PENGHORMATAN DALAM ISLAM PERSPEKTIF HADIS SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ushuluddin (S.Ud) Penulis: Ahmad Qurtubi NIM. 106034001216 JURUSAN TAFSIR-HADIS FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432 H. / 2011 M ABSTRAK “Islam sebagai agama terbesar di dunia memuliki peran penting dalam menjaga moral manusia. Ia diharapkan mampu memberikan peran aktif dalam memajukan peradaban dunia. Muhammad sebagai pembawanya hanya mengatakan bahwa ia meninggalkan dua hal bagi umatnya, yakni alquran dan hadis. Di sisi lain sejarah hidupnya menjadi bagian penting dari pembentukan sejarah peradaban manusia. Peradaban yang bersih dan terhormat. Penghormatan yang saat ini menjadi problematika menjadikan Islam memiliki jawaban tersendiri dalam memberi solusi terhadapnya. Dan hadis yang menjadi gambaran kehidupan Nabi menjadi penting untuk diketahui karena telah memberi jawaban solutif terhadap penghormatan itu. Karena memang penghormatan yang berlebih bukan hal baru pada saat ini, akan merupakan adat Timur, yang membudidaya pada masyarakat kita. Sehingga bentuk kontekstualisasi hadis adalah kemutlakan pilihan dalam era yang berbeda ini, yakni era yang lebih modern dengan budaya yang berbeda, istilah yang berbeda, dan sistem hukum yang berbeda. Atau bahkan definisi penghormatan yang berbeda. Kata Kunci : Muhammad, Hadis, Penghormatan dan Teks ii KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim Banyak kita jumpai dalam suatu pertemuan, manakala ada seorang kaya masuk mereka ramai-ramai berdiri memberi penghormatan. Sementara kalau si miskin, tak satupun yang berdiri. Yang demikian itu tentu akan menimbulkan perasaan iri hati terhadap yang kaya dan seluruh hadirin dalam majlis itu. Terjadinya perasaan iri hati dan dengki diantara sesama muslim salah satu penyebabnya adalah diskriminasi penghormatan. Ketika masyarakat menjadikan posisi sosial seseorang sebagai standar penghormatan maka yang terjadi adalah timbulnya klasifikasi sosial atau pengkotak-kotakan masyarakat menurut kedudukannya. Bila ia seorang kaya maka penghormatannya lebih tinggi dari pada si miskin. Sehingga terjadilah apa yang disebut kesenjangan sosial / ketidak-adilan sosial. Fenomena inilah yang membuat sulitnya komunikasi dengan orang yang lebih tinggi kedudukan sosialnya. Disamping itu timbul pula istilah atasan dan bawahan, padahal atasan bawahan itu adalah istilah yang artificial (palsu) karena kitalah yang membuat-buatnya. Rasulullah SAW tidak pernah membeda-bedakan dirinya dengan orang lain. Hal inilah yang menjadi kegelisahan tersendiri bagi saya dan merasa perlu menuangkannya menjadi bacaan yang diharapkan bisa membuka kembali respon Muhammad dalam bentuk skripsi yang berjudul “Penghormatan dalam Islam perspektif hadis”. Di sisi lain, tulisan ini tidak hadir begitu saja namun telah banyak yang ikut berkontribusi dalam penulisan ini, maka perlu kiranya penulis menyampaikan iii rasa terima kasih secara khusus. Semoga segala kebaikan yang telah diberikan menjadi amal tersendiri untuk mengumpulkan kita bersama seluruh umat Muhammad di sisi Allah nanti. Amin. Oleh karena itu, tanpa mengurangi rasa terimakasih kepada orang-orang yang tidak penulis sebutkan namanya, penulis perlu menyampaikan terima kasih secara khusus kepada: a. Bpk. Prof. Zaenun Kamal selaku Dekan baru di fakultas Ushuluddin dan Filsafat dan Bpk. Dr. M. Amin Nurdin yang telah digantikannya. b. Bpk Dr. Bustamin MA, selaku Ketua Jurusan sekaligus orang yang selalu memotivasi kami untuk segera menyelesaikan skripsi kami. jazakumullah khairan katsîra. c. Bpk Rifqi Muhammad Fatih yang telah sabar membimbing al-Faqîr, ana dapat banyak ilmu dari antum. وﻣﺎﻛﺎن ﻟﻐﻴﺮ اﷲ زال,ﻣﺎﻛﺎن ﻟِﻠّﻪ زاد واﺗّﺼﻞ واﻧﻔﺼﻞ d. Ayah ummi tercinta H.Jamhuri dan Ma’anih yang selalu memarahiku, tapi kuyakin semua itu kau lakukan agar anakmu yang satu ini berhasil. e. Terima kasih juga untuk para guru-guru yang telah membimbing al-Faqir sampai sekarang ini dan sudi kiranya untuk meminjamkan kitab-kitabnya, KH.Muhammad Zakwan, KH.Abdul Muhit, KH.Usman Syarif, KH. Ali Hasan, KH. Ahmad Kosasih, KH. Ahmad Faisal Asmawi, KH.Agus Subhan dan para Asâtiz lainnya. f. Ustaz Rifqi Mukhtar yang telah mengajar kami setiap malam kamis, tidak terasa sudah 4 tahun kami mengaji denganmu, mudah-mudahan berkah. g. My Honey Aulia, thank you. iv h. Kawan-kawan yang aktif di Himpunan Mahasiswa Islam, para alumni latihan kader I 2007, Irdi, Bara, Euis, Syamsul dll, dan juga adik-adik TH yang selama kami menjabat sebagai Pres TH selalu membantu dalam kegiatan-kegiatan yang kami jalankan, al-Makhsûs: Dika, Arma, Pipit, Bibah, Jarwo, Usep, Dwi, Fuad, dan para senior HMI komisariat Ushuluddin yang telah mendidik kami menjadi seorang patriot sejati: Fajar, Mu’amar, Fikri, Su’udi, TB, Syafa’at, Iwenk, Fitroh dan yang lain. i. Kawan-kawan TH angkatan 2006-2007 semuanya, wa bil khusus: Haikal (paling uzur), Zami (Thanks atas tumpangannya pas motor ane ilang, eh ikut ilang juga dah motor ente), Irfan (paling khoir), Enju (paling kesel ane ama ente, masa skripsi dikata khutbah), encin (salut ane ma ente 2 semester 30 mata kuliah), Falaq (thanks udah mau jadi wakil ane). Selanjutnya, penulis tak lupa untuk menyadari bahwa tulisan ini pastilah ada kekurangan disana-sini. Untuk itu, kiranya saran, kritikan dan berbagai sambutan yang konstruktif masih sangat penulis butuhkan guna kesempurnaan tulisan dan pengetahuan penulis. Akhirnya, penulis berharap tulisan ini akan bermanfaat dan tidak hanya sekedar jadi tuntutan kuliah ataupun etalase hiasan dinding belaka. Wa allâhu a’lamu bi murôdi ‘abdih v PEDOMAN TRANSLITERASI 1 Konsonan Huruf Arab Huruf Latin ا Keterangan tidak dilambangkan ب B be ت T te ث Ts te dan es ج J Je ح H h dengan garis bawah خ Kh ka dan ha د D da ذ Dz De dan zet ر R Er ز Z Zet س S Es ش Sy es dan ye ص S es dengan garis bawah ض D de dengan garis bawah ط T te dengan garis bawah ظ Z zet dengan garis bawah ع ‘ koma terbalik keatas, menghadap ke kanan غ Gh ge dan ha ف F Ef 1 Pedoman ini disesuaikan dengan pedoman akademik fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2006/2007, hal. 101 - 105 vi ق Q Ki ك K Ka ل L El م M Em ن N En و W We ﻫـ H Ha ء ‘ Apostrof ي Y Ye Vokal Vokal dalam bahasa Arab, seperti bahasa Indonesia, terdiri dari vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal tunggal alih aksaranya adalah sebai beeriku: Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan ______َ a fathah ___◌___ ِ i kasrah ______ُ u dammah Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya sebagai berikut: Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan __◌َ __ﻱ ai a dan i َ____ ﻭ au a dan u Vokal Panjang (Madd) Ketentuan alih aksara vokal panjang (Madd), yang dalam bahasa Arab dilambangkan dengan harakat dan huruf, adalah sebagai berikut: Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan ــَﺎ â a dengan topi di atas vii ــﻲ î i dengan topi di atas ـــﻮ û u dengan topi di atas Kata Sandang Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan huruf, yaitu alif dan lam, dialih aksarakan menjadi huruf /l/ , baik diikuti oleh huruf syamsyiah maupun qamariyah. Contoh: al-rijâl bukan ar-rijâl, al-dîwân bukan ad-dîwân. Syaddah (Tashdid) Syaddah atau tasydid yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan sebuah tanda, dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kaata sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya yang secaraa lisan berbunyi ad-daruurah, tidak ditulis “ad-darûrah”, melainkan “al-darûrah”, demikian seterusnya. Ta Marbûtah Berkaitan dengan alih aksara ini, jika huruf ta marbûtah terdapat pada kata yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan manjadi huruf /h/ (lihat contoh 1 di bawah). Hal yang sama juga berlaku jika ta marbûtah tersebut diikuti oleh kata sifat (na’t) (lihat contoh 2). Akan tetapi, jika huruf ta marbûtah tersebut diikuti oleh kata benda (isim), maka huruf tersebutdialihaksarakan menjadi huruf /t/ (lihat contoh 3). Contoh: no Kata Arab Alih aksara 1 ﻃﺮﻳﻘﺔ tarîqah 2 اﻟﺠﺎﻣﻌﺔ اﻹﺳﻼﻣﻴﺔ al-jâmî ah al-islâmiyyah 3 وﺣﺪة اﻟﻮﺟﻮد wahdat al-wujûd viii Huruf Kapital Meskipun dalam tulisan Arab huruf kapital tidak dikenal, dalam alih aksara ini huruf capital tersebut juga digunakan, dengan memiliki ketentuan yang berlaku dalam Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) bahasa Indonesia, antara lain yang menuliskan kalimat, huruf awal nama tempat nama bulan, nama diri, dan lain-lain. Penting diperhatikan, jika nama didahului oleh kata sandang, maka yang ditulis dengan huruf capital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal atau kata sandangnya. Contoh: Abû Hâmid al-Ghazâli bukan Abû Hamid AlGhazâli, al-Kindi bukan Al-Kindi. DAFTAR ISI ABSTRAK ............................................................................................................... III KATA PENGANTAR ............................................................................................ IV PEDOMAN TRANSLITERASI ............................................................................. VII DAFTAR ISI .............................................................................................................. XI BAB I : PENDAHULUAN ................................................................................ 1 A. Latar Belakang Masalah ........................................................................ 1 B. Identifikasi Masalah .............................................................................. 6 C. Pembatasan dan Perumusan Masalah ................................................... 7 D. Metodologi Penelitian ........................................................................... 8 E. Kajian Pustaka ...................................................................................... 9 F. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................ 10 G. Sistematika Penulisan .......................................................................... 11 BAB II : MEMAHAMI PENGHORMATAN .................................................. 14 A. Pengertian Penghormatan .................................................................... 14 B. Penghormatan Terhadap Manusia Dalam Pandangan Islam ................ 16 C. Bentuk-bentuk Perilaku Penghormatan ............................................... 25 1. Mencium Tangan ............................................................................. 25 2. Inhinâ (Menundukan Badan) ........................................................... 27 3. Berdiri Menyambut Kedatangan Seseorang .................................... 29 BAB III : HADIS-HADIS TENTANG PENGHORMATAN ........................... 31 A. Mencium Tangan ix 1. Teks Hadis, Asbabul Wurud Hadis, dan Kualitas Hadis ................ 31 2. Pendapat Ulama Tentang Mencium Tangan ................................... 40 3. Analisa Hadis Mencium Tangan ..................................................... 44 B. Inhina (Menundukan Badan) ............................................................... 47 1. Teks Hadis, Asbabul Wurud Hadis, dan Kualitas Hadis .................. 47 2. Pendapat Ulama Tentang Inhina ....................................................... 49 3. Analisa Hadis Inhina ....................................................................... 51 C. Berdiri Menyambut Kedatangan Seseorang ....................................... 54 1. Teks Hadis, Asbabul Wurud Hadis, dan Kualitas Hadis ................ 54 2. Pendapat Ulama Tentang Berdiri Menyambut Seseorang ............... 64 3. Analisa Hadis Berdiri Menyambut Seseorang ................................ 68 BAB V : PENUTUP .......................................................................................... 72 A. Kesimpulan ........................................................................................ 72 B. Saran ................................................................................................... 74 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 75 x BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu kewajiban antara satu muslim dengan muslim yang lainnya adalah untuk saling menghormati dan memberikan penghormatan, di antara bentuk penghormatan yang dilakukan umat muslim di Indonesia ini adalah mencium tangan, menundukan kepala, dan berdiri ketika seorang datang. Beberapa hadis yang mungkin digunakan sebagai dalilnya adalah sebagai berikut: ِ ِ ِﱠ ٍ ُﺳ َﺎﻣﺔَ َﻋ ْﻦ ُﺷ ْﻌﺒَﺔَ َﻋ ْﻦ َﻋ ْﻤ ِﺮو َ ﻳﺲ َوﻏُْﻨ َﺪٌر َوأَﺑُﻮ أ َ َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ أَﺑُﻮ ﺑَ ْﻜﺮ َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ َﻋْﺒ ُﺪ اﻟﻠﻪ ﺑْ ُﻦ إ ْدر ِ ِ ِ ِ ﱠﱯ أَ ﱠن ﻗَـ ْﻮًﻣﺎ ﻣ ْﻦ اﻟْﻴَـ ُﻬﻮد ﻗَـﺒﱠـﻠُﻮا ﻳَ َﺪ اﻟﻨِ ﱢ: ﺻ ْﻔ َﻮا َن ﺑْ ِﻦ َﻋ ﱠﺴ ٍﺎل َ ﺑْ ِﻦ ُﻣﱠﺮةَ َﻋ ْﻦ َﻋْﺒﺪ اﻟﻠﱠﻪ ﺑْ ِﻦ َﺳﻠَ َﻤﺔَ َﻋ ْﻦ 2ِ ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ َوِر ْﺟﻠَْﻴﻪ َ F1 Telah menceritakan kepada kami Abû Bakar, telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Idrîs dan Ghundar dan Abû Usâmah, dari Syu'bah, dari 'Amru bin Murrah, dari ‘Abdullah bin Salamah dari Safwân bin 'Assâl, bahwa sekelompok orang Yahudi mencium tangan dan kedua kaki Nabi saw." ٍ ِﺲ ﺑ ِﻦ ﻣﺎﻟ ﻚ َ ْ ِ َأَﻧ ﺎل َ َﺎل َﻻ ﻗ َ َﻟَﻪُ ﻗ ِ َﺧﺒَـَﺮﻧَﺎ َﺣْﻨﻈَﻠَﺔُ ﺑْ ُﻦ ﻋُﺒَـْﻴ ِﺪ اﻟﻠﱠ ِﻪ َﻋ ْﻦ ْ َﺧﺒَـَﺮﻧَﺎ َﻋْﺒ ُﺪ اﻟﻠﱠﻪ أ ْ َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ ُﺳ َﻮﻳْ ٌﺪ أ ِ ِ َ ﺎل رﺟﻞ ﻳﺎ رﺳ ﺻ ِﺪﻳ َﻘﻪُ أَﻳـَْﻨ َﺤ ِﲏ َ ﻮل اﻟﻠﱠﻪ اﻟﱠﺮ ُﺟ ُﻞ ﻣﻨﱠﺎ ﻳـَْﻠ َﻘﻰ أ َ َﺧﺎﻩُ أ َْو ُ َ َ ٌ ُ َ َ َ ﻗ:ﻗَﺎل 3 ِِ ِ ﺎل ﻧـَ َﻌ ْﻢ َ َﺼﺎﻓِ ُﺤﻪُ ﻗ َ َﺎل َﻻ ﻗ َ َأَﻓَـﻴَـ ْﻠﺘَ ِﺰُﻣﻪُ َوﻳـُ َﻘﺒﱢـﻠُﻪُ ﻗ َ ُﺎل أَﻓَـﻴَﺄْ ُﺧ ُﺬ ﺑﻴَﺪﻩ َوﻳ F2 Telah menceritakan kepada kami Suwaid, telah memberitakan kepada kami Handzolah bin ‘Ubaidillah, dari Anas bin Mâlik (ia berkata): telah berkata seorang laki-laki: wahai Rasulullah saw apabila seorang laki-laki diantara kami bertemu dengan saudaranya atau kerabatnya apakah kami harus menunduk kepadanya, Rasul menjawab: “Tidak”, apakah kami harus memeluk dan menciumnya, Rasul menjawab: “Tidak”, apakah kita harus mengambil tangannya dan berjabat dengannya, Rasul menjawab:”Ya”. 2 Abû ‘Abdillâh Muhammad Ibn Yazîd al-Qazwinî Ibn Mâjah, Sunan Ibnu Mâjah (Semarang:Thoha Putera) j.2, hal. 1220, Kitâb al-Adab Bâb ar-Rojulu Yuqobbilu Yada ar-Rojuli. 3 Al-Tirmidzî, al-Jâmi’us Sahih wa huwa Sunan al-Tirmidzî, (Semarang:Thoha Putera), j.4, hal.172, Bâb Ma Jâa Fî al-Musâfahah. ِ ِ ِ ﻴﻞ َﻋ ْﻦ ْ َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ ْ اﳊَ َﺴ ُﻦ ﺑْ ُﻦ َﻋﻠ ﱟﻲ َواﺑْ ُﻦ ﺑَﺸﱠﺎ ٍر ﻗَ َﺎﻻ َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ ﻋُﺜْ َﻤﺎ ُن ﺑْ ُﻦ ﻋُ َﻤَﺮ أ ُ َﺧﺒَـَﺮﻧَﺎ إ ْﺳَﺮاﺋ ِِ ِ ِ ِ ٍ َِﻣْﻴﺴﺮةَ ﺑْ ِﻦ َﺣﺒ َﲔ َﻋﺎﺋِ َﺸﺔ َ ﻴﺐ َﻋ ْﻦ اﻟْﻤْﻨـ َﻬ ِﺎل ﺑْ ِﻦ َﻋ ْﻤ ٍﺮو َﻋ ْﻦ َﻋﺎﺋ َﺸﺔَ ﺑِْﻨﺖ ﻃَْﻠ َﺤﺔَ َﻋ ْﻦ أُﱢم اﻟْ ُﻤ ْﺆﻣﻨ ََ ِ ّ اﳊَ َﺴ ُﻦ َﺣ ِﺪﻳﺜًﺎ ََﺎ رَأَﻳْﺖُ أَﺣَﺪًا ﻛَﺎنَ أَﺷْﺒَﻪَ ﲰَْﺘًﺎ وَﻫ: ﺖ ْ ﺎل َ َﺪْﻳًﺎ وَدَﻻً َوﻗ ْ ََرﺿ َﻲ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋْﻨـ َﻬﺎ أَﻧـ َﱠﻬﺎ ﻗَﺎﻟ ِ َﻮل اﻟﻠﱠ ِﻪ ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪ ﻋﻠَﻴ ِﻪ وﺳﻠﱠﻢ ِﻣﻦ ﻓ ِ ﱠل ﺑِﺮﺳ ْ َوَﻛ َﻼ ًﻣﺎ َوَﱂْ ﻳَ ْﺬ ُﻛ ْﺮ َﺎﻃ َﻤﺔ َ اﳊَ َﺴ ُﻦ اﻟ ﱠﺴ ْﻤ َ ْ َ ََ َْ ُ ُ َ ي َواﻟﺪ ﱠ َ ﺖ َوا ْﳍَْﺪ ِ ِ َﺟﻠَ َﺴ َﻬﺎ ِﰲ َْﳎﻠِ ِﺴ ِﻪ ْ َﺖ إِذَا َد َﺧﻠ ْ ََﻛﱠﺮَم اﻟﻠﱠﻪُ َو ْﺟ َﻬ َﻬﺎ َﻛﺎﻧ ْ َﺧ َﺬ ﺑِﻴَﺪ َﻫﺎ َوﻗَـﺒﱠـﻠَ َﻬﺎ َوأ َ ﺖ َﻋﻠَْﻴﻪ ﻗَ َﺎم إِﻟَْﻴـ َﻬﺎ ﻓَﺄ 4 ِِ ِ ِ وَﻛﺎ َن إِذَا دﺧﻞ ﻋﻠَﻴـﻬﺎ ﻗَﺎﻣﺖ إِﻟَﻴ ِﻪ ﻓَﺄَﺧ َﺬ َﺟﻠَ َﺴْﺘﻪُ ِﰲ َْﳎﻠﺴ َﻬﺎ ْ َ ْ ْ َ َْ َ َ َ َ ْ ت ﺑِﻴَﺪﻩ ﻓَـ َﻘﺒﱠـﻠَْﺘﻪُ َوأ َ F3 Telah menceritakan kepada kami Al-Hasan bin ‘Ali dan Ibn Basysyâr (keduanya berkata); telah menceritakan kepada kami ‘Utsmân bin Umar berkata, telah mengabarkan kepada kami Isrâ'îl dari Maisarah bin Habîb, dari Al-Minhal bin Amru, dari 'Âisyah binti Thalhah, dari Ummul Mukminin 'Âisyah ra (ia berkata,: "Aku tidak pernah melihat seseorang yang mirip dalam kesopanan, ketenangan, kesabaran dalam memberi petunjuk, dan Al-Hasan tidak pernah menyebutkan 'ketenangan, kesabaran dalam memberi petunjuk - seperti Rasulullah saw selain dari pada Fatimah -semoga Allah memuliakan wajahnya-. Jika Fatimah datang menemui beliau, maka beliau berdiri, meraih tangannya, mencium dan mendudukkannya di tempat duduknya. Dan jika beliau datang menemuinya, maka ia akan meraih tangan beliau, mencium dan mendudukkannya di tempat duduknya." Beberapa penghormatan yang saya sebutkan di atas menyebabkan adanya perbedaan pendapat tentang bagaimana pengormatan yang seharusnya dilakukan oleh dua orang muslim ketika bertemu, karena dikhawatirkan terjadi penghormatan yang berlebih, telah disebutkan beberapa hadis dari Nabi Muhammad saw, yang diantaranya: ِ ْ ﺣ ﱠﺪﺛـَﻨﺎ ِ َ َي ﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ ﺳ ْﻔﻴﺎ ُن ﻗ َﺧﺒَـَﺮِﱐ ﻋُﺒَـْﻴ ُﺪ اﻟﻠﱠ ِﻪ ﺑْ ُﻦ َﻋْﺒ ِﺪ ُ ي ﻳـَ ُﻘ ﺖ اﻟﱡﺰْﻫ ِﺮ ﱠ َ َ ْ ﻮل أ ُ ﺎل َﲰ ْﻌ َُ َ اﳊُ َﻤْﻴﺪ ﱡ ِ ِ ٍ اﻟﻠﱠ ِﻪ َﻋ ْﻦ اﺑْ ِﻦ َﻋﺒﱠ ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ ُ ﺎس َِﲰ َﻊ ﻋُ َﻤَﺮ َر ِﺿ َﻲ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋْﻨﻪُ ﻳـَ ُﻘ ﺖ اﻟﻨِ ﱠ ُ ﻮل َﻋﻠَﻰ اﻟْﻤْﻨ َِﱪ َﲰ ْﻌ َ ﱠﱯ ﱠﺼ َﺎرى اﺑْ َﻦ َﻣ ْﺮَﱘَ ﻓَِﺈﱠﳕَﺎ أَﻧَﺎ َﻋْﺒ ُﺪﻩُ ﻓَـ ُﻘﻮﻟُﻮا َﻋْﺒ ُﺪ اﻟﻠﱠ ِﻪ ُ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ﻳـَ ُﻘ ْ ﻮل َﻻ ﺗُﻄُْﺮ ِوﱐ َﻛ َﻤﺎ أَﻃَْﺮ َ ت اﻟﻨ 5 َُوَر ُﺳﻮﻟُﻪ F4 Telah menceritakan kapada kami Al-Humaidiy, telah menceritakan kepada kami Sufyân (bahwa ia telah berkata), aku telah mendengar al4 Abû Dâwud, Sunan Abî Dâwud,(Darr Al-Fikr), j.4, hal.355, Kitâb al-Adab Bâb Ma Jâa fi al-Qiyâm. 5 Muhammad bin ‘Ismâ’îl Al-Bukhârî, Sahîh Al-Bukhârî, (Beirut:Libanon), j.2, hal.256. Kitâb Ahâdditsul Anbiyâ. 3 Zuhriy berkata: telah memberitakan kepadaku ‘Ubaidillah ibn ‘Abdillah, Dari Ibn ‘Abbâs mendengar ‘Umar berkata dari atas mimbar: ”Aku mendengar Rasulullah bersabda: “Janganlah kalian mengkultuskanku sebagaimana kaum Nasrani mengkultuskan ‘Îsa putra Maryam. Sesungguhnya aku hanyalah seorang hamba. Maka ucapkanlah: hamba Allah dan Rasul-Nya.” Kekhawatiran Nabi tentang sikap yang berlebih ini juga pernah diucapkan dalam sebuah hadis: ٍ ﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ ﻋﻠِﻲ ﺑﻦ ُﳏ ﱠﻤ ٍﺪ ﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ أَﺑﻮ أُﺳﺎﻣﺔَ ﻋﻦ ﻋﻮ ِ ْﺼ ﲔ َﻋ ْﻦ أَِﰊ ْ ف َﻋ ْﻦ ِزﻳَ ِﺎد ﺑْ ِﻦ َ ُاﳊ َ َ ُْ َ ﱡ َ َْ ْ َ َ َ ُ ِ ُ ﺎل رﺳ ٍ اﻟْ َﻌﺎﻟِﻴَ ِﺔ َﻋ ْﻦ اﺑْ ِﻦ َﻋﺒﱠ ﱠﺎس إِﻳﱠﺎ ُﻛ ْﻢ َ َﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ﻗ َ َﺎس ﻗ َ ﻮل اﻟﻠﱠﻪ ُ َ َ َ ﻗ: ﺎل ُ ﺎل ﻳَﺎ أَﻳـﱡ َﻬﺎ اﻟﻨ 6 ﻚ َﻣ ْﻦ َﻛﺎ َن ﻗَـْﺒـﻠَ ُﻜ ْﻢ اﻟْﻐُﻠُﱡﻮ ِﰲ اﻟﺪﱢﻳ ِﻦ َ ََواﻟْﻐُﻠُﱠﻮ ِﰲ اﻟﺪﱢﻳ ِﻦ ﻓَِﺈﻧﱠﻪُ أ َْﻫﻠ 5F Artinya : Meriwayatkan kepada kami 'Ali bin Muhammad meriwayatkan kepada kami Abû Usâmah dari 'Auf dari Ziyâd ibn alHusaini dari Abi al-'Âliyah dari Abbâs (dia berkata): telah bersabda Rasulullah saw “Jauhilah sikap berlebih-lebihan di dalam Agama, karena orang-orang sebelum kalian hancur binasa karena sikap berlebihan di dalam Agama” Hadis riwayat Ibnu Mâjah mengindikasikan bahwa jangan berlebihan di dalam Agama, dikarenakan Nabi saw telah menggambarkan orang-orang sebelum sahabat telah hancur binasa disebabkan sikap berlebihan. Walaupun hal tersebut dilakukan terhadap seseorang yang dianggap mulia di sisi Allah swt. Sebagian orang menganggap bahwa tidak boleh memberikan penghormatan yang berlebihan, karena boleh jadi penghormatannya tersebut menyerupai penghormatannya kepada Allah swt, Komentar ini adalah penggalan dari pendapat Raja ‘Abdullah tentang penolakan dan ajakan untuk tidak mencium tangan kepada orang lain kecuali orang tua, karena hal tersebut (mencium tangan) juga menyebabkan ketundukan, yang merupakan pelanggaran pada hukum Tuhan. Ketundukan yang tepat tidak pada satu pun kecuali Tuhan. Riyadh, 12 September 6 Abî Abdillah Muhammad bin Yazîd bin al-Qazwînî (selanjutnya dikenal sebagai Ibnu Mâjah), Sunan Ibni Mâjah, (Semarang : Toha Putra), juz 2, hal.1008. 4 2005 11:28. 7 6F Namun sebagian berpendapat bahwa penghormatan antar manusia boleh dilakukan dengan cara apapun, sesuai dengan urf (kebiasaan) disetiap masing-masing Negara. Dan juga boleh melakukan penghormatan dengan caracara tertentu, sesuai dengan kredibilitas seseorang yang dihormati. Contoh tentang hadis berdiri ketika seorang datang: Hadis riwayat al-Tirmidzî. ِ ﻴﺐ ﺑ ِﻦ اﻟ ﱠﺸ ِﻬ ﻴﺪ َﻋ ْﻦ ُ َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ َْﳏ ُﻤ ْ ِ ِﻴﺼﺔُ َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ ُﺳ ْﻔﻴَﺎ ُن َﻋ ْﻦ َﺣﺒ َ ِﻮد ﺑْ ُﻦ َﻏْﻴ َﻼ َن َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ ﻗَﺒ ِ ِ اﺟﻠِ َﺴﺎ َ ﲔ َرأ َْوﻩُ ﻓَـ َﻘ َ َأَِﰊ ِ ْﳎﻠَ ٍﺰ ﻗ َ ﺻ ْﻔ َﻮا َن ﺣ ْ ﺎل َ َﺧَﺮ َج ُﻣ َﻌﺎ ِوﻳَﺔُ ﻓَـ َﻘ َﺎم َﻋْﺒ ُﺪ اﻟﻠﱠﻪ ﺑْ ُﻦ اﻟﱡﺰﺑـَ ِْﲑ َواﺑْ ُﻦ: ﺎل ِ َ َِﲰﻌﺖ رﺳ ْﺎل ﻗِﻴَ ًﺎﻣﺎ ﻓَـ ْﻠﻴَﺘَﺒَـ ﱠﻮأ ُ ﺐ أَ ْن ﳝَْﺜُ َﻞ ﻟَﻪُ اﻟﱢﺮ َﺟ ُ ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ﻳـَ ُﻘ َﺣ ﱠ َ ﻮل اﻟﻠﱠﻪ َ ﻮل " َﻣ ْﻦ أ َُ ُ ْ 8 "َﻣ ْﻘ َﻌ َﺪﻩُ ِﻣ ْﻦ اﻟﻨﱠﺎ ِر F7 Artinya : "Meriwayatkan kepada kami Mahmûd Ibn Ghoilân Meriwayatkan kepada kami Qobîsah Meriwayatkan kepada kami Sufyân dari Habib ibn Syahîd dari Abî Mijlaz (dia berkata): Suatu ketika Mu'âwiyah hendak keluar dari majelis, maka bangun 'Abdulllah ibn azZuhair dan Ibn Safwân untuk memberikan penghormatan, namun ketika Mu'âwiyah melihatnya (maka ia berkata) : duduklah kalian berdua, aku telah mendengar Rasulullah saw bersabda: "Siapa suka dihormati manusia dengan berdiri, maka hendaknya ia mendiami tempat duduknya di Neraka". Sementara hadis riwayat Abû Dâud menyatakan seperti berikut: ِ ِ ِ َﻋ ْﻦ أَِﰊ أ َُﻣ َﺎﻣﺔَ ﺑْ ِﻦ, ﻴﻢ ُ َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ َﺣ ْﻔ َ َﻋ ْﻦ َﺳ ْﻌﺪ ﺑْ ِﻦ إﺑْـَﺮاﻫ, ُ َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ ُﺷ ْﻌﺒَﺔ, ﺺ ﺑْ ُﻦ ﻋُ َﻤَﺮ ٍ ِﻋﻦ أَِﰊ ﺳﻌ, ﻒ ٍ ﺳ ْﻬ ِﻞ ﺑْ ِﻦ ﺣﻨَـْﻴ , أَ ﱠن أ َْﻫ َﻞ ﻗُـَﺮﻳْﻈَﺔَ ﻟَ ﱠﻤﺎ ﻧـََﺰﻟُﻮا َﻋﻠَﻰ ُﺣ ْﻜ ِﻢ َﺳ ْﻌ ٍﺪ, " ي ْ ﻴﺪ اﳋُ ْﺪ ِر ﱢ ُ َ َ َْ ِ ِﺎل اﻟﻨِﱠﱯ ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪ ﻋﻠَﻴﻪ ِ ِ أ َْر َﺳ َﻞ إِﻟَْﻴﻪ اﻟﻨِ ﱡ َْ ُ َ ﻓَـ َﻘ َ ﱡ, ﻓَ َﺠﺎءَ َﻋﻠَﻰ ﲪَﺎ ٍر أَﻗْ َﻤَﺮ, ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋﻠَْﻴﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ َ ﱠﱯ ِ ِ ِ ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َ ﻓَ َﺠﺎءَ َﺣ ﱠﱴ ﻗَـ َﻌ َﺪ إِ َﱃ َر ُﺳﻮل اﻟﻠﱠﻪ, ﻮﻣﻮا إِ َﱃ َﺳﻴﱢﺪ ُﻛ ْﻢ أ َْو إِ َﱃ َﺧ ِْﲑُﻛ ْﻢ ُ ُ ﻗ: َو َﺳﻠﱠ َﻢ 9 . "َو َﺳﻠﱠ َﻢ F8 Artinya : Meriwayatkan Hafs bin ‘Umar, Menceritakan kepada kami Syu’bah, dari Sa’d bin Ibrahîm, dari Abî Umâmah bin Sahl bin 7 Didownload pada 11 April 2011 02:19 dengan alamat website: (http://www.gatra.com/2005-09-12/artikel.php?id=88304). 8 Abî Dâud Sulaimân bin Al-Asy'at bin Ishâq As-Sijistânî, Sunan Abî Dâud, juz 4, hal.358. 9 Abî Dâud Sulaimân bin Al-Asy'at bin Ishâq As-Sijistânî, Sunan Abî Dâud, juz 4, hal.355. 5 Hunaif, dari Abî Sa’îd al-Khudriy: Sesungguhnya Bani Quraizah diputuskan sebuah hukum oleh Sa’ad, Nabi pun mengirim utusan kepadanya, tibalah Sa’ad dengan mengendarai keledai berwarna putih,, bersabda Nabi saw "Berdirilah pemimpin kalian.” Kedua hadis di atas terkesan mukhtalif, Hadis pertama secara tekstual mengandung pengertian, bahwa seorang muslim yang suka penghormatan dengan berdiri, maka ia menghadapi ancaman masuk Neraka. Namun dalam hadis kedua Rasulullah memerintahkan kepada para sahabat untuk membantu Sa’ad ra pemimpin para shahabat Ansar yang baru saja tiba mengendarai himâr (keledai). "Berdirilah untuk pemimpin kalian.” Keberadaan hadis-hadis di atas tidak terlepas dari kebudayaan dan kebiasaan para sahabat Nabi saw pada waktu itu apabila mereka setelah bepergian jauh untuk misi berdakwah, sesampainya mereka berjumpa dengan Rasulullah mereka melepas kerinduaannya dengan menciumi tangan dan kakinya Rasulullah. 10 9F Adapun yang menjadi konsentrasi saya dalam pembahasan skripsi ini adalah al-Khidmah fil Islâm (penghormatan di dalam Islam) yang meliputi mencium tangan, menundukan badan, berdiri menyambut seseorang yang datang. Hal ini dikarenakan terdapat sebagian orang yang beranggapan bahwa tidak boleh mencium tangan, menundukan kepala, dan berdiri menyambut seseorang datang Oleh karena itu penghormatan di dalam Islam menurut penulis sangat penting untuk di kaji, sehingga mendapat gambaran utuh tentang etika menghormati yang sesuai dengan ajaran Islam yaitu dengan melihat hadis-hadis Nabi saw. Tidak hanya sekedar melihat dari kebolehan ataupun pelarangan dalam estetika penghormatan. Lebih dari pada itu perlu juga melihat asbab al- wurud al10 Mostafa al-Badawi , Tangan Nabi, (Pustaka Zawiyah 2004), hal.58. 6 hadis 11 10F Dengan lain ungkapan, ketika kita ingin menggali pesan moral dari suatu hadis, perlu memperhatikan konteks historitas, kepada siapa hadis itu disampaikan Nabi saw, dalam kondisi sosio-kultural yang bagaimana Nabi saw waktu itu menyampaikannya. Tanpa memperhatikan konteks historisitasnya seseorang akan mengalami kesulitan dalam menangkap dan memahami makna suatu hadis, bahkan ia dapat terperosok ke dalam pemahaman yang keliru. Untuk itu agar penulis juga tidak terlalu cepat mengambil kesimpulan suatu hadis, akan juga mengkaitkan dengan konteks kekinian. Dari uraian di atas maka penelitian dengan judul "Penghormatan Dalam Islam Perspektif Hadis (Mencium Tangan, Menundukan Badan, dan Berdiri Menyambut Kedatangan Seseorang) ". Layak dilakukan. B. Identifikasi Masalah Dari hal-hal yang telah diuraikan dalam latar belakang tersebut dapat dilihat bahwa mengingat di Negara kita banyak sekali Organisasi Islam yang dalam beberapa hal ada perbedaan pandangan, maka tidak mengeherankan apabila sering kita jumpai antara satu Organisasi dengan lainnya saling menggunjing dalam masalah Furû’iyah. Berdasarkan uraian di atas maka saya melakuan identifikasi masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana tradisi penghormatan sebelum Islam? 2. Bagaimana tradisi penghormatan masa Rasulullah? 3. Apa saja bentuk-bentuk penghormatan? 11 Asbab al-Wurûd al-hadîs,merupakan konteks sosiologis yang menyebabkan suatu hadis muncul,sebagai respon dan anggapan suatu hadis yang berkembang kala itu. Sehingga suatu hadis difahami tanpa memperhatikan asbabul wurudnya, maka akan terasa kurang lengkap, bahakan bisa menimbulkan salah faham. Lihat Dasar-Dasar Ilmu Hadis, karya Bustamin, (Ushul Press 2009), hal.113. 7 4. Bagaimana konsep penghormatan dalam Islam? 5. Bagaimana Al-Qur’an berbicara tentang penghormatan? 6. Bagaimana hadis berbicara tentang penghormatan? 7. Bagaimana pandangan Ulama tentang penghormatan, dan bentuk-bentuk penghormatan? C. Pembatasan dan Perumusan Masalah Berangkat dari penjelasan diatas, maka diperlukanlah suatu rumusan masalah guna menjaga agar penelitian ini fokus pada pembahasan dan lebih terarah. Adapun penelitian ini memiliki beberapa batasan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana Islam memandang penghormatan dan apa saja bentuk-bentuk penghormatan dalam Islam? 2. Bagaimana hadis berbicara tentang penghormatan serta mengindentifikasi beberapa masalah yang berkaitan dengan penghormatan dalam Islam, dengan meneliti teks hadis yang dijadikan dalil-dalil pembolehan atau pelarangan hal-hal tersebut yang ada dalam al-Kutub al-Tis’ah? 3. Bagaimana pandangan Ulama tentang penghormatan dan bentuk-bentuk penghormatan? Untuk itu penelitian ini memiliki rumusan masalah sebagai berikut: “Bagaimana pemahaman terhadap hadis-hadis tentang penghormatan sesama manusia” D. Metodologi Penelitian 1. Penulis menggunakan langkah-langkah penelitian kepustakaan (library reseach) dalam pengumpulan sumber data yaitu dengan memanfaatkan kitab- 8 kitab hadis untuk dijadikan sumber data dalam pencarian hadis-hadis mengenai penghormatan. saya juga menelusuri karya-karya yang erat hubungannya dengan masalah penghormatan, serta kitab-kitab syarah hadis yang memuat tentang penghormatan untuk selanjutnya dapat difahami maksud dari makna hadis tersebut. 2. Penulisan skripsi ini menggunakan metode deskriktif-analitis yaitu sebuah metode yang menguraikan terlebih dahulu permasalahan yang akan di kaji sebagai gambaran awal, setelah itu dianalisa. Hal yang pertama adalah mengumpulkan hadis-hadis yang dibutuhkan dalam proses penelitian. Setelah itu dikelompokan hadis-hadis yang mempunyai tema yang sama dengan tema penulisan skripsi ini. Dalam hal ini penulis memaparkan semua hadis-hadis yang bersangkutan dengan tema tersebut tanpa melakukan intervensi, melainkan menuliskan apa adanya. Metode penulisan skripsi ini menggunakan buku Pedoman Akademik Tafsir Hadis Tahun 2006-2007 Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Jakarta. 3. Selanjutnya penulis menggunakan metode takhrij hadis, metode takhrij hadis itu sendiri ada empat metode. Pertama,takhrij hadis melalui kata/lafal pada matan hadis. Kedua, takhrij hadis melalui tema. Ketiga, takhrij hadis melalui awal matan hadis. Keempat, takhrij hadis melalui sahabat Nabi/periwayat pertama. Akan tetapi saya menggunakan metode yang pertama yaitu metode takhrij hadis melalui kata/lafal pada matan hadis, dalam kegiatan takhrij ini hal yang pertama adalah mencari teks hadis dengan menggunakan sebuah kamus yang saya anggap cukup lengkap yaitu kitab susunan A.J. Wensinck dan kawan-kawan yang diterjemahkan ke dalam bahasa Arab oleh 9 Muhammad Fuad ‘Abdul Baqi dengan judul al-Mu’jam al-Mufahros li alfazil hadis an-Nabawi, kamus hadis ini hanya merujuk kepada sembilan kitab hadis al-Kutub al-Tis’ah. 12contoh: ketika mencari kalimat at-Taqbîl maka yang 1F harus kita lakukan adalah mengetahui akar kata dari at-Taqbîl itu sendiri, yaitu Qobbala yaitu Fi’il al-Mâdi karena kita akan kesulitan mencari jika menggunakan fi’il al-Mudâri’, ketika sudah mengetahui akar kata dari kalimat yang akan dicari, maka kita tinggal mencari kalimat tersebut di kamus ini dengan mengikuti huruf abjad bahasa Arab, yaitu huruf Qof dan yang selanjutnya huruf Ba dan Ya, dengan begitu sangat mudah bagi kita mencari hadis dengan menggunakan hadis ini. Dan setelah teks-teks hadis ditemukan maka penelitian bisa dilanjutkan kepada kualitas hadis dan pemahaman dari hadis tersebut mulai dari per-kata sampai dari maksud kandungan hadis tersebut. E. Kajian Pustaka Penulis menemukan dalam beberapa sumber buku yang menulis tentang masalah seputar adab seseorang ketika berjumpa, diantara buku-buku tersebut adalah: 1) Ibnu al-Muqri, ar-Rukhsah Fî Taqbîli al-Yad. Buku ini secara keseluruhan berisikan hadis-hadis tentang cium tangan, dan buku ini banyak mendapatkan kritikan diantaranya hadis-hadis di dalam buku ini banyak yang diragukan kualitasnya. 2) Âdabu Al-Musâfahah. Buku ini dikarang oleh salah satu Ulama Indonesia yaitu Muhamad Nuruddin al-Banjar al-Makkî yang telah lama belajar 12 Bustamin, Dasar-Dasar Ilmu Hadis,(Ushul Press 2009 ), hal.184-185. 10 dengan Syeikh Muhammad Yasin al-Fadani (al-Musnid ad-Dunia), buku ini membahas tentang adab seseorang ketika bertemu, ketiga hal yang saya angkat dalam penulisan ini ada di dalam buku tersebut, akan tetapi dalam buku ini tidak menyebutkan ikhtlaf para ulama tentang menghukumi ketiga hal yang saya angkat dalam penulisan ini. 3) Al-Firqoh an-Najiyyah, buku ini dikarang oleh Jamil Zainu yang telah diterjemahkan oleh Golongan Salafy menjadi “Jalan Golongan Yang Selamat” 13 . Buku ini adalah salah satu buku yang kontradiksi dengan 12F buku Muhammad Nuruddin al-Banjar al-Makkî yaitu Âdabu AlMusâfahah. F. Tujuan dan Manfaat Penulisan Adapun tujuan dari penelitian ini, sebagaimana yang telah saya sebutkan pada pembatasan dan rumusan adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui penghormatan yang ada di dalam Islam. 2. Untuk mengetahui hadis-hadis Nabi yang berbicara seputar penghormatan dalam Islam. 3. Untuk mengetahui pandangan Ulama tentang penghormatan dan bentukbentuk penghormatan. Adapun kegunaan dari penelitian ini Secara akademik adalah: 1. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangsih pemikiran dalam pemikiran penghormatan 13 di Islam khusunya dalam Islam dalam bidang yang meliputi hadis tentang mencium tangan, Lihat : http://www.salafy.or.id/print.php?id_artikel=92, dapat diakses secara gratis pada alamat tersebut. 11 menundukan badan, dan berdiri menyambut seorang datang yang saat ini menjadi sebuah hal yang wajib. 2. Sebagai syarat memperoleh gelar Strata-1 bidang Theologi Islam pada program studi Tafsir-Hadis di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Adapun kegunaan dari penelitian ini Secara non akademik adalah: 1. Agar saya dan para pembaca skripsi ini mendapat gambaran utuh tentang penghormatan dan bentuk-bentuk penghormatan. G. Sistematika Penulisan Agar penulisan ini lebih sitematis dalam pengurainnya, maka penulisan skripsi ini akan di bagi kepada beberapa bab, yaitu : Bab satu berisikan tujuh sub-bab. Pertama, latar belakang masalah yang akan diteliti. Kedua, identifikasi masalah agar masalah yang sulit dapat disederhanakan sehingga penelitian menjadi mudah. Ketiga, pembatasan dan perumusan masalah agar pembahasan penelitian ini dapat fokus. Keempat, metodologi penelitian agar proses penelitian menjadi terstruktur. Kelima, tujuan dan manfaat penulisan, kenapa harus ada tujuan dan manfaat penulisan di dalam sebuah proposal skripsi, hal ini dikarenakan agar penelitian yang akan dilakukan tidak sia-sia dan dapat terarah sesuai dengan yang diinginkan. Keenam, kajian pustaka, hal ini sangat penting agar saya dapat memahami latar belakang teoritis masalah penelitian. Ketujuh, sistematika penulisan, perlunya sistematika penulisan agar dapat memberikan gambaran umum dari bab ke bab isi dari penulisan/penelitian skripsi ini. 12 Pada bab dua ada tiga sub-bab. Pertama, saya akan membahas tentang pengertian penghormatan secara umum. Kedua, menggambarkan penghormatan tersebut dalam pandangan as-sunnah, hal ini dikarenakan tiga hal yang penulis angkat pada penelitian ini amat erat kaitannnya dengan penghormatan. Lalu pada sub-bab ketiga, saya akan mendefinisikan tiga hal yang menjadi pembahasan, hal ini dikarenakan memberi gambaran awal tentang makna sesungguhnya dari pembahasan saya. Pada bab tiga ada tiga sub-bab. Pertama, berisikan teks-teks hadis yang didapat dari al-Kutub al-Sittah melalui kitab mu’jam al-mufahros li alfâzi al-hadîs dengan asbabul wurud hadis tersebut yang didapat melalui kitab syarh hadis yang disertai juga akan kualitas hadis tersebut, karena kualitas ke-sahih-an sebuah hadis merupakan hal yang sangat penting, terutama hadis-hadis yang bertentangan dengan hadis, atau dalil lain yang lebih kuat. Pada bab kedua berisi pendapat para ulama hadis tentang tiga hal yang menjadi pembasan pada skripsi ini, hal ini guna memberikan kejelasan tentang alasan-alasan pembolehan dan pelarangan. Sedangkan bab ketiga adalah analisa hadis guna memperjelas pemahaman dari hadis-hadis tersebut. Pada bab terakhir yaitu bab empat ada dua sub-bab. Pertama. Kesimpulan guna mengetahui jawaban dari pembatasan dan perumusan masalah. Kedua, saran. Pada bab terakhir ini lah bagian penting untuk mengetahui “kira-kira kelemahan yang ada dalam penelitian ini”, pada bab inilah clue kepada pengembang berikutnya/atau pada skripsi yang lainnya. BAB II MEMAHAMI PENGHORMATAN A. Pengertian Penghormatan Istilah penghormatan dalam bahasa Arab mempunyai dua makna, yaitu ditinjau dari segi etimologis dan terminologis. Penghormatan secara etimologis dalam bahasa Arab, penghormatan ﺍﻻﺣﺘﺮﺍﻡadalah penghargaan ﺍﻻﻋﺘﺒﺎﺭ, kalimat tersebut berakarkan Tsulâtsi Mujarrad yang berwazankan Fa’ala-Yaf’ulu yaitu 14 Harama-yahrumu-haraman, dan menjadi Rubâi ﺍِﺣْ ﺘِ َﺮﺍ ًﻣﺎ-ﺤﺘﺮ ﻡ َ ْﺍِﺣ. Dan bentuk ِ َ ﻳ- ﺘﺮ ﻡ 13F mashdarnya adalah ﺍﺣﺘﺮﺍﻣﺎSeperti contoh: Menghormatinya : menjaga kehormatannya: ُ َﺭﻋَﻰ ﺣُﺮْ َﻣﺘَﻪ: ُﺍِﺣْ ﺘَ َﺮ َﻣﻪ Dalam istilah bahasa Arab yang lain, yang juga sering digunakan untuk kalimat penghormatan adalah ﺍﻟﺘّﺤﻴّﺔ 15 yang berakar pada kata ﻳُﺤْ ﻲ-ﺣﻲ ّ , 14F penggunaan kalimat ﺍﻟﺘّﺤﻴّﺔjuga digunakan dalam firman Allah swt : Artinya : "Apabila kamu dihormati dengan suatu tahiyah, maka balaslah tahiyah itu ,dengan lebih baik, atau balaslah (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah ,memperhitungkan segala sesuatu. (QS. 4:86). 16 15F Secara terminologis atau istilah penghormatan diartikan sebagai suatu proses, cara, perbuatan menghormati terhadap seseorang yang patut dihormati. 14 15 Ahmad Warson Munawir,al-Munawir,(Surabaya : Pustaka Progressif), hal.257. Lihat Lisânul ‘Arab, Jilid 14. hal. 214, dan Ahmad Warson Munawir,al-Munawir , hal.316. 16 Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta-Office/Indonesia), hal.133. 14 Dalam kamus bahasa Indonesia kata penghormatan berasal dari kata hormat dan mendapatkan tambahan peng dan an menjadi penghormatan, ada beberapa istilah/sinonim dari kata penghormatan: 1. Pemuliaan : perihal membuat (menjadikan) sesuatu hal lebih bermutu atau lebih unggul. 2. Pengakuan : proses, cara, perbuatan mengaku atau mengakui. 3. Penakziman : menghormati; memuliakan. 4. Pengakuan : proses, cara, perbuatan mengaku atau mengakui 5. Penghargaan : tanda (berupa bintang dsb) yg diberikan kpd seseorang untuk menghargai jasanya (karyanya dsb); Hemat saya adalah bahwa satu muslim dengan muslim yang lainnya adalah harus saling harga menghargai karena sikap tersebut harus dimiliki oleh setiap muslim sebagai wujud dari Al-Akhlak al- Karîmah. Tentang kedudukan akhlak mulia telah dijelaskan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Abû Dardâ bahwa Rasûlullâh saw bersabda : َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ اﺑْ ُﻦ أَِﰊ ﻋُ َﻤَﺮ َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ ُﺳ ْﻔﻴَﺎ ُن َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ َﻋ ْﻤ ُﺮو ﺑْ ُﻦ ِدﻳﻨَﺎ ٍر َﻋ ْﻦ اﺑْ ِﻦ أَِﰊ ُﻣﻠَْﻴ َﻜﺔَ َﻋ ْﻦ ِ ِ ٍ َﻳـﻌﻠَﻰ ﺑ ِﻦ ﳑَْﻠ َ َﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ﻗ ﻚ َﻋ ْﻦ أُﱢم اﻟﺪ ْﱠرَداء َﻋ ْﻦ أَِﰊ اﻟﺪ ْﱠرَداء أَ ﱠن اﻟﻨِ ﱠ ْ َْ َ ﱠﱯ ٌﺎل َﻣﺎ َﺷ ْﻲء 17 ِ ِ ِ ِِ ِ ِ ِ ِ ُ أَﺛْـ َﻘ ُﻞ ِﰲ ﻣ َﻴﺰان اﻟْ ُﻤ ْﺆﻣ ِﻦ ﻳـَ ْﻮَم اﻟْﻘﻴَ َﺎﻣﺔ ﻣ ْﻦ ُﺧﻠُ ٍﻖ َﺣ َﺴ ٍﻦ َوإِ ﱠن اﻟﻠﱠﻪَ ﻟَﻴُْﺒﻐ َ ﺾ اﻟْ َﻔﺎﺣ َﺶ اﻟْﺒَﺬيء F16 Telah meriwayatkan kepada kami Ibn Abî ‘Umar, telah meriwayatkan kepada kami Sufyân, telah meriwayatkan kepada kami ‘Amr bin Dînâr, dari Abî Mulaikah, dari Ya’la bin Mamlak, dari sahabat Abî Dardâ : bahwa Nabi Muhammad saw bersabda : “Tidak ada sedikitpun yang lebih berat ditimbangan seorang mu`min pada hari kiamat nanti dari akhlaq yang baik, dan sesungguhnya Allah sangat membenci orang yang berkata keji dan jelek”. (HR. At-Turmudzî : dan beliau berkata hadis ini hasan shahih). 17 Al-Tirmidzî, Sunan, Bâb Mâ Jâ-a Fî Husnil Kholqi, (Semarang : Thoha Putra), Juz 3, No.2070, hal. 244. 15 Akhlak adalah gabungan dari berbagai macam keutamaan dan tradisi, yang karenanya bangsa-bangsa ini dapat hidup sebagaimana hidupnya tubuh kita dengan adanya organ-organ dan perangkat-perangkatnya. Maka jika gabungan sifat itu berpenyakit dan bercerai-berai, maka akan terlihat sesuatu yang tidak menyenangkan di jalan-jalan umum maupun khusus. 18 17F Manusia adalah makhluk sosial, 19 yang 18F memerlukan interaksi yang disebut interaksi sosial. Dalam interaksi sosial itu, setiap orang memerlukan penghargaan dan pengakuan dari sesamanya. Tidak ada orang yang memilih cara hidup untuk dikucilkan dan dibenci manusia. Sekalipun dalam kenyataannya kemudian ada manusia yang dikucilkan dan direndahkan di mata hukum dan moral, disebabkan oleh perbuatan buruknya yang terbongkar. Kita akan sampai pada suatu kesimpulan bahwa penghormatan manusia kepada kita amatlah mahal, sehingga perlu dipertahankan dengan kesungguhan hati dan dedikasi yang kuat. Memang kadar hakiki dan perbuatan baik dan buruk kita, Allah lah yang secara tepat Maha Tahu tentang kualitas dan nilai diri kita, namun secara hablu minan nâs pun kita harus mencoba mendekati kualitas kepribadian dan sikap yang terbaik. B. Penghormatan Terhadap Manusia Dalam Pandangan Islam Seorang Muslim diperintahkan oleh Allah swt agar tidak mencintai ataupun membenci siapapun kecuali karena Allah swt. Hal ini karena seharusnya ia tidak mencintai apa pun selain yang dicintainya oleh Allah swt dan Rasul-Nya. 18 Qiqi Yuliati Zakiyah. Kuliah-kuliah Akhlak. (Bandung : Sega Ars 2010). hal.122 Sifat utama dari manusia dalam golongan tipe ini adalah besar kebutuhannya akan adanya resonansi dari sesama manusia: butuh hidup di antara manusia-manusia lain dan ingin mengabdi kepada kepentingan umum. Nilai yang dipandangnya sebagai nilai yang paling tinggi adalah “cinta terhadap sesame manusia”, baik yang tertuju pada individu tertentu maupun yang tertuju pada kelompok manusia.(lihat: Sumadi Suryabrata, Psikologi Kepribadian, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. 2003) hal. 91. 19 16 Begitu juga, ia tidak membenci apa pun selain yang dibenci Allah swt dan RasulNya. Oleh karena itu, jika Allah dan Rasulnya mencintai sesuatu, ia juga mencintainya. Dan jika Allah swt dan Rasul-Nya membenci sesuatu, ia juga membencinya. 20 Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah saw : 19F ِ ِ ﺎل ﻣﻦ أَﺣ ﱠ ِ ِ ِ ﺾ ﻟِﻠﱠ ِﻪ َوأ َْﻋﻄَﻰ ﻟِﻠﱠ ِﻪ َ َﺐ ﻟﻠﱠﻪ َوأَﺑْـﻐ َ َﻋ ْﻦ َر ُﺳﻮل اﻟﻠﱠﻪ َ ْ َ َ َﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋﻠَْﻴﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ أَﻧﱠﻪُ ﻗ 21 ِِ ِْ ْﻤﻞ (اﻹﳝَﺎ َن )رواﻩ أﺑﻮ داود ْ َوَﻣﻨَ َﻊ ﻟﻠﱠﻪ ﻓَـ َﻘ ْﺪ َ َ اﺳﺘَﻜ F 20 Artinya : dari Rasulullah saw bersabda : “Siapa yang mencintai karena Allah, membenci karena Allah, memberi karena Allah dan tidak memberi karena Allah, maka sungguh telah sempurna Imannya.” (HR. Abû Dâwud). Berdasarkan hal tersebut di atas, maka seorang Muslim mencintai dan memiliki loyalitas kepada semua hamba Allah yang saleh. Begitu juga manusia jahat yang menentang Allah swt dan Rasulullah saw, tidak disukai dan ditentang oleh setiap Muslim. Dengan demikian penulis membagi empat alasan manusia dihormati : 1.Manusia dihormati karena ia manusia. Manusia akan senantiasa dihormati akan hak-haknya selagi ia masih hidup hingga ia dikuburkan, sekalipun ia miskin, berakhlak buruk, bodoh, tidak beragama dan berstatus rendah di tengah masyarakatnya. Tetapi penghormatan itu diberikan karena kesadaran manusia yang tahu akan kewajibannya terhadap sesamanya, Allah berfirman : 20 Abu Bakr al-Jazairi, Mengenal Etika & Akhlak Islam, (PT.Lentera Basritama 1998), hal.133. 21 Hadis ini driwayatkan oleh Abu Dâwud : Telah menceritakan kepada kami Muammal Ibnul Fadhl berkata, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Syu'aib bin Syâbur dari Yahya Ibnul Hârits dari Al- Qâsim dari Abû Umâmah. Lihat Abu Dâwud, Sunan, Bâb Ad-dalîl 'Ala Ziy6adatil îman wa Nuqshônihi, hadis no. 4681. (Beirut : Dar al-Fikr) hal. 220. 17 Artinya :“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia ( karena sombong ) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (QS Luqman : 18 ). 22 21F Secara umum manusia dihormati oleh sesamanya karena ia manusia. Seseorang dihormati karena ia manusia, jika tidak diikuti oleh kualitas-kualitas yang berikutnya berupa harta, ilmu, keturunan dan agama, tentu penghormatan itu tidak setinggi penghormatan manusia yang diberikan kepada orang yang berilmu dan beragama. Adapun sangsi yang akan didapat oleh orang-orang yang menjatuhkan harkat dan martabat manusia yang lainnya, dan balasan orang-orang yang selalu menjaga kehormatan sesamanya, hal ini tergambar dalam hadis Nabi Muhammad saw. ﺎل َﺣ ﱠﺪﺛَِﲏ َْﳛ َﲕ ﺑْ ُﻦ ِ ﺼﺒﱠ َ َﺚ ﻗ َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ إِ ْﺳ َﺤ ُﻖ ﺑْ ُﻦ اﻟ ﱠ ُ َﺧﺒَـَﺮﻧَﺎ اﻟﻠﱠْﻴ ْ ﺎح َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ اﺑْ ُﻦ أَِﰊ َﻣ ْﺮَﱘَ أ ِ ُ ﺳﻠَﻴ ٍﻢ أَﻧﱠﻪ َِﲰﻊ إِ ْﲰﻌِﻴﻞ ﺑﻦ ﺑ ِﺸ ٍﲑ ﻳـ ُﻘ ﺖ َﺟﺎﺑَِﺮ ﺑْ َﻦ َﻋْﺒ ِﺪ اﻟﻠﱠ ِﻪ َوأَﺑَﺎ ﻃَْﻠ َﺤﺔَ ﺑْ َﻦ َﺳ ْﻬ ٍﻞ ُ ﻮل َﲰ ْﻌ َ َ َْ َ َ َ ُ ْ ُ ِ ُ ﺎل رﺳ ِ َﻣﺎ ِﻣ ْﻦ ْاﻣ ِﺮ ٍئ َﳜْ ُﺬ ُل ْاﻣَﺮأً ُﻣ ْﺴﻠِ ًﻤﺎ ِﰲ:ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ﺼﺎ ِر ﱠ َ ْْاﻷَﻧ َ ﻮل اﻟﻠﱠﻪ ُ َ َ َي ﻳـَ ُﻘ َﻮﻻن ﻗ ِ ِ ﻚ ﻓِ ِﻴﻪ ﺣﺮﻣﺘُﻪ وﻳـْﻨﺘَـ َﻘﺺ ﻓِ ِﻴﻪ ِﻣﻦ ِﻋﺮ ِﺿ ِﻪ إِﻻﱠ ﺧ َﺬﻟَﻪ اﻟﻠﱠﻪ ِﰲ ﻣﻮ ِﻃ ٍﻦ ُِﳛ ﱡ ُ َﻣ ْﻮ ِﺿ ٍﻊ ﺗـُْﻨﺘَـ َﻬ ْ ُﺐ ﻓﻴﻪ ﻧ ُﺼَﺮﺗَﻪ ُ ُ َ ُ َْ ُ َْ ُ ُ َ ْ ْ ِ وﻣﺎ ِﻣﻦ اﻣ ِﺮ ٍئ ﻳـْﻨﺼﺮ ﻣﺴﻠِﻤﺎ ِﰲ ﻣﻮ ِﺿ ٍﻊ ﻳـْﻨﺘـ َﻘ ﻚ ﻓِ ِﻴﻪ ِﻣ ْﻦ ُﺣ ْﺮَﻣﺘِ ِﻪ إِﻻﱠ ُ ﺺ ﻓ ِﻴﻪ ِﻣ ْﻦ ِﻋ ْﺮ ِﺿ ِﻪ َوﻳـُْﻨﺘَـ َﻬ ُ َ ُ ْ َ ً ْ ُ ُُ َ ْ ْ َ َ 23 .ُﺼَﺮﺗَﻪ ﺼَﺮﻩُ اﻟﻠﱠﻪُ ِﰲ َﻣ ْﻮ ِﻃ ٍﻦ ُِﳛ ﱡ ْ ُﺐ ﻧ َ َﻧ F2 Telah meriwayatkan kepada kami Ishaq bin Al-Sabah, telah meriwayatkan kepada kami Ibn Abî Maryam, telah mengabarkan kepada kami Al-Laits (ia berkata): menceritakan kepadaku Yahya bin Sulaim bahwa ia mendengar Isma’îl bin Basyîr berkata: aku mendengar Jâbir bin ‘Abdillah dan Talhah Al-Ansâriy mereka berdua berkata: Telah bersabda Rasulullah saw : “Tidaklah seseorang menelantarkan seorang mukmin 22 Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta-Office/Indonesia), hal.655. Hadis ini diriwayatkan oleh Abû Dâwud, Sunan, Bâb Man Radda 'an Muslim Ghîbah, hadis no. 4681. (Beirut : Dar al-Fikr) hal. 270-271.dan dinyatakan sahîh oleh Al-Albâni dalam Sahîh Al-Jâmi’ no. 5690). 23 18 pada suatu tempat yang kehormatannya terampas dan harga dirinya terlecehkan, melainkan Allah akan menelantarkannya pada suatu tempat dimana ia sangat mengharapkan pertolongan-Nya. Dan tidaklah seseorang menolong seorang muslim yang berada pada suatu tempat yang kehormatannya terampas dan harga dirinya terlecehkan di dalamnya, melainkan Allah akan menolongnya pada suatu tempat dimana ia sangat mengharapkan pertolongan-Nya.” (HR. Abu Daud) Dengan demikian tanpa status sosial pun sudah selayaknya manusia mendapatkan penghormatan dari manusia yang lainnya, namun bukan saja penghormatan yang hanya diharapkan, pada dasarnya memberikan penghormatan terlebih dahulu yang lebih penting. 2. Manusia dihormati karena kedermawanannya. Tentang bagaimana dan mengapa manusia yang dermawan dihormati lebih daripada orang-orang yang pelit dapat kita pahami secara kontekstual. ﺎل َ َي ح و َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ ﺑِ ْﺸ ُﺮ ﺑْ ُﻦ ُﳏَ ﱠﻤ ٍﺪ ﻗ َ ََﺧﺒَـَﺮﻧَﺎ َﻋْﺒ ُﺪ اﻟﻠﱠ ِﻪ ﻗ َ ََﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ َﻋْﺒ َﺪا ُن ﻗ ﺲ َﻋ ْﻦ اﻟﱡﺰْﻫ ِﺮ ﱢ ْ ﺎل أ ْ ﺎل أ ُ َُﺧﺒَـَﺮﻧَﺎ ﻳُﻮﻧ َﺧﺒَـَﺮِﱐ ﻋُﺒَـْﻴ ُﺪ اﻟﻠﱠ ِﻪ ﺑْ ُﻦ َﻋْﺒ ِﺪ اﻟﻠﱠ ِﻪ َﻋ ْﻦ اﺑْ ِﻦ َ َي َْﳓ َﻮﻩُ ﻗ َ ََﺧﺒَـَﺮﻧَﺎ َﻋْﺒ ُﺪ اﻟﻠﱠ ِﻪ ﻗ ﺲ َوَﻣ ْﻌ َﻤٌﺮ َﻋ ْﻦ اﻟﱡﺰْﻫ ِﺮ ﱢ ْ ﺎل أ ْ ﺎل أ ْأ ُ َُﺧﺒَـَﺮﻧَﺎ ﻳُﻮﻧ ِ ِ ِ ُ ﺎل َﻛﺎ َن رﺳ ِ َﺟ َﻮَد اﻟﻨ ٍ َﻋﺒﱠ ﺻﻠﱠﻰ اﷲُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َواﻟ ﱠﺴﻼَِم َ َﺎس ﻗ ْ ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋﻠَْﻴﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ أ َ ﱠﺎس َﻛﺎ َن َر ُﺳ ْﻮ ُل اﷲ َ ﻮل اﻟﻠﱠﻪ َُ 24 ِ َﺟ َﻮَد اﻟﻨ ﱠﺎس ْأ F 23 Telah menceritakan kepada kami 'Abdân, telah bercerita kepada kami 'Abdullah, telah mengabarkan kepada kami Yûnus dan Ma’mar, dari Al-Zuhriy berkata, telah bercerita kepadaku 'Ubaidullah bin Abdullah, dari Ibnu 'Abbâs ra berkata; "Nabi saw adalah manusia paling dermawan". Rasulullah telah menjadi teladan seluruh pengikutnya, digambarkan dalam hadis di atas bahwa selain Rasulullah orang selalu menganjurkan untuk bershodaqoh, beliau juga mengajarkan lewat perbuatannya menjadi orang yang dermawan 25 Da'wah al- Hâl. 24 F 24 Diriwayatkan oleh al-Bukhâri didalam Kitab Sahih Al-Bukhârî Bâb Bid’u al-Wahyu, hal.8. 25 Bukan Rasulullâh yang mengikrarkan dirinya menjadi orang yang dermawan, akan tetapi para sahabat lah yang menilai Rasulullâh saw sebagai orang yang dermawan, karena memang dalam kesehariannya mereka selalu bersama Rasulullâh saw. 19 Pujian dan penghormatan terhadap orang yang dermawan juga pernah disampaikan oleh Nabi Muhammad saw terhadap para sahabatnya, di antaranya yang termaktub dalam satu hadis Nabi Muhammad saw. َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ َﻋﻠِ ﱡﻲ ﺑْ ُﻦ َﻋْﺒ ِﺪ اﻟﻠﱠ ِﻪ َﺣ ﱠﺪﺛَِﲏ ُﳏَ ﱠﻤ ُﺪ ﺑْ ُﻦ ﻃَْﻠ َﺤﺔَ اﻟﺘـْﱠﻴ ِﻤ ﱡﻲ ِﻣ ْﻦ أ َْﻫ ِﻞ اﻟْ َﻤ ِﺪﻳﻨَ ِﺔ َﺣ ﱠﺪﺛَِﲏ ِ ِﻚ ﻋﻦ ﺳﻌ ِ ٍِ ِ ﻴﺪ ﺑْ ِﻦ اﻟْﻤﺴﻴﱠ ٍ ﺐ َﻋ ْﻦ َﺳ ْﻌ ِﺪ ﺑْ ِﻦ أَِﰊ َوﻗﱠ ﻮل ُ ﺎل َر ُﺳ َ َ ﻗ: ﺎل َ َﺎص ﻗ َ ْ َ أَﺑُﻮ ُﺳ َﻬْﻴ ٍﻞ ﻧَﺎﻓ ُﻊ ﺑْ ُﻦ َﻣﺎﻟ َُ .ﺻﻠُ َﻬﺎ َ ﻟﻠﱠﻪِ ﺻَﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ وَﺳَﻠﱠﻢَ ﻟِﻠْﻌَﺒﱠﺎسِ ﻫَﺬَا اﻟْﻌَﺒﱠﺎسُ ﺑْﻦُ ﻋَﺒْﺪِ اﻟْﻤُﻄﱠﻠِﺐِ أَﺟْﻮَدُ ﻗـُﺮَﻳْﺶٍ ﻛَﻔًّﺎ َوأ َْو 26 25F Artinya : Telah menceritakan kepada kai ‘Ali bin ‘Abdullah, menceritakan kepadaku Muhammad bin Talhah al-Taimiy (dari kota Madinah), menceritakana kepadaku Abû Suhail bin Mâlik, dari Sa’îd bin al-Musayyab, dari Sa'd bin Abû Waqâs berkata; Rasulullah saw berkata kepada Al 'Abbâs: "Inilah Al Abbâs bin Abd Al-Muththalib orang Quraisy yang paling dermawan dan paling menjaga hubungan." Manusia bukan hanya membutuhkan harta tetapi juga bahkan mencintainya dan selalu menginginkannya. Andaikan manusia diberikan kepadanya satu lembah emas, maka ia akan mencari satu lembah lagi sebagai tambahan. Pada gilirannya manusia ada yang berhasil meraih kekayaan yang banyak berupa harta itu. Dengan hartanya ia bisa menikmati kehidupan dan memberikan kenikmatan pada sebagian orang-orang. ٍ ِﺎل ﻗَـﺮأْت َﻋﻠَﻰ ﻣﺎﻟ ﺎق ﺑْ ِﻦ َﻋْﺒ ِﺪ اﻟﻠﱠ ِﻪ أَﻧﱠﻪُ َِﲰ َﻊ َ ﻚ َﻋ ْﻦ إِ ْﺳ َﺤ ُ َ َ ََﺣ ﱠﺪﺛَِﲏ َْﳛ َﲕ ﺑْ ُﻦ َْﳛ َﲕ ﻗ َ ٍ ِأَﻧَﺲ ﺑﻦ ﻣﺎﻟ ﺼﺎ ِر ﺑِﺎﻟْ َﻤ ِﺪﻳﻨَ ِﺔ َﻣ ًﺎﻻ َوَﻛﺎ َن ُ ﻚ َر ِﺿ َﻲ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋْﻨﻪُ ﻳـَ ُﻘ َ ْ َﻛﺎ َن أَﺑُﻮ ﻃَْﻠ َﺤﺔَ أَ ْﻛﺜَـَﺮ ْاﻷَﻧ: ﻮل َ َْ َ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋﻠَْﻴﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ُ ﺖ ُﻣ ْﺴﺘَـ ْﻘﺒِﻠَﺔَ اﻟْ َﻤ ْﺴﺠﺪ َوَﻛﺎ َن َر ُﺳ َﺣ ﱠ ْ َﺐ أ َْﻣ َﻮاﻟﻪ إِﻟَْﻴﻪ ﺑـَْﻴـ ُﺮ َﺣﺎءَ َوَﻛﺎﻧ َ ﻮل اﻟﻠﱠﻪ َأ ٍ ب ِﻣ ْﻦ َﻣ ٍﺎء ﻓِ َﻴﻬﺎ ﻃَﻴﱢ { ﺖ} ﻟَ ْﻦ ﺗَـﻨَﺎﻟُﻮا اﻟِْ ﱠﱪ َﺣ ﱠﱴ ﺗـُْﻨ ِﻔ ُﻘﻮا ِﳑﱠﺎ ُِﲢﺒﱡﻮ َن ْ َﺐ ﻓَـﻠَ ﱠﻤﺎ ﻧـََﺰﻟ ُ ﻳَ ْﺪ ُﺧﻠُ َﻬﺎ َوﻳَ ْﺸَﺮ ِ ِ ﻮل اﻟﻠﱠ ِﻪ إِ ﱠن اﻟﻠﱠﻪَ ﺗَـ َﻌ َﺎﱃ َ ﺎل ﻳَﺎ َر ُﺳ َ ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ﻓَـ َﻘ َ ﻗَ َﺎم أَﺑُﻮ ﻃَْﻠ َﺤﺔَ إِ َﱃ َر ُﺳﻮل اﻟﻠﱠﻪ ِ ِ ِ ِِ ِ ُ ﻳـ ُﻘ ِ ِ َﺣ ﱠ ﺐ أ َْﻣ َﻮ ِاﱄ إِ َﱠ َ ﻮل ِﰲ ﻛﺘَﺎﺑﻪ} ﻟَ ْﻦ ﺗَـﻨَﺎﻟُﻮا اﻟْ ﱠﱪ َﺣ ﱠﱴ ﺗـُْﻨﻔ ُﻘﻮا ﳑﱠﺎ ُﲢﺒﱡﻮ َن { َوإ ﱠن أ َ َﱄ ﺑـَْﻴـ ُﺮ َﺣﺎء ِ ِ ِ ِ ِ ِ ﺎل ﺑَ ٍﺦ َ ﺖ ﻓَـ َﻘ َ ﻀ ْﻌ َﻬﺎ ﻳَﺎ َر ُﺳ ُ ﻮل اﻟﻠﱠﻪ َﺣْﻴ َ َﺻ َﺪﻗَﺔٌ ﻟﻠﱠﻪ أ َْر ُﺟﻮ ﺑِﱠﺮَﻫﺎ َوذُ ْﺧَﺮَﻫﺎ ﻋْﻨ َﺪ اﻟﻠﱠﻪ ﻓ َ ﺚ ﺷْﺌ َ َوإِﻧـ َﱠﻬﺎ 26 Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad, Musnad al-‘Asrah al-Mubasysyirin bi al-jannah, Musnad Abi Ishâq Sa’ad bin Abî Waqas. (al-Mausuah ar-Risalah 1995 M – 1416 H),No hadis.1613 20 ِ ﺎل راﺋِﺢ ﻗَ ْﺪ َِﲰﻌﺖ ﻣﺎ ﻗـُ ْﻠ ِ ِ ﺎل ٌ ﻚ َﻣ َ َﲔ ﻗ َ ﺎل َراﺋِ ٌﺢ ذَﻟ َ ذَﻟ َ ِﺖ ﻓ َﻴﻬﺎ َوأ ََرى أَ ْن َْﲡ َﻌﻠَ َﻬﺎ ِﰲ ْاﻷَﻗْـَﺮﺑ َ َ ُ ْ ٌ َ ٌ ﻚ َﻣ 27 ِ ﻮل اﻟﻠﱠ ِﻪ ﻓَـ َﻘ َﺴ َﻤ َﻬﺎ أَﺑُﻮ ﻃَْﻠ َﺤﺔَ ِﰲ أَﻗَﺎ ِرﺑِِﻪ َوﺑَِﲏ َﻋ ﱢﻤﻪ َ أَﻓْـ َﻌ ُﻞ ﻳَﺎ َر ُﺳ F 26 Telah menceritakan kepadaku Yahya bin Yahya (ia berkata), akau membacakan kepada Mâlik, dari Ishâq bin ‘Abdullâh, bahwa ia mendengar dari Anas bin Mâlik ra : diceritakan bahwa Abu Tholhah adalah salah satu sahabat yang paling banyak hartanya dari kalangan Anshar di kota Madinah adalah Abû Talhah, dan harta yang paling dicintainya adalah Bairuha' (ladang berikut sumur yang ada di kebun itu) yang menghadap ke masjid dan Rasulullah saw senantiasa mamemasuki kebun itu dan meminum airnya yang baik tersebut. Ketika turun firman Allah Ta'âla (QS Alu 'Imrân: 92 yang artinya): "Kamu sekali-kali tidak akan sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai", Abu Talhah mendatangi Rasulullah saw lalu berkata; "Wahai Rasulullah, sesungguhnya Allah Ta'âla telah berfirman: "Kamu sekali-kali tidak akan sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai", dan sesungguhnya harta yang paling aku cintai adalah Bairuha' itu dan aku menshadaqahkannya di jalan Allah dengan berharap kebaikan dan simpanan pahala di sisi-Nya, maka ambillah wahai Rasulullah kapanpun baginda mau". Maka Rasulullah saw bersabda: "Wah, inilah harta yang menguntungkan, inilah harta yang menguntungkan. Sungguh aku sudah mendengar apa yang kamu ucapkan dan aku berpendapat sebaiknya kamu sadaqahkan buat kerabatmu". Maka Abu Talhah berkata: "Aku akan laksanakan wahai Rasulullah. Maka Abu Talhah membagi untuk kerabatnya dan anak-anak pamannya". Sehingga wajar orang yang berharta lebih dihormati daripada yang miskin. Namun penghormatan manusia dikarenakan kekayaan sifatnya tidak lama, hanya selama harta itu ada bersamanya. Sementara manusia tidak berkuasa sama sekali akan hartanya di masa depan, apakah masih juga kaya ataukan kemudian jatuh miskin. 3. Manusia dihormati karena ilmunya. Banyak sekali jabatan, kedudukan, dan fungsi yang dapat diperoleh seseorang karena ilmu dan pengalaman yang dimilikinya. Seseorang karena ilmunya diberikan suatu jabatan, dan karena jabatan itu kemudian ia memperoleh 27 Hadis diriwayatkan oleh Al-Bukhâri di dalam kitab Shahîh Al-Bukhâri, Bâb Wakâlah,(Beirut : Dar al-Ma'rifah) jilid. 2, hal. 44-45" 21 penghormatan dari manusia. Kita bisa membandingkan bagaimana sikap manusia terhadap seorang Profesor Doktor dibanding terhadap seorang Sarjana, tentu saja Doktor itu yang mendapatkan penghargaan lebih. Bahkan dengan orang-orang kaya pun, orang-orang yang berilmu lebih dihormati keberadaannya. Sebabnya orang-orang yang berilmu itu berfungsi menjaga, sedangkan orang-orang berharta berfungsi yang dijaga. Firman Allah swt: Artinya : Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. 28 27F Berkata Al-Qurtubi tentang ayat ini: bahwasannya yang akan Allah muliakan nanti di akhirat adalah orang yang berilmu dan beriman, bukan orangorang yang seharinya hanya berdzikir saja. Sabda Nabi Muhammad saw: ِ ٍ ِ ﻴﺪ ﺑْ ُﻦ َﻋﻠَﻰ اﻟ ﱠ ُ ﺼْﻨـ َﻌ ِﺎﱐﱡ َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ َﺳﻠَ َﻤﺔُ ﺑْ ُﻦ َر َﺟﺎء َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ اﻟْ َﻮﻟ ْ َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ ُﳏَ ﱠﻤ ُﺪ ﺑْ ُﻦ َﻋْﺒﺪ ْاﻷ ِ ِ ِ ِ ِ ِ َ َﺎﻫﻠِﻲ ﻗ ِ ِ ﺻﻠﱠﻰ َﲨ ٍﻴﻞ َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ اﻟْ َﻘﺎﺳ ُﻢ أَﺑُﻮ َﻋْﺒﺪ اﻟﱠﺮ ْﲪَ ِﻦ َﻋ ْﻦ أَِﰊ أ َُﻣ َﺎﻣﺔَ اﻟْﺒَ ﱢ َ ذُﻛَﺮ ﻟَﺮ ُﺳﻮل اﻟﻠﱠﻪ: ﺎل ِ ِ ُ ﺎل رﺳ ِ ِ ِ ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ َ ﻮل اﻟﻠﱠﻪ َ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋﻠَْﻴﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ َر ُﺟ َﻼن أ ُ َ َ َﺣ ُﺪ ُﳘَﺎ َﻋﺎﺑ ٌﺪ َو ْاﻵ َﺧ ُﺮ َﻋﺎﱂٌ ﻓَـ َﻘ ِ ﺎﱂ ﻋﻠَﻰ اﻟْﻌﺎﺑِ ِﺪ َﻛ َﻔ ِ ُ ﺎل رﺳ ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ إِ ﱠن ْ ْ َﻓ َ ﻮل اﻟﻠﱠﻪ َ َ ِ ﻀ ُﻞ اﻟْ َﻌ ُ َ َ َﻀﻠﻲ َﻋﻠَﻰ أ َْدﻧَﺎ ُﻛ ْﻢ ﰒُﱠ ﻗ ِ ِ ِ ﺼﻠﱡﻮ َن َﻋﻠَﻰ ْ ﲔ َﺣ ﱠﱴ اﻟﻨ ْﱠﻤﻠَﺔَ ِﰲ ُﺟ ْﺤ ِﺮَﻫﺎ َو َﺣ ﱠﱴ َ ُاﳊ َ اﻟﻠﱠﻪَ َوَﻣ َﻼﺋ َﻜﺘَﻪُ َوأ َْﻫ َﻞ اﻟ ﱠﺴ َﻤ َﻮات َو ْاﻷ ََرﺿ َ ُﻮت ﻟَﻴ 29 ِ ُﻣ َﻌﻠﱢ ِﻢ اﻟﻨ .اﳋَْﻴـَﺮ ْ ﱠﺎس F 28 Artinya : menceritakan kepada kami Muhammad bin ‘Abd al-A’la al-San’âniy, menceritakam kepada kami Salamah bin Rajâ, menceritakan kepada kami al-Walîd bin Jamîl, menceritakan kepada kami al-Qâsim Abû ‘Abdurrahman, dari Abû Umâmah Al Bahîlî ia berkata; "Dua orang disebutkan di sisi Rasulullah saw, salah seorang adalah ahli ibadah dan yang lain seorang yang berilmu, kemudian Rasulullah saw bersabda: "Keutamaan seorang alim dari seorang abid seperti keutamaanku dari orang yang paling rendah di antara kalian, " kemudian beliau melanjutkan 28 QS. Al-Mujâdalah: 11. Al-Tirmidzî, Sunan, Bâb Mâ Jâ-a fi Fadhlil Fiqhi 'alal 'ibâdah, hadis no. 2826 (Semarang : Toha Putera) hal. 154-155. 29 22 sabdanya: "Sesungguhnya Allah, Malaikat-Nya serta penduduk langit dan bumi bahkan semut yang ada di dalam sarangnya sampai ikan paus, mereka akan mendoakan untuk orang yang mengajarkan kebaikan kepada manusia." Orang-orang ahli ilmu dihormati menurut Mushtofa Bisri dikarenakan mereka sangat mencintai masyarakatnya, dan seperti mewakafkan dirinya untuk mereka, ulama yang termasuk sepreti mereka adalah ulama yang "yanzhurû mâ ilal ummah bi 'ainir rahmah" melihat umat dengan mata kasih sayang. Memberikan pelajaran kepada yang bodoh membantu yang lemah, menghibur yang menderita, dan seterusnya. 30 29F Kehancuran pun akan tiba ketika sebuah kaum sudah tidak lagi menghormati orang yang berilmu, dikarenakan mereka sudah melakukan hal sebaliknya menghormati seorang bukan lagi karena ilmunya. Sebagaimana yang disabdakan nabi Muhammad saw. ِ ﺻ ْﻔ َﻮا ُن ﺑْ ُﻦ ُر ْﺳﺘُ َﻢ َﻋ ْﻦ َﻋْﺒ ِﺪ اﻟﱠﺮ ْﲪَ ِﻦ ﺑْ ِﻦ ُ َﺧﺒَـَﺮﻧَﺎ ﻳَِﺰ ْ ﻳﺪ ﺑْ ُﻦ َﻫ ُﺎرو َن أ ْأ َ َﺧﺒَـَﺮﻧَﺎ ﺑَﻘﻴﱠﺔُ َﺣ ﱠﺪﺛَِﲎ ِ ْﺎل ﻋُﻤﺮ ﻳَﺎ َﻣ ْﻌ َﺸﺮ اﻟْﻌُﺮﻳ ِ ِ ِ ِ ﺎل ﺗَﻄَﺎو َل اﻟﻨ ﺐ َﻣْﻴ َﺴَﺮةَ َﻋ ْﻦ َﲤِﻴ ٍﻢ اﻟﺪﱠا ِر ﱢ َ َ َي ﻗ َ َ ُ َ َ ﱠﺎس ﰲ اﻟْﺒﻨَﺎء ﰲ َزَﻣ ِﻦ ﻋُ َﻤَﺮ ﻓَـ َﻘ ُ ٍ ْاﻷَرض ْاﻷَرض إِﻧﱠﻪ َﻻ إِﺳ َﻼم إِﱠﻻ ِﲜﻤ ﺎﻋ ٍﺔ ﻓَ َﻤ ْﻦ َ َﺎﻋﺔَ إِﱠﻻ ﺑِِﺈ َﻣ َﺎرةٍ َوَﻻ إَِﻣ َﺎرةَ إِﱠﻻ ﺑِﻄ َ َﺎﻋﺔ َوَﻻ َﲨ َ ََ َ ْ ُ َ ْ َ ْ ِ ٍ ِِ َُﺳ ﱠﻮَدﻩُ ﻗَـ ْﻮُﻣﻪُ َﻋﻠَﻰ اﻟْﻔ ْﻘﻪ َﻛﺎ َن َﺣﻴَﺎةً ﻟَﻪُ َوَﳍُ ْﻢ َوَﻣ ْﻦ َﺳ ﱠﻮَدﻩُ ﻗَـ ْﻮُﻣﻪُ َﻋﻠَﻰ َﻏ ِْﲑ ﻓ ْﻘﻪ َﻛﺎ َن َﻫ َﻼ ًﻛﺎ ﻟَﻪ 31 َوَﳍُ ْﻢ F 30 Artinya : Telah mengabarkan kepada kami Yazîd bin Hârûn, mengabarkan kepada kami Baqiyyah, menceritakan kepadaku Safwâb bin Rustam, dari ‘Abdirrahman bin Maysarah, dari Tamîm Ad-Dâri ra ia berkata: "Orang-orang berlomba-lomba mempertinggi bangunan pada zaman 'Umar, lalu 'Umar berkata: 'Wahai masyarakat Arab ingatlah, ingatlah, sesungguhnya tidak ada Islam kecuali dengan berjama'ah, dan tidak ada jama'ah kecuali dengan adanya kepemimpinan, dan tidak ada (gunanya) kepemimpinan kecuali dengan ketaatan. Siapa yang dihormati kaumnya karena ilmu, hal demikian membawa kebaikan untuk kehidupan dirinya dan masyarakatnya, dan Siapa yang dihormati oleh kaumnya bukan karena ilmu, maka ia hancur (begitu juga dengan) kaumnya' ". 30 Mushthofa Bisri, Membuka Pintu Langit, (PT Kompas Media Nusantara 2007) hal.20- 31 Ad-Dârimi, Sunan Ad-Dârimî, juz.1, h.315 (Darul Mugni) 21. 23 4. Manusia dihormati karena akhlaknya. Selanjutnya kita juga mengamati bahwa orang-orang yang berakhlak mulia lebih dihormati manusia ketimbang orang yang tidak berakhlak. Lebih dari itu di masyarakat kita menyaksikan bahwa orang-orang yang berakhlak dan memberikan manfaat yang banyak bagi manusia lebih dihormati manusia dari orang-orang yang sekedar berilmu saja. Nabi Muhammad telah bersabda: ٍ ﺎل ﺣ ﱠﺪﺛَِﲏ َﺷ ِﻘﻴﻖ ﻋﻦ ﻣﺴﺮ ٍ َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ ﻋُ َﻤ ُﺮ ﺑْ ُﻦ َﺣ ْﻔ وق ْ ﺺ َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ أَِﰊ َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ ْاﻷ ُ َﻋ َﻤ َ َ َﺶ ﻗ ُْ َ ْ َ ٌ ِ ُ ﺎل َﱂ ﻳ ُﻜﻦ رﺳ ِ ِ ِ ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َ َﻗ َ ﻮل اﻟﻠﱠﻪ ُ َ ْ َ ْ َ َﻮﺳﺎ َﻣ َﻊ َﻋْﺒﺪ اﻟﻠﱠﻪ ﺑْ ِﻦ َﻋ ْﻤ ٍﺮو ُﳛَ ﱢﺪﺛـُﻨَﺎ إ ْذ ﻗ ً ُﺎل ُﻛﻨﱠﺎ ُﺟﻠ 32 ِ ﻮل إِ ﱠن ِﺧﻴﺎرُﻛﻢ أ ِ َوﺳﻠﱠﻢ ﻓ َﺧ َﻼﻗًﺎ ُ ﺎﺣ ًﺸﺎ َوَﻻ ُﻣﺘَـ َﻔ ﱢﺤ ًﺸﺎ َوإِﻧﱠﻪُ َﻛﺎ َن ﻳـَ ُﻘ ْ َﺣﺎﺳﻨُ ُﻜ ْﻢ أ َ ْ ََ َ ََ F 31 Telah menceritakan kepada kami ‘Umar bin Hafs, telah menceritakan kepada kami Abî (Ayahku), telah menceritakan kepada kami al-A’masy (ia berkata), telah menceritakan kepadaku Syaqîq, dari Masrûq (ia berkata), kami sedang duduk berbincang-bincang bersama ‘Abdillah bin ‘Amr tiba-tiba bercerita kepada kami: bahwa Rasulullah saw adalah orang yang tidak pernah berbuat keji dan tidak pula menyuruh berbuat keji, dan ia bersabda: “sesungguhnya sebai-baiknya kalian adalah yang paling mulia akhlaknya”. Sahabat 'Ali r.a pernah berkata: Ákhlak yang baik terkandung dalam tiga hal : menjauhi segala yang diharamkan, mencari yang halal dan menyenangkan anggota keluarga 33. 32F Dapat disimpulkan bahwa orang-orang yang berakhlak mulia dalam setiap bagian kehidupannya memiliki peranan dalam menjaga kedamaian dan pebaikan di tengah kehidupan secara umum. Sehingga sosok orang-orang yang berakhlak menjadi tumpuan harapan akan kebaikan dan perbaikan. 32 Al-Bukhâri, Sahih Al-Bukhâri, Kitâb al-Adâb Bâb Lam Yakun an-Nabi fâhisan walâ Mutafahhisan, (Darr al-Fikr) 33 Qiqi Yuliati Zakiyah. Kuliah-kuliah Akhlak. (Bandung : Sega Ars 2010), hal.11. 24 Rasulullah juga tak henti-hentinya setiap sholat memohon agar diberikan akhlak yang terbaik dan agar terhindar dari akhlak yang jelek. ٍ ِأَﺧﺒـﺮﻧَﺎ ﻋﻤﺮو ﺑﻦ ﻋﺜْﻤﺎ َن ﺑ ِﻦ ﺳﻌ َﺧﺒَـَﺮِﱐ ْ ﺎل َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ ُﺷَﺮﻳْ ُﺢ ﺑْ ُﻦ ﻳَِﺰ َﻳﺪ َ َﻀَﺮِﻣ ﱡﻲ ﻗ َ َﻴﺪ ﻗ ْ َاﳊ ْ ﺎل أ َ ْ َ ُ ُ ْ ُ ْ َ ََ ْ ِ ِ ﱠﱯ َ ََﺧﺒَـَﺮِﱐ ُﳏَ ﱠﻤ ُﺪ ﺑْ ُﻦ اﻟْ ُﻤْﻨ َﻜﺪ ِر َﻋ ْﻦ َﺟﺎﺑِ ِﺮ ﺑْ ِﻦ َﻋْﺒﺪ اﻟﻠﱠ ِﻪ ﻗ َ َﺐ ﺑْ ُﻦ أَِﰊ ﲪََْﺰةَ ﻗ ﺎل َﻛﺎ َن اﻟﻨِ ﱡ ْ ﺎل أ ُ ُﺷ َﻌْﻴ ِ ِ ِ َ ﺎل إِ ﱠن ﺎي َوﳑََ ِﺎﰐ ﻟِﻠﱠ ِﻪ َ َﺼ َﻼةَ َﻛﺒﱠـَﺮ ﰒُﱠ ﻗ اﺳﺘَـ ْﻔﺘَ َﺢ اﻟ ﱠ ْ ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋﻠَْﻴﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ إِذَا َ َ َﺻ َﻼﰐ َوﻧُ ُﺴﻜﻲ َوَْﳏﻴ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ رﱢ َﺣ َﺴ ِﻦ ْاﻷ َْﻋ َﻤ ِﺎل َ ﻳﻚ ﻟَﻪُ َوﺑِ َﺬﻟ َ ﲔ َﻻ َﺷ ِﺮ َ ت َوأَﻧَﺎ ﻣ ْﻦ اﻟْ ُﻤ ْﺴﻠﻤ ُ ﻚ أُﻣ ْﺮ َ ب اﻟْ َﻌﺎﻟَﻤ ْ ﲔ اﻟﻠﱠ ُﻬ ﱠﻢ ْاﻫﺪِﱐ ﻷ َ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ َﺧ َﻼق َﻻ ﻳَﻘﻲ ْ ﺖ َوﻗ ِﲏ َﺳﻴﱢ َﺊ ْاﻷ ْ َﻋ َﻤ ِﺎل َو َﺳﻴﱢ َﺊ ْاﻷ ْ َﺣ َﺴ ِﻦ ْاﻷ َ َْﺣ َﺴﻨ َﻬﺎ إِﱠﻻ أَﻧ ْ َﺧ َﻼق َﻻ ﻳـَ ْﻬﺪي ﻷ ْ َوأ 34 .ﺖ َ َْﺳﻴﱢﺌَـ َﻬﺎ إِﱠﻻ أَﻧ F3 Telah mengabarkan kepada kami 'Amr bin 'Utsmân bin Sa'îd dia berkata; telah menceritakan kepada kami Syuraih bin Yazîd Al-Hadhrami dia berkata; telah mengabarkan kepadaku Syu'aib bin Abû Hamzah dia berkata; telah mengabarkan kepadaku Muhammad bin Al-Munkadir, dari Jâbir bin Abdullâh dia berkata; "Bila Rasulullah saw memulai shalat maka beliau bertakbir, kemudian mengucapkan - doa yang artinyaSesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanya bagi Allah, Rabb semesta alam, yang tiada sekutu bagi-Nya. Demikianlah aku diperintahkan, dan aku termasuk kaum muslimin. Ya Allah, tunjukkan saya kepada perbuatan yang terbaik dan kepada akhlak yang terbaik, karena tidak ada yang bisa menunjukkan kepada yang terbaik kecuali Engkau. Jagalah aku dari perbuatan jelek dan akhlak yang jelek, karena tidak ada yang bisa menjagaku dari kejelekan kecuali Engkau '." C. Bentuk-bentuk Perilaku Penghormatan Sebagaimana yang telah saya paparkan, bahwa ada beberapa alasan manusia dihormati, sehingga ketika ada subjek penghormatan tersebut, maka yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana bentuk penghormatan tersebut, inilah yang menjadi pembahasan pada skripsi ini. 1. Mencium Tangan Islam memberikan tuntutan yang jelas dan lengkap sekali perihal mencium ini. Rasulullah, melalui sunnahnya, telah memberikan contoh dan teladan yang lengkap sekali seputar perbuatan mencium ini. Sehingga hal ini berlaku pada 34 Hadis ini diriwayatkan oelh al-Nasâi dalam sunan-nya. Lihat al-Nasâî, Sunan,Bâb Âkhir min dzikri wa Du'â baina Takbîr wal Qirâ-ah, (Semarang : Karya Toha Putra), hal.129-130. 25 kehidupan manusia walaupun sering dianggap miring dan ditangkap negative, hal ini tetap mempunyai ibadah. Sebagai manusia yang normal, tentu setiap orang pernah mencium suami/istri, anak, atau bagian tubuh manusia, entah itu kening, mulut, tangan, kaki, kepala, pipi, atau bagian tubuh lainnya. Bahkan mungkin ada di antara kita yang pernah mencium mayat. Kalaupun seseorang belum pernah melakukannya, setidaknya ia pernah melihat orang lain melakukannya. Kita pun mungkin digayuti oleh pertanyaan ini: apakah seluruh tindakan itu dibenarkan syari'at? Mencium tangan adalah adat yang banyak dilakukan oleh berbagai bangsa. Bukan hanya kebiasaan bangsa Indonesia saja. Bangsa Arab, India, dan lainnya, juga sering kita dapati melakukan cium tangan. Bahkan di masa lalu, orang-orang di belahan Barat biasa mencium tangan wanita yang dalam adat istiadat mereka, tindakan itu merupakan bentuk penghormatan dan penghargaan buat para wanita. Selain juga harus membuka topi. Bertemu wanita tanpa mencium tangan dan membuka topi, dianggap sebagai sikap kurang ajar. Malah, tradisi cium tangan itu konon tidak terlalu merata di negeri kita. Teman-teman yang berasal dari Batak, Manado, Timur bilang bahwa tradisi itu tidak mereka miliki. Istilah mencium tangan dalam bahasa Arab mempunyai dua makna yaitu secara etimologis dan secara termiologis. Secara etimologis, mencium (alQublah), adalah mengecup (al-Latsmah). Plural atau bentuk jamaknya adalah attaqbîl dan kata kerjanya qobbala-yuqobbilu-taqbîlan. 35 dan kalimat tersebut bisa 34F kita temukan di dalam hadis Nabi. 35 Lihat Lisânul ‘Arab, Jilid 11,Ibnu Manzhûr, (Beirut:Libanon)1999 M-1419 H, hal. 25, dan Mukhatâr As-Shihah, h, 343. 26 36 F35 ﱯ َوﻗَ ْﺪ ﻗَـﺒﱠ َﻞ اﻟْ َﻤ ْﺮأَةَ َواﻟ ﱠ ﺼِ ﱠ Artinya : Seseorang mencium isteri dan anak. Sedangkan secara terminologis atau istilah , mencium tangan bisa diartikan mengecup tangan dengan menggunakan bibir pada atas atau telapak tangan sebagai bentuk ungkapan rasa hormat dan rasa kasih sayang. 37 36F Nabi Muhammad saw selalu menggunakan tangan kanannya untuk beribadah, makan, minum, dan menggunakan tangan kirinya untuk melakukan hal yang kurang bersih. 38 “ beliau tidak pernah menyentuh tangan wanita,” kata 37F ‘Aisyah, “jika menerima baiat mereka beliau menerimanya secara lisan. 39 38F Dalam kedua tangan Nabi diletakan kunci-kunci kekayaan bumi. Abu Hurairah berkata bahwa ia mendengar Rasulullah berkata, “aku diutus dengan jawâmi’ul kalim, 40 aku dibantu dengan timbulnya rasa takut di hati musuh,41 39F 40F ketika aku sedang tidur dibawakan kepadaku kunci-kunci kekayaan bumi 42 yang 41F kemudian diletakan di tanganku. 43 42 F 36 Al-Bukhâri , Al-Adab Al-Mufrad, Bâb Taqbîlul Rijli, (Lebanon : Dar al-Kutub Al‘Ilmiyah 2008), hal.244. 37 Shalahudin Fatih al-Hijazi, Fiqh Mencium, (Jakarta : Pustaka Group). hal.9. 38 Lihat Baihaqi dan Ibnu ‘Asakir. Majma’ al-Zawâid, Jilid 7. hal. 33. 39 Lihat, Muslim, Sahîh, Bâb Kaifiyati Bai’ati al-Nisâ, ( Beirut : Dar al-Fikr) Jilid 6, hal.29. 40 Jawâmi’ul Kalim adalah kemampuan untuk menyampaikan kebenaran secara jelas dan singkat. Setelah Qur’ân, ungkapan yangpaling singkat, jelas dan lengkap adalah hadis dari Nabi Muhammad saw. (lihat : Shalahudin Fatih al-Hijazi, Fiqh Mencium, (Jakarta : Pustaka Group). hal.17) 41 Rasa takut yang ditimbulkan oleh Allah swt dalam hati musuh sehingga mereka mengalami kekalahan ebelum peperangan. 42 Ibn Hajar menjelaskan di dalam Fathul Bâri bahwa makna kunci yang paling kuat dari seluruh pendapat para ‘ulama’ adalah Al-Qur’an Al-Karîm, dan ada pendapat lain yang dikatakan oleh Nabi saw dan diwariskan kepada ummatnya. 43 Al-Bukhâri, Sahîh, teks arabnya sebagai berikut : ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ت ﺑِﺎﻟﱡﺮ ْﻋ ﻴﺖ َ َﻗ ﺎل اﻟﻨِ ﱡ ُ ﻴﺢ اﻟْ َﻜﻠ ِﻢ َوﻧُﺼ ْﺮ ُ ﺐ َوﺑـَْﻴـﻨَ َﻤﺎ أَﻧَﺎ ﻧَﺎﺋ ٌﻢ اﻟْﺒَﺎ ِر َﺣﺔَ إِ ْذ أُﺗ ُ ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋﻠَْﻴﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ أ ُْﻋﻄ َ ﱠﱯ َ ﻴﺖ َﻣ َﻔﺎﺗ ِ ﻴﺢ َﺧَﺰاﺋِ ِﻦ ْاﻷ َْر .ﺖ ِﰲ ﻳَ ِﺪي ِ ِِﲟََﻔﺎﺗ ْ ض َﺣ ﱠﱴ ُو ِﺿ َﻌ 27 Para sahabat tahu keberkahan tangan Nabi, mereka juga tahu kedua tangan itu merupakan simbol dari kemurahan Allah swt. Mereka senang menyentuh dan menciumnnya. Mereka juga berlomba-lomba untuk mendapatkan air yang telah beliau sentuh. Dan sepeninggal beliau, mereka, yakni orang-orang yang belum pernah melihat beliau, senang menyentuh dan mencium tangan-tangan yang pernah menyentuh tubuh beliau. Orang Yahudi dan Nasrani yang mengakui beliau sebagai pesuruh Allah juga menunjukan kecintaan dan penghormatan mereka terhadap beliau dengan mencium tangan dan kaki beliau. Di antaranya, hadis riwayat at-Tirmidzî dan lainnya, bahwa ada dua orang Yahudi bersepakat menghadap Rasulullah. Salah seorang dari mereka berkata: “Mari kita pergi menghadap orang yang mengaku Nabi ini untuk menanyainya tentang sembilan ayat yang Allah turunkan kepada Nabi Musa”. Tujuan kedua orang Yahudi ini adalah hendak mencari kelemahan Rasulullah, karena beliau adalah seorang yang Ummi (tidak membaca dan tidak menulis). Mereka menganggap bahwa Rasulullah tidak mengetahui tentang sembilan ayat tersebut. Ketika mereka sampai di hadapan Rasulullah dan menanyakan prihal sembilan ayat yang diturunkan kepada Nabi Musa tersebut, maka Rasulullah menjelaskan kepada keduanya secara rinci tidak kurang suatu apapun. Kedua orang Yahudi ini sangat terkejut dan terkagum-kagum dengan penjelasan Rasulullah. Keduanya orang Yahudi ini kemudian langsung mencium kedua tangan Rasulullah dan kakinya. (At-Tarmidzi berkata bahwa kulitas hadis ini Hasan Shahih). 44 43F 2. Inhinâ (Menundukan Badan) 44 Al-Tirmidzî, Sunan Al-Tirmidzî, Bâb Mâ Jâ-a Fî Qublati al-Yad wa ar-Rijli, (Semarang : Thoha Putra), Juz 5, No.2877, hal.174. 28 Menundukan badan kepada orang tua dengan cara sungkem, mencium tangan guru dengan menundukan badan, ataupun dengan sedikit menundukan kepala kepada sesama muslim ketika bertemu di jalan, adalah merupakan hal yang sudah menjadi kebiasan masyarakat Indonesia pada umumnya. Dan hal tersebut pun dijadikan tolak ukur menilai seseorang akan akhlaknya. Dalam Islam sendiri ini menundukan badan disebut inhinâ, mengenai hukum inhinâ itu sendiri ada perbedaan pendapat, salah satu sebab dilarangnya perbuatan inhinâ adalah karena dinilai mengandung unsur menyerupai orangorang kafir. Sebagian orang-orang Eropa memberikan penghormatan kepada para pembesar mereka dengan membuka topi kepala mereka sambil menundukkan kepala dan sedikit punggung. Menyerupai orang kafir dalam hal yang merupakan ciri khas mereka adalah suatu hal yang hukumnya haram. 45 4F Secara bahasa inhinâ berasal dari bahasa arab yang berakar dari kata kerja fi’lul lâzim inhana-yanhani-inhinân, sedangkan fi’il aslinya hana-yahni-wa yahnu 46 45F ,adalah yang mempunyai makna miring, doyong, membungkuk, menunduk. Salah satu contoh penggunaan kalimat tersebut dapat di lihat pada hadis Nabi: ٍ ِﺣ ﱠﺪﺛـَﻨﺎ ﻣﺴﺪﱠد ﻗَ َﺎل ﺣ ﱠﺪﺛـَﻨﺎ َﳛﲕ ﺑﻦ ﺳﻌ ﻴﺪ َﻋ ْﻦ ُﺳ ْﻔﻴَﺎ َن ﻗَ َﺎل َﺣ ﱠﺪﺛَِﲏ أَﺑُﻮ ٌ َُ َ َ َ ُ ْ َْ َ َ ِ ُ َﻛﺎ َن رﺳ:ﺎل ﺻﻠﱠﻰ َ َﻳﺪ ﻗَ َﺎل َﺣ ﱠﺪﺛَِﲏ اﻟْﺒَـَﺮاءُ ﻗ َ إِ ْﺳ َﺤ َ ﺎق ﻗَ َﺎل َﺣ ﱠﺪﺛَِﲏ َﻋْﺒ ُﺪ اﻟﻠﱠ ِﻪ ﺑْ ُﻦ ﻳَِﺰ َ ﻮل اﻟﻠﱠﻪ َُ ِ ﲪ َﺪﻩ َﱂ ﻳﺤ ِﻦ أ ِ َ َاﻟﻠﱠﻪ ﻋﻠَﻴ ِﻪ وﺳﻠﱠﻢ إِذَا ﻗ ِ ِ ﺻﻠﱠﻰ َﺣ ٌﺪ ﻣﻨﱠﺎ ﻇَ ْﻬَﺮﻩُ َﺣ ﱠﱴ ﻳـَ َﻘ َﻊ اﻟﻨِ ﱡ َ ﱠﱯ َ ْ َ ْ ُ َ ﺎل َﲰ َﻊ اﻟﻠﱠﻪُ ﻟ َﻤ ْﻦ َ ََ َْ ُ 47 ِ ِ . ُﻮدا ﺑـَ ْﻌ َﺪﻩ ً اﻟﻠﱠﻪُ َﻋﻠَْﻴﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ َﺳﺎﺟ ًﺪا ﰒُﱠ ﻧـَ َﻘ ُﻊ ُﺳ ُﺠ 46F 45 Lihat : Fatawa Lajnah Daimah seri pertama jilid. 26 Lihat Lisânul ‘Arab, Ibnu Manzhûr, (Beirut:Libanon)1999 M-1419 H, Jilid 14. h. 202. dan Warson Munawir, Kamus Al-Munawir Arab Indonesia, hal. 305. 47 Al-Bukhâri, Sahîh Al-Bukhâri, Bâb Mata Yasjudu Man Kholfal Imâm, (Beirut : Darul Ma’rifah), Jilid,1, hal. 128. 46 29 Artinya: menceritakan kepada kami Musaddad (Ia berkata(, menceritakan kepada kami Yahya bin Sa’îd, dari Sufyân (ia berkata), menceritakan kepadaku Abû Ishâq (ia berkata), menceritakan kepadaku ‘Abdullah bin Yazîd (ia berkata):bahwasannya Rasulullah saw apabila berkata ”sami’a Allahu Liman Hamidah” tidak ruku (menundukan punggung badan untuk ruku’) diantara kami para sahabat, kecuali telah sampai kepada Nabi keadaan sujud, baru kemudian kami sujud setelahnya. Namun pada hadis diatas jelas pengertian inhinâ yang dimaksud adalah inhinâ dalam bentuk ruku’ ketika beribadah, akan tetapi yang menjadi pembahasan penulis di sini adalah inhinâ ketika berjumpa dengan seseorang, yaitu dengan sedikit membungkukan badan. Sebagaimana telah dijelaskan oleh Muhammad Nûruddin Banjar: mencondongkan kepala dan badan 48 F 47 :إَِﻣﺎﻟَﺔُ اﻟﺮﱠ أْ ِس َواﻟﻈﱠ ْﻬ ِﺮ 3. Berdiri Menyambut Kedatangan Seseorang. Berdiri mengormati kedatangan atau kepergian seeorang adalah merupakan salah satu budaya yang sudah melekat bahkan bercampur antara ibadah dan adab. Sebagaimana beberapa contoh di bawah ini : • Para tamu undangan berdiri ketika mempelai yang mengadakan walimah memasuki ruangan. • Peserta pertemuan berdiri ketika orang penting, pejabat, atau tamu istimewa memasuki ruangan. • Pelayat berdiri ketika jenazah hendak diberangkatkan ke makam. • Peserta upacara berdiri ketika lagu tertentu dinyanyikan. Hal-hal di atas adalah beberapa contoh kasus yang terjadi pada masyarakat umumnya. Mungkin ada beberapa hal yang memang secara teks hadis dilarang, 48 Muhammad Nûruddin Banjar, Adab al-Musâfahah, (Majelis Ta’lim li Tafaqquh fi adDîn ), hal.78. 30 namun mungkin saja tujuan hadis itu berbeda dengan kondisi yang dimaksudkan pada hal-hal di atas. Pengertian berdiri di dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah tegak bertumpu pada kaki (tidak duduk atau berbaring) 49, sedangkan makna berdiri di 48F dalam bahasa Arab adalah qôma-yaqûmu-qouman-wa qiyâman yang bisa dimaknakan juga bangkit berdiri tegak. 50 Namun pada lafadz hadis ada dua 49F pemaknaan kalimat qôma, pertama " Qôma Ilaihi " berarti, segera berdiri untuk menolong atau (untuk menyambut demi) memuliakannya. kedua " Qôma Lahu " berarti berdiri di tempat untuk memberi penghormatan. 51 50F Dengan demikian pengertian berdiri itu sendiri ada banyak maknanya, tergantung daripada lafaz hadis itu sendiri. 49 http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php Warson Munawir, Kamus Al-Munawir Arab Indonesia, hal. 1172. 51 Lihat Firqotun Nâjiyah karya Muhammad Jamil Zainu, Bagian 40, Berdiri yang dianjurkan. 50 BAB III HADIS-HADIS TENTANG PENGHORMATAN A. Mencium Tangan Ada tujuh buah hadis yang saya teliti pada skripsi ini, yang dari ketujuh hadis tersebut masing-masing mempunyai peranan penting dalam bentuk perilaku penghormatan, tiga hadis petama tentang mencium tangan, hadis keempat Inhina, dan 3 hadis terakhir adalah tentang berdiri menyambut seseorang. 1. Teks Hadis, Asbabul Wurud, dan Kualitas Hadis Ada tiga buah hadis yang penulis angkat tentang cium tangan, karena tiga hadis inilah yang sering dijadikan dalil dibolehkanya mencium tnagan: Hadis Pertama: ﻧﺎ ﳏﻤﺪ ﺑﻦ: ﻧﺎ ﳏﻤﺪ ﺑﻦ ﺑﺸﺎر ﺑﻨﺪار ﻗﺎل: ﻗﺎﻻ، وأﺑﻮ ﻋﻤﺮوﻳﻪ، ﺣﺪﺛﻨﺎ أﺑﻮ ﻳﻌﻠﻰ ﻋﻦ ﻋﻤﺮو ﺑﻦ، ﻧﺎ ﺷﻌﺒﺔ: ﻗﺎﻟﻮا، وﺳﻬﻞ ﺑﻦ ﻳﻮﺳﻒ، وأﺑﻮ داود، واﺑﻦ ﻣﻬﺪي، ﺟﻌﻔﺮ : ﻋﻦ ﺻﻔﻮان ﺑﻦ ﻋﺴﺎل أن ﻳﻬﻮدﻳﺎ ﻗﺎل ﻟﺼﺎﺣﺒﻪ، ﲰﻌﺖ ﻋﺒﺪ اﷲ ﺑﻦ ﺳﻠﻤﺔ: ﻣﺮة ﻗﺎل ﻧﺸﻬﺪ أﻧﻚ: ﻓﻘﺒﻼ ﻳﺪﻩ ورﺟﻠﻪ وﻗﺎﻻ: ﻗﺎل، اذﻫﺐ ﺑﻨﺎ إﱃ ﻫﺬا اﻟﻨﱯ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ ﻧﱯ اﷲ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ Telah menceritakan kepada kami Abu Ya'la dan Abu 'Amru wiyah, mereka berdua berkata : telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basyâr Bindar bahwa ia berkata, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ja'far, Ibnu Mahdi, Abu Dâwud dan Sahl bin Yûsuf, mereka berkata : Telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari 'Amrbin Muroh berkata : Aku mendengar 'Abdullah bin Salamah, dari Safwân bin 'Asâl : "Seorang Yahudi berkata kepada sahabatnya; "Marilah kita berangkat bersama menemui Nabi ini!", Safwân berkata : Maka setelah bertemu Nabi Muhammad saw keduanya mencium tangan dan kaki nabi Muhammad saw, keduanya seraya berkata : "Kami bersaksi bahwa engkau adalah Nabi saw." Hadis di atas berasal dari kitab ar-Rukhsah fî Taqbîli al-Yad karya Ibnu alMuqri. Setelah melakukan pencarian dalam kitab kamus hadis milik A.J 32 Wensinck, yaitu kitab al-Mu'jam al-Mufahros li Alfâdzi al-Hadis al-Nabawi, 52 51F (j.3, h.190) penulis mendapatkan hadisﺷﻬﺪ (j.5, h.245),ﻗﺒﻞ dari kata kunci tersebut didalam tempat berikut: Kitab al-Jâmi’us Sahih wa huwa Sunan al-Tirmidzî dengan lafaz: 53 52F ٍ ﱠِ ِ ِ ُﺳ َﺎﻣﺔَ َﻋ ْﻦ ُﺷ ْﻌﺒَﺔَ َﻋ ْﻦ َﻋ ْﻤ ِﺮو ﺑْ ِﻦ ﻳﺲ َوأَﺑُﻮ أ َ َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ أَﺑُﻮ ُﻛَﺮﻳْﺐ َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ َﻋْﺒ ُﺪ اﻟﻠﻪ ﺑْ ُﻦ إ ْدر َ ﺎل :ﻗَ َ ِ ِ ِ ي ﻟِ ِ ِ ِ ﺐ ﺑِﻨَﺎ ﺻ ْﻔ َﻮا َن ﺑْ ِﻦ َﻋ ﱠﺴ ٍﺎل ﻗَ َ ُﻣﱠﺮةَ َﻋ ْﻦ َﻋْﺒﺪ اﻟﻠﱠﻪ ﺑْ ِﻦ َﺳﻠَ َﻤﺔَ َﻋ ْﻦ َ ﺎل ﻳـَ ُﻬﻮد ﱞ َ ﺼﺎﺣﺒﻪ ا ْذ َﻫ ْ ﺎل ِ ﻚ َﻛﺎ َن ﻟَﻪُ أ َْرﺑـَ َﻌﺔُ أ َْﻋ ُ ٍ ﻮل اﻟﻠﱠ ِﻪ ﲔ ﻓَﺄَﺗَـﻴَﺎ َر ُﺳ َ ﱯ إِﻧﱠﻪُ ﻟَ ْﻮ َِﲰ َﻌ َ ﺻﺎﺣﺒُﻪُ َﻻ ﺗَـ ُﻘ ْﻞ ﻧَِ ﱞ إِ َﱃ َﻫ َﺬا اﻟﻨِ ﱢ ﱠﱯ ﻓَـ َﻘ َ َ ﺎت ﺑـﻴﱢـﻨَ ٍ ٍ ِ ِ ﺎل َﳍُ ْﻢ َﻻ ﺗُ ْﺸ ِﺮُﻛﻮا ﺑِﺎﻟﻠﱠ ِﻪ َﺷْﻴﺌًﺎ َوَﻻ ﺎت ﻓَـ َﻘ َ َ ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋﻠَْﻴﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ﻓَ َﺴﺄََﻻﻩُ َﻋ ْﻦ ﺗ ْﺴ ِﻊ آﻳَ َ ٍ ِ ﺎﳊ ﱢﻖ وَﻻ ﲤَْ ُﺸﻮا ﺑِ ِﱪيء إِ َﱃ ذي ﺳ ْﻠﻄَ ٍ ِ ِ ﺗَﺴ ِﺮﻗُﻮا وَﻻ ﺗَـ ْﺰﻧُﻮا وَﻻ ﺗَـ ْﻘﺘُـﻠُﻮا اﻟﻨﱠـ ْﻔ ﱠ ﺎن َ ُ ﺲ اﻟ ِﱵ َﺣﱠﺮَم اﻟﻠﱠﻪُ إﱠﻻ ﺑ َْ َ َ ْ َ َ ِ ِ ﻟِﻴـ ْﻘﺘُـﻠَﻪ وَﻻ ﺗَﺴﺤﺮوا وَﻻ ﺗَﺄْ ُﻛﻠُﻮا اﻟﱢﺮﺑﺎ وَﻻ ﺗَـ ْﻘﺬﻓُﻮا ُْﳏﺼﻨَﺔً وَﻻ ﺗـُﻮﻟﱡﻮا اﻟْﻔﺮار ﻳـﻮم اﻟﱠﺰ ْﺣ ِ ﻒ َو َﻋﻠَْﻴ ُﻜ ْﻢ َ َ َ َ َ َْ َ َ َ َ ُ َ ْ َُ َ ﺻﺔً اﻟْﻴـﻬﻮد أَ ْن َﻻ ﺗَـﻌﺘَ ُﺪوا ِﰲ اﻟ ﱠﺴﺒ ِ ﺎل ﻓَ َﻤﺎ ﱯ ﻗَ َ ﺖ ﻗَ َ ﺎل ﻓَـ َﻘﺒﱠـﻠُﻮا ﻳَ َﺪﻩُ َوِر ْﺟﻠَﻪُ ﻓَـ َﻘ َﺎﻻ ﻧَ ْﺸ َﻬ ُﺪ أَﻧ َ ﱠﻚ ﻧَِ ﱞ َﺧﺎ ﱠ َ ُ َ ْ ْ ِِ ﺎك أَ ْن ﺎف إِ ْن ﺗَﺒِ ْﻌﻨَ َ ﱯ َوإِﻧﱠﺎ َﳔَ ُ ﳝَْﻨَـﻌُ ُﻜ ْﻢ أَ ْن ﺗَـﺘﱠﺒِﻌُ ِﻮﱐ ﻗَﺎﻟُﻮا إِ ﱠن َد ُاوَد َد َﻋﺎ َرﺑﱠﻪُ أَ ْن َﻻ ﻳـََﺰ َال ِﰲ ذُﱢرﻳﱠﺘﻪ ﻧَِ ﱞ ﻮد ﺗَـ ْﻘﺘُـﻠَﻨَﺎ اﻟْﻴَـ ُﻬ ُ ﻳﺪ ﺑ ِﻦ ْاﻷ ِ ﻚ ﻗَ َ ِ ﺐ ﺑ ِﻦ ﻣﺎﻟِ ٍ ﻴﺴﻰ َﻫ َﺬا َوِﰲ اﻟْﺒَﺎب َﻋ ْﻦ ﻳَِﺰ َ ْ ْ َﺳ َﻮد َواﺑْ ِﻦ ﻋُ َﻤَﺮ َوَﻛ ْﻌ ِ ْ َ ﺎل أَﺑُﻮ ﻋ َ ِ ﻳﺚ ﺣﺴﻦ ِ ﻴﺢ َﺣﺪ ٌ َ َ ٌ َ ﺻﺤ ٌ Kitab Sunan al-Nasâî dengan lafadz: 54 ِ ِِ ِ ﺎل أَﻧْـﺒَﺄَﻧَﺎ ُﺷ ْﻌﺒَﺔُ َﻋ ْﻦ َﻋ ْﻤ ِﺮو ﺑْ ِﻦ ُﻣﱠﺮَة َﻋ ْﻦ َﻋْﺒ ِﺪ ﻳﺲ ﻗَ َ أْ َﺧﺒَـَﺮﻧَﺎ ُﳏَ ﱠﻤ ُﺪ ﺑْ ُﻦ اﻟْ َﻌ َﻼء َﻋ ْﻦ اﺑْﻦ إ ْدر َ ﺎل :ﻗَ َ ِ ي ﻟِ ِ ِ ِ ِ ﱠﱯ ﺻ ْﻔ َﻮا َن ﺑْ ِﻦ َﻋ ﱠﺴ ٍﺎل ﻗَ َ ﺐ ﺑِﻨَﺎ إِ َﱃ َﻫ َﺬا اﻟﻨِ ﱢ ﺎل ﻳـَ ُﻬﻮد ﱞ َ اﻟﻠﱠﻪ ﺑْ ِﻦ َﺳﻠَ َﻤﺔَ َﻋ ْﻦ َ ﺼﺎﺣﺒﻪ ا ْذ َﻫ ْ ﲔ ﻓَﺄَﺗَـﻴﺎ رﺳ َ ِ ﺎل ﻟَﻪ ِ ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ ﱯ ﻟَ ْﻮ َِﲰ َﻌ َ ﺻﺎﺣﺒُﻪُ َﻻ ﺗَـ ُﻘ ْﻞ ﻧَِ ﱞ ﻮل اﻟﻠﱠﻪ َ ﻗَ َ ُ َ ﻚ َﻛﺎ َن ﻟَﻪُ أ َْرﺑـَ َﻌﺔُ أ َْﻋ ُ ٍ َ َ ُ ﺎت ﺑـﻴﱢـﻨَ ٍ ٍ ِ ﺎل َﳍُ ْﻢ َﻻ ﺗُ ْﺸ ِﺮُﻛﻮا ﺑِﺎﻟﻠﱠ ِﻪ َﺷْﻴﺌًﺎ َوَﻻ ﺗَ ْﺴ ِﺮﻗُﻮا َوَﻻ ﺗَـ ْﺰﻧُﻮا َوَﻻ ﺎت ﻓَـ َﻘ َ َو َﺳﻠﱠ َﻢ َو َﺳﺄََﻻﻩُ َﻋ ْﻦ ﺗ ْﺴ ِﻊ آﻳَ َ ﺎﳊ ﱢﻖ وَﻻ ﲤَْﺸﻮا ﺑِ ِﱪ ٍ يء إِ َﱃ ِذي ﺳ ْﻠﻄَ ٍ ﺎن َوَﻻ ﺗَ ْﺴ َﺤ ُﺮوا َوَﻻ ﺲ اﻟﱠِﱵ َﺣﱠﺮَم اﻟﻠﱠﻪُ إِﱠﻻ ﺑِ َْ َ ُ َ ُ ﺗَـ ْﻘﺘُـﻠُﻮا اﻟﻨﱠـ ْﻔ َ ﺗَﺄْ ُﻛﻠُﻮا اﻟﱢﺮﺑﺎ وَﻻ ﺗَـ ْﻘ ِﺬﻓُﻮا اﻟْﻤ ْﺤﺼﻨَﺔَ وَﻻ ﺗَـﻮﻟﱠﻮا ﻳـﻮم اﻟﱠﺰ ْﺣ ِ ﻮد أَ ْن َﻻ ﺗَـ ْﻌ ُﺪوا ِﰲ ﻒ َو َﻋﻠَْﻴ ُﻜ ْﻢ َﺧﺎ ﱠ ﺻﺔً ﻳـَ ُﻬ ُ ُ َ َ َ ْ َْ َ َ َ 53F 52 A.J. Wensinck, et.all, al-Mu'jam al-Mufahros li Alfâdzi al-Hadis al-Nabawi (Leiden.EJ.brill,1946). 53 Abû ‘îsâ Muhammad bin Sûrah al-Tirmidzî, al-Jâmi’us Sahih wa huwa Sunan alTirmidzî (Semarang : Thoha Putera), j.3, hal.2877, Abwâbu al-Isti’zan wa al-Âdab Bab Qublatu al-Yad wa ar-Rijl. 54 Al-Nasâî, Sunan al-Nasâî Bisyarhi al-Hâfidz Jalâluddin as-Suyûti wa Hasyiyatu ‘ala Imâm al-Sindi (Semarang:Thoha Putera),j.7, hal.111-112, Bab as-Sihr. 33 اﻟ ﱠﺴﺒ ِ ﺎل ﻓَ َﻤﺎ ﳝَْﻨَـﻌُ ُﻜ ْﻢ أَ ْن ﺗَـﺘﱠﺒِﻌُ ِﻮﱐ ﻗَﺎﻟُﻮا إِ ﱠن َد ُاوَد ﱯ ﻗَ َ ﺖ ﻓَـ َﻘﺒﱠـﻠُﻮا ﻳَ َﺪﻳِْﻪ َوِر ْﺟﻠَْﻴ ِﻪ َوﻗَﺎﻟُﻮا ﻧَ ْﺸ َﻬ ُﺪ أَﻧ َ ﱠﻚ ﻧَِ ﱞ ْ ِ ِِ ﻮد ﺎف إِ ْن اﺗـﱠﺒَـ ْﻌﻨَ َ ﱯ َوإِﻧﱠﺎ َﳔَ ُ َد َﻋﺎ ﺑِﺄَ ْن َﻻ ﻳـََﺰ َال ﻣ ْﻦ ذُﱢرﻳﱠﺘﻪ ﻧَِ ﱞ ﺎك أَ ْن ﺗَـ ْﻘﺘُـﻠَﻨَﺎ ﻳـَ ُﻬ ُ Kitab Sunan Ibnu Mâjah dengan lafadz: 55 ﱠِ ِ ِ ٍ ُﺳ َﺎﻣﺔَ َﻋ ْﻦ ُﺷ ْﻌﺒَﺔَ َﻋ ْﻦ َﻋ ْﻤ ِﺮو ﻳﺲ َوﻏُْﻨ َﺪٌر َوأَﺑُﻮ أ َ َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ أَﺑُﻮ ﺑَ ْﻜﺮ َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ َﻋْﺒ ُﺪ اﻟﻠﻪ ﺑْ ُﻦ إ ْدر َ ِ ِ ِ ِ ﱠﱯ ﺻ ْﻔ َﻮا َن ﺑْ ِﻦ َﻋ ﱠﺴ ٍﺎل :أَ ﱠن ﻗَـ ْﻮًﻣﺎ ﻣ ْﻦ اﻟْﻴَـ ُﻬﻮد ﻗَـﺒﱠـﻠُﻮا ﻳَ َﺪ اﻟﻨِ ﱢ ﺑْ ِﻦ ُﻣﱠﺮةَ َﻋ ْﻦ َﻋْﺒﺪ اﻟﻠﱠﻪ ﺑْ ِﻦ َﺳﻠَ َﻤﺔَ َﻋ ْﻦ َ ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ َوِر ْﺟﻠَْﻴ ِﻪ َ 56 54F 5F Kitab Musnad Ahmad dengan lafadz: َﺧﺒَـَﺮﻧَﺎ ُﺷ ْﻌﺒَﺔُ َﻋ ْﻦ َﻋ ْﻤ ِﺮو ﺑْ ِﻦ ُﻣﱠﺮَة َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ ُﳏَ ﱠﻤ ُﺪ ﺑْ ُﻦ َﺟ ْﻌ َﻔ ٍﺮ َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ ُﺷ ْﻌﺒَﺔُ َو َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎﻩُ ﻳَِﺰ ُ ﻳﺪ أ ْ ﻗَ َ ِ ﺎل ﺎل :ﻗَ َ ي ﻗَ َ ﺻ ْﻔ َﻮا َن ﺑْ ِﻦ َﻋ ﱠﺴ ٍﺎل ﻗَ َ ﻳﺪ اﻟْ ُﻤَﺮ ِاد ﱢ ﺎل ﻳَِﺰ ُ ﺖ َﻋْﺒ َﺪ اﻟﻠﱠ ِﻪ ﺑْ َﻦ َﺳﻠَ َﻤﺔَ ُﳛَﺪ ُ ﺎل َﲰ ْﻌ ُ ﱢث َﻋ ْﻦ َ ِ ي ﻟِ ِ ِ ِ ﺻﻠﱠﻰ ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ َوﻗَ َ ﺎل ﻳَِﺰ ُ ﻳﺪ إِ َﱃ َﻫ َﺬا اﻟﻨِ ﱢ ﺐ ﺑِﻨَﺎ إِ َﱃ اﻟﻨِ ﱢ ﱠﱯ َ ﱠﱯ َ ﻳـَ ُﻬﻮد ﱞ َ ﺼﺎﺣﺒﻪ ا ْذ َﻫ ْ اﻟﻠﱠﻪ ﻋﻠَﻴ ِﻪ وﺳﻠﱠﻢ ﺣ ﱠﱴ ﻧَﺴﺄَﻟَﻪ ﻋﻦ ﻫ ِﺬﻩِ ْاﻵﻳ ِﺔ } وﻟََﻘ ْﺪ آﺗَـﻴـﻨَﺎ ﻣﻮﺳﻰ ﺗِﺴﻊ آﻳ ٍ ﺎل َﻻ ﺗَـ ُﻘ ْﻞ ﺎت {ﻓَـ َﻘ َ ُ َْ ََ َ َ ْ ُ َْ َ ْ ُ َ َْ َ َ َ ت ﻟَﻪُ أ َْرﺑـَ َﻌﺔُ أ َْﻋ ُ ٍ ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ َﻻ ﲔ ﻓَ َﺴﺄََﻻﻩُ ﻓَـ َﻘ َ ﱯ ﻓَِﺈﻧﱠﻪُ إِ ْن َِﲰ َﻌ َ ﺼ َﺎر ْ ﺎل اﻟﻨِ ﱡ ﻟَﻪُ ﻧَِ ﱞ ﱠﱯ َ ﻚ ﻟَ َ ِ ِ ﱠِ ِ ﺎﳊَ ﱢﻖ َوَﻻ ﺗَ ْﺴ َﺤ ُﺮوا ﺲ اﻟﱠِﱵ َﺣﱠﺮَم اﻟﻠﱠﻪُ إِﱠﻻ ﺑِ ْ ﺗُ ْﺸﺮُﻛﻮا ﺑﺎﻟﻠﻪ َﺷْﻴﺌًﺎ َوَﻻ ﺗَ ْﺴﺮﻗُﻮا َوَﻻ ﺗَـ ْﺰﻧُﻮا َوَﻻ ﺗَـ ْﻘﺘُـﻠُﻮا اﻟﻨﱠـ ْﻔ َ ِ ٍِ ِ ٍ ِ ﺎل ﺗَِﻔﱡﺮوا ِﻣ ْﻦ ﺼﻨَﺔً أ َْو ﻗَ َ َوَﻻ ﺗَﺄْ ُﻛﻠُﻮا اﻟﱢﺮﺑَﺎ َوَﻻ ﲤَْ ُﺸﻮا ﺑ َِﱪيء إِ َﱃ ذي ُﺳ ْﻠﻄَﺎن ﻟﻴَـ ْﻘﺘُـﻠَﻪُ َوَﻻ ﺗَـ ْﻘﺬﻓُﻮا ُْﳏ َ ﻳﺪ ﺗَـﻌ ُﺪوا ِﰲ اﻟ ﱠﺴﺒ ِ اﻟﱠﺰ ْﺣ ِ ﻒ ُﺷ ْﻌﺒَﺔُ اﻟﺸ ﱡ ﺖ ﺻﺔً أَ ْن َﻻ ﺗَـ ْﻌﺘَ ُﺪوا ﻗَ َ ﻮد َﻋﻠَْﻴ ُﻜ ْﻢ َﺧﺎ ﱠ ﱠﺎك َوأَﻧْـﺘُ ْﻢ ﻳَﺎ ﻳـَ ُﻬ ُ ﺎل ﻳَِﺰ ُ ْ ْ ﺎل ﻓَ َﻤﺎ ﳝَْﻨَـﻌُ ُﻜ َﻤﺎ أَ ْن ﺗَـﺘﱠﺒِ َﻌ ِﺎﱐ ﱯ ﻗَ َ ﻓَـ َﻘﺒﱠ َﻼ ﻳَ َﺪﻩُ َوِر ْﺟﻠَﻪُ ﻗَ َ ﺎل ﻳَِﺰ ُ ﻳﺪ ﻳَ َﺪﻳِْﻪ َوِر ْﺟﻠَْﻴ ِﻪ َوﻗَ َﺎﻻ ﻧَ ْﺸ َﻬ ُﺪ أَﻧ َ ﱠﻚ ﻧَِ ﱞ ِ ِِ ِ َﺳﻠَ ْﻤﻨَﺎ أَ ْن ﱯ َوإِﻧﱠﺎ َﳔْ َﺸﻰ ﻗَ َ ﺎل ﻳَِﺰ ُ ﻗَ َﺎﻻ إِ ﱠن َد ُاوَد َﻋﻠَْﻴﻪ اﻟ ﱠﺴ َﻼم َد َﻋﺎ أَ ْن َﻻ ﻳـََﺰ َال ﻣ ْﻦ ذُﱢرﻳﱠﺘﻪ ﻧَِ ﱞ ﻳﺪ إِ ْن أ ْ ﻮد ﺗَـ ْﻘﺘُـﻠَﻨَﺎ ﻳـَ ُﻬ ُ Asbabul wurud hadis: Dari hadis ini dapat diketahui sebab datangnya hadis ini adalah bahwa ada dua orang Yahudi bersepakat menghadap Rasulullah. Salah seorang dari mereka berkata: “Mari kita pergi menghadap orang yang mengaku Nabi ini untuk menanyainya tentang sembilan ayat yang Allah turunkan kepada Nabi Musa”. Tujuan kedua orang Yahudi ini adalah hendak mencari kelemahan Rasulullah, karena beliau adalah seorang yang Ummi (tidak membaca dan tidak menulis). Mereka menganggap bahwa Rasulullah tidak mengetahui 55 Abû ‘Abdillâh Muhammad Ibn Yazîd al-Qazwinî Ibn Mâjah, Sunan Ibnu Mâjah (Semarang:Thoha Putera) j.2, hal. 1220, Kitâb al-Adab Bâb ar-Rojulu Yuqobbilu Yada ar-Rojuli. 56 Ahmad bin Hanbal, al-Musnad Bisyarhi Ahmad Zein, (Dârul Hadîs:Al-Qôhiroh) j.14, hal.67-68, Kitâb Musnad al-Kûfiyyîn Bâb Hadîsu Safwan bin ‘Assâl. 34 tentang sembilan ayat tersebut. Ketika mereka sampai di hadapan Rasulullah dan menanyakan prihal sembilan ayat yang diturunkan kepada Nabi Musa tersebut, maka Rasulullah menjelaskan kepada keduanya secara rinci tidak kurang suatu apapun. Kedua orang Yahudi ini sangat terkejut dan terkagum-kagum dengan penjelasan Rasulullah. Keduanya orang Yahudi ini kemudian langsung mencium kedua tangan Rasulullah dan kakinya. 57 56F Uraian hadis: Hadis ini diriwayatkan oleh Tirmidzî, Nasâî, Ibnu Mâjah, dan Ahmad bin Hanbal dari Safwân bin ‘Assâl. Hadis ini sering dijadikan hujjah tentang pembolehan mencium tangan. 58 Kalimat ﻓﻘﺒّﻠﻮﺍ ﻳﺪﻳﻪ ﻭﺭﺟﻠﻴﻪmengandung 57 F pengertian maka mereka (orang Yahudi tersebut) mencium kedua tangan dan kaki Rasulullah saw, dalam redaksi at-Tirmidzî ﻓﻘﺒّﻼ ﻳﺪﻳﻪ ﻭﺭﺟﻠﻴﻪmaka mereka berdua (Yahudi) mencium kedua tangan dan kaki Rasulullah saw dan berkata: ﻧﺸﻬﺪ ﺃﻧّﻚ ﻧﺒﻲ kami bersaksi engkau nabi orang ‘Arab, ilmu yang kami dapat dari seorang yang ummî sungguh ini merupakan sebuah mukjizat. 59 58F Kualitas hadis: Abû ‘Îsa berkata: “Hâdza hadîsun hasanun sahîhun” (Hadis ini hasan sahîh) dalam Sunan al-Tirmidzî Al-Jâmi’us Sahih wa huwa Sunan al-Tirmidzî, j.7, h.111-112, Bab as-Sihr. Dan Ahmad Hamzah Zein mengatakan: ”Isnâduhu Sahih” karena ‘Abdullah bin Salamah dari golongan tabi’în yang tsiqot dalam al-Musnad Ahmad Bisyarhi Ahmad Zein, j.14, h.67, Kitâb Musnad al-Kûfiyyîn Bâb Hadîsu Sofwan bin ‘Assâl. 57 Abu Al-‘Ula Muhammad Al-Mubarakfuri, Tuhfatul Ahwazi, j.7, hal.525-527 (Darr al- 58 Mostafa al-Badawî, Tangan Nabi, (Pustaka Zawiyah), h.58-59. Abu Al-‘Ula Muhammad Al-Mubarakfuri, Tuhfatul Ahwazi, j.7, hal.525-527 (Darr al- Fikr). 59 Fikr). 35 Hadis Kedua: ِِ ِ ِ َﻋ ْﻦ َﻋْﺒ ِﺪ اﻟﱠﺮ ْﲪَ ِﻦ ﺑْ ِﻦ، َﰊ ِزﻳَ ِﺎد َ ََﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ ُﻣ ْﻮ َﺳﻰ ﻗ ْ ِ َﻋ ْﻦ ﻳَﺰﻳْﺪ ﺑْ ِﻦ أ، َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ أَﺑـُ ْﻮ ﻋ َﻮاﻧَﺔ: ﺎل ٍ ﻒ ﻧـَْﻠ َﻘﻰ َ َ َﻋ ِﻦ اﺑْ ِﻦ ﻋُ َﻤ ٍﺮ ﻗ، أَِﰊ ﻟَْﻴﻠﻰ َ َﻛْﻴ: ﻗُـ ْﻠﻨَﺎ، ًﺼﺔ َ س َﺣْﻴ َ ﻓَ َﺤ، ُﻛﻨﱠﺎ ِ ْﰲ َﻏ ْﺰَوة: ﺎل ُ ﺎص اﻟﻨﺎﱠ ِ ٍ ِِ ﱢم ْ َﺻﻠﱠﻰ اﷲُ َﻋﻠَْﻴﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ َوﻗَ ْﺪ ﻓَـَﺮْرﻧَﺎ ؟ ﻓَـﻨَـَﺰﻟ اﻟﻨِ ﱠ َ ﻻَ ﻧـُ َﻘﺪ: ﻓَـ ُﻘ ْﻠﻨَﺎ، ( ) إِﻻﱠ ُﻣﺘَ َﺤﱢﺮﻓﺎً ﻟﻘﺘَﺎل: ﺖ َ ﱠﱯ ِ ﻓَﺨﺮج اﻟﻨِﱠﱯ ﺻﻠﱠﻰ اﷲُ ﻋﻠَﻴ ِﻪ وﺳﻠﱠﻢ ِﻣﻦ ﺻﻼَة، ﻟَﻮ ﻗَ ِﺪﻣﻨَﺎ: ﻓَـ ُﻘ ْﻠﻨَﺎ، ﻓَﻼَ ﻳـﺮاﻧَﺎ أَﺣ ٌﺪ، َاﻟْﻤ ِﺪﻳـﻨَﺔ ْ ْ ْ َ َ ْ َ ََ َْ َ ََ َ ﱠ َ ََ » أَﻧَﺎ ﻓِﺌَﺘُ ُﻜ ْﻢ: ﺎل َ َ ﻗ، ُ ﻓَـ َﻘﺒﱠـ ْﻠﻨَﺎ ﻳَ َﺪﻩ، « » أَﻧْـﺘُ ُﻢ اﻟْ َﻌ َﻜ ُﺎرْو َن: ﺎل َ َ ﻗ، َْﳓ ُﻦ اﻟْ َﻔﱠﺮ ُارْو َن: ﻗُـ ْﻠﻨَﺎ، اﻟْ َﻔ ْﺠ ِﺮ « Telah menceritakan kepada kami Mûsa (ia berkata): telah menceritakan kepada kami Abû ‘Iwânah, dari Yazîd bin Abî Ziyâd, dari Aburrahman bin Laila, dari Ibn ‘Umar (ia berkata): bahwa ia pernah dan sahabat berada pada peperangan, dan orang-orang melarikan diri, dan aku termasuk orang-orang yang melarikan diri. Kemudian kami saling bertanya ‘bagaimana kita bertemu Nabi? Sungguh kita telah lari dari peperangan? Maka turunlah ayat. “Kecuali berbelok untuk (siasat) perang atau hendak menggabungkan diri dengan pasukan yang lain” 60 Lalu kami katakan; kita akan masuk Madinah, ketika kami masuk Madinah tidak ada seorangpun yang melihat kita.Ibnu Umar berkata; kemudian kami duduk menunggu Rasulullah saw sebelum Shalat Subuh. Kemudian tatkala beliau keluar maka kami berdiri menuju kepadanya dan kami katakan; kami adalah orang-orang yang melarikan diri. Lalu beliau menghadap kepada kami dan berkata: "Tidak, melainkan kalian adalah orang-orang yang kembali berperang." Ibnu Umar berkata; kemudian kami mendekat dan mencium tangan beliau. Lalu beliau berkata: "Aku adalah pembela kalian." 59F Hadis ini diambil dari kitab al-Adab al-Mufrad 61. Sedangkan penulis 60F mendapatkan hadis lain setelah melakukan pencarian dalam kitab al-Mu'jam alMufahros li Alfâdzi al-Hadis al-Nabawi dengan kata kunci ( ﻗﺒﻞj.5, hal.245), dan ( ﻓﺮرj.5, h.92) penulis menemukan hadis di dalam tempat sebagai berikut: Abû Dâwud, Sunan Abî Dâwud,(Darr –al-Fikr) j.3, hal.46, Kitâb al-Jihâd Bâb Fî Tawalli Yauma az-Zahfi, dan terdapat pada j.4, hal.356, Kitâb al-Adab Bâb Fî Qublati al-Yad. 60 Surat al-Anfâl : 16. Al-Bukhârî, al-Adab al-Mufrad,(Darr al-Kutub al-Islami 2008), hal,230.Bâb Taqbîl al- 61 Yad. 36 ﻳﺪ ﺑْ ُﻦ أَِﰊ ِزﻳَ ٍﺎد أَ ﱠن َﻋْﺒ َﺪ اﻟﱠﺮ ْﲪَ ِﻦ ﺑْ َﻦ أَِﰊ َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ أ ْ ﺲ َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ ُزَﻫْﻴـٌﺮ َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ ﻳَِﺰ ُ َﲪَ ُﺪ ﺑْ ُﻦ ﻳُﻮﻧُ َ ِ ِ ٍِ ِ ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪُ ﻟَْﻴـﻠَﻰ َﺣ ﱠﺪﺛَﻪُ أَ ﱠن َﻋْﺒ َﺪ اﻟﻠﱠﻪ ﺑْ َﻦ ﻋُ َﻤَﺮ َﺣ ﱠﺪﺛَﻪُ أَﻧﱠﻪُ َﻛﺎ َن ِﰲ َﺳ ِﺮﻳﱠﺔ ﻣ ْﻦ َﺳَﺮاﻳَﺎ َر ُﺳﻮل اﻟﻠﱠﻪ َ ﺎل ﻓَﺤﺎص اﻟﻨﱠﺎس ﺣﻴﺼﺔً ﻓَ ُﻜْﻨ ِ ِ ﺼﻨَ ُﻊ ﺎص ﻗَ َ ﺎل ﻓَـﻠَ ﱠﻤﺎ ﺑـََﺮْزﻧَﺎ ﻗـُ ْﻠﻨَﺎ َﻛْﻴ َ ﻒ ﻧَ ْ ُ َﻋﻠَْﻴﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ﻗَ َ َ َ ُ َ ْ َ ﻴﻤ ْﻦ َﺣ َ ﺖﻓَ ﺐ ﻓَـ ُﻘ ْﻠﻨﺎ ﻧَ ْﺪﺧﻞ اﻟْﻤ ِﺪﻳﻨﺔَ ﻓَـﻨﺘﺜﺒﱠ ِ وﻗَ ْﺪ ﻓَـﺮرﻧَﺎ ِﻣﻦ اﻟﱠﺰ ْﺣ ِ ﺐ َوَﻻ ﻳـََﺮاﻧَﺎ ﻒ َوﺑـُ ْﺆﻧَﺎ ﺑِﺎﻟْﻐَ َ ﻀ ِ َ ُ ُ َ َ َََ ُ َ َْ ْ ﺖ ﻓ َﻴﻬﺎ َوﻧَ ْﺬ َﻫ ُ ِ ِ ِ ﺖ َﺣ ٌﺪ ﻗَ َ ﺎل ﻓَ َﺪ َﺧ ْﻠﻨَﺎ ﻓَـ ُﻘ ْﻠﻨَﺎ ﻟَ ْﻮ َﻋَﺮ ْ ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋﻠَْﻴﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ﻓَِﺈ ْن َﻛﺎﻧَ ْ ﺿﻨَﺎ أَﻧْـ ُﻔ َﺴﻨَﺎ َﻋﻠَﻰ َر ُﺳﻮل اﻟﻠﱠﻪ َ أَ ِ ِ ِ ِ ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ﻗَـْﺒ َﻞ ﻚ ذَ َﻫْﺒـﻨَﺎ ﻗَ َ ﻟَﻨَﺎ ﺗَـ ْﻮﺑَﺔٌ أَﻗَ ْﻤﻨَﺎ َوإِ ْن َﻛﺎ َن َﻏْﻴـَﺮ ذَﻟ َ ﺎل ﻓَ َﺠﻠَ ْﺴﻨَﺎ ﻟَﺮ ُﺳﻮل اﻟﻠﱠﻪ َ ﺎل َﻻ ﺑَ ْﻞ أَﻧْـﺘُ ْﻢ اﻟْ َﻌ ﱠﻜ ُﺎرو َن ﺻ َﻼةِ اﻟْ َﻔ ْﺠ ِﺮ ﻓَـﻠَ ﱠﻤﺎ َﺧَﺮ َج ﻗُ ْﻤﻨَﺎ إِﻟَْﻴ ِﻪ ﻓَـ ُﻘ ْﻠﻨَﺎ َْﳓ ُﻦ اﻟْ َﻔﱠﺮ ُارو َن ﻓَﺄَﻗْـﺒَ َﻞ إِﻟَْﻴـﻨَﺎ ﻓَـ َﻘ َ َ ِ ِ ِ ﲔ ﺎل ﻓَ َﺪﻧـَ ْﻮﻧَﺎ ﻓَـ َﻘﺒﱠـ ْﻠﻨَﺎ ﻳَ َﺪﻩُ ﻓَـ َﻘ َ ﻗَ َ ﺎل إِﻧﱠﺎ ﻓﺌَﺔُ اﻟْ ُﻤ ْﺴﻠﻤ َ At-Tirmidzî, al-Jâmi’us Sahih wa huwa Sunan al-Tirmidzî, j.3, hal.130, Bâb Mâ Jâa Fi al-Firôri Min az-Zahfi: َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ اﺑْ ُﻦ أَِﰊ ﻋُ َﻤَﺮ َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ ُﺳ ْﻔﻴَﺎ ُن َﻋ ْﻦ ﻳَِﺰ َﻳﺪ ﺑْ ِﻦ أَِﰊ ِزﻳَ ٍﺎد َﻋ ْﻦ َﻋْﺒ ِﺪ اﻟﱠﺮ ْﲪَ ِﻦ ﺑْ ِﻦ أَِﰊ ٍ ِ ﺎل :ﺑـﻌﺜَـﻨَﺎ رﺳ ُ ِ ﱠﺎس ﻮل اﻟﻠﱠﻪ َ ﻟَْﻴـﻠَﻰ َﻋ ْﻦ اﺑْ ِﻦ ﻋُ َﻤَﺮ ﻗَ َ َ َ َ ُ ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋﻠَْﻴﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ِﰲ َﺳ ِﺮﻳﱠﺔ ﻓَ َﺤ َ ﺎص اﻟﻨ ُ ِ َﻴْﺼَﺔً ﻓـَﻘَﺪِﻣْﻨَﺎ اﻟْﻤَﺪِﻳﻨَﺔَ ﻓَﺎﺧْﺘَﺒـَﻴـْﻨَﺎ ﻬﺑﺎ وﻗُـ ْﻠﻨَﺎ ﻫﻠَﻜْﻨَﺎ ﰒُﱠ أَﺗَـﻴـﻨَﺎ رﺳ َ ِ ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ َ َ َ ﻮل اﻟﻠﱠﻪ َ ْ َُ ﺎل ﺑَ ْﻞ أَﻧْـﺘُ ْﻢ اﻟْ َﻌ ﱠﻜ ُﺎرو َن َوأَﻧَﺎ ﻓِﺌَﺘُ ُﻜ ْﻢ ﻮل اﻟﻠﱠ ِﻪ َْﳓ ُﻦ اﻟْ َﻔﱠﺮ ُارو َن ﻗَ َ ﻓَـ ُﻘ ْﻠﻨَﺎ ﻳَﺎ َر ُﺳ َ ِ ﻗَ َ ِ ﻳﺚ ﺣﺴﻦ َﻻ ﻧـَﻌ ِﺮﻓُﻪ إِﱠﻻ ِﻣﻦ ﺣ ِﺪ ِ ﻳﺚ ﻳَِﺰ َﻳﺪ ﺑْ ِﻦ أَِﰊ ِزﻳَ ٍﺎد َوَﻣ ْﻌ َﲎ ﻴﺴﻰ َﻫ َﺬا َﺣﺪ ٌ َ َ ٌ ْ ُ ْ َ ﺎل أَﺑُﻮ ﻋ َ ِِ ﺼﺔً ﻳـَ ْﻌ ِﲏ أَﻧـ ُﱠﻬ ْﻢ ﻓَـﱡﺮوا ِﻣ ْﻦ اﻟْ ِﻘﺘَ ِﺎل َوَﻣ ْﻌ َﲎ ﻗَـ ْﻮﻟِِﻪ ﺑَ ْﻞ أَﻧْـﺘُ ْﻢ اﻟْ َﻌ ﱠﻜ ُﺎرو َن َواﻟْ َﻌ ﱠﻜ ُﺎر ﱠﺎس َﺣْﻴ َ ﻗَـ ْﻮﻟﻪ ﻓَ َﺤ َ ﺎص اﻟﻨ ُ ِِ ِ ِ ِ ﻳﺪ اﻟْ ِﻔﺮار ِﻣﻦ اﻟﱠﺰ ْﺣ ِ ﻒ اﻟﱠﺬي ﻳَﻔﱡﺮ إِ َﱃ إَِﻣﺎﻣﻪ ﻟﻴَـْﻨ ُ ﺲ ﻳُِﺮ ُ َ َ ْ ﺼَﺮﻩُ ﻟَْﻴ َ Ibnu Mâjah, Sunan Ibnu Mâjah ,j.2, hal.1221, Kitâb al-Adab Bâb arRojulu Yuqobbilu Yada ar-Rojuli: ﻳﺪ ﺑْ ُﻦ أَِﰊ ِزﻳَ ٍﺎد َﻋ ْﻦ َﻋْﺒ ِﺪ ﻀْﻴ ٍﻞ َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ ﻳَِﺰ ُ َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ أَﺑُﻮ ﺑَ ْﻜ ِﺮ ﺑْ ُﻦ أَِﰊ َﺷْﻴﺒَﺔَ َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ ُﳏَ ﱠﻤ ُﺪ ﺑْ ُﻦ ﻓُ َ ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ اﻟﱠﺮ ْﲪَ ِﻦ ﺑْ ِﻦ أَِﰊ ﻟَْﻴـﻠَﻰ َﻋ ْﻦ اﺑْ ِﻦ ﻋُ َﻤَﺮ ﻗَ َ ﺎل :ﻗَـﺒﱠـ ْﻠﻨَﺎ ﻳَ َﺪ اﻟﻨِ ﱢ ﱠﱯ َ Ahmad bin Hanbal, al-Musnad Bisyarhi Ahmad Zein, j.4, h.383, Kitâb Musnad al-Mukatstsirîn min as-Sahabah Bâb Musnad Abdullah Ibnu ‘Umar dengan lafaz: ِ ﻀْﻴ ٍﻞ َﻋ ْﻦ ﻳَِﺰ َ َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ ُﳏَ ﱠﻤ ُﺪ ﺑْ ُﻦ ﻓُ َ ﻳﺪ َﻋ ْﻦ َﻋْﺒﺪ اﻟﱠﺮ ْﲪَ ِﻦ ﺑْ ِﻦ أَِﰊ ﻟَْﻴـﻠَﻰ َﻋ ِﻦ اﺑْ ِﻦ ﻋُ َﻤَﺮ:أَﻧﱠﻪُ ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ﻗَـﺒﱠ َﻞ ﻳَ َﺪ اﻟﻨِ ﱢ ﱠﱯ َ 37 Asbabul wurud hadis: Mengenai asbabul wurud hadis ini, ketika dalam sebuah peperangan, dan posisi yang sangat terjepit para sahabat lari dari medan perang, sesampainya madinah para sahabat saling bertanya: bagaimana kita menemui Nabi sedangkan kita adalah orang yang lari dari medan perang? Maka turunlah ayat 16 surat al-Anfâl: “Siapa yang membelakangi mereka (mundur) di waktu itu, kecuali berbelok untuk (sisat) perang atau hendak menggabungkan diri dengan pasukan yang lain, Maka Sesungguhnya orang itu kembali dengan membawa kemurkaan dari Allah, dan tempatnya ialah neraka Jahannam. dan Amat buruklah tempat kembalinya.”, setelah Rasulullah selesai melaksanakan solat fajar para sahabatpun mengahampirinya seraya mengatakan:"Wahai Rasulullah, kami adalah orang-orang yang telah lari dari peperangan!" maka Rasulullah pun menjawab: "Bahkan kalian adalah orang-orang yang kembali pada kancah peperangan, dan aku berada pada kelompok kalian." Para sahabatpun menciumi tangan Rasulullah saw. 62 61F Uraian hadis: hadis ini diriwayatkan oleh Tirmidzî, Abû Dâud, Ibnu Mâjah, dan Ahmad bin Hanbal dari Ibnu ‘Umar. Hadis ini memberikan pengertian tentang pembolehan mencium tangan, 63 maka tatkala Rasulullah saw mengutus 62F para sahabat dalam sebuah kesatuan militer, namun ﻓﺤﺎﺹ ﺍﻟﻨّﺎﺱpara sahabat berpaling dari musuh dan pulang ke Madinah, kemudian para sahabat duduk sambil menunggu Rasulullah saw dengan perasaan tidak tenang khawatir Rasulullah akan marah, dan ketika melihat Rasulullah para sahabat pun berkata: kami adalah orang yang lari dari medan perang, namun Rasulullah menjawab: ” 62 Al-Bukhârî, al-Adab al-Mufrad,(Darr al-Kutub al-Islami 2008) j.1, hal,230.Bâb Taqbîl al-Yad, dan lihat Tuhfatul Ahwazi, Abu Al-‘Ula Muhammad Al-Mubarakfuri, j.5, hal.278 (Darr alFikr). 63 Muhamad Nuruddin al-banjar al-Makkî, Âdabu al-Musâfahah (Majelis Banjar Li Tafaqquh Fî Addîn), hal.24-25. 38 ﺑﻞ ﺃﻧﺘﻢ ﺍﻟﻌﺎﻛﺮﻭﺯ, ﻻTidak, melainkan kalian adalah orang-orang yang kembali berperang” para sahabatpun ﻓﺪﻧﻮﻧﺎ ﻓﻘﺒﻠﻨﺎ ﻳﺪﺍﻩmaka kami pun mendekat dan mencium tangannya. 64 63F Kualitas hadis: Telah berkata Abû ‘Îsa bin Sûrah: “Hadza Hadîsun Hasan” kami tidak mengetahui riwayat lain kecuali dari jalur Yâzid bin Ziyâd. 65 64 F Hadis ketiga ﺣﺪﺛﺘﲏ: ﺣﺪﺛﻨﺎ ﻣﻄﺮ ﺑﻦ ﻋﺒﺪ اﻟﺮﲪﻦ اﻷﻋﻨﻖ ﻗﺎل: ﺣﺪﺛﻨﺎ ﻣﻮﺳﻰ ﺑﻦ إﲰﺎﻋﻴﻞ ﻗﺎل أن ﺟﺪﻫﺎ اﻟﻮازع ﺑﻦ، ﻋﻦ ﺟﺪﻫﺎ، أم أﺑﺎن اﺑﻨﺔ اﻟﻮازع: اﻣﺮأة ﻣﻦ ﺻﺒﺎح ﻋﺒﺪ اﻟﻘﻴﺲ ﻳﻘﺎل ﳍﺎ ﻓﺄﺧﺬﻧﺎ ﺑﻴﺪﻳﻪ ورﺟﻠﻴﻪ ﻧﻘﺒﻠﻬﺎ، ذاك رﺳﻮل اﷲ: ﻗﺪﻣﻨﺎ ﻓﻘﻴﻞ: ﻋﺎﻣﺮ ﻗﺎل Telah menceritakan kepada kami Mûsa bin Ismâ’îl berkata, telah menceritakan kepada kami Mathar bin 'Abdurrahman Al-A'naq berkata, telah menceritakan kepadaku seorang utusan dari utusan ‘Abdul Qais yang bernama: Ummu Abân bintil Wazi' bin Zari', dari kakeknya 'bahwa kakeknya bernama al-Wâzi’ bin ‘Âmir ia berkata:, "Ketika kami tiba di Madinah, maka keluarlah seruan: “itu Rasulullah, itu Rasulullah” lalu kami mencium tangan dan kaki beliau." Hadis ini diambil dari kitab al-Adab al-Mufrad 66. Sedangkan penulis 65F mendapatkan hadis lain setelah melakukan pencarian dalam kitab al-Mu'jam alMufahros li Alfâdzi al-Hadis al-Nabawi dengan kata kunci ( ﻗﺒﻞj.5, h.245), dan ﺑﺪر (j.1, hal.151) penulis hanya mendapatkan satu hadis saja yang diriwayatkan oleh Abû Dâwud, Sunan Abî Dâwud, j.4, h.357, Kitâb al-Adab Bâb Fî Qublati alJasad.: ِ ِ َﻋﻨَ ُﻖ َﺣ ﱠﺪﺛـَْﺘ ِﲏ أُﱡم ْ ﻴﺴﻰ ﺑْ ُﻦ اﻟﻄﱠﺒﱠ ِﺎع َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ َﻣﻄَُﺮ ﺑْ ُﻦ َﻋْﺒﺪ اﻟﱠﺮ ْﲪَ ِﻦ ْاﻷ َ َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ ُﳏَ ﱠﻤ ُﺪ ﺑْ ُﻦ ﻋ ِ ِ ﱢﻫﺎ َزا ِرٍع َوَﻛﺎ َن ِﰲ َوﻓْ ِﺪ َﻋْﺒ ِﺪ اﻟْ َﻘْﻴ َ َﺲ ﻗ َﺎل ﻟَ ﱠﻤﺎ ﻗَ ِﺪ ْﻣﻨَﺎ اﻟْ َﻤ ِﺪﻳﻨَﺔ ُ أَﺑَﺎ َن ﺑِْﻨ َ ﺖ اﻟْ َﻮا ِزِع ﺑْ ِﻦ َزا ِرٍع َﻋ ْﻦ ﺟﺪ 64 Al-Jauziyyah, ‘Aun al-Ma’bûd, (Darr al-Fikr 2003) juz. 7, h. 247-248, dan juga lihat ‘Aun al-Ma’bûd, juz. 14, hal. 105 65 Al-Tirmidzî, al-Jâmi’us Sahih wa huwa Sunan al-Tirmidzî, j.3, hal.130, Bâb Mâ Jâa Fi al-Firôri Min az-Zahfi 66 Al-Bukhârî, al-Adab al-Mufrad,(Darr al-Kutub al-Islami) j.1, hal,231.Bâb Taqbîl alYad. 39 ِِ ِ ﺎل َواﻧْـﺘَﻈََﺮ اﻟْ ُﻤْﻨ ِﺬ ُر َ َﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ َوِر ْﺟﻠَﻪُ ﻗ ﻓَ َﺠ َﻌ ْﻠﻨَﺎ ﻧـَﺘَﺒَ َﺎد ُر ﻣ ْﻦ َرَواﺣﻠﻨَﺎ ﻓَـﻨُـ َﻘﺒﱢ ُﻞ ﻳَ َﺪ اﻟﻨِ ﱢ َ ﱠﱯ ِ ِ ِ ﻴﻚ َ ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ﻓَـ َﻘ َ ْاﻷ َ ﺎل ﻟَﻪُ إِ ﱠن ﻓ ﺲ ﺛـَ ْﻮﺑـَْﻴﻪ ﰒُﱠ أَﺗَﻰ اﻟﻨِ ﱠ َ ﱠﱯ َ َﺷ ﱡﺞ َﺣ ﱠﱴ أَﺗَﻰ َﻋْﻴﺒَﺘَﻪُ ﻓَـﻠَﺒ ﺎل َ َ ََﻠﱠﺘـَﲔِْ ﳛُِﺒـﱡﻬُﻤَﺎ اﻟﻠﱠﻪُ اﳊِْﻠْﻢُ وَاﻷَْﻧَﺎةُ ﻗَﺎلَ ﻳَﺎ رَﺳُﻮلَ اﻟﻠﱠﻪِ أَﻧَﺎ أَﲣَﻠﱠﻖُ ﻬﺑِِ َﻤﺎ أ َْم اﻟﻠﱠﻪُ َﺟﺒَـﻠَِﲏ َﻋﻠَْﻴ ِﻬ َﻤﺎ ﻗ ِ ِ اﳊﻤ ُﺪ ﻟِﻠﱠ ِﻪ اﻟﱠ ِﺬي ﺟﺒـﻠَِﲏ ﻋﻠَﻰ ﺧﻠﱠﺘَـ َ َﻚ َﻋﻠَْﻴ ِﻬ َﻤﺎ ﻗ َ َﺑَ ْﻞ اﻟﻠﱠﻪُ َﺟﺒَـﻠ ْ َ َ ََ ُﲔ ُﳛﺒﱡـ ُﻬ َﻤﺎ اﻟﻠﱠﻪُ َوَر ُﺳﻮﻟُﻪ ْ َْ ﺎل Asbabul wurud hadis: Dari hadis ini dapat diketahui sebab datangnya hadis ini adalah ketika rombongan utusan Abdu Qais tiba di Madinah, mereka saling berlomba memacu kendaraan mereka, lalu mereka mencium tangan dan kaki Rasulullah saw." Namun ada seseorang yang bernama"Al-Mundzir Al-Asyaj masih menunggu hingga tempat pakaiannya tiba, lalu ia kenakan pakaiannya tersebut. Setelah itu ia datang menemui Nabi saw. Beliau lantas bersabda kepada Al-Mundzir: "Sesungguhnya engkau mempunyai dua tabiat yang disukai oleh Allah dan rasul-Nya; santun dan sabar." Al-Mundzir bertanya, "Wahai Rasulullah, memang aku berakhlak demikian atau Allah yang memberikan itu kepadaku?" beliau menjawab: "Allah yang memberikan itu kepadamu." Al-Mundzir berkata, "Segala puji milik Allah yang telah memberiku dua tabiat yang disukai oleh Allah dan rasul-Nya." 67 6F Uraian hadis: hadis ini hanya diriwayatkan oleh Abû Dâud. Ad-Dahlawi berkata: ketika utusan Abdu Qois tiba dan mereka melakukan apa yang mereka lakukan yaitu : ﻓﻨﻘﺒّﻞ ﻳﺪ ﺭﺳﻮﻝ ﷲ ﺻﻠّﻰ ﷲ ﻋﻠﻴﻪ ﻭ ﺳﻠّﻢmereka (utusan Abdu Qois) menciumi tangan Rasulullah saw, nabi pun tidak memberikan komentar apa-apa atas apa yang telah dilakukan para utusan tersebut. 68 67F Kualitas hadis: Status kekuatan hadis ini oleh Al-Albani disebutkan sebagai hadis hasan. Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalani meriwayatkan dengan sanad yang jayiid. Sedangkan Abu Daud memasukkannya sebagai hadis shahih. 67 68 Al-Jauziyyah, ‘Aun al-Ma’bûd, (Darr al-Fikr 2003) juz. 14, hal.107-108. Al-Jauziyyah, ‘Aun al-Ma’bûd, (Darr al-Fikr) juz. 14, hal. 107. 40 Dan telah berkata al-Mundzirî dan telah meriwayatkan pula Abu al-Qôsim alBaghowi hadis ini pada kitab Mu’jam as-Sohabah dan ia berkata aku tidak mengenal Zâri’, namun Abû ‘Amr an-Namari menjelaskan bahwa Abû Zâri’ adalah nama panggilan karena ia punya anak yang bernama Zâri’ dan karena hal itu ia dijuluki Zâri’, dan menurut ulama Basroh bahwa hadisnya tentang hal ini Hasan (Lihat Sunan Abu Daud j.4 hal. 375, As-Sunan Al-Kubra lil Baihaqi j.7 hal. 102, dan Fathul Bari li ibni Hajar j,11, hal 57,). 69 68F 2. Pendapat Ulama Hadis Tentang Mencium Tangan Ibnu Hajar mengatakan bahwa sebagian ulama ada yang membolehkan, dan yang lainnya memakruhkan, berikut kutipannya: وأﺟﺎزﻩ آﺧﺮون.وإﳕﺎ اﺧﺘﻠﻔﻮا ﰲ ﺗﻘﺒﻴﻞ اﻟﻴﺪ؛ ﻓﺄﻧﻜﺮﻩ ﻣﺎﻟﻚ وأﻧﻜﺮ ﻣﺎ روي ﻓﻴﻪ ﺑﻞ: ﳓﻦ اﻟﻔﺮارون ﻓﻘﺎل:واﺣﺘﺠﻮا ﲟﺎ روي ﻋﻦ ﻋﻤﺮ أ�ﻢ ﳌﺎ رﺟﻌﻮا ﻣﻦ اﻟﻐﺰو ﺣﻴﺚ ﻓﺮوا ﻗﺎﻟﻮا . 70 ﻓﻘﺒﻠﻨﺎ ﻳﺪﻩ: ﻗﺎل.أﻧﺘﻢ اﻟﻌﻜﺎرون أﻧﺎ ﻓﺌﺔ اﳌﺆﻣﻨﲔ 69F Maka sesungguhnya telah ada perbedaan pendapat dalam masalah cium tangan, dan imam Mâlik pun memakruhkan hal tersebut, dan mengingkari hadis tentang periwayatan mencium tangan, akan tetapi sebagian membolehkan dan berdalil dengan hadis ‘Umar “ketika para sahabat pulang (melarikan diri) dari peperangan, mereka berkata kepada Nabi saw: kami adalah orang-orang yang lari dari peperangan, namun Nabi menjawab:”Tidak, akan tetapi kalian adalah orang yang lari meminta bantuan, dan aku adalah yang membantu tentara mukmin”, ‘Umar berkata: maka kami pun mencium tangan Nabi. وﻗﺒﻞ أﺑﻮ ﻟﺒﺎﺑﺔ وﻛﻌﺐ ﺑﻦ ﻣﺎﻟﻚ وﺻﺎﺣﺒﺎﻩ ﻳﺪ اﻟﻨﱯ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ ﺣﲔ:ﻗﺎل 71 F70 ﺗﺎب اﷲ ﻋﻠﻴﻬﻢ Berkata Ibnu Hajar: dan mencium Abû Lubâbah, Ka’ab bin Mâlik, dan para sahabat yaitu tangan Nabi saw ketika Allah menerima taubat mereka. 69 Al-Jauziyyah, ‘Aun al-Ma’bûd, (Darr al-Fikr 2003) juz. 14, hal. 247-248 Ibnu Hajar, Fathul Bâri, Kitab al-Isti,zân Bâb al-Akhzu bi al-Yad, Juz. 11, hal. 59. (Tahqîq: Syaibatil Hamd). 71 Ibnu Hajar, Fathul Bâri, Kitab al-Isti,zân Bâb al-Akhzu bi al-Yad, Juz. 11, hal. 59. (Tahqîq: Syaibatil Hamd). 70 41 Para sahabat juga mencium para sahabat yang senior atau sahabat yang bagi mereka ilmunya lebih tinggi, sebagimana telah disebutkan oleh al-Abharî: وﻗﺒﻞ زﻳﺪ ﺑﻦ ﺛﺎﺑﺖ ﻳﺪ اﺑﻦ ﻋﺒﺎس ﺣﲔ أﺧﺬ. وﻗﺒﻞ أﺑﻮ ﻋﺒﻴﺪة ﻳﺪ ﻋﻤﺮ ﺣﲔ ﻗﺪم . 72اﺑﻦ ﻋﺒﺎس ﺑﺮﻛﺎﺑﻪ 71F Bahwa telah mencium Abû ‘Ubaidah tangan ‘Umar ketika ia datang, begitupun Zaid bin Tsabit yang juga mencium tangan Ibnu ‘Abbâs ketika sedang menuntun pelana kuda Ibnu ‘Abbâs Al-Abharî juga menyebutkan alasan Imam Mâlik memakruhkan cium tangan, berikut alasannya: ﻓﺄﻣﺎ إذا،إﳕﺎ ﻛﺮﻫﻬﺎ ﻣﺎﻟﻚ إذا ﻛﺎﻧﺖ ﻋﻠﻰ وﺟﻪ اﻟﺘﻜﱪ واﻟﺘﻌﻈﻴﻢ ﳌﻦ ﻓﻌﻞ ذﻟﻚ ﺑﻪ ﻗﺒﻞ إﻧﺴﺎن ﻳﺪ إﻧﺴﺎن أو وﺟﻬﻪ أو ﺷﻴﺌﺎ ﻣﻦ ﺑﺪﻧﻪ ﻣﺎ ﱂ ﻳﻜﻦ ﻋﻮرة ﻋﻠﻰ وﺟﻪ اﻟﻘﺮﺑﺔ إﱃ اﷲ وﺗﻘﺒﻴﻞ ﻳﺪ اﻟﻨﱯ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ ﻳﻘﺮب إﱃ.ﻟﺪﻳﻨﻪ أو ﻟﻌﻠﻤﻪ أو ﻟﺸﺮﻓﻪ ﻓﺈن ذﻟﻚ ﺟﺎﺋﺰ 73 . وﻣﺎ ﻛﺎن ﻣﻦ ذﻟﻚ ﺗﻌﻈﻴﻤﺎ ﻟﺪﻧﻴﺎ أو ﻟﺴﻠﻄﺎن أو ﻟﺸﺒﻬﻪ ﻣﻦ وﺟﻮﻩ اﻟﺘﻜﱪ ﻓﻼ ﳚﻮز،اﷲ F 72 Sesungguhnya alasan Mâlik memakruhkan cium tangan apabila mencium tangan tersebut atas dasar Takabbur dan Ta’adzhîm kepada yang melakukan perbuatan tersebut, namun apabila seseorang mencium tangan, atau wajah, atau sebagian dari badan selama yang dicum tersebut bukan bagian dari aurat, dan juga melakukan hal tersebut atas dasar niat mendekatkan diri kepada Allah karena orang tersebut baik dalam agamanya, ilmunya, atau karena kemuliaannya maka hal itu diperbolehkan, karena mencium tangan Rasulullah saw akan mendekatkan diri kepada Allah swt dengan catatan melakukan hal tersebut bukan karena pengagungan keduniawian, atau karena punya kedudukan pemerintahan, atau segala bentuk yang bersifat takabbur, maka hal tersebut tidak boleh. Dalam kita al-Majmû’ An-Nawâwi bahkan berpendapat bahwa mencium tangan orang orang saleh adalah sunnah, namun sebaliknya jika mencium tangan seseorang karena kekayaannya maka hal tersebut Makruh, berikut kutipannya: 72 Ibnu Hajar, Fathul Bâri, Kitab al-Isti,zân Bâb al-Akhzu bi al-Yad, Juz. 11, hal. 59. (Tahqîq: Syaibatil Hamd). 73 Al-Jauziyyah, ‘Aun al-Ma’bûd Abwâbu al-Salâm, (Darr al-Fikr 2003), juz. 14, hal. 106. 42 ﻳﺴﺘﺤﺐ ﺗﻘﺒﻴﻞ ﻳﺪ اﻟﺮﺟﻞ اﻟﺼﺎﱀ واﻟﺰاﻫﺪ واﻟﻌﺎﱂ وﳓﻮﻫﻢ ﻣﻦ اﻫﻞ اﻵﺧﺮة وأﻣﺎ ﺗﻘﺒﻴﻞ ﻳﺪﻩ ﻟﻐﻨﺎﻩ ودﻧﻴﺎﻩ وﺷﻮﻛﺘﻪ ووﺟﺎﻫﺘﻪ ﻋﻨﺪ أﻫﻞ اﻟﺪﻧﻴﺎ ﺑﺎﻟﺪﻧﻴﺎ وﳓﻮ ذﻟﻚ ﻓﻤﻜﺮوﻩ ﺷﺪﻳﺪ . 74 اﻟﻜﺮاﻫﺔ وﻗﺎل اﳌﺘﻮﱄ ﻻ ﳚﻮز ﻓﺄﺷﺎر إﱃ ﲢﺮﳝﻪ وﺗﻘﺒﻴﻞ رأﺳﻪ 73F Dan disunnahkan mencium tangan seorang yang Saleh, dan Zuhud, dan ‘Alim dan semisalnya yang termasuk orang-orang yang selalu memikirkan akhirat, dan adapun mencium tangan seseorang dikarenakan kekayaannya dan karena hal keduniaannya, atau karena orang tersebut punya senjata, atau karena pangkatnya di mata orang-orang yang hanya memikirkan dunia, atau semisalnya, maka hukumnya adalah sangat dimakruhkan dan berkata pula al-Mutawali: -Tidak boleh- dengan mengisyaratkan kepada keharaman, begitupun dengan masalah mencium kepala. Berikut pendapat-pendapat para ulama yang telah di himpun oleh Ibnu Muflih al-Maqdisi dalam kitab al-Adab as-Syar’iyyah: 75 74F 1. Mencium tangan untuk merendahkan diri: ِ ﺎل اﻟْﻤﱡﺮ إ ْن َﻛﺎ َن َﻋﻠَﻰ ﻃَ ِﺮ ِﻳﻖ: ﺎل َ ي َﺳﺄَﻟْﺖ أَﺑَﺎ َﻋْﺒ ِﺪ اﻟﻠﱠ ِﻪ َﻋ ْﻦ ﻗُـْﺒـﻠَ ِﺔ اﻟْﻴَ ِﺪ ﻓَـ َﻘ وذ ﱡ َ َ ََوﻗ ِ اﳋَﻄﱠ ﺎب َر ِﺿ َﻲ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋْﻨـ ُﻬ َﻤﺎ َوإِ ْن َﻛﺎ َن َﻋﻠَﻰ ْ س ﻗَ ْﺪ ﻗَـﺒﱠ َﻞ أَﺑُﻮ ﻋُﺒَـْﻴ َﺪ َة ﻳَ َﺪ ﻋُ َﻤَﺮ ﺑْ ِﻦ َ ْاﻟﺘ َﱠﺪﻳﱡ ِﻦ ﻓَ َﻼ ﺑَﺄ 76 . ُﺎف َﺳْﻴـ ُﻔﻪُ أ َْو َﺳ ْﻮﻃُﻪ ُ َ ﱠإﻻ َر ُﺟ ًﻼ ُﳜ، ﻃَ ِﺮ ِﻳﻖ اﻟ ﱡﺪﻧْـﻴَﺎ ﻓَ َﻼ F75 Telah berkata al-Marrûziy (ada yang membaca al-Mawarzi): Aku bertanya kepada Abâ ‘Abdillah tentang cium tangan, maka ia menjawab: apabila hal tersebut dilakukan untuk merendahkan diri kita, maka tidak apa-apa, karena mencium Abû ‘Ubaidah tangan ‘Umar bin al-Khottôb ra, akan tetapi apabila hal tersebut dilakukan karena keduniawiaan, maka tidak boleh, kecuali seorang laki-laki yang takut akan pedangnya dan cambuknya (apabila tidak mencium tangan). 2. Mencium tangan orang tua: ِ َﲪ َﺪ رأَﻳﺖ َﻛﺜِﲑا ِﻣﻦ اﻟْﻌﻠَﻤ ِﺎء واﻟْ ُﻔ َﻘﻬ ِﺎء واﻟْﻤﺤﺪﱢﺛِﲔ وﺑ ِﲏ ﻫ ِ ﺎﺷ ٍﻢ َ ََوﻗ َ ََ َ َ ُ َ َ َ َ ُ ْ ً ْ َ َ ْ ﺎل َﻋْﺒ ُﺪ اﻟﻠﱠﻪ ﺑْ ُﻦ أ ِ ِ ٍ َْوﻗُـَﺮﻳ ُ ﻀ ُﻬ ْﻢ ﻳَ َﺪﻳْﻪ َوﺑـَ ْﻌ ُ ﺼ َﺎر ﻳـُ َﻘﺒﱢـﻠُﻮﻧَﻪُ ﻳـَ ْﻌ ِﲏ أَﺑَﺎﻩُ ﺑـَ ْﻌ ْﻴﻤﺎ َﱂ َ ْﺶ َو ْاﻷَﻧ ً َوﻳـُ َﻌﻈﱢ ُﻤﻮﻧَﻪُ ﺗَـ ْﻌﻈ، ُﻀ ُﻬ ْﻢ َرأْ َﺳﻪ ِ َ ِأَرُﻫﻢ ﻳـ ْﻔﻌﻠُﻮ َن ذَﻟ .77 َُﺣ ٍﺪ ِﻣ ْﻦ اﻟْ ُﻔ َﻘ َﻬ ِﺎء َﻏْﻴـَﺮﻩ ََْ َ َ ﻚ ﺑﺄ 76F 74 Abi Zakaria An-Nawâwiy, al-Majmu’,(al-Mamlakah al-‘Arabiyah), j.4, hal.476-477. Saya mengutip dari kitab tersebut dikarenakan Ibnu Muflih bukan hanya seorang Fuqoha melainkan ia juga seorang muhaddits. 76 Ibnu Muflih al-Maqdisi, al-Adab as-Syar’iyah, juz.2, hal,247, (Mausasah ar-RisâlahBeirut cet.ke-3, 1999 M-1419 H). 77 Ibnu Muflih al-Maqdisi, al-Adab as-Syar’iyah, juz.2, hal,247. 75 43 Dan telah berkata ‘Abdullah bin Ahmad: Aku telah melihat banyak dari kalangan ‘Ulama, para Fuqôha (ahli fiqih), Muhadditsîn (ahli hadis), Bani Hâsyim, kaum Quraisy, dan kaum Ansor menciumnya (yaitu orang tua mereka) sebagian mencium tangannya dan sebagian yang lainnya mencium kepalanya, dan mereka memuliakannya dengan kemulian yang belum pernah melihat mereka melakukan hal tersebut dengan siapaun kecuali kepada fuqôha dan lainnya. 3. Anjuran mencium tangan seorang pemimpin yang adil ِ ِ ٍ ِﺎل ﻋﻠِﻲ ﺑﻦ أَِﰊ ﻃَﺎﻟ ِْ ي ﻗُـْﺒـﻠَﺔُ ﻳَ ِﺪ ْ ﺎل َ ََوﻗ ﺼ ِﺮ ﱡ َ َاﻹ َﻣ ِﺎم اﻟْ َﻌﺎد ِل ﻃ ْ َاﳊَ َﺴ ُﻦ اﻟْﺒ ُﺐ َرﺿ َﻲ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋْﻨﻪ ُ ْ ﺎﻋﺔٌ َوﻗَ َ َ ﱡ ِ ِ ِ ِِ . 78 َﺧﺎﻩُ َدﻳْ ٌﻦ َ َوﻗـُْﺒـﻠَﺔُ اﻟﱠﺮ ُﺟ ِﻞ أ، ٌ َوﻗـُْﺒـﻠَﺔُ اﻟْ َﻤ ْﺮأَة َﺷ ْﻬ َﻮة، ٌﻗـُْﺒـﻠَﺔُ اﻟْ َﻮاﻟﺪ ﻋﺒَ َﺎدةٌ َوﻗـُْﺒـﻠَﺔُ اﻟْ َﻮﻟَﺪ َر ْﲪَﺔ 7F Telah berkata Hasan al-Basriy: Mencium tangan seorang imam yang adil adalah ketaatan, dan telah berkata pula ‘Ali bin Abî Thôlib ra: ciuman orang tua kepada anaknya adalah Ibadah, dan ciuman anak kepada orang tuanya adalah Kasih sayang, dan ciuman seorang wanita adalah Nafsu, dan menciumnya seseorang akan saudaranya adalah hutang. 4. Seorang pelajar harus menunjukan sikap tawadu’(merendahkan diri) kepada seorang guru dengan cara mencium tangannya: ٍ ﺼﻴﺔٌ ﱠإﻻ أَ ْن ﻳ ُﻜﻮ َن ِﻋْﻨ َﺪ ﺧﻮ ِ ِ ي ﺑِﺄَ ﱠن ﺗَـ ْﻘﺒِﻴﻞ ﻳ ِﺪ اﻟﻈﱠ ﺎل ِﰲ ْ ﺻﱠﺮ َح اﺑْ ُﻦ َ َف َوﻗ اﳉَ ْﻮِز ﱢ َ َو َ َ ﺎﱂ َﻣ ْﻌ ََ َْ ِ ِ اﳊ ِﺪ ِ ْ ﺐأ ِ اﺿ ِﻊ ﻟِْﻠ َﻌ ِ ِﻳﺚ ﻳـَْﻨﺒَﻐِﻲ ﻟِﻠﻄﱠﺎﻟ ِ َِﻣﻨَﺎﻗ ﺎل َ َﺎﱂ َوﻳُ ِﺬ ﱠل ﻧـَ ْﻔ َﺴﻪُ ﻟَﻪُ ﻗ ُ ﺐ أَ ْن ﻳـُﺒَﺎﻟ َﻎ ِﰲ اﻟﺘـ َﱠﻮ َْ َﺻ َﺤﺎب ِ ِ ِوِﻣﻦ اﻟﺘـﱠﻮاﺿ ِﻊ ﻟِْﻠﻌﺎ َِﱂ ﺗَـ ْﻘﺒ ٍ َﻀْﻴﻞ ﺑْ ُﻦ ِﻋﻴ َﺣ ُﺪ ُﳘَﺎ ﻳَ َﺪ َ ُ َ ْ َ َ ﺎض أ ُ َ َوﻗَـﺒﱠ َﻞ ُﺳ ْﻔﻴَﺎ ُن ﺑْ ُﻦ ﻋُﻴَـْﻴـﻨَﺔَ َواﻟْ ُﻔ، ﻴﻞ ﻳَﺪﻩ ُ 79 ِ ْ ُﺣﺴ . ُاﳉُ ْﻌ ِﻔ ﱢﻲ َو ْاﻵ َﺧ ُﺮ ِر ْﺟﻠَﻪ ْ ﲔ ﺑْ ِﻦ َﻋﻠِ ﱟﻲ َ F 78 Dan telah menerangkan Ibn al-Jauziy: Bahwa mencium tangan orang Zhôlim adalah kemaksiatan, kecuali dalam keadaan ketakutan (terpaksa), dan telah dikatakan di dalam kita Manaqib Ashabi al-Hadîs: Sepatutnya bagi seorang pelajar (orang yang sedang menuntut ilmu) menunjukan sifat Tawaddhu (merendahkan diri) kepada seorang ‘Alim, dan menghinakan diri (maksudnya tidak sombong) kepadanya, dan telah dikatakan bahwa Tawaddhu kepada seorang ‘Alim adalah mencium tangannya. Bahwa telah mencium Sufyân bin ‘Uyainah dan Fudhoil bin ‘Iyâdh (atau salah satu diantara keduanya) yaitu tangan Husain bin ‘Ali al-Ju’fiy, ada juga yang berpendapat bahwa yang dicium bukan hanya tangannya akan tetapi kakinya juga. 5. Mazhab Hanbali membolehkan, namun Mazhab Maliki memakruhkan cium tangan: 78 79 Ibnu Muflih al-Maqdisi, al-Adab as-Syar’iyah, juz.2, hal,248. Ibnu Muflih al-Maqdisi, al-Adab as-Syar’iyah, juz.2, hal,250. 44 َوذَ َﻛَﺮ َﻣﺎ َرَواﻩُ أَﺑُﻮ َد ُاود َو َﻏْﻴـ ُﺮﻩُ َﻋ ْﻦ اﺑْ ِﻦ ﻋُ َﻤَﺮ } أَﻧـ ُﱠﻬ ْﻢ ﻟَ ﱠﻤﺎ. ﺎل اﻟﺸْﱠﻴ ُﺦ ﺗَِﻘ ﱡﻲ اﻟﺪﱢﻳ ِﻦ َ ََوﻗ ِ ِِ ِ ﺺ ﻓِ ِﻴﻪ أَ ْﻛﺜَـ ُﺮ اﻟْﻌُﻠَ َﻤ ِﺎء ﻗَﺪ ُﻣﻮا َﻋﻠَﻰ اﻟﻨِ ﱢ َ ﱠﱯ َ َوَر ﱠﺧ، { ُﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋﻠَْﻴﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ َﻋ َﺎم َﻣ ْﻮﺗﻪ ﻗَـﺒﱠـﻠُﻮا ﻳَ َﺪﻩ 80 ِِ ٍ َِﲪَ َﺪ و َﻏ ِْﲑﻩِ َﻋﻠَﻰ وﺟ ِﻪ اﻟﺪﱢﻳ ِﻦ وَﻛ ِﺮﻫﻪ آﺧﺮو َن َﻛﻤﺎﻟ . ﻚ َو َﻏ ْﲑﻩ َْ َ َُ ُ َ َ َ ْ َﻛﺄ F79 Dan telah berkata Syeikh Taqyuddin: Bahwa ia menyebutkan tentang hadis riwayat Abû Dâwud dan riwayat lainnya, dari Ibnu ‘Umar (bahwa para sahabat (termasuk Ibnu ‘Umar) mendatangi nabi pada tahun wafatnya (nabi) mereka mencium tangan nabi), sebagian besar ulama telah membolehkan hal tersebut seperti Ahmad bin Hanbal dan lainnya selama hal tersebut dilakukan atas dasar nilai Agama, dan sebagian ulama yang lainnya memakruhkan hal tersebut seperti Mâlik dan lainnya. 6. Mencium tangan adalah termasuk bagian sujud dan Sahabat ‘Umar pun pernah menolak untuk dicium tangannya: ِ ِ ُ َﻛﺎ َن ﻳـُ َﻘ: ﺎل اﺑْﻦ َﻋْﺒ ِﺪ اﻟْﺒَـﱢﺮ ِ ْ إﺣ َﺪى اﻟ ﱠﺴ ْﺠ َﺪﺗَـ َوﺗَـﻨَ َﺎو َل أَﺑُﻮ ﻋُﺒَـْﻴ َﺪ َة، ﲔ ْ ﻴﻞ اﻟْﻴَﺪ ُ َ ََوﻗ ُ ﺎل ﺗَـ ْﻘﺒ ِ ِ ﻚ َ ﻓَـﺘَـﻨَ َﺎو َل ِر ْﺟﻠَﻪُ ﻓَـ َﻘ، ﻀ َﻬﺎ َ ﺎل َﻣﺎ َر ِﺿﻴﺖ ِﻣْﻨﻚ ﺑِﺘِْﻠ َ َﻳَ َﺪ ﻋُ َﻤَﺮ َرﺿ َﻲ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋْﻨـ ُﻬ َﻤﺎ ﻟﻴُـ َﻘﺒﱢـﻠَ َﻬﺎ ﻓَـ َﻘﺒ ِ ِ َِﻜَﻴْﻒَ ﻬﺑ ِﺬﻩِ ؟ وﻗَـﺒﺾ ِﻫ َﺸﺎم ﺑﻦ َﻋﺒ ِﺪ اﻟْﻤﻠ َ َﻚ ﻳَ َﺪﻩُ ِﻣ ْﻦ َر ُﺟ ٍﻞ أ ََر َاد أَ ْن ﻳـُ َﻘﺒﱢـﻠَ َﻬﺎ َوﻗ َ ََ َ ْﺎل َﻣ ْﻪ ﻓَِﺈﻧﱠﻪُ َﱂ َ ْ ُْ ُ 81 ِ ِ ﻳـ ْﻔﻌﻞ َﻫ َﺬا ِﻣﻦ اﻟْﻌﺮ . ٌﻀﻮع ُ َوﻣ ْﻦ اﻟْ َﻌ ْﺠ ِﻢ ﱠإﻻ َﺧ، ٌب ﱠإﻻ َﻫﻠُﻮع َْ َ ََ ْ F80 Telah berkata Ibnu ‘Abdi al-Barr: Telah dikatakan bahwa mencium tangan termasuk bagian dari sujud , suatu ketika pernah mengambil Abû ‘Ubaidah tangan ‘Umar ra untuk diciumnya maka umar pun menolak, dan Abû ‘Ubaidah mengambil pula kakinya untuk dicium, maka ‘Umar berkata: kau mencium tanganku saja akau menolak apalagi kau mencium kakiku? Pernah juga terjadi bahwa tangan Hisyâm bin ‘Abd al-Malik pernah ingin dicium oleh seorang laki-laki, maka Hisyâm pun berkata “Meh” (bahasa suatu penolakan), karena sesungguhnya hal tersebut tidak pernah dilakukan oleh bangsa Arab kecuali dalam keadaan yang mendesak, dan juga orang-orang ‘Ajam kecuali dalam keadaan merendahkan diri. 3. Analisa Hadis Mencium Tangan Hadis pertama, kedua, dan ketiga 82 adalah hadis-hadis yang dijadikan 81 F dalil oleh para ulama tentang dibolehkannya mencium tangan seorang yang ‘âlim, zuhûd, warâ, dan seseorang yang mempunyai jabatan namun menjalankannya 80 Ibnu Muflih al-Maqdisi, al-Adab as-Syar’iyah, juz.2, hal,248. Ibnu Muflih al-Maqdisi, al-Adab as-Syar’iyah, juz.2, hal,248. 82 Yang dimaksud hadis pertama, kedua,dan ketiga adalah hadis-hadis yang saya teliti, yang telah dipaparkan pada bab III. 81 45 dengan Amanah, sebagaimana yang telah penulis paparkan mengenai pendapat ulama tentang cium tangan. Beberapa Ulama pun sebagian ada yang memakruhkan tentang cium tangan dengan alasan hal tersebut (mencium tangan) adalah As-Sajdah as-Sughro, sebagaimana Abû ‘Ubaidah yang hendak mencium tangan ‘Umar ra, namun ‘Umar menolaknya. 83 82F Berikut juga hadis nabi yang sering dijadikan dalil tidak dibolehkannya cium tangan: ﺣﺪﺛﻨﺎ ﻳﻮﺳﻒ ﺑﻦ زﻳﺎد ﺣﺪﺛﻨﺎ ﻋﺒﺪاﻟﺮﲪﻦ ﺑﻦ زﻳﺎد ﻋﻦ اﻻﻏﺮ أﰉ ﻣﺴﻠﻢ ﻋﻦ أﰉ " دﺧﻠﺖ ﻳﻮﻣﺎ اﻟﺴﻮق ﻣﻊ رﺳﻮل اﷲ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ ﻓﺠﻠﺲ إﱃ اﻟﺒﺰازﻳﻦ:ﻫﺮﻳﺮة ﻗﺎل وﻛﺎن ﻻﻫﻞ اﻟﺴﻮق وازن ﻳﺰن ﻓﻘﺎل ﻟﻪ رﺳﻮل اﷲ ﺻﻠﻰ اﷲ،ﻓﺎﺷﱰى ﺳﺮاوﻳﻞ ﺑﺄرﺑﻌﺔ دراﻫﻢ إن ﻫﺬﻩ ﻟﻜﻠﻤﺔ ﻣﺎ ﲰﻌﺘﻬﺎ ﻣﻦ أﺣﺪ ؟ ﻗﺎل أﺑﻮ: ﻓﻘﺎل اﻟﻮزان، إﻳﺰن وأرﺟﺢ:ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ ﻛﻔﻰ ﺑﻚ ﻣﻦ اﻟﻮﻫﻦ واﳉﻔﺎ ﰲ دﻳﻨﻚ أﻻ ﺗﻌﺮف ﻧﺒﻴﻚ ؟ ﻓﻄﺮح اﳌﻴﺰان:ﻫﺮﻳﺮة ﻓﻘﻠﺖ ﻟﻪ ﻓﺠﺬب رﺳﻮل اﷲ ﺻﻠﻰ،ووﺛﺐ إﱃ ] ﻳﺪ [ اﻟﻨﱯ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ ﻳﺮﻳﺪ أن ﻳﻘﺒﻠﻬﺎ إﳕﺎ أﻧﺎ، ﻫﺬا إﳕﺎ ﺗﻔﻌﻠﻪ اﻻﻋﺎﺟﻢ ﲟﻠﻮﻛﻬﺎ وﻟﺴﺖ ﲟﻠﻚ: وﻗﺎل،اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ ﻳﺪﻩ ﻣﻨﻪ 84 F83 . وأﺧﺬ رﺳﻮل اﷲ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ اﻟﺴﺮاوﻳﻞ، ﻓﻮزن وأرﺟﺢ،رﺟﻞ ﻣﻨﻜﻢ Telah menceritakan kepada kami Yûsuf bin Ziyâd, telah menceritakan kepada kami ‘Abdurrahman bin Ziyad, dari al- Aghor Abî Muslim, dari Abî Hurairah ia berkata: Suatu hari aku pergi ke pasar bersama Rasulullah saw dan kami pun mampir ke tempat pedagang kain dan membeli bahan seharga empat dirham, dan di pasar tersebut ada penimbang yang sedang menimbang, maka berkata Rasulullah kepada orang tersebut, “Timbanglah dan benarkan timbangan”, lantas sang penimbang tersebut berkata: Sesungguhnya aku pernah mendengar perkataan ini dari seseorang?, dan berkata Abî Hurairah, dan Aku berkata kepada orang tersebut: telah cukup kau mementingkan dunia dan lalai dari Agamamu, apakah kau tidak mengenal Nabimu? Dan dilempar timbangan orang tersebut dan segera mengambil tangan Nabi saw ingin menciumnya, maka Rasulullah menolaknya, dan bersabda:”Hal tersebut sesungguhnya adalah perbuatan orang-orang ‘Ajam terhadap raja-raja mereka, dan aku bukanlah raja, dan sesungguhnya aku adalah manusia 83 Ibnu Muflih al-Maqdisi, al-Adab as-Syar’iyah, juz.2, hal,248. At-Tabrânî, Mu’jam al-Ausat, juz.6, hal. 349-350, hadis no.6594, (Dârul Haramain 1995 M-1415 H). 84 46 seperti kalian”, maka penimbang tersebut membenarkan timbangannya, dan Rasul pun mengambil kainnya. Hadis ini juga dijadikan dalil sebagian ulama tentang pelarangan cium tangan, 85 namun hadis ini tidak sah (Hâdza Hadîtsun la yasihhu), hal ini 84F dikarenakan dalam periwayatan hadis ini ada seorang yang bernama Yûsuf bin Ziyâd, dan telah berkata ad-Dâruquthnî; bahwa Yûsuf bin Ziyâd sesngguhnya ia terkenal dengan sebutan orang yang bathil, dan ia tidak meriwayatkan hadis dari al-Ifrîqiy (salah satu periwayat hadis) dan lainnya. 86 85F Namun dalil di atas tidak bisa mengalahkan dalil yang telah tetap dan sahih mengenai cium tangan, sebagaimana yang telah dikatakan oleh Al-Albani: ﻳﺪل ﳎﻤﻮﻋﻬﺎ ﻋﻠﻰ ﺛﺒﻮت ذﻟﻚ،وأﻣﺎ ﺗﻘﺒﻴﻞ اﻟﻴﺪ ﻓﻔﻲ اﻟﺒﺎب أﺣﺎدﻳﺚ وآﺛﺎر ﻛﺜﲑة ﻓﻨﺮى ﺟﻮاز ﺗﻘﺒﻴﻞ ﻳﺪ اﻟﻌﺎﱂ إذا ﺗﻮﻓﺮت اﻟﺸﺮوط اﻵﺗﻴﺔ،ﻋﻦ رﺳﻮل اﷲ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ أﻻ ﻳﺘﺨﺬ ﻋﺎدة ﲝﻴﺚ ﻳﺘﻄﺒﻊ اﻟﻌﺎﱂ ﻋﻠﻰ ﻣﺪ ﻳﺪﻩ إﱃ ﺗﻼﻣﺬﺗﻪ وﻳﺘﻄﺒﻊ ﻋﻠﻰ اﻟﺘﱪك-اﻻول ّ : وﻣﺎ ﻛﺎن، ﻓﺈن اﻟﻨﱯ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ وإن ﻗﺒﻠﺖ ﻳﺪﻩ ﻓﺈﳕﺎ ﻛﺎن ﻋﻠﻰ اﻟﻨﺪرة،ﺑﺬﻟﻚ ّأﻻ- اﻟﺜّﺎﱐ. ﻛﺬﻟﻚ ﻓﻼ ﳚﻮز أن ﳚﻌﻞ ﺳﻨﺔ ﻣﺴﺘﻤﺮة ﻛﻤﺎ ﻫﻮ ﻣﻌﻠﻮم ﻣﻦ اﻟﻘﻮاﻋﺪ اﻟﻔﻘﻬﻴﺔ . ورؤﻳﺘﻪ ﻟﻨﻔﺴﻪ ﻛﻤﺎ ﻫﻮ اﻟﻮاﻗﻊ ﻣﻊ ﺑﻌﺾ اﳌﺸﺎﻳﺦ اﻟﻴﻮم،ﻳﺪﻋﻮ ذﻟﻚ إﱃ ﺗﻜﱪ اﻟﻌﺎﱂ ﻋﻠﻰ ﻏﲑﻩ ﻓﺈ�ﺎ ﻣﺸﺮوﻋﺔ ﺑﻔﻌﻠﻪ، ﻛﺴﻨﺔ اﳌﺼﺎﻓﺤﺔ،أﻻّ ﻳﺆدي ذﻟﻚ إﱃ ﺗﻌﻄﻴﻞ ﺳﻨﺔ ﻣﻌﻠﻮﻣﺔ-اﻟﺜّﺎﻟﺚ ﻣﺎ وﻫﻲ ﺳﺒﺐ ﺗﺴﺎﻗﻂ ذﻧﻮب اﳌﺘﺼﺎﻓﺤﲔ ﻛﻤﺎ روي ﰲ ﻏﲑ،ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ وﻗﻮﻟﻪ . 87 ﻓﻼ ﳚﻮز إﻟﻐﺎؤﻫﺎ ﻣﻦ أﺟﻞ أﻣﺮ أﺣﺴﻦ أﺣﻮاﻟﻪ أﻧﻪ ﺟﺎﺋﺰ،ﺣﺪﻳﺚ واﺣﺪ 86F Tentang cium tangan dalam hal ini terdapat banyak hadis dan riwayat dari salaf yang secara keseluruhan menunjukkan bahwa hadis tersebut shahih dari Nabi. Oleh karena itu, kami berpandangan bolehnya mencium tangan seorang ulama jika memenuhi beberapa syarat berikut ini: 1. Cium tangan tersebut tidaklah dijadikan sebagai kebiasaan. Sehingga orang ulama terbiasa menjulurkan tangannya kepada murid-muridnya. Begitu pula murid terbiasa ngalap berkah dengan mencium tangan 85 86 Lihat kitab al-Mausû’ah fî Bayâni Adillati as-Sûfiyyah, hal.198. Adz-Zahabî, Talkhîs Kitab al-Maudhû’ât Li Ibni Jauzî, hal.264 (Maktabah Riyad 1998 M-1419H) 87 Muhamad Nâsiruddin al-Albâni, Silsilah as-Sahîhah, juz.1,h.302, no hadis. 160, (Maktabah al-Ma’ârif) 47 gurunya. Hal ini dikarenakan Nabi sendiri jarang-jarang tangan beliau dicium oleh para shahabat. Jika demikian maka tidak boleh menjadikannya sebagai kebiasaan yang dilakukan terus menerus sebagaimana kita ketahui dalam pembahasan kaidah-kaidah fiqh. 2. Cium tangan tersebut tidaklah menyebabkan ulama tersebut merasa sombong dan lebih baik dari pada yang lain serta menganggap dirinyalah yang paling hebat sebagai realita yang ada pada sebagai orang ‘alim. 3. Cium tangan tersebut tidak menyebabkan hilangnya sunnah Nabi yang sudah diketahui semisal jabat tangan. Jabat tangan adalah suatu amal yang dianjurkan berdasarkan perbuatan dan sabda Nabi. Jabat tangan adalah sebab rontoknya dosa-dosa orang yang melakukannya sebagaimana terdapat dalam beberapa hadis. Oleh karena itu, tidaklah diperbolehkan menghilangkan sunnah jabat tangan karena mengejar suatu amalan yang status maksimalnya adalah amalan yang dibolehkan B. Inhina (Menundukan Badan) Tentang membungkukan badan saya hanya memasukan satu hadis saja karena saya tidak menemukan hadis membungkukan badan selain hadis ini di dalam al-Kutub al-Sittah, teks hadis sebagai berikut: 1. Teks Hadis, Asbabul Wurud, dan Kualitas Hadis ِ ِ ِ ٍ ِﺲ ﺑ ِﻦ ﻣﺎﻟ –ﻚ ﱠﻬ ُﻲ َﻋ ِﻦ اﻟﻨِ ﱢ ْ َوﻗَ ْﺪ َوَرَد اﻟﻨـ َ ﱢﱯ َ ْ ِ َﺻﻠﱠﻰ اﷲ َﻋﻠَْﻴﻪ َو َﺳﻠﱠ ْﻢ م َﻛ َﻤﺎ ِﰲ َﺣﺪﻳْﺚ أَﻧ ِ ِ ﺎل َ َﺻ ِﺪﻳْـ َﻘﻪُ اَﻳـَْﻨ َﺤ ِﲎ ﻟَﻪُ؟ ﻗ َ ََر ِﺿ َﻲ اﷲ َﻋْﻨﻪُ – ﻗ َ ))ﻳَ َﺎر ُﺳ ْﻮ َل اﷲ اﻟﱠﺮ ُﺟ ُﻞ ﻣﻨﱠﺎ ﻳـَْﻠ َﻘﻰ أ:ﺎل َ َﺧﺎﻩُ أ َْو ((اﳊﺪﻳﺚ....َﻻ: Dan sungguh telah diriwayatkan tentang larangan Inhinâ yang berasal dari Nabi saw sebagaimana yang ada pada hadis Anas bin Mâlik ra-(ia berkata): Wahai Rasulullah jika seseorang diantara kita bertemu saudaranya atau kerabatnya apakah harus menundukan badan untuknya? Maka Rasulullah saw menjawab ”Tidak”: ….(al-Hadîs) Hadis di atas berasal dari kitab Âdabu Al-Musâfahah 88 . Setelah penulis 87F melakukan penelusuran hadis di atas dengan menggunakan Mu’jam al-Mufahros dengan kata kunci ( ﺣﻨﺄj.1, hal.523), ( ﺻﻔﺢj.3, hal.326), dan ( ﻟﺰمj.6, hal.114) penulis mendapatkan hadis didalam tempat sebagai berikut: 88 Muhamad Nuruddin al-banjar al-Makkî, Âdabu al-Musâfahah (Majelis Banjar Li Tafaqquh Fî Addîn), hal.78. 48 At-Tirmidzî, al-Jâmi’us Sahih wa huwa Sunan al-Tirmidzî, j.4, hal.172, Bâb Ma Jâa Fî Al-Musâfahah. ِ ِ ِ ٍ ِﺲ ﺑ ِﻦ ﻣﺎﻟ ﻚ ْ َﺧﺒَـَﺮﻧَﺎ َﻋْﺒ ُﺪ اﻟﻠﱠﻪ أ ْ َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ ُﺳ َﻮﻳْ ٌﺪ أ َ ْ ِ ََﺧﺒَـَﺮﻧَﺎ َﺣْﻨﻈَﻠَﺔُ ﺑْ ُﻦ ﻋُﺒَـْﻴﺪ اﻟﻠﱠﻪ َﻋ ْﻦ أَﻧ ِ ِ َ ﺎل رﺟﻞ ﻳﺎ رﺳ ﺎل َ َﺎل َﻻ ﻗ َ َﺻ ِﺪﻳ َﻘﻪُ أَﻳـَْﻨ َﺤ ِﲏ ﻟَﻪُ ﻗ َ ﻮل اﻟﻠﱠﻪ اﻟﱠﺮ ُﺟ ُﻞ ﻣﻨﱠﺎ ﻳـَْﻠ َﻘﻰ أ َ َﺧﺎﻩُ أ َْو ُ َ َ ٌ ُ َ َ َ ﻗ:ﻗَﺎل ِِ ِ ﺎل ﻧـَ َﻌ ْﻢ َ َﺼﺎﻓِ ُﺤﻪُ ﻗ َ َﺎل َﻻ ﻗ َ َأَﻓَـﻴَـ ْﻠﺘَ ِﺰُﻣﻪُ َوﻳـُ َﻘﺒﱢـﻠُﻪُ ﻗ َ ُﺎل أَﻓَـﻴَﺄْ ُﺧ ُﺬ ﺑﻴَﺪﻩ َوﻳ ِ َ َﻗ ﻳﺚ َﺣ َﺴ ٌﻦ ٌ ﻴﺴﻰ َﻫ َﺬا َﺣ ِﺪ َ ﺎل أَﺑُﻮ ﻋ Ibnu Mâjah, Sunan Ibnu Mâjah,j.2, hal.1220, Kitâb al-Adab, Bâb AlMusâfahah. ٍ ِ ِ ﻴﻊ َﻋ ْﻦ َﺟ ِﺮﻳ ِﺮ ﺑْ ِﻦ َﺣﺎ ِزٍم َﻋ ْﻦ َﺣْﻨﻈَﻠَﺔَ ﺑْ ِﻦ َﻋْﺒ ِﺪ اﻟﱠﺮ ْﲪَ ِﻦ ٌ َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ َﻋﻠ ﱡﻲ ﺑْ ُﻦ ُﳏَ ﱠﻤﺪ َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ َوﻛ ِ َ ﻗُـ ْﻠﻨَﺎ ﻳﺎ رﺳ:ﺎل ِ ٍ ِﺲ ﺑ ِﻦ ﻣﺎﻟ ٍ ﻀﻨَﺎ ﻟِﺒَـ ْﻌ ﺎل َﻻ ﻗُـ ْﻠﻨَﺎ أَﻳـُ َﻌﺎﻧِ ُﻖ َ َﺾ ﻗ َ َﻚ ﻗ ُ ﻮل اﻟﻠﱠﻪ أَﻳـَْﻨ َﺤ ِﲏ ﺑـَ ْﻌ َ ْ ِ َاﻟ ﱠﺴ ُﺪوﺳ ﱢﻲ َﻋ ْﻦ أَﻧ َُ َ ِ ﺼﺎﻓَ ُﺤﻮا َ َﻀﺎ ﻗ ً ﻀﻨَﺎ ﺑـَ ْﻌ ُ ﺑـَ ْﻌ َ َﺎل َﻻ َوﻟَﻜ ْﻦ ﺗ Ahmad bin Hanbal, al-Musnad Bisyarhi Ahmad Zein, j.11, hal.75, Baqî Musnad al-Mukatstsirîn Bâb Musnad Anas bin Mâlik dengan lafaz: ِ ﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ ﻣﺮوا ُن ﺑﻦ ﻣﻌﺎ ِوﻳﺔَ ﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ ﺣْﻨﻈَﻠَﺔُ ﺑﻦ ﻋﺒ ِﺪ اﻟﻠﱠ ِﻪ اﻟ ﱠﺴ ُﺪ ﺲ ﺑْ ُﻦ َ َوﺳ ﱡﻲ ﻗ َْ ُ ْ َ َ َ َ ُ ُ ْ ََْ َ ُ َﺎل َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ أَﻧ ِ َ ﺎل رﺟﻞ ﻳﺎ رﺳ ٍ ِﻣﺎﻟ ﻮل اﻟﻠﱠ ِﻪ ُ ﺎل َر ُﺳ َ ﺎل ﻓَـ َﻘ َ َﺻ ِﺪﻳ َﻘﻪُ أَﻳـَْﻨ َﺤ ِﲏ ﻟَﻪُ ﻗ َ َﻚ ﻗ َ َﺣ ُﺪﻧَﺎ ﻳـَْﻠ َﻘﻰ َ ﻮل اﻟﻠﱠﻪ أ َ ُ َ َ ٌ ُ َ َ َ ﻗ: ﺎل ِ َ َﺼﺎﻓِ ُﺤﻪُ ﻗ َ َﺎل َﻻ ﻗ َ َﺎل ﻓَـﻴَـ ْﻠﺘَ ِﺰُﻣﻪُ َوﻳـُ َﻘﺒﱢـﻠُﻪُ ﻗ َ َﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ َﻻ ﻗ َ ُﺎل ﻓَـﻴ َ َﺎل ﻧـَ َﻌ ْﻢ إ ْن َﺷﺎء Asbabul wurud hadis : Munculnya hadis ini adalah ketika seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah saw, tentang bagaimana sikap seorang muslim ketika bertemu dengan muslim lainya, apakah muslim tersebut harus menundukan badannya?, Rasul pun menjawab: “Tidak”, lalu bertanya lagi , apakah kami harus memeluknya dan menciumnya?,. Sekali lagi Rasul Menjawab, “Tidak boleh”. lalu sahabat tersebut bertanya lagi, Apakah boleh menjabat tangannya?” Rasul menjawab, “Boleh, jika dia mau”. 89 8F 89 Fikr). Abu Al-‘Ula Muhammad Al-Mubarakfuri, Tuhfatul Ahwazi, j.7, hal.513-514 (Darr al- 49 Uraian hadis: hadis ini diriwayatkan oleh Timidzî, Ibnu Mâjah, Ahmad bin Hanbal. Hadis ini menerangkan bagaimana sikap seseorang ketika bertemu dengan sesama muslim, salah seorang sahabat ada yang bertanya ﺃﻳﻨﺤﻨﻲ ﻟﻪapakah kami harus membungkukan badan serta punggung kami, maka nabi pun menjawab “ ﻗﺎﻝ ﻻTidak” karena hal tersebut merupakan ruku’ seperti halnya sujud kepada Allah swt. 90 Hadis ini juga sering dijadikan hujjah agar tidak memberikan 89F penghormatan dengan menundukan badan. Kualitas Hadis: Abû ‘Îsa berkata: “Hadza hadisun sahîhun” (Hadis hasan sahîh) dalam Sunan al-Tirmidzî, j.4, hal.172, Bâb Ma Jâa Fî Al-Musâfahah, dan juga dinilai hasan oleh Al-Albâni Dalam Muhammad Nâsirudin al-Al-Bâni, Silsilah al-Ahâdits al-Sahîhah: wa Syaiun min Fiqhiha wa Fawâidiha (Riyad: Maktabah al-Ma’arif,1987). Hadis no. 160. 2. Pendapat Ulama Hadis Tentang Inhina (Menundukan Badan) Para ulama berbeda pendapat mengenai Inhina (menundukan badan ketika bertemu), sebagian mengharamkan. memakruhkan Saya tidak hal menemukan tersebut, satu dan sebagian lainnya pendapat pun tentang disunnahkannya Inhina, akan tetapi ada ulama yang membolehkan hal tersebut,berikut pendapat-pendapat ulama tentang Inhina: Al-Kasymiriy pengarang kitab al-‘Arfu asy-Syadzi Syarh Sunan AtTirmîdzî mengomentari hadis no.4 sebagai berikut : 91 F90 وأﻣﺎ اﻻﳓﻨﺎء ﻋﻨﺪ اﳌﻼﻗﺎة ﻓﻤﻜﺮوﻩ ﲢﺮﳝﺎً ﻛﻤﺎ ﰲ ﻓﺘﺎوى اﳊﻨﻔﻴﺔ Dan adapun Inhina ketika berjumpa maka hukumnya makruh yang mendekati keharaman sebagaimana yang ada di kitab Fatâwa al-Hanafiah. 90 Abu Al-‘Ula Muhammad Al-Mubarakfuri, Tuhfatul Ahwazi, j.7, hal.514 (Darr al-Fikr). Muhammad Anwarsyah al-Kasymiriy, al-‘Arfu as-Syadziy Syarh Sunan Tirmidzî, juz.4, hal.151, (Darr al-Hayâ:Beirut 1425 H-2004 M) 91 50 Al-Munâwi di dalam Faidul Qodîr mengatakan bahwa sunnah ketika bertemu bukanlah dengan isyarat tangan, Inhina, atau selain daripada itu, karena yang disyariatkan adalah memberi salam, berikut komentarnya: ﻓﻼ ﻳﻜﻔﻲ ﻹﻗﺎﻣﺔ اﻟﺴﻨﺔ أن ﻳﺄﰐ ﺑﺎﻟﺘﺤﻴﺔ ﺑﻐﲑ ﻟﻔﻆ ﻛﺎﻹﺷﺎرة ﺑﺸﺊ ﳑﺎ ذﻛﺮ أو ﺑﺎﻻﳓﻨﺎء وﻻ ﺑﻠﻔﻆ ﻏﲑ اﻟﺴﻼم وﻣﻦ ﻓﻌﻞ ذﻟﻚ ﱂ ﳚﺐ ﺟﻮاﺑﻪ وﻣﻦ ﺳﻠﻢ ﻻ ﳚﺰئ ﰲ ﺟﻮاﺑﻪ ، واﻟﻴﻬﻮد اﻹﺷﺎرة اﻷﺻﺒﻊ، إﻻ اﻟﺴﻼم ………… ﲢﻴﺔ اﻟﻨﺼﺎرى وﺿﻊ اﻟﻴﺪ ﻋﻠﻰ اﻟﻔﻢ واﳌﺴﻠﻤﲔ اﻟﺴﻼم ﻋﻠﻴﻜﻢ وﻫﻲ, واﳌﻠﻮك أﻧﻌﻢ ﺻﺒﺎﺣﺎ، واﻟﻌﺮب ﺣﻴﺎك اﷲ، ﺠﻤﻟﻮس اﻻﳓﻨﺎء .92أﺷﺮف اﻟﺘﺤﻴﺎت وأﻛﺮﻣﻬﺎ 91F Maka tidak cukup untuk menghidupkan sunnah, yaitu menghormati dengan meninggalkan salam, seperti hanya dengan menggunakan isyarat dengan sesuatu sebagaimana yang telah disebutkan, atau dengan hanya menundukan badan tanpa membarengi dengan salam, dan barang siapa yang melakukan hal tersebut maka tidak wajib dijawab/menghiraukannnya, dan siapa saja yang memberi salam maka tidak dibolehkan menjawab dengan kalimat yang lain kecuali salam…… adapun penghormatan orang Nasrâni adalah dengan menaruh tangan diatas mulut, orang Yahûdi dengan isyarat tangan, orang Majûsi denga Inhina, orang Arab mengucapakan Hayâkallâh, para Raja-raja terdahulu mengucapkan tuhan memberikan nikmat pagi ini, dan kaum muslim dengan salam as-salâmu’alaikum dan ucapan tersebut adalah penghormatan paling mulia dan paling mulia diantara penghormatan. Bahkan pen-Syarh Riyâdu as-Sâlihîn yaitu Ibnu ‘Allân berpendapat bahwa Inhina termasuk perbuatan bid’ah yang mendekati keharaman: .93 ﻦ اﻟﺒﺪع اﶈﺮﻣﺔ اﻻﳓﻨﺎء ﻋﻨﺪ اﻟﻠﻘﺎء ﻬﺑﻴﺌﺔ اﻟﺮﻛﻮع:ﻗﺎل اﺑﻦ ﻋﻼن اﻟﺸﺎﻓﻌﻲ 92F Telah berkata Ibnu ‘Allân asy-Syâfi’î: Dan termasuk bid’ah yang diharamkan adalah menundukan badan ketika bertemu menyerupai ruku’. Namun An-nawawi hanya sampai pada tingkat kemakruhan saja, tidak sampai kepada keharaman, berikut pendpatnya di dalam al-Majmû’: وﻗﻮﻟﻪ أﻳﻨﺤﲎ... ﻳﻜﺮﻩ ﺣﲏ اﻟﻈﻬﺮ ﰲ ﻛﻞ ﺣﺎل ﻟﻜﻞ أﺣﺪ ﳊﺪﻳﺚ أﻧﺲ اﻟﺴﺎﺑﻖ 94 F93 92 . وﻻ ﻣﻌﺎرض ﻟﻪ،" "ﻻ:ﻗﺎل Al-Munâwi, Faidul Qodir Syar al-Jâmi’ as-Sagîr,juz.6, hal.402, (Dar alMa’rifah:Beirut cet.ke-2 1391H-1972M). 93 Ibnu ‘Allân, Dalîlu al-Fâlihîn Li Thurûqi Riyâdus Salihin,juz. 6, hal. 27, (Darul Kitâb:Libanon) 94 Abi Zakaria An-Nawâwiy, al-Majmu’,(al-Mamlakah al-‘Arabiyah), j.4, hal.476. 51 Dan telah dimakruhkan menundukan badan pada setiap kesempatan untuk siapapun dikarenakan hadis yang diriwayatkan Anas,…. Dan redaksi tersebut ” apakah boleh menundukan badan, maka nabi menjawab,” Berikut pendapat-pendapat para ulama yang telah di himpun oleh Ibnu Muflih al-Maqdisi dalam kitab al-Adab as-Syar’iyyah: 1. Ibnu Muflih juga mengutip pendapat An-Nawâwie tentang makruhnya Inhina: ي ُﻣ َﻌﺎﻧـَ َﻘﺔَ اﻟْ َﻘ ِﺎدِم ِﻣ ْﻦ اﻟ ﱠﺴ َﻔ ِﺮ ُﻣ ْﺴﺘَ َﺤﺒﱠﺔٌ َوأَ ﱠن ﺼﺎﻓَ َﺤﺔُ اﻟْ َﻜﺎﻓِ ِﺮ َوذَ َﻛَﺮ أَﺑُﻮ َزَﻛ ِﺮﻳﱠﺎ اﻟﻨـ َﱠﻮِو ﱡ َ َوﺗُﻜَْﺮﻩُ ُﻣ 95 ِ ِ ِ .ﺐ ﻴﻞ ﻳَ ِﺪ اﻟﱠﺮ ُﺟ ِﻞ اﻟ ﱠ ﺼﺎﻟِ ِﺢ ُﻣ ْﺴﺘَ َﺤ ﱞ َ اﻻ ْﳓﻨَﺎءَ َﻣﻜ ُْﺮوﻩٌ َوأَ ﱠن ﺗَـ ْﻘﺒ F94 Berkata Ibnu Muflih al-Maqdisi: Bahwa telah dimakruhkan berjabatan tangan dengan orang kafir, dan telah menyebutkan Abû Zakaria anNawâwiy: Bahwa memeluk orang yang baru pulang dari perjalanan jauh adalah sunnah, dan sesungguhnya menundukan badan ketika berjumpa adalah makruh, dan mencium tangan seorang yang saleh adalah sunnah. 2. Dari beberapa pendapat yang saya cantumkan, hanya pendapat inilah yang membolehkan Inhina, karena Inhina adalah sujudnya malaikat kepada Adam as. ِ ِ ِِ ِِ ِ ﱠ ِ ِ ﻮد اﻟْ َﻤ َﻼﺋِ َﻜ ِﺔ َ َﻗ ُ ﻴﻞ ُﻫ َﻮ ُﺳ ُﺠ َ اﻟﺘﱠﺤﻴﱠﺔُ ﺑ ْﺎﳓﻨَﺎء اﻟﻈ ْﻬﺮ َﺟﺎﺋٌﺰ َوﻗ: ﺎل اﻟﺸْﱠﻴ ُﺦ َوﺟﻴﻪُ اﻟﺪﱢﻳ ِﻦ أَﺑُﻮ اﻟْ َﻤ َﻌﺎﱄ 96 ِ ِ . ًﻮد َﺣ ِﻘﻴ َﻘﺔ ُ ﻴﻞ اﻟ ﱡﺴ ُﺠ َ َوﻗ، ﻵ َد َم F95 Dan telah berkata Syeikh Wajîhuddîn Abû al-Ma’âli: Penghormatan dengan menundukan badan adalah boleh dan telah dikatakan hal tersebut adalah seperti sujudnya Malaikat kepada Adam as, dan dikatakan sujudnya adalah seperti itu. 3. Analisa Hadis Inhina Hadis nomor 4, yang diriwayatkan oleh al-Barrô adalah hadis yang menjadi dalil para ulama tentang larangan inhina. ِ ِ ِ ٍ ِﺲ ﺑ ِﻦ ﻣﺎﻟ –ﻚ ﱠﻬ ُﻲ َﻋ ِﻦ اﻟﻨِ ﱢ ْ َوﻗَ ْﺪ َوَرَد اﻟﻨـ َ ﱢﱯ َ ْ ِ َﺻﻠﱠﻰ اﷲ َﻋﻠَْﻴﻪ َو َﺳﻠﱠ ْﻢ م َﻛ َﻤﺎ ِﰲ َﺣﺪﻳْﺚ أَﻧ ِ ِ ﺎل َ َﺻ ِﺪﻳْـ َﻘﻪُ اَﻳـَْﻨ َﺤ ِﲎ ﻟَﻪُ؟ ﻗ َ ََر ِﺿ َﻲ اﷲ َﻋْﻨﻪُ – ﻗ َ ))ﻳَ َﺎر ُﺳ ْﻮ َل اﷲ اﻟﱠﺮ ُﺟ ُﻞ ﻣﻨﱠﺎ ﻳـَْﻠ َﻘﻰ أ:ﺎل َ َﺧﺎﻩُ أ َْو 97 ((اﳊﺪﻳﺚ....َﻻ: F96 95 Ibnu Muflih al-Maqdisi, al-Adab as-Syar’iyah, juz.2, hal,249. Ibnu Muflih al-Maqdisi, al-Adab as-Syar’iyah, juz.2, hal,250. 97 Hadis ini diriwayatkan oleh. Al-Tirmidzî di dalam Sunan-nya, Ibnu Mâjah di dalam Sunan-nya, dan Ahmad bin Hanbal di dalam Musnad-nya. Hadis telah dicantumkan pada bab III. 96 52 Dan sungguh telah diriwayatkan tentang larangan Inhinâ yang berasal dari Nabi saw sebagaimana yang ada pada hadis Anas bin Mâlik ra-(ia berkata): Wahai Rasulullah jika seseorang diantara kita bertemu saudaranya atau kerabatnya apakah harus menundukan badan untuknya? Maka Rasulullah saw menjawab ”Tidak”: ….(al-Hadîs) Yang dimaksudkan dengan pengertian inhina disini adalah membungkukan badan ketika jabat tangan hampir menyerupai ruku’, hal itu dilakukan sebagai pengagungan kepada muslim atasnya. 98 97 F Berdasarkan hadis di atas ulama menyimpulkan ada dua hasil hukum yang disimpulkan: 1. Maka telah ada yang menghukumi inhina adalah Mubah, sebagaimana yang telah biasa dilakukan umat muslim di dalam kehidupan sehari-hari. 2. Dan sungguh inhina adalah salah satu kewajiban di dalam sholat yang tidak sah sholat jika meninggalkannya. 99 98F ِ ِ ِِ ِِ ِ ﱠ ِ ِ ﻮد َ َﻗ ُ ﻴﻞ ُﻫ َﻮ ُﺳ ُﺠ َ اﻟﺘﱠﺤﻴﱠﺔُ ﺑ ْﺎﳓﻨَﺎء اﻟﻈ ْﻬﺮ َﺟﺎﺋٌﺰ َوﻗ: ﺎل اﻟﺸْﱠﻴ ُﺦ َوﺟﻴﻪُ اﻟﺪﱢﻳ ِﻦ أَﺑُﻮ اﻟْ َﻤ َﻌﺎﱄ 100 ِ ِِ ِ . ًﻮد َﺣ ِﻘﻴ َﻘﺔ ُ ﻴﻞ اﻟ ﱡﺴ ُﺠ َ َوﻗ، اﻟْ َﻤ َﻼﺋ َﻜﺔ ﻵ َد َم F9 Dan telah berkata Syeikh Wajîhuddîn Abû al-Ma’âli: Penghormatan dengan menundukan badan adalah boleh dan telah dikatakan hal tersebut adalah seperti sujudnya Malaikat kepada Adam as, dan dikatakan sujudnya adalah seperti itu. Yang dimaksud dibolehkannya inhina oleh Abû al-Ma’âli adalah sebagaimana kebiasaan inhina yang kita lakukan sehari-hari, yaitu dengan sedikit membungkukan badan ketika kita berjumpa dengan muslim lainnya, bukan menundukan badan ketika bertemu dengan seorang yang dianggap terhormat lalu pada jarak masih jauh dia sudah membungkukan badannya dan berjalan dengan 98 Lihat al-Mausû’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah,juz. 6, hal.322, (Daulah al-Kuwaiti). al-Mausû’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah,juz. 6, hal.323, lihat juga Muhammad Nûruddîn al-Banjarî, Âdab al-Musâfahah, h. 100 Ibnu Muflih al-Maqdisi, al-Adab as-Syar’iyah, juz.2, hal,250. 99 53 berjongkok, hal inilah yang dimaksudkan rukuk ataupun sujud yang dimaksud para ulama tidak boleh dilakukan terhadap manusia. Namun Ibnu Salah tetap berpendapat bahwa tunduk/sujud kepada manusia dengan berbagai bentuk apapun adalah haram, mengenai firman Allah tentang kejadian sujudnya saudara-saudara Yusuf adalah syariat sebelum kita, dan tidak berlaku pada syari’at kita. 101 Telah berkata para ulama: Bahwa sujud disini adalah 10F sujud penghormatan bukan sujud ibadah, dan beginilah cara mereka mengucapkan salam dengan bertakbir yaitu menundukan badan, akan tetapi Allah telah menghapus syariat tersebut, dan menjadikan kalam (As-salâmu’alaikum wr wb) sebagai pengganti dari menundukan badan dan berdiri untuk penghormatan. 102 10F An-Nawâwie berpendapat bolehnya menundukan badan untuk mencium tangan, bahkan mensunnahkan hal tersebut. Namun jika inhina dengan membungkungkan hampir seluruh badan maka an-Nawâwie memakruhkannnya. Inhina juga disebut-sebut sebagai penghormatannya para malaikat kepada Adam as, tentang sujudnya malaikat, di dalam Tafsir Jalâlain dikatakan : 103 102F ِ } ﻓَـ َﻘﻌﻮاْ ﻟَﻪ ﺳ . ﺎﺟ ِﺪﻳْ َﻦ { ﺳﺠﻮد ﲢﻴﺔ ﺑﺎﻻﳓﻨﺎء َ ُ ُ Maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud (tafsirnya: Sujudnya Malaikat di sini adalah penghormatan dengan menundukan badan). Berkata Ibnu Taimiyyah: ﻓﻴﻨﻬﻰ ﻋﻨﻪ ﻛﻤﺎ ﰲ اﻟﱰﻣﺬي ﻋﻦ اﻟﻨﱯ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ: وأﻣﺎ اﻻﳓﻨﺎء ﻋﻨﺪ اﻟﺘﺤﻴﺔ ﻻ " ؛ وﻷن اﻟﺮﻛﻮع واﻟﺴﺠﻮد ﻻ: وﺳﻠﻢ " أ�ﻢ ﺳﺄﻟﻮﻩ ﻋﻦ اﻟﺮﺟﻞ ﻳﻠﻘﻰ أﺧﺎﻩ ﻳﻨﺤﲎ ﻟﻪ ؟ ﻗﺎل ﳚﻮز ﻓﻌﻠﻪ إﻻ ﷲ ﻋﺰ وﺟﻞ وإن ﻛﺎن ﻫﺬا ﻋﻠﻰ وﺟﻪ اﻟﺘﺤﻴﺔ ﰲ ﻏﲑ ﺷﺮﻳﻌﺘﻨﺎ ﻛﻤﺎ ﰲ ﻗﺼﺔ 101 Ibnu ‘Allân, Dalîlu al-Fâlihîn Li Thurûqi Riyâdus Salihin,juz. 6, hal. 27-28, (Darul Kitâb:Libanon) 102 Ibnu ‘Arabi, Ahkâmu al-Qur’an, juz, 5, hal. 92. 103 Jalâluddîn al-Mahallî dan Jalâluddîn as-Suyûthî, Tafsir Jalâlain,surat al-Hijr ayat 29, hal.213, (Darul Fikr 1981 M- 1401 H) 54 ﻳﻮﺳﻒ ) وﺧﺮوا ﻟﻪ ﺳ ﱠﺠﺪاً وﻗﺎل ﻳﺎ أﺑﺖ ﻫﺬا ﺗﺄوﻳﻞ رؤﻳﺎي ﻣﻦ ﻗﺒﻞ ( وﰲ ﺷﺮﻳﻌﺘﻨﺎ ﻻ ﻳﺼﻠﺢ 104 103F واﳌﺮاد ﺑﺎﻟﺮﻛﻮع اﻟﻨﺎﻗﺺ اﻻﳓﻨﺎء اﻟﺬي ﻻ ﻳﺒﻠﻎ ﺣﺪ اﻟﺮﻛﻮع.اﻟﺴﺠﻮد إﻻ ﷲ Dan adapun inhina ketika memberi hormat: Maka dilarang sebagaimana yang ada pada hadis Tirmidzi dari Nabi saw” mereka bertanya tentang seseorang yang bertemu dengan saudaranya, apakah dia harus menundukan badan? Maka menjawab Nabi:”Tidak”, dikarenakan ruku’ dan sujud tidak boleh dilakukan kecuali hanya kepada Allah, dan adapun sujud penghormatan itu boleh, akan tetapi itu bukan dari syariat kita, sebagaimana pada cerita Yusuf (Dan mereka (semuanya) merebahkan diri seraya sujud kepada Yusuf. dan berkata Yusuf: "Wahai ayahku Inilah ta'bir mimpiku yang dahulu itu.) dan dalam syariat kita tidak dibenarkan sujud kepada selain Allah. C. Berdiri Menyambut Kedatangan Seseorang Ada tiga hadis yang saya masukan pada pembahasan berdiri menyambut seseorang. 1. Teks Hadis, Asbabul Wurud, dan Kualitas Hadis Hadis pertama: ِ َﻋ ِﻦ اﺑْ ِﻦ، َﺣ ﱠﺪﺛَِ ْﲏ ﻋُ َﻘْﻴ ُﻞ: ﺎل َ َﺚ ﻗ َ َﺻﺎﻟِ ِﺢ ﻗ ُ َﺣ ﱠﺪﺛَِ ْﲏ اﻟﻠﱠْﻴ: ﺎل َ َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ َﻋْﺒ ُﺪ اﷲ ﺑْ ِﻦ ِ ِ ٍ ِﺐ ﺑ ِﻦ ﻣﺎﻟ ٍ ِﺷﻬ ِ أَ ﱠن َﻋْﺒ ُﺪ اﷲِ ﺑْ ِﻦ َﻛ ْﻌ، ﻚ ِ ْ أ: ﺎل ﺐ َ َﺎب ﻗ َ َ ْ ِ ﱐ َﻋْﺒ ُﺪ اﻟﱠﺮ ْﲪَ ِﻦ ﺑْ ِﻦ َﻋْﺒﺪ اﷲ ﺑْ ِﻦ َﻛ ْﻌ ْ َﺧﺒَـَﺮ ﲰﻌﺖ ﻛﻌﺐ ﺑﻦ ﻣﺎﻟﻚ ﳛﺪث ﺣﺪﻳﺜﻪ: ﻗﺎل- وﻛﺎن ﻗﺎﺋﺪ ﻛﻌﺐ ﻣﻦ ﺑﻨﻴﻪ ﺣﲔ ﻋﻤﻲ وآذن: ﻓﺘﺎب اﷲ ﻋﻠﻴﻪ، ﺣﲔ ﲣﻠﻒ ﻋﻦ رﺳﻮل اﷲ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ ﻋﻦ ﻏﺰوة ﺗﺒﻮك ﻓﺘﻠﻘﺎﱐ اﻟﻨﺎس، رﺳﻮل اﷲ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ ﺑﺘﻮﺑﺔ اﷲ ﻋﻠﻴﻨﺎ ﺣﲔ ﺻﻠﻰ ﺻﻼة اﻟﻔﺠﺮ ﻓﺈذا، ﺣﱴ دﺧﻠﺖ اﳌﺴﺠﺪ، ﻟﺘﻬﻨﻚ ﺗﻮﺑﺔ اﷲ ﻋﻠﻴﻚ: ﻳﻬﻨﻮﱐ ﺑﺎﻟﺘﻮﺑﺔ ﻳﻘﻮﻟﻮن، ﻓﻮﺟﺎ ﻓﻮﺟﺎ ﺣﱴ، ﻓﻘﺎم إﱄ ﻃﻠﺤﺔ ﺑﻦ ﻋﺒﻴﺪ اﷲ ﻳﻬﺮول، ﺑﺮﺳﻮل اﷲ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ ﺣﻮﻟﻪ اﻟﻨﺎس ﻻ أﻧﺴﺎﻫﺎ ﻟﻄﻠﺤﺔ، واﷲ ﻣﺎ ﻗﺎم إﱄ رﺟﻞ ﻣﻦ اﳌﻬﺎﺟﺮﻳﻦ ﻏﲑﻩ، ﺻﺎﻓﺤﲏ وﻫﻨﺎﱐ “Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullâh bin Sôleh (dia berkata): menceritakan kepadaku al-Lais (dia berkata): telah menceritakan kepadaku 'Uqail, dari Ibnu Syihâb (ia berkata): telah memberitakan kepaku 'Abdur Rahman bin 'Abdullâh bin Ka'ab bin Mâlik, bahwa Abdullah bin Ka'ab adalah salah seorang putra Ka'ab yang mendampingi Ka'ab ketika buta- (ia berkata): 'Saya pernah mendengar Ka'ab bin Malik menceritakan peristiwa tentang dirinya ketika ia tertinggal dari Rasulullah 104 Ibnu Taimiyah, Majmu' al-Fatâwa, Juz.1, hal. 277, (al-Mamlakah al-Harômain) 55 saw dalam perang Tâbuk., maka ia (Ka’ab) bertaubat kepada Allah swt, dan Rosulullah pun memberitahu bahwa taubatnya diterima oleh Allah swt, pada saat itu Ka’ab baru selesai Shalat Fajar, ka’ab bercerita: Tibatiba saya mendengar seseorang berteriak dengan lantangnya berteriak bahwa taubatku telah diterima, setelah itu aku berangkat menuju Rasulullah saw, sementara orang-orang berbondong-bondong menemuiku mengucapkan : ‘Semoga taubat Allah atasmu membuatmu bahagia’. Hingga aku masuk masjid, ternyata Rasulullah saw sedang duduk dikerumuni orang-orang. Maka Talhah bin ‘Ubaidillah saw berlari-lari hingga menjabat tanganku. Demi Allah, tidak ada orang Muhâjirîn yang berdiri selain dia, aku tidak akan melupakan Tolhah.” Hadis di atas berasal dari kitab al-Adab al-Mufrad. 105 Sedangkan penulis 104F mendapatkan hadis lain dalam kitab Mu’jam al-Mufahros dengan kata kunci ﺧﻠﻒ j.2, hal.66, dan ﻫﻨﺄj.7, hal.109 penulis mendapatkan hadis ditempat sebagai berikut: Al-Bukhârî, Sahîh al-Bukhârî, (Beirut:Libanon), j.3, hal.82-90, Kitâb Maghôzi Bâb Hadîtsu Ka’ab bin Mâlik. ٍ ﺚ َﻋﻦ ﻋُ َﻘْﻴ ٍﻞ َﻋﻦ اﺑْ ِﻦ ِﺷﻬ ﺎب َﻋ ْﻦ َﻋْﺒ ِﺪ اﻟﱠﺮ ْﲪَ ِﻦ ﺑْ ِﻦ َ ْ ْ ُ َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ َْﳛ َﲕ ﺑْ ُﻦ ﺑُ َﻜ ٍْﲑ َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ اﻟﻠﱠْﻴ ِ ِ ِ ِ ٍ ﻚ وَﻛﺎ َن ﻗَﺎﺋِ َﺪ َﻛﻌ ِﱠ ِِ ﱠ ٍِ ٍِ ِ ِ ﲔ َ ﺐ ﻣ ْﻦ ﺑَﻨﻴﻪ ﺣ ْ َ َﻋْﺒﺪ اﻟﻠﻪ ﺑْ ِﻦ َﻛ ْﻌﺐ ﺑْ ِﻦ َﻣﺎﻟﻚ أَ ﱠن َﻋْﺒ َﺪ اﻟﻠﻪ ﺑْ َﻦ َﻛ ْﻌﺐ ﺑْ ِﻦ َﻣﺎﻟ ِ ُ ﻚ ُﳛﺪ ِ َ َﻋ ِﻤﻲ ﻗ ٍِ ﻒ َ َﻮك ﻗ ﻒ َﻋ ْﻦ ﻗِ ﱠ َ ُﺼ ِﺔ ﺗَـﺒ ْ ﺐ َﱂْ أ ََﲣَﻠﱠ َ ﲔ َﲣَﻠﱠ َ ﱢث ﺣ ُ ﺎل َﲰ ْﻌ َ ﺐ ﺑْ َﻦ َﻣﺎﻟ ٌ ﺎل َﻛ ْﻌ َ ﺖ َﻛ ْﻌ َ َ ِ ِ )... ﻮك اﻟﺤﺪﻳﺚ َ ُﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ِﰲ َﻏ ْﺰَوةٍ َﻏَﺰ َاﻫﺎ إِﱠﻻ ِﰲ َﻏ ْﺰَوةِ ﺗَـﺒ َ َﻋ ْﻦ َر ُﺳﻮل اﻟﻠﱠﻪ ٍ ﻓَـﻠَ ﱠﻤﺎ ﺻﻠﱠﻴﺖ ﺻ َﻼ َة اﻟْ َﻔﺠ ِﺮ ﺻﺒﺢ ﲬَْ ِﺴﲔ ﻟَﻴـﻠَﺔً وأَﻧَﺎ ﻋﻠَﻰ ﻇَﻬ ِﺮ ﺑـﻴ...(ﻃﻮﻳﻞ ﺖ ِﻣ ْﻦ ﺑـُﻴُﻮﺗِﻨَﺎ َْ ْ َ َ ْ َ َ ُ َْ َ ُْ ْ ِ ِ ِ ض ﲟَﺎ ْ ﺲ َﻋﻠَﻰ ْ َﺿﺎﻗ َ ﺖ َﻋﻠَ ﱠﻲ ﻧـَ ْﻔﺴﻲ َو ْ َﺿﺎﻗ َ اﳊَ ِﺎل اﻟﱠِﱵ ذَ َﻛَﺮ اﻟﻠﱠﻪُ ﻗَ ْﺪ ُ ﺖ َﻋﻠَ ﱠﻲ ْاﻷ َْر ٌ ﻓَـﺒَـْﻴـﻨَﺎ أَﻧَﺎ َﺟﺎﻟ ِ رﺣﺒ ٍ َِﻋﻠَﻰ ﺻﻮﺗِِﻪ ﻳﺎ َﻛﻌﺐ ﺑﻦ ﻣﺎﻟ ِ ﺎل َ َﻚ أَﺑْ ِﺸ ْﺮ ﻗ ْ َُ َ َ ﺻ ْﻮ ُ ﺖ َﲰ ْﻌ َ ت َ ﺖ َ َ ْ ُ ْ َ ْ َ ْ ﺻﺎرٍِخ أ َْو َﰱ َﻋﻠَﻰ َﺟﺒَ ِﻞ َﺳ ْﻠ ٍﻊ ﺑﺄ ِ ﻓَﺨﺮرت ﺳ ِ ُ ﺎﺟ ًﺪا وﻋﺮﻓْﺖ أَ ْن ﻗَ ْﺪ ﺟﺎء ﻓَـﺮج وآ َذ َن رﺳ ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ﺑِﺘَـ ْﻮﺑَِﺔ اﻟﻠﱠ ِﻪ ُ ََ َ َ ﻮل اﻟﻠﱠﻪ ُ َ َ ٌَ َ َ َ ُ َْ َ ِ ﻋﻠَﻴـﻨَﺎ ِﺣﲔ ﺻﻠﱠﻰ ﺻ َﻼ َة اﻟْ َﻔﺠ ِﺮ ﻓَ َﺬﻫﺐ اﻟﻨﱠﺎس ﻳـﺒﺸﱢﺮوﻧـَﻨَﺎ و َذﻫﺐ ﻗِﺒﻞ ﺾ ﺻﺎﺣ َﱠ َْ َ ﱯ ُﻣﺒَﺸ ُﱢﺮو َن َوَرَﻛ َ َ َ َ َ َ ُ َُ ُ َ َ ْ َ َ َ ِ ع ِﻣ ْﻦ اﻟْ َﻔَﺮ ِس ﻓَـﻠَ ﱠﻤﺎ ْ َﺳﻠَ َﻢ ﻓَﺄ َْو َﰱ َﻋﻠَﻰ اﳉَﺒَ ِﻞ َوَﻛﺎ َن اﻟ ﱠ إِ َﱠ َ َﺳَﺮ ُ ﺼ ْﻮ ْتأ ْ ﱄ َر ُﺟ ٌﻞ ﻓَـَﺮ ًﺳﺎ َو َﺳ َﻌﻰ َﺳ ٍﺎع ﻣ ْﻦ أ ِ ِ ِ ﻚ ُ ﰊ ﻓَ َﻜ َﺴ ْﻮﺗُﻪُ إِﻳﱠ ﺖ ﻟَﻪُ ﺛـَ ْﻮَﱠ ُ ﺎﳘَﺎ ﺑِﺒُ ْﺸَﺮاﻩُ َواﻟﻠﱠ ِﻪ َﻣﺎ أ َْﻣﻠ ُ ﺻ ْﻮﺗَﻪُ ﻳـُﺒَﺸ ُﱢﺮِﱐ ﻧـََﺰ ْﻋ ُ َﺟﺎءَِﱐ اﻟﱠﺬي َﲰ ْﻌ َ ﺖ 105 Al-Bukhârî, al-Adab al-Mufrad,(Darr al-Kutub al-Islami 2008) j.1, hal,222. Bâb Qiyâmu ar-Julu li Akhîhi. 56 ٍِ ِ ِ ت ﺛـَﻮﺑـَ ْ ِ ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ﲔ ﻓَـﻠَﺒِ ْﺴﺘُـ ُﻬ َﻤﺎ َواﻧْﻄَﻠَ ْﻘ ُ َﻏْﻴـَﺮُﳘَﺎ ﻳـَ ْﻮَﻣﺌﺬ َو ْ ﺖ إِ َﱃ َر ُﺳﻮل اﻟﻠﱠﻪ َ اﺳﺘَـ َﻌ ْﺮ ُ ْ ِ ﱠﺎﱐ اﻟﻨﱠﺎس ﻓَـ ْﻮ ًﺟﺎ ﻓَـ ْﻮ ًﺟﺎ ﻳـُ َﻬﻨ ِ ﻓَـﻴَﺘَـﻠَﻘ ِ ﺐ َﺣ ﱠﱴ ﻚ ﻗَ َ ﻚ ﺗَـ ْﻮﺑَﺔُ اﻟﻠﱠ ِﻪ َﻋﻠَْﻴ َ ﱡﻮﱐ ﺑِﺎﻟﺘـ ْﱠﻮﺑَِﺔ ﻳـَ ُﻘﻮﻟُﻮ َن ﻟﺘَـ ْﻬﻨِ َ ﺎل َﻛ ْﻌ ٌ ُ ﻮل اﻟﻠﱠ ِﻪ ﱠ ﱠ ِ ﱠ ِ ﺖ اﻟْ َﻤ ْﺴ ِﺠ َﺪ ﻓَِﺈذَا َر ُﺳ ُ ﱄ ﻃَْﻠ َﺤﺔُ ﱠﺎس ﻓَـ َﻘ َﺎم إِ َﱠ َد َﺧ ْﻠ ُ َ ﺲ َﺣ ْﻮﻟَﻪُ اﻟﻨ ُ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪُ َﻋﻠَْﻴﻪ َو َﺳﻠ َﻢ َﺟﺎﻟ ٌ ِ ِ ِ ِ ﺻﺎﻓَ َﺤ ِﲏ وَﻫﻨ ِ ﻳﻦ َﻏْﻴـَﺮﻩُ َوَﻻ ﱠﺎﱐ َواﻟﻠﱠ ِﻪ َﻣﺎ ﻗَ َﺎم إِ َﱠ ﺑْ ُﻦ ﻋُﺒَـْﻴﺪ اﻟﻠﱠﻪ ﻳـُ َﻬ ْﺮِو ُل َﺣ ﱠﱴ َ َ ﱄ َر ُﺟ ٌﻞ ﻣ ْﻦ اﻟْ ُﻤ َﻬﺎﺟ ِﺮ َ ﺎﻫﺎ ﻟِﻄَْﻠ َﺤﺔَ......إﱁ أَﻧْ َﺴ َ Muslim, Sahîh Muslim, (Beirut:Libanon), j.8, hal.105-112, Kitâb atTaubah Bâb Hadîtsu at-Taubah Ka’ab bin Mâlik wa Sâhibih. ﺣ ﱠﺪﺛَِﲏ أَﺑﻮ اﻟﻄﱠ ِ ﺎﻫ ِﺮ أ ْ َﲪَ ُﺪ ﺑْ ُﻦ َﻋ ْﻤ ِﺮو ﺑْ ِﻦ َﻋْﺒ ِﺪ اﻟﻠﱠ ِﻪ ﺑْ ِﻦ َﻋ ْﻤ ِﺮو ﺑْ ِﻦ َﺳ ْﺮٍح َﻣ ْﻮَﱃ ﺑَِﲏ أ َُﻣﻴﱠﺔَ ُ َ ﻮل اﻟﻠﱠ ِﻪ ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪ ﻋﻠَﻴﻪِ ِ َﺧﺒـﺮِﱐ ﻳﻮﻧُﺲ َﻋﻦ اﺑْ ِﻦ ﺷﻬ ٍ َﺧﺒَـﺮِﱐ اﺑْﻦ وْﻫ ٍ ﺎل ﰒُﱠ َﻏَﺰا َر ُﺳ ُ ﺎب ﻗَ َ ُ َْ َ َ ﺐ أ ْ ََ ُ ُ ْ أْ َ ُ َ ِ ِ ِ ﺎل اﺑْﻦ ِﺷﻬ ٍ َﺧﺒَـَﺮِﱐ َﻋْﺒ ُﺪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ َﻏ ْﺰَوَة ﺗَـﺒُ َ ﻮك َوُﻫ َﻮ ﻳُِﺮ ُ ﺎب ﻓَﺄ ْ ﺼ َﺎرى اﻟْ َﻌَﺮب ﺑﺎﻟﺸﱠﺎم ﻗَ َ ُ َ وم َوﻧَ َ ﻳﺪ اﻟﱡﺮ َ ِ ِ ﺐ ﺑ ِﻦ ﻣﺎﻟِ ٍ ﺐ َﻛﺎ َن ﻗَﺎﺋِ َﺪ َﻛ ْﻌ ٍ ﻚ :أَ ﱠن َﻋْﺒ َﺪ اﻟﻠﱠ ِﻪ ﺑْﻦ َﻛ ْﻌ ٍ ﺐ ِﻣ ْﻦ ﺑَﻨِ ِﻴﻪ اﻟﱠﺮ ْﲪَ ِﻦ ﺑْ ُﻦ َﻋْﺒﺪ اﻟﻠﱠﻪ ﺑْ ِﻦ َﻛ ْﻌ ِ ْ َ َ ِ ِ ﻚ ُﳛﺪ ُ ِ ِ ِﺣﲔ ﻋ ِﻤﻲ ﻗَ َ ِ ٍِ ﲔ َﲣَﻠﱠ َ ﱢث َﺣﺪﻳﺜَﻪُ ﺣ َ ﺎل َﲰ ْﻌ ُ ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪُ ﺐ ﺑْ َﻦ َﻣﺎﻟ َ ﻒ َﻋ ْﻦ َر ُﺳﻮل اﻟﻠﱠﻪ َ ﺖ َﻛ ْﻌ َ َ َ َ ِ ِ ﺎل َﻛﻌﺐ ﺑﻦ ﻣﺎﻟِ ٍ ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ِﰲ َﻏ ْﺰَوةِ ﺗَـﺒُ َ ﻚ َﱂْ أ ََﲣَﻠﱠ ْ ﻒ َﻋ ْﻦ َر ُﺳﻮل اﻟﻠﱠﻪ َ ﻮك ﻗَ َ ْ ُ ْ ُ َ َو َﺳﻠﱠﻢ ِﰲ َﻏ ْﺰَوةٍ َﻏَﺰ َاﻫﺎ ﻗَ ﱡ ﺖ ِﰲ َﻏ ْﺰَوةِ ﺑَ ْﺪ ٍر )...اﻟﺤﺪﻳﺚ ﻮك َﻏْﻴـَﺮ أ ﱢ ﻂ إِﱠﻻ ِﰲ َﻏ ْﺰَوةِ ﺗَـﺒُ َ َﱐ ﻗَ ْﺪ َﲣَﻠﱠ ْﻔ ُ َ ﺎل ﰒُﱠ ﺻﻠﱠﻴﺖ ﺻ َﻼةَ اﻟْ َﻔﺠ ِﺮ ﺻﺒﺎح ﲬَْ ِﺴﲔ ﻟَﻴـﻠَﺔً ﻋﻠَﻰ ﻇَﻬ ِﺮ ﺑـﻴ ٍ ﺖ ِﻣ ْﻦ ﺑـُﻴُﻮﺗِﻨَﺎ ﻓَـﺒَـْﻴـﻨَﺎ َ ْ َ ْ َْ ﻃﻮﻳﻞ( ...ﻗَ َ َ ْ ُ َ ْ ََ َ ِ ِ ِ ﺖ َﻋﻠَ ﱠﻲ ﺲ َﻋﻠَﻰ ْ ﺿﺎﻗَ ْ ﺖ َﻋﻠَ ﱠﻲ ﻧـَ ْﻔﺴﻲ َو َ ﺿﺎﻗَ ْ اﳊَ ِﺎل اﻟﱠِﱵ ذَ َﻛَﺮ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋﱠﺰ َو َﺟ ﱠﻞ ﻣﻨﱠﺎ ﻗَ ْﺪ َ أَﻧَﺎ َﺟﺎﻟ ٌ َﻋﻠَﻰ ِِ ْاﻷَرض ِﲟَﺎ رﺣﺒ ِ ت ﺻﺎرٍِخ أَو َﰲ َﻋﻠَﻰ ﺳ ْﻠ ٍﻊ ﻳـ ُﻘ ُ ِ ﺐ ﺑْ َﻦ ْ ُ َ َُ ْ ﺖ َﲰ ْﻌ ُ ﻮل ﺑﺄ ْ َ ﺖ َ ﺻ ْﻮ َ َ ْ َ َ ﺻ ْﻮﺗﻪ ﻳَﺎ َﻛ ْﻌ َ ِ ﺎل ﻓَﺂذَ َن رﺳ ُ ِ ﻣﺎﻟِ ٍ ﺖ أَ ْن ﻗَ ْﺪ َﺟﺎءَ ﻓَـَﺮ ٌج ﻗَ َ ﻚ أَﺑْ ِﺸ ْﺮ ﻗَ َ ﺎل ﻓَ َﺨَﺮْر ُ ت َﺳﺎﺟ ًﺪا َو َﻋَﺮﻓْ ُ ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪُ ﻮل اﻟﻠﱠﻪ َ َ َُ ِ ِ ِ ِ ﱠ ِ ﺐ ﱠﺎس ﺑِﺘَـ ْﻮﺑَﺔ اﻟﻠﱠﻪ َﻋﻠَْﻴـﻨَﺎ ﺣ َ ﺻﻠﱠﻰ َ ﲔ َ ﱠﺎس ﻳـُﺒَﺸ ُﱢﺮوﻧـَﻨَﺎ ﻓَ َﺬ َﻫ َ ﺻ َﻼةَ اﻟْ َﻔ ْﺠﺮ ﻓَ َﺬ َﻫ َ ﺐ اﻟﻨ ُ َﻋﻠَْﻴﻪ َو َﺳﻠ َﻢ اﻟﻨ َ ِ ﻗِﺒﻞ ِ اﳉَﺒَ َﻞ ﻓَ َﻜﺎ َن َﺳﻠَ َﻢ ﻗِﺒَﻠِﻲ َوأ َْو َﰱ ْ ﺾ َر ُﺟ ٌﻞ إِ َﱠ ﺻﺎﺣ َﱠ ﱄ ﻓَـَﺮ ًﺳﺎ َو َﺳ َﻌﻰ َﺳ ٍﺎع ﻣ ْﻦ أ ْ ﱯ ُﻣﺒَﺸ ُﱢﺮو َن َوَرَﻛ َ ََ َ ِ ِ ِ ﰊ اﻟ ﱠ ﺖ ﻟَﻪُ ﺛـَ ْﻮَﱠ َﺳَﺮ َ ﺼ ْﻮ ُ ﺻ ْﻮﺗَﻪُ ﻳـُﺒَﺸ ُﱢﺮِﱐ ﻓَـﻨَـَﺰ ْﻋ ُ ع ﻣ ْﻦ اﻟْ َﻔَﺮ ِس ﻓَـﻠَ ﱠﻤﺎ َﺟﺎءَِﱐ اﻟﱠﺬي َﲰ ْﻌ ُ تأْ ﺖ َ ٍِ ِ ت ﺛـَﻮﺑـَ ْ ِ ﺖ ﻓَ َﻜ َﺴ ْﻮﺗـُ ُﻬ َﻤﺎ إِﻳﱠﺎﻩُ ﺑِﺒِ َﺸ َﺎرﺗِِﻪ َواﻟﻠﱠ ِﻪ َﻣﺎ أ َْﻣﻠ ُ ﲔ ﻓَـﻠَﺒِ ْﺴﺘُـ ُﻬ َﻤﺎ ﻓَﺎﻧْﻄَﻠَ ْﻘ ُ ﻚ َﻏْﻴـَﺮُﳘَﺎ ﻳـَ ْﻮَﻣﺌﺬ َو ْ اﺳﺘَـ َﻌ ْﺮ ُ ْ ِ ﻮل اﻟﻠﱠ ِﻪ َ ﱠ ﱠ ِ ﱠ ﱠﺎس ﻓَـ ْﻮ ًﺟﺎ ﻓَـ ْﻮ ًﺟﺎ ﻳـُ َﻬﻨﱢﺌُ ِﻮﱐ ﺑِﺎﻟﺘـ ْﱠﻮﺑَِﺔ َوﻳـَ ُﻘﻮﻟُﻮ َن أَﺗَﺄَﱠﻣ ُﻢ َر ُﺳ َ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪُ َﻋﻠَْﻴﻪ َو َﺳﻠ َﻢ ﻳـَﺘَـﻠَﻘﱠﺎﱐ اﻟﻨ ُ ﻮل اﻟﻠﱠ ِﻪ ﱠ ﱠ ِ ﱠ ِ ِ ﺲ ﺖ اﻟْ َﻤ ْﺴ ِﺠ َﺪ ﻓَِﺈ َذا َر ُﺳ ُ ﻚ ﺗَـ ْﻮﺑَﺔُ اﻟﻠﱠ ِﻪ َﻋﻠَْﻴ َ ﻟﺘَـ ْﻬﻨِْﺌ َ ﻚ َﺣ ﱠﱴ َد َﺧ ْﻠ ُ َ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪُ َﻋﻠَْﻴﻪ َو َﺳﻠ َﻢ َﺟﺎﻟ ٌ ِِ ِ ِ ِ ﺻﺎﻓَ َﺤ ِﲏ َوَﻫﻨﱠﺄَِﱐ َواﻟﻠﱠ ِﻪ َﻣﺎ ﱠﺎس ﻓَـ َﻘ َﺎم ﻃَْﻠ َﺤﺔُ ﺑْ ُﻦ ﻋُﺒَـْﻴﺪ اﻟﻠﱠﻪ ﻳـُ َﻬ ْﺮِو ُل َﺣ ﱠﱴ َ ﰲ اﻟْ َﻤ ْﺴﺠﺪ َو َﺣ ْﻮﻟَﻪُ اﻟﻨ ُ ِ ِ ﺎﻫﺎ ﻟِﻄَْﻠ َﺤﺔَ ....إﱁ ﻳﻦ َﻏْﻴـ ُﺮﻩُ ﻗَ َ ﺐ َﻻ ﻳـَْﻨ َﺴ َ ﺎل ﻓَ َﻜﺎ َن َﻛ ْﻌ ٌ ﻗَ َﺎم َر ُﺟ ٌﻞ ﻣ ْﻦ اﻟْ ُﻤ َﻬﺎﺟ ِﺮ َ 57 Abû Dâwud, Sunan Abî Dâwud, j.3, hal.88-89, Kitâb al-Jihâd Bâb Fî I’tôi al-Basyîr. َﺧﺒـﺮِﱐ ﻳﻮﻧُﺲ َﻋﻦ اﺑْ ِﻦ ِﺷﻬ ٍ َﺧﺒَـﺮﻧَﺎ اﺑْﻦ وْﻫ ٍ َﺧﺒَـَﺮِﱐ َﻋْﺒ ُﺪ ﺎب ﻗَ َ ﺎل أ ْ َ ﺐ أ ْ ََ ُ ُ ْ َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ اﺑْ ُﻦ اﻟ ﱠﺴ ْﺮِح أ ْ َ ُ َ ِ ِ ﺎل َِﲰﻌﺖ َﻛﻌﺐ ﺑﻦ ﻣﺎﻟِ ٍ ﺐ ﺑ ِﻦ ﻣﺎﻟِ ٍ ﻚ أَ ﱠن َﻋْﺒ َﺪ اﻟﻠﱠ ِﻪ ﺑْﻦ َﻛ ْﻌ ٍ ﻚ ﺐ ﻗَ َ ْ ُ ْ َ ْ َ َ اﻟﱠﺮ ْﲪَ ِﻦ ﺑْ ُﻦ َﻋْﺒﺪ اﻟﻠﱠﻪ ﺑْ ِﻦ َﻛ ْﻌ ِ ْ َ َ ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ و َﺳﻠﱠﻢ إِذَا ﻗَ ِﺪ َم ِﻣ ْﻦ َﺳ َﻔ ٍﺮ ﺑَ َﺪأَ ﺑِﺎﻟْﻤﺴ ِﺠ ِﺪ ﻓَـﺮَﻛ َﻊ ﻓِ ِﻴﻪ رْﻛ َﻌﺘَـ ْ ِ ﲔ ﰒُﱠ ﻗَ َ ﺎل َ :ﻛﺎ َن اﻟﻨِ ﱡ ﱠﱯ َ َْ َ َ َ َ ﺺ اﺑﻦ اﻟ ﱠﺴﺮِح ْ ِ ﺎل وﻧـَﻬﻰ رﺳ ُ ِ َﺟﻠَﺲ ﻟِﻠﻨ ِ ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ اﳊَﺪ َ ﻮل اﻟﻠﱠﻪ َ ﻳﺚ ﻗَ َ َ َ َ ُ ﱠﺎس َوﻗَ ﱠ ْ ُ ْ َ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ت ﺟ َﺪ َار َﺣﺎﺋﻂ أَِﰊ ﻗَـﺘَ َﺎدةَ َوُﻫ َﻮ ﲔ َﻋ ْﻦ َﻛ َﻼﻣﻨَﺎ أَﻳـﱡ َﻬﺎ اﻟﺜ َﱠﻼﺛَﺔُ َﺣ ﱠﱴ إِذَا ﻃَ َ ﺎل َﻋﻠَ ﱠﻲ ﺗَ َﺴ ﱠﻮْر ُ اﻟْ ُﻤ ْﺴﻠﻤ َ ِ ِ ِ ﲔ ﻟَْﻴـﻠَﺔً َﻋﻠَﻰ ﺖ اﻟ ﱡ ﺎح ﲬَْﺴ َ ﺻﻠﱠْﻴ ُ اﺑْ ُﻦ َﻋ ﱢﻤﻲ ﻓَ َﺴﻠﱠ ْﻤ ُ ﺼْﺒ َﺢ َ ﺖ َﻋﻠَْﻴﻪ ﻓَـ َﻮاﻟﻠﱠﻪ َﻣﺎ َرﱠد َﻋﻠَ ﱠﻲ اﻟ ﱠﺴ َﻼ َم ﰒُﱠ َ ﺻﺒَ َ ِ ِ ٍِ ِ ٍ ِ ِ ِ ﺖ َِ ﺖ ﺐ ﺑْ َﻦ َﻣﺎﻟﻚ أَﺑْﺸ ْﺮ ﻓَـﻠَ ﱠﻤﺎ َﺟﺎءَِﱐ اﻟﱠﺬي َﲰ ْﻌ ُ ﻇَ ْﻬ ِﺮ ﺑـَْﻴﺖ ﻣ ْﻦ ﺑـُﻴُﻮﺗﻨَﺎ ﻓَ َﺴﻤ ْﻌ ُ ﺻﺎر ًﺧﺎ ﻳَﺎ َﻛ ْﻌ َ ﺖ اﻟْ َﻤ ْﺴ ِﺠ َﺪ ﻓَِﺈ َذا ﺖ ﻟَﻪُ ﺛـَ ْﻮَﱠ ﺖ َﺣ ﱠﱴ إِ َذا َد َﺧ ْﻠ ُ ﰊ ﻓَ َﻜ َﺴ ْﻮﺗـُ ُﻬ َﻤﺎ إِﻳﱠﺎﻩُ ﻓَﺎﻧْﻄَﻠَ ْﻘ ُ ﺻ ْﻮﺗَﻪُ ﻳـُﺒَﺸ ُﱢﺮِﱐ ﻧـََﺰ ْﻋ ُ َ ِ ِ ِ ِ ِ ﱠ ﻮل اﻟﻠﱠﻪ َ ﱠ ﱠ ﺻﺎﻓَ َﺤ ِﲏ َر ُﺳ ُ ﺲ ﻓَـ َﻘ َﺎم إِ َﱠ ﱄ ﻃَْﻠ َﺤﺔُ ﺑْ ُﻦ ﻋُﺒَـْﻴﺪ اﻟﻠﱠﻪ ﻳـُ َﻬ ْﺮِو ُل َﺣ ﱠﱴ َ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪُ َﻋﻠَْﻴﻪ َو َﺳﻠ َﻢ َﺟﺎﻟ ٌ َوَﻫﻨﱠﺄَِﱐ Ahmad bin Hanbal, al-Musnad Bisyarhi Ahmad Zein, j.12, hal.314-317, no.15729, Musnad al-Makkiyyîn Bâb Hadîtsu Ka’ab Mâlik al-Ansâri dengan lafaz: ﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ ﻳـﻌ ُﻘﻮب ﺑﻦ إِﺑـﺮ ِاﻫﻴﻢ ﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ اﺑﻦ أ ِ ي ُﳏَ ﱠﻤ ُﺪ ﺑْ ُﻦ َﻋْﺒ ِﺪ اﻟﻠﱠ ِﻪ َﻋ ْﻦ َﻋ ﱢﻤ ِﻪ َﺧﻲ اﻟﱡﺰْﻫ ِﺮ ﱢ َ َ ْ ُ ْ ُ َْ َ َ ُْ ِ ِ ﺐ ﺑ ِﻦ ﻣﺎﻟِ ٍ ﻚ أَ ﱠن َﻋْﺒ َﺪ ي ﻗَ َ ُﳏَ ﱠﻤ ِﺪ ﺑْ ِﻦ ُﻣ ْﺴﻠِ ٍﻢ اﻟﱡﺰْﻫ ِﺮ ﱢ ﺎل أ ْ َﺧﺒَـَﺮِﱐ َﻋْﺒ ُﺪ اﻟﱠﺮ ْﲪَ ِﻦ ﺑْ ُﻦ َﻋْﺒﺪ اﻟﻠﱠﻪ ﺑْ ِﻦ َﻛ ْﻌ ِ ْ َ ﻚ وَﻛﺎ َن ﻗَﺎﺋِ َﺪ َﻛﻌ ٍ ِ ِ ِ ِ ﱠِ ﺎل َِ :ﲰﻌﺖ َﻛﻌﺐ ﺑﻦ ﻣﺎﻟِ ٍ ٍِ ِ ﻚ ﲔ َﻋ ِﻤ َﻲ ﻗَ َ ﺐ ﻣ ْﻦ ﺑَﻨﻴﻪ ﺣ َ ْ ْ ُ ْ َ َْ َ اﻟﻠﻪ ﺑْ َﻦ َﻛ ْﻌﺐ ﺑْ ِﻦ َﻣﺎﻟ َ ُﳛﺪ ُ ِ ِ ِ ِ ﺐ ﻮك ﻓَـ َﻘ َ ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ِﰲ َﻏ ْﺰَوةِ ﺗَـﺒُ َ ﲔ َﲣَﻠﱠ َ ﱢث َﺣﺪﻳﺜَﻪُ ﺣ َ َ ﻒ َﻋ ْﻦ َر ُﺳﻮل اﻟﻠﱠﻪ َ ﺎل َﻛ ْﻌ ُ ﻂ إِﱠﻻ ِﰲ َﻏﺰوةِ ِ ِ ﺑﻦ ﻣﺎﻟِ ٍ ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠﻢ ِﰲ َﻏ ْﺰَوةٍ َﻏ ِْﲑَﻫﺎ ﻗَ ﱡ ﻚ َﱂْ أ ََﲣَﻠﱠ ْ ﻒ َﻋ ْﻦ َر ُﺳﻮل اﻟﻠﱠﻪ َ ُْ َ َْ َ ﺻ َﻼ َة ﻮك َﻏْﻴـَﺮ أ ﱢ ﺖ ِﰲ َﻏ ْﺰَوةِ ﺑَ ْﺪ ٍر )...اﻟﺤﺪﻳﺚ ﻃﻮﻳﻞ ( ...ﻗَ َ ﺗَـﺒُ َ َﱐ ُﻛْﻨ ُ ﺻﻠﱠْﻴ ُ ﺖ َﲣَﻠﱠ ْﻔ ُ ﺖ َ ﺎل ﰒُﱠ َ ِ ِ ِ ٍ ِ ِ اﳊَ ِﺎل اﻟﱠِﱵ ذَ َﻛَﺮ ﺲ َﻋﻠَﻰ ْ ﺎح ﲬَْﺴ َ اﻟْ َﻔ ْﺠ ِﺮ َ ﺻﺒَ َ ﲔ ﻟَْﻴـﻠَﺔً َﻋﻠَﻰ ﻇَ ْﻬﺮ ﺑـَْﻴﺖ ﻣ ْﻦ ﺑـُﻴُﻮﺗﻨَﺎ ﻓَـﺒَـْﻴـﻨَ َﻤﺎ أَﻧَﺎ َﺟﺎﻟ ٌ اﻟﻠﱠﻪ ﺗَـﺒﺎرَك وﺗَـﻌ َﺎﱃ ِﻣﻨﱠﺎ ﻗَ ْﺪ ﺿﺎﻗَﺖ ﻋﻠَﻲ ﻧـَ ْﻔ ِﺴﻲ وﺿﺎﻗَﺖ ﻋﻠَﻲ ْاﻷَرض ِﲟَﺎ رﺣﺒ ِ ﺖ َ َ ْ َ ﱠ ْ ُ َ َُ ْ َ ْ َ ﱠ ﺖ َﲰ ْﻌ ُ ُ ََ َ َ َﻋﻠَﻰ ﺻﻮﺗِِﻪ ﻳﺎ َﻛﻌﺐ ﺑﻦ ﻣﺎﻟِ ٍ ﺻﺎ ِر ًﺧﺎ أَو َﰱ َﻋﻠَﻰ ﺟﺒ ِﻞ ﺳ ْﻠ ٍﻊ ﻳـ ُﻘ ُ ِ ت ﻚ أَﺑْ ِﺸ ْﺮ ﻗَ َ ﺎل ﻓَ َﺨَﺮْر ُ َ ْ ﻮل ﺑﺄ ْ َ ْ َ ْ َ ْ َ َ ََ َ َ ﺳِ ﺎﺟ ًﺪا وﻋﺮﻓْﺖ أَ ْن ﻗَ ْﺪ ﺟﺎء ﻓَـﺮج وآ َذ َن رﺳ ُ ِ ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ﺑِﺘَـ ْﻮﺑَِﺔ اﻟﻠﱠ ِﻪ ﺗَـﺒَ َﺎرَك َ ََ ُ ﻮل اﻟﻠﱠﻪ َ َ َ ٌَ َ َ ُ َ وﺗَـﻌ َﺎﱃ ﻋﻠَﻴـﻨَﺎ ِﺣﲔ ﺻﻠﱠﻰ ﺻ َﻼ َة اﻟْ َﻔﺠ ِﺮ ﻓَ َﺬﻫﺐ اﻟﻨﱠﺎس ﻳـﺒﺸﱢﺮوﻧـَﻨَﺎ و َذﻫﺐ ﻗِﺒﻞ ِ ﱯ ﻳـُﺒَﺸ ُﱢﺮو َن ﺻﺎﺣ َﱠ َ َ َْ ْ َ َ ُ َُ ُ َ َ َ َ َ َ َ َ َ ِ ع ِﻣ ْﻦ اﻟْ َﻔَﺮ ِس َﺳﻠَ َﻢ َوأ َْو َﰱ ْ اﳉَﺒَ َﻞ ﻓَ َﻜﺎ َن اﻟ ﱠ ﺾ إِ َﱠ َﺳَﺮ َ ﺼ ْﻮ ُ تأْ ﱄ َر ُﺟ ٌﻞ ﻓَـَﺮ ًﺳﺎ َو َﺳ َﻌﻰ َﺳ ٍﺎع ﻣ ْﻦ أ ْ َوَرَﻛ َ 58 ِ ِ ﰊ ﻓَ َﻜ َﺴ ْﻮﺗـُ ُﻬ َﻤﺎ إِﻳﱠﺎﻩُ ﺑِﺒِ َﺸ َﺎرﺗِِﻪ َواﻟﻠﱠ ِﻪ َﻣﺎ ﺖ ﻟَﻪُ ﺛـَ ْﻮَﱠ ُ ﺻ ْﻮﺗَﻪُ ﻳـُﺒَﺸ ُﱢﺮِﱐ ﻧـََﺰ ْﻋ ُ ﻓَـﻠَ ﱠﻤﺎ َﺟﺎءَِﱐ اﻟﱠﺬي َﲰ ْﻌ َ ﺖ ٍِ ِ ِ َ ﲔ ﻓَـﻠَﺒِﺴﺘُـﻬﻤﺎ ﻓَﺎﻧْﻄَﻠَ ْﻘﺖ أَﺗَﺄَﱠﻣﻢ رﺳ ِ ْ َت ﺛـَﻮﺑـ ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ ُ أ َْﻣﻠ ْ َﻚ َﻏْﻴـَﺮُﳘَﺎ ﻳـَ ْﻮَﻣﺌﺬ ﻓ َ ﻮل اﻟﻠﱠﻪ َُ ُ ُ ْ ُ ﺎﺳﺘَـ َﻌ ْﺮ َُ ْ ِ ِ ﱠ ﺖ َ ﻚ ﺗَـ ْﻮﺑَﺔُ اﻟﻠﱠ ِﻪ َﻋﻠَْﻴ َ ِﱠﺎس ﻓَـ ْﻮ ًﺟﺎ ﻓَـ ْﻮ ًﺟﺎ ﻳـُ َﻬﻨﱢﺌُ ِﻮﱐ ﺑِﺎﻟﺘـ ْﱠﻮﺑَِﺔ ﻳـَ ُﻘﻮﻟُﻮ َن ﻟﻴَـ ْﻬﻨ ُ ﻚ َﺣ ﱠﱴ َد َﺧ ْﻠ ُ َو َﺳﻠ َﻢ ﻳـَْﻠ َﻘﺎﱐ اﻟﻨ ِِ ِ ُ اﻟْﻤﺴ ِﺠ َﺪ ﻓَِﺈذَا رﺳ ِ ِﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ و َﺳﻠﱠﻢ َﺟﺎﻟ ﱄ ﱠﺎس ﻓَـ َﻘ َﺎم إِ َﱠ َ ﻮل اﻟﻠﱠﻪ َُ َْ ُ ﺲ ﰲ اﻟْ َﻤ ْﺴﺠﺪ َﺣ ْﻮﻟَﻪُ اﻟﻨ َ َ ٌ ِ ِ ِ ِ ﺻﺎﻓَ َﺤ ِﲏ َوَﻫﻨﱠﺄَِﱐ َواﻟﻠﱠ ِﻪ َﻣﺎ ﻗَ َﺎم إِ َﱠ ُﻳﻦ َﻏْﻴـَﺮﻩ َ ﻃَْﻠ َﺤﺔُ ﺑْ ُﻦ ﻋُﺒَـْﻴﺪ اﻟﻠﱠﻪ ﻳـُ َﻬ ْﺮِو ُل َﺣ ﱠﱴ َ ﱄ َر ُﺟ ٌﻞ ﻣ ْﻦ اﻟْ ُﻤ َﻬﺎﺟ ِﺮ إﱁ.....َﺎﻫﺎ ﻟِﻄَْﻠ َﺤﺔ َ َﻗ َ ﺐ َﻻ ﻳـَْﻨ َﺴ ٌ ﺎل ﻓَ َﻜﺎ َن َﻛ ْﻌ Asbabul wurud hadis: Sebab munculnya hadis ini adalah ketika sahabat Ka’ab bin Mâlik tidak ikut dalam perang Tâbuk, maka ia kena sangsi yaitu dikucilkan selama 50 malam, maka tatkala taubatnya diterima Ka’ab pun menghampiri Nabi Muhammad saw, ketika ka’ab hendak masuk masjid untuk menghampiri Nabi salah seorang sahabat yang bernama Talhah bin ‘Ubaidillah berdiri seraya menghampiri dan mengucapkan selamat atas taubatnya yang telah diterima. Uraian hadis: Hadis ini diriwayatkan oleh Al-Bukhârî, Muslim, Abû Dâud, dan Ahmad bin Hanbal. Ka’ab bin Malik berkata: “ ﺩﺧﻠﺖ ﺍﻟﻤﺴﺠﺪSaya masuk kedalam masjid, dan Rasulullah saw telah berada didalam masjid. ﻓﻘﺎﻡ ﺇﻟ ّﻲ 105 ﻳﻬﺮﻭﻝ ﻁﻠﺤﺔ ﺑﻦ ﻋﺒﻴﺪ ﱠ106 Lalu Thalhah bin ‘Ubaidillâh berdiri bergegas menuju ﷲ F kepadaku, ﺣﺘّﻰ ﺻﺎﻓﺤﻨﻲ ﻭ ﻫﻨّﺎﻧﻲhingga menjabat tanganku dan mengucapkan selamat kepadaku. 107 106F Kualitas hadis: penulis berpendapat bahwa hadis ini sahih karena terdapat pada kitab Sahîhain. Hadis Kedua: 106 ‘Ubaidillâh bin Talhah adalah salah satu “al-‘Asroh al-Mubâsyaroh (sepuluh sahabat yang telah dijamin masuk surga). 107 Badruddîn al-‘Ainî, ‘Umdatul Qôri Syarh Sahîh Al-Bukhârî (Darr al-Fikr-2002) ,Juz. 12, hal. 379-380, Lihat juga al-Jauziyyah, ‘Aun al-Ma’bud, juz. 7, hal. 364. 59 ﻋﻦ أﰊ أﻣﺎﻣﺔ، ﻋﻦ ﺳﻌﺪ ﺑﻦ إﺑﺮاﻫﻴﻢ، ﺣﺪﺛﻨﺎ ﺷﻌﺒﺔ: ﺣﺪﺛﻨﺎ ﳏﻤﺪ ﺑﻦ ﻋﺮﻋﺮة ﻗﺎل ، أن ﻧﺎﺳﺎ ﻧﺰﻟﻮا ﻋﻠﻰ ﺣﻜﻢ ﺳﻌﺪ ﺑﻦ ﻣﻌﺎذ، ﻋﻦ أﰊ ﺳﻌﻴﺪ اﳋﺪري، ﺑﻦ ﺳﻬﻞ ﺑﻦ ﺣﻨﻴﻒ ﻓﻠﻤﺎ ﺑﻠﻎ ﻗﺮﻳﺒﺎ ﻣﻦ اﳌﺴﺠﺪ ﻗﺎل اﻟﻨﱯ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ، ﻓﺠﺎء ﻋﻠﻰ ﲪﺎر، ﻓﺄرﺳﻞ إﻟﻴﻪ ، « » ﻳﺎ ﺳﻌﺪ إن ﻫﺆﻻء ﻧﺰﻟﻮا ﻋﻠﻰ ﺣﻜﻤﻚ: ﻓﻘﺎل، « أو ﺳﻴﺪﻛﻢ، » اﺋﺘﻮا ﺧﲑﻛﻢ: ﻓﻘﺎل اﻟﻨﱯ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ، وﺗﺴﱮ ذرﻳﺘﻬﻢ، أﺣﻜﻢ ﻓﻴﻬﻢ أن ﺗﻘﺘﻞ ﻣﻘﺎﺗﻠﺘﻬﻢ: ﻓﻘﺎل ﺳﻌﺪ « » ﺣﻜﻤﺖ ﲝﻜﻢ اﳌﻠﻚ: أو ﻗﺎل، « » ﺣﻜﻤﺖ ﲝﻜﻢ اﷲ: وﺳﻠﻢ Telah bercerita kepada kami Muhammad bin 'Ar'arah(ia berkata): telah bercerita kepada kami Syu'bah, dari Sa'ad bin Ibrahim, dari Abû Umâmah bin Sahal bin Hunaif dari Abû Sa'îd Al-Khudriy ra, bahwa orang-orang (Bani Quraizhah) setuju dengan ketetapan hukum yang akan diputuskan oleh Sa'ad bin Mu'adz. Maka beliau mengutus orang untuk memanggilnya, dia pun datang dengan menunggang keledai. Ketika sudah dekat dengan masjid, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berkata: "Sambutlah kalian untuk orang terbaik kalian dan pemimpin kalian". Lalu beliau melanjutkan: "Wahai Sa'ad, mereka telah setuju dengan keputusan yang akan kamu buat". Sa'ad berkata; "Akan kuputuskan mereka bahwa agar para tentara perang mereka harus dibunuh dan anak-anak mereka dijadikan tawanan". Maka Beliau saw berkata: "Sungguh kamu telah memutuskan hukum mereka dengan hukum Allah (Raja diraja) ". Hadis di atas berasal dari kitab al-Adab al-Mufrad. 108 Sedangkan penulis 107F mendapatkan hadis lain dalam kitab Mu’jam al-Mufahros dengan kata kunci ﻧﺰل j.6, h.414, dan ﺧﻴﺮj.2 , h.98 penulis mendapatkan hadis ditempat sebagai berikut: Al-Bukhârî, Sahîh Al-Bukhârî, j.2, hal.313, Kitâb Manâqib Bâb Manâqib Sa’d bin Mu’adz ِ ِ ِ ﻴﻢ َﻋ ْﻦ أَِﰊ أ َُﻣ َﺎﻣﺔَ ﺑْ ِﻦ َﺳ ْﻬ ِﻞ َ َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ ُﳏَ ﱠﻤ ُﺪ ﺑْ ُﻦ َﻋ ْﺮ َﻋَﺮَة َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ ُﺷ ْﻌﺒَﺔُ َﻋ ْﻦ َﺳ ْﻌﺪ ﺑْ ِﻦ إﺑْـَﺮاﻫ ٍ ِﻒ ﻋﻦ أَِﰊ ﺳﻌ ِ اﳋُ ْﺪ ِر ﱢ ٍ ﺎﺳﺎ ﻧـََﺰﻟُﻮا َﻋﻠَﻰ ُﺣ ْﻜ ِﻢ َﺳ ْﻌ ِﺪ ﺑْ ِﻦ ُﻣ َﻌ ٍﺎذ ْ ﻴﺪ ً َأَ ﱠن أُﻧ:ُي َرﺿ َﻲ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋْﻨﻪ َ ْ َ ﺑْ ِﻦ ُﺣﻨَـْﻴ ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ َ َﻓَﺄ َْر َﺳ َﻞ إِﻟَْﻴ ِﻪ ﻓَ َﺠﺎءَ َﻋﻠَﻰ ِﲪَﺎ ٍر ﻓَـﻠَ ﱠﻤﺎ ﺑـَﻠَ َﻎ ﻗَ ِﺮﻳﺒًﺎ ِﻣ ْﻦ اﻟْ َﻤ ْﺴ ِﺠ ِﺪ ﻗ ﺎل اﻟﻨِ ﱡ َ ﱠﱯ ِ ِ ﺎل ﻳﺎ ﺳﻌ ُﺪ إِ ﱠن ﻫﺆَﻻ ِء ﻧـَﺰﻟُﻮا ﻋﻠَﻰ ﺣﻜ َﺣ ُﻜ ُﻢ َ َﻚ ﻗ َ ْﻤ ْ َ َ َ ﻮﻣﻮا إِ َﱃ َﺧ ِْﲑُﻛ ْﻢ أ َْو َﺳﻴﱢﺪ ُﻛ ْﻢ ﻓَـ َﻘ ْ ﺎل ﻓَِﺈ ﱢﱐ أ ُ َ َ َُ ُ ُﻗ ِ ِ ِ ِﺎل ﺣ َﻜﻤﺖ ِﲝ ْﻜ ِﻢ اﻟﻠﱠ ِﻪ أَو ِﲝ ْﻜ ِﻢ اﻟْﻤﻠ ﻚ ُ ْ ُ َ ْ َ َ َﻓﻴ ِﻬ ْﻢ أَ ْن ﺗـُ ْﻘﺘَ َﻞ ُﻣ َﻘﺎﺗﻠَﺘُـ ُﻬ ْﻢ َوﺗُ ْﺴ َﱮ َذ َرا ِرﻳـﱡ ُﻬ ْﻢ ﻗ َ 108 Al-Bukhârî, al-Adab al-Mufrad,(Darr al-Kutub al-Islami) j.1, h,222. Bâb Qiyâmu arJulu li Akhîhi. 60 Muslim, Sahîh Muslim, j.5, hal.160, Kitâb al-Jihâd wa al-Sair Bâb Jawâzu Qitâli min Ahli al-‘Ahdi.. ﺎل َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ أَﺑُﻮ ﺑَ ْﻜ ِﺮ ﺑْ ُﻦ أَِﰊ َﺷْﻴﺒَﺔَ َوُﳏَ ﱠﻤ ُﺪ ﺑْ ُﻦ اﻟْ ُﻤﺜَـ ﱠﲎ َواﺑْ ُﻦ ﺑَﺸﱠﺎ ٍر َوأَﻟْ َﻔﺎﻇُ ُﻬ ْﻢ ُﻣﺘَـ َﻘﺎ ِرﺑَﺔٌ ﻗَ َ ﺎل ْاﻵ َﺧَﺮ ِان َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ ُﳏَ ﱠﻤ ُﺪ ﺑْ ُﻦ َﺟ ْﻌ َﻔ ٍﺮ َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ ُﺷ ْﻌﺒَﺔُ َﻋ ْﻦ أَﺑُﻮ ﺑَ ْﻜ ٍﺮ َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ ﻏُْﻨ َﺪٌر َﻋ ْﻦ ُﺷ ْﻌﺒَﺔَ و ﻗَ َ ﺎل َِﲰﻌﺖ أَﺑﺎ ﺳﻌِ ٍ ﺳﻌ ِﺪ ﺑ ِﻦ إِﺑـﺮ ِاﻫﻴﻢ ﻗَ َ ِ ٍ ي ﻴﺪ ْ اﳋُ ْﺪ ِر ﱠ ﺎل َﲰ ْﻌ ُ ﺖ أَﺑَﺎ أ َُﻣ َﺎﻣﺔَ ﺑْ َﻦ َﺳ ْﻬ ِﻞ ﺑْ ِﻦ ُﺣﻨَـْﻴﻒ ﻗَ َ ْ ُ َ َ َ ْ ْ َْ َ ِ ٍ ِ ِ ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋﻠَْﻴﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ إِ َﱃ ﺎل:ﻧـََﺰَل أ َْﻫ ُﻞ ﻗـَُﺮﻳْﻈَﺔَ َﻋﻠَﻰ ُﺣ ْﻜ ِﻢ َﺳ ْﻌﺪ ﺑْ ِﻦ ُﻣ َﻌﺎذ ﻓَﺄ َْر َﺳ َﻞ َر ُﺳ ُ ﻗَ َ ﻮل اﻟﻠﱠﻪ َ ِ ِِ ٍ ﺎل رﺳ ُ ِ ِ ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ﻮل اﻟﻠﱠﻪ َ َﺳ ْﻌﺪ ﻓَﺄَﺗَﺎﻩُ َﻋﻠَﻰ ﲪَﺎ ٍر ﻓَـﻠَ ﱠﻤﺎ َدﻧَﺎ ﻗَ ِﺮﻳﺒًﺎ ﻣ ْﻦ اﻟْ َﻤ ْﺴﺠﺪ ﻗَ َ َ ُ ِ ِ ﺎل إِ ﱠن ﻫﺆَﻻ ِء ﻧـَﺰﻟُﻮا ﻋﻠَﻰ ﺣﻜ ِ ﺼﺎ ِر ﻗُ ِ ﺎل ﺗَـ ْﻘﺘُ ُﻞ ﻚ ﻗَ َ ْﻤ َ ﻮﻣﻮا إ َﱃ َﺳﻴﱢﺪ ُﻛ ْﻢ أ َْو َﺧ ِْﲑُﻛ ْﻢ ﰒُﱠ ﻗَ َ َ ُ َ َ ُ ﻟ ْﻸَﻧْ َ ُ ِ ﺎل ﺖ ِﲝُ ْﻜ ِﻢ اﻟﻠﱠ ِﻪ َوُرﱠﲟَﺎ ﻗَ َ ﺎل ﻓَـ َﻘ َ ُﻣ َﻘﺎﺗِﻠَﺘَـ ُﻬ ْﻢ َوﺗَ ْﺴِﱯ ذُﱢرﻳـﱠﺘَـ ُﻬ ْﻢ ﻗَ َ ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋﻠَْﻴﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ﻗَ َ ﺎل اﻟﻨِ ﱡ ﻀْﻴ َ ﱠﱯ َ ﻀﻴﺖ ِﲝ ْﻜ ِﻢ اﻟْﻤﻠِ ِ ﻀﻴﺖ ِﲝ ْﻜ ِﻢ اﻟْﻤﻠِ ِ ﻚ ﻚ َوَﱂْ ﻳَ ْﺬ ُﻛ ْﺮ اﺑْ ُﻦ اﻟْ ُﻤﺜَـ ﱠﲎ َوُرﱠﲟَﺎ ﻗَ َ ﺎل ﻗَ َ ْ َ ُ ﻗَ َ ْ َ ُ َ َ Abû Dâwud, Sunan Abî Dâwud, j.4, hal.355, Kitâb al-Adab Bâb mâ Jâa fi al-Qiyâm. ِ ِ ِ ﻴﻢ َﻋ ْﻦ أَِﰊ أ َُﻣ َﺎﻣﺔَ ﺑْ ِﻦ َﺳ ْﻬ ِﻞ َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ َﺣ ْﻔ ُ ﺺ ﺑْ ُﻦ ﻋُ َﻤَﺮ َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ ُﺷ ْﻌﺒَﺔُ َﻋ ْﻦ َﺳ ْﻌﺪ ﺑْ ِﻦ إﺑْـَﺮاﻫ َ ٍ ﻒ ﻋﻦ أَِﰊ ﺳﻌِ ٍ ِ ٍ ﱠﱯ ﻴﺪ ْ اﳋُ ْﺪ ِر ﱢ ي:أَ ﱠن أ َْﻫ َﻞ ﻗُـَﺮﻳْﻈَﺔَ ﻟَ ﱠﻤﺎ ﻧـََﺰﻟُﻮا َﻋﻠَﻰ ُﺣ ْﻜ ِﻢ َﺳ ْﻌﺪ أ َْر َﺳ َﻞ إِﻟَْﻴﻪ اﻟﻨِ ﱡ ﺑْ ِﻦ ُﺣﻨَـْﻴ َ ْ َ ِ ﻮﻣﻮا إِ َﱃ ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ﻓَ َﺠﺎءَ َﻋﻠَﻰ ِﲪَﺎ ٍر أَﻗْ َﻤَﺮ ﻓَـ َﻘ َ ﺎل اﻟﻨِ ﱡ ﱠﱯ َ َ ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋﻠَْﻴﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ﻗُ ُ ِ ِ ِ ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ َﺳﻴﱢﺪ ُﻛ ْﻢ أ َْو إِ َﱃ َﺧ ِْﲑُﻛ ْﻢ ﻓَ َﺠﺎءَ َﺣ ﱠﱴ ﻗَـ َﻌ َﺪ إِ َﱃ َر ُﺳﻮل اﻟﻠﱠﻪ َ Ahmad bin Hanbal, al-Musnad Bisyarhi Ahmad Zein, j.10, hal.72-73, Kitâb Bâqî Musnad al-Mukatstsirîn min as-Sahabah Bâb Musnad Abi Sa’îd alKhudriyi dengan lafaz: ﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ ُﳏ ﱠﻤ ٌﺪ ﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ ُﺷﻌﺒﺔُ ﻋﻦ ﺳﻌ ِﺪ ﺑ ِﻦ إِﺑـﺮ ِاﻫﻴﻢ ﻋﻦ أَِﰊ أُﻣﺎﻣﺔَ ﺑ ِﻦ ﺳﻬ ٍﻞ ﻗَ َ ِ ﺖ ﺎل َﲰ ْﻌ ُ َْ َ ْ َ ْ ْ َْ َ َ ْ َ َ ْ َ ْ َ َ َ أَﺑﺎ ﺳﻌِ ٍ ﻮل اﻟﻠﱠ ِﻪ ﻴﺪ ْ ﺎل ﻓَﺄ َْر َﺳ َﻞ َر ُﺳ ُ ﺎل:ﻧـََﺰَل أ َْﻫ ُﻞ ﻗـَُﺮﻳْﻈَﺔَ َﻋﻠَﻰ ُﺣ ْﻜ ِﻢ َﺳ ْﻌ ِﺪ ﺑْ ِﻦ ُﻣ َﻌ ٍﺎذ ﻗَ َ ى ﻗَ َ اﳋُ ْﺪ ِر ﱠ َ َ ِ ﻮل ﺎل َر ُﺳ ُ ﺎل ﻓَـﻠَ ﱠﻤﺎ َدﻧَﺎ ﻗَ ِﺮﻳﺒًﺎ ِﻣ ْﻦ اﻟْ َﻤ ْﺴ ِﺠ ِﺪ ﻗَ َ ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ إِ َﱃ َﺳ ْﻌ ٍﺪ ﻓَﺄَﺗَﺎﻩُ َﻋﻠَﻰ ﲪَﺎ ٍر ﻗَ َ َ ِ ِ ﺎل إِ ﱠن ﻫﺆَﻻ ِء ﻧـَﺰﻟُﻮا ﻋﻠَﻰ ﺣﻜ ِ ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ وﺳﻠﱠﻢ ﻗُ ِ ﻚ ْﻤ َ اﻟﻠﱠﻪ َ ﻮﻣﻮا إ َﱃ َﺳﻴﱢﺪ ُﻛ ْﻢ أ َْو َﺧ ِْﲑُﻛ ْﻢ ﰒُﱠ ﻗَ َ َ ُ َ َ ُ ََ َ ُ ِ ﺖ ِﲝُ ْﻜ ِﻢ ﺎل ﻓَـ َﻘ َ ﺎل ﺗـُ ْﻘﺘَ ُﻞ ُﻣ َﻘﺎﺗِﻠَﺘُـ ُﻬ ْﻢ َوﺗُ ْﺴ َﱮ ذَ َرا ِرﻳـﱡ ُﻬ ْﻢ ﻗَ َ ﻗَ َ ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋﻠَْﻴﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ﻟََﻘ ْﺪ ﻗَ َ ﺎل اﻟﻨِ ﱡ ﻀْﻴ َ ﱠﱯ َ ﻀﻴﺖ ِﲝ ْﻜ ِﻢ اﻟْﻤﻠِ ِ ﻚ اﻟﻠﱠ ِﻪ َوُرﱠﲟَﺎ ﻗَ َ ﺎل ﻗَ َ ْ َ ُ َ 61 Asbabul wurud hadis: Latar belakang hadis di atas adalah sehubungan dengan Sa'ad R.a , pemimpin para shahabat Anshar yang terluka.Dalam kondisi seperti itu , Rasulullah saw memintanya agar ia memberi putusan hukum dalam perkara orang Yahudi. Maka Sa'ad pun mengendarai himâr (keledai). Ketika sampai ditujuan , Rasulullah saw berkata kepada orang-orang Anshar :"Berdirilah kepada pemimpin kalian dan turunkanlah." Uraian hadis: Hadis keenam, hadis ini diriwayatkan oelh Bukhârî, Muslim, Abû Dâud, dan Ahmad bin Hanbal. ﻗﺮﻳﺒﺎ ﻣﻦ ﺍﻟﻤﺴﺠﺪmaka tatkala Sa’ad bin Mu’adz telah dekat dengan masjid, Rasulullah pun bersabda: “ " ﻗﻮﻣﻮﺍ ﺇﻟﻰ ﺳﻴّﺪﻛﻢ ﺃﻭ ﺧﻴﺮﻛﻢberdirilah dan sambut tuanmu atau orang terbaik diantara kamu sekalian, khitob ﺧﻴﺮﻛﻢ ﺇﻟﻰ ﺳﻴّﺪﻛﻢbisa menjadi dua alasan kenapa menggunakan kalimat sayyidikum au khoirikum, 1. Karena Sa’ad bin Mu’adz adalah tuannya kaum Ansôr, 2. Karena pada saat kejadian tersebut tidak ada orang terbaik selain Sa’ad bin Mu’adz sampai nabi memuji Sa’ad " ﻟﻘﺪ ﺣﻜﻤﺖ ﺑﻤﺎ ﺟﻜﻢ ﺑﻪ ﺍﻟﻤﺎﻟﻚSungguh kamu telah memutuskan hukum mereka dengan hukum Allah (Raja diraja) ". 109 108F Kualitas hadis: penulis berpendapat bahwa hadis ini sahih karena terdapat pada kitab Sahîhain, disamping itu al-Bâni hadis di atas sahih (Dalam kitab Muhammad Nâsirudin Al-Bâni, Silsilah al-Ahâdits al-Sahîhah: wa Syaiun min Fiqhiha wa Fawâidiha (Riyad: Maktabah al-Ma’arif,1987). Hadis no. 67. Hadis Ketujuh: أﺧﱪﻧﺎ: ﺣﺪﺛﻨﺎ إﺳﺮاﺋﻴﻞ ﻗﺎل: أﺧﱪﻧﺎ اﻟﻨﻀﺮ ﻗﺎل: ﺣﺪﺛﻨﺎ ﳏﻤﺪ ﺑﻦ اﳊﻜﻢ ﻗﺎل ﻋﻦ، ﺣﺪﺛﺘﲏ ﻋﺎﺋﺸﺔ ﺑﻨﺖ ﻃﻠﺤﺔ: أﺧﱪﱐ اﳌﻨﻬﺎل ﺑﻦ ﻋﻤﺮو ﻗﺎل: ﻣﻴﺴﺮة ﺑﻦ ﺣﺒﻴﺐ ﻗﺎل ﻣﺎ رأﻳﺖ أﺣﺪا ﻣﻦ اﻟﻨﺎس ﻛﺎن أﺷﺒﻪ ﺑﺎﻟﻨﱯ ﺻﻠﻰ: ﻋﺎﺋﺸﺔ أم اﳌﺆﻣﻨﲔ رﺿﻲ اﷲ ﻋﻨﻬﺎ ﻗﺎﻟﺖ وﻛﺎن اﻟﻨﱯ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ: ﻗﺎﻟﺖ، اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ ﻛﻼﻣﺎ وﻻ ﺣﺪﻳﺜﺎ وﻻ ﺟﻠﺴﺔ ﻣﻦ ﻓﺎﻃﻤﺔ 109 Badruddîn al-‘Ainî, ‘Umdatul Qôri Syarh Sahîh Bukhôrî (Darr al-Fikr-2002) ,Juz. 11, h. 516, Lihat juga al-Jauziyyah, ‘Aun al-Ma’bud, juz. 14, h. 99-100 62 ﻠﻢ إذا رآﻫﺎ ﻗﺪ أﻗﺒﻠﺖ رﺣﺐ ﻬﺑﺎ ،ﰒ ﻗﺎم إﻟﻴﻬﺎ ﻓﻘﺒﻠﻬﺎ ،ﰒ أﺧﺬ ﺑﻴﺪﻫﺎ ﻓﺠﺎء ﻬﺑﺎ ﺣﱴ ﳚﻠﺴﻬﺎ ﰲ ﻣﻜﺎﻧﻪ ،وﻛﺎﻧﺖ إذا أﺗﺎﻫﺎ اﻟﻨﱯ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ رﺣﺒﺖ ﺑﻪ ،ﰒ ﻗﺎﻣﺖ إﻟﻴﻪ ﻓﻘﺒﻠﺘﻪ ،وأ�ﺎ دﺧﻠﺖ ﻋﻠﻰ اﻟﻨﱯ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ ﰲ ﻣﺮﺿﻪ اﻟﺬي ﻗﺒﺾ ﻓﻴﻪ ،ﻓﺮﺣﺐ وﻗﺒﻠﻬﺎ ،وأﺳﺮ إﻟﻴﻬﺎ ،ﻓﺒﻜﺖ ،ﰒ أﺳﺮ إﻟﻴﻬﺎ ،ﻓﻀﺤﻜﺖ ،ﻓﻘﻠﺖ ﻟﻠﻨﺴﺎء :إن ﻛﻨﺖ ﻷرى أن ﳍﺬﻩ اﳌﺮأة ﻓﻀﻼ ﻋﻠﻰ اﻟﻨﺴﺎء ،ﻓﺈذا ﻫﻲ ﻣﻦ اﻟﻨﺴﺎء ،ﺑﻴﻨﻤﺎ ﻫﻲ ﺗﺒﻜﻲ إذا ﻫﻲ ﺗﻀﺤﻚ ،ﻓﺴﺄﻟﺘﻬﺎ :ﻣﺎ ﻗﺎل ﻟﻚ ؟ ﻗﺎﻟﺖ :إﱐ إذا ﻟﺒﺬرة ،ﻓﻠﻤﺎ ﻗﺒﺾ اﻟﻨﱯ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ ،ﻓﻘﺎﻟﺖ :أﺳﺮ إﱄ ﻓﻘﺎل » :إﱐ ﻣﻴﺖ « ،ﻓﺒﻜﻴﺖ ،ﰒ أﺳﺮ إﱄ ﻓﻘﺎل » :إﻧﻚ أول أﻫﻠﻲ ﰊ ﳊﻮﻗﺎ « ،ﻓﺴﺮرت ﺑﺬﻟﻚ وأﻋﺠﺒﲏ Abû Dâwud, Sunan Abî Dâwud, j.4, hal.355, Kitâb al-Adab Bâb Ma Jâa fi al-Qiyâm: ِ ِ ِ ﻴﻞ َﻋ ْﻦ َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ ْ اﳊَ َﺴ ُﻦ ﺑْ ُﻦ َﻋﻠ ﱟﻲ َواﺑْ ُﻦ ﺑَﺸﱠﺎ ٍر ﻗَ َﺎﻻ َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ ﻋُﺜْ َﻤﺎ ُن ﺑْ ُﻦ ﻋُ َﻤَﺮ أ ْ َﺧﺒَـَﺮﻧَﺎ إ ْﺳَﺮاﺋ ُ ِِ ِ ِ ِ َﻣْﻴﺴﺮةَ ﺑْ ِﻦ َﺣﺒِ ٍ ﲔ َﻋﺎﺋِ َﺸﺔَ ﻴﺐ َﻋ ْﻦ اﻟْﻤْﻨـ َﻬ ِﺎل ﺑْ ِﻦ َﻋ ْﻤ ٍﺮو َﻋ ْﻦ َﻋﺎﺋ َﺸﺔَ ﺑِْﻨﺖ ﻃَْﻠ َﺤﺔَ َﻋ ْﻦ أُﱢم اﻟْ ُﻤ ْﺆﻣﻨ َ ََ ِ ّ اﳊَ َﺴ ُﻦ َﺣ ِﺪﻳﺜًﺎ ﺖَ:ﺎ رَأَﻳْﺖُ أَﺣَﺪًا ﻛَﺎنَ أَﺷْﺒَﻪَ ﲰَْﺘًﺎ وَﻫَ ﺎل ْ ﺪْﻳًﺎ وَدَﻻً َوﻗَ َ َرﺿ َﻲ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋْﻨـ َﻬﺎ أَﻧـ َﱠﻬﺎ ﻗَﺎﻟَ ْ ﻮل اﻟﻠﱠ ِﻪ ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪ ﻋﻠَﻴ ِﻪ وﺳﻠﱠﻢ ِﻣﻦ ﻓَ ِ ﱠل ﺑِﺮﺳ ِ َوَﻛ َﻼ ًﻣﺎ َوَﱂْ ﻳَ ْﺬ ُﻛ ْﺮ ْ ﺎﻃ َﻤﺔَ اﳊَ َﺴ ُﻦ اﻟ ﱠﺴ ْﻤ َ َ ُ َْ ََ َ ْ ي َواﻟﺪ ﱠ َ ُ ﺖ َوا ْﳍَْﺪ َ ِ ِ َﺟﻠَ َﺴ َﻬﺎ ِﰲ َْﳎﻠِ ِﺴ ِﻪ ﺖ إِذَا َد َﺧﻠَ ْ َﻛﱠﺮَم اﻟﻠﱠﻪُ َو ْﺟ َﻬ َﻬﺎ َﻛﺎﻧَ ْ َﺧ َﺬ ﺑِﻴَﺪ َﻫﺎ َوﻗَـﺒﱠـﻠَ َﻬﺎ َوأ ْ ﺖ َﻋﻠَْﻴﻪ ﻗَ َﺎم إِﻟَْﻴـ َﻬﺎ ﻓَﺄ َ وَﻛﺎ َن إِذَا دﺧﻞ ﻋﻠَﻴـﻬﺎ ﻗَﺎﻣﺖ إِﻟَﻴ ِﻪ ﻓَﺄَﺧ َﺬ ِ ِ َﺟﻠَ َﺴْﺘﻪُ ِﰲ َْﳎﻠِ ِﺴ َﻬﺎ َ َ َ َ َْ َ ْ ْ َ ْ ت ﺑِﻴَﺪﻩ ﻓَـ َﻘﺒﱠـﻠَْﺘﻪُ َوأ ْ َ At-Tirmidzî, al-Jâmi’us Sahih wa huwa Sunan al-Tirmidzî, j.5, hal.561562, Kitâb al-Manâqib Bab Mâ Jâa fi Fadli Fâtimah. ِ ِ ﻴﻞ َﻋ ْﻦ َﻣْﻴ َﺴَﺮةَ ﺑْ ِﻦ َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ ُﳏَ ﱠﻤ ُﺪ ﺑْ ُﻦ ﺑَﺸﱠﺎ ٍر َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ ﻋُﺜْ َﻤﺎ ُن ﺑْ ُﻦ ﻋُ َﻤَﺮ أ ْ َﺧﺒَـَﺮﻧَﺎ إ ْﺳَﺮاﺋ ُ ِِ ِ ِ ِ ِ َﺣﺒِ ٍ :ﻣﺎ ﲔ ﻗَﺎﻟَ ْ ﻴﺐ َﻋ ْﻦ اﻟْﻤْﻨـ َﻬ ِﺎل ﺑْ ِﻦ َﻋ ْﻤ ٍﺮو َﻋ ْﻦ َﻋﺎﺋ َﺸﺔَ ﺑِْﻨﺖ ﻃَْﻠ َﺤﺔَ َﻋ ْﻦ َﻋﺎﺋ َﺸﺔَ أُﱢم اﻟْ ُﻤ ْﺆﻣﻨ َ ﺖَ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ﺖ رﺳ ِ َأَﻳْﺖُ أَﺣَﺪًا أَﺷْﺒَﻪَ ﲰَ ّ ﻮل ْﺘًﺎ وَدَﻻً َوَﻫ ْﺪﻳًﺎ ﺑَﺮ ُﺳﻮل اﻟﻠﱠﻪ ِﰲ ﻗﻴَﺎﻣ َﻬﺎ َوﻗُـﻌُﻮد َﻫﺎ ﻣ ْﻦ ﻓَﺎﻃ َﻤﺔَ ﺑْﻨ َ ُ ِ ِ ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ﻗَ َﺎم ﺖ إِ َذا َد َﺧﻠَ ْ ﺖ َوَﻛﺎﻧَ ْ ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋﻠَْﻴﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ﻗَﺎﻟَ ْ ﺖ َﻋﻠَﻰ اﻟﻨِ ﱢ ﱠﱯ َ اﻟﻠﱠﻪ َ ِ ِِِ ﺖ ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋﻠَْﻴﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ إِ َذا َد َﺧ َﻞ َﻋﻠَْﻴـ َﻬﺎ ﻗَ َﺎﻣ ْ َﺟﻠَ َﺴ َﻬﺎ ِﰲ َْﳎﻠﺴﻪ َوَﻛﺎ َن اﻟﻨِ ﱡ إِﻟَْﻴـ َﻬﺎ ﻓَـ َﻘﺒﱠـﻠَ َﻬﺎ َوأ ْ ﱠﱯ َ ِ ِِ ِ ِِ ﺖ ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋﻠَْﻴﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ َد َﺧﻠَ ْ ض اﻟﻨِ ﱡ َﺟﻠَ َﺴْﺘﻪُ ِﰲ َْﳎﻠﺴ َﻬﺎ ﻓَـﻠَ ﱠﻤﺎ َﻣ ِﺮ َ ﻣ ْﻦ َْﳎﻠﺴ َﻬﺎ ﻓَـ َﻘﺒﱠـﻠَْﺘﻪُ َوأ ْ ﱠﱯ َ ِ ِ ِ ﺖ َرأْ َﺳ َﻬﺎ ﺖ َﻋﻠَْﻴﻪ ﰒُﱠ َرﻓَـ َﻌ ْ ﺖ ﰒُﱠ أَ َﻛﺒﱠ ْ ﺖ َرأْ َﺳ َﻬﺎ ﻓَـﺒَ َﻜ ْ ﺖ َﻋﻠَْﻴﻪ ﻓَـ َﻘﺒﱠـﻠَْﺘﻪُ ﰒُﱠ َرﻓَـ َﻌ ْ ﻓَﺎﻃ َﻤﺔُ ﻓَﺄَ َﻛﺒﱠ ْ ﻓَﻀ ِﺤ َﻜﺖ ﻓَـﻘ ْﻠﺖ إِ ْن ُﻛْﻨﺖ َﻷَﻇُ ﱡﻦ أَ ﱠن ﻫ ِﺬﻩِ ِﻣﻦ أَﻋﻘ ِﻞ ﻧِﺴﺎﺋِﻨﺎ ﻓَِﺈ َذا ِﻫﻲ ِﻣﻦ اﻟﻨ ِ ﰲ َ ْ َْ َ َ ُ َ ْ ُ ُ ﱢﺴﺎء ﻓَـﻠَ ﱠﻤﺎ ﺗـُ ُﻮ ﱢَ َ ْ َ ِ ِ ِ ِ ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ اﻟﻨِ ﱡ ﲔ أَ ْﻛﺒَْﺒﺖ َﻋﻠَﻰ اﻟﻨِ ﱢ ﺖ َﳍَﺎ أ ََرأَﻳْﺖ ﺣ َ ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋﻠَْﻴﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ﻗُـ ْﻠ ُ ﱠﱯ َ ﱠﱯ َ 63 ِ ِ ِ ِ ِ َﻚ ﻓ ِ ِ ِ ِ َْﺖ ﻣﺎ َﲪَﻠ ِ ﺖ رأْﺳ ﻚ َ ﻚ َﻋﻠَﻰ ذَﻟ َ ِ ﻚ ﻓَـﺒَ َﻜْﻴﺖ ﰒُﱠ أَ ْﻛﺒَْﺒﺖ َﻋﻠَْﻴﻪ ﻓَـَﺮﻓَـ ْﻌﺖ َرأْ َﺳ َ ﻀﺤﻜ َ َ ﻓَـَﺮﻓَـ ْﻌ ِِ ِ ﻗَﺎﻟَﺖ إِ ﱢﱐ إِذًا ﻟَﺒ ِﺬرةٌ أَﺧﺒـﺮِﱐ أَﻧﱠﻪ ﻣﻴﱢ َﺳَﺮعُ أ َْﻫﻠِ ِﻪ ُﳊُﻮﻗًﺎ َﺧﺒَـَﺮِﱐ أ ﱢ ٌ َ ُ ََ ْ َ َ ْ ْ ﺖ ﰒُﱠ أ ُ ﺖ ﻣ ْﻦ َو َﺟﻌﻪ َﻫ َﺬا ﻓَـﺒَ َﻜْﻴ ْ َﱐ أ ِ ﺑِِﻪ ﻓَ َﺬ َاك ِﺣﲔ ْﺖ َ َ ُ ﺿﺤﻜ ِ ْ ﻳﺚ ﺣﺴﻦ َﻏ ِﺮﻳﺐ ِﻣﻦ ﻫ َﺬا اﻟْﻮﺟ ِﻪ وﻗَ ْﺪ رِوي ﻫ َﺬا ِ ِ َ َﻗ ﻳﺚ ُ اﳊَﺪ َ َ ُ َ ْ َ َ ْ ٌ ٌ َ َ ٌ ﻴﺴﻰ َﻫ َﺬا َﺣﺪ َ ﺎل أَﺑُﻮ ﻋ َِﻣ ْﻦ َﻏ ِْﲑ َو ْﺟ ٍﻪ َﻋ ْﻦ َﻋﺎﺋِ َﺸﺔ Asbabul wurud hadis: latar belakang hadis ini adalah ketika Fatimah berkunjung kerumah Rasulullah saw, maka Rasulullah pun berdiri untuk menyambut putrinya tersebut. Hal ini pun terjadi ketika Rasulullah saw berkunjung kerumah Fatimah, maka Fatimah pun akan berdiri untuk menyambut Rasulullah saw. 110 109F Uraian hadis: hadis ini diriwayatkan oleh Abû Dâud, dan Tirmidzi. Maka apabila Fâtimah berkunjung Rasulullah saw, ﻗﺎﻡ ﺍﻟﻴﻬﺎmaka Rasulullah pun berdiri untuk menyambut Fatimah, ﻓﻘﺒّﻠﻬﺎdan Rasul pun mencium diantara mata dan kepalanya. Dan Rasul pun ketika berkunjung kerumah Fatimah, maka Fatimah pun akan berdiri untuk menyambut Rasulullah saw. 111 10F Kualitas hadis: telah berkata Abû ‘Îsa bahwa hadis ini Hadîs Hasan Gorîb. 2. Pendapat Ulama Tentang Berdiri Menyambut Seseorang Berdiri itu sendiri ada tiga macam: Pertama berdiri terhadap seseorang dalam keadaan orang itu duduk, seperti orang-orang ajam (non Arab). Kedua berdiri untuk kedatangan atau kepergian seseorang, tanpa menyambut atau menjabat tangannya, namun semata-mata untuk mengagungkannya. Ketiga berdiri untuk orang yang datang untuk menjabat tangannya atau menuntunnya untuk 110 Abu Al-‘Ula, Tuhfatul Ahwazi, j,5, hal.373 (Darr al-Fikr) Al-Jauziyyah, ‘Aun al-Ma’bud, juz. 14, hal. 102. dan Abu al-‘Ula Al-Mubarakfuri, Tuhfatul Ahwazi, j.5, hal.375-374 (Darr al-Fikr) 111 64 menempatkannya pada tempat tertentu, atau mendudukkannya pada tempatnya, atau yang serupa dengan itu. Berdiri yang seperti inilah yang saya teliti, berikut pendapat ulama tentang hal ini: Ibnu Hajar yang mengutip pendapat Ibn al-Qoyyim dengan mengatakan berdiri itu ada tiga macam, yang dipermasalahkan adalah berdiri yang ketiga, yaitu berdiri ketika melihat seseorang yang dianggap mulia: ﻗﻴﺎم ﻋﻠﻰ: واﻟﻘﻴﺎم ﻳﻨﻘﺴﻢ إﱃ ﺛﻼث ﻣﺮاﺗﺐ:"ﻗﺎل اﺑﻦ اﻟﻘﻴﻢ ﰲ "ﺣﺎﺷﻴﺔ اﻟﺴﻨﻦ وﻗﻴﺎم ﻟﻪ ﻋﻨﺪ رؤﻳﺘﻪ وﻫﻮ، وﻗﻴﺎم إﻟﻴﻪ ﻋﻨﺪ ﻗﺪوﻣﻪ وﻻ ﺑﺄس ﺑﻪ،رأس اﻟﺮﺟﻞ وﻫﻮ ﻓﻌﻞ اﳉﺒﺎﺑﺮة 112 اﳌﺘﻨﺎزع ﻓﻴﻪ F1 “Ibnul-Qayyim berkata dalam Hâsyiyyah As-Sunan : Berdiri terbagi menjadi tiga tingkatan. Pertama, berdiri untuk seorang yang sedang duduk, ini merupakan perbuatan orang-orang yang sombong/dhalim. Kedua, berdiri untuk menyambut kedatangan seseorang, ini tidak mengapa. Ketiga, berdiri ketika melihat seseorang, ini yang diperselisihkan para ulama” . Al-Mubarakfuriy berpendapat bahwa tidak semua ulama mempermasalahkan tentang berdiri ketika melihat seseorang ynag dianggap mulia. Mazhab asy-Syâfi’î membolehkan hal tersebut, dengan anggapan bahwa kaum salaf dan kholaf melakukan hal tersebut, namun Mazhab Mâliki melarang akan hal tersebut : ﻓﺠﻮزﻩ ﺑﻌﻀﻬﻢ،اﻋﻠﻢ أﻧﻪ ﻗﺪ اﺧﺘﻠﻒ أﻫﻞ اﻟﻌﻠﻢ ﰲ ﻗﻴﺎم اﻟﺮﺟﻞ ﻟﻠﺮﺟﻞ ﻋﻨﺪ رؤﻳﺘﻪ وﻗﺎل اﻟﻨﻮوي، وﻣﻨﻌﻪ ﺑﻌﻀﻬﻢ ﻛﺎﻟﺸﻴﺦ أﰊ ﻋﺒﺪ اﷲ ﺑﻦ اﳊﺎج اﳌﺎﻟﻜﻲ وﻏﲑﻩ،ﻛﺎﻟﻨﻮوي وﻏﲑﻩ ﻓﺎﻟﺬي ﳔﺘﺎرﻩ أﻧﻪ ﻣﺴﺘﺤﺐ ﳌﻦ ﻛﺎن ﻓﻴﻪ ﻓﻀﻴﻠﺔ، وأﻣﺎ إﻛﺮام اﻟﺪاﺧﻞ ﺑﺎﻟﻘﻴﺎم:ﰲ اﻷذﻛﺎر وﻳﻜﻮن ﻫﺬا اﻟﻘﻴﺎم ﻟﻠﱪ واﻹﻛﺮام،ﻇﺎﻫﺮة ﻣﻦ ﻋﻠﻢ أو ﺻﻼح أو ﺷﺮف أو وﻻﻳﺔ وﳓﻮ ذﻟﻚ 113 12F . ...واﳋﻠﻒ وﻋﻠﻰ ﻫﺬا اﺳﺘﻤﺮ ﻋﻤﻞ اﻟﺴﻠﻒ.واﻻﺣﱰام ﻻ ﻟﻠﺮﻳﺎء واﻹﻋﻈﺎم “Ketahuilah bahwasannya permasalahan ini telah diperselisihkan para ulama, yaitu berdirinya seseorang saat melihat orang lain. Sebagian 112 Ibnu Hajar, Fathul Bâri, Kitab al-Isti,zân Bâb Qoulu an-Nabi Qûmû ila Sayyidikum, Juz. 11, hal. 53. (Tahqîq: Syaibatil Hamd). 113 Al-Mubarakfuriy, Tuhfatul-Ahwadzi, juz. 8, hal.30-31, (Darr al-Fikr). 65 ada yang membolehkannya seperti An-Nawawiy dan yang lainnya. Dan yang lain melarangnya seperti Asy-Syaikh Abu ‘Abdillah bin Al-Hajj AlMaalikiy dan yang lainnya. An-Nawawi berkata dalam Al-Adzkâr : ‘Adapun memuliakan orang yang datang dengan berdiri, pendapat yang kami pilih bahwa hal itu disunnahkan pada orang yang mempunyai keutamaan yang nyata dalam hal ilmu, kebaikan, kemuliaan, kekuasaan, atau yang lainnya. Sikap berdiri ini dalam rangka mewujudkan kebaikan, pemuliaan, dan penghormatan; bukan untuk riya’ dan pengagungan. Perbuatan ini senantiasa dilakukan oleh salaf dan khalaf….” Ibnu Katsîr dalam tafsirnya boleh-boleh saja menghormati orang yang baru pulang dari bepergian ﻤﻟﺬور أن ﻳﺘﺨﺬ:وﻧﻘﻞ اﺑﻦ ﻛﺜﲑ ﰲ ﺗﻔﺴﲑﻩ ﻋﻦ ﺑﻌﺾ اﶈﻘﻘﲔ اﻟﺘﻔﺼﻴﻞ ﻓﻴﻪ ﻓﻘﺎل وأﻣﺎ إن ﻛﺎن ﻟﻘﺎدم ﻣﻦ ﺳﻔﺮ أو ﳊﺎﻛﻢ،دﻳﺪﻧﺎ ﻛﻌﺎدة اﻷﻋﺎﺟﻢ ﻛﻤﺎ دل ﻋﻠﻴﻪ ﺣﺪﻳﺚ أﻧﺲ وﻳﻠﺘﺤﻖ ﺑﺬﻟﻚ ﻣﺎ ﺗﻘﺪم ﰲ أﺟﻮﺑﺔ اﺑﻦ اﳊﺎج ﻛﺎﻟﺘﻬﻨﺌﺔ ﳌﻦ: ﻗﻠﺖ.ﰲ ﳏﻞ وﻻﻳﺘﻪ ﻓﻼ ﺑﺄس ﺑﻪ وﻗﺪ ﻗﺎل.ﺛﺖ ﻟﻪ ﻧﻌﻤﺔ أو ﻹﻋﺎﻧﺔ اﻟﻌﺎﺟﺰ أو ﻟﺘﻮﺳﻴﻊ اﺠﻤﻟﻠﺲ أو ﻏﲑ ذﻟﻚ واﷲ أﻋﻠﻢ وﻫﺬا ﺗﻔﺼﻴﻞ. اﻟﻘﻴﺎم ﻋﻠﻰ ﺳﺒﻴﻞ اﻹﻋﻈﺎم ﻣﻜﺮوﻩ وﻋﻠﻰ ﺳﺒﻴﻞ اﻹﻛﺮام ﻻ ﻳﻜﺮﻩ:اﻟﻐﺰاﱄ 114 ﺣﺴﻦ F 13 “Ibnu Katsir menukil rincian masalah ini dari sebagian muhaqqiqîn, ia berkata : ‘Berdiri yang terlarang adalah jika seseorang meyakininya hal tersebut bagian dari agama, seperti yang dilakukan oleh orang-orang ‘ajam dan sebagaimana yang tertera dalam hadis Anas radliyallaahu ‘anhu. Namun apabila perlakukan tersebut ditujukan kepada orang yang baru pulang dari safar atau kepada hakim di wilayah kekuasaannya, maka tidak mengapa hal itu dilakukan. Dan termasuk juga apa yang telah disebutkan oleh Ibnul-Hajj, seperti ucapan selamat kepada orang yang baru mendapat nikmat, atau untuk menolong seseorang yang lemah, untuk memperluas masjid, dan yang lainnya. Allaahu a’lam’. AlGhazâliy berkata : ‘Makruh hukumnya jika berdiri dilakukan sebagai pengagungan. Dan tidak dimakruhkan apabila sebagai penghormatan’. Ini merupakan rincian yang cukup baik” . An-Nawâwie berpendapat dibolehkannya berdiri menyambut seseorang asal dengan persyaratan sebagai berikut: 114 Ibnu Hajar, Fathul Bâri, Kitab al-Isti,zân Bâb Qoulu an-Nabi Qûmû ila Sayyidikum, Juz. 11, hal. 56. (Tahqîq: Syaibatil Hamd). 66 اﳌﺨﺘﺎر اﺳﺘﺤﺒﺎب اﻛﺮام اﻟﺪاﺧﻞ ﺑﺎﻟﻘﻴﺎم ﻟﻪ إن ﻛﺎن ﻓﻴﻪ ﻓﻀﻴﻠﺔ ﻇﺎﻫﺮة ﻣﻦ ﻋﻠﻢ أو ﺻﻼح أو ﺷﺮف أو وﻻﻳﺔ ﻣﻊ ﺻﻴﺎﻧﺔ أوﻟﻪ ﺣﺮﻣﺔ ﺑﻮﻻﻳﺔ أو ﳓﻮﻫﺎ وﻳﻜﻮن ﻫﺬا اﻟﻘﻴﺎم ﻟﻼﻛﺮام . 115 ﻻ ﻟﻠﺮﻳﺎء واﻻﻋﻈﺎم 14F Ada pengecualian terhadap disunnahkannya memuliakan seorang yang baru datang dengan berdiri untuknya, dengan alasan – harus ada kelebihan yang nampak pada diri orang tersebut, dari ilmu atau dari kesalehan, atau dari kemulian, atau pejabat pemerintahan, atau mungkin orang tersebut mempunyai kehormatan di mata orang sekitar, dan lain sebagainya, dan dijadikan berdiri tersebut untuk sekedar memuliakannya, bukan untuk membangga-banggakan dan membesar-besarkan. Berikut pendapat-pendapat para ulama yang telah di himpun oleh Ibnu Muflih al-Maqdisi dalam kitab al-Adab as-Syar’iyyah: 1. Berdiri menghormati Ulama adalah sunnah: ِِ َ ََوﻗ ﺎل اﻟﺸْﱠﻴ ُﺦ َوِﺟﻴﻪُ اﻟﺪﱢﻳ ِﻦ أَﺑُﻮ اﻟْ َﻤ َﻌ ِﺎﱄ ِﰲ َﺷ ْﺮِح ا ْﳍِ َﺪاﻳَِﺔ ﺗُ ْﺴﺘَ َﺤ ﱡ ُﺐ ِزﻳَ َﺎرةُ اﻟْ َﻘﺎدم َوُﻣ َﻌﺎﻧـَ َﻘﺘُﻪ ﺎل َوﻳُﻜَْﺮﻩُ أَ ْن ﻳَﻄْ َﻤ َﻊ َ َاف اﻟْ َﻘ ْﻮِم ﺑِﺎﻟْ ِﻘﻴَ ِﺎم ُﺳﻨﱠﺔٌ ُﻣ ْﺴﺘَ َﺤﺒﱠﺔٌ ﻗ َ ََواﻟ ﱠﺴ َﻼ ُم َﻋﻠَْﻴ ِﻪ ﻗ ُ ﺎل َوإِ ْﻛَﺮ ُام اﻟْﻌُﻠَ َﻤ ِﺎء َوأَ ْﺷَﺮ ِ ِِ ِ ِ ِﰲ ﻗِﻴﺎم اﻟﻨ َﺣ ﱠ ُﱠﺎس ﻟَﻪُ ﻓَـ ْﻠﻴَﺘَﺒَـ ﱠﻮأْ َﻣ ْﻘ َﻌ َﺪﻩ َ ﱠﺎس ﻟَﻪُ ﻟ َﻘ ْﻮﻟﻪ َ ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋﻠَْﻴﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ } َﻣ ْﻦ أ َ ُ ﱠﻞ اﻟﻨ َ ﺐ أَ ْن ﻳـَﺘَ َﻤﺜ ِ ِ ِ ِ ﺎل أَﺑُﻮ اﻟْ َﻤ َﻌ ِﺎﱄ ْ ﱠﺤ ِﺮﱘُ ﳍََﺬا َ َاﳋََِﱪ ﻗ َ َِﻣ ْﻦ اﻟﻨﱠﺎ ِر { ﻗ ْ ﺻ ِﺮﳛُﻪُ اﻟﺘ َ ﺎل َو َﺳﺒَ َﻖ ِﰲ اﻟْﻘﻴَﺎم َﻣﺎ ﻇَﺎﻫ ُﺮﻩُ أ َْو ِ ُ ُﻮل ﻋﻠَﻰ ﻣﺎ ﻳـ ْﻔﻌﻠُﻪ اﻟْﻤﻠ ِ اﺳﺘِ َﺪ َاﻣ ِﺔ ﻗِﻴَ ِﺎم اﻟﻨ . 116 ﱠﺎس َﳍُ ْﻢ ْ ﻮك ﻣ ْﻦ ُ ُ َ َ َ َ ٌ َوَﻫ َﺬا َْﳏ ُﻤ F15 Dan telah berkata Syeikh Wajîhuddîn Abû al-Ma’âlî di dalam kitab Syarh al-Hidâyah: Bahwa telah disunnahkan mengunjungi orang yang baru datang dari bepergian, memeluk, juga mengucapkan salam kepadanya. Dan telah berkata pula: Menghormati ‘Ulama dan memuliakan sebuah kaum dengan berdiri adalah sunnah yang sangat dianjurkan, dan telah berkata: Dimakruhkan apabila menjadi Tamak (sombong) dengan berdirinya seseorang kepadanya, sebagaimana sabda nabi saw: “Siapa yang suka dihormati dengan berdirinya orang-orang, maka telah dipersiapkan tempatnya di Neraka”, dan telah berkata: Dan telah ada masalah hukum berdiri kejelasan keharaman pada hadis ini, dan telah berkata Abû al-Ma’âlî: Dan hadis ini dikeluarkan atas apa yang dilakukan para raja-raja terdahulu dari kebiasaan berdirinya manusia untuk mereka. 2. Berdiri pada posisi seseorang yang menghormatinya dalam keadaan duduk adalah haram: ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِِ ِ ِ .117 ﺲ ٌ َو َﺟَﺰَم ﰲ ﻛﺘَﺎب )ا ْﳍَْﺪي( ﺑﺘَ ْﺤﺮﱘ اﻟ ﱡﺴ ُﺠﻮد َواﻻ ْﳓﻨَﺎء َواﻟْﻘﻴَﺎم َﻋﻠَﻰ اﻟﱠﺮأْس َوُﻫ َﻮ َﺟﺎﻟ 16F 115 Abi Zakaria An-Nawâwiy, al-Majmu’, j.4, hal.476. Ibnu Muflih al-Maqdisi, al-Adab as-Syar’iyah, juz.2, hal,249-250. 117 Ibnu Muflih al-Maqdisi, al-Adab as-Syar’iyah, juz.2, hal,249. 116 67 Dan telah ditetapkan dalam kitab (al-hadyu) tentang keharaman sujud kepada makhluk, menundukan badan, dan berdiri di atas kepala seseorang sedangkan ia duduk. 3. Imam Ahmad bin Hanbal tidak suka dihormati dengan berdirinya seseorang untuknya: ِ ُ ِاﳊﺎﻓ َﲪَ َﺪ ﺑْ ِﻦ اﻟْ ُﻤﺜَـ ﱠﲎ َ ََوﻗ ْ ﻀ ِﺮ ِﰲ “ َﻣ ْﻦ َرَوى َﻋ ْﻦ أ ْ َﲪَ َﺪ ” ُﳏَ ﱠﻤ ُﺪ ﺑْ ُﻦ أ َ َﺧ ْ ﻆ ﺗَﻘ ﱡﻲ اﻟﺪﱢﻳ ِﻦ ﺑْ ُﻦ ْاﻷ َْ ﺎل ِ ِِ وﺟﻪُ ﻓَـﻠَ ﱠﻤﺎ َﺧَﺮ َج ﻗُ ْﻤﺖ َ َأَﺑُﻮ َﺟ ْﻌ َﻔ ٍﺮ اﻟْﺒَـﱠﺰ ُار ﻗ َ أَﺗَـْﻴﺖ اﺑْ َﻦ َﺣْﻨﺒَ ٍﻞ ﻓَ َﺠﻠَ ْﺴﺖ َﻋﻠَﻰ ﺑَﺎﺑﻪ أَﻧْـﺘَﻈ ُﺮ ُﺧ ُﺮ: ﺎل ِ َ َﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ﻗ َ إﻟَْﻴ ِﻪ ﻓَـ َﻘ َﺣ ﱠ ﺎل ِﱄ أ ََﻣﺎ َﻋﻠ ْﻤﺖ أَ ﱠن اﻟﻨِ ﱠ ُﱠﻞ ﻟَﻪ َ ﱠﱯ َ ﺎل } َﻣ ْﻦ أ َ ﺐ أَ ْن ﻳـَﺘَ َﻤﺜ ِ ُ اﻟﱢﺮﺟ ِ ِ . 118 ﻚ َ ﺎﺳﺘَ ْﺤ َﺴ َﻦ َذﻟ ْ َ ﻓ، إﱠﳕَﺎ ﻗُ ْﻤﺖ إﻟَْﻴﻚ: ﺎل ﻗﻴَ ًﺎﻣﺎ ﻓَـ ْﻠﻴَﺘَﺒَـ ﱠﻮأْ َﻣ ْﻘ َﻌ َﺪﻩُ ﻣ ْﻦ اﻟﻨﱠﺎ ِر { ﻓَـ ُﻘ ْﻠﺖ َ 17F Dan telah berkata al-Hafizd Taqyuddîn bin al-Akhdhori di dalam kitab “Rowa ‘an Ahmad” Muhammad bin al-Mutsanna Abû Ja’far al-Bazzar berkata: Aku mendatangi Ibnu Hanbal maka aku duduk di depan pintu rumahnya menunggu ia keluar, maka ketika ia keluar aku bangun kepadanya, ia pun berkata kepadaku: Apakah engkau tidak tahu bahwa sesugguhnya Nabi saw telah bersabda: “Siapa saja yang senang dihormati oleh seseorang dengan berdiri untuknya maka telah dipersiapkan tempat untuknya di Neraka”. Maka al-Bazzâr berkata: Aku bangun untuk mengormatimu, dan Ibnu Hambal membenarkannya. 3. Analisa Hadis Menyambut Kedatangan Seseorang Keberadaan Nabi dalam berbagai posisi dan fungsinya yang terkadang sebagai manusia biasa, sebagai pribadi, suami, sebagai utusan Allah, sebagai kepala Al-Qur’an negara, sebagai panglima perang, sebagai hakim dan lainnya menjadi acuan bahwa untuk memahami hadis perlu dikaitkan dengan peran apa yang beliau ‘mainkan’. Oleh karenanya penting sekali untuk menganalisa hadis pada tempatnya yang proposional, kapan dipahami secara tekstual, kontekstual, universal, temporal, situasional maupun lokal. Itulah pentingnya menganalisa sebuah hadis. Telah dibolehkan berdiri untuk menghormati orang yang mempunyai keutamaan atau kekuasaan oleh An-Nawawiy dan Ibnu Hajar, berdasarkan hadis nomor lima, enam, dan tujuh. 118 Ibnu Muflih al-Maqdisi, al-Adab as-Syar’iyah, juz.2, hal, 251. 68 Telah sahih hadis kebolehan menyambut kedatangan seseorang (tamu) sebagaimana riwayat : ِ َﺟﻠَ َﺴ َﻬﺎ ِﰲ ْ َﺖ إِذَا َد َﺧﻠ ْ ََوَﻛﺎﻧ ﺖ َﻋﻠَﻰ اﻟﻨِ ﱢ ْ ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋﻠَْﻴﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ﻗَ َﺎم إِﻟَْﻴـ َﻬﺎ ﻓَـ َﻘﺒﱠـﻠَ َﻬﺎ َوأ َ ﱠﱯ ِ ِ ِ َْﳎﻠِ ِﺴ ِﻪ وَﻛﺎ َن اﻟﻨِﱠﱯ ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪ ﻋﻠَﻴ ِﻪ وﺳﻠﱠﻢ إِذَا دﺧﻞ ﻋﻠَﻴـﻬﺎ ﻗَﺎﻣ ْ َ َْ َ َ َ َ َ َ َ ْ َ ُ ْ ﺖ ﻣ ْﻦ َْﳎﻠﺴ َﻬﺎ ﻓَـ َﻘﺒﱠـﻠَْﺘﻪُ َوأ َُﺟﻠَ َﺴْﺘﻪ َ ﱡ َ 119 ِ ِ . ِﰲ َْﳎﻠﺴ َﻬﺎ 18F Dan adalah Fâtimah apabila berkunjung kerumah Nabi saw, maka Nabi saw bangun untuknya, seta menciumnya, dan mendudukannya pada tempat duduknya (Nabi), dan begitupun sebaliknya adalah Nabi saw apabila berkunjung kerumah Fâtimah, maka Fâtimah dari tempat duduknya dan menciumnya, serta mendudukannya di tempa duduknya (Fâtimah). Ini termasuk memuliakan tamu dengan berdiri menyambutnya dan menghampirinya. Bukan sekedar berdiri di tempat. Demikian pula yang tergambar dalam hadis Ka’ab bin Mâlik ra : ِ ِ ﺑﺒﺸﺎرﺗﻪ ﺖ ﻟَﻪُ ﺛـَ ْﻮَﱠ ُ ﺻﻮﺗَﻪُ ﻳـُﺒَﺸ ُﱢﺮِﱐ ﻧـََﺰ ْﻋ ُ ﻓﻠ ﱠﻤﺎ َﺟﺎءَِﱐ اﻟﱠﺬي ﲰ ْﻌ ْ ﺖ َ ُﰊ ﻓَ َﻜ َﺴ ْﻮﺗـُ ُﻬ َﻤﺎ إﻳﱠﺎﻩ ٍ ِ ِ ُ اﺳﺘَـ َﻌﺮ ﺻﻠّﻰ ُ واﻟﻠﱠﻪ ﻣﺎ أ َْﻣﻠ ُ َﺒﺴﺘُـ ُﻬ َﻤﺎ واﻧْﻄَﻠ َ ﻘﺖ أَﺗَﺄَﱠﻣ ُﻢ رﺳﻮل اﷲ ْ ْ َو،ﻚ َﻏْﻴـَﺮُﳘَﺎ ْﻳﻮَﻣﺌﺬ ْ َت ﺛـَ ْﻮﺑـَ ْﲔ ﻓَـﻠ ِ ِ اﷲُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َ ﱠ ﻚ ﺗَـ ْﻮﺑَﺔُ اﷲ َ ِ ﻟﺘَـ ْﻬﻨ:ﱠﺎس ﻓَـ ْﻮﺟﺎً ﻓَـ ْﻮﺟﺎً ﻳـُ َﻬﻨﱢﺌُﻮﻧﲏ ﺑِﺎﻟﺘـ ْﱠﻮﺑَِﺔ َوﻳـَ ُﻘﻮﻟُﻮن ِﱄ ُ وﺳﻠﻢ ﻳـَﺘَـﻠَﻘﱠﺎﱐ اﻟﻨ ِ ﺣﱴ دﺧ ْﻠﺖ اﻟْﻤﺴ ِﺠﺪ ﻓَِﺈ َذا رﺳﻮل اﷲ ﺻﻠّﻰ اﷲ ﻋﻠَﻴ ِﻪ ﱠ ،ﱠﺎس َ ْ َ ُ َ َ ﱠ،ﻚ َ َﻋﻠَْﻴ َ َْ ُ َ ُ ﺲ َﺣ ْﻮﻟَﻪُ اﻟﻨ ٌ وﺳﻠﻢ َﺟﺎﻟ واﻟﻠﱠﻪ َﻣﺎ ﻗَ َﺎم َر ُﺟ ٌﻞ ِﻣ َﻦ،وﻫﻨﱠﺄَِﱐ َ ﺻﺎﻓَ َﺤ ِﲏ َ ﻓَـ َﻘ َﺎم ﻃ ْﻠ َﺤﺔُ ﺑْ ُﻦ ﻋُﺒَـْﻴﺪ اﷲ رﺿﻲ اﷲ ﻋﻨﻪ ﻳـُ َﻬ ْﺮِول َﺣ ﱠﱴ 120 ِ ،ُﻳﻦ َﻏْﻴـ ُﺮﻩ َ اﻟْ ُﻤﻬﺎﺟ ِﺮ F 19 “Maka ketika telah datang orang yang aku dengar suaranya telah memberikan kabar gembira kepadaku, aku langsung melepas dua pakaianku untuknya. Aku pakaikan keduanya kepadanya sebagai balasan atas kabar gembiranya. Demi Allah, aku tidak memiliki selain keduanya pada hari itu. Dan aku meminjam dua pakaian untuk aku pakai. Dan aku berangkat menuju Rasulullah ra, sementara orang-orang berbondongbondong menemuiku, dan mengucapkan selamat atas taubat Allah untukku. Mereka mengucapkan : ‘Semoga taubat Allah atasmu membuatmu bahagia’. Hingga aku masuk masjid, ternyata Rasulullah ra sedang duduk dikerumuni orang-orang. Maka Thalhah bin ‘Ubaidillah ra 119 Hadis ini diriwayatkan oleh: Al-Bukhâri di dalam al-Adabul Al-Mufrod, Abû Dâwud di dalam Sunan-nya, serta At-Tirmidzi di dalam Sunan-nya. Pembahasan pada Bab III. 120 Diriwayatkan oleh Al-Bukhâri di dalam Kitab Sahîh dan al-Adab al-Mufrad, dan Muslim di dalam Kitab Sahîh-nya, dan Abû Dâwud di dalam Sunan-nya, serta Ahmad bin Hanbal di dalam Musnad-nya. Pembahasan pada Bab III. 69 berlari-lari hingga menjabat tanganku. Demi Allah, tidak ada orang Muhajirin yang berdiri selain dia…” Perbuatan para sahabat kepada Ka’ab adalah dengan berdiri dan berjalan menyambutnya dalam rangka mengucapkan selamat. Yang dipermasalahkan dalam perkataan An-Nawawiy dan yang lainnya adalah seseorang yang berdiri di tempat, karena melihat orang lain. Beliau berpendapat hal itu diperbolehkan jika orang tersebut mempunyai keutamaan ataupun kekuasaan, tanpa ada maksud riya’ dan pengagungan. 121 120F Namun pendapat yang lain adalah hal itu tetap tidak diperbolehkan karena bertentangan dengan dzhahir hadis : ﻣﺎ ﻛﺎن ﺷﺨﺺ أﺣﺐ إﻟﻴﻬﻢ رؤﻳﺔ ﻣﻦ اﻟﻨﱯ ﺻﻠﻰ: ﻋﻦ أﻧﺲ رﺿﻲ اﷲ ﻋﻨﻪ ﻗﺎل 122 اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ وﻛﺎﻧﻮا إذا رأوﻩ ﱂ ﻳﻘﻮﻣﻮا إﻟﻴﻪ ﳌﺎ ﻳﻌﻠﻤﻮن ﻣﻦ ﻛﺮاﻫﻴﺘﻪ ﻟﺬﻟﻚ F12 Dari Anas ra, ia berkata : “Tidak ada seorang pun yang lebih mereka (para shahabat) cintai saat melihatnya daripada Nabi saw. Namun jika melihat beliau, mereka tidak pernah berdiri karena mereka mengetahui kebencian beliau atas hal itu” Asy-Syaikh Al-Albâni ra berkata : “Hadis ini termasuk yang menguatkan hadis-hadis sebelumnya, yaitu larangan berdiri untuk menghormati orang lain. Sebab, seandainya itu sebuah penghormatan syar’i, tentunya Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam tidak menolak penghormatan para sahabat dengan berdiri kepada beliau. Dan beliau adalah pribadi yang paling berhak dihormati oleh manusia; sedangkan para sahabat adalah orang-orang yang paling mengetahui hak beliau. Di samping itu, Rasulullah saw membenci kebiasaan berdiri yang dilakukan oleh para sahabat untuk menghormati beliau. Maka wajib bagi orang muslim - khususnya jika ia termasuk ahlul-‘ilmi atau orang yang memiliki kekuasaan - untuk tidak menyukai kebiasaan berdiri untuk dirinya sebagai bentuk iqtidlaa’ (mengikuti) Nabi saw. Begitu juga ia tidak berdiri untuk orang lain; maupun penghormatan bagi orang lain. Hal itu berdasarkan atas sabda Nabi saw : ”Tidaklah (sempurna) iman seseorang di antara kalian, sehingga dia mencintai saudaranya sebagaimana dia mencintai dirinya sendiri dalam kebaikan”. Maka tidak seorang pun boleh berdiri untuk menghormatinya, dan tidak pula ia berdiri untuk memberi hormat 121 Abi Zakaria An-Nawâwiy, al-Majmu’, j.4, hal.476 Diriwayatkan oleh Al-Bukhârî dalam Al-Adabul-Mufrad no. 946, h. 429, (Darr Kutub al-Ilmiyah), At-Tirmidzi dalam Sunan-nya j.4, hal.172. 122 70 pada orang lain. Bahkan kebencian mereka terhadap tradisi berdiri tersebut adalah lebih utama dibandingkan Nabi saw. Jika mereka tidak membencinya, maka sebagian orang akan mencontoh sebagian yang lain dalam hal berdiri ini, sehingga mereka pun menyukainya. Dan akhirnya hal itu dapat menjadi sebab ia dimasukkan ke dalam neraka sebagaimana ditunjukkan oleh hadis yang lalu. Namun Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam tidaklah demikian. Beliau terjaga dari kemaksiatan apapun. Jadi, oleh karena Nabi tidak menyukai berdirinya para shahabat untuk menghormatinya, maka jelaslah, bahwa ketidaksukaan seorang muslim terhadap hal tersebut adalah lebih utama” . 123 12F Sebagian ulama yang membolehkan berdalil dengan sabda Rasulullah saw : 124 F123 ﻗﻮﻣﻮا إﱃ ﺳﻴﺪﻛﻢ “Berdirilah menuju sayyid (pemimpin) kalian” . Pendalilan ini tidak tepat. Asy-Syaikh Al-Albâni ra berkata : “Dan yang ma’ruf bahwasannya beliau bersabda : ‘Berdirilah kepada menuju sayyid (pemimpin) kalian’. Itu dikatakan oleh beliau saw kepada sekelompok orang-orang Anshar ketika Sa’d bin Mu’adz datang dengan dipanggul di atas keledai dalam keadaan luka parah. Berarti makna : qûmû ilâ sayyidikum adalah : ‘Turunkan dan papah dia’. Bukan : ‘berdirilah untuknya’ , yaitu untuk menghormatinya. Sebab maksud kata sayyid adalah pemimpin dan orang terdepan walaupun di sana ada orang yang lebih baik. Telah masyhur pendapat yang berdalil dengan hadis ini tentang disyari’atkannya berdiri untuk orang yang masuk. Dan jika engkau perhatikan alur ceritanya, engkau akan dapati pendalilan seperti ini adalah pendalilan yang keliru ditinjau dari banyak sisi. Yang terkuat (dalam membantah pendapat ini) adalah sabda Rasulullah saw : ‘turunkan dia’ ; dimana ia merupakan nash yang pasti atas perintah berdiri menuju Sa’ad, yaitu untuk menurunkannya (dari atas keledai) karena ia dalam keadaan sakit. Oleh karena itu Al-Haafidh berkata : ‘Tambahan ini menunjukkan batalnya pendapat disyari’atkannya berdiri yang diperselisihkan ini yang berdalil dengan hadis Sa’ad”. 125 124F Yang dijelaskan oleh Asy-Syaikh Al-Albâni di atas serupa dengan yang dijelaskan Ibnu-al-Hajj Al-Maalikiy saat membantah An-Nawawiy 123 Muhamad Nâsiruddin al-Albâni, Silsilah as-Sahîhah, juz.1, hal .697-698, no hadis. 358. 124 Diriwayatkan oleh Al-Bukharî, Muslim no. 1768, dan Abu Dawud no. 5215]. Diriwayatkan oleh Al-Bukhâri di dalam Kitab, dan Muslim di dalam Kitab Sahîh-nya, serta Abû Dâwud di dalam Sunan-nya. Pembahasan pada Bab III. 125 Muhamad Nâsiruddin al-Albâni, Silsilah as-Sahîhah, juz.1, hal .146, no hadis. 67. 71 Namun jika seseorang tidak berdiri menimbulkan mafsadat/mudharat bagi dirinya, maka tidak mengapa ia berdiri pada waktu itu. Ibnu Hajar berkata : .وﰲ اﳉﻤﻠﺔ ﻣﱴ ﺻﺎر ﺗﺮك اﻟﻘﻴﺎم ﻳﺸﻌﺮ ﺑﺎﻻﺳﺘﻬﺎﻧﺔ أو ﻳﱰﺗﺐ ﻋﻠﻴﻪ ﻣﻔﺴﺪة اﻣﺘﻨﻊ “Kesimpulan, apabila tidak berdiri terhadap seseorang disangka menghinakan atau akan menimbulkan kerusakan lain, maka hendaklah ia lakukan.”. 126 125F 126 Demikianlah yang diisyaratkan oleh Ibnu ‘Abdis-Salaam: Lihat Fathu al-Bâri, juz.11, hal.54. Hal yang sama ditegaskan oleh Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyyah ra sebagaimana dalam Mukhtashar Fataawaa Al-Misriyyah hal. 39. BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Pada akhir bab ini, saya menyimpulkan dari uraian-uraian yang telah saya paparkan pada bab-bab sebelumnya, bahwa: 1. Penghormatan adalah sebuah proses cara seseorang untuk menghormati orang yang mempunyai keutamaan, dan diantara bentuk penghormatan itu sendiri adalah; mencium tangan, Inhina, dan berdiri menyambut seseorang. 2. Hadis menerangkan bahwa penghormatan kepada seseorang adalah termasuk sunnah, begitu juga bentuk penghormatan seperti; mencium tangan maka hukumnya adalah sunnah berdasarkan tiga hadis yang saya teliti, yaitu hadis riwayat Sofwân bin ‘Assâl, hadis riwayat Ibnu ‘Umar, dan hadis riwayat al-Wâzi’ bin ‘Âmir’. Sedangkan inhina hukumnya makruh berdasarkan satu hadis yang saya teliti, yaitu hadis yang diriwayatkan Anas bin Mâlik. Adapun berdiri menyambut seseorang adalah mubah, berdasarkan tiga hadis yang saya teliti, yaitu hadis riwayat Ka’ab bin Mâlik , hadis riwayat Abî Sa’îd al-Khudriyyi, dan hadis ‘Âisyah binti Abî Bakr. 3. Pendapat ulama tentang mencium tangan, inhina, berdiri ketika seseorang datang. Pertama. Ulama berpendapat tentang mencium tangan, bahwa mencium tangan adalah perbuatan para sahabat kepada orang-orang yang mereka anggap mulia, adapun para sahabat yang menolak untuk dicium tangannya adalah menunjukan kerendahan hati mereka. Dengan demikian saya berksimpulan mencium tangan adalah sunnah yang dianjurkan. Kedua. Beberapa ulama menyatakan bahwa inhina termasuk hal yang tidak boleh (haram) dilakukan kepada makhluk Allah, namun beberapa ulama tidak pada sampai pada tingkat haram hanya sampai pada hukum makruh saja, di sisi lain juga masih ada ulama yang membolehkan hal tersebut dengan syarat tidak diniatkan untuk penyembahan sebagaimana penyembahan seorang makhluk kepada Allah. Ketiga. Dalam permasalahan berdiri menyambut seseorang ada dua pendapat ulama, 1.Ulama memakruhkan berdiri ketika seorang datang, dikarenakan Rasulullah saw membenci kebiasaan berdiri yang dilakukan oleh para sahabat untuk menghormati beliau. Maka wajib bagi orang muslim - khususnya jika ia termasuk ahlul-‘ilmi atau orang yang memiliki kekuasaan - untuk tidak menyukai kebiasaan berdiri untuk dirinya sebagai bentuk iqtidlaa’ (mengikuti) Nabi saw. 2. Ulama berpendapat mubah dikarenakan Rasulullah pernah berdiri menyambut Fatimah ra, ketika Fatimah berkunjung ke rumah Rasulullah saw. 4. Saya menyimpulkan bahwa semua bentuk penghormatan pada hakikatnya adalah sunnah, namun dengan syarat, bahwa penghormatan itu dilakukan kepada orang-orang yang mempunyai keutamaan seperti, keilmuaannya, kesalehannya, dan kezuhudunnya, bukan menghormati orang tersebut dikarenakan kekayaannya atau segala bentuk keduniawiaan. 74 B. Saran Sebagai langkah menyiarkan Hadis sebagai sumber ajaran Islam, saya memberikan saran sebagai berikut: 1. Harapan saya untuk adanya penelitian yang lebih lanjut tentang skripsi ini guna mengembangkan wacana Hadis dari segi penghormatan maupun dari segi kontekstualisasinya. Karena bagaimanapun skripsi ini pastilah jauh dari kesempurnaan. 2. Bagaimanapun kontekstualisasi terhadap teks keagamaan adalah sebuah keharusan. Namun memang masih banyak yang perlu dikaji kembali guna menemukan nilai-nilai Islam yang lebih komprehensif dan dapat diterima oleh seluruh umat manusia sebagai rahmatan lil ‘âlamîn. Tak terkecuali adalah hadis, karena sejatinya ia adalah gambarah hidup masa kenabian Muhammad sebagai era yang terbaik. Hal ini tidak lepas dari tuntutan perubahan zaman dan peradaban. Ini adalah tugas seluruh umat Islam, tak terkecuali UIN Sarif Hidayatullah yang diharapkan sebagai Mamba’ al- Ulûm al-Islamî khusunya Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Jurusan Tafsir-Hadis. 74