BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Listrik adalah bentuk energi yang paling banyak digunakan oleh manusia, listrik juga merupakan energi yang dapat dikonversikan ke bentuk lain dan mudah untuk didistribusikan. Energi listrik yang dapat digunakan oleh manusia berbeda dengan energi listrik yang sudah ada secara alami seperti petir, energi strategis ini didapatkan dari perubahan energi fosil seperti batu bara(41%), gas alam(22%), nuklir(11%), minyak bumi(4%) ataupun energi yang memanfaatkan energi potensial langsung seperti air(16%) dan angin, sumber-sumber energi tersebut digunakan untuk memutar turbin pada generator yang selanjutnya dihasilkan daya listrik[1]. Sumber energi listrik di Indonesia secara umum bersumber dari dua sektor, yaitu batubara(45,72%) dan gas, minyak, uap(61,65%). Rasio elektrifikasi rata-rata cukup baik mencapai 84,35% untuk seluruh wilayah Indonesia, walaupun penyediaanya masih dalam status defisit listrik, dari 23 sistem kelistrikan nasional 11 diantaranya mengalami defisit 9 berstatus siaga (cadangan kecil) dan hanya 3 yang berstatus normal. Defisit inilah yang menyebapkan beberapa daerah sering mengalami pemadaman listrik bergilir[2][3-4]. Dengan semua informasi diatas sangat disayangkan masih banyak warga negara yang tertangkap tangan menikmati energi listrik tanpa melalui prosedur yang semestinya, pencurian listrik tidak memerlukan keahlian khusus, hanya dengan "mencantol" kabel PLN atau memanipulasi kerja KWH meteran listrik pencuri dapat menikmati listrik ilegalnya. Saat ini pihak penyedia listrik negara (PLN) lebih mengandalkan laporan warga untuk pendeteksian awal daripada harus melakukan analisa hasil pencatatan tagihan listrik 55juta pelanggannya. 1 Pencurian listrik adalah kegiatan yang sulit dideteksi, karena metode yang digunakan PLN untuk mendeteksi kasus ini hanya dengan melihat pola tagihan listrik, jika ditemukan kejanggalan tagihan maka pelanggan terindikasi melakukan pencurian dan petugas PLN akan memeriksa meteran yang bersangkutan. Pada tahun 2015 PLN mengeluarkan kebijakan untuk mengganti listrik pascabayar menjadi prabayar, hal tersebut terbukti menyelesaikan permasalahan pencatatan tagihan listrik karena model pembelian listrik menjadi sistem kredit/token dimana pelanggan membeli dahulu baru dipakai kemudian, dari kebijakan tersebut terlihat bahwa PLN tidak menjadikan kasus pencurian listrik menjadi prioritas, karena listrik prabayar juga memiliki tingkat kerentanan yang sama dengan model sebelumnya. Dampak langsung dari kasus pencurian listrik adalah hilangnya daya PLN, tahun 2015 kementrian ESDM menyebutkan kerugian negara akibat pencurian listrik mencapai Rp 1,5 triliun tiap tahunnya, selain itu pencurian listrik juga mengakibatkan meledaknya trafo karena tidak kuat menahan beban seperti kasus yang ada di Banda Aceh, trafo sering meledak karena bebannya melebihi batas maksimal, setelah ditelusuri banyak warganya yang mencuri listrik[5-6]. Ancaman negara terhadap pencuri listrik sebenarnya sudah ada pada UU No.30 tahun 2009 tentang ketenagalistrikan, UU tersebut mengancam pelakunya dengan denda maksimal 2,5 Miliar Rupiah atau kurungan penjara paling lama 5 tahun, namun dalam aktualnya banyak hal yang membatasi PLN mengambil tindakan tegas seperti ketidaktahuan pelanggan bahwa yang dilakukannya adalah kegiatan pencurian listrik, banyak juga didapati kasus pencurian yang dilakukan bersama-sama pada satu kampung, jika sudah seperti ini tindakan maksimal yang dapat dilakukan adalah pemberian sanksi[7]. PLN hanya mempidanakan kasus pencurian saat nominal kerugian lebih dari 100jt, kasus ini biasanya dilakukan oleh hotel dan industri, sisanya hanya diberi sanksi pemutusan sementara dan pembayaran denda, PLN sebagai pihak yang dirugikan dan sebagai pihak penyedia listrik memiliki kewenangan untuk menerapkan usaha-usaha pencegahan karena tindakan kuratif tidak lagi efektif[8]. 2 Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan PLN diantaranya pembatasan ruang gerak konsumen listrik dengan cara mengawasi secara aktif dengan sistem monitor, sistem ini adalah sistem yang bekerja otomatis mengambil data tagihan listrik pelanggan dengan memanfaatkan teknologi mesin sehingga data yang didapatkan tidak lagi bersumber dari manusia yang sangat dimungkinkan untuk lelah dan lalai karena cakupan pekerjaannya yang sangat luas dan besar. Tentu dukungan semua pihak mulai dari tindakan tegas penegak hukum, kedisiplinan petugas dalam memantau sistem sampai pada usaha memahamkan warga sekitar terhadap dampak dari pencurian listrik perlu dilakukan karena pencurian listrik tidak hanya merugikan negara, namun juga berdampak langsung pada diri mereka sendiri dan warga yang tersebar disekitar wilayahnya. Sistem sebaik apapun jika tidak didukung para stake holder dalam operasionalnya maka tujuan dibuatnya sistem tersebut tidak akan memberikan hasil yang maksimal. 1.2 Perumusan masalah Dari latar belakang didapatkan informasi kompleksnya permasalahan deteksi kasus pencurian listrik, berikut rumusan masalah pada penelitian ini 1. Metode yang dipakai PLN dalam mendeteksi pencurian listrik masih mengandalkan cara-cara lama dengan sidak/mendatangi kerumahrumah pelanggan dan memeriksa keadaan rumah tersebut. 2. Metode selain sidak yang dipakai PLN adalah dengan memeriksa pola tagihan listrik, metode ini juga tidak efektif karena petugas pemeriksa harus menganalisis satu per-satu data tagihan 55 juta pelanggannya. 3. Petugas PLN yang mengambil data tagihan listrik bulanan rawan kesalahan pencatatan karena faktor kelelahan dan kelalaian. 4. Kasus pencurian listrik sangat sulit untuk dideteksi karena metode yang digunakan PLN terbatas berdasarkan sistem kelistrikan yang ada, secara teknis tidak mungkin untuk mendeteksi pencurian listrik hanya berdasar pada sistem kelistirkan kita saat ini. 3 1.3 Keaslian penelitian Penelitian bertema sistem pendeteksian pencurian listrik cukup menarik perhatian peneliti didalam negeri untuk mencari solusinya, terbukti pada beragamnya metode dalam mendeteksi kasus pencurian. Jenis metode deteksi dapat dibagi menjadi dua menurut cakupan pengamatannya yaitu deteksi dengan cakupan per-meteran Kwh dan deteksi dengan cakupan per-wilayah. Metode model pertama yaitu dengan cakupan per-meteran listrik pelanggan, cara kerja metode ini umumnya membandingkan hasil ukur meteran listrik dengan hasil ukur penelitian yang melibatkan nilai arus dan tegangan sampai pada perubahan fasa sebagai indikasi adanya kasus pencurian. Penelitian model pertama ini berguna sebagai ujung tombak metode deteksi pencurian pada skala terkecil[9][13-18]. Metode model kedua adalah deteksi dengan cakupan per-wilayah, metode ini tidak dapat secara sepesifik mengetahui lokasi terjadinya tindak pencurian karena yang diamati adalah per-wilayah, saat kasus pencurian terdeteksi penyelidik harus masuk ke rumah satu per satu untuk melakukan pemeriksaan. Metode yang digunakan adalah mengamati secara realtime pergeseran fasa arus dan tegangan pada suatu area, pergeseran fasa yang terjadi dapat dikalkulasikan menjadi nilainilai yang dapat dibandingkan antara keadaan seimbang dan tidak seimbang pada trafo distribusi[10][19]. Smart Metering adalah pengembangan Saudara Shaga (tidak termasuk pada salah satu jenis metode pendeteksian), penelitian tersebut membuat prototype WattMeter yang dapat mengukur konsumsi listrik dengan menggunakan nilai arus dan tegangan pelanggan. Pengembangan dilakukan dengan menambahkan variabel jarak penghantar untuk mengukur nilai rugi daya[20]. Metode deteksi Smart Metering membutuhkan keterlibatan gardu penyalur untuk mengetahui total daya yang disalurkan pada wilayah tersebut, cara kerjanya dengan membandingkan total daya listrik yang disalurkan trafo dengan penjumlahan data yang didapat dari pembacaan perangkat Smart Metering. 4 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah : 1. melakukan studi komprehensif terhadap sistem kelistrikan nasional serta bentuk-bentuk topologi pemukiman yang ada di Indonesia untuk mendapatkan informasi aktual dalam perancangan sistem monitoring, 2. merancang konsep Sistem Smart Metering berdasar pada studi yang sudah dilakukan serta mengujinya dengan simulasi, 3. merumuskan metode deteksi pencurian listrik dan metode penelusuran lokasi pencurian sebagai contoh metode hasil dari konsep sistem monitor Smart Metering. 1.5 Manfaat Penelitian Jika Smart Metering diimpelementasikan maka sistem tersebut dapat sepenuhnya menggantikan sistem milik PLN dan bekerja secara otomatis, dengan dilakukan monitoring konsumsi daya pelanggan secara realtime maka tidak diperlukan lagi petugas pencatat tagihan yang rentan kesalahan. Sebelum ada teknologi WSN, dalam menetukan ada tidaknya kasus pencurian PLN harus mencatat satu persatu tagihan pelanggan secara tidak serentak menghasilkan data yang kurang presisi, berbeda dengan Smart Metering yang pengambilan data dan logika deteksinya dilakukan serentak pada seluruh pelanggan memungkinkan operasional deteksi pencurian listrik yang lebih akurat. 5