“Mobile Wallet : Dompet Semua Orang” oleh Himelda Renuat Anggota Asosiasi FinTech Indonesia dan Founder & Chief Marketing Officer DOKU Jumlah populasi underbanked atau orang yang ‘tidak memiliki rekening bank’ di Indonesia masih sangat tinggi. Laporan Financial Inclusion Index (Global Findex) tahun 2014 mengungkapkan hanya 36% orang dewasa di Indonesia yang memiliki rekening di bank. Artinya, terdapat sekitar 120 juta orang dewasa yang tergolong underbanked. Namun demikian, masyarakat underbanked tidak serta merta dapat disama-artikan dengan faktor kemiskinan. Masyarakat underbanked di sejumlah wilayah pesisir Indonesia justru relatif sejahtera karena hidup di tengah pusat kegiatan ekonomi, dengan perputaran uang yang cukup tinggi mengandalkan sektor perikanan. Mengutip hasil kajian potensi keuangan masyarakat underbanked sektor perikanan yang dirilis Bank Indonesia pada tahun 2016 lalu, pendapatan rata-rata masyarakat pesisir di lokasi kajian berkisar antara Rp 300.000 hingga Rp 11.400.000 per bulan di Demak dan Rp 200.000 hingga Rp 4 juta di Gorontalo Utara. Secara umum, tingkat penghasilan mereka dibandingkan masyarakat underbanked di wilayah yang sama relatif adalah setara dengan kisaran antara Rp 532.143 hingga Rp 8.410.714 (Demak) dan Rp 521.429 hingga Rp 1.235.714 (Gorontalo Utara). Namun demikian, tingkat literasi keuangan masyarakat Indonesia, terutama kelompok menengahbawah harus diakui masih rendah. Selain faktor sosial, kendala geografis adalah tantangan terbesar untuk menghubungkan masyarakat piramida terbawah dengan sektor keuangan. Penyedia layanan keuangan terkendala oleh mahalnya biaya dan rumitnya pendirian kantor cabang perbankan di wilayah-wilayah terpencil. Sementara masyarakat terkendala biaya pelayanan, beragam persyaratan perbankan, jarak untuk mengakses layanan, serta kurangnya edukasi. Bahkan untuk layanan keuangan dasar seperti meminjam dan menyimpan uang, masih banyak masyarakat yang belum dapat menikmatinya. Menurut hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2016, Indeks literasi keuangan nasional meningkat dari 21,8% di tahun 2013 menjadi 29,7% pada tahun 2016, dan indeks inklusi keuangan nasional mengalami peningkatan dari 59,7% menjadi 67,8%. Meski ada tren kenaikan, namun angka ini masih merupakan yang terendah di lima negara terbesar di Asia Tenggara, yaitu Singapura, Malaysia, Thailand dan Filipina. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) optimist indeks inklusi keuangan nasional akan naik menjadi 75% pada 2019 mendatang. Lewat Program Pendampingan yang disiapkan pemerintah, diharapkan literasi dan inklusi keuangan bisa meningkat lebih cepat. Pemerintah telah melakukan sejumlah terobosan, seperti program Laku Pandai yang mulai menunjukkan keuntungan sosial dan finansial, meski masih jauh dalam mencapai tujuan utama; yaitu merangkul seluruh lapisan masyarakat dalam inklusi keuangan. Disiapkan oleh Peluang Masyarakat Menembus Layanan Keuangan dengan Dompet Elektronik Bertolak belakang dengan angka kepemilikan rekening bank, menurut Asosiasi Penyelenggara Jaringan Internet Indonesia (APJII), 132,7 juta orang Indonesia telah terhubung ke internet, dimana 92,8 juta di antaranya mengakses internet melalui perangkat mobile. Singkatnya, banyak orang Indonesia belum terjamah perbankan, namun memiliki akses terhadap internet dan teknologi. Data tersebut mengindikasikan besarnya peluang Financial Technology (FinTech) untuk mengeliminasi berbagai kendala inklusi finansial oleh layanan keuangan konvensional – terutama batasan geografis – melalui jaringan seluler yang menjangkau hampir 99% wilayah Indonesia. Salah satu contoh inovasi fintech yang paling menarik adalah aplikasi dompet elektronik yang saat ini ditawarkan pemilik lisensi e-money. DOKU e-Wallet misalnya, memberikan kemudahan bagi masyarakat untuk membuat akun dan terhubung ke berbagai layanan keuangan layaknya memiliki akun bank. Masyarakat dapat memulainya dengan mengisi saldo DOKU e-Wallet melalui gerai minimart yang dapat ditemui seluruh Indonesia. Setelahnya mereka dapat membayar berbagai pengeluaran rutin bulanan, belanja di toko, melakukan kegiatan kuliner, transfer ke berbagai rekening bank, menerima transfer uang, hingga melakukan investasi. Semuanya bisa dilakukan melalui telepon genggamnya, kapan dan di mana pun. Dalam hal ini, Indonesia dapat berkaca dari sukses M-Pesa yang berhasil membantu jutaan warga di daerah terpencil di Kenya untuk bisa melakukan berbagai transaksi keuangan dengan mudah seperti mengirim uang kepada keluarga mereka di kampung terpencil, membeli air bersih, bahkan membayar bibit tanaman. Kunci rahasia dari solusi di atas adalah kemudahan. Pelaku usaha perlu terus mengembankan inovasi untuk dapat menyediakan produk dan layanan keuangan yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat Indonesia untuk menjembatani kesenjanngan ekonomi di Indonesia. Tak kalah pentingnya, sektor usaha fintech dan seluruh pemain di dalam ekosistemnya harus memiliki satu visi bahwa layanan keuangan dasar merupakan hak seluruh lapisan masyarakat. Keuangan inklusif merupakan pintu menuju kesempatan atas penghidupan yang lebih baik. Ketika rakyat memiliki literasi keuangan yang baik, dengan dukungan layanan keuangan yang memadai, serta perlindungan konsumen yang mumpuni, maka terbukalah peluang bagi peningkatan kesejahteraan secara lebih merata di seluruh Indonesia. Disiapkan oleh