BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Hakikat IPA Ilmu Pengetahuan Alam berasal dari bahasa Inggris „science‟. Kata „science‟ sendiri berasal dari kata dalam Bahasa Latin „scientia‟ yang berarti saya tahu. Science terdiri dari social sciences ( Ilmu Pengetahuan Sosial) dan natural science (Ilmu Pengetahuan Alam). Namun dalam perkembangannya science sering diterjemahkan sebagai sains yang berarti Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) saja, walaupun pengertian ini kurang pas dan bertentangan dengan etimologi (Susilowati, 2015:1). Surjani Wonorahardjo (2011) mengungkapkan bahwa makna ilmu atau science mengalami perluasan. Dalam perkembangannya sains digunakan merujuk ke pengetahuan mengenai alam dan mempunyai objek alam dan gejalagejala alam yang sering digolongkan sebagai ilmu alam (natural science). Trianto (2014: 137) menyatakan bahwa pada hakikatnya IPA dibangun atas dasar produk ilmiah, proses ilmiah, dan sikap ilmiah. Selain itu, IPA dipandang pula sebagai proses, sebagai produk, dan sebagai prosedur. Pendapat tersebut didukung oleh Chiappetta & Koballa (2010: 105), yaitu IPA didefinisikan sebagai sebuah landasan dasar kegiatan manusia yang dapat dilihat dari 4 sudut pandang yang berbeda, meliputi science as away of thinking, science as away of investigating, science as the body of knowledge, science and interactions with technology and 9 society. IPA berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan.Sebagai proses diartikan semua kegiatan ilmiah untuk menyempurnakan pengetahuan tentang alam maupun untuk menemukan pengetahuan baru. Sebagai produk diartikan sebagai hasil proses, berupa pengetahuan yang diajarkan dalam sekolah atau di luar sekolah ataupun bahan bacaan untuk penyebaran pengetahuan. Sebagai prosedur dimaksudkan adalah metodologi atau cara yang dipakai untuk mengetahui sesuatu yang biasa disebut metode ilmiah. Menurut Carin & Sund (1989:2) juga menyatakan bahwa IPA dibangun dari komponen sikap, proses atau metode dan produk. “Science has three major elemens: attitude, processes or methods, and products. Attitudes ae certain beliefs, value, opinions, for example, suspending judgment until enough data has been collected relative to the problem. Constantly endeavouring to be objective. Process or methods are certain ways of investttigating problem, for example, making hypothesis, designing and carryng out experiments, evaluating data and measuring. Products are facts, principles, laws, theories”. IPA merupakan suatu metode dan produk. IPA sebagai metode artinya dengan metode ilmiah yang syarat keterampilan proses, mengamati, mengajukan masalah, mengajukan hipottesis, mengumpulkan dan menganalisis data, kemudian menarik kesimpulan terhadap fenomena alam. Melalui metode ilmiah tersebut kemudian diperoleh produk IPA berupa fakta, konsep, prinsip, dan generalisasi yang kebenarannya bersifat tentatif ( Sitiatava Rizema Putra, 2013: 51). 10 Secara umum Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) mempunyai ciri khas yang berbeda dengan ilmu pengetahuan lainnya. Kebanyakan pengetahuan mengenai alam ini didapat secara empiris, yakni pengamatan langsung atas kejadian di alam. Kumpulan pengamatan ini merupakan data yang sangat berharga yang nanti setelah diolah akan menghasilkan informasi yang akurat karena manusia dianugerahi akal budi atau rasio yang cukup untuk mengolah informasi-informasi ini. Selain itu perkembangan ilmu pengetahuan alam ditunjang oleh penggunaan metodologi yang tepat. Metode penarikan kesimpulan berdasarkan fakta serta premis sebelumnya memberikan alur pikir logis yang tidak mudah goyah (Surjani Wonorahardjo, 2008: 12). Sains atau IPA adalah usaha manusia dalam memahami alam semesta melalui pengamatan yang tepat pada sasaran, serta menggunakan prosedur, dan dijelaskan dengan penalaran sehingga mendapatkan suatu kesimpulan. Dari uraian hakikat IPA di atas dapat dipahami bahwa IPA merupakan sekumpulan pengetahuan yang mempelajari gejala alam yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari melalui serangkaian metode ilmiah sehingga diperoleh suatu produk ilmiah yang mengandung fakta, prosedur, dan konsep yang dibelajarkan berdasar prinsip-pinsip yang dapat menumbuhkan sikap ilmiah peserta didik. 2. Pembelajaran IPA berbasis Masalah Pada dasarnya belajar merupakan aktivitas paling utama yang terjadi selama manusia hidup di dunia. Aktivitas ini berlangsung 11 seumur hidup, yakni sejak manusia pertama ada di dunia sampai berakhirnya kehidupan di muka bumi. Untuk memperoleh pengertian yang objektif tentang belajar terutama belajar di sekolah, perlu dirumuskan secara jelas pengertian belajar. Menurut Oemar Hamdani (2011: 20) belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Sedangkan menurut Suprijono (2012: 2) belajar merupakan perubahan disposisi atau kemampuan yang dicapai seseorang melalui aktivitas. Perubahan disposisi tersebut bukan diperoleh langsung dari proses pertumbuhan seseorang secara alamiah. Pada hakikatnya pembelajaran adalah usaha sadar dari seorang guru untuk membelajarkan peserta didiknya (mengarahkan interaksi peserta didik dengan sumber belajar lainnya) dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan. Keberhasilan pencapaian tujuan pembelajaran bergantung pada bagaimana proses pembelajaran dapat berlangsung secara efektif. Proses pembelajaran adalah upaya sistematis yang dilakukan guru untuk mewujudkan proses pembelajaran agar dapat berjalan efektif dan efesien yang dimulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi (Aqib, 2013: 66). Menurut Suyitno (2011: 71), pembelajaran adalah upaya guru menciptakan iklim dan pelayanan terhadap kemampuan potensi, minat, bakat, dan kebutuhan peserta didik yang amat beragam agar terjadi 12 interaksi optimal antara guru dan peserta didik serta antarpeserta didik. Sejalan dengan hal tersebut, Suprijono (2012: 2) menyatakan bahwa pembelajaran adalah seperangkat peristiwa yang mempengaruhi peserta didik sedemikian rupa sehingga peserta didik itu memperoleh kemudahan dalam berinteraksi berikutnya dengan lingkungan. Menurut Sitiatava Rizema Putra (2013: 53), “Pembelajaran berbasis sains merupakan pembelajaran yang menjadikan sains sebagai metode atau pendekatan dalam proses belajar mengajar sehingga pembelajaran menjadi lebih kreatif dan lebih aktif dalam proses belajar”. Pembelajaran IPA merupakan proses membelajarkan peserta didik dalam mempelajari peristiwa di alam melalui serangkaian proses ilmiah sehingga tercapai tujuan pembelajaran yang sudah ditetapkan dengan mengembangkan sikap ingin tahu, keteguhan hati, ketekunan, dan sadar akan nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat serta pengembangan ke arah sikap yang positif (Supriatiningsih, 2014 :10). Proses pembelajaran IPA menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pembelajaran IPA ini diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pengalaman dan pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar (Trianto, 2010: 7). Selain itu, pembelajaran IPA menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai 13 aspek penting kecakapan hidup. Pembelajaran IPA di SMP/ MTs menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan adalah pembelaran IPA berbasis masalah. Pengajaran berdasarkan masalah merupakan suatu pendekatan pembelajaran dimana peserta didik mengerjakan permasalahan yang autentik dengan maksud untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan inkuiri dan keterampilan berpikir tingkat lebih tinggi, mengembangkan kemandirian dan percaya diri. Pembelajaran ini membantu peserta didik untuk memproses informasi yang sudah jadi dalam benaknya, dan menyusun pengetahuan mereka sendiri tentang dunia sosial dan sekitarnya. Pembelajaran ini cocok untuk mengembangkan pengetahuan dasar maupun kompleks (Trianto Ibnu Badar al-Tabani, 2015: 64). Wina Sanjaya (2008: 214) menyatakan, “Pembelajaran berbasis masalah dapat diartikan sebagai rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan kepada proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah.” Pembelajaran berbasis masalah merupakan suasana pembelajaran yang diarahkan oleh suatu permasalahan sehari-hari. Untuk dapat memecahkan suatu masalah, seseorang memerlukan pengeahuan dan kemampuan-kemampuan yang ada kaitannya dengan masalah tersebut. Pengetahuan dan kemampuan-kemampuan tersebut harus diamu secara 14 kreatif dalam memecahkan masalah yang bersangkutan ( Aris Shoimin, 2014: 136). Arends (Jamil Suprihatinigrum, 2013: 215) menyatakan bahwa pembelajaran berdasarkan masalah adalah pembelajaran dimana peserta didik mengerjakan permasalahan yang otentik dengan tujuan untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri. Pembelajaran berbasis masalah memberikan kesempatan kepada peserta didik mempelajari materi akademis dan keterampilan mengatasi masalah dengan terlibat di berbagai situasi kehidupan nyata. Hal ini memberikan makna bahwa sebagian besar konsep dapat diperkenalkan dengan efektif melalui pemberian masalah. Berdasarkan uraian di atas, pembelajaran adalah suatu upaya guru untuk mengorganisir lingkungan belajar agar tercipta suasana yang optimal dan mendukung terjadinya perubahan sikap maupun tingkah laku pada peserta didik ke arah yang lebih baik. Pembelajaran IPA adalah pembelajaran melalui fakta, prosedur, dan konsep yang dibelajarkan berdasar prinsip-pinsip yang dapat menumbuhkan sikap ilmiah peserta didik. Pembelajaran berbasis masalah merupakan rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan kepada proses penyelesaian permasalahan sehari-hari yang dihadapi secara ilmiah dengan menyusun pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan inkuiri dan ketrampilan berpikir tingkat lebih tinggi, mengembangkan kemandirian dan percaya diri. Oleh karena itu, pembelajaran IPA berbasis masalah adalah pembelajaran yang dibelajarkan melalui fakta, prosedur, dan konsep yang menekankan kepada 15 proses penyelesaian permasalahan sehari-hari sehingga dapat menumbuhkan sikap ilmiah peserta didik. 3. Model Pembelajaran Kooperatif Model menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah pola (contoh, acuan, ragam) dari suatu yang akan dibuat atau dihasilkan. Pembelajaran adalah upaya guru menciptakan iklim dan pelayanan terhadap kemampuan potensi, minat, bakat, dan kebutuhan peserta didik yang amat beragam agar terjadi interaksi optimal antara guru dan peserta didik serta antarpeserta didik. Model pembelajaran merupakan pola atau ragam yang digunakan guru untuk menciptakan interaksi antara guru dan peserta didik serta antarpeserta didik dalam proses belajar. Menurut Arends model pembelajaran merupakan pendekatan utama dalam melakukan pembelajaran yang meliputi unsur tujuan, sintaks, lingkungan belajar dan sistem manajemen kelas. Model lebih luas dari stategi, metode, dan prosedur. Dalam dunia pendidikan, stategi diartikan sebagai a plan, method, or series of activities designed to achieves a particular educational goal. Strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk pencapaian tujuan pendidikan tertentu. Sedangkan metode adalah cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun tercapai secara optimal (Wina Sanjaya, 2013: 126128). 16 Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran dengan menggunakan sistem pengelompokkan/ tim kecil yaitu antara empat sampai enam orang yang memiliki latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras atau suku yang berbeda (Jumanta Hamdayama, 2014: 64). Pembelajaran kooperatif juga merupakan model pembelajaran yang menekankan aktivitas kolaboratif peserta didik dalam belajar yang berbentuk kelompok, mempelajari matei pelajaran, dan memecahkan masalah secara kolektif kooperatif ( Eveline Siregar dan Hartini Nara, 2011: 115). The cooperative learning is described as a method where students work together in small mixed groups and help each other for a common academic aim, develop communication abilities, increase problem solving and critical thinking abilities and take an active part in their own learning process( Gülşen Çağatay, 2013: 31). Pembelajaran kooperatif memberikan peluang kepada peserta didik yang berbeda latar belakang dan kondisi untuk bekerja saling bergantungan satu sama lain atas tugas-tugas bersama. Pembelajaran kooperatif sangat tepat digunakan untuk melatihkan keterampilan kemampuan kerjasama dan kolaborasi, serta keterampilan tanya jawab (Trianto Ibnu Badar al-Tabani, 2015: 111). Wina Sanjaya (2014: 242) mengartikan pembelajaran kooperatif sebagai model pembelajaran yang melibatkan kelompok kecil yang heterogen dengan anggota 4-6 peserta didik. Setiap peserta didik akan terjalin ketergantungan positif dalam kelompok yang akan menciptakan tanggungjawab dan meningkatkan interpesonal peserta didik. Peserta didik 17 saling membantu, memotivasi kesuksesan kelompok, memberikan kesempatan berkontribusi yang sama demi mencapai tujuan kelompok. Menurut Robert Slavin (2011: 6-8) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif membuat peserta didik akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit. Menurut Rusman (2012: 202) menyatakan pembelajaran kooperatif (cooperative learning) merupakan bentuk pembelajaran dengan cara peserta didik belajar dan bekerja dalam kelompokkelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen. Miftahul Huda (2002: 25-28) mengemukakan lima unsur dasar model cooperative learning, yaitu (1) ketergantungan yang positif, (2) pertanggungjawaban individual, (3) kemampuan bersosialisasi, (4) tatap muka, dan (5) evaluasi proses kelompok. Dipertegas Siahaan (Rusman, 2014: 203) menyatakan lima unsur esensial yang ditekankan dalam pembelajaran kooperatif, yaitu (a) saling ketergantungan yang positif, (b) interaksi berhadapan (face-to-face interaction), (c) tanggung jawab individu (individual responsibility), (d) keterampilan sosial (social skills), (e) terjadi proses dalam kelompok (group processing). Pembelajaran kooperatif dapat dijelaskan dalam beberapa perspektif, yaitu : (1) perspektif motivasi artinya penghargaan yang diberikan kepada kelompok yang dalam kegiatannya saling membantu untuk memperjuangkan keberhasilan kelompok; (2) perspektif sosial artinya melalui kooperatif setiap peserta didik akan saling membantu dalam belajar karena mereka menginginkan semua anggota kelompok memperoleh keberhasilan; (3) perspektif perkembangan kognitif artinya dengan adanya interaksi antara anggota kelompok dapat mengembangkan prestasi peserta didik untuk berfikir mengolah berbagai informasi. 18 Wina Sanjaya (2014: 246) mengungkapkan bahwa dalam pembelajaran kooperatif memiliki prinsipprinsip, meliputi: (1) prinsip ketergantungan positif (positive interdependence) (2) tanggung jawab peseorangan (individual acountability), (3) interaksi tatap muka ( face to face promotion interaction), (4) partisipasi dan komunikasi (partipation and communication). Tahap-tahap model pembelajaran kooperatif (Rusman, 2014: 211) sebagai berikut: (1) menyampaikan tujuan dan memotivasi peserta didik; (2) menyampaikan informasi; (3) mengorganisasikan peserta didik ke dalam kelompok-kelompok belajar; (4) membimbing kemompok bekerja dan belajar; (5) evaluasi; dan (6) memberikan penghargaan. Senada dengan pendapat tersebut, Ibnu Badar al-Tabani (2015: 117) menyebutkan langkahlangkah model pembelajaran kooperatif seperti pada Tabel 1. Tabel 1. Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif Fase Tingkah Laku Guru Fase 1: Guru menyampaikan semua tujuan Menyampaikan tujuan dan pembelajaran tersebut dan memotivasi peserta didik memotivasi peserta didik belajar. Fase 2: Guru menyajikan informasi kepada Menyajikan informasi peserta didik dengan jalan demonstrasi. Fase 3: Guru menjelaskan kepada peserta Mengorganisasikan peserta didik ke didik bagaimana caranya membentuk dalam kelompok kooperatif kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien. Fase 4: Guru membimbing kelompokMembimbing kelompok bekerja dan kelompok belajar pada saat mereka belajar mengejakan tugas. Fase 5: Guru mengevaluasi hasil belajar Evaluasi tentang matei yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya. Fase 6 Guru mencari cara untuk menghargai Memberikan penghargaan baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok. 19 Berdasarkan uraian di atas, maka pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang melibatkan peserta didik dalam kelompok kecil antara 4-6 yang heterogen dengan menekankan kemampuan kerjasama dan tanggung jawab peserta didik demi mencapai tujuan kelompok. Tahap-tahap model pembelajaran kooperatif sebagai berikut: (1) menyampaikan tujuan dan memotivasi peserta didik; (2) menyampaikan informasi; (3) mengorganisasikan peserta didik ke dalam kelompok-kelompok belajar; (4) membimbing kemompok bekerja dan belajar; (5) evaluasi (6) memberikan penghargaan. Robert E. Slavin (2005: 214) mengungkapkan bahwa beberapa bentuk pembelajaran kooperatif dirancang supaya para peserta didik menjalankan peran khusus dalam menyelesaikan tugas. Tipe model kooperatif dengan spesialis tugas antaralain group investigation dan jigsaw. a. Group Investigation (GI) Menurut Robert E. Slavin (2015: 215-216), belajar kooperatif dengan tipe group investigation sangat cocok untuk bidang kajian yang memerlukan studi proyek terintegrasi yang mengarah pada kegiatan perolehan, analisis, dan sintesis informasi dalam upaya untuk memecahkan suatu masalah. Tugastugas akademik harus diarahkan kepada pemberian kesempatan bagi anggota kelompok untuk memberikan berbagai macam kontribusinya, bukan hanya sekedar didesain untuk mendapat jawaban dari suatu pertanyaan yang bersifat faktual. 20 Sopiah Sangadji (2016: 92) menyatakan group investigation model is based on democratic processes and group-based decision-making, and in the implementation of this model involves students from planning, both in determining the topic as well as a way to learn through investigation. Model kooperatif tipe group investigation didasarkan pada proses demokrasi dan berdasarkan pengambilan keputusan kelompok, serta dalam pelaksanaan tipe model ini melibatkan peserta didik dari perencanaan, baik dalam menentukan topik maupun cara untuk belajar melalui penyelidikan. Pada penelitian Nelia M. Adora (2014: 146), the researcher conducted this study using group investigation approach in teaching science will improve the performance of the pupils for it is based on the theoretical principles that emphasize the importance of “intrinsic motivation” of arousing pupils’ involvement by structuring the learning situation to maximize their initiative and responsibility for their learning, both individually and collaboratively. Investigasi kelompok (group investigation) adalah rencana pengorganisasian ruang kelas dimana peserta didik bekerja dalam kelompok-kelompok kecil dengan menggunakan investigasi kooperatif, diskusi kelompok, serta perencanaan dan proyek kooperatif (Robert E.Slavin, 2015: 24). Tipe model kooperatif yang dikembangkan oleh Sharan dan Sharan ini lebih menekankan pada pilihan dan kontrol peserta didik daripada menerapkan teknik-teknik pengajaran di ruang kelas (Miftahul Huda, 2014: 123). Belajar kooperatif dengan tipe group investigation sangat cocok untuk bidang kajian yang memerlukan kegiatan studi proyek 21 terintregrasi, yang mengarah pada kegiatan perolehan, analisis, dan sintesis informasi dalam upaya untuk memecahkan suatu masalah (Rusman, 2014: 221). Menurut Robert E.Slavin (2015: 24), tipe pembelajaran kooperatif tipe group investigation sangat ideal diterapkan dalam pembelajaran IPA. Dengan topik materi IPA yang cukup luas dan desain tugas yang mengarah kepada kegiatan metode ilmiah, diharapkan peserta didik dapat saling memberi kontribusi dalam kelompoknya berdasarkan pengalaman sehari-hari. Menurut penelitian Andri Pitoyo,dkk (2014) mengungkapkan “Significant difference is due to a group of students who take lessons with group investigation s models can be poured and develop his ideas are good and structured”. Perbedaan signifikan disebabkan kelompok peserta didik yang mengikuti pelajaran dengan model group investigation ini dapat mengembangkan ideidenya yang baik dan terstruktur. Group investigation adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang dapat membangun kerjasama antara guru dan peserta didik dalam pembelajaran. Prosedur dalam perencanaan bersama didasarkan pada pengalaman masing-masing peserta didik, sesuai dengan kapasitas dan kebutuhan. Peserta didik aktif berpartisipasi dalam semua aspek, membuat keputusan untuk menetapkan arah tujuan yang mereka kerjakan. Kelompok berfungsi sebagai wahana dalam berinteraksi sosial. Perencanaan kelompok dapat menjamin keterlibatan semua peserta didik secara maksimal dalam penggunaan model kooperatif tipe ini. 22 Model kooperatif tipe group investigation diawali dengan membagi kelas menjadi kelompok-kelompok heterogen yang masing-masing beranggotakan 5-6 orang. Peserta didik memilih topik-topik untuk dipelajari, melakukan investigasi mendalam terhadap sub-sub topik yang dipilih dan kemudian menyiapkan dan mempresentasikan laporan di kelas (Rusman, 2014: 222). Dipertegas dalam buku Miftahul Huda (2014: 124) menyatakan “Dalam kelompoknya setiap anggota berdiskusi dan menentukan informasi apa yang akan dikumpulkan, bagaimana pengolahannya, bagaimana menelitinya, dan bagaimana menyajikan hasil penelitiannya di depan kelas”. Implementasi model kooperatif tipe group investigation dalam pembelajaran, dibagi menjadi 6 langkah, yaitu: (1) mengidentifikasi topik dan mengorganisasikan peserta didik ke dalam kelompok; (2) merencanakan tugas-tugas belajar; (3) melakukan investigasi; (4) menyiapkan laporan akhir; (5) mempresentasikan laporan akhir; dan (6) evaluasi (Slavin, 2005: 208209). Peran guru pada pembelajaran investigasi kelompok hanya sebagai fasilisator investigasi dan mengawal usaha pembelajaran kooperatif kelompok. Murid bekerja sama dengan guru untuk mengevaluasi kerja mereka ( Khoe Yao Tung, 2015: 252). Menurut Aris Shoimin (2014: 81-82) pembelajaran kooperatif tipe group investigation memiliki beberapa kelebihan yang dibagi menjadi berikut ini. a. Secara Pribadi 1) Dalam proses belajarnya dapat bekerja secara bebas. 2) Memberi semangat untuk berinisiatif, kreatif, dan aktif. 3) Rasa percaya diri dapat meningkat. 23 b. c. 4) Dapat belajar untuk memecahkan dan menangani suatu permasalahan. Secara Sosial 1) Meningkatkan belajar kerja sama. 2) Belajar berkomunikasi baik dengan teman sendiri maupun guru. 3) Belajar berkomunikasi yang baik secara sistematis. 4) Belajar menghargai pendapat orang lain. 5) Meningkatkan partisipasi dalam membuat suatu keputusan. Secara Akademis 1) Peserta didik terlatih untuk mempertanggungjawabkan jawaban yang diberikan. 2) Bekerja secara sistematis. 3) Mengembangkan dan melatih ketrampilan fisik dalam berbagai bidang. 4) Selalu berpikir tentang cara atau strategi yang digunakan sehingga didapat suatu kesimpulan yang berlaku umum. Pembelajaran group investigation merupakan model pembelajaran yang sangat efektif. Peserta didik dapat memegang konsep dan mengkreasikan ide-ide baru dalam belajar, dengan fasilitas dari guru. Pada peserta didik yang dapat memanipulasi pengalaman belajar mereka, akan dapat memegang konsep belajar lebih cepat dan tetap memahami/ menguasai bahan belajar lebih lama. Dalam pembelajaran, guru sebisa mungkin dapat merangsang kemauan belajar peserta didik untuk dapat mengkreasikan sesuatu berdasarkan pengalaman nyata. Penghargaan dari guru pada kelompok yang berprestasi sangat penting diberikan sehingga dapat meningkatkan minat belajar peserta didik dan hasil belajar akan meningkat. Jadi, group investigation adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif dengan spesialisasi tugas yang beranggotakan 5-6 orang secara heterogen dan dapat membangun kemampan kerjasama antara guru dan peserta didik dalam pembelajaran. Tahap- tahap model 24 kooperatif tipe group investigation sebagai berikut: (1) mengidentifikasi topik dan mengorganisasikan peserta didik ke dalam kelompok; (2) merencanakan tugas-tugas belajar; (3) melakukan investigasi; (4) menyiapkan laporan akhir; (5) mempresentasikan laporan akhir; (6) evaluasi. b. Jigsaw Menurut Arends (1997), pembelajaran kooperatif tipe jigsaw adalah suatu tipe pembelajaran yang terdiri dari beberapa anggota dalam satu kelompok yang bertanggungjawab atas penguasaan bagian materi belajar dan mampu mengajarkan bagian tersebut kepada anggota lain dalam kelompoknya. Model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw merupakan model pembelajaran kooperatif dengan peserta didik belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4-6 orang secara heterogen dan bekerja sama, saling ketergantungan positif, dan bertanggungjawab atas ketuntasan bagian materi pelajaran yang harus dipelajari dan menyampaikan materi tersebut kepada anggota kelompok yang lain. In the original jigsaw,each member of a group was assigned a different part of material. Then all the students from different groups who had the same learning material gathered together and formed an “expert group” to discuss and communicate with each other until they all mastered the material (Qiao Mengduo & Jin Xiaoling, 2010: 114). Jigsaw merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang mendorong peserta didik aktif dan saling membantu dalam menguassai materi 25 pembelajaran untuk mencapai prestasi yang maksimal. Menurut Isjoni (2010: 69), model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw mengajarkan peserta didik untuk bekerja sama, gotong royong, mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi, dan meningkatkan keterampilan komunikasi. Menurut Rusman (2014: 217) menyatakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw adalah sebuah model belajar kooperatif yang menitikberatkan pada kerja kelompok peserta didik dalam bentuk kelompok kecil. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut: 1. peserta didik dikelompokkan dengan ± 4 orang; 2. tiap peserta didik dalam tim diberi materi dan tugas yang berbeda; 3. anggota dari tim yang berbeda dengan penugasan yang sama membentuk kelompok baru ( kelompok ahli) 4. setelah kelompok ahli berdiskusi, tiap anggota kembali ke kelompok asal dan menjelaskan kepada anggota tentang subbab yang mereka kuasai; 5. tim ahli mempresentasikan hasil diskusi; 6. pembahasan 7. penutup. Menurut Isjoni, 2007: 55 ada beberapa tahapan dalam model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, yaitu : 1. Tahap pertama, pengelompokan peserta didik (kelompok asal). Tahap pertama peserta didik dibagi menjadi beberapa kelompok, dimana banyaknya anggota disesuaikan dengan materi yang akan dipelajari. Pengelompokan berdasarkan pada kemampuan peserta didik dan jenis kelamin sesuai dengan saran dan petunjuk guru pengajar. Kelompok ini disebut “kelompok asal” atau “kelompok Jigsaw”. 2. Tahap kedua, pembahasan materi oleh kelompok ahli. Pada tahap kedua setiap anggota kelompok asal diberi tanggung jawab untuk mempelajari bagian materi tertentu dari bahan yang telah diberikan. Kemudian setiap anggota dari masing-masing kelompok asal bertemu dengan anggota dari kelompok lain yang mendapat tugas untuk mempelajari materi yang sama. Kelompok ini disebut sebagai “kelompok ahli”. 26 3. Tahap ketiga, mengkomunikasikan hasil kerja dari kelompok ahli ke kelompok asal. Pada tahap ketiga kelompok ahli kembali kepada kelompok asal dan mengkomunikasikan hasil kerjanya. Karena satu-satunya cara agar peserta didik dapat belajar sub bab lain selain dari sub bab yang mereka pelajari adalah dengan memperhatikan sungguh-sungguh penjelasan teman satu tim mereka, maka mereka akan termotivasi untuk mendukung dan menunjukkan minat terhadap apa yang dipelajari teman satu timnya. 4. Tahap keempat, evaluasi. Pada tahap keempat dilakukan evaluasi. Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah peserta didik sudah dapat memahami suatu materi apa belum. Evaluasi juga berfungsi untuk mengetahui kemampuan dari masing-masing kelompok. 5. Tahap kelima, pemberian penghargaan. Pada tahap kelima kelompok-kelompok yang berprestasi akan mendapatkan pengakuan dan penghargaan. Penghargaaan yang diberikan kepada kelompok akan dapat memunculkan rasa tanggung jawab pada tiap anggota kelompok untuk memajukan kelompoknya sehingga bisa bersaing dengan kelompok lain. Kondisi ini diharapkan dapat menjadi tantangan tersendiri bagi peserta didik sehingga dalam proses pembelajaran peserta didik akan berusaha semaksimal mungkin untuk dapat memahami pelajaran atau permasalahan yang diajukan guru. Menurut Miftahul Huda (2014: 118) menyatakan dalam model koopeatif tipe jigsaw setiap kelompok berkompetensi untuk memperoleh penghargaan kelompok (group reward). Penghargaan ini diperoleh berdasarkan performa individu masing-masing anggota. Setiap kelompok akan memperoleh point tambahan jika masing-masing anggotanya mampu menunjukkan peningkatan performa saat ditugaskan mengerjakan kuis. Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw yang hasilnya menunjukkan bahwa interaksi kooperatif memiliki berbagai pengaruh positif terhadap perkembangan anak. Pengaruh positif tersebut adalah (1) meningkatkan hasil belajar; (2) meningkatkan daya ingat; (3) dapat digunakan untuk mencapai tarap penalaran tingkat tinggi; (4) mendorong tumbuhnya 27 intrinsik (kesadaran individu); (5) meningkatkan hubungan antarmanusia yang heterogen (5) meningkatkan sikap anak yang positif terhadap sekolah; (6) meningkatkan sikap positif terhadap guru ( Teti Sobari, 2006). Menurut Aris Shoimin (2014: 93-94), kekurangan model pembelajaran IPA tipe jigsaw yaitu jika guru tidak mengingatkan peserta didik untuk menggunakan keterampilan kooperatif dalam kelompok, dikhawatirkan kelompok akan terganggu dalam melaksanakan diskusi, jika anggotanya kurang akan menimbulkan masalah, serta membutuhkan waktu yang lama untuk mengubah posisi sehingga dapat menimbulkan kegaduhan. Dari teori di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw adalah sebuah tipe model belajar kooperatif yang menitikberatkan pada kerja kelompok peserta didik dalam bentuk kelompok kecil atas ketuntasan bagian materi pelajaran yang harus dipelajari dan menyampaikan materi tersebut kepada anggota kelompok yang lain. Tahapnya sebagai berikut: (1) membentuk kelompok besar yang heterogen; (2) membagikan tugas materi membentuk ahli; (3) diskusi kelompok ahli; (4) diskusi kelompok asal; (5) pemberian penghargaan. 4. Kemampuan Kerjasama Menurut Zainudin (2009), kerjasama merupakan kepedulian satu orang atau satu pihak dengan orang atau pihak lain yang tercermin dalam suatu kegiatan yang menguntungkan semua pihak dengan prinsip saling percaya, menghargai dan adanya norma yang mengatur, makna kerjasama 28 dalam hal ini adalah kerjasama dalam konteks organisasi, yaitu kerja antar anggota organisasi untuk mencapai tujuan organisasi (seluruh anggota). Sedangkan menurut Pamudji (1985: 12-13), ”Kemampuan kerjasama pada hakikatnya mengindikasikan adanya dua pihak atau lebih yang berinteraksi secara dinamis untuk mencapai suatu tujuan bersama. Dalam pengertian itu terkandung tiga unsur pokok yang melekat pada suatu kerangka kerjasama, yaitu unsur dua pihak atau lebih, unsur interaksi dan unsur tujuan bersama. Jika satu unsur tersebut tidak termuat dalam satu obyek yang dikaji, dapat dianggap bahwa pada obyek itu tidak terdapat kerjasama. Menurut Thomson dan Perry dalam Keban (2007: 28), kerjasama memiliki derajat yang berbeda, mulai dari koordinasi dan kooperasi (cooperation) sampai pada derajat yang lebih tinggi yaitu collaboration. “Para ahli pada dasarnya menyetujui bahwa perbedaan terletak pada kedalaman interaksi, integrasi, komitmen dan kompleksitas dimana cooperation terletak pada tingkatan yang paling rendah. Sedangkan collaboration pada tingkatan yang paling tinggi.” Dalam sekolah modern, guru membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar peserta didik dengan jalan kerjasama dan menyediakan lingkungan yang bermakna sesuai dengan minatnya, melatih mereka melaksanakan apa yang telah dipelajari, serta menyediakan tantangan yang mendorong mereka untuk belajar lebih maju (Oemar Hamalik, 2008: 60). 29 Pembelajaran kooperatif mampu mengajarkan nilai kerjasama dan tanggung jawab pada peserta didik. Dalam pembelajaan tersebut dapat mengembangkan semangat kerjasama secara keseluruhan dan rasa memiliki pada kelas yang menciptakan suasana moral. Kemampuan kerjasama dapat memberikan keuntungan yang maksimal untuk mencapai prestasi dan mengembangkan karakter peserta didik. Peserta didik memiiki kesempatan yang adil dalam berkontribusi dan saling peduli terhadap belajar dari anggota kelompok (Lickona, 2001: 276-280). Kemampuan kerjasama mengajarkan peserta didik berinteraksi dengan orang lain sehingga menyelesaikan tugas bersama. Saat peserta didik bekerjasama dapat saling bertukar informasi, memberikan dorongan, dan pendapat untuk mengerjakan tugas dalam kelompok (Miftahul Huda, 2014: 24). Killen (1947:292) menjelaskan bahwa ...” Cooperation means working together to achieve shared goals...” Kerjasama berarti bekerja bersama untuk mencapai tujuan bersama. Sependapat dengan hal tersebut, Rusman (2014:207-208) menyatakan bahwa bekerja sama dapat mendorong peserta didik untuk beinteraksi dan berkomunikasi dengan peserta didik lain untuk meraih tujuan pembelajaran yang telah ditentukan. Kemampuan kerjasama memunculkan perasaan ketergantungan antar peserta didik dan ikut merasa senang terhadap pencapaian kelompok. Peserta didik saling memastikan penguasaan materi demi memaksimalkan belajar seluruh anggota kelompok. 30 Ada beberapa indikator-indikator kerjasama. Berdasarkan pengertian kerjasama yang dinyatakan Davis indikator-indikator kerja sama adalah sebagai berikut: 1. Tanggung jawab secara bersama-sama menyelesaikan pekerjaan, yaitu dengan pemberian tanggung jawab dapat tercipta kerja sama yang baik. 2. Saling berkontribusi, yaitu dengan saling berkontribusi baik tenaga maupun pikiran akan terciptanya kerja sama. 3. Pengerahan kemampuan secara maksimal, yaitu dengan mengerahkan kemampuan masing-masing anggota tim secara maksimal, kerja sama akan lebih kuat dan berkualitas. Indikator keterampilan kerjasama (Dzawati Muttaqiyah, 2016: 2) tingkat awal meliputi: (1) menggunakan kesepakatan; (2) menghargai kontribusi; (3) mengambil giliran dan berbagi tugas; (4) berada dalam kelompok; (5) berada dalam tugas; (6) mendorong partisipasi; (7) mengundang orang lain untuk bicara; (8) menyelesaikan tugas pada waktunya; dan (9) menghormati perbedaan individu. Kemampuan kerjasama ( cooperation / caboration) dapat bejalan ketika beberapa aspek berikut terpenuhi. Aspek kerjasama meliputi (1) berusaha untuk mencapai tujuan kelompok, (2) menggunakan keterampilan interpersonal dengan efektif, (3) berusaha untuk memelihara kekompakkan kelompok, (4) menunjukkan kemampuan untuk berperan dalam bebagai peran secara efektif (Eveline Siregar dan Hartini Nara, 2011: 113). Menurut Lundgren (Rusman, 2014: 210) berdasarkan kemampuan kerjasama tingkat awal peneliti mengembangkan instrumen keterampilan kerja sama menggunakan pedoman observasi. Indikator keterampilan kerja sama tingkat awal meliputi: (1) menggunakan kesepakatan; (2) menghargai 31 kontribusi; (3) mengambil giliran dan berbagi tugas; (4) berada dalam kelompok; (5) berada dalam tugas; (6) mendorong partisipasi; (7) mengundang orang lain untuk bicara; (8) menyelesaikan tugas pada waktunya; dan (9) menghormati perbedaan individu. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan kerjasama merupakan perilaku peserta didik yang bekerja dalam kelompok untuk mencapai tujuan bersama. Indikator kerjasama peserta didik meliputi (1) menggunakan kesepakatan; (2) saling berkontribusi; (3) mengambil giliran dan berbagi tugas; (4) berada dalam kelompok; (5) menunjukkan kemampuan untuk berperan dalam bebagai peran secara efektif (6) mendorong partisipasi; (7) mengundang orang lain untuk bicara; (8) menyelesaikan tugas pada waktunya; dan (9) menghormati perbedaan individu. 5. Pemahaman Konsep Pemahaman konsep terdiri dari dua kata, yaitu pemahaman dan konsep. Pemahaman dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki kata dasar paham yang berarti tahu benar. Pemahaman dapat diartikan sebagai proses, perbuatan, ataupun cara memahami atau memahamkan. Menurut Sudjono (2005:50) menyatakan bahwa pemahaman adalah kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan diingat. Pemahaman konsep merupakan kemampuan siswa dalam menguasai suatu konsep/ materi yang terindikasi dalam ranah kognitif (Nur Sri Widyastuti, 2014: 184). Menurut Ikhwan Khairu Sadiqin (2017: 54), faktor 32 pemicu rendahnya pemahaman konsep adalah siswa tidak diberi praktik yang cukup untuk menyelesaikan masalah pembelajaran. Siswa menjadi tidak terbiasa menghubungkan pengetahuan masa lampau dan pengetahuan yang baru didapat. Hasilnya siswa mengalami kesulitan dalam memahami konsep yang sedang diajarkan. Seorang peserta didik dikatakan memahami sesuatu apabila ia dapat memberikan penjelasan atau memberi uraian lebih rinci tentang hal itu dengan menggunakan kata-katanya sendiri. Tahap pemahaman sifatnya lebih kompleks dari pada tahap pengetahuan. Diperjelas oleh Sardiman, pemahaman (comprehension) dapat diartikan menguasai sesuatu dengan pikiran. Pemahaman merupakan perangkat standar program pendidikan yang merefleksikan kompetensi sehingga dapat mengantarkan peserta didik untuk menjadi kompeten dalam berbagai ilmu pengetahuan. Pemahaman memiliki arti yaitu pengertian hubungan antarfaktor, antarkonsep, dan antardata hubungan sebab akibat penarikan kesimpulan. Contoh kegiatan belajar yang terlibat antara lain mengungkapkan gagasan dan pendapat dengan kata-kata sendiri, membedakan atau membandingkan, mengintepretasi data, mendiskripsikan dengan kata-kata sendiri, menjelaskan gagasan pokok, dan menceritakan kembali dengan kata-kata sendiri ( Dadan Rosana, 2014: 96). Berdasarkan ranah kognitif pada taksonomi (Retno Utari, 2007: 11), memahami adalah kemampuan untuk memahami instruktur dan menegaskan pengertian/ makna ide, atau konsep yang telah diajarkan baik dalam lisan, 33 tertulis, maupun grafik/ diagram. Seseorang dapat dikatakan paham tentang suatu hal apabila orang tersebut mengerti dan mampu menjelaskan suatu hal yang dipahaminya, sehingga pemahaman dalam pelajaran IPA sangat penting untuk menunjang keberhasilan dalam belajar IPA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, konsep adalah suatu rancangan; ide atau pengertian yang diabstrakan dari peristiwa konkret. Paling banyak di antara semua pelajaran terfokus pada konsep-konsep pengajarran. Konsep adalah suatu gagasan abstrak yang digeneralisasi dari contoh-contoh khusus. Konsep adalah kategori yang mengelompokkan objek, kejadian, dan karakteristik berdasarkan bentuk-bentuk yang sama. Konsep adalah elemen kognisi yang membantu kita menyederhanakan dan merangkum informasi. Konsep juga membantu proses mengingat lebih efisien. Ketika muris mengelompokkan objek untuk membentuk sebuah konsep, mereka dapat mengingat konsep tersebut, kemudian menyimpan karakteristik- karakteristik konsep tersebut. Murid-murid membentuk konsep melalui pengalaman langsung dengan objek dan kejadian dalam dunia mereka (John W.Santrock, 2009: 3). Konsep menurut Chiappetta & Koballa (2010:113), yaitu “ concept is an abstraction of events, objects, or phenomena that seen to have certain properties or attributes in common”. Konsep merupakan abstraksi dari peristiwa, benda, atau fenomena yang dipandang memiliki sifat tertentu atau atribut yang sama. Konsep lebih tinggi tingkatannya dibandingkan fakta. 34 Memahami konsep berarti memahami sesuatu yang abstrak sehingga mendorong peserta didik untuk berfikir lebih mendalam. Indikator yang digunakan sebagai acuan dalam proses mamahami konsep-konsep yang dilakukan oleh peserta didik meliputi: Menerangkan, menjelaskan, menterjemahkan, menguraikan, mengartikan, menyatakan kembali, menafsirkan, menginterpretasikan, mendiskusikan, menyeleksi, mendeteksi, melaporkan, menduga, mengelompokkan, memberi contoh, merangkum menganalogikan, mengubah, memperkirakan. Pemahaman tentang konsep merupakan aspek penting dalam belajar. Salah satu tujuan mengajar adalah membantu peserta didik memahami konsep utama subjek bukan hanya mengingat fakta tertentu. Pemahaman konsep meningkat ketika guru mampu mengeksplorasi topik secara mendalam dan memberikan contoh yang menarik dan sesuai dengan konsep itu. Dadan Rosana (2014: 220) menyatakan bahwa ada beberapa indikator yang menunjukkan suatu pemahaman konsep adalah: 1) 2) 3) 4) 5) 6) menyatakan ulang sebuah konsep, mengklasifikasi obyek-obyek menurut sifat-sifat tertentu, memberi contoh dan non-contoh dari konsep, menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis, mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup suatu konsep, menggunakan, memanfaatkan, dan memilih prosedur atau operasi tertentu, 7) mengaplikasikan konsep atau algoritma pemecahan masalah. Menurut Khoe Yao Tung (2015:219), konsep dapat terbentuk dari beberapa strategi yaitu: (1) mendefinisikan konsep, termasuk menjelaskan hubungan konsep dengan konsep superordinatnya, (2) menjelaskan istilahistilah dalam definisi konsep; (3) mendiskripsikan ciri utama yang bisa 35 dipahami dengan baik; dan (4) memberikan contoh untuk mengilustrasikan ciri utamanya dan memberikan contoh tambahan. Memahami adalah mengkonstruksi makna dari materi pembelajaran, termasuk apa yang diucapkan, ditulis, dan digambar oleh guru. Kategori ini dari beberapa proses kognitif yang lebih spesifik, yaitu menafsirkan, mencontohkan, mengklasifikasikan, merangkum, menyimpulkan, membandingkan, dan menjelaskan (Lorin W.Anderson, 2015: 44). Jadi, pemahaman konsep merupakan kemampuan untuk memahami suatu konsep yang telah didapat melalui serangkaian kejadian atau peristiwa yang dilihat, didengar, dan yang tersimpan dalam pikiran. Seseorang dikatakan telah memahami suatu konsep ketika sudah memenuhi indikator-indikator pemahaman konsep itu sendiri. Berdasarkan beberapa indikator di atas, indikator yang digunakan sebagai acuan dalam proses mamahami konsep-konsep yang dilakukan oleh peserta didik dalam penelitian ini adalah mengklasifikasikan, menginterpretasi, menduga, membandingkan, memberi contoh, mengelompokkan, menyimpulkan, dan menjelaskan. 6. Kajian Ilmu a. Bahan Kimia di Rumah Tangga 1) Pembersih adalah bahan yang berfungsi untuk membantu mengangkat dan melarutkan kotoran yang melekat pada suatu benda. Komponen utama bahan pembersih adalah sabun dan detergen. Sabun kurang efektif membersihkan kotoran pada air sadah dan air dingin. Detergen lebih efektif membersihkan kotoran pada semua 36 jenis air. Detergen lebih sukar diuraikan oleh mikroorganisme dibandingkan sabun. 2) Pemutih terdiri atas pemutih padat dengan bahan utama kalsium hipoklorit dan pemutih cair dengan bahan utama natrium hipoklorit. 3) Pewangi terdiri atas pewangi alami dan pewangi buatan. Pewangi alami diperoleh melalui penyulingan dan ekstraksi bahan-bahan alam. Pewangi buatan diperoleh melalui proses esterifikasi. Bahan pendorong (propelan) pada parfum yang mengandung CFC berpotensi menimbulkan lubang ozon. 4) Bahan kimia yang terdapat dalam obat pembasmi serangga antara lain: a) Insektisida, yaitu pestisida yang digunakan untuk memberantas serangga, seperti belalang, kepik, wereng, dan ulat. Beberapa jenis insektisida juga dipakai untuk memberantas sejumlah serangga pengganggu yang ada di rumah, perkantoran, atau gudang, seperti nyamuk, kutu busuk, rayap, dan semut. Contoh insektisida adalah basudin, basminon, tiodan, diklorovinil dimetil fosfat, dan diazinon. insektisida untuk memberantas nyamuk. b) Fungisida, yaitu pestisida yang dipakai untuk memberantas dan mencegah pertumbuhan jamur atau cendawan. Bercak yang ada pada daun, karat daun, busuk daun, dan cacar daun disebabkan oleh serangan jamur. Beberapa contoh fungisida adalah tembaga oksiklorida, tembaga(I) oksida, karbendazim, organomerkuri, dan natrium dikromat. c) Bakterisida, yaitu pestisida untuk memberantas bakteri atau virus. Pada umumnya, tanaman yang sudah terserang bakteri sukar untuk disembuhkan. Oleh karena itu, bakterisida biasanya diberikan kepada tanaman yang masih sehat. Salah satu contoh dari bakterisida adalah tetramycin, sebagai pembunuh virus CVPD yang menyerang tanaman jeruk. 37 d) Rodentisida, yaitu pestisida yang digunakan untuk memberantas hama tanaman berupa hewan pengerat, seperti tikus. Rodentisida dipakai dengan cara mencampurkannya dengan makanan kesukaan tikus. Dalam meletakkan umpan tersebut harus hati-hati, jangan sampai termakan oleh binatang lain. Contoh dari pestisida jenis ini adalah warangan. e) Nematisida, yaitu pestisida yang digunakan untuk memberantas hama tanaman jenis cacing (nematoda). Hama jenis cacing biasanya menyerang akar dan umbi tanaman. Oleh karena pestisida jenis ini dapat merusak tanaman maka pestisida ini harus sudah ditaburkan pada tanah tiga minggu sebelum musim tanam. Contoh dari pestisida jenis ini adalah DD, vapam, dan dazomet. f) Herbisida, yaitu pestisida yang digunakan untuk membasmi tanaman pengganggu (gulma), seperti alang-alang, rerumputan, dan eceng gondok. Contoh dari herbisida adalah ammonium sulfonat dan pentaklorofenol. b. Pencemaran Air 1) Pengertian Pencemaran Air Air merupakan kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia di bumi ini. Air yang ada di bumi tidak pernah terdapat dalam keadaan murni bersih, tetapi selalu ada senyawa atau mineral lain yang terlarut di dalamnya. Hal ini tidak berarti semua air di bumi telah tercemar. Air tercemar yaitu apabila air tersebut telah menyimpang dari keadaan normalnya. Pencemaran air, merupakan masuknya makhluk hidup, zat, energi atau komponen lain ke dalam air. Akibatnya, kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya. Air yang diambil dari mata air di pegunungan dan air hujan dianggap sebagai air yang bersih, namun di dalamnya juga terdapat senyawa atau mineral sebagai berikut. Air dari mata air mengandung : Na, Mg, Ca, Fe,dan O2. 38 Air hujan mengandung : SO4, Cl, NH3, CO2, N2, C, O2, dan debu. Indikator atau kriteria bahwa air lingkungan telah tercemar adalah adanya perubahan atau tanda yang dapat diamati melalui adanya peubahan suhu air, adanya perubahan pH atau konsentrasi ion hidrogen, adanya perubahan warna, bau dan rasa air; timbulnya endapan, koloidal, bahan telarut; adanya mikroorganisme; dan meningkatnya radioaktivitas air lingkungan. 2) Faktor Pencemaran Air a) Limbah Industri Air limbah industri cenderung mengandung zat berbahaya. Oleh karena itu, kita harus mencegahnya agar tidak membuang air limbah industri ke saluran umum. Kegiatan industri selain menghasilkan produk utama (bahan jadi), juga menghasilkan produk sampingan yang tidak terpakai, yaitu limbah. Jenis limbah yang berasal dari industri dapat berupa limbah organik yang bau seperti limbah pabrik tekstil atau limbah pabrik kertas. Selain itu, limbah anorganik berupa cairan panas, berbuih dan berwarna, serta mengandung asam belerang, berbau menyengat. Seperti limbah pabrik baja, limbah pabrik emas, limbah pabrik cat, limbah pabrik pupuk organik, limbah pabrik farmasi, dan lain-lain. Jika limbah industri tersebut dibuang ke saluran air atau sungai, akan menimbulkan pencemaran air dan merusak atau memusnahkan organisme di dalam ekosistem tersebut. Limbah industri yang berupa logam berat sering dialirkan ke sungai, sehingga sungai menjadi tercemar. Jenis-jenis logam berat adalah raksa, timbal, dan kadmium di mana ketiganya sangat berbahaya bagi manusia apabila mengonsumsinya. Misalnya, pencemaran raksa yang terjadi di Minamata, Jepang. Para nelayan di sekitar teluk Minamata memakan ikan yang tercemar raksa. Akibatnya, mereka mengalami kerusakan saraf yang disebut 39 penyakit Minamata. Lebih dari delapan puluh orang yang meninggal akibat penyakit ini. b) Limbah rumah tangga Limbah rumah tangga merupakan limbah yang berasal dari hasil samping kegiatan perumahan. Seperti limbah rumah tangga, pasar, perkantoran, rumah penginapan (hotel), rumah makan, dan puing-puing bahan bangunan serta besi-besi tua bekas mesin-mesin atau kendaraan. Limbah rumah tangga dapat berasal dari bahan organik, anorganik, maupun bahan berbahaya dan beracun. Limbah organik adalah limbah seperti kulit buah sayuran, sisa makanan, kertas, kayu, daun dan berbagai bahan yang dapat diuraikan oleh mikroorganisme. Limbah yang berasal dari bahan anorganik, antara lain besi, aluminium, plastik, kaca, kaleng bekas cat, dan minyak wangi. Adanya bahan buangan zat kimia yang berupa sabun, detergen, sampo, dan pembersih lainnya yang berlebihan di dalam air ditandai dengan timbulnya buih-buih sabun pada permukaan air. Bahan buangan berupa sabun dan deterjen di dalam air lingkungan akan mengganggu karena beberapa alasan, yaitu: 1) Larutan sabun akan menaikkan pH air sehingga dapat mengganggu kehidupan organisme di air. Deterjen yang menggunakan bahan non-fosfat akan menaikkan pH air sampai sekitar 10,5-11. 2) Bahan antiseptik yang ditambahkan ke dalam sabun/deterjen juga mengganggu kehidupan mikroorganisme di dalam air, bahkan dapat mematikan. 3) Ada sebagian bahan sabun atau deterjen yang tidak dapat dipecahkan (didegredasi) oleh mikroorganisme yang ada di dalam air. Akibat penguraian tersebut, kandungan oksigen dalam perairan juga menurun. Menurunnya kandungan 40 oksigen dalam perairan akan merugikan kehidupan biota di dalamnya. c) Limbah pertanian Air limbah pertanian sebenarnya tidak menimbulkan dampak negatif pada lingkungan. Namun dengan digunakannya fertilizer sebagai pestisida yang kadang-kadang dilakukan secara berlebihan, sering menimbulkan dampak negatif pada keseimbangan ekosistem air. Pada sektor pertanian juga dapat terjadi pencemaran air. Terutama akibat dari penggunaan pupuk dan bahan kimia pertanian tertentu, seperti insektisida dan herbisida. Pemakaian bahan pemberantas hama (insektisida) pada lahan pertanian seringkali meliputi daerah yang sangat luas, sehingga sisa bahan insektisida pada daerah tersebut cukup banyak dan dapat sampai ke air lingkungan melalui pengairan sawah, maupun hujan yang kemudian mengalir ke sungai atau danau di sekitarnya. Bahan insektisida di dalam air sulit untuk dipecahkan oleh mikroorganisme, apabila bisa terpecah membutuhkan waktu yang lama dari beberapa minggu hingga beberapa tahun. Bahan insekta sering dicampur dengan senyawa minyak bumi sehingga air yang terkena bahan buangan insektisida ini permukaannya akan tertutup minyak dan mengakibatkan turunnya kandungan oksigen di dalam air ( Wisnu Arya Wardana, 2004: 85). Selain itu, kegiatan pertanian menggunakan pupuk, misalnya urea. Penggunaan pupuk yang berlebihan juga dapat menyebabkan suburnya ekosistem di perairan kolam, sungai, waduk, atau danau. Pupuk yang tidak terserap ke tumbuhan akan terbuang menuju perairan. Akibatnya, terjadi blooming algae atau tumbuh suburnya ganggang di atas permukaan air. Tanaman ganggang ini dapat menutupi seluruh permukaan air, sehingga mengurangi kadar sinar matahari yang masuk ke dalam perairan tersebut. Akibatnya, proses fotosintesis fitoplankton terganggu dan kadar oksigen yang terlarut 41 dalam air menurun sehingga merugikan makhluk hidup lain yang berada di dalamnya. c. Upaya Pencegahan Efek Samping Bahan-bahan Kimia 1) Pembersih Usaha pencegahan dampak negatif penggunaan pembersih antara lain adalah sebagai berikut. a) Membuat sistem penampungan dan penanganan air limbah. b) Mendaur ulang kembali air limbah rumah tangga. c) Mengurangi intensitas pemakaian pembersih yang mengandung bahan-bahan yang sukar diuraikan mikroorganisme, seperti sabun dan detergen. d) Selektif dalam memilih detergen serta memerhatikan kandungan bahan aktif yang ada di dalam detergen. e) Mengikuti petunjuk penggunaan bahan pembersih dengan benar. f) Mengganti bahan-bahan dasar detergen dengan bahan yang lebih ramah lingkungan. 2) Pemutih Beberapa upaya untuk mencegah efek samping dari penggunaan pemutih antara lain: a) Menghindari kontak langsung dengan pemutih pakaian dalam jangka waktu yang lama. b) Memilih pemutih wajah yang lebih alami (tidak menggunakan merkuri). c) Membuat saluran pembuangan limbah pemutih yang baik. d) Mengurangi jumlah pemakaiannya. 3) Pewangi Salah satu upaya untuk mencegah efek samping dari penggunaan pewangi adalah menghindari pemakaian pewangi yang mengandung CFC. Banyak produk pewangi yang telah menggunakan bahan pendorong (propelan) yang lebih ramah lingkungan. 4) Pembasmi serangga (Insektisida) 42 Upaya-upaya untuk mencegah efek samping dari penggunaan insektisida antara lain adalah sebagai berikut. a) Menggunakan bahan pembasmi serangga (insektisida) yang lebih ramah lingkungan, seperti insektisida biologis, pengembangan hama jantan mandul, dan memanfaatkan ekstrak bunga atau daun tertentu sebagai pengusir nyamuk. b) Mengurangi pemakaian insektisida secara berlebihan. c) Selalu menjaga kebersihan lingkungan (Agus Krisno. 2008: 134135) B. Hasil Penelitian yang Relevan Ada beberapa hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini. Hasil penelitian relevan tersebut digunakan untuk mengembangkan penelitian yang telah dilaksanakan. Penelitian yang dilakukan oleh Laila Fitriana pada tahun 2007 yaitu eksperimen model pembelajaran kooperatif tipe group investigation dan tipe STAD. Hasil yang didapat pada penelitian yaitu pada peserta didik yang diberi pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe group investigation lebih baik prestasi belajarnya dengan peserta didik yang diberi pembelajaran dibandingkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Penelitian yang kedua adalah penelitian oleh Faticha Rizky Nur Imansari pada tahun 2015 tentang pengaruh metode pembelajaran kooperatif tipe group investigation (GI) dan jigsaw pada materi pokok garis singgung lingkaran terhadap prestasi belajar Matematika peserta didik SMP Kelas VIII. Hasil penelitiannya adalah pembelajaran kooperatif tipe group investigation berpengaruh lebih baik terhadap prestasi belajar matematika peserta didik dibanding model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw. Penelitian ketiga dilakukan oleh Dewi Putri Lestari pada tahun 2016. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw efektif terhadap kemampuan kerjasama dan hasil 43 belajar peserta didik kelas VII SMP Negeri 2 Gamping dibandingkan dengan menggunakan model pembelajaran Carousel Feedback. C. Kerangka Berfikir Dalam pembelajaran IPA, masalah yang dihadapi di kelas adalah masih rendahnya keterlibatan peserta didik dalam kegiatan belajar mengajar. Tingkat keaktifan peserta didik dalam proses pembelajaran masih tidak merata. Selain itu, masih tedapat peserta didik yang aktif sendiri di luar topik pembelajaran atau masih terdapat peserta didik yang tidak mendengarkan penjelasan guru. Hal ini dikarenakan model pembelajaran yang digunakan guru masih bersifat konvensional dan cenderung teacher centered sehingga peserta didik kurang termotivasi dalam belajar dan mengakibatkan pemahaman konsep peserta didik rendah. Hal ini dibuktikan dari nilai ulangan peserta didik yang masih di bawah KKM. Salah satu upaya untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah diterapkannya model pembelajaran kooperatif tipe group investigation dan jigsaw. Kedua tipe ini dibelajarkan dengan menggunakan masalah yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari. Melalui proses tersebut, peserta didik dapat saling bekerjasama serta dapat menemukan konsep sendiri, sehingga diharapkan dapat meningkatkan kemampuan kerjasama dan pemahaman konsep peserta didik serta memberikan hasil belajar yang optimal. Untuk memperjelas kerangka berpikir maka dibuat bagan yang ditunjukkan oleh Gambar 1. 44 Aktivitas belajar peserta didik masih pasif menyebabkan kemampuan kerjasama peserta didik kurang berkembang. Materi yang dibelajarkan sangat banyak sehingga pemahaman konsep IPA peserta didik belum maksimal Model pembelajaran IPA yang digunakan dalam proses pembelajaran masih kurang bervariasi Pembelajaran IPA berbasis masalah pada materi bahan kimia rumah tangga Model Pembelajaran Kooperatif tipe Group Investigation Model Pembelajaran Kooperatif tipe Jigsaw 1) Mengidentifikasi topik dan mengorganisasikan peserta didik ke dalam kelompok 2) Merencanakan tugas-tugas belajar 3) Melakukan investigasi 4) Menyiapkan laporan akhir 5) Mempresentasikan laporan akhir 6) Evaluasi 1. Membentuk kelompok besar yang heterogen 2. Membagikan tugas materi membentuk ahli 3. Diskusi kelompok ahli 4. Diskusi kelompok asal 5. Pemberian penghargaan Kemampuan kerjasama peserta didik meningkat Pemahaman konsep didik meningkat. peserta Gambar 1. Bagan Kerangka Berpikir 45 D. Hipotesis Penelitian 1. Terdapat perbedaan yang signifikan pada penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe group investigation dan jigsaw pada pembelajaran IPA berbasis masalah terhadap kemampuan kerjasama peserta didik SMP. 2. Terdapat perbedaan yang signifikan pada penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe group investigation dan jigsaw pada pembelajaran IPA berbasis masalah terhadap pemahaman konsep peserta didik SMP. 3. Terdapat perbedaan yang signifikan pada penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe group investigation dan jigsaw pada pembelajaran IPA berbasis masalah terhadap kemampuan kerjasama dan pemahaman konsep peserta didik SMP. 46