PENDAHULUAN Latar Belakang Resistensi mikroba

advertisement
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Resistensi mikroba terhadap antibiotik menjadi ancaman yang sangat
serius bagi dunia kesehatan saat ini dan masa yang akan datang. Antibiotik
berperan untuk melawan penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri, namun
penggunaan yang tidak tepat dapat meningkatkan bakteri resisten.
Resistensi menurut Black (1999) merupakan suatu keadaan berkurangnya
pengaruh obat anti infeksi terhadap bakteri atau secara alamiah bakteri tidak
sensitif
lagi
terhadap
pemberian
antibiotik.
Resistensi
terjadi
ketika
mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur dan parasit berubah sedemikian rupa
sehingga membuat obat-obatan yang dikonsumsi untuk menyembuhkan infeksi
tersebut menjadi tidak efektif.
Escherichia coli merupakan bakteri yang dapat menyebabkan penyakit
kolibasilosis pada berbagai ternak dan manusia. Penyakit kolibasilosis banyak
dijumpai pada peternakan babi tradisional atau peternakan babi komersial dengan
prevalensi diare dan kematian yang tinggi sehingga menyebabkan kerugian
ekonomi. Pengobatan kolibasilosis pada umumnya masih mengandalkan
penggunaan obat-obatan antibiotika, namun terapi pada babi dengan antibiotika
yang tidak terkontrol dapat menyebabkan resistensi.
Bakteri Gram negatif sudah banyak ditemukan resisten terhadap antibiotik
β-laktam. Tahun 1998-2001 prevalensi Extended Spectrum Beta Lactamase
(ESBL) Escherichia coli di Cina mencapai 24%, Hong Kong 13%, Filipina 6,2%,
Singapura 4%, Taiwan 13,8%, dan Jepang 1,4%. Prevalensi ESBL K. pneumoniae
1
2
di Cina mencapai 65.2%, Hong Kong 7.9%, Filipina 31.8%, Singapura 41%,
Taiwan 5,4%, dan Jepang 15.9% (Mardiastuti, dkk., 2007). E. coli pada babi
dalam paparan Naipospos (2014) dilaporkan telah mengalami resistensi hingga
mencapai 859 kasus di seluruh dunia pada tahun 2009-2011. Masalah resistensi
tersebut, terjadi akibat dari penggunaan antibiotik untuk memacu pertumbuhan
ternak (growth promotant) seperti penggunaan penisilin dan tetrasiklin yang
jangka waktu pemberian dosisnya cukup lama.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengeluarkan Global Strategy for
Containment of Antimicrobial Resistance sebagai upaya untuk menahan
peningkatan resistensi antimikroba. Strategi tersebut ditujukan pada para pembuat
kebijakan yang mendesak pemerintah di berbagai negara untuk melakukan
tindakan yang dapat membantu menahan terjadinya resistensi antibiotik, untuk
memecahkan masalah tersebut perlu dicari alternatif untuk memanfaatkan kembali
bahan alami
bagi
kesehatan, terutama obat-obatan
yang berasal
dari
tumbuhan/tanaman herbal, karena pengobatan tradisional dengan menggunakan
tanaman herbal harganya lebih terjangkau, mudah didapat dan efek samping yang
rendah.
Salah satu tanaman herbal yang dapat dimanfaatkan ialah jahe merah
(Zingiber officinale Rosc. var. rubra) yang banyak terdapat di Indonesia, dan telah
banyak diteliti terbukti memiliki kandungan zat aktif yang mampu menghambat
atau membunuh mikroba.
Jahe merupakan tanaman herbal yang mengandung banyak khasiat dan
kandungan zat aktif antara lain minyak atsiri 0,6-3% terdiri dari α-pinen,
3
Betaphellandren, borneol, camphene, limonene, linalool, citral, nonylaldehyde,
decylaldehyde, methyl, heptenon, cineol. Bisabolen, 1-α curcumine, farnesen,,
humulen, zingiberon, zingiberol. Zat yang lainnya adalah oleoresin 5-8% yang
mengandung zat berasa pedas yaitu gingerol [ (6)-gingerol 60-80%,(4)-gingerol,
(8)-gingerol 5-15%, (10)-gingerol 6-22%, (12)-gingerol], zingeron, shogaol, zat
warna, amilum, tannin, dammar, dan asam-asam organik (Sudarsono, dkk., 1996;
Stahl, 1985).
Jahe memiliki kandungan senyawa bioaktif yang berfungsi sebagai
antimikroba, yaitu golongan fenol (gingerol dan shogaol), flavonoid, terpenoid
dan minyak atsiri (Nursal, dkk., 2006). Gingerol yang terkandung dalam ekstrak
jahe merah dilaporkan dapat menghambat replikasi virus HIV-1 pada kultur sel
limfosit-T manusia (MT4), meningkatkan ketahanan tubuh dan meningkatkan
respon kekebalan hospes terhadap mikroba, mampu memacu proliferasi limfosit,
meningkatkan aktivitas fagositosit makrofag, dan juga mampu meningkatkan
aktivitas Natural Killer Cell (NK) dalam melisiskan sel yang terinfeksi virus.
(Zakaria et al., 1996; Zakaria dan Rajab, 1999). Sidayat (2005) mengemukakan
manfaat jahe secara farmakologi antara lain sebagai karminatif, anti muntah,
pereda kejang, anti pengerasan pembuluh darah, peluruh keringat, anti inflamasi,
anti mikroba, anti parasit, antipiretik, anti rematik, serta merangsang pengeluaran
getah lambung dan getah empedu. Minyak atsiri jahe merupakan cairan jernih
yang mempunyai sifat dapat menghambat dan merusak proses kehidupan
mikroorganisme, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bakterisid dan fungisid.
Limomen yang terkandung dalam jahe mempunyai fungsi menghambat Candida
4
albican, anticholinergik, obat flu. 1,8 cineole berfungsi mengatasi ejakulasi
premature, anastetik, anticholinergik, perangsang sistem syaraf pusat, keluarnya
keringat, penguat hepar, sedangkan α-linolenic acid memiliki fungsi sebagai anti
perdarahan di luar haid, merangsang kekebalan tubuh dan produksi getah bening
(Mulyono, 2002).
Combest (2000) mengemukakan beberapa zat antibakterial yang
terkandung dalam ekstrak jahe merah hanya mampu membunuh strain tertentu
dari bakteri dan efeknya hanya dapat dilihat pada konsentrasi tinggi. Gartinah, et
al. (2007) menyampaikan bahwa pada penelitian sebelumnya ekstrak etanol jahe
merah dengan konsentrasi 10 ug/mL, mampu menghambat pertumbuhan M.
tuberculosis resisten. Penelitian yang dilakukan oleh Untari, dkk. (2009)
melaporkan bahwa pemberian jahe merah (Zingiber officinale Rosc. var. rubra),
dengan konsentrasi 2% dapat menekan pertumbuhan mikroorganisme saluran
pencernaan
pada
ayam
broiler.
Hasil
penelitian
Untari,
dkk.
(2010)
menyampaikan bahwa ekstrak etanol dan minyak atsiri jahe merah konsentrasi 1%
berefek sebagai antiviral Avian Influenza (AI) dan Newcastle Disease (ND).
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, jahe merah
mengandung banyak zat bioaktif yang bermanfaat, salah satunya sebagai
antimikroba. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efek ekstrak jahe merah
terhadap pertumbuhan E. coli isolat babi. Zat aktif yang terkandung dalam jahe
merah tersebut diharapkan mampu menghambat pertumbuhan E. coli isolat babi.
5
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan daya hambat
ekstrak jahe merah terhadap pertumbuhan E. coli isolat babi.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para peneliti, pelaku
industri obat-obatan khususnya obat herbal, serta pelaku usaha peternakan dalam
penggunaan antibakteri yang bersumber dari tanaman herbal khususnya jahe
merah.
Download