BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Hakikat IPA Ilmu

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Hakikat IPA
Ilmu Pengetahuan Alam berasal dari bahasa Inggris „science‟. Kata
„science‟ sendiri berasal dari kata dalam Bahasa Latin „scientia‟ yang
berarti saya tahu. Science terdiri dari social sciences ( Ilmu Pengetahuan
Sosial) dan natural science (Ilmu Pengetahuan Alam). Namun dalam
perkembangannya science sering diterjemahkan sebagai sains yang berarti
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) saja, walaupun pengertian ini kurang pas
dan bertentangan dengan etimologi (Susilowati, 2015:1). Surjani
Wonorahardjo (2011) mengungkapkan bahwa makna ilmu atau science
mengalami perluasan. Dalam perkembangannya sains digunakan merujuk
ke pengetahuan mengenai alam dan mempunyai objek alam dan gejalagejala alam yang sering digolongkan sebagai ilmu alam (natural science).
Trianto (2014: 137) menyatakan bahwa pada hakikatnya IPA
dibangun atas dasar produk ilmiah, proses ilmiah, dan sikap ilmiah. Selain
itu, IPA dipandang pula sebagai proses, sebagai produk, dan sebagai
prosedur. Pendapat tersebut didukung oleh Chiappetta & Koballa (2010:
105), yaitu IPA didefinisikan sebagai sebuah landasan dasar kegiatan
manusia yang dapat dilihat dari 4 sudut pandang yang berbeda, meliputi
science as away of thinking, science as away of investigating, science as
the body of knowledge, science and interactions with technology and
9
society. IPA berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara
sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan
yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi
juga merupakan suatu proses penemuan.Sebagai proses diartikan semua
kegiatan ilmiah untuk menyempurnakan pengetahuan tentang alam
maupun untuk menemukan pengetahuan baru. Sebagai produk diartikan
sebagai hasil proses, berupa pengetahuan yang diajarkan dalam sekolah
atau di luar sekolah ataupun bahan bacaan untuk penyebaran pengetahuan.
Sebagai prosedur dimaksudkan adalah metodologi atau cara yang dipakai
untuk mengetahui sesuatu yang biasa disebut metode ilmiah.
Menurut Carin & Sund (1989:2) juga menyatakan bahwa IPA
dibangun dari komponen sikap, proses atau metode dan produk.
“Science has three major elemens: attitude, processes or methods,
and products. Attitudes ae certain beliefs, value, opinions, for example,
suspending judgment until enough data has been collected relative to the
problem. Constantly endeavouring to be objective. Process or methods are
certain ways of investttigating problem, for example, making hypothesis,
designing and carryng out experiments, evaluating data and measuring.
Products are facts, principles, laws, theories”.
IPA merupakan suatu metode dan produk. IPA sebagai metode
artinya dengan metode ilmiah yang syarat keterampilan proses,
mengamati, mengajukan masalah, mengajukan hipottesis, mengumpulkan
dan menganalisis data, kemudian menarik kesimpulan terhadap fenomena
alam. Melalui metode ilmiah tersebut kemudian diperoleh produk IPA
berupa fakta, konsep, prinsip, dan generalisasi yang kebenarannya bersifat
tentatif ( Sitiatava Rizema Putra, 2013: 51).
10
Secara umum Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) mempunyai ciri khas
yang berbeda dengan ilmu pengetahuan lainnya. Kebanyakan pengetahuan
mengenai alam ini didapat secara empiris, yakni pengamatan langsung atas
kejadian di alam. Kumpulan pengamatan ini merupakan data yang sangat
berharga yang nanti setelah diolah akan menghasilkan informasi yang
akurat karena manusia dianugerahi akal budi atau rasio yang cukup untuk
mengolah informasi-informasi ini. Selain itu perkembangan ilmu
pengetahuan alam ditunjang oleh penggunaan metodologi yang tepat.
Metode penarikan kesimpulan berdasarkan fakta serta premis sebelumnya
memberikan alur pikir logis yang tidak mudah goyah (Surjani
Wonorahardjo, 2008: 12). Sains atau IPA adalah usaha manusia dalam
memahami alam semesta melalui pengamatan yang tepat pada sasaran,
serta menggunakan prosedur, dan dijelaskan dengan penalaran sehingga
mendapatkan suatu kesimpulan.
Dari uraian hakikat IPA di atas dapat dipahami bahwa IPA
merupakan sekumpulan pengetahuan yang mempelajari gejala alam yang
terjadi dalam kehidupan sehari-hari melalui serangkaian metode ilmiah
sehingga diperoleh suatu produk ilmiah yang mengandung fakta, prosedur,
dan konsep yang dibelajarkan berdasar
prinsip-pinsip yang dapat
menumbuhkan sikap ilmiah peserta didik.
2. Pembelajaran IPA berbasis Masalah
Pada dasarnya belajar merupakan aktivitas paling utama yang
terjadi selama manusia hidup di dunia. Aktivitas ini berlangsung
11
seumur hidup, yakni sejak manusia pertama ada di dunia sampai
berakhirnya kehidupan di muka bumi. Untuk memperoleh pengertian yang
objektif tentang belajar terutama belajar di sekolah, perlu dirumuskan
secara jelas pengertian belajar.
Menurut Oemar Hamdani (2011: 20) belajar adalah suatu proses
usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh perubahan tingkah
laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman sendiri
dalam interaksi dengan lingkungannya. Sedangkan menurut Suprijono
(2012: 2) belajar merupakan perubahan disposisi atau kemampuan yang
dicapai seseorang melalui aktivitas. Perubahan disposisi tersebut bukan
diperoleh langsung dari proses pertumbuhan seseorang secara alamiah.
Pada hakikatnya pembelajaran adalah usaha sadar dari seorang
guru untuk membelajarkan peserta didiknya (mengarahkan interaksi
peserta didik dengan sumber belajar lainnya) dalam rangka mencapai
tujuan yang diharapkan. Keberhasilan pencapaian tujuan pembelajaran
bergantung pada bagaimana proses pembelajaran dapat berlangsung secara
efektif. Proses pembelajaran adalah upaya sistematis yang dilakukan guru
untuk mewujudkan proses pembelajaran agar dapat berjalan efektif dan
efesien yang dimulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi (Aqib,
2013: 66).
Menurut Suyitno (2011: 71), pembelajaran adalah upaya guru
menciptakan iklim dan pelayanan terhadap kemampuan potensi, minat,
bakat, dan kebutuhan peserta didik yang amat beragam agar terjadi
12
interaksi optimal antara guru dan peserta didik serta antarpeserta didik.
Sejalan dengan hal tersebut, Suprijono (2012: 2) menyatakan bahwa
pembelajaran
adalah
seperangkat
peristiwa
yang
mempengaruhi
peserta didik sedemikian rupa sehingga peserta didik itu memperoleh
kemudahan dalam berinteraksi berikutnya dengan lingkungan.
Menurut Sitiatava Rizema Putra (2013: 53), “Pembelajaran
berbasis sains merupakan pembelajaran yang menjadikan sains sebagai
metode atau pendekatan dalam proses belajar mengajar sehingga
pembelajaran menjadi lebih kreatif dan lebih aktif dalam proses belajar”.
Pembelajaran IPA merupakan proses membelajarkan peserta didik dalam
mempelajari peristiwa di alam melalui serangkaian proses ilmiah sehingga
tercapai
tujuan
pembelajaran
yang
sudah
ditetapkan
dengan
mengembangkan sikap ingin tahu, keteguhan hati, ketekunan, dan sadar
akan nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat serta pengembangan ke arah
sikap yang positif (Supriatiningsih, 2014 :10).
Proses pembelajaran IPA menekankan pada pemberian pengalaman
langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan
memahami alam sekitar secara ilmiah. Pembelajaran IPA ini diarahkan
untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk
memperoleh pengalaman dan pemahaman yang lebih mendalam tentang
alam sekitar (Trianto, 2010: 7). Selain itu, pembelajaran
IPA
menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta
mengkomunikasikannya
sebagai
13
aspek
penting
kecakapan
hidup.
Pembelajaran IPA di SMP/ MTs menekankan pada pemberian pengalaman
belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan
keterampilan proses dan sikap ilmiah. Salah satu pendekatan yang dapat
digunakan adalah pembelaran IPA berbasis masalah.
Pengajaran berdasarkan masalah merupakan suatu pendekatan
pembelajaran dimana peserta didik mengerjakan permasalahan yang
autentik dengan maksud untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri,
mengembangkan inkuiri dan keterampilan berpikir tingkat lebih tinggi,
mengembangkan kemandirian dan percaya diri. Pembelajaran ini
membantu peserta didik untuk memproses informasi yang sudah jadi
dalam benaknya, dan menyusun pengetahuan mereka sendiri tentang dunia
sosial dan sekitarnya. Pembelajaran ini cocok untuk mengembangkan
pengetahuan dasar maupun kompleks (Trianto Ibnu Badar al-Tabani,
2015: 64).
Wina Sanjaya (2008: 214) menyatakan, “Pembelajaran berbasis
masalah dapat diartikan sebagai rangkaian aktivitas pembelajaran yang
menekankan kepada proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara
ilmiah.” Pembelajaran berbasis masalah merupakan suasana pembelajaran
yang diarahkan oleh suatu permasalahan sehari-hari. Untuk dapat
memecahkan suatu masalah, seseorang memerlukan pengeahuan dan
kemampuan-kemampuan yang ada kaitannya dengan masalah tersebut.
Pengetahuan dan kemampuan-kemampuan tersebut harus diamu secara
14
kreatif dalam memecahkan masalah yang bersangkutan ( Aris Shoimin,
2014: 136).
Arends (Jamil Suprihatinigrum, 2013: 215) menyatakan bahwa
pembelajaran berdasarkan masalah adalah pembelajaran dimana peserta
didik mengerjakan permasalahan yang otentik dengan tujuan untuk
menyusun pengetahuan mereka sendiri. Pembelajaran berbasis masalah
memberikan kesempatan kepada peserta didik mempelajari materi
akademis dan keterampilan mengatasi masalah dengan terlibat di berbagai
situasi kehidupan nyata. Hal ini memberikan makna bahwa sebagian besar
konsep dapat diperkenalkan dengan efektif melalui pemberian masalah.
Berdasarkan uraian di atas, pembelajaran adalah suatu upaya guru
untuk mengorganisir lingkungan belajar agar tercipta suasana yang
optimal dan mendukung terjadinya perubahan sikap maupun tingkah laku
pada peserta didik ke arah yang lebih baik. Pembelajaran IPA adalah
pembelajaran melalui fakta, prosedur, dan konsep yang dibelajarkan
berdasar prinsip-pinsip yang dapat menumbuhkan sikap ilmiah peserta
didik. Pembelajaran berbasis masalah merupakan rangkaian aktivitas
pembelajaran yang menekankan kepada proses penyelesaian permasalahan
sehari-hari yang dihadapi secara ilmiah dengan menyusun pengetahuan
mereka sendiri, mengembangkan inkuiri dan ketrampilan berpikir tingkat
lebih tinggi, mengembangkan kemandirian dan percaya diri. Oleh karena
itu, pembelajaran IPA berbasis masalah adalah pembelajaran yang
dibelajarkan melalui fakta, prosedur, dan konsep yang menekankan kepada
15
proses
penyelesaian
permasalahan
sehari-hari
sehingga
dapat
menumbuhkan sikap ilmiah peserta didik.
3. Model Pembelajaran Kooperatif
Model menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah pola (contoh,
acuan, ragam) dari suatu yang akan dibuat atau dihasilkan. Pembelajaran
adalah upaya guru menciptakan iklim dan pelayanan terhadap kemampuan
potensi, minat, bakat, dan kebutuhan peserta didik yang amat beragam agar
terjadi interaksi optimal antara guru dan peserta didik serta antarpeserta didik.
Model pembelajaran merupakan pola atau ragam yang digunakan guru untuk
menciptakan interaksi antara guru dan peserta didik serta antarpeserta didik
dalam proses belajar.
Menurut Arends model pembelajaran merupakan pendekatan utama
dalam melakukan pembelajaran yang meliputi unsur tujuan, sintaks,
lingkungan belajar dan sistem manajemen kelas. Model lebih luas dari stategi,
metode, dan prosedur. Dalam dunia pendidikan, stategi diartikan sebagai a
plan, method, or series of activities designed to achieves a particular
educational goal. Strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai perencanaan
yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk pencapaian tujuan
pendidikan tertentu. Sedangkan metode adalah cara yang digunakan untuk
mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar
tujuan yang telah disusun tercapai secara optimal (Wina Sanjaya, 2013: 126128).
16
Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran dengan
menggunakan sistem pengelompokkan/ tim kecil yaitu antara empat sampai
enam orang yang memiliki latar belakang kemampuan akademik, jenis
kelamin, ras atau suku yang berbeda (Jumanta Hamdayama, 2014: 64).
Pembelajaran kooperatif juga merupakan model pembelajaran yang
menekankan aktivitas kolaboratif peserta didik dalam belajar yang berbentuk
kelompok, mempelajari matei pelajaran, dan memecahkan masalah secara
kolektif kooperatif ( Eveline Siregar dan Hartini Nara, 2011: 115).
The cooperative learning is described as a method where students
work together in small mixed groups and help each other for a common
academic aim, develop communication abilities, increase problem solving
and critical thinking abilities and take an active part in their own learning
process( Gülşen Çağatay, 2013: 31). Pembelajaran kooperatif memberikan
peluang kepada peserta didik yang berbeda latar belakang dan kondisi untuk
bekerja saling bergantungan satu sama lain atas tugas-tugas bersama.
Pembelajaran
kooperatif
sangat
tepat
digunakan
untuk
melatihkan
keterampilan kemampuan kerjasama dan kolaborasi, serta keterampilan tanya
jawab (Trianto Ibnu Badar al-Tabani, 2015: 111).
Wina Sanjaya (2014: 242) mengartikan pembelajaran kooperatif
sebagai model pembelajaran yang melibatkan kelompok kecil yang heterogen
dengan anggota 4-6 peserta didik. Setiap peserta didik akan terjalin
ketergantungan
positif
dalam
kelompok
yang
akan
menciptakan
tanggungjawab dan meningkatkan interpesonal peserta didik. Peserta didik
17
saling
membantu,
memotivasi
kesuksesan
kelompok,
memberikan
kesempatan berkontribusi yang sama demi mencapai tujuan kelompok.
Menurut Robert Slavin (2011: 6-8) menyatakan bahwa pembelajaran
kooperatif membuat peserta didik akan lebih mudah menemukan dan
memahami konsep yang sulit. Menurut Rusman (2012: 202) menyatakan
pembelajaran
kooperatif
(cooperative
learning)
merupakan
bentuk
pembelajaran dengan cara peserta didik belajar dan bekerja dalam kelompokkelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat sampai
enam orang dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen.
Miftahul Huda (2002: 25-28) mengemukakan lima unsur dasar model
cooperative learning, yaitu (1) ketergantungan yang positif, (2)
pertanggungjawaban individual, (3) kemampuan bersosialisasi, (4)
tatap muka, dan (5) evaluasi proses kelompok. Dipertegas Siahaan
(Rusman, 2014: 203) menyatakan lima unsur esensial yang
ditekankan dalam pembelajaran kooperatif, yaitu (a) saling
ketergantungan yang positif, (b) interaksi berhadapan (face-to-face
interaction), (c) tanggung jawab individu (individual responsibility),
(d) keterampilan sosial (social skills), (e) terjadi proses dalam
kelompok (group processing).
Pembelajaran kooperatif dapat dijelaskan dalam beberapa perspektif,
yaitu : (1) perspektif motivasi artinya penghargaan yang diberikan kepada
kelompok yang dalam kegiatannya saling membantu untuk memperjuangkan
keberhasilan kelompok; (2) perspektif sosial artinya melalui kooperatif setiap
peserta didik akan saling membantu dalam belajar karena mereka
menginginkan semua anggota kelompok memperoleh keberhasilan; (3)
perspektif perkembangan kognitif artinya dengan adanya interaksi antara
anggota kelompok dapat mengembangkan prestasi peserta didik untuk
berfikir
mengolah
berbagai
informasi.
18
Wina
Sanjaya
(2014:
246)
mengungkapkan bahwa dalam pembelajaran kooperatif memiliki prinsipprinsip,
meliputi:
(1)
prinsip
ketergantungan
positif
(positive
interdependence) (2) tanggung jawab peseorangan (individual acountability),
(3) interaksi tatap muka ( face to face promotion interaction), (4) partisipasi
dan komunikasi (partipation and communication).
Tahap-tahap model pembelajaran kooperatif (Rusman, 2014: 211)
sebagai berikut: (1) menyampaikan tujuan dan memotivasi peserta didik; (2)
menyampaikan informasi; (3) mengorganisasikan peserta didik ke dalam
kelompok-kelompok belajar; (4) membimbing kemompok bekerja dan
belajar; (5) evaluasi; dan (6) memberikan penghargaan. Senada dengan
pendapat tersebut, Ibnu Badar al-Tabani (2015: 117) menyebutkan langkahlangkah model pembelajaran kooperatif seperti pada Tabel 1.
Tabel 1. Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif
Fase
Tingkah Laku Guru
Fase 1:
Guru menyampaikan semua tujuan
Menyampaikan
tujuan
dan pembelajaran
tersebut
dan
memotivasi peserta didik
memotivasi peserta didik belajar.
Fase 2:
Guru menyajikan informasi kepada
Menyajikan informasi
peserta
didik
dengan
jalan
demonstrasi.
Fase 3:
Guru menjelaskan kepada peserta
Mengorganisasikan peserta didik ke didik bagaimana caranya membentuk
dalam kelompok kooperatif
kelompok belajar dan membantu
setiap kelompok agar melakukan
transisi secara efisien.
Fase 4:
Guru
membimbing
kelompokMembimbing kelompok bekerja dan kelompok belajar pada saat mereka
belajar
mengejakan tugas.
Fase 5:
Guru mengevaluasi hasil belajar
Evaluasi
tentang matei yang telah dipelajari
atau
masing-masing
kelompok
mempresentasikan hasil kerjanya.
Fase 6
Guru mencari cara untuk menghargai
Memberikan penghargaan
baik upaya maupun hasil belajar
individu dan kelompok.
19
Berdasarkan uraian di atas, maka pembelajaran kooperatif merupakan
model pembelajaran yang melibatkan peserta didik dalam kelompok kecil
antara 4-6 yang heterogen dengan menekankan kemampuan kerjasama dan
tanggung jawab peserta didik demi mencapai tujuan kelompok. Tahap-tahap
model pembelajaran kooperatif sebagai berikut: (1) menyampaikan tujuan
dan
memotivasi
peserta
didik;
(2)
menyampaikan
informasi;
(3)
mengorganisasikan peserta didik ke dalam kelompok-kelompok belajar; (4)
membimbing kemompok bekerja dan belajar; (5) evaluasi (6) memberikan
penghargaan.
Robert E. Slavin (2005: 214) mengungkapkan bahwa beberapa bentuk
pembelajaran kooperatif dirancang supaya para peserta didik menjalankan
peran khusus dalam menyelesaikan tugas. Tipe model kooperatif dengan
spesialis tugas antaralain group investigation dan jigsaw.
a. Group Investigation (GI)
Menurut Robert E. Slavin (2015: 215-216), belajar kooperatif dengan
tipe group investigation sangat cocok untuk bidang kajian yang memerlukan
studi proyek terintegrasi yang mengarah pada kegiatan perolehan, analisis,
dan sintesis informasi dalam upaya untuk memecahkan suatu masalah. Tugastugas akademik harus diarahkan kepada pemberian kesempatan bagi anggota
kelompok untuk memberikan berbagai macam kontribusinya, bukan hanya
sekedar didesain untuk mendapat jawaban dari suatu pertanyaan yang bersifat
faktual.
20
Sopiah Sangadji (2016: 92) menyatakan group investigation model is
based on democratic processes and group-based decision-making, and in the
implementation of this model involves students from planning, both in
determining the topic as well as a way to learn through investigation. Model
kooperatif tipe group investigation didasarkan pada proses demokrasi dan
berdasarkan pengambilan keputusan kelompok, serta dalam pelaksanaan tipe
model ini melibatkan peserta didik dari perencanaan, baik dalam menentukan
topik maupun cara untuk belajar melalui penyelidikan.
Pada penelitian Nelia M. Adora (2014: 146), the researcher
conducted this study using group investigation approach in teaching science
will improve the performance of the pupils for it is based on the theoretical
principles that emphasize the importance of “intrinsic motivation” of
arousing pupils’ involvement by structuring the learning situation to
maximize their initiative and responsibility for their learning, both
individually and collaboratively. Investigasi kelompok (group investigation)
adalah rencana pengorganisasian ruang kelas dimana peserta didik bekerja
dalam
kelompok-kelompok
kecil
dengan
menggunakan
investigasi
kooperatif, diskusi kelompok, serta perencanaan dan proyek kooperatif
(Robert E.Slavin, 2015: 24). Tipe model kooperatif yang dikembangkan oleh
Sharan dan Sharan ini lebih menekankan pada pilihan dan kontrol peserta
didik daripada menerapkan teknik-teknik pengajaran di ruang kelas (Miftahul
Huda, 2014: 123). Belajar kooperatif dengan tipe group investigation sangat
cocok untuk bidang kajian yang memerlukan kegiatan studi proyek
21
terintregrasi, yang mengarah pada kegiatan perolehan, analisis, dan sintesis
informasi dalam upaya untuk memecahkan suatu masalah (Rusman, 2014:
221).
Menurut Robert E.Slavin (2015: 24), tipe pembelajaran kooperatif tipe
group investigation sangat ideal diterapkan dalam pembelajaran IPA. Dengan
topik materi IPA yang cukup luas dan desain tugas yang mengarah kepada
kegiatan metode ilmiah, diharapkan peserta didik dapat saling memberi
kontribusi dalam kelompoknya berdasarkan pengalaman sehari-hari. Menurut
penelitian Andri Pitoyo,dkk (2014) mengungkapkan “Significant difference is
due to a group of students who take lessons with group investigation s
models can be poured and develop his ideas are good and structured”.
Perbedaan signifikan disebabkan kelompok peserta didik yang mengikuti
pelajaran dengan model group investigation ini dapat mengembangkan ideidenya yang baik dan terstruktur.
Group investigation adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif
yang dapat membangun kerjasama antara guru dan peserta didik dalam
pembelajaran. Prosedur dalam perencanaan bersama didasarkan pada
pengalaman masing-masing peserta didik, sesuai dengan kapasitas dan
kebutuhan. Peserta didik aktif berpartisipasi dalam semua aspek, membuat
keputusan untuk menetapkan arah tujuan yang mereka kerjakan. Kelompok
berfungsi sebagai wahana dalam berinteraksi sosial. Perencanaan kelompok
dapat menjamin keterlibatan semua peserta didik secara maksimal dalam
penggunaan model kooperatif tipe ini.
22
Model kooperatif tipe group investigation diawali dengan membagi
kelas
menjadi
kelompok-kelompok
heterogen
yang
masing-masing
beranggotakan 5-6 orang. Peserta didik memilih topik-topik untuk dipelajari,
melakukan investigasi mendalam terhadap sub-sub topik yang dipilih dan
kemudian menyiapkan dan mempresentasikan laporan di kelas (Rusman,
2014: 222). Dipertegas dalam buku Miftahul Huda (2014: 124) menyatakan
“Dalam kelompoknya setiap anggota berdiskusi dan menentukan informasi
apa yang akan dikumpulkan, bagaimana pengolahannya, bagaimana
menelitinya, dan bagaimana menyajikan hasil penelitiannya di depan kelas”.
Implementasi model kooperatif tipe group investigation dalam
pembelajaran, dibagi menjadi 6 langkah, yaitu: (1) mengidentifikasi topik dan
mengorganisasikan peserta didik ke dalam kelompok; (2) merencanakan
tugas-tugas belajar; (3) melakukan investigasi; (4) menyiapkan laporan akhir;
(5) mempresentasikan laporan akhir; dan (6) evaluasi (Slavin, 2005: 208209). Peran guru pada pembelajaran investigasi kelompok hanya sebagai
fasilisator investigasi dan mengawal usaha pembelajaran kooperatif
kelompok. Murid bekerja sama dengan guru untuk mengevaluasi kerja
mereka ( Khoe Yao Tung, 2015: 252).
Menurut Aris Shoimin (2014: 81-82) pembelajaran kooperatif tipe
group investigation memiliki beberapa kelebihan yang dibagi menjadi berikut
ini.
a.
Secara Pribadi
1) Dalam proses belajarnya dapat bekerja secara bebas.
2) Memberi semangat untuk berinisiatif, kreatif, dan aktif.
3) Rasa percaya diri dapat meningkat.
23
b.
c.
4) Dapat belajar untuk memecahkan dan menangani suatu
permasalahan.
Secara Sosial
1) Meningkatkan belajar kerja sama.
2) Belajar berkomunikasi baik dengan teman sendiri maupun guru.
3) Belajar berkomunikasi yang baik secara sistematis.
4) Belajar menghargai pendapat orang lain.
5) Meningkatkan partisipasi dalam membuat suatu keputusan.
Secara Akademis
1) Peserta didik terlatih untuk mempertanggungjawabkan jawaban yang
diberikan.
2) Bekerja secara sistematis.
3) Mengembangkan dan melatih ketrampilan fisik dalam berbagai
bidang.
4) Selalu berpikir tentang cara atau strategi yang digunakan sehingga
didapat suatu kesimpulan yang berlaku umum.
Pembelajaran
group
investigation
merupakan
model
pembelajaran yang sangat efektif. Peserta didik dapat memegang konsep
dan mengkreasikan ide-ide baru dalam belajar, dengan fasilitas dari guru.
Pada peserta didik yang dapat memanipulasi pengalaman belajar mereka,
akan dapat memegang konsep belajar lebih cepat dan tetap memahami/
menguasai bahan belajar lebih lama. Dalam pembelajaran, guru sebisa
mungkin dapat merangsang kemauan belajar peserta didik untuk dapat
mengkreasikan sesuatu berdasarkan pengalaman nyata. Penghargaan dari
guru pada kelompok yang berprestasi sangat penting diberikan sehingga
dapat meningkatkan minat belajar peserta didik dan hasil belajar akan
meningkat.
Jadi, group investigation adalah salah satu tipe pembelajaran
kooperatif dengan spesialisasi tugas yang beranggotakan 5-6 orang
secara heterogen dan dapat membangun kemampan kerjasama antara
guru dan peserta didik dalam pembelajaran. Tahap- tahap model
24
kooperatif tipe group investigation sebagai berikut: (1) mengidentifikasi
topik dan mengorganisasikan peserta didik ke dalam kelompok; (2)
merencanakan tugas-tugas belajar; (3) melakukan investigasi; (4)
menyiapkan laporan akhir; (5) mempresentasikan laporan akhir; (6)
evaluasi.
b. Jigsaw
Menurut Arends (1997), pembelajaran kooperatif tipe jigsaw
adalah suatu tipe pembelajaran yang terdiri dari beberapa anggota dalam
satu kelompok yang bertanggungjawab atas penguasaan bagian materi
belajar dan mampu mengajarkan bagian tersebut kepada anggota lain
dalam kelompoknya. Model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw
merupakan model pembelajaran kooperatif dengan peserta didik belajar
dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4-6 orang secara heterogen dan
bekerja sama, saling ketergantungan positif, dan bertanggungjawab atas
ketuntasan
bagian
materi
pelajaran
yang
harus
dipelajari
dan
menyampaikan materi tersebut kepada anggota kelompok yang lain.
In the original jigsaw,each member of a group was assigned a
different part of material. Then all the students from different groups who
had the same learning material gathered together and formed an “expert
group” to discuss and communicate with each other until they all
mastered the material (Qiao Mengduo & Jin Xiaoling, 2010: 114). Jigsaw
merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang mendorong
peserta didik aktif dan saling membantu dalam menguassai materi
25
pembelajaran untuk mencapai prestasi yang maksimal. Menurut Isjoni
(2010: 69), model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw mengajarkan
peserta didik untuk bekerja sama, gotong royong, mempunyai banyak
kesempatan untuk mengolah informasi, dan meningkatkan keterampilan
komunikasi.
Menurut Rusman (2014: 217) menyatakan model pembelajaran
kooperatif tipe jigsaw adalah sebuah model belajar kooperatif yang
menitikberatkan pada kerja kelompok peserta didik dalam bentuk
kelompok kecil. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
1. peserta didik dikelompokkan dengan ± 4 orang;
2. tiap peserta didik dalam tim diberi materi dan tugas yang berbeda;
3. anggota dari tim yang berbeda dengan penugasan yang sama
membentuk kelompok baru ( kelompok ahli)
4. setelah kelompok ahli berdiskusi, tiap anggota kembali ke kelompok
asal dan menjelaskan kepada anggota tentang subbab yang mereka
kuasai;
5. tim ahli mempresentasikan hasil diskusi;
6. pembahasan
7. penutup.
Menurut Isjoni, 2007: 55 ada beberapa tahapan dalam model
pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, yaitu :
1. Tahap pertama, pengelompokan peserta didik (kelompok asal).
Tahap pertama peserta didik dibagi menjadi beberapa kelompok,
dimana banyaknya anggota disesuaikan dengan materi yang akan
dipelajari. Pengelompokan berdasarkan pada kemampuan peserta didik
dan jenis kelamin sesuai dengan saran dan petunjuk guru pengajar.
Kelompok ini disebut “kelompok asal” atau “kelompok Jigsaw”.
2. Tahap kedua, pembahasan materi oleh kelompok ahli.
Pada tahap kedua setiap anggota kelompok asal diberi tanggung jawab
untuk mempelajari bagian materi tertentu dari bahan yang telah
diberikan. Kemudian setiap anggota dari masing-masing kelompok asal
bertemu dengan anggota dari kelompok lain yang mendapat tugas untuk
mempelajari materi yang sama. Kelompok ini disebut sebagai
“kelompok ahli”.
26
3. Tahap ketiga, mengkomunikasikan hasil kerja dari kelompok ahli ke
kelompok asal.
Pada tahap ketiga kelompok ahli kembali kepada kelompok asal dan
mengkomunikasikan hasil kerjanya. Karena satu-satunya cara agar
peserta didik dapat belajar sub bab lain selain dari sub bab yang mereka
pelajari adalah dengan memperhatikan sungguh-sungguh penjelasan
teman satu tim mereka, maka mereka akan termotivasi untuk
mendukung dan menunjukkan minat terhadap apa yang dipelajari teman
satu timnya.
4. Tahap keempat, evaluasi.
Pada tahap keempat dilakukan evaluasi. Hal ini dilakukan untuk
mengetahui apakah peserta didik sudah dapat memahami suatu materi
apa belum. Evaluasi juga berfungsi untuk mengetahui kemampuan dari
masing-masing kelompok.
5. Tahap kelima, pemberian penghargaan.
Pada tahap kelima kelompok-kelompok yang berprestasi akan
mendapatkan pengakuan dan penghargaan. Penghargaaan yang
diberikan kepada kelompok akan dapat memunculkan rasa tanggung
jawab pada tiap anggota kelompok untuk memajukan kelompoknya
sehingga bisa bersaing dengan kelompok lain. Kondisi ini diharapkan
dapat menjadi tantangan tersendiri bagi peserta didik sehingga dalam
proses pembelajaran peserta didik akan berusaha semaksimal mungkin
untuk dapat memahami pelajaran atau permasalahan yang diajukan
guru.
Menurut Miftahul Huda (2014: 118) menyatakan dalam model
koopeatif tipe jigsaw setiap kelompok berkompetensi untuk memperoleh
penghargaan kelompok (group reward). Penghargaan ini diperoleh
berdasarkan performa individu masing-masing anggota. Setiap kelompok
akan memperoleh point tambahan jika masing-masing anggotanya mampu
menunjukkan peningkatan performa saat ditugaskan mengerjakan kuis.
Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw yang hasilnya menunjukkan
bahwa interaksi kooperatif memiliki berbagai pengaruh positif terhadap
perkembangan anak. Pengaruh positif tersebut adalah (1) meningkatkan
hasil belajar; (2) meningkatkan daya ingat; (3) dapat digunakan untuk
mencapai tarap penalaran tingkat tinggi; (4) mendorong tumbuhnya
27
intrinsik (kesadaran individu); (5) meningkatkan hubungan antarmanusia
yang heterogen (5) meningkatkan sikap anak yang positif terhadap
sekolah; (6) meningkatkan sikap positif terhadap guru ( Teti Sobari, 2006).
Menurut Aris Shoimin (2014: 93-94), kekurangan model
pembelajaran IPA tipe jigsaw yaitu jika guru tidak mengingatkan peserta
didik untuk menggunakan keterampilan kooperatif dalam kelompok,
dikhawatirkan kelompok akan terganggu dalam melaksanakan diskusi, jika
anggotanya kurang akan menimbulkan masalah, serta membutuhkan
waktu yang lama untuk mengubah posisi sehingga dapat menimbulkan
kegaduhan.
Dari teori di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran
kooperatif tipe jigsaw adalah sebuah tipe model belajar kooperatif yang
menitikberatkan pada kerja kelompok
peserta didik dalam bentuk
kelompok kecil atas ketuntasan bagian materi pelajaran yang harus
dipelajari dan menyampaikan materi tersebut kepada anggota kelompok
yang lain. Tahapnya sebagai berikut: (1) membentuk kelompok besar yang
heterogen; (2) membagikan tugas materi membentuk ahli; (3) diskusi
kelompok ahli; (4) diskusi kelompok asal; (5) pemberian penghargaan.
4. Kemampuan Kerjasama
Menurut Zainudin (2009), kerjasama merupakan kepedulian satu
orang atau satu pihak dengan orang atau pihak lain yang tercermin dalam
suatu kegiatan yang menguntungkan semua pihak dengan prinsip saling
percaya, menghargai dan adanya norma yang mengatur, makna kerjasama
28
dalam hal ini adalah kerjasama dalam konteks organisasi, yaitu kerja antar
anggota organisasi untuk mencapai tujuan organisasi (seluruh anggota).
Sedangkan menurut Pamudji (1985: 12-13), ”Kemampuan kerjasama
pada hakikatnya mengindikasikan adanya dua pihak atau lebih yang
berinteraksi secara dinamis untuk mencapai suatu tujuan bersama. Dalam
pengertian itu terkandung tiga unsur pokok yang melekat pada suatu
kerangka kerjasama, yaitu unsur dua pihak atau lebih, unsur interaksi dan
unsur tujuan bersama. Jika satu unsur tersebut tidak termuat dalam satu
obyek yang dikaji, dapat dianggap bahwa pada obyek itu tidak terdapat
kerjasama.
Menurut Thomson dan Perry dalam Keban (2007: 28), kerjasama
memiliki derajat yang berbeda, mulai dari koordinasi dan kooperasi
(cooperation) sampai pada derajat yang lebih tinggi yaitu collaboration.
“Para ahli pada dasarnya menyetujui bahwa perbedaan terletak pada
kedalaman interaksi, integrasi, komitmen dan kompleksitas dimana
cooperation terletak pada tingkatan yang paling rendah. Sedangkan
collaboration pada tingkatan yang paling tinggi.”
Dalam sekolah modern, guru membimbing dan mengarahkan
kegiatan belajar peserta didik dengan jalan kerjasama dan menyediakan
lingkungan yang bermakna sesuai dengan minatnya, melatih mereka
melaksanakan apa yang telah dipelajari, serta menyediakan tantangan yang
mendorong mereka untuk belajar lebih maju (Oemar Hamalik, 2008: 60).
29
Pembelajaran kooperatif mampu mengajarkan nilai kerjasama dan
tanggung jawab pada peserta didik. Dalam pembelajaan tersebut dapat
mengembangkan semangat kerjasama secara keseluruhan dan rasa memiliki
pada kelas yang menciptakan suasana moral. Kemampuan kerjasama dapat
memberikan keuntungan yang
maksimal untuk mencapai prestasi dan
mengembangkan karakter peserta didik. Peserta didik memiiki kesempatan
yang adil dalam berkontribusi dan saling peduli terhadap belajar dari
anggota kelompok (Lickona, 2001: 276-280).
Kemampuan kerjasama mengajarkan peserta didik berinteraksi
dengan orang lain sehingga menyelesaikan tugas bersama. Saat peserta
didik bekerjasama dapat saling bertukar informasi, memberikan dorongan,
dan pendapat untuk mengerjakan tugas dalam kelompok (Miftahul Huda,
2014: 24). Killen (1947:292) menjelaskan bahwa ...” Cooperation means
working together to achieve shared goals...” Kerjasama berarti bekerja
bersama untuk mencapai tujuan bersama. Sependapat dengan hal tersebut,
Rusman (2014:207-208) menyatakan bahwa bekerja sama dapat mendorong
peserta didik untuk beinteraksi dan berkomunikasi dengan peserta didik lain
untuk meraih tujuan pembelajaran yang telah ditentukan.
Kemampuan kerjasama memunculkan perasaan ketergantungan
antar peserta didik dan ikut merasa senang terhadap pencapaian kelompok.
Peserta didik saling memastikan penguasaan materi demi memaksimalkan
belajar seluruh anggota kelompok.
30
Ada beberapa indikator-indikator kerjasama. Berdasarkan pengertian
kerjasama yang dinyatakan Davis indikator-indikator kerja sama adalah
sebagai berikut:
1. Tanggung jawab secara bersama-sama menyelesaikan pekerjaan, yaitu
dengan pemberian tanggung jawab dapat tercipta kerja sama yang baik.
2. Saling berkontribusi, yaitu dengan saling berkontribusi baik tenaga
maupun pikiran akan terciptanya kerja sama.
3. Pengerahan kemampuan secara maksimal, yaitu dengan mengerahkan
kemampuan masing-masing anggota tim secara maksimal, kerja sama
akan lebih kuat dan berkualitas.
Indikator keterampilan kerjasama (Dzawati Muttaqiyah, 2016: 2)
tingkat awal meliputi: (1) menggunakan kesepakatan; (2) menghargai
kontribusi; (3) mengambil giliran dan berbagi tugas; (4) berada dalam kelompok; (5) berada dalam tugas; (6) mendorong partisipasi; (7) mengundang
orang lain untuk bicara; (8) menyelesaikan tugas pada waktunya; dan (9)
menghormati perbedaan individu.
Kemampuan kerjasama ( cooperation / caboration) dapat bejalan
ketika beberapa aspek berikut terpenuhi. Aspek kerjasama meliputi (1)
berusaha untuk mencapai tujuan kelompok, (2) menggunakan keterampilan
interpersonal dengan efektif, (3) berusaha untuk memelihara kekompakkan
kelompok, (4) menunjukkan kemampuan untuk berperan dalam bebagai
peran secara efektif (Eveline Siregar dan Hartini Nara, 2011: 113).
Menurut Lundgren (Rusman, 2014: 210) berdasarkan kemampuan
kerjasama tingkat awal peneliti mengembangkan instrumen keterampilan
kerja sama menggunakan pedoman observasi. Indikator keterampilan kerja
sama tingkat awal meliputi: (1) menggunakan kesepakatan; (2) menghargai
31
kontribusi; (3) mengambil giliran dan berbagi tugas; (4) berada dalam
kelompok; (5) berada dalam tugas; (6) mendorong partisipasi; (7)
mengundang orang lain untuk bicara; (8) menyelesaikan tugas pada
waktunya; dan (9) menghormati perbedaan individu.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan
kerjasama merupakan perilaku peserta didik yang bekerja dalam kelompok
untuk mencapai tujuan bersama. Indikator kerjasama peserta didik meliputi
(1) menggunakan kesepakatan; (2) saling berkontribusi; (3) mengambil
giliran dan berbagi tugas; (4) berada dalam kelompok; (5) menunjukkan
kemampuan untuk berperan dalam bebagai peran secara efektif (6)
mendorong partisipasi; (7) mengundang orang lain untuk bicara; (8)
menyelesaikan tugas pada waktunya; dan (9) menghormati perbedaan
individu.
5. Pemahaman Konsep
Pemahaman konsep terdiri dari dua kata, yaitu pemahaman dan
konsep. Pemahaman dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki kata
dasar paham yang berarti tahu benar. Pemahaman dapat diartikan sebagai
proses, perbuatan, ataupun cara memahami atau memahamkan. Menurut
Sudjono (2005:50) menyatakan bahwa pemahaman adalah kemampuan
seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu
diketahui dan diingat.
Pemahaman konsep merupakan kemampuan siswa dalam menguasai
suatu konsep/ materi yang terindikasi dalam ranah kognitif (Nur Sri
Widyastuti, 2014: 184). Menurut Ikhwan Khairu Sadiqin (2017: 54), faktor
32
pemicu rendahnya pemahaman konsep adalah siswa tidak diberi praktik
yang cukup untuk menyelesaikan masalah pembelajaran. Siswa menjadi
tidak terbiasa menghubungkan pengetahuan masa lampau dan pengetahuan
yang baru didapat. Hasilnya siswa mengalami kesulitan dalam memahami
konsep yang sedang diajarkan.
Seorang peserta didik dikatakan memahami sesuatu apabila ia dapat
memberikan penjelasan atau memberi uraian lebih rinci tentang hal itu
dengan menggunakan kata-katanya sendiri. Tahap pemahaman sifatnya
lebih kompleks dari pada tahap pengetahuan. Diperjelas oleh Sardiman,
pemahaman (comprehension) dapat diartikan menguasai sesuatu dengan
pikiran. Pemahaman merupakan perangkat standar program pendidikan
yang merefleksikan kompetensi sehingga dapat mengantarkan peserta didik
untuk menjadi kompeten dalam berbagai ilmu pengetahuan.
Pemahaman memiliki arti yaitu pengertian hubungan antarfaktor,
antarkonsep, dan antardata hubungan sebab akibat penarikan kesimpulan.
Contoh kegiatan belajar yang terlibat antara lain mengungkapkan gagasan
dan pendapat dengan kata-kata sendiri, membedakan atau membandingkan,
mengintepretasi
data,
mendiskripsikan
dengan
kata-kata
sendiri,
menjelaskan gagasan pokok, dan menceritakan kembali dengan kata-kata
sendiri ( Dadan Rosana, 2014: 96).
Berdasarkan ranah kognitif pada taksonomi (Retno Utari, 2007: 11),
memahami adalah kemampuan untuk memahami instruktur dan menegaskan
pengertian/ makna ide, atau konsep yang telah diajarkan baik dalam lisan,
33
tertulis, maupun grafik/ diagram. Seseorang dapat dikatakan paham tentang
suatu hal apabila orang tersebut mengerti dan mampu menjelaskan suatu hal
yang dipahaminya, sehingga pemahaman dalam pelajaran IPA sangat
penting untuk menunjang keberhasilan dalam belajar IPA.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, konsep adalah suatu
rancangan; ide atau pengertian yang diabstrakan dari peristiwa konkret.
Paling banyak di antara semua pelajaran terfokus pada konsep-konsep
pengajarran. Konsep adalah suatu gagasan abstrak yang digeneralisasi dari
contoh-contoh khusus.
Konsep adalah kategori yang mengelompokkan objek, kejadian, dan
karakteristik berdasarkan bentuk-bentuk yang sama. Konsep adalah elemen
kognisi yang membantu kita menyederhanakan dan merangkum informasi.
Konsep juga membantu proses mengingat lebih efisien. Ketika muris
mengelompokkan objek untuk membentuk sebuah konsep, mereka dapat
mengingat
konsep
tersebut,
kemudian
menyimpan
karakteristik-
karakteristik konsep tersebut. Murid-murid membentuk konsep melalui
pengalaman langsung dengan objek dan kejadian dalam dunia mereka (John
W.Santrock, 2009: 3).
Konsep menurut Chiappetta & Koballa (2010:113), yaitu “ concept
is an abstraction of events, objects, or phenomena that seen to have certain
properties or attributes in common”. Konsep merupakan abstraksi dari
peristiwa, benda, atau fenomena yang dipandang memiliki sifat tertentu atau
atribut yang sama. Konsep lebih tinggi tingkatannya dibandingkan fakta.
34
Memahami konsep berarti memahami sesuatu yang abstrak sehingga
mendorong peserta didik untuk berfikir lebih mendalam. Indikator yang
digunakan sebagai acuan dalam proses mamahami konsep-konsep yang
dilakukan oleh peserta didik meliputi: Menerangkan, menjelaskan,
menterjemahkan,
menguraikan,
mengartikan,
menyatakan
kembali,
menafsirkan, menginterpretasikan, mendiskusikan, menyeleksi, mendeteksi,
melaporkan, menduga, mengelompokkan, memberi contoh, merangkum
menganalogikan, mengubah, memperkirakan.
Pemahaman tentang konsep merupakan aspek penting dalam belajar.
Salah satu tujuan mengajar adalah membantu peserta didik memahami
konsep utama subjek bukan hanya mengingat fakta tertentu. Pemahaman
konsep meningkat ketika guru mampu mengeksplorasi topik secara
mendalam dan memberikan contoh yang menarik dan sesuai dengan konsep
itu. Dadan Rosana (2014: 220) menyatakan bahwa ada beberapa indikator
yang menunjukkan suatu pemahaman konsep adalah:
1)
2)
3)
4)
5)
6)
menyatakan ulang sebuah konsep,
mengklasifikasi obyek-obyek menurut sifat-sifat tertentu,
memberi contoh dan non-contoh dari konsep,
menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis,
mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup suatu konsep,
menggunakan, memanfaatkan, dan memilih prosedur atau operasi
tertentu,
7) mengaplikasikan konsep atau algoritma pemecahan masalah.
Menurut Khoe Yao Tung (2015:219), konsep dapat terbentuk dari
beberapa strategi yaitu: (1) mendefinisikan konsep, termasuk menjelaskan
hubungan konsep dengan konsep superordinatnya, (2) menjelaskan istilahistilah dalam definisi konsep; (3) mendiskripsikan ciri utama yang bisa
35
dipahami dengan baik; dan (4) memberikan contoh untuk mengilustrasikan
ciri utamanya dan memberikan contoh tambahan.
Memahami adalah mengkonstruksi makna dari materi pembelajaran,
termasuk apa yang diucapkan, ditulis, dan digambar oleh guru. Kategori
ini dari beberapa proses kognitif yang lebih spesifik, yaitu menafsirkan,
mencontohkan,
mengklasifikasikan,
merangkum,
menyimpulkan,
membandingkan, dan menjelaskan (Lorin W.Anderson, 2015: 44).
Jadi, pemahaman konsep merupakan kemampuan untuk memahami
suatu konsep yang telah didapat melalui serangkaian kejadian atau
peristiwa yang dilihat, didengar, dan yang tersimpan dalam pikiran.
Seseorang dikatakan telah memahami suatu konsep ketika sudah
memenuhi indikator-indikator pemahaman konsep itu sendiri. Berdasarkan
beberapa indikator di atas, indikator yang digunakan sebagai acuan dalam
proses mamahami konsep-konsep yang dilakukan oleh peserta didik dalam
penelitian
ini
adalah
mengklasifikasikan,
menginterpretasi,
menduga,
membandingkan,
memberi
contoh,
mengelompokkan,
menyimpulkan, dan menjelaskan.
6. Kajian Ilmu
a. Bahan Kimia di Rumah Tangga
1) Pembersih
adalah
bahan
yang
berfungsi
untuk
membantu
mengangkat dan melarutkan kotoran yang melekat pada suatu benda.
Komponen utama bahan pembersih adalah sabun dan detergen.
Sabun kurang efektif membersihkan kotoran pada air sadah dan air
dingin. Detergen lebih efektif membersihkan kotoran pada semua
36
jenis air. Detergen lebih sukar diuraikan oleh mikroorganisme
dibandingkan sabun.
2) Pemutih terdiri atas pemutih padat dengan bahan utama kalsium
hipoklorit dan pemutih cair dengan bahan utama natrium hipoklorit.
3) Pewangi terdiri atas pewangi alami dan pewangi buatan. Pewangi
alami diperoleh melalui penyulingan dan ekstraksi bahan-bahan
alam. Pewangi buatan diperoleh melalui proses esterifikasi. Bahan
pendorong (propelan) pada parfum yang mengandung CFC
berpotensi menimbulkan lubang ozon.
4) Bahan kimia yang terdapat dalam obat pembasmi serangga antara
lain:
a) Insektisida, yaitu pestisida yang digunakan untuk memberantas
serangga, seperti belalang, kepik, wereng, dan ulat. Beberapa
jenis insektisida juga dipakai untuk memberantas sejumlah
serangga pengganggu yang ada di rumah, perkantoran, atau
gudang, seperti nyamuk, kutu busuk, rayap, dan semut. Contoh
insektisida adalah basudin, basminon, tiodan, diklorovinil dimetil
fosfat, dan diazinon. insektisida untuk memberantas nyamuk.
b) Fungisida, yaitu pestisida yang dipakai untuk memberantas dan
mencegah pertumbuhan jamur atau cendawan. Bercak yang ada
pada daun, karat daun, busuk daun, dan cacar daun disebabkan oleh
serangan jamur. Beberapa contoh fungisida adalah tembaga
oksiklorida, tembaga(I) oksida, karbendazim, organomerkuri, dan
natrium dikromat.
c) Bakterisida, yaitu pestisida untuk memberantas bakteri atau virus.
Pada umumnya, tanaman yang sudah terserang bakteri sukar untuk
disembuhkan. Oleh karena itu, bakterisida biasanya diberikan
kepada tanaman yang masih sehat. Salah satu contoh dari
bakterisida adalah tetramycin, sebagai pembunuh virus CVPD yang
menyerang tanaman jeruk.
37
d) Rodentisida, yaitu pestisida yang digunakan untuk memberantas
hama tanaman berupa hewan pengerat, seperti tikus. Rodentisida
dipakai dengan cara mencampurkannya dengan makanan kesukaan
tikus. Dalam meletakkan umpan tersebut harus hati-hati, jangan
sampai termakan oleh binatang lain. Contoh dari pestisida jenis ini
adalah warangan.
e) Nematisida, yaitu pestisida yang digunakan untuk memberantas
hama tanaman jenis cacing (nematoda). Hama jenis cacing
biasanya menyerang akar dan umbi tanaman. Oleh karena pestisida
jenis ini dapat merusak tanaman maka pestisida ini harus sudah
ditaburkan pada tanah tiga minggu sebelum musim tanam. Contoh
dari pestisida jenis ini adalah DD, vapam, dan dazomet.
f) Herbisida, yaitu pestisida yang digunakan untuk membasmi
tanaman pengganggu (gulma), seperti alang-alang, rerumputan, dan
eceng gondok. Contoh dari herbisida adalah ammonium sulfonat
dan pentaklorofenol.
b. Pencemaran Air
1) Pengertian Pencemaran Air
Air merupakan kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia di
bumi ini. Air yang ada di bumi tidak pernah terdapat dalam keadaan
murni bersih, tetapi selalu ada senyawa atau mineral lain yang terlarut
di dalamnya. Hal ini tidak berarti semua air di bumi telah tercemar.
Air tercemar yaitu apabila air tersebut telah menyimpang dari keadaan
normalnya. Pencemaran air, merupakan masuknya makhluk hidup, zat,
energi atau komponen lain ke dalam air. Akibatnya, kualitas air turun
sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak berfungsi lagi
sesuai dengan peruntukannya.
Air yang diambil dari mata air di pegunungan dan air hujan
dianggap sebagai air yang bersih, namun di dalamnya juga terdapat
senyawa atau mineral sebagai berikut.
Air dari mata air mengandung : Na, Mg, Ca, Fe,dan O2.
38
Air hujan mengandung : SO4, Cl, NH3, CO2, N2, C, O2, dan debu.
Indikator atau kriteria bahwa air lingkungan telah tercemar
adalah adanya perubahan atau tanda yang dapat diamati melalui
adanya peubahan suhu air, adanya perubahan pH atau konsentrasi ion
hidrogen, adanya perubahan warna, bau dan rasa air; timbulnya
endapan, koloidal, bahan telarut; adanya mikroorganisme; dan
meningkatnya radioaktivitas air lingkungan.
2)
Faktor Pencemaran Air
a) Limbah Industri
Air limbah industri cenderung mengandung zat berbahaya.
Oleh karena itu, kita harus mencegahnya agar tidak membuang air
limbah industri ke saluran
umum. Kegiatan industri selain
menghasilkan produk utama (bahan jadi), juga menghasilkan
produk sampingan yang tidak terpakai, yaitu limbah. Jenis limbah
yang berasal dari industri dapat berupa limbah organik yang bau
seperti limbah pabrik tekstil atau limbah pabrik kertas. Selain itu,
limbah anorganik berupa cairan panas, berbuih dan berwarna, serta
mengandung asam belerang, berbau menyengat. Seperti limbah
pabrik baja, limbah pabrik emas, limbah pabrik cat, limbah pabrik
pupuk organik, limbah pabrik farmasi, dan lain-lain. Jika limbah
industri tersebut dibuang ke saluran air atau sungai, akan
menimbulkan pencemaran air dan merusak atau memusnahkan
organisme di dalam ekosistem tersebut.
Limbah industri yang berupa logam berat sering dialirkan ke
sungai, sehingga sungai menjadi tercemar. Jenis-jenis logam berat
adalah raksa, timbal, dan kadmium di mana ketiganya sangat
berbahaya bagi manusia apabila mengonsumsinya. Misalnya,
pencemaran raksa yang terjadi di Minamata, Jepang. Para nelayan
di sekitar teluk Minamata memakan ikan yang tercemar raksa.
Akibatnya, mereka mengalami kerusakan saraf yang disebut
39
penyakit Minamata. Lebih dari delapan puluh orang yang
meninggal akibat penyakit ini.
b) Limbah rumah tangga
Limbah rumah tangga merupakan limbah yang berasal dari
hasil samping kegiatan perumahan. Seperti limbah rumah tangga,
pasar, perkantoran, rumah penginapan (hotel), rumah makan, dan
puing-puing bahan bangunan serta besi-besi tua bekas mesin-mesin
atau kendaraan. Limbah rumah tangga dapat berasal dari bahan
organik, anorganik, maupun bahan berbahaya dan beracun. Limbah
organik adalah limbah seperti kulit buah sayuran, sisa makanan,
kertas, kayu, daun dan berbagai bahan yang dapat diuraikan oleh
mikroorganisme. Limbah yang berasal dari bahan anorganik, antara
lain besi, aluminium, plastik, kaca, kaleng bekas cat, dan minyak
wangi.
Adanya bahan buangan zat kimia yang berupa sabun,
detergen, sampo, dan pembersih lainnya yang berlebihan di dalam
air ditandai dengan timbulnya buih-buih sabun pada permukaan air.
Bahan buangan berupa sabun dan deterjen di dalam air lingkungan
akan mengganggu karena beberapa alasan, yaitu:
1) Larutan sabun akan menaikkan pH air sehingga dapat
mengganggu kehidupan organisme di air. Deterjen yang
menggunakan bahan non-fosfat akan menaikkan pH air
sampai sekitar 10,5-11.
2) Bahan antiseptik yang ditambahkan ke dalam sabun/deterjen
juga mengganggu kehidupan mikroorganisme di dalam air,
bahkan dapat mematikan.
3) Ada sebagian bahan sabun atau deterjen yang tidak dapat
dipecahkan (didegredasi) oleh mikroorganisme yang ada di
dalam air. Akibat penguraian tersebut, kandungan oksigen
dalam perairan juga menurun. Menurunnya kandungan
40
oksigen dalam perairan akan merugikan kehidupan biota di
dalamnya.
c) Limbah pertanian
Air limbah pertanian sebenarnya tidak menimbulkan dampak
negatif pada lingkungan. Namun dengan digunakannya fertilizer
sebagai pestisida yang kadang-kadang dilakukan secara berlebihan,
sering menimbulkan dampak negatif pada keseimbangan ekosistem
air. Pada sektor pertanian juga dapat terjadi pencemaran air.
Terutama akibat dari penggunaan pupuk dan bahan kimia pertanian
tertentu, seperti insektisida dan herbisida.
Pemakaian bahan pemberantas hama (insektisida) pada lahan
pertanian seringkali meliputi daerah yang sangat luas, sehingga sisa
bahan insektisida pada daerah tersebut cukup banyak dan dapat
sampai ke air lingkungan melalui pengairan sawah, maupun hujan
yang kemudian mengalir ke sungai atau danau di sekitarnya.
Bahan insektisida di dalam air sulit untuk dipecahkan oleh
mikroorganisme, apabila bisa terpecah membutuhkan waktu yang
lama dari beberapa minggu hingga beberapa tahun. Bahan insekta
sering dicampur dengan senyawa minyak bumi sehingga air yang
terkena bahan buangan insektisida ini permukaannya akan tertutup
minyak dan mengakibatkan turunnya kandungan oksigen di dalam
air ( Wisnu Arya Wardana, 2004: 85).
Selain itu, kegiatan pertanian menggunakan pupuk, misalnya
urea. Penggunaan pupuk yang berlebihan juga dapat menyebabkan
suburnya ekosistem di perairan kolam, sungai, waduk, atau danau.
Pupuk yang tidak terserap ke tumbuhan akan terbuang menuju
perairan. Akibatnya, terjadi blooming algae atau tumbuh suburnya
ganggang di atas permukaan air. Tanaman ganggang ini dapat
menutupi seluruh permukaan air, sehingga mengurangi kadar sinar
matahari yang masuk ke dalam perairan tersebut. Akibatnya, proses
fotosintesis fitoplankton terganggu dan kadar oksigen yang terlarut
41
dalam air menurun sehingga merugikan makhluk hidup lain yang
berada di dalamnya.
c. Upaya Pencegahan Efek Samping Bahan-bahan Kimia
1) Pembersih
Usaha pencegahan dampak negatif penggunaan pembersih antara lain
adalah sebagai berikut.
a) Membuat sistem penampungan dan penanganan air limbah.
b) Mendaur ulang kembali air limbah rumah tangga.
c) Mengurangi intensitas pemakaian pembersih yang mengandung
bahan-bahan yang sukar diuraikan mikroorganisme, seperti sabun
dan detergen.
d) Selektif dalam memilih detergen serta memerhatikan kandungan
bahan aktif yang ada di dalam detergen.
e) Mengikuti petunjuk penggunaan bahan pembersih dengan benar.
f) Mengganti bahan-bahan dasar detergen dengan bahan yang lebih
ramah lingkungan.
2) Pemutih
Beberapa upaya untuk mencegah efek samping dari penggunaan
pemutih antara lain:
a) Menghindari kontak langsung dengan pemutih pakaian dalam
jangka waktu yang lama.
b) Memilih pemutih wajah yang lebih alami (tidak menggunakan
merkuri).
c) Membuat saluran pembuangan limbah pemutih yang baik.
d) Mengurangi jumlah pemakaiannya.
3) Pewangi
Salah satu upaya untuk mencegah efek samping dari
penggunaan pewangi adalah menghindari pemakaian pewangi yang
mengandung CFC. Banyak produk pewangi yang telah menggunakan
bahan pendorong (propelan) yang lebih ramah lingkungan.
4) Pembasmi serangga (Insektisida)
42
Upaya-upaya untuk mencegah efek samping dari penggunaan
insektisida antara lain adalah sebagai berikut.
a) Menggunakan bahan pembasmi serangga (insektisida) yang lebih
ramah lingkungan, seperti insektisida biologis, pengembangan
hama jantan mandul, dan memanfaatkan ekstrak bunga atau daun
tertentu sebagai pengusir nyamuk.
b) Mengurangi pemakaian insektisida secara berlebihan.
c) Selalu menjaga kebersihan lingkungan (Agus Krisno. 2008: 134135)
B. Hasil Penelitian yang Relevan
Ada beberapa hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini.
Hasil penelitian relevan tersebut digunakan untuk mengembangkan
penelitian yang telah dilaksanakan.
Penelitian yang dilakukan oleh Laila Fitriana pada tahun 2007
yaitu eksperimen model pembelajaran kooperatif tipe group investigation
dan tipe STAD. Hasil yang didapat pada penelitian yaitu pada peserta
didik yang diberi pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif
tipe group investigation lebih baik prestasi belajarnya
dengan
peserta
didik
yang
diberi
pembelajaran
dibandingkan
dengan
model
pembelajaran kooperatif tipe STAD.
Penelitian yang kedua adalah penelitian oleh Faticha Rizky Nur
Imansari pada tahun 2015 tentang pengaruh metode pembelajaran
kooperatif tipe group investigation (GI) dan jigsaw pada materi pokok
garis singgung lingkaran terhadap prestasi belajar Matematika peserta
didik SMP Kelas VIII. Hasil penelitiannya adalah pembelajaran kooperatif
tipe group investigation berpengaruh lebih baik terhadap prestasi belajar
matematika peserta didik dibanding model pembelajaran kooperatif tipe
jigsaw.
Penelitian ketiga dilakukan oleh Dewi Putri Lestari pada tahun
2016. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model pembelajaran
kooperatif tipe jigsaw efektif terhadap kemampuan kerjasama dan hasil
43
belajar peserta didik kelas VII SMP Negeri 2 Gamping dibandingkan
dengan menggunakan model pembelajaran Carousel Feedback.
C. Kerangka Berfikir
Dalam pembelajaran IPA, masalah yang dihadapi di kelas adalah
masih rendahnya keterlibatan peserta didik dalam kegiatan belajar mengajar.
Tingkat keaktifan peserta didik dalam proses pembelajaran masih tidak
merata. Selain itu, masih tedapat peserta didik yang aktif sendiri di luar
topik pembelajaran atau masih terdapat peserta didik yang tidak
mendengarkan penjelasan guru. Hal ini dikarenakan model pembelajaran
yang digunakan guru masih bersifat konvensional dan cenderung teacher
centered sehingga peserta didik kurang termotivasi dalam belajar dan
mengakibatkan pemahaman konsep peserta didik rendah. Hal ini dibuktikan
dari nilai ulangan peserta didik yang masih di bawah KKM.
Salah satu upaya untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah
diterapkannya model pembelajaran kooperatif tipe group investigation dan
jigsaw. Kedua tipe ini dibelajarkan dengan menggunakan masalah yang
terdapat dalam kehidupan sehari-hari. Melalui proses tersebut, peserta didik
dapat saling bekerjasama serta dapat menemukan konsep sendiri, sehingga
diharapkan dapat meningkatkan kemampuan kerjasama dan pemahaman
konsep peserta didik serta memberikan hasil belajar yang optimal. Untuk
memperjelas kerangka berpikir maka dibuat bagan yang ditunjukkan oleh
Gambar 1.
44
Aktivitas belajar peserta didik masih pasif menyebabkan kemampuan
kerjasama peserta didik kurang berkembang.
Materi yang dibelajarkan sangat banyak sehingga pemahaman konsep
IPA peserta didik belum maksimal
Model pembelajaran IPA yang digunakan dalam proses pembelajaran
masih kurang bervariasi
Pembelajaran IPA berbasis masalah pada
materi bahan kimia rumah tangga
Model Pembelajaran Kooperatif
tipe Group Investigation
Model Pembelajaran Kooperatif
tipe Jigsaw
1) Mengidentifikasi
topik
dan
mengorganisasikan
peserta didik ke dalam
kelompok
2) Merencanakan tugas-tugas
belajar
3) Melakukan investigasi
4) Menyiapkan laporan akhir
5) Mempresentasikan laporan
akhir
6) Evaluasi
1. Membentuk kelompok besar
yang heterogen
2. Membagikan tugas materi
membentuk ahli
3. Diskusi kelompok ahli
4. Diskusi kelompok asal
5. Pemberian penghargaan
Kemampuan
kerjasama
peserta didik meningkat
Pemahaman konsep
didik meningkat.
peserta
Gambar 1. Bagan Kerangka Berpikir
45
D. Hipotesis Penelitian
1.
Terdapat perbedaan
yang signifikan pada penggunaan model
pembelajaran kooperatif tipe group investigation dan jigsaw pada
pembelajaran IPA berbasis masalah terhadap kemampuan kerjasama
peserta didik SMP.
2.
Terdapat
perbedaan yang signifikan pada penggunaan model
pembelajaran kooperatif tipe group investigation dan jigsaw pada
pembelajaran IPA berbasis masalah terhadap pemahaman konsep
peserta didik SMP.
3. Terdapat perbedaan yang signifikan pada penggunaan model
pembelajaran kooperatif tipe group investigation dan jigsaw pada
pembelajaran IPA berbasis masalah terhadap kemampuan kerjasama
dan pemahaman konsep peserta didik SMP.
46
Download