implementasi standar prosedur operasi pengaturan dan pelayanan

advertisement
IMPLEMENTASI STANDAR PROSEDUR OPERASI PENGATURAN
DAN PELAYANAN PENDAFTARAN TANAH PERTAMA KALI
BERDASARKAN KEPUTUSAN KEPALA BADAN PERTANAHAN
NASIONAL NOMOR 1 TAHUN 2005 DI KANTOR PERTANAHAN
KABUPATEN NGAWI
TESIS
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Magister
Program Studi Ilmu Hukum
Minat Utama : Hukum Kebijakan Publik
Oleh:
SUKARNI
NIM: S 310907021
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2008
IMPLEMENTASI STANDAR PROSEDUR OPERASI PENGATURAN
DAN PELAYANAN PENDAFTARAN TANAH PERTAMA KALI
BERDASARKAN KEPUTUSAN KEPALA BADAN PERTANAHAN
NASIONAL NOMOR 1 TAHUN 2005 DI KANTOR PERTANAHAN
KABUPATEN NGAWI
TESIS
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Magister
Program Studi Ilmu Hukum
Minat Utama : Hukum Kebijakan Publik
Oleh:
SUKARNI
NIM: S 310907021
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2008
i
IMPLEMENTASI STANDAR PROSEDUR OPERASI PENGATURAN
DAN PELAYANAN PENDAFTARAN TANAH PERTAMA KALI
BERDASARKAN KEPUTUSAN KEPALA BADAN PERTANAHAN
NASIONAL NOMOR 1 TAHUN 2005 DI KANTOR PERTANAHAN
KABUPATEN NGAWI
Disusun Oleh:
SUKARNI
NIM: S 310907021
Telah disetujui oleh Tim Pembimbing
Jabatan
Nama
Tanda Tangan
Tanggal
Pembimbing I
Prof. Dr. Adi Sulistiyono, S.H, M.H.
NIP. 131 793 333
………………..
……………..
Pembimbing II
Dr. S u p a n t o, S.H, MHum.
NIP. 131 568 794
………………..
……………..
Mengetahui
Ketua Program Ilmu Hukum
Prof. Dr. H. Setiono, S.H, MS
NIP. 130 345 735
ii
IMPLEMENTASI STANDAR PROSEDUR OPERASI PENGATURAN
DAN PELAYANAN PENDAFTARAN TANAH PERTAMA KALI
BERDASARKAN KEPUTUSAN KEPALA BADAN PERTANAHAN
NASIONAL NOMOR 1 TAHUN 2005 DI KANTOR PERTANAHAN
KABUPATEN NGAWI
Disusun Oleh:
SUKARNI
NIM: S 310907021
Telah disetujui oleh Tim Penguji
Jabatan
Nama
Tanda Tangan
Tanggal
Ketua
Prof. Dr. H. Setiono, S.H, MS
………………..
……………..
Sekretaris
Dr. Hartiwiningsih, S.H,M.H.
………………..
……………..
Aggota Penguji
1.. Prof. Dr.Adi Sulistiyono, S.H, M.H. ………………. ……………..
2. Dr.Supanto,S.H. MHum.
……………….. …………….
Mengetahui
Ketua Program
Ilmu Hukum
Prof. Dr. H. Setiono, S.H, MS
NIP. 130 345 735
……………….. …………….
Direktur Program
Pasca Sarjana
Prof.Drs.Suranto,MSc.Ph.D.
NIP. 131 472 192
………………. …………….
iii
MOTTO :
BERSAMA KESULITAN ADA KEMUDAHAN
(DR. ‘Aidh al – Qarni )
Kupersembahkan kepada:
1. Ayah dan Ibundaku tercinta (Alm )
2. Istriku dan Anakku tersayang
3. Almamaterku
iv
PERNYATAAN
Nama
: SUKARNI
NIM
: S 310907021
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis berjudul
Implementasi
Standar Prosedur Operasi Pengaturan Dan Pelayanan Pendaftaran
Tanah Pertama Kali Berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional
Nomor 1 Tahun 2005 Di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi adalah betul – betul
karya sendiri.Hal – hal yang bukan karya saya dalam tesis ini diberi tanda citasi dan
ditunjukkan dalam daftar pustaka.Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya
tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan tesis dan
gelar yang saya peroleh dari tesis ini.
Surakarta,
-
- 2008
Yang membuat pernyataan
SUKARNI
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Alloh SWT yang telah melimpahkan
berkah, rahmat, dan hidayah - NYA, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan
tesis
yang
berjudul
IMPLEMENTASI
PENGATURAN DAN
KALI
STANDAR
PROSEDUR
OPERASI
PELAYANAN PENDAFTARAN TANAH PERTAMA
BERDASARKAN KEPUTUSAN KEPALA BADAN PERTANAHAN
NASIONAL
NOMOR
1
TAHUN
2005
DI
KANTOR
PERTANAHAN
KABUPATEN NGAWI. Tesis ini ditulis untuk melengkapi sebagian persyaratan guna
mendapatkan Gelar Magister Hukum pada Program Studi Ilmu Hukum Minat Utama
Hukum Kebijakan Publik Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini
dapat selesai atas bantuan dari
berbagai pihak yang telah membantu dan memberikan sumbangan pemikiran,petunjuk
dan saran yang berguna dan bermanfaat dalam penulisan tesis ini.Untuk itu Penulis
menyampaikan ucapan terima kasih yang sedalam – dalamnya kepada:
1. Prof. Dr. dr. Much.Syamsulhadi,Sp.Kj, selaku Rektor Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
2. Prof. Dr. H. Setiono, SH.MS selaku Ketua Program Studi Ilmu Hukum Pascasarjana
Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan semangat dan
menggugah pikiran penulis untuk segera menyelesaikan pembuatan tesis ini.
3. Prof. Dr. Adi Sulistiyono, SH. MH, selaku Dosen Pembimbing I dalam penulisan tesis
ini, atas bimbingan serta arahannya.
vi
4. Dr. Supanto, SH. Mhum, selaku Dosen Pembimbing II dalam penulisan tesis ini, atas
bimbingan, dorongan serta arahannya .
5.
Dr. Hartiwiningsih, SH. Mhum, selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum
Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret.
6.
Dosen – dosen yang dengan penuh dedikasi dan kepakarannya telah memberikan
pelajaran, wawasan dansikap keilmuan pada umumnya dan khususnya dalam ilmu
hukum.
7. Para karyawan dan karyawati tata usaha Program Studi Ilmu Hukum Program
Pascasarjana
Universitas Sebelas Maret Surakarta yang dengan
ramah selalu
melayani segala keperluan penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
8.
Bapak Drs.H.Djoko Suprapto, selaku Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi,
yang telah memberikan kesempatan dan waktu kepada penulis untuk mengadakan
penelitian di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi.
9.
Kepada para karyawan dan karyawati Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi atas
bantuan koordinasi dalam penyelesaian penulisan tesis ini.
10. Kepada Pak Wawan, Ibu Dyah dan Ibu Ildiastuti selaku Notaris/PPAT di Wilayah
Kabupaten Ngawi, serta Camat selaku PPAT Sementara dan Kepala Desa/Kelurahan
beserta Petugas Pembantu PPAT yang telah membantu penulis dalam pelaksanaan
penelitian dalam penulisan tesis ini.
Penulis mohon maaf kepada pihak – pihak yang tidak dapat disebutkan satu
persatu, semoga amal baik bapak/Ibu,Saudara dan teman – teman mendapat ridlo dari
Alloh,SWT amin.
vii
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tesis ini jauh dari sempurna, untuk
itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi
terwujudnya hasil yang lebih baik.
Surakarta,
Penulis
SUKARNI
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ………….…………………………………….....i
PERSETUJUAN TIM PEMBIMBING....................................................ii
PERSETUJUAN TIM PENGUJI......................………………………....iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN...........................................................iv
PERNYATAAN............................................................………………....v
KATA PENGANTAR..............................................................................vi
DAFTAR ISI............................................................................................ix
DAFTAR TABEL..................................................................................xiii
DAFTAR LAMPIRAN..........................................................................xiv
ABSTRAK..............................................................................................xv
ABSTRACT...........................................................................................xvi
BAB I
: PENDAHULUAN........................................................1
A. Latar Belakang Masalah...........................................1
B. Perumusan Masalah.................................................8
C. Tujuan Penelitian.....................................................9
D. Manfaat Penelitian.................................................10
ix
BAB
II
: LANDASAN TEORI...................................................12
A. Kajian Teori..........................................................12
1. Teori Kebijakan Publik....................................12
2. Hubungan Hukum dan Kebijakan Publik........13
3. Implementasi Kebijakan..................................15
4. Teori Bekerjanya Hukum................................18
5. Kebijakan Pengaturan Pertanahan di
Indonesia........................................................21
B. Implementasi Hukum Di Bidang Pertanahan......23
C. Tugas dan Wewenang Badan Pertanahan Nasional
Republik Indonesia Dalam Kebijakan Pertanahan
Di Bidang Pendaftaran Tanah..............................31
D. Kerangka Berpikir.................................................38
BAB III
: METODE PENELITIAN............................................41
A. Waktu Dan Lokasi Penelitian................................41
B. Jenis Penelitian..................................................... 42
C. Jenis Data.............................................................42
D. Sumber Data..........................................................45
E. Tehnik Pengumpulan Data....................................48
F. Tehnik Analisa Data..............................................49
BAB IV
: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN..........52
A. Hasil Penelitian......................................................52
1. Deskripsi Obyek Penelitian Kantor Pertanahan
Kabupaten Ngawi..............................................52
x
2. Implementasi Standar Prosedur
Operasi
Pegaturan dan Pelayanan Pendaftaran Tanah
Pertama Kali di
Kantor
Pertanahan
Kabupaten Ngawi................................................70
3. Kendala - kendala Dalam Pelaksanaan
SPOPP
Pendaftaran Tanah Pertama Kali Di Kantor
Pertanahan Kabupaten Ngawi..........................103
B. PEMBAHASAN......................................................133
1. Implementasi Standar Prosedur Dan Pelayanan
Sertipikasi Hak Atas Tanah Untuk Pendaftaran
Tanah Pertama Kali Belum Dapat Dilaksanakan
Secara Baik Di Kantor Pertanahan Kabupaten
Ngawi ................................................................133
2. Kendala – kendala Dalam Pelaksanaan SPOPP
Pendaftaran Tanah Pertama Kali Di Kantor
Pertanahan Kabupaten Ngawi.............................155
3.. Solusi yang Dilaksanakan Dalam Mengatasi
Kendala Dalam Pelaksanaan SPOPP Pendaftaran
Tanah Pertama
Kali di Kantor Pertanahan
Kabupaten Ngawi..............................................162
xi
BAB V
: PENUTUP.....................................................................165
A. Kesimpulan..............................................................165
B. Implikasi..................................................................168
C. Saran – saran............................................................170
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Jumlah Pegawai Negeri Sipil Berdasarkan Golongan di
Lingkungan Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi................................67
Tabel 2. Jumlah Pegawai Berdasarkaan Pendidikan di Lingkungan
Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi...................................................68
Tabel 3.
Penerbitan Sertipikat Permohonan Tanah Negara.................................77
Tabel 4. Penerbitan Sertipikat Berdasarkan Permohonan Pengajuan
Tanah Adat...........................................................................................83
Tabel 5. Penerbitan Sertipikat Berdasarkan Pengajuan Pendaftaran
Tanah Pertama Kali secara Sporadis...................................................101
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
1. Struktur Organisasi Kantor Pertanahan kabupaten Ngawi.
Lampiran
2.
Realisasi Fisik dan Keuangan Pelaksanaan Kegiatan Periode Januari
sampai dengan Desember 2008.
Lampiran 3. Sarana dan prasarana yang ada di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi.
Lampiran 4. Skema Pengajuan Permohonan Tanah Negara.
Lampiran 5. Skema Pelayanan Pengajuan Tanah Adat.
Lampiran 6. Daftar Pertanyaan/Wawancara.
Lampiran 7. Peta Dasar Kabupaten Ngawi.
Lampiran
8. Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2005
tentang
Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan Di
Lingkungan Badan Pertanahan Nasional.
Lampiran
9. Penyampaian Keputusan Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun
2005.
Lampiran 10. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor
6 Tahun 2008 tentang Penyederhanaan dan Percepatan Standar Prosedur
Operasi Pengaturan dan Pelayanan Pertanahan Untuk Jenis Pelayanan
Pertanahan Tertentu.
Lampiran 11. Peyampaian Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik
Indonesia Nomor 6 Tahun 2008
xiv
ABSTRAK
Sukarni, S 310907021. 2007. Implementasi Standar Prosedur Operasi Pengaturan
Dan Pelayanan Pendaftaran Tanah Pertama Kali Berdasarkan Keputusan Kepala
Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2005 Di Kantor Pertanahan Kabupaten
Ngawi. Tesis : Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Pelaksanaan pendaftaran tanah di Indonesia untuk memberikan kepastian hukum
dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas bidang tanah,menyediakan informasi
kepada pihak yang berkepentingan termasuk Pemerintah agar dengan mudah dapat
memperoleh data yang diperlukan dalam perbuatan hukum dan terselenggaranya tertib
administrasi pertanahan.Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi sebagai instansi yang
memberikan pelayanan di bidang pertanahan,dalam pelayanan pendaftaran tanah pertama
kali pelaksanaannya belum dapat dilaksanakan sesuai dengan Keputusan Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2005 tentang Standar Prosedur Operasi Pengaturan
dan Pelayanan di Lingkungan Badan Pertanahan Nasional.
Penelitian ini untuk mengetahui dan mengidentifikasi pelaksanaan Standar Prosedur
Operasi Pengaturan dan Pelayanan pendaftaran tanah pertama kali belum dapat
dilaksanakan dengan baik di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi,untuk mengetahui
faktor yang menjadi kendala serta solusi untuk mengatasi kendala yang ada.
Penulis menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif. Pendekatan sosiologis
hukum atau non doktrinal ,mempergunakan konsep hukum yang ke lima yaitu hukum
adalah manifestasi makna – makna simbolik para perilaku sosial sebagai tampak dalam
interaksi antar mereka.Tehnik pengumpulan data melalui observasi,wawancara dan
dokumentasi.Pemilihan sampel dengan menggunakan tehnik purposive sampling.Analisis
datanya menggunakan metode kualitatif.
Hasil penelitian disimpulkan bahwa pelaksanaan Standar Prosedur Operasi
Pengaturan dan Pelayanan,khususnya pelayanan untuk pendaftaran tanah pertama kali di
Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi belum dapat dilaksanakan dengan baik karena: a.
Hukum/undang-undang dan peraturannya belum dilaksanakan dengan baik karena tidak
ada sanksi yang tegas,b.Penegak hukum,belum melaksanakan tugasnya belum baik,c.
Sarana/fasilitas pendukung masih kurang dan terbatas,d.Tuntutan percepatan pelayanan
dari masyarakat belum dilaksanakan dengan baik,e.Budaya hukum yang masih sulit
untuk merubah pola kinerja dalam pemberian pelayanan di bidang pertanahan.
Kendalanya meliputi: a.Kurang pahamnya aparat terhadap hukum/ undang-undang, b.
Pelaksanaan penerapan peraturan oleh penegak hukum belum dilaksanakan,
c.Sarana/fasilitas pendukung yang masih sangat terbatas,d.Kurang siapnya aparat
pertanahan terhadap tuntutan percepatan pelayanan pertanahan dari masyarakat,e.Budaya
hukum,masih terdapatnya pola lama dalam pemberian pelayanan yang sulit dihilangkan.
Solusinya: a.Pemahaman hukum/ undang-undang, peraturan yang berlaku,b.Penegak
Hukum diharapkan untuk bekerja dengan baik, c.Sarana/fasilitas pendukung
dipenuhi,d.Terpenuhinya tuntutan masyarakat dalam peningkatan pelayanan
pertanahan,e.Budaya hukum,perubahan pola kerja dalam pemberian pelayanan yang lebih
baik.
xv
ABSTRACT
Sukarni, S 310907021. 2007.Implementation of Standart Operation of Regulation
and Services Procedure in The First Registration Land On The National Standart
Decision Number 1, 2005 In Land Office Ngawi Regency.Thesis: Post Graduate Program
of Sebelas Maret University Surakarta.
The registration act of land in Indonesia for giving rule of law and protection of law
to the right holder of the land,provide information to the Importance including
goverment in order to get data easily in law action and doing administration of land in
order.The office land Ngawi regency as institution that giving services in land part,in the
case is registration service has not been able to be done yet suitable with the national
standart decision number 1, 2005 about operation of regulation and services
procedure,especially services of the first registration.
The research for knowing and identification of standart operation of regulation and
services procedure the first registration land has not been able to do well yet in the land
office and for knowing what factor that has been handscape in acting of standart
operation of regulation and services procedure for the first time in land office Ngawi
regency, and perceiving the obstacles along with the solutions done to handle.
The writer used methode descritive research kualitative.Sociologic approach law or
non doctrinal, law concept that writer usinglaw is meaning manifestation symbolic
meaning of social attitude as appear in interaction between them.The data collecting
technic by observation,interview and documentation.Choosing of samples with a
sampling purposive technique.The data analyss is processed by qualitative method.
The result of the research has been done that standard operation of regulationand
services procedure acting for the first time registratin in land office Ngawi regency has
not been able to do well yet because a. Law/regulation and rules are not conducted with
good and there is no punishment.b. Law upholders haven’t walked with good to
job.c.Very lack of supporting instruments/facilities, d.Citizens wish for the acceleration
of service haven’t do with good.e. Legal culture finds difficulties to change the classic
traditional into the new traditional to service in land. The obstacle include:a.Lack of
law/regulation understanding,b.Implementation of regulation haven’t do by law up
holder,c.Not maximum number of using instrument/facilities,d.Not prepare of land job to
citizens wish for the acceleration of service,e. Legal culture finds difficulties to change
the classic traditional into the new to service.The solutions are:a.Maximal the
law/regulatin understanding,b. Demand law upholder work to do with very good,c.
Provide the supporting instrument/facilities.d. To be fulling Citizens wish for the
acceleration of service in land,e. Legal culture finds to change the classic traditional into
the new to service in land with good.
xvi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam era pembangunan dewasa ini ,arti dan fungsi tanah
Indonesia tidak hanya menyangkut kepentingan
bagi negara
ekonomi semata, tetapi juga
mencangkup aspek sosial dan politik serta aspek pertahanan keamanan. Kenyataan
menunjukkan semakin meningkatnya kebutuhan akan tanah untuk pembangunan,
maka corak hidup dan kehidupan masyarakat baik di pedesaan maupun di perkotaaan
menjadi lain.
Adanya perubahan sikap yang demikian dapat dimaklumi karena tanah bagi
masyarakat Indonesia merupakan sumber kemakmuran dan juga kesejahteraan dalam
kehidupan.Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tanah bagi masyarakat Indonesia
merupakan salah satu
hal yang amat
penting guna menjamin kelangsungan
hidupnya. Menyadari akan fungsi tersebut maka pemerintah berusaha meningkatkan
pengelolaan, pengaturan dan pengurusan di bidang pertanahan yang menjadi sumber
kemakmuran dan kesejahteraan sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku.
Di dalam Pasal 33 ayat ( 3 ) Undang – Undang Dasar 1945 telah digariskan
bahwa bumi,air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dipergunakan
untuk sebesar – besar kemakmuran rakyat.Undang – Undang Pokok Agraria, sebagai
peraturan dasar
yang menjadi acuan dari
keberadaan
berbagai peraturan
perundangan bidang pertanahan juga mengakui prinsip – prinsip yang menggariskan
bahwa negara menjamin hak – hak masyarakat atas tanahnya dan memberikan
pengakuan atas hak – hak atas tanah yang ada di masyarakat.
Negara Republik Indonesia dalam rangka
untuk
menyelenggarakan
kesejahteraan umum bagi warganya dalam hal ini melindungi hak – hak warga
negara atas tanahnya, maka dikeluarkannya TAP MPR RI No. IX/MPR/2001 tentang
Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam, yang dilaksanakan oleh
Pemerintah karena didalamnya diamanatkan kepada Pemerintah untuk melakukan
berbagai
hal
baik
menyangkut
upaya
penataan,penguasaan,pemilikan,penggunaan,peruntukkan, dan penyediaan tanah yang
semuannya diletakkan dalam kerangka membangun kesejahteraan rakyat secara
berkelanjutan.Peningkatan kesejahteraan rakyat juga diatur dalam Peraturan Presiden
Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Tahun 2004
– 2009.Terciptanya kesejahteraan rakyat adalah salah satu tujuan utama pendirian
negara Republik Indonesia. Sejahtera merupakan keadaan sentosa dan makmur yang
diartikan sebagai keadaan yang berkecukupan atau tidak kekurangan, yang tiadak saja
memiliki dimensi fisik atau materi tetapi juga dimensi rohani. Hal ini juga terkait
dalam
hal
yang
menyangkut
upaya
penataan,penguasaan,pemilikan,penggunaan,peruntukkan, dan penyediaan tanah yang
semuannya diletakkan dalam kerangka membangun kesejahteraan rakyat secara
berkelanjutan
Untuk mengatur tanah – tanah yang ada di Indonesia ini, pemerintah telah
mengeluarkan Undang – Undang yaitu Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1960
tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agraria ( UUPA ) yang dikeluarkan pada
tanggal 24 September 1960. Ketentuan lebih lanjut mengenai Undang – Undang
Pokok Agraria ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang
Pendaftaran Tanah. Dalam Pasal 19 ayat (1) dan ayat (2) Undang – Undang Pokok
Agraria (UUPA) disebutkan :
(1). Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah
di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan – ketentuan yang
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(2). Pendaftaran tersebut dalam ayat (1) pasal ini meliputi:
a. pengukuran, perpetaan dan pembukuan tanah;
b. pendaftaran hak – hak atas tanah dan peralihan hak – hak tersebut;
c.
pemberian surat – surat tanda bukti hak , yang berlaku sebagai alat
pembuktian yang kuat.
Pendaftaran tanah
merupakan
rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
Pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi
pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan data fisik
dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang – bidang tanah
dan satuan – satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi
bidang – bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun
serta hak – hak tertentu yang membebaninya.
Dengan pendaftaran hak atas tanah berarti
pihak yang mendaftar akan
mengetahui subyek atas tanah dan obyek hak atas tanah yaitu mengenai orang yang
menjadi pemegang hak atas tanah itu, letak tanahnya, batas – batas tanahnya serta
luas tanahnya. Hasil akhir dari pendaftaran hak atas tanah ini dinamakan sertifikat
tanah.Untuk mewujudkan harapan – harapan yang ingin dicapai sebagaimana yang
telah ditetapkan pada kebijaksanaan catur tertib bidang pertanahan, maka dalam
kenyataan praktek sehari – hari pada kantor pertanahan sebagai institusi pemerintah
yang berwenang mengatur dan mengeluarkan sertifikat tanah, dalam menjalankan
dan melaksanakan tugasya sehari – hari tidak luput dari perhatian publik berkaitan
dengan kualitas pelayanan yang mereka berikan bagi masyarakat yang menggunakan
jasanya.
Permasalahan dalam pelayanan tersebut memiliki dimensi yang sangat luas
dengan aneka ragam corak pelaksanaan di berbagai keadaan. Barangkali jika kita
mampu mengukur kondisi kualitas pelayanan publik , dalam hal ini tentunya bukan
hanya pada kantor pertanahan saja tetapi pada setiap instansi pemerintah yang secara
langsung memberikan pelayanan publik yang berlaku dilingkungan masing – masing,
Menurut Moenir (1995:86) bahwa Fungsi perkantoran secara umum adalah
sebagai pusat pemikiran, pusat administrasi atau pelayanan dan pusat data dan
informasi.Dengan fungsi demikian itu maka perkantoran berperan besar dalam
membantu proses pencapaian tujuan organisasi.
Dalam pelaksanaan administrasi perkantoran
mempunyai hubungan erat
dengan pelayanan timbal balik. Ketertiban dan kelancaran dalam bagian administrasi
perkantoran dalam pelaksanaan pelayanan akan berpengaruh terhadap ketertiban dan
kelancaran pelayanan yang dampaknya adalah kepuasan dari para penerima layanan.
Sehubungan dengan hal tersebut, kantor pertanahan
merupakan salah satu
instansi pemerintah yang menyelenggarakan kegiatan berupa pelayanan publik. Di
dalam pelayanan publik dilaksanakan segala kegiatan pelayanan yang dilakukan
oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya
pemenuhan kebutuhan
penerimaan pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundang –
undangan. Dalam setiap penyelenggara pelayanan publik harus memiliki standar
pelayanan sebagai jaminan adanya kepastian bagi penerima pelayanan. Di dalam
pelayanan publik standar pelayanan merupakan ukuran yang dibakukan dalam
penyelenggaraan pelayanan publik yang wajib ditaati
oleh pemberi dan atau
penerima pelayanan. Adapun hal – hal yang harus diatur dalam pelayanan publik
minimal mencangkup: prosedur pelayanan baik bagi pemberi maupun penerima
layanan, waktu penyelesaian sejak saat pengajuan permohonan sampai penyelesaian
termasuk pengaduan, biaya penyelesaian termasuk rinciannya, produk pelayanan
yang diberikan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan, penyediaan sarana dan
prasarana penunjang dalam pemberian pelayanan dan kompetensi petugas pemberi
pelayanan yang didasarkan atas keahlian, ketrampilan, sikap dan perilaku yang
dibutuhkan.
Namun dalam kenyataannya, di dalam masyarakat sering kita dengar adanya
keluhan – keluhan dan pengaduan dari masyarakat baik secara langsung maupun
melalui
media massa
yang menyatakan bahwa
pelaksanaaan
pengurusan
pensertipikatan tanah sangat sulit, berbelit – belit , membutuhkan waktu yang lama
dan biayanya mahal.Hal ini sangat sering kita dengar dan kita temui
dalam
kehidupan masyarakat kita.
Untuk mengatasi adanya permasalahan – permasalahan
dalam pelayanan
pertanahan tersebut, maka oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional
Indonesia
Republik
dikeluarkan adanya Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional
Nomor 1 Tahun 2005 tentang Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan
Di Lingkungan Badan Pertanahan Nasional.Dalam perkembangannya saat ini oleh
Kepala
Badan
Pertanahan
Nasional
Republik Indonesia juga dikeluarkan
Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 6 Tahun
2008 tentang Penyederhanaan Dan Percepatan Standar Prosedur Operasi Pengaturan
Dan Pelayanan Pertanahan Untuk Jenis Pelayanan Pertanahan Tertentu.Pelayanan
pertanahan tertentu yang dimaksud untuk tanah – tanah yang telah terdaftar atau
bersertipikat meliputi Pemeriksaan (pengecekan) sertipikat, Peralihan hak jual beli,
Peralihan hak pewarisan, Peralihan hak hibah, Peralihan hak tukar menukar,Peralihan
hak pembagian hak bersama,Hak tanggungan, Hapusnya hak tanggungan roya,
Pemecahan sertipikat perorangan,Pemisahan sertipikat perorangan,Penggabungan
sertipikat perorangan,Perubahan hak milik untuk rumah tinggal dengan ganti blanko,
Perubahan hak milik untuk rumah tinggal tanpa ganti blanko dan Ganti nama.
Dengan dikeluarkannya keputusan ini untuk dipergunakan sebagai pedoman bagi
instansi
dalam hal ini kantor pertanahan dalam menyelenggarakan kegiatan
pelayanan kepada masyarakat.Pelayanan
adalah
suatu bentuk kegiatan yang
dilaksanakan oleh instansi Pemerintah baik di pusat dan daerah dalam bentuk
barang,jasa dalam rangka pemenuhan kebutuhan masyarakat sesuai peraturan
perundang – undangan yang berlaku.
Tujuan suatu pelayanan adalah memuaskan dan atau sesuai dengan keinginan
pelanggan.Untuk itu diperlukan kualitas pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan
dan atau keinginan pelanggan.Pada dasarnya ada 2 (dua) bentuk pelayanan dalam
Badan Pertanahan Nasional yaitu pelayanan eksternal kepada masyarakat umum dan
pelayanan internal di dalam organisasi Badan Pertanahan Nasional sendiri. Badan
Pertanahan Nasional merupakan lembaga pemerintahan non departemen yang salah
satu tugasnya adalah memberikan pelayanan pertanahan kepada masyarakat untuk
menciptakan
kepastian
hukum
di
dalam penguasaan
dan pemilikan tanah.
Sehubungan dengan hal tersebut sejalan dengan tuntutan Good Governance perlu
diciptakan kepastian hukum,partisipasi,transparansi dan akuntabilitas di dalam tiap –
tiap kegiatan pelayanan dalam rangka membangun kepercayaan masyarakat (trust
building) kepada Badan Pertanahan Nasional.
Dalam pelaksanaan kegiatan
pelayanan pertanahan
di Kantor Pertanahan
Kabupaten Ngawi juga berpedoman pada Keputusan Kepala Badan Pertanahan
Nasional
Nomor 1 Tahun 2005 tersebut, namun dari pelaksanaan keputusan
tersebut salah satunya yaitu dalam pelayanan pendaftaran tanah untuk pertama kali
untuk pelaksanaan kegiatannya belum dapat dilaksanakan dengan baik sesuai dengan
ketentuan yang telah diatur dalam keputusan tersebut dalam jangka waktu
penyelesaiannya. Seperti adanya keluhan
dari warga masyarakat pengguna jasa
Kantor Badan Pertanahan Nasional, yang dikutip dari surat kabar Ngawi Post Edisi
Mei 2008, sebagai berikut: “ Puluhan warga tiga dusun Pocol,Gatak, dan Keleleng di
Desa Kletekan, Kecamatan
Jogorogo resah.Pasalnya bertahun – tahun
ngurus
sertifikat tanah tidak kelar – kelar”.
Dengan berdasarkan pada permasalahan yang ada, yang berkaitan dengan
pelaksanaan kegiatan pendaftaran tanah pertama kali yang belum dapat dilaksanakan
dengan baik di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi, maka penulis
melakukan penelitian
Pengaturan
dengan tema Implementasi
Standar Prosedur Operasi
Pengaturan Dan Pelayanan Pendaftaran Tanah
Pertama Kali
Berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun
2005 Di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi.
B. Perumusan Masalah
Untuk mencapai tujuan penelitian dan permasalahan yang akan dibahas agar
lebih terarah perlu dilakukan identifikasi terhadap permasalahan yang akan diteliti
dan dibahas, sehubungan dengan hal tersebut, penulis dapat memfokuskan diri pada
permasalahan yang akan dibahas dan tidak menyimpang dari permasalahan yang
ada.Sesuai dengan latar belakang masalah tersebut, penulis merumuskan masalah
sebagai berikut:
1. Mengapa Implementasi Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan
Pendaftaran Tanah Pertama Kali berdasarkan Keputusan
Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2005 belum dapat dilaksanakan secara baik
di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi?
2. Faktor – faktor apakah yang menjadi kendala dalam pelaksanaan Standar
Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan Pendaftaran Tanah Pertama Kali
berdasarkan
Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun
2005 di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi?
3.
Solusi apakah yang dilakukan untuk mengatasi kendala dalam
pelaksanaan
Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan Pendaftaran Tanah Pertama
Kali berdasarkan
Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1
Tahun 2005 di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi?
C. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui dan mengidentifikasi Implementasi Standar Prosedur Operasi
Pengaturan dan Pelayanan Pendaftaran Tanah Pertama Kali sesuai Keputusan
Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2005 belum dapat
dilaksanakan secara baik di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi.
2. Untuk mengetahui dan mengidentifikasi faktor
- faktor apa yang menjadi
kendala dalam pelaksanaan Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan
Pendaftaran Tanah Pertama Kali berdasarkan Keputusan
Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2005 di Kantor Pertanahan Kabupaten
Ngawi.
3. Untuk mengetahui solusi yang dilakukan dalam mengatasi kendala – kendala
yang ada dalam pelaksanaan Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan
Pendaftaran Tanah Pertama Kali berdasarkan Keputusan
Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2005 di Kantor Pertanahan Kabupaten
Ngawi.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian dalam penulisan tesis ini adalah sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
a. Dapat digunakan sebagai sumbangan pemikiran atau memberikan solusi bagi
pemecahan masalah yang timbul dalam pelaksanaan Pelayanan Pendaftaran
Tanah Pertama Kali sesuai Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional
Nomor 1 Tahun 2005 yang belum dapat dilaksanakan secara baik di Kantor
Pertanahan Kabupaten Ngawi.
b. Dapat menyumbangkan pengetahuan dan pemikiran yang bermanfaat di
bidang ilmu hukum, khususnya konsentrasi hukum kebijakan publik dalam
menentukan kebijakan yang berkaitan dengan pelaksanaan pelayanan
pendaftaran tanah.
2. Manfaat Praktis
a. Diharapkan hasil penelitian ini dapat lebih meningkatkan
pelaksanaan
pelayanan pendaftaran tanah pada kantor pertanahan.
b. Diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dan masukan dalam rangka
pelaksanaan pelayanan pendaftaran tanah pada kantor pertanahan.
c. Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan dan referensi
bagi penelitian berikutnya.
BAB. II
LANDASAN TEORI
A. Kajian Teori
1. Teori Kebijakan Publik
Kebijakan Pemerintah atau sering juga diterjemahkan sebagai kebijakan publik
memiliki berbagai macam arti. Para ahli memberikan pengertian berbeda – beda
mengenai kebijaksanaan
pemerintah ini, menurut Thomas R.Dye (dalam Esmi
Warassih, 2005: 131) mendefinisikan bahwa
public
policy
is
whatever
goverments choose to do or not to do ( kebijakan publik sebagai pilihan tindakan
apapun yang dilakukan atau tidak ingin dilakukan oleh pemerintah ). Menurut Harold
D.Laswell,Carl J. Frederick dan David Easton yang dikutip oleh Setiono (2007 : 1-2)
sebagai berikut:
1. Harold D.Laswell mengemukakan bahwa kebijakan publik adalah suatu program
pencapaian tujuan, nilai –nilai dan praktek – praktek yang terarah.
2. Carl J. Frederick mengemukakan bahwa kebijakan publik adalah serangkaian
tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu
lingkungan tertentu dengan menunjukkan
hambatan – hambatan
dan
kesempatan – kesempatan terhadap pelaksanaan kebijakan tersebut dalam
rangka mencapai tujuan tertentu.
3.
David Easton mengemukakan bahwa kebijakan publik adalah sebuah proses
pengalokasian nilai – nilai secara paksa kepada seluruh masyarakat yang
dibebankan oleh lembaga yang berwenang seperti pemerintah.
Menurut Anderson dan Dye (dalam Solichin Abdul Wahab,1997:12-13) ada 3
(tiga) alasan mempelajari kebijakan negara yaitu:
Pertama, dilihat dari sudut ilmiah, kebijakan negara dipelajari dengan maksud
untuk memperoleh pengetahuan yang lebih mendalam mengenai hakikat dan asal
mula
kebijakan
negara,
berikut
proses
–
proses
yang
mengantarkan
perkembangannya serta akibat – akibatnya pada masyarakat.Kedua, dilihat dari
sudut alasan professional, maka studi kebijakan negara
dimaksudkan untuk
menerapkan pengetahuan ilmiah di bidang kebijakan negara guna memecahkan
masalah – masalah sosial sehari – hari.Sehubungan dengan ini, terkandung suatu
pemikiran tentang faktor – faktor yang membentuk kebijakan negara, katau akibat –
akibat yang ditimbulkan oleh kebijakan tertentu, maka perlu dipertimbangkan
bagaimana individu, kelompok atau pemerintah dapat bertindak guna mencapai
tujuan mereka.Ketiga, dilihat dari sudut alasan politis, maka mempelajari kebijakan
negara pada dasarnya dimaksudkan agar pemerintah dapat menempuh kebijakan
yang tepat, guna mencapai
tujuan
yang tepat pula.Dengan kata lain, studi
kebijakan negara dalam hal ini dimaksudkan untuk menyempurnakan kebijakan
negara yang dibuat oleh pemerintah.
Definisi tentang kebijakan tidak ada pendapat yang tunggal, tetapi menurut
konsep demokrasi modern kebijakan negara tidaklah hanya berisi cetusan pikiran
atau pendapat para pejabat yang mewakili rakyat, tetapi opini publik juga
mempunyai porsi yang sama besarnya untuk diisikan dalam kebijakan negara.
2. Hubungan Hukum dan Kebijakan Publik
Hubungan hukum dan kebijakan publik mempunyai hubungan yang sangat
erat bagaikan dua sisi mata uang, maksudnya adalah produk hukum yang baik harus
melalui proses komunikasi antara stakeholders dan antarkomponen masyarakat yang
biasa dilakukan dalam proses penyusunan kebijakan publik.Hubungan hukum dan
kebijakan
publik
dapat
dilihat
dari
pembentukan
hukum
dan
formulasi
publik,implementasi dan evaluasi, menurut Bambang Sunggono ( 1997:63) dapat
diuraikan sebagai berikut:
a. Proses pembentukan kebijakan publik berangkat dari realitas yang ada di dalam
masyarakat.
b. Dalam melakukan penerapan hukum membutuhkan kebijakan publik sebagai
sarana yang mampu mengaktualisasikan dan mengkontekstualisasikan hukum
tersebut dengan kebutuhan dan kondisi riil yang ada di masyarakat, sebab jika
responsifitas aturan masyarakat hanya
sepenuhnya diserahkan pada hukum
semata, maka bukan tidak mungkin pada saatnya akan terjadi pemaksaan –
pemaksaan hukum yang tidak sejalan dengan cita – cita hukum itu sendiri yang
ingin menyejahterakan masyarakat.
c. Hubungan hukum dan kebijakan publik dalam hal evaluasi dapat dilakukan
dengan evaluasi peradilan administrasi dan evaluasi kebijakan publik.
Hubungan hukum dan kebijakan publik adalah saling memperkuat satu dengan
yang lain.Sebuah produk hukum tanpa adanya proses kebijakan publik didalamnya
maka produk hukum itu akan kehilangan makna substansinya.Sebaliknya sebuah
proses kebijakan publik tanpa adanya legitimasi hukum akan lemah pada tatanan
operasionalnya.
3. Implementasi Kebijakan
Menurut Ripley dan Franklin (dalam Budi Winarno, 2008: 145) berpendapat
bahwa implementasi adalah apa yang terjadi setelah undang – undang ditetapkan
yang memberikan otoritas program, kebijakan, keuntungan ( benefit), atau suatu
jenis keluaran yang nyata ( tangible output).Istilah implementasi menunjuk pada
sejumlah kegiatan yang mengikuti pernyataan maksud tentang tujuan – tujuan
program
dan
hasil
–
hasil
yang
diinginkan
oleh
para
pejabat
pemerintah.Implementasi menunjuk
pada sejumlah kegiatan yang mengikuti
pernyataan
- tujuan program
maksud tentang tujuan
dan hasil – hasil yang
diinginkan oleh para pejabat pemerintah.Implementasi mencangkup banyak macam
kegiatan sebagai berikut: Pertama, badan – badan pelaksana yang ditugasi oleh
undang – undang dengan tanggung jawab menjalankan program harus mendapatkan
sumber – sumber yang dibutuhkan agar implementasi berjalan lancar.Kedua, badan –
badan pelaksana mengembangkan bahasa anggaran dasar menjadi arahan – arahan
konkret, regulasi, serta rencana – rencana dan desain program. Ketiga, badan – badan
pelaksana
harus mengorganisasikan
kegiatan – kegiatan mereka dengan
menciptakan unit – unit birokrasi dan rutinitas untuk mengatasi beban
kerja.Pandangan Grindle (dalam Budi Winarno, 2008:146) mengenai implementasi
dengan mengatakan bahwa secara umum , tugas implementasi adalah membentuk
suatu kaitan ( linkage) yang memudahkan tujuan – tujuan
kebijakan
bisa
direalisasikan sebagai dampak dari suatu kegiatan pemerintah.
Pendapat van Meter dan van Horn (dalam Budi Winarno,2008: 146) mereka
membatasi implementasi
kebijakan sebagai tindakan – tindakan yang dilakukan
oleh individu – individu atau kelompok –kelompok pemerintah maupun swasta yang
diarahkan untuk mencapai tujuan – tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan –
keputusan kebijakan sebelumnya.
Menurut Budi Winarno ( 2008:181), bahwa perintah – perintah implementasi
mungkin diteruskan secara cermat,jelas dan konsisten, tetapi jika para pelaksana
kekurangan sumber-sumber yang diperlukan untuk melaksanakan kebijakan –
kebijakan, maka implementasi inipun cenderung tidak efektif.Sumber-sumber dapat
merupakan faktor yang penting dalam melaksanakan kebijakan publik. Sumbersumber yang penting meliputi: staf yang memadai serta keahlian – keahlian yang
baik untuk melaksanakan tugas – tugas mereka, infomasi, wewenang dan fasilitas –
fasilitas yang diperlukan untuk
menerjemahkan usul – usul di atas kertas guna
melaksanakan pelayanan – pelayanan publik.
Dari beberapa pendapat mengenai implementasi kebijakan,
dapat diartikan
implementasi kebijakan merupakan pelaksanaan terhadap suatu aturan atau ketentuan
– ketentuan yang telah ditetapkan oleh pihak yang berwenang dalam usaha mencapai
tujuan dan sasaran suatu program yang telah ditetapkan.
4. Teori Bekerjanya Hukum
Menurut Robert B. Seidman ( dalam Esmi Warassih, 2005: 11 ) menyatakan
bahwa tindakan apapun yang akan diambil baik oleh pemegang peran, lembaga –
lembaga pelaksana maupun pembuat Undang – undang selalu berada dalam lingkup
kompleksitas kekuatan – kekuatan sosial, budaya, ekonomi dan politik,dan lain
sebagainya.Seluruh kekuatan – kekuatan sosial itu selalu ikut bekerja dalam setiap
upaya untuk memfungsikan peraturan – peraturan yang berlaku,menerapkan sanksi –
sanksinya, dan dalam seluruh aktivitas lembaga – lembaga pelaksanaannya.
Berbicara masalah hukum pada dasarnya membicarakan fungsi hukum di
dalam masyarakat.Kebijakan dalam bidang hukum
akan berimplikasi kepada
masalah politik yang sarat dengan diskriminasi terhadap kelompok lain.Untuk
memahami bagaimana fungsi hukum itu, ada baiknya dipahami terlebih dulu bidang
pekerjaan hukum.
Menurut Soerjono Soekanto ( 1993: 5 ) untuk memahami bagaimana fungsi
hukum itu,tidak dapat lepas dari aspek penegakan hukum,yakni pelaksanaan suatu
kebijakan atau suatu komitmen yang bersangkutan dengan 5 faktor pokok yaitu:
a. Faktor hukumnya sendiri yang merupakan dasar kebijakan.
b. Faktor penegak hukum,yakni pihak –pihak yang membentuk maupun menerapkan
hukum.
c. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum.
d. Faktor masyarakat,yakni lingkungan dimana hukum berlaku atau diterapkan.
e. Faktor budaya,yakni sebagai hasil karya,cipta dan rasa yang didasarkan pada
karsa manusia di dalam pergaulan hidupnya.
Kelima faktor tersebut saling berkaitan erat, karena merupakan esensi dari
penegakan hukum dan merupakan tolok ukur dari efektifitas penegakan hukum.
Menurut Esmi Warassih (2005:15),bahwa suatu peraturan dibuat atau
dikeluarkan tentunya berisi harapan – harapan
yang hendaknya dilakukan oleh
subyek hukum sebagai pemegang peran.Namun bekerjanya harapan itu tidak
ditentukan hanya oleh kehadiran peraturan itu sendiri, melainkan juga oleh beberapa
faktor lain. Faktor – faktor yang turut menentukan bagaimana respon yang akan
diberikan oleh pemegang peran, antara lain (1).sanksi-sanksi yang terdapat di
dalamnya,(2).aktivitas dari lembaga pelaksana hukum, dan (3).seluruh kekuatan –
kekuatan sosial,politik dan lain – lainnya yang bekerja atas diri pemegang peranan
itu.
Pengertian hukum sebagai suatu sistem norma yang dikemukakan oleh Lon L.
Fuller dalam Esmi Warassih ( 2005:31) yang berpendapat bahwa untuk mengenal
hukum sebagai sistem maka harus dicermati adanya 8 (delapan) azas atau principles
of legality , yang meliputi:
1. Sistem hukum harus mengandung peraturan – peraturan artinya ia tidak boleh
mengandung sekedar keputusan – keputusan yang bersifat ad hoc.
2. Peraturan – peraturan yang telah dibuat itu harus diumumkan.
3. Peraturan tidak boleh berlaku surut.
4. Peraturan – peraturan disusun dalam rumusan yang bisa dimengerti.
5. Suatu sistem tidak boleh mengandung peraturan – peraturan yang bertentangan
satu sama lain.
6. Peraturan – peraturan tidak boleh mengandung tuntutan yang melebihi apa yang
dapat dilakukan.
7. Peraturan tidak boleh sering dirubah – rubah.
8. Harus ada kecocokan antara peraturan yang diundangkan dengan pelaksanaan
sehari – hari.
Beberapa pengertian hukum diatas pada dasarnya hukum mempunyai banyak
fungsi dalam usahanya untuk mencapai tujuan – tujuan yang telah ditetapkan.Oleh
karena itu sebagai hukum positif harus dipahami suatu sistem norma.Pemahaman ini
untuk menghindari terjadinya pertentangan antara norma hukum yang lebih tinggi
dengan norma hukum yang lebih rendah kedudukannya.
Menurut Paul dan Dias ( dalam Esmi Warassih , 2005:105) ,mengajukan 5
(lima) syarat yang harus dipenuhi untuk mengefektifkan sistem hukum,yaitu:
(1). Mudah tidaknya makna aturan – aturan hukum itu
untuk ditangkap dan
dipahami;
(2). Luas tidaknya kalangan di dalam masyarakat yang mengetahui isi aturan –
aturan hukum yang bersangkutan;
(3). Effisien dan effektif tidaknya mobilisasi aturan – aturan hukum;
(4). Adanya mekanisme penyelesaian sengketa yang tidak hanya mudah dijangkau
dan dimasuki oleh setiap warga masyarakat,melainkan juga harus cukup effektif
dalam menyelesaikan sengketa – sengketa;
(5). Adanya anggapan dan pengakuan yang merata di kalangan warga masyarakat
bahwa aturan – aturan dan pranata – pranata hukum itu memang sesungguhnya
berdaya kemampuan yang efektif.
5. Kebijakan Pengaturan Pertanahan di Indonesia
Menurut Maria S.W.Sumardjono (2006 : 42), bahwa perwujudan keadilan sosial
di bidang pertanahan dapat dilihat pada prinsip – prinsip dasar Undang – Undang
Pokok Agraria , yakni prinsip negara menguasai, prinsip penghormatan terhadap hak
atas tanah masyarakat hukum adat,asas fungsi sosial semua hak atas tanah, prinsip
landreform, prinsip perencanaan dalam penggunaan tanah dan upaya pelestariannya,
dan prinsip nasionalitas.
Prinsip dasar ini kemudian dijabarkan dalam berbagai produk berupa peraturan
perundang-undangan dan kebijakan lainnya.Berbagai kebijakan pertanahan
harus
ditujukan bagi tercapainya keadilan sosial bagi seluruh masyarakat, maka adanya
beberapa hal yang perlu diperhatikan, meliputi:Pertama, prinsip – prinsip dasar
Undang – Undang Pokok Agraria tidaklah bersifat statis.Dalam menghadapi
perkembangan baru kebijakan yang ditempuh haruslah dilaksanakan dengan tetap taat
asas, yakni sesuai dengan konsepsi yang melandasinya, namun akomodatif terhadap
perkembangan tersebut.Kedua, bahwa
keberpihakan kepada
kepentingan
masyarakat banyak sesuai dengan Pasal 33 ayat ( 3 ) Undang – Undang Dasar
1945, secara langsung berakibat berkurangnya perhatian kepada investasi modal
asing.Ketiga, keinginan untuk melakukan peninjauan kembali terhadap kebijakan
pertanahan seyogyanya dipahami sebagai keinginan untuk menilai produk hukum
yang telah ada dan yang sedang dirancang.
Kebijakan di bidang pertanahan ditujukan untuk mencapai tiga hal pokok yang
saling
melengkapi,yakni
sosial,pelestarian
efisiensi
lingkungan
dan
dan
pola
pertumbuhan
ekonomi,keadilan
penggunaan
tanah
yang
berkelanjutan.Menerjemahkan orientasi kebijakan dengan memperhatikan ketiga
tujuan tersebut belum mencukupi, maka diperlukan penjabaran berbagai aktivitas
yang
dapat
digunakan
dimaksud.Berbagai sarana
sebagai
sarana
untuk
mencapai
tujuan
yang
tersebut berupa tersedianya peraturan perundang –
undangan yang mampu menjabarkan berbagai aspek dari orientasi kebijakan dan
tujuannya, yakni (1). demokratisasi
berupa pengawasan terhadap terhadap
kekuasaan,jaminan stabilitas politik sebagai akibat demokratisasi,dan perlindungan
hak asasi manusia; (2). peningkatan kepastian hukum melalui pembuatan peraturan
perundang-undangan
pemberdayaan
yang
diperlukan
kelembagaan
yakni
dan
pelaksanannya
memperkuat
konsisten;
administrasi
(3).
pertanahan,
meningkatkan kemampuan sumber daya manusia pendukung dan transparansi dalam
proses pembuatan keputusan; (4). meningkatkan insentif ekonomi berupa efektivitas
perpajakan dan transparansi di dalam pasar tanah; dan (5).menetapkan batas – batas
kewenangan
pemerintah
berupa
perumusan
tanggung
jawab
pokok
dan
pengembangan model kemitraan antara swasta dan pemerintah.Kebijakan pertanahan
apa pun yang diterbitkan berdasarkan orientasi serta tujuan dan sasaran yang
mendukung itu tidak akan mencapai sasaran, bila tidak diterima dan disikapi serta
ditindaklanjuti oleh para pelaksananya secara konsekuen.Perubahan pola pikir dan
tindakan
aparat pelaksana dalam fungsi pelayanan kepada masyarakat sangat
dibutuhkan untuk mendukung keberhasilan kebijakan pertanahan.
B. Implementasi Hukum Di Bidang Pertanahan
Menurut Esmi Warassih ( 2005: 4 ) bahwa Campur tangan hukum yang
semakin meluas ke dalam bidang – bidang kehidupan masyarakat menyebabkan
perkaitannya dengan masalah – masalah sosial
juga semakin
intensip.Hal ini
menjadikan hubungan antara tertib hukum dan tertib sosial yang lebih luas kian
menjadi permasalahan pokok di dalam ilmu hukum.Dalam kerangka pemahaman
yang demikian itu, maka kompleksitas hubungan yang berlangsung antara tertib
hukum dan tertib sosial tersebut harus mendapat perhatian yang serius agar dapat
memahami secara baik seluk beluk masalah yang diaturnya.Pengaturan oleh hukum
itu tidak pernah terlepas dari kehidupan manusia, misalnya tata aturan mengenai jual
beli, perkawinan dan sebagainya bersumber pada tingkah laku manusia.
Hukum sebagai suatu proses tidak dapat dilihat sebagai suatu perjalanan
penetapan peraturan – peraturan hukum saja. Melainkan, hukum sebagai proses
perwujudan tujuan sosial di dalam hukum.Fungsi hukum sebagai sarana pengendali
sosial sudah tidak dapat lagi mengandalkan sepenuhnya pada kemampuan peraturan –
peraturan hukum formal.Hukum dimanfaatkan sebagai saluran untuk merumuskan
kebijakan dalam berbagai bidang sosial,ekonomi,politik dan sebagainya.
Menurut pendapat
Satjipto Rahardjo (dalam Esmi Warassih, 2005: 11),
menegaskan dengan diterimanya pengetahuan yang mendalam tentang hasil karya
ilmu – ilmu sosial,hukum akan lebih mudah dan mampu menghayati fenomena
sosial.Suatu pendobrakan terhadap kesadaran semacam itu akan terjadi apabila
mereka mulai menyadari bahwa sekalipun hukum itu nampak sebagai seperangkat
norma – norma hukum, tetapi ia selalu merupakan hasil daripada suatu proses
sosial.Itu berarti,usaha manusia untuk membuat dan merubah tatanan hukum itu
senantiasa berada di dalam konteks sosial yang terus berubah.
Begitu pentingnya hukum dalam kehidupan sosial masyarakat,maka terkait
dengan bidang pertanahan diperlukan adanya pembangunan hukum tanah
nasional,khususnya dalam pembentukan peraturan perundang – undangan, diperlukan
pendekatan yang mencerminkan pola pikir yang proaktif dilandasi sikap kritis yang
obyektif, yang dipergunakan untuk menunjang pembangunan hukum tanah nasional
dengan upaya pemahaman hukum dan aspirasi yang melekat pada asas hukum yang
bertujuan untuk mencapai keadilan,kepastian hukum,dan manfaat bagi masyarakat.
Dalam hubungan antara masyarakat dan tanah, maka menurut Maria S.W.
Sumardjono ( 2006:178), bahwa sebagai konsekuensi pengakuan negara terhadap
hak atas tanah seseorang atau suatu masyarakat hukum adat,maka negara wajib
memberi jaminan kepastian hukum terhadap hak atas tanah tersebut sehingga lebih
mudah bagi seseorang untuk mempertahankan haknya terhadap gangguan pihak
lain.
Upaya pendaftaran tanah secara sistematis, pendaftaran secara sporadik perlu
dipertahankan dengan meningkatkan mutu pelayanan aparat sehingga tercapai
tujuannya berupa alat bukti hak yang akurat, yang diperoleh dalam jangka waktu
dan dengan biaya yang wajar.Pemberian jaminan kepastian hukum tersebut, negara
juga berkewajiban untuk memberikan perlindungan hukum terhadap hak atas tanah
yang dipunyai perseorangan atau masyarakat hukum adat.Kegiatan pendaftaran tanah
akan menghasilkan tanda bukti hak atas tanah yang disebut sertifikat.
Sertifikat hak atas tanah sebagai hasil akhir proses pendaftaran tanah, berisi
data fisik yang mencangkup keterangan tentang letak,batas,luas bidang tanah, serta
bagian bangunan atau bangunan yang ada di atasnya dan data yuridis yang meliputi
keterangan tentang status tanah dan bangunan yang didaftar,pemegang hak atas tanah,
dan hak – hak pihak lain,serta beban – beban lain yang berada di atasnya. Dengan
memiliki sertifikat hak atas tanah, maka kepastian hukum berkenaan dengan jenis
hak atas tanahnya, subyek hak, dan obyek haknya menjadi nyata.
Dalam memberikan suatu pelayanan kepada masyarakat, layanan merupakan
suatu aktifitas yang berlangsung berurutan dan dapat diukur dari segi penggunaan
waktu.Pengukuran ini penting karena dari pengukuran yang berulang – ulang dapat
diambil waktu rata – rata yang diperlukan dalam menyelesaikan suatu rangkaian
aktifitas atau proses dan menjadi standar.Menurut C.L. Littlefield dkk (dalam
Moenir, 1995:20), dinyatakan:
“ Time standards established through work measurement aid management both in
planning and controlling. They are actually plans of a special sort; they are standing
plans as to how long any given work or phase of work should take.”
Standar waktu
dapat ditetapkan pada waktu
dilakukan pengukuran kerja,
karena memang dalam pengukuran kerja termasuk pengukuran waktu yang dipelukan
untuk penyelesaian tahap pekerjaan.Akan tetapi pengukuran waktu itu itu sendiri
adalah
suatu bentuk penelitian
yang dapat berdiri sendiri yang hasilnya dapat
dipakai bahan untuk penentuan tingkat produktifitas kerja, menentukan urutan
prioritas pekerjaan, pengaturan beban kerja
dan mengantisipasi keadaan serta
perencanaan selanjutnya. Jadi standar waktu suatu proses banyak manfaatnya dalam
pekerjaan apapun tak terkecuali pada pekerjaan yang bersifat pelayanan, dengan
standar waktu manajemen dapat merencanakan lebih lanjut tenaga kerja,peralatan
dan bahan yang diperlukan dan juga dapat melakukan pengawasan yang efektif dari
segi waktu , agar supaya hasil akhir dapat memuaskan para pihak – pihak yang
mendapatkan pelayanan.
Sistem dan prosedur merupakan dwitunggal yang tak terpisahkan karena satu
sama lain saling melengkapi, sistem merupakan kerangka mekanismenya organisasi,
sedangkan prosedur adalah merupakan rincian dinamikanya mekanisme sistem.jadi
tanpa sistem prosedur tidak ada landasan berpijak untuk berkiprah dan bergerak, dan
tanpa prosedur suatu mekanisme sistem tidak akan berjalan.Begitu juga lemahnya
salah satu
akan mengakibatkan lemahnya yang lain, sehingga dengan eratnya
hubungan antara sistem dan prosedur sehingga keduannya sering digabung dan
dipergunakan secara bersamaan.Prosedur juga sering diartikan sebagai tata cara yang
berlaku dalam organisasi. Menurut Louis A. Allen ( dalam Moenir, 1995:106 )
dinyatakan
sebagai berikut: “ Procedures prescribe the manner or method by which work is to be
performed”, yang berarti bahwa prosedur dibuat atas dasar penelitian di lapangan
lebih dahulu, agar supaya dapat memenuhi keperluan memperlancar mekanisme
kerja.
Pada
hakekatnya
manusia mempunyai
kebutuhan yang
tidak terbatas.
Pemenuhan kebutuhan itu tidak dapat dilakukan dengan mengandalkan akifitas dan
kemampuan sendiri. Oleh karena itu , pemenuhan kebutuhan yang tidak terbatas
memerlukan aktifitas orang lain. Pada kenyataannya manusia tidak dapat hidup
hanya dengan mengandalkan kemampuannya sendiri. Menurut Moenir (1995:16),
bahwa aktifitas orang lain dalam rangka memenuhi kebutuhan orang lain disebut
dengan pelayanan, dan lebih lanjut juga disebutkan bahwa timbulnya
aktifitas
pelayanan disebabkan oleh hal – hal sebagai berikut, yang meliputi: Pertama, adanya
rasa cinta dan kasih sayang di antara manusia, Kedua, adanya keyakinan untuk
saling tolong menolong, Ketiga, adanya keyakinan bahwa berbuat baik kepada orang
lain adalah salah satu bentuk amal sholeh.
Pelayanan umum merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh seseorang
atau sekelompok orang dengan landasan faktor materiil melalui sistem, prosedur dan
metode tertentu dalam rangka usaha memenuhi kepentingan orang lain sesuai dengan
haknya.
Di dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor:
63/Kep/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik
disebutkan bahwa Pelayanan Publik adalah segala kegiatan
dilaksanakan oleh
penyelenggara
pelayanan publik
pelayanan yang
sebagai upaya pemenuhan
kebutuhan penerimaan pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan
peraturan
perundang – undangan. Berdasarkan pengertian tersebut terdapat 3 (tiga) unsur dalam
penyelenggaraan pelayanan publik, yaitu sebagai berikut: Pertama, penyelenggaraan
pelayanan adalah instansi pemerintah yang meliputi satuan kerja/ satuan organisasi
Kementrian, Departemen,Lembaga Pemerintah Non Departemen, Kesekretariatan
Lembaga Tertinggi dan Tinggi Negara dan Instansi Pemerintah lainnya, baik di pusat
maupu di daerah termasuk Badan Usaha Milik Negara ( BUMN) dan Badan Usaha
Milik Daerah (BUMD), Kedua, pemberi pelayanan publik adalah pejabat/pegawai
instansi pemerintah yang melaksanakan tugas dan fungsi pelayanan publik sesuai
dengan peraturan perundang – undangan, Ketiga, penerima pelayanan publik adalah
orang, masyarakat, instansi pemerintah dan badan hukum.
Dalam pelaksanaan pelayanan publik adanya 10 (sepuluh) prinsip pelayanan
publik yang meliputi: kesederhanaan, kepastian
waktu, akurasi, keamanan,
tanggungjawab, kelengkapan sarana dan prasarana, kemudahan akses, kedisiplinan,
kesopanan dan keramahan serta kenyamanan. Dari
kesepuluh prinsip pelayanan
publik tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Kesederhanaan, dalam arti bahwa prosedur pelayanan yang diselenggarakan tidak
berbelit – belit, mudah dipahami
dan mudah dilaksanakan oleh penerima
pelayanan;
2. Kejelasan, dalam arti persyaratan pelayanan publik, baik tehnis maupun
administratif. Unit kerja atau pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab
dalam memberikan pelayanan dan penyelesaian keluhan/ persoalan/sengketa
dalam pelaksanaan pelayanan publik, Rincian
biaya pelayanan publik dan
tatacara pembayarannya;
3. Kepastian waktu, dalam arti pelaksanaan pelayanan publik dapat diselesaikan
dalam kurun waktu yang telah ditentukan;
4. Akurasi dalam arti produk pelayanan publik diterima dengan tepat, benar dan
sah;
5.
Keamanan dalam arti proses dan produk pelayanan publik dapat memberikan
rasa aman dan kepastian hukum;
6.
Tanggungjawab dengan maksud bahwa pimpinan
penyelenggara pelayanan
publik atau pejabat yang ditunjuk bertanggung jawab atas
penyelenggaraan
pelayanan dan penyelesaian keluhan/persoalan dalam pelaksanaan pelayanan
publik;
7.
Kelengkapan sarana dan prasarana, bahwa dengan tersedianya
sarana dan
prasarana kerja, peralatan kerja dan pendukung lainnya yang memadai termasuk
penyediaan sarana teknologi telekomunikasi
8.
Kemudahan akses, bahwa tempat
dan informatika ( telematika);
dan lokasi serta sarana pelayanan
yang
memadai, mudah dijangkau oleh masyarakat, dan dapat memanfaatkan teknologi
telekomunikasi dan informatika;
9. Kedisiplinan,kesopanan dan keramahan.Di dalam memberikan pelayanan harus
bersikap disiplin, sopan dan santun, ramah serta memberikan pelayanan dengan
ikhlas;
10. Kenyamanan, bahwa lingkungan pelayanan harus tertib, teratur,disediakan ruang
tunggu yang nyaman, bersih, rapi, lingkungan yang indah dan sehat serta
dilengkapi dengan fasilitas pendukung pelayanan lainnya.
Dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: 63 Tahun
2003 tersebut juga mengatur tentang standar pelayanan publik. Dijelaskan bahwa
setiap penyelenggara pelayana publik
harus memiliki standar pelayanan dan
dipublikasikan sebagai jaminan adanya kepastian bagi penerima pelayanan. Standar
pelayanan publik merupakan
ukuran
yang dibakukan dalam penyelenggaraan
pelayanan publik yang wajib
ditaati oleh pemberi atau penerima pelayanan.
Adapun ketentuan yang harus diatur dalam standarisasi pelayanan publik minimal
meliputi
prosedur pelayanan baik bagi pemberi maupun penerima pelayanan,
waktu penyelesaian sejak saat pengajuan permohonan sampai penyelesaian
pelayanan termasuk pengaduan, biaya pelayanan termasuk rinciannya, produk
pelayanan yang diberikan
sesuai dengan ketentuan
yang telah ditetapkan,
penyediaan sarana dan prasarana penunjang dalam pemberian pelayanan dan
kompetensi petugas pemberi pelayanan yang didasarkan atas keahlian, ketrampilan,
sikap dan perilaku yang dibutuhkan.
Menurut Moenir (1995:88), menyebutkan adanya enam (6) faktor pendukung
pelayanan umum yang saling berpengaruh dan secara bersama – sama
akan
mewujudkan pelaksanaan pelayanan secara baik , yaitu:
1. Faktor kesadaran, bahwa para pejabat serta petugas yang berkecimpung dalam
pelayanan publik, dengan adanya kesadaran diharapkan mereka melaksanakan
tugas dengan penuh keikhlasan, kesungguhan dan disiplin;
2. Faktor aturan, yang menjadi landasan kerja pelayanan.Dalam hal ini yang perlu
diperhatikan adalah pernggunaan kewenangan yang harus diikuti dengan
pemenuhan hak, kewajiban dan tanggungjawab.Adanya pengetahuan
dan
pengalaman yang memadai untuk mengantisipasi masa depan dan mempunyai
kemampuan bahasa yang baik, serta memahami berbagai aturan pelaksana juga
disiplin dalam pelaksanaan tugas dalam bentuk ketaatan terhadap aturan yang
telah ditetapkan;
3. Faktor organisasi, yang merupakan alat serta
sistem yang memungkinkan
berjalannya mekanisme kegiatan pelayanan. Dalam hal
ini suatu sistem
merupakan satu kesatuan yang utuh dengan sifat – sifat yang saling tergantung,
saling mempengaruhi dan saling berhubungan.Selain sistem yang juga perlu
diperhatikan adalah metode dan prosedur yang digunakan untuk menyelesaikan
suatu pekerjaan;
4. Faktor pendapatan, yang dapat memenuhi kebutuhan hidup minimum.
Pendapatan merupakan batas jasa atau imbalan bagi seseorang yang telah
mengorbankan tenaga dan pikirannya;
5. Faktor kemampuan dan ketrampilan petugas atau dalam istilah lain disebut
dengan “ skill” atau berarti “kecakapan” yang meliputi technical skill, human
skill dan conceptual skill sebagai kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh
setiap pejabat agar dapat melaksanakan tugasnya dengan baik;
6. Faktor sarana pelayanan yaitu segala jenis peralatan, perlengkapan kerja dan
fasilitas lainnya yang berfungsi sebagai alat utama atau pembantu pelaksana
pekerjaan.
C. Tugas dan Wewenang Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia
Dalam
Kebijakan Pertanahan Di Bidang Pendaftaran Tanah.
Hubungan bangsa Indonesia dengan tanah adalah hubungan yang bersifat
abadi
dan seluruh
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan
kesatuan tanah air dari seluruh rakyat Indonesia.Tanah merupakan perekat Negara
Kesatuan Republik Indonesia, karenanya perlu diatur dan dikelola secara nasional
untuk menjaga keberlanjutan sistem kehidupan berbangsa dan bernegara.Pengaturan
pengelolaan pertanahan tidak hanya ditujukan untuk menciptakan ketertiban hukum,
tetapi juga untuk menyelesaiakan masalah,sengketa dan konflik pertanahan yang
timbul.Kebijakan
nasional
di bidang pertanahan
perlu disusun dengan
memperhatikan aspirasi dan peran serta masyarakat guna dapat memajukan
kesejahteraan umum.Dengan adanya hal tersebut maka perlu adanya kelembagaan
Badan Pertanahan Nasional.
Dalam Pasal 1 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2006
tentang Badan Pertanahan Nasional, disebutkan bahwa Badan Pertanahan Nasional
adalah Lembaga Pemerintah Non Departemen yang berada di bawah dan bertanggung
jawab kepada Presiden, serta dalam Pasal 2 disebutkan juga bahwa Badan Pertanahan
Nasional mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pertanahan
secara nasional, regional dan sektoral, salah satu tugasnya yaitu Badan Pertanahan
Nasional menyelenggarakan fungsi pelaksanaan pendaftaran tanah dalam rangka
menjamin kepastian hukum.
Pelaksanaan
pendaftaran tanah
di Indonesia diatur dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997.Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun
1997 tentang Pendaftaran Tanah, maksud dari pendaftaran tanah adalah merupakan
rangkaian kegiatan
yang dilakukan
oleh Pemerintah secara terus menerus,
berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan dan
penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan
daftar, mengenai bidang – bidang tanah dan satuan - satuan rumah susun, termasuk
pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang – bidang tanah yang sudah ada
haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak – hak tertentu yang
membebaninya. Untuk pendaftaran tanah pertama kali mengandung maksud suatu
kegiatan pendaftaran tanah yang dilakukan terhadap obyek pendaftaran tanah yang
belum didaftar berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang
Pendaftaran Tanah atau Peraturan Pemerintah ini.
Dalam ketentuan umum Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Pasal 1
juga dijelaskan bahwa pendaftaran tanah untuk pertama kali dibedakan menjadi dua
(2) yaitu pendaftaran tanah secara sistematik dan pendaftaran tanah secara sporadik.
Adapun yang dimaksud dengan pendaftaran tanah secara sistematik adalah kegiatan
pendaftaran tanah untuk pertama kali yang dilakukan secara serentak yang meliputi
semua obyek pendaftaran tanah yang belum didaftar dalam wilayah atau bagian
wilayah suatu desa/ kelurahan, sedangkan yang dimaksud dengan pendaftaran tanah
secara sporadik adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali mengenai satu
atau beberapa obyek pendaftaran tanah dalam wilayah atau bagian wilayah suatu
desa/ kelurahan secara individual atau massal.
Di dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 disebutkan
bahwa pendaftaran tanah bertujuan :
a.
untuk
memberikan
kepastian
hukum dan perlindungan hukum kepada
pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak – hak lain
yang terdaftar agar dengan
mudah dapat membuktikan dirinya sebagai
pemegang hak yang bersangkutan;
b. untuk menyediakan informasi kepada pihak – pihak yang berkepentingan
termasuk Pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang
diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang – bidang
tanah dan satuan – satuan rumah susun yang sudah terdaftar;
c. untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.
Pelaksanaan pendaftaran tanah secara sistematik dan pendaftaran tanah
secara sporadik ditingkatkan pelaksanaannya, karena dalam kenyataannya akan
bertambah banyak permintaan untuk mendaftarkan tanahnya secara individual dan
massal yang diperlukan dalam
pelaksanaan
pembangunan yang akan makin
meningkat kegiatannya.Pendaftaran tanah secara sistematik diutamakan karena
melalui cara ini akan mempercepat perolehan data mengenai bidang – bidang tanah
yang akan didaftar daripada melalui pendaftaran tanah secara sporadik.
Tujuan pendaftaran tanah untuk menghimpun dan menyediakan informasi
yang lengkap mengenai bidang – bidang tanah dipertegas dengan dimungkinkannya
menurut Peraturan Pemerintah ini pembukuan bidang – bidang tanah yang data
fisik dan atau yuridisya belum lengkap atau masih disengketakan, walaupun untuk
tanah – tanah yang demikian belum dikeluarkan sertipikat sebagai tanda bukti
haknya.
Dalam rangka memberi kepastian hukum kepada para pemegang hak atas
tanah dalam Peraturan Pemerintah ini diberikan penegasan mengenai sejauh mana
kekuatan pembuktian sertipikat, yang dinyatakan sebagai alat pembuktian yang kuat
oleh Undang – Undang Pokok Agraria.Untuk itu diberikan ketentuan
selama belum
bahwa
dibuktikan yang sebaliknya, data fisik dan data yuridis yang
dicantumkan dalam sertipikat harus diterima sebagai data yang benar, baik dalam
perbuatan hukum sehari – hari maupun dalam sengketa di Pengadilan, sepanjang
data tersebut sesuai dengan apa yang tercantum dalam surat ukur dan buku tanah
yang bersangkutan, sebagaimana tercantum dalam Pasal 32 ayat (1) Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997.
Pemberlakuan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang
Pendaftaran Tanah telah mengkonstruksi norma pendaftaran tanah di masyarakat,
antara lain: Pertama, tahapan pemeriksaan berkas permohonan, mengkonstruksi
norma keaktifan anggota masyarakat dalam membuktikan dirinya sebagai pemilik
yang sah atas suatu bidang tanah. Termasuk dalam hal ini kesediaan anggota
masyarakat memanfaatkan jasa Pejabat Pembuat
Akta Tanah, yang aktanya
bermanfaat dalam memperkuat pembuktian kepemilikan atas tanah.Kedua, tahapan
pembayaran biaya pengukuran dan pendaftaran hak atas tanah,mengkonstruksi
norma kesediaan anggota masyarakat membayar biaya pengukuran dan pendaftaran
hak atas tanah .Ketiga, tahapan penelitian data yuridis, mengkonstruksi norma
ketelitian
anggota masyarakat dalam
menyiapkan alas hak atau bukti awal
pemilikan tanah.Keempat, tahapan pemeriksaan lapangan tentang kebenaran data
yuridis, mengkonstruksi norma: (a) kejujuran anggota masyarakat dalam
membuktikan kebenaran kepemilikan tananhya; (b). kepedulian anggota masyarakat
yang berbatasan dan berdekatan dengan pemilik tanah untuk bersedia memberikan
informasi tentang tanah yang dimaksud.Kelima, tahapan pengukuran bidang tanah
untuk mengumpulkan data fisik, mengkonstruksi norma: (a). kesediaan pemilik
tanah (anggota masyarakat) memasang tanda batas untuk menandai bidang tanah
yang dimilikinya; (b). kesediaan pemilik tanah untuk berinteraksi dengan tetangga
batas dalam penetapan batas bidang tanah, sebagai konsekuensi asas contradictoir
delimitatie; (c). kepedulian tetangga batas (anggota masyarakat) untuk menghadiri
penetapan batas bidang tanah; (d). pengakuan pemilik tanah terhadap hasil
pengukuran oleh petugas kantor pertanahan; Keenam, tahapan pengumuman data
yuridis dan data fisik, mengkonstruksi norma apresiasi (penghormatan) anggota
masyarakat terhadap informasi pertanahan.Ketujuh, tahapan pembukuan hak,
mengkonstruksi norma apresiasi anggota masyarakat terhadap budaya tulis atau
budaya catat di bidang pertanahan, terutama yang berkaitan dengan pemilik
tanah.Kedelapan, tahapan penerbitan sertipikat hak atas tanah, mengkonstruksi
norma apresiasi anggota masyarakat terhadap hak
dan kewajiban anggota
masyarakat sehubungan dengan telah dibuktikannya pemilikan atas suatu bidang
tanah. Kesembilan, tahapan penyerahan sertipikat hak atas tanah pada pemohon,
mengkonstruksi norma kehati –hatian anggota masyarakat dalam menyimpan alat
bukti yang kuat bagi pemilikan atas suatu bidang tanah.Kesepuluh, tahapan paska
penyerahan sertipikat hak atas tanah pada pemohon, mengkonstruksi
norma
kemampuan anggota masyarakat memanfaatkan sertifikat hak atas tanah yang ada
padanya.
Dalam rangka pelaksanaan kegiatan pelayanan kepada masyarakat di bidang
pertanahan oleh Kepala Badan Pertanahan
Kepala Badan Pertanahan
Nasional
Nasional
dikeluarkan Keputusan
Nomor 1 Tahun 2005 tentang
Standar
Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan Di Lingkungan Badan Pertanahan
Nasional dengan pertimbangan:
a. bahwa dalam rangkapeningkatan pelayanan kepada masyarakat,perlu adanya
pedoman pelaksanaan pelayanan pertanahan yang didasrkan pada semangat
pembaruan agrarian dan pengelolaan sumberdaya alam,sebagai suatu kebijakan
dalam sistem pelayanan pertanahan secara nasional;
b. bahwa ketentuan yang sudah ada saat ini yang berkaitan dengan pelaksanaan
pelayanan pertanahan belum mengatur secara menyeluruh dan rinci mengenai
jangka waktu,biaya dan persyaratan dalam pemberian pelayanan pertanahan;
c. bahwa sehubungan dengan hal tersebut pada huruf a dan huruf b,dipandang perlu
ditetapkan Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional tentang Standar
Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan Di Lingkungan Badan Pertanahan
Nasional.
D. Kerangka Berpikir
Dalam rangka untuk mengatur
tanah – tanah yang ada di Indonesia,
pemerintah telah mengeluarkan Undang – Undang yaitu Undang – Undang Nomor 5
Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agaria (UUPA).Ketentuan lebih
lanjut mengenai
Undang – Undang Pokok Agraria (UUPA) ini diatur dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.Namun
dalam pelaksanaan pendaftaran tanah di dalam masyarakat sering kita dengar keluhan
– keluhan dan adanya pengaduan dari masyarakat baik secara langsung maupun
melalui media massa yang menyatakan bahwa
pertama kali
pelaksanaan
pendaftaran tanah
belum dapat dilaksanakan dengan baik.Untuk mengatasi
adanya
permasalahan tersebut, maka dalam pelaksanaan pelayanan pertanahan oleh Kepala
Badan Pertanahan
Nasional
Kepala Badan Pertanahan
Republik Indonesia dikeluarkan adanya Keputusan
Nasional
Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2005
tentang Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan Di Lingkungan Badan
Pertanahan Nasional.Namun kenyataannya,
dalam pelaksanaan
pelayanan
pertanahan untuk pendaftaran tanah pertama kali sesuai standar prosedur pengaturan
dan pelayanan
belum dapat dilaksanakan dengan baik di Kantor Pertanahan
Kabupaten Ngawi. Hal ini dimungkinkan adanya kendala - kendala
pelaksanaan
pelayanan
di
bidang
pertanahan
dalam
kegiatan
dalam
pendaftaran
tanah.Permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan pelayanan pendaftaran tanah
pertama kali dikaji dengan pendekatan yuridis berdasar teori yang dikembangkan
Soerjono Soekanto (1993: 5), bahwa penegakan hukum berkaitan dengan 5(lima)
faktor pokok yaitu faktor hukum,faktor penegak hukum,faktor sarana dan
fasilitas,faktor masyarakat dan faktor budaya.Untuk lebih jelasnya kerangka berpikir
peneliti dalam penelitian ini, maka selengkapnya kerangka berpikir tersebut dapat
digambarkan sebagai berikut:
Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1960 tentang UUPA
UUPAUUPAPeratuUUPA
Peraturan Pemerintah Nomor 24
Tahun 1997 ttg Pendaftaran Tanah
Keputusan Kepala BPN Nomor 1 Tahun
2005 ttg SPOPP
Pelaksanaan SPOPP Pendaftaran Tanah
Pertama Kali di Kantor Pertanahan
Kabupaten Ngawi
Hukum
Penegak
Hukum
Sarana atau
Fasilitas
Baik
Masyarakat
Belum
Budaya
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode Penelitian diperlukan dalam penelitian untuk memberikan arahan dan
pedoman dalam memahami obyek yang diteliti, sehingga penelitian dapat berjalan
dengan baik dan lancar dan memperoleh hasil yang memiliki bobot nilai yang tinggi
serta dapat dipertanggungjawabkan
secara ilmiah. Menurut Setiono (2005:4),
metode merupakan salah satu langkah dari metodologi. Berikut ini diuraikan secara
singkat hal – hal yang berkaitan dengan metode penelitian, antara lain:
A. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penulis melakukan persiapan untuk mencari data awal dan menyusun usulan
proposal penelitian. Penulis mulai melakukan penelitian untuk melengkapi data
bagi penyusunan tesis ini, pada bulan Juni sampai bulan Desember 2008. Penelitian
ini dilakukan di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi, yaitu untuk memperoleh
gambaran selengkapnya tentang Implementasi Standar Prosedur Operasi Pengaturan
Dan Pelayanan Pendaftaran Tanah Pertama Kali Berdasarkan Keputusan Kepala
Badan Pertanahan Nasional
Nomor 1 Tahun 2005 Di Kantor Pertanahan
Kabupaten Ngawi.
B. Jenis Penelitian
Di dalam penelitian hukum metode yang digunakan tergantung pada konsep
apa yang dimaksud tentang hukum itu. Menurut Soetandyo Wignyosoebroto (dalam
Setiono, 2005: 20), ada lima (5) konsep hukum, yaitu:
1. Hukum adalah asas kebenaran dan keadilan yang bersifat kodrati dan berlaku
universal;
2. Hukum adalah norma – norma positif di dalam sistem perundang – undangan
hukum nasional;
3. Hukum adalah apa yang diputuskan oleh hakim inconcreto, dan tersistematisasi
sebagai judge made law;
4. Hukum adalah pola – pola perilaku sosial yang terlembagakan , eksis sebagai
variable sosial yang empirik;
5. Hukum adalah manifestasi makna – makna simbolik para perilaku sosial sebagai
tampak dalam interaksi antar mereka.
Penelitian ini menggunakan konsep hukum kelima, yaitu hukum adalah manifestasi
makna – makna simbolik para perilaku sosial sebagai tampak dalam interaksi antar
mereka.
Sifat
penelitian ini adalah penelitian deskriftif. Menurut Setiono ( 2005: 5),
penelitian deskriftif
dimaksudkan
untuk memberikan data yang diteliti seteliti
mungkin tentang manusia, keadaan atau gejala – gejala lainnya.
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dan metode pendekatan sosiologi
hukum atau non doktrinal, karena menurut Burhan Ashofa ( 2007 : 34 ), hukum
adalah tingkah laku atau aksi – aksi dan interaksi manusia yang secara aktual dan
potensial akan terpola. Karena setiap perilaku atau aksi itu merupakan suatu realita
sosial yang terjadi dalam alam pengalaman indrawi dan empiris, maka penelitian ini
mendasarkan
pada konsep hukum sebagai tingkah
laku
atau perilaku sosial.
Penelitian empiris atau penelitian non doktrinal. Tipe kajiannya adalah kajian
keilmuan dengan maksud mempelajari saja maka metodenya adalah non doktrinal.
C. Jenis Data
Menurut Soerjono Soekanto ( 1986 : 7 ), Data adalah gejala – gejala yang
dihadapi, yang ingin
diungkap kebenarannya beserta hasil – hasilnya, dalam
penelitian sosiologi hukum dengan metode pendekatan kualitatif ini diperlukan data
yang relevan dan menunjang sesuai dengan maksud dan tujuan penelitian yang
dilakukan oleh penulis.
Adapun data yang digunakan dalam penelitian ini ada 2 jenis,yaitu:
a. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumbernya yang
diamati dan dicatat untuk pertama kalinya. Menurut Soerjono Soekanto & Sri
Mamudji ( 2001:12), Data primer merupakan suatu data yang diperoleh secara
langsung dari masyarakat atau data dasar. Data primer dapat diperoleh dengan
wawancara antara peneliti dengan informan. Dalam penelitian kualitatif posisi
sumber daya manusia ( nara sumber ) sangat penting peranannya sebagai
individu yang memiliki informasi. Peneliti dan nara sumber memilki posisi yang
sama, maka sumber data yang berupa manusia di dalam penelitian kualitatif
lebih tepat disebut informan.Sumber data dari informan karena yang terpenting
bukan penelitinya dengan pikiran – pikiranya tetapi informasi yang diberikan
oleh informan ( nara sumber).Informasi yang diwawancarai adalah Kepala
Kantor Pertanahan
Kabupaten Ngawi, karyawan dan karyawati
yang
berkompeten dalam bidang tugasnya di lingkungan Kantor Pertanahan Kabupaten
Ngawi, pemohon dan perangkat Desa/ Kelurahan yang mengajukan pendaftaran
tanah pertama kali, Camat selaku Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara,dan
Notaris / Pejabat Pembuat Akta Tanah
yang berada di Wilayah Kabupaten
Ngawi.
b. Data Sekunder
Data
sekunder
adalah
data
pengumpulannya oleh peneliti.Menurut
yang
bukan
diusahakan
Soerjono Soekanto &
sendiri
Sri Mamudji (
2001:12) Data sekunder adalah data yang diperoleh dari bahan – bahan pustaka.
Jadi data sekunder didapatkan dari pihak lain , karena itu perlu adanya ketelitian
dalam pemeriksaan, bahkan kalau mungkin data sekunder dicari terlebih dahulu
yang sesuai dengan tujuan penelitian.Sumber data sekunder pada penelitian in
berupa peraturan perundang – undangan dan buku literature yang dibutuhkan
serta dokumen atau arsip – arsip yang relevan dengan hasil penelitian.Dalam
Penelitian ini sumber data sekunder meliputi:
- Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok
Agraria.
- Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
- Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3
Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24
Tahun 1997.
- Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2005 tentang
Standar Prosedur Operasi Pengaturan Dan Pelayanan Di Lingkungan Badan
Pertanahan Nasional.
D. Sumber Data
1. Sumber Data Primer
Menurut Suharsini Arikunto ( 1987 :102 ), sumber data dalam penelitian
kualitatif ini adalah subyek dari mana data tersebut diperoleh.Sumber data berupa
manusia dalam posisi sebagai nara sumber atau informan. Cara ini dilakukan
dengan purposive sampling, menurut Burhan Ashshofa ( 2007 : 91 ) bahwa
informan/ responden yang dipilih berdasarkan pertimbangan/ penelitian subyektif
dari peneliti, jadi dalam hal ini peneliti menentukan sendiri informan/responden
yang dapat dianggap dapat mewakili dalam pelaksanaan penelitian ini.Dalam
penelitian ini yang menjadi informan adalah:
1). Drs.H.Djoko Suprapto ( Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi ).
2). Slamet, SH ( Kepala Seksi Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah pada Kantor
Pertanahan Kabupaten Ngawi ).
3). Agus Joko Wiyono, SH ( Plh. Kepala Sub Seksi Pendaftaran Hak pada
Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi ).
4). Sunyoto, SH ( Kepala Sub Seksi Penetapan Hak pada Kantor Pertanahan
Kabupaten Ngawi ).
5). Murtoyo,APtnh ( Petugas Loket pada Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi).
6). Yitno,SH ( Staf pada Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi).
7). Klara Pirena TM,SH (Staf pada Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi).
8). Jaka Suranta,SH (Kepala Seksi Survei,Pengukuran dan Pemetaan pada
Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi).
9). Siradjudin Usman,SH ( Kepala Sub Seksi Survei dan Pengukuran pada
Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi).
10). Suyato (Staf pada Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi).
11). Musdarwati (Staf pada Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi).
12). Zaenudin (Staf pada Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi).
13). Salimun,SH (Staf pada Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi).
14). Drs. Sunarno ( Camat Ngawi ).
15). Hariyadi ( Pembantu PPAT Kecamatan Ngawi).
16). Drs. Gigih Wiyono, Msi ( Camat Padas ).
17). Joko (Pembantu PPAT Kecamatan Padas ).
18). Drs. Joko Santoso ( Camat Geneng ).
19). Sudanarto (Pembantu PPAT Kecamatan Geneng ).
20). Drs. Yulianto ( Camat Gerih ).
21). Sujito, SH (Pembantu PPAT Kecamatan Gerih ).
22). Drs. Agus Sumantoro ( Lurah Margomulyo ).
23). Pagi ( Kepala Urusan Pemerintahan Kelurahan Margomulyo ).
24). Sunarti ( Lurah Ketanggi ).
25). Subali ( Lurah Karangtengah ).
26). Heri ( Sekretaris Kelurahan Karangtengah ).
27). Widodo ( Kepala Desa Karangasri ).
28). Prawoto ( Kepala Desa Kayutrejo ).
29). Suyitno ( Kepala Desa Legundi ).
30). Sakidin ( Tokoh Masyarakat ).
31). Maryoto ( Tokoh Masyarakat).
32). Sri Mulyono Hermawan,SH ( Notaris/ PPAT).
33). Dyah Ariasnani,SH ( Notaris/ PPAT ).
34). Ildiastuti, SH ( Notaris/PPAT ).
35). Lilis Winarti ( Pemohon ).
36). Mujib Pambudi (Pemohon).
37). Rustamaji (Pemohon).
38). Siti Maimunah (Pemohon).
39). Ny. Sukarti (Pemohon).
40). Sukatni ( Pemohon).
41). Kholifah Kholifatun (Pemohon)
42). Sri Martini (Pemohon)
43). Kuswandono (Pemohon).
44). Sugianto(Pemohon).
45) Waji (Pemohon).
46). Suprianto (Pemohon).
47). Suwarni (Pemohon).
48) Siti Nurjanah (Pemohon).
49). Drs.Eko Sugiyanto (Pemohon).
50). Suparman (Pemohon)
2. Sumber Data Sekunder.
Sumber data sekunder merupakan sumber data yang secara tidak langsung
memberikan keterangan yang sifatnya mendukung sumber data primer, yang
berupa arsip – arsip dan dokumen yang berkaitan dengan pelaksanaan penelitian
ini.
E. Tehnik Pengumpulan Data
Penelitian ini untuk megumpulkan data,penulis mempergunakan
tehnik
pengumpulan data sebagai berikut:
1. Wawancara dilakukan dengan menggunakan pedoman umum wawancara.
Adapun wawancara mendalam dilakukan dengan :
a. Pejabat di lingkungan Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi;
b.
Karyawan dan karyawati
yang
berkopeten dengan tugas
dan bidang
pekerjaannya di lingkungan Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi.
c. Pemohon dan perangkat desa/ kelurahan yang mengajukan pendaftaran
tanah pertama kali.
d. Notaris/ Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) di Kabupaten Ngawi.
2. Observasi
dilakukan dalam kegiatan pengamatan secara langsung terhadap
obyek penelitian dan melakukan pencatatan – pencatatan terhadap gejala yang
diamati
secara sistematis,
dalam hal ini observasi dilakukan di Kantor
Pertanahan Kabupaten Ngawi.
3. Studi kepustakaan dilakukan dengan cara mendapatkan data – data penunjang
dengan membaca buku – buku literatur, hasil penelitian, dokumen, brosur –
brosur, majalah, koran dan peraturan perundang- undangan yang ada
hubungannya dengan masalah yang diteliti.
E. Tehnik Analisis Data
Tehnik analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah analisis
kualitatif, yakni suatu cara pemilihan data yang menghasilkan data deskriptif
yakni “ apa yang dinyatakan responden secara tertulis atau lisan dan juga perilaku
nyata yang diamati dan diteliti dipelajari secara utuh”. Tehnik analisisnya dengan
model analisis interaktif ( HB.Sutopo, 2006: 18).
Proses analisis terdapat tiga komponen utama yang harus benar – benar
dipahami oleh setiap peneliti kualitatif, yaitu:
a. Reduksi Data.
Merupakan proses seleksi, pemfokusan,penyederhanaan dan abstraksi, data
dari fieldnote, yang berlangsung terus sepanjang pelaksanaan penelitian,
bahkan prosesnya diawali sebelum pelaksanaan penelitian.
b. Sajian Data
Merupakan suatu rakitan organisasi informasi,deskripsi dalam bentuk narasi
yang
memungkinkan simpulan penelitian dapat dilakukan. Sajian data
disusun secara logis dan sistematis.
c. Penarikan Simpulan dan Verifikasi.
Simpulan perlu diverifikasi agar cukup mantap dan benar – benar dapat
dipertanggungjawabkan.Verifikasi dapat dilakukan dengan usaha yang lebih
luas dengan melakukan replikasi dalam satuan data yang lain. Makna data
harus diuji validitasnya, agar simpulan penelitian menjadi lebih kokoh dan
dapat dipercaya.
Ketiga komponen analisis tersebut aktivitasnya dapat dilakukan dengan
cara interaksi baik antara komponen maupun dalam proses pengumpulan
data.
Tehnik analisis data tersebut dapat digambarkan dengan alur sebagai
berikut, menurut (HB Sutopo, 2002: 96 ):
Pengumpulan Data
(Data Primer dan Data Sekunder)
Reduksi Data
Sajian Data
Penarikan
Simpulan/Verifikasi
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Deskripsi Obyek Penelitian Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi.
a. Organisasi
Pembentukan Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi disertai dengan
pengaturan kedudukan,fungsi,susunan organisasi dan tata kerja. Sebagaimana
Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota lainnya pengaturan tersebut berdasarkan
pada Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional RI Nomor 4 Tahun 2006
Tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kantor Wilayah Badan
Pertanahan
Nasional di Propinsi dan Kantor Pertanahan di Kabupaten/Kota.
b.Kedudukan
Badan Pertanahan Nasional adalah Lembaga Pemerintah Non
Departemen yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.
Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi merupakan instansi vertikal dari Badan
Pertanahan Nasional, bertanggung jawab kepada Kantor Wilayah
Badan
Pertanahan Nasional Propinsi Jawa Timur.
c. Tugas dan Fungsi
Sebagai instansi vertikal tugas dan fungsi Kantor Pertanahan Kabupaten
Ngawi
merupakan penjabaran dari tugas dan fungsi
instansi vertikal
diatasnya.Oleh karena itu perlu terlebih dahulu melihat tugas dan fungsi
Badan Pertanahan Nasional sebagai instansi induknya.Mengenai tugas dan
fungsi ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Tugas dan Fungsi Badan Pertanahan Nasional
Berdasarkan
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 10
Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional (BPN). Tugas Badan
Pertanahan Nasional (BPN) adalah melaksanakan tugas pemerintahan di
bidang pertanahan
melaksanakan
secara
tugas
nasional,regional
tersebut,
Badan
dan sektoral.
Pertanahan
Dalam
Nasional
menyelenggarakan fungsi sebagai berikut:
a. Perumusan kebijakan nasional di bidang pertanahan;
b. Perumusan kebijakan teknis di bidang pertanahan;
c. Koordinasi kebijakan, perencanaan dan program di bidang pertanahan;
d. Pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang pertanahan;
e. Penyelenggaraan dan pelaksanaan survey,pengukuran dan pemetaan di
bidang pertanahan;
f. Pelaksanaan pendaftaran tanah dalam rangka menjamin kepastian
hukum;
g. Pengaturan dan penetapan hak – hak atas tanah;
h. Pelaksanaan penatagunaan tanah,reformasi agraria dan penataan
wilayah – wilayah khusus;
i. Penyiapan administrasi atas tanah
yang dikuasai dan/atau milik
negara/daerah bekerja sama dengan Departemen Keuangan;
j. Pengawasan dan pengendalian penguasaan pemilikan tanah;
k. Kerja sama dengan lembaga – lembaga lain;
l. Penyelenggaraan dan pelaksanaan kebijakan, perencanaan dan program
di bidang pertanahan;
m. Pemberdayaan masyarakat di bidang pertanahan;
n. Pengkajian dan penanganan masalah,sengketa,konflik dan perkara di
bidang pertanahan;
o. Pengkajian dan pengembangan hukum pertanahan;
p. Penelitian dan pengembangan di bidang pertanahan;
q. Pendidikan, latihan dan pengembangan sumber daya manusia di bidang
pertanahan;
r. Pengelolaan data dan informasi di bidang pertanahan;
s. Pembinaan fungsional lembaga – lembaga yang berkaitan dengan
bidang pertanahan;
t. Pembatalan dan penghentian hubungan hukum antara orang, dan/atau
badan hukum dengan tanah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang - undangan yang berlaku;
u. Fungsi lain di bidang pertanahan sesuai peraturan perundang –
undangan yang berlaku.
2. Tugas dan Fungsi Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi
Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi
mempunyai tugas
untuk
melaksanakan sebagian tugas dan fungsi Badan Pertanahan Nasional dalam
lingkungan wilayah Kabupaten Ngawi. Untuk menyelenggarakan tugas
tersebut Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi mempunyai fungsi sebagai
berikut:
a. Penyusunan
rencana,program,
dan
penganggaran
dalam
rangka
pelaksanaan tugas pertanahan;
b. Pelayanan,perijinan, dan rekomendasi di bidang pertanahan;
c. Pelaksanaan survey,pengukuran, dan pemetaan dasar,pengukuran, dan
pemetaan bidang,pembukuan tanah,pemetaan tematik, dan survey potensi
tanah;
d. Pelaksanaan
penatagunaan
tanah,landreform,konsolidasi
tanah,dan
penataan pertanahan wilayah pesisir,pulau – pulau kecil,perbatasan, dan
wilayah tertentu;
e. Pengusulan dan pelaksanaan penetapan hak tanah,pendaftaran hak
tanah,pemeliharaan data pertanahan dan administrasi tanah asset
pemerintah;
f. Pelaksanaan pengendalian pertanahan,pengelolaan
tanah negara,tanah
terlantar dan tanah kritis,peningkatan partisipasi dan pemberdayaan
masyarakat;
g. Penanganan konflik,sengketa,dan perkara pertanahan;
h. Pengkoordinasian pemangku kepentingan penggunan tanah;
i. Pengelolaan
Sistem
Informasi
Manajemen
Pertanahan
Nasional
informasi
pertanahan
kepada
(SIMTANAS);
j. Pemberian
penerangan
dan
masyarakat,pemerintah dan swasta;
k. Pengkoordinasian penelitian dan pengembangan;
l. Pengkoordinasian pengembangan sumberdaya manusia pertanahan;
m. Pelaksanaan urusan tata usaha, kepegawaian,keuangan,sarana dan
prasarana,perundang – undangan serta pelayanan pertanahan.
d. Struktur Organisasi
Untuk melaksanakan
tugas dan fungsi yang ditetapkan dibutuhkan
adanya struktur
organisasi yang dapat membagi habis tugas dan fungsi
tersebut,dengan
demikian
operasional
tugas
dan
fungsi
dapat
dilakukan.Adapun struktur organisasi Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi
berdasarkan
Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik
Indonesia Nomor 4 Tahun 2006 Tanggal 16 Mei 2006, sebagaimana terlihat
dalam lampiran 1.
Tugas dan fungsi Kantor Pertanahan dibagi habis kepada seluruh komponen komponen struktur organisasi sebagai berikut:
a. Sub Bagian Tata Usaha
Sub Bagian Tata Usaha
mempunyai tugas memberikan pelayanan administratif
kepada semua satuan organisasi Kantor Pertanahan,serta menyiapkan bahan evaluasi
kegiatan,penyusunan program, dan peraturan perundang – undangan.
Sub Bagian Tata Usaha mempunyai fungsi:
1. Pengelolaan data dan informasi;
2. Penyusunan rencana,program dan anggaran serta laporan akuntabilitas kinerja
pemerintah;
3. Pelaksanaan urusan kepegawaian;
4. Pelaksanaan urusan keuangan dan anggaran;
5. Pelaksanaan urusan tata usaha,rumah tangga,sarana dan prasarana;
6. Penyiapan bahan evaluasi kegiatan dan penyusunan program;
7. Koordinasi pelayanan pertanahan.
Sub Bagian Tata Usaha terdiri dari:
1. Urusan Perencanaan dan Keuangan mempunyai tugas menyiapkan penyusunan
rencana,program
dan
anggaran
serta
laporan
akuntabilitas
kinerja
pemerintah,keuangan dan penyiapan bahan evaluasi.
2. Urusan Umum dan Kepegawaian mempunyai tugas melakukan urusan surat
menyurat,kepegawaian,perlengkapan,rumah tangga, sarana dan prasarana,
koordinasi pelayanan pertanahan serta pengelolaan data dan informasi.
b.
Seksi
Survei,Pengukuran
dan
Pemetaan
mempunyai
tugas
melakukan
survey,pengukuran dan pemetaan bidang tanah,ruang dan perairan; perapatan
kerangka dasar,pengukuran batas kawasan/wilayah,pemetaan tematik dan survey
potensi tanah,penyiapan pembinaan surveyor berlisensi dan pejabat penilai tanah.
Seksi Survei,Pengukuran dan Pemetaan mempunyai fungsi :
1. Pelaksanaan survey,pengukuran dan pemetaan bidang tanah,ruang dan
perairan,perapatan kerangka dasar,pengukuran batas kawasan/wilayah,pemetaan
tematik dan survey potensi tanah,pembinaan surveyor berlisensi;
2. Perapatan kerangka dasar orde 4 dan pengukuran batas kawasan/wilayah;
3. Pengukuran,perpetaan,pembukuan bidang tanah,ruang dan perairan;
4. Survei, pemetaan,pemeliharaan dan pengembangan pemetaan tematik dan
potensi tanah;
5. Pelaksanaan kerja sama tehnis surveyor berlisensi dan pejabat penilai tanah;
6. Pemeliharaan peralatan teknis.
Seksi Survei,Pengukuran dan Pemetaan terdiri dari:
1. Subseksi Pengukuran dan Pemetaan mempunyai tugas menyiapkan perapatan
orde 4,penetapan batas bidang tanah dan pengukuran bidang tanah,kerjasama
teknis surveyor berlisensi pembinaan surveyor berlisensi dan pendaftaran,daftar
tanah,peta bidang tanah,surat ukur,gambar ukur dan daftar bidang pengukuran.
2. Subseksi Tematik dan Potensi
Tanah mempunyai tugas menyiapkan surat
ukur,pemeliharaan dan pengembangan pemetaan tematik,survey potensi
tanah,pemeliharaan teknis komputerisasi dan pembinaan pejabat penilai tanah.
c. Seksi Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah mempunyai tugas menyiapkan bahan dan
menyiapkan penetapan hak dalam rangka pemberian,perpanjangan dan pembaruan
hak tanah,pengadaan tanah,perijinan,pendataan dan penertiban bekas tanah
hak,pendaftaran ,peralihan ,pembebanan hak tanah serta pembinaan Pejabat
Pembuat Akta Tanah (PPAT).
Seksi Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah mempunyai fungsi:
1. Pelaksanaan pengaturan dan penetapan di bidang hak tanah;
2. Penyiapan rekomendasi pelepasan,penaksiran harga dan tukar menukar,saran
dan pertimbangan serta melakukan kegiatn perijinan,saran dan pertimbangan
usulan penetapan hak pengelolaan tanah;
3. Penyiapan telaahan dan pelaksanaan pemberian rekomendasi perpanjangan
jangka waktu pembayaran uang pemasukan dan atau pendaftaran hak;
4. Pengadministrasian atas tanah yang dikuasai dan/atau milik negara,daereah
bekerjasama dengan pemerintah,termasuk tanah badan hukum pemerintah;
5. Pendataan dan penertiban tanah bekas tanah hak;
6. Pelaksanaan pendaftaran hak dan komputerisasi pelayanan pertanahan;
7. Pelaksanaan penegasan dan pengakuan hak;
8. Pelaksanaan peralihan,pembebanan hak atas tanah dan pembinaan PPAT.
Seksi Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah terdiri dari:
1. Subseksi Penetapan Hak Tanah mempunyai tugas menyiapkan pelaksanaan
pemeriksaan, saran, dan pertimbangan mengenai penetapan Hak Milik,Hak
Guna Bangunan dan Hak Pakai, perpanjangan jangka waktu,pembaharuan
hak,perijinan,peralihan
hak
atas
tanah;penetapan
dan/rekomendasi
perpanjangan jangka waktu pembayaran uang pemasukan dan atau
pendaftaran hak tanah perorangan.
2.
Subseksi Pengaturan Tanah Pemerintah mempunyai tugas menyiapkan
pelaksanaan pemeriksaan,saran dan pertimbangan mengenai penetapan hak
milik dan hak pakai, hak guna bangunan dan hak pengelolaan bagi instansi
pemerintah, badan hukum pemerintah, perpanjangan jangka waktu,
pembaharuan hak, perijinan, peralihan hak atas tanah;rekomendasi
pelepasan dan tukar menukar tanah pemerintah.
3. Subseksi Pendaftaran Hak mempunyai tugas menyiapkan pelaksanaan
pendaftaran hak atas tanah,pengakuan dan penegasan konversi hak – hak
lain,hak milik atas satuan rumah susun,tanah hak pengelolaan,tanah
wakaf,data yuridis lainnya, data fisik bidang tanah,data komputerisasi
pelayanan pertanahan serta memelihara daftar buku tanah,daftar nama,daftar
hak atas tanah,dan warkah serta daftar lainnya di bidang pendaftaran tanah.
4. Subseksi Peralihan, Pembebanan Hak dan Pejabat Pembuat Akta Tanah
mempunyai
tugas
menyiapkan
pelaksanaan
pendaftaran,
peralihan,pembebanan hak atas tanah,pembebanan hak tanggungan dan
bimbingan PPAT serta sarana daftar isian di bidang pendaftaran tanah.
d. Seksi Pengaturan dan Penataan Pertanahan mempunyai tugas menyiapkan bahan dan
melakukan penatagunaan tanah,landreform,konsolidasi tanah,penataan pertanahan
wilayah pesisir,pulau – pulau kecil,perbatasan dan wilayah tertentu lainnya.
Seksi Pengaturan dan Penataan Pertanahan mempunyai fungsi:
1. Pelaksanaan penatagunaan tanah,landreform,konsolidasi tanah dan penataan
pertanahan wilayah pesisir,pulau – pulau kecil,perbatasan dan wilayah tertentu
lainnya,penetapan kriteria kesesuaian penggunaan dan pemanfaatan tanah serta
penguasaan dan pemilikan tanah dalam rangka
perwujudan fungsi
kawasan/zoning,penyesuaian penggunaan dan pemanfaatan tanah,penerbitan ijin
perubahan penggunaan tanah,penataan tanah bersama untuk peremajaan
kota,daerah bencana dan daerah bekas konflik serta pemukiman kembali;
2. Penyusunan rencana persediaan,peruntukan,penggunaan dan pemeliharaan tanah,
neraca penatagunaan tanah kabupaten/kota dan kawasan lainnya;
3. Pemeliharaan basis data penatagunaan tanah kabupaten/kota dan kawasan;
4. Pemantauan dan evaluasi pemeliharaan tanah,perubahan penggunaan dan
pemanfaatan
tanah
pada setiap fungsi kawasan/zoning dan redistribusi
tanah,pelaksanaan konsolidasi tanah,pemberian tanah obyek landreform dan
pemanfaatan tanah bersama serta penertiban administrasi landreform;
5. Pengusulan penetapan/penegasan tanah menjadi obyek landreform;
6. Pengambilalihan dan /atau penerimaan penyerahan tanah – tanah yang terkena
ketentuan landreform;
7. Penguasaan tanah – tanah obyek landreform;
8. Pemberian ijin peralihan hak atas tanah pertanian dan ijin redistribusi tanah
dengan luasan tertentu;
9. Penyiapan usulan ganti kerugian tanah obyek landreform dan penegasan
obyek konsolidasi tanah;
10. Penyediaan tanah untuk pembangunan;
11. Pengelolaan sumbangan tanah untuk pembangunan;
12. Pengumpulan,pengolahan,penyajian dan dokumentasi data landreform.
Seksi Pengaturan dan Penataan Pertanahan terdiri dari:
1. Subseksi
Penatagunaan Tanah dan Kawasan Tertentu mempunyai tugas
menyiapkan bahan penyusunan rencana persediaan, peruntukan,pemeliharaan
dan penggunaan tanah,rencana penataan kawasan,pelaksanaan koordinasi,
monitoring dan evaluasi pemeliharaan tanah,perubahan penggunaan dan
pemanfaatan
tanah
pada
setiap
fungsi
kawasan/zoning,penerbitan
pertimbangan teknis penatagunaan tanah,penetapan penatagunaan tanah dan
pemanfaatan tanh,penyesuaian penggunaan dan pemanfaatan tanah, serta
melaksanakan pengumpulan dan pengolahan dan pemeliharaan data tekstual
dan spasial.
2. Subseksi Landreform dan Konsolidasi tanah mempunyai tugas menyiapkan
bahan
usulan
penetapan/penegasan
tanah
menjadi
obyek
landreform;penguasaan tanah – tanah obyek landreform;pemberian ijin
peralihan hak atas tanah dan ijin redistribusi tanah dan pengeluaran tanah dari
obyek landreform;monitoring dan evaluasi redistribusi tanah, ganti kerugian,
pemanfaatan tanah bersama dan penertiban administrasi landreform serta
fasliltasi bantuan keuangan/ permodalan,teknis dan pemasaran;usulan
penegasan obyek penatan tanah bersama untuk peremajan pemukiman
kumuh,daerah bencana dan daerah bekas konflik serta permukiman
kembali;penyediaan tanah
pembangunan,pengembangan
dan pengelolaan
teknik
dan
sumbangan tanah
untuk
metode;promosi
dan
sosialisasi;pengorganisasian dan pembimbingan masyarakat;kerja sama dan
fasilitasi;pengelolaan basis data dan informasi;monitoring dan evaluasi serta
koordinasi pelaksanaan konsolidasi tanah.
e. Seksi Pengendalian dan Pemberdayaan mempunyai tugas menyiapkan bahan dan
melakukan kegiatan pengendalian pertanahan,pengelolaan tanah negara,tanah
terlantar dan tanah kritis serta pemberdayaan masyarakat.
Seksi Pengendalian dan Pemberdayaan mempunyai fungsi:
1. Pelaksanaan pengendalian pertanahan,pengelolaan tanah negara,tanah terlantar
dan tanah kritis serta pemberdayaan masyarakat;
2. Pelaksanaan inventarisasi dan identifikasi pemenuhan hak dan kewajiban
pemegang hak atas tanah,pemantauan dan evaluasi penerapan kebijakan dan
program pertanahan dan program sektoral,pengelolaan tanah negara,tanah
terlantar dan tanah kritis;
3. Pengkoordinasian
dalam
rangka
penyiapan
rekomendasi,
pembinaan,
peringatan,harmonisasi dan pensinergian kebijakan dan program pertanahan dan
sektoral dalam pengelolaan tanah negara serta penanganan tanah terlantar dan
tanah kritis;
4. Penyiapan saran tindak dan langkah – langkah penanganan serta usulan
rekomendasi,pembinaan,peringatan, harmonisasi dan pensinergian kebijakan dan
program pertanahan dan sektoral dalam
pengelolaan tanah negara serta
penanganan tanah terlantar dan tanah kritis;
5. Inventarisasi potensi masyarakat marjinal,asistensi dan pembentukan kelompok
masyarakat,fasilitasi dan peningkatan akses ke sumber produktif;
6. Peningkatan partisipasi masyarakat,lembaga swadaya masyarakat dan mitra kerja
teknis pertanahan dalam rangka pemberdayaan masyarakat;
7. Pemanfaatan tanah negara,tanah terlantar dan tanah kritis untuk pembangunan;
8. Pengelolaan basis data hak atas tanah, tanah negara,tanah terlantar dan tanah kritis
serta pemberdayaan masyarakat;
9. Penyiapan usulan keputusan pembatalan dan penghentian hubungan hukum atas
tanah terlantar.
Seksi Pengendalian dan Pemberdayaan terdiri dari:
1. Subseksi Pengendalian Pertanahan mempunyai tugas menyiapkan pengelolaan
basis data,dan melakukan inventarisasi dan identifikasi,penyusunan saran tindak
dan langkah penanganan,serta menyiapkan bahan koordinasi usulan penertiban
dan pendayagunaan dalam
rangka penegakan hak dan kewajiban pemegang
hak atas tanah ;pemantauan,evaluasi,harmonisasi dan pensinergian kebijakan dan
program pertanahan dan sektoral dalam pengelolaan tanah negara,penanganan
tanah terlantar dan tanah kritis;
2. Subseksi Pemberdayaan Masyarakat mempunyai tugas
menyiapkan bahan
inventarisasi potensi, asistensi, fasilitasi dalam rangka penguatan penguasaan, dan
melaksanakan pembinaan partisipasi masyarakat, lembaga masyarakat, mitra
kerja teknis dalam pengelolaan pertanahan, serta melakukan kerjasama
pemberdayaan dengan pemerintah kabupaten/kota,lembaga keuangan dan dunia
usaha,serta bimbingan dan pelaksanaan kerjasama pemberdayaan.
f. Seksi Sengketa,Konflik dan Perkara mempunyai tugas menyiapkan
bahan dan
melakukan kegiatan penanganan sengketa,konflik dan perkara pertanahan.
Seksi Sengketa,Konflik dan Perkara mempunyai fungsi sebagai berikut:
1. Pelaksanaan penanganan sengketa,konflik dan perkara pertanahan;
2. Pengkajian masalah,sengketa dan konflik pertanahan;
3. Penyiapan bahan dan penanganan sengketa dan konflik pertanahan secara
hukum
,penanganan
dan
penyelesaian
perkara,pelaksanaan
alternatif
penyelesaian sengketa dan konflik pertanahan melalui bentuk mediasi, fasilitasi
dan lainnya,usulan dan rekomendasi pelaksanaan putusan – putusan lembaga
peradilan serta usulan rekomendasi pembatalan dan penghentian hubungan
hukum antara orang,dan/atau badan hukum dengan tanah;
4. Pengkoordinasian penanganan sengketa dan konflik pertanahan dan perkara
pertanahan;
5. Pelaporan penanganan dan penyelesaian sengketa dan konflik pertanahan dan
perkara pertanahan;
Seksi Sengketa,Konflik dan Perkara terdiri dari:
1. Subseksi
Sengketa
dan
Konflik
Pertanahan
menyiapkan
pengkajian
hukum,sosial,budaya,ekonomi dan politik terhadap sengketa dan konflik
pertanahan, usulan rekomendasi pembatalan dan penghentian hubungan
hukum antara orang,dan/atau badan hukum dengan tanah,pelaksanaan
alternatif penyelesaian sengketa melalui mediasi,fasilitasi,dan koordinasi
penanganan sengketa dan konflik;
2. Subseksi Perkara Pertanahan mempunyai tugas menyiapkan penanganan dan
penyelesaian perkara,koordinasi penanganan perkara,usulan rekomendasi
pembatalan dan penghentian hubungan hukum antara orang
dan/atau badan hukum dengan tanah, sebagai pelaksanaan putusan lembaga
peradilan.
e. Sumber Daya Organisasi
Suatu organisasi dapat melaksanakan tugas dan fungsinya bilamana didukung
oleh sumber daya yang memadai. Berkaitan dengan pelaksanaan tugas dan fungsi
Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi mempunyai sumber daya manusia,pembiayaan
dan fasilitas sebagai berikut:
1. Keadaan Pegawai
Dalam bagian ini dikemukakan secara berurutan tentang jumlah pegawai
berdasarkan golongan dan jumlah pegawai berdasarkan pendidikan.
a. Jumlah Pegawai Menurut Golongan
Golongan pegawai membedakan tingkatan atau urutan pegawai yang ada
dalam suatu organisasi yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang –
undangan yang berlaku.Adapun golongan pegawai yang ada
di lingkungan Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi adalah seperti pada tabel
sebagai berikut:
TABEL 1
Jumlah Pegawai Negeri Sipil Berdasarkan Golongan
Di Lingkungan Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi Tahun 2008
Tingkat Golongan
No.
Golongan
A
B
C
D
Jumlah
1
IV
1
1
-
-
2
4
2
III
14
13
11
3
41
80
3
II
1
-
4
1
6
12
4
I
-
-
1
1
2
4
51
100
Total
%
Sumber : Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi
Berdasarkan pada tabel tersebut diatas, terlihat bahwa yang paling banyak
adalah III sebanyak 40 orang atau 40% dari jumlah pegawai yang ada di Kantor
Pertanahan Kabupaten Ngawi, hal tersebut menunjukkan ketidakseimbangan
golongan karena pada golongan III lebih banyak daripada golongan II dan I yang
seharusnya distribusi tersebut menganut prinsip kerucut.
b. Jumlah Pegawai Menurut Pendidikan
Adapun jumlah pegawai menurut pendidikan
di lingkungan Kantor
Pertanahan Kabupaten Ngawi adalah seperti tabel sebagai berikut:
TABEL 2
Jumlah Pegawai Berdasarkan Pendidikan
Di Lingkungan Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi Tahun 2008
No.
1
2
3
4
5
6
7
Pendidikan
S3
S2
S1
DIII
SLTA
SLTP
SD
Jumlah
Sumber : Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi
Jumlah
1
25
17
8
51
%
2
49
33
16
100
Berdasarkan pada tabel tersebut di atas, apabila dikaitkan dengan prinsip
ketidakseimbangan pegawai
yaitu prinsip kerucut, maka nampak
bahwa
distribusi pendidikan tersebut masih belum seimbang, hal tersebut terlihat bahwa
pendidikan S2 sebanyak 1 orang atau 2%, pendidikan SI sebanyak 25 orang atau
49%,pendidikan SLTA ( Sekolah Lanjutan Tingkat Atas) sebanyak 17 orang atau
33%, dan pendidikan SLTP (Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama) sebanyak 8
orang atau 16%.
c. Sumber Dana Pembiayaan
Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi merupakan kantor yang masih berstatus
instansi vertikal di daerah,mempunyai
sumber pembiayaan dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara. Sumber daya keuangan tertuang dalam bentuk
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) pertahun anggaran. Untuk laporan
realisasi fisik dan keuangan pelaksanaan kegiatan periode
Januari sampai
dengan Desember 2008 dapat dilihat dalam lampiran 2.
d. Sarana dan Prasarana Fisik
Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi beralamat di Jalan Basuki Rahmat
Nomor 5 Ngawi menempati bangunan di atas tanah dengan luas 2.050 M2. Dalam
pelayanan kepada masyarakat telah menggunakan sistem loket.Loket pelayanan
dibagi menjadi 4 loket, yang terdiri dari Loket 1 menangani Informasi,Loket 2
menangani tentang Penyerahan berkas permohonan dan pengaduan ,Loket 3
menangani Pembayaran biaya dan Loket 4 tentang penyerahan produk sertipikat.
Dalam rangka pelaksanaan kegiatan pelayanan kepada masyarakat sarana
dan prasarana kantor sangat berperan dalam rangka menunjang keberhasilan
dalam pelaksanaan tugas.Sarana dan prasarana dapat dilihat dalam lampiran 3.
2. Implementasi
Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan
Pendaftaran Tanah Pertama Kali di Kantor Pertanahan Kabupaten
Ngawi.
a. Wilayah Pelayanan
Wilayah
pelayanan Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi
seluas
1.298,58 km2, dimana 39% atau 504,8 km2 berupa lahan pertanian.
Administrasi pemerintah terdiri dari 19 kecamatan dan 217 desa, dimana 4
dari 217 desa tersebut adalah kelurahan.jumlah penduduk pada tahun 2007
adalah
sebesar 882.221 jiwa. Wilayah Kabupaten Ngawi sebagian besar
merupakan wilayah kawasan hutan.Mata pencaharian penduduk Kabupaten
Ngawi yang dominan adalah petani karena
wilayahnya sebagian besar
merupakan daerah pertanian.
b. Jenis Pelayanan
Tugas dan fungsi Kantor Pertanahan Kabupaten
Ngawi sebagaimana
ditentukan dalam Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik
Indonesia Nomor 4 Tahun 2006, dioperasionalkan
dalam dua kelompok
kegiatan.Kelompok pertama merupakan kegiatan menyiapkan perangkat –
perangkat yang berhubungan dengan kelompok kegiatan kedua.Kelompok
kegiatan pertama adalah sebagai berikut:
a. Pembuatan dan pemeliharaan fasilitas pertanahan di lapangan berupa
tugu – tugu dasar teknis yang berguna bagi peningkatan bidang tanah.
b. Pembuatan dan pemeliharaan peta – peta pendaftaran tanah.
c. Pembinaan Pejabat Pembuat Akta Tanah.
d. Mengumpulkan,mengolah dan menyajikan data penatagunaan tanah
berupa peta topografi,peta penggunaan tanah,peta kemampuan tanah
dan peta perubahan penggunaan tanah.
e. Pembuatan rencana penatagunaan tanah.
f. Menyiapkan
dan
melakukan
pengumpulan
data
pengendalian
penguasaan tanah.
g. Pendataan tanah obyek landreform.
h. Menyiapkan dan mengolah data – data pengurusan hak atas tanah.
i. Penyuluhan hukum pertanahan.
Sedangkan kelompok kegiatan kedua merupakan kegiatan pelayanan
kepada masyarakat adalah sebagai berikut:
a. Pendaftaran peralihan hak atas tanah.
b. Pendaftaran dan penghapusan hak tanggungan.
c. Pendaftaran Tanah Untuk Pertama Kali.
d. Pemberian ijin perubahan penggunaan tanah.
e. Pemberian ijin Pemindahan Hak.
c. Sistem Loket Pelayanan
Kantor
Pertanahan Kabupaten
Ngawi telah menerapkan pelayanan
sistem loket.Adapun loket pelayanan adalah sebagai berikut:
1. Loket 1, sebagai loket informasi yang berfungsi untuk memberikan
informasi kepada masyarakat yang berkaitan dengan pengajuan dan
permohonan sertipikat hak atas tanah.
2. Loket 2, merupakan loket penerimaan berkas pengajuan dan permohonan
sertipikat hak atas tanah dan berkas pengaduan dari masyarakat.
3. Loket 3, merupakan loket yang menangani tentang Perincian biaya dan
pembayaran biaya pengajuan dan permohonan sertipikat.
4. Loket 4 , mengenai loket untuk penyerahan produk atau pengambilan
sertipikat hak atas tanah.
d. Prosedur Pelayanan Sertifikasi Hak Atas Tanah Untuk Pendaftaran Tanah
Pertama Kali.
Yang menjadi titik fokus dalam pembahasan tesis ini adalah mengenai
standar prosedur operasi pengaturan dan pelayanan pendaftaran tanah pertama
kali. Sertipikat tanah yang dimiliki oleh seseorang dimaksudkan untuk
menjamin kepastian hak atas tanah, baik dari segi fisik tanah dalam arti luas
dan letak tanah, segi tata ruang tanah dalam arti kesesuaian perencanaan dan
peruntukkan penggunaan tanah, maupun dari segi hukum, karena dengan
adanya sertipikat tanah maka diperoleh adanya kepastian hak dan kepastian
hukum atas tanah yang dikuasai oleh seseorang maupun badan hukum.
Dalam proses sertifikasi hak atas tanah memerlukan adanya prosedur,waktu
dan biaya.Proses sertifikasi tanah untuk pendaftaran tanah pertama kali dibagi
menjadi dua jenis prosedur, yang didasarkan pada status tanah, yaitu tanah
negara dan tanah adat perseorangan.Tanah negara
adalah bidang tanah
diatasnya tidak melekat sesuatu hak dan atau bidang tanah yang diatasnya
melekat bekas hak.Sedangkan tanah adat perseorangan adalah sebagian dari
bidang tanah yang dikuasai oleh sekelompok masyarakat adat secara turun
temurun dan oleh karena hubungan emosional ataupun hubungan ekonomi
telah diakui secara komunal oleh masyarakat adat itu sendiri menjadi hak
milik dari seseorang anggota masyarakat adat.
Perbedaan dalam prosedur kedua status tanah terletak
pada penggunaan
lembaga pengumuman pada tanah adat, sedangkan pada tanah negara tidak
menggunakan pengumuman.Pada tanah adat tidak dipungut uang pemasukan
ke kas negara, namun dipungut bea perolehan hak atas tanah
bila telah
memenuhi ketentuan pemungutan bea perolehan hak atas tanah yang berlaku
di daerah setempat.Adapun prosedurnya adalah sebagai berikut:
1. Prosedur Memperoleh Tanah Negara
a. Pengajuan permohonan dilengkapi dengan berkas – berkas sebagai
berikut:
1).Identitas Pemohon
2). Surat Pernyataan Penguasaan dan Pemilikan Tanah
3). Surat Pernyataan Tanah – Tanah Yang Telah Dipunyai
4). Surat Keterangan dari Desa/Kelurahan
5).Peta Bidang Tanah yang dimohon.
b. Jika berkas sudah lengkap maka membayar biaya proses pengukuran
dan biaya pemeriksaan bidang tanah oleh Panitia A.Panitia A diatur
berdasarkan ketentuan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional
Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2007 tentang Panitia Pemeriksaan
Tanah.Panitia Pemeriksaan Tanah A dalam melaksanakan tugasnya
terdiri dari:
1). Tugas di lapangan antara lain:
-
Mengadakan penelitian dan peninjauan fisik atas tanah yang
dimohon mengenai penguasaan,penggunaan/keadaan tanah dan
batas – batas tanah.
- Mengumpulkan keterangan/penjelasan dari pemohon dan pemilik
tanah yang berbatasan atau kuasanya serta meneliti ada tidaknya
keberatan dari pihak lain.
- Meneliti kepentingan umum.
- Meneliti kesesuaian penggunaan tanah yang dimohon dengan
Rencana Tata Ruang Wilayah setempat.
2). Tugas di Kantor Pertanahan antara lain:
-
Mengadakan
pemeriksaan
terhadap
kelengkapan
berkas
permohonan pemberian Hak Milik,Hak Guna Bangunan, dan
Hak Pakai atas tanah negara.
- Mengadakan penelitian mengenai data status tanah,riwayat tanah
dan hubungan hukum antara tanah yang dimohon dengan
pemohon serta kepentingan lainnya.
- Melakukan sidang berdasarkan data fisik dan data yuridis hasil
penelitian dan peninjauan fisik di lapangan termasuk data
pendukung lainnya oleh semua anggota Panitia A.
- Menentukan status tanah dan kepemilikan tanah.
- Memberikan pendapat dan pertimbangan atas permohonan tersebut
yang dituangkan dalam Risalah Pemeriksaan Tanah
A dan
ditandatangani oleh semua anggota.
3). Pelaksanaan pengukuran bidang tanah yang dimohon menghasilkan
Surat Ukur
tanah yang berisi
mengenai luas,letak bidang
tanah.Dalam pengukuran bidang tanah ini harus disaksikan dan
disetujui oleh tetangga yang berbatasan.
4). Pemeriksaan Panitia A menghasilkan
Risalah panitia A sebagai
bahan pertimbangan Kepala Kantor Pertanahan untuk memberikan
atau menolak
memberikan sesuatu hak atas tanah yang
dimohon.Panitia A terdiri dari komponen Seksi Hak Tanah dan
Pendaftaran Tanah sebagai Ketua dan anggotanya terdiri dari Seksi
Survei,Pengukuran dan Pemetaan, Seksi Pengaturan dan Penataan
Pertanahan dan Kepala Desa/Kelurahan.Panitia A ini bertugas untuk
memeriksa mengenai Subyek dan Obyek bidang tanah, kesesuaian
dari aspek penguasaan dan pemilikan tanahnya, aspek tata guna
tanahnya.
5). Berdasarkan dari Risalah Pemeriksaan dari Panitia A maka diajukan
kepada kepala kantor pertanahan
atau pejabat yang berwenang
untuk dapat dikabulkan atau ditolak memberikan hak
dengan
melalui Surat Keputusan Pemberian atau penolakan pemberian hak
atas tanah.
6). Berdasarkan Surat Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah, maka
kepada pemohon diharapkan untuk membayar Uang Pemasukan
kepada Negara.
7).Kemudian Surat Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah tersebut
didaftarkan dan diproses yang selanjutnya diterbitkan Sertipikat
Hak Atas Tanah.
8). Sertipikat yang sudah terbit diserahkan kepada pemohon.
Tahapan
prosedur dalam rangka permohonan tanah Negara dapat
dilihat dalam lampiran 4 yaitu Skema Pengajuan Permohonan Tanah
Negara.
Untuk penerbitan sertipikat hak atas tanah yang berasal dari
permohonan tanah negara di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi dapat
dilihat dalam tabel sebagai berikut:
TABEL 3
Penerbitan Sertipikat Permohonan Tanah Negara
Nomor
Tahun
Tanah Negara
Jumlah
(Bidang)
1.
2006
4
4
2.
2007
2
2
3.
2008
-
-
6
6
Jumlah
Sumber: Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi
Bahwa dari tabel diatas dapat dilihat penerbitan sertipikat hak atas
tanah yang berasal dari permohonan tanah negara jumlahnya sangat kecil,
karena hal ini disebabkan tanah negara di Wilayah Kabupaten Ngawi
jumlahnya relatif kecil dan sangat terbatas.
2. Prosedur Memperoleh Sertipikat Tanah Bekas Milik Adat.
Tanah bekas milik adat yang pada tanggal 24 September 1960
pemiliknya berstatus sebagai warga negara Indonesia.Tanah bekas milik adat
adalah hak atas tanah yang lahir berdasarkan proses adat setempat misalnya
hak yasan,hak andarbeni dan sebagainya yang sejak tanggal 24 September
1960 dikonversi menjadi hak milik namun belum terdaftar.
Jenis tanah bekas milik adat dibagi menjadi 2,meliputi:
1. Tanah bekas milik adat yang mempunyai surat tanda bukti pemilikan atas
nama pemegang hak pada waktu berlakunya Undang – Undang Pokok
Agraria
dan
apabila kemudian hal itu beralih,bukti peralihan hak
berturut – turut sampai ketangan pemegang hak pada waktu dilakukan
pembukuan.
a. Tanah bekas milik adat yang tidak mempunyai tanda bukti pemilikan
atau yang kurang lengkap.
Tata Cara Memperoleh Sertipikat Tanah Bekas Milik Adat di Kantor
Pertanahan Kabupaten Ngawi dengan berdasarkan Ketentuan
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Jo.Peraturan Menteri
Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun
1997 sebagai berikut:
Persyaratan meliputi:
1. Bagi Tanah Bekas Milik Adat Yang Mempunyai Surat Tanda
Bukti Pemilikan, meliputi:
a). Asli tanda bukti pemilikan tanah yang dimohon,antara lain
Pethok,girik,Kekitir,Pipil Verponding Indonesia sebelum
berlakunya Undang – Undang Pokok Agraria Nomor 5
Tahun 1960 dan lain – lain.
b). Surat perolehan tanah tersebut didapat secara berurut
( jual beli,warisan,hibah dan lain – lain).
c). Surat Keterangan Kepala Desa/Lurah tentang riwayat tanah
tersebut.
d). Surat Pernyataan tidak dalam sengketa dari pemilik.
e). Fotocopy Kartu Tanda Penduduk (KTP) pemohon ( jual
beli,warisan,hibah).
f). Bukti Pelunasan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak
Bumi dan Bangunan (SPPT – PBB) tahun terakhir.
g). Bukti pelunasan Bea Perolehan Hak Tanah dan Bangunan
(BPHTB) apabila perolehan tanah setelah tanggal 1 Januari
1998.
h). Bukti Pelunasan Pajak Penghasilan ( PPH)
i). Bukti lain yang diperlukan.
2. Bagi Tanah Bekas Milik Adat yang Tidak Mempunyai Surat tanda
Bukti Pemilikan, meliputi:
a). Surat Pernyataan bahwa pemohon telah menguasai secara nyata
tanah yang bersangkutan selama 20 tahun atau lebih secara
berturut – turut atau telah memperoleh penguasaan itu dari
pihak atau pihak – pihak lain yang telah menguasainya
sehingga waktu penguasaan pemohon dan pendahulunya
tersebut berjumlah 20 tahun atau lebih.
b). Surat perolehan tanah.
c). Surat Pernyataan bahwa penguasaan tanah itu telah
dilakukan dengan itikad baik.
d). Surat Pernyataan bahwa penguasaan itu tidak
pernah
diganggu gugat diakui dan dibenarkan oleh masyarakat
hukum adat atau desa/kelurahan yang bersangkutan.
e). Surat Pernyataan bahwa tanah tersebut sekarang tidak
dalam sengketa.
f). Surat Pernyataan, apabila pernyataan tersebut memuat halhal yang tidak sesuai dengan kenyataan, penandatanganan
bersedia dituntut dimuka hakim secara pidana maupun
perdata apabila memberikan keterangan palsu.
g). Surat keterangan dari kepala desa/lurah dan sekurang –
kurangnya 2 (dua) orang saksi yang kesaksiannya dapat
dipercaya, karena fungsinya sebagai ketua adat setempat
atau penduduk yang sudah lama bertempat tinggal di
desa/lurah letak tanah
yang bersangkutan, dan tidak
mempunyai hubungan keluarga dengan pemohon sampai
derajat kedua baik dalam kekerabatan vertikal maupun
horizontal.
h). Fotocopy Kartu Tanda Penduduk (KTP) pemohon.
i). Bukti Pelunasan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang
Pajak Bumi dan Bangunan (SPPT – PBB) tahun terakhir.
j). Bukti pelunasan Bea Perolehan Hak Tanah dan Bangunan
(BPHTB) apabila perolehan tanah setelah tanggal 1 Januari
1998.
k). Bukti Pelunasan Pajak Penghasilan ( PPH)
l). Bukti lain yang diperlukan.
3. Prosedurnya meliputi:
a). Pemilik/ahli warisnya atau pembeli tanah tersebut mengajukan
permohonan kepada Kepala Kantor Pertanahan tempat letak
tanah melalui loket dengan mengisi formulir.Penegasan/
Pengakuan Hak.
b). Membayar biaya:
1. Pengukuran dan pemetaan
2.
Pemeriksaan
tanah
(biaya
terpampang
di
Kantor
Pertanahan)
c). Pemeriksaan data fisik meliputi penetapan dan pemasangan
tanda batas, pengukuran dan pemetaan oleh
petugas yang
ditunjuk.
d). Penelitian data yuridis bidang tanah,apabila bukti – bukti tertulis
tidak lengkap maka penelitian dilanjutkan oleh Panitia A yang
bertugas:
1). Meneliti data yuridis bidang tanah yan tidak dilengkapi
dengan alat bukti tertulis mengenai pemilikan tanah secara
lengkap.
2). Melakukan pemeriksaan lapangan untuk menentukan
kebenaran alat bukti yang diajukan oleh pemohon.
3).Mencatat sanggahan/ keberatan dan hasil penyelesaiannya.
4). Membuat kesimpulan mengenai data yuridis bidang tanah
yang bersangkutan.
e). Daftar data yuridis dan data fisik bidang tanah dan peta bidang
tanah yang bersangkutan diumumkan di Kantor Pertanahan dan
kantor Desa/Kelurahan letak tanah selama 60 (enam puluh) hari
berturut – turut.
f). Setelah jangka waktu pengumuman berakhir dan tidak ada pihak
yang mengajukan keberatan terhadap isi pengumuman
maka
data fisik dan data yuridis yang diumumkan tersebut disahkan
oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam suatu berita acara.
g). Selanjutnya dilakukan pendaftaran pembukuan hak atas tanah
yang bersangkutan, lalu menerbitkan sertipikat hak milik tanah
dimaksud.
Tahapan prosedur pengajuan tanah yang berasal dari tanah adat dengan
melalui pendaftaran tanah pertama kali dapat dilihat dalam lampiran 5 yaitu
Skema Pelayanan Pengajuan Tanah Adat.
Untuk penerbitan sertipikat hak atas tanah yang berasal dari pengajuan
permohonan sertipikat dari tanah adat dengan melalui pendaftaran pertama kali di
Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut:
TABEL 4
Penerbitan Sertipikat Berdasarkan Permohonan Pengajuan Tanah Adat
Nomor
Tahun
Tanah Adat/Yasan
Jumlah
(Bidang)
(Bidang)
1.
2006
3.092
3.092
2.
2007
4.570
4.570
3.
2008
1.468
1.468
9.130
9.130
Jumlah
Sumber: Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi
Bahwa dari tabel diatas dapat dilihat penerbitan sertipikat tanah yang berasal
dari tanah adat/yasan dengan melalui pendaftaran tanah pertama kali di Wilayah
Kabupaten Ngawi pada tahun 2008 mengalami penurunan jumlahnya, hal ini
disebabkan karena pengajuan permohonan pendaftaran tanah pertama kali yang
diajukan oleh masyarakat memang kecil jumlahnya.Pada umumnya masyarakat
dalam pengajuan pendaftaran tanah pertama kali ini selalu menunggu adanya
proyek – proyek yang berasal pemerintah, misalnya Proyek Operasi Nasional
Agraria, ajudikasi dan proyek pemerintah lainnya yang membutuhkan biaya yang
sangat kecil.
3. Pelaksanaan Standar Prosedur Operasi Pengaturan Dan Pelayanan Pendaftaran
Tanah Pertama Kali – Sporadik di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi
Untuk menjamin kepastian hukum
hak atas tanah perlu dilakukannya
pendaftaran hak atas tanah.Pendaftaran tanah
Nomor
menurut Peraturan Pemerintah
24 Tahun 1997 yaitu Pendaftaran Tanah Secara Sistematik dan
Pendaftaran Tanah Secara Sporadik.
Pendaftaran tanah secara Sistematik menurut ketentuan pasal 1 angka 10
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah adalah
kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali yang yang dilakukan serentak
yang meliputi semua obyek pendaftaran tanah yang
belum didaftar dalam
wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan.Pendaftaran tanah
secara
Sistematik diselenggarakan atas prakarsa Pemerintah berdasarkan pada suatu
rencana
kerja jangka panjang dan tahunan serta dilaksanakan di wilayah –
wilayah yang ditetapkan oleh Menteri Negara/ Kepala Badan Pertanahan
Nasional.
Pendaftaran tanah secara Sporadik
dipergunakan oleh Peraturan
merupakan salah satu cara yang
Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang
Pendaftaran Tanah disamping pendaftaran tanah secara Sistematik.Menurut
ketentuan pasal 1 angka 12 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang
Pendaftaran Tanah disebutkan pendaftaran tanah secara Sporadik ialah kegiatan
pendaftaran tanah untuk pertama kali mengenai satu atau beberapa obyek
pendaftaran tanah dalam wilayah atau bagian suatu desa/kelurahan secara
individual atau massal.
Proses pendaftaran tanah secara Sporadik dibedakan lagi menjadi 2 (dua)
yaitu melalui rutin dan lewat massal swadaya, dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Pendaftaran tanah secara Sporadik Rutin merupakan proses pendaftaran tanah
atas inisiatif sendiri pemilik tanah. Oleh karena itu atas inisiatif sendiri, maka
biaya pendaftaran tanahnya lebih mahal jika dibandingkan dengan pendaftaran
tanah secara sistematik.Mahalnya biaya pendaftaran tanah secara Sporadik
karena digunakan untuk membiayai seluruh proses pendaftaran tanah yang
meliputi:
a. Pengumpulan dan pengolahan data fisik yaitu:
1). Pengukuran tanah dan pemetaan.
2). Pembuatan peta dasar pendaftaran.
3). Penetapan batas bidang – bidang tanah.
4). Pengukuran dan pemetaan bidang – bidang tanah dan pembuatan peta
pendaftaran.
5). Pembuatan daftar tanah.
6). Pembuatan surat ukur.
b. Pembuktian hak dan pembukuannya,meliputi:
1). Pembuktian hak baru.
2). Pembuktian hak lama.
3). Penerbitan sertipikat.
4). Penyajian data fisik dan data yuridis.
5). Penyimpanan daftar umum dan dokumen.
Pendaftaran tanah secara sporadik relatif lebih mahal dibandingkan
dengan pendaftaran tanah secara sistematik yang disubsidi oleh
Pemerintah.
2. Pendaftaran tanah secara Sporadik Massal Swadaya (SMS), bahwa
pendaftaran tanah secara Sporadik Massal Swadaya (SMS) ini dilaksanakan
jika ada usulan dari masyarakat
membentuk
kelompok
secara massal (bersama – sama) yang
itu minimal terdiri dari 20 orang yang ingin
mengajukan permohonan pendaftaran
tanah ke Kantor Pertanahan
Kabupaten/Kota.
Di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi
untuk pendaftaran tanah
pertama kali ini, juga dilaksanakan dengan melalui pendaftaran tanah secara
Sporadik Rutin dan
pendaftaran tanah secara Sporadik Massal Swadaya
(SMS, yaitu:
a. Pelaksanaan Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan
Pendaftaran Tanah Pertama Kali secara Sporadik di Kantor Pertanahan
Kabupaten Ngawi gambaran umumnya sebagai berikut:
Dasar Hukum:
1. Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Undang – Undang
Pokok Agraria (UUPA).
2. Undang – Undang Nomor 21 tahun 1997 jis Nomor 20 Tahun 2000
tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah (BPHTB).
3. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran
Tanah.
4. Surat Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3001084 tanggal 2 Mei 2005 tentang Biaya Operasional
Lapang
Pemeriksaan Tanah dan Transpot.
Persyaratan, meliputi:
a. Surat Permohonan dan Surat Kuasa, jika permohonan
dikuasakan.
b. Identitas diri para pemilik tanah/pemohon dan atau kuasanya untuk
perorangan, fotocopy Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu
Keluarga (KK) yang masih berlaku atau utuk Badan Hukum:
fotocopy Akta Pendirian Perseroan dan Perubahan.
c. Bukti tertulis yang membuktikan adanya hak yang bersangkutan,
yaitu:
1). Surat tanda bukti hak milik yang diterbitkan berdasarkan
Peraturan Swapraja yang bersangkutan;
2). Sertipikat hak milik yang diterbitkan berdasarkan Peraturan
Menteri Agraria (PMA) Nomor 9/1959;
3). Surat keputusan pemberian hak milik dari Pejabat yang
berwenang, baik sebelum ataupun sejak berlakunya Undang –
Undang Pokok Agraria (UUPA), yang tidak disertai kewajiban
untuk mendaftarkan hak yang diberikan,tetapi telah dipenuhi
semua kewajiban yang disebut didalamnya;
4). Petuk pajak bumi/landrente,girik,pipil.kekitir dan Verponding
Indonesia sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 10
Tahun 1961;
5). Akta pemindahan hak yang dibuat dibawah tangan yang dibubuhi
tanda kesaksian oleh Kepala Adat/Kepala Desa/Kelurahan yang
dibuat sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini dengan
disertai alas hak yang dialihkan;
6).
Akta pemindahan hak atas tanah
yang dibuat oleh Pejabat
Pembuat Akta Tanah (PPAT), yang tanahnya belum dibukukan
dengan disertai alas hak yang dialihkan;
7).
Akta ikrar wakaf/akta pengganti ikrar wakaf/surat ikrar wakaf
yang dibuat sebelum atau sejak mulai dilaksanakan Peraturan
Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 dengan disertai alas hak yang
diwakafkan;
8). Risalah lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang yang
berwenang,yang tanahnya belum dibukukan dengan disertai alas
hak yang dialihkan;
9). Surat penunjukkan atau pembelian kaveling tanah pengganti tanah
yang diambil oleh Pemerintah Daerah;
10). Surat keterangan riwayat tanah yang pernah dibuat oleh Kantor
Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan dengan disertai alas hak
yang dialihkan;
11). Lain – lain bentuk alat pembuktian tertulis dengan nama apapun
juga
sebagaimana
dimaksud
Ketentuan – ketentuan
dalam pasal II,VI
dan VII
Konversi Undang – Undang Pokok
Agraria;
12). Surat – surat bukti kepemilikan lainnya yang terbit dan berlaku
sebelum diberlakukannya Undang – Undang Pokok Agraria.
d.Bukti lainnya, apabila tidak ada surat bukti kepemilikan berupa Surat
Pernyataan Penguasaan Fisik lebih dari 20 tahun secara terus – menerus
dan Surat Keterangan Kepala Desa/ Lurah disaksikan 2 orang tetua
adapt/penduduk setempat.
e. Surat pernyataan telah memasang tanda batas.
f. Fotocopy SPPT- PBB tahun berjalan.
g.
Fotocopy
Surat
Keputusan
Ijin
Lokasi
dan
Sket
Lokasi
( apabila pemohon oleh Badan Hukum).
Persyaratan tanda batas,bentuk dan ukuran luas di bawah 10
Ha,meliputi:
a. Pipa besi, panjang 100 Cm dan bergaris tangan 5 Cm;
b. Pipa paralon diisi beton,panjang 100 Cm dn bergaris tengah 7,5 Cm;
c. Kayu besi,, kayu jati atau kayu lainnya yang kuat, panjang 100 Cm dan
bergaris tengah 7,5 Cm;
d. Tugu dari batu atau batako dilapisi semen 0,20 M x 0,20 tinggi 0,40
M;
e. Atau tugu dari beton, batu kali atau granit 0,10 M2 tinggi 0,5 M2;
f. Tembok atau pagar besi/beton/kayu.
Biaya berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2002.
Jangka waktu penyelesaiannya 120 hari kerja.(Kantor Pertanahan
Kab.Ngawi,2007:1-2).
b. Pelaksanaan Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan
Pendaftaran Tanah Pertama Kali Konversi secara Sporadik di Kantor
Pertanahan Kabupaten Ngawi gambaran umumnya sebagai berikut:
Dasar Hukum:
1.Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Undang – Undang
Pokok Agraria (UUPA).
2. Undang – Undang Nomor 21 tahun 1997 jis Nomor 20 Tahun 2000
tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah (BPHTB).
3. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran
Tanah.
4. Surat Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3001084 tanggal 2 Mei 2005 tentang Biaya Operasional
Pemeriksaan Tanah dan Transpot.
Lapang
Persyaratan,
meliputi:
a. Surat Permohonan dan Surat Kuasa, jika permohonan dikuasakan.
b.
Identitas diri para pemilik tanah/pemohon dan atau kuasanya
untuk perorangan, fotocopy Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan
Kartu Keluarga (KK) yang masih berlaku atau untuk Badan
Hukum: fotocopy Akta Pendirian Perseroan dan Perubahan.
c. Bukti tertulis yang membuktikan adanya hak yang bersangkutan,
yaitu:
1). Surat tanda bukti hak milik yang diterbitkan berdasarkan
Peraturan Swapraja yang bersangkutan;
2). Sertipikat hak milik yang diterbitkan berdasarkan Peraturan
Menteri Agraria (PMA) Nomor 9/1959;
3). Surat keputusan pemberian hak milik dari Pejabat yang
berwenang, baik sebelum ataupun sejak berlakunya Undang
– Undang Pokok Agraria (UUPA), yang
tidak disertai
kewajiban untuk mendaftarkan hak yang diberikan,tetapi
telah dipenuhi semua kewajiban yang disebut didalamnya;
4). Petuk pajak bumi/landrente,girik,pipil.kekitir dan Verponding
Indonesia sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor
10 Tahun 1961;
5). Akta pemindahan hak yang dibuat dibawah tangan
dibubuhi
tanda
kesaksian
oleh
Kepala
yang
Adat/Kepala
Desa/Kelurahan yang dibuat sebelum berlakunya Peraturan
Pemerintah ini dengan disertai alas hak yang dialihkan;
6). Akta pemindahan hak atas tanah yang dibuat oleh Pejabat
Pembuat Akta Tanah (PPAT), yang tanahnya belum
dibukukan dengan disertai alas hak yang dialihkan;
7). Akta ikrar wakaf/akta pengganti ikrar wakaf/surat ikrar wakaf
yang dibuat sebelum atau sejak mulai dilaksanakan Peraturan
Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 dengan disertai alas hak
yang diwakafkan;
8). Risalah lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang yang
berwenang,yang tanahnya belum dibukukan dengan disertai
als hak yang dialihkan;
9). Surat penunjukkan atau pembelian kaveling tanah pengganti
tanah yang diambil oleh Pemerintah Daerah;
10). Surat keterangan riwayat tanah yang pernah dibuat oleh
Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan dengan disertai
alas hak yang dialihkan;
11). Lain – lain bentuk alat pembuktian tertulis dengan nama
apapun juga sebagaimana dimaksud dalam pasal II,VI dan
VII Ketentuan – ketentuan Konversi Undang – Undang
Pokok Agraria;
12). Surat – surat bukti kepemilikan lainnya yang terbit dan berlaku
sebelum diberlakukannya Undang – Undang Pokok Agraria.
d. Bukti lainnya, apabila tidak ada surat bukti kepemilikan berupa
Surat Pernyataan Penguasaan Fisik lebih dari 20 tahun secara
terus – menerus dan Surat Keterangan Kepala Desa/ Lurah
disaksikan 2 orang tetua adapt/penduduk setempat.
e. Surat pernyataan telah memasang tanda batas.
f. Fotocopy SPPT- PBB tahun berjalan.
g. Fotocopy Surat Keputusan Ijin Lokasi dan Sket Lokasi
( apabila pemohon oleh Badan Hukum).
Persyaratan tanda batas,bentuk dan ukuran luas di bawah 10
Ha,meliputi:
a. Pipa besi, panjang 100 Cm dan bergaris tangan 5 Cm;
b. Pipa paralon diisi beton,panjang 100 Cm dn bergaris tengah 7,5
Cm;
c. Kayu besi,, kayu jati atau kayu lainnya yang kuat, panjang 100
Cm dan bergaris tengah 7,5 Cm;
d. Tugu dari batu atau batako dilapisi semen 0,20 M x 0,20 tinggi
0,40 M;
e. Atau tugu dari beton, batu kali atau granit 0,10 M2 tinggi 0,5
M2;
f. Tembok atau pagar besi/beton/kayu.
Biaya berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2002.
Jangka waktu penyelesaiannya 120 hari kerja.(Kantor Pertanahan Kab.
Ngawi,2007:1-2)
Pelaksanaan Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan
Pendaftaran Tanah Pertama Kali Konversi secara Sporadik di Kantor
Pertanahan Kabupaten Ngawi dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku, namun untuk pendaftaran tanah pertama kali yang berdasarkan
konversi
saat ini jarang terjadi di Kantor Pertanahan Kabupaten
Ngawi.Menurut hasil wawancara penulis dengan Kepala Seksi Hak Tanah
dan Pendaftaran Tanah yaitu Slamet,SH didampingi Plt.Kepala Sub Seksi
Pendaftaran Hak yaitu Agus JokoWiyono,SH bahwa pada saat ini
pendaftaran tanah pertama kali yang melalui pendaftaran secara konversi
jarang terjadi dan hampir tidak pernah terejadi karena pada umumnya
masyarakat
melaksanakan
pendaftaran
tanahnya
dengan
melalui
pengakuan hak.Menurut Slamet,SH selaku Kepala Seksi Hak Tanah dan
Pendaftaran Tanah pada Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi bahwa saat
ini tanah – tanah yang ada di Wilayah Kabupaten Ngawi umumnya
merupakan tanah adat yang kepemilikannya dan penguasaannya sudah
jatuh pada ahli waris,sehingga hal ini menyebabkan untuk pendaftaran
tanah secara konversi jarang terjadi dan kebanyakan melalui pendaftaran
tanahnya melalui pengakuan hak.Pendapat ini juga dikuatkan oleh hasil
wawancara penulis dengan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi
Bapak Drs. Joko Suprapto, mengatakan bahwa pada saat ini pengajuan
permohonan pendaftaran tanah pertama kali yang melalui konversi sangat
jarang terjadi dan pada umumnya pendaftaran tanahnya melalui
pengakuan hak.Hal ini terjadi karena tanahnya sudah jatuh ke tangan para
ahli waris atau sudah berpindah tangan ke pihak lain, dengan melalui jual
beli sehingga bukti kepemilikannya juga berubah maka proses pendaftaran
tanahnya dilaksanakan dengan pendaftaran tanah melalui pengakuan hak.
Untuk pelaksanaan pendaftaran tanah pertama kali
dengan melalui
konversi prosedurnya telah ditentukan dalam Standar Prosedur Operasi
Pengaturan dan Pelayanan yang digunakan sebagai pedoman dalam
pelaksanaan kegiatan pendaftaran tanah di Kantor Pertanahan Kabupaten
Ngawi.
4. Pelaksanaan Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan
Pendaftaran Tanah Pertama Kali Pengakuan/Penegasan Hak
secara
Sporadik di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi gambaran umumnya
sebagai berikut:
Dasar Hukum:
1. Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Undang – Undang
Pokok Agraria (UUPA).
2. Undang – Undang Nomor 21 tahun 1997 jis Nomor 20 tahun 2000
tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah (BPHTB).
3. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran
Tanah.
4. Surat Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 300-1084
tanggal 2 Mei 2005 tentang Biaya Operasional Lapang Pemeriksaan
Tanah dan Transpot.
Persyaratan, meliputi:
a. Surat Permohonan dan Surat Kuasa, jika permohonan dikuasakan.
b. Identitas diri para pemilik tanah/pemohon dan atau kuasanya untuk
perorangan, fotocopy Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu
Keluarga (KK) yang masih berlaku atau utuk Badan Hukum: fotocopy
Akta Pendirian Perseroan dan Perubahan.
c. Bukti tertulis yang membuktikan adanya hak yang bersangkutan, yaitu:
1). Surat tanda bukti hak milik yang diterbitkan berdasarkan Peraturan
Swapraja yang bersangkutan;
2). Sertipikat hak milik yang diterbitkan berdasarkan Peraturan
Menteri Agraria (PMA) Nomor 9/1959;
3). Surat keputusan pemberian hak milik dari Pejabat yang
berwenang, baik sebelum ataupun sejak berlakunya Undang –
Undang Pokok Agraria (UUPA), yang tidak disertai kewajiban
untuk mendaftarkan hak yang diberikan,tetapi telah dipenuhi
semua kewajiban yang disebut didalamnya;
4).
Petuk pajak bumi/landrente,girik,pipil.kekitir dan Verponding
Indonesia sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 10
Tahun 1961;
5). Akta pemindahan hak yang dibuat dibawah tangan yang dibubuhi
tanda kesaksian oleh Kepala Adat/Kepala Desa/Kelurahan yang
dibuat sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini dengan
disertai alas hak yang dialihkan;
6). Akta pemindahan hak atas tanah
yang dibuat oleh Pejabat
Pembuat Akta Tanah (PPAT), yang tanahnya belum dibukukan
dengan disertai alas hak yang dialihkan;
7). Akta ikrar wakaf/akta pengganti ikrar wakaf/surat ikrar wakaf
yang dibuat sebelum atau sejak mulai dilaksanakan Peraturan
Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 dengan disertai alas hak yang
diwakafkan;
8). Risalah lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang yang
berwenang,yang tanahnya belum dibukukan dengan disertai alas
hak yang dialihkan;
9). Surat penunjukkan atau pembelian kaveling tanah pengganti
tanah yang diambil oleh Pemerintah Daerah;
10). Surat keterangan riwayat tanah yang pernah dibuat oleh Kantor
Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan dengan disertai alas hak
yang dialihkan;
11). Lain – lain bentuk alat pembuktian tertulis dengan nama apapun
juga
sebagaimana
dimaksud
dalam pasal II,VI dan VII
Ketentuan – ketentuan Konversi Undang – Undang Pokok
Agraria;
12). Surat – surat bukti kepemilikan lainnya yang terbit dan berlaku
sebelum diberlakukannya Undang – Undang Pokok Agraria.
d. Bukti lainnya, apabila tidak ada surat bukti kepemilikan berupa Surat
Pernyataan Penguasaan Fisik lebih
dari 20 tahun secara terus –
menerus dan Surat Keterangan Kepala Desa/ Lurah disaksikan 2 orang
tetua adat/penduduk setempat.
e. Surat pernyataan telah memasang tanda batas.
f. Fotocopy SPPT- PBB tahun berjalan.
g. Fotocopy Surat Keputusan Ijin Lokasi dan Sket Lokasi ( apabila
pemohon oleh Badan Hukum).
Persyaratan tanda batas,bentuk dan ukuran luas di bawah 10 Ha,meliputi:
a. Pipa besi, panjang 100 Cm dan bergaris tangan 5 Cm;
b. Pipa paralon diisi beton,panjang 100 Cm dn bergaris tengah 7,5 Cm;
c. Kayu besi,, kayu jati atau kayu lainnya yang kuat, panjang 100 Cm dan
bergaris tengah 7,5 Cm;
d. Tugu dari batu atau batako dilapisi semen 0,20 M x 0,20 tinggi 0,40
M;
e. Atau tugu dari beton, batu kali atau granit 0,10 M2 tinggi 0,5 M2;
f. Tembok atau pagar besi/beton/kayu.
Biaya berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2002.
Jangka waktu penyelesaiannya
120
hari kerja (Kantor Pertanahan
Kab.Ngawi,2007:1-2)
Hasil kegiatan pensertipikatan tanah Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi
periode Januari sampai dengan Desember 2008 untuk pensertipikatan tanah
dengan melalui
pendaftaran tanah pertama kali
dapat dilihat dalam tabel
sebagai berikut:
TABEL 5
Hasil Kegiatan Pensertipikatan Tanah Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi Periode
Januari Sampai Dengan Desember 2008 Untuk Pensertipikatan Tanah Dengan
Melalui Pendaftaran Tanah Pertama Kali
Prosentase
(%)
1.
Jenis
Target Permohonan Realisasi
Masuk
(Bidang)
Kegiatan (Bidang)
(Bidang)
Rutin
739
736
512
2.
Prona
500
500
500
100
3.
UKM
200
200
200
100
4.
Wakaf
30
16
16
100
1.469
1.452
1.228
84
Nomor
Jumlah
Sumber data Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi
69,5
Ket.
Dalam
proses
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa pengajuan pensertipikatan tanah
yang dilakukan masyarakat dengan melalui pendaftaran tanah pertama kali
secara sporadis (Rutin) jumlahnya
sangat terbatas dan kebanyakan dari
masyarakat melaksanakan pendaftaran tanahnya dengan menunggu adanya
proyek – proyek yang dilaksanakan pemerintah. Penyelesaian
permohonan
pengajuan pensertipikatan tanah juga tidak dapat terselesaikan sesuai dengan
ketentuan yang ada, hal ini yang dapat mempengaruhi pendapat masyarakat
sehingga enggan untuk mengurus hak atas tanah yang dikuasainya.
3. Kendala – Kendala Dalam Pelaksanaaan Standar Prosedur Operasi Pengaturan
dan Pelayanan Pendaftaran Tanah Pertama Kali Di Kantor Pertanahan
Kabupaten Ngawi.
Pelaksanaan Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan Pendaftaran
Tanah Pertama Kali secara Sporadik melalui Pengakuan Hak/Penegasan Hak di
Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.Menurut hasil wawancara penulis dengan Kepala Seksi Hak Tanah
dan
Pendaftaran Tanah yaitu Slamet,Sarjana Hukum didampingi Plt.Kepala Sub Seksi
Pendaftaran Hak yaitu Agus JokoWiyono, Sarjana Hukum bahwa pada saat ini
pendaftaran tanah pertama kali di Wilayah Kabupaten Ngawi pada umumnya melalui
pengakuan hak dengan melampirkan persyaratan yang telah ditentukan berkenaan
dengan
pendaftaran melalui pengakuan hak.Adapun prosedur dan pelaksanaan
pendaftarannya sesuai dengan ketentuan yang telah ditentukan dan mengenai standar
operasi pelaksanaannya menyesuaikan ketentuan yang sudah ada, namun memang
diakui bahwa dalam pelaksanaan Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan
Pendaftaran Tanah Pertama Kali secara Sporadik melalui Pengakuan Hak/Penegasan
Hak di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi belum dapat dilaksanakan secara baik,
hal ini disebabkan adanya
beberapa kendala baik kendala administratif maupun
kendala operasional yang dapat menyebabkan proses pelaksanaan pendaftaran
pengajuan sertipikat secara pengakuan hak ini mengalami proses yang memerlukan
waktu cukup lama dan tidak sesuai dengan ketentuan yang telah ada meliputi:
-
Terdapatnya kegiatan
di dalam Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan
Pelayanan yang memerlukan biaya akan tetapi belum/tidak tersedia dasar hukum
pengenaan biaya sesuai ketentuan tarif yang berlaku, misalnya di dalam kegiatan
Pengaturan Penguasaan Tanah dan Penatagunaan Tanah dalam Standar Prosedur
Operasi Pengaturan dan Pelayanan yang pembiayaannya belum mempunyai dasar
hukum pengenaan biaya sesuai ketentuan tarif.
- Masih adanya kenyataan bahwa terdapat perbedaan kondisi sumberdaya manusia
yang meliputi kualitas dan jumlah pegawai yang terdapat di Kantor Pertanahan
Kabupaten Ngawi masih memerlukan peningkatan dalam pelayanannya.
- Kondisi geografis maupun volume pekerjaan yang padat,sehingga mengakibatkan
jangka waktu
penyelesaian
yang telah ditentukan dalam Standar Prosedur
Operasi Pengaturan dan Pelayanan sulit terpenuhi.
-
Masih adanya
kegiatan yang tidak terkoordinasi
secara integral sehingga
pelaksanaannya tidak efektif dan efisien.
Hal tersebut juga dikuatkan oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi
bahwa proses pengajuan sertipikat dengan melalui pendaftaran tanah secara sporadik
melalui pengakuan hak, memang membutuhkan waktu yang tidak dapat dilaksanakan
secara tepat jangka waktu penyelesaiannya sesuai ketentuan yang telah ditentukan
yaitu 120 hari karena hal ini sesuai dengan hal – hal yang telah dikemukakan oleh
Kepala Seksi Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah.Bahkan dalam proses pengajuan
pendaftaran tanah tersebut apabila dari pihak pemohon tidak segera memenuhi
kekurangan terhadap berkas
persyaratan
yang harus dilengkapi maka akan
membutuhkan waktu yang lebih panjang lagi. Peran sumberdaya daya manusia yang
melaksanakan tugas di bidangnya perlu ditingkatkan lagi sehingga dalam proses
pelayanannya
akan
leih
meningkat
dan
menjalankan
tugasnya
secara
profesioalisme.Menurut Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi bahwa
peningkatan kualitas sumerdaya dari karyawan karyawati perlu ditingkatkan lagi
sehingga pelaksanaan kegiatan yang berhubungan dengan pendaftaran tanah pertama
kali melalului pengakuan hak dapat terlaksana denga baik.
Pelaksanaan pengajuan pendaftaran tanah secara sporadik melalui pengakuan
hak di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi dilakukan oleh pemohon sendiri, ada
yang melalui perangkat desa,biro jasa dalam hal ini Pejabat Pembuat Akta Tanah
sekaligus mengurusnya sampai terbit sertipikat hak atas tanah.
Wilayah Kabupaten Ngawi terdiri dari 19 Kecamatan 4 Kelurahan dan 215
desa, dengan jumlah bidang tanah lebih kurang 452.280 bidang dari jumlah tersebut
yang telah terdaftar di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi sampai saat ini kurang
lebih 140.249 bidang tanah, dengan prosentase sekitar 32,25%.Hal ini menunjukkan
banyaknya tanah – tanah di Wilayah Kabupaten Ngawi yang belum terdaftar, hal ini
disebabkan oleh adanya beberapa hal yang datangnya dari masyarakat itu sendiri
maupun dari Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi , misalnya:
-
Masih adanya anggapan pada sebagian orang bahwa tanda bukti pembayaran
pajak berupa pethok D merupakan tanda bukti pemilikakan hak atas tanah.hal ini
dapat dimengerti karena kurangnya kesadaran dari masyarakat akan kewajiban
mereka terhadap tanah yang dikuasai dan dimilikinya.Hal ini sangat berkaitan
dengan tingkat pendidikan masyarakat tersebut, karena pendidikan merupakan
faktor penting dalam usaha mencerdaskan kehidupan bangsa,dan dengan bangsa
yang cerdas
diharapkan dapat berpartisipasi dalam mewujudkan tujuan
pembangunan pada umumnya,khususnya dalam bidang pertanahan terutama
tentang pensertipikatan tanah.Dengan masih rendahnya tingkat pendidikan
masyarakat tersebut mempengaruhi kesadaran mereka untuk memahami peraturan
hukum pertanahan.
-
Berkaitan dengan faktor ekonomi,dalam hal ini adalah mengenai tingkat
pendapatan seseorang.Untuk mensertipikatkan tanah milik tidak akan terlepas
dari biaya.Oleh karena itu tingkat pendapatan masyarakat sangat mempengaruhi
dalam penyelenggaraan pendaftaran tanah.Dengan tingkat pendapatan yang
tergolong rendah menyebabkan adanya suatu anggapan pada masyarakat tersebut
bahwa pelaksanaan pendaftaran tanah memerlukan biaya yang mahal,sehingga
tingakat pendapatan masyarakat sangat mempengaruhi pelaksanaan pendaftaran
tanah.
- Masyarakat menganggap bahwa pengurusan sertipikat hak atas tanah memerlukan
waktu yang lama.
-
Kurangnya pelaksanaan penyuluhan hukum pertanahan
sehingga
menyebabkan sebagian orang menganggap tidak perlunya sertipikat sebagai
tanda bukti pemilikan tanah.
Dalam penelitian ini penulis selain mengadakan wawancara dengan Kepala
Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi,Kepala Seksi Hak Tanah dan Pendaftaran
Tanah, Plt.Kepala Sub Seksi Pendaftaran Hak,Kepala Seksi Survei,Pengukuran dan
Pemetaan,Kepala Sub Seksi Survei dan Pengukuran, Karyawan – karyawati Kantor
Pertanahan Kabupaten Ngawi juga melakukan wawancara kepada tokoh masyarakat,
kepala kelurahan,kepala desa dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT),pemohon
seripikat hak atas tanah (pendaftaran tanah pertama kali) yang ada di Wilayah
Kabupaten Ngawi.
Selain pendapat yang telah dikemukakan beberapa pejabat Kantor Pertanahan
Kabupaten Ngawi seperti yang tersebut di atas, penulis juga melakukan wawancara
dengan
pejabat lain dan karyawan karyawati yang ada di Kantor Pertanahan
Kabupaten Ngawi yang dalam hal ini yang terkait dengan pelayanan pendaftaran
tanah pertama kali, hasil wawancara dengan Murtoyo,APtnh selaku Kepala Sub
Seksi Sengketa,Konflik Pertanahan dan dibantukan di loket perincian dan penerimaan
berkas, yang mengatakan bahwa permohonan pengajuan pendaftaran tanah untuk
pertama kali secara sporadik di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi cukup banyak,
namun kebanyakan dari berkas – berkas permohonan yang masuk banyak yang
masih belum memenuhi persyaratan ( kelengkapannya), sehingga terehadap berkas
yang semacam ini masih perlu dikembalikan dan dilengkapi terlebih dulu.Hal ini juga
diperkuat dengan pendapat dari Sunyoto,Sarjana Hukum selaku Kepala Sub Seksi
Penetapan Hak dan juga selaku sekretaris Panitia A, sehingga perannya sangat besar
dalam pelaksanaan pendaftaran tanah pertama kali, mengatakan bahwa memang
benar banyak terdapat
berkas – berkas permohonan pengajuan sertipikat untuk
pendaftaran tanah pertama kali melalui sporadik yang masuk ke kantor Pertanahan
Kabupaten Ngawi dengan persyaratan yang masih belum lengkap, sehingga masih
diperlukan waktu yang cukup lama untuk melengkapi persyaratan
yang telah
ditentukan sehingga berkas baru bisa diproses.Pendapat inipun juga didukung oleh
Yitno,Sarjana Hukum dan Klara Pirena Tri Marhaeni,Sarjana Hukum selaku petugas
daftar Isian 301 dan 302, yang mengatakan memang benar dengan belum lengkapnya
persyaratan yang harus dipenuhi akan
berpengaruh terhadap proses pengajuan
pensertipikatan tanah yang dimaksud.Berkas yang sudah masuk
dan lengkap
persyaratannya maka perlakuan terhadap berkas tersebut dilaksanakan dengan melalui
daftar – daftar isian yang ada.Untuk pelaksanaan pengukuran dilakukan oleh petugas
ukur yang dalam hal ini pendapat dari Suyato selaku petugas kur berpendapat bahwa
dalam pelaksanaan pengukuran banyak ditemui adanya beberapa kendala yang
menghambat jalannya pelaksanaan pengukuran. Pada umumnya petugas ukur dating
ke lokasi atau tempat yang diajukan pensertipikatan tanah ternyata para pihak
tidak/belum hadir di tempat tersebut, sehingga pelaksanaan pengukuran tidak dapat
dilakukan, dengan hal ini akan memperlambat proses pensertipikatan tanahnya.Hal
ini dibenarkan oleh Jaka Suranta,Sarjana Hukum dan Siradjudin Usman,Sarjan
Hukum selaku Kepala Seksi Survei,Pengukuran dan Pemetaan dan Kepala Sub
Seksi Survei dan Pengukuran,bahwa dengan hal tersebut praktek di lapang akan
memperhambat jalannya pelaksanaan pengukuran sehingga akan mengganggu proses
pengajuan pensertipikatan tanah secara sporadik.Pendapat tersebut juga diperkuat
Musdarwati,Zaenudin dan Salimun, Sarjana Hukum selaku staf yang berperan dalam
pelaksanaan pendaftaran tanah ini sesuai dengan pekerjaannya masing – masing.
Menurut hasil wawancara penulis dengan tokoh masyarakat yang mengajukan
pendaftaran tanah secara sporadik dengan melalui pengakuan hak yaitu Maryoto
(salah satu anggota Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten Ngawi) yang beralamat di
Desa Keraswetan, Kecamatan Geneng,Kabupaten Ngawi, sehubungan dengan
pelaksanaan Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan Pendaftaran Tanah
Pertama Kali secara Sporadik melalui Pengakuan Hak/Penegasan Hak, bahwa hal ini
perlu untuk disosialisasikan
kepada masyarakat agar masyrakat mengetahui dan
mengerti bahwa dalam pelaksanaan pendaftaran tanah terdapat adanya ketentuan –
ketentuan yang mengatur bagaimana prosedur pelaksanaan pendaftaran tanah itu
dilaksanakan, sehingga masyarakat akan menjadi mengerti dan mengetahui akan
proses pelaksanaan pendaftaran tanah yang berasal dari pengakuan hak.
Hasil wawancara dengan Sakidin selaku tokoh masyarakat dan Ketua Badan
Perwakilan Desa Ngale,Kecamatan Paron,Kabupaten Ngawi, bahwa menurut Sakidin
pelaksanaan pensertipikatan tanah dengan pengajuan melalui pendaftaran tanah
pertama kali secara sporadik dengan pengakuan hak, pelayanan dalam pendaftaran
tanahnya perlu ditingkatkan lagi,karena selama ini pelayanan yang dilaksanakan di
Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi
masih perlu ditingkatkan lagi dan proses
penyelesaiannya masih memerlukan waktu yang lama. Sehubungan dengan adanya
Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan Pendaftaran Tanah Pertama Kali
secara Sporadik melalui Pengakuan Hak/Penegasan Hak, menurut Sakidin hal ini
perlu untuk disosialisasikan dan dipasang di papan pengumuman
di Kantor
Pertanahan Kabupaten Ngawi sehingga bagi para pemohon atau pihak yang
berkepentingan dengan pendaftaran tanah bias mengetahui dan mengerti proses
pelaksanaan pensertipikatan tanah khususnya yang berhubungan dengan proses
pendaftaran tanah pertama kali. Adanya harapan dari Sakidin untuk peningkatan
pelayanan dari para karyawan dan karyawati Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi
agar bisa meningkatkan diri dalam kinerjanya sehingga masyarakat memperoleh
kepuasan dalam mengurus pensertipikatan tanahnya.Selama ini dirasa pelayanan
pensertipikatan tanah masih jauh dari kesempurnaan,masih banyak hal – hal yang
harus dibenai dan diperbaiki sehingga pelaksanaan pensertipikatan tanah akan dapat
berjalan sesuai dengan ketentuan yang ada.
Hasil wawancara dengan Doktorandus Sunarno selaku Camat Ngawi dalam
hal ini sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara di Wilayah Kecamatan
Ngawi, yang didampingi oleh stafnya yaitu Hariyadi selaku pembantu Pejabat
Pembuat Akta Tanah Kecamatan Ngawi yang mengatakan bahwa pada umumnya
pelaksanaan pendaftaran tanah secara sporadik melalui pengakuan hak di Kantor
Pertanahan Kabupaten Ngawi sudah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang
sudah ada, namun untuk prosedur jangka waktu penyelesaiannya masih perlu untuk
diperbaiki dan kalau bisa dilaksanakan tepat waktu. Hal ini perlu segera dilakukan
oleh pihak Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi agar timbul kepercayaan dari
masyarakat kepada Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi dimana dalam pmberian
pelayanan
kepada
masyarakat
hendaknya
dilaksanakan
pelayanan
secara
prima.Diharapkan adanya sosialisai kepada seluruh masyarakat dengan melalui pihak
– pihak yang berwenang serta pemasangan Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan
Pelayanan Pendaftaran Tanah Pertama Kali secara Sporadik melalui Pengakuan
Hak/Penegasan Hak di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi pada tempat yang
mudah dibaca dan diketahui oleh warga masyarakat sehingga diharapkan
pelaksanaannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Hasil wawancara dengan Doktorandus Gigih Wiyono,MSi selaku Camat
Padas yang didampingi oleh pembantu Pejabat Pembuat Akta Tanah yaitu Joko S
yang mengatakan bahwa pada umumnya pelaksanaan pendaftaran tanah secara
sporadik melalui pengakuan hak di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi sudah
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang sudah ada, namun untuk prosedur jangka
waktu penyelesaiannya masih perlu untuk diperbaiki dan kalau bisa dilaksanakan
tepat waktu.Disamping itu juga perlu ditingkatkan lagi pelayanan dalam proses
pendaftaran tanahnya karena dengan penyiapan tenaga yang berkaitan dengan
peningkatan sumberdaya manusia dari para karyawan karyawati
di Kantor
Pertanahan Kabupaten Ngawi akan mengurangi adanya adnya beberapa hal yang
berkaitan dengan persyaratan – persyaratan yang diajukan, karena suatu saat dalam
pengajuan permohonan
pensertipikatan tanah masih adanya kekurangan –
kekurangan persyaratannya, yang seharusnya sudah terpenuhi dalam pendaftaran di
loket pelayanan. Oleh karena itu perlu ditingkatkan lagi sumberdaya manusia yang
ada di Kantor Pertanahan Kabupaten Nagawi.
Hasil wawancara dengan
Geneng
Doktorandus Joko Santoso selaku selaku Camat
yang didampingi oleh pembantu
Pejabat Pembuat Akta Tanah yaitu
Sudanarto,SH yang mengatakan bahwa pada umumnya pelaksanaan pendaftaran
tanah secara sporadik
melalui pengakuan hak di Kantor Pertanahan Kabupaten
Ngawi sudah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang sudah ada, namun untuk
prosedur jangka waktu penyelesaiannya masih perlu untuk diperbaiki dan kalau bisa
dilaksanakan tepat waktu.Disamping itu juga perlu ditingkatkan lagi pelayanan dalam
proses pendaftaran tanahnya karena dengan penyiapan tenaga yang berkaitan dengan
peningkatan sumberdaya manusia dari para karyawan karyawati
di Kantor
Pertanahan Kabupaten Ngawi akan mengurangi adanya adnya beberapa hal yang
berkaitan dengan persyaratan – persyaratan yang diajukan, karena suatu saat dalam
pengajuan permohonan
pensertipikatan tanah masih adanya kekurangan –
kekurangan persyaratannya, yang seharusnya sudah terpenuhi dalam pendaftaran di
loket pelayanan.Hal ini bisa terjadi karena kurang mengertinya dan masih perlunya
peningkatan pengetahuan dari para karyawan karyawati sehubungan dengan
pendaftaran tanah secara sporadik melalui pengakuan hak ini, sehingga dari masing
– masing petugas loket yang ada bias dan mampu dalam melayani pemohon. Oleh
karena itu perlu ditingkatkan lagi sumberdaya manusia yang ada di Kantor
Pertanahan Kabupaten Ngawi.
Hasil wawancara dengan Doktorandus Yulianto selaku selaku Camat Gerih
yang didampingi oleh pembantu Pejabat Pembuat Akta Tanah yaitu Sujito,SH yang
mengatakan bahwa pada umumnya pelaksanaan pendaftaran tanah secara sporadik
melalui pengakuan hak di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi sudah dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan yang sudah ada, namun untuk prosedur jangka waktu
penyelesaiannya belum
tepat waktu dan masih perlu untuk diperbaiki.Dengan
pemberian sosialisasi kepada masyarakat secara luas mengenai peraturan yang ada
sehubungan dengan pendaftarn tanah ini yaitu mengenai Standar Prosedur Operasi
Pengaturan dan Pelayanan Pendaftaran Tanah Pertama Kali secara Sporadik melalui
Pengakuan Hak/Penegasan Hak di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi akan
menjadikan masyarakat menjadi lebih sadar dan paham akan pelaksanaan proses
pendaftaran tanah ternyata membutuhkan waktu yang cukup lama dan banyaknya
kegiatan – kegiatan yang dilaksanakan sehubungan dengan permohonan yang ada.Hal
ini menambah wawasan masyarakat dan menjadikan masyarakat untuk berpikir lebih
bijak lagi, tidak asal berbicara dalam mengajukan proses pensertipikatan tanah.
Hasil wawancara dengan
Doktorandus Agus Sumantoro selaku Kepala
Kelurahan Margomulyo,Kecamatan Ngawi,Kabupaten Ngawi, bahwa pelaksanaan
pendaftaran tanah pertama kali secara sporadik di Wilayah Kelurahan Margomulyo
jumlahnya tidak begitu banyak,karena di wilayah ini yang banyak terjadi
perumindahan hak atas tanah yang sudah bersertipikat dengan melalui pembagian
waris,hibah dan jual beli serta pemecahan dan penggabungan terhadap tanah – tanah
yang mengalami perubahan pemegang haknya.Namun juga masih ada pendaftaran
tanah yang belum bersertipikat atau tanah – tanah yang pendaftaran tanahnya
tergolong pendaftaran tanah pertama kali secara sporadik melalui pengakuan hak,
namun jumlahnya tidak banyak. Hal ini diperkuat oleh Pagi selaku Kepala Urusan
Pemerintahan Kelurahan Margomulyo, Kecamatan Ngawi,Kabupaten Ngawi yang
mengatakan bahwa proses pendaftaran tanah pertama kali secara sporadik melalui
pengakuan hak dilaksanakan di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi sesuai dengan
ketentuan yang berlaku,namun adanya
suatu kegiatan yang dalam penyelesaian
pensertipikatan tanah melalui pengakuan hak membutuhkan waktu yang cukup lama
yaitu terbitnya sertipikat mulai pendaftaran sampai jadi bias memakan waktu 6
(enam) sampai dengan 1 (satu ) tahun kadang – kadang bisa lebih.Untuk pelaksanaan
Standar Prosedur Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan Pendaftaran
Tanah Pertama Kali secara Sporadik melalui Pengakuan Hak/Penegasan Hak di
Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi belum paham dan hanya mendengar atau
menanyakan bahwa terbitnya sertipikat melalui pendaftaran tanah
pertama kali
secara sporadik kurang lebih memakan waktu 6 (enam) bulan sampai dengan 1 (satu)
tahun.
Menurut Sunarti Kepala Kelurahan Ketanggi, Kecamatan Ngawi, Kabupaten
Ngawi bahwa pelaksanaan pensertipikatan tanah di Wilayah Kelurahan Ketanggi
cukup baik tanggapan dari masyarakat, hal ini dapat dilihat dari hari jumlah tanah
yang
ada
di
Wilayah
Kelurahan
Ketanggi
hampir
semuanya
sudah
bersertipikat,sehingga kegiatan pendaftaran tanah yang melalui pengakuan hak tidak
banyak jumlahnya dan jarang terjadi.Kalau terjadi permohonan pensertipikatan tanah
biasanya berasal dari tanah yang sudah bersertipikat dengan melalui proses
waris,hibah ataupun jual beli.Pelaksanaan pensertipikatan tanah di Kantor Pertanahan
Kabupaten Ngawi, khususnya untuk pendaftaran tanah pertama kali secara sporadik
melalui pengakuan hak membutuhkan waktu yang cukup lama dan dengan biaya
yang cukup besar.Sedangkan untuk pelaksanaan
Standar Prosedur
Operasi
Pengaturan dan Pelayanan Pendaftaran Tanah Pertama Kali secara Sporadik melalui
Pengakuan Hak/Penegasan Hak di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi hendaknya
disosialisasikan kepada masyarakat dengan cara memasang pada papan di loket
pendaftaran yang berada di Kantor Pertanahan kabupaten Ngawi sehingga dengan
demikian masyarakat dapat membaca secara jelas berapa lama waktu yang
dipergunakan untuk proses pengajuan sertipikat melalui pengakuan hak.
Menurut
Widodo
selaku
Kepala
Desa
Karangasri,
Kecamatan
Ngawi,Kabupaten Ngawi mengatakan bahwa untuk pendaftaran tanah pertama kali
secara sporadic di Wilayah Desa Karangasri cukup banyak terjadi, karena perlu
diketahui Wilayah Desa Karangasri merupakan penyangga perluasan dari kota Ngawi
sehingga dengan perkembangan kota Ngawi menyebabkan adanya pengembangan di
dalam kebutuhan tanah yang diperlukan oleh masyarakat kota Ngawi.Pelaksanaan
pendaftaran tanah di Wilayah Desa Karangasri dilakukan oleh masyarakat dengan
melalui Camat Ngawi selaku Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara ataupun
melalui Notaris/Pejabat Pembuat Akta Tanah yang ada di Wilayah kabupaten
Ngawi.Kedudukan Kepala Desa Karangasri dalam hal pendaftaran tanah pertama kali
secara sporadik melalui pengakuan hak ini sebagai saksi, yang mana ikut bertanggung
jawab atas kebenaran dari tanah yang didaftarkan oleh masyarakat yang berada di
Desa Karangasri tersebut.Menurut Kepala Desa Karangasri
bahwa pelaksanaan
pendaftaran tanah pertama kali di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi cukup baik
pelayanannya, namun untuk penyelesaian sertipikatnya masih membutuhkan waktu
yang cukup lama. Dengan pelaksanaan Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan
Pelayanan Pendaftaran Tanah Pertama Kali secara Sporadik melalui Pengakuan
Hak/Penegasan Hak di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi semoga pelaksanaannya
dapat berjalan dengan baik.Namun dari pengalaman yang ada bahwa penyelesaian
pensertipikatan tanah melalui pengakuan hak membutuhkan waktu yang cukup lama
kurang lebih 1 (satu) tahun dan cepat – cepatnya 6 (enam bulan).
Menurut
hasil
wawancara
dengan
Prawoto
selaku
Kepala
Desa
Kayutrejo,Kecamatan Widodaren, Kabupaten Ngawi bahwa pelaksanaan pendaftaran
tanah
tanah pertama kali di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi cukup baik
pelayanannya, namun untuk penyelesaian sertipikatnya masih membutuhkan waktu
yang cukup lama.Hal ini bisa dimaklumi karena dengan Wilayah Kabupaten Ngawi
yang luas dengan jumlah karyawan karyawati di Kantor Pertanahan Kabupaten
Ngawi yang cukup terbatas, dengan permohonan pensertipikatan tanah yang cukup
banyak sehingga terdapat adanya kesenjangan dalam pelayanannya.Desa Kayutrejo
merupakan desa yang letaknya jauh dari pusat kota Ngawi, namun antusias dan
kemauan dari masyarakat Kayutrejo untuk mendaftarkan tanahnya cukup tinggi,
karena mereka menyadari akan arti pentingnya sertipikat hak atas tanah, selain
sertipikat dapat menjamin kepastian hukum dan kepastian hak atas tanah, dengan
sertipikat tanah nilai ekonomis tanah juga akan meningkat serta dapat diagunkan di
lembaga perbankan untuk menambah modal usahanya sehingga diharapkan taraf
hidup masyarakatnya akan meningkat.
Hasil wawancara dengan Suyitno selaku Kepala Desa Legundi,Kecamatan
Karangjati,Kabupaten Ngawi bahwa pelaksanaan pendaftaran tanah pertama kali di
Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi untuk lebih ditingkatkan lagi dalam
pelayanannya, terutama mengenai jangka waktu penyelesaian pengajuan permohonan
pensertipikatan tanah yang berasal dari pengakuan hak.Mengenai pelaksanaan
kegiatan dalam hal Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan Pendaftaran
Tanah Pertama Kali secara Sporadik melalui Pengakuan Hak/Penegasan Hak di
Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi, menurut pengakuan dari Suyitno bahwa sampai
saat ini belum mengetahui berapa lama pelaksanaan pensertipikatan tanah yang
berasal dari pendaftaran tanah dengan melalui pengakuan hak tersebut dilaksanakan.
Untuk pelaksanaan kegiatan penelitian ini, penulis juga mengadakan
wawancara dengan Notaris/Pejabat Pembuat Akta Tanah yang berada di Wilayah
Kabupaten Ngawi.Hasil wawancara yang penulis lakukan terhadap Sri Mulyono
Hermawan,Sarjana Hukum selaku Notaris/Pejabat Pembuat Akta Tanah
yang
beralamat di Jalan Jaksa Agung Suprapto Nomor 33 Ngawi, bahwa menurut Sri
Mulyono Hermawan pelaksanaan pendaftaran tanah pertama kali dengan melalui
pengakuan hak di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan dan peraturan yang ada.Namun untuk Standar Prosedur
Operasi
Pengaturan dan Pelayanan Pendaftaran Tanah Pertama Kali secara Sporadik melalui
Pengakuan Hak/Penegasan Hak kegiatan pelaksanaan pelayanannya masih perlu
ditingkatkan lagi, karena hal ini dapat dilihat dari proses pelaksanaan dan
penyelesaiannya pensertipikatannya masih dibutuhkan waktu
yang cukup
lama.Terkadang untuk pelaksanaan kegiatan pelayanan dalam penelitian berkasnya
juga masih diperlukan adanya suatu peningkatan,karena hali ini seringkali
menghambat dalam proses penyelesaian pensertipikatan tanahnya.Hal ini juga
berpengaruh terhadap proses dan kegiatan yang berkaitan dengan jangka waktu
penyelesaian dari pengajuan pensertipikatan tanah yang berasal dari pendaftaran
tanah pertama kali yang melalui pengakuan hak.
Menurut Dyah Ariasnani, Sarjana Hukum selaku Notaris/ Pejabat Pembuat Akta
Tanah
yang berada di Wilayah Kabupaten Ngawi yang beralamat di Jalan
S.Sukowati Nomor 30 Ngawi, bahwa pelaksanaan pendaftaran tanah pertama kali
dengan melalui pengakuan hak
di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi
membutuhkan waktu yang cukup lama
dan pelaksanaan pelayanannya juga
membutuhkan penanganan yang berbeda pula dengan kegiatan pendaftaran yang
lain.Dalam pelaksanaan kegiatan pendaftaran tanah pertama kali dengan melalui
pengakuan hak ini adanya beberapa kegiatan yang sangat berpengaruh pada proses
penyelesaian pensertipikatan tanah yang dilakukan karena ada beberapa kegiatan
yang benar – benar membutuhkan waktu untuk proses kegiatannya.Standar Prosedur
Operasi Pengaturan dan Pelayanan Pendaftaran Tanah Pertama Kali secara Sporadik
melalui Pengakuan Hak/Penegasan Hak di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi
menurut pengakuan dari Dyah Ariasnani, Sarjana Hukum selaku Notaris/ Pejabat
Pembuat Akta Tanah tidak secara pasti mengetahui,karena berdasarkan pada
pengalaman yang ada dalam penyelesaiannya membutuhkan waktu yang cukup lama
yaitu berkisar 6 ( enam) sampai 1 (satu) tahun dan bahkan bisa memerlukan waktu
yang lebih lama lagi dari waktu tersebut.
Hasil wawancara dengan Ildiastuti,Sarjana Hukum selaku Notaris/ Pejabat
Pembuat Akta Tanah yang berada di Wilayah Kabupaten Ngawi yang beralamat di
Jalan
Ahmad yani Nomor 633 Ngawi, yang mengatakan bahwa
Pelaksanan
Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan Pendaftaran Tanah Pertama
Kali secara Sporadik melalui Pengakuan Hak/Penegasan Hak di Kantor Pertanahan
Kabupaten Ngawi belum dilaksanakan sebagai mana mestinya atau sesuai dengan
ketentuan yang ada atau berlaku, bahwa hal ini bisa terjadi dengan begitu
banyaknya kegiatan yang harus dilaksanakan dalam kegiatan pendaftaran tanah
pertama kali yang berasa dari pengakuan hak. Memang penanganan kegiatan
proses permohonan dan pengajuan pensertipikatan
tanah melalui program ini
diperlukan adaya suatu kesanggupan dari para pelaksananya dalam memproses
pensertipikatn tanah ini.Diperlukannya kerja sama dan koordinasi yang baik dalam
pelaksanaan pendaftaran tanah pertama kali secara sporadik yang melalui
pengakuan hak ini, karena melibatkan banyak pihak yang ikut dalam penyelesaian
pekerjaaan yang berkaitan dengan proses penyelesaian pensertipikatan tanah ini.
Wawancara yang penulis laksanakan dengan salah satu pemohon pendaftaran
tanah pertama kali, bahwa sehubungan dengan pelaksanaan pendaftaran tanah yang
dilakukannya banyak mengalami hambatan dan membuat orang menjadi malas
untuk melaksanakannya.Hal ini berkaitan dengan persyaratan – persyaratan yang
harus dilengkapi dalam pengajuan permohonan sertipikat tanahnya, prosedurnya
yang rumit,membutuhkan waktu yang lama dalam penyelesaiannya.Dengan
berbagai macam persyaratan yang harus dipenuhi dalam pelaksanaan pendaftaran
tanah pertama kali ini membuat pemohon menjadi merasa enggan dan malas dalam
melaksanakan pendaftaran tanahnya, sehingga
mempercayakan pada aparat
desa/kelurahan atau melalui biro jasa.
Hasil wawancara yang penulis lakukan dengan pemohon sertipikat dengan
melalui pendaftaran tanah pertama kali secara sporadik, yaitu:
- Lilis Winarti mengatakan bahwa pengurusan sertipikat tanahnya yang berada di
Desa Mangunharjo,Kecamatan Ngawi,Kabupaten Ngawi yang dilakukannya
diperoleh
dari
jual
beli.Pengurusan
sertipikat
ternyata
membutuhkan
persyaratan yang sangat rumit, biaya yang besar dan jadinya sangat
lama.Pengurusan sertipikatnya dengan melalui biro jasa, dalam hal ini
menyerahkan pengurusan sertipikatnya kepada Notaris/PPAT dengan alasan
kesibukan kerja sehingga menyerahkan sepenuhnya kepada Notaris/PPAT.
.Menurutnya pengurusannya membutuhkan waktu yang cukup lama, lebih –
lebih tanah yang dibeli merupakan tanah warisan yang harus memerlukan waktu
yang cukup untuk memperoleh persetujuan dari ahli waris yang ada.
-
Mujib Pambudi mengatakan bahwa pensertipikatan tanahnya yang berada di
Desa Beran,Kecamatan Ngawi,Kabupaten Ngawi sudah diajukan tahun 2007
namun sampai saat ini belum jadi dan proses pengurusannya memerlukan
persyaratan yang cukup rumit.
-
Rustamaji mengatakan
bahwa tanahnya yang berada di
Kecamatan Kedunggalar,Kabupaten
Ngawi
Desa Kedunggalar,
didaftarkan untuk
memperoleh
sertipikat tanah dengan melalui perangkat desa setempat.Pengurusannya ternyata
membutuhkan
waktu
yang
lama
dan
dengan
persyaratan
yang
cukup
rumit.Menurutnya meskipun dengan biaya yang cukup besar bila proses
pengurusannya bisa dilaksanakan dengan cepat maka hal tersebut tidak menjadi
masalah yang penting sertipikatnya cepat jadi.
- Siti Maimunah yang beralamat di Desa Ngale,Kecamatan Paron,Kabupaten Ngawi
mengatakan bahwa pengajuan sertipikat tanah yang diajukan tahun 2007 sampai
saat ini belum selesai dan belum jadi.Padahal menurutnya persyaratan yang ada
sudah terpenuhi.Dalam pengurusannya menurut pengakuannya dengan minta
bantuan kepada tokoh masyarakat yang dianggapnya sudah biasa untuk mengurus
sertipikat,sehingga menyerahkan pengurusannya kepada tokoh masyarakat tersebut
sampai jadi sertipikat,namun sertipikat tersebut sampai sejkarang belum jadi.
- Ny. Sukarti, mengatakan bahwa pengajuan permohonan pensertipikatan tanahnya
yang terletak di Kelurahan Margomulyo,Kecamatan Ngawi,Kabupaten Ngawi
dilakukan dengan menyerahkan pengurusannya kepada
perangkat
kelurahan
sampai jadi sertipikat.Memang dalam pengurusan sertipikat tanah ini diperlukan
biaya yang cukup besar dan persyaratan yang cukup rumit.Oleh karena itu dalam
pengurusan pengajuan sertipikat tanahnya dipasrahkan kepada perangkat kelurahan.
- Sukatni mengatakan pengajuan permohonan pensertipikatan tanahnya yang berada di
Desa Grudo,Kecamatan Ngawi,Kabupaten Ngawi sudah dilakukan beberapa waktu
yang lalu, sudah hampir satu tahun namun sampai saat ini belum jadi.
-
Kholifah Kholifatun yang mempunyai tanah di Desa
Geneng,Kabupaten Ngawi
Geneng,Kecamatan
mengatakan bahwa dalam pengajuan permohonan
pensertipikatan tanah dibutuhkan persyaratan yang cukup rumit, membutuhkan
kesabaran karena jadinya sertipikat juga memerlukan waktu yang lama dan
biayanya juga cukup besar dan mahal.Lebih – lebih dalam pengurusannya dengan
tidak dilakukan sendiri namun dipasrahkan kepada perangkat desa sampai jadi
sertipikat.
- Sri Martini, mempunyai sebidang tanah yang terletak di Desa Jenggrik, Kecamatan
Kedunggalar,Kabupaten
Ngawi, pengajuan
sertipikatnya dilakukan
dengan
menyerahkan sepenuhnya kepada perangkat desa sampai jadi sertipikat.Menurut
pengakuannya pengurusan sertipikat ternyata memerlukan waktu yang cukup lama
dan perlengkapan persyaratan yang cukup rumit.Pengetahuan tentang peraturan
maupun ketentuan yang berhubungan dengan bidang pertanahan tidak tahu sama
sekali dan kuarang paham sehingga dalam pengurusannya memasrahkan kepada
aparat desa.
-
Kuswandono mengatakan pengajuan permohonan sertipikat hak atas tanahnya yang
berada di Desa Kedungprahu,Kecamatan Padas,Kabupaten Ngawi pengurusannya
diserahkan kepada perangkat desa setempat.Menurut pengakuannya sangat awam
terhadap masalah tanah dan lebih –lebih mengenai peraturan – peraturan atau
ketentuan – ketentuan yang berhubungan dengan bidang pertanahan sangat
minim,sehingga untuk pengurusan sertipikat tanahnya diserahkna kepada perangkat
desa sampai jadi.Memang sudah cukup lama sertipikat yang diajukan belum selesai
dan sering ditanyakan kepada perangkat yang bersangkutan bahwa sertipikat masih
dalam proses.
- Sugianto mempunyai sebidang tanah yang terletak di Desa Sambirejo, Kecamatan
Mantingan,Kabupaten Ngawi yang menurut pengakuannya pengajuan permohonan
sertipikat hak atas tanah yang diajukan sudah cukup lama dengan membayar biaya
sertipikat yang cukup besar namun jadinya sertipikat membutuhkan waktu yang
lama.
-
Waji mengatakan bahwa tanahnya yang berada di Desa Kendung,Kecamatan
Kwadungan,Kabupaten
Ngawi yang sudah diajukan permohonan sertipikatnya
belum jadi, padahal pembayaran biaya sudah lunas dan sudah diserahkan kepada
pihak perangkat desa untuk dilanjutkan permohonan sertipikatnya.Pada umumnya
masyarakat desa dalam pengurusan sertipikat dengan menyerahkan sepenuhnya
kepada aparat desa baik untuk kelengkapan persyaratan maupun penyerahan
biayanya sampai sertipikat jadi.Hal ini dilakukan karena kekurangpahaman dari
masyarakat mengenai pengetahuan di bidang pertanahan.
-
Suprianto mempunyai sebidang tanah yang berada di Desa Gentong,Kecamatan
Paron,Kabupaten Ngawi. Menurutnya pengajuan permohonan sertipikat hak atas
tanahnya sudah diajukan dalam waktu yang cukup lama dengan menyerahkan
kepada perangkat desa yang biasa mengurusi pengajuan permohonan sertipikat
beserta persyaratan dan biaya yang diperlukan., namun jadinya sertipikat
membutuhkan waktu yang cukup lama.Penyerahan pengurusan sertipikatnya
diserahkan kepada aparat desa karena kekurang pahaman dan kurang mengerti
mengenai aturan maupun ketentuan – ketentuan yang berhubungan dengan bidang
pertanahan,sehingga pengurusannya diserahkan kepada aparat desa setempat.
-
Suwarni mempunyai sebidang tanah yang terletak di Desa Jururejo, Kecamatan
Ngawi,Kabupaten Ngawi, pengajuan sertipikatnya dilakukan dengan menyerahkan
sepenuhnya kepada perangkat desa sampai jadi sertipikat.Menurut pengakuannya
pengurusan sertipikat ternyata memerlukan waktu yang cukup lama dan
perlengkapan persyaratan yang cukup rumit.Pengetahuan tentang peraturan maupun
ketentuan yang berhubungan dengan bidang pertanahan tidak tahu sama sekali dan
kuarang paham sehingga dalam pengurusannya memasrahkan kepada aparat desa.
-
Siti Nurjanah mengatakan
sebidang tanahnya yang terletak di Desa Ploso
Lor,Kecamatan Karangjati,Kabupaten Ngawi telah diajukan permohonan sertipikat
hak atas tanahnya namun proses pengurusan sertipikatnya ternyata memerlukan
persyaratan yang cukup rumit,biaya yang cukup besar dan jadinyapun
membutuhkan waktu yang cukup lama, sehingga pengurusan sertipikatnya
diserahkan kepada perangkat desa.Hal ini dilakukan karena awam terhadap
peraturan – peraturan maupun ketentuan – ketentuan yang berhubungan dengan
bidang pertanahan.
-
Drs. Eko Sugiyanto mempunyai sebidang tanah yang terletak di Desa Gelung,
Kecamatan Paron,Kabupaten Ngawi, bahwa menurutnya pengurusan sertipikat hak
atas tanah membutuhkan persyaratan yang cukup rumit namun semua itu untuk
kebenaran dari kepemilikannya dan prosesnyapun membutuhkan waktu yang cukup
lama, menurutnya aturan – aturan maupun ketentuan – ketentuan yang berhubungan
dengan bidang pertanahan memang diakuinya banyak masyrakat yang kurang
memahaminya sehingga dalam pengurusannya menyerahkan sepenuhnya kepada
perangkat desa.Hal ini
seyogyanya untuk segera dilakukan suatu tindakan
pembenahan dari pihak yang berwenang untuk bidang pertanahan dengan
melakukan sosialisasi maupun penyuluhan - penyuluhan
mengenai bidang
pertanahan sehingga akan dapat merubah pendapat dari masyarakat bahwa
pengurusan sertipikat sangat rumit,memerlukan biaya yang besar dana jadinya
membutuhkan waktu yang lama.Hal ini juga dialaminya bahwa pengurusan
sertipikat tanahnya
membutuhkan
persyaratan yang
rumit serta prosesnya
membutuhkan waktu yang cukup lama.
Menurut pendapat dari informan yang tersebut di atas, bahwa pengajuan
permohonan pensertipikatan tanah dengan melalui pendaftaran tanah pertama kali
membutuhkan persyaratan yang cukup rumit dan berbelit – belit, membutuhkan
biaya yang cukup besar, membutuhkan waktu yang cukup lama dan kurangnya
pengetahuan masyarakat di bidang pertanahan.
Di dalam pelaksanaaan Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan
Pendaftaran Tanah Pertama Kali Di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi, banyak
ditemukannya adanya beberapa permasalahan dan hambatan dalam pelaksanaannya
yang meliputi staf,wewenang,informasi dan fasilitas yang dapoat diuraikan sebagai
berikut:
Staf, dalam hal ini berkaitan dengan kondisi sumberdaya manusia yang dimiliki
organisasi dalam hal ini Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi. Dalam suatu
organisasi
dapat
melaksanakan tugas dan fungsinya bilamana didukung oleh
sumberdaya manusia yang memadai.
Jumlah pegawai menurut golongan membedakan tingkat golongan pegawai
yang adsa dalam organisasi berdasarkan peraturan perundang – undangan yang
berlaku. Berdasarkan pengamatan langsung
pada bagian Tata Usaha Kantor
Pertanahan Kabupaten Ngawi terlihat bahwa tingkat golongan kepegawaian yang
paling banyak adalah pegawai golongan III yaitu sebanyak 41 orang atau 80%,
dengan perincian golongan III/d sebayak 3 orang,golongan III/c sebanyak 11
orang, golongan III/b sebanyak 13 orang dan golongan III/a sebanyak 14 orang,
sedangkan pegawai golongan II atau 12%, sebanyak 6 orang dengan perincian
golongan II/d sebanyak 1 orang,golongan II/c sebanyak 4 orang, golongan II/a
sebanyak 1 orang. Dari data tersebut terlihat bahwa golongan pegawai di Kantor
Pertanahan kabupaten Ngaw yang paling banyak adalah golongan III yaitu
sebanyak 41 orang. Hal ini menunjukkan terjadinya ketidakseimbangan karena
pada golongan III lebih banyak dari golongan II yang seharusnya distribusi pegawai
tersebut menganut prinsip kerucut.
Selanjutnya berdasarkan observasi di lapangan terhadap jumlah pegawai
menurut tingkat pendidikan di lingkungan Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi
terlihat bahwa pegawai
yang berpendidikan S2 sebanyak 1 orang atau
2%,
pendidikan S1 sebayak 25 orang atau 49%,pendidikan SLTA sebanyak 17 orang
atau 33%, pendidikan SLTP sebayak 8 orang atau 16%.
Berdasarkan data di atas baik jumlah pegawai menurut golongan maupun
jumlah pegawai menurut pendidikan di lingkungan Kantor Pertanahan kabupaten
Ngawi jika dikaitkan dengan prinsip keseimbangan terlihat bahwa distribusi
pegawai masih belum seimbang sehingga hal tersebut akan mempengaruhi aparat/
pegawai dalam melaksanakan tugasnya memberikan pelayanan kepada masyarakat
dalam hal ini di bidang pertanahan.
Informasi merupakan sumber yang penting dalam pelaksanaan suatu kegiatan
yang berkaitan dengan bidang pekerjaan yang dilaksanakan oleh suatu instansi
maupun suatu organisasi.Dengan informasi dalam hal ini berupa
penyuluhan,
sosialisasi suatu aturan atau program – program kerja kepada masyarakat yang
harus ditingkatkan lagi.Informasi
mempunyai dua bentuk
yaitu
informasi
mengenai bagaimana melaksanakan suatu kebijakan.Pelaksana – pelaksana dalam
hal ini pegawai – pegawai kantor pertanahan mengetahui apa yang dilakukan dan
bagaimana mereka itu harus melaksanakannya.Dengan demikian pegawai –
pegawai tersebut harus diberi
informasi atau penyuluhan sehingga bisa
melaksanakan kebijakan yang ada. Dalam kehidupan bermasyarakat perlu adanya
pemberian informasi, terlebih dalam kaitannya yang berhubungan dengan
penyuluhan program atau sosialisasi tentang
pelaksanaan
standar operasi
pelayanan pendaftaran standar operasi pelayanan pendaftaran tanah pertama
kali.Sehubungan dengan standar operasi pelayanan pendaftaran standar operasi
pelayanan pendaftaran tanah pertama kali perlu diperkenalkan dan disosialisasikan
kepada masayarakat. Bentuk informasi adalah data tentang ketatatan personil –
personil lain terhadap peraturan.Disamping itu kurangnya pengetahuan tentang
bagaimana melaksanakan suatu aturan akan dapat memberikan dampak secara
langsung yaitu adanya beberapa tanggung jawab secara sungguh – sungguh tidak
akan dapat dipenuhi atau tidak dapat dilaksanakan dengan tepat waktu.
Wewenang.Salah
satu
kewenangan
penting
dimiliki
aparatur
penyelenggaraan pelayanan publik yaitu kewenangan untuk mengambil sikap atau
suatu langkah yang ditempuh oleh administrator untuk menyelesaikan suatu kasus
tertentu yang tidak atau belum diatur dalam suatu ketentuan yang baku.Rendahnya
kemampuan birokrasi dalam melakukan tindakan untuk menentukan suatu
sikap,menunjukkan bahwa birokrasi masih bertindak pada peraturan yang
diterapkan secara kaku.Aparat birokrasi masih terkungkung oleh berbagai orientasi
tehnis prosedural (petunjuk pelaksanaan) dalam memberikan pelayanan kepada
publik.
Sikap dan mentalitas dari
pelayanan birokrasi
pegawai – pegawai
dalam melaksanakan
sangat lemah dalam berinisiatif dan berimprosasi
dalam
memerikan pelayanan kepada masyarakat sehubungan dengan pekerjaannya dalam
hal in pemberian pelayanan kepada masyarakat dalam pelaksanaan pendaftaran
tanah.Akibat dari lemahnya daya inisiatif dalampelayanan menjadikan birokrasi
sangat lamban dalam merespon dan menanggapi
dalam setiap perubahan dan
aspirasi yang berkembang dalam masyarakat,termasuk rendahnya daya inovasi
dalam pelayanan kepada masyarakat.
Aparat yang hanya memahami aturan secara kaku dan tekstual sehingga tidak
mampu berinisiatif dan menerjemahkan aturan sesuai dengan situasi dan kondisi
dalam konteks pelayanan kepada masyarakat sehingga menyebabkan pelaksanaan
pelayanan kepada masyarakat menjadi lamban dan tidak efisien.
Kantor Pertanahan merupakan instansi pelayanan kepada masyarakat yang
mempunyai system,mekanisme dan struktural pelayanan yang berbeda dengan
instansi – instansi yang langsung
berada dibawah struktur Pemerintah
Kabupaten/Kota.Berdasarkan pengamatan terlihat masih tingginya ketergantungan
aparat pelayanan pertanahan kepada Kepala Kantor Pertanahan dalam pemberian
pelayanan pensertipikatan tanah kepada masyarakat. Kondisi pelayanan seperti ini
menunjukkan bahwa keberanian dalam mengambil sikap dan tindakan dalam
pemberian pelayanan oleh aparat di lingkungan Kantor Pertanahan
dilaksanakan.Adanya ketakutan pada sebagian besar
Pertanahan dalam melaksanakan tugasnya
belum
aparat pelayanan Kantor
dalam pengambilan keputusan
pelayanan yang merugikan masyarakat.Hal ini terjadi pada saat aparat pelayanan
ketika menemukan atau menemui kasus (permasalahan) lebih memilih untuk
melakukan penundaan pelayanan dan menunggu petunjuk pimpinan untuk
memutuskannya.
Tindakan penundaan pelayanan dalam hal ini pelaksanaan pelayanan
pendaftaran tanah tetap menjadi solusi pelayanan aparat birokrasi ketika menemui
kesulitan dalam pemberian pelayanan.Aparat pelayanan Kantor Pertanahan
Kabupaten
Ngawi
mengkonsultasikan
lebih
kasus
memilih
menunggu keputusan
pelayanannya
daripada
pimpinan
berinisiatif
untuk
untuk
menyelesaikannya sendiri.Inisiatif pemecahan masalah yang dihadapi terlihat
sangat lemah dan sangat tergantung kepada mekanisme petunjuk pelaksanaan dan
petunjuk dari pimpinan.
Fasilitas
mencangkup sarana dan prasarana yang dipergunakan dalam
melaksanakan pekerjaan.Fasilitas fisik dapat menciptakan kenyamanan
dalam
pelaksanaan tugas pelayanan sehingga dapat mempengaruhi ketepatan,kecepatan
dalam dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat dan meningkatkan
motivasi kerja.
Berdasarkan observasi lapangan,Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi
menempati bangunan
di atas tanah dengan luas 2.050 M2.Dengan kondisi
bangunan yang cukup bagus dan letaknya cukup strategis berada di lingkungan
perkantoran.Pelaksanaan pelayanan kepada masyarakat dengan menggunakan
system loket.Loket pelayanan dibagi menjadi 4 loket, yang terdiri dari loket 1
menangani
informasi,loket 2 menangani
penyerahan berkas permohonan dan
pengaduan,loket 3 menangani pembayaran biaya dan loket 4 menangani penyerahan
produk sertipikat.Sesuai dengan bidang tugas pelayanan pertanahan juga terdapat
fasilitas lain berupa 2 buah mobil dinas dan sepeda motor sebanyak 7
buah.Sedangkan fasilitas operasional lain
yang dimiliki
berkaitan langsung
dengan proses sertipikasi tanah yaitu peralatan pengukuran dan pendaftaran tanah
yaitu meliputi theodolit sebanyak 3 buah,GPS Receiver sebanyak 3 buah,meter
roll sebanyak 25 buah,komputer sebanyak 4 buah, anjir 5 buah.Dari data sarana
dan prasarana fisik yang ada dibandingkan dengan meningkatnya permohonan
pengajuan pensertipikatan hak atas
tanah yang ada, serta luasnya wilayah
Kabupaten Ngawi yang dilayani, maka hal ini sangat mempengaruhi pelayanan
yang dilakukan aparat Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi kepada masyarakat
yang membutuhkan pelayanan di bidang pertanahan, dalam hal ini yang berkaitan
dengan pelaksanaan pendaftaran tanah pertama kali,sehingga dalam pelayanannya
belum dapat dilaksanakan sesuai dengan standar prosedur yang telah ditentukan.
B. Pembahasan
1. Implementasi Standar Prosedur Dan Pelayanan Sertipikasi Hak Atas Tanah
Untuk Pendaftaran Tanah Pertama Kali Belum Dapat Dilaksanakan Secara
Baik Di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi
Implementasi
Standar Prosedur Operasi Pengaturan Dan Pelayanan
Pendaftaran Tanah Pertama Kali Di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi, dikaji
dengan pendekatan yuridis berdasar teori
yang dikemukakan oleh Soerjono
Soekanto bahwa penegakan hukum berkaitan dengan 5 (lima) faktor pokok yaitu
(1).faktor hukum,(2).faktor penegak hukum,(3).faktor sarana / fasilitas pendukung,
(4). faktor masyarakat dan (5). faktor budaya hukum, kelima faktor tersebut saling
berkaitan erat karena merupakan esensi dari penegakan hukum dan merupakan
tolok ukur dari penegakan hukum yang dapat dijelaskan sebagai berikut:
1). Hukum/ undang – undang dan peraturannya
Dalam rangka suatu peraturan dibuat atau dikeluarkan tentunya adanya
tujuan yang hendak dicapai.
Menurut Esmi Warassih (2005:15),bahwa suatu peraturan dibuat atau
dikeluarkan tentunya berisi harapan – harapan yang hendaknya dilakukan oleh
subyek hukum sebagai pemegang peran.Namun bekerjanya harapan itu tidak
ditentukan hanya oleh kehadiran peraturan itu sendiri, melainkan juga oleh
beberapa faktor lain. Faktor – faktor yang turut menentukan bagaimana respon
yang akan diberikan oleh pemegang peran, antara lain (1).sanksi-sanksi yang
terdapat di dalamnya,(2).aktivitas dari lembaga pelaksana hukum, dan (3).seluruh
kekuatan – kekuatan sosial,politik dan lain – lainnya
yang bekerja atas diri
pemegang peranan itu.
Perubahan – perubahan itu
disebabkan
oleh berbagai
reaksi yang
ditimbulkan oleh pemegang peran terhadap pembuat undang – undang dan
birokrasi.Komponen birokrasi juga memberikan umpan balik terhadap pembuat
undang – undang maupun pihak pemegang peran.
Pengertian hukum sebagai suatu sistem norma yang dikemukakan oleh Lon
L. Fuller dalam Esmi Warassih ( 2005:31) yang berpendapat bahwa untuk
mengenal hukum sebagai sistem maka harus dicermati adanya 8 (delapan) azas
atau principles of legality , yang meliputi:
1. Sistem hukum harus mengandung peraturan – peraturan artinya ia tidak boleh
mengandung sekedar keputusan – keputusan yang bersifat ad hoc.
2. Peraturan – peraturan yang telah dibuat itu harus diumumkan.
3. Peraturan tidak boleh berlaku surut.
4. Peraturan – peraturan disusun dalam rumusan yang bisa dimengerti.
5. Suatu sistem tidak boleh mengandung peraturan – peraturan yang bertentangan
satu sama lain.
6. Peraturan – peraturan tidak boleh mengandung tuntutan yang melebihi apa
yang dapat dilakukan.
7. Peraturan tidak boleh sering dirubah – rubah.
8. Harus ada kecocokan antara peraturan yang diundangkan dengan pelaksanaan
sehari – hari.
Berkaitan dengan adanya Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional
Nomor 1 Tahun 2005 tentang Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan
Di Lingkungan Badan Pertanahan Nasional, yang oleh Kepala Badan Pertanahan
Nasional ditetapkan di Jakarta pada tanggal 1 Pebruari 2005.Penyampaian Keputusan
Kepala Badan Pertanahan Nasional ini bertujuan untuk melaksanakan program kerja
Kabinet Indonesia Bersatu,khususnya dalam rangka peningkatan pelayanan kepada
masyarakat,yang juga dimaksudkan sebagai penyempurnaan dari beberapa ketentuan
yang mengatur masalah prosedur tata cara pelayanan pertanahan sebagaimana pernah
diatur sebelumnya,seperti dalam Instruksi Menteri Negara Agraria/Kepala Badan
Pertanahan Nasional
Nomor 3 Tahun 1998 tentang
Peningkatan Efisiensi dan
Kualitas Pelayanan Masyarakat Di Bidang Pertanahan.
Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan Di Lingkungan Badan
Pertanahan Nasional ini merupakan upaya untuk memberikan pelayanan yang lebih
baik kepada masyarakat yang mencerminkan adanya efisiensi, keterbukaan,
akuntabilitas,
kesederhanaan,
keadilan,
kenyamanan
dan
kepastian
dalam
memperoleh semua jenis – jenis pelayanan pertanahan dengan mencantumkan hal –
hal yang berkaitan dengan biaya,persyaratan dan jangka waktu penyelesaian
pelayanan.
Didalam pelaksanaannya keputusan ini tidak boleh bertentangan dengan
undang – undang dan peraturan – peraturan yang lebih tinggi.
Berdasarkan surat yang disampaikan oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional
tertanggal 1 Pebruari 2005 Nomor 045.2 – 235 perihal Penyampaian Keputusan
Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2005 tentang Standar Prosedur
Operasi Pengaturan dan Pelayanan yang ditujukan kepada Kepala Kantor Wilayah
Badan Pertanahan Nasional Propinsi dan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota
bahwa bunyi dari nomor 3 dan 5 sebagai berikut:
Poin 3 berbunyi: Untuk daerah – daerah tertentu, dengan pertimbangan adanya
kendala faktor geografis dan transportasi ataupun faktor – faktor alam
lainnya,sehingga jangka waktu pelaksanaan pelayanan pertanahan dikhawatirkan
akan melebihi jangka waktu yang ditetapkan dalam Standar Prosedur Operasi
Pengaturan dan Pelayanan, maka Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional
Propinsi setempat dapat menetapkan jangka waktu yang rasional sesuai dengan
kondisi dan situasi daerah yang bersangkutan.
Poin 5 berbunyi: Unit kerja di lingkungan Badan Pertanahan Nasional,Kantor
Wilayah
Badan
Pertanahan
Nasional
Propinsi
dan
Kantor
Pertanahan
Kabupaten/Kota yang telah melaksanakan pelayanan pertanahan dengan sistem
komputerisasi sebagaimana telah ditetapkan oleh
Kepala Badan Pertanahan
Nasional,penyesuaian/penggunaan Sistem Sofware Aplikasi Pelayanan Pertanahan
berdasarkan Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan ini mulai
diberlakukan palaing lambat 2 (dua) tahun setelah ditetapkan,dengan maksud agar
masing – masing kantor dapat menyesuaikan/memperbaharui sistem komputerisasi
yang telah berjalan dengan sistem komputerisasi berdasarkan Keputusan ini.
Dari uraian diatas dapat dilihat bahwa adanya pertentangan keputusan tersebut
dengan teori Fuller dalam rangka hukum sebagai sistem, bahwa peraturan tidak
boleh berlaku surut,peraturan – peraturan disusun dalam rumusan yang bisa
dimengerti,suatu sistem tidak boleh mengandung
peraturan – peraturan yang
bertentangan satu sama lain.
2. Faktor penegak hukum, yakni pihak – pihak yang membentuk maupun yang
menerapkan hukum.
Menurut Esmi Warassih ( 2005:83), Penegakan hukum merupakan suatu proses
untuk mewujudkan tujuan – tujuan hukum menjadi kenyataan,maka proses itu selalu
melibatkan para pembuat dan pelaksana hukum,serta juga masyarakatnya.
Pada saat ini hukum bukan hanya dipakai untuk mempertandingkan pola –
pola hubungan serta kaidah – kaidah yang telah ada.Hukum yang diterima sebagai
konsep yang modern memiliki fungsi untuk melakukan suatu perubahan
sosial.Hukum juga berorientasi kepada tujuan – tujuan yang diinginkan yaitu
menciptakan pola –
pola perilaku
yang baru serta
dalam
menjalankan
fungsinya,hukum senantiasa berhadapan dengan nilai – nilai maupun pola – pola
perilaku yang telah mapan dalam masyarakat.
Dalam rangka penegakan hukum yang berkaitan dengan bidang pertanahan
pemerintah Republik Indonesia dalam usaha untuk menjamin kepastian hukum atas
tanah yang dimiliki masyarakat Indonesia diwujudkan dalam pasal 19 Undang –
Undang Pokok Agraria dinyatakan bahwa:
(1). Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah
di seluruh wilayah republik Indonesia menurut ketentuan – ketentuan yang
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(2). Pendaftaran yang tersebut dalam ayat 1 pasal ini meliputi:
a. Pengukuran,perpetaan dan pembukuan tanah.
b. Pendaftaran hak – hak atas tanah dan peralihan hak – hak tersebut.
c. Pemberian surat – surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian
yang kuat.
Dalam menjalankan tugas dan fungsinya
Badan Pertanahan Nasional
berdasarkan Peraturan Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2006 merupakan instansi
yang
bertugas
melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pertanahan secara
nasional,regional dan sektoral.Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi merupakan
instansi vertikal yang bertugas untuk menjalankan tugas yang merupakan penjabaran
dari tugas dan fungsi instansi vertikal yang ada diatasnya, dalam hal ini yang
berkaitan dengan pelaksanaan Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan
yang berkaitan dengan pendaftaran tanah pertama kali.
Kantor
Pertanahan
merupakan salah satu instansi yang
memberikan
pelayanan publik, bahwa pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang
dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan
kebutuhan penerimaan pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan
perundang – undangan.
Menurut Soerjono Soekanto (1986:34),Penegak hukum merupakan golongan
panutan dalam masyarakat,yang hendaknya mempunyai kemampuan – kemampuan
tertentu,sesuai dengan aspirasi masyarakat.Mereka harus dapat berkomunikasi dan
mendapatkan pegertian dari golongan sasaran,disamping mampu membawakan atau
menjalankan peranan yang dapat diterima oleh mereka.
Aparat Kantor Pertanahan dalam menjalankan tugasnya memberikan
pelayanan kepada masyarakat di bidang pertanahan, diharapkan dapat menjalankan
tugas dengan baik dan
bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan maupun
perundang – undangan yang berlaku.Sebagai pelaksana dari suatu aturan yang telah
ditentukan berusaha untuk menegakkan ketentuan tersebut.Dalam memberikan suatu
pelayanan kepada masyarakat, layanan merupakan suatu aktifitas yang berlangsung
berurutan dan dapat diukur dari segi penggunaan waktu.
Menurut Moenir (1995:20), bahwa standar waktu dapat ditetapkan pada waktu
dilakukan pengukuran kerja,karena memang dalam pengukuran kerja termasuk
pengukuran waktu yang diperlukan untuk penyelesaian tahap pekerjaan.
Dalam melaksanakan tugasnya Kantor Pertanahan
penyelenggara pelayanan publik harus memiliki
sebagai instansi
standar pelayanan dan
dipublikasikan sebagai jaminan adanya kepastian bagi penerima pelayanan.Standar
pelayanan publik merupakan ukuran yang dibakukan dalam penyelenggaraan
pelayanan publik yang wajib ditaati oleh pemberi atau penerima pelayanan.Adapun
ketentuan yang harus diatur dalam standarisasi pelayanan publik minimal meliputi
prosedur pelayanan,waktu penyelesaian,biaya pelayanan termasuk rinciannya,produk
pelayanan yang diberikan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan,penyediaan
sarana dan prasarana penunjang dalam pemberian pelayanan dan kompetensi petugas
dalam pemberian pelayanan.Semua itu dilaksanakan dan dilakukan oleh aparat
pemerintah,dalam hal ini aparat kantor pertanahan dalam rangka memberikan
pelayanan kepada masyarakat di bidang pertanahan dalam usaha untuk menegakkan
hukum pertanahan.
Namun dalam kenyataannya, aparat pertanahan dalam menjalankan tugas dan
memberikan pelayanan kepada masyarakat banyak dipengaruhi oleh adanya sikap
moral dari masyarakat, yang mana dalam pelaksanaan tugasnya
hal ini sangat
mempengaruhi dalam pelaksanaan tugasnya.Perlu adanya perubahan sikap dari
masyarakat sehingga akan merubah sikap moral dari aparat itu sendiri dan dapat
melaksanakan tugasnya dengan penuh rasa tanggung jawab.
3. Faktor Sarana / Fasilitas pendukung
Menurut Soerjono Soekanto ( 1986:37), bahwa Tanpa adanya sarana atau
fasilitas tertentu, maka tidak mungkin penegakan huum akan berlangsung dengan
lancar.Sarana atau fasilitas tersebut,antara lain,mencangkup tenaga manusia yang
berpendidikan dan terampil,organisasi yang baik,peralatan yang memadai, keuangan
yang cukup,dan seterusnya.
Kantor
Pertanahan
Kabupaten
Ngawi
dalam
melaksanakan
tugasnya
memberikan pelayanan kepada masyarakat di bidang pertanahan juga tidak terlepas
dari sarana dan prasarana dalam menunjang kegiatan pekerjaannya. Sarana pelayanan
yang dimaksud adalah segala jenis peralatan,perlengkapan kerja dan fasilitas lain
yang berfungsi sebagai alat utama maupun pembantu dalam pelaksanaan pekerjaan,
dan juga berfungsi sosial dalam rangka kepentingan orang – orang yang sedang
berhubungan dengan kegiatan pelayanan tersebut.
Menurut Moenir (1995:119), Fungsi sarana pelayanan tersebut antara lain:
a. mempercepat proses pelaksanaan pekerjaan sehingga dapat menghemat waktu;
b. meningkatkan produktifitas;
c. kualitas produk yang lebih baik/terjamin;
d. ketepatan susunan dan stabilitas ukuran terjamin;
e. lebih mudah/sederhana dalam gerak para pelakunya;
f. menimbulkan rasa kenyamanan bagi orang – orang yang berkepentingan ;
g. menimbulkan perasaan puas pada orang – orang yang berkepentingan sehingga
dapat mengurangi sifat emosional mereka.
Pelaksanaan Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan Pendaftaran
Tanah Pertama Kali di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi masih memerlukan
sarana dan prasarana yang memadai.Hal ini perlu mendapatkan perhatian terutama
sarana penunjang pelaksanaan kegiatan pendaftaran tanah yang masih kurang
mencukupi bila dikaitkan dengan jumlah permohonan pengajuan pendaftaran tanah
pertama kali yang cukup banyak di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi.
Pada saat ini jumlah karyawan karyawati
Kantor Pertanahan Kabupaten
Ngawi sebanyak 51 orang yang terdiri dari 1 orang selaku Kepala Kantor, 6 orang
selaku Kepala Seksi dan Kasubag TU, 14 orang selaku Kepala Sub Seksi dan Kepala
Urusan serta sisanya staf. Masing – masing bertugas dan bekerja sesuai dengan tugas
pokok dan fungsi masing – masing.Namun perlu diketahui bahwa untuk jabatan
Kepala Sub Seksi ada 2 jabatan yang kosong, yaitu Kepala Sub Seksi Perkara
Pertanahan dan Kepala Sub Seksi Pendaftaran Hak.Dengan belum terisinya jabatan
yang lowong tersebut sangat mempengaruhi pelaksanaan kegiatan pelayanan kepada
masyarakat terutama yang berkaitan dengan pelaksanaan pendaftaran tanah pertama
kali, disini peran dan fungsi dari Kepala Sub Seksi Pendaftaran Hak yang penting
dan dominan,namun dalam pelaksanaan tugas sehari – hari dengan menunjuk salah
satu dari Kepala Sub Seksi yang ada untuk melaksanakan tugas tersebut, dan ini
sangat berpengaruh sekali dalam pelaksanaan tugasnya dan hasilnya tidak bisa
maksimal terutama dalam pelayanan kepada masyarakat.Begitu pula kekosongan
jabatan untuk Kepala Sub Seksi Perkara juga sangat berpengaruh dalam pelaksanaan
kegiatan yang ada.Memang untuk mengatasi hal ini perlunya adanya suatu kebijakan
dari atasan.
Di dalam pelaksanaan tugas pelayanan kepada masyarakat juga diperlukan
adanya tenaga – tenaga yang terampil dan berdedikasi yang tinggi dalam
pekerjaannya, namun kenyataan di lapang dalam hal ini di Kantor Pertanahan
Kabupaten Ngawi
untuk karyawan karyawati masih perlunya peningkatan
ketrampilan terutama yang berhubungan dengan penggunaan alat – alat tehnologi,
misalnya pemakaian komputer, yang pada saat ini sangat diperlukan dalam rangka
untuk mempercepat dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.Namun
kenyaaannya masih banyak karyawan karyawati yang enggan
dan malas untuk
meningkatkan ketrampilannya dengan alasan bahwa komputer yang ada jumlahnya
sangat terbatas. Hal ini memang pada kenyataannya jumlah alat – alat tehnologi yang
tersedia sangat terbatas, terutama komputer yang merupakan alat bantu yang sangat
utama dalam memperlancar pelaksanaan tugas pelayanan di bidang pertanahan.
Menurut Moenir (1995:121), Fasilitas
pelayanan juga memegang peranan
penting, yang meliputi fasilitas ruangan,informasi,ruang tunggu,tempat ibadah, kamar
kecil, kantin dan sarana komunikasi.
Ketersediaan fasilitas di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi, prasarana yang
berkaitan dengan tempat pelaksanaan pelayanan pendaftaran tanah untuk lebih
ditingkatkan lagi supaya tercipta suatu kegiatan pelayanan dalam
suasana yang
nyaman sehingga pelaksanaan pelayanan kepada masyarakat dapat terlayani dengan
baik.Untuk lebih meningkatkan kinerja dari aparat yang bertugas dalam melayani
masyarakat dalam pengajuan pendaftaran tanah pertama kali hendaknya baik kepada
aparat atau petugas dengan diberi bekal yang cukup dengan memberikan petunjuk –
petunjuk teknis yang berkaitan dengan pendaftaran tanah dan dilengkapi dengan
sarana yang cukup untuk menunjang kelancaran dalam pelaksaan tugas yang
diembannya.
Dalam memberikan
pelayanan di bidang pertanahan Kantor Pertanahan
Kabupaten Ngawi menggunakan sistem loket.Loket pelayanan dibagi menjadi 4
loket, yang terdiri dari loket 1 menangani iformasi, loket 2 menangani penyerahan
berkas permohonan dan pengaduan,loket 3
pembayaran biaya dan loket 4
penyerahan produk sertipikat.
Dalam rangka untuk meningkatkan kemampuan dan ketrampilan
dari
karyawan dan karyawati yang ada, perlu adanya kbijakan dari atasan dalam hal ini
Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi untuk memberi kesempatan kepada
karyawan karyawati meningkatkan kemampuannya dengan mengikuti pelatihan,
kursus – kursus yang terkait dengan pekerjaannya.Diserati dengan penyediaan
peralatan serta sarana prasarana demi kelancaran dalam pelaksanaan tugas yang
diembanya, sehingga peningkatan pelayanan kepada masyarakat akan dapat
dilaksanakan dengan baik.
4. Faktor Masyarakat,yakni lingkungan dimana hukum berlaku atau diterapkan.
Menurut Esmi Warassih (2005: 26),Manusia di dalam hidupnya selalu
mempunyai kebutuhan – kebutuhan atau kepentingan – kepentingan yang hendak
dipenuhinya.Namun tidak semua manusia mempunyai kebutuhan atau kepentingan
yang sama,melainkan kadang berbeda,dan bahkan tidak jarang pula bertentangan
satu dengan yang lain.Di lain pihak disadari pula bahwa
terpenuhinya suatu
kebutuhan manusia amat tergantung pada manusia lainnya.Bahkan pemenuhan
kebutuhan manusia dapat diselenggarakan
di dalam masyarakat yang tertib dan
aman.
Dalam kehidupan masyarakat yang masih sederhana dalam arti bahwa
masyarakat yang masih kecil
jumlahnya,hubungan – hubungan antara anggota
masyarakat terjalin sangat erat dengan mendasar pada kekerabatan.Dalam
masyarakat yang sudah semakin komplek,tidak cukup dibutuhkan tatanan hukum
primer, melainkan juga sudah mulai membutuhkan tatanan hukum yang memiliki
kewajiban sekunder. Peraturan – peraturan sekunder ini meliputi peraturan tentang
pengakuan
norma,
peraturan
–
peraturan
yang
menggarap
perubahan-
perubahan,peraturan bagi penyelesaian sengketa.
Dalam keterkaitannya dengan tanah, bahwa perkembangan masyarakat yang
begitu pesat dengan jumlah tanah yang relatif tetap, maka permasalahan di bidang
pertanahan merupakan permasalahan yang sangat mendasar dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara.Dalam Undang – Undang Dasar 1945 pasal 3 ayat (3)
telah digariskan bahwa bumi,air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
dipergunakan untuk sebesar – besar kemakmuran rakyat.Undang – Undang Pokok
Agraria,sebagai peraturan
dasar yang menjadi acuan dari keberadaan berbagai
peraturan perundangan bidang pertanahan juga mengakui prinsip – prinsip yang
menggariskan bahwa negara mejamin hak – hak masyarakat atas tanahnya dan
memberikan pengakuan atas hak – hak atas tanah yang ada di masyarakat.
Pelaksanaan pelayanan pensertipikatan hak atas tanah untuk pendaftaran
tanah pertama kali di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku yaitu berdasarkan pada Peraturan Pemerintah
Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Pendaftaran tanah merupakan
rangkaian
kegiatan
yang
menerus,berkesinambungan
dilakukan
oleh
dan
Pemerintah
secara
terus
teratur,meliputi
pengumpulan,pengolahan,pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik
dan data yuridis,dalam bentuk peta dan daftar,mengenai bidang –bidang tanah dan
satuan – satuan rumah susun,termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi
bidang – bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah
susun serta hak – hak tertentu yang membebaninya.
Pendaftaran tanah untuk pertama kali adalah merupakan kegiatan pendaftaran
tanah yang dilakukan terhadap obyek pendaftaran tanah yang belum didaftar
berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran
Tanah.Pelaksanaan pendaftaran tanah untuk pertama kali terbagi menjadi 2 (dua)
yaitu pendaftaran tanah secara sistematik dan pendaftaran tanah secara
sporadik.Pendaftaran tanah pertama kali
secara sistematik adalah kegiatan
pendaftaran tanah untuk pertama kali yang dilakukan secara serentak yang meliputi
semua obyek pendaftaran tanah yang belum didaftar dalam wilayah atau bagian
wilayah suatu desa/kelurahan, sedangkan pendaftaran tanah pertama kali secara
sporadik adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali mengenai satu atau
beberapa obyek pendaftaran tanah dalam wilayah atau bagian wilayah suatu
desa/kelurahan secar individual atau massal.
Pelaksanaan pendaftaran tanah bertujuan untuk memberikan kepastian hukum
dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah,satuan
rumah susun dan hak – hak lain yang terdaftar agar dengan
membuktikan
dirinya
sebagai
pemegang
hak
mudah dapat
yang bersangkutan,
untuk
menyediakan informasi kepada pihak – pihak yang berkepentingan termasuk
Pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam
mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang – bidang tanah dan satuan – satuan
rumah susun yang sudah terdaftar, untuk terselenggaranya tertib administrasi
pertanahan.
Pelaksanaan kegiatan pendaftaran tanah pertama kali yang dilaksanakan di
Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi yaitu pendaftaran tanah pertama kali secara
sporadik adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali mengenai satu atau
beberapa obyek pendaftaran tanah dalam wilayah atau bagian wilayah suatu
desa/kelurahan secara individual atau massal.
Untuk keperluan pendaftaran hak atas tanah, maka pembuktian haknya
berdasarkan pada pembuktian hak baru dan pembuktian hak lama.Untuk keperluan
pendaftaran hak baru dibuktikan dengan: penetapan pemberian hak dari Pejabat
yang berwenang memberikan hak yang bersangkutan menurut ketentuan yang
berlaku apabila pemberian hak tersebut berasal dari tanah Negara atau hak
pengelolaan; Asli akta Pejabat Pembuat Akta Tanah yang memuat pemberian hak
tersebut oleh pemegang hak milik kepada penerima hak yang bersangkutan apabila
mengenai hak guna bangunan dan hak pakai atas tanah hak milik; hak pengelolaan
dibuktikan dengan penetapan pemberian hak pengelolaan oleh Pejabat yang
berwenang;tanah wakaf dibuktikan dengan akta ikrar wakaf;hak milik atas satuan
rumah susun dibuktikan dengan akta pemisahan;pemberian hak tanggungan
dibuktikan dengan akta pemberian hak tanggungan, sedangkan untuk pembuktian
hak lama,untuk keperluan pendaftaran hak, hak atas tanah yang berasal dari
konversi hak – hak lama dibuktikan dengan
alat – alat bukti mengenai adanya
hak tersebut berupa bukti – bukti tertulis,keterangan saksi dan atau pernyataan
yang bersangkutan yang kadar kebenarannya oleh Kepala Kantor Pertanahan
Kabupaten Ngawi dianggap cukup untuk mendaftar haknya..
Untuk menilai kebenaran dari alat – alat bukti yang dilampirkan dalam
pengajuan pensertipikatan tanah melalui pendaftaran tanah pertama kali, maka
dilakukan pengumuman. Pengumuman
pendaftaran tanah
pertama kali yang
dilakukan secara sporadik diumumkan dalam waktu 60 hari.Dalam pengumuman
ini pada dasarnya yang diumumkan adalah data fisik dan data yuridis yang akan
dijadikan dasar pendaftaran bidang tanah yang bersangkutan.Pengumuman
dilaksanakan dalam rangka memberi kesempatan
kepada pihak yang merasa
keberatan mengenai data fisik dan data yuridis yang diumumkan,dan dalam hal ini
Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik mengusahakan
agar secepatnya keberatan – keberatan yang diajukan dapat diselesaiakan secara
musyawarah untuk mufakat.
Terhadap pengajuan permohonan pensertipikatan hak atas tanah yang di
dalam pengumuman data fisik dan data yuridisnya tidak terdapat keberatan dari
pihak lain, maka diterbitkanlah sertipikat hak atas tanah.Sertipikat
merupakan
surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai
data fisik dan data yuridis yang termuat didalamnya, sepanjang data fisik dan data
yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah hak
yang bersangkutan.
Pelaksanaan pendaftaran tanah yang dilakukan di Kantor Pertanahan
Kabupaten Ngawi sesuai prosedur
dan ketentuan yang berlaku.Menurut Louis
A.Allen ( dalam Moenir, 1995:106), bahwa prosedur dibuat atas dasar penelitian di
lapangan lebih dahulu, agar supaya dapat memenuhi keperluan memperlancar
mekanisme kerja.Prosedur merupakan rincian
dinamikanya sistem, begitu pula
dalam pelaksanaaan pengaturan dan pelayanan pendaftaran tanah pertama kali di
Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi mempergunakan ketentuan – ketentuan dan
prosedur yang telah ada.
Untuk pelaksanaan Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan
Pendaftaran
Tanah
Pertama
Kali
secara
Sporadik
melalui
Pengakuan
Hak/Penegasan Hak di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku yaitu Keputusan Kepala Badan Pertanahan
Nasional Nomor 1 Tahun 2005 tentang Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan
Pelayanan Di Lingungan Badan Pertanahan Nasional.Kantor Pertanahan Kabupaten
Ngawi dalam pelaksanaan kegiatan pelayanan yang berkaitan dengan pendaftaran
tanah juga berpedoman pada ketentuan yang berlaku tersebut.
Pelaksanaan Pelayanan Pendaftaran Tanah Pertama Kali secara Sporadik
melalui Pengakuan Hak/Penegasan Hak di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi
dalam proses penyelesaiannya menggunakan standar waktu yang telah ditentukan
sesuai dengan ketentuan yang ada yaitu 120 hari. Sesuai dengan pendapat
C.L.Littlefield dkk ( dalam Moenir,1995 :20), bahwa standar waktu dapat
ditetapkan pada waktu dilakukan pengukuran kerja, karena memang dalam
pengukuran kerja termasuk pengukuran waktu yang diperlukan untuk penyelesaian
tahap pekerjaan.
Pelaksanaan
Pendaftaran
Tanah
Standar
Pertama
Prosedur
Kali
Operasi
secara
Pengaturan
Sporadik
dan
melalui
Pelayanan
Pengakuan
Hak/Penegasan Hak di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi , menurut pendapat
dari beberapa
responden yang telah diwawancarai oleh penulis bahwa pada
umumnya mereka berpendapat pelaksanaan kegiatan pendaftaran tanah pertama kali
sudah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku,namun untuk standar
penyelesaian dari proses pengajuan permohonan pensertipikatan tanah belum dapat
dilaksanakan sesuai dengan yang diharapkan oleh masyarakat yaitu dapat dilayani
dengan cepat dan tidak membutuhkan waktu yang lama. Pelaksanaan pendaftaran
tanah pertama kali dalam ketentuan yang ada memang membutuhkan waktu yang
cukup lama dalam penyelesaian
sertipikat tanahnya. Hal ini perlu dimaklumi
karena kurang mengertinya masyarakat akan ketentuan atau standar lamanya
pelaksanaan pelayanan pensertipikatan tanah pertama kali, ini disebankan karena
kurangnya sosialisasi atau pemberitahuan atau pengenalan adanya aturan yang
memuat
ketentuan – ketentuan mengenai jangka waktu penyelesaian proses
pensertipiktan tanah yang melalui pendaftaran tanah pertama kali. Banyak diantara
para tokoh masyarakat,pemohon,aparat desa,Camat dan Notaris /Pejabat Pembuat
Akta Tanah yang tidak tahu secara pasti mengenai ketentuan – ketentuan yang telah
ditetapkan dalam Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan Pendaftaran
Tanah Pertama Kali secara Sporadik melalui Pengakuan Hak/Penegasan Hak
ini.Untuk itu maka dalam usaha peningkatan pelayanannya diharapkan kepada
seluruh Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota untuk bisa memasang secara transparan
pada papan yang telah ditentukan. Hal ini akan membantu
terlaksananya
pendaftaran tanah pertama kali dapat dilaksanakan sesuai dengan jadwal waktu
yang telah ditetapkan dalam standar ketentuan yang ada.
Dalam rangka untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan dalam
usaha untuk penegakan hukum, bahwa adanya 4 (empat) prinsip yang menjadi
bagian
dari keyakinan,dari falsafah dan ideologi Badan Pertanahan Nasional
Republik Indonesia,yaitu:
1). Bahwa pengelolaan pertanahan itu bentuknya apapun ,nanti sesuai dengan
perjalanan kita dan dinamika kehidupan kita,dia pertama – tama berkontribusi
untuk meningkatkan kesejahteraan
rakyat dan sekaligus menjadi mekanisme
untuk membangun sumber – sumber kemakmuran baru bagi rakyat.
2). Bahwa pengelolaan pertanahan harus berkontribusi secara nyata untuk bisa andil
didalam menata kehidupan bersama yang lebih berkeadilan.
3). Pertanahan merupakan pilar penting berdirinya Negara,merupakan pilar penting
dari kehidupan setiap umat manusia dan setiap masyarakat maka pertanahan harus
berkontribusi
berkelanjutan
sustainability
dari
kehidupan
bermasyarakat,berbangsa dan bernegara.
4).
Pertanahan
harus
ikut
berkontribusi
menjamin
terbangunnya
sosial
harmoni,kehidupan bersama yang lebih tentram,yang terhindar dari sengketa –
sengketa dan konflik – konflik terutama yang bersumberkan atas keagrariaan dan
pertanahan.
5. Faktor Budaya Hukum
Dalam kehidupan bermasyarakat fungsi hukum tidak cukup hanya sebagai
kontrol sosial.Fungsi hukum yang diharapkan dewasa ini adalah melakukan usaha
untuk menggerakkan rakyat agar bertingkah laku sesuai dengan cara – cara baru
untuk mencapai suatu tujuan yang dicita – citakan. Untuk bertindak atau
bertingkahlaku sesuai dengan ketentuan hukum inilah perlu ada kesadaran hukum
dari masyarakat, karena faktor tersebut merupakan jembatan yang menghubungkan
antara peraturan – peraturan hukum
dengan tingkah laku anggota – anggota
masyarakat.
Menurut Lawrence M Friedman (dalam Esmi Warassih, 2005:92),bahwa
kesadaran
hukum
masyarakat
terkait
erat
dengan
masalah
budaya
hukum.Dimaksudkan dengan budaya hukum disini adalah berupa kategori nilai –
nilai,pandangan – pandangan serta sikap – sikap yang mempengaruhi bekerjanya
hukum.
Hukum yang berlaku di masyarakat sangat ditentukan oleh budaya hukum
masyarakat yang bersangkutan.Berbicara mengenai budaya hukum adalah berbicara
mengenai bagaimana sikap – sikap , pandangan – pandangan serta nilai – nilai yang
dimiliki oleh masyarakat.Semua komponen budaya hukum
itulah yang sangat
menentukan berhasil tidaknya kebijaksanaan yang telah dituangkan dalam bentuk
hukum tersebut.
Hubungan masyarakat Ngawi dengan Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi,
dalam melaksanakan pengurusan hak atas tanah yang dikuasainya sebagian besar
masyarakat masih mempercayakan pengurusan hak atas tanahnya untuk memperoleh
sertipikat tanah dengan melalui perangkat desa/kelurahan. Pelaksanaan pendaftaran
tanah hendaknya dilakukan oleh pemohon sendiri,namun kenyataannya di masyarakat
lain pelaksanaan pendaftaran tanah diserahkan dan dipasrahkan kepada perangkat
desa/kelurahan atau biro jasa di bidang pertanahan secara keseluruhan baik untuk
kelengkapan berkasnya maupun keuangannya. Momentum ini banyak terjadi di
masyarakat kita, hal ini disebabkan adanya budaya dari masyarakat kita yang masih
punya rasa ewuh pakewuh/ sungkan kepada perangkat desa atau kelurahan, sehingga
mempercayakan pengurusan sertipikat tanahnya secara keseluruhan kepada perangkat
desanya sampai jadi.Banyak juga dari budaya masyarakat kita yang malas atau
enggan bila harus berurusan dengan birokrasi yang menurutnya membutuhkan
tenaga,waktu,biaya yang mahal dan pikiran sehingga memasrahkan segala urusan
yang dihadapinya kepada pihak lain dalam hal ini perangkat desa.Bahkan untuk
warga masyarakat yang berpengalaman juga mempunyai budaya yang banyak terjadi
di masyarakat dengan menyerahkan pengurusan pensertipikatan tanahnya kepada biro
jasa dalam hal ini Notaris/Pejabat Pembuat Akta Tanah yang ada. Di wilayah
Kabupaten Ngawi hal ini juga terjadi baik untuk masyarakat yang menitipkan
pengurusan sertipikat tanahnya kepada perangkat desa biasanya dilakukan oleh
Sekretaris
Desa(
Carik)
,
Kepala
Urusan
Pemerintahan
bahkan
Kepala
Desa/Kelurahan atau kepada Pembantu Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara (
Camat) juga
berperan dalam pengurusan pensertipikatan tanah. Bahkan untuk
masyarakat yang punya kesibukan dengan mempercayakan pengurusan tanahnya
kepada Notaris/ Pejabat Pembuat Akta Tanah yang ada, dalam hal ini Notaris/
Pejabat Pembuat Akta Tanah di Kabupaten Ngawi.
2. Kendala – Kendala Dalam Pelaksanaan Standar Prosedur Operasi Pengaturan
Dan Pelayanan Pendaftaran Tanah Pertama Kali Di Kantor Pertanahan
Kabupaten Ngawi.
Manusia di dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan – kebutuhan atau
kepentingan – kepentingan yang hendak dipenuhinya, namun tidak semua manusia
mempunyai kebutuhan atau kepentingan yang sama,melainkan kadang berbeda,dan
bahkan tidak jarang pula bertentangan satu sama lain.Bahwa terpenuhinya suatu
kebutuhan manusia amat tergantung pada manusia lainnya.Pemenuhan kebutuhan
manusia dapat diselenggarakan di dalam masyarakat yang tertib dan aman.
Menurut Hoebel (dalam Esmi Warassih, 2005:26),adanya 4 (empat) fungsi
dasar hukum,yaitu meliputi:
a. Menetapkan hubungan – hubungan antara para anggota masyarakat dengan
menunjukkan jenis – jenis tigkah laku apa yang diperkenankan dan apa yang
dilarang;
b. Menentukan pembagian kekuasaan dan memerinci siapa saja yang boleh
melakukan paksaan serta siapakah yang harus mentaatinya dan sekaligus
memilihkan sanksi-sanksinya yang tepat dan efektif;
c. Menyelesaiakan sengketa;
d. Memelihara kemapuan masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan kondisi –
kondisi kehidupan yang berubah,yaitu dengan cara merumuskan kembali
hubungan esensial antara anggota – anggota masyarakat.
Hukum
memberikan pedoman tingkah laku,baik tingkah laku yang
dilarang,dibutuhkan maupun yang diizinkan.Penormaan ini dilakukan dengan
membuat kerangka umum dan dijabarkan dalam bentuk peraturan perundang –
undangan. Dalam pembuatan peraturan perundang- undangan dan dalam proses
perwujudan nilai – nilai yang terkandung dalam cita hukum ke dalam norma –
norma hukum,sangat tergantung pada tingkat kesadaran dan penghayatan dari
para pembentuk peraturan perundang-undangan.
Dalam setiap usaha untuk merealisasikan tujuan pembangunan,maka
system hukum itu dapat memainkan peranan sebagai pendukung dan
penunjangnya.Sistem hukum dapat dikatakan efektif bila perilaku – perilaku
manusia di dalam masyarakat sesuai dengan apa yang telah ditentukan di dalam
aturan – aturan hukum yang berlaku. Menurut Paul dan Dias (dalam Esmi
Warassih, 2005:105) ,mengajukan 5 (lima) syarat yang harus dipenuhi untuk
mengefektifkan sistem hukum,yaitu:
(1). Mudah tidaknya makna aturan – aturan hukum itu untuk ditangkap dan
dipahami;
(2). Luas tidaknya kalangan di dalam masyarakat yang mengetahui isi aturan –
aturan hukum yang bersangkutan;
(3). Effisien dan effektif tidaknya mobilisasi aturan – aturan hukum;
(4). Adanya mekanisme penyelesaian sengketa yang tidak hanya mudah
dijangkau dan dimasuki oleh setiap warga masyarakat,melainkan juga
harus cukup effektif dalam menyelesaikan sengketa – sengketa;
(5). Adanya anggapan dan pengakuan yang merata di kalangan warga
masyarakat bahwa aturan – aturan dan pranata – pranata hukum itu
memang sesungguhnya berdaya kemampuan yang effektif.
Di dalam pelaksanaaan Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan
Pelayanan Pendaftaran Tanah Pertama Kali Di Kantor Pertanahan Kabupaten
Ngawi, banyak ditemukannya adanya beberapa permasalahan dan hambatan
dalam pelaksanaannya yang meliputi staf, informasi, wewenang dan fasilitas,
yang dapat dijelaskan sebagai berikut:
Peranan staf, dalam hal ini
berkaitan dengan kondisi sumberdaya
manusia yang dimiliki organisasi dalam hal ini Kantor Pertanahan Kabupaten
Ngawi. Dalam suatu organisasi dapat melaksanakan tugas dan fungsinya
bilamana didukung oleh sumberdaya manusia yang memadai. Dengan
meningkatkan kemampuan sumberdaya manusia yang dimiliki
melalui
peningkatan ketrampilan kerja dan menambah wawasan dalam pelayanan
pelaksanaan pekerjaan dengan melalui kursus – kursus atau menempuh
pendidikan melalui lembaga – lembaga pendidikan. Diharapkan hasil dari
menempuh ilmu di lembaga pendidikan dan latihan pendidikan/ kursus – kursus
akan dapat meningkatkan kinerjanya sertamenambah kemampuan dalam
bidangnya dalam hal ini di bidang pertanahan,sehingga pelaksanaan pelayanan
di bidang pertanahan
akan menjadi meningkat sesuai harapan masyarakat
dalam usaha untuk menciptakan kepastian hukum di dalam penguasaan dan
pemilikan tanah.
Sesuai dengan pendapat Budi Winarno (2008:181), bahwa staf merupakan
sumber yang paling penting dalam melaksanakan kebijakan.Begitu pula staf
yang ada di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi memegang peranan yang
sangat penting dalam rangka melaksanakan kegiatan pelayanan kepada
masyarakat.Mengenai jumlah staf
yang
ada sangat berpengaruh terhadap
pelaksanaan pelayanan yang dilakukan.Pelayanan yang dilaksanakan secara
lamban dan cenderung tidak efisien, hal ini disebabkan kurangnya kualitas
sumber daya manusia (staf) dan rendahnya motivasi pegawai.Oleh karena itu
perlu dilakukan peningkatan ketrampilan dari staf atau karyawan karyawati
yang ada di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi dengan melalui pelatihan –
pelatihan
atau
kursus
sehingga
akan
menunjang
dalam
pelaksanaan
pekerjaannya.
Begitu pula pentingnya informasi merupakan sumber yang sangat perlu
dalam pelaksanaan suatu kegiatan yang berkaitan dengan bidang pekerjaan
yang dilaksanakan oleh suatu instansi maupun suatu organisasi.Dengan
informasi dalam hal ini berupa
penyuluhan, sosialisasi suatu aturan atau
program – program kerja kepada masyarakat yang harus ditingkatkan
lagi.Informasi mempunyai dua bentuk yaitu informasi mengenai bagaimana
melaksanakan suatu kebijakan.Pelaksana – pelaksana dalam hal ini pegawai –
pegawai kantor pertanahan atau aparat kantor pertanahan mengetahui apa yang
dilakukan dan bagaimana mereka itu harus melaksanakannya.Dengan demikian
pegawai – pegawai tersebut harus diberi informasi atau penyuluhan sehingga
bisa melaksanakan kebijakan yang ada. Dalam kehidupan bermasyarakat perlu
adanya pemberian informasi, terlebih dalam kaitannya yang berhubungan
dengan penyuluhan program atau sosialisasi tentang
pelaksanaan
standar
operasi pelayanan pendaftaran standar operasi pelayanan pendaftaran tanah
pertama kali.
Menurut Lon Fuller (dalam Esmi Warassih, 2005:95), adanya 8 (delapan)
prinsip legalitas,yang harus diikuti dalam membuat hukum,yaitu:
1). Harus ada peraturannya terlebih dahulu.
2). Peraturan itu harus diumumkan secara layak.
3). Peraturan itu tidak boleh berlaku surut.
4). Perumusan peraturan – peraturan itu harus jelas dan terperinci,ia harus dapat
dimengerti oleh rakyat.
5). Hukum tidak boleh meminta dijalankannya hal – hal yang tidak mungkin.
6). Di antara sesama peraturan tidak boleh terdapat pertentangan satu sama
lain.
7). Peraturan – peraturan harus tetap tidak boleh sering diubah – ubah.
8). Harus terdapat kesesuaian antara tindakan – tindakan para pejabat hukum
dan peraturan – peraturan yang telah dibuat.
Sehubungan dengan
standar operasi pelayanan pendaftaran standar
operasi pelayanan pendaftaran tanah pertama kali perlu diperkenalkan dan
disosialisasikan kepada masayarakat, sehingga masyarakat akan menjadi sadar
dan mengerti akan arti pentingnya sertipikat hak atas tanah dan adanya
kesadaran hukum dari masyrakat untuk mensertipikatkan tanahnya dengan tidak
dihantui oleh adanya kekhawatiran serta perasaan yang menganggap bahwa
pelaksanaan pensertipikatan tanah membutuhkan waktu yang lama.Untuk
Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi penyuluhan terkait dengan pelaksanaan
standar prosedur operasi pelayanan pendaftaran tanah tersebut belum
dilaksanakan.
Wewenang.
Salah
satu
kewenangan
penting
dimiliki
aparatur
penyelenggaraan pelayanan publik yaitu kewenangan dalam mengambil suatu
langkah yang harus ditempuh oleh administrator untuk menyelesaikan suatu
kasus tertentu yang tidak atau belum diatur dalam suatu ketentuan
yang
baku.Rendahnya kemampuan birokrasi dalam melakukan sikap mengambil
langkah untuk memutuskan,menunjukkan bahwa birokrasi masih bertindak pada
peraturan yang diterapkan secara kaku.Aparat birokrasi masih terkungkung oleh
berbagai orientasi tehnis prosedural (petunjuk pelaksanaan) dalam memberikan
pelayanan kepada publik.Sikap dan mentalitas dari pegawai – pegawai dalam
melaksanakan pelayanan birokrasi
berimprosasi
sangat lemah dalam berinisiatif dan
dalam memerikan pelayanan kepada masyarakat sehubungan
dengan pekerjaannya dalam hal in pemberian pelayanan kepada masyarakat
dalam pelaksanaan pendaftaran tanah.Akibat dari lemahnya
daya inisiatif
dalam pelayanan menjadikan birokrasi sangat lamban dalam merespon dan
menanggapi
dalam setiap perubahan dan aspirasi yang berkembang dalam
masyarakat,termasuk rendahnya daya inovasi dalam pelayanan kepada
masyarakat.Aparat yang hanya memahami aturan secara kaku dan tekstual
sehingga tidak mampu berinisiatif dan menerjemahkan aturan sesuai dengan
situasi dan kondisi dalam konteks pelayanan kepada masyarakat sehingga
menyebabkan pelaksanaan pelayanan kepada masyarakat menjadi lamban dan
tidak efisien.Berdasarkan pengamatan terlihat masih tingginya ketergantungan
aparat pelayanan pertanahan
kepada Kepala Kantor Pertanahan dalam
pemberian pelayanan pensertipikatan tanah kepada masyarakat. Kondisi
pelayanan seperti ini menunjukkan bahwa keberanian dalam mengambil
sikap dan tindakan dalam pemberian pelayanan oleh aparat di lingkungan
Kantor Pertanahan
belum dilaksanakan. Hal ini terjadi pada saat aparat
pelayanan ketika menemukan atau menemui kasus (permasalahan) lebih
memilih untuk melakukan penundaan pelayanan dan menunggu petunjuk
pimpinan
untuk
memutuskannya..Aparat
pelayanan
Kantor
Pertanahan
Kabupaten Ngawi lebih memilih menunggu keputusan pimpinan untuk
mengkonsultasikan
kasus
pelayanannya
daripada
berinisiatif
untuk
menyelesaikannya sendiri.Inisiatif pemecahan masalah yang dihadapi terlihat
sangat lemah dan sangat tergantung kepada mekanisme petunjuk pelaksanaan
dan petunjuk dari pimpinan.
Fasilitas mencangkup sarana dan prasarana yang dipergunakan dalam
melaksanakan pekerjaan.Fasilitas fisik dapat menciptakan kenyamanan dalam
pelaksanaan
tugas
pelayanan
sehingga
dapat
mempengaruhi
ketepatan,kecepatan dalam dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat
dan meningkatkan motivasi kerja.Sesuai pendapat Budi Winarno bahwa fasilitas
fisik merupakan sumber yang penting dalam pelaksanaan suatu pekerjaan,
dengan kelengkapan sarana dan prasarana yang ada akan dapat menunjang
keberhasilan suatu pekerjaan.
Fasilitas yang ada di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi masih perlu
ditingkatkan lagi, hal ini akan dapat menunjang pelaksanaan pekerjaan yang
ada.Sarana dan prasarana yang ada masih kurang lengkap dan perlu untuk
ditingkatkan lagi.
Berdasarkan pada uraian pelaksanaan standar prosedur operasi dan
pelayanan pendaftaran tanah pertama kali di Kantor Pertanahan Kabupaten
Ngawi adanya beberapa kendala yang meliputi Undang –undang dan
peraturannya,Penegak
hukumnya
(sumber
daya
manusi),
sarana
atau
fasilitas,masyarakat,budaya hukum.
3. Solusi Mengatasi Kendala Dalam Pelaksanaan SPOPP Pendaftaran Tanah Pertama
Kali Di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi .
Solusi yang dilakukan dalam mengatasi kendala – kendala yang ada berkaitan
dengan pelaksanaan Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun
2005 tentang Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan Pertanahan,
dalam hal ini kaitannya dengan pelayanan pendaftaran tanah pertama kali di Kantor
Pertanahan Kabupaten Ngawi, meliputi:
1. Melaksanakan kebijakan
dengan baik dalam rangka mewujudkan Good
Governance.
2. Peningkatan sumber daya,dalam hal ini sumberdaya manusia (pegawai Kantor
Peratanahan Kabupaten Ngawi) dan pemanfaatan dan penggunaan sumberdaya
lainnya ( peralatan – peralatan kantor).
3. Pelaksanaan penyuluhan hukum di bidang pertanahan perlu ditingkatkan.
4.
Pelaksanaan pengawasan terhadap kinerja dari aparat Kantor Pertanahan
Kabupaten Ngawi.
5.
Meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap kinerja Kantor Pertanahan
Kabupaten Ngawi.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Implementasi Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan Pendaftaran
Tanah Pertama Kali Di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi, belum
dapat
dilaksanakan dengan baik, karena:
a. Hukum/Undang –Undang dan Peraturannya ,dalam hal ini Keputusan Kepala
Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2005,belum dilaksanakan secara
baik karena didalamnya tidak terdapat sanksi secara tegas.
b. Penegak Hukum,dalam menjalankan tugasnya aparat pertanahan belum dapat
menegakkan hukum
secara baik , hal ini dapat terlihat dalam pemberian
pelayanan kepada masyarakat terkait dengan pelaksanaan pendaftaran tanah
pertama kali meskipun sudah adanya ketentuan – ketentuan yang berlaku dalam
penegakan hukum masih diperlukan adanya perubahan sikap moral dari aparat
pertanahan dan masyarakat.
c. Sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum, di Kantor Pertanahan
Kabupaten Ngawi
masih sangat terbatas, terutama yang berkaitan dengan
pengadaan komputer yang saat ini sangat diperlukan dalam rangka untuk
mempercepat dan memperlancar pelayanan kepada
masyarakat.Tuntutan pelayanan di bidang pertanahan juga tidak terlepas dari
penyediaan sarana dan prasarana untuk menunjang kegiatan pekerjaannya,serta
perlu adanya peningkatan ketrampilan dan kemapuan dari aparat Kantor
Pertanahan Kabupaten Ngawi.
d. Masyarakat,
dalam kegiatan pelayanan kepada masyarakat di bidang
pertanahan belum dilaksanakan dengan baik, terutama dalam rangka
pendaftaran tanah pertama kali adanya tuntutan dari masyarakat pelayanan yang
baik.Hal ini perlu dimaklumi karena kegiatan penyuluhan hukum di bidang
pertanahan kepada masyarakat masih sangat kurang.
e. Budaya hukum, Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi dalam rangka untuk
memberikan pelayanan pertanahan yang baik kepada masyarakat
selalu
berusaha untuk merubah pola kerjanya, namun dengan keterbatasan sarana dan
prasarana yang ada sehingga pelaksanaannya belum dapat dilakukan dengan
baik.Peran masyarakat juga sangat diperlukan dalam peningkatan pelayanan di
bidang pertanahan terutama yang berkaitan dengan pendaftaran tanah,sebagian
besar masyarakat masih mempercayakan pengurusan penseripikatan tanahnya
melalui pihak lain.
2. Kendala – kendala dalam pelaksanaan standar prosedur operasi pengaturan dan
pelayanan pendaftaran tanah pertama kali di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi
:
a. Kurang pahamnya aparat pertanahan terhadap penyusunan hukum/undang –
undang dan peraturannya, serta kurangnya sosialisasi peraturan yang ada.
b.
Pelaksanaan penerapan peraturan - peraturan yang ada dalam rangka
penegakan hukum belum dilaksanakan dengan baik.
c.
Sarana/fasilitas yang mendukung dalam pelaksanaan peraturan terkait
dengan standar prosedur operasi pengaturan dan pelayanan pendaftaran
tanah pertama kali di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi masih sangat
kurang.
d.
Masyarakat,terkait dengan percepatan pelayanan kepada masyarakat di
bidang pertanahan, masih kurang siapnya aparat
Kantor Pertanahan
Kabupaten Ngawi.
e.
Budaya hukum, dalam pemberian pelayanan kepada masyarakat terkait
dengan pendaftaran tanah pertama kali , masih terdapatnya pola lama yang
sulit untuk dihilangkan.Hal ini perlu adanya kesadaran dari kedua belah
pihak baik dari masyarakat (pemohon ) dan aparatnya sendiri.
3. Solusi yang dilakukan dalam mengatasi kendala dalam pelaksanaan Standar
Prosedur Operasi Pengaturan dan
Pelayanan
Pertanahan, dalam
hal ini
kaitannya dengan pelayanan pendaftaran tanah pertama kali di Kantor
Pertanahan Kabupaten Ngawi, meliputi:
a. Meningkatkan pemahaman hukum/undang – undang, peraturan –peraturan
yang berlaku.
b. Penegak Hukum, untuk penegak hukum diharapkan untuk melaksanakan
bidang tugasnya dengan baik dan secara profesional.
c. Sarana/Fasilitas pendukung untuk dipenuhi dalam rangka peningkatan
pelayanan kepada masyarakat.
d. Masyarakat, dengan terpenuhinya tuntutan masyarakat dalam pelayanan di
bidang pertanahan akan menambah kepercayaan masyarakat terhadap
pelayanan pertanahan.
e. Budaya hukum, perubahan terhadap pola pelayanan pertanahan dengan pola
lama menuju pola kerja pelayanan yang berubah kearah yang lebih baik
lagi.
B. Implikasi
1. Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh dalam penelitian ini, dapat diketahui
bahwa
Implementasi Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan
Pendaftaran Tanah Pertama Kali Di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi untuk
dapat lebih ditingkatkan lagi. Pelaksanaan penegakan hukum yang dilakukan oleh
aparat Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi masih perlu ditingkatkan lagi, serta
perlu ditingkatkannya lagi kesadaran dari aparat Kantor Pertanahan Kabupaten
Ngawi dalam pemanfaatan sarana/fasilitas yang ada terkait dengan pelaksanaan
ketentuan/peraturan
Tuntutan
dalam rangka pemberian pelayanan kepada masyarakat.
masyarakat terhadap percepatan pelayanan pertanahan untuk segera
dilaksanakan
terutama yang berkaitan dengan pendaftaran tanah pertama
kali.Budaya hukum yang terjadi segera untuk dirubah dengan merubah pola kerja
yang lama dengan menyesuaikan perkembangan pola kerja yang sesuai dengan
tuntutan masyarakat sekarang.
2. Untuk mengatasi kendala – kendala dalam pelaksanaan pelaksanaan standar
prosedur operasi pengaturan dan pelayanan pendaftaran tanah pertama kali di
Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi
yaitu meningkatkan pemahaman hukum
/undang – undang dan peraturan yang ada, meningkatkan pengetahuan dan
menerapkan peraturan – peraturan kepada penegak hukum dalam rangka
pelaksanaan
kegiatan yang terkait dengan penegakan hukum,pemanfaatan dan
penggunaaan sarana/fasilitas pendukung yang tersedia dalam rangka melaksanakan
tuntutan masyarakat dalam hal ini peningkatan pelayanan di bidang pertanahan
serta berusaha untuk merubah pola kerja yang lama dalam pelayanan kepada
masyarakat ke pola kerja yang baru sehingga pelayanan di bidang pertanahan
terutama yang terkait dengan pelaksanaan pendaftaran tanah pertama kali dapat
secara baik.
3.
Pemahaman terhadap hukum/undang – undang dan peraturannya dilaksanakan
sesuai dengan
melaksanakan
ketentuan yang berlaku, kepada penegak hukum untuk dapat
tuganya
dengan
baik,serta
pemanfaatan
dan
penggunaan
sarana/fasilitas pendukung yang ada dengan baik dalam peningkatan pelayanan
kepada masyarakat yang menuntut adanya percepatan pelayanan di bidang
pertanahan serta perubahan pola kerja lama dari aparat pertanahan dalam pemberian
pelayanannya sehingga akan tercipta kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan
Kantor Pertanahan.
C. Saran - saran
Saran - saran yang penulis ajukan adalah untuk dapat terlaksananya Standar
Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan Pendaftaran Tanah Pertama Kali Di
Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi adalah sebagai berikut:
1. Perlunya Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi untuk mengadakan penyuluhan
hukum pertanahan, sosialisasi mengenai peraturan dan ketentuan
yang
berkaitan dengan bidang pertanahan sehingga akan dapat meningkatkan
pelayanan di bidang pertanahan.
2. Peningkatan kinerja dari sumberdaya manusia yang ada di Kantor Pertanahan
Kabupaten Ngawi, dalam hal ini peningkatan kemampuan dan ketrampilan dari
aparat pertanahan dengan mengikuti pendidikan dan pelatihan serta kursus –
kursus yang ada hubungannya dengan pelaksanaan tugas di bidang pertanahan.
3.
Dalam rangka terlaksananya program kerja dan peningkatan kinerja dalam
pemberian pelayanan kepada masyarakat di bidang pertanahan perlu diusulkan
anggaran dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran yang memadai..
DAFTAR PUSTAKA
Achmad Ali. 2001. Menjelajahi Kajian Empiris Terhadap Hukum. Jakarta: PT.
Yarsif Watampone.
Adi
Sulistiyono.
2004.
Menggugat
Dominasi
Positivisme
Dalam
Ilmu
Hukum.Surakarta: Sebelas Maret University Press.
Badan Pertanahan Nasional. 1997. Pendaftaran
Tanah di Indonesia. Jakarta:
Penerbit Relindo Jayatama.
_____________.1997. Pedoman Kerja Pelaksanaan Pendaftaran Tanah Sistematik.
Proyek Administrasi Pertanahan, Jakarta.
_____________. 2007. Sosialisasi
Program
Pembaharuan
Agraria Nasional (
PPAN ) Dan Sosialisasi Juklak dan Juknis BPN RI, Pedoman
Kegiatan Sertipikasi Massal Swadaya 2007. Jakarta.
Budi Winarno. 2008. Kebijakan Publik : Teori dan Proses .Yogyakarta: MedPress (
Anggota IKAPI).
Burhan Ashshofa. 2007. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Boedi Harsono. 1995. Hukum
Agraria
Indonesia: Sejarah Pembentukan
Undang – Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya.
Jakarta: Djambatan.
_____________.2006. Hukum Agraria Indonesia, Himpunan Peraturan –
Peraturan Hukum Tanah. Jakarta: Djambatan.
Esmi Warassih. 2005. Pranata Hukum Sebuah Telaah Sosiologis. Semarang: Penerbit
PT. Suryandaru Utama.
Eko Sugiyanto, Sri Sugiyanti. 2001. Operasionalisasi Pelayanan Prima. Jakarta:
Lembaga Administrasi Negara.
Edi Topo Ashari, Desi Fernanda. 2001. Membangun Kepemerintahan Yang Baik.
Jakarta: Lembaga Administrasi Negara.
Heribertus Sutopo. 2002. Penelitian Kualitatif, Dasar – dasar Teoritis dan Praktek.
Surakarta: Pusat Penelitian UNS.
Idup Suhady, Desi Fernanda. 2001. Dasar – Dasar Kepemerintahan Yang Baik.
Jakarta: Lembaga Administrasi Negara.
Moenir. 1995. Manajemen Pelayanan Umum Di Indonesia. Jakarta: PT. Karya
Unipress.
Sondang P. Siagian. 1996. Fungsi – Fungsi Manajerial. Jakarta: Penerbit Bumi
Aksara.
Siwi Ultima Kadarmo, Nies Daan Suganda, Supono. 2001. Koordinasi dan
Hubungan Kerja. Jakarta: Lembaga Administrasi Negara.
Soemanto. 2006. Hukum Dan Sosiologi Hukum Lintasan Pemikiran, Teori dan
Masalah. Surakarta: Penerbit Sebelas Maret University Press.
Setiono. 2007. Hukum Dan Kebijakan Publik. Bahan Matrikulasi Program Studi Ilmu
Hukum Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.
_____________.
2005.
Pemahaman
terhadap
Metodologi
Penelitian
Hukum.Surakarta: Program Studi Ilmu Hukum Pascasarjana
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Salamoen Soeharyo, Aya Sofia. 2004. Etika Kepemimpinan Aparatur. Jakarta:
Lembaga Administrasi Negara.
Sutopo, Adam Ibrahim Indrawijaya. 2001. Dasar – Dasar Administrasi Publik.
Jakarta: Lembaga Administrasi Negara.
Subarsono,AG. 2006. Analisis Kebijakan Publik, Konsep,Teori dan Aplikasi.
Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar.
Suharini Arikunto.1987.ProsedurPenelitian Suatu Pendekatan Praktik.Jakarta:
Bina Aksara
Sumardjono Maria S.W. 2006. Kebijakan Pertanahan Antara Regulasi dan
Implementasi. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
Satjipto Rahardjo. 1986. Ilmu Hukum. Bandung: Alumni.
Sampara Lukman, Sugiyanto. 2001. Pengembangan Pelaksanaan Pelayanan Prima.
Jakarta: Lembaga Administrasi Negara
______________. 2007. Biarkan Hukum Mengalir Catatan Kritis tentang Pergulatan
Manusia dan Hukum. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
Soerjono Soekanto. 1988. Pengantar Penelitian Hukum.Jakarta: Penerbit UI –Press.
________________. 1993. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum.
Jakarta: PT. Raja Grafindo Perkasa.
Soerjono Soekanto & Sri Mamudji.2001.Penelitian Hukum Normatif.Jakarta:
PT. Raja Grafindo
Sholichin Abdul Wahab. 1997. Public Policy: Pengertian Pokok Untuk Memahami
dan Analisis Kebijaksananan Pemerintah. Surabaya: Airlangga
University Press.
Ngawi Post, 2008 Mei. Bertahun – Tahun Ngurus Sertipikat Gak Kelar.
Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi.2007.Standar Prosedur Operasi Pengaturan
dan Pelayanan (SPOPP)
Undang - Undang
Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok
Agraria.
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2005 tentang Standar
Prosedur Operasi Pengaturan Dan Pelayanan
Di Lingkungan
Badan Pertanahan Nasional.
Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3
Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah
Nomor 24 tahun 1997.
RINGKASAN TESIS
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam era pembangunan dewasa ini ,arti dan fungsi tanah
Indonesia tidak hanya menyangkut kepentingan
bagi negara
ekonomi semata, tetapi juga
mencangkup aspek sosial dan politik serta aspek pertahanan keamanan. Kenyataan
menunjukkan semakin meningkatnya kebutuhan akan tanah untuk pembangunan,
maka corak hidup dan kehidupan masyarakat baik di pedesaan maupun di perkotaaan
menjadi lain.
Adanya perubahan sikap yang demikian dapat dimaklumi karena tanah bagi
masyarakat Indonesia merupakan sumber kemakmuran dan juga kesejahteraan dalam
kehidupan.Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tanah bagi masyarakat Indonesia
merupakan salah satu
hal yang amat
penting guna menjamin kelangsungan
hidupnya. Menyadari akan fungsi tersebut maka pemerintah berusaha meningkatkan
pengelolaan, pengaturan dan pengurusan di bidang pertanahan yang menjadi sumber
kemakmuran dan kesejahteraan sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku.
Di dalam Pasal 33 ayat ( 3 ) Undang – Undang Dasar 1945 telah digariskan
bahwa bumi,air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dipergunakan
untuk sebesar – besar kemakmuran rakyat.Undang – Undang Pokok Agraria, sebagai
peraturan dasar
yang menjadi acuan dari
keberadaan
berbagai peraturan
perundangan bidang pertanahan juga mengakui prinsip – prinsip yang menggariskan
bahwa negara menjamin hak – hak masyarakat atas tanahnya dan memberikan
pengakuan atas hak – hak atas tanah yang ada di masyarakat.
Peningkatan kesejahteraan rakyat juga diatur dalam Peraturan Presiden Nomor
7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Tahun 2004 –
2009.Terciptanya kesejahteraan rakyat adalah salah satu tujuan utama pendirian
negara Republik Indonesia. Sejahtera merupakan keadaan sentosa dan makmur yang
diartikan sebagai keadaan yang berkecukupan atau tidak kekurangan, yang tiadak saja
memiliki dimensi fisik atau materi tetapi juga dimensi rohani. Hal ini juga terkait
dalam
hal
yang
menyangkut
upaya
penataan,penguasaan,pemilikan,penggunaan,peruntukkan, dan penyediaan tanah yang
semuannya diletakkan dalam kerangka membangun kesejahteraan rakyat secara
berkelanjutan
Untuk mengatur tanah – tanah yang ada di Indonesia ini, pemerintah telah
mengeluarkan Undang – Undang yaitu Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1960
tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agraria ( UUPA ) yang dikeluarkan pada
tanggal 24 September 1960. Ketentuan lebih lanjut mengenai Undang – Undang
Pokok Agraria ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang
Pendaftaran Tanah. Dalam Pasal 19 ayat (1) dan ayat (2) Undang – Undang Pokok
Agraria (UUPA) disebutkan :
(1). Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah
di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan – ketentuan yang
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(2). Pendaftaran tersebut dalam ayat (1) pasal ini meliputi:
a. pengukuran, perpetaan dan pembukuan tanah;
b. pendaftaran hak – hak atas tanah dan peralihan hak – hak tersebut;
c.
pemberian surat – surat tanda bukti hak , yang berlaku sebagai alat
pembuktian yang kuat.
Pendaftaran tanah
merupakan
rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
Pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi
pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan data fisik
dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang – bidang tanah
dan satuan – satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi
bidang – bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun
serta hak – hak tertentu yang membebaninya.
Dengan pendaftaran hak atas tanah berarti
pihak yang mendaftar akan
mengetahui subyek atas tanah dan obyek hak atas tanah yaitu mengenai orang yang
menjadi pemegang hak atas tanah itu, letak tanahnya, batas – batas tanahnya serta
luas tanahnya. Hasil akhir dari pendaftaran hak atas tanah ini dinamakan sertifikat
tanah.
Kantor pertanahan
merupakan salah satu instansi
pemerintah yang
menyelenggarakan kegiatan berupa pelayanan publik. Di dalam pelayanan publik
dilaksanakan
segala kegiatan
pelayanan publik sebagai upaya
pelayanan
yang dilakukan oleh penyelenggara
pemenuhan kebutuhan penerimaan pelayanan
maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundang – undangan. Dalam
setiap
penyelenggara pelayanan publik harus memiliki standar pelayanan sebagai jaminan
adanya kepastian bagi penerima pelayanan. Di dalam pelayanan publik standar
pelayanan merupakan ukuran yang dibakukan dalam penyelenggaraan pelayanan
publik yang wajib ditaati oleh pemberi dan atau penerima pelayanan. Adapun hal –
hal yang harus diatur dalam pelayanan publik minimal mencangkup: prosedur
pelayanan baik bagi pemberi maupun penerima layanan, waktu penyelesaian sejak
saat pengajuan permohonan sampai penyelesaian termasuk
pengaduan, biaya
penyelesaian termasuk rinciannya, produk pelayanan yang diberikan sesuai dengan
ketentuan yang telah ditetapkan, penyediaan sarana dan prasarana penunjang dalam
pemberian pelayanan dan kompetensi petugas pemberi pelayanan yang didasarkan
atas keahlian, ketrampilan, sikap dan perilaku yang dibutuhkan.
Namun dalam kenyataannya, di dalam masyarakat sering kita dengar adanya
keluhan – keluhan dan pengaduan dari masyarakat baik secara langsung maupun
melalui
media massa
yang menyatakan bahwa
pelaksanaaan
pengurusan
pensertipikatan tanah sangat sulit, berbelit – belit , membutuhkan waktu yang lama
dan biayanya mahal.Hal ini sangat sering kita dengar dan kita temui
dalam
kehidupan masyarakat kita.
Untuk mengatasi adanya permasalahan – permasalahan
dalam pelayanan
pertanahan tersebut, maka oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional
Indonesia
Republik
dikeluarkan adanya Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional
Nomor 1 Tahun 2005 tentang Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan
Di Lingkungan Badan Pertanahan Nasional.Dalam perkembangannya saat ini oleh
Kepala
Badan
Pertanahan
Nasional
Republik Indonesia juga dikeluarkan
Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 6 Tahun
2008 tentang Penyederhanaan Dan Percepatan Standar Prosedur Operasi Pengaturan
Dan Pelayanan Pertanahan Untuk Jenis Pelayanan Pertanahan Tertentu.Pelayanan
pertanahan tertentu yang dimaksud untuk tanah – tanah yang telah terdaftar atau
bersertipikat meliputi Pemeriksaan (pengecekan) sertipikat, Peralihan hak jual beli,
Peralihan hak pewarisan, Peralihan hak hibah, Peralihan hak tukar menukar,Peralihan
hak pembagian hak bersama,Hak tanggungan, Hapusnya hak tanggungan roya,
Pemecahan sertipikat perorangan,Pemisahan sertipikat perorangan,Penggabungan
sertipikat perorangan,Perubahan hak milik untuk rumah tinggal dengan ganti blanko,
Perubahan hak milik untuk rumah tinggal tanpa ganti blanko dan Ganti nama.
Dengan dikeluarkannya keputusan ini untuk dipergunakan sebagai pedoman bagi
instansi
dalam hal ini kantor pertanahan dalam menyelenggarakan kegiatan
pelayanan kepada masyarakat.
Tujuan suatu pelayanan adalah memuaskan dan atau sesuai dengan keinginan
pelanggan.Untuk itu diperlukan kualitas pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan
dan atau keinginan pelanggan.Pada dasarnya ada 2 (dua) bentuk pelayanan dalam
Badan Pertanahan Nasional yaitu pelayanan eksternal kepada masyarakat umum dan
pelayanan internal di dalam organisasi Badan Pertanahan Nasional sendiri. Badan
Pertanahan Nasional merupakan lembaga pemerintahan non departemen yang salah
satu tugasnya adalah memberikan pelayanan pertanahan kepada masyarakat untuk
menciptakan
kepastian
hukum
di
dalam penguasaan
dan pemilikan tanah.
Sehubungan dengan hal tersebut sejalan dengan tuntutan Good Governance perlu
diciptakan kepastian hukum,partisipasi,transparansi dan akuntabilitas di dalam tiap –
tiap kegiatan pelayanan dalam rangka membangun kepercayaan masyarakat (trust
building) kepada Badan Pertanahan Nasional.
Dalam pelaksanaan kegiatan
pelayanan pertanahan
di Kantor Pertanahan
Kabupaten Ngawi juga berpedoman pada Keputusan Kepala Badan Pertanahan
Nasional
Nomor 1 Tahun 2005 tersebut, namun dari pelaksanaan keputusan
tersebut salah satunya yaitu dalam pelayanan pendaftaran tanah untuk pertama kali
untuk pelaksanaan kegiatannya belum dapat dilaksanakan dengan baik sesuai dengan
ketentuan yang telah diatur dalam keputusan tersebut dalam jangka waktu
penyelesaiannya
Dengan berdasarkan pada permasalahan yang ada, yang berkaitan dengan
pelaksanaan kegiatan pendaftaran tanah pertama kali yang belum dapat dilaksanakan
dengan baik di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi, maka penulis
melakukan penelitian
Pengaturan
dengan tema Implementasi
Standar Prosedur Operasi
Pengaturan Dan Pelayanan Pendaftaran Tanah
Pertama Kali
Berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun
2005 Di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, penulis merumuskan masalah
sebagai berikut:
1. Mengapa Implementasi Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan
Pendaftaran Tanah Pertama Kali berdasarkan Keputusan
Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2005 belum dapat dilaksanakan secara baik
di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi?
3. Faktor – faktor apakah yang menjadi kendala dalam pelaksanaan Standar
Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan Pendaftaran Tanah Pertama Kali
berdasarkan
Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun
2005 di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi?
3.
Solusi apakah yang dilakukan untuk mengatasi kendala dalam
pelaksanaan
Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan Pendaftaran Tanah Pertama
Kali berdasarkan
Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1
Tahun 2005 di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi?
C. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah:
4. Untuk mengetahui dan mengidentifikasi Implementasi Standar Prosedur Operasi
Pengaturan dan Pelayanan Pendaftaran Tanah Pertama Kali sesuai Keputusan
Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2005 belum dapat
dilaksanakan secara baik di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi.
5. Untuk mengetahui dan mengidentifikasi faktor
- faktor apa yang menjadi
kendala dalam pelaksanaan Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan
Pendaftaran Tanah Pertama Kali berdasarkan Keputusan
Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2005 di Kantor Pertanahan Kabupaten
Ngawi.
6. Untuk mengetahui solusi yang dilakukan dalam mengatasi kendala – kendala
yang ada dalam pelaksanaan Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan
Pendaftaran Tanah Pertama Kali berdasarkan Keputusan
Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2005 di Kantor Pertanahan Kabupaten
Ngawi.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian dalam penulisan tesis ini adalah sebagai berikut:
10. Manfaat Teoritis
a. Dapat digunakan sebagai sumbangan pemikiran atau memberikan solusi bagi
pemecahan masalah yang timbul dalam pelaksanaan Pelayanan Pendaftaran
Tanah Pertama Kali sesuai Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional
Nomor 1 Tahun 2005 yang belum dapat dilaksanakan secara baik di Kantor
Pertanahan Kabupaten Ngawi.
b. Dapat menyumbangkan pengetahuan dan pemikiran yang bermanfaat di
bidang ilmu hukum, khususnya konsentrasi hukum kebijakan publik dalam
menentukan kebijakan yang berkaitan dengan pelaksanaan pelayanan
pendaftaran tanah.
2. Manfaat Praktis
a. Diharapkan hasil penelitian ini dapat lebih meningkatkan
pelaksanaan
pelayanan pendaftaran tanah pada kantor pertanahan.
b. Diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dan masukan dalam rangka
pelaksanaan pelayanan pendaftaran tanah pada kantor pertanahan.
c. Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan dan referensi
bagi penelitian berikutnya.
BAB. II
LANDASAN TEORI
A. Kajian Teori
1. Teori Kebijakan Publik
Kebijakan Pemerintah atau sering juga diterjemahkan sebagai kebijakan publik
memiliki berbagai macam arti. Para ahli memberikan pengertian berbeda – beda
mengenai kebijaksanaan
pemerintah ini, menurut Thomas R.Dye (dalam Esmi
Warassih, 2005: 131) mendefinisikan bahwa
public
policy
is
whatever
goverments choose to do or not to do ( kebijakan publik sebagai pilihan tindakan
apapun yang dilakukan atau tidak ingin dilakukan oleh pemerintah ). Menurut Harold
D.Laswell,Carl J. Frederick dan David Easton yang dikutip oleh Setiono (2007 : 1-2)
sebagai berikut:
1. Harold D.Laswell mengemukakan bahwa kebijakan publik adalah suatu program
pencapaian tujuan, nilai –nilai dan praktek – praktek yang terarah.
2. Carl J. Frederick mengemukakan bahwa kebijakan publik adalah serangkaian
tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu
lingkungan tertentu dengan menunjukkan
hambatan – hambatan
dan
kesempatan – kesempatan terhadap pelaksanaan kebijakan tersebut dalam
rangka mencapai tujuan tertentu.
3.
David Easton mengemukakan bahwa kebijakan publik adalah sebuah proses
pengalokasian nilai – nilai secara paksa kepada seluruh masyarakat yang
dibebankan oleh lembaga yang berwenang seperti pemerintah.
Definisi tentang kebijakan tidak ada pendapat yang tunggal, tetapi menurut
konsep demokrasi modern kebijakan negara tidaklah hanya berisi cetusan pikiran
atau pendapat para pejabat yang mewakili rakyat, tetapi opini publik juga
mempunyai porsi yang sama besarnya untuk diisikan dalam kebijakan negara.
2. Hubungan Hukum dan Kebijakan Publik
Hubungan hukum dan kebijakan publik mempunyai hubungan yang sangat
erat bagaikan dua sisi mata uang, maksudnya adalah produk hukum yang baik harus
melalui proses komunikasi antara stakeholders dan antarkomponen masyarakat yang
biasa dilakukan dalam proses penyusunan kebijakan publik.
Hubungan hukum dan kebijakan publik adalah saling memperkuat satu dengan
yang lain.Sebuah produk hukum tanpa adanya proses kebijakan publik didalamnya
maka produk hukum itu akan kehilangan makna substansinya.Sebaliknya sebuah
proses kebijakan publik tanpa adanya legitimasi hukum akan lemah pada tatanan
operasionalnya.
3. Implementasi Kebijakan
Menurut Ripley dan Franklin (dalam Budi Winarno, 2008: 145) berpendapat
bahwa implementasi adalah apa yang terjadi setelah undang – undang ditetapkan
yang memberikan otoritas program, kebijakan, keuntungan ( benefit), atau suatu
jenis keluaran yang nyata ( tangible output).
Pandangan Grindle (dalam Budi Winarno, 2008:146) mengenai implementasi
dengan mengatakan bahwa secara umum , tugas implementasi adalah membentuk
suatu kaitan ( linkage) yang memudahkan tujuan – tujuan
kebijakan
bisa
direalisasikan sebagai dampak dari suatu kegiatan pemerintah.
Pendapat van Meter dan van Horn (dalam Budi Winarno,2008: 146) mereka
membatasi implementasi
kebijakan sebagai tindakan – tindakan yang dilakukan
oleh individu – individu atau kelompok –kelompok pemerintah maupun swasta yang
diarahkan untuk mencapai tujuan – tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan –
keputusan kebijakan sebelumnya.
Menurut Budi Winarno ( 2008:181), bahwa perintah – perintah implementasi
mungkin diteruskan secara cermat,jelas dan konsisten, tetapi jika para pelaksana
kekurangan sumber-sumber yang diperlukan untuk melaksanakan kebijakan –
kebijakan, maka implementasi inipun cenderung tidak efektif.Sumber-sumber dapat
merupakan faktor yang penting dalam melaksanakan kebijakan publik. Sumbersumber yang penting meliputi: staf yang memadai serta keahlian – keahlian yang
baik untuk melaksanakan tugas – tugas mereka, infomasi, wewenang dan fasilitas –
fasilitas yang diperlukan untuk
menerjemahkan usul – usul di atas kertas guna
melaksanakan pelayanan – pelayanan publik.
Dari beberapa pendapat mengenai implementasi kebijakan,
dapat diartikan
implementasi kebijakan merupakan pelaksanaan terhadap suatu aturan atau ketentuan
– ketentuan yang telah ditetapkan oleh pihak yang berwenang dalam usaha mencapai
tujuan dan sasaran suatu program yang telah ditetapkan.
4. Teori Bekerjanya Hukum
Menurut Robert B. Seidman ( dalam Esmi Warassih, 2005: 11 ) menyatakan
bahwa tindakan apapun yang akan diambil baik oleh pemegang peran, lembaga –
lembaga pelaksana maupun pembuat Undang – undang selalu berada dalam lingkup
kompleksitas kekuatan – kekuatan sosial, budaya, ekonomi dan politik,dan lain
sebagainya.Seluruh kekuatan – kekuatan sosial itu selalu ikut bekerja dalam setiap
upaya untuk memfungsikan peraturan – peraturan yang berlaku,menerapkan sanksi –
sanksinya, dan dalam seluruh aktivitas lembaga – lembaga pelaksanaannya.
Berbicara masalah hukum pada dasarnya membicarakan fungsi hukum di
dalam masyarakat.Kebijakan dalam bidang hukum
akan berimplikasi kepada
masalah politik yang sarat dengan diskriminasi terhadap kelompok lain.Untuk
memahami bagaimana fungsi hukum itu, ada baiknya dipahami terlebih dulu bidang
pekerjaan hukum.
Menurut Soerjono Soekanto ( 1993: 5 ) untuk memahami bagaimana fungsi
hukum itu,tidak dapat lepas dari aspek penegakan hukum,yakni pelaksanaan suatu
kebijakan atau suatu komitmen yang bersangkutan dengan 5 faktor pokok yaitu:
f. Faktor hukumnya sendiri yang merupakan dasar kebijakan.
g. Faktor penegak hukum,yakni pihak –pihak yang membentuk maupun menerapkan
hukum.
h. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum.
i. Faktor masyarakat,yakni lingkungan dimana hukum berlaku atau diterapkan.
j. Faktor budaya,yakni sebagai hasil karya,cipta dan rasa yang didasarkan pada
karsa manusia di dalam pergaulan hidupnya.
Kelima faktor tersebut saling berkaitan erat, karena merupakan esensi dari
penegakan hukum dan merupakan tolok ukur dari efektifitas penegakan hukum.
Menurut Esmi Warassih (2005:15),bahwa suatu peraturan dibuat atau
dikeluarkan tentunya berisi harapan – harapan
yang hendaknya dilakukan oleh
subyek hukum sebagai pemegang peran.Namun bekerjanya harapan itu tidak
ditentukan hanya oleh kehadiran peraturan itu sendiri, melainkan juga oleh beberapa
faktor lain. Faktor – faktor yang turut menentukan bagaimana respon yang akan
diberikan oleh pemegang peran, antara lain (1).sanksi-sanksi yang terdapat di
dalamnya,(2).aktivitas dari lembaga pelaksana hukum, dan (3).seluruh kekuatan –
kekuatan sosial,politik dan lain – lainnya yang bekerja atas diri pemegang peranan
itu.
Pengertian hukum sebagai suatu sistem norma yang dikemukakan oleh Lon L.
Fuller dalam Esmi Warassih ( 2005:31) yang berpendapat bahwa untuk mengenal
hukum sebagai sistem maka harus dicermati adanya 8 (delapan) azas atau principles
of legality , yang meliputi:
1. Sistem hukum harus mengandung peraturan – peraturan artinya ia tidak boleh
mengandung sekedar keputusan – keputusan yang bersifat ad hoc.
2. Peraturan – peraturan yang telah dibuat itu harus diumumkan.
3. Peraturan tidak boleh berlaku surut.
4. Peraturan – peraturan disusun dalam rumusan yang bisa dimengerti.
5. Suatu sistem tidak boleh mengandung peraturan – peraturan yang bertentangan
satu sama lain.
6. Peraturan – peraturan tidak boleh mengandung tuntutan yang melebihi apa yang
dapat dilakukan.
7. Peraturan tidak boleh sering dirubah – rubah.
8. Harus ada kecocokan antara peraturan yang diundangkan dengan pelaksanaan
sehari – hari.
Beberapa pengertian hukum diatas pada dasarnya hukum mempunyai banyak
fungsi dalam usahanya untuk mencapai tujuan – tujuan yang telah ditetapkan.Oleh
karena itu sebagai hukum positif harus dipahami suatu sistem norma.Pemahaman ini
untuk menghindari terjadinya pertentangan antara norma hukum yang lebih tinggi
dengan norma hukum yang lebih rendah kedudukannya.
Menurut Paul dan Dias ( dalam Esmi Warassih , 2005:105) ,mengajukan 5
(lima) syarat yang harus dipenuhi untuk mengefektifkan sistem hukum,yaitu:
(1). Mudah tidaknya makna aturan – aturan hukum itu
untuk ditangkap dan
dipahami;
(2). Luas tidaknya kalangan di dalam masyarakat yang mengetahui isi aturan –
aturan hukum yang bersangkutan;
(3). Effisien dan effektif tidaknya mobilisasi aturan – aturan hukum;
(4). Adanya mekanisme penyelesaian sengketa yang tidak hanya mudah dijangkau
dan dimasuki oleh setiap warga masyarakat,melainkan juga harus cukup effektif
dalam menyelesaikan sengketa – sengketa;
(5). Adanya anggapan dan pengakuan yang merata di kalangan warga masyarakat
bahwa aturan – aturan dan pranata – pranata hukum itu memang sesungguhnya
berdaya kemampuan yang efektif.
5. Kebijakan Pengaturan Pertanahan di Indonesia
Menurut Maria S.W.Sumardjono (2006 : 42), bahwa perwujudan keadilan sosial
di bidang pertanahan dapat dilihat pada prinsip – prinsip dasar Undang – Undang
Pokok Agraria , yakni prinsip negara menguasai, prinsip penghormatan terhadap hak
atas tanah masyarakat hukum adat,asas fungsi sosial semua hak atas tanah, prinsip
landreform, prinsip perencanaan dalam penggunaan tanah dan upaya pelestariannya,
dan prinsip nasionalitas.
Prinsip dasar ini kemudian dijabarkan dalam berbagai produk berupa peraturan
perundang-undangan dan kebijakan lainnya.Berbagai kebijakan pertanahan
harus
ditujukan bagi tercapainya keadilan sosial bagi seluruh masyarakat, maka adanya
beberapa hal yang perlu diperhatikan, meliputi:Pertama, prinsip – prinsip dasar
Undang – Undang Pokok Agraria tidaklah bersifat statis.Dalam menghadapi
perkembangan baru kebijakan yang ditempuh haruslah dilaksanakan dengan tetap taat
asas, yakni sesuai dengan konsepsi yang melandasinya, namun akomodatif terhadap
perkembangan tersebut.Kedua, bahwa
keberpihakan kepada
kepentingan
masyarakat banyak sesuai dengan Pasal 33 ayat ( 3 ) Undang – Undang Dasar
1945, secara langsung berakibat berkurangnya perhatian kepada investasi modal
asing.Ketiga, keinginan untuk melakukan peninjauan kembali terhadap kebijakan
pertanahan seyogyanya dipahami sebagai keinginan untuk menilai produk hukum
yang telah ada dan yang sedang dirancang.
B. Implementasi Hukum Di Bidang Pertanahan
Menurut Esmi Warassih ( 2005: 4 ) bahwa Campur tangan hukum yang
semakin meluas ke dalam bidang – bidang kehidupan masyarakat menyebabkan
perkaitannya dengan masalah – masalah sosial
juga semakin
intensip.Hal ini
menjadikan hubungan antara tertib hukum dan tertib sosial yang lebih luas kian
menjadi permasalahan pokok di dalam ilmu hukum.Dalam kerangka pemahaman
yang demikian itu, maka kompleksitas hubungan yang berlangsung antara tertib
hukum dan tertib sosial tersebut harus mendapat perhatian yang serius agar dapat
memahami secara baik seluk beluk masalah yang diaturnya.Pengaturan oleh hukum
itu tidak pernah terlepas dari kehidupan manusia, misalnya tata aturan mengenai jual
beli, perkawinan dan sebagainya bersumber pada tingkah laku manusia.
Hukum sebagai suatu proses tidak dapat dilihat sebagai suatu perjalanan
penetapan peraturan – peraturan hukum saja. Melainkan, hukum sebagai proses
perwujudan tujuan sosial di dalam hukum.
Menurut pendapat
Satjipto Rahardjo (dalam Esmi Warassih, 2005: 11),
menegaskan dengan diterimanya pengetahuan yang mendalam tentang hasil karya
ilmu – ilmu sosial,hukum akan lebih mudah dan mampu menghayati fenomena
sosial.Suatu pendobrakan terhadap kesadaran semacam itu akan terjadi apabila
mereka mulai menyadari bahwa sekalipun hukum itu nampak sebagai seperangkat
norma – norma hukum, tetapi ia selalu merupakan hasil daripada suatu proses
sosial.Itu berarti,usaha manusia untuk membuat dan merubah tatanan hukum itu
senantiasa berada di dalam konteks sosial yang terus berubah.
Begitu pentingnya hukum dalam kehidupan sosial masyarakat,maka terkait
dengan bidang pertanahan diperlukan adanya pembangunan hukum tanah
nasional,khususnya dalam pembentukan peraturan perundang – undangan, diperlukan
pendekatan yang mencerminkan pola pikir yang proaktif dilandasi sikap kritis yang
obyektif, yang dipergunakan untuk menunjang pembangunan hukum tanah nasional
dengan upaya pemahaman hukum dan aspirasi yang melekat pada asas hukum yang
bertujuan untuk mencapai keadilan,kepastian hukum,dan manfaat bagi masyarakat.
Dalam hubungan antara masyarakat dan tanah, maka menurut Maria S.W.
Sumardjono ( 2006:178), bahwa sebagai konsekuensi pengakuan negara terhadap
hak atas tanah seseorang atau suatu masyarakat hukum adat,maka negara wajib
memberi jaminan kepastian hukum terhadap hak atas tanah tersebut sehingga lebih
mudah bagi seseorang untuk mempertahankan haknya terhadap gangguan pihak
lain.
Upaya pendaftaran tanah secara sistematis, pendaftaran secara sporadik perlu
dipertahankan dengan meningkatkan mutu pelayanan aparat sehingga tercapai
tujuannya berupa alat bukti hak yang akurat, yang diperoleh dalam jangka waktu
dan dengan biaya yang wajar.Pemberian jaminan kepastian hukum tersebut, negara
juga berkewajiban untuk memberikan perlindungan hukum terhadap hak atas tanah
yang dipunyai perseorangan atau masyarakat hukum adat.Kegiatan pendaftaran tanah
akan menghasilkan tanda bukti hak atas tanah yang disebut sertifikat.
Dalam memberikan suatu pelayanan kepada masyarakat, layanan merupakan
suatu aktifitas yang berlangsung berurutan dan dapat diukur dari segi penggunaan
waktu.Pengukuran ini penting karena dari pengukuran yang berulang – ulang dapat
diambil waktu rata – rata yang diperlukan dalam menyelesaikan suatu rangkaian
aktifitas atau proses dan menjadi standar.Menurut C.L. Littlefield dkk (dalam
Moenir, 1995:20), dinyatakan:
“ Time standards established through work measurement aid management both in
planning and controlling. They are actually plans of a special sort; they are standing
plans as to how long any given work or phase of work should take.”
Standar waktu
dapat ditetapkan pada waktu
dilakukan pengukuran kerja,
karena memang dalam pengukuran kerja termasuk pengukuran waktu yang dipelukan
untuk penyelesaian tahap pekerjaan.Akan tetapi pengukuran waktu itu itu sendiri
adalah
suatu bentuk penelitian
yang dapat berdiri sendiri yang hasilnya dapat
dipakai bahan untuk penentuan tingkat produktifitas kerja, menentukan urutan
prioritas pekerjaan, pengaturan beban kerja
perencanaan selanjutnya.
dan mengantisipasi keadaan serta
Sistem dan prosedur merupakan dwitunggal yang tak terpisahkan karena satu
sama lain saling melengkapi, sistem merupakan kerangka mekanismenya organisasi,
sedangkan prosedur adalah merupakan rincian dinamikanya mekanisme sistem.jadi
tanpa sistem prosedur tidak ada landasan berpijak untuk berkiprah dan bergerak, dan
tanpa prosedur suatu mekanisme sistem tidak akan berjalan.Begitu juga lemahnya
salah satu
akan mengakibatkan lemahnya yang lain, sehingga dengan eratnya
hubungan antara sistem dan prosedur sehingga keduannya sering digabung dan
dipergunakan secara bersamaan.Prosedur juga sering diartikan sebagai tata cara yang
berlaku dalam organisasi. Menurut Louis A. Allen ( dalam Moenir, 1995:106 )
dinyatakan sebagai berikut:
“ Procedures prescribe the manner or method by which work is to be performed”,
yang berarti bahwa prosedur dibuat atas dasar penelitian di lapangan lebih dahulu,
agar supaya dapat memenuhi keperluan memperlancar mekanisme kerja.
Pelayanan umum merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh seseorang
atau sekelompok orang dengan landasan faktor materiil melalui sistem, prosedur dan
metode tertentu dalam rangka usaha memenuhi kepentingan orang lain sesuai dengan
haknya.
Di dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor:
63/Kep/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik
disebutkan bahwa Pelayanan Publik adalah segala kegiatan
dilaksanakan oleh
penyelenggara
pelayanan publik
pelayanan yang
sebagai upaya pemenuhan
kebutuhan penerimaan pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan
peraturan
perundang – undangan. Berdasarkan pengertian tersebut terdapat 3 (tiga) unsur dalam
penyelenggaraan pelayanan publik, yaitu sebagai berikut: Pertama, penyelenggaraan
pelayanan adalah instansi pemerintah yang meliputi satuan kerja/ satuan organisasi
Kementrian, Departemen,Lembaga Pemerintah Non Departemen, Kesekretariatan
Lembaga Tertinggi dan Tinggi Negara dan Instansi Pemerintah lainnya, baik di pusat
maupu di daerah termasuk Badan Usaha Milik Negara ( BUMN) dan Badan Usaha
Milik Daerah (BUMD), Kedua, pemberi pelayanan publik adalah pejabat/pegawai
instansi pemerintah yang melaksanakan tugas dan fungsi pelayanan publik sesuai
dengan peraturan perundang – undangan, Ketiga, penerima pelayanan publik adalah
orang, masyarakat, instansi pemerintah dan badan hukum.
Dalam pelaksanaan pelayanan publik adanya 10 (sepuluh) prinsip pelayanan
publik yang meliputi: kesederhanaan, kepastian
waktu, akurasi, keamanan,
tanggungjawab, kelengkapan sarana dan prasarana, kemudahan akses, kedisiplinan,
kesopanan dan keramahan serta kenyamanan. Dari
kesepuluh prinsip pelayanan
publik tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Kesederhanaan, dalam arti bahwa prosedur pelayanan yang diselenggarakan tidak
berbelit – belit, mudah dipahami
dan mudah dilaksanakan oleh penerima
pelayanan;
2. Kejelasan, dalam arti persyaratan pelayanan publik, baik tehnis maupun
administratif. Unit kerja atau pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab
dalam memberikan pelayanan dan penyelesaian keluhan/ persoalan/sengketa
dalam pelaksanaan pelayanan publik, Rincian
biaya pelayanan publik dan
tatacara pembayarannya;
3. Kepastian waktu, dalam arti pelaksanaan pelayanan publik dapat diselesaikan
dalam kurun waktu yang telah ditentukan;
4. Akurasi dalam arti produk pelayanan publik diterima dengan tepat, benar dan
sah;
5.
Keamanan dalam arti proses dan produk pelayanan publik dapat memberikan
rasa aman dan kepastian hukum;
6.
Tanggungjawab dengan maksud bahwa pimpinan
penyelenggara pelayanan
publik atau pejabat yang ditunjuk bertanggung jawab atas
penyelenggaraan
pelayanan dan penyelesaian keluhan/persoalan dalam pelaksanaan pelayanan
publik;
7.
Kelengkapan sarana dan prasarana, bahwa dengan tersedianya
sarana dan
prasarana kerja, peralatan kerja dan pendukung lainnya yang memadai termasuk
penyediaan sarana teknologi telekomunikasi
8.
Kemudahan akses, bahwa tempat
dan informatika ( telematika);
dan lokasi serta sarana pelayanan
yang
memadai, mudah dijangkau oleh masyarakat, dan dapat memanfaatkan teknologi
telekomunikasi dan informatika;
9. Kedisiplinan,kesopanan dan keramahan.Di dalam memberikan pelayanan harus
bersikap disiplin, sopan dan santun, ramah serta memberikan pelayanan dengan
ikhlas;
10. Kenyamanan, bahwa lingkungan pelayanan harus tertib, teratur,disediakan ruang
tunggu yang nyaman, bersih, rapi, lingkungan yang indah dan sehat serta
dilengkapi dengan fasilitas pendukung pelayanan lainnya.
Dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: 63 Tahun
2003 tersebut juga mengatur tentang standar pelayanan publik. Dijelaskan bahwa
setiap penyelenggara pelayana publik
harus memiliki standar pelayanan dan
dipublikasikan sebagai jaminan adanya kepastian bagi penerima pelayanan. Standar
pelayanan publik merupakan
pelayanan publik yang wajib
ukuran
yang dibakukan dalam penyelenggaraan
ditaati oleh pemberi atau penerima pelayanan.
Adapun ketentuan yang harus diatur dalam standarisasi pelayanan publik minimal
meliputi
prosedur pelayanan baik bagi pemberi maupun penerima pelayanan,
waktu penyelesaian sejak saat pengajuan permohonan sampai penyelesaian
pelayanan termasuk pengaduan, biaya pelayanan termasuk rinciannya, produk
pelayanan yang diberikan
sesuai dengan ketentuan
yang telah ditetapkan,
penyediaan sarana dan prasarana penunjang dalam pemberian pelayanan dan
kompetensi petugas pemberi pelayanan yang didasarkan atas keahlian, ketrampilan,
sikap dan perilaku yang dibutuhkan.
C. Tugas dan Wewenang Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia
Dalam
Kebijakan Pertanahan Di Bidang Pendaftaran Tanah.
Dalam Pasal 1 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2006
tentang Badan Pertanahan Nasional, disebutkan bahwa Badan Pertanahan Nasional
adalah Lembaga Pemerintah Non Departemen yang berada di bawah dan bertanggung
jawab kepada Presiden, serta dalam Pasal 2 disebutkan juga bahwa Badan Pertanahan
Nasional mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pertanahan
secara nasional, regional dan sektoral, salah satu tugasnya yaitu Badan Pertanahan
Nasional menyelenggarakan fungsi pelaksanaan pendaftaran tanah dalam rangka
menjamin kepastian hukum.
Pelaksanaan
pendaftaran tanah
di Indonesia diatur dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997.Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun
1997 tentang Pendaftaran Tanah, maksud dari pendaftaran tanah adalah merupakan
rangkaian kegiatan
yang dilakukan
oleh Pemerintah secara terus menerus,
berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan dan
penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan
daftar, mengenai bidang – bidang tanah dan satuan - satuan rumah susun, termasuk
pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang – bidang tanah yang sudah ada
haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak – hak tertentu yang
membebaninya. Untuk pendaftaran tanah pertama kali mengandung maksud suatu
kegiatan pendaftaran tanah yang dilakukan terhadap obyek pendaftaran tanah yang
belum didaftar berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang
Pendaftaran Tanah atau Peraturan Pemerintah ini.
Dalam ketentuan umum Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Pasal 1
juga dijelaskan bahwa pendaftaran tanah untuk pertama kali dibedakan menjadi dua
(2) yaitu pendaftaran tanah secara sistematik dan pendaftaran tanah secara sporadik.
Adapun yang dimaksud dengan pendaftaran tanah secara sistematik adalah kegiatan
pendaftaran tanah untuk pertama kali yang dilakukan secara serentak yang meliputi
semua obyek pendaftaran tanah yang belum didaftar dalam wilayah atau bagian
wilayah suatu desa/ kelurahan, sedangkan yang dimaksud dengan pendaftaran tanah
secara sporadik adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali mengenai satu
atau beberapa obyek pendaftaran tanah dalam wilayah atau bagian wilayah suatu
desa/ kelurahan secara individual atau massal.
Di dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 disebutkan
bahwa pendaftaran tanah bertujuan :
a.
untuk
memberikan
kepastian
hukum dan perlindungan hukum kepada
pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak – hak lain
yang terdaftar agar dengan
mudah dapat membuktikan dirinya sebagai
pemegang hak yang bersangkutan;
b. untuk menyediakan informasi kepada pihak – pihak yang berkepentingan
termasuk Pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang
diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang – bidang
tanah dan satuan – satuan rumah susun yang sudah terdaftar;
c. untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.
Pemberlakuan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang
Pendaftaran Tanah telah mengkonstruksi norma pendaftaran tanah di masyarakat,
antara lain: Pertama, tahapan pemeriksaan berkas permohonan, mengkonstruksi
norma keaktifan anggota masyarakat dalam membuktikan dirinya sebagai pemilik
yang sah atas suatu bidang tanah. Termasuk dalam hal ini kesediaan anggota
masyarakat memanfaatkan jasa Pejabat Pembuat
Akta Tanah, yang aktanya
bermanfaat dalam memperkuat pembuktian kepemilikan atas tanah.Kedua, tahapan
pembayaran biaya pengukuran dan pendaftaran hak atas tanah,mengkonstruksi
norma kesediaan anggota masyarakat membayar biaya pengukuran dan pendaftaran
hak atas tanah .Ketiga, tahapan penelitian data yuridis, mengkonstruksi norma
ketelitian
anggota masyarakat dalam
menyiapkan alas hak atau bukti awal
pemilikan tanah.Keempat, tahapan pemeriksaan lapangan tentang kebenaran data
yuridis, mengkonstruksi norma: (a) kejujuran anggota masyarakat dalam
membuktikan kebenaran kepemilikan tananhya; (b). kepedulian anggota masyarakat
yang berbatasan dan berdekatan dengan pemilik tanah untuk bersedia memberikan
informasi tentang tanah yang dimaksud.Kelima, tahapan pengukuran bidang tanah
untuk mengumpulkan data fisik, mengkonstruksi norma: (a). kesediaan pemilik
tanah (anggota masyarakat) memasang tanda batas untuk menandai bidang tanah
yang dimilikinya; (b). kesediaan pemilik tanah untuk berinteraksi dengan tetangga
batas dalam penetapan batas bidang tanah, sebagai konsekuensi asas contradictoir
delimitatie; (c). kepedulian tetangga batas (anggota masyarakat) untuk menghadiri
penetapan batas bidang tanah; (d). pengakuan pemilik tanah terhadap hasil
pengukuran oleh petugas kantor pertanahan; Keenam, tahapan pengumuman data
yuridis dan data fisik, mengkonstruksi norma apresiasi (penghormatan) anggota
masyarakat terhadap informasi pertanahan.Ketujuh, tahapan pembukuan hak,
mengkonstruksi norma apresiasi anggota masyarakat terhadap budaya tulis atau
budaya catat di bidang pertanahan, terutama yang berkaitan dengan pemilik
tanah.Kedelapan, tahapan penerbitan sertipikat hak atas tanah, mengkonstruksi
norma apresiasi anggota masyarakat terhadap hak
dan kewajiban anggota
masyarakat sehubungan dengan telah dibuktikannya pemilikan atas suatu bidang
tanah. Kesembilan, tahapan penyerahan sertipikat hak atas tanah pada pemohon,
mengkonstruksi norma kehati –hatian anggota masyarakat dalam menyimpan alat
bukti yang kuat bagi pemilikan atas suatu bidang tanah.Kesepuluh, tahapan paska
penyerahan sertipikat hak atas tanah pada pemohon, mengkonstruksi
norma
kemampuan anggota masyarakat memanfaatkan sertifikat hak atas tanah yang ada
padanya.
Dalam rangka pelaksanaan kegiatan pelayanan kepada masyarakat di bidang
pertanahan oleh Kepala Badan Pertanahan
Kepala Badan Pertanahan
Nasional
Nasional
dikeluarkan Keputusan
Nomor 1 Tahun 2005 tentang
Standar
Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan Di Lingkungan Badan Pertanahan
Nasional dengan pertimbangan:
a. bahwa dalam rangkapeningkatan pelayanan kepada masyarakat,perlu adanya
pedoman pelaksanaan pelayanan pertanahan yang didasrkan pada semangat
pembaruan agrarian dan pengelolaan sumberdaya alam,sebagai suatu kebijakan
dalam sistem pelayanan pertanahan secara nasional;
b. bahwa ketentuan yang sudah ada saat ini yang berkaitan dengan pelaksanaan
pelayanan pertanahan belum mengatur secara menyeluruh dan rinci mengenai
jangka waktu,biaya dan persyaratan dalam pemberian pelayanan pertanahan;
c. bahwa sehubungan dengan hal tersebut pada huruf a dan huruf b,dipandang perlu
ditetapkan Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional tentang Standar
Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan Di Lingkungan Badan Pertanahan
Nasional.
D. Kerangka Berpikir
Dalam rangka untuk mengatur
tanah – tanah yang ada di Indonesia,
pemerintah telah mengeluarkan Undang – Undang yaitu Undang – Undang Nomor 5
Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agaria (UUPA).Ketentuan lebih
lanjut mengenai
Undang – Undang Pokok Agraria (UUPA) ini diatur dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.Namun
dalam pelaksanaan pendaftaran tanah di dalam masyarakat sering kita dengar keluhan
– keluhan dan adanya pengaduan dari masyarakat baik secara langsung maupun
melalui media massa yang menyatakan bahwa
pertama kali
pelaksanaan
pendaftaran tanah
belum dapat dilaksanakan dengan baik.Untuk mengatasi
adanya
permasalahan tersebut, maka dalam pelaksanaan pelayanan pertanahan oleh Kepala
Badan Pertanahan
Nasional
Kepala Badan Pertanahan
Republik Indonesia dikeluarkan adanya Keputusan
Nasional
Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2005
tentang Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan Di Lingkungan Badan
Pertanahan Nasional.Namun kenyataannya,
dalam pelaksanaan
pelayanan
pertanahan untuk pendaftaran tanah pertama kali sesuai standar prosedur pengaturan
dan pelayanan
belum dapat dilaksanakan dengan baik di Kantor Pertanahan
Kabupaten Ngawi. Hal ini dimungkinkan adanya kendala - kendala
pelaksanaan
pelayanan
di
bidang
pertanahan
dalam
kegiatan
dalam
pendaftaran
tanah.Permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan pelayanan pendaftaran tanah
pertama kali dikaji dengan pendekatan yuridis berdasar teori yang dikembangkan
Soerjono Soekanto (1993: 5), bahwa penegakan hukum berkaitan dengan 5(lima)
faktor pokok yaitu faktor hukum,faktor penegak hukum,faktor sarana dan
fasilitas,faktor masyarakat dan faktor budaya.Untuk lebih jelasnya kerangka berpikir
peneliti dalam penelitian ini, maka selengkapnya kerangka berpikir tersebut dapat
digambarkan sebagai berikut:
Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1960 tentang UUPA
UUPAUUPAPeratuUUPA
Peraturan Pemerintah Nomor 24
Tahun 1997 ttg Pendaftaran Tanah
Keputusan Kepala BPN Nomor 1 Tahun
2005 ttg SPOPP
Pelaksanaan SPOPP Pendaftaran Tanah
Pertama Kali di Kantor Pertanahan
Kabupaten Ngawi
Hukum
Penegak
Hukum
Sarana atau
Fasilitas
Baik
Masyarakat
Belum
BAB III
METODE PENELITIAN
Budaya
Metode Penelitian diperlukan dalam penelitian untuk memberikan arahan dan
pedoman dalam memahami obyek yang diteliti, sehingga penelitian dapat berjalan
dengan baik dan lancar dan memperoleh hasil yang memiliki bobot nilai yang tinggi
serta dapat dipertanggungjawabkan
secara ilmiah. Berikut ini diuraikan secara
singkat hal – hal yang berkaitan dengan metode penelitian, antara lain:
A. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penulis mulai melakukan penelitian untuk melengkapi data bagi penyusunan
tesis ini, pada bulan Juni sampai bulan Desember 2008. Penelitian ini dilakukan di
Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi.
B. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan konsep hukum kelima, yaitu
hukum adalah
manifestasi makna – makna simbolik para perilaku sosial sebagai tampak dalam
interaksi antar mereka.
Sifat
penelitian ini adalah penelitian deskriftif. Menurut Setiono ( 2005: 5),
penelitian deskriftif
dimaksudkan
untuk memberikan data yang diteliti seteliti
mungkin tentang manusia, keadaan atau gejala – gejala lainnya.
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dan metode pendekatan sosiologi
hukum atau non doktrinal, karena menurut Burhan Ashofa ( 2007 : 34 ), hukum
adalah tingkah laku atau aksi – aksi dan interaksi manusia yang secara aktual dan
potensial akan terpola. Karena setiap perilaku atau aksi itu merupakan suatu realita
sosial yang terjadi dalam alam pengalaman indrawi dan empiris, maka penelitian ini
mendasarkan
pada konsep hukum sebagai tingkah
laku
atau perilaku sosial.
Penelitian empiris atau penelitian non doktrinal. Tipe kajiannya adalah kajian
keilmuan dengan maksud mempelajari saja maka metodenya adalah non doktrinal.
C. Jenis Data
Adapun data yang digunakan dalam penelitian ini ada 2 jenis,yaitu:
b. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumbernya yang
diamati dan dicatat untuk pertama kalinya.Data primer dapat diperoleh dengan
wawancara antara peneliti dengan informan. Dalam penelitian kualitatif posisi
sumber daya manusia ( nara sumber ) sangat penting peranannya sebagai
individu yang memiliki informasi. Peneliti dan nara sumber memilki posisi yang
sama, maka sumber data yang berupa manusia di dalam penelitian kualitatif
lebih tepat disebut informan. Informasi yang diwawancarai adalah
Kantor Pertanahan
Kabupaten Ngawi, karyawan dan karyawati
Kepala
yang
berkompeten dalam bidang tugasnya di lingkungan Kantor Pertanahan Kabupaten
Ngawi, pemohon dan perangkat Desa/ Kelurahan yang mengajukan pendaftaran
tanah pertama kali, Camat selaku Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara,dan
Notaris / Pejabat Pembuat Akta Tanah
yang berada di Wilayah Kabupaten
Ngawi.
b. Data Sekunder
Data
sekunder
adalah
data
pengumpulannya oleh peneliti.Menurut
yang
bukan
diusahakan
Soerjono Soekanto &
sendiri
Sri Mamudji (
2001:12) Data sekunder adalah data yang diperoleh dari bahan – bahan
pustaka.Sumber data sekunder pada penelitian ini berupa peraturan perundang –
undangan dan buku literature yang dibutuhkan serta dokumen atau arsip – arsip
yang relevan dengan hasil penelitian.Dalam Penelitian ini sumber data sekunder
meliputi:
- Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok
Agraria.
- Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
- Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3
Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24
Tahun 1997.
- Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2005 tentang
Standar Prosedur Operasi Pengaturan Dan Pelayanan Di Lingkungan Badan
Pertanahan Nasional.
D. Sumber Data
1. Sumber Data Primer
Menurut Suharsini Arikunto ( 1987 :102 ), sumber data dalam penelitian
kualitatif ini adalah subyek dari mana data tersebut diperoleh.Sumber data berupa
manusia dalam posisi sebagai nara sumber atau informan. Cara ini dilakukan
dengan purposive sampling, menurut Burhan Ashshofa ( 2007 : 91 ) bahwa
informan/ responden yang dipilih berdasarkan pertimbangan/ penelitian subyektif
dari peneliti, jadi dalam hal ini peneliti menentukan sendiri informan/responden
yang dapat dianggap dapat mewakili dalam pelaksanaan penelitian ini.
2. Sumber Data Sekunder.
Sumber data sekunder merupakan sumber data yang secara tidak langsung
memberikan keterangan yang sifatnya mendukung sumber data primer, yang
berupa arsip – arsip dan dokumen yang berkaitan dengan pelaksanaan penelitian
ini.
E. Tehnik Pengumpulan Data
Penelitian ini untuk megumpulkan data,penulis mempergunakan
tehnik
pengumpulan data sebagai berikut:
7. Wawancara dilakukan dengan menggunakan pedoman umum wawancara.
Adapun wawancara mendalam dilakukan dengan :
a. Pejabat di lingkungan Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi;
b.
Karyawan dan karyawati
yang
berkopeten dengan tugas
dan bidang
pekerjaannya di lingkungan Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi.
c. Pemohon dan perangkat desa/ kelurahan yang mengajukan pendaftaran
tanah pertama kali.
d. Notaris/ Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) di Kabupaten Ngawi.
2. Observasi
dilakukan dalam kegiatan pengamatan secara langsung terhadap
obyek penelitian dan melakukan pencatatan – pencatatan terhadap gejala yang
diamati
secara sistematis,
dalam hal ini observasi dilakukan di Kantor
Pertanahan Kabupaten Ngawi.
3. Studi kepustakaan dilakukan dengan cara mendapatkan data – data penunjang
dengan membaca buku – buku literatur, hasil penelitian, dokumen, brosur –
brosur, majalah, koran dan peraturan perundang- undangan yang ada
hubungannya dengan masalah yang diteliti.
E. Tehnik Analisis Data
Tehnik analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah analisis
kualitatif, yakni suatu cara pemilihan data yang menghasilkan data deskriptif yakni
“ apa yang dinyatakan responden secara tertulis atau lisan dan juga perilaku nyata
yang diamati dan diteliti dipelajari secara utuh”. Tehnik analisisnya dengan model
analisis interaktif ( HB.Sutopo, 2006: 18).
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Deskripsi Obyek Penelitian Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi.
a. Organisasi
Pembentukan Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi disertai dengan
pengaturan kedudukan,fungsi,susunan organisasi dan tata kerja. Sebagaimana
Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota lainnya pengaturan tersebut berdasarkan
pada Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional RI Nomor 4 Tahun 2006
Tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kantor Wilayah Badan
Nasional di Propinsi dan Kantor Pertanahan di Kabupaten/Kota.
Pertanahan
b.Kedudukan
Badan Pertanahan Nasional adalah Lembaga Pemerintah Non
Departemen yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.
Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi merupakan instansi vertikal dari Badan
Pertanahan Nasional, bertanggung jawab kepada Kantor Wilayah
Badan
Pertanahan Nasional Propinsi Jawa Timur.
c. Tugas dan Fungsi
Sebagai instansi vertikal tugas dan fungsi Kantor Pertanahan Kabupaten
Ngawi
merupakan penjabaran dari tugas dan fungsi
instansi vertikal
diatasnya..Mengenai tugas dan fungsi ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Tugas dan Fungsi Badan Pertanahan Nasional
Berdasarkan
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 10
Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional (BPN). Tugas Badan
Pertanahan Nasional (BPN) adalah melaksanakan tugas pemerintahan di
bidang pertanahan
melaksanakan
secara
tugas
nasional,regional
tersebut,
Badan
dan sektoral.
Pertanahan
Dalam
Nasional
menyelenggarakan fungsi sebagai berikut:
c. Perumusan kebijakan nasional di bidang pertanahan;
d. Perumusan kebijakan teknis di bidang pertanahan;
c. Koordinasi kebijakan, perencanaan dan program di bidang pertanahan;
d. Pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang pertanahan;
e. Penyelenggaraan dan pelaksanaan survey,pengukuran dan pemetaan di
bidang pertanahan;
f. Pelaksanaan pendaftaran tanah dalam rangka menjamin kepastian
hukum;
h. Pengaturan dan penetapan hak – hak atas tanah;
h. Pelaksanaan penatagunaan tanah,reformasi agraria dan penataan
wilayah – wilayah khusus;
v. Penyiapan administrasi atas tanah
yang dikuasai dan/atau milik
negara/daerah bekerja sama dengan Departemen Keuangan;
w. Pengawasan dan pengendalian penguasaan pemilikan tanah;
x. Kerja sama dengan lembaga – lembaga lain;
y. Penyelenggaraan dan pelaksanaan kebijakan, perencanaan dan program
di bidang pertanahan;
z. Pemberdayaan masyarakat di bidang pertanahan;
aa. Pengkajian dan penanganan masalah,sengketa,konflik dan perkara di
bidang pertanahan;
bb. Pengkajian dan pengembangan hukum pertanahan;
cc. Penelitian dan pengembangan di bidang pertanahan;
dd. Pendidikan, latihan dan pengembangan sumber daya manusia di bidang
pertanahan;
ee. Pengelolaan data dan informasi di bidang pertanahan;
ff. Pembinaan fungsional lembaga – lembaga yang berkaitan dengan
bidang pertanahan;
gg. Pembatalan dan penghentian hubungan hukum antara orang, dan/atau
badan hukum dengan tanah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang - undangan yang berlaku;
hh. Fungsi lain di bidang pertanahan sesuai peraturan perundang –
undangan yang berlaku.
2. Tugas dan Fungsi Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi
Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi
mempunyai tugas
untuk
melaksanakan sebagian tugas dan fungsi Badan Pertanahan Nasional dalam
lingkungan wilayah Kabupaten Ngawi. Untuk menyelenggarakan tugas
tersebut Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi mempunyai fungsi sebagai
berikut:
n. Penyusunan
rencana,program,
dan
penganggaran
dalam
rangka
pelaksanaan tugas pertanahan;
o. Pelayanan,perijinan, dan rekomendasi di bidang pertanahan;
p. Pelaksanaan survey,pengukuran, dan pemetaan dasar,pengukuran, dan
pemetaan bidang,pembukuan tanah,pemetaan tematik, dan survey potensi
tanah;
q. Pelaksanaan
penatagunaan
tanah,landreform,konsolidasi
tanah,dan
penataan pertanahan wilayah pesisir,pulau – pulau kecil,perbatasan, dan
wilayah tertentu;
r. Pengusulan dan pelaksanaan penetapan hak tanah,pendaftaran hak
tanah,pemeliharaan data pertanahan dan administrasi tanah asset
pemerintah;
s. Pelaksanaan pengendalian pertanahan,pengelolaan
tanah negara,tanah
terlantar dan tanah kritis,peningkatan partisipasi dan pemberdayaan
masyarakat;
t. Penanganan konflik,sengketa,dan perkara pertanahan;
u. Pengkoordinasian pemangku kepentingan penggunan tanah;
v. Pengelolaan
Sistem
Informasi
Manajemen
Pertanahan
Nasional
informasi
pertanahan
kepada
(SIMTANAS);
w. Pemberian
penerangan
dan
masyarakat,pemerintah dan swasta;
x. Pengkoordinasian penelitian dan pengembangan;
y. Pengkoordinasian pengembangan sumberdaya manusia pertanahan;
z. Pelaksanaan urusan tata usaha, kepegawaian,keuangan,sarana dan
prasarana,perundang – undangan serta pelayanan pertanahan.
d. Struktur Organisasi
Untuk melaksanakan
tugas dan fungsi yang ditetapkan dibutuhkan
adanya struktur
organisasi yang dapat membagi habis tugas dan fungsi
tersebut,dengan
demikian
operasional
tugas
dan
fungsi
dapat
dilakukan.Adapun struktur organisasi Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi
berdasarkan
Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik
Indonesia Nomor 4 Tahun 2006 Tanggal 16 Mei 2006.
e. Sumber Daya Organisasi
Suatu organisasi dapat melaksanakan tugas dan fungsinya bilamana
didukung oleh sumber daya yang memadai.
2. Implementasi
Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan
Pendaftaran Tanah Pertama Kali di Kantor Pertanahan Kabupaten
Ngawi.
a. Wilayah Pelayanan
Wilayah
pelayanan Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi
seluas
1.298,58 km2, dimana 39% atau 504,8 km2 berupa lahan pertanian.
Administrasi pemerintah terdiri dari 19 kecamatan dan 217 desa, dimana 4
dari 217 desa tersebut adalah kelurahan.jumlah penduduk pada tahun 2007
adalah
sebesar 882.221 jiwa. Wilayah Kabupaten Ngawi sebagian besar
merupakan wilayah kawasan hutan.
b. Jenis Pelayanan
Tugas dan fungsi Kantor Pertanahan Kabupaten
Ngawi sebagaimana
ditentukan dalam Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik
Indonesia Nomor 4 Tahun 2006, dioperasionalkan
dalam dua kelompok
kegiatan.Kelompok pertama merupakan kegiatan menyiapkan perangkat –
perangkat yang berhubungan dengan kelompok kegiatan kedua.Kelompok
kegiatan pertama adalah sebagai berikut:
j. Pembuatan dan pemeliharaan fasilitas pertanahan di lapangan berupa
tugu – tugu dasar teknis yang berguna bagi peningkatan bidang tanah.
k. Pembuatan dan pemeliharaan peta – peta pendaftaran tanah.
l. Pembinaan Pejabat Pembuat Akta Tanah.
m. Mengumpulkan,mengolah dan menyajikan data penatagunaan tanah
berupa peta topografi,peta penggunaan tanah,peta kemampuan tanah
dan peta perubahan penggunaan tanah.
n. Pembuatan rencana penatagunaan tanah.
o. Menyiapkan
dan
melakukan
pengumpulan
data
pengendalian
penguasaan tanah.
p. Pendataan tanah obyek landreform.
q. Menyiapkan dan mengolah data – data pengurusan hak atas tanah.
r. Penyuluhan hukum pertanahan.
Sedangkan kelompok kegiatan kedua merupakan kegiatan pelayanan
kepada masyarakat adalah sebagai berikut:
f. Pendaftaran peralihan hak atas tanah.
g. Pendaftaran dan penghapusan hak tanggungan.
h. Pendaftaran Tanah Untuk Pertama Kali.
i. Pemberian ijin perubahan penggunaan tanah.
j. Pemberian ijin Pemindahan Hak.
c. Sistem Loket Pelayanan
Kantor
Pertanahan Kabupaten
Ngawi telah menerapkan pelayanan
sistem loket.Adapun loket pelayanan adalah sebagai berikut:
5. Loket 1, sebagai loket informasi yang berfungsi untuk memberikan
informasi kepada masyarakat yang berkaitan dengan pengajuan dan
permohonan sertipikat hak atas tanah.
6. Loket 2, merupakan loket penerimaan berkas pengajuan dan permohonan
sertipikat hak atas tanah dan berkas pengaduan dari masyarakat.
7. Loket 3, merupakan loket yang menangani tentang Perincian biaya dan
pembayaran biaya pengajuan dan permohonan sertipikat.
8. Loket 4 , mengenai loket untuk penyerahan produk atau pengambilan
sertipikat hak atas tanah.
d. Prosedur Pelayanan Sertifikasi Hak Atas Tanah Untuk Pendaftaran Tanah
Pertama Kali.
Yang menjadi titik fokus dalam pembahasan tesis ini adalah mengenai
standar prosedur operasi pengaturan dan pelayanan pendaftaran tanah pertama
kali.Dalam proses sertifikasi hak atas tanah
memerlukan adanya
prosedur,waktu dan biaya.Proses sertifikasi tanah untuk pendaftaran tanah
pertama kali dibagi menjadi dua jenis prosedur, yang didasarkan pada status
tanah, yaitu tanah negara dan tanah adat perseorangan.Tanah negara adalah
bidang tanah diatasnya tidak melekat sesuatu hak dan atau bidang tanah yang
diatasnya
melekat bekas hak.Sedangkan tanah adat perseorangan adalah
sebagian dari bidang tanah yang dikuasai oleh sekelompok masyarakat adat
secara turun temurun dan oleh karena hubungan emosional ataupun hubungan
ekonomi telah diakui secara komunal
oleh masyarakat adat itu sendiri
menjadi hak milik dari seseorang anggota masyarakat adat.
Perbedaan dalam prosedur kedua status tanah terletak
pada penggunaan
lembaga pengumuman pada tanah adat, sedangkan pada tanah negara tidak
menggunakan pengumuman.Pada tanah adat tidak dipungut uang pemasukan
ke kas negara, namun dipungut bea perolehan hak atas tanah
bila telah
memenuhi ketentuan pemungutan bea perolehan hak atas tanah yang berlaku
di daerah setempat.Adapun prosedurnya adalah sebagai berikut:
1. Prosedur Memperoleh Tanah Negara
a. Pengajuan permohonan dilengkapi dengan berkas – berkas sebagai
berikut:
1).Identitas Pemohon
2). Surat Pernyataan Penguasaan dan Pemilikan Tanah
3). Surat Pernyataan Tanah – Tanah Yang Telah Dipunyai
4). Surat Keterangan dari Desa/Kelurahan
5).Peta Bidang Tanah yang dimohon.
b. Jika berkas sudah lengkap maka membayar biaya proses pengukuran
dan biaya pemeriksaan bidang tanah oleh Panitia A.Panitia A diatur
berdasarkan ketentuan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional
Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2007 tentang Panitia Pemeriksaan
Tanah.Panitia Pemeriksaan Tanah A dalam melaksanakan tugasnya
terdiri dari:
1). Tugas di lapangan antara lain:
-
Mengadakan penelitian dan peninjauan fisik atas tanah yang
dimohon mengenai penguasaan,penggunaan/keadaan tanah dan
batas – batas tanah.
- Mengumpulkan keterangan/penjelasan dari pemohon dan pemilik
tanah yang berbatasan atau kuasanya serta meneliti ada tidaknya
keberatan dari pihak lain.
- Meneliti kepentingan umum.
- Meneliti kesesuaian penggunaan tanah yang dimohon dengan
Rencana Tata Ruang Wilayah setempat.
2). Tugas di Kantor Pertanahan antara lain:
-
Mengadakan
pemeriksaan
terhadap
kelengkapan
berkas
permohonan pemberian Hak Milik,Hak Guna Bangunan, dan
Hak Pakai atas tanah negara.
- Mengadakan penelitian mengenai data status tanah,riwayat tanah
dan hubungan hukum antara tanah yang dimohon dengan
pemohon serta kepentingan lainnya.
- Melakukan sidang berdasarkan data fisik dan data yuridis hasil
penelitian dan peninjauan fisik di lapangan termasuk data
pendukung lainnya oleh semua anggota Panitia A.
- Menentukan status tanah dan kepemilikan tanah.
- Memberikan pendapat dan pertimbangan atas permohonan tersebut
yang dituangkan dalam Risalah Pemeriksaan Tanah
ditandatangani oleh semua anggota.
A dan
3). Pelaksanaan pengukuran bidang tanah yang dimohon menghasilkan
Surat Ukur
tanah yang berisi
mengenai luas,letak bidang
tanah.Dalam pengukuran bidang tanah ini harus disaksikan dan
disetujui oleh tetangga yang berbatasan.
4). Pemeriksaan Panitia A menghasilkan
Risalah panitia A sebagai
bahan pertimbangan Kepala Kantor Pertanahan untuk memberikan
atau menolak
memberikan sesuatu hak atas tanah yang
dimohon.Panitia A terdiri dari komponen Seksi Hak Tanah dan
Pendaftaran Tanah sebagai Ketua dan anggotanya terdiri dari Seksi
Survei,Pengukuran dan Pemetaan, Seksi Pengaturan dan Penataan
Pertanahan dan Kepala Desa/Kelurahan.Panitia A ini bertugas untuk
memeriksa mengenai Subyek dan Obyek bidang tanah, kesesuaian
dari aspek penguasaan dan pemilikan tanahnya, aspek tata guna
tanahnya.
5). Berdasarkan dari Risalah Pemeriksaan dari Panitia A maka diajukan
kepada kepala kantor pertanahan
atau pejabat yang berwenang
untuk dapat dikabulkan atau ditolak memberikan hak
dengan
melalui Surat Keputusan Pemberian atau penolakan pemberian hak
atas tanah.
6). Berdasarkan Surat Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah, maka
kepada pemohon diharapkan untuk membayar Uang Pemasukan
kepada Negara.
7).Kemudian Surat Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah tersebut
didaftarkan dan diproses yang selanjutnya diterbitkan Sertipikat
Hak Atas Tanah.
8). Sertipikat yang sudah terbit diserahkan kepada pemohon.
2. Prosedur Memperoleh Sertipikat Tanah Bekas Milik Adat.
Tanah bekas milik adat yang pada tanggal 24 September 1960
pemiliknya berstatus sebagai warga negara Indonesia.Tanah bekas milik adat
adalah hak atas tanah yang lahir berdasarkan proses adat setempat misalnya
hak yasan,hak andarbeni dan sebagainya yang sejak tanggal 24 September
1960 dikonversi menjadi hak milik namun belum terdaftar.
Jenis tanah bekas milik adat dibagi menjadi 2,meliputi:
1. Tanah bekas milik adat yang mempunyai surat tanda bukti pemilikan atas
nama pemegang hak pada waktu berlakunya Undang – Undang Pokok
Agraria dan apabila kemudian hal itu beralih,bukti peralihan hak berturut
– turut sampai ketangan pemegang hak pada waktu dilakukan pembukuan.
a. Tanah bekas milik adat yang tidak mempunyai tanda bukti pemilikan
atau yang kurang lengkap.
Tata Cara Memperoleh Sertipikat Tanah Bekas Milik Adat di Kantor
Pertanahan Kabupaten Ngawi dengan berdasarkan Ketentuan
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Jo.Peraturan Menteri
Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun
1997 sebagai berikut:
Persyaratan meliputi:
1. Bagi Tanah Bekas Milik Adat Yang Mempunyai Surat Tanda
Bukti Pemilikan, meliputi:
a). Asli tanda bukti pemilikan tanah yang dimohon,antara lain
Pethok,girik,Kekitir,Pipil Verponding Indonesia sebelum
berlakunya Undang – Undang Pokok Agraria Nomor 5
Tahun 1960 dan lain – lain.
b). Surat perolehan tanah tersebut didapat secara berurut
( jual beli,warisan,hibah dan lain – lain).
c). Surat Keterangan Kepala Desa/Lurah tentang riwayat tanah
tersebut.
d). Surat Pernyataan tidak dalam sengketa dari pemilik.
e). Fotocopy Kartu Tanda Penduduk (KTP) pemohon ( jual
beli,warisan,hibah).
f). Bukti Pelunasan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak
Bumi dan Bangunan (SPPT – PBB) tahun terakhir.
g). Bukti pelunasan Bea Perolehan Hak Tanah dan Bangunan
(BPHTB) apabila perolehan tanah setelah tanggal 1 Januari
1998.
h). Bukti Pelunasan Pajak Penghasilan ( PPH)
i). Bukti lain yang diperlukan.
2. Bagi Tanah Bekas Milik Adat yang Tidak Mempunyai Surat tanda
Bukti Pemilikan, meliputi:
a). Surat Pernyataan bahwa pemohon telah menguasai secara nyata
tanah yang bersangkutan selama 20 tahun atau lebih secara
berturut – turut atau telah memperoleh penguasaan itu dari
pihak atau pihak – pihak lain yang telah menguasainya
sehingga waktu penguasaan pemohon dan pendahulunya
tersebut berjumlah 20 tahun atau lebih.
b). Surat perolehan tanah.
c). Surat Pernyataan bahwa penguasaan tanah itu telah
dilakukan dengan itikad baik.
d). Surat Pernyataan bahwa penguasaan itu tidak
pernah
diganggu gugat diakui dan dibenarkan oleh masyarakat
hukum adat atau desa/kelurahan yang bersangkutan.
e). Surat Pernyataan bahwa tanah tersebut sekarang tidak
dalam sengketa.
f). Surat Pernyataan, apabila pernyataan tersebut memuat halhal yang tidak sesuai dengan kenyataan, penandatanganan
bersedia dituntut dimuka hakim secara pidana maupun
perdata apabila memberikan keterangan palsu.
g). Surat keterangan dari kepala desa/lurah dan sekurang –
kurangnya 2 (dua) orang saksi yang kesaksiannya dapat
dipercaya, karena fungsinya sebagai ketua adat setempat
atau penduduk yang sudah lama bertempat tinggal di
desa/lurah letak tanah
yang bersangkutan, dan tidak
mempunyai hubungan keluarga dengan pemohon sampai
derajat kedua baik dalam kekerabatan vertikal maupun
horizontal.
h). Fotocopy Kartu Tanda Penduduk (KTP) pemohon.
i). Bukti Pelunasan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang
Pajak Bumi dan Bangunan (SPPT – PBB) tahun terakhir.
j). Bukti pelunasan Bea Perolehan Hak Tanah dan Bangunan
(BPHTB) apabila perolehan tanah setelah tanggal 1 Januari
1998.
k). Bukti Pelunasan Pajak Penghasilan ( PPH)
l). Bukti lain yang diperlukan.
3. Prosedurnya meliputi:
a). Pemilik/ahli warisnya atau pembeli tanah tersebut mengajukan
permohonan kepada Kepala Kantor Pertanahan tempat letak
tanah melalui loket dengan mengisi formulir.Penegasan/
Pengakuan Hak.
b). Membayar biaya:
1. Pengukuran dan pemetaan
2.
Pemeriksaan
tanah
(biaya
terpampang
di
Kantor
Pertanahan)
c). Pemeriksaan data fisik meliputi penetapan dan pemasangan
tanda batas, pengukuran dan pemetaan oleh
ditunjuk.
petugas yang
d). Penelitian data yuridis bidang tanah,apabila bukti – bukti tertulis
tidak lengkap maka penelitian dilanjutkan oleh Panitia A yang
bertugas:
1). Meneliti data yuridis bidang tanah yan tidak dilengkapi
dengan alat bukti tertulis mengenai pemilikan tanah secara
lengkap.
2). Melakukan pemeriksaan lapangan untuk menentukan
kebenaran alat bukti yang diajukan oleh pemohon.
3).Mencatat sanggahan/ keberatan dan hasil penyelesaiannya.
4). Membuat kesimpulan mengenai data yuridis bidang tanah
yang bersangkutan.
e). Daftar data yuridis dan data fisik bidang tanah dan peta bidang
tanah yang bersangkutan diumumkan di Kantor Pertanahan dan
kantor Desa/Kelurahan letak tanah selama 60 (enam puluh) hari
berturut – turut.
f). Setelah jangka waktu pengumuman berakhir dan tidak ada pihak
yang mengajukan keberatan terhadap isi pengumuman
maka
data fisik dan data yuridis yang diumumkan tersebut disahkan
oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam suatu berita acara.
g). Selanjutnya dilakukan pendaftaran pembukuan hak atas tanah
yang bersangkutan, lalu menerbitkan sertipikat hak milik tanah
dimaksud.
3. Pelaksanaan Standar Prosedur Operasi Pengaturan Dan Pelayanan Pendaftaran Tanah
Pertama Kali – Sporadik di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi
Untuk menjamin
kepastian hukum
hak atas tanah perlu dilakukannya
pendaftaran hak atas tanah.Pendaftaran tanah menurut Peraturan Pemerintah Nomor
24 Tahun 1997 yaitu Pendaftaran Tanah Secara Sistematik dan Pendaftaran Tanah
Secara Sporadik.
Pendaftaran
tanah secara Sistematik menurut ketentuan pasal 1 angka 10
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah adalah
kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali yang yang dilakukan serentak yang
meliputi semua obyek pendaftaran tanah yang belum didaftar dalam wilayah atau
bagian wilayah suatu desa/kelurahan.Pendaftaran tanah
secara Sistematik
diselenggarakan atas prakarsa Pemerintah berdasarkan pada suatu rencana kerja
jangka panjang dan tahunan serta dilaksanakan di wilayah – wilayah yang ditetapkan
oleh Menteri Negara/ Kepala Badan Pertanahan Nasional.
Pendaftaran tanah secara Sporadik
merupakan salah satu cara yang
dipergunakan oleh Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran
Tanah disamping pendaftaran tanah secara Sistematik.Menurut ketentuan pasal 1
angka 12 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah
disebutkan pendaftaran tanah secara Sporadik ialah kegiatan pendaftaran tanah untuk
pertama kali mengenai satu atau beberapa obyek pendaftaran tanah dalam wilayah
atau bagian suatu desa/kelurahan secara individual atau massal.
Proses pendaftaran tanah secara Sporadik dibedakan lagi menjadi 2 (dua) yaitu
melalui rutin dan lewat massal swadaya, dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Pendaftaran tanah secara Sporadik Rutin merupakan proses pendaftaran tanah atas
inisiatif sendiri pemilik tanah. Oleh karena itu atas inisiatif sendiri, maka biaya
pendaftaran tanahnya lebih mahal jika dibandingkan dengan pendaftaran tanah
secara
sistematik.Mahalnya biaya pendaftaran tanah secara Sporadik karena
digunakan untuk membiayai seluruh proses pendaftaran tanah yang meliputi:
a. Pengumpulan dan pengolahan data fisik yaitu:
1). Pengukuran tanah dan pemetaan.
2). Pembuatan peta dasar pendaftaran.
3). Penetapan batas bidang – bidang tanah.
4). Pengukuran dan pemetaan bidang – bidang tanah dan pembuatan peta
pendaftaran.
5). Pembuatan daftar tanah.
6). Pembuatan surat ukur.
b. Pembuktian hak dan pembukuannya,meliputi:
1). Pembuktian hak baru.
2). Pembuktian hak lama.
3). Penerbitan sertipikat.
4). Penyajian data fisik dan data yuridis.
5). Penyimpanan daftar umum dan dokumen.
Pendaftaran tanah secara sporadik relatif lebih mahal dibandingkan
dengan pendaftaran tanah secara sistematik yang disubsidi oleh
Pemerintah.
2. Pendaftaran tanah secara Sporadik Massal Swadaya (SMS). Bahwa
pendaftaran tanah secara Sporadik Massal Swadaya (SMS) ini dilaksanakan
jika ada usulan dari masyarakat
membentuk
kelompok
secara massal (bersama – sama) yang
itu minimal terdiri dari 20 orang yang ingin
mengajukan permohonan pendaftaran
tanah ke Kantor Pertanahan
Kabupaten/Kota.
Di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi
untuk pendaftaran tanah
pertama kali ini, juga dilaksanakan dengan melalui pendaftaran tanah secara
Sporadik Rutin dan
pendaftaran tanah secara Sporadik Massal Swadaya
(SMS, yaitu:
a. Pelaksanaan Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan
Pendaftaran Tanah Pertama Kali secara Sporadik di Kantor Pertanahan
Kabupaten Ngawi gambaran umumnya sebagai berikut:
Dasar Hukum:
1. Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Undang – Undang
Pokok Agraria (UUPA).
2. Undang – Undang Nomor 21 tahun 1997 jis Nomor 20 Tahun 2000
tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah (BPHTB).
3. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran
Tanah.
4. Surat Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3001084 tanggal 2 Mei 2005 tentang Biaya Operasional
Pemeriksaan Tanah dan Transpot.
Lapang
Persyaratan, meliputi:
a. Surat Permohonan dan Surat Kuasa, jika permohonan
dikuasakan.
b. Identitas diri para pemilik tanah/pemohon dan atau kuasanya untuk
perorangan, fotocopy Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu
Keluarga (KK) yang masih berlaku atau utuk Badan Hukum:
fotocopy Akta Pendirian Perseroan dan Perubahan.
c. Bukti tertulis yang membuktikan adanya hak yang bersangkutan,
yaitu:
1). Surat tanda bukti hak milik yang diterbitkan berdasarkan
Peraturan Swapraja yang bersangkutan;
2). Sertipikat hak milik yang diterbitkan berdasarkan Peraturan
Menteri Agraria (PMA) Nomor 9/1959;
3). Surat keputusan pemberian hak milik dari Pejabat yang
berwenang, baik sebelum ataupun sejak berlakunya Undang –
Undang Pokok Agraria (UUPA), yang tidak disertai kewajiban
untuk mendaftarkan hak yang diberikan,tetapi telah dipenuhi
semua kewajiban yang disebut didalamnya;
4). Petuk pajak bumi/landrente,girik,pipil.kekitir dan Verponding
Indonesia sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 10
Tahun 1961;
5). Akta pemindahan hak yang dibuat dibawah tangan yang dibubuhi
tanda kesaksian oleh Kepala Adat/Kepala Desa/Kelurahan yang
dibuat sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini dengan
disertai alas hak yang dialihkan;
6).
Akta pemindahan hak atas tanah
yang dibuat oleh Pejabat
Pembuat Akta Tanah (PPAT), yang tanahnya belum dibukukan
dengan disertai alas hak yang dialihkan;
7).
Akta ikrar wakaf/akta pengganti ikrar wakaf/surat ikrar wakaf
yang dibuat sebelum atau sejak mulai dilaksanakan Peraturan
Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 dengan disertai alas hak yang
diwakafkan;
8). Risalah lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang yang
berwenang,yang tanahnya belum dibukukan dengan disertai alas
hak yang dialihkan;
9). Surat penunjukkan atau pembelian kaveling tanah pengganti tanah
yang diambil oleh Pemerintah Daerah;
10). Surat keterangan riwayat tanah yang pernah dibuat oleh Kantor
Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan dengan disertai alas hak
yang dialihkan;
11). Lain – lain bentuk alat pembuktian tertulis dengan nama apapun
juga
sebagaimana
dimaksud
Ketentuan – ketentuan
Agraria;
dalam pasal II,VI
dan VII
Konversi Undang – Undang Pokok
12). Surat – surat bukti kepemilikan lainnya yang terbit dan berlaku
sebelum diberlakukannya Undang – Undang Pokok Agraria.
d.Bukti lainnya, apabila tidak ada surat bukti kepemilikan berupa Surat
Pernyataan Penguasaan Fisik lebih dari 20 tahun secara terus – menerus
dan Surat Keterangan Kepala Desa/ Lurah disaksikan 2 orang tetua
adapt/penduduk setempat.
e. Surat pernyataan telah memasang tanda batas.
f. Fotocopy SPPT- PBB tahun berjalan.
g.
Fotocopy
Surat
Keputusan
Ijin
Lokasi
dan
Sket
Lokasi
( apabila pemohon oleh Badan Hukum).
Persyaratan tanda batas,bentuk dan ukuran luas di bawah 10
Ha,meliputi:
a. Pipa besi, panjang 100 Cm dan bergaris tangan 5 Cm;
b. Pipa paralon diisi beton,panjang 100 Cm dn bergaris tengah 7,5 Cm;
c. Kayu besi,, kayu jati atau kayu lainnya yang kuat, panjang 100 Cm dan
bergaris tengah 7,5 Cm;
d. Tugu dari batu atau batako dilapisi semen 0,20 M x 0,20 tinggi 0,40
M;
e. Atau tugu dari beton, batu kali atau granit 0,10 M2 tinggi 0,5 M2;
f. Tembok atau pagar besi/beton/kayu.
Biaya berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2002.
Jangka waktu penyelesaiannya 120 hari kerja.(Kantor Pertanahan
Kab.Ngawi,2007:1-2).
b. Pelaksanaan Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan
Pendaftaran Tanah Pertama Kali Konversi secara Sporadik di Kantor
Pertanahan Kabupaten Ngawi gambaran umumnya sebagai berikut:
Dasar Hukum:
1.Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Undang – Undang
Pokok Agraria (UUPA).
2. Undang – Undang Nomor 21 tahun 1997 jis Nomor 20 Tahun 2000
tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah (BPHTB).
3. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
4. Surat Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 300-1084
tanggal 2 Mei 2005 tentang Biaya Operasional Lapang Pemeriksaan
Tanah dan Transpot.Persyaratan, meliputi:
a. Surat Permohonan dan Surat Kuasa, jika permohonan dikuasakan.
b.Identitas diri para pemilik tanah/pemohon dan atau kuasanya untuk
perorangan, fotocopy Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu
Keluarga (KK) yang masih berlaku atau untuk Badan Hukum:
fotocopy Akta Pendirian Perseroan dan Perubahan.
c.Bukti tertulis yang membuktikan adanya hak yang bersangkutan,
yaitu:
1).
Surat tanda bukti hak milik yang diterbitkan berdasarkan
Peraturan Swapraja yang bersangkutan;
2). Sertipikat hak milik yang diterbitkan berdasarkan Peraturan
Menteri Agraria (PMA) Nomor 9/1959;
3). Surat keputusan pemberian hak milik dari Pejabat yang
berwenang, baik sebelum ataupun sejak berlakunya Undang –
Undang Pokok Agraria (UUPA), yang tidak disertai kewajiban
untuk mendaftarkan hak yang diberikan,tetapi telah dipenuhi
semua kewajiban yang disebut didalamnya;
4). Petuk pajak bumi/landrente,girik,pipil.kekitir dan Verponding
Indonesia sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 10
Tahun 1961;
5). Akta pemindahan hak yang dibuat dibawah tangan
dibubuhi
tanda
kesaksian
oleh
Kepala
yang
Adat/Kepala
Desa/Kelurahan yang dibuat sebelum berlakunya Peraturan
Pemerintah ini dengan disertai alas hak yang dialihkan;
6). Akta pemindahan hak atas tanah
yang dibuat oleh Pejabat
Pembuat Akta Tanah (PPAT), yang tanahnya belum dibukukan
dengan disertai alas hak yang dialihkan;
7). Akta ikrar wakaf/akta pengganti ikrar wakaf/surat ikrar wakaf
yang dibuat sebelum atau sejak mulai dilaksanakan Peraturan
Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 dengan disertai alas hak
yang diwakafkan;
8). Risalah lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang yang
berwenang,yang tanahnya belum dibukukan dengan disertai
als hak yang dialihkan;
9). Surat penunjukkan atau pembelian kaveling tanah pengganti
tanah yang diambil oleh Pemerintah Daerah;
10). Surat keterangan riwayat tanah yang pernah dibuat oleh
Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan dengan disertai
alas hak yang dialihkan;
11). Lain – lain bentuk alat pembuktian tertulis dengan nama
apapun juga sebagaimana dimaksud dalam pasal II,VI dan
VII Ketentuan – ketentuan Konversi Undang – Undang
Pokok Agraria;
12). Surat – surat bukti kepemilikan lainnya yang terbit dan berlaku
sebelum diberlakukannya Undang – Undang Pokok Agraria.
d. Bukti lainnya, apabila tidak ada surat bukti kepemilikan berupa
Surat Pernyataan Penguasaan Fisik lebih dari 20 tahun secara
terus – menerus dan Surat Keterangan Kepala Desa/ Lurah
disaksikan 2 orang tetua adapt/penduduk setempat.
e. Surat pernyataan telah memasang tanda batas.
f. Fotocopy SPPT- PBB tahun berjalan.
g. Fotocopy Surat Keputusan Ijin Lokasi dan Sket Lokasi
( apabila pemohon oleh Badan Hukum).
Persyaratan tanda batas,bentuk dan ukuran luas di bawah 10
Ha,meliputi:
a. Pipa besi, panjang 100 Cm dan bergaris tangan 5 Cm;
b. Pipa paralon diisi beton,panjang 100 Cm dn bergaris tengah 7,5
Cm;
c. Kayu besi,, kayu jati atau kayu lainnya yang kuat, panjang 100
Cm dan bergaris tengah 7,5 Cm;
d. Tugu dari batu atau batako dilapisi semen 0,20 M x 0,20 tinggi
0,40 M;
e. Atau tugu dari beton, batu kali atau granit 0,10 M2 tinggi 0,5
M2;
f. Tembok atau pagar besi/beton/kayu.
Biaya berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2002.
Jangka waktu penyelesaiannya 120 hari kerja.(Kantor Pertanahan Kab.
Ngawi,2007:1-2)
4. Pelaksanaan Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan
Pendaftaran Tanah Pertama Kali Pengakuan/Penegasan Hak
secara
Sporadik di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi gambaran umumnya
sebagai berikut:
Dasar Hukum:
1. Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Undang – Undang
Pokok Agraria (UUPA).
2. Undang – Undang Nomor 21 tahun 1997 jis Nomor 20 tahun 2000
tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah (BPHTB).
3. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran
Tanah.
4. Surat Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 300-1084
tanggal 2 Mei 2005 tentang Biaya Operasional Lapang Pemeriksaan
Tanah dan Transpot.
Persyaratan, meliputi:
a. Surat Permohonan dan Surat Kuasa, jika permohonan dikuasakan.
b. Identitas diri para pemilik tanah/pemohon dan atau kuasanya untuk
perorangan, fotocopy Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu
Keluarga (KK) yang masih berlaku atau utuk Badan Hukum: fotocopy
Akta Pendirian Perseroan dan Perubahan.
c. Bukti tertulis yang membuktikan adanya hak yang bersangkutan, yaitu:
1). Surat tanda bukti hak milik yang diterbitkan berdasarkan Peraturan
Swapraja yang bersangkutan;
2). Sertipikat hak milik yang diterbitkan berdasarkan Peraturan
Menteri Agraria (PMA) Nomor 9/1959;
3). Surat keputusan pemberian hak milik dari Pejabat yang
berwenang, baik sebelum ataupun sejak berlakunya Undang –
Undang Pokok Agraria (UUPA), yang tidak disertai kewajiban
untuk mendaftarkan hak yang diberikan,tetapi telah dipenuhi
semua kewajiban yang disebut didalamnya;
4).
Petuk pajak bumi/landrente,girik,pipil.kekitir dan Verponding
Indonesia sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 10
Tahun 1961;
5). Akta pemindahan hak yang dibuat dibawah tangan yang dibubuhi
tanda kesaksian oleh Kepala Adat/Kepala Desa/Kelurahan yang
dibuat sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini dengan
disertai alas hak yang dialihkan;
6). Akta pemindahan hak atas tanah
yang dibuat oleh Pejabat
Pembuat Akta Tanah (PPAT), yang tanahnya belum dibukukan
dengan disertai alas hak yang dialihkan;
7). Akta ikrar wakaf/akta pengganti ikrar wakaf/surat ikrar wakaf
yang dibuat sebelum atau sejak mulai dilaksanakan Peraturan
Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 dengan disertai alas hak yang
diwakafkan;
8). Risalah lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang yang
berwenang,yang tanahnya belum dibukukan dengan disertai alas
hak yang dialihkan;
9). Surat penunjukkan atau pembelian kaveling tanah pengganti
tanah yang diambil oleh Pemerintah Daerah;
10). Surat keterangan riwayat tanah yang pernah dibuat oleh Kantor
Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan dengan disertai alas hak
yang dialihkan;
11). Lain – lain bentuk alat pembuktian tertulis dengan nama apapun
juga
sebagaimana
dimaksud
dalam pasal II,VI dan VII
Ketentuan – ketentuan Konversi Undang – Undang Pokok
Agraria;
12). Surat – surat bukti kepemilikan lainnya yang terbit dan berlaku
sebelum diberlakukannya Undang – Undang Pokok Agraria.
d. Bukti lainnya, apabila tidak ada surat bukti kepemilikan berupa Surat
Pernyataan Penguasaan Fisik lebih
dari 20 tahun secara terus –
menerus dan Surat Keterangan Kepala Desa/ Lurah disaksikan 2 orang
tetua adat/penduduk setempat.
e. Surat pernyataan telah memasang tanda batas.
f. Fotocopy SPPT- PBB tahun berjalan.
g. Fotocopy Surat Keputusan Ijin Lokasi dan Sket Lokasi ( apabila
pemohon oleh Badan Hukum).
Persyaratan tanda batas,bentuk dan ukuran luas di bawah 10 Ha,meliputi:
a. Pipa besi, panjang 100 Cm dan bergaris tangan 5 Cm;
b. Pipa paralon diisi beton,panjang 100 Cm dn bergaris tengah 7,5 Cm;
c. Kayu besi,, kayu jati atau kayu lainnya yang kuat, panjang 100 Cm dan
bergaris tengah 7,5 Cm;
d. Tugu dari batu atau batako dilapisi semen 0,20 M x 0,20 tinggi 0,40
M;
e. Atau tugu dari beton, batu kali atau granit 0,10 M2 tinggi 0,5 M2;
f. Tembok atau pagar besi/beton/kayu.
Biaya berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2002.
Jangka waktu penyelesaiannya
Kab.Ngawi,2007:1-2)
120
hari kerja (Kantor Pertanahan
3. Kendala – Kendala Dalam Pelaksanaaan Standar Prosedur Operasi Pengaturan
dan Pelayanan Pendaftaran Tanah Pertama Kali Di Kantor Pertanahan
Kabupaten Ngawi.
Pelaksanaan Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan Pendaftaran
Tanah Pertama Kali secara Sporadik melalui Pengakuan Hak/Penegasan Hak di
Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.Dalam pelaksanaan Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan
Pendaftaran Tanah Pertama Kali secara Sporadik melalui Pengakuan Hak/Penegasan
Hak di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi belum dapat dilaksanakan secara baik,
hal ini disebabkan adanya
beberapa kendala baik kendala administratif maupun
kendala operasional yang dapat menyebabkan proses pelaksanaan pendaftaran
pengajuan sertipikat secara pengakuan hak ini mengalami proses yang memerlukan
waktu cukup lama dan tidak sesuai dengan ketentuan yang telah ada meliputi:
-
Terdapatnya kegiatan
di dalam Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan
Pelayanan yang memerlukan biaya akan tetapi belum/tidak tersedia dasar hukum
pengenaan biaya sesuai ketentuan tarif yang berlaku, misalnya di dalam kegiatan
Pengaturan Penguasaan Tanah dan Penatagunaan Tanah dalam Standar Prosedur
Operasi Pengaturan dan Pelayanan yang pembiayaannya belum mempunyai dasar
hukum pengenaan biaya sesuai ketentuan tarif.
- Masih adanya kenyataan bahwa terdapat perbedaan kondisi sumberdaya manusia
yang meliputi kualitas dan jumlah pegawai yang terdapat di Kantor Pertanahan
Kabupaten Ngawi masih memerlukan peningkatan dalam pelayanannya.
- Kondisi geografis maupun volume pekerjaan yang padat,sehingga mengakibatkan
jangka waktu
penyelesaian
yang telah ditentukan dalam Standar Prosedur
Operasi Pengaturan dan Pelayanan sulit terpenuhi.
-
Masih adanya
kegiatan yang tidak terkoordinasi
secara integral sehingga
pelaksanaannya tidak efektif dan efisien.
Pelaksanaan pengajuan pendaftaran tanah secara sporadik melalui pengakuan
hak di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi dilakukan oleh pemohon sendiri, ada
yang melalui perangkat desa,biro jasa dalam hal ini Pejabat Pembuat Akta Tanah
sekaligus mengurusnya sampai terbit sertipikat hak atas tanah.
Wilayah Kabupaten Ngawi terdiri dari 19 Kecamatan 4 Kelurahan dan 215
desa, dengan jumlah bidang tanah lebih kurang 452.280 bidang dari jumlah tersebut
yang telah terdaftar di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi sampai saat ini kurang
lebih 140.249 bidang tanah, dengan prosentase sekitar 32,25%.Hal ini menunjukkan
banyaknya tanah – tanah di Wilayah Kabupaten Ngawi yang belum terdaftar, hal ini
disebabkan oleh adanya beberapa hal yang datangnya dari masyarakat itu sendiri
maupun dari Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi , misalnya:
-
Masih adanya anggapan pada sebagian orang bahwa tanda bukti pembayaran
pajak berupa pethok D merupakan tanda bukti pemilikakan hak atas tanah.hal ini
dapat dimengerti karena kurangnya kesadaran dari masyarakat akan kewajiban
mereka terhadap tanah yang dikuasai dan dimilikinya.Hal ini sangat berkaitan
dengan tingkat pendidikan masyarakat tersebut, karena pendidikan merupakan
faktor penting dalam usaha mencerdaskan kehidupan bangsa,dan dengan bangsa
yang cerdas
diharapkan dapat berpartisipasi dalam mewujudkan tujuan
pembangunan pada umumnya,khususnya dalam bidang pertanahan terutama
tentang pensertipikatan tanah.Dengan masih rendahnya tingkat pendidikan
masyarakat tersebut mempengaruhi kesadaran mereka untuk memahami peraturan
hukum pertanahan.
-
Berkaitan dengan faktor ekonomi,dalam hal ini adalah mengenai tingkat
pendapatan seseorang.Untuk mensertipikatkan tanah milik tidak akan terlepas
dari biaya.Oleh karena itu tingkat pendapatan masyarakat sangat mempengaruhi
dalam penyelenggaraan pendaftaran tanah.Dengan tingkat pendapatan yang
tergolong rendah menyebabkan adanya suatu anggapan pada masyarakat tersebut
bahwa pelaksanaan pendaftaran tanah memerlukan biaya yang mahal,sehingga
tingakat pendapatan masyarakat sangat mempengaruhi pelaksanaan pendaftaran
tanah.
- Masyarakat menganggap bahwa pengurusan sertipikat hak atas tanah memerlukan
waktu yang lama.
-
Kurangnya pelaksanaan penyuluhan hukum pertanahan
sehingga
menyebabkan sebagian orang menganggap tidak perlunya sertipikat sebagai
tanda bukti pemilikan tanah.
Di dalam pelaksanaaan Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan
Pendaftaran Tanah Pertama Kali Di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi, banyak
ditemukannya adanya beberapa permasalahan dan hambatan dalam pelaksanaannya
yang meliputi staf,wewenang,informasi dan fasilitas yang dapoat diuraikan sebagai
berikut:
Staf, dalam hal ini berkaitan dengan kondisi sumberdaya manusia yang dimiliki
organisasi dalam hal ini Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi. Dalam suatu
organisasi
dapat
melaksanakan tugas dan fungsinya bilamana didukung oleh
sumberdaya manusia yang memadai.
Informasi merupakan sumber yang penting dalam pelaksanaan suatu kegiatan
yang berkaitan dengan bidang pekerjaan yang dilaksanakan oleh suatu instansi
maupun suatu organisasi.Dengan informasi dalam hal ini berupa
penyuluhan,
sosialisasi suatu aturan atau program – program kerja kepada masyarakat yang
harus ditingkatkan lagi.
Wewenang.Salah
satu
kewenangan
penting
dimiliki
aparatur
penyelenggaraan pelayanan publik yaitu kewenangan untuk mengambil sikap atau
suatu langkah yang ditempuh oleh administrator untuk menyelesaikan suatu kasus
tertentu yang tidak atau belum diatur dalam suatu ketentuan yang baku.Rendahnya
kemampuan birokrasi dalam melakukan tindakan untuk menentukan suatu
sikap,menunjukkan bahwa birokrasi masih bertindak pada peraturan yang
diterapkan secara kaku.Aparat birokrasi masih terkungkung oleh berbagai orientasi
tehnis prosedural (petunjuk pelaksanaan) dalam memberikan pelayanan kepada
publik.
Fasilitas
mencangkup sarana dan prasarana yang dipergunakan dalam
melaksanakan pekerjaan.Fasilitas fisik dapat menciptakan kenyamanan
dalam
pelaksanaan tugas pelayanan sehingga dapat mempengaruhi ketepatan,kecepatan
dalam dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat dan meningkatkan
motivasi kerja.
B. Pembahasan
1. Implementasi Standar Prosedur Dan Pelayanan Sertipikasi Hak Atas Tanah
Untuk Pendaftaran Tanah Pertama Kali Belum Dapat Dilaksanakan Secara
Baik Di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi
Implementasi
Standar Prosedur Operasi Pengaturan Dan Pelayanan
Pendaftaran Tanah Pertama Kali Di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi, dikaji
dengan pendekatan yuridis berdasar teori
yang dikemukakan oleh Soerjono
Soekanto bahwa penegakan hukum berkaitan dengan 5 (lima) faktor pokok yaitu
(1).faktor hukum,(2).faktor penegak hukum,(3).faktor sarana / fasilitas pendukung,
(4). faktor masyarakat dan (5). faktor budaya hukum, kelima faktor tersebut saling
berkaitan erat karena merupakan esensi dari penegakan hukum dan merupakan
tolok ukur dari penegakan hukum yang dapat dijelaskan sebagai berikut:
1). Hukum/ undang – undang dan peraturannya
Dalam rangka suatu peraturan dibuat atau dikeluarkan tentunya adanya
tujuan yang hendak dicapai.
Menurut Esmi Warassih (2005:15),bahwa suatu peraturan dibuat atau
dikeluarkan tentunya berisi harapan – harapan yang hendaknya dilakukan oleh
subyek hukum sebagai pemegang peran.Namun bekerjanya harapan itu tidak
ditentukan hanya oleh kehadiran peraturan itu sendiri, melainkan juga oleh
beberapa faktor lain. Faktor – faktor yang turut menentukan bagaimana respon
yang akan diberikan oleh pemegang peran, antara lain (1).sanksi-sanksi yang
terdapat di dalamnya,(2).aktivitas dari lembaga pelaksana hukum, dan (3).seluruh
kekuatan – kekuatan sosial,politik dan lain – lainnya
yang bekerja atas diri
pemegang peranan itu.
Perubahan – perubahan itu
disebabkan
oleh berbagai
reaksi yang
ditimbulkan oleh pemegang peran terhadap pembuat undang – undang dan
birokrasi.Komponen birokrasi juga memberikan umpan balik terhadap pembuat
undang – undang maupun pihak pemegang peran.
Pengertian hukum sebagai suatu sistem norma yang dikemukakan oleh Lon
L. Fuller dalam Esmi Warassih ( 2005:31) yang berpendapat bahwa untuk
mengenal hukum sebagai sistem maka harus dicermati adanya 8 (delapan) azas
atau principles of legality , yang meliputi:
1. Sistem hukum harus mengandung peraturan – peraturan artinya ia tidak boleh
mengandung sekedar keputusan – keputusan yang bersifat ad hoc.
2. Peraturan – peraturan yang telah dibuat itu harus diumumkan.
3. Peraturan tidak boleh berlaku surut.
4. Peraturan – peraturan disusun dalam rumusan yang bisa dimengerti.
5. Suatu sistem tidak boleh mengandung peraturan – peraturan yang bertentangan
satu sama lain.
6. Peraturan – peraturan tidak boleh mengandung tuntutan yang melebihi apa
yang dapat dilakukan.
7. Peraturan tidak boleh sering dirubah – rubah.
8. Harus ada kecocokan antara peraturan yang diundangkan dengan pelaksanaan
sehari – hari.
Berkaitan dengan adanya Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional
Nomor 1 Tahun 2005 tentang Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan
Di Lingkungan Badan Pertanahan Nasional, yang oleh Kepala Badan Pertanahan
Nasional ditetapkan di Jakarta pada tanggal 1 Pebruari 2005.Penyampaian Keputusan
Kepala Badan Pertanahan Nasional ini bertujuan untuk melaksanakan program kerja
Kabinet Indonesia Bersatu,khususnya dalam rangka peningkatan pelayanan kepada
masyarakat,yang juga dimaksudkan sebagai penyempurnaan dari beberapa ketentuan
yang mengatur masalah prosedur tata cara pelayanan pertanahan sebagaimana pernah
diatur sebelumnya,seperti dalam Instruksi Menteri Negara Agraria/Kepala Badan
Pertanahan Nasional
Nomor 3 Tahun 1998 tentang
Peningkatan Efisiensi dan
Kualitas Pelayanan Masyarakat Di Bidang Pertanahan.
Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan Di Lingkungan Badan
Pertanahan Nasional ini merupakan upaya untuk memberikan pelayanan yang lebih
baik kepada masyarakat yang mencerminkan adanya efisiensi, keterbukaan,
akuntabilitas,
kesederhanaan,
keadilan,
kenyamanan
dan
kepastian
dalam
memperoleh semua jenis – jenis pelayanan pertanahan dengan mencantumkan hal –
hal yang berkaitan dengan biaya,persyaratan dan jangka waktu penyelesaian
pelayanan.
Didalam pelaksanaannya keputusan ini tidak boleh bertentangan dengan
undang – undang dan peraturan – peraturan yang lebih tinggi.
Dari uraian diatas dapat dilihat bahwa adanya pertentangan keputusan tersebut
dengan teori Fuller dalam rangka hukum sebagai sistem, bahwa peraturan tidak
boleh berlaku surut,peraturan – peraturan disusun dalam rumusan yang bisa
dimengerti,suatu sistem tidak boleh mengandung
peraturan – peraturan yang
bertentangan satu sama lain.
2. Faktor penegak hukum, yakni pihak – pihak yang membentuk maupun yang
menerapkan hukum.
Menurut Esmi Warassih ( 2005:83), Penegakan hukum merupakan suatu proses
untuk mewujudkan tujuan – tujuan hukum menjadi kenyataan,maka proses itu selalu
melibatkan para pembuat dan pelaksana hukum,serta juga masyarakatnya.
Dalam rangka penegakan hukum yang berkaitan dengan bidang pertanahan
pemerintah Republik Indonesia dalam usaha untuk menjamin kepastian hukum atas
tanah yang dimiliki masyarakat Indonesia diwujudkan dalam pasal 19 Undang –
Undang Pokok Agraria dinyatakan bahwa:
(1). Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah
di seluruh wilayah republik Indonesia menurut ketentuan – ketentuan yang
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(2). Pendaftaran yang tersebut dalam ayat 1 pasal ini meliputi:
a. Pengukuran,perpetaan dan pembukuan tanah.
b. Pendaftaran hak – hak atas tanah dan peralihan hak – hak tersebut.
c. Pemberian surat – surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian
yang kuat.
Kantor
Pertanahan
merupakan salah satu instansi yang
memberikan
pelayanan publik, bahwa pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang
dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan
kebutuhan penerimaan pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan
perundang – undangan.
Aparat Kantor Pertanahan dalam menjalankan tugasnya memberikan pelayanan
kepada masyarakat di bidang pertanahan, diharapkan dapat menjalankan tugas dengan
baik dan bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan maupun perundang – undangan
yang berlaku.Sebagai pelaksana dari suatu aturan yang telah ditentukan berusaha
untuk menegakkan ketentuan tersebut.Dalam memberikan suatu pelayanan kepada
masyarakat, layanan merupakan suatu aktifitas yang berlangsung berurutan dan dapat
diukur dari segi penggunaan waktu.
Menurut Moenir (1995:20), bahwa standar waktu dapat ditetapkan pada waktu
dilakukan pengukuran kerja,karena memang dalam pengukuran kerja termasuk
pengukuran waktu yang diperlukan untuk penyelesaian tahap pekerjaan.
Dalam melaksanakan tugasnya Kantor Pertanahan
penyelenggara pelayanan publik harus memiliki
sebagai instansi
standar pelayanan dan
dipublikasikan sebagai jaminan adanya kepastian bagi penerima pelayanan.Standar
pelayanan publik merupakan ukuran yang dibakukan dalam penyelenggaraan
pelayanan publik yang wajib ditaati oleh pemberi atau penerima pelayanan.Adapun
ketentuan yang harus diatur dalam standarisasi pelayanan publik minimal meliputi
prosedur pelayanan,waktu penyelesaian,biaya pelayanan termasuk rinciannya,produk
pelayanan yang diberikan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan,penyediaan
sarana dan prasarana penunjang dalam pemberian pelayanan dan kompetensi petugas
dalam pemberian pelayanan.Semua itu dilaksanakan dan dilakukan oleh aparat
pemerintah,dalam hal ini aparat kantor pertanahan dalam rangka memberikan
pelayanan kepada masyarakat di bidang pertanahan dalam usaha untuk menegakkan
hukum pertanahan.
Namun dalam kenyataannya, aparat pertanahan dalam menjalankan tugas dan
memberikan pelayanan kepada masyarakat banyak dipengaruhi oleh adanya sikap
moral dari masyarakat, yang mana dalam pelaksanaan tugasnya
hal ini sangat
mempengaruhi dalam pelaksanaan tugasnya.Perlu adanya perubahan sikap dari
masyarakat sehingga akan merubah sikap moral dari aparat itu sendiri dan dapat
melaksanakan tugasnya dengan penuh rasa tanggung jawab.
3. Faktor Sarana / Fasilitas pendukung
Menurut Soerjono Soekanto ( 1986:37), bahwa Tanpa adanya sarana atau
fasilitas tertentu, maka tidak mungkin penegakan huum akan berlangsung dengan
lancar.Sarana atau fasilitas tersebut,antara lain,mencangkup tenaga manusia yang
berpendidikan dan terampil,organisasi yang baik,peralatan yang memadai, keuangan
yang cukup,dan seterusnya.
Kantor
Pertanahan
Kabupaten
Ngawi
dalam
melaksanakan
tugasnya
memberikan pelayanan kepada masyarakat di bidang pertanahan juga tidak terlepas
dari sarana dan prasarana dalam menunjang kegiatan pekerjaannya. Sarana pelayanan
yang dimaksud adalah segala jenis peralatan,perlengkapan kerja dan fasilitas lain
yang berfungsi sebagai alat utama maupun pembantu dalam pelaksanaan pekerjaan,
dan juga berfungsi sosial dalam rangka kepentingan orang – orang yang sedang
berhubungan dengan kegiatan pelayanan tersebut.
Pelaksanaan Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan Pendaftaran
Tanah Pertama Kali di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi masih memerlukan
sarana dan prasarana yang memadai.Hal ini perlu mendapatkan perhatian terutama
sarana penunjang pelaksanaan kegiatan pendaftaran tanah yang masih kurang
mencukupi bila dikaitkan dengan jumlah permohonan pengajuan pendaftaran tanah
pertama kali yang cukup banyak di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi.
Menurut Moenir (1995:121), Fasilitas
pelayanan juga memegang peranan
penting, yang meliputi fasilitas ruangan,informasi,ruang tunggu,tempat ibadah, kamar
kecil, kantin dan sarana komunikasi.
Ketersediaan fasilitas di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi, prasarana yang
berkaitan dengan tempat pelaksanaan pelayanan pendaftaran tanah untuk lebih
ditingkatkan lagi supaya tercipta suatu kegiatan pelayanan dalam
suasana yang
nyaman sehingga pelaksanaan pelayanan kepada masyarakat dapat terlayani dengan
baik.Untuk lebih meningkatkan kinerja dari aparat yang bertugas dalam melayani
masyarakat dalam pengajuan pendaftaran tanah pertama kali hendaknya baik kepada
aparat atau petugas dengan diberi bekal yang cukup dengan memberikan petunjuk –
petunjuk teknis yang berkaitan dengan pendaftaran tanah dan dilengkapi dengan
sarana yang cukup untuk menunjang kelancaran dalam pelaksaan tugas yang
diembannya.
Dalam rangka untuk meningkatkan kemampuan dan ketrampilan
dari
karyawan dan karyawati yang ada, perlu adanya kbijakan dari atasan dalam hal ini
Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi untuk memberi kesempatan kepada
karyawan karyawati meningkatkan kemampuannya dengan mengikuti pelatihan,
kursus – kursus yang terkait dengan pekerjaannya.Diserati dengan penyediaan
peralatan serta sarana prasarana demi kelancaran dalam pelaksanaan tugas yang
diembanya, sehingga peningkatan pelayanan kepada masyarakat akan dapat
dilaksanakan dengan baik.
4. Faktor Masyarakat,yakni lingkungan dimana hukum berlaku atau diterapkan.
Menurut Esmi Warassih (2005: 26),Manusia di dalam hidupnya selalu
mempunyai kebutuhan – kebutuhan atau kepentingan – kepentingan yang hendak
dipenuhinya.Namun tidak semua manusia mempunyai kebutuhan atau kepentingan
yang sama,melainkan kadang berbeda,dan bahkan tidak jarang pula bertentangan
satu dengan yang lain.Di lain pihak disadari pula bahwa
terpenuhinya suatu
kebutuhan manusia amat tergantung pada manusia lainnya.Bahkan pemenuhan
kebutuhan manusia dapat diselenggarakan
di dalam masyarakat yang tertib dan
aman.
Dalam keterkaitannya dengan tanah, bahwa perkembangan masyarakat yang
begitu pesat dengan jumlah tanah yang relatif tetap, maka permasalahan di bidang
pertanahan merupakan permasalahan yang sangat mendasar dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara.Dalam Undang – Undang Dasar 1945 pasal 3 ayat (3) telah
digariskan bahwa bumi,air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
dipergunakan untuk sebesar – besar kemakmuran rakyat.Undang – Undang Pokok
Agraria,sebagai peraturan
dasar yang menjadi acuan dari keberadaan berbagai
peraturan perundangan bidang pertanahan juga mengakui prinsip – prinsip yang
menggariskan bahwa negara mejamin hak – hak masyarakat atas tanahnya dan
memberikan pengakuan atas hak – hak atas tanah yang ada di masyarakat.
Pelaksanaan pelayanan pensertipikatan hak atas tanah untuk pendaftaran tanah
pertama kali di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku yaitu berdasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 24
Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Pendaftaran tanah merupakan rangkaian
kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus menerus,berkesinambungan
dan teratur,meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan dan penyajian serta
pemeliharaan data fisik dan data yuridis,dalam bentuk peta dan daftar,mengenai
bidang –bidang tanah dan satuan – satuan rumah susun,termasuk pemberian surat
tanda bukti haknya bagi bidang – bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik
atas satuan rumah susun serta hak – hak tertentu yang membebaninya.
Pendaftaran tanah untuk pertama kali adalah merupakan kegiatan pendaftaran
tanah yang dilakukan terhadap obyek pendaftaran tanah yang belum didaftar
berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961
tentang Pendaftaran
Tanah.Pelaksanaan pendaftaran tanah untuk pertama kali terbagi menjadi 2 (dua)
yaitu
pendaftaran
tanah
secara
sistematik
sporadik.Pendaftaran tanah pertama kali
dan
pendaftaran
tanah
secara
secara sistematik adalah kegiatan
pendaftaran tanah untuk pertama kali yang dilakukan secara serentak yang meliputi
semua obyek pendaftaran tanah yang belum didaftar dalam wilayah atau bagian
wilayah suatu desa/kelurahan, sedangkan pendaftaran tanah pertama kali secara
sporadik adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali mengenai satu atau
beberapa obyek pendaftaran tanah dalam wilayah atau bagian wilayah suatu
desa/kelurahan secar individual atau massal.
Pelaksanaan kegiatan pendaftaran tanah
pertama kali yang dilaksanakan di
Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi yaitu pendaftaran tanah
pertama kali secara
sporadik adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali mengenai satu atau
beberapa obyek pendaftaran tanah dalam wilayah atau bagian wilayah suatu
desa/kelurahan secara individual atau massal.
Pelaksanaan pendaftaran tanah yang dilakukan di Kantor Pertanahan Kabupaten
Ngawi sesuai prosedur dan ketentuan yang berlaku.Menurut Louis A.Allen ( dalam
Moenir, 1995:106), bahwa prosedur dibuat atas dasar penelitian di lapangan lebih
dahulu, agar supaya dapat memenuhi keperluan memperlancar mekanisme
kerja.Prosedur merupakan rincian
dinamikanya sistem, begitu pula dalam
pelaksanaaan pengaturan dan pelayanan pendaftaran tanah pertama kali di Kantor
Pertanahan Kabupaten Ngawi mempergunakan ketentuan – ketentuan dan prosedur
yang telah ada.
Untuk pelaksanaan Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan
Pendaftaran Tanah Pertama Kali secara Sporadik melalui Pengakuan Hak/Penegasan
Hak di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
yang berlaku yaitu Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun
2005 tentang Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan Di Lingungan
Badan Pertanahan Nasional.Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi dalam pelaksanaan
kegiatan pelayanan yang berkaitan dengan pendaftaran tanah juga berpedoman pada
ketentuan yang berlaku tersebut.
Dalam rangka untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan dalam
usaha untuk penegakan hukum, bahwa adanya 4 (empat) prinsip yang menjadi bagian
dari keyakinan,dari falsafah dan ideologi Badan Pertanahan Nasional Republik
Indonesia,yaitu:
1). Bahwa pengelolaan pertanahan itu bentuknya apapun ,nanti sesuai dengan
perjalanan kita dan dinamika kehidupan kita,dia pertama – tama berkontribusi
untuk meningkatkan kesejahteraan
rakyat dan sekaligus menjadi mekanisme
untuk membangun sumber – sumber kemakmuran baru bagi rakyat.
2). Bahwa pengelolaan pertanahan harus berkontribusi secara nyata untuk bisa andil
didalam menata kehidupan bersama yang lebih berkeadilan.
3). Pertanahan merupakan pilar penting berdirinya Negara,merupakan pilar penting
dari kehidupan setiap umat manusia dan setiap masyarakat maka pertanahan harus
berkontribusi
berkelanjutan
sustainability
dari
kehidupan
bermasyarakat,berbangsa dan bernegara.
4).
Pertanahan
harus
ikut
berkontribusi
menjamin
terbangunnya
sosial
harmoni,kehidupan bersama yang lebih tentram,yang terhindar dari sengketa –
sengketa dan konflik – konflik terutama yang bersumberkan atas keagrariaan dan
pertanahan.
5. Faktor Budaya Hukum
Dalam kehidupan bermasyarakat fungsi hukum tidak cukup hanya sebagai
kontrol sosial.Fungsi hukum yang diharapkan dewasa ini adalah melakukan usaha
untuk menggerakkan rakyat agar bertingkah laku sesuai dengan cara – cara baru
untuk mencapai suatu tujuan yang dicita – citakan. Untuk bertindak atau
bertingkahlaku sesuai dengan ketentuan hukum inilah perlu ada kesadaran hukum
dari masyarakat, karena faktor tersebut merupakan jembatan yang menghubungkan
antara peraturan – peraturan hukum
dengan tingkah laku anggota – anggota
masyarakat.
Menurut Lawrence M Friedman (dalam Esmi Warassih, 2005:92),bahwa
kesadaran
hukum
masyarakat
terkait
erat
dengan
masalah
budaya
hukum.Dimaksudkan dengan budaya hukum disini adalah berupa kategori nilai –
nilai,pandangan – pandangan serta sikap – sikap yang mempengaruhi bekerjanya
hukum.
Hubungan masyarakat Ngawi dengan Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi,
dalam melaksanakan pengurusan hak atas tanah yang dikuasainya sebagian besar
masyarakat masih mempercayakan pengurusan hak atas tanahnya untuk memperoleh
sertipikat tanah dengan melalui perangkat desa/kelurahan. Pelaksanaan pendaftaran
tanah hendaknya dilakukan oleh pemohon sendiri,namun kenyataannya di masyarakat
lain pelaksanaan pendaftaran tanah diserahkan dan dipasrahkan kepada perangkat
desa/kelurahan atau biro jasa di bidang pertanahan secara keseluruhan baik untuk
kelengkapan berkasnya maupun keuangannya. Momentum ini banyak terjadi di
masyarakat kita, hal ini disebabkan adanya budaya dari masyarakat kita yang masih
punya rasa ewuh pakewuh/ sungkan kepada perangkat desa atau kelurahan, sehingga
mempercayakan pengurusan sertipikat tanahnya secara keseluruhan kepada perangkat
desanya sampai jadi.Banyak juga dari budaya masyarakat kita yang malas atau
enggan bila harus berurusan dengan birokrasi yang menurutnya membutuhkan
tenaga,waktu,biaya yang mahal dan pikiran sehingga memasrahkan segala urusan
yang dihadapinya kepada pihak lain dalam hal ini perangkat desa.Bahkan untuk
warga masyarakat yang berpengalaman juga mempunyai budaya yang banyak terjadi
di masyarakat dengan menyerahkan pengurusan pensertipikatan tanahnya kepada biro
jasa dalam hal ini Notaris/Pejabat Pembuat Akta Tanah yang ada. Di wilayah
Kabupaten Ngawi hal ini juga terjadi baik untuk masyarakat yang menitipkan
pengurusan sertipikat tanahnya kepada perangkat desa biasanya dilakukan oleh
Sekretaris
Desa(
Carik)
,
Kepala
Urusan
Pemerintahan
bahkan
Kepala
Desa/Kelurahan atau kepada Pembantu Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara (
Camat) juga
berperan dalam pengurusan pensertipikatan tanah. Bahkan untuk
masyarakat yang punya kesibukan dengan mempercayakan pengurusan tanahnya
kepada Notaris/ Pejabat Pembuat Akta Tanah yang ada, dalam hal ini Notaris/
Pejabat Pembuat Akta Tanah di Kabupaten Ngawi.
2. Kendala – Kendala Dalam Pelaksanaan Standar Prosedur Operasi Pengaturan
Dan Pelayanan Pendaftaran Tanah Pertama Kali Di Kantor Pertanahan
Kabupaten Ngawi.
Manusia di dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan – kebutuhan atau
kepentingan – kepentingan yang hendak dipenuhinya, namun tidak semua manusia
mempunyai kebutuhan atau kepentingan yang sama,melainkan kadang berbeda,dan
bahkan tidak jarang pula bertentangan satu sama lain.Bahwa terpenuhinya suatu
kebutuhan manusia amat tergantung pada manusia lainnya.Pemenuhan kebutuhan
manusia dapat diselenggarakan di dalam masyarakat yang tertib dan aman.
Menurut Hoebel (dalam Esmi Warassih, 2005:26),adanya 4 (empat) fungsi
dasar hukum,yaitu meliputi:
a. Menetapkan hubungan – hubungan antara para anggota masyarakat dengan
menunjukkan jenis – jenis tigkah laku apa yang diperkenankan dan apa yang
dilarang;
b. Menentukan pembagian kekuasaan dan memerinci siapa saja yang boleh
melakukan paksaan serta siapakah yang harus mentaatinya dan sekaligus
memilihkan sanksi-sanksinya yang tepat dan efektif;
c. Menyelesaiakan sengketa;
d. Memelihara kemapuan masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan kondisi –
kondisi kehidupan yang berubah,yaitu dengan cara merumuskan kembali
hubungan esensial antara anggota – anggota masyarakat.
Dalam setiap usaha untuk
merealisasikan tujuan pembangunan,maka
system hukum itu dapat memainkan peranan sebagai pendukung dan
penunjangnya.Sistem hukum dapat dikatakan efektif bila perilaku – perilaku
manusia di dalam masyarakat sesuai dengan apa yang telah ditentukan di dalam
aturan – aturan hukum yang berlaku. Menurut Paul dan Dias (dalam
Esmi
Warassih, 2005:105) ,mengajukan 5 (lima) syarat yang harus dipenuhi untuk
mengefektifkan sistem hukum,yaitu:
(1). Mudah tidaknya makna aturan – aturan hukum itu untuk ditangkap dan
dipahami;
(2). Luas tidaknya kalangan di dalam masyarakat yang mengetahui isi aturan –
aturan hukum yang bersangkutan;
(3). Effisien dan effektif tidaknya mobilisasi aturan – aturan hukum;
(4). Adanya mekanisme penyelesaian sengketa yang tidak hanya mudah dijangkau
dan dimasuki oleh setiap warga masyarakat,melainkan juga harus cukup
effektif dalam menyelesaikan sengketa – sengketa;
(5). Adanya anggapan dan pengakuan yang merata di kalangan warga
masyarakat bahwa aturan – aturan dan pranata – pranata hukum itu
memang sesungguhnya berdaya kemampuan yang effektif.
Di dalam pelaksanaaan Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan
Pelayanan Pendaftaran Tanah Pertama Kali Di Kantor Pertanahan Kabupaten
Ngawi, banyak ditemukannya adanya beberapa permasalahan dan hambatan
dalam pelaksanaannya yang meliputi staf, informasi, wewenang dan fasilitas,
yang dapat dijelaskan sebagai berikut:
Peranan staf, dalam hal ini
berkaitan dengan kondisi sumberdaya
manusia yang dimiliki organisasi dalam hal ini Kantor Pertanahan Kabupaten
Ngawi. Dalam suatu organisasi dapat melaksanakan tugas dan fungsinya
bilamana didukung oleh sumberdaya manusia yang memadai. Dengan
meningkatkan kemampuan sumberdaya manusia yang dimiliki
melalui
peningkatan ketrampilan kerja dan menambah wawasan dalam pelayanan
pelaksanaan pekerjaan dengan melalui kursus – kursus atau menempuh
pendidikan melalui lembaga – lembaga pendidikan. Diharapkan hasil dari
menempuh ilmu di lembaga pendidikan dan latihan pendidikan/ kursus – kursus
akan dapat meningkatkan kinerjanya sertamenambah kemampuan dalam
bidangnya dalam hal ini di bidang pertanahan,sehingga pelaksanaan pelayanan
di bidang pertanahan
akan menjadi meningkat sesuai harapan masyarakat
dalam usaha untuk menciptakan kepastian hukum di dalam penguasaan dan
pemilikan tanah.
Sesuai dengan pendapat Budi Winarno (2008:181), bahwa staf merupakan
sumber yang paling penting dalam melaksanakan kebijakan.Begitu pula staf
yang ada di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi memegang peranan yang
sangat penting dalam rangka melaksanakan kegiatan pelayanan kepada
masyarakat.Mengenai jumlah staf
yang
ada sangat berpengaruh terhadap
pelaksanaan pelayanan yang dilakukan.Pelayanan yang dilaksanakan secara
lamban dan cenderung tidak efisien, hal ini disebabkan kurangnya kualitas
sumber daya manusia (staf) dan rendahnya motivasi pegawai.Oleh karena itu
perlu dilakukan peningkatan ketrampilan dari staf atau karyawan karyawati
yang ada di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi dengan melalui pelatihan –
pelatihan
atau
kursus
sehingga
akan
menunjang
dalam
pelaksanaan
pekerjaannya.
Begitu pula pentingnya informasi merupakan sumber yang sangat perlu
dalam pelaksanaan suatu kegiatan yang berkaitan dengan bidang pekerjaan
yang dilaksanakan oleh suatu instansi maupun suatu organisasi.Dengan
informasi dalam hal ini berupa
penyuluhan, sosialisasi suatu aturan atau
program – program kerja kepada masyarakat yang harus ditingkatkan
lagi.Informasi mempunyai dua bentuk yaitu informasi mengenai bagaimana
melaksanakan suatu kebijakan.Pelaksana – pelaksana dalam hal ini pegawai –
pegawai kantor pertanahan atau aparat kantor pertanahan mengetahui apa yang
dilakukan dan bagaimana mereka itu harus melaksanakannya.Dengan demikian
pegawai – pegawai tersebut harus diberi informasi atau penyuluhan sehingga
bisa melaksanakan kebijakan yang ada. Dalam kehidupan bermasyarakat perlu
adanya pemberian informasi, terlebih dalam kaitannya yang berhubungan
dengan penyuluhan program atau sosialisasi tentang
pelaksanaan
standar
operasi pelayanan pendaftaran standar operasi pelayanan pendaftaran tanah
pertama kali.
Menurut Lon Fuller (dalam Esmi Warassih, 2005:95), adanya 8 (delapan)
prinsip legalitas,yang harus diikuti dalam membuat hukum,yaitu:
1). Harus ada peraturannya terlebih dahulu.
2). Peraturan itu harus diumumkan secara layak.
3). Peraturan itu tidak boleh berlaku surut.
4). Perumusan peraturan – peraturan itu harus jelas dan terperinci,ia harus dapat
dimengerti oleh rakyat.
5). Hukum tidak boleh meminta dijalankannya hal – hal yang tidak mungkin.
6). Di antara sesama peraturan tidak boleh terdapat pertentangan satu sama
lain.
7). Peraturan – peraturan harus tetap tidak boleh sering diubah – ubah.
8). Harus terdapat kesesuaian antara tindakan – tindakan para pejabat hukum
dan peraturan – peraturan yang telah dibuat.
Sehubungan dengan
standar operasi pelayanan pendaftaran standar
operasi pelayanan pendaftaran tanah pertama kali perlu diperkenalkan dan
disosialisasikan kepada masayarakat, sehingga masyarakat akan menjadi sadar
dan mengerti akan arti pentingnya sertipikat hak atas tanah dan adanya
kesadaran hukum dari masyrakat untuk mensertipikatkan tanahnya dengan tidak
dihantui oleh adanya kekhawatiran serta perasaan yang menganggap bahwa
pelaksanaan pensertipikatan tanah membutuhkan waktu yang lama.Untuk
Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi penyuluhan terkait dengan pelaksanaan
standar prosedur operasi pelayanan pendaftaran tanah tersebut belum
dilaksanakan.
Wewenang.
Salah
satu
kewenangan
penting
dimiliki
aparatur
penyelenggaraan pelayanan publik yaitu kewenangan dalam mengambil suatu
langkah yang harus ditempuh oleh administrator untuk menyelesaikan suatu
kasus tertentu yang tidak atau belum diatur dalam suatu ketentuan
yang
baku.Rendahnya kemampuan birokrasi dalam melakukan sikap mengambil
langkah untuk memutuskan,menunjukkan bahwa birokrasi masih bertindak pada
peraturan yang diterapkan secara kaku.Aparat birokrasi masih terkungkung oleh
berbagai orientasi tehnis prosedural (petunjuk pelaksanaan) dalam memberikan
pelayanan kepada publik.Sikap dan mentalitas dari pegawai – pegawai dalam
melaksanakan pelayanan birokrasi
berimprosasi
sangat lemah dalam berinisiatif dan
dalam memerikan pelayanan kepada masyarakat sehubungan
dengan pekerjaannya dalam hal in pemberian pelayanan kepada masyarakat
dalam pelaksanaan pendaftaran tanah.Akibat dari lemahnya
daya inisiatif
dalam pelayanan menjadikan birokrasi sangat lamban dalam merespon dan
menanggapi
dalam setiap perubahan dan aspirasi yang berkembang dalam
masyarakat,termasuk rendahnya daya inovasi dalam pelayanan kepada
masyarakat.Aparat yang hanya memahami aturan secara kaku dan tekstual
sehingga tidak mampu berinisiatif dan menerjemahkan aturan sesuai dengan
situasi dan kondisi dalam konteks pelayanan kepada masyarakat sehingga
menyebabkan pelaksanaan pelayanan kepada masyarakat menjadi lamban dan
tidak efisien.Berdasarkan pengamatan terlihat masih tingginya ketergantungan
aparat pelayanan pertanahan
kepada Kepala Kantor Pertanahan dalam
pemberian pelayanan pensertipikatan tanah kepada masyarakat. Kondisi
pelayanan seperti ini menunjukkan bahwa keberanian dalam mengambil
sikap dan tindakan dalam pemberian pelayanan oleh aparat di lingkungan
Kantor Pertanahan
belum dilaksanakan. Hal ini terjadi pada saat aparat
pelayanan ketika menemukan atau menemui kasus (permasalahan) lebih
memilih untuk melakukan penundaan pelayanan dan menunggu petunjuk
pimpinan
untuk
memutuskannya..Aparat
pelayanan
Kantor
Pertanahan
Kabupaten Ngawi lebih memilih menunggu keputusan pimpinan untuk
mengkonsultasikan
kasus
pelayanannya
daripada
berinisiatif
untuk
menyelesaikannya sendiri.Inisiatif pemecahan masalah yang dihadapi terlihat
sangat lemah dan sangat tergantung kepada mekanisme petunjuk pelaksanaan
dan petunjuk dari pimpinan.
Fasilitas mencangkup sarana dan prasarana yang dipergunakan dalam
melaksanakan pekerjaan.Fasilitas fisik dapat menciptakan kenyamanan dalam
pelaksanaan
tugas
pelayanan
sehingga
dapat
mempengaruhi
ketepatan,kecepatan dalam dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat
dan meningkatkan motivasi kerja.Sesuai pendapat Budi Winarno bahwa fasilitas
fisik merupakan sumber yang penting dalam pelaksanaan suatu pekerjaan,
dengan kelengkapan sarana dan prasarana yang ada akan dapat menunjang
keberhasilan suatu pekerjaan.
Fasilitas yang ada di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi masih perlu
ditingkatkan lagi, hal ini akan dapat menunjang pelaksanaan pekerjaan yang
ada.Sarana dan prasarana yang ada masih kurang lengkap dan perlu untuk
ditingkatkan lagi.
Berdasarkan pada uraian pelaksanaan standar prosedur operasi dan
pelayanan pendaftaran tanah pertama kali di Kantor Pertanahan Kabupaten
Ngawi adanya beberapa kendala yang meliputi Undang –undang dan
peraturannya,Penegak
hukumnya
(sumber
daya
manusi),
sarana
atau
fasilitas,masyarakat,budaya hukum.
3. Solusi Mengatasi Kendala Dalam Pelaksanaan SPOPP Pendaftaran Tanah Pertama
Kali Di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi .
Solusi yang dilakukan dalam mengatasi kendala – kendala yang ada berkaitan
dengan pelaksanaan Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun
2005 tentang Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan Pertanahan,
dalam hal ini kaitannya dengan pelayanan pendaftaran tanah pertama kali di Kantor
Pertanahan Kabupaten Ngawi, meliputi:
1. Melaksanakan kebijakan
dengan baik dalam rangka mewujudkan Good
Governance.
2. Peningkatan sumber daya,dalam hal ini sumberdaya manusia (pegawai Kantor
Peratanahan Kabupaten Ngawi) dan pemanfaatan dan penggunaan sumberdaya
lainnya ( peralatan – peralatan kantor).
3. Pelaksanaan penyuluhan hukum di bidang pertanahan perlu ditingkatkan.
4.
Pelaksanaan pengawasan terhadap kinerja dari aparat Kantor Pertanahan
Kabupaten Ngawi.
5.
Meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap kinerja Kantor Pertanahan
Kabupaten Ngawi.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Implementasi Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan Pendaftaran
Tanah Pertama Kali Di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi, belum
dapat
dilaksanakan dengan baik, karena:
a. Hukum/Undang –Undang dan Peraturannya ,dalam hal ini Keputusan Kepala
Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2005,belum dilaksanakan secara
baik karena didalamnya tidak terdapat sanksi secara tegas.
b. Penegak Hukum,dalam menjalankan tugasnya aparat pertanahan belum dapat
menegakkan hukum
secara baik , hal ini dapat terlihat dalam pemberian
pelayanan kepada masyarakat terkait dengan pelaksanaan pendaftaran tanah
pertama kali meskipun sudah adanya ketentuan – ketentuan yang berlaku dalam
penegakan hukum masih diperlukan adanya perubahan sikap moral dari aparat
pertanahan dan masyarakat.
c. Sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum, di Kantor Pertanahan
Kabupaten Ngawi
masih sangat terbatas, terutama yang berkaitan dengan
pengadaan komputer yang saat ini sangat diperlukan dalam rangka untuk
mempercepat dan memperlancar pelayanan kepada
masyarakat.Tuntutan pelayanan di bidang pertanahan juga tidak terlepas dari
penyediaan sarana dan prasarana untuk menunjang kegiatan pekerjaannya,serta
perlu adanya peningkatan ketrampilan dan kemapuan dari aparat Kantor
Pertanahan Kabupaten Ngawi.
d. Masyarakat,
dalam kegiatan pelayanan kepada masyarakat di bidang
pertanahan belum dilaksanakan dengan baik, terutama dalam rangka
pendaftaran tanah pertama kali adanya tuntutan dari masyarakat pelayanan yang
baik.Hal ini perlu dimaklumi karena kegiatan penyuluhan hukum di bidang
pertanahan kepada masyarakat masih sangat kurang.
e. Budaya hukum, Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi dalam rangka untuk
memberikan pelayanan pertanahan yang baik kepada masyarakat
selalu
berusaha untuk merubah pola kerjanya, namun dengan keterbatasan sarana dan
prasarana yang ada sehingga pelaksanaannya belum dapat dilakukan dengan
baik.Peran masyarakat juga sangat diperlukan dalam peningkatan pelayanan di
bidang pertanahan terutama yang berkaitan dengan pendaftaran tanah,sebagian
besar masyarakat masih mempercayakan pengurusan penseripikatan tanahnya
melalui pihak lain.
2. Kendala – kendala dalam pelaksanaan standar prosedur operasi pengaturan dan
pelayanan pendaftaran tanah pertama kali di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi
:
a. Kurang pahamnya aparat pertanahan terhadap penyusunan hukum/undang –
undang dan peraturannya, serta kurangnya sosialisasi peraturan yang ada.
b. Pelaksanaan penerapan peraturan - peraturan yang ada dalam rangka penegakan
hukum belum dilaksanakan dengan baik.
c. Sarana/fasilitas yang mendukung dalam pelaksanaan peraturan terkait dengan
standar prosedur operasi pengaturan dan pelayanan pendaftaran tanah pertama
kali di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi masih sangat kurang.
d. Masyarakat,terkait dengan percepatan pelayanan kepada masyarakat di bidang
pertanahan, masih kurang siapnya aparat Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi.
e. Budaya hukum, dalam pemberian pelayanan kepada masyarakat terkait dengan
pendaftaran tanah pertama kali , masih terdapatnya pola lama yang sulit untuk
dihilangkan.Hal ini perlu adanya kesadaran dari kedua belah pihak baik dari
masyarakat (pemohon ) dan aparatnya sendiri.
3. Solusi yang dilakukan dalam mengatasi
kendala dalam pelaksanaan Standar
Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan Pertanahan, dalam hal ini kaitannya
dengan pelayanan pendaftaran tanah pertama kali di Kantor Pertanahan Kabupaten
Ngawi, meliputi:
a. Meningkatkan pemahaman hukum/undang – undang, peraturan –peraturan yang
berlaku.
b. Penegak Hukum, untuk penegak hukum diharapkan untuk melaksanakan bidang
tugasnya dengan baik dan secara profesional.
c. Sarana/Fasilitas pendukung untuk dipenuhi dalam rangka peningkatan pelayanan
kepada masyarakat.
d.
Masyarakat, dengan terpenuhinya tuntutan masyarakat dalam pelayanan di
bidang pertanahan akan menambah kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan
pertanahan.
e. Budaya hukum, perubahan terhadap pola pelayanan pertanahan dengan pola lama
menuju pola kerja pelayanan yang berubah kearah yang lebih baik lagi.
B. Implikasi
1. Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh dalam penelitian ini, dapat diketahui
bahwa
Implementasi Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan
Pendaftaran Tanah Pertama Kali Di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi untuk
dapat lebih ditingkatkan lagi. Pelaksanaan penegakan hukum yang dilakukan oleh
aparat Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi masih perlu ditingkatkan lagi, serta
perlu ditingkatkannya lagi kesadaran dari aparat Kantor Pertanahan Kabupaten
Ngawi dalam pemanfaatan sarana/fasilitas yang ada terkait dengan pelaksanaan
ketentuan/peraturan
Tuntutan
dalam rangka pemberian pelayanan kepada masyarakat.
masyarakat terhadap percepatan pelayanan pertanahan untuk segera
dilaksanakan
terutama yang berkaitan dengan pendaftaran tanah pertama
kali.Budaya hukum yang terjadi segera untuk dirubah dengan merubah pola kerja
yang lama dengan menyesuaikan perkembangan pola kerja yang sesuai dengan
tuntutan masyarakat sekarang.
2. Untuk mengatasi kendala – kendala dalam pelaksanaan pelaksanaan standar
prosedur operasi pengaturan dan pelayanan pendaftaran tanah pertama kali di
Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi
yaitu meningkatkan pemahaman hukum
/undang – undang dan peraturan yang ada, meningkatkan pengetahuan dan
menerapkan peraturan – peraturan kepada penegak hukum dalam rangka
pelaksanaan
kegiatan yang terkait dengan penegakan hukum,pemanfaatan dan
penggunaaan sarana/fasilitas pendukung yang tersedia dalam rangka melaksanakan
tuntutan masyarakat dalam hal ini peningkatan pelayanan di bidang pertanahan
serta berusaha untuk merubah pola kerja yang lama dalam pelayanan kepada
masyarakat ke pola kerja yang baru sehingga pelayanan di bidang pertanahan
terutama yang terkait dengan pelaksanaan pendaftaran tanah pertama kali dapat
secara baik.
3.
Pemahaman terhadap hukum/undang – undang dan peraturannya dilaksanakan
sesuai dengan
melaksanakan
ketentuan yang berlaku, kepada penegak hukum untuk dapat
tuganya
dengan
baik,serta
pemanfaatan
dan
penggunaan
sarana/fasilitas pendukung yang ada dengan baik dalam peningkatan pelayanan
kepada masyarakat yang menuntut adanya percepatan pelayanan di bidang
pertanahan serta perubahan pola kerja lama dari aparat pertanahan dalam pemberian
pelayanannya sehingga akan tercipta kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan
Kantor Pertanahan.
C. Saran - saran
Saran - saran yang penulis ajukan adalah untuk dapat terlaksananya Standar
Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan Pendaftaran Tanah Pertama Kali Di
Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi adalah sebagai berikut:
1. Perlunya Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi untuk mengadakan penyuluhan
hukum pertanahan, sosialisasi mengenai peraturan dan ketentuan
yang
berkaitan dengan bidang pertanahan sehingga akan dapat meningkatkan
pelayanan di bidang pertanahan.
2. Peningkatan kinerja dari sumberdaya manusia yang ada di Kantor Pertanahan
Kabupaten Ngawi, dalam hal ini peningkatan kemampuan dan ketrampilan dari
aparat pertanahan dengan mengikuti pendidikan dan pelatihan serta kursus –
kursus yang ada hubungannya dengan pelaksanaan tugas di bidang pertanahan.
3.
Dalam rangka terlaksananya program kerja dan peningkatan kinerja dalam
pemberian pelayanan kepada masyarakat di bidang pertanahan perlu diusulkan
anggaran dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran yang memadai..
Download