Sinergi antara Pembangunan Ekonomi dan Pengelolaan Sumber

advertisement
Sinergi antara Pembangunan Ekonomi dan
Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan
Akhmad Fauzf
Abstrak
lndonesia adalah nega'a yang oarangkal: bag:sebdg an l- a.angan
lerkend [enonei d Durch Desed\F odn RFsoLrrce Curs". Dendan
sumber.daya alam dan kekayaan tingkungan yang begitu tjnggi,
lndones;a masjh belum juga mampu mengembangt<an
e[onomii]a
sejajardengan negara-negara maju yang bahkan iebenarnya tidik
memiliki sumber daya alam yang melimpah. Kerusakan terhadap
sumb"r d_dya d dm oan IngkLngal cpcara gdris besd. oipicu
oleh dua {aklo. Pertamd. pola l,o-sJm\,rcomsumption patte,nl
dan.yarrg.kedua sering disebut sebagat policy failure 'ke;Eagatan
kebijal-"1r. Keb;a^an erononiyarg berrirat marnet fr;endta;a an
''acc.ssa4 coqdit;on_ sementara keoijdl-an
el.onora ydngber.ildt
e4vtronmentat /rrendlv .netupol.an sr,fficiFrl condirio4 oagl
pembangunan ekonomi lndonesia di masa raenclatang. Oleh sebal
tIu, dual appraach antara kebijaka n ekonom iyang be-rsifat market
friendly dan environmental friendlysangaflah diterlukan.
Kata Kunci: dutch dlsease, r.esourcecurse, pola konsumsi, market
f rien d Iy, envi ro n me ntal f,,iendt, kegaga tan kebijakan,
duat apprcach
1G!ru aesar Ekonohisumber DayaAt6m
dan Lingkungan, FEM tp6
Jurnal Ekonomi Lingkungan
V d.I3/ Na _2/
2AOg
Pendahuluan
Miguel de Cervantes Saavedra,
penulis Don Quixote de /a Mancha
dari Spanyol pernah mengatakan
bahwa "kepuasan atas kemakmuran
bu kanlah sekedar pada kepemilikan
dan pengeluarannya
yang
.glamor, namun lebih kepada cara
memanfaatkannya secara bijak".
Saavedra mengemukakan hal ini
ketika Spanyol ienga h mabuk
mabuknya menikmati kekayaan
mineral termasuk emas vangdibawa
oleh para "Spanish exploref' datl
benua Amerika. Saavedra memang
belum mdngena I fenomena
"resource curse" (kutukan sumber
daya)dan penyakit Belanda (Dutch
Disease) yang belakangan muncul
di negara-negara peirghasil sumber
daya alam, seperti mineral, minyak
dan gas alam.
Sejak pertama kali muncul di
majalah the Economist padaTahun
1977, fenomena Dutch Dlsease,
adalah sintesis yangsangat populer
untuk menggambarkan paradoks
pertumbuhan yang lamban di
negara yang kaya dengan sumber
daya alam. Sintesis ini kemL.rdian
dlperkuat oleh tulisa n Richard
Auty pada tahun 1993 tentang
Susta
ining Development in
Curse fhesis. Tesis Resource
Curse mencoba menjelaskan
fenomena mengapa negara
dengan kekayaan sumber daya
alam yang melimpah tidak mampu
memanfaatkan kekayaan tersebut
untuk meningkatkan kemakmuran
ekonominya, sehingga mengalami
pertumbuhan ekonomi ya ng lebih
rendah dari pada negara-negara
dengan sumber daya alam Yang
sedikit.
Indonesia adala h negara Yang
barangkali bagi sebagian kalangan
terkena fenomena Dutch Disease
dan Reso{.irce Curse tersebut.
Dengan sumber daya alam dan
kekayaan lingkungan yang begitu
tinggi, lndonesia masih belum
juga mampu mengembangkan
ekonominya sejajar dengan
negara negara maju yang bahkan
sebenarnya tidak memiliki sumber
daya alam yang melimpah. S€bagai
contoh, lndonesia merupakan
negara yang memiliki kawasan
hutan tropisterbesar ketiga di dunia
setelah Brasil dan Kongo dengan
perkiraan luas hutan lebih dari 1,15
iuta kilometer persegi. Dernikian
pula panjang pantai yang sekitar
81.000 k;lometer merupakan
kedua terpanjang di dunia dengan
potensi lestari maksimun'r sumber
Minetai Ecanomies'. The Resour"ce
Jurrdl Flonc'mi Lingkungan vol.l { \o.2/2009
daya ikan sebesar lebih dari6juta
ton per tahun. Di bidang minyak
dan batu bara. lndonesia memi iki
56,6 miliar barel sumber daya
minyakdan lebih dari 90 n'tiliarton
batubara yang ba rL.t dimanfaatkan
sekitar kurang dari 10 persennya.
Jadi mestinya dengan kekayaan
sumber daya alam yang begitu
melimpah, lndonesia bisa mengejar
pertumbuhan ekonominya sejajar
terha da p sumber daya alam
yang berkelanjutan namun juga
bersikap bijak terhadap dampak
lingkungan yang ditimbLllkannya.
Degradasi lingkungan bukan hanya
akan berdampak pada perubahan
kualitas lingkungan itu sendiri,
namun juga akan memtlerikan
umpan balik yang negatifterhadap
pembangunan ekonomi secara
makro-
dengan negara-negara maju lainnya.
Lalu a pa kah benar lndonesia
terjebak dalam fenomena Dutch
Desease dan Resoi/tce Curse?
Ataukah ada faktor lain yang lebih
fundamental? Ada catatan menarik
Pembangunan, Degradasi
Sumber Daya Alam dan
Lingkungan serta Ekonomi
Entropi
yang ditulis oleh Gavin Wright
dan Jese Czelusta, ekonom Cari
Stanford University, yaitu bahwa
Dutch Desease dan Resource
Curse adalah pendekatan b/ack
degradasi sumber daya aiam telah
menjad i be rita ya ng sering terdenga r
boxyangsering merancukan antara
com parative advantage den gan
/esource abUndance, Fenomena
mengurangi kemampuan sumber
daya a am dan jasa lingkungan
resoufce curse dapat menjadi
fenomena yang anomali. Sumber
daya alam sendiri bukanlah
sesuatu yang harus di "blame"
terhadap terjadinya pertumbuhan
ekonom i yang lamban. Yang
penting justru bagaimana para
pengambil kebijakan dan pengelola
sumber daya alam menentukan
langkah kebijakan yangtepat, yakni
bukan saja kebijaka n ekonomi
Kerusakan lingkungan dan
belakangan ini. Kerusakan
lingku n ga n bukan saja akan
dalam menyuplai kebutuhan
manusia, narfun juga memiliki
konsekuensi yang cukup datam di
tengah penderitaan yang diderita
oleh masyarakat akibat kerusakan
llngkungan, seperti kekeringan
dan kekurangan pangan. Belum
lagi kalau dihitung biaya sosial
yang begitu besar yang ditanggllng
oleh masyarakat akibat kerusakan
lif gkungan yang teriadi.
Jurna Ekonomi Lingkungan Vol.13lNo.2/2009
rbagai pihak m e ngkla im
bahwa seca ra kualitatif. ada
Be
kecenderungan yang meningkat
terhadap kerLrsakan alam Yang
terjadi di wilayah lndonesia.
Kecenderungan ini dalam
beberapa hal dipicu oleh semakin
meningkatnya kebutuhan ekonomi
dengan terus meningkatnYa
pertambahan penduduk. Dengan
demikian bukan saja pada jumlah
sumber daya alam dan lingkungan
yang semakin banyak dikomsumsi
namun juqa intensitas yang
semakin meningkat. Sifat sumber
daya alam yang merupakan barang
publik keniudian menimbulkan
e kste rna litas yang berakibat
pada ovet consumption dan over
extraction terhadap sumber daya
alam dan lingkungan.
Sumber daya alam dan lingkungan
(SDAL) merupakan aset yang
n'renghasiLkan arus barang dan
jasa, baik yang dapat dikonsumsl
la ngsu ng maupun tidak untuk
memenuhi kebutuhan manusia.
Sumber daya alam dalam beberapa
haljuga rnerupakan barang publik
(prlb/ic good) ya fg hak pemjlikannya
tidak terkukuhkan dengan ielas.
Konsumsi yang berlebihan dan
kerusakan lingkungan merupakan
de vative dati ketidakjelasan hak
p e n'r ilika n tersebut yang pada
akhirn!6 menimbulkan eksternalitas
lspill ovet effect), yakni tindakan
satu pihak yang merugikan pihak
Ia in
tidak terkoreksi oleh meka n isme
pasar. Kondisi ini menyebabkan
memperbaiki kerilsakan lingkungan
merupakan pekerjaan Reversing
the ft eversible, mengembalikan
sesuatu yang sulit dikembalikan.
Sekali SDAL rusak maka akan
sangat mustahil rnengembalikannya
ke kondisisemula.
I
Dalam konteks ekonomi, peringatan
inisudah sejak lama disampaikan
oleh seora ng ekonom brilian
bernama Nicolas Georgescu-Rogen
pada tahun 1970 ketika Nicolas
mempublikasi Magnum Opus nYa
berjudul fhe Entrophy Law and
the Economic Pr'ocess. Ekonom
a ndal PaLrl Samelson bahkan
menyebut Nicolas GeorgescuRogen sebagai "an economist's
economist" (ekonomnya ekonom)
ka rena ke b rilia na n nya dalam
mengedepankan ide yang jauh
melebihi masanya pada waktu
itu. Dalam pandangan GeorgescuRogen, kegiatan ekonomi secara
funda menta I merupakan or"der
creation yang mengikuti hukum
termodinamika, yakni hukum
mengenai entropi dan irrcve rsi bi I iA.
Dala
m konteks ini Georgercu
Rogen meiihat bahwa pendekatan
lurnal Ekonorf i Lingkungan Vol.13/No.2/2O09
ekonomi neoklasik mengabaikan
sama sekali peran entropi dalam
ekonomi. Dengan melawan hukum
entropi inilah kemudian kegiatan
ekonomi banyak menimbulkan
e kste rna lita s dan degradasi
iingkungan yang sering missr'ng
dalam pendekatan neoklasikal.
Belakangan para ekonom kemudian
menyadari kekeliruan mengabaikan
kontribusi Georgescu Rogen ini,
dan gelombang perubahan pun
dimulai dengan mengembalikan
kembali prinsip ekonomi ke dalam
prinsip entropi.
sampai 90 persen komoditas dunia.
Bahkan konsumsi energi mereka
20 kalilebih besardaripada negara
berkembang. Tingginya konsumsi
per kapita ini harus dipenuhi
tidak saja dari sumber daya alam
negara maju, tapljuga dari negara
berkembang melalui perdagangan
internationa l. lndustri industri
di negara berkembang dengan
motif memperoleh devisa yang
tinggi kemudian secara sporadis
memacu produksi untuk kebutuhan
konsumsi tersebut dengan sering
mengabaikan kerusakan lingkungan
yang ditimbulkan.
Pola Kon'sumsi dan Kegagalan
Di sisi lain, sebagian besar
Kebijakan
penduduk negara berkembang,
Kerusakan terhadap SDAL secara
garis besar dipicu oleh dua
faktor. Pertama pola konsumsi
(camsumption pattern) dan yang
kedua sering diseb!t sebagai
pol i cy k i u re (kegag;alan kebiiakan).
Pola konsumsi yang tinggi akan
memicu permintaan yang tinggi
terhadap sumber daya aiam yang
pada gjlirannya akan menyebabkan
environmertal srress. Studi oleh
Pa rik h (1992) tentang pota
I
konsumsi dan kerusakan lingkungan
menunjukkan bahwa negara maju
dengan 24 persen tota pendudL]k
dun ia mengonsumsi 50 persen
lrrra Fkolon -ilgkur
gan Vot.,LJ
\0.2
seperli lndonesia khususnya, yang
berada dekat dengan sumber daya
alam, seperti di witayah pesisir
merupakan penduduk yang ser ng
dikatagorikan miskin. Kemiskinan
dan ketidakpastian hidup
menyebabkan pola pemanfaatan
sumber daya alam tidak terkendali,
bahkan destruktif. Oleh sebab itu,
tidaklah mengherankan bahwa
hampir 80 persen kondisi terumbu
karang lndonesia, yang sangat
bernilai tinggi, dalam kondisi sangat
mengenaskan akibat pemanfaatan
yang destruktif.
2OO9
rod u ksi
konsumsi
dan
sumber daya alam
Ketidakseimbangan
P
manusia iuga ditekankan oleh
ekonom .jefrY Sach. Dalam
tulisannya mengenai the Rasioning
Cost of Nature, Sach menyatakan
bahwa pertu m bu ha n ekonomi
telah mendorong harga harga
.sumber daya alam Yang kemudian
melonjak secara tajam batas batas
fisik dan biologi dari sumber daya
alam, seperti Iahan, kayu, minyak,
produk-produk Perikanan, serta
juga sejalan dengan tren konsumsi
lndonesia untuk kedua komoditas
tersebut. Demikian Pula halnya
dengan konsumsi sumber daya
alam terbarukan, sePerti hutan
dan ikan keduanya mengalamitren
yang seruPa. Produksi Perikanan
tangkap dunia misalnya mengalami
lonjakan dari 19 juta ton Pada
tahun 1950an menjadi lebih dari
90juta ton pada tahun 2000an.
Sejalan dengan tren produksi dan
Sach juga .menekankan bahwa
meskipun banyak Penyebab dari
meningkatnya tekanan terhadaP
sumber daya alam sehingga
meningkatkan harga, namun Yang
konsumsi yang terus meningkat
seperti disebutkan di atas, progres
ekonom i juga membawa biaya
ekologi dan soslal Yang cukuP
mahal. Tren konsumsi BBM dan
deforestasi yang terus meningkat
diikuti pula oleh meningkatnya
palingdramatis adalah peningkatan
in d
konsumsi dunia terhadaP Produkproduk sumber daya alam. Dari
sisi sumber daya tidak terbarukan,
peningkatan konsLlmsi sePerti
minyak (BBM) meningkat tajam
dari sekitar 470 juta ton Pada
tahun 1950an menjadi 4000 juta
ton pada tahun 2005. Demikian
juga konsumsi batll bara dan gas
meningkat terus dari 1074 MToE
pada tahun 1950 menjadi 2600
N4TOE pada tahun 2004 untuk batu
bara dari 471 l,4T0E Pada Periode
1950 meniadi 2300 [,4T0E untuk
gas. Tren dunia lni sedikit banyak
w o rld\"/
suplai air bersih.
ikato r perubahan iklirn.
atch /nsritute mencatat
bahwa sampai tahun 2004
pembakaran bahan bakar fosil
melepaskan lebih dari 7 milliar
ton karbon, suatu Peningkatan
yang tajam dari tahun 1950an
yang masih di bawah 2 miliar ton.
Emisikarbon dari bahan bakarfosil
ini diyakini sebagai faktor utama
dibalik meningkatnya suhu udara
global.
Sebagaimana disebutkan di atas,
hal kedua rnenyangkut kerusakan
lingkL.rngan diplcu oleh terjadinya
Jurnal Ekonomi Ljngkungan Vol 13lNo 2/2009
ekonomi lndonesia
kegagalan kebijakan (poticy faiturc)
di masa
mendatang. Mengapa kebijakan
atau dala m bahasa Opschoor
(1994) sering disebut sebagai
Eove rnment fa il u rc yang melahirkan
misma na gement terhadap
pengelolaan SDAL. Kebijakan
ekonomi yang mengarah ke renf
seeking behavlor ditam bah dengan
if efisiensi birokrasi menyebabkan
institus
i publik tidak
dapat
ndalka n untuk mengoreksi
penyim panga n-penyim pa nga n
kegiatan ekonomi yang merusak
lingkungan. Kebijakan ekonomi di
negara negara berkembang lebih
diarahkan pada kebijakan ekonomi
yang sifatnya market frjendly alau
lebih mementingkan pasar. Dengan
demikian, imptementasi kebijakan
ini sering berbenturan dengan
masalah lingkungan karena adanya
komponen jasa lingkungan yang
tidak terekam dalam pasar {nond ia
marketecl).
ekonomi yang environfientat
friendly ini diperlukan? Berbagai
peristiwa nenyangkut menurunnya
kualitas lingkungan seperti kasus
pencemaran akibat penambangan
di Teluk Buyat, penggundulan dan
kebakaran hutan, polusi udara,
pencemaran wilayah pesisir dan
lain sebagainya menunjukkan
bahwa kebijakan ekonomi yang
hanya memenuhi keinginan pasar
semata pada akhirnya hanya akan
mengorbankan kua itas sumber
daya alam dan lingkungan. Dan
manakala sumber daya alam dan
lingkungan telah terdegradasi,
makaakan menjadi bumerang bagi
Pertumbuhan ekonomi itu sendiri.
Seja ra
h telah membuktikan
bagaimana kebijakan ekonomi
y
j
angtidak " envi rc n m e nta I f ri end ty"
uga telah menjadi pemicu
Market Friendly versus
kehancuran suatu bangsa. Sebagai
Environmental Friendly
contoh, meski Edward cibbon
menyatakan bahwa barbarisme
Bagi penulis, kebijakan ekonomi
yang bersifat market ftiendly
ada la h "necessa/y condition"
sementara kebija kan ekonom i
ya ng bers ifat environmental
friendly merupakan "sufficient
cond ition" bagi pernbang!nan
dan konflik etika menjadi penyebab
jatu h nya kekaisaran Romawi
Kuno, namun studi oleh Daie
dan Carter menunjukkan bahwa
degradasi lahan yang disebabkan
oleh pernbangunan ekonomi
yang berlebihan justru menjadi
Jurnal Ekonomi Lingkungan Vol.13lNo.2/2OOg
katalis bagi runtuhnya kekaisaran
tersebut. Studi lain oleh Naveh
(1974) dan Hughes (1975) serta
Groenman-van Waateringe (1983)
kesemuanya membuktikan bahwa
destruksi sumber daya alam dan
lingku ngan menjadi Penyebab
runtuhnya peradaban-peradaban di
masa lalu. Contoh lain Yang cukuP
spektakuler adalah hancurnya
keraiaan Angkor di Kamboja Pada
awal abad Pertengahan. Kerajaan
yang Pada waktu itu merupakan
adva nced civilization (Penduduk
London pada Periode Yang sama
cuma 20.000 jiwa, sementara
Angkorsudah berPenduduk hamPir
2Oo.OOO j iwa) dengan sistem
ekonoml Yang tertata raPih dan
irigasi pertanian Yang terbilang
modern. dalam kurun wakiu
200 tahun kemudian tenggelam.
Sete la h diteliti lebih dalam'
kehancuran Peradaban tersebut
ternyata dipicu oleh perturnbuhan
ekonomi yang overheating tanPa
mengindahkan daya dukung
lingkungan (environme nta I ca rryi ng
capacity) yangada.
pernah clicaPai Pada abad abad
sebelumnya, narnun Peningkatan
standar hiduP tersebut juga harus
dibayar mahal oleh Peningkatan
degradasi sumber daya alam dan
lingku ngan Yang tidak Pernah
dialami sebelu mnya Sebagai
contoh, kerugian ekonomi Yang
diakibatkan oleh Pencemaran di
wilayah pesisir tidaklah sedikit
lJnited Nation Environment Prcgram
{UNEP) memPerkirakan bahwa
kerugian ekonomi global dalam
bentuk penyakitdan kematian Yang
diakibatkan oleh Pencemaran la ut
telah mencaPai lebih dari US$ 12,8
miliar per tahun. Nilai ini hampir
mendekati seParuh da na Yang
dibutuhkan untuk menjalankan
program konservasi global dalam
rangka menjaga ekosistem dunia
dalan'r kondisi yang sehat.
Terdapat beberaPa alasan Penting
mengapa kebijakan ekonomi Yang
bersifat environmental friendlY
ini ke depan sangat dibutuhkan'
khususnya bagi lndonesia Yang
sedang mengalami momentum
perubahan. Pertama, Pendekatan
Demikian juga Pada Peradaban
modern saat ini, rneski terlihat
kebijakan ekonomi
yang menakjubkan Yang tidak
dalam ilmu ekonomi itu sendiri.
perkembangan teknologi
dan pertumbuhan ekonomi
Yang
friendly
matket
rnengandalkan
semata akan mengalami defisiensi
akibat fenon'lena Newtonian di
lurnal Ekonomi Lingkungan Vol 13lN0.2/2009
Fenomena yang dipinjam dari
Edward Olson tersebut mengacu
pada situasi sebagaimana hukLlm
{isika
ba hwa
teori ekonom i diba ngun
dari model yang sederhana untuk
memaknai perilaku pasar serta
arrangement ekonomi ya ng
kompleks. Sama halnya dengan
hukum fundamental fisika sendiri
yangtidakcukup untuk membangun
sebuah pesawat terbang, demikian
juga halnya teori keseimbangan
umum ekonomi pun tidak cukup
digunakan untuk memenuhi
ke ingin a n peri aku ekonomi
dalam kondisi optimat dan stabil.
Dengan demikian akibatfenomena
Newtonian tersebut pendekatan
ekonomi yang market ftiendly
sekalipun tidak akai'r cukup untuk
menjawab permasalahan yang
menjadi fokus utama masyarakat
global menyangkut peranan surfber
daya a lam, penurLlnan kualitas
sumberdaya, dan ingkungan sefta
kuatnya pengaruh eksternalitas
terhadap menurunnya kualitas
lingkungan global.
oleh sumber daya alam.
Kedua kekuatan tersebut akan
menyebabkan terjadinya tekanan
yang berat terhadap lingkungan
atau envirormenta/ stress_ studi
yang dilakukan oleh Jyoti Pankh
(United Nation Conference on
Envi ron me nt a n d Developme nt,
UNCED) misalnya menjetaskan
keterkaitan antara pola konsumsi
dan kerusakan lingkungan ini
terjadi. la menu njukkan bahwa
negara majLr dengan 24 persen total
Penduduk dunia membutuhkan
konsumsi 50 persen sampai 90
persen komoditas dunia. Tingginya
konsumsi per kapita negara maju
tersebut tidak saja harus dipenuhi
dari sumber daya alamnya tapi
juga dipenuhi dari negara-negara
berkembang melalui perdagangan
international. Vandana Shiva.
seorang ervlronmenfai lst yang
sangat disegani dunia bahkan
kemudian rnenggambarkan situasi
ini dalam bukunya Sto/en Harvest
sebagai pembajakan pa nga n
oleh negara maju atas negara
berkembang.
Perlu pula disadari bahwa kebijakan
ekonomi yang berorientasi pasar
semata, dalam jangka panl-ang
akan memicu po a konsumsi yang
tinggi yang kemudian menyebabkan
permintaan yang tinggi terhadap
barang dan jasa yang dihas kan
Kedua, pendekata n kebijaka n
ekonomi yang market ftiendly
juga cenderung bersifat hermeiic
artinya cenderung terisolasi darj
kompleksitas perilaku manusia dan
kenda la llngku nga n. Akibatnya meski
Jurnal Ekonomi Lingkungan Vot.13lNo.2/2OO9
indikator indikator ekonomi yang
mengacu ke keinginan pasardapat
dengan mudah diprediksi dengan
model-model yang canggih dan
daya alam dan lingkungan dapat
d jtransaksikan di pasar). Sebaliknya
pada sistem yang mengedepankan
konservasi semata, maka ruang
kompleks, namun sering menemui
gerak ekonomi dipersemPit
lni terjadi karena
kebijakan yang bersifat market
ftiendly semala tanpa melihat
sehingga porsi lingkungan menjadi
besar. Pendekatan inipun rneniadi
absurd manakala dihadapkan pada
situasi negara berkembang seperti
'perubahan institusi yang mengatur
dan mengendalikan sumber daya
alam dan lingkungan.
lndonesia yang membLltuhkan
pertumbuhan ekonomi tinggi
tidak hanya untuk meningkatkan
kegaga la n.
sifat hermetic dari pendekatan
Dengan melihatbeberapa defisiensi
kebuakan ekonomi ma tuet fiendly
diatas, maka dualapproach antara
kebijakan e.konomi yang bersifat
market friendly dan environmentaj
friendly sangatlah diperlukan.
Evolusi ke pe nde kata n dual
kesejahteraan masyarakat namun
juga untuk memperbaiki lingkungan
dan menyehatkan sumber daya
alam dan lingkungan.
Dua
I aproach mencoba
pada Gambar 1. Pada kebijakan
mengakomodasikan kekurangankekurangan dari kedua pendekatan
tersebut dengan mengendalikan
ekosistem dan lingkungan dengan
ekonomi yang menganda kan pasar
cara fienginjeksi penurunan
semata rnaka indikator ekonomi
diarahkan untuk mengekspansi
batas-batas subsistem ekonomi
sehingga rnenembus keseluruhan
sistem lingkungan yang ada. Tujuan
pendekata n ini adalah sistem
ekonomi makro secara keseluruhan
denga n mengintern a lisasika n
seluruh masalah yang ditimbulkan,
sehingga seolah-olah " evetything is
marketedibie" (seluruh barang dan
jasa yang dihasilkan oleh surnber
daya alam dan lingkungan dapat
kualitas dan kuantitas lingkungan
dari rfanfaat yang diperoleh dari
s;stem ekonomi. Pendekatan ini
juga dapat mendelineasi batasanbatasan untLrk kebijakan pasar
dapat dijalankan atau tidak dapat
diterapkan-
approach terse but da pat
10
d
ijelaska n
iurnal Ekononri Lingkungan Vol.13lNo.2/2oo9
A->\
vv
Gambar
1.
Gambar
Pandangan Ekonomi dan Lingkungan (Diadopsidari Daly dan
Farley,2004)
2
menggambarkan
degradasi sumber daya alam dan
interkoneksi kebijakan ekonomi,
lingku ngan dan sosial melalui
lingkungan juga menjadi /oop
dalam interkoneksi antara sistem
ekonomi dan sistem lingkungan,
dengan demikian sistem ekonomi
akan bersifat resource friendly,
sementara sistern lingkungan
juga dapat diakomodasikan untuk
mernenuhi kebutuhan pasa r
dengan me lhatfeedback degradasi
feedback laop. Da arn pendekatan
dual approach dLra haLyangmenjadi
perhatian utama adalah:
Terjadinya dampak lingkungan
yang diakibatkan oleh aktifitas
ekonomi (sistem ekonomi);
.
.
Terjadinya dampak ekonomi
yangdisebabkan oleh perubahan
dalam sistem lingkungan.
Dengan kata la in, perturbasi
(gangguan) yang teriad i pada
sistern lingkungan yangdiakibatkan
oleh aktifitas ekonomi dapat
diakomodasikan dalam struktur
kebijakan ekonomi makro yang
ada. Di sisi lain, ekstraksi dan
lirgkungannya. Pada dual approach
ini juga tidak dilL.rpakan sistem
sosial yang menjadi penLrnjang
keseim ba n ga n dua sistem
ekonomi dan ingkungan termasuk
didalamnya aspek institusi yang
mengendalikan preferensi dan
atu ra n main yang mengatur
perubahan kua itas lingkungan.
Jurnal Ekonomi Lingkungan Vol.13lNo.2/2009
1L
Sistern Sosial
Kapasitas Daya Dukung
dan Daya Tam
Sistem
Lingkungan
EkstraksiSDAL
Gambar 2. lntegtasi Ekonomi dan Lingkungan (Dimodifikasi dari
Duraiappah.2003)
Pendekatan yang mengetengahkan
seperti lndonesia, sudah
cLlkuP
ch bukan saja
untuk menjadi pemicu konflik dan
ddal
dibutuhkan untuk rnenjaga friksi sosial yang akan mengganggLl
keseim bangan institus i dan
keseirabangan antara kebutuhan
kebijakan ekonomi yangdibutuhkan
dan
masyarakat
ekonomi
keberlanjutan SDAL, namun untuk proses pembangunan itLl
leblh dari itu pendekatair ini sendiri. Bukti-bukti yang terjadi
juga dibutuhkan untuk menjaga di Banglades dan Haiti, misalnya
proses sosia I dan kestabilan menunjukkan bahwa deplesi dan
institusi. Bukti bLrkti studi terkini degradasi sumber daya te ah
(misalnya Barbier dan Djxon, 1996) mem icu "social st/uggle" dan
menunjukkan bahwa di beberaPa melahirkan perilaku rent seeking
negara berkembang, deplesi dan behaviour (pemburu rente). Gejala
degradasiSDAL seperri hutan, air, geja a seperti ini punsudahterjadi di
perikanan dan sebagainya menjadl lndonesia dengan otonomi daerah
faktor pemicu ierjadi destabilisasi menyebabkan ekstra ksi SDAL
institusi dan pertumbuhan ekonomi sedemikian rupa !nt!k rnemenuhi
vang rendah. Kelangkaan sumber tujuan kebijakan ekonomi Yang
memenuhi pasarsemata, sehingga
d aya di negara berkembang
ap
72
proa
lurralLioro-n LilglLngdl vol.13, No.2 2009
melahirkan perilaku perilaku rent
seek/ng pada tingkat pemerintahan
lokal. lnvestasi di bidang ekstraksi
SDAL dipacu dengan membangun
ind ustri berbasis SDAL untuk
mengejar peningkatan asLi daerah.
Sebagai conto h di beberapa
daerah dengan potensi pasaryang
menggiurkan dari pengerukan
pasir laut menyebabkan ekstraksi
sumber daya tersebut pada taraf
yang mengkhawatirkan dengan
tidak mengindahkan kaidah-kaidah
lingkungan dan hukum ekstraksi
sumberdaya a am. Kondisiinipada
gilirannya rnenvebabkan friksi sosial
antara be'rbagai pihak (nelayan
dan pengusaha pasir laut) dan
terdegiadasinya ekosistem pesisir
ketika penambangan tersebut
merambah ke wilayah pantai_
Dan manakala ingkungan telah
terdegradasi, masyarakat harus
membayar biaya sosial akibat
kerusakan lingkungan tersebut.
Fenomena CCPP {baca doub/e C
double P) yangafttnya Cammonize
Cost, Privatize Prafrt yakni industri
sering tidak peduli dengan biaya
sosial ya ng ditimbulkan oleh
kerusa ka n lingkungan sudah
semestinya dihilangkan. Sudah
sewajarnya industri (pengusaha)
juga harus menanggung blaya
kerusakan lingklrngan yang terjadi
Jurnal Ekonomi Lingkunga
I
Va
(sptead the pain). lntinya adalah
bahwa masalah lingkungan, dalam
ba hasa latin, disebut sebagai
Caveat Venditor yangartinya pihak
yang memproduksi kerusakan
lingkunga n harus bertanggung
jawab dan memberikan kompensasi
terhadap timbulnya defect yang
terjadi pada natural capita/.
ba nya k bukti hasil
studi yang menunjukkan eratnya
keterkaitan antara penanganan
kebijakan ekonomi sumber daya
alarn dengan kestabilan politik di
suatu negara. Hasil studi Deacon
(1994) di 120 negara misalnya
Akhirnya,
menunjukkan bahwa penggundulan
hutan (deforestation) dan degradasi
di negara
negara tersebut dipicu oleh ik im
politik yang mem icu investasi
pada keinginan pasar semata.
Iahan yang terjadi
Akibatnya j ustru menimbulkan
gejolak politik (politic tutmoil)
yang dapat menjadi "wash out
effect' atau pencuci keberhasilan
keberhasilan pembangunan
ekonomi itu sendiri.
.I3/No.2/2OOg
13
Daftar Pustaka
Barbier, E.B. and lHomer Dixon. 1996. Resource Scarcity lnstitutional
Adaptation and Technical lnnovation: Can Paor Countties Attain
EndaEenous G towth? University of Toronto.
'Daly, H.E., and 1. Farley. 2OO4. EcoloEical Economics: Principle and
Application. lsland Press. Washington.
Deacon,
R.t 1994. Deforcstation and the
Rule ofLaw in a Cross Section
ofCountries. Land Economics 70(4) 414-430.
Duraiappah, AK. 2003. Computation Models in the Economics of
Envirolment a\i Development. Kluwer Academic Publishers.
Fauzi, 2006. Ekonomi Sumber Daya AIam dan Lingkungan Gramedia
Pustaka Utama Jakaala.
Greene, K. (1986). The Archaeolo'l of the Roman Economy. Betkeley'.
llniversity of California Press.
Groenman-van_Waateringe, w. The Disasferious Effect of the Roman
Occupation. ln. Roel Brandtand.Jan Slofstra (eds), Roman andNative
in the Low Countriesi Spheres of lnteraction. British Archaelogical
Reports.
Miller, Preston J (ed). 1994.The Rational Expectation Revolution: Readings
from the Frcnt Line.fhe lvllT Press, London.
Nave, 2., and Dan, 1. (1973) The Human Degradation of Mediteffanean
Landscapes in /srae/, ILE Castriand H.l!4oney (eds) l\4editerranean
Type Ecosystems origin and Strlrcture. Berlin SpringeiVerlag.
74
iurnaL Ekonomi Lingkungan Vol.13lNo.2/2O09
Parikh, J. 1996. Consu mption pattern: The DivingForce of Environmental
Stress. ln PH. May and R.s da Motta. 1996. pricing the planet:
Economic Anar)sis for S ustainable Development. Columbia University
press. New York.
Shiva,
V 2000. Stoten HaNest.
The Hijac4ing of the Globa! Food Supply.
South End Press. Carnbridge.
l\4A
Wilson, E.O. 1998. Consi/,erce; Ihe Ufuty of Knowledge. Vintage Book.
New York.
-iurnal Ekonomi Lingkungan Vot.13,/No.2/2O09
15
Download