BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Biaya Menurut Hansen dan Mowen ( 2009 : 47 ) biaya adalah kas atau nilai setara kas yang dikorbankan untuk mendapatkan barang atau jasa yang diharapkan memberi manfaat saat ini atau di masa depan bagi organisasi. Biaya dikatakan sebagai setara kas karena sumber nonkas dapat ditukar dengan barang atau jasa yang diinginkan. Sebagai contoh, menukar peralatan dengan bahan yang digunakan untuk produksi. Biaya bisa dianggap sebagai ukuran modal dari sumber daya yang digunakan untuk mencapai keuntungan tertentu. Mengurangi biaya yang dibutuhkan untuk mencapai manfaat tertentu berarti membuat perusahaan menjadi lebih efisien. Akan tetapi, biaya harus dikelola secara strategis. Sebagai contoh, manajer harus memiliki tujuan menyediakan nilai bagi pelanggan yang sama besar (atau lebih besar) dengan biaya yang lebih rendah dari para pesaingnya. Dengan cara ini, posisi strategis perusahaan akan naik dan keunggulan kompetitif akan tercipta. Biaya dikeluarkan untuk mendapatkan manfaat di masa depan. Pada perusahaan yang berorientasi laba, manfaat masa depan biasanya berarti pendapatan. Ketika biaya telah dihabiskan dalam proses menghasilkan 5 pendapatan , biaya tersebut dinyatakan kadaluwarsa (expire). Biaya yang kadaluwarsa disebut beban (expense). Di setiap periode, beban akan dikurangkan dari pendapatan dalam laporan laba rugi untuk menentukan laba periode tersebut. Agar perusahaan tetap berjalan, pendapatan harus selalu melebihi beban dari laba yang dihasilkan harus cukup besar untuk memuaskan pemilik perusahaan. Jadi, biaya dan harga berkaitan dalam pengertian bahwa harga harus melebihi biaya agar menghasilkan laba yang cukup banyak. Selanjutnya, penurunan harga dapat meningkatkan nilai bagi pelanggan dengan mengurangi pengorbanan pelanggan dan kemampuan menurunkan harga berkaitan dengan kemampuan mengurangi biaya. Oleh sebab itu, para manajer perlu mengetahui biaya dan berbagai tren biaya. 2.1.2 Klasifikasi Biaya Klasifikasi biaya sangat penting guna membuat ikhtisar yang berarti atas data biaya. Menurut Carter dan Usry ( 2004 : 40 ) klasifikasi yang paling umum digunakan didasarkan pada hubungan antara biaya dengan berikut ini: 1) Produk (satu lot, batch, atau unit dari suatu barang jadi atau jasa) 2) Volume produksi 3) Departemen, proses, pusat biaya (cost center), atau subdivisi lain dari manufaktur 6 2.1.3 4) Periode akuntansi 5) Suatu keputusan, tindakan atau evaluasi Perilaku Biaya Pada umumnya pola perilaku biaya diartikan sebagai hubungan antara total biaya dengan perubahan volume kegiatan. Berdasarkan perilakunya dalam hubungan dengan perubahan volume kegiatan, biaya dapat dibagi menjadi tiga golongan: biaya tetap, biaya variabel, dan biaya semi variabel. Untuk keperluan pengendalian, baik biaya tetap maupun biaya variabel harus dipecah lagi sebagai berikut: 1) Biaya Tetap Menurut Mulyadi ( 2014 : 465 ) biaya tetap adalah biaya yang jumlah totalnya tetap dalam kisar perubahan volume kegiatan tertentu. Biaya tetap persatuan berubah dengan adanya volume kegiatan. Biaya tetap atau biaya kapasitas merupakan biaya untuk mempertahankan kemampuan beroperasi perusahaan pada tingkat kapasitas tertentu. Besar biaya tetap dipengaruhi oleh kondisi perusahaan jangka panjang, teknologi, dan metode serta strategi manajemen. Biaya tetap dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu committed fixed cost dan discretionary fixed cost. Committed fixed cost sebagian besar berupa biaya tetap yang timbul dari pemilikan pabrik, ekuipmen, dan organisasi pokok. Perilaku committed fixed cost ini dapat diketahui dengan jelas dengan mengamati 7 biaya-biaya yang tetap dikeluarkan jika seandainya perusahaan tidak melakukan kegiatan sama sekali dan akan kembali ke kegiatan normal. Dalam hal ini committed fixed cost berupa semua biaya yang tetap dikeluarkan, yang tidak dapat dikurangi guna mempertahankan kemampuan perusahaan di dalam memenuhi tujuan-tujuan jangka panjangnya. Contoh dari committed fixed cost adalah biaya depresiasi, pajak bumi dan bangunan, sewa, asuransi dan gaji karyawan utama. Discretionary fixed cost merupakan biaya (a) yang timbul dari keputusan penyediaan anggaran secara berkala (biasanya tahunan) yang secara langsung mencerminkan kebijakan manajemen puncak mengenai jumlah maksimum biaya yang diijinkan untuk dikeluarkan, dan (b) yang tidak dapat menggambarkan hubungan yang optimum antara masukan dengan keluaran (yang diukur dengan volume penjualan, jasa atau produk). Discretionary fixed cost juga sering disebut dengan istilah managed atau programmed cost. Discretionary fixed cost tidak mempunyai hubungan tertentu dengan volume kegiatan. Contoh dari discretionary fixed cost adalah biaya riset dan pengembangan, biaya iklan, biaya promosi penjualan, biaya program latuhan karyawan, biaya konsultan. 2) Biaya Variabel Menurut Mulyadi ( 2014 : 468 ) biaya variabel adalah biaya yang jumlah totalnya berubah sebanding dengan perubahan volume kegiatan. 8 Biaya variabel per unit konstan (tetap) dengan adanya perubahan volume kegiatan. Biaya bahan baku merupakan contoh biaya variabel yang berubah sebanding dengan perubahan volume produksi. Ada jenis biaya variabel yang perilakunya bertingkat (steplike behavior) yang mempunyai perilaku sebagai step variable cost. Biaya ini naik atau turun tidak pada saat yang sama dengan perubahan volume kegiatan. Setiap perubahan volume kegiatan tidak secara langsung diikuti dengan perubahan biaya. Proportionately variable cost merupakan biaya variabel yang berubah sebanding dengan perubahan volume kegiatan. Grafik 1 Grafik 2 Biaya Biaya Proportionately Variable Volume Kegiatan StepVariableCost Volume Kegiatan Gambar 2.1 dan 2.2 Perilaku Biaya Variabel 9 Biaya Variabel dikelompokkan menjadi dua yaitu Engineered variable cost adalah biaya yang memiliki hubungan fisik tertentu dengan ukuran kegiatan tertentu. Hampir semua biaya variabel merupakan engineerd cost. Engineered variabel cost merupakan biaya yang antara masukan dan keluarannya mempunyai hubungan erat dan nyata. Jika masukan (biaya) berubah maka keluaran akan berubah sebanding dengan perubahan masukan tersebut. Sebaliknya jika keluaran berubah maka masukan (biaya) akan berubah sebanding dengan perubahan keluaran tersebut. Contoh engineered variable cost adalah biaya bahan baku. Discretionary variable cost merupakan biaya yang masukan dan keluarannya memiliki hubungan erat namun tidak nyata (bersifat artifisial). Jika keluaran berubah maka masukan akan berubah sebanding dengan perubahan keluaran tersebut. Namun, jika masukan berubah, keluaran belum tentu berubah dengan adanya perubahan masukan tersebut. Sebagai contoh adalah biaya iklan yang ditetapkan oleh manajemen puncak sebesar 2% dari hasil penjualan akan berubah sebanding dengan perubahan volume penjualan. Karena biaya ini berperilaku variabel atas kebijakan manajemen 9tidak berperilaku secara nyata) maka jika biaya iklan dinaikkan belum tentu akan mengakibatkan kenaikan volume penjualan. 10 3) Biaya Semivariabel Menurut Mulyadi ( 2014 : 469 ) biaya variabel adalah biaya yang memiliki unsur tetap dan variabel di dalamnya. Unsur biaya yang tetap merupakan jumlah biaya minimum untuk menyediakan jasa sedangkan unsur variabel merupakan bagian dari biaya semivariabel yang dipengaruhi oleh perubahan volume kegiatan. Biaya Biaya Semivariabel Volume Kegiatan Gambar 2.3 Perilaku Biaya Semivariabel Menurut Wiyasha ( 2014 : 188 - 192 ) untuk tujuan analisis, biaya semivariabel dipecah menjadi biaya tetap untuk unsur biaya tetapnya dan biaya variabel untuk unsur biaya variabelnya. Metode untuk menentukan biaya tetap dan biaya variabel tediri dari titik tertinggi terendah, analisis regresi, dan diagram pencar. 11 a. Titik Tertinggi Terendah Pendekatan titik tertinggi terendah merupakan pendekatan paling sederhana untuk menentukan biaya tetap dan variabel dari biaya semivariabel. Metode ini diterapkan untuk dapat memprakirakan besaran biaya tetap dan variabel untuk suatu transaksi. Misalnya manajemen ingin mengetahui besaran biaya tetap dan variabel untuk transaksi pemeliharaan yang terjadi pada periode tertentu. b. Analisis Regresi Metode ini merupakan metode statistik untuk mengestimasi biaya variabel yang terjadi. Pada metode ini untuk membuat estimasi hubungan linear didasarkan pada persamaan linear. Y = a + bX Rumus berikut ini digunakan untuk menghitung nilai titik potong pada sumbu X (a) dan slope (b) yang meminimalkan kuadrat residual. b = n ( ΣXY- (ΣX)(ΣY) n (ΣX2)- (ΣX) 12 a = (ΣY) - b(ΣX) n dimana: X = Tingkat aktivitas (variable independent) Y = Total biaya semi variabel (variable dependent) a = Total biaya tetap b = Biaya variabel per unit aktivitas n = Jumlah observasi Σ = Jumlah total observasi 2.1.4 Analisis Break Event Point Menurut Blocher, dkk ( 2007 : 392 ) titik awal dalam banyak perencanaan bisnis adalah penentuan titik impas, yaitu titik ketika pendapatan sama dengan biaya total dan laba sama dengan nol. Analisis titik impas digunakan untuk menentukan tingkat penjualan dan bauran produk yang diperlukan hanya untuk menutup semua biaya yang terjadi selama periode tersebut. Titik impas adalah titik dimana biaya dan pendapatan adalah sama. Tidak ada laba maupun rugi pada titik impas. Karena CVP menentukan tingkat penjualan dan bauran produk yang diperlukan untuk mencapai target laba, maka analisis titik impas adalah kasus khusus dari CVP. Untuk mencapai titik impas, target laba adalah 13 nol ( Carter dan Usry : 2005 ). 2.1.5 Analisis Cost Volume Profit Beberapa pengertian mengenai cost volume profit adalah sebagai berikut: Menurut Blocher, dkk ( 2007 : 387 ) analisis biaya voluma laba (cost volume profit -CVP- analysis) merupakan metode untuk menganalisis pengaruh keputusan operasi dan pemasaran terhadap laba bersih, berdasarkan pemahaman atas hubungan antara biaya variabel, biaya tetap, harga jual per unit, dan tingkat output. Menurut Carter dan Usry ( 2005 : 272 ) analisis biaya volume laba (cost volume profit analysis/CVP) berkaitan dengan penentuan volume penjualan dan bauran produk yang diperlukan untuk mencapai tingkat laba yang diinginkan. Analisis ini merupakan alat yang meyediakan informasi bagi manajemen mengenai hubungan antara biaya, laba, bauran produk, dan volume penjualan. CVP didasarkan pada asumsi berikut ini: Bahwa semua biaya dapat dipisahkan menjadi bagian yang variabel dan bagian yang tetap, dan bahwa total biaya tetap adalah konstan sepanjang rentang analisis, dan total biaya variabel berubah secara proporsional terhadap perubahan dalam volume (biaya variabel per unit adalah konstan sepanjang rentang yang relevan). Menurut Wiyasha ( 2014 : 200 ) cost volume profit (CVP) merupakan alat analisis manajemen yang menyatakan hubungan antar berbagai 14 tingkat biaya, volume, dan harga jual. Analisis CVP dapat menjadi alat yang berharga untuk mengidentifikasi luas dan besarnya masalah ekonomi yang dialami perusahaan dan membantu menunjukkan secara tepat jawaban yang diperlukan. Analisis CVP juga dapat ditujukan pada banyak isu lainnya, seperti: jumlah unit yang harus dijual agar impas, dampak pengurangan biaya tetap pada titik impas, dan dampak peningkatan harga pada laba. Sebagai tambahan, analisis CVP memungkinkan manajer untuk melakukan analisis sensitivitas dengan menguji pengaruh berbagai tingkat harga atau biaya pada laba. Menurut Blocher, dkk ( 2007 : 387 ) analisis CVP dapat diterapkan dalam banyak hal, misalnya: a. Menentukan harga jual produk atau jasa. b. Meluncurkan produk atau jasa baru. c. Mengganti peralatan. d. Mengambil keputusan apakah produk atau jasa yang ada yang seharusnya dibuat di dalam perusahaan atau dibeli dari pihak ketiga. e. 2.1.6 Melakukan analisis “bagaimana jika” (what if analysis). Margin of Safety 15 Menurut Garrison, dkk ( 2006 : 338 ) margin keamanan (safety of margin) adalah kelebihan dari penjualan yang dianggarkan (aktual) di atas titik impas volume penjualan. Margin keamanan menjelaskan jumlah di mana penjualan dapat menurun sebelum kerugian mulai terjadi. Semakin tinggi margin keamanan, semakin rendah resiko untuk tidak balik modal. Formula perhitungannya adalah sebagai berikut: Margin keamanan = Total penjualan yang dianggarkan - Penjualan titik impas Margin keamanan juga dapat disajikan dalam bentuk presentase. Presentase ini didapat dengan membagi margin keamanan dalam dolar dengan total penjualan: Margin keamanan dalam dolar Persentase Margin Keamanan = x 100% Total penjualan yang dianggarkan (aktual) 2.1.7 Margin Kontribusi Margin kontribusi atau laba marginal adalah selisih antara pendapatan penjualan dengan semua biaya variabel. Margin kontribusi dihitung dengan cara mengurangkan biaya variabel, baik produksi maupun non-produksi, dari penjualan. Dalam perhitungan biaya langsung, margin kontribusi dapat dihitung secara total untuk perusahaan secara keseluruhan, atau terpisah untuk masing-masing lini produk, teritori penjualan, divisi operasi, dan lainlain. Alternatifnya, margin kontribusi dapat dihitung dengan dasar per unit. 16 Total laba ditemukan dengan cara mengurangkan total biaya tetap dari total margin kontribusi (Carter dan Usry, 2005 : 257-258). 2.1.8 Analisis Target Laba Tujuan untuk mencapai laba yang besar (dalam rencana maupun realisasinya), manajemen dapat menempuh berbagai langkah, misalnya: 1. Menekan biaya produksi maupun biaya operasi serendah mungkin dengan mempertahankan tingkat harga jual dan volume penjualan yang ada. 2. Menentukan harga jual sedemikian rupa sesuai dengan laba yang diinginkan. 3. Meningkatkan volume penjualan sebesar mungkin. Rumus biaya-volume-laba dapat digunakan untuk menentukan volume penjualan yang dibutuhkan untuk mencapai target laba. Menurut Garrison et al. (2008:336-337), ada dua cara untuk melakukan analisis target laba, yaitu: 1. Persamaan Biaya-Volume-Laba. Pendekatan pertama yaitu dengan menggunakan metode persamaan. Rumus persamaannya: Penjualan = Beban variabel + Beban tetap + Laba 2. Pendekatan Margin Kontribusi. Pendekatan kedua yaitu dengan memperluas 17 rumus margin kontribusi dengan memasukkan target laba: Biaya tetap + Target laba Unit penjualan untuk mencapai target = Margin Kontribusi per unit 2.1.8 Perencanaan Laba 1) Pengertian Perencanaan Laba Perencanaan laba adalah rencana kerja yang dapat diperhitungkan dengan cermat dimana implikasi keuangan dinyatakan dalam bentuk proyeksi perhitungan rugi-laba, neraca kas, modal kerja untuk jangka panjang dan jangka pendek, menurut Supriyono ( 2004 : 218 ). Menurut Carter dan Usry ( 2005 : 4 ) Perencanaan laba (profit planning) adalah pengembangan dari suatu rencana operasi guna mencapai cita-cita dan tujuan perusahaan. Laba adalah penting penting dalam perencanaan karena tujuan utama dari suatu rencana adalah laba yang memuaskan. Suatu anggaran adalah suatu rencana yang dinyatakan dalam istilah-istilah keuangan dan kuantitatif. Suatu rencana laba dari suatu perusahaan terdiri atas anggaran operasi dan laporan keuangan dianggarkan yang terinci. Anggaran berbeda dengan prediksi. Suatu rencana laba atau anggaran mencerminkan tingkat laba atau target yang diperkirakan yang berusaha untuk dicapai oleh manajemen. 18 2) Menetapkan Tujuan Laba Dalam menentukan tujuan laba, manajemen sebaiknya mempertimbangkan faktor - faktor berikut ini : a. Laba atau rugi yang diakibatkan dari volume penjualan tertentu. b. Volume penjualan yang diperlukan untuk menutup semua biaya plus menghasilkan laba yang mencukupi untuk membayar deviden serta menyediakan kebutuhan bisnis masa depan. c. Titik impas. d. Volume penjualan yang dapat dicapai dengan kapasitas operasi sekarang. e. Kapasitas operasi yang diperlikan untuk mencapai tujuan laba. f. Pengembalian atas modal yang digunakan. 3) Keuntungan Perencanaan Laba Perencanaan laba atau anggaran memiliki manfaat dan keuntungan berikut ini: a. Perencanaan laba menyediakan suatu pendekatan yang disiplin atas identifikasi dan penyelesaian masalah. Manajemen wajib mempelajari semua aspek bisnis dalam mengembangkan anggaran. Hal ini memungkinkan adanya kesempatan untuk menilai kembali setiap segi dari operasi dan memeriksa kembali kebijakan dan program. b. Perencanaan laba menyediakan ke semua tingkatan manajemen. Hal 19 itu membantu mengembangkan kesadaran akan laba di seluruh lapisan organisasi dan merangsang kesadaran akan biaya serta efisiensi biaya. c. Perencanaan laba meningkatkan koordinasi. Hal tersebut memberikan suatu cara untuk menyelesaikan usaha-usaha dalam mencapai cita-cita. Anggaran membuat identifikasi dan eleminasi dari halangan serta ketidakseimbangan menjadi mungkin, sebelum kedua hal itu terjadi serta untuk menyalurkan usaha-usaha ke aktivitas-aktivitas yang paling menguntungkan. d. Perencanaan laba menyediakan suatu cara untuk memperoleh ide dan kerja sana dari semua tingkatan manajemen. Keahlian dan pengetahuan dari semua manajer dibutuhkan untuk mengembangkan rencana yang paling efektif. e. Anggaran menyediakan suatu tolak ukur untuk mengevaluasi kinerja aktual dan meningkatkan kemampuan dari individu-individu. Hal ini memicu manajer untuk merencanakan dan berkinerja secara efisien. 4) Keterbatasan Perencanaan Laba 20 Perencanaan laba juga memiliki keterbatasan dan kekurangan berikut ini: a. Prediksi bukanlah suatu ilmu pengetahuan pasti; ada sejumlah pertimbangan dalam estimasi manapun. Karena suatu anggaran harus didasarkan pada prediksi atau kejadian di masa depan, maka revisi atau modifikasi dari anggaran sebaiknya dilakukan ketika variasi dari estimasi membenarkan adanya suatu perubahan dalam rencana. b. Anggaran dapat memfokuskan perhatian manajemen pada cita-cita (seperti tingkat produksi yang tinggi atau tingkat penjualan kredit yang tinggi) yang tidak selalu sesuai dengan tujuan keseluruhan dari organisasi. Dengan demikian, harus ada kehati-hatian dalam menetapkan cita-cita guna menyalurkan usaha manajer dengan sesuai. Untuk menyelesaikan tugas ini, tujuan pribdi manajer harus sejajar dengan tujuan organisasi. Sistem anggaran tidak mencukupi bila sistem tersebut memotivasi individu untuk melakukan suatu tindakan yang tidak sesuai dengan tujuan perusahaan. Tanpa mempedulikan betapa rumitnya sistem anggaran, tetapi efektifitasnya bergantung pada bagaimana sistem tersebut mempengaruhi perilaku manusia. c. Perencanaan laba harus memperoleh komitmen dari manajemen puncak da kerja sama dari semua anggota manajemen. Sering 21 kalisuatu perencanaan laba gagal karena manajemen eksekutif hanya memberikan sedikit dukungan. Jika manajemen puncak tidak secara konsisten mendukung proses pembuatan anggaran, maka manajemen di tingkat yang lebih bawah akan segera memandang proses pembuatan anggaran sebagai suatu latihan yang tidak berarti, dan akibatnya kualitas dari anggaran menurun. Keterlibatan dari semua tingkatan manajemen dibutuhkan. Karena jika tidak, maka manajer di tingkat yang lebih bawah akan merasakan bahwa anggaran dipaksakan kepada mereka tanpa partisipasi mereka. d. Penggunaan anggaran secara berlebihan sebagai alat evaluasi dapat menyebabkan perilaku disfungsional. Manajer mungkin saja mencoba untuk memasukkan kelonggaran ke dalam anggaran atau mengambil tindakan yang mahal bagi perusahaan untuk mencapai tujuan anggaran individual mereka masing-masing. e. Perencanaan laba tidak menghentikan atau menggantikan peranan administrasi. Eksekutif biasanya tidak beranggapan bahwa mereka dibatasi oleh anggaran. Tetapi, rencana laba didesain untuk menyediakan informasi yang terinci yang memungkinkan eksekutif mengarahkan perusahaan ke tujuan organisasi. f. Penyusunannya memakan waktu. Manajemen sering kali menjadi tidak sabar dan kehilangan minat, karena manajemen berharap 22 terlalu banyak dalam waktu yang terlalu singkat. Pertama-tama, anggaran harus dijual ke orang-orang yang bertanggung jawab, dan mereka harus diarahkan dan dididik mengenai metode dan tujuan pembuatan anggaran. 2.2 Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya 23 No . Nama Peneliti Judul Hasil Penelitian 1. Muthmainna, Analisis Cost Volume Presentase Margin of Safety SE., M.Si.Ak Profit (CVP) Terhadap tahun 2009 sebesar 24,85%. (2012) Perencanaan Laba Pada Laba tahun 2009 sebesar Rp Swiss-Bel Hotel Papua 4.978.005.724, Jayapura. Laba tahun 2010 meningkat sebesar Rp 6.402.136.873 meningkat tahun 2011 secara signifikan sebesar Rp 8.675.661.806. 2. Venny Peranan Analisis Cost Untuk memperoleh laba Wijaya Volume Profit Upaya sebesar Rp5.823.983.598, CV. (2011) Merencanakan Laba Permata Sejati harus dapat Perusahaan menjual produknya sebesar 385.298 ton sebesar atau Rp7.705.882.957. 24