HAMA TANAMAN TEBU DI PT SUMBER SARI

advertisement
HAMA TANAMAN TEBU DI PT SUMBER SARI PETUNG,
KEDIRI DAN STATISTIK DEMOGRAFI Saccharicoccus
sacchari COCKERELL (HEMIPTERA: PSEUDOCOCCIDAE)
ALDILA RACHMAWATI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
ii
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Hama Tanaman
Tebu di PT Sumber Sari Petung, Kediri dan Statistik Demografi Saccharicoccus
sacchari Cockerell (Hemiptera: Pseudococcidae) adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2016
Aldila Rachmawati
NIM A351130261
iv
RINGKASAN
ALDILA RACHMAWATI. Hama Tanaman Tebu di PT Sumber Sari
Petung, Kediri dan Statistik Demografi Saccharicoccus sacchari Cockerell
(Hemiptera: Pseudococcidae). Dibimbing oleh HERMANU TRIWIDODO dan
PUDJIANTO.
Hama merupakan salah satu faktor pembatas produksi tebu. Penelitian ini
bertujuan untuk mempelajari perbedaan serangan dan kepadatan populasi hama
pada tanaman tebu umur muda, umur pertengahan dan tua, di musim kering dan
basah di PT Sumber Sari Petung, Kediri pada tahun 2014-2015.
Hama pada tanaman tebu diamati dan dilakukan pengambilan data
menggunakan rancangan percobaan faktorial dengan 3 ulangan. Data yang didapat
dianalisis dengan menggunakan program SAS 9.1. Pengamatan biologi dan
statistik demografi dilakukan dengan pemeliharaan 50 individu nimfa instar
pertama masing-masing dipelihara pada potongan batang tebu dan diamati setiap
hari untuk dicatat perkembangan dan keturunan yang diletakkannya. Data yang
didapat digunakan untuk memperoleh informasi biologi seperti stadia tiap instar,
periode praoviposisi, siklus hidup, lama hidup imago dan keperidian. Data
tersebut dapat digunakan juga untuk menyusun tabel neraca hayati untuk
penghitungan statistik demografi menggunakan metode jackknife.
Hama tebu yang ditemukan pada saat penelitian sebanyak 11 spesies, 6
diantaranya sebagian besar dijumpai pada ketiga umur tanaman tebu dan dikedua
musim yaitu Scirpophaga excerptalis, Chilo auricilius, Chilo sacchariphagus,
Tetramoera schistaceana, Saccharicoccus sacchari and Aulacaspis sp.. Serangan
dan kepadatan populasi S. excerptalis tidak berbeda nyata antar umur tebu
dikedua musim. Serangan C. auricilius tidak berbeda nyata antar umur tebu, tetapi
kepadatan populasinya berbeda nyata. Serangan dan kepadatan populasi C.
sacchariphagus berbeda nyata antar umur tebu. Serangan dan kepadatan populasi
T. schistaceana berbeda nyata antar umur tebu dan antar musim. Serangan S.
sacchari tidak berbeda nyata antar umur dan antar musim, sedangkan kepadatan
populasinya berbeda nyata. Serangan Aulacaspis sp. berbeda nyata antar umur
tebu dan antar musim, tetapi kepadatan populasinya berbeda nyata antar umur
tebu.
S. sacchari memiliki potensi menjadi hama penting. Serangga ini
mengalami perkembangan metamorfosis paurometabola dengan fase pradewasa
terdiri dari 4 stadia instar masing-masing 3.22, 2.77, 3.69 dan 2.84 hari. Periode
praoviposisi, siklus hidup, lama hidup imago dan keperidian berturut-turut 4.14
hari, 17.10 hari, 22.62 hari dan 208.90 nimfa per imago. Kurva sintasan S.
sacchari tergolong kurva tipe IV, yaitu kematian tertinggi terjadi pada fase
pradewasa, dengan laju pertambahan intrinsik 0.15 individu per hari dan laju
reproduksi bersih 120.59 individu per imago per generasi, lama generasi dan
waktu berlipat ganda 32.19 dan 4.65 hari.
Kata kunci : biologi, laju pertambahan intrinsik, musim basah, musim kering
SUMMARY
ALDILA RACHMAWATI. Pests of Sugarcane at PT Sumber Sari Petung,
Kediri and Demographic Statistics of Saccharicoccus sacchari Cockerell
(Hemiptera: Pseudococcidae). Supervised by HERMANU TRIWIDODO and
PUDJIANTO.
Pest is one of limiting factors of sugarcane production. Studies have been
conducted to determine the differences of pest infestation and pest population
density three different age strata (young, middle-age and mature) of sugarcane in
dry and wet seasons at PT Sumber Sari Petung, Kediri in 2014 – 2015.
Pests of sugarcane were observed and data were collected using factorial
experimental design with 3 repetitions. The collected data were analyzed using
SAS 9.1 program. Study on the biology and demographic statistics of
Saccharicoccus sacchari was conducted by rearing 50 first instar nymphs of S.
sacchari singly on a sugarcane stalk, and observing daily on their development
and their number of offsprings. The collected data were about the biological
characteristics of the pest, such as the immature stadia, preoviposition period, life
cycle, adult longevity and fecundity. The data were also used to construct life
table for calculating demographic statistics using the jackknife method.
Eleven species of pest insects were found during the field study, in which 6
species of them, i.e. Scirpophaga excerptalis, Chilo auricilius, Chilo
sacchariphagus, Tetramoera schistaceana, Saccharicoccus sacchari and
Aulacaspis sp., were found in the three sugarcane age strata in dry and wet
seasons. There were no significantly differences in the infestation and population
density of S. excerptalis among sugarcane age strata and also seasons. There was
no significantly difference in the infestation of C. auricilius in the three sugarcane
age strata, but the population density of C. auricilius was significantly different.
There were significantly differences in the infestation and population density of C.
sacchariphagus in the three sugarcane age strata. There were significantly
differences in the infestation and population density of T. schistaceana among the
sugarcane age strata and also the seasons. There was no significantly difference in
the infestation of S. sacchari among the sugarcane age strata and also the seasons,
while the population density of S. sacchari was significantly different. There was
significantly difference in the infestation of Aulacaspis sp. among the sugarcane
age strata and also the seasons, but the population density of Aulacaspis sp. was
significantly different among the three sugarcane age strata.
There were indications that S. sacchari has a potential to become an
important pest of sugarcane. S. sacchari passed through the paurometamorphosis
development type. The immature stages consisted of 4 instars with the stadia of
1st, 2nd, 3rd and 4th instars were 3.22, 2.77, 3.69 and 2.84 days, respectively. The
preoviposition period, life cycle, adult longevity and fecundity of S. sacchari were
4.14 days, 17.10 days, 22.62 days, and 208.90 nymphs per female, respectively.
The development of S. sacchari followed type IV survivorship curve, in which
mortality of the immature stage is higher than that of the later stages. The
instrinsic rate of increase of S. sacchari was 0.15 nymphs per day, the net
vi
reproductive rate was 120.59 individual per female per generation, and the time
generation and the doubling time was 32.19 days and 4.65 days, respectively.
Key words : biology, dry season, intrinsic rate of increase, wet season
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
viii
HAMA TANAMAN TEBU DI PT SUMBER SARI PETUNG,
KEDIRI DAN STATISTIK DEMOGRAFI Saccharicoccus
sacchari COCKERELL (HEMIPTERA: PSEUDOCOCCIDAE)
ALDILA RACHMAWATI
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Entomologi
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
x
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir I Wayan Winasa, MS
Judul Tesis : Hama Tanaman Tebu di PT Sumber Sari Petung, Kediri dan
Statistik Demografi Saccharicoccus sacchari Cockerell
(Hemiptera: Pseudococcidae)
Nama
: Aldila Rachmawati
NIM
: A351130261
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Dr Ir Pudjianto, MSi
Anggota
Dr Ir Hermanu Triwidodo, MSc
Ketua
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Entomologi
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Pudjianto, Msi
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 03 Mei 2016
Tanggal Lulus:
xii
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga penelitian ini berhasil diselesaikan. Penelitian Hama Tanaman Tebu
di PT Sumber Sari Petung, Kediri dan Statistik Demografi Saccharicoccus
sacchari Cockerell (Hemiptera: Pseudococcidae) dilaksanakan bulan September
2014-November 2015.
Ucapan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis
sampaikan kepada Bapak Dr Ir Hermanu Triwidodo, MSc yang telah senantiasa
membimbing, mendidik baik akademik maupun moral, mencurahkan waktu, ilmu,
tenaga motivasi yang luar biasa dan kesempatan mendapatkan dukungan dana
perkuliahan atas nama WiSH Indonesia, serta Bapak Dr Ir Pudjianto, Msi yang
senantiasa memberikan kritik dan saran yang membangun, meluangkan waktu,
tenaga dan segenap pikiran. Kepada penguji luar komisi Bapak Dr Ir I Wayan
Winasa, MS penulis sampaikan terimakasih.
Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Bapak Dr Ir Zaenudin, SU
dan Bapak Soehardi, SP, MM dari PT Sumber Sari Petung beserta seluruh staf
yang telah memfasilitasi selama proses pengumpulan data. Terimakasih kepada
Bapak Ngaseri, SH, MM, serta warga Sempu, Babadan, dan Sugihwaras, atas
masukan dan banyak bantuannya Mas Eko, Pak Sari, Pak Prapto, Pak Puji, Pak
Heri, Ibu Toyem dan lainnya yang tidak bisa saya sebutkan satu-persatu.
Terimakasih kepada WiSH Indonesia Bapak Napiudin, Mbak Diana, Mbak
Annisa K, Pak Adi, Pak Wawan, Siti Rizkah Sagala dan Ali Wafa atas suasana
hangat dan nyaman saat penelitian, serta Listihani atas bantuan dan semangatnya.
Terimakasih ditujukan kepada Laboratorium Biosistematika Serangga,
Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, serta
Herry dan Harleni atas bantuan dan semangatnya.
Terimakasih tak terhingga penulis sampaikan kepada kedua orang tua Bapak
Agus Heriyanto dan Ibu Rini Ekawati atas curahan kasih sayang yang tiada henti
dan doa-doa luar biasa yang senantiasa dipanjatkan dalam setiap waktu serta adikadik tersayang Aulia, Amalia, Azizah, Alfajriyanti dan Akbar atas semangat, doa
dan dukungannya.
Terimakasih teman-teman sebimbingan Wildan Muhlison dan Rudi
Tompson Hutasoit dan teman-teman seperjuangan Entomologi 2013 atas
semangat, kebersamaan, pertemanan, dan saling berbagi demi kemajuan studi.
Semoga persahabatan yang terjalin selama menempuh pendidikan di Sekolah
Pascasarjana IPB tetap terjalin dengan baik. Terimakasih penulis sampaikan
kepada seluruh teman-teman yang tak dapat penulis dituliskan satu-persatu
Penulis menyadari bahwa dalam penelitian ini masih terdapat banyak
kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
Bogor, Agustus 2016
Aldila Rachmawati
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
xiv
DAFTAR GAMBAR
xv
DAFTAR LAMPIRAN
xv
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
1
1
2
2
2
2 TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Tebu (Saccharum officinarum)
Hama Tanaman Tebu
Faktor Lingkungan terhadap Serangga
Saccharicoccus sacchari Cockerell (Hemiptera: Pseudococcidae)
Tabel Neraca Hayati (Life Table)
Statistik Demografi
3
3
4
5
5
6
6
3 HAMA TANAMAN TEBU DI PT SUMBER SARI PETUNG, KEDIRI
ABSTRAK
Pendahuluan
Bahan dan Metode
Hasil dan Pembahasan
Simpulan
9
9
11
12
13
25
4 BIOLOGI DAN STATISTIK DEMOGRAFI Saccharicoccus sacchari
COCKERELL (HEMIPTERA: PSEUDOCOCCIDAE)
ABSTRAK
Pendahuluan
Bahan dan Metode
Hasil dan Pembahasan
Simpulan
27
27
29
30
32
36
5 PEMBAHASAN UMUM
37
6 SIMPULAN
41
DAFTAR PUSTAKA
43
LAMPIRAN
47
RIWAYAT HIDUP
58
xiv
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
Hama tanaman tebu pada umur dan musim yang berbeda ............................ 14
Serangan penggerek pucuk putih Scirpophaga excerptalis (Lepidoptera:
Pyralidae) antar umur dan musim yang berbeda .......................................... 16
Kepadatan populasi penggerek pucuk putih Scirpophaga excerptalis
(Lepidoptera: Pyralidae) pada umur tanaman tebu dan musim yang
berbeda ....................................................................................................... 16
Serangan penggerek batang berkilat Chilo auricilius (Lepidoptera:
Pyralidae) pada umur tanaman tebu dan musim yang berbeda ..................... 17
Kepadatan populasi penggerek batang berkilat Chilo auricilius
(Lepidoptera: Pyralidae) pada umur tanaman tebu dan musim yang
berbeda ....................................................................................................... 18
Serangan penggerek batang bergaris Chilo sacchariphagus
(Lepidoptera: Pyralidae) pada umur tanaman tebu dan musim yang
berbeda ....................................................................................................... 19
Kepadatan populasi penggerek batang bergaris Chilo sacchariphagus
(Lepidoptera: Pyralidae) pada umur tanaman tebu dan musim yang
berbeda ....................................................................................................... 19
Serangan populasi penggerek batang abu-abu Tetramoera schistaceana
(Lepidoptera: Tortricidae) pada umur tanaman tebu dan musim yang
berbeda ....................................................................................................... 21
Kepadatan populasi penggerek batang abu-abu Tetramoera
schistaceana (Lepidoptera: Tortricidae) pada umur tanaman tebu dan
musim yang berbeda ................................................................................... 21
Serangan
kutuputih
Saccharicoccus
sacchari
(Hemiptera:
Pseudococcidae) pada umur tanaman tebu dan musim yang berbeda ........... 22
Kepadatan
populasi
Saccharicoccus
sacchari
(Hemiptera:
Pseudococcidae) pada umur tanaman tebu dan musim yang berbeda ........... 23
Serangan kutuperisai Aulacaspis sp. (Hemiptera: Diaspididae) pada
umur tanaman tebu dan musim yang berbeda .............................................. 23
Populasi kutuperisai Aulacaspis sp. (Hemiptera: Diaspididae) pada
umur tanaman tebu dan musim yang berbeda .............................................. 24
Informasi biologi Saccharicoccus sacchari pada tanaman tebu.................... 34
Informasi statistik demografi S. sacchari pada tanaman tebu ....................... 35
DAFTAR GAMBAR
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
Pembedahan batang yang terdapat lubang gerekan ...................................... 13
Titik pengambilan sampel hama tanaman tebu per blok ............................... 13
Gejala serangan (a) dan pupa (b) Scirpophaga excerptalis........................... 17
Gejala serangan C. auricilius pada tanaman tebu umur muda ...................... 18
Gejala serangan Chilo sacchariphagus pada batang (a) dan daun (b) ........... 20
Gejala gerekan Tetramoera schistaceana pada batang tebu ........................ 22
Koloni S. sacchari pada batang tebu ............................................................ 22
Populasi Aulacaspis sp. pada batang tanaman tebu ...................................... 24
Perbanyakan Saccharicoccus sacchari pada potongan batang tebu .............. 31
Infestasi S. sacchari di dekat tunas tanaman tebu ....................................... 31
Pemeliharaan S. sacchari setelah infestasi nimfa instar 1............................. 32
Imago Saccharicoccus sacchari (a) tampak dorsal, (b) tampak ventral
dan (c) tampak ventral setelah proses preparasi ........................................... 32
Karakter morfologi imago Saccharicoccus sacchari (a) antena, (b)
tungkai, (c) spirakel, (d) pori trilokuler, (e) pori multilokuler, (f)
anal lobe dengan cerarii ............................................................................. 33
Stadia Saccharicoccus sacchari (a) nimfa instar 1, (b) instar 2, (c)
instar 3, (d) instar 4 dan (e) imago ............................................................... 34
Kurva sintasan dan keperidian S. sacchari ................................................... 35
Serangan S. sacchari pada batang (a) dan tunas (b) tanaman tebu ................ 38
DAFTAR LAMPIRAN
32 Data curah hujan hujan bulan September 2014 – Maret 2015 Pos
Pandantoyo, Kecamatan Ngancar Kabupaten Kediri.................................... 48
33 Data suhu dan kelembaban bulan September 2014 – Maret 2015 Pos
Bendungan Wlingi, Kabupaten Blitar .......................................................... 48
34 ANOVA serangan hama penting tanaman tebu antar umur dan musim
yang berbeda ............................................................................................... 48
35 ANOVA kepadatan populasi hama penting tanaman tebu antar umur
dan musim yang berbeda ............................................................................. 49
36 Nilai GRR, R0, r , T, dan DT yang didapat melalui metode jackknife ........... 51
37 Nilai peluang hidup (lx) dan keperidian (mx) Sacchharicoccus sacchari
(Hemiptera: Pseudococcidae) ...................................................................... 53
38 Stadium nimfa Saccharicoccus sacchari (Hemiptera: Pseudococcidae) ....... 54
39 Periode praoviposisi, keperidian, lama hidup imago dan siklus hidup
Saccharicoccus sacchari (Hemiptera: Pseudococcidae) ............................... 56
1
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Serangan hama merupakan salah satu kendala dalam peningkatan
produktivitas tebu (P3GI 2008). Serangan Chilo spp. dan S. excerptalis 14.5% dan
15.8% dapat menyebabkan penurunan bobot sebesar 15% dan 40.8%. (Goebel et
al. 2011). Chilo auricilius dapat mengakibatkan penurunan berat batang tebu serta
kualitas dan kuantitas nira. Selain itu serangan berat dapat mengakibatkan batang
mudah patah atau tanaman menjadi mati (Indriyanti 1987). Serangan hama S.
sacchari dapat menyebabkan kehilangan nira 31.62% (El-Dein et al. 2009).
Kutuperisai Aulacaspis tegalensis di Lampung dengan persentase serangan
18.08% dapat menurunkan rendemen, pol, dan brix tebu (Sunaryo & Hasibuan
2003). Kumbang pemakan daun Dicladispa armigera memakan daun dengan cara
mengorok dan meninggalkan bekas berupa lapisan epidermis paling bawah sejajar
dengan ibu tulang daun (Sharma et al. 2014), hal ini dapat menurunkan
produktivitas tebu karena fotosintesis pada daun terganggu.
S. sacchari merupakan salah satu serangga hama pada tanaman tebu yang
memiliki distribusi infestasi yang luas, hal ini telah dilaporkan oleh berbagai
pekebunan tebu di dunia (Pemberton 1960). Serangga ini umumnya dilaporkan
sebagai hama minor di sebagian besar wilayah di dunia, walaupun di beberapa
tempat dilaporkan terjadi ledakan dan merusak (Puttarudriah 1954). S. sacchari
bukan merupakan hama penting pada tanaman tebu di Indonesia (Achadian et al.
2011) karena jumlah populasinya yang masih rendah tidak seperti di Hawaii, Sri
Lanka, Australia, Mesir dan Filipina S. sacchari menimbulkan kerugian ekonomi
(Beardsley 1962; Rajendra 1974; Allsopp 1991; Abd-Rabou 2008). Namun, daya
dukung kondisi lingkungan yang sesuai dan sistem budidaya yang kurang tepat
dapat memungkinkan serangga ini menjadi hama penting di Indonesia.
Pengendalian hama-hama tebu di perkebunan penting dilakukan untuk
mengatasi masalah dalam peningkatan produktivitas tebu. Pengendalian hama
yang baik menggunakan informasi berupa data hasil pengamatan hama lapang
berupa jenis hama dan jumlah populasi hamanya. Namun informasi tersebut di
perkebunan tebu PT Sumber Sari Petung belum tersedia, untuk itu diperlukan
informasi mengenai jenis hama, serangan dan kepadatan populasinya. Kepadatan
populasi hama dapat berbeda pada musim basah dan musim kering, dikarenakan
curah hujan yang berbeda, oleh sebab itu dilakukan juga penelitian pada musim
yang berbeda.
Pendugaan pertumbuhan suatu populasi dapat dilakukan dengan
menggunakan metode statistik demografi (Marlena 2014). Pendugaan ini
dilakukan karena rendahnya populasi hama pada saat ini tidak menjamin populasi
tersebut akan selalu rendah dimasa yang akan datang. Untuk melakukan
pendugaan maka diperlukan informasi mengenai statistik demografi S. sacchari
namun, informasi ini belum tersedia di Indonesia. Oleh karena itu perlu dilakukan
studi mengenai statistik demografi untuk dapat mengetahui potensi pertumbuhan
populasi maksimum yang terjadi pada tingkat individu S. sacchari. Dengan
mengetahui kecepatan tumbuh populasi S. sacchari maka informasi ini dapat
2
digunakan sebagai alat bantu untuk menduga populasi tersebut dimasa yang akan
datang sehingga dapat menyusun strategi pengendalian.
Rumusan Masalah
Hama merupakan salah satu kendala di dalam peningkatan produktivitas
tebu di PT Sumber Sari petung. Untuk dapat mengatasi permasalah tersebut maka
diperlukan pengendalian hama dengan mengetahui informasi berupa jenis hama
yang menyerang, tingkat serangan pada musim kering dan basah serta umur
tanaman yang berbeda di PT Sumber Sari Petung, sehingga diperlukan adanya
pengamatan lapangan.
S. sacchari menjadi hama penting pada perkebunan tebu diberbagai negara,
namun di Indonesia hama ini merupakan hama minor karena populasinya yang
masih rendah. Informasi mengenai biologi dan statistik demografi S. sacchari
dapat menunjukkan kecepatan tumbuh populasi tersebut sehingga dapat menduga
besarnya populasi tersebut di masa yang akan datang. Namun informasi seperti ini
di Indonesia belum tersedia, sehingga diperlukan pengamatan biologi untuk dapat
mengetahui informasi statistik demografinya.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mempelajari hama penting tanaman tebu di PT Sumber Sari Petung, serta
perbedaan serangan dan kepadatan populasinya antar umur dan musim
yang berbeda di PT Sumber Sari Petung, Ngancar, Kediri
2. Mempelajari biologi dan statistik demografi S. sacchari.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk
merancang tindakan pengendalian, sehingga pengendalian dapat efektif dan
efisien.
3
2 TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Tebu (Saccharum officinarum)
Tebu S. officinarum merupakan tanaman monokotiledon dari Famili
Poaceae. Batang tebu tidak memiliki cabang, berbentuk silindris atau agak pipih,
memiliki ruas, dan tinggi tanaman dapat mencapai mencapai 2 – 4 m dengan
diameter batang 3 – 5 cm. Batang memiliki titik yang menonjol atau agak
menonjol dengan tunas vegetatif terdapat pada setiap titik tersebut yang ada di
setiap ruas ketiak daun. Batang mengandung sukrosa namun semakin keatas
kandungan sukrosa pada batang semakin rendah. Jaringan meristem pada batang
ditutupi oleh pelepah daun. Tanaman memiliki daun dengan panjang 1 – 2 m dan
lebar 0.05 – 0.07 m. Daun pertama yang tumbuh dari tunas berukuran sangat kecil,
namun seiring pertumbuhan tanaman daun berkembang menjadi ukuran
maksimum, dan akan menurun ukurannya saat proses pembungaan. Daun yang
pertama muncul akan menua dan berada dibagian bawah kemudian mengering
dan mati digantikan oleh daun baru yang tumbuh dibagian atasnya. Akar pertama
yang tumbuh setelah penanaman tipis dan bercabang, namun setelah itu akar tebal
berwarna putih akan tumbuh menggantikan fungsi akar yang tumbuh sebelumnya
yaitu untuk mensuplai nutrisi bagi tanaman (Verheye 2010).
Tanaman tebu merupakan tanaman tahunan yang tumbuh subur pada daerah
tropis dan daerah beriklim temprate yang bebas frost. Tebu memerlukan cukup
sinar matahari, air yang banyak, (minimal 1500 mm curah hujan per tahun), tanah
yang subur, dan berdrainase baik. Panen umumnya dilakukan saat periode musim
kering ketika batang tebu mengandung jumlah sukrosa maksimum (Verheye
2010).
Genus Saccharum memiliki 6 spesies diantaranya S. officinarum, S. sinense
Hassk., S. barberi Jeswiet, S. spontaneum, S. edule dan S. robustum (Verheye
2010). S. officinarum merupakan spesies paling penting dalam genus Saccharum
karena kandungan sukrosanya paling tinggi dan kandungan seratnya paling rendah
(Wijayanti 2008). S. spontaneum merupakan spesies tebu liar, umumnya disebut
dengan gelagah. S. officinarum dapat disilangkan dengan S. spontaneum untuk
mendapatkan varietas tebu yang tahan terhadap hama dan penyakit di lapangan
(Artschwager et al. 1958).
Spesies Saccharum officinarum memiliki nilai ekonomi yang tinggi.
Tanaman ini merupakan tanaman utama terbaik untuk produksi pembuatan gula. S.
saccharum juga memiliki adaptasi yang baik terhadap lingkungan asing (baru),
memiliki kandungan serat yang rendah, mengandung nira dan sukrosa yang tinggi,
rendah dalam menggunakan gula untuk kebutuhan metabolisme dan mengandung
pati. Selain itu, tanaman ini memiliki berat yang cukup tinggi per batang sehingga
akan diperoleh berat hasil panen per ha yang tinggi (Artschwager et al. 1958).
Tebu banyak dibudidayakan di Indonesia. Sentra perkebunan tebu di
Indonesia terdapat di Jawa Timur, Jawa Tengah, Lampung, Jawa Barat dan DI
Yogyakarta (Pusdatin 2013). Jawa Timur merupakan daerah terluas areal
perkebunan tebu seluas 211 494 ha pada tahun 2013 (Dirjenbun 2013). Luas areal
yang besar menjadikan Jawa Timur sebagai pemberi kontribusi terbesar 69,57%
terhadap produksi gula Indonesia (Pusdatin 2013).
4
Budidaya penanaman tebu terbagi menjadi tiga yaitu plant cane murni
(PCM) merupakan tanaman tebu pertama yang ditanam pada areal yang baru
dibuka, replanting cane (RPC) atau disebut juga bongkar ratoon merupakan
tanaman pertama yang ditanam pada areal yang sebelumnya ditanami tebu, dan
kategori terakhir yaitu ratoon cane atau tebu keprasan adalah tanaman tebu yang
berasal dari tanaman pertama setelah tebangan dilakukan. Tunggul – tunggul tebu
tersebut dipelihara kembali sampai menghasilkan tunas baru yang tumbuh
menjadi tanaman baru hingga penebangan dilakukan kembali. Tanaman tebu
dapat dikepras sampai maksimal tiga kali, namun apabila lebih akan terjadi
penurunan produktivitas tebu. (Wijayanti 2008). Panen tanaman tebu PCM dan
RPC dapat dilakukan hingga umur tebu mencapai 12-18 bulan dan 12 bulan untuk
tanaman tebu ratoon (Verheye 2010).
Hama Tanaman Tebu
Hama yang umumnya menyerang tanaman tebu dapat dikelompokkan
menjadi beberapa kelompok yaitu kelompok penggerek batang yaitu Scirpophaga
excerptalis Walker, Chilo auricilius Dudgeon, Chilo sacchariphagus Bojer, Chilo
polychrysus Meyrick, Chilo venosatus Walker (Lepidoptera: Pyralidae),
Phragmataecia catanea Hubner (Lepidoptera: Cossidae), Tetramoera
schistaceana Snellen (Lepidoptera: Tortricidae), Sesamia inferens Walker dan
Sesamia grisescens Warren (Lepidoptera: Noctuidae). Penggerek batang makan
pada batang tanaman sehingga membuat batang menjadi rapuh dan mudah patah,
selain itu juga dapat mengurangi jumlah nira. Pemakan akar tanaman yaitu
Macrotermes sp. (Isoptera: Termittidae), Lepidiota stigma Fabricius, Eucholora
viridis Fabricius (Coleoptera: Scarabaedidae) dan Tibicens sp (Hemiptera:
Cicadidae). Serangan pada akar tanaman dapat mengurangi kekokohan tanaman
dalam mencengkram tanah sehingga tanaman mudah tumbang serta dapat
mengganggu transportasi unsur hara masuk ke dalam tanaman. Kelompok wereng
daun Perkinsiella saccharicida Kirkadly dan Eumetopina flavipes Muir
(Hemiptera: Delphacidae). Kelompok pemakan daun Valanga nigricornis
Burmeister, Locusta migratoria (Orthoptera: Acrididae), Anticyra combusta
Walker (Lepidoptera: Notodontidae), Spodoptera sp. (Lepidoptera: Noctuidae),
Pyrilla perpusilla Walker (Hemiptera: Lophopidae) dan Dicladispa armigera
(Coleoptera: Chrysomelidae). Kelompok kutukebul Aleurolobus barodensis
Maskell (Hemiptera: Aleyrodidae). Kelompok aphid Ceratovacuna lanigera
Zehntner (Hemiptera: Aphididae). Kelompok kutu (scale) Aulacaspis tegalensis
Zehntner (Hemiptera: Diaspididae), Pulvinaria iceryi Signoret (Hemiptera:
Coccidae) dan Saccharicoccus sacchari (Hemiptera: Pseudococcidae). Kelompok
mamalia yaitu Rattus rattus argentiventer dan Bandicota indica (Muridae:
Rodentia) (Fitzgibbon et al. 1999; Achadian et al. 2011).
Penggerek batang yang merupakan hama penting pada perkebunan tebu di
Indonesia yaitu C. auricilius, C. sacchariphagus, S. excerptalis, S. inferens, dan T.
Schistaceana, kelima penggrek ini penting karena dapat menyebabkan dead
hearts pada tanaman tebu, disebut juga kematian pada titik tumbuh. S. excerptalis
dapat menyebabkan kematian titik tumbuh baik pada tanaman muda maupun
dewasa, sedangkan Chilo spp. hanya menyebabkan kematian titik tumbuh pada
5
tanaman muda. Kelimpahan C. auricilius, C. sacchariphagus dan S. excerptalis
sangat tinggi pada pertanaman tebu di Jawa (Sallam et al. 2010).
Faktor Lingkungan terhadap Serangga
Kehidupan serangga dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan baik
langsung maupun tidak langsung (Coakley 1990). Faktor lingkungan terdiri dari
faktor biotik dan abiotik. Faktor biotik yang berpengaruh yaitu tanaman inang,
sedangkan faktor abiotik yang berpengaruh yaitu curah hujan, temperatur dan
kelembaban.
Serangga memiliki kesesuaian dalam memilih umur tanaman atau bagian
tanaman inang. Serangga sangat selektif dalam memilih makanan karena nutrisi
makanan tersebut akan memengaruhi perkembangan dan reproduksi serangga.
Umumnya serangga fitofag memilih tanaman atau bagian tanaman yang memiliki
kualitas nutrisi yang tinggi seperti pada tanaman muda dan bagian tanaman yang
muda atau sedang tumbuh seperti akar muda, tunas, buah, dan biji atau benih
(Price 2000).
Curah hujan yang tinggi secara langsung dapat menurunkan jumlah populasi
serangga seperti Luciola cruciata dan Sericotathrips staphylinus (Norris et al.
2002; Yuma 2007), sedangkan pengaruh secara tidak langsung dapat
memengaruhi ketersediaan air bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman
sehingga dapat memengaruhi kesesuaian tanaman sebagai inang bagi serangga
fitofag (Jamieson et al. 2012), serta dapat memengaruhi temperatur dan
kelembaban mikro tanaman. Serangga bersifat poikoloterm, yaitu temperatur
tubuhnya dipengaruhi oleh temperatur lingkungan. Oleh karena itu perubahan
temperatur dapat memengaruhi metabolisme, respirasi, sistem saraf dan sistem
endokrin pada serangga (Neven 2000). Pengaruh secara langsung yaitu dapat
membatasi atau menstimulasi aktivitas instar dan imago, pemencaran serangga di
lingkungan, fenologi dan perkembangan ukuran tubuh, seleksi genetik
kemampuan bertahan hidup pada kondisi cuaca yang kurang sesuai, sedangkan
pengaruh tidak langsung yaitu keberadaan serangga seperti bentuk tanaman,
fenologi tanaman, kualitas makanan, predator, parasitoid dan entomopatogen
(Jaworski & Hilszczański 2013).
Saccharicoccus sacchari Cockerell (Hemiptera: Pseudococcidae)
S. sacchari, Ordo Hemiptera, Famili Pseudococcidae, di Indonesia disebut
juga sebagai kutubabi (Achadian et al. 2011) namun, umunya di Indonesia
serangga ini disebut dengan kutuputih. Serangan berat serangga ini dapat
menyebabkan kerugian pada perkebunan tebu baik pada kondisi fisik atau kimia.
S. sacchari dapat menyebabkan penurunan berat, tinggi, dan jumlah ruas pada
batang tebu, selain itu dapat menurunkan rendemen tebu (El-Dein et al. 2009)
Pengamatan biologi S. sacchari pernah dilakukan oleh Beardsley (1962) di
Hawaii. Hasil penelitian menunjukkan bahwa S. sacchari betina memiliki 4 stadia
instar sedangkan S. sacchari jantan memiliki 5 stadia instar. Penghitungan instar
ditandai dari jumlah eksuvia yang ditemukan pada ruang pemeliharaan setiap
6
individunya. Serangga ini hidup pada batang tebu yang berada diatas permukaan
tanah, menusukkan stiletnya pada jaringan floem, dan memproduksi embun madu
(Abd-Rabou 2008). S. sacchari berkoloni pada jaringan muda pada batang, setelah
panen, serangga dewasa kembali berkolonisasi pada batang ratun yang baru
tumbuh. Pergerakan dan penyebaran di lapangan dibantu oleh semut atau angin.
Oleh karena itu populasi dewasa agregasinya tinggi pada awal pertumbuhan
tanaman ratun (Allsopp 1991).
S. sacchari memiliki warna tubuh merah muda. Memiliki tubuh yang lunak
berbentuk oval dengan selaput lilin menyelimuti tubuhnya. Permukaan tubuhnya
terlihat seperti keriput. Lebar tubuh S. sacchari 258-924 µm, dengan panjang
tubuh 619-1932 µm, jumlah segmen antena 6-9 segmen, dan panjang antena 173262 µm (Rae 1993). Serangga betina tidak memiliki sayap dan jumlahnya
melimpah, namun serangga jantan memiliki sayap (Rajendra 1974). Serangga
jantan sangat jarang ditemukan (Pemberton 1964).
Tabel Neraca Hayati (Life Table)
Mortalitas dan natalitas merupakan parameter yang dapat memengaruhi
kepadatan populasi (Mardiana 1995). Data mortalitas dan natalitas kemudian
disusun ke dalam tabel neraca hayati (life table) untuk mengetahui perubahan
populasi yang terjadi dalam satu generasi.
Southwood dan Henderson (2000) menyatakan ada dua tipe life table yang
pertama yaitu age-specific life table dan time-specific life table. Age-specific life
table (tabel neraca hayati spesifik umur) berdasarkan pada individu-individu
kohort dalam satu generasi. Populasi dapat stabil atau berfluktuasi. Tabel ini
menyediakan perspektif yang memanjang dari kelahiran hingga individu terus
tumbuh sampai tidak ada lagi individu yang hidup pada generasi kohort tersebut
(individu terakhir mati) (Carey 1993). Tipe kedua yaitu time-specific life table
(tabel neraca hayati spesifik waktu) berdasarkan pada kohort bayangan yang
didapat dari membedakan struktur umur pada suatu waktu dari individu sampel
yang didadapat dari mengasumsikan apakah populasi tetap atau banyak generasi
yang tumpang tindih (multi-stage populaton). Pembedaan umur merupakan
prasyarat untuk menyusun tabel neraca hayati spesifik waktu. Tabel neraca hayati
dan keperidian terdiri dari (Southwood & Henderson 2000):
1.
x adalah umur pivotal individu pada kelas umur dalam suatu waktu (hari,
minggu, dsb);
2.
lx adalah jumlah individu yang hidup pada kelas umur selama pengamatan;
3.
mx adalah rata-rata jumlah keturunan yang dihasilkan oleh serangga betina
umur x;
Statistik Demografi
Statistik demografi adalah metode pendugaan yang dilakukan untuk dapat
menduga pertumbuhan suatu populasi Marlena (2014). Populasi merupakan
kumpulan suatu individu dalam spesies yang sama dan saling berinteraksi. Suatu
populasi akan berkembang sesuai dengan sumber daya yang dimilikinya. Laju
7
pertumbuhan intinsik menggambarkan laju peningkatan populasi dengan sumber
daya yang tidak terbatas. Teori Malthus menyatakan persamaan (Price et al.
2011):
= rN
N merupakan jumlah populasi dan r merupakan laju perubahan per individu atau
atau laju pertumbuhan per kapita. Pertumbuhan seperti ini akan terjadi ketika
populasi meningkat didukung dengan faktor yang konstan pada tiap generasinya
atau periode waktunya.
Pertumbuhan suatu populasi dapat dihitung berdasarkan pertumbuhan
betina dalam menghasilkan keturunan, dan setiap serangga memiliki masa
perkembangan yang berbeda-beda. Salah satu langkah awal dalam mempelajari
perkembangan suatu populasi serangga adalah dengan mengetahui aspek-aspek
demografinya (Friamsa 2009). Aspek demografi yang dapat diperhatikan dari
tabel neraca hayati menurut Huang dan Chi (2012) adalah:
1. Laju Reproduksi Bersih (R0) = ∑lxmx
2. Laju Reproduksi Kotor (GRR) = ∑mx
3. Lama genereasi (T) =
Laju reproduksi bersih (R0) merupakan total anak betina yang dihasilkan
dari rataan induk betina di dalam populasi tersebut atau kemampuan populasi
tersebut berlipat ganda pada generasi selanjutnya (Mariati 1999; Friamsa 2009).
Laju reproduksi kotor (GRR) merupakan kemampuan seluruh betina suatu
populasi dalam satu generasi untuk menghasilkan keturunan. Lama generasi
merupakan waktu yang dibutuhkan populasi tersebut untuk menyelesaikan
generasinya (Carey 1993). Dari persamaan lama generasi didapat bahwa:
r=
Hal ini hanya pendugaan dan akan akurat jika λ mendekati 1 (Marlena 2014). Laju
pertambahan intrinsik (r) merupakan kemampuan pertambahan individu pada
suatu populasi dalam kondisi sumber daya yang tidak terbatas (Carey 1993).
Doubling time merupakan waktu yang dibutuhkan serangga untuk berlipat ganda.
Nilai DT dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut (Zeng et al. 1993):
=
ln(2)
8
9
3
HAMA TANAMAN TEBU DI PT SUMBER SARI
PETUNG, KEDIRI
ABSTRAK
Hama merupakan salah satu faktor pembatas produksi tebu. Penelitian ini
bertujuan untuk mempelajari perbedaan serangan dan kepadatan populasi hama
pada tanaman tebu umur muda, umur pertengahan dan tua di musim kering dan
musim basah di PT Sumber Sari Petung, Kediri pada tahun 2014-2015. Hama tebu
yang ditemukan pada saat penelitian sebanyak 11 spesies, 6 diantaranya dijumpai
pada semua umur tanaman tebu dan dikedua musim yaitu Scirpophaga excerptalis,
Chilo auricilius, Chilo sacchariphagus, Tetramoera schistaceana, Saccharicoccus
sacchari and Aulacaspis sp.. Serangan dan kepadatan populasi S. excerptalis tidak
berbeda nyata antar umur tebu dikedua musim. Serangan C. auricilius tidak
berbeda nyata antar umur tebu, tetapi kepadatan populasinya berbeda nyata.
Serangan dan kepadatan populasi C. sacchariphagus berbeda nyata antar umur
tebu. Serangan dan kepadatan populasi T. schistaceana berbeda nyata antar umur
tebu dan antar musim. Serangan S. sacchari tidak berbeda nyata antar umur dan
antar musim, sedangkan kepadatan populasinya berbeda nyata. Serangan
Aulacaspis sp. berbeda nyata antar umur tebu dan antar musim, tetapi kepadatan
populasinya berbeda nyata antar umur tebu.
Kata kunci : kepadatan populasi, musim basah, musim kering, umur tebu
10
3 PEST OF SUGARCANE AT PT SUMBER SARI PETUNG,
KEDIRI
ABSTRACT
Pest problem is one of limiting factors of sugarcane production. Studies
have been conducted to determine the differences of pest infestation and pest
population density three different age strata (young, middle-age and mature) of
sugarcane in dry and wet seasons at PT Sumber Sari Petung, Kediri in 2014-2015.
Eleven species of pest insects were found during the field study, in which 6
species of them, i.e. Scirpophaga excerptalis, Chilo auricilius, Chilo
sacchariphagus, Tetramoera schistaceana, Saccharicoccus sacchari, and
Aulacaspis sp. were found in the three sugarcane age strata in dry and wet seasons.
There were no significantly differences in the infestation and population density
of S. excerptalis among sugarcane age strata and also seasons. There was no
significantly difference in the infestation of C. auricilius in the three sugarcane
age strata, but the population density of C. auricilius was significantly different.
There were significantly differences in the infestation and population density of C.
sacchariphagus in the three sugarcane age strata. There were significantly
differences in the infestation and population density of T. schistaceana among the
sugarcane age strata, and also the seasons. There was no significantly difference
in the infestation of S. sacchari among the sugarcane age strata and also the
seasons, while the population density of S. sacchari was significantly different.
There was significantly difference in the infestation of Aulacaspis sp. among the
sugarcane age strata and also the seasons, but the population density of Aulacaspis
sp. was significantly different among the three sugarcane age strata.
Key words : dry season, population density, sugarcane age strata, wet season
11
Pendahuluan
Hama dapat menyerang berbagai bagian tanaman tebu, oleh karena itu hama
merupakan salah satu hambatan dalam penyediaan tebu yang berkualitas
(Abdullah et al. 2011). Umumnya bagian tanaman yang diserang hama yaitu
bagian akar, batang dan daun. Hama yang menyerang pada bagian akar yaitu
hama uret Lepidiota stigma (Coleoptera: Scarabaediae) dan tonggeret Tibicens sp.
(Hemiptera: Cicadidae) (Saragih 2009; Achadian et al. 2011). Hama tebu yang
menyerang pada bagian batang yaitu penggerek batang Chilo spp., Sesamia
inferens, Tetramoera schistaceana, penggerek pucuk Scirpophaga excerptalis
yang menyerang pada pucuk tanaman (titik tumbuh), kutu perisai Aulacaspis
tegalensis, kutuputih Saccharicoccus sacchari dan tikus Rattus argentiventer
(Fitzgibbon et al. 1999; Handiyana 2000; Achadian et al. 2011). Sedangkan hama
yang menyerang pada daun yaitu kutu kebul Aleurolobus barodensis, kutu bulu
putih Ceratovacuna lanigera, wereng daun Perkinsiella spp., Eumetopina flavipes,
belalang Valanga nigricornis dan belalang kembara Locusta migratoria, kumbang
pemakan daun Dicladispa armigera (Achadian et al. 2011).
Hama penting pada pertanaman tebu di Indonesia menurut Handiyana
(2000) adalah tikus, penggerek batang, dan penggerek pucuk. Tikus sawah, Rattus
argentiventer Rob dan Kloss (Rodentia: Muridae), menyebabkan kerusakan pada
batang tebu bagian bawah berupa gigitan besar di ruas batang yang dimakan tikus
dan gigitan besar bagian atas sehingga menyebabkan robohnya tanaman. Terdapat
5 spesies penting penggerek tebu di Pulau Jawa, dari Ordo Lepidoptera Famili
Pyralidae yaitu penggerek pucuk putih Scirpophaga exerptalis Walker, penggerek
batang bergaris Chilo sacchariphagus Bojer, penggerek batang berkilat Chilo
auricilius Dudgeon, penggerek batang merah jambu Famili Noctuidae, Sesamia
inferens, penggerek batang abu-abu Famili Tortricidae, Tetramoera schistaceana
Snellen dan penggerek batang kuning Famili Crambidae, Chilo infuscatellus.
Penggerek pucuk putih S. exerptalis menyerang pada pucuk tanaman tebu.
Serangan penggerek batang dan penggerek pucuk mengakibatkan turunnya berat
tebu yang dipanen karena pertumbuhan batangnya terganggu. Hama lain yang
menyerang pada tanaman tebu Ordo Hemiptera Famili Cicadidae yaitu Tibicens
sp., Delphacidae Perkinsiella saccharicida Kirkadly, Eumetopina flavipes Muir,
Famili Aphididae Ceratovacuna lanigera Zehtner, Aleyrodidae Aleurolobus
barodensis Maskell, Pseudococcidae Saccharicoccus sacchari Cockerell,
Diaspididae Aulacaspis madiunensis dan Aulacaspis tegalensis (Achadian et al.
2011).
Kelimpahan populasi serangga di lapangan dapat dipengaruhi beberapa
faktor seperti faktor tanaman inang dan lingkungan. Umur tanaman dapat
berpengaruh pada kelimpahan hama, karena serangga akan memilih tanaman yang
sesuai untuk dikonsumsi. Indonesia memiliki curah hujan yang berbeda pada
bulan basah dan bulan kering, hal ini dapat memengaruhi lingkungan kehidupan
hama pada tanaman sehingga berpengaruh pada kelimpahan populasinya
(Trisnaningsih & Kurniawati 2015). Romadhon (2007) menyatakan bahwa iklim
dan cuaca memiliki peranan penting baik langsung maupun tidak langsung
terhadap penyebaran, pemencaran, kelimpahan dan perilaku serangga. Selain itu
pertumbuhan dan perkembangan populasi OPT dipengaruhi oleh interaksi antara
OPT itu sendiri, tanaman, sistem budidaya dan musuh alami.
12
PT Sumber Sari Petung merupakan salah satu perkebunan tebu yang ada di
Kediri, Jawa Timur. Informasi mengenai jenis dan kelimpahan populasi hama
tanaman dalam musim yang berbeda penting untuk diketahui, namun informasi ini
belum tersedia di perkebunan ini. Informasi ini sangat penting berkaitan dengan
tindakan pengendalian yang akan dilakukan. Oleh karena itu penelitian ini
bertujuan untuk mempelajari jenis hama yang menyerang tanaman tebu dan
perbedaan serangan serta kepadatan populasi hama penting tanaman tebu pada
musim kering dan musim basah serta pada umur tanaman tebu yang berbeda.
Bahan dan Metode
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di perkebunan swasta milik PT Sumber Sari Petung,
Kecamatan Ngancar, Kabupaten Kediri dan Laboratorium Biosistematika
Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor. Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2014 – Maret 2015.
Metode Penelitian
Pengamatan lapangan dilakukan untuk mengetahui jenis hama dan jumlah
populasinya. Pengamatan lapangan dilakukan di perkebunan tebu PT Sumber Sari
Petung. Pengambilan data dilakukan pada musim kering (September-Oktober
2014) dan musim basah (Februari-Maret 2015). Pada pengamatan lapangan
digunakan teknik pengamatan langsung pada rumpun contoh yang telah
ditentukan.
Tanaman tebu yang diamati yaitu tebu ratun varietas Bululawang (BL).
Tanaman dibagi ke dalam 3 rentang umur yaitu muda (1-4 bulan), umur
pertengahan (5-9 bulan) dan tua (>9 bulan). Tanaman tebu ratun tidak melewati
fase perkecambahan, umur 1-4 bulan merupakan fase pembentukan dan
pertumbuhan anakan, umur 5-9 bulan fase pemanjangan batang dan pematangan,
umur diatas 9 bulan merupakan fase matang (Rossler 2013; Samad 2013).
Rancangan percobaan yang digunakan yaitu rancangan faktorial dengan 3 ulangan.
Setiap rentang umur tanaman diamati dalam 3 blok sebagai ulangan. Tiap blok
diambil 3 amplang, dimana setiap amplang diambil 3 baris, dan tiap baris diambil
3 rumpun secara acak sistematis untuk diamati jenis dan populasi hamanya
(Gambar 1). Amplang merupakan kelompok barisan tempat tebu ditanam. Ukuran
panjang tiap amplang tebu yaitu 16 m. Pengamatan dilakukan 2 kali pada musim
kering dan basah, sehingga didapat seluruh blok yang diamati berjumlah 18 blok
dengan 486 rumpun tanaman contoh.
Pengamatan hama dilakukan dengan metode pengamatan langsung, dari atas
permukaan tanah hingga ujung daun dan pucuk. Pengamatan meliputi jumlah
populasi suatu hama per rumpun, jika tidak ditemukan serangga hama maka
dilakukan pengamatan gejala sebagai contoh lubang gerekan, gigitan, dan titik
tusuk pada tulang daun.
13
Keterangan:
: rumpun contoh
: barisan tanaman tebu
Amplang 1
Amplang 2
Amplang 3
Gambar 1 Titik pengambilan sampel hama tanaman tebu per blok
Anakan dan batang yang terdapat gejala atau tanda pada rumpun diamati,
dan dilakukan pengambilan serta pembedahan dengan menggunakan pisau atau
parang (Gambar 2) jika terlihat ada lubang gerekan. Hal ini dilakukan untuk
mengetahui jenis penggerek batang yang menyerang.
Gambar 2 Pembedahan batang yang terdapat lubang gerekan
Banyaknya tanaman tebu yang terserang menunjukkan besarnya persentase
serangan hama pada tanaman tersebut. Persentase serangan hama dapat dihitung
dengan persamaan sebagai berikut:
Serangan hama =
total tanaman terserang
total tanaman yang diamati
x 100%
Hasil dan Pembahasan
Hama pada berbagai umur tanaman dan musim yang berbeda
Hama yang ditemukan menyerang tanaman tebu di perkebunan tebu PT
Sumber Sari Petung adalah Valanga nigricornis, Dicladispa sp., Scirpophaga
exerptalis, Chilo auricilius, Chilo sacchariphagus, Tetramoera schistaceana,
Perkinsiella sp., Aleuroloubus sp., Saccharicoccus sacchari, Aulacaspis sp., dan
Ceratovacuna sp. (Tabel 1). Bagian tanaman tebu yang diserang meliputi pucuk,
tunas, daun dan batang. Hama tebu pada musim kering dapat ditemukan juga pada
musim basah kecuali Ceratovacuna sp., karena kepadatan populasinya yang
sangat rendah.
Sebagian besar hama dapat menyerang tanaman tebu sepanjang musim baik
musim kering maupun musim basah dan dapat pula menyerang pada berbagai fase
umur tanaman. Tebu memiliki daun sepanjang musim oleh karena itu keberadaan
14
V. nigricornis, Dicladispa sp., Perkinsiella sp. dan Aleurolobus sp. terus bertahan.
Selain itu, V. Nigricornis dan Dicladispa sp., merupakan serangga polifag
sehingga saat tebu dipanen serangga ini dapat hidup pada inang lain. S. exerptalis
menyerang pucuk tanaman dan mengakibatan kematian pucuk. Pucuk yang mati
ini akan menginduksi mata tunas dibawahnya untuk tumbuh membentuk pucuk
baru (siwilan), hal ini mengakibatkan pucuk terus tersedia hingga tanaman tua. C.
auricilius dapat hidup pada tunas tanaman muda namun pada tanaman umur
pertengahan dan tua serangga ini hidup di dalam batang tanaman. Kemampuan
seperti ini menguntungkan bagi C. auricilius untuk tetap bertahan dalam
pertanaman tebu. C. auricilius dapat hidup pada sisa tanaman tebu (tunggul) di
bawah tanah sebelum tanaman ratun tumbuh.
Tabel 1 Hama tanaman tebu pada umur dan musim yang berbeda
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Nama hama
Belalang (Orthoptera: Acrididae)
Valanga nigricornis
Kumbang pemakan daun
(Coleoptera: Chrysomelidae)
Dicladispa sp.
Penggerek pucuk putih
(Lepidotera: Pyralidae)
Scirpophaga excerptalis
Penggerek batang berkilat
(Lepidoptera: Pyralidae)
Chilo auricilius
Penggerek batang bergaris
(Lepidoptera: Pyralidae)
Chilo sacchariphagus
Penggerek batang abu-abu
(Lepidoptera: Tortricidae)
Tetramoera schistaceana)
Wereng daun (Hemiptera:
Delphacidae) Perkinsiella sp.
Kutu hitam (Hemiptera:
Aleyrodidae) Aleurolobus sp.
Kutu babi (Hemiptera:
Pseudococcidae)
Saccharicoccus sacchari)
Kutu perisai (Hemiptera:
Diaspididae) Aulacaspis sp.
Kutu bulu putih (Hemiptera:
Aphididae) Ceratovacuna sp.
Keterangan: K
B

X
= musim kering
= musim basah
= ada
= tidak ada
Umur Tanaman
Muda
Pertengahan
Musim
K
B
K
B
K
B
Daun






Daun





X
Pucuk /
titik
tumbuh






Batang dan
pucuk






Batang

X




Batang
X
X




Daun






Daun





X
Batang dan
tunas

X




Batang

X




Daun

X
X
X
X
X
Bagian
tanaman
terserang
Tua
15
Hama memiliki kesesuaian makan pada umur tanaman tebu, seperti
penggerek batang dan kutu. Umur tanaman berkaitan dengan nutrisi yang
dibutuhkan serangga. Penggerek batang, kutuputih dan kutuperisai lebih
menyukai tanaman umur pertengahan dan tua. Batang tanaman umur pertengahan
dan tua mengandung sukrosa sehingga lebih disukai oleh penggerek batang, kutu
babi dan kutu perisai. Ikhtiyanto (2010) menyatakan bahwa fase pematangan
sukrosa untuk tebu (plant cane murni) yang dipanen umur 12 bulan, berlangsung
dari tanaman umur 9 bulan hingga 12 bulan. Fase pematangan sukrosa pada tebu
ratun terjadi sebelum umur 9 bulan karena tebu ratun dipanen mulai umur 10
bulan. Oleh karena itu hama pada batang tebu meningkat saat umur tebu mulai
memasuki fase pemasakan. Selain batang, jaringan meristem atau jaringan yang
sedang tumbuh juga mengandung nutrisi yang tinggi (Price 2000), oleh karena itu
serangan hama dapat terjadi pada jaringan tersebut. Jaringan meristem dapat
ditemukan pada berbagai macam umur tanaman, jaringan ini dapat berupa akar,
tunas dan pucuk daun. Penggerek pucuk, penggerek batang dan kutuputih
seringkali ditemukan menyerang pada jaringan tersebut.
Serangan pada bagian tanaman dapat menyebabkan kerusakan yang dapat
menimbulkan kerugian, menurunkan kualitas dan kuantitas hasil panen tebu.
Kerusakan terbagi dua yaitu kerusakan langsung merupakan kerusakan yang
terjadi pada bagian tanaman yang dipanen, sedangkan kerusakan tidak langsung
merupakan kerusakan yang terjadi pada bagian tanaman yang tidak dipanen
namun kerusakan ini secara tidak langsung dapat memengaruhi hasil pada bagian
tanaman yang akan dipanen. Kerusakan langsung terjadi pada bagian batang
tanaman tebu akibat serangan hama seperti penggerek batang dan kutu. Kerusakan
pada batang dapat berupa lubang gerekan yang disebabkan oleh penggerek batang,
Serangan penggerek batang dapat membuat batang menjadi rapuh sehingga pada
saat ada angin kencang batang dapat mudah patah. Batang yang patah kemudian
akan mengering dan tidak bisa diolah sehingga hasil panen berkurang. Serangan
kutuperisai dan kutuputih dapat menyebabkan adanya selaput lilin putih serta
sekresi embun madu yang menempel pada permukaan batang sehingga dapat
menyulitkan proses pengolahan tebu (Ashbolt & Inkerman 1990). Sunaryo dan
Hasibuan (2003) menyatakan bahwa serangan kutu perisai Aulacaspis tegalensis
dapat menurunkan hasil tanaman tebu. El-Dein et al. (2009) berpendapat bahwa
pada serangan berat kutuputih dapat mengakibatkan tanaman menjadi lebih
ramping dan kerdil, karena serangga ini menghisap cairan tanaman. Kerusakan
tidak langsung dapat terjadi pada daun dan pucuk tanaman. Daun berfungsi
sebagai tempat fotosintesis, jika tempat fotosintesis terganggu maka hasil
fotosintesis yang akan disimpan di dalam batang tidak optimal. Serangga yang
menimbulkan kerusakan pada daun yaitu V. nigricornis, Dicladispa sp.,
Perkinsiella sp., Aleurolobus sp., dan Ceratovacuna sp.. Kerusakan pada pucuk
tanaman yang diakibatkan oleh S. exerptalis mengakibatkan pucuk tanaman mati
dan menginduksi tunas dibawahnya untuk tumbuh. Tunas yang tumbuh
memerlukan energi dan energi yang dipakai merupakan cadangan energi yang
disimpan dalam batang berupa fotosintat (Lestari et al. 2008). Hal ini dapat
mengurangi kandungan sukrosa yang tersimpan dalam batang sehingga
menurunkan kualitas hasil panen. S. exerptalis dapat menyebabkan kerusakan
langsung apabila pucuk yang diserang membuat batang menjadi mati dan kering
karena tunas tidak dapat tumbuh.
16
Penggerek pucuk, penggerek batang, kutu perisai dan kutuputih tergolong
hama penting pada perkebunan tebu PT Sumber Sari Petung. Hama-hama ini
dapat bertahan hidup sepanjang musim dan menyerang pada bagian penting
tanaman (batang) serta dapat menyebabkan kerusakan langsung dan tidak
langsung. Penggerek batang, penggerek pucuk putih dan kutuputih juga menjadi
hama penting pada pertanaman tebu di PT Perkebunan XIV Cirebon (Nugroho
1986). Kutu perisai A. tegalensis menjadi hama penting pada perkebunan tebu di
PT Gunung Madu Plantation, Lampung Tengah (Sunaryo & Hasibuan 2003).
Serangan dan kepadatan populasi hama penting tanaman tebu pada umur
tanaman dan musim yang berbeda
Serangan dan kepadatan populasi Scirpophaga excerptalis. Penggerek
pucuk putih Scirpophaga exerptalis menyerang pucuk tanaman tebu hingga ke
titik tumbuhnya. Serangan dan kepadatan populasi penggerek pucuk putih
Scirpophaga excerptalis tidak berbeda baik antar umur tanaman maupun antar
musim (Tabel 2 & 3).
Tabel 2 Serangan penggerek pucuk putih Scirpophaga excerptalis (Lepidoptera:
Pyralidae) antar umur dan musim yang berbeda
Umur
Tanaman
Muda
Pertengahan
Tua
Antar musim
Musim kering
Rata-rata ± SE (%)
20.99 ± 2.47
13.58 ± 4.45
14.81 ± 5.66
16.46 ± 2.48 A
Musim basah
Rata-rata ± SE (%)
17.28 ± 4.45
12.35 ± 4.45
11.11 ± 3.70
13.58 ± 2.31 A
Antar umur tanaman
Rata-rata ± SE (%)
0.04 ± 0.01 a
0.03 ± 0.01 a
0.04 ± 0.01 a
Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama antar umur tanaman tebu atau antar musim tidak
berbeda nyata berdasarkan uji duncan pada taraf 5%.
Tabel 3 Kepadatan populasi penggerek pucuk putih Scirpophaga excerptalis
(Lepidoptera: Pyralidae) pada umur tanaman tebu dan musim yang
berbeda
Umur
Tanaman
Muda
Pertengahan
Tua
Antar musim
Musim kering
Rata-rata ± SE
(individu/rumpun)
0.23 ± 0.05
0.23 ± 0.09
0.22 ± 0.10
0.23 ± 0.04 A
Musim basah
Rata-rata ± SE
(individu/rumpun)
0.26 ± 0.08
0.17 ± 0.07
0.14 ± 0.05
0.19 ± 0.04 A
Antar umur tanaman
Rata-rata ± SE
(individu/rumpun)
0.25 ± 0.04 a
0.20 ± 0.05 a
0.18 ± 0.05 a
Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama antar umur tanaman tebu atau antar musim tidak
berbeda nyata berdasarkan uji duncan pada taraf 5%.
Tanaman umur muda yang diserang oleh penggerek pucuk dapat
menyebabkan tunas tanaman mati namun tergantikan dengan membentuk anakan
baru. Serangan pada pucuk tanaman tebu umur pertengahan dan tua dapat
menginduksi tunas dibawahnya untuk tumbuh (siwilan). Hal ini menyebabkan
pucuk terus tersedia sepanjang umur tanaman dan perbedaan umur tanaman tidak
berpengaruh terhadap aktivitas makannya. Curah hujan yang berbeda pada musim
17
kering dan musim basah juga tidak berpengaruh terhadap aktivitas makan S.
excerptalis, karena serangga ini makan pada pucuk tanaman, tinggal di dalamnya
dan baru keluar setelah menjadi imago. Oleh karena itu serangan dan kepadatan
populasi tidak berbeda pada umur dan musim tanaman yang berbeda.
Serangga ini tersebar di Asia Tenggara dan Asia Timur. Wilayah sebaran S.
excerptalis di Indonesia meliputi Sumatera Selatan, Lampung, Jawa, Kalimantan,
Sulawesi Tengah dan Nusa Tengara (Achadian et al. 2011). Imago S. exerptalis
meletakkan telur pada permukaan daun bagian bawah kemudian menetas setelah
8-9 hari. Larva masuk kedalam pucuk melalui tulang daun pada daun yang paling
muda dan menggerek hingga ke titik tumbuh. Daun yang terserang memiliki
gejala berlubang shot hole (Gambar 3a). Kerusakan diakibatkan matinya pucuk
disebabkan serangga makan pada titik tumbuh. Pupa berwarna putih kekuningan
(Gambar 3b) dengan panjang 16.3 mm dan lebar 3.2 mm (Kumar & Rana 2013).
Larva berpupa di dalam pucuk, sebelum berpupa larva membuat lubang keluar
yang ditutupi oleh selaput tipis.
a
b
Gambar 3 Gejala serangan (a) dan pupa (b) Scirpophaga excerptalis
Serangan dan kepadatan populasi Chilo auricilius. Berdasarkan hasil
pengamatan, serangan C. auricilius tidak berbeda nyata pada umur dan musim
tanaman yang berbeda (Tabel 4). C. auricilius dapat makan pada berbagai umur
tanaman, oleh karena itu serangga ini dapat terus bertahan dan ditemukan pada
tanaman baik dimusim kering maupun musim basah. Curah hujan tidak
menghalangi C. auricilius dalam aktivitas makan dan tempat tinggal karena
serangga ini makan dan tinggal di dalam jaringan tanaman.
Tabel 4 Serangan penggerek batang berkilat Chilo auricilius (Lepidoptera:
Pyralidae) pada umur tanaman tebu dan musim yang berbeda
Umur
Tanaman
Muda
Pertengahan
Tua
Antar musim
Musim kering
Rata-rata ± SE (%)
2.22 ± 7.71
38.27 ± 7.51
44.44 ± 17.50
34.98 ± 6.79 A
Musim basah
Rata-rata ± SE (%)
66.67 ± 8.55
53.09 ± 22.86
65.43 ± 14.24
61.73 ± 8.44 A
Antar umur tanaman
Rata-rata ± SE (%)
45.37 ± 17.26 a
45.68 ± 11.26 a
54.94 ± 11.13 a
Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama antar umur tanaman tebu atau antar musim tidak
berbeda nyata berdasarkan uji duncan pada taraf 5%.
18
Perbedaan umur tanaman dan musim saling berpengaruh terhadap kepadatan
populasi C. auricilius (Tabel 5). Tanaman umur pertengahan dan tua memiliki
batang dan ruas yang lebih panjang sehingga lebih banyak sumber daya yang
tersedia untuk tempat hidup C. auricilius. Pada musim basah, curah hujan lebih
tinggi dibandingkan musim kering. Curah hujan yang tinggi dapat memengaruhi
aktivitas musuh alami C. auricilius dalam menemukan inangnya sehingga
populasi C. auricilius dapat lebih tinggi pada bulan basah. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Hidayati (2009) bahwa unsur cuaca sangat yang sangat memengaruhi
terjadinya fluktuasi populasi penggerek batang adalah curah hujan. C. auricilus
yang selamat dari predator dan parasitoid dapat melanjutkan hidup dan
meletakkan keturunan, oleh karena itu C. auricilius lebih banyak ditemukan pada
tanaman pertengahan dan tua dimusim basah.
Tabel 5 Kepadatan populasi penggerek batang berkilat Chilo auricilius
(Lepidoptera: Pyralidae) pada umur tanaman tebu dan musim yang
berbeda
Umur
Tanaman
Muda
Pertengahan
Tua
Antar musim
Musim kering
Rata-rata ± SE
(individu/rumpun)
1.00 ± 0.10 b
0.85 ± 0.05 b
0.85 ± 0.06 b
0.90 ± 0.04 a
Musim basah
Rata-rata ± SE
(individu/rumpun)
1.05 ± 0.05 b
1.37 ± 0.15 a
1.40 ± 0.17 a
1.28 ± 0.09 b
Antar umur tanaman
Rata-rata ± SE
(individu/rumpun)
1.03 ± 0.05 a
1.11 ± 1.14 a
1.12 ± 0.15 a
Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama antar umur tanaman tebu dan antar musim tidak
berbeda nyata berdasarkan uji duncan pada taraf 5%.
C. auricilius dapat menyerang tunas pada tanaman muda (Gambar 4a) dan
dan batang tanaman tebu umur pertengahan dan tua (Gambar 4b). Serangan pada
tunas menyebabkan kematian tunas karena C. auricilius menggerek hingga titik
tumbuh, sedangkan serangan pada batang mengakibatkan gejala gerekan yang
lurus. Larva hidup selama 47 hari, kemudian berkembang menjadi pupa selama
8.3 hari selanjutnya keluar menjadi imago dan hidup selama 5-6 hari (Taneja &
Nwanze 1990). Imago berukuran 0.75-1.35 cm dan betina meletakkan kelompok
telur di bagian permukaan bawah daun (Achadian et al. 2011).
a
b
Gambar 4 Gejala serangan C. auricilius pada tanaman tebu umur muda
19
C. auricilius merupakan salah satu hama tanaman tebu yang paling merusak
di India. Serangga ini menyerang batang dan mengganggu tanaman dalam
pematangan sukrosa. Larva makan pada pelepah daun yang sangat lembut selama
satu minggu pertama, kemudian masuk dan makan pada batang tanaman.
Serangga ini juga dapat menyerang akar tanaman yang baru tumbuh. Kerusakan
yang diakibatkan dapat ditemukan pada bagian tengah dan bawah tanaman
(Taneja & Nwanze 1990).
Serangan dan kepadatan populasi Chilo sacchariphagus. Serangan dan
kepadatan populasi Chilo sacchariphagus semakin tinggi seiring dengan
bertambahnya umur tanaman, namun serangan dan kepadatan populasi musim
basah dan musim kering tidak berbeda nyata (Tabel 6 & 7). Tanaman tebu umur
muda kurang sesuai bagi kehidupan C. sacchariphagus, diameter tunas yang baru
tumbuh lebih sempit dibandingkan batang umur pertengahan dan tua. Larva C.
sacchariphagus memiliki ukuran tubuh yang lebih besar dibandingkan C.
auricilius, ukuran ngengat C. sacchariphagus yaitu 1.2-1.8 cm (Achadian et al.
2011). Tanaman tebu umur tua menyediakan sumber daya yang lebih banyak
berupa batang tanaman. Sumber daya yang sesuai ini dapat meningkatkan
serangan dan kepadatan populasi C. sacchariphagus. Oleh sebab itu serangan dan
kepadatan populasi hama ini ini sangat rendah pada tanaman tebu umur muda.
Tabel 6 Serangan penggerek batang bergaris Chilo sacchariphagus (Lepidoptera:
Pyralidae) pada umur tanaman tebu dan musim yang berbeda
Umur
Tanaman
Muda
Pertengahan
Tua
Antar musim
Musim kering
Rata-rata ± SE (%)
2.47 ± 2.47
56.79 ± 18.19
75.31 ± 10.11
44.86 ± 12.49 A
Musim basah
Rata-rata ± SE (%)
0.00 ± 0.00
34.57 ± 19.28
56.79 ± 13.75
30.45 ± 10.72 A
Antar umur tanaman
Rata-rata ± SE (%)
1.23 ± 1.23 b
45.68 ± 12.85 a
66.05 ± 8.68 a
Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama antar umur tanaman tebu atau antar musim tidak
berbeda nyata berdasarkan uji duncan pada taraf 5%.
Tabel 7 Kepadatan populasi penggerek batang bergaris Chilo sacchariphagus
(Lepidoptera: Pyralidae) pada umur tanaman tebu dan musim yang
berbeda
Umur
Tanaman
Muda
Pertengahan
Tua
Antar musim
Musim kering
Rata-rata ± SE
(individu/rumpun)
0.04 ± 0.04
1.33 ± 0.57
2.75 ± 0.56
1.37 ± 0.45 A
Musim basah
Rata-rata ± SE
(individu/rumpun)
0.00 ± 0.00
0.84 ± 0.43
1.28 ± 0.42
0.71 ± 0.26 A
Antar umur tanaman
Rata-rata ± SE
(individu/rumpun)
0.02 ± 0.02 b
1.09 ± 0.34 a
2.02 ± 0.45 a
Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama antar umur tanaman tebu atau antar musim tidak
berbeda nyata berdasarkan uji duncan pada taraf 5%.
20
C. sacchariphagus merupakan penggerek batang yang makan dan hidup di
dalam batang tebu hingga berpupa dan keluar sebagai imago. Curah hujan pada
bulan basah tidak berpengaruh pada aktivitas makannya karena serangga ini
terlindung dalam batang tebu. Selain itu, kerasnya tanaman tebu melindungi
serangga ini dari gangguan musuh alami.
Gejala yang ditimbulkan pada tanaman muda yaitu matinya anakan
sedangkan pada tanaman tua yaitu adanya lubang gerekan yang apabila dibelah
terdapat lubang gerek yang tidak beraturan (Gambar 5a). Instar yang baru menetas
dapat hidup pada daun muda yang masih menggulung (Gambar 5b), makan pada
daun tersebut dan menimbulkan bercak-bercak transparan memanjang tidak
beraturan di daun (Achadian et al. 2011).
a
b
Gambar 5 Gejala serangan Chilo sacchariphagus pada batang (a) dan daun (b)
C. sacchariphagus disebut juga sebagai penggerek antar ruas, karena larva
dapat makan dan menembus ruas dalam batang tebu. Serangga ini memiliki nilai
ekonomi yang penting pada perkebunan tebu India. Kerusakan yang diakibatkan
yaitu kehilangan kuantitas (batang) dan kualitas (nira). Siklus hidup serangga ini
berlangsung selama 42-60 hari dan memiliki 6 generasi (overlapping) selama satu
tahun (Taneja & Nwanze 1990).
Serangan dan kepadatan populasi Tetramoera schistaceana. Perbedaan
umur tanaman dan musim saling memengaruhi serangan dan kepadatan populasi T.
schistaceana (Tabel 8 & 9). Tanaman umur tua memiliki sumberdaya yang lebih
banyak baik sebagai makanan ataupun penyediaan tempat tinggal dibandingkan
tanaman tebu umur muda dan pertengahan. Oleh karena itu, serangan dan
kepadatan populasi T. schistaceana paling tinggi terdapat pada tanaman umur tua
dimusim basah. tanaman umur tua dimusim basah memiliki sumberdaya yang
lebih banyak dan tidak mengalami gangguan stress air sehingga pertumbuhan dan
perkembangannya tidak terganggu dan memiliki vigor tanaman yang baik
(Rossler 2013). Serangga ini juga dapat menyerang tanaman muda (Achadian et al.
2011). Serangan pada tanaman muda dapat menyebabkan mati pucuk (Fitzgibbon
et al. 1999).
21
Tabel 8 Serangan populasi penggerek batang abu-abu Tetramoera schistaceana
(Lepidoptera: Tortricidae) pada umur tanaman tebu dan musim yang
berbeda
Umur
Tanaman
Muda
Pertengahan
Tua
Antar musim
Musim kering
Musim basah
Antar umur tanaman
Rata-rata ± SE (%)
0.00 ± 0.00 c
6.49 ± 6.49 bc
6.49 ± 6.49 bc
4.83 ± 4.83 b
Rata-rata ± SE (%)
0.00 ± 0.00 c
15.67 ± 7.69 b
47.68 ± 8.35 a
24.18 ± 8.20 a
Rata-rata ± SE (%)
0.00 ± 0.00 a
15.67 ± 7.69 a
27.09 ± 10.35 b
Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama antar umur tanaman tebu dan antar musim tidak
berbeda nyata berdasarkan uji duncan pada taraf 5%.
Tabel 9 Kepadatan populasi penggerek batang abu-abu Tetramoera schistaceana
(Lepidoptera: Tortricidae) pada umur tanaman tebu dan musim yang
berbeda
Umur
Tanaman
Muda
Pertengahan
Tua
Antar musim
Musim kering
Rata-rata ± SE
(individu/rumpun)
0.00 ± 0.00 c
0.04 ± 0.04 c
0.04 ± 0.04 c
0.02 ± 0.02 b
Musim basah
Rata-rata ± SE
(individu/rumpun)
0.00 ± 0.00 c
0.47 ± 0.27 b
0.94 ± 0.20 a
0.47 ± 0.17 a
Antar umur tanaman
Rata-rata ± SE
(individu/rumpun)
0.00 ± 0.00 b
0.25 ± 0.15 ab
0.49 ± 0.22 a
Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama antar umur tanaman tebu dan antar musim tidak
berbeda nyata berdasarkan uji duncan pada taraf 5%.
Serangan dan kepadatan populasi T. schistaceana yang tinggi pada musim
basah dapat disebabkan oleh terhambatnya musuh alami (predator dan parasitoid)
T. schistaceana dalam menemukan inang yang diakibatkan oleh tingginya curah
hujan pada musim basah. Curah hujan dapat mengganggu serangga dalam
aktivitasnya mencari makan (Yuma 2007). Individu T. schistaceana yang selamat
dari musuh alami dapat menyelesaikan siklus hidup dan melanjutkan generasi
berikutnya. Serangga ini hidup dan menggerek dibalik pelepah daun yang
melindungi dirinya dari musuh alami dan curah hujan. Curah hujan yang tinggi
tidak berpengaruh pada aktivitas makan T. schistaceana karena serangga ini hidup
dan makan di dalam jaringan tanaman. Curah hujan dapat memengaruhi
ketersediaan air yang dapat berdampak pada pertumbuhan dan perkembangan
tanaman tebu (Rossler 2013).
Gejala serangan T. schistaceana yaitu gerekan melintang di atas mata
tunas atau gelang akar (Gambar 6). T. schistaceana merupakan hama penting
pada perkebunan tebu di berbagai negara seperti Malaysia, Mauritius, Taiwan,
Jepang, Vietnam, Sri Lanka, Filipina, China, termasuk Indonesia. Infestasi
serangga ini dapat menyebabkan tunas tanaman mati dan kadang-kadang juga
menyerang akar (Sallam dan Allsopp 2003). Kerusakan dimulai dari tanaman
muda hingga tanaman tua. Imago meletakkan telur pada bagian permukaan atas
daun pada tulang daun dan dekat dengan pangkal daun. (Lim & Pan 1977). Imago
meletakkan telur pada pelepah daun atau permukaan daun bagian bawah, larva
yang menetas masuk kedalam jaringan tanaman gelang akar.
22
Gambar 6 Gejala gerekan Tetramoera schistaceana pada batang tebu
Serangan dan kepadatan populasi Saccharicoccus sacchari. Serangan S.
sacchari antar umur tanaman tebu umur dan antar musim tidak berbeda (Tabel 10).
Hal ini terjadi karena S. sacchari hidup berkoloni (Gambar 7) dan tidak aktif
bergerak kecuali nimfa instar awal (crawler).
Tabel 10 Serangan kutuputih Saccharicoccus sacchari (Hemiptera:
Pseudococcidae) pada umur tanaman tebu dan musim yang berbeda
Umur Tanaman
Muda
Pertengahan
Tua
Antar musim
Musim Kering
Rata-rata ± SE (%)
1.23 ± 1.23
18.52 ± 9.80
8.64 ± 8.64
9.47 ± 4.54 A
Musim Basah
Antar Umur Tanaman
Rata-rata ± SE (%) Rata-rata ± SE (%)
0.00 ± 0.00
0.62 ± 0.62 a
17.11 ± 9.88
16.67 ± 5.88 a
4.94 ± 1.23
6.79 ± 3.99 a
6.58 ± 3.31 A
Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama antar umur tanaman tebu atau antar musim tidak
berbeda nyata berdasarkan uji duncan pada taraf 5%.
Gambar 7 Koloni S. sacchari pada batang tebu
Pergerakan S. sacchari tidak akan jauh dari tempat sebelumnya kecuali
terbawa alat pertanian, angin dan manusia. S. sacchari yang berasosiasi dengan
semut dan mendapat keuntungan berupa perlindungan dari semut dari kondisi
23
yang kurang menguntungkan, seperti adanya musuh alami dan paparan sinar
matahari. Semut juga dapat membantu pergerakan S. sacchari namun tidak untuk
jarak jauh (Rajendra 1974). Pergerakan seperti ini mengakibatkan serangan S.
sacchari di lapangan menjadi rendah.
Kepadatan populasi S. sacchari berbeda antar umur tanaman, namun tidak
ada perbedaan antar musim (Tabel 11). Kepadatan populasi S. sacchari paling
rendah terdapat pada tanaman tebu umur muda dan paling tinggi terdapat
pada tanaman tebu umur pertengahan.
Tabel 11 Kepadatan populasi Saccharicoccus sacchari (Hemiptera:
Pseudococcidae) pada umur tanaman tebu dan musim yang berbeda
Umur Tanaman
Muda
Pertengahan
Tua
Antar musim
Musim Kering
Rata-rata ± SE
(individu/rumpun)
1.10 ± 0.00
1.56 ± 0.37
1.19 ± 0.10
1.28 ± 0.13 A
Musim Basah
Rata-rata ± SE
(individu/rumpun)
1.10 ± 0.00
1.68 ± 0.30
1.22 ± 0.06
1.33 ± 0.12 A
Antar Umur Tanaman
Rata-rata ± SE
(individu/rumpun)
1.10 ± 0.00 b
1.62 ± 0.21 a
1.21 ± 0.05 ab
Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama antar umur tanaman tebu atau antar musim tidak
berbeda nyata berdasarkan uji duncan pada taraf 5%.
Perbedaan kepadatan populasi antar umur tanaman tebu terjadi karena
kesesuaian nutrisi dan tempat hidup bagi S. sacchari. Pada batang tebu tanaman
umur pertengahan pelepah tanaman masih tersedia, yang berfungsi sebagai
pelindung S. sacchari dari gangguan musuh alami dan gangguan lingkungan
(curah hujan dan desikasi). Sehingga kondisi seperti ini sesuai dengan kebutuhan
hidup S. sacchari. Namun pada tebu umur tua populasi mulai menurun hal ini
terjadi karena batang tebu tua jaringan yang berkembang (meristem) sudah
menurun dibandingkan tebu umur pertengahan, sedangkan serangga ini makan di
sekitar gelang akar yang merupakan jaringan meristem. Selain itu, pada tebu tua
pelepah sudah sangat renggang sehingga kemungkinan musuh alami untuk
menemukan S. sacchari menjadi tinggi (Yuliani 2015).
Serangan dan kepadatan populasi Aulacaspis sp.. Serangan serangan
Aulacaspis sp. menunjukkan adanya interaksi antara umur tanaman dan musim
(Tabel 12).
Tabel 12 Serangan kutuperisai Aulacaspis sp. (Hemiptera: Diaspididae) pada
umur tanaman tebu dan musim yang berbeda
Umur tanaman
Muda
Pertengahan
Tua
Antar musim
Musim kering
Rata-rata ± SE (%)
2.47 ± 2.47 c
33.33 ± 5.66 b
75.31 ± 3.27 a
37.04 ± 10.74 a
Musim basah
Rata-rata ± SE (%)
0.00 ± 0.00 c
25.93 ± 15.42 bc
20.99 ± 15.76 bc
20.99 ± 15.76 b
Antar umur tanaman
Rata-rata ± SE (%)
1.23 ± 1.23 b
15.12 ± 15.20 a
48.19 ± 14.12a
Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama antar umur tanaman tebu dan antar musim tidak
berbeda nyata berdasarkan uji duncan pada taraf 5%.
24
Serangan tertinggi terdapat pada tanaman tua dimusim kering. Hal ini sesuai
dengan Sunaryo dan Hasibuan (2003) yang menyatakan bahwa populasi
kutuperisai mulai meningkat pada tebu umur menjelang tua yaitu 8 bulan dan
mencapai puncaknya pada tanaman berumur 11 bulan. Populasi Aulacaspis sp.
hidup secara berkoloni (Gambar 8) dan memiliki pola distribusi mengelompok
(clumped) (Yuliani 2015) pada batang tanaman tebu.
Gambar 8 Populasi Aulacaspis sp. pada batang tanaman tebu
Kepadatan populasi kutuperisai Aulacaspis sp. pada umur yang berbeda
menunjukkan perbedaan, populasi pada tanaman muda lebih rendah dibandingkan
tanaman umur pertengahan dan tua, namun populasi tidak berbeda antar musim
(Tabel 13). Hasil pengamatan ini menunjukkan bahwa tanaman tebu muda kurang
disukai oleh Aulacaspis sp., hal ini sesuai dengan pernyataan (Sunaryo &
Hasibuan 2003), kutuperisai kurang menyukai tanaman tebu dibawah umur 7
bulan. Tanaman tebu berumur kurang dari 7 bulan pelepah batang masih melekat
sangat kuat, sehingga sulit bagi serangga ini untuk menyelinap masuk dan hidup
dibalik pelepah (Yuliani 2015).
Tabel 13 Populasi kutuperisai Aulacaspis sp. (Hemiptera: Diaspididae) pada
umur tanaman tebu dan musim yang berbeda
Umur tanaman
Muda
Pertengahan
Tua
Antar musim
Musim kering
Musim basah
Rata-rata ± SE
(individu/rumpun)
0.72 ± 0.01
1.02 ± 0.19
1.41 ± 0.12
1.05 ± 0.12 a
Rata-rata ± SE
(individu/rumpun)
0.71 ± 0.00
1.27 ± 0.28
1.03 ± 0.18
1.00 ± 0.13 a
Antar umur
tanaman
Rata-rata ± SE
(individu/rumpun)
0.71 ± 0.01 b
1.14 ± 0.16 a
1.22 ± 0.13 a
Keterangan : angka yang diikuti huruf yang sama antar umur tanaman tebu atau antar musim tidak
berbeda nyata berdasarkan uji duncan pada taraf 5%.
Hasil pengamatan ini menunjukkan bahwa tanaman tebu muda kurang
disukai oleh Aulacaspis sp., hal ini sesuai dengan pernyataan (Sunaryo &
Hasibuan 2003), kutuperisai kurang menyukai tanaman tebu dibawah umur 7
bulan. Tanaman tebu berumur kurang dari 7 bulan pelepah batang masih melekat
sangat kuat, sehingga sulit bagi serangga ini untuk menyelinap masuk dan hidup
dibalik pelepah (Yuliani 2015).
25
Simpulan
Hama pada pertanaman tebu di PT Sumber Sari Petung pada umur dan
musim yang berbeda meliputi Valanga nigricornis, Dicladispa sp., Scirpophaga
excerptalis, Chilo auricilius, Chilo sacchariphagus, Tetramoera schistaceana,
Perkinsiella sp., Aleurolobus sp., Saccharicoccus sacchari, Aulacaspis sp. dan
Ceratovacuna sp., Hama yang tergolong penting yaitu S. excerptalis, C. auricilius,
C. sacchariphagus, T. schistaceana, S. sacchari, dan Aulacaspis sp.. Serangan dan
kepadatan populasi S. excerptalis tidak berbeda antar umur tanaman dan antar
musim. Perbedaan serangan C. auricilius tidak terlihat baik antar umur tanaman
maupun musim, namun kepadatan populasi C. auricilius tinggi pada tanaman
pertengahan dan tua dimusim basah 1.37±0.15 dan 1.40±0.17 individu/rumpun.
Serangan C. sacchariphagus tidak ada perbedaan baik antar umur tanaman
maupun musim yang berbeda, sedangkan kepadatan populasi C. sacchariphagus
tinggi pada tanaman berumur pertengahan dan tua berturut-turut yaitu
45.68±12.85 dan 66.05±8.68%, 1.09±0.34 dan 2.02±0.45 individu per rumpun.
Serangan dan kepadatan populasi T. schistaceana tertinggi pada umur tanaman tua
dimusim basah yaitu 47.68±8.35% dan 0.94±0.20 individu per rumpun. Perbedaan
serangan oleh S. sacchari tidak ditemukan baik antar umur tanaman dan musim
yang berbeda, namun kepadatan populasi S. sacchari tertinggi pada tanaman umur
pertengahan 1.62±0.21 individu per rumpun. Serangan Aulacaspis sp. tertinggi
terjadi pada tanaman tua dimusim kering sebesar 75.31±3.27%, sedangkan
kepadatan populasi tinggi pada tanaman berumur pertengahan dan tua yaitu
1.14±0.16 dan 1.22±0.13 individu per rumpun.
26
27
4 BIOLOGI DAN STATISTIK DEMOGRAFI Saccharicoccus
sacchari COCKERELL (HEMIPTERA:
PSEUDOCOCCIDAE)
ABSTRAK
Saccharicoccus sacchari Cockerell (Hemiptera: Pseudococcidae)
merupakan hama minor pada pertanaman tebu di Indonesia walaupun di beberapa
negara dilaporkan sebagai hama utama seperti di Australia, Sri Lanka dan Mesir.
Informasi mengenai biologi dan statistik demografi S. sacchari masih terbatas.
Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk mempelajari biologi dan statistik
demografi hama tersebut. Nimfa instar awal sebanyak 50 individu masing-masing
dipelihara pada potongan batang tebu dan diamati setiap hari untuk dicatat
perkembangan harian dan keturunan yang diletakkannya. Data yang didapat
digunakan untuk memperoleh informasi biologi seperti stadia tiap instar, periode
praoviposisi, siklus hidup, lama hidup imago dan keperidian. Data tersebut juga
digunakan untuk menyusun tabel neraca hayati untuk penghitungan statistik
demografi menggunakan metode jackknife. Fase pradewasa S. sacchari terdiri dari
4 instar nimfa dengan waktu tiap instar masing-masing yaitu 3.22, 2.77, 3.69 dan
2.84 hari. Periode praoviposisi, siklus hidup, lama hidup imago dan keperidian
masing-masing yaitu 4.14. 17.10, 22.62 hari dan 208.90 nimfa. Perkembangan
populasi S. sacchari mengikuti kurva sintasan tipe IV. Laju pertambahan intrinsik
0.15 nimfa per hari, laju reproduksi bersih 120.59 nimfa per betina per generasi,
lama generasi dan waktu berlipat ganda 32.19 dan 4.65 hari.
Kata kunci: laju pertambahan intrinsik, keperidian, kutuputih tebu, siklus hidup
28
4 BIOLOGY AND DEMOGRAPHIC STATISTICS OF
Saccharicoccus sacchari COCKERELL (HEMIPTERA:
PSEUDOCOCCIDAE)
ABSTRACT
Saccharicoccus sacchari Cockerell (Hemiptera: Pseudococcidae) has been a
minor sugarcane pest in Indonesia although it has been reported as an important
sugarcane pest in other countries such as Australia, Sri Lanka and Egypt. There
are limited information about the biology and demographic statistics of S.
sacchari. Therefore this research was conducted to study the biology and
demographic statistics of the pest. Fifty first instar nymphs were reared on
sugarcane stalk individually and observed daily to note the development and
number of offspring laid. The collected data were used to obtain information
about the biology of the pest such as the stadia of each instar, preoviposition
period, life cycle, adult longevity and fecundity. The data also used to construct
life tables for calculating demographic statistics using the jackknife method. The
immature stages consisted of 4 instars with the stadia of 1st, 2nd, 3rd and 4th instars
were 3.22, 2.77, 3.69 and 2.84 days, respectively. The preoviposition period, life
cycle, adult longevity and fecundity of S. sacchari were 4.14 days, 17.10 days,
22.62 days, and 208.90 nymphs per female, respectively. The development of S.
sacchari population follow type IV survivorship curve. The instrinsic rate of
increase of S. sacchari was 0.15 nymphs per day, the net reproductive rate was
120.59 individual per female per generation, and the time generation and the
doubling time was 32.19 days and 4.65 days, respectively.
Key words: fecundity, life cycle, intrinsic rate of increase, pink sugarcane
mealybug
29
Pendahuluan
Saccharicoccus sacchari merupakan salah satu organisme pengganggu
tanaman (OPT) pada tanaman tebu yang termasuk dalam Famili Pseudococcidae,
Ordo Hemiptera. Serangga ini memiliki nama umum pink sugarcane mealybug
dan di Indonesia umumnya dikenal sebagai kutu babi, namun Achadian et al.
(2011) menyebutnya dengan nama kutubabi. Serangga ini umumnya hidup pada
tanaman tebu yang masih tertutupi oleh pelepah daun (Ashbolt & Inkerman 1990),
namun dapat juga hidup pada bagian akar tanaman tebu.
S. sacchari memiliki distribusi infestasi yang luas di dunia (Pemberton
1960) dan dapat menyebabkan kerugian baik pada tanaman maupun industri
pembuatan gula. S. sacchari dapat menyebabkan gejala pada tanaman yaitu
menguning, kerdil dan kematian pada tunas muda yang dapat mengakibatkan
gangguan pertumbuhan tanaman (Abd-Rabou 2008). Inkerman et al. (1986)
menyatakan bahwa S. sacchari menginfestasi pada tanaman tebu komersil di
Australia dan menghasilkan eksudat berupa embun madu pada batang yang dapat
mempersulit proses pengolahan tebu. Hall et al. (2005) melaporkan S. sacchari
ditemukan sebagai spesies yang menginfestasi tanaman tebu dan memiliki nilai
ekonomi yang penting di Florida. Selain itu S. sacchari juga menginfestasi
tanaman tebu di Filipina, Sri Lanka, dan Mesir (Beardsley 1962; Rajendra 1974;
El-Dein et al. 2009). Achadian et al. (2011) melaporkan bahwa S. sacchari
menyerang tanaman tebu di Indonesia dengan daerah sebarannya yaitu Sumatera,
Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Indonesia Timur. Namun hama ini bukan
merupakan hama penting pada tanaman tebu di Indonesia karena populasinya
yang rendah. Akan tetapi seiring berjalannya waktu dan didukung oleh kondisi
lingkungan yang sesuai, pertumbuhan populasi S. sacchari berpotensi dapat
menjadi hama penting pada tanaman tebu di Indonesia, oleh karena itu dibutuhkan
pendugaan pertumbuhan populasi S. sacchari.
Metode statistik demografi dapat digunakan untuk melakukan pendugaan
pertumbuhan suatu populasi (Marlena 2014). Perkembangan individu dalam suatu
populasi dapat menghasilkan data biologi yang dapat digunakan untuk menyusun
tabel neraca kehidupan (life table) sehingga dapat dilakukan penghitungan dengan
menggunakan metode statistik demografi. Tabel neraca kehidupan mencatat
informasi mengenai perkembangan harian individu dan keperidian harian yang
dihasilkan individu dalam suatu populasi (Mawan 2013). Tabel neraca kehidupan
spesifik umur mencatat perkembangan populasi kohort yaitu suatu populasi
dengan spesies individu yang sama, berumur sama (seragam), dan hidup dalam
waktu yang sama (satu generasi). Tabel neraca kehidupan spesifik umur dapat
digunakan untuk mengetahui laju pertambahan intrinsik yang merupakan laju
pertumbuhan populasi dalam lingkungan dengan sumber daya tidak terbatas
dimana pertumbuhan populasinya merupakan pertumbuhan eksponensial (Birch
1948). Laju pertambahan instrinsik dapat menunjukkan kemampuan pertumbuhan
alamiah dari suatu populasi.
Informasi biologi dan statistik demografi dapat menunjukkan kecepatan
tumbuh suatu populasi. Informasi tersebut dapat digunakan untuk menduga
pertumbuhan populasi suatu hama, sehingga penting untuk diketahui. Pendugaan
kecepatan tumbuh suatu populasi serta informasi biologi dapat digunakan sebagai
pertimbangan pengambilan keputusan dalam tindakan pengendalian S. sacchari di
30
lapangan. Namun, di Indonesia informasi biologi dan statistik demografi S.
sacchari masih terbatas, oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk
mempelajari dan mendapatkan informasi tersebut.
Bahan dan Metode
Tempat dan Waktu
Penelitian biologi dan statistik demografi dilakukan di Laboratorium WiSH,
Indonesia, Bogor. Identifikasi spesimen dilakukan di Laboratorium
Biosistematika Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor. S. sacchari diambil dari tanaman tebu di perkebunan
tebu PT Sumber Sari Petung, Kediri, Jawa Timur. Penelitian dilaksanakan pada
bulan Agustus hingga November 2015.
Identifikasi
Kutubabi yang diambil di PT Sumber Sari Petung dipreparasi untuk proses
identifikasi. Proses preparasi dilakukan dengan mengikuti metode Watson (2007),
sedangkan proses identifikasi dilakukan dengan memperhatikan karakter
morfologi pada buku identifikasi Williams dan Watson (1988). Identifikasi
dilakukan untuk memastikan spesies kutubabi yang diamati.
Persiapan Tanaman Inang
Tebu yang digunakan untuk pengamatan statistik demografi S. sacchari
diambil dari pekarangan rumah warga di Kecamatan Cibeureum, Bogor. Persiapan
tanaman inang dilakukan di Laboratorium WiSH Indonesia, Bogor. Batang tebu
dipotong 2 – 3 ruas, dimasukkan ke dalam gelas berisi air yang berdiameter 5.3
cm dan tinggi 11.5 cm. Masing-masing batang tebu ditempatkan dalam 1 gelas.
Cincin ruas batang tebu bagian bawah direndam dalam air supaya akar tanaman
dapat tumbuh. S. sacchari hidup pada cincin ruas bagian atas, sehingga bagian ini
tidak perlu direndam dalam air. Potongan batang tebu bagian atas ditutup dengan
menggunakan parafilm untuk menghambat proses penguapan (Hafez & Salama
1970), kemudian batang tebu diikat dengan tali rafia pada mulut gelas agar batang
tidak mudah bergerak saat proses pengamatan, disungkup dengan kurungan yang
terbuat dari mika plastik silinder dengan ukuran panjang 21 cm dan diameter 8
cm. Bagian atas kurungan dilubangi dan diberi penutup berupa kain kassa agar
sirkulasi udara di dalam kurungan berjalan dengan baik. Batang tebu dipelihara
dan digunakan 1 minggu setelah pemeliharaan. Selama pemeliharaan, tambah air
dalam gelas jika sudah mulai berkurang.
Perbanyakan S. sacchari
S. sacchari diambil dari lapangan beserta dengan batang tebunya kemudian
dibawa dengan menggunakan kardus dari Kediri ke Bogor. Potongan batang tebu
dimasukkan ke dalam gelas sampai dengan cincin ruas bagian bawah
terendam dalam air (Beardsley 1962) (Gambar 9). S. sacchari yang didapat
tersebut dipelihara agar berkembang biak hingga jumlahnya mencukupi untuk
digunakan dalam pengamatan biologi dan statistik demografi.
31
Gambar 9 Perbanyakan Saccharicoccus sacchari pada potongan batang tebu
Pelaksanaan Percobaan Biologi dan Statistik Demografi S. sacchari
Percobaan dilakukan di Laboratorium WiSH Indonesia dalam kisaran ratarata suhu harian 26.5 – 30.2 oC dan rata-rata kelembaban harian 60 – 84.7%.
Individu yang digunakan dalam pengamatan memiliki umur dan generasi yang
sama hasil pemeliharaan sebelumnya yaitu nimfa instar 1 generasi kedua
sebanyak 50 individu. Nimfa instar 1 S. sacchari diinfestasikan pada tanaman
tebu hasil pemeliharaan sebelumnya yang berumur 1 minggu dengan cara
meletakkan nimfa pada kapas lembab dengan menggunakan kuas halus di dekat
pangkal tunas (Gambar 10). Bagian tanaman yang telah diinfestasikan diselimuti
Gambar 10 Infestasi S. sacchari di dekat tunas tanaman tebu
dengan kertas hitam dan dilapisi dengan kain kassa organdi, kemudian bagian atas
dan bawahnya diikat dengan menggunakan cable ties pada tanaman, setelah itu
tebu disungkup dengan menggunakan kurungan (Gambar 11). Pengamatan
dilakukan sejak nimfa instar 1 diinfestasikan hingga individu berkembang
menjadi imago dan kemudian mati. Pergantian antar instar hingga imago ditandai
dengan adanya eksuvia. Pengamatan biologi dan statistik demografi dilakukan
dengan mencatat banyaknya individu yang hidup pada setiap stadia, mengamati
perkembangan harian S. sacchari dari nimfa instar 1 hingga menjadi imago dan
mati serta banyaknya keperidian harian per individu imago betina. Pengamatan
dilakukan setiap hari dengan menggunakan mikroskop portable dinolite AM 2111
Basic dan mikroskop stereo.
32
Gambar 11 Pemeliharaan S. sacchari setelah infestasi nimfa instar 1
Pengolahan data
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan metode jackknife yang
merupakan teknik pengambilan berulang (resampling), dengan metode ini dari
satu gugus data kohort hasil penelitian biologi hama akan dapat dihasilkan
beberapa gugus data baru sehingga dapat diperoleh nilai statistik demografi
(Marlena 2014). Statistik demografi serangga merupakan analisis secara
kuantitatif populasi serangga dalam hubungannya dengan peluang hidup,
keperidian dan pola pertumbuhan populasi (Zeng et al. 1993). Pengolahan data
menggunakan persamaan sebagai berikut:
1. Laju reproduksi kotor (GRR) = ∑mx
2. Laju reproduksi bersih (R0) = ∑lxmx
3. Laju pertambahan intrinsik (r) = ln R0 / T
4. Rata-rata lama generasi (T) = ln R0 / r
5. Populasi berlipat ganda (DT) = ln(2) / r
Hasil dan Pembahasan
Karakter Morfologi S. sacchari
Berdasarkan hasil identifikasi kutubabi yang diamati merupakan spesies
Saccharicoccus sacchari Cockerell (Hemiptera: Pseudococcidae). Imago S.
sacchari memiliki tubuh berwarna merah muda baik dilihat secara dorsal (Gambar
12a) maupun ventral (Gambar 12b) dengan panjang 4 – 6 mm. Permukaan tubuh
diselimuti oleh lapisan berwana putih seperti lilin. Bagian dorsal dan ventral
tubuh memiliki garis – garis yang terlihat jelas dari toraks hingga abdomen.
c
b
a
1 mm
1 mm
1 mm
Gambar 12 Imago Saccharicoccus sacchari (a) tampak dorsal, (b) tampak ventral
dan (c) tampak ventral setelah proses preparasi
33
Imago S. sacchari betina tidak memiliki sayap. S. sacchari memiliki bentuk tubuh
bulat memanjang atau oval dan memiliki banyak seta serta pori-pori pada
permukaan tubuh baik dorsal maupun ventral. Abdomen S. sacchari memiliki 7
segmen (Gambar 12c).
Imago S. sacchari memiliki antena dengan tipe filiform yang terdiri dari 7
segmen dan terdapat seta di sepanjang antena (Gambar 13a). Tungkai berkembang
dengan baik dan berbentuk ramping (Gambar 13b). Pretarsus pada tungkai tidak
memiliki denticle. Serangga ini juga memiliki 2 pasang spirakel pada permukaan
bagian bawah tubuhnya (Gambar 13c). Pada permukaan tubuhnya tersebar 2 tipe
pori-pori yaitu pori trilokuler (Gambar 13d) dan pori multilokuler (Gambar 13e).
Anal lobe terletak pada bagian posterior abdomen memiliki 6 seta apikal pada
tepiannya (Gambar 13f) dan terdapat sepasang cerarii di dekat anal lobe tersebut.
a
c
b
d
e
f
0.5 mm
Gambar 13 Karakter morfologi imago Saccharicoccus sacchari (a) antena,
(b) tungkai, (c) spirakel, (d) pori trilokuler, (e) pori multilokuler,
(f) anal lobe dengan cerarii
Perubahan morfologi terjadi pada tiap pergantian dari stadium nimfa instar 1
hingga imago (Gambar 15). Pergantian antar stadia ditandai dengan adanya
eksuvia yang berwarna putih dan berbentuk seperti nimfa S. sacchari. Pada instar
1, garis-garis segmentasi pada abdomen belum terlihat jelas, warna tubuh merah
muda, tubuh terlihat licin karena belum tertutupi oleh selaput seperti lilin
berwarna putih, tungkai terlihat jelas dari arah dorsal (Gambar 14a). Pada instar 2,
warna tubuh merah muda dan terdapat garis-garis lipatan pada abdomen tetapi
belum terlihat jelas. Tubuh mulai tertutupi selaput putih yang tipis dan tungkai
masih dapat terlihat dari arah dorsal (Gambar 14b). Pada instar 3, garis-garis
lipatan sudah terlihat jelas, tubuh tertutupi oleh lapisan lilin dan tungkai tidak
terlihat jelas dari arah dorsal (Gambar 14c). Garis-garis lipatan pada instar 4 sudah
terlihat sangat jelas. Tubuh ditutupi oleh lapisan lilin yang tebal dan tungkai sudah
tidak terlihat dari arah dorsal (Gambar 14d). Pada fase imago ukuran tubuh lebih
besar dari pada fase pradewasa (Gambar 14e).
b
a
1 mm
c
1 mm
1 mm
34
d
e
1 mm
1 mm
Gambar 14 Stadia Saccharicoccus sacchari (a) nimfa instar 1, (b) instar 2, (c)
instar 3, (d) instar 4 dan (e) imago
Biologi S. sacchari pada Tanaman Tebu
Berdasarkan hasil pengamatan, seluruh nimfa S. sacchari berkembang
menjadi imago betina dan tidak ditemukan adanya imago jantan. Serangga ini
bersifat ovovivipar dan bereproduksi secara partenogenesis telitoki, serta memiliki
tipe perkembangan metamorfosis paurometabola, yaitu tipe perkembangan
dimana serangga instar memiliki bentuk yang sama dengan serangga dewasa.
Serangga ini tidak meletakkan telur tetapi meletakkan nimfa instar 1. Nimfa instar
1 setelah diletakkan dalam beberapa jam menjadi crawler, yaitu instar awal yang
dapat berpindah tempat dengan cepat dalam menemukan lokasi dan sumber daya
untuk bertahan hidup. Pergerakan S. sacchari semakin terbatas seiring dengan
bertambahnya umur (pergantian fase).
Fase pradewasa S. sacchari terdiri dari 4 stadia instar. Mortalitas lebih
banyak terjadi pada instar awal (Tabel 14). Namun, setelah mencapai fase imago
kemampuan bertahan hidup menjadi lebih baik, hal ini diketahui dari lama hidup
pada fase imago lebih panjang dibandingkan pada fase pradewasa.
Tabel 14 Informasi biologi Saccharicoccus sacchari pada tanaman tebu
N*
Parameter biologi
Rata-rata ± SE
(Individu)
50
Stadium nimfa instar 1
03.22 ± 00.15 hari
44
Stadium nimfa instar 2
02.77 ± 00.14 hari
42
Stadium nimfa instar 3
03.69 ± 00.17 hari
37
Stadium nimfa instar 4
02.84 ± 00.34 hari
Waktu menjadi imago
34
13.24 ± 00.32 hari
Praoviposisi
29
04.14 ± 00.68 hari
29
Siklus hidup
17.10 ± 00.86 hari
29
Lama hidup imago
22.62 ± 03.65 hari
29
Keperidian
208.90 ± 63.99 individu
* : Jumlah individu S. sacchari yang masih hidup saat pengamatan
Imago S. sacchari meletakkan nimfa setelah melalui periode praoviposisi.
Semakin singkat periode praoviposisi maka semakin cepat imago menghasilkan
keturunan. Hari pertama imago meletakkan keturunan merupakan hari imago
menyelesaikan siklus hidupnya, oleh karena itu semakin singkat siklus hidup
suatu serangga maka semakin cepat menghasilkan keturunan. Banyaknya
35
keturunan yang mampu dihasilkan oleh individu disebut dengan keperidian. S.
sacchari mampu menghasilkan 208.90 individu keturunan per imago betina dalam
satu generasi. Semakin tinggi nilai keperidian suatu individu maka semakin
banyak individu tersebut bertambah jumlahnya dalam suatu populasi.
1
0.9
0.8
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
lx
Mx
60
50
40
30
20
10
Keperidian harian (individu)
Sintasan
Sintasan dan Keperidian S. sacchari
Peluang hidup S. sacchari yang terjadi dalam penelitian digambarkan dalam
kurva sintasan, sedangkan natalitas digambarkan dalam kurva keperidian (Gambar
15). Kurva lx menunjukkan bahwa S. sacchari termasuk ke dalam kurva tipe IV,
dimana mortalitas serangga lebih banyak terjadi disaat stadia nimfa. Ada 4 tipe
kurva sintasan, tipe I yaitu mortalitas banyak terjadi pada individu tua, tipe II
yaitu jumlah mortalitas yang konstan dalam waktu per unit, tipe III yaitu saat laju
mortalitas konstan, dan tipe IV yaitu mortalitas lebih banyak terjadi saat individu
pada fase pradewasa (Southwood & Henderson 2000). Sepanjang hidupnya,
imago yang telah melewati periode praoviposisi terus menghasilkan keturunan.
Imago S. sacchari meletakkan keturunan pertama kali pada hari ke-12 terhitung
dari hari pertama infestasi nimfa instar 1.
0
1
6
11 16 21 26 31 36 41 46 51 56 61 66 71 76 81
Umur (hari)
Gambar 15 Kurva sintasan dan keperidian S. sacchari
Statistik Demografi S. sacchari
Berdasarkan hasil pengamatan, seluruh imago betina S. sacchari sepanjang
generasi mampu menghasilkan keturunan sebanyak 762.23 individu per generasi
(Tabel 15). Banyaknya keturunan menunjukkan kesesuaian serangga terhadap
Tabel 15 Informasi statistik demografi S. sacchari pada tanaman tebu
Variabel statistik demografi
Laju reproduksi kotor (GRR)
Laju reproduksi bersih (R0)
Laju pertambahan intrinsik (r)
Lama generasi (T)
Waktu berlipat ganda (DT)
Rata-rata ± SE
762.24 ± 4.72 individu/generasi
120.59 ± 0.81 individu/imago/generasi
000.15 ± 0.00 individu/hari
032.19 ± 0.56 hari
004.65 ± 0.10 hari
36
tanaman inang. Tanaman tebu mampu memberikan nutrisi yang sesuai dengan
kebutuhan S. sacchari, karena tanaman tebu merupakan inang utama serangga ini.
Nilai R0 menunjukkan bahwa pada generasi selanjutnya setiap imago betina dapat
melipatgandakan diri sebanyak 120.59 kali. Semakin tinggi nilai R0 maka
pertumbuhan populasi semakin tinggi. Nilai R0 dipengaruhi oleh jumlah keturunan
yang dihasilkan per imago betina dan peluang hidup imago betina.
Laju pertambahan intrinsik (r) menunjukkan bahwa dalam populasi dengan
sumber daya yang tidak terbatas, individu di dalamnya dapat bertambah sebanyak
0.15 individu per hari dari banyaknya individu dalam populasi tersebut, atau dapat
juga diartikan percepatan pertambahan populasi 15% individu per hari. Laju
intrinsik yang tinggi menunjukkan pertambahan populasi berlangsung cepat,
sebaliknya nilai r yang rendah menunjukkan pertambahan individu dalam
populasi berjalan lambat.
Lama generasi merupakan waktu yang dibutuhkan serangga mulai dari
instar 1 hingga berkembang menjadi imago sampai individu tersebut mati (Carey
1993). S. sacchari memiliki lama generasi 32.19 hari. Populasi serangga yang
memiliki lama generasi yang panjang membutuhkan waktu yang lebih lama untuk
memperbanyak diri dibandingkan dengan populasi serangga yang memiliki lama
generasi yang lebih singkat.
Waktu berlipat ganda (DT) merupakan waktu yang dibutuhkan suatu
populasi untuk melipatgandakan banyaknya individu yang ada dalam populasi
tersebut. Populasi S. sacchari membutuhkan waktu 4.65 hari untuk
melipatgandakan populasinya menjadi 2 kali lebih besar dari sebelumnya.
Semakin rendah nilai DT maka semakin singkat waktu yang dibutuhkan untuk
melipatgandakan populasinya. Populasi yang singkat dalam berlipat ganda lebih
cepat menghabiskan sumber daya dibandingkan populasi yang lambat.
Simpulan
S. sacchari berkembang menjadi imago betina dan bereproduksi secara
partenogenesis. Fase pradewasa S. sacchari terdiri dari 4 stadia instar dengan
waktu masing-masing stadia yaitu 3.22, 2.77, 3.69 dan 2.84 hari. Imago S.
sacchari meletakkan keturunan setelah melewati periode praoviposisi 4.12 hari.
Siklus hidup dan lama hidup imago yaitu 17.10 dan 22.62 hari. Setiap betina ratarata meletakkan nimfa instar 1 sebanyak 208.90 individu dalam satu generasi.
Perkembangan populasi S. sacchari termasuk dalam kurva sintasan tipe IV.
Informasi statistik demografi S. sacchari betina yaitu mampu menghasilkan
keturunan 762.24 individu per generasi. Laju pertambahan intrinsik 0.15 individu
per hari, laju reproduksi bersih120.59 individu per betina per generasi lama
generasi dan waktu berlipat ganda 32.19 dan 4.65 hari.
37
5 PEMBAHASAN UMUM
Hama penting yang ditemukan di PT Sumber Sari Petung adalah S.
excerptalis, C. auricilius, C. sacchariphagus, T. schistaceana, S. sacchari, dan
Aulacaspis sp.. Hama-hama ini umumnya mengakibatkan kerusakan langsung
karena menyerang bagian tanaman yang dipanen yaitu batang tanaman tebu.
Keenam jenis hama ini dapat bertahan hidup pada tanaman tebu di sepanjag
musim. Selain itu, hama yang merupakan Ordo Lepidoptera seperti S. excerptalis,
C. auricilius, C. sacchariphagus, dan T. schistaceana imagonya memiliki sayap
yang dapat memudahkan pencarian inang dan penyebaran. Kelima jenis serangga
ini tidak hidup dalam koloni. S. sacchari, dan Aulacaspis sp. merupakan hama
Ordo Hemiptera yang memiliki sayap tereduksi dan hidup dalam koloni. Oleh
karena itu meskipun kepadatan populasi hama Ordo Lepidoptera tidak sebanyak
Ordo Hemiptera, serangan hama dari Ordo Lepidoptera jauh lebih tinggi
dibandingkan ordo Hemiptera.
Umur tanaman tertentu memiliki kesesuaian dengan nutrisi dan tempat
hidup yang dibutuhkan oleh hama. Makanan bernutrisi tinggi memiliki pengaruh
terhadap demografi serangga (Price 2000). Tanaman bernutrisi tinggi dapat
mencukupi kebutuhan nutrisi hama sehingga peletakkan keturunan dapat optimal.
Bagian tanaman yang memiliki nutrisi yang tinggi salah satunya jaringan yang
sedang tumbuh disebut juga jaringan meristem (Price 2000). Tebu memiliki
jaringan meristem pada gelang akar, pucuk tanaman, bakal tunas dan akar, oleh
karena itu serangan pada tanaman sering ditemukan pada bagian tersebut.
Penggerek batang dan penggerek pucuk umumnya masuk kedalam jaringan
tanaman melalui jaringan meristem. Umur tanaman juga berpengaruh terhadap
kesesuaian habitat hama. C. sacchariphagus kurang menyukai tanaman muda
dibandingkan dengan C. auricilius. Hasil fotosintesis tanaman tebu disimpan
dibagian batang. Proses pematangan sukrosa pada tanaman ratun terjadi pada
umur ±7 bulan. Sukrosa juga merupakan salah satu nutrisi yang dibutuhkan oleh
hama tanaman tebu tertentu seperti Aulacaspis sp. (Sunaryo & Hasibuan 2003).
Pada tebu ratun umur 7 bulan kanopi daun sudah terbentuk. Kanopi daun dapat
berfungsi sebagai pelindung dari cahaya matahari dan mempertahankankan
kelembaban mikro sehingga dapat mengurangi desikasi serangga. Oleh karena itu,
pada tanaman umur muda seringkali terserang hama. Pengelupasan pelepah akan
mengurangi kelembaban mikro dan memberi ruang agar cahaya matahari dapat
masuk lebih banyak.
Curah hujan merupakan salah satu faktor lingkungan abiotik yang sangat
berpengaruh terhadap kelimpahan populasi serangga (Yuma 2007). Riyanto et al.
(2011) menyatakan bahwa kelimpahan dan keanekaragaman predator dan
parasitoid lebih tinggi pada musim kering dibandingkan musim hujan. Curah
hujan dapat mengganggu aktivitas musuh alami dalam mencari inang, sehingga
penggerek batang dan penggerek pucuk dapat bertahan pada musim hujan.
Serangga ini hidup dan tinggal di dalam tanaman sehingga curah hujan yang
tinggi tidak memengaruhi aktivitas makan. Kutuputih dan kutuperisai tidak
tinggal di dalam jaringan tanaman, serangga ini menempel dan hidup pada
permukaan batang tebu yang masih dilindungi oleh pelepah. Curah hujan yang
38
tinggi dapat membantu pelepah menjadi regang, jika pelepah terlepas maka koloni
serangga akan tersapu dari batang oleh curah hujan.
Penggerek pucuk, penggerek batang, kutuputih dan kutuperisai dapat
bertahan sepanjang musim pada tanaman tebu temasuk tanaman tebu yang akan
dijadikan bibit. Tanaman tebu bibit yang terserang akan membantu penyebaran
hama-hama tersebut. Tanaman bibit sebaiknya ditanam di daerah yang jauh dari
serangan hama. Penyortiran perlu dilakukan pada bibit yang akan ditanam untuk
menekan infestasi dan penyebaran hama di lapangan. Pengendalian serangan
penggerek batang dapat dilakukan dengan pemanfaatan musuh alami
mengintroduksi parasitoid Trichogramma chilonis dan T. nana sebagai
parasitoid telur T. schistaceana (Alba 1988). C. auricilius dan C. sacchariphagus
dapat dikendalikan dengan memanfaatkan Cotesia flavipes sebagai parasitoid
larva (Budianto et al. 2014).
S. sacchari merupakan salah satu hama potensial penting yang menyerang
tanaman tebu di PT Sumber Sari Petung. Selain di Indonesia, serangga ini juga
tersebar luas pada perkebunan tebu di dunia (Rajendra 1974) dan menjadi
masalah pada si berbagai negara seperti FIlipina, Australia dan Mesir (Beardsley
1962; Inkerman et al. 1986; El-Dein et al. 2009). Berdasarkan hasil pengamatan,
kepadatan populasi S. sacchari cukup tinggi namun serangannya rendah. Serangan
yang rendah di Indonesia menjadikan serangga ini belum menjadi hama penting
pada pertanaman tebu Indonesia.
S. sacchari memiliki potensi menjadi hama penting pada perkebunan tebu di
Indonesia. S. sacchari memiliki sistem reproduksi partenogenesis, yaitu dapat
menghasilkan keturunan tanpa adanya jantan. Serangga ini tergolong serangga
tipe r yaitu serangga yang memliki kemampuan menghasilkan keturunan tinggi
dengan rata-rata 1 betina dapat menghasilkan keturunan 208.90 individu
sepanjang hidupnya. S. sacchari mampu bertahan hidup dengan cukup baik pada
kondisi yang kurang menguntungkan. Serangga ini mampu hidup diatas
permukaan tanah pada batang tanaman tebu (Gambar 16a) dan dibawah
permukaan tanah setelah panen pada tunas dan akar tanaman (Gambar 16b). S.
sacchari dapat bertahan hidup setelah pembakaran sisa tanaman setelah panen.
a
b
Gambar 16 Serangan S. sacchari pada batang (a) dan tunas (b) tanaman tebu
Pendugaan statistik demografi dapat digunakan untuk menduga
pertumbuhan populasi di lapangan. Informasi statistik demografi S. sacchari
39
meliputi laju reproduksi kotor 762.24 individu per generasi, laju reproduksi bersih
120.59 individu per imago per generasi, laju pertambahan intrinsik 0.15 individu
per hari, rata-rata lama generasi dan waktu berlipat ganda 32.19 hari dan 4.65 hari.
Informasi tersebut berisi dalam satu generasi seluruh imago betina dapat
menghasilkan 762.24 individu, pada generasi selanjutnya generasi akan berlipat
ganda sebanyak 120.59 kali dari generasi sebelumnya dengan laju pertambahan
intrinsik 0.15 individu perhari dalam waktu 32.19 hari. Populasi akan berlipat
ganda dua kali lipat dalam waktu 4.65 hari. Penghitungan pendugaan statistik
demografi dapat menggunakan rumus sebagai berikut:
nt = n0*exp(r*t)
Keterangan:
nt : jumlah populasi pada waktu ke- t
n0 : jumlah populasi awal
r : laju pertambahan intrinsik
t : waktu
Jika di lapangan ditemukan populasi awal S. sacchari sebanyak10 individu,
maka dengan nilai r = 0.15 individu per hari, waktu berlipat ganda 4.65 hari ≈ 5
hari dan rata-rata lama generasi 32.19 hari ≈ 32 hari. Maka akan didapat jumlah
individu pada hari kelima dan ke-32 berturut-turut 21.17 individu dan 1 215.10
individu. Penghitungan ini dapat digunakan untuk menduga populasi di lapangan
untuk waktu yang akan datang. Pengetahuan mengenai pendugaan dapat
digunakan untuk peringatan dini apabila populasi hama beranjak naik. Tindakan
pengendalian dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya ledakan populasi hama
Kurva sintasan S. sacchari tergolong kurva tipe IV. Kematian lebih banyak
terjadi pada fase pradewasa menandakan bahwa fase pradewasa merupakan fase
yang paling rentan. Pengendalian S. sacchari dapat dilakukan pada fase
pradewasa dengan memperkecil niche yaitu dengan pengelupasan pelepah batang.
Nimfa S. sacchari sangat rentan terhadap desikasi dan seringkali ditemukan
berlindung dibalik pelepah daun. Pembatasan terhadap sumber daya akan
menekan populasi nimfa S. sacchari.
.
41
6 SIMPULAN
Hama penting pada perkebunan tebu di PT Sumber Sari Petung meliputi
Scirpophaga excerptalis, Chilo auricilius, Chilo sacchariphagus, Tetramoera
schistaceana, Saccharicoccus sacchari dan Aulacaspis sp.. Serangan dan
kepadatan populasi S. exerptalis tidak berbeda antar umur tanaman dan antar
musim. Perbedaan serangan C. auricilius tidak terlihat baik antar umur tanaman
maupun musim, namun kepadatan populasi C. auricilius tinggi pada tanaman
umur pertengahan dan tua dimusim basah 1.37 dan 1.40 individu/rumpun.
Perbedaan serangan C. auricilius tidak terlihat baik antar umur tanaman maupun
musim, namun kepadatan populasi C. auricilius lebih tinggi pada tanaman
pertengahan dan tua dimusim basah 1.37±0.15 dan 1.40±0.17 individu/rumpun.
Serangan C. sacchariphagus tidak ada perbedaan baik antar umur tanaman
maupun musim yang berbeda, sedangkan kepadatan populasi C. sacchariphagus
tinggi pada tanaman umur pertengahan dan tua berturut-turut yaitu 45.68 dan
66.05%, 1.09 dan 2.02 individu per rumpun. Serangan dan kepadatan populasi T.
schistaceana tertinggi pada umur tanaman tua dimusim basah yaitu 47.68% dan
0.94 individu per rumpun. Perbedaan serangan S. sacchari tidak ditemukan baik
antar umur tanaman dan musim yang berbeda, namun kepadatan populasi S.
sacchari tertinggi pada tanaman umur pertengahan 1.62±0.21 individu per
rumpun. Serangan Aulacaspis sp. tertinggi terjadi pada tanaman tua dimusim
kering sebesar 75.31±3.27%, sedangkan kepadatan populasi tinggi pada tanaman
umur pertengahan dan tua yaitu 1.14±0.16 dan 1.22±0.13 individu per rumpun.
Fase pradewasa S. sacchari terdiri dari 4 instar dengan waktu masingmasing stadia yaitu 3.22, 2.77, 3.69 dan 2.84 hari. Periode praoviposisi, siklus
hidup dan lama hidup imago S. sacchari berturut – turut yaitu 4.12, 17.10 dan
22.62 hari. Perkembangan populasi S. sacchari termasuk dalam kurva sintasan
tipe IV. Laju reproduksi kotor S. sacchari betina 762.24 individu per generasi,
laju reproduksi bersih 120.59 individu per imago per generasi dengan laju
pertambahan intrinsik 0.15 individu per hari, rata-rata lama generasi dan waktu
berlipat ganda 32.19 hari dan 4.65 hari.
43
DAFTAR PUSTAKA
Abd-Rabou S. 2008. Biological control of Saccharicoccus sachhari (Coccoidea:
Pseudococcidae) on sugarcane in Egypt using imported indigenous natural
enemies. di dalam. Proceedings of The XI International Symposium on
Scale Insect Studies, Oeiras. Portugal (PT). hlm:24-27.
Abdullah T, Thamrin S, Sabir M. 2011. Serangga fitofag yang berasosiasi pada
pertanaman tebu di Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan. J Agroteknos. 1(3):
114-118.
Achadian EM, Kristini A, Margarey RC, Sallam N, Samson P, Goebel FR, Leonie
K. 2011. Hama dan Penyakit Tebu. Pasuruan (ID): P3GI dan BSES
Limited.
Alba MC. 1988. Trichogrammatids in the Phillipines. Philipp Ent. 7(3): 253-271.
Allsopp P. 1991. Binomial sequential sampling of adultSaccharicoccus sacchari
on sugarcane. Entomol Exp Appl. 60(3):213-218.
Artschwager E, Brandes EW, Beleher BA, Edwin R. 1958. Sugarcane (Saccharum
officinarum L.) di dalam: Brandes EW dan Artschwager E, editor.
Sugarcane (Saccharum officinarum L.). Washington (US): US
Government Printing Office. hlm:1-253.
Ashbolt NJ, Inkerman PA. 1990. Acetic acid bacterial biota of the pink sugarcane
mealybug, Saccharicoccus sacchari, and its environs. Appl Environ
Microbiol. 56(3): 707-712.
Beardsley JW. 1962. Notes on the biology of the pink sugarcane mealybug,
Saccharicoccus sacchari (Cockerell)
in Hawaii (Hemiptera:
Pseudococcidae). di dalam: Kirkaldy GW. Hawaiian Entomological
society, Hawaii. hlm: 55-59.
Birch LC. 1948. The intinsic rate of natural increase of an insect population. J
Anim Ecol. 17(1): 15-26.
Budianto S, Tobing MC, Hasanuddin. 2014. Parasitisasi Cotesia flavipes Cam.
(Hymenoptera: Braconidae) terhadap larva Chilo auricilius Dudg.
(Lepidoptera: Pyralidae) dan Chilo sacchariphagus (Lepidoptera:
Pyralidae) di laboratorium. JAGT. 2 (3). 989-993.
Carey JR. 1993. Applied Demography for Biologists with Special Emphasis on
Insects. New York (US): Oxford University Press.
Coackley S. 1990. Using historical weather and pest data for pest zoning. Didalam
Crop Loss Assessment in Rice, Manila (PH): International Rice Research
Institute. hlm:303.
[Dirjenbun] Direktorat Jendral Perkebunan. 2013. Luas areal tebu menurut
provinsi di Indonesia, 2010-2014. Jakarta (ID): Direktorat Jendral
Perkebunan.
El-Dein G, Mohamed H, Sanaa, Ibrahim A, Fatma, Moharum A. 2009. Effect of
Saccharicoccus acchari (Cockerell) infestation levels on sugarcane
physical and chemical properties. J Biol Science. 2(2):119-123.
Fitzgibbon F, Allsopp PG, Barro PJD. 1999. Chomping, boring and sucking on
our doorstep – the menace from the north. di dalam: Fergusan W.
Proceedings of the Australian Society of Sugarcane Technology, Canberra.
BSES. hlm:149-155.
44
Friamsa N. 2009. Biologi dan statistik demografi kutuputih pepaya Paracoccus
marginatus (Hemiptera: Pseudococcidae) pada tanaman pepaya [skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Goebel F, Achadian E, Kristini A, Sochib M, Adi H. 2011. Investigation of crop
losses due to moth borers in Indonesia. Proceeding of The Australian
Society of Sugarcane Technologists. BSES. 33: 1-9.
Hafez M, Salam HS. 1970. Biological studies on the sugarcane mealybug,
Saccharicoccus sacchari Cockerell in Egypt (Hemiptera: Pseudococcidae).
Bulletin de la Societe Entomologique d’Egypt 1969. 54:499-516.
Hall DG, Konstantinov AS, Hodges GS, Sosa O, Welbourn C, Westcott RL. 2005.
Insects and mites new to Florida sugarcane. J ASSCT. 25: 143-156.
Handiyana U. 2000. Kajian Pengendalian Hama Terpadu pada Tanaman Tebu di
PG Pangka, Kabupaten Tegal milik PTP Nusantara IX (Persero) [skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Hidayati N. 2009. Pendugaan populasi penggerek batang padi kuning,
Scirpophaga incertulass (Walker) (Lepidoptera: Pyralidae) dengan
menggunakan variabel iklim (daerah Jatisari) [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Huang YB, Chi H. 2012. Assessing the application of the jackknife and bootstrap
Technique to estimation of the variability of the net reproductive rate and
gross reproductive rate: a case study in Bactrocera cucurbitae (Coquillett)
(Diptera: Tephritida). J Agri & Fore. 61(1): 37-45.
Ikhtiyanto RE. 2010. Pengaruh pupuk nitrogen dan fosfor terhadap pertumbuhan
dan produksi tebu [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Indriyanti DR. 1987. Pengaruh pelepasan ngengat mandul Chilo auricilius
Dudgeon (Lepidoptera: Pyralidae) hasil radiasi sinar gamma dengan empat
variasi dosis, terhadap penurunan populasi ngengat F-1 [skripsi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Inkerman PA, Ashbolt NJ, Carver M, Williams DJ. 1986. Observation on the pink
sugarcane mealybug, Saccharicoccus sacchari (Cockerell), in Australia
(Hemiptera: Pseudococcidae). Sugarcane Research Institut.
Jamieson MA, Trowbridge AM, Raffa KF, Lindroth RL. 2012. Consequences of
climate warming and altered precipitation patterns for plant-insect and
multitrophic interactions. Plant Physiol. 160(4): 1719-1727.
Jaworski T, Hilszczanski J. 2013. The effect of temperature and humidity changes
on insects development their impact on forest ecosystems in the expected
climate change. Forest Research Papers. 74(4): 345-355.
Kumar P, Rana KS. 2013. Biology of sugarcane top borer, Typoryza nivella Fab.
(Lepidoptera: Pyralidae) under climatic conditions of western Uttar
Pradesh. Nat Environ. 18(1&2) 16-18.
Lestari GW, Solochatun, Sugiyarto. 2008. Pertumbuhan, kandungan klorofil, dan
laju respirasi tanaman garut (Maranta arundinaceae L.) setelah pemberian
asam giberelat (GA3). Bioteknologi. 5(1): 1-9.
Lim GT, Pan YC.1977. Study of ovipositional preference of sugarcane mothborer Tetramoera schistaceana Snellen. di dalam Kemis P. Proceeding
16th ISSCT, Brazil. hlm: 593-602
45
Mardiana D. 1995. Biologi dan statistik demografi Aphis glycines Matsumura
(Hemiptera: Aphididae) pada tanaman kedelai [skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor
Mariati S. 1999. Statistik demografi wereng hijau (Nephtettix virescens) pada dua
varietas padi (Cisadane dan IR 64) [skripsi]. Bogor (ID):Institut Pertanian
Bogor
Marlena L. 2014. Optimasi ukuran subcontoh melalui Bootstrap dan jackknife
untuk pendugaan statistik demografi hama Aphis glycines [tesis]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Mawan A. 2013. Pengaruh cendawan endofit terhadap biologi dan statistik
demografi wereng batang coklat [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Neven LG. 2000. Physiological responses of insects to heat. Postharvest Biol
Technol. 21: 103-111.
Norris RJ, Mammott J, Lovell DJ. 2002. The effect of raifall on the survivorship
and estabishment of biocontrol agent. J Appl Ecol. 39: 226-234.
Nugroho BW. 1986. Pengamatan hama penting tanaman tebu (Saccharum
officinarum Linn.) di Kecamatan Babakan, wilayah kerja pabrik gula
Tersana Baru PT Perkebunan (Persero), Kabupaten Cirebon [skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
[P3GI]. Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia. 2008. Konsep peningkatan
rendemen untuk mendukung program akselerasi industri gula
nasional.Pasuruan (ID): Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia.
Pemberton CE. 1960. The possible role insects in varietal yield decline of
sugarcane. Proceeding International Society of Sugarcane Technologists.
10:59-62.
Pemberton CE. 1964. Highlights in the history of entomology in Hawaii 17781963. Pacifis Insects. 6(3):689-729.
Price PW. 2000. Host plant resources quality, insect herbivores and biocontrol. di
dalam: Spencer NR. Proceeding of The X International Symposium on
Biological Control Weeds, Montana. Arizona (US): 583-590.
[Pusdatin] Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Indonesia. 2013. Informasi
Ringkas Komoditas Perkebunan. Jakarta (ID): Pusdatin.
Puttarudriah M. 1954. The status of the mealybug on sugarcane with special
reference to Mysore State. Indian J Ent. 16:1-10.
Rae DJ. 1993. A method for discrimination between instars of Saccharicoccus
sacchari (Cockerell) (Hemiptera: Pseudococcidae). Aust J Entomol. 32(2):
249-252.
Rajendra A. 1974. The biology and control of Saccharicoccus sacchari Cockerell
(Hemiptera: Pseudococcidae) the pink mealybug of sugarcane in Sri Lanka.
Ceylon J Bio Sci. 11(1): 23-28.
Riyanto, Herlinda S, Irsan C, Umayah A. 2011. Kelimpahan dan keanekaragaman
spesies serangga predator dan parasitoid Aphis gossypii di Sumatera
Selatan. J HPT Tropika. 11(1): 57-68.
Romadhon S. 2007. Analisis tingkat serangan wereng batang coklat (Nilaparvata
lugens Stal.) berdasarkan faktor iklim (studi kasus: 10 kabupaten endemik
di Provinsi awa Barat). Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
46
Rossler RL. 2013. Water stress effects on the growth, developmentand yield of
sugarcane [tesis]. Pretoria (ZA): University of Pretoria.
Sallam MN, Allsopp PG. 2003. Final Report – SRDC Project BSS 249:
Preparedness for Borer Incursion. Gordonvale (AU): BSES Limited.
Sallam N, Achadian E, Kristini A, Sochib M, Adi H. 2010. Monitoring sugarcane
moth borers in Indonesia: towards better preparedness for exotic
incursions. di dalam: Proceedings of The Australian Society of Sugarcane
Technologists. hlm: 181-192.
Samad F. 2013. Pengaruh kategori tanaman tebu (Saccharum officinarum L.)
terhadap nilai brix yang dihasilkan [skripsi]. Makassar (ID): Universitas
Hasanuddin.
Saragih DM. 2009. Serangan uret dan cara pengendaliannya pada tanaman
Eucalyptus hybrid di hutan tanaman PT Toba Pupl Lestari Sektor Aek Na
Uli, Sumatera Utara [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Sharma R, Ram L, Devi R, Kumar A. 2014. Biology of rice hispa, Dicladispa
armigera (Oliver) (Coleoptera: Chrysomelidae). Indian J Agric Res. 48(1):
57.
Southwood TRE, Henderson PA. 2000. Ecological Methods. Oxford (UK):
Blackwell Science Ltd.
Sunaryo, Hasibuan R. 2003. Perkembangan populasi kutuperisai Aulacaspis
tegalensis Zehntner (Hemiptera: Diaspididae) dan pengaruh tingkat
serangannya terhadap penurunan hasil tebu di PT Gunung Madu Plantation,
Lampung Tengah. J HPT Tropika. 3(1):1-5.
Taneja SL, Nwaze KF. 1990. Mass rearing of Chilo spp. on artificial diets and its
use in ressistance screening. Insect Sci Appl. 11(5): 605-616.
Trisnaningsih, Kurniawati N. 2015. Hubungan iklim terhadap populasi hama dan
musuh alami pada varietas padi unggul baru. Seminar Nasional
Masyarakat Biodiversitas Indonesia, Subang (ID): 1508-1511.
Verheye W. 2010. Growth and production of sugarcane. Soils, Plant Growth and
Crop Production. Belgium (BE): Vol 2.
Watson GW. 2007. Identification of Whiteflies (Hemiptera: Aleyrodidae). di
dalam APEC Re-entry Workshop on Whiteflies and Mealybugs, Kuala
Lumpur. Malaysia (MY): California Departement of Agriculture.
Wijayanti WA. 2008. Pengelolaan tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) di
Pabrik Gula Tjoekir PTPN X, Jombang, Jawa Timur: Studi kasus pengaruh
bongkar ratoon terhadap peningkatan produktivitas tebu [skripsi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Yuliani AA. 2015. Distribusi spasial serangan dan biologi Aulacaspis tegalensis
Zehntner (Hemiptera: Diaspididae) pada tanaman tebu [skripsi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Yuma M. 2007. Effect of rainfall on the long-term population dynamics of the
aquatic firefly Luciola cruciata. Entomol Sci. 10(3): 237-244.
Zeng F, Pederson G, Ellsburry M, Davis FD. 1993. Demographic statistics for the
pea aphid (Hemiptera: Aphididae) on resistant and susceptible red clovers.
J Econ Entomol. 86(6): 1852-1856.
47
LAMPIRAN
48
Lampiran 1 Data curah hujan hujan bulan September 2014 – Maret 2015 Pos
Pandantoyo, Kecamatan Ngancar Kabupaten Kediri
Unsur
Klimatologi
Curah hujan
Hari hujan
Satuan
mm
hari
Sept
-
Tahun 2014
Okt Nov
218
14
-
Des
398
17
Jan
327
16
Tahun 2015
Feb
Mar
371
237
18
14
- : tidak ada hujan
Sumber: BMKG Stasiun Klimatologi Karang Ploso Malang 2015
Lampiran 2 Data suhu dan kelembaban bulan September 2014 – Maret 2015 Pos
Bendungan Wlingi, Kabupaten Blitar
Unsur
Klimatologi
Suhu
Kelembaban
relatif
Satuan
ᵒC
Sept
30.9
%
76
Tahun 2014
Okt
Nov
30.4
30.4
80
81
Des
30.4
84
Tahun 2015
Jan
Feb
Mar
31.1 31.2 31.0
82
86
86
Sumber: BMKG Stasiun Klimatologi Karang Ploso Malang 2015
Lampiran 3 ANOVA serangan hama penting tanaman tebu antar umur dan
musim yang berbeda
Scirpophaga excerptalis
Sumber
keragaman
db
Anova SS
Kuadrat
tengah
F hitung
Pr > F
Umur
Bulan
Blok
Umur*Bulan
2
1
2
2
64.0841556
6.8326722
191.9808222
32.0791444
32.0420778
6.8326722
95.9904111
16.0395722
0.36
0.08
1.08
0.18
0.7628
0.8281
0.5632
0.8576
Sumber
keragaman
db
Anova SS
Kuadrat
tengah
F hitung
Pr > F
Umur
Bulan
Blok
Umur*Bulan
2
1
2
2
2.11
1.81
0.16
0.05
0.1722
0.2087
0.8525
0.9490
Chilo auricilius
2991.662411 1495.831206
1281.192200 1281.192200
230.016811 115.008406
74.686633
37.343317
Chilo sacchariphagus
Sumber
keragaman
db
Anova SS
Kuadrat
tengah
F hitung
Pr > F
Umur
Bulan
Blok
Umur*Bulan
2
1
2
2
13182.71881
933.69609
964.83768
330.75568
6591.35941
933.69609
482.41884
165.37784
13.09
1.85
0.96
0.33
0.0016
0.2031
0.4161
0.7275
49
Lampiran 3 ANOVA serangan hama penting ... (lanjutan)
Tetramoera schistaceana
Sumber
keragaman
db
Umur
Bulan
Blok
Umur*Bulan
2
1
2
2
Anova SS
Kuadrat
tengah
2525.700811 1262.850406
2563.996050 2563.996050
970.946811 485.473406
1940.450700 970.225350
F hitung
Pr > F
8.33
16.91
3.20
6.40
0.0074
0.0021
0.0842
0.0163
F hitung
Pr > F
2.71
0.26
0.11
0.02
0.1145
0.6227
0.8965
0.9792
F hitung
Pr > F
14.63
9.00
2.01
5.37
0.0011
0.0133
0.1845
0.0261
Saccharicoccus sacchari
Sumber
keragaman
db
Umur
Bulan
Blok
Umur*Bulan
2
1
2
2
Anova SS
Kuadrat
tengah
786.3493444 393.1746722
37.3536056 37.3536056
32.0173778 16.0086889
6.1091444
3.0545722
Aulacaspis sp.
Sumber
keragaman
db
Umur
Bulan
Blok
Umur*Bulan
2
1
2
2
Anova SS
Kuadrat
tengah
6699.694878 3349.847439
2060.606006 2060.606006
920.857211 460.428606
2456.827011 1228.413506
Lampiran 4 ANOVA kepadatan populasi hama penting tanaman tebu antar umur
dan musim yang berbeda
Scirpophaga excerptalis
Sumber
keragaman
db
Anova SS
Kuadrat
tengah
F hitung
Pr > F
Umur
Bulan
Blok
Umur*Bulan
2
1
2
2
0.01387778
0.00720000
0.10234444
0.00943333
0.00693889
0.00720000
0.05117222
0.00471667
0.73
0.76
5.39
0.50
0.5055
0.4042
0.0258
0.6227
Sumber
keragaman
db
Anova SS
Kuadrat
tengah
F hitung
Pr > F
Umur
Bulan
Blok
Umur*Bulan
2
1
2
2
0.03253333
0.62720000
0.15910000
0.23093333
0.01626667
0.62720000
0.07955000
0.11546667
0.66
25.43
3.23
4.68
0.5382
0.0005
0.0830
0.0367
Chilo auriciliusa
a
data hasil transformasi
50
Lampiran 4 ANOVA kepadatan populasi hama ... (lanjutan)
Chilo sacchariphagus
Sumber
keragaman
db
Anova SS
Kuadrat
tengah
F hitung
Pr > F
Umur
Bulan
Blok
Umur*Bulan
2
1
2
2
2.09337778
0.24267222
0.13604444
0.15697778
1.04668889
0.24267222
0.06802222
0.07848889
14.32
3.32
0.93
1.07
0.0012
0.0985
0.4260
0.3781
Tetramoera schistaceana
Sumber
keragaman
db
Anova SS
Kuadrat
tengah
F hitung
Pr > F
Umur
Bulan
Blok
Umur*Bulan
2
1
2
2
0.71093333
0.88888889
0.24243333
0.60777778
0.35546667
0.88888889
0.12121667
0.30388889
7.93
19.83
2.70
6.78
0.0086
0.0012
0.1151
0.0138
Anova SS
Kuadrat
tengah
F hitung
Pr > F
9.14813333
0.06008889
2.45370000
0.07444444
4.57406667
0.06008889
1.22685000
0.03722222
3.53
0.05
0.95
0.03
0.0690
0.8337
0.4198
0.9717
Anova SS
Kuadrat
tengah
F hitung
Pr > F
2.00008889
0.03380000
0.14283889
0.88666667
4.16
0.07
0.30
1.84
0.0485
0.7963
0.7494
0.2083
Saccharicoccus saccharia
Sumber
keragaman
db
Umur
2
Bulan
1
Blok
2
Umur*Bulan
2
a
data hasil transformasi
Aulacaspis sp.a
Sumber
keragaman
db
Umur
2
4.00017778
Bulan
1
0.03380000
Blok
2
0.28567778
Umur*Bulan
2
1.77333333
a
data hasil transformasi kedua
51
Lampiran 5 Nilai GRR, R0, r , T, dan DT yang didapat melalui metode jackknife
Individu
GRR
NRR(R0)
r
T
DT
ke1
762.2557
123.037
0.147089
32.71822
4.712439
2
762.2652
123.0364
0.147084
32.71921
4.712586
3
762.2557
123.037
0.147089
32.71822
4.712439
4
762.9334
117.63
0.144174
33.06797
4.80771
5
783.1777
120.8749
0.145606
4.760418
4.760418
6
706.2755
102.2422
0.14315
32.32511
4.842098
7
762.274
123.0381
0.147096
32.71665
4.712204
8
762.2557
123.037
0.147089
32.71822
4.712439
9
762.2557
123.037
0.147089
32.71822
4.712439
10
736.1621
110.7932
0.138932
33.88457
4.989096
11
762.296
123.0366
0.147085
32.71906
4.712563
12
762.3515
123.0177
0.147027
32.73098
4.71443
13
762.2557
123.037
0.147089
32.71822
4.712439
14
762.4715
123.079
0.147235
32.68805
4.707761
15
762.2557
123.037
0.147089
32.71822
4.712439
16
762.2673
123.038
0.147095
32.7168
4.712227
17
762.3812
122.9565
0.147039
32.72492
4.714045
18
762.2557
123.037
0.147089
32.71822
4.712439
19
762.3269
123.0381
0.147096
32.71665
4.712204
20
772.1335
113.3239
0.146803
32.22183
4.721626
21
762.2557
123.037
0.147089
32.71822
4.712439
22
762.3915
123.0381
0.147096
32.71665
4.712204
23
762.4145
122.9769
0.146866
32.76459
4.719596
24
783.867
122.8457
0.146756
32.78185
4.723131
25
782.9472
122.7262
0.147019
32.71647
4.714665
26
944.0416
121.8457
0.146605
32.75981
4.727988
27
762.2569
122.998
0.146953
32.74622
4.716783
28
762.2557
123.037
0.147089
32.71822
4.712439
29
718.4877
105.5483
0.138838
33.55836
4.992496
30
762.028
122.8341
0.14656
32.82511
4.729456
31
762.2557
123.037
0.147089
32.71822
4.712439
32
778.9087
122.8749
0.146801
32.77329
4.721665
33
762.158
122.8953
0.146467
32.84916
4.732431
34
792.2775
122.5513
0.146331
32.86053
4.73683
35
762.2557
123.037
0.147089
32.71822
4.712439
36
684.9004
106.7062
0.145058
32.19464
4.778425
37
762.3629
122.9361
0.146807
32.77549
4.721493
38
762.4518
122.8953
0.14664
32.81051
4.726863
39
710.8683
103.2889
0.141656
32.73787
4.893158
40
762.2669
123.0171
0.146985
32.74027
4.715773
41
762.1156
122.8462
0.146181
32.91072
4.741694
52
Lampiran 5 Nilai GRR, R0, r ... (lanjutan)
Individu
GRR
NRR(R0)
ke42
762.0595
122.8334
43
762.274
123.0381
44
762.3269
123.0381
45
762.2557
123.037
46
762.2254
123.0072
47
696.7849
108.3818
48
762.1146
122.8924
49
762.2557
123.037
50
778.5662
122.948
n
50
50
Rata-rata
762.2347
120.591
STD
33.36968
5.697786
SE
4.719186
0.805789
r
0.14626
0.147096
0.147096
0.147089
0.146905
0.146033
0.14625
0.147089
0.146888
50
0.146275
0.001845
0.000261
T
32.89235
32.71665
32.71665
32.71822
32.75746
32.08626
32.89792
32.71822
32.75804
50
32.19352
3.967504
0.56109
DT
4.739149
4.712204
4.712204
4.712439
0.015815
4.746503
4.739479
4.712439
4.718884
50
4.645391
0.670963
0.094889
53
Lampiran 6 Nilai peluang hidup (lx) dan keperidian (mx) Sacchharicoccus
sacchari (Hemiptera: Pseudococcidae)
Hari ke1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
lx
1
0.98
0.98
0.94
0.92
0.9
0.86
0.84
0.82
0.82
0.78
0.74
0.74
0.68
0.64
0.6
0.52
0.44
0.4
0.4
0.36
0.34
0.34
0.34
0.32
0.32
0.3
0.3
0.3
0.3
0.3
0.3
0.3
0.3
0.3
0.3
0.3
0.3
0.3
0.3
0.3
mx
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0.064516
0.30303
0.212121
0.75
0.833333
1.615385
0.727273
0.95
0.9
1.333333
0.117647
0.235294
0.588235
0.1875
1.3125
12
16.26667
17.46667
15.73333
9.8
21.8
16.26667
11.73333
8.4
22.4
24.86667
14.33333
15.6
10.6
7.466667
Hari ke42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75
76
77
78
79
80
81
82
lx
0.26
0.24
0.22
0.22
0.2
0.2
0.18
0.18
0.18
0.18
0.18
0.18
0.16
0.12
0.12
0.12
0.08
0.08
0.08
0.08
0.08
0.08
0.08
0.08
0.08
0.08
0.08
0.08
0.08
0.08
0.08
0.06
0.06
0.06
0.06
0.06
0.06
0.06
0.04
0.04
0.04
mx
6.769231
10.41667
8.909091
3
0.6
2.1
2.888889
1
4.555556
1.555556
4.555556
5
2.875
1.666667
3
42.66667
23
20.5
16
11.75
10.5
7.25
52.75
21.5
21.75
19.5
17.5
5.5
5.5
43.25
32.75
34.33333
20.33333
13.66667
10.33333
11.33333
9.666667
5.666667
4.5
1
6
54
Lampiran 7 Stadium nimfa Saccharicoccus sacchari (Hemiptera: Pseudococcidae)
Individu
ke1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
Waktu menjadi
imago
Instar 1
Instar 2
Instar 3
Instar 4
4
2
2
2
3
4
4
1
6
4
5
2
4
3
3
2
2
4
3
2
3
4
3
3
3
3
3
4
4
3
5
2
2
3
4
3
3
4
3
2
6
4
3
3
4
3
X
X
4
4
4
X
4
X
3
3
3
2
3
3
3
2
2
2
2
2
2
2
3
2
3
3
2
1
2
2
2
2
4
4
4
6
4
2
4
X
1
X
3
4
4
2
3
3
4
2
1
2
14
14
13
2
2
12
4
3
4
5
5
2
2
5
3
5
3
3
X
3
4
X
2
3
3
6
5
4
4
3
4
2
X
5
6
X
7
3
5
2
5
2
X
15
15
15
14
11
16
17
17
14
14
13
14
11
3
0
13
11
6
5
5
X
0
1
3
5
14
14
14
11
11
14
14
55
Lampiran 7 Stadium nimfa Saccharicoccus sacchari ... (lanjutan)
Individu
Waktu menjadi
Instar 1
Instar 2
Instar 3
Instar 4
keimago
10
40
3
4
2
0
11
41
3
3
4
0
13
42
2
2
5
3
13
43
2
2
4
4
X
44
3
3
4
6
X
45
5
10
46
3
3
2
1
14
47
5
2
5
1
10
48
3
3
3
0
X
49
3
14
50
5
3
5
0
34
n
50
44
42
37
13.235
Rata-rata
3.220
2.773
3.690
2.838
1.876
STD
1.036
0.912
1.115
2.048
0.322
SE
0.146
0.137
0.172
0.337
Keterangan X : individu mati
56
Lampiran 8 Periode praoviposisi, keperidian, lama hidup imago dan siklus hidup
Saccharicoccus sacchari (Hemiptera: Pseudococcidae)
Lama Hidup
Siklus
Individu ke- Praoviposisi Keperidian
imago
hidup
1
X
X
X
X
2
X
X
X
X
3
X
X
X
X
4
4
257
33
19
5
2
102
43
17
6
3
1028
31
18
7
X
X
X
3
8
X
X
X
X
9
X
X
X
X
10
6
606
28
20
11
X
X
2
X
12
4
1
5
17
13
X
X
X
X
14
5
2
6
17
15
X
X
X
X
16
X
X
X
X
17
4
9
14
15
18
X
X
X
X
19
X
X
X
1
20
19
485
62
36
21
X
X
X
X
22
X
X
X
1
23
2
3
7
16
24
1
15
41
15
25
10
16
42
23
26
8
66
69
22
27
3
7
8
14
28
X
X
X
X
29
4
867
31
17
30
1
15
10
12
31
X
X
X
X
32
5
7
29
19
33
1
7
4
15
34
3
24
44
17
35
X
X
X
X
36
4
785
62
15
37
6
5
11
17
38
1
7
13
15
57
Lampiran 8 Periode praoviposisi, keperidian, ... (lanjutan)
Lama Hidup
Individu ke- Praoviposisi Keperidian
imago
39
1
982
40
40
4
1
6
41
2
13
8
42
1
15
6
43
X
X
2
44
X
X
X
45
X
X
X
46
2
6
4
47
5
718
68
48
2
5
7
49
X
X
X
50
7
4
28
n
29
29
34
Rata-rata
4.138
208.897
22.618
STD
3.652
344.570
21.267
SE
0.678
63.985
3.647
Keterangan X: individu mati
Siklus
hidup
15
14
13
14
X
X
X
12
19
12
X
21
29
17.103
4.639
0.862
58
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 24 Mei 1990 sebagai putri
pertama dari enam bersaudara pasangan Bapak Agus Heriyanto dan Ibu Rini
Ekawati.
Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah menengah atas di SMA Negeri 2
Bekasi, Jawa Barat pada tahun 2008. Penulis melanjutkan pendidikan di Institut
Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur undangan seleksi masuk IPB (USMI) pada
kurikulum berbasis mayor-minor pada tahun yang sama. Penulis diterima sebagai
mahasiswa Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, IPB dan mengikuti
masa Tingkat Persiapan Bersama selama satu tahun. Pada tahun berikutnya
penulis melanjutkan pendidikannya di Departemen Proteksi Tanaman, IPB.
Selama masa perkuliahan, penulis aktif bergabung dengan beberapa organisasi
seperti PASKIBRA IPB (Pasukan pengibar bendera IPB) pada periode 2008 –
2009 dan DPM Faperta IPB (Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Pertanian)
pada periode 2009 – 2010. Selain itu penulis juga aktif sebagai panitia pada
beberapa acara di kampus dan kegiatan yang diselenggarakan IPB seperti IPB
Goes to Field di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah tentang serangan hama wereng
batang cokelat (WBC), serta workshop yang diadakan oleh Dewan Nasional
Perubahan Iklim (DNPI) bersama mahasiswa lainnya dari seluruh Indonesia.
Pada tahun 2013 penulis diterima dan melanjutkan pendidikan di Institut
Pertanian Bogor Program Pascasarjana pada Program Studi Entomologi
Depatemen Proteksi, Tanaman Fakultas Pertanian. Beasiswa pendidikan
pascasarjana yang diberikan oleh Dr. Ir. Hermanu Triwidodo atas nama WiSH
Indonesia. Penulis aktif menjadi pengurus Gerakan Petani Nusantara (GPN),
sebagai bentuk bakti kepada petani dan pertanian Indonesia atas ilmu pertanian
yang telah didapatkan.
Download