Mendidik Anak, Al Ghazali dan Ki Hadjar Dewantara

advertisement
Mendidik Anak Perspektif Al-Ghazali dan Ki Hajar Dewantara
MENDIDIK ANAK PRESFEKTIF
AL-GHAZALI DAN KI HAJAR DEWANTARA
Oleh:
Ahmad Royani
Dosen Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
Prodi Manajamen Pendidikan Islam IAIN Jember
[email protected]
Selamet Hariyadi
Politeknik Negeri Banyuwangi
SMKN 1 Giri Banyuwangi
[email protected]
ABSTRACT
Education is the only effort to build human being as a whole person. The
development of a country depends on the development of education for
the society. School as the formal education institution, systematically plans
many kinds of education environments which supply a lot of chances for
the students to have bunch of learning activities. A good education concept
for us to be implemented is the humanistic concept by Ki Hadjar
Dewantara, which focused on the freedom of human being in expressing
their potential and ability, and the religious humanistic education concept
of Imam Ghazali in order to get ridlo from Allah SWT.
Kata Kunci: Mendidik Anak, Al Ghazali dan Ki Hadjar Dewantara
PENDAHULUAN
Dalam UU Sikdiknas No 20 Tahun 20031, pendidikan adalah usaha sadar
dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlaq
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara.
1
UU SIKDIKNAS Nomer 20 Tahun 2003. (Bandung: Citra Utama. 2010), hlm 2
An-Nisa', Vol. 9 No. 1 April 2016 | 89
Ahmad Royani, Selamet Hariyadi
Pendidikan kita mengalami proses “dehumanisasi”. Dikatakan demikian
karena pendidikan mengalami proses kemunduran dengan terkikisnya nilai-nilai
kemanusiaan yang dikandungnya. Jangan sampai kondisi demikian akan selalu
menggelapkan raut muka dan wajah buruk pendidikan kita. Sudah saatnya,
reformasi pendidikan perlu untuk segera dan secara ”massif” diupayakan, yaitu
gagasan dan langkah untuk menuju pendidikan yang berorientasi kemanusiaan.
Tapi selama ini kita hanya melihat pendidikan hanya sebagai momen
“ritualisasi”. Makna baru yang dirasakan cenderung tidak begitu signifikan. Apalagi, menghasilkan insan-insan pendidikan yang memiliki karakter manusiawi.
Pendidikan kita sangat miskin dari sarat keilmuan yang meniscayakan jaminan
atas perbaikan kondisi sosial yang ada. Pendidikan hanya menjadi “barang dagangan” yang dibeli oleh siapa saja yang sanggup memperolehnya. Akhirnya,
pendidikan belum menjadi bagian utuh dan integral yang menyatu dalam pikiran
masyarakat keseluruhan.
Di saat bangsa kita sedang mengalami devaluasi nilai dan moralitas maka
sangat diperlukan wacana mengenai pendidikan yang memberdayakan. Nilainilai kemanusiaan perlu dimasukkan ke dalam karakter pendidikan sehingga
akan menghasilkan kualitas manusia yang berwawasan dan berorientasi
kemanusiaan. Pendidikan yang humanis adalah harapan besar kita.
Pendidikan humanis merupakan pendidikan yang mempunyai paradigma
(pandangan) dalam pendidikan yang lebih menekankan pada aspek pendidikan
yang manusiawi, baik dalam tujuan, proseses interaksi antara pendidik dan
peserta didik, kurikulum dan metode pembelajaran dan cara evaluasi yang
dipakai.
Pendidikan Al-Ghazali, merupakan konsep yang ideal,2 yang menekankan
pada aspek-aspek religius sebagai dasar pengembangan potensi manusia (peserta
didik) tentunya suatu konsep yang dapat diterapkan dalam proses pendidikan di
Indonesia. Secara kontektual negara kita didominasi oleh penduduk yang
beragama Islam, tentunya mereka membutuhkan sebuah konsep pendidikan
yang mampu mengembangkan nilai-nilai spiritual, intelektual dan emosional.
Maka konsep pendidikan menurut Al-Ghazali bisa dijadikan sebagai salah satu
konsep dasar pendidikan di Indonesia.
Dalam bukunya Umiarso dan Haris Fatoni Makmur yang berjudul
2
Umiarso, Pendidikan Islam Dan Krisis Moralisme Masyarakat Modern, (Jogjakarta:
IRCIsOD. 2010), hlm 145
90 | An-Nisa', Vol. 9 No. 1 April 2016
Mendidik Anak Perspektif Al-Ghazali dan Ki Hajar Dewantara
“Pendidikan Islam Dan Krisis Moralisme Masyarakat Modern”3 di jelaskan
pendidikan yang digunakan oleh Al-ghazali adalah pendidikan yang humanis
agamis. Dimana dalam isinya pendidikan yang digunakan oleh Al Ghazali
menggedepankan moral building. Dalam hal ini Al Ghazali dalam memandang
pendidikan ahlak dibagi jadi tiga sebagai berikut: pertama, Dimensi Diri, yakni
orang dengan dirinya dan tuhannya, seperti ibadah dan sembahyang. Kedua
Dimensi Sosial, yakni masyarakat, pemerintah dan pergaulannya dengan sesama.
ketiga dimensi Metafisis, yakni akidah dan pegangan dasarnya.4Jadi pendidikan
dalam hal ini yang menjadi alat sebagai jalan untuk menempuh humanisasi
dalam sebuah kehidupan.
Selain itu Ki Hajar Dewantara menyebutkan, manusia memilki daya cipta,
karsa dan karya.5 Pengembangan manusia seutuhnya menuntut pengembangan
semua daya secara seimbang. Pengembangan yang terlalu menitik beratkan pada
satu daya saja akan menghasilkan ketidakutuhan perkembangan sebagai
manusia. Beliau mengatakan bahwa pendidikan yang menekankan pada aspek
intelektual saja hanya akan mejauhkan peserta didik dari masyarakatnya. Ternyata pendidikan sampai sekarang ini hanya menekankan pada pengembangan
daya cipta, dan kurang memperhatikan pengembangan olah rasa dan karsa. Jika
ini berlanjut akan menjadikan manusia kurang humanis atau manusiawi.
Dalam bukunya Suparto Raharjo yang berjudul Ki Hajar Dewantara
Biografi singkat 1889- 1959,6 menyebutkan bahwa Ki Hajar Dewantara merupakan tokoh pendidikan yang humanis yang mengedepankan pada aspek kemanusiaan. Meliputi rasa, cipta, dan karsa.
Manusia merdeka adalah tujuan pendidikan Taman Siswa. Merdeka baik
secara fisik, mental dan kerohanian. Namun kemerdekaan pribadi ini dibatasi
oleh tertib damainya kehidupan bersama dan ini meundukung sikap-sikap seperti keselarasan, kekeluargaan, musyawarah, toleransi, kebersamaan, demokrasi,
tanggung jawab dan disiplin. Sedangkan maksud pendirian.
Analisa perbandingan yang ada dalam paradigma pendidikan Al Ghazali
dengan Ki Hadjar Dewantara merupan analisa perbandingan krtis yang nantinya
dapat berjalan secara seimbang antara paradigma pendidikan Al-Ghazali dan Ki
Hadjar Dewantara. Dan merupakan konfigurasi komplementer baru yang
3
ibid
Ahmad Daudy, Kuliyah Filsafat Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1986), hlm 124
5
Soejono. Aliran Baru Dalam Pendidikan Islam. (bandung: CV ilmu. 1979), hlm 93
6
Suparto Raharjo, Ki Hajar Dewantarabiografi Singkat 1889-1959,(Jakarta: Garasi.2009),
hlm 63
4
An-Nisa', Vol. 9 No. 1 April 2016 | 91
Ahmad Royani, Selamet Hariyadi
berdimensi insan kamil. Yang nantinya konsep keduanya bisa kita jadikan
sebagai rujukan atau referensi dalam meningkatkan mutu pendidikan kita
kedepan. Agar pendidikan kita mempunyai wajah dan jatidiri yang sesuai dengan
tujuan pendidikan sebenarnya.
Berangkat dari fenomena dan pemikiran diatas dirasa perlu untuk bisa
mengintegrasikan pola pendidikan anak menurut dua tokoh diatas. Studi pemikiran tokoh Al-Ghazali dan Ki Hajar Dewantara diarasa sangat penting sebagai
upaya penambahan refrensi bagi pendidik dan akademisi.
KONSEP PENDIDIKAN AL-GHAZALI DAN KI HADJAR
DEWANATARA
Konsep Pendidikan Al-Ghazali
Imam Ghazali merupakan salah satu pemikir dan tokoh kejayaan Islam, terbukti dengan beberapa karyanya di berbagai bidang ilmu pengetahuan. Namun,
karya yang membuat nama beliau tenar adalah Ihya’ Ulumuddin. Sebuah karya
monomenal yang sering diagungkan oleh umat Islam, khususnya orang-orang
muslim yang berlatar belakang pesantren-pesantren salaf, khususnya pesantrenpesantren yang ada di Indonesia.
Al-Ghazali menjelaskan bagaimana seorang pelajar harus bersikap terhadap
ilmu dan gurunya. Ia mengemukan metode belajar dan metode mengajar. Dan
apa yang telah dikemukakan Al-Ghazali tersebut adalah lebih moderat ketimbang apa yang kemudian diterjemahkan ulang dan banyak penambahan di
sana sini oleh pengagumnya yang bernama al-Zarnuji yang lebih berorientasi
pada etika murid pada dunia tasawuf dan tarekat.
Penjelasan Al-Ghazali juga menyinggung metode pengajaran keteladanan
dan kognitifistik. Selain itu ia juga memakai pendekatan behavioristik sebagai salah satu pendekatan dalam pendidikan yang dijalankan. Hal ini tampak dalam
pandangannya yang menyatakan jika seorang murid berprestasi hendaklah seorang guru mengapresiasi murid tersebut, dan jika melanggar hendaklah diperingatkan. Tetapi bentuk pengapresiasian gaya Al-Ghazali tentu berbeda
dengan pendekatan behavioristik dalam Eropa modern yang memberikan reward
and punishment-nya dalam bentuk kebendaan dan simbol-simbol materi. AlGhazali menggunakan tsawab (pahala) dan uqubah (dosa) sebagai reward and
punishment-nya.
Disamping pendekatan behavioristik diatas, Al-Ghazali juga mengelaborasi
dengan pendekatan humanistik yang mengatakan bahwa para pendidik harus
memandang anak didik sebagai manusia secara holistik dan mengahargai mereka
92 | An-Nisa', Vol. 9 No. 1 April 2016
Mendidik Anak Perspektif Al-Ghazali dan Ki Hajar Dewantara
sebagai manusia. Bahasa Al-Ghazali tentang hal ini adalah bagaimana seorang
guru harus bersikap lemah lembut dan penuh dengan kasih sayang pada murid
selayaknya mereka adalah anak kandung sendiri. Dengan ungkapan seperti ini
tentu Al-Ghazali menginginkan sebuah pemanusiaan anak didik oleh guru.
Dalam pandangan al-Ghazali, pendidikan tidak semata-mata suatu proses
yang dengannya guru menanamkan pengetahuan yang diserap oleh siswa, yang
setelah proses itu masing-masing guru dan murid berjalan di jalan mereka yang
berlainan. Tetapi lebih dari itu, yaitu sebuah interaksi yang saling mempengaruhi
dan menguntungkan antara guru dan murid dalam tataran yang relatif sama,
yang pertama mendapatkan jasa karena memberikan pendidikan dan yang
terakhir mengolah dirinya dengan tambahan pengetahuan.
Tetapi hal yang paling nampak dalam kacamata Al-Ghazali tentang
pendidikan adalah bagaimana ia membangun karakter pendidikan, ia sangat
konsisten dalam masalah etika pendidikan. Pembahasan masalah ahklak atau
etika tidak saja tampak dalam Ihya Ulmuddin , Ayyuha al-Walad , Mizan alAmal dan Bidayah al-hidayah. Dalam kitab yang terkhir ini persinggungan AlGhazali dengan tasawuf sangat kental sekali. Yang menarik dalam semua kitab
ini Al-Ghazali menggunakan gaya narasi untuk mengungkapkan pemikirannya.
Bahkan semenjak Tahafut al-Falasifah, ia tak segan menggunakan kata
pengganti pertama berupa ‘aku’ atau ‘kita’.
Malah dalam Ayyuha al-Walad, Al-Ghazali menggunakan kata pengganti
‘engkau’ untuk menyapa pembacanya.7 Gaya penyusunan seperti ini kemudian
banyak diadopsi oleh para pendidik sesudahnya termasuk oleh Umar Baradja dalam kitab Akhlaq lil Banin dan Ahklaq lil Banat. Mungkin inilah metode yang
terbaik menurut Al-Ghazali tentang proses belajar dan mengajar.
Menurut Imam Ghazali proses pengajaran akan berhasil apabila di dalam
jiwa pendidik tertatanam keinginan yang kuat untuk menciptakan hubungan
batin yang kokoh dengan anak didiknya. Dengan usaha itulah pendidik memahami tabiat, kebiasaan dan kejiwaan anak didik.
Semua itu akan mempermudah pendidik dalam proses pengajaran dan dengan tepat mencapai tujuan pendidikan yang hakiki. Metode pengajaran yang
ditawarkan oleh Imam Ghazali adalah sebagaimana berikut: 1) Memberikan
latihan 2) Memberikan kebisaan kepada anak didik untuk berbuat kebaikan. 3)
Melindungi anak didik dari pergaulan yang buruk dengan cara memberi
nasehat.8
Selain metode di atas Imam Ghazali memunculkan metode lain yang
7
8
Al ghazali. Ayyuha al-Walad. 01
Abidin Ibnu Rusd , Pemikiran Imam. hal. 59
An-Nisa', Vol. 9 No. 1 April 2016 | 93
Ahmad Royani, Selamet Hariyadi
dirumuskan dari prinsip-prinsip harus dipegang oleh pendidik, yaitu; 1) Pendidik
dalam memberikan materi pelajaran harus bertahap, agar anak didik dapat
memahami ilmu pengetahuan dengan baik. 2) Pendidik dalam mengajar harus
sejalan dengan tingkat kemampuan intelegensi anak didik. 3) Pendidik dalam
mengajar tidak dengan kekerasan.9
Prinsip metode pengajaran modern selalu menunjukkan aspek ganda, satu
aspek menunjukkan proses anak belajar dan aspek lain menunjukkan guru
mengajar. Hasil penelitian yang mendalam yang dilakukan oleh pemikir modern
terdapat metode pengajaran yang dilontarkan oleh Imam Ghazali melahirkan
kedua aspek tersebut.
Imam Ghazali juga menganjurkan bahwa dalam ilmu pengetahuan metode
yang diterapkan terhadap peserta didik, harus disertai dengan etika yang baik
diwujudkan melalui keteladanan dari diri pendidik dan mempreoritaskan
kewibawaannya.10
Konsep Pendidikan Ki Hajar Dewantara
Dalam pandangan Ki Hajar Dewantara pendidikan adalah daya upaya
untuk menunjukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin , karakter),
pikiran (intelek) dan tubuh anak memajukan kehidupan anak didik laras dengan
dunianya.11 Ki Hajar menunjukkan bahwa pendidikan diselenggarakan dengan
tujuan membantu siswa menjadi manusia yang merdeka dan mandiri, serta
mampu memberi kontribusi kepada masyarakatnya.12 Menjadi manusia
merdeka berarti : (a) tidak hidup terperintah; (b) berdiri tegak karena kekuatan
sendiri; dan (c) cakap mengatur hidupnya dengan tertib. Singkatnya, pendidikan
menjadikan orang mudah diatur tetapi tidak dapat disetir. Pandangan
konstruktivisme tentang pendidikan sejalan dengan pandangan Ki Hadjar
Dewantara yang menekankan pentingnya siswa menyadari alasan dan tujuan ia
belajar. Ki Hajar mengartikan mendidik sebagai “berdaya upaya dengan sengaja
untuk memajukan hidup tumbuhnya budi pekerti dan badan anak dengan jalan
pengajaran, teladan dan pembiasaan”
Pendidikan yang menekankan pentingnya pelestarian eksistensi manusia,
dalam arti membantu manusia lebih manusiawi, lebih berbudaya sebagai
9
Fathiyyah Hasan Sulaiman, Konsep Pendidikan. hal 43.
Abu Hamid al-Ghazali, Kaidah-kaidah Sufistik (Keluar dari Kemelut Tipu Daya Risalah
Gusti, (Surabaya: al-Hidayah, 1997), hal. 25
11
Westy soemanto dkk. Dasar-dasar pendidikan dunia.. 11
12
Dwi siswoyo,DKK. Ilmu Pendidikan. (Yogyakarta: UNY PRES.2008) Hal. 169
10
94 | An-Nisa', Vol. 9 No. 1 April 2016
Mendidik Anak Perspektif Al-Ghazali dan Ki Hajar Dewantara
manusia yang utuh berkembang ( menurut Ki Hajar Dewantara menyangkut
daya cipta (kognitif), daya rasa (afektif), dan daya karsa (konatif). Singkatnya,
“educate the head, the heart, and the hand”
a.
Pendidik
Mengajar dalam konteks ini adalah membantu siswa untuk berpikir secara
kritis, sistematis dan logis dengan membiarkan mereka berpikir sendiri. Sejalan
dengan itu, Ki Hajar Dewantara memakai semboyan mengenai syarat seorang
menjadi pemimpin (guru) sebagai berikut:13 Pertama, Tut Wuri Hanadayani”
(dari belakang seorang guru harus bisa memberikan dorongan dan arahan).
Kedua, Ing madya mangun karsa (di tengah atau di antara murid, pendidik harus
menciptakan prakarsa dan ide). Ketiga Ing ngarsa sung tulada (di depan, seorang
pendidik harus memberi teladan atau contoh tindakan baik)
Ki Hajar Dewantara menyebutkan tanggung jawab seorang guru (pendidik)
pun sangat besar perannya dalam konteks demikian guna menanamkan nilainilai kecintaan terhadap kehidupan bangsa indonesia. Yang pasti, pandangan
kedepan seorang Ki Hajar Dewantara terkait dengan pendidikan seorang
pendidik terhadap anak didiknya begitu kuat untuk direnungkan dengan
sedimikian reflektif. Cukup tepat mengutip pernyataan proklamator Ir.
Soekarno, cara mengapresiasi pendidikan yang sedang digelar Ki Hajar
Dewantara. Dia berkata:14
“sungguh alangkah hebatnya jika tiap-tiap guru diperguruan taman siswa
itu satu persatu adalah Rosul kebangunan! Hanya guru yang dadanya
penuh dengan jiwa kebangsaan dapat menurunkan kebangunan dalam jiwa
sang anak.”
b.
Konsep Kurikulum
Bila mengamati isi-isi muatan pembelajaran yang berada ditaman siswa
sebagai lembaga pendidikan yang digarap oleh Ki Hajar Dewantara, maka
penting untuk diketahui public bahwa pendidikan jangan sampai lepas dari akar
sebuah perjalanan bangsa karena pendidikan mempunyai peranan penting dalam
mendidik anak-anak negeri. Sesuai dengan dasar pendidikan nasional maupun
dengan pendidikan kebudayaan, pendidikan kebangsaan dan pendidikan
kemanusiaan, maka bahan pendidikan yang disajikan kepada peserta didik
untuk dimiliki dan diperkembangkan. Baik untuk diri sendiri maupun untuk
13
14
M.yamin. Menggugat Pendidikan Indonesia. 194-195
M.yamin. Menggugat Pendidikan Indonesia.hal 182-183
An-Nisa', Vol. 9 No. 1 April 2016 | 95
Ahmad Royani, Selamet Hariyadi
masyarakat. Berikut hal-hal yang harus ditanamkan dan diajarkan kepada
peserta didik:15
1) Agama Kerti (agama perbuatan baik) yang meliputi; a) Perasaan diri yang
kuat. b) Perasaan sosial. c) Perasaan keadilan. d) Perasaan puas. e)
Kehendak yang kuat. f) Keberanian. g) Kesangupan berkorban. h) Hidup
sederhana.
2) Adat istiadat. Dalam mempelajari pelajaran ini wajib di ingat, bahwa
pendidik harus berani membuang dan mengganti hal yang tidak sesuai lagi
dengan kemajuan masyarakat.
3) Bahasa sendiri (bahasa Indonesia). Pelajaran bahasa sendiri sangat
dipentingakan, karena bahasa alat penting untuk menyelami jiwa bangsa
dan memahami kebudayaan nasional
4) Ilmu sejarah dan ilmu bumi. Dalam mempelajari ilmu sejarah dan ilmu
bumi yang harus dipentingkan adalah sejarah bangsa dan mengenai bumi
sendiri.
5) Kesenian. Seni sastra, suara, tari dan seni-seni yang lainya wajib dipelajari,
guna untuk menjaga nilai-nilai budaya Bangsa.
c.
Metode pembelajaran
Dalam penyelenggaraan pendidikan system atau metode yang digunakan
dalam pembelajaran, ki Hajar Dewantara menggunakan system/ metode among.
Metode Among berkaitan dengan kata mong yang mencakup momong,
Among dan Ngemong. Inilah yang disebut “ tiga mong” yang akan diterapkan
dalam proses pendidikan dan pengajaran seiring dengan perjalanan proses
pendidikan siswa dari mulai tahap paling awal hingga sudah dewasa dan siap
masuk kejenjang pendidikan selanjutnya.16
Dalam sikap Momong, Among dan Ngemong, terkandung nilai yang sangat
mendasar yaitu pendidikan tidak memaksakan namun tidak berarti membiarkan
anak berkembang tanpa bebas arah.
Among mempunyai pengertian menjaga, membina dan mendidik anak
dengan kasih sayang. Pelaksana Among disebut Pamong, dimana dalam taman
siswa guru dan dosen disebut pamong yang bertugas mendidik dan mengajar
anak sepanjang waktu.
15
Soejono. Aliran Baru Dalam Pendidikan. 91-92
Suparto Rahardjo. Ki Hajar Dewantara: Biografi Singkat 1889-1959 (Jogjakarta:
Garasi.2009) hal.71
16
96 | An-Nisa', Vol. 9 No. 1 April 2016
Mendidik Anak Perspektif Al-Ghazali dan Ki Hajar Dewantara
Tujuan pendidikan Among adalah membangun anak didik menjadi
manusia yang beriman dan bertaqwa, merdeka lahir batin, budi pekerti luhur ,
cerdas dan berketerampilan serta sehat jasmani dan rohani agar menjadi anggota
masyarakat yang mandiri dan bertanggungjawab atas kesejahtraan tanah air dan
masyarakat pada umumnya.17
Sistem Among dilaksanakan secara Tut wuri handayani, ketika kita dapat
“menemui-kenali“ anak, bila perlu koreksi anak dikoreksi (handayani) namun tetap dilaksanakan dengan kasih sayang. Menurut Ki hajar, anak harus tumbuh
menurut kodrat yang diperlukan untuk segala kemajuan dan harus dimerdekakan seluas-luasnya.
d.
Evaluasi Pendidikan
Ki Hajar Dewantara, pendidik asli Indonesia, melihat manusia lebih pada
sisi kehidupan psikologiknya. Menurutnya manusia memiliki daya jiwa yaitu
cipta, karsa dan karya.18 Pengembangan manusia seutuhnya menuntut pengembangan semua daya secara seimbang. Pengembangan yang terlalu menitikberatkan pada satu daya saja akan menghasilkan ketidakutuhan perkembangan
sebagai manusia. Beliau mengatakan bahwa pendidikan yang menekankan pada
aspek intelektual belaka hanya akan menjauhkan peserta didik dari masyarakatnya.
Jadi dalam pandangan untuk mengevaluasi sebuah pendidikan maka harus
ditekankan kepada tiga kompnen yang ada pada diri manusia yaitu cipta
(kognitif), karsa (afektif) dan karya (psikomotorik).
MENDIDIK ANAK PRESFEKTIF AL-GHAZALI
DAN KI HADJAR DEWANTARA
Mendidik Anak Presfektif Al-Ghazali
Proses memanusiakan manusia sejak masa kejadiannya sampai akhir
hayatnya melalui berbagai ilmu pengetahuan yang disampaikan dalam bentuk
pengajaran secara bertahap, dimana proses pengajaran itu menjadi tanggung
jawab orang tua dan masyarakat menuju pendekatan diri kepada Allah sehingga
menjadi manusia sempurna. Dan dalam tujuan pendidikan lebih diutamakan
kepada manusia seutuhnya, suatu pribadi suatu pribadi yang kuat, mahluk sosial
yang kuat dan hamba yang saleh. Tujuan terakhir adalah membentuk manusia
17
18
Suparto Rahardjo. Ki Hajar Dewantara.72
Suparto Rahardjo. Ki Hajar Dewantara. Hal 83
An-Nisa', Vol. 9 No. 1 April 2016 | 97
Ahmad Royani, Selamet Hariyadi
yang mampu melaksanakan tugas dan misi sebagai wakil Tuhan diatas bumi.
Beliau menempatkan pendidik sebagai orang yang paling mulia dengan
penghargaan yang sangat tinggi. Dan menempatkan peseta didik sebagai objek
sekaligus objek dalam proses belajar mengajar. Materi Pendidikan yang diajakan
adalah ilmu-ilmu keduniaan maupun keakheratan. Dalam proses pendidikan
system pendidikannya ingin menciptakan suasana belajar yang wajar, manusiawi,
berdasarkan rasa sayang dan menghormati dengan interaksi dan komunikasi
timbal balik selaras dan seimbang, dengan kesadaran akan tempat dan fungsi
tugas dan kewajiban masing-masing. Dalam hal metode pendidikan tidak hanya
melibatkan metode-metode formal, tetapi juga metode-metode non formal, tidak
hanya metode pengetahuan (teori) dan jalan tindakan (praktek) tetapi dengan
jalan rasa (kebaktian) dan tidak bersifat intruksional, tetapi juga bersifat selfinquiri (mencapai dan menemukan) sendiri tidak hanya menggunakan metode
konvensional tetapi juga metode inkonvensional. Dalam evaluasi tidak hanya
mengevaluasi hasil peserta didik dalam bidang ilmu saja, tetapi juga dalam
bidang keterampilan, sikap-sikap, watak, dan seluruh kepribadian peserta didik,
tingkah laku bahkan seluruh hidupnya.
Mendidik Anak Presfektif Ki Hadjar Dewantara
Dalam pandangan Ki Hadjar Dewantara, pendidikan adalah daya upaya
untuk menunjukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin/karakter),
pikiran (intelek) dan fisik anak demi memajukan kehidupan anak didik yang
selaras dengan dunianya. Hal ini bertujuan untuk membantu siswa menjadi
manusia yang merdeka dan mandiri, serta mampu memberi konstribusi kepada
masyarakatnya dan berjiwa nasionalisme serta patriotism.
Ki Hajar Dewantara memahami pendidik (guru) / pengajar sebagai mitra
siswa untuk menemukan pengetahuan. Mengajar bukanlah kegiatan memindahkan pengetahuan dari guru ke siswa melainkan kegiatan yang memungkinkan
siswa membangun sendiri pengetahuannya. Pengajar ikut aktif bersama siswa
dalam membentuk pengetahuan, mencipta makna, mencari kejelasan, bersikap
kritis dan memberikan penilaian-penilaian terhadap berbagai hal. Guru diharapkan mampu memberikan kobaran semangat nasionalisme dan patriotism, serta
menempatkan peserta didik sebagai objek sekaligus objek dalam proses belajar
mengajar. Materi yang diajarkan adalah materi umum yang bisa membentuk
karakter siswa. Proses pendidikan guru adalah sebagai contoh, jadi semua
tindakan dalam proses belajar mengajar bimbingan dari guru sangat diutamakan.
98 | An-Nisa', Vol. 9 No. 1 April 2016
Mendidik Anak Perspektif Al-Ghazali dan Ki Hajar Dewantara
Metode pendidikan yang dipakai sistem Momong, Among dan Ngemong,
terkandung nilai yang sangat mendasar yaitu pendidikan tidak memaksakan
namun tidak berarti membiarkan anak berkembang bebas tanpa arah. Dalam
mengevaluasi sebuah pendidikan maka harus ditekankan kepada tiga kompnen
yang ada pada diri manusia yaitu cipta (kognitif), karsa (afektif) dan karya
(pskomotorik).
PENUTUP
Setelah melakukan berbagai pertimbangan, maka munculah satu konsep
baru tentang tujuan pendidikan. Konsep baru tersebut adalah, bahwa pertama,
pendidikan harus bertujuan kepada esensi kehidupan yang berguna bagi orang
lain. Menurut Ki Hadjar Dewantara tujuan sebuah pendidikan adalah untuk
menjadikan manusia merdeka. Pendidikan yang merdeka haruslah memberikan
kebebasan kepada manusia untuk menentukan nasibnya masing-masing. Dan
Imam Ghazali menginginkan pendidikan harus bertujuan kepada manusia yang
saleh. Saleh disini ialah mencapai kesempurnaan manusia untuk mendekatkan
diri kepada Allah SWT dan mencapai kesempurnaan manusia untuk meraih
kebahagiaan di dunia dan akhirat (sa’idun fi al-dun-ya wa sa’idun fi al-akhirah).
Jadi, perbandingan paradigma pendidikan humanis Al-Ghazali dan Ki
Hdjar Dewantara merupakan konsepsi pelengkap dalam dunia pendidikan.
Pendidikan humanis Al-Ghazali sebagai rambu-rambu atau pengatur mana yang
salah dan yang benar. Paradigma pendidikan humanis Ki Hadjar sebagai
konsepsi yang membebaskan manusia dari penindasan, yaitu melalui pendidikan
merdeka.
An-Nisa', Vol. 9 No. 1 April 2016 | 99
Ahmad Royani, Selamet Hariyadi
DAFTAR PUSTAKA
Abu Hamid al-Ghazali, Kaidah-kaidah Sufistik (Keluar dari Kemelut Tipu Daya
Risalah Gusti, (Surabaya: al-Hidayah, 1997)
Ahmad Daudy, 1986. Kuliyah Filsafat Islam, Jakarta: Bulan Bintang
Al Ghazali Imam . 2004. Ringkasan Ihya’ Ulumuddin. Surabaya: Bintang Usaha
Jaya
Al Ghazali Imam . 2010. Hakikat Amal. Surabaya: Karya Agung
Al Ghazali Imam. 2000. Peringatan Bagi Penguasa. Jakarta:Hikmah
Al Ghazali Imam. 2009. Misteri & Keajaiban Ayat-Ayat Seribu Dinar. Jakarta:
Mitra press
Al ghazali Imam.2003. Ihya’ Ulumudddin. Bandung : IKAPI
Arifi Ahmad. 2009. Politik Pendidikan Islam. Jogjakara: Teras.
Arifin Miftah.2007. Pendidkan Ahlak Dalam presfektif Alghazali. Jember:
Center for Society Studies.
Asy’arie, Musa. 2005. Islam Keseimabangan, Rasionalitas, Moralitas, Dan
Spritualitas. Yogyakarta: Lesfi.
Baharuddin. 2010. Pendidikan Humanistic, Konsep Teori Dan Aplikasi Dalam
Dunia Pendidikan. Jogjakarta. Ar-ruzz Media.
Departemen Agama RI. 2000. Al-Qur’an dan Terjemahannya. Bandung: CV
Diponegoro
Djumransjah Muhammad. 2007. Pendidikan Islam Menggali Tradisi
Mengukuhkan Eksistensi. Malang: UIN malang Press.
Dwi siswoyo,DKK. 2008.Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: UNY PRES.
Elmubarok Zaim. 2008. Membumikan Pendidikan Nilai: Mengumpulkan Yang
Terserak, Menyambng Yang Terputus Dan Menyatukan Yang Tercerai.
Bandung: ALFABETA CV
Juwariyah. 2010. Hadist Tarbawi. Jogjakarta: Teras.
Karim Abdul. 2007. Islam Nusantara. Yogyakarta: Pustaka Book Publisher.
Raharjo Budi. 2009. Ki Hajar Dewantara Biografi Singkat 1889-1959. Jogjakarta:
Garasi.
Raharjo Suparto. 2009. Ki Hajar Dewantara Biografi Singkat 1889-1959.
Jogjakarta: Arruz Media
Soejono, Ag, 1979. Aliran Baru Dalam Pendidikan. Bandug: CV.Ilmu
Tilaar. 1999. Pendidikan Kebudayaan Dan Masyarakat Madani Indonesia :
100 | An-Nisa', Vol. 9 No. 1 April 2016
Mendidik Anak Perspektif Al-Ghazali dan Ki Hajar Dewantara
Straregi Reformasi Pendidikan Islam. Bandung: PT remaja Rosadakarya
Offset.
Umiarso, 2010. Pendidikan Islam Dan Krisis Moralisme Masyarakat Modern,
Jogjakarta: IRCIsOD. 2010
Undang-undang RI.2010. Sikdiknas & Peraturan Republic Indonesia Tahun
2010 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Serta Wajib Belajar.
Bandung:Citra Utama
Yamin Moh. 2010. Menggugat Pendidikan Indonesia. Jogjakarta: Ar-ruzz
Media.
Zuhairini.2010. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
An-Nisa', Vol. 9 No. 1 April 2016 | 101
Ahmad Royani, Selamet Hariyadi
102 | An-Nisa', Vol. 9 No. 1 April 2016
Download