PERNIKAHAN SEBAGAI IDENTITAS DIRI (Studi

advertisement
PERNIKAHAN SEBAGAI IDENTITAS DIRI
(Studi Fenomenologi tentang Pernikahan Campur Suku Batak
dengan Suku Lainnya di Banjarmasin, Kalimantan Selatan)
Oleh :
ERNA FERINA MANALU
210120100024
ARTIKEL
Untuk Memenuhi Salah Satu Gelar Syarat Ujian
Guna Memperoleh Gelar Magister Ilmu Komunikasi
Program Pendidikan Magister Program Studi Ilmu Komunikasi
Bidang Kajian Utama Ilmu Komunikasi
PROGRAM PASCASARJANA
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2012
ABSTRAK
Penelitian tesis yang berjudul “Pernikahan Sebagai Identitas Diri (Studi
Fenomenologi Pernikahan Campur Suku Banjar dan Lainnya di Banjarmasin,
Kalimantan Selatan)” yang dilakukan oleh Erna Ferina Manalu di jenjang
pendidikan Magister Ilmu Komunikasi untuk mengetahui pengalaman hidup
pernikahan campur yang terjadi di Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Dengan
pertanyaan penelitian sebagai berikut : (1) Bagaimana memaknai identitas diri
dalam sebuah kehidupan pernikahan campur ? (2) Bagaimana pola komunikasi
antar pribadi yang terjadi dalam sebuah pernikahan campur? (3) Bagaimana
adaptasi yang terjadi dalam sebuah pernikahan campur? Metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah kualitatif, yang bertujuan menggali lebih dalam
sebuah fenomena melalui sebuah pengalaman hidup. Dimana subyek penelitian
ini ditentukan dengan kriteria dan diperoleh enam (6) orang wanita dari
pasangan pernikahan campur. Lokasi penelitian bertempat di Banjarmasin,
Kalimantan Selatan. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu dengan
menggunakan wawancara mendalam (depth interview) serta dokumen. Untuk
menjaga objektivitas dari penelitian ini maka peneliti menggunakan triangulasi
dalam menjaga keabsahan data yang diperoleh. Hasil penelitian ini
menggambarkan bahwa dalam sebuah pernikahan campur akan menghasilkan
sebuah identitas baru dari pola penyesuaian komunikasinya dimana hasil dari
penelitian ini yaitu : (1) Makna identitas diri dalam sebuah pernikahan campur
terbentuk karena budaya patrilineal dari pasangan dan karakteristik dalam
memilih pasangan. Sehingga identitas diri dibedakan menjadi dua yaitu identitas
diri sebelum (terbentuk dari karakter, budaya asal, lingkungan keluarga) dan
setelah menikah (terbentuk dari pasangan, budaya pasangan, lingkungan /
pergaulan) (2) Pola Komunikasi Antar pribadi dalam pernikahan campur
dilakukan dalam bentuk penyesuaian komunikasi. Dihasilkan tiga pola yaitu
adaptif, inisiatif dan dominan. (3) Adaptasi yang terjadi dalam sebuah
pernikahan campur dilakukan untuk mempertahankan keharmonisan rumah
tangga. Adapun bentuk-bentuk adaptasi yang dilakukan yaitu adaptasi bahasa,
makanan, ritual dan adat istiadat, agama, serta pergaulan atau lingkungan.
i
DAFTAR ISI
Halaman Judul
Lembar Pengesahan
Abstrak ............................................................................................................................. i
Daftar isi ............................................................................................................................ ii
I.
PENDAHULUAN .................................................................................................... 1
II. METODOLOGI ...................................................................................................... 4
2.1
Kerangka Pemikiran ........................................................................................... 4
2.2
Metode Penelitian .............................................................................................. 5
2.3
Subyek Penelitian ............................................................................................... 6
2.4
Teknik Pengumpulan Data ................................................................................. 7
2.5
Teknik Analisis Data .......................................................................................... 8
2.6
Lokasi Penelitian ................................................................................................ 9
2.7
Triangulasi Data ................................................................................................. 10
III. HASIL DAN ANALISIS ........................................................................................ 11
3.1
Hasil ................................................................................................................... 11
3.1.1 Makna Identitas Diri dalam Pernikahan Campur ............................................... 11
3.1.2 Pola Komunikasi Antar Pribadi dalam Pernikahan Campur ............................. 11
3.1.3 Adaptasi dalam Pernikahan Campur ................................................................... 12
3.2
Analisis .............................................................................................................. 12
3.2.1 Makna Identitas Diri dalam Pernikahan Campur ............................................... 12
3.2.2 Pola Komunikasi Antar Pribadi dalam Pernikahan Campur ............................. 13
3.2.3 Adaptasi dalam Pernikahan Campur ................................................................... 14
IV. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ............................................................ 15
4.1
Kesimpulan ........................................................................................................ 15
4.2
Rekomendasi ..................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 18
ii
I.
PENDAHULUAN
Pernikahan campur antara Suku Batak dengan suku lainnya yang sering
terjadi di Banjarmasin, Kalimantan Selatan dilandasai dengan berbagai alasan
dimulai dari banyaknya warga Suku Batak pendatang yang bermukim di
Banjarmasin, Kalimantan Selatan menyebabkan fenomena pernikahan campur
antara suku Batak dengan suku lainnya yang terdapat di Indonesia semakin
banyak pula. Berbagai alasan warga Suku Batak yang mengunjungi
Banjarmasin menjadi pendukung fenomena tersebut, mulai dari perubahan
taraf hidup, karena pendidikan, karena pekerjaan bahkan karena adanya sanak
saudara yang telah lebih dulu berada di Banjarmasin. Fenomena pernikahan
campur Suku Batak dengan Suku lainnya di Banjarmasin telah berlangsung
relatif lama dan telah menjadi hal yang biasa terjadi.
Memperbincangkan fenomena pernikahan berbeda suku dalam hal ini di
Banjarmasin Kalimantan Selatan dengan budaya yang kolektif seperti di
Indonesia, sesungguhnya mengajak kita memahami akan sebuah realitas yang
sangat khas dan membutuhkan penghayatan sendiri secara otentik. Adapun
kekhasan dari penelitian ini yaitu kecenderungan persepsi negatif dari masingmasing keluarga asal mengenai suku Batak disebabkan oleh stereotipe.
Peneliti melihat bahwa kemungkinan bukan sekedar cinta yang menjadi
landasan yang fundamental dalam sebuah pernikahan yang dilakukan oleh
pasangan-pasangan suami istri yang menikah beda suku. Namun juga
memperpertimbangkan secara menyeluruh dan melibatkan significant other
yang terkait keputusan untuk tetap melanjutkan atau membatalkan pernikahan
1
2
menjadi makna bersama yang tidak dirundung penyesalan kelak dikemudian
hari.
Interaksi antar budaya dalam konteks komunikasi sering kali menghadapi
masalah atau hambatan-hambatan dalam penggunaan bahasa, lambanglambang, nilai atau norma masyarakat yang terdapat di dalamnya. Demikian
pula dengan interaksi dalam sebuah pernikahan khususnya dalam pernikahan
antar suku tidak menutup kemungkinan untuk menghadapi berbagai
permasalahan. Namun, dibalik perbedan kesukuan yang terjadi dalam sebuah
perpaduan dua kebuyadaan dalam sebuah ikatan pernikahan antar suku
terdapat hal yang sangat menarik terjadi pada pasangan-pasangan yang
menikah berbeda suku dari hasil observasi lapangan yang disebut sebagai
observasi pra penelitian diantaranya yaitu mahirnya para istri yang telah
menikah dengan Suku Batak dalam menggunakan bahasa batak walaupun
logat-logat daerah asal mereka masih melekat, hingga pada penggunaan
atribut dari Suku Batak yang tidak mereka sadari telah mereka pergunakan
seperti ulos menjadi pakaian hingga pada pemasangan-pemasangan ornamen
suku Batak di tempat tinggal mereka. Dari fenomena tersebut wanita-wanita
yang berasal diluar dari Suku Batak merupakan pelaku dari sebuah
komunikasi antar pribadi dalam sebuah ikatan pernikahan dimana didalamnya
terdapat proses mempertahankan identitas hingga pada proses pertukaran
identitas dalam kehidupan pernikahan mereka.
Dengan demikian penelitian ini ingin memaparkan pengalaman kehidupan
pernikahan seseorang yang berasal dari suku selain Batak yang menikah
3
dengan seseorang yang berasal dari Suku Batak. Tujuan dari penelitian ini
untuk
melihat
pengalaman
hidup
pernikahan
campur
dalam
pola
komunikasinya serta pertukaran identitas diri seseorang tersebut ketika
memasuki sebuah kelompok baru yang dengan berbagai ikatan dan hubungan
yang terdapat di dalamnya. Manfaat secara teoritis yang diharapkan yaitu
dapat memberikan kontribusi yang positif dalam pengembangan ilmu
komunikasi khususnya konteks
komunikasi antar pribadi. Selain itu,
penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi penelitian selanjutnya.
Sedangkan secara praktis, penelitian ini dapat menjadi panduan bagi pasangan
yang akan melangsungkan pernikahan campur antar etnis dalam menjalankan
kehidupan pernikahan mereka. Akhirnya peneliti berharap penelitian ini dapat
memberikan manfaat yang banyak baik secara teoritis maupun metodologis
ataupun praktis.
Dari pemaparan diatas, peneliti tertarik untuk mengobservasi dan
mengkaji lebih mendalam mengenai kehidupan pernikahan campur antar etnis
dengan melihat pola interaksi komunikasi, pengkomunikasian identitas hingga
pada adaptasi dalam pernikahan antar suku. Dari hal tersebut, maka peneliti
berharap dapat mencermati elemen-elemen komunikasi antar pribadi yang
dipertukarkan dalam interaksi sebuah pernikahan campur antar etnis. Sehingga
dapat diketahui makna sebuah pernikahan dari sebuah pernikahan campur
pada masing-masing individu yang berasal dari suku yang berlainan, dalam
hal ini adalah Suku Batak dan suku lainnya di Banjarmasin, Kalimantan
Selatan.
4
Studi ini akan mengungkapkan pengalaman pernikahan
seseorang
(individu) yang berasal dari suku lain (selain Suku Batak) dalam menjalani
kehidupan pernikahannya dengan Suku Batak, dilihat dari kehidupan seharihari baik sebagai pribadi dan sebagai anggota baru dari kelompok Suku Batak.
Dan dari fokus penelitian tersebut, maka pertanyaan penelitian ini adalah :
1. Bagaimana memaknai identitas diri dalam kehidupan pernikahan campur?
2. Bagaimana pola komunikasi antar pribadi yang terjadi dalam sebuah
pernikahan campur?
3. Bagaimana adaptasi yang terjadi dalam sebuah kehidupan pernikahan
campur?
II.
Metodologi
2.1
Kerangka Pemikiran
Diketahui secara luas bahwa identitas adalah merupakan citra diri yang
dikonstruksi, dialami dan dikomunikasikan oleh setiap manusia saat
berinteraksi. Individu-individu pada dasarnya memiliki banyak identitas yang
berkaitan dengan peran yang dimainkan dalam masyarakat, namun satu dari
identitas tersebut terkait erat dengan latar belakang etnik yang dianggap
sebagai bagian penting diri, bahkan merupakan inti diri. Di dalam masyarakat
multikultural seperti Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan, interaksi dan
komunikasi antarindividu dari berbagai suku yang terdapat di dalamnya yang
memiliki kebudayaan yang berbeda pula berlangsung sepanjang waktu.
Demikian pula Suku Batak selaku pendatang di Kota Banjarmasin, yang
mengidentifikasikan dirinya sebagai seorang suku Batak yang memiliki
5
pandangan atau penilaian dari suku lain yang terdapat di Banjarmasin, dalam
jalinan hubungan antarrpibadinya dengan pasangannya yang berbeda suku.
Demikian sebaliknya, pasangan seorang yang berasal dari suku batak yang
berasal dari suku selain suku Batak maka akan mengalami berbagai
permasalahan. Hal-hal yang akan disajikan dan ditelaah dalam penelitian ini
yaitu pengkomunikasian identitas dari masing-masing individu yang
melangsungkan pernikahan antar etnis dapat ditelaah dengan didasari Teori
Identitas Sosial. Hal kedua yang akan diteliti dalam penelitian ini yaitu
keputusan untuk menikah dengan Suku Batak yang berkaitan dengan poses
adaptasi tiap individu yang melangsungkan pernikahan campur antar etnis
sebagai refleksi kehidupan pernikahannya dengan di dasari pada teori FIRO.
Dan hal terpenting yang ketiga dalam penelitian ini yaitu pola komunikasi
dalam sebuah pernikahan campur antar etnis dalam konteks komunikasi antar
pribadi.
2.2
Metode Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan dengan metode kualitatif. Metode
penelitian kualitatif berusaha memahami dan menafsirkan makna suatu
peristiwa interaksi tingkah laku manusia dalam situasi tertentu menurut
perspektif peneliti sendiri (Usman, 2004 : 81). Penelitian kualitatif bertujuan
untuk
menjelaskan
fenomena
dengan
sedalam-dalamnya
melalui
pengumpulan data sedalam-dalamnya. Tradisi kualitatif sangat bergantung
pada pengamatan mendalam perilaku manusia dan lingkungannya.
6
Penelitian ini menggunakan pendekatan fenomenologi yang berfokus
pada pengalaman subyektif manusia dan interpretasi dunia. Fenomenologi
juga menekankan aspek subjektif dari perilaku manusia. Dalam penelitian ini
peneliti tidak berasumsi bahwa penelitian mengetahui arti sesuatu dari pelaku
pernikahan campur di Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Oleh karena itu
peneliti berusaha untuk masuk ke dalam dunia konseptual para pelaku
pernikahan campur sedemikian rupa sehingga peneliti mengerti apa dan
bagaimana pola komunikasi dan pertukaran identitas yang terjadi dalam
sebuah pernikahan campur dalam komunikasi antar pribadi.
2.3
Subyek Penelitian
Untuk menentukan informan penelitian harus benar-benar representative
yakni mampu mewakili untuk memberikan informasi yang selengkaplengkapnya dan akurat. Penentuan informan dalam penelitian ini secara
(purposive) tujuan pemilihan secara purposive adalah untuk mendapatkan
data yang valid dan secara jelas dapat menjawab dari rumusan masalah
penelitian yang diangkat (Husaini, 2006 : 78).
Adapun kriteria dari subyek penelitian kali ini yaitu :
(a) Wanita yang telah menikah lebih dari 5 tahun
(b) Jarak usia antara laki-laki dan perempuan di atas 3 tahun
(c) Bertempat tinggal di Banjarmasin, Kalimantan Selatan
(d) Sudah melaksanakan Pesta Adat pernikahan
(e) Sudah melakukan Pesta Adat Pemberian Marga
(f) Beragama Kristen atau Katolik
7
(g) Aktif dalam Perkumpulan Marga
(h) Telah mempunyai anak
Sehingga dari kriteria-kriteria tersebut disimpulkan terdapat lima orang
pasang suami istri yang menikah berbeda suku yang terdapat di Banjarmasin,
Kalimantan Selatan.
2.4
Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini akan mengobservasi secara partisipatif subyek penelitiannya,
mewawancarai secara mendalam dan mendokumentasikan data-data yang
relevan dengan masalah yang diteliti secara alamiah. Sehingga keikutsertaan
penulis dalam observasi tidak disadari sebagai suatu tindakan investigatif
juga aktifitas wawancara mendalam tidak terasa sebagai suatu upaya
penggalian informasi oleh subjek penelitian.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam memperoleh data dan
mengumpulkan data dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut :
1. Observasi : pengambilan data yang dilakukan oleh peneliti dengan cara
melakukan penggamatan langsung menyangkut segala hal yang berkaitan
dengan penelitian. Pengamatan yang cermat memungkinkan peneliti
memahami situasi-situasi yang terjadi bahkan menemukan fakta baru
dilokasi penelitian. Dalam kegiatan observasi peneliti terlibat langsung
dengan kegiatan keseharian subjek penelitiannya, sambil melakukan
pengamatan peneliti ikut serta dalam dinamika kehidupan informan yang
telah ditentukan. Dengan observasi partisipatif data yang diperoleh akan
lebih lengkap, tajam, dan sampai kreatifitas dalam metode penelitian,
8
karena pada prakteknya, metode ini memerlukan berbagai keahlian
peneliti (Kuswarno, 2008 : 51).
2. Wawancara mendalam (depth interview) : wawancara mendalam atau
tidak terstruktur hampir sama dengan percakapan informan (Mulyana,
2008 : 181). Wawancara jenis ini dilakukan karena bersifat luwes,
susunan pertanyaan diubah saat wawancara dilaksanakan, disesuaikan
dengan kebutuhan dan kondisi informan yang dihadapi.
3. Dokumen : Peneliti, membaca, mencari, mengumpulkan buku-buku,
jurnal-jurnal, arsip-arsip atau sumber ilmiah lainnya yang relevan dengan
permasalahan yang diteliti. Hal ini dilakukan oleh peneliti untuk
mempermudah memperlajari, mencermati, dan menggambarkan situasi
kejadian, dan menuliskannya sebagai suatu karya ilmiah yang dianggap
penting, agar data yang dihasilkan lebih akurat.
2.5
Teknik Analisis Data
Analisis data menurut Patton (Moleong, 2004 : 103) adalah proses
mengatur urutan data mengorganisasikan ke dalam suatu pola, kategori dan
satuan urutan dasar. Analisis data merupakan upaya mencari dan
mensistematiskan catatan hasil observasi, wawancara juga dokumentasi yang
dilakukan dalam proses penelitian, untuk meningkatkan pemahaman peneliti
atas temuan-temuan permasalahan yang diteliti.
Kemudian data yang diperoleh dari lapangan dilakukan analisis melalui
tahapan-tahapan sebagai berikut :
9
a.
Tahap pertama : Kategorisasi dan mereduksi data, yaitu melakukan
pengumpulan terhadap semua informasi penting yang terkait dengan
masalah penelitian ini, selanjutnya data itu dikelompokkan sesuai dengan
topik permasalahan.
b.
Tahap kedua : Data yang dikelompokkan selanjutnya disusun dalam
bentuk narasi-narasi sehingga data berbentuk rangkaian informasi yang
bermakna sesuai dengan masalah penelitian.
c.
Tahap ketiga : Melakukan interpretasi pada data, yaitu dengan
menginterpretasikan apa yang telah diberikan dan diinterpretasikan oleh
informan terhadap masalah yang diteliti.
d.
Tahap keempat : Pengambilan kesimpulan berdasarkan susunan narasi
yang telah disusun pada tahap ketiga, sehingga dapat memberikan jawaban
atas masalah penelitian.
e.
Tahap kelima : Melakukan verifikasi hasil analisis data dengan informan
yang didasarkan pada kesimpulan tahap keempat. Tahap ini dimaksudkan
untuk menghindari kesalahan interpretasi dari hasil wawancara dengan
sejumlah informan penelitian yang dapat mengaburkan makna persoalan
sebenarnya dari fokus tentang penelitian ini.
2.6
Lokasi Penelitian
Lokasi dalam sebuah metodologi menjadi sangat penting, karena dengan
menentukan lokasi penelitian maka penelitian dapat menjadi jelas dan terarah.
Oleh karena itu, penulis menentukan lokasi penelitian di Banjarmasin,
Kalimantan Selatan. Adapun alasan penentuan lokasi dalam penelitian ini
10
karena banyaknya suku batak pendatang yang bermukim di Banjarmasin
Kalimantan Selatan untuk berbagai alasan, yang kemudian menemukan
pasangan hidupnya di Banjarmasin pula.
2.7
Triangulasi Data
Dengan melakukan triangulasi data seperti dikatakan oleh Denzin (dalam
Moleong, 2004 : 330) yaitu teknik pemeriksaan yang memanfaatkan sumber,
metode, penyidik dan teori. Dalam hal ini peneliti membandingkan data
pengamatan dengan data wawancara dan dokumen. Peneliti juga memeriksa
kembali penemuan hasil penelitian dari teknik pengumpulan data dan sumber
data. Sehingga peneliti dapat menemukan perbedaan dan kesamaan serta
alasan-alasannya. Pemanfaatan temuan hasil-hasil penelitian terdahulu yang
relevan dimanfaatkan untuk pengecekan kembali data penelitian dan
mengarahkan analisis data. Seluruh data penelitian yang dianggap penting
akan dijelaskan dengan menggunakan teori-teori yang relevan mengurai
tentang fokus dalam sebuah penelitian.
11
III.
HASIL DAN ANALISIS
3.1
Hasil
3.1.1
Makna Identitas Diri dalam Pernikahan Campur
Dengan
demikian
identitas
dipahami
secara
berbeda-beda
tergantung dari tempat dimana identitas itu dimaknai. Karena dalam hal ini
masing-masing pelaku komunikasi dalam sebuah pernikahan campur antar
suku tetap menjadi dirinya pribadi sebagai anggota dari sebuah komunitas
atau kelompok suku asalnya ketika mereka bergabung kembali dengan
kelompok asalnya. Hal ini bukan berarti telah terjadi manipulasi identitas,
karena masing-masing pelaku komunikasi dalam pernikahan campur antar
suku tidak berpura-pura dan tidak terjadi pembelokan karakter. Mereka
tetap memaknai diri mereka sebagai anggota baru dalam suku Batak
karena telah diberikan marga yang dimaknai sebagai sebuah penghargaan
bagi mereka, dan mereka masih menjadi anggota dari suku asalnya dengan
tanpa menghilangkan kebudayaan asalnya sendiri. Masing-masing wanita
menghasilkan perubahan dalam identitas diri mereka karena dipengaruhi
oleh sistem kekerabatan pasangan yang patrilineal serta disebabkan oleh
karakteristik mereka dalam memilih pasangan.
3.1.2
Pola Komunikasi Antar Pribadi dalam Pernikahan Campur
Sesuai dengan peran dan fungsinya, pria yang merupakan seorang
kepala rumah tangga. Oleh sebab itu, wanita yang menikah dengan
seorang pria yang berbeda suku dengannya akan memusatkan sumber
informasi serta aliran komunikasi yang berasal dari sumbernya yaitu Sang
12
Ayah. Dengan demikian, pola komunikasi antar pribadi yang dilakukan
oleh para wanita yang menikah dengan pria yang berasal dari Suku Batak
telah menjalankan tiga jenis pola komunikasi yaitu pola komunikasi
adaptif, inisiatif dan dominan.
3.1.3
Adaptasi dalam Pernikahan Campur
Adaptasi yang terjadi dalam sebuah pernikahan campur dilakukan
oleh para wanita untuk menciptakan keharmonisan dalam kehidupan
rumah tangga. Adapun berbagai adaptasi yang terjadi yakni adaptasi
bahasa, budaya, makanan, ritual dan adat istiadat, agama hingga pada
pergaulan dalam kelompok barunya yaitu perkumpulan Suku Batak.
3.2
Analisis
3.2.1
Makna Identitas Diri dalam Pernikahan Campur
Identitas diri wanita yang menikah dengan seorang pria yang
berasal dari Suku Batak yakni selaku pelaku komunikasi dalam sebuah
pernikahan campur antar suku tetap menjadi dirinya pribadi sebagai
anggota dari sebuah komunitas atau kelompok suku asalnya ketika mereka
bergabung kembali dengan kelompok asalnya. Hal ini bukan berarti telah
terjadi manipulasi identitas, karena masing-masing pelaku komunikasi
dalam pernikahan campur antar suku tidak berpura-pura dan tidak terjadi
pembelokan karakter. Mereka tetap memaknai diri mereka sebagai anggota
baru dalam suku Batak karena telah diberikan marga yang dimaknai
sebagai sebuah penghargaan bagi mereka, dan mereka masih menjadi
anggota dari suku asalnya dengan tanpa menghilangkan kebudayaan
13
asalnya sendiri. Masing-masing wanita menghasilkan perubahan dalam
identitas diri mereka karena dipengaruhi oleh sistem kekerabatan pasangan
yang patrilineal serta disebabkan oleh karakteristik mereka dalam memilih
pasangan. Seperti halnya dalam teori identitas sosial yang menyebutkan
bahwa seseorang atau individu yang memiliki kesamaan emosi dan
kepentingan dengan segenap pengetahuannya maka akan merasa dirinya
adalah bagian dari sebuah kelompok, dengan berbagai upaya mereka
dalam meningkatkan self esteem dalam membentuk konsep diri mereka.
Sehingga dalam hal ini, para wanita yang melakukan pernikahan campur
antar suku akan mempelajari kebudayaan hingga pada menggunakan
atribut-atribut dari suku asal pasangannya dalam membentuk sebuah
konsep diri mereka agar diterima dan menjadi anggota dalam kelompok
suku asal pasangan mereka.
3.2.2
Pola Komunikasi Antar Pribadi dalam Pernikahan Campur
Dengan etnografi komunikasi, penelitian ini dapat melihat perilaku
komunikatif dalam sebuah lingkungan yang berbeda suku. Dengan melihat
peran dan fungsinya, pria yang merupakan seorang kepala rumah tangga.
Oleh sebab itu, wanita yang menikah dengan seorang pria yang berbeda
suku dengannya akan memusatkan sumber informasi serta aliran
komunikasi yang berasal dari sumbernya yaitu Sang Ayah. Sehingga
dengan demikian interaksi yang terbentuk dan terjalin lebih kearah suku
Batak, yaitu dengan menjadikan beberapa tindakan atau perilaku sebagai
suatu pola yang terbentuk dan kemudian menjadi sebuah identitas bagi
14
masing-masing pelaku komunikasi dalam sebuah kehidupan pernikahan
campur antar Suku Batak dan lainnya di Banjarmasin, Kalimantan Selatan.
Namun demikian, pola komunikasi antar pribadi yang dilakukan oleh para
wanita yang menikah dengan pria yang berasal dari Suku Batak telah
menjalankan tiga jenis pola komunikasi yaitu pola komunikasi adaptif,
inisiatif dan dominan.
3.2.3
Adaptasi dalam Pernikahan Campur
Adaptasi yang terjadi dalam sebuah pernikahan campur dilakukan
oleh para wanita untuk menciptakan keharmonisan dalam kehidupan
rumah tangga. Adapun berbagai adaptasi yang terjadi yakni adaptasi
bahasa, budaya, makanan, ritual dan adat istiadat, agama hingga pada
pergaulan dalam kelompok barunya yaitu perkumpulan Suku Batak.
Demikian halnya dalam teori FIRO (Fundamental of Interpersonal
Relationship Orientations) yang menyebutkan bahwa seseorang atau
individu dalam memasuki sebuah kelompok kecil akan memperhatikan
tiga konsep utama yaitu afeksi, inklusi dan kontrol. Oleh sebab itu, dalam
fenomena pernikahan campur juga terjadi tiga konsep tersebut oleh para
wanita yang menikah dengan Suku Batak. Keinginan untuk diterima –
menerima, keinginan untuk menyayangi – disayangi hingga pada sikap
mendominasi – didominasi dalam kelompok suku Batak dengan
melakukan beberapa adaptasi dari mulai bahasa, makanan, ritual dan adat
istiadat, hingga pada pergaulan (lingkungan).
15
IV.
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
4.1
Kesimpulan
Penelitian ini mengungkapkan bahwa pengalaman berkomunikasi
dalam
kehidupan
pernikahan
berbeda
suku
adalah
pengalaman
intersubyektif yang tidak terpisahkan dalam pengelolaan stereotip dalam
pengambilan keputusan menikah dan dalam memaknai identitas diri dalam
kehidupan pernikahannya. Masing-masing pelaku komunikasi dalam
sebuah pernikahan campur antar suku tetap menjadi dirinya pribadi
sebagai anggota dari sebuah komunitas atau kelompok suku asalnya ketika
mereka bergabung kembali dengan kelompok asalnya. Hal ini bukan
berarti telah terjadi manipulasi identitas, karena masing-masing pelaku
komunikasi dalam pernikahan campur antar suku tidak berpura-pura dan
tidak terjadi pembelokan karakter. Mereka tetap memaknai diri mereka
sebagai anggota baru dalam suku Batak karena telah diberikan marga yang
dimaknai sebagai sebuah penghargaan bagi mereka, dan mereka masih
menjadi anggota dari suku asalnya dengan tanpa menghilangkan
kebudayaan asalnya sendiri. Masing-masing wanita menghasilkan
perubahan dalam identitas diri mereka karena dipengaruhi oleh sistem
kekerabatan pasangan yang patrilineal serta disebabkan oleh karakteristik
mereka dalam memilih pasangan.
Pola komunikasi antar pribadi yang terjadi dalam sebuah
kehidupan pernikahan campur antar suku yang terjadi di Banjarmasin,
Kalimantan Selatan yang terbentuk melalui sebuah interaksi terbentuk dari
16
hasil penyesuaian komunikasi antar pribadi dalam sebuah kehidupan
pernikahan campur antar suku. Adapun pola komunikasi pernikahan
campur sebelum pernikahan kemungkinan diawali dengan sikap divergen
(penolakan) baik secara penuh maupun sebagian. Karena dalam hal ini
stereotip masih sangat mendominasi. Penolakan tersebut diikuti dengan
larangan menikah bagi mereka. Namun dapat terjadi pula pola komunikasi
setelah menikah diikuti dengan sikap convergen (penerimaan) dengan
demikian mereka dapat melangsungkan pernikahan dengan restu dan ijin
dari keduabelah pihak. Pola komunikasi dalam pernikahan campur
ditemukan tiga pola yaitu pola adaptif, inisiatif dan dominan.
Bentuk-bentuk adaptasi yang terjadi dan dapat dilihat dalam
sebuah kehidupan pernikahan campur antar suku di Banjarmasin,
Kalimantan Selatan ini berkaitan dengan sebuah dominasi dalam sebuah
keluarga. Dominasi yang terjadi sangatlah berkaitan dengan sebuah
akulturasi budaya dari masing-masing pelaku komunikasi dalam sebuah
pernikahan campur. Dan berbagai adaptasi yang terjadi dalam pernikahan
campur yaitu adaptasi terhadap bahasa, makanan, ritual atau adat istiadat,
pergaulan hingga pada lingkungan baru.
4.2
Rekomendasi
Wanita yang ingin memutuskan untuk menikah dengan pria yang
berbeda suku dengannya harus mempersiapkan diri dalam mengenal dan
menyesuaikan diri pada latar belakang kebudayaan suku asal suami dan
17
keluarga besarnya hingga dalam mengikuti pergaulan-pergaulan kelompok
suami.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
ilmiah bagi kajian komunikasi antar pribadi dan sebagai bahan bacaan atau
referensi bagi semua pihak. Khususnya memberikan tambahan teoritis
dalam bidang komunikasi antar pribadi dalam kehidupan pernikahan antar
suku.
18
DAFTAR PUSTAKA
BUKU TEKS
Ardianto, Elvinaro. 2010. Metode Penelitian untuk Publik Relations : Kuantitatif
dan Kualitatif. Bandung : Simbiosa Rekatama Media.
Basrowi & Sukidin. 2002. Metode Penelitian Kualitatif : Perspektif Mikro.
Surabaya : Insan Cendikia.
Bungin, Burhan. 2003. Analisa Data Penelitian Kualitatif: Pemahaman Filosofis
dan Metodologis ke Arah Penguasaan Model Aplikasi. Jakarta : Raja
Grafindo Persada.
Creswell, John W. 1998. Quantitative Inquiry And Research Design : Choosing
Among Five Traditions. USA : Sage Publication Inc.
Dodd, Carley H. 1998. Dynamics of Intercultural Communication (Fifth Edition).
Boston : Mc Graw-Hill.
Erikson, Erik.H. Terjemahan Agus Cremes. 1989. Identitas dan Siklus Hidup
Manusia. Jakarta : Gramedia.
Fisher, Simon. 2001. Mengelola Konflik : Keterampilan dan Strategi Bertindak.
Terjemahan S. Widjojo Center. Jakarta : The British Council Indonesia.
Fitts, William H. 1996. Tennesse Self-Concept Scale.TSCS : 2, Manual, Second
Edition. California : Western Psychological Services.
Hoper, Robert dan Jack L. Whitehead, JR. 1979. Communication Concept and
Skills. New York : Harper & Row.
Judith N. Martin dan Thomas K. Nakayama. 2004. Experiencing intercultural
communication. McGraw-Hill.
Koentjaraningrat. 1990. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta : PT.
Gramedia Pustaka Utama.
Koentjaraningrat. 2000. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta : Radar jaya Offset.
Kuswarno, Engkus. 2008. Etnografi Komunikasi : Suatu Pengantar dan Contoh
Penelitiannya. Bandung : Widya Padjadjaran.
- - - - - - - - - - - -. 2009. Metode Penelitian Komunikasi : Fenomenologi;
Konsepsi, Pedoman, dan Contoh Penelitiannya. Widya Padjadjaran
Bandung.
19
Littlejohn, Stephen W. 2009. Theories of Human Communications. 9th Editions.
Terjemahan Mohammad Yusuf Hamdan. Jakarta : Salemba Humanika.
Littlejohn, Stephen W dan Fross, Karen A. 2009. Encyclopedia of communication
Theory. Thousand Oaks California : Sage Publication.
Moleong, Lexy J. 2002. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja
Rosdakarya.
. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja
Rosdakarya.
. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. (Edisi revisi) Bandung:
Rosda Karya.
Mulyana, Deddy. 2001. Ilmu Komunikasi, Suatu Pengantar. Bandung : Rosda
Karya.
- - - - - - - - - - - -. 2008. Metodologi Penelitian Kualitatif : Paradigma Baru ilmu
Komunikasi dan Ilmu Sosial lainnya. Bandung : Rosda Karya.
Nottingkham, E.K. 1993. Agama dan Masyarakat, Suatu Pengantar Sosiologi,
Agama, Terjemahan. Jakarta : Rajawali Press.
Rajamarpondang, Gultom. 1992. Dalian Na Tolu Nilai Budaya Suku Batak.
Medan : CV Armanda.
Rakhmat, Jalaluddin. 2005. Psikologi Komunikasi. Bandung : Remaja
Rosdakarya.
Satori, Djam’an dan Aan, Komariah. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif.
Bandung : Alfabeta.
Sendjaya, S. Djuarsa. 1994. Teori Komunikasi. Jakarta : Universitas Terbuka.
Soekanto, Soejono. 1983. Hukum Adat Indonesia. Jakarta : Rajawali.
.
. 1983. Meninjau Hukum Adat Indonesia Suatu Pengantar
Untuk Mempelajari Hukum Adat. Jakarta : CV Rajawali.
Soelaeman, Munandar.2001. Ilmu Budaya Dasar (Suatu Pengantar). Bandung:
Refika Aditama.
Subagya, R. 1981. Agama Asli Indonesia. Jakarta : Sinar Harapan.
Sugiyono. 2005. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung : Alfabeta.
20
Tajfel, Henri; Turner, John. 1979. An Integrative Theory of Intergroup Conflict.
Monterey, CA : Brooks-Cole.
Tubbs, L. Steward & Sylvia Moss. 2000. Human Communication (Kontekskonteks Komunikasi buku kedua). Pengantar Deddy Mulyana. Bandung :
Rosdakarya.
Wignjodpoer, Soerjono. 1967. Pengantar dan Asas-asas Hukum Adat. Jakarta :
PT. Gunung Agung.
BAHAN LAIN
Anonymous. 1984. Ungkapan Tradisional Sebagai Informasi Kebudayaan Daerah
Sumatera Utara. Medan : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah.
Anonymous. 1977. Adat dan Upacara Perkawinan Daerah Sumatera Utara.
Medan : Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Penelitian dan
Pencatatan Kebudayaan Daerah.
Disertasi Kuswarno, Engkus. 2004. Dunia Simbolik Pengemis Kota Bandung:
Studi tentang Konstruksi Sosial dan Manajemen Komunikasi Para
Pengemis di Kota Bandung. Bandung. Program Pascasarjana Ilmu
Komunikasi. Universitas Padjadjaran.
Undang-undang Perkawinan No.1 tahun 1974
Download