HAMA TANAMAN TEBU DI PT SUMBER SARI PETUNG, KEDIRI DAN STATISTIK DEMOGRAFI Saccharicoccus sacchari COCKERELL (HEMIPTERA: PSEUDOCOCCIDAE) ALDILA RACHMAWATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Hama Tanaman Tebu di PT Sumber Sari Petung, Kediri dan Statistik Demografi Saccharicoccus sacchari Cockerell (Hemiptera: Pseudococcidae) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2016 Aldila Rachmawati NIM A351130261 iv RINGKASAN ALDILA RACHMAWATI. Hama Tanaman Tebu di PT Sumber Sari Petung, Kediri dan Statistik Demografi Saccharicoccus sacchari Cockerell (Hemiptera: Pseudococcidae). Dibimbing oleh HERMANU TRIWIDODO dan PUDJIANTO. Hama merupakan salah satu faktor pembatas produksi tebu. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari perbedaan serangan dan kepadatan populasi hama pada tanaman tebu umur muda, umur pertengahan dan tua, di musim kering dan basah di PT Sumber Sari Petung, Kediri pada tahun 2014-2015. Hama pada tanaman tebu diamati dan dilakukan pengambilan data menggunakan rancangan percobaan faktorial dengan 3 ulangan. Data yang didapat dianalisis dengan menggunakan program SAS 9.1. Pengamatan biologi dan statistik demografi dilakukan dengan pemeliharaan 50 individu nimfa instar pertama masing-masing dipelihara pada potongan batang tebu dan diamati setiap hari untuk dicatat perkembangan dan keturunan yang diletakkannya. Data yang didapat digunakan untuk memperoleh informasi biologi seperti stadia tiap instar, periode praoviposisi, siklus hidup, lama hidup imago dan keperidian. Data tersebut dapat digunakan juga untuk menyusun tabel neraca hayati untuk penghitungan statistik demografi menggunakan metode jackknife. Hama tebu yang ditemukan pada saat penelitian sebanyak 11 spesies, 6 diantaranya sebagian besar dijumpai pada ketiga umur tanaman tebu dan dikedua musim yaitu Scirpophaga excerptalis, Chilo auricilius, Chilo sacchariphagus, Tetramoera schistaceana, Saccharicoccus sacchari and Aulacaspis sp.. Serangan dan kepadatan populasi S. excerptalis tidak berbeda nyata antar umur tebu dikedua musim. Serangan C. auricilius tidak berbeda nyata antar umur tebu, tetapi kepadatan populasinya berbeda nyata. Serangan dan kepadatan populasi C. sacchariphagus berbeda nyata antar umur tebu. Serangan dan kepadatan populasi T. schistaceana berbeda nyata antar umur tebu dan antar musim. Serangan S. sacchari tidak berbeda nyata antar umur dan antar musim, sedangkan kepadatan populasinya berbeda nyata. Serangan Aulacaspis sp. berbeda nyata antar umur tebu dan antar musim, tetapi kepadatan populasinya berbeda nyata antar umur tebu. S. sacchari memiliki potensi menjadi hama penting. Serangga ini mengalami perkembangan metamorfosis paurometabola dengan fase pradewasa terdiri dari 4 stadia instar masing-masing 3.22, 2.77, 3.69 dan 2.84 hari. Periode praoviposisi, siklus hidup, lama hidup imago dan keperidian berturut-turut 4.14 hari, 17.10 hari, 22.62 hari dan 208.90 nimfa per imago. Kurva sintasan S. sacchari tergolong kurva tipe IV, yaitu kematian tertinggi terjadi pada fase pradewasa, dengan laju pertambahan intrinsik 0.15 individu per hari dan laju reproduksi bersih 120.59 individu per imago per generasi, lama generasi dan waktu berlipat ganda 32.19 dan 4.65 hari. Kata kunci : biologi, laju pertambahan intrinsik, musim basah, musim kering SUMMARY ALDILA RACHMAWATI. Pests of Sugarcane at PT Sumber Sari Petung, Kediri and Demographic Statistics of Saccharicoccus sacchari Cockerell (Hemiptera: Pseudococcidae). Supervised by HERMANU TRIWIDODO and PUDJIANTO. Pest is one of limiting factors of sugarcane production. Studies have been conducted to determine the differences of pest infestation and pest population density three different age strata (young, middle-age and mature) of sugarcane in dry and wet seasons at PT Sumber Sari Petung, Kediri in 2014 – 2015. Pests of sugarcane were observed and data were collected using factorial experimental design with 3 repetitions. The collected data were analyzed using SAS 9.1 program. Study on the biology and demographic statistics of Saccharicoccus sacchari was conducted by rearing 50 first instar nymphs of S. sacchari singly on a sugarcane stalk, and observing daily on their development and their number of offsprings. The collected data were about the biological characteristics of the pest, such as the immature stadia, preoviposition period, life cycle, adult longevity and fecundity. The data were also used to construct life table for calculating demographic statistics using the jackknife method. Eleven species of pest insects were found during the field study, in which 6 species of them, i.e. Scirpophaga excerptalis, Chilo auricilius, Chilo sacchariphagus, Tetramoera schistaceana, Saccharicoccus sacchari and Aulacaspis sp., were found in the three sugarcane age strata in dry and wet seasons. There were no significantly differences in the infestation and population density of S. excerptalis among sugarcane age strata and also seasons. There was no significantly difference in the infestation of C. auricilius in the three sugarcane age strata, but the population density of C. auricilius was significantly different. There were significantly differences in the infestation and population density of C. sacchariphagus in the three sugarcane age strata. There were significantly differences in the infestation and population density of T. schistaceana among the sugarcane age strata and also the seasons. There was no significantly difference in the infestation of S. sacchari among the sugarcane age strata and also the seasons, while the population density of S. sacchari was significantly different. There was significantly difference in the infestation of Aulacaspis sp. among the sugarcane age strata and also the seasons, but the population density of Aulacaspis sp. was significantly different among the three sugarcane age strata. There were indications that S. sacchari has a potential to become an important pest of sugarcane. S. sacchari passed through the paurometamorphosis development type. The immature stages consisted of 4 instars with the stadia of 1st, 2nd, 3rd and 4th instars were 3.22, 2.77, 3.69 and 2.84 days, respectively. The preoviposition period, life cycle, adult longevity and fecundity of S. sacchari were 4.14 days, 17.10 days, 22.62 days, and 208.90 nymphs per female, respectively. The development of S. sacchari followed type IV survivorship curve, in which mortality of the immature stage is higher than that of the later stages. The instrinsic rate of increase of S. sacchari was 0.15 nymphs per day, the net vi reproductive rate was 120.59 individual per female per generation, and the time generation and the doubling time was 32.19 days and 4.65 days, respectively. Key words : biology, dry season, intrinsic rate of increase, wet season © Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB viii HAMA TANAMAN TEBU DI PT SUMBER SARI PETUNG, KEDIRI DAN STATISTIK DEMOGRAFI Saccharicoccus sacchari COCKERELL (HEMIPTERA: PSEUDOCOCCIDAE) ALDILA RACHMAWATI Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Entomologi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016 x Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir I Wayan Winasa, MS Judul Tesis : Hama Tanaman Tebu di PT Sumber Sari Petung, Kediri dan Statistik Demografi Saccharicoccus sacchari Cockerell (Hemiptera: Pseudococcidae) Nama : Aldila Rachmawati NIM : A351130261 Disetujui oleh Komisi Pembimbing Dr Ir Pudjianto, MSi Anggota Dr Ir Hermanu Triwidodo, MSc Ketua Diketahui oleh Ketua Program Studi Entomologi Dekan Sekolah Pascasarjana Dr Ir Pudjianto, Msi Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr Tanggal Ujian: 03 Mei 2016 Tanggal Lulus: xii PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga penelitian ini berhasil diselesaikan. Penelitian Hama Tanaman Tebu di PT Sumber Sari Petung, Kediri dan Statistik Demografi Saccharicoccus sacchari Cockerell (Hemiptera: Pseudococcidae) dilaksanakan bulan September 2014-November 2015. Ucapan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada Bapak Dr Ir Hermanu Triwidodo, MSc yang telah senantiasa membimbing, mendidik baik akademik maupun moral, mencurahkan waktu, ilmu, tenaga motivasi yang luar biasa dan kesempatan mendapatkan dukungan dana perkuliahan atas nama WiSH Indonesia, serta Bapak Dr Ir Pudjianto, Msi yang senantiasa memberikan kritik dan saran yang membangun, meluangkan waktu, tenaga dan segenap pikiran. Kepada penguji luar komisi Bapak Dr Ir I Wayan Winasa, MS penulis sampaikan terimakasih. Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Bapak Dr Ir Zaenudin, SU dan Bapak Soehardi, SP, MM dari PT Sumber Sari Petung beserta seluruh staf yang telah memfasilitasi selama proses pengumpulan data. Terimakasih kepada Bapak Ngaseri, SH, MM, serta warga Sempu, Babadan, dan Sugihwaras, atas masukan dan banyak bantuannya Mas Eko, Pak Sari, Pak Prapto, Pak Puji, Pak Heri, Ibu Toyem dan lainnya yang tidak bisa saya sebutkan satu-persatu. Terimakasih kepada WiSH Indonesia Bapak Napiudin, Mbak Diana, Mbak Annisa K, Pak Adi, Pak Wawan, Siti Rizkah Sagala dan Ali Wafa atas suasana hangat dan nyaman saat penelitian, serta Listihani atas bantuan dan semangatnya. Terimakasih ditujukan kepada Laboratorium Biosistematika Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, serta Herry dan Harleni atas bantuan dan semangatnya. Terimakasih tak terhingga penulis sampaikan kepada kedua orang tua Bapak Agus Heriyanto dan Ibu Rini Ekawati atas curahan kasih sayang yang tiada henti dan doa-doa luar biasa yang senantiasa dipanjatkan dalam setiap waktu serta adikadik tersayang Aulia, Amalia, Azizah, Alfajriyanti dan Akbar atas semangat, doa dan dukungannya. Terimakasih teman-teman sebimbingan Wildan Muhlison dan Rudi Tompson Hutasoit dan teman-teman seperjuangan Entomologi 2013 atas semangat, kebersamaan, pertemanan, dan saling berbagi demi kemajuan studi. Semoga persahabatan yang terjalin selama menempuh pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB tetap terjalin dengan baik. Terimakasih penulis sampaikan kepada seluruh teman-teman yang tak dapat penulis dituliskan satu-persatu Penulis menyadari bahwa dalam penelitian ini masih terdapat banyak kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Bogor, Agustus 2016 Aldila Rachmawati DAFTAR ISI DAFTAR TABEL xiv DAFTAR GAMBAR xv DAFTAR LAMPIRAN xv 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian 1 1 2 2 2 2 TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Tebu (Saccharum officinarum) Hama Tanaman Tebu Faktor Lingkungan terhadap Serangga Saccharicoccus sacchari Cockerell (Hemiptera: Pseudococcidae) Tabel Neraca Hayati (Life Table) Statistik Demografi 3 3 4 5 5 6 6 3 HAMA TANAMAN TEBU DI PT SUMBER SARI PETUNG, KEDIRI ABSTRAK Pendahuluan Bahan dan Metode Hasil dan Pembahasan Simpulan 9 9 11 12 13 25 4 BIOLOGI DAN STATISTIK DEMOGRAFI Saccharicoccus sacchari COCKERELL (HEMIPTERA: PSEUDOCOCCIDAE) ABSTRAK Pendahuluan Bahan dan Metode Hasil dan Pembahasan Simpulan 27 27 29 30 32 36 5 PEMBAHASAN UMUM 37 6 SIMPULAN 41 DAFTAR PUSTAKA 43 LAMPIRAN 47 RIWAYAT HIDUP 58 xiv DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Hama tanaman tebu pada umur dan musim yang berbeda ............................ 14 Serangan penggerek pucuk putih Scirpophaga excerptalis (Lepidoptera: Pyralidae) antar umur dan musim yang berbeda .......................................... 16 Kepadatan populasi penggerek pucuk putih Scirpophaga excerptalis (Lepidoptera: Pyralidae) pada umur tanaman tebu dan musim yang berbeda ....................................................................................................... 16 Serangan penggerek batang berkilat Chilo auricilius (Lepidoptera: Pyralidae) pada umur tanaman tebu dan musim yang berbeda ..................... 17 Kepadatan populasi penggerek batang berkilat Chilo auricilius (Lepidoptera: Pyralidae) pada umur tanaman tebu dan musim yang berbeda ....................................................................................................... 18 Serangan penggerek batang bergaris Chilo sacchariphagus (Lepidoptera: Pyralidae) pada umur tanaman tebu dan musim yang berbeda ....................................................................................................... 19 Kepadatan populasi penggerek batang bergaris Chilo sacchariphagus (Lepidoptera: Pyralidae) pada umur tanaman tebu dan musim yang berbeda ....................................................................................................... 19 Serangan populasi penggerek batang abu-abu Tetramoera schistaceana (Lepidoptera: Tortricidae) pada umur tanaman tebu dan musim yang berbeda ....................................................................................................... 21 Kepadatan populasi penggerek batang abu-abu Tetramoera schistaceana (Lepidoptera: Tortricidae) pada umur tanaman tebu dan musim yang berbeda ................................................................................... 21 Serangan kutuputih Saccharicoccus sacchari (Hemiptera: Pseudococcidae) pada umur tanaman tebu dan musim yang berbeda ........... 22 Kepadatan populasi Saccharicoccus sacchari (Hemiptera: Pseudococcidae) pada umur tanaman tebu dan musim yang berbeda ........... 23 Serangan kutuperisai Aulacaspis sp. (Hemiptera: Diaspididae) pada umur tanaman tebu dan musim yang berbeda .............................................. 23 Populasi kutuperisai Aulacaspis sp. (Hemiptera: Diaspididae) pada umur tanaman tebu dan musim yang berbeda .............................................. 24 Informasi biologi Saccharicoccus sacchari pada tanaman tebu.................... 34 Informasi statistik demografi S. sacchari pada tanaman tebu ....................... 35 DAFTAR GAMBAR 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 Pembedahan batang yang terdapat lubang gerekan ...................................... 13 Titik pengambilan sampel hama tanaman tebu per blok ............................... 13 Gejala serangan (a) dan pupa (b) Scirpophaga excerptalis........................... 17 Gejala serangan C. auricilius pada tanaman tebu umur muda ...................... 18 Gejala serangan Chilo sacchariphagus pada batang (a) dan daun (b) ........... 20 Gejala gerekan Tetramoera schistaceana pada batang tebu ........................ 22 Koloni S. sacchari pada batang tebu ............................................................ 22 Populasi Aulacaspis sp. pada batang tanaman tebu ...................................... 24 Perbanyakan Saccharicoccus sacchari pada potongan batang tebu .............. 31 Infestasi S. sacchari di dekat tunas tanaman tebu ....................................... 31 Pemeliharaan S. sacchari setelah infestasi nimfa instar 1............................. 32 Imago Saccharicoccus sacchari (a) tampak dorsal, (b) tampak ventral dan (c) tampak ventral setelah proses preparasi ........................................... 32 Karakter morfologi imago Saccharicoccus sacchari (a) antena, (b) tungkai, (c) spirakel, (d) pori trilokuler, (e) pori multilokuler, (f) anal lobe dengan cerarii ............................................................................. 33 Stadia Saccharicoccus sacchari (a) nimfa instar 1, (b) instar 2, (c) instar 3, (d) instar 4 dan (e) imago ............................................................... 34 Kurva sintasan dan keperidian S. sacchari ................................................... 35 Serangan S. sacchari pada batang (a) dan tunas (b) tanaman tebu ................ 38 DAFTAR LAMPIRAN 32 Data curah hujan hujan bulan September 2014 – Maret 2015 Pos Pandantoyo, Kecamatan Ngancar Kabupaten Kediri.................................... 48 33 Data suhu dan kelembaban bulan September 2014 – Maret 2015 Pos Bendungan Wlingi, Kabupaten Blitar .......................................................... 48 34 ANOVA serangan hama penting tanaman tebu antar umur dan musim yang berbeda ............................................................................................... 48 35 ANOVA kepadatan populasi hama penting tanaman tebu antar umur dan musim yang berbeda ............................................................................. 49 36 Nilai GRR, R0, r , T, dan DT yang didapat melalui metode jackknife ........... 51 37 Nilai peluang hidup (lx) dan keperidian (mx) Sacchharicoccus sacchari (Hemiptera: Pseudococcidae) ...................................................................... 53 38 Stadium nimfa Saccharicoccus sacchari (Hemiptera: Pseudococcidae) ....... 54 39 Periode praoviposisi, keperidian, lama hidup imago dan siklus hidup Saccharicoccus sacchari (Hemiptera: Pseudococcidae) ............................... 56 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Serangan hama merupakan salah satu kendala dalam peningkatan produktivitas tebu (P3GI 2008). Serangan Chilo spp. dan S. excerptalis 14.5% dan 15.8% dapat menyebabkan penurunan bobot sebesar 15% dan 40.8%. (Goebel et al. 2011). Chilo auricilius dapat mengakibatkan penurunan berat batang tebu serta kualitas dan kuantitas nira. Selain itu serangan berat dapat mengakibatkan batang mudah patah atau tanaman menjadi mati (Indriyanti 1987). Serangan hama S. sacchari dapat menyebabkan kehilangan nira 31.62% (El-Dein et al. 2009). Kutuperisai Aulacaspis tegalensis di Lampung dengan persentase serangan 18.08% dapat menurunkan rendemen, pol, dan brix tebu (Sunaryo & Hasibuan 2003). Kumbang pemakan daun Dicladispa armigera memakan daun dengan cara mengorok dan meninggalkan bekas berupa lapisan epidermis paling bawah sejajar dengan ibu tulang daun (Sharma et al. 2014), hal ini dapat menurunkan produktivitas tebu karena fotosintesis pada daun terganggu. S. sacchari merupakan salah satu serangga hama pada tanaman tebu yang memiliki distribusi infestasi yang luas, hal ini telah dilaporkan oleh berbagai pekebunan tebu di dunia (Pemberton 1960). Serangga ini umumnya dilaporkan sebagai hama minor di sebagian besar wilayah di dunia, walaupun di beberapa tempat dilaporkan terjadi ledakan dan merusak (Puttarudriah 1954). S. sacchari bukan merupakan hama penting pada tanaman tebu di Indonesia (Achadian et al. 2011) karena jumlah populasinya yang masih rendah tidak seperti di Hawaii, Sri Lanka, Australia, Mesir dan Filipina S. sacchari menimbulkan kerugian ekonomi (Beardsley 1962; Rajendra 1974; Allsopp 1991; Abd-Rabou 2008). Namun, daya dukung kondisi lingkungan yang sesuai dan sistem budidaya yang kurang tepat dapat memungkinkan serangga ini menjadi hama penting di Indonesia. Pengendalian hama-hama tebu di perkebunan penting dilakukan untuk mengatasi masalah dalam peningkatan produktivitas tebu. Pengendalian hama yang baik menggunakan informasi berupa data hasil pengamatan hama lapang berupa jenis hama dan jumlah populasi hamanya. Namun informasi tersebut di perkebunan tebu PT Sumber Sari Petung belum tersedia, untuk itu diperlukan informasi mengenai jenis hama, serangan dan kepadatan populasinya. Kepadatan populasi hama dapat berbeda pada musim basah dan musim kering, dikarenakan curah hujan yang berbeda, oleh sebab itu dilakukan juga penelitian pada musim yang berbeda. Pendugaan pertumbuhan suatu populasi dapat dilakukan dengan menggunakan metode statistik demografi (Marlena 2014). Pendugaan ini dilakukan karena rendahnya populasi hama pada saat ini tidak menjamin populasi tersebut akan selalu rendah dimasa yang akan datang. Untuk melakukan pendugaan maka diperlukan informasi mengenai statistik demografi S. sacchari namun, informasi ini belum tersedia di Indonesia. Oleh karena itu perlu dilakukan studi mengenai statistik demografi untuk dapat mengetahui potensi pertumbuhan populasi maksimum yang terjadi pada tingkat individu S. sacchari. Dengan mengetahui kecepatan tumbuh populasi S. sacchari maka informasi ini dapat 2 digunakan sebagai alat bantu untuk menduga populasi tersebut dimasa yang akan datang sehingga dapat menyusun strategi pengendalian. Rumusan Masalah Hama merupakan salah satu kendala di dalam peningkatan produktivitas tebu di PT Sumber Sari petung. Untuk dapat mengatasi permasalah tersebut maka diperlukan pengendalian hama dengan mengetahui informasi berupa jenis hama yang menyerang, tingkat serangan pada musim kering dan basah serta umur tanaman yang berbeda di PT Sumber Sari Petung, sehingga diperlukan adanya pengamatan lapangan. S. sacchari menjadi hama penting pada perkebunan tebu diberbagai negara, namun di Indonesia hama ini merupakan hama minor karena populasinya yang masih rendah. Informasi mengenai biologi dan statistik demografi S. sacchari dapat menunjukkan kecepatan tumbuh populasi tersebut sehingga dapat menduga besarnya populasi tersebut di masa yang akan datang. Namun informasi seperti ini di Indonesia belum tersedia, sehingga diperlukan pengamatan biologi untuk dapat mengetahui informasi statistik demografinya. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mempelajari hama penting tanaman tebu di PT Sumber Sari Petung, serta perbedaan serangan dan kepadatan populasinya antar umur dan musim yang berbeda di PT Sumber Sari Petung, Ngancar, Kediri 2. Mempelajari biologi dan statistik demografi S. sacchari. Manfaat Penelitian Hasil penelitian dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk merancang tindakan pengendalian, sehingga pengendalian dapat efektif dan efisien. 3 2 TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Tebu (Saccharum officinarum) Tebu S. officinarum merupakan tanaman monokotiledon dari Famili Poaceae. Batang tebu tidak memiliki cabang, berbentuk silindris atau agak pipih, memiliki ruas, dan tinggi tanaman dapat mencapai mencapai 2 – 4 m dengan diameter batang 3 – 5 cm. Batang memiliki titik yang menonjol atau agak menonjol dengan tunas vegetatif terdapat pada setiap titik tersebut yang ada di setiap ruas ketiak daun. Batang mengandung sukrosa namun semakin keatas kandungan sukrosa pada batang semakin rendah. Jaringan meristem pada batang ditutupi oleh pelepah daun. Tanaman memiliki daun dengan panjang 1 – 2 m dan lebar 0.05 – 0.07 m. Daun pertama yang tumbuh dari tunas berukuran sangat kecil, namun seiring pertumbuhan tanaman daun berkembang menjadi ukuran maksimum, dan akan menurun ukurannya saat proses pembungaan. Daun yang pertama muncul akan menua dan berada dibagian bawah kemudian mengering dan mati digantikan oleh daun baru yang tumbuh dibagian atasnya. Akar pertama yang tumbuh setelah penanaman tipis dan bercabang, namun setelah itu akar tebal berwarna putih akan tumbuh menggantikan fungsi akar yang tumbuh sebelumnya yaitu untuk mensuplai nutrisi bagi tanaman (Verheye 2010). Tanaman tebu merupakan tanaman tahunan yang tumbuh subur pada daerah tropis dan daerah beriklim temprate yang bebas frost. Tebu memerlukan cukup sinar matahari, air yang banyak, (minimal 1500 mm curah hujan per tahun), tanah yang subur, dan berdrainase baik. Panen umumnya dilakukan saat periode musim kering ketika batang tebu mengandung jumlah sukrosa maksimum (Verheye 2010). Genus Saccharum memiliki 6 spesies diantaranya S. officinarum, S. sinense Hassk., S. barberi Jeswiet, S. spontaneum, S. edule dan S. robustum (Verheye 2010). S. officinarum merupakan spesies paling penting dalam genus Saccharum karena kandungan sukrosanya paling tinggi dan kandungan seratnya paling rendah (Wijayanti 2008). S. spontaneum merupakan spesies tebu liar, umumnya disebut dengan gelagah. S. officinarum dapat disilangkan dengan S. spontaneum untuk mendapatkan varietas tebu yang tahan terhadap hama dan penyakit di lapangan (Artschwager et al. 1958). Spesies Saccharum officinarum memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Tanaman ini merupakan tanaman utama terbaik untuk produksi pembuatan gula. S. saccharum juga memiliki adaptasi yang baik terhadap lingkungan asing (baru), memiliki kandungan serat yang rendah, mengandung nira dan sukrosa yang tinggi, rendah dalam menggunakan gula untuk kebutuhan metabolisme dan mengandung pati. Selain itu, tanaman ini memiliki berat yang cukup tinggi per batang sehingga akan diperoleh berat hasil panen per ha yang tinggi (Artschwager et al. 1958). Tebu banyak dibudidayakan di Indonesia. Sentra perkebunan tebu di Indonesia terdapat di Jawa Timur, Jawa Tengah, Lampung, Jawa Barat dan DI Yogyakarta (Pusdatin 2013). Jawa Timur merupakan daerah terluas areal perkebunan tebu seluas 211 494 ha pada tahun 2013 (Dirjenbun 2013). Luas areal yang besar menjadikan Jawa Timur sebagai pemberi kontribusi terbesar 69,57% terhadap produksi gula Indonesia (Pusdatin 2013). 4 Budidaya penanaman tebu terbagi menjadi tiga yaitu plant cane murni (PCM) merupakan tanaman tebu pertama yang ditanam pada areal yang baru dibuka, replanting cane (RPC) atau disebut juga bongkar ratoon merupakan tanaman pertama yang ditanam pada areal yang sebelumnya ditanami tebu, dan kategori terakhir yaitu ratoon cane atau tebu keprasan adalah tanaman tebu yang berasal dari tanaman pertama setelah tebangan dilakukan. Tunggul – tunggul tebu tersebut dipelihara kembali sampai menghasilkan tunas baru yang tumbuh menjadi tanaman baru hingga penebangan dilakukan kembali. Tanaman tebu dapat dikepras sampai maksimal tiga kali, namun apabila lebih akan terjadi penurunan produktivitas tebu. (Wijayanti 2008). Panen tanaman tebu PCM dan RPC dapat dilakukan hingga umur tebu mencapai 12-18 bulan dan 12 bulan untuk tanaman tebu ratoon (Verheye 2010). Hama Tanaman Tebu Hama yang umumnya menyerang tanaman tebu dapat dikelompokkan menjadi beberapa kelompok yaitu kelompok penggerek batang yaitu Scirpophaga excerptalis Walker, Chilo auricilius Dudgeon, Chilo sacchariphagus Bojer, Chilo polychrysus Meyrick, Chilo venosatus Walker (Lepidoptera: Pyralidae), Phragmataecia catanea Hubner (Lepidoptera: Cossidae), Tetramoera schistaceana Snellen (Lepidoptera: Tortricidae), Sesamia inferens Walker dan Sesamia grisescens Warren (Lepidoptera: Noctuidae). Penggerek batang makan pada batang tanaman sehingga membuat batang menjadi rapuh dan mudah patah, selain itu juga dapat mengurangi jumlah nira. Pemakan akar tanaman yaitu Macrotermes sp. (Isoptera: Termittidae), Lepidiota stigma Fabricius, Eucholora viridis Fabricius (Coleoptera: Scarabaedidae) dan Tibicens sp (Hemiptera: Cicadidae). Serangan pada akar tanaman dapat mengurangi kekokohan tanaman dalam mencengkram tanah sehingga tanaman mudah tumbang serta dapat mengganggu transportasi unsur hara masuk ke dalam tanaman. Kelompok wereng daun Perkinsiella saccharicida Kirkadly dan Eumetopina flavipes Muir (Hemiptera: Delphacidae). Kelompok pemakan daun Valanga nigricornis Burmeister, Locusta migratoria (Orthoptera: Acrididae), Anticyra combusta Walker (Lepidoptera: Notodontidae), Spodoptera sp. (Lepidoptera: Noctuidae), Pyrilla perpusilla Walker (Hemiptera: Lophopidae) dan Dicladispa armigera (Coleoptera: Chrysomelidae). Kelompok kutukebul Aleurolobus barodensis Maskell (Hemiptera: Aleyrodidae). Kelompok aphid Ceratovacuna lanigera Zehntner (Hemiptera: Aphididae). Kelompok kutu (scale) Aulacaspis tegalensis Zehntner (Hemiptera: Diaspididae), Pulvinaria iceryi Signoret (Hemiptera: Coccidae) dan Saccharicoccus sacchari (Hemiptera: Pseudococcidae). Kelompok mamalia yaitu Rattus rattus argentiventer dan Bandicota indica (Muridae: Rodentia) (Fitzgibbon et al. 1999; Achadian et al. 2011). Penggerek batang yang merupakan hama penting pada perkebunan tebu di Indonesia yaitu C. auricilius, C. sacchariphagus, S. excerptalis, S. inferens, dan T. Schistaceana, kelima penggrek ini penting karena dapat menyebabkan dead hearts pada tanaman tebu, disebut juga kematian pada titik tumbuh. S. excerptalis dapat menyebabkan kematian titik tumbuh baik pada tanaman muda maupun dewasa, sedangkan Chilo spp. hanya menyebabkan kematian titik tumbuh pada 5 tanaman muda. Kelimpahan C. auricilius, C. sacchariphagus dan S. excerptalis sangat tinggi pada pertanaman tebu di Jawa (Sallam et al. 2010). Faktor Lingkungan terhadap Serangga Kehidupan serangga dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan baik langsung maupun tidak langsung (Coakley 1990). Faktor lingkungan terdiri dari faktor biotik dan abiotik. Faktor biotik yang berpengaruh yaitu tanaman inang, sedangkan faktor abiotik yang berpengaruh yaitu curah hujan, temperatur dan kelembaban. Serangga memiliki kesesuaian dalam memilih umur tanaman atau bagian tanaman inang. Serangga sangat selektif dalam memilih makanan karena nutrisi makanan tersebut akan memengaruhi perkembangan dan reproduksi serangga. Umumnya serangga fitofag memilih tanaman atau bagian tanaman yang memiliki kualitas nutrisi yang tinggi seperti pada tanaman muda dan bagian tanaman yang muda atau sedang tumbuh seperti akar muda, tunas, buah, dan biji atau benih (Price 2000). Curah hujan yang tinggi secara langsung dapat menurunkan jumlah populasi serangga seperti Luciola cruciata dan Sericotathrips staphylinus (Norris et al. 2002; Yuma 2007), sedangkan pengaruh secara tidak langsung dapat memengaruhi ketersediaan air bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman sehingga dapat memengaruhi kesesuaian tanaman sebagai inang bagi serangga fitofag (Jamieson et al. 2012), serta dapat memengaruhi temperatur dan kelembaban mikro tanaman. Serangga bersifat poikoloterm, yaitu temperatur tubuhnya dipengaruhi oleh temperatur lingkungan. Oleh karena itu perubahan temperatur dapat memengaruhi metabolisme, respirasi, sistem saraf dan sistem endokrin pada serangga (Neven 2000). Pengaruh secara langsung yaitu dapat membatasi atau menstimulasi aktivitas instar dan imago, pemencaran serangga di lingkungan, fenologi dan perkembangan ukuran tubuh, seleksi genetik kemampuan bertahan hidup pada kondisi cuaca yang kurang sesuai, sedangkan pengaruh tidak langsung yaitu keberadaan serangga seperti bentuk tanaman, fenologi tanaman, kualitas makanan, predator, parasitoid dan entomopatogen (Jaworski & Hilszczański 2013). Saccharicoccus sacchari Cockerell (Hemiptera: Pseudococcidae) S. sacchari, Ordo Hemiptera, Famili Pseudococcidae, di Indonesia disebut juga sebagai kutubabi (Achadian et al. 2011) namun, umunya di Indonesia serangga ini disebut dengan kutuputih. Serangan berat serangga ini dapat menyebabkan kerugian pada perkebunan tebu baik pada kondisi fisik atau kimia. S. sacchari dapat menyebabkan penurunan berat, tinggi, dan jumlah ruas pada batang tebu, selain itu dapat menurunkan rendemen tebu (El-Dein et al. 2009) Pengamatan biologi S. sacchari pernah dilakukan oleh Beardsley (1962) di Hawaii. Hasil penelitian menunjukkan bahwa S. sacchari betina memiliki 4 stadia instar sedangkan S. sacchari jantan memiliki 5 stadia instar. Penghitungan instar ditandai dari jumlah eksuvia yang ditemukan pada ruang pemeliharaan setiap 6 individunya. Serangga ini hidup pada batang tebu yang berada diatas permukaan tanah, menusukkan stiletnya pada jaringan floem, dan memproduksi embun madu (Abd-Rabou 2008). S. sacchari berkoloni pada jaringan muda pada batang, setelah panen, serangga dewasa kembali berkolonisasi pada batang ratun yang baru tumbuh. Pergerakan dan penyebaran di lapangan dibantu oleh semut atau angin. Oleh karena itu populasi dewasa agregasinya tinggi pada awal pertumbuhan tanaman ratun (Allsopp 1991). S. sacchari memiliki warna tubuh merah muda. Memiliki tubuh yang lunak berbentuk oval dengan selaput lilin menyelimuti tubuhnya. Permukaan tubuhnya terlihat seperti keriput. Lebar tubuh S. sacchari 258-924 µm, dengan panjang tubuh 619-1932 µm, jumlah segmen antena 6-9 segmen, dan panjang antena 173262 µm (Rae 1993). Serangga betina tidak memiliki sayap dan jumlahnya melimpah, namun serangga jantan memiliki sayap (Rajendra 1974). Serangga jantan sangat jarang ditemukan (Pemberton 1964). Tabel Neraca Hayati (Life Table) Mortalitas dan natalitas merupakan parameter yang dapat memengaruhi kepadatan populasi (Mardiana 1995). Data mortalitas dan natalitas kemudian disusun ke dalam tabel neraca hayati (life table) untuk mengetahui perubahan populasi yang terjadi dalam satu generasi. Southwood dan Henderson (2000) menyatakan ada dua tipe life table yang pertama yaitu age-specific life table dan time-specific life table. Age-specific life table (tabel neraca hayati spesifik umur) berdasarkan pada individu-individu kohort dalam satu generasi. Populasi dapat stabil atau berfluktuasi. Tabel ini menyediakan perspektif yang memanjang dari kelahiran hingga individu terus tumbuh sampai tidak ada lagi individu yang hidup pada generasi kohort tersebut (individu terakhir mati) (Carey 1993). Tipe kedua yaitu time-specific life table (tabel neraca hayati spesifik waktu) berdasarkan pada kohort bayangan yang didapat dari membedakan struktur umur pada suatu waktu dari individu sampel yang didadapat dari mengasumsikan apakah populasi tetap atau banyak generasi yang tumpang tindih (multi-stage populaton). Pembedaan umur merupakan prasyarat untuk menyusun tabel neraca hayati spesifik waktu. Tabel neraca hayati dan keperidian terdiri dari (Southwood & Henderson 2000): 1. x adalah umur pivotal individu pada kelas umur dalam suatu waktu (hari, minggu, dsb); 2. lx adalah jumlah individu yang hidup pada kelas umur selama pengamatan; 3. mx adalah rata-rata jumlah keturunan yang dihasilkan oleh serangga betina umur x; Statistik Demografi Statistik demografi adalah metode pendugaan yang dilakukan untuk dapat menduga pertumbuhan suatu populasi Marlena (2014). Populasi merupakan kumpulan suatu individu dalam spesies yang sama dan saling berinteraksi. Suatu populasi akan berkembang sesuai dengan sumber daya yang dimilikinya. Laju 7 pertumbuhan intinsik menggambarkan laju peningkatan populasi dengan sumber daya yang tidak terbatas. Teori Malthus menyatakan persamaan (Price et al. 2011): = rN N merupakan jumlah populasi dan r merupakan laju perubahan per individu atau atau laju pertumbuhan per kapita. Pertumbuhan seperti ini akan terjadi ketika populasi meningkat didukung dengan faktor yang konstan pada tiap generasinya atau periode waktunya. Pertumbuhan suatu populasi dapat dihitung berdasarkan pertumbuhan betina dalam menghasilkan keturunan, dan setiap serangga memiliki masa perkembangan yang berbeda-beda. Salah satu langkah awal dalam mempelajari perkembangan suatu populasi serangga adalah dengan mengetahui aspek-aspek demografinya (Friamsa 2009). Aspek demografi yang dapat diperhatikan dari tabel neraca hayati menurut Huang dan Chi (2012) adalah: 1. Laju Reproduksi Bersih (R0) = ∑lxmx 2. Laju Reproduksi Kotor (GRR) = ∑mx 3. Lama genereasi (T) = Laju reproduksi bersih (R0) merupakan total anak betina yang dihasilkan dari rataan induk betina di dalam populasi tersebut atau kemampuan populasi tersebut berlipat ganda pada generasi selanjutnya (Mariati 1999; Friamsa 2009). Laju reproduksi kotor (GRR) merupakan kemampuan seluruh betina suatu populasi dalam satu generasi untuk menghasilkan keturunan. Lama generasi merupakan waktu yang dibutuhkan populasi tersebut untuk menyelesaikan generasinya (Carey 1993). Dari persamaan lama generasi didapat bahwa: r= Hal ini hanya pendugaan dan akan akurat jika λ mendekati 1 (Marlena 2014). Laju pertambahan intrinsik (r) merupakan kemampuan pertambahan individu pada suatu populasi dalam kondisi sumber daya yang tidak terbatas (Carey 1993). Doubling time merupakan waktu yang dibutuhkan serangga untuk berlipat ganda. Nilai DT dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut (Zeng et al. 1993): = ln(2) 8 9 3 HAMA TANAMAN TEBU DI PT SUMBER SARI PETUNG, KEDIRI ABSTRAK Hama merupakan salah satu faktor pembatas produksi tebu. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari perbedaan serangan dan kepadatan populasi hama pada tanaman tebu umur muda, umur pertengahan dan tua di musim kering dan musim basah di PT Sumber Sari Petung, Kediri pada tahun 2014-2015. Hama tebu yang ditemukan pada saat penelitian sebanyak 11 spesies, 6 diantaranya dijumpai pada semua umur tanaman tebu dan dikedua musim yaitu Scirpophaga excerptalis, Chilo auricilius, Chilo sacchariphagus, Tetramoera schistaceana, Saccharicoccus sacchari and Aulacaspis sp.. Serangan dan kepadatan populasi S. excerptalis tidak berbeda nyata antar umur tebu dikedua musim. Serangan C. auricilius tidak berbeda nyata antar umur tebu, tetapi kepadatan populasinya berbeda nyata. Serangan dan kepadatan populasi C. sacchariphagus berbeda nyata antar umur tebu. Serangan dan kepadatan populasi T. schistaceana berbeda nyata antar umur tebu dan antar musim. Serangan S. sacchari tidak berbeda nyata antar umur dan antar musim, sedangkan kepadatan populasinya berbeda nyata. Serangan Aulacaspis sp. berbeda nyata antar umur tebu dan antar musim, tetapi kepadatan populasinya berbeda nyata antar umur tebu. Kata kunci : kepadatan populasi, musim basah, musim kering, umur tebu 10 3 PEST OF SUGARCANE AT PT SUMBER SARI PETUNG, KEDIRI ABSTRACT Pest problem is one of limiting factors of sugarcane production. Studies have been conducted to determine the differences of pest infestation and pest population density three different age strata (young, middle-age and mature) of sugarcane in dry and wet seasons at PT Sumber Sari Petung, Kediri in 2014-2015. Eleven species of pest insects were found during the field study, in which 6 species of them, i.e. Scirpophaga excerptalis, Chilo auricilius, Chilo sacchariphagus, Tetramoera schistaceana, Saccharicoccus sacchari, and Aulacaspis sp. were found in the three sugarcane age strata in dry and wet seasons. There were no significantly differences in the infestation and population density of S. excerptalis among sugarcane age strata and also seasons. There was no significantly difference in the infestation of C. auricilius in the three sugarcane age strata, but the population density of C. auricilius was significantly different. There were significantly differences in the infestation and population density of C. sacchariphagus in the three sugarcane age strata. There were significantly differences in the infestation and population density of T. schistaceana among the sugarcane age strata, and also the seasons. There was no significantly difference in the infestation of S. sacchari among the sugarcane age strata and also the seasons, while the population density of S. sacchari was significantly different. There was significantly difference in the infestation of Aulacaspis sp. among the sugarcane age strata and also the seasons, but the population density of Aulacaspis sp. was significantly different among the three sugarcane age strata. Key words : dry season, population density, sugarcane age strata, wet season 11 Pendahuluan Hama dapat menyerang berbagai bagian tanaman tebu, oleh karena itu hama merupakan salah satu hambatan dalam penyediaan tebu yang berkualitas (Abdullah et al. 2011). Umumnya bagian tanaman yang diserang hama yaitu bagian akar, batang dan daun. Hama yang menyerang pada bagian akar yaitu hama uret Lepidiota stigma (Coleoptera: Scarabaediae) dan tonggeret Tibicens sp. (Hemiptera: Cicadidae) (Saragih 2009; Achadian et al. 2011). Hama tebu yang menyerang pada bagian batang yaitu penggerek batang Chilo spp., Sesamia inferens, Tetramoera schistaceana, penggerek pucuk Scirpophaga excerptalis yang menyerang pada pucuk tanaman (titik tumbuh), kutu perisai Aulacaspis tegalensis, kutuputih Saccharicoccus sacchari dan tikus Rattus argentiventer (Fitzgibbon et al. 1999; Handiyana 2000; Achadian et al. 2011). Sedangkan hama yang menyerang pada daun yaitu kutu kebul Aleurolobus barodensis, kutu bulu putih Ceratovacuna lanigera, wereng daun Perkinsiella spp., Eumetopina flavipes, belalang Valanga nigricornis dan belalang kembara Locusta migratoria, kumbang pemakan daun Dicladispa armigera (Achadian et al. 2011). Hama penting pada pertanaman tebu di Indonesia menurut Handiyana (2000) adalah tikus, penggerek batang, dan penggerek pucuk. Tikus sawah, Rattus argentiventer Rob dan Kloss (Rodentia: Muridae), menyebabkan kerusakan pada batang tebu bagian bawah berupa gigitan besar di ruas batang yang dimakan tikus dan gigitan besar bagian atas sehingga menyebabkan robohnya tanaman. Terdapat 5 spesies penting penggerek tebu di Pulau Jawa, dari Ordo Lepidoptera Famili Pyralidae yaitu penggerek pucuk putih Scirpophaga exerptalis Walker, penggerek batang bergaris Chilo sacchariphagus Bojer, penggerek batang berkilat Chilo auricilius Dudgeon, penggerek batang merah jambu Famili Noctuidae, Sesamia inferens, penggerek batang abu-abu Famili Tortricidae, Tetramoera schistaceana Snellen dan penggerek batang kuning Famili Crambidae, Chilo infuscatellus. Penggerek pucuk putih S. exerptalis menyerang pada pucuk tanaman tebu. Serangan penggerek batang dan penggerek pucuk mengakibatkan turunnya berat tebu yang dipanen karena pertumbuhan batangnya terganggu. Hama lain yang menyerang pada tanaman tebu Ordo Hemiptera Famili Cicadidae yaitu Tibicens sp., Delphacidae Perkinsiella saccharicida Kirkadly, Eumetopina flavipes Muir, Famili Aphididae Ceratovacuna lanigera Zehtner, Aleyrodidae Aleurolobus barodensis Maskell, Pseudococcidae Saccharicoccus sacchari Cockerell, Diaspididae Aulacaspis madiunensis dan Aulacaspis tegalensis (Achadian et al. 2011). Kelimpahan populasi serangga di lapangan dapat dipengaruhi beberapa faktor seperti faktor tanaman inang dan lingkungan. Umur tanaman dapat berpengaruh pada kelimpahan hama, karena serangga akan memilih tanaman yang sesuai untuk dikonsumsi. Indonesia memiliki curah hujan yang berbeda pada bulan basah dan bulan kering, hal ini dapat memengaruhi lingkungan kehidupan hama pada tanaman sehingga berpengaruh pada kelimpahan populasinya (Trisnaningsih & Kurniawati 2015). Romadhon (2007) menyatakan bahwa iklim dan cuaca memiliki peranan penting baik langsung maupun tidak langsung terhadap penyebaran, pemencaran, kelimpahan dan perilaku serangga. Selain itu pertumbuhan dan perkembangan populasi OPT dipengaruhi oleh interaksi antara OPT itu sendiri, tanaman, sistem budidaya dan musuh alami. 12 PT Sumber Sari Petung merupakan salah satu perkebunan tebu yang ada di Kediri, Jawa Timur. Informasi mengenai jenis dan kelimpahan populasi hama tanaman dalam musim yang berbeda penting untuk diketahui, namun informasi ini belum tersedia di perkebunan ini. Informasi ini sangat penting berkaitan dengan tindakan pengendalian yang akan dilakukan. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mempelajari jenis hama yang menyerang tanaman tebu dan perbedaan serangan serta kepadatan populasi hama penting tanaman tebu pada musim kering dan musim basah serta pada umur tanaman tebu yang berbeda. Bahan dan Metode Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di perkebunan swasta milik PT Sumber Sari Petung, Kecamatan Ngancar, Kabupaten Kediri dan Laboratorium Biosistematika Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2014 – Maret 2015. Metode Penelitian Pengamatan lapangan dilakukan untuk mengetahui jenis hama dan jumlah populasinya. Pengamatan lapangan dilakukan di perkebunan tebu PT Sumber Sari Petung. Pengambilan data dilakukan pada musim kering (September-Oktober 2014) dan musim basah (Februari-Maret 2015). Pada pengamatan lapangan digunakan teknik pengamatan langsung pada rumpun contoh yang telah ditentukan. Tanaman tebu yang diamati yaitu tebu ratun varietas Bululawang (BL). Tanaman dibagi ke dalam 3 rentang umur yaitu muda (1-4 bulan), umur pertengahan (5-9 bulan) dan tua (>9 bulan). Tanaman tebu ratun tidak melewati fase perkecambahan, umur 1-4 bulan merupakan fase pembentukan dan pertumbuhan anakan, umur 5-9 bulan fase pemanjangan batang dan pematangan, umur diatas 9 bulan merupakan fase matang (Rossler 2013; Samad 2013). Rancangan percobaan yang digunakan yaitu rancangan faktorial dengan 3 ulangan. Setiap rentang umur tanaman diamati dalam 3 blok sebagai ulangan. Tiap blok diambil 3 amplang, dimana setiap amplang diambil 3 baris, dan tiap baris diambil 3 rumpun secara acak sistematis untuk diamati jenis dan populasi hamanya (Gambar 1). Amplang merupakan kelompok barisan tempat tebu ditanam. Ukuran panjang tiap amplang tebu yaitu 16 m. Pengamatan dilakukan 2 kali pada musim kering dan basah, sehingga didapat seluruh blok yang diamati berjumlah 18 blok dengan 486 rumpun tanaman contoh. Pengamatan hama dilakukan dengan metode pengamatan langsung, dari atas permukaan tanah hingga ujung daun dan pucuk. Pengamatan meliputi jumlah populasi suatu hama per rumpun, jika tidak ditemukan serangga hama maka dilakukan pengamatan gejala sebagai contoh lubang gerekan, gigitan, dan titik tusuk pada tulang daun. 13 Keterangan: : rumpun contoh : barisan tanaman tebu Amplang 1 Amplang 2 Amplang 3 Gambar 1 Titik pengambilan sampel hama tanaman tebu per blok Anakan dan batang yang terdapat gejala atau tanda pada rumpun diamati, dan dilakukan pengambilan serta pembedahan dengan menggunakan pisau atau parang (Gambar 2) jika terlihat ada lubang gerekan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui jenis penggerek batang yang menyerang. Gambar 2 Pembedahan batang yang terdapat lubang gerekan Banyaknya tanaman tebu yang terserang menunjukkan besarnya persentase serangan hama pada tanaman tersebut. Persentase serangan hama dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut: Serangan hama = total tanaman terserang total tanaman yang diamati x 100% Hasil dan Pembahasan Hama pada berbagai umur tanaman dan musim yang berbeda Hama yang ditemukan menyerang tanaman tebu di perkebunan tebu PT Sumber Sari Petung adalah Valanga nigricornis, Dicladispa sp., Scirpophaga exerptalis, Chilo auricilius, Chilo sacchariphagus, Tetramoera schistaceana, Perkinsiella sp., Aleuroloubus sp., Saccharicoccus sacchari, Aulacaspis sp., dan Ceratovacuna sp. (Tabel 1). Bagian tanaman tebu yang diserang meliputi pucuk, tunas, daun dan batang. Hama tebu pada musim kering dapat ditemukan juga pada musim basah kecuali Ceratovacuna sp., karena kepadatan populasinya yang sangat rendah. Sebagian besar hama dapat menyerang tanaman tebu sepanjang musim baik musim kering maupun musim basah dan dapat pula menyerang pada berbagai fase umur tanaman. Tebu memiliki daun sepanjang musim oleh karena itu keberadaan 14 V. nigricornis, Dicladispa sp., Perkinsiella sp. dan Aleurolobus sp. terus bertahan. Selain itu, V. Nigricornis dan Dicladispa sp., merupakan serangga polifag sehingga saat tebu dipanen serangga ini dapat hidup pada inang lain. S. exerptalis menyerang pucuk tanaman dan mengakibatan kematian pucuk. Pucuk yang mati ini akan menginduksi mata tunas dibawahnya untuk tumbuh membentuk pucuk baru (siwilan), hal ini mengakibatkan pucuk terus tersedia hingga tanaman tua. C. auricilius dapat hidup pada tunas tanaman muda namun pada tanaman umur pertengahan dan tua serangga ini hidup di dalam batang tanaman. Kemampuan seperti ini menguntungkan bagi C. auricilius untuk tetap bertahan dalam pertanaman tebu. C. auricilius dapat hidup pada sisa tanaman tebu (tunggul) di bawah tanah sebelum tanaman ratun tumbuh. Tabel 1 Hama tanaman tebu pada umur dan musim yang berbeda No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Nama hama Belalang (Orthoptera: Acrididae) Valanga nigricornis Kumbang pemakan daun (Coleoptera: Chrysomelidae) Dicladispa sp. Penggerek pucuk putih (Lepidotera: Pyralidae) Scirpophaga excerptalis Penggerek batang berkilat (Lepidoptera: Pyralidae) Chilo auricilius Penggerek batang bergaris (Lepidoptera: Pyralidae) Chilo sacchariphagus Penggerek batang abu-abu (Lepidoptera: Tortricidae) Tetramoera schistaceana) Wereng daun (Hemiptera: Delphacidae) Perkinsiella sp. Kutu hitam (Hemiptera: Aleyrodidae) Aleurolobus sp. Kutu babi (Hemiptera: Pseudococcidae) Saccharicoccus sacchari) Kutu perisai (Hemiptera: Diaspididae) Aulacaspis sp. Kutu bulu putih (Hemiptera: Aphididae) Ceratovacuna sp. Keterangan: K B X = musim kering = musim basah = ada = tidak ada Umur Tanaman Muda Pertengahan Musim K B K B K B Daun Daun X Pucuk / titik tumbuh Batang dan pucuk Batang X Batang X X Daun Daun X Batang dan tunas X Batang X Daun X X X X X Bagian tanaman terserang Tua 15 Hama memiliki kesesuaian makan pada umur tanaman tebu, seperti penggerek batang dan kutu. Umur tanaman berkaitan dengan nutrisi yang dibutuhkan serangga. Penggerek batang, kutuputih dan kutuperisai lebih menyukai tanaman umur pertengahan dan tua. Batang tanaman umur pertengahan dan tua mengandung sukrosa sehingga lebih disukai oleh penggerek batang, kutu babi dan kutu perisai. Ikhtiyanto (2010) menyatakan bahwa fase pematangan sukrosa untuk tebu (plant cane murni) yang dipanen umur 12 bulan, berlangsung dari tanaman umur 9 bulan hingga 12 bulan. Fase pematangan sukrosa pada tebu ratun terjadi sebelum umur 9 bulan karena tebu ratun dipanen mulai umur 10 bulan. Oleh karena itu hama pada batang tebu meningkat saat umur tebu mulai memasuki fase pemasakan. Selain batang, jaringan meristem atau jaringan yang sedang tumbuh juga mengandung nutrisi yang tinggi (Price 2000), oleh karena itu serangan hama dapat terjadi pada jaringan tersebut. Jaringan meristem dapat ditemukan pada berbagai macam umur tanaman, jaringan ini dapat berupa akar, tunas dan pucuk daun. Penggerek pucuk, penggerek batang dan kutuputih seringkali ditemukan menyerang pada jaringan tersebut. Serangan pada bagian tanaman dapat menyebabkan kerusakan yang dapat menimbulkan kerugian, menurunkan kualitas dan kuantitas hasil panen tebu. Kerusakan terbagi dua yaitu kerusakan langsung merupakan kerusakan yang terjadi pada bagian tanaman yang dipanen, sedangkan kerusakan tidak langsung merupakan kerusakan yang terjadi pada bagian tanaman yang tidak dipanen namun kerusakan ini secara tidak langsung dapat memengaruhi hasil pada bagian tanaman yang akan dipanen. Kerusakan langsung terjadi pada bagian batang tanaman tebu akibat serangan hama seperti penggerek batang dan kutu. Kerusakan pada batang dapat berupa lubang gerekan yang disebabkan oleh penggerek batang, Serangan penggerek batang dapat membuat batang menjadi rapuh sehingga pada saat ada angin kencang batang dapat mudah patah. Batang yang patah kemudian akan mengering dan tidak bisa diolah sehingga hasil panen berkurang. Serangan kutuperisai dan kutuputih dapat menyebabkan adanya selaput lilin putih serta sekresi embun madu yang menempel pada permukaan batang sehingga dapat menyulitkan proses pengolahan tebu (Ashbolt & Inkerman 1990). Sunaryo dan Hasibuan (2003) menyatakan bahwa serangan kutu perisai Aulacaspis tegalensis dapat menurunkan hasil tanaman tebu. El-Dein et al. (2009) berpendapat bahwa pada serangan berat kutuputih dapat mengakibatkan tanaman menjadi lebih ramping dan kerdil, karena serangga ini menghisap cairan tanaman. Kerusakan tidak langsung dapat terjadi pada daun dan pucuk tanaman. Daun berfungsi sebagai tempat fotosintesis, jika tempat fotosintesis terganggu maka hasil fotosintesis yang akan disimpan di dalam batang tidak optimal. Serangga yang menimbulkan kerusakan pada daun yaitu V. nigricornis, Dicladispa sp., Perkinsiella sp., Aleurolobus sp., dan Ceratovacuna sp.. Kerusakan pada pucuk tanaman yang diakibatkan oleh S. exerptalis mengakibatkan pucuk tanaman mati dan menginduksi tunas dibawahnya untuk tumbuh. Tunas yang tumbuh memerlukan energi dan energi yang dipakai merupakan cadangan energi yang disimpan dalam batang berupa fotosintat (Lestari et al. 2008). Hal ini dapat mengurangi kandungan sukrosa yang tersimpan dalam batang sehingga menurunkan kualitas hasil panen. S. exerptalis dapat menyebabkan kerusakan langsung apabila pucuk yang diserang membuat batang menjadi mati dan kering karena tunas tidak dapat tumbuh. 16 Penggerek pucuk, penggerek batang, kutu perisai dan kutuputih tergolong hama penting pada perkebunan tebu PT Sumber Sari Petung. Hama-hama ini dapat bertahan hidup sepanjang musim dan menyerang pada bagian penting tanaman (batang) serta dapat menyebabkan kerusakan langsung dan tidak langsung. Penggerek batang, penggerek pucuk putih dan kutuputih juga menjadi hama penting pada pertanaman tebu di PT Perkebunan XIV Cirebon (Nugroho 1986). Kutu perisai A. tegalensis menjadi hama penting pada perkebunan tebu di PT Gunung Madu Plantation, Lampung Tengah (Sunaryo & Hasibuan 2003). Serangan dan kepadatan populasi hama penting tanaman tebu pada umur tanaman dan musim yang berbeda Serangan dan kepadatan populasi Scirpophaga excerptalis. Penggerek pucuk putih Scirpophaga exerptalis menyerang pucuk tanaman tebu hingga ke titik tumbuhnya. Serangan dan kepadatan populasi penggerek pucuk putih Scirpophaga excerptalis tidak berbeda baik antar umur tanaman maupun antar musim (Tabel 2 & 3). Tabel 2 Serangan penggerek pucuk putih Scirpophaga excerptalis (Lepidoptera: Pyralidae) antar umur dan musim yang berbeda Umur Tanaman Muda Pertengahan Tua Antar musim Musim kering Rata-rata ± SE (%) 20.99 ± 2.47 13.58 ± 4.45 14.81 ± 5.66 16.46 ± 2.48 A Musim basah Rata-rata ± SE (%) 17.28 ± 4.45 12.35 ± 4.45 11.11 ± 3.70 13.58 ± 2.31 A Antar umur tanaman Rata-rata ± SE (%) 0.04 ± 0.01 a 0.03 ± 0.01 a 0.04 ± 0.01 a Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama antar umur tanaman tebu atau antar musim tidak berbeda nyata berdasarkan uji duncan pada taraf 5%. Tabel 3 Kepadatan populasi penggerek pucuk putih Scirpophaga excerptalis (Lepidoptera: Pyralidae) pada umur tanaman tebu dan musim yang berbeda Umur Tanaman Muda Pertengahan Tua Antar musim Musim kering Rata-rata ± SE (individu/rumpun) 0.23 ± 0.05 0.23 ± 0.09 0.22 ± 0.10 0.23 ± 0.04 A Musim basah Rata-rata ± SE (individu/rumpun) 0.26 ± 0.08 0.17 ± 0.07 0.14 ± 0.05 0.19 ± 0.04 A Antar umur tanaman Rata-rata ± SE (individu/rumpun) 0.25 ± 0.04 a 0.20 ± 0.05 a 0.18 ± 0.05 a Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama antar umur tanaman tebu atau antar musim tidak berbeda nyata berdasarkan uji duncan pada taraf 5%. Tanaman umur muda yang diserang oleh penggerek pucuk dapat menyebabkan tunas tanaman mati namun tergantikan dengan membentuk anakan baru. Serangan pada pucuk tanaman tebu umur pertengahan dan tua dapat menginduksi tunas dibawahnya untuk tumbuh (siwilan). Hal ini menyebabkan pucuk terus tersedia sepanjang umur tanaman dan perbedaan umur tanaman tidak berpengaruh terhadap aktivitas makannya. Curah hujan yang berbeda pada musim 17 kering dan musim basah juga tidak berpengaruh terhadap aktivitas makan S. excerptalis, karena serangga ini makan pada pucuk tanaman, tinggal di dalamnya dan baru keluar setelah menjadi imago. Oleh karena itu serangan dan kepadatan populasi tidak berbeda pada umur dan musim tanaman yang berbeda. Serangga ini tersebar di Asia Tenggara dan Asia Timur. Wilayah sebaran S. excerptalis di Indonesia meliputi Sumatera Selatan, Lampung, Jawa, Kalimantan, Sulawesi Tengah dan Nusa Tengara (Achadian et al. 2011). Imago S. exerptalis meletakkan telur pada permukaan daun bagian bawah kemudian menetas setelah 8-9 hari. Larva masuk kedalam pucuk melalui tulang daun pada daun yang paling muda dan menggerek hingga ke titik tumbuh. Daun yang terserang memiliki gejala berlubang shot hole (Gambar 3a). Kerusakan diakibatkan matinya pucuk disebabkan serangga makan pada titik tumbuh. Pupa berwarna putih kekuningan (Gambar 3b) dengan panjang 16.3 mm dan lebar 3.2 mm (Kumar & Rana 2013). Larva berpupa di dalam pucuk, sebelum berpupa larva membuat lubang keluar yang ditutupi oleh selaput tipis. a b Gambar 3 Gejala serangan (a) dan pupa (b) Scirpophaga excerptalis Serangan dan kepadatan populasi Chilo auricilius. Berdasarkan hasil pengamatan, serangan C. auricilius tidak berbeda nyata pada umur dan musim tanaman yang berbeda (Tabel 4). C. auricilius dapat makan pada berbagai umur tanaman, oleh karena itu serangga ini dapat terus bertahan dan ditemukan pada tanaman baik dimusim kering maupun musim basah. Curah hujan tidak menghalangi C. auricilius dalam aktivitas makan dan tempat tinggal karena serangga ini makan dan tinggal di dalam jaringan tanaman. Tabel 4 Serangan penggerek batang berkilat Chilo auricilius (Lepidoptera: Pyralidae) pada umur tanaman tebu dan musim yang berbeda Umur Tanaman Muda Pertengahan Tua Antar musim Musim kering Rata-rata ± SE (%) 2.22 ± 7.71 38.27 ± 7.51 44.44 ± 17.50 34.98 ± 6.79 A Musim basah Rata-rata ± SE (%) 66.67 ± 8.55 53.09 ± 22.86 65.43 ± 14.24 61.73 ± 8.44 A Antar umur tanaman Rata-rata ± SE (%) 45.37 ± 17.26 a 45.68 ± 11.26 a 54.94 ± 11.13 a Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama antar umur tanaman tebu atau antar musim tidak berbeda nyata berdasarkan uji duncan pada taraf 5%. 18 Perbedaan umur tanaman dan musim saling berpengaruh terhadap kepadatan populasi C. auricilius (Tabel 5). Tanaman umur pertengahan dan tua memiliki batang dan ruas yang lebih panjang sehingga lebih banyak sumber daya yang tersedia untuk tempat hidup C. auricilius. Pada musim basah, curah hujan lebih tinggi dibandingkan musim kering. Curah hujan yang tinggi dapat memengaruhi aktivitas musuh alami C. auricilius dalam menemukan inangnya sehingga populasi C. auricilius dapat lebih tinggi pada bulan basah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hidayati (2009) bahwa unsur cuaca sangat yang sangat memengaruhi terjadinya fluktuasi populasi penggerek batang adalah curah hujan. C. auricilus yang selamat dari predator dan parasitoid dapat melanjutkan hidup dan meletakkan keturunan, oleh karena itu C. auricilius lebih banyak ditemukan pada tanaman pertengahan dan tua dimusim basah. Tabel 5 Kepadatan populasi penggerek batang berkilat Chilo auricilius (Lepidoptera: Pyralidae) pada umur tanaman tebu dan musim yang berbeda Umur Tanaman Muda Pertengahan Tua Antar musim Musim kering Rata-rata ± SE (individu/rumpun) 1.00 ± 0.10 b 0.85 ± 0.05 b 0.85 ± 0.06 b 0.90 ± 0.04 a Musim basah Rata-rata ± SE (individu/rumpun) 1.05 ± 0.05 b 1.37 ± 0.15 a 1.40 ± 0.17 a 1.28 ± 0.09 b Antar umur tanaman Rata-rata ± SE (individu/rumpun) 1.03 ± 0.05 a 1.11 ± 1.14 a 1.12 ± 0.15 a Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama antar umur tanaman tebu dan antar musim tidak berbeda nyata berdasarkan uji duncan pada taraf 5%. C. auricilius dapat menyerang tunas pada tanaman muda (Gambar 4a) dan dan batang tanaman tebu umur pertengahan dan tua (Gambar 4b). Serangan pada tunas menyebabkan kematian tunas karena C. auricilius menggerek hingga titik tumbuh, sedangkan serangan pada batang mengakibatkan gejala gerekan yang lurus. Larva hidup selama 47 hari, kemudian berkembang menjadi pupa selama 8.3 hari selanjutnya keluar menjadi imago dan hidup selama 5-6 hari (Taneja & Nwanze 1990). Imago berukuran 0.75-1.35 cm dan betina meletakkan kelompok telur di bagian permukaan bawah daun (Achadian et al. 2011). a b Gambar 4 Gejala serangan C. auricilius pada tanaman tebu umur muda 19 C. auricilius merupakan salah satu hama tanaman tebu yang paling merusak di India. Serangga ini menyerang batang dan mengganggu tanaman dalam pematangan sukrosa. Larva makan pada pelepah daun yang sangat lembut selama satu minggu pertama, kemudian masuk dan makan pada batang tanaman. Serangga ini juga dapat menyerang akar tanaman yang baru tumbuh. Kerusakan yang diakibatkan dapat ditemukan pada bagian tengah dan bawah tanaman (Taneja & Nwanze 1990). Serangan dan kepadatan populasi Chilo sacchariphagus. Serangan dan kepadatan populasi Chilo sacchariphagus semakin tinggi seiring dengan bertambahnya umur tanaman, namun serangan dan kepadatan populasi musim basah dan musim kering tidak berbeda nyata (Tabel 6 & 7). Tanaman tebu umur muda kurang sesuai bagi kehidupan C. sacchariphagus, diameter tunas yang baru tumbuh lebih sempit dibandingkan batang umur pertengahan dan tua. Larva C. sacchariphagus memiliki ukuran tubuh yang lebih besar dibandingkan C. auricilius, ukuran ngengat C. sacchariphagus yaitu 1.2-1.8 cm (Achadian et al. 2011). Tanaman tebu umur tua menyediakan sumber daya yang lebih banyak berupa batang tanaman. Sumber daya yang sesuai ini dapat meningkatkan serangan dan kepadatan populasi C. sacchariphagus. Oleh sebab itu serangan dan kepadatan populasi hama ini ini sangat rendah pada tanaman tebu umur muda. Tabel 6 Serangan penggerek batang bergaris Chilo sacchariphagus (Lepidoptera: Pyralidae) pada umur tanaman tebu dan musim yang berbeda Umur Tanaman Muda Pertengahan Tua Antar musim Musim kering Rata-rata ± SE (%) 2.47 ± 2.47 56.79 ± 18.19 75.31 ± 10.11 44.86 ± 12.49 A Musim basah Rata-rata ± SE (%) 0.00 ± 0.00 34.57 ± 19.28 56.79 ± 13.75 30.45 ± 10.72 A Antar umur tanaman Rata-rata ± SE (%) 1.23 ± 1.23 b 45.68 ± 12.85 a 66.05 ± 8.68 a Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama antar umur tanaman tebu atau antar musim tidak berbeda nyata berdasarkan uji duncan pada taraf 5%. Tabel 7 Kepadatan populasi penggerek batang bergaris Chilo sacchariphagus (Lepidoptera: Pyralidae) pada umur tanaman tebu dan musim yang berbeda Umur Tanaman Muda Pertengahan Tua Antar musim Musim kering Rata-rata ± SE (individu/rumpun) 0.04 ± 0.04 1.33 ± 0.57 2.75 ± 0.56 1.37 ± 0.45 A Musim basah Rata-rata ± SE (individu/rumpun) 0.00 ± 0.00 0.84 ± 0.43 1.28 ± 0.42 0.71 ± 0.26 A Antar umur tanaman Rata-rata ± SE (individu/rumpun) 0.02 ± 0.02 b 1.09 ± 0.34 a 2.02 ± 0.45 a Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama antar umur tanaman tebu atau antar musim tidak berbeda nyata berdasarkan uji duncan pada taraf 5%. 20 C. sacchariphagus merupakan penggerek batang yang makan dan hidup di dalam batang tebu hingga berpupa dan keluar sebagai imago. Curah hujan pada bulan basah tidak berpengaruh pada aktivitas makannya karena serangga ini terlindung dalam batang tebu. Selain itu, kerasnya tanaman tebu melindungi serangga ini dari gangguan musuh alami. Gejala yang ditimbulkan pada tanaman muda yaitu matinya anakan sedangkan pada tanaman tua yaitu adanya lubang gerekan yang apabila dibelah terdapat lubang gerek yang tidak beraturan (Gambar 5a). Instar yang baru menetas dapat hidup pada daun muda yang masih menggulung (Gambar 5b), makan pada daun tersebut dan menimbulkan bercak-bercak transparan memanjang tidak beraturan di daun (Achadian et al. 2011). a b Gambar 5 Gejala serangan Chilo sacchariphagus pada batang (a) dan daun (b) C. sacchariphagus disebut juga sebagai penggerek antar ruas, karena larva dapat makan dan menembus ruas dalam batang tebu. Serangga ini memiliki nilai ekonomi yang penting pada perkebunan tebu India. Kerusakan yang diakibatkan yaitu kehilangan kuantitas (batang) dan kualitas (nira). Siklus hidup serangga ini berlangsung selama 42-60 hari dan memiliki 6 generasi (overlapping) selama satu tahun (Taneja & Nwanze 1990). Serangan dan kepadatan populasi Tetramoera schistaceana. Perbedaan umur tanaman dan musim saling memengaruhi serangan dan kepadatan populasi T. schistaceana (Tabel 8 & 9). Tanaman umur tua memiliki sumberdaya yang lebih banyak baik sebagai makanan ataupun penyediaan tempat tinggal dibandingkan tanaman tebu umur muda dan pertengahan. Oleh karena itu, serangan dan kepadatan populasi T. schistaceana paling tinggi terdapat pada tanaman umur tua dimusim basah. tanaman umur tua dimusim basah memiliki sumberdaya yang lebih banyak dan tidak mengalami gangguan stress air sehingga pertumbuhan dan perkembangannya tidak terganggu dan memiliki vigor tanaman yang baik (Rossler 2013). Serangga ini juga dapat menyerang tanaman muda (Achadian et al. 2011). Serangan pada tanaman muda dapat menyebabkan mati pucuk (Fitzgibbon et al. 1999). 21 Tabel 8 Serangan populasi penggerek batang abu-abu Tetramoera schistaceana (Lepidoptera: Tortricidae) pada umur tanaman tebu dan musim yang berbeda Umur Tanaman Muda Pertengahan Tua Antar musim Musim kering Musim basah Antar umur tanaman Rata-rata ± SE (%) 0.00 ± 0.00 c 6.49 ± 6.49 bc 6.49 ± 6.49 bc 4.83 ± 4.83 b Rata-rata ± SE (%) 0.00 ± 0.00 c 15.67 ± 7.69 b 47.68 ± 8.35 a 24.18 ± 8.20 a Rata-rata ± SE (%) 0.00 ± 0.00 a 15.67 ± 7.69 a 27.09 ± 10.35 b Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama antar umur tanaman tebu dan antar musim tidak berbeda nyata berdasarkan uji duncan pada taraf 5%. Tabel 9 Kepadatan populasi penggerek batang abu-abu Tetramoera schistaceana (Lepidoptera: Tortricidae) pada umur tanaman tebu dan musim yang berbeda Umur Tanaman Muda Pertengahan Tua Antar musim Musim kering Rata-rata ± SE (individu/rumpun) 0.00 ± 0.00 c 0.04 ± 0.04 c 0.04 ± 0.04 c 0.02 ± 0.02 b Musim basah Rata-rata ± SE (individu/rumpun) 0.00 ± 0.00 c 0.47 ± 0.27 b 0.94 ± 0.20 a 0.47 ± 0.17 a Antar umur tanaman Rata-rata ± SE (individu/rumpun) 0.00 ± 0.00 b 0.25 ± 0.15 ab 0.49 ± 0.22 a Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama antar umur tanaman tebu dan antar musim tidak berbeda nyata berdasarkan uji duncan pada taraf 5%. Serangan dan kepadatan populasi T. schistaceana yang tinggi pada musim basah dapat disebabkan oleh terhambatnya musuh alami (predator dan parasitoid) T. schistaceana dalam menemukan inang yang diakibatkan oleh tingginya curah hujan pada musim basah. Curah hujan dapat mengganggu serangga dalam aktivitasnya mencari makan (Yuma 2007). Individu T. schistaceana yang selamat dari musuh alami dapat menyelesaikan siklus hidup dan melanjutkan generasi berikutnya. Serangga ini hidup dan menggerek dibalik pelepah daun yang melindungi dirinya dari musuh alami dan curah hujan. Curah hujan yang tinggi tidak berpengaruh pada aktivitas makan T. schistaceana karena serangga ini hidup dan makan di dalam jaringan tanaman. Curah hujan dapat memengaruhi ketersediaan air yang dapat berdampak pada pertumbuhan dan perkembangan tanaman tebu (Rossler 2013). Gejala serangan T. schistaceana yaitu gerekan melintang di atas mata tunas atau gelang akar (Gambar 6). T. schistaceana merupakan hama penting pada perkebunan tebu di berbagai negara seperti Malaysia, Mauritius, Taiwan, Jepang, Vietnam, Sri Lanka, Filipina, China, termasuk Indonesia. Infestasi serangga ini dapat menyebabkan tunas tanaman mati dan kadang-kadang juga menyerang akar (Sallam dan Allsopp 2003). Kerusakan dimulai dari tanaman muda hingga tanaman tua. Imago meletakkan telur pada bagian permukaan atas daun pada tulang daun dan dekat dengan pangkal daun. (Lim & Pan 1977). Imago meletakkan telur pada pelepah daun atau permukaan daun bagian bawah, larva yang menetas masuk kedalam jaringan tanaman gelang akar. 22 Gambar 6 Gejala gerekan Tetramoera schistaceana pada batang tebu Serangan dan kepadatan populasi Saccharicoccus sacchari. Serangan S. sacchari antar umur tanaman tebu umur dan antar musim tidak berbeda (Tabel 10). Hal ini terjadi karena S. sacchari hidup berkoloni (Gambar 7) dan tidak aktif bergerak kecuali nimfa instar awal (crawler). Tabel 10 Serangan kutuputih Saccharicoccus sacchari (Hemiptera: Pseudococcidae) pada umur tanaman tebu dan musim yang berbeda Umur Tanaman Muda Pertengahan Tua Antar musim Musim Kering Rata-rata ± SE (%) 1.23 ± 1.23 18.52 ± 9.80 8.64 ± 8.64 9.47 ± 4.54 A Musim Basah Antar Umur Tanaman Rata-rata ± SE (%) Rata-rata ± SE (%) 0.00 ± 0.00 0.62 ± 0.62 a 17.11 ± 9.88 16.67 ± 5.88 a 4.94 ± 1.23 6.79 ± 3.99 a 6.58 ± 3.31 A Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama antar umur tanaman tebu atau antar musim tidak berbeda nyata berdasarkan uji duncan pada taraf 5%. Gambar 7 Koloni S. sacchari pada batang tebu Pergerakan S. sacchari tidak akan jauh dari tempat sebelumnya kecuali terbawa alat pertanian, angin dan manusia. S. sacchari yang berasosiasi dengan semut dan mendapat keuntungan berupa perlindungan dari semut dari kondisi 23 yang kurang menguntungkan, seperti adanya musuh alami dan paparan sinar matahari. Semut juga dapat membantu pergerakan S. sacchari namun tidak untuk jarak jauh (Rajendra 1974). Pergerakan seperti ini mengakibatkan serangan S. sacchari di lapangan menjadi rendah. Kepadatan populasi S. sacchari berbeda antar umur tanaman, namun tidak ada perbedaan antar musim (Tabel 11). Kepadatan populasi S. sacchari paling rendah terdapat pada tanaman tebu umur muda dan paling tinggi terdapat pada tanaman tebu umur pertengahan. Tabel 11 Kepadatan populasi Saccharicoccus sacchari (Hemiptera: Pseudococcidae) pada umur tanaman tebu dan musim yang berbeda Umur Tanaman Muda Pertengahan Tua Antar musim Musim Kering Rata-rata ± SE (individu/rumpun) 1.10 ± 0.00 1.56 ± 0.37 1.19 ± 0.10 1.28 ± 0.13 A Musim Basah Rata-rata ± SE (individu/rumpun) 1.10 ± 0.00 1.68 ± 0.30 1.22 ± 0.06 1.33 ± 0.12 A Antar Umur Tanaman Rata-rata ± SE (individu/rumpun) 1.10 ± 0.00 b 1.62 ± 0.21 a 1.21 ± 0.05 ab Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama antar umur tanaman tebu atau antar musim tidak berbeda nyata berdasarkan uji duncan pada taraf 5%. Perbedaan kepadatan populasi antar umur tanaman tebu terjadi karena kesesuaian nutrisi dan tempat hidup bagi S. sacchari. Pada batang tebu tanaman umur pertengahan pelepah tanaman masih tersedia, yang berfungsi sebagai pelindung S. sacchari dari gangguan musuh alami dan gangguan lingkungan (curah hujan dan desikasi). Sehingga kondisi seperti ini sesuai dengan kebutuhan hidup S. sacchari. Namun pada tebu umur tua populasi mulai menurun hal ini terjadi karena batang tebu tua jaringan yang berkembang (meristem) sudah menurun dibandingkan tebu umur pertengahan, sedangkan serangga ini makan di sekitar gelang akar yang merupakan jaringan meristem. Selain itu, pada tebu tua pelepah sudah sangat renggang sehingga kemungkinan musuh alami untuk menemukan S. sacchari menjadi tinggi (Yuliani 2015). Serangan dan kepadatan populasi Aulacaspis sp.. Serangan serangan Aulacaspis sp. menunjukkan adanya interaksi antara umur tanaman dan musim (Tabel 12). Tabel 12 Serangan kutuperisai Aulacaspis sp. (Hemiptera: Diaspididae) pada umur tanaman tebu dan musim yang berbeda Umur tanaman Muda Pertengahan Tua Antar musim Musim kering Rata-rata ± SE (%) 2.47 ± 2.47 c 33.33 ± 5.66 b 75.31 ± 3.27 a 37.04 ± 10.74 a Musim basah Rata-rata ± SE (%) 0.00 ± 0.00 c 25.93 ± 15.42 bc 20.99 ± 15.76 bc 20.99 ± 15.76 b Antar umur tanaman Rata-rata ± SE (%) 1.23 ± 1.23 b 15.12 ± 15.20 a 48.19 ± 14.12a Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama antar umur tanaman tebu dan antar musim tidak berbeda nyata berdasarkan uji duncan pada taraf 5%. 24 Serangan tertinggi terdapat pada tanaman tua dimusim kering. Hal ini sesuai dengan Sunaryo dan Hasibuan (2003) yang menyatakan bahwa populasi kutuperisai mulai meningkat pada tebu umur menjelang tua yaitu 8 bulan dan mencapai puncaknya pada tanaman berumur 11 bulan. Populasi Aulacaspis sp. hidup secara berkoloni (Gambar 8) dan memiliki pola distribusi mengelompok (clumped) (Yuliani 2015) pada batang tanaman tebu. Gambar 8 Populasi Aulacaspis sp. pada batang tanaman tebu Kepadatan populasi kutuperisai Aulacaspis sp. pada umur yang berbeda menunjukkan perbedaan, populasi pada tanaman muda lebih rendah dibandingkan tanaman umur pertengahan dan tua, namun populasi tidak berbeda antar musim (Tabel 13). Hasil pengamatan ini menunjukkan bahwa tanaman tebu muda kurang disukai oleh Aulacaspis sp., hal ini sesuai dengan pernyataan (Sunaryo & Hasibuan 2003), kutuperisai kurang menyukai tanaman tebu dibawah umur 7 bulan. Tanaman tebu berumur kurang dari 7 bulan pelepah batang masih melekat sangat kuat, sehingga sulit bagi serangga ini untuk menyelinap masuk dan hidup dibalik pelepah (Yuliani 2015). Tabel 13 Populasi kutuperisai Aulacaspis sp. (Hemiptera: Diaspididae) pada umur tanaman tebu dan musim yang berbeda Umur tanaman Muda Pertengahan Tua Antar musim Musim kering Musim basah Rata-rata ± SE (individu/rumpun) 0.72 ± 0.01 1.02 ± 0.19 1.41 ± 0.12 1.05 ± 0.12 a Rata-rata ± SE (individu/rumpun) 0.71 ± 0.00 1.27 ± 0.28 1.03 ± 0.18 1.00 ± 0.13 a Antar umur tanaman Rata-rata ± SE (individu/rumpun) 0.71 ± 0.01 b 1.14 ± 0.16 a 1.22 ± 0.13 a Keterangan : angka yang diikuti huruf yang sama antar umur tanaman tebu atau antar musim tidak berbeda nyata berdasarkan uji duncan pada taraf 5%. Hasil pengamatan ini menunjukkan bahwa tanaman tebu muda kurang disukai oleh Aulacaspis sp., hal ini sesuai dengan pernyataan (Sunaryo & Hasibuan 2003), kutuperisai kurang menyukai tanaman tebu dibawah umur 7 bulan. Tanaman tebu berumur kurang dari 7 bulan pelepah batang masih melekat sangat kuat, sehingga sulit bagi serangga ini untuk menyelinap masuk dan hidup dibalik pelepah (Yuliani 2015). 25 Simpulan Hama pada pertanaman tebu di PT Sumber Sari Petung pada umur dan musim yang berbeda meliputi Valanga nigricornis, Dicladispa sp., Scirpophaga excerptalis, Chilo auricilius, Chilo sacchariphagus, Tetramoera schistaceana, Perkinsiella sp., Aleurolobus sp., Saccharicoccus sacchari, Aulacaspis sp. dan Ceratovacuna sp., Hama yang tergolong penting yaitu S. excerptalis, C. auricilius, C. sacchariphagus, T. schistaceana, S. sacchari, dan Aulacaspis sp.. Serangan dan kepadatan populasi S. excerptalis tidak berbeda antar umur tanaman dan antar musim. Perbedaan serangan C. auricilius tidak terlihat baik antar umur tanaman maupun musim, namun kepadatan populasi C. auricilius tinggi pada tanaman pertengahan dan tua dimusim basah 1.37±0.15 dan 1.40±0.17 individu/rumpun. Serangan C. sacchariphagus tidak ada perbedaan baik antar umur tanaman maupun musim yang berbeda, sedangkan kepadatan populasi C. sacchariphagus tinggi pada tanaman berumur pertengahan dan tua berturut-turut yaitu 45.68±12.85 dan 66.05±8.68%, 1.09±0.34 dan 2.02±0.45 individu per rumpun. Serangan dan kepadatan populasi T. schistaceana tertinggi pada umur tanaman tua dimusim basah yaitu 47.68±8.35% dan 0.94±0.20 individu per rumpun. Perbedaan serangan oleh S. sacchari tidak ditemukan baik antar umur tanaman dan musim yang berbeda, namun kepadatan populasi S. sacchari tertinggi pada tanaman umur pertengahan 1.62±0.21 individu per rumpun. Serangan Aulacaspis sp. tertinggi terjadi pada tanaman tua dimusim kering sebesar 75.31±3.27%, sedangkan kepadatan populasi tinggi pada tanaman berumur pertengahan dan tua yaitu 1.14±0.16 dan 1.22±0.13 individu per rumpun. 26 27 4 BIOLOGI DAN STATISTIK DEMOGRAFI Saccharicoccus sacchari COCKERELL (HEMIPTERA: PSEUDOCOCCIDAE) ABSTRAK Saccharicoccus sacchari Cockerell (Hemiptera: Pseudococcidae) merupakan hama minor pada pertanaman tebu di Indonesia walaupun di beberapa negara dilaporkan sebagai hama utama seperti di Australia, Sri Lanka dan Mesir. Informasi mengenai biologi dan statistik demografi S. sacchari masih terbatas. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk mempelajari biologi dan statistik demografi hama tersebut. Nimfa instar awal sebanyak 50 individu masing-masing dipelihara pada potongan batang tebu dan diamati setiap hari untuk dicatat perkembangan harian dan keturunan yang diletakkannya. Data yang didapat digunakan untuk memperoleh informasi biologi seperti stadia tiap instar, periode praoviposisi, siklus hidup, lama hidup imago dan keperidian. Data tersebut juga digunakan untuk menyusun tabel neraca hayati untuk penghitungan statistik demografi menggunakan metode jackknife. Fase pradewasa S. sacchari terdiri dari 4 instar nimfa dengan waktu tiap instar masing-masing yaitu 3.22, 2.77, 3.69 dan 2.84 hari. Periode praoviposisi, siklus hidup, lama hidup imago dan keperidian masing-masing yaitu 4.14. 17.10, 22.62 hari dan 208.90 nimfa. Perkembangan populasi S. sacchari mengikuti kurva sintasan tipe IV. Laju pertambahan intrinsik 0.15 nimfa per hari, laju reproduksi bersih 120.59 nimfa per betina per generasi, lama generasi dan waktu berlipat ganda 32.19 dan 4.65 hari. Kata kunci: laju pertambahan intrinsik, keperidian, kutuputih tebu, siklus hidup 28 4 BIOLOGY AND DEMOGRAPHIC STATISTICS OF Saccharicoccus sacchari COCKERELL (HEMIPTERA: PSEUDOCOCCIDAE) ABSTRACT Saccharicoccus sacchari Cockerell (Hemiptera: Pseudococcidae) has been a minor sugarcane pest in Indonesia although it has been reported as an important sugarcane pest in other countries such as Australia, Sri Lanka and Egypt. There are limited information about the biology and demographic statistics of S. sacchari. Therefore this research was conducted to study the biology and demographic statistics of the pest. Fifty first instar nymphs were reared on sugarcane stalk individually and observed daily to note the development and number of offspring laid. The collected data were used to obtain information about the biology of the pest such as the stadia of each instar, preoviposition period, life cycle, adult longevity and fecundity. The data also used to construct life tables for calculating demographic statistics using the jackknife method. The immature stages consisted of 4 instars with the stadia of 1st, 2nd, 3rd and 4th instars were 3.22, 2.77, 3.69 and 2.84 days, respectively. The preoviposition period, life cycle, adult longevity and fecundity of S. sacchari were 4.14 days, 17.10 days, 22.62 days, and 208.90 nymphs per female, respectively. The development of S. sacchari population follow type IV survivorship curve. The instrinsic rate of increase of S. sacchari was 0.15 nymphs per day, the net reproductive rate was 120.59 individual per female per generation, and the time generation and the doubling time was 32.19 days and 4.65 days, respectively. Key words: fecundity, life cycle, intrinsic rate of increase, pink sugarcane mealybug 29 Pendahuluan Saccharicoccus sacchari merupakan salah satu organisme pengganggu tanaman (OPT) pada tanaman tebu yang termasuk dalam Famili Pseudococcidae, Ordo Hemiptera. Serangga ini memiliki nama umum pink sugarcane mealybug dan di Indonesia umumnya dikenal sebagai kutu babi, namun Achadian et al. (2011) menyebutnya dengan nama kutubabi. Serangga ini umumnya hidup pada tanaman tebu yang masih tertutupi oleh pelepah daun (Ashbolt & Inkerman 1990), namun dapat juga hidup pada bagian akar tanaman tebu. S. sacchari memiliki distribusi infestasi yang luas di dunia (Pemberton 1960) dan dapat menyebabkan kerugian baik pada tanaman maupun industri pembuatan gula. S. sacchari dapat menyebabkan gejala pada tanaman yaitu menguning, kerdil dan kematian pada tunas muda yang dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan tanaman (Abd-Rabou 2008). Inkerman et al. (1986) menyatakan bahwa S. sacchari menginfestasi pada tanaman tebu komersil di Australia dan menghasilkan eksudat berupa embun madu pada batang yang dapat mempersulit proses pengolahan tebu. Hall et al. (2005) melaporkan S. sacchari ditemukan sebagai spesies yang menginfestasi tanaman tebu dan memiliki nilai ekonomi yang penting di Florida. Selain itu S. sacchari juga menginfestasi tanaman tebu di Filipina, Sri Lanka, dan Mesir (Beardsley 1962; Rajendra 1974; El-Dein et al. 2009). Achadian et al. (2011) melaporkan bahwa S. sacchari menyerang tanaman tebu di Indonesia dengan daerah sebarannya yaitu Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Indonesia Timur. Namun hama ini bukan merupakan hama penting pada tanaman tebu di Indonesia karena populasinya yang rendah. Akan tetapi seiring berjalannya waktu dan didukung oleh kondisi lingkungan yang sesuai, pertumbuhan populasi S. sacchari berpotensi dapat menjadi hama penting pada tanaman tebu di Indonesia, oleh karena itu dibutuhkan pendugaan pertumbuhan populasi S. sacchari. Metode statistik demografi dapat digunakan untuk melakukan pendugaan pertumbuhan suatu populasi (Marlena 2014). Perkembangan individu dalam suatu populasi dapat menghasilkan data biologi yang dapat digunakan untuk menyusun tabel neraca kehidupan (life table) sehingga dapat dilakukan penghitungan dengan menggunakan metode statistik demografi. Tabel neraca kehidupan mencatat informasi mengenai perkembangan harian individu dan keperidian harian yang dihasilkan individu dalam suatu populasi (Mawan 2013). Tabel neraca kehidupan spesifik umur mencatat perkembangan populasi kohort yaitu suatu populasi dengan spesies individu yang sama, berumur sama (seragam), dan hidup dalam waktu yang sama (satu generasi). Tabel neraca kehidupan spesifik umur dapat digunakan untuk mengetahui laju pertambahan intrinsik yang merupakan laju pertumbuhan populasi dalam lingkungan dengan sumber daya tidak terbatas dimana pertumbuhan populasinya merupakan pertumbuhan eksponensial (Birch 1948). Laju pertambahan instrinsik dapat menunjukkan kemampuan pertumbuhan alamiah dari suatu populasi. Informasi biologi dan statistik demografi dapat menunjukkan kecepatan tumbuh suatu populasi. Informasi tersebut dapat digunakan untuk menduga pertumbuhan populasi suatu hama, sehingga penting untuk diketahui. Pendugaan kecepatan tumbuh suatu populasi serta informasi biologi dapat digunakan sebagai pertimbangan pengambilan keputusan dalam tindakan pengendalian S. sacchari di 30 lapangan. Namun, di Indonesia informasi biologi dan statistik demografi S. sacchari masih terbatas, oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk mempelajari dan mendapatkan informasi tersebut. Bahan dan Metode Tempat dan Waktu Penelitian biologi dan statistik demografi dilakukan di Laboratorium WiSH, Indonesia, Bogor. Identifikasi spesimen dilakukan di Laboratorium Biosistematika Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. S. sacchari diambil dari tanaman tebu di perkebunan tebu PT Sumber Sari Petung, Kediri, Jawa Timur. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus hingga November 2015. Identifikasi Kutubabi yang diambil di PT Sumber Sari Petung dipreparasi untuk proses identifikasi. Proses preparasi dilakukan dengan mengikuti metode Watson (2007), sedangkan proses identifikasi dilakukan dengan memperhatikan karakter morfologi pada buku identifikasi Williams dan Watson (1988). Identifikasi dilakukan untuk memastikan spesies kutubabi yang diamati. Persiapan Tanaman Inang Tebu yang digunakan untuk pengamatan statistik demografi S. sacchari diambil dari pekarangan rumah warga di Kecamatan Cibeureum, Bogor. Persiapan tanaman inang dilakukan di Laboratorium WiSH Indonesia, Bogor. Batang tebu dipotong 2 – 3 ruas, dimasukkan ke dalam gelas berisi air yang berdiameter 5.3 cm dan tinggi 11.5 cm. Masing-masing batang tebu ditempatkan dalam 1 gelas. Cincin ruas batang tebu bagian bawah direndam dalam air supaya akar tanaman dapat tumbuh. S. sacchari hidup pada cincin ruas bagian atas, sehingga bagian ini tidak perlu direndam dalam air. Potongan batang tebu bagian atas ditutup dengan menggunakan parafilm untuk menghambat proses penguapan (Hafez & Salama 1970), kemudian batang tebu diikat dengan tali rafia pada mulut gelas agar batang tidak mudah bergerak saat proses pengamatan, disungkup dengan kurungan yang terbuat dari mika plastik silinder dengan ukuran panjang 21 cm dan diameter 8 cm. Bagian atas kurungan dilubangi dan diberi penutup berupa kain kassa agar sirkulasi udara di dalam kurungan berjalan dengan baik. Batang tebu dipelihara dan digunakan 1 minggu setelah pemeliharaan. Selama pemeliharaan, tambah air dalam gelas jika sudah mulai berkurang. Perbanyakan S. sacchari S. sacchari diambil dari lapangan beserta dengan batang tebunya kemudian dibawa dengan menggunakan kardus dari Kediri ke Bogor. Potongan batang tebu dimasukkan ke dalam gelas sampai dengan cincin ruas bagian bawah terendam dalam air (Beardsley 1962) (Gambar 9). S. sacchari yang didapat tersebut dipelihara agar berkembang biak hingga jumlahnya mencukupi untuk digunakan dalam pengamatan biologi dan statistik demografi. 31 Gambar 9 Perbanyakan Saccharicoccus sacchari pada potongan batang tebu Pelaksanaan Percobaan Biologi dan Statistik Demografi S. sacchari Percobaan dilakukan di Laboratorium WiSH Indonesia dalam kisaran ratarata suhu harian 26.5 – 30.2 oC dan rata-rata kelembaban harian 60 – 84.7%. Individu yang digunakan dalam pengamatan memiliki umur dan generasi yang sama hasil pemeliharaan sebelumnya yaitu nimfa instar 1 generasi kedua sebanyak 50 individu. Nimfa instar 1 S. sacchari diinfestasikan pada tanaman tebu hasil pemeliharaan sebelumnya yang berumur 1 minggu dengan cara meletakkan nimfa pada kapas lembab dengan menggunakan kuas halus di dekat pangkal tunas (Gambar 10). Bagian tanaman yang telah diinfestasikan diselimuti Gambar 10 Infestasi S. sacchari di dekat tunas tanaman tebu dengan kertas hitam dan dilapisi dengan kain kassa organdi, kemudian bagian atas dan bawahnya diikat dengan menggunakan cable ties pada tanaman, setelah itu tebu disungkup dengan menggunakan kurungan (Gambar 11). Pengamatan dilakukan sejak nimfa instar 1 diinfestasikan hingga individu berkembang menjadi imago dan kemudian mati. Pergantian antar instar hingga imago ditandai dengan adanya eksuvia. Pengamatan biologi dan statistik demografi dilakukan dengan mencatat banyaknya individu yang hidup pada setiap stadia, mengamati perkembangan harian S. sacchari dari nimfa instar 1 hingga menjadi imago dan mati serta banyaknya keperidian harian per individu imago betina. Pengamatan dilakukan setiap hari dengan menggunakan mikroskop portable dinolite AM 2111 Basic dan mikroskop stereo. 32 Gambar 11 Pemeliharaan S. sacchari setelah infestasi nimfa instar 1 Pengolahan data Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan metode jackknife yang merupakan teknik pengambilan berulang (resampling), dengan metode ini dari satu gugus data kohort hasil penelitian biologi hama akan dapat dihasilkan beberapa gugus data baru sehingga dapat diperoleh nilai statistik demografi (Marlena 2014). Statistik demografi serangga merupakan analisis secara kuantitatif populasi serangga dalam hubungannya dengan peluang hidup, keperidian dan pola pertumbuhan populasi (Zeng et al. 1993). Pengolahan data menggunakan persamaan sebagai berikut: 1. Laju reproduksi kotor (GRR) = ∑mx 2. Laju reproduksi bersih (R0) = ∑lxmx 3. Laju pertambahan intrinsik (r) = ln R0 / T 4. Rata-rata lama generasi (T) = ln R0 / r 5. Populasi berlipat ganda (DT) = ln(2) / r Hasil dan Pembahasan Karakter Morfologi S. sacchari Berdasarkan hasil identifikasi kutubabi yang diamati merupakan spesies Saccharicoccus sacchari Cockerell (Hemiptera: Pseudococcidae). Imago S. sacchari memiliki tubuh berwarna merah muda baik dilihat secara dorsal (Gambar 12a) maupun ventral (Gambar 12b) dengan panjang 4 – 6 mm. Permukaan tubuh diselimuti oleh lapisan berwana putih seperti lilin. Bagian dorsal dan ventral tubuh memiliki garis – garis yang terlihat jelas dari toraks hingga abdomen. c b a 1 mm 1 mm 1 mm Gambar 12 Imago Saccharicoccus sacchari (a) tampak dorsal, (b) tampak ventral dan (c) tampak ventral setelah proses preparasi 33 Imago S. sacchari betina tidak memiliki sayap. S. sacchari memiliki bentuk tubuh bulat memanjang atau oval dan memiliki banyak seta serta pori-pori pada permukaan tubuh baik dorsal maupun ventral. Abdomen S. sacchari memiliki 7 segmen (Gambar 12c). Imago S. sacchari memiliki antena dengan tipe filiform yang terdiri dari 7 segmen dan terdapat seta di sepanjang antena (Gambar 13a). Tungkai berkembang dengan baik dan berbentuk ramping (Gambar 13b). Pretarsus pada tungkai tidak memiliki denticle. Serangga ini juga memiliki 2 pasang spirakel pada permukaan bagian bawah tubuhnya (Gambar 13c). Pada permukaan tubuhnya tersebar 2 tipe pori-pori yaitu pori trilokuler (Gambar 13d) dan pori multilokuler (Gambar 13e). Anal lobe terletak pada bagian posterior abdomen memiliki 6 seta apikal pada tepiannya (Gambar 13f) dan terdapat sepasang cerarii di dekat anal lobe tersebut. a c b d e f 0.5 mm Gambar 13 Karakter morfologi imago Saccharicoccus sacchari (a) antena, (b) tungkai, (c) spirakel, (d) pori trilokuler, (e) pori multilokuler, (f) anal lobe dengan cerarii Perubahan morfologi terjadi pada tiap pergantian dari stadium nimfa instar 1 hingga imago (Gambar 15). Pergantian antar stadia ditandai dengan adanya eksuvia yang berwarna putih dan berbentuk seperti nimfa S. sacchari. Pada instar 1, garis-garis segmentasi pada abdomen belum terlihat jelas, warna tubuh merah muda, tubuh terlihat licin karena belum tertutupi oleh selaput seperti lilin berwarna putih, tungkai terlihat jelas dari arah dorsal (Gambar 14a). Pada instar 2, warna tubuh merah muda dan terdapat garis-garis lipatan pada abdomen tetapi belum terlihat jelas. Tubuh mulai tertutupi selaput putih yang tipis dan tungkai masih dapat terlihat dari arah dorsal (Gambar 14b). Pada instar 3, garis-garis lipatan sudah terlihat jelas, tubuh tertutupi oleh lapisan lilin dan tungkai tidak terlihat jelas dari arah dorsal (Gambar 14c). Garis-garis lipatan pada instar 4 sudah terlihat sangat jelas. Tubuh ditutupi oleh lapisan lilin yang tebal dan tungkai sudah tidak terlihat dari arah dorsal (Gambar 14d). Pada fase imago ukuran tubuh lebih besar dari pada fase pradewasa (Gambar 14e). b a 1 mm c 1 mm 1 mm 34 d e 1 mm 1 mm Gambar 14 Stadia Saccharicoccus sacchari (a) nimfa instar 1, (b) instar 2, (c) instar 3, (d) instar 4 dan (e) imago Biologi S. sacchari pada Tanaman Tebu Berdasarkan hasil pengamatan, seluruh nimfa S. sacchari berkembang menjadi imago betina dan tidak ditemukan adanya imago jantan. Serangga ini bersifat ovovivipar dan bereproduksi secara partenogenesis telitoki, serta memiliki tipe perkembangan metamorfosis paurometabola, yaitu tipe perkembangan dimana serangga instar memiliki bentuk yang sama dengan serangga dewasa. Serangga ini tidak meletakkan telur tetapi meletakkan nimfa instar 1. Nimfa instar 1 setelah diletakkan dalam beberapa jam menjadi crawler, yaitu instar awal yang dapat berpindah tempat dengan cepat dalam menemukan lokasi dan sumber daya untuk bertahan hidup. Pergerakan S. sacchari semakin terbatas seiring dengan bertambahnya umur (pergantian fase). Fase pradewasa S. sacchari terdiri dari 4 stadia instar. Mortalitas lebih banyak terjadi pada instar awal (Tabel 14). Namun, setelah mencapai fase imago kemampuan bertahan hidup menjadi lebih baik, hal ini diketahui dari lama hidup pada fase imago lebih panjang dibandingkan pada fase pradewasa. Tabel 14 Informasi biologi Saccharicoccus sacchari pada tanaman tebu N* Parameter biologi Rata-rata ± SE (Individu) 50 Stadium nimfa instar 1 03.22 ± 00.15 hari 44 Stadium nimfa instar 2 02.77 ± 00.14 hari 42 Stadium nimfa instar 3 03.69 ± 00.17 hari 37 Stadium nimfa instar 4 02.84 ± 00.34 hari Waktu menjadi imago 34 13.24 ± 00.32 hari Praoviposisi 29 04.14 ± 00.68 hari 29 Siklus hidup 17.10 ± 00.86 hari 29 Lama hidup imago 22.62 ± 03.65 hari 29 Keperidian 208.90 ± 63.99 individu * : Jumlah individu S. sacchari yang masih hidup saat pengamatan Imago S. sacchari meletakkan nimfa setelah melalui periode praoviposisi. Semakin singkat periode praoviposisi maka semakin cepat imago menghasilkan keturunan. Hari pertama imago meletakkan keturunan merupakan hari imago menyelesaikan siklus hidupnya, oleh karena itu semakin singkat siklus hidup suatu serangga maka semakin cepat menghasilkan keturunan. Banyaknya 35 keturunan yang mampu dihasilkan oleh individu disebut dengan keperidian. S. sacchari mampu menghasilkan 208.90 individu keturunan per imago betina dalam satu generasi. Semakin tinggi nilai keperidian suatu individu maka semakin banyak individu tersebut bertambah jumlahnya dalam suatu populasi. 1 0.9 0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0 lx Mx 60 50 40 30 20 10 Keperidian harian (individu) Sintasan Sintasan dan Keperidian S. sacchari Peluang hidup S. sacchari yang terjadi dalam penelitian digambarkan dalam kurva sintasan, sedangkan natalitas digambarkan dalam kurva keperidian (Gambar 15). Kurva lx menunjukkan bahwa S. sacchari termasuk ke dalam kurva tipe IV, dimana mortalitas serangga lebih banyak terjadi disaat stadia nimfa. Ada 4 tipe kurva sintasan, tipe I yaitu mortalitas banyak terjadi pada individu tua, tipe II yaitu jumlah mortalitas yang konstan dalam waktu per unit, tipe III yaitu saat laju mortalitas konstan, dan tipe IV yaitu mortalitas lebih banyak terjadi saat individu pada fase pradewasa (Southwood & Henderson 2000). Sepanjang hidupnya, imago yang telah melewati periode praoviposisi terus menghasilkan keturunan. Imago S. sacchari meletakkan keturunan pertama kali pada hari ke-12 terhitung dari hari pertama infestasi nimfa instar 1. 0 1 6 11 16 21 26 31 36 41 46 51 56 61 66 71 76 81 Umur (hari) Gambar 15 Kurva sintasan dan keperidian S. sacchari Statistik Demografi S. sacchari Berdasarkan hasil pengamatan, seluruh imago betina S. sacchari sepanjang generasi mampu menghasilkan keturunan sebanyak 762.23 individu per generasi (Tabel 15). Banyaknya keturunan menunjukkan kesesuaian serangga terhadap Tabel 15 Informasi statistik demografi S. sacchari pada tanaman tebu Variabel statistik demografi Laju reproduksi kotor (GRR) Laju reproduksi bersih (R0) Laju pertambahan intrinsik (r) Lama generasi (T) Waktu berlipat ganda (DT) Rata-rata ± SE 762.24 ± 4.72 individu/generasi 120.59 ± 0.81 individu/imago/generasi 000.15 ± 0.00 individu/hari 032.19 ± 0.56 hari 004.65 ± 0.10 hari 36 tanaman inang. Tanaman tebu mampu memberikan nutrisi yang sesuai dengan kebutuhan S. sacchari, karena tanaman tebu merupakan inang utama serangga ini. Nilai R0 menunjukkan bahwa pada generasi selanjutnya setiap imago betina dapat melipatgandakan diri sebanyak 120.59 kali. Semakin tinggi nilai R0 maka pertumbuhan populasi semakin tinggi. Nilai R0 dipengaruhi oleh jumlah keturunan yang dihasilkan per imago betina dan peluang hidup imago betina. Laju pertambahan intrinsik (r) menunjukkan bahwa dalam populasi dengan sumber daya yang tidak terbatas, individu di dalamnya dapat bertambah sebanyak 0.15 individu per hari dari banyaknya individu dalam populasi tersebut, atau dapat juga diartikan percepatan pertambahan populasi 15% individu per hari. Laju intrinsik yang tinggi menunjukkan pertambahan populasi berlangsung cepat, sebaliknya nilai r yang rendah menunjukkan pertambahan individu dalam populasi berjalan lambat. Lama generasi merupakan waktu yang dibutuhkan serangga mulai dari instar 1 hingga berkembang menjadi imago sampai individu tersebut mati (Carey 1993). S. sacchari memiliki lama generasi 32.19 hari. Populasi serangga yang memiliki lama generasi yang panjang membutuhkan waktu yang lebih lama untuk memperbanyak diri dibandingkan dengan populasi serangga yang memiliki lama generasi yang lebih singkat. Waktu berlipat ganda (DT) merupakan waktu yang dibutuhkan suatu populasi untuk melipatgandakan banyaknya individu yang ada dalam populasi tersebut. Populasi S. sacchari membutuhkan waktu 4.65 hari untuk melipatgandakan populasinya menjadi 2 kali lebih besar dari sebelumnya. Semakin rendah nilai DT maka semakin singkat waktu yang dibutuhkan untuk melipatgandakan populasinya. Populasi yang singkat dalam berlipat ganda lebih cepat menghabiskan sumber daya dibandingkan populasi yang lambat. Simpulan S. sacchari berkembang menjadi imago betina dan bereproduksi secara partenogenesis. Fase pradewasa S. sacchari terdiri dari 4 stadia instar dengan waktu masing-masing stadia yaitu 3.22, 2.77, 3.69 dan 2.84 hari. Imago S. sacchari meletakkan keturunan setelah melewati periode praoviposisi 4.12 hari. Siklus hidup dan lama hidup imago yaitu 17.10 dan 22.62 hari. Setiap betina ratarata meletakkan nimfa instar 1 sebanyak 208.90 individu dalam satu generasi. Perkembangan populasi S. sacchari termasuk dalam kurva sintasan tipe IV. Informasi statistik demografi S. sacchari betina yaitu mampu menghasilkan keturunan 762.24 individu per generasi. Laju pertambahan intrinsik 0.15 individu per hari, laju reproduksi bersih120.59 individu per betina per generasi lama generasi dan waktu berlipat ganda 32.19 dan 4.65 hari. 37 5 PEMBAHASAN UMUM Hama penting yang ditemukan di PT Sumber Sari Petung adalah S. excerptalis, C. auricilius, C. sacchariphagus, T. schistaceana, S. sacchari, dan Aulacaspis sp.. Hama-hama ini umumnya mengakibatkan kerusakan langsung karena menyerang bagian tanaman yang dipanen yaitu batang tanaman tebu. Keenam jenis hama ini dapat bertahan hidup pada tanaman tebu di sepanjag musim. Selain itu, hama yang merupakan Ordo Lepidoptera seperti S. excerptalis, C. auricilius, C. sacchariphagus, dan T. schistaceana imagonya memiliki sayap yang dapat memudahkan pencarian inang dan penyebaran. Kelima jenis serangga ini tidak hidup dalam koloni. S. sacchari, dan Aulacaspis sp. merupakan hama Ordo Hemiptera yang memiliki sayap tereduksi dan hidup dalam koloni. Oleh karena itu meskipun kepadatan populasi hama Ordo Lepidoptera tidak sebanyak Ordo Hemiptera, serangan hama dari Ordo Lepidoptera jauh lebih tinggi dibandingkan ordo Hemiptera. Umur tanaman tertentu memiliki kesesuaian dengan nutrisi dan tempat hidup yang dibutuhkan oleh hama. Makanan bernutrisi tinggi memiliki pengaruh terhadap demografi serangga (Price 2000). Tanaman bernutrisi tinggi dapat mencukupi kebutuhan nutrisi hama sehingga peletakkan keturunan dapat optimal. Bagian tanaman yang memiliki nutrisi yang tinggi salah satunya jaringan yang sedang tumbuh disebut juga jaringan meristem (Price 2000). Tebu memiliki jaringan meristem pada gelang akar, pucuk tanaman, bakal tunas dan akar, oleh karena itu serangan pada tanaman sering ditemukan pada bagian tersebut. Penggerek batang dan penggerek pucuk umumnya masuk kedalam jaringan tanaman melalui jaringan meristem. Umur tanaman juga berpengaruh terhadap kesesuaian habitat hama. C. sacchariphagus kurang menyukai tanaman muda dibandingkan dengan C. auricilius. Hasil fotosintesis tanaman tebu disimpan dibagian batang. Proses pematangan sukrosa pada tanaman ratun terjadi pada umur ±7 bulan. Sukrosa juga merupakan salah satu nutrisi yang dibutuhkan oleh hama tanaman tebu tertentu seperti Aulacaspis sp. (Sunaryo & Hasibuan 2003). Pada tebu ratun umur 7 bulan kanopi daun sudah terbentuk. Kanopi daun dapat berfungsi sebagai pelindung dari cahaya matahari dan mempertahankankan kelembaban mikro sehingga dapat mengurangi desikasi serangga. Oleh karena itu, pada tanaman umur muda seringkali terserang hama. Pengelupasan pelepah akan mengurangi kelembaban mikro dan memberi ruang agar cahaya matahari dapat masuk lebih banyak. Curah hujan merupakan salah satu faktor lingkungan abiotik yang sangat berpengaruh terhadap kelimpahan populasi serangga (Yuma 2007). Riyanto et al. (2011) menyatakan bahwa kelimpahan dan keanekaragaman predator dan parasitoid lebih tinggi pada musim kering dibandingkan musim hujan. Curah hujan dapat mengganggu aktivitas musuh alami dalam mencari inang, sehingga penggerek batang dan penggerek pucuk dapat bertahan pada musim hujan. Serangga ini hidup dan tinggal di dalam tanaman sehingga curah hujan yang tinggi tidak memengaruhi aktivitas makan. Kutuputih dan kutuperisai tidak tinggal di dalam jaringan tanaman, serangga ini menempel dan hidup pada permukaan batang tebu yang masih dilindungi oleh pelepah. Curah hujan yang 38 tinggi dapat membantu pelepah menjadi regang, jika pelepah terlepas maka koloni serangga akan tersapu dari batang oleh curah hujan. Penggerek pucuk, penggerek batang, kutuputih dan kutuperisai dapat bertahan sepanjang musim pada tanaman tebu temasuk tanaman tebu yang akan dijadikan bibit. Tanaman tebu bibit yang terserang akan membantu penyebaran hama-hama tersebut. Tanaman bibit sebaiknya ditanam di daerah yang jauh dari serangan hama. Penyortiran perlu dilakukan pada bibit yang akan ditanam untuk menekan infestasi dan penyebaran hama di lapangan. Pengendalian serangan penggerek batang dapat dilakukan dengan pemanfaatan musuh alami mengintroduksi parasitoid Trichogramma chilonis dan T. nana sebagai parasitoid telur T. schistaceana (Alba 1988). C. auricilius dan C. sacchariphagus dapat dikendalikan dengan memanfaatkan Cotesia flavipes sebagai parasitoid larva (Budianto et al. 2014). S. sacchari merupakan salah satu hama potensial penting yang menyerang tanaman tebu di PT Sumber Sari Petung. Selain di Indonesia, serangga ini juga tersebar luas pada perkebunan tebu di dunia (Rajendra 1974) dan menjadi masalah pada si berbagai negara seperti FIlipina, Australia dan Mesir (Beardsley 1962; Inkerman et al. 1986; El-Dein et al. 2009). Berdasarkan hasil pengamatan, kepadatan populasi S. sacchari cukup tinggi namun serangannya rendah. Serangan yang rendah di Indonesia menjadikan serangga ini belum menjadi hama penting pada pertanaman tebu Indonesia. S. sacchari memiliki potensi menjadi hama penting pada perkebunan tebu di Indonesia. S. sacchari memiliki sistem reproduksi partenogenesis, yaitu dapat menghasilkan keturunan tanpa adanya jantan. Serangga ini tergolong serangga tipe r yaitu serangga yang memliki kemampuan menghasilkan keturunan tinggi dengan rata-rata 1 betina dapat menghasilkan keturunan 208.90 individu sepanjang hidupnya. S. sacchari mampu bertahan hidup dengan cukup baik pada kondisi yang kurang menguntungkan. Serangga ini mampu hidup diatas permukaan tanah pada batang tanaman tebu (Gambar 16a) dan dibawah permukaan tanah setelah panen pada tunas dan akar tanaman (Gambar 16b). S. sacchari dapat bertahan hidup setelah pembakaran sisa tanaman setelah panen. a b Gambar 16 Serangan S. sacchari pada batang (a) dan tunas (b) tanaman tebu Pendugaan statistik demografi dapat digunakan untuk menduga pertumbuhan populasi di lapangan. Informasi statistik demografi S. sacchari 39 meliputi laju reproduksi kotor 762.24 individu per generasi, laju reproduksi bersih 120.59 individu per imago per generasi, laju pertambahan intrinsik 0.15 individu per hari, rata-rata lama generasi dan waktu berlipat ganda 32.19 hari dan 4.65 hari. Informasi tersebut berisi dalam satu generasi seluruh imago betina dapat menghasilkan 762.24 individu, pada generasi selanjutnya generasi akan berlipat ganda sebanyak 120.59 kali dari generasi sebelumnya dengan laju pertambahan intrinsik 0.15 individu perhari dalam waktu 32.19 hari. Populasi akan berlipat ganda dua kali lipat dalam waktu 4.65 hari. Penghitungan pendugaan statistik demografi dapat menggunakan rumus sebagai berikut: nt = n0*exp(r*t) Keterangan: nt : jumlah populasi pada waktu ke- t n0 : jumlah populasi awal r : laju pertambahan intrinsik t : waktu Jika di lapangan ditemukan populasi awal S. sacchari sebanyak10 individu, maka dengan nilai r = 0.15 individu per hari, waktu berlipat ganda 4.65 hari ≈ 5 hari dan rata-rata lama generasi 32.19 hari ≈ 32 hari. Maka akan didapat jumlah individu pada hari kelima dan ke-32 berturut-turut 21.17 individu dan 1 215.10 individu. Penghitungan ini dapat digunakan untuk menduga populasi di lapangan untuk waktu yang akan datang. Pengetahuan mengenai pendugaan dapat digunakan untuk peringatan dini apabila populasi hama beranjak naik. Tindakan pengendalian dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya ledakan populasi hama Kurva sintasan S. sacchari tergolong kurva tipe IV. Kematian lebih banyak terjadi pada fase pradewasa menandakan bahwa fase pradewasa merupakan fase yang paling rentan. Pengendalian S. sacchari dapat dilakukan pada fase pradewasa dengan memperkecil niche yaitu dengan pengelupasan pelepah batang. Nimfa S. sacchari sangat rentan terhadap desikasi dan seringkali ditemukan berlindung dibalik pelepah daun. Pembatasan terhadap sumber daya akan menekan populasi nimfa S. sacchari. . 41 6 SIMPULAN Hama penting pada perkebunan tebu di PT Sumber Sari Petung meliputi Scirpophaga excerptalis, Chilo auricilius, Chilo sacchariphagus, Tetramoera schistaceana, Saccharicoccus sacchari dan Aulacaspis sp.. Serangan dan kepadatan populasi S. exerptalis tidak berbeda antar umur tanaman dan antar musim. Perbedaan serangan C. auricilius tidak terlihat baik antar umur tanaman maupun musim, namun kepadatan populasi C. auricilius tinggi pada tanaman umur pertengahan dan tua dimusim basah 1.37 dan 1.40 individu/rumpun. Perbedaan serangan C. auricilius tidak terlihat baik antar umur tanaman maupun musim, namun kepadatan populasi C. auricilius lebih tinggi pada tanaman pertengahan dan tua dimusim basah 1.37±0.15 dan 1.40±0.17 individu/rumpun. Serangan C. sacchariphagus tidak ada perbedaan baik antar umur tanaman maupun musim yang berbeda, sedangkan kepadatan populasi C. sacchariphagus tinggi pada tanaman umur pertengahan dan tua berturut-turut yaitu 45.68 dan 66.05%, 1.09 dan 2.02 individu per rumpun. Serangan dan kepadatan populasi T. schistaceana tertinggi pada umur tanaman tua dimusim basah yaitu 47.68% dan 0.94 individu per rumpun. Perbedaan serangan S. sacchari tidak ditemukan baik antar umur tanaman dan musim yang berbeda, namun kepadatan populasi S. sacchari tertinggi pada tanaman umur pertengahan 1.62±0.21 individu per rumpun. Serangan Aulacaspis sp. tertinggi terjadi pada tanaman tua dimusim kering sebesar 75.31±3.27%, sedangkan kepadatan populasi tinggi pada tanaman umur pertengahan dan tua yaitu 1.14±0.16 dan 1.22±0.13 individu per rumpun. Fase pradewasa S. sacchari terdiri dari 4 instar dengan waktu masingmasing stadia yaitu 3.22, 2.77, 3.69 dan 2.84 hari. Periode praoviposisi, siklus hidup dan lama hidup imago S. sacchari berturut – turut yaitu 4.12, 17.10 dan 22.62 hari. Perkembangan populasi S. sacchari termasuk dalam kurva sintasan tipe IV. Laju reproduksi kotor S. sacchari betina 762.24 individu per generasi, laju reproduksi bersih 120.59 individu per imago per generasi dengan laju pertambahan intrinsik 0.15 individu per hari, rata-rata lama generasi dan waktu berlipat ganda 32.19 hari dan 4.65 hari. 43 DAFTAR PUSTAKA Abd-Rabou S. 2008. Biological control of Saccharicoccus sachhari (Coccoidea: Pseudococcidae) on sugarcane in Egypt using imported indigenous natural enemies. di dalam. Proceedings of The XI International Symposium on Scale Insect Studies, Oeiras. Portugal (PT). hlm:24-27. Abdullah T, Thamrin S, Sabir M. 2011. Serangga fitofag yang berasosiasi pada pertanaman tebu di Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan. J Agroteknos. 1(3): 114-118. Achadian EM, Kristini A, Margarey RC, Sallam N, Samson P, Goebel FR, Leonie K. 2011. Hama dan Penyakit Tebu. Pasuruan (ID): P3GI dan BSES Limited. Alba MC. 1988. Trichogrammatids in the Phillipines. Philipp Ent. 7(3): 253-271. Allsopp P. 1991. Binomial sequential sampling of adultSaccharicoccus sacchari on sugarcane. Entomol Exp Appl. 60(3):213-218. Artschwager E, Brandes EW, Beleher BA, Edwin R. 1958. Sugarcane (Saccharum officinarum L.) di dalam: Brandes EW dan Artschwager E, editor. Sugarcane (Saccharum officinarum L.). Washington (US): US Government Printing Office. hlm:1-253. Ashbolt NJ, Inkerman PA. 1990. Acetic acid bacterial biota of the pink sugarcane mealybug, Saccharicoccus sacchari, and its environs. Appl Environ Microbiol. 56(3): 707-712. Beardsley JW. 1962. Notes on the biology of the pink sugarcane mealybug, Saccharicoccus sacchari (Cockerell) in Hawaii (Hemiptera: Pseudococcidae). di dalam: Kirkaldy GW. Hawaiian Entomological society, Hawaii. hlm: 55-59. Birch LC. 1948. The intinsic rate of natural increase of an insect population. J Anim Ecol. 17(1): 15-26. Budianto S, Tobing MC, Hasanuddin. 2014. Parasitisasi Cotesia flavipes Cam. (Hymenoptera: Braconidae) terhadap larva Chilo auricilius Dudg. (Lepidoptera: Pyralidae) dan Chilo sacchariphagus (Lepidoptera: Pyralidae) di laboratorium. JAGT. 2 (3). 989-993. Carey JR. 1993. Applied Demography for Biologists with Special Emphasis on Insects. New York (US): Oxford University Press. Coackley S. 1990. Using historical weather and pest data for pest zoning. Didalam Crop Loss Assessment in Rice, Manila (PH): International Rice Research Institute. hlm:303. [Dirjenbun] Direktorat Jendral Perkebunan. 2013. Luas areal tebu menurut provinsi di Indonesia, 2010-2014. Jakarta (ID): Direktorat Jendral Perkebunan. El-Dein G, Mohamed H, Sanaa, Ibrahim A, Fatma, Moharum A. 2009. Effect of Saccharicoccus acchari (Cockerell) infestation levels on sugarcane physical and chemical properties. J Biol Science. 2(2):119-123. Fitzgibbon F, Allsopp PG, Barro PJD. 1999. Chomping, boring and sucking on our doorstep – the menace from the north. di dalam: Fergusan W. Proceedings of the Australian Society of Sugarcane Technology, Canberra. BSES. hlm:149-155. 44 Friamsa N. 2009. Biologi dan statistik demografi kutuputih pepaya Paracoccus marginatus (Hemiptera: Pseudococcidae) pada tanaman pepaya [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Goebel F, Achadian E, Kristini A, Sochib M, Adi H. 2011. Investigation of crop losses due to moth borers in Indonesia. Proceeding of The Australian Society of Sugarcane Technologists. BSES. 33: 1-9. Hafez M, Salam HS. 1970. Biological studies on the sugarcane mealybug, Saccharicoccus sacchari Cockerell in Egypt (Hemiptera: Pseudococcidae). Bulletin de la Societe Entomologique d’Egypt 1969. 54:499-516. Hall DG, Konstantinov AS, Hodges GS, Sosa O, Welbourn C, Westcott RL. 2005. Insects and mites new to Florida sugarcane. J ASSCT. 25: 143-156. Handiyana U. 2000. Kajian Pengendalian Hama Terpadu pada Tanaman Tebu di PG Pangka, Kabupaten Tegal milik PTP Nusantara IX (Persero) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Hidayati N. 2009. Pendugaan populasi penggerek batang padi kuning, Scirpophaga incertulass (Walker) (Lepidoptera: Pyralidae) dengan menggunakan variabel iklim (daerah Jatisari) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Huang YB, Chi H. 2012. Assessing the application of the jackknife and bootstrap Technique to estimation of the variability of the net reproductive rate and gross reproductive rate: a case study in Bactrocera cucurbitae (Coquillett) (Diptera: Tephritida). J Agri & Fore. 61(1): 37-45. Ikhtiyanto RE. 2010. Pengaruh pupuk nitrogen dan fosfor terhadap pertumbuhan dan produksi tebu [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Indriyanti DR. 1987. Pengaruh pelepasan ngengat mandul Chilo auricilius Dudgeon (Lepidoptera: Pyralidae) hasil radiasi sinar gamma dengan empat variasi dosis, terhadap penurunan populasi ngengat F-1 [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Inkerman PA, Ashbolt NJ, Carver M, Williams DJ. 1986. Observation on the pink sugarcane mealybug, Saccharicoccus sacchari (Cockerell), in Australia (Hemiptera: Pseudococcidae). Sugarcane Research Institut. Jamieson MA, Trowbridge AM, Raffa KF, Lindroth RL. 2012. Consequences of climate warming and altered precipitation patterns for plant-insect and multitrophic interactions. Plant Physiol. 160(4): 1719-1727. Jaworski T, Hilszczanski J. 2013. The effect of temperature and humidity changes on insects development their impact on forest ecosystems in the expected climate change. Forest Research Papers. 74(4): 345-355. Kumar P, Rana KS. 2013. Biology of sugarcane top borer, Typoryza nivella Fab. (Lepidoptera: Pyralidae) under climatic conditions of western Uttar Pradesh. Nat Environ. 18(1&2) 16-18. Lestari GW, Solochatun, Sugiyarto. 2008. Pertumbuhan, kandungan klorofil, dan laju respirasi tanaman garut (Maranta arundinaceae L.) setelah pemberian asam giberelat (GA3). Bioteknologi. 5(1): 1-9. Lim GT, Pan YC.1977. Study of ovipositional preference of sugarcane mothborer Tetramoera schistaceana Snellen. di dalam Kemis P. Proceeding 16th ISSCT, Brazil. hlm: 593-602 45 Mardiana D. 1995. Biologi dan statistik demografi Aphis glycines Matsumura (Hemiptera: Aphididae) pada tanaman kedelai [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Mariati S. 1999. Statistik demografi wereng hijau (Nephtettix virescens) pada dua varietas padi (Cisadane dan IR 64) [skripsi]. Bogor (ID):Institut Pertanian Bogor Marlena L. 2014. Optimasi ukuran subcontoh melalui Bootstrap dan jackknife untuk pendugaan statistik demografi hama Aphis glycines [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Mawan A. 2013. Pengaruh cendawan endofit terhadap biologi dan statistik demografi wereng batang coklat [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Neven LG. 2000. Physiological responses of insects to heat. Postharvest Biol Technol. 21: 103-111. Norris RJ, Mammott J, Lovell DJ. 2002. The effect of raifall on the survivorship and estabishment of biocontrol agent. J Appl Ecol. 39: 226-234. Nugroho BW. 1986. Pengamatan hama penting tanaman tebu (Saccharum officinarum Linn.) di Kecamatan Babakan, wilayah kerja pabrik gula Tersana Baru PT Perkebunan (Persero), Kabupaten Cirebon [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. [P3GI]. Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia. 2008. Konsep peningkatan rendemen untuk mendukung program akselerasi industri gula nasional.Pasuruan (ID): Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia. Pemberton CE. 1960. The possible role insects in varietal yield decline of sugarcane. Proceeding International Society of Sugarcane Technologists. 10:59-62. Pemberton CE. 1964. Highlights in the history of entomology in Hawaii 17781963. Pacifis Insects. 6(3):689-729. Price PW. 2000. Host plant resources quality, insect herbivores and biocontrol. di dalam: Spencer NR. Proceeding of The X International Symposium on Biological Control Weeds, Montana. Arizona (US): 583-590. [Pusdatin] Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Indonesia. 2013. Informasi Ringkas Komoditas Perkebunan. Jakarta (ID): Pusdatin. Puttarudriah M. 1954. The status of the mealybug on sugarcane with special reference to Mysore State. Indian J Ent. 16:1-10. Rae DJ. 1993. A method for discrimination between instars of Saccharicoccus sacchari (Cockerell) (Hemiptera: Pseudococcidae). Aust J Entomol. 32(2): 249-252. Rajendra A. 1974. The biology and control of Saccharicoccus sacchari Cockerell (Hemiptera: Pseudococcidae) the pink mealybug of sugarcane in Sri Lanka. Ceylon J Bio Sci. 11(1): 23-28. Riyanto, Herlinda S, Irsan C, Umayah A. 2011. Kelimpahan dan keanekaragaman spesies serangga predator dan parasitoid Aphis gossypii di Sumatera Selatan. J HPT Tropika. 11(1): 57-68. Romadhon S. 2007. Analisis tingkat serangan wereng batang coklat (Nilaparvata lugens Stal.) berdasarkan faktor iklim (studi kasus: 10 kabupaten endemik di Provinsi awa Barat). Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. 46 Rossler RL. 2013. Water stress effects on the growth, developmentand yield of sugarcane [tesis]. Pretoria (ZA): University of Pretoria. Sallam MN, Allsopp PG. 2003. Final Report – SRDC Project BSS 249: Preparedness for Borer Incursion. Gordonvale (AU): BSES Limited. Sallam N, Achadian E, Kristini A, Sochib M, Adi H. 2010. Monitoring sugarcane moth borers in Indonesia: towards better preparedness for exotic incursions. di dalam: Proceedings of The Australian Society of Sugarcane Technologists. hlm: 181-192. Samad F. 2013. Pengaruh kategori tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) terhadap nilai brix yang dihasilkan [skripsi]. Makassar (ID): Universitas Hasanuddin. Saragih DM. 2009. Serangan uret dan cara pengendaliannya pada tanaman Eucalyptus hybrid di hutan tanaman PT Toba Pupl Lestari Sektor Aek Na Uli, Sumatera Utara [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sharma R, Ram L, Devi R, Kumar A. 2014. Biology of rice hispa, Dicladispa armigera (Oliver) (Coleoptera: Chrysomelidae). Indian J Agric Res. 48(1): 57. Southwood TRE, Henderson PA. 2000. Ecological Methods. Oxford (UK): Blackwell Science Ltd. Sunaryo, Hasibuan R. 2003. Perkembangan populasi kutuperisai Aulacaspis tegalensis Zehntner (Hemiptera: Diaspididae) dan pengaruh tingkat serangannya terhadap penurunan hasil tebu di PT Gunung Madu Plantation, Lampung Tengah. J HPT Tropika. 3(1):1-5. Taneja SL, Nwaze KF. 1990. Mass rearing of Chilo spp. on artificial diets and its use in ressistance screening. Insect Sci Appl. 11(5): 605-616. Trisnaningsih, Kurniawati N. 2015. Hubungan iklim terhadap populasi hama dan musuh alami pada varietas padi unggul baru. Seminar Nasional Masyarakat Biodiversitas Indonesia, Subang (ID): 1508-1511. Verheye W. 2010. Growth and production of sugarcane. Soils, Plant Growth and Crop Production. Belgium (BE): Vol 2. Watson GW. 2007. Identification of Whiteflies (Hemiptera: Aleyrodidae). di dalam APEC Re-entry Workshop on Whiteflies and Mealybugs, Kuala Lumpur. Malaysia (MY): California Departement of Agriculture. Wijayanti WA. 2008. Pengelolaan tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) di Pabrik Gula Tjoekir PTPN X, Jombang, Jawa Timur: Studi kasus pengaruh bongkar ratoon terhadap peningkatan produktivitas tebu [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Yuliani AA. 2015. Distribusi spasial serangan dan biologi Aulacaspis tegalensis Zehntner (Hemiptera: Diaspididae) pada tanaman tebu [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Yuma M. 2007. Effect of rainfall on the long-term population dynamics of the aquatic firefly Luciola cruciata. Entomol Sci. 10(3): 237-244. Zeng F, Pederson G, Ellsburry M, Davis FD. 1993. Demographic statistics for the pea aphid (Hemiptera: Aphididae) on resistant and susceptible red clovers. J Econ Entomol. 86(6): 1852-1856. 47 LAMPIRAN 48 Lampiran 1 Data curah hujan hujan bulan September 2014 – Maret 2015 Pos Pandantoyo, Kecamatan Ngancar Kabupaten Kediri Unsur Klimatologi Curah hujan Hari hujan Satuan mm hari Sept - Tahun 2014 Okt Nov 218 14 - Des 398 17 Jan 327 16 Tahun 2015 Feb Mar 371 237 18 14 - : tidak ada hujan Sumber: BMKG Stasiun Klimatologi Karang Ploso Malang 2015 Lampiran 2 Data suhu dan kelembaban bulan September 2014 – Maret 2015 Pos Bendungan Wlingi, Kabupaten Blitar Unsur Klimatologi Suhu Kelembaban relatif Satuan ᵒC Sept 30.9 % 76 Tahun 2014 Okt Nov 30.4 30.4 80 81 Des 30.4 84 Tahun 2015 Jan Feb Mar 31.1 31.2 31.0 82 86 86 Sumber: BMKG Stasiun Klimatologi Karang Ploso Malang 2015 Lampiran 3 ANOVA serangan hama penting tanaman tebu antar umur dan musim yang berbeda Scirpophaga excerptalis Sumber keragaman db Anova SS Kuadrat tengah F hitung Pr > F Umur Bulan Blok Umur*Bulan 2 1 2 2 64.0841556 6.8326722 191.9808222 32.0791444 32.0420778 6.8326722 95.9904111 16.0395722 0.36 0.08 1.08 0.18 0.7628 0.8281 0.5632 0.8576 Sumber keragaman db Anova SS Kuadrat tengah F hitung Pr > F Umur Bulan Blok Umur*Bulan 2 1 2 2 2.11 1.81 0.16 0.05 0.1722 0.2087 0.8525 0.9490 Chilo auricilius 2991.662411 1495.831206 1281.192200 1281.192200 230.016811 115.008406 74.686633 37.343317 Chilo sacchariphagus Sumber keragaman db Anova SS Kuadrat tengah F hitung Pr > F Umur Bulan Blok Umur*Bulan 2 1 2 2 13182.71881 933.69609 964.83768 330.75568 6591.35941 933.69609 482.41884 165.37784 13.09 1.85 0.96 0.33 0.0016 0.2031 0.4161 0.7275 49 Lampiran 3 ANOVA serangan hama penting ... (lanjutan) Tetramoera schistaceana Sumber keragaman db Umur Bulan Blok Umur*Bulan 2 1 2 2 Anova SS Kuadrat tengah 2525.700811 1262.850406 2563.996050 2563.996050 970.946811 485.473406 1940.450700 970.225350 F hitung Pr > F 8.33 16.91 3.20 6.40 0.0074 0.0021 0.0842 0.0163 F hitung Pr > F 2.71 0.26 0.11 0.02 0.1145 0.6227 0.8965 0.9792 F hitung Pr > F 14.63 9.00 2.01 5.37 0.0011 0.0133 0.1845 0.0261 Saccharicoccus sacchari Sumber keragaman db Umur Bulan Blok Umur*Bulan 2 1 2 2 Anova SS Kuadrat tengah 786.3493444 393.1746722 37.3536056 37.3536056 32.0173778 16.0086889 6.1091444 3.0545722 Aulacaspis sp. Sumber keragaman db Umur Bulan Blok Umur*Bulan 2 1 2 2 Anova SS Kuadrat tengah 6699.694878 3349.847439 2060.606006 2060.606006 920.857211 460.428606 2456.827011 1228.413506 Lampiran 4 ANOVA kepadatan populasi hama penting tanaman tebu antar umur dan musim yang berbeda Scirpophaga excerptalis Sumber keragaman db Anova SS Kuadrat tengah F hitung Pr > F Umur Bulan Blok Umur*Bulan 2 1 2 2 0.01387778 0.00720000 0.10234444 0.00943333 0.00693889 0.00720000 0.05117222 0.00471667 0.73 0.76 5.39 0.50 0.5055 0.4042 0.0258 0.6227 Sumber keragaman db Anova SS Kuadrat tengah F hitung Pr > F Umur Bulan Blok Umur*Bulan 2 1 2 2 0.03253333 0.62720000 0.15910000 0.23093333 0.01626667 0.62720000 0.07955000 0.11546667 0.66 25.43 3.23 4.68 0.5382 0.0005 0.0830 0.0367 Chilo auriciliusa a data hasil transformasi 50 Lampiran 4 ANOVA kepadatan populasi hama ... (lanjutan) Chilo sacchariphagus Sumber keragaman db Anova SS Kuadrat tengah F hitung Pr > F Umur Bulan Blok Umur*Bulan 2 1 2 2 2.09337778 0.24267222 0.13604444 0.15697778 1.04668889 0.24267222 0.06802222 0.07848889 14.32 3.32 0.93 1.07 0.0012 0.0985 0.4260 0.3781 Tetramoera schistaceana Sumber keragaman db Anova SS Kuadrat tengah F hitung Pr > F Umur Bulan Blok Umur*Bulan 2 1 2 2 0.71093333 0.88888889 0.24243333 0.60777778 0.35546667 0.88888889 0.12121667 0.30388889 7.93 19.83 2.70 6.78 0.0086 0.0012 0.1151 0.0138 Anova SS Kuadrat tengah F hitung Pr > F 9.14813333 0.06008889 2.45370000 0.07444444 4.57406667 0.06008889 1.22685000 0.03722222 3.53 0.05 0.95 0.03 0.0690 0.8337 0.4198 0.9717 Anova SS Kuadrat tengah F hitung Pr > F 2.00008889 0.03380000 0.14283889 0.88666667 4.16 0.07 0.30 1.84 0.0485 0.7963 0.7494 0.2083 Saccharicoccus saccharia Sumber keragaman db Umur 2 Bulan 1 Blok 2 Umur*Bulan 2 a data hasil transformasi Aulacaspis sp.a Sumber keragaman db Umur 2 4.00017778 Bulan 1 0.03380000 Blok 2 0.28567778 Umur*Bulan 2 1.77333333 a data hasil transformasi kedua 51 Lampiran 5 Nilai GRR, R0, r , T, dan DT yang didapat melalui metode jackknife Individu GRR NRR(R0) r T DT ke1 762.2557 123.037 0.147089 32.71822 4.712439 2 762.2652 123.0364 0.147084 32.71921 4.712586 3 762.2557 123.037 0.147089 32.71822 4.712439 4 762.9334 117.63 0.144174 33.06797 4.80771 5 783.1777 120.8749 0.145606 4.760418 4.760418 6 706.2755 102.2422 0.14315 32.32511 4.842098 7 762.274 123.0381 0.147096 32.71665 4.712204 8 762.2557 123.037 0.147089 32.71822 4.712439 9 762.2557 123.037 0.147089 32.71822 4.712439 10 736.1621 110.7932 0.138932 33.88457 4.989096 11 762.296 123.0366 0.147085 32.71906 4.712563 12 762.3515 123.0177 0.147027 32.73098 4.71443 13 762.2557 123.037 0.147089 32.71822 4.712439 14 762.4715 123.079 0.147235 32.68805 4.707761 15 762.2557 123.037 0.147089 32.71822 4.712439 16 762.2673 123.038 0.147095 32.7168 4.712227 17 762.3812 122.9565 0.147039 32.72492 4.714045 18 762.2557 123.037 0.147089 32.71822 4.712439 19 762.3269 123.0381 0.147096 32.71665 4.712204 20 772.1335 113.3239 0.146803 32.22183 4.721626 21 762.2557 123.037 0.147089 32.71822 4.712439 22 762.3915 123.0381 0.147096 32.71665 4.712204 23 762.4145 122.9769 0.146866 32.76459 4.719596 24 783.867 122.8457 0.146756 32.78185 4.723131 25 782.9472 122.7262 0.147019 32.71647 4.714665 26 944.0416 121.8457 0.146605 32.75981 4.727988 27 762.2569 122.998 0.146953 32.74622 4.716783 28 762.2557 123.037 0.147089 32.71822 4.712439 29 718.4877 105.5483 0.138838 33.55836 4.992496 30 762.028 122.8341 0.14656 32.82511 4.729456 31 762.2557 123.037 0.147089 32.71822 4.712439 32 778.9087 122.8749 0.146801 32.77329 4.721665 33 762.158 122.8953 0.146467 32.84916 4.732431 34 792.2775 122.5513 0.146331 32.86053 4.73683 35 762.2557 123.037 0.147089 32.71822 4.712439 36 684.9004 106.7062 0.145058 32.19464 4.778425 37 762.3629 122.9361 0.146807 32.77549 4.721493 38 762.4518 122.8953 0.14664 32.81051 4.726863 39 710.8683 103.2889 0.141656 32.73787 4.893158 40 762.2669 123.0171 0.146985 32.74027 4.715773 41 762.1156 122.8462 0.146181 32.91072 4.741694 52 Lampiran 5 Nilai GRR, R0, r ... (lanjutan) Individu GRR NRR(R0) ke42 762.0595 122.8334 43 762.274 123.0381 44 762.3269 123.0381 45 762.2557 123.037 46 762.2254 123.0072 47 696.7849 108.3818 48 762.1146 122.8924 49 762.2557 123.037 50 778.5662 122.948 n 50 50 Rata-rata 762.2347 120.591 STD 33.36968 5.697786 SE 4.719186 0.805789 r 0.14626 0.147096 0.147096 0.147089 0.146905 0.146033 0.14625 0.147089 0.146888 50 0.146275 0.001845 0.000261 T 32.89235 32.71665 32.71665 32.71822 32.75746 32.08626 32.89792 32.71822 32.75804 50 32.19352 3.967504 0.56109 DT 4.739149 4.712204 4.712204 4.712439 0.015815 4.746503 4.739479 4.712439 4.718884 50 4.645391 0.670963 0.094889 53 Lampiran 6 Nilai peluang hidup (lx) dan keperidian (mx) Sacchharicoccus sacchari (Hemiptera: Pseudococcidae) Hari ke1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 lx 1 0.98 0.98 0.94 0.92 0.9 0.86 0.84 0.82 0.82 0.78 0.74 0.74 0.68 0.64 0.6 0.52 0.44 0.4 0.4 0.36 0.34 0.34 0.34 0.32 0.32 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 mx 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.064516 0.30303 0.212121 0.75 0.833333 1.615385 0.727273 0.95 0.9 1.333333 0.117647 0.235294 0.588235 0.1875 1.3125 12 16.26667 17.46667 15.73333 9.8 21.8 16.26667 11.73333 8.4 22.4 24.86667 14.33333 15.6 10.6 7.466667 Hari ke42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 lx 0.26 0.24 0.22 0.22 0.2 0.2 0.18 0.18 0.18 0.18 0.18 0.18 0.16 0.12 0.12 0.12 0.08 0.08 0.08 0.08 0.08 0.08 0.08 0.08 0.08 0.08 0.08 0.08 0.08 0.08 0.08 0.06 0.06 0.06 0.06 0.06 0.06 0.06 0.04 0.04 0.04 mx 6.769231 10.41667 8.909091 3 0.6 2.1 2.888889 1 4.555556 1.555556 4.555556 5 2.875 1.666667 3 42.66667 23 20.5 16 11.75 10.5 7.25 52.75 21.5 21.75 19.5 17.5 5.5 5.5 43.25 32.75 34.33333 20.33333 13.66667 10.33333 11.33333 9.666667 5.666667 4.5 1 6 54 Lampiran 7 Stadium nimfa Saccharicoccus sacchari (Hemiptera: Pseudococcidae) Individu ke1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 Waktu menjadi imago Instar 1 Instar 2 Instar 3 Instar 4 4 2 2 2 3 4 4 1 6 4 5 2 4 3 3 2 2 4 3 2 3 4 3 3 3 3 3 4 4 3 5 2 2 3 4 3 3 4 3 2 6 4 3 3 4 3 X X 4 4 4 X 4 X 3 3 3 2 3 3 3 2 2 2 2 2 2 2 3 2 3 3 2 1 2 2 2 2 4 4 4 6 4 2 4 X 1 X 3 4 4 2 3 3 4 2 1 2 14 14 13 2 2 12 4 3 4 5 5 2 2 5 3 5 3 3 X 3 4 X 2 3 3 6 5 4 4 3 4 2 X 5 6 X 7 3 5 2 5 2 X 15 15 15 14 11 16 17 17 14 14 13 14 11 3 0 13 11 6 5 5 X 0 1 3 5 14 14 14 11 11 14 14 55 Lampiran 7 Stadium nimfa Saccharicoccus sacchari ... (lanjutan) Individu Waktu menjadi Instar 1 Instar 2 Instar 3 Instar 4 keimago 10 40 3 4 2 0 11 41 3 3 4 0 13 42 2 2 5 3 13 43 2 2 4 4 X 44 3 3 4 6 X 45 5 10 46 3 3 2 1 14 47 5 2 5 1 10 48 3 3 3 0 X 49 3 14 50 5 3 5 0 34 n 50 44 42 37 13.235 Rata-rata 3.220 2.773 3.690 2.838 1.876 STD 1.036 0.912 1.115 2.048 0.322 SE 0.146 0.137 0.172 0.337 Keterangan X : individu mati 56 Lampiran 8 Periode praoviposisi, keperidian, lama hidup imago dan siklus hidup Saccharicoccus sacchari (Hemiptera: Pseudococcidae) Lama Hidup Siklus Individu ke- Praoviposisi Keperidian imago hidup 1 X X X X 2 X X X X 3 X X X X 4 4 257 33 19 5 2 102 43 17 6 3 1028 31 18 7 X X X 3 8 X X X X 9 X X X X 10 6 606 28 20 11 X X 2 X 12 4 1 5 17 13 X X X X 14 5 2 6 17 15 X X X X 16 X X X X 17 4 9 14 15 18 X X X X 19 X X X 1 20 19 485 62 36 21 X X X X 22 X X X 1 23 2 3 7 16 24 1 15 41 15 25 10 16 42 23 26 8 66 69 22 27 3 7 8 14 28 X X X X 29 4 867 31 17 30 1 15 10 12 31 X X X X 32 5 7 29 19 33 1 7 4 15 34 3 24 44 17 35 X X X X 36 4 785 62 15 37 6 5 11 17 38 1 7 13 15 57 Lampiran 8 Periode praoviposisi, keperidian, ... (lanjutan) Lama Hidup Individu ke- Praoviposisi Keperidian imago 39 1 982 40 40 4 1 6 41 2 13 8 42 1 15 6 43 X X 2 44 X X X 45 X X X 46 2 6 4 47 5 718 68 48 2 5 7 49 X X X 50 7 4 28 n 29 29 34 Rata-rata 4.138 208.897 22.618 STD 3.652 344.570 21.267 SE 0.678 63.985 3.647 Keterangan X: individu mati Siklus hidup 15 14 13 14 X X X 12 19 12 X 21 29 17.103 4.639 0.862 58 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 24 Mei 1990 sebagai putri pertama dari enam bersaudara pasangan Bapak Agus Heriyanto dan Ibu Rini Ekawati. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah menengah atas di SMA Negeri 2 Bekasi, Jawa Barat pada tahun 2008. Penulis melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur undangan seleksi masuk IPB (USMI) pada kurikulum berbasis mayor-minor pada tahun yang sama. Penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, IPB dan mengikuti masa Tingkat Persiapan Bersama selama satu tahun. Pada tahun berikutnya penulis melanjutkan pendidikannya di Departemen Proteksi Tanaman, IPB. Selama masa perkuliahan, penulis aktif bergabung dengan beberapa organisasi seperti PASKIBRA IPB (Pasukan pengibar bendera IPB) pada periode 2008 – 2009 dan DPM Faperta IPB (Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Pertanian) pada periode 2009 – 2010. Selain itu penulis juga aktif sebagai panitia pada beberapa acara di kampus dan kegiatan yang diselenggarakan IPB seperti IPB Goes to Field di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah tentang serangan hama wereng batang cokelat (WBC), serta workshop yang diadakan oleh Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI) bersama mahasiswa lainnya dari seluruh Indonesia. Pada tahun 2013 penulis diterima dan melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor Program Pascasarjana pada Program Studi Entomologi Depatemen Proteksi, Tanaman Fakultas Pertanian. Beasiswa pendidikan pascasarjana yang diberikan oleh Dr. Ir. Hermanu Triwidodo atas nama WiSH Indonesia. Penulis aktif menjadi pengurus Gerakan Petani Nusantara (GPN), sebagai bentuk bakti kepada petani dan pertanian Indonesia atas ilmu pertanian yang telah didapatkan.