POTENSI TANAMAN KATUK (Sauropus androgynus L. Merr

advertisement
Lokakarya Nasional Pengembangan Jejaring Litkaji Sistem Integrasi Tanaman - Ternak
POTENSI TANAMAN KATUK (Sauropus androgynus L. Merr)
UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS INTENSITAS
WARNA KUNING TELUR
RACHMAT WIRADIMADIA
Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran
J!. Raya Jatinangor Km. 21, Sumedang 41117
ABSTRAK
Tanaman daun katuk (Sauropus androgynus L.Merr) memiliki potensi yang sangat baik sebagai bahan
pakan alternatif ditinjau dari aspek kandungan gizi, dan kemampuan tumbuhnya . Daun katuk ditanam s c bagai
tanaman sayuran . Potensi hasil yang dapat dicapai di Indonesia adalah 35 ton per ha. Dilihat daii segi
kandungan gizinya, daun katuk berpotensi sebagai sumber protein, karoten (pro-vitamin A) . Penggunaan
daun katuk dalam ransum ayam mampu meningkatkan kualitas intensitas warna kuning telur.
Kata kunci : Bahan pakan, daun katuk, karoten, warna kuning telur
PENDAHULUAN
Secara turun temurun daun katuk
(Sauropus androgynus L . Merr) dikenal
sebagai laktogogum atau penambah ASI (air
susu ibu), juga sebagai obat borok, bisul, dan
demam . Informasi tentang bioaktivitas dari
tanaman ini masih sedikit, padahal daun katuk
mempunyai nilai gizi yang tinggi karena
mengandung protein, vitamin, mineral, dan
kandungan gizi lainnya.
Daun katuk termasuk ke dalam famili
Euphorbiaceae, yang dikenal di daerah dengan
nama tarok manis, atau cekok manis, babing,
kertu, dan dalam bahasa asing dikenal dengan
nama sweet shoot (MALIK, 1997) . Ciri khas
dari famili ini adalah mengandung minyak
atsiri, sterol, saponin, flavonoid, triterpen,
asam-asam
organik,
asam-asam amino,
alkaloida, dan tanin . Laporan penelitian
menunjukkan bahwa daun katuk mengandung
alkaloida papaverin, yang jika dikonsumsi
secara rutin dapat menimbulkan efek rasa
pusing, mabuk dan konstipasi (PADMAWATHI
dan RAO, 1990) . Disisi lain KUMAI et al .
(1994), membuktikan bahwa kandungan
papaverin dalam daun katuk cenderung dapat
menurunkan kecernaan lemak kasar . Hat ini
karena adanya suatu efek penghambatan dari
papaverin terhadap sintesis cairan empedu
sehingga sekresi cairan empedu menurun, dan
akhirnya dapat menurunkan kecernaan serat
364
kasar . Walaupun diduga dalam daun catuk
terkandung zar aktif sejenis alkaloid papaverin,
ternyata pengaruhnya sangat kecil karena
sekitar 90% dari komponen tersebut menjadi
non aktif pada sirkulasi dalam hati . Pengaruh
keracunan daun katuk yang dikonsumsisecara
oral sangat rendah, juga terhadap sistem syaraf
pusat, dan dalam dosis yang sangat tinggi
hanya menyebabkan rasa kantuk (GOODMAN
dan GILMAN, 1965) .
Sebagai bahan makanan tambahan, daun
katuk dikonsumsi dalam bentuk sayur atau
lalap untuk menu sehari-hari dan peranan bagi
ibu yang sedang menyusui daun katuk sebagai
penyubur ASI . Dinyatakan oleh SADI (1 )83),
fungsi makanan tambahan dari katuk ini a d alah
untuk melengkapi kecukupan energi, protein,
vitamin, mineral baik dari segi kualitas
maupun kuantitasnya .
Dibidang peternakan, daun katuk sudah
dimanfaatkan sebagai pakan tambahan ternak
sapi perah dengan tujuan meningkatkan
produksi air susu, namun masih ter .)atas
informasi penggunaannya pada ternak un ;;gas .
Penggunaan daun katuk dalam ransum unggas
telah diteliti oleh PILIANG (2001), hasilnya
bahwa suplementasi daun katuk m,, mpu
meningkatkan intensitas warna kuning telur.
Semakin tinggi kandungan daun katuk dilam
ransum semakin tinggi pula skor inter sitas
warna kuning telur, dan semakin cepat pula
Lokakarya Nasional Pengembangan Jejaring Litkaji Sistem Integrasi Tanaman - Ternak
ayam mencapai dewasa kelamin dan semakin
lamz , umur produksinya .
Berdasarkan manfaat yang telah dipaparkan
di at is kiranya dapat membuka wawasan untuk
men : ungkap lebih dalam mengenai pemanfaatan secara optimal daun katuk dalam
campuran ransum unggas .
Tan a man katuk (Sauropus
androgynus, L.
Merr.)
GAMBARAN UMUM TANAMAN KATUK
Tanaman katuk (Sauropus androgynus L .
Merr .) termasuk ke dalam divisi Spermathopl- yta, anak divisi Angiospermae, kelas
Dicotyledonae, anak kelas Monoclamydae
(Apei alae),
bangsa Euphorbiales,
suku
Euphorbiaceae, marga Sauropus, dan jenis
Saurcpus androgynus (L .) Merr . (BECKER dan
BRINK, 1963) . Suku Euphorhiaceae tersebut
termasuk ke dalam salah satu tanaman yang
memiliki kandungan klorofil tinggi (RAHAYU
dan LEENAWATY, 2005) . Tanaman katuk
tumbiih baik pada daerah dengan ketinggian 5
sampai 1300 m di atas permukaan laut (dpl)
dengan rataan curah hujan antara 200 dan 300
mm per tahun pada tanah jenis latosol . Mampu
tumbuh di negara Malaysia, Indonesia, Cina,
dan Taiwan .
Budi daya tanaman katuk di Indonesia
umumnya belum dilakukan secara intensif
seperti tanaman hijauan lainnya . Tanaman
katuk sesungguhnya sudah dikenal oleh nenek
moyang kita sejak abad 16 sebagai tanaman
berkhasiat obat (HIERONIMUS, 2003) . Tanaman
ini sudah sangat populer di kalangan
masyarakat khususnya kaum ibu karena biasa
ditanam di sekitar halaman rumah sebagai
pagar hidup yang dimanfaatkan sebagai apotek
hidup . Daun katuk banyak dimanfaatkan
sebagai sayuran dan oleh para ibu-ibu yang
menyusui anak sebagai pelancar air susu ibu .
Hasil survai di Kualalumpur, Malaysia, yang
dilakukan terhadap 458 keluarga, menunjukkan
bahwa konsumsi daun katuk sebagai sayuran
rata-rata sebanyak 180 g per orang per mirggu
(BENDER dan ISMAIL, 1975) . Di Taiwan orang
mengkonsumsi daun katuk sekitar 60 sampai
303 g per orang per hari GERR et a!. (1997) .
Penyebaran tanaman katuk di Indonesia
banyak dijumpai di Jawa (Banyuwangi,
Pekalongan, Rembang, Semarang, Jakarta,
Purwokerto, Kediri, Pasuruan, Surakarta,
Bogor, Subang, Situbondo, Malang, Jepara,
Tulungagung, Madiun, dan Madura), Sumatera
(Jambi, Palembang, Sibolangit, Padang,
Lampung,
Bangka, Pulau
Enggano),
Kalimantan
(Anambas, Natuna,
Pulau
Bunguran), Kepulauan Sunda, dan Maluku.
Penyebarannya di luar kawasan Indonesia,
antara lain dijumpai di Filipina, Malaysia
(SETYOWATI, 1997) . Sebagian besar petani di
Indonesia membudidayakan tanaman katuk
secara monokultur dengan sedikit naungan,
seperti tanaman singkong atau pepaya. Usaha
tani secara polikultur umumnya terbatas
dengan tanaman sela seperti jagung manis .
Kontribusi besarnya biaya untuk tanaman
katuk pada tahun pertama mencapai 60 - 70
persen dari total biaya, namun keuntungan
yang diperoleh petani cukup tinggi dengan B/C
ratio berkisar antara 1,5 dan 1,8 per tahun
(YULIANI dan HASANAH, 2000) .
Beberapa hasil penelitian menunjukkan
efek positif pemanfaatan daun katuk khususnya
untuk meningkatkan produksi dan kualitas
ASI . Lebih jauh, katuk merupakan tanaman
yang termasuk ke dalam golongan simplisia
nabati, yaitu bahan tanaman utuh yang
digunakan sebagai obat dan belum mengalami
pengolahan apapun (SARDJIMAN et al., 1997) .
Tanaman katuk pertama kali dipanen pada
saat berumur 2 .5 - 3 bulan atau sekitar 75 - 90
hari dengan hasil yang masih sedikit, yaitu
sekitar 3 - 4 ton/ha . Pemanenan selanjutnya,
untuk tahun pertama dapat dilakukan sebanyak
6 - 7 kali dengan hasil mencapai 21 - 30 ton/
ha untuk kondisi tanah subur, dan yang kurang
subur dapat mencapai rataan produksi 10 - 15
ton/ha . Hasil panen tahun ke dua dan tahun
berikutnya dapat mencapai 35 ton/ha (Tabel 1) .
365
Lokakarya Nasional Pengembangan Jejaring Litkaji Sistem bnegrasi Tanaman - Ternak
Tabel 1 . Umur dan produksi daun katuk
Umur panen
Panen 1(75 - 90 han)
Panen II (selang 40 - 50 hari)
Panen III, dan seterusnya (selang 45 hari)
Sumber: ATIH (Petani katuk), PAGADEN SUBANG
Produksi daun katuk
3 - 4 ton/ha
15 - 30 ton/ha
30 - 40 ton/ha
(2004)
Melihat produktivitas dan potensi manfaat
tanaman katuk balk sebagai bahan konsumsi
maupun bahan baku obat, pemanfaatannya
sebagai bahan pakan juga perlu dikaji .
Potensi daun katuk sebagai bahan pakan
Penilaian suatu bahan pakan pada mulanya
ditentukan oleh penampakannya . Secara visual
warna menjadi pertimbangan utama dalam
memilih produk bahan pakan selain bentuknya .
Pengaruh warna pakan dapat berpengaruh pada
tingkat palatabilitas sehingga dapat meningkatkan konsumsi pakan . Penggunaan daun katuk
sebagai bahan pakan sudah banyak dimanfaatkan untuk ternak sapi perah, sedangkan
pemanfaatan dalam campuran ransum ayam
masih terbatas. YULIANI et al. (1997) yang
telah melakukan uji warna, rasa, dan aroma
pada daun katuk, melaporkan hasil sebagai
berikut.
Daun katuk berwarna hijau berarti
mengandung banyak klorofil . Klorofil terdapat
dalam ikatan kompleks dengan protein yang
diduga dapat menstabilkan molekul klorofil .
Pemanasan dapat mengakibatkan denaturasi
protein sehingga klorofil menjadi tidak
terlindung lagi dan mudah diserang oleh ion
hidrogen untuk menggantikan ion magnesium
di pusat molekul klorofil yang membentuk
teofilin yang berwarna hijau kecokelatan .
Aroma yang dominan terdapat dalam daun
katuk segar adalah aroma langu, yang dapat
terjadi akibat aktivitas enzim lipoksigenase dan
klorofilase . Aktivitas enzim ini dapat dihambat
dengan pemanasan sehingga aroma langu dapat
dikurangi . Lama pengukusan efektif yang
dapat menginaktifkan enzim lipoksigenas .- dan
klorofilase adalah 45 sampai dengan 60 ietik.
Rasa yang muncul pada daun katuk, &:perti
rasa langu disebabkan oleh aktivitas c nzim
lipoksigenase, dan rasa sepat disebabkan
adanya tanin yang merupakan senyawa
polifenol . Pemanasan menyebabkan ok: :idasi
dan depolimerisasi tanin sehingga dipecah
menjadi unit-unit yang lebih kecil dan kurang
reaktif.
Berdasarkan informasi palatabilitas di atas,
tidak ada satu kendala yang membatasi daun
katuk untuk dimanfaatkan sebagai bahan
campuran ransum unggas . Penggunaan daun
katuk sebagai campuran pakan dalam ransum
unggas yang sebagian besar terdiri atas ( edak
padi, dan seminimal mungkin tanpa menggunakan jagung kuning, tanpa bungkil kedelai dapat
menurunkan kandungan kolesterol dalam
karkas maupun kuning telur (PILIANG, 2 , )01) .
Hasil analisis yang dilakukan PILIANG (2001)
memperlihatkan komposisi nutrien
yang
dikandung tepung daun katuk tanpa diekstraksi
termasuk tinggi (Tabel 2) .
Tabel 2. Komposisi nutrien tepung dan ekstrak daun katuk
Komposisi nutrien
Kadar air (%)
Protein total (%)
Fosfor (%)
Kalsium (%)
Ferum (%)
Vitamin A (mg)
Vitamin B6 (mg)
Vitamin C (mg)
Asam folat (mg)
Sumber : PILIANG
3 66
Contoh sampel
Tepung daun katuk
7,39
33,44
0,34
0,33
0,09
81,33
0,39
0,34
8,23
(2001) ; *BALITRo, disitasi PILIANG (2001)
Ekstrak daun katuk*
7,39
9,13
0,08
0,11
0,04
15,62
0,05
0,13
6,67
Lokakarya Nasional Pengembangan Jejaring Litkaji Sistem lntegrasi Tanaman - Ternak
Tampak bahwa kandungan protein daun
katu< tanpa diekstraksi mencapai 33,44 persen.
Kondisi seperti ini membuktikan pula bahwa
daun katuk dapat dijadikan sebagai campuran
pakan sumber protein nabati dalam ransum
unggas .
Fada Tabel 3 disajikan hasil analisis
prok3imat komposisi gizi tepung daun katuk
berdasarkan
asfed,
yang dilakukan
di
Laboratorium Nutrisi Ternak Ruminansia dan
Kimia Makanan Ternak, Fakultas Peternakan
Unpad (2002) . Tingginya kandungan protein
kasar (25,70%) dan energi metabolis (3000 .20
kkal/kg) memperkuat dugaan bahwa tepung
daun katuk layak untuk dapat dijadikan sebagai
bahai pakan sumber protein dan energi dalam
ranstim unggas (HARTADI et al., 1986}.
Tabel 3. Komposisi gizi tepung daun katuk
Zat makanan
Protein kasar
Len ak kasar
Serat kasar
Kah ium
Foslor
Energi metabolis (kkal/kg)
Sumber:
(asfed)
Komposisi (%)
25,70
6,92
9,85
0,98
1,17
3000,20
HASIL ANALISIS LABORATORIUM NUTRISI
RUMINANSIA dan KIMIA MAKANAN TERNAK,
FAPET UNPAD (2002)
P, :nggunaan daun katuk sampai dengan
tingk :it 15% dalam ransum tidak menunjukkan
pengaruh yang negatif pada retensi nitrogen
ayam broiler umur empat minggu, yaitu
sebesar 78,46% (AISJAH dan ABUN, 2002) .
Oleh karena itu, penggunaan daun katuk dalam
ransurn unggas cukup prospektif .
P,ADMAVANTHI dan PRABHAKARA (1990)
menyarankan sebaiknya daun katuk tidak
dikonsumsi terlalu sering karena mengandung
alkaloida yang dapat mengganggu kesehatan .
Perebusan dan pengukusan daun katuk dapat
menghilangkan alkaloida tersebut. Hasil
analisis dengan cara kromatografi gas dan
spektrometri massa (GCMS) dapat diketahui
bahwa daun katuk mengandung enam senyawa
utamta, yaitu monometil suksinat, cis-2-metil
siklop entanol asetat (ester), asam benzoat,
asam fenil malonat (asam karboksilat), 2pirolidinon, dan metil piroglutamat (alkaloida)
AGUSTAL et al. (1997) . Jika dilihat dari
komp :) nen kimia yang terkandung pada katuk,
tumbuhan
ini
sangat
potensial
untuk
dikembangkan sebagai bahan baku industri
kimia atau farmasi . Pemberian daun katuk
cenderung mengurangi kecernaan lemak kasar
KUMAI et al. (1994) . Hambatan ini diduga
disebabkan oleh zat aktif papaverin dalam
daun katuk . Papaverin diduga merangsang
sintesis cairan empedu sehingga sekresi cairan
empedu meningkat . Akibatnya, sekresi cairan
empedu yang tinggi yang disebabkan oleh
penurunan kecernaan lemak kasar, menyebabkan penurunan absorpsi lemak dan komponenkomponen lemak serta derivatnya(kolesterol,
LDL, HDL, dan trigliserida) . SUBEKTI (2007)
membuktikan daun
katuk
mengandung
senyawa fitosterol (Tabel 4) .
Tabel 4 . Senyawa fitosterol dalam daun katuk
Golongan
Klorofil C20H 40 0
Vitamin
Asam lemak C 21H 360 2
Stigmasterol
y-Sitosterol
Fukosterol
Nama senyawa
Fitol
Tokoferol (Vitamin E)
11,14,17-asam eikosatrienoat
metal ester
Stigmasta-5,22-dien-3j3-ol
Stigmasta-5-en-3j3-ol
Stigmasta-5,24-dien-3j3-ol
Sumber : SUBEKTI, 2007
Pada Tabel 5 disajikan kadar serat kasar
daun katuk dan beberapa tanaman hijauan yang
dapat dijadikan sebagai bahan pencampur
ransum unggas .
Tabel 5 . Perbandingan kandungan serat kasar pada
beberapa tanaman hijauan bahan pakan
Nama tanaman
Tepung daun katuk l)
Tepung daun antanan2)
Tepung daun mengkudu 3)
Tepung daun lamtoro
Daun singkong (segar)
Daun pisang (segar)
Tepung daun turi
Kandungan serat
kasar (%)
23,65
18,67
11,75
15,50
22,90
23,10
17,80
Sumber : HARTADI (1986)
HASIL ANALISIS LABORATORIUM ILMU dan
TEKNOLOGI PAKAN, FAPET-IPB (2004) 10;
KUSNADI (2004)2) ; dan WARDINY (2006)3)
Peningkatan intensitas warna kuning telur
dan percepatan umur dewasa kelamin pada
puyuh antara lain dipengaruhi oleh kandungan
vitamin A dan pro-vitamin A, baik yang
367
Lokakarya Nasional Pengembangan Jejaring Litkaji Sistem Integrasi Tanaman - Te rnak
berasal dari daun katuk maupun dari ransum
secara keseluruhan .Karoten yang banyak
ditemui adalah alfa, beta, dan gamma karoten .
Dalam setiap 100 g daun katuk segar terdapat
karoten sebanyak 10020 µg dan vitamin C
sebanyak 164 mg (DEPARTEMEN KESEHATAN,
1992) .
Telah dibuktikan bahwa daun katuk dikenal
sebagai sumber vitamin A dalam bentuk
karoten (pro-vitamin A) dan sebagai bahan
makanan tambahan lainnya yang bergizi
(YULIANTI dan MARWATI, 1997) . Defisiensi
atau kekurangan vitamin A (KVA) dapat
menyebabkan
kerusakan kornea serta
sensitivitas retina terhadap cahaya terganggu .
Pada keadaan yang lebih serius dapat
menyebabkan kebutaan . Walaupun banyak
faktor yang menyebabkan kekurangan vitamin
A, kurangnya konsumsi makanan yang kaya
vitamin A dan provitamin A merupakan fahtor
yang dominan . Salah satu upaya untuk
mengatasi masalah kekurangan vitamin A
adalah pemanfaatan daun katuk. Pada Tabel 6
disajikan komposisi kimia daun katuk segar
dan tepung daun katuk .
Tabel 6 . Komposisi kimia tepung daun katuk
Zat makanan
Air (%)
Abu (%)
Lemak (%)
Protein (%)
Karbohidrat (%)
Karoten (mg/ 100 g)
Energi (kal)
Sumber:
Komposisi
12,00
8,91
26,32
23,13
29,64
372,42
447,96
SADI (1983)
Tabel 7 . Perkembangan penelitian tepung daun katuk
Tujuan perlakuan
Hasil penelitian
Sumber
Pembuatan simplisia cara
Pengeringan tipe bak lebih efektif untuk volume besar ; RISFAHERI et al. (19')7)
penjemuran, oven, dan
basil pemeriksaan secara kromatografi lapis tipis,
pengeringan tipe bak.
pelarut etanol (50%) menghasilkan bercak paling
Selanjutnya ekstraksi daun banyak.
tiga macam pelarut : etanol
(95%), etanol (50%), dan
air panas (direbus) .
Pemeriksaan kandungan
Pada ekstrak heksana menunjukkan adanya beberapa
AGUSTAL et al. (1997)
kimia yang terdapat pada
senyawa alifatik (wax); pada ekstrak eter terdapat 3
ekstrak heksana, eter, dan komponen utama : monomethyl succinat, asam benzoat,
etilasetat daun katuk
2-phenylmalonic acid., 5 komponen minor: terbutol, 2dengan kromatografi gas
propagy-loxane,4H-p.-ran-4-one, 2-methoxy-6-methyl,
dan spektrometri massa .
3-penten-2- one, 3-(2-furanyl), dan asam palmitat .
Pada ekstrak etil asetat ada 3 kompo-nen utama : cis-2methyl-cyclopentanol asetat, 2-pyrolidinone dan
methyl pyro-glutamate, dan satu komponen minor:
pdodecylphenol .
Tinjauan fitokimia,
Senyawa yang berperan aktif dalam setiap indikasi
MALIK (1997)
indikasi penggunaan dan penggunaan dan bioaktivitas katuk masih belum dapat
bioaktivi tas daun katuk .
diketahui . Diduga katuk dapat meningkatkan produksi
ASI berdasarkan efek hor monal dari kandungan kimia
sterol yang bersifat estrogenik .
368
Lokakarya Nasional Pengenibangan Jejaring Litkaji Sistem Integrasi Tanaman - Ternak
Tabcl 7. (Lanjutan)
Tujuan perlakuan
Me agetahui tingkat kesuka-an
terl adap ekstrak warna hijau
daun katuk pada pro-duk
makanan.
Me igembangkan tanaman
katuk sebagai bahan makanan tambahan yang bergizi .
Ekstraksi fraksi protein dan
atau polipeptida dalam daun
katuk yang mungkin merupakhn bahan berkhasiat sebagii laktagoga .
Infi s daun katuk ( 20, 40, dan
80%) secara oral me- lalui
lalui sonde sebanyak I ml/hari
path mencit.
Tin auan senyawa aktif daun
kati k dan khasiatnya sebagai
pen acu produksi air susu
pad .i domba laktasi dengan
alat GC-MS .
Hasil penelitian
Ekstrak daun katuk dapat meng- gantikan
pewarna buatan tanpa menurunkan
tingkat kesukaan
panelis. Bahkan nisbah daun dan air (1 :3)
lebih disukai oleh panelis dari segi aroma
dan rasa.
Daun katuk dapat digunakan sebagai
bahan makanan sumber vitamin A,
penyusun ASI, bahan pewarna hijau,
mengandung protein nabati cukup tinggi .
Ekstrak daun katuk memiliki sifat- sifat
yang lebih menuun tungkan dibanding
serbuk daun katuk . Kandungan protein
hampir dua kali lipat dibandingkan
dengan serbuk daun katuk .
Pemberian infus daun katuk (20, 40, dan
80%) pada mencit hamil periode
organogenesis tidak me- nimbulkan
teratogenik (cacat bawaan) .
Daun katuk diperkirakan mengandung 7
senyawa aktif utama (Octadecanoic acid ;
9-Eicosine; 5,8,1 1-heptadecatrie- noic
acid methyl ester; 9,12,15- Octadecatrieoic acid ethyl ester; 11, 14,17Eicosatrienoic acid methyl ester;
Andostran-17-one,3-ethyl-3-hydroxy-5
alpha; 3,4-di- methyl-2-oxocyclopent-3enyla- cetic acid) yang berperan dalam
memacu produksi air susu pada domba
laktasi.
Sumber
YULIANI
et al. (1997)
YULIANTI MARWATI
SOEGIHARDJO
et al. (1997)
WURYANINGSIH
SUPRAYOGI
(1997)
et al., 1997
(2000)
Tabe 18. Perkembangan penelitian penggunaan tepung daun katuk untuk pakan unggas
Jenis temak Jenis perlakuan
Ayam
Suplementasi tepung daun
peteIur
katuk (TDK) dalam
lokal ransum 3,6 dan 9%
Aya;n
Broiler
Hasil penelitian
Suplementasi TDK 9% dalam
ransum menurunkan kolesterol
kuning telur, hati, dan karkas
lebih rendah, semakin cepat
umur dewasa kelamin, dan semakin panjang masa produksi
telur sebelum kurva produksi
telur menurun .
Suplementasi tepung daun Suplementasi TDK pada seluruh
katuk 5,10 dan 15%
perlakuan tidak memperlihatkan
dalam ransum perbedaan nyata . Nilai retensi
yang dihasilkan cukup optimal
(85,10 ; 82,08 ; 78,46%) .
PILIANG
Peneliti
(2001)
AISJAH,
T.A . (2002)
369
Lokakarya Nasional Pengembangan Jejaring Litkaji Sistem Integrasi Tanaman - Ternak
Tabel 8 (Lanjutan)
Jenis ternak
Ayam
Petelur
Ayam
Broiler
Ayam
Petelur
Puyuh
Jenis perlakuan
Suplementasi
Ekstrak Daun Katuk :
- EDK- air panas
(0 .9% dlm ransum)
- EDK-etanol 96%
(0 .09% dalam
ransum)
- EDK-etanol 96%
(0,18% dalam
ransum)
- EDK-metanol
(0.09% ransum)
- EDK-metanol
(0 .18% dalam
ransum)
Suplementasi (EDK):
- 1,8% dalam ransum
- 9 g/l air minum
- 0,9% dalam ransum
+ 0,45% dalam air
minum
- 0,45% dalam
ransum + 2,25%
dalam air minum
Penambahan tepung
daun katuk (0, 3, 6,
dan 9%) dalam
ransum terhadap
peningkatan
performans .
Suplementasi tepung
daun katuk (TDK) :
12% dalam ransum
Hasil penelitian
EDK-air panas dapat menurunkan
penimbunan lemak pada jaringan lemak,
hati, dan serum, sertajumlah Salmonella
sp . pada ayam petelur, namun tidak
meningkatkan produksi telur .
Untuk meningkatkan produksi telur,
ayam harus diberi pe- nambahan EDKetanol 96%.
Peneliti
Level 0,45% ransum + 2,25% air minum
menurunkan konversi ransum,
meningkatkan kualitas karkas yang
ditandai dengan meningkatnya warna
karkas, daging, dan menurunkya lemak
abdomen .
SANTOSO et al.
TDK 9% dalam ransum memperlihatkan
umur dewasa kelamin 26 minggu dan
untuk 6, 3, 0% berturut-turut 27,3 ; 27,7
dan 29 minggu.
TDK 9% dalam ransum membe-rikan
kadar tertinggi pada lutein, retinol,
a-ocopherol, gamma-tocopherol dalam
telur, hati, dan karkas. Kadar kolesterol
telur, hati, dan karkas lebih rendah
dibandingkan dengan penambahan TDK
0, 3 dan 6.
Suplementasi TDK 12% dalam ransum
menurunkan kolesterol kuning telur, hati,
dan karkas lebih rendah, dan
meningkatkan intensitas wama kuning
telur.
PILIANG et al.
Menurut YULIANI dan TRI (1997), dari
setiap 100 gram daun katuk segar mengandung
karoten sebanyak 10020 mcg . Karoten adalah
pro vitamin A, karoten yang banyak diketahui
adalah alpha-, beta-, dan gamma-karoten .
Karoten yang paling penting bagi manusia
adalah
beta-karoten,
karena
mempunyai
aktifitas pro vitamin A yang terbesar . Dalam
bentuk tepung daun katuk dapat diolah menjadi
berbagai produk makanan, antara lain sebagai
campuran dalam membuat roti, dan roti yang
dihasilkan mengandung karoten 10,69 mg/
3 70
SANTOSO
(2002)
RACHMAT, W .
(2002)
(2003)
(2007)
100g. Daun katuk dapat digunakan juga
sebagai pewarna hijau pada makanan (HEYNE,
1987) .
Rangkuman perkembangan penelitian yang
sudah dilakukan yang menyangkut topik
penggunaan daun katuk seperti yang disajikan
pada Tabel 7, sedangkan penelitian yang
menyangkut topik daun katuk yang erat
kaitannya bagi pemanfaatan komoditas jenis
ternak disajikan pada Tabel 8 .
Lokakarya Nasional Pengembangan Jejaring Litkaji Sistem Integrasi Tanaman - Ternak
ayam. Disertasi . Bogor: Sekolah Pascasarjana .
Institut Pertanian Bogor.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan, dapat
ditarik
kesimpulan
daun
bahwa
katuk
mengandung karoten (pro-vitamin A) yang
tinggi sehingga pemberian daun katuk dalam
ransum
akan mampu
meningkatkan
kualitas
intensitas warna kuning telur, dan vitamin A
yang lebih tinggi .
DAFTAR PUSTAKA
AGUSTAL, A ., M . HARAPINI dan CHAIRUL . 1997 .
Analisis kandungan kimia ekstrak daun katuk
(Sauropus androgynus (L) Merr.) dengan
GCMS. Warta Tumbuhan Obat Indonesia 3
(3) :31-33
AisjAH, T. ABUN . 2002. Respon ransum yang
mengandung tepung daun katuk (Sauropus
androgynus) terhadap retensi nitrogen pada
broiler
umur
ayam
empat
minggu .
Laboratorium Nutrisi Ternak Unggas, Non
Ruminansia dan Industri Makanan Temak .
Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran .
Laporan DIKS Tahun 2001/2002 .
BALM BESAR INDUSTRI dan AGRO . 2004 . Hasil
analisis laboratorium
industri dan ago .
Departemen Perindustrian. Bogor .
BECKER,C .A and VAN DEN BRINK RCB . 1963 . Plants
of taxonomi . Journal Flora
Java 1 : 15-19.
of
BENDER, A .E . dan K.S . ISMAIL . 1975 . Nutritive value
and toxicity of Malaysian food . Sauropus
albicans. Plant Food Man 1 : 139-143 .
GERR, L .P ., A .A . CHIANG, R .S . LAI, S .M . CHEN and
C .J . TSENG . 1997 . Association of Sauropus
androgynus
and
Bronchilitis
obliterans
syndrome : A Hospital-Based Case Control
Study. American Journal of Epidemiology 145
(9) :842-849.
HIERONIMUS, B .S . 2003 . Tanaman katuk gampang
ditanam,
banyak
gunanya .
Artikel .
h ttp ://www. Tabloi d Nova . Com/articles .
Asp/id=567 . (21 Desember 2005) .
KUMAI, T .T ., M . HosiNo, T. HAYAKAWA and K.
HIGASHI . 1994. Papaverine inhibits bile acid
excretion in isolated perfused rat liver .
Hepatology. 20 : 692-699.
KUSNADI, E . 2004 . Peranan antanan (Centella
asiatica (L) Urban) dan vitamin C sebagai
penangkal cekaman panas ayam broiler dalam
ransum yang mengandung hidrolisat bulu
MALIK, A . 1997 . Tinjauan fitokimia, indikasi
penggunaan dan bioaktivitas daun katuk dan
buah trengguli.
Warta
Tumbuhan Obat
Indonesia 3 (3) : 39 .
PADMAVANTHI, P . 1990 . Nutritive value of Sauropus
androgynus leaves . Plant Foods for Human
Nutrition 40 : 107-113 .
PILIANG, W.G. 2001 . Efek pemberian daun katuk
(Sauropus androgynus)
dalam
ransum
terhadap kandungan kolesterol karkas dan
telur ayam lokal . Lembaga Penelitian IPB
Bekerjasama dengan Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian, Proyek ARMP 11 .
PILIANG W .G, A . SUPRAYOGI dan N . KUSUMORINI .
2003 . Vitamin A content in katuk leaves
(Sauropus androgynus L . Merr.) and its effect
in enhanging the performance of laying hens .
Improving
the
Vitamin
A
Status
of
Populations . Abstract XXI IVACG Meeting.
Marrakech, Morocco.
RAHAYU, P dan L . LEENAWATY . 2005 . Studi
lapangan kandungan klorofilin vivo beberapa
spesies tumbuhan hijau di Salatiga dan
sekitamya . Seminar Nasional MIPA . FMIPAUniversitas Indonesia Depok .
RISFAHERI, YULIANI S, dan ANGGRAENI . 1997 . Studi
pembuatan simplisia dan ekstrak kering daun
katuk. Warta Tumbuhan Obat Indonesia 3 (3) :
30.
SADI, N .H . 1983 . Katuk sebagai sumber karoten
dalam makanan tambahan anak-anak . Bogor .
Puslitbang Gizi.
SANTOSO, U . 2002 . Penggunaan ekstrak daun katuk
untuk meningkatkan efisiensi produksi dan
kualitas telur yang ramah lingkungan pada
ayam petelur . Laporan Penelitian. Direktorat
Pembinaan Penelitian dan Pengabdian Kepada
Masyarakat . Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi . Departemen Pendidikan Nasional .
Fakultas Pertanian . Universitas Bengkulu.
SANTOSO, U, T . SUTEKY, HERIYANTO, dan SUNARTI .
2002 . Pengaruh cara pemberian ekstrak daun
terhadap
katuk
(Sauropus androgynus)
penampilan
dan
kualitas
karkas
ayam
pedaging . JITV7 (3) : 144-149 .
SARDJIMAN .
1997 . Pengalaman serta kendala
pengelolaan dan pengolahan simplisia di
dalam industri jamu . Warta Tumbuhan Obat
Indonesia 3 (3): 4 .
371
Lokakarya Nasional Pengembangan Jejaring Litkaji Sistem Integrasi Tanaman - Ternak
SETYOWATI, F.M . 1997 . Arti katuk bagi masyarakat
dayak kenyah, Kalimantan Timur. The
Journal on Indonesian Medicine Plants 3 (3) :
54-55 .
SOEGIHARDJO,
CJ
U ., KOENSOEMARDIYAH dan S .
PRAMONO . 1997 . Sediaan katuk dan kontrol
kualitas. The Journal on Indonesian Medicine
Plants 3 (3) : 58 .
SUBEKTI, S . 2007 . Senyawa fitosterol dalam daun
katuk (Sauropus androg nus L. Merr .) dan
pengaruhnya pada fungsi reproduksi puyuh .
Disertasi .
Sekolah
Pascasarjana :
Institut
Pertanian Bogor.
SUPRAYOGI, A. 2000 . Studies on the biological
effect of Sauropus andrognus (L .) Merr. :
Effects
on
milk production
and
the
possibilities of induced pulmonary disorder in
lactating sheep . George-August, Universitat
Gottingen Institut fur Tierphysiologie and
Tierernahrung .
3 72
WIRADIMADJA, R . 2007 . Dinamika status kolesterol
pada puyuh
Jepang
(Coturnix coturnix
Japonica) yang diberi daun katuk (Sauropus
androgmus L .Merr .) dalam ransum. Disertasi.
Sekolah
Pascasarjana :
Institut
Pertanian
Bogor .
WURYANINGSIH LE, E .M . DAYANG dan S . WIDAYAT.
1997 . Uji teratogenik infusa daun katuk pada
mencit
hamil.
Warta
Tumbuhan Obat
Indonesia 3 (3) : 50-51 .
YULIANI, S, T. MARWATI, dan B .S . SEMBIRING . 1997.
Uji tingkat kesukaan panelis terhadap pewama
luau ekstrak daun katuk. Warta Tumbuhan
Obat Indonesia 3 (3) : 51-52 .
YULIANTI S, dan T . MARwATI . 1997 . Tinjauan katuk
sebagai bahan makanan tambahan yang
bergizi. Warta Tumbuhan Obat Indonesia 3 :
(3) : 54 .
YULIANI S, dan M . HASANAH . 2000. Peluang
pengembangan katuk (Sauropus androgynus
L. Merr .) sebagai pelancar ASI . Warta
Puslitbangtri 6 (1) : 43 .
Download