Seventry Meliana Patiung - UNHAS Repository System

advertisement
1
I.
A.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Berdasarkan visi Kementerian Kelautan dan Perikanan: “Indonesia
Penghasil Produk Kelautan dan Perikanan Terbesar Tahun 2015” dengan Misi
Mensejahterakan Masyarakat Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kelautan
dan Perikanan menetapkan perikanan budidaya sebagai ujung tombak penghasil
produk perikanan. Peningkatan produksi budidaya perikanan tersebut terus
diupayakan sampai memenuhi target mencapai 353% pada tahun 2014 dengan
menargetkan sasaran produksi ikan sampai dengan tahun 2014 sebesar 16,89
juta ton dengan 11 komoditas unggulan utama yaitu udang, nila, bandeng,patin,
lele, rumput laut, kerapu,kakap, gurame, mas, dan lainnya. Dalam pencapaian
target maka ada tiga hal mendasar dalam pencapaian produksi yakni
ekstensifikasi yaitu memperluas dan atau menambah unit usaha budidaya,
intensifikasi merupakan peningkatan produktivitas dari setiap unit usaha
budidaya, dan diversifikasi yaitu menambah jenis/komoditas yang diusahakan
(KKP, 2011) .
Budidaya tambak hingga sekarang terhitung sebagai suatu usaha yang
dapat memberikan keuntungan yang luar biasa. Kecenderungan kearah ini
memang beralasan karena terbukti pada lahan- lahan yang baru dibuka ternyata
dapat menghasilkan produksi, baik pada tingkat penguasaan teknologi petani
yang masih rendah hingga sedang. Salah satu program yang mendukung
pencapaian visi dan misi pemerintah adalah program ACIAR.
Pelaksanaan program ACIAR (Australian Centre for International Agriculture
Research) didasarkan karena budidaya air payau Indonesia merupakan salah
satu mata pencaharian utama di wilayah pesisir yang didominasi oleh
pembudidaya
berskala
kecil,
yang
sebagian
besar
petambak
tersebut
2
membudidayakan udang. Seperti diketahui udang memiliki penyakit yang
disebabkan virus sehingga pembudidaya udang mengalami kerugian dan gagal
panen, akibatnya petambak mesti diberi strategi alternatif produksi selain udang
jika mereka ingin tetap mendapatkan keuntungan yang layak.
Kabupaten Pangkep merupakan salah satu kabupaten di Sulawesi Selatan
yang dilakukan uji ACIAR seperti diketahui Pangkep adalah satu kabupaten yang
membudidayakan ikan Bandeng (Chanos-chanos) dan Udang. Sampai saat ini,
daerah penghasil ikan bandeng terbesar masih berada di Kabupaten Pangkep
dan Kabupaten Barru . Namun, saat ini produksi ikan bandeng masih untuk
kebutuhan lokal. Beberapa waktu lalu ada sejumlah negara yang berminat
membeli bandeng asal Sulawesi Selatan namun harga yang ditawarkan sangat
murah berkisar Rp 10.000 per kilogram. Harga tersebut di bawah harga pasaran
lokal yang bisa mencapai Rp 15.000 per kilogram, sehingga lebih baik untuk
konsumsi lokal daripada diekspor. Karena untuk mengekspor dibutuhkan biaya
yang besar. Apalagi tingkat konsumsi warga Sulawesi Selatan terhadap ikan
bandeng terbilang tinggi. Namun, saat ini kendala yang dihadapi untuk bandeng
adalah jangka waktu panen antara 6 bulan sampai dengan satu tahun. Proses
produksi bandeng menunjukkan proses produksi yang cukup lama untuk
mendapatkan pendapatan untuk itu dilakukan percobaan diversifikasi budidaya
ikan nila (Oreochromis niloticus).
Melalui program ACIAR yang merupakan salah satu lembaga penelitian,
telah melakukan uji ACIAR terhadap diversifikasi potensi budidaya ikan yang
menjadi salah satu alternatif bagi masyarakat pembudidaya. Adapun program
ACIAR yaitu “Diversifikasi Budidaya Pesisir Petambak Skala Kecil di Indonesia”
yang bekerjasama dengan The University of Sidney Australia, Australian
Government, Charles Sturt University, Departemen Kelautan dan Perikanan,
3
Universitas Hasanuddin, dan beberapa instansi yang ada di Indonesia
(ACIAR,2011).
Adanya diversifikasi produk yang tidak hanya ikan bandeng tetapi ada
penambahan ikan nila tentu bukan hal yang mudah bagi pembudidaya dalam
mengadopsi inovasi baru yang mana sistem nilai pola kebiasaan yang telah lama
memelihara bandeng maupun udang. Untuk perlu dilihat bagaimana jaringan
komunikasi yang ada dan pengaruhnya dalam mengadopsi budidaya ikan nila
tersebut. Karena komunikasi merupakan salah satu media yang penting bagi
pembudidaya
dalam
penerapan
adopsi
diversifikasi
budidaya
tersebut.
Komunikasi merupakan unsur penting bagi kehidupan manusia. Sebagai
konsekuensi makhluk sosial , setiap manusia akan melaksanakan kegiatan
komunikasi bila ingin mengadakan hubungan dengan pihak lain. Oleh sebab itu,
terjadinya komunikasi sebagai konsekuensi hubungan sosial. Komunikasi berarti
proses penyampaian suatu pernyataan yang dilakukan oleh seseorang kepada
orang lain untuk memberitahu atau untuk mengubah sikap, pendapat atau
prilaku, baik langsung secara lisan, maupun tak langsung melalui media dengan
bahasa sebagai alat penyalurnya (Bungin, 2009).
Bertitik tolak dari deskripsi yang dikemukakan di atas, penulis tertarik
untuk menelaah mengenai ”Efek Jaringan Komunikasi terhadap Adopsi
Budidaya Ikan Nila (Oreochromis Niloticus) di
Desa Kanaungan,
Kecamatan Labakkang, Kabupaten Pangkep.
B.
Rumusan Masalah
Adapun yang diangkat sebagai rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah:
1.
Bagaimana jaringan komunikasi yang terjadi pada pembudidaya ikan nila
(Oreochromis Niloticus)
4
2.
Bagaimana efek jaringan komunikasi terhadap adopsi budidaya ikan Nila
(Oreochromis Niloticus) di Kabupaten Pangkep
C.
Tujuan dan Kegunaan
Tujuan yang ingin dicapai sehubungan dengan permasalahan penelitian
adalah sebagai berikut :
1.
Untuk mengetahui jaringan komunikasi yang terjadi pada petani tambak
budidaya ikan ikan nila ( Oreochromis Niloticus)
2.
Untuk mengetahui efek jaringan komunikasi terhadap adopsi budidaya
ikan Nila (Oreochromis Niloticus) di Kabupaten Pangkep.
Kegunaan penelitian adalah sebagai berikut:
1.
Sebagai bahan informasi bagi pemerintah daerah terhadap adopsi
budidaya ikan nila (Oreochromis niloticus) di Kabupaten Pangkep.
2.
Sebagai rekomendasi bagi ACIAR dalam upaya mengefektifkan jaringan
komunikasi yang terjadi pada pembudidaya ikan bandeng (Chanos-chanos)
terhadap adopsi budidaya ikan nila (Oreochromis niloticus)
3.
Sebagai bahan referensi bagi mahasiswa lain yang akan meneliti.
5
II. METODOLOGI PENELITIAN
A.
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus sampai September 2011.
Lokasi penelitian
di Desa Kanaungan, Kecamatan Labakkang Kabupaten
Pangkajene dan Kepulauan. Pemilihan lokasi penelitian ini dipilih secara
purposive (sengaja) dengan pertimbangan bahwa wilayah tersebut sebagai salah
satu daerah wilayah kerja ACIAR serta merupakan wilayah perikanan yang
potensial dalam diversifikasi pengembangan budidaya ikan nila.
B.
Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan menggunakan jenis
survey. Dimana diharapkan dari penelitian ini akan dideskripsikan secara
mendalam tentang jaringan komunikasi masyarakat pembudidaya dalam
pembudidayaan ikan nila.
C.
Penentuan Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pembudidaya ikan nila di
Desa Kanaungan Kabupaten Pangkep. Populasi pembudidaya sebanyak 18
orang. Sampel penelitian diambil sampel secara sensus (Satori, 2009), jadi
jumlah sampel yang akan diteliti yaitu sebanyak 18 dari keseluruhan
pembudidaya. Adapun pengambilan sampling dengan purposive dimana
pengambilan sampling dilakukan secara sengaja.
D.
Jenis dan Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini yaitu :
1.
Data primer
Data primer bersumber dari responden sebagai sampel dan informan
melalui wawancara dan pengamatan (observasi) langsung di lapangan.
6
Wawancara dilakukan secara langsung dengan pihak yang terkait langsung
dengan penelitian ini yaitu, masyarakat petambak ikan nila dan ikan bandeng.
2.
Data sekunder
Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari beberapa sumber yang
berkaitan dengan objek penelitian yaitu, Dinas Kelautan dan Perikanan Kab.
Pangkep, ACIAR, Kantor Badan Pusat Statistik (BPS) Kab. Pangkep dan
beberapa kepustakaan pendukung. Adapun data-data sekunder yanga diperoleh
dari instansi/lembaga terkait tersebut meliputi :
a.
Letak geografis dan wilayah administrasi Kabupaten Pangkep
b.
Jumlah penduduk Kabupaten Pangkep
c.
Data potensi perikanan (perikanan laut dan budidaya)
d.
Jumlah penduduk menurut kelompok usia, jenis kelamin, tingkat
pendidikan, dan mata pencaharian.
e.
Sarana dan prasarana meliputi bidang sosial budaya, transportasi dan
komunikasi, bidang ekonomi dan bidang kesehatan.
E.
Metode pengambilan data
Data hasil penelitian diperoleh dengan tahapan sebagai berikut :
a.
Observasi lapangan untuk mengetahui kondisis umum lokasi
b.
Wawancara langsung kepada responden dalam hal ini menggunakan alat
bantu berupa kuisioner.
c.
Studi Pustaka yaitu pengambilan data dengan membaca literature atau
hasil-hasil penelitian yang relevan dengan tema penelitian.
F.
Analisis data
Analisis data yang dimaksudkan untuk menjawab permasalahan guna
mencapai tujuan yang telah ditentukan.
7
Permasalahan pertama dan kedua dianalisis secara statistik deskriptif
yang didasarkan pada pembahasan variabel-variabel jaringan komunikasi
pembudidaya dan kinerja kelompok pembudidaya ikan bandeng dan nila. Selain
itu dilakukan mapping (pemetaan) terhadap kelompok pembudidaya untuk
menentukan efek dari jaringan komunikasi terhadap adopsi ikan nila.
G.
Konsep Operasional
1.
Budidaya Air Payau adalah budidaya yang dilakukan pada tambak yang
memiliki salinitas tertentu seperti pada ikan nila yang memiliki salinitas
antar 0-20 ppt.
2.
Ikan Nila adalah salah satu ikan air payau dimana diketahui sebagai
pemakan segala (omnivora), pemakan plankton, sampai pemakan aneka
tumbuhan sehingga ikan ini diperkirakan dapat dimanfaatkan sebagai
pengendali gulma air dan juga pakan yang diberikan bisa pakan dari alam
sehingga tidak terlalu sulit dalam pembudidayaan. Ikan nila yang
dibudidayaka di desa kanaungan adalah jenis Nila Gesit.
3.
Pola komunikasi adalah bentuk jaringan komunikasi yang terjadi pada
suatu
masyarakat
dalam
penyampaian
informasi.
Dalam
hal
ini
penyampaian informasi akan penerapan ikan nila pada pembudidaya di
desa kanaungan.
4.
Adopsi adalah penerapan terhadap suatu inovasi baru, dalam hal ini adopsi
ikan
nila
(Oreochromis
Niloticus)
didaerah
yang
secara
umum
membudidayakan bandeng (Chanos-Chanos).
5.
Pembudidaya adalah orang yang melakukan budidaya ditambak/kolam
ikan nila dimana diantara pembudidaya terjadi komunikasi dalam adopsi
ikan nila.
8
6.
Efek merupakan pengaruh jaringan komunikasi yang terjadi terhadap
pembudidaya dalam hal mengadopsi atau tidaknya ikan nila (Oreochromis
niloticus) yang dilakukan oleh adopter.
7.
Adopter adalah salah satu pembudidaya didesa kanaungan yang
melakukan penerapan uji coba pertama budidaya ikan nila (Oreochromis
niloticus).
9
III.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
Kondisi Umum Responden
1)
Tingkat Umur
Tingkat umur individu sangat mempengaruhi tingkat produktivitas dan
efektivitasnya dalam bekerja atau beraktivitas. Pemerintah dalam peraturan
menteri tenaga kerja menetapkan penggolongan usia rata-rata yaitu 0 – 14 tahun
adalah usia anak-anak (non produktif), usia 15-49 tahun adalah usia subur
(produktif), usia 15-60 adalah usia dewasa dan diatas 60 tahun merupakan usia
tua. Adapun kisaran umur responden dalam penelitian dapat dilihat pada tabel 8
dibawah ini :
Tabel 8. Karakteristik berdasarkan umur responden
Umur (Tahun)
Frekuensi
Persentase (%)
27-35
4
22,22
36-44
7
38,89
45-53
5
27,78
54-62
2
11,11
Jumlah
18
Sumber : Data Primer diolah, 2011
100
Tabel 8. Menunjukkan bahwa sebagian besar responden (pembudidaya) yang
bermukim didesa kanaungan termasuk dalam kategori yang berusia produktif
yang berarti berpotensi untuk bekerja dan melakukan aktivitas lainnya. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
10
Gambar 5. Karakteristik berdasarkan umur responden.
Berdasarkan gambar diatas terlihat bahwa responden yang memiliki presentase
yang dominan adalah responden yang memiliki tingkatan umur berkisar antara
36 – 44 tahun dengan persentase sebesar 38,89 %. Data ini menunjukkan ratarata responden merupakan golongan yang masih produktif untuk bekerja.
Sedangkan untuk responden yang memiliki tingkatan umur >54 tahun memiliki
presentase yang paling sedikit yaitu sebesar 11,11%. Data diatas menjelaskan
bahwa umur mempengaruhi jaringan komunikasi, karena semakin matang umur
yang dimiliki pembudidaya semakin banyak pengalaman dan jaringan yang
dibentuk untuk berkomunikasi dengan banyak orang.
2)
Tingkat Pendidikan
Pendidikan menentukan bagaimana tingkat kualitas penduduk disuatu
wilayah. Dengan pendidikan maka keterbelakangan dan melalui efeknya dapat
memotivasi untuk berprestasi. Adapun responden yang berpendidikan akan lebih
dinamis dan aktif dalam mencari informasi yang berhubungan dengan teknologi
dan pasar. Melalui tingkat pendidikan responden, maka terlihat bagaimana
pengaruh komunikasi yang terjadi diantara pembudidaya tersebut. Namun, untuk
pembudidaya sendiri pendidikan bukanlah hal yang utama karena mereka
bersekolah hanya untuk mengetahui bagaimana membaca dan menulis,
sementara
untuk
informasi
tentang
budidaya
mereka
hanya
dapatkan
11
berdasarkan pengalaman. Adapun tingkat pendidikan responden dapat dilihat
pada tabel 9 berikut :
Tabel 9. Karakteristik Berdasarkan Tingkat Pendidikan Responden
No
1
2
3
4
5
Pendidikan
Frekuensi
Persentase (%)
Tidak Sekolah
SD
3
16,67
SMP
3
16,67
SMA
12
66,67
DI/II/III
Jumlah
18
0
Dari tabel 8. diatas dapat dilihat bahwa tingkat pendidikan responden yang
dominan adalah SMA dengan tingkat persentase 66,67%, sementara SD dan
SMP tingkat persentasenya sama yaitu 16,67%, Adapun responden yang tidak
sekolah tidak ada. Sehingga dari data tersebut jelas bahwa pendidikan
responden cukup baik, karena rata-rata responden mendapatkan pendidikan
sampai SMA. Berikut gambar tingkat pendidikan responden didesa Kanaungan :
Gambar 6. Karakteristik berdasarkan Tingkat Pendidikan responden
3)
Jumlah Tanggungan
Jumlah tanggungan juga mempengaruhi pembudidaya terhadap adopsi
budidaya dan komunikasi yang terjadi. Adapun jumlah tanggungan responden
berdasarkan tabel 10 adalah sebagai berikut :
12
Tabel 10. Jumlah Tanggungan responden
Jumlah tanggungan
No
(orang)
Frekuensi
1
2–3
11
2
6–9
6
3
10 – 13
1
Jumlah
18
Sumber : data primer yang diolah 2011
Persentase (%)
61,11
33,33
5,56
100
Berdasarkan data diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa kebanyakan
responden memiliki jumlah tanggungan 2 -3 orang dengan persentase 61,11%.
Sedangkan untuk responden yang memiliki jumlah tanggungan antara 10 -13
orang hanya seorang responden saja dengan persentase terkecil 5,56%. Berikut
gambar persentase jumlah tanggungan responden :
Gambar 7. Karakteristik berdasarkan jumlah tanggungan
Berdasarkan gambar dijelaskan no.1 menjelaskan jumlah tanggungan
antara 2-3 orang, no.2 menjelaskan jumlah tanggungan antara 6-9 tanggungan
dan no.3 menjelaskan jumlah tanggungan antara 10-13 orang.
4)
Pengalaman Usaha
Pengalaman usaha mempengaruhi keterampilan dan kemampuan menerima
suatu inovasi dan menunjukkan tingkat kematangan seseorang dalam bekerja,
dan akan menjadi dasar bagaimana persepsi untuk menanggapi suatu objek
tertentu. Seseorang yang berpengalaman tentunya akan lebih berhati-hati dalam
13
menerima suatu teknologi karena telah memiliki pengalaman dan memiliki
kemampuan. Tabel 11 berikut menunjukkan responden berdasarkan pengalaman
usahanya.
Tabel 11. Pengalaman Usaha responden
No.
Pengalaman Usaha
Jumlah
%
1
7 – 15
11
61
2
16 – 24
2
11
3
25 – 33
3
17
4
34 – 42
2
11
18
100
Jumlah
Sumber : Data primer yang diolah 2011
Berdasarkan pengalaman usaha dapat dilihat bahwa tingkat pengalaman usaha
pembudidaya cukup tinggi. Semakin tinggi pengalaman usaha pembudidaya
maka semakin banyak pengetahuan yang dimiliki oleh pembudidaya, sehingga
kemampuan pembudidaya untuk budidaya lebih baik. Hal ini berpengaruh
terhadap tingkat adopsi pembudidaya untuk pertimbangan dalam mengadopsi
budidaya ikan nila atau tidak.
B.
Bentuk-Bentuk
Informasi
dan
Komunikasi
yang
diakses
oleh
Responden
Informasi adalah data yang diolah menjadi bentuk yang bermanfaat bagi
penggunanya untuk proses mengambil keputusan, baik keputusan saat ini
maupun keputusan yang akan diambil dimasa mendatang.
Dalam berbagai tulisan dijelaskan bahwa informasi yang diterima
seseorang akan menjadi cara pandang (persepsi) terhadap sesuatu. Informasi
merupakan salah satu bentuk yang stimulus yang efektif yang mengubah car
pandang dan persepsi seseorang terhadap apa yang terjadi disekitarnya.
Pada dasarnya bentuk – bentuk informasi yang diadopsi seseorang
berbeda-beda tergantung pada pola perilaku komunikasinya. Perilaku komunikasi
14
dapat berarti tindakan atau respon seseorang terhadap sumber informasi atau
sumber pesan. Informasi yang diakses dapat berupa media cetak dan media
elektronik. Sedangkan komunikasi yang berjalan dapat berupa komunikasi
interpersonal (tetangga, tokoh masyarakat, kepala desa, serta penyuluh),
komunikasi media masa (media cetak dan media elektronik).
1.
Bentuk Media yang di Akses
Media adalah bagian intergral dalam pengajaran yang digunakan sebagai
perantara untuk lebih mempertinggi efektivitas dan efisiensi dalam mencapai
tujuan pendidikan, dapat dikatakan bahwa media adalah pembawa pesan yang
berasal dari suatu sumber yang dapat berupa orang atau benda kepada
penerima pesan.
Media cetak adalah segala bentuk dan cetakan yang memiliki fungsi untuk
menyampaikan pesan kepda pembaca. Media cetak memiliki karakteristik mudah
dipahami, mudah dilihat, mudah dibaca. Untuk mengetahui bentuk-bentuk media
cetak yang dapat atau sering diakses oleh pembudidaya di desa Kanaungan
maka dibuat kuisioner untuk lebih memudahkan dalam mengetahui jenis media
cetak yang diakses untuk informasi budidaya ikan nila pada tabel 12 berikut ini.
Tabel 12. Bentuk-bentuk media cetak yang diakses oleh pembudidaya
No
1
2
3
4
5
5
6
Koran
Pernyataan yang Mengakses Media Cetak
Ya
%
Tidak
%
1
5,56
17
94,44
Majalah
Brosur
Koran + Majalah
Koran + Brosur
Majalah + Brosur
Koran + Majalah + Brosur
0
18
0
1
0
0
Jenis Media Cetak
0
100
0
5,56
0
0
18
0
18
17
18
18
Jumlah
(%)
100
0
100
94,44
100
100
Sumber : Data Primer Telah Diolah 2011
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa dari ke 18 responden persentase yang
mengakses surat kabar 5,56%, sedangkan yang mengakses informasi melalui
100
100
100
100
100
100
100
15
majalah tidak ada, yang mengakses informasi melalui brosur ada keseluruhan
dari responden total responden sebanyak 100%. Adapun brosur informasi yang
diperoleh tersebut berasal dari ACIAR sendiri sebagai pelaksana program. Ini
menunjukkan bahwa minat pembudidaya di desa Kanaungan untuk mengakses
informasi melalui media cetak sangat rendah hal ini dikarenakan waktu mereka
yang tidak ada untuk meluangkan waktu mencari informasi mengenai budidaya
ikan nila melalui media cetak. Berikut penuturan salah satu responden yang
menyatakan
“.......saya tidak punya waktu untuk membaca dari koran karena saya tidak hanya
membudidaya tapi saya juga punya pekerjaan sampingan, jadi memang tidak
ada waktu.
Berikut adalah gambar 8. Mengenai persentase media cetak yang diakses oleh
responden tersebut.
Gambar.8 Persentase media cetak yang diakses oleh responden
Rendahnya tingkat pengaksesan informasi responden terhadap media cetak
sangat dipengaruhi oleh waktu pembudidaya untuk menemukan informasi.
Selain media cetak, media elektronik seperti televisi dan radio juga
merupakan penyampai informasi dari sumber informasi kepada penerima pesan.
Dan untuk melihat informasi yang diakses oleh pembudidaya dapat dilihat pada
tabel 13 berikut.
16
Tabel 13. Jenis-jenis media elektronik yang diakses oleh pembudidaya
Pernyataan yang Mengakses Media
Elektronik
Ya
%
Tidak
%
1
Radio
0
0
18
100
2
Televisi
9
50
9
50
3
Radio + Televisi
0
0
18
100
Sumber : data primer yang diolah 2011
No
Jenis Media Cetak
Jumlah
(%)
100
100
100
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa persentase responden yang mengakses
informasi mengenai budidaya ikan nila melalui media elektronik radio sebanyak
0%, sementara yang mengakses televisi sebanyak 50% dari total responden .
Hal ini dapat disimpulkan bahwa dari keseluruhan responden tidak ada satupun
responden yang mengakses informasi mengenai budidaya ikan nila dari radio.
Jadi, informasi yang diakses melalui media elektronik hanya melalui televisi.
Berikut penuturan salah satu responden :
“saya selalu menonton televisi apalagi acara tentang budidaya, karena itu
ditelevisi ada dijelaskan bagaimana cara membudidaya sehingga penting untuk
saya sebagai petambak”
Dari penuturan salah satu responden diatas dapat diambil kesimpulan bahwa
informasi dari media elektronik juga penting bagi mereka, karena melalui media
elektronik khususnya televisi dapat memberikan informasi tambahan mengenai
budidaya tambak dan budidaya ikan nila. Walaupun hanya 50% dari responden
yang mengakses media elektronik yaitu televisi, hal ini dapat menjelaskan bahwa
pembudidaya didesa kanaungan sudah mulai terbuka untuk menerima informasi
dari luar tidak hanya dari lingkungan sendiri dan tidak hanya berdasarkan
pengalaman. Berikut adalah gambar 9. Mengenai media elektronik yang diakses
oleh pembudidaya.
17
Gambar 9. Persentase Media Elektronik yang diakses oleh pembudidaya
Dari penjelasan diatas maka dapat dilihat matriks mengenai informasi yang
diakses oleh responden baik melalui media cetak maupun media elektronik.
Kode Responden
Jenis Media Cetak
Koran Majalah Brosur
Jenis Media Elektronik
Radio
TV
AM
ADT
AT
BDN
RL
ADL
HM
ADP
HDM
MS
AK
DL
ADN
AB
PDS
ADR
AHS
HZ
Sumber : Data Primer yang diolah 2011
Dari matriks diatas maka terlihat jelas bahwa informasi media yang diakses oleh
responden masih sangat rendah, seperti untuk koran hanya satu responden yang
mengakses informasi melalui koran tersebut. Sementara untuk televisi 50% dari
18
responden yang mengakses. Untuk radio dan majalah sendiri tidak ada
seorangpun dari responden yang mengakses informasi dari media tersebut.
2.
Informasi Budidaya yang di Akses
Informasi yang diperoleh seseorang pada dasarnya sangat bergantung
bagaimana komunikasi yang ia lakukan untuk mendapatkan informasi. Adapun
komunikasi yang terjadi di pembudidaya didesa Kanaungan adalah komunikasi
kelompok.
Komunikasi kelompok adalah komunikasi yang berlangsung antara
beberapa orang dalam suatu kelompok “kecil” seperti dalam rapat, pertemuan,
konferensi
dan
sebagainya.
Michael
Burgoon
(dalam
Leeuwis,
2009)
mendefinisikan komunikasi kelompok sebagai interaksi secara tatap muka antara
tiga orang atau lebih, dengan tujuan yang telah diketahui, seperti berbagi
informasi, pemecahan masalah, untuk mencapai tujuan kelompok.
Dalam hal ini komunikasi yang terjadi diantara pembudidaya tambak di
desa Kanaungan adalah mengenai komunikasi untuk memperoleh informasi
sumber bibit, pakan, dan pupuk yang digunakan dalam budidaya tambak didesa
Kanaungan.
a.
Bibit
Bibit yang ditebar oleh pembudidaya umumnya digelondongkan terlebih
dahulu, adapun ukuran bibit setelah digelondongkan 3-5 cm. Adapun waktu
penggelondongan lebih kurang 1 bulan.
19
Berikut tabel 14 mengenai jaringan sumber bibit yang diperoleh untuk
proses pembudidayaan.
Tabel 14. Jaringan informasi sumber bibit
Jaringan Informasi proses Produksi
No
Bibit
Jumlah
%
1 Balai Takalar
4
22,22
2 AM
2
11,11
3 BR
11
61,11
4 JN
1
5,56
Total
18
Sumber : Data primer yang diolah 2011
100
Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa pembudidaya memperoleh bibit ikan
dari empat sumber yaitu balai takalar sebanyak 22,22%, AM 11,11%, BR 61,11,
dan JN 5,56%. Persentase tertinggi sumber bibit yaitu BR yang merupakan
penggelondong bibit sehingga sebelum bibit ditebar terlebih dahulu dilakukan
penggelondongan. Berikut adalah gambar 10 mengenai persentase sumber bibit
yang diperoleh.
Gambar 10. Sumber bibit yang diperoleh oleh pembudidaya
20
b.
Pakan
Pakan diberikan kepada ikan yang dibudidayakan berupa Turbo. Namun,
ada beberapa pembudidaya yang menggunakan pakan tradisional berupa dedak.
Berikut tabel 15 sumber pakan yang diperoleh oleh pembudidaya
Tabel 15. Jaringan informasi sumber pakan
Jaringan informasi proses produksi
No
Pakan
Jumlah
%
1
HZ
16
88,89%
2
PB
1
5,56%
3
PABRIK
1
5,56%
Total
18
100%
Sumber : data primer yang diolah 2011
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa sumber pakan bagi pembudidaya berasal
dari HZ sebanyak 88,89%, dari Surabaya 5,56% dan dari PB 5,56%. Pribadi
yang dimaksud adalah perorangan dimana pembudidaya yang menggunakan
pakan
sendiri
hanya
menggunakan
pupuk
sebagai
pakan
dan
tidak
menggunakan pakan seperti pakan turbo. Berikut adalah gambar 11 dimana
terlihat persentase sumber pakan.
Gambar 11. Jaringan informasi sumber pakan
21
c.
Pupuk
Pupuk yang digunakan biasanya pupuk TSP, Urea, dan beberapa pembudidaya
lainnya menggunakan pupuk kandang. Tabel 16 menunjukkan sumber pakan
yang diperoleh oleh pembudidaya.
Tabel 16. Jaringan informasi sumber pupuk
Jaringan informasi proses produksi
No
Pupuk
Jumlah
%
1
JL
17
94,44
2
Pangkajene
1
5,56
18
100
Total
Sumber : Data Primer yang diolah 2011
Dari tabel 16.terlihat bahwa hampir dari keseluruhan responden 94,44%
memperoleh pakan dari HJ sedangkan 5,56% responden yang memperoleh dari
pangkajene dalam hal ini yang dimaksud dengan pangkajene adalah pasar
tempat pemasaran pupuk. HJ merupakan distributor pupuk di desa Kanaungan,
namun
kesulitan
yang
dialami
pembudidaya
kadang-kadang
kesulitan
mendapatkan pupuk karena pupuk yang dipasarkan tergantung dari musim
tanam, sehingga kadang-kadang sebagian petambak menggunakan pupuk
kandang sebagai alternatif. Berikut adalah persentase sumber pupuk yang
diperoleh.
Gambar 12. Jaringan informasi sumber pupuk
22
C.
Pola Jaringan Komunikasi yang terjadi pada Pembudidaya
Komunikasi yang terjadi pada pembudidaya tidak hanya terjadi diantara
pembudidaya saja tetapi ada juga informasi yang mereka peroleh dari berbagai
sumber untuk penguatan pengadopsian keputusan yang dibuat dalam hal ini
diversifikasi ikan nila. Adapun informasi yang diperoleh oleh pembudidaya untuk
mengadopsi ikan nila adalah :
1.
adanya informasi yang diperoleh tentang ikan nila (ACIAR, Balai)
2.
adanya informasi mengenai keuntungan relatif tentang budidaya ikan nila
dibanding ikan budidaya sebelumnya
3.
adanya informasi dari adopter (AM) mengenai ikan nila yang telah diuji
coba.
Berikut adalah tabel 17. Saluran komunikasi diantara pembudidaya
Tabel 17. Saluran komunikasi pembudidaya
No
Saluran
Komunikasi
Pernyataan Responden
Jumlah
Ya
%
Tidak
%
1
Kantor Desa
1
5,56
17
94,44
100,00
2
Penyuluh
6
33,33
11
61,11
94,44
3
ACIAR
18
100,00
0
0,00
100,00
4
Balai Air Payau
6
33,33
11
61,11
94,44
5
Tokoh Masyarakat
15
83,33
3
16,67
100,00
6
Tetangga/ Teman
15
83,33
3
16,67
100,00
Sumber : Data primer yang diolah 2011
Dari saluran informasi diatas dapat jelas terlihat bahwa komunikasi yang sering
terjadi diantara pembudidaya adalah dengan ACIAR dengan persentase 100%
dimana adanya kelompok
petambak
yang dibantu oleh ACIAR untuk
mengadakan pertemuan-pertemuan membahas mengenai budidaya ikan nila.
Sementara informasi lain yang diperoleh oleh petambak adalah dari tokoh
masyarakat, tetangga/teman, balai air payau, penyuluh serta kantor desa.
23
Adapun informasi yang diperoleh adalah mengenai bagaimana budidaya ikan
nila, dan bagaimana permasalahan yang dihadapi oleh pembudidaya dalam
usaha menbudidayakan. Berikut adalah gambar 11. Saluran komunikasi yang
terjadi diantara pembudidaya.
Gambar 13. Saluran Komunikasi yang terjadi diantara pembudidaya
Saluran komunikasi yang terjadi diantara pembudidaya mempengaruhi tingkat
adopsi pembudidaya terhadap ikan nila, karena komunikasi yang terjadi dapat
memberikan informasi tambahan kepada pembudidaya mengenai adopsi ikan
nila.
Pola jaringan komunikasi yang sering terjadi diantara pembudidaya di
desa kanaungan bergantung pada adopter dalam hal ini Abd.Majid , adopter
disini memiliki hubungan komunikasi yang baik dengan pembudidaya disekitar
wilayah tersebut, memiliki hubungan dengan ACIAR, Balai, dan juga Sumber
Lain yang menjalin hubungan komunikasi untuk mendapatkan berbagai informasi
tentang budidaya, adaapun skema mengenai pola komunikasi adopter dan
jaringan komunikasinya dapat dilihat pada skema berikut :
24
Skema.1 Pola komunikasi Adopter dengan Sekitarnya
Dari skema diatas dapat dijelaskan bahwa ACIAR sebagai pelaksana program
memiliki komunikasi dengan adopter dan balai. Sementara pembudidaya untuk
mendapatkan informasi melalui adopter dan juga balai, Pembudidaya juga
mendapatkan informasi dari media sebagai informasi tambahan dalam proses
pembudidayaan.
Selain
itu
apabila
ada
masalah
yang
dihadapi
oleh
pembudidaya mereka mencari informasi dari berbagai sumber mulai dari tokoh
masyarakat, tetangga/teman, dan juga beberapa penyuluh. Jadi informasi yang
diperoleh dapat memberikan pengaruh bagi pembudidaya untuk mengambil
keputusan dalam budidaya.
D.
Efektivitas jaringan komunikasi terhadap Adopsi Budidaya Ikan Nila
Dengan adanya pola jaringan komunikasi seperti yang terlihat diatas, maka
dapat dijelaskan bagaimana efektivitas jaringan komunikasi berpengaruh
25
terhadap adopsi budidaya ikan nila (Oreochromis niloticus). Dengan adanya
stakeholder dalam hal ini Abd.Majid sebagai adopter budidaya di desa
Kanaungan yang telah membudidayakan nila dalam waktu 4 bulan dan telah
memberikan
hasil,
maka
hal
tersebut
memberikan
pengaruh
kepada
pembudidaya lain yang disekitar desa kanaungan untuk ikut mengadopsi ikan
nila. Berikut adalah tabel 17. Sikap pembudidaya terhadap adopsi ikan nila
disekitar desa Kanaungan.
Tabel 17. Sikap pembudidaya terhadap adopsi ikan nila
No
Sikap Pembudidaya
Jumlah
%
1
Akan Mengadopsi
11
61,11
2
Sudah Mengadopsi
6
33,33
3
Tidak Mengadopsi
1
5,56
18
100
Total
Sumber : data primer yang diolah 2011
Dari data diatas maka dapat disimpulkan bahwa dari keseluruhan responden
61,11% akan mengadopsi budidaya ikan nila, sementara 33,33% sudah
mengadopsi ikan nila, sementara persentase yang tidak mengadopsi hanya
5,56%. Tingginya minat pembudidaya akan adopsi budidaya ikan nila karena
adanya stakeholder dalam hal ini AM yang berperan sebagai adopter budidaya
ikan nila dan telah menunjukkan hasil. Hal ini memberi pengaruh yang positif
terhadap adopsi budidaya ikan nila tersebut. Sementara bagi pembudidaya yang
tidak mengadopsi ikan nila dikarenakan kondisi lahan tambak yang memiliki
salinitas yang sangat tinggi sehingga tidak memungkinkan untuk nila bisa
bertahan hidup. Berikut penuturan pembudidaya yang tidak bisa mengadopsi
ikan nila:
“sebenarnya saya ingin sekali mencoba budidaya ikan nila seperti yang dilakukan
Pak Majid, tapi karena lahan tambak saya kadar garamnya tinggi sehingga saya
tahu kalau nila tidak bisa bertahan hidup bahkan langsung mati.”
26
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa sebenarnya keseluruhan dari
responden yang diwawancarai juga ingin mengadopsi ikan nila namun karena
kondisi lahan yang tidak bisa digunakan untuk budidaya ikan nila. Berikut adalah
gambar 14. Sikap pembudidaya terhadap adopsi budidaya ikan nila.
Pengaruh adopter dalam hal ini AM dalam budidaya ikan nila memang sangat
besar, karena jaringan komunikasi yang terjadi disekitar pembudidaya tentunya
memberi pengaruh bagi pembudidaya dalam mengambil keputusan untuk
mengadopsi atau tidak. Informasi yang diperoleh dari adopter memberikan
masukan bagi pembudidaya yang lain untuk mengadopsi ikan nila. Seperti dalam
buku yang ditulis oleh Leeuwis (2009), bahwa salah satu hal yang mempengaruhi
pembuatan keputusan adalah karena adanya dorongan memperkuat sikap
dengan pengaruh dari yang lain. Hal ini jelas, bahwa pengaruh adopter sangat
besar bagi pembudidaya lainnya. Berikut dapat dilihat model tahapan proses
keputusan inovasi pembudidaya disekitar desa kanaungan terhadap adopsi
budidaya ikan nila.
27
Model Tahapan Proses Keputusan Adopsi Ikan Nila
Kondisi
sebelumnya
1.Adanya
adopter
E.
(Abd.Majid)
F.
.2,Masalah
budidaya
bandeng dan
G.
udang
I.
II.
III.
IV.
pengenalan
budidaya
ikan nila
Persuasi
budidaya
Keputusan
adopsi
Pelaksanaan
ikan nila
3.Keinovatifan
terhadap
adopsi ikan nila
Ciri-Ciri pengambil
keputusan :
1.Ciri sosial
pembudidaya
2.Ciri
kepribadian
pembudidaya
3.Perilaku
komunikasi
diantara
pembudidaya
Sifat Inovasi:
1. Kesesuaian
2.Ketercobaan
3.Kompleksitas
4.keteramatan
adopsi
V.
Konfirmasi
Adopsi :
Melanjutkan
Akan mencoba
Tidak mengadopsi
Dari model diatas dapat dilihat kondisi sebelum adanya adopter dalam hal
ini AM, terjadi beberapa masalah dalam pembudidayaan bandeng dan udang
mulai dari penyakit udang dan jangka waktu pemanenan dari bandeng, dengan
melihat hal tersebut ACIAR melalui programnya melakukan suatu diversifikasi
terhadap budidaya ikan nila, sehingga ada keinovatifan terhadap adopsi ikan nila
melalui adopter Abd.Majid.
Pada model tahapan proses keputusan inovatif ada pengenalan budidaya
ikan nila dimana pengenalan dilakukan oleh ACIAR, walaupun beberapa dari
antara pembudidaya sudah memiliki pengalaman dalam membudidayakan ikan
nila namun dengan adanya program ACIAR maka memberikan tambahan
informasi tentang budidaya ikan nila.
Pada tahap persuasi tersebut ada keputusan bagi pembudidaya untuk
mengadopsi atau tidak, sifat inovasi yang berdasarkan ketersesuaian lingkungan
yang ada. Adapun dalam pengambil keputusan ada tiga ciri yang diperhatikan
28
dari pembudidaya itu sendiri. Untuk ciri sosial pembudidaya dilihat bagaimana
interaksi yang terjadi dilingkungan pembudidaya akan memberi pengaruh dalam
mengambil
keputusan,
sedangkan
ciri
kepribadian
pembudidaya
juga
menentukan bagaimana karakter pembudidaya dalam penerimaan akan adanya
inovasi dalam hal ini adopsi ikan nila, dan yang terakhir ciri yang paling
berpengaruh adalah bagaimana perilaku komunikasi diantara pembudidaya yang
memberi pengaruh untuk menerima inovasi.
Dalam pembudidaya didesa kanaungan ada yang sudah mengadopsi
budidaya ikan nila namun ada juga yang akan mengadopsi, dan ada yang tidak
dapat mengadopsi karena kondisi lahan yang tidak memungkinkan. Keputusan
yang menentukan untuk pelaksanaan pengadopsian yang dilakukan oleh
pembudidaya didesa Kanaungan sebagai sasaran diversifikasi budidaya ikan nila
(Oreochromis niloticus).
29
IV. SIMPULAN DAN SARAN
A.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian didesa Kanaungan kecamatan Labakkang
maka, dapat ditarik kesimpulan bahwa :
-
Jaringan komunikasi yang terjadi diantara pembudidaya ikan nila terjadi
disekitar wilayah pembudidaya, ACIAR, Balai air payau , tokoh masyarakat,
tetangga/teman pembudidaya.
-
Jaringan komunikasi yang terjadi memberikan efek untuk mengadopsi ikan
nila sebagai diversifikasi perikanan yang akan membantu pembudidaya
dalam mengatasi masalah-masalah budidaya dan danya adopter yang
memulai uji coba budidaya ikan nila memberikan pengaruh positif kepada
pembudidaya lain untuk mengadopsi ikan nila sebagai diversifikasi
budidaya tambak.
B.
SARAN
1.
Pemerintah dan pihak – pihak terkait seharusnya lebih intens dalam
memberikan informasi tentang budidaya kepada pembudidaya di desa
Kanaungan.
2.
Bagi pihak-pihak yang terakhir agar lebih membantu peningkatan kualitas
dari seorang adopter karena semakin baik kualitas adopter maka akan
semakin
memberikan efek yang positif bagi pembudidaya disekitarnya
dalam penerimaan inovasi yang baru.
30
DAFTAR PUSTAKA
Baran, Davis.2010. Teori Dasar Komunikasi Pergolakan dan Masa Depan
Massa, Jakarta : Salemba Humanika.
Bungin, 2009. Sosiologi Komunikasi, Jakarta : Kencana.
Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2011. Http :// www. Perikanan-budidaya.
kkp.go.id, (diakses diinternet pada tanggal 27 Juli 2011)
Http :// www, scribd.com. budidaya Ikan nila, (diakses diinternet tanggal 28 Juli
2011)
Wikipedia. 2011. Http ://id. Wikipedia.org/wiki/skala. Likert, (diakses diinternet
tanggal 28 Juli 2011)
Http: //is2d. pdii. Lipi. go.id, diakses diinternet tanggal 29 Juli 2011
H.P, Rosmawaty, 2010. Mengenal Ilmu Komunikasi. Jakarta : Widya Padjajaran.
Leeuwis, Cees. 2009. Komunikasi untuk Inovasi Pedesaan. Jogyakarta :
KANISIUS.
M.Yusup, Pawit, 2009. Ilmu Informasi Komunikasi dan Kepustakaan, Jakarta :
PT.Bumi Aksara.
Nugroho, Kristanto. 2008. Panduan Lengkap Ikan Konsumsi Air Tawar Popular.
Jakarta: Swadaya.
Satori, Komariah.2009. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Alfabeta.
Soyomukti, Nurani. 2010. Pengantar Ilmu Komunikasi . Jogyakarta : Ar-ruzz
media.
Download