BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pre eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah perdarahan dan infeksi, pre eklamsi dan eklamsi merupakan penyebab kematian maternal dan perinatal paling penting dalam kasus kebidanan. Angka Kematian Ibu (AKI) secara bertahap berkurang dari 390 (1991) menjadi 228 per 100.000 kelahiran hidup (2007). Upaya tambahan diperlukan untuk mencapai target MDGs tahun 2015, yaitu 102 per 100.000 kelahiran hidup. Penyebab kematian ibu sebagian besar oleh perdarahan yaitu sebesar 40% - 60%, toksemia gravidarum (pre eklamsi dan eklamsi) sebesar 30% 40% dan infeksi sebesar 20% - 30% (Profil Kesehatan Indonesia, 2000 dalam Dewi, 2011). Beberapa faktor seperti kehamilan risiko tinggi dan aborsi masih menjadi kendala yang membutuhkan perhatian khusus. Cara efektif untuk mengurangi AKI adalah kelahiran dibantu tenaga kesehatan terampil. Prioritas untuk meningkatkan kesehatan ibu, difokuskan pada perluasan pelayanan kesehatan yang lebih baik dan komprehensif, Perawatan obstetrik darurat, meliputi (Seksio Caesaria) SC, tranfusi darah, penanganan eklamsi dan infeksi, meningkatkan pelayanan keluarga berencana (KB), serta penyediaan informasi dan pendidikan kepada masyarakat. (Depkes RI, 2012) Kurangnya pengetahuan ibu hamil dan keluarga serta kemunculan pre eklamsi yang datang secara tiba-tiba semakin menambah angka kejadian pre 1 Gambaran Tingkat Pre Eklamsi..., Erna Pangastuti Rahayu, Kebidanan DIII UMP, 2013 2 eklamsi. Diagnosa dini terhadap pre eklamsi penting dilakukan untuk mengenali dan mendeteksi secara dini serta menangani pre eklamsi ringan agar tidak berlanjut menjadi eklamsi. Hal ini hanya bisa diketahui bila ibu hamil memeriksakan dirinya selama hamil. Selama hamil, ibu hamil harus melakukan pemeriksaan kehamilan secara teratur minimal 4 kali selama kehamilan yaitu 1 kali pada kehamilan 28 minggu, 1 kali pada kehamilan 28 – 36 minggu, dan 2 kali pada kehamilan lebih dari 36 minggu. Pada kehamilan dengan resiko tinggi, perhatian dan jadwal kunjungan harus lebih dipersering. (Saifudin, 2008; h.279) Pada ibu bersalin yang menderita pre eklamsi, persalinannya harus dipercepat. Pada pre eklamsi aliran darah yang membawa oksigen menuju ke otak akan terganggu, sehingga oksigen tidak bisa masuk ke otak dan menjadikan otak kekurangan oksigen. Efek selanjutnya menyebabkan kejang yang dapat membahayakan ibu dan janin yang dikandung. Dengan adanya perubahan aliran darah pada otak sehingga kehamilan yang sedang berjalan tersebut harus segera diakhiri untuk menyelamatkan ibu dan janin. Rozikhan (2007) menyatakan terdapat beberapa variabel yang mempunyai risiko terjadinya pre eklamsi berat yaitu ibu yang mempunyai riwayat pre eklamsi, keturunan dan juga pada primigravida. Ebirim, dkk (2012) mengatakan bahwa eklamsi tetap menjadi masalah di negara-negara berkembang, meskipun perbaikan dalam perawatan antenatal dan kebidanan darurat fasilitas. Hal tersebut merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas ibu di Nigeria. Anestesi spinal yang diberikan saat dilakukan operasi SC akan menyebabkan terjadinya eklamsi pada penderita pre eklamsi, walaupun kejadian tersebut jarang terjadi. Gambaran Tingkat Pre Eklamsi..., Erna Pangastuti Rahayu, Kebidanan DIII UMP, 2013 3 Pada ibu bersalin yang menderita pre eklamsi, persalinan melalui vagina dapat meningkatkan resiko kematian pada ibu dan bayi., Sehingga diperlukan suatu cara alternatif dengan mengeluarkan hasil konsepsi melalui pembuatan sayatan pada dinding uterus melalui dinding perut yang disebut SC (Mochtar, 1998; h. 117). Angka SC terus meningkat dari 3 – 4% pada 15 tahun yang lalu sampai sekarang ini meningkat 10 – 15% (Harry, 2010, dalam Arifin, 2012). Sedangkan angka kejadian SC di Indonesia menurut data survey nasional tahun 2007 adalah 921.000 dari 4.039.000 persalinan atau sekitar 22,8%. Andriyanti (2011) menyatakan bahwa ada hubungan yang lemah tapi pasti antara derajat pre eklamsi dengan tindakan SC. Guna mengurangi kejadian pre eklamsi dan tindakan SC, pemeriksaan antenatal penting dilakukan untuk mendeteksi tanda-tanda pre eklamsi secara dini. Tujuannya untuk menyelamatkan ibu dan bayi dapat dicapai dengan optimal dengan trauma seminimalnya. Pada RSUD Goetheng Taroenadibrta Purbalingga terdapat 107 ibu dengan pre eklamsi, sebagian dari itu mengakhiri persalinan dengan SC. Dengan melihat tingginya ibu pre eklamsi dengan diakhiri SC, sehingga peneliti tertarik untuk meneliti “Gambaran tingkat Pre eklamsi Dengan Kejadian SC”. B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas, dapat diuraikan rumusan masalahnya yaitu “Gambaran tingkat pre eklamsi dengan Kejadian SC di RSUD Goetheng Taroenadibrata Purbalingga tahun 2013”. Gambaran Tingkat Pre Eklamsi..., Erna Pangastuti Rahayu, Kebidanan DIII UMP, 2013 4 C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui gambaran tingkat pre eklamsi dengan kejadian SC. 2. Tujuan Khusus a) Untuk mengetahui gambaran tingkat pre eklamsi di RSUD Goetheng Taroenadibrata Purbalingga. b) Untuk mengetahui gambaran kasus SC di RSUD Goetheng Taroenadibrata Purbalingga. c) Untuk mengetahui gambaran pre eklamsi dengan SC di RSUD Goetheng Taroenadibrata Purbalingga D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Memperkaya konsep atau teori yang menyokong perkembangan ilmu pengetahuan kebidanan khususnya yang terkait dengan tingkat pre eklamsi berat dengan kejadian SC. 2. Manfaat Praktisi Memberikan masukan bagi ibu dalam meningkatkan pengetahuan serta menambah referensi gambaran tingkat pre eklamsi dengan kejadian SC. E. Keaslian Penelitian Penelitian yang pernah ada atau berhubungan dengan tema ini, sebatas pengetahuan dari penulis : Gambaran Tingkat Pre Eklamsi..., Erna Pangastuti Rahayu, Kebidanan DIII UMP, 2013 5 1. Rozikhan (2007) yang berjudul faktor-faktor risiko terjadinya pre eklamsi berat di Rumah Sakit Dr. H. Soewondo Kendal diperoleh hasil terdapat beberapa variabel yang mempunyai risiko terjadinya pre eklamsi berat yaitu ibu yang mempunyai riwayat pre eklamsi, keturunan dan juga pada primigravida. Penelitian ini menggunakan kasus kontrol dengan responden yang menjadi subyek adalah kasus wanita hamil dengan pre eklamsi berat dan kontrolnya yaitu wanita yang hamil normal. 2. Muhab Arifin (2012), melakukan penelitian tentang efektivitas mobilisasi dini terhadap kemandirian ibu post SC di RSUD Banyumas dengan hasil pasien yang diberikan perlakuan mobilisasi dini dapat meningkatkan kemandirian post SC lebih cepat dibandingkan yang tidak mobilisasi dini. Berdasarkan hasil uji t independent diperoleh nilai p value sebesar 0,000 lebih kecil dari nilai alfa yaitu 0,05. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terdapat pada lokasi, waktu, subyek, besar sampel serta tempat penelitian. Gambaran Tingkat Pre Eklamsi..., Erna Pangastuti Rahayu, Kebidanan DIII UMP, 2013