BAB II KAJIAN TEORI 1.1 Perilaku 1.1.1 Pengertian Perilaku Perilaku manusia merupakan hasil daripada segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan. Dengan kata lain, perilaku merupakan respon/reaksi seorang individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Respon ini dapat bersifat pasif (tanpa tindakan : berpikir, berpendapat, bersikap) maupun aktif (melakukan tindakan). Sesuai dengan batasan ini, perilaku kesehatan dapat dirumuskan sebagai bentuk pengalaman dan interaksi individu dengan lingkungannya, khususnya yang menyangkut pengetahuan dan sikap tentang kesehatan. Perilaku aktif dapat dilihat, sedangkan perilaku pasif tidak tampak, seperti pengetahuan, persepsi, atau motivasi. Beberapa ahli membedakan bentuk-bentuk perilaku ke dalam tiga domain yaitu pengetahuan, sikap, dan tindakan atau sering kita dengar dengan istilah knowledge, attitude, practice. (Sarwono,2004) 1.1.1.1.1 Pengetahuan (Knowledge) Pengetahuan merupakan ”hasil tahu” dari manusia dan ini terjadi setelah melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba (Notoatmodjo, 2007). Pengetahuan adalah kesan di 10 dalam pikiran manusia sebagai hasil penggunaan panca indera, yang berbeda sekali dengan kepercayaan (believes), takhyul (superstition) dan peneranganpenerangan yang keliru. Manusia sebenamya diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk yang sadar, kesadaran manusia dapat disimpulkan dan kemampuannya untuk berfikir, berkehendak dan merasa. (Soekanto, S : 2002) Pengetahuan terdiri dari sejumlah fakta dan teori yang memungkinkan seseorang dapat memahami sesuatu gejala dan memecahkan masalah yang dihadapinya. Pengetahuan juga dapat diperoleh dari pengalaman orang lain yang disampaikan kepadanya, dari buku, teman, orang tua, guru, radio, televisi, poster, majalah dan surat kabar. Pengetahuan yang ada pada diri manusia bertujuan untuk dapat menjawab masalah kehidupan yang dihadapinya sehari-hari dan digunakan untuk menawarkan berbagai kemudahan bagi manusia. Dalam hal ini pengetahuan dapat diibaratkan sebagai suatu alat yang dipakai manusia dalam menyelesaikan persoalan yang dihadapi. (Notoatmodjo, 2003) Menurut Notoatmodjo (2003) , pengetahuan mempunyai 6 tingkatan yaitu: 1. Tahu (Know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. 2. Memahami {Comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasi materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham 11 terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. 3. Aplikasi (Aplication) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenamya. Aplikasi dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hokum-hukum, rumus, metode prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi lain. 4. Analisis (Analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata-kata keria, dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan satu sama lain. 5. Sintesis (Synthesis) Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada misalnya dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan suatu teori. 6. Evaluasi (Evaluation) Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek. Penilaian-penilaian berdasarkan suatu cerita yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteriakriteria yang telah ada (Notoatmodjo, 2003) 12 1.2 Perilaku Merokok 1.2.1 Pengertian Perilaku Merokok Perilaku merokok adalah perilaku yang merugikan bukan hanya pada diri si perokok sendiri namun juga merugikan orang lain yang ada di sekitarnya. Perilaku merokok menunjukkan adanya keberagaman inter-intra individu (Vinck, 1993; Smet, 1994; Gilbert, 1996; Loeksono dan Wismanto, 1999, dalam Wismanto 2007). Menurut Smet (dalam Wismanto, 2007) perilaku merokok adalah perilaku yang kompleks, yang diawali dan berlanjut yang disebabkan oleh beberapa variabel yang berbeda. Awal perilaku merokok pada umumnya diawali pada saat usia yang masih muda dan disebabkan adanya model yang ada di lingkungannya, atau karena adanya tekanan sosial misalnya dinyatakan bukan sebagai teman atau anggota kelompok jika tidak merokok; atau dicap sebagai “banci”/tidak jantan jika tidak merokok. Vinck (dalam Wismanto, 2007) ketagihan terhadap rokok pada umumnya disebabkan oleh interpretasi terhadap efek yang segera dirasakan ketika individu merokok. Perry dkk. (dalam Wismanto 2007) yang menyatakan bahwa perilaku merokok dimulai pada usia remaja, dan percobaan merokok terebut berkembang 13 menjadi pengguna secara tetap dalam kurun waktu beberapa tahun kemudian. Meskipun pada awalnya remaja yang mencoba merokok kurang dapat menikmati rokok pertamanya karena membuat si perokok merasa pahit di mulut, mual dan pusing, namun karena dorongan sosial (dorongan teman-teman), perilaku tersebut menjadi menetap. Perasaan mual dan pusing disebabkan karena tubuh memerlukan penyesuaian terhadap zat-zat yang terkandung di dalam rokok yang tidak dapat diterima oleh tubuh, namun lama kelamaan menjadi terbiasa dan teradaptasi setelah mengalami beberapa kali percobaan merokok. Unsur-unsur yang terdapat di dalam rokok seperti nikotin dan karbon monoksida dapat membuat orang menjadi ketagihan dan ingin merokok lebih banyak lagi. Perilaku merokok pada usia dewasa diyakini merupakan perilaku yang didasari efeknya, namun tetap dilakukan oleh karena dirasakan kebutuhannya akan asupan nikotin dari rokok dengan berbagai alasan. Seseorang merokok karena faktor psikologis antara lain karena merasa kesepian, tidak ada orang yang diajak berbicara, karena putus cinta atau masalah lain, maupun karena hanya ingin mencoba semata iseng. Seseorang merokok karena faktor biologis misalnya karena kedinginan, meskipun hal ini kecil persentasenya. Ditambahkan lagi oleh Mu’tadin (2002), bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku merokok pada remaja diantaranya: a) Pengaruh Orang Tua Orang tua sangat berpengaruh sekali dalam pembinaan perilaku anak anaknya. Remaja akan mudah terpengaruh untuk berperilaku merokok jika 14 melihat orang tua mereka merokok. Remaja yang berasal dari keluarga yang kurang bahagia, dimana orang tua tidak begitu memperhatikan anak-anaknya juga dapat memicu remaja untuk berperilaku merokok, dibanding anak-anak muda yang berasal dari keluarga yang bahagia. b) Pengaruh Teman Semakin banyak remaja merokok maka semakin besar kemungkinan teman-temannya adalah perokok dengan alasan agar remaja tersebut dapat diterima dilingkungannya dan tidak dikatakan banci oleh sebagian anak muda lainnya. c) Faktor Kepribadian Perilaku merokok pada remaja berkaitan dengan adanya krisis aspekpsikososial yang dialami pada masa perkembangannya, yaitu masa ketika mereka sedang mencari jati dirinya. d) Pengaruh Iklan Remaja akan mudah terpengaruh untuk berperilaku merokok jika melihat iklan di media massa dan elektronik yang menampilkan gambaran bahwa perokok adalah lambang kejantanan atau glamour. Ditambahkan lagi oleh Nainggolan (2001) bahwa papan-papan iklan serta rayuan suara nikmatnya rokok melalui siaran radio atau televisi, sangat membujuk seseorang untuk merokok. Berbagai pandangan masyarakat mengenai perilaku merokok, diantaranya: 15 1. Aspek Positif Rokok Menurut Mu’tadin (2002), aspek positif dari perilaku merokok terutama berkaitan dengan masalah relaksasi, yakin diri, serta membuat fikiran terasa lebih cemerlang dan kenikmatan. Rokok dapat menenangkan pikiran, rokok dapat menghadirkan teman, rokok dapat menjadi persahabatan, rokok dapat mengendurkan otot-otot yang tegang, serta dapat menghadirkan kepuasan. 2. Aspek Negatif Rokok Asap rokok mengandung 4000 zat, termasuk arsenik, aseton, butan,karbonmonoksida, dan sianida yang dapat menyebabkan berbagai macam penyakit diantaranya paru-paru, kanker dan lain sebagainya. Banyak alasan pemicu remaja merokok, ada yang karena merasa gagah, ada juga yang karena merasa bebas, dan semata-mata karena ingin saja. Menurut Wetherall (2001) ada beberapa alasan seseorang melakukan perilaku merokok diantaranya (a) Kebutuhan, (b) Keisengan, dan (c) stres. Dari beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku merokok antara lain: (a) faktor orang tua, (b) pengaruh teman, (c) faktor kepribadian, dan (d) pengharuh iklan. Faktor-faktor tersebut sangat berpengaruh terhadap perilaku remaja yang sedang mencari jati dirinya, atau bagi remaja yang berasal dari keluarga yang kurang mendapat perhatian dari orang tua mereka. Seorang perokok akan merasakan efek kecanduan nikotin yang terkandung di dalam rokok tersebut, dimana rokok dapat memuaskan hasrat si perokok. Efek yang terkandung dalam rokok tersebut itulah yang akan merasakan tidak nyaman tanpa adanya rokok. Kebiasaan merokok di kalangan 16 remaja dipicu oleh iklan-iklan yang menarik, glamour dari berbagai media massa. Perubahan Perilaku 1.2.3 Secara umum menurut Kurt Lewin(dalam Komasari & Helmi, 2000), bahwa perilaku manusia adalah suatu keadaan yang seimbang antara kekuatankekuatan pendorong (driving forces) dan kekuatan-kekuatan penahan (restrining forces). Perilaku ini dapat berubah apabila terjadi ketidakseimbangan antara kedua kekuatan tersebut didalam diri seseorang . Sehingga ada 3 kemungkinan terjadinya perubahan perilaku pada diri seseorang itu, yakni a) Kekuatan-kekuatan pendorong meningkat. Hal ini terjadi karena adanya stimulus-stimulus yang mendorong untuk terjadinya perubahan-perubahan perilaku. Stimulus ini berupa informasi-informasi sehubungan dengan perilaku yang bersangkutan. b) Kekuatan-kekuatan penahan menurun. Hal ini akan terjadi karena adanya stimulus-stimulus yang memperlemah kekuatan penahan tersebut. c) Kekuatan pendorong meningkat, kekuatan penahan menurun. Dengan keadaan semacam ini jelas juga akan terjadi perubahan perilaku. 1.2.4 Tipe Perokok Menurut Tomkins (dalam Wismanto, 2007) ada 4 tipe perilaku merokok berdasarkan Management of affect theory, keempat tipe tersebut adalah: a. Tipe perokok yang dipengaruhi oleh perasaan adiktif 17 Dengan merokok seseorang merasakan penambahan rasa yang positif. Green (dalam Wismanto, 2007) menambahkan ada 3 sub tipe ini: 1) Pleasure relaxation, perilaku merokok hanya untuk menambah atau meningkatkan kenikmatan yang sudah didapat, misalnya merokok setelah minum kopi atau makan. 2) Stimulation to pick them up, perilaku merokok hanya dilakukan sekedarnya untuk menyenangkan pikiran. 3) Pleasure of handling the cigarette, kenikmatan yang diperoleh dengan memegang rokok. Sangat spesifik pada perokok pipa. Perokok pipa akan menghabiskan waktu untuk mengisi pipa dengan tembakau sedangkan untuk menghisapnya hanya dibutuhkan waktu beberapa menit saja. Atau perokok lebih senang berlama-lama untuk memainkan rokoknya dengan jari-jarinya lama sebelum perokok menyalakan dengan api. b. Perilaku merokok yang dipengaruhi oleh perasaan negatif. Banyak orang yang menggunakan rokok untuk mengurangi perasaan negatif, misalnya bila perokok marah, cemas, gelisah, rokok dianggap sebagai penyelamat. Mereka menggunakan rokok bila perasaan tidak enak terjadi, sehingga terhindar dari perasaan yang lebih tidak enak. c. Perilaku merokok adiktif. Perokok yang sudah adiksi, akan menambah dosis rokok yang digunakan setiap saat setelah efek dari rokok yang dihisapnya berkurang. 18 2.2.5 Aspek-aspek Perilaku Merokok Setiap individu dapat menggambarkan setiap perilaku menurut tiga dimensi berikut (Twiford & Soekaji dalam Wismanto, 2007): a. Frekuensi Sering tidaknya perilaku muncul mungkin cara yang paling sederhana untuk mencatat perilaku hanya dengan menghitung jumlah munculnya perilaku tersebut. Frekuensi sangatlah bermanfaat untuk mengetahui sejauh mana perilaku merokok seseorang muncul atau tidak. Dari frekuensi dapat diketahui perilaku merokok seseorang yang sebenarnya sehingga pengumpulan data frekuensi menjadi salah satu ukuran yang paling banyak digunakan untuk mengetahui perilaku merokok seseorang. b. Lamanya berlangsung Waktu yang diperlukan seseorang untuk melakukan setiap tindakan (seseorang menghisap rokok lama atu tidak). Jika suatu perilaku mempunyai permulaan dan akhir tertentu, tetapi dalam jangka waktu yang berbeda untuk masing-masing peristiwa, maka pengukuran lamanya berlangsung lebih bermanfaat lagi. Aspek lamanya berlangsung ini sangatlah berpengaruh bagi perilaku merokok seseorang, apakah seseorang dalam menghisap rokoknya lama atau tidak. c. Perilaku Banyaknya daya yang dikeluarkan oleh perilaku tersebut. Aspek ini digunakan untuk mengukur seberapa dalam dan seberapa banyak seseorang 19 menghisap rokok. Dimensi perilaku mungkin merupakan cara yang paling sebjektif dalam mengukur perilaku merokok seseorang. Aspek-aspek perilaku merokok menurut Aritonang (dalam Sulistyo, 2009) yaitu: a. Fungsi merokok dalam kehidupan sehari-hari Fungsi merokok ditunjukkan dengan perasaan yang dialami si perokok, seperti perasaan yang positif maupun perasaan negatif. b. Perilaku merokok Smet (1994) mengklasifikasi perokok berdasarkan banyaknya rokok yang dihisap yaitu: 1) Perokok berat yang menghisap lebih dari 15 batang rokok dalam sehari. 2) Perokok sedang yang menghisap 5-14 batang rokok dalam sehari. 3) Perokok ringan yang menghisap 1-4 batang rokok dalam sehari c. Tempat merokok Tipe perokok berdasarkan tempatnya yaitu: 1) Merokok di tempat-tempat umum/ruang publik a) Kelompok homogeny (sama-sama perokok), secara bergerombol mereka menikmati kebiasaannya. Umumnya mereka masih menghargai orang lain, karena itu mereka menempatkan diri di smoking area. b) Kelompok yang heterogen (merokok di tengah orang-orang lain yang tidak merokok, anak kecil, orang jompo, orang sakit dan lain-lain). 2) Merokok di tempat-tempat yang bersifat pribadi 20 a) Kantor atau di kamar tidur pribadi. Perokok memilih tempat-tempat seperti ini yang sebagai tempat merokok digolongkan kepada individu yang kurang menjaga kebersihan diri, penuh rasa gelisah yang mencekam. b) Toilet. Perokok jenis ini dapat digolongkan sebagai orang yang suka berfantasi. b. Waktu merokok Perilaku merokok dipengaruhi oleh keadaan yang dialaminya pada saat itu, misalnya ketika sedang berkumpul dengan teman, cuaca yang dingin, setelah dimarahi orang tua dan lain-lain. Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa aspek frekuensi, aspek lamanya berlangsung dan aspek perilaku dapat digunakan dalam menyatakan aspek-aspek perilaku merokok pada mahasiswi. 1.3 Komunikasi visual 1.3.1 Pengertian Komunikasi Visual Menurut Kusrianto (dalam Smith et al. (ed), 2005) komunikasi visual adalah komunikasi yang menggunakan bahasa visual, di mana bahasa visual merupakan kekuatan paling utama yang dapat dilihat dan dapat digunakan untuk menyampaikan suatu pesan yang memiliki arti, makna dan maksud tertentu. Dapat dikatakan juga sebagai muatan nilai melalui penggunaan bahasa rupa (visual language) yang disampaikan melalui media berupa desain dengan tujuan menginformasikan, mempengaruhi hingga merubah perilaku target audience sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Bahasa rupa yang dipakai berbentuk 21 grafis, tanda, simbol, ilustrasi gambar/foto, tipografi/huruf dan sebagainya yang disusun berdasarkan khaidah bahasa visual yang khas. Dalam label visual sendiri terdapat beberapa kajian yang dikembangkan yaitu : a. Visual Intelligence/ Cogition/ Perception b. Visual Literation c. Graphic Design/ Aesthetics d. Visualization/ Creativity e. Visual Culture/ Visual Rhetoric/ Visual Semiotics f. Professional Performance : Photography/ Film/ Video/ Internet/ Mass Media/Advertising/PR. (Smith et al. (ed), 2005) Label visual peringatan bahaya rokok merupakan merupakan pesan yang ditujukan kepada masyarakat dan atau konsumen rokok untuk menunjukan resiko yang dapat dialami akibat mengkonsumsi rokok. Berkaitan mengenai penyampaian pesan melalui media visual maka peneliti menggunakan kajian Visual Rhetoric dari Sonja K. Foss (Smith et al. (ed), 2005). Visual Rethoric adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan studi imajiner visual dalam disiplin retorika. Sederhananya dalam Visual Rethoric adalah menggunakan objek visual untuk berkomunikasi, baik objek dalam bentuk dua dimensi atau tiga dimensi. Namun Menurut Sonja, tidak semua objek visual sebagai sebuah Visual Rethoric. Ada beberapa syarat yang sebelum sebuah objek visual dapat dikatakan sebagai Visual Rethoric, yaitu : 22 a. Symbolic Action, yaitu sebuah objek visual dipahami sebagai sebuah tanda sebagai alat komunikasi. b. Human Intervention, artinya objek visual dibuat oleh seseorang. c. Presence of an audience, yaitu adanya audien, meskipun yang menjadi audien adalah si pembuat objek visual itu sendiri. 1.3.2 Iklan 1.3.2.1 Pengertian Iklan Menurut Liliweri (2011), iklan merupakan salah satu bentuk komunikasi yang bertujuan untuk mempersuasi para pendengar, pemirsa dan pembaca agar mereka memutuskan untuk melakukan tindakan tertentu. Iklan ditujukan untuk mempengaruhi afeksi dan kognisi konsumen, perasaan, pengetahuan, makna kepercayan, sikap, dan citra yang berkaitan dengan produk dan merek. Advertising atau periklanan adalah semua bentuk penyajian non personal, promosi, dan ide tentang barang atau jasa yang dibayar oleh suatu sponsor. Pihak pemberi dana tersebut berharap untuk menginformasikan atau membujuk para anggota dari khalayak tertentu. Iklan merupakan suatu bentuk komunikasi secara massa (nonpersonal) yang membutuhkan biaya dan didanai oleh pihak pembuat iklan yang bertujuan untuk membujuk atau menggiring seseorang untuk mengambil tindakan yang menguntungkan bagi pihak pembuat iklan. 1.3.2.2 Fungsi Iklan Iklan sebagai tehnik penyampaian pesan dalam bidang bisnis yang sifatnya non personal secara teoritik melaksanakan fungsi-fungsi seperti yang dimuat di media massa lainnya (Liliweri, 2011). 23 a) Fungsi Pemasaran adalah fungsi untuk memenuhi permintaan para pemakai ataupun pembeli terhadap barang-barang ataupun jasa serta gagasan yang diperlukannya. b) Fungsi Komunikasi adalah semua bentuk iklan memang mengkomunikasikan melalui media berbagai pesan dari komunikator kepada komunikan yang terdiri atas sekelompok orang yang menjadi khalayaknya. Sebagai fungsi komunikasi, iklan berisi cerita mengenai suatu produk sehingga harus memenuhi syarat-syarat pemberitaan. c) Fungsi Pendidikan adalah semua bentuk iklan memang mengkomunikasikan melalui media berbagai pesan dari komunikator kepada komunikan yang terdiri atas sekelompok orang yang menjadi khalayaknya. Sebagai fungsi komunikasi, iklan berisi cerita mengenai suatu produk sehingga harus memenuhi syarat-syarat pemberitaan. d) Fungsi Ekonomi, Iklan mengakibatkan orang semakin tahu tentang produkproduk tertentu, bentuk pelayanan jasa, maupun kebutuhan serta memperluas ide-ide yang mendatangkan keuntungan finansial. e) Fungsi Sosial, Iklan juga mempunyai fungsi sosial membantu menggerakkan suatu perubahan standar hidup yang ditentukan oleh kebutuhan manusia di seluruh dunia. Misalnya melalui iklan dapat digerakkan bantuan keuangan, bahan-bahan makanan. Melalui publikasi iklan mampu menggugah pandangan orang tentang suatu peristiwa, kemudian meningkatkan sikap, afeksi yang positif dan diikuti tindakan pelaksanaan nyata atau tindakan sosial. 24 1.4 Temuan Penelitian yang Relevan Penelitian Zulkarnaen (2015) ) bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh komunikasi visual resiko merokok terhadap sikap pelajar SMK Negeri 2 Yogyakarta Jurusan Teknis Mesin. Penelitian ini termasuk penelitian kuantitatif, dengan metode survey. Teknik pengambilan sampel dengan cara sensus, menggunakan keseluruhan populasi. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode analisis Regresi linear. Kemudian data diolah dengan menggunakan perangkat lunak SPSS.20 untuk sistem operasi komputer Windows. Hasil dari penelitian ini menunjukan, terdapat pengaruh yang signifikan Komunikasi Visual Resiko Merokok terhadap Sikap Pelajar SMK Negeri 2 Yogyakarta. Jurusan Teknik Mesin. Berdasarkan Uji Koefisian Determinasi diketahui bahwa Komunikasi Visual Rsiko Merokok memiliki pengaruh sebesar 33,2% pada sikap Pelajar SMK Negeri 2 Yogyakarta Jurusan Teknik Mesin. Dari tiga aspek sikap yang diteliti, pada aspek Kognitif dapat disimpulkan bahwa pada umumnya pelajar memahami segala resiko akibat merokok. Pada aspek Afektif dapat disimpulkan bahwa sebagian besar pelajar acuh tak acuh dan sebagian lain memiliki perasaan takut,tidak suka dan tidak nyaman terhadap peringatan rokok. Pada Aspek Konatif dapat disimpulkan bahwa pelajar rentan terpengaruh untuk mencoba rokok dan atau merokok kembali. Penelitian Permatasari (2015) bertujuan untuk mengetahui persepsi mahasiswa perokok mengenai gambar bahaya merokok pada kemasan rokok. Subyek penelitian adalah mahasiswa perokok prodi PGSD FKIP Universitas 25 Muhammadiyah Surakarta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi mahasiswa perokok prodi PGSD FKIP Universita Muhammadiyah Surakarta mengenai gambar bahaya merokok pada kemasan rokok tergolong kebijakan pemerintah yang cukup baik, namun dengan adanya gambar bahaya merokok pada kemasan rokok tersebut tidak dapat mengurangi perilaku merokok bahkan berhenti merokok bagi mahasiswa prodi PGSD FKIP Universitas Muhammadiyah Surakarta. Mahasiswa prodi PGSD memiliki cara-cara tersendiri untuk menghindari sikap jijik dan takut terhadap gambar tersebut. Mahasiswa prodi PGSD tidak menghiraukan adanya gambar bahaya merokok yang tertera pada kemasan rokok meskipun sudah dicantumkan gambar bahaya merokok yang menyeramkan bahkan mahasiswa prodi PGSD sendiri juga telah mengetahui bahaya-bahaya yang timbul akibat merokok serta Mahasiswa prodi PGSD juga sudah sedikit merasakan akibat yang ditimbulkan dari rokok bagi kesehatannya masing-masing. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa peraturan pemerintah mengenai aturan pencantuman gambar bahaya merokok pada kemasan rokok tersebut merupakan usaha yang bagus namun masih kurang efektif untuk membuat para mahasiswa perokok prodi PGSD dapat mengurangi perilaku merokok bahkan berhenti merokok. Penelitian Kurniadi (2014) bertujuan untuk menguji apakah ada hubungan antara sikap terhadap label gambar peringatan bahaya merokok pada kemasan rokok dengan intensi berhenti merokok. Dugaan awal yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan antara sikap terhadap label visual peringatan bahaya merokok pada kemasan rokok dengan intensi berhenti merokok. Semakin 26 positif sikap terhadap label visual peringatan bahaya merokok pada kemasan rokok maka akan semakin tinggi intensi berhenti merokok, sebaliknya semakin negatif sikap terhadap label visual bahaya merokok pada kemasan rokok maka semakin rendah intensitas berhenti merokoknya. Subjek dalam penelitian ini adalah laki-laki perokok yang berusia berkisar antara 17 sampai dengan 60 tahun. Adapun skala yang digunakan adalah skala intensi berhenti merokok dan skala sikap terhadap label visual peringatan bahaya merokok pada kemasan rokok yang dibuat sendiri oleh peneliti, untuk skala intensi berhenti merokok mengacu pada teori Ajzen (1988) dan untuk skala sikap mengacu pada teori skema triadik, Azwar (1995). Metode analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan fasilitas program SPSS versi 11,0 untuk menguji apakah terdapat hubungan antara sikap terhadap label peringatan bahaya merokok pada kemasan rokok dengan intensi berhenti merokok. Korelasi product moment dari Pearson menunjukan korelasi sebesar r = 0,757 dengan p < 0,01 yang artinya ada hubungan positif antara sikap terhadap label visual peringatan bahaya merokok pada kemasan rokok dengan intensi berhenti merokok. Persamaan dan perbedaan hasil penelitian sebelumnya dengan penelitian yang peneliti lakukan adalah : a. Persamaan Persamaan antara penelitian sebelumnya dengan penelitian yang peneliti lakukan adalah mengangkat tema yang sama pencantuman gambar peringatan pada bungkus rokok. 27 tentang pengaruh b. Perbedaan Perbedaan antara penilitian sebelumnya dengan penelitian yang peneliti lakukan terletak pada subjek penelitian, objek penelitian, jumlah objek yang diteliti. 1.5 Hipotesis H1: Terdapat pengaruh komunikasi visual resiko merokok pada bungkus rokok terhadap perilaku merokok mahasiswa angkatan 2013 dan 2014 Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga. H0: Tidak terdapat pengaruh komunikasi visual resiko merokok pada bungkus rokok terhadap perilaku merokok mahasiswa angkatan 2013 dan 2014 Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga. 28