersebut baru akan diantar oleh pemasoknya saat sore hari sehingga penyelesaian produk menjadi terlambat. Mengingat proses produksi dilakukan perusahaan tidak hanya untuk satu 60 jenis produk tetapi multi produk, dan proses produksi dilakukan dengan menggunakan batch system secara sequential (berurutan), maka keterlambatan produksi satu jenis produk akan mengakibatkan keterlambatan produksi jenis produk yang lain. Dengan demikian, jadwal produksi secara keseluruhan menjadi terganggu. Hal ini terus berlangsung apabila ada tambahan kuantitas pesanan yang datang di luar jadwal produksi normal yang telah ditetapkan sebelumnya, maka akan selalu terjadi kekurangan di salah satu bahan. Hal ini menimbulkan ketidakefisienan dalam waktu. Rekomendasi: Sebaiknya dalam merencanakan produksi, perusahaan melakukan analisis mengenai rata-rata produksi yang dilakukan tiap bulan termasuk estimasi permintaan tambahan di luar jadwal produksi yang ada. Berdasarkan hasil evaluasi tersebut, dapat diketahui jumlah buffer stock (persediaan pengaman) yang harus disediakan di gudang. Dengan demikian, proses produksi akan dapat berjalan dengan lancar walaupun ada tambahan kuantitas pesanan secara mendadak di luar rencana produksi sehingga akan dapat tetap tertangani dengan baik. Selain itu, Bagian Gudang sebaiknya melakukan pengecekan secara mingguan terhadap jumlah semua persediaan dan membuat laporan yang harus disediakan di gudang untuk diketahui Bagian Purchasing sehingga Bagian Purchasing membeli untuk persediaan. Dengan demikian, dapat diketahui kekurangan bahan baku yang harus ada sebelum proses produksi berjalan, karena kekurangan persediaan akan merugikan perusahaan dan penyelesaian produk menjadi tidak tepat waktu. 61 2. Terjadi jumlah retur produk sosis retail yang tidak biasa dari daerah pemasaran Bandung dan Surabaya. Kondisi: Pada bulan Maret 2009, terjadi jumlah retur produk retail yang tidak biasa berupa sosis ayam harga ekonomis (produk baru) yang direncanakan untuk dijual dari daerah pemasaran Bandung sebanyak 513.36 Kg dan Surabaya sebanyak 1.019.8 Kg dengan total senilai Rp 49.338.718. Produk ini merupakan satu-satunya produk retail perusahaan yang baru dan dijual keluar Jabodetabek. Produk yang diretur tersebut menumpuk di depan gudang dry store untuk kemudian dijual sebagai makanan ternak. Kriteria: Seharusnya semua produk yang dihasilkan dapat terjual di semua daerah pemasaran sesuai dengan apa yang telah direncanakan dalam Laporan Rencana Penjualan (Product Sales Plan). Sebab: Hal yang menyebabkan terjadinya pengembalian (retur) yang besar tersebut adalah kurangnya pemantauan dan pengecekan terhadap kondisi produk retail tersebut sebelum pengiriman ke masing-masing daerah pemasaran sehingga produk mengalami cacat (perubahan warna atau rasa) setelah tiba di tempat tujuan. Sebelum dilakukan pengiriman, seharusnya dilakukan pengecekan sampel produk untuk mengetahui kondisinya mengingat tempat penyimpanan yang dimiliki saat itu mengalami naik turun suhu yang mempengaruhi kondisi produk di dalamnya. 62 Akibat: Akibatnya, produk dikembalikan dan perusahaan menderita kerugian sebesar Rp 34.007.118 yaitu: Harga Produksi Barang Ongkos Angkut (Bdg & Sby) Harga Produksi Barang yang diretur Harga Jual Barang yang diretur Kerugian 45.684.718 3.654.000 49.338.718 (15.331.600) 34.007.118 Sumber: diolah dari berbagai sumber Rekomendasi: Manajemen sebaiknya melakukan pemantauan dan pengecekan yang ketat terhadap kondisi setiap produk yang diproduksi sebelum barang dikirim mengingat tempat penyimpanan yang dimiliki mengalami naik turun suhu pada saat itu. Pemantauan bisa dilakukan dengan melakukan pengambilan sampel untuk mengetahui kondisi produk sebelum produk dikirim. 3. Terjadi penyimpangan prosedur pembelian yang dilakukan oleh Bagian Produksi. Kondisi: Pada bulan Maret 2009, Bagian Produksi membeli langsung minyak goreng sebanyak 5 drum (300 liter) ke toko eceran tanpa melalui Bagian Purchasing. Ternyata minyak tersebut ditempatkan dalam drum bekas bahan kimia yang belum dibersihkan. Dari hasil proses trial produk dan uji organoleptik (uji bakteri), Bagian QC memberikan rekomendasi untuk tidak 63 menggunakan karena minyak tersebut dianggap berbahaya untuk dikonsumsi oleh konsumen. Kriteria: Seharusnya pembelian bahan baku dilakukan oleh Bagian Purchasing dengan menggunakan tempat (drum) yang khusus untuk menyimpan bahan baku yang dibeli. Sebab: Hal ini disebabkan Bagian Produksi melakukan penyimpangan dari prosedur yang ada dengan melakukan pembelian sendiri agar bahan yang dibutuhkan cepat diperoleh. Selain itu, mengenai penggunaan drum untuk penyimpanan tidak dikomunikasikan oleh Bagian Produksi kepada Bagian Gudang sehingga terjadi kesalahan penyimpanan. Akibat: Akibatnya, bahan baku yang sudah dibeli hanya dapat digunakan sampai proses trial produk. Sedangkan, sisa bahan baku tidak dapat digunakan untuk proses produksi utama. Hal ini menimbulkan ketidakefisienan pemanfaatan bahan baku yang sudah dibeli. Rekomendasi: Sebaiknya seluruh unit, khususnya Bagian Produksi harus mematuhi prosedur yang ada. Pembelian hanya dilakukan oleh Bagian Purchasing dan penanganan bahan baku dikomunikasikan dengan Bagian Gudang. 64 4. Pemeliharaan terhadap beberapa fasilitas produksi yang digunakan untuk kegiatan operasional masih kurang memadai. Kondisi: Pada bulan April 2009, berdasarkan Maintenance Log Book (Laporan Pemeliharaan) tercatat terjadi kerusakan beberapa mesin yang sudah tua yaitu pada mesin-mesin berikut ini: • Mesin strapping kondisinya tidak dapat beroperasi karena mati total pada 4 April 2009 dan membutuhkan penggantian spareparts. • Mesin burger forming kondisi motor hidroliknya tidak dapat berjalan pada 4 April 2009 dan membutuhkan penggantian spareparts. • Mesin sausage filler kondisi vacuum-nya kurang bagus sehingga harus diperbaiki pada 10 April 2009. • Mesin mixer & mincer kondisi pisau sering patah dan rusak pada 10 dan 16 April 2009 sehingga perlu ada penggantian spareparts. Kriteria: Seharusnya mesin yang digunakan untuk kegiatan operasional seharihari mendapat pemeliharaan yang baik agar proses produksi berjalan dengan lancar. Sebab: Hal ini disebabkan jadwal pemeliharaan mesin ditentukan berdasarkan jam kerja mesin (400-500 jam) yang terlalu lama. Sementara beberapa mesin yang dimiliki sudah tua dan memerlukan pemeliharaan ekstra. 65 Akibat: Akibatnya proses produksi menjadi terganggu selama perbaikan mesin dan penggantian spareparts dilakukan. Selain itu, juga mengakibatkan proses produksi dilakukan dalam tiga shift (jam normal operasi perusahaan sebanyak dua shift) dengan menggunakan sisa mesin yang bisa dioperasikan. Hal ini menimbulkan ketidakefisienan penggunaan waktu penyelesaian produk. Mengingat setelah proses produksi selesai, perlu adanya pembekuan dalam blast freezer sebelum dilakukan pengepakkan dengan karton. Jadi, proses pengepakkan yang seharusnya dilakukan pagi hari, baru dapat dilakukan pada siang harinya. Rekomendasi: Untuk itu Bagian Teknisi sebaiknya melakukan jadwal pemeliharaan atau perawatannya ekstra untuk mesin yang sudah tua. Selain itu, jika memungkinkan perusahaan perlu mempertimbangkan untuk melakukan peremajaan atas mesin-mesin produksinya. IV.4 Prosedur Audit untuk Tahap Audit Rinci Prosedur audit merupakan langkah-langkah rinci dan sistematis yang dilakukan oleh auditor dalam mengumpulkan dan mengevaluasi bahan bukti untuk menilai efisiensi, efektif dan ekonomis yang berkaitan dengan fungsi produksi pada PT Dunia Daging Food Industries. 66 Mengingat keterbatasan penulis yang tidak mungkin untuk melakukan audit pada tahap audit terinci, maka berikut ini akan disusun prosedur audit untuk tahap audit terinci sebagai berikut: IV.4.1 Pemeriksaan atas Perencanaan Produksi Tujuan Pemeriksaan: Untuk menilai apakah prosedur perencanaan produksi yang ditetapkan manajemen puncak telah cukup memadai sehingga memungkinkan perencanaan produksi yang efektif, efisien dan ekonomis. Prosedur audit: 1. Mengevaluasi prosedur perencanaan produksi dan mengidentifikasikan akibat dari kelemahan dalam prosedur tersebut. 2. Analisa apakah perusahaan memiliki kebijakan mengenai buffer stock. 3. Telusuri apakah Bagian Purchasing menganalisis rata-rata produksi per bulan 4. Telusuri apakah Bagian Purchasing melakukan estimasi permintaan di luar jadwal produksi. 5. Telusuri apakah Bagian Gudang melakukan pengecekan persediaan pengaman yang ada di Gudang dan memberikan laporannya ke Bagian Purchasing. 6. Memeriksa dalam Internal Transfer (IT) yang dipilih secara sampling apakah terdapat kekurangan bahan baku yang ditransfer saat proses produksi. 67 7. Telusuri apakah bahan baku diterima tepat waktu. 8. Evaluasi perbedaan antara rencana produksi dengan realisasinya. 9. Diskusikan temuan dan buat hasil audit. 10. Buat simpulan audit. IV.4.2 Pemeriksaan atas Pelaksanaan Produksi Tujuan Pemeriksaan: Untuk menilai apakah pelaksanaan kegiatan pelaksanaan produksi telah dilaksanakan dengan efisien, efektif dan ekonomis oleh bagian produksi. Prosedur audit: 1. Mengevaluasi prosedur proses produksi dan mengidentifikasikan akibat dari kelemahan dalam prosedur tersebut. 2. Evaluasi penyebab penyimpangan prosedur oleh Bagian Produksi. 3. Melakukan observasi atas pelaksanaan kegiatan proses produksi secara langsung di pabrik. 4. Evaluasi penanganan bahan baku yang dibeli oleh Bagian Produksi. 5. Telusuri kepada Bagian Produksi apakah bahan yang dibeli dapat dimanfaatkan dalam proses produksi. 6. Diskusikan temuan dan buat hasil audit. 7. Buat simpulan audit. 68 IV.4.3 Pemeriksaan Atas Pengendalian Produksi Tujuan pemeriksaan: Untuk menilai apakah pelaksanaan pengendalian produksi telah dilakukan oleh masing-masing bagian yang berkaitan dan dapat mencapai efektifitas. Prosedur audit: 1. Mengevaluasi kebijakan pengendalian produksi dan mengidentifikasikan apakah terdapat kelemahan dalam kebijakan tersebut. 2. Melakukan observasi pelaksanaan kebijakan pengendalian produksi kepada bagian-bagian yang terkait dan memastikan mereka telah menaati kebijakan tersebut. 3. Analisa apakah perusahaan memiliki kebijakan jumlah yang diproduksi untuk produk baru. 4. Memeriksa apakah dalam Production Plan & Realization terdapat sejumlah produk yang tidak laku. 5. Telusuri kepada Bagian Gudang apakah produk yang tidak laku telah diretur dan diterima oleh Bagian Gudang. 6. Evaluasi penyebab produk yang diretur. 7. Evaluasi metode penanganan kualitas produk baru. 8. Memeriksa apakah produk yang diretur tersebut dijual kembali. 9. Diskusikan temuan dan buat hasil audit. 10. Buat simpulan audit. 69 IV.4.4 Pemeriksaan atas Pemeliharaan Peralatan dan Fasilitas Produksi Tujuan Pemeriksaan: Untuk menilai apakah pelaksanaan kegiatan pemeliharaan (maintenance) peralatan dan fasilitas produksi telah dilakukan dengan efektif, efisien dan ekonomis. Prosedur audit: 1. Memeriksa apakah perusahaan memiliki kebijakan pemeliharaan peralatan dan fasilitas produksi yang dituangkan secara tertulis. 2. Mengevaluasi kebijakan pemeliharaan terhadap peralatan dan fasilitas produksi dan mengidentifikasikan apakah terdapat kelemahan dalam kebijakan tersebut. 3. Melakukan observasi kegiatan pemeliharaan peralatan dan fasilitas produksi pada Bagian Teknisi dan memastikan mereka telah menaati kebijakan tersebut. 4. Melakukan observasi kondisi peralatan dan fasilitas produksi yang digunakan dalam proses produksi. 5. Melakukan pemeriksaan terhadap Maintenance Log Book apakah jadwal pemeliharaan tersusun secara rutin dan berkala. 6. Evaluasi perbedaan antara jadwal pemeliharaan dengan realisasinya. 7. Analisa apakah perusahaan menggunakan preventive maintenance atau predictive maintenance. 8. Melakukan pemeriksaan terhadap Maintenance Log Book mengenai daftar kerusakan mesin yang terjadi. 70 9. Evaluasi lama kerusakan mesin. 10. Analisa apakah terdapat kerugian akibat tidak dapat berproduksi. 11. Diskusikan temuan dan buat hasil audit. 12. Buat simpulan audit. 71