program studi ilmu keperawatan fakultas

advertisement
HUBUNGAN PEMBERIAN ASI EKSLUSIF DENGAN ANGKA
KEJADIAN DIARE PADA BAYI USIA 1-6 BULAN DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS KECAMATAN JOHAR BARU
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Keperawatan (S.kep)
OLEH:
SARAH AUDY HARUN
1111104000027
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1437 H/2016 M
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES
SCHOOL OF NURSING
SYARIF HIDAYATULLAH STATE ISLAMIC UNIVERSITY OF
JAKARTA
Undergraduate Thesis, January 2016
SARAH AUDY HARUN, NIM: 1111104000027
The Relationship of Exclusive Breastfeeding with Incidence of Diarrhea in
Infants Age 0-6 Months in Work Area of Puskesmas District of Johar Baru
ABSTRACT
Breast milk contains nutrients and antibodies that are desperately needed an infant
against various infectious diseases, whether caused by bacteria, viruses and other
triggers. Feeding early weaning will cause the incidence of gastrointestinal
infections like diarrhea that cause high infant mortality rate in Indonesia. Diarrhea
in Indonesia still in second rank of 10 diseases in primary care populations. This
study aimed to determine the relationship of exclusive breastfeeding with
incidence of diarrhea in infants age 0-6 months in working area of District
Community Health Center of Johar Baru (Puskesmas Johar Baru). This study is
retrospective with cross sectional design. This study conducted during FebruarySeptember 2015. Respondents are baby age 6-7 months as many as 30 babies. The
data was collected by quetioner to their parents. The data was analyzed using chi
square. This result showed that as many as 3 babies with history of exclusive
breastfeeding were diarrhea, and 11 babies were not. Baby with no history of
exclusive breastfeeding as many as 7 babies were diarrhea, and 9 babies were not.
The result found that P value (0,196) > 0,05 which means insignificant. The
conclusions is there is no significant relationship between exclusive breastfeeding
with incidence of diarrhea in baby age 0-6 months in working area of Puskesmas
Johar Baru. Advice for future study to examine the factors of diarrhea other than
the exclusive breastfeeding.
Keywords: exclusive breastfeeding, infants, complementary foods
iii
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Skripsi, Januari 2016
SARAH AUDY HARUN, NIM: 1111104000027
Hubungan Pemberian ASI Eksklusif Dengan Angka Kejadian Diare Pada
Bayi Usia 0-6 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Johar Baru
ABSTRAK
ASI mengandung zat gizi dan antibodi yang sangat dibutuhkan bayi untuk
melawan berbagai penyakit infeksi, baik yang disebabkan oleh bakteri, virus dan
pemicu lainnya. Pemberian MPASI yang dini atau penghentian ASI eksklusif
yang dini akan menyebabkan kejadian infeksi saluran pencernaan seperti diare
yang menjadi penyebab tingginya angka kematian bayi di Indonesia. Diare di
Indonesia masih menempati urutan kedua dalam urutan 10 penyakit terbanyak di
populasi pada pelayanan primer. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
hubungan pemberian ASI eksklusif dengan angka kejadian diare pada bayi usia 06 bulan di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Johar Baru. Penelitian ini
merupakan penelitian retrospektif dengan pendekatan cross sectional. Penelitian
ini dilakukan selama bulan Februari-September 2015. Responden adalah bayi usia
6-7 bulan sebanyak 30 anak. Pengumpulan data menggunakan kuesioner yang
diberikan pada orangtua responden dan dianalisis menggunakan chi square. Hasil
penelitian menunjukkan sebanyak 3 anak dengan riwayat ASI eksklusif terjadi
diare, dan 11 anak tidak mengalami diare. Bayi dengan riwayat ASI tidak
eksklusif sebanyak 7 anak mengalami diare, dan 9 anak tidak mengalami diare.
Hasil penelitian ini didapatkan nilai p value (0,196) > 0,05 yang berarti tidak
signifikan. Kesimpulan dari penelitian ini adalah tidak ada hubungan yang
signifikan antara pemberian ASI eksklusif dengan angka kejadian diare pada bayi
usia 0-6 bulan di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Johar Baru. Saran untuk
penelitian selanjutnya untuk dapat mengkaji faktor-faktor terjadinya diare selain
asi eksklusif.
Kata kunci: ASI eksklusif, diare, MPASI
iv
v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama
: Sarah Audy Harun
Tempat, Tanggal Lahr
: Jakarta, 22 Desember 1993
Jenis Kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Status
: Belum Menikah
Alamat Rumah
: Jl. Kramat Pulo Gundul, no. K117, RT 003 RW 010
Nomor Telepon
: 082237965794/087871900967
Email
: [email protected]
Fakultas/Prodi
: Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Program Studi Ilmu Keperawatan
Riwayat Pendidikan
1.
2.
3.
4.
SDN Kenari 08 Jakarta
SLTPN 216 Jakarta
MA Pesantren PERSIS 69 Matraman
Universitas Islam Negeri
1999-2005
2005-2008
2008-2011
2011-sekarang
Riwayat Organisasi
1. Anggota RG-UG (OSIS) Bidang Pendidikan
2. Aggota Bendahara RG-UG
3. Anggota Karang Taruna Unit 13
viii
2008-2009
2009-2010
2014-sekarang
KATA PENGANTAR
Assalammu’alaikum wr.wb
Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT, yang telah
mencurahkan nikmat dan karunia-Nya kepada kita semua. Shalawat serta salam
semoga tercurah kepada Nabi Muhammad SAW.
Penulisan skripsi ini berjudul “Hubungan Pemberian ASI Eksklusif
Dengan Angka Kejadian Diare pada Bayi Usia 0-6 Bulan di Wilayah Kerja
Puskesmas Kecamatan Johar Baru” dalam rangka memenuhi syarat mendapatkan
gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep).
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis mendapatkan banyak pengarahan
serta doa dan bantuan dari berbagai pihak. Berkat bimbingan dan doa dari
berbagai pihak, akhirnya skripsi ini dapat penulis selesaikan, walaupun masih
banyak kekurangannya. Karena itu, dalam kesempatan kali ini penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Arif Sumantri S.KM, M.Kes, selaku dekan Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah.
2. Ibu Maulina Handayani, S.Kp, M.Sc, selaku Kepala Program Studi Ilmu
Keperawatan yang tidak bosan-bosannya memberikan pengarahan dan
bimbingannya kepada penulis.
3. Ibu Ernawati, S.Kp, M.Kep, Sp.KMB, selaku Sekretaris Program Studi
Ilmu Keperawatan.
ix
4. Ibu Nia Damiati, S.kp., MSN selaku dosen pembimbing akademik yang
selalu memberi pengarahan dan bimbingannya kepada penulis.
5. Ayahanda dan Ibunda tercinta yang banyak memberikan dorongan dan
bantuan baik secara moral, finansial, maupun spiritual dalam penyelesaian
studi ini.
6. Adik dan kakak tercinta, Muhammad Aulia Pratam dan Bella Khairunnisa.
7. Ibu Ns. Kustati Budi Lestari, M.Kep dan Ibu Maftuhah, S.Kp., M.Kep.,
PhD selaku Dosen Pembimbing yang dengan sabar dan menyediakan
waktu
luangnya
untuk berdiskusi, memberikan pengarahan,
dan
memotivasi penulis sejak awal penulisan masalah penelitian sampai
tersusunnya skripsi ini.
8. Ibu
Ratna
Pelawati,
M.Biomed
selaku
Dosen
Penguji
penulis
mengucapkan terima kasih atas saran-saran perbaikan yang diberikan.
9. Dosen-dosen dan staf Program Studi Ilmu Keperawatan yang dengan sabar
dan semangat memberikan ilmu kepada penulis.
10. Kepada Kepala Dinas Kesehatan kota Jakarta Pusat dan Kepala Suku
Dinas Kesehatan kota Jakarta Pusat beserta staff yang telah membantu
penulis untuk kelancaran proses penelitian.
11. Kepada Petugas Kesehatan di Puskesmas Kecamatan Johar Baru, yang
telah membantu dan bersedia meluangkan waktu untuk kelancaran proses
penyusunan skripsi.
x
12. Sahabat-sahabat penulis, Dayang Anindya, Andika Pujiastuti, Dewi
Sulistiani, Ilyati Syarfa dan Trisna Syahfitri serta Muhammad Alfian
Rahman
yang
saling
memotivasi
untuk
tetap
semangat
dalam
menyelesaikan skripsi ini.
13. Sahabat-sahabat penulis, Fitria, Lulu Baety, Fauziah Kamilah, dan Puteri
Indah Sari yang terus menerus memberikan dukungannya untuk penulis.
14. Rekan-rekan seperjuangan PSIK 2011 atas kerja sama, berbagi pemikiran,
pengertian, dan memberikan warna di hari-hari penulis.
Penulis berusaha untuk dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaikbaiknya. Namun demikian penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan.
Oleh karena itu demi kesempurnaan, penulis mengharapkan adanya kritik dan
saran agar skripsi ini menjadi lebih baik dan berdaya guna di masa yang akan
datang.
Wassalamu’alaikum wr.wb
Ciputat, Januari 2016
Sarah Audy Harun
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ............................................................... ii
ABSTRACT ........................................................................................................... iii
ABSTRAK ............................................................................................................ iv
PERNYATAAN PERSETUJUAN........................................................................v
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................. vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP .......................................................................... viii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... ix
DAFTAR ISI ........................................................................................................ xii
DAFTAR BAGAN................................................................................................xv
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xvi
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xvii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1
A. Latar Belakang .................................................................................................1
B. Rumusan masalah ............................................................................................5
C. Tujuan Penelitian .............................................................................................5
D. Manfaat Penelitian ...........................................................................................6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................8
A. ASI Eksklusif ...................................................................................................8
B. MP ASI..........................................................................................................16
C. Susu Formula .................................................................................................19
D. Bayi ................................................................................................................23
E. Diare ...............................................................................................................26
F. Mekanisme ASI Memerangi Diare ................................................................31
xii
G. Kerangka teori ...............................................................................................34
BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, DAN
HIPOTESIS ..........................................................................................................35
A. Kerangka Konsep ..........................................................................................35
B. Definisi Operasional ......................................................................................36
C. Hipotesis ........................................................................................................37
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ..........................................................38
A. Desain Penelitian ...........................................................................................38
B. Populasi dan Sampel ......................................................................................38
C. Waktu dan Tempat Penelitian ........................................................................39
D. Instrumen Penelitian ......................................................................................40
E. Uji Validitas dan Reliabilitas .........................................................................41
F. Pengumpulan Data .........................................................................................42
G. Etika Penelitian ..............................................................................................44
H. Pengolahan Data ............................................................................................45
I. Analisis Data ...................................................................................................46
J. Penyajian Data ................................................................................................47
BAB V HASIL PENELITIAN ............................................................................48
A. Deskripsi Umum Tempat Penelitian..............................................................48
B. Hasil Analisis Univariat .................................................................................49
C. Hasil Analisis Bivariat ...................................................................................53
BAB VI PEMBAHASAN.....................................................................................54
A. Hasil Uji Analisis...........................................................................................54
B. Keterbatasan Penelitan ...................................................................................62
xiii
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................63
A. Kesimpulan ....................................................................................................64
B. Saran ..............................................................................................................64
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................
LAMPIRAN ..............................................................................................................
xiv
DAFTAR BAGAN
Halaman
Bagan 2.1 Kerangka Teori
34
Bagan 3.1 Kerangka Konsep Penlitian
35
xv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1 Definisi Operasional
36
Tabel 4.1 Kisi-kisi Instrumen Variabel Penelitian
40
Tabel 5.1 Hasil Analisis Usia di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Johar Baru
49
Tabel 5.2 Hasil Analisis ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan
Johar Baru
50
Tabel 5.3 Hasil Analisis IMD di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Johar Baru
51
Tabel 5.4 Hasil Analisis MPASI di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Johar
Baru
51
Tabel 5.5 Hasil Analisis Pertama Kali diberi MPASI di Wilayah Kerja Puskesmas
Kecamatan Johar Baru
52
Tabel 5.6 Hubungan ASI Eksklusif dengan Angka Kejadian Diare
xvi
53
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Dokumen Perizinan Penelitian
Lampiran 2. Inform Consent
Lampiran 3. Kuesioner Penelitian
Lampiran 4. Hasil Uji Validitas Instrumen
Lampiran 5. Hasil Uji Reliabilitas Instrumen
Lampiran 6. Hasil Uji Normalitas Instrumen
Lampiran 7. Hasil Olahan SPSS Univariat
Lampiran 8. Hasil Olahan SPSS Bivariat
xvii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Air Susu Ibu (ASI) merupakan cairan yang memenuhi kebutuhan gizi
bayi dan melindunginya dalam melawan kemungkinan serangan penyakit.
Keseimbangan zat-zat gizi dalam ASI berada pada tingkat terbaik dan air
susunya memiliki bentuk paling baik bagi tubuh bayi yang masih muda
(Yahya, 2005). Kandungan gizinya yang tinggi dan adanya zat kebal di
dalamnya membuat ASI tidak tergantikan oleh susu formula yang paling hebat
dan mahal sekalipun (Yuliarti, 2010).
WHO/UNICEF membuat deklarasi yang dikenal dengan Deklarasi
Innocenti (Innocenti Declaration) yang dilahirkan di Innocenti Italia tahun
1990. Deklarasi ini memuat hal-hal berikut. “Sebagai tujuan global untuk
meningkatkan kesehatan dan mutu makanan bayi secara optimal maka semua
ibu dapat memberikan ASI eksklusif dan semua bayi diberi ASI eksklusif sejak
lahir sampai berusia 4-6 bulan. Setelah berumur 4-6 bulan, bayi diberi
makanan pendamping/padat yang benar dan tepat, sedangkan ASI tetap
diteruskan sampai usia 2 tahun atau lebih. Pemberian makanan untuk bayi yang
ideal seperti ini dapat dicapai dengan cara menciptakan pengertian serta
dukungan dari lingkungan sehingga ibu-ibu dapat menyusui secara ekslusif”
(Roesli, 2007).
Pada tahun 1999, setelah pengalaman 9 tahun, UNICEF memberikan
klarifikasi tentang rekomendasi jangka waktu pemberian ASI eksklusif.
1
2
Rekomendasi terbaru dari UNICEF bersama World Health Assembly dan
banyak negara lainnya adalah menetapkan jangka waktu pemberian ASI
eksklusif selama 6 bulan (Roesli, 2007).
Bukan saja organisasi dunia yang membahas tentang ASI, dalam Agama
Islam juga membahas mengenai pemberian ASI yang disebutkan dalam Firman
Allah SWT dalam surat Al-Baqarah ayat 233 yang artinya : “Para ibu
hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi
yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan
dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf. Seseorang tidak dibebani
melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita
kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan waris
pun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua
tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa
atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka
tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang
patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha
Melihat apa yang kamu kerjakan” (Al-Baqarah [2]: 233).
Manfaat ASI bagi bayi yang utama adalah kolostrum atau susu pertama
yang mengandung antibodi yang kuat untuk mencegah infeksi dan membuat
bayi lebih kuat. ASI mengandung campuran yang tepat dari berbagai bahan
makanan yang baik untuk bayi. Selain manfaat dalam mencegah infeksi, ASI
juga mudah dicerna oleh bayi yang sistem pencernaannya belum sempurna
(Bahiyatun, 2009).
3
Menurut WHO tahun 2011, menyatakan bahwa hanya 40% bayi di dunia
yang mendapatkan ASI eksklusif, sedangkan 60% bayi lainnya ternyata telah
mendapatkan MP ASI saat usianya <6 bulan. Hal ini bukan saja terjadi di
negara maju, melainkan juga di negara berkembang seperti di Indonesia.
Meningkatnya angka kesakitan dan kematian bayi di Indonesia
disebabkan karena ketidaktahuan dan ketidakpahaman masyarakat khususnya
ibu-ibu tentang pentingnya pemberian ASI (Depkes RI, 2009). Pemberian ASI
yang paling baik adalah pemberian ASI selama enam bulan yang akan
memberikan kekebalan alami untuk bayi (Roesli, 2004 dalam Noviana, 2011).
Menurut Riskesdas (2013), di Indonesia persentase pemberian ASI eksklusif
dalam 24 jam terakhir dan tanpa riwayat diberikan makanan dan minuman
lainnya semakin menurun seiring meningkatnya umur bayi dengan persentase
terendah pada umur 6 bulan yaitu sebesar 30,2% .
Pemberian MP ASI yang dini atau penghentian ASI eksklusif yang dini
bisa menyebabkan kejadian infeksi saluran pencernaan yang merupakan
penyebab tingginya angka kematian bayi di Indonesia (Depkes, 2009). Salah
satu penyakit infeksi saluran pencernaan itu adalah diare. Setiap tahunnya
sebanyak 6 juta anak meninggal di dunia karena penyakit diare. Sebagian
kematian tersebut terjadi di negara berkembang.
Berdasarkan laporan WHO, kematian karena diare di Indonesia sudah
menurun tajam. Walaupun angka kematian diare menurun, angka kesakitan
karena diare tetap tinggi terutama di negara berkembang seperti Indonesia
(Kemenkes RI, 2011). Diare di Indonesia masih menempati urutan kedua
4
dalam urutan 10 penyakit terbanyak di populasi pada pelayanan primer
(Ibrahim, Manopo, dan Rompis, 2014).
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 menyatakan bahwa
insiden diare pada kelompok usia balita di Indonesia adalah 10,2%. Lima
provinsi dengan insiden diare tertinggi adalah Aceh, Papua, DKI Jakarta,
Sulawesi Selatan, dan Banten. Prevalensi diare dalam kelompok umur <1 tahun
adalah 16,5% (Depkes RI, 2011).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Hardi, Masni, dan Rahma (2012) di
Makassar, diketahui bahwa dari 65 responden yang mendapat ASI eksklusif,
sebanyak 44 orang (67,69%) tidak terkena diare, dan hanya 21 orang (32,31%)
terkena diare. Sedangkan dari 155 responden yang tidak mendapat ASI
eksklusif sebagian besar yaitu sebanyak 82 orang (52,9%) terkena diare dan 73
orang (47,1%) tidak terkena diare. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada
hubungan yang bermakna antara faktor pemberian ASI eksklusif dengan
kejadian diare dengan p value (0,01) < 0,05.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Tuban oleh Suwarni, Utami,
dan Nugrahini (2013) diperoleh hasil bahwa bayi (0-6 bulan) yang diberi ASI
saja sebagian besar tidak mengalami kejadian diare, yaitu 90,9%. Pada bayi
yang hanya diberi PASI sebagian besar (71,4%) mengalami diare, sedangkan
bayi yang diberi ASI dan PASI sebagian besar 60% tidak mengalami diare.
Kesimpulannya adalah bayi yang diberi ASI saja lebih jarang mengalami diare
dibandingkan dengan bayi yang diberi PASI.
5
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti, dari lima
anak yang diberi ASI eksklusif hanya satu yang mengalami diare, sedangkan
dari lima anak yang tidak diberi ASI eksklusif terdapat tiga anak yang
mengalami diare. Berdasarkan uraian tersebut maka peneliti merasa perlu
dilakukan penelitian mengenai hubungan ASI eksklusif dengan angka kejadian
diare di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Johar Baru.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat diketahui bahwa pentingnya
pemberian ASI ekslusif juga penting untuk mencegah bayi mengalami
kekambuhan dari suatu penyakit karena di dalam ASI tersebut terdapat banyak
antibodi alami yang berguna untuk tubuh balita tersebut. Oleh karena DKI
Jakarta merupakan salah satu dari lima provinsi yang insiden diarenya
tertinggi, peneliti merasa masih perlu untuk meneliti lagi mengenai hubungan
pemberian ASI eksklusif dengan angka kejadian diare pada bayi usia 0-6 bulan
dimulai dari wilayah yang kecil terlebih dahulu yaitu di wilayah kerja
Puskesmas Kecamatan Johar Baru.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui hubungan pemberian ASI eksklusif dengan angka kerjadian
diare di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Johar Baru.
6
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui karakteristik responden yang mengalami diare berdasarkan
usia.
b. Mengetahui prevalensi angka kejadian diare pada bayi yang diberi ASI
eksklusif.
c. Mengetahui prevalensi angka kejadian diare pada anak yang tidak diberi
ASI eksklusif.
d. Mengetahui hubungan pemberian ASI eksklusif dengan angka kejadian
diare di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Johar Baru.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Tempat Peneliti
Dapat dijadikan bahan masukan guna meningkatkan pengetahuan para
ibu akan pentingnya ASI eksklusif untuk kesehatan buah hatinya.
2. Bagi Peneliti
Penelitian ini dapat menambah wawasan peneliti dibidang keperawatan
terutama tentang pentingnya ASI esklusif terhadap kesehatan anak dan juga
menambah
keperawatan.
pengetahuan
dan
pengalaman
peneliti
dibidang
riset
7
3. Bagi Institusi Pendidikan
Dapat dijadikan bahan referensi untuk pembelajaran mahasiswa
keperawatan.
4. Bagi Keperawatan
Dapat dijadikan bahan acuan untuk dapat meningkatkan layanan
keperawatan, terutama dalam hal pencegahan diare pada anak.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini akan dijelaskan tentang ASI eksklusif, diare, susu formula, dan
MPASI sesuai dengan teori-teori dan penelitian yang ada.
A. ASI Eksklusif
1. Definisi ASI Ekslusif
ASI adalah cairan yang memenuhi kebutuhan gizi bayi dan
melindunginya
dalam
melawan
kemungkinan
serangan
penyakit.
Keseimbangan zat-zat gizi dalam air susu ibu berada pada tingkat terbaik.
Pada saat yang sama ASI juga sangat kaya akan sari-sari makanan yang
mempercepat pertumbuhan sel-sel otak dan perkembangan sistem saraf
(Yahya, 2007). Eksklusif menurut kamus bahasa Indonesia mempunyai arti
“khusus atau terpisah dari yang lain.”
ASI eksklusif adalah pemberian hanya ASI saja tanpa makanan dan
minuman lain. Pemberian ASI eksklusif dianjurkan sampai enam bulan
pertama kehidupan bayi (Depkes RI, 2005).
Jadi, ASI ekslusif adalah pemberian cairan yang mengandung zat gizi
yang sangat baik untuk tubuh bayi sesegera mungkin, setelah bayi lahir
sampai bayi tersebut berusia 6 bulan, tanpa pemberian cairan atau makan
pendamping lainnya.
8
9
2. Pemberian ASI
Waktu pemberian ASI sebaiknya secepatnya setelah bayi dilahirkan.
Agar kolostrum yang terdapat di dalam ASI pertama dapat langsung diserap
dan masuk ke dalam tubuh bayi. Jadi, apabila sang ibu sudah siap untuk
menyusui bayinya, sebaiknya minta kepada perawat untuk meletakkan bayi
ke payudara ibunya. Pada awalnya mungkin bayi akan merasa tidak tertarik,
karena kebanyakan bayi akan memerlukan sedikit waktu untuk memulai
proses menyusui (Suririnah, 2009).
Pemberian ASI untuk bayi kembar yang full-term dapat dilakukan
dengan bersamaan segera setelah lahir. Pemberian ASI secara bersamaan
mendorong produksi segera susu yang dibutuhkan bagi kedua bayi dan
menjadikan susu yang normalnya hilang karena reflex letdown, menjadi
tersedia bagi si bayi. Pemberian ASI untuk satu bayi saja dapat dilakukan
dengan menukar-nukar payudara ibu secara bergantian (Wong &
Hockenberry, 2009).
Pemberian ASI dengan cara dan waktu yang tepat penting untuk
berlangsungnya proses pemberian ASI yang menyenangkan bagi ibu dan
bayinya (Suririnah, 2009). Menurut Wong (2009), ada tiga kriteria utama
yang menjadi esensi dalam peningkatan pemberian ASI yang positif, yaitu
teknik menghisap yang benar, jadwal pemberian yang tidak kaku, dan
pemberian posisi yang benar pada pemberian ASI, artinya mulut terbuka
lebar, lidah di bawah areola, dan pemerahan susu dengan isapan perlahan
dan dalam.
10
Pemberian ASI boleh dilakukan kapan saja, sebaiknya diberi jeda dari
pemberian ASI sebelumnya selama 2-3 jam. Pemberian ASI yang benar
dimulai dari posisi duduk ibu yang nyaman dan tegak, bila perlu gunakan
bantal untuk menyokong punggung ibu. Selain dengan posisi duduk, ibu
juga dapat memberi ASI dengan posisi tidur walaupun kurang disarankan
(Suririnah, 2009).
Setelah mendapat posisi yang nyaman, ibu dapat meletakkan bayi ke
dekat payudara ibu, dengan kepala dan pundak bayi menghadap ibu.
Gunakan telunjuk dan ibu jari untuk memegang daerah areola. Sentuhkan
puting susu ke arah mulut bayi, sampai mulut bayi terbuka lebar. Lalu
masukkan puting susu ibu secara penuh dan bagian areola sebanyak
mungkin ke dalam mulut bayi. Setelah itu dekap bayi ke arah tubuh ibu
sampai hidung bayi dan dagunya menyentuh payudara ibu (Suririnah, 2009).
Gunakan kedua payudara secara bergantian setiap menyusui. Selalu
kosongkan payudara sebelum menggantinya dengan payudara yang satunya
sehingga bayi mendapatkan komposisi nutrisi yang penuh (Suririnah, 2009).
Agar tidak lupa payudara mana yang belum disusukan ke bayi, ibu dapat
menggunakan saputangan atau peniti di bra payudara yang belum disusukan
sebagai penandanya.
Setelah menyusui, sebaiknya ibu jangan langsung melepaskan payudara
dari mulut bayi. Biarkan bayi yang melepaskan puting susu ibu dari
mulutnya. Atau ibu dapat meletakkan jari kelingking ibu yang bersih di
sudut mulut bayi, dan keluarkan puting ibu secara perlahan.
11
Untuk ibu yang merasa sibuk bekerja dan tidak mempunyai waktu
untuk memberi ASI secara langsung untuk bayinya, dapat memerah susunya
lalu masukkan ke dalam botol dan masukkan ke dalam lemari pendingin
atau ke dalam freezer.
Pemerahan ASI dapat menggunakan dua cara, yaitu memerah
menggunakan tangan dan dapat juga menggunakan pompa ASI. Ada
beberapa hal yang harus diperhatikan apabila ingin memerah ASI, baik
menggunakan tangan maupun pompa ASI. Yang pertama adalah jaga selalu
kebersihan dengan mencuci tangan dan membersihkan payudara sebelum
memerah ASI. Kedua, siapkan botol susu dan tutupnya yang sebelumnya
sudah disterilisasi terlebih dulu. Ketiga, jaga kebersihan alat pompa ASI
(Suririnah, 2009).
Selain ketiga hal diatas, hindari juga menekan payudara dengan keras
karena dapat menyebabkan memar, dan hindari menarik putting dan
payudara karena dapat menyebabkan kerusakan jaringan (Sinsin, 2008).
Cara memerah ASI dengan tangan (Suririnah, 2009): sebelumnya
cucilah tangan dan payudara sebelum memerah. Siapkan wadah steril yang
akan digunakan. Kemudian Peganglah bagian bawah payudara dengan satu
tangan, sedangkan tangan yang satunya memijat payudara ke arah areola.
Pijatlah seluruh payudara dengan cara ini menggunakan seluruh telapak
tangan bukan jari-jari. Lalu Dengan menggunakan ibu jari dan jari telunjuk,
peraslah secara lembut dan perlahan daerah areola. Teruslah memijat bagian
ini untuk mengeluarkan ASI. Setelah ASI keluar, tampunglah ASI di wadah
12
yang bersih dan steril. Lakukan pada payudara yang satunya dengan cara
yang sama.
Setelah ASI selesai diperas, berikan label waktu dan tanggal
pengambilan pada setiap botol atau wadah setiap selesai memerah ASI.
Simpanlah ASI untuk diberikan kemudian.
3. Penyimpanan ASI
ASI tidak perlu disimpan di lemari pendingin atau freezer apabila akan
diberikan kepada bayi dalam waktu 6-8 jam, cukup saja diletakkan dalam
suhu ruang. ASI juga dapat tahan 4x24 jam apabila disimpan dalam wadah
yang telah disterilkan dan disimpan dalam lemari pendingin (K.D, 2007).
ASI juga dapat disimpan dalam keadaan beku hingga enam bulan. Apabila
disimpan lebih dari enam bulan, maka akan menyebabkan zat gizi yang
terkandung dalam ASI tersebut dapat terurai (hilang) (Suririnah, 2009).
ASI yang disimpan dalam termos berisi es batu dapat tahan hingga 24
jam. Bila akan diberikan dalam waktu 72 jam, ASI disimpan di dalam
lemari pendingin (dibawah lima derajat celsius, bukan dibekukan). Bila
akan diberikan dalam waktu tiga bulan, ASI disimpan dalam freezer,
dibekukan pada suhu dibawah -18 derajat celcius. Dengan penyimpanan
khusus ini dapat dibekukan untuk enam bulan. Membekukan ASI akan
merusak beberapa antibodi dalam susu, dan sebaiknya sedapat mungkin
menggunakan ASI segar (Suririnah, 2009).
Ibu pekerja dapat memeras ASI terlebih dahulu sebelum berangkat
kerja, lalu disimpan disuhu ruangan atau di dalam lemari pendingin. Setelah
13
dibekukan, ASI tidak dibenarkan untuk dipanaskan sampai mendidih karena
akan merusak bukan saja proteinnya tetapi juga zat-zat kekebalannya
(Nasar, Hendarto, & Muaris, 2005).
Ada beberapa cara menghangatkan ASI tergantung cara penyimpanan
ASI tersebut. Untuk ASI yang disimpan di lemari pendingin cukup
dihangatkan dengan cara meletakkan botol di wadah berisi air hangat
selama 15 menit, sambil dikocok secara perlahan. Untuk ASI beku, setengah
jam sebelum waktu menyusui, rendamlah di dalam wadah berisi air hangat.
Gantilah air hangat beberapa kali sampai ASI mencair dan suhu ASI cukup
hangat.
ASI beku dapat dipindahkan ke lemari pendingin bagian bawah
semalam sebelum diberikan kepada bayi. Saat akan diberikan esok hari,
susu akan mencair, kemudian hangatkan. ASI beku yang dicairkan dapat
tahan 24 jam dalam lemari pendingin. Buanglah ASI yang tersisa setelah
diberikan kepada bayi.
4. Manfaat ASI
ASI merupakan makanan terbaik bagi bayi yang mengandung
komposisi zat gizi serta zat antibodi yang dapat membuat bayi kebal
terhadap penyakit. ASI memiliki unsur-unsur yang memenuhi semua
kebutuhan bayi akan nutrien selama periode sekitar enam bulan, kecuali jika
ibu mengalami keadaan gizi yang kurang baik. Komposisi ASI akan
berubah sejalan dengan kebutuhan bayi.
14
Keberadaan antibodi dan sel-sel makrofag dalam kolostrum dan ASI
memberikan perlindungan terhadap jenis-jenis infeksi tertentu. Imunitas
terhadap infeksi enteral, dan infeksi parenteral pada taraf yang lebih rendah
berasal dari antibodi. Oleh karena itu, bayi-bayi yang mendapat ASI secara
penuh jarang terjangkit oleh peyakit diare yang menular atau necrotizing
enterocolitis. Infeksi pernapasan dan telinga juga lebih jarang terjadi pada
bayi-bayi yang disusui sendiri oleh ibunya.
Ada banyak manfaat yang terkandung dalam ASI. Salah satu
kandungan ASI yang sangat fenomenal adalah kolostrum (Yuliarti, 2010).
Kolostrum adalah ASI stadium I dari hari pertama sampai hari keempat.
Setelah persalinan komposisi kolostrum mengalami perubahan, bukan lagi
kolostrum melainkan menjadi ASI yang matur. Menurut Farrer (2001),
kolostrum disekresikan oleh payudara selama kehamilan dan dalam 2-3 hari
pertama setelah melahirkan, setelah itu menjadi ASI yang matur. Sedangkan
menurut Verralls (2003), kolostrum berubah menjadi ASI yang matur
berlangsung selama 14 hari pertama kehidupan bayi.
Kolostrum mengandung zat kekebalan 10-17 kali lebih banyak dari ASI
matur. Zat kekebalan yang terdapat pada ASI akan melindungi bayi dari
penyakit diare. Kandungan dari kolostrum antara lain: Protein 8,5%, Lemak
2,5% Karbohidarat 3,5%, Garam dan Mineral 0,4%, Air 85,1%, Vitamin
A,B,C,D,E, dan vitamin K dalam jumlah yang sangat sedikit, Leukosit (sel
darah putih), dan sisa epitel yang mati.
15
Berdasarkan penelitian, paling tidak ada empat manfaat kolostrum pada
ASI yang sangat berguna bagi bayi, antara lain (Yuliarti, 2010): yang
pertama, kolostrum mengandung zat kekebalan -terutama immunoglobulin
A (IgA)- untuk melindungi bayi dari berbagai peyakit infeksi, seperti diare.
Kedua, jumlah kolostrum yang diproduksi bervariasi, tergantung isapan bayi
pada hari-hari pertama kelahiran. Walaupun sedikit, namun cukup untuk
memenuhi kebutuhan gizi bayi. Ketiga, kolostrum mengandung protein dan
vitamin A yang tinggi, serta mengandung karbohidrat dan lemak yang
rendah sehingga sesuai dengan kebutuan gizi bayi pada hari-hari pertama
kelahiran bayi. Keempat, kolostrum membantu mengeluarkan mekonium,
yaitu kotoran bayi yang pertama berwarna hitam kehijauan.
Pada ASI juga terdapat Taurin, DHA, dan AA. Taurin adalah sejenis
asam amino kedua yang terbanyak dalam ASI, yang berfungsi sebagai
neurotransmiter yang berperan penting untuk proses pematangan sel otak.
Decosahexid acid (DHA) dan arachidonic acid (AA) adalah asam lemak tak
jenuh berantai panjang yang diperlukan untuk pembentukan sel-sel otak
yang optimal. Jumlah DHA dan AA dalam ASI sangat mencukupi untuk
menjamin pertumbuhan dan kecerdasan anak. DHA dan AA dalam ASI
dapat dibentuk dari substansi pembentuknya, yakni masing-masing omega 3
(asam linolenat) dan omega 6 (asam linoleat) (Yuliarti, 2010).
Selain kualitas fisiologis ASI, keuntungan psikologis yang luar biasa
dari pemberian ASI adalah keeratan hubungan ibu-bayi. Bayi didekap
sangat dekat dengan kulit ibu, dapat mendengarkan irama denyut
jantungnya, dapat merasakan kehangatan tubuhnya, dan memiliki perasaan
16
keamanan yang damai. Ibu memiliki perasaan menyatu sangat dekat dengan
anaknya dan merasa tuntas dan puas ketika bayi mengisap ASI darinya. ASI
juga memberikan perlindungan terhadap obesitas, alergi, diabetes, dan
aterosklerosis, meskipun buktinya belum ada (Wong & Hockenberry, 2009).
Bayi yang mendapat ASI, terutama diatas 2-3 bulan, cenderung tumbuh
lebih memuaskan namun lebih lambat dari bayi yang mendapat susu botol
(Dewey dkk, 1991 dalam Wong & Hockenberry, 2009).
Selain dapat dirasakan oleh bayi, ternyata manfaat ASI pun dapat
dirasakan oleh ibu. Cukup banyak juga manfaat ASI yang dapat dirasakan
oleh ibu, diantaranya ibu dapat terhindar dari kanker payudara dan kanker
ovarium. Hasil pusat penelitian kanker di Inggris menyatakan bahwa para
ibu yang menyusui selama enam bulan dapat mengurangi terkena kanker
payudara dan kanker ovarium. Selain itu, ASI juga dapat melangsingkan
tubuh ibu, semakin lama ibu menyusui, semakin cepat tubuhnya pulih pasca
persalinan (Novita, 2007).
B. Makanan Pendamping ASI (MP ASI)
Makanan Pendamping ASI (MPASI) adalah makanan pelengkap atau
tambahan bagi bayi yang harus menjadi pelengkap dan dapat memenuhi
kebutuhan bayi dan menutupi kekurangan zat gizi yang terkandung dalam ASI
(Sitompul, 2012). Setelah bayi berusia enam bulan, sistem imunitas bayi sudah
mulai sempurna. Menurut penelitian dari badan kesehatan dunia sistem
pencernaan bayi sudah membentuk enzim pemecah protein seperti asam
lambung, pepsin, lipase, dan enzim amilase. Setelah berusia enam bulan juga
17
usus bayi telah matang dan mulai mengeluarkan imonuglobulin protein IgA
yang melapisi usus dan mencegah masuknya protein yang memicu alergi
(Nurdiansyah, 2011). Oleh karena itu bayi sudah mulai bisa diberikan MPASI
setelah berusia enam bulan.
Setelah bayi berumur enam bulan, secara perlahan bayi memerlukan
nutrisi tambahan sebagai pelengkap ASI. Makanan pelengkap tersebut bisa
berupa sari buah, atau buah-buahan, makanan lunak, dan akhirnya makanan
lebih keras seperti nasi (Suryanah, 1996). Tujuan pemberian makanan
pelengkap ini adalah melengkapi zat gizi ASI yang sudah mulai berkurang.
Pada usia lebih dari enam bulan ini adalah saat-saat bayi membutuhkan
nutrisi lebih dari yang ada di dalam ASI. Semakin bertambahnya usia bayi
maka pertumbuhan dan perkembangan bayi juga semakin meningkat, dan
membutuhkan
nutrisi
lebih
untuk
menunjang
pertumbuhan
dan
perkembangannya, sedangkan produksi ASI semakin menurun, olhe karena itu
bayi sangat memerlikan makanan tambahan (Suryanah, 1996).
Makanan pendamping ASI bisa diberikan secara bertahap mulai dari
bentuk cair yang dilanjutkan agak kental sampai menjadi makanan padat.
Komposisi makanan pendamping ini perlu diperhatikan, biasanya terdiri dari
(Soenardi, 2009):
1. Karbohidrat seperti beras, kentang, pasta, mi dan tepung-tepungan
2. Sumber protein seperti daging, ikan, ayam, hati, telur, kacang-kacangan, dan
hasil olahannya seperti tahu dan tempe
18
3. Sayuran dan buah sebagai sumber vitamin dan mineral.
WHO tahun 2012 menyatakan bahwa MP ASI harus ditambahkan ke
dalam diet bayi ketika ASI sudah tidak cukup lagi untuk memenuhi kebutuhan
gizi bayi. Pengaturan makanan untuk bayi sehat (Supartini, 2004):
1. untuk bayi usia 0-6 bulan berikan hanya ASI saja
2. untuk bayi usia 6 bulan diberikan dua kali bubur susu, buah-buahan, dan
telur
3. bayi usia 6-7 bulan dapat dimulai dengan pemberian nasi tim dengan
campuran antara beras, sayuran, dan daging atau ikan
4. bayi usia 8-12 bulan diberikan nasi tim dengan frekuensi tiga kali sehari,
dan bubur susu sudah tidak diberikan lagi
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemberian makanan padat:
1. bayi telah siap menerima makanan dalam bentuk padat
2. berikan makanan padat sesuai kemampuan anak mengunyah
3. observasi tanda alergi makan
4. kenalkan jenis makanan untuk satu waktu
5. bila bayi berasal dari keluarga vegetarian, tambahkan zat besi
6. apabila jumlah makanan yang dikonsumsi lebih banyak, asupan susu harus
dikurangi
7. biarkan bayi mencoba mengenal cara makan
19
8. jangan terburu-buru dalam memberi makan, terutama makanan padat
9. berikan makanan pada saat anak lapar
Terdapat tanda-tanda bayi yang siap menerima makanan padat. Tandatandanya adalah sebagai berikut (Prabantini, 2010): pertama, bayi sudah mulai
memasukkan jari ke mulut dan mengunyahnya. Kedua, berat badan bayi sudah
mencapai dua kali lipat berat lahir. Lalu, bayi sudah merespon dan membuka
mulut saat disuapi. Keempat, hilangnya refleks menjulurkan lidah.
Tanda yang kelima adalah bayi lebih tertarik pada makanan
dibandingkan botol susu atau puting ibu. Keenam, bayi rewel atau gelisah,
padahal sudah diberi ASI atau susu fomrula sebanyak 4-5 kali sehari. Ketujuh,
bayi sudah dapat duduk disangga dan dapat megontrol kepalanya pada posisi
tegak dengan baik. Tanda yang terkahir adalah, keingintahuannya terhadap
makanan semakin besar.
Pemberian MPASI untuk bayi selain memberi nutrisi juga dapat melatih
motorik bayi dalam memegang makanannya. Metode ini disebut sebagai Babyled Weaning (BLW). Metode BLW ini artinya tidak memberikan MPASI
berbentuk kental yang disuapkan pada bayi, melainkan memberikan
kesempatan pada bayi untuk memgang dan menyuap makanannya sendiri
(Sitompul, 2012).
C. Susu Formula
Susu formula dapat diberikan kepada bayi dengan alasan tertentu yang
tepat. Contohnya, apabila sang ibu mengalami infeksi di bagian puting
20
payudaranya. Agar bayi tidak tertular penyakit infeksi yang diderita ibu maka
ASI dapat diganti dengan susu formula.
Susu formula yang beredar di pasaran sangat bermacam-macam
kandungan gizinya. Ada yang mengandung Omega 3, DHA, AA/ARA,
prebiotik FOS, laktoferin, laktulosa, dan lain-lain. Semua ini memberi manfaat
lebih bagi kesehatan bayi dan anak. Untuk bayi dengan kondisi tertentu,
sebaiknya pemilihan susu formula dikonsultasikan terlebih dahulu dengan
dokter spesialis anak atau ahli gizi (K.D, 2007).
Sebagian besar susu formula untuk bayi terbuat dari susu sapi atau
kedelai. Kecuali pada keadaan yang sangat langka. Susu formula yang
ditambah zat besi adalah yang terbaik. Susu formula yang rendah kandungan
zat besinya dianjurkan pada keadaan yang langka seperti hiperfenemia
(cadangan zat besi berlebihan). Penggunaan susu rendah zat besi menjadikan
anak berisiko terkena anemia dan skor uji kognitif yang rendah pada usia lima
tahun (Simkin, Whalley, and Keppler, 2010).
Secara umum, susu formula dapat dikelompokkan menjadi susu formula
awal, susu formula lanjutan, susu formula growing up, dan susu formula
khusus. Susu formula awal yaitu untuk bayi berumur 0-6 bulan. Susu formula
lanjutan yaitu untuk bayi berumur 6-12 bulan. Susu formula growing up untuk
anak berusia diatas satu tahun. Susu formula khusus antara lain susu formula
prematur, susu rendah atau bebas laktosa, susu formula kedelai, susu formula
hipoalergenik, dan lain-lain (Nasar, Hendarto, dan Muaris, 2005).
Susu formula awal dibuat dengan bahan dasar susu sapi dengan
komposisi zat gizi yang mendekati ASI tetapi tidak sama dengan ASI. Ada
21
beberapa produk yang menyebutkan bahwa susu ini juga dapat dikonsumsi
bayi sampai berumur satu tahun, karena kebutuhan bayi diatas enam bulan
tidak jauh beda dengan bayi berumur dibawah enam bulan. Sedikit perbedaan
hanya pada kebutuhan protein dengan kandungan whey/casein: 60/40 dan
beberapa vitamin dan mineral (Nasar, Hendarto, dan Muaris, 2005).
Menurut Wong & Hockenberry (2009), ada perbedaan bermakna antara
susu sapi dengan ASI. Susu sapi mengandung lebih banyak protein whey dan
casein dibanding ASI. Presentase whey dan casein dalam susu sapi melebihi
kadar kebutuhan bayi. Protein casein yang berlebihan dapat menyebabkan
terbentuknya gumpalan keju keras dan besar. Bayi yang diberi whey dan casein
sesuai dengan kebutuhannya, seperti pada ASI, maka pengosongan lambung
lebih cepat.
Susu formula lanjutan komposisinya tidak jauh beda dengan susu
formula awal. Hanya saja pada kandungan protein, vitamin, dan mineralnya
sedikit lebih tinggi yang disebabkan karena kebutuhan bayi juga bertambah
(Muaris, 2009). Susu formula kedelai dibuat dengan komposisi sama dengan
susu sapi, kecuali karbohidrat dan proteinnya.
Biasanya susu kedelai diberikan untuk bayi yang mengalami kelainan
metabolisme bawaan seperti ketidakmampuan mencerna laktosa karena
kekurangan enzim, dan bayi yang mengalami diare akut yang disertai
gangguan mencerna laktosa sekunder. Susu kedelai ini juga dapat menjadi
alternatif untuk bayi yang alergi dengan susu sapi. Kekurangan susu formula
ini adalah rasanya yang tidak seenak susu sapi (Nasar, Hendarto, dan Muaris,
2005).
22
Susu formula untuk bayi prematur penggunaannya harus dengan
petunjuk dokter. Karena fungsi saluran cerna bayi prematur belum sempurna.
Oleh karena itu, susu formula ini dibuat dengan merubah bentuk karbohidrat,
protein dan lemak menjadi bentuk yang lebih mudah dicerna oleh bayi. Selain
itu, kandungan energi yang terdapat dalam susu ini dibuat lebih tinggi dari
formula bayi cukup bulan (Nasar, Hendarto, dan Muaris, 2005).
Pada referensi lain ada yang mengelompokkan jenis susu formula
menjadi tiga jenis, yaitu starting formula, follow up formula, dan special
formula. Starting formula yaitu untuk bayi berusia 0-6 bulan. Susu jenis ini
dibagi menjadi dua macam, yaitu complete starting formula dan adapted
starting formula. Complete starting formula untuk bayi lahir tanpa ada syarat
khusus. Adapted starting formula untuk bayi yang lahir dengan pertimbangan
khusus untuk fisiologisnya dengan syarat rendah mineral, digunakan lemak
tumbuhan sebagai sumber energi, dan susunan zat gizi yang mendekati ASI
(K.D, 2007).
Follow up formula untuk bayi berumur 6-12 bulan. Spesial formula
disebut juga formula edit. Formula edit ini terdiri dari empat macam susu, yaitu
susu bebas laktosa untuk bayi yang pencernaannya tidak tahan terhadap
laktosa, susu dengan protein hidrolisate dan lemak sederhana untuk bayi
dengan diare akut atau kronis, susu formula bayi prematur dan BBLR, dan susu
penambah energi sebagai menu tambahan. Susu penambah energi juga
dapatanya diberikan untuk anak yang sulit makan dan nafsu makannya kurang
(K.D, 2007).
23
D. Bayi
Masa bayi merupakan bulan pertama kehidupan kritis karena bayi akan
mengalami adaptasi terhadap lingkungan, perubahan sirkulasi darah, serta
mulai berfungsinya organ-organ tubuh, dan pada pasca neonatus bayi akan
mengalami pertumbuhan yang sangat cepat (Perry & Potter, 2005).
Masa bayi dibagi menjadi dua tahap perkembangan. Tahap pertama (112) bulan dan tahap kedua (1-2 tahun). Pertumbuhan pada bayi dapat dilihat
dari pertumbuhan berat badan, tinggi badan, lingkar kepala, gigi, dan organorgan tubuh (Hidayat, 2008).
Pada bayi yang lahir cukup bulan, berat badan waktu lahir akan kembali
pada hari ke-10. Berat badan menjadi 2x berat badan lahir saat bayi berumur
lima bulan dan menjadi 3x berat badan lahir saat berumur satu tahun
(Soetjiningsih, 2007). Pada umumnya tinggi badan rata-rata waktu lahir adalah
50 cm. Pada usia 0-6 bulan bayi akan mengalami penambahan tinggi badan
sekitar 2,5 cm setiap bulannya. Pada usia 6-12 bulan mengalami penambahan
tinggi badan hanya sekitar 1,25 cm setiap bulannya (Hidayat, 2008).
Lingkar kepala pada waktu lahir rata-rata 34 cm. Pada anak umur 6 bulan
lingkar kepala rata-ratanya adalah 44 cm, dan saat umur 12 bulan lingkar
kepalanya menjadi 47 cm. Pertumbuhan kepala mengikuti pertumbuhan otak,
demikian pula sebaliknya. Berat otak bayi pada saat lahir adalah 1/4 berat otak
dewasa, tetapi jumlah selnya sudah mencapai 2/3 jumlah sel otak orang
dewasa. Pertumbuhan gigi pertama pada bayi adalah sekitar usia 5-9 bulan.
24
Pada umur satu tahun sebagian besar anak mempunyai 6-8 gigi susu
(Soetjiningsih, 2007).
Sejak lahir, bayi sudah mengalami pertumbuhan organ-organ tubuhnya.
Secara umum bayi memiliki empat pola pertumbuhan organ, yaitu: pola umum,
pols neural, pola limfoid, dan pola genital. Pertumbuhan yang mengikuti pola
umum adalah tulang panjang, otot skelet, sistem pencernaan, pernafasan,
peredaran darah, dan volume darah. Pertumbuhan jaringan limfoid mencapai
maksimum sebelum adolesensi. Organ-organ reproduksi mengikuti pola
genital, dimana pertumbuhannya lambat pada pra-remaja, kemudian disusul
pacu tumbuh adolesen yang pesat (Soetjiningsih, 2007).
Perkembangan motorik halus pada usia 1-4 bulan adalah dapat
melakukan hal-hal seperti memegang suatu objek, mengikuti objek dari sisi ke
sisi, mencoba memgang dan memasukkan benda ke dalam mulut, memegang
benda tapi terlepeas, memerhatikan tangan dan kaki, memegang benda dengan
kedu tangan, serta menahan benda di tangan walaupun hanya sebentar. Saat
usia 4-8 bulan, bayi sudah isa menggunkan ibu jari dan telunjuk untuk
memegang, mampu menahan kedua benda di kedua tangan secara simultan,
menggunakan bahu dan tangan sebagai satu kesatuan, serta memindahkan
objek dari satu tangan ke tangan yang lain. Usia 8-12 bulan perkembangan
motorik halus adalah mencari atau meraih benda kecil, bila diberi kubus
mampu memindahkan, mengambil, memegang dengan telunjuk dan ibu jari,
membenturkannya, serta meletakkan benda atau kubus ke tempatnya (Hidayat,
2008).
25
Perkembangan motorik kasar pada usia 1-4 bulan dimulai dengan
mengangkat kepala, mencoba duduk namun ditopang, duduk dengan kepala
tegak, kontrol kepala sempurna. Usia 4-8 bulan perkembangan motorik kasar
adalah sudah mulai mengangkat kepala dengan melakukan gerakan menekan
kedua tangannya, mampu membalikkan badan, beangkit dengan kepala tegak,
berguling dari telentang menjadi tengkurap. Saat usia 8-12 bulan, bayi sudah
mampu duduk tanpa pegangan, berdiri dengan pegangan dan bangkit lalu
berdiri (Hidayat, 2008).
Dalam tahun pertama kehidupan anak yang terpenting adalah penerapan
pola makan dan pola tidur (Behrman, Kleigman, & Arvin, 2000). Pemberian
makanan yang benar ataupun salah dapat berdampak pada psikologis dan
fisiologis bayi. Dampak psikologisnya diantaranya adalah (Supartini, 2004):
1. Psikodinamik (Freud)
Fase penting bayi bayi adalah fase oral. Fase oral berhasil silalui
apabila anak mendapatkan kepuasan dalam pemenuhan kebutuhan oral saat
makan dan minum. Dampak psikodinamik yang diperoleh bayi adalah
kepuasan karena terpenuhinya kebutuhan dasar dan kehangtan saat
pemenuhan kebutuhan dasar tersebut.
2. Psikososial (Erikson)
Menurut pendekatan psikososial, fase awal tumbuh kembang anak
adalah tercapainya rasa percaya. Makanan dapat merupakan stimulus yang
dapat meringnakan rasa lapar anak, dan pemuasan yang konsisten terhadap
26
rasa lapar dapat memenuhi kepercayaan anak pada lingkungannya terutama
keluarga.
3. Maturasi Organik (Piaget)
Perkembangan organik yang dialami anak melalui makanan adalah
pengalaman mendapatkan beberapa sensoris, seperti rasa atau pengecapan,
penciuman, pergerakan, dan perabaan. Selain itu, dengan makanan anak
akan dapat meningkatkan keterampilan, seperti memegang botol susu,
memgang cangkir, sendok, dan keterampilan koordinasi gerak, seperti
menyuap dan menyendok makanan.
Dampak fisiologis yang terjadi akibat makanan adalah terpenuhinya
nutrisi anak untuk menunjang pertumbuhan fisiknya. Apabila asupan makanan
yang diberikan tidak adekuat ataupun terpapar kuman atau bakteri, yang terjadi
adalah bayi akan mengalami reaksi alergi ataupun intoleran. Intoleran dan
alergi ini berbeda, karena jika intoleran tidak melibatkan sistem imunitas,
sedangkan alergi melibatkan sistem imunitas. Reaksi intoleran dan reaksi alergi
diantaranya timbul bercak-bercak kemerahan, infeksi telinga atau asma, pilek,
mata merah dan berair, mual dan muntah, dan diare (Soenardi, 2009).
E. Diare
1. Definisi Diare
Aktivitas Buang Air Besar (BAB) pada bayi baru lahir biasanya terjadi
setiap dua hari atau tiga hari sekali jika hanya mengkomsumsi ASI
(Santoso, 2010). Pada hari-hari pertama kelahirannya, kotoran bayi
27
berwarna kehitaman (biasa disebut mekonium) yang disebabkan sisa cairan
ketuban yang ada di usus bayi. Mekonium ini harus dikeluarkan bayi setelah
24 jam setelah kelahiran. Seiring dengan bertambahnya usia bayi, maka
warna kotorannya pun akan berubah menjadi hiaju kecokelatan pada akhir
minggu pertama, kemudian menjadi cokelat kekuningan dengan bentuk
yang tidak terlalu lengket (Nurdiansyah, 2011).
Frekuensi BAB bayi baru lahir yang hanya diberi ASI saja dalam sehari
bisa sebanyak lima kali (Sears dan Sears, 2007). Ketika BAB pada bayi
menjadi sangat sering (lebih dari lima atau enam kali sehari), berarir (tidak
hanya lembek), berbau tidak enak, hijau, dan adanya darah atau lendir pada
kotoran bayi maka itu bisa menjadi tanda-tanda bayi mempunyai masalah
pada sistem pencernaannya seperti menderita diare (Nurdiansyah, 2011).
Diare didefinisikan sebagai pengeluaran feses yang lunak dan cair
(Grace & Borley, 2006). Diare adalah kehilangan banyak cairan dan
elektrolit melalui tinja (Behrman, Kleigman, & Arvin, 2000). Diare adalah
kondisi dimana terjadi frekuensi defekasi yang tidak biasa, juga perubahan
dalam jumlah dan konsistensi (feses cair) (Baughman & Hackley, 2000).
Diare adalah evakuasi feses cair secara berlebihan dan cepat. Secara
definisi, tinja diare mengandung sekurang-kurangnya 90% air (Schwartz,
2000).
Jadi, diare adalah pengeluaran feses lunak sampai dengan cair yang
sering, lebih dari tiga kali sehari, dan disertai kehilangan banyak cairan dan
elektrolit melalui tinja dengan atau tanpa adanya darah.
28
2. Etiologi Diare
Penyebab diare dapat meliputi penyakit fungsional, penyakit kolon
organik (kolitis, neoplasma), gangguan usus kecil (penyakit peradangan
usus, malabsorpsi, fistula, dan usus pendek), penyakit pankreas dan biliaris,
infeksi enterik (bakteri, parasit), gangguan metabolik (tiroid, uremia,
paratiroid), dan obat-obatan (Schwartz, 2000).
Penyebab diare akut dapat karena infeksi (bakteri, virus, jamur, parasit),
toksin (toksin bakteri dan racun kimia), makanan, obat, dan penyebab
visera. Sedangkan penyebab diare kronis dapat karena infeksi, peradangan,
obat-obatan,
malabsorpsi,
endokrin,
gangguan
motilitas,
gangguan
infiltratif, dan tumor yang menghasilkan hormon (Graber, 2006).
3. Klasifikasi Diare
Berdasarkan waktunya diare dibagi menjadi dua macam, yaitu: yang
pertama adalah diare akut: peningkatan frekuensi yang abnormal dan
penurunan konsistensi tinja selama kurang dari dua minggu. Diare akut
adalah inflamasi lambung dan usus yang disebabkan oleh berbagai bakteri,
virus, patogen parasitik (Wong & Hockenberry, 2004). Kedua adalah diare
kronis: diare yang menetap selama lebih dari dua minggu (Graber, 2006).
Menurut Depkes RI (2010), diare dibagi menjadi tiga klasifikasi
berdasarkan tanda dehidrasi. Klasifikasi pertama adalah diare tanpa
dehidrasi yaitu diare yang tidak ditemukan tanda-tanda dehidrasi.
Klasifikasi yang kedua yaitu diare dengan dehidrasi ringan atau sedang
yaitu didapatkan dua atau lebih tanda-tanda dehidrasi ringan atau sedang.
29
Klasifikasi yang ketiga yaitu diare dengan dehidrasi berat yaitu
ditemukannya dua atau lebih tanda-tanda dehidrasi berat. Jika diare lebih
dari 14 hari dibagi menjadi dua klasifikasi yaitu diare persisten berat dan
diare persisten. Jika didapatkan adanya darah dalam tinja maka diare
tersebut disebut disentri.
4. Manifestasi Klinis
Gejala-gejala diare adalah peningkatan kadar air dalam tinja dan
peningkatan jumlah dan volume tinja (Gribble, 2011). Menurut thompson
(2003) bahwa gejala yang sering muncul pada batita yang diare adalah feses
yang cair, berbau, dapat mengandung lendir, dan dapat berwarna coklat,
kuning atau hijau. Anak kecil juga dapat mengalami diare balita, yaitu
sering buang air besar dan di dalamnya ditemukan potongan makanan yang
belum dicerna tanpa sebab yang jelas.
Tanda dan gejala diare dengan dehidrasi berat yaitu batita letargis atau
tidak sadar, mata cekung, tidak dapat minum atau malas minum. Diare
dengan dehidrasi ringan atau sedang tanda dan gejalanya adalah gelisah,
rewel atau mudah marah, mata cekung, haus, minum dengan lahap, dan
cubitan kulit perut kembali lambat. Tanda dan gejala diare tanpa dehidrasi
adalah tidak ada tanda-tanda pada dehidrasi berat maupun dehidrasi ringan
(Depkes RI, 2010).
Diare persisten berat tanda dan gejalanya adalah ada dehidrasi,
sedangkan diare persisten tanda dan gejalanya adalah tanpa dehidrasi. Diare
30
yang disertai atau ditemukan darah dalam tinja adalah tanda gejala disentri
(Depkes RI, 2010).
5. Patofisiologi
Infeksi diare disebabkan oleh bakteri, virus atau parasit yang
menginfeksi usus kecil. Permukaan bagian dalam dari usus kecil dilapisi
dengan sel-sel khusus yang disebut enterosit yang bertanggung jawab untuk
sekresi dan absorpsi selama proses pencernaan (Cutting, 1988 dalam
Gribble, 2011). Ketika usus gagal untuk menyerap air, atau jumlah cairan
disekresi ke dalam usus meningkat, jumlah air dalam tinja meningkat dan
individu menjadi diare (Cutting, 1988 dalam Gribble, 2011).
Infeksi bayi oleh patogen penyebab diare dimulai ketika organisme
ditelan oleh bayi. Dalam menyebabkan diare, patogen harus bertahan di
dalam perut dan kemudian berkolonisasi dalam usus kecil (Cutting, 1988
dalam Gribble 2011). Langkah pertama kolonisasi melibatkan patogen
menempel pada reseptor pada enterosit, yang merupakan sel-sel usus kecil
(Cutting, 1988; Knutton, Lloyd, & McNeish, 1987 dalam Gribble, 2011).
Jika patogen tidak melekat dan menginfeksi enterosit, maka patogen tidak
dapat berkolonisasi pada bayi, tapi malah secara lemah keluar dalam tinja
dan bayi akan tetap baik (Gribble, 2011).
6. Komplikasi
Menurut Wisudanti (2013) komplikasi diare adalah dehidrasi yaitu
kekurangan cairan. Terdapat 3 keadaan akibat diare, yaitu: 1) Tanpa
dehidrasi (kehilangan cairan <5% berat badan). Tandanya anak tetap aktif,
31
keinginan untuk minum seperti dapata karena rasa haus tidak meningkat,
kelopak mata tidak cekung, buang air kecil (BAK) sering. 2) Dehidrasi
ringan sedang (kehilangan cairan 5-10% Berat Badan). Tandanya anak
gelisah atau rewel, anak ingin minum terus karena rasa haus meningkat,
kelopak mata cekung, BAK mulai berkurang. 3) Dehidrasi berat (kehilangan
cairan >10% Berat Badan). Tandanya anak lemas atau tidak sabar, tidak
dapat minum, kelopak mata sangat cekung, pada uji cubit kulit kembali
lebih dari 2 detik. Agar lebih mudah gunakan kulit perut.
Seorang bayi dapat meninggal karena dehidrasi dan ketidakseimbangan
garam karena mengalami diare dalam seminggu (Sazawal, Bhan &
Bhandari, 1992 dalam Gribble, 2011).
F. Mekanisme ASI Memerangi Penyakit Diare
ASI adalah cairan yang sangat kompleks mengandung ribuan bahan
untuk memerangi penyakit infeksi (Gribble, 2011). Penelitian terhadap
komponen ASI terus mengidentifikasi cara-cara baru dimana bahan-bahan
dalam ASI adalah penting, dan bahan-bahan yang pernah dianggap tidak
memiliki signifikansi biologis sekarang diketahui memainkan peranan penting
dalam melindungi bayi dari infeksi (Zivkovic at al, 2010 dalam Gribble, 2011).
Ada beberapa mekanisme bahan utama ASI untuk mencegah diare dan
merupakan tindakan anti infeksi yang melibatkan lebih dari sekedar ‘antibodi’.
Mekanisme yang pertama adalah antibodi dan sel darah putih dalam ASI
secara aktif melawan infeksi. ASI mengandung antibodi yang ibu hasilkan
secara langsung sebagai respon untuk patogen yang ibu temui di
32
lingkungannya (Morrow & Ranger, 2004; Newburg, 2005 dalam Gribble,
2011). Imun perlindungan ini yang bayi terima melalui antibodi dari ibunya
secara ekstrim penting sejak sistem imun bayi tersebut belum cukup matang
saat lahir dan bayi memiliki kemampuan yang terbatas untuk memproduksi
antibodinya sendiri. Antibodi dalam ASI mengikat patogen yang masuk ke
usus bayi dan mencegahnya melekat pada enterosit dalam usus kecil dan
mencegahnya berkolonisasi (Hanson, 2006 dalam Gribble, 2011).
Sel darah putih adalah penyerang yang non-spesifik dan tidak
mengharuskan ibu sebelumnya memiliki kontak dengan patogen (Riordan,
1999 dalam Gribble, 2011). Sel-sel darah putih termasuk sel mast, fagosit dan
sel-sel pembunuh alami yang menyerang dan membunuh patogen dengan
fagositosis atau memproduksi zat yang berbahaya bagi mereka (Armon, 2002
& Hanson, 2004 dalam Gribble, 2011).
Mekanisme yang kedua yaitu Glycan yang di dalam ASI bertindak
sebagai ‘umpan’ untuk patogen. Enterosit usus memiliki struktur pada
permukaannya yang disebut glycan dan ASI mempunyai struktur glycan yang
mirip seperti pada enterosit manusia (Newburg, 2000 & Stahl at al, 1994 dalam
Gribble, 2011). Patogen mengenali glycan ini dan melekat padanya saat
patogen menginfeksi individu. Setelah patogen melekat pada glycan, patogen
tersebut menjadi lemah dan keluar melalui feses (Morrow at al, 2005 dalam
Gribble, 2011). Aksi glycan sebagai umpan telah terbukti memberikan
perlindungan khusus terhadap penyebab diare patogen (Morrow & Rangel,
2004 dalam Gribble, 2011).
33
Mekanisme yang terakhir adalah oligosakarida dan laktosa yang ada
dalam ASI mendorong pertumbuhan bakteri menguntungkan (Gribble, 2011).
Bakteri patogen bersaing dengan bakteri yang menguntungkan seperti
Bifidobacteria spp. dan Lactobacillus spp. untuk berkolonisasi di dalam usus
(Yoshioka, Iseki & Fujita, 1983 dalam Gribble, 2011). Laktosa dan
oligosakarida mendorong pertumbuhan bakteri baik ini sehingga dapat
mendominasi dalam usus bayi (Morrow & Rangel, 2004; Yoshioka, Iseka &
Fujita, 1983; Zivkovic at al, 2010 dalam Gribble, 2011).
Bifidobacteria dan Lactobacillus bermanfaat karena beberapa alasan,
misalnya: mengasamkan lingkungan, menekan pertumbuhan patogen bakteri,
dan mengeluarkan zat yang menghambat pertumbuhan patogen (Gibson &
Wang, 1994; Lievin at al, 2000 dalam Gribble, 2011). Selain itu, Bifidobacteria
dan Lactobacillus bersaing dengan patogen untuk nutrisi dan untuk situs
perekatan di dinding usus (Walker, 2000 dalam Gribble, 2011), menghasilkan
senyawa yang mendorong pertumbuhan lapisan lendir pelindung dalam usus,
membuat patogen lebih sulit berkolonisasi (Bye, 2004; Moro & Arslanoglu,
2005 dalam Gribble, 2011). Bifidobacteria dan Lactobacillus juga membantu
dalam pengembangan sistem kekebalan tubuh bayi (Bye, 2004; Rinne et al,
2005).
G. Kerangka Teori
Bagan 2.1 Kerangka Teori Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan Angka
Kejadian Diare pada Bayi Usia 0-6 Bulan
Oligosakarida dan
laktosa
ASI
Glycan
Pertumbuhannya
terhambat
Tidak mendapat
nutrisi dan tidak
dapat melekat
pada dindng usus
Patogen
Kolonisasi
Bifidobacteria spp.
dan Lactobasillus
spp.
Lemah
Keluar
melalui
feses
Ikatan patogen
dan antibodi
dalam ASI
Hancur
34
BAB III
KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS
A. Kerangka Konsep
Konsep adalah abstraksi dari suatu realitas agar dapat dikomunikasikan
dan membentuk suatu teori yang menjelaskan keterkaitan antar variabel (baik
variabel yang diteliti maupun yang tidak diteliti). Kerangka konsep akan
membantu peneliti menghubungkan hasil penemuan dengan teori (Nursalam,
2008). Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah diuraikan pada bab
sebelumnya, peneliti ingin menjelaskan kerangka konsep yang akan dilakukan
saat penelitian di Puskesmas Kecamatan Johar Baru.
Bagan 3.1 Kerangka Konsep
Variabel Independen
Variabel Dependen
ASI eksklusif
Angka Kejadian
diare
ASI tidak eksklusif
Berdasarkan bagan di atas, peneliti hanya ingin mengetahui angka
kejadian diare pada bayi yang diberi ASI eksklusif dan bayi yang tidak diberi
ASI ekskusif.
35
36
B. Definisi Operasional
Tabel 3.1 Definisi Operasional
No
Variabel
Definisi
Alat Ukur
Cara Ukur
Operasional
1.
ASI
Pemberian
eksklusif
hanya ASI saja
Kuesioner
Hasil
Skala
Ukur
Ukur
Menyebarkan
nominal
kuesioner
tanpa makanan
dan minuman
lain sampai
enam bulan
pertama
kehidupan bayi
(Depkes RI,
2005)
2.
Diare
Diare adalah
kondisi dimana
Kuesioner
Menyebarkan
3= 0
kuesioner
2= 1 kali
terjadi frekuensi
1= 1-2
defekasi yang
kali
tidak biasa, juga
0= >2
perubahan
kali
dalam jumlah
dan konsistensi
(feses cair)
Ordinal
37
(Baughman &
Hackley, 2000).
3.
Usia
Lamanya waktu
Kuesioner
hidup responden
Menyebarkan
6-7 bulan Interval
kuesioner
sejak dilahirkan
(KBBI)
C. Hipotesis
Ha= ada hubungan yang signifikan antara pemberian ASI eksklusif
dengan angka kejadian diare.
Ho= tidak ada hubungan yang signifikan antara pemberian ASI
eksklusif dengan angka kejadian diare.
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian retrospektif dengan menggunakan
desain cross sectional, dimana peneliti hanya melakukan pengukuran atau
penelitian dalam satu waktu. Metode cross sectional ini adalah metode yang
mengobservasi variabel bebas (faktor risiko) dengan variabel tergantung (efek)
hanya sekali pada saat yang sama (Dahlan, 2006).
Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian korelasi. Metode
penelitian korelasi adalah metode penelitian yang bertujuan mengungkapkan
hubungan korelatif antar variabel (Nursalam, 2008). Tujuan dalam penelitian
ini adalah untuk menganalisis hubungan antara pemberian ASI eksklusif
terhadap angka kejadian diare pada bayi berusia 0-6 bulan di wilayah kerja
Puskesmas Kecamatan Johar Baru.
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi Penelitian
Populasi adalah keseluruhan dari unit di dalam pengamatan yang akan
kita lakukan (Hastono & Sabri, 2008). Populasi dalam penelitian ini adalah
bayi yang berada dalam cakupan wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Johar
Baru.
38
39
2. Sampel Penelitian
Sampel adalah sebagian dari populasi yang nilai atau karakteristiknya
kita ukur dan yang nantinya kita pakai untuk menduga karakteristik dari
populasi (Hastono & Sabri, 2008). Dalam penelitian ini teknik pengambilan
sampel yang digunakan adalah dengan menggunakan teknik accidental
sampling. Teknik accidental sampling atau sampling asidental yaitu cara
pengambilan
sampel
yang
dilakukan
dengan
kebetulan bertemu
(Hidayat, 2007). Sampel dalam penelitian ini adalah bayi yang berumur
6-7 bulan yang pernah atau tidak pernah mengalami diare yaitu sebanyak 30
responden.
Agar sampel yang digunakan sesuai dengan keinginan peneliti, peneliti
telah menentukan kriteria inklusi sebagai berikut:
a. Bayi berusia 6-7 bulan yang berkunjung ke Puskesmas Kecamatan Johar
Baru
b. Bayi yang pernah mendapat ASI Eksklusif
c. Bayi yang tidak mendapat ASI Eksklusif
C. Waktu dan Tempat penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari-September 2015 di wilayah
kerja Puskesmas Kecamatan Johar Baru, Jakarta Pusat. Alasan memilih
wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Johar Baru sebagai tempat penelitian
karena puskesmas tersebut masih berada di dalam wilayah DKI Jakarta, yang
termasuk kedalam lima provinsi dengan insiden diare tertinggi menurut
Riskesdas tahun 2013.
40
D. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan untuk pengambilan data adalah
dengan menggunakan kuesioner. Kuesioner adalah alat ukur yang berbentuk
daftar pertanyaan yang disusun secara sistematis dan dipakai sebagai pedoman
atau panduan pengumpulan data sesuai tujuan penelitian (Budiharto, 2008).
Kuesioner yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah kuesioner
kombinasi. Kuesioner kombinasi adalah kombinasi antara kuesioner terbuka
(open ended) dan kuesioner tertutup (close ended), artinya ada beberapa
pertanyaan yang jawabannya sesuai dengan yang dipikirkan responden dan ada
beberapa pertanyaan yang telah diberi jawaban untuk dipilih (Budiharto, 2008).
Kuesioner dalam penelitian ini terdiri dari tiga bagian, yaitu:
1. Kuesioner satu berisi pertanyaan tentang identitas responden
2. Kuesioner dua berisi pertanyaan tentang diare pada responden yang terdapat
pada nomor P1
3. Kuesioner tiga berisi pertanyaan tentang pemberian ASI eksklusif pada
responden yang terdapat pada nomor P2-P7
Tabel 4.1 Kisi-kisi Instrumen Variabel Penelitian
Variabel
Nomor item
Favorable
Diare
ASI Eksklusif
2 dan 3
Jumlah
Unfavorable
1
1
5 dan 7
4
41
Skor untuk pertanyaan positif, yaitu:
Ya: 1, Tidak: 0
Skor untuk pertanyaan negatif, yaitu:
Ya: 0, Tidak: 1.
E. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas
1. Uji Validitas Instrumen
Valid artinya data-data yang diperoleh dengan penggunaan instrumen
dapat menjawab tujuan penelitian (Pratisto, 2004). Prinsip validitas adalah
pengukuran dan pengamatan yang berarti prinsip keandalan instrumen
dalam mengumpulkan data. Instrumen harus dapat mengukur apa yang
seharusnya diukur (Nursalam, 2008).
Metode yang peneliti gunakan pada pengujian validitas instrumen
menggunakan rumus Pearson Product Moment. Uji ini dilakukan dengan
menghitung korelasi masing-masing pertanyaan dengan pertanyaan lainnya.
Uji validitas menggunakan korelasi Product Moment dan hasilnya nanti
dikatakan valid jika tiap pertanyaan mempunyai nilai positif dan nilai t
hitung > t tabel (Hidayat, 2008). Hasil uji validitas menunjukkan bahwa
lima pertanyaan yang ada dalam kuesioner ini adalah valid.
Uji coba instrumen dilakukan terhadap 30 orang ibu yang memiliki bayi
berumur 6-12 bulan di luar ruang lingkup kerja Puskesmas Kecamatan Johar
Baru, sehingga responden yang telah diteliti dalam uji instrumen ini tidak
termasuk responden dalam penelitian.
42
2. Uji Reliabilitas Instrumen
Setelah mengukur validitas instrumen, peneliti perlu mengukur
reliabilitas instrumen. Reliabilitas adalah kesamaan hasil pengukuran atau
pengamatan bila fakta atau kenyataan hidup tadi diukur atau diamati
berkali-kali dalam waktu yang berlainan (Nursalam, 2008). Hal ini
menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran itu tetap konsisten bila
dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama dengan
menggunakan alat ukur yang sama.
Pengukuran reliabilitas menggunakan rumus Alpha Cronbach. Suatu
intrumen dikatakan variabel apabilla memberikan nilai alpha cronbach >
0,60 (Hidayat, 2007). Hasil uji reliabilitas pada pertanyaan dalam
instrument ini adalah ɑ=0,782. Berdasarkan nilai tersebut, pertanyaan di
dalam instrumen ini dapat dipercaya dan dapat diandalkan karena nilai alpha
cronbach > 0,60.
F. Metode Pengumpulan Data
1. Setelah proposal penelitian disetujui oleh penguji, peneliti mengajukan surat
permohonan ijin penelitian ke Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Peneliti menyerahkan surat permohonan ijin penelitian kepada Kepala Dinas
Kesehatan Jakarta Pusat sebagai surat pengantar untuk melakukan penelitian
di Puskesmas Kecamatan Johar Baru.
43
3. Setelah surat ijin penelitian disetujui oleh pihak Dinas Kesehatan Jakarta
Pusat, peneliti diberikan surat pengantar oleh Dinas Kesehatan Jakarta Pusat
untuk diberikan kepada kepala Kesatuan Bangsa dan Politik DKI Jakarta.
4. Setelah surat pengantar disetujui oleh pihak Kesatuan Bangsa dan Politik
DKI, peneliti diberikan surat pengantar untuk diberikan kepada Kepala
Suku Dinas Kota Administrasi Jakarta Pusat.
5. Setelah surat pengantar disetujui oleh pihak Suku Dinas Kota Administrasi
Jakarta Pusat, peneliti diberikan surat pengantar untuk diberikan kepada
Kepala Puskesmas Kecamatan Johar Baru.
6. Setelah ijin penelitian disetujui oleh Kepala Puskesmas Kecamatan Johar
Baru, peneliti mulai mengumpulkan data di Puskesmas Kecamatan Johar
Baru.
7. Peneliti menggunakan teknik accidental sampling atau sampel aksidental
dalam mengumpulkan sampel.
8. Setelah mendapatkan calon responden sesuai dengan kriteria yang telah
ditentukan, peneliti melakukan informed consent terhadap calon responden.
Jika calon responden bersedia menjadi responden, mereka dapat membaca
lembar persetujuan kemudian menandatanganinya.
9. Setelah responden menandatangani surat persetujuan, responden selanjutnya
dijelaskan mengenai cara pengisian kuesioner dan responden dianjurkan
bertanya apabila ada pertanyaan ataupun pernyataan yang kurang jelas.
44
10. Waktu pengisian kuesioner selama kurang lebih 15 menit untuk masingmasing responden, sedangkan proses pengambilan data dilakukan 2 hari
disesuaikan dengan kondisi di Puskesmas Kecamatan Johar Baru.
11. Responden diharapkan menjawab seluruh pertanyaan di dalam kuesioner.
Setelah responden selesai, lembar kuesioner dikembalikan kepada peneliti.
12. Kuesioner yang telah diisi selanjutnya diperiksa kelegkapannya kemudian
diolah dan dianalisa oleh peneliti.
G. Etika Penelitian
Seorang peneliti mempunyai kewajiban untuk menghormati subjek
penelitiannya, terutama bila penelitian tersebut adalah jenis penelitian
eksperimen, ketika perlakuan diberikan kepada individu maupun kelompok
(Wasis, 2008). Secara umum prinsip etika dalam penelitian atau pengumpulan
data dapat dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu prinsip manfaat, prinsip
menghargai hak-hak subjek, dan prinsip keadilan (Nursalam, 2008).
1. Prinsip Manfaat
a) Bebas dari penderitaan
b) Bebas dari eksploitasi
c) Risiko
2. Prinsip Menghargai Hak-hak Subjek
a) Hak untuk ikut atau tidak menjadi responden
b) Hak untuk mendapatkan jaminan dari perlakuan yang diberikan
45
c) Informed consent
3. Prinsip Keadilan
a) Hak untuk mendapatkan pengobatan yang adil
b) Hak dijaga kerahasiannya
H. Pengolahan Data
Adapun tahap-tahap pengolahan data sebagai berikut:
1. Editing
Hasil kuesioner dilakukan penyuntingan (editing) terlebih dahulu.
Secara umum editing adalah kegiatan untuk pengecekan dan perbaikan isian
kuesioner yang mencakup kelengkapan data, relevan, jelas atau terbaca, dan
konsisten. Apabila ada jawaban yang belum lengkap, jika memungkinkan
perlu dilakukan pengambilan data ulang atau jika tidak memungkinkan
maka data tersebut dimasukkan dalam pengelolaan data missing.
2. Coding
Setelah
semua
kuesioner
diedit,
maka
selanjutnya
dilakukan
pengkodean atau coding yakni mengubah data berbentuk kalimat atau huruf
menjadi data angka atau bilangan. Coding atau pemberian data ini sangat
berguna dalam memasukkan data (data entry).
3. Data Entry atau Processing
Data dalam bentuk kode (angka atau huruf) dimasukkan ke dalam
program atau software komputer. Software komputer ini bermacam-macam,
masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangannya. Salah satu paket
46
program yang paling sering digunakan untuk memasukkan data penelitian
adalah paket program SPSS for Window. Dalam proses ini dituntut
ketelitian, apabila tidak, maka akan terjadi kesalahan, meskipun hanya
memasukkan data.
4. Pembersihan Data (Cleaning)
Apabila semua data dari setiap sumber data atau responden selesai
dimasukkan, perlu dicek kembali untuk melihat kemungkinan-kemungkinan
adanya kesalahan-kesalahan kode, ketidaklengkapan, dan sebagainya,
kemudian dilakukan pembetulan atau koreksi.
I. Analisis Data
Setelah dilakukan proses pengelolaan data langkah selanjutnya adalah
melakukan proses analisis data. Analisa data dilakukan untuk mengolah data
dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan serta untuk
menguji secara statistik kebenaran hipotesis yang telah ditetapkan (Sumantri,
2011). Adapun analisis yang akan digunakan pada penelitian ini terdiri dari dua
tahap yaitu:
1. Analisis Univariat (Deskriptif)
Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan
karakteristik setiap variabel penelitian. Bentuk analisis univariat tergantung
dari jenis datanya (Notoatmodjo, 2010). Analisis univariat ini bertujuan
untuk mengetahui jumlah, mean atau rata-rata, persentase variabel
penelitian (Sumantri, 2011).
47
2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang diduga
berhubungan atau berkolerasi dan hasil uji didapat adanya hubungan
variabel dependen dan independen tersebut bermakna atau tidak bermakna
(Notoatmodjo, 2010). Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui
hubungan antara variabel independen dan dependen, yaitu hubungan ASI
eksklusif dan angka terjadinya diare pada bayi yang berusia 0-6 bulan di
Puskesmas Kecamatan Johar Baru.
Teknik analisis dilakukan dengan uji chi square. Jika chi-square hitung
< chi-square tabel, H0 ditolak. Jika chi-square hitung > chi-square tabel, Ho
diterima (Santosa, 2005).
Derajat kepercayaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sebesar 95% dengan α= 5% atau 0,05, sehingga jika P (p-value) < 0.05
menunjukkan hasil perhitungan statistik bermakna (signifikan) atau
menunjukkan ada hubungan antara variabel independen dengan variabel
dependen, dan apabila nilai p value > 0.05 berarti hasil perhitungan statistik
tidak bermakna atau tidak ada hubungan.
J. Penyajian Data
Dalam penelitian ini, data disajikan dalam bentuk tabulasi yang
kemudian dijabarkan dalam bentuk tulisan.
BAB V
HASIL PENELITIAN
Pada bab lima ini, peneliti akan memaparkan secara lengkap hasil penelitian
mengenai hubungan pemberian ASI Eksklusif dengan angka kejadian diare pada
bayi yang berusia 0-6 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Johar Baru.
Penelitian ini berlangsung tanggal 9-10September.
A. Deskripsi Umum Tempat Penelitian
Puskesmas Kecamatan Johar Baru terletak di Jl. Mardani Raya No.36,
Johar Baru, Jakarta Pusat. Wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Johar Baru
terdiri dari beberapa kelurahan, diantaranya ada Kelurahan Johar Baru dan
Kelurahan Tanah Tinggi. Berikut adalah Visi, Misi, dan Kebijakan Mutu
Puskesmas Kecamatan Johar Baru.
1. Visi Puskesmas Kecamatan Johar Baru
Terwujudnya Puskesmas Kecamatan Johar Baru yang memberikan
pelayanan prima, berorientasi pada kepuasan menuju masyarakat sehat dan
mandiri.
2. Misi Puskesmas Kecamatan Johar Baru
a. Memberikan pelayanan kesehatan prima dan merata
b. Meningkatkan profesionalisme tenaga kesehatan, medis dan non medis
puskesmas
c. Menggalang kemitraan pelayanan kesehatan di wilayah kerja puskesmas
48
49
d. Mengembangkan upaya kemandirian masyarakat dalam bidang kesehatan
3. Kebijakan Mutu Puskesmas Kecamatan Johar Baru
Bertekad memberikan pelayanan prima, menuju masyarakat sehat yang
mandiri secara berkesinambungan sesuai dengan peraturan dan perundangundangan yang berlaku, serta senantiasa melakukan perbaikan secara
berkesinambungan untuk mencapai kepuasan pelanggan.
B. Hasil Analisis Univariat
1. Karakteristik Usia Responden di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan
Johar Baru
Karakteristik responden berdasarkan usia dapat dilihat pada tabel 5.1.
Tabel 5.1 Hasil Analisis Usia di Wilayah Kerja Puskesmas
Kecamatan Johar Baru (n=30)
Usia
6 bulan
7 bulan
Total
Diare
Ya
3
(10%)
7
(23,3%)
10
(33,3%)
Tidak
10
(33,3%)
10
(33,3%)
20
(66,7%)
Total
13
(43,3%)
17
(66,7%)
30
(100%)
Data pada tabel memperlihatkan bahwa usia yang diambil peneliti
untuk menjadi responden hanya berkisar pada bayi yang usianya enam atau
tujuh bulan saja. Usia enam bulan yang terjadi diare adalah sebanyak 3
orang (10%), dan yang tidak diare sebanyak 10 orang (33,3%). Sedangkan
50
bayi usia tujuh bulan yang terjadi diare sebanyak 7 orang (23,3%) dan yang
tidak diare adalah sebanyak 10 orang (33,3%).
2. Karakteristik Diare Responden berdasarkan Riwayat ASI Eksklusif
Sebelum peneliti melakukan uji univariat terhadap variabel ASI
eksklusif, terlebih dahulu peneliti melakukan uji normalitas pada
pertanyaan-pertanyaan dalam variabel tersebut. Uji normalitas variabel ini
dilakukan menggunakan Rasio Skewness. Hasil uji normalitas dari variabel
ASI eksklusif selama enam bulan dinyatakan berdistribusi normal yaitu 1,745. Data dikatakan berdistribusi normal jika nilai Rasio Skewness berada
pada rentang nilai -2 sampai 2. Nilai rasio skewness ini didapatkan dari
pembagian antara nilai skewness dengan standar error skewness.
Tabel 5.2 Hasil Analisis ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas
Kecamatan Johar Baru (n=30)
Asi Ekskusif
Ya
Tidak
3
7
ya
(10%)
(23,3%)
Diare
11
9
tidak
(36,7%)
(30%)
14
16
Total
(46,7%)
(53.3%)
Total
10
(33,3%)
20
(66,7%)
30
(100%)
Pada tabel 5.2 memperlihatkan bahwa bayi yang diberikan ASI
Eksklusif lebih sedikit terjadi diare 3 orang (10%) daripada yang tidak
diberikan ASI Eksklusif 7 orang (23,3%).
51
3. Karakteristik Diare Responden berdasarkan Riwayat IMD
Tabel 5.3 Hasil Analisis IMD di Wilayah Kerja Puskesmas
Kecamatan Johar Baru (n=30)
IMD
ya
Diare
tidak
Total
Ya
8
(26,7%)
17
(56,7%)
25
(83,3%)
Tidak
2
(6,7%)
3
(10%)
5
(16,7%)
Total
10
(33.3%)
20
(66,7%)
30
(100%)
Data pada tabel 5.3 memperlihatkan bahwa bayi yang diberikan IMD
terjadi diare sebanyak 8 orang (26,7%), sedangkan yang tidak diare
sebanyak 17 orang (56,7%). Bayi yang tidak diberikan IMD terjadi diare
sebanyak 2 orang (6,7%), sedangkan yang tidak diare sebanyak 3 orang
(10%).
4. Karakteristik Diare Responden Berdasarkan Riwayat MP ASI
Tabel 5.4 Hasil Analisis MPASI di Wilayah Kerja Puskesmas
Kecamatan Johar Baru (n=30)
ya
Diare
tidak
Total
MP ASI
Ya
tidak
7
3
(23,3%)
(10%)
8
12
(26,7%)
(40%)
15
15
(50%)
(50%)
Total
10
(33,3%)
20
(66,7%)
30
(100%)
52
Pada tabel 5.4 memperlihatkan bahwa bayi yang diberikan MP ASI
ketika ASI belum keluar lancar angka terjadinya diare sebanyak 7 orang
(23,3%), sedangkan yang tidak diare sebanyak 8 orang (26,7%). Bayi yang
tidak diberikan MP ASI ketika ASI belum keluar lancar angka terjadinya
diare sebanyak 3 orang (10%), sedangkan yang tidak terjadi diare sebanyak
12 orang (40%).
5. Karakteristik Diare Responden Berdasarkan Pertama Kali Diberi
MPASI
Tabel 5.5 Analisis Pertama Kali Diberi MPASI di Wilayah Kerja
Puskesmas Kecamatan Johar Baru (n=30)
ya
Diare
tidak
Total
Pertama diberi MP
ASI >6 bulan
Ya
tidak
3
7
(10%)
(23.3%)
10
10
(33,3%)
(33,3%)
13
17
(43,3%)
(56,7%)
Total
10
(33,3%)
20
(66,7%)
30
(100%)
Data pada tabel 5.5 memperlihatkan bahwa bayi yang diberi MP ASI
>6 bulan angka terjadi diare sebanyak 3 orang (10%), sedangkan yang tidak
diare sebanyak 10 orang (33,3%). Bayi yang diberikan MP ASI <6 bulan
angka terjadi diare sebanyak 7 orang (23,3%), sedangkan yang tidak diare
sebanyak 10 orang (33,3%).
53
C. Hasil Analisis Bivariat
1. Hubungan ASI Eksklusif dengan Angka Kejadian Diare
Analisi bivariat dilakukan untuk menganalisis data dari dua variabel
berbeda. Analisi bivariat dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui
hubungan antara ASI eksklusif dengan angka kejadian diare di wilayah
kerja Puskesmas Kecamatan Johar Baru. Teknik analisis bivariat ini dengan
menggunakan Analisis Chi Square.
Tabel 5.6 Hubungan ASI Eksklusif dengan Angka Kejadian Diare di
Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Johar Baru (n=30)
Asi Ekskusif
ya
Diare
tidak
Total
ya
Tidak
3
(10%)
11
(36,7%)
14
(46,7%)
7
(23,3%)
9
(30%)
16
(53,3%)
Total
Hasil uji chi
square (p
value)
10
(33,3%)
20
(66,7%)
30
(100%)
0,196
Hasil uji chi square diperoleh nilai signifikansi (p value) adalah sebesar
0,196. Karena nilai p value 0,196 > 0,05 maka H0 diterima dan Ha ditolak
yang berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara pemberian ASI
eksklusif dengan angka kejadian diare pada bayi usia 0-6 bulan di wilayah
kerja Puskesmas Kecamatan Johar Baru.
BAB VI
PEMBAHASAN
Pada bab ini, peneliti akan menjelaskan secara mendalam dan memberikan
interpretasi mengenai hasil analisis univariat dan hasil analisis bivariat yang telah
dipaparkan pada bab sebelumnya, serta keterbatasan penelitian.
A. Hasil Uji Analisis
1. Gambaran Karakteristik Usia Responden di Wilayah Kerja Puskesmas
Kecamatan Johar Baru
Responden dalam penelitian ini adalah bayi yang berusia 6-7 bulan
yang pernah atau tidak pernah mengalami diare dan bertempat tinggal di
wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Johar Baru. Jumlah responden yang
berpartisipasi dalam penelitian ini adalah 30 orang. Hasil perhitungan uji
statistik pada penelitian memperlihatkan bahwa bayi yang usia enam bulan
terjadi diare sebanyak tiga orang, dan yang tidak terjadi diare sebanyak 10
orang. Sedangkan untuk bayi yang berusia tujuh bulan terjadi diare
sebanyak tujuh orang dan yang tidak terjadi diare sebanyak 10 orang.
Usia bayi adalah usia yang dibagi menjadi dua tahap perkembangan
yaitu tahap pertama terjadi dari usia 1-12 bulan, dan tahap kedua terjadi dari
usia 1-2 tahun (Hidayat, 2008). Usia bayi rentan terhadap terjadinya
penyakit infeksi yang menyerang sistem pencernaan, salah satunya adalah
diare (Soenardi, 2009). Penyakit infeksi pada bayi terjadi karena sistem
pencernaan yang belum matur, atau hanya bisa menyerap komponen yang
54
55
terkandung di dalam ASI. Selain itu juga karena bahan makanan yang
diberikan selain ASI dapat terpapar berbagai kuman ataupun bakteri
penyebab infeksi.
Usia bayi ini merupakan usia adaptasi setelah terlahir dari rahim ibu.
Oleh karena itu, kehidupan seorang bayi sangat tergantung oleh lingkungan
terutama ibu (Supartini, 2004). Faktor-faktor penyebab terjadinya penyakit
infeksi terutama diare pada bayi menurut penelitian yang dilakukan oleh
Ziyane (1999) adalah pemberian ASI secara tidak rutin dan pemberian
makanan atau minuman selain ASI. Selain faktor makanan atau minuman,
juga ada faktor pendidikan dan budaya.
Selain penelitian oleh Ziyane, ada juga penelitian lain yang dilakukan
oleh Lamberti dkk (2011) yang juga menyatakan bahwa ASI eksklusif
sangat berpengaruh terhadap terjadinya diare. Penelitian lain yang dilakukan
oleh Yilgwan dan Okolo (2012) menyatakan bahwa faktor resiko terjadinya
diare pada bayi adalah status pendidikan seorang ibu, pemberian ASI tidak
eksklusif dan diare yang sebelumnya terjadi pada saudara kandung bayi.
Penelitian lain yang dilakukan di Provinsi Banten oleh Sulistiyowati (2013),
menyatakan bahwa faktor resiko terjadinya diare pada bayi <6 bulan adalah
pemberian ASI tidak eksklusif, sumber air minum yang tidak memenuhi
syarat, dan ibu yang tidak mencuci tangan menggunakan sabun.
Faktor resiko terjadinya diare pada bayi yang berusia >6 bulan menurut
penelitian yang dilakukan oleh Wijaya (2012) adalah tingkat pengetahuan
ibu, riwayat pemberian ASI, kebiasaan ibu mencuci tangan, jenis jamban
56
keluarga, dan kepadatan lalat di sekitar rumah. Penelitian lain yang juga
meneliti faktor resiko terjadinya diare pada bayi usia >6 bulan adalah
penelitian yang dilakukan oleh Irianto dkk (1996).
Penelitian tersebut menyatakan bahwa pendidikan ibu dan umur anak
merupakan faktor dominan dalam memperngaruhi kejadian diare. Anak
usia 12-24 bulan mempunyai resiko tinggi, yaitu 2,35 kali lebih besar
terserang diare dibandingkan dengan anak umur 25-59 bulan. Faktor lain
yang juga mempengaruhi terjadinya diare pada penelitian ini adalah jenis
jamban, jarak sumur ke rembesan tinja, dan kepadatan hunian. Penelitian
lain yang dilakukan oleh Hardi, Masni dan Rahma (2012) menyatakan
bahwa faktor resiko terjadinya diare pada batita adalah pengetahuan ibu,
pemberian ASI eksklusif, status imunisasi batita, hygiene perorangan ibu
dan sanitasi lingkungan.
2. Hasil Analisis Riwayat ASI Eksklusif Selama Enam Bulan Terhadap
Angka Kejadian Diare
Manfaat ASI salah satunya adalah mencegah penyakit infeksi
pencernaan seperti diare. Karena ASI mengandung zat-zat antibodi dan selsel makrofag yang dapat menghindarkan bayi dari berbagai penyakit infeksi
enteral dna infeksi parenteral (Yuliarti, 2010). Sebelum antibodi di dalam
tubuh bayi terbentuk secara sempurna, bayi terlebih dahulu mendapatkan
antibodi yang diberikan ibu melalui ASI.
Pemberian ASI eksklusif dimulai sejak ibu meletakkan bayi diatas
tubuhnya ketika bayi baru saja dilahirkan atau biasa disebut dengan Inisiasi
57
Menyusui Dini (IMD) sampai bayi tersebut berusia enam bulan. IMD adalah
cara meletakkan bayi di atas perut ibu yang bertujuan agar bayi tersebut
dapat
merangkak
hingga
menemukan
puting
susu
ibunya
dan
mengembangkan refleks menghisap bayi. Indra penciuman bayi yang baru
lahir sangat tajam sehingga dapat membantunya menemukan puting susu
ibu. Bayi dapat mengenali puting susu ibu dengan cara menyamakan bau
dan rasa air ketuban yang ada di telapak tangannya dengan bau yang
dikeluarkan payudara ibu (Siswosuharjo dan Chakrawati, 2013).
Ketika bayi bergerak mencari puting susu ibu, ibu akan memproduksi
oksitosin dalam kadar tinggi yang membuat payudara mengeluarkan zat
kolostrum, yaitu cairan yang diproduksi payudara, berwarna kekuningan
dan banyak mengandung antibodi dan nutrisi untuk bayi (UNICEF, 2007
dalam Aprillia, 2010). Kolostrum mengandung zat kekebalan 10-17 kali
lebih banyak dari ASI matang. Kolostrum mengandung zat putih telur atau
protein dalam kadar tinggi, zat antiinfeksi dalam kadar yang lebih tinggi
daripada susu matur (Danuatmaja dan Meiliasari, 2012).
Kolostrum juga mengandung laktosa atau hidrat arang dan lemak dalam
kadar yang rendah sehingga mudah dicerna (Danuatmaja dan Meilasari,
2012). Oleh karena itu kolostrum sangat baik dalam mencegah penyakit
infeksi. Selain manfaat kolostrum, IMD juga dapat membuat bayi menjilat
kulit ibu dan menelan bakteri yang aman yang akan berkoloni di usus bayi
dan menyaingi bakteri patogen (Hanson L, 2004 dalam Aprillia, 2010).
Penelitian yang dilakukan oleh Khan, Vesel, Bahl, dan Martines (2015),
menyatakan bahwa pemberian kolostrum atau IMD sesaat setelah bayi lahir
58
mempunyai hubungan yang signifikan dengan angka kejadian penyakit
infeksi termasuk diare. Penelitian ini menyatakan bahwa dengan
diberikannya IMD maka akan mengurangi angka kematian bayi baru lahir.
Bayi yang mendapatkan ASI pada waktu lahir sampai enam bulan
sesudahnya akan terlindungi dari berbagai macam infeksi, baik yang
disebabkan oleh bakteri, virus dan antigen lainnya. Sebaliknya, apabila bayi
diberikan makanan pendamping ASI saat usia belum mencapai enam bulan,
makan akan meningkatkan resiko diarenya menjadi 17 kali lebih besar
(WHO, 2008).
Laktosa di dalam ASI akan menghasilkan galaktosa. Dalam proses
metabolisme, laktosa ini menimbulkan suasana asam yang akan menjadi
media yang baik untuk pembiakan bakteri yang menguntungkan di mukosa
usus bayi yang disebut faktor bifidus dan akan mematikan bakteri yang jahat
(Purwanti, 2004). Suasana asam ini akan memberi kesempatan bifidobakteri
untuk berkembang biak dan menghasilkan vitamin B1, B2, B5, vitamin K,
asam folat, dan asam asetat yang mampu meningkatkan daya tahan anak
terhadap infeksi. Faktor bifidus ini akan memberi perlindungan (Purwanti,
2004). Studi di Nepal membuktikan anak yang tidak diberi ASI eksklusif
berisiko mendapatkan diare 9 kali lipat dibandingkan dengan yang diberi
ASI (Morrow AL, 2013).
Selain ASI mencegah penyakit infeksi terhadap bayi, ASI juga
mempunyai beberapa manfaat lainnya. Manfaat ASI antara lain adalah ASI
mengandung lebih dari 100 jenis zat gizi, ASI membantu tumbuh kembang
otak bayi, ASI melindungi bayi dari berbagai macam penyakit lainnya
59
seperti asma, influenza, difteri, obesitas dan diabetes, ASI memperkecil
risiko terjadinya SIDS (Sudden Infant Death Syndrome) dan Postneonatal
Death, dan juga ASI menjaga kesehatan kardovaskular bayi hingga masa
dewasa (Damayanti, 2010).
ASI mengandung protein khusus yaitu taurin dan omega-3 yang penting
untuk pertumbuhan dan perkembangan optimal sel-sel saraf dan otak bayi.
SIDS adalah kematian tiba-tiba yang terjadi pada bayi sementara
postneonatal death adalah kematian bayi yang terjadi dimasa 28 hari sampai
satu tahun kehidupan bayi. ASI dalam menjaga ksehatan kardovaskular,
contohnya kadar kolesterol. Selain itu juga ditemukan bahwa ASI bisa
mengahmbat terjadinya ikatan lemak-protein yang bisa menyebabkan
penyakit jantung koroner (Damayanti, 2010).
Setelah proses pemberian ASI eksklusif selama enam bulan, bayi baru
boleh
diberikan
Makanan
Pendamping
ASI
(MPASI).
Makanan
Pendamping ASI (MPASI) adalah makanan pelengkap atau tambahan bagi
bayi yang harus menjadi pelengkap dan dapat memenuhi kebutuhan bayi
dan menutupi kekurangan zat gizi yang terkandung dalam ASI (Sitompul,
2012). Makanan pendamping ASI bisa diberikan secara bertahap mulai dari
bentuk cair yang dilanjutkan agak kental sampai menjadi makanan padat.
Komposisi makanan pendamping ini perlu diperhatikan, biasanya terdiri
dari karbohidrat, sumber protein, sayuran dan buah sebagai sumber vitamin
dan mineral (Soenardi, 2009).
Pemberian MPASI terlalu dini sangat tidak dianjurkan karena bayi
dapat saja mengalami reaksi penolakan. Bayi usia dibawah enam bulan
60
dirancang untuk menghisap, bukan untuk mengunyah (Nurdiansyah, 2011).
Selain akan mengalami penolakan, bayi yang diberikan MPASI terlalu dini
dapat saja membuat daya tahan tubuh bayi menjadi lemah dan mengalami
penyakit infeksi bahkan sampai kematian. Menurut WHO dan UNICEF,
lebih dari 50% kematian anak balita terkait dengan keadaan kurang gizi, dan
dua pertiga diantara kematian tersebut terkait dengan praktik pemberian
makan yang kurang tepat pada bayi dan anak, seperti pemberian MPASI
yang terlalu dini (Syahriah, Maryanto, dan Mustika. A, 2014).
Sebagaimana teori yang ada, maka ada juga penelitian yang telah
membuktikan bahwa pemberian MPASI terlalu dini akan menyebabkan
diare. Penelitian yang dilakukan oleh Andriana dan Syafniar (2010) pada
ibu yang memiliki bayi berusia kurang dari enam bulan di desa Koto Tinggi
memiliki hasil sebanyak 14 (70%) responden dari 20 responden yang diberi
MPASI <6 bulan mengalami diare. Maka, hasil penelitian ini menyatakan
bahwa ada hubungan yang signifikan antara pemberian MPASI terlalu dini
terhadap angka kejadian diare.
Hasil analisis terhadap bayi yang diberi ASI Eksklusif dalam penelitian
ini yang mengalami diare adalah sebanyak 3 orang (10%) dan yang tidak
mengalami diare adalah sebanyak 11 orang (36,7%). Bayi yang tidak diberi
ASI eksklusif yang mengalami diare adalah sebanyak 7 orang (23,3%) dan
yang tidak mengalami diare adalah sebanyak 9 orang (30%). Setelah
dihitung dengan menggunakan metode chi square, didapatkan bahwa nilai p
value yang >0,05, yaitu 0,196. Artinya, pada penelitian ini belum bisa
dibuktikan bahwa pemberian ASI eksklusif memiliki hubungan yang
61
signifikan dengan angka kejadian diare di wilayah kerja Puskesmas
Kecamatan Johar Baru.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Siregar (2011) tentang studi risiko kejadian diare pada bayi usia 0-6 bulan
akibat tidak diberikan ASI eksklusif. Sampel dalam penelitian ini adalah
bayi usia 0-6 bulan yang tercatat berobat di Puskesmas Gunung Sindur di
Bogor tahun 2011. Sampel dipilih menggunakan teknik purposive sampling,
dengan perbandingan kasus diare : kontrol adalah 1 : 3. Data dikumpulkan
dengan
menggunakan
kuesioner
dan
wawancara
dan
dianalisis
menggunakan uji crosstab. Hasil penelitian menyatakan bahwa ASI
eksklusif saja tidak mempunyai hubungan yang signifikan dengan angka
kejadian diare, melainkan ada beberapa faktor lain yang dapat menyebabkan
seorang bayi terkena diare. Beberapa faktor lain tersebut yaitu perilaku ibu,
sanitasi lingkungan dan laktosa intoleran.
Penelitian lain yang mendukung penelitian ini yaitu penelitian yang
dilakukan oleh Purba (2013) tentang faktor-faktor yang berhubungan
dengan kejadian diare pada balita. Sampel pada penelitian ini adalah 113
balita yang ada di Kabupaten Humbang Hasundutan. Sampel diambil secara
purposive. Data diambil melalui kuesioner, observasi serta pengukuran.
Hasil penelitian menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara umur anak,
jenis kelamin, ASI eksklusif, status imunisasi campak, pendidikan ibu,
sanitasi lingkungan, dan higiene perorangan dengan kejadian diare. Menurut
penelitian Purba faktor-faktor yang mempunyai hubungan yang signifikan
62
dengan kejadian diare adalah status gizi, pekerjaan ibu, penyediaan air
bersih dan ketersediaan jamban.
Selain penelitian yang mendukung, ada juga penelitian yang tidak
mendukung penelitian ini. Hasil penelitian dari Mohamad, Abdullah dan
Prawirodiharjo (2014) yang dilakukan pada 140 orang bayi di wilayah kerja
Puskesmas Galesong Utara Takalar menyatakan bahwa terdapat hubungan
yang signifikan antara pemberian ASI eksklusif dengan angka kejadian
diare. Bayi yang tidak diberi ASI eksklusif berisiko 9,1 kali untuk terjadi
diare dibandingkan dengan bayi yang diberi ASI eksklusif.
B. Keterbatasan Penelitian
1. Penelitian ini bersifat retrospektif atau melihat ke balakang, sehingga
kebenaran pengisian kuesioner ini sangat tergantung kepada ingatan ibu
responden tentang kejadian diare dan riwayat ASI Eksklusif pada
responden.
2. Penelitian ini hanya berfokus kepada riwayat ASI Eksklusif pada responden
saja, tetapi tidak mengkaji faktor-faktor penyebab diare lainnya seperti
lingkungan tempat tinggal bayi, sanitasi di dalam rumah bayi dan higiene
perorangan ibu.
3. Peneliti juga tidak mengkaji faktor-faktor mengapa sang ibu menghentikan
ASI Eksklusif pada bayi seperti pekerjaan ibu, pendidikan ibu dan ASI yang
tidak lancar.
4. Penelitian ini hanya mengambil responden minimal dari yang ditentukan,
sehingga diharapkan penelitian yang selanjutkan dapat mengambil sampel
yang lebih banyak agar hasil yang didapatkan lebih maksimal.
63
5. Pertanyaan dalam penelitian ini kurang mendalam, maka perlu pertanyaan
tambahan yang menanyakan frekuensi BAB bayi dalam sehari dan
pertanyaan tambahan untuk riwayat ASI eksklusif bayi.
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dipaparkan pada
bab sebelumnya, maka kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Karakteristik bayi yang mengalami diare berdasarkan usia yaitu bayi yang
berusia enam bulan terjadi diare sebanyak 3 orang (10%), sedangkan bayi
yang berusia tujuh bulan terjadi diare sebanyak 7 orang (23,3%).
2. Bayi yang diberi ASI eksklusif terjadi diare sebanyak 3 orang (10%) dan
yang tidak terjadi diare adalah sebanyak 11 orang (36,7%).
3. Bayi yang tidak diberi ASI eksklusif terjadi diare sebanyak 7 orang (23,3%)
dan yang tidak terjadi diare adalah sebanyak 9 orang (30%).
4. Tidak ada hubungan yang signifikan antara pemberian ASI eksklusif dengan
angka kejadian diare pada bayi usia 0-6 bulan di wilayah kerja Puskesmas
Kecamatan Johar Baru.
B. Saran
1. Bagi Puskesmas Kecamatan Johar Baru
Meningkatkan program pendidikan kesehatan mengenai pentingnya
ASI eksklusif untuk bayi usia 0-6 bulan agar dapat menurunkan angka
kesakitan dan kematian karena diare.
2. Bagi praktik keperawatan
64
65
Perawat perlu meningkatkan perannya sebagai educator agar dapat
meningkatkan pengetahuan ibu tentang pentingnya ASI eksklusif untuk bayi
usia 0-6 bulan dalam mencegah diare
3. Bagi peneliti selanjutnya
a) Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor risiko
terjadinya diare pada bayi usia 0-6 bulan selain faktor tidak diberikannya
ASI eksklusif pada bayi seperti hiegene perorangan dan lingkungan.
b) Perlu dikaji lebih dalam lagi faktor ibu memberhentikan ASI eksklusif
padi bayi sebelum usia enam bulan seperti ibu bekerja atau adakah
penyakit pada ibu yang tidak memboleh ibu menyusui bayinya.
c) Perlu menambah jumlah responden dalam penelitian selanjutkan untuk
hasil yang lebih maksimal.
d) Perlu menambahkan pertanyaan tambahan untuk diare seperti frekuensi
BAB bayi dalam sehari, lalu apakah bayi tersebut meminum obat diare
atau dibawa ke rumah sakit atau puskesmas.
e) Perlu pertanyaan tambahan yang lebih mendalam lagi tentang riwayat
ASI eksklusif pada bayi.
DAFTAR PUSTAKA
Andriana dan Syafniar. 2010. Hubungan Pemberian MPASI Terhadap Kejadian
Diare pada Bayi Usia <6 Bulan di Desa Koto Tinggi Wilayah Kerja
Puskesmas Rambah Mei-Juni 2010 (diunduh pada tanggal 15 Desember
2015)
Aprillia, Yesie. 2010. Hipnostetri. Jagakarsa: GagasMedia
Bahiyatun. 2009. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas Normal. Jakarta: EGC
Baughman, Diane C., JoAnn C. Hackley. 2000. Keperawatan Medikal Bedah
Buku Saku dari Brunner & Suddart. Jakarta: EGC
Behrman, Richard E., Robert M. Kleigman, Ann M. Arvin. 2000. Ilmu Kesehatan
Anak. Jakarta: EGC
Budiharto. 2008. Metodologi Penelitian Kesehatan dengan Contoh Bidang Ilmu
Kesehatan Gigi. Jakarta: EGC.
Dahlan, M. Sopiyudin 2006. Statistika untuk kedokteran dan kesehatan : uji
hipotesis dengan menggunakan SPSS (seri evidence based medicine 1).
Jakarta : Arkans, p: 4.
Damayanti, Diana. 2010. Asyiknya Minum ASI. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama
Danuatmaja, Bonny dan Mila Meiliasari. 2012. 40 Hari Pasca Melahirkan.
Depkes RI. 2005. Manajemen Laktasi: Buku Panduan Bagi Bidan dan Petugas
Kesehatan di Puskesmas. Dit Gizi Masyarakat-Depkes RI, Jakarta.
Depkes RI. 2009. ASI Eksklusif. Jakarta
Depkes RI. 2010. Buku Bagan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS). Jakarta
Farrer, Helen. 2001. Perawatan Maternitas. Jakarta: EGC
Grabber, Mark A. 2006. Buku Saku Dokter Keluarga University of IOWA. Jakarta:
EGC
Grace, Pierce A. dan Neil R. Borley. 2006. Surgery at a Glance: Third Edition.
Jakarta: Erlangga
Gribble, Karleen D. 2011. Mechanisms Behind Breastmilk’s Protection Againts,
and Artificial Baby Milk’s Facilitation Of, Diarrhoeal Illness. Breastfeeding
Review 2011; 19(2): 19-26
Hardi, Amin Rahman., Masni., Rahma. 2012. Faktor yang Mempengaruhi
Kejadian Diare pada Batita di Wilayah Kerja Puskesmas Baranglompo
Kecamatan Ujung Tanah Tahun 2012. Makassar (diunduh tanggal 11
Desember 2015)
Hastono, Sutanto Priyo dan Luknis Sabri. 2008. Statistik Kesehatan. Jakarta : PT
Raja Grafindo Persada
Hidayat, A. 2007. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Bineka Cipta
Hidayat, A. Aziz Alimul. 2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk
Pendidikan Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika
Ibrahim, Tuti Jatiningrum., Jeannette I. Ch. Manoppo., Johnny Rompis. 2014.
Hubungan Riwayat Pemberian ASI Eksklusif dengan Kejadian Diare Akut
pada Anak di RSUP Prof DR. R D. Kandou. Sulawesi Utara (diunduh
tanggal 7 April 2015)
Irianto, Joko dkk. 1996. Faktor-faktor yang Memperngaruhi Kejadian Diare pada
Anak Balita (diunduh tanggal 12 November 2014)
K.D, Ayu Bulan Febry, Zulfito M. 2007. Buku Pintar Menu Bayi. Tanggerang: PT
Wahyu Media
Kemenkes RI. 2011. Situasi Diare di Indonesia Tahun 200-2007. Jakarta:
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia
Khan, J., Vesel L., Bahl R., Martines JC. 2015. Timing of Breastfeeding Initiation
and Exclusivitiy of Breastfeeding During The First Month of Life: Effects on
Neonatal
Mortality
and
Morbidity
(diakses
dari
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/24894730)
Lamberti, Laura M dkk. 2011. Breastfeeding and The Risk For Diarrhea
Morbidity and Mortality (diakses dari www.biomedcentral.com/14712458/11/53/S15 diunduh tanggal 19 Desember 2015)
Morrow, A. L. 2013. Human milk composition. Pediatr Clin N Am (diakses
tanggal 21 September 2015)
Nasar, Sri S., Aryono Hendarto, Hindah J. Muaris. 2005. Makanan Bayi dan Ibu
Menyusui. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
Noviana, Nurmila. 2011. Hubungan Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini dengan
Pemberian ASI Eksklusif Oleh Ibu yang Mempunyai Bayi Usia 6-12 Bulan
di Desa Wijimulyo Nanggulan Kulon Progo Yogyakarta (diunduh pada
tanggal 11 Desember 2015)
Novita, Windya. 2007. Serba-serbi Anak yang Perlu Diketahui Seputar Anak dari
Dalam Kandungan Hingga Masa Sekolah (Tinjauan Psikologis dan
Kedokteran). Jakarta: PT Elex Media Komputindo
Nurdiansyah, Nia. 2011. Buku Pintar Ibu dan Bayi. Jagakarsa: Bukune
Nursalam.
2008.
Konsep
dan
Penerapan
Metodologi
Penelitian
Ilmu
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Perry, Anne Griffin dan Patricia A. Potter. 2005. Buku Ajar Fundamental
Keperawatan. Jakarta: EGC
Prabantini, Dwi. 2010. A-Z Makanan Pendamping ASI. Yogyakarta: ANDI
Pratisto, Arif. 2004. Cara Mudah Mengatasi Masalah Statistik dan Rancangan
Percobaan dengan SPSS 12. Jakarta: PT Elex Media Komputindo
Mohamad, Imelda., Tahir Abdullah., Leo Prawirodiharjo. 2014. Hubungan
Pemberian ASI Eksklusif dengan Kejadian Diare pada Bayi Usia 0-11
Bulan di Puskesmas Galesong Utara (diunduh tanggal 10 Desember 2015)
Purba, Edy Marjuang. 2013. Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian
Diare pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Matiti Kecamatan
Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan Tahun 2012 (diakses
tanggal 10 Desember 2015).
Riskesdas. 2013
Roesli, Utami. 2007. Mengenal ASI Eksklusif. Jakarta. Trubus Agriwidya
Santosa, Purbayu Budi dan Muliawan Hamdani. 2005. Statistika Deskriptif dalam
Bidang Ekonomi dan Niaga. Jakarta: Erlangga
Santoso, Trusty T. 2010. Senangnya Jadi Ibu. Jakarta: Niaga Swadaya
Schwartz, William. 2000. Pedoman Klinis Pediatri. Jakarta: EGC
Sears, William dan Martha Sears. 2007. The Baby Book. Jakarta: Serambi Ilmu
Semesta
Simkin, Penny, Janet Whalley, Ann Keppler. 2010. Panduan Lengkap Kehamilan,
Melahirkan, dan Bayi. Washington
Sinsin, Iis. 2008. Seri Kesehatan Ibu dan Anak Masa Kehamilan dan Persalinan.
Jakarta: PT Elec Media Komputindo
Siregar, MHD. Arifin. 2011. Pemberian ASI Eksklusif dan Faktor-faktor yang
Mempengaruhinya (diunduh pada tanggal 16 September 2014)
Siswosuharjo, Suwignyo dan Fitria Chakrawati. 2013. Panduan Super Lengkap
Hamil Sehat. Semarang
Sitompul, Ewa Molika. 2012. Buku Pintar MPASI. Jakarta
Soenardi, Tuti. 2009. Tim Padat untuk Bayi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama
Soetjiningsih. 2007. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC
Sulistiyowati, Dwi. 2013. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian
Diare pada Bayi Usia 0-11 Bulan di Puskesmas Kilasah, Kota Serang,
Provinsi Banten (diunduh tanggal 19 Desember 2015)
Sumantri, Arif. (2011). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Kencana
Supartini, Yupi. 2004. Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta: EGC
Suririnah. 2009. Buku Pintar Merawat Bayi 0-12 Bulan. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama
Suwarni dkk. 2013. Perbedaan Kejadian Diare pada Bayi 0-6 Bulan yang Diberi
ASI dengan Yang Diberi Susu Formula (di BPS ASRI Desa Baturetno
Kecamatan Tuban Kabupaten Tuban). Poltekkes Kemenkes Surabaya
Syahriah, ulfa., Sugeng Maryanto., dan Riva Mustika A. 2014. Hubungan Usia
Pemberian MPASI dan Usia Penyapihan dengan Status Gizi Anak Usia 0-24
Bulan di Desa Kalijaga Timur Kecamatan Aikmel Kabupaten Lombok
Timur (diunduh tanggal 11 Desember 2015)
Thompson, June. 2003. Toddlercare Pedoman Merawat Balita. Jakarta: Erlangga
Verralls, Sylvia. 2003. Anatomi dan Fisiologi Terapan dalam Kebidanan. Jakarta:
EGC
Wasis. 2008. Pedoman Riset Praktis untuk Profesi Perawat. Jakarta: EGC
WHO. 2008. Indikator Perbaikan Kesehatan Lingkungan Anak; alih bahasa
Apriningsih; editor edisi Bahasa Indonesia, Erita Agustin Hardiyanti.
Jakarta: EGC
WHO. 2011. Global Strategy for Infant and Young Child.
Wijaya, Yulianto. 2012. Faktor Risiko Kejadian Diare Balita di Sekitar TPS
Banaran
Kampus
UNNES
(diakses
dari
http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ujph diunduh tanggal 10 Desember
2015)
Wisudanti, Desie Dwi. 2013. Pencegahan dan Penanganan Diare pada Anak
(diakses dari http://www.doktermuslimah.com/2013/05/pencegahan-dantatalaksana-diare-pada-anak.htm)
Wong, Donna L. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC
Wong, Donna L. dan
Marilyn Hockenberry. 2009. Buku Ajar Keperawtan
Pediatrik Volume 1. Jakarta: EGC
Yahya. 2005. Cairan Ajaib Air Susu Ibu. Jakarta: Medika
Yilgwan, Christopher S. Dan S. N. Okolo. 2012. Prevalence of Diarrhea Disease
and Risk Factors in Jos University Teaching Hospital, Nigeria. Annals of
African Medicine Vol. 11, No.4; 2012 (diunduh tanggal 19 Desember 2015)
Yuliarti, Nurhaeti. 2010. Keajaiban ASI-Makanan Terbaik untuk Kesehatan,
Kecerdasan, dan Kelincahan Si Kecil. Yogyakarta
Ziyane, Isabella S. 1999. The Relationship between Infant Feeding Practices and
Diarrhoeal Infections. Journal of Advanced Nursing (diunduh tanggal 19
Desember 2015)
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23245/4/Chapter%20II.pdf
diakses pada 12 november 2014
http://www.indonesian-publichealth.com/2012/10/manajemen-terpadu-balita
sakit-mtbs.html diakses 16 oktober 2014
Lampiran 2
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
LEMBAR PERSETUJUAN RESPONDEN
(Inform Consent)
Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bersedia untuk menjadi
responden penelitian yang dilakukan oleh mahasiswi Program Studi Ilmu
Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan judul Skripsi “Hubungan
Pemberian ASI Eksklusif dengan Angka Kejadian Diare pada Bayi Usia 0-6
Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Johar Baru”.
Jakarta, September 2015
Responden,
Lampiran 3
KUESIONER HUBUNGAN PEMBERIAN ASI EKSLUSIF DENGAN
ANGKA KEJADIAN DIARE PADA BAYI USIA 0-6 BULAN DI WILAYAH
KERJA PUSKESMAS KECAMATAN JOHAR BARU
No. Kuesioner:
I.
1.
Nama Anak
2.
Umur
IDENTITAS RESPONDEN
a. 6 bulan
b. 7 bulan
II.
1.
DIARE PADA RESPONDEN
Berapa kali anak menderita
a. 0
diare selama umur 0-6 bulan?
b. 1 kali
c. 1-2 kali
d. >2 kali
III.
2.
ASI EKSKLUSIF PADA RESPONDEN
Apakah ibu memberikan ASI
a. Ya
saja kepada anak selama
b. Tidak
enam bulan?
3.
Apakah ketika baru lahir anak
a. Ya
dilakukan Inisiasi Menyusu
b. Tidak
Dini (IMD)?
4.
5.
Kapan ibu mulai melakukan
proses menyusui untuk anak
yang pertama kali, setelah
anak dilahirkan?
JIKA KURANG DARI 1
JAM, TULIS 00;
JIKA KURANG DARI 24
JAM, TULIS DALAM
JAM;
JIKA 24 JAM ATAU
LEBIH TULIS DALAM
HARI
Apakah sebelum disusui yang
pertama kali atau sebelum
ASI keluar/lancar, anak
a. ....... jam
b. ....... hari
a. Ya
b. Tidak
6.
7.
pernah diberi minuman
(cairan) atau makanan selain
ASI (termasuk air putih dan
madu)?
Apa jenis minuman/makanan
yang pernah diberikan kepada
anak sebelum mulai disusui
atau sebelum ASI
keluar/lancar?
a. Susu formula
Apakah ibu memberikan
a. Tidak
makanan Pendamping ASI
b. Ya
setelah anak berumur > 6
bulan?
b. MP-ASI lainnya
Sebutkan:
Lampiran 4
Validity (n=30)
Correlations
p1
p1
p2
,244
,244
,193
,026
,193
,193
30
30
30
30
30
Pearson Correlation
,244
1
,408*
1,000**
1,000**
Sig. (2-tailed)
,193
,025
,000
,000
30
30
30
1
,408*
,408*
,025
,025
N
1
30
30
Pearson Correlation
,407*
,408*
Sig. (2-tailed)
,026
,025
30
30
30
30
30
Pearson Correlation
,244
1,000**
,408*
1
1,000**
Sig. (2-tailed)
,193
,000
,025
30
30
30
30
30
Pearson Correlation
,244
1,000**
,408*
1,000**
1
Sig. (2-tailed)
,193
,000
,025
,000
30
30
30
30
N
p4
N
p5
p5
,244
Pearson Correlation
N
p3
p4
,407*
Sig. (2-tailed)
p2
p3
N
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
,000
30
Lampiran 5
Reliability (n=30)
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha
N of Items
,782
5
Item Statistics
Mean
Std. Deviation
N
p1
2,03
,964
30
p2
,53
,507
30
p3
,70
,466
30
p4
,53
,507
30
p5
,53
,507
30
Item-Total Statistics
Cronbach's
Scale Mean if
Scale Variance
Corrected Item-
Alpha if Item
Item Deleted
if Item Deleted
Total Correlation
Deleted
p1
2,30
3,114
,318
,910
p2
3,80
3,407
,781
,683
p3
3,63
3,964
,509
,761
p4
3,80
3,407
,781
,683
p5
3,80
3,407
,781
,683
Scale Statistics
Mean
4,33
Variance
5,126
Std. Deviation
2,264
N of Items
5
Lampiran 6
Normality (n=30)
Descriptive Statistics
N
Skewness
Statistic
diare
30
Valid N (listwise)
30
Statistic
-,745
Kurtosis
Std. Error
,427
Statistic
-1,554
Std. Error
,833
Rasio skewness= skewness/std. Error skewness= -0,745/0,427= -1,745
Data tersebut berdistribusi normal
Lampiran 7
Hasil Analisis Univariat (n=30)
diare * Usia
Count
Usia
6
diare
7
ya
tidak
Total
Total
3
7
10
10
10
20
13
17
30
diare * AsiEksklusif
Count
AsiEksklusif
tidak
diare
ya
Total
ya
7
3
10
tidak
9
11
20
16
14
30
Total
diare * IMD
Count
IMD
tidak
diare
ya
Total
ya
2
8
10
tidak
3
17
20
5
25
30
Total
diare * MpASI
Count
MpASI
ya
diare
Total
tidak
Total
ya
7
3
10
tidak
8
12
20
15
15
30
diare * Pertama
Count
Pertama
tidak
diare
ya
tidak
Total
ya
Total
7
3
10
10
10
20
17
13
30
Lampiran 8
Hasil Analisis Bivariat
diare * AsiEksklusif
Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-Square
Continuity
Correctionb
Likelihood Ratio
df
Asymp. Sig. (2-
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
1,674a
1
,196
,820
1
,365
1,713
1
,191
Fisher's Exact Test
Linear-by-Linear Association
N of Valid Cases
,260
1,618
1
,203
30
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,67.
b. Computed only for a 2x2 table
,183
Download