Uploaded by ajengayuningrum09

MAKALAH PSIKOLOGI PENDIDIKAN MATERI 7 KELOMPOK 6

advertisement
MAKALAH
TEORI BELAJAR DAN PENGAPLIKASIANNYA DALAM PENDIDIKAN
DOSEN PENGAMPU:
AGUSTINA LESTARI, S.Pd M.Hum.
Disusun Oleh Kelompok 6 :
Ajeng Ayu Ningrum
3061823006
Siti Juariah
3061823009
Rachmawati
3061823016
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA
BANJARMASIN
2019
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, karena dengan rahmat dan
hidayah Nya akhirnya makalah ini dapat kami selesaikan dengan baik. Makalah ini
membahas tentang Teori Belajar Dan Pengaplikasiannya Dalam Pendidikan. Kami
menyadari bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak, penyusunan makalah ini tidak
akan berjalan dengan baik. Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih kepada
semua pihak yang telah membantu dalam menyusun makalah ini.
Penulis menyadari sepenuh nya bahwa dalam penulisan makalah ini masih
jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun demi kesempurnaan pada masa yang akan datang.
Akhir kata semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis khusus nya dan
pembaca pada umum nya.
Banjarmasin, 26 September 2019
Kelompok 6
i
Daftar isi
Kata Pengantar ...................................................................................................... i
Daftarisi.................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1
1.1. Latar Belakang Masalah ...................................................................................1
1.2. Perumusan Masalah .........................................................................................2
1.3. Tujuan ..............................................................................................................2
1.4. Metode Penulisan……………………………………………………………..2
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................3
2.1. Teori Deskriptif dan Perspektif ........................................................................3
2.2. Teori-teori Behavioristik dan Penerapannya ....................................................4
2.3. Teori-teori Kognitivistik dan Penerapannya ...................................................13
2.4. Teori Konstruktivisme ..................................................................................22
BAB III PENUTUP ..............................................................................................31
Daftar pustaka……………………………………………………………………33
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pembelajaran dapat diartikan sebagai kegiatan dimana guru (pengajar) dan
murid (pembelajar) berinteraksi, membicarakan suatu bahan atau melakukan suatu
aktivitas, guna mencapai tujuan yang dikehendaki. Dr Oemar Hamalik mengartikan
pembelajaran sebagai “suatu kombinasi yang tersusun, meliputi unsur-unsur
manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur, yang saling
mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran”. Juga dikemukakan bahwa
pembelajaran merupakan “upaya mengorganisasi lingkungan untuk menciptakan
kondisi belajar bagi peserta didik”.
Salah satu unsur penting bagi guru untuk meningkatkan kualitas dan
kompetensi pembelajaran yang direncanakan dan dikelolanya ialah pemahaman
tentang konsep atau teori belajar. Kalau guru memahami bagaimana individu dapat
belajar secara lebih efektif, maka ia dapat membantu peserta didiknya mengalami
kegiatan belajar dengan hasil optimal. Kalau guru hanya menguasai bahan
pengajarannya namun kurang mengerti cara efektif anak didik belajar, maka hasil
kegiatan yang dikelolanya tentu bisa kurang memuaskan. Untuk tujuan itu, guru
perlu terus belajar dari berbagai teori belajar dan meninjau secara kritis dan
konstruktif manfaatnya dalam pembelajaran.
Dari beberapa keterangan di atas telah menunjukan betapa pentingnya
pemahaman mengenai teori belajar dan pembelajar agar tercapainya proses belajar
mengajar yang akhirnya berdampak baik terhadap pencapaian prestasi belajar
mengajar siswa atau anak didik. Karena dorongan itulah maka perlu adanya
penjelasan mengenai teori belajar dan pembelajaran serta pekembangan dan
penerapannya dalam proses pembelajaran.
1
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang makalah ini maka dapat ditemukan masalah sebagai
berikut :

Apa yang dimaksud dengan teori belajar dan pembelajaran (deskriptif dan
prespektif)?

Bagaimana
penjelasan
mengenai
teori-teori
bahavioristik
dan
penerapannya?

Bagaimana penjelsan mengenai teori-teori kognitivistik dan penerapannya?
1.3 Tujuan
Dari uraian diatas, penulis mempunyai tujuan pembahasan,diantaranya sebagai
berikut :
1. Mencoba menjelaskan lebih dalam lagi mengenai teori-teori belajar dan
pembelajaran.
2. Mahasiswa dapat mencoba melaksanakan tugasnya sebagai calon pendidik
(Guru) untuk memberikan beberapa variasi metode belajar,guna
menghindari kejenuhan siswa dalam belajar.
3. Sebagai upaya pembelajaran dalam mengorganisasi lingkungan kelas untuk
menciptakan kondisi belajar yang baik bagi peserta didik.
4. Dapat membantu peserta didik dalam kegiatan belajar dengan hasil yang
optimal.
1.4 Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam menyusun makalah ini adalah metode studi
pustaka dan pencarian bahan makalah dengan website, yaitu mengutip, menyusun
serta merumuskan kembali pernyataan para ahli dalam bidang pendidikan dan
mengutip beberapa penjelasan dari artikel di internet.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Teori Deskriptif dan Perspektif
2.1.1 Pengertian Teori Deskriptif dan Perspektif
Untuk membedakan antara teori belajar dan teori pembelajaran bisa diamati
dari posisional teorinya, apakah berada pada tataran teori deskriptif atau perspektif.
Bruner (dalam Dageng 1989) mengemukakan bahwa teori pembelajaran adalah
perspektif dan teori belajar adalah deskriptif. Perspektif karena tujuan utama teori
pembelajaran adalah menetapkan metode pembelajaran yang optimal, sedangkan
teori belajar bersifat deskritif karena tujuan utama teori belajar adalah menjelaskan
proses belajar.
Teori belajar menaruh perhatian pada hubungan antara variable-variabel
yang menentukan hasil belajar. Sedangkan teori pembelajaran sebaliknya teori ini
menaruh perhatian pada bagaimana seseorang mempengaruhi orang lain agar
terjadi proses belajar. Dengan kata lain teori pembelajaran berurusan dengan upaya
mengontrol variable yang dispesifikasikan dalam teori belajar agar dapat
memudahkan belajar.
Asri Budiningsih (2004) dalam buku Belajar dan Pembelajaran menjelaskan
bahwa upaya dari Bruner untuk membedakan antara teori belajar yang deskriptif
dan teori pembelajaran yang perspektif dikembangkan lebih lanjut oleh Reigeluth.
Teori dan prinsip-prinsip pembelajaran yang deskriptif menempatkan variable
kondisi dan metode pembelajaran sebagai givens dan menempatkan hasil belajar
sebagai varibael yang diamati. Dengan kata lain, kondisi dan metode pembelajaran
sebagai variable bebas dan hasil pembelajaran sebagai variable tergantung.
Reigeluth (1983 dalam degeng ,1990) mengemukakan bahwa teori
perspektif adalah goal oriented sedangkan teori deskriptif adalah goal free.
Maksudnya adalah bahwa teori pembelajaran perspektif dimaksudkan untuk
mencapai tujuan, sedangkan teori belajar deskriptif dimaksudkan untuk
memberikan hasil. Itulah sebabnya variable yang diamati dalam mengembangkan
teori belajar yang perspektif adalah metode yang optimal untuk mencapai tujuan,
3
sedangkan dalam pengembangan teori pembelajaran deskriptif, variable yang
diamati adalah hasil belajar sebagai akibat dari interaksi antara metode dan kondisi.
Dengan kata lain teori pembelajaran mengungkapkan hubungan antara
kegiatan pembelajaran dengan proses psikologis dalam diri siswa, sedangkan teori
belajar mengungkapkan hubungan antara kegiatan siswa dengan proses psikologis
dalam diri siswa. Teori pembelajaran harus memasukkan variable metode
pembelajaran. Bila tidak, maka teori itu bukanlah teori pembelajaran. Hal ini
penting sebab banyak yang terjadi apa yang dianggap sebagai teori pembelajaran
yang sebenarnya adalah teori belajar. Teori pembelajaran selalu menyebutkan
metode pembelajaran sedangkan teori belajar sama sekali tidak berurusan dengan
metode pembelajaran.
2.1.2 Kelebihan dan Kekurangan Teori Belajar Deskriptif dan Prespektif
• Kelebihan dan kekurangan teori belajar deskriptif
Kelebihannya yaitu lebih terkonsep sehingga siswa lebih memahami materi
yang akan disampaikan. Dan mendorong siswa untuk mencari sumber pengetahuan
sebanyak-banyaknya dalam mengerjakan suatu tugas. Kekurangannya yaitu kurang
memperhatikan sisi psikologis siswa dalam mendalami suatu materi.
• kelebihan dan kekurangan teori belajar prespektif
Kelebihannya yaitu lebih sistematis sehingga memiliki arah dan tujuan yang
jelas.banyak
member
motivasi
agar
terjadi
proses
belajar.
Dan
mengoptimalisasikan kerja otak secara maksimal. Kekurangannya yaitu
membutuhkan waktu cukup lama.
2.2 Teori-teori Behavioristik dan Penerapannya
2.2.1 Pengertian Belajar Menurut Pandangan Teori Behavioristik
Teori belajar behavioristik menjelaskan belajar itu adalah perubahan
perilaku yang dapat diamati, diukur dan dinilai secara konkret. Perubahan terjadi
melalui rangsangan (stimulans) yang menimbulkan hubungan perilaku reaktif
(respon) berdasarkan hukum-hukum mekanistik. Stimulans tidak lain adalah
lingkungan belajar anak, baik yang internal maupun eksternal yang menjadi
penyebab belajar. Sedangkan respons adalah akibat atau dampak, berupa reaksi
4
fifik terhadap stimulans. Belajar berarti penguatan ikatan, asosiasi, sifat da
kecenderungan perilaku S-R (stimulus-Respon).
Teori Behavioristik:
1. Mementingkan faktor lingkungan
2. Menekankan pada faktor bagian
3. Menekankan pada tingkah laku yang nampak dengan mempergunakan
metode obyektif.
4. Sifatnya mekanis
5. Mementingkan masa lalu
Tokoh-tokoh aliran behavioristik di antaranya adalah Thorndike,Watson,
Clark Hull, Edwin Guthrie, dan Skinner. Berikut akan dibahas karya-karya para
tokoh aliran behavioristik.
1. Teori Belajar Menurut Thorndike
Menurut Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan
respon. Stimulus adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti
pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera.
Sedangkan respon adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar,
yang dapat pula berupa pikiran, perasaan, atau gerakan/tindakan. Jadi perubahan
tingkah laku akibat kegiatan belajar dapat berwujud konkrit, yaitu yang dapat
diamati, atau tidak konkrit yaitu yang tidak dapat diamati. Meskipun aliran
behaviorisme sangat mengutamakan pengukuran, tetapi tidak dapat menjelaskan
bagaimana cara mengukur tingkah laku yang tidak dapat diamati. Teori Thorndike
ini disebut pula dengan teori koneksionisme (Slavin, 2000).
Ada tiga hukum belajar yang utama, yakni (1) hukum efek; (2) hukum
latihan dan (3) hukum kesiapan. Ketiga hukum ini menjelaskan bagaimana hal-hal
tertentu dapat memperkuat respon.
2. Teori Belajar Menurut Watson
Watson mendefinisikan belajar sebagai proses interaksi antara stimulus dan
respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus dapat diamati
(observable) dan dapat diukur. Jadi walaupun dia mengakui adanya perubahanperubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar, namun dia
5
menganggap faktor tersebut sebagai hal yang tidak perlu diperhitungkan karena
tidak dapat diamati. Watson adalah seorang behavioris murni, karena kajiannya
tentang belajar disejajarkan dengan ilmu-ilmu lain seperi Fisika atau Biologi yang
sangat berorientasi pada pengalaman empirik semata, yaitu sejauh mana dapat
diamati dan diukur.
3. Teori Belajar Menurut Clark Hull
Clark Hull juga menggunakan variabel hubungan antara stimulus dan
respon untuk menjelaskan pengertian belajar. Namun dia sangat terpengaruh oleh
teori evolusi Charles Darwin. Bagi Hull, seperti halnya teori evolusi, semua fungsi
tingkah laku bermanfaat terutama untuk menjaga agar organisme tetap bertahan
hidup. Oleh sebab itu Hull mengatakan kebutuhan biologis (drive) dan pemuasan
kebutuhan biologis (drive reduction) adalah penting dan menempati posisi sentral
dalam seluruh kegiatan manusia, sehingga stimulus (stimulus dorongan) dalam
belajarpun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun respon
yang akan muncul mungkin dapat berwujud macam-macam. Penguatan tingkah
laku juga masuk dalam teori ini, tetapi juga dikaitkan dengan kondisi biologis (Bell,
Gredler, 1991).
4. Teori Belajar Menurut Edwin Guthrie
Azas belajar Guthrie yang utama adalah hukum kontiguiti. Yaitu gabungan
stimulus-stimulus yang disertai suatu gerakan, pada waktu timbul kembali
cenderung akan diikuti oleh gerakan yang sama (Bell, Gredler, 1991). Guthrie juga
menggunakan variabel hubungan stimulus dan respon untuk menjelaskan terjadinya
proses belajar. Belajar terjadi karena gerakan terakhir yang dilakukan mengubah
situasi stimulus sedangkan tidak ada respon lain yang dapat terjadi. Penguatan
sekedar hanya melindungi hasil belajar yang baru agar tidak hilang dengan jalan
mencegah perolehan respon yang baru. Hubungan antara stimulus dan respon
bersifat sementara, oleh karena dalam kegiatan belajar peserta didik perlu sesering
mungkin diberi stimulus agar hubungan stimulus dan respon bersifat lebih kuat dan
menetap. Guthrie juga percaya bahwa hukuman (punishment) memegang peranan
penting dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan
mampu mengubah tingkah laku seseorang. Saran utama dari teori ini adalah guru
harus dapat mengasosiasi stimulus respon secara tepat. Siswa harus dibimbing
6
melakukan apa yang harus dipelajari. Dalam mengelola kelas guru tidak boleh
memberikan tugas yang mungkin diabaikan oleh anak (Bell, Gredler, 1991).
5. Teori Belajar Menurut Skinner
Konsep-konsep yang dikemukanan Skinner tentang belajar lebih
mengungguli konsep para tokoh sebelumnya. Ia mampu menjelaskan konsep
belajar secara sederhana, namun lebih komprehensif. Menurut Skinner hubungan
antara stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi dengan lingkungannya,
yang kemudian menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana yang
dikemukakan oleh tokoh tokoh sebelumnya. Menurutnya respon yang diterima
seseorang tidak sesederhana itu, karena stimulus-stimulus yang diberikan akan
saling berinteraksi dan interaksi antar stimulus itu akan mempengaruhi respon yang
dihasilkan. Respon yang diberikan ini memiliki konsekuensi-konsekuensi.
Konsekuensi-konsekuensi inilah yang nantinya mempengaruhi munculnya perilaku
(Slavin, 2000). Oleh karena itu dalam memahami tingkah laku seseorang secara
benar harus memahami hubungan antara stimulus yang satu dengan lainnya, serta
memahami konsep yang mungkin dimunculkan dan berbagai konsekuaensi yang
mungkin timbul akibat respon tersebut. Skinner juga mengmukakan bahwa dengan
menggunakan perubahan-perubahan mental sebagai alat untuk menjelaskan tingkah
laku hanya akan menambah rumitnya masalah. Sebab setiap alat yang digunakan
perlu penjelasan lagi, demikian seterusnya.
2.2.2 Analisis Tentang Teori Behavioristik
Kaum behavioris menjelaskan bahwa belajar sebagai suatu proses
perubahan tingkah laku dimana reinforcement dan punishment menjadi stimulus
untuk merangsang siswa dalam berperilaku. Pendidik yang masih menggunakan
kerangka behavioristik biasanya merencanakan kurikulum dengan menyusun isi
pengetahuan menjadi bagian-bagian kecil yang ditandai dengan suatu keterampilan
tertentu. Kemudian, bagian-bagian tersebut disusun secara hirarki, dari yang
sederhana sampai yang komplek (Paul, 1997)
Pandangan teori behavioristik telah cukup lama dianut oleh para pendidik.
Namun dari semua teori yang ada, teori Skinnerlah yang paling besar pengaruhnya
terhadap perkembangan teori belajar behavioristik. Program-program pembelajaran
7
seperti Teaching Machine, Pembelajaran berprogram, modul dan program-program
pembelajaran lain yang berpijak pada konsep hubungan stimulus-respons serta
mementingkan faktor-faktor penguat (reinforcement), merupakan program
pembelajaran yang menerapkan teori belajar yang dikemukakan Skiner.
Teori behavioristik banyak dikritik karena seringkali tidak mampu
menjelaskan situasi belajar yang kompleks, sebab banyak variabel atau hal-hal yang
berkaitan dengan pendidikan dan atau belajar yang dapat diubah menjadi sekedar
hubungan stimulus dan respon. Teori ini tidak mampu menjelaskan penyimpanganpenyimpangan yang terjadi dalam hubungan stimulus dan respon.
Pandangan behavioristik juga kurang dapat menjelaskan adanya variasi
tingkat emosi siswa, walaupun mereka memiliki pengalaman penguatan yang sama.
Pandangan ini tidak dapat menjelaskan mengapa dua anak yang mempunyai
kemampuan dan pengalaman penguatan yang relatif sama, ternyata perilakunya
terhadap suatu pelajaran berbeda, juga dalam memilih tugas sangat berbeda tingkat
kesulitannya. Pandangan behavioristik hanya mengakui adanya stimulus dan
respon yang dapat diamati. Mereka tidak memperhatikan adanya pengaruh pikiran
atau perasaan yang mempertemukan unsur-unsur yang diamati tersebut.
Teori behavioristik juga cenderung mengarahkan siswa untuk berfikir linier,
konvergen, tidak kreatif dan tidak produktif. Pandangan teori ini bahwa belajar
merupakan proses pembentukan atau shaping, yaitu membawa siswa menuju atau
mencapai target tertentu, sehingga menjadikan peserta didik untuk tidak bebas
berkreasi dan berimajinasi. Padahal banyak faktor yang berpengaruh yang
mempengaruhi proses belajar. Jadi teori belajar tidak sesederhana yang dilukiskan
teori behavioristik.
Skinner dan tokoh-tokoh lain pendukung teori behavioristik memang tidak
menganjurkan digunakannya hukuman dalam kegiatan pembelajaran. Namun apa
yang mereka sebut dengan penguat negatif (negative reinforcement) cenderung
membatasi siswa untuk berpikir dan berimajinasi.
8
2.2.3 Aplikasi Teori Behavioristik dalam Kegiatan Pembelajaran
Aliran psikologi belajar yang sangat besar mempengaruhi arah
pengembangan teori dan praktek pendidikan dan pembelajaran hingga kini adalah
aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang
tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus
responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon
atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode drill atau pembiasaan semata.
Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan reinforcement dan akan
menghilang bila dikenai hukuman.
Istilah-istilah seperti hubungan stimulus respon, individu atau siswa pasif,
perilaku sebagai hasil yang tampak, pembentukan perilaku (shaping) dengan
penataan kondisi secara ketat, reinforcement dan hukuman, ini semua merupakan
unsur-unsur yang sangat penting dalam teori behavioristik. Teori ini hingga
sekarang masih merajai praktek pembelajaran di Indonesia. Hal ini tampak dengan
jelas pada penyelenggaraan pembelajaran dari tingkat yang paling dini, seperti
kelompok bermain, Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah,
bahkan sampai Perguruan Tinggi, pembentukan perilaku dengan cara drill
(pembiasaan) disertai dengan reinforcement atau hukuman masih sering dilakukan.
Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari
beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik
siswa, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang
dirancang dan berpijak pada teori behvioristik memandang bahwa pengetahuan
adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan
rapi, sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah
memindahkan pengetahuan (transfer of knowledge) ke orang yang belajar atau
siswa. Fungsi mind atau pikiran adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan yag
sudah ada melalui proses berpikir yang dapat dianalisis dan dipilah, sehingga
makna yang dihasilkan dari proses berpikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik
struktur pengetahuan tersebut. Siswa diharapkan akan memiliki pemahaman yang
9
sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh
pengajar atau guru itulah yang harus dipahami oleh murid (Degeng, 2006).
Demikian halnya dalam proses belajar mengajar, siswa dianggap sebagai
objek pasif yang selalu membutuhkan motivasi dan penguatan dari pendidik. Oleh
karena itu, para pendidik mengembangkan kurikulum yang terstruktur dengan
menggunakan standart-standart tertentu dalam proses pembelajaran yang harus
dicapai oleh para siswa. Begitu juga dalam proses evaluasi belajar siswa diukur
hanya pada hal-hal yang nyata dan dapat diamati sehingga hal-hal yang bersifat
unobservable kurang dijangkau dalam proses evaluasi.
Implikasi dari teori behavioristik dalam proses pembelajaran dirasakan
kurang memberikan ruang gerak yang bebas bagi siswa untuk berkreasi,
bereksperimentasi dan mengembangkan kemampuannya sendiri. Karena sistem
pembelajaran tersebut bersifat otomatis-mekanis dalam menghubungkan stimulus
dan respon sehingga terkesan seperti kinerja mesin atau robot. Akibatnya siswa
kurang mampu untuk berkembang sesuai dengan potensi yang ada pada diri
mereka.
Karena teori behavioristik memandang bahwa sebagai pengetahuan telah
terstruktur rapi dan teratur, maka siswa atau orang yang belajar harus dihadapkan
pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan terlebih dulu secara ketat. Pembiasaan
dan disiplin menjadi sangat esensial dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih
banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin. Kegagalan atau ketidakmampuan
dalam penambahan pengetahuan dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu
dihukum dan keberhasilan belajar atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk
perilaku yang pantas diberi hadiah. Demikian juga, ketaatan pada aturan dipandang
sebagai penentu keberhasilan belajar. Siswa atau peserta didik adalah objek yang
berperilaku sesuai dengan aturan, sehingga kontrol belajar harus dipegang oleh
sistem yang berada di luar diri siswa (Degeng, 2006).
Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan pada
penambahan pengetahuan, sedangkan belajar sebagi aktivitas “mimetic”, yang
menuntut siswa untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari
dalam bentuk laporan, kuis, atau tes. Penyajian isi atau materi pelajaran
menekankan pada ketrampian yang terisolasi atau akumulasi fakta mengikuti urutan
10
dari bagian ke keseluruhan. Pembelajaran mengikuti urutan kurikulum secara ketat,
sehingga aktivitas belajar lebih banyak didasarkan pada buku teks/buku wajib
dengan penekanan pada ketrampilan mengungkapkan kembali isi buku teks/buku
wajib tersebut. Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil belajar.
Evaluasi menekankan pada respon pasif, ketrampilan secara terpisah, dan
biasanya menggunakan paper and pencil test. Evaluasi hasil belajar menuntut
jawaban yang benar. Maksudnya bila siswa menjawab secara “benar” sesuai dengan
keinginan guru, hal ini menunjukkan bahwa siswa telah menyelesaikan tugas
belajarnya. Evaluasi belajar dipandang sebagi bagian yang terpisah dari kegiatan
pembelajaran, dan biasanya dilakukan setelah selesai kegiatan pembelajaran. Teori
ini menekankan evaluasi pada kemampuan siswa secara individual.
2.2.4 Kelebihan dan Kekurangan Teori Belajar Behavioristik

Kelebihannya yaitu antara lain:
1. Membiasakan guru untuk bersikap jeli dan peka pada situasi dan kondisi
belajar.
2. Metode behavioristik ini sangat cocok untuk memperoleh kemampuan yang
menbutuhkan praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur
seperti: kecepatan, spontanitas, kelenturan, refleksi, daya tahan, dan
sebagainya.
3. Guru tidak banyak memberikan ceramah sehingga murid dibiasakan belajar
mandiri. Jika menemukan kesulitan baru ditanyakan kepada guru yang
bersangkutan
4. Teori ini cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih
membutuhkan dominansi peran orang dewasa , suka mengulangi dan harus
dibiasakan , suka meniru dan senang dengan bentuk-bentuk penghargaan
langsung seperti diberi permen atau pujian.
5. Mampu membentuk suatu perilaku yang diinginkan mendapatkan
penguatan positif dan perilaku yang kurang sesuai mendapat penghargaan
negatif, yang didasari pada perilaku yang tampak.
6. Dengan melalui pengulangan dan pelatihan yang kontinue dapat
mengoptimalkan bakat dan kecerdasan siswa yang sudah terbentuk
sebelumnya. Jika anak sudah mahir dalam satu bidang tertentu maka akan
11
lebih dapat dikuatkan lagi dengan pembiasaan dan pengulangan yang
kontinue tersebut dan lebih optimal.
7. Bahan pelajaran yang disusun secara hierarkis dari yang sederhana sampai
pada yang kompleks dengan tujuan pembelajaran dibagi dalam bagianbagian kecil yang ditandai dengan pencapaian suatu ketrampilan tertentu
mampu menghasilkan sustu perilaku yang konsisten terhadap bidang
tertentu.

Kekurangannya yaitu antara lain:
1. Sebuah konsekuensi bagi guru, untuk menyusun bahan pelajaran dalam
bentuk yang sudah siap.
2. Tidak setiap mata pelajaran bisa menggunakan metode ini.
3. Penerapan teori behavioristik yang salah dalam suatu situasi pembelajaran
juga mengakibatkan terjadinya proses pembelajaran yang sangat tidak
menyenangkan bagi siswa yaitu guru sebagai sentral, bersikap otoriter,
komunikasi berlangsung satu arah, guru melatih dan menentukan apa yang
harus dipelajari murid.
4. Murid berperan sebagai pendengar dalam proses pembelajaran dan
menghafalkan apa yang didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang
efektif
5. Penggunaan hukuman yang sangat dihindari oleh para tokoh behavioristik
justru dianggap metode yang paling efektif untuk menertibkan siswa
6. Murid dipandang pasif, perlu motivasi dari luar dan sangat dipengaruhi oleh
penguatan yang diberikan guru.
7. Penerapan teori behavioristik yang salah dalam suatu kondisi pembelajaran
juga mengakibatkan terjadinya proses pembelajaran yang sangat tidak
menyenangkan bagi siswa yaitu guru sebagai sentral bersikap otoriter,
komunikasi berlangsung satu arah guru melatih dan menetukan apa yang
harus dipelajari murid sehingga dapat menekan kreatifitas siswa. Murid
hanya mendengarkan dengan tertib penjelasan guru dan meghafalkan apa
yang didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif sehingga
inisiatif siswa terhadap suatu permasalahan yang muncul secara temporer
tidak bisa diselesaiakn oleh siswa.
12
2.3 Teori-teori Kognitivistik dan Penerapannya
2.3.1 Pengertian Belajar Menurut Pandangan Teori Kognitivistik
Kognitivisme sering disebut dengan model kognitif atau perceptual. Di
dalam teori ini tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi serta
pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan-tujuannya.
Menurut teori ini belajar adalah perubahan dan pemahaman yang tidak selalu dapat
dilihat dalam bentuk tingkah laku. Belajar merupakan proses internal yang
mencakup ingatan, retensi, pengolahan informasi, emosi, dan faktor-faktor lain.
Proses belajar mencakup pengaturan stimulus yang diterima dan menyesuaikannya
dengan struktur kognitif yang terbentuk di dalam pikiran seseorang berdasarkan
pengalaman sebelumnya.
Teori ini lebih menekankan kepada proses belajar daripada hasil belajar.
Bagi yang menganut aliran kognitivistik belajar tidak hanya melibatkan hubungan
antara stimulus dan respons. Lebih dari itu belajar adalah melibatkan proses
berpikir yang sangat kompleks. Menurut teori kognitivistik, ilmu pengetahuan
dibangun didalam diri seseorang melalui proses interaksi yang berkesinambungan
dengan lingkungan. Proses ini tidak hanya berjalan terpatah-patah, terpisah-pisah,
tetapi melalui proses mengalir, bersambung dan menyeluruh.
Menurut psikologi kognitif belajar dipandang sebagai usaha untuk mengerti
sesuatu. Usaha itu dilakukan secara aktif oleh siswa. Keaktifan itu dapat berupa
mencari pengalaman, mencari informasi, mencermati lingkungan, mempraktekkan
sesuatu untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Para psikolog pendidikan kognitif
berkeyakinan bahwa pengetahuan yang dimiliki sebelumnya sangat menentukan
keberhasilan mempelajari informasi atau pengetahuan yang baru.
A. Robert M. Gagne
Salah satu teori yang berasal dari psikolog kognitiv adalah teori pemrosesan
informasi yang dikemukakan oleh Robert M. Gagne. Menurut teori ini belajar
dipandang sebagai proses pengolahan informasi dalam otak manusia. Sedangkan
pengolahan otak manusia sendiri dapat dijelaskan sebagai berikut:
13

Reseptor (alat indera): menerima rangsangan dari lingkungan dan
mengubahnya menjadi rangsaangan neural, memberikan symbol informasi
yang diterimanya dan kemudian di teruskan.

Sensory register (penempungan kesan-kesan sensoris): yang terdapat pada
syaraf pusat, fungsinya menampung kesan-kesan sensoris dan mengadakan
seleksi sehingga terbentuk suatu kebulatan perceptual. Informasi yang
masuk sebagian masuk ke dalam memori jangka pendek dan sebagian
hilang dalam system.

Short term memory ( memory jangka pendek ): menampung hasil
pengolahan perceptual dan menyimpannya. Informasi tertentu disimpan
untuk menentukan maknanya. Memori jangka pendek dikenal juga dengan
informasi
memori
kerja,
kapasitasnya
sangat
terbatas,
waktu
penyimpananya juga pendek. Informasi dalam memori ini dapat di
transformasi dalam bentuk kode-kode dan selanjutnya diteruskan ke
memori jangka panjang.

Long Term memory (memori jangka panjang): menampung hasil
pengolahan yang ada di memori jangka pendek. Informasi yang disimpan
dalam jangka panjang, bertahan lama, dan siap untuk dipakai kapan saja.

Response generator (pencipta respon): menampung informasi yang
tersimpan dalam memori jangka panjang dan mengubahnya menjadi reaksi
jawaban.
B. Jean Piaget
Menurut Piaget proses belajar sebenarnya terdiri atas tiga tahapan yaitu:

Asimilasi
: proses pengintegrasian informasi baru ke struktur kognitif yang
sudah ada.

Akomodasi
: proses penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi baru.

Equilibrasi
: penyesuaian yang berkesinambungan antara asimilasi dan
akomodasi.
Piaget juga mengemukakan bahwa proses belajar harus disesuaikan dengan
tahap perkembangan kognitif yang dilalui siswa. Proses belajar yang dialami
seorang anak berbeda pada tahap satu debfab tahap lainnya yang secara umum
semakin tinggi tingkat kognitif seseorang maka semakin teratur dan juga semakin
14
abstrak cara berpikirnya. Oleh karena itu guru seharusnya memahami tahap-tahap
perkembangan kognitif anak didiknya serta memberikan isi, metode, media
pembelajaran yang sesuai dengan tahapannya.
Piaget membagi skema yang digunakan anak untuk memahami dunianya
melalui empat periode utama yang berkorelasi dengan dan semakin canggih seiring
pertambahan usia:

Periode sensorimotor (usia 0–2 tahun)

Periode praoperasional (usia 2–7 tahun)

Periode operasional konkrit (usia 7–11 tahun)

Periode operasional formal (usia 11 tahun sampai dewasa)
Periode sensorimotor
Menurut Piaget, bayi lahir dengan sejumlah refleks bawaan selain juga
dorongan untuk mengeksplorasi dunianya. Skema awalnya dibentuk melalui
diferensiasi refleks bawaan tersebut.
Periode sensorimotor
Yaitu periode pertama dari empat periode. Piaget berpendapat bahwa
tahapan ini menandai perkembangan kemampuan dan pemahaman spatial penting
dalam enam sub-tahapan:
1. Sub-tahapan skema refleks, muncul saat lahir sampai usia enam minggu dan
berhubungan terutama dengan refleks.
2. Sub-tahapan fase reaksi sirkular primer, dari usia enam minggu sampai
empat bulan dan berhubungan terutama dengan munculnya kebiasaankebiasaan.
3. Sub-tahapan fase reaksi sirkular sekunder, muncul antara usia empat
sampai sembilan bulan dan berhubungan terutama dengan koordinasi
antara penglihatan dan pemaknaan.
4. Sub-tahapan koordinasi reaksi sirkular sekunder, muncul dari usia sembilan
sampai duabelas bulan, saat berkembangnya kemampuan untuk melihat
objek sebagai sesuatu yang permanen walau kelihatannya berbeda kalau
dilihat dari sudut berbeda (permanensi objek).
15
5. Sub-tahapan fase reaksi sirkular tersier, muncul dalam usia dua belas
sampai delapan belas bulan dan berhubungan terutama dengan
penemuan cara-cara baru untuk mencapai tujuan.
6. Sub-tahapan awal representasi simbolik, berhubungan terutama dengan
tahapan awal kreativitas.
Tahapan praoperasional
Tahapan ini merupakan tahapan kedua dari empat tahapan. Dengan
mengamati urutan permainan, Piaget bisa menunjukkan bahwa setelah akhir usia
dua tahun jenis yang secara kualitatif baru dari fungsi psikologis muncul.
Pemikiran (Pra) Operasi
Dalam teori Piaget adalah prosedur melakukan tindakan secara mental
terhadap objek-objek. Ciri dari tahapan ini adalah operasi mental yang jarang dan
secara logika tidak memadai. Dalam tahapan ini, anak belajar menggunakan dan
merepresentasikan objek dengan gambaran dan kata-kata. Pemikirannya masih
bersifat egosentris: anak kesulitan untuk melihat dari sudut pandang orang lain.
Anak
dapat
mengklasifikasikan
objek
menggunakan
satu
ciri,
seperti
mengumpulkan semua benda merah walau bentuknya berbeda-beda atau
mengumpulkan semua benda bulat walau warnanya berbeda-beda.
Menurut Piaget, tahapan pra-operasional mengikuti tahapan sensorimotor
dan muncul antara usia dua sampai enam tahun. Dalam tahapan ini, anak
mengembangkan keterampilan berbahasanya. Mereka mulai merepresentasikan
benda-benda dengan kata-kata dan gambar. Bagaimanapun, mereka masih
menggunakan penalaran intuitif bukan logis. Di permulaan tahapan ini, mereka
cenderung egosentris, yaitu, mereka tidak dapat memahami tempatnya di dunia dan
bagaimana hal tersebut berhubungan satu sama lain. Mereka kesulitan memahami
bagaimana perasaan dari orang di sekitarnya. Tetapi seiring pendewasaan,
kemampuan untuk memahami perspektif orang lain semakin baik. Anak memiliki
pikiran yang sangat imajinatif di saat ini dan menganggap setiap benda yang tidak
hidup pun memiliki perasaan.
16
Tahapan operasional konkrit
Tahapan ini adalah tahapan ketiga dari empat tahapan. Muncul antara usia
enam sampai duabelas tahun dan mempunyai ciri berupa penggunaan logika yang
memadai. Proses-proses penting selama tahapan ini adalah:

Pengurutan—kemampuan untuk mengurutan objek menurut ukuran,
bentuk, atau ciri lainnya. Contohnya, bila diberi benda berbeda ukuran,
mereka dapat mengurutkannya dari benda yang paling besar ke yang
paling kecil.

Klasifikasi—kemampuan untuk memberi nama dan mengidentifikasi
serangkaian benda menurut tampilannya, ukurannya, atau karakteristik
lain, termasuk gagasan bahwa serangkaian benda-benda dapat
menyertakan benda lainnya ke dalam rangkaian tersebut. Anak tidak
lagi memiliki keterbatasan logika berupa animisme (anggapan bahwa
semua benda hidup dan berperasaan)

Decentering—anak mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari
suatu permasalahan untuk bisa memecahkannya. Sebagai contoh anak
tidak akan lagi menganggap cangkir lebar tapi pendek lebih sedikit
isinya dibanding cangkir kecil yang tinggi.

Reversibility—anak mulai memahami bahwa jumlah atau benda-benda
dapat diubah, kemudian kembali ke keadaan awal. Untuk itu, anak
dapat dengan cepat menentukan bahwa 4+4 sama dengan 8, 8-4 akan
sama dengan 4, jumlah sebelumnya.

Konservasi—memahami bahwa kuantitas, panjang, atau jumlah
benda-benda adalah tidak berhubungan dengan pengaturan atau
tampilan dari objek atau benda-benda tersebut. Sebagai contoh, bila
anak diberi cangkir yang seukuran dan isinya sama banyak, mereka
akan tahu bila air dituangkan ke gelas lain yang ukurannya berbeda, air
di gelas itu akan tetap sama banyak dengan isi cangkir lain.
17

Penghilangan sifat Egosentrisme—kemampuan untuk melihat
sesuatu dari sudut pandang orang lain (bahkan saat orang tersebut
berpikir dengan cara yang salah). Sebagai contoh, tunjukkan komik
yang memperlihatkan Siti menyimpan boneka di dalam kotak, lalu
meninggalkan ruangan, kemudian Ujang memindahkan boneka itu ke
dalam laci, setelah itu baru Siti kembali ke ruangan. Anak dalam tahap
operasi konkrit akan mengatakan bahwa Siti akan tetap menganggap
boneka itu ada di dalam kotak walau anak itu tahu bahwa boneka itu
sudah dipindahkan ke dalam laci oleh Ujang.
Tahapan operasional formal
Tahap operasional formal adalah periode terakhir perkembangan kognitif
dalam teori Piaget. Tahap ini mulai dialami anak dalam usia sebelas tahun (saat
pubertas) dan terus berlanjut sampai dewasa. Karakteristik tahap ini adalah
diperolehnya kemampuan untuk berpikir secara abstrak, menalar secara logis, dan
menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia. Dalam tahapan ini, seseorang
dapat memahami hal-hal seperti cinta, bukti logis, dan nilai. Ia tidak melihat segala
sesuatu hanya dalam bentuk hitam dan putih, namun ada "gradasi abu-abu" di
antaranya. Dilihat dari faktor biologis, tahapan ini muncul saat pubertas (saat terjadi
berbagai perubahan besar lainnya), menandai masuknya ke dunia dewasa secara
fisiologis,
kognitif,
penalaran
moral,
perkembangan
psikoseksual,
dan
perkembangan sosial. Beberapa orang tidak sepenuhnya mencapai perkembangan
sampai tahap ini, sehingga ia tidak mempunyai keterampilan berpikir sebagai
seorang dewasa dan tetap menggunakan penalaran dari tahap operasional konkrit.
Informasi umum mengenai tahapan-tahapan
Keempat tahapan ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

Walau tahapan-tahapan itu bisa dicapai dalam usia bervariasi tetapi
urutannya
selalu sama. Tidak ada ada tahapan yang diloncati dan tidak
ada urutan yang mundur.
18

Universal (tidak terkait budaya)

Bisa digeneralisasi: representasi dan logika dari operasi yang ada dalam diri
seseorang berlaku juga pada semua konsep dan isi pengetahuan

Tahapan-tahapan tersebut berupa keseluruhan yang terorganisasi secara
logis
A. Kelemahan-kelamahan teori Piaget adalah :
a). Belajar individual tidak dapat dialaksanakan karena untuk belajar
mandiri diperlukan kemampuan kognitif yang lengkap dan kompleks yang
tidak
dapat
diuraikan
dalam
jenajng-jenjang.
b). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketrampilan kognitif tingkat tinggi
dapat dicapai oleh anak-anak yang belum mencapai umur yang sesuai
dengan
jenjang
di
teori
Piaget.
c). Sebaliknya hasil penelitian menunjukkan bahwa banyakorang yang tidak
mencapai tahap formal tanpa adanya manipulasi hal-hal yang bersifat
konkrit.
d). Ketrampilan ternyata lebih baik dipelajari melalui urutan, bukan
berdasarkan tahap umur.
C. Ausubel
Menurut Ausubel siswa akan belajar dengan baik jika isi pelajarannya
didefinisikan dan kemudian dipresentasikan dengan baik dan tepat kepada siswa
(advanced organizer), dengan demikian akan mempengaruhi pengaturan
kemampuan belajar siswa.
Advanced organizer adalah konsep atau informasi umum yang mewadahi
seluruh isi pelajaran yang akan dipelajari oleh siswa. Advanced organizer
memberikan tiga manfaat yaitu : Menyediakan suatu kerangka konseptual untuk
materi yang akan dipelajari, berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan
antara yang sedang dipelajari dan yang akan dipelajari, dan dapat membantu siswa
untuk memahami bahan belajar secara lebih mudah.
Faktor-faktor utama yang mempengaruhi belajar bermakna menurut
Ausubel adalah struktur kognitif yang ada, stabilitas, dan kejelasan pengetahuan
dalam suatu bidang studi tertentu dan pada waktu tertentu. Sifat-sifat struktur
kognitif menentukan validitas dan kejelasan arti-arti yang timbul waktu informasi
19
baru masuk ke dalam struktur kognitif itu; demikian pula sifat proses interaksi yang
terjadi. Jika struktur kognitif itu stabil, dan diatur dengan baik, maka arti-arti yang
sahih dan jelas atau tidak meragukan akan timbul dan cenderung bertahan. Tetapi
sebaliknya jika struktur kognitif itu tidak stabil, meragukan, dan tidak teratur, maka
struktur kognitif itu cenderung menghambat belajar dan retensi.
Materi
yang
dipelajari
diasimilasikan
dan
dihubungkan
dengan
pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Belajar seharusnya merupakan apa
yang disebut asimilasi bermakna. Untuk itu diperlukan dua persyaratan : (1) materi
yang secara potensial bermakna, dan dipilih serta diatur oleh dosen dan harus sesuai
dengan tingkat perkembangan serta pengalaman masa lalu, (2) Suatu situasi belajar
yang bermakna.
Langkah-langkah pembelajaran menurut teori Ausubel adalah :
1.
Mengukur kesiapan mahasiswa (minat, kemampuan, struktur kognitif)
melalui test awal, interview, review, pertanyaan dan lain teknik.
2. Memilih materi dan mengaturnya dalam bentuk penyajian konsep kuncikunci, mulai dengan contoh konkrit, controversial atau yang sifatnya
aneh/tidak biasa.
3. Mengidentifikasi prinsip-prinsip yang harus dikuasi dari materi baru itu.
Menyajikan suatu pandangan secara menyeluruh tentang apa yang harus
dipelajari.
4. Memakai advance organizers.
5. Mengajar mahasiswa memahami konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang
ada, dengan memberikan focus pada hubungan-hubungan yang ada.
D. Bruner
Bruner menyebutkan hendaknya guru harus memberikan kesempatan
kepada muridnya untuk menjadi seorang problem solver, seorang scientist,
historian atau ahli matematika. Biarkan murid kita menemukan arti bagi diri mereka
sendiri dan memungkinkan mereka mempelajari konsep-konsep di dalam bahasa
yang mereka mengerti.
Perkembangan kognitif menekankan pada adanya pengaruh kebudayaan
terhadap tingkah laku seseorang. Piaget mengatakan bahwa perkembangan kognitif
20
menyebabkan perkembangan bahasa seseorang, sebaliknya Bruner menyatakan
bahwa perkembangan bahasa besar pengaruhnya terhadap perkembangan kognitif.
Perkembangan kognitif melalui 3 tahap yaitu : (1) enaktif, dimana individu
melakukan aktivitas dalam usahanya memahami lingkungan, (2) ikonik, dimana ia
melihat dunia melalui gambar-gambar dan visualisasi verbal, (3) simbolik, dimana
ia mempunyai gagasan-gagasan abstrak yang banyak dipengaruhi bahasa dan
logika. Main dewasa seseorang makin dominan sistem simbolnya, yang berarti
sudah tidak lagi memakai sistem ikonik dan enaktif. s
Sementara Bruner mengusulkan teori yang disebutnya free discovery
learning. Teori ini menjelaskan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan
kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu
aturan termasuk konsep, teori, ide, definisi dan sebagainya melalui contoh-contoh
yang menggambarkan atau mewakili aturan yang menjadi sumbernya.
Keuntungan belajar menemukan :

Menimbulkan rasa ingin tahu siswa sehingga dapat memotivasi siswa untuk
menemukan jawabannya.

Menimbulkan keterampilan memecahkan masalahnya secara mandiri dan
mengharuskan siswa untuk menganalisis dan memanipulasi informasi.
Teori-teori kognitif ini juga sarat akan kritik terutama konsep Piaget karena sulit
di terapkan ditingkat lanjut. Selain itu beberapa konsep tertentu, seperti intelegensi,
belajar dan pengetahuan yang mendasari teori ini sukar dipahami dan pemahaman
itu sendiripun belum tuntas.
2.3.2 Kelebihan dan kekurangan teori Belajar Kognitivistik

Kelebihannya yaitu antara lain:
1. menjadikan siswa lebih kreatif dan mandiri.
2. membantu siswa memahami bahan belajar secara lebih mudah.

Kekurangannya yaitu antara lain:
1. teori tidak menyeluruh untuk semua tingkat pendidikan.
2. sulit di praktikkan khususnya di tingkat lanjut.
3. beberapa prinsip seperti intelegensi sulit dipahami dan pemahamannya
masih belum tuntas.
21
2.4 Teori Konstruktivisme
Teori Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat
generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Beda
dengan teori behavioristik yang memahami hakikat belajar sebagai kegiatan yang
bersifat mekanistik antara stimulus dan respon, sedangkan teori kontruktivisme
lebih memahami belajar sebagai kegiatan manusia membangun atau menciptakan
pengetahuan dengan memberi makna pada pengetahuannya sesuai dengan
pengalamannya. Pengetahuan tidak bisa ditransfer dari guru kepada orang lain,
karena setiap orang mempunyai skema sendiri tentang apa yang diketahuinya.
Pembentukan pengetahuan merupakan proses kognitif dimana terjadi proses
asimilasi dan akomodasi untuk mencapai suatu keseimbangan sehingga terbentuk
suatu skema yang baru.
Teori konstruktivisme juga mempunyai pemahaman tentang belajar yang
lebih menekankan pada proses daripada hasil. Hasil belajar sebagai tujuan dinilai
penting, tetapi proses yang melibatkan cara dan strategi dalam belajar juga dinilai
penting. Dalam proses belajar, hasil belajar, cara belajar, dan strategi belajar akan
mempengaruhi perkembangan tata pikir dan skema berpikir seseorang. Sebagai
upaya memperoleh pemahaman atau pengetahuan, siswa ”mengkonstruksi” atau
membangun
pemahamannya
terhadap
fenomena
yang
ditemui
dengan
menggunakan pengalaman, struktur kognitif, dan keyakinan yang dimiliki.
Dengan demikian, belajar menurut teori konstruktivisme bukanlah sekadar
menghafal, akan tetapi proses mengkonstruksi pengetahuan melalui pengalaman.
Pengetahuan bukanlah hasil ”pemberian” dari orang lain seperti guru, akan tetapi
hasil dari proses mengkonstruksi yang dilakukan setiap individu. Pengetahuan hasil
dari ”pemberian” tidak akan bermakna. Adapun pengetahuan yang diperoleh
melalui proses mengkonstruksi pengetahuan itu oleh setiap individu akan
memberikan makna mendalam atau lebih dikuasai dan lebih lama tersimpan/diingat
dalam setiap individu.
22
Adapun tujuan dari teori ini adalah sebagai berikut:
1.
Adanya motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu
sendiri.
2.
Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengejukan pertanyaan dan mencari
sendiri
3.
pertanyaannya.
Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman konsep
secara lengkap.
4.
Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri.
5.
Lebih menekankan pada proses belajar bagaimana belajar itu.
Salah satu teori atau pandangan yang sangat terkenal berkaitan dengan teori
belajar konstruktivisme adalah teori perkembangan mental Piaget. Teori ini biasa
juga disebut teori perkembangan intelektual atau teori perkembangan kognitif.
Teori belajar tersebut berkenaan dengan kesiapan anak untuk belajar, yang dikemas
dalam tahap perkembangan intelektual dari lahir hingga dewasa. Setiap tahap
perkembangan intelektual yang dimaksud dilengkapi dengan ciri-ciri tertentu dalam
mengkonstruksi ilmu pengetahuan. Misalnya, pada tahap sensori motor anak
berpikir melalui gerakan atau perbuatan (Ruseffendi, 1988: 132).
Selanjutnya, Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis pertama (Dahar,
1989: 159) menegaskan bahwa pengetahuan tersebut dibangun dalam pikiran anak
melalui asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah penyerapan informasi baru
dalam pikiran. Sedangkan, akomodasi adalah menyusun kembali struktur pikiran
karena adanya informasi baru, sehingga informasi tersebut mempunyai tempat
(Ruseffendi 1988:133). Pengertian tentang akomodasi yang lain adalah proses
mental yang meliputi pembentukan skema baru yang cocok dengan ransangan baru
atau memodifikasi skema yang sudah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu
(Suparno, 1996: 7).
Konstruktivis ini dikritik oleh Vygotsky, yang menyatakan bahwa siswa
dalam
mengkonstruksi
suatu
konsep
perlu
memperhatikan
lingkungan
sosial. Konstruktivisme ini oleh Vygotsky disebut konstruktivisme sosial (Taylor,
1993; Wilson, Teslow dan Taylor,1993; Atwel, Bleicher & Cooper, 1998).
23
Ada dua konsep penting dalam teori Vygotsky (Slavin, 1997), yaitu Zone of
Proximal Development (ZPD) dan scaffolding.
Zone of Proximal Development (ZPD) merupakan jarak antara tingkat
perkembangan sesungguhnya yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan
masalah secara mandiri dan tingkat perkembangan potensial yang didefinisikan
sebagai kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau
melalui kerjasama dengan teman sejawat yang lebih mampu.
Scaffolding merupakan pemberian sejumlah bantuan kepada siswa selama
tahap-tahap awal pembelajaran, kemudian mengurangi bantuan dan memberikan
kesempatan untuk mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar setelah ia
dapat melakukannya (Slavin, 1997).
Scaffolding merupakan bantuan yang diberikan kepada siswa untuk belajar
dan memecahkan masalah. Bantuan tersebut dapat berupa petunjuk, dorongan,
peringatan, menguraikan masalah ke dalam langkah-langkah pemecahan,
memberikan contoh, dan tindakan-tindakan lain yang memungkinkan siswa itu
belajar mandiri.
Pendekatan
yang
mengacu
pada
konstruktivisme
sosial
(filsafat
konstruktivis sosial) disebut pendekatan konstruktivis sosial. Filsafat konstruktivis
sosial
memandang
kebenaran
matematika
tidak
bersifat
absolut
dan
mengidentifikasi matematika sebagai hasil dari pemecahan masalah dan pengajuan
masalah (problem posing) oleh manusia (Ernest, 1991). Dalam pembelajaran
matematika,
Cobb,
Yackel
dan
Wood
(1992)
menyebutnya
dengan konstruktivisme sosio (socio-constructivism), siswa berinteraksi dengan
guru, dengan siswa lainnya dan berdasarkan pada pengalaman informal siswa
mengembangkan
strategi-strategi
untuk
merespon
masalah
yang
diberikan. Karakteristik pendekatan konstruktivis sosio ini sangat sesuai dengan
karakteristik RME.
2.4.1 Ciri-Ciri Pembelajaran Secara Konstuktivisme
Adapun ciri – ciri pembelajaran secara kontruktivisme adalah:
1.
Memberi peluang kepada murid membina pengetahuan baru melalui
penglibatan dalam dunia sebenarnya.
24
2.
Menggalakkan soalan/idea yang dimulakan oleh murid dan menggunakannya
sebagai panduan merancang pengajaran.
3.
Menyokong pembelajaran secara koperatif mengambil kira sikap dan
pembawaan murid.
4.
Mengambil kira dapatan kajian bagaimana murid belajar sesuatu ide.
5.
Menggalakkan & menerima daya usaha & autonomi murid.
6.
Menggalakkan murid bertanya dan berdialog dengan murid & guru.
7.
Menganggap pembelajaran sebagai suatu proses yang sama penting dengan
hasil pembelajaran.
8.
Menggalakkan proses inkuiri murid melalui kajian dan eksperimen.
2.4.2 Prinsip-Prinsip Konstruktivisme
Secara garis besar, prinsip-prinsip Konstruktivisme yang diterapkan dalam
belajar mengajar adalah:
1.
Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri.
2.
Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru kemurid, kecuali hanya dengan
keaktifan murid sendiri untuk menalar.
3.
Murid aktif megkontruksi secara terus menerus, sehingga selalu terjadi
perubahan konsep ilmiah.
4.
Guru sekedar membantu menyediakan saran dan situasi agar proses kontruksi
berjalan lancar.
5.
Menghadapi masalah yang relevan dengan siswa.
6.
Struktur pembalajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah pertanyaan.
7.
Mmencari dan menilai pendapat siswa.
8.
Menyesuaikan kurikulum untuk menanggapi anggapan siswa.
Dari semua itu hanya ada satu prinsip yang paling penting adalah guru tidak
boleh hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus
membangun pengetahuan didalam benaknya sendiri. Seorang guru dapat membantu
proses ini dengan cara-cara mengajar yang membuat informasi menjadi sangat
bermakna dan sangat relevan bagi siswa, dengan memberikan kesempatan kepada
siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide-ide dan dengan mengajak
siswa agar menyadari dan menggunakan strategi-strategi mereka sendiri untuk
25
belajar. Guru dapat memberikan tangga kepada siswa yang mana tangga itu
nantinya dimaksudkan dapat membantu mereka mencapai tingkat penemuan.
2.4.3 Hakikat Anak Menurut Teori Belajar Konstruktivisme
Piaget mengemukakan bahwa pengetahuan tidak diperoleh secara pasif oleh
seseorang, melainkan melalui tindakan. Bahkan, perkembangan kognitif anak
bergantung pada seberapa jauh mereka aktif memanipulasi dan berinteraksi dengan
lingkungannya. Sedangkan, perkembangan kognitif itu sendiri merupakan proses
berkesinambungan
tentang
keadaan
ketidak-seimbangan
dan
keadaan
keseimbangan (Poedjiadi, 1999: 61).
Dari pandangan Piaget tentang tahap perkembangan kognitif anak dapat
dipahami
bahwa pada
tahap tertentu cara
maupun kemampuan anak
mengkonstruksi ilmu berbeda-beda berdasarkan kematangan intelektual anak
berkaitan dengan anak dan lingkungan belajarnya menurut pandangan
konstruktivisme.
Driver dan Bell (dalam Susan, Marilyn dan Tony, 1995: 222) mengajukan
karakteristik sebagai berikut:
1.
Siswa tidak dipandang sebagai sesuatu yang pasif melainkan memiliki tujuan.
2.
Belajar mempertimbangkan seoptimal mungkin proses keterlibatan siswa.
3.
Pengetahuan bukan sesuatu yang datang dari luar melainkan dikonstruksi secara
personal.
4.
Pembelajaran bukanlah transmisi pengetahuan, melainkan melibatkan
pengaturan situasi kelas.
5.
Kurikulum bukanlah sekedar dipelajari, melainkan seperangkat pembelajaran,
materi, dan sumber.
Pandangan tentang anak dari kalangan konstruktivistik yang lebih mutakhir
yang dikembangkan dari teori belajar kognitif. Piaget menyatakan bahwa ilmu
pengetahuan dibangun dalam pikiran seorang anak dengan kegiatan asimilasi dan
akomodasi sesuai dengan skemata yang dimilikinya. Belajar merupakan proses
aktif untuk mengembangkan skemata sehingga pengetahuan terkait bagaikan jaring
laba-laba dan bukan sekedar tersusun secara hirarkis (Hudoyo, 1998: 5).
26
Dari pengertian di atas, dapat dipahami bahwa belajar adalah suatu aktivitas
yang berlangsung secara interaktif antara faktor intern pada diri pembelajar dengan
faktor ekstern atau lingkungan, sehingga melahirkan perubahan tingkah laku.
Berikut adalah tiga dalil pokok Piaget dalam kaitannya dengan tahap
perkembangan intelektual atau tahap perkembangan kognitif atau biasa jugaa
disebut tahap perkembagan mental. Ruseffendi (1988: 133) mengemukakan:
Perkembangan intelektual terjadi melalui tahap-tahap beruntun yang selalu
terjadi dengan urutan yang sama. Maksudnya, setiap manusia akan mengalami
urutan-urutan tersebut dan dengan urutan yang sama, tahap-tahap tersebut
didefinisikan sebagai suatu cluster dari operasi mental (pengurutan, pengekalan,
pengelompokan,
pembuatan
hipotesis
dan
penarikan
kesimpulan)
yang
menunjukkan adanya tingkah laku intelektual, dan gerak melalui tahap-tahap
tersebut dilengkapi oleh keseimbangan (equilibration), proses pengembangan yang
menguraikan tentang interaksi antara pengalaman (asimilasi) dan struktur kognitif
yang timbul (akomodasi).
Berbeda dengan kontruktivisme kognitif ala Piaget, konstruktivisme sosial
yang dikembangkan oleh Vigotsky adalah bahwa belajar bagi anak dilakukan dalam
interaksi dengan lingkungan sosial maupun fisik. Penemuan atau discovery dalam
belajar lebih mudah diperoleh dalam konteks sosial budaya seseorang (Poedjiadi,
1999: 62). Dalam penjelasan lain Tanjung (1998: 7) mengatakan bahwa inti
konstruktivis Vigotsky adalah interaksi antara aspek internal dan ekternal yang
penekanannya pada lingkungan sosial dalam belajar.
Adapun implikasi dari teori belajar konstruktivisme dalam pendidikan anak
(Poedjiadi, 1999: 63) adalah sebagai berikut:
1.
Tujuan pendidikan menurut teori belajar konstruktivisme adalah menghasilkan
individu atau anak yang memiliki kemampuan berfikir untuk menyelesaikan
setiap persoalan yang dihadapi.
2.
Kurikulum dirancang sedemikian rupa sehingga terjadi situasi yang
memungkinkan pengetahuan dan keterampilan dapat dikonstruksi oleh peserta
didik. Selain itu, latihan memcahkan masalah seringkali dilakukan melalui belajar
kelompok dengan menganalisis masalah dalam kehidupan sehari-hari, dan
27
3.
Peserta didik diharapkan selalu aktif dan dapat menemukan cara belajar yang
sesuai bagi dirinya. Guru hanyalah berfungsi sebagai mediator, fasilitor, dan
teman yang membuat situasi yang kondusif untuk terjadinya konstruksi
pengetahuan pada diri peserta didik.
2.4.4 Hakikat Pembelajaran Menurut Teori Belajar Konstruktivisme
Menurut
teori
belajar
konstruktivisme,
pengetahuan
tidak
dapat
dipindahkan begitu saja dari pikiran guru ke pikiran siswa. Artinya, bahwa siswa
harus aktif secara mental membangun struktur pengetahuannya berdasarkan
kematangan kognitif yang dimilikinya. Dengan kata lain, siswa tidak diharapkan
sebagai botol-botol kecil yang siap diisi dengan berbagai ilmu pengetahuan sesuai
dengan kehendak guru.
Sehubungan dengan hal di atas, Tasker (1992: 30) mengemukakan tiga
penekanan dalam teori belajar konstruktivisme sebagai berikut. Pertama adalah
peran aktif siswa dalam mengkonstruksi pengetahuan secara bermakna. Kedua
adalah pentingya membuat kaitan antara gagasan dalam pengkonstruksian secara
bermakna. Ketiga adalah mengaitkan antara gagasan dengan informasi baru yang
diterima.
Selain penekanan dan tahap-tahap tertentu yang perlu diperhatikan dalam
teori belajar konstruktivisme, Hanbury (1996: 3) mengemukakan sejumlah aspek
dalam kaitannya dengan pembelajaran, yaitu:
1.
Siswa mengkonstruksi pengetahuan dengan cara mengintegrasikan ide yang
mereka miliki.
2.
Pembelajaran menjadi lebih bermakna karena siswa mengerti.
3.
Strategi siswa lebih bernilai, dan
4.
Siswa mempunyai kesempatan untuk berdiskusi dan saling bertukar pengalaman
dan ilmu pengetahuan dengan temannya.
Dalam upaya mengimplementasikan teori belajar konstruktivisme, Tytler
(1996: 20) mengajukan beberapa saran yang berkaitan dengan rancangan
pembelajaran, sebagai berikut:
1.
Memberi kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan gagasannya dengan
bahasa sendiri.
28
2.
Memberi kesempatan kepada siswa untuk berfikir tentang pengalamannya
sehingga menjadi lebih kreatif dan imajinatif.
3.
Memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru.
4.
Memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki
siswa.
5.
Mendorong siswa untuk memikirkan perubahan gagasan mereka, dan
6.
Menciptakan lingkungan belajar yang kondusif.
Dari beberapa pandangan di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
yang mengacu kepada teori belajar konstruktivisme lebih menfokuskan pada
kesuksesan siswa dalam mengorganisasikan pengalaman mereka. Bukan kepatuhan
siswa dalam refleksi atas apa yang telah diperintahkan dan dilakukan oleh guru.
Dengan kata lain, siswa lebih diutamakan untuk mengkonstruksi sendiri
pengetahuan mereka melalui asimilasi dan akomodasi.
2.4.5 Kelebihan Dan Kelemahan Teori Konstruktivistik
·
Kelebihan
1. Berfikir : Dalam proses membina pengetahuan baru, murid berfikir untuk
menyelesaikan masalah, menjana idea dan membuat keputusan.
2. Faham : Oleh ksrana murid terlibat secara langsung dalam mebina pengetahuan
baru, mereka akan lebih faham dan boleh mengapliksikannya dalam semua situasi.
3. Ingat : Oleh karana murid terlibat secara langsung dengan aktif, mereka akan ingat
lebih lama semua konsep. Yakin Murid melalui pendekatan ini membina sendiri
kefahaman mereka. Justru mereka lebih yakin menghadapi dan menyelesaikan
masalah dalam situasi baru.
4. Kemahiran sosial : Kemahiran sosial diperolehi apabila berinteraksi dengan rakan
dan guru dalam membina pengetahuan baru.
5. Seronok : Oleh kerana mereka terlibat secara terus, mereka faham, ingat, yakin dan
berinteraksi dengan sihat, maka mereka akan berasa seronok belajar dalam
membina pengetahuan baru.
·
29
Kelemahan
Dalam bahasan kekurangan atau kelemahan ini mungkin bisa kita lihat
dalam proses belajarnya dimana peran guru sebagai pendidik sepertinya kurang
begitu mendukung.
30
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pembelajaran dapat diartikan sebagai kegiatan dimana guru (pengajar) dan
murid (pembelajar) berinteraksi, membicarakan suatu bahan atau melakukan suatu
aktivitas, guna mencapai tujuan yang dikehendaki. Salah satu unsur penting untuk
meningkatkan kualitas dan kompetensi pembelajaran yang direncanakan dan
dikelolanya ialah pemahaman tentang konsep atau teori belajar.
Dalam melaksanakan proses pembelajaran maka, terdapat beberapa teoriteori agar proses pembelajaran dapat berlangsung dengan sebagaimana mestinya.
Hal tersebut merupakan suatu pemahaman mengenai teori belajar dan pembelajar
untuk mencapainya proses belajar mengajar yang akhirnya berdampak baik
terhadap pencapaian prestasi belajar mengajar siswa atau anak didik.
Teori belajar menekankan hubungan antara variable-variabel yang
menentukan hasil belajar. Sedangkan teori pembelajaran sebaliknya teori ini
menaruh perhatian pada bagaimana seseorang mempengaruhi orang lain agar
terjadi proses belajar. Dengan kata lain teori pembelajaran berurusan dengan upaya
mengontrol variable yang dispesifikasikan dalam teori belajar agar dapat
memudahkan belajar.
Dengan kata lain teori pembelajaran mengungkapkan hubungan antara
kegiatan pembelajaran dengan proses psikologis dalam diri siswa, sedangkan teori
belajar mengungkapkan hubungan antara kegiatan siswa dengan proses psikologis
dalam
diri
siswa.
Teori pembelajaran harus memasukkan variable metode pembelajaran. Bila tidak,
maka teori itu bukanlah teori pembelajaran. Hal ini penting sebab banyak yang
terjadi apa yang dianggap sebagai teori pembelajaran yang sebenarnya adalah teori
belajar. Teori pembelajaran selalu menyebutkan metode pembelajaran sedangkan
teori belajar sama sekali tidak berurusan dengan metode pembelajaran.
Teori belajar behavioristik menjelaskan perubahan perilaku yang dapat
diamati, diukur dan dinilai secara konkret. Perubahan terjadi melalui rangsangan
(stimulans) yang menimbulkan hubungan perilaku reaktif (respon) berdasarkan
31
hukum-hukum mekanistik. Stimulans tidak lain adalah lingkungan belajar anak,
baik yang internal maupun eksternal yang menjadi penyebab belajar. Sedangkan
respons adalah akibat atau dampak, berupa reaksi fifik terhadap stimulans. Belajar
berarti penguatan ikatan, asosiasi, sifat da kecenderungan perilaku S-R (stimulusRespon).
Sedangkan teori kognivistik ini lebih menekankan kepada proses belajar
daripada hasil belajar. Bagi yang menganut aliran kognitivistik belajar tidak hanya
melibatkan hubungan antara stimulus dan respons. Lebih dari itu belajar adalah
melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks. Menurut teori kognitivistik, ilmu
pengetahuan dibangun didalam diri seseorang melalui proses interaksi yang
berkesinambungan dengan lingkungan. Proses ini tidak hanya berjalan terpatahpatah, terpisah-pisah, tetapi melalui proses mengalir, bersambung dan menyeluruh.
32
DAFTAR PUSTAKA
Baharuddin,H , Nurwahyuni,Esa (2008), Teori Belajar dan Pembelajaran,
Yogyakarta: Az Ruzz Media
Ali imran (1996), belajar dan pembelajran, Jakarta: PT. Dunia Pustaka jaya
Eveline Siregar dan Hartini Nara (2007), Buku Ajar Teori Belajar dan
Pembelajaran. MKDK FIP UNJ
http://haryonostkip.blogspot.com/2009/03/teori-belajar.htm
http://unesa.info/tep/media/isi.php
http://id.wikipedia.org/wiki/Teori_perkembangan_kognitif
http://anwarholil.blogspot.com/2008/04/teori-belajar-bermakna-menurutausubel.html
http://ekacrudhgeograf.blogspot.com/2011/07/teori-belajar-danpenerapannya.html
33
Download