VI. SIMPLISIA RHIZOME/RIMPANG Istilah empon-empon berasal dari bahasa jawa. Asal katanya adalah empu yang berarti rimpang induk atau akar tinggal. Kata ini digunakan untuk menyebut kelompok tanaman yang mempunyai rimpang atau akar tinggal tanaman yang termasuk kelompok ini umumnya adalah tanaman yang bias dimanfaatkan untuk pengobatan tradisional dan bumbu-bumbu masakan. Sehubungan dengan kemajuan zaman, kini penggunaan empon-empon meluas dalam industri makanan, minuman, kosmetika,bahan warna, dan untuk diambil minyak asirinya. Penggolongan nama empon-empon tidak dilakukan berdasarkan klasifikasi ilmiah tertentu. Nama-nama tersebut lebih merujuk kepada penggolongan tanaman tertentu yang dilakukan oleh masyarakat Jawa, meskipun jenisnya didominasi oleh tanaman famili Zingiberaceae. Masih banyak tanaman lain dari Zingiberaceae yang tergolong dalam emponempon, misalnya bunga kana yang tidak dimanfaatkan rimpangnya. Dari sekitar 283 jenis tanaman obat, ada 12 jenis tanaman yang paling sering dipakai. Dua belas jenis tanaman itu ialah temu lawak, jahe, lempuyang gajah, cabe jawa, kedawung, lengkuas, lempuyang wangi, kencur, pula sari, kunyit, bangle dan adas. Temu-temuan dan empon-empon mendominasi jenis-jenis tanaman obat di atas. Oleh sebab itu, temu-temuan dan empon-empon perlu dimasyarakatkan dan dikembangkan. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Kunyit (Curcuma domestica ) Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Jahe (Zingiber officinale Roxb.) Kencur (Kaempferia galanga L.) Bangle (Zingiber purpureum Roxb.) Kunci pepet (Kaempferia rotunda L.) Lempuyang (Zingiber spp.) Lengkuas (Alpinia galanga (L.) Sw) Temu hitam (Curcuma aeruginosa Roxb.) Temu kunci (Boesenbergia pandurata Roxb.) 1 2 Temu mangga (Curcuma mangga Val.) Teratai (Nelumbium nelumbo Druce) KUNYIT ( Curcuma domestica Val. ) Gambar 7. Kunyit (Curcuma domestica Val.) Klasifikasi Tanaman Divisio : Spermatophyta Sub-diviso : Angiospermae Kelas : Monocotyledoneae Ordo : Zingiberales Famili : Zingiberaceae Genus : Curcuma Species : Curcuma domestica Val. Nama • Daerah : Jawa : kunyir, koneng, koneng temen, kunir, kunir bentis, temu kuning, konye, temo koneng. Kalimantan : kunit, janar, henda, kunyit, cahang, dio, kalesiau. Sumatera : kakunye, kunyet, kuning, hunik, unik, odil, ondil, kondin, under, kunyit, kunyir, jiten. Nusa Tenggara: kunyik, huni kaungi, wingir, winguru, dingira, hingiro, kunita, kunyi, konyi, wingira, kewunyi, kuneh, guni, kuma, kumoh, kunik, unik, hunik, kunir. Sulawesi : uinida, kuni, hamu, alawahu, kolalagu, pagidon, uni, kunyi, unyi, nuyik. Maluku : kurlai, lulu malai, ulin, tum, unin, ina, kunin, uni, unine, one, enelo, kumino, union, uninun, kunine, kunino, uni henal, kone, konik, kuni, kon, gurati, gulati, gogohiki, guraci. Irian : rame, kandeifu, nikwai, mingguai, yau • Asing : Turmeric Deskripsi Tanaman Kunyit merupakan tanaman obat berupa semak dan bersifat tahunan (perenial) yang tersebar di seluruh daerah tropis. Tanaman kunyit tumbuh subur dan liar disekitar hutan/bekas kebun. Diperkirakan berasal dari Binar pada ketinggian 13001600 m dpl, ada juga yang mengatakan bahwa kunyit berasal dari India. Kata Curcuma berasal dari bahasa Arab Kurkum dan Yunani Karkom. Pada tahun 77-78 SM, Dioscorides menyebut tanaman ini sebagai Cyperus menyerupai jahe, tetapi pahit, kelat, dan sedikit pedas, tetapi tidak beracun. Tanaman ini banyak dibudidayakan di Asia Selatan khususnya di India, Cina Selatan, Taiwan, Indonesia (Jawa), dan Filipina. Tanaman kunyit tumbuh bercabang dengan tinggi 40-100 cm. Batang merupakan batang semu, tegak, bulat, membentuk rimpang dengan warna hijau kekuningan dan tersusun dari pelepah daun (agak lunak). Daun tunggal, bentuk bulat telur (lanset) memanjang hingga 10-40 cm, lebar 8-12,5 cm dan pertulangan menyirip dengan warna hijau pucat. Berbunga majemuk yang berambut dan bersisik dari pucuk batang semu, panjang 10-15 cm dengan mahkota sekitar 3 cm dan lebar 1,5 cm, berwarna putih/kekuningan. Ujung dan pangkal daun runcing, tepi daun yang rata. Kulit luar rimpang berwarna jingga kecoklatan, daging buah merah jingga kekuningkuningan. Syarat Tumbuh Tanaman kunyit dapat tumbuh baik pada daerah yang memiliki intensitas cahaya penuh atau sedang, sehingga tanaman ini sangat baik hidup pada tempat-tempat terbuka atau sedikit naungan. Pertumbuhan terbaik dicapai pada daerah yang memiliki curah hujan 1000-4000 mm/tahun. Bila ditanam di daerah curah hujan < 1000 mm/tahun, maka sistem pengairan harus diusahakan cukup dan tertata baik. Tanaman ini dapat dibudidayakan sepanjang tahun. Pertumbuhan yang paling baik adalah pada penanaman awal musim hujan. Suhu udara yang 0 optimum bagi tanaman ini antara 1930 C. Kunyit tumbuh subur pada tanah gembur, pada tanah yang dicangkul dengan baik akan menghasilkan umbi yang berlimpah. Jenis tanah yang diinginkan adalah tanah ringan dengan bahan organik tinggi, tanah lempung berpasir yang terbebas dari genangan air/sedikit basa. Kunyit tumbuh baik di dataran rendah (mulai < 240 m dpl) sampai dataran tinggi (> 2000 m dpl). Produksi optimal + 12 ton/ha dicapai pada ketinggian 45 m dpl. Budidaya Tanaman Persiapan Lahan Lokasi penanaman dapat berupa lahan tegalan, perkebunan atau pekarangan. Penyiapan lahan untuk kebun kunyit sebaiknya dilakukan 30 hari sebelum tanam. Tanah dicangkul pada kedalaman 20-30 cm kemudian diistirahatkan selama 1-2 minggu agar gas-gas beracun yang ada dalam tanah menguap dan bibit penyakit/hama yang ada mati karena terkena sinar matahari. Lahan kemudian dibedeng dengan lebar 60-100 cm dan tinggi 25-45 cm dengan jarak antar bedengan 30-50 cm. Untuk mempertahankan kegemburan tanah, meningkatkan unsur hara dalam tanah, drainase, dan aerasi yang lancar, dilakukan dengan menaburkan pupuk dasar (pupuk kandang) ke dalam lahan/dalam lubang tanam dan dibiarkan 1 minggu. Tiap lubang tanam membutuhkan pupuk kandang 2,5-3 kg. Pembibitan Bibit kunyit yang baik berasal dari pemecahan rimpang, karena lebih mudah tumbuh. Syarat bibit yang baik : berasal dari tanaman yang tumbuh subur, segar, sehat, berdaun banyak dan hijau, kokoh, terhindar dari serangan penyakit; cukup umur/berasal dari rimpang yang telah berumur > 7-12 bulan; bentuk, ukuran, dan warna seragam; memiliki kadar air cukup; benih telah mengalami masa istirahat (dormansi) cukup; terhindar dari bahan asing (biji tanaman lain, kulit, kerikil). Rimpang bahan bibit dipotong agar diperoleh ukuran dan dengan berat yang seragam serta untuk memperkirakan banyaknya mata tunas/rimpang. Bekas potongan ditutup dengan abu dapur/sekam atau merendam rimpang yang dipotong dengan larutan fungisida (benlate dan agrymicin) guna menghindari tumbuhnya jamur. Tiap potongan rimpang maksimum memiliki 1-3 mata tunas, dengan berat antara 20-30 gram dan panjang 3-7 cm. Pertumbuhan tunas rimpang kunyit dapat dirangsang dengan cara: menganginanginkan rimpang di tempat teduh atau lembab selama 1-1,5 bulan, dengan penyiraman 2 kali sehari (pagi o dan sore hari). Bibit tumbuh baik bila disimpan dalam suhu kamar (25-28 C). Selain itu o menempatkan rimpang diantara jerami pada suhu udara sekitar 25-28 C. dan merendam bibit pada larutan ZPT (zat pengatur tumbuh) selama 3 jam. ZPT yang sering digunakan adalah larutan atonik (1 cc/1,5 liter air) dan larutan G-3 (500-700 ppm). Rimpang yang akan direndam o larutan ZPT harus dikeringkan dahulu selama 42 jam pada suhu udara 35 C. Jumlah anakan atau berat rimpang dapat ditingkatkan dengan jalan direndam pada larutan pakloburazol sebanyak 250 ppm. Bibit yang telah siap lalu ditempatkan pada persemaian, dimana rimpang akan muncul tunas telah tanaman berumur 1-1,5 bulan. Setelah tunas tumbuh 2-3 cm maka rimpang sudah dapat ditanam di lahan. Pemindahan bibit yang telah bertunas harus dilakukan secara hati-hati guna menghindari agar tunas yang telah tumbuh tidak rusak. Bila ada tunas/akar bibit yang saling terkait maka akar tersebut dipisahkan dengan hati-hati lalu letakkan bibit dalam wadah tertentu untuk memudahkan pengangkutan bibit ke lokasi lahan. Jika jarak antara tempat pembibitan dengan lahan jauh maka bibit perlu dilindungi agar tetap lembab dan segar ketika tiba di lokasi. Selama pengangkutan, bibit yang telah bertunas jangan ditumpuk. Penanaman Kebutuhan bibit kunyit/hektar lahan adalah 0,50-0,65 ton. Maka diharapkan akan diperoleh produksi rimpang sebesar 20-30 ton/ha. Bibit kunyit yang telah disiapkan kemudian ditanam ke dalam lubang berukuran 5-10 cm dengan arah mata tunas menghadap ke atas. Tanaman kunyit ditanam dengan dua pola, yaitu penanaman di awal musim hujan dengan pemanenan di awal musim kemarau (7-8 bulan) atau penanaman di awal musim hujan dan pemanenan dilakukan dengan dua kali musim kemarau (12-18 bulan). Kedua pola tersebut dilakukan pada masa tanam yang sama, yaitu pada awal musim penghujan. Perbedaannya hanya terletak pada masa panennya. Lubang tanam dibuat di atas bedengan/petakan dengan ukuran lubang 30 x 30 cm dengan kedalaman 60 cm. Jarak antara lubang adalah 60 x 60 cm. Teknik penanaman dengan perlakuan stek rimpang dalam nitro aromatic sebanyak 1 ml/liter pada media yang diberi mulsa ternyata berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan vegetatif kunyit, sedangkan penggunaan zat pengatur tumbuh IBA (indolebutyric acid) sebanyak 200 mg/liter pada media yang sama berpengaruh nyata terhadap pembentukan rimpang kunyit. Masa tanam kunyit yaitu pada awal musim hujan sama seperti tanaman rimpang-rimpangan lainnya. Hal ini dimungkinkan karena tanaman muda akan membutuhkan air cukup banyak untuk pertumbuhannya. Walaupun rimpang tanaman ini nantinya dipanen muda yaitu 7 – 8 bulan tetapi pertanaman selanjutnya tetap diusahakan awal musim hujan. Pemeliharaan Tanaman Apabila ada rimpang kunyit yang tidak tumbuh atau pertumbuhannya buruk, maka dilakukan penanaman susulan (penyulaman) rimpang lain yang masih segar dan sehat. Tanaman kunyit termasuk tanaman tidak tahan air. Oleh sebab itu drainase dan pengaturan pengairan perlu dilakukan secermat mungkin, agar tanaman terbebas dari genangan air sehingga rimpang tidak membusuk. Perbaikan drainase baik untuk melancarkan dan mengatur aliran air serta sebagai penyimpan air di saat musim kemarau. Penyiangan dan pembumbunan perlu dilakukan untuk menghilangkan rumput liar (gulma) yang mengganggu penyerapan air, unsur hara dan mengganggu perkembangan tanaman. Kegiatan ini dilakukan 3-5 kali bersamaan dengan pemupukan dan penggemburan tanah. Penyiangan pertama dilakukan pada saat tanaman berumur ½ bulan dan bersamaan dengan ini maka dilakukan Pembumbunan guna merangsang rimpang agar tumbuh besar dan tanah tetap gembur. Seperti halnya tanaman rimpang lainnya, pada kunyit pekerjaan Pembumbunan ini diperlukan untuk menimbun kembali daerah perakaran dengan tanah yang melorot terbawa air. Pembumbunan bermanfaat untuk memberikan kondisi media sekitar perakaran lebih baik sehingga rimpang akan tumbuh subur dan bercabang banyak. Pembumbunan biasanya dilakukan setelah kegiatan penyiangan dan biasanya dilakukan secara rutin setiap 3 – 4 bulan sekali. Pemupukan dapat menggunakan pupuk organik maupun pupuk buatan. Pemupukan Organik dengan menggunakan pupuk kandang. Pupuk kandang dapat meningkatkan jumlah anakan, jumlah daun, dan luas area daun kunyit secara nyata. Kombinasi pupuk kandang sebanyak 45 ton/ha dengan populasi kunyit 160.000/ha menghasilkan produksi sebanyak 29,93 ton/ha. Untuk pemupukan konvensional selain pupuk dasar (pada awal penanaman), tanaman kunyit perlu diberi pupuk susulan kedua (pada saat tanaman berumur 2-4 bulan). Pupuk dasar yang digunakan adalah pupuk organik 15-20 ton/ha. Pemupukan tahap kedua digunakan pupuk kandang dan pupuk buatan (urea 20 gram/pohon; TSP 10 gram/pohon; dan ZK 10 gram/pohon), serta K2O (112 kg/ha) pada tanaman yang berumur 4 bulan. Dengan pemberian pupuk ini diperoleh peningkatan hasil sebanyak 38% atau 7,5 ton rimpang segar/ha. Pemupukan juga dilakukan dengan pupuk nitrogen (60 kg/ha), P2O5 (50 kg/ha), dan K2O (75 kg/ha). Pupuk P diberikan pada awal tanam, pupuk N dan K diberikan pada awal tanam (1/3 dosis) dan sisanya (2/3 dosis) diberikan pada saat tanaman berumur 2 bulan dan 4 bulan. Pupuk diberikan dengan ditebarkan secara merata di sekitar tanaman atau dalam bentuk alur dan ditanam di sela-sela tanaman. Hama penggerek rimpang merupakan hama yang menyukai tunas-tunas yang baru tumbuh. Gejala serangan menunjukkan pada daun tampak kuninng kemudian luruh. Apabila tanaman dibongkar maka rimpang tampak seperti dikerat. Pengendalian hama tersebut dilakukan dengan menggunakan Furadan sesuai dengan dosis anjuran. Pengendalian dapat juga dilakukan secara organic.Dalam pertanian organik yang tidak menggunakan bahan-bahan kimia berbahaya melainkan dengan bahan-bahan yang ramah lingkungan biasanya dilakukan secara terpadu sejak awal pertanaman untuk menghindari serangan hama dan penyakit tersebut yang dikenal dengan PHT (Pengendalian Hama Terpadu) yang komponennya. Panen dan Pascapanen Tanaman kunyit siap dipanen pada umur 8-18 bulan, saat panen yang terbaik adalah pada umur tanaman 11-12 bulan, yaitu pada saat gugurnya daun kedua. Saat itu produksi yang diperoleh lebih besar dan lebih banyak bila dibandingkan dengan masa panen pada umur kunyit 7-8 bulan. Ciri-ciri tanaman kunyit yang siap panen ditandai dengan berakhirnya pertumbuhan vegetatif, seperti terjadi kelayuan/perubahan warna daun dan batang yang semula hijau berubah menjadi kuning (tanaman kelihatan mati). Pemanenan dilakukan dengan cara membongkar rimpang dengan cangkul/garpu. Sebelum dibongkar, batang dan daun dibuang terlebih dahulu. Selanjutnya rimpang yang telah dibongkar dipisahkan dari tanah yang melekat lalu dimasukkan dalam karung agar tidak rusak. Panen kunyit dilakukan dimusim kemarau karena pada saat itu sari/zat yang terkandung didalamnya mengumpul. Pascapanen yang dilakukan adalah dengan mencuci rimpang dari kotoran yang melekat sampai bersih. Selanjutnya rimpang ditiriskan. Untuk membuat simplisia, rimpang diiris setebal 7-8 mm lalu dijemur. Proses pengeringan irisan rimpang dapat dilakukan dengan dijemur di 0 bawah sinar matahari atau dengan alat pengering buatan dengan suhu 50 C. Kandungan Kimia Rimpang kunyit mengandung minyak asiri dengan senyawanya antara lain fellandrene, sabinene, sineol, borneol, zingiberene, curcumene, turmeron, kamfene, kamfor, seskuiterpene, asam kafrilat, asam methoksisinamat, tolilmetil karbinol. Selain itu rimpang kunyit juga mengandung tepung dan zat warna yang mengandung alkaloid kurkumin. Efek Farmakologis dan Hasil Penelitian Bau khas aromatik. Rasa agak pahit, sedikit pedas, sejuk, tidak beracun. Melancarkan darah dan vital energi, menghilangkan sumbatan, peluruh haid (emenagog), anti radang (anti inflamasi), mempermudah persalinan, peluruh kentut, anti bakteri, memperlancar pengeluaran empedu (kolagogum), astringent. Khasiat dan Cara Pemakaian 1. Demam Bahan : rimpang segar 20 gr, air ½ gelas Pemakaian : Rimpang dicuci lalu diparut. Tambahkan ½ gelas air matang, lalu diaduk merata, peras dengan sepotong kain. Air perasannya diminum. Lakukak 2 kali sehari. 2. Dispepsia (perut kembung, nyeri, mual, tidak nafsu makan) Bahan : kunyit 50 g, air 3 sendok Pemakaian : Kunyit dibersihkan lalu diparut. Tambahkan 3 sendok air minum, aduk merata lalu diperas dan disaring. Dibagi untuk 3 kali minum. 3. Keputihan Bahan : kunyit tua 1 ibu jari, larutan air ¾ cangkir, larutan gula jawa secukupnya Pemakaian : Kunyit sebesar ibu jari yang cukup tua setelah dibuang kulitnya, diparut. Tambahkan¾ cangkir larutan air asam dan larutan gula jawa secukupnya, lalu diaduk merata. Peras dengan sepotong kain, minum. Lakukan setiap hari. 4. Menghilangkan bau badan Bahan : kunyit 1 ibu jari, air hangat ¾ cangkir Pemakaian : Kunyit sebesar ibu jari diparut, tambahkan ¾ cangkir air hangat, diaduk merata, lalu disaring, minum. 5. Tekanan darah tinggi Bahan : empu kunyit ½ jari, madu 2 sendok makan Pemakaian : Kunyit dicuci bersih lalu diparut. Tambahkan 1 sendok makan madu, diaduk merata lalu diperas, minum sehari 2-3 kali. TEMULAWAK ( Curcuma xanthorrhiza Roxb. ) Gambar 8. Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Klasifikasi Tanaman Divisi Sub divisi Kelas Ordo Keluarga : Spermatophyta : Angiospermae : Monocotyledonae : Zingiberales : Zingiberaceae Genus : Curcuma Spesies : Curcuma xanthorrhiza Roxb. Nama • Daerah : Sunda : koneng gede Jawa : temulawak Madura : temu labak • Asing : Kiang huang (C), harida, haldi (IP), halud (Bengali), kurkum (Arab), zardcchobacch (Persia), menjal (Tamil), kunong-huyung (Indochina) Deskripsi Tanaman Temulawak merupakan tanaman obat berupa tumbuhan rumpun berbatang semu. Di daerah Jawa Barat temulawak disebut sebagai koneng gede sedangkan di Madura disebut sebagai temu lobak. Kawasan Indo-Malaysia merupakan tempat dari mana temulawak ini menyebar ke seluruh dunia. Saat ini tanaman ini selain di Asia Tenggara dapat ditemui pula di Cina, IndoCina, Bardabos, India, Jepang, Korea, di Amerika Serikat dan Beberapa Negara Eropa. Tanaman terna berbatang semu dengan tinggi hingga lebih dari 1m tetapi kurang dari 2m, berwarna hijau atau coklat gelap. Akar rimpang terbentuk dengan sempurna dan bercabang kuat, berwarna hijau gelap. Tiap batang mempunyai daun 2 – 9 helai dengan bentuk bundar memanjang sampai bangun lanset, warna daun hijau atau coklat keunguan terang sampai gelap, panjang daun 31 – 84cm dan lebar 10 – 18 cm, panjang tangkai daun termasuk helaian 43 – 80cm. Perbungaan lateral, tangkai ramping dan sisik berbentuk garis, panjang tangkai 9 – 23cm dan lebar 4 – 6 cm, berdaun pelindung banyak yang panjangnya melebihi atau sebanding dengan mahkota bunga. Kelopak bunga berwarna putih berbulu, panjang 8 – 13mm, mahkota bunga berbentuk tabung dengan panjang keseluruhan 4.5cm, helaian bunga berbentuk bundar memanjang berwarna putih dengan ujung yang berwarna merah dadu atau merah, panjang 1.25 – 2cm dan lebar 1cm. Syarat Tumbuh Secara alami temulawak tumbuh dengan baik di lahan-lahan yang teduh dan terlindung dari teriknya sinar matahari. Di habitat alami rumpun tanaman ini tumbuh subur di bawah naungan pohon bambu atau jati. Namun demikian temulawak juga dapat dengan mudah ditemukan di tempat yang terik seperti tanah tegalan. Secara umum tanaman ini memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap berbagai cuaca di daerah beriklim tropis. Suhu udara yang baik 0 untuk budidaya tanaman ini antara 1930 C. Tanaman ini memerlukan curah hujan tahunan antara 1.000-4.000 mm/tahun. Perakaran temulawak dapat beradaptasi dengan baik pada berbagai jenis tanah baik tanah berkapur, berpasir, agak berpasir maupun tanah-tanah berat yang berliat. Namun demikian untuk memproduksi rimpang yang optimal diperlukan tanah yang subur, gembur dan berdrainase baik. Dengan demikian pemupukan anorganik dan organik diperlukan untuk memberi unsur hara yang cukup dan menjaga struktur tanah agar tetap gembur. Tanah yang mengandung bahan organik diperlukan untuk menjaga agar tanah tidak mudah tergenang air. Temulawak dapat tumbuh pada ketinggian tempat 5-1.000 m dpl dengan ketinggian tempat optimum adalah 750 m dpl. Kandungan pati tertinggi di dalam rimpang diperoleh pada tanaman yang ditanam pada ketinggian 240 m dpl. Temulawak yang ditanam di dataran tinggi menghasilkan rimpang yang hanya mengandung sedikit minyak atsiri. Tanaman ini lebih cocok dikembangkan di dataran sedang. Budidaya Tanaman Persiapan Lahan Lokasi penanaman dapat berupa lahan tegalan, perkebunan atau pekarangan. Penyiapan lahan untuk kebun temulawak sebaiknya dilakukan 30 hari sebelum tanam. Lahan dibersihkan dari tanaman-tanaman lain dan gulma yang dapat mengganggu pertumbuhan temulawak. Lahan dicangkul sedalam 30 cm sampai tanah menjadi gembur. Lahan dibuat bedengan selebar 120-200 cm, tinggi 30 cm dan jarak antar bedengan 30-40 cm. Selain dalam bentuk bedengan, lahan dapat juga dibentuk menjadi petakan-petakan agak luas yang dikelilingi parit pemasukkan dan pembuangan air, khususnya jika temulawak akan ditanam di musim hujan. Pupuk kandang matang dimasukkan ke dalam lubang tanam sebanyak 1-2 kg. Keperluan pupuk kandang untuk satu hektar kebun adalah 20-25 ton karena pada satu hektar lahan terdapat 20.000-25.000 tanaman. Pembibitan Perbanyakan tanaman temulawak dilakukan menggunakan rimpangnya, baik berupa rimpang induk (rimpang utama) maupun rimpang anakan (rimpang cabang). Keperluan rimpang induk adalah 1.500-2.000 kg/ha dan rimpang cabang sebanyak 500-700 kg/ha. Rimpang untuk bibit diambil dari tanaman tua yang sehat berumur 10 -12 bulan. Untuk penyiapan bibit, tanaman induk dibongkar dan bersihkan akar dan tanah yang menempel pada rimpang. Pisahkan rimpang induk dari rimpang anak. Rimpang induk dibelah menjadi empat bagian yang mengandung 2-3 mata tunas dan dijemur selama 3-4 jam selama 4-6 hari berturut-turut. Setelah itu rimpang dapat langsung ditanam. Simpan rimpang anak yang baru diambil di tempat lembab dan gelap selama 1-2 bulan sampai keluar tunas baru. Penyiapan bibit dapat pula dilakukan dengan menimbun rimpang di dalam tanah pada tempat teduh, meyiraminya dengan air bersih setiap pagi/sore hari sampai keluar tunas. Rimpang yang telah bertunas segera dipotong-potong menjadi potongan yang memiliki 2-3 mata tunas yang siap ditanam. Bibit yang berasal dari rimpang induk lebih baik daripada rimpang anakan. Sebaiknya bibit disiapkan sesaat sebelum tanam agar mutu bibit tidak berkurang akibat penyimpanan. Penanaman Penanaman dilakukan secara monokultur dan lebih baik dilakukan pada awal musim hujan kecuali pada daerah yang memiliki pengairan sepanjang waktu. Fase awal pertumbuhan adalah saat dimana tanaman memerlukan banyak air. Lubang tanam dibuat di atas bedengan/petakan dengan ukuran lubang 30 x 30 cm dengan kedalaman 60 cm. Jarak antara lubang adalah 60 x 60 cm. Untuk penanamannya, satu bibit dimasukkan ke dalam lubang tanam dengan posisi mata tunas menghadap ke atas. Setelah itu bibit ditimbun dengan tanah sedalam 10 cm. Masa tanam temulawak yaitu pada awal musim hujan untuk masa panen musim kemarau mendatang. Penanaman pada di awal musim hujan ini memungkinkan untuk suplai air yang cukup bagi tanaman muda yang memang sangat membutuhkan air di awal pertumbuhannya. Pemeliharaan Tanaman Tanaman yang rusak/mati diganti oleh bibit yang sehat yang merupakan bibit cadangan. Penyiangan rumput liar dilakukan pagi/sore hari yang tumbuh di atas bedengan atau petak bertujuan untuk menghindari persaingan makanan dan air. Peyiangan pertama dan kedua dilakukan pada dua dan empat bulan setelah tanam (bersamaan dengan pemupukan). Selanjutnya penyiangan dapat dilakukan segera setelah rumput liar tumbuh. Untuk mencegah kerusakan akar, rumput liar disiangi dengan bantuan kored/cangkul dengan hati-hati. Pengairan dilakukan secara rutin pada pagi/sore hari ketika tanaman masih berada pada masa pertumbuhan awal. Pengairan selanjutnya ditentukan oleh kondisi tanah dan iklim. Biasanya penyiraman akan lebih banyak dilakukan pada musim kemarau. Untuk menjaga pertumbuhan tetap baik, tanah tidak boleh berada dalam keadaan kering. Kegiatan Pembumbunan perlu dilakukan pada pertanaman rimpang-rimpangan untuk memberikan media tumbuh rimpang yang cukup baik. Pembumbunan dilakukan dengan menimbun kembali area perakaran dengan tanah yang jatuh terbawa air. Pembumbunan dilakukan secara rutin setelah dilakukan penyiangan. Pemupukan dapat menggunakan pupuk organik ataupun pupuk buatan. Pada pertanian organik yang tidak menggunakan bahan kimia termasuk pupuk buatan dan obat-obatan, pemupukan dilakukan dengan menggunakan pupuk kompos organik atau pupuk kandang yang dilakukan lebih sering dibanding kalau kita menggunakan pupuk buatan. Adapun pemberian pupuk kompos organik ini dilakukan pada awal pertanaman pada saat pembuatan guludan sebagai pupuk dasar sebanyak 60 – 80 ton per hektar yang ditebar dan dicampur tanah olahan. Untuk menghemat pemakaian pupuk kompos dapat juga dilakukan dengan jalan mengisi tiap-tiap lobang tanam di awal pertanaman sebanyak 0.5 – 1kg per tanaman. Pupuk sisipan selanjutnya dilakukan pada umur 2 – 3 bulan, 4 – 6 bulan, dan 8 – 10 bulan. Adapun dosis pupuk sisipan sebanyak 2 – 3 kg per tanaman. Pemberian pupuk kompos ini biasanya dilakukan setelah kegiatan penyiangan dan bersamaan dengan kegiatan Pembumbunan. Untuk pemupukan secara buatan (konvensional) dapat dilakukan dengan cara memberikan pupuk dasar yang diberikan saat tanam. Pupuk yang digunakan yaitu SP-36 sebanyak 100 kg/ha yang disebar di dalam larikan sedalam 5 cm di antara barisan tanaman atau dimasukkan ke dalam lubang sedalam 5 cm pada jarak 10 cm dari bibit yang baru ditanam. Larikan atau lubang pupuk kemudian ditutup dengan tanah. Sesaat setelah pemupukan tanaman langsung disiram untuk mencegah kekeringan tunas. Pemupukan susulan dilakukan pada waktu tanaman berumur dua bulan. Tanaman dipupuk dengan pupuk kandang sebanyak 0,5 kg/tanaman (10-12,5 ton/ha), 95 kg/ha urea dan 85 kg/ha KCl. Pupuk diberikan kembali pada waktu umur tanaman mencapai empat bulan berupa urea dan KCl dengan dosis masing-masing 40 kg/ha. Pupuk diberikan dengan cara disebarkan merata di dalam larikan pada jarak 20 cm dari pangkal batang tanaman lalu ditutup dengan tanah. Panen dan Pascapanen Rimpang dipanen dari tanaman yang telah berumur 9-10 bulan. Tanaman yang siap panen memiliki daun-daun dan bagian tanaman yang telah menguning dan mengering, memiliki rimpang besar dan berwarna kuning kecoklatan. Pemanenan dilakukan dengan cara menggali tanah yang terdapat disekitar rumpun dan rumpun diangkat bersama akar dan rimpangnya. Panen dilakukan pada akhir masa pertumbuhan tanaman yaitu pada musim kemarau. Saat panen biasanya ditandai dengan mengeringnya bagian atas tanah. Namun demikian apabila tidak sempat dipanen pada musim kemarau tahun pertama ini sebaiknya dilakukan pada musim kemarau tahun berikutnya. Pemanenan pada musim hujan menyebabkan rusaknya rimpang dan menurunkan kualitas rimpang sehubungan dengan rendahnya bahan aktif karena lebih banyak kadar airnya. Pascapanen yang dilakukan adalah dengan mencuci rimpang dari kotoran yang melekat sampai bersih. Selanjutnya rimpang ditiriskan. Untuk membuat simplisia, rimpang diiris setebal 7-8 mm lalu dijemur. Proses pengeringan irisan rimpang dapat dilakukan dengan dijemur di 0 bawah sinar matahari atau dengan alat pengering buatan dengan suhu 50 C. Kandungan Kimia Rimpang mengandung minyak asiri antara lain terdiri dari mirsen, p-toluil metil karbinol, kurkumin, desmetoksi kurkumin, bidesmetil kurkumin, felandren, sabinen, sineol, borneol, zingiberen, turmeron, atlanton, artumeron, ksantorizol, dan germakron. Efek Farmakologis dan Hasil Penelitian 1 Ekstrak air temulawak dapat menurunkan kadar kolesterol total dan trigliserida darah kelinci dalam keadaan hiperlipidemia, tetapi tidak berpengaruh pada HDL kolesterol. (Abdul Naser, jurusan Farmasi FMIPA, UNPAD, 1987). 2 Kurkuminoid temulawak dapat menurunkan kadar kolesterol total trigliserida darah kelinci dalam keadaan hiperlipidemia. Peningkatan kadar HDL kolesterol hanya berpengaruh pada pemberian 20 mg kurkuminoid (Pramadhia Budhidjaya, Jurusan Farmasi FMIPA, UNPAD, 1988). 3 Pemberian kurkuminoid temulawak pada kelinci berbobot 1,5-2,5 kg, dengan dosis 5, 10, 15, 20, dan 25 mg/ekor, peroral, setiap hari selama 42 hari. Pada semua dosis, kurkuminoid dapat menurunkan kadar kolesterol total dan bilirubin total, serta menaikkan kadar asam empedudarah kelinci. (Robert Edward Aritonang, Jurusan Farmasi-FMIPA, UNPAD, 1988). 4 Infus rimpang temulawak 5, 10 dan 20% dapat meningkatkan daya regenerasi sel hati secara nyata disbanding kontrol pada tikus putih jantan yang dirusak sel hatinya dengan 1,25 ml karbon tetraklorida/kg bb, peroral. (Setiawan Angtoni, Fakultas Farmasi-UBAYA, 1991). 5 Ekstrak air temulawak 10% b/v dengan dosis 6,8 dan 10 ml/hari dapat menurunkan kadar SGOT dan SGPT darah kelinci yang terinfeksi virus hepatitis B, tetapi tidak berpengaruh terhadap virus hepatitis B. (Sumiati Yuningsih, Jurusan Farmasi FMIPA, UNPAD, 1987). 6 Kurkuminoid temulawak dengan dosis 10, 15 dan 20 mg/hari dapat menurunka kadar SGOT dan SGPT, serta menaikkan kadar ChE darah kelinci keadaan hepatotoksik (Tavip Budiawan, Jurusan Farmasi FMIPA UNPAD, 1988). 7 Minyak asiri temulawak jenuh dalam dapar “KREBS”, akan menghambat penyerapan glukosa dalam usus halus tikus dan bersifat reversible (Endah Primawati, Jurusan Farmasi FMIPA UNPAD, 1987). 8 Kurkuminoid temulawak dapat meningkatkan penyerapan glukosa di usus halus tikus. Penyerapan ini juga bersifat reversible (Karta, Jurusan Farmasi FMIPA UNPAD, 1987). 9 Campuran kurkuminoid dan minyak asiri menghambat penyerapan glukosa pada mencit. Ikatan keduanya juga reversible (Eli Halimah, Jurusan Farmasi FMIPA UNPAD, 1987). 10 Infus rimpang temulawak 20% dan 40% dapat menambah produksi air susu mencit secara nyata disbanding dengan kontrol. Terdapat perbedaan yang nyata antara pemberian infus 20% dan 40%. Infus diberikan pada induk mencit dan produksi susu diukur dengan cara menilai perbedaan berat anak mencit sebelum dan sesudah menyusui (Clara Maria Limono, FF UBAYA, 1990). Khasiat dan Cara Pemakaian 1. Mengobati bau badan yang kurang sedap Bahan : Rimpang temulawak 1 buah, air 1 l Pemakaian : Rimpang diparut dan direbus dengan air I l. Dinginkan terlebih dahulu sebelum diminum. 2. Membersihkan darah Rimpang temulawak diiris tipis-tipis, lalu dijemur hingga kering. Rimpang ini diseduh dengan air hangat, kemudian diminum seperti the. Agar tidak terlalu pahit, sewaktu meminumnya dapat dicampur dengan gula merah. 3.Penyakit kuning, demam malaria, sembelit, serta memperbanyak ASI Rimpang diparut dan diperas airnya, kemudian diminum. Dapat juga dengan minum air rebusan rimpang temulawak yang kering. 4. Badan letih Bahan : Rimpang temulawak 50 g Pemakaian : Rimpang dibersihkan dan diparut sampai halus, lalu ditambahkan air secukupnya. Kemudian direbus. Setelah air mendidih, didinginkan, lalu diminum. Lakukan hal ini 2 kali sehari, cukup 1 gelas. Bila perlu dapat ditambahkan madu atau air gula aren agar ramuan lebih enak dan berkhasiat. JAHE (Zingiber officinale Roxb.) Gambar 9. Jahe (Zingiber officinale Roxb.) Klasifikasi Tanaman Kingdom : Plantae Divisio Sub divisio Class : Spermatophyta Ordo : Zingiberales Family : Zingiberaceae Genus : Zingiber Species : Zingiber officinale Roxb. : Angiospermae : Monocotyledonae Nama • Daerah : Aceh : halia. Batak Karo : bahing Sumatera Barat : sipadeh, sipodeh Lampung : jahi Jawa : jae Sunda : jahe Madura : jhai Bugis : pese Irian : lali • Asing : Inggris : ginger Cina : chiang p’i khan ciang Spanyol : gengibre Swedia : ingefaera Rusia : imbir Malaysia : halia Arab : sanyabil Italia : zensero Deskripsi Tanaman Ciri umum tanaman jahe adalah tumbuh berumpun. Batang semu, tidak bercabang, berbentuk bulat, tegak, tersusun dari lembaran pelepah daun, berwarna hijau pucat dengan warna pangkal batang kemerahan, tinggi dapat mencapai 1 m. Daun tunggal, terdiri dari upih dan helaian daun, upih daun melekat membungkus batang, helaian daun tumbuh berselang-seling, helaian daun tipis berbentuk lanset, berwarna hijau gelap, tulang daun sangat jelas tersusun sejajar, ujung daun meruncing, dan bagian pangkal membulat. Bunga majemuk, terdiri atas kumpulan bunga yang berbentuk kerucut kecil, warna kelopak putih kekuningan. Buah berbentuk bulat panjang seperti kapsul dengan 3 ruang biji, masingmasing memiliki 7 bakal biji. Biji kecil, warna hitam, berselaput. Rimpang bercabang, kulit berbentuk sisik tersusun melingkr dan berbuku-buku, warna kuning cokelat sampai merah tergantung jenisnya, daging berwarna kuning cerah, berserat, aromatik dan merupakan perubahan bentuk dari batang yang terdapat di dalam tanah. Rimpang jahe mempunyai bau yang sangat spesifik. Syarat Tumbuh Jahe terutama dibudidayakan di daerah tropika dengan ketinggian tempat antara 0-1.700 m dpl. Tanaman jahe memerlukan suhu tinggi serta curah hujan yang cukup selama masa 0 pertumbuhannya. Suhu tanah yang diinginkan antara 25-30 C. Curah hujan yang dibutuhkan antara 2.500-4.000 mm dalam setahun. Untuk mendapatkan hasil rimpang yang baik, tanah harus dalam keadaan remah dan ringan sehingga memberi kesempatan akar tersebut berkembang dengan normal. Tanaman ini tidak tahan genangan air sehingga drainasenya harus selalu diperhatikan. Budidaya Tanaman Penyiapan lahan Untuk lahan penanaman dibuat bedengan-bedengan selebar 2 m. Lubang tanam yang biasa digunakan umumnya berukuran 30 cm x 30 cm x 30 cm. Sebulan sebelum penanaman, ke dalam masing-masing lubang tanam dimasukkan jerami secukupnya. Di atasnya diberi 1-2 kg pupuk kandang yang sudah masak. Lubang tanam dibiarkan terbuka sampai saat penanaman agar sirkulasi pada lubang tanam menjadi baik dan pupuk kandang menjadi lebih masak. Pembibitan Perbanyakan tanaman jahe masih dilakukan dengan menggunakan rimpangnya. Untuk bahan benih sebaiknya digunakan rimpang yang berasal dari tanaman yang cukup tua, yaitu umurnya antara 9-12 bulan. Bahan yang berasal dari rimpang yang belum cukup umur akan menghasilkan tanaman jahe yang mudah terserang bakteri dan cendawan. Tanaman ini jarang yang mencapai umur panen di atas 6 bulan. Rimpang jahe yang akan dibuat bibit dipotong-potong. Ukuran rimpang untuk bibit antara 50-80 g. Benih direndam dalam larutan agrimisin 0,1 % selama 4 jam lalu dianginanginkan. Untuk menjaga agar bekas potongan tidak busuk maka pada bekas sayatan ditaburi abu gosok. Selanjutnya rimpang ditunaskan selama 1-3 minggu pada media tumpukan jerami padi. Media jerami disiram secara rutin setiap hari dan jangn dibiarkan sampai kering. Benih jahe juga dapat dtunaskan dengan cara ditutup tanah tipis dan diatasnya ditutup dengan jerami, daun kelapa, atau serasah kering. Penanaman Potongan rimpang yang sudah bertunas dimasukkan ke dalam lubang tanam yag telah disiapkan dengan mata tunas dihadapkan ke atas kemudian ditutup dengan tanah halus. Setelah itu permukaan bedengan ditutup dengan mulsa jerami agar pertumbuhan gulma terhambat dan permukaan tanah tetap terjaga kelembabannya. Pemeliharaan Selain pupuk kandang yang diberikan saat tanam, untuk mendukung pertumbuhan vegetatif, tanaman jahe perlu diberi pupuk urea dengan dosis 400 kg/ha yang diberikan 50 % pada saat tanam dan 50 % diberikan pada umur 4 bulan setelah tanam. Untuk memacu pertumbuhan akar dan jumlah anakan diberikan pupuk TSP atau SP-36 sebanyak 200 kg/ha dan untuk memperkokoh batang serta meningkatkan kualitas rimpang dibutuhkan pupuk KCl sebanyak 300 kg/ha. Kedua jenis pupuk tersebut diberikan pada saat tanam. Penyiangan gulma sebaiknya dilakukan secara manual dengan cara mencabut gula secara hati-hati sehingga tidak merusak perakaran jahe. Bila tanaman sudah mencapai 6-7 bulan tidak perlu dilakukan penyiangan karena dapat mengganggu tanaman jahe. Bersamaan dengan penyiangan, permukaan tanah disekitar rumpun sebaiknya dibumbun agar rimpang tidak keluar dari permukaan tanah. Pembumbunan dilakukan sebulan sekali. Lalat rimpang merupakan hama primer yang menyerang tanaman jahe umur 5 bulan. Tanaman yang diserang menunjukkan gejala layu dan kering, sedangkan kulit rimpang rusak. Pencegahan serangan hama ini dilakukan dengan perlakuan bibit yaitu dengan seleksi bibit yang sehat dan perlakuan benih dengan agrimisin. Penyakit yang sering menyerang jahe adalah penyakit layu yang disebabkan bakteri Pseudomonas solanacearum. Penyakit ini menyerang rimpang dan bagian titik tumbuh tanaman. Tanaman yang terkena penyakit ini menunjukkan gejala layu dan daun menguning. Tanaman juga mudah busuk dan berlendir. Penyakit ini mudah menular ke tanman lain sehingga tanaman yang terkena penyakit ini sebaiknya segera dicabut dan dibakar. Pada saat ini banyak petani yang menanam jahe dalam keranjang. Penggunaan pot dalam keranjang ini dimaksud untuk membuat media tanah tetap dalam keadaan sarang dan gembur. Ayak tanah dengan ayakan tanah untuk membuat kondisi butiran tanah dengan besar granula seragam disamping untuk membersihkan tanah dari sisa gulma dan kotoran lainnya. Campur tanah top soil dengan kompos, dengan perbandingan 2 : 1 (kompos 2 bagian dan 1 bagian top soil). Selain kompos juga dapat menggunakan bahan organik lainnya seperti pupuk kandang sapi dansebagainya. Jika tanah mempunyai pH yang terlalu rendah dilakukan terlebih dahulu pengapuran dengan menggunakan kapur pertanian, inkubasi selama 2 minggu baru digunakan untuk media. Pertama sekali isi keranjang dengan ¼ campuran media, kemudian letakkan bibit jahe dan tutup dengan campuran tanah setinggi 15 cm. Kemudian letakkan keranjang di tempat terbuka, dengan terlebih dahulu memberi batu bata pada dasar keranjang, sehingga aliran air dalam keranjang lancar. Keranjang tidak diisi penuh, penambahan media tanam dilakukan setiap 4 minggu. Kondisi ini dipertahankan terus sampai masa panen. Pemeliharaan selanjutnya mengikuti sistem penanaman di lapang. Panen dan Pascapanen Waktu panen jahe ditentukan oleh tujuan penggunaannya. Apabila rimpang akar digunakan untuk bahan manisan, dalam hal ini jahe harus dipanen sebelum rimpangnya berserat. Persentase serat antara 30-45 % biasanya diinginkan untuk tujuan jahe manisan. Panen ini dinamakan panen jahe muda. Panen dilakukan pada tanaman berumur 4-5 bulan. Untuk tujuan lain, tanaman jahe dapat dipanen setelah 9 bulan atau lebih. Lewat waktu panen rimpangnya akan berkurang beratnya disamping mutunya kurang baik. Panen ini disebut panen jahe tua. Panen jahe dilakukan dengan mencabut tanamannya dengan tangan, kemudian bagian atas tanaman dibuang. Sisa tanah yang melekat pada rimpang dibersihkan sebelum hasil rimpang dikumpulkan menjadi satu. Untuk membersihkan, rimpang dapat direndam dalam air atau disemprot dengan tekanan cukup tinggi. Jika harus disikat sebaiknya digunakan sikat yang lunak. Selanjutnya rimpang ditiriskan di wadah dari bambu dan dikeringanginkan. Untuk pembuatan simplisia, rimpang dipotong-potong membuur dengan ketebalan 7 mm lalu dikeringkan. Pengeringan dapat dilakukan dengan dijemur di bawah sinaar matahari atau dengan alat pengering buatan. Bila menggunakan alat pengering buatan maka suhu diatur agar jangan 0 melebihi 50 C. Kandungan Kimia Rimpang jahe mengandung minyak asiri yang terdiri atas n-nonylaldehide, d-camphene, d-β-phellandrene, methyl heptenone, cineol, d-borneol, geraniol, linalool, acetates, caprylate, citral, chavicol, zingiberene. Selain itu juga mengandung resin dan serat (Muhlisah, 2000). Efek Farmakologis dan Hasil Penelitian Efek farmakologi jahe antara lain adalah sebagai karminatif (peluruh kentut), anti muntah, pereda kejang, anti pengerasan pembuluh darah, peluruh keringat, anti inflamasi, anti mikroba dan parasit, anti piretik, anti rematik, serta merangsang pengeluaran getah lambung dan getah empedu. Khasiat dan cara pemakaian 1. Asma Bahan : Jahe 25 g, bunga melati 15 g, air 600 cc Pemakaian : Jahe dan bunga melati direbus dengan 600 cc air hingga tersisa 300 cc, kemudian airnya diminum selagi hangat sebanyak ½ gelas. Lakukan secara teratur 2 kali sehari 2. Rematik Bahan : Jahe 1-2 buah Pemakaian : Panaskan rimpang (Wijayakusuma, 1999). jahe di ata api atau bara dan kemudian ditumbuk. Tempel tumbukan jahe pada bagian tubuh yang sakit rematik (Muhlisah, 2000). 3. Tekanan darah rendah Bahan : Jahe 25 g, gula merah secukupnya, air 400 cc Pemakaian : Jahe dan gula merah direbus dengan 400 cc air hingga tersisa 200 cc, kemudian airnya diminum selagi hangat. Lakukan secara teratur 2 kali sehari (Wijayakusuma, 1999). 4. Masuk angin Bahan : Jahe 25 g, kencur 25 g, kapulaga 3 butir, air 400 cc Pemakaian : Jahe, kencur, kapulaga direbus dengan 400 cc air hingga tersisa 200 cc. Tunggu hingga airnya rebusannya hangat lalu diminum. Lakukan secara teratur 2 kali sehari (Wijayakusuma, 1999). 5. Hernia Bahan : Jahe 20 g, adas 5 g, pulosari 1 ibu jari, kapulaga 5 butir, kayu manis 1 ruas ibu jari, air secukupnya Pemakaian : Bahan direbus dengan air secukupnya. Setelah hangat, airnya diminum. Lakukan secara teratur 2 kali sehari (Wijayakusuma, 1999). Soal Latihan 1 Apa yang kamu ketahui tentang istilah “empon-empon”? 2 Zat apa yang terkandung dalam rimpang temulawak sehingga dapat dipercaya dapat meningkatkan kerja ginjal, anti inflamasi, anti kolesterol, anti oksidan dan anti mikroba? 3 Adakah perbedaan syarat tumbuh temulawak, jahe, dan kunyit, jelaskan! 4 Bagaimana efek farmakologis rimpang jahe bila kita gunakan sebagai obat tradisional atau jamu? 5 Jelaskan bibit berkualitas untuk tanaman rimpang ! 6. Saat ini dikenal dengan menanam jahe dalam keranjang, apa maksud dan bagaimana caranya? 7. Kapan saat panen yang tepart untuk rimpang kunyit dan jelaskan cirri-ciri 6 7 tanaman siap dipanen! Jelaskan bagaimana menghilangkan bau badan dengan kunyit! Jelaskan budidaya tanaman kunyit! Daftar Pustaka Anonimous. 1994. Hasil Penelitian Dalam Rangka Pemanfaatan Pestisida Nabati. Prosiding Seminar di Bogor 1 – 2 Desember 1993. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Bogor. 311 Hal. Anonimous. 1989. Vademekum Bahan Obat Alam. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. 411 Hal. Anonimous. 2001. Profil Tanaman Obat di Kabupaten Sumedang. Pemerintah Kabupaten Sumedang. Dinas Kehutanan dan Perkebunan. Hal. 37. Darwis SN. 1991. Tumbuhan obat famili Zingiberaceae. Bogor, Puslitbang Tanaman Industri: 39-61. Dep. Kes., R.I., 2000. Penelitian Tanaman Obat di Beberapa Perguruan Tinggi di Indonesia. Jakarta. 294. Flona Serial, 2005. Terapi Herba, Buah, Sayuran : Flu Burung dan Demam Berdarah 2. PT. Duta Prima, Jakarta. 128 hlm. Kartasapoetra, G. 1992. Budidaya tanaman berkhasiat obat: kunyit (kunir). Jakarta, PT. Rineka Cipta: 60. Kloppenburg-Versteegh, J. 1988. Petunjuk lengkap mengenai tanamantanaman di Indonesia dan khasiatnya sebagai obat-obatan tradisional (kunir atau kunyitCurcuma domestica Val.). Jilid 1: bagian Botani. Yogyakarta, CD.RS. Bethesda: 102-103. Mahendra, B., 2005. Seri Agrisehat ; 13 Jenis Tanaman Obat Ampuh. Penebar Swadaya. Jakarta. 139 hlm. Maryani, H., Suharmiati, 2003. Tanaman Obat untuk Mengatasi Penyakit pada Usia Lanjut. Agromedia Pustaka, Jakarta. 74 hlm. Moko, Hidayat; Mulyoto; Ismiyatiningsih. 1993. Pengaruh beberapa zat pengatur tumbuh dan mulsa terhadap pertumbuhan tanaman kunyit. Buletin Pertanian Tanaman Rempah dan Obat, 8 (1) 1993: 30-38. Muhlisah, Fauziah. 1996. Tanaman obat keluarga (toga): kunyit. Cet.2. Jakarta, Penebar Swadaya: 40-41. Muhlisah, Fauziah. 1999. Temu-temuan dan Empon-empon : Budidaya dan Manfaatnya. Penerbit Kanisius, Yogyakarta. 88 hlm. Nugroho, Nurfina A. 1998. Manfaat dan prospek pengembangan kunyit. Ungaran,Trubus Agriwidya. 86 hal. Rahmat Rukmana, Ir. 1995. Temulawak: Tanaman rempah dan obat. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Sardiantho. 1997. Empat Tanaman Obat untuk Asam Urat. Trubus No. 331 Jakarta, Februari 2000 Sumber: Sistim Informasi Manajemen Pembangunan di Perdesaan, BAPPENAS Editor : Kemal Prihatman Soedibyo, BRA Mooryati. 1998. Alam sumber kesehatan, manfaat dan kegunaan: kunyit. Cet.1. Jakarta, Balai Pustaka: 230-231. Tjitrosoepomo, G., 2005. Taksonomi Tumbuhan Obat-obatan. Gajahmada University Press, Yogyakarta. 447 hlm. Wijayakusuma, H.M. Hembing; Dalimartha, Setiawan; Wirian, A.S. 1992. Tanaman berkhasiat obat di Indonesia: kunyit; Curcuma longa Linn (Jiang Huang). Jilid 4. Jakarta, Pustaka Kartini: 93-94. Wijayakusuma, H., 1999. Penyembuhan dengan Tanaman Obat. Elex Media Komputindo, 128 hlm. Wiroatmodjo, Joedojono; Lontoh, A.P.; Nurdin. 1993. Kajian pemberian pupuk kandang dan tingkat populasi terhadap pertumbuhan produksi kunyit (Curcuma domestica Val.) yang ditumpangsarikan dengan jagung manis (Zea mays Soccharata). Buletin Agronomi, 21 (2) 1993: 59-63. Jakarta, Februari 2000 Wiryowidagdo, S., Sitanggang, M., 2004. Tanaman Obat untuk Penyakit Jantung, Darah Tinggi dan Kolesterol. Agromedia Pustaka, Jakarta. 82 hlm.