Teknologi Pendidikan – B TEORI PENDIDIKAN BEHAVIORISME

advertisement
Nama
: Dhimas Aji Bayuari Kusuma
NIM
: 15105241019
Prodi
: Teknologi Pendidikan – B
TEORI PENDIDIKAN BEHAVIORISME, KOGNITIVISME, HUMANISTIK,
KONSTRUKTIVISME
http://dhimasaji.blogs.uny.ac.id/
1. TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK
Teori belajar behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan
Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Teori ini lalu
berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah
pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran
behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil
belajar. Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan
orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan
menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan
semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang
dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut
teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang
berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada pembelajar,
sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan pembelajar terhadap stimulus yang
diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting
untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati
adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa
yang diterima oleh pembelajar (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini
mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat
terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.
Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah factor penguatan
(reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan
semakin kuat. Begitu pula bila respon dikurangi/dihilangkan (negative reinforcement) maka
respon juga semakin kuat.
2. TEORI BELAJAR KOGNITIF
Berbeda dengan teori behavioristik, teori kognitif lebih mementingkan proses belajar
dari pada hasil belajarnya. Teori ini mengatakan bahwa belajar tidak sekedar melibatkan
hubungan antara stimulus dan respon, melainkan tingkah laku seseorang ditentukan oleh
persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan belajarnya.
Teori kognitif juga menekankan bahwa bagian-bagian dari suatu situasi saling berhubungan
dengan seluruh konteks situasi tersebut. Teori ini berpandangan bahwa belajar merupakan
suatu proses internal yang mencakup ingatan, pengolahan informasi, emosi, dan aspekaspek kejiwaan lainnya. Belajar merupakan aktivitas yang melibatkan proses berpikir yang
sangat kompleks.
Teori kognitif dikembangkan oleh Jean Piaget, seorang psikolog Swiss yang hidup tahun
1896-1980. Teorinya memberikan banyak konsep utama dalam lapangan psikologi
perkembangan dan berpengaruh terhadap perkembangan konsep kecerdasan, yang bagi
Piaget, berarti kemampuan untuk secara lebih tepat merepresentasikan dunia dan
melakukan operasi logis dalam representasi konsep yang berdasar pada kenyataan. Teori ini
membahas munculnya dan diperolehnya schemata—skema tentang bagaimana seseorang
mempersepsi lingkungannya— dalam tahapan-tahapan perkembangan, saat seseorang
memperoleh cara baru dalam merepresentasikan informasi secara mental. Teori ini
digolongkan ke dalam konstruktivisme, yang berarti, tidak seperti teori nativisme (yang
menggambarkan perkembangan kognitif sebagai pemunculan pengetahuan dan
kemampuan bawaan), teori ini berpendapat bahwa kita membangun kemampuan kognitif
kita melalui tindakan yang termotivasi dengan sendirinya terhadap lingkungan. Untuk
pengembangan teori ini, Piaget memperoleh Erasmus Prize. Piaget membagi skema yang
digunakan anak untuk memahami dunianya melalui empat periode utama yang berkorelasi
dengan dan semakin canggih seiring pertambahan usia:




Periode sensorimotor (usia 0–2 tahun)
Periode praoperasional (usia 2–7 tahun)
Periode operasional konkrit (usia 7–11 tahun)
Periode operasional formal (usia 11 tahun sampai dewasa)
Seorang individu dalam hidupnya selalu berinteraksi dengan lingkungan. Dengan
berinteraksi tersebut, seseorang akan memperoleh skema. Skema berupa kategori
pengetahuan yang membantu dalam menginterpretasi dan memahami dunia. Skema juga
menggambarkan tindakan baik secara mental maupun fisik yang terlibat dalam memahami
atau mengetahui sesuatu. Sehingga dalam pandangan Piaget, skema mencakup baik
kategori pengetahuan maupun proses perolehan pengetahuan tersebut. Seiring dengan
pengalamannya mengeksplorasi lingkungan, informasi yang baru didapatnya digunakan
untuk memodifikasi, menambah, atau mengganti skema yang sebelumnya ada. Sebagai
contoh, seorang anak mungkin memiliki skema tentang sejenis binatang, misalnya dengan
burung.
Bila pengalaman awal anak berkaitan dengan burung kenari, anak kemungkinan
beranggapan bahwa semua burung adalah kecil, berwarna kuning, dan mencicit. Suatu saat,
mungkin anak melihat seekor burung unta. Anak akan perlu memodifikasi skema yang ia
miliki sebelumnya tentang burung untuk memasukkan jenis burung yang baru ini.
Asimilasi adalah proses menambahkan informasi baru ke dalam skema yang sudah ada.
Proses ini bersifat subjektif, karena seseorang akan cenderung memodifikasi pengalaman
atau informasi yang diperolehnya agar bisa masuk ke dalam skema yang sudah ada
sebelumnya. Dalam contoh di atas, melihat burung kenari dan memberinya label "burung"
adalah contoh mengasimilasi binatang itu pada skema burung si anak.
Akomodasi adalah bentuk penyesuaian lain yang melibatkan pengubahan atau penggantian
skema akibat adanya informasi baru yang tidak sesuai dengan skema yang sudah ada. Dalam
proses ini dapat pula terjadi pemunculan skema yang baru sama sekali. Dalam contoh di
atas, melihat burung unta dan mengubah skemanya tentang burung sebelum memberinya
label "burung" adalah contoh mengakomodasi binatang itu pada skema burung si anak.
Melalui kedua proses penyesuaian tersebut, sistem kognisi seseorang berubah dan
berkembang sehingga bisa meningkat dari satu tahap ke tahap di atasnya. Proses
penyesuaian tersebut dilakukan seorang individu karena ia ingin mencapai keadaan
equilibrium, yaitu berupa keadaan seimbang antara struktur kognisinya dengan
pengalamannya di lingkungan. Seseorang akan selalu berupaya agar keadaan seimbang
tersebut selalu tercapai dengan menggunakan kedua proses penyesuaian di atas.Dengan
demikian, kognisi seseorang berkembang bukan karena menerima pengetahuan dari luar
secara pasif tapi orang tersebut secara aktif mengkonstruksi pengetahuannya.
3. TEORI BELAJAR HUMANISTIK
Menurut teori humanistik, tujuan belajar adalah untuk memanusiakan
manusia.Belajar bukan hanya menghafal dan mengingat, tetapi belajar adalah suatu proses
yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri siswa. Perubahan sebagai hasil proses
belajar dapat ditunjukan dalam berbagai bentuk, seperti perubahan pengetahuan, sikap dan
tingkah laku ketrampilan, kecakapan, kemampuan, daya reaksi dan daya penerimaan.
Tujuan utama para pendidik adalah membantu siswa untuk mengembangkan dirinya, yaitu
membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia
yang unik dan mambantu dalam mawujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka.
Dalam suatu pembelajaran juga perlu didukung oleh adanya suatu teori dan belajar, secara
umum teori belajar di kelompokan dalam empat kelompok atau aliran meliputi Teori Belajar
Behavioristik, Teori Belajar Kognitif, Teori Belajar Humanistik, dan Teori Belajar Sibernik.
Dalam teori humanisme lebih melihat pada sisi perkembangan kepribadian manusia.
Pendekatan ini melihat kejadian yaitu bagaimana dirinya untuk melakukan hal-hal yang
positif. Kemampuan positif ini yang disebut sebagai potensi manusia dan para pendidik yang
beraliran humanisme biasanya menfokuskan pengajarannya pada pembangunan
kemampuan yang positif. Kemampuan positif tersebut erat kaitannya dengan
pengembangan emosi positif yang terdapat dalam domain afektif. Emosi merupakan
karateristik yang sangat kuat yang nampak dari para pendidik beraliran humanisme. Dalam
teori pembelajaran humanistik, belajar merupakan proses yang dimulai dan ditujukan untuk
kepentingan memanusiakan manusia. Dimana memanusiakan manusia di sini berarti
mempunyai tujuan untuk mencapai aktualisasi diri, pemahaman diri, serta realisasi diri
orang yang belajar secara optimal.
Pendekatan humanisme dalam pendidikan menekankan pada perkembangan positif.
Pendekatan yang berfokus pada potensi manusia untuk mencari dan menemukan
kemampuan yang mereka punya dan mengembangkan kemampuan tersebut. Hal ini
mencakup kemampuan interpersonal sosial dan metode untuk pengembangan diri yang
ditujukan untuk memperkaya diri, menikmati keberadaan hidup dan juga masyarakat.
Ketrampilan atau kemampuan membangun diri secara positif ini menjadi sangat penting
dalam pendidikan karena keterkaitannya dengan keberhasilan akademik.Dalam teori belajar
humanistik, belajar dianggap berhasil jika siswa memahami lingkungannya dan dirinya
sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu
mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami
perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya.
Tujuan utama para pendidik adalah membantu si siswa untuk mengembangkan dirinya,
yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai
manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri
mereka.
Ada salah satu ide penting dalam teori belajar humanisme yaitu siswa harus mampu
untuk mengarahkan dirinya sendiri dalam kegiatan belajar mengajar, sehingga siswa
mengetahui apa yang dipelajarinya serta tahu seberapa besar siswa tersebut dapat
memahaminya. Dan juga siswa dapat mengetahui mana, kapan, dan bagaimana mereka
akan belajar. Dengan demikian maka siswa diharapkan mendapat manfaat dan kegunaan
dari hasil belajar bagi dirinya sendiri. Aliran humanisme memandang belajar sebagai sebuah
proses yang terjadi dalam individu yang meliputi bagian/domain yang ada yaitu dapat
meliputi domain kognitif, afektif, dan psikomotorik.Dengan kata lain, pendekatan
humanisme menekankan pentingnya emosi atau perasaan, komunikasi terbuka, dan nilainilai yang dimiliki oleh setiap siswa. Untuk itu, metode pembelajaran humanistik mengarah
pada upaya untuk mengasah nilai-nilai kemanusiaan siswa. Sehingga para pendidik/guru
diharapkan dalam pembelajaran lebih menekankan nilai-nilai kerjasama, saling membantu,
dan menguntungkan, kejujuran dan kreativitas untuk diaplikasikan dalam proses
pembelajaran sehingga menghasilkan suatu proses pembelajaran yang diharapkan sesuai
dengan tujuan dan hasil belajar yang dicapai siswa.
4. TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVISME
Asal kata konstruktivisme adalah “to construct” yang artinya membangun atau
menyusun. Menurut Carin (dalam Anggriamurti, 2009) bahwa teori konstruktivisme adalah
suatu teori belajar yang menenkankan bahwa para siswa sebagai pebelajar tidak menerima
begitu saja pengetahuan yang mereka dapatkan, tetapi mereka secara aktif membengun
pengetahuan secara individual. Menurut Von Glasersfeld (dalam Anggriamurti, 2009) bahwa
konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa
pengetahuan kita adalah konstruksi (bentukan) kita sendiri. Pengetahuan itu dibentuk oleh
struktur konsepsi seseorang sewaktu berinteraksi dengan lingkungannya. Teori
Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu
tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Beda dengan teori behavioristik
yang memahami hakikat belajar sebagai kegiatan yang bersifat mekanistik antara stimulus
dan respon, sedangkan teori kontruktivisme lebih memahami belajar sebagai kegiatan
manusia membangun atau menciptakan pengetahuan dengan memberi makna pada
pengetahuannya sesuai dengan pengalamannya.Pengetahuan tidak bisa ditransfer dari guru
kepada orang lain, karena setiap orang mempunyai skema sendiri tentang apa yang
diketahuinya. Pembentukan pengetahuan merupakan proses kognitif dimana terjadi proses
asimilasi dan akomodasi untuk mencapai suatu keseimbangan sehingga terbentuk suatu
skema yang baru.
Teori konstruktivisme juga mempunyai pemahaman tentang belajar yang lebih
menekankan pada proses daripada hasil. Hasil belajar sebagai tujuan dinilai penting, tetapi
proses yang melibatkan cara dan strategi dalam belajar juga dinilai penting. Dalam proses
belajar, hasil belajar, cara belajar, dan strategi belajar akan mempengaruhi perkembangan
tata pikir dan skema berpikir seseorang. Sebagai upaya memperoleh pemahaman atau
pengetahuan, siswa ”mengkonstruksi” atau membangun pemahamannya terhadap
fenomena yang ditemui dengan menggunakan pengalaman, struktur kognitif, dan keyakinan
yang dimiliki.
Dengan demikian, belajar menurut teori konstruktivisme bukanlah sekadar
menghafal, akan tetapi proses mengkonstruksi pengetahuan melalui pengalaman.
Pengetahuan bukanlah hasil ”pemberian” dari orang lain seperti guru, akan tetapi hasil dari
proses mengkonstruksi yang dilakukan setiap individu. Pengetahuan hasil dari ”pemberian”
tidak akan bermakna. Adapun pengetahuan yang diperoleh melalui proses mengkonstruksi
pengetahuan itu oleh setiap individu akan memberikan makna mendalam atau lebih
dikuasai dan lebih lama tersimpan/diingat dalam setiap individu.
Adapun tujuan dari teori ini adalah sebagai berikut:
1. Adanya motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu sendiri.
2. Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengejukan pertanyaan dan mencari sendiri
pertanyaannya.
3. Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman konsep secara
lengkap.
4. Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri.
5. Lebih menekankan pada proses belajar bagaimana belajar itu.
Piaget mengemukakan bahwa pengetahuan tidak diperoleh secara pasif oleh
seseorang, melainkan melalui tindakan. Belajar merupakan proses untuk membangun
penghayatan terhadap suatu materi yang disampaikan. Bahkan, perkembangan kognitif
anak bergantung pada seberapa jauh mereka aktif memanipulasi dan berinteraksi dengan
lingkungannya. Sedangkan, perkembangan kognitif itu sendiri merupakan proses
berkesinambungan tentang keadaan ketidak-seimbangan dan keadaan keseimbangan
(Poedjiadi, 1999: 61). Dari pandangan Piaget tentang tahap perkembangan kognitif anak
dapat dipahami bahwa pada tahap tertentu cara maupun kemampuan anak mengkonstruksi
ilmu berbeda-beda berdasarkan kematangan intelektual anak. Pada teori ini konsekuensinya
adalah siswa harus memiliki ketrampilan unutk menyesuaikan diri atau adaptasi secara
tepat.
Dalam teori pembelajaran konstruktivisme, anak dituntut agar mampu
mengembangakan dirinya sendiri, guru hanya memberikan sedikit stimulus kepada anak.
Perbandingan antara teori pembelajaran konstruktivisme. Pada teori konstriktivisme lebih
menekankan pada keterlibatan siswa dalam kegiatan pembelajaran, baik secara fisik, mental
dan emosional. Penerapan teori ini cocok digunakan pada materi yang berhubungan
langsung pada proses berpikir secara abstrak, misalnya matematika. Sedangkan pada teori
humanisme, siswa benar-benar diajak dan dituntut untuk mengembangkan diri dalam
kegiatan pembelajaran. Dapat dikatakan dengan “mereka butuh, mereka yang mencari”.
Jadi dalam teori ini guru hanya sebagai fasilitator saja. Pembelajaran berdasarkan pada teori
humanisme cocok diterapkan pada materi yang sifatnya mampu membentuk kepribadian,
hati nurani, perubahan sikap, dan analisis terhadap fenomena sosial.
Salah satu teori atau pandangan yang sangat terkenal berkaitan dengan teori belajar
konstruktivisme adalah teori perkembangan mental Piaget. Teori ini biasa juga disebut teori
perkembangan intelektual atau teori perkembangan kognitif. Teori belajar tersebut
berkenaan dengan kesiapan anak untuk belajar, yang dikemas dalam tahap perkembangan
intelektual dari lahir hingga dewasa. Setiap tahap perkembangan intelektual yang dimaksud
dilengkapi dengan ciri-ciri tertentu dalam mengkonstruksi ilmu pengetahuan. Misalnya,
pada tahap sensori motor anak berpikir melalui gerakan atau perbuatan (Ruseffendi, 1988:
132).
Teori kontruktivisme adalah sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu
tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Salah satu teori atau pandangan
yang sangat terkenal berkaitan dengan teori belajar konstruktivisme adalah teori
perkembangan mental Piaget yang merupakan bagian dari teori kognitif juga. Piaget
menegaskan bahwa penekanan teori kontruktivisme pada proses untuk menemukan teori
atau pengetahuan yang dibangun dari realitas lapangan. Peran guru dalam pembelajaran
menurut teori kontruktivisme adalah sebagai fasilitator atau moderator. Pandangan tentang
anak dari kalangan konstruktivistik yang lebih mutakhir yang dikembangkan dari teori
belajar kognitif Piaget menyatakan bahwa ilmu.
#Catatanpribadi_Teoripendidikan
https://id.wikipedia.org/wiki/Teori_Belajar_Behavioristik
https://sites.google.com/site/mulyanabanten/home/teori-belajar-behavioristik/teori-belajarkognitif
https://id.wikipedia.org/wiki/Teori_perkembangan_kognitif
http://www.kompasiana.com/akmala-04/teori-belajar-humanisme_5508e7368133118c1cb1e1fd
http://rumbifauziah.blogspot.co.id/2013/05/teori-belajar-humanisme.html
http://wiare.blogspot.co.id/2013/02/teori-belajar-konstruktivisme.html
http://abazariant.blogspot.co.id/2013/02/teori-belajar-konstruktivisme_21.html
Download