BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Berakhirnya Perang Dingin (Cold War) telah menjadikan Amerika Serikat menjadi satu-satunya negara adidaya di dunia. Dengan statusnya sebagai adidaya tunggal tersebut, Amerika Serikat memimpin berbagai wacana dalam hubungan internasional. Telah lebih dari dua puluh tahun posisi sebagai negara adidaya tunggal tersebut dinikmati oleh Amerika Serikat. Posisi unik tersebut telah membuat situasi politik internasional berubah dari situasi bipolar (dua kutub kekuasaan) dimana terjadi perebutan kekuasaan antara Amerika Serikat dengan Uni Soviet menjadi unipolar (satu kutub kekuasaan) dengan Amerika Serikat menjadi satu-satunya adidaya tunggal karena tidak ada lagi kekuatan yang sanggup menandingi Amerika Serikat di tingkat global. Dalam situasi ini, Amerika Serikat secara luas dipersepsikan sebagai kekuatan global (global power) dan karena itu dijuluki sebagai negara hegemon, yaitu negara yang menjalankan hegemoni. Mengikuti pengertian Antonio Gramsci, hegemoni merupakan penguasaan melalui "kepatuhan aktif" (secara sukarela) lewat kepemimpinan intelektual, moral, dan politik. Hegemoni ini diperlukan untuk mempertahankan kekuasaan atau dominasi1. 1 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, LKiS, Yogyakarta, 2009, hal. 103. Lihat juga Robert Bocock, Hegemoni, terjemahan Ikramullah Mahyuddin, Jalasutra, Yogyakarta, 2007, hal. 40. http://digilib.mercubuana.ac.id/ Sebagai kekuatan unipolar dalam politik internasional pasca Perang Dingin, Amerika Serikat banyak mendominasi berbagai wacana mengenai berbagai isu di berbagai wilayah dunia. Daya jangkau Amerika Serikat yang luas mencakup seluruh kawasan di dunia --melintasi Pasifik dan Atlantik, Amerika Tengah dan Latin, hingga ke Timur Tengah dan Asia Tenggara-- membuat Amerika Serikat terus bertindak sebagai wasit (referee) dan pemain (player) bagi kawasan-kawasan tersebut dikarenakan tidak ada lagi pesaing yang seimbang dengan Amerika Serikat. Situasi unipolar (tanpa pesaing yang seimbang) tersebut seringkali memaksakan kehendaknya dengan cara bertindak secara sepihak (unilateral) dengan mengabaikan lembaga internasional. Kasus pertama wacana dominan yang diangkat Amerika Serikat pasca Perang Dingin adalah mengenai negara Irak yang diwacanakan Amerika Serikat sebagai negara yang berbahaya bagi negaranegara tetangganya karena Irak telah menyerbu Kuwait pada tahun 1990. Amerika Serikat menggiring opini internasional bahwa Irak harus segera diserbu secara militer agar mencegah serbuan lanjutan Irak ke negara-negara tetangganya di kawasan Timur Tengah. Presiden Bush senior mendeklarasikan bahwa perang tersebut lebih dari sekedar masalaha satu negara kecil, namun merupakan suatu gagasan besar (big idea) mengenai suatu tatanan dunia baru (a new world order) yang berisi penyelesaian damai atas perselisihan-perselisihan, solidaritas melawan agresi, pengurangan dan pengendalian persenjataan, dan perlakuan yang adil bagi semua orang2. 2 Tim Dunne, 2001. Liberalism. Dalam John Baylis & Steve Smith (penyunting). The 2 http://digilib.mercubuana.ac.id/ Setelah sepuluh tahun pasca penyerangan pasukan multinasional di bawah pimpinan Amerika Serikat terhadap Irak, Amerika Serikat mewacanakan adanya tiga negara yang menjadi poros kejahatan (axis of evil) dalam pergaulan internasional, yaitu Irak, Iran, dan Korea Utara. Namun upaya membangun wacanan dominan dalam isu ini mendapatkan tentangan dari berbagai negara. Walaupun pada akhirnya gagal menggalang konsensus mengenai isu tersebut, Amerika Serikat tetap mewacanakan gagasan tersebut dan bahkan mengambil tindakan sepihak (unilateral) yang lebih jauh dengan melakukan serangan militer --tanpa otorisasi dari Dewan Keamanan (DK) PBB-- ke Irak pada tahun 2003. Kegagalan Amerika Serikat dalam membangun konsensus wacana mengenai Perang Irak II --untuk menghapus Irak sebagai ancaman keamanan di Timur Tengah, menghancurkan senjata pemusnah massal (Weapons of Mass Destruction/WMD) Irak, membawa demokrasi di Irak, serta memerangi Al Qaeda-- terlihat dari cibiran berbagai opini umum dan media Arab3. Media Arab pesimistis melihat masa depan Irak dan menyalahkan AS atas situasi masa depan Irak dan menyalahkan AS atas situasi karut marut dan pertumpahan darah yang tak pernah berakhir di Irak selama sembilan tahun (2003-2011) pendudukan Amerika Serikat di Irak. Beberapa media di Timur Tengah seperti harian Al Quds al Arabi, harian Al Khalej di Uni Emirat Arab, dan harian Asharq al Awsat mencibir penarikan pasukan Amerika Serikat dari Irak4. Harian Al Quds al Arabi menyebut Amerika Serikat telah melakukan pemutarbalikan opini umum secara Globalization of World Politics: An Introduction to International Relations. New York: Oxford University Press, Ufuk press, hal. 170. 3 Kompas, 17 Desember 2011, hal 10. "AS Pulang dengan Cibiran". 4 Ibid. 3 http://digilib.mercubuana.ac.id/ konstan dan bahkan menyebut presiden Barack Obama sama saja dengan pendahulunya, presiden George W Bush, yang turut berandil melakukan kebohongan. Al Khalej menyebut AS merayakan akhir invasi di Irak untuk menutupi tragedy kemanusiaan. Sedangkan harian Asharq al Awsat menyebut bahwa AS gagal membangun demokrasi hakiki di Irak karena demokrasi yang diterapkan di Irak selama ini adalah semu. Teori hegemoni Gramsci mengatakan bahwa dalam lapangan sosial ada pertarungan untuk memperebutkan penerimaan publik. Karena itu sebuah negara dominan harus berjuang agar gagasan-gagasannya diterima publik tanpa ada paksaan. Legitimasi kepemimpinan global Amerika Serikat mulai dipertanyakan pada dekade kedua setelah Perang Dingin berakhir. Yang dipermasalahkan adalah unilateralisme Amerika Serikat yang dipersepsikan semakin menguat. Persepsi tersebut mendapat legitimasinya dari pernyataan presiden Bush, "Either you are with us, or you are with the terrorist" 5 . Pernyataan tersebut merupakan suatu "pengakuan" atas berbagai tindakan Amerika Serikat yang cenderung ingin bertindak sendiri dalam menyelesaikan berbagai isu internasional. Selain itu, pernyataan tersebut menunjukkan arogansi Amerika Serikat dalam menjalankan perannya sebagai sebuah hegemon. Berbagai pihak menolak wacana dominan yang dibangun oleh Amerika Serikat mengenai dua pilihan sikap terhadap Amerika dalam pemberantasan terorisme. Amerika Serikat telah secara kasar menganggap bahwa negara-negara yang tidak bersama Amerika dalam memerangi terorisme, maka negara-negara tersebut merupakan teman teroris. 5 Evelyn Goh. 2003. "Hegemonic constraints: the implications of 11 September for American Power". Australian Journal of International Affairs 57 (1), hal 77-79. 4 http://digilib.mercubuana.ac.id/ Wacana dominan mengenai Perang terhadap Teror (War on Terror) yang dicoba dibangun oleh pemerintahan Bush junior telah gagal dalam pertarungan. Mulai dipertanyakannya legitimasi Amerika Serikat dalam mendominasi dunia berjalan seiring dengan mulai melemahnya perekonomian negara tersebut. Hingga awal dekade ini, perekonomian Amerika Serikat belum pulih 6 . Hal tersebut salah satunya diakibatkan perang-perang yang dilakukan Amerika Serikat, salah satunya adalah perang terhadap Irak pada tahun 2003 yang menghabiskan biaya perang hingga tiga triliun dollar AS7. Begitu besarnya pelemahan ekonomi Amerika Serikat sehingga Amerika Serikat harus membujuk agar China mau membantu negara-negara Eropa yang juga sedang mengalami kesulitan ekonomi. Hal tersebut menyebabkan munculnya sindiran dari Feng Zhongping, Direktur Eropa dari Institut Hubungan Internasional China atas situasi tersebut, yang berbunyi "China miskin membantu Eropa kaya", yang ditulis di koran Harian Rakyat, organ resmi Partai Komunis China (PKC)8. Menurunnya kemampuan ekonomi Amerika Serikat di tingkat global telah mendorong munculnya berbagai wacana dominan di bidang ekonomi internasional seperti pencarian mata uang baru untuk menggantikan mata uang dollar AS, reformasi lembaga-lembaga keuangan internasional seperti IMF, hingga pembentukan Bank Pembangunan baru yang mirip Bank Dunia (World Bank) oleh kelompok negara-negara yang disebut BRICS (Brazil, Rusia, India, China, Afrika Selatan) untuk membantu negara miskin dan mengurangi 6 Kompas, "Pemulihan AS Belum Kuat", 24 Maret 2012. Joseph Stigltz & Linda J. Bilmes, 2009. Perang Tiga Triliun Dolar. Terjemahan M. Rudi Atmoko. Bandung: Penerbit Mizan. Hal. 19. 8 René L. Pattiradjawane, "China Miskin Bantu Eropa kaya?", Kompas, 15 Februari 2012. 7 5 http://digilib.mercubuana.ac.id/ ketergantungan ketergantungan perdagangan atas penggunaan mata uang dollar AS 9 . Dalam hal menghadapi pertarungan wacana ini, Amerika Serikat tidak berdaya karena umumnya masyarakat internasional menganggap bahwa Amerika Serikat merupakan salah satu penyebab utama kerusakan ekonomi global. Di tengah digugatnya dominasinya Amerika Serikat atas berbagai isu internasional, Amerika masih terus melanjutkan arogansinya dalam berbagai isu internasional. Kepercayaan diri Amerika Serikat tersebut disebabkan kuatnya dominasi Amerika Serikat dalam hal militer, teknologi, ilmu pengetahuan, dan yang paling penting adalah budaya populer. Menurunnya dominasi Amerika Serikat dalam perekonomian global tidak membuat Amerika Serikat mengurangi cengkeraman dominasi/ hegemoninya di dunia namun tetap berusaha melanjutkan pertarungan dalam hal mencapai konsensus atau penerimaan publik masyarakat internasional terhadap berbagai hal yang menyangkut kepentingannya. Salah satu wacana dominan yang diangkat oleh pemerintahan Amerika Serikat setelah berakhirnya Perang Dingin adalah isu senjata pemusnah massal (weapons of mass destruction/ WMD) atau nuklir. Pada tahun 2003, George Bush junior mengangkat wacana dominan mengenai senjata pemusnah massal yang dimiliki Irak. Bush junior gagal mendapatkan konsensus/ penerimaan publik mengenai gagasan tersebut yang ditunjukkan dengan banyaknya ketidakpercayaan dari dunia internasional. 9 René L. Pattiradjawane, "Dominasi BRICS: Momentum Transformasi mengubah Dunia", Kompas, 31 Maret 2012. 6 http://digilib.mercubuana.ac.id/ Kombinasi dari buruknya citra Amerika Serikat di Timur Tengah dan menurunnya perekonomian Amerika Serikat dan sekutu-sekutu Amerika Serikat di Eropa telah mendorong Amerika Serikat di bawah kepemimpinan presiden Barack Obama menggunakan pendekatan baru terhadap negara-negara Timur Tengah. Pendekatan tersebut adalah pendekatan merangkul negara-negara Timur Tengah dan bukannya pendekatan yang secara arogan mengintimidasi negaranegara Timur Tengah sebagaimana dilakukan presiden pendahulu Barack Obama. Amerika Serikat di bawah kepemimpinan presiden Barack Obama mengangkat wacana dominan mengenai era baru dalam hubungan Amerika Serikat dengan dunia Islam. Wacana tersebut ia sampaikan dalam pidatonya di Universitas Kairo, Mesir pada tahun 200910. Dalam pidato tersebut Barack Obama dengan rendah hati mengakui bahwa ada ketegangan besar antara Amerika Serikat dengan umat Muslim di seluruh dunia dan ia menyatakan bahwa ia datang ke Kairo, Mesir berdasarkan kepentingan bersama dan rasa saling menghormati. Barack Obama menyebutkan enam sumber ketegangan besar yang harus dihadapi bersama-sama oleh Amerika Serikat dan dunia Islam, yaitu ekstrimisme keras dalam semua wujudnya, situasi antara Israel, Palestina, dan dunia Arab, senjata nuklir, demokrasi, kebebasan beragama, hak-hak perempuan11. Barack Obama mengatakan berbagai ketegangan tersebut muncul akibat kolonialisme yang menyangkal hak dan peluang bagi banyak warga Muslim, serta sebuah Perang Dingin yang membuat banyak negara dengan mayoritas penduduk 10 Dikutip dari pernyataan Barack Obama di Kairo, Mesir, tanggal 4 Juni 2009, berjudul "On A New Beginning". Melalui http://www.whitehouse.gov/the-press-office/remarks-president-cairouniversity-6-04-09. 11 Ibid. 7 http://digilib.mercubuana.ac.id/ Muslim diperlakukan sebagai boneka tanpa mengacuhkan aspirasi mereka sendiri. Barack Obama juga menambahkan bahwa globalisasi dan modernitas ikut menambah ketegangan karena dua hal itu membuat banyak Muslim menilai Barat bersikap memusuhi tradisi Islam12. Barack Obama mengajak umat Muslim untuk tidak terperangkap oleh masa lalu dan masalah-masalah harus ditangani dengan kemitraan serta kemajuan harus dibagi bersama. Wacana dominan mengenai era baru dalam hubungan Amerika Serikatdunia Islam merupakan gagasan yang segar dan segera mendapat respon positif dari banyak warga muslim di dunia. Respon positif warga muslim dunia tersebut disebabkan oleh jenuhnya warga muslim dengan arogansi pemerintahan Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Bush senior dan Bush junior. Selain itu warga dunia juga berharap akan berakhirnya perang di Irak dan Afganistan karena Barack Obama pernah mengatakan akan menarik mundur pasukan Amerika Serikat dari kedua perang tersebut. Namun apakah wacana dominan yang diusung oleh Barack Obama mengenai hubungan yang setara dan saling menghormati antara Amerika Serikat dengan dunia Islam akan benar-benar dilaksanakan Barack Obama? Apakah tidak ada agenda khusus di balik wacana besar "awal yang baru" yang diusung Barack Obama? Adakah ideologi-ideologi tersembunyi yang dibawa Barack Obama dalam pidatonya itu? Berbagai pertanyaan kritis tersebut harus diajukan karena wacana adalah tindakan (action) atau praktik sosial. Wacana adalah suatu bentuk 12 Ibid. 8 http://digilib.mercubuana.ac.id/ interaksi dimana setiap interaksi mempunyai tujuan13. Setiap wacana yang muncul merupakan suatu pertarungan kekuasaan dimana tiap wacana itu mengusung ideologinya masing-masing. Dengan demikian bisa dikatakan pula bahwa tiap kemunculan suatu wacana merupakan suatu pertarungan ideologi. Pidato Barack Obama tersebut harus dikritisi karena Barack Obama merupakan bagian dari bangsa Barat yang mempunyai ideologi yang berbeda dengan ideologi bangsabangsa Timur Tengah. Selain itu, teks pidato tersebut harus dicurigai pula sebagai bagian pertarungan kekuasaan untuk mempertahankan dominasi Amerika Serikat dengan ideologi sekulernya terhadap bangsa-bangsa Timur Tengah dengan ideologi Islamnya. Salah satu kecurigaan awal terhadap teks pidato tersebut adalah adanya kalimat berikut ini: “It's about preventing a nuclear arms race in the Middle East that could lead this region and the world down a hugely dangerous path." Terjemahan: “Ini tentang mencegah perlombaan senjata nuklir di Timur Tengah yang dapat membawa kawasan ini dan dunia ke dalam jalur yang sangat berbahaya." Kalimat tersebut mengindikasikan keyakinan Barack Obama akan salah satu prinsip dalam satu paradigma realisme dalam hubungan antarnegara, yaitu 13 Eriyanto, 2009, op.cit., hal. 8 9 http://digilib.mercubuana.ac.id/ prinsip menolong diri sendiri (self-help) yang kemudian menurunkan konsep dilemma keamanan (security dilemma). Prinsip menolong diri sendiri ini adalah prinsip yang mengutamakan keamanan diri sendiri terlebih dahulu di dalam situasi politik internasional yang anarki (tidak ada kedaulatan yang lebih tinggi daripada kedaulatan sebuah negara). Namun yang umumnya kemudian terjadi adalah rasa aman (security) yang telah dicapai suatu negara (umumnya dalam hal kemampuan militer) tersebut justru membuat negara lain merasa tidak aman (insecurity) yang kemudian mendorong negara ini meningkatkan keamanannya. Dengan demikian sebenarnya Barack Obama --di balik kata-kata optimisnya-- menyimpan kecemasan terhadap kemajuan teknologi beberapa negara di Timur Tengah. Dengan kata lain, mengikuti paradigma realisme hubungan internasional, Barack Obama sesungguhnya mempunyai pandangan yang pesimistis dalam hubungan antar negara, dalam hal ini hubungan antar negara-negara di kawasan Timur Tengah. Dengan beberapa indikasi awal tersebut, penulis tertarik untuk menganalisis teks pidato tersebut untuk mengetahui pandangan Barack Obama yang sebenarnya mengenai wacana dominan yang diangkatnya dalam teks pidato "On A New Beginning". 1.2. Identifikasi dan Rumusan Masalah Identifikasi masalah penelitian: Proses hegemoni Amerika Serikat dalam membangun kembali hubungannya dengan dunia Islam. 10 http://digilib.mercubuana.ac.id/ Rumusan masalah penelitian: Bagaimana proses hegemoni Amerika Serikat dalam membangun kembali hubungannya dengan dunia Islam? 1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud dari penelitian ini adalah mengetahui proses hegemoni yang dilakukan Amerika Serikat terhadap dunia Islam. Tujuan dari penelitian ini adalah mengungkapkan pandangan politik yang termuat dalam wacana dominan yang diangkat Barack Obama. 1.4. Manfaat dan Kegunaan Penelitian 1.4.1. Aspek Teoritis Arti penting dari penelitian ini adalah memberikan sumbangan bagi pengembangan Ilmu Komunikasi khususnya metode analisis teks media. Penelitian ini semakin memperteguh kekuatan atau kemampuan dari teknik Analisis Wacana Kritis dalam hal menggali ideologi para pemimpin negara. 1.4.2. Aspek Praktis Manfaat dari penelitian ini adalah menyingkapkan ideologi yang dianut oleh Barack Obama sehingga kita bisa memahami berbagai tindakan/ kebijakan yang ia ambil. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan bagi para politikus dan juga pelaku bisnis yang memiliki kepentingan dengan Amerika Serikat dalam memahami atau mengevaluasi berbagai kebijakan Barack Obama. 11 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 1.5. Sistematika Penulisan Bab 1. Pendahuluan. Bab ini merupakan bab pendahuluan yang menggambarkan latar belakang, perumusan masalah, dan manfaat dari penulisan tesis ini. Dalam bab ini pada bagian latar belakang, diuraikan secara singkat bagaimana penulis mendapatkan gagasan dari penulisan tesis ini. Bab 2. Kajian Pustaka dan Kerangka Pemikiran. Bab ini menggambarkan beberapa penelitian terdahulu yang menggunakan analisis wacana untuk memahami suatu teks, pernyataan, maupun pemikiran berbagai tokoh. Dalam bab ini juga dipaparkan kerangka pemikiran yang menjadi alat analisis untuk memahami pemikiran seorang tokoh politik, yaitu analisis wacana kritis. Bab 3. Metodologi Penelitian. Bab ini menguraikan dengan rinci mengenai tipe/ sifat penelitian, metode yang digunakan, serta teknik analisis yang digunakan. Tipe penelitian yang digunakan yaitu kualitatif, metode yang digunakan yaitu analisis wacana kritis dari Teun van Dijk. Teknik analisis yang digunakan yaitu dengan menganalisis teks dan konteks sosial dari wacana dominan yang dilontarkan Barack Obama. Bab 4. Pandangan Politik Barrack Obama terhadap Dunia Islam. Bab ini merupakan penyajian hasil temuan dari teks serta pembahasan/ analisis terhadap berbagai pernyataan Barack Obama tentang era baru dalam hubungan antara Amerika Serikat dan dunia Islam. Isi dari analisis tersebut yaitu teks dan konteks sosial di luar teks. Bab 5. Kesimpulan dan Saran. Bab ini merupakan ringkasan dari hasil penelitian dan juga saran terhadap penelitian di bidang analisis wacana. 12 http://digilib.mercubuana.ac.id/